PERMUTASI DENGAN PANJANG YANG TIDAK MEMUAT POLA DENGAN PANJANG EMPAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERMUTASI DENGAN PANJANG YANG TIDAK MEMUAT POLA DENGAN PANJANG EMPAT"

Transkripsi

1 PERMUTASI DENGAN PANJANG YANG TIDAK MEMUAT POLA DENGAN PANJANG EMPAT Seplin Tarakolo dan Djoko Suprijanto Program Studi Magister Pengajaran Matematika FMIPA ITB, Kelompok Keahlian Kombinatorika FMIPA ITB ABSTRAK: Permutasi dikatakan memuat suatu pola, jika memiliki sedikitnya sebuah subbarisan yang unsur-unsurnya saling berkorespondensi dengan unsur-unsur di. Misalkan adalah sebuah permutasi dengan c dan d sebagai empat unsur di dalamnya (dalam urutan kiri ke kanan, tapi tidak harus berurutan). Jika, maka disebut membentuk pola-. Namun, jika tidak terdapat empat unsur di yang membentuk pola seperti itu, maka disebut tidak memuat pola- 4. Dalam makalah ini, akan ditentukan banyaknya permutasi dengan panjang yang tidak memuat pola dengan panjang empat dan sebuah permutasi khusus yang tidak memuat satu dari pola dengan panjang empat yang disebut permutasi dua-stack sortable. Kata Kunci : permutasi, permutasi dua-stack sortable. Tinjaulah sekelompok anak-anak dengan tinggi badan yang berbeda bermain di sebuah lapangan. Dalam salah satu permainan, mereka harus berdiri membentuk sebuah barisan dimana setiap anak berdiri menghadap punggung anak yang didepannya dan setiap anak harus dapat melihat semua anak yang lebih pendek dari dia yang berada di depannya. Berapa banyak barisan yang dapat dibentuk? Sebagai contoh, misalkan terdapat 7 anak. Setiap anak dinotasikan dengan angka 1, 2, 3,..., 7 berurutan sesuai dengan tinggi mereka dimana angka 1 mewakili anak yang paling pendek dan angka 7 mewakili anak yang paling tinggi. Apakah barisan merupakan barisan yang sesuai dengan ketentuan permainan di atas? Jawabannya adalah tidak, karena terdapat anak dengan notasi angka 2 atau anak dengan notasi angka 3 tidak dapat melihat anak dengan notasi angka 1 karena terhalang oleh anak dengan notasi angka 4 yang lebih tinggi daripada anak 2 atau 3. Salah satu contoh barisan yang memenuhi ketentuan permainan tersebut adalah Dapatkah kita menentukan barisan lainnya? Ada berapa banyak barisan yang memenuhi ketentuan permainan? Suatu barisan yang memenuhi ketentuan permainan di atas adalah suatu barisan dimana tidak terdapat 3 anak dalam barisan tersebut misalkan a, b dan c yang berurutan namun tidak harus berturutan dengan a < c < b (a lebih pendek dari c lebih pendek dari b). Jika terdapat 3 anak dalam barisan tersebut maka anak c tidak dapat melihat anak a. Jika contoh di atas banyaknya anak (unsur) adalah 7 bagaimana jika banyak anak adalah n? Berapa banyak barisan yang dapat dibentuk? Pertanyaan pertanyaaan ini akan dibahas dalam makalah ini. Permutasi Yang Tidak Memuat Suatu Pola Sebelum membahas permutasi yang tidak memuat suatu pola, terlebih 869

2 Tarakolo dan Suprijanto, Permutasi Dengan Panjang, 870 dahulu diingatkan kembali tentang permutasi. Definisi 1. Susunan semua anggota dari himpunan {1, 2, 3,..., n} disebut sebuah permutasi dari n bilangan asli pertama, dimana setiap anggota himpunan terdaftar tepat 1 kali. Contoh 1. Misalkan n = 3. Maka permutasi-permutasi dengan panjang 3 adalah 123, 132, 213, 231, 312 dan 321. Proposisi 1. Banyaknya permutasi dengan panjang n adalah n!. Bukti. Misalkan sebuah permutasi dengan panjang n yaitu dengan adalah unsur ke-i pada permutasi p. Tempat dapat diisi sebanyak n unsur, dapat diisi oleh n-1 unsur, dan seterusnya sampai tempat dapat diisi oleh 1 unsur. Jadi banyaknya permutasi dengan panjang n adalah n!. Sekarang perhatikan sebuah permutasi dengan panjang delapan, missalkan p = dan sebuah permutasi yang lebih pendek yaitu permutasi dengan panjang tiga, misalkan q = 132. Unsur unsur 2, 6, 4 pada p dikatakan membentuk sebuah pola atau sub barisan jenis 132 karena unsur-unsur 2, 6, 4 pada p berelasi satu sama lain seperti unsur-unsur 1, 3, 2 pada q. Relasi yang dimaksud adalah unsur pertama adalah unsur terkecil, unsur kedua adalah unsur terbesar dan unsur ketiga adalah unsur pertengahan dari kedua unsur sebelumnya. Oleh karena itu, pada permutasi p ditemukan sebuah pola seperti 132. Sebaliknya, tak ada pola seperti yang ada pada p. Secara umum, berikut ini diberikan definisi tentang sebuah permutasi yang memuat dan tidak memuat suatu pola. Definisi 2. Misalkan dan dengan k n. Permutasi p dikatakan memuat pola q jika terdapat k unsur pada p sehingga, dan jika dan hanya jika. Dan sebaliknya, p dikatakan tidak memuat q. Dengan kata lain, permutasi p memuat pola-q jika p memiliki sub barisan dari unsur-unsurnya yang berelasi satu sama lain seperti unsur-unsur pada q. Contoh 2. Permutasi m = memuat pola-2134 karena terdapat unsur-unsur pada m yaitu 3, 1, 6, 7 yang membentuk sub barisan 3167 yang saling berelasi seperti Permutasi m dikatakan tidak memuat pola-321 karena tidak terdapat sub barisan menurun dengan panjang tiga. Banyaknya Permutasi Dengan Panjang n Yang Tidak Memuat Pola Dengan Panjang Empat Dalam bab ini kita akan menentukan banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-q yang dinotasikan dengan,. Terdapat 24 pola dengan panjang empat yang dimana terdapat banyak ekuivalensi diantara mereka. Ekuivalensi itu antara lain balikan, komplemen dan lain-lain. Misalkan sebuah permutasi. Balikan dari p dapat didefinisikan sebagai permutasi, dan komplemen dari p dapat didefinisikan sebagai permutasi dimana unsur ke-i adalah. Sebagai contoh, permutasi 2134, balikannya adalah 4312 dan komplemen dari 2134 adalah Berdasarkan definisi balikan dan komplemen dari suatu permutasi, dapat dinyatakan bahwa jika suatu permutasi p dengan panjang n tidak memuat pola-q,, maka balikan dari p tidak memuat

3 871, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 balikan dari q dan komplemen dari p tidak memuat komplemen dari q. Contoh permutasi yang tidak memuat pola-1342, p = Diperoleh balikan dari p yaitu tidak memuat pola-2431 yang merupakan balikan dari pola-1342 dan komplemen dari p yaitu tidak memuat pola-4213 yang merupakan komplemen dari pola Oleh karena itu = =. Selain balikan dan komplemen, terdapat pula ekuivalen lainnya dari pola permutasi dengan panjang empat yaitu invers. Invers dari suatu permutasi dapat didefinisikan sebagai representasi dari suatu matriks yang merupakan transpose dari matriks yang merupakan representasi dari permutasi yang akan dicari inversnya. Contoh pola-1423 jika direpresentasi ke bentuk matriks, menjadi ( ) kemudian ditranspose menjadi ( ), selanjutnya direpresentasikan kembali menjadi pola permutasi yaitu Berdasarkan definisi invers dari suatu permutasi tersebut, maka jika suatu permutasi p memuat pola-q maka invers dari p jelas memuat invers dari q sehingga banyaknya permutasi yang tidak memuat pola q sama dengan banyaknya permutasi yang tidak memuat invers dari q. Dengan menggunakan balikan, komplemen dan invers yang terdapat pada 24 pola permutasi dengan panjang empat, maka terdapat 7 pola yang berbeda, yaitu 1234, 1243, 1342, 1324, 1432, 2143 dan Dari 7 pola yang tersisa ini, dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan teorema dari Backelin, West dan Xin [4], yang memiliki bukti sangat kompleks dan sebuah lema yang pembuktiannya merujuk pada hasil pekerjaan dari Stankova [5]. Teoema 1. Jika q adalah sebuah permutasi dari himpunan {k+1, k+2,..., k+r} dengan k bilangan bulat positif, maka =, untuk suatu n bilangan bulat positif. Berdasarkan teorema di atas, maka = dan =. Karena 2134 merupakan balikan komplemen atau komplemen balikan dari 1243 maka = sehingga =. Dengan demikian, pola-1243 dan 2143 dapat dihapus dari daftar pola yang tersisa. Teorema 1 juga menunjukkan bahwa =. Karena 3214 merupakan balikan komplemen atau komplemen balikan dari 1432 maka = sehingga = yang mengakibatkan pola-1432 dapat dihapus dari daftar pola yang tersisa. Lema 1. =, untuk suatu n bilangan bulat positif. Stankova [5], telah membuktikan bahwa =. Pola-4132 merupakan balikan invers atau invers balikan dari pola-1342 maka =. Sedangkan pola-3142 merupakan balikan dari pola-2413 sehingga =. Dengan demikian, diperoleh = yang membuat Lema 1 terbukti dan pola-2413 dapat dihapus dari daftar pola yang tersisa. Berdasarkan Teorema 1 dan Lema 1, diperoleh 3 pola permutasi dengan panjang empat yang benar-benar berbeda yaitu pola-1234, 1324 dan Perhitungan komputer memberikan fakta-fakta numerik yang menarik tentang ketiga pola tersebut (nilai dari, untuk n 8).

4 Tarakolo dan Suprijanto, Permutasi Dengan Panjang, 872 Untuk : 1, 2, 6, 23, 103, 512, 2740, Untuk : 1, 2, 6, 23, 103, 513, 2761, Untuk : 1, 2, 6, 23, 103, 513, 2762, Dari hasil perhitungan untuk ketiga pola di atas, terdapat paling sedikit dua fakta yang menarik. Pertama, tak selamanya bergantung pada q, artinya terdapat beberapa pola dengan panjang empat yang lebih mudah untuk tidak dimuat oleh suatu permutasi daripada pola yang lain. Ini dapat dilihat untuk n 7, < <. Ketaksamaan ini akan dibuktikan selanjutnya. Kedua, pola monoton yaitu 1234 berada di tengah dari rangkaian fakta di atas, artinya pola ini bisa lebih mudah atau lebih sulit untuk tidak dimuat pada suatu permutasi. 1. Pola-1324 Lema 2. Jika p suatu permutasi yang tidak memuat pola-1324 maka p merupakan gabungan dari suatu permutasi yang tidak memuat pola-132 dan suatu permutasi yang tidak memuat pola-213. Bukti. Misalkan suatu permutasi yang tidak memuat pola Unsur-unsur pada p akan diwarnai satu persatu dari kiri ke kanan dengan aturan sebagai berikut: 1. Jika unsur ke-i yaitu diwarnai warna merah sehingga akan membentuk pola 132 dengan seluruh unsur yang berwarna merah maka harus diwarnai dengan warna biru. 2. Jika terdapat unsur yang berwarna biru lebih kecil dari maka harus diwarnai biru. 3. Jika sebaliknya, maka harus diwarnai merah. Contoh 3. Misalkan p = Berdasarkan aturan pewarnaan di atas, diperoleh subbarisan dari p yang berwarna merah adalah sedangkan subbarisan yang berwarna biru adalah 45. Berdasarkan aturan-aturan di atas, terlihat bahwa semua unsur yang berwarna merah membentuk sub barisan yang tidak memuat pola-132 sedangkan semua unsur yang berwarna biru membentuk sub barisan yang tidak memuat pola-213. Andaikan terdapat unsur-unsur yang berwarna biru yang memuat pola 213. Misalkan dan berwarna biru dimana s t dan dan merupakan unsur paling kecil. Ini berarti akan diwarnai biru karena berdasarkan aturan pertama jika berwarna merah maka akan membentuk pola-132 dengan unsurunsur dan yang berwarna merah dimana. Sehingga akan terdapat dua kemungkinan, yaitu : 1. Jika berada di kiri maka membentuk pola-1324 pada p. Kontradiksi dengan p yang tidak memuat pola Jika berada di kanan maka juga berada di kanan yang mengakibatkan namun berdasarkan aturan kedua, harus berwarna biru. Faktanya, sehingga membentuk pola pada p. Kontradiksi dengan p tidak memuat pola Lema 3. Misalkan adalah tiga pola permutasi dimana setiap permutasi yang tidak memuat pola-q, diperoleh dari sebuah gabungan permutasi yang tidak memuat pola- dengan permutasi yang tidak memuat pola-. Jika dan, untuk setiap bilangan bulat positif n dan a,b suatu konstanta positif maka ( ), untuk setiap bilangan bulat positif n.

5 873, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 Bukti. Misalkan p suatu permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-q. Kita dapat mewarnai tiap unsur dari p dengan warna merah atau biru sehingga semua unsur yang berwarna merah membentuk sub barisan yang tidak memuat pola- dan semua unsur yang berwarna biru membentuk sub barisan yang tidak memuat pola-. Jika terdapat tepat k unsur yang berwarna merah maka terdapat ( ) pilihan untuk untuk unsur-unsur yang berwarna merah dan ( ) pilihan untuk posisi unsurunsur yang berwarna merah. Jumlah semua kemungkinan nilai untuk p adalah ( ) (( ) ) ( ( ) ) 2. Pola-1234 Teorema 3. Untuk setiap bilangan bulat positif k n, berlaku Bukti. Untuk membuktikan teorema di atas, sebelumnya kita perlu mendefinisikan order i dari suatu permutasi. Sebuah unsur x pada suatu permutasi dikatakan order i jika x merupakan unsur terakhir dari sub barisan naik dengan panjang-i dan tidak ada sub barisan naik dengan panjang-i + 1 dengan x merupakan unsur terakhir dari sub barisan tersebut. Maka untuk setiap i, unsur-unsur yang berorder i akan membentuk sub barisan menurun. Oleh karena itu, suatu permutasi yang tidak memuat pola monoton naik dengan panjang k dapat di dekomposisikan ke dalam gabungan dari k 1 sub barisan menurun. Karena terdapat cara untuk mempartisi unsurunsur pada permutasi tersebut ke dalam k 1 kelas dan terdapat cara untuk memberikan tiap posisi unsur-unsur tersebut ke dalam satu dari k 1 sub barisan yang ada, maka ketaksamaan di atas terbukti. Teorema 2. Untuk setiap bilangan bulat positif n, berlaku Bukti. Berdasarkan lema 2, diketahui bahwa suatu permutasi p yang tidak memuat pola-1324 merupakan gabungan dari suatu permutasi yang tidak memuat pola-132 dengan suatu permutasi yang tidak memuat pola-213. Menurut Miklos Bona [1], = =. Maka menurut lema 2, ( ) = ( ) Akibat 1. Dalam buku Miklos Bona [2], dikatakan bahwa Ira Gessel telah membuktikan rumus di bawah ini, yaitu rumus untuk mencari banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola ( ) ( ) dengan k = 4. Namun beberapa tahun yang lalu, Gessel membangun bentuk alternatif di bawah ini untuk rumusnya. ( ) ( ) ( )

6 Tarakolo dan Suprijanto, Permutasi Dengan Panjang, Pola-1342 Miklos Bona dalam bukunya [2], menemukan rumus untuk menentukan banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-1342 yaitu ( ) Permutasi Stack Sortable Permutasi stack sortable adalah permutasi yang setelah disortir melalui aturan tertentu dapat menghasilkan permutasi identitas yaitu permutasi yang unsur-unsurnya berurutan membentuk urutan naik. Adapun cara atau metode untuk menyortir suatu permutasi yaitu stack. Stack merupakan suatu susunan vertikal di mana unsur-unsur permutasi yang berada di dalamnya membentuk susunan atau urutan naik di mana unsur yang kecil berada di atas dan unsur yang besar berada di bawah. Contoh cara kerja stack : Misalkan permutasi p = 2413 Permutasi p Stack Permutasi s(p) Karena permutasi yang dihasilkan yaitu s(p) = 2134 bukan permutasi identitas maka permutasi p bukan permutasi stack sortable. Pada contoh di atas telah diketahui bahwa permutasi p bukan permutasi stack sortable. Dapatkah kita mengidentifikasi permutasi-permutasi yang stack sortable tanpa harus menggunakan metode atau alat stack? Permutasi-permutasi yang manakah yang merupakan permutasi stack sortable? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dahulu akan dijelaskan akibat dari aturan yang berlaku pada stack terhadap pasangan-pasangan unsur pada permutasi awal melalui proposisi di bawah ini. Proposisi 2. Misalkan p adalah suatu permutasi, s(p) adalah permutasi yang merupakan peta dari p setelah melalui metode stack dan a, b adalah unsur-unsur pada p dengan a < b. 1. Jika unsur a mendahului unsur b pada p maka unsur a mendahului unsur b pada s(p). 2. Jika unsur b mendahului unsur a pada p dan tidak terdapat unsur c yang terletak di antara unsur a dan unsur b pada p di mana c > b > a maka unsur a mendahului unsur b pada s(p). 3. Jika unsur b mendahului unsur a pada p dan terdapat unsur c yang terletak di antara unsur a dan unsur b pada p di mana c > b > a maka unsur b mendahului unsur a pada s(p). Kasus ini terjadi ketika unsur-unsur a, b dan c membentuk pola 231. Bukti. Misalkan p adalah suatu permutasi, s(p) adalah permutasi yang merupakan peta dari p setelah melalui metode stack dan a, b adalah unsur-unsur pada p dengan a < b.

7 875, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni Misalkan unsur a mendahului unsur b pada p. Unsur a akan lebih dulu diletakkan pada stack daripada unsur b. Karena a < b maka saat unsur b akan diletakkan pada stack, unsur a akan dikeluarkan dari stack dan menjadi unsur pada s(p) sehingga a mendahului b pada s(p). 2. Misalkan unsur b mendahului unsur a pada p dan tidak terdapat unsur c yang terletak di antara unsur a dan b pada p dengan c > b > a. Unsur b akan lebih dulu di letakkan pada stack. Saat unsur a diletakkan pada stack, unsur b tetap berada di stack atau tidak dikeluarkan karena a < b, dan tetap berada di bawah unsur a pada stack. Dengan demikian saat akan dikeluarkan untuk menjadi unsur-unsur pada s(p), unsur a akan mendahului unsur b pada s(p). 3. Misalkan unsur b mendahului unsur a pada p dan terdapat unsur c yang terletak di antara unsur a dan b pada p dengan c > b > a. Unsur b akan diletakkan terlebih dahulu pada stack kemudian disusul unsur c yang diletakkan pada stack. Karena c > b maka unsur b dikeluarkan dan menjadi unsur pada s(p). Dengan demikian unsur b mendahului unsur a pada s(p). Berdasarkan Proposisi 2 di atas, dapat ditentukan permutasi-permutasi yang merupakan permutasi stack sortable melalui teorema di bawah ini. Teorema 4. Suatu permutasi p dikatakan permutasi stack sortable jika dan hanya jika permutasi p tidak memuat pola-231. Bukti. ( ) Misalkan p permutasi stack sortable. Dengan kontradiksi, andaikan p memuat pola-231. Artinya terdapat tiga unsur pada p, misalkan a,b dan c dengan a < b < c. Menurut proposisi 2 bagian ketiga, akan diperoleh unsur b akan mendahului unsur a pada s(p). Artinya s(p) bukan permutasi identitas sehingga p bukan permutasi stack sortable. Kontradiksi dengan p permutasi stack sortable. Jadi pengandaian salah, haruslah permutasi p tidak memuat pola-231. ( ) Misalkan permutasi p tidak memuat pola-231. Artinya untuk setiap pasang unsur-unsur pada p berada di situasi bagian pertama atau bagian kedua pada proposisi 2. Akibatnya untuk setiap pasang unsur di p, selalu unsur yang kecil mendahului unsur yang besar pada s(p). Dengan demikian s(p) akan membentuk permutasi identitas yang artinya p merupakan permutasi stack sortable. Akibat dari Teorema 4, ada sebagian permutasi yang bukan permutasi stack sortable. Untuk meningkatkan banyaknya permutasi stack sortable, dapat dilakukan dengan menyortir lagi s(p) pada stack dengan menggunakan aturan yang sama. Jika permutasi yang diperoleh dari menyortir s(p) yang dinotasikan dengan s(s(p)) merupakan permutasi identitas maka p disebut permutasi dua-stack sortable. Permutasi dua-stack sortable memiliki karakteristik yang lebih kompleks daripada permutasi stack sortable. Alasannya adalah permutasi dua-stack sortable bersifat tidak selalu monoton, di mana terdapat suatu permutasi yang merupakan permutasi duastack sortable namun subbarisan dari permutasi tersebut bukan permutasi duastack sortable. Sebagai contoh, permutasi q = Diperoleh s(q) = dan s(s(q)) = sehingga q disebut permutasi dua-stack sortable. Namun perhatikan subbarisan dari q, misalkan = Setelah disortir, diperoleh s( ) = 2314 dan

8 Tarakolo dan Suprijanto, Permutasi Dengan Panjang, 876 s(s( )) = 2134 sehingga bukan permutasi dua-stack sortable. Untuk alasan itulah, karakteristik permutasi dua-stack sortable tidak dapat ditentukan hanya dengan suatu pola yang tidak dimuat oleh permutasi tersebut. Namun, untuk menentukan karakteristik permutasi duastack sortable dapat menggunakan konsep yang serupa dengan permutasi stack sortable dan lebih membatasi definisi pola yang tidak dimuat. Teorema 5. Suatu permutasi p dikatakan permutasi dua-stack sortable jika dan hanya jika permutasi p tidak memuat pola dan tidak memuat pola-3241 kecuali subbarisan dari pola Bukti. ( ) Misalkan p permutasi dua-stack sortable. Dengan kontradiksi, andaikan p memuat pola Misalkan a, b, c dan d dengan a < b < c < d adalah unsur-unsur pada p yang membentuk pola Setelah disortir melalui stack, unsur-unsur a, b dan c akan membentuk pola-231 pada s(p) yang mengakibatkan s(p) bukan permutasi stack sortable. Karena s(p) bukan permutasi stack sortable artinya s(s(p)) bukan permutasi identitas sehingga p bukan permutasi dua-stack sortable. Kontradiksi dengan p permutasi duastack sortable. ( ) Misalkan permutasi p tidak memuat pola-2341 dan tidak memuat pola kecuali subbarisan dari pola Dengan kontradiksi, andaikan p bukan permutasi dua-stack sortable. Artinya s(p) bukan permutasi stack sortable karena s(s(p)) bukan permutasi identitas. Karena s(p) bukan permutasi stack sortable maka s(p) memuat pola-231. Misalkan e, f dan g dengan e < f < g adalah unsur-unsur pada s(p) yang membentuk pola-231. Menurut proposisi 2, unsur e berada paling kanan dari unsur-unsur f dan g pada p. Karena e, f dan g membentuk pola-231 pada s(p) maka terdapat unsur h > g yang terletak di antara f dan g dengan e. Jika f mendahului g pada p maka fghe membentuk pola-2341 pada p. Kontradiksi dengan p tidak memuat pola Jika g mendahului f pada p maka gfhe membentuk pola-3241 yang bukan subbarisan dari pola Kontradiksi dengan p tidak memuat pola-3241 kecuali subbarisan dari pola Jadi pengandaian salah. Haruslah p permutasi duastack sortable. Akibat dari Teorema 5 ini, jumlah permutasi stack sortable bertambah dengan banyaknya permutasi dua-stack sortable. Untuk permutasi t-stack sortable tidak akan dibahas pada makalah ini. PENUTUP 1. Suatu permutasi p dengan panjang n dikatakan tidak memuat pola-q dengan panjang k dimana k n jika tidak terdapat subbarisan di p yang unsurunsurnya berelasi satu sama lain seperti unsur-unsur di q. 2. Terdapat 24 pola permutasi dengan panjang empat dimana terdapat ekuivalensi-ekuivalensi diantara 24 pola tersebut sehingga tersisa 3 pola yang benar-benar berbeda yaitu pola- 1324, 1234 dan Banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-1324 : S n n 4. Banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-1234 : ( ) ( ) ( ) 5. Banyaknya permutasi dengan panjang n yang tidak memuat pola-1342 :

9 877, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 dan tidak memuat pola-3241 kecuali subbarisan dari pola ( ) 6. Suatu permutasi p dikatakan permutasi dua-stack sortable jika dan hanya jika permutasi p tidak memuat pola-2341 DAFTAR PUSTAKA Bona, M A Walk Through Combinatorics, An Introduction to Enumeration and Graph Theory, Second Edition, World Scientific. Bona, M Combinatorics of Permutations, Second Edition, CRC Press. Bona, M The Absence of A Pattern and The Occurrences of Another. Discrete Mathematics and Theoretical Computer Science. 12, no.2, J. Backelin, J. West, G. Xin Wilf Equivalence for Singleton Classes. Adv. in Appl. Math. 38 no Z.Stankova Forbidden Subsequences. Discrete Math. 132, no

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 11, 2007 Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT

DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT FADHILA TURRAHMAH, BUDI RUDIANTO Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 47 52 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m RINA WALYNI, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 14 22 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n MARIZA WENNI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com 2 G R U P Struktur aljabar adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan satu atau lebih operasi biner. Jika himpunan S dilengkapi dengan satu operasi biner * maka struktur aljabar tersebut

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF

BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF Pada bagian ini akan diberikan beberapa konsep dasar seperti teorema dan definisi sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut berkaitan dengan definisi

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu II KONSEP DASAR GRUP Suatu cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar dinamakan aljabar abstrak abstract algebra Sistem aljabar algebraic system terdiri dari suatu himpunan obyek satu atau lebih

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 129 134 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m AULI MARDHANINGSIH, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Vol. 9, No.2, 114-122, Januari 2013 Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Hasmawati 1 Abstrak Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai ke

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2 Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 49 53 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2 ANDRE SAPUTRA Program Studi

Lebih terperinci

Teorema Cayley pada Pohon Berlabel dan Pembuktiannya

Teorema Cayley pada Pohon Berlabel dan Pembuktiannya Teorema Cayley pada Pohon Berlabel dan Pembuktiannya Fakhri NIM : 13506102 Program Studi Teknik Informatik ITB, Bandung, e-mail : if16102@students.if.itb.ac.id Abstrak Makalah ini membahas tentang teorema

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF RODA W n

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF RODA W n Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 37 1 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA GRAF RODA W n HERU PERMANA Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Sejauh ini telah diperkenalkan bahwa terdapat tiga parameter yang terkait dengan konstruksi suatu kode, yaitu panjang, dimensi, dan jarak minimum. Jika C adalah

Lebih terperinci

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q.

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. Diskusi Kelompok (I) Waktu: 100 menit Selasa, 23 September 2008 Pengajar: Hilda Assiyatun, Djoko Suprijanto 1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. (a) Mahasiswa perlu membawakan

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT AIDILLA DARMAWAHYUNI, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Vol. 9, No.1, 49-56, Juli 2012 Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Nur Erawaty 1, Andi Kresna Jaya 1, Nirwana 1 Abstrak Misalkan D adalah daerah integral. Unsur tak nol yang bukan unit

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 90 96 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP AFIFAH DWI PUTRI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL

HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL Ukhti Raudhatul Jannah Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan Abstrak: Tulisan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin hasma_ba@yahoo.com Abstract Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai

Lebih terperinci

PENGANTAR GRUP. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang

PENGANTAR GRUP. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang PENGANTAR GRUP Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com March 18, 2013 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Pengantar Grup 3 3 Sifat-sifat Grup

Lebih terperinci

INF-104 Matematika Diskrit

INF-104 Matematika Diskrit Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah February 13, 2012 Apakah Matematika Diskrit Itu? Matematika diskrit: cabang matematika yang mengkaji objek-objek diskrit. Apa yang dimaksud dengan kata diskrit (discrete)?

Lebih terperinci

PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN

PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 27 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN RATI MAYANG SARI Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 6 13 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG FADHILAH SYAMSI Program Studi Matematika, Pascasarjana

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 37 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 MERY ANGGRAINI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan, adalah banyaknya cara menyusun partisi suatu himpunan dengan elemen ke

Lebih terperinci

Semigrup Legal Dan Beberapa Sifatnya

Semigrup Legal Dan Beberapa Sifatnya Semigrup Legal Dan Beberapa Sifatnya A 19 Oleh : Soffi Widyanesti P. 1, Sri Wahyuni 2 1) Soffi Widyanesti P.,Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dyansofi@rocketmail.com

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN

KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 1 5 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN DWI HARYANINGSIH Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 26, 2007 Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Apakah masuk akal untuk membahas luas daerah

Lebih terperinci

Bab 3 Gelanggang Polinom Miring

Bab 3 Gelanggang Polinom Miring Bab 3 Gelanggang Polinom Miring Dalam bab ini akan dibahas mengenai Gelanggang Poliom Miring mulai dengan bentuk yang sederhana (satu variabel) sampai ke bentuk yang lebih kompleks (banyak variabel) berikut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA 07934028 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ABSTRAK Misalkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH

ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH Hasmawati, Jusmawati Massalesse, Hendra, Muhamad Hasbi Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanudin

Lebih terperinci

PEWARNAAN GRAF: POLINOMIAL KROMATIK DAN TEOREMA INVERSI MOBIUS

PEWARNAAN GRAF: POLINOMIAL KROMATIK DAN TEOREMA INVERSI MOBIUS PEWARNAAN GRAF: POLINOMIAL KROMATIK DAN TEOREMA INVERSI MOBIUS Nurul Miftahul Jannah, Dr. Agung Lukito, M.S. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL AJAIB PADA GABUNGAN GRAF BINTANG DAN BEBERAPA GRAF SEGITIGA

PELABELAN TOTAL AJAIB PADA GABUNGAN GRAF BINTANG DAN BEBERAPA GRAF SEGITIGA Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 3 Hal. 8 90 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL AJAIB PADA GABUNGAN GRAF BINTANG DAN BEBERAPA GRAF SEGITIGA RAFIKA DESSY Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Tahun 2014 Inovasi Pendidikan Sains dalam Menyongsong Pelaksanaan Kurikulum 2013 Surabaya 18 Januari 2014 DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL

Lebih terperinci

Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta

Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta Perjalanan satu mil dimulai dari satu langkah 1 Dahulu namanya.. Matematika Diskrit 2 Mengapa

Lebih terperinci

Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. 1.

Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. 1. DIMENSI PARTISI PADA GRAF C m K n, GRAF C m [P n ], DAN GRAF t-fold WHEEL Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 71 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 FAIZAH, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK

ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK Mulyono Jurusan Matematika FMIPA UNNES Email:

Lebih terperinci

RUANG TOPOLOGI LEMBUT KABUR

RUANG TOPOLOGI LEMBUT KABUR Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 122 128 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND RUANG TOPOLOGI LEMBUT KABUR SRI NOVITA SARI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 19 Topik Bahasan 1 Sistem Bilangan Real 2 Interval 3

Lebih terperinci

Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan

Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan Bab IV Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan Kajian penentuan bilangan Ramsey untuk suatu graf dengan gabungan saling lepas beberapa graf telah dilakukan oleh Burr dkk. (1975). Burr dkk. menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 )

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 ) Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 83 90 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 ) LIZA HARIYANI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana

Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana M. Faisal Baehaki Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Bandung 40135 e-mail: faisal.baihaki@comlabs.itb.ac.id Intisari Metode untuk

Lebih terperinci

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m ISNAINI RAMADHANI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang, Kampus UNAND Limau Manis

Lebih terperinci

Pasangan Baku Dalam Polinomial Monik

Pasangan Baku Dalam Polinomial Monik SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Pasangan Baku Dalam Polinomial Monik Zulfia Memi Mayasari Jurusan Matematika FMIPA Universitas Bengkulu zulfiamemimaysari@yahoo.com A - 7

Lebih terperinci

KARAKTER REPRESENTASI S n

KARAKTER REPRESENTASI S n Buletin Ilmiah Math, Stat, dan Terapannya (Bimaster) Volume 7, No. (28), hal 33-4. KARAKTER REPRESENTASI S n Megawati June, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Karakter merupakan trace pada setiap matriks

Lebih terperinci

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5 Aljabar Linear & Matriks Pert. 5 Evangs Mailoa Pengantar Determinan Menurut teorema 1.4.3, matriks 2 x 2 dapat dibalik jika ad bc 0. Pernyataan ad bc disebut sebagai determinan (determinant) dari matriks

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada Bagian ini akan dijelaskan beberapa definisi dan teorema terkait graf, matriks adjency, terhubung, primitifitas, dan scrambling index sebagai landasan teori yang menjadi acuan

Lebih terperinci

FUNGSI COMPUTABLE. Abstrak

FUNGSI COMPUTABLE.  Abstrak FUNGSI COMPUTABLE Ahmad Maimun 1, Suarsih Utama. 1, Sri Mardiyati 1 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 ahmad.maimun90@gmail.com, suarsih.utama@sci.ui.ac.id, sri_math@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal.

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal. Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 108 114 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND GELANGGANG ARTIN IMELDA FAUZIAH, NOVA NOLIZA BAKAR, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BATAS ATAS RAINBOW CONNECTION NUMBER PADA GRAF DENGAN KONEKTIVITAS 3

BATAS ATAS RAINBOW CONNECTION NUMBER PADA GRAF DENGAN KONEKTIVITAS 3 Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 4 Hal. 4 3 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BATAS ATAS RAINBOW CONNECTION NUMBER PADA GRAF DENGAN KONEKTIVITAS 3 PRIMA RESA PUTRI Program Studi Magister

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

SILABUS MATEMATIKA DISKRIT. Oleh: Tia Purniati, S.Pd., M.Pd.

SILABUS MATEMATIKA DISKRIT. Oleh: Tia Purniati, S.Pd., M.Pd. SILABUS MATEMATIKA DISKRIT Oleh: Tia Purniati, S.Pd., M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 SILABUS A. Identitas

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA SUBDIVISI GRAF BINTANG

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA SUBDIVISI GRAF BINTANG Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. Hal. 38 44 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA SUBDIVISI GRAF BINTANG RUSMANSYAH, SYAFRUDDIN Program Studi

Lebih terperinci

Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya

Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya Hafni Syaeful Sulun NIM : 13505058 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT

GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ASMIATI, FITRIANI Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng, Bandar Lampung Email : asmiati308@yahoo.com;

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N JURNAL FOURIER Oktober 216, Vol. 5, No. 2, 61-66 ISSN 2252-763X; E-ISSN 2541-5239 Beberapa Sifat Ideal Bersih-N Uha Isnaini dan Indah Emilia Wijayanti Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta, Sekip Utara,

Lebih terperinci

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com 2 himmawatipl@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

Pengantar Matematika Diskrit

Pengantar Matematika Diskrit Materi Kuliah Matematika Diskrit Pengantar Matematika Diskrit Didin Astriani Prasetyowati, M.Stat Program Studi Informatika UIGM 1 Apakah Matematika Diskrit itu? Matematika Diskrit: cabang matematika yang

Lebih terperinci

I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA-31 Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc

I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA-31 Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA- Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc Tugas ke Pertemuan TIK Soal-soal Tugas. Mendefinisikan Proposisi Membedakan

Lebih terperinci

Teori Dasar Himpunan. Julan HERNADI. December 27, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo

Teori Dasar Himpunan. Julan HERNADI. December 27, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo 1 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo December 27, 2012 PENGERTIAN DASAR Denition Himpunan merupakan koleksi objek-objek yang disebut anggota atau elemen himpunan tersebut.

Lebih terperinci

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG NORM-n STANDAR. Shelvi Ekariani KK Analisis dan Geometri FMIPA ITB

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG NORM-n STANDAR. Shelvi Ekariani KK Analisis dan Geometri FMIPA ITB JMP : Volume 4 Nomor, Juni 0, hal. 69-77 TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG NORM-n STANDAR Shelvi Ekariani KK Analisis dan Geometri FMIPA ITB shelvi_ekariani@students.itb.ac.id Hendra Gunawan KK Analisis dan

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer MA SKS. 07/03/ :21 MA-1223 Aljabar Linear 1

Aljabar Linear Elementer MA SKS. 07/03/ :21 MA-1223 Aljabar Linear 1 Aljabar Linear Elementer MA SKS 7//7 : MA- Aljabar Linear Jadwal Kuliah Hari I Hari II jam jam Sistem Penilaian UTS 4% UAS 4% Quis % 7//7 : MA- Aljabar Linear Silabus : Bab I Matriks dan Operasinya Bab

Lebih terperinci

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah Jurusan SKS Kode M. Kuliah : Kalkulus IA : Teknik Elektro : 2 SKS : KD-0420 Minggu ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran

Lebih terperinci

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 2 Juli 2016 p 63-75 ISSN 2407-8840 BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE Moh Affaf Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI BANGKALAN

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH MATEMATIKA INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK KOMPUTER (D3) SEMESTER 3 KODE / SKS : IT014213/2

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH MATEMATIKA INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK KOMPUTER (D3) SEMESTER 3 KODE / SKS : IT014213/2 Minggu ke 1 Pokok Bahasan dan TIU Himpunan Pengertian Himpun, Diagram Venn, Operasi antar, Himpunan, Aljabar Himpunan, Himpunan hingga dan perhitungan anggota,, Argumen dan Diagram Venn. Sub Pokok Bahasan

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 18, 2011 Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan

Lebih terperinci

PEMBANGKITAN LENGKAP OBJEK CATALAN

PEMBANGKITAN LENGKAP OBJEK CATALAN PEMBANGKITAN LENGKAP OBJEK CATALAN 1 Sulistyo Puspitodjati 2 Asep Juarna 1 Universitas Gunadarma (sulistyo@staff.gunadarma.ac.id) 2 Universitas Gunadarma (ajuarna@staff.gunadarma.ac.id) ABSTRAK Pembangkitan

Lebih terperinci

Combinatorics dan Counting

Combinatorics dan Counting CHAPTER 6 COUNTING Combinatorics dan Counting Kombinatorik Ilmu yang mempelajari pengaturan obyek Bagian penting dari Matematika Diskrit Mulai dipelajari di abad 17 Enumerasi Penghitungan obyek dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALJABAR PADA GRAF BIPARTIT. Soleha, Dian W. Setyawati Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

KARAKTERISASI ALJABAR PADA GRAF BIPARTIT. Soleha, Dian W. Setyawati Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya KARAKTERISASI ALJABAR PADA GRAF BIPARTIT Soleha, Dian W. Setyawati Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya ABSTRAK. Pada artikel ini dibahas penggunaan teknik aljabar linier untuk mempelajari graf

Lebih terperinci

MATRIKS DAN OPERASINYA. Nurdinintya Athari (NDT)

MATRIKS DAN OPERASINYA. Nurdinintya Athari (NDT) MATRIKS DAN OPERASINYA Nurdinintya Athari (NDT) MATRIKS DAN OPERASINYA Sub Pokok Bahasan Matriks dan Jenisnya Operasi Matriks Operasi Baris Elementer Matriks Invers (Balikan) Beberapa Aplikasi Matriks

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 Indah Emilia Wijayanti Departemen Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

MATRIKS. Notasi yang digunakan NOTASI MATRIKS

MATRIKS. Notasi yang digunakan NOTASI MATRIKS MATRIKS Beberapa pengertian tentang matriks : 1. Matriks adalah himpunan skalar (bilangan riil atau kompleks) yang disusun atau dijajarkan secara empat persegi panjang menurut baris-baris dan kolom-kolom.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

8 MATRIKS DAN DETERMINAN

8 MATRIKS DAN DETERMINAN 8 MATRIKS DAN DETERMINAN Matriks merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem persamaan linear. Oleh karenanya aljabar matriks sering juga disebut dengan aljabar linear. Matriks dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

Mendeskripsikan Himpunan

Mendeskripsikan Himpunan BASIC STRUCTURE 2.1 SETS Himpunan Himpunan adalah koleksi tak terurut dari obyek, yang disebut anggota himpunan Notasi. a A : a adalah anggota himpunan A a A : a bukan anggota himpunan A Contoh 1. Himpunan

Lebih terperinci