KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

dokumen-dokumen yang mirip
KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

BAB II LANDASAN TEORI

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga

BAB II LANDASAN TEORI

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

SOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

Bilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

BAB 2 LANDASAN TEORI

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

III HASIL DAN PEMBAHASAN

KETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS LEGENDRE

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIVAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS

PERCOBAAN III Komunikasi Data Pengukuran Komunikasi Serial

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

PENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN

PERANCANGAN LOWONGAN KERJA ONLINE BERBASIS WEB PADA PT ANH

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Algoritma Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (F-AHP) (Studi Kasus : SMA Brawijaya Smart School)

IMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Proyek Akhir ke-2 PENS-ITS Surabaya, Juli 2011

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

Model Produksi dan Distribusi Energi

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

PEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL. Abstract

Implementasi Sistem Keamanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosystem

ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X

PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA PONTIANAK BERBASIS WEB

BAB II LANDASAN TEORI

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

DESAIN KONTROL PATH FOLLOWING QUADCOPTER DENGAN ALGORITMA LINE OF SIGHT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

IV. METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

Pedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN INTERNET SERVICE PROVIDER MENERAPKAN METODE ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION REALITY (ELECTRE)

Bab 2 Tinjauan Pustaka

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELimination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE)

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

ISBN:

TERMODINAMIKA TEKNIK II

Transkripsi:

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1), Zaiful Ulu Kedua ) 1, ) Pendidikan Mateatika STKIP PGRI Bangkalan Jl. Sukarno Hatta Bangkalan Madura e-ail: ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id 1), ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id ) ABSTRAK Untuk enjain adanya keselarasan diantara transitter dan receiver pada frae data yang dipancarkan secara berkesinabungan, receiver harus dapat endeteksi awalan data yang dikirikan transitter. Dala siste kounikasi, asalah ini disebut Sinkronisasi Frae. Studi Kode Cross Bifix Bebas uncul untuk engatasi asalah Sinkronisasi Frae elalui etode barisan pertaa kali diperkenalkan pada tahun 000. Suatu Kode Cross Bifix Bebas dengan panjang n adalah hipunan barisan dengan panjang n diana awalan (prefix) dengan panjang kurang dari n dari suatu barisan tidak uncul sebagai akhiran (suffix) dari barisan yang lain. Pada tahun 01, suatu Kode Cross Bifix Bebas Binari dikonstruksi dengan eanfaatkan Lintasan Dyck. Selanjutnya, pada tahun 017 suatu Kode Cross Bifix Bebas Ternari berpanjang ganjil, CBFS 3 ( + 1), dikonstruksi dengan cara eanfaatkan konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Binari yang eanfaatkan Lintasan Dyck. Pada paper ini, akan diberikan suatu etode untuk eperluas Kode Cross Bifix Bebas Binari yang dikonstruksi dengan eanfaatkan Lintasan Dyck, CBFS ( + ), enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari, CBFS 3 ( + ). Kata Kunci: barisan terdistribusi, kode cross bifix bebas, Lintasan Dyck, sinkronisasi frae ABSTRACT In order to guarantee the synchronization between a transited data by transitter and received data by receiver can be done by periodically inserting a fixed sequence into the transited data. It is one of the ain topic in digital counication systes which called Frae Synchronization. Study of Cross Bifix Free Codes arise to solve Synchronization s proble via distributed sequence s ethod which introducted first in 000. A Cross Bifix Free Codes is a set of sequences in which no prefix of any length of less than to n of any sequences is the sufix of any sequence in the set. In 01, a Binary Cross Bifix Free Codes was constructed by using Dyck path. In 017, a Ternary Cross Bifix Free Codes with odd lenght was constructed, CBFS 3 ( + 1), by generalize the construction of binary cross bifix free. In this paper, will be constructed Ternary Cross Bifix Free Codes for even length, CBFS 3 ( + ), by expand the construction of Binary Cross Bifix Free Codes. Keywords: cross bifix free codes, distributed sequence, Dyck Path, frae synchronization I. PENDAHULUAN F rae Synchronization adalah salah satu asalah dala siste kounikasi. Dala siste ini, untuk enjain adanya keselarasan diantara transitter/pengiri dan receiver/peneria pada frae data yang dipancarkan, disisipkan kata penyelaras secara periodik ke dala aliran data. Untuk itu, peneria perlu engetahui diana aliran data diulai. Dala hal ini, kata penyelaras berperan sebagai penanda pada frae yang ana perulaan data dari pesan yang dikirikan. Dala kasus sinkronisasi ini, receiver dilengkapi dengan alat pendeteksi pola untuk engenali kata penyelaras. Pada tahun 197, suatu prosedur untuk encari kata penyelaras dala suatu aliran data pada Gaussian Channel pertaa kali diperkenalkan [1]. Setahun keudian, yakni di tahun 1973, [] enunjukkan bahwa pencarian kata penyelaras dapat diiniukan jika kata penyelaras yang diabil eiliki sifat bebas ibuhan (bifix free). Disini terinologi Bifix Free diperkenalkan. Pada tahun 000, diperkenalkan etode baru untuk engatasi asalah Sinkronisasi frae [3]. Caranya adalah dengan engirikan data-data yang berasal dari kode {x 1, x x 3,..., x k } yang epunyai sifat khusus. Agar perulaan dari suatu data frae dapat dikenali, kita harus eastikan bahwa seua akhiran sejati dari x i tidak uncul sebagai awalan dari x j untuk setiap x i dan x j anggota {x 1, x x 3,..., x k }. Kode yang seperti ini disebut Hipunan/Kode Cross Bifix Bebas. Selanjutnya, referensi [4]-[5] enjelaskan bagaiana siste encari, endeteksi, dan eneukan barisan terdistribusi ini dan referensi [6] enjelaskan bagaianan penerapan Kode Cross Bifix Bebas dala dunia kedokteran, tepatnya dala penyipanan DNA. 109

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Para peneliti engusulkan beberapa cara untuk engontruksi kode tersebut. Pertaa [7], yang engkontruksi kode tersebut dengan enggunakan etode yang disebut Kernel Set. Keudian, pada 01 diperkenalkan kontruksi kode cross bifix bebas dengan panjang sebarang [8]. Selanjutnnya, [9] eperluas [8] untuk panjang ganjil sehingga enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Kontruksi kode cross bifix bebas dengan enggunakan alphabet yang epunyai q sibol diperkenalkan pertaa kali di tahun 013 [10]. Kode yang dikonstruksi pada tahun 013 tersebut dikenal sebagai Kode S k,q (n), yaitu kode dengan q sibol diana k enyatakan banyaknya sibol nol yang uncul pada awalan dengan panjang n pada setiap katakode. Referensi [10] engklai bahwa kode yang dikonstruksinya endekati kode optial C(n, q). Sayangnya keoptialan kode Chee bergantung kepada paraeter k. Tidak diketahui dengan pasti untuk panjang kode n tertentu berapa nilai k yang ebuat S k,q (n) optial. Dua tahun keudian, yaitu pada tahun 015, diaati bahwa kode yang dihasilkan [10] eiliki sifat yang baik hanya saat q sibol yang cukup kecil. Untuk engatasi keleahan tersebut, diajukan etoda baru yang erupakan peruuan dari etoda [10] yang epunyai sifat yang baik untuk setiap paraeter [11]. Kode ini diklai enghasilkan kode yang optial saat panjang katakodenya, yaitu n, ebagi banyaknya sibol, yaitu q. Selain dari [7-11] di atas, konstruksi Kode Cross Bifix Bebas juga diangkat/dibahas dala [1-14] II. METODE Pada bagian ini akan dijelaskan engenai beberapa definisi dan istilah dala teori koding yang terkait dengan kode cross bifix bebas. Selain itu, pada bagian ini juga diberikan definisi dan lintasan Grand Dyck dan lintasan Dyck yang erupakan ide utaa dari konstruksi yang dilakukan pada []. Di bagian akhir bagian ini akan diberikan etode konstruksi yang akan digunakan dala penelitiaan ini. A. Definisi dan Istilah pada Kode Misalkan Σ adalah hipunan berhingga dengan kardinalitas q. Anggota dari Σ disebut sibol sedangkan Σ disebut sebagai alfabet. Hipunan seua barisan berhingga (ungkin barisan kosong) di Σ dinotasikan dengan Σ dan anggota Σ disebut kata atau katakode. Selanjutnya, katakan Σ + adalah barisan berhingga yang takkosong di Σ. Dengan kata lain, Σ + = Σ \{ε} diana ε enyatakan barisan kosong. Sebagai contoh, Misal Σ = {0,1}, aka ε, 101, 00011, 1110001 adalah anggota dari Σ, diana ε enyatakan barisan kosong, dengan ε bukan anggota dari Σ +. Selanjutnya, untuk ω anggota Σ + dengan ω = uvw diana u dan w anggota Σ + serta v anggota Σ, aka u dan w disebut prefix dan sufix dari ω, dinotasikan berturut-turut sebagai pre(ω) dan suf(ω). Untuk prefix atau sufix dari ω dengan panjang k dinotasikan dengan pre k (ω) atau suf k (ω), berurutan. Dari sini, jelas bahwa panjang sufix dan prefix suatu kata di Σ + kurang dari panjang kata tersebut. Disini, didefinisikan pula pre k (ω) a dan suf k (ω) a berturut-turut sebagai banyaknya sibol a pada prefix dan sufix dari ω dengan panjang k. Contohnya, untuk Σ = {0,1} dengan ω = 111001001, aka pre 4 (ω) adalah 1110, suf 3 (ω) adalah 001, dan pre 5 (ω) 0 adalah. Sebuah bifix dari ω adalah sebuah kata yang uncul sekaligus sebagai prefix dan sufix dari ω. Sebuah katakode di Σ + disebut Bifix Bebas jika dan hanya jika tidak ada pre k (ω) yang sekaligus erupakan suf k (ω). Keudian, subhipunan dari Σ + yang anggotanya kata-kata bifix bebas disebut hipunan bifix bebas. Lebih lanjut, subhipunan tak kosong C dari Σ + disebut kode cross bifix bebas jika dan hanya jika untuk setiap ω i dan ω j di C tidak ada pre k (ω i ) yang sekaligus suf k (ω j ). Jika C subhipunan dari Σ n, aka C disebut kode cross bifix bebas dengan panjang n. Jelas bahwa kode cross bifix bebas adalah hipunan dari katakode bifix bebas. Sebagai contoh, untuk Σ = {0,1}, kata 1010101 di Σ + euat tiga bifix, yaitu 1, 101, dan 10101. Keudian, hipunan katakode {1111000,111001100,1110100,1110010,1101010} yang erupakan subhipunan dari Σ 7 adalah kode cross bifix bebas dengan panjang 7. Pada subbagian selanjutnya, akan dibahas engenai Lintasan Dyck, engingat lintasan ini adalah ide utaa dari konstruksi Bilotta. Sebelu itu, perlu diketahui tentang beberapa konsep lintasan yang akan endukung definisi foral dari lintasan dyck. B. Lintasan Dyck Lintasan Latis dengan panjang n ialah barisan koordinat P 0 P 1 P P n di Z Z dengan P j dan P j+1 dihubungkan oleh sebuah segen/sisi untuk setiap j = 0,1,, n 1. Untuk keudahan, isalkan segen yang enghubungkan P j dan P j+1 dinotasikan dengan P j P j+1. Dengan kata lain, lintasan latis dengan panjang n dapat dipandang sebagai lintasan pada koordinat kartesius yang setiap ujung segennya berada pada koordinat bilangan bulat. Dala hal representasi geoetris, dapat dipandang P 0 = (0,0). 110

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Selanjutnya, untuk > 0, lintasan latis dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Grand Dyck jika dan hanya jika P 0 dan P eiliki koordinat yang saa dan segen PjPj+1 teruat dala garis bergradien 1 atau teruat dala garis bergradien 1 serta P j P j+1 = P k P k+1 untuk setiap j dan k di {0,1,, n 1}. Katakan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah naik, dinotasikan dengan x dan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah turun, dinotasikan dengan x. Jadi, Lintasan Grand Dyck dengan panjang dapat didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari (0,0) dan berakhir di (, 0) yang hanya eiliki langkah naik dan langkah turun, diana setiap langkah tersebut berpanjang saa. Gabar 1. Lintasan Latis dengan panjang 7 Gabar. Lintasan Grand Dyck dengan = 3 Lebih jauh, dengan asusi P 0 = (0,0), aka lintasan Grand Dyck dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Dyck dengan panjang jika dan hanya jika tidak ada P i berada yang berada di bawah subu- x. Misalkan D adalah hipunan lintasan Dyck dengan panjang. Telah diketahui bahwa kardinalitas dari 1 D adalah sebanyak ( +1 ), yaitu Bilangan Catalan ke- yang dinotasikan dengan C. Lintasan Dyck dengan panjang nol didefinisikan sebagai lintasan latis yang hanya terdiri dari satu titik P di Z Z. Oleh karena itu, dikatakan kardinalitas dari D 0 adalah 1. Mengingat goal dari penelitian ini adalah eperluas Konstruksi pada [], aka kajian pustaka ini akan ditutup dengan konstruksi kode cross bifix bebas Binari oleh Stefano Bilotta dkk pada tahun 01. Bilotta engkonstruksi kode cross bifix bebas Binari dengan eanfaatkan Lintasan Dyck. Dala konstruksinya, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Dari konstruksinya ini, Bilotta eperoleh hasil bahwa CBFS (n) adalah hipunan cross bifix bebas yang tak dapat diperluas di H (n), yaitu hipunan kata kode Binari dengan panjang n, artinya setiap diabil h anggota H (n) yang bukan anggota CBFS (n), aka hipunan CBFS (n)\{h} bukan lagi hipunan cross bifix bebas. C. Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Binari oleh Bilotta Seperti yang telah dikatakan di atas, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Oleh karena itu, subbagian ini akan dibagi lagi enjadi tiga bagian. 111

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Gabar 3. Lintasan Dyck dengan = 4 Gabar 4. Seua katakode di CBFS (7) 1) Konstruksi CBFS ( + 1) Kode cross bifix bebas CBFS ( + 1) didefinisikan oleh Stefano Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + 1) = {xα: α D }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + 1 yang diawali dengan langkah naik yang keudian diteruskan dengan lintasan Dyck dengan panjang. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + 1) adalah C, Bilangan Catalan ke-. Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (7), yaitu hipunan kata/katakode {1111000, 1101100, 1110010, 1110100,1101010}. Dari konstruksi CBFS ( + 1), Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea 1.1. CBFS ( + 1) adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C yang tak dapat diperluas di H ( + 1). ) Konstruksi CBFS ( + ) dengan genap Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk genap didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk genap ini adalah C C i. Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (6), yaitu hipunan kata/katakode {111000, 110100, 101100}. Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk genap ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea.1. CBFS ( + ) untuk genap adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C i C i yang tak dapat diperluas di H ( + ). 3) Konstruksi CBFS ( + ) dengan ganjil Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk ganjil didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i + 1 } \{xax xβx : α D i, α D ( 1) }, 11

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Gabar 5. Seua katakode di CBFS (6) Gabar 6. Seua katakode di CBFS (8) yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun; setelah seua lintasan ini terkupul, aka Bilotta ebuang seua lintasan yang diawali dengan langkah naik yang dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, diikuti dengan langkah turun, lalu diikuti langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk ganjil ini adalah C i C i C 1 Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (8), yaitu {11110000, 11011000, 11100100,11101000,11010100,10111000} {10110100, 10101100}. Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk ganjil ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. +1 Teorea 3.1. CBFS ( + ) untuk ganjil adalah kode cross bifix bebas berkardinalitas C i C i yang tak dapat diperluas di H ( + ).. C 1 D. Metode Konstruksi Berikut ini adalah etode/konstruksi untuk eperluas konstruksi Bilotta untuk panjang genap ke Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Konstruksi 4.1. Misalkan CBFS ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan panjang genap hasil konstruksi Bilotta. Perluasan CBFS ( + ) enjadicbfs 3 ( + ) adalah sebagai berikut. i) Jadikan seua anggota CBFS ( + ) sebagai anggota CBFS 3 ( + ). ii) Seua anggota H 3 ( + ) dari anggota CBFS ( + ) dengan cara engganti 0 dengan, juga dijadikan anggota CBFS 3 ( + ). Seperti yang telah diketahui sebelunya dari konstruksi Bilotta, CBFS (5) = {00011,00101}. Selanjutnya, seua keungkinan engganti sibol 0 pada 00011 dengan adalah 00011; 0011; 0011; 0011; 011; 011; 011; 11 dan seua keungkinan engganti sibol 0 pada 00101 dengan adalah 00101; 0101; 0101; 0011; 101; 011; 011; 11, sehingga diperoleh hipunancross bifix bebas Ternari CBFS 3 (5) = {00011,0011,0011,0011,011,011,011,11} {00101,0101,0101,0011,101,011,011,11}. Jika diperhatikan dengan seksaa, seua anggota CBFS 3 (5) saa dengan barisan yang terbentuk dengan engisi seua posisi 0 pada barisan di CBFS (5) dengan seua keungkinan sibol genap di {0,1,}. III. HASIL Dengan eperhatikan tinjauan pada bagian akhir subbagian sebelunya, diperoleh Kontruksi 3.1 berikut yang erupakan konstruksi untuk engubah Kode Cross Bifix Bebas Binari pada [] enjadi suatu hipunan ternari. Konstruksi 3.1. Misalkan ω = ω 1 ω ω 3 ω + anggota CBFS ( + ). Selanjutnya, definisikan 0 ω = {i [n]: ω i = 0}, yaitu hipunan seua posisi di ω yang bersibol 0. Hipunan CBFS 3 ( + ) didefinisikan sebagai + CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (n) C ω,3 diana C + ω,q = {c H 3 ( + ): i 0 ω c i ; ci {0,1,}} 113

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 yaitu hipunan barisan Ternari yang posisi ke-i-nya bersibol genap di {0,1,} jika posisi tersebut bersibol 0 di ω. Sebagai contoh, jika ingin ebentuk CBFS 3 (4) aka cukup elihat CBFS (4). Karena CBFS (4) = {1010,1100}, aka 0 1010 = {,4} dan 0 1100 = {3,4}. Sehingga didapat CBFS 3 (4) = {1010,110,101,11,1100,110,110,11}. Selanjutnya, akan dibahas bahwa Konstruksi 3.1 bukan hanya sekedar ebentuk hipunan ternari, tetapi juga ebentuk Kode Cross Bifix Bebas Ternari. IV. PEMBAHASAN Pada bagian ini, akan ditunjukkan bahwa hipunan CBFS 3 ( + ) pada Konstruksi 3..1 tidak hanya hipunan barisan Ternari hasil perluasan Konstruksi [], tetapi CBFS 3 ( + ) juga erupakan Hipunan/Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Hasil ini akan dibahas dala dua teorea, yaitu untuk genap yang akan ditetapkan dala Teorea 3. berikut dan untuk ganjil yang akan ditetapkan dala Teorea 3.3. Teorea 3.. Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas C C i. Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk genap, diketahui bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( + + + ) serta 0 < k < +. Oleh karenanya, untuk setiap w C ω,q dan y C γ,q berlaku Dan pre k w 0 + pre k w pre k w 1 (1) suf k y 0 + suf k y suf k y 1 () a) Untuk pre k ω 0 > pre k ω 1, Karena CBFS ( + ) adalah hipunan lintasan latis yang diawali langkah naik yang diikuti lintasan Dyck dengan panjang, aka untuk setiap 0< k < + berlaku pre k ω 0 > pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ anggota CBFS ( + ). Karena sibol genap pada barisan di CBFS 3 ( + ) enepati posisi yang saa dengan posisi sibol 0 pada barisan di hipunan CBFS ( + ), aka untuk k yang eenuhi kondisi 0 < k < +, berlaku pre k α 0 + pre k α > pre k α 1 (i) dan suf k β 0 + suf k β suf k β 1 (ii) untuk setiap α dan β di CBFS 3 ( + 1). Sekarang, andaikan CBFS 3 ( + ) bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada α dan β di CBFS 3 ( + ) sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < + berlaku pre k α = suf k β. Akibatnya, berlaku pre k α t = suf k β t untuk setiap t di [3].s Akibatnya, dengan enggunakan persaaan (i), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α > pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan (ii). Jadi C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. b) Untuk pre k ω 0 = pre k ω 1, Bilotta telah ebuktikan bahwa untuk sebarang γ di CBFS ( + ), berlaku suf k γ 0 < suf k γ 1. Oleh karenanya, persaaan (1) dan () enjadi pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 (1) 114

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 dan suf k y 0 + suf k y < suf k y 1 () Sekarang, andaikan C + + ω,q C γ,q bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada w dan y di C + ω,q + sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < n berlaku pre k w = suf k y. Akibatnya, berlaku C γ,q pre k w t = suf k y t untuk setiap t di [q]. Akibatnya, dengan enggunakan persaaan (1), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α = pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan (). Oleh karena itu, haruslah C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. + Jadi CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk genap adalah hipunan cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( t ) untuk setiap t = 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk genap sebanyak C C i, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk genap adalah CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C C i CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + ( 3 ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = C C i. C C i Teorea 3.3. Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas ( C i C i C 1 ). Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk ganjil, diketahui bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( + ) serta 0 < k < +. Oleh karena itu, seperti halnya bukti untuk n = + dengan genap di atas, aka bukti untuk kasus ini cukup dibuktikan untuk kasus t,t [q] pre k w t = s,t [q] pre k w s untuk sebarang w anggota C + ω,q CBFS q ( + ) dengan ω CBFS ( + ) yang eenuhi pre k ω 0 = pre k ω 1 untuk sebarang k di 0 < k < +. a) Untuk 0 i < +1 dan 1 k i, buktinya serupa dengan kasus untuk n genap dengan genap b) Untuk i = +1 c) Untuk i = +1 dan 1 k < i, buktinya juga serupa dengan kasus untuk n genap dengan genap. dan k = i Perhatikan bahwa untuk kasus ini berlaku pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 Andaikan CBFS 3 ( + ) untuk genap bukan hipunan cross bifix bebas, aka terdapat z C γ,3 + CBFS 3 ( + ) sehingga berlaku pre k w = suf k z. Dari sini diperoleh pre u (pre k w) = pre u (suf k z) untuk setiap u yang eenuhi 0 < u < k. Hal ini engakibatkan pre u (pre k w) j = pre u (suf k z) j untuk setiap j di {0,1,}. Sekarang, perhatikan bahwa suf k γ = xβx, sehingga untuk setiap k yang eenuhi 0 < k < k berlaku pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) > pre k (suf k z) 1 (1 ) Dilain pihak, karena pre k ω = α D +1 ( )\ {xαx : α D ( 1 )}, aka terdapat bilangan asli r yang kurang dari k sehingga berlaku pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = pre r (pre k w) 1 Dari kesaaan ini, diperoleh pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = 115

Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 pre r (pre k w) 1 = pre k (suf k z) 1. Jadi, terdapat bilangan asli r yang eenuhi 0 < r < k yang eenuhi pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre k (suf k z) 1 Hal ini kontradiksi dengan kesaaan (1 ). Oleh karena itu, haruslah C + + ω,3 C γ,3 adalah hipunan cross bifix bebas. + Jadi haruslah CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk ganjil adalah hipunan/kode cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( t ) untuk setiap t = 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk ganjil sebanyak C i C i C 1, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk ganjil adalah CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = ( C i C i ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C ic i C 1 C 1 ). C ic i C 1 V. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesipulan bahwa Kode Cross Bifix Bebas hasil Konstruksi Bilotta untuk panjang genap, CBFS ( + ), dapat diperluas enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari, CBFS 3 ( + ). Langkah yang dilakukan adalah dengan cara engganti seua posisi sibol 0 dengan seua keungkinan sibol genap di [3]. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan telaah apakah untuk sebarang panjang n, CBFS 3 (n) erupakan Kode Cross Bifix Bebas aksial atau bukan. Artinya, untuk setiap h di H 3 (n) yang tidak di CBFS 3 (n), berlaku CBFS 3 (n) {h} bukan lagi kode cross bifix bebas. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis engucapkan syukur kepada Allah SWT, Alhadulillaahi Robbil Aalaiiin. Selanjutnya, Penulis engucapkan banyak teria kasih kepada DRPM KEMENRISTEK-DIKTI atas bantuan dana yang diberikan sehingga penulis dapat enyelesaikan penelitian ini dengan baik. Terakhir, Penulis juga engucapkan banyak teria kasih kepada Bapak Aleas Barra Ph. D, Dosen FMIPA Mateatika Institut Teknologi Bandung, atas arahan yang diberikan kepada penulis.. REFERENSI [1] Massey, Jaes L.(197). Optiu frae synchronization. Counications, IEEE Transactions on, 0():115 [] Nielsen, P. T. (1973). On the expected duration of a search for a fixed pattern in rando data. IEEE Transactions on Inforation Theory, 19(5):70 [3] Van Wijngaarden, A. D. L., & Willink, T. J. (000). Frae synchronization using distributed sequences. IEEE Transactions on Counications, 48(1), 17-138. [4] Bajic, D., & Stojanovic, J. (004). Distributed sequences and search process. In IEEE International Conference on Counications. [5] Bajic, D., Stefanovic, C., & Vukobratovic, D. (005, Septeber). Search process and probabilistic bifix approach. In Inforation Theory, 005. ISIT 005. Proceedings. International Syposiu on (pp. 19-). IEEE. [6] Levy, M., & Yaakobi, E. (017, June). Mutually uncorrelated codes for DNA storage. In Inforation Theory (ISIT), 017 IEEE International Syposiu on(pp. 3115-3119). IEEE. [7] Bajic, D., & Loncar-Turukalo, T. (014). A siple suboptial construction of cross-bifix-free codes. Cryptography and Counications, 6(1), 7-37. [8] Bilotta, S., Pergola, E., & Pinzani, R. (01). A new approach to cross-bifix-free sets. IEEE Transactions on Inforation Theory, 58(6), 4058-4063. [9] Affaf, M., & Ulu, Z. (017, July). Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair untuk Panjang Ganjil. In Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai-Nilai Islai) (Vol. 1, No. 1, pp. 1-5). [10] Chee, Y. M., Kiah, H. M., Purkayastha, P., & Wang, C. (013). Cross-bifix-free codes within a constant factor of optiality. IEEE Transactions on Inforation Theory, 59(7), 4668-4674. [11] Blackburn, S. R. (015). Non-overlapping codes. IEEE Transactions on Inforation Theory, 61(9), 4890-4894. [1] Bilotta, S., Grazzini, E., Pergola, E., & Pinzani, R. (013). Avoiding cross-bifix-free binary words. Acta inforatica, 50(3), 157-173. [13] Bernini, A., Bilotta, S., Pinzani, R., Sabri, A., & Vajnovszki, V. (014). Prefix partitioned gray codes for particular cross-bifix-free sets. Cryptography and Counications, 6(4), 359-369. [14] Bernini, A., Bilotta, S., Pinzani, R., & Vajnovszki, V. (017). A Gray Code for cross-bifix-free sets. Matheatical Structures in Coputer Science, 7(), 184-196. 116