Catatan Kuliah. Komputasi Geofisika. Sayahdin Alfat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Catatan Kuliah. Komputasi Geofisika. Sayahdin Alfat"

Transkripsi

1 Catatan Kuliah Komputasi Geofisika Sayahdin Alfat 29 Desember 2017

2 Daftar Isi Daftar Isi 1 1 Interpolasi dan Pencocokan Kurva Pengantar Interpolasi Polinomial Tugas Interpolasi Cubic Spline Least-Square Fit Integral Pendahuluan Aturan Trapezoidal Aturan Composite Trapezoidal Aturan Simpson Menentukan nilai error Latihan Persamaan Differensial Metode Euler Metode Runge-Kutta Metode Runge-Kutta orde Metode Runge-Kutta orde Latihan Sistem Berorde Tinggi (Higher-Order Systems) Metode Beda Hingga

3 Daftar Gambar 1.1 Treatment data melalui interpolasi dan pencocokan kurva Treatment data melalui interpolasi dan pencocokan kurva (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Lagrange (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Newton (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Neville Ilustrasi interpolasi cubic spline Grafik perbandingan antara code I dan code II Grafik perbandingan antara data eksperiment dan fungsi interpolasi Reflektor mendatar pada kedalaman z Reflektor mendatar pada kedalaman z (a) Kurva fungsi f(x), dan (b) Kurva fungsi f(x) menggunakan metode Trapezoidal Ilustrasi aturan composite trapezoidal Ilustrasi aturan Simpson Ilustrasi aturan Composite-Simpson. Bandingkan gambar tersebut dengan gambar Ilustrasi aturan Simpson 3/ Ilustrasi perhitungan differensial secara analitis dan numerik Grafik perbandingan solusi analitis dan numerik (a) Metode Heun, (b) Metode Midpoint dan (c) MEtode Ralston Grafik perbandingan solusi analitis dan numerik menggunakan Metode Runge- Kutta orde Grafik perbandingan solusi analitis dan numerik menggunakan Metode Higher Order Systems orde Skema grid dan mesh pada Metode Beda Hingga

4 Bab 1 Interpolasi dan Pencocokan Kurva 1.1 Pengantar Salah satu bagian terpenting dalam pengolahan data yakni analisis data melalui grafik atau kurva. Akan tetapi, terkadang data yang dihasilkan saat pengambilan data atau pengukuran tidak merepresentasikan data secara keseluruhan atau kurang, sehingga proses analisis data menjadi sedikit rumit dan pada akhirnya hasil yang diperoleh kurang baik (tidak akurat). Di sisi yang lain, pemahaman seseorang tentang treatment kurva sangat kurang sehingga menambah ketidakakuratan hasil yang diperoleh. Untuk Ada dua teknik treatment kurva yang sering digunakan yakni interpolasi (interpolation) dan pencocokan kurva (fitting curve). Kedua metode ini memiliki perbedaan yaitu; pada metode interpolasi, konstruksi kurva didasarkan pada data-data yang ada, artinya kurva yang dibentuk harus melalui semua titik yang data yang ada. Sedangkan, metode pencocokan kurva digunakan pada data yang mengandung noise, biasanya untuk menghitung tingkan kesalahan (error) suatu data antara. Gambar 1.1: Treatment data melalui interpolasi dan pencocokan kurva 1.2 Interpolasi Polinomial Salah satu metode interpolasi yang sering digunakan adalah metode polinomial. Secara umum metode ini dapat diungkapkan dalam persamaan: f(x) = a 1 + a 2 x + a 3 x a n x n 1 (2.1) 3

5 atau f(x) = p 1 x n 1 + p 2 x n 2 + p 3 x n p n 1 x + p n (2.2) dimana n merupakan jumlah data yang digunakan. Contoh Dari suatu eksperimen diperoleh data sebagai berikut: Tentukan bentuk persamaan polino- T ( C) ρ (kg/m 3 ) mial yang memenuhi hasil eksperimen tersebut? Solusi Dari data yang ada diketahui bahwa jumlah data (n) adalah 3, sehingga bentuk persamaan polinomial yang mungkin terjadi adalah: f(x) = p 1 x 2 + p 2 x + p 3 ρ(t ) = p 1 T 2 + p 2 T + p 3 (2.3) Substitusi seluruh data hasil eksperimen pada persamaan 2.3, sehingga diperoleh: = p p p 3 (2.4) = p p p 3 (2.5) = p p p 3 (2.6) Dari ketiga persamaan tersebut ( ), koefisien p 1, p 2 dan p 3 dengan mudah diperoleh: 1 clear all; 2 clc; 3 %diketahui Ap = b 4 %tentukan nilai p 5 A = [ ; ; ]; 6 b = [0.616; 0.525; 0.457] 7 p = inv(a)*b Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan eksak untuk 2.3 memenuhi: ρ(t ) = T T (2.7) Contoh di atas merupakan penyelesaian secara umum metode interpolasi menggunakan interpolasi. Pada bagian selajutnya akan dijelaskan beberapa varians dari metode interpolasi dengan menggunakan teknik polinomial, seperti; metode polinomial Lagrange, Newton, dan Neville. 4

6 Metode Lagrange Metode Lagrange merupakan salah satu varians dari metode interpolasi polinomial yang sangat sederhana. Metode Lagrange dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan: dimana: j=1 j i P n 1 (x) = n y i l i (x) (2.8) l i = x x 1 x x 2 x x i 1 x x i+1 x x n x i x 1 x i x 2 x i x i 1 x i x i+1 x i x n n x x j =, i = 1, 2,, n (2.9) x i x j Persamaan 2.9 disebut sebagai fungsi kardinal (cardinal functions), dimana n merupakan jumlah data yang digunakan. Contoh 1. Jika jumlah data yang digunakan n = 2, maka dengan menggunakan persamaan 2.8, persamaan polinomial yang memenuhi persamaan tersebut adalah: dimana nilai l 1 (x) dan l 2 (x) memenuhi persamaan: P 1 (x) = y 1 l 1 (x) + y 2 l 2 (x) (2.10) l 1 (x) = x x 2 x 1 x 2 (2.11) l 2 (x) = x x 1 x 2 x 1 (2.12) Jika persamaan (2.11) dan (2.12) ke persamaan 2.10, maka diperoleh: P 1 (x) = y 1 x x 2 x 1 x 2 + y 2 x x 1 x 2 x 1 (2.13) 2. Bagaimana jika jumlah data (n) = 3, maka persamaan yang diperoleh: P 2 (x) = y 1 l 1 (x) + y 2 l 2 (x) + y 3 l 3 (x) (2.14) Dimana: l 1 (x) = (x x 2)(x x 3 ) (x 1 x 2 )(x 1 x 3 ) l 2 (x) = (x x 1)(x x 3 ) (x 2 x 1 )(x 2 x 3 ) l 3 (x) = (x x 1)(x x 2 ) (x 3 x 1 )(x 3 x 2 ) 5 (2.15) (2.16) (2.17)

7 Aplikasi Contoh Tentukanlah massa jenis (ρ) suatu bahan pada T = 10 C, jika diketahui data: T ( C) ρ (kg/m 3 ) Solusi Sebelum menentukan nilai ρ pada temperature T = 10 C, terliebih dahulu dilakukan plotting data (Gambar??) Gambar 1.2: Treatment data melalui interpolasi dan pencocokan kurva Dari gambar?? terlihat bahwa penggunaan data dalam jumlah banyak sangat berpengaruh. Semakin besar data yang digunakan, sebakin baik pula hasil yang diperoleh. Mari kita membandingkan hasil dengan menggunakan jumlah data n= 2, 3, dan Untuk n = 2, data yang digunakan: T 1 = 40 ρ 1 = 1.52 T 2 = 0 ρ 2 = 1.29 maka ρ pada T = 10 C memenuhi persamaan: T T 2 T T 1 ρ(t ) = ρ 1 + ρ 2 T 1 T 2 T 2 T 1 ρ( 10) = ( 40) ( 40) = =

8 2. Untuk n = 3, dengan data: T 1 = 40 ρ 1 = 1.52 T 2 = 0 ρ 2 = 1.29 T 3 = 20 ρ 3 = 1.20 maka ρ pada T = 10 C memenuhi persamaan: (T T 2 )(T T 3 ) ρ(t ) = ρ 1 (T 1 T 2 )(T 1 T 3 ) + ρ (T T 1 )(T T 3 ) 2 (T 2 T 1 )(T 2 T 3 ) + ρ (T T 1 )(T T 2 ) 3 (T 3 T 1 )(T 3 T 2 ) ρ( 10) = 1.52 ( 10)( 30) ( 40)( 60) (30)( 30) (40)( 20) (30)( 10) (60)(20) = 1.52 (300) (2400) ( 900) ( 800) ( 300) = (1200) 3. Jika n = 4, maka lebih baik gunakan program (code) untuk menyelesaikan atau menentukan massa jenis pada T = 10 C 1 clear all; 2 clc; 3 T = [ ]; 4 d = [ ]; 5 Tt = 10; 6 yint = Lagrange(T,d,Tt); 7 disp('massa Jenis = '); 8 fprintf('%10.15f\nleftarrow',yint); dengan fungsi Lagrange adalah: 1 function yint = Lagrange(x,y,xx) 2 % x adalah variabel bebas 3 % y adalah variabel terikat 4 % xx adalah nilai variabel bebas yang dihitung 5 n = length(x); % jumlah data yang digunakan 6 s = 0; 7 for i = 1:n 8 P = y(i); %array variabel terikat 9 for j = 1:n 10 if i ~= j 11 li = (xx x(j))/(x(i) x(j)); % menentukan nilai L_{i} 12 P = P*li; 13 end 14 end 15 s = s+p; 16 end 17 yint = s; Fungsi Lagrange yang digunakan pada code di atas, dapat digunakan untuk semua jenis data sepanjang masih menggunakan metode Lagrange. 7

9 Latihan Soal Tentukanlah nilai y pada x= 1, jika diketahui data: Tabel 1.1: Data hubungan x dan y x y Solusi Diketahui bahwa jumlah data (n) = 3, sehingg persamaan memenuhi: (x x 2 )(x x 3 ) y(x) = y 1 (x 1 x 2 )(x 1 x 3 ) + y (x x 1 )(x x 3 ) 2 (x 2 x 1 )(x 2 x 3 ) + y (x x 1 )(x x 2 ) 3 (x 3 x 1 )(x 3 x 2 ) (2.18) y(1) = 7 ( 1)( 2) ( 2)( 3) + 11(1)( 2) (2)( 1) + 28(1)( 1) (3)(1) ( 1 ( 1 = = 4 3) 3) Untuk membandingkan hasil tersebut, maka uji coba dengan menggunakan code. Gunakan fungsi Lagrange. 1 clear all; 2 clc; 3 x = [0 2 3]; 4 y = [ ]; 5 xt = 1; 6 yint = Lagrange(x,y,xt); 7 disp('nilai y pada x = 1 adalah'); 8 fprintf('%1.2f\nleftarrow',yint); Hasil: Nilai y pada x = 1 adalah

10 Alternatif Solusi Gunakan persamaan 2.18, diperoleh: (x 2)(x 3) (x)(x 3) (x)(x 2) y(x) = y(x) = 7 6 (x2 5x + 6) 11 2 (x2 3x) (x2 2x) = 7 6 (x2 5x + 6) 33 6 (x2 3x) (x2 2x) y(x) = 5x 2 8x + 7 (2.19) dengan menggunakan persamaan 2.19 diperoleh nilai y pada x = 1 adalah 4. Jika tabel 1.1 diploting dan dibandingkan dengan ploting menggunakan persamaan 2.19 diperoleh: (a) (b) Gambar 1.3: (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Lagrange Metode Newton Secara prosedur metode Lagrange tidak efisien untuk menentukan nilai suatu variabel terikat. Salah satu alternatif yang juga sering digunakan adalah menggunakan metode Newton. Metode ini sering juga disebut sebagai metode selisih terbagi (divided differences). Bentuk umum interpolasi polinomial menggunkan metode Newton adalah: P n 1 (x) = a 1 + (x x 1 )a 2 + (x x 1 )(x x 2 )a (x x 1 )(x x 2 ) (x x n 1 )a n 9

11 dimana n adalah jumlah data, dan koefisien a 1, a 2, a 3, hingga a n memenuhi persamaan: a 1 = f(x 1 ) (2.20) a 2 = f[x 2, x 1 ] (2.21) a 3 = f[x 3, x 2, x 1 ] (2.22) a n = f[x n, x n 1,, x 2, x 1 ] (2.23) sedangkan f[x 2, x 1 ], f[x 3, x 2, x 1 ], dan f[x n, x n 1,, x 2, x 1 ] dapat diungkapkan dalam bentuk: Contoh f[x i, x j ] = f(x i) f(x j ) x i x j (2.24) f[x i, x j, x k ] = f[x i, x j ] f[x j, x k ] x i x k (2.25) f[x n, x n 1,, x 2, x 1 ] = f[x n, x n 1,, x 2 ] f[x n 1, x n 2,, x 1 ] x n x 1 (2.26) Tentukan bentuk persamaan polinomial menggunakan metode Newton, jika jumlah data n = 4. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka persamaan yang memenuhi adalah: P 3 (x) = a 1 + (x x 1 )a 2 + (x x 1 )(x x 2 )a 3 + (x x 1 )(x x 2 )(x x 3 )a 4 dan nilai a 1, a 2, a 3, dan a 4 dapat diungkapkan: a 1 = f(x 1 ) (2.27) a 2 = f(x 2) f(x 1 ) (2.28) x 2 x 1 a 3 = f[x 3, x 2 ] x 3 x 1 f[x 2, x 1 ] x 3 x 1 = a 4 = f(x 3 ) f(x 2 ) (x 3 x 1 )(x 3 x 2 ) f(x 2) f(x 1 ) (x 3 x 1 )(x 2 x 1 ) f(x 4 ) f(x 3 ) (x 4 x 1 )(x 4 x 3 ) f(x 3) f(x 2 ) (x 4 x 1 )(x 3 x 2 ) f(x 2) f(x 1 ) (x 4 x 1 )(x 2 x 1 ) (2.29) (2.30) Jika mengacu pada bentuk umum interpolasi polinomial Newton dan persamaan ( ), maka persamaan interpolasi polinomial Newton dapat dituliskan menjadi lebih sederhana. P n 1 (x) = f(x 1 ) + (x x 1 )f[x 2, x 1 ] + (x x 1 )(x x 2 )f[x 3, x 2, x 1 ] + + (x x 1 )(x x 2 ) (x x n 1 )f[x n, x n 1,, x 2, x 1 ] (2.31) n P n 1 (x) = f(x 1 ) + (x x 1 )(x x 2 ) (x x k 1 )f[x k, x k 1,, x 2, x 1 ] (2.32) k=1 10

12 Latihan Soal Diberikan data sebagai berikut: Tentukan nilai f(x) pada saat x = 2? Solusi x 1 = 1 f(x 1 ) = 0 x 2 = 4 f(x 2 ) = x 3 = 6 f(x 3 ) = x 4 = 5 f(x 4 ) = Karena jumlah data (n) = 4, maka persamaan interpolasi polinomial metode Newton memenuhi persamaan: P 3 (x) = f(x 1 ) + (x x 1 )f[x 2, x 1 ] + (x x 1 )(x x 2 )f[x 3, x 2, x 1 ] + dimana variabel polinomial orde pertama: f(x 1 ) = 0 Variabel polinomial orde kedua: (x x 1 )(x x 2 )(x x 3 )f[x 4, x 3, x 2, x 1 ] (2.33) f[x 2, x 1 ] = = f[x 3, x 2 ] = = f[x 4, x 3 ] = = f[x 3, x 2, x 1 ] = f[x 4, x 3, x 2 ] = Variabel polinomial orde ketiga: = = f[x 4, x 3, x 2, x 1 ] = ( ) 4 = Substitusi nilai f(x 1 ), f[x 2, x 1 ], f[x 3, x 2, x 1 ], dan f[x 4, x 3, x 2, x 1 ] dan juga nilai x 1, x 2, x 3, dan x 4 ke persamaan (2.33). P 3 (x) = (x 1) (x 2 5x + 4)( ) + (x 3 11x x 24)( ) = x x x (2.34) 11

13 Jadi persamaan interpolasi polinomial Newton yang memenuhi adalah: P 3 (x) = x x x (2.35) Jika ingin menentukan nilai f(x) pada saat x = 2, maka substitusi nilai tersebut ke persamaan P 3 (2) = (8) (4) (2) P 3 (2) = Jadi f(x) pada x = 2 bernilai Alternative Solusi Pada dasarnya cara menyelesaikan dengan sistem manual dimungkinkan, namun untuk jumlah data (n) yang banyak diperlukan suatu sistem perhitungan numerik dengan bantuan komputasi. Berikut ini cara menyelesaikan problem interpolasi polinomial Newton menggunakan MATLAB. Untuk menyelesaikan persoalan ini, kita membuat dua fungsi, dimana fungsi pertama untuk menentukan nilai koefisien (f(x 1 ), f[x 2, x 1 ],, f[x 4, x 3, x 2, x 1 ]) dan fungsi kedua untuk menentukan nilai suatu interpolasi. 1. Fungsi penentuan nilai koefisien Untuk membuat fungsi penentuan nilai koefisien pada interpolasi polinomial Newton gunakan persamaan 2.26, yakni sebagai berikut: f[x n, x n 1,, x 2, x 1 ] = f[x n, x n 1,, x 2 ] f[x n 1, x n 2,, x 1 ] x n x 1 1 function a = coefnewton(xx,yy) 2 %xx adalah data variabel bebas 3 %yy adalah data variabel terikat 4 n = length(xx); %jumlah data variabel terikat 5 a = yy; 6 for k = 2:n 7 a(k:n)=(a(k:n) a(k 1))./(xx(k:n) xx(k 1)); 8 end 2. Fungsi penentuan nilai interpolasi Untuk membuat fungsi interpolasi gunakan persamaan: P n 1 (x) = f(x 1 ) + n (x x 1 )(x x 2 ) (x x k 1 )f[x k, x k 1,, x 2, x 1 ] k=1 12

14 1 function p = PolyNewton(a,xx,xt) 2 %xx adalah data variabel bebas 3 %a adalah nilai koefisien 4 %xt adalah variabel bebas yang ingin dihitung 5 n = length(xx); %jumlah data variabel terikat 6 p = a(n); 7 for k = 1:n 1 8 p=a(n k)+(x xx(n k))*p; 9 end Dengan menggunakan kedua code fungsi eksternal di atas dapat ditentukan nilai f(x) pada x = 2. 1 clear all; 2 clc; 3 xx = [ ]; 4 yy = [ ]; 5 xt = 2; % nilai x yang ingin diselesaikan 6 %Menentukan variabel f(x1), f[x2,x1],..., f[x4,x3,x2,x1] 7 a = coefnewton(xx,yy); 8 %Menentutukan nilai y pada x 9 p = PolyNewton(a,xx,xt); 10 coefint=a'; 11 disp('koefisien interpolasi Newton:'); 12 disp(coefint); 13 disp('nilai y pada x = 2 menggunakan interpolasi polinomial Newton adalah'); 14 fprintf('%1.20f\nleftarrow',p); Hasil Koefisien interpolasi Newton: Nilai y pada x = 2 menggunakan interpolasi polinomial Newton adalah Dengan menggunakan code ini, dapat juga diploting grafik sebelum dan sesudah interpolasi polinomial Newton (Gambar 1.4). Metode Neville Interpolasi polinomial dengan menggunakan metode Neville terdiri atas dua tahap; (1) perhitungan koefisien, dan (2) menghitung nilai polinomial. Metode Neville merupakan varians 13

15 (a) (b) Gambar 1.4: (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Newton dari metode interpolasi polinomial yang baling bagus, jika dibandingkan dengan Lagrange dan Newton. Jika diketahui polinomial berderajat k P k [x i, x i+1,, x i+k ] yang melalui sejumlah data k + 1 pada titik (x i, y j ), (x i+1, y j+1 ),, (x i+k, y j+k ). Jika menggunakan satu titik data, maka: Adapun persamaan untuk dua data memenuhi persamaan: dan tiga titik data: P 0 [x i ] = y i (2.36) P 1 [x i, x i+1 ] = (x x i+1)p 0 [x i ] + (x i x)p 0 [x i+1 ] x i x i+1 (2.37) P 2 [x i, x i+1, x 2+i ] = (x x i+2)p 1 [x i, x i+1 ] + (x i x)p 1 [x i+1, x i+2 ] x i x i+1 (2.38) Jika x = x i, maka persamaan (2.36), (2.37), dan (2.38) dapat dituliskan: P 0 [x i ] = y i P 1 [x i, x i+1 ] = (x i x i+1 )P 0 [x i ] x i x i+1 = P 0 [x i ] P 2 [x i, x i+1, x 2+i ] = (x i x i+2 )P 1 [x i, x i+1 ] x i x i+1 = P 1 [x i, x i+1 ] Jadi dari ketiga persamaan di atas dapat diungkapkan sebagai berikut: P 2 [x i, x i+1, x 2+i ] = P 1 [x i, x i+1 ] = y i (2.39) 14

16 Jika nilai x = x i+2, maka persamaan (2.36), (2.37), dan (2.38) dapat dituliskan: dan jika nilai x = x i+1, memenuhi: P 2 [x i, x i+1, x 2+i ] = P 1 [x i, x i+2 ] = y i+2 (2.40) P 2 [x i, x i+1, x i+2 ] = (x i+1 x i+2 )y i+1 + (x i x i+2 )y i+1 x i x i+2 (2.41) Dengan menggunakan pola di atas, maka dapat dibuatkan persamaan umum sebagai berikut: P k [x i, x i+1,, x i+k ] = (x x i+k)p k 1 [x i, x i+1,, x i+k 1 ] + (x i x)p k 1 [x i+1, x i+2,, x i+k ] x i x i+k atau secara sederhana dapat diilustrasikan dengan menggunakan tabel betikut ini: Tabel 1.2: Penyederhanaan interpolasi polinomial Neville k = 0 k = 1 k = 2 k = 3 x 1 P 0 [x 1 ] = y 1 P 1 [x 1, x 2 ] P 2 [x 1, x 2, x 3 ] P 3 [x 1, x 2, x 3, x 4 ] x 2 P 0 [x 2 ] = y 2 P 1 [x 2, x 3 ] P 2 [x 2, x 3, x 4 ] x 3 P 0 [x 3 ] = y 3 P 1 [x 3, x 4 ] x 4 P 0 [x 4 ] = y 4 (2.42) Contoh Soal Tentukan nilai f(x) pada saat x = 1.5 dengan menggunakan metode Neville, jika diberikan data sebagai berikut: x f(x) Solusi Untuk menyelesaikan persoalan tersebut di atas gunakan tabel 1.2, dimana nilai-nilai pada tabel diselesaikan dengan cara: 1. Untuk k = 0; P 0 [x 1 ] = P 0 [x 2 ] = P 0 [x 3 ] = P 0 [x 4 ] = P 0 [x 5 ] =

17 2. Untuk k = 1, gunakan persamaan: P 1 [x i, x i+1 ] = (x x i+1)p 0 [x i ] + (x i x)p 0 [x i+1 ] x i x i+1 (2.43) Sehingga untuk P 1 [x 1, x 2 ], P 1 [x 2, x 3 ], P 1 [x 3, x 4 ] dan P 1 [x 4, x 5 ] memenuhi: P 1 [x 1, x 2 ] = (x x 2)P 0 [x 1 ] + (x 1 x)p 0 [x 2 ] x 1 x 2 = = (0.2) ( 0.5) Sama halnya dengan P 1 [x 1, x 2 ], maka P 1 [x 2, x 3 ], P 1 [x 3, x 4 ] dan P 1 [x 4, x 5 ] adalah: 3. Untuk k = 2, gunakan persamaan (2.43): P 1 [x 2, x 3 ] = P 1 [x 3, x 4 ] = P 1 [x 4, x 5 ] = P 2 [x i, x i+1, x i+2 ] = (x x i+2)p 1 [x i, x i+1 ] + (x i x)p 1 [x i+1, x i+2 ] x i x i+2 Maka: P 2 [x 1, x 2, x 3 ] = (x x 3)P 1 [x 1, x 2 ] + (x 1 x)p 1 [x 2, x 3 ] x 1 x 3 = ( 0.1) ( 0.5) = P 2 [x 2, x 3, x 4 ] = P 2 [x 3, x 4, x 5 ] = Untuk k = 3, gunakan persamaan (2.43): P 3 [x i, x i+1, x i+2, x i+3 ] = (x x i+3)p 2 [x i, x i+1, x i+2 ] + (x i x)p 2 [x i+1, x i+2, x i+3 ] x i x i+3 Sehingga: P 3 [x 1, x 2, x 3, x 4 ] = dan P 3 [x 2, x 3, x 4, x 5 ] = ( 0.4) ( 0.5) = Untuk k = 4, persamaan yang digunakan memenuhi: P 4 [x i, x i+1, x i+2, x i+3, x i+4 ] = (x x i+4)p 3 [x i, x i+1, x i+2, x i+3 ] + (x i x)p 3 [x i+1, x i+2, x i+3, x i+4 ] x i x i+4 16

18 sehingga, P 4 [x 1, x 2, x 3, x 4, x 5 ] = (x x 5)P 3 [x 1, x 2, x 3, x 4 ] + (x 1 x)p 3 [x 2, x 3, x 4, x 5 ] x 1 x 5 ( 0.7) ( 0.5) = = Jadi nilai f(x) pada x = 1.5 adalah Jika dilihat proses perhitungan secara manual/konvensional sangat panjang dan rumit. Sehingga, diperlukan alat bantu berupa komputasi. Berikut ini adalah fungsi yang digunakan untuk menghitung nilai tertentu menggunakan interpolasi polinomial Neville. Untuk membuat fungsi ini, maka gunakan panduan melalui persamaan (2.43). P k [x i, x i+1,, x i+k ] = (x x i+k)p k 1 [x i, x i+1,, x i+k 1 ] + (x i x)p k 1 [x i+1, x i+2,, x i+k ] x i x i+k Code fungsi interpolasi Neville 1 function fx = Neville(xx,yy,xt) 2 %xx adalah array data variabel bebas 3 %yy adalah array data variabel terikat 4 %xt adalah nilai variabel bebas untuk perhitungan 5 6 n= length(xx); 7 y= yy; 8 for k = 1:n 1 9 y(1:n k) = ((xt xx(k+1:n)).*y(1:n k)+(xx(1:n k) xt).*y(2:n k+1)) /(xx(1:n k) xx(k+1:n)); 11 end Code program 1 clear all; 2 clc; 3 xx = [ ]; 4 yy = [ ]; 5 xt = 1.5; % nilai x yang ingin diselesaikan 6 7 fx = Neville(xx,yy,xt) 8 disp('nilai f(x) pada x = 1.5 menggunakan interpolasi Neville adalah'); 9 fprintf('%1.20f\n',fx(1)); 17

19 Hasil komputasi Nilai f(x) pada x = 1.5 menggunakan interpolasi Neville adalah Hasil plotting grafik (a) (b) Gambar 1.5: (a) Plotting grafik secara langsung, dan (b) Plotting kurva menggunakan metode polinomial Neville 1.3 Tugas 1. Diberikan data: Tabel 1.3: Data hubungan x dan y x y e e Tentukan nilai y pada saat x = 3.75 menggunakan metode: (a) Metode Lagrange, Metode Newton, dan Metode Neville (Catatan: Gunakan perhitungan manual (secara analitis) dan menggunakan komputasi) (b) Buatkanlah algoritma perhitungan dari ketiga metode tersebut. (Catatan: Anda boleh menggunakan diagram alir atau pseudo-code) 2. Data 1.3 secara fisis memenuhi persamaan y = cos(π(x))exp( 0.55x). Pertanyaan: 18

20 (a) Gunakan interpolasi Lagrange, Newton, dan Neville untuk mencari persamaan yang memenuhi kondisi data-data tersebut. (b) Bandingkan ketiga metode tersebut dengan solusi eksak. Gunakan grafik untuk melihat perbandingan interpolasi dan gunakan pula operator perintah hold on. (c) Manakah dari ketiga metode tersebut yang lebih mendekati dengan solusi eksak. Jelaskan!. (Catatan: solusi eksak merupakan hasil ploting langsung persamaan y = cos(π(x))exp( 0.55x) 1.4 Interpolasi Cubic Spline Pada bagian ini, kita akan membahas salah satu varians dari metode interpolasi cubic spline yakni Natural Cubic Spline. Penggunaan interpolasi dengan metode natural cubic spline sering sekali digunakan. Metode ini dipilih karena algoritma yang digunakan sederhana dan memberikan hasil interpolasi yang baik. Gambar 1.6: Ilustrasi interpolasi cubic spline Persamaan umum interpolasi cubic spline Secara umum persamaan interpolasi orde tiga dapat diungkapkan dalam bentuk: s i (x) = a i + b i (x x i ) + c i (x x i ) 2 + d i (x x i ) 3 (4.44) Pada dasarnya persamaan 4.44 dapat diselesaikan hanya dengan cara menentukan koefisien a i, b i, c i, dan d i. Salah satu caranya untuk menentukan koefisien-koefisien tersebut adalah dengan menggunakan metode cubic spline. Berikut ini langkah-langkah untuk menentukan koefisien tersebut: 1. Persamaan tersebut haruslah melintasi seluruh titik data. f i = a i + b i (x i x i ) + c i (x i x i ) 2 + d i (x i x i ) 3 f i = a i (4.45) dari kondisi tersebut diketahui bahwa f i = a i. 19

21 2. Konstanta untuk setiap kubik harus sama s i (x) = f i + b i (x x i ) + c i (x x i ) 2 + d i (x x i ) 3 (4.46) 3. Setiap kubik harus dihubungkan dengan suatu titik, dimana titik x = x i+1 memenuhi: f i+1 = f i + b i (x i+1 x i ) + c i (x i+1 x i ) 2 + d i (x i+1 x i ) 3 (4.47) jika x i+1 x i = h i, maka persamaan (4.47) menjadi: f i+1 = f i + b i (h i ) + c i (h i ) 2 + d i (h i ) 3 (4.48) Untuk menentukan variabel b i+1, maka persamaan (4.46) diurai menjadi bentuk turunan pertama: maka pada titik x = x i+1 diketahui nilai b i+1 : s i(x) = b i + 2c i (x x i ) + 3d i (x x i ) 2 (4.49) b i+1 = b i + 2c i (x i+1 x i ) + 3d i (x i+1 x i ) 2 b i+1 = b i + 2c i h i + 3d i h 2 i (4.50) 4. Untuk memenetukan nilai c i+1 maka persamaan (4.49) diubah menjadi turunan pertama lagi: dan pada titik x = x i+1 diketahui nilai c i+1 : dan nilai d i : Substitusi nilai d i ke persamaan (4.48): s i (x) = 2c i + 6d i (x x i ) (4.51) c i+1 = c i + 3d i h i (4.52) d i = c i+1 c i 3h i (4.53) f i+1 = f i + b i (h i ) + c i (h i ) 2 + c i+1 c i 3h i (h i ) 3 = f i + b i (h i ) + (h i) 2 Persamaan (4.54) dapat dituliskan dalam bentuk lain: Jika indek persamaan (4.55) direduksi 1 tahap: 3 (2c i + c i+1 ) (4.54) b i = f i+1 f i h i (h i) 3 (2c i + c i+1 ) (4.55) b i 1 = f i f i 1 h i 1 (h i 1) (2c i 1 + c i ) (4.56) 3 20

22 Sementara itu, untuk menentukan b i+1 substitusi persamaan (4.53) ke persamaan (4.50): b i+1 = b i + h i (c i + c i+1 ) (4.57) Dan, jika persamaan (4.57) direduksi 1 tahap menjadi: b i = b i 1 + h i 1 (c i 1 + c i ) (4.58) Substitusi persamaan (4.55) dan (4.56) ke persamaan (4.58), maka menjadi: ( fi+1 f i h i 1 c i 1 + 2(h i 1 h i )c i + h i c i+1 = 3 f i f ) i 1 h i h i 1 (4.59) dimana i = 1, 2,, n 1. Pada persamaan tersebut di atas, parameter yang diketahui adalah A serta b dan yang tidak diketahui adalah x. Jika c 1 dan c n bernilai nol, maka persamaan (4.59) dapat diungkapkan dalam bentuk: atau: A = 1 h 1 2(h 1 + h 2 ) h b = x = h n 2 2(h n 2 + h n 1 ) h n 1 ) 1 c 1 c 2.. c n 1 c n 0 3(f[x 3, x 2 ] f[x 2, x 1 ]).. 3(f[x n, x n 1 ] f[x n 1, x n 2 ]) 0 Ax = b 21

23 Contoh Soal 1 Diberikan suatu data: x f(x) Tentukan nilai f(x) pada x = 5 menggunakan interpolasi natural cubic spline. Solusi Untuk menentukan nilai f(x) maka lakukan tahapan: (a) Tentukan variabel-variabel berikut ini: 1 c 1 0 h 1 2(h 1 + h 2 ) h 2 c 2 h 2 2(h 2 + h 3 ) h 3 c 3 = 3(f[x 3, x 2 ] f[x 2, x 1 ]) 3(f[x 4, x 3 ] f[x 3, x 2 ]) 1 c 4 0 h 1 = = 1.5, a 1 = f 1 = 2.5, f[x 3, x 2 ] = f 3 f 2 = 1.5 x 3 x h 2 = = 2.5, a 2 = f 2 = 1.0, f[x 2, x 1 ] = f 2 f 1 = 1.5 x 2 x h 3 = = 2.0, a 3 = f 3 = 2.5,, f[x 4, x 3 ] = f 4 f 3 x 4 x 3 a 4 = f 4 = 0.5, Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut di atas, variabel c 1, c 2, c 3 dan c 4 dapat dengan mudah diselesaikan dengan menggunakan eliminasi gauss: c 1 = 0. c 2 = c 3 = c 4 = 0. (b) Tentukan variabel d i dan b i. Gunakan persamaan (4.58) dan (4.53): d 1 = b 1 = d 2 = b 2 = d 3 = b 3 = = 2 2

24 (c) Substitusi nilai a i, b i, c i, dan d i ke persamaan umum polinomial (4.44), sehingga: s 1 (x) = (x 3) (x 3) 3 s 2 (x) = (x 4.5) (x 4.5) (x 3) 3 s 3 (x) = (x 7) (x 7) (x 7) 3 (d) Untuk menentukan nilai f(x) pada x = 5, maka gunakan: s 2 (x) = (x 4.5) (x 4.5) (x 3) 3 s 2 (5) = Aplikasi MATLAB Salah satu cara yang mudah untuk untuk menyelesaikan permasalah di atas yakni dengan menggunakan MATLAB. Berikut ini adalah code yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut: 1 clc; 2 close; 3 clear all; 4 x = [ ]; 5 y = [ ]; 6 7 plot(x,y,'sr'); 8 9 n = length(x); 10 for k = 1:n 1 11 h(k) = x(k+1) x(k); 12 end %langkah pertama membuat matrix H 15 H = zeros(n); 16 H(1,1) = 1; % atur pada saat (1,1) bernilai satu 17 H(n,n) = 1; %atur pada saat (n,n) bernilai satu a = y; %koefisien nilai a 21 r(1,1)=0; 22 for k = 2:n 1 23 H(k,k) = 2*(h(k 1)+h(k)); 24 H(k,k 1) = h(k 1); 25 H(k,k+1) = h(k); 26 r(k,1) = 3/h(k)*(a(k+1) a(k)) 3/h(k 1)*(a(k) a(k 1)); 27 end r(n,1)=0; 30 c = inv(h)*r; % menentukan nilai c 31 disp('nilai c:'); 32 disp(c) 23

25 33 34 for k = 1:n 1 35 b(k,1)= 1/h(k)*(a(k+1) a(k)) h(k)/3*(2*c(k)+c(k+1)); %tentukan nilai b 36 d(k,1)= 1/(3*h(k))*(c(k+1) c(k)); %menentukan nilai b 37 end 38 disp('nilai b:'); 39 disp(b); 40 disp('nilai d:'); 41 disp(d); hold on 44 for k=2:n 45 xx=x(k 1):0.01:x(k); 46 S=a(k 1)+b(k 1)*(xx x(k 1))+c(k 1)*(xx x(k 1)).^2+d(k 1)*(xx x(k 1)).^3; 47 plot(xx,s); 48 end Hasil nilai c: nilai b: nilai d: atau dengan menggunakan fungsi internal (internal function) yang tersedia pada MAT- LAB. 1 clc; 2 close; 3 clear all; 4 x = [ ]; 5 y = [ ]; 6 7 xt = 3:0.01:9; 8 yt = interp1(x,y,xt,'spline'); 9 plot(x,y,'o',xt,yt,' '); 24

26 Jika dibandingkan hasil kedua program tersebut adalah: Gambar 1.7: Grafik perbandingan antara code I dan code II 1.5 Least-Square Fit Metode least-square fit, biasa juga disebut sebagai metode kuadrat terkecil, merupakan salah satu metode pencocokan kurva. Metode ini sering dipakai dalam menyelesaikan persoalanpersoalan data yang sifatnya tersusun secara acak. Metode least-square fit termasuk dalam varians metode-metode pendekatan distributed error. Pada dasarnya metode ini bertujuan mencari atau menentukan variabel-variabel yang memenuhi fungsi polinomial dengan cara meminimalisasi nilai error. Persamaan Umum Jika diketahui sekumpulan data (x i, y i ), dimana i = 1, 2,, m. Maka persamaan fungsi polinomial memenuhi: f n (x) = a 0 + a 1 x + a 2 x a n 1 x n 1 + +a n x n (5.60) dimana n < m 1. Untuk meminimalisasi error E = E 2 (a 0, a 1,, a n ): 25

27 E = = = = m ( yi f n (x i ) ) 2 m yi 2 2 m yi 2 2 n yi 2 2 m f n (x i )y i + j=0 m ( fn (x i ) ) 2 m ( n ) a j x j i y i + n ( m ) a j x j i y i + j=0 m ( n a j x j i n j=0 j=0 k=0 ) 2 n ( m ) a j a k x j+k i (5.61) Untuk menentukan koefisien a 0, a 1,, a n, maka gunakan asumsi E = 0, sehingga persamaan (5.61) a j menjadi: atau: k=0 0 = E a j n ( m ) a k x j+k i ( m ) = 2 x j i y i + 2 = n ( m ) a k x j+k i k=0 (5.62) ( m ) x j i y i, j = 0, 1,, n (5.63) Persamaan (5.63) dapat dituliskan dalam suatu sistem persamaan sebagai berikut: a 0 m a 0 a 0 m m x n i + a 1 x 0 i + a 1 x 1 i + a 1 m m m x 1 i + a 2 x 2 i + a 2 x n+1 i + a 2 m m m x n+2 i x 2 i + + a n x 3 i + + a n + + a n m m m x n i = x n i =. x 2n i = m x 0 i y i m x 1 i y i m x n i y i Untuk standar deviasi diperoleh dengan menggunakan persamaan: E σ = m n dimana; m adalah jumlah data, dan n merupakan derajat suatu persamaan. (5.64) Catatan: Jika nilai n = m, maka ini bukan fitting curve, karena nilai standar deviasi bernilai nol dan σ tidak bernilai apa-apa. 26

28 Contoh Soal 1 Tentukanlah persamaan menggunakan least-square fit yang memenuhi fungsi polinomial orde 2 dengan menggunakan data-data hasil eksperiment sebagai berikut: Tabel 1.4 x i y i Solusi Analitik Dari tabel (1.4) diketahui bahwa: jumlah data (m) = 5, dan derajat atau orde fungsi polinomial (n) = 2. Sehingga dengan menggunakan asumsi tersebut dapat diketahui bahwa data-data tersebut memiliki 3 bentuk sistem persamaan yang memenuhi bentuk: a 0 a 0 a 0 m m m x 0 i + a 1 x 1 i + a 1 x 2 i + a 1 m m m x 1 i + a 2 x 2 i + a 2 x 3 i + a 2 m m m x 2 i = x 3 i = x 4 i = m x 0 i y i (5.65) m x 1 i y i (5.66) m x 2 i y i (5.67) dengan menggunakan ketiga sistem persamaan di atas diperoleh: 5a a a 2 = a a a 2 = a a a 2 = Dari ketiga persamaan tersebut di atas, dengan menggunakan eliminasi gaussian akan diperoleh nilai a 0, a 1, dan a 2 yakni sebagai berikut: Dari code di atas diperoleh bahwa nilai a 0 = , a 1 = , dan a 2 = Sehingga fungsi yang diperoleh dari data-data tersebut memenuhi: f 2 (x) = x x 2 (5.68) Jika data-data hasil eksperiment (1.4) dibandingkan dengan fungsi interpolasi (5.68), maka akan diperoleh: 27

29 >>A = [ ; ; ]; >>b = [8.768; ; ]; >>a = inv(a)*b a = Gambar 1.8: Grafik perbandingan antara data eksperiment dan fungsi interpolasi 1 %Plotting grafik perbandingan data eksperiment dan fungsi interpolasi 2 clc; 3 close; 4 clear all; 5 6 %Data Eksperiment 7 x = [ ]; 8 y = [ ]; 9 10 %Fungsi hasil interpolasi 28

30 11 xt = 0:0.05:1; 12 yt = *xt *(xt.^2); 13 plot(x,y,'o',xt,yt,' '); Dari hasil plotting grafik tersebut, terlihat bahwa metode least-square fit memiliki derajat kesalahan (error). Untuk menentukan nilai error dari fungsi polinomial tersebut maka gunakan persamaan yang sudah dijelaskan di atas: E = m ( yi f n (x i ) ) 2 (5.69) Untuk lebih mudahnya gunakan tabel berikut ini: Tabel 1.5 i Jumlah x i y i f(x i ) y i f(x i E-07 ( yi f(x i ) ) E E E Dari tabel tersebut diperoleh total error (E) adalah: E = m ( yi f n (x i ) ) 2 = Sedangkan standar deviasi adalah: σ = E m n = Solusi Komputasi Pada MATLAB, penyelesaian persoalan fitting curve dapat dilakukan dengan sangat sederhana yakni dengan menggunakan operator fungsi internal polyfit. 1 %Program fitting kurva menggunakan metode least square fit 2 clc; 3 close; 4 clear all; 5 %Data Eksperiment 6 xdata = [ ]; 7 ydata = [ ]; 8 %derajat atau order fungsi polinomial 9 n = 2; 10 29

31 11 %Menentukan variabel a0, a1, a2 dan nilai residual 12 [a,residual] = polyfit(xdata,ydata,n); 13 disp('nilai koefisien a ='); 14 disp(a); 15 disp('nilai standar deviasi ='); 16 disp(residual) dari program di atas diperoleh: nilai koefisien a = nilai standar deviasi = r: [3x3 double] df: 2 normr: Sehingga dengan menggunakan hasil tersebut dapat dituliskan fungsi interpolasi dengan menggunakan metode least-square fit yakni sebagai berikut: dengan standar deviasi (σ) adalah Contoh Lain Soal f 2 x = x x 2 Seorang peneliti melakukan penelitian untuk menghitung gravitasi suatu planet A. Dari hasil penelitiannya ia memperoleh data sebagai berikut: Tabel 1.6 Waktu (dt) Ketinggian (m) Waktu (dt) Ketinggian (m) Tentukan gravitas planet A dengan menggunakan metode least-square fit. 30

32 Solusi Pada bagian ini, kita tidak lagi menggunakan perhitungan manual untuk menentukan nilai gravitasi planet A. Mari kita menggunakan perhitungan secara komputasi. Namun sebelum menggunakan komputasi, tinjau dahulu konsep umum gerak jatuh bebas (GLBB) berikut ini: h 0 + v 0 t 1 2 gt2 = h (5.70) dimana h 0 adalah posisi awal (m), g dan v 0 masing-masing adalah percepatan gravitasi (m s 2 ) dan kecepatan awal (m s 1 ), kemudian, t dan h adalah pertambahan waktu atau updating waktu (s) dan h adalah perubahan posisi atau updating posisi (m). Jika persamaan (5.70) dimodifikasi menjadi: h 0 + v 0 t 1 2 gt2 = h a 1 + a 2 t i a 3 t 2 i = h (5.71) dimana a 1 = h 0, a 2 = v 0 dan a 3 = 1 2 g. Gunakan persamaan (5.71) dan data tabel (1.6) pada code MATLAB berikut ini: 1 clear all; 2 clc; 3 4 xx = [0.00:0.25:5.00]; 5 yy = [ ]; 7 8 [a,residual] = polyfit(xx,yy,2); 9 10 disp(['ketinggian Awal (a1) = ' num2str(a(3))]); 11 disp(['kecepatan Awal (a2) = ' num2str(a(2))]); 12 disp(['a3 = ' num2str(a(1))]); 13 Grav = 2*a(1); %persamaan a3 = g/2 14 disp(['percepatan Gravitasi = ' num2str(grav)]); xx1 = [0:0.1:5.00]; 17 yyt = a(1).*(xx1.^2)+a(2).*xx1+a(3); 18 plot(xx,yy,'o',xx1,yyt,' '); 31

33 Hasil code: Ketinggian Awal (a1) = Kecepatan Awal (a2) = a3 = Percepatan Gravitasi = >>residual residual = R: [3x3 double] df: 18 normr: >>sigma = ; >>Error = (sigma^(2))*(21-2) Error = %21 = jumlah data % 2 = polinomial orde 2 Jadi dari hasil program diperoleh bahwa: Percepatan gravitasi (a) = m s 2, Kecepatan awal (v 0 ) = m s 1, Ketinggian awal (h 0 ) = m, serta standar deviasi dan error adalah dan Tugas 1. Suatu survei seismik dilakukan untuk mengetahui kedalaman suatu reflektor mendatar sebagaimana tampak pada gambar (1.9) memiliki data sebagai berikut: Tabel 1.7: Data survei seismik Receiver R ke-i Offset (x) Travel time (t)

34 Gambar 1.9: Reflektor mendatar pada kedalaman z Asumsi yang digunakan: (a) Kecepatan gelombang diangap konstan (b) Kedalaman dianggap konstan Jika waktu tempuh gelombang (t) memenuhi persamaan: 4z 2 v 2 + x2 v 2 = t 2 (5.72) Tentukan kecepatan (v) dan kedalaman (z) berdasarkan data dan asumsi di atas menggunakan metode least-square fit. Tentukan error dan standar deviasinya juga! Catatan: ubah persamaan (5.72) menjadi a 1 + a 2 x + a 3 x 2 = t 2 Gambar 1.10: Reflektor mendatar pada kedalaman z 2. Diketahui data suatu hasil survei seismik untuk mengetahui suatu reflektor miring (gambar 1.10) sebagai berikut: Jika waktu tempuh gelombang memenuhi persamaan berikut ini: 33

35 Tabel 1.8: Data survei seismik Receiver R ke-i Offset (x) Travel time (t) z 2 v 2 4z sin αx + v 2 + x2 v 2 = t 2 (5.73) Tentukan; (a) kecepatan v, (b) kedalaman z, dan (c) sudut reflektor α. Disamping itu pula tentukan error dan standar deviasi. Catatan: Ubah persamaan 5.73 menjadi bentuk a 1 + a 2 x + a 3 x 2 = t 2 3. Buatkanlah algoritma dari kedua persoalan di atas (no. 1 dan 2). 34

36 Bab 2 Integral 2.1 Pendahuluan Proses integral dari suatu fungsi merupakan operasi matematika yang sangat penting dan sering digunakan pada persoalan sains dan teknik. Pada dasarnya, integral didefinisikan sebagai proses penjumlahan untuk menentukan luas daerah di bawah kurva y = f(x) dari a ke b. atau; I = I = b a f(x)dx (1.1) n A i f(x i ) (1.2) dimana titik x i dan luas A i tergantung pada aturan yang digunakan, apakah menggunakan aturan Trapezoidal ataukah Simpson. Operasi integral sering diselesaikan dengan menggunakan metode analitik atau menyelesaikan langsung. Akan tetapi, untuk kasus-kasus yang kompleks metode ini kerap kali sangat sulit atau bahkan tidak menyelesaikan persoalan, sehingga dibutuhkan metode numerik integral untuk menyesaikan masalah tersebut. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai aturan Trapezoidal dan Simpson untuk menyelesaikan persoalan fungsi integral. 2.2 Aturan Trapezoidal Penjelasan Secara sederhana, penyelesaian atau penentuan luas daerah di bawah kurva dengan menggunakan metode Trapezoidal adalah dengan cara membagi area/daerah di bawah kurva menjadi trapesium kecil (gambar 2.1). 35

37 (a) (b) Gambar 2.1: (a) Kurva fungsi f(x), dan (b) Kurva fungsi f(x) menggunakan metode Trapezoidal Untuk menentukan nilai h maka bagi range integral (a, b) dengan n - 1 : h = (b a) (n 1) h = (b a) (2 1) Aturan trapezoidal n = 2 h = b a (2.3) Untuk menentukan luas daerah di bawah kurva, gunakan persamaan (1.2): I = I = n A i f(x i ) 2 A i f(x i ) I = A 1 f(x 1 ) + A 2 f(x 2 ) = A 1 f(a) + A 2 f(b) (2.4) dimana A 1 : A 1 = = = b a b a b a l 1 (x)dx = b a (x x 2) x 2 x 1 dx = (x x 2 ) dx x 1 x 2 b (x b) dx = 1 h h (x b) a b a b a dx (x b) = 1 2h (b2 + a 2 2ab) = 1 (b a)2 2h A 1 = h 2 (2.5) 36

38 dan A 2 : A 2 = A 2 = = b a b a b a l 2 (x)dx (x x 1 ) x 2 x 1 dx (x x 1 ) dx = 1 h h b a (x a) = 1 2h (b2 + a 2 2ab) = 1 2h (b a)2 (2.6) A 2 = h 2 Substitusi persamaan (2.5) dan (2.7) ke dalam persamaan (2.4): (2.7) I = ( f(a) + f(b) ) h 2 (2.8) Persamaan (2.8) dikenal sebagai aturan Trapezoidal. Contoh Soal Tentukanlah nilai integral berikut ini: π 2 0 sin(x)dx (2.9) Solusi Jika persoalan diselesaikan dengan menggunakan metode analitik maka diperoleh hasil sebagai berikut: I = π 2 0 sin(x)dx I = cos(x) π 2 0 = 1 Jadi diperoleh solusi eksak untuk fungsi f(x) = sin(x) dari 0 ke π 2 adalah 1. Sekarang mari kita membandingkan hasil tersebut dengan hasil yang menggunakan aturan trapezoidal. Untuk menyelesaikan persoalan dengan fungsi tersebut, maka kita menggunakan dua file; (a) file function dan (b) file aturan trapezoidal. 1. File function 37

39 1 %Code IIIa.m 2 function y = f(x) 3 % f(x) merupakan fungsi yang ingin diselesaikan 4 % f(x) dapat berubah tergantung fungsi yang ingin diselesaikan 5 y = sin(x); 2. File Trapezoidal 1 clc; 2 clear all; 3 a = 0; % syarat batas bawah integral 4 b = pi/2; % syarat batas atas integral 5 h = b a; 6 7 %metode trapezoidal 8 Luas_area = h/2*(f(b)+f(a)); 9 disp(['luas area = ' num2str(luas_area)]); Dari hasil code tersebut diperoleh: Luas area = Jika diperhatikan hasil perhitungan secara analitik dan numerik memiliki perbedaan. Hal ini karena aturan trapezoidal memiliki tingkat kesalahan (error) yang besar, seperti yang ada pada gambar (2.1b). Terlihat bahwa area antara bawah kurva dan garis miring berada di luar area trapesium dan area ini tidak dihitung. Dari hal tersebut, perlu adanya aturan lain untuk mengurangi tingkat kesalahan. 2.3 Aturan Composite Trapezoidal Pada dasarnya metode ini hampir sama dengan aturan trapezoidal, yakni membagi area di bawah kurva menjadi trapesium kecil. Akan tetapi letak perbedaan aturan ini adalah jumlah trapesium yang digunakan lebih dari satu trapesium (n - 1), hal ini menyebabkan hasil yang diperoleh lebih akurat jika dibandingan dengan aturan trapezoidal (Gambar 2.2). Jika persamaan untuk aturan trapezoidal diungkapkan dalam persamaan 2.6, maka sama halnya dengan persamaan tersebut, persamaan untuk aturan composite trapezoidal dapat diungkapkan dalam bentuk seperti itu juga. I = n 1 I i = I 1 + I I n 1 = A 1 f(x 1 ) + 2A 2 f(x 2 ) + 2A 3 f(x 3 ) + + 2A n 1 f(x n 1 ) + A n f(x n ) (3.10) Untuk menentukan nilai A 1, A 2 dan seterusnya, perhatikan persamaan (2.5) dan (2.7), dari persamaan tersebut diperoleh bahwa: A 1 = A 2 = A 3 = = A n 1 = A n = h 2 (3.11) 38

40 Gambar 2.2: Ilustrasi aturan composite trapezoidal Bedasarkan persamaan (3.11), persamaan (3.10) menjadi: I = (f(x 1 ) + 2f(x 2 ) + 2f(x 3 ) + + 2f(x n 1 ) + f(x n )) h 2 (3.12) Persamaan (3.12) disebut sebagai persamaan umum aturan composite trapezoidal. Contoh Soal Tentukan luas area di bawah kurva dengan menggunakan fungsi (2.9)! Solusi Untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan aturan composite trapezoidal, maka gunakan code berikut ini: 1 function integral = CompTrapz(a,b,n,f) 2 % a adalah batas bawah 3 % b adalah batas atas 4 % n adalah jumlah trapesium 5 % f adalah persamaan fungsi yang ingin diselesaikan 6 % f yang digunakan adalah fungsi yang sama pada aturan trapezoidal 7 h = (b a)/n; 8 x = [a+h:h:b h]; 9 integral = (h/2)*(2*sum(feval(f,x))+feval(f,a)+feval(f,b)); 1 %code CompTrapez.m 2 clc; 3 clear all; 4 a = 0; % syarat batas bawah integral 5 b = pi/2; % syarat batas atas integral 6 n = 1; 7 8 %metode composite trapezoidal 39

41 9 Luas_area = CompTrapz(a,b,n,'f'); 10 disp(['luas area = ' num2str(luas_area)]); Dari kedua code di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Luas area = % untuk n = 1 atau Luas area = % untuk n = 50 Hasil yang diperoleh menggunakan trapezoidal dan composite trapezoidal memberikan nilai yang sama. Hal ini karena pada composite trapezoidal menggunakan nilai n yang sama. Aturan composite trapezoidal akan lebih akurat jika menggunakan jumlah trapesium n yang banyak. 2.4 Aturan Simpson Selain menggunakan aturan trapezoidal untuk menentukan nilai integral suatu fungsi f(x) antara nilai a ke nilai b, aturan lain yang sering juga digunakan adalah aturan Simpson. Metode ini sering disebut juga sebagai metode kuadratik, karena membagi setiap daerah di bawah kurva fungsi f(x) menggunakan interpolasi parabolik. Aturan ini dipandang lebih baik dibandingkan dengan aturan Trapezoidal. Pada bagian ini akan dijelaskan dua varians aturan Simpson, pertama adalah aturan Simpson 1 3 dan aturan Simpson 3. Kedua adalah 8 aturan composite-simpson. Aturan Simpson Secara umum aturan ini membagi daerah di bawah kurva menjadi dua buah daerah baru. Untuk lebih jelasnya lihat gambar (2.3). Gambar 2.3: Ilustrasi aturan Simpson 40

42 Secara umum aturan Simpson diformulasikan sebagai berikut: b a f(x)dx = n A i f(x i ) Jika pada aturan Trapezoidal memiliki nilai n = 2, maka aturan ini memiliki nilai n = 3, untuk aturan Simpson 1/3 dan n = 4, untuk Simpson 3/8. sehingga: b a f(x)dx = = = dimana nilai h memenuhi: 3 A i f(x i ) [ ] h f(x 1 ) + 4f(x 2 ) + f(x 3 ) 3 [ ( a + b ) ] h f(a) + 4f + f(b) 2 3 h = b a n 1 = b a 2 (4.13) (4.14) Persamaan (4.13) disebut juga persamaan Simpson 1 3. Sedangkan untuk aturan Simpson 3 8 memenuhi persamaan: I = [ ] 3h f(x 1 ) + 3f(x 2 ) + 3f(x 3 ) + f(x 4 ) 8 (4.15) nilai h memenuhi: h = b a n 1 = b a 3 (4.16) Aturan Composite-Simpson Jika aturan Trapezoidal dikenal memiliki varians Composite-Trapezoidal, maka sama halnya aturan Simpson memiliki Composite-Simpson. Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut ini: Metode ini pengembangan dari metode dasarnya yakni aturan Simpson. Adapun persamaan umum metode ini adalah: I = = b a f(x) [ ] h f(x 1 ) + 4f(x 2 ) + 2f(x 3 ) + 4f(x 4 ) + + 2f(x n 2 ) + 4f(x n 1 ) + f(x n ) 3 41

43 Gambar 2.4: Ilustrasi aturan Composite-Simpson. Bandingkan gambar tersebut dengan gambar 2.2 Contoh Soal Hitunglah nilai integral dari suatu persamaan berikut ini: π 2 0 sin(x)dx (4.17) Gunakan aturan Simpson 1 3, Simpson 3 8 dan Aturan Composite-Simpson! Solusi Pada permasalahan ini, kita sudah ketahui bersama bahwa hasil integral yang diperoleh menggunakan metode analitik adalah 1. Marilah kita gunakan ketiga metode tersebut untuk menentukan nilai integral fungsi tersebut. 1. Aturan Simpson 1/3 Code yang digunakan pada aturan ini hampir sama dengan code Trapezoidal, yang diubah hanyalah file Trapezoidal sedangkan file function tidak berubah. 1 %Code: Simpson13.m 2 clc; 3 clear all; 4 a = 0; % syarat batas bawah integral, a adalah x1 5 b = pi/2; % syarat batas atas integral, b adalah x3 6 h = (b a)/2; 7 c = a + h; % c adalah x2 8 9 %metode trapezoidal 10 Luas_area = h/3*(f(a)+4*f(c)+f(b)); 11 disp(['luas area = ' num2str(luas_area)]); Dari code di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Luas area =

44 2. Aturan Simpson 3/8 Untuk menyelesaikan persoalan tersebut gunakan persamaan (4.15).Disamping itu juga untuk lebih memudahkan lihat ilustrasi gambar berikut ini: Gambar 2.5: Ilustrasi aturan Simpson 3/8 Dari gambar tersebut diketahui bahwa aturan ini haruslah menggunakan 4 titik data, yakni titik a, b, c dan d. Titik a dan b sudah diketahui sebelumnya yaitu a = 0 dan b = π/2. Sedangkan nilai c dan d diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.14). Catatan dalam menentukan kedua nilai tersebut haruslah memiliki nilai h yang sama. Sehingga dengan mengacu pada aturan ini diperoleh: c = a + h d = a + 2h Gunakan kedua persamaan tersebut dalam code berikut ini: 1 %Code: Simpson38.m 2 clc; 3 clear all; 4 a = 0; % syarat batas bawah integral, a adalah x1 5 b = pi/2; % syarat batas atas integral, b adalah x4 6 h = (b a)/2; 7 c = a + h; % c adalah x2 8 d = a + 2*h; % c adalah x %metode trapezoidal 11 Luas_area = (3*h/8)*(f(a)+3*f(c)+3*f(d)+f(b)); 12 disp(['luas area = ' num2str(luas_area)]); Catatan: fungsi eksternal yang digunakan sama dengan fungsi pada code Trapezoidal ataupun Simpson 1/3. Dari hasil code ini diperoleh sebagai berikut: 43

45 Luas area = Aturan Composite-Simpson Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa Composite-Simpson memiliki kesamaan dengan Composite-Trapezoidal, maka tentu codenya hampir sama. Mari perhatikan code berikut ini: 1 function integral = CompSipm(a,b,n,f) 2 % a adalah batas bawah 3 % b adalah batas atas 4 % n adalah jumlah trapesium 5 % f adalah persamaan fungsi yang ingin diselesaikan 6 % f yang digunakan adalah fungsi yang sama pada aturan trapezoidal 7 h = (b a)/(n 1); 8 x1 = [a+2*h:2*h:b h]; %x ganjil selain x1, misalnya x3, x5,x7,... 9 x2 = [a+h:2*h:b h]; %x genap misalnya x2, x4,x8, integral = (h/3)*(2*sum(feval(f,x))+4*sum(feval(f,x2))+feval(f,a) feval(f,b)); 1 %code CompTrapez.m 2 clc; 3 clear all; 4 a = 0; % syarat batas bawah integral 5 b = pi/2; % syarat batas atas integral 6 n = 3; 7 8 %metode composite trapezoidal 9 Luas_area = CompTrapz(a,b,n,'f'); 10 disp(['luas area = ' num2str(luas_area)]); Maka hasil yang diperoleh adalah: Luas area = Bagaimana jika nilai n = 4, 5, 6, 7, 8,, apa yang terjadi? 2.5 Menentukan nilai error Sangat sederhana menentukan nilai error dari suatu aturan Trapezoidal ataupun Simpson, yakni dengan cara mengurangi nilai hasil analitik dengan hasil numerik. Secara matematis dapat diungkapan dalam bentuk: Error = Nilai Analitik Nilai Numerik 44

46 Semakin kecil nilai error yang dihasilkan dari metode numerik tersebut, maka semakin bagus metode numerik tersebut. 2.6 Latihan 1. Tentukan nilai integral dari persamaan-persamaan menggunakan metode analitik I = I = I = I = π/2 0 exp t t dt x x2 4 dx sin(2πx) cos(5πx)dx dθ 1 sin 2 (15) sin 2 θ 2. Gunakan Aturan Trapezoidal dan Simpson untuk menyelesaikan pemasalahan di atas? 3. Tentukan nilai error dari setiap aturan-aturan tersebut? 45

47 Bab 3 Persamaan Differensial Persamaan differensial muncul secara alamiah dari usaha untuk memahami bagaimana dunia nyata bekerja lalu dari pemahaman tersebut berusaha memprediksi bagaimana kelakuan dinamika tersebut. Secara mendasar, persamaan differensial merupaan model beberapa situasi nyata. Sebagai contoh, persamaan yang mengungkapkan Hukum Newton II: F = d p dt (0.1) dimana F merupakan vektor gaya dan p serta juga t merupakan momentum vektor dan waktu. Memodelkan suatu situasi nyata ini boleh sederhana yang hanya memibatkan satu persamaan differensial atau lebih kompleks yang melibatkan banyak persamaan differensial berpasangan (couple equation). Persamaan differensial sering diklasifikasikan berdasarkan orde (order). Contoh, persamaan (0.1) merupakan persamaan differensial orde pertama, sedangkan untuk persamaan differensial orde dua dapat diungkapkan dalam bentuk: m d2 x dt + cd x + k x = 0 (0.2) 2 dt persamaan (0.2) merupakan persamaan differesial osilasi teredam, dimana m merupakan massa, c adalah koefisien teredam, dan k merupakan konstanta pegas. Pada umumnya, metode yang sering digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial parsial adalah dengan menggunakan metode hitung langsung (solusi analitik). Tentunya, metode ini memberikan hasil yang sangat akurat namun pada sisi yang lain metode ini sulit atau bahkan tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks. Sehingga, salah satu alternatif menyelesaikan persoalan persamaan differensial yaitu dengan cara simulasi numerik. Berikut ini adalah ilustrasi perbandingan metode analitik dan metode numerik (Gambar 3.1): Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial menggunakan metode numerik. Pada bagian ini akan dijelaskan metode numerik seperti; metode Euler, Runge-Kutta, sistem order tingkat tinggi (higher-order systems) dan metode beda hingga (finite difference method). Pemilihan keempat metode ini karena sering kali metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan persamaan differensial. 46

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ilmu fisika merupakan ilmu yang mempelajari berbagai macam fenomena alam dan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peran ilmu fisika

Lebih terperinci

Pertemuan 9 : Interpolasi 1 (P9) Interpolasi. Metode Newton Metode Spline

Pertemuan 9 : Interpolasi 1 (P9) Interpolasi. Metode Newton Metode Spline Pertemuan 9 : Interpolasi 1 (P9) Interpolasi Metode Newton Metode Spline Pertemuan 9 : Interpolasi 2 Interpolasi Newton Polinomial Maclaurin dan polinomial Taylor menggunakan satu titik pusat, x 0 untuk

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

Interpolasi. Metode Numerik POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

Interpolasi. Metode Numerik POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA Interpolasi Metode Numerik Zulhaydar Fairozal Akbar zfakbar@pens.ac.id 2017 TOPIK Pengenalan

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE NEWTON-RAPHSON UNTUK MENCARI SOLUSI PERSAMAAN LINEAR DAN NONLINEAR

MODIFIKASI METODE NEWTON-RAPHSON UNTUK MENCARI SOLUSI PERSAMAAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6 No. 02 (2017), hal 69 76. MODIFIKASI METODE NEWTON-RAPHSON UNTUK MENCARI SOLUSI PERSAMAAN LINEAR DAN NONLINEAR Mahmul, Mariatul Kiftiah, Yudhi

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I PETUNJUK UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I DR. IR. ISTIARTO, M.ENG. KAMIS, 8 JUNI 017 OPEN BOOK 150 MENIT 1. Saudara tidak boleh menggunakan komputer untuk mengerjakan soal ujian ini.. Tuliskan urutan/cara/formula

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. INTEGRASI NUMERIK TANPA ERROR UNTUK FUNGSI-FUNGSI TERTENTU Irma Silpia 1, Syamsudhuha, Musraini M. 1 Mahasiswi Jurusan Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Pencocokan Kurva Permasalahan dan

Lebih terperinci

Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum

Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan (bidang fisika, kimia, Teknik Sipil, Teknik Mesin, Elektro

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS (Kata kunci:persamaan burgers,

Lebih terperinci

Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum

Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Umi Sa adah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 2012 Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE NUMERIK

PENDAHULUAN METODE NUMERIK PENDAHULUAN METODE NUMERIK TATA TERTIB KULIAH 1. Bobot Kuliah 3 SKS 2. Keterlambatan masuk kuliah maksimal 30 menit dari jam masuk kuliah 3. Selama kuliah tertib dan taat aturan 4. Dilarang makan dan minum

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Yogyakarta, Maret 2011 Penulis. Supardi, M.Si

Yogyakarta, Maret 2011 Penulis. Supardi, M.Si PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh swt yang telah melimpahkan kasih sayangnya sehingga buku yang berjudul METODE NUMERIK dengan MATLAB ini dapat kami selesaikan penulisannya. Metode numerik

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 KONTRAK KULIAH METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar Metode Numerik Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK

MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK BAHAN AJAR MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK Oleh: M. Muhaemin Muhammad Saukat JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2009 Bahan Ajar Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Integral Integral merupakan invers atau kebalikan dari differensial. Integral terdiri dari dua macam yakni integral tentu dan integral tak tentu. Integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum

Bab 1. Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Bab 1. Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum Yuliana Setiowati Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 2007 1 Topik Pendahuluan Persoalan matematika Metode Analitik vs Metode Numerik Contoh Penyelesaian

Lebih terperinci

Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu

Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu Fendi Al Fauzi 15 Desember 1 1 Pengantar Persoalan yang melibatkan integral dalam kalkulus ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam matematika ada beberapa persamaan yang dipelajari, diantaranya adalah persamaan polinomial tingkat tinggi, persamaan sinusioda, persamaan eksponensial atau persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang mengandung derivatif dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial sendiri

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) IKG2E3 KOMPUTASI NUMERIK Disusun oleh: PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTASI FAKULTAS INFORMATIKA TELKOM UNIVERSITY LEMBAR PENGESAHAN Rencana Semester (RPS) ini

Lebih terperinci

DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK

DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK LABORATORIUM KOMPUTER PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014 KATA PENGANTAR Diktat ini disusun untuk pedoman dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINIER

BAB 3 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINIER BAB 3 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINIER 3.. Permasalahan Persamaan Non Linier Penyelesaian persamaan non linier adalah penentuan akar-akar persamaan non linier.dimana akar sebuah persamaan f(x =0 adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial berperan penting dalam kehidupan, sebab banyak permasalahan pada dunia nyata dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan diferensial. Ada dua jenis

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan secara numerik. Perhitungan secara analitik dilakukan untuk menyelesaikan integral pada fungsi

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. METODE SIMPSON-LIKE TERKOREKSI Ilis Suryani, M. Imran, Asmara Karma Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB 5 Interpolasi dan Aproksimasi

BAB 5 Interpolasi dan Aproksimasi BAB 5 Interpolasi dan Aproksimasi Interpolasi merupakan proses penentuan dan pengevaluasian suatu fungsi yang grafiknya melalui sejumlah titik tertentu. Sebaliknya, pada aproksimasi grafik fungsi yang

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE TIGA KOEFISIEN KONSTAN

PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE TIGA KOEFISIEN KONSTAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 21 25 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN. Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi

POKOK BAHASAN. Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi POKOK BAHASAN Pendahuluan Metode Numerik Solusi Persamaan Non Linier o Metode Bisection o Metode False Position o Metode Newton Raphson o Metode Secant o Metode Fixed

Lebih terperinci

CURVE FITTING. Risanuri Hidayat, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM,

CURVE FITTING. Risanuri Hidayat, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM, CURVE FITTING Risanuri Hidayat, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM, 1.1 INTERPOLASI LINEAR Fungsi linear dinyatakan persamaan sebagai berikut, ff(xx) = AAAA + BB (1) Ketika data-data

Lebih terperinci

METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS. Metode Numerik 1

METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS. Metode Numerik 1 METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS Metode Numerik 1 Materi yang diajarkan : 1. Pendahuluan - latar belakang - mengapa dan kapan menggunakan metode numerik - prinsip penyelesaian persamaan 2. Sistim

Lebih terperinci

Modul Praktikum Fisika Komputasi Dengan Matlab GUI IGA Widagda Fisika FMIPA UNUD 2014

Modul Praktikum Fisika Komputasi Dengan Matlab GUI IGA Widagda Fisika FMIPA UNUD 2014 Modul Praktikum Fisika Komputasi II Dengan Matlab GUI IGA Widagda Fisika FMIPA UNUD 014 Kata Pengantar Sebelumnya kami memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya maka

Lebih terperinci

Pengantar Metode Numerik

Pengantar Metode Numerik Pengantar Metode Numerik Metode numerik adalah teknik dimana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian matematika. Metode numerik menggunakan perhitungan

Lebih terperinci

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK Pendahuluan Di dalam proses penyelesaian masalah yang berhubungan dengan bidang sains, teknik, ekonomi dan bidang lainnya, sebuah gejala fisis pertama-tama harus digambarkan

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH (3 sks) MX 211: Metode Numerik

DIKTAT KULIAH (3 sks) MX 211: Metode Numerik DIKTAT KULIAH (3 sks) MX : Metode Numerik (Revisi Terakhir: Juni 009 ) Oleh: Didit Budi Nugroho, M.Si. Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI Perbandingan Beberapa Metode Numerik dalam Menghitung Nilai Pi Aditya Agung Putra (13510010)1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mengungkapkan perilaku dinamik suatu sistem fisik seperti mekanik, listrik, hidrolik dan lain sebagainya, umumnya sistem fisik dimaksud dimodelkan dengan sistem

Lebih terperinci

Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg

Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg Numerical Analysis of Double Integral of Trigonometric Function Using Romberg Method ABSTRAK Umumnya penyelesaian integral

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 2 (2014), hal 125 134. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH

Lebih terperinci

untuk i = 0, 1, 2,..., n

untuk i = 0, 1, 2,..., n RANGKUMAN KULIAH-2 ANALISIS NUMERIK INTERPOLASI POLINOMIAL DAN TURUNAN NUMERIK 1. Interpolasi linear a. Interpolasi Polinomial Lagrange Suatu fungsi f dapat di interpolasikan ke dalam bentuk interpolasi

Lebih terperinci

IKG4A2 Kapita Selekta Dosen: Aniq A. Rohmawati, M.Si Data Deret Waktu dan i.i.d

IKG4A2 Kapita Selekta Dosen: Aniq A. Rohmawati, M.Si Data Deret Waktu dan i.i.d IKG4A2 Kapita Selekta Dosen: Aniq A. Rohmawati, M.Si Data Deret Waktu dan i.i.d Data merupakan kumpulan informasi yang diharapkan dapat dinterpretasikan dengan baik dan akurat. Terdapat beberapa jenis

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS Nafanisya Mulia 1, Yudhi Purwananto 2, Rully Soelaiman 3

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK GERAK OSILASI SISTEM BANDUL PEGAS BERSUSUN ORDE KEDUA DALAM DUA DIMENSI

PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK GERAK OSILASI SISTEM BANDUL PEGAS BERSUSUN ORDE KEDUA DALAM DUA DIMENSI PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK GERAK OSILASI SISTEM BANDUL PEGAS BERSUSUN ORDE KEDUA DALAM DUA DIMENSI Frando Heremba, Nur Aji Wibowo, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 Tornados P. Silaban 1, Faiz Ahyaningsih 2 1) FMIPA, UNIMED, Medan, Indonesia email: tornados.p_silaban@yahoo.com 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN MATA AJAR METODE NUMERIK. oleh. Tim Dosen Mata Kuliah Metode Numerik

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN MATA AJAR METODE NUMERIK. oleh. Tim Dosen Mata Kuliah Metode Numerik BUKU RANCANGAN PENGAJARAN MATA AJAR METODE NUMERIK oleh Tim Dosen Mata Kuliah Metode Numerik Fakultas Teknik Universitas Indonesia Maret 2016 1 DAFTAR ISI hlm. PENGANTAR BAB 1 BAB 2 INFORMASI UMUM KOMPETENSI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI

LAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI LAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI PRAKTIKUM UJIAN AKHIR TAKE HOME RATRI BERLIANA 1112100114 Dosen : Sungkono, M.Si. JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aryati dkk.(2003) menyatakan bahwa persamaan diferensial adalah formulasi matematis dari masalah di berbagai bidang kehidupan. Persamaan diferensial sering

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 2 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINEAR

BAB 2 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINEAR BAB 2 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINEAR METODE GRAFIK DAN TABULASI A. Tujuan a. Memahami Metode Grafik dan Tabulasi b. Mampu Menentukan nilai akar persamaan dengan Metode Grafik dan Tabulasi c. Mampu membuat

Lebih terperinci

[ 1 1 PENDAHULUAN SCILAB. Modul Praktikum Metode Numerik. 1. Struktur Scilab

[ 1 1 PENDAHULUAN SCILAB. Modul Praktikum Metode Numerik. 1. Struktur Scilab PENDAHULUAN SCILAB 1. Struktur Scilab Program Scilab sudah memiliki text editor di dalamnya. Perintah/kode program Scilab dapat dituliskan di dalam window Scilab Execution (Scilex) ataupun di window Scipad

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent

Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent Tommy Gunardi / 13507109 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK Nurul Ain Farhana, Imran M Mahasiswa Program Studi S Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

METODA NUMERIK (3 SKS)

METODA NUMERIK (3 SKS) METODA NUMERIK (3 SKS) Dosen Dr. Julan HERNADI Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Masa Perkuliahan Semester Ganjil 2013/2014 Deskripsi dan Tujuan Perkuliahan Mata kuliah ini berisi

Lebih terperinci

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2.

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2. KOMPUTASI NUMERIS Teknik dan cara menyelesaikan masalah matematika dengan pengoperasian hitungan Mencakup sejumlah besar perhitungan aritmatika yang sangat banyak dan menjemukan Diperlukan komputer MOTIVASI

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN : 3 & 4

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN : 3 & 4 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN : 3 & 4 PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINIER METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar

Lebih terperinci

Modul Praktikum Simulasi Fisika, PRAKTIKUM 1 SIMULASI GERAK JATUH BEBAS

Modul Praktikum Simulasi Fisika, PRAKTIKUM 1 SIMULASI GERAK JATUH BEBAS PRAKTIKUM 1 SIMULASI GERAK JATUH BEBAS TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menyelesaikan simulasi gerak jatuh bebas denngan algoritma Euler dan Runge- Kutta. 2. Membandingkan hasil dari pendekatan numerik dengan hasil

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Komputasi untuk Sains dan Teknik -Menggunakan Matlab-

Komputasi untuk Sains dan Teknik -Menggunakan Matlab- Komputasi untuk Sains dan Teknik -Menggunakan Matlab- Supriyanto Suparno ( Website: http://supriyanto.fisika.ui.edu ) ( Email: supri@fisika.ui.ac.id atau supri92@gmail.com ) Edisi III Revisi terakhir tgl:

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

Penyelesaian Numerik Model Ayunan Terpaksa Menggunakan Metode Exponential Time Differencing (ETD) dan Karakteristik Dinamika

Penyelesaian Numerik Model Ayunan Terpaksa Menggunakan Metode Exponential Time Differencing (ETD) dan Karakteristik Dinamika Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 56 Penyelesaian Numerik Model Ayunan Terpaksa Menggunakan Metode Exponential Time Differencing (ETD) dan Karakteristik Dinamika Halim Hamadi 1, Fahrudin Nugroho

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

Komparasi Metode Interpolasi Natural Cubic Spline dengan Clamped Cubic Spline

Komparasi Metode Interpolasi Natural Cubic Spline dengan Clamped Cubic Spline Komparasi Metode Interpolasi Natural Cubic Spline dengan Clamped Cubic Spline Muhammad Indra N. S. - 23515019 Program Magister Informatika Institute Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 23515019@std.stei.itb.ac.id

Lebih terperinci

Komputasi untuk Sains dan Teknik -Dalam Matlab-

Komputasi untuk Sains dan Teknik -Dalam Matlab- Komputasi untuk Sains dan Teknik -Dalam Matlab- Supriyanto Suparno ( Website: http://supriyanto.fisika.ui.edu ) ( Email: supri@fisika.ui.ac.id atau supri92@gmail.com ) Edisi III Revisi terakhir tgl: 25

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2 BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal

Lebih terperinci

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB Konsep Dasar BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial. Norm Denisi.. (Norm vektor) Norm vektor adalah pemetaan dari suatu fungsi terhadap setiap x IR N yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui nilainya dan diketahui jumlah

Lebih terperinci

Oleh : Anna Nur Nazilah Chamim

Oleh : Anna Nur Nazilah Chamim Oleh : Anna Nur Nazilah Chamim 1. Silabus 2. Referensi 3. Kriteria Penilaian 4. Tata Tertib Perkuliahan 5. Pembentukan Kelompok 6. Materi 1 : pengantar Analisa Numerik Setelah mengikuti mata kuliah metode

Lebih terperinci

Komputasi untuk Sains dan Teknik

Komputasi untuk Sains dan Teknik Komputasi untuk Sains dan Teknik Supriyanto Suparno ( Website: http://supriyanto.fisika.ui.edu ) ( Email: supri@fisika.ui.ac.id atau supri92@gmail.com ) Edisi II Revisi terakhir tgl: 28 April 2008 Departemen

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik

Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik 28 Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik Pada bab berikut dibahas tentang simulasi suatu kasus yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyumbatan aliran (bottleneck) serta mencari solusi numerik

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

Regresi Linier. Metode Numerik POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

Regresi Linier. Metode Numerik POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA Regresi Linier Metode Numerik Zulhaydar Fairozal Akbar zfakbar@pens.ac.id 2017 TOPIK Pengenalan

Lebih terperinci

INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN POLINOMIAL LEGENDRE

INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN POLINOMIAL LEGENDRE Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 148 153 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik

Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik IF223 Aljabar Geometri Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika, STEI-ITB Rinaldi Munir - IF223 Aljabar Geometri Apa itu Metode Numerik? Numerik: berhubungan

Lebih terperinci

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis Teknik Geofisika FTTM - ITB Tujuan kuliah Memberikan landasan teori dan konsep pemodelan inversi geofisika (linier dan non- linier) serta penerapannya

Lebih terperinci