KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1 1

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari diskusi terbatas perkembangan ekonomi yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi. Publikasi triwulan III tahun 2017 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2017 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Desember 2017 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Ringkasan Eksekutif Ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,6 persen pada tahun 2017 dan 3,7 persen pada tahun 2018, seiring dengan membaiknya aktivitas ekonomi di semua kelompok negara. Amerika Serikat tumbuh 3,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 setelah tumbuh 3,1 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya, didukung oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi masyarakat dan perubahan inventori. Kawasan Eropa juga tumbuh meningkat menjadi sebesar 2,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 dari yang sebesar 2,3 persen pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III tahun 2017 mencapai 6,8 persen (YoY) seiring dengan usaha menurunkan risiko utang dan memperbaiki situasi pasar properti. Sementara itu, pertumbuhan Tiongkok tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya, namun lebih tinggi dari perkiraan. Jepang tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) didorong oleh pertumbuhan ekspor sebesar 6,4 persen (YoY). Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY), lebih tinggi baik dari triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh berangsur membaiknya perekonomian negara maju dan harga komoditas global. Dari sisi domestik, kinerja tersebut didukung oleh meningkatnya investasi dan membaiknya ekspor, meskipun konsumsi masyarakat masih melambat. Pada triwulan III tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi pulau Jawa. Kontribusi Pulau Jawa menurun sebesar 0,2 persen dari triwulan sebelumnya, namun relatif sama dengan triwulan III tahun Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD5,4 miliar, lebih rendah dari triwulan II tahun 2016 yang mencapai USD5,7 miliar namun meningkat dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD0,7 miliar. Kinerja ini didorong oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Nilai total ekspor Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2017 sebesar USD ,0 juta, mengalami kenaikan sebesar 15,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun Kinerja ekspor nonmigas juga mengalami kenaikan yaitu sebesar 13,8 persen, ditopang oleh sektor industri yang proporsinya mencapai 74,8 persen dari total nilai total ekspor Indonesia. Realisasi Penerimaan Negara dan Hibah hingga September 2017 mencapai Rp1.099,3 triliun, meningkat dari realisasi September 2016 yang sebesar Rp1.081,3 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara hingga September 2017 mencapai Rp1.375 triliun mengalami peningkatan 5,4 persen lebih tinggi dibandingkan i

4 realisasi pada periode yang sama di tahun 2016 yang sebesar Rp1.305,5 triliun. Defisit anggaran hingga September 2017 mencapai Rp275,7 triliun atau 2,0 persen PDB, lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit anggaran periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 1,8 persen PDB. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2017 sebesar Rp 64,9 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan III tahun Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan III tahun 2017 mengalami kenaikan atau tumbuh sebesar 12,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penjualan mobil pada triwulan III tahun 2017 mencapai unit, atau meningkat sebesar 7,8 persen dibandingkan dengan triwulan III tahun peningkatan penjualan mobil tersebut didorong oleh segmen Low Cost Green Car (LCGC), terutama jenis Multi Purpose Vehicle (MPV). Penjualan motor pada triwulan III tahun 2017 mencapai 1,6 juta unit atau meningkat sebesar 18,1 persen (YoY), setelah selama 12 triwulan mengalami pertumbuhan negatif seiring dengan kenaikan harga komoditas (CPO dan Batubara) serta munculnya varian baru di pasar. Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan penjualan pada bulan Juli dan Agustus Penjualan semen pada triwulan III tahun 2017 mencapai 18,4 juta ton, atau meningkat sebesar 21,9 persen (YoY). Pertumbuhan diperkirakan akan terus berlanjut sampai akhir tahun 2017 didorong oleh percepatan proyek-proyek pembangunan infrastruktur di pulau Jawa dan Sumatera, pembangunan program sejuta rumah, serta pembangunan fisik di daerah pedesaan. ii

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 1 Pertumbuhan Ekonomi... 2 Tingkat Pengangguran... 4 Inflasi Dunia dan Beberapa Negara Utama... 5 Suku Bunga Kebijakan... 6 Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD... 8 Perkembangan Harga Komoditas Di Pasar Internasional Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Cadangan Devisa Perkiraan Ekonomi Dunia Risiko Global PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perkembangan Ekonomi Daerah Indeks Tendensi Konsumen dan Indeks Tendensi Bisnis Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Bisnis Indeks Keyakinan Konsumen PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Perkembangan Penjualan Komoditas Industri Utama Manufacturing Purchasing Manager Index (PMI) Investasi Sektor Industri Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara PERKEMBANGAN KEUANGAN NEGARA Pendapatan Pemerintah Belanja Pemerintah Pembiayaan Pemerintah Posisi Utang Pemerintah iii

6 Surat Berharga Negara PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA Perdagangan Internasional Perkembangan Ekspor dan Impor Berdasarkan Produk dan Negara Perkembangan Impor Kerjasama Ekonomi Intenasional Perdagangan Domestik Perkembangan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Perkembangan Koefisien Variasi Antar Waktu Dan Wilayah PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN Transaksi Berjalan Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca Pendapatan Neraca Modal dan Finansial Cadangan Devisa PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Box 1. Isu Terkini: Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia (EODB 2018) Naik Menjadi peringkat PERKEMBANGAN MONETER DAN PASAR KEUANGAN Perkembangan Moneter Nilai Tukar Rupiah Inflasi Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Jumlah Uang Beredar Suku Bunga Kebijakan Respon Kebijakan Moneter Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Perkembangan Perbankan Perkembangan Pasar Modal Perkembangan Pasar Saham iv

7 Perkembangan Pasar Obligasi Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Syariah LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1) Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional v

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tingkat Inflasi Global Triwulan III Tahun 2017 (% YoY)... 5 Tabel 2. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara, Tahun 2017 (persen)... 7 Tabel 3. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih, Tahun Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia, Tahun Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral, Tahun 2017 (miliar USD) Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF, Tahun Tabel 7. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB, Tahun (YoY) Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 11. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun Tabel 12. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari Oktober Tabel 13. Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah, (Rp triliun) Tabel 14. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun (triliun rupiah) Tabel 15. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, Tahun (Rp triliun) Tabel 16. Posisi Utang Pemerintah Pusat, 2013-September 2017 (Rp triliun) Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2013-September 2017 (triliun Rupiah) Tabel 18. Perkembangan Ekspor sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 19. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 20. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 21. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 22. Perkembangan Impor sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 23. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut vi

9 Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun Tabel 24. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan III Tahun Tabel 25. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per September 2017) Tabel 26. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tahun Tabel 27. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania Tahun (juta USD) Tabel 28. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan Tahun (juta USD) Tabel 29. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara Tahun (juta USD) Tabel 30. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah Tahun (juta USD) Tabel 31. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur Tahun (juta USD) Tabel 32. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika Tahun (juta USD) Tabel 33. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa Tahun (juta USD) Tabel 34. Perkembangan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sampai dengan Triwulan III Tahun Tabel 35. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun Tabel 36. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun Tabel 37. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Tabel 38. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2017 (persen) Tabel 39. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2011-Triwulan III Tahun Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2011-Triwulan III Tahun 2017 Berdasar Sektor Tabel 41. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Tahun Triwulan III Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) Tabel 43. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Tahun Triwulan III 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 44. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun vii

10 Tabel 45. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun Tabel 46. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III Tahun Tabel 47. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen, Juli-September 2017 (dalam %) Tabel 48. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan, Juli-September Tabel 49. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun (Miliar Rp) Tabel 50. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Tabel 51. Nilai Tukar Mata Uang Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional viii

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2017 di Beberapa Negara (YoY)... 2 Gambar 2. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara Tahun Gambar 3. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Januari-September 2017 (% YtD)... 9 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 (persen) Gambar 5. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (persen) Gambar 6. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun Gambar 8. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas, (YoY, persen) Gambar 9. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas hingga Triwulan III Tahun 2017 (YoY, persen) Gambar 10. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas hingga Triwulan III Tahun Gambar 11. Ekspor Produk Industri Gambar 12. Tenaga Kerja Industri, Agustus 2010-Agustus Gambar 13. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2015 Triwulan III Tahun Gambar 14. Penjualan Motor Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Gambar 15. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III 2017 (Ton) Gambar 16. Purchasing Manager Index Indonesia Juli 2015-September Gambar 17. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun Gambar 18. Penanaman Modal Asing (PMA) Sektor Industri Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun Gambar 19. Pertumbuhan Jumlah Wisatawan Mancanegara, Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun 2017 (YoY, persen) Gambar 20. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan, September 2017 (Rp triliun) Gambar 21. Realisasi Komponen PNBP, September 2017 (Rp triliun) Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja Negara (Rp triliun) ix

12 Gambar 23. Perkembangan Beberapa Komponen Belanja Pemerintah Pusat (Rp triliun) Gambar 24. Perkembangan Realisasi Surplus/Defisit Anggaran, Tahun (Rp triliun) Gambar 25. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor, Tahun (% Total SBN) Gambar 26. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September Gambar 27. Nilai dan Volume Impor Hingga September Gambar 28. Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia, Januari - Juni (Tahunan) Gambar 29. Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia, Januari - Juni (Tahunan) Gambar 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 31. Neraca Perdagangan Barang Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun Gambar 32. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 33. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun Gambar 34. Neraca Pendapatan Investasi Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2017 (USD Miliar) Gambar 35. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 36. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 37. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, Triwulan II- Triwulan III Tahun 2017 (Rp per USD) Gambar 38. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5, Oktober 2011-Oktober 2017 (2010=100) Gambar 39. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, September 2011-September 2017 (2010=100) Gambar 40. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan, September 2015-September Gambar 41. Perkembangan Uang Beredar Triwulan III Tahun Gambar 42. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun x

13 Gambar 43. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun Gambar 44. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun Gambar 45. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdasarkan Sektor Ekonomi* Gambar 46. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham Tahun Gambar 47. Perkembangan Obligasi Korporasi Gambar 48. Perkembangan Total Aset Industri Asuransi Tahun Gambar 49. Perkembangan Jumlah Perusahaan Dana Pensiun Tahun Gambar 50. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun Tahun Gambar 51. Perkembangan DPK dan Pembiayaan Bank Syariah Tahun Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Tahun Gambar 53. Kinerja Perbankan Syariah Tahun Gambar 54. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII Tahun Gambar 55. Perkembangan Sukuk Korporasi (outstanding) (Triliun Rp) Gambar 56. Perkembangan Aset Industri Keuangan Nonbank Syariah Tahun Gambar 57. Inflasi YoY 82 Kabupaten/Kota Juli-September Gambar 58. Inflasi MtM 82 Kabupaten/Kota Juli-September xi

14 13

15 14

16 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan sebesar 3,6 persen pada tahun 2017 dan 3,7 persen pada tahun 2018 dengan pertumbuhan di semua kelompok negara diperkirakan meningkat. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan sebesar 3,6 persen pada tahun 2017 dan 3,7 persen pada tahun Aktivitas ekonomi diperkirakan akan membaik di semua kelompok negara. Pertumbuhan ekonomi di negara maju pada tahun 2017 diprediksi meningkat menjadi sebesar 2,2 persen, lebih tinggi dari prediksi sebelumnya 2,0 persen. Begitu pula negara berkembang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang pesat, seiring dengan perekonomian Tiongkok yang walaupun masih melambat namun tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Harga rata-rata minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD52,4 per barrel meningkat dari triwulan II tahun 2017, yang didukung oleh pasokan minyak dunia yang turun sebesar 0,41 juta barel per hari menjadi rata-rata 96,8 juta barel per hari pada bulan Agustus Selain itu stok minyak di Amerika Serikat selama bulan September 2017 mengalami penurunan. Harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan didorong permintaan yang meningkat, sedangkan harga gas alam menurun karena faktor musim dan produksi yang masih kuat. Harga gas alam Amerika Serikat mengalami penurunan pada triwulan III tahun Faktor musiman dan produksi dari Amerika Serikat yang masih kuat dan permintaan yang menurun terhadap gas alam memicu penurunan harga gas alam Amerika Serikat. Kenaikan cadangan gas alam dan faktor cuaca musim panas yang tidak sepanas biasanya di Amerika Serikat juga menjadi pendorong turunnya konsumsi gas alam. 1

17 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Amerika Serikat pada triwulan III tahun 2017 sebesar 3,0 persen (YoY) didukung oleh pengeluaran konsumsi masyarakat. Amerika Serikat tumbuh 3,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 setelah sebelumnya tumbuh 3,1 persen (YoY) pada triwulan II tahun Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan III tahun 2017 didukung oleh pengeluaran konsumsi masyarakat dengan kontribusi sebesar 1,6 persen. Selain itu, perubahan inventori juga meningkat, dengan share sebesar 0,7 persen. Ekspor juga meningkat 2,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 sedangkan impor melambat menjadi 0,8 persen (YoY). Defisit perdagangan semakin kecil, menjadikan perdagangan memberikan share 0,4 persen pada triwulan III tahun Namun demikian, bencana badai Harvey dan Irma berdampak pada penurunan pendapatan dan penjualan ritel. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat yang melambat menjadi 2,4 persen (YoY) dari triwulan II tahun 2017 sebesar 3,3 persen (YoY). Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2017 di Beberapa Negara (YoY) 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7 6,8 6,9 6,9 6,8 4,6 2,8 1,9 2,0 1,9 2,2 1,8 1,7 1,9 1,7 1,9 1,7 1,6 1,8 1,8 1,7 1,6 1,7 0,9 0,5 0,6 0,9 0,5 2,9 3,1 2,9 3,0 2,5 1,9 2,0 2,3 2,5 2,0 2,0 1,2 1,8 1,7 1,9 1,5 1,4 1,7 1,2 1,1 1,7 1,5 III IV I II III IV I II III Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura Inggris Sumber: BEA, ECB, NBC, SingStat, Statistics Japan (diolah) 2

18 Kawasan Eropa masih tumbuh dengan baik pada triwulan III tahun 2017 didukung pengeluaran konsumsi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,8 persen (YoY) lebih rendah dari triwulan II tahun 2017 namun masih lebih tinggi dari proyeksi. Perekonomian Jepang tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 didorong oleh pertumbuhan ekspor sebesar 6,4 persen (YoY). Kawasan Eropa masih tumbuh sebesar 2,5 persen pada triwulan III tahun 2017 dari triwulan II tahun 2017 sebesar 2,3 persen yang didukung pengeluaran konsumsi yang meningkat. Peningkatan pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Jerman yang tumbuh lebih tinggi sebesar 2,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 yang sebelumnya pada triwulan II tahun 2017 sebesar 2,3 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Jerman didukung oleh pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dari pertumbuhan impor. Selain itu, Romania tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 seiring dengan penurunan pajak dan peningkatan upah yang mendorong peningkatan konsumsi. Selain itu pertumbuhan di Perancis mulai mengalami perbaikan, tumbuh 2,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III tahun 2017 mencapai 6,8 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan II tahun 2017, tetapi masih lebih tinggi dari ekspektasi. Kondisi ini didukung oleh penguatan pertumbuhan ekspor dan impor. Pertumbuhan penjualan ritel meningkat sebesar 10,3 persen (YoY) pada bulan September Pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih berada pada tingkat moderat seiring dengan usaha menurunkan risiko utang dan memperbaiki situasi pasar properti. Perekonomian Jepang tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, didorong oleh pertumbuhan ekspor sebesar 6,4 persen (YoY). Konsumsi rumah tangga menurun menjadi 0,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017 disebabkan cuaca buruk seperti hujan dan badai yang menahan pengeluaran konsumsi. 3

19 Persen (%) Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran di beberapa negara seperti Kawasan Eropa, Brazil dan Inggris mengalami tren yang menurun. Tingkat pengangguran di Kawasan Eropa mengalami penurunan pada triwulan III tahun Tingkat pengangguran di Brazil masih terus menurun, mencapai 12,4 persen pada triwulan III tahun Tingkat pengangguran di Inggris mengalami penurunan menjadi 4,3 persen pada triwulan III tahun Peningkatan jumlah pekerja terutama pada sektor konstruksi, akomodasi dan makanan, serta transportasi dan pergudangan. Secara umum, tingkat pengangguran di beberapa negara mengalami penurunan seiring dengan perbaikan perekonomian negara-negara tersebut. Gambar 2. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara Tahun ,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 12,40 8,90 5,50 4,30 4,20 3,95 2,80 2,10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Brazil United Kingdom Euro Area Japan Australia Singapore United States China Sumber: Bloomberg (diolah) 4

20 Inflasi Dunia dan Beberapa Negara Utama Negara-negara maju masih menghadapi tekanan inflasi yang rendah secara persisten. Mayoritas laju inflasi di negara-negara maju cenderung masih rendah meskipun di beberapa negara mulai meningkat. Tingkat inflasi di Inggris mulai mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan upah dan penurunan pengangguran yang mendorong peningkatan konsumsi. Inflasi di Amerika Serikat juga mengalami peningkatan seiring dengan adanya peningkatan harga energi seperti harga minyak dan peningkatan harga rumah dan hotel. Walaupun demikian, tingkat inflasi di negara-negara maju masih di bawah target. Negara-negara maju masih menghadapi tekanan inflasi yang rendah secara persisten. Tabel 1. Tingkat Inflasi Global Triwulan III Tahun 2017 (% YoY) Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Indonesia 3,49 3,83 3,61 4,17 4,33 4,37 3,88 3,82 3,72 BRIC Brazil 5,35 4,76 4,57 4,08 3,60 3,00 2,71 2,46 2,54 Russia 5,00 4,60 4,30 4,10 4,10 4,40 3,90 3,30 3,00 India 1,86 2,62 2,61 3,85 2,26 0,90 1,88 3,24 2,60 Tiongkok 2,50 0,80 0,90 1,20 1,50 1,50 1,40 1,80 1,60 ASEAN Singapura 0,60 0,70 0,70 0,40 1,40 0,50 0,60 0,40 0,40 Malaysia 3,20 4,50 5,10 4,40 3,90 3,60 3,20 3,70 4,30 Thailand 1,55 1,44 0,76 0,38-0,04-0,05 0,17 0,32 0,86 Filipina 2,70 3,30 3,40 3,40 3,10 2,70 2,80 3,10 3,40 Vietnam 5,22 5,02 4,65 4,30 3,19 2,54 2,52 3,35 3,40 Negara Maju Kawasan Euro 1,80 2,00 1,50 1,90 1,40 1,30 1,30 1,50 1,50 Amerika Serikat 2,50 2,70 2,40 2,20 1,90 1,60 1,70 1,90 2,20 Inggris 1,80 2,30 2,30 2,70 2,90 2,60 2,60 2,90 3,00 Jepang 0,40 0,30 0,20 0,40 0,40 0,40 0,40 0,70 0,70 Sumber: Bloomberg, data 5

21 Laju inflasi mayoritas negara ASEAN meningkat pada triwulan III tahun India dan Tiongkok mengalami peningkatan inflasi bila dibandingkan dengan akhir periode triwulan II tahun Suku Bunga Kebijakan Mayoritas hampir di seluruh kelompok negara, bank sentral tidak mengubah kebijakan suku bunga selama triwulan III tahun Kawasan ASEAN mayoritas mengalami peningkatan inflasi bila dibandingkan dengan akhir triwulan II tahun 2017 seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Malaysia mengalami peningkatan inflasi tertinggi pada bulan September mencapai 4,3 persen (YoY) yang disebabkan oleh peningkatan biaya transportasi akibat peningkatan harga bahan bakar dan harga bahan makanan. Namun demikian, inflasi Indonesia menurun dari akhir periode triwulan II tahun Penurunan harga komoditas makanan berdampak pada penurunan inflasi inti dan menjadi pendorong penurunan inflasi di Indonesia. Inflasi India dan Tiongkok meningkat inflasi bila dibandingkan dengan akhir periode triwulan II tahun Inflasi India meningkat seiring dengan peningkatan harga bahan makanan, pakaian, bahan bakar, dan rumah, sebesar 2,6 persen (YoY) pada bulan September 2017, masih lebih rendah dari tingkat inflasi yang ditargetkan oleh bank sentral sebesar 3,5 persen. Sedangkan Tiongkok mengalami inflasi sebesar 1,6 persen pada bulan September 2017, lebih tinggi dari akhir periode triwulan II tahun Inflasi Tiongkok didorong oleh harga bukan makanan seperti kesehatan dan sewa rumah. Hampir di seluruh kelompok negara, bank sentral tidak mengubah kebijakan suku bunga selama triwulan III tahun The Fed belum mengubah tingkat suku bunga sepanjang triwulan III tahun 2017 dan masih mempertahankan tingkat bunga pada tingkat 1-1,25 persen. Tingkat inflasi yang belum memenuhi target 2 persen, menjadi ukuran dalam menahan tingkat suku bunga The Fed. Bank sentral Tiongkok juga mempertahankan suku bunga selama triwulan III tahun 2017 sebesar 4,35 persen 6

22 untuk menjaga kestabilan likuiditas dan mengelola risiko utang dan aliran modal keluar. Bank sentral Indonesia menurunkan tingkat suku bunga sebanyak dua kali sepanjang triwulan III tahun Bank Sentral Indonesia sepanjang triwulan III tahun 2017 menurunkan tingkat suku bunga dari 4,75 persen pada bulan Juli 2017 diturunkan menjadi 4,50 persen pada bulan Agustus 2017, kemudian diturunkan kembali pada bulan September 2017 menjadi 4,25 persen. Hal ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan kredit yang masih tumbuh dibawah target. Selain itu, tingkat inflasi yang masih cukup rendah dan terkendali serta risiko eksternal normalisasi balance sheet The Fed diprediksi tidak memberikan pengaruh besar kepada Indonesia. Tabel 2. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara, Tahun 2017 (persen) Juli Agust Sept BRIC Brazil 9,25 8,25 8,25 Russia 9,00 9,00 8,50 India 7,00 8,00 8,00 Tiongkok 4,35 4,35 4,35 ASEAN Indonesia 4,75 4,50 4,25 Thailand 1,50 1,50 1,50 Filipina 3,00 3,00 3,00 Malaysia 3,00 3,00 3,00 Vietnam 6,25 6,25 6,25 Negara Maju Kawasan Euro Amerika Serikat 1,00-1,25 1,00-1,25 1,00-1,25 Inggris 0,25 0,25 0,25 Jepang -0,1-0,1-0,1 Sumber: Bloomberg 7

23 Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD Nilai mata uang beberapa negara mengalami apresiasi terhadap mata uang dolar Amerika selama triwulan III tahun Mata uang Peso Filipina sebaliknya masih terdepresiasi terhadap mata uang dolar Amerika. Nilai mata uang beberapa negara mengalami apresiasi terhadap mata uang dolar Amerika selama triwulan III tahun Mata uang Euro terapresiasi pada triwulan III tahun 2017 seiring dengan menguatnya pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa dan membaiknya Indeks PMI. Selain itu, dolar juga melemah disebabkan oleh inflasi yang masih rendah dan ketidakpastian kebijakan. Poundsterling Inggris juga menguat seiring dengan menguatnya pertumbuhan penjualan ritel pada bulan Agustus Mata uang Peso Filipina sebaliknya masih terdepresiasi terhadap mata uang dolar Amerika. Masih tingginya defisit neraca pembayaran karena total impor yang jauh lebih besar daripada ekspor dan dibiayai oleh utang menjadi faktor utama pelemahan mata uang Peso. Mata uang Rupiah sedikit terdepresiasi pada bulan September 2017 yang merupakan salah satu dampak dari pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral dengan menurunkan suku bunga pada bulan September Hal tersebut memberikan tekanan terhadap mata uang Rupiah. 8

24 Gambar 3. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Januari- September 2017 (% YtD) 0,5 1,9 2,2 2,9 6,9 4,9 3,6 3,6 2,8 7,0 7,2 6,6 0,2 (0,1) (0,2) (3,1) (1,8) (2,5) 7,7 6,9 5,3 4,2 5,7 (1,1) 0,0 0,1 1,3 2,0 7,1 4,7 8,5 12,6 13,2 12,3 6,1 6,3 4,0 3,2 5,4 4,4 5,8 6,3 4,0 2,9 6,0 6,9 4,2 3,4 2,9 8,0 7,6 7,6 6,8 6,7 6,6 Peso Kolombia Peso Chili Sol Peru Taiwan Dollar Kyat Myanmar Peso Filipina Won Korea Selatan Rand Afrika Selatan Lira Turki Poundsterling Inggris Euro Yen Jepang Yuan China Rupee India Rubel Rusia Real Brazil Baht Thailand Dollar Singapura 4,8 5,0 Ringgit Malaysia 6,3 1,1 1,0 Rupiah Indonesia Juli 2017 Agustus 2017 September 2017 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan 9

25 Perkembangan Harga Komoditas Di Pasar Internasional Sebagian besar harga komoditas internasional mengalami kenaikan harga pada triwulan III tahun Sebagian besar permintaan terhadap komoditas logam dan mineral mengalami peningkatan. Harga komoditas pangan dan pertanian seperti kakao, minyak kelapa sawit, dan kedelai mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III tahun Berdasarkan data harga komoditas internasional Bank Dunia, pada triwulan III tahun 2017 sebagian besar harga komoditas internasional mengalami kenaikan. Peningkatan tertinggi secara berturutturut, yaitu Coal Australia sebesar 38,4 persen (YoY), Copper 32,8 persen (YoY), Zinc sebesar 31,5 persen (YoY), dan Iron ore sebesar 22,3 persen (YoY). Australia, sebagai salah satu produsen utama batubara, mengalami peningkatan permintaan ekspor pada bulan Agustus 2017 mencapai 13,44 ton. Permintaan terhadap tembaga terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan dari Tiongkok untuk pembangkit listrik serta kendaraan. Permintaan terhadap komoditas logam lain yaitu seng juga mengalami peningkatan. Kenaikan harga seng juga disebabkan oleh estimasi defisit pasokan di pasar global. Sementara itu, harga komoditas pangan dan pertanian seperti kakao, minyak kelapa sawit, dan kedelai mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016, masing-masing turun sebesar 33,6 persen (YoY), 3,9 persen (YoY), dan 4,4 persen (YoY). Melimpahnya pasokan kakao dari Pantai Gading memicu penurunan harga kakao di pasar internasional. Harga minyak kelapa sawit juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, karena jumlah pasokan minyak kelapa sawit yang terus meningkat dari Malaysia dan Indonesia. Tabel 3. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih, Tahun 2017 Komoditas Unit Jul Agust Sept Q Energi Coal, Australia ($/mt) 87,5 95,9 96,9 93,4 Crude Oil, West Texas ($/bbl) 46,7 48,0 49,8 48,2 10

26 Komoditas Unit Jul Agust Sept Q Pangan dan Pertanian Cocoa ($/kg) 2,0 2,0 2,0 2,0 Coffe, robusta ($/kg) 2,3 2,3 2,2 2,3 Palm Oil ($/mt) 663,0 674,0 724,0 687,0 Soybeans ($/mt) 408,0 390,0 397,0 398,3 Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 875,0 Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 1,8 1,8 1,9 1,8 Sugar, world ($/kg) 0,3 0,3 0,3 0,3 Wheat, US SRW ($/mt) 202,0 173,0 177,0 184,0 Maize ($/mt) 158,0 148,0 147,0 151,0 Logam & Mineral Copper ($/mt) 5985,0 6486,0 6577,0 6349,3 Iron ore ($/dmtu) 67,7 76,1 71,5 71,8 Nickel ($/mt) 9491, , , ,3 Tin ($/mt) 20223, , , ,7 Zinc ($/mt) 2787,0 2981,0 3117,0 2961,7 Perubahan Harga (% YoY) Unit Juli Agust Sept Energi Q3 2017/Q Coal, Australia (%) 8,1 9,6 1,0 38,4 Crude Oil, West Texas (%) 3,4 2,8 3,7 7,3 Pertanian Cocoa (%) -0,4 0,0 0,5-33,6 Coffe, robusta (%) 2,8-0,4-4,8 11,5 Palm Oil (%) -2,1 1,7 7,4-3,9 Soybeans (%) 7,4-4,4 1,8-4,4 Woodpulp (%) 0,0 0,0 0,0 0,0 Rubber*, Singapore/MYS (%) 1,8 5,1 1,1 13,5 Sugar, world (%) -47,5 0,0 0,0-28,4 Wheat, US SRW (%) 8,0-14,4 2,3 14,2 Maize (%) -12,2-6,3-0,7-1,6 Logam & Mineral Copper (%) 4,6 8,4 1,4 32,8 Iron ore (%) 17,8 12,4-6,0 22,3 Nickel (%) 6,3 14,7 3,0 2,6 Tin (%) 2,9 1,5 1,3 10,4 Zinc (%) 8,3 7,0 4,6 31,5 Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank 11

27 Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Harga rata-rata minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD52,4 per barel meningkat dari triwulan II tahun Pada triwulan III tahun 2017, harga minyak mentah Indonesia rata-rata mencapai USD51,6 per barel. Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD52,4 per barel meningkat dari triwulan II tahun Kondisi didorong oleh pasokan minyak dunia dari negaranegara OPEC, turun sebesar 0,41 juta barel per hari pada bulan Agustus tahun 2017 menjadi rata-rata 96,75 juta barel per hari. Sedangkan dari negaranegara non-opec turun sebesar 0,32 juta barel per hari menjadi rata-rata 57,68 juta barel per hari. Selain itu stok minyak di Amerika Serikat selama bulan September 2017 mengalami penurunan. Di kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah dunia didorong oleh peningkatan permintaan minyak mentah di Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Harga minyak mentah Indonesia juga mengalami peningkatan sepanjang triwulan III tahun 2017, rata-rata mencapai USD51,6 per barel, yang mengikuti pergerakan peningkatan harga minyak mentah dunia. Peningkatan harga minyak mentah Indonesia didorong oleh peningkatan permintaan minyak mentah di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang, Tiongkok, dan India. Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia, Tahun Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia Rata-rata Bulanan 2017 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Agust Sept Okt Minyak Mentah (USD/barel) Crude Oil (Rata-rata) 32,7 44,8 44,7 49,1 52,9 49,4 52,6 49,9 53,0 54,9 Crude Oil; Brent 34,4 46,0 45,8 50,1 54,1 50,2 54,7 51,4 55,2 57,6 Crude Oil; Dubai 30,6 42,9 43,4 47,9 52,9 49,7 53,3 50,4 53,9 55,6 Crude Oil; WTI 33,2 45,5 44,9 49,2 51,8 48,2 49,8 48,0 49,8 51,6 Indonesian Crude Price Oil 30,2 42,1 41,3 46,1 51,0 45,5 51,6 48,4 52,5 54,0 Gas (USD/mmbtu) Gas Alam (US) 2,0 2,1 2,9 3,0 3,0 3,1 2,9 2,9 3,0 2,9 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA 12

28 Harga gas alam Amerika Serikat mengalami penurunan didorong oleh faktor musim dan produksi yang meningkat. Cadangan Devisa Cadangan devisa mayoritas negara mengalami peningkatan. Cadangan devisa Indonesia memiliki pada akhir bulan September 2017 sebesar 129,4 miliar USD. Harga gas alam Amerika Serikat mengalami penurunan sepanjang triwulan III tahun Hal ini didorong oleh faktor musiman dan produksi dari Amerika Serikat yang masih kuat. Selain itu, permintaan yang menurun terhadap gas alam memicu penurunan harga dari komoditas gas alam. Kenaikan cadangan gas alam dan faktor cuaca yang tidak sepanas biasanya di Amerika Serikat menjadi pendorong turunnya konsumsi gas alam. Cadangan devisa mayoritas negara di mengalami peningkatan. Cadangan devisa India meningkat selama triwulan III tahun 2017 dengan pertumbuhan dibandingkan sebesar 7,4 persen (YoY). Hal ini disebabkan meningkatnya aliran portofolio dan investasi asing langsung di sektor manufaktur. Cadangan devisa Tiongkok sepanjang triwulan III tahun 2017 juga terus mengalami peningkatan seiring dengan apresiasi nilai mata uang Tiongkok terhadap dolar. Cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2017 tercatat sebesar 129,4 miliar USD, meningkat selama triwulan III tahun 2017 yang didorong oleh penerimaan valuta asing dari penerimaan pajak, hasil ekspor minyak dan gas, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan pelunasan tagihan valuta asing oleh Bank Indonesia. Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral, Tahun 2017 (miliar USD) Sept'16 Juli'17 Agust'17 Sept'17 % YoY BRIC Brazil 377,8 381,0 381,8 381,2 0,9 Rusia 397,7 418,4 423,9 424,7 6,8 India 372,0 392,8 394,5 399,6 7,4 Tiongkok 3166,4 3080,7 3091,5 3108,5-1,8 ASEAN-5 Indonesia 115,7 127,7 128,8 129,4 11,8 Malaysia 98,1 99,7 101,1 101,3 3,3 13

29 Sept'16 Juli'17 Agust'17 Sept'17 % YoY Singapura 253,4 269,7 273,1 275,4 8,7 Thailand 180,5 190,4 196,9 199,3 10,4 Filipina 86,1 81,1 81,7 80,1-7,0 Negara Maju Jepang 1260,1 1260,0 1268,0 1266,3 0,5 Kawasan Euro 811,4 784,2 796,7 796,6-1,8 Inggris 172,3 183,7 185,2 179,2 4,0 Amerika Serikat 121,2 121,0 121,8 123,3 1,7 Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets Perkiraan Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksi akan tumbuh 3,6 persen pada tahun 2017 dan 3,7 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksi akan tumbuh 3,6 persen pada tahun 2017 dan 3,7 persen pada tahun 2018 sesuai dengan prediksi IMF pada bulan Oktober Proyeksi ini dikoreksi naik dari proyeksi pada laporan bulan Juli Aktivitas ekonomi diperkirakan akan membaik di semua kelompok negara. Pertumbuhan ekonomi di negara maju diprediksi meningkat 2,2 persen, lebih tinggi dari prediksi sebelumnya 2,0 persen pada tahun Begitu pula negara berkembang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang walaupun masih melambat tetapi masih lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF, Tahun WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Juli Okt Juli Okt Dunia 3,2 3,5 3,6 3,6 3,7 Negara Maju 1,7 2,0 2,2 1,9 2,0 Amerika Serikat 1,6 2,1 2,2 2,1 2,3 Kawasan Eropa 1,8 1,9 2,1 1,7 1,9 Jerman 1,8 1,8 2,0 1,6 1,8 Inggris 1,8 1,7 1,7 1,5 1,5 Jepang 1,0 1,3 1,5 0,6 0,7 Negara Berkembang 4,3 4,6 4,6 4,8 4,9 Tiongkok 6,7 6,7 6,8 6,4 6,5 India 7,1 7,2 6,7 7,7 7,4 14

30 WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Juli Okt Juli Okt ASEAN-5 4,9 5,1 5,2 5,2 5,2 Amerika Latin dan Karibia -1,0 1,0 1,2 1,9 1,9 Brazil -3,6 0,3 0,7 1,3 1,5 Sub Sahara Afrika 1,3 2,7 2,6 3,5 3,4 Afrika Selatan 0,3 1,0 0,7 1,2 1,1 Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2017 Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2017 diprediksi sebesar 2,2 persen. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2017 diprediksi sebesar 2,2 persen. Lebih tinggi 0,2 persen dari prediksi sebelumnya pada bulan Juli Kondisi ini didukung oleh keberlanjutan pertumbuhan jangka pendek yang secara moderat diatas potensial output sebesar 1,8 persen merefleksikan perlambatan pertumbuhan total faktor produktivitas dan pertumbuhan jumlah angkatan kerja karena penuaan populasi. Kondisi keuangan yang mendukung serta keyakinan konsumen dan bisnis yang juga kuat menjadi faktor pendorong perubahan proyeksi untuk Pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa diperkirakan menguat sebesar 2,1 persen pada tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 1,9 persen. Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan meningkat 1,5 persen pada tahun 2017 dan 0,7 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa diperkirakan juga menguat sebesar 2,1 persen pada tahun 2017 dan lebih moderat pada tahun 2018 sebesar 1,9 persen. Penguatan ekonomi di Kawasan Eropa merefleksikan penguatan ekspor seiring dengan peningkatan perdagangan global. Pertumbuhan permintaan domestik juga menguat seiring dengan kondisi keuangan yang membaik dan kondisi risiko politik dan ketidakpastian kebijakan yang mereda. Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan meningkat 1,5 persen pada tahun 2017 dan 0,7 persen pada tahun Peningkatan pada tahun 2017 didorong oleh penguatan permintaan global. Sedangkan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Jepang diprediksi lebih moderat karena pertumbuhan konsumsi tumbuh lebih moderat dan impor yang diprediksi meningkat. 15

31 Ekonomi Tiongkok diperkirakan meningkat 6,8 persen tahun 2017 dan 6,5 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen pada tahun 2017 dan 1,9 persen pada tahun Proyeksi pertumbuhan ekonomi Kawasan Sub- Sahara dan Afrika meningkat 2,6 persen pada tahun 2017 dan 3,4 persen pada tahun Ekonomi Tiongkok diperkirakan meningkat 6,8 persen tahun 2017 dan 6,5 persen pada tahun Proyeksi ini direvisi naik dari proyeksi sebelumnya pada bulan Juli tahun Hal ini merefleksikan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh lebih tinggi dari ekspektasi pada semester pertama tahun 2017, yang didorong oleh pelonggaran kebijakan dan reformasi pada sisi penawaran yaitu penurunan kapasitas industri. Pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen pada tahun 2017 dan 1,9 persen pada tahun Kondisi ini didukung oleh pertumbuhan di Brazil yang diperkirakan meningkat 0,7 persen pada tahun 2017 dan 1,5 persen tahun Peningkatan produksi komoditas pangan dan peningkatan konsumsi mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Brazil. Pertumbuhan ekonomi Argentina juga diperkirakan meningkat 2,5 persen tahun 2017 seiring dengan peningkatan upah riil yang mendorong peningkatan konsumsi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Kawasan Sub- Sahara dan Afrika meningkat 2,6 persen pada tahun 2017 dan 3,4 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi Afrika Selatan diprediksi tetap melemah karena ketidakpastian politik mendorong penurunan keyakinan konsumen dan bisnis, walaupun harga ekspor komoditas dan produksi pertanian. 16

32 Tabel 7. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB, Tahun (YoY) Pertumbuhan PDB (%) ADO 2017 Update ADO 2017 Update Asia 5,8 5,7 5,9 5,7 5,8 Asia Timur 6,0 5,8 6,0 5,6 5,8 Tiongkok 6,7 6,5 6,7 6,2 6,4 Jepang 1,0 1,0 1,5 0,9 1,1 Asia Selatan 6,7 7,0 6,7 7,2 7,0 India 7,1 7,4 7,0 7,6 7,4 ASEAN 4,7 4,8 5,0 5,0 5,1 Indonesia 5,0 5,1 5,1 5,3 5,3 Filipina 6,9 6,4 6,5 6,6 6,7 Thailand 3,2 3,5 3,5 3,6 3,6 Malaysia 4,2 4,4 5,4 4,6 5,4 Sumber: Asia Development Outlook Suplement Juli 2017 Risiko Global Risiko global pada triwulan III tahun 2017 masih cenderung lebih negatif. Sedangkan risiko positif dalam jangka pendek adalah menguatnya keyakinan konsumen dan bisnis di beberapa negara. Risiko global pada triwulan III tahun 2017 masih cenderung negatif. Dalam jangka pendek, risiko negatif ketidakpastian kebijakan yang diambil pemerintah di beberapa negara seperti kebijakan pemerintah Amerika Serikat terkait fiskal, restriksi perdagangan baru, negosiasi Brexit, dan risiko geopolitik. Selain itu, risiko lainnya adalah kondisi stabilitas keuangan Tiongkok terkait dengan risiko utang, serta tingkat inflasi yang persisten rendah di negara-negara maju, tidak dapat memberikan ruang bagi bank sentral untuk menurunkan tingkat suku bunga mereka. Risiko positif dalam jangka pendek adalah dengan menguatnya keyakinan konsumen dan bisnis di beberapa negara seperti Kawasan Eropa dan Asia dimana pertumbuhan ekonomi diatas hasil proyeksi. Selain itu, deregulasi keuangan di Amerika Serikat dapat mendorong pertumbuhan kredit, pertumbuhan ekonomi Jerman yang lebih cepat yang dapat mendorong pertumbuhan Kawasan Eropa, dan perbaikan siklikal pada perdagangan dunia. 17

33 18

34 19

35 20

36 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) pada triwulan III tahun Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY), lebih tinggi baik dari triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut didukung oleh berangsur membaiknya perekonomian negara maju dan harga komoditas global. Dari sisi domestik, kinerja tersebut didukung oleh meningkatnya investasi dan membaiknya ekspor, meskipun konsumsi masyarakat masih melambat. Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014-Triwulan III Tahun 2017 (persen) 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 5,0 5,1 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi lapangan usaha, Industri Pengolahan tumbuh lebih tinggi pada triwulan III tahun 2017 dipengaruhi oleh meningkatnya beberapa kinerja industri utama. Dari sisi lapangan usaha, Industri Pengolahan yang merupakan sektor dengan proporsi terbesar terhadap PDB tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 4,5 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2017 yang besarnya 3,5 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja beberapa industri utama. (i) Industri Makan dan Minuman tumbuh sebesar 9,5 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 10,0 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang besarnya 7,0 21

37 persen (YoY), didorong oleh peningkatan produksi kelapa sawit. (ii) Industri Alat Angkutan tumbuh sebesar 5,6 persen, lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 3,3 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang besarnya 0,6 persen (YoY) yang didorong oleh meningkatnya ekspor dan impor. (iii) Industri Tekstil dan Pakaian Jadi tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY), meningkat cukup signifikan dari triwulan III tahun 2016 yang terkontraksi sebesar 0,2 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY), yang didorong oleh meningkatnya permintaan. Sementara itu Industri Batubara dan Pengilangan Migas tumbuh terkontraksi sebesar 0,5 persen (YoY), relatif menurun dari triwulan sebelumnya. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,0 persen (YoY) maupun triwulan sebelumnya yang tumbuh sebear 3,3 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi oleh melambatnya Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian menjadi sebesar 2,1 persen (YoY) dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 2,8 persen (YoY) dan 2,9 persen (YoY). Namun demikian, Perikanan tumbuh lebih tinggi pada triwulan III tahun 2017 yaitu sebesar 6,8 persen (YoY) dari triwulan III tahun 2016 yang sebesar 5,6 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,5 persen (YoY). Kinerja ini dipengaruhi oleh cuaca di tahun 2017 yang cenderung normal dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami kemarau basah. Selain itu, pada triwulan III tahun 2017 terdapat momen hari raya Idul Adha yang mendorong permintaan hewan kurban. 22

38 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih cepat pada triwulan III tahun Konstruksi tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya seiring dengan meningkatnya kinerja investasi. Informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi, yaitu tumbuh sebesar 9,4 persen (YoY). Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 maupun triwulan II tahun 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY) dan 3,9 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor serta Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya yang tumbuh lebih besar pada triwulan III tahun 2017, yaitu masing-masing sebesar 5,4 persen (YoY) dan sebesar 6,1 persen (YoY). Kinerja ini dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan produksi barang domestik dan peningkatan volume impor barang. Pada triwulan III tahun 2017, Konstruksi tumbuh lebih cepat yaitu sebesar 7,1 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) dan 7,0 persen (YoY). Kinerja tersebut meningkat seiring dengan meningkatnya realisasi investasi, yaitu pada Bangunan, Mesin dan Perlengkapan, Peralatan Lainnya dan Cultivated Biological Resources (CBR). Sektor Informasi dan Komunikasi tumbuh paling tinggi diantara lapangan usaha yang lain yaitu sebesar 9,4 persen (YoY). Kinerja ini meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 9,0 persen (YoY), namun melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 10,9 persen (YoY). 23

39 Pada triwulan III tahun 2017, Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY) sedangkan Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,4 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2017, Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY), lebih cepat dari triwulan III tahun 2016 yang sebesar 0,3 persen (YoY) walaupun melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,3 persen (YoY). Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY), relatif tidak berubah dari triwulan III tahun 2016 meskipun melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,5 persen (YoY). Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Uraian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,5 3,4 3,0 5,3 7,1 3,3 2,9 Pertambangan dan Penggalian 1,2 1,2 0,3 1,6-0,6 2,3 1,8 Industri Pengolahan 4,7 4,6 4,5 3,4 4,2 3,5 4,8 Pengadaan Listrik dan Gas 7,5 6,2 4,9 3,1 1,6-2,5 4,9 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,4 4,1 2,4 2,7 4,4 3,7 4,8 Konstruksi 6,8 5,1 5,0 4,2 6,0 7,0 7,1 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4,1 4,1 3,6 3,9 5,0 3,8 5,5 Transportasi dan Pergudangan 7,9 6,9 8,3 7,9 8,0 8,5 8,3 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,7 5,0 4,7 4,5 4,7 5,1 5,0 Informasi dan Komunikasi 7,6 9,3 9,0 9,6 9,1 10,9 9,3 Jasa Keuangan dan Asuransi 9,3 13,6 9,0 4,2 6,0 5,9 6,4 Real Estate 4,9 4,8 4,0 3,6 3,7 3,7 3,6 Jasa Perusahaan 8,1 7,6 7,0 6,8 6,8 8,1 9,2 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4,6 4,4 3,8 0,3 0,2 0,0 0,4 Jasa Pendidikan 5,3 5,1 1,9 3,1 4,1 0,9 3,7 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,5 5,1 4,5 4,1 7,1 6,4 7,4 Jasa lainnya 7,9 7,9 7,7 7,7 8,0 8,6 9,4 Produk Domestik Bruto 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 5,0 5,1 Sumber: Badan Pusat Statistik Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Makan Minum serta Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 7,4 persen (YoY) dan 6,4 persen (YoY). Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY), tumbuh lebih cepat dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,5 persen (YoY) dan 6,4 persen (YoY). Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 6,4 persen (YoY), melambat dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 9,0 persen (YoY). Namun demikian, 24

40 pertumbuhan tersebut meningkat dari triwulan II tahun 2017 yang tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY). Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Real estate; dan Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh lebih rendah, yang masing-masing sebesar 5,0 persen (YoY); 3,6 persen (YoY); dan 4,9 persen (YoY). Jasa Pendidikan dan Jasa Perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) dan 9,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi sumber utama pertumbuhan PDB tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,7 persen (YoY), namun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen (YoY). Real estate tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY), melambat dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang sebesar 4,0 persen (YoY) dan sebesar 3,7 persen (YoY). Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), relatif tidak berubah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya, namun meningkat cukup signifikan dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,5 persen (YoY). Jasa Pendidikan tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY) dan 0,9 persen (YoY). Sementara itu, Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 9,2 persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY) dan 8,1 persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial melambat dari triwulan III tahun 2016 dari sebesar 3,8 persen (YoY) menjadi sebesar 0,4 persen (YoY). Dari sisi pengeluaran, Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi, tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Kinerja tersebut relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan sedikit lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi oleh Makanan dan Minuman Selain Restoran yang merupakan komponen terbesar Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh 25

41 melambat pada triwulan III tahun Transportasi dan Komunikasi yang merupakan komponen terbesar kedua dalam Konsumsi Rumah Tangga melambat dari triwulan III tahun 2016 meskipun tumbuh lebih cepat dari triwulan sebelumnya. Selain itu, pada triwulan III tahun 2017 Pakaian, Alas Kaki dan Jasa Perawatannya juga tumbuh melambat. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat yang lebih sedikit akibat daya beli masyarakat menengah bawah yang masih rendah dan perilaku masyarakat menengah atas yang masih menahan konsumsi. Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Jenis Pengeluaran Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,0 5,1 5,0 5,0 4,9 4,9 4,9 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,4 6,7 6,6 6,7 8,0 8,5 6,0 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3,4 6,2-2,9-4,0 2,7-1,9 3,5 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 4,7 4,2 4,2 4,8 4,8 5,3 7,1 Ekspor Barang dan Jasa -3,3-2,2-5,6 4,2 8,7 3,6 17,3 Dikurangi Impor Barang dan Jasa -5,1-3,2-3,7 2,8 5,1 0,2 15,1 Produk Domestik Bruto 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 5,0 5,1 Sumber : Badan Pusat Statistik Pada triwulan II tahun 2017, PMTB tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY) atau tumbuh paling tinggi sejak triwulan II tahun Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY) atau tumbuh paling tinggi sejak triwulan II tahun Pertumbuhan ini didorong oleh investasi berupa Bangunan, Mesin dan Perlengkapan, Peralatan Lainnya dan Cultivated Biological Resources (CBR) yang tumbuh lebih cepat pada triwulan III tahun Bangunan tumbuh sebesar 6,3 persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang masing-masing sebesar 5,0 persen (YoY) dan 6,1 persen (YoY) seiring meningkatnya aktivitas di sektor Konstruksi. Mesin dan Perlengkapan tumbuh signifikan sebesar 15,18 persen (YoY) yang pada triwulan III tahun

42 terkontraksi sebesar -9,5 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2017 yang sebesar 2,2 persen (YoY). Peralatan Lainnya tumbuh sebesar 16,8 persen (YoY), meningkat dari triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,5 persen (YoY). Sementara itu, CBR tumbuh sebesar 10,3 persen (YoY), meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY) dan 2,1 persen (YoY). Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY), membaik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi. Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 17,3 persen (YoY), didorong oleh meningkatnya ekspor barang nonmigas secara signifikan. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 15,1 persen (YoY) seiring meningkatnya Ekspor Barang dan Jasa. Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY), membaik dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2016 yang terkontraksi sebesar 3,0 persen (YoY) dan 1,9 persen (YoY). Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya realisasi bantuan sosial terutama pada perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 17,3 persen (YoY), meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2016 yang terkontraksi sebesar 5,7 persen (YoY) dan triwulan II yang tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY). Kondisi ini terutama didorong oleh meningkatnya ekspor barang nonmigas secara signifikan seiring membaiknya perekonomian global dan harga komoditas. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 15,1 persen (YoY), meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2016 yang terkontraksi sebesar 3,7 persen (YoY) dan lebih tinggi dari triwulan II tahun 2017 yang tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY) seiring dengan meningkatnya ekspor. Impor Barang tumbuh sebesar16,3 persen, meningkat dari triwulan III tahun 2016 yang terkontraksi 3,7 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,2 persen. Impor Jasa tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY), 27

43 meningkat dari triwulan III tahun 2016 yang terkontraksi sebesar 3,7 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Konsumsi Lembaga Non- Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh melambat pada triwulan III tahun Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,6 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2017 yang sebesar 8,5 persen (YoY). Perkembangan Ekonomi Daerah Pada triwulan III tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi dan Jawa pada triwulan III tahun 2017, masing-masing adalah sebesar 6,7 persen (YoY) dan 5,5 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara serta Kalimatan pada triwulani III tahun 2017, masing-masing adalah 5,2 persen (YoY) dan 4,7 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Rata-rata pertumbuhan kedua pulau tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ke- 34 provinsi. Sementara itu, wilayah yang lain ratarata pertumbuhannya lebih rendah. Pada triwulan III tahun 2017, Sulawesi rata-rata tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY), relatif sama dengan triwulan III tahun 2016 dan sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa sebesar 5,5 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY) namun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY). Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY), relatif tidak berbeda dari triwulan III tahun 2016 dan meningkat cukup signifikan dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY). Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kalimatan adalah sebesar 4,7 persen (YoY), meningkat baik dari triwulan III tahun 2016 dan 28

44 triwulan II tahun 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 2,2 persen (YoY) dan 4,4 persen (YoY). Gambar 5. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (Persen) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumatera 4,2 4,5 4,0 4,5 4,1 4,1 4,4 Jawa 5,4 5,8 5,7 5,5 5,7 5,4 5,5 Bali dan Nusa Tenggara 6,7 6,8 5,2 4,9 2,5 3,1 5,2 Kalimantan 2,0 1,6 2,2 2,2 4,9 4,4 4,7 Sulawesi 7,8 8,5 6,7 6,8 6,8 6,5 6,7 Maluku dan Papua 2,0-1,0 13,6 14,7 4,0 4,5 4,0 34 Provinsi 4,9 5,2 5,3 5,3 5,2 5,0 5,2 Sumber : Badan Pusat Statistik Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera serta Maluku dan Papua masingmasing sebesar 4,4 persen (YoY) dan 4,0 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada triwulan III tahun 2017 adalah sebesar 4,4 persen (YoY), meningkat dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY) dan 4,1 persen (YoY). Maluku dan Papua rata-rata tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY), mengalami perlambatan yang cukup signifkan dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan II tahun 2017 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YoY) dan 4,5 persen (YoY). 29

45 Gambar 6. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Bali Nusra 3,0 3,0 3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1 3,0 3,1 3,2 Maluku dan Papua 2,3 2,4 2,3 2,4 2,3 2,3 2,5 2,7 2,3 2,3 2,5 Kalimantan 8,3 8,2 8,0 8,0 7,7 7,7 7,7 8,3 8,3 8,1 8,1 Sulawesi 5,7 5,9 6,0 6,0 5,9 6,1 6,1 6,1 5,9 6,1 6,2 Sumatera (RHS) 22,3 22,1 22,1 22,2 22,1 22,0 22,0 22,0 22,0 21,7 21,5 Jawa (RHS) 58,4 58,4 58,4 58,2 58,8 58,8 58,5 57,9 58,5 58,7 58, Sumber : Badan Pusat Statistik Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi oleh Pulau Jawa. Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi Pulau Jawa. Kontribusi Pulau Jawa menurun sebesar 0,2 persen dari triwulan sebelumnya, namun relatif sama dengan triwulan III tahun Kontribusi Sumatera sebesar 21,5 persen atau lebih rendah baik dari triwulan sebelumnya maupun dari triwulan III tahun 2016 yang masing-masing sebesar 21,7 persen dan 22,0 persen. Sementara itu, kontribusi Sulawesi serta Bali dan Nusa Tenggara meningkat dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi sebesar 6,2 persen dan 3,2 persen. Kontribusi Papua dan Maluku terhadap PDB sebesar 2,5 persen, meningkat 0,2 persen dari triwulan sebelumnya namun relatif sama dengan triwulan III tahun

46 Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat merupakan kontributor perekonomian terbesar di Jawa. Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan merupakan kontributor perekonomian terbesar di Sumatera. Kalimantan Timur yang merupakan kontributor terbesar perekonomian di Kalimantan tumbuh sebesar 4,2 persen pada triwulan III tahun Tiga provinsi penyumbang perekonomian terbesar di Jawa adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada triwulan III tahun 2017, ekonomi DKI Jakarta tumbuh sebesar 6,3 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif lebih cepat dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,1 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Kontribusi DKI Jakarta terhadap perekonomian nasional pada triwulan III tahun 2017 adalah sebesar 17,4 persen, tidak berubah dari triwulan sebelumnya, namun meningkat dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 17,1 persen. Kontribusi perekonomian terbesar di Sumatera berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional masing-masing sebesar 5,0 persen, 4,9 persen dan 2,8 persen. Pada triwulan III tahun 2017, Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,6 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing besarnya 5,0 persen (YoY) dan sebesar 5,2 persen (YoY). Adapun kontribusi Sumatera Selatan terhadap PDB sebesar 2,8 persen, relatif tidak berubah sejak triwulan III tahun Kalimantan Timur merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian di Kalimantan dengan kontribusi sebesar 4,2 persen terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan III tahun 2017, Kalimantan Timur tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) relatif tidak berubah dari triwulan sama tahun sebelumnya, namun melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Sementara itu, Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 6,6 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang 31

47 paling tinggi sejak triwulan I tahun Adapun kontribusi perekonomian Kalimantan Utara terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,6 persen, relatif tidak berubah dari triwulan-triwulan sebelumnya. Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,7 persen (YoY). Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen (YoY). Maluku Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan III tahun Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,7 persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing besarnya 7,9 persen (YoY) dan 6,6 persen (YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tengah terhadap perekonomian Sulawesi adalah yang terbesar kedua, yaitu sebesar 1,0 persen pada triwulan III tahun Pertumbuhan ini relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya namun relatif meningkat dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 0,9 persen. Adapun kontributor terbesar dalam perekonomian Sulawesi adalah Sulawesi Selatan, yaitu sebesar 3,1 persen terhadap perekonomian nasional. Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen pada triwulan III tahun 2017, terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT. Pertumbuhan tersebut relatif melambat dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya 6,6 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesarnya 5,9 persen (YoY). Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku Utara merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 7,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang besarnya 5,6 persen (YoY) dan triwulan sebelumnya yang besarnya 7,0 persen (YoY). Adapun kontribusi provinsi Maluku Utara terhadap perekonomian nasional adalah 32

48 sebesar 0,2 persen, relatif kecil dan tidak berubah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Indeks Tendensi Konsumen dan Indeks Tendensi Bisnis Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun 2017 adalah sebesar 109,4 basis poin. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun 2017 adalah sebesar 109,4 basis poin, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 115,9. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi masyarakat yang meningkat namun dengan tingkat optimisme yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 110,4, dan meningkatnya volume konsumsi rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 108,0. Daya beli konsumen yang dilihat dari indeks pengaruh inflasi terhadap pengeluaran rumah tangga yang besarnya 108,7 menunjukkan bahwa inflasi selama triwulan III tahun 2017 tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga. Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pendapatan rumah tangga 102,4 105,0 110,0 103,9 100,3 116,5 110,4 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 103,8 110,4 102,7 98,7 101,6 109,1 108,7 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan 102,8 111,9 111,0 103,8 107,8 123,2 108,9 rekreasi) Indeks Tendensi Konsumen 102,9 107,9 108,2 102,5 102,3 115,9 109,4 Sumber: Badan Pusat Statistik 33

49 Pada triwulan IV tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan sebesar 3,1 persen (YoY) menjadi 105,5 basis poin. Pada triwulan IV tahun 2017 ITK diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY) menjadi 105,5 basis poin, lebih tinggi dari triwulan III tahun 2017 yang besarnya 109,4 basis poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat diperkirakan akan membaik, namun dengan optimisme masyarakat yang menurun dibandingkan dengan triwulan III tahun Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan IV tahun 2017 didorong oleh meningkatnya perkiraan pendapatan rumah tangga yaitu dengan indeks sebesar 108,2, serta meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan dengan indeks sebesar 108,5. Indeks Tendensi Bisnis Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2017 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 112,4. Optimisme pelaku bisnis di Indonesia juga lebih tinggi dari triwulan sebelumnya dimana nilai ITB sebesar 111,6. Peningkatan terjadi pada seluruh lapangan usaha, kecuali Real Estate. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi terjadi pada lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dengan nilai ITB sebesar 134,3. Sementara itu, nilai ITB untuk lapangan usaha Real Estat adalah sebesar 98,0. Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4* ITB 103,4 105,5 106,0 105,2 99,5 110,2 107,9 106,7 103,4 111,6 112,4 109,7 Sumber: BPS, diolah 34

50 Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan No Tabel 11. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun 2017 Variabel pembentuk ITB Trw III Tahun 2017 Sektor dalam ITB ITB Trw II ITB Trw III Komponen Pembentuk ITB III Tahun 2017 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha Rata-Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 112,39 110,52 111,71 109,34-2 Pertambangan dan Penggalian 96,91 105,37 107,32 106,83 101,95 3 Industri Pengolahan 108,33 107,95 109,65 110,70 103,51 4 Pengadaan Listrik dan Gas 111,9 123,12 136,04 127,03 106,31 5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, 112,28 110,42 118,75 111,25 101,25 Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi 105,4 106,98 110,47 105,24 105,2 7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan 116,82 117,79 119,02 119,14 115,21 Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan 123,06 124,43 128,57 122,98 121,7 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 108,46 108,06 109,15 107,41 107,63 10 Informasi dan Komunikasi 116,4 112,96 115,56 121,67 101,67 11 Jasa Keuangan 130,32 134,25 148,62 140,61 113,54 12 Real Estat 102,51 98,00 94,00 101,00 99,00 13 Jasa Perusahaan 103,22 114,20 117,83 114,78 110,00 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan 130,39 129,93 132,65 138,78 118,37 Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 100,99 100,59 99,41 100,59 101,78 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108,07 107,38 109,92 106,87 105,34 17 Jasa Lainnya 102,53 108,79 108,59 112,27 105,52 Indeks Tendensi Bisnis 111,63 112,39 115,62 114,25 107,29 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 35

51 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Oktober 2017 sebesar 120,7 atau menurun dari bulan sebelumnya yang besarnya 123,8. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Oktober 2017 sebesar 120,7 atau menurun dari bulan sebelumnya yang besarnya 123,8. Kondisi ini dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang dan persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini menurun. Tabel 12. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari Oktober KETERANGAN Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 115,3 117,1 121,5 123,7 125,9 122,4 123,4 121,9 123,8 120,7 Kenaikan (YoY) (persen) 2,4 6,5 10,7 13,5 12,3 7,7 8,1 7,6 12,5 3,3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 104,2 105,2 108,7 112,1 115,0 113,7 113,2 110,6 110,3 107,6 Penghasilan saat ini 118,5 118,2 120,6 124,0 124,0 127,7 126,9 121,3 114,6 114,5 Ketersediaan lapangan kerja 88,8 90,5 95,1 98,8 104,9 96,6 98,3 99,8 104,0 98,2 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 105,4 106,9 110,3 113,4 116,0 117,5 114,4 110,7 112,2 110,2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 126,4 129,1 134,4 135,4 136,9 131,0 133,6 133,2 137,2 133,8 Ekspektasi Penghasilan 142,9 140,8 144,1 145,4 148,2 141,7 144,6 144,4 146,5 144,9 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 111,3 117,0 123,1 122,2 124,8 116,6 117,9 120,1 127,0 120,9 Ekspektasi Kegiatan Usaha 125,1 129,4 136,0 138,5 137,7 134,7 138,2 134,9 138,2 135,6 Sumber: Bank Indonesia Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) sebesar 107,6 atau terus menurun sejak bulan Juli Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) sebesar 107,6 atau terus menurun sejak bulan Juli Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan indeks penghasilan saat ini dan indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama, yang masing-masing menjadi sebesar 114,5 dan 110,2 pada bulan Oktober Indeks ketersediaan lapangan kerja berada pada level pesimis yang besarnya 98,2 pada bulan Oktober 2017 meskipun sempat meningkat pada bulan sebelumnya yaitu sebesar 104,0. Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Juli 2017 sebesar 133,8, kembali menurun setelah sempat meningkat pada bulan sebelumnya yang 36

52 Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Juli 2017 sebesar 133,8, kembali menurun setelah sempat meningkat pada bulan sebelumnya. sebesar 147,2. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh indeks ekspektasi penghasilan dan indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang besarnya 144,9 dan 120,9, meningkat dibandingkan bulan Juli 2017 meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya. Indeks ekspektasi kegiatan usaha juga mengalami penurunan dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 135,6. 37

53 38

54 39

55 40

56 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 8. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas, (YoY, persen) 4,70 1,69 7,46 6,98 6,38 3,82 6,17 6,03 5,58 5,45 5,61 5,05 4,98 4,88 5,02 5,03 4,71 4, (accq3) Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan PDB Manufaktur Non Migas Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Pada sembilan bulan 2017, PDB industri pengolahan nonmigas atas dasar harga berlaku mencapai Rp1.809 triliun atau tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2017, nilai tambah sektor industri pengolahan nonmigas adalah sebesar Rp621 triliun (harga berlaku), atau tumbuh sebesar 5,5 persen dari triwulan III tahun 2016 (YoY). Secara kumulatif, nilai tambah sektor industri pengolahan nonmigas hingga triwulan III tahun 2017 ini mencapai Rp1.809 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan mencapai 4,7 persen (YoY). Meskipun pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan III tahun 2017 kembali berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional (5,1 persen), kontribusi sektor industri pengohalan nonmigas pada PDB sedikit lebih rendah (17,8 persen) dibandingkan kontribusi pada triwulan III tahun 2016 (17,9 persen). Secara kumulatif sampai dengan triwulan III, kontribusi industri pengolahan pada PDB menurun dari 18,3 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 17,9 persen. 41

57 Gambar 9. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas hingga Triwulan III Tahun 2017 (YoY, persen) SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Mesin dan Perlengkapan Industri Logam Dasar Industri Barang Logam dll Industri Furnitur Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Alat Angkutan Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Pengolahan Tembakau Industri Kertas dll Industri Pengolahan Lainnya Industri Kayu dll Industri Barang Galian bukan Logam 4,31 4,25 3,81 3,71 3,19 3,10 2,95 2,72 1,77 0,37-1,03-1,14-1,93 4,71 6,83 8,24 Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Hingga triwulan III tahun 2017, pertumbuhan PDB tertinggi dicapai oleh subsektor makanan minuman, kimia dan farmasi, dan mesin dan perlengkapan masingmasing sebesar 8,2 persen, 6,8 persen, dan 4,3 persen. Perkembangan subsektor industri pengolahan nonmigas sampai triwulan III tahun 2017 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB tertinggi dicapai oleh subsektor makanan dan minuman; kimia farmasi; dan mesin dan perlengkapan yaitu masing-masing sebesar 8,2 persen, 6,8 persen, dan 4,3 persen. Pertumbuhan subsektor makanan dan minuman masih dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran masyarakat untuk makanan yaitu 44,6 persen untuk masyarakat perkotaan dan 55,8 persen untuk masyarakat perdesaan (Susenas, 2016). Subsektor industri makanan dan minuman juga masih menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan PDB sektor industri pengolahan nonmigas yaitu sebesar 57,1 persen. Sementara investasi dan ekspansi industri yang sudah terjadi sejak tahun 2016 menjadi pendorong pertumbuhan di subsektor kimia dan farmasi, serta subsektor 42

58 mesin dan perlengkapan pada tahun Di sisi lain, terdapat tiga subsektor yang mengalami kontraksi yaitu industri pengolahan lainnya (-1,0 persen), industri kayu (-1,1 persen), dan industri galian bukan logam (-1,9). Gambar 10. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas hingga Triwulan III Tahun ,0 5,0 4,0 3,0 0,66 0,43 0,33 0,18 0,43 2,0 1,0 2,69 0,0 Makanan & Minum Kimia Farmasi Barang Logam Alat Angkut Logam Dasar Lainnya MANUFAKTUR Non-MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Gambar 11. Ekspor Produk Industri ,8 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0 Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah 43

59 Nilai ekspor produk industri pengolahan pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD32,5 miliar. Nilai ekspor produk industri pengolahan pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD32,5 miliar, atau meningkat sebesar 23,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 (YoY). Membaiknya perekonomian Tiongkok, Amerika dan Eropa menggerakkan perdagangan dunia ke arah tren yang positif. Kinerja ekspor industri pengolahan pada triwulan III tahun 2017 juga lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja ekspor pada tiga triwulan sebelumnya. 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Gambar 12. Tenaga Kerja Industri, Agustus 2010-Agustus ,01 9,5 Aug-10 Aug-11 Aug-12 Aug-13 Aug-14 Aug-15 Aug-16 Aug-17 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0 Manufacturing Worker (million people, left side) Growth (%, y-o-y, right side) Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri pengolahan berjumlah 17,0 juta orang. Berdasarkan data Sakernas bulan Agustus 2017, sektor industri pengolahan menyerap 14,1 persen dari 121,0 juta orang tenaga kerja di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 9,5 persen sehingga mencapai 17,0 juta orang. Perkembangan Penjualan Komoditas Industri Utama Data penjualan mobil dan motor merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah. Sementara itu data penjualan semen merupakan indikator yang dapat menunjukkan kondisi pembangunan di Indonesia. 44

60 Gambar 13. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2015 Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y) 7, Sumber: GAIKINDO 2017, diolah Penjualan mobil di triwulan III tahun 2017 ini mencapai unit atau naik sebesar 7,8 persen dibandingkan dengan triwulan III tahun Penjualan mobil pada triwulan III tahun 2017 mencapai unit, atau meningkat sebesar 7,8 persen dibandingkan dengan triwulan III tahun Secara kumulatif, penjualan mobil sejak bulan Januari hingga September 2017 mencapai unit atau mengalami pertumbuhan 2,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun Berdasarkan tren penjualan yang terus meningkat, GAIKINDO optimis bahwa target penjualan tahun 2017 bisa mencapai target sebesar 1,1 juta unit. Sejalan dengan tren yang terjadi sejak tahun 2015, peningkatan penjualan mobil tersebut didorong oleh segmen Low Cost Green Car (LCGC), terutama jenis Multi Purpose Vehicle (MPV). 45

61 Gambar 14. Penjualan Motor Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q , Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: GAIKINDO dan ASTRA 2017, diolah Penjualan motor pada triwulan III tahun 2017 mencapai 1,6 juta unit atau meningkatkan sebesar 18,1 persen (YoY). Setelah 12 triwulan mengalami pertumbuhan negatif, penjualan motor mengalami pertumbuhan positif pada triwulan III tahun Penjualan motor di Indonesia tumbuh sebesar 18,1 persen sehingga mencapai 1,6 juta unit pada periode Juli hingga September Secara kumulatif, penjualan motor di Indonesia selama 9 bulan tahun 2017 mencapai 4,3 juta unit, atau masih tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun Pertumbuhan positif pada triwulan III tahun 2017 ini didorong oleh penjualan motor pada bulan Juli dan Agustus 2017 yang masing-masing mencapai 538 ribu dan 554 ribu unit, atau tumbuh 76,4 persen dan 5,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun Namun penjualan motor kembali menurun sebesar 1,7 persen pada bulan September Hal ini menunjukkan jika kenaikan harga komoditas (CPO dan Batubara) serta munculnya varian baru di pasar masih belum mampu menjaga tren positif pertumbuhan penjualan motor di Indonesia. 46

62 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0,0 Gambar 15. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III 2017 (Ton) 21,9 18,438 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2017, diolah Penjualan semen pada triwulan III tahun 2017 mencapai 18,4 juta ton. Penjualan semen pada triwulan III tahun 2017 mencapai 18,4 juta ton, atau meningkat sebesar 21,9 persen (YoY). Sementara secara kumulatif, penjualan semen di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2017 mencapai 47,4 juta ton. Capaian tersebut lebih tinggi 6,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Percepatan proyek-proyek pembangunan infrastruktur di pulau Jawa dan Sumatera, pembangunan program sejuta rumah, serta pembangunan fisik di daerah pedesaan menjadi pendorong pertumbuhan penjualan semen yang diperkiran akan terus berlanjut sampai akhir tahun

63 Manufacturing Purchasing Manager Index (PMI) Gambar 16. Purchasing Manager Index Indonesia Juli 2015-September ,0 52,0 51,0 50,0 49,0 48,0 47,0 46,0 Jul Sep Nov Jan Mar May Jul 2015 Sep Nov Jan Mar May Jul 2016 Sep Nov Jan Mar May Jul 2017 Sep Sumber: Bloomberg, diolah Nilai PMI yang berada di bawah 50 pada triwulan III tahun 2017 menunjukkan perusahaan industri pengolahan rata-rata masih menahan diri untuk melakukan ekspansi. Nilai PMI Indonesia pada bulan Juli, Agustus, dan September 2017 sebesar 48,6; 50,7; dan 50,4 dengan rata-rata sebesar 49,9 selama triwulan III tahun Meskipun perusahan industri pengolahan di Indonesia rata-rata belum melakukan peningkatan aktivitas atau ekspansi sejak triwulan II tahun 2017, namun tren dalam dua bulan terakhir menunjukkan tren positif menuju peningkatan. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Nikkei Market, tren kenaikan PMI tersebut didorong oleh permintaan baru dari pasar domestik dan internasional yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks ekspor pada bulan Agustus dan September

64 Investasi Sektor Industri Gambar 17. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun , Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q PMDN (Rp. miliar, sb. kiri) Pertumbuhan PMDN (%,sb. kanan, y-o-y) Sumber: BKPM 2017, diolah Nilai investasi dalam negeri untuk sektor industri pengolahan pada triwulan III tahun 2017 mencapai Rp20,8 triliun. Pada triwulan III tahun 2017, nilai PMDN sektor industri pengolahan mencapai Rp20,8 triliun atau menurun sebesar 15,5 persen dibandingkan triwulan III tahun Secara kumulatif, nilai PMDN industri pengolahan hingga September 2017 mencapai Rp73,4 triliun, dengan tren pelambatan yang berlanjut sejak awal tahun Subsektor yang mengalami pertumbuhan PMDN terbesar adalah subsektor tekstil; kayu dan barang kayu; serta logam, mesin dan elektronik dengan nilai masing-masing sebesar Rp1,9 triliun; Rp561,8 miliar; dan Rp3,3 triliun. 49

65 Gambar 18. Penanaman Modal Asing (PMA) Sektor Industri Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun ,40-10,70 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q PMA (juta USD,sb. kiri) Pertumbuhan PMA (%, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BKPM 2017, diolah Nilai investasi asing di sektor industri pengolahan pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD3,3 miliar. Memasuki triwulan III tahun 2017, nilai PMA untuk sektor industri pengolahan mencapai USD3,3 miliar, turun menjadi -10,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun Secara kumulatif, nilai PMA industri pengolahan lebih rendah 20,3 persen dibandingkan dengan PMA pada periode yang sama tahun Subsektor yang mengalami pertumbuhan investasi asing terbesar pada triwulan III tahun 2017 adalah subsektor kayu; mineral non logam; dan barang dari kulit dengan nilai masingmasing mencapai USD272,1 juta; USD212,0 juta; dan USD71,8 juta. Melihat tren PMDN dan PMA di sektor industri pengolahan yang cenderung mengalami penurunan pada tahun 2017, sementara peringkat Ease of Doing Business Indonesia mengalami peningkatkan, menunjukkan kebutuhan akan kebijakan khusus yang menyentuh level perusahaan untuk mendukung keputusan investasi di sektor industri. 50

66 Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara Gambar 19. Pertumbuhan Jumlah Wisatawan Mancanegara, Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun 2017 (YoY, persen) ,3 30, ,2 8,4 16,9 16,8 13,1 13,4 20 8, ,9 5, Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Jumlah Wisman (orang, sb.kiri) Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Pertumbuhan (%, y-o-y, sb. kanan) Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada triwulan III tahun 2017 mencapai 3,9 juta orang, atau meningkat 30,2 persen dibandingkan triwulan III tahun Pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia sejak triwulan III tahun 2016 mencapai 3,9 juta orang, atau meningkat 30,2 persen dibandingkan triwulan III tahun Secara kumulatif jumlah wisman yang datang sejak Januari hingga September 2017 mencapai 10,4 juta atau meningkat 25,1 persen. Peningkatan jumlah wisman tersebut sejalan dengan besarnya anggaran Kementerian Pariwisata untuk melakukan kegiatan promosi melalui Travel Fair dan misi penjualan di luar negeri. Peningkatan jumlah wisman ini diharapkan dapat mendorong peningkatan devisa, dan mengubah tren penurunan pengeluaran wisman sebagaimana ditunjukkan oleh data Passenger Exit Survey (PES) tahun Pengembangan destinasi pariwisata melalui diversifikasi atraksi dan integrasi layanan wisata antar destinasi dapat menjadi strategi untuk meningkatkan pengeluaran wisman dan devisa. 51

67 52

68 53

69 54

70 PERKEMBANGAN KEUANGAN NEGARA Pendapatan Pemerintah Realisasi Penerimaan negara dan Hibah hingga September 2017 mengalami peningkatan dibandingkan September Realisasi Penerimaan Negara dan Hibah hingga September 2017 mencapai Rp1.099,3 triliun, meningkat dari realisasi September 2016 yang sebesar Rp1.081,3 triliun. Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh PNBP yang meningkat dari Rp183,8 triliun pada bulan yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp217,9 triliun pada September Penerimaan perpajakan hingga September 2017 mengalami penurunan, akibat tidak adanya periode amnesti pajak. Sementara itu, penerimaan perpajakan hingga September 2017 mencapai Rp878,9 triliun, menurun dari realisasi September 2016 sebesar Rp896,3 triliun. Penurunan tersebut terutama dipengaruhi adanya uang tebusan selama periode amnesti pajak, yang mencapai Rp90,1 triliun pada September Jika tidak memasukan tambahan uang tebusan dari amnesti pajak, maka sebenarnya penerimaan perpajakan bulan September 2017 meningkat Rp45 triliun dari September 2016 (Tabel 13). Tabel 13. Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah, (Rp triliun) Keterangan Sep-16 Nominal Nominal Sep-17 Selisih thd Sep-16 Perpajakan 1.077, , , ,0 896,3 878,9-17,4 Perpajakan Tanpa TA 1.178,0 806,2 851,2 45,0 PNBP 354,8 398,6 255,6 262,0 183,8 217,9 34,1 Hibah 6,8 5,0 12,0 9,0 1,2 2,5 1,3 TOTAL 1.438, , , , , ,3 18,0 Sumber: Kementerian Keuangan Pajak penghasilan mengalami penurunan terbesar dibandingkan komponen perpajakan lainnya. Jika dilihat berdasarkan komponen, penurunan penerimaan perpajakan terjadi pada komponen pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan dan pajak lainnya. Penurunan terbesar terjadi pada pajak penghasilan yaitu menurun dari Rp 501,2 triliun di September 2016 menjadi Rp456,6 triliun di September Hal ini terutama disebabkan 55

71 adanya penerimaan uang tebusan selama periode amnesti pajak (September 2016), di mana penerimaan tersebut terekam dalam pajak penghasilan. Sementara komponen yang mengalami peningkatan adalah pajak pertambahan nilai, pajak cukai dan pajak perdagangan internasional (Gambar 20). Gambar 20. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan, September 2017 (Rp triliun) 501,2 456,6 Sep-16 Sep ,3 270,1 15,6 1,9 78,6 81,0 5,5 4,8 25,1 27,2 Pajak Penghasilan Pajak Pajak Bumi dan Pertambahan Bangunan Nilai Cukai Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional Sumber: Kementerian Keuangan Pajak penghasilan mengalami penurunan terbesar dibandingkan komponen perpajakan lainnya. Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terus menunjukkan peningkatan. Realisasi PNBP September 2017 mencapai Rp217,9 triliun, meningkat 19,7 persen dari September Peningkatan tersebut terutama didorong oleh penerimaan migas yang mencapai Rp61,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi September 2016, yakni Rp23,3 triliun (Gambar 21). Tingginya realisasi migas dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas migas dan lifting. Secara umum, proporsi penerimaan migas mencapai 28 persen dari keseluruhan PNBP. 56

72 Gambar 21. Realisasi Komponen PNBP, September 2017 (Rp triliun) 84,3 61,1 64,2 23,3 20,1 12,1 38,9 32,8 33,7 29,4 SDA Migas SDA Non Migas Laba BUMN Lainnya BLU Sep-16 Sep-17 Sumber: Kementerian Keuangan Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan sekitar 5 persen. Realisasi belanja negara hingga September 2017 mencapai Rp1.375 triliun mengalami peningkatan 5,4 persen lebih tinggi dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun 2016 yaitu sebesar Rp1.305,5 triliun. Peningkatan belanja negara didorong oleh peningkatan belanja pemerintah pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat meningkat menjadi Rp808,4 triliun pada September di tahun 2017 meningkat 5,3 persen dari periode yang sama ditahun 2016 yaitu Rp767,7 triliun. Sementara itu, realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa hingga September 2017 mencapai Rp566,6, meningkat 5,1 persen dari September 2016 yaitu Rp537,8 triliun. Secara umum, kedua komponen belanja negara tersebut mengalami pertumbuhan dengan tingkat yang hampir sama (Gambar 22). 57

73 Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja Negara (Rp triliun) 767,7 808,4 537,8 566,6 Sep-16 Belanja Pemerintah Pusat Sep-17 Transfer ke Daerah dan Dana Desa Sumber: Kementerian Keuangan Efektifitas belanja pemerintah pusat tercermin dari pengurangan belanja subsidi dan peningkatan belanja modal. Pada sisi Belanja Pemerintah Pusat, upaya pemerintah dalam meningkatkan efektifitas belanja dengan mengurangi belanja kurang produktif dan meningkatkan belanja produktif, dapat tercermin dari realisasi belanja subsidi yang lebih rendah dan peningkatan belanja modal (Gambar 23). Hingga September 2017 realisasi belanja subsidi mencapai Rp92,4 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi September 2016 yaitu Rp104,1 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal mengalami peningkatan menjadi Rp90,6 triliun pada September 2017, dari Rp82,6 triliun pada September ,9 Gambar 23. Perkembangan Beberapa Komponen Belanja Pemerintah Pusat (Rp triliun) 237,0 159,1 166,6 146,6 172,8 82,6 90,6 104,1 92,4 Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Sep-16 Sep-17 Subsidi Sumber: Kementerian Keuangan 58

74 Realisasi DAU meningkat secara nominal, namun menurun secara proporsi terhadap target APBNP. Sementara itu, realisasi DAK sedikit mengalami penurunan, walaupun secara proporsi terhadap target APBNP mengalami peningkatan. Pada sisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, realisasi mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut secara umum terjadi pada semua komponen baik Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Dana Insentif Daerah maupun Dana Desa. Dana Perimbangan hingga September 2017 mencapai Rp504,5 triliun atau 74,3 persen dari target APBNP (Tabel 14). Dari realisasi tersebut, Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen terbesar dengan realisasi sebesar Rp332,3 triliun, meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu Rp 311,3 triliun. Namun jika dilihat dari proporsinya dari target APBNP, realisasi DAU mengalami penurunan sebesar 2,8 persen. Sementara itu, realisasi DAK sampai dengan September 2017 mengalami penurunan dari Rp105,9 triliun pada September 2016 menjadi Rp104,7 triliun pada September Walaupun demikian, jika dilihat dari proporsinya, realisasi DAK terhadap target APBNP mengalami peningkatan dari 49,6 persen dari target APBNP pada September 2016 menjadi 56,7 persen pada September Tabel 14. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun (triliun rupiah) Keterangan September %APBNP September %APBNP Dana Perimbangan 430,4 477,1 485,8 639,8 482,7 71,5 504,5 74,3 Dana Bagi Hasil 88,5 103,9 78,1 90,5 65,5 61,9 67,5 70,8 Dana Alokasi Umum 311,1 341,2 352,9 385,4 311,3 86,2 332,3 83,4 Dana Alokasi Khusus 30,8 31,9 54,9 163,9 105,9 49,6 104,7 56,7 Dana Otonomi Khusus 13,6 16,6 17,7 18,8 13,3 79,2 14,9 73,6 Dana Otonomi Khusus 13,4 16,1 17,1 18,3 12,9 78,1 14,3 73,4 Dana Keistimewaan DIY 0,1 0,4 0,5 0,5 0,4 116,9 0,6 80,0 Lainnya 68,0 78,7 97,2 Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,7 5,0 5,0 150,0 7,5 100,0 Dana Desa 20,8 46,7 36,8 84,4 39,6 66,1 TOTAL 513,3 573,7 623,1 710,3 537,8 73,0 566,6 73,9 Sumber: Kementerian Keuangan 59

75 Pembiayaan Pemerintah Perkiraan defisit APBNP 2017 diperkirakan mencapai 2,9 persen. Sementara itu, realisasi defisit hingga September 2017 mengalami peningkatan dibandingkan September Defisit anggaran yang ditetapkan pada APBNP 2017 diperkirakan mencapai Rp397,2 triliun atau 2,9 persen PDB (Gambar 24). Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi 2016 yang mencapai 2,5 persen PDB. Sementara hingga September 2017, realisasi defisit anggaran mencapai Rp275,7 triliun atau 2,0 persen PDB, lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit anggaran periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 1,8 persen PDB. Gambar 24. Perkembangan Realisasi Surplus/Defisit Anggaran, Tahun (Rp triliun) * (211,7) (226,9) (298,5) (308,3) (2,33) (2,15) (2,59) (2,49) Surplus/Defisit Anggaran % PDB (397,2) (2,92) *APBNP Sumber: Kementerian Keuangan Realisasi pembiayaan mengalami penurunan, dengan masih didominasi pembiayaan dari utang. Dengan realisasi defisit tersebut, maka realisasi pembiayaan hingga September 2017 mencapai Rp359,7 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi pembiayaan pada periode yang sama tahun 2016 yang sebesar Rp391,9 triliun. Pembiayaan utang masih menjadi sumber utama pembiayaan dengan proporsi lebih dari 99,4 persen dari total realisasi pembiayaan September 2017 (Tabel 15). Tabel 15. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, Tahun (Rp triliun) Jenis Pembiayaan Real September APBNP September Pembiayaan Utang 223,2 255,7 380,9 403,0 377,3 461,3 357,4 Pembiayaan Investasi (16,9) (8,9) (59,7) (89,1) (7,2) (59,7) (0,4) Pemberian Pinjaman 0,3 2,5 1,5 1,7 21,6 (3,7) 2,4 Kewajiban Penjaminan (0,7) (1,0) (0,7) 0,0 (1,0) 0,0 Pembiayaan Lainnya 31,5 0,5 0,3 19,6 0,2 0,3 0,3 TOTAL 237,4 248,9 323,1 334,5 391,9 397,2 359,7 Sumber: Kementerian Keuangan 60

76 Posisi Utang Pemerintah Realisasi rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB hingga September 2017 mengalami peningkatan. Hingga September 2017, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.866,5 triliun, atau sekitar 28,6 persen PDB. Dari total utang pemerintah tersebut, SBN mendominasi dengan proporsi yaitu 80,9 persen dari total utang pemerintah pusat (Tabel 16). Tabel 16. Posisi Utang Pemerintah Pusat, 2013-September 2017 (Rp triliun) Sep-17 Pinjaman 621,0 616,7 714,4 677,6 755,1 734,9 738,0 SBN 1.188, , , , , , ,5 Utang Pemerintah Pusat 1.809, , , , , , ,5 % PDB (RHS) 23,1 23,0 24,9 24,7 27,4 28,3 28,6 Sumber: Kementerian Keuangan Surat Berharga Negara Hingga Agustus 2017, kepemilikan asing pada SBN masih mendominasi. Sementara kepemilikan asing pada tenor kurang dari satu tahun, mengalami peningkatan. Kepemilikan asing pada SBN masih cukup dominan. Hingga akhir September 2017, kepemilikan asing pada SBN mencapai Rp819,4 triliun atau 40 persen dari total SBN rupiah yang diperdagangkan (Tabel 17). Berdasarkan tenornya, proporsi kepemilikan asing pada tenor kurang dari satu tahun hingga September 2017 mencapai 6,1 persen, meningkat dibandingkan tahun 2016 (3,5 persen). Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah, terutama terkait potensi pembalikan modal asing (Gambar 25). Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2013-September 2017 (triliun Rupiah) September 2017 % Kepemilikan Bank 335,4 375,6 350,1 399,5 581,7 28,4 Institusi Negara 44,4 41,6 148,9 134,3 31,3 1,5 Nonbank 615,4 792,8 962, , ,0 70,1 Reksadana 42,5 45,8 61,6 85,7 96,4 4,7 Asuransi 129,6 150,6 171,6 238,2 258,0 12,6 Asing 323,8 461,4 558,5 665,8 819,4 40,0 Dana Pensiun 39,5 43,3 49,8 87,3 87,3 4,3 Individu 32,5 30,4 42,5 57,8 55,5 2,7

77 September 2017 % Kepemilikan Lain lain 47,6 61,3 78,8 104,8 117,5 5,7 Total 995, , , , ,9 100,0 Sumber : Kementerian Keuangan Gambar 25. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor, Tahun (% Total SBN) 44,5 42,8 44,7 36,0 36,0 32,0 33,6 39,0 37,4 35,2 17,8 12,9 17,3 15,2 11,8 5,4 3,7 5,3 5,2 4,7 1,3 5,4 6,1 3,2 3, Sep-17 < > 10 Sumber : Kementerian Keuangan 62

78 63

79 64

80 Sep-16 Okt-16 Nop-16 Des-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agust-17 Sept-17 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA Perdagangan Internasional Perkembangan Ekspor dan Impor Berdasarkan Produk dan Negara Gambar 26. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2017 Volume Nilai Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Nilai total ekspor Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2017 sebesar USD ,0 juta dengan pertumbuhan positif sebesar 17,4 persen. Nilai total ekspor Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2017 sebesar USD ,0 juta, mengalami kenaikan sebesar 15,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun Sepanjang triwulan III tahun 2017 nilai ekspor pada bulan Juli 2017 merupakan yang terendah yakni sebesar USD13.611,2 juta. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mengalami kenaikan sebesar 13,8 persen sampai dengan triwulan III tahun Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor sampai dengan triwulan III tahun 2017 ditopang oleh sektor industri sebesar USD92.236,0 juta dengan proporsi 74,8 persen dari total nilai total ekspor Indonesia. 65

81 Tabel 18. Perkembangan Ekspor sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 Komoditas Juli-17 Agustus-17 Sept-17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , ,0 Migas 1.165, , , , ,6 Minyak Mentah 293,7 409,9 521, , ,0 Hasil Minyak 131,6 86,9 196,7 615, ,4 Gas 739,7 780,1 721, , ,2 Nonmigas , , , , ,4 Pertanian 320,2 381,1 314, , ,0 Industri , , , , ,0 Pertambangan dan Lainnya 1.880, , , , ,4 Pertumbuhan Ekspor** 41,1 19,5 15,6-8,8 17,4 (%) Migas 16,7 12,1 35,6-32,7 18,3 Minyak Mentah -27,9-16,1 21,8-20,4-6,4 Hasil Minyak 154,9 7,9 149,1-58,8 103,1 Gas 37,1 37,0 30,1-35,6 27,7 Nonmigas 43,9 20,2 13,8-5,4 17,3 Pertanian 76,5-3,5-9,0-17,6 18,4 Industri 42,0 21,8 11,8-2,6 14,5 Pertambangan 50,2 16,8 29,5-17,8 34,8 Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Migas 8,6 8,4 9,9 9,2 9,3 Minyak Mentah 2,2 2,7 3,6 3,8 3,1 Hasil Minyak 1,0 0,6 1,4 0,6 1,0 Gas 5,4 5,1 5,0 4,8 5,2 Nonmigas 91,4 91,6 90,1 90,8 90,7 Pertanian 2,4 2,5 2,2 2,2 2,2 Industri 75,3 76,0 72,9 76,6 74,8 Pertambangan 13,8 13,1 15,0 11,9 13,7 Sumber Pertumbuhan 41,1 19,5 15,6-8,8 17,4 (%) Migas 1,4 1,0 3,5-3,0 1,7 Minyak Mentah -0,6-0,4 0,8-0,8-0,2 Hasil Minyak 1,5 0,0 2,0-0,3 1,0 Gas 2,0 1,9 1,5-1,7 1,4 Nonmigas 40,1 18,5 12,4-4,9 15,7 Pertanian 1,8-0,1-0,2-0,4 0,4 Industri 31,6 16,5 8,6-2,0 10,9 Pertambangan 6,9 2,2 4,4-2,1 4,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY) 66

82 Komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Perhiasan/permata (HS-71) yaitu 19,5 persen (YoY), yang diikuti oleh Bijih, kerak, dan abu logam (HS- 26) yaitu sebesar 12,2 persen. Sampai dengan triwulan III tahun 2017 komoditas Lemak dan minyak hewan/nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar yang mencapai USD17.100,0 juta dan juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan proporsi terbesar yaitu 15,3 persen terhadap total ekspor. Komoditas ekspor nonmigas yang memiliki kinerja positif sampai dengan triwulan III tahun 2017 adalah Bahan bakar mineral (HS-27), Timah (HS-80), dan Bubur kayu/pulp (HS-47) yang secara berturutturut tumbuh sebesar 49,7 persen; 49,1 persen dan 42,2 persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Perhiasan/ permata (HS-71) yaitu 19,5 persen (YoY), yang diikuti oleh Bijih, kerak, dan abu logam (HS-26) yaitu sebesar 12,2 persen. Tabel 19. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi YoY (%) HS Komoditas Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan- Sept 16 Jan-Sept 17* 15 Lemak & minyak , , ,0-14,0 41,4 12,7 15,3 hewan/nabati 27 Bahan bakar mineral , , ,6-19,1 49,7 10,6 13,5 85 Mesin/peralatan listrik 6.435, , ,7-6,3 4,9 6,3 5,7 71 Perhiasan/permata 4.619, , ,8 15,8-19,5 5,6 3,9 62 Pakaian jadi bukan rajutan 3.001, , ,0-1,6 5,3 3,1 2,8 38 Berbagai produk kimia 2.036, , ,8 13,4 23,3 2,4 2,5 61 Barang-barang rajutan 2.502, , ,1-1,9 14,2 2,6 2,5 26 Bijih, kerak, dan abu logam 2.736, , ,5-7,9-12,2 2,6 2,0 47 Bubur kayu/pulp 1.315, , ,3-11,7 42,2 1,2 1,5 80 Timah 952,2 765, ,6-19,6 49,1 0,8 1,0 Total 10 Golongan Barang , , ,4-8,8 23,8 48,0 50,6 Total Lainnya , , ,0-1,9 11,2 52,0 49,4 Total Ekspor Nonmigas , , ,4-5,3 17,3 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2017 sebesar ,8 juta kg. Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2017 adalah sebesar ,8 juta kg dan mengalami kenaikan sebesar 8,8 persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar sampai dengan pada triwulan III tahun

83 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume ,0 juta kg dan menyumbang proporsi 77,6 persen terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume ,5 juta kg dan menyumbang proporsi 6,3 persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, komoditas Bijih, Kerak, dan Abu logam (HS-26) sampai dengan triwulan III tahun 2017 mengalami pertumbuhan terbesar 30,7 persen (YoY). Sementara itu, Kayu, Barang dari Kayu (HS-44) merupakan barang ekspor nonmigas dengan peningkatan volume ekspor terkecil jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan peningkatan sebesar 0,1 persen (YoY). Tabel 20. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 HS Komoditas Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan Proporsi (%) Jan- Jan- Jan- Jan- Jan- Jan- Jan- Sept 15 Sept 16 Sept Sept 16 Sept Sept 16 Sept 27 Bahan bakar mineral , -2,3 6,1 79,6 77,6 15 Lemak & minyak , , ,5-16,3 27,7 5,4 6,3 25 hewan/nabati Garam, Belerang, Kapur 8.668, , ,5-10,3 29,5 2,3 2,7 26 Bijih, Kerak, dan Abu 3.877, , ,3 18,8 30,7 1,4 1,6 44 logam Kayu, Barang dari Kayu 4.505, , ,6-7,8 0,1 1,2 1,1 23 Ampas/Sisa Industri 3.606, , ,8-10,9 16,5 1,0 1,0 48 Makanan Kertas/Karton 3.241, , ,8-6,2 12,3 0,9 0,9 47 Bubur kayu/pulp 2.591, , ,1 1,0 26,3 0,8 0,9 40 Karet dan Barang dari 2.511, , ,4-3,1 22,4 0,7 0,8 38 Karet Berbagai produk kimia 2.465, , ,3 9,9 5,5 0,8 0,8 Total 10 Golongan Barang , -3,3 8,7 94,0 93,9 Total Lainnya ,, ,, ,35 6,8 11,0 6,0 6,1 Total Ekspor Nonmigas , -2,7 8,8 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara,8,3 8 Ekspor nonmigas ke lima negara tujuan utama sampai dengan triwulan III tahun 2017 naik 22,1 persen (YoY). Sampai dengan triwulan III tahun 2017 Tiongkok merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai sebesar USD14.571,8 juta. Sementara itu negara tujuan ekspor kedua Indonesia adalah Amerika Serikat dengan nilai 68

84 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) sebesar USD12.823,3 juta. Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama sampai dengan triwulan III tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 22,1 persen (YoY). Tiongkok juga merupakan negara tujuan ekspor nonmigas dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 50,0 persen. Tabel 21. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Negara Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan- Sept 17* Jan- Sept 16 Jan- Sept 17* Jan- Sept 16 Jan- Sept 17* Tiongkok 9.913, , ,8-2,0 50,0 10,2 13,0 Amerika Serikat , , ,3-0,2 10,6 12,1 11,5 Jepang 9.899, , ,8-3,8 11,3 10,0 9,5 India 8.844, , ,9-21,3 46,9 7,3 9,1 Singapura 6.602, , ,1 8,9-6,8 7,5 6,0 Total 5 Negara , , ,9-4,0 22,1 47,1 49,1 Total Lainnya , , ,5-6,4 13,0 52,9 50,9 Total Ekspor Nonmigas , , ,4-5,3 17,3 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Perkembangan Impor Gambar 27. Nilai dan Volume Impor Hingga September Volume Nilai Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 69

85 Sampai akhir triwulan III tahun 2017 nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD ,0 juta atau meningkat sebesar 14,0 persen (YoY). Peningkatan nilai impor tersebut disumbang oleh peningkatan impor migas sebesar 26,0 persen dan impor nonmigas sebesar 12,0 persen. Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang baku merupakan komoditas dengan nilai impor terbesar sampai akhir triwulan III tahun 2017, yaitu sebesar USD84.762,5 juta, diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar USD17.527,5 dan USD10.196,0 juta. Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku memberikan sumbangan terbesar terhadap impor nonmigas Indonesia sebesar 75,4 persen diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi sebesar 15,6 persen dan 9,1 persen. Impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 11,8 persen, begitu juga impor barang modal dan bahan baku mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 9,5 persen dan 15,2 persen (YoY). Tabel 22. Perkembangan Impor sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 Komoditas Jul-17 Agust-17 Sept-17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Nilai Impor (USD Juta) , , , , ,0 Barang Konsumsi 1.093, , , , ,0 Bahan Baku , , , , ,5 Barang Modal 2.362, , , , ,5 Migas 1.778, , , , ,0 Minyak Mentah 586,9 724,8 541, , ,4 Hasil Minyak 1.004, , , , ,4 Gas 187,8 185,9 271, , ,2 Nonmigas , , , , ,0 Pertumbuhan Impor** (%) 54,0 9,1 13,1 38,5 14,0 Barang Konsumsi 48,4 1,1 12,3 66,1 11,8 Bahan Baku 52,9 10,5 13,2 36,6 15,2 Barang Modal 62,1 7,4 13,4 34,4 9,5 Migas 18,1 12,0 9,5 3,5 26,0 Minyak Mentah -3,3 11,1-13,7 18,6-3,2 Hasil Minyak 28,0 8,7 12,1-6,6 40,1 70

86 Komoditas Jul-17 Agust-17 Sept-17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Gas 62,5 41,9 95,9 18,6 62,8 Nonmigas 61,2 8,6 13,8 46,6 12,0 Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Barang Konsumsi 7,9 8,8 8,8 9,2 9,1 Bahan Baku 75,1 74,8 75,1 74,5 75,4 Barang Modal 17,0 16,4 16,1 16,2 15,6 Migas 12,8 14,9 15,1 14,0 15,4 Minyak Mentah 4,2 5,4 4,2 5,2 4,4 Hasil Minyak 7,2 8,1 8,8 7,6 9,3 Gas 1,4 1,4 2,1 1,2 1,7 Nonmigas 87,2 85,1 84,9 86,0 84,6 Sumber Pertumbuhan (%) 54,0 9,1 13,1 38,5 14,0 Barang Konsumsi 3,8 0,1 1,1 6,1 1,1 Bahan Baku 39,7 7,8 9,9 27,3 11,5 Barang Modal 10,6 1,2 2,2 5,6 1,5 Migas 2,3 1,8 1,4 0,5 4,0 Minyak Mentah -0,1 0,6-0,6 1,0-0,1 Hasil Minyak 2,0 0,7 1,1-0,5 3,7 Gas 0,8 0,6 2,0 0,2 1,1 Nonmigas 53,4 7,3 11,7 40,1 10,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan impor nonmigas sampai akhir triwulan III tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 12,0 persen (YoY). Pertumbuhan impor nonmigas sampai dengan triwulan III tahun 2017 (YoY) mengalami peningkatan sebesar 12,0 persen disebabkan oleh adanya peningkatan impor diberbagai komoditas diantaranya peningkatan impor Kendaraan Bermotor dan Bagiannya (HS-87) sebesar 22,6 persen dengan proporsi 5,2 persen dari nilai total impor nonmigas; Bahan Kimia Organik (HS-29) sebesar 20,5 persen dengan proporsi 4,6 persen; serta peningkatan Kakao/Coklat (HS-18) sebesar 98,8 persen dengan proporsi 0,5 persen. 71

87 Tabel 23. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2017 Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan YoY Proporsi (%) HS Komoditas Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan- Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* 84 Mesin dan Peralatan , ,5-7,0 0,1 18,0 16,1 87 Kendaraan Bermotor dan 4.002, ,8 3,1 22,6 4,7 5,2 Bagiannya 29 Bahan Kimia Organik 3.610, ,1-16,0 20,5 4,3 4,6 10 Serealia 2.560, ,0 9,1-17,5 3,0 2,2 23 Sisa Industri Makanan 1.854, ,2-9,8 8,7 2,2 2,1 17 Gula dan Kembang Gula 1.580, ,9 45,3 9,4 1,9 1,8 40 Karet dan Barang dari Karet 1.240, ,3-1,3 20,1 1,5 1,6 8 Buah-buahan 592,1 814,8 11,0 37,6 0,7 0,9 88 Kapal Terbang dan 567,8 592,2-14,7 4,3 0,7 0,6 18 Kakao / Coklat 242,5 482,2 32,3 98,8 0,3 0,5 Total 10 Golongan , ,0-3,7 7,1 37,2 35,6 Barang Lainnya , ,0 1,5 14,9 62,8 64,4 Total Impor Nonmigas , ,0-0,5 12,0 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) Nilai impor nonmigas dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia sampai akhir triwulan III tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 10,8 persen (YoY). negara utama asal impor sampai akhir triwulan III tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 10,8 persen (YoY). Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok, dimana sampai dengan akhir triwulan III tahun 2017 nilai impor nonmigas dari Tiongkok sebesar USD24.805,4juta, mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 12,9 persen. Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negara-negara di kawasan ASEAN sampai akhir triwulan III tahun 2017 sebesar USD19.613,8 juta dan menyumbangkan proporsi sebesar 20,6 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia. Tabel 24. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan III Tahun 2017 Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY Proporsi (%) Negara Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Tiongkok , , ,4 2,2 12,9 25,9 26,1 Jepang , , ,0-7,0 14,9 11,2 11,5 Thailand 6.102, , ,9 8,8 3,8 7,8 7,2 Amerika Serikat 5.578, , ,8-4,8 6,5 6,3 5,9 72

88 Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY Proporsi (%) Negara Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Jan-Sept 16 Jan-Sept 17* Singapura 6.642, , ,4-19,3 8,2 6,3 6,1 Total 5 Negara , , ,5-2,5 10,8 57,4 56,8 Total ASEAN , , ,8-5,0 6,0 21,8 20,6 Total Uni Eropa 8.509, , ,4-8,4 15,1 9,2 9,4 Total Lainnya , , ,5-6,2 13,7 42,6 43,2 Total Ekspor , , ,0-4,1 12,0 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Kerjasama Ekonomi Intenasional Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 25. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per September 2017) No PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations suspended 2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched (the 10 th round of negotiations) 3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement Negotiations launched 4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement 5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement 6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement 7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) 8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement 9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched (the 8 th round of negotiations) Negotiations launched (the 12 th round of negotiations) Negotiations launched (the 3 rd round of negotiations) Negotiations launched (the 19 th round of negotiations) Negotiations launched (the 7 th round of negotiations) Negotiations launched (the 4 th round of negotiations) 10 Indonesia-Turki FTA Negotiations launched 11 Indonesia-Peru FTA Proposed (under consultation and study) 12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference Signed but not yet In Effect 13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 73

89 No PERJANJIAN EKONOMI STATUS 15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect (under the review process) 20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect 21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 26. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tahun Periode SKA Preferensi (%) SKA Nonpreferensi (%) SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%) ,2 11,7 59, ,9 12, 60, ,9 13,7 69, ,17 12,0 68, ,22 12,6 71,8 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 71,8 persen terhadap total ekspor Indonesia pada Januari Juni Sepanjang Januari-Juni tahun 2017, penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 71,8 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi 59,2 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas Generalized System of Preferences Certificate of Origin paling banyak dimanfaatkan sepanjang Januari Juni tahun 2017 dengan tingkat utilisasi 15,8 persen. Pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi 11,2 persen (Gambar 29). 74

90 Gambar 28. Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia, Januari - Juni (Tahunan) 20% Form A 18% Form D 16% Form E 14% 12% Form AI 10% Form IJEPA 8% 6% 4% 2% 0% Form AK Form AANZ Form IP Form COA Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah) Gambar 29. Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia, Januari - Juni (Tahunan) 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Form B 12% 11% 11% Form ICO 01% 01% 01% Form ANEXO III 00% 00% 00% Form TP 00% 00% 00% Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah) 75

91 Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-negara Mitra FTA Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan 12 negara mitra FTA dan defisit neraca perdagangan dengan 9 negara mitra FTA. Pada periode Januari-September 2017, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Mesir, Myanmar, Pakistan, Turki dan Vietnam. Sementara itu pada periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia, Iran, Laos, Malaysia, Nigeria, Selandia Baru, Singapura, Thailand, dan Tiongkok. Tabel 27. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania Tahun (juta USD) AUSTRALIA Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 ekspor 3.702, ,0-4, , ,5-26,8 migas 707,7 538,3-12,1 429,7 404,6-5,8 nonmigas 2.994, ,7-3, , ,9-31,0 impor 4.815, ,9-9, , ,9 23,2 migas 143,4 731,7-24,4 480,7 739,5 53,8 nonmigas 4.672, ,1-4, , ,4 18,6 neraca perdagangan , ,9-0, , ,4-131,8 migas 564,3-193,5 22,6-51,0-334,9-556,7 nonmigas , ,4-2, , ,5-112,4 SELANDIA BARU ekspor 436,3 366,5-3,7 251,5 307,6 22,3 migas 39,2 9,0-32,2 8,9 15,8 77,9 nonmigas 397,0 357,6-2,7 242,6 291,8 20,3 impor 637,0 660,9-4,3 486,9 539,8 10,9 migas 8,6 0,0-31,1 0,0 0,0-100,0 nonmigas 628,4 660,9-1,6 486,9 539,8 10,9 neraca perdagangan -200,8-294,4-3,3-235,4-232,2 1,4 migas 30,6 9,0 29,6 8,9 15,8 78,0 nonmigas -231,3-303,3-3,4-244,3-248,0-1,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 76

92 Tabel 28. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan Tahun (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Jan-Sep Uraian Jan-Sep /2016 BANGLADESH ekspor 1.340, ,7 4,8 918, ,4 24,1 migas 0,2 0,7-16,6 0,7 16, ,3 nonmigas 1.340, ,0 4,9 918, ,4 22,5 impor 59,5 68,4 2,7 51,6 54,9 6,5 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 59,5 68,4 4,8 51,6 54,9 6,5 neraca perdagangan 1.281, ,3 5, , ,5-37,4 migas 0,2 0,7 0,0 866,5 16,0-98,2 nonmigas 1.281, ,6 4,9 866, ,4 23,4 INDIA ekspor , ,8-5, , ,6 45,1 migas 129,0 169,6 53,0 164,0 112,7-31,3 nonmigas , ,2-5, , ,9 46,9 impor 2.741, ,8-11, , ,0 43,6 migas 75,7 29,4-42,4 19,0 244, ,9 nonmigas 2.665, ,3-9, , ,7 32,8 neraca perdagangan 8.989, ,0-2, , ,6 45,7 migas 53,3 140,1 0,0 145,0-131,7-190,8 nonmigas 8.936, ,9-3, , ,2 52,6 PAKISTAN Ekspor 1.989, ,2 11, , ,5 27,7 Migas 0,0 0,0-71,1 0,0 0,0 0,0 nonmigas 1.989, ,2 11, , ,5 27,7 impor 174,5 157,3-10,2 99,4 140,5 41,4 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 174,5 157,3-10,2 99,4 140,5 41,4 neraca perdagangan 1.815, ,0 15, , ,1 26,7 migas 0,0 0,0-71,1 0,0 0,0 0,0 nonmigas 1.815, ,0 15, , ,1 26,7 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 77

93 Tabel 29. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara Tahun (juta USD) Uraian BRUNEI DARUSSALAM Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 ekspor 91,2 88,7-1,3 68,7 49,5-27,9 migas 0,0 0,1 106,8 0,0 0,0 0,0 nonmigas 91,2 88,6-1,3 68,7 49,5-27,9 impor 131,4 87,7-37,6 60,6 41,1-32,2 migas 104,7 79,7-39,7 53,5 27,9-47,9 nonmigas 26,7 8,0 2,1 7,2 13,3 85,0 neraca perdagangan -40,2 0,9 0,0 8,1 8,4 3,7 migas -104,7-79,7-39,7-53,5-27,9 47,9 nonmigas 64,5 80,6-2,2 61,5 36,2-41,1 FILIPINA ekspor 3.921, ,9 7, , ,4 24,7 migas 4,7 14,0-18,6 13,9 27,4 97,0 nonmigas 3.917, ,9 7, , ,0 24,5 impor 683,1 821,8-0,8 614,1 626,3 2,0 migas 3,1 1,6-26,8 1,6 0,0-100,0 nonmigas 680,0 820,2-0,6 612,5 626,3 2,3 neraca perdagangan 3.238, ,1 9, , ,1 29,1 migas 1,6 12,4 0,0 12,3 27,4 123,1 nonmigas 3.237, ,7 9, , ,8 28,7 KAMBOJA ekspor 429,7 425,4 11,3 311,6 363,6 16,7 migas 0,0 0,0-94,5 0,0 2,4 n/a nonmigas 429,7 425,4 11,4 311,6 361,2 15,9 impor 21,1 25,3 18,9 19,3 20,9 8,3 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 21,1 25,3 18,9 19,3 20,9 8,3 neraca perdagangan 408,6 400,1 10,9 292,3 342,7 17,3 migas 0,0 0,0-94,5 0,0 2,4 n/a nonmigas 408,6 400,1 11,0 292,3 340,2 16,4 LAOS ekspor 7,7 5,9-22,2 4,5 2,4-46,5 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 7,7 5,9-22,2 4,5 2,4-46,5 78

94 Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 impor 0,8 4,2-16,1 3,1 5,9 94,4 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 0,8 4,2-16,1 3,1 5,9 94,4 neraca perdagangan 6,9 1,7 0,0 1,5-3,5 341,9 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 6,9 1,7 0,0 1,5-3,5 341,9 MALAYSIA ekspor 7.630, ,0-11, , ,4 20,8 migas 1.403, ,7-24,1 831, ,8 23,0 nonmigas 6.227, ,3-8, , ,6 20,3 impor 8.530, ,9-14, , ,5 20,4 migas 3.551, ,4-22, , ,9 44,3 nonmigas 4.979, ,6-7, , ,6 8,1 neraca perdagangan -899,8-88,9-44,3-145,4-156,0-7,3 migas , ,7-20,2-956, ,1-62,8 nonmigas 1.248, ,7-10,4 810, ,1 72,7 MYANMAR ekspor 615,7 615,7 10,0 436,1 559,6 28,3 migas 2,2 12,3 96,5 11,6 0,6-95,2 nonmigas 613,4 603,3 9,6 424,5 559,0 31,7 impor 160,4 113,3 21,5 85,8 114,9 34,0 migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 160,4 113,3 21,5 85,8 114,9 34,0 neraca perdagangan 455,3 502,3 7,6 350,3 444,6 26,9 migas 2,2 12,3 96,5 11,6 0,6-95,2 nonmigas 453,0 490,0 7,1 338,7 444,1 31,1 SINGAPURA ekspor , ,4-10, , ,0 5,6 migas 3.971, ,9-21, , ,9 57,7 nonmigas 8.661, ,5-5, , ,1-6,8 impor , ,3-14, , ,5 17,3 migas 9.047, ,2-19, , ,1 27,1 nonmigas 8.975, ,0-7, , ,4 8,2 neraca perdagangan , ,9-22, , ,5-88,9 migas , ,3-18, , ,3-11,2

95 Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 nonmigas -314, ,4 0, ,1 894,7-50,9 THAILAND ekspor 5.507, ,4-5, , ,4 21,7 migas 906,8 783,7-6,7 577,9 770,2 33,3 nonmigas 4.600, ,7-4, , ,2 19,8 impor 8.083, ,9-8, , ,6 3,8 migas 64,7 65,7-16,7 40,9 45,7 11,7 nonmigas 8.018, ,2-7, , ,9 3,8 neraca perdagangan , ,5-12, , ,2 22,2 migas 842,1 718,0-5,5 537,0 724,4 34,9 nonmigas , ,5-11, , ,7 12,8 VIETNAM ekspor 2.740, ,5 6, , ,5 27,3 migas 3,3 14,1 0,2 13,2 10,5-20,2 nonmigas 2.736, ,4 6, , ,9 27,7 impor 3.161, ,4 7, , ,1 1,2 migas 0,1 53,2-1,3 53,3 0,5-99,0 nonmigas 3.161, ,2 7, , ,6 3,5 neraca perdagangan -421,4-182,9 6,0-327,4 197,3 160,3 migas 3,2-39,2-22,2-40,0 10,0 125,0 nonmigas -424,5-143,7 5,9-287,4 187,3 165,2 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 30. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah Tahun (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 IRAN ekspor 216,5 235,2-19,8 144,2 222,3 54,2 migas 0,0 0,4 0,0 0,2 0,0-100,0 nonmigas 216,5 234,8-19,9 144,0 222,3 54,4 impor 56,6 103,3-36,8 34,0 254,2 648,5 migas 18,0 75,0-34,6 16,1 207, ,8 nonmigas 38,6 28,4-37,1 17,9 46,5 160,5 neraca perdagangan 159,9 131,9 0,0 110,2-31,9-129,0 migas -18,0-74,6-34,7-15,9-207, ,9 nonmigas 178,0 206,5-13,0 126,1 175,8 39,4 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 80

96 JEPANG Tabel 31. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur Tahun (juta USD) Trend (%) Jan-Sep Perubahan Uraian (%) Jan-Sep /2016 ekspor , ,5-15, , ,0 9,3 migas 4.924, ,1-31, , ,2 0,8 nonmigas , ,5-7, , ,8 11,3 impor , ,8-13, , ,2 14,5 migas 30,8 58,0-14,5 48,6 22,2-54,4 nonmigas , ,8-13, , ,0 14,9 neraca perdagangan 4.757, ,8-19, , ,8-13,2 migas 4.894, ,1-31, , ,0 2,0 nonmigas -136,6 285,7 0,0 41,0-299,2-830,5 KOREA SELATAN ekspor 7.664, ,6-17, , ,7 20,2 migas 2.224, ,3-33, , ,5 17,7 nonmigas 5.439, ,3-5, , ,3 21,0 impor 8.427, ,6-13, , ,9 20,0 migas 2.148,6 765,4-28,8 633,9 564,9-10,9 nonmigas 6.278, ,2-9, , ,0 24,5 neraca perdagangan -762,8 333,1 0,0 133,1 169,8 27,6 migas 76,2 978,9-48,6 582,7 866,6 48,7 nonmigas -838,9-645,8-26,1-449,6-696,8-55,0 TIONGKOK ekspor , ,6-8, , ,4 43,0 migas 1.785, ,8 19, , ,6-9,6 nonmigas , ,8-10, , ,7 50,0 impor , ,5 0, , ,2 13,6 migas 186,1 111,0-26,6 70,5 245,8 248,5 nonmigas , ,5 1, , ,4 12,9 neraca perdagangan , ,9 20, , ,8 15,7 migas 1.599, ,8 39, ,6 921,8-24,5 nonmigas , ,7 21, , ,6 16,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 81

97 MESIR Tabel 32. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika Tahun (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 ekspor 1.197, ,4 2,7 756,7 921,3 21,7 migas 26,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 nonmigas 1.171, ,4 2,5 756,7 921,3 21,7 impor 243,1 352,1 16,9 329,1 195,2-40,7 migas 132,9 257,6 0,0 257,5 103,1-59,9 nonmigas 110,2 94,6-16,9 71,6 92,1 28,6 neraca perdagangan 954,8 758,3-1,0 427,6 726,1 69,8 migas -106,7-257,5 0,0-257,5-103,1 59,9 nonmigas 1.061, ,8 6,0 685,1 829,2 21,0 NIGERIA ekspor 445,7 310,8-7,6 233,1 258,5 10,9 migas 0,3 0,2 13,5 0,2 0,2-25,7 nonmigas 445,4 310,6-7,6 232,9 258,4 11,0 impor 1.288, ,0-21,5 889,4 855,1-3,9 migas 1.284, ,1-21,3 884,6 830,4-6,1 nonmigas 3,7 7,9-40,2 4,8 24,7 413,7 neraca perdagangan -842,4-977,1-25,0-656,3-596,6 9,1 migas , ,9-21,3-884,4-830,3 6,1 nonmigas 441,8 302,7-6,0 228,0 233,7 2,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) TURKI Tabel 33. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa Tahun (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Sep Perubahan (%) Jan-Sep 2017/2016 ekspor 1.158, ,1-8,3 761,8 839,7 10,2 migas 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0-100,0 nonmigas 1.158, ,0-8,2 761,7 839,7 10,2 impor 249,8 311,2-15,0 219,6 391,2 78,1 migas 0,1 32,9 144,2 14,8 182, ,4 nonmigas 249,7 278,2-2,4 204,8 208,5 1,8 neraca perdagangan 909,0 712,9 6,3 542,2 448,5-17,3 migas -0,1-32,8 0,0-14,8-182, ,3 nonmigas 909,1 745,7-9,9 556,9 631,2 13,3 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 82

98 Perdagangan Domestik Perkembangan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pada triwulan III tahun 2017, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Motor dan Mobil tumbuh 5,5 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2017, nilai Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Motor dan Mobil menurut harga konstan sebesar Rp 336,9 triliun atau tumbuh 5,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Motor dan Mobil menyumbangkan proporsi sebesar 13,0 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Tabel 34. Perkembangan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sampai dengan Triwulan III Tahun 2017 Uraian Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1 Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor Harga Berlaku (Triliun Rp) Triw I 17 Triw II 17 Triw III 17 Harga Konstan (Triliun Rp) Triw I 17 Triw II 17 Triw III ,5 438,8 454,4 318,0 327,1 336,9 85,9 87,5 90,0 60,7 61,6 63,3 340,7 351,4 364,5 257,3 265,5 273,6 Produk Domestik Bruto (PDB) 3.227, , , , , ,5 Uraian Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah) Perkembangan Koefisien Variasi Antar Waktu Dan Wilayah Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Triw I 17 Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2017, koefisien variasi harga antar waktu dari sepuluh komoditas tertentu rata-rata sebesar 2,7 persen atau masih dibawah target maksimal 9,0 persen tahun 2017 sesuai yang tertuang dalam RPJMN Komoditas tepung terigu 83 Triw II 17 Triw III 17 Triw I 17 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4,99 3,85 5,50 13,2 13,0 13,0 1 Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 3,11 3,14 6,12 2,7 2,6 2,6 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor 5,45 4,01 5,35 10,6 10,4 10,4 Produk Domestik Bruto (PDB) 5,01 5,01 5,06 100,0 100,0 100,0 Triw II 17 Triw III 17

99 Sepanjang bulan Januari- September tahun 2017 rata-rata koefisien variasi harga antar waktu sebesar 2,7 persen. merupakan komoditas penyumbang koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan koefisien sebesar 7,7 persen, diikuti dengan komoditas daging sapi dan daging ayam ras masingmasing sebesar 6,8 persen dan 3,5 persen. Sementara itu, susu kental manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi antar waktu paling rendah dengan mencatatkan koefisien sebesar 0,3 persen. Tabel 35. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2017 Komoditas Unit Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Beras Medium Rp/kg , , , , , ,0 Gula Pasir Rp/kg , , , , , ,0 Jagung Pipilan Rp/kg 7.071, , , , , ,0 Kedelai Impor Rp/kg , , , , , ,0 Tepung Terigu Rp/kg , , , , , ,0 Minyak Goreng Curah Rp/ltr , , , , , ,0 Susu kental Manis Rp/385g , , , , , ,0 Daging Ayam Ras Rp/kg r , , , , , ,0 Daging Sapi Rp/kg , , , , , ,0 Telur Ayam Ras Rp/kg , , , , , ,0 Rata-rata Komoditas Unit Jul-17 Agust-17 Sep-17 Standar Rata-rata Koef. Deviasi Jan-Jun 17 Variasi Beras Medium Rp/kg , , ,0 66, ,4 0,6 Gula Pasir Rp/kg , , ,0 309, ,3 2,3 Jagung Pipilan Rp/kg 7.119, , ,0 46, ,2 0,7 Kedelai Impor Rp/kg , , ,0 106, ,3 1,0 Tepung Terigu Rp/kg 8.699, , ,0 718, ,4 7,7 Minyak Goreng Curah Rp/ltr , , ,0 195, ,7 1,7 Susu kental Manis Rp/385gr , , ,0 35, ,1 0,3 Daging Ayam Ras Rp/kg , , , , ,0 3,5 Daging Sapi Rp/kg , , , , ,2 6,8 Telur Ayam Ras Rp/kg , , ,0 535, ,9 2,4 Rata-rata 2,7 Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah 84

100 Sepanjang bulan Januari- September tahun 2017 rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 15,8 persen. Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2017, koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh komoditas tertentu rata-rata sebesar 15,8 persen atau melebihi batas target maksimal 13,8 persen pada tahun 2017 sesuai yang tertuang dalam RPJMN Pada bulan Juni, koefisien variasi harga antar wilayah tertinggi yaitu sebesar 17,5 persen dibandingkan bulan lainnya. Sementara itu, koefisien variasi harga antar wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 14,8 persen. Tabel 36. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2017 Komoditas Jan- 17 Feb- 17 Mar- 17 Apr- 17 Mei -17 Jun -17 Jul- 17 Agust- 17 Sep-17 Beras Medium 12,9 12,6 14,1 14,3 14,2 13, 13,8 13,3 12,9 Gula Pasir 8,3 8,1 8,8 9,7 8,4 8,49 8,6 8,3 9,5 Jagung Pipilan 24,0 24,5 25,9 25,4 25,2 24, 25,4 26,3 25,5 Kedelai Impor 17,9 19,6 20,0 20,4 25,9 19, 8 19,2 19,0 20,9 Tepung Terigu 16,8 27,7 20,0 14,0 14,3 14, 7 20,9 14,8 14,2 Minyak Goreng Curah 9,1 9,3 9,4 9,8 10,3 11, 3 10,0 12,4 10,6 Susu kental Manis 13,2 13,2 13,0 13,9 12,8 13, 0 20,7 13,2 16,3 Daging Ayam Ras 15,2 14,5 17,6 17,3 15,2 18, 3 15,9 14,5 14,2 Daging Sapi 12,7 19,6 11,3 11,4 11,0 36, 1 25,4 12,1 11,1 Telur Ayam Ras 18,2 18,1 17,5 17,2 12,7 14, 4 12,7 13,7 14,9 Rata-Rata Per Bulan 14,8 16,7 15,7 15,3 15,0 7 17, 17,3 14,7 15,0 Rata-Rata Jan-Sept ,8 Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah 85

101 86

102 87

103 88

104 PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN Pada triwulan III tahun 2017 Neraca Pembayaran surplus NPI lebih tinggi, Indonesia (NPI) pada didorong oleh menurunnya triwulan II tahun 2017 defisit transaksi berjalan dan mengalami suplus sebesar meningkatnya surplus USD0,7 miliar. transaksi modal dan finansial. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD5,4 miliar, lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD5,7 miliar namun meningkat dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD0,7 miliar. Surplus NPI pada triwulan III tahun 2017 yang lebih tinggi ini didorong oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Defisit neraca transaksi berjalan sebesar USD4,3 miliar, lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD5,1 miliar dan triwulan sebelumnya yang defisit sebesar USD4,8 miliar. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD10,4 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar USD9,9 miliar dan USD5,8 miliar. Gambar 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Transaksi Berjalan -4,3-4,3-4,2-4,7-4,7-5,2-5,1-1,8-2,3-4,8-4,3 Transaksi Modal dan Finansial 5,6 2,0 0,1 9,2 4,3 6,7 9,9 7,7 7,1 5,8 10,4 Neraca Keseluruhan 1,3-2,9-4,6 5,1-0,3 2,2 5,7 4,5 4,5 0,7 5,4 Posisi Cadangan Devisa 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8 123,1 129,4 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Sumber: Bank Indonesia 89

105 Tabel 37. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2016 Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 I. Transaksi Berjalan -4,3-4,3-4,2-4,7-4,7-5,2-5,1-1,8-2,3-4,8-4,3 A. Barang 3,2 4,4 4,2 2,2 2,6 3,8 3,9 5,1 5,6 4,8 5,3 Ekspor 38,0 39,9 36,2 35,0 33,0 36,3 34,9 40,2 40,8 39,2 43,4 Impor -34,8-35,6-31,9-32,8-30,4-32,5-31,0-35,1-35,1-34,3-38,1 1. Barang Dagangan Umum 2,8 4,1 4,2 2,3 2,3 3,5 3,7 5,3 5,5 4,6 5,1 - Ekspor, fob. 37,6 39,6 35,8 34,7 32,7 36,0 34,6 39,8 40,4 38,8 42,8 - Impor, fob. -34,8-35,6-31,7-32,4-30,3-32,5-30,8-34,6-35,0-34,2-37,7 a. Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0 6,4 7,7 6,1 6,4 - Ekspor, fob 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3 36,3 36,5 35,4 39,0 - Impor, fob -29,1-28,8-25,9-27,7-26,6-27,8-26,3-29,9-28,8-29,3-32,6 b. Migas -1,1-1,9-2,0-0,7-0,9-1,4-1,3-1,1-2,2-1,5-1,3 - Ekspor, fob 4,5 4,9 3,8 4,0 2,9 3,2 3,3 3,5 4,0 3,4 3,9 - Impor, fob -5,6-6,8-5,8-4,7-3,8-4,7-4,6-4,7-6,1-5,0-5,1 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,1-0,1 0,3 0,2 0,2-0,2 0,2 0,3 0,2 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,4 0,6 - Impor, fob. 0,0 0,0-0,3-0,4 0,0-0,1-0,1-0,6-0,2-0,1-0,4 B. Jasa - jasa -1,8-2,8-2,3-1,8-1,1-2,4-1,6-1,9-1,2-2,2-2,2 C. Pendapatan Primer -7,1-7,2-7,5-6,6-7,4-7,7-8,4-6,1-7,8-8,6-8,4 D. Pendapatan Sekunder 1,4 1,4 1,3 1,4 1,2 1,2 1,0 1,1 1,0 1,1 1,0 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 5,6 2,0 0,1 9,2 4,3 6,7 9,9 7,7 7,1 5,8 10,4 1. Investasi Langsung 2,3 4,0 1,6 2,8 2,8 3,1 6,6 3,5 2,8 4,8 6,8 2. Investasi Portofolio 8,5 5,5-2,2 4,3 4,4 8,3 6,6-0,3 6,6 8,1 4,1 3. Derivatif Finansial 0,1 0,0 0,2-0,3 0,0 0,0 0,0 0,1-0,1 0,0 0,0 4. Investasi Lainnya -5,3-7,5 0,4 2,3-2,9-4,7-3,2 4,4-2,1-7,1-0,4 IV. Total (I + II + III ) 1,3-2,3-4,2 4,5-0,4 1,5 4,8 5,9 4,8 1,0 6,1 V. Selisih Perhitungan Bersih 0,0-0,6-0,4 0,6 0,1 0,6 0,9-1,4-0,3-0,3-0,7 VI. Neraca Keseluruhan (IV + V) 1,3-2,9-4,6 5,1-0,3 2,2 5,7 4,5 4,5 0,7 5,4 Posisi Cadangan Devisa 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8 123,1 129,4 Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah 6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5 8,4 8,6 8,6 8,6 Transaksi Berjalan (% PDB) -2,0-2,0-2,0-2,2-2,2-2,2-2,1-0,7-1,0-1,9-1,7 Sumber: Bank Indonesia 90

106 Transaksi Berjalan Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca Perdagangan Barang Neraca perdagangan barang surplus sebesar USD5,3 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan III tahun 2017, neraca perdagangan barang surplus sebesar USD5,3 miliar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang surplus sebesar USD4,8 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD3,9 miliar. Kinerja tersebut didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan dan penurunan defisit neraca perdagangan migas. Surplus neraca perdagangan nonmigas menurun seiring dengan meningkatnya kinerja ekspor nonmigas pasca libur panjang lebaran. Neraca perdagangan nonmigas surplus sebesar USD6,4 miliar USD, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD6,1 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD5,0 miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja ekspor nonmigas pasca libur panjang lebaran. Sementara itu, impor nonmigas meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan bahan baku dan barang modal serta harga impor yang relatif stabil. Secara tahunan, pertumbuhan ekspor nonmigas meningkat didukung oleh peningkatan pertumbuhan ekspor riil, baik pada produk primer maupun manufaktur. Adapun percepatan pertumbuhan impor nonmigas didukung oleh peningkatan pertumbuhan impor riil, baik bahan baku maupun barang modal. Gambar 31. Neraca Perdagangan Barang Triwulan I Tahun 2015-Triwulan III Tahun ,0 6,0 3,0 0,0-3,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Barang Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0 6,4 7,7 6,1 6,4 Barang Migas -1,1-1,9-2,0-0,7-0,9-1,4-1,3-1,1-2,2-1,5-1,3 Neraca Perdagangan Barang 3,2 4,4 4,2 2,2 2,6 3,8 3,9 5,1 5,6 4,8 5,3 Sumber: Bank Indonesia 91

107 Defisit neraca perdagangan migas menurun, menjadi sebesar USD1,3 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan migas defisit sebesar USD1,3 miliar, tidak berubah dari triwulan sebelumnya namun menurun dari triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD1,5 miliar. Kinerja ini didukung oleh pertumbuhan ekspor yang melebihi pertumbuhan impor. Neraca Perdagangan Jasa Neraca perdagangan jasa defisit sebesar USD2,2 miliar. Pada triwulan III tahun 2017, defisit neraca perdagangan jasa adalah sebesar USD2,2 miliar, tidak berubah dari triwulan III tahun 2016 namun meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD1,6 miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya defisit jasa transportasi yang diimbangi oleh perbaikan kinerja neraca jasa perjalanan dan jasa lainnya. Gambar 32. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Transportasi Perjalanan Jasa asuransi dan dana pensiun Biaya penggunaan kekayaan intelektual Jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi Jasa bisnis lainnya Sumber: Bank Indonesia Jasa perjalanan mengalami penurunan surplus, sedangkan jasa transportasi mengalami peningkatan defisit. Jasa perjalanan mengalami penurunan surplus sebesar USD0,9 miliar pada triwulan III tahun Surplus tersebut relatif tidak berbeda dari triwulan III tahun 2016, namun sedikit lebih besar dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD0,8 miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya penerimaan jasa perjalanan seiring dengan 92

108 meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia. Sementara itu, defisit jasa transportasi adalah sebesar USD1,8 miliar, meningkat baik dari triwulan III tahun 2016 maupun triwulan sebelumnya yang masing-masing defisit sebesar USD1,3 miliar dan USD1,5 miliar. Gambar 33. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 Q3 Q2 Q1 Q4 Q3 Q2 Q1-3,0-2,0-1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan Impor Transportasi Ekspor Transportasi Sumber: Bank Indonesia Neraca Pendapatan Neraca Pendapatan Primer Gambar 34. Neraca Pendapatan Investasi Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (USD Miliar) 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0-10,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Pendapatan investasi Pendapatan investasi langsung Pendapatan investasi portofolio Pendapatan investasi lainnya Sumber: Bank Indonesia 93

109 Pada triwulan III tahun 2017, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD8,4 miliar. Pada triwulan III tahun 2017, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD8,4 miliar. Defisit tersebut relatif sama dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, namun lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang defisit sebesar USD8,6. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh pola musiman yaitu menurunnya pembayaran dividen yang lebih besar dari peningkatan pembayaran bunga surat utang pemerintah. Selain itu, juga dipengaruhi oleh menurunnya pembayaran pendapatan investasi langsung dan bunga pinjaman luar negeri. Neraca Pendapatan Sekunder Neraca pendapatan sekunder pada triwulan III tahun 2017 surplus sebesar USD1,0 miliar. Neraca pendapatan sekunder pada triwulan III tahun 2017 surplus sebesar USD1,0 miliar, relatif sedikit menurun dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD1,1 miliar namun relatif tidak berubah dari triwulan III tahun Kinerja tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pembayaran bersih transfer lainnya milik sektor swasta yang lebih besar dari peningkatan penerimaan bersih hibah pemerintah. Sementara itu, penerimaan bersih transfer personal yang berupa remitansi dari tenaga kerja relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Gambar 35. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2016-Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Penerimaan 2,44 2,54 2,37 2,47 2,35 2,49 2,47 Pembayaran -1,24-1,34-1,39-1,40-1,33-1,38-1,49 Pendapatan Sekunder 1,20 1,20 0,98 1,07 1,02 1,12 0,98 Sumber: Bank Indonesia 94

110 Neraca Modal dan Finansial Neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD10,4 miliar seiring dengan kenaikan realisasi investasi domestik. Pada triwulan III tahun 2017 surplus neraca transaksi modal dan finansial adalah sebesar USD10,4 miliar, meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD5,8 miliar maupun triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD9,9 miliar. Kinerja tersebut didukung oleh meningkatnya surplus investasi langsung, seiring dengan kenaikan realisasi investasi domestik, dan menurunnya defisit investasi lainnya, terutama karena turunnya outflow penempatan simpanan swasta domestik di luar negeri. Gambar 36. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Triwulan III Tahun 2017 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Investasi Langsung 2,3 4,0 1,6 2,8 2,8 3,1 6,6 3,5 2,8 4,8 6,8 Investasi Portofolio 8,5 5,5-2,2 4,3 4,4 8,3 6,6-0,3 6,6 8,1 4,1 Investasi Lainnya -5,3-7,5 0,4 2,3-2,9-4,7-3,2 4,4-2,1-7,1-0,4 Sumber: Bank Indonesia Surplus investasi langsung pada triwulan III tahun 2017 meningkat yaitu menjadi USD6,8 miliar. Pada triwulan III tahun 2017, investasi langsung surplus sebesar USD6,8 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD4,8 miliar maupun triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD6,6 miliar. Peningkatan surplus tersebut disebabkan oleh sentimen positif terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi yang lebih kondusif di Indonesia sehingga menyebabkan kenaikan aliran masuk investasi langsung. Peningkatan tersebut terutama terjadi pada sektor nonmigas, didukung oleh akuisisi investor asing terhadap perusahaan e-commerce domestik dan 95

111 penerbitan obligasi global oleh beberapa perusahaan melalui special purpose vehicle (SPV) di luar negeri. Sementara itu, terjadi arus keluar neto investasi di sektor migas seiring dengan belum pulihnya harga minyak global. Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2017 surplus sebesar USD4,1 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD0,4 miliar, membaik cukup signifikan dari triwulan sebelumnya. Cadangan Devisa Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD129,4 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor. Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2017 surplus sebesar USD4,1 miliar, menurun dari triwulan sebelumnya yang besarnya USD8,1 miliar maupun triwulan III tahun 2016 yang surplus sebesar USD6,6 miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh terjadinya aliran keluar bersih dana asing meskipun tetap terdapat arus masuk modal asing pada instrumen surat utang pemerintah. Penjualan bersih investor asing atas Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan pembelian bersih Surat Utang Negara (SUN) Rupiah pada triwulan III tahun 2017 relatif lebih rendah. Selain itu, terjadi pembelian neto surat berharga di luar negeri yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan III tahun 2017 investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD0,4 miliar, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang defisit sebesar USD7,1 miliar maupun triwulan III tahun 2016 yang defisit sebesar USD3,2 miliar. Defisit tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya penempatan simpanan sektor swasta domestik di luar negeri. Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2017 mencapai USD129,4 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan cadangan devisa triwulan sebelumnya yang besarnya USD123,1 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor maupun triwulan III tahun 2016 yang besarnya USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor. 96

112 97

113 98

114 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY). Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2016 dan mengalami pertumbuhan sebesar 5,3 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 38. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2017 (persen) Q (QtQ) Q (YoY) Q (QtQ) Q (YoY) Pertumbuhan PDB 3,13 5,01 3,18 5,06 Pertumbuhan PMTB (PDB Konstan) 3,52 4,24 5,25 7,11 a. Bangunan 4,36 4,96 4,57 6,28 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,70 (9,47) 18,61 15,18 c. Kendaraan 18,98 14,76 11,33 5,33 d. Peralatan Lainnya 2,70 1,44 5,69 16,83 e. Sumber Daya Hayati (11,55) 1,89 (4,45) 10,26 f. Produk Kekayaan Intelektual (3,99) 22,65 (7,95) (3,34) Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 31,86 31,87 a. Bangunan 23,98 23,76 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 2,80 3,00 c. Kendaraan 1,80 1,79 d. Peralatan Lainnya 0,51 0,57 e. Sumber Daya Hayati 1,80 1,87 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,97 0,89 Sumber: BPS, diolah Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2017 (YoY) secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Peralatan Lainnya sebesar 16,8 persen, Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri sebesar 15,2 persen, dan Sumber Daya Hayati sebesar 10,3 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan III tahun 2017 yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 23,8 persen. 99

115 Realisasi Investasi Tahun Tabel 39. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2011-Triwulan III Tahun 2017 PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %) (Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA , ,5 25,4 20, , ,7 21,3 26, , ,5 39,0 16, , ,6 21,8 (0,3) , ,9 14,9 2, , ,1 20,5 (1,1) 2016-TW III 55, ,5 16,2 1, TW III 64,9 8331,2 16,8 12,7 Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk PMDN dan PMA pada triwulan III tahun 2017 mengalami pertumbuhan positif. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2017 sebesar Rp64,9 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2016, atau tumbuh sebesar 16,8 persen. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III tahun 2017 sebesar USD8.331,2 juta juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III tahun 2016, atau mengalami pertumbuhan sebesar 12,7 persen. Realisasi Per Sektor Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA dan PMDN terjadi pada sektor tersier. Realisasi PMA pada triwulan III tahun 2017 mengalami kenaikan atau tumbuh sebesar 12,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor tersier dengan pertumbuhan sebesar 69,7 persen, sedangkan sektor primer dan sekunder mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif sebesar masing-masing 10,1 persen dan 9,4 persen. Untuk PMDN, kenaikan realisasi juga didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di sektor primer dan tersier. Kenaikan terjadi di sektor tersier dengan pertumbuhan sebesar 44,8 persen, diikuti sektor primer yang mengalami pertumbuhan sebesar 35,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama 100

116 tahun sebelumnya, sedangkan sektor sekunder mengalami pertumbuhan negatif sebesar 15,4 persen. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan III tahun 2017, sektor tersier adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA dan PMDN yaitu masing-masing sebesar 42,4 persen dan 53,6 persen. Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2011-Triwulan III Tahun 2017 Berdasar Sektor PMA Jumlah PMDN Jumlah Tahun (USD (Rp Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier juta) Triliun) , , , ,5 16,3 39,0 20,6 76, , , , ,7 20,4 49,9 21,9 92, , , , ,5 25,7 51,2 51,3 128, , , , ,6 16,5 59,0 80,6 156, , , , ,9 17,1 89,0 73,4 179, , , , ,1 27,7 106,8 81,7 216, TW III 1.536, , , ,5 6,8 24,7 24,1 55, TW III 1.381, , , ,2 9,2 20,9 34,8 64,9 Pertumbuhan (YoY, %) (10,1) (9,4) 69,7 12,7 35,3 (15,4) 44,8 16,8 Share (%) 16,6 41,0 42,4 100,0 14,2 32,2 53,6 100,0 Sumber: BKPM, diolah Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah Listrik, Gas, dan Air. Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun 2017, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik sebesar 14,0 persen; Pertambangan sebesar 12,4 persen; Listrik, Gas, dan Air sebesar 11,9 persen; Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi sebesar 11,2 persen; dan Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran sebesar 10,3 persen. Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari Listrik, Gas, dan Air sebesar 13,6 persen; Konstruksi sebesar 13,2 persen; Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran sebesar 12,8 persen; Industri Makanan sebesar 9,7 persen; dan Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar 7,9 persen. 101

117 Tabel 41. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2017 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha USD juta % Thd Rp % Thd Sektor/Bidang Usaha Total Triliun Total 1 Ind. Logam Dasar, Barang 1.166,5 14,0 1 Listrik, Gas, dan Air 8,8 13,6 Logam, Mesin, dan Elektronik 2 Pertambangan 1.034,6 12,4 2 Konstruksi 8,5 13,2 3 Listrik, Gas, dan Air 989,8 11,9 3 Perumahan, Kawasan 8,3 12,8 Industri, dan Perkantoran 4 Ind. Kimia Dasar, Barang Kimia, 932,8 11,2 4 Ind. Makanan 6,3 9,7 dan Farmasi 5 Perumahan, Kawasan Industri, 861,2 10,3 5 Transportasi, Gudang, dan 5,1 7,9 dan Perkantoran Telekomunikasi Gabungan Lainnya 3.346,3 40,2 Gabungan Lainnya 27,8 42,8 Jumlah 8.331,2 100,0 Jumlah 64,9 100,0 Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Pada triwulan III tahun 2017, pertumbuhan YoY realisasi PMDN terbesar terjadi di Maluku. Realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar 16,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Maluku dengan pertumbuhan sebesar 5873,7 persen diikuti Papua sebesar 2703,1 persen. Sementara itu, Kalimantan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan III tahun 2017 yaitu 60,4 persen, 19,5 persen, dan 11,0 persen. Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Tahun 2011-Triwulan III Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) Tahun Lokasi Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total ,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76, ,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92, ,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128, ,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156, ,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179, ,8 126,4 2,6 33,6 13,6 0,0 0,2 216, TW III 10,9 35,5 0,4 7,5 1,3 0,0 0,0 55, TW III 12,7 39,2 1,9 7,2 2,9 0,3 0,8 64,9 Pertumbuhan (YoY, %) 16,8 10,5 428,5 (5,1) 120,0 5873,7 2703,1 16,8 Share (%) 19,5 60,4 2,9 11,0 4,4 0,5 1,2 100,0 Sumber: BKPM, diolah 102

118 Pada triwulan III tahun 2017, pertumbuhan YoY realisasi PMA terbesar terjadi di Papua. Realisasi PMA pada PMA triwulan III tahun 2017 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 12,7 persen. Pertumbuhan negatif terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, sementara wilayah lainnya mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi di Papua sebesar 490,7 persen. Secara sumbangan, pada triwulan III tahun 2017, pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi memberikan sumbangan terbesar yaitu 55,4 persen, 19,6 persen, dan 9,0 persen. Tabel 43. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Tahun 2011-Triwulan III 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Lokasi Tahun Total Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,5 952, ,8 715,3 141, , , , , , , ,0 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , , , , , ,4 286, , , , ,4 947, , ,2 541, , , TW III 1.021, ,1 185, ,7 996,0 223,7 98, , TW III 1.636, ,2 215,1 426,1 747,9 104,3 583, ,2 Pertumbuhan (YoY, %) 60,2 19,6 15,7 (57,5) (24,9) (53,4) 490,7 12,7 Share (%) 19,6 55,4 2,6 5,1 9,0 1,3 7,0 100,0 Sumber: BKPM, diolah Pulau Jawa merupakan lokasi PMDN dan PMA yang paling diminati. Berdasarkan lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun 2017 untuk PMA, tiga dari lima besar lokasi investasi yang diminati terletak di Pulau Jawa. Ketiga lokasi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu DKI Jakarta sebesar 18,5 persen. Tabel 44. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2017 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total DKI Jakarta 1,543,6 18,5 Jawa Timur 11,4 17,6 Jawa Barat 1,122,8 13,5 DKI Jakarta 10,7 16,4 Sulawesi Tengah 1,078,8 12,9 Jawa Barat 8,1 12,5 Banten 562,2 6,7 Jawa Tengah 5,3 8,1 103

119 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total Sumatera Selatan 555,3 6,7 Banten 3,7 5,6 Gabung Lainnya 3,468,6 41,6 Gabung Lainnya 25,8 39,7 Jumlah 8,331,2 100,0 Jumlah 64,9 100,0 Sumber: BKPM, diolah Realisasi per Negara Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten, dengan sumbangan terbesar berasal dari Jawa Timur sebesar 17,6 persen dari total realisasi PMDN. Tabel 45. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2017 Negara Juta USD % Thd Total Singapura 2.457,6 29,5 Jepang 1.154,0 13,9 R.R. Tiongkok 782,3 9,4 Hongkong 568,8 6,8 Korea Selatan 465,2 5,6 Gabung Lainnya 2.903,3 34,8 Jumlah 8.331,2 100,0 Sumber: BKPM, diolah Singapura merupakan negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan III tahun Pada triwulan III tahun 2017, lima negara asal investasi PMA paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai investasi sebesar USD2.457,6 juta atau 29,5 persen dari total realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar USD1.154,0 juta (13,9 persen), Tiongkok dengan nilai investasi sebesar USD782,3 juta (9,4 persen), Hongkong dengan nilai investasi USD568,8 (6,8 persen), dan Korea Selatan dengan nilai investasi USD465,2 (5,6 persen). 104

120 Box 1. Isu Terkini: Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia (EODB 2018) Naik Menjadi peringkat 72 Berdasarkan laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Bank Dunia tentang kemudahan berusaha, peringkat kemudahan berusaha Indonesia (EODB 2018) naik 19 peringkat menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Pada EODB 2017, peringkat Indonesia juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi, dimana Indonesia berhasil naik 15 peringkat dari 106 menjadi 91. Indikator EODB 2018 yang mengalami perbaikan tajam adalah: (1) Penyelesaian Kepailitan (Resolving Insolvency) dari posisi 76 di EODB 2017 menjadi posisi 38 di EODB 2018; (2) Perlindungan Pemegang Saham Minoritas (Protecting Minority Investors) dari posisi 70 pada EODB 2017 menjadi posisi 43 di EODB 2018; dan (3) Penegakan Kontrak (Enforcing Contracts) dari posisi 166 di EODB 2017 menjadi posisi 145. Dalam rangka mengejar target peringkat 40 pada EODB 2020, pemerintah akan fokus pada: (1) Indikator Memulai Usaha (Starting a Business) dengan cara mengurangi prosedur perizinan dan penerapan layanan sistem online; (2) Indikator Sistem Pembayaran Pajak (Paying Taxes) dengan melanjutkan program e-filling dan memperbaiki database perpajakan; (3) Indikator Perdagangan Lintas Batas (Trading Across Border) dengan cara menurunkan jumlah lartas, menerapkan integrated risk management, dan penggunaan sistem online; (4) Indikator Izin Mendirikan Bangunan (Dealing with Construction Permits) dengan cara simplifikasi prosedur dan memperkuat inspeksi bangunan. Sumber: 105

121 106

122 107

123 108

124 PERKEMBANGAN MONETER DAN PASAR KEUANGAN Perkembangan Moneter Nilai Tukar Rupiah Pergerakan nilai tukar Rupiah pada triwulan III tahun 2017 cenderung menguat ditopang oleh tingginya kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi nasional. Memasuki triwulan III tahun 2017, nilai tukar Rupiah bergerak stabil ditopang oleh tingginya kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi nasional. Hingga akhir Juli 2017, kurs Rupiah tetap stabil dan cenderung menguat sebesar 0,2 persen month-to-month (MtM) dari Rp13.348,00 menjadi Rp13.325,00. Hal tersebut didorong oleh kuatnya aliran dana yang masuk (capital inflow) seiring dengan prospek imbal hasil yang positif. Kondisi tersebut berlanjut hingga Agustus 2017, nilai tukar Rupiah bergerak relatif stabil dan cenderung mengalami apresiasi. Rupiah pada Agustus 2017 terapresiasi sebesar 1,0 persen year-to-date (YtD). Penguatan tersebut juga didukung dari sisi eksternal yang disebabkan oleh pelemahan Dollar AS (USD) akibat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar serta rencana lanjutan kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Optimisme terhadap kinerja ekonomi domestik terus berlanjut hingga September 2017 dan berdampak pada penguatan nilai tukar Rupiah. Sentimen positif tersebut ditunjukkan oleh tingkat inflasi yang masih berada dalam kisaran sasaran inflasi 2017 dan cadangan devisa yang tercatat pada level tertinggi semenjak Rupiah secara rata-rata harian menguat sebesar 0,3 persen ke level Rp13.307,00 per USD. Meskipun demikian, adanya sentimen penguatan USD di akhir bulan menyebabkan hampir seluruh mata uang dunia mengalami depresiasi termasuk Rupiah. Tercatat per 30 September 2017, Rupiah berada di level Rp13.472,00 per USD yang mana melemah sebesar 0,2 persen dibandingkan akhir triwulan II tahun 2017 (Gambar 37 dan Lampiran 3). 109

125 01-Apr 08-Apr 15-Apr 22-Apr 29-Apr 06-Mei 13-Mei 20-Mei 27-Mei 03-Jun 10-Jun 17-Jun 24-Jun 01-Jul 08-Jul 15-Jul 22-Jul 29-Jul 05-Agu 12-Agu 19-Agu 26-Agu 02-Sep 09-Sep 16-Sep 23-Sep 30-Sep USD - IDR (Rupiah) Gambar 37. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, Triwulan II-Triwulan III Tahun 2017 (Rp per USD) USD-IDR (Rp/USD) Sumber: Bloomberg, data diolah Indeks nilai tukar nominal Indeks nilai tukar nominal rupiah (NEER) terendah di Rupiah (NEER) terendah ASEAN. di ASEAN. Sejalan dengan penguatan Rupiah terhadap USD, volatilitas nilai tukar Rupiah pada triwulan III tahun 2017 tetap terjaga dan lebih rendah dibandingkan rata-rata negara-negara peers, seperti Rand (Afrika Selatan), Lira (Turki), Real (Brazil), Won (Korea Selatan), Rupee (India), Peso (Filipina), Dolar Singapura (Singapura), Bath (Thailand), dan Ringgit (Malaysia) (Lampiran 3). Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, indeks nilai tukar nominal rupiah (NEER) Indonesia masih yang terendah yaitu sebesar 74,7 (Gambar 38). Nilai NEER negara ASEAN lainnya secara berurutan untuk Singapura, Thailand, Filipina, dan Malaysia masing-masing sebesar 111,4, 107,6, 96,8, dan 82,7. 110

126 Indeks Gambar 38. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5, Oktober 2011-Oktober 2017 (2010=100) ,4 107, , , ,7 70 INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA Sumber: Bank for International Settlements, data diolah Nilai tukar riil Rupiah (REER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan, yang berdampak positif terhadap daya saing Indonesia. Begitu juga secara riil (tanpa ada unsur inflasi), di kawasan ASEAN indeks nilai tukar Rupiah riil (REER) Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara Filipina, Singapura, dan Thailand. Akan tetapi, REER Indonesia menduduki posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan Malaysia sejak akhir tahun Rendahnya REER berdampak positif terhadap daya saing perdagangan. Pada akhir triwulan III tahun 2017, nilai REER Indonesia menurun, menjadi 92,6. Nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Singapura sebesar 108,1, disusul Filipina sebesar 105,3, dan Thailand sebesar 103,6. (Gambar 39). 111

127 Indeks Gambar 39. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, September 2011-September 2017 (2010=100) ,1 105,3 103,5 92,6 85,8 INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA Sumber: Bloomberg, data diolah. Inflasi Tingkat inflasi triwulan III tahun 2017 secara YoY dan MtM semakin terkendali dan cenderung menurun di bawah 4 persen jika dibandingkan dengan triwulan II tahun Tingkat inflasi tahunan (YoY) pada triwulan III tahun 2017 semakin rendah dan terkendali. Selama periode Juli September tahun 2017 tingkat inflasi tahunan (YoY) masing-masing sebesar 3,9 persen, 3,8 persen dan 3,7 persen (Tabel 46). Inflasi pada periode ini relatif rendah jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 4,37 persen. Selain itu, secara bulanan perkembangan inflasi juga menurun perlahan, yaitu masing-masing sebesar 0,2 persen, 0,1 persen, dan 0,1 persen (Tabel 46). Faktor pendukung utama adalah terjaganya pasokan pasca Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah yang merupakan hasil dari upaya koordinasi antara Pemerintah Pusat Daerah dengan Bank Indonesia. Tabel 46. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III Tahun 2017 Persentase (%) Juli Agustus September Year-on-Year 3,9 3,8 3,7 Month-to-month 0,2 0,1 0,1 Tahun kalender 2,6 2,5 2,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah 112

128 Penurunan inflasi triwulan III tahun 2017 cukup signifikan didorong oleh komponen inflasi volatile food. Berdasarkan komponennya, inflasi tertinggi dicapai oleh komponen inflasi harga diatur pemerintah (administered price) yang secara tahunan (YoY) pada periode Juli September tahun 2017 meningkat cukup signifikan hingga mencapai 9,3 persen. Hal ini masih disebabkan oleh adanya penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA pada bulan Mei Berbeda dengan komponen inflasi administered price yang relatif tinggi, komponen inflasi volatile food pada triwulan III tahun 2017 cenderung rendah, bahkan mengalami deflasi sebesar 0,7 persen pada September tahun Kondisi tersebut terutama ditopang oleh ketersediaan pasokan komoditas bahan pangan pokok seperti bawang merah, daging ayam ras, bawang putih, telur ayam ras, tomat sayur, cabai rawit, bayam, kangkung, dan semangka. Sementara itu, pergerakan inflasi inti cukup stabil pada kisaran 3 persen (YoY) dan 0,3 persen (MtM) (Tabel 47). Tabel 47. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen, Juli-September 2017 (dalam %) YoY (%) MtM (%) Komponen Juli Agustus September Juli Agustus September Inti 3,1 3,0 3,0 0,3 0,3 0,4 Bergejolak 1,1 1,1 0,5 0,2 0,9-0,7 Diatur pemerintah 9,3 9,3 9,3 0,1 0,5 0,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM) pada triwulan III tahun Berdasarkan kelompok pengeluaran, pada periode Juli September tahun 2017, terdapat tiga kelompok pengeluaran yang cukup besar dalam menyumbang inflasi, yaitu: kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga; kelompok sandang; serta kelompok makanan jadi, minumam, rokok, dan tembakau. Sumbangan inflasi pada kelompok pertama utamanya disebabkan oleh adanya peningkatan biaya pendidikan memasuki tahun ajaran baru. 113

129 Sumbangan inflasi dari kelompok kedua didominasi oleh barang pribadi dan sandang lainnya. Selanjutnya, pembentukan inflasi dari kelompok ketiga dominan didorong oleh peningkatan harga komoditas seperti mie, nasi dengan lauk, air kemasan, kopi manis, dan rokok kretek filter (Tabel 48). Tabel 48. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan, Juli- September 2017 persentase (%) Kelompok Pengeluaran Juli Agustus September UMUM (headline) 0,2 0,1 0,1 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -0,1-0,1 0,0 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,6 0,1 1,0 Kesehatan 0,2 0,0 0,2 Sandang 0,1 0,0 0,5 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,1 0,0 0,2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,6 0,0 0,3 Bahan Makanan 0,2-0,1-0,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah Selama triwulan III tahun 2017, secara YoY, tingkat inflasi kabupaten/kota tertinggi terjadi di Kota Tual. Berdasarkan daerah, sepanjang bulan Juli- September tahun 2017, inflasi terendah dialami oleh Kota Bima (1,76 persen), Kota Sorong (1,33 persen), dan Kota Merauke (0,57 persen). Di sisi lain, inflasi tertinggi terjadi di Kota Tual dengan tingkat inflasi (YoY) dalam tiga bulan masing-masing sebesar 11,45 persen, 9,47 persen, 12,01 persen (Lampiran 1). Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, seperti ikan cakalang, ikan layang, ikan selar, sayur kangkung, dan bawang merah. Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Pergerakan indeks harga bahan-bahan pokok nasional pada triwulan III tahun 2017 secara umum cenderung menurun. Pergerakan indeks harga bahan-bahan pokok nasional pada triwulan III tahun 2017 secara umum menurun, bahkan beberapa komoditas mengalami penurunan harga yang cukup signifikan seperti bawang merah (21,6 persen), cabai merah keriting (15,6 persen), gula pasir (12,6 persen), dan cabai merah biasa (11,1 persen) (Lampiran 4). Kondisi 114

130 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agu-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17 Indeks Harga tersebut didorong oleh peran pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan dan mengendalikan sistem pasar. Meskipun begitu, komoditas lain seperti minyak goreng, daging sapi, dan beras medium sebaliknya mengalami peningkatan harga jika dibandingkan dengan rata-rata triwulan II tahun (Gambar 40 dan Lampiran 4). Gambar 40. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan, September 2015-September ,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100) Jumlah Uang Beredar Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada triwulan III tahun 2017 mengalami pertumbuhan yang bersumber dari seluruh komponennya. Minyak Goreng Curah Daging Sapi Daging Ayam Telur Ayam Tepung Terigu Kedelai Impor Kedelai Lokal Beras Medium Gula Pasir Cabai Merah Keriting Cabai Merah Biasa Bawang Merah Pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada triwulan III tahun 2017 mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya, posisi M2 pada akhir triwulan III tahun 2017 tumbuh 10,9 persen (YoY) lebih tinggi dibanding posisi akhir triwulan II tahun 2017 yang tumbuh sebesar 10,3 persen (Gambar 41). 115

131 Rp Triliun Pertumbuhan YoY (%) Pada bulan September 2017, nilai M1 sebesar Rp1.304,50 triliun atau tumbuh sebesar 15,8 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Agustus 2017 yang mencapai 12,3 persen (YoY). Pertumbuhan M1 terutama didorong oleh pertumbuhan giro Rupiah, meskipun uang kartal mengalami perlambatan akibat pola musiman pasca hari raya Idul Adha (uang kartal kembali masuk ke sistem moneter). Selanjutnya, uang kuasi mengalami pertumbuhan sebesar 9,2 persen (YoY). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) seluruh jenis simpanan, kecuali pada giro berdenominasi valas Gambar 41. Perkembangan Uang Beredar Triwulan III Tahun ,3% 13,0% 12,3% 15,8% 10,0% 10,9% 10,3% 9,5% 9,2% 9,2% 8,2% 9,2% 18% 13% 8% 3% 0-2% Jun Jul Agu Sep M2 (Rp triliun) M1 (Rp triliun) Uang Kuasi (Rp Triliun) Pertumbuhan M2, %YoY Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY Sumber: Bank Indonesia, data diolah. Suku Bunga Kebijakan Pada triwulan III tahun 2017, BI menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate menjadi 4,25 persen pada bulan September Selama periode Juli September 2017, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate secara berturut-turut sebesar 25 bps sejak Juli 2017 hingga September Penurunan suku bunga kebijakan ini konsisten dengan realisasi keseluruhan inflasi tahun Selain itu, kebijakan menurunkan suku bunga acuan tersebut 116

132 Respon Kebijakan Moneter Pemerintah akan terus berkoordinasi untuk memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan dan memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia. juga mengantisipasi risiko eksternal, yaitu rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan penurunan besaran neraca Bank Sentral AS melalui pengurangan portofolio obligasi The Fed senilai Rp4.500 triliun secara bertahap. Penurunan suku bunga kebijakan ini diharapkan dapat mendukung perbaikan intermediasi perbankan dan pemulihan ekonomi domestik yang sedang berlangsung. Keputusan BI menurunkan suku bunga kebijakan pada triwulan III tahun 2017 merupakan bagian dari respon kebijakan moneter untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya pemerintah dalam melanjutkan reformasi struktural, menjaga stabilitas makroekonomi, dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik. 117

133 DPK (Triliun Rupiah) Pertumbuhan DPK (%) Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Perkembangan Perbankan Gambar 42. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q DPK (Rp T) Pertumbuhan Total DPK Pertumbuhan Tabungan Pertumbuhan Deposito Pertumbuhan Giro Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 25% 20% 15% 10% 5% 0% Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan cukup tinggi pada triwulan III tahun Kegiatan intermediasi perbankan yang salah satunya tercermin dari Dana Pihak Ketiga mengalami peningkatan cukup tinggi pada triwulan III tahun Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 11,7 persen (YoY), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada Triwulan II tahun 2017 yaitu sebesar 10,3 persen (YoY). Total DPK tumbuh sebesar 11,7 persen (YoY) yaitu mencapai Rp 5.142,9 triliun pada triwulan III tahun 2017, naik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4.604,6 triliun pada triwulan III tahun Apabila ditinjau dari komponennya, giro mengalami pertumbuhan yang paling tinggi. Giro tumbuh sebesar 18,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan giro pada triwulan II tahun 2017 yaitu 15,1 persen (YoY). Selanjutnya, deposito dan tabungan masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 10,9 persen (YoY) dan 11,4 persen (YoY). 118

134 Kredit (Rp Triliun) Pertumbuhan Kredit (%) Gambar 43. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun % Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Kredit (Rp T) Pertumbuhan Total Kredit Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Total kredit yang disalurkan pada triwulan III tahun 2017 tumbuh positif dan mengalami peningkatan pertumbuhan. Kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan III tahun 2017 tumbuh positif sebesar 7,9 persen (YoY), yaitu dari Rp4.526,4 triliun pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp4.580,5 triliun pada Triwulan III tahun Apabila ditinjau dari jenis penggunaannya, Kredit Modal Kerja merupakan jenis kredit yang mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2017, sementara Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi tumbuh positif namun melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Kredit Modal Kerja (KMK) pada triwulan III tahun 2017 tumbuh sebesar 8,1 persen (YoY), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan KMK pada triwulan II tahun 2017 yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Sementara Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi, masing-masing tumbuh sebesar 5,4 dan 9,8 persen (YoY), sedikit lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi pada triwulan II 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 6,4 dan 9,9 persen (YoY). 119

135 Loan to Deposit Ratio (%) CAR dan NPL (%) Gambar 44. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q LDR (%) 89,60 91,19 90,04 90,70 89,12 89,31 88,74 CAR (%) 22,00 22,56 23,26 22,93 22,88 22,74 23,25 NPL (%) 2,83 3,05 3,22 2,93 3,19 2,96 2, Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Secara umum, kondisi sektor jasa keuangan tetap terjaga hingga triwulan III tahun 2017 dengan ditopang oleh ketahanan sektor perbankan. Kondisi sektor jasa keuangan secara umum tetap terjaga hingga triwulan III tahun 2017 dengan ditopang oleh ketahanan sektor perbankan. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR) pada triwulan III tahun 2017 berada di atas ketentuan minimum yang ditetapkan yaitu 8,0 persen. Rasio CAR mengalami peningkatan sebesar 0,5 persen (QtQ) pada triwulan III tahun 2017, yaitu dari 22,7 persen pada akhir triwulan II tahun 2017 menjadi 23,3 persen pada triwulan III tahun Hal tersebut mencerminkan tingginya ketahanan perbankan dalam mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian. Indikator perbankan selanjutnya adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Pertumbuhan DPK yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit menyebabkan penurunan LDR sebesar 0,6 persen, yaitu dari 89,3 persen pada triwulan II tahun 2017 menjadi 88,7 persen pada triwulan III tahun Selanjutnya, rasio kredit bermasalah yang tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) juga mengalami penurunan sebesar 0,03 persen pada 120

136 triwulan III tahun Dengan demikian, resiko kredit bermasalah di Indonesia semakin berkurang. Tabel 49. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun (Miliar Rp) Sektor Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum Transportasi, pergudangan dan komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Q3 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya Kegiatan yang belum jelas batasannya Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Angka Triwulan III merupakan angka bulan September Secara sektoral, peningkatan penyaluran kredit perbankan terjadi pada 12 sektor ekonomi, dengan kenaikan tertinggi ada pada sektor Konstruksi yang didorong oleh pembangunan infrastruktur pemerintah. Perkembangan penyaluran kredit perbankan di Indonesia pada triwulan III tahun 2017 tercatat mengalami peningkatan di beberapa sektor. Sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyerapan kredit hingga triwulan III tahun 2017, yaitu sebesar 26,2 persen atau sebanyak Rp miliar, selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,3 persen atau sebesar Rp miliar. Selain mendominasi penyaluran 121

137 kredit, kedua sektor tersebut juga mengalami peningkatan penyaluran kredit pada triwulan III tahun 2017, yaitu masing-masing sebesar 1,3 persen (QtQ) dan 1 persen (QtQ). Penyaluran kredit ke sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III tahun 2017 meningkat menjadi Rp miliar, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp miliar. Sementara itu, sektor dengan penyaluran kredit terendah berada di sektor Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya, yaitu sebesar Rp158 miliar. Selanjutnya, jika ditinjau dari pertumbuhannya, pertumbuhan jumlah penyaluran kredit pada triwulan III tahun 2017 terjadi di 12 sektor ekonomi, dengan kenaikan tertinggi (QtQ) terjadi pada sektor Konstruksi yaitu sebesar 5,96 persen (QtQ). Penyaluran kredit ke sektor konstruksi mengalami peningkatan dari Rp miliar pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp miliar pada triwulan III tahun Hal ini terutama didorong oleh peningkatan pembangunan infrastruktur pemerintah. Sementara itu, enam sektor lainnya justru mengalami penurunan sekitar 0,9 hingga 10,1 persen pada triwulan III tahun 2017, dengan penurunan tertinggi berada pada sektor Pertambangan dan Penggalian. 122

138 Gambar 45. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdasarkan Sektor Ekonomi* Jasa-Jasa 13% Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan 24% Perikanan 2% Industri Pengolahan 6% Perdagangan 55% Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Hingga triwulan III tahun 2017, rata-rata jumlah KUR yang disalurkan adalah sebesar Rp7,2 triliun per bulan, dengan penyaluran KUR masih didominasi oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 55 persen dan masih terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa. Total plafon penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2017 adalah sebesar Rp110 Triliun, dengan rata-rata jumlah KUR yang disalurkan hingga triwulan III tahun 2017 mencapai Rp7,2 triliun per bulan. Porsi penyaluran KUR berdasarkan skema adalah KUR Mikro yang memiliki porsi penyaluran terbesar yaitu sebesar Rp65,6 Triliun (69,5 persen), diikuti dengan KUR Ritel sebesar Rp28,6 Triliun (30,3 persen), dan KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar Rp177 miliar (0,2 persen). Jika ditinjau dari sektor ekonomi, penyaluran KUR masih didominasi oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 55 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan yaitu sebesar 24 persen. Sementara berdasarkan wilayah, penyaluran KUR masih didominasi oleh provinsiprovinsi yang terletak di Pulau Jawa, dengan penyaluran KUR tertinggi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Sedangkan untuk provinsi di luar Pulau Jawa, penyaluran KUR tertinggi adalah Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. 123

139 Nilai Kapitalisasi Pasar (Miliar Rp) IHSG Perkembangan Pasar Modal Perkembangan Pasar Saham Gambar 46. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Nilai Kapitalisasi Pasar IHSG Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Industri pasar saham tetap mengalami pertumbuhan di tengah capital outflow yang masih berlangsung. Industri Pasar Saham mengalami peningkatan yang tercermin dari perkembangan IHSG dan nilai kapitalisasi pasar hingga triwulan III tahun Pada triwulan III tahun 2017, IHSG berada pada posisi Rp5.900,9 atau meningkat sebesar 1,2 persen (QtQ) jika dibandingkan dengan triwulan II tahun Akan tetapi, pertumbuhan tersebut sedikit melambat atau lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan IHSG pada triwulan II tahun 2017 yang tercatat mengalami peningkatan sebesar 4,7 persen (QtQ). Sedangkan jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2016, IHSG mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY). Sejalan dengan peningkatan IHSG, nilai kapitalisasi pasar saham juga mengalami peningkatan sebesar 1,6 persen (QtQ) pada triwulan III tahun 2017 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai kapitalisasi pasar saham meningkat dari Rp6.372,8 miliar pada triwulan II tahun 2017 menjadi 124

140 Rp6.473,3 miliar pada triwulan III tahun Perlambatan industri pasar modal masih tergolong wajar di tengah capital outflow yang masih terus berlangsung. Perkembangan Pasar Obligasi Gambar 47. Perkembangan Obligasi Korporasi ,8 311,7 320,9 332,6 286,7 270,1 253,9 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Pasar obligasi menunjukkan perkembangan yang positif hingga triwulan III tahun 2017, salah satunya tercermin dari peningkatan jumlah obligasi korporasi (outstanding). Pasar obligasi juga menunjukkan kinerja positif hingga triwulan III tahun Kinerja positif pasar obligasi salah satunya tercermin dari peningkatan jumlah obligasi korporasi (outstanding). Pada triwulan III tahun 2017, jumlah obligasi korporasi (outstanding) tercatat mengalami peningkatan sebesar 8,2 persen (QtQ), yaitu dari Rp332,6 triliun pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp359,8 pada triwulan III tahun Bahkan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah obligasi korporasi (outstanding) mengalami peningkatan sebesar 25,5 persen (YoY). Hal tersebut menggambarkan adanya peningkatan peran pasar obligasi sebagai alternatif sumber pembiayaan di Indonesia. 125

141 Total Aset (Triliun Rp) Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Perkembangan Industri Asuransi Gambar 48. Perkembangan Total Aset Industri Asuransi Tahun ,3 872,0 912,1 944,6 981,1 1012,3 1079, Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Total aset industri asuransi di Indonesia mengalami peningkatan hingga triwulan III tahun Kinerja positif juga terjadi pada industri asuransi di Indonesia, yang salah satunya tercermin dari adanya peningkatan total aset industri asuransi. Total aset industri asuransi meningkat sebesar 6,5 persen (QtQ) pada triwulan III tahun 2017, yaitu dari Rp1.012,3 triliun pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp1.079,0 triliun pada Triwulan III tahun Begitupun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2016, total aset industri asuransi mengalami peningkatan sebesar 18,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun Perkembangan Industri Dana Pensiun Gambar 49. Perkembangan Jumlah Perusahaan Dana Pensiun Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 126

142 Jumlah Aset Bersih (Triliun Rp) Jumlah Investasi (Triliun Rp) Hingga triwulan III tahun 2017, jumlah perusahaan dana pensiun di Indonesia mengalami penurunan. Perkembangan Industri Dana Pensiun di Indonesia salah satunya dapat terlihat dari perkembangan jumlah perusahaan Dana Pensiun. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah perusahaan dana pensiun mengalami penurunan, yaitu dari 253 perusahaan pada triwulan III tahun 2016 menjadi 238 perusahaan pada triwulan III tahun Penurunan jumlah perusahaan Dana Pensiun ini disebabkan oleh adanya pembubaran beberapa perusahaan Dana Pensiun. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beberapa penyebabnya antara lain: (1) rendahnya hasil investasi dana pensiun, (2) rencana program efisiensi, (3) keinginan untuk membubarkan diri, (4) melakukan konsolidasi, akuisisi dan atau melakukan merger. Gambar 50. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Jumlah Aset Bersih (Triliun Rp) Jumlah Investasi (Triliun Rp) 0 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 127

143 Triliun Rp Pertumbuhan (%) Industri Dana Pensiun pada triwulan III tahun 2017 menunjukkan kinerja yang positif, salah satunya tercermin dari peningkatan jumlah investasi dan jumlah aset bersih dana pensiun. Pada triwulan III tahun 2017, jumlah investasi dan aset bersih dana pensiun mengalami peningkatan meskipun sedikit melambat. Jumlah investasi dana pensiun pada triwulan III tahun 2017 sebesar Rp251,5 triliun atau tumbuh sebesar 10,8 persen (YoY), sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,8 persen (YoY). Pertumbuhan juga terjadi pada jumlah aset bersih dana pensiun, dimana pada triwulan III tahun 2017 sebesar Rp256,8 triliun atau tumbuh sebesar 9,9 persen (YoY), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,0 persen (YoY). Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, jumlah investasi dan aset bersih dana pensiun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2,5 persen (QtQ) dan 1,7 persen (QtQ). Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Syariah Perkembangan Perbankan Syariah Gambar 51. Perkembangan DPK dan Pembiayaan Bank Syariah Tahun % 20% 10% - Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Kredit (Rp T) DPK (Rp T) Pertumbuhan Total Kredit Pertumbuhan DPK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 0% Kegiatan intermediasi perbankan syariah tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III tahun Kegiatan intermediasi perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III tahun Hal tersebut tercermin dari penurunan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit 128

144 perbankan syariah. Jika dilihat dari tren perkembangannya, keduanya mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan I tahun 2016, dengan pertumbuhan kredit yang selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK. Akan tetapi pada triwulan III tahun 2017, keduanya baik kredit maupun DPK mengalami perlambatan pertumbuhan, dengan perlambatan pertumbuhan kredit yang lebih besar dibanding perlambatan pertumbuhan DPK. Hal tersebut sejalan dengan besaran Loan Deposit Ratio (LDR) yang mengalami penurunan. Pada triwulan III tahun 2017, perbankan syariah mencatat adanya penurunan pertumbuhan DPK sebesar 4,25 persen (QtQ), sementara pembiayaan atau kredit mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 3,86 persen (QtQ). Namun apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, DPK tumbuh sebesar 20,9 persen (YoY), sementara pertumbuhan pembiayaan sebesar 15,6 persen (YoY). Dengan demikian, secara umum perbankan syariah tercatat cukup baik dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya pertumbuhan dana pihak ketiga dan kredit yang tetap positif sejak triwulan I tahun

145 Rp Triliun Pertumbuhan (%) Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Tahun % 25% 20% 15% 10% 5% - Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 0% Kredit (Rp T) Pertumbuhan Total Kredit Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Pembiayaan Modal Kerja (PMK) mengalami percepatan pertumbuhan, sedangkan Pembiayaan Investasi (PI) dan Pembiayaan Konsumsi mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III tahun Secara umum, perkembangan pembiayaan (kredit) perbankan syariah mengalami pertumbuhan, meskipun melambat pada triwulan III tahun Pembiayaan perbankan syariah tumbuh sebesar 15,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, sedikit melambat jika dibandingkan dengan pembiayaan pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,4 persen (YoY). Selanjutnya, jika ditinjau pertumbuhannya secara triwulanan, pembiayaan perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 2,4 persen (QtQ), yaitu dari Rp miliar pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp miliar pada triwulan III tahun Apabila ditinjau lebih lanjut pada komponennya, hanya Kredit Modal Kerja (KMK) yang mengalami peningkatan pertumbuhan. Sementara Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK), keduanya mengalami pertumbuhan namun melambat. Kredit Investasi mengalami pertumbuhan sebesar 11,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan 130

146 Non Performing Loan (%) CAR dan LDR (%) Kredit Investasi pada triwulan sebelumnya yaitu 14,3 persen (YoY). Sejalan dengan hal tersebut, Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan pertumbuhan, bahkan melambat cukup besar. Kredit Konsumsi tumbuh sebesar 17,03 persen pada triwulan III tahun 2017, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan Kredit Konsumsi pada triwulan sebelumnya yaitu 28,1 persen (YoY). Lain halnya dengan Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi yang mengalami penurunan pertumbuhan, Kredit Modal Kerja justru mengalami peningkatan pertumbuhan. Kredit Modal Kerja tumbuh sebesar 16,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2017, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan Kredit Modal Kerja pada triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 13,8 persen (YoY). Kondisi ini mencerminkan bahwa perbankan syariah berusaha untuk memperluas pembiayaannya ke sektor modal kerja, bukan hanya terkonsentrasi di sektor ritel. Gambar 53. Kinerja Perbankan Syariah Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q LDR 91,76 92,06 89,18 86,01 87,55 87,85 85,25 CAR 14,90 14,72 15,43 16,63 16,98 16,42 16,05 NPL 4,89 5,05 4,31 4,40 4,29 3,99 3,88 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 131

147 Perkembangan perbankan syariah cenderung stagnan pada triwulan III tahun 2017, yang tercermin dari kinerja perbankan syariah pada triwulan tersebut. Kinerja perbankan Syariah pada triwulan III tahun 2017 terjaga dengan baik. Dari sisi kecukupan modal, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR) mengalami sedikit penurunan. Rasio CAR tercatat sebesar 16,1 pada triwulan III tahun 2017, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II tahun 2017 yang tercatat sebesar 16,4. Meskipun mengalami sedikit penurunan, rasio tersebut masih jauh di atas ketentuan CAR minimum yakni 8 persen. Rasio CAR yang cukup jauh di atas ketentuan minimum tersebut menggambarkan ketahanan perbankan syariah dalam menghadapi berbagai gejolak dalam perekonomian. Indikator perbankan syariah lainnya adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan III tahun 2017, LDR perbankan syariah mengalami penurunan yang cukup besar yakni sebesar 2,6 persen (QtQ), yaitu dari 87,9 persen pada triwulan II tahun 2017 menjadi 85,3 persen pada triwulan III tahun Kondisi tersebut menunjukkan adanya penurunan fungsi intermediasi perbankan syariah. Selanjutnya, rasio kredit bermasalah yang tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) pada triwulan III tahun 2017 menunjukkan adanya perbaikan. Rasio NPL pada triwulan III tahun 2017 tercatat sebesar 3,9 persen, menurun jika dibandingkan dengan rasio NPL pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,0 persen. 132

148 Tabel 50. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Sektor Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum Transportasi, pergudangan dan komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya Kegiatan yang belum jelas batasannya Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September Secara sektoral, peningkatan penyaluran pembiayaan perbankan syariah terjadi pada 8 sektor, dengan kenaikan tertinggi ada pada sektor konstruksi. Hal tersebut didorong oleh tingginya pembangunan infrastruktur Pemerintah. Perkembangan penyaluran kredit perbankan syariah di Indonesia pada triwulan III tahun 2017 mengalami penurunan. Apabila ditinjau secara sektoral, penyaluran pembiayaan perbankan syariah tertinggi adalah ke sektor perdagangan besar dan eceran, yaitu mendominasi sebesar 19,9 persen atau sebesar Rp miliar. Kemudian diikuti oleh sektor konstruksi yang mendominasi penyerapan kredit perbankan syariah, yaitu sebesar 13,5 persen atau sebesar Rp miliar. Berbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah belum memberikan pembiayaan terhadap sektor Badan Internasional dan Badan 133

149 Perkembangan Pasar Modal Syariah Ekstra Internasional. Sementara itu sektor dengan penyaluran kredit terendah berada pada sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial yakni kurang dari satu persen terhadap total kredit. Selanjutnya apabila ditinjau dari pertumbuhannya, peningkatan pertumbuhan jumlah penyaluran kredit (jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya) terjadi pada 8 sektor ekonomi, dengan peningkatan pertumbuhan tertinggi terdapat pada sektor konstruksi yakni sebesar 9 persen jika dibandingkan dengan triwulan II tahun Tingginya penyaluran pembiayaan perbankan syariah kepada sektor konstruksi didorong oleh tingginya pembangunan infrastruktur pemerintah. Gambar 54. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q ISSI JII ISSI Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September JII 134

150 Triliun Rp Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, kinerja pasar modal pun secara umum tercatat membaik, namun pada triwulan III tahun 2017, ISSI dan JIII mengalami sedikit penurunan. Kinerja pasar modal syariah menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari nilai kapitalisasi pasar saham syariah yang meningkat pada awal tahun Namun pada triwulan III tahun 2017, terjadi penurunan nilai kapitalisasi pasar Jakarta Islamic Index (JII) sebesar Rp triliun atau 2,0 persen (QtQ). Selanjutnya apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2016, nilai kapitalisasi Jakarta Islamic Index (JII) mengalami penurunan sebesar 1,0 persen (YoY). Lain halnya dengan nilai kapitalisasi JII yang mengalami penurunan yang cukup besar dari Triwulan II ke triwulan III tahun 2017, nilai kapitalisasi Indeks Saham Syariah Indonesia juga mengalami penurunan namun tidak terlalu signfikan. Nilai kapitalisasi Indeks Saham Syariah Indonesia menurun sebesar 0,36 persen (QtQ), yaitu menjadi Rp triliun pada triwulan III tahun Akan tetapi apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, nilai kapitalisasi Indeks Saham Syariah Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu sebesar 6,6 persen (YoY). Gambar 55. Perkembangan Sukuk Korporasi (outstanding) (Triliun Rp) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 135

151 Pasar sukuk korporasi (outstanding) mengalami penurunan pada triwulan III tahun Pasar SUKUK di Indonesia cenderung mengalami peningkatan hingga tahun 2017, yang tercermin dari peningkatan jumlah sukuk korporasi (outstanding) hingga tahun Akan tetapi, pada triwulan III tahun 2017, jumlah sukuk korporasi (outstanding) tercatat mengalami penurunan sebesar 5,8 persen (QtQ), yaitu dari Rp15,1 triliun pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp14,3 triliun pada triwulan III tahun Namun apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah sukuk korporasi (outstanding) mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni sebesar 36,4 persen (YoY). Dengan demikian, kondisi ini mencerminkan adanya peningkatan peran pasar sukuk yang dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan di Indonesia, meskipun pendalaman pasar sukuk masih perlu ditingkatkan agar dapat terus membantu meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia. Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank Syariah (IKNBS) Gambar 56. Perkembangan Aset Industri Keuangan Nonbank Syariah Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Asuransi Syariah Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah Lembaga Pembiayaan Syariah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Triwulan III merupakan angka bulan September 136

152 Kinerja Industri Keuangan Nonbank Syariah mengalami peningkatan kinerja, yang secara umum dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah aset keseluruhannya. Hingga triwulan III tahun 2017, Industri Keuangan Nonbank Syariah secara umum menunjukkan kinerja yang positif. Kondisi ini tercermin dari adanya peningkatan secara umum jumlah aset Industri Keuangan Nonbank Syariah (IKNBS) dari tahun 2016 hingga tahun Industri Asuransi Syariah memiliki jumlah aset terbanyak jika dibandingkan dengan industri keuangan nonbank syariah lainnya. Pada triwulan III tahun 2017, aset Industri Asuransi Syariah sebesar Rp miliar. IKNBS dengan aset terbesar kedua diikuti oleh Lembaga Pembiayaan Syariah, dengan jumlah aset pada triwulan III tahun 2017 sebesar Rp miliar. Jika ditinjau dari pertumbuhan triwulannya, pertumbuhan aset tertinggi secara triwulanan terjadi pada Industri Asuransi Syariah dengan pertumbuhan sebesar 5,5 persen (QtQ) pada triwulan III tahun Sedangkan jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, aset industri asuransi syariah mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 19,5 persen (YoY). Selain itu, Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah juga mengalami peningkatan aset sebesar 4,1 persen (QtQ). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, aset Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah mengalami peningkatan yang signifikan pula yakni sebesar 29,57 persen (YoY). Sementara itu, Lembaga Keuangan Mikro Syariah mengalami peningkatan pertumbuhan aset sebesar Rp27 miliar. Lembaga jasa pembiayaan syariah juga mengalami peningkatan sebesar 4,1 persen (QtQ), sedangkan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 29,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun

153 LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1) Gambar 57. Inflasi YoY 82 Kabupaten/Kota Juli-September 2017 Papua Sumatera Maluku Sulawesi Kalimantan Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 138

154 Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2) Gambar 58. Inflasi MtM 82 Kabupaten/Kota Juli-September 2017 Papua Sumatera Maluku Sulawesi Kalimantan Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 139

155 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Negara PAB Tabel 51. Nilai Tukar Mata Uang Juli 2017 Agustus 2017 September 2017 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) Rata-rata Triwulanan Rupiah Indonesia ,0 0,2 1,1 (1,6) ,0 (0,1) 1,0 (0,5) ,0 (1,0) 0,0 (3,2) ,5 (0,2) Lira Turki 3,5 0,0 0,1 (15,1) 3,5 1,9 2,0 (14,3) 3,6 (3,1) (1,1) (15,8) 3,5 1,9 Rand Afrika Selatan 13,2 (0,8) 4,2 5,3 13,0 1,4 5,7 13,3 13,6 (4,1) 1,3 1,2 13,2 0,2 BRIC Real Brazil 3,1 5,8 4,2 4,0 3,1 (0,8) 3,4 2,5 3,2 (0,4) 2,9 3,2 3,2 1,6 Rubel Rusia 59,8 (1,5) 2,9 10,3 58,0 3,0 6,0 12,7 57,6 0,8 6,9 9,3 58,9 (2,9) Rupee India 64,2 0,6 5,8 4,4 63,9 0,4 6,3 4,8 65,3 (2,1) 4,0 2,0 64,3 0,3 Yuan Cina 6,7 0,8 3,2 (1,4) 6,6 2,1 5,4 1,4 6,7 (0,9) 4,4 0,3 6,7 2,9 ASEAN-6 Dolar Singapura 1,4 1,5 6,8 (1,2) 1,4 (0,0) 6,7 0,5 1,4 (0,1) 6,6 0,4 1,4 2,3 Ringgit Malaysia 4,3 0,3 4,8 (5,0) 4,3 0,2 5,0 (4,8) 4,2 1,2 6,3 (1,9) 4,3 1,6 Baht Thailand 33,3 1,9 7,6 4,4 33,2 0,3 8,0 4,3 33,3 (0,4) 7,6 3,8 33,4 2,8 Peso Filipina 50,5 (0,0) (1,8) (6,6) 51,2 (1,4) (3,1) (9,0) 50,9 0,7 (2,5) (4,7) 50,8 (2,0) Kyat Myanmar 1.355,0 (0,1) 0,2 (12,4) 1.359,0 (0,3) (0,1) (10,7) 1.359,8 (0,1) (0,2) (7,1) 1.354,4 0,0 Negara Maju Euro 0,8 3,6 12,6 6,0 0,8 0,6 13,2 6,7 0,8 (0,8) 12,3 5,2 0,9 6,9 Poundsterling Inggris 0,8 1,5 7,1 (0,1) 0,8 (2,2) 4,7 (1,6) 0,7 3,6 8,5 3,2 0,8 2,3 Yen Jepang 110,3 1,9 6,1 (7,4) 110,0 0,3 6,3 (6,0) 112,5 (2,2) 4,0 (9,9) 110,9 0,2 Won Korea Selatan 1.119,3 2,2 7,7 0, ,6 (0,7) 6,9 (1,1) 1.145,4 (1,6) 5,3 (3,9) 1.132,8 (0,2) Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan (PAB) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) QtQ (%) 140

156 Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas PAB Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional Juli 2017 Agustus 2017 September 2017 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) Rata-rata Triwulan Minyak Goreng (0,4) (2,2) 2, ,1 (2,0) (1,9) ,2 (1,9) (2,7) ,9 0,2 Daging Sapi (2,0) 2,0 2, ,4 4,4 4, (2,8) 1,5 2, ,8 0,8 Daging Ayam Broiler (0,9) (4,2) (3,5) ,0 (3,3) 2, (5,3) (8,4) (1,5) ,8 (4,7) Telur Ayam Ras ,4 (4,4) (2,5) (2,5) (6,8) (1,6) ,3 (6,5) (0,2) ,4 (4,4) Tepung Terigu ,5 (2,0) (3,8) ,6 2,5 2, ,3 2,8 2, ,3 (2,6) Kedelai Impor ,8 0,2 (1,0) (0,6) (0,4) 0, ,5 0,1 0, ,0 (0,5) Kedelai lokal ,7 1,7 (1,6) (2,0) (0,3) (3,5) (0,4) (0,7) (3,4) ,6 (4,3) Beras Medium (0,4) (1,0) 0, ,2 (0,8) 0, ,8 0,1 0, ,7 0,1 Gula Pasir (0,7) (5,9) (18,4) (1,2) (7,1) (13,8) (1,1) (8,1) (11,0) ,1 (12,6) Cabe Merah Keriting YTD (%) (4,9) (26,3) (10,1) ,4 (25,3) (6,7) (4,7) (28,8) (19,2) ,0 (15,6) Cabe Merah Biasa (9,6) (16,9) (5,4) ,0 (14,4) (0,6) (12,9) (25,4) (21,4) ,8 (11,1) Bawang Merah (3,6) (11,3) (27,2) (14,3) (24,0) (28,0) (9,4) (31,1) (34,6) ,1 (21,6) Sumber: Kementerian Perdagangan (Posisi Akhir Bulan/PAB), data diolah YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) QtQ (%) 141

157 SUSUNAN TIM REDAKSI Penanggungjawab Dr. Ir. Leonard VH Tampubolon, MA Pemimpin Redaksi Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, M.Eng, Ph.D Dewan Redaksi Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D Dr. Haryanto, SE, MA Ir. Imarita Trihanda, MS Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM Redaktur Pelaksana Cut Sawalina, SE, Msi Ichsan Zulkarnaen, SE, MSc, Ph.D Mochammad Firman Hidayat, SE, MA Toni Priyanto J, S.Kom, ME Muhammad Fahlevy, SE, MA Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc Dra. Dwi Martini, ME Yunus Gastanto, SE, PG.Dip Tari Lestari, S.Si, SE, MS Octal Pramudito, SE, MA Yogi Harsudiono, SE, MPA Istasius Angger Anindito, SE, MA Rufita Sri Hasanah, SE Fajar Hadi Pratama, ST Sukhad, S.IP Drs. Muhammad Arif, Msi 142

158 Penulis Arianto Christian Hartono, SE, MA Yeni Oktavia Mulyono, SE M. Indra Maulana, SE, MA Dessy Kusumawardhani, SE Karina Agustina, SE Budiono Rahmat, SE Sri Mulyani, SE Asterina Zarnia, SE Catra Evan Ramadhani, SE Muhibbudin Ahmad A, SE Aris Saputra, SE Widyastuti Hardaningtyas, SE Aditya Dwi Febri Christian Wibowo, ST Ani Utami, SE Distributor/Sirkulasi Imam Musadad Tulus Sujadi Administrasi Diah Prihartini Editor Sri Mulyani, SE Budiono Rahmat, SE Grafis dan Layout Hamdan Hasan, S.Kom Dimas Adhytia W, SE 143

159 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut 144

160 145

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN KINERJA Periode: MARET 21 Jakarta, Mei 21 1 Neraca Perdagangan Indonesia Kondisi perdagangan Indonesia semakin menguat setelah mengalami kontraksi di tahun 29. Selama Triwulan I

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

Berita Resmi Statistik

Berita Resmi Statistik 6 November 2017 2 Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Produk Domestik Bruto) Berita Resmi Statistik 6 November 2017 Indeks Tendensi Bisnis dan Indeks Tendensi Konsumen

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari diskusi terbatas

KATA PENGANTAR. Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari diskusi terbatas 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN JANUARI Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Februari 2018

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN JANUARI Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Februari 2018 PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN JANUARI 2018 Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Februari 2018 DAFTAR ISI Komoditas Energi Minyak Mentah, Batu Bara dan Gas Alam Komoditas

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014* TABEL 1 RINGKASAN 2014 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 I. Transaksi Berjalan -4,926-9,592-7,040-5,958-27,516-4,178-4,250-4,011 A. Barang 1) 3,350-375 1,560 2,448 6,983 3,063 4,130 4,054 - Ekspor 43,937

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2017

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2017 Agustus Mei 2013 2017 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Realisasi Triwulan I 2017 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan II 2016

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan II 2016 Agustus Agustus 20132016 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Realisasi Triwulan II 2016 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) TABEL 1 RINGKASAN 2013 2014 I. Transaksi Berjalan -6,007-10,126-8,640-4,342-29,115-4,149-8,939-6,963-6,181-26,233 A. Barang 1) 1,602-556 85 4,703 5,833 3,350-375 1,560 2,368 6,902 - Ekspor 44,945 45,244

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014* TABEL 1 RINGKASAN 2014 2015 I. Transaksi Berjalan -4,927-9,585-7,035-5,953-27,499-4,159-4,296-4,190-5,115-17,761 A. Barang 1) 3,350-375 1,560 2,448 6,983 3,063 4,125 4,141 1,953 13,281 - Ekspor 43,937

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan

Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan I. Transaksi Berjalan I. Transaksi Berjalan A. Barang 1) A. Barang 1) - Ekspor - Ekspor 1. Nonmigas 1. Barang Dagangan Umum a. Ekspor - Ekspor b. Impor 2.

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Triwulan IV 2016

Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Triwulan IV 2016 Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Triwulan IV 2016 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara,

Lebih terperinci

Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Triwulan IV 2016

Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Triwulan IV 2016 Agustus 2013 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Triwulan IV 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara,

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2016

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2016 Agustus Mei 2013 2016 T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Realisasi Triwulan I 2016 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017 Table Daftar of Isi: Contents Ekonomi Global Perkembangan Ekonomi Global Global Competitiveness Report 2017-2018; World Bank: Indonesia Economic Quarterly;

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Volume 1 Januari 2018

Volume 1 Januari 2018 Volume 1 Januari 2018 Tabel 1. Produksi karet alam per negara ANALISIS PASAR Oleh Tim Analisis Pasar Gapkindo Produksi karet Alam per negara % Okt- Okt- % Thailand 442 444 0 1282 1286 0 SITUASI PASAR Pasokan:

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN FEBRUARI Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Maret 2018

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN FEBRUARI Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Maret 2018 PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL BULAN FEBRUARI 2018 Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Maret 2018 DAFTAR ISI Komoditas Energi Minyak Mentah, Batu Bara dan Gas Alam Komoditas

Lebih terperinci

3. Analisis Eksternal

3. Analisis Eksternal 3. Analisis Eksternal 3.1. Perkembangan Kondisi Makro Ekonomi Dunia Ekspansi ekonomi dunia diperkirakan tetap berlanjut meski tidak merata. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju diperkirakan terbatas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Berbagai indikator mengindikasikan bahwa perekonomian AS terus membaik. Indikator-indikator tersebut, antara lain tumbuhnya konsumsi rumah tangga secara berkelanjutan, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan 1 2 Siklus Ekonomi 3 Sumber: BI Ekonomi Domestik Beberapa Risiko Ekonomi Global Meningkatnya ketidakpastian yang dipicu oleh ekspektasi kenaikan

Lebih terperinci