KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1 I

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan II tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II tahun 2015 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Agustus 2015 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Ringkasan Eksekutif Perekonomian dunia hingga semester I tahun 2015 masih melambat akibat perbaikan secara bertahap perekonomian negara-negara maju, dan perlambatan ekonomi negara-negara berkembang. Perekonomian Amerika Serikat triwulan II tahun 2015 tumbuh sebesar 3,7 persen, melambat dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY). Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan investasi non-residensial dan pelemahan belanja pemerintah. Pada triwulan yang sama, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY), menguat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Meskipun demikian, perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 masih berjalan melambat. Perlambatan ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Jerman yang berada di bawah perkiraan, stagnasi perekonomian Perancis, dan perekonomian Finlandia yang terkontraksi. Pada semester I tahun 2015, kondisi ekonomi Tiongkok masih dihadapkan pada ketidakpastian kondisi ekonomi global dan ekonomi domestik, serta tekanan bagi pemerintah makin kuat. Sepanjang bulan April hingga Juni 2015 perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5 persen (YoY). Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan II tahun 2015 dengan tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh pelemahan pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga. Di samping itu, lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh terkontraksi akibat pertambangan batubara yang menurun. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini diiringi dengan peningkatan inflasi beserta tren melemahnya nilai tukar Rupiah selama triwulan II tahun Tingkat inflasi Juni 2015 mencapai 7,3 persen (YoY) dengan nilai tukar Rupiah pada posisi akhir bulan Rp /USD. Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.096,3 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor nonmigas mengalami surplus sebesar USD 4.822,3 juta. Sementara itu, neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama mengalami defisit sebesar USD 2.726,0 juta. Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 195,4 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2015 surplus sebesar USD 2,9 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan I tahun 2015 yang mencapai surplus USD 2,4 miliar. Menguatnya kinerja NPI tersebut disebabkan oleh membaiknya defisit neraca transaksi berjalan dengan defisit

4 sebesar USD 4,5 miliar (2,1 persen PDB). Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mencapai USD 108,0 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor. Jumlah ini menurun dibanding triwulan I tahun 2015 yang mencapai USD 111,6 miliar (QtQ). Penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) semester I tahun 2015 sebesar Rp ,2 miliar, lebih besar dari realisasi semester I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 17,4 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi semester I tahun 2015 sebesar USD ,1 juta, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,5 persen dibandingkan semester I tahun Dalam lima tahun terakhir, utang pemerintah terus menunjukkan peningkatan. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.864,2 triliun. Pada triwulan II tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp 599,4 triliun dan dalam PDB atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 486,7 triliun. Sektor industri pengolahan pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan mencapai 5,26 persen (YoY). Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) per bulan selama triwulan II tahun 2015 sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman mencapai orang. Penjualan mobil dan motor di Indonesia sampai dengan triwulan II tahun 2015 melemah karena menurunnya daya beli masyarakat akibat perlambatan perekonomian Indonesia. Pada Juni 2015 total penjualan mobil dan motor masingmasing sebesar unit dan sebesar unit. Sementara, penjualan semen di Indonesia pada bulan Mei 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014, yaitu menurun sebesar 7,9 persen. Walaupun menurun dibanding tahun 2014, penjualan selalu meningkat dari bulan April sampai bulan Juni tahun 2015.

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR...IX PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 2 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 4 Perekonomian Tiongkok... 7 Perekonomian Singapura... 9 OUTLOOK EKONOMI DUNIA PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA...14 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA...19 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Neraca Pembayaran Indonesia PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Devaluasi Yuan, Ini Dampak Bagi Indonesia Menurut Mantan Menkeu Era SBY Bentuk Depo Bapok Kita, Mendag Pangkas Rantai Distribusi Menteri Perdagangan terbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No 48/M/DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor guna mengatasi masalah dwelling time Pemerintah Fasilitasi Permasalahan Investasi (debottlenecking) PERKEMBANGAN PERDAGANGAN...41 Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI...54 Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Semester I Tahun III

6 Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL...59 Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN Perdagangan Antar Negara ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi...69 Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN...80 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan I Tahun Pertumbuhan Industri Pengolahan Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Jumlah Wisatawan LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang (lanjutan) Lampiran 3: Indeks Saham Global Lampiran 3: Indeks Saham Global (lanjutan) Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional IV

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 3 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa... 5 Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY)... 8 Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun Tabel 5.Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Oktober 2014 Juli Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun Tabel 13.Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Triwulan II Tahun 2015 (Triliun Rupiah) Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan II Tahun 2015 (Triliun Rupiah) Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2010 s.d. Triwulan II Tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Tahun 2010 Triwulan II Tahun Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2010 Triwulan II Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Triwulan II Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK Per 31 Triwulan II Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan II 2015 (trilun Rupiah) Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan II Tahun Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan II Tahun Tabel 24. Perkembangan Ekspor Non-Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan II Tahun Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan II Tahun Tabel 26. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Non-Migas Triwulan II Tahun Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan II Tahun Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India VII

8 Tabel 33. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 36. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan II Tahun 2015 (persen) Tabel 37. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Semester I Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Semester I Tahun 2015 Berdasar Sektor Tabel 39. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Semester I Tahun Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Semester I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Semester I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Semester I Tahun Tabel 43. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Semester I Tahun Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 45. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 46. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 47. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tabel 48. Ekspor Indonesia-ASEAN Tabel 49. Impor Indonesia-ASEAN Tabel 50. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Tabel 51. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan II Tahun 2015 (persentase) Tabel 52. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen Tabel 55. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 56. Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) VIII

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun 2015 (persen) Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2014 Juli Gambar 5. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun Gambar 6. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun Gambar 7. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun Gambar 8. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Juni Gambar 9. Nilai dan Volume Impor Hingga Juni Gambar 10. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun Gambar 11. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Non-Preferensi terhadap Total SKA Non-Preferensi Gambar 13. Posisi Cadangan Devisa Dunia (triliun USD) Gambar 14. Pertumbuhan Uang Beredar (YoY) Gambar 15. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Gambar 16. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Gambar 17. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global Gambar 18. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok Gambar 19. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 20. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 21. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 22. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Gambar 23. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan II-Tahun Gambar 24. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Non-Migas Gambar 25. Ekspor Produk Industri Gambar 26. Realisasi Investasi PMA Dan PMDN Sektor Industri Tahun Gambar 27. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun Gambar 28. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun Gambar 29. Realisasi Proyek Investasi PMDN Sektor Industri Tahun Gambar 30. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun Gambar 31. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan II Tahun Gambar 32. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan II Tahun Gambar 33. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan II Tahun Gambar 34. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan II Tahun Gambar 35. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan II Tahun Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan, Hingga Triwulan II Tahun Gambar 37. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dan Perolehan Devisa IX

10 Gambar 38. Perbandingan Daya Saing Pariwisata Tahun Gambar 39. Inflasi YoY 66 Kota April-Juni Gambar 40. Inflasi MtM 66 Kota April-Juni Gambar 41. Perkembangan Nilai Tukar Gambar 42. Perkembangan Indeks Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) Gambar 43. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 44. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 45. Indeks Harga Komoditas Internasional Gambar 46. Harga Bahan Pokok Nasional X

11 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan perlambatan pada triwulan II tahun 2015 menjadi sebesar 3,7 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015, menguat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Sepanjang bulan April hingga Juni 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Pada bulan Juli 2015, IMF memproyeksi perekonomian dunia tetap tumbuh sebesar 3,3 persen pada tahun

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perekonomian dunia hingga semester I tahun 2015 masih melambat akibat perbaikan secara bertahap perekonomian negara-negara maju, dan perlambatan ekonomi negara-negara berkembang. Kondisi ini menggambarkan kelanjutan kontraksi output Amerika Serikat yang menyebar ke negara-negara lain seperti Kanada dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh musim dingin yang buruk dan pemogokan buruh di Pantai Barat Amerika Serikat, seiring dengan penurunan capital expenditure sektor minyak yang berkontribusi pada pelemahan aktivitas perekonomian Amerika Serikat. Pertumbuhan output dan permintaan dalam negeri pada negara-negara maju dan negara-negara berkembang mengalami pelemahan. Harga minyak mengalami penguatan diatas ekspektasi pada triwulan II tahun 2015, akibat permintaan yang lebih tinggi dan pertumbuhan produksi minyak Amerika Serikat. Seiring dengan penguatan harga minyak mentah, harga bahan bakar minyak mulai meningkat. Hal ini berdampak pada kenaikan inflasi umum bulanan pada mayoritas negara-negara maju, meskipun inflasi inti tetap stabil. Inflasi umum di negara-negara berkembang cenderung menurun akibat pelemahan permintaan dalam negeri. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan I tahun 2015 yang sebelumnya terkontraksi sebesar 0,2 persen menjadi tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2015 disebabkan oleh aktivitas di pelabuhan Pantai Barat Amerika Serikat yang terganggu akibat pemogokan buruh. Di sisi lain, penguatan konsumsi domestik dan investasi residensial menopang perekonomian Amerika Serikat dalam menghadapi pelemahan ekonomi global. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY). Perlambatan ini disebabkan oleh pelemahan belanja pemerintah. Meskipun demikian, kenaikan belanja konsumen, dan ekspor lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PDB riil pada triwulan II tahun 2015 tercermin dari kontribusi positif pada meningkatnya pengeluaran konsumsi pribadi, belanja pemerintah daerah, ekspor, investasi tetap non-residensial, investasi peralatan bisnis, serta penurunan impor. Sementara, stagnasi belanja pemerintah pusat dan penurunan belanja nonpertahanan berkontribusi negatif bagi perekonomian. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis perlambatan konsumsi yang tumbuh 3,1 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015, setelah tumbuh 3,8 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran konsumsi menyumbang 70,0 persen dari seluruh perekonomian Amerika Serikat. Konsumsi barang mengalami kenaikan sebesar 5,5 2

13 persen (YoY), dan konsumsi jasa naik sebesar 2,0 persen (YoY) pada triwulan II tahun Peningkatan belanja konsumen yang cukup kuat khususnya pada barang tahan lama seperti kendaraan, dan peralatan rumah tangga dapat mengimbangi pelemahan investasi bisnis terutama peralatan. Belanja Pemerintah Amerika Serikat secara keseluruhan tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar 1,2 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat tidak mengalami pertumbuhan, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 1,2 persen. Selanjutnya, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan tumbuh sebesar 0,3 persen, meningkat setelah terkontraksi sebesar 0,5 persen (YoY). Di sisi lain, belanja pemerintah non-pertahanan mengalami kontraksi sebesar 0,4 persen pada triwulan II tahun 2015, cenderung membaik setelah terkontraksi 2,2 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan belanja pemerintah pusat, belanja pemerintah daerah mengalami kenaikan dengan tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY), sedangkan triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY). Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II Pertumbuhan Ekonomi 0,9 4,6 4,3 2,1 0,6 3,7 Konsumsi 1,3 3,8 3,5 4,3 1,8 3,1 Barang 1,1 6,7 4,1 4,1 1,1 5,5 Jasa 2,6 13,9 7,5 6,1 2,1 2,0 Investasi 2,5 12,6 7,4 2,1 8,6 5,2 Ekspor 6,0 5,6 7,9 2,5-6,0 5,2 Impor 8,3 4,4 9,0 0,7 7,1 2,8 Belanja Pemerintah 0,0 1,2 1,8 1,4-0,1 2,6 Belanja Pemerintah Pusat 0,3 1,2 3,7 5,7 1,1 0,0 Belanja Pertahanan 4,6 0,5 4,5 10,3 1,0 0,3 Belanja Non-Pertahanan 8,9 2,2 2,5 2,1 1,2 0,4 Belanja Pemerintah Daerah 0,2 2,6 0,6 1,3 0,8 4,3 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2015 Investasi Amerika Serikat hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5,2 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 12,6 persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh faktor pelemahan kegiatan eksplorasi minyak akibat pemangkasan anggaran oleh perusahaan-perusahaan hingga sebesar 68,2 persen, merupakan penurunan kedua terbesar sejak triwulan II tahun Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, perlambatan investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap residensial, investasi peralatan nonresidensial, investasi produk kekayaan intelektual dan investasi struktur nonresidensial, serta penurunan pada invetasi peralatan non-residensial. Pada tahun 3

14 2015, The Fed melaksanakan kebijakan tight monetary policy, seiring dengan tren penurunan harga komoditas dunia termasuk minyak mentah, serta perbaikan kosumsi dalam negeri, pasar tenaga kerja, dan apresiasi mata uang dolar. Pada bulan September 2015, rencana kenaikan federal fund rate dilakukan untuk menjaga momentum perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik, dan tren penurunan tingkat pengangguran. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis neraca perdagangan pada bulan Juni 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD 43,8 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 40,9 miliar. Defisit perdagangan barang naik menjadi sebesar USD 63,5 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami penurunan surplus menjadi sebesar USD 19,7 miliar. Ekspor barang dan jasa turun USD 0,2 miliar menjadi USD 127,6 miliar. Kinerja ekspor barang menurun terutama disebabkan oleh penurunan barang modal, bahan dan penawaran barang industri, serta barang konsumsi. Sementara itu, ekspor jasa mengalami sedikit kenaikan disebabkan oleh peningkatan bisnis jasa (jasa penelitian dan pembangunan, jasa manajerial dan proesional, jasa hubungan dan teknis perdagangan) dan transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang). Impor barang dan jasa meningkat USD 2,7 miliar menjadi USD 191,1 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada barang konsumsi, barang modal, serta bahan dan penawaran barang industri. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang) dan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan). Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan Juni 2015 hanya turun sebesar orang menjadi 8,3 juta orang. Dalam 12 bulan terakhir tingkat pengangguran turun 0,8 persen atau sebesar orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, kesehatan, keuangan, perdagangan retail, serta pergudangan dan transportasi. Kondisi ini menandai momentum menurunnya tingkat pengangguran sejak bulan Oktober Pada bulan Juni 2015, penyerapan tenaga kerja di sektor non-pertanian sebesar orang. Penurunan tingkat pengangguran diharapkan berimbas pada penguatan perekonomian dalam negeri menghadapi gejolak perekonomian global. Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Penguatan di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali berlanjut, meskipun perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 masih berjalan melambat. Perlambatan Ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa pada triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Jerman, stagnasi perekonomian Perancis, dan perekonomian Finlandia yang terkontraksi karena resesi perekonomian tahunan negara-negara Nordik sejak tahun

15 Namun demikian, tercapainya kesepakatan bailout ketiga dari kreditor dengan Yunani untuk dana privatisasi independen, dan pengaturan terhadap kredit perbankan yang macet sebesar EUR 86,0 miliar. Perbaikan ekonomi Yunani yang terus membaik diharapkan dapat mendorong akselerasi perekonomian kawasan Eropa. Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa Pertumbuhan PDB (%) Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q2-14 Q2-15 Q1-15 Q2-15 Kawasan Eropa (U19) 0,7 1,0 0,4 0,3 Uni Eropa (U28) 1,2 1,2 0,4 0,4 Sumber: Eurostat Berdasarkan publikasi Eurostat, Latvia diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan II tahun 2015, yaitu sebesar 1,2 persen (QtQ). Sementara, perekonomian Jerman diperkirakan sedikit meningkat dengan tumbuh 0,4 persen (QtQ), dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang tumbuh hanya 0,3 persen. Finlandia menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan II tahun 2015, yang besarnya 0,4 persen (QtQ). Di sisi lain, perekonomian Perancis diperkirakan mengalami stagnasi pada triwulan II tahun Sedangkan Italia, Portugal, dan Spanyol dalam tren positif yang diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 0,2 persen (QtQ), 0,4 persen (QtQ), dan 1,0 persen (QtQ). Perekonomian Yunani diperkirakan tumbuh sebesar 0,8 persen, setelah sebelumnya mengalami stagnasi pada triwulan I tahun Pada bulan Juni tahun 2015, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami penurunan sebesar 2,2 persen (YoY), dan 2,9 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami peningkatan dengan tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY), dan 1,7 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Produksi industri meningkat disebabkan oleh kenaikan produksi barang modal sebesar 1,7 persen, barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 2,5 persen, barang setengah jadi sebesar 0,2 persen, dan barang konsumsi tahan lama sebesar 0,1 persen dibandingkan Juni Sementara itu, produksi sektor industri yang menguat di kawasan Uni Eropa disebabkan oleh peningkatan barang modal sebesar 2,4 persen, barang konsumsi tahan lama sebesar 2,2 persen, produksi energi sebesar 1,7 persen, barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 1,5 persen, serta barang setengah jadi sebesar 0,8 persen dibandingkan bulan Juni Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Juni Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 26,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan Juni 2014 yang besarnya EUR 16,1 miliar. Pada Juni 5

16 2015, negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 10,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan Juni 2014 yang surplus sebesar EUR 2,0 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel bulan Juni 2015 di kawasan Eropa meningkat sebesar 1,2 persen (YoY) dan 2,0 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan bulan Juni Hal ini disebabkan oleh kenaikan penjualan pada sektor non-makanan sebesar 2,3 persen, bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 1,8 persen serta sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,1 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa karena penjualan pada sektor makanan naik sebesar 3,4 persen, dan sektor makanan, minuman, dan tembakau naik sebesar 0,8 persen, serta bahan bakar kendaraan bermotor naik sebesar 1,4 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2015 di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,3 persen, menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2014 sebesar 2,5 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan IV tahun 2014 sebesar 2,8 persen menjadi 2,6 persen pada triwulan I tahun Sebaliknya, perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa tidak diikuti perbaikan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan I tahun 2015, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 92,9 persen dari PDB, sedikit meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 92,0 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami peningkatan tingkat utang sebesar 88,2 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan IV tahun 2014 sebesar 86,9 persen. Pada triwulan I tahun 2015, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 168,8 persen; 135,1 persen; dan 129,6 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,5 persen, Luxemburg sebesar 21,6 persen, dan Bulgaria sebesar 29,6 persen. Perbaikan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Juni mencapai 11,1 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Juni 2014 sebesar 11,6 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan Juni 2015 merupakan yang terendah sejak bulan Agustus Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan Juni 2015 sebesar 9,6 persen, menurun dibandingkan bulan Juni 2014 sebesar 10,2 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar juta orang, dan di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan Juni Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (25,6 persen per bulan April 2015), dan 6

17 Spanyol (22,5 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (4,7 persen), dan Republik Ceko (4,9 persen). Perekonomian Tiongkok Pada semester I tahun 2015, kondisi ekonomi Tiongkok masih dihadapkan pada ketidakpastian kondisi ekonomi global, ekonomi domestik, dan tekanan bagi pemerintah yang semakin kuat. Pemerintah Tiongkok menerapkan perekonomian yang terus bergerak maju dengan tetap menjaga stabilitas, melalui perbaikan regulasi ekonomi makro, reformasi sistem, dan inovasi kelembagaan. Hal ini menyebabkan perekonomian Tiongkok secara bertahap masih melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan April hingga Juni 2015, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,0 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5 persen (YoY). Perekonomian Tiongkok bergerak pada jalur yang tepat, beberapa indikator ekonomi mengalami kenaikan secara stabil. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi tidak lagi menjadi prioritas. Pemerintah Tiongkok menetapkan target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 hanya sebesar 7,0 persen (YoY). Tiongkok mengharapkan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan, serta dapat memaksimalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter untuk mencegah perlambatan tajam yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic China, nilai tambah industri tersier pada triwulan II tahun 2015 menyumbang 49,5 persen dari PDB dan tumbuh 8,4 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menandai percepatan pengembangan dan inovasi di bidang perindustrian. Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin mengecil. Pada triwulan II tahun 2015, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,83 kali dari rumah tangga pedesaan atau berkurang 0,04 persen (YoY) dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan pengurangan konsumsi energi per unit PDB mencapai 5,9 persen (YoY). Investasi aset tetap Tiongkok pada triwulan II tahun 2015 tumbuh 11,4 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah untuk invetasi mengalami kenaikan sebesar 18,6 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, pinjaman dalam negeri dan investasi asing masing-masing mengalami penurunan 4,8 persen (YoY) dan 30,9 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus mendorong perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada bulan Juni 2015 tumbuh 10,6 persen (YoY), melambat dibandingkan bulan Juni 2014 yang tumbuh sebesar 12,6 persen (YOY). Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan penjualan retail hanya bersifat sementara dimana hanya sebagian konsumen 7

18 membeli barang-barang konsumsi sebelum harga barang naik, namun penguatan konsumsi dalam negeri belum dapat menahan laju perlambatan ekonomi, dan penurunan harga-harga komoditas. Sektor properti Tiongkok yang sempat terpuruk akibat perlambatan ekonomi pada semester I tahun 2014, secara bertahap semakin menguat. Pada triwulan II tahun 2015, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial turun masingmasing sebesar 12,9 persen (YoY) dan 10,0 persen (YoY). Meskipun demikian, total investasi di sektor real estate selama semester I tahun 2015 sebesar CNY ,1 miliar, atau tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY) diharapkan dapat memberikan sentimen positif dalam penguatan kinerja sektor properti Tiongkok. Pada 30 Maret 2015, People s Bank of China (PBOC) melaksanakan kebijakan penurunan rasio uang muka untuk pembelian rumah kedua dari 60,0 persen menjadi sebesar 40,0 persen di seluruh wilayah negara. Pencabutan kebijakan awal tersebut dilakukan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan, mengingat investasi properti merupakan faktor pendorong utama perekonomian Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 akibat reformasi struktural berdampak pada kinerja neraca perdagangan yang memburuk. Perdagangan Tiongkok pada bulan Juni 2015 hanya mencapai surplus sebesar USD 46,54 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok menurun dibandingkan bulan Mei 2015 sebesar USD 59,50 miliar. Kinerja ekspor bulan Juni 2015 mengalami peningkatan sebesar 2,8 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan devaluasi mata uang Yuan, dan perbaikan ekspor negara-negara di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan menjadi penanda perbaikan permintaan global terhadap barang dan jasa Tiongkok. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar 6,1 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Kinerja impor yang melemah akibat penurunan harga komoditas global, dan perbaikan pemintaan dalam negeri Tiongkok. Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY) PMI Tiongkok Mei-15 Jun-15 HSBC 49,2 49,6 NBS China 50,2 50,2 Sumber: HSBC PMI TM dan National Bureau of Statistic China, 2015 Pelemahan aktivitas manufaktur Tiongkok semakin memburuk menunjukkan kinerja sektor manufaktur paling lemah sejak bulan April Hal ini disebabkan oleh sedikit kenaikan jumlah output dan penguatan aktivitas penjualan di sektor. Namun demikian, tanda-tanda pelemahan aktivitas industri masih terus terjadi. Pada bulan Juni 2015, laba perusahaan di sektor industri menurun sebesar 0,3 persen (YoY), dan pengurangan jumlah buruh pabrik-pabrik di Tiongkok menjadi yang paling tajam dalam enam tahun dapat menjadi sentimen negatif bagi kinerja 8

19 sektor manufaktur. National Bureau of Statistic China juga merilis data PMI TM sebesar 50,2 tidak berubah dibandingkan bulan Mei Hal ini disebabkan oleh indeks produksi, indeks permintaan baru, dan indeks waktu pengiriman dari supplier sebagai indikator pembentuk PMI TM nilainya lebih tinggi dari batas nilai indeks PMI TM manufaktur Tiongkok sebesar 50,0. Kondisi ini menggambarkan perekonomian Tiongkok kehilangan momentum penguatan sektor manufaktur pada triwulan II tahun 2015 dan upaya bertahap untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja dari pemerintah sangat dibutuhkan. Perekonomian Singapura Perlambatan ekonomi Singapura pada triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh rebalancing ekonomi Tiongkok, kontraksi sektor manufaktur akibat permintaan global yang tidak menentu, pasar properti melambat, dan ketidakpastian perbaikan ekonomi global. Perekonomian Singapura sangat dipengaruhi oleh siklus bisnis global akibat keterkaitan investasi dan perdagangan yang besar, sehingga permasalahan eksternal akan berdampak besar terhadap kinerja perekonomian dalam negeri Singapura. Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun 2015 Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q2-14 Q2-15 Q1-15 Q2-15 Pertumbuhan Ekonomi 2,3 1,8 4,1-4,0 Manufaktur 1,3-4,9 1,7-18,3 Konstruksi 3,0 2,5 4,2 2,9 Perdagangan Retail dan Grosir 1,6 5,0 20,5-1,7 Asuransi dan Keuangan 5,1 7,1-12,8 2,5 Akomodasi dan Jasa Makanan 0,1-0,6-6,5-1,4 Bisnis Jasa 2,2 2,0 3,1-3,6 Sumber: Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura Seiring dengan perlambatan ekonomi, kinerja perdagangan luar negeri Singapura mengalami penurunan. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor terkontraksi sebesar 5,8 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Juni Sementara, kinerja impor juga terkontraksi sebesar 4,1 persen (YoY), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pelemahan kinerja ekspor disebabkan oleh penurunan tajam ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga 25,3 persen (YoY). Namun, penguatan ekspor domestik non-minyak sebesar 4,7 persen (YoY), dan re-ekspor minyak sebesar 1,9 persen (YoY) belum dapat mendorong secara optimal laju pertumbuhan ekspor pada bulan Juni Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh penurunan rekayasa transportasi, dan industri biomedis. Di sisi lain, pertumbuhan sektor konstruksi Singapura pada triwulan II tahun 2015 cenderung moderat didorong oleh aktivitas konstruksi sektor swasta. Produksi sektor 9

20 perdagangan ritel dan grosir pada triwulan II tahun 2015 semakin membaik disebabkan oleh perbaikan kinerja segmen perdagangan grosir, perdagangan besar, dan kenaikan penjualan kendaraan bermotor yang cukup kuat. Seiring dengan penguatan di sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor asuransi dan keuangan juga mengalami perbaikan disebabkan oleh penguatan segmen manajemen keuangan. Pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makan Singapura terkontraksi pada triwulan II tahun Penurunan kinerja di sektor akomodasi dan jasa makanan didorong oleh perlambatan akibat melemahnya kinerja sektor makanan dan minuman. Sementara, pertumbuhan di sektor bisnis jasa yang cenderung melambat disebabkan pelemahan segmen sewa dan leasing serta jasa administrasi dan pendukung. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura memperkirakan tahun 2015 negara tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung moderat. Sektor yang berorientasi eksternal seperti asuransi dan keuangan, serta perdagangan besar mendukung pertumbuhan semester II tahun Penurunan harga minyak mentah menyebabkan perlambatan pertumbuhan sektor kelautan dan lepas pantai. Di sisi lain, sektor yang berorientasi dalam negeri seperti bisnis jasa, serta sektor komunikasi dan informasi diperkirakan tumbuh moderat. Sementara, pengetatan pasar tenaga kerja akan berimplikasi pada tertahannya laju pertumbuhan sektor padat karya seperti jasa makanan. Dengan demikian, pemerintah Singapura akan menjaga pertumbuhan ekonomi pada level 2,5-4,0 persen. OUTLOOK EKONOMI DUNIA Tabel 5.Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,4 3,3 3,8 Negara Maju 1,8 2,1 2,4 Amerika Serikat 2,4 2,5 3,0 Kawasan Eropa 0,8 1,5 1,7 Negara Berkembang 4,6 4,2 4,7 Tiongkok 7,4 6,8 6,3 ASEAN-5 4,6 4,7 5,1 Amerika Latin dan Karibia 1,3 0,5 1,7 Sub Sahara Afrika 5,0 4,4 5,1 Sumber: World Economic Outlook, Juli 2015 Resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan fluktuasi pergerakan harga saham, dan potensi penurunan pertumbuhan PDB mengindikasikan rentannya perekonomian serta menjadi resiko jangka menengah bagi negara-negara maju maupun berkembang. Pemulihan kondisi 10

21 ekonomi di Amerika Utara mempengaruhi upaya perbaikan perekonomian negaranegara maju. Namun demikian, akselerasi aktivitas perekonomian negara-negara maju akan terwujud melalui pelonggaran kebijakan, neutral fiscal policy di Kawasan Eropa, penurunan harga minyak mentah, serta perbaikan kepercayaan dan kondisi pasar tenaga kerja. Sentimen positif bagi perbaikan ekonomi tersebut juga diimbangi dengan faktor negatif seperti rencana kenaikan federal fund rate Amerika Serikat, kenaikan suku bunga sovereign bond beberapa negara di kawasan Eropa, serta perlambatan tingkat konsumsi dan investasi bisnis khususnya peralatan di Jepang. IMF memperkirakan akselerasi pertumbuhan konsumsi, dan investasi di Amerika Serikat. Selain itu, kenaikan tingkat upah, perbaikan kondisi pasar tenaga kerja, kelonggaran kebijakan pasar keuangan, penurunan harga minyak mentah, dan penguatan pasar properti menjadi penanda penguatan ekonomi Amerika Serikat tahun Di sisi lain, perekonomian di kawasan Eropa diperkirakan cenderung tumbuh moderat, permintaan dalam negeri dan inflasi mulai tumbuh. Penurunan harga minyak dunia, kinerja kredit yang membaik, kebijakan fiskal yang lebih netral, dan depresiasi mata uang Euro dapat mendorong pemulihan ekonomi pada tahun 2015 dan Pemulihan ekonomi Eropa mendorong perbaikan permintaan domestik yang cukup kuat, dan kenaikan tingkat inflasi mulai terjadi. IMF merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi mayoritas negara di kawasan Eropa, kecuali Yunani. Sementara, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung melambat pada tahun Hal ini disebabkan oleh perekonomian negara eksportir minyak yang melemah, rebalancing perekonomian Tiongkok, hambatan struktural, serta proyeksi pelemahan ekonomi Amerika Selatan akibat penurunan harga komoditas global. Pada tahun 2016, kondisi perekonomian negara berkembang diperkirakan membaik. Hal ini digambarkan melalui perbaikan kondisi di beberapa negara yang mengalami pelemahan ekonomi termasuk Rusia, Timur Tengah dan Afrika Tengah. Meskipun demikian, beberapa negara berkembang diperkirakan akan tumbuh moderat diatas tren pertumbuhan. Pada tahun 2015, IMF menyatakan transisi perekonomian Tiongkok menuju model pertumbuhan ekonomi baru digambarkan melalui terganggunya pasar keuangan yang terjadi pada bulan Juni Namun demikian, pemerintah Tiongkok diharapkan dapat melaksanakan kebijakan untuk antisipasi cepat tidak hanya pertumbuhan kredit dan investasi, tetapi juga kemungkinan gejolak ekonomi lainnya sebagai bagian dari rebalancing perekonomian. Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan yang cenderung moderat pada tahun Negara-negara eksportir komoditas di Amerika Latin akan merevisi pertumbuhan ekonomi 0,5 hingga 2,0 persen akibat perlambatan aktivitas 11

22 perekonomian jangka pendek, penurunan harga komoditas, serta ruang kebijakan yang terbatas. Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar diperkirakan tumbuh dibawah prediksi akibat tantangan daya saing, risiko jangka pendek pembatasan air dan listrik, pengetatan fiskal serta dampak penyelidikan kasus Pertrobas. Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan. Hal ini tercermin melalui penurunan harga komoditas, kinerja perekonomian negara-negara yang terkena dampak Ebola, dan permasalahan geopolitik. Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan pembiayaan negara eksportir minyak di Sub Sahara Afrika rentan terhadap berbagai sentimen negatif seperti tight monetary policy Amerika Serikat, serta lambatnya pemulihan ekonomi Eropa dan Tiongkok. Table 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Pertumbuhan PDB (%) ADO* ADOS** ADO* ADOS** Asia 6,3 6,3 6,1 6,3 6,2 Asia Timur 6,6 6,5 6,2 6,3 6,2 Tiongkok 7,4 7,2 7,2 7,0 7,0 Asia Selatan 6,8 7,2 7,3 7,6 7,6 Asia Tengah 5,1 3,5 3,5 4,5 4,2 ASEAN 4,4 4,9 4,6 5,3 5,1 Singapura 2,9 3,0 2,8 3,4 3,4 Sumber: Asian Development Outlook, 2015 *ADO adalah Asia Development Outlook *ADOS adalah Asia Development Outlook Supplement Pada bulan Juli 2015, ADB mengeluarkan proyeksi mengenai pertumbuhan negaranegara berkembang di Asia tahun 2015 dan Pertumbuhan negara-negara berkembang Asia yang cenderung stabil menyebar ke berbagai kawasan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan dikoreksi naik dan tumbuh lebih cepat dibandingkan kawasan lain di Asia. Sementara, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara diperkirakan masih cenderung moderat, serta Asia Tengah menunjukkan pelemahan. ADB memprediksi pada tahun 2015 dan 2016 pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur masih melambat akibat pelemahan ekonomi Tiongkok yang terus berlanjut, seiring dengan penurunan investasi khususnya investasi residensial, koreksi pada sektor manufaktur, dan pengendalian laju pertumbuhan kredit. Meskipun demikian, penguatan konsumsi dalam negeri, rencana paket stimulus, dan membaiknya pasar tenaga kerja Tiongkok diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan. Di sisi lain, negara-negara di kawasan Asia Timur lainnya seperti Hongkong, Korea Selatan, dan Taiwan diperkirakan juga tumbuh melambat. Hal ini disebabkan penurunan wisatawan dari Tiongkok ke Hongkong, penurunan HSBC PMI TM Korea Selatan menjadi yang terendah dalam 21 bulan terakhir pada 12

23 bulan Mei 2015, dan tingkat ekspor Korea Selatan yang terkontraksi pada bulan Juni 2015, serta penurunan invetasi dan belanja pemerintah Taiwan. Menurut ADB, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 didorong oleh rendahnya harga komoditas, penguatan konsumsi domestik, dan kenaikan permintaan global yang berdampak pada ekspor. Sektor keuangan Tiongkok terkena dampak dari pertumbuhan tidak proporsional dalam tiga triwulan terakhir. Hal ini berdampak terhadap koreksi di pasar saham, dan berimplikasi terhadap tingkat konsumsi, serta investasi Tiongkok sepanjang triwulan II tahun Namun demikian, kebijakan stimulus diperkirakan terus berlanjut untuk menjaga agenda reformasi, mengantisipasi penurunan harga-harga komoditas, dan memperbaiki pertumbuhan dari perdagangan luar negeri. Pada tahun 2016, harga komoditas diperkirakan kembali meningkat, sehingga mendorong pelemahan ekonomi. ADB menyarankan pemerintah Tiongkok untuk melaksanakan kebijakan fiskal yang proaktif, dan kebijakan moneter yang akomodatif. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2015 dan 2016 semakin membaik disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi India yang cenderung stabil, penguatan di sektor pertanian akibat angin monsoon pada musim panen, sektor manufaktur, kenaikan jumlah proyek investasi dan perolehan pajak tidak langsung di India. Di sisi lain, perlambatan aktivitas ekonomi negaranegara lain dapat memberi sentimen negatif bagi pertumbuhan kawasan Asia Selatan. Kondisi ini disebabkan oleh resiko geopolitik di Pakistan, Bangladesh dan Sri Lanka, pelemahan investasi infrastruktur di Maladewa, serta lambatnya pemulihan ekonomi akibat gempa besar di Nepal. Perekonomian di kawasan Asia Tengah diperkirakan kembali melemah seiring dengan penurunan harga komoditas, dan perlambatan ekonomi Federasi Rusia. Pada tahun 2015, pertumbuhan negara-negara eksportir energi seperti Azerbaijan, Kazakhstan, Turkmenistan, serta Uzbekistan melambat akibat penurunan harga minyak mentah dan gas. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara importir energi seperti Armenia, Georgia, Kirgiztan, serta Tajikistan juga melambat karena pelemahan konsumsi domestik akibat remittances yang lebih rendah. Pada tahun 2016, pelemahan ekonomi pada sebagian besar negara-negara eksportir, rendahnya permintaan dalam negeri, dan perlambatan ekonomi Federasi Rusia akan menahan laju pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Tengah. Pertumbuhan Kawasan ASEAN mengalami perlambatan, dan menyebar ke sebagian besar negara di kawasan tersebut. Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan melambat seiring penundaan pencairan anggaran, penerimaan pajak dibawah target, realisasi bertahap keuntungan investasi akibat reformasi ekonomi, perbaikan kinerja ekspor, dan penurunan harga komoditas terus menurun. Namun demikian, tingkat ekspor dan invetasi akan pulih pada tahun

24 Perekonomian Thailand juga mengalami perlambatan akibat penurunan harga komoditas yang berpengaruh besar pada sektor pertanian dan meningkatnya utang rumah tangga, meskipun konsumsi swasta, penguatan sektor pariwisata, dan investasi meningkat. Di sisi lain, perlambatan ekonomi juga terjadi di negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam akibat penurunan harga komoditas global. Dalam publikasi Asian Development Outlook 2015, proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura dikoreksi turun disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan pada sektor manufaktur sebesar 4,0 persen menyebabkan penurunan output rekayasa transportasi, dan industri biomedis. Pertumbuhan yang moderat juga ditunjukkan oleh sektor jasa khususnya perdagangan besar, retail, dan bisnis jasa. Faktor-faktor sepertinya penurunan harga minyak mentah akan berdampak pada kinerja beberapa sektor, dan indutsri yang terkait pariwisata akan dipengaruhi penurunan jumlah wisatawan yang datang dalam satu tahun. PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA Pada triwulan II tahun 2015, pergerakan harga minyak mentah dunia mengalami fluktuasi akibat kekhawatiran pasar minyak mentah akibat kondisi oversupply. Tren harga minyak mentah menurun pada triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh kemungkinan penghapusan sanksi ekonomi terkait kesepakatan nuklir Iran, dan kekhawatiran penurunan permintaan energi Eropa akibat potensi gagal bayar utang Yunani kepada IMF. Sementara itu, minyak mentah dari Nigeria mulai mencari pasar ke Amerika Serikat, dan kebijakan baru dari pemerintah Amerika Serikat mengizinkan ekspor kondensat. Kondisi ini dapat mendorong harga minyak mentah semakin terpuruk mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia. Demikian pula dengan kebijakan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak, dan lemahnya permintaan minyak mentah akibat perlambatan ekonomi negara-negara maju semakin menekan pasar global. Harga Minyak Mentah Dunia Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Apr Mei Juni Crude Oil (Rata-rata) Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai Crude Oil; WTI Indonesian Crude Price Oil Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Peningkatan harga minyak ICP disebabkan oleh supply minyak OPEC pada bulan Mei 2015 mengalami kenaikan 0,023 juta barel per hari atau menjadi 30,972 juta barel per hari. Selain itu, laporan Energy Information Administration 14

25 menyatakan tingkat stok dan distillate fuel oil Amerika Serikat selama bulan Juni 2015 masing-masing mengalami peningkatan menjadi 218,5 juta barel, dan 135,4 juta barel dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk kawasan Asia Pasifik, penguatan harga minyak mentah disebabkan oleh peningkatan ekspor minyak mentah Iran meskipun perlambatan ekonomi Tiongkok masih perlu diwaspadai. Gambar 1. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 15

26 Box 1. Dampak Devaluasi Yuan Terhadap Perekonomian Indonesia Perekonomian Tiongkok kembali melambat pada triwulan II tahun Pertumbuhan yang melambat merupakan bagian dari proses rebalancing perekonomian Tiongkok, sehingga dapat tumbuh sesuai target sebesar 7,0 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Tiongkok triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh penurunan harga komoditas global dan kinerja sektor manufaktur, pengurangan jumlah buruh pabrik-pabrik paling tajam dalam enam tahun terakhir, kinerja ekspor pada bulan Juni 2015 hanya tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY), serta surplus neraca perdagangan terus menurun hingga mencapai USD 46,54 miliar pada bulan Juni Pasar keuangan Tiongkok juga terkena dampak dari perlambatan ekonomi seperti capital loss terbesar dalam delapan tahun terakhir, pada 8 juni 2015 indeks harga saham turun tajam hingga posisi 3.507,19, serta dalam sepuluh menit lebih dari saham turun di pasar saham Shanghai dan Shenzen hingga terkena autorejection. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meredam perlambatan ekonomi adalah devaluasi mata uang. Pada 11 agustus 2015, People's Bank of China (PBoC) melakukan devaluasi atas nilai tukar harian yuan sekitar 2,0 persen atau terbesar sepanjang sejarah, menjadi sebesar CNY 6,3306 per USD atau level terendah dalam 35 bulan terakhir. Kebijakan ini dilakukan bertujuan untuk mecegah pelemahan kinerja ekspor dan mencegah capital outflow. Namun demikian, beberapa pertimbangan lain juga mendasari PBoC diantaranya menjaga nilai tukar Yuan terhadap US Dolar dengan stabil dengan kebijakan trading band, dan menjadikan mata uang Yuan sebagai Global Reserve Currency. Trading band adalah kebijakan pemerintah hanya memperbolehkan fluktuasi mata uang Yuan terhadap mata uang Internasional sebesar persentase tertentu per hari. Upaya pemerintah Tiongkok menjadikan Yuan sebagai mata uang internasional semakin terlihat melalui lobi kepada IMF untuk menyertakan Yuan dalam Special Drawing Rights (SDR) dan perkirakan kebijakan devaluasi berlaku dalam jangka panjang. Devaluasi Yuan memberikan dampak penurunan kinerja berbagai bursa saham dunia seperti Dow Jones turun sebesar 1,21 persen dan Euro Stox turun sebesar 2,52 persen. Selain itu, pengaruh devaluasi Yuan juga berdampak pada indeks saham mayoritas negara Asia. Pada 12 agustus 2015, indeks Nikkei dan Topix turun 1,2 persen, indeks Hangseng 2,38 persen, indeks FTSE Straits Time turun 2,90 persen, dan indeks KOSPI turun 0,56 persen. 16

27 Kebijakan devaluasi Yuan menyebabkan kekhawatiran cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Kinerja IHSG turun hingga 3,1 persen atau penurunan paling tajam di dunia pada sesi perdagangan 12 agustus Selain itu, pertumbuhan ekspor komoditas semakin mengecil seiring dengan penurunan permintaan bahan baku industri Tiongkok, fluktuasi harga minyak mentah dunia, dan kenaikan jumlah barang-barang impor dari Tiongkok semakin besar akan menjadi setimen negatif bagi perekonomian Indonesia. Devaluasi Yuan juga menyebabkan spekulasi penundaan kenaikan federal fund rate oleh The Fed yang berimplikasi pada apresiasi USD, dan depresiasi Rupiah semakin dalam. Dengan demikian, perekonomian Indonesia hanya mengandalkan konsumsi domestik untuk mengatasi dampak ekonomi akibat devaluasi Yuan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia seperti keep buying policy melalui peningkatan penyerapan belanja sosial seperti bantuan tunai, program padat karya, menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP), dan insentif pajak jika perusahaan tidak PHK akan menjaga daya beli masyarakat tetap stabil. 17

28 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan II tahun 2015 dengan tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2015 surplus sebesar USD 2,9 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan I tahun 2015 yang mencapai surplus USD 2,4 miliar. 18

29 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan II tahun 2015 dengan tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) atau menjadi yang paling rendah sejak tahun Pada triwulan II tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh pelemahan harga komoditas, perlambatan ekonomi negara mitra dagang, dan ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate. Dari dalam negeri, perlambatan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh pelemahan pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga. Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun 2015 (persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi dipicu oleh melambatnya pertumbuhan sebagian besar lapangan usaha. Di samping itu, lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh terkontraksi akibat pertambangan batubara yang menurun. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014, sebanyak dua belas lapangan usaha mengalami perlambatan (YoY). Kedua belas lapangan usaha tersebut adalah 1) Pengadaan Listrik dan Gas, 2) Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 3) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, 4) Jasa Keuangan dan Asuransi, 5) Jasa Perusahaan, 6) Transportasi dan Pergudangan, 7) Jasa Lainnya, 8) Konstruksi, 9) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, 10) Informasi dan Komunikasi, 11) Industri Pengolahan, dan 12) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Di sisi lain, sebanyak empat lapangan usaha tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II tahun Keempat lapangan usaha tersebut adalah 1) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, 2) Jasa Pendidikan, 3) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, dan 4) Real Estat. 19

30 Kinerja Pertambangan dan Penggalian pada triwulan II tahun 2015 semakin menurun dengan kontraksi sebesar 5,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi 1,1 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan ini terjadi karena kontraksi pada pertambangan batu bara dan lignit dengan kontraksi sebesar 24,2 persen (YoY). Sementara itu, pertambangan bijih logam serta minyak, gas, dan panas bumi juga menurun 7,1 persen dan 2,2 persen (YoY). Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) URAIAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 4,2 4,6 3,5 4,6 5,3 5,0 3,6 2,8 4,0 6,6 Pertambangan dan Penggalian 0,9 0,7 2,7 2,7-2,0 1,1 0,8 2,2-1,2-5,9 Industri Pengolahan 4,7 5,4 3,7 4,2 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,4 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 9,8 4,7 2,4 4,4 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 3,5 3,6 4,7 4,5 3,6 3,2 2,8 2,7 2,3 2,2 Konstruksi 5,4 6,3 6,5 6,2 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,0 4,8 4,9 6,1 6,1 5,1 4,8 3,5 4,0 1,7 Transportasi dan Pergudangan 7,4 8,9 8,3 8,9 8,4 8,5 8,0 7,1 6,3 6,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,0 7,0 6,9 6,3 6,5 6,4 5,9 4,9 3,6 3,9 Informasi dan Komunikasi 10,6 11,4 10,1 9,5 9,8 10,5 9,8 10,0 10,1 9,6 Jasa Keuangan dan Asuransi 13,2 11,0 9,2 3,5 3,2 4,9 1,5 10,2 7,6 2,5 Real Estate 8,9 7,7 5,4 4,3 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 Jasa Perusahaan 7,8 7,6 8,2 8,0 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,6-2,1 6,4 3,8 2,9-2,5 2,6 6,9 4,7 6,5 Jasa Pendidikan 11,7 3,2 8,6 9,4 5,2 5,4 7,3 7,1 5,9 12,2 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,9 5,2 8,3 10,7 7,7 8,5 9,9 6,1 7,3 8,2 Jasa lainnya 5,6 5,6 6,2 8,2 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 4,7 Sumber: Badan Pusat Statistik Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dipicu oleh pertumbuhan Penyediaan Listrik dan Gas sebesar 0,8 persen (YoY) yang pada triwulan II tahun sebelumnya dapat tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi karena kontraksi pada pengadaan gas dan produksi es sebesar 7,9 persen (YoY). 20

31 Selain itu, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga melambat dengan hanya tumbuh sebesar 1,7 persen meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh 5,1 persen (YoY). Kontraksi pada perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya sebesar 3,6 persen (YoY) menyebabkan perlambatan pertumbuhan lapangan usaha ini. Perlambatan pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dengan pertumbuhan 3,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II tahun 2014 sebesar 6,5 persen (YoY). Perlambatan juga terjadi pada Jasa Perusahaan dengan pertumbuhan sebesar 7,6 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015 meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY). Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2015 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II tahun 2014 sebesar 8,5 persen (YoY). Hal ini terjadi akibat perlambatan pertumbuhan angkutan rel yang hanya tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY). Industri Pengolahan tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY), juga melambat dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 yang besarnya 4,8 persen (YoY) akibat kontraksi yang besar pada industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 6,3 persen. Di samping itu, terjadi kontraksi pada industri kertas dan barang dari kertas; percetakan dan reproduksi sebesar 3,1 persen (YoY); industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan, dan sejenisnya sebesar 2,0 persen (YoY); serta industri batubara dan pengilangan migas sebesar 1,9 persen (YoY). Sementara itu, kinerja Jasa Pendidikan yang tumbuh sebesar 12,2 persen (YoY) cukup berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun Pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, lapangan usaha ini hanya mampu tumbuh 5,4 persen (YoY). Meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 yang mampu tumbuh 10,5 persen (YoY), kinerja Informasi dan Komunikasi dengan pertumbuhan sebesar 9,6 persen (YoY) juga berperan dalam mendorong perekonomian. Pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh pertumbuhan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,1 persen (YoY) meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 8,5 persen (YoY). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2015 masih ditopang oleh Pengeluaran Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,0 persen (YoY), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh 5,1 persen (YoY). Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang paling tinggi adalah perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh 6,1 persen, diikuti restoran dan hotel yang tumbuh 5,3 persen (YoY), serta kesehatan dan pendidikan sebesar 5,2 persen (YoY). 21

32 Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) URAIAN Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 5,5 5,2 5,4 5,4 5,4 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,5 6,4 6,7 12,8 23,7 22,8 5,6-0,2-8,3-7,9 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,0 3,2 12,4 7,9 6,1-1,5 1,3 2,8 2,7 2,3 7,9 5,5 6,0 2,1 4,7 3,7 3,9 4,3 4,3 3,6 Ekspor Barang dan Jasa 3,5 2,1 1,3 9,4 3,2 1,4 4,9-4,5-0,9-0,1 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2,9 0,9 4,9-0,9 5,0 0,4 0,3 3,2-2,3-6,9 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 4,7 Sumber : Badan Pusat Statistik Pada triwulan II tahun 2015, Pengeluaran Konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga) terkontraksi sebesar 7,9 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan II tahun 2014 sebesar 22,8 persen (YoY). Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh 2,3 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pada triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi sebesar 1,5 persen (YoY). Perlambatan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan II tahun 2015 didorong oleh pertumbuhan pada konsumsi individu yang hanya mampu tumbuh sebesar 13,0 persen (YoY) meskipun konsumsi kolektif terkontraksi 3,7 persen (YoY) sedangkan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya terkontraksi masing-masing 1,4 persen (YoY) dan 1,6 persen (YoY). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II tahun 2015 tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan II tahun 2014 yang besarnya mencapai 3,7 persen (YoY). Perlambatan PMTB terutama dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan kendaraan sebesar 7,5 persen (YoY) serta mesin dan perlengkapan sebesar 5,6 persen (YoY). Selain itu, terjadi perlambatan pada produk kekayaan intelektual yang tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY) dan bangunan yang tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) pada triwulan II tahun Ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana ekspor barang dan jasa masih terkontraksi sebesar 0,1 persen (YoY), memburuk dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang pertumbuhannya mencapai 1,0 persen (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi akibat ekspor barang non-migas yang terkontraksi sebesar 1,5 persen (YoY). Meskipun demikian, ekspor barang migas mampu tumbuh tinggi sebesar 8,0 persen (YoY), meningkat tajam dibandingkan 22

33 dengan triwulan II tahun 2014 yang pertumbuhannya terkontraksi sebesar 8,8 persen (YoY). Selain itu, ekspor jasa juga tumbuh 1,3 persen (YoY), meskipun melambat dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY). Di sisi lain, impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 6,8 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan impor terjadi akibat menurunnya pertumbuhan impor barang non-migas dan jasa yang masing-masing tumbuh 11,1 dan 1,5 persen (YoY). Dengan demikian, net ekspor mencapai Rp triliun. Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan II tahun 2015 mencapai 105,2 basis poin yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kondisi ekonomi konsumen disebabkan oleh peningkatan pada semua komponen indeks. Komponen pendapatan rumah tangga meningkat dengan nilai sebesar 104,4. Selain itu, komponen pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari serta tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan juga meningkat dengan nilai sebesar 105,6 basis poin. Tingkat optimisme konsumen ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015 yang mencapai 100,9. Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pendapatan rumah tangga 108,8 110,7 113,5 106,1 96,63 104,4 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 110,4 112,6 109,9 106,3 109,0 105,6 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 112,5 108,5 113,2 113,0 100,7 105,6 Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 Sumber: Badan Pusat Statistik Meskipun pada triwulan II tahun 2015 pertumbuhan ITK menurun 5,0 persen (YoY), masih terdapat optimisme konsumen yang menganggap triwulan II tahun 2015 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat optimisme konsumen diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015 dengan ITK sebesar 112,2 basis poin. Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan II tahun 2015 terutama didorong oleh peningkatan perkiraan pendapatan rumah tangga sebesar 115,5 dan peningkatan rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan sebesar 106,4. 23

34 Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia melemah pada bulan April 2015 yang besarnya 107,4. Pada bulan Mei 2015, nilai IKK meningkat menjadi sebesar 112,8. Namun pada bulan Juni 2015, IKK mengalami pelemahan menjadi 111,3. Pelemahan kembali terjadi pada bulan Juli 2015 dengan nilai IKK sebesar 109,9. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh melemahnya kedua komponen pembentuknya baik Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masing-masing turun sebesar 1,5 poin dari bulan sebelumnya. KETERANGAN Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Oktober 2014 Juli Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 120,6 120,1 116,5 120,2 120,2 116,9 107,4 112,8 111,3 109,9 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 113,3 114,1 110,2 109,7 110,3 107,5 98,9 102,6 100,3 98,8 Penghasilan saat ini 129,1 128,1 123,8 124,5 124,5 124,8 118,2 120,9 120,5 114,6 Ketersediaan lapangan kerja 99,5 103,2 100,5 96,5 95,6 93,5 84,3 89,5 86,1 84,9 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 111,2 110,9 106,4 108,2 110,8 104,2 94,3 98,5 94,3 97,0 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 128,0 126,1 122,8 130,7 130,2 126,2 115,9 122,9 122,4 120,9 Ekspektasi Penghasilan 135,4 135,5 133,2 143,4 144,1 141,9 135,1 139,5 138,7 137,7 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 118,7 116,1 113,9 114,7 113,6 110,5 101,7 107,5 105,9 104,7 Ekspektasi Kegiatan Usaha 129,9 126,6 121,3 133,9 132,7 126,2 111,1 121,9 122,5 120,4 Sumber: Bank Indonesia Pada bulan Juli 2015, terjadi pelemahan IKE dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang disebabkan oleh persepsi responden terhadap penghasilan yang menurun dari 120,5 pada bulan Juni 2015 menjadi sebesar 114,6 pada bulan Juli Selain itu, pelemahan IKE juga disebabkan oleh persepsi responden terhadap ketersediaan lapangan kerja yang juga menurun dari 86,1 pada bulan Juni

35 menjadi sebesar 84,9 pada bulan Juli Meskipun demikian, indeks persepsi responden terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama pada bulan Juli 2015 sebesar 97,0 meningkat dibandingkan dengan bulan Juni Di sisi lain, IEK pada bulan Juli 2015 sebesar 120,9 lebih rendah dibandingkan dengan IEK pada bulan Juni 2015 yang besarnya 122,4. Pada bulan Juli 2015, indeks ekspektasi kegiatan usaha yang melemah menyebabkan pelemahan IEK dengan nilai indeks sebesar 120,4 dari 122,5 pada bulan Juni Sementara itu, indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan indeks ekspektasi penghasilan juga mengalami pelemahan masing-masing sebesar 1,2 dan 1,0 poin. Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2014 Juli 2015 Sumber: Bank Indonesia, diolah Trend penurunan IKK terjadi pada bulan April Juli Pada bulan April 2015, pertumbuhan IKK sempat menurun tajam hingga 5,7 persen (YoY). Pertumbuhan IKK pada bulan Mei 2015 melambat menjadi sebesar 3,5 persen (YoY). Sementara pada bulan Juni 2015, IKK mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 4,3 persen (YoY) dan kembali menurun tajam hingga 8,3 persen (YoY) pada bulan Juli Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2015 surplus sebesar USD 2,9 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan I tahun 2015 yang mencapai surplus USD 2,4 miliar. Menguatnya kinerja NPI tersebut disebabkan oleh membaiknya defisit neraca transaksi berjalan dengan defisit sebesar USD 4,5 miliar (2,1 persen PDB). Pada triwulan sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan mencapai USD 9,6 miliar (4,3 persen PDB). Di sisi lain, surplus neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan II tahun 2015 sebesar USD 2,5 miliar lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 6,3 miliar. Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mencapai USD 108,0 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor. 25

36 Gambar 5. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Bank Indonesia Kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang membaik pada triwulan II tahun 2015 didorong oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan non-migas sebesar USD 5,9 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang surplus sebesar USD 3,9 miliar. Kenaikan surplus ini terjadi seiring dengan kenaikan ekspor non-migas menjadi sebesar USD 34,7 miliar dari USD 33,1 miliar pada triwulan sebelumnya serta penurunan impor non-migas menjadi USD 28,8 miliar dari USD 29,1 miliar pada triwulan sebelumnya seiring dengan melambatnya permintaan domestik. Gambar 6. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Bank Indonesia Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas sebesar USD 2,1 miliar semakin menurun dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar USD 1,3 miliar akibat akselerasi impor migas yang lebih tinggi dibanding ekspor migas. Ekspor migas meningkat sebesar USD 4,6 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 4,4 miliar. Namun, penurunan terjadi pada impor migas sebesar USD 6,8 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 5,6 miliar. 26

37 Defisit neraca perdagangan jasa pada triwulan II tahun 2015 sebesar USD 2,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 1,9 miliar. Peningkatan defisit neraca perdagangan jasa dipengaruhi oleh menurunnya net penerimaan jasa perjalanan akibat turunnya penerimaan dari wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia dan bertambahnya penduduk Indonesia yang bepergian ke luar negeri selama masa liburan sekolah. Di sisi lain, surplus neraca transaksi finansial yang menurun dipengaruhi oleh ketidakpastian di pasar keuangan global akibat terus meningkatnya kekhawatiran investor. Hal ini mendorong aliran masuk modal asing pada instrumen finansial domestik yang masih cukup besar. Selain itu, arus keluar investasi penduduk ke luar negeri terutama dalam bentuk penempatan simpanan swasta di luar negeri juga mempengaruhi penurunan surplus neraca transaksi modal dan finansial. Pada triwulan II tahun 2015, aliran investasi langsung sebesar USD 6,7 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 5,8 miliar seiring dengan penarikan pinjaman dari pihak afiliasi yang lebih tinggi, di saat aliran modal asing langsung melalui ekuitas sedikit lebih rendah. Gambar 7. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan II Tahun 2015 Sumber : Bank Indonesia Investasi portofolio mencapai surplus sebesar USD 5,8 miliar, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 8,8 miliar. Masih berlanjutnya ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate, terus menurunnya harga komoditas, melambatnya perekonomian Tiongkok, melemahnya perekonomian domestik dan melemahnya nilai tukar Rupiah memengaruhi penurunan investasi portofolio. Sementara itu, investasi lainnya defisit sebesar USD 6,9 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar USD 4,9 miliar. Hal 27

38 ini terutama dipengaruhi oleh transaksi penempatan simpanan sektor swasta domestik di luar negeri dan peningkatan piutang dagang yang sejalan dengan peningkatan ekspor. Selain itu, penarikan pinjaman luar negeri juga menurun akibat perlambatan perekonomian domestik. Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 I. Transaksi Berjalan -6,0-10,1-8,6-4,3-4,9-9,6-7,0-6,0-4,1-4,5 A. Barang 1,6-0,6 0,1 4,7 3,4-0,4 1,6 2,4 3,1 4,1 - Ekspor 44,9 45,2 43,8 48,1 43,9 44,5 43,6 43,2 37,8 39,7 - Impor -43,3-45,8-43,7-43,4-40,6-44,9-42,0-40,8-34,8-35,6 1. Barang Dagangan Umum 1,3-0,8-0,5 4,2 2,8-703,0 1,2 2,2 2,7 3,8 - Ekspor, fob. 44,6 45,0 43,2 47,5 43,4 44,2 43,2 42,9 37,5 39,4 - Impor, fob. -43,3-45,8-43,7-43,4-40,6-44,9-42,0-40,8-34,8-35,6 1. Non-migas 4,1 1,3 2,1 6,3 5,6 2,5 4,3 4,9 3,9 5,9 a. Ekspor 36,1 37,0 34,7 38,9 35,8 36,7 36,0 36,6 33,1 34,7 b. Impor -32,0-35,8-32,6-32,6-30,2-34,2-31,6-31,6-29,1-28,8 2. Migas -2,9-2,1-2,6-2,1-2,7-3,2-3,1-2,8-1,3-2,1 a. Ekspor 8,5 7,9 8,5 8,7 7,6 7,5 7,3 6,4 4,4 4,6 b. Impor -11,3-10,0-11,2-10,8-10,3-10,7-10,4-9,2-5,6-6,8 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 - Impor, fob. -9,0-7,0-7,0-8,0-6,0-5,0-6,0-7,0-4,0-4,0 B. Jasa - jasa -2,6-3,6-2,8-3,1-2,1-2,8-2,5-2,6-1,9-2,6 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 0,0 8,7 4,5 8,7 7,1 13,9 14,7 8,9 6,3 2,5 1. Investasi langsung 3,3 3,3 5,5 0,2 3,2 3,7 6,0 3,0 2,3 3,6 2. Investasi portofolio 3,8 3,8 1,5 1,8 8,7 8,0 7,4 1,9 8,8 5,8 3. Investasi lainnya -6,9 1,6-2,2 6,8-4,8 2,1 1,4 4,1-4,9-6,9 IV. Total (I + II + III) -6,0-1,4-4,1 4,4 2,2 4,3 7,7 3,0 2,2-2,0 V. Selisih Perhitungan Bersih VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) -0,6-1,0 1,5 0,0-0,1 0,0-1,2-0,6-0,9-0,9-6,6-2,5-2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3-2,9 - Posisi Cadangan Devisa 104,8 98,1 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 Dalam Bulan Impor 5,7 5,4 5,2 5,5 5,7 6,1 6,3 6,4 6,6 6,8 Transaksi Berjalan (%PDB) Sumber : Bank Indonesia -2,7-4,5-3,9-2,1-2,3-4,3-3,0-2,7-1,9-2,1 28

39 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan II tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 186,1 triliun. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.864,2 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.171,2 triliun pada triwulan II tahun Sampai dengan bulan triwulan II tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri (bruto) mencapai Rp 11,8 triliun atau 24,2 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

40 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Dalam tahun 2015, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 279,4 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 297,7 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun. Dalam lima tahun terakhir, utang pemerintah terus menunjukkan peningkatan. Tabel 13 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode 5 tahun terkahir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 30,6 persen. Pada tahun 2010 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 86,9 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 252,2 triliun di tahun Di tahun 2014, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,6 triliun. Tabel 13.Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Triwulan II Tahun 2015 (triliun ) Jenis Pembiayaan Utang Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Rata-Rata I SBN (Neto) 91,1 119,9 159,7 224,6 265,0 297,7 30,6 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (4,6) (17,8) (23,5) (5,8) (13,4) (20,0) 31,0 a. Penarikan (Bruto) 54,8 33,7 31,4 49,5 48,1 48,6 (3,2) i. Pinjaman Program 29,0 15,3 15,0 18,4 17,8 7,5 (11,5) ii. Pinjaman Proyek 17,1 14,3 12,6 31,1 30,3 41,1 15,4 b. Penerusan Pinjaman (8,7) (4,2) (3,8) (3,9) (3,0) (4,5) (23,2) c. Pembayaran Cicilan Pokok (50,6) (47,3) (51,1) (57,2) (64,2) (64,2) 6,1 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 0,4 0,6 0,8 0,5 0,6 1,7 12,9 Jumlah 86,9 102,7 137,0 219,3 252,2 279,4 30,5 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan II tahun 2015 pada dilihat pada tabel 14. Selama tahun 2015, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 18,3 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) adalah sebesar Rp 297,7 triliun. Sampai dengan Triwulan II tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 186,1 triliun. Jumlah ini mencapai 66,6 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

41 Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan II Tahun 2015 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Real 2015 Persentase TOTAL (neto) 217,4 246,5 279,4 186,1 66,6% PINJAMAN (neto) -7,3-18,5-18,3-20,2 110,1% Pinjaman Luar Negeri (neto) -7,7-19,2-20,0-20,5 102,5% - Pinjaman Program 18,4 17,8 7,5 1,3 16,7% - Pinjaman Proyek 35,0 30,3 41,1 10,5 25,6% - Penerusan Pinjaman (SLA) -3,9-3,0-4,5-0,6 14,2% - Pembayaran Cicilan Pokok ULN -57,2-64,2-64,2-31,6 49,3% Pinjaman Dalam Negeri (neto) 0,4 0,6 1,7 0,3 19,6% - Pinjaman Dalam Negeri 0,5 0,8 2,0 0,4 20,1% -Pembayaran Cicilan Pokok PDN 0,1 0,1 0,3 0,1 22,8% SURAT BERHARGA NEGARA (neto) 224,7 265,0 297,7 206,3 69,3% - SBN 327,7 428,1 452,2 286,6 63,4% - Jatuh tempo dan Buyback SBN -103,1 163,2-154,5-80,3 52,0% Sumber : Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan II tahun 2015, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 206,3 triliun atau mencapai 69,3 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, realisasi pinjaman (neto) mencapai negatif Rp 20,2 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri (neto) mencapai sebesar negatif Rp 20,5 triliun atau melebihi target 2,5 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2015 yang mencapai negatif Rp 20,0 triliun. Sementara itu, sampai dengan akhir triwulan II tahun 2015, realisasi pinjaman dalam negeri (neto) mencapai angka Rp 0,3 triliun atau mencapai sebesar 19,6 persen dari nilai APBN-P 2015 yang ditargetkan sebesar Rp 1,7 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2010 triwulan II tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 15. Dalam kurun waktu 2010-Juni 2015, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 11,2 persen. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.864,2 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 692,9 triliun atau naik rata-rata sebesar 2,3 persen dalam kurun waktu 2010 triwulan II tahun Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan II tahun 2015 mencapai Rp 2.171,2 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 15,3 persen. Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

42 Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2010 s.d. Triwulan II Tahun 2015 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Total Utang Pemerintah Pusat 1.681, , , , , ,18 11,2 a Pinjaman 617,26 621,29 616,61 714,44 673,72 692,94 2,3 1. Pinjaman Luar Negeri 616,87 620,28 614,81 712,17 670,81 689,38 2,2 Bilateral*) 380,67 381,66 359,80 383,53 332,22 334,49-2,6 Multilateral**) 208,28 212,96 230,23 288,29 292,01 307,04 8,1 Komersil***) 27,34 25,15 24,37 40,00 46,34 47,65 11,8 Suppliers***) 0,57 0,50 0,41 0,35 0,24 0,21-18,2 Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri 0,39 1,01 1,80 2,27 2,91 3,56 55,6 b SBN 1.064, , , , , ,24 15,3 Denominasi Valas 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 554,29 27,9 Denominasi Rupiah 902,43 992, , , , ,95 12,4 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama triwulan II tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 16. Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 36,7 persen di tahun 2010 menjadi 24,2 persen pada triwulan II tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Tahun 2010 Triwulan II Tahun Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.681, , , , , ,18 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 617,26 621,29 614,33 714,44 673,72 692,94 b SBN (dalam triliun IDR) 1.064, , , , , ,24 Denominasi Valas 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 554,29 Denominasi Rupiah 902,43 992, , , , ,95 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 36,7% 34,3% 31,1% 30,1% 25,9% 24,2% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 17,5% 19,4% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 53,7% 54,8% 55,5% 53,1% 56,6% Sumber: Kementerian Keuangan 56,5% Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2010-Triwulan II Tahun Sampai Triwulan II Tahun 2015, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 75,8 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,6 persen pada tahun 2010 menjadi 19,4 persen pada Triwulan II Tahun Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

43 Surat Berharga Negara (SBN) Posisi outstanding SBN dalam kurun waktu 2010-triwulan II tahun 2015 ditunjukkan pada tabel 17. Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.171,2 triliun pada triwulan II tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 12,4 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 902,4 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 1.617,0 triliun pada triwulan II tahun Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2010 Triwulan II Tahun 2015 (triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Juni 2015 I. SBN Rupiah Fixed Rate ORI Variable Rate Zero Coupon SPN SBSN SUP SBR SDHI Total SBN Rupiah II. SBN Valas Total SBN Valas GRAND TOTAL SBN (I+II) Asumsi Kurs (IDR/USD) Asumsi Kurs (IDR/JPY) Asumsi Kurs (IDR/EUR) Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 16,20 18,70 22,95 27,14 29,19 32,19 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 1,65 2,65 4,15 5,00 6,50 - RIEURO (dalam miliar EURO) 1,00 1,00 - RIJPY (dalam miliar JPY) 95,00 95,00 155,00 155,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,84 0,81 0,76 0,76 0,74 SBN Valas (dalam %) 0,15 0,16 0,19 0,24 0,24 Sumber: Kementerian Keuangan 0,26 Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu tahun triwulan II tahun 2015, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 27,9 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 162,0 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 554,3 triliun pada triwulan II tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan II tahun 2015, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 38,69 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

44 miliar dan dalam mata uang euro sebesar EUR 1 miliar. Penerbitan SBN dalam mata uang EUR ini dilakukan Pemerintah untuk pertama kalinya pada bulan Juli Alasan yang melatarbelakangi penerbitan SBN EUR ini, antara lain (i) sebagai diversifikasi instrumen dan diversifikasi basis investor, (ii) benchmark yield curve surat utang RI yang baru, dan (iii) pembiayaan tambahan bagi APBN. Selanjutnya Eurobonds diharapkan dapat membuka basis investor baru bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang di masa depan. Permintaan atas Euro Bonds sangat tinggi yang menunjukkan bahwa kepercayaan asing terhadap Indonesia makin meningkat. Selain itu strategi yang dilakukan pemerintah ketika yield dalam dolar naik, maka pemerintah masuk ke Euro dimana yield di Euronya mengalami penurunan. Imbal hasil (yield) Eurobonds ini juga jauh lebih rendah, sedangkan harganya juga lebih bagus. Selain membuka basis investor baru, penerbitan Eurobonds juga diharapkan mampu memperoleh suatu benchmark yield curve surat utang Indonesia yang baru yang akan menjadi reference bagi para pihak di Indonesia di kemudian hari dalam menerbitkan Eurobonds. Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Triwulan II Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Target Target Nominal Realisasi % Realisasi Uraian APBN-P 2015 sd 31 Juni 2015 SBN Netto ,29% SBN Jatuh Tempo ,00% Rencana Buyback ,00% Kebutuhan Penerbitan 2015 (Gross)* ,38% SUN SUN Domestik ON SPN Private Placement SUN RITEL - SUN Valas SBSN SBSN Domestik SBSN Valas Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya tabel 18 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2015 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun waktu lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan II tahun 2015, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 206,3 triliun atau mencapai 69,3 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

45 Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan II tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan II tahun 2015, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor non-bank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor non-bank mencapai Rp 906,8 triliun atau 66,9 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 369,1 triliun atau 27,2 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 5,94 persen dimiliki oleh Institusi Pemerintah. Selanjutnya dari tabel 19 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor non-bank dalam kurun waktu triwulan II tahun 2015 meningkat rata-rata sebesar 14,3 persen. Peningkatan ini lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang meningkat rata-rata 11,2 persen dari Rp 217,27 triliun di akhir tahun 2010 menjadi Rp 369,1 triliun pada triwulan II tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah meningkat tinggi rata-rata sebesar 35,8 persen dari Rp 17,42 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 80,6 triliun pada triwulan II tahun Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK Per 31 Triwulan II Tahun 2015 (triliun Rupiah) Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 217,27 265,03 299,66 335,43 375,55 369,11 11,2 27,21% Bank BUMN Rekap 131,72 148,64 147,52 Bank Swasta Rekap 54,93 67,33 81,58 Bank Non Rekap 26,26 42,84 62,07 BPD Rekap 1,41 4,32 3,67 Bank Syariah 2,95 1,90 4,83 Institusi Pemerintah 17,42 7,84 3,07 44,44 41,63 80,58 35,8 5,94% Non Banks 406,52 450,75 517,53 615,38 792,77 906,74 17,4 66,85% Reksadana 51,16 47,22 43,19 42,50 45,79 56,28 1,9 4,15% Asuransi 79,30 93,09 83,42 129,55 150,60 161,81 15,3 11,93% Asing 195,76 222,86 270,52 323,83 461,35 537,53 22,4 39,63% Dana Pensiun 36,75 34,39 56,46 39,47 43,30 46,32 4,7 3,41% Sekuritas 0,13 0,14 0,30 0,88 0,81 0,74 41,6 0,05% Individu 32,48 30,41 32,23 2,38% Lain lain 43,43 53,05 64,64 46,68 60,51 71,82 10,6 5,29% Total 641,21 723,62 820,26 995, , ,43 16,2 1,00 Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor non-bank yang meningkat rata-rata 17,4 persen dalam kurun waktu Kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor asing. Dalam kurun waktu 2010-triwulan II tahun 2015, kepemilikan investor asing pada SBN meningkat rata-rata sebesar 22,4 persen. Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

46 diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 20 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2010-triwulan II tahun Sampai dengan bulan triwulan II tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri (bruto) mencapai Rp 11,8 triliun atau 24,2 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut merupakan realisasi penarikan pinjaman proyek yang baru mencapai Rp 10,5 triliun atau 25,6 persen dari pagu APBN-P 2015 dan pinjaman program sebesar Rp 1,3 triliun atau 16,7 persen dari pagu APBN-P Masih rendahnya realisasi pinjaman proyek, antara lain disebabkan oleh lambatnya proses pengadaan barang dan jasa, lambatnya proses pembebasan lahan dan pemberian ijin pemanfaatan lahan, perubahan desain proyek, reorganisasi dan perubahan nomenklatur beberapa K/L, penggantian pejabat perbendaharaan, serta adanya rencana pembatalan pembiayaan beberapa proyek melalui pinjaman luar negeri. Selain itu, pelaksanaan proyek dalam semester I tahun 2015 pada umumnya baru sampai pada tahap penyelesaian proses pengadaan barang dan jasa, sehingga penyerapan dana masih terbatas pada pembayaran uang muka atau kegiatan persiapan proyek. Sementara itu terkait realisasi pinjaman program, rendahnya realisasi disebabkan karena sebagian besar pencairan pinjaman program akan dilakukan pada semester II tahun 2015 sesuai dengan jadwal penarikan dan menunggu proses penyelesaian policy matrix terlebih dulu. Selanjutnya adalah realisasi pinjaman dalam negeri. Sampai dengan akhir triwulan II tahun 2015 realisasi pinjaman dalam negeri (neto) mencapai Rp 0,3 triliun atau sebesar 19,6 persen dari pagu APBN-P Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan II 2015 (trilun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Real 2015 % PINJAMAN 55,19 34,37 31,95 49,99 48,74 50,34 12,11 24,1% Pinjaman Luar Negeri (bruto) 54,79 33,75 31,02 49,51 48,10 48,65 11,78 24,2% - Pinjaman Program 28,97 15,27 15,00 18,39 17,77 7,50 1,25 16,7% - Pinjaman Proyek 25,82 18,48 16,40 31,12 30,33 41,15 10,53 25,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,40 0,62 0,80 0,48 0,64 1,69 0,33 19,6% Sumber : Kementerian Keuangan Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan II Tahun

47 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2015 adalah sebesar USD ,9 juta, mengalami penurunan sebesar 11,74 persen jika dibandingkan dengan triwulan II tahun Pada akhir triwulan II tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD ,0 juta atau menurun sebesar 20,3 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.096,3 juta. 37

48 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Devaluasi Yuan, Ini Dampak Bagi Indonesia Menurut Mantan Menkeu Era SBY Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengingatkan pemerintah bahwa ekspor Indonesia kian terancam dengan langkah Bank Sentral Tiongkok (People Bank of China) melakukan devaluasi Yuan hampir 2 persen. Menurutnya, devaluasi Yuan akan membuat ekspor Tiongkok menjadi kompetitif. Namun, sambungnya, hal itu akan menyulitkan Zona Euro karena ekspor mereka menjadi tidak kompetitif, sehingga pemulihan Zona Euro semakin terganggu. Di sisi lain, ungkapnya, kebijakan itu bisa membuat the Fed menunda kenaikan bunganya. Kombinasi ini, lanjutnya, akan membuat ketidakpastian di pasar semakin berkepanjangan. "Devaluasi Yuan juga akan memukul ekspor Asia di pasar dunia. Artinya, ekspor Indonesia ke pasar dunia bisa menjadi semakin sulit karena harga barang Tiongkok menjadi lebih murah," tulisnya pada akun Selasa (11/8/2015). Penguatan ekonomi Tiongkok dapat memicu kenaikan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Namun, ungkap Chatib, dengan devaluasi Yuan, dampaknya belum jelas karena impor Tiongkok akan berkurang. Untuk mempertahankan daya saing, tuturnya, bisa jadi negara lain melakukan competitive devaluation. Apabila hal ini terjadi, sambungnya, akan ada resiko currency war. "Kalau itu terjadi maka bisa dibayangkan nilai tukar akan terus melemah dan ketidakpastian pasar terjadi. Karena itu kita harus antisipasi. Dalam situasi global yang tidak pasti ini, sumber pertumbuhan harus bertumpu pada pasar domestik. Karena itu 'keep buying strategy' jadi penting," tegasnya. Sumber: Bisnis.com, 11 Agustus 2015 Bentuk Depo Bapok Kita, Mendag Pangkas Rantai Distribusi Kementerian Perdagangan RI kembali melakukan terobosan guna menstabilkan harga barang kebutuhan pokok (bapok). Kali ini, Kemendag memfasilitasi pembentukan DEPO BAPOK KITA. Tujuannya guna memangkas distribusi. Panjangnya rantai distribusi menjadi penyebab utama meningkatnya harga komoditas dari daerah asal ke pasar tujuan, yang ditaksir hingga 15 persen. Pembentukan DEPO BAPOK KITA bertujuan memangkas rantai distribusi komoditas yang terlalu panjang sehingga berdampak pada tingginya harga di tingkat konsumen, tegas Menteri Perdagangan RI Rachmat Gobel pada acara peresmian DEPO BAPOK KITA pertama di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, hari ini (10/8). Pembentukan DEPO BAPOK KITA, kata Mendag, didasarkan pada nota kesepahaman antara Perusahaan Umum (Perum) Bulog dengan PD. Pasar Jaya, Pusat Koperasi Pedagang Pasar DKI Jaya, Bank BRI, dan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir (BLU-LPDB) yang selanjutnya disebut PIHAK KITA. Mendag menjelaskan, mekanisme DEPO BAPOK 38

49 KITA, yaitu Bulog sebagai pemasok utama akan menyediakan barang kebutuhan pokok langsung dari petani ataupun importir (dengan perjanjian tertentu) yang nantinya akan diperjualbelikan di kios yang telah disediakan di pasar setempat kepada pedagang. Selain panjangnya rantai distribusi, kata Mendag, faktor lain yang mempengaruhi harga di tingkat konsumen yang perlu dibenahi yaitu peran bandar barang kebutuhan pokok di pasar induk yang dominan dalam menentukan harga dan relatif lemahnya akses pembiayaan para pedagang di pasar rakyat. Oleh karena itu, Mendag berharap pendirian DEPO BAPOK KITA dapat membantu para pedagang mendapat akses sumber pasokan barang kebutuhan pokok dengan harga yang lebih kompetitif. Upaya ini juga untuk memfasilitasi pedagang pasar rakyat agar mendapatkan akses pembiayaan dengan mekanisme lebih sederhana, mudah, cepat, dan dengan bunga yang lebih ringan, tuturnya. Akses pembiayaan pedagang pasar akan diatur secara bilateral antara Koperasi Pasar/Lembaga Keuangan Bank-Lembaga Keuangan Non- Bank (KOPPAS/LKB-LKNB) dan pedagang itu sendiri. Diakui Mendag, pembenahan yang dilakukan ini akan menimbulkan pro dan kontra. Namun, Rachmat berkeyakinan pembentukan depo ini akan mengikis pengeluaran ekstra para pedagang yang selama ini dibebankan kepada konsumen. Memang tidak mudah melakukan perbaikan, namun jika semua instansi bekerja sama bukan tidak mungkin hal ini dapat terlaksana. Ke depan akan ada sepuluh DEPO BAPOK KITA di wilayah Jakarta hingga akhir tahun, pungkas Mendag. Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan, 10 Agustus 2015 Menteri Perdagangan terbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No 48/M/DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor guna mengatasi masalah dwelling time Menteri Perdagangan terbitkan aturan baru tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor guna menciptakan tertib administrasi di bidang impor dan sebagai upaya Kemendag untuk mengatasi masalah dwelling time di pelabuhan. Aturan tersebut tertuang dalam Permendag No 48/M/DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Berdasarkan peraturan tersebut, importir diwajibkan untuk memiliki Angka Pengenal Impor (API) dan izin impor dari Kementerian/Lembaga Teknis lain (khusus untuk impor barang yang dibatasi) sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean Indonesia. Terhadap importir yang tidak memiliki perizinan impor, Kemendag akan memberikan sanksi pembekuan API dan sanksi lain sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengaturan tersebut pada dasarnya telah sesuai dengan hasil perhitungan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok periode Juni 2012-Juni 2013 yang dilakukan oleh Bappenas. Dari hasil tersebut diketahui bahwa kontribusi terbesar dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari waktu di proses pre-clearance, yaitu waktu yang 39

50 dihitung sejak kapal melakukan unloading barang sampai penyerahan Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Sebagian besar importir (69,85 persen) baru menyerahkan PIB setelah unloading selesai dikerjakan. Padahal proses penyiapan PIB sudah dapat dilakukan mulai dari kapal yang mengangkut barang berangkat dari pelabuhan asal, sehingga penyerahan dokumen PIB dapat dilakukan bahkan sebelum kapal tiba di Pelabuhan tujuan. Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan, 3 Juli 2015 Pemerintah Fasilitasi Permasalahan Investasi (debottlenecking) Terkait permasalahan dalam investasi, pemerintah telah melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan yang di hadapi oleh penanam modal (dedobttlenecking) dalam merealisasikan investasinya di Indonesia. Berdasar data dari BKPM, hingga 11 Mei 2015, sebanyak 22 perusahaan telah selesai permasalahannya. Total debottlenecking sebanyak 88 perusahaan, yang terdiri dari 48 perusahaan yang sudah ada Surat Persetujuan/Izin Prinsip (SP/IP), 18 perusahaan belum ada SP/IP dan 22 perusahaan sudah selesai permasalahannya. Adapun rincian debottlenecking perusahaan sebagai berikut: 1. Debottlenecking Yang Sudah Selesai (22 perusahaan) Berdasarkan jenis permasalahan utama, terdapat 4 perusahaan menghadapi permasalahan terkait penyalahgunaan izin, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait RTRW dan lahan, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait adanya penolakan masyarakat, 3 perusahaan menghadapi permasalahan terkait larangan ekspor raw material, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait perizinan, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait kontrak kerjasama, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait tenaga kerja, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait tax incentive, 2 perusahaan menghadapi permasalahan pemalsuan terkait merek/izin, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait jaminan keamanan, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait kuota impor raw sugar, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait pengenaan anti dumping. 2. Debottlenecking Yang Masih Difasilitasi Belum Ada SP/IP (18 perusahaan) Berdasarkan jenis permasalahan utama, terdapat 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait jaminan pasokan bahan baku, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait kontrak kerjasama, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait perizinan, 1 perusahaan menghadapi permasalahan RTRW dan lahan, serta 12 perusahaan baru menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia. 3. Debottlenecking Yang Masih Difasilitasi Sudah Ada SP/IP (48 perusahaan) Berdasarkan jenis permasalahan utama, terdapat 16 perusahaan menghadapi permasalahan terkait RTRW dan lahan, 13 perusahaan menghadapi permasalahan terkait perizinan, 5 perusahaan menghadapi permasalahan terkait jaminan pasokan 40

51 bahan baku, 2 perusahaan menghadapi permasalahan terkait kuota impor raw sugar, 7 perusahaan menghadapi permasalahan terkait adanya moratorium penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait adanya pembangunan ilegal, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait pengenaan pajak, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait adanya penolakan masyarakat, 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait sengketa pemegang saham, dan 1 perusahaan menghadapi permasalahan terkait tax incentive. Sumber: Siaran Pers BKPM, 11 Mei 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 8. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Juni 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2015 adalah sebesar USD ,9 juta, mengalami penurunan sebesar 11,74 persen jika dibandingkan dengan triwulan II tahun Pada periode yang sama, ekspor sektor migas dan non-migas mengalami penurunan sebesar 45,3 persen dan 4,5 persen. Sementara itu, komoditas hasil minyak dalam sektor migas turun sebesar 50,1 persen, sedangkan ekspor produk pertambangan dalam sektor non-migas menurun sebesar 7,4 persen. Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun 2015 Komoditas Q Q Jun-15 Nilai Ekspor (USD Juta) Migas , , , , , , , , , , , ,00 Minyak Mentah , , , , ,99 574,00 41

52 Komoditas Q Q Jun-15 Hasil Minyak 4.163, , , ,42 510,72 158,00 Gas , , , ,51 Non-Migas 2.202,68 708, , , , , , ,00 Pertanian 5.569, , , ,54 Industri , , , ,97 Pertambangan , , , ,70 Pertumbuhan (%) Ekspor* 1.371,61 486, , , , ,00-6,60-3,90-3,44-2,50-11,74-12,35 Migas -10,80-11,80-7,05-4,50-45,37-48,32 Minyak Mentah -11,10-17,00-6,63-10,70-36,06-42,83 Hasil Minyak -12,80 3,30-15,72 2,90-50,15-50,52 Gas -10,30-11,70-5,23-2,30-49,44-51,59 Non-Migas -5,50-2,00-2,65-2,00-4,58-4,41 Pertanian 7, ,74 1,30-1,08 0,51 Industri -5, ,80 5,50-4,48-4,95 Pertambangan -9, ,71-29,90-7,48-7,25 Proporsi Ekspor** (%) Migas 19,50 17,90 17,21 18,00 10,86 10,66 Minyak Mentah 6,50 5,60 5,40 5,00 3,96 4,25 Hasil Minyak 2,20 2,40 2,06 2,00 1,30 1,17 Gas 10,80 9,90 9,75 10,00 5,60 5,25 Non Migas 80,50 82,10 82,79 82,00 89,14 89,34 Pertanian 2,90 3,10 3,27 3,00 3,49 3,60 Industri 61,10 61,90 66,55 67,00 72,54 73,19 Pertambangan 16,50 17,10 12,96 12,00 12,90 11,95 Sumber (%) Pertumbuhan Migas -2,10-2,00-1,21-0,80-4,93-5,15 Minyak Mentah -0,70-0,90-0,36-0,60-1,43-1,82 Hasil Minyak -0,30 0,10-0,32 0,10-0,65-0,59 Gas -1,10-1,20-0,51-0,20-2,77-2,71 Non-Migas -4,50-1,70-2,19-1,70-4,08-3,94 Pertanian 0,20 0,10 0,02 0,00-0,04 0,02 Industri -3,00-1,70 2,53 3,70-3,25-3,63 Pertambangan -1,60-9,60-3,46-3,70-0,96-0,87 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total ekspor (%) 42

53 Total nilai ekspor sektor non-migas Indonesia pada triwulan II tahun 2015 adalah sebesar USD ,5 juta dan mengalami penurunan sebesar 4,5 persen (YoY). Berdasarkan data pada total nilai ekspor non-migas Indonesia per komoditas (Tabel 22), didapat komoditas dengan nilai ekspor terbesar pada triwulan II tahun 2015 adalah lemak dan minyak hewan/nabati (HS-15) dengan nilai USD juta, dengan proporsi 14,8 persen terhadap total ekspor non-migas. Komoditas dengan nilai dan proporsi terbesar selanjutnya adalah bahan bakar mineral (HS-27) dengan nilai USD juta, dengan proporsi 11,7 persen terhadap total ekspor non-migas. Namun, apabila melihat dari sisi pertumbuhan pada triwulan II tahun 2015, karet dan barang dari karet (HS-40) memiliki nilai pertumbuhan positif yang paling besar, yaitu sebesar 24,2 persen. Sementara itu, bahan bakar mineral (HS-27) menjadi barang ekspor dengan pertumbuhan negatif paling besar pada triwulan II tahun 2015, yaitu sebesar - 16,9 persen (YoY), yang diikuti oleh perhiasan/permata (HS-71) dengan pertumbuhan -16,6 persen. Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan II Tahun 2015 HS Komoditas Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Lemak & minyak hewan/nabati 5.491, ,03-15,25-5,59 14,96 14,80 27 Bahan bakar mineral 4.958, ,04 4,13-16,95 13,51 11,76 85 Mesin/peralatan listrik 2.408, ,67-5,07-11,08 6,56 6,11 40 Karet dan Barang dari Karet 1.298, ,96 145,17 24,20 3,54 4,60 71 Perhiasan/Permata 1.863, ,50-23,89-16,69 5,08 4,43 87 Kendaraan dan Bagiannya 1.147, ,22 7,42 21,29 3,12 3,97 84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 1.476, ,21-3,64-10,79 4,02 3,76 64 Alas kaki 1.136, ,40 7,48 11,19 3,10 3,61 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.060, ,75 11,72 1,67 2,89 3,08 62 Pakaian jadi bukan rajutan 1.006, ,98 1,93 1,08 2,74 2,90 Lainnya , ,79-1,71-3,72 40,49 40,95 TOTAL NON-MIGAS , ,62-2,03-4,58 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Total volume ekspor non-migas Indonesia pada triwulan II tahun 2015 adalah sebesar juta kg dan mengalami penurunan sebesar 10,2 persen (YoY). Berdasarkan data total volume ekspor non-migas Indonesia per komoditas (Tabel 22), didapat komoditas dengan volume ekspor terbesar pada triwulan II tahun 2015 adalah bahan bakar mineral (HS-27) dengan volume juta kg, dengan proporsi 78,1 persen terhadap total ekspor non-migas. Komoditas dengan nilai dan proporsi terbesar selanjutnya adalah Lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) dengan berat juta kg, dengan proporsi 6,9 persen terhadap total ekspor non-migas. Namun, apabila melihat dari sisi pertumbuhan pada triwulan II tahun 2015, bijih, kerak, dan abu logam (HS-26) 43

54 HS memiliki nilai pertumbuhan paling besar, yakni sebesar 1.482,1 persen (YoY). Sementara itu, bubur kayu/pulp (HS-47) merupakan barang ekspor non-migas dengan pertumbuhan negatif paling besar jika dibandingkan dengan sembilan komoditas lainnya, dengan penurunan sebesar 29,0 persen (YoY). Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan II Tahun 2015 Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Komoditas Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral , ,33-3,02-15,75 83,18 78,11 15 Lemak & minyak hewan/nabati 5.678, ,63-7,65 40,51 4,45 6,97 25 Garam, Belerang, Kapur 2.720, ,97 4,31 3,62 2,13 2,46 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.611, ,73 19,96-0,71 1,26 1,40 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 79, ,10-99, ,16 0,06 1,10 48 Kertas/Karton 1.103, ,95 3,81 0,07 0,87 0,97 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 311, ,07 158,63 253,20 0,24 0,96 38 Berbagai produk kimia 1.061,06 907,74-2,79-14,45 0,83 0,79 40 Karet dan Barang dari Karet 855,01 893,34 1,18 4,48 0,67 0,78 47 Bubur kayu/pulp 1.167,51 828,08 16,94-29,07 0,92 0,72 Lainnya 6.864, ,64 5,01-4,63 5,38 5,72 TOTAL NON-MIGAS , ,58-21,94-10, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan ekspor non-migas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan II tahun 2015 turun sebesar 4,4 persen (YoY). Dari ke lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada ekspor non-migas ke India, yakni sebesar 18,0 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada ekspor non-migas ke Singapura (18,4 persen), Tiongkok (13,0 persen), Jepang (7,2 persen) dan Amerika (0,4 persen). Tabel 24. Perkembangan Ekspor Non-Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan II Tahun 2015 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi (%) Negara 2014 Q Q Q Q Q Q Amerika Serikat , , ,91 232,91-0,46 11,09 11,57 China , , ,74-93,73-13,00 11,01 10,04 India , , ,65-92,21 18,05 7,95 9,84 Jepang , , ,45-68,00-7,25 9,63 9,36 Singapura , , ,76-14,99-18,41 7,35 6,28 TOTAL 5 NEGARA , , ,50-85,29-4,46 47,04 47,10 TOTAL LAINNYA , , ,12-57,68-4,68 52,96 52,90 TOTAL NON- MIGAS , , ,62-77,52-4,58 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 44

55 Perkembangan Impor Gambar 9. Nilai dan Volume Impor Hingga Juni 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada akhir triwulan II tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD ,0 juta atau menurun sebesar 20,3 persen (YoY). Impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal masing-masing mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar -13,3 persen, -21,1 persen dan 19,4 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun Impor hasil minyak (USD 4.180,9 juta) pada triwulan II tahun 2015 lebih besar dibandingkan impor minyak mentah (USD 2.264,2 juta) dan gas (USD 549,2 juta). Impor sektor migas dan non-migas mengalami pertumbuhan yang negatif masingmasing sebesar -35,2 persen dan -15,8 persen. Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan II Tahun 2015 Komoditas Q Q Jun-15 Nilai Impor (USD Juta) , , , , , ,10 Barang Konsumsi , , , , , ,90 Bahan Baku , , , , , ,50 Barang Modal , , , , , ,70 Migas , , , , , ,50 Minyak Mentah , , , , ,20 864,00 Hasil Minyak , , , , , ,20 Gas 3.081, , ,97 704,30 549,20 153,30 Non-Migas , , , , , ,60 Pertumbuhan Impor* (%) 8,02-2,60-45,00-4,18-20,34-17,33 Barang Konsumsi 0,17-2,00-36,00-7,55-13,39-10,80 Bahan Baku 7,01 1,30-4,00-3,40-21,19-18,20 Barang Modal 15,21-17,40-71,00-6,22-19,40-16,20 Migas 4,58 4,50-4,00 1,87-35,20-24,06 Minyak Mentah -3,15 25,80-38,00 1,87-35,77-25,58 Hasil Minyak 1,94-0,40-42,00-0,30-36,31-23,28 Gas 118,17 1,00-28,00 2,63-22,02-23,31 45

56 Komoditas Q Q Jun-15 Non- Migas 9,00-6,10-47,00-5,86-15,88-15,47 Proporsi Impor** (%) Barang Konsumsi 7,00 7,00 71,00 7,12 7,74 7,92 Bahan Baku 73,10 76,10 764,00 76,52 75,70 75,31 Barang Modal 19,90 16,90 164,00 16,36 16,55 16,77 Migas 22,21 23,80 244,00 23,10 18,79 19,86 Minyak Mentah 5,64 7,30 73,00 7,54 6,08 6,66 Hasil Minyak 14,96 15,30 154,00 14,05 11,23 12,02 Gas 1,61 1,70 17,00 1,51 1,48 1,18 Non-Migas 77,80 75,00 756,00 76,90 81,21 80,14 Sumber Pertumbuhan (%) -20,34-17,33 Barang Konsumsi 0,00-0,10-3,00-0,54-1,04-0,86 Bahan Baku 5,10 1,00-31,00-2,60-16,04-13,70 Barang Modal 3,00-2,90-12,00-1,02-3,21-2,72 Migas 1,00 1,10-1,00 0,43-6,61-4,78 Minyak Mentah -0,10 1,90-3,00 0,14-2,18-1,70 Hasil Minyak 0,30-0,10-6,00-0,04-4,08-2,80 Gas 1,90 0,00 0,00 0,04-0,32-0,28 Non-Migas 7,00-4,60-35,00-4,50-12,90-12,40 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total impor (%) Pertumbuhan impor non-migas pada triwulan II tahun 2015 (YoY) mengalami penurunan sebesar -15,8 persen disebabkan oleh adanya penurunan impor di berbagai komoditas diantaranya penurunan impor mesin dan peralatan mekanik (HS-84) sebesar 20,4 persen dengan proporsi 17,9 persen dari nilai total impor non-migas; penurunan impor mesin dan peralatan listrik (HS-85) sebesar 11,0 persen dengan proporsi impor 13,1 persen; serta penurunan impor besi dan baja (HS-72) sebesar 37,4 persen dengan proporsi impor 4,7 persen. Tabel 26. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun 2015 Pertumbuhan YoY Nilai Impor (Juta USD) Proporsi (%) HS KOMODITAS (%) Q Q Q Q Q Q Mesin dan Peralatan Mekanik 6.810, ,99-0,54-20,49 18,96 17,92 85 Mesin dan Peralatan Listik 4.446, ,73-8,13-11,02 12,38 13,10 39 Plastik dan Barang dari Plastik 2.044, ,45 1,89-12,28 5,69 5,94 29 Bahan Kimia Organik 1.788, ,94-1,34-14,55 4,98 5,06 72 Besi dan Baja 2.282, ,49-19,79-37,46 6,35 4, Kendaraan Bermotor dan Bagiannya Benda-benda dari Besi dan Baja 1.618, ,36-20,28-17,82 4,51 4, ,22 919,79-14,22-17,23 3,09 3,04 10 Serealia 994,79 779,29 1,70-21,66 2,77 2,58 23 Sisa Industri Makanan 1.006,42 775,39 46,74-22,96 2,80 2,57 46

57 52 Kapas 687,85 548,39-2,41-20,27 1,91 1,82 Lainnya , ,42-6,93-10,67 36,57 38,85 TOTAL NON MIGAS , ,70-5,86-15,88 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai impor dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 3,0 persen (YoY). Penurunan impor terbesar berasal dari Amerika, Jepang, dan Singapura dengan penurunan masing-masing sebesar 43,0 persen, 14,1 persen, dan 7,4 persen. Pada triwulan II tahun 2015, impor dari Tiongkok merupakan impor terbesar Indonesia dengan proporsi sebesar 23,9 persen dengan pertumbuhan (YoY) sebesar 45,3 persen. Pada triwulan II tahun 2015, impor non-migas dari kawasan ASEAN dan Uni Eropa masih cukup besar, dengan proporsi masing-masing sebesar 21,9 persen dan 9,5 persen dari total impor non-migas Indonesia. Namun dari sisi pertumbuhan (YoY), impor non-migas dari kawasan ASEAN dan Uni Eropa menunjukkan pertumbuhan yang negatif, masing-masing sebesar 17,0 persen dan 14,0 persen. Negara Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Non-Migas Triwulan II Tahun 2015 Pertumbuhan YoY Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Proporsi (%) (%) 2014 Q Q Q Q Q Q Tiongkok , , ,05 60,65 45,30 22,30 23,98 Jepang , , ,14 9,52-14,15 12,34 11,49 Singapura , , ,53 8,21-7,47 7,44 7,56 Amerika 8.102, , ,36-38,09-43,07 6,53 7,14 Thailand 9.694, , ,55 88,61 46,63 7,23 6,68 TOTAL 5 NEGARA , , ,63 20,32 3,07 55,83 56,85 TOTAL ASEAN , , ,20-0,50-17,08 22,27 21,95 TOTAL UNI EROPA , , ,70-6,04-14,09 9,30 9,50 TOTAL LAINNYA , , ,07-23,72-17,83 44,17 43,15 TOTAL NON- MIGAS , , ,70-4,12-15,88 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.096,3 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor nonmigas mengalami surplus sebesar USD 4.822,3 juta. Sementara neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama mengalami defisit sebesar USD 2.726,0 juta. Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 195,4 persen (YoY). 47

58 Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan II Tahun Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,98-3,43-11,74 Ekspor Migas , , ,39-7,05-45,37 Ekspor Non-Migas , , ,59-2,64-4,58 Impor Total (USD Juta) , , ,60-4,53-20,37 Impor Migas , , ,40-3,99-35,20 Impor Non-Migas , , ,20-4,70-15,92 Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,38-53,73 195,40 Migas , , ,01 3,92-8,54 Non-Migas ,90 783, ,39 31,38 515,89 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan II tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 3.396,5 juta, hal itu disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor non-migas sebesar USD 3.729,3 juta, lebih besar dari surplus pada sektor migas sebesar USD 332,7 juta. Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,11-22,10-7,74 Ekspor Migas 1.147,36 141,70 343,38-13,07 142,33 Ekspor Non-Migas , , ,73-22,66-13,00 Impor Total (USD Juta) , , ,65 2,60-9,63 Impor Migas 162,78 18,19 10,61-41,66-41,67 Impor Non-Migas , , ,04 3,01-9,55 Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,54 79,61-11,68 Migas 984,57 123,51 332,77-5,41 169,43 Non-Migas , , ,31 68,93-6,04 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan II tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 623,8 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas sebesar USD 818,5 juta yang lebih besar dari defisit pada sektor nonmigas sebesar USD 194,6 juta. Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) () 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,09-14,47-28,40 Ekspor Migas 8.599, ,14 824,60-21,83-62,45 Ekspor Non-Migas , , ,49-9,44-7,25 Impor Total (USD Juta) , , ,23-11,81-21,65 48

59 Impor Migas 69,40 10,18 6,05-69,89-40,57 Impor Non-Migas , , ,18-11,10-21,61 Neraca Perdagangan (USD Juta) 6.158, ,92 623,86-21,07-51,64 Migas 8.530, ,96 818,55-20,81-62,55 Non-Migas ,44-896,04-194,69-20,12-78,27 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada bulan triwulan II tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.052,0 juta. Hal tersebut disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor non-migas dan sektor migas, masing-masing sebesar USD 1.895,5 juta dan USD 156,5 juta. Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,81 5,34 1,30 Ekspor Migas 673,12 108,77 181,89 10,39 67,22 Ekspor Non-Migas , , ,92 5,14-0,46 Impor Total (USD Juta) 8.170, , ,74-9,88-7,84 Impor Migas 67,71 22,60 25,38-64,68 12,30 Impor Non-Migas 8.102, , ,36-8,69-8,04 Neraca Perdagangan (USD Juta) 8.359, , ,07 26,17 13,26 Migas 605,41 86,17 156,51 44,81 81,63 Non-Migas 7.754, , ,56 24,91 9,85 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan II tahun 2015, yaitu sebesar USD 2.784,2 juta. Adapun surplus ini disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor non-migas dan sektor migas, masing-masing sebesar USD 2.752,9 juta dan USD 34,35 juta. Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (Juta USD) , , ,13-4,67 20,18 Ekspor Migas 413,44 10,32 77,49 91,02 650,87 Ekspor Non-Migas , , ,62-5,91 18,05 Impor Total (Juta USD) , ,24 737,84-6,00-36,95 Impor Migas 25,22 125,81 43,14 17,42-65,71 Impor Non-Migas , ,42 694,70-6,04-33,48 Neraca Perdagangan (Juta USD) 3.952, , ,29-0,30 58,15 Migas 388,22-115,49 34,35 99,13-129,74 Non-Migas 3.563, , ,92-5,44 46,74 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 49

60 Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun 2015 Gambar 10. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun 2015 Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan II tahun 2015 naik dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 105,46. Penurunan terjadi pada satu lapangan usaha, sementara 16 lapangan usaha lainnya mengalami peningkatan. Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha dengan penurunan indeks, sedangkan lapangan usaha yang mengalami kenaikan tertinggi adalah Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Adapun perkiraan ITB triwulan II tahun 2015 adalah sebesar 106,90. No Tabel 33. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun 2015 Sektor dalam ITB ITB Trw II-2015 Variabel pembentuk ITB Trw II-2015 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 111,90-111,90-2 Pertambangan dan Penggalian 94,39 97,37 87,72 94,74 3 Industri Pengolahan 106,02 108,85 108,67 102,55 4 Pengadaan Listrik dan Gas 111,28 115,88 112,97 106,75 5 Pengadaaan Air 104,95 108,58 105,97 101,49 6 Kosntruksi 106,44 107,10 108,06 105,21 50

61 7 Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 103,16 102,24 104,10 103,54 8 Transportasi dan Pergudangan 110,01 112,58 110,83 107,52 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 106,55 106,29 108,55 105,92 10 Informasi dan Komunikasi 108,33 109,52 107,50 107,69 11 Jasa Keuangan 102,88 105,50 103,37 100,50 12 Real Estat 102,63 105,60 100,00 101,27 13 Jasa Perusahaan 105,76 108,57 106,40 103,14 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 109,78 114,43 115,36 103,57 15 Jasa Pendidikan 110,63 116,13 109,68 106,45 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 107,61 110,65 112,00 103,23 17 Jasa Lainnya 106,64 111,92 105,56 102,72 Indeks Tendensi Bisnis 105,46 107,04 107,36 103,72 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Januari 2015 hingga Juli 2015, lima komoditas tertentu (beras medium, gula pasir, tepung terigu, minyak goreng kemasan, dan minyak goreng curah) mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Pada bulan Juli 2015, kelima komoditas tersebut mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. Penurunan harga terbesar terjadi pada komoditas beras medium, sebesar 39,5 persen. Komoditas selanjutnya yang mengalami penurunan adalah gula pasir dan minyak goreng curah, dengan penurunan masing-masing sebesar 35, 5 persen dan 32,9 persen. HARGA INFLASI PERIODIK Komoditas Minyak Goreng Kemasan Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Unit 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Rp/620ml Minyak Goreng Curah Rp/kg Tepung Terigu Rp/kg Beras Medium Rp/kg Gula Pasir Rp/kg Minyak Goreng Kemasan % 0,69-0,05 0,74-0,10-0,04-4,14-14,42 Minyak Goreng Curah % 0,27-0,55 0,30-0,61-0,38-3,78-32,99 Tepung Terigu % 0,13-0,44 0,39-0,02 0,35 0,46-29,95 Beras Medium % 3,23 3,09 4,35-3,52-1,18 0,38-39,55 Gula Pasir % -0,44-0,08 2,42 3,32 6,15 4,65-35,55 Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Berdasarkan data harga komoditas internasional yang didapat dari Bank Dunia, diketahui bahwa pada bulan Juli 2015, sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan secara periodik apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dimana penurunan harga terbesar adalah pada komoditas bijih besi (17,4 persen), disusul oleh minyak mentah (14,8 persen), dan nikel (11,0 persen). Sementara 51

62 itu, peningkatan harga komoditas pada bulan Juli 2015 dialami oleh komoditas kakao sebesar 2,6 persen. Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Komoditas Unit Apr Mei Jun Jul ENERGI Coal, Australia ($/mt) 84,60 70,13 57,81 60,40 58,84 59,35 Crude oil, West Texas ($/bbl) 97,90 93,11 54,44 59,27 59,80 50,90 PERTANIAN Cocoa ($/kg) 2,44 3,06 2,87 3,10 3,24 3,33 Coffee, robusta ($/kg) 2,08 2,22 2,03 1,93 1,99 1,92 Palm oil ($/mt) 857,00 821,44 662,00 659,00 671,00 636,00 Soybeans ($/mt) 538,00 491,77 395,00 389,00 397,00 405,00 Shrimp, Mexico ($/kg) 13,84 17,25 15,65 15,54 15,76 15,87 Woodpulp ($/mt) 823,10 876,91 875,00 875,00 875,00 875,00 Rubber*, Singapore ($/kg) 2,79 1,96 1,70 1,84 1,83 1,64 LOGAM & MINERAL Copper ($/mt) 7.332, , , , , ,75 Iron ore ($/dmtu ) 135,00 96,94 52,00 60,00 63,00 52,00 Nickel ($/mt) , , , , , , Tin ($/mt) , , , , , , Zinc ($/mt) 1.910, , , , , ,68 INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia % -12,24-17,10-3,83 4,47-2,58 0,86 Crude oil, West Texas Int. % 3,93-4,89 13,94 8,87 0,89-14,88 PERTANIAN Cocoa % 2,09 25,50-0,30 7,94 4,64 2,67 Coffee, robusta % -8,37 6,56-0,11-4,89 3,06-3,46 Palm oil % -14,21-4,15-1,49-0,45 1,82-5,22 Soybeans % -8,97-8,59-1,99-1,52 2,06 2,02 Shrimp, Mexico % 37,57 24,63 0,00-0,70 1,42 0,70 Woodpulp % 7,91 6,54 0,00 0,00 0,00 0,00 Rubber*, Singapore, RSS3 % -17,46-29,87-2,02 8,33-0,68-10,38 LOGAM & MINERAL Copper % -7,91-6,39 1,72 4,18-7,34-6,45 Iron ore % 5,06-28,19-10,34 15,38 5,00-17,46 Nickel % -14,35 12,38-6,72 5,30-5,08-11,01 Tin % 5,48-1,72-8,73-0,61-4,67 0,04 Zinc % -2,05 13,14 9,07 3,12-8,75-3,91 Sumber: Bank Dunia, diolah 52

63 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, perhitungan PDB Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 3,55 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) semester I tahun 2015 mencapai sebesar Rp ,24 miliar. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan II tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD -7,1 juta. 53

64 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Berdasarkan perhitungan PDB dengan menggunakan tahun dasar tahun 2010, perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2015 tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2014, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Jasa Pendidikan dari sisi produksi yang tumbuh sebesar 12,2 persen. Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,4 persen, diikuti pulau Sumatera sebesar 22,3 persen, Kalimantan 8,2 persen, dan pulau-pulau lainnya 11,1 persen. Pada sisi penggunaan, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 3,6 persen (YoY) dibanding triwulan II tahun 2014 sementara pertumbuhan (QtQ) mengalami kenaikan sebesar 3,0 persen. Semester I tahun 2015, pertumbuhan PMTB (YoY) sebesar 3,9 persen. Tabel 36. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan II Tahun 2015 (persen) SMT 1- Q Q Q SMT (QtQ) (YoY) (QtQ) (YoY) (YoY) Pertumbuhan PDB 3,8 5,1 3,8 4,7 4,7 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 3,8 4,2 3,0 3,6 3,9 a. Bangunan 4,1 5,2 3,4 4,8 5,1 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,5-1,7-1,4-5,6-3,3 c. Kendaraan 2,6-8,6 0,4-7,5-6,5 d. Peralatan Lainnya 0,4-0,9 5,6 10,2 7,6 e. Sumber Daya Hayati -13,1 1,5-5,2 15,0 9,9 f. Produk Kekayaan Intelektual 38,0 45,5 29,6 4,2 7,0 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 32,1 32,0 32,3 32,5 a. Bangunan 23,9 23,8 24,4 24,5 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,4 3,5 3,0 3,1 c. Kendaraan 1,5 1,5 1,4 1,4 d. Peralatan Lainnya 0,4 0,4 0,4 0,4 e. Sumber Daya Hayati 1,7 1,8 1,9 2,0 f. Produk Kekayaan Intelektual 1,2 1,0 1,2 1,1 Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB), pertumbuhan triwulan II tahun 2015 (YoY) sebesar 3,6 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan produk sumber daya hayati yang tumbuh sebesar 15,0 persen, peralatan lainnya 10,2 persen dan Bangunan dengan pertumbuhan 4,8 persen. Adapun 54

65 sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan II tahun 2015 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 24,4 persen Realisasi Investasi Semester I Tahun 2015 Tabel 37. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Semester I TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (%) (Rp miliar) (USD juta) PMDN PMA , ,4 68,9 72, , ,4-41,6 43, , ,2 85,6-27, , ,8 60,4 49, , ,2 25,4 20, , ,7 21,3 26, , ,5 39,0 16, , ,7 21,8-0, Semester I , ,1 17,4-2,5 Sumber : BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) semester I tahun 2015 sebesar Rp ,2 miliar, lebih besar dari realisasi semester I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 17,4 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi semester I tahun 2015 sebesar USD ,1 juta, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,5 persen dibandingkan semester I tahun Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada semester I tahun 2015 sebesar USD ,1 juta atau mengalami penurunan sebesar minus 2,5 persen dibandingkan semester I tahun Penurunan terjadi di sektor primer dan sekunder, dengan penurunan terbesar pada sektor primer sebesar 21 persen. Untuk PMDN pada periode yang sama terjadi pertumbuhan sebesar 17,4 persen. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor primer sebesar 22,3 persen, dan sektor sekunder 85,5 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada semester I tahun 2015, untuk PMA sektor tersier memberikan sumbangan terbesar dengan share 39,1 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor sekunder sebesar 50,3 persen. Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Semester I Tahun 2015 Berdasar Sektor Jumlah Jumlah PMA PMDN Tahun (Juta (Rp Primer Sekunder Tersier USD) Primer Sekunder Tersier Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,3 55

66 Tahun Jumlah PMA PMDN (Juta Primer Sekunder Tersier USD) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Semester I 3.110, , , , , , , ,2 Pertumbuhan Semester I (YoY) (%) -21,0-19,9 49,9-2,5 22,3 85,5-19,8 17,4 Share Semester I Tahun 2015 (%) 22,3 38,6 39,1 100,0 9,0 50,3 40,7 100,0 Sumber : BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada semester I tahun 2015 realisasi PMA pada lima besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Komunikasi dengan persentase 17,5 persen, Pertambangan 15,7 persen, Industri Logam, Mesin, dan Elektronik 9,9 persen, Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi lain 6,9 persen dan Industri Kimia dan Farmasi 6,5 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Industri Makanan 16,5 persen, Listrik, Gas, dan Air 13,6 persen, Industri Kimia dan Farmasi 12,9 persen, Konstruksi 9,7 persen dan Industri Mineral Non-Logam 7,8 persen. 1 Sektor/Bidang Usaha Transportasi, Gudang & Komunikasi Tabel 39. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Semester I Tahun 2015 PMA USD Juta % Terhadap total Sektor/Bidang Usaha PMDN Rp. Miliar % Terhadap total 2.442,7 17,5 1 Industri Makanan ,8 16,5 2 Pertambangan 2.181,3 15,7 2 Listrik, Gas dan Air ,3 13,6 3 Ind. Logam, Mesin & Ind. Kimia dan 1.375,3 9,9 3 Elektronik Farmasi ,8 12,9 4 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 955,5 6,9 4 Konstruksi 8.325,1 9,7 5 Ind. Kimia dan Farmasi 899,1 6,5 5 Ind. Mineral Non- Logam 6.650,5 7,8 Gabungan lainnya 6.082,2 43,6 Gabungan lainnya ,7 39,4 Jumlah / Total ,1 100,0 Jumlah / Total ,2 100,0 Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Berdasarkan lokasi per wilayah, pada semester I tahun 2015 dibandingkan semester I tahun 2014, pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Papua dengan pertumbuhan sebesar 448,6 persen diikuti pulau Sulawesi sebesar 357,9 persen dan Bali dan Nusa Tenggara 96,8 persen. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada semester I tahun 2015 yaitu 57,1 persen, 23,5 persen dan 13,9 persen. 56

67 Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Semester I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) LOKASI TAHUN Bali & Maluk TOTAL Sumatera Jawa Nusa Kalimantan Sulawesi Papua u Tenggara , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, , , , , , , ,9 888, , , ,1 468, , ,4 156,3 349, , Semester I , ,4 361, , ,7 48,2 183, ,2 Pertumbuhan Semester I (YoY) 70,1-2,8 96,8 23,5 357,9-21,7 448,6 17,4 (%) Share Semester I Tahun 2015 (%) 23,5 57,1 0,4 13,9 4,8 0,1 0,2 100,0 Sumber : BKPM, diolah Untuk PMA pertumbuhan semester I tahun 2015 dibandingkan semester I tahun 2014 mengalami penurunan sebesar minus 2,5 persen dengan pertumbuhan positif terjadi di Bali dan Nusa Tenggara dan Sulawesi. Lokasi lainnya yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Secara sumbangan, pada semester I tahun 2015 pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera memberikan sumbangan terbesar yaitu 55 persen, 15,6 persen dan 14,1 persen. TAHUN Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Semester I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , Semester I 1.964, ,0 597, ,9 790,8 50,2 706, ,1 Pertumbuhan Semester I (YoY) (%) Share Semester I Tahun 2015 (%) Sumber : BKPM, diolah -4,6-0,6 8,1-22,4 107,5-8,5-4,6-2,5 14,1 55,0 4,3 15,6 5,7 0,4 5,1 100,0 57

68 Berdasar lokasi menurut provinsi, pada semester I tahun 2015 untuk PMDN, dari lima besar lokasi investasi yang diminati, 4 (empat) provinsi diantaranya terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Barat sebesar 18,0 persen. Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Semester I Tahun 2015 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) US$ Juta % Lokasi Terhadap (Propinsi) Total Rp. Miliar % Terhadap Total Jawa Barat 3.644,4 26,2 Jawa Barat ,7 18,0 DKI Jakarta 1.601,2 11,5 Jawa Timur ,7 14,8 Kalimantan Timur 1.173,8 8,4 DKI Jakarta 8.267,0 9,7 Banten 1.009,3 7,2 Jawa Tengah 7.219,5 8,4 Jawa Timur 835,5 6,0 Sumatera Selatan 7.202,7 8,4 Gabung lainnya 5.671,9 40,7 Gabung lainnya ,7 40,6 Jumlah ,1 100,0 Jumlah ,2 100,0 Sumber : BKPM, diolah Untuk PMA, limalokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten dan Jawa Timur dengan sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 26,2 persen. Realisasi per Negara Tabel 43. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Semester I Tahun 2015 PMA Negara USD Juta % Thd Total Malaysia 2.594,3 18,6 Singapura 2.302,6 16,5 Jepang 1.577,7 11,3 Korea Selatan 787,9 5,7 Amerika Serikat 611,9 4,4 Gabung Lainnya 6.061,8 43,5 Jumlah ,1 100,0 Sumber : BKPM, diolah Pada semester I tahun 2015, empat dari lima besar negara asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia, yaitu: 1) Malaysia, dengan nilai investasi sebesar USD 2.594,3 juta atau 18,6 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Singapura dengan nilai USD 2.302,6 juta (16,5 persen); 3) Jepang dengan nilai realisasi investasi USD 1.577,7 juta (11,3 persen); 4) Korea Selatan dengan nilai realisasi investasi USD 787,9 juta (5,7 persen). Amerika Serikat berada di peringkat ke-5 dengan nilai USD 611,9 Juta atau 4,4 persen dari total realisasi investasi PMA. 58

69 PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) 2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Arrangement Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement 5 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) 6 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement 7 Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA) 8 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched (the 7th round of negotiations) Negotiations launched (the 3rd round of negotiations) Negotiations launched (consultation pre-negotiation) Negotiations launched (the 2nd round of negotiations) Negotiations launched (the 9th round of negotiations) Negotiations launched (the 9th round of negotiations) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) Negotiations launched (the 1st round of negotiations) Conclusion of Joint Study Group (JSG) 9 Indonesia-Turki FTA Conclusion of JSG 10 Indonesia-Tunisia FTA JSG ongoing 11 Indonesia-Mesir FTA Establishment of JSG 12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference Signed but not yet In Effect 13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 19 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect 21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect Sumber: aric database, ADB ; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan II tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 7,1 juta. Indonesia, Singapura dan Thailand mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD juta, USD juta dan USD 292 juta. Sementara itu, Malaysia dan Filipina mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD juta dan USD juta. 59

70 Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan positif sebesar 12,1 persen (QtQ). Namun bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2014 (YoY), nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok mengalami penurunan sebesar -2,8 persen. Tabel 45. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor ASEAN ke Proporsi Tiongkok Pertumbuhan (%) (%)* (Juta USD) Q Q Q Q (QtQ) (YoY) Q ASEAN (5 Negara) ,1-2,8 7,2 Indonesia ,1-13,4 0,9 Mineral Products ,4-21,1 0,3 Mineral Fuels, Mineral Oils & Products ,7-23,6 0,3 Animal or Vegetable Fats and Oils ,9-8,5 0,1 Pulp of Wood, Paper and Paperboard ,2 27,5 0,1 Malaysia ,5 1,5 2,5 Machine, Electrical Equipment ,0-2,0 1,5 Electrical Machinery and Equipment ,1-0,4 1,4 Mineral Products ,0 41,6 0,5 Mineral Fuels, Mineral Oils & Products ,2 52,1 0,4 Singapura ,6-3,3 1,3 Machine, Electrical Equipment ,2 8,4 0,6 Electrical Machinery and Equipment ,7 8,5 0,4 Nuclear Reactors, Machinery ,4 8,0 0,2 Plastics, Rubber and Articles Thereof ,9-9,2 0,2 Thailand ,6-0,1 1,6 Machine, Electrical Equipment ,3 2,0 0,6 Plastics, Rubber and Articles Thereof ,2-11,1 0,3 Electrical Machinery and Equipment ,5 5,2 0,3 Nuclear Reactors, Machinery ,8-1,4 0,3 Filipina ,6-6,7 0,8 Machine, Electrical Equipment ,0-3,7 0,6 Electrical Machinery and Equipment ,8 1,7 0,4 Nuclear Reactors, Machinery ,2-14,0 0,2 Mineral Products ,0-21,4 0,1 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): Terhadap total ekspor Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 adalah sebesar USD 47,2 miliar atau turun sebesar -2,1 persen (QtQ) dan -0,5 persen (YoY). Dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 (YoY), impor dari Tiongkok ke Indonesia turun sebesar 17,2 persen, ke Malaysia turun sebesar 0,8 persen, ke Singapura turun sebesar 0,1 persen. Namun, dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 (YoY), impor dari Tiongkok ke Thailand dan Filipina masing-masing naik sebesar 10,5 persen dan 14,8 persen. 60

71 Tabel 46. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor ASEAN dari Proporsi Tiongkok Pertumbuhan () ()* (Juta USD) Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q ASEAN (5 Negara) ,6-2,1-0,5 11,3 Indonesia 9.163, ,6-6,0-17,2 2,1 Machine, Electrical Equipment 3.016, ,6 2,6-4,1 0,7 Nuclear Reactors, Machinery 1.610, ,9-2,6-4,7 0,4 Electrical Machinery and Equipment 1.405, ,6 8,5-3,4 0,4 Textiles and Textile Articles 993, ,6 16,2-22,8 0,3 Malaysia , ,8 2,9-0,8 2,8 Machine, Electrical Equipment 3.610, ,0 2,6 5,0 0,9 Electrical Machinery and Equipment 2.316, ,3 3,9 4,1 0,6 Textiles and Textile Articles 1.014, ,8 40,4 9,8 0,3 Base Metals and Articles 1.414, ,9-3,3-7,5 0,3 Singapura , ,1-10,0-0,1 2,8 Machine, Electrical Equipment 5.225, ,5-0,8 5,4 1,2 Electrical Machinery and Equipment 3.171, ,1 0,6 14,3 0,8 Nuclear Reactors, Machinery 2.053, ,4-3,0-6,4 0,5 Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 2.147, ,5-34,1 10,7 0,3 Thailand 9.079, ,6-3,1 10,5 2,1 Machine, Electrical Equipment 3.339, ,9-0,3 12,3 0,8 Electrical Machinery and Equipment 1.720, ,4 0,2 21,7 0,4 Nuclear Reactors, Machinery 1.618, ,5-0,8 3,7 0,4 Base Metals and Articles 1.272, ,2-6,9 0,4 0,3 Filipina 5.632, ,5 14,2 14,8 1,5 Machine, Electrical Equipment 1.575, ,1 0,8 10,1 0,4 Base Metals and Articles 938, ,0 14,9 16,8 0,3 Electrical Machinery and Equipment 947,8 948,0 0,0 12,2 0,2 Textiles and Textile Articles 643,3 938,7 45,9 27,2 0,2 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 47. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia SKA SKA Non-Preferensi SKA Preferensi + SKA Non- Periode Preferensi (%) Preferensi (%) ,40 11,81 57, ,71 12,36 63, ,61 11,90 62,51 Jan-Juni ,99 13,75 69,74 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag 61

72 Gambar 11. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Sepanjang bulan Januari sampai dengan Juni 2015, penggunaan SKA preferensi dan SKA non-preferensi telah mencapai 69,7 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi sebesar 56,0 persen. Sementara itu, sepanjang bulan Januari sampai dengan Juni 2015, spesifik untuk SKA preferensi, Form A merupakan Form yang paling banyak dimanfaatkan dengan tingkat utilisasi sebesar 26,7 persen yang diikuti oleh Form D (20,5 persen). Sebagai tambahan, pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Non-Preferensi dengan tingkat utilisasi sebesar 90,1 persen. Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Non-Preferensi terhadap Total SKA Non-Preferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag 62

73 Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN pada triwulan II tahun 2015 adalah sebesar USD 8,7 miliar sedangkan nilai impor Indonesia ke ASEAN sebesar USD 10,2 miliar. Nilai ekspor yang lebih rendah daripada nilai impor mengakibatkan pada triwulan kedua tahun ini Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar USD 1,5 miliar. Berkaitan dengan pertumbuhan kumulatif nilai ekspor dan impor antara triwulan II tahun 2014 dan triwulan II tahun 2015, baik ekspor maupun impor mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing sebesar 15,1 persen dan 22,5 persen. Namun, pertumbuhan ekspor Indonesia ke ASEAN antara triwulan I tahun 2014 dan triwulan I tahun 2015 (YoY) dilihat dari masing-masing negara tujuan mengalami tren pertumbuhan yang bervariasi dimana Laos adalah negara tujuan ekspor yang mengalami pertumbuhan positif tertinggi sebesar 34,7 persen diikuti oleh Brunei (33,7 persen). Sedangkan negara tujuan ekspor yang mengalami penurunan terbesar adalah Singapura dengan penurunan sebesar 24,3 persen dan proporsi total ekspor sebesar 37,5 persen. Negara Tabel 48. Ekspor Indonesia-ASEAN Nilai Ekspor (juta USD) Pertumbuhan (%)* Proporsi (%)** Apr-15 Mei-15 Jun-15 Kumulatif Q Q Brunei 9,4 7,6 12,4 29,3 33,7 0,3 Kamboja 31,7 36,7 38,6 107,0-5,5 1,2 Laos 1,1 0,7 0,1 1,9 34,7 0,0 Malaysia 689,1 665,0 727, ,9-21,5 23,8 Myanmar 39,3 32,9 39,9 112,1-6,1 1,3 Filipina 323,1 289,4 378,2 990,6 4,3 11,3 Singapura 1.050, , , ,5-24,3 37,5 Thailand 473,7 478,4 578, ,2 1,3 17,5 Vietnam 218,1 189,9 197,5 605,5 2,4 6,9 Total Ekspor 2.836, , , ,1-15,1 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**) : proporsi terhadap total ekspor (%) Dari aspek impor, semua negara importir mengalami pertumbuhan negatif dengan Laos sebagai negara pemasok impor Indonesia yang mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 99,8 persen. Sementara itu, Singapura tidak hanya merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia melainkan juga negara pemasok terbesar impor Indonesia dengan proporsi total impor sebesar 47,2 persen walaupun Singapura juga mengalami pertumbuhan negatif sebesar -24,6 persen (YoY). 63

74 Negara Tabel 49. Impor Indonesia-ASEAN Nilai Impor (juta USD) Pertumbuhan (%)* Proporsi (%)** Apr-15 Mei-15 Jun-15 Kumulatif Q Q Brunei 0,7 0,1 0,3 1,1-99,7 0,0 Kamboja 1,1 1,3 1,6 4,0-11,6 0,0 Laos 0,0 0,0 0,0 0,0-99,8 0,0 Malaysia 875,0 676,6 834, ,4-11,7 23,3 Myanmar 14,7 12,3 16,8 43,8-14,5 0,4 Filipina 52,2 53,0 60,3 165,5-15,2 1,6 Singapura 1.545, , , ,0-24,6 47,2 Thailand 610,6 676,9 747, ,9-22,1 19,9 Vietnam 29,5 227,9 242,4 762,8-16,1 7,5 Total Impor 3.392, , , ,5-22,5 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**) : proporsi terhadap total impor (%) Perdagangan Antar Negara ASEAN Proporsi ekspor terbesar pada tahun 2014 dialami oleh Singapura sebesar 42,1 persen, diikuti oleh Malaysia (21,5 persen), Thailand (19,6 persen) dan Indonesia (13,1 persen). Sedangkan proporsi impor terbesar pada tahun 2014 berturut-turut dialami oleh Singapura (31,3 persen), Malaysia (22,3 persen), Indonesia (21,1 persen) dan Thailand (17,9 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD 52,3 miliar; USD 16,1 miliar; dan USD 11,5 miliar. Indonesia Tabel 50. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Proporsi Ekspor ke ASEAN Proporsi Impor dari Neraca (Juta USD) (%) ASEAN (%) , ,1 12,5 13,1 19,8 19,9 21,1 Brunei 45,3 812,6 273,0 0,6 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 Kamboja * , ,8 0,3 0,4 0,9 1,0 Malaysia , ,4 19,1 19,7 21,5 20,2 20,3 22,3 Filipina , , ,5 3,1 2,7 3,0 5,5 5,2 6,7 Singapura , , ,7 40,6 39,8 42,1 29,4 28,7 31,3 Thailand , , ,4 17,8 18,3 19,6 15,7 16,2 17,9 Vietnam * , ,6 5,5 5,7 7,7 7,9 Sumber: UN COMTRADE, diolah Keterangan (*) : Data tahun 2015 belum tersedia 64

75 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada April-Juni 2015 masing-masing sebesar 6,79 persen, 7,15 persen, dan 7,26 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan II tahun 2015 sebesar Rp ,00 per USD. Rata-rata IHSG (Indonesia) pada triwulan II tahun 2015 sebesar 5.071,15. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat dan jauh dari batas ambang aman yang besarnya 8,0 persen, yaitu sebesar 20,3 persen pada bulan Mei Pada bulan Mei 2015, rasio kredit bermasalah cukup terkendali pada kisaran 2,58 persen. Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

76 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan perekonomian global masih mengalami perlambatan. Perlambatan perekonomian khususnya terjadi di kawasan Eropa, Tiongkok, Rusia, dan Brazil. Perlambatan perekonomian diiringi dengan tren penurunan cadangan devisa global menjadi USD 11,4 triliun hingga akhir triwulan I tahun 2015 yang sebelumnya USD 11,6 triliun pada triwulan IV tahun 2014 (Gambar 13). Penurunan terjadi pada cadangan devisa negara-negara berkembang sebesar 2,9 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ), sebaliknya pada negara maju terjadi peningkatan sebesar 1,9 persen (QtQ). Gambar 13. Posisi Cadangan Devisa Dunia (triliun USD) Sumber: International Monetary Fund, data Di sisi lain, ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan dan menjadi motor pemulihan ekonomi global. Amerika Serikat terpantau terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus meningkat sampai akhir triwulan II tahun Inflasi AS meningkat menjadi 0,1 persen pada Juni secara tahunan (YoY) dengan tingkat pengangguran yang menurun menjadi 5,3 persen. Tingkat pengangguran AS semakin mendekati tingkat estimasi non-accelerating inflation rate of unemployment (NAIRU) yang berarti hal ini memberikan sinyal bahwa peluang The Fed untuk segera menaikkan suku bunganya pada akhir tahun 2015 atau awal tahun 2016 semakin besar. Perekonomian kawasan Eropa selama triwulan II tahun 2015 menunjukkan pemulihan yang lambat. Volatilitas politik dan risiko finansial membayangi pemulihan ekonomi seiring dengan proses gagal bayar yang terjadi di Yunani pada akhir Juni European Central Bank (ECB) masih melangsungkan kebijakan Quantitative Easing (QE) hingga September 2016 untuk menstimulus pertumbuhan dan menghindari deflasi berkepanjangan. Kebijakan QE direspon positif oleh peningkatan tingkat inflasi pada akhir triwulan II menjadi 0,2 persen. Seiring dengan peningkatan inflasi, tingkat pengangguran mengalami penurunan pada triwulan II 66

77 tahun 2015 menjadi 11,1 persen. Akan tetapi, indeks kepercayaan konsumen semakin menurun menjadi -5,6 persen pada akhir triwulan II tahun Perekonomian Rusia masih mengalami resesi pada akhir triwulan II tahun Dewan Eropa memperpanjang sanksi ekonomi terhadap Rusia hingga Januari 2016 sehubungan dengan konflik politik antara Rusia dan Ukraina yang masih terus berlanjut. Melemahnya ekonomi Rusia karena ekonomi Rusia sangat tergantung pada ekspor energi yang dilanda anjloknya harga minyak. Atas hal tersebut, Rubel sampai akhir triwulan II tahun 2015 terus melemah terhadap USD. Namun, tingkat inflasi mengalami sedikit perbaikan dan menurun menjadi sebesar 15,3 persen pada Juni 2015 yang sebelumnya 16,9 persen pada Maret Meski menurun, tingkat inflasi ini masih jauh di atas target inflasi jangka panjang Central Bank of Russia (CBR) sebesar 4 persen. Perekonomian Asia Pasifik mengalami perlambatan. Isu akan terjadinya peningkatan suku bunga The Fed dan terjadinya depresiasi mata uang negara-negara emerging market di Asia dapat berpengaruh pada peningkatan biaya pinjaman, peningkatan volatilitas keuangan, serta pengurangan arus modal negara-negara di Asia. Perekonomian Tiongkok mengalami perlambatan pada triwulan II tahun 2015 seiring dengan melemahnya ekspor akibat melemahnya permintaan global. Hal ini semakin memburuk diikuti dengan terjadinya kejatuhan saham Shanghai Composite (SSEC). Perlambatan ekonomi direspon oleh Bank Sentral Tiongkok (PboC) dengan memangkas tingkat suku bunganya menjadi 4,85 persen pada Juni Tabel 51. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan II Tahun 2015 (persentase) Negara Apr-15 Mei-15 Jun-15 Tiongkok 5,35 5,10 4,85 Australia 2,25 2,00 2,00 India 7,50 7,50 7,25 Selandia Baru 3,50 3,50 3,25 Korea Selatan 1,75 1,75 1,50 Sumber: Bank Indonesia Perekonomian Brazil mengalami penurunan selama triwulan II tahun Terjadi peningkatan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Tingkat inflasi Brazil pada Juni mencapai 8,89 persen (YoY), di mana angka ini merupakan yang tertinggi sejak 12 (dua belas) tahun terakhir. Sementara itu tingkat pengangguran Brazil meningkat menjadi 6,9 persen pada Juni 2015 yang merupakan pengangguran tertinggi sejak 2 (dua) tahun terakhir. Kelesuan perekonomian tersebut disikapi oleh bank sentral Brazil (Banco Central do Brasil) dengan memfokuskan kebijakan moneter untuk 67

78 pencapaian inflasi pada tingkat 4,5 persen dan tetap mempertahankan suku bunganya pada triwulan II tahun Di tengah prospek peningkatan suku bunga The Fed, selama triwulan II tahun 2015 bank sentral sebagian besar negara memilih untuk mempertahankan suku bunganya. Adapun beberapa bank sentral yang menurunkan tingkat suku bunganya, antara lain Tiongkok, Australia, India, Selandia Baru, dan Korea Selatan (Tabel 51). Penurunan suku bunga ini dilakukan untuk menstimulus perekonomian. Penurunan suku bunga bank sentral diperkirakan akan semakin memperlemah nilai tukar yang diharapkan ke depannya dapat meningkatkan ekspor masing-masing negara guna mencapai surplus neraca perdagangan. Perkembangan Moneter Domestik Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2015 melambat menjadi 4,7 persen (YoY) dan 3,8 persen (QtQ). Perekonomian Indonesia secara tahunan tumbuh lebih lambat, terutama karena kontraksi dari sektor pertambangan dan penggalian. Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan negatif juga terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, serta jasa keuangan dan asuransi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini diiringi dengan peningkatan inflasi beserta tren melemahnya nilai tukar Rupiah selama triwulan II tahun Tingkat inflasi Juni 2015 mencapai 7,3 persen (YoY) dengan nilai tukar Rupiah pada posisi akhir bulan Rp /USD. Pelemahan nilai tukar ini tidak diikuti dengan peningkatan kinerja ekspor di mana kinerja ekspor akhir triwulan II tahun 2015 menurun menjadi 13,44 miliar USD yang sebelumnya pada akhir triwulan I tahun 2015 sebesar 13,71 miliar USD. Dalam upaya mengendalikan inflasi untuk menuju sasaran 4±1 persen pada tahun 2015 dan 2016 serta untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan, Bank Indonesia (BI) selama triwulan II tahun 2015 memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunganya pada tingkat 7,5 persen. Hal ini diiringi dengan penurunan suku bunga deposito berjangka waktu 1 (satu), 3 (tiga) dan 6 (enam) bulan masing-masing 7,76 persen; 8,27 persen; dan 8,73 persen pada Juni Sementara itu, suku bunga kredit juga mengalami penurunan menjadi 12,97 persen pada Juni 2015 dibanding Maret 2015 yang sebesar 12,99 persen. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan II tahun 2015 sebesar Rp 4359,5 triliun, tumbuh melambat 13,0 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan I tahun 2015 yang sebesar 16,3 persen (YoY) (Gambar 14). Perlambatan tersebut bersumber dari komponen uang kuasi (simpanan berjangka dan tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta simpanan giro valuta asing) dan uang beredar sempit (M1). Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang beredar disebabkan oleh melambatnya ekspansi keuangan Pemerintah Pusat dan pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan. 68

79 Gambar 14. Pertumbuhan Uang Beredar (YoY) Sumber: Bank Indonesia Cadangan Devisa selama April-Juni 2015 mengalami penurunan. Pada April 2015 terjadi penurunan cadangan devisa menjadi sebesar USD 110,9 miliar dibandingkan bulan Maret Penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Begitu juga dengan cadangan devisa pada Mei dan Juni 2015 yang masing-masing menurun menjadi USD 110,8 miliar dan USD 108,0 miliar. Di tengah perlambatan ekonomi, kinerja pasar modal ikut melemah, hal ini tercermin pada IHSG yang memiliki tren menurun pada akhir triwulan II tahun Penurunan IHSG mencapai titik terendahnya pada pertengahan Juni 2015 yang mencapai level 4.837,794 yang merupakan IHSG terendah sejak 5 Februari Pelemahan indeks saham ini disebabkan oleh sentimen negatif dari faktor eksternal maupun domestik. Di sisi eksternal, sentimen negatif datang dari proses gagal bayar Yunani dan kejatuhan saham Tiongkok yang dapat menyebabkan capital outflow di negara-negara berkembang. Di sisi domestik, sentimen negatif berasal dari rilis data perekonomian Indonesia yang semakin melemah. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan II tahun 2015, pergerakan inflasi global cukup variatif (tabel 52). Inflasi di Indonesia, Brazil, India, Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Kawasan Eropa, dan Inggris cenderung meningkat selama periode April-Juni Sebaliknya, beberapa negara yang mengalami penurunan inflasi antara lain Rusia, Tiongkok, Thailand, dan Jepang. Pada akhir periode triwulan II tahun 2015, meskipun Rusia mengalami penurunan tingkat inflasi, negara ini tetap menempati tingkat inflasi tertinggi dibandingkan negara-negara lainnya dengan nilai inflasi sebesar 15,3 persen (YoY). Sedangkan Thailand merupakan negara yang mengalami tingkat deflasi tertinggi selama triwulan II tahun Deflasi Thailand pada periode April-Juni 2015 masing- 69

80 masing sebesar 1,04 persen, 1,27 persen, dan 1,07 persen (YoY). Selain Thailand, Singapura juga mengalami deflasi selama triwulan II tahun Sementara itu, AS telah keluar dari zona deflasi dan pada Juni 2015 mencatatkan tingkat inflasi sebesar 0,1 persen (YoY). Tabel 52. Tingkat Inflasi Global (YoY) Apr-15 Mei-15 Jun-15 Indonesia 6,79 7,15 7,26 BRIC Brazil 8,17 8,47 8,89 Rusia 16,4 15,8 15,3 India 5,79 5,74 6,1 Tiongkok 1,5 1,2 1,4 ASEAN-4 Singapura -0,5-0,4-0,3 Malaysia 1,8 2,1 2,5 Thailand -1,04-1,27-1,07 Negara Maju Kawasan Euro 0 0,3 0,2 AS -0,2 0 0,1 Inggris -0,1 0,1 0 Jepang 0,6 0,5 0,4 Sumber: Bloomberg, data Sementara itu, jika dibandingkan dengan akhir triwulan I tahun 2015, Indonesia mengalami peningkatan inflasi. Jika triwulan sebelumnya inflasi tahunan Indonesia sebesar 6,38 persen pada bulan Maret 2015 (YoY), maka pada triwulan II tahun 2015 inflasi berada pada posisi 7,26 persen pada bulan Juni 2015 (YoY). Peningkatan inflasi pada triwulan II tahun 2015 ini merupakan dampak dari faktor seasonal menjelang perayaan Idul Fitri dan datangnya gelombang panas El-Nino yang dapat mengurangi jumlah pasokan barang. Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada April-Juni 2015 masing-masing sebesar 6,79 persen, 7,15 persen, dan 7,26 persen. Pada periode yang sama secara bulanan (MtM), Indonesia mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,36 persen, 0,50 persen, dan 0,54 persen. Sedangkan secara tahun kalender selama triwulan II tahun 2015, Indonesia sempat mengalami deflasi sebesar 0,08 persen pada April 2015, yang kemudian pada Mei dan Juni 2015 disusul inflasi sebesar 0,42 persen dan 0,96 persen (Tabel 53). 70

81 Inflasi pada akhir triwulan II tahun 2015 terpantau meningkat dibandingkan inflasi pada akhir triwulan sebelumnya pada bulan Maret Peningkatan inflasi terutama disebabkan pengaruh dari peningkatan harga barang-barang menjelang perayaan Idul Fitri dan antisipasi akan datangnya musim kemarau dari gelombang panas El-Nino. Kedua hal tersebut telah mendorong peningkatan harga-harga khususnya pada kelompok bahan makanan. Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik Apr-15 Mei-15 Jun-15 Year-on-Year 6,79 7,15 7,26 Month-to-Month 0,36 0,5 0,54 Tahun kalender -0,08 0,42 0,96 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Secara tahunan (YoY), selama triwulan II tahun 2015, harga diatur Pemerintah mengalami inflasi tertinggi dibanding komponen inflasi lainnya, namun dengan tren yang menurun. Adapun inflasi harga bergejolak yang memiliki tren yang semakin meningkat di mana pada April 2015 sebesar 6,25 persen (YoY) menjadi 8,83 persen (YoY) pada Juni Komponen inflasi inti selama triwulan II tahun 2015 tetap stabil pada tingkat 5,04 persen (YoY) (Tabel 54). Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen YoY MtM Komponen Apr-15 Mei-15 Jun-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15 Inti 5,04 5,04 5,04 0,24 0,23 0,26 Bergejolak 6,25 8,1 8,83-0,91 1,52 1,74 Diatur 13,26 13,35 13,14 1,88 0,38 0,26 pemerintah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Pada April 2015, inflasi komponen harga diatur Pemerintah mencapai 1,88 persen (MtM) merupakan yang tertinggi dibandingkan komponen inflasi lainnya dan menyumbang inflasi sebesar 0,37 persen (MtM) terhadap pembentukan inflasi bulanan. Sebaliknya komponen inflasi harga bergejolak mengalami deflasi 0,91 persen (MtM) dan menyumbang deflasi 0,15 persen (MtM) dalam pembentukan inflasi bulanan. Besarnya sumbangan inflasi harga diatur Pemerintah secara bulanan salah satunya disebabkan oleh peningkatan harga BBM yang terjadi di akhir Maret Berbeda dengan bulan April, komponen inflasi tertinggi secara bulanan pada Mei dan Juni 2015 dimiliki oleh inflasi harga bergejolak (volatile food) dengan tren yang terus meningkat. Inflasi ini pada Mei dan Juni 2015 masing-masing menyumbang 0,29 persen (MtM) dan 0,33 persen (MtM) dalam pembentukan inflasi bulanan. Peningkatan harga pada volatile food terutama disebabkan oleh faktor musiman yaitu berupa peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang 71

82 bersamaan dengan mulai datangnya musim kemarau dari gelombang panas El-Nino. Sementara itu, sumbangan komponen inflasi inti terhadap pembentukan inflasi bulanan tercatat cukup stabil selama April-Juni 2015 (Tabel 55). Tabel 55. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Komponen Apr-15 Mei-15 Jun-15 UMUM (headline) 0,36 0,5 0,54 Inti 0,14 0,13 0,16 Bergejolak -0,15 0,29 0,33 Diatur Pemerintah 0,37 0,08 0,05 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Secara tahunan, inflasi kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau merupakan yang tertinggi selama triwulan II tahun Namun, jika dilihat secara bulanan, kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan serta bahan makanan memiliki inflasi tertinggi dan membentuk inflasi bulanan dengan share terbesar dibanding kelompok pengeluaran lainnya. Pada bulan April 2015 inflasi tertinggi dimiliki oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,8 persen (MtM) serta deflasi terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 0,79 persen (MtM). Tingginya inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan di bulan April merupakan dampak dari peningkatan harga BBM yang terjadi pada akhir Maret Sedangkan pada Mei dan Juni 2015 inflasi tertinggi dimiliki oleh kelompok bahan makanan masingmasing sebesar 1,39 persen (MtM) dan 1,6 persen (MtM) serta tidak ada satu pun kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi secara bulanan. Komoditas bahan makanan yang dominan memberikan sumbangan inflasi tertinggi adalah cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras (Tabel 56). Tabel 56. Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Kelompok Pengeluaran YoY (2015) MtM (2015) Apr Mei Jun Apr Mei Jun UMUM (headline) 6,79 7,15 7,26 0,36 0,50 0,54 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 7,85 7,84 7,75 1,80 0,20 0,11 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 4,15 4,15 4,13 0,05 0,06 0,07 Kesehatan 5,76 5,68 5,63 0,38 0,34 0,32 Sandang 3,67 3,78 3,76 0,24 0,23 0,28 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 7,52 7,49 7,33 0,22 0,20 0,23 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,30 8,47 8,71 0,50 0,50 0,55 Bahan Makanan 6,29 7,92 8,58-0,79 1,39 1,60 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 72

83 Secara tahunan (YoY), 82 kabupaten/kota mengalami inflasi selama triwulan II tahun 2015 (Lampiran 1). Pada akhir triwulan II tahun 2015, terjadi inflasi sebesar 7,26 persen (YoY) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,14. Secara tahunan selama April-Juni 2015, kota Tual tercatat memiliki inflasi tertinggi masingmasing sebesar 17,6 persen (YoY); 18,85 persen (YoY); dan 17,83 persen (YoY). Sementara itu, inflasi terendah di bulan April dan Mei 2015 dimiliki oleh kota Maumere masing-masing 1,98 persen (YoY) dan 1,46 persen (YoY), sedangkan di bulan Juni, Ambon tercatat memiliki inflasi terendah sebesar 1,7 persen (YoY). Sementara itu, jika ditinjau secara bulanan sebaran inflasi/deflasi di 82 kabupaten/ kota lebih merata dibandingkan secara tahunan (Lampiran 1). Inflasi tertinggi pada bulan April 2015 dimiliki kota Tual sebesar 1,31 persen (MtM), pada bulan Mei 2015 dimiliki kota Palu sebesar 2,24 persen (MtM), dan pada bulan Juni 2015 dimiliki kota Sorong sebesar 1,9 persen (MtM). Peningkatan inflasi di ketiga kota tersebut secara umum disebabkan oleh peningkatan harga pada bahan makanan yang sebagian besar berupa ikan segar dan bumbu-bumbuan. Sebaliknya, deflasi terendah pada bulan April dimiliki kota Manokwari sebesar 0,69 persen (MtM); pada bulan Mei dimiliki kota Pangkal Pinang sebesar 0,61 persen (MtM); dan pada Juni dimiliki kota Tual sebesar 0,8 persen (MtM). Deflasi yang terjadi pada kota Tual di bulan Juni 2015 disebabkan oleh penurunan harga pada komoditas ikan sebagai akibat melimpahnya pasokan pada bulan Juni Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan II tahun 2015 baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY), sebagian besar nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tren pelemahan (Lampiran 2). Tren pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS sejalan dengan normalisasi kebijakan bank sentral AS dan perbaikan data perekonomian AS yang memberikan tekanan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Jika dilihat secara bulanan, pada bulan April 2015 mata uang sebagian besar negaranegara terpilih sempat mengalami penguatan terhadap dolar AS, termasuk Rupiah. Penguatan tertinggi pada akhir April 2015 dialami oleh Rubel Rusia yang menguat 11,34 persen (MtM) meskipun secara tahunan masih mengalami pelemahan terdalam. Sementara itu, pada Mei dan Juni 2015 mata uang sebagian besar negara mengalami pelemahan terhadap dolar AS, namun terdapat beberapa negara yang mengalami penguatan nilai tukar terhadap dolar AS pada akhir Juni 2015 antara lain Brasil, India, Singapura, Kawasan Euro, Inggris, dan Jepang. Poundsterling Inggris mengalami penguatan tertinggi sebesar 2,63 persen (MtM) pada akhir Juni 2015 seiring dengan positifnya data-data perekonomian di negara tersebut. 73

84 Jan-95 Aug-95 Mar-96 Oct-96 May-97 Dec-97 Jul-98 Feb-99 Sep-99 Apr-00 Nov-00 Jun-01 Jan-02 Aug-02 Mar-03 Oct-03 May-04 Dec-04 Jul-05 Feb-06 Sep-06 Apr-07 Nov-07 Jun-08 Jan-09 Aug-09 Mar-10 Oct-10 May-11 Dec-11 Jul-12 Feb-13 Sep-13 Apr-14 Nov-14 Jun-15 Gambar 15. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Indonesia BISBIDR Index Malaysia BISBMYR Index Filipina BISBPHR Index Singapura BISBSGR Index Sumber: Bank for International Settlements Thailand BISBTHR Index Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), selama April-Juni 2015, sebagian besar mata uang negara terpilih juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Adapun Rusia merupakan satu-satunya negara yang mengalami penguatan terhadap dolar AS selama April-Juni 2015 masing-masing 10,75 persen (YtD); 1,89 persen (YtD); dan 4,26 persen (YtD). Meskipun perekonomian Rusia masih dalam kondisi resesi, namun dapat dilihat bahwa telah terjadi sedikit perbaikan ekonomi yang ditunjukkan dengan penguatan Rubel terhadap dolar AS dibanding awal tahun. Sebaliknya pada periode yang sama, Real Brazil menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam dibanding mata uang lainnya dengan masingmasing pelemahan sebesar 13,43 persen (YtD); 19,89 persen (YtD); dan 16,76 persen (YtD). Adapun Rupiah Indonesia mengalami tren pelemahan nilai tukar yang semakin meningkat selama triwulan II tahun 2015 secara YtD. Berbeda halnya secara bulanan maupun awal tahun, Rusia merupakan negara yang mengalami depresiasi terdalam secara tahunan (YoY). Pelemahan nilai tukar Rubel Rusia terhadap dolar AS pada akhir Juni 2015 merupakan yang tertinggi dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 62,85 persen (YoY). Sedangkan nilai tukar Yuan Tiongkok secara tahunan merupakan satu-satunya mata uang yang terapresiasi terhadap US Dollar, yakni sebesar 0,03 persen (YoY) pada akhir Juni Secara relatif, nilai tukar Rupiah tergolong lemah dibandingkan mata uang negara sekawasan. Pulihnya perekonomian Amerika Serikat (AS) memang tidak hanya membuat Rupiah melemah, namun juga mengkoreksi nilai tukar mata uang beberapa negara (Gambar 15). Akan tetapi, secara riil nilai tukar Rupiah relatif lebih rendah dibandingkan negara sekawasan lainnya (lihat Gambar 15). Pada bulan Juni 2015, nilai REER Indonesia semakin menurun menjadi 88,84, berada dibawah REER 74

85 Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand yang secara berturut-turut mencatat REER sebesar 95,01; 117,52; 113,42; dan 105,67. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dolar selama triwulan II tahun 2015 sebesar Rp ,00 per USD, melemah sebesar 2,03 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada akhir Juni 2015mencapai Rp ,00 per USD. Pelemahan Rupiah ini dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Tekanan terhadap Rupiah dari faktor eksternal; terutama dipengaruhi oleh faktor kekhawatiran akan normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed). Kekhawatiran tersebut sejalan dengan perbaikan ekonomi AS yang semakin didukung kuat dengan proses gagal bayar Yunani dan perlambatan ekonomi Tiongkok, sehingga mendorong permintaan terhadap dolar AS yang selanjutnya menopang penguatan USD. Sedangkan dari faktor internal antara lain dengan berkurangnya nilai ekspor dan cadangan devisa serta adanya lonjakan permintaan terhadap US dollar untuk pembayaran utang. Indeks Harga Saham Pada posisi akhir bulan, sebagian besar negara selama bulan April-Juni 2015 mengalami tren pelemahan saham secara bulanan. Pada bulan April dan Mei 2015 bursa saham yang mengalami tren penguatan berkala adalah Tiongkok (SSEA), Amerika Serikat (DJIA dan S&P 500), dan Jepang (N225), sedangkan bursa saham lainnya berfluktuasi. Pada akhir Juni 2015, hampir seluruh bursa saham mengalami pelemahan secara bulanan dan pelemahan tertinggi dialami oleh bursa saham Tiongkok (SSEA) sebesar 7,25 persen (MtM) kecuali bursa saham Thailand (SETI) yang mengalami penguatan tipis 0,57 persen (MtM). Pelemahan bursa saham ini karena sentimen negatif dari perlambatan ekonomi dunia yang diperkirakan terjadi selama triwulan II tahun 2015, proses gagal bayar Yunani, dan kejatuhan saham Tiongkok (Lampiran 3). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan secara berkala selama triwulan II tahun 2015 adalah Brasil (IBOV), Rusia (RTSI), Tiongkok (SSEA), Amerika Serikat (S&P 500), Kawasan Eropa (STOXX-50), dan Jepang (N225). Sedangkan bursa saham negaranegara lain bergerak variatif selama bulan April-Juni Meskipun pada Juni 2015 bursa saham Tiongkok (SSEA) mengalami kejatuhan saham secara bulanan, akan tetapi jika dibandingkan dengan awal tahun 2015 SSEA merupakan bursa saham dengan penguatan tertinggi selama triwulan II tahun Sama halnya secara YtD, bursa saham yang mengalami penguatan terbesar secara tahunan selama triwulan II tahun 2015 adalah Tiongkok (SSEA) yang mencapai 108,82 persen (YoY) pada akhir Juni Sebaliknya, bursa saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah Rusia (RTS), yakni mencapai 31,20 persen (YoY) pada akhir Juni

86 Seiring dengan perbaikan ekonomi di AS, pada tanggal 30 Juni 2015, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,51 dan 2.063,11. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan II tahun Namun, bursa Wall Street mengalami pelemahan secara bulanan (MtM) di akhir Juni dipicu oleh sentimen negatif seiring dengan isu peningkatan suku bunga The Fed dan proses gagal bayar Yunani. Rata-rata IHSG (Indonesia) pada triwulan II tahun 2015 sebesar 5.071,15. Nilai ratarata IHSG tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun 2015 (YtD), bursa saham Indonesia juga mengalami pelemahan selama bulan April-Juni Hal yang sama juga terjadi jika dibandingkan secara bulanan (MtM), namun jika dibandingkan secara tahunan (YoY) bursa saham IHSG mengalami penguatan. Indeks saham Indonesia pada akhir Juni 2015 berada dilevel 4.910,658 dimana merupakan IHSG terendah dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya. Pelemahan IHSG selama triwulan II tahun 2015 lebih dipengaruhi oleh sentimen negatif eksternal seiring melemahnya bursa saham Tiongkok beserta sentimen negatif internal terhadap perlambatan perekonomian pada triwulan II. Indeks Harga Komoditas Internasional Gambar 16. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) BERAS GULA GANDUM COKELAT JAGUNG KACANG KEDELAI Mayoritas komoditas internasional mengalami pergerakan indeks penurunan harga selama triwulan II tahun 2015, baik dibanding awal tahun (YtD) maupun secara tahunan (YoY). Komoditas beras, gula, dan gas alam mengalami penurunan indeks harga secara berkala jika dibanding awal tahun. Sementara itu, secara tahunan (YoY), hampir semua indeks harga komoditas terpilih mengalami penurunan indeks harga secara berkala dengan penurunan indeks harga terbesar dimiliki komoditas minyak mentah Brent Oil dan gas alam. Hanya komoditas gandum dan perak yang mengalami fluktuasi harga secara tahunan (Lampiran 4). 76

87 Tren penurunan indeks harga sebagian besar komoditas yang terjadi pada triwulan II tahun 2015 ini mencerminkan kelesuan perekonomian dunia. Jika dibandingkan secara bulanan (MtM), di posisi akhir bulan April dan Mei, hampir semua komoditas mengalami penurunan harga. Hal sebaliknya terjadi pada akhir bulan Juni di mana sebagian besar komoditas mengalami peningkatan kecuali komoditas minyak mentah Brent Oil dan komoditas logam mulia berupa emas, tembaga, dan perak. Kecenderungan penurunan indeks harga logam mulia menunjukkan bahwa permintaan akan komoditas ini menurun seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat yang membuat sifat hedging logam mulia (emas dan perak) menjadi turun. Gambar 17. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) EMAS PERAK BRENT OIL TEMBAGA GAS ALAM Pada April 2015, minyak mentah Brent Oil sempat mengalami peningkatan indeks harga sebesar 21,18 persen (MtM) seiring dengan kabar penurunan jumlah lahan pengeboran minyak di Amerika Serikat. Namun, pada akhir Mei dan Juni 2015, minyak mentah Brent Oil kembali mengalami penurunan indeks harga. Tren penurunan harga yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014 lalu karena melimpahnya pasokan minyak mentah dunia dari Amerika Serikat yang tidak didukung oleh pembatasan pasokan minyak dari negara OPEC. Sementara itu, anjloknya harga juga tidak didukung oleh peningkatan permintaan global akan komoditas ini. Komoditas energi lainnya, yaitu gas alam juga mengalami penurunan. Penurunan indeks harga gas alam secara utama disebabkan oleh meningkatnya produksi khususnya di Amerika Serikat yang tidak diiringi oleh meningkatnya permintaan global. Tiongkok dan negara-negara kawasan Eropa sebagai pengguna gas alam terbesar pun pada triwulan II tahun 2015 mengalami kelesuan perekonomian yang berimbas pada permintaan komoditas energi dunia. 77

88 Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode April-Juni 2015, daging sapi, daging ayam broiler, daging ayam kampung, telur ayam ras, telur ayam kampung, ikan teri asin, dan kacang hijau mengalami peningkatan harga secara bulanan (MtM). Sebaliknya, hanya komoditas kedelai impor dan gula pasir yang mengalami penurunan harga secara berkala. Sementara itu harga bahan pokok nasional lainnya mengalami fluktuasi (Lampiran 5). Pada akhir bulan April, mayoritas harga bahan pokok mengalami penurunan dengan penurunan harga terbesar dialami oleh cabai merah keriting dan cabai merah biasa masing-masing 5,26 persen (MtM) dan 4,45 persen (MtM). Sebaliknya, pada akhir bulan Mei dan Juni 2015 mayoritas harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan harga sebagai dampak meningkatnya permintaan memasuki bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri. 345,0 Gambar 18. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok 295,0 245,0 195,0 145,0 95,0 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Juni'15 Minyak Goreng Kemasan Minyak Goreng Curah Daging Sapi Daging Ayam Daging Ayam Kampung Telur Ayam Telur Ayam Kampung Kedelai Impor Kedelai Lokal Beras Gula Pasir Cabe Merah Keriting Cabe Merah Biasa Bawang Merah Ikan Teri Asin Kacang Hijau Kacang Tanah Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (2009=100) Jika dibandingkan dengan posisi pada awal tahun 2015 (YtD), selama bulan April- Juni 2015 sebagian besar komoditas kebutuhan pokok mengalami peningkatan harga. Komoditas bawang merah mengalami peningkatan harga tertinggi pada triwulan II tahun Sebaliknya harga komoditas minyak goreng curah, telur ayam kampung, kedelai impor, cabe merah keriting dan cabe merah biasa mengalami tren negatif dengan penurunan tertinggi dialami oleh cabe merah (keriting dan biasa), sedangkan harga bahan pokok lainnya bervariatif. 78

89 Secara tahunan (YoY), selama triwulan II tahun 2015, mayoritas harga bahan pokok nasional meningkat. Sementara itu hanya komoditas minyak goreng curah yang mengalami tren penurunan harga secara berkala. Adapun bahan pokok yang mengalami fluktuasi harga secara tahunan antara lain daging ayam broiler, kedelai impor, cabe merah keriting, dan cabe merah biasa. Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18 Juni 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate menjadi sebesar 7,5 persen dengan suku bunga Lending Facility pada level 8,00 persen dan suku bunga Deposit Facility pada level 5,50 persen. Keputusan mempertahankan tingkat suku bunga didasarkan pada tingkat inflasi yang diperkirakan masih dalam kisaran inflasi yang rendah dan terkendali. Keputusan BI rate dipandang sejalan dengan target inflasi yang terkendali dan rendah di bawah sasaran 4±1 persen pada tahun dan untuk mendukung terwujudnya surplus transaksi berjalan. Kebijakan dan implementasi kewajiban penggunaan Rupiah di dalam negeri semakin diperkuat. Pada Juni 2015, BI menerbitkan Surat Edaran No. 17/11/DKSP yang memuat petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, Surat Edaran tersebut mengatur mengenai: (i) kewajiban pencantuman harga barang dan atau jasa dalam Rupiah; (ii) pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk proyek infrastruktur strategis yang diperjanjikan secara tertulis; (iii) Pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non-tunai bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu; (iv) laporan terkait penggunaan Rupiah di wilayah NKRI; dan (v) sanksi bagi pelanggar kewajiban penggunaan Rupiah. Mengingat permasalahan domestik dan tantangan perekonomian global yang masih diwarnai ketidakpastian, pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi. Meskipun terpuruknya Rupiah saat ini tidak sama dengan kondisi 1997/1998 dan 2007/2008, namun mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk merupakan hal yang bijaksana. Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar Rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit (CAD) yang sehat merupakan syarat bagi Rupiah untuk kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena dengan CAD yang membaik, tanpa 79

90 CAR, NPL (persen) LDR (persen) melihat komposisi di dalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama yang mendukung pembangunan infratsruktur; (iii) Manajemen ekspektasi penting. Meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait dengan proyek-proyek besar. Perlu diingat bahwa arah kebijakan Pemerintah yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik akan menciptakan kepercayaan pasar. Peran Pemerintah sangat penting untuk menghindari penerapan kebijakan yang memberikan sentimen negatif di masyarakat. Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. SEKTOR PERBANKAN Gambar 19. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Mei LDR (1.22 a) CAR (1.22 a) Triwulan II tahun 2015 menunjukkan indikator ketahanan perbankan yang baik dan sektor keuangan yang relatif terjaga. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat jauh dari batas ambang aman 8,0 persen, yaitu sebesar 20,3 persen pada bulan Mei Pada bulan Mei 2015, rasio kredit bermasalah cukup 80

91 DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (%) terkendali pada kisaran 2,58 persen, mengalami sedikit kenaikan dibanding triwulan sebelumnya yaitu 2,40 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami sedikit kenaikan dari triwulan sebelumnya, dari 87,58 persen menjadi 88,78 persen pada Mei 2015 (Gambar 19). Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Pada triwulan II tahun 2015, pertumbuhan DPK mengalami perlambatan dari 16,35 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 13,18 persen (YoY). Gambar 20. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia 4, ,000 3, , ,500 2, , , DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Bank Indonesia Catatan : Triwulan II merupakan angka bulan Juni 2015 Di tengah perlambatan ekonomi, kredit masih tetap menunjukkan sedikit kenaikan. Kredit triwulan II tahun 2015 tetap tumbuh sebesar 10,27 persen (YoY). namun pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 11,13 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut disumbang oleh pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) sebesar 10,45 persen (YoY), mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,58 persen (YoY). Sementara itu kredit investasi tumbuh sebesar 10,27 persen (YoY) di triwulan II tahun 2015, lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya yaitu 13,52 persen (YoY). Untuk kredit konsumsi pada triwulan II tahun 2015 tumbuh sebesar 10,11 persen (YoY). Laju pertumbuhan kredit konsumsi agak sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yaitu 11,72 persen (YoY) (Gambar 20). 81

92 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) 2,000 Gambar 21. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ,800 1,600 1,400 1,200 1, KI (1.6) KMK (1.8) KK (1.10) Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Bank Indonesia Catatan : Triwulan II merupakan angka bulan Juni

93 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Pada triwulan II tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai 599,4 triliun dan dalam PDB atas dasar harga konstan 2010 mencapai 486,7 triliun. Sektor industri pengolahan pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan mencapai 5,26 persen (YoY). Rata-rata kunjungan wisman per bulan selama triwulan kedua tahun ini sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman mencapai orang. 83

94 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan I Tahun 2015 Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 22. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pada triwulan II tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai 599,4 triliun dan dalam PDB atas dasar harga konstan 2010 mencapai 486,7 triliun. Sektor industri pengolahan pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan mencapai 5,26 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan II tahun 2015 ini menyebabkan sulitnya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 5,7 persen. Bersamaan dengan itu, Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) baru saja melakukan revisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 menjadi 4,7 persen. Di sisi lain, Bank Indonesia masih mempertahankan target pertumbuhan 5,0-5,4 persen dengan mengandalkan realisasi belanja pemerintah dan investasi di semester kedua. Gambar 23. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non-Migas Triwulan II-Tahun 2015 (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah 84

95 Sebagian besar dari 15 subsektor pengolahan non-migas mencatatkan pertumbuhan positif, kecuali tiga subsektor industri yaitu: industri tekstil dan pakaian jadi; industri kertas dan barang dari kertas dan kayu. Pertumbuhan tertinggi dicapai subsektor industri barang logam; industri makanan dan minuman (mamin); dan industri kimia, farmasi dan obat tradisional; industri logam dasar yang berturutturut tumbuh 8,91 persen, 8,46 persen, 7,78 persen dan 7,54 persen (Gambar 23). Industri pengolahan banyak mengalami tantangan dari akhir tahun 2014 sampai periode triwulan II tahun 2015 ini, terutama akibat melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar yang hampir mendekati angka Rp Depresiasi Rupiah tersebut mempengaruhi subsektor yang banyak melakukan impor bahan baku, seperti: kendaraan roda empat, motor listrik dan perlengkapannya, komponen elektronik, alas kaki, serat buatan dan susu. Gambar 24. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Non-Migas Share Sub-Sektor Industri Manufaktur Non-Migas 35,4 35,5 34,6 33,8 32,4 31,7 31,9 31,4 8,0 8,0 7,5 7,6 7,5 7,7 7,4 6,7 9,6 8,9 8,9 8,8 9,3 9,3 9,5 9,8 10,2 10,4 10,5 10,9 10,7 11,4 11,0 10,1 11,1 10,2 10,2 10,0 10,5 11,0 10,5 10,8 25,8 27,0 28,2 28,9 29,5 29,0 29,8 31, TW-2 Industri Makanan dan Minuman Industri Alat Angkutan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Barang Logam; Komputer, Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Dari sisi kontribusi industri pengolahan, subsektor makanan dan minuman masih menjadi subsektor yang dominan dalam industri pengolahan non-migas, hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatkan proporsi subsektor makanan dan minuman yang memiliki proporsi lebih dari 30 persen dari total industri pengolahan non-migas. Tingginya kontribusi subsektor makanan minuman disebabkan karena subsektor makanan minuman mengandalkan konsumsi domestik sebagai penopang pertumbuhan. Hal yang dapat menjadi perhatian khusus dari perkembangan industri pengolahan non-migas adalah semakin menurunnya proporsi subsektor tekstil dan pakaian jadi. Pada triwulan II tahun ini, subsektor tekstil hanya menyumbang 6,7 persen terhadap nilai tambah industri pengolahan non-migas. Tren penurunan kontribusi sektor tekstil selama tujuh tahun tearkhir menjadi warning bagi kesinambungan pertumbuhan industri pengolahan, subsektor industri tekstil merupakan salah satu sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbesar dengan jumlah tenaga kerja di industri besar dan menengah sebanyak 1,3 juta orang. 85

96 Gambar 25. Ekspor Produk Industri Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Nilai ekspor produk industri Indonesia pada triwulan II tahun 2015 mencapai USD 28,4 miliar atau mengalami penurunan sebesar -4,75 persen dibandingkan triwulan II tahun 2014 (YoY), tetapi mengalami peningkatan sekitar 5 persen dari triwulan I tahun 2015 (QtQ). Melihat pertumbuhan ekonomi global yang terus menurun dan kinerja ekspor yang melambat, target ekspor yang dicanangkan naik hingga tiga kali lipat pada tahun 2019 akan menjadi sebuah tantangan besar. Salah satu penyebab turunnya ekspor komoditas maupun manufaktur adalah karena anjloknya permintaan dari Tiongkok dan negara Asia Tenggara lain. Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Gambar 26. Realisasi Investasi PMA Dan PMDN Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah Gambar 26 menunjukkan perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri. Pada triwulan II tahun 2015, investasi industri yang berasal dari PMA maupun PMDN mengalami peningkatan dari periode sebelumnya yaitu sebesar

97 proyek PMA dan 402 proyek PMDN. Proyek investasi PMA pada triwulan II tahun 2015 telah direalisasikan 1886 proyek dengan nominal investasi sebesar Rp 2,5 triliun. Sedangkan untuk PMDN, 811 proyek yang sudah terealisasi dengan nominal investasi sebesar Rp 25,6 triliun. Gambar 27. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah Jumlah investasi industri PMA maupun PMDN masih jauh untuk mencapai target jika dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu dengan total investasi yang sudah terealisasi berturut-turut sebesar Rp 13,02 triliun dan Rp 59,04 triliun. Saat ini, pada triwulan II tahun 2015 jumlah investasi industri PMA yang sudah terealisasi dengan jumlah investasi terbesar adalah pada subsektor Industri logam, mesin dan elektronik sebesar Rp 609,9 miliar dengan proyek yang sudah direalisasikan sebanyak 541 unit seperti pada Gambar 27. Disusul dengan subsektor Mineral Non-Logam sebesar Rp 456 miliar dengan proyek 62 unit dan subsektor industri kimia dan farmasi sebanyak 193 proyek dengan total investasi sebesar Rp 412,7 miliar (Gambar 27). Gambar 28. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah 87

98 Dari keseluruhan PMA sektor industri, gambar 28 menunjukkan bahwa 24 persen dari investasi PMA diinvestasikan pada subsektor industri Logam, mesin dan elektronik. Investasi tersebut merupakan investasi yang bertahan di posisi tertinggi dari tahun sebelumnya, disusul oleh investasi industri dari subsektor mineral nonlogam 18 persen, serta subsektor dengan investasi pada Kimia dan Farmasi 17 persen. Gambar 29. Realisasi Proyek Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah Penanaman Modal Dalam Negeri untuk sektor industri pada triwulan II tahun 2015 seperti pada gambar 29 telah direalisasikan sebanyak 292 unit proyek pada subsektor industri makanan dan 95 unit proyek industri kimia dan farmasi, menjadikan kedua subsektor tersebut sebagai subsektor dengan jumlah investasi proyek PMDN terbesar. Selanjutnya di posisi ketiga dan keempat adalah subsektor industri logam, mesin dan elektronika dan subsektor industri mineral non-logam yang mencapai berturut-turut sebanyak 110 dan 50 unit proyek PMDN di tahun Gambar 30. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah 88

99 Sejalan dengan jumlah investasi proyek PMDN tersebut, industri makanan juga turut menerima nominal investasi terbesar dibanding sektor lainnya, yakni sebesar 31 persen atau sebesar Rp 7,9 triliun. Hal ini terjadi di tahun-tahun sebelumnya karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat. Selanjutnya, disusul oleh investasi PMDN dari investasi industri kimia dan farmasi sebesar 27 persen atau Rp 7,04 triliun. Data Penjualan Komoditas Industri Utama Gambar 31. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan II Tahun 2015 Sumber: GAIKINDO 2015, diolah Gambar 31 menunjukkan bahwa penjualan mobil memiliki tren musiman yang jelas. Penjualan mobil selalu mengalami penurunan pada bulan mendekati Hari Raya atau bulan banyak libur (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru). Pada tahun 2015, penjualan mobil menurun drastis hingga 18 persen pada bulan April dan diikuti pada bulan Mei yaitu hanya sekitar unit mobil yang terjual dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama dapat menjual hingga unit mobil. Meskipun pada bulan Juni terjadi peningkatan kembali sekitar 3,4 persen dengan penjualan sebanyak unit mobil. Hal ini disebabkan antara lain karena ratarata harga mobil meningkat akibat melemahnya nilai tukar Rupiah. Pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi sepanjang 2014 hingga triwulan II tahun 2015 menyebabkan kenaikan harga mobil karena komponen mesin dan beberapa komponen lain ikut mengalami kenaikan harga. Maka secara akumulatif, jumlah penjualan mobil di Indonesia sampai triwulan II tahun 2015 melemah karena daya beli masyarakat melemah yang diakibatkan oleh perlambatan perekonomian Indonesia. 89

100 Gambar 32. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan II Tahun 2015 Sumber: ASTRA 2015, diolah Pada triwulan II tahun 2015, terlihat pada gambar 32 penurunan drastis terjadi juga pada penjualan motor namun apabila dibandingkan dengan penjualan mobil masih terlihat lebih tinggi. Dalam periode Januari-Juni 2015 total penjualan motor mendapatkan penjualan terbesar di bulan Juni yaitu berkisar sekitar unit karena mendekati Hari Raya Idul Fitri. Secara akumulatif, penjualan motor pada tahun 2015 masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal yang sama dengan masalah pada penjualan mobil yaitu dikarenakan depresiasi nilai tukar Rupiah, harga motor baru terus meningkat sehingga terjadi penurunan di tahun ini. Kurs Rupiah melemah dari menjadi dalam 2 tahun terakhir. Gambar 33. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2015, diolah Penjualan semen di Indonesia dalam pertengahan tahun 2015 telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014 tercatat pada bulan Mei 2015, penjualan semen turun sebesar 7,9 persen. 90

101 Walaupun penjualan semen jika dibandingkan tahun 2014 menurun, penjualan semen selalu meningkat dari bulan April sampai bulan Juni tahun Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat aktivitas ekonomi yang cukup substansial yang terjadi di triwulan kedua tahun ini di tengah perlambatan ekonomi global dan penurunan daya beli masyarakat. Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Gambar 34. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah Pada triwulan II tahun 2015, suku bunga modal kerja terus mengalami penurunan dari awal tahun dengan posisi terakhir di bulan Juni adalah sebesar 13,17 persen. Sedangkan untuk suku bunga investasi turun menjadi 13,02 persen di bulan Mei Pada bulan Juni 2015, pinjaman modal kerja dan valas perbankan untuk sektor industri terus mengalami pertumbuhan dan berada pada nilai Rp 499 triliun dan posisi pinjaman kredit investasi sebesar Rp 197 triliun. Sejak tahun 2014, kredit modal kerja dan kredit investasi cenderung mengalami pertumbuhan, hanya saja terjadi sedikit penurunan pada bulan Agustus dan Desember Walaupun demikian, posisi pinjaman baik untuk kredit modal kerja ataupun investasi sektor industri masih belum menunjukkan perlambatan yang berarti. 91

102 Jumlah Wisatawan Gambar 35. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Pada triwulan II tahun 2015 seperti gambar 35, menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah wisman di periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata kunjungan wisman per bulan selama triwulan kedua tahun ini sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman mencapai orang, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun pada bulan Juni tahun 2015 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sedikit lebih rendah dibandingkan dengan bulan Juni tahun Peningkatan jumlah wisman pada triwulan II tahun 2015 ini dapat disebabkan antara lain karena: (1) pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US dolar yang otomatis meningkatkan daya beli wisman dan meningkatkan daya saing obyek pariwisata di Indonesia, (2) tren kunjungan favorit dari dunia ke Asia Pasifik semakin meningkat, utamanya wisman asal Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang. Banyak wisman dari negara-negara tersebut mengalihkan tujuan wisatanya dari Eropa ke Asia Pasifik seperti Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Singapura. 92

103 Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan, Hingga Triwulan II Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Hingga periode triwulan II tahun 2015, wisatawan mancanegara yang paling banyak mengunjungi Indonesia melalui 19 pintu masuk utama adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak orang. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia tersebut terhitung melalui 19 pintu masuk utama seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Kualanamu International Airport (Medan), dan Batam (Kepulauan Riau) dengan jumlah kunjungan terbanyak melalui Ngurah Rai. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat empat kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia yaitu Malaysia, Tiongkok, Australia, dan Jepang dengan jumlah wisatawan berturut-turut sebanyak , , , dan orang. Pada triwulan II tahun 2015, wisatawan mancanegara (wisman) berkebangsaan Tiongkok meningkat cukup pesat dibandingkan triwulan I tahun 2015 dengan jumlah lebih banyak dibandingkan wisman berkebangsaan Australia. Jumlah wisman berkebangsaan Singapura, Tiongkok, Malaysia, Australia, dan Jepang dan lainnya seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, India selalu mengalami fluktuasi di setiap tahun. Meskipun demikian, wisman yang berkunjung ke Indonesia cenderung mengalami peningkatan hampir merata dari beberapa asal negara wisman. 93

104 Gambar 37. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dan Perolehan Devisa Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Pada tahun , rata-rata pertumbuhan kunjungan wisman sebesar 8,06 persen per tahun. Jumlah wisman selama tahun 2014 mencapai orang. Pada periode yang sama, perolehan devisa tumbuh sebesar dengan besaran 12,04 persen per tahun dengan posisi perolehan devisa pariwisata pada tahun 2014 mencapai USD ,13 juta. Di antara negara-negara tersebut, Indonesia berada pada urutan ketiga di bawah Malaysia dan Thailand pada semua kategori. Jumlah wisatawan manca negara juga tercermin, yaitu di bawah Malaysia dan Thailand. Thailand pada tahun 2011 mencatat 19,2 juta orang dan Malaysia mencatat hampir 24,7 juta orang, sementara Indonesia baru mencapai 7,6 juta orang. Pengeluaran per wisatawan di Indonesia lebih baik dari Malaysia walau masih di bawah Thailand. Hal ini merupakan indikasi bahwa keragaman produk usaha wisata yang ditawarkan di Indonesia lebih baik dari Malaysia walaupun masih lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Gambar 38. Perbandingan Daya Saing Pariwisata Tahun 2015 Average Tourist Dari 141 Negara Tourist Intern NEGARA Spending, 2013 Rank Skor Ribu Org Juta USD USD Malaysia , , Thailand , , ,585.1 Indonesia , , ,036.0 Sri Lanka ,345.1 Philippines , , ,002.1 Vietnam , , Cambodia , , Sumber: World Economic Forum, Travel & Tourism Competitiveness Report

105 LAMPIRAN 1. INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA 2. NILAI TUKAR MATA UANG 3. INDEKS SAHAM GLOBAL 4. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 5. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL 95

106 Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 39. Inflasi YoY 66 Kota April-Juni 2015 Inflasi YOY 82 Kabupaten/ Kota April-Juni 2015 Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Tabalong Palangkaraya Makassar Watampone Bulukumba Palu Sampit Singkawang Pontianak Meulaboh Sorong Banda Aceh Merauke Jayapura Lhokseumawe 19,00% Sibolga Manokwari Pematang Siantar Medan Padang Sidempuan Ambon Tual Ternate 17,00% Padang Mamuju Gorontalo Bau-Bau Kendari 15,00% 13,00% Bukittinggi Tembilahan Pekanbaru Dumai Palopo Parepare Kupang Maumere 11,00% 9,00% 7,00% 5,00% 3,00% 1,00% -1,00% Bima Mataram Denpasar Singaraja Cilegon Tangerang Serang Surabaya Madiun Probolinggo Malang Kediri Bungo Jambi Palembang Lubuk Linggau Bengkulu Bandar Lampg Metro Tanjung Pandan Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Banyuwangi Jember Sumenep Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali April Mei Juni 96

107 Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 40. Inflasi MtM 66 Kota April-Juni 2015 Inflasi MTM 82 Kabupaten/ Kota April-Juni 2015 Makassar Watampone Bulukumba Palu Meulaboh Banda Aceh Sorong Merauke Jayapura Lhokseumawe 3,00% Sibolga Manokwari Pematang Siantar Ternate Medan Tual Padang Sidempuan Ambon Mamuju Gorontalo Bau-Bau Kendari 2,00% 1,00% Padang Bukittinggi Tembilahan Pekanbaru Dumai Palopo Parepare 0,00% -1,00% -2,00% Bungo Jambi Palembang Lubuk Linggau Bengkulu Bandar Lampg Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Tabalong Palangkaraya -3,00% -4,00% Metro Tanjung Pandan Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sampit Singkawang Pontianak Kupang Maumere Bima Mataram Denpasar Singaraja Cilegon Tangerang Serang Surabaya Madiun Probolinggo Malang Kediri Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Banyuwangi Jember Sumenep Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya April Mei Juni Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 97

108 Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang Gambar 41. Perkembangan Nilai Tukar Negara April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulanan QtQ Indonesia ,85% 4,64% 12,12% ,01% 7,60% 12,82% ,87% 7,68% 12,33% ,03% Turki 2,6725 2,89% 14,63% 26,51% 2,6629-0,36% 15,22% 29,16% 2,6816 0,70% 15,02% 26,58% 2,672 3,24% Afrika Selatan 11,9107-1,82% 3,14% 13,19% 12,1525 2,03% 7,84% 16,33% 12,1688 0,13% 5,38% 14,40% 12,077 0,30% BRIC Brazil 3,0145-5,70% 13,43% 35,04% 3,1787 5,45% 19,89% 43,21% 3,103-2,38% 16,76% 40,13% 3,099-2,93% Rusia 51, ,34% -10,75% 44,65% 52,3405 1,46% -1,89% 65,10% 55,3415 5,73% -4,26% 62,85% 53,090-4,89% India 63,4225 1,48% 0,11% 5,12% 63,825 0,63% 0,17% 7,02% 63,65-0,27% 0,47% 5,76% 63,633 1,84% Cina 6,2032 0,06% -0,07% -0,90% 6,1976-0,09% 0,04% -0,25% 6,201 0,05% -0,11% -0,03% 6,201 0,02% ASEAN-5 Singapura 1,3237-3,54% 0,02% 5,58% 1,3478 1,82% 2,31% 8,35% 1,3474-0,03% 1,81% 8,09% 1,340-1,81% Malaysia 3,5633-3,79% 1,91% 9,12% 3,6675 2,92% 8,89% 18,76% 3,7733 2,88% 7,92% 17,51% 3,668 1,88% Thailand 33,018 1,45% 0,21% 2,02% 33,7 2,07% 3,17% 4,69% 33,8 0,30% 2,58% 4,19% 33,506 3,86% Filipina 44,59-0,25% -0,29% 0,04% 44,585-0,01% 1,17% 3,47% 45,107 1,17% 0,87% 3,33% 44,761 0,91% Myanmar 1092,65 1,36% 5,98% 13,46% 1093,45 0,07% 9,99% 17,21% ,25% 8,44% 14,67% ,71% Negara Maju Kawasan Euro 0,8911-4,37% 7,86% 23,58% 0,9098 2,10% 9,91% 23,02% 0,8979-1,31% 8,68% 22,92% 0,900-3,64% Inggris 0,6514-3,47% 1,51% 9,90% 0,6539 0,38% 0,79% 8,38% 0,6367-2,63% -0,78% 8,91% 0,647-5,65% Jepang 119,38-0,62% -0,30% 16,76% 124,15 4,00% 2,34% 19,73% 122,5-1,33% 2,30% 20,89% 122,010 1,97% Korea Selatan 1072,29-3,37% -1,98% 3,78% 1108,19 3,35% 3,31% 11,11% 1115,49 0,66% 1,97% 10,24% ,52% Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 98

109 Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang (lanjutan) Gambar 42. Perkembangan Indeks Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) INDONESIA+BRIC INDONESIA+NEGARA MAJU USD-IDR USD-BRL USD-RUB USD-INR USD-CNY USD-IDR USD-JPY USD-EUR USD-GBP 99

110 Negara Lampiran 3: Indeks Saham Global Gambar 43. Perkembangan Indeks Saham Global April-15 Mei-15 Juni-15 PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Rata-rata Triwulana n Indonesia (IHSG) 5086,425-7,83% -2,69% 5,09% 5216,379 2,55% -0,20% 6,59% 4910,658-5,86% -6,05% 0,66% 5071,15 BRIC Brazil (IBOV) ,70% 10,67% 8,35% ,37% 5,84% 3,66% ,62% 5,18% -0,02% 53994,33 Russia (RTSI) 1029,31 16,91% 30,18% -10,94% 968,81-5,88% 22,52% -25,23% 939,93-2,98% 18,87% -31,20% 979,35 India (BSE) 27011,31-3,38% -1,80% 20,49% 27828,44 3,03% 1,17% 14,91% 27780,83-0,17% 0,99% 9,31% 27540,19 China (SSEA) 4441,655 18,51% 37,31% 119,19% 4611,744 3,83% 42,57% 126,15% 4277,222-7,25% 32,23% 108,82% 4443,54 ASEAN-4 Singapura (STI) 3487,39 1,17% 3,63% 6,82% 3392,11-2,73% 0,80% 2,92% 3317,33-2,20% -1,42% 1,89% 3398,94 Malaysia (KLCI) 1818,27-0,68% 3,24% -2,85% 1747,52-3,89% -0,78% -6,72% 1706,64-2,34% -3,10% -9,35% 1757,48 Thailand (SETI) 1526,74 1,38% 1,94% 7,90% 1496,05-2,01% -0,11% 5,67% 1504,55 0,57% 0,46% 1,27% 1509,11 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) Amerika Serikat (S&P 500) Kawasan Euro (STOXX-50) 17840,52 0,36% 0,10% 7,60% 18010,68 0,95% 1,05% 7,74% 17619,51-2,17% -1,14% 4,71% 17823, ,51 0,85% 1,29% 10,70% 2107,39 1,05% 2,36% 9,56% 2063,11-2,10% 0,20% 5,25% 2085, ,59-2,21% 14,91% 13,04% 3570,78-1,24% 13,49% 10,05% 3424,3-4,10% 8,83% 6,07% 3536,89 Jepang (N225) 19520,01 1,63% 11,86% 36,46% 20563,15 5,34% 17,84% 40,53% 20235,73-1,59% 15,96% 33,46% 20106,30 Hong Kong ,98% 19,18% 27,10% 27424,19-2,52% 16,18% 18,81% 26250,03-4,28% 11,21% 13,19% 27269,07 (Hang Seng) Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 100

111 01/01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/ /09/ /11/ /01/ /03/ /05/ /07/2015 Lampiran 3: Indeks Saham Global (lanjutan) Gambar 44. Perkembangan Indeks Saham Global INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA INDEKS SAHAM ASEAN-4 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU 240,00 220,00 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 230,00 210,00 190,00 170,00 150,00 130,00 110,00 90,00 70,00 50,00 250,00 230,00 210,00 190,00 170,00 150,00 130,00 110,00 90,00 70,00 INDONESIA BRAZIL RUSSIA INDIA CHINA INDONESIA HONGKONG JEPANG KOREA DOW JONES S&P500 EUROSTOXX INDONESIA MALAYSIA SINGAPURA THAILAND Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 101

112 Komoditas Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Gambar 45. Indeks Harga Komoditas Internasional April-15 Mei-15 Juni-15 Ratarata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan Beras 69,68-7,77% -12,71% -35,77% 66,06-5,18% -17,23% -36,54% 70,61 6,89% -11,53% -30,09% 68,79-6,53% Gula 52,96 8,80% -10,61% -24,71% 48,88-7,70% -17,49% -31,07% 50,10 2,50% -15,43% -26,11% 50,65 2,93% Gandum 71,08-8,74% -20,81% -34,50% 72,60 2,14% -19,12% -23,95% 93,57 28,88% 4,24% 8,85% 79,08 20,13% Kacang Kedelai 80,32 0,54% -4,00% -36,08% 76,67-4,55% -8,36% -37,45% 86,70 13,09% 3,63% -24,58% 81,23 8,53% Jagung 61,87-2,66% -7,75% -29,09% 59,38-4,03% -11,46% -24,65% 71,28 20,06% 6,30% -3,27% 64,18 12,16% Minyak Mentah (Brent 59,56 21,18% 16,48% -38,21% 58,47-1,83% 14,36% -40,08% 56,71-3,00% 10,92% -43,41% 58,24 15,39% Oil) Gas Alam 59,47 4,20% -5,01% -43,35% 57,11-3,96% -8,77% -41,81% 61,22 7,19% -2,21% -36,56% 59,27 7,27% Emas 72,01-0,07% -0,14% -8,80% 72,46 0,63% 0,48% -4,60% 71,36-1,51% -1,04% -11,44% 71,94-0,96% Tembaga 83,22 5,35% 2,16% -4,44% 78,65-5,49% -3,45% -12,09% 75,39-4,14% -7,45% -18,28% 79,09-4,56% Perak 54,87-2,68% 3,55% 83,77% 56,73 3,39% 7,06% -11,20% 52,93-6,71% -0,12% -26,39% 54,84-6,13% 3 Januari 2012=100 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan. QtQ 102

113 Komoditas Minyak Goreng Kemasan Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional Gambar 46. Harga Bahan Pokok Nasional Apr-15 May-15 Jun-15 PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Rata-rata Triwulan ,72% 0,38% 4,53% ,50% 0,88% 3,76% ,27% 0,61% 2,16% Minyak Goreng Curah ,96% -1,28% -4,31% ,48% -1,75% -5,02% ,22% -0,56% -3,56% Daging Sapi ,17% 0,34% 3,75% ,11% 1,45% 4,86% ,43% 3,92% 4,84% Daging Ayam Broiler ,99% -5,79% -0,83% ,90% -1,18% 2,97% ,11% 2,89% -5,04% Daging Ayam Kampung ,01% -2,97% 5,92% ,44% -2,55% 6,18% ,48% 1,82% 2,47% Telur Ayam Ras ,46% -6,36% 10,66% ,80% -0,93% 10,89% ,77% 3,80% 9,07% Telur Ayam Kampung ,88% -2,49% 0,26% ,45% -2,05% 0,41% ,03% -1,04% 1,57% Tepung Terigu ,06% -0,18% 2,38% ,23% 0,05% 2,26% ,10% 1,14% 2,03% Kedelai Impor ,94% -2,02% 1,30% ,97% -2,97% -0,53% ,19% -3,16% -2,37% Kedelai lokal ,43% 0,51% 5,94% ,35% -2,86% 0,39% ,98% -0,93% 2,84% Beras Medium ,60% 3,70% 12,21% ,35% 4,06% 12,72% ,14% 5,25% 13,33% Gula Pasir ,52% 11,25% 9,84% ,38% 15,02% 14,04% ,36% 17,73% 16,59% Susu Kental Manis ,30% 0,78% 5,00% ,48% 0,30% 2,83% ,02% 0,28% 1,42% Mie Instant ,14% 3,32% 11,32% ,97% 6,39% 14,14% ,40% 4,91% 11,89% Cabe Merah Keriting ,26% -64,66% 5,84% ,41% -54,97% 46,92% ,49% -52,95% 54,83% Cabe Merah Biasa ,45% -60,56% 10,58% ,28% -48,23% 55,27% ,65% -52,19% 32,28% Bawang Merah ,61% 39,79% 30,69% ,63% 74,23% 52,89% ,49% 29,82% -2,69% Ikan Teri Asin ,82% 1,12% 3,54% ,18% 1,30% 4,11% ,06% 1,36% 2,31% Kacang Hijau ,86% 5,33% 6,72% ,35% 7,80% 7,48% ,30% 10,27% 8,98% Kacang Tanah ,34% 7,67% 22,11% ,32% 11,25% 24,66% ,84% 23,31% 33,47% Ketela Pohon ,01% 14,15% 11,19% ,55% -0,17% 0,31% ,03% 1,85% 1,79% Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 103

114 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

115

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan 1 2 Siklus Ekonomi 3 Sumber: BI Ekonomi Domestik Beberapa Risiko Ekonomi Global Meningkatnya ketidakpastian yang dipicu oleh ekspektasi kenaikan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

Diskusi Terbuka INFID

Diskusi Terbuka INFID Diskusi Terbuka INFID Dr. Edi Prio Pambudi Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 10 September 2015 PERSOALAN SAAT INI Tantangan Global Pemulihan ekonomi

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci