KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1 I

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan data-data yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga. Publikasi triwulan IV tahun 2015 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan IV tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV tahun 2015 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Dalam publikasi ini juga tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Maret 2016 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Ringkasan Eksekutif Pada tahun 2015, aktivitas perekonomian global masih tetap lemah. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang mencakup 70,0 persen pertumbuhan dunia menurun dalam lima tahun terakhir dan moderasi perbaikan ekonomi yang terus berlanjut di negara-negara maju. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan dan rebalancing secara bertahap aktivitas perekonomian Tiongkok, rendahnya harga komoditas energi, dan pengetatan bertahap kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Pada triwulan IV tahun 2015, perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Kondisi ini disebabkan oleh penurunan aktivitas bisnis sebagai akibat pengurangan stok yang berlimpah, penguatan mata uang USD, dan perlambatan permintaan global yang berdampak bagi ekspor. Perekonomian Tiongkok hingga triwulan IV tahun 2015 masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang kompleks dan tekanan pembangunan ekonomi dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 6,8 persen (YoY), paling rendah sejak tahun Dengan demikian, pada tahun 2015 ekonomi Tiongkok hanya tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) atau paling rendah sejak 25 tahun terakhir. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya, serta masih mencari kombinasi kebijakan yang tepat untuk memperkuat perekonomian. Pada triwulan IV tahun 2015, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 adalah 4,8 persen (YoY), dibawah target pertumbuhan ekonomi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P 2015) yang besarnya 5,7 persen. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2015 adalah mulai efektifnya berbagai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan diperkuat dengan membaiknya stabilitas nilai tukar Rupiah. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar. Surplus tersebut didorong oleh meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan. Ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 hanya sebesar USD35.119,6 juta, mengalami penurunan sebesar 18,8 persen jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun Di sisi lain, impor Indonesia pada akhir triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar USD34.750,5 juta atau menurun sebesar 19,9

4 persen (YoY). Seiring dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mencapai USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan impor. Pada triwulan IV tahun 2015, tingkat inflasi Indonesia menurun dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 (YoY). Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Oktober-Desember 2015 masing-masing sebesar 6,25 persen, 4,89 persen, dan 3,35 persen. Sementara itu rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 4498,2. Dengan demikian, tingkat inflasi hingga akhir tahun 2015 adalah sebesar 3,35 persen (YoY) dengan IHK 122,9. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp46,2 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2014 atau tumbuh sebesar 10,6 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar USD7.938,7 juta, dan mengalami pertumbuhan sebesar 17 persen dibandingkan triwulan IV tahun Di sisi lain, sampai dengan akhir tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp374,5 triliun. Sementara itu, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.098,6 triliun. Realisasi penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp81,9 triliun atau 168,5 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Penjualan mobil dan motor baik pada triwulan IV tahun 2015 maupun sepanjang tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014, yang disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi. Penjualan mobil pada triwulan IV tahun 2015 sebesar unit, turun sebesar 9,7 persen (YoY) dibandingkan triwulan IV tahun Penjualan motor pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 1,7 juta unit, menurun sebesar 8,57 persen (YoY) dibandingkan triwulan IV tahun Sepanjang tahun 2015, penjualan mobil dan motor masing-masing sebanyak 1,0 juta unit dan 6,5 juta unit, menurun masing-masing sebesar 16 persen (YoY) dan 18 persen (YoY) dibandingkan tahun Penjualan semen pada triwulan IV tahun 2015 sebesar juta ton, meningkat sebesar 7,1 persen dibandingkan triwulan IV tahun Sementara itu, sepanjang tahun 2015 penjualan semen mencapai juta ton, menurun 1,3 persen dibandingkan tahun Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada triwulan IV tahun 2015 meningkat dibandingkan triwulan IV tahun Jumlah kunjungan wisman rata-rata per bulan mencapai orang, sedangkan total kunjungan selama tahun 2015 mencapai orang.

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... V DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR GAMBAR... X POLICY BRIEF... 2 Isu Sektor Industri... 2 Isu Sektor Moneter... 5 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Perekonomian Tiongkok Perekonomian Jepang Perekonomian Singapura PERKIRAAN EKONOMI DUNIA PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Neraca Pembayaran Indonesia PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Paket Kebijakan Ekonomi IX Percepatan Pembangunan Infrastruktur Tenaga Listrik, Stabilisasi Harga Daging, dan Peningkatan Sektor Logistik Desa-Kota Gejolak Harga Pangan Masih Mengancam Inflasi Volume Resi Gudang dan Pasar Lelang Akan Meningkat V

6 Survei JBIC 2015: Indonesia Peringkat Kedua Sebagai Negara yang Menjanjikan untuk Berinvestasi Layanan Izin Investasi 3 Jam Keuntungan RI Ketika Yuan Jadi Mata Uang Global PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Internasional Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan IV Tahun PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke RRT Impor ASEAN dari RRT Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik INFLASI Inflasi Global Inflasi Domestik VI

7 Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Data Penjualan Komoditas Industri Utama Tenaga Kerja Industri Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Rencana Pembangunan Industri PERKEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN DUNIA STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN REGIONAL STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN INDONESIA Jumlah Wisatawan Mancanegara KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA INDONESIA Destinasi Pariwisata Prioritas PERKEMBANGAN IPTEK INDONESIA Status Kemajuan Pembangunan Kebun Raya Indonesia Hingga Tahun Indeks Kutipan Karya Ilmiah LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 3: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional VII

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY) Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 8.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2015 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2015 Januari Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (triliun rupiah) Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang (Triliun Rupiah) Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (triliun Rupiah) Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK (triliun Rupiah) Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman (trilun Rupiah) Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan IV Tahun Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV Tahun Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV Tabel 24. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan IV Tahun Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan IV Tahun Tabel 26. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan IV Tahun Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan IV Tahun Tabel 29.Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 30.Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tahun VIII

9 Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 36. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun Tabel 37. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2015 (persen) Tabel 38. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan IV Tahun Tabel 39.Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2015 Berdasar Sektor 76 Tabel 40. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun).. 78 Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 43. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun Tabel 44. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun Tabel 45. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 46. Ekspor ASEAN ke RRT Tabel 47. Impor ASEAN dari RRT Tabel 48. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tabel 49. Ekspor Indonesia-ASEAN Triwulan IV Tahun Tabel 50. Impor Indonesia-ASEAN Tabel 51. Posisi Cadangan Devisa Dunia (miliar USD) Tabel 52. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan IV Tahun 2015 (persentase) Tabel 53. Tingkat Inflasi Global Tahun 2015 (YoY) Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik Tahun Tabel 55. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen Tabel 56. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tahun Tabel 57. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Tahunan Tabel 58. Tren Global Perjalanan Luar Negeri Tabel 59. Negara Penyumbang Perjalanan Ke Luar Negeri Tabel 60. Global Competitiveness Index Tabel 61. Jumlah Hasil Litbang Bidang Biologi Spesies dan Catatan Baru Tabel 62. Status Kebun Raya Daerah dalam Rencana Tata Ruang Tabel 63. Index Kutipan Karya Ilmiah di Beberapa Negara Tabel 64. Nilai Tukar Mata Uang per USD Tabel 65. Indeks Saham Global Tabel 66. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 67. Harga Bahan Pokok Nasional IX

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.Perkembangan Harga Beras Setiap Bulan Januari (Rp/Kg)... 5 Gambar 2. Perbandingan Harga Rata-Rata Beras Beberapa Negara... 6 Gambar 3. Permasalahan Beras di Indonesia... 6 Gambar 4. Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Harga Beras... 8 Gambar 5. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)... 8 Gambar 6. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel)...30 Gambar 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan IV Tahun 2015 (Persen)...32 Gambar 8. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun Gambar 9. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2015 Januari Gambar 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD)...42 Gambar 11. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun 2015 (Miliar USD) Gambar 12. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD)...43 Gambar 13. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Des Gambar 14. Nilai dan Volume Impor Hingga September Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan IV Tahun Gambar 16. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi...84 Gambar 17. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi...84 Gambar 18. Pertumbuhan Uang Beredar 2015 (YoY)...91 Gambar 19. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)...96 Gambar 20. Indeks Saham BRIC & Indonesia...97 Gambar 21. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia...97 Gambar 22. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia...98 Gambar 23. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global...99 Gambar 24. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global...99 Gambar 25. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok Gambar 26. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 27. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 28. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 29. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Gambar 30. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %). 107 Gambar 31. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Gambar 32. Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun Gambar 33. Ekspor Produk Industri X

11 Gambar 34. Penjualan Mobil Tahun Gambar 35. Penjualan Motor Di Indonesia Tahun Gambar 36. Penjualan Semen Di Indonesia Tahun 2015 (Juta Ton) Gambar 37. Tenaga kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) Gambar 38. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun Gambar 39. Peta Persebaran Kawasan Industri Gambar 40. Outlook Pertumbuhan Perjalanan Ke Luar Negeri (persen) Gambar 41. Jumlah Wisatawan Inbound Tahun Gambar 42. Jumlah Wisatawan Mancanegara Inbound 2015 (juta kunjungan) Gambar 43. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan IV Tahun Gambar 44. Negara Penyumbang Wisman Tahun Gambar 45. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan IV Tahun Gambar 46. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan IV Tahun Gambar 47. Persebaran Kebun Raya Indonesia Gambar 48. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember Gambar 49. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Oktober - Desember XI

12 1

13 POLICY BRIEF Isu Sektor Industri Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2016 Yogi Harsudiono, SE, MPA Penyediaan lapangan pekerjaan yang layak merupakan hal mutlak dari proses pembangunan nasional terlebih lagi dengan jumlah populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Sektor industri nasional memegang peranan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal yang layak bagi tenaga kerja Indonesia. Salah satu resiko yang dihadapi Indonesia pada tahun 2016 adalah melemahnya penyerapan tenaga kerja industri akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi baik perekonomian global ataupun domestik. Pertumbuhan PDB industri pada tahun 2015 mencapai 5,04 persen, walaupun pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,79 persen, akan tetapi trend pertumbuhan PDB industri sebenarnya menurun sejak tahun 2011, yang ketika itu mencapai 7,46 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2015, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri mencapai 15,25 juta orang sekitar 13,25 persen dari keseluruhan jumlah pekerja yang mencapai 114,82 juta orang. Dari jumlah tersebut, per tahun 2013, hanya 5 juta tenaga kerja sektor industri yang bekerja di industri skala besar dan menengah, untuk sisanya bekerja di industri skala mikro dan kecil. Dari lima juta tenaga kerja sektor industri skala besar dan menengah, terdapat hanya empat subsektor industri yang secara kumulatif menyerap 2,6 juta tenaga kerja industri atau mencapai 52 persen dari total tenaga kerja industri skala besar dan menengah. Ke-empat subsektor tersebut adalah subsektor tekstil, makanan minuman, tembakau dan kulit alas kaki. Perkembangan nilai output subsektor tersebut secara signifikan memberi dampak kepada jumlah tenaga kerja di sektor industri yang terserap. Subsektor tekstil merupakan subsektor industri yang paling banyak mempekerjakan tenaga kerja industri, dengan pabrik-pabrik yang banyak didirikan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Akan tetapi, percepatan pertumbuhan output subsektor tekstil mengalami hambatan yang cukup berarti khususnya di tengah perlambatan perekonomian yang terjadi. Di tahun 2015, pertumbuhan nilai output subsektor tekstil terkontraksi sebesar 4,79 persen. Subsektor tekstil merupakan salah satu subsektor industri yang berorientasi pada pasar global, beberapa produk utama subsektor tekstil, seperti Pakaian Jadi dan 2

14 Pakaian Jadi Rajutan merupakan produk yang termasuk dalam value chain industri pakaian global. Untuk kedua jenis produk tersebut, 50 persen dari nilai output yang dihasilkan merupakan komoditi ekspor. Akan tetapi, ketika perlambatan ekonomi dunia mulai terjadi di tahun 2013, persentase produk yang diekspor turun signifikan menjadi kurang dari 30 persen dampak langsung dari penurunan daya beli mitra dagang Indonesia. Statistik Industri Besar dan Menengah BPS tahun 2013 mencatat bahwa subsektor tekstil pada tahun 2013 mempekerjakan 1 juta orang, atau mencakup sekitar 21 persen dari tenaga kerja sektor industri skala besar dan menengah. Pertumbuhan output subsektor tekstil yang negatif pada tahun 2015 dan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang belum menguat di tahun 2016 membuat penyerapan tenaga kerja subsektor tekstil pada tahun 2016 diperkirakan akan berkurang. Subsektor makanan minuman mempekerjakan kurang lebih 950 ribu tenaga kerja (19 persen dari total penyerapan tenaga kerja di sektor industri skala besar dan menengah). Data yang dimiliki tidak mencakup penyerapan tenaga kerja subsektor industri makanan pada industri skala mikro dan kecil, akan tetapi berdasarkan hasil studi literatur dan estimasi sementara, jumlah tenaga kerja subsektor industri makanan di industri skala mikro dan kecil jumlahnya jauh melebihi yang bekerja di skala besar dan menengah. Subsektor industri makanan pada tahun 2015 mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 7,54 persen lebih tinggi dari pertumbuhan sektor industri dan nasional. Bahkan, berdasarkan dekomposisi pertumbuhan sektor industri tahun 2015, dari keseluruhan 5,04 persen pertumbuhan sektor industri, 45 persen merupakan kontribusi dari subsektor industri makanan. Hasil estimasi sementara menunjukkan bahwa, setiap penambahan satu persen pertumbuhan PDB nasional menghasilkan penambahan tenaga kerja sektor makanan minuman skala besar dan menengah sebanyak tenaga kerja. Subsektor tembakau mempekerjakan kurang lebih 360 ribu tenaga kerja (sekitar tujuh persen dari tenaga kerja industri skala besar dan menengah). Subsektor tembakau sendiri mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,43 persen di tahun Industri pengolahan tembakau sendiri merupakan industri dengan konsumen mayoritas adalah pasar domestik, sehingga mekanisme transmisi perlambatan perekonomian global kepada industri tembakau tidak melalui perubahan daya beli mitra dagang akan tetapi bersifat tidak langsung melalui penurunan daya beli konsumen masyarakat Indonesia. Dengan struktur permintaan industri tembakau yang cenderung tidak elastis maka pertumbuhan nilai output industri tembakau dan juga beserta jumlah tenaga kerja yang terserap di tahun 2016 diperkirakan tidak akan berubah signifikan. 3

15 Subsektor industri kulit alas kaki menyerap tenaga kerja sebanyak kurang lebih 260 ribu tenaga kerja (sekitar lima persen dari tenaga kerja industri skala besar dan menengah). Pada tahun 2015, subsektor kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 3,98 persen. Sebanyak kurang dari 10,0 persen output yang dihasilkan dari subsektor kulit alas kaki diekspor ke pasar luar negeri dan mayoritas dijual ke pasar domestik. Serupa dengan industri berbasis pasar domestik lainnya, pertumbuhan subsektor kulit alas kaki secara mayoritas akan ditentukan oleh perubahan daya beli masyarakat Indonesia. Hasil estimasi sementara menunjukkan bahwa secara ratarata, setiap kenaikan 1 persen pertumbuhan PDB nasional akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja subsektor kulit alas kaki skala besar dan menengah sebanyak tenaga kerja. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan pemetaan kondisi penyerapan tenaga kerja dan proyeksi pertumbuhan output dari ke-empat subsektor tersebut, maka terdapat tiga pilihan kebijakan yang dapat diambil pemerintah Indonesia dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri pada tahun 2016: 1. Subsektor industri makanan dan minuman memiliki jumlah tenaga kerja industri yang besar dan memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sehingga leverage terbesar dalam penyerapan tenaga kerja industri nasional adalah melalui pertumbuhan subsektor tersebut. Pemerintah dapat memberikan insentif yang berarti untuk subsektor makanan dan minuman baik berupa insentif pajak ataupun perencanaan program pembangunan infrastruktur yang mendukung subsektor tersebut. 2. Memberikan insentif fiskal kepada subsektor industri tekstil untuk mengantisipasi turunnya permintaan ekspor produk tekstil melalui pemotongan pajak perusahaan dan penundaan pembayaran pajak. Selain itu, juga melakukan percepatan realisasi investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar industri tekstil nasional baik dalam hal bantuan kemudahaan perizinan relokasi pabrik tekstil ataupun pembangunan pabrik baru. 3. Memfokuskan pelaksanaan kebijakan yang bertujuan untuk menjaga daya beli konsumen lokal untuk mendorong pertumbuhan subsektor yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan domestik seperti subsektor industri kulit alas kaki dan subsektor industri pengolahan tembakau. 4

16 Isu Sektor Moneter Harga Beras Kembali Naik: Apakah Kesejahteraan Petani Membaik? Tari Lestari, S.Si.,SE.,MS Direktorat Keuangan Negara dan Analisa Moneter Kenaikan harga beras pada awal tahun bukan merupakan hal baru. Setiap tahun biasanya fenomena ini selalu terjadi secara berulang, diduga karena pasokan beras yang tidak memadai sementara permintaan tinggi. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut tidak lantas membuat petani kita lebih sejahtera. Studi empiris menggunakan pendekatan ekonometrik dengan data bulanan periode , menunjukan bahwa petani tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga. Hal ini diperkuat dengan data yang menunjukan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) justru menurun ketika harga beras naik. Kebijakan pengendalian harga beras yang komprehensif dan terintegrasi dari hulu ke hilir diperlukan untuk mengatasi permasalahan beras. Keberpihakan kepada petani dengan peninjauan secara periodik Harga Penetapan Pemerintah (HPP) mutlak dilakukan. Awal 2016 Harga Beras Kembali Naik - Pada awal tahun 2016, Indonesia kembali diwarnai dengan masalah kenaikan harga beras. Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa inflasi pada bulan Januari 2016 dipicu salah satunya oleh kenaikan harga beras sebesar 0,51 persen. - Hingga bulan januari 2016, harga beras kualitas medium di tingkat eceran secara rata-rata mencapai Rp10.804,- dengan lonjakan harga sebesar 12,02 persen dibandingkan bulan Januari tahun sebelumnya (Gambar 1). Gambar 1.Perkembangan Harga Beras Setiap Bulan Januari (Rp/Kg) Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Indonesia: Beras Termahal - Jika dibandingkan dengan rata-rata harga beras dunia dan beberapa negara di Asia selama beberapa tahun terakhir, harga beras di Indonesia selalu lebih mahal (Gambar 2). 5

17 - Hal ini berbanding terbalik dengan fakta bahwa Indonesia tercatat sebagai negara ke-tiga penghasil beras terbesar setelah China dan India (FAO, 2015) yang seharusnya menjamin ketersediaan pasokan beras. Gambar 2. Perbandingan Harga Rata-Rata Beras Beberapa Negara Sumber: FAO, data diolah Permasalahan Beras - Dengan memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter pada tahun 2015, dapat dipetakan beberapa permasalahan terkait kenaikan harga beras yang selama ini dihadapi. Gambar 3. Permasalahan Beras di Indonesia Sumber : TPID, diolah Hasil Analisis Empiris 1: Petani tidak menentukan harga - Pembentukan harga beras di pasar berangkat dari asumsi bahwa harga beras dipengaruhi oleh harga gabah (baik kering giling atau kering panen) yang ditawarkan oleh petani dan penggiling. Sebagai kontrol, model ini memasukan nilai tukar rupiah sebagai variabel independen. 6

18 P_ECERAN= +β1p_gkggiling+β2p_gkgpetani+β3p_gkpgiling+β4p_gkppeta NI+ β5kurs+ε1 (1) P_ECERAN= *P_GKGGILING+2.67*P_GKGPETANI- 5.09*P_GKPGILING+4.78*P_GKPPETANI+0.34*KURS t-stat (3.19) (-1.16) (2.15) (-0.69) (0.64) (9.18) p-value (0.0024) (0.2504) (0.0361) (0.4939) (0.5231) (0.000) R 2 = Adj-R 2 = DW-Stat = Hasil simulasi model ini menunjukan bahwa pada level signifikansi 5 persen, harga beras di tingkat eceran dipengaruhi oleh harga gabah kering giling di tingkat penggilingan dan nilai tukar. Sementara, harga gabah (baik kering giling ataupun kering panen) di tingkat petani tidak signifikan mempengaruhi harga beras eceran. Hal ini mengindikasikan bahwa petani tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga beras di pasar. Ketika harga beras naik, petani tidak merasakan keuntungan dari kenaikan tersebut. Hasil Analisis Empiris 2 : Harga beras sensitif terhadap perubahan nilai tukar log(p ECERAN) = +β1log(p GKGGILING ) + β6log(kurs) + ε1. (2) log(p_eceran) = * log(p_gkggiling)+0.41*log(kurs) t-stat (4.63) (6.87) (9.97) p-value (0.00) (0.00) (0.00) R 2 = Adj-R 2 = DW-Stat = Model (2) memperlihatkan bagaimana harga beras di Indonesia sangat ditentukan oleh volatilitas nilai tukar rupiah. - Tingkat representatif model diperlihatkan oleh Koefisien Determinasi sebesar 0,9473 (0,95). Hal ini menunjukan bahwa harga gabah kering giling di tingkat penggilingan dan nilai tukar dapat menjelaskan pembentukan harga beras eceran sebesar 95,0 persen. Analisis ini sudah mengeliminasi permasalah data time series, seperti: autokorelasi, stasioneritas, dan multikolinearitas. Interpretasi - Setiap kenaikan 1 persen harga gabah kering giling di tingkat penggiling akan menaikkan harga beras eceran sebesar 0,45 persen. - Setiap nilai tukar rupiah terdepresiasi 1 persen maka harga beras akan naik sebesar 0,41 persen. Hasil Analisis Empiris 3 : HPP belum dapat memberikan insentif yang layak bagi petani - Analisis regresi logaritmik univariat antara variabel HPP gabah di tingkat petani dengan inflasi menunjukan bahwa pada level signifikansi 10 persen setiap 7

19 kenaikan satu persen inflasi akan menaikkan HPP gabah di tingkat petani sebesar 0,12 persen. log(p_hppgabahpetani) = * log(inflasi_yoy) t-stat (83.06) (2.23) p-value (0.00) (0.0295) R 2 = Adj-R 2 = DW-Stat = Nilai elastisitas ini cukup kecil. Hal ini menunjukan bahwa selama ini, kebijakan penetapan HPP untuk gabah di tingkat petani belum efektif. Kenaikan inflasi hampir tidak diimbangi dengan kebijakan untuk menaikan HPP ke tingkat yang pantas yang dapat menjamin kesejahteraan petani. - Berdasarkan data yang dirilis BPS, di saat harga beras naik, NTP bulan Januari tahun 2016 secara nasional justu turun sebesar 0,27 persen dibanding bulan sebelumnya. Hal ini karena kenaikan Indeks Harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,63 persen, lebih tinggi dari Indeks Harga yang diterima petani (It) sebesar 0,35 persen. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan NTP secara signifikan selama empat tahun terakhir (Gambar 5). Gambar 5. Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Harga Beras Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Gambar 8

20 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, menguat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY). Sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2015, ekonomi Tiongkok sebesar 6,8 persen (YoY), melemah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pada bulan Januari 2016, IMF dan Bank Dunia memproyeksi perekonomian dunia tahun 2015 tumbuh sebesar 3,4 persen dan 2,9 persen pada tahun

21 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perekonomian dunia pada tahun 2015 masih tetap lemah akibat penurunan pertumbuhan negaranegara berkembang dan moderasi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju Pada tahun 2015, aktivitas perekonomian global masih tetap lemah. Pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang yang mencakup 70,0 persen pertumbuhan dunia menurun dalam lima tahun terakhir dan moderasi perbaikan ekonomi yang terus berlanjut di negara-negara maju. Tiga faktor yang mempengaruhi penurunan ekonomi global adalah: (1) Perlambatan dan rebalancing secara bertahap aktivitas perekonomian Tiongkok, khususnya investasi dan manufaktur terhadap konsumsi dan jasa; (2) rendahnya harga komoditas energi dan lainnya; (3) pengetatan bertahap kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang menandai perbaikan perekonomian, meskipun langkah bank sentral di beberapa negara maju melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter. Harga komoditas mengalami penurunan sejak bulan September 2015 akibat kenaikan produksi minyak mentah Harga komoditas khususnya minyak mentah mengalami penurunan sejak bulan September Perkiraan peningkatan produksi negara-negara anggota OPEC menyebabkan kenaikan supply minyak mentah terus terjadi, bahkan melampaui jumlah permintaan. Penurunan harga minyak berdampak negatif bagi investasi ekstraksi minyak dan gas, serta mengurangi permintaan agregat global. Harga komoditas lain seperti baja juga mengalami penurunan. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015 Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan aktivitas bisnis sebagai akibat pengurangan stok yang berlimpah, penguatan mata uang USD, dan perlambatan permintaan global yang berdampak bagi ekspor. Meskipun didukung dari kontribusi positif pada meningkatnya pengeluaran konsumsi 10

22 pribadi, belanja pemerintah pusat, dan investasi tetap residensial. Perlambatan konsumsi Amerika Serikat yang tumbuh 2,2 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015 Belanja Pemerintah Amerika Serikat tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015 Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis perlambatan konsumsi yang tumbuh 2,2 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, setelah tumbuh 4,3 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Konsumsi barang hanya mengalami kenaikan sebesar 2,4 persen (YoY), dan konsumsi jasa hanya naik sebesar 2,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Ketidakpastian cuaca khususnya musim dingin turut menyebabkan tingkat penjualan yang melambat. Perlambatan ini memberikan kontribusi yang cukup besar besar perlambatan pertumbuhan ekonomi karena pengeluaran konsumsi menyumbang 70,0 persen dari seluruh perekonomian Amerika Serikat. Belanja Pemerintah Amerika Serikat secara keseluruhan tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang terkontraksi menjadi sebesar -1,4 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY), dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar -5,7 persen. Sama halnya dengan belanja pemerintah pusat, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan juga tumbuh sebesar 3,6 persen, meningkat setelah terkontraksi sebesar -10,3 persen (YoY). Di sisi lain, belanja pemerintah nonpertahanan mengalami tumbuh sebesar 1,4 persen pada triwulan IV tahun 2015, melambat setelah tumbuh 2,1 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan pergerakan belanja-belanja lainnya, belanja pemerintah daerah mengalami kontraksi sebesar -0,6 persen (YoY), sedangkan triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY). 11

23 Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pertumbuhan Ekonomi 0,9 4,6 4,3 2,1 0,6 3,9 2,0 0,7 Konsumsi 1,3 3,8 3,5 4,3 1,8 3,6 3,0 2,2 Barang 1,1 6,7 4,1 4,1 1,1 5,5 5,0 2,4 Jasa 1,4 2,4 3,1 4,3 2,1 2,7 2,1 2,0 Investasi 2,5 12,6 7,4 2,1 8,6 5,0-0,7-2,5 Ekspor -6,7 9,8 1,8 5,4-6,0 5,1 0,7-2,5 Impor 2,8 9,6-0,8 10,3 7,1 3,0 2,3 1,1 Belanja Pemerintah 0,0 1,2 1,8 1,4-0,1 2,6 1,8 0,7 Belanja Pemerintah Pusat 0,3 1,2 3,7 5,7 1,1 0,0 0,2 2,7 Belanja Pertahanan 4,6 0,5 4,5 10,3 1,0 0,3-1,4 3,6 Belanja Non-Pertahanan 8,9 2,2 2,5 2,1 1,2 0,5 2,8 1,4 Belanja Pemerintah Daerah 0,2 2,6 0,6 1,3 0,8 4,3 2,8-0,6 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2016 Investasi Amerika Serikat terkontraksi sebesar -5,6 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY) Neraca perdagangan pada bulan Desember 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD 43,4 miliar Investasi Amerika Serikat terkontraksi sebesar -2,5 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh pelemahan harga minyak mentah menyebabkan penurunan investasi khususnya eksplorasi yang turun hingga 35,0 persen pada tahun 2015 atau penurunan paling tajam sejak Kontraksi investasi berdampak pada pengeluaran bisnis khususnya struktural nonresidensial. Pada tahun 2015, The Fed menaikkan federal fund rate (suku bunga acuan) dari 0,0 persen sampai 0,25 persen menjadi 0,25 persen hingga 0,50 persen. Kenaikan FFR merupakan pertama kalinya sejak tahun Kebijakan The Fed dipengaruhi oleh pertimbangan perkiraan perbaikan pasar tenaga kerja AS, tingkat pengangguran turun hingga 5,0 persen, dan tingkat inflasi diperkirakan akan mencapai target 2,0 persen dalam jangka menengah. Neraca perdagangan pada bulan Desember 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD43,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD42,2 miliar. Defisit perdagangan barang naik menjadi sebesar USD 62,5 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami 12

24 peningkatan surplus menjadi sebesar USD19,2 miliar. Ekspor barang dan jasa turun menjadi sebesar USD181,5 miliar. Penurunan kinerja ekspor barang terutama disebabkan oleh penurunan jumlah kendaraan, spare part, dan mesin kendaraan bermotor, bahan dan stok barang industri, serta makanan dan minuman. Sementara itu, ekspor jasa mengalami sedikit kenaikan disebabkan oleh jasa keuangan dan jasa lainnya (jasa penelitian dan pembangunan, jasa manajerial dan profesional, jasa hubungan dan teknis perdagangan). Sebaliknya, impor barang dan jasa meningkat menjadi sebesar USD224,9 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada jumlah kendaraan, spare part, dan mesin kendaraan bermotor, serta bahan dan stok barang industri. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan) dan jasa lainnya. Jumlah pengangguran hingga bulan Desember 2015 tetap sebesar 7,9 juta orang Jumlah pengangguran hingga bulan Desember 2015 tetap sebesar 7,9 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, kesehatan, konstruksi, bisnis jasa makanan dan minuman. Pada bulan Desember 2015, penyerapan tenaga kerja di sektor nonpertanian sebesar orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja AS bulan Desember 2015 sebesar 62,6 persen atau sedikit menurun dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 62,7 persen. Pergerakan data tenaga kerja AS yang cenderung mendatar disebabkan oleh kontraksi pada sektor manufaktur, penurunan tajam tingkat ekspor dan dampak kenaikan federal fund rate. 13

25 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Penguatan di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali berlanjut, meskipun perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 masih berjalan lambat Perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 terus berlanjut, meskipun masih berjalan lambat. Pada triwulan IV tahun 2015 terjadi perlambatan ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa. Perlambatan ini disebabkan oleh output sektor industri yang terus menurun, dan ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan mata uang Euro yang berkontribusi negatif bagi perekonomian. Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa Pertumbuhan PDB (%) Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q4-14 Q4-15 Q3-15 Q4-15 Kawasan Eropa (U19) 0,9 1,5 0,3 0,3 Uni Eropa (U28) 0,9 1,8 0,4 0,3 Sumber: Eurostat Estonia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 1,2 persen (QtQ) Pada triwulan IV tahun 2015, berdasarkan publikasi Eurostat, Estonia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi, dengan pertumbuhan sebesar 1,2 persen (QtQ). Sementara, perekonomian Jerman diperkirakan tumbuh 0,3 persen (QtQ), sedikit melambat dibandingkan triwulan III tahun Yunani menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam dengan pertumbuhan sebesar -0,6 persen (QtQ). Di sisi lain, perekonomian Portugal dan Perancis mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 0,2 persen (QtQ). Sedangkan Italia dan Spanyol dalam tren positif yang diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 0,1 persen (QtQ) dan 0,8 persen (QtQ). Produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami peningkatan dengan tumbuh masingmasing sebesar 1,0 persen (YoY) dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya Pada bulan Desember 2015, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami penurunan masing-masing sebesar -3,0 persen (YoY), dan -3,2 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami pelemahan dengan turun masing-masing sebesar - 1,0 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama 14

26 tahun sebelumnya. Produksi industri menurun disebabkan oleh penurunan produksi energi sebesar -7,3 persen (YoY) dan barang modal sebesar -2,6 persen (YoY). Disisi lain, produksi barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 1,4 persen (YoY), barang setengah jadi sebesar 0,4 persen (YoY), dan barang konsumsi tahan lama sebesar 0,8 persen (YoY) mengalami kenaikan, namun belum dapat mendorong laju produksi industri. Sementara itu, produksi sektor industri yang melemah di kawasan Uni Eropa disebabkan oleh penurunan produksi energi sebesar -5,7 persen (YoY) dan barang modal sebesar -1,4 persen (YoY), meskipun produksi barang konsumsi tahan lama, tidak tahan lama, barang setengah jadi masingmasing meningkat sebesar 0,8 persen (YoY), sebesar 1,4 persen, dan 0,4 persen (YoY). Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Desember Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR24,3 miliar dan Uni Eropa mengalami surplus sebesar EUR20,5 miliar Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Desember Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR24,3 miliar, sedikit meningkat dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya EUR23,6 miliar. Pada Desember 2015, negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR20,5 miliar, meningkat dibandingkan bulan Desember 2014 yang surplus sebesar EUR11,4 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel bulan Desember 2015 di kawasan Eropa meningkat sebesar 2,4 persen (YoY) dan 3,0 persen (YoY) di Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh kenaikan penjualan pada sektor nonmakanan sebesar 1,8 persen (YoY) dan sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,8 persen (YoY). Namun demikian, bahan bakar kendaraan bermotor turun tipis sebesar 0,8 persen (YoY). Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa dipengaruhi oleh kenaikan sektor nonmakanan sebesar 2,0 persen (YoY), dan sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,5 15

27 persen (YoY), serta bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 0,1 persen (YoY). Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2015 di kawasan Eropa menjadi sebesar 1,8 persen, sedikit menurun dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang besarnya 2,2 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan II tahun 2015 sebesar 2,6 persen menjadi 2,3 persen pada triwulan III tahun Sementara itu, perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa diikuti perbaikan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan III tahun 2015, tingkat utang di kawasan Euro mencapai 91,6 persen dari PDB, sedikit menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 92,2 persen. Sejalan dengan penurunan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami sedikit penurunan tingkat utang sebesar 87,7 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang besarnya 87,8 persen. Pada triwulan III tahun 2015, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 171,0 persen; 134,6 persen; dan 130,5 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia yang besarnya 9,8 persen, Luxemburg yang besarnya 21,3 persen, dan Bulgaria yang besarnya 26,9 persen. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Desember mencapai 10,4 persen (YoY) Perbaikan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Desember 2015 mencapai 10,4 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya 11,4 persen (YoY), merupakan yang terendah sejak bulan September Sementara itu, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan Desember 2015 sebesar 9,0 persen, menurun 16

28 dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya 9,9 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar juta orang, dan juta orang di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan Desember Tingkat pengangguran tertinggi dialami Yunani (24,5 persen), dan Spanyol (20,8 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman dan Republik Ceko (4,5 persen), serta Malta dan Inggris (5,1 persen pada Oktober 2015 untuk data Inggris). Perekonomian Tiongkok Perekonomian Tiongkok hingga triwulan IV tahun 2015 masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan tekanan pembangunan ekonomi Pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 6,8 persen (YoY) disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya. Pemerintah Tiongkok menerapkan pola pembangunan dan strategi baru dengan tetap menjaga stabilitas, mendorong restrukturisasi, perbaikan regulasi makroekonomi, reformasi yang lebih mendalam, mendukung kewirausahaan skala besar dan inovasi, serta meningkatkan supply barang dan jasa publik. Hal ini menyebabkan perekonomian Tiongkok secara bertahap masih moderat. Sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY), menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 merupakan paling rendah sejak tahun Pada keseluruhan tahun 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) atau paling rendah sejak 25 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya, serta masih mencari kombinasi kebijakan yang tepat untuk memperkuat perekonomian. Tiongkok mengharapkan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan, serta dapat memaksimalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter untuk mencegah perlambatan 17

29 tajam yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan. Nilai tambah industri tersier, primer, dan sekunder Tiongkok mengalami pertumbuhan Sektor properti Tiongkok mulai melemah seiring dengan perlambatan ekonomi dan tingkat utang para pengembang yang cukup tinggi People's Bank of Tiongkok (PBoC) masih memiliki peluang untuk melaksanakan kebijakan moneter longgar dalam rangka mendorong perekonomian yang melambat Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic Tiongkok, nilai tambah industri tersier pada triwulan IV tahun 2015 menyumbang 49,5 persen dari PDB dan tumbuh 8,4 persen (YoY). Kondisi ini menandai percepatan pengembangan dan inovasi di bidang perindustrian. Nilai tambah industri primer dan sekunder juga meningkat sebesar 3,9 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Sementara itu, pertumbuhan produksi industri relatif stabil. Nilai tambah industri pertambangan dan manufaktur masing-masing meningkat sebesar 2,7 persen (YoY) dan 7,0 persen (YoY). Di sisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada bulan Desember 2015 tumbuh 11,1 persen (YoY), atau menjadi USD436 triliun. Kondisi ini disebabkan oleh kebijakan pro-konsumsi yang dicanangkan oleh Pemerintah. Sektor properti Tiongkok mulai melemah seiring dengan perlambatan ekonomi dan tingkat utang para pengembang yang cukup tinggi. Pada triwulan IV tahun 2015, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial tumbuh masing-masing sebesar 16,6 persen (YoY) dan 14,4 persen (YoY). Selain itu, total investasi di sektor real estate pada tahun 2015 sebesar CNY9.597,9 miliar atau hanya tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY). Selain itu, luas bangunan baru secara keseluruhan dan bangunan komersial mengalami penurunan masing-masing sebesar 14,0 persen (YoY) dan 14,6 persen (YoY). People's Bank of Tiongkok (PBoC) masih memiliki peluang untuk melaksanakan kebijakan moneter longgar dalam rangka mendorong perekonomian yang melambat. Pada 30 November 2015, Dana Moneter Internasional (IMF) secara resmi menetapkan penggunaan mata uang Tiongkok, Renminbi sebagai mata uang special drawing rights (SDR). Hal ini 18

30 merupakan titik awal reformasi keuangan yang mendalam dan liberalisasi keuangan. Pada 24 Oktober 2015, PBoC kembali memotong suku bunga acuan pinjaman dan deposito sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi sebesar 4,35 persen dan 1,5 persen. Selain itu, Giro Wajib Minimum (GWM) juga diturunkan 50 basis poin menjadi 17,5 persen berlaku bagi semua bank. Namun demikian, GWM perbankan khusus pertanian dan UMKM akan mendapat kembali pengurangan sebesar 50 basis poin. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 akibat reformasi struktural berdampak yang pada kinerja neraca perdagangan yang melemah Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 akibat reformasi struktural yang berdampak pada perlambatan kinerja neraca perdagangan. Perdagangan Tiongkok pada bulan Desember 2015 hanya mencapai surplus sebesar USD60,09 miliar, sedikit menguat dibandingkan bulan November 2015 yang besarnya USD54,1 miliar. Kinerja ekspor bulan September 2015 mengalami penurunan sebesar 1,4 persen (YoY). Hal ini disebabkan gangguan pasar keuangan Tiongkok, perbaikan ekonomi yang melambat, dan depresiasi nilai tukar CNY terhadap mata uang lain. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar 7,6 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Kinerja impor yang melemah akibat pabrik yang menimbun minyak mentah, biji besi, dan bahan lainnya terkena dampak penurunan harga komoditas global. Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY) PMI Tiongkok November-15 Desember-15 HSBC 50,5 49,4 NBS Tiongkok 49,6 49,7 Sumber: HSBC PMI TM dan National Bureau of Statistic Tiongkok, 2016 Perlambatan aktivitas manufaktur Tiongkok menunjukkan kontraksi output industri dan aktivitas bisnis selama empat bulan terakhir Perlambatan aktivitas manufaktur Tiongkok menunjukkan kontraksi output industri dan aktivitas bisnis telah menurun selama empat bulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan konsumen terhadap sektor manufaktur. Pelemahan 19

31 permintaan konsumen dan kompetisi yang semakin ketat antar bisnis baru berkontribusi pada kelanjutan penurunan rata-rata tarif, dimana sektor manufaktur menurunkan biaya input dan berdampak bagi penurunan tingkat inflasi Tiongkok. National Bureau of Statistic Tiongkok juga merilis data PMI TM sebesar 49,7 sedikit menguat dibandingkan bulan November Hal ini disebabkan oleh indeks produksi, indeks permintaan baru, dan indeks waktu pengiriman dari supplier sebagai indikator pembentuk PMI TM nilainya lebih tinggi dari batas nilai indeks PMI TM manufaktur Tiongkok yang besarnya 50,0. Kondisi ini menggambarkan perekonomian Tiongkok mengalami perlambatan sektor manufaktur, dimana lapangan kerja baru di sektor jasa Tiongkok hanya mengalami sedikit kenaikan dan penciptaan bisnis baru juga menurun, seiring dengan perusahaan manufaktur yang hanya tumbuh moderat dalam enam bulan terakhir. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2015 diperkirakan terkontraksi sebesar -1,4 persen (YoY) Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2015 diperkirakan terkontraksi sebesar -1,4 persen (YoY). Kondisi ini merupakan penurunan pertumbuhan ketiga berturut-turut dan penanda awal fase resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi Jepang disebabkan oleh konsumsi swasta yang menurun dan apresiasi mata uang Yen terhadap Dolar yang berdampak negatif bagi ekspor dan pengeluaran modal. Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami kenaikan. Pengangguran Jepang pada bulan Desember 2015 turun 3,3 persen (MtM) dibandingkan bulan November 2015 yang besarnya 0,0 persen (MtM). Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 2,9 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,04 juta orang dibandingkan bulan Desember

32 Pemerintah Jepang mencanangkan Abenomics 2.0 untuk mendorong tingkat potensi pertumbuhan Jepang mengalami penguatan ekonomi seiring dengan surplus neraca perdagangan Pada bulan September 2015, pemerintah Jepang mencanangkan kebijakan Abenomics 2.0 setelah kebijakan sebelumnya yang terfokus pada strategi pertumbuhan, kebijakan fiskal, dan pelonggaran moneter untuk mendorong perekonomian keluar jerat deflasi dianggap kurang berhasil. Kebijakan Abenomics 2.0 bertujuan untuk mendorong tingkat potensi pertumbuhan antara lain: (1) Mendorong pencapaian PDB nominal sebesar JPY600 miliar pada tahun 2016; (2) bantuan keuangan bagi keluarga untuk mendorong angka kelahiran hingga 1,8 persen per tahun; (3) tambahan fasilitas perawat bagi lansia, agar mencapai target 0,0 persen jumlah pekerja meninggalkan pekerjaan karena menjaga anggota keluarga. Pada bulan Desember 2015, Jepang mengalami penguatan ekonomi seiring dengan surplus neraca perdagangan. Kebijakan pelonggaran moneter yang cukup agresif yaitu pelemahan mata uang Yen terhadap USD hingga 16,0 persen berhasil mendorong perekonomian. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar JPY140,3 juta pada bulan Desember 2015, meningkat cukup signifikan dibandingkan pada bulan Desember 2014 yang mengalami defisit besarnya JPY665,6. Ekspor dan Impor Jepang mengalami penurunan masing-masing sebesar -8,0 persen (YoY) dan -18,0 persen (YoY) Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan Desember 2015 turun sebesar -8,0 persen (YoY) dibandingkan bulan Desember Hal ini menandai pelemahan ekspor tiga bulan berturutturut dan penurunan terbesar sejak bulan September Namun, volume eskpor mengalami pertumbuhan sebesar 3,9 persen (YtD). Pelemahan kinerja ekspor disebabkan pelemahan permintaan dari Tiongkok, meskipun depresiasi Yen berhasil mendorong barang ekspor lebih kompetitif. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar -18,0 persen (YoY), dibandingkan bulan Desember Kinerja impor yang melemah 21

33 disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan permintaan dalam negeri. Perekonomian Singapura Penguatan ekonomi Singapura pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penguatan mata uang Dolar Singapura terhadap Dolar Amerika Serikat dan penguatan sektor jasa Penguatan ekonomi Singapura pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penguatan mata uang Dolar Singapura terhadap Dolar Amerika Serikat dan penguatan sektor jasa yang mempengaruhi dua pertiga perekonomian. Namun demikian, permintaan eksternal yang melemah, persaingan global, kenaikan biaya di sektor bisnis, dan pertumbuhan tenaga kerja dalam negeri yang mendatar mempengaruhi kinerja sektor manufaktur Singapura. Perekonomian Singapura sangat dipengaruhi oleh siklus bisnis global akibat keterkaitan investasi dan perdagangan yang besar, sehingga permasalahan eksternal akan berdampak besar terhadap kinerja perekonomian dalam negeri Singapura. Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun 2015 Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q4-14 Q4-15 Q3-15 Q4-15 Pertumbuhan Ekonomi 2,1 2,0 1,7 5,7 Industri Barang Manufaktur -1,3-6,0-3,5-3,1 Konstruksi 0,7 2,2-4,9 7,0 Industri Jasa 3,1 3,2 2,9 6,5 Sumber: Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura Seiring dengan perlambatan ekonomi, kinerja perdagangan luar negeri Singapura mengalami penurunan Meskipun mengalami penguatan ekonomi, kinerja perdagangan luar negeri Singapura tetap mengalami penurunan. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor terkontraksi sebesar -6,4 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember Sementara, kinerja impor juga terkontraksi sebesar -10,6 persen (YoY). Pelemahan kinerja ekspor disebabkan oleh penurunan tajam ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga - 24,9 persen (YoY). Sementara, ekspor domestik nonminyak juga mengalami penurunan sebesar 7,2 persen (YoY). Namun, re-ekspor minyak menguat sebesar 0,8 persen (YoY) belum dapat mendorong 22

34 Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan IV tahun 2015, sedangkan sektor konstruksi dan industri jasa mengalami pertumbuhan. PERKIRAAN EKONOMI DUNIA secara optimal laju pertumbuhan ekspor pada bulan Desember Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penurunan rekayasa transportasi, elektronika dan rekayasa presisi. Di sisi lain, sektor konstruksi Singapura tumbuh pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh perbaikan aktivitas konstruksi sektor swasta. Selain itu, industri jasa juga mengalami pertumbuhan yang didorong oleh kenaikan kinerja di sektor perdagangan besar dan retail, serta sektor keuangan dan asuransi. Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,4 3,1 3,6 Negara Maju 1,8 2,0 2,2 Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 Negara Berkembang 4,6 4,0 4,5 Tiongkok 7,3 6,8 6,3 ASEAN-5 4,6 4,6 4,9 Amerika Latin dan Karibia 1,3-0,3 0,8 Sub Sahara Afrika 5,0 3,8 4,3 Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2015 Resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat IMF menjelaskan resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat. Potensi pertumbuhan PDB dunia yang masih terkoreksi pada tahun 2015 disebabkan oleh penurunan harga komoditas, depresiasi mata uang negara-negara berkembang, dan volatilitas pasar keuangan terus meningkat. Namun demikian, aktivitas perekonomian global mengalami sedikit penguatan pada tahun Perbaikan ekonomi negara-negara maju yang dimulai tahun 2016 diperkirakan semakin menguat. 23

35 Koreksi pada pertumbuhan ekonomi dunia disebabkan oleh perlambatan aktifitas perekonomian pada negara berkembang maupun negara maju Perbaikan Amerika Serikat didorong oleh kondisi pelonggaran keuangan dan penguatan pasar tenaga kerja dan properti Bank Dunia juga menyatakan koreksi pada pertumbuhan ekonomi dunia disebabkan oleh perlambatan aktifitas perekonomian pada negara berkembang maupun negara maju akibat penurunan harga komoditas, perdagangan dunia, dan aliran modal. Pada tahun 2016, perekonomian dunia diperkirakan kembali menguat. Disisi lain, beberapa proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang mengalami kenaikan secara bertahap diantaranya Brazil, Rusia, beberapa negara Amerika Latin, dan Timur Tengah, meskipun perekonomian Tiongkok diperkirakan masih melambat. Perbaikan Amerika Serikat diperkirakan terus berjalan. Hal ini didorong oleh kondisi pelonggaran keuangan dan penguatan pasar tenaga kerja dan properti. Namun, penguatan mata uang Dolar yang berpengaruh pada sektor manufaktur dan rendahnya harga minyak mentah akan mengurangi investasi di sektor peralatan dan struktur pertambangan. Di sisi lain, perekonomian di kawasan Eropa diperkirakan terus membaik dan pertumbuhannya cenderung moderat. Hal ini disebabkan oleh penguatan konsumsi swasta yang didorong oleh pelemahan harga minyak mentah dan longgarnya kebijakan moneter, meskipun berdampak bagi pelemahan net ekspor. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung melambat pada tahun 2015 disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang melambat seiring dengan reformasi struktural Tiongkok Sementara, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung melambat pada tahun Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang melambat seiring dengan reformasi struktural Tiongkok. India dan seluruh negara berkembang Asia diperkirakan tumbuh cukup kuat, walaupun beberapa negara terkena dampak reformasi struktural Tiongkok dan pelemahan sektor manufaktur secara global. Perlambatan ekonomi ASEAN-5 dipengaruhi oleh pelemahan term of trade Malaysia, serta perbaikan ekonomi Thailand, Filipina, dan Vietnam akibat penurunan harga minyak mentah. Disisi lain, pelemahan ekonomi Asia Timur 24

36 dan Pasifik disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok dan perbaikan ekonomi hampir di seluruh kawasan. Pertumbuhan moderat diperkirakan terjadi di Malaysia dan Indonesia, sejalan dengan berkurangnya gejolak politik Malaysia dan reformasi ekonomi yang mendorong pertumbuhan investasi Indonesia. Selain itu, Thailand diperkirakan masih dibayangi ketidakpastian kondisi politik yang berimplikasi pada investasi swasta dan tingginya utang rumah tangga yang menghambat konsumsi swasta. Kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan Perekonomian masih di kawasan melambat Sub Sahara pada Afrika tahun 2015, dan cenderung pertumbuhan mengalami cenderung perlambatan moderat sebagai pada dampak dari penurunan harga komoditas khususnya minyak mentah Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan cenderung moderat pada tahun Proyeksi penurunan harga komoditas dan pergolakan domestik menekan kinerja perekonomian beberapa negara di Amerika Latin. Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar di kawasan Amerika Latin diperkirakan kembali tumbuh dibawah prediksi. Penurunan kepercayaan konsumen dan bisnis, serta permintaan dalam negeri terjadi akibat gangguan politik, penurunan investasi secara cepat, dan pengetatan kebijakan makroekonomi. Selain itu, perbaikan permintaan dari pasar Amerika Serikat akan mendukung perekonomian, seiring dengan implementasi reformasi struktural di Meksiko dan perjanjian damai dengan pemberontak di Kolombia. Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan sebagai dampak dari kelanjutan pelemahan harga komoditas dan biaya kredit yang semakin tinggi di beberapa negara ekonomi terbesar seperti Angola, Nigeria, Afrika Selatan dan negara eksportir komoditas lainnya. Hal ini terjadi akibat penurunan permintaan dari Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar negara Sub Sahara Afrika dan pengetatan kondisi keuangan global. Perbaikan ekonomi di kawasan Sub Sahara 25

37 Afrika pada tahun 2016 terjadi seiring dengan penguatan belanja pemerintah dan investasi swasta. Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Pertumbuhan PDB (%) ADO Update ADO Update Asia 6,2 6,3 5,8 6,3 6,0 Asia Timur 6,5 6,5 6,0 6,3 6,0 Tiongkok 7,3 7,2 6,8 7,0 6,7 Jepang -0,1 1,1 1,5 1,4 1,6 Asia Selatan 6,8 7,2 6,9 7,6 7,3 Asia Tengah 5,1 3,5 3,3 4,5 4,2 ASEAN 4,4 4,9 4,4 5,3 4,9 Singapura 2,9 3,0 2,1 3,4 2,5 Sumber: Asian Development Outlook, 2015 Perekonomian negaranegara berkembang Asia tahun 2015 dan 2016 kembali dikoreksi, karena lambatnya perbaikan ekonomi beberapa negara maju, serta moderasi proyeksi pertumbuhan negara Tiongkok dan India. menyebar ke seluruh kawasan Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur masih melambat akibat permintaan eksternal yang melemah meskipun terdapat stimulus fiskal di Korea Selatan dan kebiijakan akomodatif pemerintah Tiongkok ADB mengeluarkan proyeksi mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 dan Perekonomian negara-negara berkembang Asia tahun 2015 dan 2016 kembali dikoreksi, karena lambatnya perbaikan ekonomi beberapa negara maju, serta moderasi proyeksi pertumbuhan negara Tiongkok dan India. Prospek perlambatan negara-negara berkembang Asia menyebar ke seluruh kawasan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara diperkirakan masih cenderung moderat. Sementara, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tengah menunjukkan pelemahan. ADB memprediksi pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur masih melambat akibat permintaan eksternal yang melemah, meskipun terdapat stimulus fiskal di Korea Selatan dan kebiijakan akomodatif pemerintah Tiongkok. Perlambatan ekonomi di kawasan Asia Timur paling dirasakan oleh Mongolia dimana penurunan penanaman modal asing, output pertanian, dan kelanjutan kebijakan moneter ketat yang diberlakukan pemerintah. Selain itu, kinerja ekspor Taiwan mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi Tiongkok. Pada tahun 2016, kinerja perekonomian di negara-negara maju diasumsikan 26

38 mengalami perbaikan yang akan berdampak positif bagi negara-negara di kawasan Asia Timur kecuali Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 dipengaruhi oleh penurunan investasi dan produksi industri kebijakan fiskal yang lebih kontraktif, kebijakan moneter akomodatif, serta nilai tukar Yuan terhadap USD Menurut ADB, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 dipengaruhi oleh penurunan investasi dan produksi industri, kebijakan fiskal yang lebih kontraktif, kebijakan moneter akomodatif, serta nilai tukar Yuan terhadap USD. Sementara, tingkat ekspor diperkirakan menurun seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang yang berjalan lambat. Namun demikian, neraca perdagangan dan neraca pembayaran dalam kondisi surplus seiring dengan penurunan impor akibat fluktuasi harga komoditas dan subtitusi impor. Disisi lain, pelemahan sektor properti, perlambatan pertumbuhan investasi, dan reformasi struktural diperkirakan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan fiskal dan moneter yang komodatif, serta penguatan permintaan eksternal dan dalam negeri akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun Aktivitas perekonomian Jepang diperkirakan mengalami penguatan profit perusahaan swasta, depresiasi mata uang Yen, dan penurunan harga minyak mentah Estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan menurun disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi India yang cenderung moderat, perlambatan ekonomi di negaranegara maju, perdagangan global, penundaan mengenai reformasi struktural India Aktivitas perekonomian Jepang diperkirakan mengalami penguatan profit perusahaan swasta, depresiasi mata uang Yen, dan penurunan harga minyak mentah mendorong perkiraan pertumbuhan positif ekonomi Jepang. Pada tahun 2016, fluktuasi pasar keuangan, devaluasi mata uang Tiongkok, dan depresiasi mata uang negara lain di Asia dapat menekan permintaan ekspor Jepang. Konsumsi dalam negeri dan investasi diproyeksikan mengalami perbaikan, meskipun fase perlambatan permintaan eksternal diperkirakan tetap terjadi. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2015 menurun disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi India yang cenderung moderat, perlambatan ekonomi di negara-negara maju, perdagangan global, penundaan mengenai reformasi struktural India yang berakhir 27

39 Perekonomian di kawasan Asia Tengah diperkirakan kembali melemah seiring dengan penurunan harga komoditas, dan perlambatan ekonomi Federasi Rusia serta Tiongkok Pertumbuhan Kawasan ASEAN pada tahun 2015 mengalami perlambatan, dimana pertumbuhan enam negara ASEAN dikoreksi turun dan sebagian besar negara maju termasuk Tiongkok deadlock di parlemen. Disisi lain, perlambatan aktivitas ekonomi negara-negara lain dapat memberi sentimen negatif bagi pertumbuhan kawasan Asia Selatan. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan pendapatan sektor pariwisata Maladewa dan pemulihan ekonomi akibat gempa besar di Nepal berjalan lambat, meskipun permintaan dalam negeri Bangladesh dan Pakistan cukup kuat Perekonomian di kawasan Asia Tengah diperkirakan kembali melemah seiring dengan penurunan harga komoditas, dan perlambatan ekonomi Federasi Rusia. Pada tahun 2015, pertumbuhan negara-negara eksportir energi seperti Azerbaijan, Kazakhstan, Turkmenistan, serta Uzbekistan melambat akibat penurunan harga minyak mentah dan gas. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara importir energi seperti Armenia, Georgia, Kirgiztan, serta Tajikistan juga melambat karena pelemahan konsumsi domestik akibat remittances yang lebih rendah. Pada tahun 2016, pelemahan ekonomi pada sebagian besar negara-negara eksportir akibat perlambatan ekonomi Federasi Rusia dan Tiongkok akan menahan laju pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Tengah. Pertumbuhan Kawasan ASEAN pada tahun 2015 mengalami perlambatan, dimana pertumbuhan enam dari sepuluh negara ASEAN dikoreksi turun yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Filipina, Singapura, Thailand. Hal ini disebabkan oleh permintaan yang melemah di sebagian besar negara maju termasuk Tiongkok. Selain itu, pelemahan permintaan global, penurunan harga minyak global, dan komoditas berpengaruh besar bagi kinerja ekspor Brunei Darusalam dan Malaysia. Pada tahun 2016, perekonomian ASEAN diperkirakan membaik melalui peningkatan ekspor dan investasi pemerintah, seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global. 28

40 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura dikoreksi turun disebabkan oleh revisi turun pertumbuhan ekspor pada negara tujuan ekspor, serta kontraksi pertumbuhan pada sektor manufaktur Dalam publikasi Asian Development Outlook 2015, proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura dikoreksi turun disebabkan oleh revisi turun pertumbuhan ekspor pada sebagian besar negara tujuan ekspor, serta kontraksi pertumbuhan pada sektor manufaktur yang menyebabkan penurunan output rekayasa transportasi, dan industri biomedis. Pertumbuhan yang moderat juga ditunjukkan oleh perkiraan tumbuhnya sektor jasa khususnya perdagangan besar, retail, bisnis jasa, dan konstruksi. Pada sisi penerimaan, kenaikan konsumsi swasta akan mendorong pengeluaran konsumsi, meskipun permintaan dalam negeri masih melemah akibat penurunan inventori. PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA Pada triwulan IV tahun 2015, pergerakan harga minyak mentah dunia mengalami penurunan akibat kondisi oversupply Pada triwulan IV tahun 2015, pergerakan harga minyak mentah dunia mengalami penurunan akibat kondisi oversupply. Tren harga minyak mentah cenderung menurun pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh OPEC memutuskan kebijakan untuk tidak melakukan pembatasan produksi, untuk mempertahankan pangsa pasar. Berdasarkan publikasi OPEC pada Desember 2015, tingkat permintaan minyak dunia pada triwulan IV tahun 2015 direvisi turun 0,02 juta barel perhari dibandingkan publikasi bulan November 2015, menjadi 93,94 juta barel per hari. Berdasarkan laporan EIA (Energy Information Administration), terdapat peningkatan stok distillate sebesar 8,7 juta barel dan stok gasoline sebesar 4,5 juta barel di Amerika Serikat pada akhir bulan Desember 2015, dibandingkan stok pada akhir bulan November 2015, menjadi berturut-turut sebesar 153,1 juta barel dan 221,4 juta barel. Kondisi ini dapat mendorong harga minyak mentah sedikit menguat, mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia. 29

41 Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Triwulanan Dunia Q1 Q2 Q3 Juli Agts Sept Crude Oil (Rata-rata) Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai Crude Oil; WTI Indonesian Crude Price Oil Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Penurunan harga minyak ICP disebabkan oleh produksi minyak mentah OPEC mengalami peningkatan produksi bulan November 2015 sebesar 0,23 juta barel per hari, dibandingkan bulan Oktober 2015 menjadi 31,7 juta barel per hari. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah dipengaruhi oleh penurunan produktifitas kilang Jepang di Yokkaichi sebesar BOPD yang disebabkan oleh kebakaran dan terdapat penurunan utilisasi kilang negara Tiongkok sebesar 2,0 persen menjadi 6,31 juta BOPD atau hanya sebesar 153,1 juta barel dan 221,4 juta barel. Gambar 6. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 30

42 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), relatif sama dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar. 31

43 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2015 adalah 4,8 persen (YoY), dengan pertumbuhan ekonomi sebesar sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2015 tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), dengan pertumbuhan ekonomi sebesar sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Rata-rata pertumbuhan tersebut di bawah target pertumbuhan ekonomi dalam anggaran pendapatan belanja Negara perubahan (APBN-P) 2015 yang besarnya 5,8 persen. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2015 merupakan pertumbuhan tertinggi selama tahun Sebelumnya, pada triwulan I sampai dengan triwulan III tahun 2015, perekonomian Indonesia hanya tumbuh masing-masing sebesar 4,7 persen (YoY). Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2015 adalah mulai efektifnya berbagai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, perekonomian juga diperkuat dengan perkembangan nilai tukar Rupiah yang mulai stabil meskipun beberapa negara partner mengalami perlambatan pertumbuhan. Gambar 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan IV Tahun 2015 (Persen) Sumber: Badan Pusat Statistik 32

44 Jasa Keuangan dan Asuransi; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Penyediaan Akomodasi; Transportasi dan Pergudangan; Konstruksi; serta Industri Pengolahan masing-masing tumbuh lebih tinggi dari triwulan IV tahun Kinerja Pertambangan dan Penggalian pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh negatif sebesar 7,9 persen (YoY). Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh 12,5 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2014 yang sebesar 7,9 persen (YoY). Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY) dari yang sebelumnya sebesar 6,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Penyediaan Akonomdasi tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2014 yang sebesar 4,6 persen (YoY). Sementara itu, pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan; Konstruksi; serta Industri Pengolahan masing-masing tumbuh sebesar 7,7 persen (YoY), 8,2 persen (YoY), serta 4,4 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Kinerja Pertambangan dan Penggalian pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh negatif sebesar 7,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar -1,5 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan ini terjadi karena pertumbuhan negatif pada Pertambangan Batubara dan Lignit sebesar 30,3 persen (YoY). Selain itu, Pertambangan Bijih Logam hanya tumbuh sebesar 0,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Di sisi lain, Pertambangan Minyak, Gas dan Panas dan Pertambangan dan Penggalian Lainnya tumbuh positif masing-masing sebesar 4,5 persen (YoY) dan 2,7 persen (YoY). Tabel 8.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) URAIAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 4,2 4,6 3,5 4,6 5,2 4,9 3,6 3,3 4,0 6,9 3,3 1,6 Pertambangan dan Penggalian 0,8 1,5 4,2 3,6-1,0 1,1 1,2 1,5-1,3-5,2-5,7-7,9 Industri Pengolahan 4,6 5,2 3,5 4,2 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,1 4,5 4,4 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 9,8 4,7 2,4 4,4 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 1,8 3,2 2,9 3,3 3,8 4,9 5,8 5,9 6,9 5,4 7,8 8,7 6,8 Konstruksi 5,4 6,3 6,5 6,2 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 8,2 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda 3,1 4,9 5,0 6,2 6,1 5,0 5,2 4,5 4,1 1,7 1,4 2,8 33

45 Motor URAIAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Transportasi dan Pergudangan 6,9 8,0 6,3 6,7 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,0 7,0 6,9 6,3 6,4 6,4 5,8 4,6 3,4 3,8 4,5 5,8 Informasi dan Komunikasi 10,6 11,4 10,1 9,5 9,8 10,5 9,8 10,3 10,1 9,7 10,7 9,7 Jasa Keuangan dan Asuransi 12,6 10,3 8,8 3,8 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,5 Real Estate 8,9 7,7 5,4 4,3 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 4,3 Jasa Perusahaan 7,8 7,6 8,2 8,0 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,8-1,8 6,6 3,8 2,7-2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,7 Jasa Pendidikan 11,1 2,8 7,7 8,3 4,6 4,5 6,3 6,6 5,0 11,7 8,1 5,3 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,0 5,4 8,4 10,7 7,6 8,7 9,6 6,0 7,1 7,5 6,3 7,4 Jasa lainnya 5,6 5,6 6,2 8,2 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,5 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Kinerja Penyediaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY) melambat. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan terjadi pada Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Jasa Perusahaan dan Jasa Pendidikan, yaitu menjadi sebesar 1,6 persen (YoY); 8,1 persen (YoY); dan 6,6 persen (YoY). Kinerja Penyediaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY) melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang dapat tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi karena pertumbuhan negatif pada Pengadaan Gas dan Produksi Es sebesar 4,2 persen (YoY). Sementara itu, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga melambat dengan hanya tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY), lebih lambat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Perlambatan ini dipengaruhi oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor serta Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya yang tumbuh melambat menjadi sebesar 2,9 persen (YoY) dan 2,4 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan pertumbuhan sebesar 1,6 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV tahun 2014 yang besarnya 3,3 persen (YoY). Jasa Perusahaan juga tumbuh melambat, 34

46 yaitu sebesar 8,1 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 9,7 persen (YoY). Jasa Pendidikan juga tumbuh melambat, menjadi sebesar 5,3 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY). Real Estate serta Informasi dan Komunikasi tumbuh melambat, masing-masing sebesar 4,3 persen (YoY) dan 9,7 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada Jasa Lainnya; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang serta yang masingmasing sebesar 8,2 persen (YoY), 6,7 persen (YoY) dan 6,8 persen (YoY). Kinerja Real Estate juga melambat, yaitu tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya 5,3 persen (YoY). Informasi dan Komunikasi tumbuh sebesar 9,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 10,3 persen (YoY). Jasa lainnya tumbuh melambat yaitu sebesar 8,2 persen (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya 8,4 persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY), juga melambat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014 yang besarnya 6,8 persen (YoY). Sementara itu, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 ditopang oleh Pengeluaran Konsumsi LNPRT, Pengeluaran Pemerintah dan PMTB. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 didorong oleh Pengeluaran Konsumsi LNPRT, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, dan Pengeluaran Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto yang masing-masing tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY), 7,3 persen (YoY) dan 6,9 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang paling tinggi adalah Konsumsi Individu yang tumbuh sebesar 10,1 persen (YoY), meningkat cukup berarti dibandingkan dibanding triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY). Sementara itu, komponen Pengeluaran Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto terbesar adalah Bangunan yang tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY) 35

47 Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2015 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) URAIAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,7 5,4 5,3 5,3 5,3 5,1 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,5 6,4 6,7 12,8 23,2 22,4 5,8-0,5-8,1-8,0 6,6 8,3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,0 3,1 12,0 7,7 6,1-1,8 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,3 7,5 5,3 5,6 2,0 5,2 4,1 4,5 4,6 4,6 3,9 4,8 6,9 Ekspor Barang dan Jasa 3,5 2,1 1,3 9,4 3,2 1,4 4,8-4,6-0,6 0,0-0,6-6,4 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2,9 0,9 4,9-0,9 5,0 0,4 0,3 3,2-2,2-7,0-5,9-8,1 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,5 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 Sumber : Badan Pusat Statistik Pada triwulan IV tahun 2015, Pengeluaran Pengeluaran Konsumsi Konsumsi Pemerintah LNPRT tumbuh tumbuh sebesar sebesar 7,3 persen 8,3 (YoY). persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2015, Pengeluaran Konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga) tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan IV tahun 2014 yang sebesar -0,5 persen (YoY). Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi LNPRT didorong oleh berbagai kegiatan persiapan, pelaksanaan dan pasca-pilkada yang berlangsung pada bulan Desember Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY), meningkat cukup signifikan dibandingkan pada triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,9 persen (YoY). Peningkatan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan IV tahun 2015 didorong oleh peningkatan konsumsi individu yang besarnya 10,1 persen (YoY) dan peningkatan konsumsi kolektif sebesar 5,6 persen (YoY). Komponen konsumsi individu pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh lebih besar dibandingkan triwulan IV tahun 2014, yang masing-masing adalah sebesar 2,0 persen (YoY). Sementara itu, pada triwulan IV tahun 2015 konsumsi kolektif tumbuh lebih besar dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang sebesar 0,2 persen (YoY). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB 36

48 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan IV tahun Pada triwulan IV tahun 2015, ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana ekspor terkontraksi sebesar 6,4 persen (YoY). Impor barang dan jasa pada triwulan III tahun 2015 terkontraksi menjadi sebesar 8,1 persen (YoY). pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya mencapai 4,6 persen (YoY). Peningkatan PMTB terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan Bangunan sebesar 8,2 persen (YoY), pertumbuhan Peralatan lainnya sebesar 7,8 persen (YoY) dan pertumbuhan Kendaraan sebesar 7,3 persen (YoY). Produk kekayaan intelektual serta Mesin dan Perlengkapan masing-masing tumbuh sebesar 6,4 persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Sementara itu, Cultivated Biological Resources (CBR) terkontraksi menjadi sebesar -3,6 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana ekspor barang dan jasa masih terkontraksi sebesar -6,4 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang terkontraksi sebesar -4,6 persen (YoY). Ekspor barang nonmigas tumbuh negatif sebesar -10,0 persen (YoY). Sementara itu, ekspor barang migas mengalami peningkatan, yaitu tumbuh sebesar 11,6 persen pada triwulan IV tahun Di sisi lain, pertumbuhan ekspor jasa relatif tetap dibandingkan triwulan IV tahun 2015, yaitu sebesar 0,1 persen (YoY). Pertumbuhan negatif ekspor barang dan jasa tersebut diantaranya dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi negara mitra dagang, seperti Amerika Serikat yang melemah dari 2,0 persen menjadi 0,7 persen dan Tiongkok yang melambat dari 6,9 persen menjadi 6,8 persen. Di sisi lain, impor barang dan jasa terkontraksi sebesar - 8,1 persen (YoY) atau menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 3,2 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan impor terjadi akibat impor barang nonmigas dan jasa yang masing-masing terkontraksi sebesar -8,1 persen (YoY) dan -7,7 persen (YoY). Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan IV tahun 2015 menurun menjadi 102,8 yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen menurun dibandingkan triwulan 37

49 Indeks tendensi konsumen (ITK) pada triwulan IV tahun 2015 menurun. sebelumnya. Penurunan kondisi ekonomi konsumen disebabkan oleh penurunan pada semua komponen indeks. Komponen pendapatan rumah tangga menurun dengan nilai sebesar 103,1. Selain itu, komponen pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari serta tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan juga menurun dengan nilai sebesar 101,9. Tingkat optimisme konsumen ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang mencapai 102,8. Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pendapatan rumah tangga 108,8 110,7 113,5 106,1 96,63 104,4 108,4 103,1 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 110,4 112,6 109,9 106,3 109,0 105,6 108,1 101,9 112,5 108,5 113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 103,0 Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 Sumber: Badan Pusat Statistik Pertumbuhan ITK pada triwulan IV tahun 2015 menurun, namun diperkirakan meningkat pada triwulan I tahun Pada triwulan IV tahun 2015 pertumbuhan ITK menurun 4,5 persen (YoY), seiring persepsi konsumen yang menganggap triwulan IV tahun 2015 kurang baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat persepsi konsumen pada triwulan I tahun 2016 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 dengan ITK yang diperkirakan besarnya 105,4. Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan I tahun 2016 didorong oleh peningkatan semua komponen indeks. Komponen pendapatan rumah tangga sebesar diperkirakan besarnya 108,1. Sementara itu, komponen rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan diperkirakan besarnya 100,5. 38

50 Gambar 8. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia, pada bulan Oktober mulai meningkat tipis dan terus meningkat hingga bulan Januari KETERANGAN Setelah menurun signifikan pada bulan September 2015 yaitu sebesar 97,5, indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan Oktober mulai meningkat tipis menjadi sebesar 99,3. Peningkatan nilai IKK terus berlangsung hingga bulan Januari 2016, yaitu mencapai sebesar 112,6. Peningkatan yang berlangsung dari awal triwulan III tahun 2015 hingga triwulan IV tahun 2015 tersebut, terutama didorong oleh meningkatnya Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masing-masing sebesar 11,2 dan 18,2. Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2015 Januari Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des Jan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 112,8 111,3 109,9 112,6 97,5 99,3 103,7 107,5 112,6 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 102,6 100,3 98,8 101,2 87,8 87,5 92,6 94,0 99,9 Penghasilan saat ini 120,9 120,5 114,6 121,6 108,1 106,7 109,3 112,3 117,7 Ketersediaan lapangan kerja 89,5 86,1 84,9 85,0 68,6 66,8 76,8 78,5 88,0 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 98,5 94,3 97,0 97,1 86,7 88,9 91,7 91,2 93,8 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 122,9 122,4 120,9 124,0 107,2 111,2 114,8 121,0 125,4 Ekspektasi Penghasilan 139,5 138,7 137,7 143,4 128,8 131,0 133,1 139,6 143,0 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan 107,5 105,9 104,7 107,3 85,7 92,4 96,8 103,5 105,0 39

51 Kerja KETERANGAN Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des Jan Ekspektasi Kegiatan Usaha 121,9 122,5 120,4 121,3 106,9 110,2 114,4 120,0 121,1 Sumber: Bank Indonesia IKE kembali menguat pada bulan November 2015 menjadi sebesar 92,6 dan terus menguat hingga bulan Januari 2016 menjadi sebesar 99,9. Setelah mengalami fluktuasi pada bulan Mei hingga bulan September 2015, IKE kembali melemah tipis pada bulan Oktober 2015 yaitu menjadi sebesar 87,5. Nilai IKE kembali menguat pada bulan November 2015 menjadi sebesar 92,6 dan terus menguat hingga bulan Januari 2016 menjadi sebesar 99,9. Pada bulan Januari 2016, terjadi penguatan IKE dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya yang disebabkan oleh persepsi responden terhadap penghasilan yang meningkat dari 106,7 pada bulan Oktober 2015 menjadi sebesar 117,7 pada bulan Januari Selain itu, penguatan IKE juga disebabkan oleh persepsi responden terhadap ketersediaan lapangan kerja yang juga meningkat dari 66,8 pada bulan Oktober 2015 menjadi sebesar 88,0 pada bulan Januari Indeks persepsi responden terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama pada bulan Januari 2016 juga mengalami peningkatan dibandingkan bulan Oktober 2015, yaitu menjadi sebesar 93,8. Sejalan dengan IKK, IEK juga mengalami fluktuasi pada bulan Mei hingga bulan September 2015, kemudian terus meningkat sejak bulan Oktober 2015 hingga bulan Januari Sejalan dengan IKK, IEK juga mengalami fluktuasi pada bulan Mei hingga bulan September 2015, kemudian terus meningkat sejak bulan Oktober 2015 hingga bulan Januari Nilai IEK pada bulan Januari 2016 sebesar 125,4, meningkat dibandingkan dengan IEK pada bulan Oktober 2015 yang besarnya 111,2. Pada bulan Januari 2016, indeks ekspektasi kegiatan usaha yang meningkat dari 110,2 pada bulan Oktober 2015 menjadi 121,1. Di sisi lain, indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan indeks ekspektasi penghasilan juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 12,6 dan 12,0 sejak bulan Oktober 2015 hingga bulan Januari

52 Gambar 9. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2015 Januari 2016 Sumber: Bank Indonesia Trend peningkatan IKK terjadi pada bulan Spetember 2015 hingga bulan Januari Trend peningkatan IKK terjadi pada bulan September 2015 hingga bulan Januari 2016 setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami fluktuasi yang cukup besar. Pada bulan September 2015, pertumbuhan IKK sempat mengalami pelemahan signifikan sebesar 18,6 persen (YoY). Pada bulan Oktober 2015, IKK menguat tipis, yaitu dengan mengalami pelemahan sebesar 17,7 persen (YoY). Penguatan IKK terus berlanjut hingga bulan Januari 2016, yaitu dengan pelemahan IKK yang besarnya 6,3 persen. Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar. tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar, meningkat tajam dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar. Surplus tersebut didorong oleh meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan menjadi sebesar USD9,5 miliar pada triwulan IV tahun 2015, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar sebesar USD0,3 miliar. Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan meningkat menjadi sebesar USD5,1miliar ( 2,4 persen PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang besarnya USD4,2 miliar (1,9 persen PDB). 41

53 Meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan tersebut disebabkan oleh penurunan neraca perdagangan nonmigas akibat ekspor nonmigas yang tumbuh negatif sebesar 4,2 persen (QtQ) karena masih lemahnya permintaan global dan terus menurunnya harga komoditas. Gambar 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) Sumber: Bank Indonesia Impor nonmigas tumbuh sebesar 7,5 persen (QtQ) seiring dengan meningkatnya permintaan domestik Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD105,9 miliar Di sisi lain, impor nonmigas tumbuh sebesar 7,5 persen (QtQ) seiring dengan meningkatnya permintaan domestik. Sementara itu, perbaikan kinerja neraca perdagangan migas, neraca jasa, serta neraca pendapatan primer dan sekunder tidak bisa mengimbangi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas. Walaupun demikian, defisit transaksi berjalan pada triwulan IV tahun 2015 relatif lebih baik dibandingkan pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya USD6,0 miliar (2,7 persen PDB). Seiring dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mencapai sebesar USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan impor; atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD 101,7 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor. 42

54 Gambar 11. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun 2015 (Miliar USD) Sumber: Bank Indonesia Surplus neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan IV tahun 2015 meningkat signifikan, yaitu mencapai USD9,5 miliar. Di sisi lain, neraca transaksi modal dan finansial meningkat secara signifikan pada triwulan IV tahun 2015 menjadi sebesar USD9,5 miliar. Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang besarnya USD0,3 miliar. Surplus tersebut bersumber dari surplusnya investasi portofolio seiring masuknya dana asing pada obligasi pemerintah serta surplus investasi lainnya seiring bertambahnya penarikan pinjaman luar negeri. Selain itu, menurunnya ketidakpastian perekonomian global dan meningkatnya keyakinan terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menjadi pendorong meningkatnya kinerja neraca transaksi modal dan finansial. Gambar 12. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Investasi langsung Investasi Portofolio Investasi lainnya Sumber : Bank Indonesia 43

55 Pada triwulan IV tahun 2015 investasi langsung surplus sebesar USD2,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD1,8 miliar. Pada triwulan IV tahun 2015, investasi portofolio surplus sebesar USD4,4 miliar, meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,5 miliar. Pada triwulan IV tahun 2015 investasi lainnya surplus sebesar USD2,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya yang sebesar USD0,5 miliar. Pada triwulan IV tahun 2015, aliran investasi langsung surplus sebesar USD2,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD1,8 miliar. Meningkatnya surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya neto aliran masuk investasi langsung sisi kewajiban yang sebesar USD3,6 miliar dari yang sebelumnya USD3,1 miliar. Selain itu juga didukung oleh menurunnya arus keluar investasi langsung sisi asset dari yang sebelumnya USD1,3 miliar menjadi USD1,2 miliar. Pada triwulan IV tahun 2015, investasi portofolio surplus sebesar USD4,4 miliar, meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,5 miliar. Perkembangan tersebut didorong oleh aksi investor asing yang melakukan neto beli atas surat utang pemerintah berdenominasi Rupiah. Selain itu, terjadi penurunan neto jual asing terhadap surat berharga sektor swasta domestik, baik berupa saham maupun obligasi. Dari sisi aset, meningatnya kinerja investasi portofolio juga didukung oleh pelepasan kepemilikan atas surat berharga asing oleh masyarakat. Pada triwulan IV tahun 2015 investasi lainnya surplus sebesar USD2,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya yang besarnya USD0,5 miliar. Meningkatnya kinerja tersebut didukung oleh terjadinya surplus aset investasi lainnya yang besarnya melebihi penurunan surplus kewajiban investasi lainnya. Surplus sisi aset investasi lainnya bersumber dari penarikan simpanan sektor swasta domestik pada bank di luar negeri serta pembayaran atas piutang dagang dan pinjaman yang diberikan. Sementara itu, turunnya surplus sisi kewajiban investasi lainnya disebabkan oleh penurunan surplus investasi lainnya pada sektor publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan surplus investasi lainnya pada sektor swasta. 44

56 Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 I. Transaksi Berjalan -6,0-10,1-8,6-4,3-4,9-9,6-7,0-6,0-4,2-4,3-4,2-5,1 A. Barang 1,6-0,6 0,1 4,7 3,4-0,4 1,6 2,4 3,1 4,1 4,1 2,0 - Ekspor 44,9 45,2 43,8 48,1 43,9 44,5 43,6 43,2 37,8 39,7 36,1 34,7 - Impor -43,3-0,5-43,7-43,4-40,6-4,5-42,0-40,8-34,8-35,6-31,9 1. Barang Dagangan Umum - 32,8 0,1-0,8-0,5 4,2 2,8-0,7 1,2 2,2 2,7 3,8 4,0 2,0 - Ekspor, fob. 44,6 45,0 43,2 47,5 43,4 44,2 43,2 42,9 37,5 39,4 35,7 34,4 - Impor, fob. -43,3-45,8-43,7-43,4-40,6-44,9-42,0-40,8-34,8-35,6-3,2 1. Non-migas 4,1 1,3 2,1 6,3 5,6 2,5 4,3 4,9 3,9 5,9 6,2 3,0 a. Ekspor 36,1 37,0 34,7 38,9 35,8 36,7 36,0 36,6 33,1 34,7 32,0 30,7 b. Impor -32,0-35,8-32,6-32,6-30,2-34,2-31,6-31,6-29,1-28,8-25,9 2. Migas -2,9-2,1-2,6-2,1-2,7-3,2-3,1-2,8-1,3-2,1-2,1-1,0 a. Ekspor 8,5 7,9 8,5 8,7 7,6 7,5 7,3 6,4 4,4 4,6 3,7 3,7 b. Impor -11,3-10,0-11,2-10,8-10,3-10,7-10,4-9,2-5,6-6,8-5,8-4,7 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1-0,1 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 - Impor, fob. 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0-0,3-0,4 B. Jasa jasa -2,6-3,6-2,8-3,1-2,1-2,8-2,5-2,6-1,8-2,7-2,2-1,8 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial - 32,4-27,7 0,0 8,7 4,5 8,6 6,4 14,5 14,5 9,6 5,1 2,2 0,3 9,5 1. Investasi langsung 3,3 3,3 5,4 0,2 2,0 4,4 5,8 2,7 1,7 3,5 1,8 2,3 2. Investasi portofolio 0,4 3,8 1,5 1,8 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,6-2,2 4,8 3. Investasi lainnya -6,9 1,6-2,1 6,7-4,2 2,0 1,4 5,1-5,2-6,8 0,5 2,7 IV. Total (I + II + III) -6,0-1,4-4,1 4,3 1,5 4,9 7,5 3,6 0,9-2,1-3,9 4,4 V. Selisih Perhitungan Bersih VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) - Posisi Cadangan Devisa -0,6-1,0 1,4-0,1 0,6-0,6-1,0-1,2 0,4-0,9-0,7 0,7-6,6-2,5-2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3-2,9-4,6 5,1 104,8 98,1 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 Dalam Bulan Impor 5,7 5,4 5,2 5,5 5,7 6,1 6,3 6,4 6,6 6,8 6,8 7,4 Transaksi Berjalan (%PDB) Sumber : Bank Indonesia -2,6-4,2-3,7-2,1-2,3-4,3-3,0-2,7-2,0-2,0-1,9-2,4 105, 9 45

57 Box 1. Dampak Penutupan Empat Perusahaan pada Sektor Industri di Indonesia Pada awal tahun 2016, sektor industri di Indonesia bergejolak akibat beberapa perusahaan menghentikan operasinya di Indonesia, yaitu dalam industri otomotif dan industri elektronik. Dalam industri otomotif, PT Ford Motor Indonesia (FMI) resmi menututup usahanya di Indonesia pada 25 Januari Seluruh operasi PT FMI akan diberhentikan sebelum akhir tahun 2016 dan akan dikonsentrasikan pada sumber daya yang ada di tempat lain. PT FMI berhenti beroperasi disebabkan oleh penjualan yang relatif masih kecil dan justru mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gakindo), dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2011 penjualan dan pangsa pasar PT FMI terus menurun. Pada tahun 2011, penjualan PT FMI mencapai unit atau 1,8 persen dari total penjualan mobil tahun Pada tahun 2012, penjualan menurun 23,7 persen atau menjadi unit dengan pangsa pasar sebesar 1,1 persen. Pada 2013, penjualan kembali menurun 17,4 persen yaitu menjadi unit dengan pangsa pasar di bawah 1,0 persen. Penjualan PT FMI pada tahun 2014 meningkat 21,2 persen, atau menjadi sebesar unit dengan pangsa pasar mendekati 1,0 persen. Pada tahun 2015 penjualan PT FMI menurun signifikan sebesar 58,5 persen, yaitu menjadi unit dengan pangsa pasar sebesar 0,5 persen. Dampak penutupan PT FMI secara langsung tidak terlalu signifikan karena hanya memperkerjakan 32 pekerja. Namun demikian, penutupan tersebut berpengaruh pada distributor PT FMI yang tersebar di 20 wilayah, atau terdapat potensi pengangguran dari distributor-distributor PT FMI di ke-20 wilayah tersebut. Sementara itu, menurut Ketua III Gakindo, Johnny Darmawan, berhentinya PT FMI di Indonesia tidak mencerminkan potensi pasar otomotif Indonesia di waktu mendatang. Rasio antara kepemilikan mobil dengan jumlah penduduk di Indonesia masih relatif rendah. Selain itu, daya beli masyarakat relatif meningkat sehingga menyebabkan permintaan mobil baru akan relatif tetap tinggi. Sementara itu, menurut Kepala BKPM, Franky Sibarani, berhentinya operasi PT FMI di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap investasi di Indonesia. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Saleh Husein, bahwa PT FMI tidak berinvestasi dengan membangun pabrik di Indonesia tetapi mengimpor dari pabrik di Thailand, sehingga walaupun berhenti beroperasi relatif tidak mempengaruhi investasi nasional. Pada industri elektronik, restrukturisasi perusahaan yang dilakukan oleh Grup Panasonic Gobel pada tiga pabrik yang berlokasi di Cikarang dan Cileungsi, Jawa Barat serta di Pasuruan, Jawa Timur menimbulkan kekhawatiran beberapa kalangan. 46

58 PT Toshiba yang berlokasi di Cikarang akan ditutup pada bulan April Sementara itu, PT Panasonic Lighting Indonesia (PLI) di Pasuruan, Jawa Timur telah ditutup pada awal Januari 2016, sedangkan PT PLI yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat akan ditutup pada bulan Februari Kedua pabrik PT PLI di Cikarang dan Pasuruan tersebut kemudian digabung (merger) dan dikonsentrasikan di Pasuruan, Jawa Timur dan Cileungsi, Jawa Barat. Penggabungan tersebut bertujuan agar perusahaan dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memperkuat daya saing. PT PLI bermaksud mengganti proses produksi dan teknologi lampu dengan yang lebih baik dan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Hal tersebut dilatarbelangi oleh berubahnya preferensi pasar dari lampu hemat energi compact fluorencent lamp (CFL) dan beralih ke lampu light emitting diode (LED). Penutupan ketiga pabrik Grup Panasonic Gobel, menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sekitar 2500 pekerja. Jumlah tersebut terdiri dari sekitar anggota KSPI di PT PLI dan 970 anggota KSPI di PT Toshiba. Penutupan pabrik berpotensi menyebabkan PHK terhadap pekerja di PT PLI Pasuruan untuk periode Desember 2015 sampai dengan Januari 2016, serta pekerja di PT PLI Cikarang untuk periode Januari 2016 sampai dengan Maret Selain PT PLI dan PT Toshiba, PT Samoin dan PT Starlink yang merupakan perusahaan elektronik dari Korea Selatan juga telah selesai beroperasi di Indonesia pada bulan Januari Akibat dari penutupan usaha tersebut adalah terjadinya PHK pada pekerja pada PT Samoin dan 500 pekerja pada PT Starlink. Sementara itu, menurut Ketua Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani, penutupan tiga pabrik Grup Panasonic Gobel tidak bisa dijadikan sebagai indikator melemahnya iklim industri elektronik di Indonesia. Dari puluhan pabrik PT PLI, tidak semua pabrik menutup operasional usaha dan melakukan PHK. Selain itu, pada Januari 2016 jumlah permohonan izin prinsip untuk perusahaan elektronik di Indonesia meningkat 106 persen dibandingkan tahun Berdasarkan klarifikasi yang diterima oleh BKPM, jumlah pekerja yang terkena PHK adalah sebanyak 425 pekerja pada PT PLI dan 360 pekerja pada PT Toshiba. Beberapa faktor yang dinilai sebagai penyebab melesunya industri elektronik di Indonesia adalah kondisi pasar yang tidak kondusif akibat pengaruh dari melambatnya pasar global. Perlambatan ekonomi tersebut menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Selain itu, menurut ketua KSPI, pengendalian upah yang diatur dalam PP Nomor 78 tahun 2015 menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, terutama buruh pabrik yang merupakan pasar utama dari industri elektronik. 47

59 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan akhir tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp374,5 triliun. Sementara itu, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.098,6 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.187,7 triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp 2.346,7 triliun pada tahun Realisasi penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp81,9 triliun atau 168,5 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

60 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Dalam tahun 2015, utang pemerintah mencapai Rp374,5 triliun Dalam periode 5 tahun terakhir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 38,2 persen. Pada tahun 2011 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp102,7 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 374,5 triliun di tahun Di tahun 2015, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp361,6 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar Rp12,3 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,6 triliun (Tabel 13). Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (triliun rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 Real 2015 Rata-Rata I SBN (Neto) 119,9 159,7 224,6 265, ,8 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (17,8) (23,5) (5,8) (13,4) 12.3 a. Penarikan (Bruto) 33,7 31,4 51,4 50, ,8 i. Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 16, ,8 ii. Pinjaman Proyek 14,3 12,6 33,0 33, ,1 b. Penerusan Pinjaman (4,2) (3,8) (3,9) (1,2) (3.6) (3,9) c. Pembayaran Cicilan Pokok (47,3) (51,1) (57,2) (64,2) (66.0) 8,7 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 0,6 0,8 0,5 2,2 0.6 (0,8) Jumlah 102,7 137,0 219,3 253,7 374,5 38,2 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Dibandingkan SBN, pinjaman (neto) memiliki proporsi terbesar terhadap APBN-P 2015 Pada tabel 14 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan Triwulan III tahun Berdasarkan komposisinya, pinjaman (neto) memiliki proporsi terbesar yakni 241,9 persen. Dari besaran tersebut, pinjaman luar negeri (neto) dan dalam negeri (neto), masing-masing menyumbangkan proporsi 263 persen dan 37,4 persen. Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang (Triliun Rupiah) Real Real APBN-P Real Persentase INSTRUMEN thd APBN-P TOTAL (neto) ,7 276,7 373,1 135,4% PINJAMAN (neto) ,3-18,4 12,9 241,9% Pinjaman Luar Negeri (neto) -5,8-13,4-20,1 12,3 263,0% - Pinjaman Program 18,4 16,9 7,5 55,1 734,5% - Pinjaman Proyek 36,9 35,0 41,1 26,8 65,2% - Penerusan Pinjaman (SLA) -3,9-1,2-4,5-3,6 78,9% - Pembayaran Cicilan Pokok ULN -57,2-64,2-64,2-66,0 102,8% 49

61 INSTRUMEN Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Real 2015 Persentase thd APBN-P Pinjaman Dalam Negeri (neto) 0,5 2,2 1,7 0,6 37,4% - Pinjaman Dalam Negeri 0,6 2,4 2,0 0,8 38,9% - Pembayaran Cicilan Pokok PDN 0,1 0,2 0,3-0,1-47,1% SURAT BERHARGA NEGARA (neto) 224,7 265,0 295,1 361,6 122,5% - SBN 327,7 428,1 452,2 514,0 113,7% - Jatuh tempo dan Buyback SBN -103,1-163,2-157,1-152,4 97,0% Sumber : Kementerian Keuangan Posisi Utang Pemerintah Dalam kurun waktu , total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 14,4 persen Posisi utang pemerintah dalam periode tahun dapat dilihat pada Tabel 15. Total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.098 triliun atau meningkat rata-rata sebesar 14,4 persen. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp751,9 triliun atau naik rata-rata sebesar 4,9 persen. Sementara itu, outstanding SBN mencapai Rp2.346,7 triliun atau meningkat rata-rata sebesar 18,6 persen. Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Outstanding (triliun rupiah) Rata-Rata Total Utang Pemerintah Pusat 1.809, , , , ,6 14,4 a Pinjaman 621,3 616,6 714,4 677,6 751,9 4,9 1, Pinjaman Luar Negeri 620,3 614,8 712,2 674,3 748,1 4,8 Bilateral*) 381,7 359,8 383,5 334,6 337,8-3,0 Multilateral**) 213,0 230,2 288,3 292,3 360,0 14,0 Komersil***) 25,2 24,4 40,0 47,2 50,1 18,8 Suppliers***) 0,5 0,4 0,4 0,2 0,2-23,6 Lain-Lain***) , Pinjaman Dalam Negeri 1,0 1,8 2,3 3,2 3,9 39,8 b SBN 1.187, , , , ,7 18,6 Denominasi Valas 195,6 264,9 399,4 456,6 610,6 32,9 Denominasi Rupiah 992, , , , ,1 15,0 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan Persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama dapat dilihat pada Tabel 16. Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur 50

62 utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 34,3 persen di tahun 2011 menjadi 24,3 persen tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Total Utang Pemerintah Pusat (triliun rupiah) 1.809, , , , ,6 a Pinjaman (triliun rupiah) 621,3 614,3 714,4 677, b SBN (triliun rupiah) 1.187, , , ,2 2,346.7 Denominasi Valas 195,6 264,9 399,4 456, Denominasi Rupiah 992, , , ,6 1,736.1 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 34,3 31,1 30,1 26,0 24,3 Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 10,8 13,4 16,8 17,5 19,7 Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 54,8 55,5 53,1 56,5 56,0 Sumber: Kementerian Keuangan Hingga akhir 2015, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai sekitar 75 persen dari total utang pemerintah Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu Utang pemerintah dalam bentuk SBN sekitar 75 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 10,8 persen pada tahun 2011 menjadi 19,7 persen tahun Surat Berharga Negara (SBN) Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan selama Tabel 17 dibawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp1.187,7 triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp2.346,7 triliun tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 18,9 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp723,6 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp1.446,9 triliun tahun Dalam kurun waktu , penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 35 persen Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu , penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 35 51

63 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp195,7 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp610,6 triliun tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan 2015, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD39,7 miliar, mata uang Yen Jepang sebesar JPY255 miliar, dan dalam mata uang euro sebesar EUR2,25 miliar. Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (triliun Rupiah) JENIS SBN 31-Des Des Des Des Des-15 I. SBN Rupiah Fixed Rate , , , , ,0 Variable Rate , , , , ,0 Zero Coupon 2.512, ,0 - - SPN , , , , ,0 SBSN , , , , ,0 Total SBN Rupiah , , , , ,0 II. SBN Valas SUN (dalam juta USD) , , , , ,0 SBSN (dalam juta USD) 1.650, , , , ,0 SUN (dalam juta JPY) , , , , ,0 SUN (dalam juta EUR) , ,0 Total SBN Valas , , , , ,0 III. Yang tidak diperdagangkan SPNS ,0 SUP , , , , ,0 SPN ,0 SBR , ,0 SDHI , , , , ,0 Total SBN Valas , , , , ,0 GRAND TOTAL SBN , , , , ,0 Asumsi Kurs (IDR/USD) 9.068, , , , ,0 Asumsi Kurs (IDR/JPY) 117,0 112,0 116,0 104,0 114,52,0 Asumsi Kurs (IDR/EUR) , ,0 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 60,9 80,5 59,9 62,7 61,7 SBN Valas (dalam %) 16,5 19,5 24,0 23,6 26,0 Sumber: Kementerian Keuangan SBN masih menjadi prioritas utama dalam pembiayaan APBN-P 2015 Selanjutnya Tabel 18 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2015 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. 52

64 Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Nominal Target APBN- % Realisasi Target APBN- Realisasi sd 31 Uraian P (defisit (thd defisit P Desember 2,6%) 2,8%) 2015 SBN Netto , , , SBN Jatuh Tempo , , , Rencana Buyback , , , Kebutuhan Penerbitan 2015 (Bruto)* , , , SUN ,0 SUN Domestik ,0 - ON ,0 - SPN ,0 - Private Placement ,0 - SUN RITEL ,0 SUN Valas ,0 SBSN ,0 SBSN Domestik ,0 SBSN Valas ,0 Sumber : Kementerian Keuangan Investor nonbank masih mendominasi kepemilikan SBN domestik Dalam kurun waktu , kepemilikan investor asing pada SBN meningkat menjadi 38,2 persen Posisi kepemilikan SBN domestik dapat dilihat pada Tabel 19. Dari sisi kepemilikan, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank, terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp962,9 triliun atau 65,9 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp350,1 triliun atau 23,9 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 10,2 persen dimiliki oleh Institusi Pemerintah. Tabel 19 juga menunjukkan komposisi kepemilikan SBN domestik. Kepemilikan investor asing pada SBN domestik meningkat menjadi 38,2 persen. Di satu sisi, tingginya kepemilikan asing mengindikasikan instrumen keuangan Indonesia masih cukup menarik. Sementara di sisi lain, tingkat kerentanan terhadap pembalikan modal (sudden reversal) juga semakin meningkat. 53

65 Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK (triliun Rupiah) Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 265,0 299,7 335,4 375,6 350,1 7,2 24,0 Institusi Pemerintah 7,8 3,1 44,4 41,6 148,9 108,8 10,2 Nonbank 450,8 517,5 615,4 792,8 962,9 20,9 65,9 Reksadana 47,2 43,2 42,5 45,8 61,6 6,9 4,2 Asuransi 93,1 83,4 129,6 150,6 171,6 16,5 11,7 Asing 222,9 270,5 323,8 461,4 558,5 25,8 38,2 Dana Pensiun 34,4 56,5 39,5 43,3 49,8 9,7 3,4 Sekuritas 0,1 0,3 0,9 0,8 0,3 16,7 0,0 Individu 32,5 30,4 42,5 2,9 Lain lain 53,1 64,6 46,7 60,5 78,5 10,3 5,4 Total 723,6 820,3 995, ,0 1461,8 19,2 100,0 Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Realisasi pinjaman luar luar negeri mencapai Rp81,9 164,3 triliun persen dari APBN-P 2015 Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 20 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun Realisasi pinjaman luar negeri mencapai 168,5 persen dari APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut merupakan realisasi penarikan pinjaman proyek yang baru mencapai Rp26,8 triliun (65,2 persen dari APBN-P 2015) dan pinjaman program sebesar Rp55,1 triliun (734,5 persen dari APBN-P 2015). Beberapa faktor seperti lambatnya proses pengadaan barang dan jasa, dan pemberian ijin pemanfaatan lahan, menjadi penyebab rendahnya realisasi pinjaman proyek. Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman (trilun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Real 2015 Proporsi thd APBN-P 2015 PINJAMAN 34,4 32,0 55,8 54,1 50,3 82,7 164,3 Pinjaman Luar Negeri 33,8 31,0 55,3 52,0 48,6 81,9 168,5 - Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 16,9 7,5 55,1 734,5 - Pinjaman Proyek 14,3 12,7 36,9 35,1 41,1 26,8 65,2 Pinjaman Dalam Negeri 0,6 0,8 0,5 2,2 1,7 0,8 45,7 Sumber : Kementerian Keuangan 54

66 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar USD35.119,6 juta, mengalami penurunan sebesar 18,8 persen jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun Pada akhir triwulan IV tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD34.750,5 juta atau menurun sebesar 19,9 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD369,1 juta, yang disebabkan karena neraca perdagangan sektor nonmigas surplus sebesar USD1.394,5 juta. 55

67 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Paket Kebijakan Ekonomi IX Percepatan Pembangunan Infrastruktur Tenaga Listrik, Stabilisasi Harga Daging, dan Peningkatan Sektor Logistik Desa-Kota Isu prioritas dalam paket kebijakan ekonomi IX yang terkait dengan perdagangan adalah stabilisasi harga daging serta peningkatan sektor logistik dari desa ke pasar globa.l Dalam paket kebijakan ekonomi IX, arah kebijakan diprioritaskan pada 3 (tiga) isu, yaitu (1) percepatan pembangunan infrastruktur tenaga listrik, (2) stabilisasi harga daging, dan (3) peningkatan sektor logistik desa-kota. Terkait isu pertama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Selain demi memenuhi kebutuhan listrik untuk rakyat, pembangunan infrastruktur ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi. Kebijakan yang akan diambil terkait stabilisasi harga daging adalah menambah sumber alternatif penyediaan hewan dan produk hewan dari negara maupun zona tertentu (yang ditetapkan OIE). Terkait isu stabilisasi pasokan dan harga daging sapi, guna mengatasi terbatasnya jumlah negara pemasok maka Pemerintah Indonesia perlu memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan - yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE) - untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan. Untuk itu Menteri Pertanian akan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE. Dengan demikian, pemasukan ternak dan produk hewan dalam kondisi tertentu tetap bisa dilakukan, seperti dalam keadaan bencana, kurangnya ketersediaan daging, atau ketika harga daging sedang naik yang bisa memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas harga. Jenis ternak yang dapat dimasukkan berupa sapi atau kerbau bakalan, sedangkan produk hewan yang bisa didatangkan berupa daging tanpa tulang dari ternak sapi dan/atau kerbau. Kebijakan ini diharapkan mampu menstabilisasi pasokan daging dalam negeri dengan harga yang terjangkau dan kesejahteraan peternak tetap meningkat. 56

68 Pembangunan efisiensi, daya saing, dan konektivitas ekonomi desa-kota dilakukan melalui deregulasi 5 (lima) jenis usaha. Terkait isu sektor logistik dari desa ke pasar global, perlu dilakukan pembenahan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desakota. Lima jenis usaha yang dideregulasi, adalah : a. Pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial dengan cara menyelaraskan ketentuan tentang besaran tarif guna mendorong efisiensi jasa pelayanan pos. b. Penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengoperasikan pelabuhan. c. Optimalisasi sinergi BUMN sebagai agregator/konsolidator ekspor produk-produk UKM, geographical inidications (seperti akar wangi, gambir, dan sejenisnya), dan ekonomi kreatif (seperti film, musik, dan sejenisnya). d. Sistem pelayanan terpadu kepelabuhan secara elektronik, dengan cara pengembangan port system menjadi inaportnet yang terintegrasi ke dalam INSW guna memperlancar pergerakan barang dan dokumen di pelabuhan. e. Penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi. Gejolak Harga Pangan Masih Mengancam Inflasi Panjangnya rantai logistik dan tingginya perbedaan harga pangan antar wilayah berpotensi menyebabkan lonjakan harga pangan, yang akan berujung pada tekanan inflasi. Rantai logistik yang panjang antara lain pada komoditas beras, cabai merah, bawang merah, jagung pipilan, dan daging ayam ras. Bank Indonesia (BI) mengkhawatirkan tekanan inflasi akibat gejolak harga bahan makanan. Rantai logistik yang panjang dan perbedaan harga pangan yang tinggi antar wilayah Indonesia, membuat potensi lonjakan harga pangan masih terjadi. Rantai logistik yang panjang pernah dikeluhkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS, saat ini distribusi perdagangan beras, cabai merah, bawang merah, jagung pipilan, dan daging ayam ras dari produsen ke konsumen akhir melibatkan dua hingga sembilan fungsi kelembagaan usaha perdagangan. Jalur distribusi perdagangan terpanjang adalah untuk komoditas cabai merah, bawang merah, dan jagung pipilan di Jawa Tengah. Sedangkan jalur distribusi perdagangan 57

69 Integrasi SRG mobile dengan PLK diharapkan akan meningkatkan volume SRG dan PLK. terpanjang untuk komoditas beras dan daging ayam ras ada di DKI Jakarta. Rantai perdagangan yang panjang membuat margin perdagangan dan pengangkutan menjadi lebih besar. Dengan margin yang besar, biaya yang harus dibayar oleh konsumen terhadap suatu bahan pangan menjadi lebih mahal. Selain memperbaiki logistik atau distribusi, perbaikan produksi juga diperlukan. Sebab gangguan iklim seperti El Nino dan La Nina mengancam ketersediaan bahan makanan. Volume Resi Gudang dan Pasar Lelang Akan Meningkat 2016 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyatakan volume Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) akan meningkat pada 2016 seiring integrasi keduanya melalui perangkat dalam jaringan (daring/online). Namun, karena masih dalam tahap embiro, belum bisa diprediksi seberapa jauh perkembangannya. Kepala Bappebti Sutriono Edi, pada bulan Juni 2016 akan diluncurkan SRG mobile yang terintegrasi dengan PLK di dua daerah percontohan (pilot project), yaitu Tasikmalaya dan Ciamis. Komoditas yang paling banyak disimpan di gudang SRG adalah gabah. Komoditas dengan transaksi PLK terbesar (media 2015) adalah jagung dan beras. Sepanjang 2015, total gudang yang telah mendapat persetujuan sebagai gudang SRG adalah 117 buah, dengan lokasi yang tersebar di 19 provinsi, dan 91 diantaranya telah menerbitkan resi. Jumlah resi gudang yang telah diterbitkan selama tahun mencapai resi, dengan total volume komoditas sebanyak ,08 ton. Komoditas yang paling banyak disimpan di gudang SRG adalah gabah (68.742,06 ton), beras (6.449,22 ton), dan jagung (5.101,07 ton). Di samping itu, nilai transaksi PLK medio 2015 mencapai Rp 240,55 miliar, dengan total komoditas berjumlah 136 jenis. Sepuluh transaksi komoditas terbesar adalah jagung (17,37 persen), beras (16,43 persen), jahe (6,90 persen), lada (6,55 persen), bawang merah (4,74 persen), jeruk (3,58 persen), kakao (3,11 persen), kopi (2,89 persen), gambir hitam (2,66 persen), dan kacang mete (2,20 persen). 58

70 Survei JBIC 2015: Indonesia Peringkat Kedua Sebagai Negara yang Menjanjikan untuk Berinvestasi Menurut hasil survei JBIC tahun 2015, negara yang menjanjikan untuk berbisnis di luar negeri adalah India, Indonesia, dan RRT. JBIC melakukan survei mengenai operasi bisnis oleh perusahaan manufaktur Jepang setiap tahun. Responden dari survei ini adalah perusahaan manufaktur Jepang yang memiliki afiliasi di luar negeri. Hasil survei tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dalam aspek negara yang menjanjikan untuk bisnis di luar negeri untuk jangka waktu menengah. Peringkat pertama diduduki oleh India dan peringkat ketiga diduduki oleh RRT. Alasan Indonesia termasuk ke dalam negara yang menjanjikan untuk bisnis adalah pertumbuhan pasar lokal di masa datang, sedangkan isu yang dominan adalah upah tenaga kerja yang meningkat. India mengungguli Indonesia karena sumber daya manusia yang berkualitas dan tidak ada masalah dengan kenaikan upah buruh. Alasan mengapa Indonesia termasuk ke dalam negara yang menjanjikan untuk bisnis secara berurutan menurut jumlah koresponden yang menjawab adalah: (a) potensi pertumbuhan pasar lokal di masa datang, (b) ukuran pasar lokal saat ini, (c) tenaga kerja yang murah, (d) basis pemasok untuk perakit dan (e) konsentrasi industri yang sesuai. Di lain pihak, isu yang diperhatikan untuk Indonesia secara berurutan adalah: (i) upah tenaga kerja yang meningkat, (ii) eksekusi hukum yang tidak jelas, (iii) infrastruktur yang tidak memadai, (iv) ketatnya persaingan dengan perusahaan lainnya dan (v) kesulitan dalam mempertahankan staf di level manajer. Tahun 2014 dan tahun 2015, India menduduki peringkat satu sebagai negara yang menjanjikan prospek bisnis pengusaha Jepang. Faktor utama India menjadi peringkat satu adalah India memiliki sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Selain itu, di India tidak ada masalah mengenai kenaikan upah buruh. Layanan Izin Investasi 3 Jam BKPM menambahkan jumlah izin yang dapat terbit dengan layanan izin investasi 3 jam menjadi delapan perizinan dan surat keterangan peta informasi ketersediaan lahan. Di awal tahun 2016, BKPM meningkatkan pelayanan izin investasi 3 jam dengan bertambahnya jumlah izin yang dapat diterbitkan. Sebelumnya, jumlah izin yang dapat diterbitkan hanya tiga yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat pendirian Perseroan Terbatas (PT) dan izin investasi. Kini tambahan perizinan yang dapat diterbitkan berjumlah lima yaitu Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) dan 59

71 Nomor Induk Kepabeanan (NIK) sehingga total perizinan yang dapat diterbitkan berjumlah delapan ditambah dengan surat keterangan peta informasi ketersediaan lahan. Syarat layanan izin investasi 3 jam tidak berubah. Walaupun jumlah izin yang dapat diterbitkan bertambah, syarat dari layanan izin investasi 3 jam ini tetap sama yaitu investasi bernilai minimal Rp100 miliar dan/atau dapat menyerap tenaga kerja minimal orang. Selain itu, investor harus datang langsung ke BKPM atau diwakili oleh salah satu investor dengan membawa surat kuasa. Layanan 3 jam ini mulai diluncurkan tanggal 26 Oktober Terdapat tujuh investor yang telah memanfaatkan fasilitas tersebut. Keuntungan RI Ketika Yuan Jadi Mata Uang Global Per Desember 2015 Yuan diakui oleh IMF sebagai salah satu mata uang acuan global. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memasukkan mata uang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Yuan atau Renminbi ke dalam keranjang mata uang acuan global pada awal Bulan Desember tahun Masuknya Yuan dalam special drawing right (SDR) dinilai memang sudah seharusnya mengingat dominasi RRT di perekonomian dunia semakin besar. Masuknya Yuan kedalam SDR akan membawa banyak keuntungan bagi Indonesia. Salah satu yang utama adalah dalam kegiatan perdagangan, dimana Indonesia dan RRT dapat menggunakan mata uang Yuan atau Rupiah dalam setiap transaksi ekspor-impor. Hal tersebut akan mengurangi ketergantungan pergerakan Rupiah terhadap perekonomian AS. Secara umum, Pemerintah menyambut baik perkembangan ini. Hal tersebut ditandai oleh penandatanganan kesepakatan perpanjangan bilateral currency swap arrangement (BCSA) yang disepakati pada 1 Oktober 2013 lalu. Migrasi dari USD ke Yuan dalam kerjasama perdagangan Indonesia-RRT akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap USD. Lebih lanjut, jika kita melihat dari sisi perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke RRT mencapai USD16 miliar, sementara nilai ekspor RRT ke Indonesia mencapai USD30 miliar. Jika sepertiga dari total nilai perdagangan Indonesia-RRT dapat menggunakan Yuan, tentunya ketergantungan Indonesia terhadap USD dapat dikurangi. Selain itu, penggunaan mata uang Yuan juga akan mendorong RRT untuk melakukan 60

72 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor investasi ke Indonesia. Selama ini hubungan perdagangan dengan RRT selalu defisit USD14 miliar per tahun. Defisit ini kiranya dapat diimbangi oleh naiknya nilai investasi RRT di Indonesia. Namun, demikian perlu dilakukan antisipasi terhadap dampak negatif dari penggunaan Yuan -apalagi Indonesia masih defisit dalam berdagang dengan RRT- terutama terkait masih terbatasnya jumlah Yuan jika dibandingkan dengan USD. Dengan kondisi itu, jika permintaan Yuan meningkat, biaya untuk menggunakan Yuan lebih mahal dari USD. Gambar 13. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Des 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD ,7 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 18,7 persen. Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD juta, mengalami penurunan sebesar 18,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama triwulan IV tahun Secara keseluruhan sepanjang Januari sampai dengan Desember 2015 nilai total ekspor mencapai USD ,2 juta. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mencatatkan penurunan sebesar 15,7 persen pada triwulan IV tahun 2015 dan secara keseluruhan sepanjang Januari sampai dengan Desember mengalami penurunan sebesar 9,8 persen. Sedangkan kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor pada tahun 2015 ditopang oleh eskpor produk industri yang 61

73 mencatatkan nilai USD ,8 juta, meskipun demikian pertumbuhan ekspor nonmigas tertinggi berdasarkan sektor adalah ekspor produk pertanian dengan pertumbuhan 48,4 persen. Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan IV Tahun 2015 Komoditas Q Q Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , , ,2 Migas , , , , , ,9 Minyak Mentah , , , , , ,0 Hasil Minyak 4.163, , ,4 822,8 260, ,1 Gas , , , , , ,8 Nonmigas , , , , , ,8 Pertanian 5.569, , , , , ,3 Industri , , , , , ,8 Pertambangan , , , , , ,5 Pertumbuhan Ekspor* (%) -6,6-3,9-3,6-11,0-18,7-14,6 Migas -10,9-11,8-8,0-25,6-35,6-37,9 Minyak Mentah -11,1-17,0-6,6 0,0-40,0 1,3 Hasil Minyak -12,8 3,3-15,7-31,4-68,3-27,1 Gas -10,3-11,7-5,2-29,6-31,1-12,6 Nonmigas -5,5-2,0-2,6-7,7-15,7-9,8 Pertanian 7,8 2,6 1,0-0,6-11,2 48,4 Industri -5,0-2,7 3,8-0,8-13,7 37,2 Pertambangan -9,6-0,5-26,7-33,3-25,4 28,9 Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Migas 19,5 17,9 17,1 15,3 12,1 12,4 Minyak Mentah 6,5 5,6 5,4 5,4 4,0 6,4 Hasil Minyak 2,2 2,4 2,1 1,9 0,7 1,8 Gas 10,8 9,9 9,8 8,7 7,4 10,0 Nonmigas 80,5 82,1 82,9 84,7 87,9 87,6 Pertanian 2,9 3,1 3,3 3,6 3,9 5,7 Industri 61,1 61,9 66,7 68,1 72,3 107,2 Pertambangan 16,5 17,1 13,0 13,0 11,9 19,6 Sumber Pertumbuhan (%) -6,6-3,9-3,6-11,0-18,7-14,6 Migas -2,1-2,1-1,4-3,9-4,3-4,7 Minyak Mentah -0,7-1,0-0,4 0,0-1,6 0,1 Hasil Minyak -0,3 0,1-0,3-0,6-0,5-0,5 Gas -1,1-1,2-0,5-2,6-2,3-1,3 Nonmigas -4,5-1,7-2,2-6,5-13,8-8,6 Pertanian 0,2 0,1 0,0 0,0-0,4 2,8 Industri -3,0-1,7 2,5-0,6-9,9 39,8 Pertambangan -1,6-0,1-3,5-4,3-3,0 5,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total ekspor (%) 62

74 Komoditas Alas Kaki (HS-64) dan Pakaian Jadi Bukan Rajutan (HS-62) merupakan dua komoditas dengan pertumbuhan positif yaitu 6,0 persen dan 3,6 persen. Pada triwulan IV tahun 2015 nilai ekspor nonmigas Indonesia untuk komoditas adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar dan mencatatkan nilai USD4.600,6 juta dan juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan proporsi terbesar yaitu 15,3 persen terhadap total ekspor. Sementara itu komoditas ekspor nonmigas yang memiliki kinerja positif pada triwulan IV tahun 2015 adalah Alas Kaski (HS-64) dan Pakaian Jadi Buka Rajutan (HS-62) yang secara berturut-turut mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,0 persen dan 3,7 persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) yaitu 27,6 persen (YoY), yang diikuti oleh Perhiasan/Permata (HS-71) yaitu sebesar -24,8 persen. Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV Tahun 2015 HS Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Komoditas Q4 14 Q4 15 Q4 14 Q4 15 Q4 14 Q Lemak & minyak hewan/nabati 5.617, ,6 2,7-18,1 13,2 15,3 27 Bahan bakar mineral 4.857, ,5-21,2-27,6 14,8 13,3 85 Mesin/peralatan listrik 2.435, ,1-12,2-13,5 6,7 6,6 40 Karet dan Barang dari Karet 1.500, ,5-15,3-11,3 4,3 4,1 84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 1.466, ,4-9,3-15,8 3,9 4,0 64 Alas kaki 1.142, ,5-29,5 6,0 3,9 3,1 87 Kendaraan dan Bagiannya 1.428, ,5-8,4-15,9 3,8 3,9 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.026,3 979,0-22,3-4,6 3,2 2,8 62 Pakaian jadi bukan rajutan 942,0 976,4-31,0 3,7 3,3 2,6 71 Perhiasan/Permata 1.164,5 875,7 2,8-24,8 2,7 3,2 Total Lainnya , ,1-9,9 5,1 40,3 41,1 Total Nonmigas , ,3-11,7-7,6 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar ,4 juta kg. Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar ,5 juta kg dan mengalami penurunan sebesar -33,8 persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar pada triwulan IV tahun 2015 adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume ,1 juta kg dan menyumbang proporsi 53,6 persen terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi tebesar kedua adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume 8.486,4 juta kg dan menyumbang proporsi 63

75 3,7 persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan Bakar Mineral (HS-27) pada triwulan IV tahun 2015 mencatatkan peningkatan pertumbuhan sebesar 20,3 persen (YoY). Sementara itu, Berbagai Produk Kimia (HS-38) merupakan barang ekspor nonmigas dengan penurunan volume ekspor paling besar jika dibandingkan dengan sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 12 persen (YoY). Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV 2015 HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral 7.052, ,4 1,8 20,3 3,6 3,7 15 Lemak & minyak hewan/nabati , ,1-7,4-11,8 57,9 53,6 25 Garam, Belerang, Kapur 129,6 134,2-8,4 3,5 0,1 0,1 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 736,0 798,5-16,4 8,5 0,5 0,4 44 Kayu, Barang dari Kayu 142,5 135,9-8,5-4,7 0,1 0,1 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 60,8 65,6 8,0 7,8 0,0 0,0 48 Kertas/Karton 155,5 153,8 6,6-1,1 0,1 0,1 38 Berbagai produk kimia 1.528, ,2 1,4-12,0 0,8 0,8 47 Bubur kayu/pulp 48,9 48,4-1,6-0,9 0,0 0,0 40 Karet dan Barang dari Karet 0,6 0,7 1,8 11,3 0,0 0,0 Total Lainnya , ,6-66,3 5,1 36,9 12,5 Total Nonmigas , ,5 0,0-33,8 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan IV tahun 2015 turun sebesar 13,82 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2015 Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai sebesar USD3.692,9 juta. Sementara itu pada posisi kedua negara tujuan ekspor Indonesia adalah Tiongkok dengan nilai sebesar USD juta. Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan IV tahun 2015 turun sebesar 13,8 persen (YoY). Singapura merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas yang mencatatkan penurunan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 18,6 persen. Tabel 24. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan IV Tahun 2015 Nilai Ekspor Nonmigas Negara (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Japan 3.851, ,6-6,4-17,2 10,5 9,9 China 3.877, ,2-39,5-13,8 10,6 10,4 Singapore 2.474, ,4 0,2-18,6 6,8 6,3 India 3.190, ,9-9,6-14,1 8,7 8,5 64

76 Nilai Ekspor Nonmigas Negara (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q United States 3.987, ,9 5,1-7,4 10,9 11,5 Total 5 Negara , ,1-14,4-13,8 47,4 46,5 Total Lainnya , ,2-0,7-10,6 52,6 53,5 Total Nonmigas , ,3-7,7-12,1 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Impor Gambar 14. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada akhir triwulan IV tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD ,8 juta. Pada triwulan IV tahun 2015 nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD ,8 juta atau menurun sebesar 20,7 persen (YoY). Penurunan nilai impor tersebut disumbang oleh penurunan impor migas sebanyak 50,2 persen dan impor nonmigas sebesar 11,6 persen. Berdasarkan golongan penggunaan barang Impor barang, bahan baku merupakan komoditas yang mencatatkan nilai impor terbesar pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD25.551,4 juta. Diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar USD6.343,5 juta dan USD2.845,9 juta. Dilihat dari sumbangannnya impor bahan baku memberikan sumbangan terbesar terhadap impor nonmigas Indonesia sebesar 73,5 persen diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi sesebar 18,3 persen dan 8,2 persen. Impor bahan baku juga mencatatkan penurunan pertumbuhan tertinggi yaitu turun sebesar 23,5 persen diikuti penurunan pertumbuhan impor barang modal dan barang konsumsi sebesar 11,8 persen dan 11,0 persen. 65

77 Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan IV Tahun 2015 Komoditas Q Q Nilai Impor (USD Juta) , , , , , ,6 Barang Konsumsi , , , , , ,5 Bahan Baku , , , , , ,6 Barang Modal , , , , , ,5 Migas , , , , , ,5 Minyak Mentah , , , , , ,6 Hasil Minyak , , , , , ,1 Gas 3.081, , ,0 672,2 535, ,8 Nonmigas , , , , , ,1 Pertumbuhan Impor* (%) 8,0-2,6-4,5-5,4-20,7-17,5 Barang Konsumsi 0,2-2,1-3,6-4,4-11,0-14,2 Bahan Baku 7,0 1,3-4,0-4,9-23,5-21,4 Barang Modal 15,2-17,3-7,1-7,6-11,8-15,6 Migas 4,6 6,4-4,0-10,3-50,2 11,2 Minyak Mentah -3,2 25,8-3,8 18,5-34,7 43,3 Hasil Minyak 1,9-0,4-4,2-6,5-59,2-7,1 Gas 118,2 1,0-2,8-17,3-20,4 38,1 Nonmigas 9,0-5,2-4,7-3,7-11,6-26,7 Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Barang Konsumsi 7,0 7,0 7,1 7,3 8,2 7,4 Bahan Baku 73,1 76,1 76,4 76,3 73,5 72,8 Barang Modal 19,9 16,9 16,4 16,4 18,3 16,8 Migas 22,2 24,3 24,4 23,8 15,0 32,8 Minyak Mentah 5,6 7,3 7,3 6,3 5,2 12,7 Hasil Minyak 15,0 15,3 15,4 16,0 8,2 17,3 Gas 1,6 1,7 1,7 1,5 1,5 2,8 Nonmigas 77,8 75,7 75,6 76,2 84,9 67,2 Sumber Pertumbuhan (%) 8,0-2,6-4,5-5,4-20,7-17,5 Barang Konsumsi 0,0-0,1-0,3-0,3-0,9-1,0 Bahan Baku 5,1 1,0-3,1-3,8-17,3-15,6 Barang Modal 3,0-2,9-1,2-1,3-2,2-2,6 Migas 1,0 1,5-1,0-2,4-7,5 3,7 Minyak Mentah -0,2 1,9-0,3 1,2-1,8 5,5 Hasil Minyak 0,3-0,1-0,6-1,0-4,9-1,2 Gas 1,9 0,0 0,0-0,3-0,3 1,1 Nonmigas 7,0-3,9-3,6-2,8-9,8-17,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total impor (%) Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan IV tahun 2015 (YoY) mengalami penurunan sebesar -11,5 persen. Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan IV tahun 2015 (YoY) mengalami penurunan sebesar -11,5 persen disebabkan oleh adanya penurunan impor di berbagai komoditas diantaranya penurunan impor Besi dan Baja (HS-72) sebesar - 24,5 persen dengan proporsi 5,6 persen dari nilai total impor nonmigas; penurunan impor Bahan Kimia Organik (HS-29) 66

78 sebesar -20,8 persen dengan proporsi 4,6 persen; serta penurunan impor Kendaraan Bermotor dan Bagiannya (HS- 87) sebesar 18,7 persen dengan proporsi impor 3,9 persen. Tabel 26. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2015 HS Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Mesin dan Peralatan 6.279, ,1-12,8-10,4 18,8 19,1 Mekanik 85 Mesin dan Peralatan Listik 4.188, ,3-0,2-3,4 12,6 13,7 39 Plastik dan Barang dari 2.020, ,3 7,9-16,3 6,1 5,7 Plastik 72 Besi dan Baja 2.191, ,5 9,8-24,5 6,6 5,6 29 Bahan Kimia Organik 1.711, ,9-1,2-20,8 5,1 4,6 87 Kendaraan Bermotor dan 1.403, ,4-23,1-18,7 4,2 3,9 Bagiannya 10 Serealia 1.047,7 889,2 1,8-15,1 3,1 3,0 73 Benda-benda dari Besi 1.077,9 889,0-1,2-17,5 3,2 3,0 dan Baja 23 Sisa Industri Makanan 734,2 683,9-15,6-6,8 2,2 2,3 90 Perangkat Optik 581,5 581,5-7,8 0,0 1,7 2,0 Total Lainnya , ,6-0,6-9,7 36,4 37,1 Total Nonmigas , ,6-3,7-11,5 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai impor dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 9,0 persen (YoY). Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara utama asal impor pada triwulan IV tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 9,1 persen (YoY). Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok dimana pada triwulan IV tahun 2015 nilai impor nonmigas dari Tiongkok mencatatkan nilai sebesar USD7.712,9 juta, namun demikian mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 4,2 persen. Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negara-negara di kawasan ASEAN pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD6.500,3 juta dan menyumbangkan proporsi sebesar 22 persen total impor nonmigas Indonesia. Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan IV Tahun 2015 Nilai Impor Nonmigas (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Negara 2015 Q Q Q Q Q Q Tiongkok , , ,9-4,1 25,5-4,2 22,6 24,1 26,1 Jepang , , ,3-21,9-4,0-23,3 12,6 11,8 10,3 Singapura 8.971, , ,1-11,6-0,1-5,5 7,5 7,4 7,9 Thailand 8.022, , ,8-17,3 85,8-15,6 7,2 6,8 6,5 Amerika 7.550, , ,4-6,8-49,6 3,0 6,0 5,7 6,7 Total 5 Negara , , ,5-11,1 3,6-9,1 55,9 55,9 57,4 Total Asean , , ,3-10,0-1,0-10,6 21,5 21,8 22,0 67

79 Total Uni Eropa , , ,6-11,4-29,6-10,4 9,4 9,0 9,1 Total Lainnya , , ,2-13,2-17,9-11,8 69,1 69,2 68,9 Total Nonmigas , , ,1-12,3-16,0-11,4 100,0 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 1.663,7 juta. Pada triwulan IV tahun 2015 Neraca Perdagangan total Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD369,1 juta yang disumbangkan dari surplus pada neraca perdagangan nonmigas yang mencatatkan surplus sebesar USD1.394,5 juta sementara pada neraca perdagangan migas mencatatkan defisit sebesar USD1.025,3 juta. Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia triwulan IV tahun 2015 mengalami penurunan pertumbuhan 327,8 persen (YoY). Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan IV Tahun Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) , , , ,6-14,8-18,8 Ekspor Migas 30331, ,0 6616,6 4176,1-38,6-36,9 Ekspor Nonmigas , , , ,6-9,8-15,6 Impor Total (Juta USD) , , , ,5-19,9-14,6 Impor Migas 43459, , ,1 5201,4-43,4-5,9 Impor Nonmigas , , , ,1-12,3-17,4 Neraca Perdagangan (Juta USD) -1886,1 7481,6-530,4 369,1-496,7 327,8 Migas ,0-5976,2-3823,5-1025,3-54,5 47,8 Nonmigas 11241, ,4 3292,3 1394,5 20,2 2,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 mengalami deficit. Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 mengalami defisit USD3.844,8 juta, hal itu disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD4.366,6 juta, yang lebih besar dari surplus pada sektor migas sebesar USD 521,9 juta. Tabel 29.Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) , , , ,0-14,5-11,0 Ekspor Migas 1.146, ,7 488,1 540,6 55,7 10,8 Ekspor Nonmigas , , , ,4-19,4-13,7 Impor Total (Juta USD) , , , ,8-4,0-4,8 Impor Migas 162,7 186,1 72,6 18,8 14,4-74,1 Impor Nonmigas , , , ,0-4,1-4,2 Neraca Perdagangan (Juta USD) , , , ,8 10,3 2,4 Migas 984, ,6 415,5 521,9 62,5 25,6 Nonmigas , , , ,6 14,0 4,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 68

80 Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus. Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD1.289 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD 1.128,7 juta dan USD160,3 juta. Tabel 30.Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) , , , ,1-22,1-25,7 Ekspor Migas 8.551, , , ,5-42,4-42,4 Ekspor Nonmigas , , , ,6-10,1-17,2 Impor Total (Juta USD) , , , ,2-22,0-23,4 Impor Migas 69,4 30,8 13,6 6,8-55,6-49,7 Impor Nonmigas , , , ,3-21,9-23,3 Neraca Perdagangan (Juta USD) 6.109, , , ,0-22,2-30,7 Migas 8.482, , , ,7-42,3-42,4 Nonmigas ,4-142,6-98,4 160,3-94,0-262,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus. Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD1.931,7 juta. Hal tersebut disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD210,4 juta dan USD1.721,4 juta. Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) , , , ,6-1,8-7,3 Ekspor Migas 673,1 932,6 0,0 215,7 38,6 0,0 Ekspor Nonmigas , , , ,9-3,5-7,4 Impor Total (Juta USD) 8.170, , , ,8-7,1 2,6 Impor Migas 67,7 42,4 13,4 5,4-37,4-60,1 Impor Nonmigas 8.102, , , ,5-6,8 3,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 8.360, , , ,7 3,4-15,7 Migas 605,4 890,2-13,4 210,4 47, ,8 Nonmigas 7.754, , , ,4 0,0-17,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perdagangan Indonesia- India pada triwulan IV tahun 2015juga menunjukkan kinerja yang baik. Perdagangan Indonesia-India selama triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus yaitu sebesar USD 2.165,6 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD33,9 juta dan USD2.131,7 juta. Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) , , , ,2-4,4-13,0 Ekspor Migas 25,3 129,0 5,9 40,2 409,9 585,0 69

81 HARGA Ekspor Nonmigas , , , ,8-5,2-14,1 Impor Total (Juta USD) 3.952, ,2 800,4 614,5-30,6-23,2 Impor Migas 388,2 75,7 61,6 6,3-80,5-89,7 Impor Nonmigas 3.563, ,5 738,7 608,2-25,2-17,7 Neraca Perdagangan (Juta USD) 8.296, , , ,6 8,1-9,6 Migas -362,9 53,3-55,8 33,9-114,7-160,7 Nonmigas 8.659, , , ,7 3,0-13,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand mengalami defisit pada triwulan IV tahun Sejak bulan Januari 2015 hingga Desember 2015, lima komoditas tertentu mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Neraca perdagangan Indonesia-Thailand pada triwulan IV tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD715,7 juta. Hal tersebut dicatatkan oleh defisit pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD862,6 juta lebih besar dari surplus neraca perdagangan migas sebesar USD146,9 juta. Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Q4 14 Q4 15 YoY 2015 Q4 15 Ekspor Total (Juta USD) 5.783, , , ,4-4,8-9,2 Ekspor Migas 780,2 906,8 169,1 163,1 16,2-3,6 Ekspor Nonmigas 5.002, , , ,3-8,0-10,0 Impor Total (Juta USD) 9.781, , , ,0-17,3-15,5 Impor Migas 86,3 64,7 15,6 16,2-25,0 4,2 Impor Nonmigas 9.694, , , ,8-17,3-15,6 Neraca Perdagangan (Juta USD) , ,9-947,4-715,7-35,5-24,5 Migas 693,9 842,1 153,5 146,9 21,4-4,4 Nonmigas , , ,9-862,6-27,1-21,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Harga Domestik Sejak Bulan Januari hingga Desember 2015, lima komoditas tertentu (beras medium, gula pasir, tepung terigu, minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah) mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Komoditas dengan pertumbuhan inflasi yang paling tinggi yaitu komoditas gula pasir dengan nilai sebesar 5,14 persen pada bulan Mei 2015, dan komoditas beras medium dengan pertumbuhan inflasi yang paling rendah dengan nilai sebesar -3,95 persen pada Bulan April Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tahun 2015 Komoditas Unit Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des* Minyak Goreng Rp/ltr Kemasan Minyak Goreng Rp/ltr Curah Tepung terigu Rp/kg Beras Medium Rp/kg

82 Komoditas Unit Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des* Gula Pasir Rp/kg Minyak Goreng % 0,7 0 0,7-0,2 0,1 0,1-0,2-0,2 0,1-0,5-0,1-0,3 Kemasan Minyak Goreng % 0,3-0,6 0,3-0,7-0,3 0,6-0,3-1,8-2,6-0,1-1,3-1,4 Curah Tepung terigu % 0,1-0,5 0,4 0 0,6 0,2 0,9 0,3-0,3-0,2 0,1 0,8 Beras Medium % 3,2 3,1 4,5-4 -0,4 0 0,8 1,1 1,6 1,3 1 1,5 Gula Pasir % -0,4-0,1 2,4 4,4 5,1 4,6-0,6-0,9-1,6 0 0,3 0,9 Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah *data update terbaru INFLASI PERIODIK Perkembangan Harga Internasional Pada akhir triwulan IV tahun 2015 (Desember), sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan. Berdasarkan data harga komoditas internasional yang didapat dari Bank Dunia, pada akhir tahun 2015, sebagian besar harga komoditas internasional yang merupakan komoditas ekspor Indonesia mengalami penurunan harga, diantaranya Coal yang mengalami penurunan harga 0,8 persen, Cocoa 0,5 persen, dan Copper 3,4 persen. Sementara itu, peningkatan harga komoditas terbesar pada akhir tahun 2015 adalah komoditas Rubber yang harganya naik sebesar 2,1 persen dan Palm Oil yang naik sebesar 1,8 persen. Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Komoditas Unit Okt-15 Nov 15 Des-15 ENERGI Coal, Australia ($/mt) 841,6 690,1 52,3 52,6 52,1 Crude Oil, West Texas ($/bbl) 1117,4 584,5 46,2 42,7 37,2 PERTANIAN Cocoa ($/kg) 36,8 37,6 3,2 3,4 3,4 Coffe, robusta ($/kg) 26,6 23,3 1,8 1,8 1,8 Palm Oil ($/mt) 9857,3 7472,0 583,0 558,0 568,0 Soybeans ($/mt) 5901,3 4685,0 376,0 368,0 372,0 Shrimp, Mexican ($/kg) 207,0 172,3 11,4 10,0 10,1 Woodpulp ($/mt) 10523, ,0 875,0 875,0 875,0 Rubber*, ($/kg) 23,5 18,7 1,3 1,2 1,3 Singapore/MYS LOGAM & MINERAL Copper ($/mt) 82360, ,5 5216,1 4799,9 4638,8 Iron ore ($/dmtu) 1163,3 670,0 53,0 47,0 41,0 Nickel ($/mt) , , ,8 9244,3 8707,8 Tin ($/mt) , , , , ,7 Zinc ($/mt) 25931, ,1 1724,3 1583,3 1527,8 INFLASI Unit 2014,0 2015, ,0 Nov ,0 ENERGI Coal, Australia (%) -17,1-18,0-4,4 0,5-0,8 71

83 Komoditas Unit Okt-15 Nov 15 Des-15 Crude Oil, West Texas (%) -4,9-47,7 1,7-7,6-12,8 PERTANIAN Cocoa (%) 25,6 2,4-2,5 5,1-0,5 Coffe, robusta (%) 6,8-12,4 1,6-1,3-3,0 Palm Oil (%) -4,1-24,2 8,4-4,3 1,8 Soybeans (%) -8,7-20,6 2,2-2,1 1,1 Shrimp, Mexican (%) 24,7-16,8-21,6-12,7 1,9 Woodpulp (%) 6,5-0,2 0,0 0,0 0,0 Rubber*, (%) -30,0-20,3-0,9-6,0 2,1 Singapore/MYS LOGAM & MINERAL Copper (%) -6,4-19,7 0,0-8,0-3,4 Iron ore (%) -28,4-42,4-7,0-11,3-12,8 Nickel (%) 12,4-29,8 3,8-10,4-5,8 Tin (%) -1,7-26,6 2,2-6,6-0,4 Zinc (%) 13,1-10,6 0,2-8,2-3,5 Sumber: World Bank, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan IV Tahun 2015 Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 naik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 105,22. Peningkatan antara lain pada lapangan usaha industri pengolahan, pengadaan air, pengadaan listrik dan gas, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan jasa perusahaan. Adapun sektor pertanian, peternakan dan kehutanan dan perikanan merupakan lapangan usaha yang indeksnya mengalami penurunan. Perkiraan ITB triwulan I tahun 2016 adalah sebesar 104,28. Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan IV Tahun 2015 Sumber: BPS, diolah 72

84 Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (menigkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan No Tabel 36. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2015 Variabel pembentuk ITB Trw IV-2015 Sektor dalam ITB ITB Trw III-2015 ITB Trw IV-2015 Pendapat an Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Us aha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 99,6 90,18-90,18 - dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 96,2 94,74 96,21 92,42 94,5 3 Industri Pengolahan 99,3 101,03 102,54 102,78 99,04 4 Pengadaan Listrik dan Gas 109,3 111,18 111,2 113,54 110,17 5 Pengadaaan Air 107,0 109,82 111,3 109,57 108,7 6 Kosntruksi 109,3 107,98 113,46 108,87 103,05 7 Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi 110,5 105,03 106,78 104,59 103,79 dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan 112,0 109,08 111,24 106,98 108,18 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan 109,0 109,19 111,86 109,78 106,71 Minum 10 Informasi dan Komunikasi 108,0 109,07 111,05 108,48 107,69 11 Jasa Keuangan 110,8 112,03 111,25 113,51 112,06 12 Real Estat 101,7 101,45 104,41 85,59 101,47 13 Jasa Perusahaan 109,5 111,23 113,25 108,64 110,65 14 Administrasi Pemerintahan, 111,0 117,84 117,39 119,78 117,39 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 111,5 107,99 109,06 111,83 105,48 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110,0 108,1 108,86 109,29 106,97 17 Jasa Lainnya 109,0 110,02 113,06 108,97 107,92 Indeks Tendensi Bisnis 106,0 105,22 107,49 103,95 103,86 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 73

85 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, pada triwulan IV tahun 2015 pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 6,9 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp46,2 triliun, tumbuh sebesar 10,6 persen dibanding triwulan IV tahun Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan IV tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD ,8 juta. 74

86 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa dan Sumatera. Perekonomian Indonesia triwulan IV tahun 2015 dibanding periode yang sama tahun 2014 tumbuh 5,04 persen, sedangkan tahun 2015 dibanding tahun 2014 tumbuh sebesar sebesar 4,8 persen. Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa dan Sumatera, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,3 persen, pulau Sumatera sebesar 22,2 persen, Kalimantan 8,15 persen. Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan IV tahun 2015 sebesar 6,9 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2014, sementara pertumbuhan triwulan IV tahun 2015 di banding triwulan III tahun 2015 (QtQ) mengalami kenaikan sebesar 5,0 persen. Tabel 37. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2015 (persen) Q (QtQ) Q (YtY) Q (QtQ) Q (YtY) Pertumbuhan PDB -2,1 5,0-1,8 5,0 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 2,9 4,6 5,0 6,9 a. Bangunan 4,1 7,1 6,0 8,2 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,4-9,2 2,6 3,8 c. Kendaraan -3,0-7,4-2,5 7,3 d. Peralatan Lainnya 6,3 9,7 4,3 7,8 e. Sumber Daya Hayati 15,3 7,6 13,1-3,6 f. Produk Kekayaan Intelektual -25,6 12,2-12,2 6,4 Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 34,4 33,2 a. Bangunan 26,1 25,0 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,2 3,2 c. Kendaraan 1,4 1,5 d. Peralatan Lainnya 0,5 0,5 e. Sumber Daya Hayati 2,2 2,0 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,9 1,0 Sumber: BPS, diolah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan IV tahun 2015 tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY). Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan IV tahun 2015 (YoY) sebesar 6,9 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Bangunan sebesar 8,2 persen, Peralatan Lainnya sebesar 7,8 persen dan Kendaraan sebesar 7,3 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen 75

87 Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 PMTB pada triwulan IV tahun 2015 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 25,0 persen. Tabel 38. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan IV Tahun 2015 TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %) (Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA , ,8 60,4 49, , ,2 25,4 20, , ,7 21,3 26, , ,5 39,0 16, , ,7 21,8-0, Trw IV 46, ,7 10,6 17,0 Sumber : BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan IV tahun 2015 mengalami pertumbuhan positif. Realisasi Per Sektor Pertumbuhan YoY terbesar pada PMA adalah sektor tersier, sedangkan untuk PMDN adalah sektor sekunder. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp46,2 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2014 atau tumbuh sebesar 10,6 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar USD7.938,7 juta, dan mengalami pertumbuhan sebesar 17 persen dibandingkan triwulan IV tahun Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD7.938,7 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 17,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun Kenaikan terjadi di seluruh sektor, dengan kenaikan terbesar pada sektor tersier sebesar 25,9 persen. Untuk PMDN pada periode yang sama terjadi pertumbuhan sebesar 10,6 persen. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor sekunder sebesar 51,1 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan IV tahun 2015, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan sumbangan 40,8 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN juga dari sektor sekunder sebesar 56,3 persen. Tabel 39.Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2015 Berdasar Sektor Tahun PMA Jumlah PMDN Jumlah (Rp Primer Sekunder Tersier (USD juta) Primer Sekunder Tersier Triliun) , , , ,8 12,3 25,5 22,8 60, , , , ,7 16,3 39,0 20,6 76, , , , ,7 20,4 49,9 21,9 92, , , , ,1 25,7 51,2 51,3 128, , , , ,6 16,5 59,0 80,6 34,6 76

88 Tahun PMA Jumlah PMDN Jumlah (Rp Primer Sekunder Tersier (USD juta) Primer Sekunder Tersier Triliun) 2014 TRW IV 1.491, , , ,5 5,8 17,2 18,7 41, TRW IV 1.644, , , ,7 2,8 26,0 17,4 46,2 Pertumbuhan (YoY, %) 10, , ,7 51,1-6,9 10,6 Share 2015 trw IV (%) 20,7 40,8 38, ,3 37,8 100 Sumber : BKPM, diolah Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah sektor Listrik, Gas dan Air dan untuk PMDN adalah sektor Industri Mineral Non Logam. Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan IV tahun 2015 lima sektor/bidang dengan realisasi PMA terbesar dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Listrik, Gas dan Air dengan persentase 17,5 persen, Industri Logam, Mesin dan Elektronik 12,5 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 12,0 persen, Pertambangan 11,7 persen dan Tanaman Pangan dan Perkebunan 8,2 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Industri Mineral Non Logam 18,6 persen, Konstruksi 16,3 persen, Industri Makanan 13,9 persen, Industri Kimia dan Farmasi 10,1 persen dan Listrik, Gas dan Air 9,7 persen. Tabel 40. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha USD Juta % Thd total Sektor/Bidang Usaha Rp Triliun % Thd total 1 Listrik, Gas dan Air 1.393,2 17,5 1 Ind. Mineral Non Logam 8,6 18,6 2 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 993,2 12,5 2 Konstruksi 7,5 16,3 3 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran 952,3 12,0 3 Industri Makanan 6,4 13,9 4 Pertambangan 928,2 11,7 4 Ind. Kimia dan Farmasi 4,7 10,1 5 Tanaman Pangan & Perkebunan 651,0 8,2 5 Listrik, Gas dan Air 4,5 9,7 Gabungan lainnya 3.020,9 38,1 Gabungan lainnya 14,5 31,3 Jumlah / Total 7.938,7 100 Jumlah / Total 46,2 100 Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Pada triwulan IV tahun 2015, pertumbuhan YoY realisasi PMDN terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara. Berdasar lokasi perwilayah, pada triwulan IV tahun 2015 dibanding triwulan IV tahun 2014, pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan sebesar 506,3 persen diikuti Papua sebesar 283,9 persen dan Sulawesi 95,1 persen. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera dan Sulawesi memberikan sumbangan terbesar pada triwulan IV tahun 2015 yaitu 59,4 77

89 persen, 15,6 persen dan 13,2 persen. Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) TAHUN Lokasi Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL ,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60, ,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76, ,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92, ,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128, ,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156, trw IV 8,4 25,7 0,2 4,1 3,1 0,0 0,1 41, trw IV 7,2 27,4 1,4 3,8 6,1 0,0 0,3 46,2 Pertumbuhan (YoY,%) -14,5 6,5 506,3-8,1 95, ,9 10,6 Share trw IV 2015 (%) 15,6 59,4 3 8,2 13,2 0 0,6 100 Sumber : BKPM, diolah Pada triwulan IV tahun 2015, pertumbuhan Y-o-Y realisasi PMA terbesar terjadi di Maluku. Untuk PMA pertumbuhan triwulan IV tahun 2015 dibandingkan triwulan IV tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 17,0 persen dengan pertumbuhan positif terjadi di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Lokasi lainnya yaitu Sumatera dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Secara sumbangan, pada triwulan IV tahun 2015 pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera memberikan sumbangan terbesar yaitu 50,3 persen, 24,5 persen dan 11,4 persen. Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) LOKASI TAHUN Bali & TOTAL Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua NT , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , trw IV 929, ,9 206,5 998,1 486,7 14,7 332, , trw IV 907, ,2 260, ,2 575,0 70,9 187, ,7 Pertumbuhan (YoY, %) -2,3 4,6 26,0 94,9 18,1 381,9-43,6 17,0 Share Trw IV 2015 (%) 11,4 50,3 3,3 24,5 7,2 0,9 2,4 100,0 Sumber : BKPM, diolah Pulau Jawa merupakan lokasi PMDN dan PMA yang paling diminati. Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan IV tahun 2015 untuk PMDN, tiga dari lima besar lokasi investasi yang diminati terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Timur sebesar 36,5 persen. 78

90 Tabel 43. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total DKI Jakarta 1.363,70 17,2 Jawa Timur 16,9 36,5 Banten 925,9 11,7 Jawa Tengah 5,1 11 Jawa Timur 910,7 11,5 Sulawesi Selatan 4,4 9,5 Kalimantan Tengah 659,8 8,3 Riau 2,8 6 Kalimantan Timur 613,3 7,7 Banten 2,7 5,9 Gabung lainnya 3.465,30 43,7 Gabung lainnya 14,3 31 Jumlah 7.938, Jumlah 46,2 100 Sumber : BKPM, diolah Realisasi per Negara Untuk PMA, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dengan sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari DKI Jakarta sebesar 17,2 persen. Tabel 44. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2015 Negara USD Juta % Terhadap Total Singapura 2.349,80 29,6 Hong Kong 520,6 6,6 Belanda 399,5 5 Jepang 382 4,8 R. R. Tiongkok 222,3 2,8 Gabung Lainnya 4.064,50 51,2 Jumlah 7.938, Sumber : BKPM, diolah Singapura merupakan Negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan IV tahun Pada triwulan IV tahun 2015, empat dari lima besar negara asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia, yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD2.349,8 juta atau 29,6 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Hong Kong dengan nilai USD520,6 juta (6,6 persen); 3) Jepang dengan nilai realisasi investasi USD382 juta (4,8 persen); 4) R. R. Tiongkok dengan nilai realisasi investasi USD222,3 juta (2,8 persen). Belanda berada di peringkat ke-3 dengan nilai USD399,5 Juta atau 5,0 persen dari total realisasi investasi PMA. 79

91 PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 45. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN-EU Free Trade Agreemeent (FTA) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched (the 3rd round of negotiations) 3 India-Indonesia Comprehensive Economic Negotiations launched Cooperation Arrangement (consultation pre-negotiation) 4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Negotiations launched Partnership Agreement (the 2nd round of negotiations) 5 Indonesia-European Free Trade Association Free Negotiations launched Trade Agreement (the 9th round of negotiations) 6 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched (RCEP) (the 10th round of negotiations) 7 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Negotiations launched Agreement (the 7th round of negotiations) 8 Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement Negotiations launched (PTA) (the 1st round of negotiations) 9 Indonesia-Chile FTA Conclusion of Joint Study Group (JSG) 10 Indonesia-Turki FTA Conclusion of JSG 11 Indonesia-Tunisia FTA JSG ongoing 12 Indonesia-Mesir FTA Establishment of JSG 13 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference Signed but not yet In Effect 14 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 15 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 16 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 17 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 18 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 19 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 20 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 21 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect 22 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect Sumber: aric database, ADB ; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan RRT selama triwulan IV tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD11.063,8 juta. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan RRT selama triwulan IV tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD11.063,8 juta. Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand mengalami defisit perdagangan dengan RRT masing-masing sebesar 80

92 USD3.107,8 juta, USD2.924,6 juta, USD7.438,1 juta dan USD854,1 juta. Sementara itu, hanya Malaysia yang mengalami surplus perdagangan dengan RRT yaitu sebesar USD3.260,7 juta. Ekspor ASEAN Ke RRT Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 mengalami penurunan 4,5 persen (QtQ). Secara keseluruhan, nilai ekspor ASEAN-5 ke RRT pada triwulan IV tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 4,5 persen (QtQ) dari USD41.459,0 juta menjadi USD39,581,2 juta. Jika dibandingkan dengan kurtal yang sama tahun sebelumnya, ekspor ASEAN ke RRT mengalami penurunan sebesar USD3.951,2 juta (9 persen). Hanya Malaysia yang mengalami pertumbuhan positif di triwulan IV tahun 2015, yaitu sebesar USD128,1 juta (0,9 persen). Secara nominal, Thailand mengalami penurunan ekspor paling tinggi pada triwulan IV, yaitu sebesar USD654,0 juta, diikuti oleh Singapura (USD512,9 juta), Filipina (USD482,7 juta) dan Indoneisa (USD356,3 juta). Total nilai ekspor ASEAN-5 ke RRT pada triwulan IV tahun 2015 hanya sebesar 9 persen dari seluruh nilai ekspor yang masuk ke RRT. Tabel 46. Ekspor ASEAN ke RRT Nilai Ekspor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q Q Q (QtQ, %) (YoY, %) Q ASEAN (5 negara) , , ,2-4,5-9,1 9,0 Filipina 5.650, , ,6-9,2-15,8 1,1 Machinery, Electrical Equipment 3.854, , ,2-2,7-10,5 0,8 Electrical Machinery and Equipment 2.575, , ,6-1,9-3,8 0,6 Nuclear Reactors, Machinery 1.278, ,5 974,6-4,6-23,8 0,2 Mineral Products 921, ,9 712,5-38,7-22,7 0,2 Indonesia 5.358, , ,9-6,6-5,5 1,2 Mineral Products 2.059, , ,2-13,2-17,1 0,4 Mineral Fuels, Mineral Oils & Products 1.705, , ,3-8,4-4,4 0,4 Animal or Vegetable Fats and Oils 666,4 895,9 866,8-3,2 30,1 0,2 Indonesia: Machiney, Electrical Equipment 397,3 424,0 429,1 1,2 8,0 0,1 Malaysia , , ,6 0,9-5,3 3,1 Machinery, Electrical Equipment 9.558, , ,3 3,8 0,9 2,2 Electrical Machinery and Equipment 8.581, , ,3 4,9 3,5 2,0 Mineral Products 1.826, , ,3 6,5-8,5 0,4 Mineral Fuels, Mineral Oils & Product 1.644, , ,2 7,4-25,7 0,3 Singapura 7.960, , ,4-7,4-19,0 1,5 81

93 Nilai Ekspor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q Q Q (QtQ, %) (YoY, %) Q Machinery, Electrical Equipment 3.530, , ,0-7,9-13,0 0,7 Electrical Machinery and Equipment 2.391, , ,0-6,3-9,3 0,5 Nuclear Reactors, Machinery 1.140, ,6 902,0-11,5-20,9 0,2 Plastics, Rubber and Articles Thereof 990, ,8 935,5-10,0-5,6 0,2 Thailand , , ,7-6,4-4,8 2,2 Machinery, Electrical Equipment 3.801, , ,0 7,0 13,3 1,0 Electrical Machinery and Equipment 2.030, , ,1 4,1 18,3 0,5 Nuclear Reactors, Machinery 1.771, , ,9 10,9 7,7 0,4 Plastics, Rubber and Articles Thereof 2.168, , ,8-1,5-13,5 0,4 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): Terhadap total ekspor Tiongkok Impor ASEAN dari RRT Tabel 47. Impor ASEAN dari RRT Nilai Impor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q Q Q (QtQ, %) (YoY, %) Q ASEAN (5 negara) , , ,1-0,04-7,1 8,3 Filipina 6.754, , ,2 10,6 13,7 1,3 Machinery, Electrical Equipment 1.781, , ,0 11,3 11,3 0,3 Textiles and Textile Articles 810, , ,8 32,4 71,0 0,2 Electrical Machinery and Equipment 1.113, , ,4 19,0 21,8 0,2 Miscellaneous Mfg Articles 424,4 607,2 585,5-3,6 38,0 0,1 Indonesia , , ,7-3,1-21,0 1,3 Machinery, Electrical Equipment 3.481, , ,7-0,3-14,9 0,5 Nuclear Reactors, Machinery 1.836, , ,0 1,2-11,8 0,3 Electrical Machinery and Equipment 1.645, , ,7-2,0-18,3 0,2 Base Metals and Articles 1.596, , ,6 17,2-23,2 0,2 Malaysia , , ,9-4,4-18,0 1,7 Machinery, Electrical Equipment 3.745, , ,9-11,5-12,3 0,5 Electrical Machinery and Equipment 2.429, , ,5-13,3-11,9 0,3 Base Metals and Articles 2.118, , ,0-11,3-45,1 0,2 Nuclear Reactors, Machinery 1.315, , ,4-7,9-13,2 0,2 Singapura , , ,5-3,8-4,2 2,3 Machinery, Electrical Equipment 5.862, , ,7-5,0 3,9 1,0 Electrical Machinery and Equipment 3.539, , ,8-12,3 12,4 0,6 Nuclear Reactors, Machinery 2.323, , ,0 12,6-9,0 0,3 Indonesia: Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport Eq 1.555, , ,9-25,9-17,3 0,2 Thailand , , ,8 5,3 3,0 1,7 82

94 Nilai Impor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q Q Q (QtQ, %) (YoY, %) Q Machinery, Electrical Equipment 3.738, , ,1 8,0 17,8 0,7 Electrical Machinery and Equipment 2.047, , ,8 15,2 35,7 0,5 Nuclear Reactors, Machinery 1.690, , ,3-2,4-3,9 0,3 Base Metals and Articles 1.381, , ,1-13,3-20,2 0,2 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 turun sebesar 0,04 persen (QtQ). Impor ASEAN-5 dari RRT pada triwulan IV tahun 2015 turun sebesar 0,04 persen dari triwulan sebelumnya yang mencapai USD50.665,7 juta menjadi USD50.645,1 juta. Jika dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2014, impor dari RRT ke ASEAN turun sebesar 7,1 persen atau USD3.858,5 juta. Filipina dan Thailand mengalami pertumbuhan impor yang positif pada triwulan tahun IV 2015 (QtQ), yaitu masing-masing sebesar USD736,0 juta (10,6 persen) dan USD531,1 juta (5,3 persen). Sedangkan Indonesia, Malaysia dan Singapura mengalami penurunan impor masing-masing sebesar USD258,0 juta (3,1 persen), USD474,9 juta (4,4 persen) dan USD554,8 juta (3,8 persen). Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 48. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Periode SKA Preferensi SKA Nonpreferensi SKA Preferensi + SKA Non (%) (%) Preferensi (%) ,4 11,8 57, ,7 12,4 63, ,6 11,9 62, ,3 13,5 85,8 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 85,8 persen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun Sepanjang tahun 2015, penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 85,8 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan pemanfaatan sebesar 72,3 persen. Form E yang merupakan SKA Preferensi atas perjanjian ACFTA paling banyak dimanfaatkan sepanjang tahun 2015 dengan tingkat pemanfaatan sebesar 23,6 persen, diikuti oleh Form A (Generalized System of Preferences) sebesar 20,6 persen (Gambar 16). Pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi pemanfaatan penggunaan SKA Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi sebesar 92,5 persen (Gambar 17). 83

95 Gambar 16. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Gambar 17. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag 84

96 Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN Pada triwulan IV tahun 2015 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan ASEAN sebesar USD1.283,9 juta. Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN pada triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar USD7.840,3 juta sedangkan nilai impor Indonesia dari ASEAN terhitung sebesar USD9.124,2 juta. Sehingga, pada triwulan IV tahun 2015 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan ASEAN sebesar USD1.283,9 juta. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Singapura merupakan negara tujuan ekspor terbesar (37,3 persen) sekaligus negara asal impor terbesar Indonesia (45,8 persen). Ekspor Indonesia-ASEAN menurun 19,2 persen (YoY) dengan penurunan paling tinggi ke Malaysia sebesar 30,3 persen. Pertumbuhan ekspor Indonesia-ASEAN pada triwulan IV tahun 2015 (YoY) secara kumulatif menurun 19,2 persen dengan penurunan ekspor paling tinggi yaitu ke Malaysia sebesar 30,3 persen. Pertumbuhan ekspor yang positif hanya ke negara Kamboja (13,2 persen), Vietnam (11,4 persen) dan Brunei Darussalam (0,4 persen). Tabel 49. Ekspor Indonesia-ASEAN Triwulan IV Tahun 2015 Negara Nilai Ekspor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Okt-15 Nov-15 Des-15 Q (YoY, %) (%) Brunei Darussalam 14,1 4,9 5,4 24,5 0,4 0,3 Filipina 305,0 307,6 273,7 886,4-7,1 11,3 Kamboja 36,7 34,1 41,7 112,5 13,2 1,4 Laos 0,9 0,3 0,5 1,7-4,2 0,0 Malaysia 594,5 519,4 545, ,5-30,3 21,2 Myanmar 48,0 71,6 50,5 170,0-3,0 2,2 Singapura 1.045,9 928,3 947, ,7-26,4 37,3 Thailand 448,8 431,3 340, ,4-9,2 15,6 Vietnam 288,0 264,1 291,4 843,5 11,4 10,8 Total Ekspor 2.781, , , ,3-19,2 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN Myanmar sebagai negara importir yang mengalami pertumbuhan positif tertinggi. Demikian halnya dengan ekspor, pertumbuhan impor Indonesia-ASEAN pada triwulan IV tahun 2015 (YoY) secara kumulatif mengalami penurunan sebesar 26,7 persen. Penurunan impor paling tinggi yaitu dari Laos sebesar 99,2 persen. Pertumbuhan impor yang positif dari negara Brunei Darussalam (2013,8 persen), Kamboja (84,6 persen) dan Myanmar (68,9 persen). Peningkatan impor yang sangat besar dari Brunei disebabkan oleh tidak adanya impor migas pada kuartal IV tahun Impor dari Brunei pada kurtal 85

97 IV tahun 2014 hanya sebesar USD3,2 juta meningkat menjadi USD68,2 juta pada kuartal IV tahun Tabel 50. Impor Indonesia-ASEAN Negara Nilai Impor(juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Okt-15 Nov-15 Des-15 Q (YoY, %) (%) Brunei Darussalam 36,9 2,7 28,6 68,2 2013,8 0,7 Filipina 52,3 58,1 61,6 172,0-1,5 1,9 Kamboja 2,3 1,8 1,4 5,6 84,6 0,1 Laos 0,0-0,0 0,0-99,2 0,0001 Malaysia 595,6 636,3 659, ,9-32,7 20,7 Myanmar 7,7 14,3 15,9 37,9 68,9 0,4 Singapura 1.356, , , ,2-32,9 45,8 Thailand 627,7 604,3 704, ,0-15,5 21,2 Vietnam 200,3 331,9 302,1 834,4-9,0 9,1 Total Impor 2.879, , , ,2-26,7 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : proporsi terhadap total impor dari ASEAN (%) 86

98 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Oktober-Desember 2015 masing-masing sebesar 6,25 persen, 4,89 persen, dan 3,35 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp per USD. Dolar Amerika Serikat (USD) mengalami pelemahan terhadap Rupiah sebesar 5,9 persen dibanding triwulan III tahun Rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 4498,2. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada bulan November 2015 adalah sebesar 21,3 persen, meningkat 0,7 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ). Pada bulan November 2015, rasio kredit bermasalah mengalami peningkatan sebesar 0,1 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ), yaitu menjadi 2,6 persen. 87

99 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Penurunan cadangan devisa sebagian besar terjadi pada negaranegara maju Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang moderat pada tahun 2015 diiringi dengan tren penurunan cadangan devisa berbagai negara kawasan, terutama negara maju. Sebaliknya, negara-negara berkembang di kawasan ASEAN dan India mengalami peningkatan (Tabel 51). Peningkatan cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember merupakan yang tertinggi, hal ini terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, hasil ekspor migas, dan penerbitan global bonds Pemerintah. Tabel 51. Posisi Cadangan Devisa Dunia (miliar USD) September Oktober November Desember %QtQ BRIC Brazil 361,4 361,2 357,0 356,5-1,4 Rusia 371,3 369,6 364,7 368,4-0,8 India 350,3 354,2 350,2 350,4 0,03 Tiongkok 3590,3 3604,0 3513,0 3406,1-5,1 ASEAN-5 Indonesia 101,7 100,7 100,2 105,9 4,1 Malaysia 93,3 94,0 94,6 95,3 2,1 Singapura 251,6 249,8 247,1 247,7-1,6 Thailand 155,5 158,3 155,7 156,5 0,6 Filipina 80,6 81,1 80,2 80,7 0,1 Fragile-5 Turki 119,7 118,6 116,5 n.a n.a Afrika Selatan 46,1 46,1 45,1 n.a n.a Negara Maju Jepang 1.248,9 1244,2 1233,0 1233,2-1,3 Kawasan Euro 721,7 721,2 691,1 701,4-2,8 Inggris 158,0 163,5 154,4 155,9-1,3 Amerika Serikat 121,0 119,6 117,0 118,5-2,1 Sumber: International Monetary Fund, data Tiongkok mengalami penurunan cadangan devisa tertinggi seiring dengan keputusan pelonggaran kebijakan moneter pada Oktober Pada Oktober 2015, People s Bank of China (PboC) melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan tingkat suku bunganya terutama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada tingkat 7 persen di akhir tahun Suku bunga yang lebih rendah diharapkan dapat merangsang peningkatan pinjaman. Akan tetapi di sisi lain di tengah penguatan USD, peningkatan pinjaman meningkatkan risiko berupa peningkatan utang yang menggerus cadangan devisa Tiongkok pada akhir 88

100 Desember 2015 hingga 5,1 persen dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 51). Pelonggaran kebijakan ini dinilai belum berhasil membuat Cina mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada tingkat 7 persen dimana pada akhir 2015 Cina hanya tumbuh 6,8 persen. Amerika Serikat (The Fed) telah memulai pengetatan kebijakan moneternya pada pertengahan Desember Sementara itu, negara kawasan Eropa dan Jepang masih melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter. Peningkatan suku bunga The Fed merupakan yang pertama sejak tahun Keputusan The Fed dalam meningkatkan suku bunganya didasarkan pada aktivitas ekonomi yang telah berkembang secara moderat. Indikator pasar tenaga kerja yang terus menunjukkan perbaikan beserta laju inflasi yang stabil di bawah dua persen membuat The Fed semakin yakin untuk meningkatkan suku bunga pada tingkat 0,5 persen. Pada tingkat suku bunga ini diyakini bahwa Amerika Serikat akan mencapai kondisi tenaga kerja yang maksimal dengan inflasi pada tingkat 2 persen. European Central Bank (ECB) melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter pada bulan Desember 2015 dengan menurunkan suku bunga deposito. Selain itu, ECB juga memperpanjang tanggal jatuh tempo pembelian aset (dari September 2016 menjadi Maret 2017) dan berkomitmen untuk menginvestasikan kembali sekuritas yang telah jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada operasi pasar terbuka hingga awal Neraca ECB ditargetkan mencapai EUR700 miliar pada tahun 2016 dimana sebelumnya EUR620 miliar pada akhir tahun Sama halnya dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga meningkatkan stimulus moneter pada akhir Januari 2016 dengan menurunkan suku bunga deposito sebesar 10 basis poin. Keputusan ini didasarkan pada masih rendahnya harga minyak dan ketidakpastian ekonomi global yang dapat menunda sasaran target inflasi Jepang di tingkat dua persen. Tabel 52. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan IV Tahun 2015 (persentase) Negara September Oktober November Desember Amerika Serikat 0,25 0,25 0,25 0,50 Cina 4,60 4,35 4,35 4,35 89

101 Negara September Oktober November Desember Hongkong 0,50 0,50 0,50 0,75 Selandia Baru 2,75 2,75 2,75 2,50 Meksiko 3,00 3,00 3,00 3,25 Chili 3,00 3,25 3,25 3,5 Afrika Selatan 6,00 6,00 6,25 6,75 Sumber: Bank Indonesia Sejumlah bank sentral emerging market memilih untuk menaikkan suku bunganya pada triwulan IV tahun Peningkatan suku bunga terjadi pada beberapa bank sentral emerging market untuk menekan laju inflasi (Tabel 55). Tren penurunan harga komoditas dunia tidak menjadi pertimbangan utama beberapa bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneternya, seperti Meksiko, Chili, dan Afrika Selatan karena tekanan penguatan USD dirasakan sangat berdampak pada peningkatan inflasi masing-masing negara tersebut. Sebaliknya, Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Desember 2015 untuk meningkatkan tingkat inflasi dari lemahnya aktivitas perdagangan. Begitu juga dengan Bank Indonesia yang meningkatkan suku bunganya pada Januari 2016 karena dinilai risiko depresiasi nilai tukar telah berkurang sebagai dampak The Fed telah meningkatkan suku bunganya. Perkembangan Moneter Domestik Beberapa indikator perekonomian Indonesia pada Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 meningkat tipis diiringi dengan penurunan laju inflasi. triwulan IV tahun 2015 menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 meningkat menjadi 5,04 persen (YoY) dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,74 persen (YoY). Peningkatan pertumbuhan ekonomi diiringi oleh penurunan inflasi menjadi 3,35 persen (YoY). Angka inflasi ini merupakan yang terendah sejak Desember Sama halnya nilai tukar Rupiah yang mengalami penguatan dengan rata-rata Rp13773 per USD selama triwulan IV tahun 2015 dimana sebelumnya Rp13849 per USD selama triwulan III tahun

102 Triliun Rupiah Rata-rata IHSG selama triwulan IV tahun 2015 menguat dibanding triwulan sebelumnya. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV tahun 2015 tumbuh melambat sebesar 8,9 persen. Di tengah perlambatan ekonomi dunia, kinerja pasar modal Indonesia cukup kondusif dibanding negara lain, hal ini tercermin pada IHSG yang menguat 8,7 persen dibanding triwulan III tahun Selama tahun 2015, IHSG mencapai titik terendahnya pada akhir September 2015 (triwulan III tahun 2015). Pelemahan indeks saham ini terutama disebabkan oleh sentimen negatif dari faktor eksternal seiring dengan pelemahan bursa Amerika Serikat. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp 4546,7 triliun, tumbuh melambat 8,9 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan III tahun 2015 yang sebesar 9,2 persen (YoY) (Gambar 18). Perlambatan tersebut bersumber dari komponen uang kuasi (simpanan berjangka dan tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta simpanan giro valuta asing). Sebaliknya, uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh meningkat menjadi 12 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang beredar terutama disebabkan oleh melambatnya tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat. Gambar 18. Pertumbuhan Uang Beredar 2015 (YoY) % 13.00% 12.00% % 11.00% 10.40% 10.00% % 10.00% 9.30% 8.90% % 9.20% 8.40% % Oktober November Desember M2 (LHS) Pertumbuhan M2 Pertumbuhan Uang Kuasi Pertumbuhan M1 Sumber: Bank Indonesia 91

103 INFLASI Inflasi Global Peningkatan inflasi terjadi pada negara-negara maju selama triwulan IV tahun Peningkatan inflasi terutama terjadi pada kawasan Euro, Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Pada akhir Desember 2015, Kawasan Euro, Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 0,4 persen, 0,7 persen, dan 0,2 persen (Tabel 53). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara maju tengah mengalami rebound dari perlambatan ekonomi akibat krisis. Tabel 53. Tingkat Inflasi Global Tahun 2015 (YoY) September Oktober November Desember Indonesia 6,83 6,25 4,89 3,35 BRIC Brazil 9,49 9,93 10,48 10,67 Russia 15,7 15, ,9 India 5,14 6,32 6,72 6,32 Tiongkok 1,6 1,3 1,5 1,6 ASEAN Singapura -0,6-0,8-0,8-0,6 Malaysia 2,6 2,5 2,6 2,7 Thailand -1,07-0,77-0,97-0,85 Filipina 0,4 0,4 1,1 1,5 Vietnam 0 0 0,34 0,6 Negara Maju Kawasan Euro -0,1 0,1 0,2 0,4 Amerika Serikat 0 0,2 0,5 0,7 Inggris -0,1-0,1 0,1 0,2 Jepang 0 0,3 0,3 0,2 Sumber: Bloomberg, data Peningkatan inflasi juga terjadi pada sebagian besar negara emerging market. Mayoritas emerging market juga mengalami peningkatan inflasi seperti Brazil, India, Malaysia, Filipina, dan Vietnam (Tabel 53) seiring dengan pelemahan masingmasing nilai tukar terhadap USD. Di sisi lain, tren penurunan harga komoditas dunia tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi beberapa negara emerging market ini. Sebaliknya, Indonesia tengah merasakan dampak positif dari penurunan harga komoditas dunia, terutama komoditas minyak dunia yang membuat tingkat inflasi semakin menurun. Tekanan Rupiah 92

104 Inflasi Domestik Inflasi bulan Desember 2015 merupakan inflasi tahunan terendah sejak enam tahun terakhir. terhadap USD yang cukup kecil juga merupakan salah satu pendukung inflasi Indonesia dapat teredam. Indonesia mengalami penurunan tingkat inflasi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya secara tahunan (YoY). Tingkat inflasi hingga akhir tahun 2015 tercatat 3,35 persen (YoY) dengan IHK 122,9. Akan tetapi secara bulanan (MtM) mengalami peningkatan. Meskipun dampak El-Nino masih dirasakan di beberapa wilayah hingga akhir bulan Desember 2015, namun secara keseluruhan stabilitas harga bahan pokok masih terkendali. Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Oktober-Desember 2015 masing-masing sebesar 6,25 persen, 4,89 persen, dan 3,35 persen. Pada periode yang sama secara bulanan (MtM), Indonesia mengalami inflasi masing-masing sebesar -0,08 persen, 0,21 persen, dan 0,96 persen (Tabel 54). Inflasi tahunan pada akhir tahun 2015 merupakan yang terendah sejak Desember tahun Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik Tahun 2015 Persentase (%) Oktober November Desember Year-on-Year 6,25 4,89 3,35 Month-to-month -0,08 0,21 0,96 Tahun kalender 2,16 2,37 3,35 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Penurunan inflasi tahunan terutama didorong oleh rendahnya tingkat inflasi pada komponen harga diatur pemerintah. Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi terendah pada Desember tahun 2015 dimiliki oleh komponen inflasi harga diatur Pemerintah, sebesar 0,39 persen yang menurun cukup drastis dibandingkan periode sebelumnya. Adapun inflasi harga bergejolak dan inflasi inti mengalami pergerakan yang cukup stabil di akhir tahun. Berbeda halnya secara tahunan, ketiga komponen inflasi pada akhir Desember tahun 2015, secara bulanan (MtM) mengalami peningkatan inflasi dibanding periode sebelumnya (Tabel 55). 93

105 Tabel 55. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen Komponen YoY MtM Oktober November Desember Oktober November Desember Inti 5,02 4,77 3,95 0,23 0,09 0,23 Bergejolak 6,95 4,84 4,84-1,22 0,07 3,53 Diatur pemerintah 9,83 5,61 0,39 0,03 0,05 0,86 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Sesuai pola seasonal, share inflasi harga bergejolak dan diatur pemerintah terhadap inflasi bulanan cenderung meningkat mendekati akhir tahun Deflasi yang terjadi pada bulan Oktober 2015 terutama disumbang oleh komponen inflasi harga bergejolak dengan sumbangan deflasi sebesar 0,22 persen. Akan tetapi, pola inflasi ini tidak dapat terlepas dari faktor seasonal. Mendekati akhir tahun, pada November- Desember sumbangan inflasi harga bergejolak semakin meningkat masing-masing sebesar 0,07 persen dan 0,65 persen. Begitu juga dengan sumbangan inflasi harga diatur pemerintah (Tabel 56). Sementara itu, inflasi inti berhasil dijaga kestabilannya di akhir tahun. Tabel 56. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tahun 2015 Komponen Persentase (%) Oktober November Desember UMUM (headline) Inti Bergejolak -0,08 0,21 0,96 0,13 0,09 0,13-0,22 0,07 0,65 Diatur Pemerintah 0,01 0,05 0,18 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbangkan deflasi terhadap pembentukan inflasi tahun Rendahnya tingkat inflasi pada akhir tahun 2015 sebesar 3,35 persen terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi antara lain bensin dan solar. Sebaliknya, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau beserta kelompok bahan makanan menyumbang inflasi tertinggi terutama pada komoditas beras, rokok kretek filter, dan bawang merah (Tabel 57). Tabel 57. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Tahunan persentase (%) Kelompok Pengeluaran UMUM (headline) 6,96 3,79 4,3 8,38 8,36 3,35 94

106 Kelompok Pengeluaran Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan persentase (%) ,45 0,34 0,35 2,36 2,35-0,34 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,23 0,35 0,28 0,26 0,36 0,32 Kesehatan 0,09 0,18 0,12 0,15 0,26 0,24 Sandang 0,45 0,52 0,35 0,04 0,20 0,23 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,01 0,78 0,8 1,48 1,82 0,85 1,23 0,78 1,09 1,34 1,31 1,07 Bahan Makanan 3,5 0,84 1,31 2,75 2,06 0,98 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Daerah dengan tingkat inflasi di atas tingkat inflasi nasional sebagian besar dialami oleh kabupaten/ kota di Kawasan Timur. Secara tahunan (YoY) maupun bulanan (MtM), selama triwulan IV tahun 2015, terdapat beberapa daerah yang secara berturut-turut berada di atas inflasi nasional, yaitu Tangerang, Banjarmasin, Samarinda, dan Mamuju. Inflasi tahunan tertinggi selama Oktober-November 2015 masing-masing terjadi pada Pontianak (9,79 persen), Tabalong (8,27 persen), dan Tual (8,58 persen) (Lampiran 1). Sementara itu, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada Manado dan Merauke. Adapun daerah dengan tingkat inflasi terendah baik secara tahunan (YoY) maupun bulanan (MtM) dialami oleh beberapa daerah di kawasan Barat, antara lain Tanjung Pandan, Pangkal Pinang, Cirebon, dan Meulaboh. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Selama triwulan IV tahun 2015, USD menguat terhadap mayoritas mata uang negara lain. Tren penguatan USD sejalan dengan normalisasi kebijakan The Fed dan perbaikan data perekonomian Amerika Serikat yang memberikan tekanan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah, baik secara MtM, YtD, maupun YoY. Tekanan tertinggi secara YtD maupun YoY dialami oleh Real Brazil dimana penguatan USD terhadap BRL pada kisaran persen (Lampiran 2). Sebaliknya, pada akhir Desember 2015, USD sempat melemah terhadap mata uang negara Indonesia, India, Filipina, kawasan Euro, dan Jepang di tengah respon peningkatan suku bunga The Fed (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara tersebut memiliki kondisi ekonomi 95

107 Feb-95 Jul-95 Dec-95 May-96 Oct-96 Mar-97 Aug-97 Jan-98 Jun-98 Nov-98 Apr-99 Sep-99 Feb-00 Jul-00 Dec-00 May-01 Oct-01 Mar-02 Aug-02 Jan-03 Jun-03 Nov-03 Apr-04 Sep-04 Feb-05 Jul-05 Dec-05 May-06 Oct-06 Mar-07 Aug-07 Jan-08 Jun-08 Nov-08 Apr-09 Sep-09 Feb-10 Jul-10 Dec-10 May-11 Oct-11 Mar-12 Aug-12 Jan-13 Jun-13 Nov-13 Apr-14 Sep-14 Feb-15 Jul-15 Dec-15 domestik yang cukup kondusif dalam merespon normalisasi kebijakan Amerika Serikat. Gambar 19. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Sumber: Bank for International Settlements Indonesia Thailand Malaysia Filipina Singapura Nilai tukar riil Rupiah (REER) tergolong lemah dibandingkan mata uang negara sekawasan. Selama triwulan IV tahun 2015, USD melemah 5,9 persen terhadap Rupiah dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks Harga Saham Mayoritas indeks saham dunia melemah selama triwulan IV tahun Secara riil, nilai tukar Rupiah relatif lebih rendah dibandingkan negara sekawasan lainnya, namun menunjukkan peningkatan memasuki triwulan IV tahun 2015 (lihat Gambar 19). Pada bulan Desember 2015, nilai REER Indonesia meningkat menjadi 89,78 dibanding bulan sebelumnya. Real Effective Exchange Rate Indonesia berada diatas REER Malaysia yang sebesar 86,4. Pada bulan Desember 2015, nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 116,13, disusul REER Singapura dan Thailand masingmasing 109,88 dan 100,31. Pergerakan nilai tukar pada triwulan IV tahun 2015 menunjukkan kondisi positif. Dolar Amerika Serikat (USD) melemah 5,9 persen terhadap Rupiah dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp13.773,00 per USD dimana pada triwulan III tahun 2015 mencapai Rp per USD (Lampiran 2). Pada posisi akhir bulan, sebagian besar negara selama triwulan IV tahun 2015 mengalami tren pelemahan saham, khususnya jika dibandingkan awal tahun (YtD) dan secara tahunan (YoY). Pelemahan indeks saham 96

108 yang cukup tinggi dialami oleh IHSG, IBOV, STI, dan SETI (Lampiran 3). Sementara itu, penguatan saham dialami oleh SSEA dan N225. Sentimen negatif dari peningkatan suku bunga The Fed juga berdampak pada pelemahan saham negara maju lainnya. Peningkatan suku bunga The Fed yang diumumkan tertanggal 16 Desember tahun 2015 membuat pergerakan saham dunia melemah. Indeks saham Amerika Serikat (DJIA dan S&P 500) sendiri di posisi akhir bulan Desember ikut melemah sebesar 1,7 persen dan 1,8 persen. Pada tanggal 31 Desember 2015, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level dan 2.043,9. Pelemahan bursa Wall Street ini diikuti dengan pelemahan indeks saham negara maju lainnya dimana pelemahan tertinggi dialami oleh saham STOXX-50 yang mencapai 6,8 persen (Lampiran 3). Akan tetapi, hal berbeda terjadi pada Indonesia sebagai negara emerging market yang berhasil mempertahankan penguatan sahamnya (IHSG) sebesar 3,3 persen (MtM). Gambar 20. Indeks Saham BRIC & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali Gambar 21. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali 97

109 Gambar 22. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali Posisi IHSG pada akhir triwulan IV tahun 2015 menguat dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Pada triwulan III tahun 2015, posisi IHSG pada level 4120,5 adalah yang terendah selama tahun 2015, namun IHSG berhasil menguatkan kembali posisinya selama triwulan IV tahun 2015 di tengah shock dari ekonomi global. Rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 4.498,2 menguat 8,7 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Berbeda halnya dengan pergerakan indeks saham negara-negara ASEAN (Malaysia, Singapura, dan Thailand), negara maju, dan negara emerging market lainnya yang cenderung menurun, Indonesia memperlihatkan pergerakan yang positif (Gambar 20, 21, dan 22). Penguatan ini terutama ditopang oleh kondusifnya perekonomian domestik dan cukup terkendali dengan dikeluarkannya paket kebijakan Pemerintah. Indeks Harga Komoditas Internasional Selama triwulan IV tahun 2015, sebagian besar harga komoditas global masih melanjutkan tren penurunan. Pada posisi akhir bulan, baik secara MtM, YtD, maupun YOY, mayoritas komoditas internasional mengalami tren penurunan harga (Lampiran 4). Akan tetapi, pergerakan indeks harga komoditas pangan masih lebih stabil dibandingkan pergerakan indeks harga komoditas mineral (Gambar 23 dan 24). Komoditas gula adalah satusatunya komoditas yang mengalami peningkatan indeks harga selama Oktober-Desember Peningkatan 98

110 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Oct-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Oct-15 Jan-16 tertinggi komoditas gula terjadi pada bulan Oktober mencapai 19,3 persen (MtM). Gambar 23. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) Gambar 24. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global EMAS PERAK BRENT OIL TEMBAGA GAS ALAM Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) Komoditas mineral global terutama Brent Oil mengalami penurunan harga yang tajam hingga di bawah USD40/barrel. Pada akhir tahun 2015 komoditas mineral global yang mengalami penurunan indeks harga tertinggi secara bulanan (MtM) adalah minyak mentah Brent Oil mencapai 16,4 persen. Sedangkan emas, gas alam, tembaga, dan perak mengalami pergerakan indeks harga yang lebih positif selama triwulan IV tahun 2015 (Lampiran 4). Tren penurunan harga minyak yang terjadi 99

111 Harga Bahan Pokok Nasional Menjelang akhir tahun 2015, harga bahan pokok domestik cenderung meningkat. sejak pertengahan tahun 2014 lalu karena melimpahnya pasokan minyak mentah dunia dari Amerika Serikat yang tidak didukung oleh pembatasan pasokan minyak dari negara OPEC. Sementara itu, anjloknya harga juga tidak didukung oleh peningkatan permintaan global akan komoditas ini. Selama periode Oktober-Desember 2015 mayoritas komoditas bahan pokok terpilih mengalami peningkatan harga (Lampiran 5). Pergerakan peningkatan harga yang cukup tajam terjadi pada komoditas cabai merah (keriting dan biasa) beserta bawang merah yang mencapai 16 persen, baik secara YtD maupun YoY selama triwulan IV tahun Komoditas beras juga mengalami tren peningkatan harga namun tipis pada kisaran 6-8 persen (Gambar 25). Peningkatan harga pada komoditas pertanian merupakan dampak dari El Nino pada periode sebelumnya. Sementara itu, hanya minyak goreng curah yang mengalami penurunan harga berkala secara bulanan (MtM). Gambar 25. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (2009=100) 100

112 Respon Kebijakan Moneter Hingga akhir tahun 2015 BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunganya. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hingga akhir tahun 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 7,5 persen dengan suku bunga Lending Facility pada level 8,00 persen dan suku bunga Deposit Facility pada level 5,50 persen. Namun seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dengan kenaikan Fed Fund rate pada Desember 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk memangkas BI-rate sebesar 25 basis poin pada tanggal Januari tahun 2016 menjadi 7,25 persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran moneter yang semakin terbuka dan diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya. Paket kebijakan Bank Indonesia yang dikeluarkan pada September 2015 diterapkan secara konsisten Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi. Dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian, Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan pada September 2015, Bank Indonesia mengeluarkan lima paket kebijakan, yaitu: (i) Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian; (ii) Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah; (iii) Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah; (iv) Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas); dan (v) Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar keuangan. Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di tengah pelemahan konsumsi dan netekspor, kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit (CAD) yang 101

113 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 CAR, NPL (persen) LDR (persen) sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama yang mendukung pembangunan infratsruktur; (iii) Manajemen ekspektasi penting. Meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait dengan proyek-proyek besar. Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan. Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. SEKTOR PERBANKAN Gambar 26. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia LDR CAR NPL Sumner: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Agustus

114 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (%) Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) kembali mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Tercatat CAR pada bulan November 2015 adalah sebesar 21,3 persen, meningkat 0,7 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya. Untuk rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) mengalami penurunan sebesar 0,1 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya menjadi 2,6 persen di bulan November Loan to Deposit Ratio (LDR) kembali mengalami kenaikan sebesar 1,9 persen (QtQ) pada bulan November 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi 90,5 persen. Gambar 27. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia 5, ,500 4, ,500 3, , ,000 1, , DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan September 2015 Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tetap tumbuh, walaupun mengalami perlambatan. Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan tetap tumbuh, walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan. DPK pada triwulan IV tahun 2015 tercatat sebesar Rp4.335 triliun atau tumbuh sebesar 8,0 persen dibanding tahun lalu (YoY). Pada triwulan IV tahun 2015, kredit tercatat sebesar Rp4.083 triliun. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 10,1 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY). Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) pada triwulan IV tahun 2015 juga tercatat lebih dari 90,0 persen. Pertumbuhan DPK yang 103

115 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2: 2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) 2,500 melambat serta rasio LDR yang mencapai lebih dari 90,0 persen akan berimplikasi pada terbatasnya ruang pertumbuhan kredit yang diberikan perbankan kepada masyarakat. Gambar 28. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya , , , KI (1.6) KMK (1.8) KK (1.10) Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan September 2015 Kredit Investasi mengalami pertumbuhan paling tinggi dibanding Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi Kredit Investasi mengalami pertumbuhan paling tinggi dibanding Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi pada triwulan IV tahun Kredit Investasi tumbuh sebesar 14,6 persen (YoY) dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp1.025 triliun. Kredit Modal Kerja tumbuh sebesar 8,4 persen (YoY) dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp1.914 triliun. Sedangkan, Kredit Konsumsi tumbuh sebesar 9,1 persen (YoY) dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp1.143 triliun. 104

116 Pada triwulan IV tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai 540 triliun dan dalam PDB atas dasar harga konstan 2010 mencapai 436,5 triliun. Sektor industri pengolahan pada triwulan IV tahun 2015 mengalami pertumbuhan mencapai 5,04 persen (YoY). Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) per bulan selama triwulan keempat tahun ini sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman 2015 mencapai orang. Pilar Inovasi di Indonesia berada di peringkat 30 tahun 2015 untuk 144 negara yang diukur. Hingga pertengahan tahun 2015, sudah ada 27 Kebun Raya di Indonesia yang tersebar di 20 provinsi. Pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 57 dari 239 negara dalam hal publikasi jurnal ilmiah internasional. 105

117 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 29. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pada tahun 2015, PDB industri pengolahan nonmigas atas dasar harga berlaku mencapai Rp540 triliun dan tumbuh sebesar 5,04 persen (YoY). Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB nasional dan industri manufaktur non migas tahun Pada tahun 2015, nilai tambah sektor industri manufaktur non migas pada triwulan IV mencapai Rp540 triliun (Harga Belaku). Secara kumulatif, industri manufaktur non migas ini mencapai Rp2.097,7 triliun dan bertumbuh sebesar 5,04 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun Namun demikian, kontribusi nilai tambah sektor industri manufaktur non migas ini menyumbang 18,2 persen dari total pendapatan nasional Indonesia pada tahun 2015, meningkat dari tahun 2014 yang mencapai angka 17,9 persen. 106

118 Gambar 30. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri barang logam; industri makanan dan minuman (mamin); industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 7,83 persen, 7,54 persen, dan 7,49 persen. Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor industri manufaktur non migas pada tahun Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri barang logam, kemudian diikuti dengan industri makanan dan minuman, dan industri mesin dan perlengkapan yang masing-masing mampu bertumbuh masing-masing sebesar 7,83 persen, 7,54 persen, dan 7,49 persen (YoY). Tingginya permintaan ekspor dan peningkatan investasi pada subsektor industri barang logam menyebabkan subsektor ini mengalami pertumbuhan yang paling tinggi. Namun demikian, tidak semua subsektor mengalami pertumbuhan yang positif. Melanjutkan tren pada triwulan III, industri kertas, industri kayu, serta industri tekstil dan pakaian jadi masih mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar (0,11 persen), (1,84 persen), dan (4,79 persen). Industri tekstil dan pakaian jadi menjadi satu-satunya subsektor yang selalu mengalami pertumbuhan negatif sepanjang empat triwulan di tahun 2015 ini. Belum membaiknya kondisi ekonomi dari pangsa pasar produk tekstil Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Jepang, serta membanjirnya produk tekstil impor yang memiliki harga lebih murah 107

119 dibandingkan dengan produk lokal menjadi beberapa penyebab dari mundurnya industri tekstil ini. Ketidakmampuan hasil industri tekstil dalam negeri untuk bersaing dengan produk tekstil impor haruslah menjadi perhatian serius bagi pemangku kebijakan agar segera menghasilkan kebijakan yang mampu mengatasi permasalahan tersebut, seperti pemberian insentif untuk industri hulu, proteksi untuk industri hilir, dan peninjauan kembali atas penetapan upah minimum provinsi (UMP). Gambar 31. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pada tahun 2015, subsektor makanan dan minuman masih menjadi subsektor yang dominan dalam industri pengolahan nonmigas. Grafik di atas menunjukkan komposisi pertumbuhan industri manufaktur non migas pada tahun Subsektor industri makanan dan minuman menjadi subsektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi sebesar 46 persen. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), subsektor industri makanan dan minuman Indonesia merupakan industri yang paling siap untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Besarnya kontribusi subsektor ini juga menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut. Selain itu, sudah banyak pengusaha industri makanan dan minuman yang sudah mengembangkan usahanya ke negara ASEAN lainnya, seperti Filipina, 108

120 Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepri Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Banten DKI Jakarta Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Lampung Jawa Barat Kalimantan Utara Myanmar, Singapura, dan Vietnam. Namun demikian, pemerintah dan pengusaha di subsektor ini harus tetap menjalin kerjasama demi menjaga iklim investasi untuk menjaga daya saing subsektor industri makanan dan minuman Indonesia di tingkat ASEAN. Gambar 32. Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun , ,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2016, diolah Sejak akhir tahun 2015, penentuan Upah Minimum Provinsi ditentukan lewat formula yang pasti. Pada akhir tahun 2015, pemerintahan Kabinet Indonesia Kerja mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV, yang berfokus kepada kesejahteraan pekerja, antara lain formula upah minimum provinsi (UMP), memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) khususnya bagi pekerja yang terkena PHK dan pemberian kredit modal kerja untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 109

121 Penentuan UMP yang berlangsung tripartit antara buruh, pengusaha, dan pemerintah yang berlarut-larut dirubah dengan menggunakan formula. Kebijakan ini merupakan bukti kehadiran negara dalam bentuk pemberian jaring pengaman sosial melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula. Pemerintah berusaha memastikan agar buruh tidak terjatuh ke dalam upah murah. Dengan kebijakan ini upah buruh akan naik setiap tahun dengan besaran yang terukur sekaligus mengurangi ketidakpastian kepada pengusaha dalam berusaha. UMP tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta yang mencapai Rp per bulan. Formula penentuan UMP yang baru adalah UMP tahun berjalan ditambah penyesuaian sebesar kenaikan harga secara umum (inflasi) dan laju pertumbuhan ekonomi. Memasuki tahun 2016, seluruh 31 provinsi telah menetapkan UMP tahun 2016 dengan formula tersebut, sebanyak 30 provinsi telah menetapkan dengan rerata tidak tertimbang (simple average) sebesar 11,6 persen. Tingkat UMP tertinggi di Indonesia adalah di DKI Jakarta yang mencapai Rp ,00, meningkat 14,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Gambar 33. Ekspor Produk Industri Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y) 30,00 25,00 20, ,00 10,00 5,00 0,00-5,00-10,00 [VALUE] -15,00-20,00 Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah 110

122 Nilai ekspor produk industri Indonesia tahun 2015 mencapai USD25,4 miliar. Grafik di atas menunjukkan nilai dan pertumbuhan ekspor Indonesia dari triwulan pertama pada tahun 2014 hingga triwulan keempat tahun Nilai ekspor produk industri pada triwulan IV 2015 mencapai USD25,4 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah 13,72 persen dari Triwulan IV pada tahun 2014 (YoY). Salah satu hal yang menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ini adalah menurunnya permintaan dari pasar utama produk ekspor Indonesia, seperti Jepang, Eropa, dan Tiongkok. Penurunan ekspor industri yang sudah berlangsung selama lima kuartal berturut-turut haruslah menjadi hal yang mendapatkan perhatian serius bagi para pemangku kebijakan untuk segera mengeluarkan kebijakan khusus yang mampu untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia di tengah kondisi perekonomian global yang belum pulih sepenuhnya. Selain itu, pemerintah juga dapat menyiapkan alternatif kebijakan lainnya untuk mendukung penyerapan produk industri, yakni dengan cara memperkuat pasar domestik untuk mengkonsumsi hasil industri Indonesia. Data Penjualan Komoditas Industri Utama Penjualan mobil di Indonesia dianggap sebagai indikator yang mampu menggambarkan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas, sedangkan penjualan motor mampu mencerminkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Dalam menggambarkan tingkat pembangunan di Indonesia, penjualan semen dianggap sebagai indikator yang sesuai. Gambar 34. Penjualan Mobil Tahun 2015 Sumber: GAIKINDO 2015, diolah 111

123 Penjualan mobil di Triwulan IV tahun 2015 ini mencapai unit atau turun sebesar 9,7 persen dibandingkan Triwulan IV tahun Penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2015 mencapai angka unit atau turun sebesar 16 persen jika dibandingkan dengan penjualan mobil pada tahun Grafik di atas menunjukkan siklus penjualan mobil setiap triwulannya sekaligus pertumbuhannya secara tahunan dari tahun 2013 hingga Penjualan mobil selama Triwulan IV mencapai angka unit atau turun sebesar 9,7 persen dibandingkan dengan penjualan pada Triwulan IV tahun Meskipun tren penurunan masih berlanjut, namun besarnya penurunan pada Triwulan IV ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan penjualan pada Triwulan III yang mencapai 17 persen. Hal ini menunjukkan jika telah terjadi peningkatan penjualan mobil di Indonesia pada Triwulan IV tahun 2015 ini. Secara kumulatif, penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2015 (Januari-Desember) mencapai angka unit atau turun sebesar 16,0 persen jika dibandingkan dengan penjualan mobil pada tahun 2014 lalu. Penurunan penjualan yang memang sudah diprediksi sejak awal ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang memang mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi ini menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat yang menyebabkan masyarakat menunda pembelian mobil mereka. Selain itu, perlambatan ekonomi Indonesia juga menyebabkan bank menjadi lebih selektif dalam memberikan leasing kepada konsumen untuk menghindari kredit macet. Depresiasi rupiah yang terjadi juga semakin memberikan efek negatif terhadap penjualan mobil akibat kenaikan harga beberapa tipe mobil untuk mengimbangi kenaikan harga komponen mobil yang harus di impor. Penurunan daya beli masyarakat tahun 2015 yang menjadi faktor utama turunnya penjualan mobil. 112

124 Gambar 35. Penjualan Motor Di Indonesia Tahun 2015 Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2015, diolah Grafik di atas menggambarkan siklus penjualan motor Penjualan motor pada Triwulan IV hanya mencapai angka unit atau mengalami penurunan sebesar 8,57 persen (YoY) setiap triwulannya dan juga pertumbuhannya dari tahun 2013 hingga Angka penjualan motor pada Triwulan IV hanya mencapai angka unit atau mengalami penurunan sebesar 8,57 persen dibandingkan dengan penjualan motor pada triwulan yang sama di tahun Sama seperti penjualan mobil, besarnya pertumbuhan penjualan motor para Triwulan IV ini juga semakin positif dibandingkan dengan Triwulan III tahun 2015 yang mengalami penurunan sebesar 11 persen (YoY). Penjualan motor 2015 tercatat mencapai 6,48 juta unit. Turun 1,32 juta dari tahun 2014 Secara kumulatif, penjualan motor di Indonesia pada tahun 2015 hanya mencapai 6,48 juta unit atau mengalami penurunan sebesar 18 persen jika dibandingkan dengan penjualan tahun 2014 yang mampu mencapai 7,8 juta unit. Pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menjadi dasar dari penyebab penurunan penjualan motor ini. Akibat dari lemahnya perekonomian Indonesia, masyarakat menjadi ragu-ragu untuk melakukan pembelian motor. Keraguraguan tersebut disebabkan oleh ketidakpastian nasib karyawan terhadap PHK yang mungkin akan terjadi akibat menurunnya kinerja sektor manufaktur di Indonesia. Selain itu, kenaikan harga bahan pokok yang terjadi di 113

125 luar Pulau Jawa juga semakin menambah tekanan terhadap penjualan motor tahun 2015 ini. Gambar 36. Penjualan Semen Di Indonesia Tahun 2015 (Juta Ton) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2015, diolah Penjualan semen di Indonesia pada triwulan IV 2015 merupakan yang tertinggi diantara triwulan yang sama pada tahun 2013 dan 2014 Grafik di atas menunjukkan siklus penjualan semen di Indonesia setiap bulannya dari tahun 2013 hingga Penjualan semen pada Triwulan IV tahun 2015 merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2013 dan Pada Triwulan IV tahun 2015 ini, penjualan semen mencapai juta ton atau meningkat sebesar 7,1 persen dibandingkan Triwulan IV tahun 2014 lalu. Hal ini disebabkan banyaknya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah yang sudah dimulai sejak akhir Triwulan III lalu. Penjualan semen tahun 2015 menurun 1,3% dari tahun 2014 Secara kumulatif, penjualan semen di Indonesia pada tahun 2015 mencapai juta ton. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 1,3 persen dibandingkan dengan penjualan pada tahun Penurunan tersebut dapat dikatakan kenyataan yang cukup baik, mengingat penurunan sektor lain, seperti mobil dan motor, yang cukup besar. Penurunan penjualan semen tersebut berasal dari penurunan penjualan semen pada triwulan I hingga Triwulan III di tahun Penurunan pada triwulan pertama dan kedua tahun 2015 tersebut 114

126 disebabkan masih sedikitnya realisasi proyek pemerintah, curah hujan yang tinggi di awal tahun yang menyebabkan penundaan proyek, serta perlambatan ekonomi global. Memasuki Triwulan IV 2015, penjualan semen Indonesia meningkat dengan pesat. Hal ini disebabkan peningkatan realisasi proyek pemerintah yang dimulai sejak memasuki Triwulan IV ini mampu meningkatkan penjualan semen pada triwulan IV tahun 2015 ini. Tenaga Kerja Industri Gambar 37. Tenaga kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) Sumber: BPS 2015, diolah Tenaga kerja sektor industri tahun 2015 relatif tidak berubah dari tahun 2014 Jumlah tenaga kerja industri bulan Agustus 2015 adalah sejumlah 15,25 juta tenaga kerja, relatif tidak berubah jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja tahun sebelumnya. Di tengah lesunya perekonomian dunia yang ditunjukkan dengan turunnya jumlah penanaman modal asing dan melemahnya perekonomian negara-negara partner dagang utama Indonesia, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Singapura, penambahan jumlah tenaga kerja sektor industri menjadi sebuah hal sulit. Perkembangan yang menjanjikan adalah mulai tahun 2015, pemerintah Kabinet Indonesia Kerja telah mengeluarkan sejumlah Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I sd terakhir Jilid IX berupaya untuk mendorong pertumbuhan 115

127 ekonomi melalui sejumlah kebijakan deregulasi, debirokrasi, penegakan hukum dan kepastian usaha, serta kebijakan lain untuk mendorong industri nasional, seperti kebijakan kemudahan pembiayaan ekspor, penetapan harga gas untuk bahan baku industri, perizinan perdagangan, hingga mencakup penentuan harga upah minimum. Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Gambar 38. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2015 Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah Penurunan suku bunga diharapkan mampu menjadi stimulus bagi sektor perindustrian dalam menjalankan operasional perusahaan dan meningkatkan investasi di tengah lemahnya perekonomian. Grafik di atas menggambarkan jumlah pinjaman modal kerja dan investasi dalam mata uang rupiah dan valuta asing lainnya dari perbankan untuk sektor industri dan juga menggambarkan suku bunga kredit untuk modal kerja dan investasi pada sektor industri. Nilai outstanding loan untuk modal kerja pada triwulan IV naik menjadi Rp528 triliun atau tumbuh sebesar 1,4 persen dibanding kuartal tiga. Nilai outstanding loan untuk modal kerja sepanjang tahun 2015 tumbuh sebesar 11,5 persen dari tahun Sedangkan nilai outstanding loan untuk modal investasi pada triwulan IV menjadi Rp219 triliun atau tumbuh sebesar 3,4 persen dari kuartal sebelumnya. Nilai outstanding loan untuk 116

128 Rencana Pembangunan Industri Dalam RPJMN, proporsi sektor industri ditargetkan mencapai 21,6 persen dari PDB pada Upaya pemerataan pembangunan industri dilakukan dengan pembangunan 14 kawasan industri di luar Pulau jawa. modal investasi sepanjang tahun 2015 tumbuh sebesar 21,6 persen dari tahun sebelumnya. Tren penurunan bunga kredit untuk modal kerja dan investasi juga masih berlanjut di Triwulan IV 2015 ini. Bunga kredit modal kerja dan investasi adalah sebesar 12,82 persen dan 12,77 persen. Penurunan suku bunga tersebut diharapkan mampu untuk memicu sektor industri untuk melakukan kegiatan operasional dan menambah investasi di tengah kondisi perekonomian yang masih melemah. Pertumbuhan industri Tahun ditargetkan agar lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dengan sasaran proporsi industri manufaktur mencapai 21,6 persen pada tahun Untuk mencapai sasaran tersebut, jumlah industri berskala menengah dan besar ditargetkan untuk meningkat sebesar unit usaha selama 5 tahun ke depan. Secara singkat, arah kebijakan pembangunan industri dalam RPJMN adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (b) Kawasan Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; dan (d) Sentra IKM; 2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha; dan 3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja). Dalam RPJMN , disebutkan untuk pemerataan pembangunan pemerintah akan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, seperti Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus, terutama di luar Pulau Jawa. Pada pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan dibangun 14 kawasan industri baru di luar Pulau Jawa yang menjadi unggulan. Pembangunan kawasan ini diutamakan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menciptakan banyak kesempatan kerja. 117

129 Gambar 39. Peta Persebaran Kawasan Industri Sumber: RPJMN , diolah PERKEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN DUNIA Situasi global yang tidak kondusif tidak mempengaruhi perjalanan wisatawan dunia tahun Dayabeli masyarakat dunia tahun 2016 diperkirakan tumbuh. Faktor yang mempengaruhi jumlah perjalanan wisatawan dunia, seperti faktor ekonomi, kekerasan, serangan teroris, dan memanasnya situasi pencari suaka selama tahun 2015 membuat pasar pariwisata dunia mengalami tekanan. Industri pariwisata berpotensi kehilangan calon wisatawan - yang membatalkan niat perjalanannya - karena situasi global yang tidak kondusif. Namun, sepanjang tahun 2015 statistik diluar dugaan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Data World Travel Monitor, sepanjang delapan bulan pertama 2015 menunjukkan peningkatan jumlah perjalanan luar negeri dunia tumbuh 4,5 persen. Kondisi ekonomi global yang mencerminkan dayabeli masyarakat dunia selama tahun 2015 sedikit menurun tumbuh hanya 2,4 persen, tetapi ekonomi global diprediksi akan meningkat kembali pada Menurut World Bank, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 akan tumbuh sebesar 118

130 Tahun 2015 terdapat kedatangan wisatawan di dunia. 2,9 persen. Hal ini tentu menjadi pendorong pariwisata dunia dari sisi permintaan. Menurut World Tourism Organization (UNWTO) jumlah wisatawan asing selama delapan bulan pertama 2015 meningkat 4 persen menjadi 810 juta wisatawan outbound di seluruh dunia. Sementara World Travel Monitor (IPK International) menyebutkan selama tahun 2015 ada total juta perjalanan luar negeri yang menyumbang kedatangan wisatawan di dunia (dengan rerata perjalanan luar negeri wisatawan mengunjungi 1,2 negara per perjalanan). Tabel 58. Tren Global Perjalanan Luar Negeri (8 bulan) Perjalanan ke Luar Negeri (trip) +4% +4% +5% +4.5% Perjalanan ke Luar Negeri (malam) +2% +4% +3% +3% Pengeluaran Perjalanan ke Luar Negeri (malam) +9% +1% +2% +4% Sumber: World Travel Monitor 2015, IPK International Pertumbuhan perjalanan luar negeri paling besar tahun 2015 dilakukan oleh wisatawan asal Timur Tengah. Jumlah perjalanan luar negeri yang tercatat di tahun 2015, didorong oleh wisatawan mancanegara asal Asia Pasifik (tumbuh 5 persen), Amerika Utara (+5 persen), Amerika Latin (+ 4 persen), Eropa (+4,5 persen). Jumlah perjalanan luar negeri yang mengalami peningkatan paling besar adalah Timur Tengah (tumbuh 9 persen), sedangkan Afrika mengalami penurunan sebesar 6 persen. Amerika Utara dan Eropa di luar perkiraan mampu tumbuh dengan tingkat yang meyakinkan, ditengah rendahnya pertumbuhan ekonomi dan kondisi geopolitik dan serangan terorisme yang memanas. Perjalanan wisatawan ke Asia dan Amerika Utara diprediksi tumbuh tinggi tahun Sedangkan untuk tahun 2016, di tengah optimisme membaiknya ekonomi dunia dengan masih mempertimbangkan berlarutnya masalah terorisme dunia dan pencarian suaka di Eropa, kecenderungan wisatawan mancanegara akan mencari destinasi wisata yang relatif lebih aman. Pertumbuhan jumlah perjalanan ke Asia dan Amerika Utara diprediksi masih akan tumbuh tinggi dengan masing-masing tumbuh sebesar 6 dan 5 persen. Sementara Eropa, faktor rendahnya prediksi pertumbuhan ekonomi regional membuat prediksi tumbuh sekitar 3 persen ditahun

131 Gambar 40. Outlook Pertumbuhan Perjalanan Ke Luar Negeri (persen) Sumber: World Travel Monitor Projection, IPK International Jerman merupakan negara penyumbang perjalanan ke luar negeri terbanyak tahun Beberapa kota-metropolitan tujuan utama wisatawan dunia adalah Paris dengan jumlah 18,8 juta wisatawan, New York (18,5 juta), London (16,1 juta), Bangkok (14,6 juta), Barcelona (12,4 juta), dan Singapura (10,6 juta). Negara penyumbang perjalanan ke luar negeri (outbound) utama di dunia berturut-turut adalah Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris; sementara dari sisi penyumbang pengeluaran perjalanan ke luar negeri adalah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Jerman. Tabel 59. Negara Penyumbang Perjalanan Ke Luar Negeri Peringkat Total Perjalanan Ke Luar Negeri (trip) Total Pengeluaran Perjalanan Ke Luar Negeri (pengeluaran) 1 Jerman Amerika Serikat 2 Amerika Serikat Republik Rakyat Tiongkok 3 Inggris Jerman 4 Republik Rakyat Tiongkok Inggris 5 Perancis Jepang 6 Kanada Kanada Sumber: World Travel Monitor 2015, IPK International 120

132 STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN REGIONAL Gambar 41. Jumlah Wisatawan Inbound Tahun 2015 Terjadi peningkatan total kunjungan wisman ke kawasan Asia Tenggara tahun 2015 Sumber: UNWTO 2015, diolah Walaupun pertumbuhan ekonomi di kawasan ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun sepanjang tahun 2015, Asia Pasifik merupakan salah satu kawasan yang memiliki angka pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan kawasan lain di dunia dengan pertumbuhan sebesar 5 persen. Di Asia tenggara, sepanjang 2015 Indonesia menyerap total juta wisatawan mancanegara, terbesar keempat dibawah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Selama tahun 2015, Indonesia tumbuh hanya 2,9 persen. Total wisatawan mancanegara yang masuk ke kawasan Asia Tenggara mencapai lebih dari 100 juta wisman, nilai ini meningkat dari hanya 96,7 juta wisman pada tahun Gambar 42. Jumlah Wisatawan Mancanegara Inbound 2015 (juta kunjungan) Sumber: CEIC 2015, diolah Keterangan: *) Annualized number; Data tersedia hingga November 2015 **) Annualized number; Data tersedia hingga Oktober

133 STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN INDONESIA Jumlah Wisatawan Mancanegara 950, ,000 Gambar 43. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan IV Tahun , , , , , ,000 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Wisman Tahun 2015 Jumlah Wisman Tahun 2014 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman yang cukup signifikan dari bulan September 2015 hingga bulan November Peningkatan yang sangat signifikan terjadi di bulan Desember 2015 meskipun sempat menurun di tiga bulan sebelumnya. Pada triwulan IV tahun 2015, menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisman sedikit lebih rendah dibandingkan dengan jumlah wisman di periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah wisman dari bulan September hingga November 2015 secara gradual mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan jumlah kunjungan wisman tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) buka-tutup bandara Ngurah Rai, Selaparang, dan Blimbingsari akibat frekuensi letusan Gunung Rinjani yang cukup tinggi, (2) kabut asap akibat kebakaran hutan di Riau dan Pontianak yang ditetapkan menjadi bencana nasional, (3) teror Paris yang menyebabkan turunnya kunjungan wisman yang asal Eropa, dan (4) abrasi pesisir pantai selatan yang berada di daerah Bantul. Meskipun sempat terjadi penurunan, rata-rata kunjungan wisman per bulan selama Triwulan IV tahun 2015 berjumlah orang dan jumlah total kunjungan wisman tahun 2015 mencapai orang, angka ini meningkat 2,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan Desember terjadi peningkatan yang sangat signifikan, salah satunya, karena faktor libur panjang (high season). Hingga akhir 122

134 tahun 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Gambar 44. Negara Penyumbang Wisman Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Sampai Triwulan IV tahun 2015, wisman yang paling Wisman dari Singapura masih menempati posisi pertama dalam hal kunjungan ke Indonesia hingga akhir tahun banyak mengunjungi Indonesia melalui 19 pintu masuk utama adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak orang. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat tujuh kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia yaitu Malaysia, Tiongkok, Australia, Jepang, Korea Selatan, India, dan Inggris dengan jumlah wisatawan berturutturut sebanyak , , , , , , dan orang. Hingga akhir tahun 2015, terdapat 174 negara yang menerima bebas visa sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Terlepas kondisi memburuknya hubungan diplomasi pasca hukuman mati terhadap bandar narkoba, upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki hubungan diplomasi dengan beberapa negara di dunia berhasil meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. 123

135 Gambar 45. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan IV Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Kunjungan wisman yang masuk melalui Ngurah Rai meningkat pesat di akhir tahun Wisman masuk Indonesia melalui 19 pintu masuk utama, antara lain: Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam (Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan Juanda (Jawa Timur), dengan jumlah kedatangan terbanyak adalah melalui Ngurah Rai. Tingginya jumlah wisman yang masuk melalui Ngurah Rai, Soekarno-Hatta, Batam, dan Juanda-Jatim tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan pada bulan November 2015 dibandingkan Oktober 2015 khususnya di Ngurah Rai karena faktor Gunung Rinjani. Namun pada bulan Desember 2015, kunjungan wisman yang masuk melalui Ngurah Rai kembali meningkat sangat signifikan. Wisatawan terus membanjiri objek-objek wisata yang ada di Gumi Keris Badung dan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Badung dikarenakan banyaknya destinasi wisata di Pulau Dewata yang menarik untuk dikunjungi. Dinas Provinsi Bali terus membangun dan mengembangkan obyekobyek wisata baru maupun eksisting. Adapun tiga destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi adalah Pantai Pandawa, Kutuh, dan Kuta Selatan. Objek wisata yang dikelola pihak swasta adalah Garuda Wisnu Kencana (GWK) dan waterboom. Selain itu juga ada objek wisata Uluwatu, Taman Ayun, Sangeh, Pantai Kuta dan sejumlah objek wisata lainnya di Badung yang tak pernah sepi dari wisatawan. 124

136 Gambar 46. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan IV Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA INDONESIA 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Promosi pariwisata besarbesaran dilakukan tahun 2015 dengan target jumlah wisman sebanyak 11,2 juta. Pemerintah menargetkan kedatangan wisman ke Indonesia tahun 2019 sebanyak 20 juta wisatawan. Untuk dapat mencapai target tersebut, Pemerintah melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015 menetapkan kebijakan perkuatan dengan target jumlah wiswan sebanyak 11,2 juta wisatawan yaitu melalui (i) pengembangan kawasan ekowisata maritim dengan pembangunan 4 titik labuh yacht, (ii) pengembangan ekowisata sungai di Kalimantan dengan 2 dermaga, dan (iii) pengembangan 10 lokasi kawasan percontohan ekonomi inklusif berbasis sektor pariwisata. Selama tahun 2015, Kementerian Pariwisata memiliki fokus yang sangat besar terhadap pemasaran (promosi) ke beberapa negara untuk dapat mendatangkan wisman sebanyak mungkin. Promosi pariwisata difokuskan pada tiga hal, yakni branding, advertising, dan selling. Branding 'Wonderful Indonesia'. Promosi tersebut dilakukan ke tiga pasar utama, yakni Asean, Asia Pasifik (non-asean), serta Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA). Upaya yang dilakukan Pemerintah tersebut dapat dibilang berhasil karena peningkatan kedatangan wisman ke Indonesia yang signifikan tahun

137 Kebutuhan akan SDM bidang pariwisata sangat tinggi. Tahun 2015 ditetapkan sepuluh destinasi prioritas yang akan dibangun hingga tahun Selain pengembangan destinasi dan pemasaran pariwisata, salah satu sasaran kepariwisataan 2015 adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan tinggi pariwisata yang ditandai dengan jumlah lulusan pendidikan tinggi kepariwisataan yang terserap di pasar kerja bidang pariwisata sebesar orang. Hingga saat ini, terdapat empat perguruan tinggi kepariwisataan yang berada di bawah naungan Kementerian Pariwisata yaitu Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Sekolah Tinggi Pariwisata Denpasar, Akademi Pariwisata Makassar (berubah status menjadi Politeknik Negeri Makassar pada tanggal 28 September 2015), dan Akademi Pariwisata Medan. Pada tahun 2015, jumlah lulusan keempat perguruan tinggi mencapai lebih dari orang dan langsung terserap di pasar kerja bidang pariwisata. Melihat tingginya kebutuhan industri pariwisata akan lulusan sumber daya manusia (SDM) bidang pariwisata, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan tinggi kepariwisataan nasional. Pada triwulan IV 2015, Menko Maritim mengadakan Rapat Koordinasi dengan Menteri Pariwisata, Menteri Perhubungan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Menteri PU&PERA. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa pembangunan sektor pariwisata khususnya pengembangan destinasi difokuskan pada sepuluh destinasi prioritas yang akan dibangun dan dikembangkan bersama antar instansi pemerintah. Sepuluh destinasi prioritas akan akan dikembangkan adalah seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut 126

138 Gambar Destinasi Wisata Prioritas PERKEMBANGAN IPTEK INDONESIA Global Competitiveness Index (GCI) tahun untuk pilar Ínnovation dan Technology Readiness sebagai representasi perkembangan iptek mengalami kenaikan peringkat Perkembangan iptek negara-negara di dunia secara umum dapat dilihat dalam Global Competitiveness Index (GCI) yang dikeluarkan setiap tahun oleh World Economic Forum, yang direpresentasikan oleh dua pilar yakni Technology Readiness dan Innovation. Berikut ini pencapaian Indonesia untuk kedua pilar tersebut menurut GCI report tahun Tabel 60. Global Competitiveness Index Global Competitiveness Index Score Ranks th pillar: Technological Readiness 3,6 3,7 3,6 3, Availability of latest technologies 4,9 5,1 5,2 4, Firm-level technology absorption 4,9 5,1 5,1 5, FDI and technology transfer 4,8 5 4,9 4, Individuals using internet (%) 18 15,4 15,8 17, Broadband internet subscriptions/100 pop 1,1 1,2 1,3 1, International Internet bandwith, kbps per user 7,2 17,2 10,1 6, Mobile broadband subscriptions/100 pop 22,2 31,9 31,6 34, th Pillar: Innovation 3,6 3,8 3,9 3, Capacity for Innovation 3,9 4,4 4,8 4, Quality of Scientific Research Institutions 3,9 4,1 4,3 4,

139 Global Competitiveness Index Score Ranks Company Spending on R&D 3,9 4,1 4,0 4, University-Industry Collaboration in R&D 4,2 4,5 4,5 4, Gov't Procurement of Advanced Tech Products 4,0 4,1 4,2 4, Availability of Scientist and Engineers 4,3 4,5 4,6 4, PCT patents, applications/million pop 0,1 0,1 0,1 0, Source: GCI, World Economic Forum, Berdasakan GCI report, perkembangan sector iptek Indonesia berkembang dengan signifikan Hingga tahun 2015, berdasarkan data di atas sektor iptek mengalami perkembangan yang cukup berarti terutama pada sisi peningkatan kemampuan inovasi. Pilar Inovasi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik dalam lima tahun terakhir. Hal tersebut ditunjukkan dalam peningkatan nilai index Inovasi secara kontinyu dari tahun 2012 ke tahun 2015 dan juga ditunjukkan oleh membaiknya peringkat Indonesia dari peringkat 39 tahun 2012 menjadi peringkat 30 tahun 2015 untuk 144 negara yang diukur. Jika ditelaah lebih lanjut lagi, lima dari tujuh sub-elemen inovasi yang diteliti juga sedikit mengalami peningkatan yakni subelemen kualitas lembaga penelitian, jumlah pengeluaran penelitian, kolaborasi antar institusi, pengadaan dan jumlah peneliti. Perkembangan peringkat Indonesia untuk sub elemen dari pilar Inovasi kurang baik Pengadaan untuk barang berteknologi tinggi di pemerintah menjadi sub-elemen yang memiliki peringkat yang paling baik peringkat ke 13 untuk tahun 2015 dari sebelumnya peringkat 29 pada tahun Hal ini dapat menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia dalam mengidentifikasi pengungkit berkembangnya sektor iptek di Indonesia. Adapun demikian, dua subelemen lain yang kurang mengalami perkembangan yang baik adalah kapasitas inovasi dan persentase paten. Persentase paten khususnya harus menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia karena sub-elemen ini merupakan sub-elemen dengan peringkat yang paling rendah dari sisi inovasi peringkat ke 102 dari 144 negara. Perkembangan peringkat Indonesia untuk sub elemen dari pilar Kesiapan Teknologi cenderung menurun dalam lima tahun terakhir Pilar ke-9 yaitu Kesiapan Teknologi tidak mengalamai perkembangan yang cukup berarti, tidak hanya di tahun 2015 saja tetapi selama lima tahun terakhir. Hal ini 128

140 membuktikan bahwa perkembangan iptek di Indonesia salah satunya terkendala dengan kesiapan teknologi di Indonesia, yang mayoritas banyak bergantung kepada perkembangan infrastruktur secara keseluruhan di Indonesia. Dari tujuh sub-elemen pilar kesiapan teknologi, hanya satu yang menunjukkan perkembangan yang baik, yaitu sub-elemen penyerapan teknologi di level perusahaan. Sub-elemen ketersediaan bandwith juga menjadi salah satu sub-elemen yang perkembangannya cenderung menurun dan mengkhawatirkan. Di tengah berkembangnya sektor teknologi informasi yang sangat pesat dan kemungkinan besar akan terus berlanjut di masa depan, hal ini menjadi faktor yang diselesaikan oleh pemerintah Indonesia guna mendorong tumbuhnya inovasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Status Kemajuan Pembangunan Kebun Raya Indonesia Hingga Tahun 2015 Pengembangan kebun raya daerah sebagai pusat konservasi ex-situ. Dalam bidang sumber daya alam, Pemerintah telah melakukan kegiatan pengembangan kebun raya daerah sebagai pusat konservasi ex-situ, eksplorasi biota (flora, fauna, dan mikroba), dan pengelolaan koleksi spesimen ilmiah untuk mengungkapkan potensi kemanfaatan sumber daya alam Indonesia. Peta persebaran kebun raya di Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah. Gambar 47. Persebaran Kebun Raya Indonesia Sumber: LIPI 129

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015. BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI USD 2,30 MILYAR No. 16/03/32/Th.XIX, 01 Maret

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci