BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN"

Transkripsi

1 BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi didorong oleh kawasan Asia dengan Cina dan India sebagai penggeraknya serta negara industri maju dengan kebijakan suku bunga rendah yang diarahkan untuk memulihkan ekonomi dari resesi global tahun Dalam tahun 2004, perekonomian dunia tumbuh sebesar 4,9 persen dan tetap tinggi hingga tahun 2007 (5,1 persen). Ekonomi dunia yang tumbuh tinggi tersebut, selanjutnya mendorong harga komoditas dunia, termasuk minyak mentah dunia. Indeks harga komoditas dunia tahun meningkat rata-rata 21,6 persen per tahun dengan harga minyak mentah dunia naik ratarata 27,9 persen per tahun. Kenaikan terus berlanjut hingga bulan Juli Pada bulan Juli 2008, indeks harga komoditas dunia meningkat 39,9 persen dibandingkan dengan bulan Desember 2007 dengan harga minyak mentah dunia naik sebesar 46,0 persen pada periode yang sama. Sampai dengan pertengahan tahun 2008, ekonomi dunia lebih dihadapkan pada kekhawatiran krisis pangan dan energi dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi dalam lima tahun sebelumnya.

2 Pada bulan September 2008, terjadi gejolak bursa saham global yang merupakan kelanjutan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada bulan Juli Krisis Lehman Brothers yang terkait dengan transaksi credit default swap (CDS) dan terus meluasnya kerugian akibat krisis subprime mortgage selanjutnya meningkatkan arus modal keluar jangka pendek dari emerging economy yang pada gilirannya melemahkan nilai tukar mata uang berbagai negara terhadap dolar AS dan mengurangi cadangan devisa. Pada bulan Februari 2009, nilai tukar Euro dan Poundsterling melemah 29,5 persen dan 17,7 persen dibandingkan dengan bulan Juli Nilai tukar Bath dan Ringgit melemah 20,4 persen dan 7,0 persen pada periode yang sama. Hingga akhir bulan Februari 2009 cadangan devisa Rusia, India, Korea Selatan, dan Malaysia berkurang sebesar USD 212,5 miliar, USD 56,9 miliar, USD 46,0 miliar, dan USD 34,0 miliar dibandingkan dengan akhir bulan Juli Krisis keuangan global berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi berbagai negara. Ekonomi negara-negara maju memasuki resesi dalam paruh kedua tahun 2008 serta ekonomi China dan India melambat cukup tajam. Dalam keseluruhan tahun 2008, ekonomi dunia tumbuh 3,1 persen, lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,1 persen. Perekonomian Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang tumbuh 0,4 persen, 0,7 persen, dan negatif 0,6 persen lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh 2,1 persen, 2,6 persen, dan 2,4 persen. Perlambatan ekonomi juga terjadi di negara-negara berkembang Asia dengan China dan India yang masing-masing hanya tumbuh 9,0 persen dan 7,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 13,0 persen dan 9,3 persen. Penurunan ekonomi dunia terus berlangsung hingga triwulan I/2009 dan melebar ke belahan dunia lainnya. Ekonomi Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang tumbuh negatif masing-masing 3,3 persen, 4,8 persen, dan 8,8 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi China dan India yang menjadi penggerak ekonomi Asia melambat menjadi 6,1 persen dan 5,8 persen pada periode yang sama. Penurunan ekonomi juga terjadi di negara industri baru yang meliputi Korea Selatan, 35-2

3 Taiwan, Singapura, dan Hong Kong; Amerika Latin seperti Brasil, Meksiko, dan kawasan Afrika. Krisis keuangan global berpengaruh terhadap bursa saham global. Hingga akhir tahun 2008, Indeks Dow Jones di Amerika Serikat, FTSE 100 di Inggris, Nikkei di Jepang, STI di Singapura masing-masing turun 33,8 persen, 31,3 persen, 42,1 persen, dan 49,0 persen dibandingkan dengan tahun Penurunan ini terus berlangsung hingga awal bulan Maret Indeks Dow Jones di New York merosot di bawah 7000, dan indeks FTSE 100 di London menurun di bawah Hingga akhir bulan Maret 2009, Indeks Dow Jones dan FTSE 100 masing-masing mencapai 7609 dan 3926 atau melemah 13,3 persen dan 11,4 persen jika dibandingkan dengan akhir tahun Indeks Nikkei di Jepang dan indeks Straits Times di Singapura masing-masing menurun 8,4 persen dan 3,5 persen dalam periode yang sama. Penurunan ekonomi dunia yang besar juga berpengaruh pada harga komoditas dunia. Indeks harga seluruh komoditas turun 55,6 persen pada bulan Februari 2009 dibandingkan dengan tingkat harga tertinggi yang terjadi pada bulan Juli Harga minyak mentah WTI turun dari USD 134 per barel pada bulan Juni 2008 menjadi USD 39 per barel pada bulan Maret Menurunnya harga komoditas dunia dan perekonomian dunia selanjutnya menurunkan inflasi global lebih cepat dan lebih besar dari yang diperkirakan. Laju inflasi di Amerika Serikat yang meningkat hingga 5,6 persen pada bulan Juli 2008 menurun bertahap dan menjadi deflasi 1,4 persen pada bulan Juni 2009 (y-o-y). Inflasi di China yang meningkat menjadi 8,7 persen pada bulan Februari 2008 dan di Thailand menjadi 9,2 persen pada bulan Juli 2008 menurun cepat dan menjadi deflasi 1,7 persen dan 4,0 persen pada bulan Juni Untuk mencegah meluasnya krisis keuangan global dan penurunan ekonomi dunia yang besar, negara maju dan negara berkembang menempuh langkah bersama antara lain, G-20, terutama diarahkan guna memulihkan kepercayaan terhadap sistem keuangan global dan memulihkan ekonomi dunia dari resesi yang tajam melalui countercyclical dalam kerangka sustainable growth. 35-3

4 Langkah-langkah tersebut secara berangsur mulai memulihkan kepercayaan terhadap sistem keuangan global dan memperkecil penurunan ekonomi dunia. Pada akhir bulan Juli 2009, indeks DJIA dan FTSE 100 meningkat sebesar 20,5 persen dan 18,0 persen dibandingkan dengan akhir triwulan I/2009. Indeks saham Nikkei, Hangseng, Straits Times, dan KLSE meningkat masing-masing 27,7 persen, 51,5 persen, 56,5 persen, dan 34,7 persen dalam periode yang sama. Hingga akhir Juni 2009, cadangan devisa di berbagai negara mulai meningkat. Cadangan devisa Rusia, India, Korea Selatan meningkat masing-masing sebesar USD 28,7 miliar, USD 12,5 miliar, dan USD 25,4 miliar jika dibandingkan dengan akhir triwulan I/2009. Dalam triwulan II/2009, ekonomi China tumbuh 7,9 persen, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,1 persen), penurunan ekonomi Singapura sebesar 3,7 persen, lebih rendah dari triwulan sebelumnya (turun 9,6 persen), serta kontraksi ekonomi Korea Selatan mereda menjadi 2,5 persen. Sementara itu, kawasan Eropa dan Amerika tetap dihadapkan pada tantangan untuk memulihkan pertumbuhan ekonominya. Pada triwulan II/2009, ekonomi Amerika Serikat dan Inggris masih mengalami kontraksi dengan pertumbuhan negatif 5,6 persen dan 3,9 persen (y-o-y). Dalam keseluruhan tahun 2009, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2008 dengan pemulihan ekonomi dunia yang berlangsung secara bertahap. II. Moneter, Perbankan, dan Pasar Modal Kebijakan moneter dalam tahun diarahkan untuk menjaga stabilitas harga, baik harga di dalam negeri maupun nilai tukar rupiah, serta mendorong kegiatan ekonomi secara seimbang. Kebijakan suku bunga negara maju yang beralih dari kebijakan moneter yang longgar ke arah yang lebih ketat sejak awal tahun 2004 telah memberi tekanan pada nilai tukar mata uang berbagai negara. Nilai tukar rupiah melemah dan inflasi mulai meningkat. Dalam tahun 2004, nilai tukar rupiah melemah 4,0 persen dan inflasi meningkat menjadi 6,4 persen. 35-4

5 Kebijakan moneter ketat di negara-negara maju yang terus berlanjut dan meningkatnya ketidakstabilan moneter di dalam negeri terkait dengan ketahanan fiskal dalam menghadapi harga minyak mentah dunia yang meningkat cukup tinggi, menuntut kebijakan moneter yang lebih ketat untuk menjaga kepercayaan terhadap rupiah dan mengendalikan inflasi. Suku bunga SBI 1 bulan ditingkatkan bertahap dari 7,43 persen pada akhir tahun 2004 menjadi 10,0 persen pada bulan September Untuk lebih meredam gejolak nilai tukar rupiah dan mengendalikan ketidakstabilan harga terkait dengan penyesuaian harga BBM di dalam negeri pada bulan Oktober 2005, suku bunga BI Rate dinaikkan hingga menjadi 12,75 persen pada akhir tahun Kepercayaan terhadap rupiah menguat dan tekanan inflasi berkurang. Nilai tukar harian yang sempat melemah hingga Rp 12 ribu pada bulan Agustus 2005 menguat menjadi Rp per dolar AS pada akhir tahun Inflasi yang meningkat menjadi 18,4 persen pada bulan November 2005 menurun menjadi 6,6 persen pada tahun Sejalan dengan meningkatnya kepercayaan terhadap rupiah dan terkendalinya stabilitas harga di dalam negeri, BI rate diturunkan bertahap hingga menjadi 9,75 persen pada akhir tahun Stabilitas ekonomi yang tetap terjaga pada tahun 2007 memberi ruang lebih lanjut bagi penurunan suku bunga. Dengan kepercayaan terhadap nilai tukar rupiah yang terjaga dan laju inflasi yang terkendali sebesar 6,6 persen, BI rate kembali diturunkan bertahap hingga menjadi 8,00 persen. Dalam menghadapi tekanan harga minyak mentah dunia yang meningkat tinggi sejak pertengahan tahun 2007, penyesuaian harga BBM di dalam negeri dilakukan pada bulan Mei 2008 untuk mengurangi tekanan terhadap APBN. Kebijakan moneter secara bertahap beralih ketat tanpa mengganggu momentum pertumbuhan yang sedang berlangsung. Krisis keuangan global pasca Lehman yang mendorong arus keluar modal dari negara-negara berkembang yang melemahkan nilai tukar mata uang berbagai negara, menuntut kehati-hatian dalam pelaksanaan kebijakan moneter. BI rate ditingkatkan bertahap dari 8,00 persen pada bulan April 2008 mejadi 9,50 persen pada bulan Oktober

6 Meredanya arus keluar modal serta langkah-langkah yang ditempuh di dalam negeri terutama untuk mengamankan kecukupan devisa serta menguatkan sistem keuangan telah meningkatkan kembali kepercayaan terhadap rupiah. Dengan ekspektasi inflasi yang menurun dan terjaganya kembali kepercayaan terhadap rupiah, tersedia ruang yang lebih besar bagi kebijakan moneter untuk memperkuat ekonomi domestik dari menurunnya permintaan eksternal. Inflasi pada bulan Juli 2009 yang menurun menjadi 2,7 persen (y-o-y) dan dalam keseluruhan tahun diperkirakan sekitar 4,0 persen, nilai tukar rupiah menguat, dan BI rate diturunkan menjadi 6,50 persen pada bulan Agustus Dalam pada itu, kebijakan perbankan terus diarahkan untuk memperkuat fungsi intermediasi, antara lain, melalui penguatan ketahanan sistem perbankan dan peningkatan kepercayaan masyarakat. Dengan stabilitas ekonomi yang terjaga kembali dari gejolak ekonomi tahun 2005, penyaluran kredit perbankan kembali meningkat. Pertumbuhan kredit perbankan yang menurun menjadi 9,7 persen hingga bulan Agustus 2006 secara bertahap kembali meningkat hingga menjadi 38,6 persen pada bulan Oktober Menurunnya ekonomi global dan melambatnya perekonomian dalam negeri berpengaruh terhadap permintaan kredit perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan secara bertahap melambat menjadi 16,2 persen pada bulan Juni Langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kembali pertumbuhan kredit perbankan. Kesehatan perbankan dalam kurun waktu tetap terjaga. Capital Adequacy Ratio terjaga pada kisaran persen, jauh di atas ketentuan sebesar 8 persen, dengan penyaluran kredit yang makin meningkat. Kualitas kredit juga terjaga dengan baik. Meskipun sebagai rasio dari total kredit, NPL meningkat menjadi 4,0 persen pada bulan Juni 2009 dengan menurunnya ekonomi global dan melambatnya ekonomi dalam negeri, tingkat ini masih lebih rendah dibandingkan dengan pertengahan tahun 2006 yang mencapai 8,3 persen. Upaya untuk mendorong pasar modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan terus ditingkatkan. Secara bertahap indeks harga saham gabungan (IHSG) meningkat dari 1000 pada 35-6

7 akhir tahun 2004 menjadi 2746 pada akhir tahun Krisis keuangan dan resesi global yang berpengaruh terhadap indeks bursa saham global berdampak pada kinerja bursa saham di Indonesia. IHSG BEI tertekan hingga di bawah 1250 pada bulan November Langkah-langkah pengamanan sektor keuangan, baik di tingkat global maupun nasional serta ekspektasi yang besar terhadap ketahanan ekonomi nasional, kembali mendorong kinerja pasar modal di Indonesia. Pada akhir Juli 2009, IHSG BEI meningkat menjadi 2323 dan merupakan salah satu pasar modal yang prospektif di kawasan Asia. III. Neraca Pembayaran Kondisi neraca pembayaran tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2008 terus membaik didukung oleh pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia yang tinggi. Dengan kemampuan cadangan devisa yang meningkat, pembayaran sisa utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) yang seharusnya jatuh tempo pada tahun 2010 dipercepat serta dilunasi pada bulan Juni dan Oktober Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi sejak tahun 2004 hingga pertengahan tahun 2008 berdampak positif terhadap neraca transaksi berjalan. Dalam tahun , ekspor nonmigas tumbuh rata-rata 19,6 persen per tahun. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di dalam negeri, impor nonmigas naik rata-rata 19,3 persen per tahun dalam kurun waktu yang sama. Dengan defisit jasa-jasa (neto) dan pendapatan (neto) yang meningkat dari USD 8,8 miliar dan USD 10,9 miliar pada tahun 2004 menjadi USD 11,8 miliar dan USD 15,5 miliar pada tahun 2007, surplus transaksi berjalan meningkat dari USD 1,6 miliar pada tahun 2004 menjadi USD 10,9 miliar dan USD 10,5 miliar pada tahun 2006 dan Neraca transaksi modal dan finansial terus terjaga dengan masuknya modal baik dalam bentuk investasi langsung maupun portofolio. Dalam tahun 2006 dan 2007, neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus USD 3,0 miliar dan USD 3,6 miliar 35-7

8 sehingga cadangan devisa meningkat menjadi USD 42,6 miliar dan USD 56,9 miliar. Dalam tahun 2008, stabilitas eksternal masih tetap terjaga dari pengaruh resesi global. Total penerimaan ekspor mencapai USD 139,6 miliar atau meningkat 18,3 persen dibandingkan dengan tahun 2007 didorong oleh penerimaan ekspor migas dan nonmigas yang masing-masing meningkat 27,3 persen dan 15,8 persen. Sementara itu, total nilai impor pada tahun 2008 mencapai USD 116,7 miliar atau meningkat 36,8 persen dibandingkan dengan tahun 2007, didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing-masing naik 24,5 persen dan 40,4 persen. Dengan defisit neraca jasa-jasa dan pendapatan sebesar USD 22,6 miliar, necara transaksi yang berjalan masih mencatat surplus sebesar USD 0,3 miliar. Krisis keuangan global berpengaruh pada neraca arus modal dan finansial pada tahun Arus investasi langsung dan portofolio (neto) turun menjadi USD 2,0 miliar dan USD 1,7 miliar; sedangkan defisit arus invetasi lainnya (neto) meningkat menjadi USD 6,2 miliar. Secara keseluruhan, neraca modal dan finansial pada tahun 2008 mengalami defisit sebesar USD 2,1 miliar, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai surplus USD 3,6 miliar. Cadangan devisa hingga akhir tahun 2008 mencapai USD 51,6 miliar atau setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Memasuki tahun 2009, stabilitas eksternal masih terjaga dari penurunan ekonomi global. Pada triwulan I/2009, total nilai ekspor mencapai USD 23,9 miliar atau turun 30,5 persen (y-o-y) dengan ekspor migas dan nonmigas yang menurun masing-masing sebesar 54,1 persen dan 23,3 persen (y-o-y). Sementara itu, total nilai impor pada triwulan I/2009 mencapai USD 17,7 miliar atau menurun 34,2 persen (y-o-y) dengan impor migas dan nonmigas yang menurun masing-masing 63,1 persen dan 26,7 persen (y-o-y). Secara keseluruhan, neraca transaksi yang berjalan pada triwulan I/2009 mengalami surplus sebesar USD 1,8 miliar. Sementara itu, neraca arus modal dan finansial pada triwulan I/2009 mengalami surplus sebesar USD 2,4 miliar, naik dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 yang 35-8

9 mengalami defisit USD 1,4 miliar didorong oleh arus masuk investasi langsung asing bersih sebesar USD 2,7 miliar serta arus masuk investasi portofolio bersih sebesar USD 1,9 miliar, sedangkan investasi lainnya masih mengalami defisit sebesar USD 2,3 miliar. Neraca keseluruhan pada triwulan I/2009 mencapai USD 4,0 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD 54,8 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. IV. Keuangan Negara Dalam tahun , kebijakan fiskal diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini. Keberlanjutan ketahanan fiskal diupayakan melalui penurunan stok utang Pemerintah relatif terhadap PDB dengan meningkatkan penerimaan negara terutama penerimaan yang berasal dari perpajakan, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara melalui penerapan anggaran berbasis kinerja. Dalam periode tersebut, keuangan negara dihadapkan pada kondisi eksternal yang menuntut langkah-langkah penyesuaian. Pada tahun 2005 dan 2008, kenaikan harga minyak mentah dunia yang tinggi mendorong Pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM di dalam negeri guna mengamankan ketahanan fiskal dengan tetap menjaga daya beli masyarakat miskin melalui bantuan langsung tunai (BLT) dan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Di sisi penerimaan, dalam tahun 2005 hingga 2008, pendapatan negara dan hibah meningkat dari Rp495,2 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp981,0 triliun pada tahun 2008 atau naik 18,6 persen tiap tahun. Kenaikan tersebut, terutama, didorong oleh peningkatan penerimaan pajak yang meningkat dari Rp347,0 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp658,7 triliun pada tahun Peningkatan yang tinggi pada penerimaan perpajakan didorong oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat serta reformasi administrasi perpajakan dan sunset policy. Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terus didorong. Penerimaan SDA migas meningkat 35-9

10 dari Rp103,8 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp209,7 triliun pada tahun 2008 atau naik rata-rata 19,1 persen per tahun. Penerimaan negara yang meningkat memberi ruang yang lebih besar bagi peningkatan belanja negara. Dalam kurun waktu yang sama ( ), belanja negara meningkat dari Rp 509,6 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 985,3 triliun pada tahun 2008 atau naik rata-rata sebesar 17,9 persen per tahun. Peningkatan belanja negara tersebut didorong oleh peningkatan belanja Pemerintah Pusat ratarata sebesar 17,7 persen per tahun dan belanja ke daerah rata-rata sebesar 18,1 persen per tahun. Kenaikan pada belanja Pemerintah Pusat didorong oleh kenaikan belanja modal dan bantuan sosial dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonomi yang lebih luas, menciptakan lapangan kerja yang lebih besar dan mengurangi kemiskinan. Adapun belanja ke daerah terus diarahkan untuk memantapkan proses desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam upaya meningkatkan ketahanan ekonomi dalam negeri dari resesi dunia pada tahun 2009, kebijakan APBN Tahun 2009 diarahkan lebih bersifat ekspansif dengan memberi stimulus fiskal dalam kemampuan negara untuk membiayai. Kebijakan stimulus fiskal tahun 2009 diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya tahan sektor usaha menghadapi krisis global serta mengatasi pemutusan hubungan kerja dengan penciptaan lapangan kerja melalui pembangunan infrastruktur padat karya. Belanja negara pada tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.005,7 triliun dengan memperhitungkan kebutuhan subsidi yang meningkat terkait dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Sementara itu, upaya untuk menjaga penerimaan negara, terutama penerimaan perpajakan, tetap ditingkatkan. Dalam tahun 2009, penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp872,6 triliun. Secara keseluruhan, defisit APBN Tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp133,0 triliun atau 2,5 persen PDB yang sebagian besar akan ditutup oleh penerbitan surat berharga negara (SBN). Dengan perkembangan ini, rasio stok utang pemerintah terhadap PDB diperkirakan dari 33 persen PDB pada tahun 2008 menjadi sekitar 32 persen PDB pada tahun 2009, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2004 yaitu sebesar 57 persen PDB

11 V. Pertumbuhan Ekonomi Dalam tahun , kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama, melalui peningkatan kegiatan ekonomi yang lebih luas, penciptaan lapangan kerja yang lebih besar, dan pengurangan jumlah penduduk miskin. Upaya untuk meningkatkan peranan masyarakat terus didorong melalui perbaikan iklim investasi dan penguatan daya saing nasional. Investasi dan ekspor yang tumbuh tinggi sejak tahun 2004 telah mendorong ekonomi pada tahun 2005 tumbuh 5,7 persen. Dengan terjaganya kembali stabilitas dari gejolak ekonomi pada paruh kedua tahun 2005, pertumbuhan ekonomi dapat didorong dari 5,5 persen pada tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun Dalam tahun 2008, pertumbuhan ekonomi dapat dijaga 6,1 persen dengan perekonomian dunia yang mulai menurun sejak paruh kedua tahun Dalam pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi tahun 2004 hingga pertengahan tahun 2008, ekspor digerakkan sebagai pendorong ekonomi. Dalam tahun , ekspor barang dan jasa secara riil tumbuh rata-rata 11,0 persen per tahun. Dengan terjaganya kembali stabilitas ekonomi pada tahun 2006, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto yang melambat menjadi 2,6 persen pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 9,4 persen dan 11,7 persen. Daya beli masyarakat yang tertekan oleh gejolak ekonomi tahun 2005 kembali pulih. Konsumsi masyarakat meningkat dari 3,2 persen pada tahun 2006 menjadi 5,0 persen dan 5,3 persen pada tahun 2007 dan Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, impor barang dan jasa kembali meningkat pada tahun 2007 dan Adapun konsumsi pemerintah terus diarahkan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi Dalam pada itu, kegiatan produksi terus meningkat didukung oleh ketahanan pangan yang kuat, Dalam tahun , sektor pertanian tumbuh rata-rata 3,6 persen per tahun didukung oleh produksi padi yang meningkat rata-rata 2,8 persen per tahun di atas laju pertumbuhan penduduk. Produksi padi yang pada tahun 2004 sebesar 54,1 juta ton dapat ditingkatkan hingga menjadi 60,3 juta ton 35-11

12 pada tahun Sektor tersier tumbuh rata-rata 8,2 persen per tahun, terutama didorong oleh sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta sektor industri pengolahan tumbuh rata-rata 4,4 persen per tahun. Krisis keuangan dan resesi global yang tajam sejak pertengahan tahun 2008 berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Langkah-langkah untuk menjaga kepercayaan terhadap ekonomi nasional dan ekspektasi yang kuat terhadap ketahanan ekonomi nasional mampu mengurangi pengaruh dari menurunnya ekonomi global. Pada semester I/2009, ekonomi tumbuh 4,2 persen (y-o-y) dengan banyak negara mengalami kontraksi ekonomi yang besar dan prospek pertumbuhan negatif dalam keseluruhan tahun VI. Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengurangan Kemiskinan Upaya untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan mengurangi jumlah penduduk miskin terus dilakukan. Pengangguran terbuka yang meningkat menjadi 11,9 juta orang atau 11,2 persen pada bulan November 2005 oleh ketidakstabilan ekonomi di dalam negeri dapat diturunkan secara bertahap menjadi 9,4 juta orang atau 8,4 persen pada bulan Agustus Pada bulan Februari 2009, pengangguran terbuka menurun menjadi 9,3 juta orang atau 8,1 persen. Selanjutnya jumlah penduduk miskin yang meningkat pada bulan Maret 2006 dapat diturunkan secara bertahap menjadi 32,5 juta orang atau 14,15 persen pada bulan Maret

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2006,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ekonomi dunia telah mengalami perubahan radikal dalam dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ekonomi dunia telah mengalami perubahan radikal dalam dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ekonomi dunia telah mengalami perubahan radikal dalam dua dasawarsa terakhir ini dimana jarak geografis dan budaya suatu negara dengan negara lainnya semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Tekanan pasar dan kenaikan tingkat suku bunga surat utang telah mendorong pemerintah Spanyol untuk secara resmi mengajukan permintaan dana talangan kepada Uni Eropa pada pekan

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu negara dan sebagai tujuan alternatif investasi yang menguntungkan. Pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu negara dan sebagai tujuan alternatif investasi yang menguntungkan. Pasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi suatu negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Para pimpinan di negara-negara maju tampaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menangani krisis global, terutama untuk mengantisipasi hasil pemilu Yunani pada 17 Juni mendatang.

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasar modal tidak hanya dimiliki oleh negara-negara industri, bahkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasar modal tidak hanya dimiliki oleh negara-negara industri, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tidak hanya dimiliki oleh negara-negara industri, bahkan banyak Negara-negara yang sedang berkembang yang juga memiliki pasar modal. Hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Kinerja Perekonomian 2010 dan Proyeksi 2011... 1 B. Tantangan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012... 4 C. Asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik dan stabil. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang memberikan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki pertengahan tahun 2015, dianggap sebagai periode yang cukup kelam bagi sebagian pelaku pasar yang merasakan dampaknya secara langsung terhadap lesunya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Globalisasi yang tengah menjadi fenomena kehidupan masyarakat dunia, telah membawa dampak dan perubahan yang besar terhadap pola hubungan ekonomi antar negara. Perubahan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, era globalisasi membawa suatu pengaruh yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, era globalisasi membawa suatu pengaruh yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, era globalisasi membawa suatu pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian suatu negara. Era globalisasi ini terjadi dikarenakan adanya rasa saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2006

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2006 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 26 Prospek ekonomi tahun 26 diperkirakan lebih baik dari tahun 25 meskipun tekanan eksternal masih cukup berat berupa harga minyak dunia yang diperkirakan masih tinggi dan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 3-7 September 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 3-7 September 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Disaat kinerja ekonomi Asia dan BRIC menjadi perhatian banyak pihak, ternyata benua Afrika merupakan salah satu kawasan di dunia yang tumbuh pesat dengan tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 26 Kondisi ekonomi makro pada tahun 26 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, memasuki tahun 26, stabilitas moneter di dalam negeri membaik tercermin dari stabilnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB III EKONOMI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB III EKONOMI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB III EKONOMI... II.3-1 3.1 Kondisi Umum... II.3-1 3.1.1 Investasi... II.3-3 3.1.2 Ekspor... II.3-6 3.1.3 Pariwisata... II.3-8 3.1.4 Konsumsi Masyarakat... II.3-10 3.1.5 Keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya bagi para pelaku ekonomi. Dewasa ini pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 1 June 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Arus Modal Masuk, Menopang Rupiah Pasar Eropa mulai agak tenang di akhir bulan Mei dalam rangka menyongsong pekan pertama bulan Juni. Tekanan yang begitu dalam

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia. Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat tukarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kompleknya keterkaitan dan hubungan antarnegara didalam kancah internasional menyebabkan pemerintah juga ikut serta dalam hal meregulasi dan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci