KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1 I

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan I tahun 2015 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2015 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Mei 2015 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Halaman ini sengaja dikosongkan

4 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... IX PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 6 Perkembangan Ekonomi Asia... 9 Perekonomian Tiongkok Perekonomian Singapura Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Neraca Pembayaran Indonesia PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Pemerintah Terbitkan Tiga Insentif Fiskal Baru Pemerintah Telah Keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Kemendag Perkuat Peran Atase Perdagangan untuk Dorong Ekspor PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI III

5 Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Perkembangan Perdagangan Indonesia-ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan I Tahun Pertumbuhan Industri Pengolahan Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Tenaga Kerja Sektor Industri Jumlah Wisatawan LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Global Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) IV

6 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional V

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 6. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan I Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 7. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2014 Maret Tabel 8. Neraca Pembayaran Indonesia (Q1) Tabel 9. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Tabel 10. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang sampai dengan Triwulan I Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 11. Posisi Utang Pemerintah 2009 Triwulan I Tahun Tabel 12. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2010 Triwulan I Tahun Tabel 13. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2010 Triwulan I Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 14. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Triwulan I Tahun 2015 (Neto) (juta Rupiah) Tabel 15. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Triwulan I Tahun 2015 (Triliun Rupiah) Tabel 16. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan I Tahun 2015 (Trilun Rupiah) Tabel 17. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun Tabel 18. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non Migas Terbesar Triwulan I Tahun Tabel 19. Perkembangan Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non Migas Terbesar Triwulan I Tahun Tabel 20. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun Tabel 21. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun Tabel 22. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun Tabel 23. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun Tabel 24. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 28. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Tahun Tabel 29. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu VII

8 Tabel 30. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 31. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2015 (persen) Tabel 32. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007 Triwulan I Tahun Tabel 33. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2015 Berdasar Sektor Tabel 34. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 35. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 37. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 38. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun Tabel 39. Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Tabel 40. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 41. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 42. Realisasi Ekspor Berdasarkan Penggunaan SKA Tabel 43. Realisasi Ekspor Tabel 44. Proporsi Penggunaan SKA Tabel 45. Ekspor Indonesia-ASEAN Tabel 46. Impor Indonesia-ASEAN Tabel 47. Perbandingan Daya Saing Pariwisata Tahun Tabel 48. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 49. Tingkat Inflasi Tabel 50. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 52. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 53. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Tabel 54. Perkembangan Indeks Saham Global Tabel 55. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 56. Harga Bahan Pokok Nasional VIII

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2015 (persen) Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan I Tahun Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2014 Maret Gambar 5. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Gambar 6. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret Gambar 7. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 8. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 10. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 11. Pertumbuhan Industri Pengolahan (YoY, dalam Persen) Gambar 12. Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Indonesia Tahun Gambar 13. Tingkat Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Di Jawa Timur Tahun Gambar 14. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Triwulan I Tahun 2015 (Persen) Gambar 15. Proporsi Enambelas Subsektor Industri Pengolahan Triwulan I Tahun Gambar 16. Struktur Biaya Industri TPT Dari Hulu Ke Hilir Gambar 17. Ekspor Produk Industri Triwulan I Tahun Gambar 18. Impor Bahan Baku Industri Gambar 19. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Triwulan I Tahun Gambar 20. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Gambar 21. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun Gambar 22. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun Gambar 23. Realisasi Proyek Investasi PMDN Sektor Industri Tahun Gambar 24. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun Gambar 25. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan I Tahun Gambar 26. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan I Tahun Gambar 27. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan I Tahun Gambar 28. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan I Tahun Gambar 29. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Triwulan I Tahun Gambar 30. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Februari Gambar 31. Jumlah Wisatawan Mancanegara Hingga Triwulan I Tahun Gambar 32. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan I Tahun Gambar 33. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dan Perolehan Devisa Tahun Gambar 34. Inflasi YoY 66 Kota Januari-Maret IX

10 Gambar 35. Inflasi MtM 66 Kota Januari-Maret Gambar 36. Perkembangan Indeks Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) Gambar 37. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 38. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) X

11 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada bulan April 2015, IMF memproyeksi perekonomian dunia tetap tumbuh sebesar 3,5 persen pada tahun Ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan perlambatan pada triwulan I tahun 2015 menjadi sebesar 2,2 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Sepanjang bulan Januari hingga Maret 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). 1

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pemulihan ekonomi dunia pada awal tahun 2015, didorong oleh perbaikan perekonomian negara maju seiring dengan kelanjutan penurunan harga minyak mentah, dimana Amerika Serikat sebagai salah satu konsumen minyak mentah terbesar memegang peranan penting. Perbaikan ekonomi negara maju akan berdampak pada berkurangnya output gap. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diprediksi lebih dari 3,0 persen (YoY) pada tahun 2015 dan 2016, dengan penguatan permintaan dalam negeri yang didorong oleh rendahnya harga minyak mentah, penyesuaian fiskal yang moderat, dan kelanjutan kebijakan moneter akomodatif. Sentimen positif bagi perbaikan ekonomi tersebut juga diimbangi dengan faktor negatif seperti kenaikan bertahap suku bunga, dan penurunan ekspor neto akibat apresiasi mata uang dolar AS. Sementara itu, perekonomian Eropa juga diprediksi menguat didukung oleh rendahnya harga minyak mentah, suku bunga, dan depresiasi mata uang Euro. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih cenderung melambat pada tahun Hal ini disebabkan oleh perekonomian negara eksportir minyak yang melemah, perlambatan ekonomi Tiongkok, serta proyeksi pelemahan ekonomi negara Amerika Selatan akibat penurunan harga komoditas global. Pada tahun 2016, kondisi perekonomian negara berkembang diperkirakan mengalami sedikit perbaikan. Hal ini digambarkan melalui permintaan dalam negeri, dan tingkat produksi yang terhambat di sejumlah negara berkembang termasuk Brazil, serta ketegangan geopolitik Rusia. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,4 3,5 3,8 Negara Maju 1,8 2,4 2,4 Negara Berkembang 4,6 4,3 4,7 ASEAN-5 4,6 5,2 5,3 Amerika Latin dan Karibia 1,3 0,9 2,0 Sub Sahara Afrika 5,0 4,5 5,1 Sumber: World Economic Outlook, April 2015 Pada bulan April 2015, IMF memproyeksi perekonomian dunia tetap tumbuh sebesar 3,5 persen pada tahun Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh menjadi sebesar 3,8 persen. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2015 dan 2016 tidak mengalami perubahan dengan tetap tumbuh sebesar 2,4 persen. Sementara, proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang tetap tumbuh pada tahun 2015 sebesar 4,3 persen, dan 4,7 persen pada tahun

13 Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan yang cenderung moderat pada tahun Negara-negara eksportir komoditas seperti Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, dan Peru akan merevisi pertumbuhan ekonomi 0,5 hingga 2,0 persen akibat perlambatan aktivitas perekonomian jangka pendek, penurunan harga komoditas, serta ruang kebijakan yang terbatas. Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar juga akan tumbuh dibawah perkiraan akibat tantangan daya saing, risiko jangka pendek pembatasan air dan listrik, pengetatan fiskal serta dampak penyelidikan kasus Pertrobas. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2015 dan 2016 dikoreksi turun sebesar 0,4 persen dan 0,3 persen, menjadi sebesar 0,9 persen pada tahun 2015, dan 2,0 persen tahun Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan. Hal ini tercermin melalui penurunan harga komoditas, dan kinerja perekonomian negara-negara yang terkena dampak Ebola, serta ketidakpastian politik yang menyebabkan pelemahan ekonomi diperkirakan terus berlanjut. Disisi lain, pemenuhan kebutuhan pembiayaan negara ekportir minyak di Sub Sahara Afrika rentan terhadap berbagai sentimen negatif seperti tight monetary policy Amerika Serikat, serta kelanjutan perlambatan ekonomi Eropa dan Tiongkok. Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan Sub Sahara Afrika tahun 2015 dan 2016 dikoreksi turun 0,4 persen dan 0,1 persen menjadi sebesar 4,5 persen pada tahun 2015, dan 5,1 persen tahun Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan perlambatan pada triwulan I tahun Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan IV tahun 2014 yang sebelumnya tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY) menjadi sebesar 2,2 persen (YoY). Perlambatan ekonomi disebabkan oleh peningkatan defisit neraca perdagangan, dan pengeluaran bisnis yang melemah. Di sisi lain, penguatan konsumsi domestik menopang perekonomian Amerika Serikat dalam menghadapi kerentanan ekonomi global. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 0,2 persen (YOY) pada triwulan I tahun 2015, menguat dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang terkontraksi sebesar 2,1 persen (YoY). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan yang terlemah dalam satu tahun terakhir. Perlambatan ekonomi pada triwulan I tahun 2015 ini disebabkan oleh faktor musim dingin yang buruk, apresiasi dolar AS, dan pemogokan pekerja pelabuhan di kawasan pantai barat AS. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat juga terhambat oleh defisit neraca perdagangan, penurunan investasi swasta, pengeluaran konsumen, dan belanja pemerintah. 3

14 Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2015 Pertumbuhan PDB riil pada triwulan I tahun 2015 tercermin dari kontribusi positif pada pengeluaran konsumsi pribadi dan investasi persediaan swasta, serta kontribusi negatif dari ekspor, investasi tetap non hunian, serta belanja negara dan pemerintah daerah. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis perlambatan konsumsi dengan tumbuh 1,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015, setelah tumbuh 4,4 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pengeluaran konsumen pada triwulan I tahun 2015 menjadi yang paling lambat dalam satu tahun terakhir. Pengeluaran konsumsi sebagai penyumbang dua pertiga dari output Amerika Serikat meredam akibat faktor musim dingin yang buruk. Konsumsi barang mengalami perlambatan dengan tumbuh 0,2 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh melambat 2,8 persen (YoY) pada triwulan I tahun Barang tahan lama tumbuh melambat 1,1 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 3,2 persen (YoY). Belanja Pemerintah Amerika Serikat secara keseluruhan tetap terkontraksi sebesar 0,8 persen (YOY) pada triwulan I tahun 2015, tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan I tahun Pengeluaran pemerintah pusat tumbuh sebesar 0,3 persen pada triwulan I tahun 2015, cenderung membaik dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,1 persen. Sebaliknya, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan triwulan I tahun 2015 terkontraksi sebesar 0,7 persen, sedikit memburuk setelah terkontraksi sebesar 0,4 persen (YOY) pada triwulan I tahun Pengurangan biaya untuk anggaran pertahanan dilakukan agar kendala fiskal di banyak negara bagian tidak kembali terjadi. Sementara itu, belanja pemerintah non pertahanan mengalami pertumbuhan sebesar 1,9 persen pada triwulan I tahun 2015, cenderung melambat setelah tumbuh 6,6 persen (YOY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Disisi lain, 4

15 belanja pemerintah daerah terkontraksi sebesar 1,5 persen (YOY), sedangkan triwulan I tahun 2014 terkontraksi sebesar 1,3 persen (YOY). Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi Barang Jasa Investasi Ekspor Impor Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pertahanan Belanja Non-Pertahanan Belanja Pemerintah Daerah Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2015 Investasi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 2,0 persen (YoY) dibandingkan pada triwulan I tahun 2014 yang terkontraksi 6,9 persen. Hal ini disebabkan oleh faktor pelemahan kegiatan eksplorasi minyak akibat pemangkasan anggaran oleh perusahaan-perusahaan di sektor tersebut seiring dengan rendahnya harga minyak dunia. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, pertumbuhan investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap residensial, investasi peralatan nonresidensial, dan investasi produk kekayaan intelektual serta penurunan tajam pada invetasi tetap non residensial dan investasi struktur non residensial. Investasi tetap non residensial mengalami kontraksi sebesar 2,5 persen (YoY) dan merupakan kinerja terburuk sejak akhir tahun Sementara, pertumbuhan investasi konstruksi nonresidensial termasuk gedung perkantoran dan pabrik juga terpuruk dengan terkontraksi hingga sebesar 23,1 persen (YoY) atau menjadi yang terburuk dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2015, The Fed akan melaksanakan kebijakan tight monetary policy, seiring dengan penurunan harga minyak dan penguatan mata uang dolar. Rencana The Fed menaikkan suku bunga untuk menjaga momentum perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik, dan tren penurunan tingkat pengangguran. Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan Maret 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD 51,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 35,9 miliar. Defisit neraca perdagangan bulan Maret 2015 merupakan yang terbesar sejak bulan Oktober 2008 dan persentase kenaikan terbesar sejak bulan Desember Defisit perdagangan barang naik menjadi sebesar USD 70,6 5

16 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami penurunan surplus menjadi sebesar USD 19,2 miliar. Ekspor barang dan jasa turun USD 1,6 miliar menjadi USD 187,8 miliar. Kinerja ekspor barang meningkat terutama disebabkan oleh peningkatan barang modal, kendaraan bermotor, mesin, dan suku cadang. Sementara itu, kenaikan ekspor jasa disebabkan oleh peningkatan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan) dan transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang). Impor barang dan jasa meningkat USD 17,1 miliar menjadi USD 239,2 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada barang konsumsi, barang modal, kendaraan bermotor, mesin, dan suku cadang. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang) dan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan). Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan Maret 2015 hanya turun sebesar orang menjadi 8,6 juta orang. Dalam 12 bulan terakhir tingkat pengangguran turun 1,1 persen atau sebesar 1,8 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, konstruksi, jasa makanan dan minuman, serta perdagangan retail. Kondisi ini menandai momentum rendahnya tingkat pengangguran sejak bulan Oktober Namun, penyerapan tenaga kerja di sektor non-pertanian hanya sebesar merupakan yang paling sedikit sejak bulan Desember Penurunan tingkat pengangguran diharapkan berimbas pada penguatan perekonomian dalam negeri menghadapi gejolak perekonomian global. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2015 berdasarkan rilis laporan April tahun 2015, tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY) atau dikoreksi turun 0,5 persen. Sementara itu, proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dikoreksi turun 0,2 persen menjadi sebesar 3,1 persen (YoY) pada tahun Perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diatas 3,0 persen menandai penguatan neraca pembayaran dan pasar properti, perlambatan penciptaan lapangan kerja dan laju inflasi, pengurangan fiscal drag, dan penurunan harga minyak. IMF menyarankan untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif, dan melakukan penyesuaian fiskal yang lebih moderat untuk mendorong pemulihan ekonomi. Namun demikian, kenaikan suku bunga bertahap diproyeksi dapat menekan pertumbuhan investasi, serta apresiasi dolar dikhawatirkan akan mengurangi ekspor neto. Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Berdasarkan publikasi Eurostat, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY). Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU19, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) diperkirakan tumbuh sebesar 1,0 6

17 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2015, Kawasan Eropa diperkirakan tumbuh sebesar 0,4 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,3 persen (QtQ). Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang diperkirakan tumbuh sebesar 0,4 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,4 persen (QtQ). Pertumbuhan Ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa pada triwulan I tahun 2015 merupakan fase tercepat dalam dua tahun terakhir. Kelanjutan stimulus dari ECB, pelemahan mata uang Euro, dan rendahnya harga komoditas menjadi kontribusi positif bagi perbaikan serta pemerataan pertumbuhan di seluruh kawasan Eropa. Pemulihan ekonomi Eropa juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi dari empat negara dengan perekonomian terbesar yaitu Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol untuk pertama kalinya sejak triwulan I tahun Namun demikian, ketidakpastian paket bailout dari kreditor maupun penangguhan pembayaran utang negara Yunani menyebabkan ancaman default bagi negara tersebut dapat memberi sentimen negatif bagi perekonomian Eropa. Berdasarkan publikasi Eurostat, Rumania dan Siprus diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan I tahun 2015, yaitu masing-masing sebesar 1,6 persen (QtQ). Sementara, perekonomian Jerman diperkirakan sedikit menurun dengan tumbuh 0,3 persen (QtQ), dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh hingga 0,7 persen. Lithuania menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan I tahun 2015 sebesar -0,6 persen (QtQ). Perekonomian Estonia dan Yunani diperkirakan juga mengalami kontraksi masing-masing sebesar -0,3 persen (QtQ), dan -0,2 persen (QtQ). Sedangkan Italia, Perancis, dan Spanyol dalam tren positif yang diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 0,3 persen (QtQ), 0,6 persen (QtQ), dan 0,9 persen (QtQ). Disisi lain, Perekonomian Portugal diperkirakan terkoreksi 0,3 persen menjadi sebesar 0,4 persen (QtQ). Pada Maret 2015, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami penurunan sebesar 2,3 persen (YoY), dan 2,9 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami peningkatan dengan tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY), dan 2,0 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Produksi industri meningkat disebabkan oleh kenaikan produksi barang modal sebesar 0,3 persen, barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 0,6 persen, serta produksi energi naik hingga 3,8 persen dibandingkan Maret Sementara itu, produksi sektor industri yang menguat di kawasan Uni Eropa diakibatkan oleh peningkatan barang modal sebesar 1,2 persen, barang konsumsi tahan lama sebesar 0,3 persen, produksi energi 7

18 sebesar 2,3 persen, serta barang setengah jadi sebesar 0,9 persen dibandingkan bulan Maret Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Maret Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 23,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan Maret 2014 yang besarnya EUR 16,1 miliar. Pada Maret 2015, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 10,7 miliar, meningkat dibandingkan bulan Maret 2014 yang surplus sebesar EUR 3,6 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Maret 2015 di kawasan Eropa meningkat sebesar 1,6 persen (YoY) dan 2,5 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan Maret Hal ini disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 3,0 persen, serta sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,1 persen. Sementara, bahan bakar kendaraan bermotor turun sebesar 0,7 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa diakibatkan oleh sektor non makanan naik sebesar 3,8 persen, dan sektor makanan, minuman, dan tembakau naik sebesar 1,7 persen, serta bahan bakar kendaraan bermotor turun sebesar 1,0 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan IV tahun 2014 di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,4 persen, menurun dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar 2,9 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan III tahun 2014 sebesar 3,2 persen menjadi 2,9 persen pada triwulan IV tahun Sebaliknya, perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa tidak diikuti perbaikan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan IV tahun 2014, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 91,9 persen dari PDB, sedikit meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 90,9 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami peningkatan tingkat utang sebesar 86,8 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar 85,5 persen. Pada pertengahan tahun 2014, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 177,1 persen; 132,1 persen; dan 130,2 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,6 persen, Luxemburg sebesar 23,6 persen, dan Bulgaria sebesar 27,6 persen. Perbaikan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Maret 2015 mencapai 11,3 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Maret 2014 sebesar 11,7 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan Maret 2015 merupakan yang terendah sejak bulan Agustus Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan Maret tahun 2015 sebesar 9,8 persen, menurun dibandingkan bulan Maret tahun 2014 sebesar 10,4 persen. Eurostat 8

19 mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar juta orang, dan di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan Maret Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (25,7 persen pada Januari 2015), dan Spanyol (23,0 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (4,7 persen). Perekonomian di kawasan Eropa diperkirakan cenderung tumbuh moderat dan inflasi terkendali. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada bulan April 2015 dikoreksi naik 0,3 persen menjadi sebesar 1,5 persen pada tahun 2015, dan turun 0,1 persen menjadi sebesar 1,6 persen pada tahun Perbaikan ekonomi di kawasan Eropa terus berlanjut pada tahun 2015 dan Namun, pelemahan investasi swasta di Irlandia, Spanyol, dan Jerman tetap harus diwaspadai. Meskipun demikian, penurunan harga minyak dunia, kinerja kredit yang membaik, kebijakan suku bunga rendah di beberapa negara utama, kebijakan fiskal yang lebih netral, dan depresiasi mata uang Euro dapat mendorong pemulihan ekonomi pada tahun 2015 dan Perkembangan Ekonomi Asia Pada bulan April 2015, ADB mengeluarkan proyeksi mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 dan 2016 masing-masing sebesar 6,3 persen atau dikoreksi naik sebesar 0,1 persen. Hal ini disebabkan perbaikan ekonomi negara-negara maju dan ASEAN, reformasi struktural India, serta pelemahan harga komoditas global sehingga menyebabkan perlambatan ekonomi negara berkembang Asia yang sebagian besar menjadi negara net import minyak. Pertumbuhan negara-negara berkembang Asia yang cenderung stabil menyebar ke berbagai kawasan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Pasifik diperkirakan tumbuh lebih cepat dibandingkan kawasan lain di Asia. Sementara, pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Timur cenderung moderat, dan Asia Tengah menunjukkan pelemahan. Kawasan Asia Tengah yang terdiri dari negara-negara eksportir minyak dan gas, terkena dampak pelemahan harga komoditas global dan resesi mitra dagang. ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur terkoreksi turun sebesar 0,1 persen pada tahun 2015, dan 0,2 persen tahun 2016 masing-masing sebesar 6,5 persen, dan 6,3 persen. Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok yang terus berlanjut seiring dengan reformasi struktural dan pengendalian laju pertumbuhan kredit, serta koreksi di sektor manufaktur dan sektor terkait lainnya. Meskipun demikian, tingkat konsumsi yang tetap kuat dan ekspansi sektor padat karya, dan membaiknya pasar tenaga kerja Tiongkok diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan. Sementara itu, 9

20 estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan meningkat hingga sebesar 7,2 persen pada tahun Pada tahun 2016, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan sebesar 7,6 persen. Perekonomian kawasan Asia Selatan diperkirakan semakin membaik disebabkan oleh pertumbuhan sektor jasa yang berkelanjutan, dan kemajuan reformasi sosial India dibidang ekonomi untuk mendukung investasi. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi kawasan di negara Bangladesh dan Pakistan didukung reformasi di bidang ekonomi, serta perbaikan kondisi ekonomi Sri Lanka seiring rencana reformasi pemerintahan dan kebijakan ekonomi. Perekonomian di kawasan Asia Tengah kembali melemah seiring dengan perlambatan ekonomi Federasi Rusia. Penurunan harga minyak mentah dunia menyebabkan Federasi Rusia memasuki resesi ekonomi. ADB memprediksi perlambatan ekonomi di Kawasan Asia Tengah dengan pertumbuhan sebesar 3,5 persen pada tahun 2015 dan 4,5 persen tahun Hal ini disebabkan melemahnya konsumsi domestik negara-negara seperti Kazakhstan, Turkmenistan, dan Uzbekistan akibat penurunan ekspor minyak mentah. Perlambatan ekonomi negara Federasi Rusia akan mengurangi ekspor dan arus modal masuk berupa remittances di negara Armenia, Georgia, Kirgiztan, dan Tajikistan. Meskipun demikian, perbaikan sektor konstruksi di Tajikistan, dan kenaikan ekspor gas alam di negara Turkmenistan diperkirakan dapat menahan laju perlambatan ekonomi di kawasan Asia Tengah. Kawasan ASEAN mengalami pertumbuhan sebesar 4,9 persen pada tahun Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara sebesar 5,3 persen. ADB memprediksi pertumbuhan Asia Tenggara karena penguatan ekonomi melanda sebagian besar negara di kawasan tersebut. Perbaikan kondisi ekonomi Indonesia dan Thailand sebagai perekonomian terbesar di kawasan ASEAN akan mempengaruhi seluruh kawasan melalui peningkatan kinerja ekspor dan penurunan tingkat inflasi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Malaysia diperkirakan melambat setelah mengalami penguatan pada tahun Di sisi lain, penguatan ekonomi juga akan terjadi di negara Asia Tenggara lainnya seperti Brunei Darussalam, Singapura, dan Vietnam. Perekonomian Tiongkok Pada awal tahun 2015, kondisi ekonomi Tiongkok dihadapkan pada perlambatan ekonomi global, dan tugas berat dalam mempertahankan pembangunan dalam negeri, reformasi serta stabilitas. Pemerintah Tiongkok fokus merebut momentum pertumbuhan dengan melaksanakan reformasi lebih mendalam, dan inovasi kontrol ekonomi makro. Hal ini menyebabkan perekonomian Tiongkok secara bertahap masih melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan Januari hingga Maret 2015, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,0 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun 10

21 sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 menjadi yang terendah sejak triwulan IV tahun Hal ini disebabkan oleh perkiraan kontraksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan terus berlanjut dengan laju lebih cepat pada triwulan II tahun 2015, risiko deflasi, dan indeks manufaktur yang mencapai nilai terendah dalam dua belas bulan terakhir. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi tidak akan lagi menjadi prioritas. Pemerintah Tiongkok menetapkan target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 hanya sebesar 7,0 persen (YoY). Perekonomian Tiongkok diharapkan dapat tumbuh berkualitas dan berkelanjutan, serta dapat memaksimalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter untuk mencegah perlambatan tajam yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang bergerak stabil mencerminkan efek kebijakan yang dimulai pada pertengahan tahun 2013 yaitu mendorong share terus bergeser dari sektor manufaktur ke sektor jasa dari sisi penawaran, dan sektor investasi ke sektor konsumsi pada sisi permintaan, serta sebagai langkah cepat untuk mengendalikan akumulasi kredit. Pencapaian dari reformasi struktural yang dicanangkan pemerintah Tiongkok diantaranya optimalisasi sektor industri, dan kenaikan permintaan domestik, serta konservasi dan pengurangan konsumsi energi. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic China, nilai tambah industri tersier pada triwulan I tahun 2015 menyumbang 51,6 persen dari PDB dan tumbuh 1,8 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menandai percepatan pengembangan dan inovasi di bidang perindustrian. Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin mengecil. Pada triwulan I tahun 2015, pertumbuhan riil dari pendapatan tunai per kapita rumah tangga pedesaan adalah 1,9 persen lebih tinggi dari disposable income per kapita rumah tangga perkotaan. Sementara, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,6 kali dari rumah tangga pedesaan atau berkurang 0,1 persen (YoY) dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan pengurangan konsumsi energi per unit PDB mencapai 5,6 persen (YoY). Investasi aset tetap Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 tumbuh 14,5 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah untuk invetasi mengalami kenaikan sebesar 11,0 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, pinjaman dalam negeri dan investasi asing masing-masing mengalami penurunan 8,6 persen (YoY) dan 33,5 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus mendorong perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Disisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada triwulan I tahun 2015 tumbuh 10,2 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 12,0 persen (YOY). Angka penjualan retail meningkat 11

22 akibat dorongan konsumsi pada hari raya Imlek bulan Februari Namun, kenaikan penjualan retail hanya bersifat sementara dan konsumsi dalam negeri belum dapat menahan laju perlambatan ekonomi. Sektor properti Tiongkok yang sempat terpuruk akibat perlambatan ekonomi pada semester I tahun 2014, secara bertahap semakin menguat. Pada triwulan I tahun 2015, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial turun masingmasing sebesar 9,1 persen (YoY) dan 9,3 persen (YoY). Meskipun demikian, total investasi di sektor real estate selama tahun 2014 sebesar CNY 1.655,1 miliar, atau tumbuh sebesar 8,5 persen (YoY) diharapkan dapat memberikan sentimen positif dalam penguatan kinerja sektor properti Tiongkok. Pada 30 Maret 2015, People s Bank of China (PBOC) melaksanakan kebijakan penurunan rasio uang muka untuk pembelian rumah kedua dari 60,0 persen menjadi sebesar 40,0 persen di seluruh wilayah negara. Pencabutan kebijakan awal tersebut dilakukan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan, mengingat investasi properti merupakan faktor pendorong utama perekonomian Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 akibat reformasi struktural berdampak pada kinerja neraca perdagangan yang memburuk. Perdagangan Tiongkok pada bulan Maret 2015 hanya mencapai surplus sebesar USD 3,1 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok menurun dibandingkan bulan Februari 2015 sebesar USD 60,62 miliar. Kinerja ekspor bulan Maret 2015 mengalami penurunan sebesar 15,0 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya atau menjadi sebesar USD 144,57 miliar. Hal ini disebabkan apresiasi mata uang Yuan menyebabkan permintaan global terhadap barang dan jasa Tiongkok melambat. Sementara itu, impor penurunan mengalami sebesar 12,7 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya atau sebesar USD 141,49 miliar. Kinerja impor yang melemah akibat penurunan impor batu bara lebih dari 40,0 persen selama bulan Januari hingga Maret Pelemahan aktivitas manufaktur Tiongkok semakin memburuk, setelah terjadi penguatan pada hari raya Imlek bulan Februari Pada bulan Maret 2015, data HSBC menunjukkan Purchasing Manager Index TM (PMI TM ) mengalami penurunan menjadi 49,2 dari sebesar 50,7 pada Februari Angka indeks PMI TM menunjukkan kinerja sektor manufaktur paling lemah sejak bulan April Hal ini disebabkan sentimen bisnis yang cenderung negatif akibat penurunan produksi, konsumsi, dan investasi turun ke posisi terendah dalam beberapa tahun. Tingkat produksi yang terus menurun menyebabkan banyak perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja. Pelemahan harga minyak dunia beberapa waktu terakhir memberikan keuntungan bagi perusahaan manufaktur melalui penurunan biaya input. Namun, permintaan yang terus menurun menyebabkan perusahaan-perusahaan melanjutkan penghematan dalam upaya peningkatan kinerja, dan memotong harga jual cukup tajam. National Bureau of Statistic China juga merilis data PMI sebesar 12

23 50,1 lebih rendah dibandingkan bulan Februari 2015 sebesar 50,3. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan bandara dan jalur rel kereta api, rumah murah, serta pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Disisi lain, bank sentral Tiongkok juga memangkas giro wajib minimum perbankan, sehingga mendorong penyaluran kredit bagi sektor pertanian, UMKM, dan eksportir. Pada bulan April 2015, IMF mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 yaitu tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY) atau dikoreksi sebesar 0,3 persen. Sementara, perekonomian Tiongkok pada tahun 2016 terkoreksi turun sebesar 0,5 persen atau tumbuh 6,3 persen (YoY). IMF berpendapat implementasi reformasi struktural, penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya akan menyebabkan kinerja sektor yang berorientasi konsumen meningkat. Pada tahun 2015, IMF memperkirakan Pemerintah Tiongkok akan melaksanakan kebijakan untuk antisipasi cepatnya pertumbuhan kredit dan investasi. Asian Development Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 terkoreksi turun sebesar 0,2 persen atau sebesar 7,2 persen (YoY). ADB berpendapat pertumbuhan tahun 2015 didorong oleh rendahnya harga komoditas, penguatan konsumsi domestik dan kenaikan permintaan global yang berdampak pada ekspor. Kebijakan stimulus akan terus berlanjut untuk menjaga agenda reformasi, dan memperbaiki pertumbuhan dari perdagangan luar negeri. Sementara, perekonomian Tiongkok tahun 2016 juga dikoreksi turun sebesar 0,2 persen, menjadi sebesar 7,0 persen (YoY). Pada tahun 2016, harga komoditas diperkirakan kembali meningkat, sehingga mendorong pelemahan ekonomi. ADB menyarankan pemerintah Tiongkok untuk melaksanakan kebijakan fiskal yang proaktif, dan kebijakan moneter yang akomodatif. Perekonomian Singapura Sebagai negara dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut pada triwulan I tahun 2015 sebesar 2,1 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 4,6 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan I tahun 2015 tumbuh sebesar 1,1 persen (QtQ), menurun dibandingkan pada triwulan IV tahun 2014 yaitu sebesar 1,8 persen (QtQ). Perekonomian Singapura memasuki jalur pertumbuhan moderat disebabkan oleh pelemahan ekonomi negara maju, kontraksi sektor manufaktur akibat permintaan global yang tidak menentu, pasar properti melambat, pembatasan kredit makroprudensial, dan tenaga kerja asing. Sektor manufaktur Singapura terkontraksi sebesar -3,4 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 9,6 persen (YoY). Sektor manufaktur melemah disebabkan oleh rekayasa transportasi, penurunan 13

24 elektronik, dan rekayasa presisi. Secara triwulanan, sektor manufaktur Singapura terkontraksi sebesar -2,3 persen (QtQ), menurun tajam dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 6,2 persen (QtQ). Sementara, pertumbuhan sektor konstruksi Singapura pada triwulan I tahun 2015 juga mengalami pelemahan. Pertumbuhan sektor konstruksi hanya sebesar 3,3 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2014 tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat didorong oleh aktivitas konstruksi sektor swasta. Sektor kontruksi secara triwulanan tumbuh sebesar 13,8 persen (QtQ), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 3,4 persen (QtQ). Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada bulan Maret 2015, tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penguatan di sektor ini disebabkan oleh peningkatan penjualan kendaraan bermotor hingga 40,0 persen. Pertumbuhan sektor jasa makanan dan minuman Singapura bulan Maret 2015 menurun cukup tajam terkontraksi sebesar 1,7 persen (YoY), dibandingkan bulan Maret Total nilai penjualan jasa makanan dan minuman pada bulan Maret 2015 diperkirakan sebesar USD 643 juta, lebih rendah dari bulan Maret 2014 sebesar USD 654 juta. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Maret Di sisi lain, kinerja impor terkontraksi hingga sebesar 14,7 persen (YoY), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perbaikan kinerja ekspor didorong oleh penguatan signifikan ekspor domestik non minyak hingga sebesar 18,5 persen (YoY) dan re ekspor non minyak sebesar 1,7 persen (YoY). Namun, penurunan tajam ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga 22,4 persen menahan laju pertumbuhan ekspor pada bulan Maret Dalam publikasi Asian Development Outlook 2015, proyeksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2015 terkoreksi turun 0,4 persen menjadi sebesar 3,0 persen (YoY). Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Singapura sebesar 3,4 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Singapura dipengaruhi oleh perluasan restrukturisasi ekonomi dan pembangunan secara global. PDB diperkirakan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2015 dan Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, melalui sektor jasa yang terus menguat. Sektor keuangan, asuransi dan jasa bisnis akan menjadi penentu pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 dan Namun demikian, sektor berbasis tenaga kerja seperti konstruksi, retail, dan jasa makanan dapat menghambat pertumbuhan akibat pengetatan pasar tenaga kerja. 14

25 Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Pada triwulan I tahun 2015, pergerakan harga minyak mentah dunia mengalami fluktuasi akibat kekhawatiran pasar minyak mentah mengalami kondisi over supply. Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 51,6 per barel menurun tajam dibandingkan dengan rata-rata harga minyak triwulan IV tahun 2014 yang mencapai USD 74,6 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan I tahun 2015 mengalami penurunan drastis hingga USD 53,9 barel dibandingkan triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 76,0 per barel. Penurunan yang signifikan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 52,2 per barel pada triwulan I tahun 2015 dibandingkan harga pada triwulanan IV tahun 2014 yang mencapai USD 74,6 per barel. Harga minyak mentah WTI pada triwulan I tahun 2015 cenderung menurun dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya. Pada triwulan I tahun 2015, harga minyak mentah WTI sebesar USD 48,6 per barel, menurun drastis dibandingkan pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 73,2 per barel. Harga Minyak Mentah Dunia Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar Crude Oil (Rata-rata) 103,7 106,3 100,4 74,6 51,6 47,1 54,8 52,8 Crude Oil; Brent 107,9 109,8 102,1 76,0 53,9 48,1 57,9 55,8 Crude Oil; Dubai 104,4 106,1 101,5 74,6 52,2 46,0 55,8 54,9 Crude Oil; WTI 98,7 103,1 97,5 73,2 48,6 47,3 50,6 47,8 Indonesian Crude Price Oil 103,7 106,3 100,4 74,6 51,6 45,3 54,3 53,6 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Perkembangan bulanan harga minyak mentah dunia masih menujukkan tren yang menurun. Harga minyak mentah Brent pada bulan Januari 2015 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 14,2 per barel menjadi sebesar USD 62,3 per barel. Pada bulan Februari 2015, harga minyak mentah Brent naik sebesar USD 9,8 per barel dan selanjutnya pada bulan Maret 2015 kembali mengalami penurunan sebesar USD 2,1 per barel. Demikian pula harga minyak mentah Dubai pada bulan Januari 2015 turun dari USD 60,5 per barel menjadi sebesar USD 46,0 per barel. Pada bulan Februari 2015, harga minyak mentah Dubai kenaikan sebesar USD 9,8 per barel dan selanjutnya pada bulan Maret 2015 kembali mengalami sedikit penurunan sebesar USD 0,9 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI pada bulan Januari 2015 turun signifikan sebesar USD 14,3 per barel menjadi sebesar USD 45,3 per barel. Pada bulan Februari 2015 harga minyak mentah WTI naik sebesar USD 9,0 per barel, kemudian sedikit menurun sebesar USD 0,7 per barel pada bulan Maret Pergerakan harga minyak mentah dunia yang sempat menguat pada bulan Februari 2015 merupakan penguatan terbesar sejak bulan Mei Tren harga minyak mentah menurun pada triwulan I tahun 2015 disebabkan oleh isu geopolitik di 15

26 negara produsen minyak seperti Irak, Arab Saudi, dan Yaman. Kondisi ini semakin diperparah dengan keputusan Gubernur OPEC, Menteri Perminyakan Kuwait, dan Raja Arab Saudi dalam mempertahankan kebijakan produksinya untuk menjaga pangsa pasar. Sementara itu, potensi kenaikan cadangan minyak mentah terjadi akibat keputusan Amerika Serikat mengurangi pengeboran hingga 26 rig atau merupakan yang terendah sejak bulan November Kondisi ini dapat mendorong harga minyak mentah semakin terpuruk mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia. Demikian pula dengan kebijakan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak, dan lemahnya permintaan minyak mentah akibat perlambatan ekonomi negara-negara maju akan semakin menekan pasar global. Sama halnya dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan I tahun 2015 juga menurun. Pada triwulan I tahun 2015, ICP sebesar USD 74,6 per barel atau turun tajam hingga sebesar USD 23,0 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan IV tahun Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan Januari 2015 mengalami penurunan sebesar USD 14,3 per barel atau menjadi sebesar USD 45,3 per barel. Harga minyak ICP pada Februari 2015 meningkat sebesar USD 9,0 per barel, dan bulan Maret 2015 kembali mengalami penurunan sebesar USD 0,7 per barel menjadi USD 53,6 per barel. Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Pelemahan harga minyak ICP disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas kebijakan negara-negara Timur Tengah (Arab Saudi, Kuwait) dan OPEC mempertahankan kebijakan produksinya meskipun terjadi penurunan harga minyak mentah, serta apresiasi mata uang dolar. Laporan Energy Information Administration menyatakan stok minyak mentah Amerika Serikat pada bulan Maret 2015 naik sebesar 22,3 juta barel dibandingkan bulan sebelumnya. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok. Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 16

27 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan I tahun 2015 dengan tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2015 surplus sebesar USD 1,3 miliar. 17

28 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan I tahun 2015 dengan tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) atau menjadi yang paling rendah sejak 6 tahun terakhir. Pada triwulan I tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh perlambatan ekonomi dua negara mitra dagang utama Indonesia, yaitu Tiongkok dan Singapura. Selain itu, pelemahan harga minyak dunia serta perlambatan kinerja neraca perdagangan Indonesia turut mempengaruhi perlambatan ekonomi Indonesia. Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2015 (persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi lapangan usaha, Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh terkontraksi 2,3 persen (YoY), lebih buruk dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 yang terkontraksi 2,0 persen (YoY), menjadi salah satu faktor yang memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penurunan pertumbuhan ini terjadi karena kontraksi pada pertambangan batu bara dan lignit dengan kontraksi sebesar 9,7 persen (YoY). Sementara itu, pertambangan minyak, gas, dan panas bumi juga menurun 5,7 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dipicu oleh pertumbuhan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 3,6 persen (YoY) yang pada triwulan I tahun sebelumnya dapat tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi karena perlambatan pada penyediaan akomodasi serta penyediaan makan dan minum yang masing-masing tumbuh sebesar 4,9 dan 3,3 persen (YoY). 18

29 Selain itu, Jasa Perusahaan juga melambat dengan hanya tumbuh sebesar 7,4 persen meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh 10,3 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan pertumbuhan 3,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2014 sebesar 6,1 persen (YoY). Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) URAIAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 5,5 4,2 5,6 2,8 4,2 4,6 3,5 4,6 5,3 5,0 3,6 2,8 3,8 7,3 5,5 0,6-0,8 0,9 0,7 2,7 2,7-2,0 1,1 0,8 2,2-2,3 Industri Pengolahan 5,9 5,4 5,2 6,0 4,7 5,4 3,7 4,2 4,5 4,8 5,0 4,2 3,9 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 6,5 11,0 12,1 10,4 9,8 4,7 2,4 4,4 3,3 6,5 6,0 6,5 1,6 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,3 3,8 3,6 2,7 3,5 3,6 4,7 4,5 3,6 3,2 2,8 2,7 2,3 Konstruksi 6,3 5,8 6,8 7,2 5,4 6,3 6,5 6,2 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,5 5,5 4,5 4,4 3,0 4,8 4,9 6,1 6,1 5,1 4,8 3,5 3,7 7,2 6,3 7,4 7,5 7,4 8,9 8,3 8,9 8,4 8,5 8,0 7,1 6,4 6,9 6,3 6,1 7,2 7,0 7,0 6,9 6,3 6,5 6,4 5,9 4,9 3,6 Informasi dan Komunikasi 12,3 12,4 12,8 11,6 10,6 11,4 10,1 9,5 9,8 10,5 9,8 10,0 10,5 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,3 13,2 16,2 13,2 11,0 9,2 3,5 3,2 4,9 1,5 10,2 7,6 Real Estate 5,2 6,4 8,5 9,5 8,9 7,7 5,4 4,3 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 Jasa Perusahaan 8,0 8,1 7,4 6,3 7,8 7,6 8,2 8,0 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,4 7,6-2,0 0,8 1,6-2,1 6,4 3,8 2,9-2,5 2,6 6,9 4,7 Jasa Pendidikan 8,1 10,7 3,8 10,2 11,7 3,2 8,6 9,4 5,2 5,4 7,3 7,1 5,9 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,4 8,2 5,5 9,8 6,9 5,2 8,3 10,7 7,7 8,5 9,9 6,1 7,3 Jasa lainnya 6,8 6,0 5,6 4,8 5,6 5,6 6,2 8,2 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 PRODUK DOMESTIK 6,1 6,2 5,9 5,9 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 BRUTO Sumber: Badan Pusat Statistik Perlambatan juga terjadi pada Transportasi dan Pergudangan dengan pertumbuhan sebesar 6,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015 meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh sebesar 8,4 persen (YoY) akibat penurunan pertumbuhan angkutan laut sebesar 2,1 persen (YoY) dan perlambatan pada hampir 19

30 semua subkategori. Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2014 sebesar 3,3 persen (YoY). Hal ini terjadi akibat menurunnya pertumbuhan pengadaan gas dan produksi es sebesar 8,9 persen (YoY). Pertumbuhan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 3,8 persen (YoY), juga melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 yang besarnya 5,3 persen (YoY) akibat pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian yang melambat dengan pertumbuhan sebesar 2,9 persen (YoY), meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya dapat tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Tanaman hortikultura mengalami perlambatan yang paling tajam dengan pertumbuhan sebesar 0,8 persen (YoY) walaupun mampu tumbuh 12,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun Sementara itu, kinerja Informasi dan Komunikasi dengan pertumbuhan sebesar 10,5 persen (YoY) cukup berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Informasi dan Komunikasi pada triwulan I tahun 2014 yang besarnya hanya mencapai 9,8 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh pertumbuhan Jasa lainnya sebesar 8,0 persen (YoY) meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 8,4 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2015, Jasa Keuangan dan Asuransi juga tumbuh tinggi sebesar 7,6 persen (YoY) atau meningkat cukup tajam dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 sebesar 3,2 persen (YoY) karena peningkatan jasa perantara keuangan yang tumbuh 7,9 persen (YoY). Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) URAIAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,2 5,4 5,4 5,4 5,1 5,1 5,0 5,0 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,2 6,9 7,0 6,7 6,5 6,4 6,7 12,8 23,7 22,8 5,6-0,2-8,3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,7 16,8-2,0-0,1 3,0 3,2 12,4 7,9 6,1-1,5 1,3 2,8 2,2 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 7,0 10,1 9,5 9,8 7,9 5,5 6,0 2,1 4,7 3,7 3,9 4,3 4,4 Ekspor Barang dan Jasa 6,8 1,7-2,6 1,1 3,5 2,1 1,3 9,4 3,2 1,4 4,9-4,5-0,5 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 11,1 15,4 0,5 5,8 2,9 0,9 4,9-0,9 5,0 0,4 0,3 3,2-2,2 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,1 6,2 5,9 5,9 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2014 masih ditopang oleh Pengeluaran Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,0 20

31 persen (YoY), melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh 5,4 persen (YoY). Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang paling tinggi adalah untuk restoran dan hotel yang tumbuh 6,9 persen (YoY), diikuti oleh pertumbuhan perumahan dan perlengkapan rumah tangga sebesar 6,8 persen (YoY) serta transportasi dan komunikasi sebesar 4,8 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2015, Pengeluaran Konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga) tumbuh terkontraksi sebesar 8,3 persen (YoY). Pertumbuhan ini terkontraksi secara tajam dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan I tahun 2014 sebesar 23,7 persen (YoY). Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh 2,2 persen (YoY) meskipun pada triwulan I tahun 2014, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah mampu tumbuh sebesar 6,1 persen (YoY). Perlambatan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan I tahun 2015 akibat perlambatan pada konsumsi kolektif yang hanya mampu tumbuh sebesar 1,0 persen (YoY) serta konsumsi individu yang tumbuh 4,1 persen (YoY) meskipun pada triwulan yang sama tahun sebelumnya dapat tumbuh mencapai masing-masing 5,4 persen (YoY) dan 7,3 persen (YoY). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I tahun 2015 tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan I tahun 2014 yang besarnya mencapai 4,7 persen (YoY). Perlambatan PMTB terutama dipengaruhi oleh penurunan pertumbuhan kendaraan sebesar 5,4 persen (YoY) serta mesin dan perlengkapan sebesar -1,0 persen (YoY). Selain itu, terjadi perlambatan pada cultivated biological resources (CBR) yang tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY) dan produk kekayaan intelektual yang tumbuh sebesar 10,9 persen (YoY), yang mampu tumbuh sebesar masing-masing 12,6 persen (YoY) dan 27,6 persen (YoY) pada triwulan I tahun Ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terkontraksi sebesar -0,5 persen (YoY), memburuk dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang pertumbuhannya mencapai 3,2 persen (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi akibat ekspor barang nonmigas yang tumbuh 2,1 persen (YoY) dan jasa yang tumbuh 1,9 persen. Meskipun demikian, ekspor barang migas mampu tumbuh tinggi sebesar 12,2 persen (YoY), meningkat tajam dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 yang pertumbuhannya terkontraksi 9,1 persen (YoY). Di sisi lain, impor barang dan jasa tumbuh sebesar -2,2 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan I tahun 2014 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan impor terjadi akibat menurunnya pertumbuhan impor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh 2,6 dan 0,0 persen (YoY). Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun 2015 mencapai 100,9 basis poin yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen sedikit meningkat 21

32 dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kondisi ekonomi konsumen disebabkan oleh rendahnya pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi makanan sehari-hari sebesar 109,0 basis poin serta sedikit peningkatan konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 100,7 basis poin meskipun diikuti oleh penurunan pendapatan sebesar 96,6 basis poin. Tingkat optimisme konsumen ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang mencapai 106,1. Tabel 6. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan I Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pendapatan rumah tangga 112,1 110,8 108,8 110,7 113,5 106,1 96,63 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 109,7 108,3 110,4 112,6 109,9 106,3 109,0 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 115,0 108,5 112,5 108,5 113,2 113,0 100,7 Indeks Tendensi Konsumen 112,0 109,6 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan I Tahun 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Meskipun pada triwulan I tahun 2015 pertumbuhan ITK menurun 1,8 persen (YoY), masih terdapat optimisme konsumen yang menganggap triwulan IV tahun 2014 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya akibat kenaikan harga BBM. Kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan membaik pada triwulan I tahun 2015 sehingga dapat mencapai 106,9 yang didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dan rencana pembelian barang-barang tahan lama. 22

33 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali meningkat pada bulan Januari 2015 yang besarnya mencapai 120,2 setelah menurun pada bulan Desember Pada bulan Februari 2015, nilai IKK tidak berubah yakni sebesar 120,2. Namun pada bulan Maret 2015, IKK mengalami pelemahan menjadi 116,9. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh melemahnya seluruh indeks pembentuknya baik Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Pada bulan Maret 2015, pelemahan IKE dibandingkan dengan bulan sebelumnya disebabkan oleh perilaku responden yang cenderung menahan pembelian barang tahan lama, yang menurun dari 110,8 pada bulan Februari 2015 menjadi sebesar 104,2 pada bulan Maret Selain itu, pelemahan IKE juga disebabkan oleh persepsi responden terhadap penurunan lapangan kerja yang juga menurun dari 95,6 pada bulan Februari 2015 menjadi sebesar 93,5 pada bulan Maret Meskipun demikian, indeks penghasilan pada bulan Maret 2015 sebesar 124,8 meningkat dibandingkan dengan bulan Februari KETERANGAN Tabel 7. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2014 Maret Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 119,8 120,2 119,8 120,6 120,1 116,5 120,2 120,2 116,9 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 113,9 115,6 115,8 113,3 114,1 110,2 109,7 110,3 107,5 Penghasilan saat ini 131,7 132,9 130,6 129,1 128,1 123,8 124,5 124,5 124,8 Ketersediaan lapangan kerja 97,5 103,2 104,3 99,5 103,2 100,5 96,5 95,6 93,5 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 112,5 110,7 112,6 111,2 110,9 106,4 108,2 110,8 104,2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 125,7 124,8 123,7 128,0 126,1 122,8 130,7 130,2 126,2 Ekspektasi Penghasilan 136,5 135,7 135,6 135,4 135,5 133,2 143,4 144,1 141,9 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 110, ,2 118,7 116,1 113,9 114,7 113,6 110,5 Ekspektasi Kegiatan Usaha 130,0 126,6 121,3 129,9 126,6 121,3 133,9 132,7 126,2 Sumber: Bank Indonesia Di sisi lain, IEK pada bulan Maret 2015 sebesar 126,2 lebih rendah dibandingkan dengan IEK pada bulan Februari 2015 yang besarnya 130,2. Pada bulan Maret 2015, indeks ekspektasi kegiatan usaha melemah menyebabkan pelemahan IEK menjadi sebesar 126,2 dari 132,7 pada bulan Februari Sementara itu, indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan indeks ekspektasi penghasilan mengalami pelemahan masing-masing sebesar 3,1 dan 2,2 poin. Trend penurunan IKK terjadi pada bulan Januari 2015 Maret Pada bulan Januari 2015, pertumbuhan IKK sempat mencapai 3,0 persen (YoY). Pertumbuhan 23

34 IKK pada bulan Februari 2015 melambat menjadi sebesar 3,4 persen (YoY). Sementara pada bulan Maret 2015, IKK mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 1,1 persen (YoY). Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2014 Maret 2015 Sumber: Bank Indonesia, diolah Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2015 surplus sebesar USD 1,3 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan NPI pada triwulan IV tahun 2014 yang mencapai surplus USD 2,4 miliar. Melemahnya kinerja NPI tersebut disebabkan oleh menurunnya surplus neraca transaksi finansial. Pada triwulan I tahun 2015, surplus neraca transaksi finansial sebesar USD 5,9 miliar, lebih rendah dibandingkan surplus pada triwulan IV tahun 2014 yang mencapai USD 8,9 miliar. Di sisi lain, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 3,8 miliar (1,8 persen PDB) lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 5,7 miliar (2,6 persen PDB). Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2015 mencapai USD 111,6 miliar atau setara dengan 6,6 bulan impor. Kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang membaik pada triwulan I tahun 2015 didorong oleh defisit neraca perdagangan migas yang menurun sebesar USD 1,2 miliar meskipun pada triwulan sebelumnya defisit USD 2,8 miliar. Penurunan defisit ini terjadi seiring dengan impor minyak yang menurun karena penurunan harga minyak dunia serta konsumsi bahan bakar minyak. Di sisi lain, surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar USD 4,0 miliar lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya sebesar USD 4,9 miliar. Ekspor nonmigas sebesar USD 33,1 miliar mengalami penurunan akibat 24

35 turunnya harga komoditas internasional. Penurunan juga terjadi pada impor nonmigas sebesar USD 29,1 miliar di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat. Tabel 8. Neraca Pembayaran Indonesia (Q1) Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 I. Transaksi Berjalan -6,0-10,1-8,6-4,3-29,1-4,1-8,8-6,9-5,7-25,4-3,8 A. Barang 1,6-0,6 0,1 4,7 5,8 3,4-0,4 1,6 2,4 7,0 3,1 - Ekspor 44,9 45,2 43,8 48,1 182,1 43,9 44,5 43,6 43,2 175,3 37,8 - Impor -43,3-45,8-43,7-43,4-176,3-40,6-44,9-42,0-40,8-168,4-34,7 1. Barang Dagangan Umum 1,3-0,8-0,5 4,2 4,1 2,8-0,7 1,2 2,2 5,5 2,7 - Ekspor, fob. 44,6 45,0 43,2 47,5 180,3 43,4 44,2 43,2 42,9 173,8 37,5 - Impor, fob. -43,3-45,8-43,7-43,4-176,2-40,6-44,9-42,0-40,8-168,3-34,7 1. Nonmigas 4,1 1,3 2,1 6,3 13,8 5,6 2,5 4,3 4,9 17,3 4,0 a. Ekspor 36,1 37,0 34,7 38,9 146,7 35,8 36,7 36,0 36,6 145,0 33,1 b. Impor -32,0-35,8-32,6-32,6-132,9-30,2-34,2-31,6-31,6-127,7-29,1 2. Migas -2,9-2,1-2,6-2,1-9,7-2,7-3,2-3,1-2,8-11,8-1,2 a. Ekspor 8,5 7,9 8,5 8,7 33,6 7,6 7,5 7,3 6,4 28,8 4,4 b. Impor -11,3-10,0-11,2-10,8-43,3-10,3-10,7-10,4-9,2-40,6-5,6 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,6 0,6 1,8 0,5 0,3 0,4 0,3 1,5 0,4 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,6 0,6 1,8 0,5 0,3 0,4 0,3 1,5 0,4 - Impor, fob. -9,0-7,0-7,0-8,0-31,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 B. Jasa - jasa -2,6-3,6-2,8-3,1-12,1-2,1-2,8-2,5-2,6-10,0-1,9 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 0,0 8,7 4,5 8,7 22,0 7,1 13,7 14,7 8,9 44,3 5,9 1. Investasi langsung 3,3 3,3 5,5 0,2 12,2 3,2 3,4 5,9 3,0 15,5 2,3 2. Investasi portofolio 3,8 3,8 1,5 1,8 10,9 8,7 8,0 7,4 1,9 26,1 8,9 3. Investasi lainnya -6,9 1,6-2,2 6,8-0,8-4,7 2,2 1,4 4,1 3,0-5,3 IV. Total (I + II + III) -6,0-1,4-4,1 4,4-7,1 3,0 4,9 7,8 3,3 19,0 2,1 V. Selisih Perhitungan Bersih -0,6-1,0 1,5 0,0-0,2-0,9 0,0-1,3-0,8-3,7-0,8 VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) -6,6-2,5-2,6 4,4-7,3 2,1 4,3 6,5 2,4 15,2 1,3 - Posisi Cadangan Devisa 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,9 111,6 Dalam Bulan Impor 5,7 5,4 5,2 5,5 5, ,4 6,4 6,6 Transaksi Berjalan (%PDB) -2,7-4,5-3,9-2,1-3,3-1,9-3,9-3,0-2,6-2,9-1,8 Sumber: Bank Indonesia Defisit neraca perdagangan jasa pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 1,9 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan IV tahun 2014 sebesar USD 2,6 miliar. Peningkatan defisit neraca perdagangan jasa dipengaruhi oleh berkurangnya pengeluaran wisatawan nasional selama bepergian ke luar negeri dan turunnya neraca pendapatan primer seiring dengan pola musimannya. 25

36 Di sisi lain, surplus neraca transaksi finansial yang menurun disebabkan oleh berkurangnya total aliran masuk dana asing dalam bentuk investasi langsung. Surplus investasi langsung sebesar USD 2,3 miliar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 2,6 miliar akibat kegiatan usaha tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Investasi portofolio mencapai surplus yang tinggi sebesar USD 8,9 atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 1,9 miliar. Peningkatan surplus ini dipengaruhi oleh bertambahnya net beli asing atas SUN karena penerbitan obligasi global pemerintah senilai USD 4,0 miliar sebagai salah satu sumber pembiayaan fiskal. Di samping itu, investor asing kembali melakukan net beli saham domestik setelah pada triwulan sebelumnya membukukan net jual. Outlet dana asing juga bertambah dengan adanya penerbitan global bond korporasi. Sementara itu, investasi lainnya defisit sebesar USD 5,3 miliar meskipun pada triwulan sebelumnya mampu surplus sebesar USD 4,1 miliar. Hal ini terutama dipengaruhi oleh transaksi penempatan simpanan sektor swasta domestik di luar negeri dan net penarikan pinjaman luar negeri yang lebih rendah. 26

37 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 139,79 triliun. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.795,83 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.099,4 triliun pada triwulan I tahun Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 3,83 triliun atau 8,7 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

38 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 9 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode 5 tahun terkahir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 30,7 persen. Pada tahun 2010 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 86,9 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 253,7 triliun di tahun Selama tahun 2014, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun. Selanjutnya pada tahun 2015, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 279,4 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 297,7 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun sebagaimana dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 APBN-P 2015 Rata-Rata I SBN (Neto) II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (4.6) (17.8) (23.5) (5.8) (13.4) (20.0) 31.0 a. Penarikan (Bruto) (1.9) i. Pinjaman Program (12.6) ii. Pinjaman Proyek b. Penerusan Pinjaman (8.7) (4.2) (3.8) (3.9) (1.2) (3.4) (38.8) c. Pembayaran Cicilan Pokok (50.6) (47.3) (51.1) (57.2) (64.2) (64.2) 6.1 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Jumlah Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada Tabel 10 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan I tahun Selama tahun 2015, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 18,3 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) adalah sebesar Rp 297,7 triliun. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 139,79 triliun. Jumlah ini mencapai 50,0 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

39 Tabel 10. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang sampai dengan Triwulan I Tahun 2015 (triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2014 APBN-P 2015 Real 2015 Persentase TOTAL (neto) % PINJAMAN (neto) % Pinjaman Luar Negeri (neto) % - Pinjaman Program % - Pinjaman Proyek % - Penerusan Pinjaman (SLA) % - Pembayaran Cicilan Pokok ULN % Pinjaman Dalam Negeri (neto) % - Pinjaman Dalam Negeri % -Pembayaran Cicilan Pokok PDN % SURAT BERHARGA NEGARA (neto) % Sumber : Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 144,4 triliun atau mencapai 48,5 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P 2015, kemudian pembiayaan utang melalui pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pinjaman (neto) mencapai negatif Rp 4,7 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri (neto) mencapai sebesar negatif Rp 4,8 triliun atau 23,8 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2015 yang mencapai negatif Rp 20,0 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut merupakan realisasi penarikan pinjaman proyek sebesar Rp 4,0 triliun. Sementara itu, sampai dengan akhir triwulan I tahun 2015, realisasi pinjaman dalam negeri mencapai angka Rp 0,1 triliun atau hanya mencapai sebesar 4,3 persen dari nilai APBN-P 2015 yang ditargetkan sebesar Rp 1,7 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2009-triwulan I tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah. Dalam kurun waktu Maret 2015, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 10,7 persen. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.795,83 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, outstanding Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

40 pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 696,48 triliun atau naik rata-rata sebesar 2,4 persen dalam kurun triwulan I tahun Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan I 2015 mencapai Rp 2.099,34 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 14,6 persen. Tabel 11. Posisi Utang Pemerintah 2009 Triwulan I Tahun 2015 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Total Utang Pemerintah Pusat 1, , , , , , a Pinjaman Pinjaman Luar Negeri Bilateral*) Multilateral**) Komersil***) Suppliers***) Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri b SBN 1, , , , , , Denominasi Valas Denominasi Rupiah , , , , Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Dari Tabel 12 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2010 triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 36,7 persen pada tahun 2010 menjadi 24,9 persen pada triwulan I tahun Tabel 12. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2010 Triwulan I Tahun Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1, , , , , , a Pinjaman (dalam triliun IDR) b SBN (dalam triliun IDR) 1, , , , , , Denominasi Valas Denominasi Rupiah , , , , Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 36.7% 34.3% 31.1% 30.1% 25.9% 24.9% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9.6% 10.8% 13.4% 16.8% 17.5% 19.0% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 53.7% 54.8% 55.5% 53.1% 56.6% 56.1% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009 triwulan I tahun Sampai triwulan I tahun 2015, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 75,1 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,6 persen pada tahun 2010 menjadi 19,0 persen pada triwulan I tahun Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

41 Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 13 di bawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu 2009 triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.099,4 triliun pada triwulan I tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 11,7 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 902,4 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 1.568,6 triliun pada triwulan I tahun Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2010 triwulan I tahun 2015, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 26,8 persen. Outstanding SBN valas pada tahun 2010 meningkat dari Rp 162,0 triliun menjadi Rp 530,7 triliun pada triwulan I tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan I tahun 2015, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 38,19 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 miliar dan dalam mata uang euro sebesar EUR 1 miliar. Penerbitan SBN dalam mata uang EUR ini dilakukan Pemerintah untuk pertama kalinya pada bulan Juli Alasan yang melatarbelakangi penerbitan SBN EUR ini, antara lain (i) sebagai diversifikasi instrumen dan diversifikasi basis investor, (ii) benchmark yield curve surat utang RI yang baru, dan (iii) pembiayaan tambahan bagi APBN. Selanjutnya Euro bonds diharapkan dapat membuka basis investor baru bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang di masa depan. Permintaan atas Euro Bonds sangat tinggi yang menunjukkan bahwa kepercayaan asing terhadap Indonesia makin meningkat. Selain itu ini strategi yang dilakukan pemerintah ketika yield dalam dolar naik, maka pemerintah masuk ke euro dimana yield pada Euro mengalami penurunan. Imbal hasil (yield) Eurobond ini juga jauh lebih rendah, sedangkan harganya juga lebih bagus. Selain membuka basis investor baru, penerbitan Euro Bonds juga diharapkan mampu memperoleh suatu benchmark yield curve surat utang Indonesia yang baru yang akan menjadi reference bagi para pihak di Indonesia di kemudian hari dalam menerbitkan Euro Bonds. Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

42 Tabel 13. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2010 Triwulan I Tahun 2015 (triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Mar-15 I. SBN Rupiah Fixed Rate 399, , , , , ,916 ORI 40,672 31,627 34,153 43,882 54,097 54,097 Variable Rate 142, , , , , ,344 Zero Coupon 2,512 2,512 1, SPN 29,795 29,900 22,820 34,050 39,950 42,900 SBSN 25,717 38,988 63,035 87, , ,229 SUP 248, , , , , ,550 SBR ,391 2,391 SDHI 12,783 23,783 35,783 31,533 33,197 33,197 Total SBN Rupiah 902, ,025 1,096,193 1,261,655 1,474,603 1,568,624 II. SBN Valas INDO 145, , , , , ,257 SBSN Valas 5,844 14,962 25,626 50,584 62,200 65,420 RIEURO 15,133 14,165 RIJPY 10,478 11,096 17,355 18,006 16,159 16,887 Total SBN Valas 161, , , , , ,729 GRAND TOTAL SBN (I+II) 1,064,406 1,187,655 1,361,100 1,661,055 1,931,218 2,099,353 Asumsi Kurs (IDR/USD) 8,991 9,068 9,670 12,189 12,440 13,084 Asumsi Kurs (IDR/JPY) Asumsi Kurs (IDR/EUR) 15,133 14,165 Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) SBSN (dalam miliar USD) RIEURO (dalam miliar EURO) RIJPY (dalam miliar JPY) Komposisi SBN Rupiah (dalam %) SBN Valas (dalam %) Sumber: Kementerian Keuangan 0.25 Selanjutnya Tabel 14 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2015 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp144,4 triliun atau mencapai 48,50 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

43 Tabel 14. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Triwulan I Tahun 2015 (Neto) (juta Rupiah) Target Target Nominal Realisasi % Realisasi Uraian APBN-P 2015 sd 31 Maret 2015 SBN Netto 277,049, ,698, ,393, % SBN Jatuh Tempo ,612, ,112,324 25,758, % Rencana Buyback 3,000,000 1,350, % Kebutuhan Penerbitan 2015 (Gross)* 430,662, ,810, ,152, % SUN 127,422,000 SUN Domestik 77,050,000 - ON 55,050,000 - SPN 19,000,000 - Private Placement 3,000,000 - SUN RITEL - SUN Valas 50,372,000 SBSN 42,730,035 SBSN Domestik 42,730,035 SBSN Valas - * Menyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch Sumber : Kementerian Keuangan Dari Tabel 15 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu 2010 triwulan I tahun 2015 meningkat rata-rata sebesar 14,3 persen. Peningkatan ini lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang meningkat rata-rata 11,6 persen dari Rp 217,27 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 349,269 triliun pada triwulan I tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah meningkat tinggi rata-rata sebesar 19,0 persen dari Rp 17,42 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 85,40 triliun pada triwulan I tahun Selanjutnya kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank yang meningkat rata-rata 14,3 persen dalam kurun Kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor asing. Dalam kurun 2010 triwulan I tahun 2015, kepemilikan investor asing pada SBN meningkat rata-rata sebesar 18,7 persen. Sementara itu persentase kepemilikan asing terhadap SBN domestik yang masuk kategori non bank meningkat menjadi 38,61 persen. Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

44 Tabel 15. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Triwulan I Tahun 2015 (Triliun Rupiah) Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank % Bank BUMN Rekap Bank Swasta Rekap Bank Non Rekap BPD Rekap Bank Syariah Institusi Pemerintah % Non Banks % Reksadana % Asuransi % Asing % Dana Pensiun % Sekuritas % Individu % Lain lain % Total , , Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 16 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2010 triwulan I tahun Sampai dengan triwulan I tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 3,83 triliun atau 8,7 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut merupakan realisasi penarikan pinjaman proyek. Belum ada realisasi pinjaman program sampai dengan akhir triwulan I tahun Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,09 triliun atau sebesar 5,1 persen dari pagu APBN-P Tabel 16. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan I Tahun 2015 (Trilun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG APBN-P Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 Real 2014 Real 2015 % 2015 PINJAMAN % Pinjaman Luar Negeri % - Pinjaman Program % - Pinjaman Proyek % Pinjaman Dalam Negeri % Sumber: Kementerian Keuangan Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan I Tahun

45 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Ekspor total Indonesia pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 39,18 miliar, mengalami penurunan 11,55 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Pada akhir triwulan I tahun 2015 total impor Indonesia sebesar USD 36,70 miliar atau mengalami penurunan sebesar -15,1 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan I tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2,42 miliar. 35

46 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Pemerintah Terbitkan Tiga Insentif Fiskal Baru Untuk mendorong investasi, pemerintah berencana mengeluarkan tiga insentif pajak baru bagi investor, yang meliputi: revisi tax holiday (pembebasan pajak), revisi tax allowance (keringanan pajak) dan pemberian insentif Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pemerintah akan mengagendakan pemberian insentif dalam rangka pemerataan pertumbuhan. Pemerintah saat ini sedang menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 tentang tax allowance. Selain itu, pemerintah sedang mempersiapkan skema insentif, dan telah dimasukkan ke dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK 022/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan, merevisi PMK terkait tax holiday, serta persiapan peraturan pemerintah mengenai rencana pemberian insentif fiskal di KEK. Untuk lebih mempermudah pelaksanaan, maka ketiga insentif itu bakal dikoneksikan dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang telah diluncurkan pemerintah. Pemerintah mengupayakan revisi maupun penyusunan insentif untuk Kawasan Ekonomi Khusus selesai dalam setengah tahun ini. Sumber: Harian Tempo Selasa, 17 Februari :05 WIB Pemerintah Telah Keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (Tax Allowance) Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu. PP 18/2015 merupakan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011, Efektif berlaku mulai 6 Mei Fasilitas keringanan pajak (tax allowance) yang diberikan masih sama dengan PP 52 tahun 2011, yaitu berupa: Pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah investasi yang dibebankan selama enam tahun atau masing-masing 5 persen per tahun. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10 persen. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun, tetapi tidak lebih dari 10 tahun, dengan penentuan jumlah tahun sebagai berikut: Perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri dan/atau Kawasan Berikat Perusahaan yang melakukan pembangunan infrastruktur Perusahaan yang menggunakan bahan baku dalam negeri paling sedikit 70 persen Perusahaan yang menyerap tenaga kerja orang 36

47 Perusahaan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) Perusahaan yang melakukan reinvestasi Perusahaan yang melakukan ekspor paling sedikit 30 persen dari penjualan Jumlah bidang usaha penerima fasilitas tax allowance ditambah, dari 52 sektor usaha menjadi 66 sektor usaha. Sebanyak 16 sektor usaha baru masuk dalam daftar penerima tax allowance. Adapun persyaratan sebagai berikut: Kemudahan persyaratan umum wajib pajak, apabila sebelumnya pemerintah mensyaratkan minimal nominal investasi dan serapan tenaga kerja pada angka tertentu, maka pada ketentuan yang baru persyaratan tersebut dihapuskan. Begitu pula untuk kewajiban penggunaan komponen lokal dan minimal luas lahan, persyaratan tersebut tak lagi tertera pada daftar bidang usaha tertentu penerima fasilitas. Adanya tambahan kompensasi kerugian yang lebih beragam. Proses tax holiday yang dapat dilakukan bersamaan dengan tax allowance. Prosedur proses melalui PTSP Pusat yang ditargetkan selesai dalam 28 hari. Kemendag Perkuat Peran Atase Perdagangan untuk Dorong Ekspor Kementerian Perdagangan terus mengembangkan pasar tradisional dan juga pasarpasar dari negara berkembang untuk mendorong kinerja ekspor, demi mencapai peningkatan ekspor tiga kali lipat pada tahun Untuk membuka pasar dari negaranegara tersebut, Kementerian Perdagangan terus melakukan berbagai macam program promosi produk Indonesia seperti misi dagang, dan juga memperkuat peran atase perdagangan serta Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di luar negeri. Untuk mencapai peningkatan ekspor tersebut perlu dukungan dari berbagai macam instansi terkait yang memiliki kewenangan, khususnya untuk membangun infrastruktur seperti pelabuhan yang mampu mendukung kinerja ekspor Indonesia supaya lebih lancar. Perekonomian global memang mengalami penurunan, akan tetapi bisa dilihat bahwa industri dalam negeri meningkat meski ekspor mengalami penurunan. Untuk peningkatan ekspor ke depan, diperlukan langkah-langkah untuk membuka hambatanhambatan di luar negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kinerja ekspor Indonesia pada Maret 2015 mengalami kenaikan sebesar 12,63 persen menjadi 13,71 miliar dolar Amerika Serikat, sementara pada Februari lalu tercatat ekspor hanya 12,17 miliar dolar AS. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2015 mencapai 39,13 miliar dolar atau mengalami penurunan 11,67 persen dibanding periode yang sama tahun 2014 yang tercatat sebesar 44,3 miliar dolar. Sumber berita : Tempo, 10 Mei

48 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 5. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret 2015 Sumber: BPS, diolah Ekspor total Indonesia pada triwulan I tahun 2015 adalah sebesar USD 39,18 miliar, mengalami penurunan 11,55 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Penurunan ekspor terjadi karena pada periode tersebut ekspor migas dan non migas mengalami penurunan sebesar 26,08 persen dan 8,40 persen. Penurunan ekspor hasil minyak sebesar 33,55 persen, dan ekspor produk pertambangan sebesar 12,14 persen memberikan andil pada penurunan nilai ekspor migas dan non migas. Tabel 17. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2015 Komoditas Q Q Mar-15 Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , , ,8 Migas , , , , , ,9 Minyak Mentah , , , , ,70 773,00 Hasil Minyak 4.163, , ,4 914,2 607,50 188,60 Gas , , , , , ,30 Non Migas , , , , , ,9 Pertanian 5.569, , , , ,66 467,17 Industri , , , , , ,94 Pertambangan , , , , , ,77 Pertumbuhan Ekspor* (%) -6,60% -3,90% -3,44% -2,5% -11,55% -9,75% Migas -10,80% -11,80% -7,05% -3,4% -26,08% -24,70% Minyak Mentah -11,10% -17,00% -6,63% -9,0% -15,86% -11,44% Hasil Minyak -12,80% 3,30% -15,72% -14,9% -33,55% -44,63% Gas -10,30% -11,70% -5,23% 2,1% -31,88% -28,05% Non Migas -5,50% -2,00% -2,65% -2,3% -8,40% -6,61% Pertanian 7,80% 2.9% 0,74% 3,2% 3,92% 7,03% 38

49 Komoditas Q Q Mar-15 Industri -5,00% -2.7% 3,80% 3,5% -8,19% -7,15% Pertambangan -9,60% -56.0% -26,71% -24,2% -12,14% -6,87% Proporsi Ekspor (%) 100,00% 100,00% 100,00% 100,0% 100,00% 34,99% Migas** 19,50% 17,90% 17,21% 17,8% 14,85% 5,08% Minyak Mentah** 6,50% 5,60% 5,40% 5,0% 4,75% 1,97% Hasil Minyak** 2,20% 2,40% 2,06% 2,1% 1,55% 0,48% Gas** 10,80% 9,90% 9,75% 10,7% 8,25% 2,62% Non Migas** 80,50% 82,10% 82,79% 82,2% 85,15% 29,91% Pertanian** 2,90% 3,10% 3,27% 2,9% 3,36% 1,19% Industri** 61,10% 61,90% 66,55% 66,1% 68,57% 23,85% Pertambangan** 16,50% 17,10% 12,96% 13,3% 13,22% 4,87% Sumber Pertumbuhan (%) Migas -2,10% -2.0% -1,21% -0,6% -3,87% -1,25% Minyak Mentah -0,70% -0.9% -0,36% -0,4% -0,75% -0,23% Hasil Minyak -0,30% 0.1% -0,32% -0,3% -0,52% -0,21% Gas -1,10% -1.2% -0,51% 0,2% -2,63% -0,74% Non Migas -4,50% -1.7% -2,19% -1,9% -7,16% -1,98% Pertanian 0,20% 0.1% 0,02% 0,1% 0,13% 0,08% Industri -3,00% -1.7% 2,53% 2,3% -5,61% -1,71% Pertambangan -1,60% -9.6% -3,46% -3,2% -1,60% -0,33% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total ekspor (%) Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2015 adalah sebesar USD 33,36 miliar dan mengalami penurunan sebesar 8,40 persen (YoY). Nilai ekspor non migas berdasar kelompok barang (Tabel 18), kelompok barang yang memiliki nilai ekspor terbesar pada triwulan I tahun 2015 adalah kelompok bahan bakar mineral (HS-27) yang ekspornya mencapai nilai USD 4,59 miliar, dengan proporsi 13,76 persen terhadap total ekspor non migas. Kelompok barang dengan nilai dan proporsi terbesar selanjutnya adalah lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) dengan nilai USD 4,57 miliar, dan menyumbang proporsi 13,68 persen terhadap total ekspor non migas. Dilihat dari pertumbuhan pada triwulan I tahun 2015, kelompok barang perhiasan/permata (HS-71) mencapai nilai pertumbuhan terbesar, yaitu 51,75 persen. Sementara itu, kelompok barang karet dan barang dari karet (HS-40) mengalami pertumbuhan negatif paling besar diantara kelompok barang lainnya pada triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar -31,85 persen (YoY), yang diikuti oleh bahan bakar mineral (HS-27) dengan pertumbuhan -18,33 persen. Total volume ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2015 sebesar 119,63 juta kg, menurun sebesar 9,11 persen (YoY). Berdasarkan data total volume ekspor non migas Indonesia untuk 10 kelompok komoditas (Tabel 19), volume ekspor terbesar 39

50 pada triwulan I tahun 2015 adalah kelompok bahan bakar mineral (HS-27) dengan volume juta kg, dengan proporsi 80,5 persen terhadap total volume ekspor non migas. Komoditas dengan nilai dan proporsi terbesar kedua adalah lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) dengan volume juta kg, dan menyumbang proporsi 5,22 persen terhadap total ekspor non migas. Dari pertumbuhannya, pada triwulan I tahun 2015, kelompok garam, belerang, dan kapur (HS-25) memiliki nilai pertumbuhan paling besar, yakni 15,35 persen (YoY). Sementara itu, kelompok bijih, kerak, dan abu logam (HS-26) merupakan barang ekspor non migas yang tumbuh negatif paling besar jika dibandingkan dengan kelompok barang lainnya, dengan pertumbuhan negatif sebesar -84,71 persen (YoY). Sementara itu kelompok bahan bakar mineral (HS-27) yang memiliki proporsi terbesar volumenya turun sebesar -5,29 persen (YoY). Tabel 18. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non Migas Terbesar Triwulan I Tahun 2015 HS GOLONGAN BARANG Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral ,29% -18,33% 15,46% 13,76% 15 Lemak & minyak hewan/nabati ,86% -13,56% 14,52% 13,68% 85 Mesin/peralatan listrik ,47% -12,75% 6,76% 6,42% 71 Perhiasan/Permata ,39% 51,75% 3,57% 5,91% 40 Karet dan Barang dari Karet ,05% -31,85% 5,66% 4,21% 87 Kendaraan dan Bagiannya ,82% 10,35% 3,49% 4,20% 84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik ,76% -16,05% 4,19% 3,83% 64 Alas kaki ,85% 17,00% 2,51% 3,20% 44 Kayu, Barang dari Kayu ,23% 2,41% 2,72% 3,04% 62 Pakaian jadi bukan rajutan ,21% -2,84% 2,78% 2,94% Lainnya ,12% -7,09% 38,34% 38,82% TOTAL NON MIGAS ,25% -8,23% 100% 100% Sumber: BPS, diolah Tabel 19. Perkembangan Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non Migas Terbesar Triwulan I Tahun 2015 HS GOLONGAN BARANG Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral ,89% -5,29% 78,75% 80,50% 15 Lemak & minyak hewan/nabati ,98% 5,60% 4,77% 5,22% 25 Garam, Belerang, Kapur ,64% 15,35% 1,33% 2,15% 44 Kayu, Barang dari Kayu ,82% 3,77% 1,13% 1,24% 23 Ampas/Sisa Industri Makanan ,36% 2,13% 0,94% 0,94% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam ,40% -84,71% 5,77% 2,04% 48 Kertas/Karton ,59% -4,20% 0,83% 0,85% 47 Bubur kayu/pulp ,51% 9,40% 0,61% 0,69% 40 Karet dan Barang dari Karet ,64% -11,72% 0,65% 0,65% 38 Berbagai produk kimia ,33% -34,04% 0,83% 0,87% Lainnya ,57% -5,67% 4,38% 4,83% 40

51 HS GOLONGAN BARANG Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q TOTAL NON MIGAS ,97% -9,11% 100% 100% Sumber: BPS, diolah Perkembangan ekspor non migas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan I tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 11,11 persen (YoY). Dari lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada nilai ekspor non migas ke India, yakni sebesar 7,10 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada nilai ekspor non migas ke Tiongkok (36,51 persen), Amerika (1,29 persen), Jepang (0,22 persen), dan Singapura (11,63 persen). Tabel 20. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun 2015 Negara Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi (%) 2014 Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q Amerika Serikat % -1,29% 11% 11,3% Jepang % -0,22% 10% 10,7% Tiongkok % -36,51% 14% 9,4% India % 7,10% 8% 8,8% Singapura % -11,63% 7% 6,8% TOTAL 5 NEGARA % -11,11% 48% 47,0% TOTAL LAINNYA % -5,53% 52% 53,0% TOTAL NONMIGAS % -8,23% 100% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Impor Gambar 6. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2015 Sumber: BPS, diolah 41

52 Pada akhir triwulan I tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD 36,70 miliar atau mengalami penurunan sebesar -15,1 persen (YoY). Pada impor non migas, impor barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal masing-masing tumbuh negatif sebesar -14,4 persen, -16,3 persen dan 10,3 persen pada triwulan yang sama. Sementara itu, nilai impor hasil minyak (USD 3,66 miliar) pada triwulan I tahun 2015 lebih besar dibandingkan nilai impor minyak mentah (USD 1,95 miliar) dan gas (USD 485,6 juta). Secara keseluruhan impor migas tumbuh negatif sebesar -44,6 persen dan impor sektor non migas tumbuh negatif sebesar -5,1 persen. Tabel 21. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2015 Komoditas Q Nilai Impor (USD Juta) 135, , , , ,701.9 Barang Konsumsi 9, , , , Bahan Baku 98, , , , Barang Modal 26, , , , Migas 27, , , , ,9 6,102.6 Minyak Mentah 8, , , , Hasil Minyak 18, , , , Gas , , , Non Migas 108, , , , , ,599.3 Pertumbuhan Impor* (%) 40.10% 30.80% 8.02% -2.6% -4,5% -15.1% Barang Konsumsi 47.90% 34.00% 0.17% -2.0% -3,6% -14.4% Bahan Baku 41.80% 32.60% 7.01% 1.3% -4,0% -16.3% Barang Modal 31.70% 23.00% 15.21% -17.4% -7,1% -10.3% Migas 44.40% 48.50% 4.58% 4.5% -4,0% -44.6% Minyak Mentah 15.90% 30.70% -3.15% 25.8% -3,8% -42.4% Hasil Minyak 61.80% 56.10% 1.94% -0.4% -4,2% -45.9% Gas 76.50% 63.60% % 1.0% -2,8% -42.8% Non Migas 39.00% 26.30% 9.0% -6.1% -4,7% -5.1% Proporsi Impor (%) % % 100.0% 100.0% 100,0% 100.0% Barang Konsumsi 7.40% 7.50% 7.0% 7.0% 7,1% 6.9% Bahan Baku 72.80% 73.80% 73.10% 76.1% 76,4% 75.5% Barang Modal 19.80% 18.70% 19.90% 16.9% 16,4% 17.6% Migas 20.20% 22.90% 22.21% 23.8% 24,4% 16.6% Minyak Mentah 6.30% 6.30% 5.64% 7.3% 7,3% 5.3% Hasil Minyak 13.30% 15.90% 14.96% 15.3% 15,4% 10.0% Gas 0.60% 0.80% 1.61% 1.7% 1,7% 1.3% Non Migas 79.80% 77.10% 77.8% 75.0% 75,6% 83.4% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 3.50% 2.60% 0.0% -0.1% -0,3% -1.0% 42

53 Komoditas Q Bahan Baku 30.40% 24.00% 5.1% 1.0% -3,1% -12.3% Barang Modal 6.30% 4.30% 3.0% -2.9% -1,2% -1.8% Migas 9.00% 11.10% 1.0% 1.1% -1,0% -7.41% Minyak Mentah 1.00% 1.90% -0.1% 1.9% -0,3% -2.3% Hasil Minyak 8.20% 8.90% 0.3% -0.1% -0,6% -4.6% Gas 0.50% 0.50% 1.9% 0.0% 0,0% -0.6% Non Migas 31.10% 20.30% 7.0% -4.6% -3,5% -4.23% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan impor non migas pada triwulan I tahun 2015 (YoY) sebesar -5,1 persen disebabkan oleh adanya penurunan impor di berbagai kelompok barang diantaranya penurunan impor mesin atau peralatan mekanik (HS-84) sebesar -6,3 persen dengan proporsi 19,2 persen dari nilai total impor non migas; penurunan impor mesin dan peralatan listrik (HS-85) sebesar -12 persen dengan proporsi impor 12,8 persen; serta penurunan bahan kimia organik (HS-72) sebesar -21,5 persen dengan proporsi impor 4,6 persen. HS Tabel 22. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2015 Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi 2014 Q (YoY) Q (YoY) 2014 Q Mesin/peralatan mekanik , % -6.3% 19.2% 19.1% 85 Mesin dan Peralatan Listrik , % -12.0% 12.8% 12.8% 72 Besi dan Baja , % -3.4% 6.2% 6.6% Kendaraan Motor dan Bagiannya Plastik dan Barang dari plastik , % -10.0% 5.8% 4.8% , % -5.7% 5.3% 5.6% 29 Bahan Kimia Organik , % -21.5% 4.6% 4.6% 73 Barang dari Besi dan baja % -5.9% 3.2% 3.2% 10 Serealia % 17.6% 2.7% 2.6% 23 Sisa Industri Makanan % 25.0% 2.4% 2.2% 52 kapas % -3.4% 1.9% 1.9% Total Nilai Impor Non Migas 134, , % -5.1% 100.0% 100.0% Sumber: BPS, diolah Nilai impor yang berasal dari 6 (enam) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan I tahun 2015 mengalami penurunan sebesar -10,3 persen (YoY). Penurunan impor terbesar berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa dengan penurunan masing-masing sebesar -58,9 persen, -12,5 persen, dan -11,6 persen. Pada triwulan I tahun 2015 Tiongkok merupakan negara asal impor terbesar dengan proporsi sebesar 24,4 persen dari total impor non migas Indonesia dan mencatatkan pertumbuhan positif (YoY) sebesar 4,3 persen. 43

54 No Tabel 7. Negara Utama Asal Impor Non Migas Triwulan I Tahun 2015 Negara Asal Impor Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi (%) 2014 Q (YoY) Q (YoY) 2014 Q ASEAN 28, , % -10.8% 21.5% 21.1% 2 Uni Eropa 12, , % -11.6% 9.4% 9.1% 3 Jepang 16, , % -12.5% 12.6% 12.1% 4 Tiongkok 28, , % 4.3% 21.2% 24.4% 5 Amerika Serikat 7, , % -8.2% 5.9% 6.0% 6 Korea Selatan 7, % -58.9% 5.6% 2.5% Total Impor Non Migas Negara Asal Utama 102, , % -10.3% 76.2% 75.2% Negara Lainnya 32, , % -13.4% 23.8% 24.8% Total Impor Non Migas 134, , % 100.0% 100.0% Sumber: BPS, diolah % Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan I tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2,42 miliar, didorong oleh karena neraca perdagangan non migas surplus sebesar USD 2,82 miliar lebih besar dibandingkan defisit neraca perdagangan migas pada triwulan yang sama sebesar USD 0,40 juta. Neraca perdagangan Indonesia pada tahun triwulan I tahun 2015 lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014, dimana secara total mengalami surplus sebesar USD 1,06 miliar. Tabel 23. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun Q Q Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) ,43% -11,67% Ekspor Migas ,05% -27,58% Ekspor Non Migas ,64% -8,23% Impor Total (USD Juta) ,53% -15,10% Impor Migas ,99% -44,53% Impor Non Migas ,70% -5,05% Neraca Perdagangan (USD Juta) (1.886) ,73% 127,12% Migas (13.128) (3.13) (0.402) 3,92% -87,18% Non Migas ,38% -32,65% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 3,87 miliar, didorong oleh defisit pada neraca perdagangan non migas sebesar USD 4,32 miliar, lebih besar dari surplus pada migas sebesar USD 449 juta. 44

55 Tabel 24. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,63-22,10% -28,74% Ekspor Migas 1.147,36 211,41 534,15-13,07% 152,66% Ekspor Non Migas , , ,48-22,66% -36,51% Impor Total (USD Juta) , , ,64 2,60% 5,32% Impor Migas 162,78 11,34 85,34-41,66% 652,56% Impor Non Migas , , ,30 3,01% 4,29% Neraca Perdagangan (USD Juta) (13.018,12) (2.016,31) (3.876,01) 79,61% 92,23% Migas 984,57 200,07 448,81-5,41% 124,33% Non Migas (14.002,69) (2.216,38) (4.324,82) 68,93% 95,13% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan I tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 1,66 miliar, hal itu disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan migas sebesar USD 1,80 miliar, lebih besar dari defisit pada neraca perdagangan non migas sebesar USD 138 juta. Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) Ekspor Migas Ekspor Non Migas Impor Total (USD Juta) Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (USD Juta) Migas Non Migas Sumber: BPS, diolah , , ,97-14,47% -12,40% 8.599, , ,21-21,83% -29,37% , , ,77-9,44% -0,22% , , ,36-11,81% -12,60% 69,40 16,56 11,16-69,89% -32,61% , , ,20-11,10% -12,52% 6.158, , ,61-21,07% -11,95% 8.530, , ,05-20,81% -29,35% (2.372,44) (660,51) (138,43) -20,12% -79,04% Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada triwulan I tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2,28 miliar, hal itu disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan non migas dan migas sebesar USD 1,95 miliar dan USD 329 juta. Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan kinerja yang baik dengan surplus neraca perdagangan selama triwulan I tahun 2015, sebesar USD 2,07 miliar, yang didorong oleh surplus pada neraca perdagangan non migas sebesar USD 2,07 miliar. 45

56 Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) , , ,55 5,34% 4,03% Ekspor Migas 673,12 127,13 335,96 10,39% 164,26% Ekspor Non Migas , , ,59 5,14% -1,29% Impor Total (USD Juta) 8.170, , ,62-9,88% -8,58% Impor Migas 67,71 15,12 6,92-64,68% -54,23% Impor Non Migas 8.102, , ,70-8,69% -8,24% Neraca Perdagangan (USD Juta) 8.359, , ,93 26,17% 16,91% Migas 605,41 112,01 329,04 44,81% 193,76% Non Migas 7.754, , ,89 24,91% 6,17% Sumber: BPS, diolah Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Ekspor Total (Juta USD) , , ,87-4,67% 7,00% Ekspor Migas 413,44 5,78 3,50 91,02% -39,45% Ekspor Non Migas , , ,37-5,91% 7,10% Impor Total (Juta USD) , ,14 885,72-6,00% -13,94% Impor Migas 25,22 133,34 3,79 17,42% -97,16% Impor Non Migas ,74 895,80 881,93-6,04% -1,55% Neraca Perdagangan (Juta USD) 3.952, , ,15-0,30% 19,41% Migas 388,22 (127,56) (0,29) 99,13% -99,77% Non Migas 3.563, , ,44-5,44% 11,25% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan I tahun 2015 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai Indeks Tendensi Bisnis (ITB) sebesar 96,30. Tingkat optimisme pelaku bisnis pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2014 (107,24). Penurunan terjadi pada 10 lapangan usaha, sementara 7 lapangan usaha lainnya mengalami peningkatan. Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha dengan penurunan indeks terendah, sedangkan lapangan usaha yang mengalami kenaikan tertinggi adalah Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Adapun perkiraan ITB triwulan II tahun 2015 adalah sebesar 109,65. 46

57 Tabel 28. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Tahun 2015 Tabel 13. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun 2015 Variabel pembentuk ITB Trw I-2015 No Sektor dalam ITB ITB Trw I Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 106,75-106,75-2 Pertambangan dan Penggalian 87,16 92,13 62,92 93,26 3 Insdustri Pengolahan 89,95 86,33 85,66 94,76 4 Pengadaan Listrik dan Gas 98,70 98,10 100,62 98,39 5 Pengadaaan Air 102,16 104,17 102,41 100,38 6 Kosntruksi 96,95 95,93 98,26 97,25 7 Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 97,84 96,19 98,05 99,11 8 Transportasi dan Pergudangan 93,48 98,68 84,03 93,15 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 98,22 98,5 95,55 99,11 10 Informasi dan Komunikasi 104,87 103,89 100,55 107,67 11 Jasa Keuangan 105,14 105,8 108,14 103,33 12 Real Estat 102,34 104,76 103, Jasa Perusahaan 99,64 94,69 98,96 104,05 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 98,29 98,08 99,23 98,08 15 Jasa Pendidikan 100,16 102,04 98,7 99,22 47

58 Variabel pembentuk ITB Trw I-2015 No Sektor dalam ITB ITB Trw I Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 102,11 102,41 102,83 101,55 17 Jasa Lainnya 95, ,67 91,28 Indeks Tendensi Bisnis 96,30 95,06 95,13 97,83 Sumber: BPS diolah Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Januari 2015 hingga 4 Mei 2015, lima komoditas tertentu mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Harga beras medium sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan April 2015, sebesar 3,52 persen, setelah mengalami peningkatan harga pada 3 bulan sebelumnya. Sementara itu komoditas gula mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan, yakni sebesar 5,65 persen pada bulan Mei HARGA INFLASI PERIODIK Tabel 29. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITAS Unit Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 4 Mei 15 Minyak Goreng Kemasan Rp/620ml Minyak Goreng Curah Rp/kg Tepung Terigu Rp/kg Beras Medium Rp/kg Gula Pasir Rp/kg Minyak Goreng Kemasan Rp/620ml 0,69% -0,05% 0,74% -0,10% -0,11% Minyak Goreng Curah Rp/kg 0,27% -0,55% 0,30% -0,61% 0,12% Tepung Terigu Rp/kg 0,13% -0,44% 0,39% -0,02% 0,35% Beras Medium Rp/kg 3,23% 3,09% 4,35% -3,52% -1,15% Gula Pasir Rp/kg -0,44% -0,08% 2,42% 3,32% 5,65% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Berdasarkan data harga komoditas internasional yang didapat dari World Bank, diketahui bahwa pada bulan Maret 2015, sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan secara periodik apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dimana penurunan harga terbesar adalah pada komoditas bijih besi (-7,9 persen), kopi robusta (-6,3 persen), serta minyak mentah dan nikel (-5,6 persen). Sementara itu, peningkatan harga komoditas pada bulan Maret 2015 dialami oleh komoditas tembaga sebesar 3,7 persen. Jika melihat perkembangan harga secara tahunan, dapat dilihat pada tahun 2014 peningkatan harga tertinggi terjadi pada komoditas cocoa dan udang sebesar 25,5 48

59 persen dan 24,6 persen, sementara penurunan tertinggi terjadi pada komoditas karet dan bijih besi sebesar (-29,9 persen) dan (-28,2 persen). Tabel 30. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS Unit Jan-15 Feb-15 Mar-15 ENERGI Coal, Australia ($/mt) 84,60 70,13 62,10 61,40 60,62 Crude oil, West Texas ($/bbl) 97,90 93,11 47,27 50,61 47,78 PERTANIAN Cocoa ($/kg) 2,44 3,06 2,92 2,96 2,88 Coffee, robusta ($/kg) 2,08 2,22 2,16 2,17 2,03 Palm oil ($/mt) 857,00 821,44 688,00 689,00 674,00 Soybeans ($/mt) 538,00 491,77 424,00 407,00 404,00 Shrimp, Mexico ($/kg) 13,84 17,25 16,09 15,76 15,65 Woodpulp ($/mt) 823,10 876,91 875,00 875,00 875,00 Rubber*, Singapore ($/kg) 2,79 1,96 1,65 1,81 1,74 LOGAM & MINERAL Copper ($/mt) 7.332, , , , ,67 Iron ore ($/dmtu) 135,00 96,94 68,00 63,00 58,00 Nickel ($/mt) , , , , ,50 Tin ($/mt) , , , , ,91 Zinc ($/mt) 1.910, , , , ,73 ENERGI Coal, Australia -12,24% -17,10% -0,54% -1,13% -1,28% Crude oil, West Texas Int. PERTANIAN 3,93% -4,89% -20,23% 7,07% -5,59% Cocoa 2,09% 25,50% -1,05% 1,57% -2,86% Coffee, robusta -8,37% 6,56% -1,67% 0,36% -6,30% Palm oil -14,21% -4,15% -0,72% 0,15% -2,18% Soybeans -8,97% -8,59% -4,93% -4,01% -0,74% Shrimp, Mexico 37,57% 24,63% 0,00% -2,05% -0,70% Woodpulp 7,91% 6,54% 0,00% 0,00% 0,00% Rubber*, Singapore, RSS3 LOGAM & MINERAL -17,46% -29,87% 3,18% 9,33% -4,04% Copper -7,91% -6,39% -9,55% -1,74% 3,67% Iron ore 5,06% -28,19% 0,00% -7,35% -7,94% Nickel -14,35% 12,38% -6,97% -1,85% -5,62% Tin 5,48% -1,72% -1,89% -6,27% -4,45% Zinc -2,05% 13,14% -2,88% -0,72% -3,29% Sumber: World Bank, diolah 49

60 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar tumbuh 4,36 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2015 sebesar Rp 42,54 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 22,8 persen. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 12,50 miliar. 50

61 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Berdasar perhitungan PDB dengan menggunakan tahun dasar tahun 2010, perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2015 tumbuh sebesar 4,71 persen (YoY), melambat dibanding periode yang sama tahun Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,30 persen, pulau Sumatera sebesar 22,56 persen, Kalimantan 8,26 persen dan pulaupulau lainnya 10,88 persen. Pada sisi penggunaan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar tumbuh 4,36 persen (YoY) dibanding triwulan I tahun Sementara pertumbuhan (QtQ) mengalami penurunan sebesar -4,72 persen. Tabel 31. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2015 (persen) 2014 Q Q Q Q (YoY) (QtQ) (YoY) (QtQ) (YoY) Pertumbuhan PDB 5,01 0,11-2,06-0,18 4,71 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 4,12 4,66 4,27-4,72 4,36 a. Bangunan 5,51 5,51 7,06-5,53 5,47 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri -4,61-2,67-9,07-1,19-0,95 c. Kendaraan -8,66-6,28-7,39-0,84-5,44 d. Peralatan Lainnya 1,69 2,06 3,51-5,36 4,87 e. CBR 3,35 12,57 3,94-8,57 6,56 f. Produk Kekayaan Intelektual 39,22 27,60 12,19 7,09 10,92 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 32,57 31,98 34,35 32,70 a. Bangunan 24,37 23,69 26,17 24,73 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,32 3,45 3,16 3,15 c. Kendaraan 1,48 1,53 1,44 1,42 d. Peralatan Lainnya 0,42 0,41 0,45 0,42 e. CBR 1,94 1,99 2,24 2,04 f. Produk Kekayaan Intelektual 1,04 0,90 0,89 0,95 Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2015 (YoY) sebesar 4,36 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan produk kekayaan intelektual yang tumbuh sebesar 10,92 persen. Cultivated Biological Resources (CBR) 6,56 persen dan Bangunan dengan pertumbuhan 5,47 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun 2015 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 24,73 persen. 51

62 Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2015 Tabel 32. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007 Triwulan I Tahun 2015 TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (Rp Miliar) (USD juta) PMDN PMA , ,40 68,9% 72,6% , ,40-41,6% 43,8% , ,20 85,6% -27,3% , ,80 60,4% 49,9% , ,20 25,4% 20,1% , ,70 21,3% 26,1% , ,50 39,0% 16,5% , ,70 21,8% -0,3% 2015 TRW I , ,50 22,8% -4,3% Sumber : BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2015 sebesar Rp 42,54 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 22,8 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan I tahun 2015 sebesar USD 6,56 miliar, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 4,3 persen dibandingkan triwulan I tahun Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 6,56 miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 11,7 persen dibandingkan triwulan IV tahun Penurunan terjadi di sektor sekunder dan tersier, dengan penurunan terbesar pada sektor tersier sebesar minus 23,6 persen. Untuk PMDN, tumbuh sebesar 11,4 persen. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor primer sebesar 16,9 persen dan sektor sekunder 44,6 persen. Secara tahunan (YoY), pada triwulan I tahun 2015, pertumbuhan realisasi investasi PMA menurun sebesar minus 4,3 persen. Penurunan ini disebabkan menurunnya pertumbuhan sektor sekunder dan primer. Realisasi per sektor untuk PMDN tumbuh sebesar 22,8 persen. Perumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan sektor primer dan sekunder. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan I tahun 2015, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar sebesar 43,7 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN sektor tersier sebesar 46,6 persen. Tabel 33. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2015 Berdasar Sektor PMA Jumlah PMDN Jumlah Tahun (Rp. Primer Sekunder Tersier (juta US $) Primer Sekunder Tersier Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,3 52

63 Tahun PMA Jumlah PMDN Primer Sekunder Tersier (juta US $) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , TRW I 1.779, , , , , , , ,5 Pertumbuhan YoY (2015 trw I/ ,4% -17,9% 70,0% -4,3% 191,9% 57,0% -8,6% 22,8% trw I) Pertumbuhan Q-t-Q (2015 trw I/2014 4,4% -10,9% -23,6% -11,7% 16,9% 44,6% -8,3% 11,4% trw IV) Share 2015 TRW I 27,1% 43,7% 29,2% 100,0% 12,3% 41,0% 46,6% 100,0% Sumber : BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan I tahun 2015 realisasi PMA pada lima besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Pertambangan dengan persentase 17,3 persen, Industri Logam, Mesin, dan Elektronik 11,7 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan 9,1 persen, Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi lain 8,9 persen dan Industri Makanan 8,1 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Konstruksi 16,3 persen, Listrik, Gas, dan Air 14,6 persen, Industri Makanan 14,5 persen, Transportasi, Gudang, dan Komunikasi 12,3 persen dan Industri Kimia dan Farmasi 9,4 persen. Sektor/Bidang Usaha Tabel 34. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2015 PMA US$ Juta % Terhadap total Sektor/Bidang Usaha PMDN Rp. Miliar % Terhadap total 1 Pertambangan 1135,6 17,3% 1 Konstruksi 6.933,7 16,3% Ind. Logam, Mesin & Elektronik Tanaman Pangan & Perkebunan Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 765,4 11,7% 2 Listrik, Gas dan Air 6.201,2 14,6% 598,4 9,1% 3 Industri Makanan 6.167,0 14,5% 582,1 8,9% 4 Transportasi, Gudang & Komunikasi 5.212,4 12,3% 5 Industri Makanan 533,8 8,1% 5 Ind. Kimia dan Farmasi 3.995,2 9,4% Gabungan lainnya 2.948,18 44,9% Gabungan lainnya ,0 33,0% Jumlah / Total 6.563,48 100,0% Jumlah / Total ,5 100,0% Sumber: BKPM,diolah 53

64 Realisasi Per Lokasi Berdasar lokasi per wilayah, pada triwulan I tahun 2015 dibanding triwulan IV tahun 2014, pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Kalimantan dengan pertumbuhan sebesar 30,3 persen. Diikuti pulau Jawa sebesar 9,3 persen, dan Sumatera 4,3 persen. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan I tahun 2015 yaitu 66,2 persen, 20,6 persen dan 12,6 persen. Tabel 35. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) TAHUN Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , trw I 8.778, ,3 123, ,4 75,3 27,8 31, ,5 Pertumbuhan YoY (2015 trw I/ ,0% 0,9% 264,9% 119,4% -89,1% -54,9% -5,5% 22,8% trw I) Pertumbuhan trw IV) QtQ (2015 trw I/2014 4,3% 9,3% -46,5% 30,3% -97,6% -32,2% -57,3% 1,9% Share Trw I 20,6% 66,2% 0,3% 12,6% 0,2% 0,1% 0,1% 100,0% 2015 Sumber : BKPM, diolah Untuk PMA pertumbuhan triwulan I tahun 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar minus 3,3 persen dengan pertumbuhan positif terjadi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Lokasi lainnya yaitu Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Secara sumbangan, pada triwulan I tahun 2015 pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera memberikan sumbangan terbesar yaitu 56,3 persen, 14,7 persen dan 13,7 persen. 54

65 Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) TAHUN Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , trw IV 929, ,9 206,5 998,1 486,7 14,7 332, ,5 Pertumbuhan YoY (2015 Trw I /2014 Trw I ) -22,9% 2,7% -30,8% -19,3% 195,5% -12,6% -13,6% -4,3% Pertumbuhan QtQ (2015 Trw I /2014 Trw IV) 5,4% -12,5% -10,5% 20,8% 4,1% 120,9% -5,6% -3,3% Share trw I ,7% 56,3% 3,0% 14,7% 7,2% 0,2% 4,9% 100,0% Sumber : BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I tahun 2015 untuk PMDN, lima besar lokasi investasi yang diminati, 4 (empat) provinsi diantaranya terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Barat sebesar 25 persen. Lokasi (Propinsi) Tabel 37. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2015 PMA PMDN US$ Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total Jawa Barat 1.942,5 29,6% Jawa Barat ,4 25,0% Kalimantan Timur 498,4 7,6% Jawa Timur 6.930,0 16,3% Banten 490,5 7,5% DKI Jakarta 5.280,0 12,4% DKI Jakarta 447,4 6,8% Jawa Tengah 4.399,7 10,3% Kalimantan Barat 427,2 6,5% Sumatera Selatan 3.444,3 8,1% Gabung lainnya 2.757,5 42,0% Gabung lainnya ,1 27,9% Jumlah 6.563,5 100,0% Jumlah ,5 100,0% Sumber : BKPM, diolah Untuk PMA, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Barat, Kalimantan Timur, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Barat; dengan sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 29,6 persen. 55

66 Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan I tahun 2015 lima besar negara asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia, yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD 1.234,6 juta atau 18,8 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Jepang dengan nilai USD 1.207,6 juta (18,4 persen); 3) Korea Selatan dengan nilai realisasi investasi USD 634 juta (9,7 persen); 4) Inggris dengan nilai realisasi investasi USD 357,3 juta (5,4 persen) serta 5) Amerika Serikat dengan realisasi investasi USD 292,1 juta (4,5 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 38. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2015 PMA Negara US$ Juta % Thd Total Singapura 1.234,6 18,8% Jepang 1.207,6 18,4% Korea Selatan 634,0 9,7% Inggris 357,3 5,4% Amerika Serikat 292,1 4,5% Gabung Lainnya 2.837,9 43,2% Jumlah 6.563,5 100,0% Sumber : BKPM, diolah PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 39. Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia No Perjanjian Ekonomi Status 1 ASEAN-EU Free Trade Agreemeent (FTA) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 2 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Negotiations launched Arrangement (consultation pre-negotiation) 3 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched Agreement (the 2nd round of negotiations) 4 Indonesia-European Free Trade Association (EFTA) FTA Negotiations launched (the 9th round of negotiations) 5 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 6 Republic of Korea-Indonesia FTA Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 7 Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA) Negotiations launched (the 1st round of negotiations) 8 Indonesia-Chile FTA Conclusion of Joint Study Group (JSG) 9 Indonesia-Turki FTA Conclusion of JSG 10 Indonesia-Tunisia FTA JSG ongoing 11 Indonesia-Mesir FTA Establishment of JSG 56

67 No Perjanjian Ekonomi Status 12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Signed Conference 13 ASEAN FTA Signed and In Effect 14 ASEAN-Australia-New Zealand FTA Signed and In Effect 15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) Signed and In Effect 16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) Signed and In Effect 17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 19 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (EPA) Signed and In Effect 20 Pakistan-Indonesia FTA Signed and In Effect 21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect Sumber: ARIC database, ADB ; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 12,50 miliar. Indonesia, Singapura, Thailand, dan Philipina yang mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 4,84 miliar, USD 6,23 miliar, USD 864,93 juta, dan USD 1,28 miliar. Sementara itu, perdagangan Tiongkok dengan Malaysia mengalami surplus sebesar USD 726,4 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 35,72 miliar atau tumbuh negatif sebesar 16 persen (YoY). Sementara nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan I tahun 2014 juga tumbuh negatif sebesar 0,2 persen (YoY). Pertumbuhan ekspor Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand mengalami penurunan ke Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 masing-masing sebesar -47 persen, -8 persen, -11 persen dan -13 persen (YoY). Sementara ekspor Philipina ke Tiongkok meningkat sebesar 2 persen (YoY). Empat komoditas terbesar penyumbang ekspor Indonesia ke Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 adalah (i) Animal Or Vegetable Fats Oil, (ii) Mineral Products, (iii) Pulp Of Wood, Paper, and Paper Board, dan (iv) Machinery, Electrical Equipment. Tabel 40. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* 2014 Q Q (YoY) Q (YoY) Q (YoY) Q ASEAN (5 negara) 170, , , % -0.2% -16% 9.2% Indonesia 24, , , % 4% -47% 1.1% Animal or Vegetable Fats Oils 2, % 21% -37% 0.1% 57

68 Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* 2014 Q Q (YoY) Q (YoY) Q (YoY) Q Mineral Products 10, , , % -8% -64% 0.4% Pulp of Wood, Paper and Paperboard 1, % 24% -1% 0.1% Machinery, Electrical Equipment 1, % -14% -8% 0.1% Malaysia 55, , , % -8% -8% 3.1% Products of Chemical or Allied 1, % -23% -18% 0.1% Mineral Products 6, , , % 13% -23% 0.3% Plastics, Rubber and Articles 3, % -2% -34% 0.2% Machinery, Electrical Equipment 36, , , % -15% 5% 2.1% Singapura 30, , , % 5% -11% 1.8% Mineral Products 4, % 3% -51% 0.2% Products of Chemical or Allied 4, % 32% -32% 0.2% Plastics, Rubber and Articles 4, % 54% -17% 0.2% Machinery, Electrical Equipment 13, , , % 0.1% 0.1% 0.8% Thailand 38, , , % 1% -13% 2.1% Vegetable Products % 34% -18% 0.2% Products of Chemical or Allied 3, % -15% -27% 0.1% Plastics, Rubber and Articles 8, , , % 0.2% -30% 0.5% Machinery, Electrical Equipment 14, , , % -12% 4% 0.8% Philipina 21, , , % 9% 2% 1.1% Mineral Products 3, % 11% 23% 0.1% Vegetable Products % 83% 49% 0.04% Base Metals and Articles % -76% 284% 0.04% Machinery, Electrical Equipment 14, , , % 14% -3% 0.8% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD 48,23 miliar atau meningkat sebesar 20 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara bersamaan mengalami kenaikan nilai impor dari Tiongkok yakni ke Indonesia sebesar 6 persen, ke Malaysia sebesar 18 persen, ke Singapura sebesar 35 persen, ke Thailand sebesar 25 persen dan ke Philipina sebesar 14 persen (YoY). Empat komoditas impor terbesar Indonesia dari Tiongkok pada triwulan I tahun 2015 adalah (i) Nuclear Reactors, Machinery, (ii) Textiles and Textile Articles, (iii) Base Metals and Articles, dan (iv) Machinery, Electrical Equipment. 58

69 Tabel 41. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* 2014 Q Q (YoY) Q (YoY) Q (YoY) Q (YoY) ASEAN (5) 192, , , % -1% 20% 9.4% Indonesia 39, , , % 5% 6% 1.8% Nuclear Reactors, Machinery 6, % -9% 17% 0.3% Textiles and Textile Articles 4, % -2% 0% 0.2% Base Metals and Articles 4, % 12% 42% 0.3% Machinery, Electrical Equipment 12, % 2% 13% 0.6% Malaysia 46, , , % -9% 18% 2.2% Textiles and Textile Articles 4, % -25% 4% 0.2% Base Metals and Articles 6, , % -34% 48% 0.3% Machinery, Electrical Equipment 14, % 3% 15% 0.7% Miscellaneous Mfg Articles 4, % -3% 6% 0.2% Singapura 48, , , % -7% 35% 2.5% Miscellaneous Mfg Articles 3, % -14% 118% 0.2% Base Metals and Articles 4, % 3% 11% 0.2% Machinery, Electrical Equipment 20, % 1% 23% 1.0% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 5, , % -29% 128% 0.4% Thailand 34, , , % -2% 25% 1.8% Products of Chemical or Allied Industries 3, % 14% 13% 0.2% Textiles and Textile Articles 2, % 4% 20% 0.1% Base Metals and Articles 4, , % -16% 46% 0.2% Machinery, Electrical Equipment 12, , , % -6% 22% 0.6% Philipina 23, , , % 23% 14% 1.1% Miscellaneous Mfg Articles 1, % 40% 46% 0.1% Textiles and Textile Articles 2, % -3% 9% 0.1% Base Metals and Articles 3, % 31% 19% 0.2% Machinery, Electrical Equipment 6, , , % 28% 22% 0.3% Sumber: CEIC, Statistik Tiongkok Keterangan (*): terhadap total ekspor Tiongkok Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Pada triwulan I tahun 2015, proporsi penggunaan SKA dalam skema Pakistan- Indonesia FTA merupakan yang tertinggi diikuti oleh skema ASEAN FTA. Proporsi penggunan SKA pada kedua skema FTA ini menunjukkan tren positif semenjak tahun 2012 sampai dengan triwulan I tahun Sementara itu proporsi penggunaan SKA 59

70 antara Indonesia dengan 242 negara di dunia dalam SKA Form B antara rentang waktu 2012 sampai dengan kuartal pertama tahun ini relatif stabil di kisaran 11 persen. Tabel 42. Realisasi Ekspor Berdasarkan Penggunaan SKA Total FOB (juta USD) Perjanjian Ekonomi Form SKA Q Indonesian Export Form B (Non Preferensi) ASEAN FTA Form D (Preferensi) Indonesia-Japan Economic Form IJEPA (Non Partnership Agreement (IJEPA) Preferensi) Pakistan-Indonesia FTA Form IP (Non Preferensi) Sumber: Kemendag Perjanjian Ekonomi Tabel 43. Realisasi Ekspor Form SKA Total FOB (juta USD) Q Indonesian Export Form B (Non ASEAN FTA Preferensi) Form D (Preferensi) Indonesia-Japan Economic Partnership Form IJEPA Agreement (IJEPA) (Preferensi) Pakistan-Indonesia FTA Form IP (Preferensi) Sumber: BPS, diolah Tabel 44. Proporsi Penggunaan SKA Proporsi Pengunaan SKA Perjanjian Ekonomi Form SKA Q Indonesian Export Form B (Non Preferensi) 10.92% 11.47% 10.99% 10.85% ASEAN FTA Form D (Preferensi) 34.49% 40.48% 42.24% 55.42% Indonesia-Japan Economic Partnership Form IJEPA (Preferensi) 31.57% 40.44% 42.43% 39.98% Agreement (IJEPA) Pakistan-Indonesia FTA Form IP (Preferensi) 0% 29.29% 66.57% 67.92% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Perdagangan Indonesia-ASEAN Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada triwulan I tahun 2015 adalah sebesar USD 8,577 miliar sedangkan nilai impor Indonesia ke ASEAN terhitung sebesar USD 9,84 miliar. Nilai ekspor Indonesia yang lebih rendah daripada nilai impornya mengakibatkan di triwulan pertama tahun ini Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar USD 1,26 miliar. Berkaitan dengan pertumbuhan kumulatif nilai ekspor dan impor antara triwulan I 2014 dan triwulan I tahun 2015, baik ekspor maupun impor mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing sebesar 12,4 persen dan 21,48 persen. Namun, pertumbuhan ekspor Indonesia ke ASEAN antara triwulan I tahun 2014 dan triwulan I tahun 2015 dilihat dari masing-masing negara tujuan mengalami trend pertumbuhan yang bervariasi dimana Laos adalah negara tujuan ekspor yang 60

71 mengalami pertumbuhan positif tertinggi sebesar 161,49 persen diikuti oleh Myanmar (30,17%), Kamboja (23,87%) dan Vietnam (11,83%). Sedangkan negara tujuan ekspor yang mengalami penurunan terbesar adalah Brunei dengan penurunan sebesar 27%. Terkait dengan proporsi ekspor Indonesia ke ASEAN, pada triwulan I tahun 2015, Singapura merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan proporsi total ekspor sebesar 38,99 persen. Dari aspek impor, hampir semua negara importir mengalami pertumbuhan negatif dengan Laos sebagai negara pemasok impor Indonesia yang mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 96,07 persen walaupun Laos memiliki proporsi impor paling kecil ke Indonesia yakni hanya sebesar 0,01 persen. Sementara itu, Singapura tidak hanya merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia melainkan juga negara pemasok terbesar impor Indonesia dengan proporsi total impor lebih dari 40 persen. Negara Tabel 45. Ekspor Indonesia-ASEAN Nilai Ekspor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Jan-15 Feb-15 Mar-15 Kumulatif Q / Q (y-o-y) Q Brunei % 0.25% Kamboja % 1.29% Laos % 0.02% Malaysia % 24.79% Myanmar % 1.94% Filipina % 10.57% Singapura % 38.99% Thailand % 15.52% Vietnam % 6.63% Total % 100.0% Ekspor Sumber: BPS, diolah Negara Tabel 46. Impor Indonesia-ASEAN Nilai Impor (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Jan-15 Feb-15 Mar-15 Kumulatif Q / Q (y-o-y) Q Brunei % 0.40% Kamboja % 0.06% Laos % 0.01% Malaysia % 23.34% Myanmar % 0.24% Filipina % 1.94% Singapura % 42.71% Thailand % 21.83% Vietnam % 9.47% Total % % Impor Sumber: BPS, diolah 61

72 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada Januari Maret 2015 masing-masing sebesar 6,96 persen, 6,29 persen, dan 6,38 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan I tahun 2015 sebesar Rp ,00 per USD. Rata-rata IHSG (Indonesia) pada triwulan I tahun 2015 sebesar 5.419,46. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 21,26 persen, meningkat dibandingkan dengan CAR pada triwulan III tahun 2014 yang sebesar 19,7 persen. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) sedikit mengalami peningkatan, dari 2,16 persen pada triwulan IV tahun 2014 menjadi sebesar 2,42 persen pada triwulan I tahun 2015 Penyaluran KUR sepanjang tahun 2014 mencapai lebih dari Rp 40,29 triliun. 62

73 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan perekonomian global pada triwulan I tahun 2015 mengalami sedikit perlambatan. Perlambatan perekonomian khususnya terjadi di kawasan Eropa, Rusia, dan Brazil. Sebaliknya ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan dan menjadi motor pemulihan ekonomi global. Amerika Serikat terpantau terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus meningkat. Tingkat deflasi AS tetap pada tingkat 0,1 persen pada Maret (YoY) dengan tingkat pengangguran yang menurun menjadi 5,5 persen. Akan tetapi, perbaikan data perekonomian tersebut tidak direspon dengan segera oleh The Fed untuk meningkatkan suku bunga. Suku bunga The Fed diperkirakan masih pada tingkat 0,25 persen sampai pertengahan atau bahkan akhir tahun Kewaspadaan terhadap data perekonomian AS merupakan salah satu alasan The Fed untuk tetap mempertahankan suku bunganya. Selain itu, peningkatan suku bunga juga akan dilakukan jika AS telah berada dalam kondisi full employment. Perekonomian kawasan Eropa selama triwulan I tahun 2015 mulai menunjukkan pemulihan. Meskipun kebijakan Quantitative Easing (QE) yang dilakukan oleh European Central Bank (ECB) berdampak pada pelemahan mata uang Euro, hal ini justru berimbas pada perbaikan beberapa data perekonomian, antara lain penurunan tingkat deflasi dan peningkatan indeks kepercayaan konsumen. Kawasan Eropa mengalami tingkat deflasi yang semakin rendah yaitu sebesar 0,1 persen pada Maret yang sebelumnya deflasi 0,6 persen pada Januari (YoY) dan indeks kepercayaan konsumen meningkat menjadi sebesar -3,7 pada Maret yang sebelumnya -8,5 pada Januari Perekonomian Rusia masih mengalami resesi dan penyusutan pertumbuhan pada triwulan I tahun Konflik politik antara Rusia-Ukraina masih terus berlanjut meskipun sempat terjadi genjatan senjata. Melemahnya ekonomi Rusia karena ekonomi Rusia sangat tergantung pada ekspor energi yang dilanda anjloknya harga minyak dan sejumlah sanksi negara-negara Barat. Atas hal tersebut, Rubel kehilangan lebih dari setengah nilainya terhadap USD. Tingkat inflasi meningkat menjadi sebesar 16,9 persen pada Maret 2015 yang sebelumnya 14,96 persen pada Januari Tingkat inflasi ini semakin jauh di atas target inflasi jangka panjang Central Bank of Russia (CBR) sebesar 4,0 persen. Perekonomian Asia Pasifik pada awal 2015 mengalami sedikit perlambatan. Isu akan terjadinya peningkatan suku bunga The Fed dan terjadinya depresiasi mata uang negara-negara di Asia dapat berpengaruh pada peningkatan biaya pinjaman, peningkatan volatilitas keuangan, serta pengurangan arus modal ke Asia Timur. Perekonomian Cina mengalami perlambatan perekonomian pada triwulan I tahun 63

74 2015 seiring dengan melemahnya ekspor akibat melemahnya permintaan global. Sementara itu, perekonomian Jepang mengalami pemulihan secara moderat. Perekonomian Brazil mengalami penurunan selama triwulan I tahun Terjadi peningkatan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Tingkat inflasi Brazil pada Maret mencapai 8,31 persen (YoY), di mana angka ini merupakan yang tertinggi sejak 12 (dua belas) tahun terakhir. Sementara itu tingkat pengangguran Brazil meningkat menjadi 5,9 persen pada Februari 2015 yang merupakan pengangguran tertinggi sejak 2 (dua) tahun terakhir. Kelesuan perekonomian tersebut disikapi oleh Bank sentral Brazil (Banco Central do Brasil) dengan melakukan kebijakan peningkatan suku bunga untuk menarik investasi masuk (capital inflow). Selama triwulan I tahun 2015, berbeda halnya dengan Brazil, bank sentral beberapa negara telah menurunkan tingkat suku bunga, antara lain Turki, Cina, Korea Selatan, India, Australia, Argentina, dan Kanada. Bank Indonesia (BI) pun telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen pada Februari yang sebelumnya berada pada tingkat 7,75 persen. Penurunan suku bunga beberapa negara pada waktu yang hampir bersamaan di tengah prospek peningkatan suku bunga The Fed, mengindikasikan terjadinya currency war di mana nilai tukar mata uang sengaja untuk dilemahkan terhadap dolar AS. Hal ini dilakukan untuk menstimulus peningkatan ekspor masing-masing negara agar mencapai surplus neraca perdagangan. Perkembangan Moneter Domestik Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2015 melambat menjadi 4,71 persen (YoY) atau menurun 0,18 persen (QtQ). Perekonomian Indonesia secara tahunan tumbuh lebih lambat, terutama karena tingkat pertumbuhan investasi dan ekspor yang lemah. Sementara itu secara kuartalan, perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan dari sektor pertambangan dan penggalian, konstruksi, industri pengolahan dan perdagangan besar eceran, serta reparasi mobil-sepeda motor. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini diiringi dengan fluktuasi inflasi beserta tren melemahnya nilai tukar rupiah selama triwulan I tahun Tingkat inflasi Maret 2015 mencapai 6,38 persen (YoY) dengan nilai tukar rupiah pada posisi akhir bulan Rp /USD. Sementara itu, terjadi peningkatan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2015 sebesar 5,81 persen dibandingkan Februari Pelemahan nilai tukar rupiah tidak diikuti dengan meningkatnya kinerja ekspor di mana kinerja ekspor triwulan I tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I tahun Dalam upaya untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen pada Februari Penurunan BI-rate ini diiringi dengan penurunan suku 64

75 bunga simpanan perbankan berjangka waktu 1 (satu), 3 (tiga) dan 6 (enam) bulan masing-masing 8,31 persen dan 8,81 persen, dan 9,11 persen pada Maret Sebaliknya, suku bunga kredit mengalami peningkatan menjadi 12,99 persen pada Maret Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada Maret 2015 meningkat 16,3 persen (YoY) menjadi Rp 4246,3 triliun. Peningkatan tersebut bersumber dari komponen uang kartal dan giro rupiah (M1). Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, pertumbuhan uang beredar disebabkan oleh ekspansi keuangan Pemerintah Pusat yang tumbuh 38,2 persen (YoY). Di sisi lain, pertumbuhan kredit Kredit Modal Kerja (KMK) tumbuh 11,1 persen (YoY), melambat dibandingkan Februari 2015 yang sebesar 12,0 persen (YoY). Cadangan Devisa selama Januari-Maret 2015 mengalami pergerakan yang fluktuatif. Pada Januari 2015 terjadi peningkatan cadangan devisa menjadi sebesar USD 111,9 miliar dibandingkan bulan Desember Peningkatan tersebut berasal dari penerbitan global bonds Pemerintah, simpanan deposito valuta asing bank-bank, hasil ekspor migas Pemerintah, dan penerimaan Pemerintah lainnya dalam valuta asing yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Begitu juga dengan cadangan devisa pada Februari 2015 yang meningkat menjadi USD 115,5 miliar dibandingkan Januari Peningkatan ini terutama berasal dari devisa hasil ekspor migas bagian pemerintah yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri. Sebaliknya, cadangan devisa pada Maret 2015 mengalami penurunan menjadi sebesar USD 111,6 miliar. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Selain itu, penurunan cadangan devisa pada Maret 2015 merupakan pengaruh dari intervensi BI dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Di tengah perlambatan ekonomi, kinerja pasar modal justru membaik, hal ini tercermin pada IHSG yang memiliki tren meningkat selama triwulan I tahun Peningkatan IHSG mencapai puncaknya pada akhir Maret 2015 mencapai level 5.518,675 yang merupakan IHSG tertinggi sejak 6 Maret Penguatan indeks saham Indonesia ini didukung oleh positifnya bursa Wall Street dan bursa Asia sebagai pengaruh aktivitas merger dan akuisisi. Sentimen positif dari penguatan IHSG salah satunya bersumber dari penerbitan peraturan suku bunga antar bank oleh Bank Indonesia yang menambah outlook saham perbankan. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan I tahun 2015, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Indonesia, India, Malaysia, dan Jepang cenderung menurun selama periode 65

76 Januari-Maret Sebaliknya, beberapa negara yang mengalami peningkatan inflasi antara lain Brazil, Rusia, dan Tiongkok. Sementara itu, jika dibandingkan dengan akhir triwulan IV tahun 2014, Indonesia tercatat mengalami penurunan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi tahunan Indonesia menembus angka 8,36 persen di bulan Desember 2014 (YoY), maka di triwulan I tahun 2015 inflasi berada pada posisi 6,38 persen di bulan Maret 2015 (YoY). Penurunan inflasi pada triwulan I-2015 ini merupakan dampak dari penurunan harga minyak dunia yang berimbas pada penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sebanyak 2 (dua) kali di bulan Januari Pada akhir periode triwulan I tahun 2015, Rusia merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi dibanding negara-negara lain dengan nilai inflasi sebesar 16,9 persen (YoY). Sedangkan Thailand merupakan negara yang mengalami tingkat deflasi tertinggi selama dua bulan di triwulan I Deflasi Thailand pada periode Januari-Maret 2015 masing-masing sebesar 0,41 persen, 0,52 persen, dan 0,57 persen (YoY). Selain Thailand, kawasan Euro dan Singapura juga tercatat mengalami deflasi selama triwulan I tahun Sementara itu, AS masih stagnan dengan kondisi deflasi 0,1 persen di bulan Maret 2015 (YoY). Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada Januari-Maret 2015 masing-masing sebesar 6,96 persen, 6,29 persen, dan 6,38 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama secara bulanan (MtM), Indonesia sempat mengalami deflasi di bulan Januari dan Februari masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,36 persen. Namun kembali mengalami inflasi pada bulan Maret sebesar 0,17 persen. Sedangkan secara tahun kalender selama triwulan I tahun 2015, Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,24 persen, 0,61 persen, dan 0,44 persen. Inflasi pada akhir triwulan I tahun 2015 terpantau menurun dibandingkan inflasi pada akhir triwulan sebelumnya di bulan Desember Penurunan inflasi terutama disebabkan pengaruh penurunan harga BBM bersubsidi pada bulan Januari Penurunan harga BBM bersubsidi telah mendorong penurunan hargaharga khususnya transportasi dan bahan makanan, baik oleh dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round effect). Hal ini berimbas pada terjadinya deflasi di bulan Januari dan Februari. Sementara itu disusul pada bulan Maret 2015 terjadi dua kali kenaikan harga BBM, di mana berimbas pada tingkat inflasi menjadi 0,17 persen (MtM) di bulan Maret, namun hal ini masih berada dalam batasan tingkat inflasi yang terkendali. Pada Februari 2015, Indonesia mencatatkan deflasi 0,36 persen (MtM) dan inflasi 6,29 persen (YoY). Secara bulanan, deflasi di bulan Februari 2015 merupakan deflasi tertinggi sejak sepuluh tahun terakhir dan secara tahunan inflasi di bulan ini adalah 66

77 yang terendah sejak Desember Deflasi yang cukup tinggi terjadi karena pengaruh kebijakan penurunan harga BBM pada periode sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan serta bahan makanan memiliki sumbangan terbesar dibanding kelompok lainnya. Pada bulan Januari dan Maret 2015 deflasi/inflasi terbesar disumbang oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Sedangkan pada Februari 2015 deflasi terbesar disumbang oleh kelompok bahan makanan. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memiliki dampak langsung dari kebijakan subsidi BBM yang kemudian berimbas pada biaya distribusi barang/jasa khsususnya bahan makanan. Pada triwulan I tahun 2015, secara tahunan (YoY) terjadi kecenderungan penurunan pada inflasi harga begejolak (volatile food). Sementara itu, inflasi inti dan inflasi barang/jasa yang diatur pemerintah sempat mengalami penurunan pada Februari 2015, namun kembali meningkat pada Maret Secara tahunan pada bulan Maret 2015 terjadi inflasi inti sebesar 5,03 persen, bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari dan Februari Secara tahunan komponen inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Januari-Maret 2015 masing-masing sebesar 8,35 persen, 6,18 persen, dan 5,87 persen. Sementara itu, inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah pada bulan Januari-Maret 2015 masing-masing sebesar 12,31 persen, 10,91 persen, dan 11,49 persen secara tahunan. Secara bulanan (MtM) pada bulan Maret 2015 terjadi inflasi inti sebesar 0,29 persen, bernilai lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari dan Februari 2015 sebesar 0,61 persen dan 0,34 persen. Adapun tingkat inflasi harga diatur pemerintah (MtM) bulan Januari-Maret 2015 memiliki tren meningkat masing-masing sebesar -3,51 persen, -1,24 persen dan 0,83 persen. Selama triwulan I tahun 2015, sumbangan (share) inflasi/deflasi harga diatur pemerintah merupakan yang terbesar dalam pembentukan inflasi umum bulanan dibandingkan sumbangan inflasi/deflasi inti dan harga bergejolak. Meskipun tingkat inflasi inti mengalami tren yang menurun secara bulanan, akan tetapi tingkat inflasi inti selalu menyumbangkan inflasi terhadap inflasi/deflasi bulan Januari-Maret Hal ini dapat terlihat dari sumbangan komponen tingkat inflasi inti yang positif selama Januari-Maret 2015, yaitu 0,37 persen, 0,2 persen, dan 0,16 persen. Secara tahunan (YoY), 82 kabupaten/kota mengalami inflasi selama triwulan I Pada bulan Maret 2015, terjadi inflasi sebesar 0,17 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 118,48. Dari 82 kabupaten/kota, secara tahunan di bulan Januari 2015, kota Merauke tercatat memiliki inflasi tertinggi sebesar 11,84 persen, sedangkan di bulan Februari dan Maret kota Tual tercatat memiliki inflasi tertinggi masing-masing 13,27 persen dan 16,26 persen. Sementara itu, inflasi 67

78 terendah di bulan Januari 2015 dimiliki oleh kota Metro sebesar 3,42 persen, sedangkan di bulan Februari dan Maret, Maumere tercatat memiliki inflasi terendah masing-masing sebesar 2,17 persen dan 2,55 persen. Secara bulanan (MtM), pada bulan Januari dan Februari 2015 sebagian besar kabupaten/kota mengalami deflasi, hal sebaliknya terjadi pada bulan Maret Selama triwulan I tahun 2015, secara bulanan (MtM) kota Tual juga tercatat memiliki rata-rata inflasi tertinggi, sedangkan kota Padang secara bulanan tercatat memiliki deflasi tertinggi. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan I tahun 2015 baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY), sebagian besar nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tren pelemahan (Lampiran 3). Tren pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS sejalan dengan normalisasi kebijakan bank sentral AS dan perbaikan data perekonomian AS yang memberikan tekanan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Selama dua bulan berturut-turut (Januari-Februari 2015) secara bulanan (MtM), India dan Thailand merupakan dua negara yang mengalami apresiasi. Sementara itu, sejak Februari 2015, Rusia mulai mengalami penguatan Rubel terhadap dolar AS meskipun secara tahunan masih mengalami pelemahan terdalam. Pada akhir Maret 2015, Rubel Rusia merupakan mata uang yang mengalami apresiasi terbesar terhadap US Dollar yakni sebesar 5,78 persen (MtM). Hal ini menunjukkan bahwa Rusia mulai mengalami pemulihan perekonomian yang ditunjukkan dengan menguatnya Rubel. Sebaliknya, pada periode yang sama, secara bulanan nilai tukar Real Brazil mengalami pelemahan terbesar terhadap US Dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 12,51 persen. Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), negara India dan Thailand merupakan dua negara yang mengalami apresiasi terhadap US Dollar selama triwulan I tahun Pada akhir triwulan, Brazil menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam dibanding awal tahun (YtD). Adapun Indonesia mengalami tren pelemahan nilai tukar yang semakin meningkat selama triwulan I secara YtD dan YoY. Berbeda halnya secara bulanan (MtM) maupun awal tahun (YtD), Rusia merupakan negara yang mengalami depresiasi terdalam secara tahunan (YoY). Pelemahan nilai tukar Rubel Rusia terhadap US dollar pada akhir Maret 2015 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 65,43 persen. Sedangkan nilai tukar Yuan Cina secara tahunan merupakan satu-satunya mata uang yang terapresiasi terhadap US Dollar, yakni sebesar 0,28 persen pada akhir Maret Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar selama triwulan I tahun 2015 sebesar Rp ,00 per US Dollar, melemah sebesar 5,45 persen dibandingkan 68

79 triwulan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada akhir Maret 2015 mencapai Rp ,00 per US Dollar. Pelemahan Rupiah ini dipengaruhi oleh faktor sentimen, terutama dari faktor eksternal. Tekanan terhadap Rupiah terutama dipengaruhi oleh faktor kekhawatiran akan normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed). Kekhawatiran tersebut sejalan dengan perbaikan ekonomi AS, sehingga mendorong permintaan terhadap USD yang selanjutnya menopang penguatan USD. Akan tetapi, pelemahan ini masih dalam batasan terkendali di mana Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah yang membuat cadangan devisa pada bulan Maret 2015 menurun sebesar 3,4 persen. Indeks Harga Saham Pada posisi akhir bulan, Indonesia, Malaysia, Jepang, Hongkong, dan negara kawasan Eropa merupakan negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan I tahun Tidak ada satupun negara yang mengalami tren pelemahan indeks saham secara berkala selama periode yang sama. Sedangkan negara-negara lainnya mengalami indeks harga saham yang fluktuatif (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan adalah Indonesia, India, Malaysia, Thailand, Jepang, Hongkong serta negara kawasan Eropa. Sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama bulan Januari-Maret Indeks saham negara-negara kawasan Eropa (STOXX-50) adalah indeks yang mengalami penguatan tertinggi dibandingkan dengan posisi awal tahun dengan rata-rata penguatan 12,8 persen. Pada akhir Maret 2015, mayoritas indeks saham mengalami penguatan, baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY). Indeks saham yang mengalami penguatan terbesar secara tahunan selama triwulan I-2015 adalah SSEA (Cina) yang mencapai 84,3 persen (YoY) pada akhir Maret Sebaliknya, indeks saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah RTS (Rusia), yakni mencapai 28,19 persen (YoY) pada akhir Maret Pada tanggal 31 Maret 2015, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,12 dan 2.067,89. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan I tahun Namun, bursa Wall Street mengalami pelemahan secara bulanan (MtM) di akhir Maret dipicu oleh pelemahan volume perdagangan akibat pelemahan bursa global dan kemerosotan sektor utilitas di Amerika. Rata-rata IHSG (Indonesia) pada triwulan I tahun 2015 sebesar 5.419,46. Nilai ratarata IHSG tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun 2015 (YtD), indeks saham Indonesia juga mengalami penguatan selama bulan Januari-Maret Hal yang sama juga terjadi 69

80 jika dibandingkan secara bulanan (MtM) dan tahunan (YoY). Indeks saham Indonesia pada akhir Maret 2015 mencapai level 5.518,68 di mana merupakan IHSG dengan rekor tertinggi. Penguatan IHSG selama triwulan I-2015 lebih dipengaruhi oleh sentimen positif eksternal seiring menguatnya bursa saham Wall Street dan Asia beserta sentimen positif internal terhadap surplus neraca perdagangan yang membaik secara bulanan. Indeks Harga Komoditas Internasional Mayoritas komoditas internasional mengalami pergerakan indeks harga yang fluktuatif selama triwulan I tahun 2015, baik secara bulanan (MtM) maupun dibanding awal tahun (YtD). Komoditas beras, gandum, jagung, dan gas alam yang mengalami penurunan indeks harga secara berkala jika dibanding awal tahun. Sedangkan, secara tahunan (YoY), semua indeks harga komoditas terpilih mengalami penurunan indeks harga secara berkala dengan penurunan indeks harga terbesar dimiliki komoditas minyak mentah Brent Oil dan Gas Alam (Lampiran 5). Tren penurunan indeks harga sebagian besar komoditas yang terjadi pada triwulan I tahun 2015 ini mencerminkan kelesuan perekonomian dunia. Pada posisi akhir bulan Januari dan Maret, hampir semua komoditas terpilih mengalami penurunan harga secara bulanan (MtM). Hal sebaliknya terjadi pada akhir bulan Februari di mana sebagian besar komoditas terpilih sempat mengalami peningkatan kecuali beras, gula, emas, dan perak. Pada bulan Januari 2015, komoditas emas dan perak mengalami peningkatan indeks harga yang tipis. Sebaliknya, pada akhir Maret 2015, harga logam mulia emas mengalami penurunan indeks harga sebesar 2,46 persen (MtM), sedangkan perak mengalami peningkatan harga tipis sebesar 0,24 persen (MtM). Kecenderungan penurunan indeks harga logam mulia menunjukkan bahwa permintaan akan komoditas ini menurun seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat yang membuat sifat hedging logam mulia (emas dan perak) menjadi turun. Pada Februari 2015, minyak mentah Brent Oil sempat mengalami peningkatan indeks harga sebesar 18,10 persen (MtM) seiring dengan kabar penurunan jumlah lahan pengeboran minyak di Amerika Serikat. Namun, pada akhir Maret 2015, minyak mentah Brent Oil kembali mengalami penurunan indeks harga terbesar dibandingkan komoditas lain yaitu 11,94 persen (MtM). Tren penurunan harga yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014 lalu terjadi karena melimpahnya pasokan minyak mentah dunia dari Amerika Serikat yang tidak didukung oleh pembatasan pasokan minyak dari negara OPEC. Sementara itu, anjloknya harga juga tidak didukung oleh peningkatan permintaan global akan komoditas ini. Komoditas energi lainnya, yaitu gas alam juga mengalami penurunan. Penurunan indeks harga gas alam secara utama disebabkan oleh meningkatnya produksi khususnya di Amerika Serikat yang tidak diiringi oleh meningkatnya permintaan 70

81 global. Cina dan negara-negara kawasan Eropa sebagai pengguna gas alam terbesar pun pada triwulan I tahun 2015 mengalami kelesuan perekonomian yang berimbas pada permintaan komoditas energi dunia. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode Januari-Maret 2015, mie instan, dan kacang tanah mengalami peningkatan harga secara bulanan (MtM). Sebaliknya, komoditas daging ayam kampung dan cabe merah keriting merupakan komoditas yang mengalami penurunan harga. Sedangkan harga bahan pokok nasional lainnya mengalami fluktuasi (Lampiran 6). Khusus pada akhir bulan Februari 2015 mayoritas harga bahan pokok nasional mengalami penurunan harga sebagai dampak penurunan harga BBM pada Januari. Jika dibandingkan dengan posisi pada awal tahun 2015 (YtD), selama bulan Januari- Maret 2015 harga minyak goreng kemasan, daging sapi, beras medium, mie instant, bawang merah, dan kacang tanah mengalami tren positif. Harga komoditas daging ayam kampung, telur ayam kampung, tepung terigu, kedelai impor, cabe merah keriting, cabe merah biasa, dan ketela pohon mengalami tren negatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya bervariatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan I tahun 2015, mayoritas harga bahan pokok nasional meningkat. Sementara itu tidak ada satupun bahan pokok yang mengalami tren penurunan harga secara berkala. Adapun bahan pokok yang mengalami fluktuasi harga secara tahunan antara lain minyak goreng curah, daging ayam broiler, gula pasir, cabai merah biasa, bawang merah, ikan teri asin, dan ketela pohon. Selama triwulan I tahun 2015, secara bulanan (MtM) penurunan harga terbesar dialami oleh cabai merah keriting dan cabai merah biasa. Sedangkan peningkatan harga tertinggi selama periode yang sama terjadi pada komoditas bawang merah di mana peningkatan harga mencapai 40,28 persen pada akhir Maret. Adapun bahan pangan pokok nasional, yaitu beras medium mengalami peningkatan harga mencapai 8,85 persen di akhir Februari, namun mengalami penurunan 3,35 persen di akhir Maret. Pada akhir Maret 2015, dibandingkan awal tahun (YtD) komoditas cabai merah (keriting dan biasa) mengalami penurunan harga terdalam. Hal ini menunjukkan sedang terjadi pemulihan harga cabai dimana pada triwulan IV 2014 lalu sempat mengalami peningkatan harga tertinggi. Pemulihan harga cabai merah didukung oleh kembali normalnya pasokan cabai yang disebabkan oleh panen cabai secara bersamaan di beberapa daerah. Sedangkan peningkatan harga tertinggi pada akhir Maret 2015, baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY) dialami oleh komoditas bawang merah seiring dengan berkurangnya pasokan akibat gagal panen. 71

82 Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 17 Februari 2015 memutuskan untuk menurunkan BI rate menjadi sebesar 7,5 persen, atau turun 25 basis poin dengan suku bunga Lending Facility tetap pada level 8,00 persen dan suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Suku bunga BI sebelumnya berada pada tingkat 7,75 persen. Penurunan tingkat suku bunga didasarkan pada tingkat inflasi yang diperkirakan masih dalam kisaran rendah di mana pada Januari terjadi deflasi 0,24 persen (mtm). Keputusan pemangkasan BIrate dipandang sejalan dengan target inflasi yang terkendali dan rendah di bawah sasaran 4±1 persen pada dan untuk mendukung terwujudnya surplus transaksi berjalan. Selanjutnya RDG BI memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga BI pada tingkat 7,5 persen pada 17 Maret Bank Indonesia menilai kebijakan tersebut juga sejalan dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh selama ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan moneter yang cenderung ketat tetap dilanjutkan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, sementara kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh agar pengetatan moneter tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung penyaluran program sosial Pemerintah dan memperluas Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) semakin diperkuat. Pada Februari 2015, BI bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk mendorong perluasan akses layanan keuangan bagi TKI dengan transaksi non-tunai. Selain itu, untuk mendukung efisiensi transaksi keuangan, pada bulan yang sama BI juga bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam membangun layanan keuangan dengan data kependudukan. Pada Maret 2015, seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menembus Rp /USD, BI melakukan intervensi pada pasar valuta asing (valas). Terjadi penurunan cadangan devisa menjadi US$ 111,6 miliar pada Maret yang sebelumnya USD 115,5 miliar pada Februari. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah agar tidak terjadi pelemahan rupiah lebih dalam. Koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Peran BI dalam stabilitas makro ekonomi khususnya dalam mengendalikan tekanan inflasi pasca kebijakan 72

83 realokasi subsidi BBM, defisit transaksi berjalan, serta stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar bertujuan untuk mempercepat kebijakan reformasi struktural demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Ke depan, kebijakan Bank Indonesia tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk tercapainya stablitas moneter ini, BI melakukan kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya. Di bidang makroprudensial, relaksasi ketentuan makroprudensial akan dilakukan secara selektif guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas. Sementara itu, di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk mengembangkan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien. Berbagai kebijakan tersebut akan disertai dengan peningkatan koordinasi dengan Pemerintah dan institusi terkait sehingga stabilitas makroekonomi tetap terjaga, dengan struktur perekonomian yang semakin kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 73

84 CAR, NPL (persen) LDR (persen) SEKTOR PERBANKAN Pada triwulan I tahun 2015, dukungan modal perbankan masih kuat dibarengi dengan risiko yang cukup terkendali. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 21,26 persen, meningkat dibandingkan dengan CAR pada triwulan III tahun 2014 yang sebesar 19,7 persen. Angka tersebut jauh diatas ketentuan minimum perbankan yaitu 8 persen. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) sedikit mengalami peningkatan, dari 2,16 persen pada triwulan IV tahun 2014 menjadi sebesar 2,42 persen pada triwulan I (Gambar 8) Gambar 7. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia LDR (1.22 a) CAR (1.22 a) NPL (4.9 a) Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan Feb 2015 Walaupun perekonomian domestik mengalami perlambatan, namum pertumbuhan kredit industri perbankan menunjukkan sedikit peningkatan. Pertumbuhan kredit perbankan meningkat dari pertumbuhan kredit sebesar 11,57 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2014 menjadi sebesar 11,99 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015 (Gambar 9). Peningkatan pertumbuhan kredit disumbang oleh kenaikan pertumbuhan Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK). KI meningkat dari 12,66 persen (YoY) menjadi 13,09 persen (YoY) sedangkan KMK meningkat dari 10,8 persen (YoY) menjadi 12,00 persen (YoY). (Gambar 10). Namun demikian, pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) melambat dari 12,05 persen (YoY) menjadi 11,34 persen (YoY). 74

85 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2: 2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (%) 4,500 Gambar 8. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ,000 3, , ,500 2, , , Q1:2012Q2:2012Q3:2012Q4:2012Q1:2013Q2:2013Q3:2013Q4:2013 Q1:2014Q2:2014Q3:2014Q4:2014Q1: DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan Feb 2015 Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan meingkat di tengah tingginya ketidakpastian dalam perekonomian. Pada triwulan I tahun 2015, pertumbuhan DPK mengalami kenaikan dari 12,22 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 15,41 persen (YoY). Sementara itu, Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan dari 89,42 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 88,26 persen (YoY). 2,000 Gambar 9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya , ,600 1, , , KI (1.6) KMK (1.8) KK (1.10) Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan Feb

86 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Data KUR terakhir masih menggunakan data Desember KUR pada tahun 2015 belum disalurkan karena masih dalam tahap pembahasan di Pemerintah Pusat. Penyaluran KUR sepanjang tahun 2014 mencapai lebih dari Rp 40,29 triliun, jumlah ini melampaui target penyaluran KUR tahun 2014 sebesar Rp 37 triliun (Gambar 11). Jumlah debitur KUR mencapai 2,44 juta dengan rata-rata KUR sebesar Rp 15,48 juta per debitur. Sebagian besar KUR disalurkan untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel (56,88 persen volume KUR; 62,87 persen debitur) dan sektor pertanian (20,81 persen volume KUR; 21,41 persen debitur). Berdasarkan sebaran wilayahnya penyaluran KUR untuk UMKM dan Koperasi masih terkonsentrasi di pulau Jawa (55,11 persen volume KUR; 62,90 persen debitur) dan pulau Sumatera (21,77 persen volume KUR; 16,22 persen debitur). Gambar 10. Target dan Realisasi Pemberian KUR Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan Feb 2015 Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada di bawah 5 persen, yaitu sebesar 3,3 persen. Hal ini menujukkan bahwa kualitas penyaluran KUR masih terjaga. Namun, kualitas ini tidak merata karena tingkat NPL KUR di 16 bank penyalur KUR yang menyalurkan 47,1 persen dari volume KUR melebihi angka 5 persen. Dengan demikian, kualitas penyaluran KUR masih perlu ditingkatkan. Penyaluran KUR juga perlu diarahkan untuk lebih banyak membiayai UMKM dan koperasi di sektor-sektor produktif, khususnya pertanian dan industri pengolahan. 76

87 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran industri pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp 575,9 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 468,1 triliun. Rata-rata kunjungan wisman per bulan selama triwulan pertama tahun ini sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman mencapai orang. 77

88 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan I Tahun 2015 Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 11. Pertumbuhan Industri Pengolahan (YoY, dalam Persen) Sumber: BPS 2015, diolah *) Tahun Dasar 2010 berbasis SNA 2008 Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran industri pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp 575,9 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 468,1 triliun. Sedangkan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp 497,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 415,8 triliun. Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan pada twiulan I tahun 2015 dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 mengalami pertumbuhan 3,87 persen (YoY), sedangkan laju pertumbuhan triwulan I tahun 2015 dibanding triwulan IV tahun 2014 mencapai -0,62 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2015 ini menyebabkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 5,7 persen sulit untuk dicapai. Bersamaan dengan itu, Bank Dunia juga memproyeksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,2 persen. Di sisi lain, outlook perekonomian global baru saja dikoreksi oleh International Monetary Fund (IMF) dari 3,6 persen menjadi 3,1 persen pada Secara umum, sektor yang dapat diperdagangkan (tradable goods) tumbuh lebih rendah ketimbang sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable goods). 78

89 Pada tahun 2014, tradable goods seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan tumbuh berturut-turut 3,80 persen, -2,32 persen, dan 3,87 persen. Sedangkan non-tradable goods seperti informasi dan komunikasi, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi tumbuh berturut-turut 10,53 persen, 3,35 persen dan 6,04 persen. Tumbuh jauh lebih tinggi. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan selama triwulan I tahun 2015 banyak tertekan oleh tingginya Upah Minimum Provinsi (UMP), melamahnya nilai tukar rupiah, belum optimalnya proyek infrastruktur pemerintah yang dilakukan oleh swasta dan BUMN. Selama triwulan I 2015 pertumbuhan konsumsi pemerintah hanya meningkat 2,21 persen dibandingkan triwulan I tahun Subsektor industri yang banyak tertekan oleh naiknya UMP adalah subsektor yang karakteristiknya padat karya seperti Subsektor tekstil dan pakaian jadi dan furnitur. Melanjutkan kenaikan UMP tahun 2013 sebesar 18,3 persen, rerata kenaikan UMP tahun 2014 sebesar 16,6 persen. Tren kenaikan UMP dalam dua tahun terakhir ini memang jauh lebih tinggi bila dibandingkan inflasi ataupun rerata UMP sebelumnya. Kenaikan tahun 2012 hanya sebesar 10,3 persen. Fenomena ini disebabkan, salah satunya, implementasi UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dimana formula penentuan UMP tergantung besaran angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). KHL didefinisikan sebagai standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan di provinsi tertentu. Gambar 12. Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Indonesia Tahun Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2015, diolah Memasuki tahun 2015, sebagian besar provinsi telah menetapkan UMP 2015, sebanyak 29 dari 33 provinsi telah menetapkan tingkat UMP dengan kenaikan berkisar antar 7,4 persen hingga 28 persen, dengan rerata tidak tertimbang (simple 79

90 average) sebesar 14,5 persen (Gambar 12). Tingkat UMP 2015 tertinggi di Indonesia adalah di DKI Jakarta sebesar Rp per bulan atau naik 10,6 persen dibandingkan Sedangkan posisi UMP 2015 terendah adalah di NTT sebesar Rp , naik 8,7 persen dibandingkan tahun Empat provinsi yang tidak menetapkan UMP-nya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Empat provinsi tersebut tidak menetapkan UMP karena menyerahkan basis upah minimum berdasarkan mekanisme di kota/kabupaten melalui penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten. Gambar 13. Tingkat Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Di Jawa Timur Tahun Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2015, diolah Di Jawa Timur, seluruh kota dan kabupaten telah menetapkan UMP 2015, sebanyak 38 kabupaten/kota telah menetapkan tingkat UMK dengan kenaikan berkisar antar 11,0 hingga 31,5 persen, dengan rerata tidak tertimbang (simple average) sebesar 17,0 persen (Gambar 13). Tingkat UMK 2015 tertinggi di Jawa Timur adalah di Kota Surabaya Rp per bulan atau naik 23,2 persen, Kabupaten Gresik Rp , Kabupaten Sidoarjo Rp , dan Kabupaten Pasuruan Rp Sedangkan posisi UMK terendah di Jawa Timur sebesar Rp yakni di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Magetan. Berdasarkan klasifikasi terbaru BPS menggunakan tahun dasar 2010 berbasiskan SNA 2008, pertumbuhan sektor industri pengolahan triwulan I tahun 2015 sebesar 3,87 persen (YoY) didukung oleh enambelas subsektor industri pengolahan (d/h. sembilan subsektor). Keenambelas subsektor seluruhnya mencatatkan pertumbuhan positif, kecuali lima subsektor industri yaitu: industri batubara dan migas (bamigas) melanjutkan penurunannya; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kertas dan barang dari kertas; industri karet dan barang dari karet-plastik, dan industri mesin dan perlengkapan. Sedangkan pertumbuhan tertinggi dicapai subsektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional; industri logam dasar; 80

91 industri makanan dan minuman (mamin); dan industri barang logam, komputer yang berturut-turut tumbuh 9,05 persen, 8,66 persen, 8,16 persen dan 8,14 persen (Gambar 14). Gambar 14. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Triwulan I Tahun 2015 (Persen) Sumber: BPS 2015, diolah Di sepanjang tahun 2015 industri pengolahan banyak mengalami tantangan terutama akibat melemahnya nilai rupiah. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika banyak mempengaruhi daya beli bahan baku bagi subsektor yang banyak mengimpor bahan baku, seperti: kendaraan roda empat, motor listrik dan perlengkapannya, komponen elektronik, alas kaki, serat buatan dan susu. Di lain pihak, depresiasi rupiah juga secara positif mempengaruhi industri yang banyak mengekspor output karena meningkatkan dayasaing produknya, seperti industri makanan dan minuman olahan dan furnitur. Selain permasalahan tersebut di atas, ketatnya likuiditas di sektor industri akibat meningkatnya suku bunga acuan juga semakin memberatkan hampir seluruh sektor industri. Kenaikan suku bunga acuan yang biasanya diikuti oleh suku bunga investasi dan suku bunga modal kerja jelas mempengaruhi perusahaan pendatang baru (new entrant) maupun perusahaan yang sudah eksis (incumbent). 81

92 Gambar 15. Proporsi Enambelas Subsektor Industri Pengolahan Triwulan I Tahun 2015 Sumber: BPS 2015, diolah Dari sisi kontribusi industri pengolahan, (1) subsektor mamin, (2) subsektor bamigas, (3) subsektor barang logam, komputer, elektronik, optik dan peralatan listrik, (4) subsektor alat angkut, dan (5) industri kimia, farmasi dan obat tradisional secara berurutan menduduki 5 peringkat kontributor terbesar yang berturut-turut menyumbang sebesar 27,1 persen, 11,2 persen, 9,9 persen, dan 9,6 persen (Gambar 4). Kontribusi empat subsektor tersebut secara kumulatif menyumbang total lebih dari dua pertiga sektor industri. Beberapa subsektor yang mengalami peningkatan peranan secara drastis bagi industri pengolahan nonmigas pada triwulan I tahun 2015 dibandingkan dengan tahun 2014 adalah subsektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional dari 8,2 persen menjadi 8,9 persen; subsektor barang dari logam dari 9,6 persen menjadi 9,9 persen. Subsektor kimia, farmasi dan obat tradisional masih meneruskan tren pertumbuhan tumbuh positif dan meningkatkan kontribusinya pada sektor industri secara keseluruhan, ditengah kelangkaan gas alam untuk pabrik pupuk. Permasalahan keterbatasan energi, contohnya PT Inalum yang terpaksa menjual sebagian listriknya ke PLN untuk disalurkan bagi sektor konsumtif bukan untuk sektor produktif menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang berat jika ingin tetap berpihak pada sektor industri pengolahan. 82

93 Beberapa subsektor yang mengalami penurunan peranan adalah subsektor bamigas jadi dari 11,8 persen menjadi 11,2 persen, subsektor tekstil dan pakaian jadi dari 6,3 persen menjadi 6,1 persen, sektor kertas dan barang dari kertas dari 3,8 persen menjadi 3,7 persen. Sektor tekstil terutama pada sektor hulu, meningkatnya harga energi jelas menjadi penghambat pertumbuhan dimana sektor tekstil hulu, seperti pemintalan dan tenun memiliki komponen energi yang besar (yaitu pemintalan sebesar 25 persen dan tenun sebesar 18,5 persen dari total struktur biaya). Permasalahan lain disebabkan karena ketergantungan pada bahan baku impor yang tinggi disertai dengan melemahnya nilai tukar rupiah, contohnya pada industri komputer, barang elektronik dan optik. Sedangkan subsektor lainnya tidak secara drastis mengalami perubahan kontribusi terhadap sektor industri secara total. Gambar 16. Struktur Biaya Industri TPT Dari Hulu Ke Hilir 83

94 Gambar 17. Ekspor Produk Industri Triwulan I Tahun 2015 Sumber: BPS 2015, diolah Nilai ekspor produk industri Indonesia pada triwulan I tahun 2015 mencapai US$26,9 miliar atau mengalami penurunan sebesar -8,0 persen dibandingkan triwulan I tahun 2014 (YoY), dan mengalami penurunan sebesar 8,7 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2014 (QtQ). Dalam mengantisipasi target pertumbuhan ekspor sebesar tiga kali lipat hingga tahun 2019 yang dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, produk industri harus mampu tumbuh rerata 25 persen per tahun selama lima tahun berturut-turut. Melihat capaian tahun 2014 dimana produk ekspor Indonesia hanya tumbuh 3,8 persen dan capaian triwulan I tahun 2015 yang turun sebesar 8 persen, maka upaya ekstra di segala aspek wajib untuk dilakukan. Upaya pembangunan di bidang infrastruktur keras (jalan, energi, dan pelabuhan), infrastruktur lunak (pemerintah dan kualitas kepemerintahan), serta infrastruktur basah (sumberdaya manusia) harus terus ditingkatkan. Gambar 18. Impor Bahan Baku Industri Golongan Barang (HS) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Mesin dan Peralatan Mekanik (HS 84) 6, , , , ,847.3 Mesin dan Peralatan Listrik (HS 85) 4, , , , ,903.8 Besi dan Baja (HS 72) 2, , , , ,006.9 Sumber: BPS 2015, diolah Pada triwulan I tahun 2015 berdasarkan harmonized system (HS), tiga barang bahan baku yang paling banyak diimpor adalah HS 84, 85, dan 72. Melanjutkan pelemahan pada triwulan IV tahun 2014, mesin dan peralatan mekanik mengalami penurunan 84

95 lanjutan, begitu pula dengan mesin dan peralatan listrik dan besi dan baja. (Gambar 18). Gambar 19. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Triwulan I Tahun 2015 Sumber: BPS 2015, diolah Impor bahan baku/penolong merupakan komponen terbesar dari keseluruhan total impor. Impor bahan baku/penolong pada triwulan I tahun 2015 sebesar USD27,69 miliar, impor barang konsumsi sebesar USD2,54 miliar, dan impor barang modal sebesar USD6,47 miliar. Selama Januari-Maret 2015 nilai impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal mengalami penurunan masing 14,32 persen, 16,22 persen, dan 10,31 persen (YoY). Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Gambar 8 menunjukkan perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri. Pada awal tahun 2015 ini, investasi industri yang berasal dari PMA maupun PMDN mengalami penyusutan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan akhir tahun 2014 dengan pencapaian investasi PMA dan PMDN berturut-turut sebesar USD dan USD Proyek investasi PMA telah direalisasikan 1320 proyek dengan nominal investasi sebesar USD Sedangkan untuk PMDN, telah direalisasikan sejumlah 409 proyek dengan nominal investasi sebesar USD

96 Gambar 20. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Sumber: BKPM 2015, diolah Adapun jumlah investasi industri yang berasal dari PMA yang terealisasi selama 2014 terbesar adalah pada subsektor Industri logam, mesin dan elektronik sebesar USD 765,4 dengan proyek yang sudah direalisasikan sebanyak 323 unit seperti pada gambar 9, disusul dengan subsektor Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain sebesar USD 582,1 dengan proyek 143 unit dan subsektor industri makanan sebanyak 272 proyek dengan total investasi sebesar USD 533,8. Gambar 21. Realisasi Proyek Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2015 Sumber: BKPM 2015, diolah 86

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi, Indonesia: Tantangan dan Peluang

Perkembangan Ekonomi, Indonesia: Tantangan dan Peluang Perkembangan Ekonomi, Indonesia: Tantangan dan Peluang Aviliani 4 Juni 2016 Proyeksi IMF Prospek ekonomi dunia masih dibayangbayangi perlambatan ekonomi China dan pengaruh penurunan harga komoditas dunia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki pertengahan tahun 2015, dianggap sebagai periode yang cukup kelam bagi sebagian pelaku pasar yang merasakan dampaknya secara langsung terhadap lesunya

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 Highlight ŸPertumbuhan PDB 2016Q2 sekitar 5.0% (yoy) dan PDB 2016 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.0-5.3% (yoy) ŸPertumbuhan didominasi oleh

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci