KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1 ` I

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan data-data yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga. Publikasi triwulan III tahun 2015 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2015 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, November 2015 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Ringkasan Eksekutif Perekonomian dunia hingga triwulan III tahun 2015 masih melambat akibat moderasi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Disisi lain, laju pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang terhambat karena ketidakpastian perekonomian global. Fluktuasi pasar keuangan juga meningkat tajam, seiring dengan penurunan harga komoditas dan tekanan pada nilai tukar mata uang negaranegara berkembang. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY). Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan akumulasi persediaan sebagai upaya sektor bisnis mengurangi stok di gudang yang berlimpah. Penguatan ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali berlanjut, meskipun perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 masih berjalan melambat. Pada triwulan III tahun, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY) atau sama dengan triwulan II tahun Di sisi lain, perekonomian Kawasan Eropa (U19) tumbuh sebesar 0,3 persen, melambat dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang tumbuh sebesar 0,4 persen. Perlambatan ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh net perdagangan Kawasan Eropa dengan seluruh dunia yang tercatat negatif. Selain itu, juga dipicu oleh perlambatan ekonomi global, pelemahan mata uang Euro, dan penguatan permintaan dalam negeri yang meningkatkan impor. Sementara itu, perekonomian Tingkok hingga triwulan III tahun 2015 masih dihadapkan pada perbaikan ekonomi global yang melemah dan tekanan pembangunan ekonomi dalam negeri. Sepanjang bulan Juli hingga September 2015, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 6,9 persen (YoY), menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 merupakan paling rendah sejak tahun Hal ini disebabkan oleh pelemahan investasi dan tekanan bagi perekonomian yang meningkat, setelah kebijakan pemotongan suku bunga dilaksanakan. Perekonomian Indonesia juga mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2015 dengan hanya tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) atau menjadi yang paling rendah sejak tahun Pada triwulan III tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia terutama diwarnai oleh ketidakpastian perekonomian global yang disebabkan oleh ketidakpastian naik atau turunnya Fed Fund Rate dan devaluasi Yuan. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi dipicu oleh melambatnya pertumbuhan 12 lapangan usaha. Salah satu sektor yang mengalami perlambatan secara berarti

4 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian dengan kontraksi sebesar 5,6 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang melambat sebesar 0,8 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 4,6 miliar atau menurun dibandingkan NPI triwulan II tahun 2015 yang surplus USD 2,9 miliar. Menguatnya kinerja tersebut disebabkan oleh membaiknya defisit neraca transaksi berjalan dengan defisit sebesar USD 4,0 miliar (1,9 persen PDB). Sejalan dengan defisit NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2015 turun menjadi USD 101,7 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor. Tingkat inflasi pada triwulan III tahun 2015 membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik secara tahunan (YoY) maupun bulanan (MtM) dan bahkan mencatatkan deflasi pada bulan September Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2015 masing-masing sebesar 7,26 persen, 7,18 persen, dan 6,25 persen. Inflasi tahun kalender pada bulan September 2015 tersebut merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 47,8 miliar, lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2014 atau tumbuh sebesar 15,0 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan III tahun 2015 sebesar USD 7.401,1 juta, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 0,8 persen dibandingkan triwulan III tahun Sementara itu, dalam lima tahun terakhir, utang pemerintah terus menunjukkan peningkatan. sampai dengan triwulan III tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.091,1 triliun. Penjualan mobil dan motor pada bulan Januari-September 2015 menurun dibandingkan bulan Januari-September Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya harga jual mobil akibat depresiasi Rupiah. Sampai dengan bulan September 2015 penjualan mobil sebanyak unit, sedangkan pada bulan Januari-September 2014 mencapai unit. Penjualan motor sampai dengan bulan September 2015 sebanyak unit, sedangkan pada bulan Januari-September 2014 mencapai unit. Sementara itu, penjualan semen terus meningkat sejak bulan Agustus Penjualan semen bulan Oktober 2015 sebesar juta ton, yang merupakan penjualan tertinggi sepanjang tahun Namun penjualan tersebut masih lebih rendah dibandingkan penjualan bulan Oktober tahun 2014 yang sebesar juta ton. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada triwulan III tahun 2015 meningkat dibandingkan triwulan III tahun Jumlah kunjungan wisman ratarata per bulan mencapai orang, sedangkan total kunjungan selama bulan Januari-September mencapai orang.

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL...VII DAFTAR GAMBAR... IX PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 2 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 4 Perekonomian Tiongkok... 7 Perekonomian Jepang... 9 Perekonomian Singapura OUTLOOK EKONOMI DUNIA PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Neraca Pembayaran Indonesia PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Penundaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu Tetap Meresahkan Pengusaha Elektronika Kementerian Perdagangan Berencana Melakukan Redefinisi Kebutuhan Barang Komplementer, Tes Pasar, dan After Sales Untuk Importir Produsen Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M- DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan III

6 Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Berupa Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik Penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Hasil Utama Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Internasional Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan III Tahun PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Semester III Tahun Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik IV

7 INFLASI Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Jumlah Wisatawan LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 3: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 3 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa... 5 Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY)... 9 Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari Oktober Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Triwulan III Tahun 2015 (triliun rupiah) Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan III Tahun 2015 (Triliun Rupiah) Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Tahun 2010 Triwulan III Tahun Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2010 Triwulan III Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Triwulan III Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK Per 31 Triwulan III Tahun 2015 (triliun Rupiah) Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan II 2015 (trilun Rupiah) Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan III Tahun Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan III Tahun Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan III Tahun Tabel 24. Perkembangan Ekspor Non-Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan III Tahun Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan III Tahun Tabel 26. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Non-Migas Triwulan III Tahun Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan III Tahun Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India VII

9 Tabel 33. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 34. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 35. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun Tabel 36. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2015 (persen) Tabel 37. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan III Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2015 Berdasar Sektor Tabel 39. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun Tabel 43. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 45. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 46. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 47. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tabel 48. Ekspor Indonesia-ASEAN Tabel 49. Impor Indonesia-ASEAN Tabel 50. Posisi Cadangan Devisa Dunia (triliun USD) Tabel 51. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan II Tahun 2015 (persentase) Tabel 52. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen Tabel 55. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 56. Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 57. Nilai Investasi Dan Jumlah Proyek PMA Sektor Industri Triwulan III Tahun Tabel 58. Nilai Investasi Dan Jumlah Proyek PMDN Sektor Industri Triwulan III Tahun Tabel 59. Nilai Tukar Mata Uang Tabel 60. Indeks Saham Global Tabel 61. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 62. Harga Bahan Pokok Nasional VIII

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2015 (persen) Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2014 Oktober Gambar 5. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Gambar 6. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Gambar 7. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Gambar 8. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September Gambar 9. Nilai dan Volume Impor Hingga September Gambar 10. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun Gambar 11. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Non-Preferensi terhadap Total SKA Non-Preferensi Gambar 13. Pertumbuhan Uang Beredar (YoY) Gambar 14. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Gambar 15. Indeks Saham BRIC & Indonesia Gambar 16. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia Gambar 17. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia Gambar 18. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Gambar 19. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global Gambar 20. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok Gambar 21. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 22. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 23. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 24. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Gambar 25. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %) Gambar 26. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Gambar 27. Tenaga Kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) Gambar 28. Ekspor Produk Industri Gambar 29. Perkembangan PMA Sektor Industri Gambar 30. Perkembangan PMDN Sektor Industri Gambar 31. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan III Tahun Gambar 32. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun Gambar 33. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan III Tahun 2015 (Juta Ton) Gambar 34. Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan Penjualan Semen Triwulan III Tahun Gambar 35. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun IX

11 Gambar 37. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan III Tahun Gambar 38. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Gambar 39. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September Gambar 40. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September X

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, menguat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY). Sepanjang bulan Juli hingga September 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY), sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pada bulan Oktober 2015, IMF memproyeksi perekonomian dunia tetap tumbuh sebesar 3,1 persen pada tahun

13 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perekonomian dunia hingga semester I tahun 2015 masih melambat akibat moderasi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Disisi lain, laju pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang terhambat karena ketidakpastian perekonomian global. Fluktuasi pasar keuangan juga meningkat tajam, seiring dengan penurunan harga komoditas dan tekanan pada nilai tukar mata uang negaranegara berkembang. Selain itu, perlambatan arus modal masuk dan kelanjutan kebijakan suku bunga dibawah ambang batas nol diperkirakan masih terjadi akibat kemungkinan pengetatan kebijakan yang dipengaruhi oleh kondisi keuangan eksternal. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat sejalan dengan perkiraan, namun dampak antar wilayah lebih besar dari perkiraan awal. Hal ini menggambarkan pelemahan harga komoditas khususnya baja dan tingkat ekspor Tiongkok. Harga komoditas mengalami pelemahan pada triwulan III tahun Hal ini disebabkan oleh supply minyak yang tetap tinggi dan kemungkinan output yang terus meningkat, seiring dengan kesepakatan nuklir dengan Iran dan penurunan permintaan global. Harga komoditas logam juga mengalami penurunan bersamaan dengan pelemahan permintaan global, karena perlambatan aktivitas manufaktur Tiongkok dan tingginya supply sebagai dampak boom investasi sektor pertambangan pada triwulan sebelumnya. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan II tahun 2015 yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,7 persen menjadi tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2015 disebabkan oleh pelemahan belanja pemerintah. Meskipun demikian, kenaikan belanja konsumen, dan ekspor lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY). Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan akumulasi persediaan karena adanya upaya sektor bisnis mengurangi stok di gudang yang berlimpah. Pertumbuhan PDB riil pada triwulan III tahun 2015 tercermin dari kontribusi positif pada meningkatnya pengeluaran konsumsi pribadi, belanja pemerintah pusat dan daerah, investasi tetap residensial, ekspor, dan investasi tetap non-residensial. Sementara, penurunan investasi peralatan bisnis dan impor berkontribusi negatif bagi perekonomian. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis perlambatan konsumsi yang tumbuh 3,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, setelah tumbuh 3,5 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran konsumsi menyumbang 70,0 persen dari seluruh perekonomian Amerika Serikat. 2

14 Konsumsi barang mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen (YoY), dan konsumsi jasa naik sebesar 2,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun Belanja konsumen yang menguat seperti furnitur dan jasa seperti asuransi dan jasa kesehatan yang meningkat lebih dari dua kali lipat. Belanja Pemerintah Amerika Serikat secara keseluruhan tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2014 sebesar 1,8 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat hanya tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY) dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,7 persen. Di sisi lain, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan terkontraksi sebesar 1,4 persen, meningkat setelah tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Belanja pemerintah non-pertahanan mengalami pertumbuhan sebesar 2,8 persen pada triwulan III tahun 2015, menguat setelah tumbuh 2,5 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sama hal nya dengan belanja pemerintah pusat, belanja pemerintah daerah mengalami kenaikan dengan tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY), sedangkan triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY). Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pertumbuhan Ekonomi 0,9 4,6 4,3 2,1 0,6 3,9 1,5 Konsumsi 1,3 3,8 3,5 4,3 1,8 3,6 3,2 Barang 1,1 6,7 4,1 4,1 1,1 5,5 4,5 Jasa 1,4 2,4 3,1 4,3 2,1 2,7 2,6 Investasi 2,5 12,6 7,4 2,1 8,6 5,0-5,6 Ekspor -6,7 9,8 1,8 5,4-6,0 5,1 1,9 Impor 2,8 9,6-0,8 10,3 7,1 3,0 1,8 Belanja Pemerintah 0,0 1,2 1,8 1,4-0,1 2,6 1,7 Belanja Pemerintah Pusat 0,3 1,2 3,7 5,7 1,1 0,0 0,2 Belanja Pertahanan 4,6 0,5 4,5 10,3 1,0 0,3-1,4 Belanja Non-Pertahanan 8,9 2,2 2,5 2,1 1,2 0,5 2,8 Belanja Pemerintah Daerah 0,2 2,6 0,6 1,3 0,8 4,3 2,6 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2015 Investasi Amerika Serikat terkontraksi sebesar 5,6 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh faktor pelemahan kegiatan eksplorasi akibat pemangkasan anggaran oleh perusahaan-perusahaan energi seperti Schlumberger dan Halliburton, Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, perlambatan investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap residensial, investasi nonresidensial, investasi produk kekayaan intelektual dan investasi struktur nonresidensial, serta penurunan pada invetasi peralatan non-residensial. Pada tahun 2015, The Fed melaksanakan kebijakan tight monetary policy, seiring dengan tren 3

15 penurunan harga komoditas dunia termasuk minyak mentah, serta perbaikan kosumsi dalam negeri, pasar tenaga kerja, dan apresiasi mata uang dolar. Pada bulan September 2015, The Fed mempertahankan federal fund rate (FFR) karena perlambatan penciptaan lapangan kerja, tingkat pengangguran tetap stagnan, dan tingkat inflasi juga masih berada dibawah target. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis neraca perdagangan pada bulan September 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD 40,8 miliar, menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 48,0 miliar. Defisit perdagangan barang turun menjadi sebesar USD 60,3 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami penurunan surplus menjadi sebesar USD 19,5 miliar. Ekspor barang dan jasa naik dari USD 3,0 miliar menjadi USD 187,9 miliar. Kinerja ekspor barang meningkat terutama disebabkan oleh peningkatan barang modal dan barang konsumsi khususnya barang antik, perangko serta perhiasan. Sementara itu, ekspor jasa mengalami sedikit kenaikan disebabkan oleh peningkatan bisnis jasa (jasa penelitian dan pembangunan, jasa manajerial dan profesional, jasa hubungan dan teknis perdagangan) dan transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang). Impor barang dan jasa meningkat USD 4,2 miliar menjadi USD 228,7 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada barang konsumsi, barang modal, serta bahan dan penawaran barang industri. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi (termasuk jasa pelabuhan dan tarif penumpang) dan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan). Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan September 2015 turun sebesar orang menjadi 7,9 juta orang. Dalam 12 bulan terakhir tingkat pengangguran turun 0,8 persen atau sebesar orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, kesehatan, perdagangan retail, bisnis jasa makanan dan minuman. Pada bulan September 2015, penyerapan tenaga kerja di sektor nonpertanian sebesar orang. Kondisi ini menunjukkan perlambatan dua bulan berturut-turut, setelah data jumlah lapangan kerja AS bulan Agustus 2015 hanya naik sebesar Tingkat partisipasi angkatan kerja AS bulan September 2015 sebesar 62,4 persen atau menurun dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 62,7 persen. Hal ini menunjukkan partisipasi tenaga kerja turun ke tingkat terendah dalam 38 tahun. Pelemahan data tenaga kerja AS disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok yang berdampak terhadap penurunan harga komoditas dan kondisi finansial global, serta mempengaruhi kekuatan ekonomi AS. Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Penguatan di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali berlanjut, meskipun perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 4

16 2010 masih berjalan lambat. Perlambatan Ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh net perdagangan Kawasan Eropa dengan seluruh dunia yang tercatat negatif, seperti yang terjadi pada negara Jerman, Perancis dan Italia. Selain itu, perlambatan ekonomi global, pelemahan mata uang Euro, dan penguatan permintaan dalam negeri yang mendorong impor juga berkontribusi negatif bagi perekonomian. Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa Pertumbuhan PDB (%) Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q3-14 Q3-15 Q2-15 Q3-15 Kawasan Eropa (U19) 0,8 1,6 0,4 0,3 Uni Eropa (U28) 1,3 1,9 0,4 0,4 Sumber: Eurostat Berdasarkan publikasi Eurostat, Rumania diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan III tahun 2015, yaitu sebesar 1,4 persen (QtQ). Sementara, perekonomian Jerman diperkirakan sedikit melambat dengan tumbuh 0,3 persen (QtQ), dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang tumbuh hanya 0,4 persen. Finlandia menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan III tahun 2015, yang besarnya 0,6 persen (QtQ). Di sisi lain, perekonomian Portugal diperkirakan mengalami stagnasi pada triwulan III tahun Sedangkan Italia, Perancis, dan Spanyol dalam tren positif yang diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 0,2 persen (QtQ), 0,3 persen (QtQ), dan 0,8 persen (QtQ). Perekonomian Yunani diperkirakan terkontraksi sebesar 0,5 persen, setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 0,4 persen pada triwulan II tahun Pada bulan September 2015, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami penurunan sebesar 3,1 persen (YoY), dan 3,8 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami peningkatan dengan tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY), dan 1,8 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Produksi industri meningkat disebabkan oleh kenaikan produksi barang modal sebesar 2,2 persen, barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 2,1 persen, barang setengah jadi sebesar 1,8 persen, dan barang konsumsi tahan lama sebesar 2,6 persen dibandingkan September Sementara itu, produksi sektor industri yang menguat di kawasan Uni Eropa disebabkan oleh peningkatan barang modal sebesar 2,7 persen, barang konsumsi tahan lama dan tidak tahan lama sebesar 1,7 persen, produksi energi sebesar 0,1 persen, serta barang setengah jadi sebesar 1,4 persen dibandingkan bulan September Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan September Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 20,5 miliar, 5

17 meningkat dibandingkan bulan September 2014 yang besarnya EUR 17,4 miliar. Pada September 2015, negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 4,3 miliar, meningkat dibandingkan bulan September 2014 yang surplus sebesar EUR 2,0 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel bulan September 2015 di kawasan Eropa meningkat sebesar 2,9 persen (YoY) dan 3,7 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan bulan September Hal ini disebabkan oleh kenaikan penjualan pada sektor nonmakanan sebesar 4,0 persen, bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5,3 persen serta sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 1,6 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa karena penjualan pada sektor nonmakanan naik sebesar 4,9 persen, dan sektor makanan, minuman, dan tembakau naik sebesar 2,3 persen, serta bahan bakar kendaraan bermotor naik sebesar 5,3 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan II tahun 2015 di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,0 persen, sedikit menurun dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang besarnya 2,1 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan I tahun 2014 sebesar 2,5 persen menjadi 2,4 persen pada triwulan II tahun Sementara itu, perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa diikuti perbaikan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan II tahun 2015, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 92,2 persen dari PDB, sedikit menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 92,7 persen. Sejalan dengan penurunan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami penurunan tingkat utang sebesar 87,8 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang besarnya 88,1 persen. Pada triwulan II tahun 2015, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 167,8 persen; 136,0 persen; dan 128,7 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia yang besarnya 9,9 persen, Luxemburg yang besarnya 21,9 persen, dan Bulgaria yang besarnya 28,3 persen. Perbaikan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan September mencapai 10,8 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan September 2014 yang besarnya 11,5 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan September 2015 merupakan yang terendah sejak bulan Januari Sementara itu, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan September 2015 adalah sebesar 9,3 persen, menurun dibandingkan bulan September 2014 yang besarnya 10,1 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar juta orang, dan juta orang di 6

18 kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan September Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Spanyol (21,6 persen), dan Yunani (25,0 persen pada bulan Juli 2015). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (4,5 persen), dan Republik Ceko (4,8 persen). Perekonomian Tiongkok Perekonomian Tingkok hingga triwulan III tahun 2015 masih dipengaruhi oleh pada perbaikan ekonomi global yang melemah dan tekanan pembangunan ekonomi dalam negeri. Pemerintah Tiongkok menerapkan perekonomian yang terus bergerak maju dengan tetap menjaga stabilitas, mendorong restrukturisasi, perbaikan regulasi makro ekonomi, reformasi yang lebih mendalam dan terbuka, mendukung kewirausahaan skala besar dan inovasi, serta meningkat supply barang dan jasa publik. Hal ini menyebabkan perekonomian Tiongkok secara bertahap masih melambat seiring dengan berlanjutnya reformasi struktural, meskipun mengarah pada kondisi yang positif. Perekonomian Tiongkok bergerak pada jalur yang tepat, beberapa indikator ekonomi mengalami kenaikan secara stabil. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi tidak lagi menjadi prioritas. Sepanjang bulan Juli hingga September 2015, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 6,9 persen (YoY), menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 merupakan paling rendah sejak tahun Hal ini disebabkan oleh pelemahan investasi dan tekanan bagi perekonomian yang meningkat, setelah kebijakan pemotongan suku bunga dilaksanakan. Tiongkok mengharapkan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan, serta dapat memaksimalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter untuk mencegah perlambatan tajam yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic Tiongkok, nilai tambah industri tersier pada triwulan III tahun 2015 menyumbang 49,5 persen dari PDB dan tumbuh 8,4 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menandai percepatan pengembangan dan inovasi di bidang perindustrian. Nilai tambah industri primer dan sekunder juga meningkat sebesar 3,8 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Sementara itu, pertumbuhan produksi industri mengarah pada kestabilan. Nilai tambah industri pertambangan dan manufaktur masing-masing meningkat sebesar 3,3 persen (YoY) dan 7,0 persen (YoY). Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin mengecil. Pada triwulan III tahun 2015, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,83 kali dari rumah tangga pedesaan atau berkurang 0,03 persen (YoY) dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan pengurangan konsumsi energi per unit PDB mencapai 5,7 persen (YoY). 7

19 Investasi aset tetap Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 tumbuh 10,3 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah untuk invetasi mengalami kenaikan sebesar 20,5 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, pinjaman dalam negeri dan investasi asing masing-masing mengalami penurunan 4,4 persen (YoY) dan 26,2 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus mendorong perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada bulan September 2015 tumbuh 10,9 persen (YoY), melambat dibandingkan bulan September 2014 yang tumbuh sebesar 11,6 persen (YOY). Kondisi ini disebabkan oleh pelemahan penurunan harga minyak dan produk turunan minyak, seiring pertumbuhan penjualan padi-padian dan bahan makanan lainnya. Sektor properti Tiongkok yang sempat terpuruk akibat perlambatan ekonomi pada semester I tahun 2014, secara bertahap semakin menguat. Pada triwulan III tahun 2015, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial naik masing-masing sebesar 18,2 persen (YoY) dan 15,3 persen (YoY). Selain itu, total investasi di sektor real estate selama semester I tahun 2015 sebesar CNY 7.053,4 miliar, atau tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY) diharapkan dapat memberikan sentimen positif dalam penguatan kinerja sektor properti Tiongkok. People's Bank of Tiongkok (PBoC) masih memiliki peluang untuk melaksanakan kebijakan moneter longgar dalam rangka mendorong perekonomian yang melambat. Biro Statistik Nasional Tiongkok merilis IHK naik sebesar 1,6 persen (YoY) atau dibawah target pemerintah sebesar 3,0 persen. Bank Sentral memiliki kapasitas lebih lanjut untuk memacu pinjaman, meskipun telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali sejak November Dengan demikian, PBoC akan melakukan beberapa tindakan, diantaranya penerbitan surat utang bertenor tiga bulan secara mingguan, penambahan waktu perdagangan mata uang Yuan menjadi 7 jam ( ) mulai akhir bulan November 2015, dan melakukan perdagangan langsung antara mata uang Yuan dan mata uang Swiss, Franc. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 akibat reformasi struktural berdampak pada kinerja neraca perdagangan yang memburuk. Perdagangan Tiongkok pada bulan September 2015 hanya mencapai surplus sebesar USD 60,34 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok sedikit menguat dibandingkan bulan Agustus 2015 yang besarnya USD 60,24 miliar. Kinerja ekspor bulan September 2015 mengalami penurunan sebesar 3,7 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan perbaikan permintaan eksternal yang melambat, dan depresiasi nilai tukar Euro terhadap CNY. Sementara itu, impor mengalami penurunan hingga sebesar 20,4 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Kinerja impor yang melemah 8

20 akibat penurunan harga komoditas global, dan perbaikan pemintaan dalam negeri Tiongkok. Tabel 3. Purchasing Manager Index TM Tiongkok Tahun 2015 (YoY) PMI Tiongkok Agustus-15 September-15 HSBC 50,2 50,5 NBS Tiongkok 49,7 49,8 Sumber: HSBC PMI TM dan National Bureau of Statistic Tiongkok, 2015 Perbaikan aktivitas manufaktur Tiongkok menunjukkan kinerja sektor manufaktur menguat selama dua bulan berturut-turut. Hal ini disebabkan oleh permintaan terhadap barang ekspor yang meningkat. Namun demikian, indeks tenaga kerja diperkirakan terus menurun dan tekanan disinflasi yang meningkat. Hal ini menandai penurunan jumlah buruh pabrik terendah dalam lima setengah tahun. Pada bulan September 2015, aktivitas perekonomian di sektor manufaktur menunjukkan kestabilan. National Bureau of Statistic Tiongkok juga merilis data PMI TM sebesar 49,8 sedikit menguat dibandingkan bulan Agustus Hal ini disebabkan oleh indeks produksi, indeks permintaan baru, dan indeks waktu pengiriman dari supplier sebagai indikator pembentuk PMI TM nilainya lebih tinggi dari batas nilai indeks PMI TM manufaktur Tiongkok yang besarnya 50,0. Kondisi ini menggambarkan perekonomian Tiongkok momentum penguatan sektor manufaktur pada triwulan III tahun 2015, karena jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur dan inventori bahan mentah untuk produksi manufaktur masih berkurangnya. Dengan demikian, upaya bertahap untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja dari pemerintah sangat dibutuhkan. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar 2,0 persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi 8,0 persen pada bulan April 2014, dan 10,0 persen pada bulan Oktober Kebijakan kenaikan pajak penjualan dilaksanakan untuk membayar tingkat utang pemerintah Jepang yang besar, dimana tingkat utang pemerintah ini merupakan terburuk di antara negara-negara maju. Sedangkan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya adalah dengan merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja. Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan III tahun 2015 diperkirakan terkontraksi sebesar 0,8 persen (YoY). Kondisi ini merupakan penurunan pertumbuhan kedua berturut-turut dan penanda awal fase resesi 9

21 ekonomi. Pelemahan ekonomi Jepang menjadi hambatan bagi supply side termasuk labor shortage, akibat aging population yang meningkat semakin cepat. Selain itu, perekonomian Jepang masih berada dalam jerat deflasi selama lebih dari 15 tahun. Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami kenaikan. Pengangguran Jepang pada bulan September 2015 tumbuh 0,0 persen (MtM) dibandingkan bulan Agustus 2015 yang besarnya 3,4 persen (MtM). Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 2,6 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,27 juta orang dibandingkan bulan September Pemerintah Jepang berada dalam posisi sulit, kenaikan pajak penjualan untuk mengurangi beban utang pemerintah semakin membuat perekonomian Jepang terpuruk. Di sisi lain, kebijakan Abenomics yang pro pengeluaran semakin menambah utang pemerintah. Namun demikian, Pemerintah Jepang belum merencanakan penambahan anggaran untuk membiayai perangkat stimulus ekonomi, walaupun kebijakan tersebut dapat menguatkan permintaan. Demikian hal nya dengan pemerintah Jepang, Bank of Japan (BOJ) belum melakukan kembali pelonggaran kebijakan moneter dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan oleh perekonomian Jepang masih berada pada jalur perbaikan yang moderat. BOJ sebelumnya telah mengucurkan stimulus moneter melalui pembelian obligasi tahunan pemerintah sebesar JPY 80 triliun. Melalui penundaan kebijakan pelonggaran baik kuantiatif maupun kualitatif, BOJ berharap pengetatan pasar tenaga kerja dapat mendorong upah dan mempercepat pertumbuhan harga. Selain itu, pembelian obligasi pemerintah terus menerus untuk mendorong inflasi, serta berakibat pada berkurangnya likuditas dan mendistorsi pasar. Pada bulan September 2015, Jepang diperkirakan kembali mengalami pelemahan defisit perdagangan dan mata uang. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan mengalami defisit sebesar JPY115,8 juta pada bulan September 2015, menguat dibandingkan pada bulan September 2014 yang besarnya JPY 962,0. Defisit neraca perdagangan pada bulan September 2015 merupakan yang terendah dalam tujuh bulan terakhir. Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan September 2015 hanya tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY) dibandingkan bulan September Perlambatan kinerja ekspor disebabkan pelemahan permintaan dari Tiongkok, meskipun depresiasi Yen mendorong barang ekspor lebih kompetitif. Di lain pihak, impor mengalami penurunan dengan terkontraksi sebesar 11,0 persen (YoY), dibandingkan bulan September Kinerja impor yang menguat disebabkan oleh peningkatan dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir pasca gempa dan tsunami pada bulan Maret

22 Perekonomian Singapura Perlambatan ekonomi Singapura pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh rebalancing ekonomi Tiongkok, kontraksi sektor manufaktur akibat permintaan global yang tidak menentu, dan ketidakpastian perbaikan ekonomi global. Perekonomian Singapura sangat dipengaruhi oleh siklus bisnis global akibat keterkaitan investasi dan perdagangan yang besar, sehingga permasalahan eksternal akan berdampak besar terhadap kinerja perekonomian dalam negeri Singapura. Namun demikian, pertumbuhan sektor jasa yang solid membawa perekonomian Singapura terhindar dari resesi. Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun 2015 Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ) Q3-14 Q3-15 Q2-15 Q3-15 Pertumbuhan Ekonomi 2,8 1,9 2,6 1,9 Manufaktur 1,7-6,2 0,9-4,6 Konstruksi 1,1 1,6 0,7-1,6 Perdagangan Retail dan Grosir 2,1 6,8 1,9 5,3 Asuransi dan Keuangan 9,9 4,8 7,9-0,4 Akomodasi dan Jasa Makanan 1,0 0,9 4,5 11,9 Bisnis Jasa 2,6 1,5 2,5 2,6 Sumber: Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura Seiring dengan perlambatan ekonomi, kinerja perdagangan luar negeri Singapura mengalami penurunan. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor terkontraksi sebesar 8,9 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan September Sementara, kinerja impor juga terkontraksi sebesar 10,9 persen (YoY), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pelemahan kinerja ekspor disebabkan oleh penurunan tajam ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga 37,9 persen (YoY) dan re-ekspor minyak sebesar 0,1 persen (YoY). Namun, penguatan ekspor domestik non-minyak sebesar 0,3 persen (YoY), belum dapat mendorong secara optimal laju pertumbuhan ekspor pada bulan September Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh penurunan rekayasa transportasi, elektronika dan industri biomedis. Di sisi lain, perlambatan sektor konstruksi Singapura pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh pelemahan aktivitas konstruksi sektor swasta. Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada triwulan III tahun 2015 semakin membaik disebabkan oleh perbaikan kinerja segmen perdagangan grosir. Seiring dengan penguatan di sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor akomodasi dan jasa makanan Singapura juga mengalami pertumbuhan yang signifikan disebabkan oleh segmen akomodasi karena momentum perbaikan jumlah kunjungan wisatawan. Sebaliknya, perlambatan kinerja di sektor asuransi dan keuangan dipengaruhi oleh 11

23 sedikit penguatan manajemen keuangan, asuransi dan segmen lainnya. Sementara, pertumbuhan di sektor bisnis jasa yang cenderung melambat disebabkan pelemahan segmen sewa dan leasing serta jasa administrasi dan pendukung. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura memperkirakan tahun 2015 negara tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung moderat. Sektor yang berorientasi eksternal seperti asuransi dan keuangan, serta perdagangan besar akan mendukung pertumbuhan. Namun, sektor manufaktur diperkirakan tetap melemah. Penurunan harga minyak mentah akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan sektor kelautan dan lepas pantai. Pertumbuhan sektor berbasis padat kerja seperti retail dan jasa makanan juga diperkirakan melambat, karena pengetatan pasar tenaga kerja. Dengan demikian, pemerintah Singapura akan menjaga pertumbuhan ekonomi pada level 1,0-3,0 persen. OUTLOOK EKONOMI DUNIA Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,4 3,1 3,6 Negara Maju 1,8 2,0 2,2 Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 Negara Berkembang 4,6 4,0 4,5 Tiongkok 7,3 6,8 6,3 ASEAN-5 4,6 4,6 4,9 Amerika Latin dan Karibia 1,3-0,3 0,8 Sub Sahara Afrika 5,0 3,8 4,3 Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2015 Resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat. Potensi pertumbuhan PDB dunia yang masih terkoreksi pada tahun 2015 disebabkan oleh penurunan harga komoditas, depresiasi mata uang negara-negara berkembang, dan volatilitas pasar keuangan terus meningkat. Namun demikian, aktivitas perekonomian global mengalami sedikit penguatan pada tahun Perbaikan ekonomi negara-negara maju yang dimulai tahun 2014 diperkirakan semakin menguat. Disisi lain, beberapa proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang mengalami kenaikan secara bertahap diantaranya Brazil, Rusia, beberapa negara Amerika Latin, dan Timur Tengah, meskipun perekonomian Tiongkok diperkirakan masih melambat. IMF memperkirakan perbaikan ekonomi Amerika Serikat terus berjalan. Hal ini didorong oleh penurunan harga energi, fiscal drag, penguatan neraca pembayaran dan pasar perumahan yang terus membaik. Namun, net ekspor diperkirakan 12

24 menurun akibat penguatan dolar terjadi pada tahun Di sisi lain, perekonomian di kawasan Eropa diperkirakan terus membaik dan pertumbuhannya cenderung moderat. Penurunan harga minyak dunia, kebijakan moneter longgar, dan depresiasi mata uang Euro. Pemulihan ekonomi Eropa diperkirakan melambat tidak hanya disebabkan oleh demografi dan perlambatan total faktor produksi. Dengan demikian, perkiraan pertumbuhan ekonomi Eropa cenderung moderat dan kenaikan tingkat inflasi. Sementara, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung melambat pada tahun Hal ini disebabkan oleh moderasi pertumbuhan investasi Tiongkok khususnya di sektor perumahan. IMF memperkirakan aksi kebijakan dari pemerintah Tiongkok sejalan dengan berkurangnya kerentanan terhadap percepatan pertumbuhan kredit dan investasi. Selain itu, implementasi reformasi struktural, penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya diperkirakan mendorong ekspansi aktivitas ekonomi yang berorientasi konsumen, dan mengurangi perlambatan. Disisi lain, penguatan ekonomi India diperkirakan terjadi akibat reformasi kebijakan seiring dengan kenaikan investasi dan penurunan harga komoditas. Perlambatan ekonomi ASEAN-5 dipengaruhi oleh pelemahan term of trade Malaysia, serta perbaikan ekonomi Thailand, Filipina, dan Vietnam akibat penurunan harga minyak mentah. Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan cenderung moderat pada tahun Proyeksi penurunan harga komoditas menekan kinerja perekonomian beberapa negara eksportir komoditas di Amerika Latin. Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar diperkirakan kembali tumbuh dibawah prediksi. Penurunan kepercayaan konsumen dan bisnis, serta permintaan dalam negeri terjadi akibat gangguan politik, penurunan investasi secara cepat, dan pengetatan kebijakan makroekonomi. Selain itu, Venezuela diperkirakan mengalami resesi yang cukup dalam pada tahun 2015 dan 2016, karena harga minyak mentah terus menurun sejak bulan Juni 2014 telah memperburuk ketidakseimbangan makroekonomi dan memberi tekanan bagi neraca pembayaran. Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan sebagai dampak dari penurunan harga komoditas khususnya minyak mentah. Hal ini terjadi akibat penurunan permintaan dari Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar negara Sub Sahara Afrika dan pengetatan kondisi keuangan global. Sementara, Negara-negara eksportir minyak mentah seperti Nigeria diperkirakan tumbuh sebesar 4,0 persen, sedangkan Angola terkontraksi sebesar 3,5 persen. Sebaliknya, negara-negara importer minyak mentah diperkirakan rata-rata tumbuh 4,0 persen, dimana kelanjutan investasi bidang infrastruktur dan konsumsi rumah tangga yang semakin menguat. 13

25 Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) Pertumbuhan PDB (%) ADO Update ADO Update Asia 6,2 6,3 5,8 6,3 6,0 Asia Timur 6,5 6,5 6,0 6,3 6,0 Tiongkok 7,3 7,2 6,8 7,0 6,7 Jepang -0,1 1,1 1,5 1,4 1,6 Asia Selatan 6,8 7,2 6,9 7,6 7,3 Asia Tengah 5,1 3,5 3,3 4,5 4,2 ASEAN 4,4 4,9 4,4 5,3 4,9 Singapura 2,9 3,0 2,1 3,4 2,5 Sumber: Asian Development Outlook, 2015 Pada bulan September 2015, ADB mengeluarkan proyeksi mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 dan Perekonomian negaranegara berkembang Asia tahun 2015 dan 2016 kembali dikoreksi, karena lambatnya perbaikan ekonomi beberapa negara maju, serta moderasi proyeksi pertumbuhan negara Tiongkok dan India. Prospek perlambatan negara-negara berkembang Asia menyebar ke seluruh kawasan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara diperkirakan masih cenderung moderat. Sementara, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tengah menunjukkan pelemahan. ADB memprediksi pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur masih melambat akibat permintaan eksternal yang melemah, meskipun terdapat stimulus fiskal di Korea Selatan dan kebiijakan akomodatif pemerintah Tiongkok. Perlambatan ekonomi di kawasan Asia Timur paling dirasakan oleh negara Mongolia dimana penurunan penanaman modal asing, output pertanian, dan kelanjutan kebijakan moneter ketat yang diberlakukan pemerintah. Selain itu, kinerja ekspor negara Taiwan mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi Tiongkok. Pada tahun 2016, kinerja perekonomian di negara-negara maju diasumsikan mengalami perbaikan yang akan berdampak positif bagi negara-negara di kawasan Asia Timur kecuali Tiongkok. Menurut ADB, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 dipengaruhi oleh penurunan investasi dan produksi industri, kebijakan fiskal yang lebih kontraktif, kebijakan moneter akomodatif, serta nilai tukar Yuan terhadap USD. Sementara, tingkat ekspor diperkirakan menurun seiring dengan perbaikan ekonomi negaranegara mitra dagang yang berjalan lambat. Namun demikian, neraca perdagangan dan neraca pembayaran dalam kondisi surplus seiring dengan penurunan impor akibat fluktuasi harga komoditas dan subtitusi impor. Disisi lain, pelemahan sektor properti, perlambatan pertumbuhan investasi, dan reformasi struktural diperkirakan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan fiskal dan moneter yang komodatif, serta penguatan permintaan eksternal dan dalam negeri akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun

26 Aktivitas perekonomian Jepang terkontraksi sebesar 1,2 persen pada triwulan II tahun 2015, dimana pelemahan permintaan baik dalam maupun luar negeri. Konsumsi swasta juga terkontraksi sebesar 1,6 persen akibat kenaikan upah yang relatif kecil dan udara dingin di bulan Juni Sementara itu, investasi Jepang cenderung volatile, dimana investasi perumahan swasta meningkat tetapi investasi bisnis justru mengalami penurunan. Selain itu, permintaan terhadap ekspor Jepang yang terus berkurang pada triwulan II tahun 2015 seiring penurunan ekspor riil di berbagai negara. Namun demikian, penguatan profit perusahaan swasta, depresiasi mata uang Yen, dan penurunan harga minyak mentah mendorong perkiraan pertumbuhan positif ekonomi Jepang. Fluktuasi pasar keuangan, devaluasi mata uang Tiongkok, dan depresiasi mata uang negara lain di Asia dapat menekan permintaan ekspor Jepang. Konsumsi dalam negeri dan investasi diproyeksikan mengalami perbaikan, meskipun fase perlambatan permintaan eksternal diperkirakan tetap terjadi. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2015 menurun disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi India yang cenderung moderat, perlambatan ekonomi di negara-negara maju, perdagangan global, penundaan mengenai reformasi struktural India yang berakhir deadlock di Parlemen. Disisi lain, perlambatan aktivitas ekonomi negara-negara lain dapat memberi sentimen negatif bagi pertumbuhan kawasan Asia Selatan. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan pendapatan sektor pariwisata Maladewa dan pemulihan ekonomi akibat gempa besar di Nepal berjalan lambat, meskipun permintaan dalam negeri Bangladesh dan Pakistan cukup kuat. Perekonomian di kawasan Asia Tengah diperkirakan kembali melemah seiring dengan penurunan harga komoditas, dan perlambatan ekonomi Federasi Rusia. Pada tahun 2015, pertumbuhan negara-negara eksportir energi seperti Azerbaijan, Kazakhstan, Turkmenistan, serta Uzbekistan melambat akibat penurunan harga minyak mentah dan gas. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara importir energi seperti Armenia, Georgia, Kirgiztan, serta Tajikistan juga melambat karena pelemahan konsumsi domestik akibat remittances yang lebih rendah. Pada tahun 2016, pelemahan ekonomi pada sebagian besar negara-negara eksportir akibat perlambatan ekonomi Federasi Rusia dan Tiongkok akan menahan laju pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Tengah. Pertumbuhan Kawasan ASEAN pada tahun 2015 mengalami perlambatan, dimana pertumbuhan enam dari sepuluh negara ASEAN dikoreksi turun yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Filipina, Singapura, Thailand. Hal ini disebabkan oleh permintaan yang melemah di sebagian besar negara maju termasuk Tiongkok. Selain itu, pelemahan permintaan global, penurunan harga minyak global, dan komoditas berpengaruh besar bagi kinerja ekspor Brunei Darusalam dan Malaysia. Pada tahun 15

27 2016, perekonomian ASEAN diperkirakan membaik melalui peningkatan ekspor dan investasi pemerintah, seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global. Dalam publikasi Asian Development Outlook 2015, proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura dikoreksi turun disebabkan oleh revisi turun pertumbuhan ekspor pada sebagian besar negara tujuan ekspor, serta kontraksi pertumbuhan pada sektor manufaktur yang menyebabkan penurunan output rekayasa transportasi, dan industri biomedis. Pertumbuhan yang moderat juga ditunjukkan oleh perkiraan tumbuhnya sektor jasa khususnya perdagangan besar, retail, bisnis jasa, dan konstruksi. Pada sisi penerimaan, kenaikan konsumsi swasta akan mendorong pengeluaran konsumsi, meskipun permintaan dalam negeri masih melemah akibat penurunan inventoris. PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA Pada triwulan III tahun 2015, pergerakan harga minyak mentah dunia mengalami fluktuasi akibat kekhawatiran pasar minyak mentah akibat kondisi oversupply. Tren harga minyak mentah cenderung volatile pada triwulan III tahun 2015 disebabkan oleh penghapusan sanksi ekonomi terkait kesepakatan nuklir Iran, serta publikasi IEA dan OPEC pada bulan September 2015 merevisi naik tingkat permintaan minyak mentah pada Triwulan III tahun 2015 berturut-turut sebesar 0,45 juta barel per hari dan 0,04 juta barel per hari dibandingkan publikasi sebelumnya. Selain itu, penurunan Oil Rig Count di Amerika Serikat turun selama empat minggu berturutturut di bulan September 2015 hingga 35 rig, dan tingkat stok minyak mentah sektor komersial Amerika Serikat akhir bulan September 2015 lebih rendah 1,4 juta barel dibandingkan dengan stok pada akhir bulan sebelumnya. Kondisi ini dapat mendorong harga minyak mentah sedikit menguat, mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia. Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Triwulanan Dunia Q1 Q2 Q3 Juli Agts Sept Crude Oil (Rata-rata) Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai Crude Oil; WTI Indonesian Crude Price Oil Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Fluktuasi harga minyak ICP disebabkan oleh supply minyak OPEC 16

28 pada bulan Agustus 2015 mengalami kenaikan 0,013 juta barel per hari atau menjadi 31,54 juta barel per hari. Selain itu, laporan Energy Information Administration menyatakan tingkat stok dan distillate fuel oil Amerika Serikat selama akhir bulan September 2015 masing-masing mengalami peningkatan 4,6 juta barel, dan 1,9 juta barel dibandingkan bulan sebelumnya. Untuk kawasan Asia Pasifik, penguatan harga minyak mentah disebabkan oleh kenaikan permintaan naphta dan gas/minyak diesel untuk industri petrochemical di Korea Selatan, dan potensi peningkatan permintaan Kondensat dari Indonesia, sesuai dengan rencana akan beroperasinya Kilang TPPI (kapasitas 0,1 juta barel per hari) mulai bulan Oktober Namun demikian, penurunan impor minyak mentah Tiongkok di bulan Agustus 2015 sebesar 4.1 juta mt dibandingkan bulan Juli 2015, dan permintaan minyak mentah jenis direct burning karena menurunnya intake pembangkit listrik di Jepang sempat menyebabkan pelemahan. Gambar 1. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 17

29 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2015 tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), melambat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2015 defisit sebesar USD 4,6 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan defisit NPI pada triwulan II tahun 2015 yang besarnya USD 2,9 miliar. 18

30 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2015 dengan hanya tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), atau menjadi yang paling rendah sejak tahun Pada triwulan II tahun 2015 dan triwulan III tahun 2014, perekonomian Indonesia mampu tumbuh masing-masing sebesar 4,7 persen (YoY) dan 4,9 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia terutama diwarnai oleh ketidakpastian perekonomian global yang disebabkan oleh ketidakpastian naik atau turunnya Fed Fund Rate dan devaluasi Yuan. Ketidakpastian tersebut menyebabkan volatilitas nilai tukar Rupiah, sehingga mempengaruhi kinerja ekspor dan impor. Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2015 (persen) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi dipicu oleh melambatnya pertumbuhan sebagian besar lapangan usaha. Apabila dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014, sebanyak 12 lapangan usaha mengalami perlambatan (YoY). Kedua belas lapangan usaha tersebut adalah 1) Pertambangan dan Penggalian, 2) Pengadaan Listrik dan Gas, 3) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, 4) Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 5) Jasa Perusahaan, 6) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, 7) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, 8) Jasa Lainnya, 9) Transportasi dan Pergudangan, 10) Industri Pengolahan, 11) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, dan 12) Real Estat. Di sisi lain, sebanyak lima lapangan usaha tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun Keempat lapangan usaha tersebut adalah 1) Jasa Keuangan dan Asuransi 2) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, 3) Informasi dan Komunikasi, 4) Jasa Pendidikan, dan 5) Konstruksi. 19

31 Kinerja Pertambangan dan Penggalian pada triwulan III tahun 2015 melambat dengan kontraksi sebesar 5,6 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang melambat sebesar 0,8 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan ini terjadi karena kontraksi pada Pertambangan Bijih Logam sebesar 16,1 persen (YoY). Pertambangan Batubara dan Lignit serta Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi terkontraksi masing-masing sebesar 19,5 persen dan 0,9 persen (YoY). Sementara itu, Pertambangan dan Penggalian Lainnya meningkat 13,3 persen (YoY). Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) URAIAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 4,2 4,6 3,5 4,6 5,3 5,0 3,6 2,8 4,0 6,8 3,2 Pertambangan dan Penggalian 0,9 0,7 2,7 2,7-2,0 1,1 0,8 2,2-1,2-6,2-5,6 Industri Pengolahan 4,7 5,4 3,7 4,2 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,3 4,3 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 9,8 4,7 2,4 4,4 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 3,5 3,6 4,7 4,5 3,6 3,2 2,8 2,7 2,9 6,0 7,6 Konstruksi 5,4 6,3 6,5 6,2 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,0 4,8 4,9 6,1 6,1 5,1 4,8 3,5 4,0 1,8 1,5 Transportasi dan Pergudangan 7,4 8,9 8,3 8,9 8,4 8,5 8,0 7,1 6,3 6,6 7,1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,0 7,0 6,9 6,3 6,5 6,4 5,9 4,9 3,6 3,9 4,5 Informasi dan Komunikasi 10,6 11,4 10,1 9,5 9,8 10,5 9,8 10,0 10,1 9,8 10,8 Jasa Keuangan dan Asuransi 13,2 11,0 9,2 3,5 3,2 4,9 1,5 10,2 7,6 2,5 10,3 Real Estate 8,9 7,7 5,4 4,3 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 Jasa Perusahaan 7,8 7,6 8,2 8,0 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,6-2,1 6,4 3,8 2,9-2,5 2,6 6,9 4,7 6,6 1,2 Jasa Pendidikan 11,7 3,2 8,6 9,4 5,2 5,4 7,3 7,1 5,9 12,2 8,3 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,9 5,2 8,3 10,7 7,7 8,5 9,9 6,1 7,3 8,2 6,5 Jasa lainnya 5,6 5,6 6,2 8,2 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,2 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 4,7 4,7 Sumber: Badan Pusat Statistik Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dipicu oleh perlambatan pertumbuhan Penyediaan Listrik dan Gas yang hanya tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY), yang pada triwulan III tahun 2014 dapat tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY). Perlambatan ini 20

32 terjadi karena kontraksi pada pengadaan gas dan produksi es sebesar 6,4 persen (YoY). Selain itu, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial meningkat sebesar 6,5 persen (YoY) meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 9,9 persen (YoY). Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga melambat dengan hanya tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY), lebih lambat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY). Perlambatan ini dipengaruhi oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang melambat sebesar 1,5 persen (YoY). Meskipun demikian, Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada Jasa Perusahaan dengan pertumbuhan sebesar 7,6 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III tahun 2014 yang besarnya 9,3 persen (YoY). Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum juga melambat, yaitu tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY). Sementara itu, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 2,6 persen (YoY). Jasa lainnya tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 9,5 persen (YoY). Transportasi dan Pergudangan tumbuh 7,1 persen (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 8,0 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi akibat perlambatan pertumbuhan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan, Angkutan Laut, serta Angkutan Darat yang hanya tumbuh masing-masing sebesar 1,5 persen (YoY), 1,6 persen (YoY), dan 7,5 persen (YoY). Industri Pengolahan tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY), juga melambat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang besarnya 5,0 persen (YoY) akibat kontraksi yang besar pada Industri Tekstil dan Pakaian Jadi serta Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, masing-masing sebesar 6,1 persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY). Kinerja Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 3,2 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY). Kinerja tersebut menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan II tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,8 persen. Sementara itu, Real Estate tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY). 21

33 Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2015 ditopang oleh Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, Pengeluaran Konsumsi LNPRT dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang masing-masing tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY), 6,4 persen (YoY) dan 5,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang paling tinggi adalah Konsumsi Kolektif yang tumbuh sebesar 8,9 persen (YoY), meningkat signifikan dibanding disbanding triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY). Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Triwulan II Tahun 2015 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) URAIAN Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 5,5 5,2 5,4 5,4 5,4 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 5,0 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,5 6,4 6,7 12,8 23,7 22,8 5,6-0,2-8,3-7,9 6,4 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,0 3,2 12,4 7,9 6,1-1,5 1,3 2,8 2,7 2,1 6,6 7,9 5,5 6,0 2,1 4,7 3,7 3,9 4,3 4,4 3,7 4,6 Ekspor Barang dan Jasa 3,5 2,1 1,3 9,4 3,2 1,4 4,9-4,5-1,0-0,1-0,7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2,9 0,9 4,9-0,9 5,0 0,4 0,3 3,2-2,4-6,9-6,1 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 4,7 4,7 Sumber : Badan Pusat Statistik Pada triwulan III tahun 2015, Pengeluaran Konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga) tumbuh sebesar 6,4 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 5,6 persen (YoY). Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi LNPRT didorong oleh berbagai kegiatan persiapan menjelang PILKADA. Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY), meningkat cukup berarti dibandingkan pada triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY). Peningkatan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2015 didorong oleh peningkatan konsumsi kolektif yang besarnya 8,9 persen (YoY) dan penurunan konsumsi individu sebesar 2,8 persen (YoY). Sementara itu, pada triwulan II tahun 2015 konsumsi kolektif terkontraksi sebesar 3,9 persen (YoY), dan sedangkan konsumsi individu tumbuh sebesar 12,9 persen (YoY). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan III tahun 2015 tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya mencapai 3,9 persen (YoY). Peningkatan PMTB terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan kendaraan sebesar 6,8 persen (YoY), mesin dan perlengkapan sebesar 2,5 persen (YoY), serta bangunan 22

34 sebesar 6,3 persen (YoY). Produk kekayaan intelektual dan CBR terkontraksi masing-masing sebesar 5,8 persen (YoY) dan 9,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun Sementara itu, peralatan lainnya melambat dan tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana ekspor barang dan jasa masih terkontraksi sebesar 0,7 persen (YoY), memburuk dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang pertumbuhannya mencapai 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang seperti Amerika Serikat yang melemah dari 2,7 persen menjadi 2,0 persen, Tiongkok yang melambat dari 7,0 persen menjadi 6,9 persen, dan Singapura dari 1,7 persen menjadi 1,4 persen. Sementara itu, ekspor barang non-migas yang terkontraksi sebesar 2,6 persen (YoY). Selain itu, ekspor barang migas mengalami perlambatan sebesar 7,3 persen (YoY). Meskipun demikian, ekspor jasa mampu tumbuh tinggi sebesar 4,7 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 yang pertumbuhannya sebesar 1,6 persen (YoY). Di sisi lain, impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 6,1 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,3 persen (YoY). Penurunan pertumbuhan impor terjadi akibat terkontraksinya pertumbuhan impor barang nonmigas dan jasa yang masing-masing tumbuh 8,0 dan 6,0 persen (YoY). Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun 2015 mencapai 109,0 basis poin yang menunjukkan kondisi ekonomi konsumen sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan kondisi ekonomi konsumen disebabkan oleh peningkatan pada semua komponen indeks. Komponen pendapatan rumah tangga meningkat dengan nilai sebesar 108,4. Selain itu, komponen pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari serta tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan juga meningkat dengan nilai sebesar 109,1 basis poin. Tingkat optimisme konsumen ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II tahun 2015 yang mencapai 105,2. Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pendapatan rumah tangga 108,8 110,7 113,5 106,1 96,63 104,4 108,4 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 110,4 112,6 109,9 106,3 109,0 105,6 109,1 112,5 108,5 113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 Sumber: Badan Pusat Statistik 23

35 Meskipun pada triwulan III tahun 2015 pertumbuhan ITK menurun 3,0 persen (YoY), masih terdapat optimisme konsumen yang menganggap triwulan III tahun 2015 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat optimisme konsumen pada triwulan IV tahun 2015 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dengan ITK sebesar 102,6 basis poin. Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan II tahun 2015 terutama didorong oleh penurunan perkiraan pendapatan rumah tangga sebesar 109,1 dan penurunan rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan sebesar 102,6. Gambar 3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 Triwulan III Tahun 2015 Indeks Tendensi Konsumen Kenaikan YoY (persen) (RHS) Sumber: Badan Pusat Statistik Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia menurun pada bulan Juli 2015 yang besarnya 109,9. Pada bulan Agustus 2015, nilai IKK meningkat menjadi sebesar 112,6. Namun pada bulan September 2015, IKK mengalami pelemahan menjadi 97,5. Pada bulan Oktober, nilai IKK meningkat tipis menjadi sebesar 99,3. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 4 poin, meskipun Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) menurun 0,3 poin. KETERANGAN Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari Oktober Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 120,2 120,2 116,9 107,4 112,8 111,3 109,9 112,6 97,5 99,3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 109,7 110,3 107,5 98,9 102,6 100,3 98,8 101,2 87,8 87,5 Penghasilan saat ini 124,5 124,5 124,8 118,2 120,9 120,5 114,6 121,6 108,1 106,7 Ketersediaan lapangan kerja 96,5 95,6 93,5 84,3 89,5 86,1 84,9 85,0 68,6 66,8 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 108,2 110,8 104,2 94,3 98,5 94,3 97,0 97,1 86,7 88,9 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 130,7 130,2 126,2 115,9 122,9 122,4 120,9 124,0 107,2 111,

36 KETERANGAN 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Ekspektasi Penghasilan 143,4 144,1 141,9 135,1 139,5 138,7 137,7 143,4 128,8 131,0 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 114,7 113,6 110,5 101,7 107,5 105,9 104,7 107,3 85,7 92,4 Ekspektasi Kegiatan Usaha 133,9 132,7 126,2 111,1 121,9 122,5 120,4 121,3 106,9 110,2 Sumber: Bank Indonesia Pada bulan Oktober 2015, terjadi pelemahan IKE dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang disebabkan oleh persepsi responden terhadap penghasilan yang menurun dari 108,1 pada bulan September 2015 menjadi sebesar 106,7 pada bulan Oktober Selain itu, pelemahan IKE juga disebabkan oleh persepsi responden terhadap ketersediaan lapangan kerja yang juga menurun dari 68,6 pada bulan September 2015 menjadi sebesar 66,8 pada bulan Oktober Meskipun demikian, indeks persepsi responden terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama pada bulan Oktober 2015 sebesar 88,9 meningkat dibandingkan dengan bulan September Sementara itu, IEK pada bulan Oktober 2015 sebesar 111,2 meningkat dibandingkan dengan IEK pada bulan September 2015 yang besarnya 107,2. Pada bulan Oktober 2015, indeks ekspektasi kegiatan usaha yang meningkat dari 106,9 pada bulan September 2015 menjadi 110,2 pada bulan Oktober Di sisi lain, indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan indeks ekspektasi penghasilan juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 6,7 dan 2,2 poin. Gambar 4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2014 Oktober 2015 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt ,6120,1116,5120,2120,2116,9107,4112,8111,3109,9112,697,5 99,3 Kenaikan YoY (persen) (RHS) 10,1 5, ,4-1,1-5,7-3,5-4,3-8,3-6,32-18,6-17,7 Sumber: Bank Indonesia Trend penurunan IKK terjadi pada bulan Agustus Oktober Pada bulan Agustus 2015, pertumbuhan IKK sempat menguat tipis sebesar 6,3 persen (YoY). Pertumbuhan IKK pada bulan September 2015 melemah tajam sebesar 18,6 persen

37 (YoY). Sementara pada bulan Oktober 2015, IKK kembali menguat tipis sebesar 17,7 persen. Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2015 defisit sebesar USD 4,6 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan NPI pada triwulan II tahun 2015 yang mencapai surplus sebesar USD 2,9 miliar. Meskipun kinerja NPI tersebut menurun, defisit neraca transaksi berjalan membaik yaitu dengan defisit sebesar USD 4,0 miliar (1,9 persen PDB). Pada triwulan sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan mencapai USD 4,2 miliar (2,0 persen PDB). Di sisi lain, surplus neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan III tahun 2015 sebesar USD 1,2 miliar lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan II tahun 2015 sebesar USD 2,2 miliar. Sejalan dengan defisit NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2015 turun menjadi USD 101,7 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor. Gambar 5. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan Finansial Neraca Keseluruhan Posisi Cadangan Devisa (RHS) Sumber: Bank Indonesia Kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang membaik pada triwulan III tahun 2015 didorong oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan non-migas, yaitu menjadi sebesar USD 6,1 miliar. Nilai surplus tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar USD 5,9 miliar. Perbaikan neraca perdagangan non-migas tersebut didorong oleh penurunan impor yang relatif tajam, yaitu sebesar 18,2 persen (YoY) menjadi sebesar USD 36,0 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar USD 2,1 miliar atau relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena penurunan surplus neraca perdagangan gas terkompensasi dengan penurunan defisit neraca perdagangan minyak. Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga didukung oleh penurunan defisit neraca jasa sebesar persen 26,5 (YoY), menjadi sebesar USD 2,0 miliar pada triwulan III tahun Membaiknya defisit neraca jasa tersebut disebabkan oleh menurunnya 26

38 impor jasa pengangkutan seiring penurunan impor barang dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara. Gambar 6. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Ekspor Non-migas Impor Non-migas Ekspor Migas Impor Migas Sumber: Bank Indonesia Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan III tahun 2015 sebesar USD 1,2 miliar, menurun dibandingkan dengan triwulan II tahun 2015 yang sebesar USD 2,2 miliar dan pada triwulan III tahun 2014 yang sebesar USD 14,7 miliar. Penurunan surplus tersebut disebabkan karena terjadinya net jual asing surat utang pemerintah dan saham domestik. Gambar 7. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Sumber : Bank Indonesia Investasi Langsung Investasi Portofolio Investasi Lainnya 27

39 Pada triwulan III tahun 2015, tercatat aliran investasi langsung sebesar USD 4,1 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD 6,5 miliar seiring dengan dengan perlambatan perekonomian domestik dari 3,8 persen (QtQ) pada triwulan II tahun 2015 menjadi 3,2 persen (QtQ). Kinerja tersebut terutama disebabkan oleh pembayaran pinjaman utang luar negeri dari pihak afiliasi yang lebih tinggi, di saat aliran modal asing langsung melalui ekuitas sedikit lebih rendah. Investasi portofolio mengalami defisit sebesar USD 1,5 miliar, dari sebesar USD 6,3 miliar pada triwulan II tahun Masih berlanjutnya ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate, meningkatnya risiko pasar keuangan global, melemahnya perekonomian domestik dan melemahnya nilai tukar Rupiah mempengaruhi penurunan investasi portofolio. Peningkatan risiko pasar keuangan global terjadi seiring kebijakan Bank Sentral Tiongkok yang melakukan devaluasi Yuan dan mengadopsi sistem nilai tukar yang lebih fleksibel. Sementara itu, investasi lainnya surplus sebesar USD 0,4 miliar atau membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami defisit sebesar USD 6,5 miliar. Surplus tersebut disebabkan oleh meningkatnya penarikan neto utang dagang, meningkatnya transaksi penempatan simpanan sektor swasta asing di dalam negeri serta pembayaran pinjaman luar negeri korporasi yang lebih rendah dari pembayaran pada triwulan sebelumnya. Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 I. Transaksi Berjalan -6,0-10,1-8,6-4,3-4,9-9,6-7,0-6,0-4,2-4,3-4,0 A. Barang 1,6-0,6 0,1 4,7 3,4-0,4 1,6 2,4 3,1 4,1 4,1 - Ekspor 44,9 45,2 43,8 48,1 43,9 44,5 43,6 43,2 37,8 39,7 36,0 - Impor -43,3-45,8-43,7 1. Barang Dagangan Umum - 43,4-40,6-44,9-42,0-40,8-34,8-35,6-32,0 1,3-0,8-0,5 4,2 2,8-0,7 1,2 2,2 2,7 3,8 4,0 - Ekspor, fob. 44,6 45,0 43,2 47,5 43,4 44,2 43,2 42,9 37,5 39,4 35,7 - Impor, fob. -43,3-45,8-43,7-43,4-40,6-44,9-42,0-40,8-34,8-35,6-31,7 1. Non-migas 4,1 1,3 2,1 6,3 5,6 2,5 4,3 4,9 3,9 5,9 6,1 a. Ekspor 36,1 37,0 34,7 38,9 35,8 36,7 36,0 36,6 33,1 34,7 32,0 b. Impor -32,0-35,8-32,6-32,6-30,2-34,2-31,6-31,6-29,1-28,8-25,9 2. Migas -2,9-2,1-2,6-2,1-2,7-3,2-3,1-2,8-1,3-2,1-2,1 a. Ekspor 8,5 7,9 8,5 8,7 7,6 7,5 7,3 6,4 4,4 4,6 3,7 b. Impor -11,3-10,0-11,2-10,8-10,3-10,7-10,4-9,2-5,6-6,8-5,8 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1 28

40 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 - Impor, fob. 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 B. Jasa jasa -2,6-3,6-2,8-3,1-2,1-2,8-2,5-2,6-1,9-2,7-2,0 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 0,0 8,7 4,5 8,7 7,1 13,9 14,7 9,6 6,3 2,5 1,2 1. Investasi langsung 3,3 3,3 5,5 0,2 3,5 3,8 6,0 2,6 2,9 3,1 2,7 2. Investasi portofolio 3,8 3,8 1,5 1,8 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,7-2,2 3. Investasi lainnya -6,9 1,6-2,2 6,8-4,9 2,1 1,4 5,1-5,3-6,5 0,4 IV. Total (I + II + III) -6,0-1,4-4,1 4,4 2,2 4,3 7,7 3,7 2,1-2,0-2,9 V. Selisih Perhitungan Bersih VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) - Posisi Cadangan Devisa -0,6-1,0 1,5 0,0-0,1 0,0-1,2-0,8-0,9-0,9-1,7-6,6-2,5-2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3-2,9-4,6 104,8 98,1 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 Dalam Bulan Impor 5,7 5,4 5,2 5,5 5,7 6,1 6,3 6,4 6,6 6,8 6,8 Transaksi Berjalan -2,7-4,5-3,9-2,1-2,3-4,3-3,0-2,7-1,9-2,1-1,9 (%PDB) Sumber : Bank Indonesia 29

41 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan III tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 279,6 triliun. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.091,1 triliun. Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.299,9 triliun pada Triwulan III tahun 2015 Sampai dengan bulan Triwulan III tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp45,41 triliun atau 99,0 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

42 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Dalam tahun 2015, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 279,4 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 297,7 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun. Dalam lima tahun terakhir, utang pemerintah terus menunjukkan peningkatan. Tabel 13 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode lima tahun terakhir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 30,7 persen. Pada tahun 2010 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 86,9 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 253,7 triliun di tahun Di tahun 2014, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun. Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Triwulan III Tahun 2015 (triliun rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN-P Rata-Rata I SBN (Neto) II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (4.6) (17.8) (23.5) (5.8) (13.4) (20.0) 31.0 a. Penarikan (Bruto) (1.9) i. Pinjaman Program (12.6) ii. Pinjaman Proyek b. Penerusan Pinjaman (8.7) (4.2) (3.8) (3.9) (1.2) (3.4) (38.8) c. Pembayaran Cicilan Pokok (50.6) (47.3) (51.1) (57.2) (64.2) (64.2) 6.1 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Jumlah Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada tabel 14 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan Triwulan III tahun Selama tahun 2015, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 18,3 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,0 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) adalah sebesar Rp 297,7 triliun. Sampai dengan Triwulan III tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp279,6 triliun. Jumlah ini melebihi nilai yang ditetapkan pada APBN-P 2015 yang ditargetkan sebesar Rp 279,4 triliun. Berdasarkan komposisinya, sampai dengan Triwulan III tahun 2015, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 274,9 triliun atau mencapai 92,3 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

43 dalam negeri. Sampai dengan Triwulan III tahun 2015, realisasi pinjaman (neto) mencapai Rp 4,8 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri (neto) mencapai sebesar Rp 4,1triliun atau jauh melampaui target 593,5 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2015 yang mencapai negatif Rp 20,0 triliun. Sementara itu,sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2015, realisasi pinjaman dalam negeri mencapai angka Rp 0,7 triliun atau mencapai sebesar 42,7 persen dari nilai APBN-P 2015 yang ditargetkan sebesar Rp 1,7 triliun. Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan III Tahun 2015 (Triliun Rupiah) INS T R UMEN R e al 2013 R e a l A P B N - P R e a l P e r s e n t a s e T O TA L ( ne t o ) P I N J A M A N ( n e t o ) P i n j am a n L u a r N e g e r i ( ne t o) P i n j a m a n P r o g r a m P i n j a m a n P r o y e k P e n e r u s a n P i nj a m a n ( S L A) P e m b a y a r a n C i c i l a n Poko k U LN P i n j am a n D a l a m N e g e r i (ne t o) P i n j a m a n D a l a m N e ge ri P e m b a y a r a n C i c i l a n Pokok PD N S U R A T B E R H A R G A N E GA RA ( ne t o) S B N J a t u h t e m p o d a n B uyb ack SB N % % % % % % % % % % % % % Sumber : Kementerian Keuangan Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2010-Triwulan III tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 15 di bawah. Dalam kurun waktu 2010-September 2015, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 12,9 persen. Sampai dengan Triwulan III tahun 2015, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.091,1 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan Triwulan III tahun 2015, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 791,7 triliun atau naik ratarata sebesar 5,1, persen dalam kurun waktu 2010-Triwulan III tahun Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan Triwulan III tahun 2015 mencapai Rp 2.299,4 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 16,7 persen. Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

44 T o t a l U t a n g P e m e r i n t a h P u s a t a P i n j a m a n 1. P i n j a m a n L u a r N e g e r i B i l a t e r a l *) M u l t i l a t e r a l ** ) K o m e r s i l * *) S u p l i e r s * *) L a i n - L a i n * *) 2. P i n j a m a n D a l a m N e g e r i Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun 2015 O u t s t a n d i n g ( d a l a m I D R t r i l i u n ) , , , , R a t a - R a t a , , b S B N D e n o m i n a s i V a l a s D e n o m i n a s i R u p i a h 1, , , , , , , , , , Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Dari tabel 15 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2010-Triwulan III tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 36,7 persen di tahun 2010 menjadi 25,6 persen pada Triwulan III tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah Tahun 2010 Triwulan III Tahun T o t a l U t a n g P e m e r in t a h P u s a t ( dalamtr il i u n I D R) a P i n j a m a n ( d a l a m t r i l iu n I D R) b S B N ( d a l a m t r i l iu n I D R ) D e n o m i n a s i V al as D e n o m i n a s i Ru p i a h P ro s e n t a s e P i nj am a n T e r h a d a p T otal Utang P ro s e n t a s e S B N V al a s T e rh a d a p T otalu tang P ro s e n t a s e S B N D o m e s t i k T e r h a d a p T o t a l U t a n g 1, , , , , , , , , , , , , , , , % % % % % % 9. 6 % % % % % % % % % % % % Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2010-Triwulan III tahun Sampai Triwulan III tahun 2015, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 74,4 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,6 persen pada tahun 2010 menjadi 21,0 persen pada Triwulan III tahun Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

45 Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 17 dibawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu Triwulan III tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 1.064,6 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp 2.299,9 triliun pada Triwulan III tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 12,8 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 902,4 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 1.650,4 triliun pada Triwulan III tahun Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2010 Triwulan III Tahun 2015 (triliun Rupiah) J E N I S SB N 31 Des D e c D e c D e c D e c S e p I. S B N Ru p ia h F i xe d R a t e O RI V ari a b le R a t e Z e r o C o u p o n S P N S B S N S U P S B R S D H I T o t a l S B N R u p ia h I I. S B N V a l a s I N D O S B S N V a l as R I E U R O R I J P Y T o t a l S B N V a l a s G R A N D T OT A L SB N ( I + I I ) A s u m s i K u r s ( I D R / U S D ) A s u m s i K u r s ( I D R / J P Y ) A s u m s i K u r s ( I D R / E U R) 3 99, , , , , , , , , , , , , , 0 6 4, , , , , , , , , , , , , , , , 1 8 7, , , , , , 0 3 9, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , 0 9 6, , 2 6 1, , 4 7 4, , 6 5 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , 3 6 1, , 6 6 1, , 9 3 1, , 2 9 9, , , , , , , N i l a i SB N V a l a s - I N D O ( d al a m m il ia r U S D ) - S B S N ( d a la m m i l i a r U S D ) - R I E U R O ( d al a m m il i ar E U R O) - R I J P Y ( d a l am m i l i a r J P Y ) K o m p o s i s i S B N Ru p i a h ( d al am % ) S B N V a l a s ( d al am % ) Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2010-Triwulan III tahun 2015, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 32,0 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 162,0 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

46 650,0 triliun pada Triwulan III tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan Triwulan III tahun 2015, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 32,69 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY255,00 miliar dan dalam mata uang Euro sebesar EUR 2,25 miliar. Penerbitan SBN dalam mata uang EUR ini dilakukan Pemerintah untuk pertama kalinya pada bulan Juli 2014 sebesar EUR 1,0 miliar dan kemudian pada bulan Juli 2015 sebesar EUR 1,25 miliar. Euro bonds diharapkan dapat membuka basis investor baru bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang di masa depan. Permintaan atas Euro bonds sangat tinggi yang menunjukkan bahwa kepercayaan asing terhadap Indonesia makin meningkat. Selain itu strategi yang dilakukan pemerintah ketika yield dalam dolar naik, maka pemerintah masuk ke Euro dimana yield di Euronya mengalami penurunan. Imbal hasil (yield) Euro bonds ini juga jauh lebih rendah, sedangkan harganya juga lebih bagus. Selain membuka basis investor baru, penerbitan Euro bonds juga diharapkan mampu memperoleh suatu benchmark yield curve surat utang Indonesia yang baru yang akan menjadi referensi bagi para pihak di Indonesia di kemudian hari dalam menerbitkan Euro bonds. Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Triwulan III Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) Ta r ge t T a r g e t N o m i n a l Re a lis a si % Re a l isa si U r a i a n A P B N - P s d 30 S e p t e mbe r S BN N e t t o 2 77,0 4 9, , 6 9 8, ,8 60, % S BN J a t u h T e m p o , 612, , 1 1 2, ,919, % R e n c a n a B u y b ac k 3,0 0 0,0 00 3, 0 0 0, ,40 1, % K e b u t u h a n P e n e r b i t an (G r os s) * 4 3 0, 662, , 1 8 5, ,181, % S U N 2 9 6, 3 3 4, S U N D o m e s t i k 2 0 9, 7 6 0, O N 1 6 2, 6 1 0, S P N 4 4, 1 5 0, P r i v a t e P l a c e m e n t 3, 0 0 0, S U N R I T E L S U N V a l a s 8 6, 5 7 4, S B S N 1 0 1, 8 4 7, S B S N D o m e s t i k 7 5, 4 2 5, S B S N V a l a s 2 6, 4 2 2, * M e n y e s u a i k a n R e a l i s a s i C a s h M a n a g e m e n t d a n D e b t S w i t c h Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya tabel 18 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2015 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun waktu lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

47 Triwulan III tahun 2015, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 274,9 triliun atau mencapai 92,3 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan Triwulan III tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan Triwulan III tahun 2015, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 905,3 triliun atau 65,0 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 400,7triliun atau 28,8 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 6,2 persen dimiliki oleh institusi pemerintah. Selanjutnya dari tabel 19 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor non-bank dalam kurun waktu 2010-Triwulan III tahun 2015 meningkat rata-rata sebesar 17,4 persen. Peningkatan ini lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang meningkat rata-rata 13,0 persen dari Rp 217,27 triliun di akhir tahun 2010 menjadi Rp 400,7 triliun pada Triwulan III tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah meningkat tinggi rata-rata sebesar 37,8,0 persen dari Rp 17,42 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 86,5 triliun pada Triwulan III tahun Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK Per 31 Triwulan III Tahun 2015 (triliun Rupiah) B a n k B an k B U M N Re k a p B an k S w a s t a R e k a p B an k N o n R e k a p B P D R e k ap B an k S y a ri a h Per sentase Ra t a-rat a Kep emilik a n % I n s t it u s i P e m e r i n t a h N o n B a n k s R e k s a d an a A su r a n si A sin g D a n a P e n s i u n S e k u r it a s I n d i v i d u L a i n l ain T o t a l % % % % % % % % % , , Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya dalam tabel 19 dapat dilihat juga persentase kepemilikan SBN domestik. Dalam kurun waktu 2010-Triwulan III tahun 2015, kepemilikan investor asing pada SBN meningkat rata-rata sebesar 21,7 persen. Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

48 terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 20 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2010-Triwulan III tahun Sampai dengan bulan Triwulan III tahun 2015, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 45,41 triliun atau 99,0 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut merupakan realisasi penarikan pinjaman proyek yang baru mencapai Rp 13,90 triliun atau 37,9 persen dari pagu APBN-P 2015 dan pinjaman program sebesar Rp 30,85 triliun atau melampaui pagu APBN-P 2015 mencapai sebesar 411,4 persen dari pagu APBN-P Masih rendahnya realisasi pinjaman proyek, antara lain disebabkan oleh lambatnya proses pengadaan barang dan jasa, lambatnya proses pembebasan lahan dan pemberian ijin pemanfaatan lahan, perubahan desain proyek, reorganisasi dan perubahan nomenklatur beberapa K/L, penggantian pejabat perbendaharaan, serta adanya rencana pembatalan pembiayaan beberapa proyek melalui pinjaman luar negeri. Selain itu, pelaksanaan proyek dalam semester I tahun 2015 pada umumnya baru sampai pada tahap penyelesaian proses pengadaan barang dan jasa, sehingga penyerapan dana masih terbatas pada pembayaran uang muka atau kegiatan persiapan proyek. Sementara itu terkait realisasi pinjaman program, tingginya realisasi pinjaman program disebabkan karena pencairan pinjaman program telah dilakukan sesuai dengan jadwal penarikan dan proses penyelesaian policy matrix telah selesai. Selanjutnya adalah realisasi pinjaman dalam negeri. Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2015 realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,65 triliun atau sebesar 38,6 persen dari pagu APBN-P Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Triwulan II 2015 (trilun Rupiah) J E N I S P E M B I A Y A A N UTANG Real 2010 Real R e a l R e a l Re a l A P B N - P20 15 Rea l 2015 % P I N J A M A N P in j a m a n L u a r N e g e r i - P i n j am a n P r o g r am - P i n j am a n P r o y e k P in j a m a n D a l a m N e g e r i % % % % % Sumber : Kementerian Keuangan Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia Triwulan III Tahun

49 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar USD ,5 juta, mengalami penurunan sebesar 16,3 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun Pada akhir triwulan III tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD ,8 juta atau menurun sebesar 23,5 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan III tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.704,7 juta, yang disebabkan karena neraca perdagangan sektor nonmigas surplus sebesar USD 4.615,2 juta. 38

50 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Penundaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu Tetap Meresahkan Pengusaha Elektronika Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 (Permendag Nomor 87/2015) tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu ditetapkan dalam rangka mendorong peningkatan daya saing nasional, dimana terjadi penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan, khususnya impor produk tertentu. Permendag Nomor 87/2015 tersebut diterbitkan oleh Menteri Perdagangan pada 15 Oktober 2015 dan rencananya diberlakukan mulai 1 November Namun kebijakan tersebut banyak menuai kritik dari kalangan pengusaha. Dalam Permendag Nomor 87/2015, Menteri Perdagangan menghapus ketentuan penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu. Produk tertentu yang dimaksud adalah kosmetik, pakaian jadi, obat tradisional, elektronik, alas kaki, mainan anak. Dengan begitu, impor produk-produk tersebut tidak memerlukan IT lagi, hanya perlu Angka Pengenal Importir Umum (API-U) saja. Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) menyatakan bahwa aturan impor ini akan membuat impor ilegal, terutama elektronika, semakin membanjiri pasar Indonesia. Sebab, kini pemegang API-U bisa mengimpor semua produk tertentu yang tertera di Permendag Nomor 87/2015, tidak terbatas pada 1 produk saja. Dengan adanya Permendag Nomor 87/ 2015, perusahaan asing bisa dengan mudahnya membuat API-U, membuat kantor di Indonesia dengan hanya mempekerjakan sekitar 5 orang karyawan, menyewa gudang, lalu berdagang di Indonesia. Sementara industri dalam negeri sendiri belum dapat berkompetisi. Gabel menilai aturan baru Menteri Perdagangan ini tidak mendukung industri di dalam negeri dan mendorong pengusaha hanya menjadi pedagang/importir saja. Oleh karena itu, Permendag Nomor 87/2015 diharapkan dapat segera direvisi. Kementerian Perdagangan Berencana Melakukan Redefinisi Kebutuhan Barang Komplementer, Tes Pasar, dan After Sales Untuk Importir Produsen Sesuai dengan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap 1, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 (Permendag Nomor 70/2015) tentang Angka Pengenal Importir (API) yang tujuannya adalah melakukan penyederhanaan ketentuan mengenai API. Dalam Permendag No.70/2015, Angka Pengenal Importir (API) dibedakan menjadi dua yaitu API Produsen (API-P) dan API Umum (API-U). API U digunakan bagi importir yang melakukan impor barang apa saja, yang bertujuan untuk diperdagangkan. Sementara untuk API-P, digunakan oleh importir yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri, yaitu impor bahan baku, bahan penolong, bahan barang modal, 39

51 atau bahan yang mendukung produksinya. Barang yang diimpor tersebut tidak boleh dipindahtangankan. Dalam peraturan sebelumnya, Permendag Nomor 27/2012, importir produsen masih diperbolehkan untuk melakukan impor barang komplementer, barang untuk keperluan tes pasar dan layanan purnajual, sepanjang mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Impor barang-barang tersebut dapat dipindahtangankan kepada konsumen langsung. Namun berdasarkan Permendag Nomor 70/2015 yang akan berlaku pada 1 Januari 2016, importir produsen tidak lagi diperbolehkan untuk mengimpor barang-barang tersebut. Menurut Kementerian Perdagangan, pembatasan terhadap API-P bukan bertujuan untuk membatasi ruang gerak importir produsen. Namun berdasarkan praktek yang berlaku selama ini disinyalir banyak importir produsen yang menyalahgunakan API-P, seperti impor barang untuk keperluan tes pasar namun dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sampai 5-10 tahun. Oleh sebab itu Kementerian Perdagangan akan melakukan redefinisi atas Kebutuhan Barang Komplementer, Tes Pasar, dan After Sales untuk importir Produsen. Diharapkan ketentuan tersebut tidak membuka celah bagi produsen untuk berubah fungsi sebagai pedagang. Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M- DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan Pada tanggal 28 September 2015, Kementerian Perdagangan melakukan revisi atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 (Permendag Nomor 14/2007) tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/9/2015 (Permendag Nomor 72/2015). Permendag Nomor 14/2007 tersebut masuk sebagai salah satu peraturan yang didebirokratisasi dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap 1. Perubahan ketentuan mengenai SNI wajib tersebut dilakukan dalam rangka: (1) simplifikasi perizinan impor yang dapat mempercepat arus dokumen; (2) penyederhanaan terhadap persyaratan perizinan yang mengunci waktu pengurusan perizinan terhadap izin transaksional; (3) mendorong percepatan pelayanan perizinan di K/L teknis secara real time online dan terintegrasi dalam INSW; serta memperbaiki kinerja pelayanan perizinan perdagangan. Secara garis besar, revisi Permendag Nomor 72/2015 adalah terkait 3 (tiga) hal yaitu: (1) Mekanisme pengawasan pra pasar, dimana sebelumnya mekansime pengawasan pra pasar terhadap produk impor dilakukan melalui Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan SPB tersebut wajib dimiliki importir setiap kali melakukan impor, saat 40

52 ini mekanisme pengawasan produk hanya dilakukan melalui Nomor Pendaftaran Barang (NPB). NPB wajib dimiliki oleh importir produk SNI yang diberlakukan wajib dan berlaku sesuai dengan masa berlaku Sertifikat Produk Pengguna Tanda (SPPT) SNI. (2) Waktu pelayanan, dimana terdapat pengurangan jangka waktu penerbitan NPB. Sebelumnya penerbitan NPB dilakukan maksimal 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap dan benar, serta surat penolakan NPB diterbitkan maksimal 3 hari kerja sejak permohonan diterima. Saat ini penerbitan NPB dilakukan maksimal 3 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap dan benar, sedangkan surat penolakan NPB diterbitkan maksimal 2 hari kerja sejak permohonan diterima. (3) Sanksi, dimana terhadap barang impor SNI wajib yang berada di kawasan pabean akan dilakukan pemusnahan dan wajib re-ekspor apabila permohonan SPB ditolak atau tidak memiliki SPPT-SNI. Saat ini, sanksi yang dilakukan adalah pembekuan NPB (sampai pelaku usaha menyampaikan hasil perbaikan) terhadap barang impor yang ditemukan tidak sesuai SNI serta pemusnahan dan kewajiban re-ekspor terhadap barang impor SNI wajib di kawasan pabean yang tidak memiliki NPB. Isu terkait Permendag Nomor 72/2015 saat ini adalah terkait sweeping terhadap barang impor yang beredar di pasaran. Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Permendag Nomor 72/2015 hanya diberlakukan terhadap barang-barang yang diberlakukan SNI wajib. Dari total lebih barang, baru 118 barang yang sudah diberlakukan SNI wajib, sehingga pedagang eceran tidak perlu khawatir. Melalui peraturan tersebut justru diharapkan pedagang eceran dapat ikut berperan aktif untuk melakukan pengawasan barang beredar, dengan cara memperhatikan NPB dan ketentuan lain atas barang yang ditawarkan oleh pemasoknya. Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Berupa Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik yang diterbitkan pada 13 Februari 2015 mengatur mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dapat dilaukan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) ataupun dokumen elektronik. Penyampaian dokumen SPT selain dengan cara langsung mauun melalui pos, melalui perusahaan jasa ekspedisi, juga dapat di lakukan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, antara lain melalui elektronik. Dengan demikian, penyampaian surat pemberitahuan pajak (SPT) secara elektronik ini akan memudahkan wajib pajak karena akan lebih irit waktu, tidak perlu menyampaiakan secara hardcopy, yang tentunya juga memerlukan waktu dan biaya untuk menyampaikan dokumen tersebut. Dengan di terbitkannya peraturan tersebut, sangat mendukung upaya Indonesia untuk perbaikan peringat 41

53 kemudahan usaha (Ease of Doing Business). Peraturan tersebut mendukung salah satu indikator EoDB, yaitu indikator Paying Taxes. Penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Selain peraturan Dirjen Pajak, dalam rangka mendukung perbaikan peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha/ease of Doing Business (EoDB), pada indikator Kemudahan Penegakan Kontrak/Enforcing Contract, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana pada 7 Agustus Dalam peraturan tersebut, yang di maksud penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksanaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan material paling banyak Rp (dua ratus juta rupiah) sesuai definisi penyelesaian gugatan sederhana pada pasal 1 ayat 1. Pengadilan ini dilakukan oleh hakim tunggal, dengan waktu penyelesaian dua puluh lima (25) hari dan sekali banding dengan keputusan tetap selama 30 hari. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana dalam pasal 5 di atur bahwa Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Adapun Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana meliputi: a. pendaftaran; pemeriksaan gugatan sederhana; c. penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti; d. pemeriksaan pendahuluan; e. penetapan hari siding dan pemanggilan para pihak; f. pemeriksaan siding dan perdamaian; g. Pembuktian; dan h. putusan. Dalam peraturan ini juga di sebutkan terdapat dua jenis perkara yang tidak bisa diselesaikan dalam small claim court. Pertama, perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Kedua, perkara sengketa hak atas tanah (Pasal 3 ayat (2). Hasil Utama Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat Trans Pacific Partnership (TPP) telah mencapai kesepakatan diantara 12 negara anggotanya pada 5 Oktober Mereka sepakat untuk memangkas tarif dan menetapkan standar umum perdagangan antar negara-negara anggota TPP. Sebagai informasi, TPP adalah kerjasama perdagangan regional yang melibatkan 12 negara di kawasan pasifik yang merepresentasikan sekitar 40 persen (sumber: office of the US trade representative; 2015) dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Terkait telah disepakatinya kerjasama TPP, Pemerintah menyiratkan ketertarikannya untuk bergabung dalam TPP. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo ketika bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, pada akhir bulan Oktober Namun demikian, masih diperlukan waktu yang panjang untuk Indonesia dapat bergabung ke dalam TPP, banyak perhitungan yang harus dilakukan dan banyak pula peraturan harus diubah. Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam TPP setelah TPP mencapai kesepakatan, maka berarti Indonesia tidak mempunyai kesempatan untuk 42

54 bernegosiasi dengan semua negara anggota dan harus siap untuk mengadopsi seluruh kerangka kerjasama TPP yang telah disepakati. Jika aturan yang diterapkan di dalam negeri belum sesuai dengan aturan yang disepakati dalam TPP, maka Indonesialah yang harus melakukan penyesuaian. Salah satu pertimbangan yang perlu mendapat perhatian khusus adalah cakupan TPP yang luas dengan tingkat liberalisasi yang tinggi. Persyaratan ini membuat Indonesia harus membuka sektor-sektor yang selama ini dinilai sensitif. Dengan kata lain, Indonesia pun harus siap melakukan reformasi ekonomi dan regulasi, seperti yang dilakukan negara-negara ASEAN yang tergabung dalam TPP yaitu Vietnam, Brunei, dan Malaysia. Sebagai catatan, saat ini pemerintah masih fokus dalam proses penyelesaian perundingan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yaitu suatu blok kerja sama ekonomi yang beranggotakan negara-negara ASEAN dan enam negara mitra lainnya, yaitu Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea, dan Selandia Baru. Selain itu, pemerintah juga telah memulai kembali persiapan perundingan Indonesia-EU CEPA (European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement), yaitu suatu perjanjian perdagangan yang cakupannya hampir setingkat dengan TPP. Jika Indonesia dapat menyelesaikan perundingan RCEP dan Indonesia-EU CEPA, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai batu loncatan bagi Indonesia untuk bergabung ke dalam TPP. PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 8. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar USD ,5 juta, mengalami penurunan sebesar 16,3 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun Pada periode yang sama, ekspor sektor migas dan non-migas mengalami penurunan sebesar 42,9 persen dan 10,6 persen. Sementara itu, komoditas hasil 43

55 minyak dalam sektor migas turun sebesar 56,5 persen, sedangkan ekspor produk pertambangan dalam sektor non-migas menurun sebesar 15,5 persen. Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan III Tahun 2015 Komoditas Q Q Sept-15 Nilai Ekspor (USD Juta) 190, , , , , , Migas 36, , , , , , Minyak Mentah 12, , , , , Hasil Minyak 4, , , Gas 20, , , , , Non Migas 153, , , , , , Pertanian 5, , , , , Industri 116, , , , , , Pertambangan 31, , , , , , Pertumbuhan Ekspor* (%) Migas Minyak Mentah Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian Industri Pertambangan Proporsi Ekspor** (%) Migas Minyak Mentah Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian Industri Pertambangan Sumber Pertumbuhan (%) Migas Minyak Mentah Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian Industri Pertambangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total ekspor (%) 44

56 Total nilai ekspor sektor non-migas Indonesia pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar USD ,5 juta dan mengalami penurunan sebesar 10,6 persen (YoY). Berdasarkan data pada total nilai ekspor non-migas Indonesia per komoditas (Tabel 22), didapat komoditas dengan nilai ekspor terbesar pada triwulan III tahun 2015 adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan nilai USD 4.300,0 juta, dengan proporsi 13,3 persen terhadap total ekspor non-migas. Komoditas dengan nilai dan proporsi terbesar selanjutnya adalah Bahan bakar mineral (HS-27) dengan nilai USD 3.783,6 juta, dengan proporsi 11,7 persen terhadap total ekspor non-migas. Namun, apabila melihat dari sisi pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015, Bijih, Kerak dan Abu Logam (HS-26) memiliki nilai pertumbuhan positif yang paling besar, yaitu sebesar 45,0 persen. Sementara itu, Bahan bakar mineral (HS-27) merupakan barang ekspor dengan pertumbuhan negatif paling besar pada triwulan III tahun 2015, yaitu sebesar -25,5 persen (YoY), yang diikuti oleh Lemak dan minyak hewan/nabati (HS-15) yaitu sebesar -17,2 persen. Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan III Tahun 2015 HS Komoditas Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q32014 Q Q Q Lemak & minyak hewan/nabati 5, , Bahan bakar mineral 5, , Mesin/peralatan listrik 2, , Karet dan Barang dari Karet 1, , Kendaraan dan Bagiannya 1, , Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 1, , Perhiasan/Permata , Bijih, Kerak, dan Abu logam , Pakaian jadi bukan rajutan , Alas kaki Lainnya 15, , TOTAL NON MIGAS 36, , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Total volume ekspor non-migas Indonesia pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar ,5 juta kg dan mengalami penurunan sebesar -8,9 persen (YoY). Berdasarkan data total volume ekspor non-migas Indonesia per komoditas (Tabel 23), didapat komoditas dengan volume ekspor terbesar pada triwulan III tahun 2015 adalah bahan bakar mineral (HS-27) dengan volume ,5 juta kg, dengan proporsi 78,7 persen terhadap total ekspor non-migas. Komoditas dengan volume dan proporsi terbesar selanjutnya adalah Lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) dengan berat 7.172,9 juta kg, dengan proporsi 6,4 persen terhadap total ekspor non-migas. Namun, apabila melihat dari sisi pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015, Bijih, kerak, dan abu logam (HS-26) memiliki volume pertumbuhan paling besar, yakni sebesar 3,2 persen (YoY). Sementara itu, Garam, Belerang, Kapur (HS-25) merupakan barang ekspor non- 45

57 migas dengan pertumbuhan negatif paling besar jika dibandingkan dengan sembilan komoditas lainnya, dengan penurunan sebesar -51,8 persen (YoY). HS Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Non-Migas Terbesar Triwulan III Tahun 2015 Komoditas Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q Q Q32014 Q Q Q Lemak & minyak hewan/nabati 7, , Ampas/Sisa Industri Makanan 1, , Garam, Belerang, Kapur 4, , Bijih, Kerak, dan Abu logam 1, , Bahan bakar mineral 95, , Berbagai produk kimia 1, Karet dan Barang dari Karet Kayu, Barang dari Kayu 1, , Bubur kayu/pulp Kertas/Karton 1, , Lainnya 6, , TOTAL NON MIGAS 122, , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan ekspor non-migas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan III tahun 2015 turun sebesar 12,7 persen (YoY). Dari ke lima negara tujuan utama, seluruhnya mengalami penurunan ekspor non-migas. Penurunan terbesar terjadi pada ekspor non-migas ke India (27,2 persen). Tabel 24. Perkembangan Ekspor Non-Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan III Tahun 2015 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi (%) Negara 2014 Q Q Q32014 Q Q Q Amerika Serikat 15, , , Tiongkok 16, , , Jepang 12, , , India 14, , , Singapura 10, , , TOTAL 5 NEGARA 69, , , TOTAL LAINNYA 76, , , TOTAL NONMIGAS 145, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 46

58 Perkembangan Impor Gambar 9. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada akhir triwulan III tahun 2015 total impor Indonesia adalah sebesar USD ,8 juta atau menurun sebesar 23,5 persen (YoY). Impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal masing-masing mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar -17,9 persen, -24,5 persen dan 20,9 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun Nilai Impor hasil minyak (USD 3.824,8 juta) pada triwulan III tahun 2015 lebih besar dibandingkan impor minyak mentah (USD 2,046,6 juta) dan gas (USD 443,1 juta). Impor sektor migas dan nonmigas mengalami pertumbuhan yang negatif masingmasing sebesar -43,7 persen dan -16,6 persen. Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan III Tahun 2015 Komoditas Q Q Sept-15 Nilai Impor (USD Juta) 191, , , , , , Barang Konsumsi 13, , , , , Bahan Baku 140, , , , , , Barang Modal 38, , , , , , Migas 42, , , , , , Minyak Mentah 10, , , , , Hasil Minyak 28, , , , , , Gas 3, , , Non Migas 149, , , , , , Pertumbuhan Impor* (%) Barang Konsumsi (%) Bahan Baku (%) Barang Modal (%) Migas (%) Minyak Mentah (%)

59 Komoditas Q Q Sept-15 Hasil Minyak (%) Gas (%) Non Migas (%) Proporsi Impor (%) Barang Konsumsi (%) Bahan Baku (%) Barang Modal (%) Migas (%) Minyak Mentah (%) Hasil Minyak (%) Gas (%) Non Migas (%) Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi (%) Bahan Baku (%) Barang Modal (%) Migas (%) Minyak Mentah (%) Hasil Minyak (%) Gas (%) Non Migas (%) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**): proporsi terhadap total impor (%) Pertumbuhan impor non-migas pada triwulan III tahun 2015 (YoY) mengalami penurunan sebesar -16,6 persen disebabkan oleh adanya penurunan impor di berbagai komoditas diantaranya penurunan impor mesin dan peralatan mekanik (HS-8) sebesar 46,3 persen dengan proporsi 12,6 persen dari nilai total impor non-migas; penurunan impor mesin dan peralatan listrik (HS-85) sebesar 44,3 persen dengan proporsi impor 8,4 persen; serta penurunan impor plastik dan barang dari plastik (HS-39) sebesar 44,3 persen dengan proporsi impor 3,8 persen. Tabel 26. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2015 Pertumbuhan Y-o-Y Nilai Impor (Juta USD) Proporsi (%) HS KOMODITAS (%) Q Q Q Q Q Q Mesin dan Peralatan Mekanik 6, , Mesin dan Peralatan Listik 4, , Plastik dan Barang dari Plastik 1, , Kendaraan Bermotor dan Bagiannya 1, Bahan Kimia Organik 1, Besi dan Baja 1,

60 Pertumbuhan Y-o-Y Nilai Impor (Juta USD) HS KOMODITAS (%) Proporsi (%) Q Q Q Q Q Q Benda-benda dari Besi dan Baja 1, Serealia Sisa Industri Makanan Pupuk Lainnya 12, , TOTAL NON MIGAS 33, , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Nilai impor dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan III tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 14,5 persen (YoY). Penurunan impor terbesar berasal dari Jepang, Thailand, dan Amerika dengan penurunan masing-masing sebesar 30,3 persen, 20,8 persen, dan 14,1 persen. Pada triwulan III tahun 2015, impor dari Tiongkok merupakan impor terbesar Indonesia dengan proporsi sebesar 24,6 persen dengan pertumbuhan negatif (YoY) sebesar 6,3 persen. Pada triwulan III tahun 2015, impor non-migas dari kawasan ASEAN dan Uni Eropa masih cukup besar, dengan proporsi masing-masing sebesar 25,4 persen dan 27,5 persen dari total impor non-migas Indonesia. Namun dari sisi pertumbuhan (YoY), impor non-migas dari kawasan ASEAN menunjukkan pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 4,7 persen. Sedangkan pertumbuhan impor non-migas yang berasal dari Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 147 persen. Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Non-Migas Triwulan III Tahun 2015 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi (%) Negara 2014 Q Q Q Q Q Q Tiongkok 30, , , Jepang 16, , , Singapura 10, , , Thailand 9, , , Amerika 8, , , TOTAL 5 NEGARA 75, , , TOTAL ASEAN 28, , , TOTAL UNI EROPA 12, , , TOTAL LAINNYA 92, , , TOTAL NONMIGAS 134, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan III tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.704,7 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor nonmigas mencatatkan surplus sebesar USD 4.615,2 juta. Sementara neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama mengalami defisit sebesar USD 1.910,5 juta. 49

61 Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia triwulan III tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 601,4 persen (YoY). Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan III Tahun 2015 Pertumbuhan (YoY) 2014 Q Q (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) 176, , , Ekspor Migas 30, , , Ekspor Non Migas 145, , , Impor Total (USD Juta) 178, , , Impor Migas 43, , , Impor Non Migas 134, , , Neraca Perdagangan (USD Juta) -1, , Migas -13, , , Non Migas 11, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD 3.229,9 juta, hal itu disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor non-migas sebesar USD 3.526,1 juta, yang lebih besar dari surplus pada sektor migas sebesar USD 296,2 juta. Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2014 Q Q Pertumbuhan YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) 17, , , Ekspor Migas 1, Ekspor Non Migas 16, , , Impor Total (USD Juta) 30, , , Impor Migas Impor Non Migas 30, , , Neraca Perdagangan (USD Juta) -13, , , Migas Non Migas -14, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan III tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 1.280,0 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan non migas masing-masing sebesar USD 1.146,7 juta dan USD 133,3 juta. Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) 23, , , Ekspor Migas 8, , , Ekspor Non Migas 14, , , Impor Total (USD Juta) 17, , ,

62 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Impor Migas Impor Non Migas 16, , , Neraca Perdagangan (USD Juta) 6, , , Migas 8, , , Non Migas -2, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada bulan triwulan III tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD 2.377,6 juta. Hal tersebut disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor non-migas dan sektor migas, masing-masing sebesar USD 2.183,1 juta dan USD 194,5 juta. Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (USD Juta) 16, , , Ekspor Migas Ekspor Non Migas 15, , , Impor Total (USD Juta) 8, , , Impor Migas Impor Non Migas 8, , , Neraca Perdagangan (USD Juta) 8, , , Migas Non Migas 7, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan III tahun 2015, yaitu sebesar USD 1.840,0 juta. Surplus ini disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor non migas sebesar USD 1.854,53 juta, sedangkan sektor migas mengalami defisit sebesar USD 14,6 juta. Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Ekspor Total (Juta USD) 12, , , Ekspor Migas Ekspor Non Migas 12, , , Impor Total (Juta USD) 3, Impor Migas Impor Non Migas 3, Neraca Perdagangan (Juta USD) 8, , ,

63 2014 Q Q Pertumbuhan (YoY) (%) 2014 Q Migas Non Migas 8, , , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Februari 2015 hingga September 2015, lima komoditas tertentu (beras medium, gula pasir, tepung terigu, minyak goreng kemasan, dan minyak goreng curah) mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Meskipun sempat mengalami penurunan harga pada bulan Juli 2015, harga kelima komoditas tersebut kembali mengalami peningkatan tajam pada bulan Agustus Namun pada bulan September 2015, harga kelima komoditas cenderung stabil dimana peningkatan harga paling tinggi hanya terjadi pada komoditas beras medium yaitu sebesar 2,3 persen. HARGA Tabel 33. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Jun- Komoditas Unit Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei Minyak Goreng Kemasan Minyak Goreng Curah Jul-15 Agt- 15 Rp/620ml 15,102 15,214 15,198 15,191 14,563 12,463 15,124 14,980 Rp/kg 11,269 11,302 11,233 11,190 10,767 7,215 10,777 10,778 Tepung Terigu Rp/kg 8,799 8,833 8,832 8,863 8,904 6,237 8,722 8,766 Beras Medium Rp/kg 9,943 10,375 10,010 9,892 9,930 6,003 10,145 10,374 Gula Pasir Rp/kg 11,158 11,428 11,807 12,533 13,116 8,453 12,765 12,662 Sep- 15 INFLASI PERIODIK (%) Minyak Goreng Kemasan Minyak Goreng Curah % % Tepung Terigu % Beras Medium % Gula Pasir % Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Internasional Berdasarkan data harga komoditas internasional yang didapat dari World Bank, diketahui bahwa pada akhir triwulan III tahun 2015 (September), sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan secara periodik apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dimana penurunan harga terbesar adalah pada komoditas udang (8,3 persen) disusul oleh karet (7,8 persen), dan batubara (7,5 persen). Sementara itu, peningkatan harga komoditas terbesar pada bulan akhir triwulan III tahun 2015 dialami oleh komoditas timah sebesar 918,8 persen. Tabel 34. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Komoditas Unit Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agust-15 Sep-15 ENERGI Coal, Australia Crude oil, West Texas ($/mt) ($/bbl)

64 Komoditas Unit Mei-15 Jun-15 Jul-15 Agust-15 Sep-15 PERTANIAN Cocoa Coffee, robusta Palm oil Soybeans Shrimp, Mexico Woodpulp Rubber*, Singapore LOGAM & MINERAL Copper Iron ore Nickel Tin Zinc INFLASI PERIODIK ENERGI ($/kg) ($/kg) ($/mt) ($/mt) ($/kg) ($/mt) ($/kg) ($/mt) ($/dmtu) ($/mt) ($/mt) ($/mt) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Coal, Australia (%) Crude oil, West Texas Int. (%) PERTANIAN Cocoa (%) Coffee, robusta (%) Palm oil (%) Soybeans (%) Shrimp, Mexico (%) Woodpulp (%) Rubber*, Singapore, RSS3 (%) LOGAM & MINERAL Copper (%) Iron ore (%) Nickel (%) Tin (%) Zinc (%) Sumber: World Bank, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan III Tahun 2015 Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IIItahun 2015 naik dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 106,0. Penurunan terjadi pada tiga lapangan usaha, sementara 14 lapangan usaha lainnya mengalami peningkatan. Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; dan Industri 53

65 Pengolahan merupakan lapangan usaha dengan penurunan indeks, sedangkan lapangan usaha yang mengalami kenaikan tertinggi adalah Transportasi dan Pergudangan. Adapun perkiraan ITB triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar 103,7. Gambar 10. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan III Tahun 2015 Sumber: BPS, diolah Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (menigkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan No Tabel 35. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2015 Sektor dalam ITB ITB Trw III-2015 Variabel pembentuk ITB Trw III-2015 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan 99,57-99,57 - Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 96,18 96,24 98,62 95,10 3 Insdustri Pengolahan 99,26 99,86 98,04 99,27 4 Pengadaan Listrik dan Gas 109,27 114,64 111,70 103,77 5 Pengadaaan Air 107,01 108,94 108,72 104,69 6 Kosntruksi 109,26 116,69 106,39 104,30 7 Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 110,51 113,76 111,49 107,39 54

66 No Sektor dalam ITB ITB Trw III-2015 Variabel pembentuk ITB Trw III-2015 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 8 Transportasi dan Pergudangan 112,02 115,60 108,92 110,35 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 109,02 112,66 109,03 105,98 10 Informasi dan Komunikasi 108,03 110,20 106,06 107,05 11 Jasa Keuangan 110,79 108,61 112,59 111,84 12 Real Estat 101,65 96,30 94,55 109,09 13 Jasa Perusahaan 109,48 113,64 104,62 108,06 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 110,96 113,32 108,57 110,00 15 Jasa Pendidikan 111,47 113,11 117,60 107,53 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 109,98 108,88 117,11 107,89 17 Jasa Lainnya 109,02 110,09 105,52 109,61 Indeks Tendensi Bisnis 106,04 108,20 104,95 104,71 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 55

67 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 4,6 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 47,8 miliar, tumbuh sebesar 15 persen dibanding triwulan III tahun Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan III tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD juta. 56

68 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Berdasar perhitungan PDB dengan menggunakan tahun dasar tahun 2010, perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2015 tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), melambat dibanding periode yang sama tahun 2014, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor Informasi dan Komunikasi dari sisi produksi yang tumbuh sebesar 10,8 persen. Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok provinsi di pulau Jawa dan Sumatera, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,3 persen, diikuti pulau Sumatera sebesar 22,4 persen, Kalimantan 8,0 persen dan pulau-pulau lainnya 11,4 persen. Pada sisi penggunaan, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 4,6 persen (YoY) dibanding triwulan III tahun 2014 sementara pertumbuhan (QtQ) mengalami kenaikan sebesar 3,4 persen. Tabel 36. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2015 (persen) Q (QtQ) Q (YtY) Q (QtQ) Q (YtY) (%) (%) (%) (%) Pertumbuhan PDB (%) 3,16 4,92 3,21 4,73 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB 2,47 3,86 3,38 4,62 Konstan) a. Bangunan 3,10 4,52 4,51 6,25 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri -4,68-5,66 3,33 2,53 c. Kendaraan -4,20-10,00 9,30 6,80 d. Peralatan Lainnya 6,70 4,81 3,43 7,28 e. Sumber Daya Hayati 16,24 6,18-5,69-5,79 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,83 55,61-12,72-9,80 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 31,82 32,39 a. Bangunan 23,70 24,55 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,25 3,15 c. Kendaraan 1,42 1,49 d. Peralatan Lainnya 0,42 0,45 e. Sumber Daya Hayati 1,86 1,75 f. Produk Kekayaan Intelektual 1,17 1,01 Sumber: BKPM, diolah Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2015 (YoY) sebesar 4,6 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Peralatan Lainnya sebesar 7,3 persen, Kendaraan sebesar 6,8 persen dan Bangunan dengan pertumbuhan 6,3 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam 57

69 komponen PMTB pada triwulan III tahun 2015 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 24,6 persen. Realisasi Investasi Semester III Tahun 2015 Tabel 37. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan III TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (%) (Rp Miliar) (USD juta) PMDN PMA , ,4 68,9 72, , ,4-41,6 43, , ,2 85,6-27, , ,8 60,4 49, , ,2 25,4 20, , ,7 21,3 26, , ,5 39,0 16, , ,7 21,8-0, Trw I , ,5 22,8-4, Trw II , ,6 12,4-0, Trw III , ,1 15,0-0,8 Sumber : BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 47,8 miliar, lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2014 atau tumbuh sebesar 15,0 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan III tahun 2015 sebesar USD 7.401,1 juta, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 0,8 persen dibandingkan triwulan III tahun Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan III tahun 2015 sebesar USD 7.401,1juta atau mengalami penurunan sebesar minus 0,8 persen dibandingkan triwulan III tahun Penurunan terjadi di sektor primer dan sekunder, dengan penurunan terbesar pada sektor sekunder sebesar minus 8,5 persen. Untuk PMDN pada periode yang sama terjadi pertumbuhan sebesar 15,0 persen. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor primer sebesar 50,1 persen, sektor tersier 14,3 persen dan sektor sekunder 7,5 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan III tahun 2015, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan share 42,5 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor tersier sebesar 44,2 persen. Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2015 Berdasar Sektor Tahun PMA Jumlah PMDN (juta USD) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , ,7 58

70 Tahun PMA Jumlah PMDN (juta USD) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Trw I 1.779, , , , , , , , Trw II 1.331, , , , , , , , Trw III 1.481, , , , , , , ,0 Pertumbuhan YoY (%) (2015 Trw III/2014 Trw III) -5,0-8,5 12,8-0,8 50,1 7,5 14,3 15,0 Share 2015 Trw III (%) 20,0 42,5 37,5 100,0 13,9 41,9 44,2 100,0 Sumber : BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun 2015 realisasi PMA pada lima besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Listrik, Gas dan Air dengan persentase 14,4 persen, Pertambangan 12,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 11,1 persen, Industri Logam, Mesin dan Elektronik 9,8 persen dan Industri Kimia dan Farmasi 7,8 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Transportasi, Gudang dan Komunikasi 22,5 persen, Listrik, Gas, dan Air 12,2 persen, Industri Mineral Non Logam 11 persen, Industri Kimia dan Farmasi 10,5 persen dan Industri Makanan 8,3 persen. Tabel 39. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2015 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha Juta USD % Terhadap total Sektor/Bidang Usaha 1 Listrik, Gas dan Air 1064, ,4 1 Transportasi, Gudang & Komunikasi Rp. Miliar % Terhadap total ,9 22,5 2 Pertambangan 907, ,3 2 Listrik, Gas dan Air 5.830,2 12,2 3 Perumahan, Kawasan 820, ,1 3 Ind. Mineral Non 5.255,3 11,0 Ind & Perkantoran Logam 4 Ind. Logam, Mesin & 723,9839 9,8 4 Ind. Kimia dan Farmasi 5.019,9 10,5 Elektronik 5 Ind. Kimia dan Farmasi 578,2389 7,8 5 Industri Makanan 3.969,3 8,3 Gabungan lainnya 3306,128 44,7 Gabungan lainnya ,5 35,6 Jumlah /Total 7401, ,0 Jumlah /Total ,0 100,0 Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Berdasar lokasi perwilayah, pada triwulan III tahun 2015 dibanding triwulan III tahun 2014, pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan sebesar 1994,6 persen diikuti Papua sebesar 259,4 persen dan Jawa 30,4 59

71 persen. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan III tahun 2015 yaitu 57,6 persen, 21,9 persen dan 9,1 persen. Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Lokasi Tahun Sumatera Jawa Bali & NT Kalimanta n Sulawesi Maluku Papua Total , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, , , , , , , ,9 888, , , ,1 468, , ,4 156,3 349, , Trw III , , , , ,0 0,0 872, ,0 Pertumbuhan YoY (%) (2015 Trw III/2014 Trw III) Share Trw III 2015(%) Sumber : BKPM, diolah 12,1 30,4 1994,6-43,4 12,6-100,0 259,4 15,0 21,9 57,6 2,4 9,1 7,3 0,0 1,8 100,0 Untuk PMA pertumbuhan triwulan III tahun 2015 dibandingkan triwulan III tahun 2014 mengalami penurunan sebesar minus 0,8 persen dengan pertumbuhan positif terjadi di Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Maluku. Lokasi lainnya yaitu Jawa, Sulawesi dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Secara sumbangan, pada triwulan III tahun 2015 pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera memberikan sumbangan terbesar yaitu 51,1 persen, 23,4 persen dan 11,6 persen. Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Lokasi Tahun Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , Trw III 860, ,7 407, ,7 194,7 165,2 261, ,1 Pertumbuhan YoY (%) (2015 Trw III/2014 Trw III) 0,5-3,3 74,1 96,0-83,6 290,7-23,3-0,8 Total 60

72 Share Trw III 2015 (%) Sumber : BKPM, diolah 11,6 51,1 5,5 23,4 2,6 2,2 3,5 100,0 Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun 2015 untuk PMDN, lima besar lokasi investasi yang diminati seluruhnya terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Barat sebesar 18 persen. Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2015 PMA PMDN Lokasi (Provinsi) Juta USD % Thd Total Lokasi (Provinsi) Rp. Miliar % Thd Total Jawa Barat 1.544,3 20,9 Jawa Barat 8.614,7 18,0 Jawa Timur 847,1 11,4 DKI Jakarta 6.836,1 14,3 DKI Jakarta 654,5 8,8 Jawa Timur 5.970,5 12,5 Banten 606,8 8,2 Jawa Tengah 3.103,1 6,5 Kalimantan Timur 594,3 8,0 Banten 2.951,5 6,2 Gabung lainnya 3.154,2 42,6 Gabung lainnya ,1 42,6 Jumlah 7.401,1 100,0 Jumlah ,0 100,0 Sumber : BKPM, diolah Untuk PMA, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan Timur dengan sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 20,9 persen. Realisasi per Negara Tabel 43. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2015 PMA Negara Juta USD %Terhadap Total Singapura 1.248,8 16,9 Jepang 917,3 12,4 Belanda 494,9 6,7 Malaysia 322,9 4,4 R. R. Tiongkok 245,8 3,3 Gabung Lainnya 4.171,5 56,4 Jumlah 7.401,1 100,0 Sumber : BKPM, diolah Pada triwulan III tahun 2015, empat dari lima besar negara asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia, yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD 1.248,8 juta atau 16,9 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Jepang dengan nilai USD 917,3 juta (12,4 persen); 3) Malaysia dengan nilai realisasi investasi USD 322,9 juta (4,4 persen); 4) R. R. Tiongkok dengan nilai realisasi investasi USD 245,8 juta (3,3 persen). Belanda berada di peringkat ke-3 dengan nilai USD 494,9 Juta atau 6,7 persen dari total realisasi investasi PMA. 61

73 PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN-EU Free Trade Agreemeent (FTA) Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 2 ASEAN-Hong Kong, Tiongkok Free Trade Agreement Negotiations launched (the 3rd round of negotiations) 2 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Negotiations launched (consultation 3 Arrangement Indonesia-Australia Comprehensive Economic pre-negotiation) Negotiations launched (the 2nd 4 Partnership Agreement Indonesia-European Free Trade Association Free Trade round of negotiations) Negotiations launched (the 9th round 5 Agreement Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) of negotiations) Negotiations launched (the 10th round of negotiations) 6 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 7 Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA) Negotiations launched (the 1st round of negotiations) 8 Indonesia-Chile FTA Conclusion of Joint Study Group (JSG) 9 Indonesia-Turki FTA Conclusion of JSG 10 Indonesia-Tunisia FTA JSG ongoing 11 Indonesia-Mesir FTA Establishment of JSG 12 Trade Preferential System of the Organization of the Signed but not yet In Effect Islamic Conference 13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect 16 Agreement ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 17 ASEAN-Tiongkok Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect 18 Agreement ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 19 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect 21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Sumber: aric database, ADB ; Ditjen KPI, Kemendag Signed and In Effect Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan III tahun 2015 mengalami defisit sebesar USD juta. Indonesia, Singapura, dan Filipina mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 3.009,6 juta, USD 7.480,0 juta, dan USD 1.706,1 juta. Sementara itu, Malaysia dan Thailand 62

74 mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 2.658,8 juta dan USD 331,9 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,5 persen (QtQ). Namun, bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2014 (YoY), nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok mengalami penurunan sebesar 4,0 persen. Tabel 45. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) (%) Q (YoY) (%) Q (%) ASEAN (5 negara) , ,0 3,5-4 9,6 Indonesia 5.014, , ,3 Mineral Products 1.711, , ,5 Mineral Fuels, Mineral Oils & 13 Products 1.583, ,5 2 0,4 Animal or Vegetable Fats and 23 Oils 726,3 895,9 48 0,2 Pulp of Wood, Paper and 3 Paperboard 397,1 409,0 20 0,1 Malaysia , , ,1 Machinery, Electrical 8.625, ,3 8 Equipment -5 2,1 Electrical Machinery and 7.784, ,2 9 Equipment -4 2,0 Mineral Products 2.525, , ,4 Mineral Fuels, Mineral Oils & 2.229, ,1-49 Products -20 0,3 Singapura 7.297, , ,6 Machinery, Electrical 3.337, ,4 0 Equipment -5 0,8 Electrical Machinery and 2.302, ,8 1 Equipment -8 0,5 Plastics, Rubber and Articles 988, ,8 5 Thereof -18 0,2 Mineral Products 894,9 672, ,2 Thailand 9.089, , ,4 Machinery, Electrical 3.495, ,4 15 Equipment -1 0,9 Nuclear Reactors, Machinery 1.614, , ,4 Electrical Machinery and 1.880, ,5 23 Equipment 14 0,5 Plastics, Rubber and Articles 1.917, ,0-1 Thereof -5 0,4 Filipina 4.678, , ,2 Machinery, Electrical 3.302, , ,8 63

75 Equipment Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) (%) Q (YoY) (%) Q (%) Electrical Machinery and 2.282, ,5 11 0,6 Equipment 1 Mineral Products 727, , ,3 Nuclear Reactors, Machinery 1.020, , ,2 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): Terhadap total ekspor Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Tabel 46. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) Q Q Q (QtQ) (%) Pertumbuhan Q (YoY) (%) Proporsi* Q (%) ASEAN (5 negara) , ,7 7,3 1,5 8,5 Indonesia 8.613, ,7-2,1-12,7 1,4 Machinery, Electrical Equipment 3.094, ,0-4,0-10,5 0,5 Nuclear Reactors, Machinery 1.568, ,3 2,0-5,8 0,3 Electrical Machinery and Equipment 1.525, ,7-10,2 Textiles and Textile Articles 1.154, ,4-12,0-8,8 0,2 Malaysia , ,7-6,0-11,4 1,8 Machinery, Electrical Equipment 3.704, ,1 0,1-3,9 0,6 Electrical Machinery and Equipment 2.407, ,2 2,6 Textiles and Textile Articles 1.367, ,7-4,0-30,6 0,2 Base Metals and Articles 1.296, ,9-4,5-4,7 0,2 Singapura , ,3 22,7 12,0 2,4 Machinery, Electrical Equipment 5.183, ,0 23,8 29,1 1,1 Electrical Machinery and Equipment 3.191, ,0 42,2 Nuclear Reactors, Machinery 1.992, ,0-5,7-11,2 0,3 Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 1.414, ,1 22,7 Thailand 8.798, ,8 13,1 11,4 1,7 Machinery, Electrical Equipment 3.329, ,1 22,4 26,8 0,7 Electrical Machinery and Equipment 1.606, ,8 3,6 Nuclear Reactors, Machinery 1.723, ,3 39,9 55,2 0,4 Base Metals and Articles 1.184, ,7 7,4 7,7 0,2 Filipina 6.434, ,2 7,9 12,9 1,2-15,5-3,5 59,0 22,4 0,2 0,2 0,4 0,8 0,3 0,3 64

76 Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) Q Q Q (QtQ) (%) Pertumbuhan Q (YoY) (%) Proporsi* Q (%) Machinery, Electrical Equipment 1.588, ,4 12,2 5,3 0,3 Base Metals and Articles 1.079, ,3-2,6 2,4 0,2 Electrical Machinery and Equipment 948, ,3 20,3 Textiles and Textile Articles 938, ,9 11,5 53,1 0,2 Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar USD ,7 juta atau naik sebesar 7,3 persen (QtQ) dan 1,5 persen (YoY). Dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 (YoY), impor dari Tiongkok ke Indonesia dan Malaysia turun sebesar 12,7 persen dan 11,4 persen. Namun, dibandingkan dengan triwulan III tahun 2014 (YoY), impor dari Tiongkok ke Singapura, Thailand, dan Philipina masingmasing naik sebesar 12,0 persen, 11,4 persen dan 12,9 persen. 12,3 0,2 Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 47. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia SKA Preferensi SKA Non-Preferensi SKA Preferensi + SKA Non Periode (%) (%) Preferensi (%) ,4 11,8 57, ,7 12,4 63, ,6 11,9 62,5 Jan-Sept ,6 13,8 76,4 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Gambar 11. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag 65

77 Sepanjang bulan Januari-September 2015, penggunaan SKA preferensi dan SKA nonpreferensi telah mencapai 76,4 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan pemanfaatan sebesar 62,6 persen. Sementara itu, sepanjang bulan Januari-September 2015, spesifik untuk SKA preferensi, Form A yang merupakan suatu form preferensi yang ditujukan ke empat puluh negara dunia yang juga mencakup wilayah Uni Eropa merupakan form yang paling banyak dimanfaatkan dengan tingkat pemanfaatan sebesar 23,7 persen diikuti oleh Form D yang merupakan form preferensi yang ditujukan ke negara-negara anggota ASEAN (18,5 persen). Pada kurun waktu yang sama Form B yang merupakan form nonpreferensi yang ditujukan ke 242 negara di dunia mendominasi pemanfaatan penggunaan SKA Non-Preferensi dengan tingkat pemanfaatan sebesar 90.7 persen. Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Non-Preferensi terhadap Total SKA Non-Preferensi Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia-ASEAN Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN pada triwulan III tahun 2015 adalah sebesar USD 8.308,2 juta sedangkan nilai impor dari Indonesia ke ASEAN terhitung sebesar USD 9.578,0 juta. Sehingga, pada triwulan ketiga tahun ini Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar sebesar USD 1.269,7 juta. Berkaitan dengan pertumbuhan kumulatif nilai ekspor dan impor antara triwulan III 2014 dan triwulan III tahun 2015, baik ekspor maupun impor mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing sebesar 17,3 persen dan 23,6 persen. Namun, pertumbuhan ekspor Indonesia ke ASEAN pada triwulan III tahun 2015 (YoY) dilihat dari masing-masing negara tujuan, mengalami tren pertumbuhan yang bervariasi dimana Laos adalah negara tujuan ekspor yang mengalami pertumbuhan 66

78 positif tertinggi (252,9 persen) sedangkan Brunei merupakan negara tujuan yang ekspor yang mengalami penurunan terbesar (-35,1 persen). Negara Tabel 48. Ekspor Indonesia-ASEAN Pertumbuhan Nilai Ekspor (juta USD) (%)* Proporsi (%)** Q / Q3 Juli-15 Agus-15 Sept-15 Kumulatif 2014 (YoY) Q Brunei 5,8 5,5 4,7 16,0-35,1 0,2 Kamboja 28,7 34,3 36,4 99,5-12,6 1,2 Laos 0,4 0,8 1,3 2,4 252,9 0,03 Malaysia 578,9 581,3 555, ,2-27,4 20,6 Myanmar 58,8 50,0 58,3 167,1 15,7 2,0 Filipina 331,1 404,3 401, ,1 7,3 13,7 Singapura 923, , , ,4-27,6 36,4 Thailand 428,5 508,2 487, ,1-9,2 17,1 Vietnam 214,3 269,0 239,1 722,4 21,5 8,7 Total Ekspor 2.569, , , ,2-17,3 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**) : proporsi terhadap total ekspor (%) Dari aspek impor, semua negara importir juga mengalami trend pertumbuhan yang bervariasi dengan Myanmar sebagai negara importir yang mengalami pertumbuhan positif tertinggi (203,7 persen) dan Brunei sebagai negara importir yang mengalami penurunan terbesar (-54,0 persen). Negara Tabel 49. Impor Indonesia-ASEAN Nilai Impor (juta USD) Pertumbuhan (%)* Proporsi (%)** Q / Q Juli-15 Agus-15 Sept-15 Kumulatif (yoy) Q Brunei 37, ,4 Kamboja ,6 0,1 Laos ,0 0,0 Malaysia ,4 20,5 Myanmar ,7 0,6 Filipina ,4 1,6 Singapura ,6 49,8 Thailand ,1 20,5 Vietnam ,6 6,6 Total Impor ,6 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*) : pertumbuhan year-on-year (YoY) Keterangan (**) : proporsi terhadap total impor (%) 67

79 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2015 masing-masing sebesar 7,26 persen, 7,18 persen, dan 6,25 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan III tahun 2015 sebesar Rp ,00 per USD, melemah sebesar 9,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata IHSG pada triwulan III tahun 2015 sebesar Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada bulan Agustus 2015 adalah sebesar 20,73 persen, meningkat 0,45 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ). Pada bulan Agustus 2015, rasio kredit bermasalah mengalami peningkatan sebesar 0,25 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ), yaitu menjadi 2,75 persen. 68

80 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perekonomian dunia masih mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2015 terutama terjadi di Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Brazil. Perlambatan perekonomian diiringi dengan tren penurunan cadangan devisa berbagai negara kawasan terutama pada negara kawasan ASEAN. Sebaliknya, peningkatan cadangan devisa terjadi pada negaranegara maju. Peningkatan cadangan devisa tertinggi dialami oleh Inggris sebesar 2,7 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ). Tabel 50. Posisi Cadangan Devisa Dunia (triliun USD) Juni Juli Agustus September %QtQ BRIC Brazil 368,67 368,25 368,16 361,37-2 Rusia 361,57 357,63 366,34 371,27 2,7 India 356,00 353,46 351,44 350,29-1,6 Cina 340,77 339,90 334,44 345,79 1,5 ASEAN-5 Indonesia 108,03 107,55 105,35 101,72-5,8 Malaysia 105,48 96,65 94,73 93,34-11,5 Singapura 253,28 250,12 250,41 251,64-0,7 Thailand 160,27 156,94 155,84 155,53-2,9 Filipina 80,64 80,33 80,26 80,55-0,1 Fragile-5 Turki 119,61 120,65 121,25 119,68 0,1 Afrika Selatan 46,83 45,82 46,08 46,13-1,5 Negara Maju Jepang 1.242, , , ,94 0,5 Kawasan Euro 736,76 695,99 714,79 n.a Inggris 153,89 156,76 157,79 158,02 2,7 Amerika Serikat 120,82 119,21 120,74 120,97 0,1 Sumber: International Monetary Fund, data Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) tidak menutup kemungkinan bahwa The Fed akan melakukan kebijakan peningkatan suku bunganya. Solidnya permintaan domestik merupakan alasan utama The Fed untuk dapat meningkatkan suku bunganya. Inflasi AS menurun menjadi 0,0 persen pada bulan September 2015 secara tahunan (YoY) dengan tingkat pengangguran yang menurun menjadi 5,1 persen dibanding triwulan sebelumnya. Tingkat pengangguran AS semakin mendekati tingkat estimasi Non-Accelerating Inflation Rate Of Unemployment (NAIRU) yang berarti juga memberikan sinyal bahwa peluang The Fed untuk menaikkan suku bunganya pada akhir tahun 2015 atau awal tahun 2016 semakin besar. Perekonomian kawasan Euro selama triwulan III tahun 2015 masih mempertahankan pemulihan ekonominya. Volatilitas politik dan risiko finansial 69

81 membayangi pemulihan ekonomi seiring dengan perpanjangan pinjaman Yunani. European Central Bank (ECB) masih melangsungkan kebijakan Quantitative Easing (QE) hingga bulan September 2016 untuk menstimulus pertumbuhan dan menghindari deflasi berkepanjangan. Kebijakan QE masih belum direspon positif oleh peningkatan tingkat inflasi, bahkan terjadi deflasi pada akhir triwulan III menjadi 0,1 persen. Tingkat pengangguran mengalami penurunan pada triwulan III tahun 2015 menjadi 10,8 persen. Disamping itu, indeks kepercayaan konsumen semakin menurun menjadi -7,1 persen pada akhir triwulan III tahun Perekonomian Rusia masih mengalami resesi pada akhir triwulan III tahun Dewan Eropa memperpanjang sanksi ekonomi terhadap Rusia hingga Januari 2016 sehubungan dengan konflik politik antara Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut. Melemahnya ekonomi Rusia karena ekonomi Rusia sangat tergantung pada ekspor energi yang dilanda anjloknya harga minyak. Rubel sampai akhir triwulan III tahun 2015 terus melemah terhadap USD. Tingkat inflasi tetap pada kisaran 15 persen pada bulan September Tingkat inflasi ini masih jauh di atas target inflasi jangka panjang Central Bank of Russia (CBR) sebesar 4 persen. Perekonomian Asia Pasifik mengalami perlambatan. Isu akan terjadinya peningkatan suku bunga The Fed dan terjadinya depresiasi mata uang negaranegara emerging market di Asia dapat berpengaruh pada peningkatan biaya pinjaman, peningkatan volatilitas keuangan, serta pengurangan arus modal negaranegara di Asia. Sementara itu, perekonomian Tiongkok mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2015 seiring dengan melemahnya data manufaktur. Hal ini semakin memburuk karena masih dirasakannya imbas dari kejatuhan saham Shanghai Composite (SSEC). Perlambatan ekonomi direspon oleh Bank Sentral Tiongkok (PboC) dengan memangkas tingkat suku bunganya menjadi 4,6 persen pada bulan Agustus Perekonomian Brazil kembali mengalami penurunan selama triwulan III tahun Terjadi peningkatan tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran yang semakin meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Tingkat inflasi Brazil pada Juli mencapai 9,56 persen (YoY), di mana angka ini merupakan yang tertinggi sejak 12 (dua belas) tahun terakhir. Sementara itu tingkat pengangguran Brazil meningkat menjadi 7,6 persen pada bulan September 2015 yang merupakan pengangguran tertinggi sejak 2 (dua) tahun terakhir. Kelesuan perekonomian tersebut disikapi oleh Bank Sentral Brazil (Banco Central do Brasil) dengan memfokuskan kebijakan moneter untuk pencapaian inflasi pada tingkat 4,5 persen dan tetap mempertahankan suku bunganya pada triwulan III tahun

82 Tabel 51. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan II Tahun 2015 (persentase) Negara Juni-15 Juli-15 Agust-15 Sept-15 Kanada 0,75 0,50 0,50 0,50 Cina 4,85 4,85 4,60 4,60 India 7,25 7,25 7,25 6,75 Selandia Baru 3,25 3,00 3,00 2,75 Sumber: Bank Indonesia Di tengah prospek peningkatan suku bunga The Fed, selama triwulan III tahun 2015 bank sentral sebagian besar negara memilih untuk mempertahankan suku bunganya. Adapun beberapa bank sentral yang menurunkan tingkat suku bunganya, antara lain Kanada, Tiongkok, India, dan Selandia Baru (Tabel 51). Penurunan suku bunga ini dilakukan untuk menstimulus perekonomian. Penurunan suku bunga bank sentral diperkirakan akan semakin memperlemah nilai tukar yang diharapkan ke depannya dapat meningkatkan ekspor masing-masing negara untuk mencapai surplus neraca perdagangan. Perkembangan Moneter Domestik Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2015 meningkat menjadi 4,73 persen (YoY) dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,67 persen (YoY). Peningkatan perekonomian Indonesia secara tahunan dari sisi produksi terutama didorong oleh sektor Informasi dan Komunikasi, sedangkan dari sisi pengeluaran didorong oleh komponen Konsumsi Pemerintah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diiringi oleh penurunan inflasi. Sebaliknya, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan selama triwulan III tahun Tingkat inflasi September 2015 sebesar 6,83 persen (YoY) dengan nilai tukar rupiah pada posisi akhir bulan Rp per USD. Pelemahan nilai tukar rupiah ini tidak diikuti dengan peningkatan kinerja ekspor di mana kinerja ekspor akhir triwulan III tahun 2015 justru menurun menjadi USD 12,5 miliar yang sebelumnya pada akhir triwulan II tahun 2015 sebesar USD 13,4 miliar. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 4507,9 triliun, tumbuh melambat 12,7 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan II tahun 2015 yang sebesar 13,0 persen (YoY) (Gambar 13). Perlambatan tersebut bersumber dari komponen uang kuasi (simpanan berjangka dan tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta simpanan giro valuta asing) dan uang beredar dalam arti sempit (M1). Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang beredar disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan tagihan kepada sektor lainnya, sebaliknya pertumbuhan kredit mengalami peningkatan tipis. 71

83 Gambar 13. Pertumbuhan Uang Beredar (YoY) Sumber: Bank Indonesia Cadangan Devisa selama Juli-September 2015 masih mengalami penurunan. Pada Juli 2015 terjadi penurunan cadangan devisa menjadi USD 107,6 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah. Begitu juga dengan cadangan devisa pada Agustus dan September 2015 yang masing-masing menurun menjadi USD 105,4 miliar dan USD 101,7 miliar. Di tengah perlambatan ekonomi dunia, kinerja pasar modal Indonesia ikut melemah, hal ini tercermin pada IHSG yang memiliki tren menurun pada akhir triwulan III tahun Penurunan IHSG mencapai titik terendahnya pada akhir September 2015 yang mencapai level 4.120,5 dan merupakan IHSG terendah sejak September Pelemahan indeks saham ini disebabkan oleh sentimen negatif dari faktor eksternal maupun domestik. Di sisi eksternal, sentiment negatif terutama datang dari perlambatan manufaktur Tiongkok dan di sisi domestik sentimen negatif berasal dari melemahnya nilai tukar Rupiah. INFLASI Inflasi Global Sebagian besar negara mengalami penurunan inflasi selama periode Juli-September 2015 (Tabel 52). Penurunan tingkat inflasi terjadi di Indonesia, Brazil, Malaysia, Filipina, Amerika Serikat, dan Jepang. Bahkan Kawasan Euro dan Inggris mengalami deflasi pada akhir September Pada akhir triwulan III tahun 2015, meskipun inflasi Rusia mengalami penurunan, negara ini tetap menempati tingkat inflasi tertinggi dibanding negara lainnya dengan nilai inflasi sebesar 15,7 persen (YoY). Sebaliknya, Thailand merupakan negara yang mengalami tingkat deflasi tertinggi. Deflasi Thailand pada periode Juli-September 2015 masing-masing sebesar 1,05 persen, 1,19 persen, dan 1,07 persen (YoY). Selain Thailand, Singapura juga tercatat mengalami deflasi. 72

84 Tabel 52. Tingkat Inflasi Global (YoY) Jul-15 Agt-15 Sept-15 Indonesia 7,26 7,18 6,25 BRIC Brazil 9,56 9,53 9,49 Russia 15,6 15,8 15,7 India 4,37 4,35 5,14 China 1,6 2 1,6 ASEAN-4 Singapura -0,4-0,8-0,6 Malaysia 3,3 3,1 2,6 Thailand -1,05-1,19-1,07 Filipina 0,8 0,6 0,4 Negara Maju Kawasan Euro 0,2 0,1-0,1 AS 0,2 0,2 0 Inggris 0,1 0-0,1 Jepang 0,2 0,2 0 Sumber: Bloomberg, data Tingkat inflasi Amerika Serikat hingga akhir September 2015 masih jauh dari target inflasi jangka panjang The Fed sebesar 2,0 persen. Penurunan inflasi terjadi karena penurunan harga bahan bakar minyak sebagai akibat melimpahnya pasokan. Tingkat inflasi yang masih jauh dari target The Fed menjadi salah satu pertimbangan The Fed untuk menunda peningkatan suku bunganya. Inflasi Domestik Indonesia tercatat mengalami penurunan tingkat inflasi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik secara tahunan (YoY) maupun bulanan (MtM) dan bahkan mencatatkan deflasi pada bulan September Penurunan inflasi terutama terjadi karena kembali normalnya kondisi permintaan dan penawaran barang, khususnya kelompok bahan makanan setelah Hari Raya Idul Fitri. Meskipun dampak El-Nino masih dirasakan di beberapa wilayah hingga akhir bulan September 2015, namun secara keseluruhan stabilitas harga bahan pokok masih terkendali. Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2015 masing-masing sebesar 7,26 persen, 7,18 persen, dan 6,25 persen. Pada periode yang sama secara bulanan (MtM), Indonesia mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,93 persen, 0,39 persen, dan -0,05 persen. Sedangkan secara tahun kalender, Indonesia mencatatkan inflasi sebesar 1,9 persen pada Juli 2015, yang kemudian pada bulan Agustus dan September 2015 sebesar 2,29 persen dan 2,24 persen (Tabel 53). Inflasi tahun kalender pada bulan September 2015 merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir. 73

85 Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik Jul-15 Agt-15 Sept-15 Year-on-Year 7,26 7,18 6,83 Month-to-month 0,93 0,39-0,05 Tahun kalender 1,9 2,29 2,24 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi paling tinggi dimiliki oleh komponen inflasi harga diatur Pemerintah, namun dengan tren yang semakin menurun. Selama bulan Juli-September 2015 inflasi harga diatur Pemerintah masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 13,53 persen, 12,32 persen, dan 11,26 persen. Adapun inflasi harga bergejolak memiliki tren yang berfluktuasi selama periode yang sama. Sementara itu, inflasi inti masih dalam kisaran stabil. Berbeda halnya secara tahunan, inflasi harga bergejolak secara bulanan (MtM) mengalami penurunan dan mencatatkan deflasi pada bulan September 2015 sebesar 1,25 persen (Tabel 54). Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen YoY MtM Komponen Sept- Jul-15 Agt Jul-15 Agt-15 Sept- 15 Inti 4,86 4,92 5,07 0,34 0,52 0,44 Bergejolak 8,97 9,65 8,52 2,13 0,95-1,25 Diatur pemerintah 13,53 12,32 11,26 1,67-0,45-0,4 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Pada bulan Juli dan September 2015, komponen harga bergejolak merupakan pembentuk tertinggi inflasi/deflasi bulanan (MtM), dimana pada bulan Juli 2015 harga bergejolak menyumbang inflasi sebesar 0,39 persen dan pada bulan September 2015 harga bergejolak menyumbang deflasi sebesar 0,23 persen. Kondisi yang berbeda terjadi pada bulan Agustus 2015 dimana inflasi harga bergejolak dan harga diatur Pemerintah tidak menjadi penyumbang inflasi terbesar, melainkan penyumbang inflasi terbesar dibentuk oleh inflasi inti yang mencapai 0,31 persen (Tabel 55). Tabel 55. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Komponen Apr-15 Mei-15 Jun-15 UMUM (headline) 0,36 0,5 0,54 Inti 0,14 0,13 0,16 Bergejolak -0,15 0,29 0,33 Diatur Pemerintah 0,37 0,08 0,05 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 74

86 Secara tahunan (YoY), terdapat tiga kelompok pengeluaran yang memiliki inflasi tertinggi selama triwulan III tahun 2015, yaitu kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, bahan makanan, serta kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Jika dilihat secara bulanan (MtM), terjadi kondisi yang berbeda setiap bulannya. Pada bulan Juli 2015, inflasi bulanan tertinggi dimiliki oleh kelompok pengeluaran Bahan Makanan sebesar 2,02 persen (MtM). Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi antara lain ikan segar, daging ayam ras, dan cabai merah. Pada Agustus 2015, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga sebesar 1,72 persen (MtM), sebaliknya terjadi deflasi pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,58 persen (MtM). Sementara itu, pada bulan September 2015 kelompok Bahan Makanan mengalami deflasi tertinggi sebesar 1,07 persen (MtM), komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi antara lain daging ayam ras, cabai merah, bawang merah, cabai rawit, dan minyak goreng. Sebaliknya inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga sebesar 0,89 persen (MtM) (Tabel 56). Kelompok Pengeluaran Tabel 56. Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) YoY MtM Jul-15 Agt-15 Sept-15 Jul-15 Agt-15 Sept-15 UMUM (headline) 7,26 7,18 6,83 0,93 0,39-0,05 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 8,67 8,17 8,00 1,74-0,58-0,4 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 4,02 4,17 4,39 0,34 1,72 0,89 Kesehatan 5,60 5,99 6,15 0,36 0,70 0,44 Sandang 3,29 3,06 4,10 0,39 0,01 0,83 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 6,99 6,38 5,78 0,13 0,16 0,20 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,19 8,39 8,26 0,51 0,71 0,39 Bahan Makanan 8,66 9,26 8,26 2,02 0,91-1,07 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Secara tahunan (YoY), 82 kabupaten/kota mengalami inflasi selama triwulan III tahun 2015 (Lampiran 1). Pada akhir triwulan III tahun 2015, terjadi inflasi sebesar 6,83 persen (YoY) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 121,67. Selama Juli-September 2015, kota Tual tercatat memiliki inflasi tertinggi masing-masing sebesar 14,93 persen (YoY); 14,26 persen (YoY); dan 13,67 persen (YoY). Inflasi tahunan tertinggi di kota Tual terjadi pada kelompok Bahan Makanan. Sementara itu, inflasi tahunan terendah di bulan Juli dimiliki oleh kota Maumere, di bulan Agustus dimiliki oleh kota Manokwari, dan di bulan September dimiliki oleh kota 75

87 Meulaboh. Ketiga kota tersebut mencatat tingkat deflasi pada kelompok pengeluaran Bahan Makanan. Secara bulanan (MtM) sebaran inflasi/ deflasi di 82 kabupaten/ kota lebih merata dibandingkan secara tahunan (Lampiran 1). Inflasi tertinggi pada bulan Juli 2015 dimiliki kota Pangkal Pinang sebesar 3,18 persen (MtM), pada bulan Agustus 2015 dimiliki kota Tanjung Pandan sebesar 2,29 persen (MtM), dan pada bulan September 2015 dimiliki kota Merauke sebesar 1,33 persen (MtM). Bahan makanan mendominasi inflasi pada kota Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan, terutama pada komoditas ikan dan daging. Sementara itu, di Merauke penyebab tingginya inflasi adalah sektor pendidikan karena memasuki tahun ajaran baru. Sebaliknya, deflasi terendah pada bulan Juli dimiliki kota Merauke; pada bulan Agustus dimiliki kota Ambon; dan pada bulan September dimiliki kota Sibolga. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan III tahun 2015, dolar Amerika Serikat (USD) menguat pada sebagian besar mata uang negara lain baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY) (Lampiran 2). Tren penguatan USD sejalan dengan normalisasi kebijakan The Fed dan perbaikan data perekonomian Amerika Serikat yang memberikan tekanan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Secara bulanan (MtM), pada bulan Juli 2015, USD menguat terhadap seluruh mata uang, termasuk Rupiah. Tekanan tertinggi dialami oleh Kyat Myanmar dimana penguatan USD terhadap Kyat sebesar 10,5 persen (MtM). Sementara itu, pada bulan Agustus 2015 tekanan tertinggi dialami Ringgit Malaysia, sebaliknya USD sempat melemah hingga 2 persen (MtM) terhadap Yen Jepang dan Euro. Pada September 2015 tekanan tertinggi dialami oleh Real Brazil, sebaliknya USD melemah terhadap Rupee India, Yen Jepang, Renminbi Cina, dan Peso Filipina. Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), selama Juli- September 2015, USD menguat terhadap hampir seluruh mata uang negara lain. Penguatan USD terhadap Real Brazil adalah yang tertinggi selama bulan Juli- September Dolar Amerika Serikat sempat melemah secara YtD terhadap Poundsterling Inggris sebesar 0,2 persen pada bulan Juli Rusia merupakan negara yang mengalami tekanan tertinggi secara tahunan (YoY) Rusia pada akhir bulan Juli-September 2015 dibanding mata uang lainnya, dengan penguatan sekitar persen. Konflik politik dan tren penurunan harga minyak menjadi penyebab utama goncangnya perekonomian Rusia, termasuk pelemahan Rubel Rusia. 76

88 Gambar 14. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Sumber: Bank for International Settlements Secara relatif, nilai tukar rupiah tergolong lemah dibandingkan mata uang negara sekawasan, namun sedikit lebih baik dibandingkan Ringgit Malaysia dan Kyat Myanmar. Pulihnya perekonomian Amerika Serikat (AS) memang tidak hanya membuat rupiah melemah, namun juga mengkoreksi nilai tukar mata uang beberapa negara. Sementara itu, secara riil, nilai tukar rupiah relatif lebih rendah dibandingkan negara sekawasan lainnya dan menunjukkan tren penurunan (lihat Gambar 14). Pada bulan September 2015, nilai REER Indonesia menurun menjadi 85,53 dibanding bulan sebelumnya, akan tetapi REER Indonesia berada diatas REER Malaysia yang sebesar 85,51. Pada bulan September 2015, nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 115,80, disusul REER Singapura dan Thailand masing-masing 110,56 dan 100,81. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan III tahun 2015 sebesar Rp ,00 per USD, melemah sebesar 9,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap USD pada akhir bulan September 2015 mencapai Rp ,00 per USD. Pelemahan Rupiah ini dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Tekanan terhadap Rupiah dari faktor eksternal; terutama dipengaruhi oleh faktor kekhawatiran akan normalisasi kebijakan Bank Sentral AS (The Fed). Kekhawatiran tersebut sejalan dengan perbaikan ekonomi AS yang semakin didukung kuat dengan perlambatan ekonomi Tiongkok, sehingga mendorong permintaan terhadap dolar AS yang selanjutnya menopang penguatan USD. Sedangkan dari faktor internal antara lain dengan berkurangnya nilai ekspor dan cadangan devisa serta adanya lonjakan permintaan terhadap USD untuk pembayaran utang. 77

89 Indeks Harga Saham Pada posisi akhir bulan, sebagian besar negara selama triwulan III tahun 2015 mengalami tren pelemahan saham dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara bulanan (MtM), pada bulan Juli 2015, pelemahan indeks saham tertinggi dialami oleh Tiongkok (SSEA) mencapai 14,3 (MtM) persen, sedangkan penguatan saham dialami oleh kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Malaysia. Pada bulan Agustus dan September 2015, hampir seluruh indeks saham mengalami pelemahan secara bulanan. Tiongkok (SSEA) dan Jepang (N225) mengalami pelemahan indeks terdalam pada bulan Agustus dan September Sementara itu, Malaysia menunjukkan penguatan indeks saham meski tipigas pada akhir bulan September 2015 yaitu sebesar 0,5 persen (MtM). Pelemahan bursa saham karena sentimen negatif dari perlambatan ekonomi dunia yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 (Lampiran 3). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2015 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami pelemahan secara berkala selama triwulan III tahun 2015 adalah Indonesia (IHSG), Singapura (STI), Malaysia (KLCI), Thailand (SETI), dan Amerika Serikat (DJIA). Indonesia (IHSG) mengalami pelemahan terdalam secara YtD selama bulan Juli-September 2015 dengan masing-masing pelemahan 8,1 persen, 13,7 persen, dan 19,2 persen. Sebaliknya, secara YtD, indeks saham Jepang (N225) mengalami penguatan tertinggi pada bulan Juli 2015 dan Agustus 2015, masing-masing 18 persen (YtD) dan 8,3 persen (YtD). Bursa saham yang mengalami penguatan terbesar secara tahunan (YoY) selama triwulan III tahun 2015 adalah Tiongkok (SSEA) yang mencapai 66,4 persen (YoY) pada akhir bulan Juli 2015 dengan pertumbuhan yang semakin menurun menjadi sebesar 29,1 persen pada akhir September Sebaliknya, bursa saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah Rusia (RTS), yakni mencapai 29,7 persen (YoY) pada akhir bulan September Seiring dengan perbaikan ekonomi di AS, pada tanggal 30 September 2015, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,7 dan 1.998,7. Jika dibandingkan secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), maupun tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif hanya pada bulan Juli 2015 dan selanjutnya mengalami tren negatif. Pelemahan bursa saham Wall Street seiring dengan pelemahan bursa kawasan Eropa (STOXX-50) akibat goncangan saham Volkswagen. 78

90 Gambar 15. Indeks Saham BRIC & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali Gambar 16. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali Gambar 17. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia Sumber: Bloomberg, diolah kembali 79

91 Rata-rata IHSG pada triwulan III tahun 2015 sebesar Nilai rata-rata IHSG tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun IHSG baik secara bulanan (MtM), awal tahun (YtD), dan tahunan (YoY) mengalami pelemahan. Tren pelemahan IHSG semakin tinggi hingga akhir September 2015, namun dilanjutkan dengan penguatan pada awal hingga pertengahan Oktober Pergerakan yang sama juga dialami oleh indeks saham negara-negara ASEAN 3 (Malaysia, Singapura, dan Thailand). Begitu juga dengan indeks saham Tiongkok dan India. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan negara maju, tren IHSG menunjukkan tren pelemahan terburuk (Gambar 15, 16, dan 17). Pelemahan IHSG selama triwulan III tahun 2015 terutama dipengaruhi oleh sentimen negatif eksternal melemahnya manufaktur Tiongkok beserta sentiment negatif internal terhadap data-data perekonomian domestik yang belum kondusif, namun cukup terkendali dengan dikeluarkannya paket kebijakan Pemerintah. Indeks Harga Komoditas Internasional 160 Gambar 18. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) BERAS GULA GANDUM COKELAT JAGUNG KACANG KEDELAI Mayoritas komoditas internasional masih mengalami pergerakan indeks harga yang menurun selama triwulan III tahun 2015, baik secara bulanan (MtM), dibanding awal tahun (YtD) maupun secara tahunan (YoY). Komoditas beras adalah satusatunya komoditas yang mengalami penguatan indeks harga selama Juli-Agustus 2015, baik secara bulanan (MtM) maupun dibanding awal tahun (YtD). Sedangkan secara tahunan (YoY), hampir semua indeks harga komoditas terpilih mengalami penurunan secara berkala dengan penurunan indeks harga terdalam dimiliki komoditas minyak mentah Brent Oil dan gas alam (Lampiran 4). Pada awal triwulan III tahun 2015, sebagian besar indeks harga komoditas pangan global mengalami penurunan dan berlanjut hingga Agustus Kondisi yang berbeda terjadi pada bulan September 2015 dimana mayoritas indeks harga komoditas pangan global mengalami peningkatan kecuali komoditas kacang kedelai 80

92 (Gambar 18). Harga kedelai jatuh sebagai akibat cuaca yang buruk di wilayah perkebunan Amerika Serikat dan Brazil sebagai sentra penghasil kedelai dan membuat produksi hasil perkebunan menurun. Gambar 19. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global Sumber: Bloomberg, data diolah (3 Januari 2012=100) Tren penurunan indeks harga sebagian besar komoditas yang terjadi pada triwulan III tahun 2015 ini mencerminkan kelesuan perekonomian dunia. Pada akhir bulan September 2015 komoditas mineral global yang mengalami peningkatan indeks harga secara bulanan (MtM), sedangkan minyak mentah Brent Oil, gas alam dan komoditas logam mulia berupa emas masih melanjutkan penurunan indeks harga (Gambar 19). Kecenderungan penurunan indeks harga logam mulia menunjukkan bahwa permintaan akan komoditas ini menurun seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat yang membuat sifat hedging logam mulia emas menjadi turun. Tren penurunan harga minyak yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014 lalu karena melimpahnya pasokan minyak mentah dunia dari Amerika Serikat yang tidak didukung oleh pembatasan pasokan minyak dari negara OPEC. Sementara itu, anjloknya harga juga tidak didukung oleh peningkatan permintaan global akan komoditas ini. Penurunan indeks harga gas alam secara utama disebabkan oleh meningkatnya produksi khususnya Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode Juli-September 2015 mayoritas komoditas bahan pokok terpilih mengalami pergerakan harga yang fluktuatif secara bulanan (MtM). Sementara itu, hanya gula pasir yang mengalami penurunan harga secara berkala. Pada akhir bulan Juli dan Agustus 2015, harga bahan pokok yang mengalami peningkatan harga terbesar dialami oleh cabai merah keriting, cabe merah biasa beserta daging ayam broiler. Ketiga komoditas tersebut masing-masing meningkat sekitar 3-4 persen (MtM) pada akhir Agustus Sebaliknya, pada akhir bulan September 2015 komoditas daging ayam broiler, telur ayam ras, cabe merah keriting, dan cabe merah 81

93 biasa mengalami penurunan harga masing-masing sebesar 12,7 persen, 3,3 persen, 2,7 persen, dan 5,4 persen (MtM) (Lampiran 5). Penurunan harga terutama disebabkan oleh kembali normalnya permintaan bahan pokok setelah perayaan hari besar Idul Adha terutama pada komoditas daging ayam, telur, dan cabai merah. Komoditas bawang merah mengalami penurunan harga terdalam mencapai 9,9 persen (MtM) pada Juli 2015 dan dilanjutkan dengan penurunan sebesar 18,3 persen (MtM) pada akhir Agustus 2015 (Gambar 20). Anjloknya harga bawang merah ditengarai karena panen raya yang bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia. Gambar 20. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (2009=100) Jika dibandingkan dengan posisi pada awal tahun 2015 (YtD), selama bulan Juli- September 2015, komoditas bahan pokok yang mengalami peningkatan harga secara berkala adalah daging sapi, telur ayam ras, tepung terigu, beras medium, dan gula pasir. Sebaliknya, komoditas yang mengalami tren penurunan harga adalah minyak goreng curah, kedelai impor, kedelai lokal, cabe merah keriting, dan cabe merah biasa. Penurunan harga tertinggi terjadi pada komoditas cabe merah keriting dan cabe merah biasa dimana masing-masing turun sebesar 47,4 persen dan 48,5 persen (YtD) pada akhir September Secara tahunan (YoY), selama triwulan III tahun 2015, mayoritas harga bahan pokok nasional meningkat. Sementara itu hanya komoditas minyak goreng curah dan kedelai impor yang mengalami tren penurunan harga secara berkala. Adapun bahan pokok yang mengalami fluktuasi harga secara tahunan antara lain daging ayam broiler, kedelai lokal, dan bawang merah. Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 17 September 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI rate menjadi sebesar 7,5 persen dengan suku bunga Lending Facility pada level 8,00 persen dan suku bunga Deposit Facility pada level 5,50 persen. Keputusan mempertahankan tingkat suku bunga didasarkan pada tingkat inflasi yang diperkirakan masih dalam kisaran inflasi yang rendah dan 82

94 terkendali. Keputusan BI-rate dipandang sejalan dengan target inflasi yang terkendali dan rendah di bawah sasaran 4±1 persen pada dan untuk mendukung terwujudnya surplus transaksi berjalan. Pada akhir Agustus 2015, BI melakukan perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik dan Pihak Asing. Bank Indonesia mengubah batas nilai maksimum pembelian valuta asing (valas) melalui transaksi spot yang dilakukan tanpa keperluan tertentu (underlying) menjadi sebesar USD per bulan per nasabah. Hal ini dilakukan oleh BI sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Pada September 2015, sejalan dengan paket kebijakan Pemerintah, dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian, Bank Indonesia mengeluarkan lima paket kebijakan, yaitu: (i) Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian; (ii) Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah; (iii) Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah; (iv) Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas); dan (v) Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga masih konsisten dengan kebijakan pelonggaran makroprudensial untuk menstimulus perekonomian melalui penyesuaian kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) dengan instrumen pelonggaran batas atas Loan to Funding Ratio (LFR) bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu Kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik. Mengingat permasalahan domestik dan tantangan perekonomian global yang masih diwarnai ketidakpastian, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi. Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit (CAD) yang sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama yang mendukung pembangunan infratsruktur; (iii) Manajemen ekspektasi penting. Meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait dengan proyek-proyek besar. 83

95 Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. SEKTOR PERBANKAN Gambar 21. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Agustus 2015 Indikator ketahanan perbankan dan sektor keuangan cukup terjaga di triwulan ke III tahun 2015 di tengah pertumbuhan ekonomi yg masih terbatas. Hal tersebut ditunjukkan Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Tercatat CAR pada bulan Agustus 2015 adalah sebesar 20,73 persen, meningkat 0,45 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ). Loan to Deposit Ratio (LDR) juga mengalami kenaikan sebesar 0,87 persen pada bulan Agustus 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 88,81 persen. Untuk rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,25 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 2,75 persen di bulan Agustus Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan tetap tumbuh meskipun mengalami perlambatan di tengah terbatasnya pertumbuhan perekonomian domestik. Pada triwulan III tahun 2015, pertumbuhan DPK mengalami perlambatan dari 13,18 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya menjadi 11,51 persen (YoY). Secara nominal, DPK pada triwulan III tahun 2015 tumbuh sebesar 2,32 persen dibanding triwulan sebelumnya menjadi Rp triliun. 84

96 Gambar 22. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan September 2015 Gambar 23. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Sumber: Bank Indonesia Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan September 2015 Kredit masih tetap menunjukkan pertumbuhan, di tengah pertumbuhan ekonomi yg masih terbatas. Kredit triwulan III tahun 2015 tercatat sebesar Rp triliun, tumbuh sebesar 3,16 persen dibanding triwulan sebelumnya atau sebesar 10,90 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kredit Modal Kerja tercatat tumbuh sebesar 3,10 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (QtQ) atau sebesar 10,32 persen dibandingkan tahun sebelumnya (YoY) menjadi sebesar Rp triliun. Kredit Investasi tumbuh sebesar 4,27 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (QtQ) atau sebesar 13,03 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY). Pada bulan September 2015, kredit investasi tercatat sebesar Rp 977 triliun. Kredit Konsumsi juga mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 2,29 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (QtQ) atau sebesar 10,17 persen dibanding tahun sebelumnya (YoY). Tercatat pada bulan September 2015, kredit konsumsi adalah sebesar Rp triliun. 85

97 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Pada triwulan II tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai 599,4 triliun dan dalam PDB atas dasar harga konstan 2010 mencapai 486,7 triliun. Sektor industri pengolahan pada triwulan II tahun 2015 mengalami pertumbuhan mencapai 5,26 persen (YoY). Rata-rata kunjungan wisman per bulan selama triwulan kedua tahun ini sekitar orang dengan jumlah total kunjungan wisman mencapai orang. 86

98 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 24. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pada triwulan III Tahun 2015, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 531,7 triliun dan tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY). Pertumbuhan sektor industri non-migas tersebut mampu menopang pertumbuhan PDB nasional pada triwulan III tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,71 persen (YoY). Hal ini melanjutkan tren yang sudah dimulai dari tahun Di tengah perlambatan ekonomi baik di Indonesia maupun dunia, tumbuhnya sektor industri pengolahan non-migas menjadi sebuah pencapaian yang sangat baik. Gambar 25. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah 87

99 Sebagian besar dari lima belas subsektor pengolahan non-migas mencatatkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional; industri barang logam dan industri makanan dan minuman (mamin) yang berturut-turut tumbuh 8,6 persen, 8,0 persen dan 7,9 persen (Gambar 25). Di sisi lain, tiga subsektor industri pengolahan non-migas mencatat pertumbuhan negatif diantaranya industri tekstil dan pakaian jadi, industri kertas, serta barang dari kertas dan kayu. Pada tiga triwulan terakhir tahun 2015, industri tekstil mencatat pertumbuhan negatif. Dengan kurang lebih 1,3 juta tenaga kerja yang bekerja di sektor tekstil, pertumbuhan negatif tersebut menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kepentingan. Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan bahwa pertumbuhan yang negatif tidak hanya disebabkan oleh turunnya permintaan dari luar negeri, tetapi juga disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat Indonesia dan mahalnya biaya input, khususnya biaya gaji buruh. Hal ini sangat mungkin untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga sejauh mana efektivitas metode baru penghitungan upah minimum provinsi (UMP). Penetapan UMP hanya sebesar jumlah persentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi dapat meringankan beban usaha pelaku industri tekstil. Gambar 26. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas 5,24 Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Pada triwulan III tahun 2015, subsektor makanan dan minuman masih menjadi subsektor yang dominan dalam industri pengolahan non-migas. Kontribusi subsektor makanan dan minuman dalam pertumbuhan PDB industri pengolahan non-migas merupakan yang terbesar, atau mencapai hampir 45,0 persen dari pertumbuhan industri pengolahan non-migas. Pelaku usaha sektor makanan minuman yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), memberikan pertimbangan kepada para pemangku kebijakan terkait dengan ketersediaan bahan baku seperti gula, garam, daging hewan dengan harga kompetitif. Hal ini menjadi perhatian utama, sehingga mendukung 88

100 pertumbuhan subsektor makanan minuman. Pemangku kebijakan harus tetap memperhitungkan tren penurunan daya beli masyarakat yang mempengaruhi pertumbuhan subsektor makanan, meskipun subsektor ini memiliki tingkat elastisitas permintaan yang rendah. Gambar 27. Tenaga Kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Jumlah tenaga kerja industri per bulan Agustus 2015 adalah sejumlah 15,25 juta tenaga kerja, relatif tidak berubah jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja per bulan Agustus Di tengah kelesuan perekonomian global, penambahan jumlah tenaga kerja sektor industri menjadi sebuah hal sulit. Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa asosiasi industri, pelaku usaha berusaha untuk tidak melakukan PHK dan lebih memilih untuk melakukan pengurangan jam kerja ataupun merelokasi industri menuju daerah dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah. Namun demikian, jika pelemahan perekonomian terus berlanjut maka pilihan PHK menjadi sesuatu yang sulit dihindari. Gambar 28. Ekspor Produk Industri Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah Nilai ekspor produk industri Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2015 mencapai USD 25,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar 10,05 persen dibandingkan triwulan II tahun 2014 (YoY). Melihat pertumbuhan ekonomi global 89

101 yang terus menurun dan kinerja ekspor yang melambat, target ekspor yang dicanangkan naik hingga tiga kali lipat di 2019 akan menjadi sebuah tantangan besar. Salah satu penyebab penurunan ekspor komoditas maupun manufaktur adalah karena turun nya permintaan dari Tiongkok, Jepang dan Eropa. Hal ini perlu diantisipasi karena tren penurunan ekspor produk industri, dimana ekspor industri sudah menurun selama empat triwulan berturut-turut. Selain itu, pemangku kebijakan dapat mengeluarkan kebijakan yang mengantisipasi penurunan permintaan dunia dan mendukung pertumbuhan ekspor industri. Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Proyek investasi PMA pada triwulan III tahun 2015 telah direalisasikan melalui proyek dengan nominal investasi sebesar USD 3,1 miliar. Investasi PMA mengalami kenaikan nominal yang signifikan yaitu sebesar USD 0,6 miliar, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kenaikan investasi pada sektor tambang, industri logam, mesin dan elektronik, kendaraan bermotor, alat berat, perumahan, serta listrik dan gas. Proyek investasi di bidang kelistrikan mengalami kenaikan sangat signifikan dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini disebabkan banyaknya proyek elektrifikasi oleh pemerintah yang mulai dikerjakan, dimana yang sebagian besar diserahkan oleh investor asing. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, realisasi investasi industri PMA yang telah dilaksanakan mencapai nilai sebesar USD 8,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan capaian realisasi investasi PMA triwulan III tahun 2014, pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar USD 1,6 miliar. Hal ini disebabkan oleh kelesuan ekonomi dunia yang dialami oleh negara maju maupun negara berkembang. Namun demikian, laporan terbaru terkait investasi dunia dalam World Investment Report 2015 yang dirilis oleh PBB menyebutkan bahwa Asia bagian Timur (terdiri dari Asia Timur dan Asia Tenggara) merupakan salah satu wilayah tujuan investasi asing terbesar di dunia dan Indonesia menduduki posisi kedua tertinggi di Asia Timur dan posisi tertinggi pertama di Asia Tenggara dalam PMA. Gambar 29. Perkembangan PMA Sektor Industri Sumber: BKPM 2015, diolah 90

102 Pada triwulan III tahun 2015, jumlah proyek PMA menurun sebesar 238, dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, jumlah total investasi proyek PMA sampai dengan triwulan III tahun 2015 telah melampaui jumlah investasi proyek PMA yang direalisasikan di tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, jumlah total investasi PMA telah mencapai 4,854 proyek, sedangkan hanya mencapai 4,509 pada tahun 2014 Di sisi lain, nilai PMDN triwulan III tahun 2015 mencapai Rp 20 triliun dan jumlah proyek PMDN mencapai 516 proyek yang terealisasi. Berdasarkan nilai maupun jumlah PMDN di triwulan III tahun 2015 mengalami penurunan, dibandingkan triwulan II tahun Hal tersebut berkaitan dengan siklus investasi yang memang selalu naik di pertengahan dan akhir tahun. Nilai investasi PMDN di sektor industri mulai melampaui pencapaian investasi di tahun Sampai dengan triwulan III tahun 2015, total nilai investasi PMDN di tahun 2015 sudah mencapai Rp 63,06 triliun, atau meningkat sebesar Rp 21,26 triliun dibandingkan tahun Hal yang sangat menarik diperhatikan yaitu ketika kelesuan ekonomi yang sangat tinggi dirasakan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, ternyata para investor dalam negeri banyak menanamkan modalnya di sektor industri industri makanan, kimia, farmasi, mineral non logam, dan permesinan serta elektronik. Gambar 30. Perkembangan PMDN Sektor Industri Sumber: BKPM 2015, diolah Berdasarkan secara keseluruhan PMA sektor industri, gambar 30 menunjukkan bahwa sebanyak USD 724 juta dari total investasi PMA sebesar USD 3,145 miliar diinvestasikan pada subsektor industri logam, mesin dan elektronik. Investasi tersebut merupakan investasi yang bertahan di posisi tertinggi dari tahun 2014, disusul oleh investasi industri dari subsektor kimia dan farmasi yaitu sebesar 578 juta USD, serta subsektor kendaraan bermotor dan alat transportasi sebesar 526 juta USD. Secara keseluruhan realisasi PMA berdasarkan asal negara adalah, investasi Malaysia tercatat USD 2,6 miliar, Singapura USD 2,3 miliar, Jepang USD 1,6 miliar, Amerika Serikat USD 0,6 miliar, dan British Virgin Islands sebesar USD 0,4 miliar. 91

103 Tabel 57. Nilai Investasi Dan Jumlah Proyek PMA Sektor Industri Triwulan III Tahun 2015 No Subsektor Industri Nilai PMA (Juta USD) Jumlah Proyek PMA 1 Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya TOTAL 3,145 1,648 Sumber: BKPM 2015, diolah Pada triwulan III tahun 2015, realisasi investasi proyek PMDN untuk sektor industri masih didominasi oleh industri makanan yang mencapai 204 unit proyek, industri kimia farmasi sebesar 71 unit proyek, serta industri logam, mesin dan elektronik sebanyak 64 unit proyek. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, berdasarkan realisasi investasi PMDN secara akumulatif nilai terbesar masih dipegang oleh subsektor industri makanan sebesar 636 unit proyek dan industri logam, mesin dan elektronik sebesar 223 unit proyek. Selanjutnya, posisi ketiga dan keempat terbesar adalah subsektor industri kimia dan farmasi serta subsektor karet dan plastik masing-masing sebesar 218 dan 174 unit proyek PMDN pada tahun Sejalan dengan jumlah investasi proyek PMDN tersebut, industri makanan juga menerima nominal investasi terbesar dibanding sektor lainnya, yakni sebesar 29,0 persen atau total investasi sampai dengan triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 18,1 triliun. Hal ini terjadi di tahun-tahun sebelumnya karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat. Selanjutnya, investasi PMDN dari investasi industri kimia dan farmasi sebesar 25,0 persen atau Rp 16,05 triliun. Pertumbuhan PDB industri sektor makanan dan minuman terus mengalami kenaikan pada tiap triwulannya. Pada tahun 2015 PDB industri telah tumbuh sebesar 8,4 persen, 8,6 persen, dan 7,0 persen pada triwulan I hingga triwulan III tahun GAPMMI mencatatkan bahwa banyaknya investor yang melirik masuk ke industri makanan 92

104 dan minuman di Indonesia, karena didorong oleh besarnya populasi yang merepresentasikan tingkat konsumsi makanan dan minuman di tanah air. Tabel 58. Nilai Investasi Dan Jumlah Proyek PMDN Sektor Industri Triwulan III Tahun 2015 Nilai PMDN Jumlah Proyek No Subsektor Industri PMDN (Rp. Miliar) 1 Industri Makanan 3, Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan 2, Ind. Kimia dan Farmasi 5, Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam 5, Ind. Logam, Mesin & Elektronik 2, Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya 21 4 Sumber: BKPM 2015, diolah TOTAL 20, Industri makanan dari tahun ke tahun masih menjadi primadona para pelaku bisnis global. Hal ini disebabkan oleh perekonomian Indonesia yang sebagian besar ditopang oleh sektor konsumsi. Semakin banyaknya jumlah kalangan menengah di Indonesia didukung dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan mencapai 250 juta orang, nilai investasi subsektor industri makanan akan terus meningkat. Perkembangan realisasi penanaman modal subsektor lndustri logam dasar, barang logam, mesin, dan elektronik berfluktuatif serta memiliki tren meningkat PMDN maupun PMA. Peningkatan tren pada tiga tahun terakhir, baik realisasi PMDN maupun PMA didorong oleh proyeksi pertumbuhan konsumsi baja, barang mesin, dan elektronik. Pertumbuhan konsumsi baja domestik yang dipengaruhi oleh pangsa pasar industri otomotif, infrastruktur, dan konstruksi mengalami peningkatan yang cukup pesat. Berdasarkan pertumbuhan PDB triwulan III tahun 2015, menunjukkan bahwa industri logam, mesin, dan elektronik memiliki tren pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 6,4 persen (YoY) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,7 persen (YoY). Hal ini menunjukkan kenaikan permintaan masyarakat terhadap barang 93

105 mesin dan elektronik dari waktu ke waktu yang didorong oleh peningkatan daya beli dan pendapatan, khususnya kelas menengah. Data Penjualan Komoditas Industri Utama Gambar 31. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan III Tahun 2015 Sumber: GAIKINDO 2015, diolah Gambar 31 menunjukkan bahwa penjualan mobil memiliki tren musiman yang jelas. Penjualan mobil selalu mengalami penurunan pada bulan mendekati Hari Raya atau bulan banyak libur (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru). Pada tahun 2015, penjualan mobil mengalami penurunan yang sangat drastis pada bulan Juli 2015 yaitu sebesar unit mobil. Hal ini disebabkan oleh adanya cuti bersama lebaran dan masa libur anak sekolah. Tren penurunan ini dibuktikan dengan peningkatan penjualan mobil yang sangat drastis pada dua bulan berikutnya, yaitu bulan Agustus dan September menjadi sebesar unit dan unit. Secara kumulatif, selama sembilan bulan tahun 2015 penjualan mobil mengalami penurunan dibandingkan dengan kumulatif Sembilan bulan di tahun Sampai bulan September 2015, penjualan mobil mencapai unit, sedangkan sampai bulan September 2014 mencapai unit. Penurunan daya beli masyarakat tahun 2015 yang menjadi faktor utama turunnya penjualan mobil. Namun demikian, pelemahan ekonomi dunia juga berimbas pada industri manufaktur kendaraan roda empat, khususnya penjualan mobil tahun Industri manufaktur mobil di Indonesia yang didominasi oleh Astra Internasional mencatat bahwa perusahaan masih menggunakan komponen bahan baku impor dari luar negeri. Jika depresiasi nilai rupiah terhadap US dolar, maka harga bahan baku akan menjadi sangat mahal. Di samping itu, kenaikan gaji pekerja disesuaikan dengan kenaikan UMR setiap tahun tidak sebanding dengan kenaikan produktifitas dari pekerja, sehingga biaya produksi menjadi semakin besar. Konsekuensi kenaikkan 94

106 harga jual mobil akan menyebabkan penurunan minat konsumen untuk membeli yang juga dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat. Gambar 32. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2015 Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2015, diolah Pada bulan Juli 2015, penurunan drastis terjadi pada penjualan motor namun apabila dibandingkan dengan mobil, jumlah penjualan motor masih tetap lebih tinggi. Pada periode Januari-Oktober 2015, total penjualan motor mendapatkan penjualan terbesar di bulan Agustus yaitu sekitar unit karena mendekati Hari Raya Idul Fitri. Tiga faktor utama penyebab kenaikan penjualan pada bulan Agustus 2015 yaitu (1) hari kerja pada bulan Agustus lebih banyak jika dibandingkan dengan Juli; (2) pertumbuhan terjadi karena sebagian konsumen yang tertahan pembeliannya akibat libur Lebaran, sehingga merealisasikan belanja sepeda motor pada bulan berikutnya; (3) stok di dealer berkurang akibat permintaan sebelum Lebaran. Secara akumulatif, penjualan motor pada tahun 2015 juga mengalami penurunan penjualan dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai bulan September 2015, penjualan motor tercatat mencapai unit, sedangkan sampai bulan September 2014 penjualan motor mencapai unit. Penurunan penjualan motor juga diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang masih belum stabil, dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US dolar, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Selain itu, harga motor baru terus meningkat sejalan dengan kenaikan inflasi tahunan dan pembelian komponen mesin yang sebagian masih impor. 95

107 Gambar 33. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan III Tahun 2015 (Juta Ton) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2015, diolah Penjualan semen di Indonesia pada bulan Juli 2015 mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tahun Penjualan semen pada bulan Juli 2015 tercatat masih yang terendah di sepanjang tahun 2015 yaitu sebesar juta ton. Penjualan semen sama seperti siklus penjualan mobil dan motor, turun drastis di bulan Juli dikarenakan banyaknya hari libur dan naik kemudian naik kembali di bulan-bulan selanjutnya. Pada bulan Agustus 2015 penjualan semen mulai mengalami kenaikan yang sangat drastis sebesar juta ton, dan terus menerus meningkat. Penjualan di bulan Oktober tercatat mencapai penjualan tertinggi sepanjang tahun 2015 yaitu sebesar jumlah juta ton. Perbandingan dengan tahun sebelumnya, penjualan semen tahun ini masih lebih rendah. Sampai bulan Oktober 2015 penjualan semen baru mencapai juta ton, sedangkan pada bulan yang sama di tahun 2014 penjualan semen telah mencapai juta ton. Sebagaimana dalam gambar 34, peningkatan penjualan semen pada triwulan III tahun 2015 tersebut seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi. Perkiraan penjualan semen tahun 2015 akan terus meningkat, sejalan dengan mulai berjalannya proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Beberapa proyek yang akan segera direalisasikan diantaranya proyek tol Trans-Sumatra, proyek jalan tol Balikpapan Samarinda Barat, proyek MRT Timur-Barat (Balaraja-Cikarang), proyek revitalisasi 3 bandara skala kecil dan menengah dari target 10 bandara, yaitu di Lampung, Palu dan Pulau Komodo, Proyek transmisi listri HVDC (High Voltage Direct Current) interkoneksi Sumatera Jawa, proyek transmisi listrik Sumatera Selatan ke Sumatera Utara, proyek transportasi kereta api ekspres bandara Soekarno Hatta, proyek infrastruktur bidang energi diantaranya Kilang minyak Bontang, Proyek Air minum Semarang Barat, dan Proyek PLTU Batang kapasitas 2000 megawatt. 96

108 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Gambar 34. Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan Penjualan Semen Triwulan III Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Penjualan Semen (ton) Penjualan Semen (RHS) (%) -15 Sumber: Badan Pusat Statistik dan BKPM, diolah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Gambar 35. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun , , , , , , Sumber: Bank Indonesia 2015, diolah Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Miliar Rp, sk. kiri) Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Miliar Rp, sb. kiri) Bunga Kredit Modal Kerja Sektor Industri (%, sb. kanan) Bunga Kredit Investasi Sektor Industri (%, sb. kanan) Pada triwulan III tahun 2015, pinjaman modal kerja rupiah dan valas perbankan untuk sektor industri terus mengalami pertumbuhan senilai Rp 521 triliun, dan posisi pinjaman kredit investasi sebesar Rp 212 triliun. Semenjak triwulan II tahun 2015, baik bunga kredit investasi maupun bunga kredit modal kerja mengalami penurunan seiring suku bunga BI yang menurun menjadi 7,5 persen di bulan Februari Per bulan September 2015, suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja di sektor industri adalah sebesar 12,83 persen dan 13,00 persen. Penurunan bunga kredit tersebut walau hanya sekitar 20 basis poin, diharapkan mampu menjadi stimulus bagi sektor perindustrian dalam menjalankan operasional 97

109 perusahaan dan meningkatkan investasi di tengah kondisi perekonomian yang melemah. Jumlah Wisatawan Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Pada triwulan III tahun 2015 seperti gambar 36, menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah wisman di periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata kunjungan wisman per bulan selama triwulan III tahun 2015 berjumlah orang dan jumlah total kunjungan wisman selama sembilan bulan di tahun 2015 mencapai orang. Angka ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan September 2015, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan bulan September Hal itu disebabkan oleh tanggal 28 September 2015 merupakan Hari Pariwisata Dunia, dan Kementerian Pariwisata beserta beberapa stakeholders pariwisata telah menyiapkan serangkaian kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Peningkatan jumlah wisman pada triwulan III tahun 2015 ini dapat disebabkan antara lain karena (1) pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar yang otomatis meningkatkan daya beli wisman dan meningkatkan daya saing obyek pariwisata di Indonesia, (2) penambahan rute penerbangan langsung ke Bali, (3) promosi yang begitu gencar dilakukan oleh Kementerian Pariwisata melalui berbagai media antara lain internet, iklan TV, dan koran, dan (4) banyaknya paket wisata yang ditawarkan seperti yang dilakukan oleh PT. Pelni dengan menyediakan paket wisata bahari menuju Karimun Jawa pada bulan Juli Sampai triwulan III tahun 2015, wisatawan mancanegara yang paling banyak mengunjungi Indonesia melalui 19 pintu masuk utama adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak orang. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat empat kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia yaitu Tiongkok, Malaysia, Australia, dan Jepang dengan 98

110 jumlah wisatawan berturut-turut sebanyak , , , dan orang. Sejak diberlakukannya kebijakan bebas visa bagi beberapa negara sejak bulan Juni 2015, menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Pada periode Januari-Agustus 2015, wisman dari Tiongkok tercatat paling banyak mengunjungi Indonesia. Sebanyak wisman dari Tiongkok masuk ke Indonesia melalui Bali, wisman dari Jakarta, dan sebanyak wisman mengunjungi dari Batam. Bali menjadi salah satu destinasi favorit wisman dari Tiongkok. Gambar 37. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan III Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia terhitung melalui 19 pintu masuk utama seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam (Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan Juanda (Jawa Timur) dengan jumlah kunjungan terbanyak melalui Ngurah Rai. Tingginya jumlah wisman yang masuk melalui Ngurah Rai, Soekarno-Hatta, dan Batam sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata yaitu pengembangan Great Bali, Great Jakarta, dan Great Batam. Pada bulan Agustus 2015, Sanur telah diresmikan sebagai kampung wisata digital dan etalase Usaha Kecil Menengah (UKM) pertama di Indonesia dan dilakukan pembukaan Sanur Village Festival ke-10. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia pada umumnya serta Bali pada khususnya di bulan September Selain itu, di kota lain yaitu Yogyakarta terdapat acara Jogja Travel Mart yang merupakan salah satu penyebab tingginya pertumbuhan wisman yang ke kota tersebut sebesar 62,4 persen dibandingkan tahun 2014 pada periode yang sama yaitu bulan September. Kunjungan wisman ke Yogyakarta mengalami peningkatan pada bulan September 2015 yang terlihat melalui jumlah wisman yang masuk melalui Bandara Internasional Adi Sucipto, Yogyakarta. 99

111 Gambar 38. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2015 Sumber: Kementerian Pariwisata 2015, diolah 100

112 LAMPIRAN 1. INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA 2. NILAI TUKAR MATA UANG 3. INDEKS SAHAM GLOBAL 4. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 5. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL 101

113 Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 39. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2015 Bulukumba Parepare Makassar Watampone Meulaboh Sorong Banda Aceh Merauke Jayapura Lhokseumawe 15,00% Sibolga Manokwari Pematang Siantar Ternate Medan Tual Padang Sidempuan Ambon Padang 13,00% Mamuju Bukittinggi Gorontalo Bau-Bau 11,00% Tembilahan Pekanbaru Kendari Palopo 9,00% 7,00% 5,00% Dumai Bungo Jambi Palembang Lubuk Linggau Bengkulu Palu Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Tabalong Palangkaraya 3,00% 1,00% -1,00% Bandar Lampg Metro Tanjung Pandan Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sampit Singkawang Pontianak Kupang Maumere Bima Mataram Denpasar Singaraja Cilegon Tangerang Serang Surabaya Madiun Probolinggo Malang Kediri Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Banyuwangi Jember Sumenep Juli Agustus September Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 102

114 Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 40. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2015 Makassar Palopo Parepare Meulaboh Banda Lhokseumawe Aceh 3,00% Sibolga Manokwari Sorong Merauke Jayapura Pematang Siantar Ternate Medan Tual Padang Sidempuan Ambon Mamuju Gorontalo 2,00% Padang Bukittinggi Tembilahan Bau-Bau Kendari 1,00% 0,00% Pekanbaru Dumai Bungo Jambi Palembang Watampone Bulukumba Palu Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Tabalong Palangkaraya Sampit Singkawang -1,00% -2,00% -3,00% -4,00% Lubuk Linggau Bengkulu Bandar Lampg Metro Tanjung Pandan Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Pontianak Kupang Maumere Bima Mataram Denpasar Singaraja Cilegon Tangerang Serang Surabaya Madiun ProbolinggoMalang Kediri Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Banyuwangi Jember Sumenep Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Juli Agustus September Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 103

115 Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang Tabel 59. Nilai Tukar Mata Uang Negara PAB Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) Rata-rata Triwulanan QtQ (%) Indonesia ,5 9,3 16, ,9 13,6 20, ,2 18,3 20, ,9 Turki 2,77 3,3 18,8 29,4 2,9149 5,2 25,0 34,8 3,0256 3,8 29,8 32,8 2,904 12,8 Afrika Selatan 12,68 4,2 9,8 18,4 13,2799 4,7 15,0 24,5 13,8549 4,3 20,0 22,8 13,272 13,9 BRIC Brazil 3,42 10,3 28,7 51,1 3,6205 5,8 36,2 61,9 3,9475 9,0 48,5 61,3 3,663 27,2 Rusia 61,71 11,5 6,8 72,9 64,2249 4,1 11,1 73,0 65,3619 1,8 13,1 65,1 63,764 18,1 India 64,14 0,8 1,2 5,9 66,4825 3,7 4,9 9,9 65,59-1,3 3,5 6,2 65,403 3,0 Cina 6,21 0,1 0,0 0,6 6,379 2,7 2,8 3,8 6,356-0,4 2,4 3,5 6,315 2,5 ASEAN-6 Singapura 1,37 1,8 3,7 10,0 1,4118 2,9 6,7 13,1 1,4223 0,7 7,5 11,5 1,402 5,6 Malaysia 3,83 1,5 9,6 19,9 4,1925 9,4 19,9 33,0 4,395 4,8 25,7 34,0 4,140 16,5 Thailand 35,00 3,6 6,2 8,7 35,834 2,4 8,8 12,2 36,37 1,5 10,4 12,1 35,736 7,6 Filipina 45,74 1,4 2,3 5,2 46,78 2,3 4,6 7,3 46,726-0,1 4,5 3,9 46,415 3,6 Myanmar ,5 19,8 27,1 1276,5 3,4 23,8 31, ,8 24,8 29, ,1 Negara Maju Kawasan Euro 0,91 1,4 10,2 21,9 0,892-2,0 8,0 17,1 0,8947 0,3 8,3 13,0 0,899-0,4 Inggris 0,64 0,5-0,2 8,1 0,6517 1,8 1,6 8,2 0,661 1,4 3,0 7,2 0,651 3,8 Jepang 123,89 1,1 3,5 20,5 121,23-2,1 1,2 16,5 119,88-1,1 0,1 9,3 121,667-2,1 Korea Selatan 1170,31 4,9 7,0 13,9 1182,9 1,1 8,1 16,7 1185,39 0,2 8,4 12, ,3 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 104

116 Negara PAB Lampiran 3: Indeks Saham Global Tabel 60. Indeks Saham Global Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) Rata-rata Triwulanan Indonesia (IHSG) 4802,5-2,2-8,1-5,6 4509,6-6,1-13,7-12,2 4223,9-6,3-19,2-17,8 4512,0-14,0 BRIC Brazil (IBOV) 50685,0-4,3 0,7-9, ,0-8,4-7,8-24, ,0-3,5-11,0-17, ,7-15,4 Russia (RTSI) 858,8-8,6 8,6-29,6 833,6-2,9 5,4-30,0 789,7-5,3-0,1-29,7 827,4-16,0 India (BSE) 28114,6 1,2 2,2 8, ,1-6,5-4,5-1, ,8-0,5-4,9-1, ,8-5,9 China (SSEA) 3663,7-14,3 13,3 66,4 3206,0-12,5-0,9 44,6 3052,8-4,8-5,6 29,1 3307,5-28,6 ASEAN-4 Singapura (STI) 3202,5-3,5-4,8-5,1 2921,4-8,8-13,2-12,2 2790,9-4,5-17,1-14,8 2971,6-15,9 Malaysia (KLCI) 1723,1 1,0-2,2-7,9 1612,7-6,4-8,4-13,6 1621,0 0,5-8,0-12,2 1652,3-5,0 Thailand (SETI) 1440,1-4,3-3,8-4,1 1382,4-4,0-7,7-11,5 1349,0-2,4-9,9-14,9 1390,5-10,3 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) 17689,9 0,4-0,7 6, ,0-6,6-7,3-3, ,7-1,5-8,6-4, ,2-7,6 Amerika Serikat (S&P 500) 2103,8 2,0 2,2 9,0 1972,2-6,3-4,2-1,6 1920,0-2,6-6,7-2,6 1998,7-6,9 Kawasan Euro (STOXX-50) 3600,7 5,2 14,4 15,6 3269,6-9,2 3,9 3,1 3100,7-5,2-1,5-3,9 3323,7-9,5 Jepang (N225) 20585,2 1,7 18,0 31, ,5-8,2 8,3 22, ,2-8,0-0,4 7, ,6-14,1 Hong Kong (Hang Seng) 24636,3-6,1 4,4-0, ,6-12,0-8,2-12, ,3-3,8-11,7-9, ,4-20,6 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan QtQ (%) 105

117 Komoditas PAB Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 61. Indeks Harga Komoditas Internasional Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 Rata-rata MTM YTD YOY MTM YTD YOY MTM YTD YOY PAB PAB Triwulan (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Beras 80,0 13,3 0,2-11,3 82,5 3,2 3,4-5,6 91,7 11,1 14,9 3,6 84,7 29,9 Gula 45,5-9,3-23,3-32,3 43,6-4,0-26,4-31,0 49,7 13,8-16,2-21,4 46,2-0,9 Gandum 76,0-18,8-15,3-5,8 73,4-3,4-18,2-12,3 78,0 6,3-13,1 7,3 75,8-16,6 Kacang Kedelai 80,5-7,1-3,8-19,9 73,7-8,5-11,9-17,6 73,2-0,6-12,5-2,3 75,8-15,6 Jagung 64,4-9,7-4,0 0,5 63,4-1,6-5,5-0,7 65,5 3,3-2,3 16,3 64,4-8,1 Minyak Mentah 46,6-17,9-8,9-50,8 48,3 3,7-5,5-47,5 43,1-10,7-15,6-48,9 46,0 (Brent Oil) -23,9 Gas Alam 58,7-4,1-6,2-32,0 58,1-1,0-7,1-35,5 54,6-6,1-12,8-39,3 57,1-10,9 Emas 66,7-6,5-7,5-14,7 69,0 3,4-4,4-12,1 67,9-1,5-5,8-8,0 67,9-4,8 Tembaga 68,1-9,6-16,4-27,1 67,4-1,1-17,3-26,3 67,5 0,1-17,1-22,3 67,7-10,5 Perak 50,1-5,4-5,5 71,8 49,5-1,1-6,5-25,4 67,5 36,2 27,4 16,2 55,7 27,5 3 Januari 2012=100 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan. QtQ (%) 106

118 Komoditas PAB Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 62. Harga Bahan Pokok Nasional Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) Rata-rata Triwulan Minyak Goreng Curah ,3-0,9-5, ,8-4,6-6, ,0-4,6-5, Daging Sapi ,2 6,2 1, ,8 8,2 9, ,0 7,1 8, Daging Ayam Broiler ,2 9,2 5, ,9 13,4 9, ,7-1,0-1, Telur Ayam Ras ,7 1,0 6, ,9 4,9 9, ,3 1,4 10, Tepung Terigu ,3 1,5 2, ,4 1,9 2, ,6 1,4 1, Kedelai Impor ,3-2,9-2, ,7-3,6-4, ,9-2,7-2, Kedelai lokal ,2-1,1 3, ,3-2,4-0, ,7-1,7-0, Beras Medium ,6 5,9 13, ,9 6,8 13, ,1 9,0 16, Gula Pasir ,0 16,6 14, ,9 14,3 13, ,8 13,4 13, Cabe Merah Keriting ,6-48,0 66, ,9-45,9 65, ,7-47,4 25, Cabe Merah Biasa ,2-47,3 48, ,3-45,6 62, ,4-48,5 16, Bawang Merah ,9 16,9-9, ,3-4,5-8, ,6-3,9 1, Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 107

119 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

120

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

Diskusi Terbuka INFID

Diskusi Terbuka INFID Diskusi Terbuka INFID Dr. Edi Prio Pambudi Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 10 September 2015 PERSOALAN SAAT INI Tantangan Global Pemulihan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan 1 2 Siklus Ekonomi 3 Sumber: BI Ekonomi Domestik Beberapa Risiko Ekonomi Global Meningkatnya ketidakpastian yang dipicu oleh ekspektasi kenaikan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar Jakarta, 21 Oktober 2015 Sebagai kementerian non teknis yang

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus berlanjut pada triwulan IV-2007. PDB triwulan IV-2007 diprakirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kompleknya keterkaitan dan hubungan antarnegara didalam kancah internasional menyebabkan pemerintah juga ikut serta dalam hal meregulasi dan mengatur

Lebih terperinci

Robohnya Rupiah Kami 1

Robohnya Rupiah Kami 1 Jakarta, 9 Maret 2015 Robohnya Rupiah Kami 1 Selama pekan lalu ketika kurs rupiah melemah melewati Rp13.000 per dollar banyak yang bertanya kepada saya -- termasuk melalui sosial media -- tentang rupiah

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 Highlight ŸPertumbuhan PDB 2016Q2 sekitar 5.0% (yoy) dan PDB 2016 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.0-5.3% (yoy) ŸPertumbuhan didominasi oleh

Lebih terperinci