DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii"

Transkripsi

1

2 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Realisasi Semester I Tahun Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun Realisasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Semester I Tahun Prognosis Semester II Tahun Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun Prognosis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester II Tahun BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun Pertumbuhan Ekonomi Laju Inflasi Nilai Tukar Rupiah Suku Bunga SPN 3 Bulan Harga Minyak Mentah Indonesia Lifting Minyak dan Gas Bumi Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Nilai Tukar Rupiah Suku Bunga SPN 3 Bulan Harga Minyak Mentah Indonesia Lifting Minyak dan Gas Bumi i

3 Daftar Isi BAB 3 PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Realisasi Pendapatan Negara Semester I Tahun Realisasi Penerimaan Dalam Negeri Realisasi Penerimaan Perpajakan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Semester I Tahun Penerimaan Hibah Prognosis Pendapatan Negara Semester II Tahun Prognosis Penerimaan Dalam Negeri Semester II Tahun Prognosis Penerimaan Perpajakan dalam Semester II Prognosis PNBP Semester II Tahun Prognosis Hibah Semester II Tahun Halaman BAB 4 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Realisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Realisasi Anggaran Belanja 10 K/L dengan Alokasi Anggaran Terbesar Kinerja Penyerapan Anggaran Belanja K/L ii

4 Daftar Isi Halaman Realisasi Penyerapan Anggaran Belanja Modal K/L Realisasi Anggaran Belanja Non Kementerian Negara/Lembaga Prognosis Belanja Pemerintah Pusat Semester II Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Perkiraan Realisasi 10 K/L dengan Alokasi Anggaran Terbesar Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Non Kementerian Negara/Lembaga 4-48 BAB 5 PERKEMBANGAN REALISASI TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Tahun Realisasi Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Prognosis Transfer ke Daerah Semester II Tahun Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum iii

5 Daftar Isi Halaman Dana Alokasi Khusus Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian BAB 6 PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Perkembangan Realisasi Defisit Anggaran Semester I Tahun Perkembangan Realisasi Pembiayaan Anggaran Semester I Tahun Pembiayaan Nonutang Perbankan Dalam Negeri Nonperbankan Dalam Negeri Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara/SBN (neto) Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Dalam Negeri Prognosis Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester II Tahun Defisit Anggaran Pembiayaan Anggaran Pembiayaan Nonutang Pembiayaan Utang iv

6 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro, Tabel 1.2 Realisasi Semester I Tahun Tabel 1.3 Perkiraan Realisasi Tahun Tabel 2.1 Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tabel 2.2 Pertumbuhan PDB, Tahun Tabel 3.1 Realisasi Penerimaan Perpajakan Tabel 3.2 Realisasi PNBP Semester I Tahun Tabel 3.3 Realisasi Pendapatan Negara Semester I dan Prognosis Semester II Tahun Tabel 4.1 Realisasi Semester I Belanja Pemerintah Pusat, Tabel 4.2 Realisasi Semester I Pembayaran Bunga Utang Tabel 4.3 Realisasi Semester I Belanja Subsidi, Tabel 4.4 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Tabel 4.5 Perkiraan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tabel 4.6 Perkiraan Realisasi Pembayaran Bunga Utang Tahun Tabel 4.7 Perkiraan Realisasi Belanja Subsidi Tabel 4.8 Perkiraan Realisasi Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Tabel 5.1 Realisasi Semester I Transfer ke Daerah, Tabel 5.2 Perkiraan Realisasi Transfer ke Daerah, Tabel 6.1 Realisasi Pembiayaan Anggaran Semester I Tahun Tabel 6.2 Realisasi Pembiayaan Nonutang Semester I Tahun Tabel 6.3 Realisasi Pembiayaan Utang Semester I Tahun Tabel 6.4 Realisasi Pembiayaan dengan SBN (Neto) Semester I Tahun Tabel 6.5 Realisasi Pelaksanaan Buyback SBN Semester I Tahun Tabel 6.6 Realisasi Pelaksanaan Debt Switch SBN Semester I Tahun Tabel 6.7 Perubahan Kepemilikan SBN Domestik yang Dapat Diperdagangkan. Tabel 6.8 Kepemilikan SBN Domestik... Tabel 6.9 Realisasi Semester I... Halaman v

7 Daftar Tabel Halaman Tabel 6.10 Tabel 6.11 Realisasi Pembiayaan Nonutang Semester I dan Prognosis Semester II Tahun Realisasi Pembiayaan Utang Semester I dan Prognosis Semester II Tahun vi

8 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan, Tahun Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi, Grafik 2.4 Laju Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran s.d. Juni Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komponen... Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Komponen, Grafik 2.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Cadangan Devisa, Grafik 2.8 Perkembangan Suku Bunga SPN 3 Bulan, Grafik 2.9 Perkembangan Harga Minyak Dunia, Grafik 2.10 Lifting Minyak dan Gas Indonesia Grafik 3.1 Realisasi Pendapatan Negara, Grafik 3.2 Realisasi Penerimaan PPh, Grafik 3.3 Realisasi PPN dan PPnBM Grafik 3.4 Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Grafik 3.5 Realisasi Penerimaan Cukai, Grafik 3.6 Realisasi Penerimaan Pajak Lainnya, Grafik 3.7 Realisasi Pajak Perdagangan Internasional, Grafik 3.8 Realisasi Penerimaan SDA Migas, Grafik 3.9 Realisasi Penerimaan SDA Nonmigas, Grafik 3.10 Realisasi Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN, Grafik 3.11 Komposisi Realisasi PNBP Lainnya, Semester I Grafik 3.12 Realisasi Pendapatan BLU, Grafik 3.13 Realisasi Penerimaan Hibah, Grafik 4.1 Kurva Imbal Hasil SBN Domestik Grafik 4.2 Kurva Imbal Hasil SBN Valas Grafik 4.3 Realisasi Semester I Belanja K/L, Grafik 4.4 Realisasi Semester I 10 K/L dengan Anggaran Terbesar... Grafik 4.5 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Pertahanan, Halaman vii

9 Daftar Grafik Grafik 4.6 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Pekerjaan Umum, Grafik 4.7 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Grafik 4.8 Realisasi Semester I Belanja Kepolisian Negara RI, Grafik 4.9 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Agama, Grafik 4.10 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Kesehatan, Grafik 4.11 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Perhubungan, Grafik 4.12 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Keuangan, Grafik 4.13 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Grafik 4.14 Realisasi Semester I Belanja Kementerian Pertanian, Grafik 4.15 Realisasi Semester I 5 K/L Penyerapan Lebih Tinggi dari Tahun 2012 Grafik 4.16 Realisasi Semester I 5 K/L Penyerapan Lebih Rendah dari Tahun 2012 Grafik 4.17 Profil Penyerapan Belanja K/L Semester I Tahun Grafik 4.18 Penyerapan Belanja K/L Semester I Tahun Grafik 4.19 Penyerapan 10 K/L dengan Daya Serap Terbesar, Grafik 4.20 Realisasi Semester I 10 K/L dengan Anggaran Modal Terbesar... Grafik 4.21 Belanja Pemerintah Pusat, Tahun Grafik 4.22 Belanja K/L, Grafik 5.1 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I, Grafik 5.2 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Semester I, Grafik 5.3 Perkembangan Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Semester I, Grafik 6.1 Profil Jatuh Tempo SBN Desember 2012 dan Juni Grafik 6.2 Perdagangan SBN di Pasar Sekunder Juni Grafik 6.3 Kurva Perkembangan Yield Juni Grafik 6.4 Realisasi Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri Semester I Tahun Halaman viii

10 Pendahuluan Bab Umum BAB 1 PENDAHULUAN Memasuki tahun 2013, beberapa indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bergerak ke arah yang berbeda dari asumsi yang telah ditetapkan dalam UU APBN Perkembangan realisasi berbagai indikator ekonomi makro yang berbeda dari asumsi dasar ekonomi makro tersebut menyebabkan kurang realistisnya asumsi dasar ekonomi makro dan postur APBN tahun 2013 yang telah ditetapkan. Sejalan dengan itu, dalam rangka menjaga ketahanan fiskal (fiscal sustainability) dan stabilitas perekonomian, Pemerintah juga memandang perlu dilakukannya perubahan kebijakan fiskal. Faktor-faktor tersebut telah mendorong Pemerintah untuk mengajukan Perubahan APBN tahun 2013 ke DPR lebih cepat dari jadwal normal, yaitu pada bulan Mei 2013, sedangkan biasanya dilakukan setelah penyampaian Laporan Pelaksanaan APBN Semester I sekitar bulan Juli. Sebagai ilustrasi dari kondisi di atas, dapat disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 diperkirakan masih dipengaruhi dampak dari terhambatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga mengalami tekanan dan perlambatan. Meskipun kinerja perekonomian Asia seperti Jepang, China dan Korea Selatan relatif membaik, akan tetapi prospek perekonomian global sepanjang tahun 2013 diperkirakan masih dihadapkan pada krisis Eropa yang perbaikannya masih mengalami kendala, dan kondisi perekonomian AS yang belum stabil karena menghadapi risiko kebijakan konsolidasi anggaran. Belum pulihnya kondisi perekonomian di kawasan Eropa dan negara-negara maju tersebut menyebabkan penurunan daya beli dan permintaan global yang berdampak pada penurunan volume perdagangan dunia pada tingkat yang cukup signifikan, tidak terkecuali kinerja ekspor Indonesia juga mengalami perlambatan. Selanjutnya, laju inflasi semester I tahun 2013 diperkirakan masih dipengaruhi perkembangan harga komoditas energi di pasar internasional dan ekspektasi terhadap harga bahan makanan akibat gangguan iklim dan pasokan di awal tahun Hal ini menyebabkan realisasi inflasi pada semester I tahun 2013 lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi inflasi dalam semester I tahun Sepanjang semester I tahun 2013, rupiah masih mengalami tekanan, yang antara lain berasal dari penyesuaian portofolio investor asing terutama arus kas keluar dari penjualan saham yang terutama disebabkan oleh aksi pengalihan risiko yang melanda pasar keuangan global yang mengurangi tingkat keyakinan investor untuk masuk dan berinvestasi dalam aset-aset berisiko. Tekanan atas rupiah juga disebabkan oleh permintaan valuta asing yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan impor, termasuk impor migas untuk konsumsi BBM di dalam negeri dan pembayaran utang luar negeri. Hal itu pada gilirannya, menyebabkan nilai tukar melemah dari asumsinya yang telah ditetapkan dalam tahun Terkait dengan ICP, realisasi ICP cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi ICP dalam periode yang sama di tahun Meskipun terdapat kecenderungan penurunan harga minyak dunia memasuki tahun 2013 karena meningkatnya pasokan minyak dari negara-negara OPEC dan NON-OPEC, akan tetapi harga minyak mentah Indonesia diperkirakan tetap tinggi pada level di atas US$100 per barel hingga akhir tahun. Tingginya 1-1

11 Bab 1 Pendahuluan harga minyak mentah Indonesia lebih didorong oleh stimulus ekonomi di negara maju dan kawasan Eropa yang berkontribusi terhadap peningkatan permintaan minyak dunia. Dengan perkembangan tersebut, realisasi harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan sama dengan asumsinya dalam tahun Di lain pihak, produksi dan lifting minyak juga membawa persoalan yang tidak kalah rumit, terkait dengan pencapaiannya yang masih rendah dalam beberapa tahun terakhir. Dinamika indikator ekonomi makro dalam Semester I tahun 2013 berdampak terhadap postur semester I tahun Dalam semester I tahun 2013, kinerja pendapatan negara secara keseluruhan mencapai 41,5 persen dari target, lebih rendah dari pencapaian realisasi pada priode yang sama tahun anggaran sebelumnya sebesar 43,7 persen dari target. Dari sisi belanja negara yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, dalam semester I tahun 2013 secara nominal dan persentase penyerapan belanja pemerintah pusat mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan kondisinya dalam periode yang sama tahun Sementara itu, dalam semester I tahun 2013, transfer ke daerah mengalami peningkatan penyerapan secara nominal walaupun secara persentase mengalami penurunan dari 49,2 persen terhadap pagunya dalam tahun 2012 menjadi 48,5 persen terhadap pagunya dalam tahun Sebagai konsekuensi dari realisasi pendapatan negara dan belanja negara dalam semester I tahun 2013, maka realisasi defisit anggaran semester I tahun 2013 mencapai 0,58 persen terhadap PDB. Realisasi defisit terhadap PDB tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi defisit terhadap PDB dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 0,44 persen terhadap PDB. 1.2 Realisasi Semester I Tahun Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun 2013 Dalam UU tahun 2013, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; (2) inflasi 7,2 persen; (3) nilai tukar Rp9.600,0/US$; (4) suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen; (5) harga minyak mentah Indonesia US$108,0 per barel; dan (6) lifting minyak mentah 840 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas ribu barel setara minyak per hari. Dalam semester I tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 6,1 persen dan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai 6,3 persen atau sama dengan asumsi yang ditetapkan dalam tahun Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga dan investasi. Terkait investasi, walaupun beberapa faktor penentu seperti pasar domestik yang potensial, kebijakan Pemerintah untuk mendorong daya beli, terjaganya stabilitas ekonomi makro, perbaikan iklim investasi, dan status investment grade merupakan faktor pendorong tingkat pertumbuhan investasi di tahun 2013, namun faktor-faktor tersebut belum dapat mengkompensasi perlambatan pertumbuhan investasi pada semester I tahun Sementara itu, sumber pertumbuhan eksternal cenderung membaik seiring dengan perbaikan kinerja ekspor yang disertai dengan perlambatan impor karena melambatnya konsumsi dan 1-2

12 Pendahuluan Bab 1 investasi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa keuangan, jasa perusahaan, dan real estate, dan sektor konstruksi. Pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2013 ini relatif melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2012, yang realisasinya mencapai 6,3 persen. Kemudian, realisasi laju inflasi dalam semester I tahun 2013 mencapai 5,9 persen. Pada bulan April dan Mei 2013 terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,1 persen dan 0,03 (mtm). Meskipun terjadi deflasi, namun inflasi dari harga diatur pemerintah (administered price) terutama karena kenaikan tahap II tarif tenaga listrik (TTL) dan kenaikan harga BBM bersubsidi berkontribusi terhadap tingginya inflasi di semester I tahun Hal ini menyebabkan laju inflasi semester I tahun 2013 lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju inflasi semester I tahun 2012 yang tercatat sebesar 4,5 persen. Dalam periode yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih melemah cukup signifikan, karena aliran keluarnya modal dari dalam negeri. Berdasarkan perkembangan tersebut, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada semester I tahun 2013 mencapai Rp9.742,0/US$, atau mengalami depresiasi sebesar 3,8 persen bila dibandingkan dengan nilai kurs pada akhir tahun Apabila dibandingkan dengan kondisi semester I tahun 2012 dimana rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp9.203,0/US$, maka pada semester I tahun 2013 rupiah melemah sekitar 5,8 persen. Selanjutnya, tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam semester I tahun 2013 mencapai 3,8 persen. Meskipun jauh di bawah asumsi suku bunga yang ditetapkan 2013 sebesar 5,0 persen, realisasi suku bunga SPN 3 bulan hasil lelang dalam periode tersebut secara perlahan bergerak meningkat terutama pada tenor-tenor pendek. Antisipasi investor terhadap kenaikan harga BBM bersubisdi sehingga mendorong mereka untuk meminta tingkat imbal hasil yang lebih tinggi di atas harga pasar, diduga merupakan salah satu pemicu meningkatnya suku bunga SPN 3 bulan tersebut. Realisasi tingkat suku bunga rata-rata SPN 3 bulan semester I tahun 2013 tersebut relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi tingkat suku bunga rata-rata SPN 3 bulan semester I tahun 2012 yang mencapai 2,9 persen. Selanjutnya, realisasi harga ICP dalam semester I tahun 2013 rata-rata mencapai US$105,0 per barel atau lebih rendah bila dibandingkan dengan harga rata-ratanya pada periode yang sama dalam tahun 2012 sebesar US$117,3 per barel. Penurunan harga minyak tersebut, antara lain, disebabkan oleh masih terbatasnya pemulihan ekonomi dunia yang dibarengi dengan pasokan minyak terutama dari negara-negara OPEC yang masih cukup besar. Faktor lain yang turut mendorong penurunan harga minyak mentah dunia adalah meredanya ketegangan politik di Timur Tengah yang meredam aksi spekulasi di pasar komoditas. Hal ini berbeda dengan kondisi semester I tahun 2012 yang mengalami peningkatan permintaan minyak khususnya jenis heating oil di kawasan Eropa akibat musim dingin yang ekstrem karena gangguan pasokan gas dari Rusia, penurunan pasokan minyak mentah dari negara-negara non-opec menurun serta diperparah dengan adanya gangguan pasokan minyak mentah dari Sudan, Suriah, dan Yaman akibat konflik politik. Di sisi lain, realisasi lifting minyak dalam semester I tahun 2013 mencapai rata-rata 827 ribu barel per hari, yang berarti menurun bila dibandingkan dengan realisasinya pada semester I 2012 yang mencapai rata-rata sebesar 868,0 ribu barel per hari. Penurunan tersebut terkait dengan adanya penurunan kapasitas produksi sumur-sumur migas, serta beberapa permasalahan lain 1-3

13 Bab 1 Pendahuluan meliputi cuaca buruk, kurangnya ketersediaan kapal pengangkut, adanya pemunduran jadwal produksi, dan permasalahan perijinan lahan. Realisasi asumsi dasar ekonomi makro semester I tahun disajikan pada Tabel 1.1. TABEL 1.1 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO, Uraian Realisasi Semester I Realisasi Semester I - Pertumbuhan Ekonomi (%, y oy ) 6,5 6,3 6,3 6,1 *) - Inflasi (%, y oy ) 6,8 4,5 7,2 5,9 - Tingkat Suku Bunga SPN 3 bulan (%) 5,0 2,9 5,0 3,8 - Nilai Tukar (Rp/US$) Harga Minyak mentah Indonesia (US$/barel) 105,0 117,3 108,0 105,0 - Lifting Miny ak (Ribu barel per hari) 930,0 868,0 840,0 827,0 - Lifting Gas (Ribu Barel setara miny ak per hari) n.a n.a 1.240, ,0 Sum ber: Kem enterian Keuangan Keterangan *) Proyeksi Realisasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Semester I Tahun 2013 Dalam Undang-undang tahun 2013, ditetapkan sebagai berikut: (1) pendapatan negara Rp ,0 miliar; (2) belanja negara Rp ,3 miliar; (3) defisit anggaran Rp ,3 miliar (2,38 persen terhadap PDB); dan (4) pembiayaan anggaran Rp ,3 miliar. Dalam periode Januari hingga Juni tahun 2013, realisasi pendapatan negara mencapai Rp ,2 miliar (41,5 persen dari targetnya dalam tahun 2013). Meskipun secara nominal realisasi pendapatan negara mengalami peningkatan dari realisasi dalam semester I tahun 2012, namun secara persentase, kinerja pendapatan negara dalam semester I tahun 2013 ini lebih rendah daripada kinerjanya pada periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 43,7 persen dari target. Dalam periode yang sama, realisasi belanja negara mencapai Rp ,2 miliar (39,3 persen dari pagu). Daya serap belanja negara semester I tahun 2013 lebih rendah daripada daya serap belanja negara pada semester I tahun 2012 yang mencapai 40,7 persen dari pagunya dalam tahun Dengan perkembangan tersebut, dalam semester I tahun 2013 terjadi defisit anggaran Rp54.473,1 miiar (0,58 persen terhadap PDB). Defisit ini lebih tinggi dari realisasinya pada periode yang sama tahun lalu yang mencatat defisit sebesar Rp36.109,6 miliar (0,44 persen terhadap PDB). Di lain pihak, realisasi pembiayaan anggaran dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp82.126,7 miliar (36,6 persen dari pagu). Realisasi pembiayaan dalam semester I tahun 2013 ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pembiayaan dalam periode yang sama di tahun

14 Pendahuluan Bab 1 yang mencapai Rp ,3 miliar atau 53,5 persen dari pagu tahun Dengan defisit sebesar Rp54.473,0 miliar dan pembiayaan anggaran Rp82.126,7 miliar, dalam semester I tahun 2013 terdapat kelebihan pembiayaan anggaran sebesar Rp27.653,7 miliar. Kelebihan pembiayaan anggaran ini 57,8 persen lebih rendah dari kelebihan pembiayaan anggaran dalam semester I tahun 2012 sejumlah Rp65.535,7 miliar. Lebih rendahnya realisasi pembiayaan anggaran dalam semester I tahun 2013 dibanding kondisinya tahun 2012 tersebut, dapat dijadikan indikator membaiknya perencanaan pembiayaan. Selanjutnya, realisasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Semester I tahun 2013 disajikan dalam Tabel 1.2. TABEL 1.2 Realisasi Semester I Tahun (miliar rupiah) Uraian Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd A. Pendapatan Negara , ,4 43, , ,2 41,5 I. Pendapatan Dalam Negeri , ,0 43, , ,0 41,6 1. Penerimaan Perpajakan , ,0 44, , ,4 42,3 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , ,0 39, , ,5 39,3 II. Penerimaan Hibah 825,1 7 50,4 91, ,6 822,2 18,3 B. Belanja Negara , ,1 40, , ,2 39,3 I. Belanja Pemerintah Pusat , ,8 36, , ,2 35,2 1. Belanja Pegawai , ,1 49, , ,8 45,9 2. Belanja Barang , ,6 25, , ,6 21,8 3. Belanja Modal , ,9 17, , ,7 17,7 4. Pembayaran Bunga Utang , ,2 42, , ,8 46,9 5. Subsidi , ,9 55, , ,2 44,7 6. Belanja Hibah ,9 7,3 0, ,5 9,7 0,4 7. Bantuan Sosial , ,2 35, , ,7 31,6 8. Belanja Lain-Lain , ,6 4, ,8 688,8 3,6 II. T ransfer ke Daerah , ,3 49, , ,0 48,5 1. Dana Perimbangan , ,0 49, , ,9 51,3 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian , ,3 44, , ,1 33,6 C. Keseimbangan Primer ( ,9) ,6 (18,7 ) ( ,4) (1.667,2) 1,5 D. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B) ( ,3) (36.109,6) 19,0 ( ,3) ( ,0) 24,3 % Defisit terhadap PDB (2,23) (0,44) 19,7 (2,38) (0,58) 24,3 E. Pembiayaan (I + II) , ,3 53, , ,7 36,6 % Pembiayaan Terhadap PDB 2,23 1,23 55,4 2,38 0,87 36,6 I. Pembiayaan Dalam Negeri , ,1 62, , ,7 42,7 II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (4.425,7 ) (19.242,8) 434,8 (16.869,8) (20.849,0) 123,6 Kelebihan (Kekurangan) Pembiayaan 0, ,7-0, ,7 - Sumber : Kementerian Keuangan 1-5

15 Bab 1 Pendahuluan 1.3 Prognosis Semester II Tahun Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun 2013 Dalam semester II tahun 2013, perekonomian Indonesia diperkirakan semakin membaik seiring dengan peningkatan stabilitas perekonomian, yang tercermin dari rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah, dan terkendalinya laju inflasi. Kondisi tersebut diperkirakan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun 2013 hingga mencapai 6,5 persen. Dengan melihat perkiraan pertumbuhan PDB pada semester I dan II tahun 2013, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai 6,3 persen, atau sesuai dengan targetnya dalam tahun Dalam semester II tahun 2013, pergerakan harga secara umum diperkirakan berada pada kondisi yang relatif terkendali. Melalui koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang semakin baik, dan didukung oleh meningkatnya semangat pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi, laju inflasi pada akhir tahun 2013 diharapkan akan dapat dipertahankan pada sasarannya, yaitu sebesar 7,2 persen. Sementara itu, masih tingginya arus modal diperkirakan masuk akan mengakibatkan ratarata nilai tukar rupiah dalam semester II tahun 2013, diperkirakan mencapai Rp9.458,0/US$. Dengan demikian, realisasi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan sama dengan asumsinya dalam tahun 2013, yaitu Rp9.600,0/US$. Pencapaian nilai tukar akan berpengaruh terhadap realisasi suku bunga SPN 3 bulan yang dalam semester II tahun 2013 rata-rata diperkirakan sebesar 6,2 persen. Dengan demikian, secara keseluruhan, dalam tahun 2013 rata-rata suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan mencapai sekitar 5,0 persen. Berdasarkan perkembangan ICP selama semester I 2013, dan mempertimbangkan prediksi harga minyak dunia yang diterbitkan oleh beberapa lembaga internasional, ICP rata-rata dalam semester II tahun 2013 diperkirakan akan mencapai US$111,0 per barel. Berkaitan dengan prediksi tersebut, harga ICP rata-rata dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai US$108,0 per barel atau sesuai dengan asumsinya dalam tahun Sementara itu, lifting minyak pada semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai 853 ribu barel per hari, lebih rendah daripada realisasi lifting dalam semester II tahun 2012 yang mencapai 854 ribu barel per hari. Dengan memperhitungkan realisasi lifting dalam semester I dan prediksinya dalam semester II tahun 2013, maka rata-rata lifting minyak mentah pada tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 840 ribu barel per hari yang merupakan target lifting minyak dalam tahun Prognosis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester II Tahun 2013 Prognosis dalam semester II tahun 2013, selain dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian dunia dan domestik, juga dipengaruhi oleh pelaksanaan kebijakan fiskal yang telah dan akan ditempuh dalam tahun

16 Pendahuluan Bab 1 Berdasarkan realisasi pendapatan negara dalam semester I tahun 2013, serta mempertimbangkan faktor-faktor di atas, realisasi pendapatan negara dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau 58,5 persen dari sasarannya dalam tahun Jumlah tersebut terdiri atas pendapatan dalam negeri sebesar Rp ,4 miliar, dan penerimaan hibah sebesar Rp3.661,4 miliar. Berdasarkan realisasinya dalam semester I tahun 2013, serta prognosis dalam semester II, realisasi pendapatan negara dalam tahun 2013 diperkirakan akan mencapai Rp ,0 miliar, atau 100 persen dari targetnya dalam tahun Perkiraan realisasi pendapatan negara ini lebih tinggi 12,2 persen bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012, terutama karena pengaruh asumsi harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar rupiah. Sementara itu, prognosis belanja negara dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,1 miliar atau 60,7 persen dari pagunya. Berdasarkan realisasinya dalam semester I tahun 2013, serta prognosisnya pada semester II, realisasi belanja negara pada tahun 2013 diperkirakan akan mencapai Rp ,3 miliar, atau 100 persen dari pagunya dalam Perkiraan realisasi belanja negara ini lebih tinggi 15,7 persen bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun Sebagai konsekuensi perkiraan realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari perkiraan realisasi belanja negara, dalam semester II tahun 2013 diperkirakan terjadi defisit anggaran sebesar Rp ,3 miliar. Berdasarkan realisasinya dalam pada semester I tahun 2013 serta memperhitungkan proyeksinya dalam pada semester II, pada tahun 2013 diperkirakan terjadi defisit sebesar Rp ,3 miliar atau 2,38 persen terhadap PDB. Perkiraan defisit ini lebih tinggi daripada realisasi defisit anggaran dalam periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 2,23 persen terhadap PDB. Selanjutnya, proyeksi pembiayaan anggaran dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar sehingga dalam keseluruhan tahun 2013, realisasi pembiayaan diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar (100 persen dari pagu). Perkiraan ini terdiri atas pembiayaan dalam negeri Rp ,1 miliar (100 persen dari pagu), dan pembiayaan luar negeri negatif Rp16.869,8 miliar (100 persen dari pagu). Sementara itu, dilihat dari sumber dananya, proyeksi pembiayaan anggaran sebesar Rp ,3 miliar tersebut, akan dibiayai dari nonutang sebesar Rp8.756,1 miliar dan utang sebesar Rp ,2 miliar. Pembiayaan nonutang antara lain bersumber dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp4.556,6 miliar, Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp miliar, dan hasil pengelolaan aset sebesar Rp475,0 miliar. Sementara itu, pembiayaan utang bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp ,0 miliar, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp16.869,8 miliar, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp500,0 miliar. Selanjutnya, realisasi dalam semester I tahun 2013 dan perkiraan realisasi tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel

17 Bab 1 Pendahuluan TABEL 1.3 Perkiraan Realisasi APBN 2013 (miliar rupiah) Realisasi Semester I % thd Perk Real Semester II % thd Perk Real Akhir Tahun % thd A. Pendapatan Negara , ,2 41, ,8 58, ,0 100,0 I. Pendapatan Dalam Negeri , ,0 41, ,4 58, ,4 100,0 1. Penerimaan Perpajakan , ,4 42, ,3 57, ,7 100,0 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , ,5 39, ,2 60, ,7 100,0 II. Penerimaan Hibah 4.483,6 822,2 18, ,4 81, ,6 100,0 B. BELANJA NEGARA , ,2 39, ,1 60, ,3 100,0 I. Belanja Pemerintah Pusat , ,2 35, ,2 64, ,4 100,0 1. Belanja Pegawai , ,8 45, ,8 54, ,6 100,0 2. Belanja Barang , ,6 21, ,6 78, ,3 100,0 3. Belanja Modal , ,7 17, ,8 82, ,4 100,0 4. Pembayaran Bunga Utang , ,8 46, ,0 53, ,8 100,0 5. Subsidi , ,2 44, ,9 55, ,0 100,0 6. Belanja Hibah 2.346,5 9,7 0, ,8 99, ,5 100,0 7. Bantuan Sosial , ,7 31, ,2 68, ,9 100,0 8. Belanja Lain-Lain ,8 688,8 3, ,0 96, ,8 100,0 II. Transfer ke Daerah , ,0 48, ,9 51, ,9 100,0 1. Dana Perimbangan , ,9 51, ,6 48, ,5 100,0 2. Dana Otonomi Khusus dan Peny esuaian , ,1 33, ,4 66, ,5 100,0 C. Keseimbangan Primer ( ,4) (1.667,2) 1,5 ( ,2) 98,5 ( ,4) 100,0 D. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B) ( ,3) (54.473,0) 24,3 ( ,3) 75,7 ( ,3) 100,0 % Defisit terhadap PDB (2,38) (0,58) 24,3 (1,80) 75,7 (2,38) 100,0 E. PEMBIAYAAN (I + II) , ,7 36, ,6 63, ,3 100,0 % Pembiayaan Terhadap PDB 2,38 0,87 36,6 1,51 63,4 2,38 100,0 I. Pembiayaan Dalam Negeri , ,7 42, ,4 57, ,1 100,0 II. Pembiay aan Luar Negeri (neto) (16.869,8) (20.849,0) 123, ,2 (23,6) (16.869,8) 100,0 KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN 0, ,7 - (27.653,7) - 0,0 - Sumber : Kementerian Keuangan 1-8

18 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Dalam UU APBN 2013, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan sebagai basis perhitungan postur APBN 2013 adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi 6,8 persen, (b) inflasi 4,9 persen, (c) nilai tukar rupiah Rp9.300/US$, (d) suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, (e) harga minyak mentah Indonesia US$100,0 per barel, (f) lifting minyak 900 ribu barel per hari, dan (g) lifting gas ribu barel setara minyak per hari. Sejalan dengan dinamika ekonomi global dan domestik yang terjadi selama tahun 2012 dan berlanjut di tahun 2013, perkembangan indikator-indikator ekonomi makro dalam tiga bulan pertama tahun 2013 dan prospeknya dalam keseluruhan tahun 2013 menunjukkan kecenderungan menjauh dari asumsi yang ditetapkan dalam UU APBN Dalam periode tersebut, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,0 persen, lebih rendah dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar 6,8 persen, sebaliknya tingkat inflasi mencapai 5,9 persen, lebih tinggi dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar 4,9 persen. Kemudian nilai tukar mencapai Rp9.694 per US$, melemah sekitar 4,2 persen dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar Rp9.300 per US$, ICP mencapai US$111 per barel, melampaui asumsinya dalam APBN 2013 sebesar US$100 per barel, dan sebaliknya lifting minyak dan gas mencapai masing-masing 827 ribu barel per hari dan ribu barel setara minyak per hari, jauh di bawah asumsinya dalam APBN 2013 masing-masing sebesar 900 ribu barel per hari dan ribu barel setara minyak per hari. Berdasarkan perkembangan kondisi terkini dan pemantauan yang dilakukan terhadap berbagai indikator perekonomian dan dampaknya terhadap postur APBN 2013, serta adanya perubahan kebijakan fiskal yang akan ditempuh pada tahun 2013, pada pertengahan bulan Mei 2013 Pemerintah mengajukan percepatan R 2013 ke DPR. Setelah melalui pembahasan yang intensif, RUU 2013 akhirnya disetujui dan disahkan menjadi UU 2013 pada sidang paripurna DPR tanggal 17 Juni Dalam UU 2013 tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan postur 2013, adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; (b) inflasi 7,2 persen; (c) nilai tukar rupiah Rp9.600/US$; (d) tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia US$108,0 per barel; (f) lifting minyak mentah 840 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas ribu barel setara minyak per hari. Selanjutnya, dalam semester I 2013, perkembangan realisasi asumsi dasar ekonomi makro secara ringkas dapat disampaikan sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,1 persen; (b) inflasi mencapai 5,9 persen; (c) nilai tukar rupiah rata-rata mencapai Rp9.742 per US$; (d) suku bunga SPN 3 bulan rata-rata mencapai 3,75 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia rata-rata mencapai US$105,0 per barel; (f) lifting minyak mentah rata-rata mencapai 827 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas rata-rata mencapai ribu barel setara minyak per hari. 2-1

19 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Dengan memperhatikan kinerjanya dalam semester I 2013 dan prospeknya dalam semester II tahun 2013, serta mempertimbangkan kebijakan ekonomi makro yang akan ditempuh dalam paruh kedua tahun 2013, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan dalam UU 2013 diharapkan dapat tercapai. 2.2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun Pertumbuhan Ekonomi 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 GRAFIK 2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI (Persen, yoy) 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,0 Perekonomian Indonesia dalam triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 6,02 persen (yoy) atau relatif melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun 2012 yang masing-masing mencapai 6,1 persen dan 6,3 persen (yoy) (lihat Grafik 2.1). Kondisi itu antara lain dipengaruhi oleh melambatnya permintaan domestik, terutama konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu, kinerja ekspor pada triwulan I 2013 mulai menunjukkan perbaikan meskipun masih terbatas, sedangkan impor mengalami perlambatan sejalan dengan melambatnya konsumsi dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, secara umum kinerja sektoral pada triwulan I masih menunjukkan kinerja yang baik. Tiga sektor utama dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi (tumbuh 10,0 persen), sektor keuangan, real estate, serta jasa perusahaan (tumbuh 8,4 persen), dan sektor konstruksi (tumbuh 7,2 persen). Di sisi lain, sektor pertambangan tercatat mengalami pertumbuhan negatif (-0,4 persen) sejalan dengan penurunan alamiah produksi minyak di dalam negeri. Melihat perkembangan tersebut, pada triwulan II tahun 2013, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh pada kisaran yang lebih baik namun tidak berbeda jauh dari realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan I. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2013 diperkirakan dapat mencapai hingga 6,1 persen. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan 6,2 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* *) Angka Proyeksi Sumber: BPS, Kementerian Keuangan Pada triwulan I tahun 2013, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,2 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,9 persen (yoy), namun relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,4 persen (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong oleh meningkatnya konsumsi makanan dan nonmakanan. Konsumsi makanan tumbuh 4,3 persen, sedangkan konsumsi nonmakanan tumbuh sebesar 5,9 persen. Peran atau distribusi 2-2

20 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Persen 20,0 15,0 10,0 GRAFIK 2.2 PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGGUNAAN, TAHUN (persen, yoy) konsumsi rumah tangga masih relatif tinggi yaitu sebesar 55,6 persen, sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan (share to growth) mencapai 2,9 persen (lihat Grafik 2.2). 5,9 Sementara itu, konsumsi pemerintah 5,0 4,5 5,0 pada triwulan I tumbuh 0,4 persen 1,0 (yoy), atau lebih rendah dari 0,0 0,1 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* pertumbuhan konsumsi pemerintah -5, triwulan I tahun 2012 yang tumbuh Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor 6,4 persen (yoy). Masih relatif *) Angka Proyeksi Sumber: BPS & Kemenkeu rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2013 antara lain disebabkan oleh masih rendahnya realisasi anggaran pemerintah terutama pada belanja barang dan jasa. Pertumbuhan PDB belanja barang dan jasa pemerintah pada triwulan I tahun 2013 sebesar negatif 7,08 persen atau jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi belanja barang triwulan I tahun 2012 yang mencapai 15,3 persen. Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan I 2013 juga dipengaruhi oleh melambatnya kinerja investasi. Investasi pada triwulan I tahun 2013 tumbuh 5,9 persen (yoy) atau lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan I tahun 2012 yang tumbuh 9,97 persen (yoy). Sebagian besar jenis investasi seperti bangunan, investasi mesin dan perlengkapan dalam negeri, serta alat angkutan dalam negeri, masih tumbuh positif. Investasi transportasi domestik tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 21,34 persen, investasi mesin dan perlengkapan dalam negeri tumbuh 0,17 persen, dan investasi bangunan yang merupakan komponen terbesar dari keseluruhan investasi tumbuh 7,19 persen. Sebaliknya, investasi alat angkutan luar negeri dan investasi mesin dan perlengkapan luar negeri tumbuh negatif, masing-masing sebesar -0,09 persen dan -0,06 persen. Pada sisi eksternal, peningkatan kinerja ekspor masih terbatas mengingat masih lemahnya perekonomian global. Ekspor mencatat pertumbuhan 3,4 persen (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode sebelumnya sebesar 0,5 persen (yoy), namun masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 yang tumbuh 8,2 persen. Kinerja ekspor yang mulai membaik tersebut antara lain didorong oleh perbaikan permintaan negara mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat dan Cina. Pada sisi lain, kinerja impor mengalami pertumbuhan negatif sebesar -0,4 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Kinerja impor yang negatif itu dipengaruhi oleh pertumbuhan negatif impor jasa yang mencapai -2,8 persen, sedangkan impor barang mengalami pertumbuhan positif namun di level yang rendah, yaitu sebesar 0,2 persen. Pada triwulan II tahun 2013, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh membaiknya konsumsi pemerintah dan kinerja ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit lebih rendah dari triwulan I namun diperkirakan masih dapat tumbuh sekitar 5,0 persen (yoy). Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan I 2013, yaitu mencapai sekitar 1,0 persen (yoy), seiring dengan meningkatnya serapan anggaran belanja negara. Selanjutnya investasi pada triwulan II diperkirakan dapat 2-3

21 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I tumbuh 4,5 persen, melambat jika dibandingkan dengan pencapaian triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut antara lain merupakan imbas dari melambatnya impor barang modal, bahan baku, dan aliran modal asing. Di sisi lain, permintaan global yang diprediksi membaik pada triwulan II diharapkan akan mendorong peningkatan ekspor. Ekspor pada triwulan II diperkirakan dapat tumbuh 5,9 persen atau relatif lebih tinggi daripada kinerja triwulan sebelumnya. Di sisi lain, impor diperkirakan masih mengalami kontraksi sebesar -0,1 persen sejalan dengan proyeksi melemahnya konsumsi. Dengan perkembangan di atas, pada semester I tahun 2013, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai 6,1 persen (yoy) atau relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kinerjanya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,3 persen (yoy). Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga pada semester I diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy), sedangkan konsumsi pemerintah pada semester I diperkirakan mampu tumbuh positif pada level 0,8 persen (yoy). Sementara itu, investasi diperkirakan tumbuh 5,2 persen (yoy). Pada sisi eksternal, ekspor dan impor pada semester I 2013 diperkirakan tumbuh masingmasing sebesar 4,7 persen dan -0,3 persen (yoy). Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Dari sisi sektoral, hampir semua sektor ekonomi mencatat pertumbuhan positif pada triwulan I 2013, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Dari delapan sektor ekonomi yang tumbuh positif, tercatat empat di antaranya mengalami percepatan, dua sektor tumbuh pada tingkat yang sama, dan dua sektor lagi mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan kinerjanya pada triwulan I Empat sektor yang mengalami percepatan adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, air bersih, dan gas, sektor jasa keuangan, jasa perusahaan, dan real estate, dan sektor jasa lainnya. Dua sektor yang tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sektor konstruksi serta sektor transportasi dan komunikasi. Sementara itu, dua sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, serta restoran (lihat Tabel 2.1). Dalam triwulan I 2013, sektor pertanian tumbuh sebesar 3,7 persen (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan I tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3 persen (yoy). Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan pada triwulan I 2013 mencapai 2,1 persen yang didorong antara lain oleh faktor panen raya yang terjadi pada periode tersebut. Subsektor lain yang ikut mendorong sektor pertanian adalah subsektor perkebunan dan subsektor perikanan yang tumbuh masing-masing sebesar 6,9 persen dan 7,3 persen. Sementara itu, subsektor kehutanan hanya tumbuh 1,4 persen. Peran atau distribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB menempati urutan kedua yaitu sebesar 15,0 persen, sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai 0,5 persen. Sektor industri pengolahan pada triwulan I 2013 tumbuh sebesar 5,8 persen (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang tumbuh sebesar 5,5 persen (yoy). Industri nonmigas masih tetap menjadi pendorong utama kinerja sektor industri dengan pertumbuhan sebesar 6,7 persen (yoy). Beberapa industri yang mendorong pertumbuhan industri nonmigas antara lain adalah industri logam dasar besi dan baja (tumbuh 13,1 persen), industri produk pupuk, kimia, dan karet (tumbuh 11,4 persen), serta industri peralatan, mesin, dan perlengkapan transportasi (tumbuh 10,5 persen). Peran sektor industri pengolahan menempati urutan pertama dalam pembentukan PDB yaitu sebesar 23,6 persen, dan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai sebesar 1,5 persen. 2-4

22 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Tabel 2.1. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (%, yoy) Lapangan Usaha Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* Pertanian 4,3 4,0 4,3 2,0 3,7 3,8 Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,3-0,5 0,5-0,4 0,4 Industri Pengolahan 5,5 5,2 6,3 6,2 5,8 6,2 Listrik, Air Bersih, Gas 5,7 6,5 5,6 7,3 6,5 6,6 Konstruksi 7,2 7,3 8,0 7,8 7,2 7,3 Perdagangan, Hotel, Restoran 8,7 8,7 7,2 7,8 6,5 7,1 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,6 9,6 10,0 11,6 Jasa Keuangan, Jasa Perusahaan, Real Estate 6,4 7,1 7,4 7,7 8,4 6,4 Jasa Lainnya 5,5 5,8 4,4 5,3 6,5 6,1 Produk Domestik Bruto 6,3 6,4 6,1 6,1 6,0 6,2 *) Angka Proyeksi Sumber: Badan Pusat Statistik Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 6,5 persen (yoy) dalam triwulan I 2013, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,7 persen (yoy). Pertumbuhan dalam triwulan I 2013 terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor hotel yang tumbuh sebesar 7,0 persen. Subsektor perdagangan besar dan eceran tumbuh sebesar 6,6 persen. Sementara itu, subsektor restoran tumbuh sebesar 5,9 persen. Meningkatnya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran tercermin dari semakin maraknya minimarket modern untuk memenuhi permintaan konsumen. Peran sektor perdagangan, hotel, dan restoran dalam pembentukan PDB mencapai 14,1 persen dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,2 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 10,0 persen (yoy), sama dengan pertumbuhannya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor tersebut didorong oleh subsektor komunikasi yang tumbuh 12,2 persen (yoy), sedangkan subsektor angkutan tumbuh 6,2 persen (yoy). Perlambatan terjadi pada subsektor angkutan rel yang tumbuh negatif 5,0 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai peran atau distribusi terhadap pembentukan PDB sebesar 6,8 persen sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai 1,0 persen. Momentum pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 diperkirakan akan terus berlanjut ke triwulan berikutnya. Secara umum, pada triwulan II tahun 2013, sebagian besar sektor diperkirakan meningkat sehingga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Sektor pertanian pada triwulan II diperkirakan tumbuh 3,8 persen (yoy) atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut antara lain didorong oleh masih adanya panen raya di beberapa daerah dan cuaca yang masih mendukung. Selain itu, dukungan Pemerintah terkait pemberian subsidi pertanian berupa benih dan pupuk terus dilakukan. 2-5

23 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Sektor industri pengolahan pada triwulan II diperkirakan tumbuh 6,2 persen (yoy) atau relatif lebih tinggi daripada harga triwulan I sebelumnya. Peningkatan itu berkaitan dengan perkiraan peningkatan kinerja ekspor sejalan dengan meningkatnya permintaan global akan produk Indonesia. Selanjutnya, sektor perdagangan hotel dan restoran pada triwulan II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 7,1 persen (yoy), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi yang selama ini selalu tumbuh kuat dan tertinggi di antara sektor lainnya dalam triwulan II 2013, diperkirakan tumbuh 11,6 persen (yoy), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Subsektor angkutan jalan raya dan ASDP diperkirakan masih mampu tumbuh tinggi mengingat meningkatnya kebutuhan transportasi darat dan laut bagi masyarakat. Dengan perkembangan sektoral tersebut, dalam semester I tahun 2013 pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha diperkirakan sebagai berikut : sektor pertanian sebesar 3,7 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,0 persen, sektor industri pengolahan sebesar 6,0 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 6,6 persen, sektor konstruksi sebesar 7,3 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 6,8 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,8 persen, sektor keuangan sebesar 7,4 persen, dan sektor jasa sebesar 6,3 persen Laju Inflasi 10% 8% 6% 4% 2% 0% J-11 F M A M GRAFIK 2.3 PERKEMBANGAN INFLASI, J J A Juni 2012 Inflasi mtm : 0,62 % Inflasi yoy : 4,53 % Inflasi ytd : 1,79 % S O N D J-12 F M A M J J A Juni 2013 Inflasi mtm : 1,03 % Inflasi yoy : 5,90 % Inflasi ytd : 3,35 % S O N D J-13 F M yoy (LHS) ytd (LHS) mtm (RHS) A M J 2,0% 1,5% 1,0% 0,5% 0,0% -0,5% Di awal tahun 2013 tekanan inflasi relatif meningkat. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) triwulan I 2013 tercatat 2,43 persen (ytd) atau 5,90 persen (yoy), relatif lebih tinggi dari rata-rata historisnya (lihat Grafik 2.3). Tingginya inflasi pada triwulan I 2013, terutama didorong oleh kenaikan harga volatile food. Inflasi volatile food pada triwulan I tercatat sebesar 8,77 persen (ytd) atau 14,20 persen (yoy), meningkat signifikan bila dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,65 persen (ytd) atau 4,45 persen (yoy). Relatif tingginya inflasi volatile food pada triwulan I tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan harga komoditas bahan pangan akibat gangguan distribusi serta dampak kebijakan pengaturan impor komoditas hortikultura. Pada sisi lain, inflasi inti dan inflasi administered prices selama triwulan I 2013 masih cukup terkendali. Inflasi inti secara triwulanan relatif stabil di level 0,79 persen (ytd) atau 4,21 persen (yoy), sedikit lebih rendah dari realisasinya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 0,97 persen (ytd) atau 4,25 persen (yoy). Inflasi inti yang relatif terkendali tersebut antara lain dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi inti kelompok non-makanan seiring dengan penurunan harga emas di pasar internasional meskipun dari sisi inflasi inti kelompok makanan mengalami peningkatan. Inflasi inti non-makanan pada triwulan I tahun 2013 tercatat 3,60 persen (yoy) atau lebih rendah dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 3,92 persen (yoy). Sementara itu, inflasi inti kelompok makanan tercatat sebesar 5,80 persen 2-6

24 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 (yoy) atau lebih tinggi dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,52 persen (yoy), didorong antara lain oleh dampak kenaikan inflasi volatile food. Dari sisi inflasi administered prices, terjadi kenaikan terutama untuk barang-barang yang dipengaruhi oleh dampak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Selain itu, kenaikan inflasi administered prices juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas rokok sejalan dengan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok. Inflasi administered price pada triwulan I 2013 mencapai 1,17 persen (ytd) atau 2,91 persen (yoy), relatif lebih tinggi dari inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 0,92 persen (ytd) atau 2,92 persen (yoy). Setelah mengalami tekanan inflasi pada tiga bulan pertama tahun 2013, pada bulan April 2013, indeks harga konsumen mengalami deflasi sebesar 0,1 persen (mtm) dan pada bulan Mei 2013 IHK kembali mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (mtm). Deflasi yang terjadi tersebut terutama didorong oleh membaiknya pasokan komoditas bahan makanan, baik yang berasal dari domestik karena musim panen, maupun yang berasal dari impor. Sementara itu, pada bulan Juni 2013 IHK kembali mencatat inflasi sebesar 1,03 persen (mtm). Inflasi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilaksanakan mulai 22 Juni 2013, yang membawa dampak lanjutan ke sektor transportasi dan harga bahan pangan, sehingga mendorong peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Dengan perkembangan itu, jika dilihat dari inflasi tahunan, pada bulan Juni 2013 tercatat inflasi sebesar 5,90 persen (yoy) atau relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar 4,53 persen (yoy). Transport Pendidikan Kesehatan Sandang Perumahan Makanan Jadi Bahan Makanan -3,64% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 2.4 Laju Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran s.d Juni 2013 (ytd) 0,61% 1,79% 2,99% 2,68% 3,94% 7,19% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8% Dengan demikian, dalam semester I tahun 2013, BPS mencatat laju inflasi kumulatif mencapai 3,35 persen (ytd), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 1,79 persen (ytd). Berdasarkan kelompok pengeluaran, hingga akhir Juni 2013, hampir seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi, kecuali kelompok pengeluaran sandang. Kelompok pengeluaran bahan makanan mengalami laju inflasi kumulatif (ytd) tertinggi selama enam bulan pertama tahun 2013 sebesar 7,19 persen, diikuti oleh kelompok transportasi dan telekomunikasi (3,94 persen); kelompok perumahan, listrik, air, dan gas (2,99 persen); kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (2,68 persen); kelompok kesehatan (1,79 persen); serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (0,61 persen). Sementara itu, kelompok sandang menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi sebesar 3,64 persen (ytd) (lihat Grafik 2.4). Berdasarkan komponen, inflasi inti relatif masih terkendali dengan baik. Inflasi inti pada bulan Juni 2013 tercatat 0,32 persen (mtm) atau 3,98 persen (yoy), secara bulanan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi inti bulan sebelumnya sebesar 0,06 persen (mtm) atau 3,99 persen (yoy). Beberapa faktor yang mendorong rendahnya inflasi inti antara lain adalah tekanan permintaan domestik yang masih bergerak moderat yang diimbangi dengan memadainya sisi 2-7

25 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I penawaran, serta deflasi harga emas, baik di pasar internasional maupun pasar domestik (lihat Grafik 2.5). 9,0% 8,0% 7,0% 6,0% 5,0% 4,0% 3,0% 2,0% 1,0% 0,0% GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN INFLASI BERDASARKAN KOMPONEN (ytd) Juni 2012 Juni ,73% 1,32% 1,60% Inti 5,60% Harga diatur Pemerintah 2,21% 7,79% Bergejolak 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% J-11 FM GRAFIK 2.6 PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (yoy) BERDASARKAN KOMPONEN, A MJ J AS O ND J-12 FM A MJ J AS O ND J-13 FM Inti Harga diatur Pemerintah Bergejolak A MJ 11,5% 6,7% 4,0% Komponen inflasi bergejolak (volatile food) pada bulan Juni tercatat mengalami inflasi sebesar 1,18 persen (mtm) atau 11,46 persen (yoy), meningkat secara bulanan bila dibandingkan dengan inflasi bergejolak pada bulan sebelumnya sebesar -1,10 persen (mtm) atau 12,06 persen (yoy). Inflasi yang terjadi pada bulan Juni 2013 antara lain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memberi dampak lanjutan kepada naiknya tarif transportasi dan ongkos angkut bahan makanan. Hampir seluruh komoditas bahan pangan, terutama beras, daging ayam dan bumbu-bumbuan, mengalami kenaikan harga seiring telah berlalunya masa panen raya sehingga mendorong kenaikan inflasi pada Juni Dari komponen harga yang diatur Pemerintah (administered price), laju inflasi administered price pada bulan Juni 2013 mencapai 3,24 persen (mtm) atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 0,96 persen (mtm). Peningkatan inflasi pada bulan Juni tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan kenaikan tarif harga yang diatur pemerintah, yang mencakup kenaikan tarif air minum PAM, serta kenaikan harga jual BBM bersubsidi yang mendorong kenaikan tarif transportasi, baik angkutan antar kota antar propinsi, maupun angkutan dalam kota (angkot). Dengan demikian, sampai dengan Juni 2013 inflasi administered price secara kumulatif mencapai 5,60 persen (ytd) dengan inflasi tahunan mencapai 6,70 persen (yoy) (lihat Grafik 2.6) Nilai Tukar Rupiah Sejak akhir tahun 2012 hingga memasuki paruh pertama tahun 2013, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih berlanjut. Sepanjang semester I tahun 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bergerak dinamis dengan kecenderungan melemah. Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut di satu sisi merupakan pengaruh dari sentimen global terkait perkembangan ekonomi global yang diproyeksikan akan terkoreksi ke bawah. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi adanya goncangan pasar keuangan global yang disebabkan adanya rencana Bank Sentral Amerika Serikat untuk mengakhiri kebijakan quantitative easing. Goncangan di pasar keuangan global tersebut menyebabkan penarikan aliran modal asing dari negara-negara emerging market yang juga diikuti oleh pelemahan nilai tukar negara-negara di kawasan regional. 2-8

26 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Dari sisi domestik, pelemahan nilai tukar rupiah antara lain berasal dari kondisi transaksi berjalan yang mengalami defisit terutama disebabkan melambatnya kinerja ekspor dan meningkatnya impor, terutama impor bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh ketidakseimbangan di pasar valuta asing (valas) domestik akibat tingginya permintaan atas valas dalam rangka pembayaran utang di tengah terbatasnya pasokan. Nilai tukar rupiah pada paruh pertama tahun 2013 ditutup pada posisi Rp9.937 per dolar AS, atau melemah sekitar 1,05 persen apabila dibandingkan point to point dengan posisi pada akhir tahun 2012 yang mencapai sebesar Rp9.670 per dolar AS. Sementara itu, secara rata-rata selama semester I tahun 2013, nilai tukar rupiah berada pada level Rp9.742 per dolar AS atau Rp/US$ GRAFIK 2.7 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA, Sumber: Bank Indonesia Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Cadangan Devisa (RHS) Nilai Tukar Rupiah (LHS) melemah sekitar 1,01 persen bila dibandingkan dengan rata-rata nilai tukar triwulan IV tahun 2012 yang mencapai Rp9.624 per dolar AS. Meskipun nilai tukar rupiah tertekan hingga di atas per dolar AS pada akhir bulan Juni, namun stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang semester I tahun 2013 secara keseluruhan dapat terjaga dengan baik (lihat Grafik 2.7). Terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang semester I tahun 2013 tidak terlepas dari respon kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia. Bank Indonesia telah melakukan langkahlangkah kebijakan yang dianggap perlu dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas dan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia terus ditingkatkan dalam menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan, serta persepsi pasar terhadap perekonomian Indonesia Suku Bunga SPN 3 Bulan Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor 3 bulan merupakan suku bunga obligasi pemerintah yang digunakan sebagai acuan dalam menetapkan tingkat bunga obligasi pemerintah jenis bunga mengambang (variable rate bond). Kondisi fundamental ekonomi domestik yang cukup baik, yang ditandai dengan masih tingginya aliran modal masuk ke dalam negeri, menjadi salah satu faktor yang mendorong suku bunga SPN 3 bulan stabil berada pada kisaran yang ditargetkan. Hal tersebut ditunjukkan oleh relatif rendahnya realisasi suku bunga SPN 3 bulan dari 6 kali hasil lelang, yang telah dilakukan sampai dengan semester I tahun Lelang SPN 3 bulan pada bulan Februari 2013 menghasilkan tingkat suku bunga sebesar 3,08 persen. Sementara itu, selama periode triwulan I tahun 2013, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan mencapai 3,56 persen. Selanjutnya, tingkat suku bunga SPN 3 bulan secara perlahan bergerak meningkat mencapai sebesar 4,10 persen pada lelang 3 Juni Peningkatan suku bunga tersebut antara lain dipengaruhi dinamika pemulihan perekonomian global dan juga persepsi pasar keuangan atas rencana the Fed AS yang akan mengurangi stimulus moneter miliar US$ 2-9

27 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Persen (%) 4,50 3,87 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 10 Jan GRAFIK 2.8 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA SPN 3 BULAN, Jan 07 Feb 1,69 21 Feb 06 Mar 3,00 20 Mar 3,90 4,05 3,73 Suku Bunga Rata-rata Tahun 2012 = 3,19% Rata-rata s.d. Semester I-2013 = 3,75% 17 Apr 19 Jun 17 Jul 09 Ags 11 Sep 04 Okt 12 Nov 1,95 03 Des 4,00 15 Jan 3,08 14 Feb 13 Mar 3,99 3,59 09 Apr 3,75 06 Mei 4,10 03 Jun Dengan perkembangan tersebut, realisasi suku bunga SPN 3 bulan dalam semester I 2013 mencapai rata-rata 3,75 persen, relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga rata-rata SPN 3 bulan periode yang sama tahun 2012 sebesar 2,87 persen. Namun, apabila dibandingkan dengan asumsi suku bunga SPN 3 bulan dalam 2013 sebesar 5,0 persen, realisasi tersebut masih lebih rendah. Perkembangan suku bunga SPN 3 bulan disajikan pada Grafik 2.8. Sumber: Kementerian Keuangan Harga Minyak Mentah Indonesia Memasuki awal tahun 2013, volatilitas pergerakan harga minyak mentah dunia relatif lebih stabil dengan kecenderungan menurun. Rata-rata harga minyak WTI dalam bulan Maret 2013 mencapai US$93,0 per barel atau lebih rendah 1,8 persen bila dibandingkan dengan harganya pada awal tahun (ytd). Sebaliknya, harga rata-rata minyak Brent meningkat 0,3 persen (ytd) menjadi US$109,5 per barel pada bulan Maret USD/barel Jan-12 GRAFIK 2.9 PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA, Feb-12 Mar-12 MINAS BRENT WTI ICP Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 ICP Juni 2013 = US$100/barel Rata-rata ICP Des 12-Jun 13 = US$105/barel Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada awal tahun 2013 juga menunjukkan tren menurun. Dalam triwulan I tahun 2013, rata-rata ICP mencapai sebesar US$111,1 per barel, dengan harga tertinggi mencapai US$114,9 per barel pada bulan Februari 2013 (lihat Grafik 2.9). Rata-rata ICP triwulan I tahun 2013 tersebut relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan rata-rata ICP triwulan I tahun 2012 yang mencapai US$122,1 per barel. Memasuki triwulan kedua 2013, harga minyak dunia masih cenderung menurun bila dibandingkan dengan triwulan I tahun Harga rata-rata minyak WTI pada bulan April dan Mei 2013 mencapai masing-masing US$92,1 per barel dan US$94,7 per barel, sedangkan harga minyak Brent mencapai rata-rata sebesar US$103,5 per barel dan US$103,2 per barel. Sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia, ICP pada bulan April dan Mei turun masingmasing menjadi rata-rata sebesar US$100,2 per barel dan US$99,0 per barel. Tren penurunan ICP diproyeksi kembali berlanjut pada bulan Juni 2013, yaitu ICP diperkirakan masih pada kisaran US$100,0 per barel. Beberapa hal yang mendorong penurunan harga minyak dunia yaitu masih lemahnya permintaan minyak mentah dunia sejalan dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi dunia di tengah Jun

28 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 pasokan minyak terutama dari negara-negara OPEC yang masih cukup besar. Faktor lain yang turut mendorong penurunan harga minyak mentah dunia adalah meredanya ketegangan politik di Timur Tengah dan meredamnya aksi spekulasi di pasar komoditas. Berdasarkan pergerakan ICP sampai dengan bulan Juni tahun 2013, rata-rata ICP selama semester I tahun 2013 mencapai US$105 per barel, relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi semester I tahun 2012 yang mencapai rata-rata sebesar US$117,3 per barel Lifting Minyak dan Gas Bumi ribu barel/hari ,6 Grafik 2.10 Lifting Minyak dan Gas Indonesia, , , , , , , ,6 872 Lifting minyak 1.161, , , ,8 Lifting Gas , , ,3 820 Realisasi produksi minyak mentah siap jual (lifting) Indonesia dalam semester I tahun 2013 (periode Desember 2012-Mei 2013) mencapai rata-rata sebesar 827 ribu barel per hari. Jumlah tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 868 ribu barel per hari (lihat Grafik 2.10). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya realisasi lifting tersebut antara lain adalah penurunan kapasitas produksi sumur-sumur migas, dan beberapa permasalahan teknis meliputi cuaca buruk, adanya pemunduran jadwal produksi dari rencana semula oleh beberapa kontraktor, serta permasalahan perijinan lahan. Sementara itu, rata-rata realisasi lifting gas bumi dalam semester I tahun 2013 (Desember 2012-Mei 2013) mencapai MBOEPD atau relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 1.289,9 MBOEPD. Secara kumulatif, lifting minyak dan gas bumi dalam semester I tahun 2013 sekitar 2,04 juta barel per hari , , Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun Pertumbuhan Ekonomi Stabilitas ekonomi makro yang terjaga dengan baik, kondisi sustainability fiskal yang semakin membaik diharapkan menjadi faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun Konsumsi rumah tangga dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tetap terjaga meskipun relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan semester sebelumnya sebagai dampak kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Meskipun demikian, program perlindungan sosial khususnya yang ditujukan kepada masyarakat miskin diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus memberikan daya dorong pada konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, masih terdapat potensi pendorong aktivitas konsumsi masyarakat yang bersumber pada dimulainya aktivitas Pilkada dan persiapan Pemilu. Sementara itu, konsumsi pemerintah 2-11

29 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I pada semester II diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan daya serap belanja pemerintah sebagaimana tren yang terjadi selama ini. Pada sisi lain, kinerja investasi diperkirakan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya implementasi anggaran belanja modal dan infrastruktur pemerintah, semakin meningkatnya kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik di tengah kondusifnya iklim investasi dan terjaganya stabilitas ekonomi makro. Demikian pula dengan kinerja ekspor yang diperkirakan akan semakin membaik dalam semester II tahun 2013 sebagaimana proyeksi permintaan global yang akan membaik ke depan, sedangkan impor diperkirakan meningkat namun terbatas. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2013 dapat mencapai pada kisaran 6,5 persen (yoy), sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 6,3 persen. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Konsumsi rumah tangga dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 4,9 persen (yoy) atau sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I tahun Dampak inflasi akibat penyesuaian harga BBM bersubsidi diperkirakan akan menjadi faktor yang dapat menahan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat pada semester II. Namun, kebijakan kompensasi yang dijalankan pemerintah terutama bagi masyarakat miskin meliputi BLSM dan P4S diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus mampu mendorong konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, adanya liburan sekolah, puasa, dan hari raya Idul Fitri serta pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI-Polri/pensiunan yang akan terlaksana pada semester II tahun 2013 diharapkan dapat turut meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga. Demikian pula dengan konsumsi pemerintah diperkirakan mampu tumbuh sekitar 11,2 persen (yoy). Laju pertumbuhan konsumsi pemerintah tersebut berdasarkan tren yang berlangsung selama ini, yaitu realisasi penyerapan anggaran kementerian negara/lembaga cenderung lebih tinggi pada semester II. Pertumbuhan investasi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai 8,5 persen (yoy). Faktor-faktor yang diharapkan mampu mendukung kinerja investasi antara lain stabilitas ekonomi yang terjaga dengan baik, meningkatnya keyakinan investor, dan meningkatnya belanja modal pemerintah. Selain itu, untuk memacu kinerja investasi di dalam negeri, pemerintah membentuk tim Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI). Tim tersebut akan mengkoordinasikan dan merekomendasikan langkah-langkah strategis terkait peningkatan investasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Kinerja ekspor diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam semester II tahun Semakin membaiknya permintaan global, khususnya pada negara-negara mitra, diperkirakan akan mendorong peningkatan ekspor Indonesia meskipun harga komoditas diperkirakan relatif stabil dan rendah. Pada semester II tahun 2013, ekspor diperkirakan mencapai 8,7 persen (yoy) atau lebih tinggi daripada kinerja semester sebelumnya. Di sisi lain, kinerja impor dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh 12,3 persen yang berarti relatif lebih tinggi daripada kinerja semester sebelumnya. Dengan melihat perkiraan pertumbuhan PDB semester I dan II tahun 2013, secara keseluruhan sumber-sumber pertumbuhan PDB pada tahun 2013 dari sisi penggunaan adalah sebagai berikut: konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,0 persen, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 6,7 persen, investasi diperkirakan tumbuh sebesar 6,9 persen, 2-12

30 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 dan ekspor-impor diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 6,6 persen dan sebesar 6,1 persen (lihat Tabel 2.2). Penggunaan Sem I Sem II Tahunan Sem I Sem II Tahunan PDB (%,yoy) 6,3 6,1 6,2 6,1 6,5 6,3 Konsumsi Masyarakat 5,1 5,5 5,3 5,1 4,9 5,0 Konsumsi Pemerintah 7,7-3,1 1,2 0,8 11,2 6,7 Investasi 11,2 8,5 9,8 5,2 8,5 6,9 Ekspor 5,3-1,0 2,0 4,4 8,7 6,6 Impor 10,2 3,4 6,6-0,3 12,3 6,1 Lapangan Usaha Pertanian,peternakan, kehutanan, dan perikanan 4,1 3,8 4,0 3,7 3,6 3,7 Pertambangan & Penggalian 2,9 0,1 1,5 0,0 3,9 2,0 Industri pengolahan 5,4 6,1 5,7 6,0 6,1 6,1 Listrik, gas, dan air bersih 6,1 6,7 6,4 6,6 6,1 6,4 Konstruksi 7,3 7,7 7,5 7,3 7,2 7,3 Perdagangan,hotel,dan restoran 8,7 7,5 8,1 6,8 9,6 8,3 Pengangkutan dan komunikasi 9,9 10,0 10,0 10,8 11,3 11,1 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 6,7 7,6 7,1 7,4 4,6 6,0 Jasa-jasa 5,6 4,9 5,2 6,3 4,1 5,2 *) Perkiraan Uraian Tabel 2.2 Pertumbuhan PDB, Tahun (%, YOY) *) Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Dalam semester II tahun 2013, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan menjadi tiga sektor yang tumbuh paling tinggi diantara sektor lainnya. Sektor industri pengolahan pada semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh 6,1 persen, sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada semester I tahun Subsektor industri semen dan barang galian bukan logam diperkirakan merupakan motor pertumbuhan di sektor pengolahan sejalan dengan tingginya aktivitas pembangunan infrastruktur maupun pengembangan properti di tanah air. Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 9,6 persen, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhannya dalam semester I sebesar 6,8 persen. Tumbuhnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran terutama industri makanan, minuman, tekstil, semakin maraknya perdagangan ritel, meningkatnya kebutuhan rekreasi masyarakat, dan meningkatnya jumlah wisatawan asing yang berkunjung 2-13

31 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I ke Indonesia merupakan beberapa faktor yang akan mendorong pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada semester II tahun Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh sebesar 11,3 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kinerja semester I tahun 2013 yang sebesar 10,8 persen. Dorongan dari subsektor komunikasi diperkirakan masih cukup tinggi seiring dengan tingginya inovasi sarana komunikasi dan meningkatnya kebutuhan komunikasi. Selain itu, subsektor pengangkutan juga diperkirakan tumbuh cukup tinggi terkait dengan semakin tingginya mobilitas masyarakat pada semester II tahun Di sisi lain, sektor pertanian yang notabene merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja diperkirakan tumbuh sebesar 3,6 persen pada semester II tahun 2013, sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan kinerja semester sebelumnya. Pendorong utama pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan masih berasal dari tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, dan perikanan. Selain itu, kebijakan Pemerintah terkait ketahanan pangan nasional untuk meningkatkan produksi pangan dan menstabilkan harga pangan terutama beras di dalam negeri diperkirakan akan turut mendorong pertumbuhan di sektor pertanian ke depan. Dengan melihat perkiraan pertumbuhan PDB menurut lapangan usaha pada semester I dan semester II tahun 2013, secara keseluruhan pertumbuhan PDB pada tahun 2013 dari sisi lapangan usaha diperkirakan sebagai berikut: sektor pertanian tumbuh sebesar 3,7 persen, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,0 persen, sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 6,1 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh sebesar 6,4 persen, sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,3 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh sebesar 8,3 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 11,1 persen, sektor keuangan tumbuh sebesar 6,0 persen, dan sektor jasa tumbuh sebesar 5,2 persen Inflasi Laju inflasi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan akan mengalami tekanan meningkat sebagai dampak kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi. Kebijakan tersebut memberi dampak terhadap kenaikan harga komoditas bahan bakar terkait (first round effect) dan komoditas lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan/ konsumsi BBM tersebut (second round effect). Mengingat kebijakan kenaikan harga BBM baru dilaksanakan pada minggu ketiga Juni, sebagian besar dampak kebijakan diperkirakan baru akan terlihat pada realisasi inflasi bulan Juli Selain dampak kebijakan BBM, tekanan inflasi pada semester 2 tahun 2013 diperkirakan juga bersumber dari peningkatan permintaan dan konsumsi masyarakat terkait siklus musiman seperti tahun ajaran baru dan pelaksanaan hari besar keagamaan nasional (Puasa, Idul Fitri, Idul Adha, dan Natal) serta Tahun Baru. Dalam upaya antisipasi untuk mengendalikan tekanan inflasi dan meredam peningkatan laju inflasi di semester II tahun 2013 pasca penetapan kebijakan BBM bersubsidi, Pemerintah memiliki komitmen untuk senantiasa berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas bahan pangan, mengamankan pasokan dan stok komoditas bahan kebutuhan pokok masyarakat, serta menjaga kelancaran arus distribusi bahan pangan. Dalam upaya untuk pengendalian tekanan inflasi baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand) tersebut, Pemerintah melaksanakan koordinasi stabilisasi harga di tingkat pusat dan daerah. Berdasarkan realisasi inflasi hingga Semester I tahun 2013 dan dengan memerhatikan faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan inflasi ke depan, serta upaya meredam inflasi yang dilakukan Pemerintah bersama- 2-14

32 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 sama dengan Bank Indonesia dan pemerintah daerah, laju inflasi tahun 2013 diharapkan dapat terkendali pada level 7,2 persen Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah pada semester II tahun 2013 diperkirakan akan stabil pada kisaran Rp Rp9.700 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan akan lebih moderat bila dibandingkan dengan tekanan pada semester I Dari sisi eksternal, pergerakan nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan ke depan masih akan dipengaruhi oleh isu ekonomi global, khususnya kebijakan pengurangan quantitative easing oleh bank Sentral Amerika Serikat dan kondisi perekonomian Eropa. Dari sisi internal, stabilitas nilai tukar rupiah akan didukung oleh kinerja neraca pembayaran yang diproyeksikan semakin membaik, seiring dengan membaiknya kinerja ekspor. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang telah dilaksanakan sejak awal tahun serta kenaikan harga BBM bersubsidi yang diterapkan Pemerintah sejak 22 Juni 2013 diharapkan akan melonggarkan tekanan terhadap kinerja neraca perdagangan Indonesia. Kombinasi kebijakan BBM tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan penghematan konsumsi BBM bersubsidi sehingga tekanan impor BBM dapat lebih dikendalikan. Dengan meredanya tekanan impor, posisi neraca perdagangan Indonesia diharapkan terkoreksi positif sehingga menurunkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, terjaganya stabilitas kondisi ekonomi makro dan ketahanan fiskal diharapkan akan turut menjadi sentimen positif dalam mendukung stabilitas nilai tukar rupiah ke depan. Dengan memerhatikan realisasi selama semester I dan proyeksi semester II 2013, rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2013 diperkirakan berada pada kisaran Rp9.600 per dolar AS Suku Bunga SPN 3 Bulan Suku bunga SPN 3 bulan dalam semester kedua tahun 2013 diperkirakan masih berpotensi meningkat sejalan dengan potensi peningkatan inflasi sebagai konsekuensi adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan masih diminati pasar di tengah kondisi ekonomi makro yang terjaga dengan baik dan kondisi fiskal yang lebih sehat. Sampai dengan akhir tahun 2013, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan berada pada kisaran 5,0 persen sebagaimana diasumsikan dalam Harga Minyak Mentah Indonesia Pergerakan harga minyak internasional yang saat ini sedang dalam tren menurun antara lain merupakan refleksi dari masih lemahnya kondisi ekonomi global. Badan Energi Amerika Serikat (EIA) memproyeksikan harga minyak mentah dalam beberapa bulan ke depan masih stabil namun relatif akan lebih rendah dari harga minyak mentah dunia pada awal tahun Beberapa faktor yang melandasi perkiraan tersebut antara lain adalah rencana Bank Sentral Amerika untuk mengurangi pembelian aset, stabilitas geopolitik yang kondusif, serta stabilnya pasokan minyak dari negara OPEC maupun non-opec. OPEC dalam konferensi bulan Mei tahun 2013 memutuskan untuk mempertahankan kuota produksinya serta mempertahankan stabilitas harga pada kisaran US$100 per barel agar tidak menjadi hambatan dalam pemulihan ekonomi global. 2-15

33 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Berdasarkan proyeksi EIA, harga minyak dunia ke depan diperkirakan akan stabil pada kisaran US$100 - US$110 per barel untuk Brent dan kisaran US$92 - US$96 per barel untuk WTI. Berdasarkan perkembangan tersebut, harga minyak mentah Indonesia pada semester II tahun 2013 diperkirakan berada pada kisaran US$100 - US$110 per barel sesuai dengan pergerakannya selama ini yang cenderung mendekati pergerakan harga Brent. Dengan demikian, berdasarkan realisasi ICP dalam semester I 2013 dan proyeksinya dalam semester II 2013, rata-rata ICP sepanjang tahun 2013 diperkirakan akan berada pada kisaran US$108,00 per barel Lifting Minyak dan Gas Bumi Dengan memerhatikan kondisi lapangan, perkiraan teknis, dan kebijakan yang akan ditempuh dalam paruh kedua tahun 2013, lifting minyak mentah dalam semester II (Juni-November) tahun 2013 diperkirakan rata-rata mencapai 853 ribu barel per hari. Dengan memerhitungkan realisasi lifting dalam semester I 2013 dan prediksi lifting dalam semester II tahun 2013, ratarata lifting minyak pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 840 ribu barel per hari. Untuk mencapai target lifting tahun 2013, akan dilakukan upaya-upaya optimalisasi terhadap sumur minyak eksisting dan percepatan produksi pada lapangan baru. Dalam periode yang sama, lifting gas Indonesia diperkirakan mencapai ribu barel setara minyak per hari, lebih tinggi daripada realisasi semester II tahun 2012 yang mencapai 1.196,0 ribu barel setara minyak per hari. Untuk mencapai target lifting tersebut, akan diupayakan penambahan produksi dari lapangan-lapangan gas seperti lapangan South Mahakam, lapangan Ruby, lapangan Musi Timur, serta penambahan kapasitas di Epic Sengkang. Dengan memperhitungkan realisasi lifting gas dalam semester I 2013 dan prediksi lifting dalam semester II tahun 2013, diperkirakan rata-rata lifting gas dalam tahun 2013 mencapai ribu barel setara minyak per hari, sesuai dengan targetnya pada

34 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Dalam UU APBN 2013, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan sebagai basis perhitungan postur APBN 2013 adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi 6,8 persen, (b) inflasi 4,9 persen, (c) nilai tukar rupiah Rp9.300/US$, (d) suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, (e) harga minyak mentah Indonesia US$100,0 per barel, (f) lifting minyak 900 ribu barel per hari, dan (g) lifting gas ribu barel setara minyak per hari. Sejalan dengan dinamika ekonomi global dan domestik yang terjadi selama tahun 2012 dan berlanjut di tahun 2013, perkembangan indikator-indikator ekonomi makro dalam tiga bulan pertama tahun 2013 dan prospeknya dalam keseluruhan tahun 2013 menunjukkan kecenderungan menjauh dari asumsi yang ditetapkan dalam UU APBN Dalam periode tersebut, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,0 persen, lebih rendah dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar 6,8 persen, sebaliknya tingkat inflasi mencapai 5,9 persen, lebih tinggi dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar 4,9 persen. Kemudian nilai tukar mencapai Rp9.694 per US$, melemah sekitar 4,2 persen dari asumsinya dalam APBN 2013 sebesar Rp9.300 per US$, ICP mencapai US$111 per barel, melampaui asumsinya dalam APBN 2013 sebesar US$100 per barel, dan sebaliknya lifting minyak dan gas mencapai masing-masing 827 ribu barel per hari dan ribu barel setara minyak per hari, jauh di bawah asumsinya dalam APBN 2013 masing-masing sebesar 900 ribu barel per hari dan ribu barel setara minyak per hari. Berdasarkan perkembangan kondisi terkini dan pemantauan yang dilakukan terhadap berbagai indikator perekonomian dan dampaknya terhadap postur APBN 2013, serta adanya perubahan kebijakan fiskal yang akan ditempuh pada tahun 2013, pada pertengahan bulan Mei 2013 Pemerintah mengajukan percepatan R 2013 ke DPR. Setelah melalui pembahasan yang intensif, RUU 2013 akhirnya disetujui dan disahkan menjadi UU 2013 pada sidang paripurna DPR tanggal 17 Juni Dalam UU 2013 tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan postur 2013, adalah sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; (b) inflasi 7,2 persen; (c) nilai tukar rupiah Rp9.600/US$; (d) tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia US$108,0 per barel; (f) lifting minyak mentah 840 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas ribu barel setara minyak per hari. Selanjutnya, dalam semester I 2013, perkembangan realisasi asumsi dasar ekonomi makro secara ringkas dapat disampaikan sebagai berikut: (a) pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,1 persen; (b) inflasi mencapai 5,9 persen; (c) nilai tukar rupiah rata-rata mencapai Rp9.742 per US$; (d) suku bunga SPN 3 bulan rata-rata mencapai 3,75 persen; (e) harga minyak mentah Indonesia rata-rata mencapai US$105,0 per barel; (f) lifting minyak mentah rata-rata mencapai 827 ribu barel per hari; dan (g) lifting gas rata-rata mencapai ribu barel setara minyak per hari. 2-1

35 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Dengan memperhatikan kinerjanya dalam semester I 2013 dan prospeknya dalam semester II tahun 2013, serta mempertimbangkan kebijakan ekonomi makro yang akan ditempuh dalam paruh kedua tahun 2013, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan dalam UU 2013 diharapkan dapat tercapai. 2.2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Tahun Pertumbuhan Ekonomi 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 GRAFIK 2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI (Persen, yoy) 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,0 Perekonomian Indonesia dalam triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 6,02 persen (yoy) atau relatif melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya maupun pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun 2012 yang masing-masing mencapai 6,1 persen dan 6,3 persen (yoy) (lihat Grafik 2.1). Kondisi itu antara lain dipengaruhi oleh melambatnya permintaan domestik, terutama konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu, kinerja ekspor pada triwulan I 2013 mulai menunjukkan perbaikan meskipun masih terbatas, sedangkan impor mengalami perlambatan sejalan dengan melambatnya konsumsi dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, secara umum kinerja sektoral pada triwulan I masih menunjukkan kinerja yang baik. Tiga sektor utama dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi (tumbuh 10,0 persen), sektor keuangan, real estate, serta jasa perusahaan (tumbuh 8,4 persen), dan sektor konstruksi (tumbuh 7,2 persen). Di sisi lain, sektor pertambangan tercatat mengalami pertumbuhan negatif (-0,4 persen) sejalan dengan penurunan alamiah produksi minyak di dalam negeri. Melihat perkembangan tersebut, pada triwulan II tahun 2013, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh pada kisaran yang lebih baik namun tidak berbeda jauh dari realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan I. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2013 diperkirakan dapat mencapai hingga 6,1 persen. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan 6,2 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* *) Angka Proyeksi Sumber: BPS, Kementerian Keuangan Pada triwulan I tahun 2013, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,2 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,9 persen (yoy), namun relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,4 persen (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong oleh meningkatnya konsumsi makanan dan nonmakanan. Konsumsi makanan tumbuh 4,3 persen, sedangkan konsumsi nonmakanan tumbuh sebesar 5,9 persen. Peran atau distribusi 2-2

36 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Persen 20,0 15,0 10,0 GRAFIK 2.2 PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGGUNAAN, TAHUN (persen, yoy) konsumsi rumah tangga masih relatif tinggi yaitu sebesar 55,6 persen, sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan (share to growth) mencapai 2,9 persen (lihat Grafik 2.2). 5,9 Sementara itu, konsumsi pemerintah 5,0 4,5 5,0 pada triwulan I tumbuh 0,4 persen 1,0 (yoy), atau lebih rendah dari 0,0 0,1 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* pertumbuhan konsumsi pemerintah -5, triwulan I tahun 2012 yang tumbuh Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor 6,4 persen (yoy). Masih relatif *) Angka Proyeksi Sumber: BPS & Kemenkeu rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2013 antara lain disebabkan oleh masih rendahnya realisasi anggaran pemerintah terutama pada belanja barang dan jasa. Pertumbuhan PDB belanja barang dan jasa pemerintah pada triwulan I tahun 2013 sebesar negatif 7,08 persen atau jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi belanja barang triwulan I tahun 2012 yang mencapai 15,3 persen. Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan I 2013 juga dipengaruhi oleh melambatnya kinerja investasi. Investasi pada triwulan I tahun 2013 tumbuh 5,9 persen (yoy) atau lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan I tahun 2012 yang tumbuh 9,97 persen (yoy). Sebagian besar jenis investasi seperti bangunan, investasi mesin dan perlengkapan dalam negeri, serta alat angkutan dalam negeri, masih tumbuh positif. Investasi transportasi domestik tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 21,34 persen, investasi mesin dan perlengkapan dalam negeri tumbuh 0,17 persen, dan investasi bangunan yang merupakan komponen terbesar dari keseluruhan investasi tumbuh 7,19 persen. Sebaliknya, investasi alat angkutan luar negeri dan investasi mesin dan perlengkapan luar negeri tumbuh negatif, masing-masing sebesar -0,09 persen dan -0,06 persen. Pada sisi eksternal, peningkatan kinerja ekspor masih terbatas mengingat masih lemahnya perekonomian global. Ekspor mencatat pertumbuhan 3,4 persen (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode sebelumnya sebesar 0,5 persen (yoy), namun masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 yang tumbuh 8,2 persen. Kinerja ekspor yang mulai membaik tersebut antara lain didorong oleh perbaikan permintaan negara mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat dan Cina. Pada sisi lain, kinerja impor mengalami pertumbuhan negatif sebesar -0,4 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Kinerja impor yang negatif itu dipengaruhi oleh pertumbuhan negatif impor jasa yang mencapai -2,8 persen, sedangkan impor barang mengalami pertumbuhan positif namun di level yang rendah, yaitu sebesar 0,2 persen. Pada triwulan II tahun 2013, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh membaiknya konsumsi pemerintah dan kinerja ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit lebih rendah dari triwulan I namun diperkirakan masih dapat tumbuh sekitar 5,0 persen (yoy). Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan I 2013, yaitu mencapai sekitar 1,0 persen (yoy), seiring dengan meningkatnya serapan anggaran belanja negara. Selanjutnya investasi pada triwulan II diperkirakan dapat 2-3

37 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I tumbuh 4,5 persen, melambat jika dibandingkan dengan pencapaian triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut antara lain merupakan imbas dari melambatnya impor barang modal, bahan baku, dan aliran modal asing. Di sisi lain, permintaan global yang diprediksi membaik pada triwulan II diharapkan akan mendorong peningkatan ekspor. Ekspor pada triwulan II diperkirakan dapat tumbuh 5,9 persen atau relatif lebih tinggi daripada kinerja triwulan sebelumnya. Di sisi lain, impor diperkirakan masih mengalami kontraksi sebesar -0,1 persen sejalan dengan proyeksi melemahnya konsumsi. Dengan perkembangan di atas, pada semester I tahun 2013, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai 6,1 persen (yoy) atau relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kinerjanya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,3 persen (yoy). Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga pada semester I diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy), sedangkan konsumsi pemerintah pada semester I diperkirakan mampu tumbuh positif pada level 0,8 persen (yoy). Sementara itu, investasi diperkirakan tumbuh 5,2 persen (yoy). Pada sisi eksternal, ekspor dan impor pada semester I 2013 diperkirakan tumbuh masingmasing sebesar 4,7 persen dan -0,3 persen (yoy). Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Dari sisi sektoral, hampir semua sektor ekonomi mencatat pertumbuhan positif pada triwulan I 2013, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Dari delapan sektor ekonomi yang tumbuh positif, tercatat empat di antaranya mengalami percepatan, dua sektor tumbuh pada tingkat yang sama, dan dua sektor lagi mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan kinerjanya pada triwulan I Empat sektor yang mengalami percepatan adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, air bersih, dan gas, sektor jasa keuangan, jasa perusahaan, dan real estate, dan sektor jasa lainnya. Dua sektor yang tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sektor konstruksi serta sektor transportasi dan komunikasi. Sementara itu, dua sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, serta restoran (lihat Tabel 2.1). Dalam triwulan I 2013, sektor pertanian tumbuh sebesar 3,7 persen (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan I tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3 persen (yoy). Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan pada triwulan I 2013 mencapai 2,1 persen yang didorong antara lain oleh faktor panen raya yang terjadi pada periode tersebut. Subsektor lain yang ikut mendorong sektor pertanian adalah subsektor perkebunan dan subsektor perikanan yang tumbuh masing-masing sebesar 6,9 persen dan 7,3 persen. Sementara itu, subsektor kehutanan hanya tumbuh 1,4 persen. Peran atau distribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB menempati urutan kedua yaitu sebesar 15,0 persen, sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai 0,5 persen. Sektor industri pengolahan pada triwulan I 2013 tumbuh sebesar 5,8 persen (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang tumbuh sebesar 5,5 persen (yoy). Industri nonmigas masih tetap menjadi pendorong utama kinerja sektor industri dengan pertumbuhan sebesar 6,7 persen (yoy). Beberapa industri yang mendorong pertumbuhan industri nonmigas antara lain adalah industri logam dasar besi dan baja (tumbuh 13,1 persen), industri produk pupuk, kimia, dan karet (tumbuh 11,4 persen), serta industri peralatan, mesin, dan perlengkapan transportasi (tumbuh 10,5 persen). Peran sektor industri pengolahan menempati urutan pertama dalam pembentukan PDB yaitu sebesar 23,6 persen, dan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai sebesar 1,5 persen. 2-4

38 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Tabel 2.1. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (%, yoy) Lapangan Usaha Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* Pertanian 4,3 4,0 4,3 2,0 3,7 3,8 Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,3-0,5 0,5-0,4 0,4 Industri Pengolahan 5,5 5,2 6,3 6,2 5,8 6,2 Listrik, Air Bersih, Gas 5,7 6,5 5,6 7,3 6,5 6,6 Konstruksi 7,2 7,3 8,0 7,8 7,2 7,3 Perdagangan, Hotel, Restoran 8,7 8,7 7,2 7,8 6,5 7,1 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,6 9,6 10,0 11,6 Jasa Keuangan, Jasa Perusahaan, Real Estate 6,4 7,1 7,4 7,7 8,4 6,4 Jasa Lainnya 5,5 5,8 4,4 5,3 6,5 6,1 Produk Domestik Bruto 6,3 6,4 6,1 6,1 6,0 6,2 *) Angka Proyeksi Sumber: Badan Pusat Statistik Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 6,5 persen (yoy) dalam triwulan I 2013, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,7 persen (yoy). Pertumbuhan dalam triwulan I 2013 terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor hotel yang tumbuh sebesar 7,0 persen. Subsektor perdagangan besar dan eceran tumbuh sebesar 6,6 persen. Sementara itu, subsektor restoran tumbuh sebesar 5,9 persen. Meningkatnya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran tercermin dari semakin maraknya minimarket modern untuk memenuhi permintaan konsumen. Peran sektor perdagangan, hotel, dan restoran dalam pembentukan PDB mencapai 14,1 persen dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,2 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 10,0 persen (yoy), sama dengan pertumbuhannya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor tersebut didorong oleh subsektor komunikasi yang tumbuh 12,2 persen (yoy), sedangkan subsektor angkutan tumbuh 6,2 persen (yoy). Perlambatan terjadi pada subsektor angkutan rel yang tumbuh negatif 5,0 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai peran atau distribusi terhadap pembentukan PDB sebesar 6,8 persen sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan mencapai 1,0 persen. Momentum pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 diperkirakan akan terus berlanjut ke triwulan berikutnya. Secara umum, pada triwulan II tahun 2013, sebagian besar sektor diperkirakan meningkat sehingga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Sektor pertanian pada triwulan II diperkirakan tumbuh 3,8 persen (yoy) atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut antara lain didorong oleh masih adanya panen raya di beberapa daerah dan cuaca yang masih mendukung. Selain itu, dukungan Pemerintah terkait pemberian subsidi pertanian berupa benih dan pupuk terus dilakukan. 2-5

39 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Sektor industri pengolahan pada triwulan II diperkirakan tumbuh 6,2 persen (yoy) atau relatif lebih tinggi daripada harga triwulan I sebelumnya. Peningkatan itu berkaitan dengan perkiraan peningkatan kinerja ekspor sejalan dengan meningkatnya permintaan global akan produk Indonesia. Selanjutnya, sektor perdagangan hotel dan restoran pada triwulan II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 7,1 persen (yoy), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi yang selama ini selalu tumbuh kuat dan tertinggi di antara sektor lainnya dalam triwulan II 2013, diperkirakan tumbuh 11,6 persen (yoy), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Subsektor angkutan jalan raya dan ASDP diperkirakan masih mampu tumbuh tinggi mengingat meningkatnya kebutuhan transportasi darat dan laut bagi masyarakat. Dengan perkembangan sektoral tersebut, dalam semester I tahun 2013 pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha diperkirakan sebagai berikut : sektor pertanian sebesar 3,7 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,0 persen, sektor industri pengolahan sebesar 6,0 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 6,6 persen, sektor konstruksi sebesar 7,3 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 6,8 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,8 persen, sektor keuangan sebesar 7,4 persen, dan sektor jasa sebesar 6,3 persen Laju Inflasi 10% 8% 6% 4% 2% 0% J-11 F M A M GRAFIK 2.3 PERKEMBANGAN INFLASI, J J A Juni 2012 Inflasi mtm : 0,62 % Inflasi yoy : 4,53 % Inflasi ytd : 1,79 % S O N D J-12 F M A M J J A Juni 2013 Inflasi mtm : 1,03 % Inflasi yoy : 5,90 % Inflasi ytd : 3,35 % S O N D J-13 F M yoy (LHS) ytd (LHS) mtm (RHS) A M J 2,0% 1,5% 1,0% 0,5% 0,0% -0,5% Di awal tahun 2013 tekanan inflasi relatif meningkat. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) triwulan I 2013 tercatat 2,43 persen (ytd) atau 5,90 persen (yoy), relatif lebih tinggi dari rata-rata historisnya (lihat Grafik 2.3). Tingginya inflasi pada triwulan I 2013, terutama didorong oleh kenaikan harga volatile food. Inflasi volatile food pada triwulan I tercatat sebesar 8,77 persen (ytd) atau 14,20 persen (yoy), meningkat signifikan bila dibandingkan dengan realisasinya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,65 persen (ytd) atau 4,45 persen (yoy). Relatif tingginya inflasi volatile food pada triwulan I tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan harga komoditas bahan pangan akibat gangguan distribusi serta dampak kebijakan pengaturan impor komoditas hortikultura. Pada sisi lain, inflasi inti dan inflasi administered prices selama triwulan I 2013 masih cukup terkendali. Inflasi inti secara triwulanan relatif stabil di level 0,79 persen (ytd) atau 4,21 persen (yoy), sedikit lebih rendah dari realisasinya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 0,97 persen (ytd) atau 4,25 persen (yoy). Inflasi inti yang relatif terkendali tersebut antara lain dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi inti kelompok non-makanan seiring dengan penurunan harga emas di pasar internasional meskipun dari sisi inflasi inti kelompok makanan mengalami peningkatan. Inflasi inti non-makanan pada triwulan I tahun 2013 tercatat 3,60 persen (yoy) atau lebih rendah dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 3,92 persen (yoy). Sementara itu, inflasi inti kelompok makanan tercatat sebesar 5,80 persen 2-6

40 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 (yoy) atau lebih tinggi dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,52 persen (yoy), didorong antara lain oleh dampak kenaikan inflasi volatile food. Dari sisi inflasi administered prices, terjadi kenaikan terutama untuk barang-barang yang dipengaruhi oleh dampak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Selain itu, kenaikan inflasi administered prices juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas rokok sejalan dengan pengaruh kenaikan tarif cukai rokok. Inflasi administered price pada triwulan I 2013 mencapai 1,17 persen (ytd) atau 2,91 persen (yoy), relatif lebih tinggi dari inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 0,92 persen (ytd) atau 2,92 persen (yoy). Setelah mengalami tekanan inflasi pada tiga bulan pertama tahun 2013, pada bulan April 2013, indeks harga konsumen mengalami deflasi sebesar 0,1 persen (mtm) dan pada bulan Mei 2013 IHK kembali mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (mtm). Deflasi yang terjadi tersebut terutama didorong oleh membaiknya pasokan komoditas bahan makanan, baik yang berasal dari domestik karena musim panen, maupun yang berasal dari impor. Sementara itu, pada bulan Juni 2013 IHK kembali mencatat inflasi sebesar 1,03 persen (mtm). Inflasi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilaksanakan mulai 22 Juni 2013, yang membawa dampak lanjutan ke sektor transportasi dan harga bahan pangan, sehingga mendorong peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Dengan perkembangan itu, jika dilihat dari inflasi tahunan, pada bulan Juni 2013 tercatat inflasi sebesar 5,90 persen (yoy) atau relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar 4,53 persen (yoy). Transport Pendidikan Kesehatan Sandang Perumahan Makanan Jadi Bahan Makanan -3,64% Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 2.4 Laju Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran s.d Juni 2013 (ytd) 0,61% 1,79% 2,99% 2,68% 3,94% 7,19% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8% Dengan demikian, dalam semester I tahun 2013, BPS mencatat laju inflasi kumulatif mencapai 3,35 persen (ytd), relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 1,79 persen (ytd). Berdasarkan kelompok pengeluaran, hingga akhir Juni 2013, hampir seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi, kecuali kelompok pengeluaran sandang. Kelompok pengeluaran bahan makanan mengalami laju inflasi kumulatif (ytd) tertinggi selama enam bulan pertama tahun 2013 sebesar 7,19 persen, diikuti oleh kelompok transportasi dan telekomunikasi (3,94 persen); kelompok perumahan, listrik, air, dan gas (2,99 persen); kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (2,68 persen); kelompok kesehatan (1,79 persen); serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (0,61 persen). Sementara itu, kelompok sandang menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi sebesar 3,64 persen (ytd) (lihat Grafik 2.4). Berdasarkan komponen, inflasi inti relatif masih terkendali dengan baik. Inflasi inti pada bulan Juni 2013 tercatat 0,32 persen (mtm) atau 3,98 persen (yoy), secara bulanan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi inti bulan sebelumnya sebesar 0,06 persen (mtm) atau 3,99 persen (yoy). Beberapa faktor yang mendorong rendahnya inflasi inti antara lain adalah tekanan permintaan domestik yang masih bergerak moderat yang diimbangi dengan memadainya sisi 2-7

41 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I penawaran, serta deflasi harga emas, baik di pasar internasional maupun pasar domestik (lihat Grafik 2.5). 9,0% 8,0% 7,0% 6,0% 5,0% 4,0% 3,0% 2,0% 1,0% 0,0% GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN INFLASI BERDASARKAN KOMPONEN (ytd) Juni 2012 Juni ,73% 1,32% 1,60% Inti 5,60% Harga diatur Pemerintah 2,21% 7,79% Bergejolak 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% J-11 FM GRAFIK 2.6 PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (yoy) BERDASARKAN KOMPONEN, A MJ J AS O ND J-12 FM A MJ J AS O ND J-13 FM Inti Harga diatur Pemerintah Bergejolak A MJ 11,5% 6,7% 4,0% Komponen inflasi bergejolak (volatile food) pada bulan Juni tercatat mengalami inflasi sebesar 1,18 persen (mtm) atau 11,46 persen (yoy), meningkat secara bulanan bila dibandingkan dengan inflasi bergejolak pada bulan sebelumnya sebesar -1,10 persen (mtm) atau 12,06 persen (yoy). Inflasi yang terjadi pada bulan Juni 2013 antara lain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memberi dampak lanjutan kepada naiknya tarif transportasi dan ongkos angkut bahan makanan. Hampir seluruh komoditas bahan pangan, terutama beras, daging ayam dan bumbu-bumbuan, mengalami kenaikan harga seiring telah berlalunya masa panen raya sehingga mendorong kenaikan inflasi pada Juni Dari komponen harga yang diatur Pemerintah (administered price), laju inflasi administered price pada bulan Juni 2013 mencapai 3,24 persen (mtm) atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 0,96 persen (mtm). Peningkatan inflasi pada bulan Juni tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan kenaikan tarif harga yang diatur pemerintah, yang mencakup kenaikan tarif air minum PAM, serta kenaikan harga jual BBM bersubsidi yang mendorong kenaikan tarif transportasi, baik angkutan antar kota antar propinsi, maupun angkutan dalam kota (angkot). Dengan demikian, sampai dengan Juni 2013 inflasi administered price secara kumulatif mencapai 5,60 persen (ytd) dengan inflasi tahunan mencapai 6,70 persen (yoy) (lihat Grafik 2.6) Nilai Tukar Rupiah Sejak akhir tahun 2012 hingga memasuki paruh pertama tahun 2013, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih berlanjut. Sepanjang semester I tahun 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bergerak dinamis dengan kecenderungan melemah. Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut di satu sisi merupakan pengaruh dari sentimen global terkait perkembangan ekonomi global yang diproyeksikan akan terkoreksi ke bawah. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi adanya goncangan pasar keuangan global yang disebabkan adanya rencana Bank Sentral Amerika Serikat untuk mengakhiri kebijakan quantitative easing. Goncangan di pasar keuangan global tersebut menyebabkan penarikan aliran modal asing dari negara-negara emerging market yang juga diikuti oleh pelemahan nilai tukar negara-negara di kawasan regional. 2-8

42 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 Dari sisi domestik, pelemahan nilai tukar rupiah antara lain berasal dari kondisi transaksi berjalan yang mengalami defisit terutama disebabkan melambatnya kinerja ekspor dan meningkatnya impor, terutama impor bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh ketidakseimbangan di pasar valuta asing (valas) domestik akibat tingginya permintaan atas valas dalam rangka pembayaran utang di tengah terbatasnya pasokan. Nilai tukar rupiah pada paruh pertama tahun 2013 ditutup pada posisi Rp9.937 per dolar AS, atau melemah sekitar 1,05 persen apabila dibandingkan point to point dengan posisi pada akhir tahun 2012 yang mencapai sebesar Rp9.670 per dolar AS. Sementara itu, secara rata-rata selama semester I tahun 2013, nilai tukar rupiah berada pada level Rp9.742 per dolar AS atau Rp/US$ GRAFIK 2.7 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA, Sumber: Bank Indonesia Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Cadangan Devisa (RHS) Nilai Tukar Rupiah (LHS) melemah sekitar 1,01 persen bila dibandingkan dengan rata-rata nilai tukar triwulan IV tahun 2012 yang mencapai Rp9.624 per dolar AS. Meskipun nilai tukar rupiah tertekan hingga di atas per dolar AS pada akhir bulan Juni, namun stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang semester I tahun 2013 secara keseluruhan dapat terjaga dengan baik (lihat Grafik 2.7). Terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang semester I tahun 2013 tidak terlepas dari respon kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia. Bank Indonesia telah melakukan langkahlangkah kebijakan yang dianggap perlu dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas dan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia terus ditingkatkan dalam menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan, serta persepsi pasar terhadap perekonomian Indonesia Suku Bunga SPN 3 Bulan Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor 3 bulan merupakan suku bunga obligasi pemerintah yang digunakan sebagai acuan dalam menetapkan tingkat bunga obligasi pemerintah jenis bunga mengambang (variable rate bond). Kondisi fundamental ekonomi domestik yang cukup baik, yang ditandai dengan masih tingginya aliran modal masuk ke dalam negeri, menjadi salah satu faktor yang mendorong suku bunga SPN 3 bulan stabil berada pada kisaran yang ditargetkan. Hal tersebut ditunjukkan oleh relatif rendahnya realisasi suku bunga SPN 3 bulan dari 6 kali hasil lelang, yang telah dilakukan sampai dengan semester I tahun Lelang SPN 3 bulan pada bulan Februari 2013 menghasilkan tingkat suku bunga sebesar 3,08 persen. Sementara itu, selama periode triwulan I tahun 2013, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan mencapai 3,56 persen. Selanjutnya, tingkat suku bunga SPN 3 bulan secara perlahan bergerak meningkat mencapai sebesar 4,10 persen pada lelang 3 Juni Peningkatan suku bunga tersebut antara lain dipengaruhi dinamika pemulihan perekonomian global dan juga persepsi pasar keuangan atas rencana the Fed AS yang akan mengurangi stimulus moneter miliar US$ 2-9

43 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Persen (%) 4,50 3,87 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 10 Jan GRAFIK 2.8 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA SPN 3 BULAN, Jan 07 Feb 1,69 21 Feb 06 Mar 3,00 20 Mar 3,90 4,05 3,73 Suku Bunga Rata-rata Tahun 2012 = 3,19% Rata-rata s.d. Semester I-2013 = 3,75% 17 Apr 19 Jun 17 Jul 09 Ags 11 Sep 04 Okt 12 Nov 1,95 03 Des 4,00 15 Jan 3,08 14 Feb 13 Mar 3,99 3,59 09 Apr 3,75 06 Mei 4,10 03 Jun Dengan perkembangan tersebut, realisasi suku bunga SPN 3 bulan dalam semester I 2013 mencapai rata-rata 3,75 persen, relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga rata-rata SPN 3 bulan periode yang sama tahun 2012 sebesar 2,87 persen. Namun, apabila dibandingkan dengan asumsi suku bunga SPN 3 bulan dalam 2013 sebesar 5,0 persen, realisasi tersebut masih lebih rendah. Perkembangan suku bunga SPN 3 bulan disajikan pada Grafik 2.8. Sumber: Kementerian Keuangan Harga Minyak Mentah Indonesia Memasuki awal tahun 2013, volatilitas pergerakan harga minyak mentah dunia relatif lebih stabil dengan kecenderungan menurun. Rata-rata harga minyak WTI dalam bulan Maret 2013 mencapai US$93,0 per barel atau lebih rendah 1,8 persen bila dibandingkan dengan harganya pada awal tahun (ytd). Sebaliknya, harga rata-rata minyak Brent meningkat 0,3 persen (ytd) menjadi US$109,5 per barel pada bulan Maret USD/barel Jan-12 GRAFIK 2.9 PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA, Feb-12 Mar-12 MINAS BRENT WTI ICP Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 ICP Juni 2013 = US$100/barel Rata-rata ICP Des 12-Jun 13 = US$105/barel Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada awal tahun 2013 juga menunjukkan tren menurun. Dalam triwulan I tahun 2013, rata-rata ICP mencapai sebesar US$111,1 per barel, dengan harga tertinggi mencapai US$114,9 per barel pada bulan Februari 2013 (lihat Grafik 2.9). Rata-rata ICP triwulan I tahun 2013 tersebut relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan rata-rata ICP triwulan I tahun 2012 yang mencapai US$122,1 per barel. Memasuki triwulan kedua 2013, harga minyak dunia masih cenderung menurun bila dibandingkan dengan triwulan I tahun Harga rata-rata minyak WTI pada bulan April dan Mei 2013 mencapai masing-masing US$92,1 per barel dan US$94,7 per barel, sedangkan harga minyak Brent mencapai rata-rata sebesar US$103,5 per barel dan US$103,2 per barel. Sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia, ICP pada bulan April dan Mei turun masingmasing menjadi rata-rata sebesar US$100,2 per barel dan US$99,0 per barel. Tren penurunan ICP diproyeksi kembali berlanjut pada bulan Juni 2013, yaitu ICP diperkirakan masih pada kisaran US$100,0 per barel. Beberapa hal yang mendorong penurunan harga minyak dunia yaitu masih lemahnya permintaan minyak mentah dunia sejalan dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi dunia di tengah Jun

44 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 pasokan minyak terutama dari negara-negara OPEC yang masih cukup besar. Faktor lain yang turut mendorong penurunan harga minyak mentah dunia adalah meredanya ketegangan politik di Timur Tengah dan meredamnya aksi spekulasi di pasar komoditas. Berdasarkan pergerakan ICP sampai dengan bulan Juni tahun 2013, rata-rata ICP selama semester I tahun 2013 mencapai US$105 per barel, relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi semester I tahun 2012 yang mencapai rata-rata sebesar US$117,3 per barel Lifting Minyak dan Gas Bumi ribu barel/hari ,6 Grafik 2.10 Lifting Minyak dan Gas Indonesia, , , , , , , ,6 872 Lifting minyak 1.161, , , ,8 Lifting Gas , , ,3 820 Realisasi produksi minyak mentah siap jual (lifting) Indonesia dalam semester I tahun 2013 (periode Desember 2012-Mei 2013) mencapai rata-rata sebesar 827 ribu barel per hari. Jumlah tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 868 ribu barel per hari (lihat Grafik 2.10). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya realisasi lifting tersebut antara lain adalah penurunan kapasitas produksi sumur-sumur migas, dan beberapa permasalahan teknis meliputi cuaca buruk, adanya pemunduran jadwal produksi dari rencana semula oleh beberapa kontraktor, serta permasalahan perijinan lahan. Sementara itu, rata-rata realisasi lifting gas bumi dalam semester I tahun 2013 (Desember 2012-Mei 2013) mencapai MBOEPD atau relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 1.289,9 MBOEPD. Secara kumulatif, lifting minyak dan gas bumi dalam semester I tahun 2013 sekitar 2,04 juta barel per hari , , Prognosis Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester II Tahun Pertumbuhan Ekonomi Stabilitas ekonomi makro yang terjaga dengan baik, kondisi sustainability fiskal yang semakin membaik diharapkan menjadi faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun Konsumsi rumah tangga dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tetap terjaga meskipun relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan semester sebelumnya sebagai dampak kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Meskipun demikian, program perlindungan sosial khususnya yang ditujukan kepada masyarakat miskin diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus memberikan daya dorong pada konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, masih terdapat potensi pendorong aktivitas konsumsi masyarakat yang bersumber pada dimulainya aktivitas Pilkada dan persiapan Pemilu. Sementara itu, konsumsi pemerintah 2-11

45 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I pada semester II diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan daya serap belanja pemerintah sebagaimana tren yang terjadi selama ini. Pada sisi lain, kinerja investasi diperkirakan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya implementasi anggaran belanja modal dan infrastruktur pemerintah, semakin meningkatnya kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik di tengah kondusifnya iklim investasi dan terjaganya stabilitas ekonomi makro. Demikian pula dengan kinerja ekspor yang diperkirakan akan semakin membaik dalam semester II tahun 2013 sebagaimana proyeksi permintaan global yang akan membaik ke depan, sedangkan impor diperkirakan meningkat namun terbatas. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2013 dapat mencapai pada kisaran 6,5 persen (yoy), sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 6,3 persen. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Konsumsi rumah tangga dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 4,9 persen (yoy) atau sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I tahun Dampak inflasi akibat penyesuaian harga BBM bersubsidi diperkirakan akan menjadi faktor yang dapat menahan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat pada semester II. Namun, kebijakan kompensasi yang dijalankan pemerintah terutama bagi masyarakat miskin meliputi BLSM dan P4S diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus mampu mendorong konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, adanya liburan sekolah, puasa, dan hari raya Idul Fitri serta pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI-Polri/pensiunan yang akan terlaksana pada semester II tahun 2013 diharapkan dapat turut meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga. Demikian pula dengan konsumsi pemerintah diperkirakan mampu tumbuh sekitar 11,2 persen (yoy). Laju pertumbuhan konsumsi pemerintah tersebut berdasarkan tren yang berlangsung selama ini, yaitu realisasi penyerapan anggaran kementerian negara/lembaga cenderung lebih tinggi pada semester II. Pertumbuhan investasi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai 8,5 persen (yoy). Faktor-faktor yang diharapkan mampu mendukung kinerja investasi antara lain stabilitas ekonomi yang terjaga dengan baik, meningkatnya keyakinan investor, dan meningkatnya belanja modal pemerintah. Selain itu, untuk memacu kinerja investasi di dalam negeri, pemerintah membentuk tim Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI). Tim tersebut akan mengkoordinasikan dan merekomendasikan langkah-langkah strategis terkait peningkatan investasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Kinerja ekspor diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam semester II tahun Semakin membaiknya permintaan global, khususnya pada negara-negara mitra, diperkirakan akan mendorong peningkatan ekspor Indonesia meskipun harga komoditas diperkirakan relatif stabil dan rendah. Pada semester II tahun 2013, ekspor diperkirakan mencapai 8,7 persen (yoy) atau lebih tinggi daripada kinerja semester sebelumnya. Di sisi lain, kinerja impor dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh 12,3 persen yang berarti relatif lebih tinggi daripada kinerja semester sebelumnya. Dengan melihat perkiraan pertumbuhan PDB semester I dan II tahun 2013, secara keseluruhan sumber-sumber pertumbuhan PDB pada tahun 2013 dari sisi penggunaan adalah sebagai berikut: konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,0 persen, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 6,7 persen, investasi diperkirakan tumbuh sebesar 6,9 persen, 2-12

46 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 dan ekspor-impor diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 6,6 persen dan sebesar 6,1 persen (lihat Tabel 2.2). Penggunaan Sem I Sem II Tahunan Sem I Sem II Tahunan PDB (%,yoy) 6,3 6,1 6,2 6,1 6,5 6,3 Konsumsi Masyarakat 5,1 5,5 5,3 5,1 4,9 5,0 Konsumsi Pemerintah 7,7-3,1 1,2 0,8 11,2 6,7 Investasi 11,2 8,5 9,8 5,2 8,5 6,9 Ekspor 5,3-1,0 2,0 4,4 8,7 6,6 Impor 10,2 3,4 6,6-0,3 12,3 6,1 Lapangan Usaha Pertanian,peternakan, kehutanan, dan perikanan 4,1 3,8 4,0 3,7 3,6 3,7 Pertambangan & Penggalian 2,9 0,1 1,5 0,0 3,9 2,0 Industri pengolahan 5,4 6,1 5,7 6,0 6,1 6,1 Listrik, gas, dan air bersih 6,1 6,7 6,4 6,6 6,1 6,4 Konstruksi 7,3 7,7 7,5 7,3 7,2 7,3 Perdagangan,hotel,dan restoran 8,7 7,5 8,1 6,8 9,6 8,3 Pengangkutan dan komunikasi 9,9 10,0 10,0 10,8 11,3 11,1 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 6,7 7,6 7,1 7,4 4,6 6,0 Jasa-jasa 5,6 4,9 5,2 6,3 4,1 5,2 *) Perkiraan Uraian Tabel 2.2 Pertumbuhan PDB, Tahun (%, YOY) *) Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Dalam semester II tahun 2013, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan menjadi tiga sektor yang tumbuh paling tinggi diantara sektor lainnya. Sektor industri pengolahan pada semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh 6,1 persen, sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada semester I tahun Subsektor industri semen dan barang galian bukan logam diperkirakan merupakan motor pertumbuhan di sektor pengolahan sejalan dengan tingginya aktivitas pembangunan infrastruktur maupun pengembangan properti di tanah air. Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam semester II tahun 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 9,6 persen, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhannya dalam semester I sebesar 6,8 persen. Tumbuhnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran terutama industri makanan, minuman, tekstil, semakin maraknya perdagangan ritel, meningkatnya kebutuhan rekreasi masyarakat, dan meningkatnya jumlah wisatawan asing yang berkunjung 2-13

47 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I ke Indonesia merupakan beberapa faktor yang akan mendorong pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada semester II tahun Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh sebesar 11,3 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kinerja semester I tahun 2013 yang sebesar 10,8 persen. Dorongan dari subsektor komunikasi diperkirakan masih cukup tinggi seiring dengan tingginya inovasi sarana komunikasi dan meningkatnya kebutuhan komunikasi. Selain itu, subsektor pengangkutan juga diperkirakan tumbuh cukup tinggi terkait dengan semakin tingginya mobilitas masyarakat pada semester II tahun Di sisi lain, sektor pertanian yang notabene merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja diperkirakan tumbuh sebesar 3,6 persen pada semester II tahun 2013, sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan kinerja semester sebelumnya. Pendorong utama pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan masih berasal dari tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, dan perikanan. Selain itu, kebijakan Pemerintah terkait ketahanan pangan nasional untuk meningkatkan produksi pangan dan menstabilkan harga pangan terutama beras di dalam negeri diperkirakan akan turut mendorong pertumbuhan di sektor pertanian ke depan. Dengan melihat perkiraan pertumbuhan PDB menurut lapangan usaha pada semester I dan semester II tahun 2013, secara keseluruhan pertumbuhan PDB pada tahun 2013 dari sisi lapangan usaha diperkirakan sebagai berikut: sektor pertanian tumbuh sebesar 3,7 persen, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,0 persen, sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 6,1 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh sebesar 6,4 persen, sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,3 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh sebesar 8,3 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 11,1 persen, sektor keuangan tumbuh sebesar 6,0 persen, dan sektor jasa tumbuh sebesar 5,2 persen Inflasi Laju inflasi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan akan mengalami tekanan meningkat sebagai dampak kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi. Kebijakan tersebut memberi dampak terhadap kenaikan harga komoditas bahan bakar terkait (first round effect) dan komoditas lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan/ konsumsi BBM tersebut (second round effect). Mengingat kebijakan kenaikan harga BBM baru dilaksanakan pada minggu ketiga Juni, sebagian besar dampak kebijakan diperkirakan baru akan terlihat pada realisasi inflasi bulan Juli Selain dampak kebijakan BBM, tekanan inflasi pada semester 2 tahun 2013 diperkirakan juga bersumber dari peningkatan permintaan dan konsumsi masyarakat terkait siklus musiman seperti tahun ajaran baru dan pelaksanaan hari besar keagamaan nasional (Puasa, Idul Fitri, Idul Adha, dan Natal) serta Tahun Baru. Dalam upaya antisipasi untuk mengendalikan tekanan inflasi dan meredam peningkatan laju inflasi di semester II tahun 2013 pasca penetapan kebijakan BBM bersubsidi, Pemerintah memiliki komitmen untuk senantiasa berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas bahan pangan, mengamankan pasokan dan stok komoditas bahan kebutuhan pokok masyarakat, serta menjaga kelancaran arus distribusi bahan pangan. Dalam upaya untuk pengendalian tekanan inflasi baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand) tersebut, Pemerintah melaksanakan koordinasi stabilisasi harga di tingkat pusat dan daerah. Berdasarkan realisasi inflasi hingga Semester I tahun 2013 dan dengan memerhatikan faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan inflasi ke depan, serta upaya meredam inflasi yang dilakukan Pemerintah bersama- 2-14

48 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Bab 2 sama dengan Bank Indonesia dan pemerintah daerah, laju inflasi tahun 2013 diharapkan dapat terkendali pada level 7,2 persen Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah pada semester II tahun 2013 diperkirakan akan stabil pada kisaran Rp Rp9.700 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan akan lebih moderat bila dibandingkan dengan tekanan pada semester I Dari sisi eksternal, pergerakan nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan ke depan masih akan dipengaruhi oleh isu ekonomi global, khususnya kebijakan pengurangan quantitative easing oleh bank Sentral Amerika Serikat dan kondisi perekonomian Eropa. Dari sisi internal, stabilitas nilai tukar rupiah akan didukung oleh kinerja neraca pembayaran yang diproyeksikan semakin membaik, seiring dengan membaiknya kinerja ekspor. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang telah dilaksanakan sejak awal tahun serta kenaikan harga BBM bersubsidi yang diterapkan Pemerintah sejak 22 Juni 2013 diharapkan akan melonggarkan tekanan terhadap kinerja neraca perdagangan Indonesia. Kombinasi kebijakan BBM tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan penghematan konsumsi BBM bersubsidi sehingga tekanan impor BBM dapat lebih dikendalikan. Dengan meredanya tekanan impor, posisi neraca perdagangan Indonesia diharapkan terkoreksi positif sehingga menurunkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, terjaganya stabilitas kondisi ekonomi makro dan ketahanan fiskal diharapkan akan turut menjadi sentimen positif dalam mendukung stabilitas nilai tukar rupiah ke depan. Dengan memerhatikan realisasi selama semester I dan proyeksi semester II 2013, rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2013 diperkirakan berada pada kisaran Rp9.600 per dolar AS Suku Bunga SPN 3 Bulan Suku bunga SPN 3 bulan dalam semester kedua tahun 2013 diperkirakan masih berpotensi meningkat sejalan dengan potensi peningkatan inflasi sebagai konsekuensi adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan masih diminati pasar di tengah kondisi ekonomi makro yang terjaga dengan baik dan kondisi fiskal yang lebih sehat. Sampai dengan akhir tahun 2013, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan berada pada kisaran 5,0 persen sebagaimana diasumsikan dalam Harga Minyak Mentah Indonesia Pergerakan harga minyak internasional yang saat ini sedang dalam tren menurun antara lain merupakan refleksi dari masih lemahnya kondisi ekonomi global. Badan Energi Amerika Serikat (EIA) memproyeksikan harga minyak mentah dalam beberapa bulan ke depan masih stabil namun relatif akan lebih rendah dari harga minyak mentah dunia pada awal tahun Beberapa faktor yang melandasi perkiraan tersebut antara lain adalah rencana Bank Sentral Amerika untuk mengurangi pembelian aset, stabilitas geopolitik yang kondusif, serta stabilnya pasokan minyak dari negara OPEC maupun non-opec. OPEC dalam konferensi bulan Mei tahun 2013 memutuskan untuk mempertahankan kuota produksinya serta mempertahankan stabilitas harga pada kisaran US$100 per barel agar tidak menjadi hambatan dalam pemulihan ekonomi global. 2-15

49 Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester I Berdasarkan proyeksi EIA, harga minyak dunia ke depan diperkirakan akan stabil pada kisaran US$100 - US$110 per barel untuk Brent dan kisaran US$92 - US$96 per barel untuk WTI. Berdasarkan perkembangan tersebut, harga minyak mentah Indonesia pada semester II tahun 2013 diperkirakan berada pada kisaran US$100 - US$110 per barel sesuai dengan pergerakannya selama ini yang cenderung mendekati pergerakan harga Brent. Dengan demikian, berdasarkan realisasi ICP dalam semester I 2013 dan proyeksinya dalam semester II 2013, rata-rata ICP sepanjang tahun 2013 diperkirakan akan berada pada kisaran US$108,00 per barel Lifting Minyak dan Gas Bumi Dengan memerhatikan kondisi lapangan, perkiraan teknis, dan kebijakan yang akan ditempuh dalam paruh kedua tahun 2013, lifting minyak mentah dalam semester II (Juni-November) tahun 2013 diperkirakan rata-rata mencapai 853 ribu barel per hari. Dengan memerhitungkan realisasi lifting dalam semester I 2013 dan prediksi lifting dalam semester II tahun 2013, ratarata lifting minyak pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 840 ribu barel per hari. Untuk mencapai target lifting tahun 2013, akan dilakukan upaya-upaya optimalisasi terhadap sumur minyak eksisting dan percepatan produksi pada lapangan baru. Dalam periode yang sama, lifting gas Indonesia diperkirakan mencapai ribu barel setara minyak per hari, lebih tinggi daripada realisasi semester II tahun 2012 yang mencapai 1.196,0 ribu barel setara minyak per hari. Untuk mencapai target lifting tersebut, akan diupayakan penambahan produksi dari lapangan-lapangan gas seperti lapangan South Mahakam, lapangan Ruby, lapangan Musi Timur, serta penambahan kapasitas di Epic Sengkang. Dengan memperhitungkan realisasi lifting gas dalam semester I 2013 dan prediksi lifting dalam semester II tahun 2013, diperkirakan rata-rata lifting gas dalam tahun 2013 mencapai ribu barel setara minyak per hari, sesuai dengan targetnya pada

50 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 BAB 3 PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Secara keseluruhan, kinerja pendapatan negara dalam semester I 2013 kurang mengembirakan. Dalam periode tersebut, realisasi pendapatan negara hanya mencapai Rp ,2 miliar (41,5 persen dari targetnya dalam 2013), yang berarti secara nominal lebih tinggi namun secara persentase lebih rendah daripada realisasinya dalam periode yang sama tahun anggaran sebelumnya yang mencapai Rp ,4 miliar (43,7 persen dari targetnya). Jumlah tersebut terdiri atas realisasi pendapatan dalam negeri yang mencakup penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp ,0 miliar (41,6 persen dari target 2013), dan realisasi penerimaan hibah Rp822,2 miliar (18,3 persen dari target 2013). Lebih rendahnya realisasi pendapatan negara dalam semester I 2013 terutama disebabkan oleh realisasi penerimaan perpajakan yang hanya mencapai 42,3 persen dari targetnya (Rp ,4 miliar), lebih rendah dari realisasi penerimaan perpajakan semester I 2012 yang mencapai 44,9 persen dari targetnya (Rp ,0 miliar). Demikian juga halnya dengan realisasi PNBP yang menunjukkan pencapaian yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Realisasi PNBP dalam semester pertama tahun 2013 hanya mencapai Rp ,5 miliar (39,3 persen dari targetnya) sedangkan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 mencapai Rp ,0 miliar (39,8 persen dari targetnya). Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya shortfall dalam penerimaan perpajakan. Faktor pertama adalah kondisi ekonomi makro yang kurang kondusif, seperti pertumbuhan ekonomi yang dalam triwulan I 2013 lebih rendah dari perkiraannya semula, sehingga berdampak pada rendahnya penerimaan pajak nonmigas. Selain itu, tren menurunnya harga CPO di pasar internasional juga memberi dampak negatif pada penerimaan dari bea keluar. Faktor lain yang juga memengaruhi penerimaan perpajakan adalah diterapkannya kebijakan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) mulai 1 Januari 2013 dari Rp15,8 juta per tahun menjadi Rp24,3 juta per tahun untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak memiliki tanggungan, serta berhasilnya kebijakan Pemerintah dalam melakukan hilirisasi CPO yang menyebabkan menurunnya ekspor CPO. Sementara itu, faktor-faktor yang memengaruhi turunnya kinerja PNBP dalam semester I 2013, antara lain adalah lebih rendahnya realisasi international crude oil price (ICP) dalam periode semester I 2013 sebesar US$105,0 per barel jika dibandingkan dengan ICP pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$117,3 per barel. Selain itu, rendahnya harga mineral dunia akibat kelesuan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat serta turunnya permintaan batubara oleh China juga turut memberi pengaruh terhadap turunnya pencapaian PNBP pada semester I Selanjutnya, dengan berbagai langkah optimalisasi (extra effort) pendapatan negara, realisasi pendapatan negara dalam semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, terdiri 3-1

51 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I atas: (a) penerimaan dalam negeri sebesar Rp ,4 miliar yang meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp ,3 miliar (57,7 persen dari targetnya), PNBP sebesar Rp ,2 miliar (60,7 persen dari targetnya), dan (b) penerimaan hibah sebesar Rp3.661,4 miliar (81,7 persen dari targetnya). Dengan perkembangan tersebut, dalam keseluruhan tahun 2013, realisasi pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp ,7 miliar, PNBP Rp ,7 miliar, dan penerimaan hibah Rp4.483,6 miliar. 3.2 Realisasi Pendapatan Negara Semester I Tahun 2013 Realisasi pendapatan negara dalam semester I 2013 mencapai Rp ,2 miliar atau 41,5 persen dari targetnya dalam Dari jumlah tersebut, sebesar Rp ,0 miliar merupakan penerimaan dalam negeri, sedangkan Rp822,2 miliar merupakan penerimaan hibah. Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012, pencapaian realisasi sampai dengan semester I 2013 tersebut lebih rendah 2,2 persen. Realisasi pendapatan negara pada tahun 2012 dan realisasi semester I 2013 disajikan pada Grafik 3.1. Triliun Rp Realisasi Penerimaan Dalam Negeri Dalam 2013, penerimaan dalam negeri ditargetkan sebesar Rp ,4 miliar atau 99,7 persen dari keseluruhan target pendapatan negara. Dalam semester I 2013, realisasi penerimaan dalam negeri mencapai Rp ,0 miliar, atau 41,6 persen dari target yang ditetapkan dalam Penerimaan dalam negeri tersebut bersumber dari kontribusi penerimaan perpajakan sebesar 78,0 persen, dan kontribusi PNBP sebesar 22,0 persen. Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam semester I 2012, pencapaian realisasi penerimaan dalam negeri dalam semester I 2013 turun sebesar 2,1 persen Realisasi Penerimaan Perpajakan GRAFIK III.1 REALISASI PENDAPATAN NEGARA, Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Dalam semester I tahun anggaran 2013, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp ,4 miliar atau 42,3 persen dari targetnya dalam Berdasarkan komposisinya, 95,6 persen realisasi penerimaan perpajakan bersumber dari penerimaan pajak dalam negeri, sedangkan sisanya sebesar 4,4 persen berasal dari penerimaan pajak perdagangan internasional. Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya, pencapaian realisasi penerimaan perpajakan dalam semester I 2013 turun 2,6 persen. Realisasi penerimaan perpajakan dalam semester I tahun disajikan pada Tabel ,8 135,8 456,8 Sumber : Kementerian Keuangan Hibah Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Perpajakan 5,0 216,0 0,8 137,1 523,7 485,4 3-2

52 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 TABEL 3.1 REALISASI PENERIMAAN PERPAJAKAN *) (miliar rupiah) Uraian A PBNP Semester I % thd A PBNP A PBNP Semester I % thd A PBNP 1. Penerimaan Pajak Dalam Negeri , ,7 44, , ,6 42,2 a. Pajak Penghasilan , ,8 45, , ,1 44,6 -Mig a s , ,9 51, , ,8 49,4 -Non Migas , ,9 44, , ,3 43,8 b. Pajak Pertambahan Nilai , ,4 44, , ,1 39,6 c. Pajak Bumi dan Bangunan , ,5 7, ,8 857,6 3,1 d. Cukai , ,3 53, , ,4 50,2 e. Pajak Lainnya 5.632, ,7 37, , ,4 44,3 2. Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional , ,3 51, , ,8 44,1 a. Bea Masuk , ,4 55, , ,6 46,8 b. Bea Keluar , ,9 47, , ,2 39, Jum lah , ,0 44, , ,4 42,3 *) Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan Realisasi Penerimaan Pajak Dalam Negeri Realisasi penerimaan pajak dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan PPh, PPN dan PPnBM, PBB, pajak lainnya, dan cukai, sampai dengan akhir bulan Juni 2013 mencapai Rp ,6 miliar, atau 42,2 persen dari targetnya dalam Hal ini menunjukkan adanya penurunan pencapaian sebesar 2,4 persen bila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp ,7 miliar, atau 44,6 persen dari targetnya dalam Lebih rendahnya kinerja penerimaan pajak dalam negeri terutama disebabkan oleh terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi, khususnya penurunan signifikan dari nilai ekspor Indonesia sebagai akibat dari penurunan harga-harga komoditas dan penurunan permintaan pasar global terhadap produk ekspor Indonesia. Selain itu, kebijakan fiskal yang bertujuan memperbaiki daya beli golongan berpendapatan rendah yaitu kenaikan PTKP dan beberapa insentif fiskal untuk mendorong pertumbuhan industri strategis dan daerahdaerah tertentu juga berdampak kepada penurunan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Secara ringkas, pokok-pokok kebijakan perpajakan yang telah, sedang, dan akan ditempuh dalam tahun 2013 adalah (a) melanjutkan pokok-pokok kebijakan perpajakan yang telah dilakukan di tahun 2012; (b) meningkatkan perbaikan penggalian potensi perpajakan; (c) melakukan perbaikan kualitas pemeriksaan dan penyidikan; (d) menyempurnakan sistem informasi teknologi; (e) melakukan perbaikan kebijakan perpajakan yang diarahkan bagi perluasan basis pajak; dan (f) meningkatkan kegiatan sensus pajak nasional. Selain itu, di bidang pajak pertambahan nilai, kebijakan yang ditempuh adalah (a) menyesuaikan tarif PPnBM atas kelompok barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor; (b) memberikan insentif fiskal bagi kegiatan ekonomi strategis, antara lain pembebasan atau pengurangan PPnBM untuk kendaraan bermotor yang murah dan ramah lingkungan (hybrid dan low cost green car), dan (c) fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM terhadap BKP yang mendapatkan pembebasan bea masuk, sesuai dengan kriteria tertentu. Di bidang kepabeanan dan cukai, kebijakan perpajakan yang ditempuh adalah (a) meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai; serta (b) ekstensifikasi cukai. 3-3

53 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Realisasi penerimaan PPh dalam semester I 2013 mencapai Rp ,1 miliar atau 44,6 persen dari targetnya dalam Pencapaian itu lebih rendah bila dibandingkan dengan kinerjanya dalam periode yang sama tahun anggaran sebelumnya yang mencapai Rp ,8 miliar atau 45,5 persen dari targetnya. Realisasi penerimaan pajak penghasilan berasal dari kontribusi penerimaan PPh migas sebesar 15,3 persen dan kontribusi penerimaan PPh nonmigas sebesar 84,7 persen. Realisasi penerimaan PPh tahun 2012 dan semester I 2013 disajikan pada Grafik 3.2. Triliun Rp GRAFIK 3.2 REALISASI PENERIMAAN PPh, Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Sumber : Kementerian Keuangan 192,0 189,7 203,5 34,8 48,7 36,7 Non Migas Migas Total realisasi penerimaan PPh dalam semester I 2013 sebesar Rp ,1 miliar, berasal dari realisasi penerimaan PPh migas yang mencapai Rp36.687,8 miliar atau 49,4 persen dari targetnya dalam Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi penerimaan PPh migas dalam semester I 2013 mengalami penurunan kinerja sebesar 1,8 persen. Penurunan ini terutama disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi ICP pada semester I 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, walaupun di lain sisi nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat selama semester I Sementara itu, pencapaian realisasi penerimaan PPh nonmigas menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu. Realisasi penerimaan PPh nonmigas mencapai Rp ,3 miliar atau 43,8 persen dari target Dalam periode yang sama tahun 2012, realisasi penerimaan PPh nonmigas mencapai 44,6 persen dari targetnya. Kondisi itu selain disebabkan oleh faktor ekonomi makro berupa melambatnya pertumbuhan ekonomi, juga disebabkan oleh kebijakan kenaikan PTKP di awal Januari 2013, penurunan kegiatan produksi pada sektor pertambangan dan penggalian, dan tingkat suku bunga deposito yang relatif stabil di level rendah. Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Realisasi PPN dan PPnBM dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp ,1 miliar atau 39,6 persen dari targetnya dalam Penerimaan PPN dan PPnBM tersebut terdiri atas PPN dan PPnBM Dalam Negeri (PPN dan PPnBM DN) sebesar Rp99.705,9 miliar, dan PPN dan PPnBM Impor sebesar Rp68.269,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan kinerjanya pada periode yang sama tahun sebelumnya, pencapaian penerimaan PPN dan PPnBM turun sebesar 4,9 persen, terutama disebabkan oleh Triliun Rp 240,0 210,0 180,0 150,0 120,0 90,0 60,0 30,0 0,0 65,0 84,6 Sumber : Kementerian Keuangan GRAFIK 3.3 REALISASI PENERIMAAN PPN DAN PPnBM, ,0 117,9 68,3 99,7 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 PPN & PPnBM Dalam Negeri PPN & PPnBM Impor 3-4

54 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 penurunan aktivitas ekonomi dunia dan domestik. Realisasi PPN dan PPnBM pada tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pada Grafik 3.3. Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Realisasi penerimaan PBB dalam semester I 2013 mencapai Rp857,6 miliar atau 3,1 persen dari target Komponen penerimaan PBB terbesar berasal dari sektor perkotaan yang mencapai Rp345,0 miliar (40,2 persen dari total penerimaan PBB). Selanjutnya, penerimaan PBB sektor pedesaan mencapai sebesar Rp210,8 miliar (24,6 persen dari total penerimaan PBB), penerimaan PBB sektor pertambangan sebesar Rp168,7 miliar (19,7 persen dari total penerimaan PBB), dan selebihnya Rp133,1 miliar (15,5 persen dari total penerimaan PBB) merupakan penerimaan PBB dari sektor perkebunan dan sektor kehutanan. Apabila dibandingkan dengan kinerjanya dalam semester I 2012, pencapaian realisasi penerimaan PBB dalam semester I 2013 menunjukkan adanya penurunan sebesar 4,6 persen. Hal tersebut berkaitan dengan semakin banyaknya daerah yang sudah melaksanakan pemungutan PBB perdesaan dan perkotaan sesuai dengan amanat UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Realisasi penerimaan PBB disampaikan dalam Grafik 3.4. Realisasi Penerimaan Cukai Realisasi penerimaan cukai dalam semester I 2013 mencapai Rp52.613,4 miliar atau 50,2 persen dari targetnya dalam Dari total penerimaan Rp52.613,4 miliar tersebut, realisasi penerimaan cukai tembakau mencapai Rp50.543,1 miliar, dan sisanya Rp2.070,3 miliar merupakan realisasi penerimaan cukai Minuman Mengandung Ethyl Alkohol (MMEA), Ethyl Alkohol (EA), denda administrasi cukai, dan pendapatan cukai lainnya. Apabila dibandingkan dengan pencapaiannya pada semester I 2012, pencapaian realisasi penerimaan cukai dalam semester I 2013 lebih rendah sebesar 3,3 persen. Realisasi penerimaan cukai berdasarkan komponen penyumbangnya pada semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik 3.5. Realisasi Penerimaan Pajak Lainnya Triliun Rp 30,0 Triliun Rp GRAFIK 3.5 REALISASI PENERIMAAN CUKAI, Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Realisasi penerimaan pajak lainnya dalam semester I 2013 mencapai Rp2.391,4 miliar, atau 44,3 persen dari Penerimaan pajak lainnya terutama berasal dari penerimaan penjualan benda meterai yang mencapai Rp1.490,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan kinerjanya dalam periode yang sama tahun 2012, pencapaian penerimaan pajak lainnya mengalami peningkatan sebesar 6,9 persen. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dari penjualan benda meterai seiring dengan meningkatnya kegiatan transaksi berdokumen 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 GRAFIK III.4 REALISASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB), ,1 42,5 Sumber : Kementerian Keuangan 1,3 0,3 4,5 0,1 0,2 1,6 0,2 0,3 0,4 0,8 0,1 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Sumber : Kementerian Keuangan Cukai Hasil Tembakau 20,1 2,4 2,1 48,1 50,5 Cukai EA dan MMEA PBB Pertambangan PBB Perkebunan & Kehutanan PBB Perkotaan PBB Pedesaan 3-5

55 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I hukum. Perkembangan penerimaan pajak lainnya dalam semester I tahun 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik 3.6. Triliun Rp 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 GRAFIK 3.6 REALISASI PENERIMAAN PAJAK LAINNYA, ,5 0,6 1,6 1,5 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I ,6 1,8 Triliun Rp 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 GRAFIK 3.7 REALISASI PAJAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL, ,7 Sumber : Kementerian Keuangan 10,9 10,3 Semester I 2012 Semester II 2011 Semester I 2013 Bea Keluar 14,7 Bea Masuk 6,9 14,4 Sumber : Kementerian Keuangan Lain-lain Bea Materai Realisasi Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional Penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas penerimaan bea masuk dan bea keluar. Dalam semester I 2013, realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional mencapai Rp21.356,8 miliar, berasal dari realisasi penerimaan bea masuk yang memberikan kontribusi sebesar 67,6 persen dan realisasi penerimaan bea keluar yang berkontribusi sebesar 32,4 persen. Apabila dibandingkan dengan kinerjanya dalam semester I 2012, pencapaian penerimaan pajak perdagangan internasional pada semester I 2013 turun sebesar 7,2 persen, terutama diakibatkan oleh lebih rendahnya penerimaan bea keluar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Realisasi pajak perdagangan internasional dalam semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik 3.7. Realisasi Penerimaan Bea Masuk Realisasi penerimaan bea masuk dalam semester I 2013 mencapai Rp14.431,6 miliar atau 46,8 persen dari targetnya dalam Apabila dibandingkan dengan kinerjanya pada periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi penurunan kinerja sebesar 8,5 persen. Hal tersebut disebabkan oleh antara lain melemahnya perekonomian dunia, krisis pada zona euro, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif rendah pada triwulan I 2013, yang juga turut memberikan pengaruh negatif pada volume impor Indonesia. Selain itu, realisasi bea masuk juga dipengaruhi oleh adanya konsekuensi dari diberlakukannya Free Trade Area (FTA) baik bilateral, regional maupun multilateral yang telah menjadwalkan penurunan dan/atau penghapusan tarif bea masuk antar negara/kawasan yang terikat dalam perjanjian. Dengan diberlakukannya perjanjian tersebut, rata-rata tarif bea masuk dari ATIGA (Asean Trade in Good Agreement), ASEAN-China (Asean China Free Trade Area), ASEAN- Korea (Asean Korea Free Trade Area) dan Indonesia-Jepang (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) mengalami penurunan. Realisasi Penerimaan Bea Keluar Penerimaan bea keluar bersumber dari pengenaan bea keluar atas ekspor rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, CPO dan turunannya serta biji kakao. Dalam semester I tahun anggaran 2013, 3-6

56 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 penerimaan bea keluar mencapai Rp6.925,2 miliar atau sebesar 39,3 persen dari targetnya dalam Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam semester I 2012, realisasi penerimaan bea keluar pada semester I 2013 tersebut mengalami penurunan kinerja sebesar 7,7 persen. Penurunan penerimaan bea keluar tersebut disebabkan oleh rendahnya tarif bea keluar yang berkisar antara 7,5 10,5 persen pada periode Januari Mei 2013 sebagai dampak dari trend turunnya harga CPO di pasar internasional dengan rata-rata US$999,3/ MT. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun 2012 tarif bea keluar yang berlaku berkisar antara 17,5 25 persen, dengan harga CPO di pasar internasional berkisar antara US$1.145,1/MT US$1.294,5/MT. Selain itu, penurunan penerimaan bea keluar CPO juga merupakan dampak dari kebijakan hilirisasi CPO. Sebagai akibatnya, di satu sisi, ekspor komoditi CPO semakin menurun, dan di sisi lain, ekspor dengan produk turunan CPO dengan nilai tambah yang tinggi semakin meningkat. Perubahan komposisi tersebut selanjutnya berpengaruh pada turunnya penerimaan bea keluar, mengingat tarif bea keluar untuk CPO jauh lebih tinggi daripada tarif bea keluar untuk produk turunan CPO Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Semester I Tahun 2013 Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terdiri atas penerimaan sumber daya alam (SDA), bagian Pemerintah atas laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan badan layanan umum (BLU). Dalam semester I 2013, total PNBP mencapai Rp ,5 miliar atau 39,3 persen dari targetnya dalam Pencapaian realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 0,5 persen bila dibandingkan dengan pencapaiannya pada periode yang sama tahun Rendahnya pencapaian PNBP tersebut terutama diakibatkan oleh masih rendahnya realisasi penerimaan SDA minyak bumi dan gas bumi akibat rendahnya ICP pada semester I tahun Tabel 3.2 memperlihatkan realisasi PNBP dalam semester I tahun 2012 dan TABEL 3.2 REALISASI PNBP SEMESTER I TAHUN *) (miliar rupiah) Uraian Real Semester I % thd Real Semester I % thd a. PNBP SDA , ,6 36, , ,4 35,9 1. Penerimaan SDA Migas , ,4 34, , ,5 34,1 - Penerimaan Minyak Bumi , ,7 31, , ,4 34,0 - Penerimaan Gas Bumi , ,7 44, , ,1 34,6 2. Penerimaan SDA Non Migas , ,3 59, , ,0 49,9 - Penerimaan Pertambangan Umum , ,1 60, , ,6 54,6 - Penerimaan Kehutanan 3.074, ,8 52, , ,2 31,2 - Penerimaan Perikanan 150,0 89,2 59,4 250,0 105,9 42,3 - Penerimaan Pertambangan Panas Bumi 348,8 355,2 101,8 516,7 216,3 41,9 b. Penerimaan Bagian Laba BUMN , ,6 47, , ,2 74,4 c. PNBP Lainnya , ,0 47, , ,8 35,0 d. Pendapatan BLU , ,7 31, , ,1 29,2 Jumlah , ,0 39, , ,5 39,3 *) Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan 3-7

57 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) Penerimaan SDA merupakan penerimaan negara yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam, yang terdiri atas SDA minyak bumi dan gas alam (migas) serta SDA nonmigas yang terdiri atas pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi. Dalam semester I 2013, realisasi penerimaan SDA mencapai Rp73.166,4 miliar atau 35,9 persen dari targetnya dalam 2013, yang berasal dari kontribusi penerimaan SDA migas 84,2 persen dan kontribusi penerimaan SDA nonmigas 15,8 persen. Realisasi Penerimaan SDA Migas Sebagai penyumbang terbesar PNBP, realisasi GRAFIK 3.8 penerimaan SDA migas dalam semester I 2013 REALISASI PENERIMAAN SDA MIGAS, Triliun Rp mencapai Rp61.637,5 miliar (34,1 persen dari 160,0 137,1 target 2013), turun 0,6 persen dari 140,0 Gas Bumi 120,0 pencapaiannya pada periode yang sama tahun Minyak Bumi 100, Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan 80,0 68,7 61,6 minyak bumi mencapai Rp43.917,4 miliar atau 60,0 34,0 persen dari targetnya dalam 2013, 40,0 sedangkan penerimaan gas bumi mencapai 20,0 0,0 Rp17.720,1 miliar (34,6 persen dari target). Hal Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 itu berarti, penerimaan minyak bumi dan gas Sumber : Kementerian Keuangan alam memberikan kontribusi terhadap total penerimaan SDA migas masing-masing sebesar 71,3 persen dan 28,7 persen. Rendahnya pencapaian penerimaan SDA itu dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi lifting minyak dan gas bumi serta harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional. Realisasi penerimaan SDA migas dalam semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik 3.8. Realisasi Penerimaan SDA Nonmigas Realisasi penerimaan SDA nonmigas dalam semester I 2013 mencapai Rp11.529,0 miliar atau 49,9 persen dari target yang ditetapkan dalam Kontribusi penerimaan SDA nonmigas berturut-turut berasal dari kontribusi penerimaan pertambangan umum 85,7 persen, penerimaan kehutanan 11,5 persen, penerimaan panas bumi 1,9 persen, dan penerimaan perikanan 0,9 persen. Bila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012, pencapaian penerimaan SDA nonmigas tersebut turun 9,8 persen. Realisasi penerimaan SDA nonmigas pada semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik 3.9. Realisasi penerimaan pertambangan umum hingga akhir Juni 2013 mencapai Rp9.880,6 miliar (54,6 persen dari target yang ditetapkan dalam tahun 2013). Secara lebih rinci, realisasi Triliun Rp 7,5 6,0 4,5 3,0 1,5 0,0 GRAFIK III.9 REALISASI PENERIMAAN SDA NONMIGAS, ,2 6,7 1,6 1,6 1,3 0,09 0,4 0,13 0,4 0,2 0,11 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Pertambangan Umum Kehutanan Perikanan Panas bumi Sumber : Kementerian Keuangan 9,9 3-8

58 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 penerimaan pertambangan umum terdiri atas penerimaan royalti Rp9.228,4 miliar dan iuran tetap Rp652,2 miliar. Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya pada periode yang sama tahun 2012, pencapaian realisasi penerimaan pertambangan umum tersebut turun sebesar 5,6 persen. Hal tersebut berkaitan dengan penerapan kebijakan pengenaan bea keluar sebesar 20 persen atas bijih tambang, turunnya harga mineral dunia akibat kelesuan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat, dan turunnya permintaan batubara oleh China akibat kebijakan pembatasan emisi di negara tersebut. Penerimaan kehutanan hingga akhir Juni 2013 mencapai Rp1.326,2 miliar atau 31,2 persen dari targetnya yang ditetapkan dalam Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012, pencapaian realisasi penerimaan SDA kehutanan tersebut turun sebesar 21,4 persen. Realisasi penerimaan kehutanan tersebut bersumber dari (1) Iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) sebesar Rp56,9 miliar, (2) Provisi sumber daya hutan (PSDH) sebesar Rp330,5 miliar, (3) Dana reboisasi sebesar Rp711,8 miliar, dan (4) Penggunaan kawasan hutan sebesar Rp226,9 miliar. Sumber penerimaan SDA nonmigas lainnya adalah penerimaan perikanan dan penerimaan kegiatan usaha panas bumi. Sampai dengan akhir Juni 2013, realisasi penerimaan perikanan mencapai Rp105,9 miliar atau 42,3 persen dari targetnya dalam Apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya pada periode yang sama tahun 2012, pencapaian realisasi penerimaan SDA perikanan tersebut turun sebesar 17,1 persen. PNBP SDA perikanan berasal dari pungutan atas pengusahaan perikanan, pungutan hasil perikanan, dan pungutan perusahaan perikanan asing. Sementara itu, realisasi PNBP panas bumi periode semester I 2013 mencapai Rp216,3 miliar atau 41,9 persen dari target 2013 sebesar Rp516,7 miliar. Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perubahan harga listrik dari 9,7 cent USD/kwh menjadi 11 cent USD/kwh, dan perubahan harga uap dari 6,2 cent USD/ kwh menjadi 7,5 cent USD/kwh (untuk PLTP Kamojang), dan dari 6,2 cent USD menjadi 7,5 cent USD/kwh (untuk PLTP Lahendong). Realisasi Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester I 2013 mencapai Rp27.113,2 miliar atau 74,4 persen dari targetnya dalam Pencapaian realisasi tersebut meningkat 27,2 persen apabila dibandingkan dengan pencapaian realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN pada periode yang sama tahun Meningkatnya pencapaian realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas Laba BUMN tersebut disebabkan karena banyaknya BUMN yang telah melaksanakan GRAFIK 3.10 REALISASI PENERIMAAN BAGIAN PEMERINTAH Triliun Rp ATAS LABA BUMN, RUPS pada semester I 2013, lebih cepat dari tahun sebelumnya, dimana banyak RUPS yang baru dilaksanakan pada semester II Realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik ,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 14,5 16,3 27,1 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 BUMN Perbankan Sumber : Kementerian Keuangan BUMN Nonperbankan 3-9

59 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Secara garis besar, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dikelompokkan ke dalam penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN perbankan dan non perbankan. Dalam semester I 2013, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN perbankan mencapai Rp7.458,4 miliar, dengan kontribusi terhadap penerimaan Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebesar 27,5 persen, sedangkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN non perbankan mencapai Rp19.654,8 miliar, dengan kontribusi terhadap penerimaan Bagian Pemerintah atas laba BUMN 67,8 persen. Realisasi PNBP Lainnya Realisasi PNBP lainnya dalam semester I 2013 mencapai Rp29.913,8 miliar atau 35,0 persen dari targetnya dalam tahun Pencapaian realisasi tersebut lebih rendah 12,7 persen bila dibandingkan dengan kinerjanya pada periode yang sama tahun lalu, sebagai akibat dari lebih sedikitnya jasa pelayanan yang dilakukan K/L. Perkembangan penerimaan PNBP lainnya pada semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik Realisasi PNBP lainnya tersebut, sebagian besar berasal dari: (a) pendapatan jasa sebesar Rp10.957,9 miliar atau 36,6 persen dari total realisasi PNBP lainnya; (b) pendapatan dari pengelolaan BMN serta pendapatan dari penjualan sebesar Rp8.939,5 miliar atau 29,9 persen dari total realisasi PNBP lainnya; dan (c) pendapatan bunga sebesar Rp2.393,7 miliar atau 8,0 persen dari total realisasi PNBP lainnya. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Realisasi pendapatan BLU dalam semester I 2013 mencapai Rp6.865,1 miliar atau 29,2 persen terhadap targetnya dalam Pencapaian tersebut lebih rendah 2,7 persen dari pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan BLU tersebut antara lain berasal dari: (1) Pendapatan jasa pendidikan sebesar Rp2.295,1 miliar; (2) Pendapatan jasa rumah sakit sebesar Rp2.132,1 miliar; (3) Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi sebesar Rp782,3 miliar; dan (4) Pendapatan BLU lainnya sebesar Rp1.655,5 miliar. Realisasi pendapatan BLU pada semester I 2012 dan 2013 disajikan pada Grafik Penerimaan Hibah 2,2% 0,8% 3,1% 0,5% 8,0% GRAFIK 3.11 KOMPOSISI REALISASI PNBP LAINNYA, SEMESTER I 2013 Sumber : Kementerian Keuangan Realisasi penerimaan hibah dalam semester I 2013 mencapai Rp822,2 miliar atau 18,3 persen dari target yang ditetapkan dalam Pencapaian realisasi penerimaan tersebut lebih rendah 72,7 persen bila dibandingkan dengan pencapaian realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan penerimaan hibah disajikan pada Grafik ,0% 36,6% Pen. Dari Pengelolaan BMN serta Pendapatan dari Penjualan Pen. Jasa Pen. Bunga Pen. Kejaksaan dan Peradilan Pen. Pendidikan Pen. Gratifikasi & uang sitaan hasil korupsi Pen. Iuran dan Denda Pen. Lain-lain 29,9% 3-10

60 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 Triliun Rp 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 GRAFIK 3.12 REALISASI PENDAPATAN BLU, ,5 15,2 6,9 Semester I 2012 Semester II 2011 Semester I 2013 GRAFIK III.13 REALISASI PENERIMAAN HIBAH, Triliun Rp 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 5,0 2,0 1,5 1,0 0,5 0,8 0,8 0,0 Semester I 2012 Semester II 2012 Semester I 2013 Sumber : Kementerian Keuangan Sumber : Kementerian Keuangan 3.3 Prognosis Pendapatan Negara Semester II Tahun 2013 Perkiraan realisasi pendapatan negara dalam semester II tahun 2013 terkait dengan perkembangan beberapa faktor di antaranya adalah: (a) perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik; (b) perkembangan beberapa indikator ekonomi makro, seperti harga minyak mentah, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak mentah Indonesia, dan (c) pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan dalam tahun Dengan mempertimbangkan realisasi pendapatan negara dalam semester I 2013 serta faktorfaktor yang dapat memengaruhinya, realisasi pendapatan negara pada semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, bersumber dari perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri sebesar Rp ,4 miliar dan penerimaan hibah sebesar Rp3.661,4 miliar. Dengan demikian, realisasi pendapatan negara dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai sebesar Rp ,0 miliar atau sama dengan targetnya dalam Prognosis Penerimaan Dalam Negeri Semester II Tahun 2013 Dalam semester II 2013, penerimaan dalam negeri diperkirakan Rp ,4 miliar. Perkiraan realisasi tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp ,3 miliar dan PNBP sebesar Rp ,2 miliar. Dengan memperhitungkan realisasi penerimaan dalam negeri dalam semester I 2013 serta faktor-faktor yang dapat memengaruhinya, realisasi penerimaan dalam negeri dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar atau sama dengan targetnya dalam Prognosis Penerimaan Perpajakan dalam Semester II 2013 Perkembangan penerimaan perpajakan dalam semester II tahun 2013 akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian internasional dan domestik. Dengan anggapan bahwa kondisi ekonomi makro pada semester II 2013 akan membaik, serta dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi penerimaan perpajakan dalam semester I 2013, realisasi penerimaan perpajakan dalam semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar (57,7 persen dari target). Jumlah tersebut terdiri atas penerimaan pajak dalam negeri sebesar Rp ,0 miliar (57,8 persen dari target) dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp27.064,3 miliar (55,9 persen dari target). Realisasi penerimaan perpajakan pada semester I tahun 2013 dan prognosis semester II 2013 disajikan pada Tabel

61 Bab 3 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I TABEL 3.3 REALISASI PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2013 *) (miliar rupiah) Uraian Realisasi Semester I % Prognosis Realisasi Semester II % I. Penerimaan Dalam Negeri , ,0 41, ,4 58,4 1. Penerimaan Perpajakan , ,4 42, ,3 57,7 a. Penerimaan Pajak Dalam Negeri , ,6 42, ,0 57,8 1) Pajak Penghasilan , ,1 44, ,8 55,4 -Migas , ,8 49, ,1 50,6 -Non Migas , ,3 43, ,6 56,2 2) Pajak Pertambahan Nilai , ,1 39, ,1 60,4 3) Pajak Bumi dan Bangunan ,8 857,6 3, ,2 96,9 4) Cukai , ,4 50, ,3 49,8 5) Pajak Lainnya 5.402, ,4 44, ,5 55,7 b. Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional , ,8 44, ,3 55,9 1) Bea Masuk , ,6 46, ,1 53,2 2) Bea Keluar , ,2 39, ,2 60,7 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , ,5 39, ,2 60,7 a. Penerimaan SDA , ,4 35, ,6 64,1 1) Migas , ,5 34, ,9 65,9 - Miny ak bumi , ,4 34, ,9 66,0 - Gas Bumi , ,1 34, ,1 65,4 2) Non Migas , ,0 49, ,7 50,1 - Pertambangan umum , ,6 54, ,4 45,4 - Kehutanan 4.254, ,2 31, ,8 68,8 - Perikanan 250,0 105,9 42,3 144,1 57,7 - Panas Bumi 516,7 216,3 41,9 300,3 58,1 b. Penerimaan Bagian Laba BUMN , ,2 7 4, ,3 25,6 c. PNBP Lainnya, al: , ,8 35, ,6 65,0 - DMO , ,5 38, ,8 61,8 d. Pendapatan BLU , ,1 29, ,7 7 0,8 II. Penerimaan Hibah 4.483,6 822,2 18, ,4 81,7 Jumlah , ,2 41, ,8 58,5 *) Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan Realisasi penerimaan PPh dalam semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau 55,4 persen dari targetnya. Dengan mempertimbangkan realisasinya dalam semester I dan prognosisnya dalam semester II, total penerimaan PPh sampai dengan akhir tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar. Dari jumlah tersebut, PPh nonmigas diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar dan PPh migas diperkirakan mencapai Rp74.278,0 miliar. Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM dalam semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp ,1 miliar atau 60,4 persen dari targetnya. Dengan memperhatikan realisasi semester I dan prognosis semester II, penerimaan PPN dan PPnBM sampai dengan akhir tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar. Realisasi penerimaan PBB diperkirakan akan mengalami kenaikan pada semester II 2013 hingga mencapai Rp26.486,2 miliar atau 96,9 persen dari targetnya. Berdasarkan prognosis tersebut dan dengan memperhatikan realisasi PBB pada semester I, penerimaan PBB sampai dengan akhir tahun 2013, diperkirakan mencapai Rp27.343,8 miliar. Realisasi penerimaan cukai pada paruh kedua tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp52.116,3 miliar atau 49,8 persen dari targetnya. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2013, penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar. Dari jumlah Rp ,7 miliar tersebut, 3-12

62 Perkembangan Pendapatan Negara Semester I Bab 3 Rp ,5 miliar di antaranya berasal dari cukai hasil tembakau, dan selebihnya Rp3.983,5 miliar berasal dari cukai EA, MMEA, dan lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak lainnya dalam semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp3.010,5 miliar atau 55,7 persen dari targetnya dalam Secara keseluruhan, penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp5.402,0 miliar atau 100 persen dari targetnya. Perkiraan realisasi bea masuk pada semester II 2013 diharapkan mencapai sebesar Rp16.380,1 miliar atau 53,2 persen dari targetnya dalam Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, penerimaan bea masuk pada 2013 diperkirakan akan mencapai Rp30.811,7 miliar. Sementara itu, perkiraan realisasi penerimaan bea keluar pada semester II tahun 2013 diharapkan mencapai Rp10.684,2 miliar (60,7 persen dari targetnya). Berdasarkan realisasi semester I dan prognosis semester II tersebut, total penerimaan bea keluar tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp17.609,4 miliar Prognosis PNBP Semester II Tahun 2013 Dengan mempertimbangkan realisasi PNBP semester I tahun 2013, perkembangan faktor-faktor yang memengaruhinya, dan berbagai kebijakan yang akan ditempuh dalam sisa waktu paruh kedua 2013, realisasi PNBP dalam semester II diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar atau 60,7 persen terhadap target dalam tahun Dengan demikian, realisasi PNBP total dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar. Penerimaan negara bukan pajak pada semester I tahun 2013 dan prognosis semester II 2013 disajikan pada Tabel 3.3. Dalam semester II tahun 2013, penerimaan SDA diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar, yang terdiri atas penerimaan SDA migas Rp ,9 miliar atau 65,9 persen dari target yang ditetapkan dalam tahun 2013, dan penerimaan SDA nonmigas Rp11.590,7 miliar atau 50,1 persen dari target yang ditetapkan dalam tahun Dengan demikian, total penerimaan SDA dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar. Selanjutnya, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN pada semester II TA 2013 diperkirakan mencapai Rp9.343,3 miliar atau sebesar 25,6 persen dari targetnya dalam tahun Dengan demikian, dalam keseluruhan tahun 2013 realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN diperkirakan mencapai Rp36.456,5 miliar. Sementara itu, PNBP lainnya dan pendapatan BLU dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp55.557,6 miliar dan Rp16.633,7 miliar atau 65,0 persen dan 70,8 persen dari targetnya pada Dengan demikian, total penerimaan PNBP lainnya dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp85.471,5 miliar dan total pendapatan BLU dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp23.498,7 miliar Prognosis Hibah Semester II tahun 2013 Dalam semester II tahun 2013, penerimaan hibah diperkirakan mencapai Rp3.661,4 miliar, atau 81,7 persen dari targetnya dalam Dengan demikian, total penerimaan hibah dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp4.483,6 miliar atau 100 persen dari targetnya. 3-13

63 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 BAB 4 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum APBN Tahun Anggaran 2013 ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, dengan alokasi anggaran belanja negara sebesar Rp ,1 miliar. Perkembangan berbagai faktor eksternal seperti : harga minyak mentah di pasar internasional dan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, yang berpengaruh terhadap indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dalam APBN tahun 2013; serta perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, baik dari sisi pendapatan negara maupun belanja negara; mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap APBN tahun 2013 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Dalam undang-undang perubahan tersebut, volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp ,3 miliar, atau meningkat Rp43.180,2 miliar (2,6 persen) terhadap pagu belanja negara dalam APBN tahun Peningkatan volume belanja negara tersebut, sebagian besar (98,3 persen) dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat, sementara sisanya dialokasikan melalui transfer ke daerah. Dengan demikian, besaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp ,4 miliar, atau lebih tinggi Rp42.447,5 miliar (3,7 persen) apabila dibandingkan dengan besaran belanja pemerintah pusat dalam APBN tahun Pokok-pokok perubahan pada sisi belanja pemerintah pusat dalam tahun 2013, antara lain meliputi: (1) kebijakan pengendalian subsidi BBM; (2) pelaksanaan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial (P4S) yang meliputi: penambahan bantuan siswa miskin (BSM), penambahan program keluarga harapan (PKH), dan penambahan subsidi pangan (raskin); (3) pelaksanaan program khusus, sebagai bagian dari mitigasi dampak negatif kebijakan pengendalian subsidi BBM, yang mencakup bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) dan penambahan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dasar; (4) pemberian penghargaan atas pelaksanaan anggaran belanja K/L tahun 2012; (5) pemotongan anggaran belanja K/L; (6) realokasi belanja dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara/BA BUN ke BA K/L; dan (7) perubahan anggaran pendidikan sebagai akibat dari perubahan belanja negara dalam tahun Terkait dengan realokasi belanja dari BA BUN ke BA K/L, hal tersebut dilaksanakan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, serta sesuai dengan amanat Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Realokasi BA BUN ke BA K/L, antara lain untuk anggaran-anggaran pertemuan keempat high level panel of eminent person on the post 2015 development agenda/hlpep (Kementerian Sekretaris 4-1

64 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Negara); penyelesaian Indonesia Peacekeeping and Security Center (IPSC) Sentul (Kementerian Pertahanan); biaya pengembalian aset-aset Bank Century (Kementerian Hukum dan HAM); pembayaran fee pelayanan bank/pos persepsi tahun 2013, penanganan gugatan arbitrasi di CSID dan OKI tahun 2013, serta pemberian premi pada 16 kantor lingkup DJBC (Kementerian Keuangan); pembangunan gedung PKIA RSCM (Kementerian Kesehatan); tunjangan kinerja tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, Lemhanas, LIPI, BATAN, Arsip Nasional); tambahan dana siap pakai (on call) bencana alam tahun 2013 (BNPB); dan pembangunan pusat pelatihan penanggulangan terorisme tahun 2013 (BNPT). Perubahan APBN tahun 2013 diperkirakan berpengaruh terhadap kinerja penyerapan belanja Pemerintah Pusat dalam semester II tahun Perubahan terkait dengan anggaran untuk program P4S dan program khusus (BLSM dan infrastruktur dasar), serta tambahan anggaran untuk beberapa K/L, akan dimulai pada akhir semester I, tetapi baru dapat diselesaikan dalam paruh kedua tahun Sementara itu, perubahan terkait dengan penghargaan atas pelaksanaan anggaran belanja K/L, juga akan mempengaruhi kinerja penyerapan dalam semester II mengingat K/L harus melakukan penyesuaian terhadap rencana kerja yang telah ditetapkan di awal tahun. Kinerja penyerapan belanja pemerintah pusat dalam semester I, dan juga prognosis semester II pelaksanaan tahun 2013, dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi antara lain perkembangan harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (Indonesia Crude Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan semester I tahun 2013 dan prognosis semester II antara lain kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan di bidang belanja pemerintah pusat, baik yang ditetapkan dalam APBN maupun tahun Berdasarkan hal-hal tersebut, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp ,2 miliar, atau terserap 35,2 persen terhadap pagunya dalam tahun Dari realisasi semester I tersebut, penyerapan pembayaran bunga utang, belanja pegawai, dan subsidi merupakan yang tertinggi di antara penyerapan jenis belanja pemerintah pusat lainnya, dengan penyerapan masing-masing sebesar 46,9 persen, 45,9 persen, dan 44,7 persen. Di lain pihak, realisasi belanja hibah dan belanja lain-lain dalam semester I 2013 masih sangat rendah, yaitu masing-masing hanya mencapai 0,4 persen dan 3,6 persen dari pagunya dalam tahun Dari jumlah realisasi belanja pemerintah pusat semester I tahun 2013 sebesar Rp ,2 miliar tersebut, 38,7 persen (Rp ,1 miliar) merupakan realisasi belanja K/L sedangkan 61,3 persen (Rp ,2 miliar) merupakan realisasi belanja non-k/l. Realisasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo merupakan realisasi anggaran K/L dengan penyerapan paling tinggi dalam semester I tahun 2013, yaitu masingmasing sebesar 47,4 persen dan 47,3 persen. Di lain pihak, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu, merupakan K/L dengan tingkat penyerapan paling rendah, yaitu masing-masing sebesar 2,3 persen dan 3,1 persen terhadap pagunya dalam tahun Sementara itu, sampai dengan akhir tahun 2013, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam 4-2

65 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 tahun Jumlah perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun 2013 tersebut terdiri dari perkiraan realisasi belanja K/L sebesar Rp ,7 miliar dan belanja non-k/l sebesar Rp ,7 miliar. 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Realisasi beberapa komponen belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2013, seperti subsidi dan pembayaran bunga utang, sangat dipengaruhi oleh perkembangan beberapa indikator ekonomi makro, seperti harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (yang berpengaruh terhadap besaran subsidi) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (yang berpengaruh terhadap besaran subsidi dan pembayaran bunga utang). Sementara itu, realisasi beberapa komponen lainnya dalam belanja pemerintah pusat, seperti belanja barang dan belanja modal, sangat dipengaruhi oleh kemajuan eksekusi program-program yang dilaksanakan oleh K/L. Sampai dengan akhir paruh pertama tahun 2013, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat mencapai 35,2 persen dari pagunya sebesar Rp ,4 miliar tersebut menunjukkan penurunan apabila dibandingkan dengan tingkat penyerapan belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 36,8 persen. Dari realisasi belanja pemerintah pusat tersebut, realisasi belanja K/L mencapai Rp ,1 miliar (26,2 persen terhadap pagu tahun 2013), dan realisasi belanja non-k/l mencapai Rp ,2 miliar (44,9 persen terhadap pagu tahun 2013). Sementara itu, tingkat penyerapan belanja pemerintah pusat untuk masing-masing jenis belanja dalam semester I tahun 2013 adalah sebagai berikut: (1) belanja pegawai mencapai 45,9 persen, (2) belanja barang mencapai 21,8 persen, (3) belanja modal mencapai 17,7 persen, (4) pembayaran bunga utang mencapai 46,9 persen, (5) subsidi mencapai 44,7 persen, (6) belanja hibah mencapai 0,4 persen, (7) belanja bantuan sosial mencapai 31,6 persen, dan (8) belanja lain-lain mencapai 3,6 persen. Kinerja penyerapan belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2013 untuk masing-masing jenis belanja disajikan dalam Tabel Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Dari realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2013 yang menyerap 35,2 persen dari pagunya tersebut, sebagian besar atau Rp ,5 miliar (76,8 persen) berasal dari realisasi belanja yang bersifat wajib dipenuhi (belanja pegawai, belanja barang operasional, subsidi dan pembayaran bunga utang). Sementara sisanya, atau Rp97.536,7 miliar (23,2 persen) berasal dari belanja yang merupakan diskresi Pemerintah (belanja barang non operasional, bantuan sosial, belanja modal, belanja hibah, dan belanja lain-lain). Secara rinci, penjelasan mengenai kinerja penyerapan belanja Pemerintah Pusat untuk masing-masing jenis belanja adalah sebagai berikut: 4-3

66 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I TABEL 4.1 REALISASI SEMESTER I BELANJA PEMERINTAH PUSAT, (miliar rupiah) No. Uraian Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd 1. Belanja Pegawai , ,1 49, , ,8 45,9 2. Belanja Barang , ,6 25, , ,6 21,8 3. Belanja Modal , ,9 17, , ,7 17,7 4. Pembayaran Bunga Utang , ,2 42, , ,8 46,9 5. Subsidi , ,9 55, , ,2 44,7 6. Belanja Hibah 1.790,9 7,3 0, ,5 9,7 0,4 7. Bantuan Sosial , ,2 35, , ,7 31,6 8. Belanja Lain-lain , ,6 4, ,8 688,8 3,6 JUMLAH , ,8 36, , ,2 35,2 Sumber: Kementerian Keuangan Belanja Pegawai Sampai dengan akhir semester I tahun 2013, realisasi belanja pegawai telah mencapai Rp ,8 miliar atau 45,9 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp ,6 miliar. Kinerja penyerapan anggaran belanja pegawai tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 49,0 persen dari pagunya dalam tahun Lebih rendahnya kinerja penyerapan belanja pegawai tersebut terutama disebabkan belum terealisasinya pemberian gaji bulan ke 13 yang pada tahun 2012 dapat dicairkan pada bulan Juni Penjelasan lebih rinci mengenai kinerja penyerapan pada masing-masing pos belanja pegawai adalah sebagai berikut. Realisasi anggaran belanja gaji dan tunjangan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp50.839,7 miliar atau 44,4 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp ,8 miliar. Penyerapan anggaran belanja gaji dan tunjangan dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 49,4 persen dari pagunya dalam tahun Sementara itu, realisasi anggaran untuk honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain, dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp11.498,0 miliar atau 29,1 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp39.445,9 miliar. Penyerapan anggaran belanja honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 27,5 persen dari pagunya dalam tahun Selanjutnya, sampai dengan akhir semester I tahun 2013, realisasi anggaran belanja kontribusi sosial yang terdiri atas pembayaran manfaat pensiun dan iuran asuransi kesehatan telah 4-4

67 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 mencapai Rp44.568,1 miliar atau 56,4 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp78.999,8 miliar. Penyerapan anggaran belanja kontribusi sosial tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi dalam semester I tahun 2012 sebesar 61,5 persen dari pagunya dalam tahun Belanja Barang Dalam tahun 2013, anggaran belanja barang dialokasikan sebesar Rp ,3 miliar. Peruntukan belanja barang tersebut meliputi pembelian atau pengadaan barang/jasa habis pakai yang berupa: (1) Belanja barang yang mencakup belanja barang operasional dan non operasional, barang penunjang, serta barang fisik lain; (2) Belanja jasa yang mencakup langganan daya dan jasa, jasa pos dan giro, sewa, serta jasa lainnya; (3) Belanja perjalanan yang mencakup perjalanan dalam dan luar negeri; (4) Belanja pemeliharaan yang mencakup pemeliharaan: gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, jaringan, serta pemeliharaan lainnya; dan (5) Belanja BLU yaitu belanja barang dan jasa Badan Layanan Umum. Sementara itu, kelompok (6) dari belanja barang adalah belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda yang mencakup belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda, belanja barang penunjang dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk diserahkan kepada masyarakat/ Pemda, belanja barang lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda. Realisasi belanja barang tersebut, dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp45.078,6 miliar atau 21,8 persen dari pagunya dalam tahun Kinerja penyerapan belanja barang tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 25,8 persen dari pagunya dalam tahun Lebih rendahnya realisasi penyerapan belanja barang dalam semester I tahun 2013 tersebut terutama disebabkan oleh dampak dari kebijakan pemotongan belanja barang K/L, yang dilakukan terhadap kegiatan yang bersumber dari rupiah murni saja. Kriteria kebijakan pemotongan belanja K/L tersebut dilaksanakan dengan ketentuan: (1) tidak mengurangi anggaran untuk kebutuhan belanja barang operasional penyelenggaraan kantor; (2) diupayakan menjaga terpenuhinya kebutuhan anggaran dalam rangka percapaian output dan outcome dari program/kegiatan prioritas nasional; dan (3) tidak memotong anggaran pendidikan. Selain itu, rendahnya penyerapan belanja K/L juga karena keterlambatan penunjukan pejabat pengelola keuangan satker. Pada sisi lain, tingginya kehati-hatian pejabat pengelola keuangan dalam pelaksanaan anggaran turut serta mempengaruhi daya serap atau realisasi belanja Belanja Modal Alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2013 sebesar Rp ,4 miliar. Fungsinya dalam perekonomian adalah sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan infrastruktur. Secara umum biaya-biaya yang dikelompokkan sebagai belanja modal adalah biaya untuk pembelian, pengadaaan, atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Biaya-biaya tersebut antara lain: pengadaan tanah, peralatan dan mesin, pembangunan gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya. 4-5

68 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp34.037,7 miliar atau 17,7 persen dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam tahun Penyerapan anggaran belanja modal tersebut lebih tinggi Rp3.400,8 miliar jika dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp30.636,9 miliar atau 17,4 persen dari pagunya dalam tahun Peningkatan penyerapan anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2013 terutama berkaitan dengan penyempurnaan mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagaimana Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 yang telah disempurnakan menjadi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun Pembayaran Bunga Utang Pembayaran bunga utang merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah sebagai konsekuensi dari penggunaan utang untuk pembiayaan APBN. Dalam pelaksanaannya besaran pembayaran bunga utang dipengaruhi, antara lain oleh: (a) jumlah outstanding utang Pemerintah, (b) tingkat bunga referensi dalam portofolio utang, yaitu tingkat bunga SPN 3 bulan, yield SUN, dan Libor 6 bulan, (c) nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama US dolar, dan (d) credit rating/country risk classification. Dalam Semester I tahun 2013, realisasi pembayaran bunga utang mencapai Rp52.805,8 miliar atau 46,9 persen dari pagunya dalam tahun Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp49.611,2 miliar atau 42,1 persen terhadap pagu -nya, maka realisasi pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2013 menunjukkan peningkatan. Peningkatan realisasi pembayaran bunga utang dalam Semester I tahun 2013 terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri. Realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp46.049,8 miliar atau 47,6 persen dari pagunya dalam tahun Apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri semester I tahun 2012 yang mencapai Rp35.214,9 miliar atau 41,6 persen dari pagu -nya, maka realisasi penyerapan pembayaran bunga utang dalam negeri tahun 2013 menunjukkan peningkatan. Peningkatan realisasi tersebut dikarenakan adanya reklasifikasi akun bunga SBN valas dari bunga utang luar negeri ke bunga utang dalam negeri. Selain itu, kenaikan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam Semester I tahun 2013 juga dipengaruhi oleh peningkatan kurva imbal hasil SBN sampai dengan semester I tahun 2013 seperti disajikan pada Grafik 4.1 dan Grafik 4.2. Peningkatan kurva imbal 8 % Su m ber : Bloom ber g GRAFIK 4.1 KURVA IMBAL HASIL SBN DOMESTIK, Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr tahun 5 tahun Date PX_LAST 15 tahun 20 tahun 4-6

69 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 hasil tersebut dipengaruhi oleh ekspektasi investor akan kenaikan inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM di bulan Juni % GRAFIK 4.2 KURVA IMBAL HASIL SBN VALAS, Sementara itu, realisasi 3 pembayaran bunga utang 2 luar negeri dalam semester I tahun 2013 mencapai 1 sebesar Rp6.756,0 miliar 0 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 atau 42,9 persen terhadap 5 tahun 10 tahun 30 tahun Su m ber : Bloom ber g pagunya dalam tahun Apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp14.396,4 miliar atau 43,6 persen terhadap pagu -nya, maka realisasi pembayaran bunga utang luar negeri semester I tahun 2013 menunjukkan penurunan. Penurunan tersebut dikarenakan adanya reklasifikasi akun pembayaran bunga utang SBN valas menjadi pembayaran bunga utang dalam negeri. Perkembangan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri dalam semester I Tahun Anggaran disajikan dalam Tabel 4.2. TABEL 4.2 REALISASI SEMESTER I PEMBAYARAN BUNGA UTANG (miliar rupiah) Uraian Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd I. Utang Dalam Negeri , ,9 41, , ,8 47,6 II. Utang Luar Negeri , ,4 43, , ,0 42,9 Jumlah Sumber: Kementerian Keuangan , ,2 42, , ,8 46, Subsidi Anggaran belanja subsidi yang dialokasikan dalam 2013 terdiri atas subsidi energi yang meliputi subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kg dan liquefied gas for vehicle (LGV), serta subsidi listrik; dan subsidi non-energi yang terdiri atas subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi/bantuan Public Service Obligation (PSO), subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak. Secara total, faktor utama yang mempengaruhi 4-7

70 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I perkembangan subsidi antara lain meliputi harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, volume konsumsi BBM bersubsidi, jumlah rumah tangga sasaran (RTS), volume penyaluran komoditi ( pupuk, benih bersubsidi, dan raskin), dan harga pokok produksi tiap-tiap jenis barang/jasa yang disubsidi. Selain itu, besaran realisasi subsidi secara tidak langsung juga ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Dalam semester I tahun 2013, realisasi belanja subsidi mencapai Rp ,2 miliar, yang berarti menyerap 44,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Hal itu menunjukkan penurunan apabila dibandingkan dengan kondisinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 55,0 persen terhadap pagunya dalam Perkembangan realisasi anggaran belanja subsidi dalam semester I periode disajikan dalam Tabel 4.3. TABEL 4.3. REALISASI SEMESTER I BELANJA SUBSIDI, (miliar rupiah) URAIAN Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd 1. Subsidi Energi , ,8 61, , ,5 46,9 a. Subsidi BBM, LPG Tabung 3 Kg dan LGV , ,5 64, , ,7 49,1 b. Subsidi Listrik , ,3 54, , ,8 42,5 2.Subsidi Non Energi , ,1 24, , ,7 30,8 a. Subsidi Pangan , ,0 24, , ,7 44,8 b. Subsidi Pupuk , ,0 31, , ,6 28,9 c. Subsidi Benih 129, ,2 - - d. Public Service Obligation 2.151,4 31,5 1, ,1 29,5 1,9 e. Subsidi Bunga Kredit Program 1.293,9 661,6 51, ,5 18,8 1,5 f. Subsidi Pajak 4.263, ,5 - - JUMLAH Sumber: Kementerian Keuangan , ,9 55, , ,2 44,7 Subsidi Energi Realisasi belanja subsidi energi yang terdiri atas subsidi BBM, LPG tabung 3 kg dan LGV, serta subsidi listrik dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp ,5 miliar, yang berarti menyerap 46,9 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Penyerapan anggaran belanja subsidi energi dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 61,5 persen terhadap pagu Selanjutnya realisasi belanja subsidi BBM, LPG Tabung 3 kg dan LGV dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp98.182,7 miliar, atau menyerap 49,1 persen dari pagunya dalam Dengan demikian, penyerapan anggaran belanja subsidi jenis ini, lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 64,7 persen terhadap pagunya dalam Sementara itu, realisasi belanja subsidi listrik dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp42.509,8 miliar, yang berarti menyerap 42,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Dengan demikian, penyerapan anggaran belanja subsidi listrik tersebut, lebih rendah apabila 4-8

71 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 54,6 persen terhadap pagunya dalam Subsidi Non-Energi Belanja subsidi non-energi menampung alokasi anggaran untuk subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi/bantuan PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak yang diberikan dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah (DTP). Realisasi anggaran belanja subsidi non-energi dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp14.850,7 miliar, atau menyerap 30,8 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Penyerapan anggaran belanja subsidi non-energi tersebut, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 24,2 persen terhadap pagu Hal ini terutama berkaitan dengan lebih tingginya realisasi subsidi pangan. Realisasi anggaran belanja subsidi pangan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp9.624,7 miliar, atau menyerap 44,8 persen dari pagu anggarannya yang ditetapkan dalam Penyerapan subsidi pangan tersebut, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 24,8 persen terhadap pagu Sejalan dengan itu, penyerapan anggaran belanja subsidi pupuk dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp5.177,6 miliar, atau menyerap 28,9 persen dari pagu anggarannya yang ditetapkan dalam Penyerapan subsidi pupuk tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan realisasi dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 31,8 persen terhadap pagunya dalam Selanjutnya, realisasi anggaran untuk subsidi/bantuan PSO dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp29,5 miliar, yang berarti menyerap 1,9 persen dari pagu anggarannya yang ditetapkan dalam Penyerapan anggaran subsidi/bantuan PSO tersebut relatif lebih tinggi dari realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 1,5 persen terhadap pagunya dalam Dalam periode yang sama, realisasi anggaran untuk subsidi bunga kredit program mencapai Rp18,8 miliar yang berarti menyerap 1,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013, atau lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 51,1 persen dari pagunya dalam Sementara itu, untuk subsidi benih, dan subsidi pajak, realisasinya dalam semester I tahun 2013 masih nihil. Hal tersebut disebabkan belum selesainya proses administrasi dan aturan teknis yang terkait dengan proses penyelesaian dokumen yang dibutuhkan Belanja Hibah Dalam 2013, belanja hibah dialokasikan sebesar Rp2.346,5 miliar dalam bentuk penerusan hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Pada belanja hibah tersebut, terdapat enam kegiatan yang diterushibahkan kepada daerah dengan rincian dua kegiatan bersumber dari pinjaman luar negeri, yaitu (1) Mass Rapid Transit (MRT) Project dengan anggaran Rp1.820,5 miliar dan (2) Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase II (WISMP-2) dengan anggaran Rp166,9 miliar, serta 4 (empat) kegiatan yang bersumber dari hibah luar negeri, yaitu: (1) Hibah Air Minum dengan anggaran Rp303,7 miliar; (2) Hibah Air Limbah dengan anggaran Rp15,2 miliar; 4-9

72 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I (3) Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province dengan anggaran Rp17,7 miliar; dan (4) Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi dengan anggaran Rp22,5 miliar. Dalam semester I tahun 2013, belanja hibah ke daerah belum dapat direalisasikan karena belum disahkannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) hibah ke daerah. Namun, dalam semester I tahun 2013 terdapat realisasi belanja hibah sebesar Rp9,7 miliar, yang merupakan hibah kemanusiaan Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Myanmar. Hibah tersebut belum dianggarkan dalam APBN 2013, tapi Pemerintah dapat memberikan hibah kemanusiaan tersebut sesuai pasal 12 UU Nomor 19 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Pemerintah diberi kewenangan untuk memberikan hibah kepada Pemerintah/lembaga asing dan menetapkan Pemerintah/lembaga asing penerima untuk tujuan kemanusiaan Bantuan Sosial Bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat melalui K/L (Pemerintah pusat) dan/atau pemerintah daerah guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Yang dimaksud risiko sosial dalam hal ini adalah peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi yang wajar. Dalam semester I tahun 2013, realisasi penyerapan bantuan sosial mencapai Rp26.031,7 miliar atau 31,6 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp82.487,9 miliar. Realisasi penyerapan bantuan sosial dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah Rp4.133,5 miliar atau 13,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp30.165,2 miliar atau 35,1 persen dari pagu tahun 2012 sebesar Rp86.028,0 miliar. Realisasi penyerapan anggaran bantuan sosial dalam semester I tahun 2013 tersebut antara lain menampung pencairan tahap ke-1 Program Kompensasi Pengendalian Subsidi BBM untuk mengurangi dampak kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu, yaitu program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) pada bulan Juni 2013 yang disalurkan melalui Kantor Pos di seluruh Indonesia. Lebih lanjut, berdasarkan kelompok akun, realisasi bantuan sosial dalam semester I tahun 2013 tersebut terdiri atas: (1) belanja bantuan sosial untuk rehabilitasi sosial; (2) belanja bantuan sosial untuk jaminan sosial; (3) belanja bantuan sosial untuk pemberdayaan sosial; (4) belanja bantuan sosial untuk perlindungan sosial; (5) belanja bantuan sosial untuk penanggulangan kemiskinan; dan (6) belanja bantuan sosial untuk penanggulangan bencana Belanja Lain-lain Pada tahun 2013 anggaran belanja lain-lain dialokasikan sebesar Rp19.270,8 miliar menampung antara lain alokasi anggaran untuk cadangan risiko fiskal dan belanja lainnya. Dalam cadangan risiko fiskal dialokasikan antara lain anggaran untuk cadangan perubahan asumsi ekonomi makro dan cadangan stabilisasi harga pangan, serta risiko kenaikan harga tanah (land capping). Sementara itu, belanja lainnya menampung antara lain alokasi anggaran 4-10

73 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 untuk trust fund dan kontribusi pada lembaga internasional, operasional lembaga yang belum mempunyai Bagian Anggaran (BA) sendiri, bantuan operasional layanan pos universal. Selain itu, belanja lainnya juga meliputi alokasi anggaran guna mendukung berbagai kebijakan Pemerintah seperti: (1) program ketahanan pangan, berupa penyediaan anggaran cadangan beras pemerintah (CBP) dan cadangan benih nasional (CBN); (2) pelaksanaan kegiatan-kegiatan prioritas; serta (3) mendukung kegiatan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui penyediaan dana awal untuk kegiatan operasional dari lembaga dimaksud. Dalam pelaksanaannya, realisasi anggaran belanja lain-lain pada semester I tahun 2013 mencapai Rp688,8 miliar, atau 3,6 persen dari pagunya dalam tahun Realisasi anggaran belanja lain-lain dalam periode tersebut utamanya berasal dari sebagian anggaran keperluan mendesak, risiko kenaikan harga tanah (land capping), dan dana awal untuk kegiatan operasional OJK. Realisasi belanja lain-lain tersebut, lebih rendah sebesar Rp2.187,8 miliar jika dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,2 persen (Rp2.876,6 miliar) dari pagunya dalam tahun 2012 (Rp68.535,0 miliar). Secara nominal penyerapan belanja lain-lain dalam semester I tahun 2013 tersebut masih relatif rendah dikarenakan antara lain belum terserapnya anggaran cadangan stabilisasi harga pangan, CBP, CBN, cadangan sosialisasi/edukasi/advokasi masyarakat tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta kegiatan-kegiatan prioritas Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) Anggaran yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L) dengan Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer) dan (2) Anggaran yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer). Dalam tahun 2013, bagian anggaran K/L terdiri atas 86 K/L yang memiliki bagian anggaran sendiri, yaitu: (i) 33 kementerian; (ii) tiga kementerian koordinator; (iii) enam lembaga negara; (iv) 38 lembaga pemerintah; dan (v) enam komisi. Sementara itu, BA BUN yang terkait belanja pemerintah pusat, terdiri atas: (1) BA BUN Pengelola Utang Pemerintah (BA ) untuk pembayaran bunga utang; (2) BA BUN Pengelola Hibah (BA ) untuk belanja hibah; (3) BA BUN Pengelola Belanja Subsidi (BA ); (4) BA BUN Pengelola Belanja Lainnya (BA ) untuk asuransi kesehatan pegawai negeri dan belanja lain-lain; serta (5) BA BUN Pengelola Transaksi Khusus (BA ) untuk pembayaran pensiun dan kontribusi terhadap lembaga internasional. Dalam 2013, belanja pemerintah pusat dialokasikan sebesar Rp ,4 miliar yang terdiri dari Belanja K/L Rp ,7 miliar dan belanja non-k/l sebesar Rp ,7 miliar. Dalam pelaksanaannya, sampai dengan semester I tahun 2013, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp ,2 miliar, yang terdiri dari belanja K/L sebesar Rp ,1 miliar (38,7 persen) dan belanja non K/L sebesar Rp ,2 miliar (61,3 persen). 4-11

74 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Realisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Penyerapan anggaran belanja K/L dalam semester I 2013 mencapai 26,2 persen (Rp ,1 miliar) dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp ,7 miliar, yang berarti lebih rendah dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 30,0 persen terhadap Realisasi belanja K/L tersebut berdasar sumber dananya terdiri dari rupiah murni sebesar Rp ,0 miliar (28,1 persen); pinjaman luar negeri sebesar Rp2.016,3 miliar (6,9 persen); hibah sebesar Rp168,6 miliar (17,4 persen); pinjaman dalam negeri sebesar Rp77,4 miliar (10,3 persen); surat berharga syariah negara project based sukuk sebesar Rp142,5 miliar (17,8 persen); pagu penggunaan pendapatan negara bukan pajak sebesar Rp2.002,6 miliar (12,3 persen); dan badan layanan umum sebesar Rp3.293,7 miliar (15,5 persen). GRAFIK 4.3 REALISASI SEMESTER I BELANJA K/L, Persen 700,0 600,0 500,0 400,0 300,0 Real. Semester I % thd 28,6 28,5 30,2 29,2 23,6 30,0 26,2 50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 200,0 15,0 100,0 10,0 5, Sumber : Kementerian Keuangan Beberapa hal yang mempengaruhi penyerapan belanja K/L sepanjang semester I 2013, antara lain: (1) masih terdapat dana blokir sebesar Rp36.854,4 miliar (5,9 persen terhadap 2013); (2) proses penyusunan dan pembahasan 2013; (3) pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) belum efektif/belum ada register, dasar hukum belum diterbitkan, ketidaklengkapan data dukung sehingga anggaran diblokir; (4) adanya kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L 2013; (5) proses persiapan, penetapan maupun verifikasi penerima bansos belum selesai dilaksanakan; (6) proses pengadaan lahan/tanah; (7) proses pengadaan barang/jasa; (8) kehati-hatian K/L dalam pengelolaan anggaran; dan (9) belum cairnya gaji ke-13. Khusus mengenai blokir, dalam enam bulan pertama pelaksanaan anggaran, dana blokir K/L mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp ,9 miliar (40,9 persen terhadap APBN 2013) pada saat disahkannya APBN 2013 menjadi Rp36.854,4 miliar (6,2 persen terhadap APBN 2013 atau 5,9 persen terhadap 2013) pada akhir semester I Pemblokiran anggaran terjadi, antara lain pada kegiatan yang: (a) belum dilengkapi data dukung administratif seperti term of reference/rencana anggaran belanja (TOR/RAB); (b) bersumber dari PHLN yang belum aktif; (c) masih memerlukan persetujuan komisi terkait di 4-12

75 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 DPR; (d) masih memerlukan dasar hukum dan justifikasi lebih lanjut; (e) adanya ketidaksesuaian antara indikator, tugas dan fungsi, output, serta efisiensi penelahaan; (f) kegiatan satuan kerja (satker) baru yang belum mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; (g) belum dilengkapi rincian dekonsentrasi dan tugas pembantuan; serta (h) sisa dananya belum ditetapkan penggunaannya. Untuk mengantisipasi dan menyelesaikan hal tersebut, Pemerintah terus berupaya menyederhanakan persyaratan dalam alokasi anggaran, termasuk dengan memberi kewenangan dan tanggung jawab yang lebih luas kepada K/L atau Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam menjalankan fungsinya sebagai Chief Operational Officer (COO), dengan tetap menjaga prinsip-prinsip akuntabilitas dan good governance. Pemerintah juga melakukan langkah-langkah signifikan dalam rangka percepatan pembukaan blokir, antara lain dengan menyegerakan revisi anggaran TA 2013 di bulan Desember 2012 melalui mekanisme rapat/revisi otomatis, menerbitkan peraturan tentang tata cara revisi TA 2013 yang lebih sederhana namun tetap akuntabel serta diterbitkan lebih cepat, melaksanakan sosialisasi dan koordinasi kepada K/L terkait yang masih terdapat alokasi blokir, dan menyediakan Pusat Layanan sebagai counterpart bagi K/L dalam konsultasi/revisi. Penjelasan mengenai realisasi anggaran belanja K/L secara garis besar akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) realisasi anggaran belanja 10 K/L dengan alokasi anggaran terbesar; (2) kinerja penyerapan anggaran belanja K/L; dan (3) realisasi penyerapan anggaran belanja modal K/L Realisasi Anggaran Belanja 10 K/L dengan Alokasi Anggaran Terbesar Dari keseluruhan 86 K/L, terdapat sepuluh K/L dengan alokasi anggaran terbesar dalam Sepuluh K/L tersebut alokasi anggarannya mencapai 74,5 persen dari total anggaran K/L. Sepuluh K/L tersebut adalah: (1) Kementerian Pertahanan (13,4 persen); (2) Kementerian Pekerjaan Umum (13,4 persen); (3) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (12,8 persen); (4) Kepolisian Negara Republik Indonesia (7,6 persen); (5) Kementerian Agama (7,3 persen); (6) Kementerian Kesehatan (5,9 persen); (7) Kementerian Perhubungan (5,7 persen); (8) Kementerian Keuangan (3,0 persen); (9) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2,8 persen); dan (10) Kementerian Pertanian (2,6 persen). Kemudian, berdasarkan besaran pagunya, dari sepuluh K/L dengan pagu anggaran terbesar, terdapat enam K/L yang penyerapannya di atas daya serap nasional yang mencapai 26,2 persen, yaitu: (1) Kementerian Pertahanan (33,7 persen); (2) Kepolisian Negara RI (35,0 persen); (3) Kementerian Agama (27,0 persen); (4) Kementerian Kesehatan (31,0 persen); (5) Kementerian Keuangan (35,3 persen); dan (6) Kementerian Pertanian (36,4 persen). Sementara itu penyerapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, penyerapannya di bawah daya serap nasional (26,2 persen). Sedangkan, apabila dibandingkan dengan daya serap dalam periode yang sama tahun 2012, dari sepuluh K/L dengan pagu anggaran terbesar tersebut, terdapat tiga K/L yang daya serapnya lebih tinggi dari tahun 2012, yaitu: (1) Kementerian Pekerjaan Umum; (2) Kementerian Kesehatan; dan (3) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kinerja daya serap sepuluh K/L dengan pagu anggaran terbesar disajikan dalam Grafik

76 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I GRAFIK 4.4 REALISASI SEMESTER I 10 K/L DENGAN ANGGARAN TERBESAR Daya Serap Nasional = 26,2% Kemenhan Rp72,9T Rp83,5T 33,7 40,7 Kemen PU Rp75,0T Rp83,3T 22,1 24,5 Kemendikbud Rp77,2T Rp79,7T 17,9 30,6 Polri Rp41,9T Rp47,1T 35,0 40,0 Kemenag Rp39,4T Rp45,4T Kemenkes Rp31,2T Rp36,6T 27,0 30,3 31,1 31,0 Kemenhub Rp38,1T Rp35,3T 17,6 20,5 Kemenkeu Rp16,9T Rp18,4T 35,3 37,4 Kemen ESDM Rp16,3T Rp17,4T 10,8 13,7 Kementan Rp17,1T Rp16,4T 36,4 42,1-5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 % % Realisasi thd 2012 % Realisasi thd 2013 Kinerja 10 (sepuluh) K/L yang memiliki pagu anggaran terbesar adalah sebagai berikut: Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp28.109,2 miliar, yang berarti menyerap 33,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp83.528,0 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya pada periode yang sama tahun 2012, sebesar 40,7 persen. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan tersebut terdiri dari realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp16.283,0 miliar, belanja barang mencapai Rp4.741,6 miliar, dan belanja modal mencapai Rp7.084,6 miliar. Sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester I tahun 2013 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai Triliun Rupiah 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0-43,2 GRAFIK 4.5 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN PERTAHANAN, ,6 55,2 41,2 39,3 40, Real. Semester I % terhadap 33,7 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - Persen 4-14

77 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra darat sebesar Rp12.201,1 miliar, program modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarana dan prasarana (sarpras) matra udara sebesar Rp2.794,0 miliar, program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra laut sebesar Rp2.975,1 miliar, program modernisasi alutsista dan non alutsista/sarana dan prasarana matra darat sebesar Rp1.712,0 miliar, dan program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra udara sebesar Rp1.504,1 miliar. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp20.382,0 miliar, yang berarti menyerap 24,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp83.328,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 22,1 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari anggaran belanja pegawai mencapai Rp542,7 miliar, belanja barang mencapai Rp3.146,2 miliar, belanja modal mencapai Rp16.324,5 miliar, dan bantuan sosial mencapai Rp368,6 miliar. Triliun Rupiah 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - GRAFIK 4.6 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM, ,4 Ditinjau dari programnya, realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2013 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program penyelenggaraan jalan Rp10.714,5 miliar, program pengelolaan sumber daya air Rp5.256,5 miliar, program pengembangan infrastruktur pemukiman Rp3.700,7 miliar, program penyelenggaraan penataan ruang Rp158,5 miliar, dan program penelitian dan pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Rp149,1 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp14.265,7 miliar, yang berarti menyerap 17,9 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp79.707,7 miliar. Penyerapan belanja Kemendikbud dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan penyerapannya pada tahun 2012 yang mencapai 30,6 persen. Dari realisasi anggaran belanja Kemendikbud pada semester I tahun 2013 tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp4.441,2 miliar, belanja barang mencapai Rp4.101,6 miliar, belanja modal mencapai Rp198,8 miliar, dan bantuan sosial mencapai Rp5.524,1 miliar. 26,9 26,1 24,8 21,6 22,1 24, Real. Semester I % terhadap 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - Persen 4-15

78 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Beberapa program yang realisasinya secara nominal cukup besar adalah program pendidikan tinggi sebesar Rp8.112,4 miliar, program pendidikan dasar sebesar Rp3.718,3 miliar, program pendidikan menengah sebesar Rp1.117,3 miliar, program pengembangan sumber daya manusia pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan sebesar Rp336,9 miliar; program pendidikan anak usia dini, non formal dan informal sebesar Rp392,3 miliar; dan program pelestarian budaya sebesar Rp147,1 miliar. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI (Polri) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp16.468,4 miliar atau menyerap 35,0 persen dari pagunya dalam 2013 sebesar Rp47.109,4 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 40,0 persen. Dari realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp13.511,8 miliar, belanja barang mencapai Rp2.313,4 miliar, dan belanja modal mencapai Rp643,3 miliar. Program-program yang didanai dari realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut antara lain adalah program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis Rp11.054,5 miliar, program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat Rp1.427,2 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Polri Rp1.232,9 miliar, program penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi Rp991,5 miliar, dan program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Rp708,7 miliar. Triliun Rupiah Triliun Rupiah 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0-50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0-34,5 GRAFIK 4.7 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, ,3 32,3 45,3 46,0 GRAFIK 4.8 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEPOLISIAN NEGARA RI, ,2 43,9 29,7 14,0 39,7 40,0 30, Real. Semester I % terhadap 35, Real. Semester I % terhadap 17,9 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0-40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - Persen Persen 4-16

79 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp12.278,2 miliar, yang berarti menyerap 27,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp45.419,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 31,1 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp8.702,2 miliar, belanja barang mencapai Rp1.159,2 miliar, belanja modal mencapai Rp114,9 miliar, dan bantuan sosial mencapai Rp2.302,0 miliar. Realisasi anggaran pada Kementerian Agama dalam tahun 2013 tersebut, antara Real. Semester I % terhadap lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program pendidikan Islam Rp10.117,8 miliar; (2) program bimbingan masyarakat Islam Rp853,4 miliar; (3) program bimbingan masyarakat Kristen Rp275,5 miliar; (4) program bimbingan masyarakat Katolik Rp137,3 miliar; (5) program bimbingan masyarakat Hindu Rp135,8 miliar; dan (6) program bimbingan masyarakat Budha Rp32,9 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp11.332,3 miliar, yang berarti menyerap 31,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp36.592,2 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 30,3 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp2.329,9 miliar, belanja barang mencapai Rp3.889,3 miliar, belanja modal mencapai Rp390,1 miliar, dan bantuan sosial mencapai Rp4.723,1 miliar. Realisasi anggaran pada Kementerian Kesehatan dalam tahun 2013 tersebut, antara lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, di antaranya yaitu: (1) program pembinaan upaya kesehatan Rp7.904,5 miliar; (2) program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya Triliun Rupiah Triliun Rupiah 40,0 20,0 50,0 35,0 30,0 25,0 45,0 40,0 10,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 15,0 10,0 5,0-5,0-38,0 24,4 GRAFIK 4.9 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN AGAMA, ,4 GRAFIK 4.10 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN KESEHATAN, ,4 32,4 22,1 27,8 28,0 24,4 19,7 31,1 30, Real. Semester I % terhadap 27,0-31,0 50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - Persen Persen 4-17

80 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I manusia kesehatan Rp616,5 miliar; (3) program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak Rp636,9 miliar; (3) program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Rp424,0 miliar; (4) program penelitian dan pengembangan kesehatan Rp227,4 miliar; dan (5) program kefarmasian dan alat kesehatan Rp178,0 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam Semester I tahun 2013 mencapai Rp6.207,6 miliar, atau menyerap 17,6 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp35.269,3 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 20,5 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp674,2 miliar, belanja barang mencapai Rp1.573,9 miliar, dan belanja modal mencapai Rp3.959,5 miliar. Realisasi anggaran pada Kementerian Perhubungan 30,0 25,0 17,6 20,0 15,0 dalam tahun 2013 tersebut, 20,0 antara lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai 15,0 10,0 10,0 5,0 program, di antaranya yaitu: 5,0 (1) program pengelolaan - dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian Real. Semester I % terhadap Rp1.889,7 miliar; (2) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut Rp1.838,4 miliar; (3) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara Rp1.088,0 miliar; (4) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat Rp463,9 miliar; dan (5) program pengembangan sumber daya manusia perhubungan Rp721,0 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp6.494,8 miliar, atau menyerap 35,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp18.381,5 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 37,4 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp4.012,4 miliar, belanja barang mencapai Rp2.249,6 miliar, dan belanja modal mencapai Rp232,8 miliar. Triliun Rupiah Triliun Rupiah 45,0 40,0 35,0 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0-25,6 16,8 GRAFIK 4.11 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN, ,6 22,9 GRAFIK 4.12 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN KEUANGAN, ,3 35,1 24,2 33,1 23,1 32,3 20,5 37,4 35, Real. Semester I % terhadap 30,0 25,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - Persen Persen 4-18

81 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Realisasi anggaran pada Kementerian Keuangan dalam tahun 2013 tersebut, antara lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, di antaranya yaitu: (1) program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak Rp1.830,2 miliar; (2) program pengawasan pelayanan dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai Rp683,3 miliar; (3) program pengelolaan perbendaharaan negara Rp577,1 miliar; (4) program pengelolaan kekayaan negara penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang Rp221,0 miliar; dan (5) program pengelolaan anggaran negara Rp47,4 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp2.376,6 miliar, atau menyerap 13,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp17.371,5 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian ESDM dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 10,8 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp236,9 miliar, belanja barang mencapai Rp852,7 miliar, dan belanja modal mencapai Rp1.286,9 miliar. Realisasi anggaran pada Kementerian ESDM dalam tahun 2013 tersebut, antara lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, di antaranya yaitu: (1) program pengelolaan ketenagalistrikan Rp1.269,5 miliar; (2) program penelitian, mitigasi, dan pelayanan geologi Rp244,2 miliar; (3) program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi Rp127,2 miliar; (4) program pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi Rp86,9 miliar; dan (5) program pembinaan dan pengusahaan mineral dan batubara Rp75,8 miliar. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp5.961,8 miliar, atau menyerap 36,4 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp16.380,1 miliar. Penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 Triliun Rupiah Triliun Rupiah 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0-20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 - GRAFIK 4.13 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, ,1 15,9 10,0 11,5 5,7 10, ,8 Real. Semester I % terhadap GRAFIK 4.14 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN PERTANIAN, ,8 25,1 18,8 22,6 42, Real. Semester I % terhadap 13,7 36,4 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0-50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - Persen Persen 4-19

82 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I sebesar 42,1 persen. Realisasi anggaran belanja tersebut terdiri dari belanja pegawai mencapai Rp536,2 miliar, belanja barang mencapai Rp1.943,2 miliar, belanja modal mencapai Rp298,8 miliar, dan bantuan sosial mencapai Rp3.183,7 miliar. Realisasi anggaran pada Kementerian Pertanian dalam tahun 2013 tersebut, antara lain dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian Rp2.078,1 miliar; (2) program peningkatan produksi produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan Rp1.000,2 miliar; (3) program penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing Rp597,9 miliar; (4) program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman sehat utuh dan halal Rp540,5 miliar; (5) program pengembangan SDM pertanian dan kelembagaan petani Rp465,5 miliar; dan (6) program peningkatan kualitas pengkarantinaan pertanian dan pengawasan keamanan hayati Rp310,6 miliar Kinerja Penyerapan Anggaran Belanja K/L Berdasarkan perbandingan dengan daya serap tahun 2012, dari 86 K/L Pengguna Anggaran tahun 2013, terdapat 39 K/L yang daya serapnya dalam semester I tahun 2013 lebih tinggi dari daya serapnya dalam semester I tahun 2012, yaitu antara lain: Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Badan Pusat Statistik. Sementara itu, 47 K/L lainnya yang daya serapnya dalam Semester I tahun 2013 lebih rendah dari periode yang sama tahun 2012, yaitu antara lain: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Kementerian Sosial, Badan Standardisasi Nasional, Badan Pengawas Pemilu, Kementerian Riset dan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Ilustrasi yang lebih rinci mengenai perkembangan realisasi belanja K/L telah disajikan pada Grafik 4.15 dan Grafik Selanjutnya berdasarkan tingkat penyerapan sepanjang 6 (enam) bulan pertama, dari 86 K/L Pengguna Anggaran, terdapat 40 K/L atau 46,5 persen dari total K/L yang mempunyai daya serap belanja tinggi (di atas daya serap nasional, yaitu antara 26,2 persen sampai 47,4 persen); 25 K/L atau 29,1 persen dari total K/L dengan daya serap sedang antara 20,0 persen sampai dengan 26,2 persen; dan 21 K/L atau 24,4 persen dari total K/L dengan daya serap di bawah 20,0 persen. Secara lebih rinci, 40 K/L dengan daya serap tinggi (di atas daya serap nasional tersebut antara lain: Badan Pusat Statistik (47,4 persen), Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (47,3 persen), Majelis Permusyawaratan Rakyat (36,8 persen), Dewan Ketahanan Nasional (40,7 persen), Kepolisian Negara RI (35,0 persen), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (37,7 persen), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (37,7 persen), dan Kementerian Pertahanan (33,7 persen), Komisi Yudisial (37,8 persen), Mahkamah Konstitusi (36,5 persen), Kementerian Pertanian (36,4 persen), Kementerian Keuangan (35,3 persen), Kementerian Dalam Negeri (28,0 persen), dan Kementerian Agama (27,0 persen). Kemudian untuk 25 K/L dengan daya serap sedang (kinerja penyerapannya antara 20,0 persen 26,2 persen), antara lain: Badan Informasi Geospasial (24,4 persen), Kementerian Kehutanan (23,9 persen), Kementerian Lingkungan Hidup (23,4 persen), Kementerian Tenaga Kerja dan 4-20

83 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Transmigrasi (24,4 persen), Kementerian Pekerjaan Umum (24,5 persen), Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (25,5 persen), Badan Standardisasi Nasional (25,4 persen), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (23,6 persen), Badan Pengawas Obat dan Makanan (23,2 persen) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (21,1 persen). GRAFIK 4.15 REALISASI SEMESTER I 5 K/L PENYERAPAN LEBIH TINGGI DARI TAHUN 2012 GRAFIK 4.16 REALISASI SEMESTER I 5 K/L PENYERAPAN LEBIH RENDAH DARI TAHUN 2012 MPR 27,0 36,8 BSN 25,4 45,4 Kemenpora 4,2 17,0 Kemensos 11,7 32,4 BNPB 9,7 23,7 BAPETEN 21,0 42,0 Kemenpera 1,9 16,8 LKPP 14,2 39,5 BPLS 15,1 47,3 BKKBN 31,5 57,0-10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 % thd 2012 % thd ,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 % thd 2012 % thd 2013 Sementara itu, 21 K/L dengan daya serap rendah (kinerja penyerapan di bawah 20,0 persen), antara lain: (1) Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (2,3 persen), (2) Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/ BPWS (3,1 persen), (3) Lembaga Sandi Negara (4,0 persen), (4) Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (5,4 persen), (5) Badan Pengawas Pemilu (6,0 persen), (6) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (10,7 persen), (7) Kementerian Sosial (11,7 persen), (8) Komisi Pemilihan Umum (12,6 persen), (9) Badan Nasional Pengelola Perbatasan (13,0 persen), (10) Kementerian Energi GRAFIK 4.17 PROFIL PENYERAPAN BELANJA K/L SEMESTER I TAHUN K/L 25 K/L 40 K/L Lebih Tinggi dari Daya Serap Nasional (26,3%-47,4%) 25 K/L Daya Serap Sedang (20,0%-26,2%) 21 K/L Daya Serap < 20,0% 40 K/L 4-21

84 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I dan Sumber Daya Mineral (13,7 persen), dan (11) Kementerian Perhubungan (17,6 persen). Secara keseluruhan, kinerja daya serap K/L, disajikan dalam Grafik K/L BPS BPLS Wantanas MA Komisi Yudisial BPKP LIPI MPR MK Kementan Kemenkeu Polri DPD BKN Kejaksaan RI Kemen KUKM Kemenhan KPPU LPP TVRI BATAN LPP RRI Kemenkumham BKKBN BNP2TKI Kemenkes BPPT DPR Basarnas Kemenlu LAN BKPM Arsip Nasional BMKG BIN BPN BPK Setkab Kemenristek Kemendagri Kemenag BNPT PPATK BSN Kemen PU BIG Kemenakertrans Kemenkopolhukkam Kemenhut BNPB Bappenas KLH BPOM Ombusdman RI Kemen BUMN BNN Menko Kesra Komnasham Kemenperin Menko Perekonomian Setneg Kemen PAN Kemen KP BAPETEN KPK Kemenneg PP&PA LAPAN Kemendag Kemendikbud Kemenhub Lemhanas Kemenpora Kemenpera Kemenkominfo Kemenaparekraf Perpus Nasional LKPP Kemen ESDM BNPP KPU Kemensos Kemen PDT Bawaslu BPKPB dan PB Sabang LSN BPWS BPKPB dan BP BATAM 6,0 5,4 4,0 3,1 2,3 GRAFIK 4.18 PENYERAPAN BELANJA K/L SEMESTER I TAHUN 2013 Daya Serap Nasional= 26,2% 40,7 39,2 37,8 37,7 37,7 36,8 36,5 36,4 35,3 35,0 34,9 34,9 34,8 34,0 33,7 33,6 33,5 33,2 32,4 32,1 31,5 31,2 31,0 30,9 30,9 30,7 30,5 30,3 30,2 30,0 29,8 29,8 29,6 29,2 29,1 29,0 28,0 27,0 25,9 25,5 25,4 24,5 24,4 24,4 24,2 23,9 23,7 23,6 23,4 23,2 23,2 22,8 22,7 22,3 22,1 22,0 21,5 21,5 21,2 21,1 21,0 20,3 20,1 19,9 19,0 17,9 17,6 17,5 17,0 16,8 15,5 15,4 14,4 14,2 13,7 13,0 12,6 11,7 10,7 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 Persen thd ,4 47,3 4-22

85 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Selanjutnya, berdasarkan kinerja daya serap anggaran dari pagu yang ditetapkan, dalam semester I tahun 2013, sepuluh K/L yang memiliki kinerja daya serap anggaran yang relatif lebih baik dari K/L lainnya, yaitu: (1) Badan Pusat Statistik (47,4 persen), (2) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (47,3 persen), (3) Dewan Ketahanan Nasional (40,7 persen), (4) Mahkamah Agung (39,2 persen), (5) Komisi Yudisial (37,8 persen), (6) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (37,7 persen), (7) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (37,7 persen) (8) Majelis Permusyawaratan Rakyat (36,8 persen), (9) Mahkamah Konstitusi (36,5 persen), dan (10) Kementerian Pertanian (36,4 persen). (Grafik 4.19). 50,0 47,4 47,3 GRAFIK 4.19 PENYERAPAN 10 K/L DENGAN DAYA SERAP TERBESAR, ,0 40,0 35,0 39,6 40,7 40,7 39,1 39,2 38,3 39,7 37,8 37,7 37,7 37,7 42,1 36,8 36,5 36,4 34,7 Persen 30,0 25,0 27,0 20,0 15,0 15,1 10,0 5,0 - BPS BPLS Wantanas MA Komisi Yudisial BPKP LIPI MPR MK Kementan % Realisasi Semester I 2012 % Realisasi Semester I 2013 Daya Serap Nasional 2013 Realisasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik (BPS) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp2.019,2 miliar, yang berarti menyerap 47,4 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp4.255,9 miliar. Penyerapan anggaran belanja Badan Pusat Statistik dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 39,6 persen. Dari realisasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp557,1 miliar, belanja barang mencapai Rp1.238,7 miliar, dan belanja modal mencapai Rp223,4 miliar. Realisasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik tersebut digunakan untuk membiayai program penyediaan dan pelayanan informasi statistik Rp1.280,1 miliar, program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPS Rp639,2 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPS Rp98,9 miliar, dan program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BPS Rp1,0 miliar. Realisasi anggaran belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp970,6 miliar, yang berarti menyerap 47,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp2.053,1 miliar. Penyerapan anggaran belanja BPLS dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 15,1 persen. Dari realisasi anggaran belanja BPLS tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp5,4 miliar, belanja barang mencapai Rp49,5 miliar, belanja modal mencapai Rp905,6 miliar, dan bantuan sosial sebesar Rp10,2 miliar. Realisasi anggaran belanja BPLS tersebut digunakan untuk membiayai program penanggulangan bencana lumpur Sidoarjo Rp960,2 miliar, dan program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPLS Rp10,4 miliar. 4-23

86 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp14,8 miliar, yang berarti menyerap 40,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp36,5 miliar. Penyerapan anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2013 tersebut sama dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun Dari realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp3,5 miliar, belanja barang mencapai Rp10,7 miliar, dan belanja modal mencapai Rp0,7 miliar. Realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional tersebut digunakan untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Wantanas Rp6,4 miliar, dan program pengembangan kebijakan ketahanan nasional Rp8,4 miliar. Realisasi anggaran belanja Mahkamah Agung sampai dengan semester I tahun 2013 mencapai Rp2.844,4 miliar, yang berarti menyerap 39,2 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp7.254,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja Mahkamah Agung dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 39,1 persen. Dari realisasi anggaran belanja Mahkamah Agung tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp2.385,8 miliar, belanja barang mencapai Rp361,6 miliar, dan belanja modal mencapai Rp97,0 miliar. Realisasi anggaran belanja Mahkamah Agung tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Mahkamah Agung Rp2.605,4 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Mahkamah Agung Rp96,0 miliar, program penyelesaian perkara Mahkamah Agung Rp49,4 miliar, program peningkatan manajemen peradilan umum Rp29,4 miliar, dan program pendidikan dan pelatihan aparatur Mahkamah Agung Rp28,1 miliar. Realisasi anggaran belanja Komisi Yudisial sampai dengan Semester I tahun 2013 mencapai Rp34,6 miliar, yang berarti menyerap 37,8 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp91,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja Komisi Yudisial dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 38,3 persen. Dari realisasi anggaran belanja Komisi Yudisial tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp4,2 miliar, belanja barang mencapai Rp27,9 miliar, dan belanja modal mencapai Rp2,5 miliar. Realisasi anggaran belanja Komisi Yudisial tersebut digunakan untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Komisi Yudisial Rp20,8 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Komisi Yudisial Rp2,7 miliar, dan program peningkatan kinerja seleksi hakim agung dan pengawasan perilaku hakim Rp11,0 miliar. Realisasi anggaran belanja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp462,3 miliar, yang berarti menyerap 37,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp1.225,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja BPKP dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 39,7 persen. Dari realisasi anggaran belanja BPKP tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp273,9 miliar, belanja barang mencapai Rp168,2 miliar, dan belanja modal mencapai Rp20,3 miliar. 4-24

87 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Realisasi anggaran belanja BPKP tersebut digunakan untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPKP Rp357,2 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPKP Rp18,6 miliar, dan program pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah Rp86,5 miliar. Realisasi anggaran belanja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp381,3 miliar, yang berarti menyerap 37,7 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp1.011,6 miliar. Penyerapan anggaran belanja LIPI dalam semester I tahun 2013 tersebut sama dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun Dari realisasi anggaran belanja LIPI tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp223,5 miliar, belanja barang mencapai Rp133,4 miliar, dan belanja modal mencapai Rp24,4 miliar. Realisasi anggaran belanja LIPI tersebut digunakan untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya LIPI Rp136,2 miliar, dan program penelitian, penguasaan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi Rp245,2 miliar. Realisasi anggaran belanja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp268,7 miliar, yang berarti menyerap 36,8 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp730,9 miliar. Penyerapan anggaran belanja MPR dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 27,0 persen. Dari realisasi anggaran belanja MPR tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp9,7 miliar, belanja barang mencapai Rp258,5 miliar, dan belanja modal mencapai Rp0,5 miliar. Realisasi anggaran belanja MPR tersebut digunakan untuk membiayai program pelaksanaan tugas konstitusional MPR dan alat kelengkapannya Rp255,8 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur MPR Rp3,7 miliar, dan program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya MPR Rp9,3 miliar. Realisasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi sampai dengan semester I tahun 2013 mencapai Rp72,6 miliar, yang berarti menyerap 36,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp199,1 miliar. Penyerapan anggaran belanja Mahkamah Konstitusi dalam semester I tahun 2013 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2012 sebesar 34,7 persen. Dari realisasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp6,1 miliar, belanja barang mencapai Rp59,6 miliar, dan belanja modal mencapai Rp6,9 miliar. Realisasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi tersebut digunakan untuk membiayai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Mahkamah Konstitusi Rp32,6 miliar, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Mahkamah Konstitusi Rp6,9 miliar, dan program penanganan perkara konstitusi Rp33,1 miliar Realisasi Penyerapan Anggaran Belanja Modal K/L Berdasarkan besaran alokasi belanja modal pada 2013, terdapat 10 (sepuluh) K/L dengan alokasi anggaran belanja modal terbesar, yaitu (1) Kementerian Pekerjaan Umum; 4-25

88 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I (2) Kementerian Pertahanan; (3) Kementerian Perhubungan; (4) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; (5) Kementerian Kesehatan; (6) Kepolisian Negara RI; (7) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; (8) Kementerian Agama; (9) Kementerian Keuangan; dan (10) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Alokasi belanja modal dari 10 K/L tersebut mencapai Rp ,9 miliar atau 86,7 persen dari keseluruhan alokasi belanja modal K/L. Realisasi belanja modal total 10 K/L tersebut mencapai Rp31.140,9 miliar atau mencapai 91,3 persen dari realisasi belanja modal keseluruhan, sementara sisanya sebesar Rp2.983,2 miliar atau 8,7 persen merupakan realisasi belanja modal 76 K/L lainnya. Realisasi penyerapan sepuluh K/L dengan pagu anggaran belanja modal terbesar disajikan dalam Grafik GRAFIK 4.20 REALISASI SEMESTER I 10 K/L DENGAN ANGGARAN MODAL TERBESAR Kemen PU Rp60,5T Rp62,6T 19,7 26,1 Kemenhan Rp27,5T Rp32,0T 22,1 27,0 Kemenhub Rp30,4T Ro27,8T 14,3 17,9 Kemen ESDM Rp10,2T Rp12,3T 7,4 10,3 Kemenkes Rp7,3T Rp7,0T 5,4 5,6 Polri Rp6,6T Rp6,8T 6,2 9,4 Kemendikbud Rp11,5T Rp3,3T 3,5 6,0 Kemenag Rp3,3T Rp3,0T 3,8 15,7 Kemenkeu Rp1,9T Rp2,7T 8,8 8,4 BPLS Rp1,3T Rp2,0T 13,5 44,3-5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 % % Realisasi thd 2012 % Realisasi thd APBN 2013 Dari 10 K/L tersebut, terdapat 6 (enam) K/L yang daya serap belanja modalnya lebih baik dari tahun 2012, yaitu (1) Kementerian Pekerjaan Umum; (2) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; (3) Kementerian Kesehatan; (4) Kepolisian Negara RI; (5) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan (6) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo; sedangkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, dan Kementerian Keuangan, penyerapan belanja modalnya lebih rendah dibandingkan tahun Realisasi anggaran belanja K/L semester I tahun , disajikan dalam Tabel

89 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 TABEL 4.4 REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, (miliar Rupiah) No. KODE BA URAIAN Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ( 9) MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 623,2 168,0 27,0 730,9 268,7 36, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 2.706,6 750,8 27, ,6 894,6 30, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2.674,8 808,3 30, ,7 825,4 29, MAHKAMAH AGUNG 5.055, ,8 39, , ,4 39, KEJAKSAAN AGUNG 3.789, ,3 33, , ,8 34, KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA 1.977,2 418,4 21, ,9 523,4 21, KEMENTERIAN DALAM NEGERI , ,6 32, , ,7 28, KEMENTERIAN LUAR NEGERI 4.996, ,4 25, , ,0 30, KEMENTERIAN PERTAHANAN , ,7 40, , ,2 33, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM 6.949, ,7 35, , ,3 32, KEMENTERIAN KEUANGAN , ,6 37, , ,8 35, KEMENTERIAN PERTANIAN , ,7 42, , ,8 36, KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2.443,0 672,0 27, ,8 680,0 22, KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL , ,9 10, , ,6 13, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN , ,4 20, , ,6 17, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN , ,9 30, , ,7 17, KEMENTERIAN KESEHATAN , ,7 30, , ,3 31, KEMENTERIAN AGAMA , ,0 31, , ,2 27, KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 4.101, ,4 25, , ,2 24, KEMENTERIAN SOSIAL 4.549, ,2 32, , ,3 11, KEMENTERIAN KEHUTANAN 5.686, ,0 20, , ,4 23, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 6.014, ,6 24, , ,5 21, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM , ,3 22, , ,0 24, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN 405,1 94,4 23,3 518,2 125,6 24, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 212,0 61,5 29,0 281,1 60,3 21, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 222,3 42,9 19,3 299,3 66,7 22, KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF 2.672,0 476,8 17, ,1 297,2 15, KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 111,3 30,3 27,3 134,6 30,7 22, KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 639,8 293,4 45,9 628,1 181,9 29, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 738,6 150,4 20,4 951,5 222,8 23, KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 1.387,5 441,5 31, ,0 591,5 34, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 150,9 50,1 33,2 234,7 47,2 20, KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI 131,4 39,3 29,9 201,3 42,7 21, BADAN INTELIJEN NEGARA 1.484,9 440,1 29, ,8 450,7 29, LEMBAGA SANDI NEGARA 1.758,4 120,2 6, ,1 67,7 4, DEWAN KETAHANAN NASIONAL 31,1 12,6 40,7 36,5 14,8 40, BADAN PUSAT STATISTIK 2.272,6 900,3 39, , ,2 47, KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 755,5 160,6 21, ,3 246,0 23, BADAN PERTANAHAN NASIONAL 3.881, ,6 25, , ,5 29, PERPUSTAKAAN NASIONAL 348,0 61,5 17,7 479,2 68,8 14, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 3.090,8 736,0 23, ,5 580,2 15, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA , ,8 40, , ,4 35, BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.079,7 222,2 20, ,5 270,7 23, LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 174,2 40,8 23,4 245,2 42,9 17, BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 650,7 200,9 30,9 705,8 213,0 30, BADAN NARKOTIKA NASIONAL 841,0 212,3 25, ,5 243,0 22, KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1.153,8 125,8 10, ,8 269,1 10, BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2.110, ,7 57, ,9 802,9 31, KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 53,7 17,9 33,3 72,6 16,1 22, BADAN METEOROLOGI, GEOFISIKA, DAN KLIMATOLOGI 1.284,0 382,3 29, ,4 391,3 29, KOMISI PEMILIHAN UMUM 1.625,2 334,5 20, , ,7 12, MAHKAMAH KONSTITUSI 221,8 76,9 34,7 199,1 72,6 36, PUSAT PELAPORAN ANALISIS DAN TRANSAKSI KEUANGAN 73,1 17,7 24,2 79,7 20,3 25, LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 761,7 287,1 37, ,6 381,3 37, BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 637,1 222,5 34,9 760,3 252,7 33, BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 808,6 340,3 42,1 946,8 292,9 30, LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 491,9 118,0 24,0 490,2 97,4 19, BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 535,9 131,4 24,5 558,5 136,4 24, BADAN STANDARDISASI NASIONAL 74,2 33,7 45,4 98,5 25,1 25, BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 72,0 30,3 42,0 144,0 30,3 21,0 4-27

90 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I TABEL 4.4 (Lanjutan) REALISASI SEMESTER I BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, (miliar Rupiah) No. KODE BA URAIAN Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ( 9) LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 243,6 75,2 30,9 247,2 74,9 30, ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 130,3 42,9 32,9 175,4 52,7 30, BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 486,9 174,9 35,9 535,9 186,8 34, BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 1.050,5 417,5 39, ,6 462,3 37, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2.441,5 513,7 21, ,6 560,1 19, KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT 5.928,5 110,1 1, ,9 792,6 16, KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA 1.757,9 74,6 4, ,8 321,4 17, KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 634,5 120,2 18,9 703,9 142,9 20, DEWAN PERWAKILAN DAERAH 589,8 200,1 33,9 594,9 207,7 34, KOMISI YUDISIAL RI 77,4 29,7 38,3 91,6 34,6 37, BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 1.128,2 109,0 9, ,2 349,9 23, BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI 265,9 95,1 35,8 392,8 122,7 31, BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO 1.533,3 232,1 15, ,1 970,6 47, LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 183,4 72,5 39,5 204,8 29,2 14, BADAN SAR NASIONAL 992,1 256,6 25, ,1 565,0 30, KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 113,5 37,3 32,8 113,4 38,1 33, BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU 268,2 18,6 6,9 365,8 11,5 3, OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 58,8 10,1 17,3 67,8 15,7 23, BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN 197,7 25,3 12,8 274,1 35,7 13, BPKPB DAN PB BATAM 735,3 13,9 1,9 935,0 21,7 2, BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME 92,8 36,2 39,0 307,0 79,4 25, KEMENTERIAN SEKRETARIAT KABINET 197,2 49,5 25,1 204,7 59,5 29, BADAN PENGAWAS PEMILU 53,1 13,4 25, ,0 111,4 6, LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA 769,0 260,9 33,9 948,3 307,5 32, LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA 753,2 223,1 29,6 821,3 275,1 33, BPKPB DAN PB SABANG 57,9 359,6 19,3 5,4 JUMLAH , ,9 30, , ,1 26,2 Sumber: Kementerian Keuangan (run data tanggal 29 Juni 2013) Realisasi Anggaran Belanja Non Kementerian Negara/ Lembaga Dalam 2013, belanja non-k/l yang dialokasikan melalui bagian anggaran bendahara umum negara (BA BUN) ditetapkan sebesar Rp ,7 miliar. Dalam pelaksanaannya, sampai dengan semester I tahun 2013, realisasi belanja non K/L mencapai Rp ,2 miliar (44,9 persen dari pagunya). Realisasi tersebut sebagian besar (60,3 persen) disumbang oleh realisasi subsidi yang mencapai Rp ,2 miliar (44,7 persen terhadap pagu 2013), yang ditampung dalam bagian anggaran BUN belanja pengelola subsidi. Selanjutnya, realisasi sampai dengan semester I tahun 2013 untuk belanja non K/L lainnya, antara lain sebagai berikut: (1) pembayaran bunga utang, yang ditampung dalam bagian anggaran BUN Pengelola Utang Pemerintah, mencapai Rp52.805,8 miliar, atau 46,9 persen terhadap pagu 2013; (2) belanja hibah, yang ditampung dalam bagian anggaran BUN Pengelola Hibah, mencapai Rp9,7 miliar, atau 0,4 persen dari pagu 2013 sebesar Rp2.346,5 miliar; (3) realisasi melalui BA BUN Pengelola Belanja Lainnya, yang antara lain terdiri dari pembayaran iuran asuransi kesehatan untuk PNS dan belanja lain-lain, masing-masing mencapai Rp1.488,9 miliar dan Rp688,8 miliar; serta (4) realisasi melalui BA BUN Pengelola Transaksi Khusus, antara lain terdiri dari realisasi pembayaran belanja pensiun mencapai Rp43.079,2 miliar 4-28

91 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab Prognosis Belanja Pemerintah Pusat Semester II Sejalan dengan perkembangan indikator ekonomi makro dalam semester I dan perkiraan dalam semester II, serta berbagai langkah kebijakan dan administrasi anggaran yang ditetapkan dalam tahun 2013, maka realisasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,1 miliar atau 64,8 persen terhadap pagunya dalam tahun Dari jumlah tersebut, realisasi belanja K/L dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar atau 73,8 persen terhadap pagunya dalam tahun Sementara itu, perkiraan realisasi belanja non-k/l dalam semester II tahun 2013 mencapai Rp ,6 miliar atau 55,1 persen terhadap pagunya dalam tahun Selanjutnya, berdasarkan realisasi semester I dan perkiraan realisasi semester II tahun 2013 tersebut, perkiraan realisasi belanja Pemerintah Pusat sampai akhir tahun 2013 mencapai Rp ,4 miliar atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam tahun Perkiraan realisasi belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2013 tersebut terdiri atas realisasi belanja K/L sebesar Rp ,7 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam tahun 2013, dan perkiraan realisasi belanja non-k/l sebesar Rp ,7 triliun, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam tahun Penjelasan lebih lanjut mengenai perkiraan realisasi belanja Pemerintah Pusat, baik menurut jenis belanja maupun organisasi, adalah sebagai berikut Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja Perkiraan realisasi belanja Pemerintah Pusat sampai dengan akhir tahun 2013, khususnya subsidi energi dan pembayaran bunga utang, akan sangat ditentukan oleh perkembangan berbagai faktor eksternal yang masih akan bergerak dengan sangat dinamis dalam semester II tahun Faktor-faktor tersebut antara lain, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/icp), untuk subsidi energi, yang dalam semester II tahun 2013 diperkirakan akan mencapai rata-rata USD111 per barel, sehingga rata-rata ICP dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai USD108 per barel. Sementara itu, nilai tukar (kurs) untuk subsidi energi dan pembayaran bunga utang dalam semester II tahun 2013 diperkirakan berada pada kisaran Rp9.458,0 per dolar Amerika Serikat, sehingga rata-rata kurs rupiah dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan menjadi Rp9.600 per dolar Amerika Serikat. Selain itu, respon kebijakan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan yang akan ditempuh oleh Pemerintah akan sangat berpengaruh pada realisasi belanja Pemerintah Pusat lainnya dalam semester II tahun 2013 yang berpengaruh pada keseluruhan realisasi dalam tahun Berdasarkan perkembangan berbagai faktor tersebut serta dengan memperhatikan realisasi dan daya serap anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan APBN selama semester I tahun 2013, gambaran prognosis semester II dan perkiraan realisasinya dalam keseluruhan tahun 2013 disajikan dalam Tabel 4.5 dan Grafik Selanjutnya, penjelasan yang lebih lengkap tentang perkiraan realisasi semester II dan keseluruhan tahun 2013 adalah sebagai berikut. 4-29

92 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I TABEL 4.5 PERKIRAAN REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT 2013 (miliar rupiah) No. Uraian Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % Thd 1. Belanja Pegawai , ,8 45, ,8 54, ,6 100,0 2. Belanja Barang , ,6 21, ,6 78, ,3 100,0 3. Belanja Modal , ,7 17, ,8 82, ,4 100,0 4. Pembayaran Bunga Utang , ,8 46, ,1 53, ,8 100,0 5. Subsidi , ,2 44, ,8 55, ,0 100,0 6. Belanja Hibah 2.346,5 9,7 0, ,8 99, ,5 100,0 7. Bantuan Sosial , ,7 31, ,2 68, ,9 100,0 8. Belanja Lain-lain ,8 688,8 3, ,0 96, ,8 100,0 JUMLAH , ,2 35, ,1 64, ,4 100,0 Sumber: Kementerian Keuangan 400 GRAFIK 4.21 BELANJA PEMERINTAH PUSAT, TAHUN ,6 Triliun Rp ,1 348, ,0 106,9 Belanja Pegawai 161,4 206,5 158,6 192,6 45,1 34,0 Belanja Barang Belanja Modal 59,7 112,5 52,8 Bunga Utang 155,5 Subsidi 2,3 0,0 Belanja Hibah 56,5 82,5 26,0 Belanja Sosial 18,6 19,3 0,7 Belanja Lain-lain Sumber: Kementerian Keuangan Belanja Pegawai Semester I Prognosis Semester II Dalam semester II tahun 2013, berdasarkan perkiraan pelaksanaan kebijakan kepegawaian, realisasi belanja pegawai diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, atau 54,1 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam tahun 2013 sebesar Rp ,6 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembayaran gaji dan tunjangan sebesar Rp63.693,1 miliar, honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain sebesar Rp27.948,0 miliar, serta kontribusi sosial sebesar Rp34.431,7 miliar. Bila dibandingkan dengan tingkat penyerapan dalam semester II tahun 2012 yang mencapai 44,2 persen dari pagunya dalam tahun 2012, maka kinerja penyerapan anggaran belanja pegawai dalam semester II tahun 2013 tersebut menunjukkan tingkat penyerapan yang lebih tinggi dari penyerapan tahun sebelumnya. Dengan demikian, realisasi belanja pegawai untuk keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar. 4-30

93 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab Belanja Barang Dengan adanya perubahan berbagai faktor penentu belanja barang dalam semester II tahun 2013 serta pola penyerapan tahunannya, belanja barang dalam semester II tahun 2013 diperkirakan terealisir Rp ,6 miliar atau 78,2 persen dari pagu anggarannya sebesar Rp ,3 miliar dalam tahun Perkiraan penyerapan belanja barang dalam semester II tahun 2013 tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh progress-report pelaksanaan proyek-proyek fisik, pengadaan barang dan jasa pemerintah yang baru efektif pada triwulan II tahun 2013, serta efektifitas kebijakan pemotongan belanja K/L yang dilakukan oleh Pemerintah. Jika dibandingkan dengan penyerapan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 61,2 persen dari pagu anggarannya dalam tahun 2012, perkiraan realisasi anggaran belanja barang dalam Semester II tahun 2013 tersebut menunjukkan peningkatan karena berbagai penyempurnaan mekanisme pelaksanaan anggaran. Selanjutnya, berdasarkan realisasi semester I dan perkiraan semester II tahun anggaran 2013, secara keseluruhan realisasi belanja barang diperkirakan mencapai 100,0 persen atau sebesar Rp ,3 miliar dari pagunya dalam tahun Perkiraan realisasi anggaran belanja barang hingga akhir tahun 2013 tersebut lebih tingggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja barang pada akhir tahun 2012 yang mencapai 87,0 persen dari pagunya dalam tahun Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja barang dalam tahun 2013 tersebut antara lain berkaitan dengan: (1) intensitas TEPPA yang memantau dan memberikan advokasi bagi K/L dalam mempercepat pelaksanaan anggaran; (2) penyempurnaan mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan (3) pembahasan dan persetujuan oleh DPR atas program/kegiatan K/L yang sesuai jadwal. Dalam rangka mendorong penyerapan belanja barang, pemerintah telah melakukan upayaupaya strategis antara lain: (1) penyempurnaan mekanisme pengadaan barang dan jasa; (2) penyempurnaan mekanisme pelaksanaan anggaran; (3) penyederhanaan prosedur revisi anggaran; (4) percepatan penagihan kegiatan proyek oleh pihak kontraktor; (5) penyederhanaan format DIPA untuk meningkatkan fleksibilitas bagi K/L dalam pelaksanaan anggaran; serta (6) integrasi database RKA-KL dan DIPA sehingga mempercepat penerbitan DIPA Belanja Modal Realisasi anggaran belanja modal dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau 82,3 persen dari pagunya dalam tahun Sebagai perbandingan dengan penyerapan pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi belanja modal mencapai sebesar Rp ,9 miliar atau 82,4 persen. Realisasi tersebut menunjukkan peningkatan. Dengan demikian, realisasi anggaran belanja modal secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,5 miliar atau 100,0 persen dari pagunya terhadap tahun Untuk itu, Pemerintah mengupayakan beberapa langkah strategis untuk mempercepat penyerapan anggaran yang akan ditempuh dalam sisa waktu hingga akhir tahun 2013, antara lain: (1) pemantauan dan pemberian advokasi bagi K/L dalam mempercepat pelaksanaan anggaran melalui TEPPA; dan (2) penyempurnaan mekanisme pencairan anggaran. 4-31

94 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Pembayaran Bunga Utang Prognosis pembayaran bunga utang dalam semester II tahun 2013, baik pembayaran bunga utang dalam negeri maupun bunga utang luar negeri dipengaruhi oleh dinamika perkembangan kondisi pasar keuangan yang ditunjukkan dengan indikator makro ekonomi, seperti perkiraan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Dengan melihat perkembangan indikator ekonomi makro tersebut, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi, serta jadwal jatuh tempo pembayaran bunga utang pada enam bulan berikutnya, maka beban pembayaran bunga utang pada semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp59.712,1 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang semester I tahun 2013 yang sebesar Rp52.805,8 miliar, dan perkiraan realisasi semester II tersebut, maka realisasi pembayaran bunga utang secara keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau 100,0 persen dari pagu alokasi anggaran yang disediakan dalam tahun Adapun pembayaran bunga utang dalam negeri pada semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp50.708,7 miliar atau 52,4 persen dari pagunya dalam tahun Perkiraan realisasi tersebut telah memperhitungkan asumsi tingkat bunga SPN-3 bulan, pergerakan yield SBN, dan jumlah rencana penerbitan SBN serta penarikan pinjaman dalam negeri pada semester II tahun Dengan memperhatikan beban pembayaran bunga utang dalam negeri semester I tahun 2013, dan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri semester II tahun 2013, maka perkiraan beban pembayaran bunga utang dalam negeri secara keseluruhan pada tahun 2013 mencapai Rp96.758,4 miliar, yang berarti 100 persen dari pagu dalam tahun Pembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun 2013 telah mempertimbangkan reklasifikasi pencatatan akun pembayaran bunga utang yang berasal dari instrumen SBN valas sebagaimana rekomendasi Badan pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN Bagian Anggaran Pengelolaan Utang). Reklasifikasi dilakukan agar pencatatan belanja pembayaran bunga utang sejalan dengan pencatatan SBN valas dari sisi penerimaan pembiayaan yang dikelompokkan dalam akun penerimaan pembiayaan dalam negeri. Selanjutnya, beban pembayaran bunga utang luar negeri pada semester II 2013 diperkirakan mencapai Rp9.003,4 miliar atau 57,1 persen dari pagu dalam tahun Perkiraan realisasi tersebut telah memperhitungkan proyeksi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang cenderung melemah, jumlah rencana penerbitan SBN, dan penarikan pinjaman luar negeri pada Juni Desember tahun Dengan memperhatikan beban pembayaran bunga utang luar negeri semester I tahun 2013 dan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri pada semester II tahun 2013, maka beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp15.759,4 miliar atau 100,0 persen dari pagu alokasi pembayaran bunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam tahun Perkiraan realisasi dan prognosis pembayaran bunga utang tahun 2013 dapat dilihat dalam Tabel

95 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 TABEL 4.6 PERKIRAAN REALISASI PEMBAYARAN BUNGA UTANG TAHUN 2013 (miliar Rupiah) Uraian Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % thd I. Utang Dalam Negeri , ,8 47, ,7 52, ,4 100,0 II. Utang Luar Negeri , ,0 42, ,4 57, ,4 100,0 Jumlah , ,8 46, ,1 53, ,8 100,0 Sumber: Kementerian Keuangan Subsidi Dengan memperhatikan perkembangan berbagai asumsi dasar ekonomi makro seperti ICP dan kurs, prognosis belanja subsidi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, atau 55,3 persen dari pagunya dalam Berdasarkan perkiraan realisasi semester II tersebut dan memperhatikan realisasi belanja subsidi pada semester I tahun 2013, maka realisasi belanja subsidi dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar, atau 100,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Pencapaian tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 141,4 persen dari pagu Secara keseluruhan, perkembangan belanja subsidi tahun 2013 disajikan dalam Tabel 4.7. TABEL 4.7 PERKIRAAN REALISASI BELANJA SUBSIDI 2013 (Miliar Rupiah) URAIAN Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % thd A. ENERGI , ,5 46, ,2 53, ,7 100,0 1. Subsidi BBM, LPG Tabung 3 Kg dan LGV , ,7 49, ,3 50, ,0 100,0 2. Subsidi Listrik , ,8 42, ,9 57, ,7 100,0 - B. NON ENERGI , ,7 30, ,6 69, ,3 100,0 1. Subsidi Pangan , ,7 44, ,7 55, ,4 100,0 2. Subsidi Pupuk , ,6 28, ,0 71, ,7 100,0 3. Subsidi Benih 1.454, ,2 100, ,2 100,0 4. Public Service Obligation 1.521,1 29,5 1, ,5 98, ,1 100,0 a. PT KAI 704, ,8 100,0 704,8 100,0 b. PT Pelni 726, ,5 100,0 726,5 100,0 c. LKBN Antara 89,8 29,5 32,9 60,2 67,1 89,8 100,0 5. Subsidi Bunga Kredit Program 1.248,5 18,8 1, ,7 98, ,5 100,0 6. Subsidi Pajak 4.635, ,5 100, ,5 100,0 - JUMLAH , ,2 44, ,8 55, ,0 100,0 Sumber: Kementerian Keuangan Subsidi Energi Realisasi anggaran belanja subsidi energi dalam semester II tahun anggaran 2013 diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar. Berdasarkan perkembangan tersebut, dan memperhatikan 4-33

96 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I realisasi dalam semester I, maka realisasi subsidi energi secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar, atau berarti 100,0 persen dari pagunya dalam Jumlah tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan penyerapannya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 151,5 persen dari pagunya dalam Realisasi subsidi BBM, LPG Tabung 3 kg dan LGV dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar. Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan realisasi subsidi tersebut dalam semester I, maka realisasi belanja subsidi tersebut dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar atau 100,0 persen dari pagunya dalam Penyerapan anggaran subsidi tersebut diperkirakan lebih rendah apabila dibandingkan dengan penyerapan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 154,2 persen dari pagu anggarannya dalam Sementara itu, beban belanja subsidi listrik dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp57.469,9 miliar. Dengan perkembangan ini, dan memperhitungkan realisasi belanja subsidi listrik dalam semester I, maka realisasi belanja subsidi listrik dalam keseluruhan tahun anggaran 2013 diperkirakan mencapai Rp99.979,7 miliar, atau 100,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam Penyerapan anggaran subsidi listrik tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan penyerapan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 145,6 persen dari pagu anggarannya dalam Subsidi Non-Energi Realisasi anggaran belanja subsidi non-energi dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp33.438,6 miliar. Berdasarkan perkembangan tersebut, dan memperhatikan realisasi dalam semester I, maka realisasi subsidi non-energi secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp48.289,3 miliar, atau berarti 100,0 persen dari pagunya dalam Pencapaian tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 93,5 persen dari pagu anggarannya dalam Realisasi subsidi pangan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp11.872,7 miliar. Berdasarkan proyeksi tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi pangan dalam semester I, maka realisasi subsidi pangan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp21.497,4 miliar (100,0 persen dari pagu 2013). Sejalan dengan itu, realisasi subsidi pupuk dalam semester II tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp12.755,0 miliar. Berdasarkan proyeksi tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi pupuk dalam semester I, maka realisasi subsidi pupuk dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp17.932,7 miliar (100,0 persen dari pagu 2013). Sementara itu, realisasi subsidi/bantuan PSO dalam semester II tahun anggaran 2013 diperkirakan mencapai Rp1.491,5 miliar. Berdasarkan proyeksi tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi/bantuan PSO dalam semester I, maka realisasi subsidi/bantuan PSO dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp1.521,1 miliar (100,0 persen dari pagu 2013). Realisasi subsidi bunga kredit program dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp1.229,7 miliar. Berdasarkan proyeksi tersebut, dan memperhatikan realisasi dalam semester I, maka realisasi subsidi bunga kredit program dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp1.248,5 miliar (100,0 persen dari pagu 2013). 4-34

97 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Selanjutnya, realisasi subsidi benih dalam semester II tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp1.454,2 miliar, dan memperhatikan realisasi semester I yang masih nihil maka secara keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp1.454,2 miliar (100,0 persen dari pagu 2013). Selanjutnya, realisasi subsidi pajak dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp4.635,5 miliar, dan memperhatikan realisasi semester I yang masih nihil maka secara keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai R4.635,5 miliar (100,0 persen dari pagu 2013) Belanja Hibah Dalam semester II tahun 2013 realisasi belanja hibah diperkirakan mencapai Rp2.346,5 miliar, yang terdiri dari: (1) Mass Rapid Transit (MRT) sebesar Rp1.820,5 miliar; (2) Hibah Air Minum sebesar Rp303,7 miliar; (3) Hibah Air Limbah sebesar Rp15,2 miliar; (4) Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase II (WISMP-2) sebesar Rp166,9 miliar; (5) Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp17,7 miliar; dan (6) Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp22,5 miliar. Berdasarkan realisasi pada semester I dan prognosis semester II tahun 2013, maka secara keseluruhan perkiraan realisasi belanja hibah pada tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp2.346,5 miliar (100 persen terhadap 2013) Bantuan Sosial Dalam tahun 2013, realisasi bantuan sosial dalam semester II diperkirakan mencapai Rp56.456,2 miliar, atau 68,4 persen dari pagunya dalam tahun 2013 sebesar Rp82.487,9 miliar. Perkiraan realisasi bantuan sosial tersebut terdiri atas: (1) belanja bantuan sosial untuk rehabilitasi sosial; (2) belanja bantuan sosial untuk jaminan sosial; (3) belanja bantuan sosial untuk pemberdayaan sosial; (4) belanja bantuan sosial untuk perlindungan sosial; (5) belanja bantuan sosial untuk penanggulangan kemiskinan; dan (6) belanja bantuan sosial untuk penanggulangan bencana. Perkiraan realisasi bantuan sosial tersebut telah meperhitungkan pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan Program Khusus dalam semester II tahun 2013 yang telah ditetapkan dalam tahun 2013 sebagai program kompensasi kebijakan pengendalian subsidi BBM. Pelaksanaan program tersebut, diantaranya melalui kenaikan unit cost PKH, BSM dan Beasiswa Bidik Misi, serta pemberian BLSM yang merupakan program baru di tahun Selanjutnya, berdasarkan realisasi semester I dan perkiraan realisasi semester II tahun 2013, maka realisasi bantuan sosial dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp82.487,9 miliar atau sebesar 100,0 persen dari pagunya dalam tahun Perkiraan realisasi bantuan sosial tersebut menunjukkan adanya peningkatan kinerja penyerapan apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 87,9 persen Belanja Lain-lain Dengan memperhatikan realisasi pada semester I tahun 2013 dan perkiraan kebutuhan anggaran pada semester II tahun 2013, maka realisasi belanja lain-lain pada semester II tahun

98 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I diperkirakan mencapai Rp18.582,0 miliar, atau menyerap sekitar 96,4 persen dari pagunya dalam tahun Selanjutnya, dengan mempertimbangkan realisasi anggaran pada semester I tahun 2013, dan perkiraan realisasi anggaran pada semester II tahun 2013, maka realisasi belanja lain-lain secara keseluruhan pada tahun 2013 diperkirakan mencapai sebesar Rp19.270,8 miliar (100,0 persen terhadap tahun 2013), atau lebih tinggi sekitar 373,1 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2012 yang mencapai Rp4.073,1 miliar (5,9 persen) terhadap tahun 2012 sebesar Rp68.535,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja lain-lain tahun 2013 tersebut disebabkan antara lain karena pada tahun 2013 terdapat alokasi anggaran untuk bantuan operasional layanan Pos universal (realokasi dari subsidi/pso PT Pos) dan kegiatan-kegiatan prioritas yang diperkirakan akan terealisasi pada semester II tahun 2013, seperti program penelitian teknologi unggulan, program percepatan pembangunan Madura, program percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B), pembangunan shelter penanganan bencana, program percepatan pembangunan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta program pengembangan peternakan (Ranch - Sapi, NTT, dan Papua Barat) Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Memperhatikan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I dan berbagai faktor yang mempengaruhi volume dan daya serap anggaran, realisasi anggaran belanja K/L dalam semester II diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar, atau menyerap 73,8 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp ,7 miliar. Dengan demikian, dalam keseluruhan Tahun Anggaran 2013, realisasi anggaran belanja K/L diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar, atau 100,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Prognosis kinerja penyerapan anggaran dalam semester II tahun 2013 tersebut memperhitungkan upaya-upaya pemerintah dalam mempercepat penyerapan anggaran belanja seperti: (1) peningkatan koordinasi guna memastikan terbitnya Naskah Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (NPPHLN) serta nomor registernya; (2) percepatan proses tender; (3) penyelesaian syarat-syarat administrasi dan data dukung terhadap anggaran yang masih diblokir; (4) percepatan penyelesaian DIPA 2013; dan (5) memperhatikan disbursement plan K/L. Sebagai ilustrasi dari perkembangan realisasi belanja K/L, dalam Grafik 4.22 disajikan perkembangan realisasi belanja K/L dalam periode dan perkiraan realisasinya dalam tahun Rp Triliun 700,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 - GRAFIK 4.22 BELANJA K/L, Realisasi Semester I Realisasi Semester II % Total Real. thd % Real. S I thd % Real. S II thd Persen 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0-4-36

99 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab Perkiraan Realisasi 10 K/L dengan Alokasi Anggaran Terbesar Perkiraan realisasi belanja K/L dalam tahun 2013 untuk 10 (sepuluh) K/L dengan alokasi anggaran terbesar yang terdiri dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kepolisian Negara RI, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pertanian disajikan sebagai berikut. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp55.418,9 miliar atau 66,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pertahanan; (2) program pengembangan teknologi dan industri pertahanan; (3) program penggunaan kekuatan pertahanan integratif; (4) program modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista)/ non-alutsista/sarana dan prasarana (sarpras) integratif; dan (5) program dukungan kesiapan matra darat. Pada program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pertahanan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengadaan barang dan jasa militer; (2) pengadaan jasa konstruksi pertahanan; dan (3) pembangunan sarana dan prasarana pertahanan di wilayah perbatasan. Pada program pengembangan teknologi dan industri pertahanan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan produksi alutsista industri dalam negeri dan pengembangan piranti lunak industri pertahanan. Pada program penggunaan kekuatan pertahanan integratif, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) operasi militer untuk perang; (2) operasi militer selain perang; dan (3) operasi intelijen strategis. Sementara itu, program modernisasi alutsista/non-alutsista/sarpras integratif, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengadaan alutsista strategis integratif; (2) pembangunan sarana dan prasarana pendukung; dan (3) pengadaan non-alat utama (alut). Pada program dukungan kesiapan matra darat, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penyelenggaraan intelijen dan pengamanan matra darat; (2) pemeliharaan/perawatan senjata dan munisi/alat dan peralatan; dan (3) penyelenggaraan pembinaan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp28.109,2 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp83.528,0 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagu Dengan demikian kinerja Kementerian Pertahanan dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 84,1 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp62.946,6 miliar atau 75,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam 4-37

100 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program penyelenggaraan jalan; (2) program pengelolaan sumber daya air; (3) program pengembangan infrastruktur pemukiman; (4) program penyelenggaraan penataan ruang; dan (5) program penelitian dan pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. Pada program penyelenggaraan jalan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional; (2) pengaturan dan pembinaan teknik preservasi, peningkatan kapasitas jalan; (3) pembinaan pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional dan fasilitasi jalan daerah; (4) pengaturan, pembinaan, perencanaan, pemrograman dan pembiayaan penyelenggaraan jalan; dan (5) pengaturan, pengusahaan, pengawasan jalan tol. Pada program pengelolaan sumber daya air, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengendalian banjir, lahar gunung berapi dan pengamanan pantai; (2) pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya; (3) pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ serta bangunan penampung air lainnya; dan (4) penyediaan dan pengelolaan air baku. Pada program pengembangan infrastruktur pemukiman, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengaturan pembinaan pengawasan dan pelaksanaan pengembangan permukiman; (2) pengaturan pembinaan pengawasan dan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan pengelolaan gedung dan rumah negara; (3) pengaturan pembinaan pengawasan dan pelaksanaan pengembangan sanitasi dan persampahan; dan (4) pengaturan pembinaan pengawasan dan pelaksanaan pengembangan sistem penyediaan air minum. Sementara itu, program penyelenggaraan penataan ruang, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan pelaksanaan penataan ruang daerah II; (2) pembinaan pelaksanaan penataan ruang daerah I; (3) pelaksanaan penataan ruang nasional; dan (4) pelaksanaan pengembangan perkotaan. Pada program penelitian dan pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penelitian dan pengembangan subbidang sumber daya air; (2) penelitian dan pengembangan subbidang jalan dan jembatan; (3) penelitian dan pengembangan subbidang permukiman; dan (4) penelitian dan pengembangan bidang sosial ekonomi dan lingkungan. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp20.382,0 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp83.328,6 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam Dengan demikian kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 90,7 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp65.442,0 miliar atau 82,1 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 4-38

101 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 program-program, antara lain: (1) program pendidikan tinggi; (2) program pendidikan dasar; (3) program pendidikan menengah; (4) program pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan dan penjamin mutu pendidikan; (5) program pendidikan anak usia dini, non formal dan informal; dan (6) program pelestarian budaya. Pada program pendidikan tinggi, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) layanan tridharma di perguruan tinggi; (2) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Ditjen Pendidikan Tinggi; (3) penyediaan layanan pembelajaran dan kompetensi mahasiswa; (4) penyediaan dosen dan tenaga kependidikan bermutu; (4) pengembangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; dan (5) peningkatan mutu prodi profesi kesehatan dan mutu pendidikan kesehatan. Pada program pendidikan dasar, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan akses dan mutu pendidikan khusus (PK) dan pendidikan layanan khusus (PLK) sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah pertama luar biasa (SDLB/SMPLB); (2) penjaminan kepastian layanan pendidikan sekolah menegah pertama (SMP); (3) penjaminan kepastian layanan pendidikan sekolah dasar (SD); (4) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Ditjen Pendidikan Dasar; dan (5) penyediaan dan peningkatan kesejahteraan pendidik dan tendik yang kompeten untuk jenjang pendidikan dasar. Pada program pendidikan menengah, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penyediaan dan peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah atas (SMA); (2) penyediaan dan peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK); (3) peningkatan akses dan mutu PK dan PLK sekolah menengah luar biasa (SMLB); dan (4) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program pendidikan menengah; dan (5) penyediaan dan peningkatan kesejahteraan pendidik dan tenaga pendidik yang kompeten untuk jenjang pendidikan menengah. Sementara itu, program penelitian dan pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan dan penjamin mutu pendidikan alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan layanan tenaga kependidikan; (2) pembinaan penjaminan mutu pendidikan; (3) peningkatan layanan pendidik untuk jenjang paud, dikdas, dikmen, dan dikti; (4) pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan; dan (5) peningkatan penjaminan mutu pendidikan. Pada program pendidikan anak usia dini, non formal dan informal, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penyediaan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan non formal; (2) penyediaan layanan PAUD; (3) penyediaan layanan kursus dan pelatihan; (4) penyediaan layanan pendidikan masyarakat; dan (5) layanan pengkajian, pengembangan dan pengendalian mutu PAUD non informal. Pada program pelestarian budaya, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelestarian dan pengelolaan peninggalan purbakala; (2) pembinaan kesenian dan perfilman; (3) pelestarian cagar budaya dan permuseuman; (4) pengelolaan permuseuman; dan (5) pengembangan sejarah dan nilai budaya. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp14.265,7 miliar, maka secara keseluruhan realisasi 4-39

102 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai dengan akhir tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp79.707,7 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagu Dengan demikian kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 87,6 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp30.641,0 miliar atau 65,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Polri; (3) program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; (4) program penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi; dan (5) program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Pada program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) dukungan pelayanan internal perkantoran Polri; (2) pelayanan kesehatan Polri; (3) perencanaan dan penganggaran kewilayahan; dan (4) penyelenggaraan teknologi informasi. Pada program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Polri, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengembangan peralatan Polri; (2) dukungan manajemen dan teknik sarpras; (3) pengembangan sarana dan prasarana kewilayahan; dan (4) pengkajian dan strategi sarpras. Pada program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan pelayanan keamanan dan keselamatan masyarakat di bidang lantas; (2) dukungan manajemen dan teknis pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; (3) pembinaan pemeliharaan keamanan dan ketertiban kewilayahan; (4) penyelenggaraan kepolisian perairan; dan (5) penyelenggaraan kepolisian udara. Sementara itu, pada program penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penanggulangan keamanan dalam negeri kewilayahan; (2) dukungan teknis manajemen penanggulangan keamanan dalam negeri; dan (3) penanggulangan keamanan dalam negeri. Pada program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kewilayahan; (2) dukungan manajemen dan teknis penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; (3) penyelenggaraan identifikasi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; dan (4) penindakan tindak pidana terorisme. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp16.468,4 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp47.109,4 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam Dengan demikian kinerja Kepolisian Negara RI dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 94,3 persen dari pagu

103 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp33.141,4 miliar atau 73,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program pendidikan Islam; (2) program bimbingan masyarakat Islam; (3) program bimbingan masyarakat Kristen; (4) program bimbingan masyarakat Katolik; (5) program bimbingan masyarakat Hindu; dan (6) program bimbingan masyarakat Buddha. Pada program pendidikan Islam, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan akses mutu kesejahteraan dan subsidi pendidikan agama Islam; (2) peningkatan akses mutu kesejahteraan dan subsidi pendidikan keagamaan Islam; (3) peningkatan akses mutu kesejahteraan dan subsidi audatul athfal/ bustanul athfal (RA/BA) dan madrasah; (4) peningkatan akses mutu kesejahteraan dan subsidi pendidikan tinggi Islam; dan (5) dukungan manajemen pendidikan dan pelayanan tugas teknis lainnya pendidikan Islam. Pada program bimbingan masyarakat Islam, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan wakaf; (2) pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan zakat; (3) pengelolaan dan pembinaan penerangan agama Islam; (4) pengelolaan urusan agama islam dan pembinaan syariah; dan (5) dukungan manajemen pendidikan dan pelayanan tugas teknis lainnya pendidikan islam. Pada program bimbingan masyarakat Kristen, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan pembinaan pendidikan agama Kristen; (2) pengelolaan dan pembinaan urusan agama Kristen; (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya bimas Kristen; (4) penyelenggaraan administrasi perkantoran pendidikan bimas kristen; dan (5) peningkatan akses, mutu, kesejahteraan dan subsidi pendidikan tinggi agama kristen. Sementara itu, program bimbingan masyarakat Katolik, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan pembinaan pendidikan agama Katolik; (2) pengelolaan dan pembinaan urusan agama Katolik; (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya bimas Katolik; dan (4) penyelenggaraan administrasi perkantoran pendidikan bimas Katolik. Pada program bimbingan masyarakat Hindu, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan pembinaan pendidikan agama Hindu; (2) pengelolaan dan pembinaan urusan agama Hindu; (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya bimas Hindu; (4) penyelenggaraan administrasi perkantoran pendidikan bimas Hindu; dan (5) peningkatan akses, mutu, kesejahteraan dan subsidi pendidikan tinggi agama Hindu. Pada program bimbingan masyarakat Buddha, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan pembinaan pendidikan agama Buddha; (2) pengelolaan dan pembinaan urusan agama Buddha; (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya bimas Buddha; (4) penyelenggaraan administrasi perkantoran pendidikan bimas Buddha; dan (5) peningkatan akses, mutu, kesejahteraan dan subsidi pendidikan tinggi agama Buddha. 4-41

104 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp12.278,2 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp45.419,6 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam Dengan demikian kinerja Kementerian Agama dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 93,7 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp25.259,8 miliar atau 69,0 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program pembinaan upaya kesehatan; (2) program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; (3) program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak; (4) program kefarmasian dan alat kesehatan; dan (5) program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Pada program pembinaan upaya kesehatan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan; (2) pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin (Jamkesmas); dan (3) pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin (Jamkesmas); dan (4) pelayanan kesehatan bagi ibu bersalin (Jampersal). Pada program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; (2) pembinaan dan pengelolaan pendidikan tinggi; dan (3) pendidikan tinggi dan peningkatan mutu SDM kesehatan. Pada program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) bantuan operasional kesehatan; (2) pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi; serta (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program bina gizi & kesehatan ibu dan anak. Sementara itu, program kefarmasian dan alat kesehatan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; (2) peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian; dan (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan. Pada program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan surveilans imunisasi karantina dan kesehatan matra; (2) penyehatan lingkungan; dan (3) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp11.332,3 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp36.592,2 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam Dengan demikian kinerja Kementerian Kesehatan dalam 4-42

105 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapan yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 98,0 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp29.061,8 miliar atau 82,4 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut; (2) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian; (3) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara; (4) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat; dan (5) program pengembangan sumber daya manusia perhubungan. Pada program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang kenavigasian; (2) pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang lalu lintas dan angkutan laut; dan (3) pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang pelabuhan dan pengerukan. Pada program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api; (2) pembangunan dan pengelolaan bidang sarana perkeretaapian; dan (3) pembangunan dan pengelolaan bidang lalu lintas dan angkutan kereta api. Sementara itu, pada program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana bandar udara; (2) pembangunan rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana navigasi penerbangan; dan (3) dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Pada program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan sarana dan prasarana transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP) dan pengelolaan prasarana lalulintas sungai, danau, dan penyeberangan (SDP); (2) pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas lalu lintas angkutan jalan; serta (3) dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Pada program pengembangan sumber daya manusia perhubungan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pendidikan perhubungan darat; (2) pendidikan perhubungan laut; dan (3) pendidikan perhubungan udara. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp6.207,6 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp35.269,3 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagunya dalam Dengan demikian kinerja Kementerian Perhubungan dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2011 sebesar 78,9 persen dari pagu

106 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp11.886,7 miliar atau 64,7 persen dari pagu Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak; (2) program pengawasan pelayanan dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai; (3) program pengelolaan perbendaharaan negara; (4) program pengelolaan kekayaan negara penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang; dan (5) program pengelolaan anggaran negara. Pada program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelaksanaan reformasi proses bisnis; (2) pembinaan penyelenggaraan perpajakan dan penyelesaian keberatan di bidang perpajakan di daerah; dan (3) pelaksanaan administrasi perpajakan di daerah. Pada program pengawasan pelayanan dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelaksanaan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran peraturan perundangan, intelijen dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai; (2) peningkatan pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai di daerah; dan (3) perumusan kebijakan dan bimbingan teknis bidang cukai. Sementara itu, program pengelolaan perbendaharaan negara, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penyelenggaraan kuasa bendahara umum negara; (2) pembinaan pelaksanaan perbendaharaan di wilayah; dan (3) pengembangan sistem perbendaharaan. Pada program pengelolaan kekayaan negara penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan kekayaan negara dan sistem informasi; (2) pengelolaan kekayaan negara penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang di wilayah kerja kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan (3) pengelolaan kekayaan negara penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang di wilayah kerja Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Pada program pengelolaan anggaran negara, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan anggaran belanja pemerintah pusat; (2) penyusunan dan penyampaian laporan keuangan belanja subsidi dan belanja lain-lain; dan (3) pengelolaan PNBP dan subsidi. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp6.494,8 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp18.381,5 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagu Dengan demikian kinerja Kementerian Keuangan dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 92,9 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp14.995,0 miliar atau 86,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian ESDM 4-44

107 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program pengelolaan ketenagalistrikan; (2) program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi; (3) program pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi; (4) program penelitian, mitigasi dan pelayanan geologi; dan (5) program penelitian dan pengembangan Kementerian ESDM. Pada program pengelolaan ketenagalistrikan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan, pengaturan dan pengawasan usaha penyediaan tenaga listrik dan pengembangan usaha penyediaan tenaga listrik; (2) penyusunan kebijakan dan program serta evaluasi pelaksanaan kebijakan ketenagalistrikan; dan (3) pembinaan keselamatan dan lindungan lingkungan ketenagalistrikan serta usaha jasa penunjang tenaga listrik. Pada program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan dan penyelenggaraan usaha hilir minyak dan gas bumi; (2) pembinaan dan penyelenggaraan usaha hulu minyak dan gas bumi; dan (3) pembinaan lindungan lingkungan, keselamatan operasi dan usaha penunjang bidang migas. Pada program pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan, pengawasan dan pengusahaan bioenergi; (2) pembinaan, pengawasan dan pengusahaan aneka energi baru terbarukan; dan (3) perencanaan energi, penerapan konservasi energi dan teknologi energi bersih. Sementara itu, program penelitian, mitigasi dan pelayanan geologi, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penelitian dan pelayanan geologi lingkungan dan air tanah; (2) penyelidikan dan pelayanan sumber daya geologi; dan (3) survei dan pelayanan geologi. Pada program penelitian dan pengembangan Kementerian ESDM, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) penelitian dan pengembangan teknologi ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan, dan konservasi energi; (2) penelitian dan pengembangan teknologi mineral dan batubara; dan (3) penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian ESDM dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp2.376,6 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian ESDM dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp17.371,5 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagu dalam Dengan demikian kinerja Kementerian ESDM dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 60,7 persen dari pagu Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp10.418,3 miliar atau 63,6 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam semester II tahun 2013 tersebut akan digunakan untuk melaksanakan program-program, antara lain: (1) program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian; (2) program peningkatan produksi produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai 4-45

108 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I swasembada dan swasembada berkelanjutan; (3) program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman sehat utuh dan halal; (4) program penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing; dan (5) program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Pada program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan air irigasi untuk pertanian; (2) perluasan areal dan pengelolaan lahan pertanian; dan (3) pelayanan pembiayaan pertanian dan pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP). Pada program peningkatan produksi produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengelolaan produksi tanaman serealia; (2) pengelolaan sistem penyediaan benih tanaman pangan; dan (3) pengelolaan produksi tanaman aneka kacang dan umbi. Pada program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman sehat utuh dan halal, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal; (2) pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis; dan (3) peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Sementara itu, program penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian; (2) penelitian dan pengembangan peternakan; dan (3) penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Pada program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar; (2) peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim; dan (3) peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp5.961,8 miliar, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam keseluruhan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp16.380,1 miliar, atau 100,0 persen terhadap pagu dalam Dengan demikian kinerja Kementerian Pertanian dalam tahun 2013 tersebut diperkirakan lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi penyerapannya yang dicapai dalam tahun 2012 sebesar 106,7 persen dari pagu Perkiraan realisasi anggaran terkait belanja K/L tahun 2013 secara keseluruhan dapat diikuti pada Tabel

109 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I Bab 4 TABEL 4.8 PERKIRAAN REALISASI BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2013 (miliar rupiah) No. KODE BA URAIAN Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % thd MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 730,9 268,7 36,8 462,1 63,2 730,9 100, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 2.898,6 894,6 30, ,0 69, ,6 100, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2.828,7 825,4 29, ,3 70, ,7 100, MAHKAMAH AGUNG 7.254, ,4 39, ,2 60, ,6 100, KEJAKSAAN AGUNG 4.347, ,8 34, ,4 65, ,2 100, KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA 2.439,9 523,4 21, ,5 78, ,9 100, KEMENTERIAN DALAM NEGERI , ,7 28, ,4 72, ,1 100, KEMENTERIAN LUAR NEGERI 5.680, ,0 30, ,1 69, ,1 100, KEMENTERIAN PERTAHANAN , ,2 33, ,9 66, ,0 100, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM 7.772, ,3 32, ,1 67, ,4 100, KEMENTERIAN KEUANGAN , ,8 35, ,7 64, ,5 100, KEMENTERIAN PERTANIAN , ,8 36, ,3 63, ,1 100, KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 3.087,8 680,0 22, ,9 78, ,8 100, KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL , ,6 13, ,0 86, ,5 100, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN , ,6 17, ,8 82, ,3 100, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN , ,7 17, ,0 82, ,7 100, KEMENTERIAN KESEHATAN , ,3 31, ,8 69, ,2 100, KEMENTERIAN AGAMA , ,2 27, ,4 73, ,6 100, KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 4.956, ,2 24, ,5 75, ,7 100, KEMENTERIAN SOSIAL , ,3 11, ,9 88, ,1 100, KEMENTERIAN KEHUTANAN 6.357, ,4 23, ,1 76, ,5 100, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 6.976, ,5 21, ,0 78, ,5 100, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM , ,0 24, ,6 75, ,6 100, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN 518,2 125,6 24,2 392,6 75,8 518,2 100, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 281,1 60,3 21,5 220,8 78,5 281,1 100, KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 299,3 66,7 22,3 232,7 77,7 299,3 100, KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF 1.933,1 297,2 15, ,9 84, ,1 100, KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 134,6 30,7 22,8 103,9 77,2 134,6 100, KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 628,1 181,9 29,0 446,2 71,0 628,1 100, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 951,5 222,8 23,4 728,7 76,6 951,5 100, KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 1.740,0 591,5 34, ,5 66, ,0 100, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 234,7 47,2 20,1 187,6 79,9 234,7 100, KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI 201,3 42,7 21,2 158,6 78,8 201,3 100, BADAN INTELIJEN NEGARA 1.511,8 450,7 29, ,0 70, ,8 100, LEMBAGA SANDI NEGARA 1.685,1 67,7 4, ,3 96, ,1 100, DEWAN KETAHANAN NASIONAL 36,5 14,8 40,7 21,6 59,3 36,5 100, BADAN PUSAT STATISTIK 4.255, ,2 47, ,7 52, ,9 100, KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 1.043,3 246,0 23,6 797,3 76, ,3 100, BADAN PERTANAHAN NASIONAL 4.430, ,5 29, ,6 70, ,2 100, PERPUSTAKAAN NASIONAL 479,2 68,8 14,4 410,3 85,6 479,2 100, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 3.739,5 580,2 15, ,4 84, ,5 100, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA , ,4 35, ,0 65, ,4 100, BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.164,5 270,7 23,2 893,8 76, ,5 100, LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 245,2 42,9 17,5 202,3 82,5 245,2 100, BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 705,8 213,0 30,2 492,7 69,8 705,8 100, BADAN NARKOTIKA NASIONAL 1.068,5 243,0 22,7 825,5 77, ,5 100, KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 2.509,8 269,1 10, ,7 89, ,8 100, BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2.551,9 802,9 31, ,9 68, ,9 100, KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 72,6 16,1 22,1 56,5 77,9 72,6 100, BADAN METEOROLOGI, GEOFISIKA, DAN KLIMATOLOGI 1.312,4 391,3 29,8 921,1 70, ,4 100, KOMISI PEMILIHAN UMUM 8.492, ,7 12, ,3 87, ,0 100, MAHKAMAH KONSTITUSI 199,1 72,6 36,5 126,5 63,5 199,1 100, PUSAT PELAPORAN ANALISIS DAN TRANSAKSI KEUANGAN 79,7 20,3 25,5 59,4 74,5 79,7 100, LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 1.011,6 381,3 37,7 630,2 62, ,6 100, BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 760,3 252,7 33,2 507,6 66,8 760,3 100, BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 946,8 292,9 30,9 653,9 69,1 946,8 100, LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 490,2 97,4 19,9 392,9 80,1 490,2 100, BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 558,5 136,4 24,4 422,2 75,6 558,5 100, BADAN STANDARDISASI NASIONAL 98,5 25,1 25,4 73,5 74,6 98,5 100, BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 144,0 30,3 21,0 113,7 79,0 144,0 100,0 4-47

110 Bab 4 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Semester I TABEL 4.8 (Lanjutan) PERKIRAAN REALISASI BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2013 (miliar rupiah) No. KODE BA URAIAN Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi % thd LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 247,2 74,9 30,3 172,3 69,7 247,2 100, ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 175,4 52,7 30,0 122,7 70,0 175,4 100, BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 535,9 186,8 34,9 349,1 65,1 535,9 100, BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 1.225,6 462,3 37,7 763,3 62, ,6 100, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2.949,6 560,1 19, ,5 81, ,6 100, KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT 4.724,9 792,6 16, ,2 83, ,9 100, KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA 1.886,8 321,4 17, ,4 83, ,8 100, KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 703,9 142,9 20,3 561,0 79,7 703,9 100, DEWAN PERWAKILAN DAERAH 594,9 207,7 34,9 387,1 65,1 594,9 100, KOMISI YUDISIAL RI 91,6 34,6 37,8 57,0 62,2 91,6 100, BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 1.479,2 349,9 23, ,4 76, ,2 100, BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI 392,8 122,7 31,2 270,1 68,8 392,8 100, BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO 2.053,1 970,6 47, ,5 52, ,1 100, LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 204,8 29,2 14,2 175,6 85,8 204,8 100, BADAN SAR NASIONAL 1.840,1 565,0 30, ,1 69, ,1 100, KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 113,4 38,1 33,6 75,3 66,4 113,4 100, BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU 365,8 11,5 3,1 354,3 96,9 365,8 100, OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 67,8 15,7 23,2 52,1 76,8 67,8 100, BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN 274,1 35,7 13,0 238,4 87,0 274,1 100, BPKPB DAN PB BATAM 935,0 21,7 2,3 913,3 97,7 935,0 100, BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME 307,0 79,4 25,9 227,6 74,1 307,0 100, KEMENTERIAN SEKRETARIAT KABINET 204,7 59,5 29,1 145,2 70,9 204,7 100, BADAN PENGAWAS PEMILU 1.857,0 111,4 6, ,5 94, ,0 100, LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA 948,3 307,5 32,4 640,7 67,6 948,3 100, LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA 821,3 275,1 33,5 546,2 66,5 821,3 100, BPKPB DAN PB SABANG 359,6 19,3 5,4 340,3 94,6 359,6 100,0 JUMLAH , ,1 26, ,6 73, ,7 100,0 Sumber: Kementerian Keuangan Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Non Kementerian Negara/Lembaga Realisasi anggaran belanja non-k/l atau yang dikenal dengan bagian anggaran bendahara umum negara dalam semester II diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar yang berarti menyerap 55,1 persen dari pagu alokasi anggaran belanja non-k/l yang ditetapkan dalam tahun 2013 sebesar Rp ,7 miliar. Kinerja penyerapan anggaran belanja non-k/l tersebut terutama dipengaruhi oleh perkiraan tingginya penyerapan subsidi, sebagai dampak dari tingginya harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional dibandingkan dengan asumsinya, dan pembatalan kenaikan harga BBM. Selain itu, tingginya perkiraan realisasi semester II untuk belanja non-k/l tersebut juga disebabkan oleh tingginya perkiraan belanja lain-lain dikarenakan masih ditampungnya beberapa kegiatan terkait direktif Presiden. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja non-k/l dalam semester II tahun 2013 tersebut, dan memperhitungkan realisasi anggaran belanja non-k/l dalam semester I 2013 yang sebesar Rp ,2 miliar, maka dalam keseluruhan tahun 2013 realisasi anggaran belanja non-k/l diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar. Dengan demikian, penyerapan belanja non-k/l mencapai 100,0 persen dari pagunya dalam

111 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab Umum BAB 5 PERKEMBANGAN REALISASI TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2013 Kebijakan Transfer ke Daerah dalam tahun 2013 pada hakikatnya diarahkan untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui sistem pengalokasian dana yang lebih memperhatikan aspek kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antardaerah, serta aspek pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota. Dengan arah yang demikian, maka diharapkan kebijakan anggaran Transfer ke Daerah dapat mendorong peningkatan daya saing dan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah. 600 GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN REALISASI TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I, , ,2 46,9 44,3 49,2 48,5 50,0 Triliun Rupiah ,3 344,6 412,5 139,8 161,6 182,5 478,8 529,4 235,5 256,6 40,0 30,0 20,0 10,0 Persen (%) ,0 Sumber: Kementerian Keuangan Semester I % thd Guna mendukung kebijakan tersebut, pada 2013 telah dialokasikan anggaran Transfer ke Daerah sebesar Rp ,9 miliar atau meningkat 10,6 persen dari anggaran yang dialokasikan pada 2012 sebesar Rp ,9 miliar. Alokasi anggaran Transfer ke Daerah yang cukup besar tersebut diharapkan akan digunakan untuk mendanai pemenuhan sarana dan prasarana daerah agar dapat memacu peningkatan pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahateraan masyarakat di daerah. Untuk itu, Pemerintah telah berupaya memperbaiki mekanisme penyaluran dana Transfer ke Daerah. Upaya tersebut antara lain dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah sebagai pengganti dari PMK Nomor 126/PMK.07/2010. Dalam peraturan tersebut diatur 5-1

112 Bab 5 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I mengenai besaran dan waktu pelaksanaan penyaluran untuk masing-masing jenis anggaran Transfer ke Daerah, dan juga ketentuan pelaporan penyerapan dana agar anggaran Transfer ke Daerah dapat disalurkan secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Pengaturan pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah tersebut bertujuan untuk: (1) Mempercepat penyelesaian Perda APBD, sehingga penyaluran DAK dan dana-dana lainnya segera dapat disalurkan dan dimanfaatkan untuk mendanai kegiatan di daerah; (2) Mendorong pelaksanaan treasury single account, yaitu penyaluran semua dana transfer melalui satu rekening bank yang ditunjuk daerah sekaligus juga menyeragamkan nama rekening daerah; (3) Memberikan kepastian terhadap penerimaan kas daerah sehingga daerah dapat mengatur pola belanja dengan pola penyaluran anggaran Transfer ke Daerah; (4) Mempercepat pelaksanaan kegiatan/pembangunan daerah dengan semakin cepat menyediakan dananya; (5) Melaksanakan kegiatan diawal tahun sehingga dapat mengurangi sisa anggaran pada akhir tahun; (6) Mempercepat tersedianya data realisasi transfer; (7) Meningkatkan akuntabilitas penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Transfer ke Daerah; dan (8) Meningkatkan akurasi Sistem Informasi Keuangan Daerah. Dengan menggunakan dasar ketentuan teknis penyaluran yang diatur dalam PMK Nomor 6/ PMK.07/2012 tersebut, Pemerintah telah melakukan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah berdasarkan pagu alokasi yang ditetapkan dalam Selama semester I 2013, realisasi anggaran Transfer ke Daerah secara administrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perubahan nilai alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam 2013 dan tingkat penyerapan/penggunaan dana transfer oleh masing-masing daerah. Di sisi lain, Pemerintah juga telah membenahi dan memperkuat landasan hukum dalam pengalokasian anggaran Transfer ke Daerah dengan menerbitkan PMK Nomor 165/ PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah. Ruang lingkup peraturan tersebut mencakup penganggaran anggaran Transfer ke Daerah, penyediaan data anggaran Transfer ke Daerah, dan perhitungan dan penetapan alokasi anggaran Transfer ke Daerah. 5.2 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Tahun 2013 Dalam semester I tahun 2013 realisasi Transfer ke Daerah mencapai Rp ,0 miliar atau 48,5 persen dari pagu Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012, kinerja realisasi Transfer ke Daerah semester I tahun 2013 lebih rendah 0,7%. Lebih rendahnya kinerja ini terkait dengan lebih rendahnya kinerja realisasi Dana Penyesuaian sebesar 13,6%. 5-2

113 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab Realisasi Dana Perimbangan Penyaluran Dana Perimbangan dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp ,9 miliar atau 51,3 persen dari pagunya dalam Dari realisasi Dana Perimbangan tersebut, sebesar 16,4 persen merupakan realisasi Dana Bagi Hasil (DBH), sebesar 79,4 persen merupakan realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), dan sebesar 4,1 persen merupakan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK). Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012, kinerja realisasi Dana Perimbangan semester I tahun 2013 lebih tinggi 1,4%. Lebih tingginya kinerja ini terkait dengan lebih tingginya kinerja realisasi DBH dan DAK. 500,0 450,0 400,0 GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN REALISASI DANA PERIMBANGAN SEMESTER I, ,0 53,1 48,9 49,9 51,3 47,3 50,0 Triliun Rupiah 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 285,1 134,9 314,4 153,8 347,5 184,7 408,4 203,9 445,5 228,5 40,0 30,0 20,0 10,0 Persen (%) 0, ,0 Sumber: Kementerian Keuangan Semester I % thd Dana Bagi Hasil Realisasi penyaluran DBH dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp37.558,4 miliar atau 36,6 persen dari pagu alokasi DBH yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp ,0 miliar. Realisasi DBH dalam semester I tersebut terdiri dari DBH Pajak Rp19.188,6 miliar atau 38,6 persen dari pagu 2013 dan DBH SDA sebesar Rp18.369,7 miliar atau 34,7 persen dari pagu DBH Pajak terdiri dari DBH PPh, DBH PBB, dan DBH Cukai Hasil Tembakau, sedangkan DBH SDA terdiri dari DBH SDA Minyak Bumi, DBH SDA Gas Bumi, DBH SDA Pertambangan Umum, DBH SDA Kehutanan, DBH SDA Perikanan, dan DBH SDA Pertambangan Panas Bumi (PPB). Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH semester I tersebut lebih tinggi 2,6%. Lebih tingginya kinerja ini terkait dengan lebih tingginya kinerja realisasi DBH Pajak Penghasilan, Minyak Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi. Dalam APBN 2013 telah ditetapkan alokasi sementara DBH PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Tahun Anggaran 2013 untuk provinsi/kabupaten/kota melalui PMK Nomor 218/PMK.07/2012. DBH 5-3

114 Bab 5 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I PPh yang telah dialokasikan tersebut disalurkan kepada daerah secara triwulan, yakni untuk triwulan I, II, dan III masing-masing sebesar 20 persen dari alokasi sementara, sedangkan untuk triwulan IV disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan PPh dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, II, dan III. Realisasi penyaluran DBH PPh (PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN) dalam semester I 2013 mencapai Rp8.842,8 miliar, atau 40,8 persen dari pagu yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp21.671,7 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH PPh semester I tersebut lebih tinggi 5,8%. Untuk DBH PBB, berdasarkan pagu APBN 2013 melalui PMK Nomor 205/PMK.07/2012 sebagaimana telah dirubah dengan PMK Nomor 35/PMK.07/2013 telah ditetapkan alokasi pembagian kepada daerah yang terdiri dari: (1) PBB bagian daerah; (2) biaya pemungutan PBB; dan (3) PBB bagian Pemerintah Pusat yang dibagikan merata kepada kabupaten/kota. Pola dan mekanisme penyaluran untuk tiga jenis DBH PBB tersebut dibedakan sesuai dengan sistem pencatatan penerimaan negara, yakni untuk: (1) DBH PBB dan biaya pemungutan PBB Bagian Daerah dari sektor non migas disalurkan secara mingguan melalui Bank Operasional III berdasarkan realisasi penerimaan PBB dari masing-masing daerah; (2) DBH PBB dan biaya pemungutan PBB Bagian Daerah dari sektor pertambangan migas dan panas bumi disalurkan secara triwulanan; dan (3) DBH PBB bagian pemerintah pusat yang dibagi secara merata kepada kabupaten/kota disalurkan dalam tiga tahap, yaitu tahap I pada bulan April, tahap II pada bulan Agustus, dan tahap III pada bulan November. Dalam semester I tahun 2013 realisasi penyaluran DBH PBB mencapai Rp9.583,2 miliar, atau 36,9 persen dari pagu Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH PBB semester I tersebut lebih rendah 3,4%. Sementara itu, untuk DBH Cukai Hasil Tembakau berdasarkan pagu APBN 2013 dan alokasi pembagian kepada provinsi/kabupaten/kota yang ditetapkan dalam PMK Nomor 44/ PMK.07/2013 telah dilaksanakan penyaluran kepada daerah secara triwulanan. Dalam semester I tahun 2013, realisasi penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau mencapai Rp762,7 miliar, atau 36,2 persen dari pagu Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH CHT semester I tersebut lebih rendah 7,6%. Selain DBH Pajak, berdasarkan pagu APBN 2013, juga telah dialokasikan pembagian sementara DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi yang ditetapkan dengan (1) PMK Nomor 19/PMK.07/2013 mengenai perkiraan alokasi DBH SDA Migas kepada provinsi/kabupaten/kota; (2) PMK Nomor 21/PMK.07/2013 mengenai perkiraan alokasi tambahan DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Aceh; dan (3) PMK Nomor 22/PMK.07/2013 mengenai perkiraan alokasi DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Papua Barat. Alokasi DBH SDA Migas tersebut disalurkan secara triwulanan, untuk triwulan I dan II masing-masing sebesar 20 persen dari pagu perkiraan alokasi, sedangkan untuk triwulan III dan IV penyalurannya didasarkan pada realisasi penerimaan DBH SDA Migas dengan memperhitungkan dana yang sudah tersalurkan pada triwulan sebelumnya. Dalam semester I tahun 2013, realisasi penyaluran DBH SDA Migas mencapai Rp13.353,1 miliar, atau 37,5 persen dari pagu Secara rinci, DBH SDA ini terdiri atas DBH SDA Minyak Bumi sebesar Rp7.496,9 miliar dan DBH SDA Gas Bumi sebesar Rp5.856,2 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH SDA Migas semester I tersebut lebih tinggi 7,1%. Lebih tingginya kinerja ini terkait dengan lebih tingginya kinerja realisasi penerimaan minyak bumi. 5-4

115 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab 5 Sebagaimana halnya penyaluran DBH SDA Migas, penyaluran DBH SDA nonmigas, yang terdiri dari DBH SDA Pertambangan Umum, DBH SDA Kehutanan, DBH SDA Perikanan, dan DBH SDA Pertambangan Panas Bumi juga dilaksanakan secara triwulanan. Untuk DBH SDA Pertambangan Umum, penyaluran triwulan I dan II masing-masing sebesar 20 persen dan 15 persen dari pagu perkiraan alokasi, selanjutnya penyaluran triwulan III dan IV dilakukan berdasarkan realisasi penerimaannya. Sementara itu, DBH SDA Kehutanan dan DBH SDA Perikanan, penyaluran I dan II masing-masing sebesar 15 persen dari pagu perkiraan alokasi. Selanjutnya, penyaluran triwulan III dan IV dilakukan berdasarkan realisasi penerimaannya tersebut. Perkiraan alokasi DBH SDA nonmigas tahun 2013 tersebut masing-masing ditetapkan dengan (1) PMK Nomor 23/PMK.07/2013 mengenai alokasi DBH SDA pertambangan umum; (2) PMK Nomor 20/PMK.07/2013 mengenai alokasi DBH SDA Kehutanan; (3) PMK Nomor 207/ PMK.07/2012 mengenai alokasi DBH SDA Perikanan; dan (4) PMK Nomor 222/PMK.07/2012 mengenai alokasi DBH SDA Pertambangan Panas Bumi. Realisasi penyaluran DBH SDA nonmigas dalam semester I tahun 2013 adalah sebagai berikut: (a) DBH SDA pertambangan umum sebesar Rp4.524,0 miliar atau 31,2 persen dari pagu 2013 sebesar Rp14.479,2 miliar; (b) DBH SDA kehutanan sebesar Rp320,4 miliar atau 14,1 persen dari pagu 2013 sebesar Rp2.267,4 miliar; (c) DBH SDA Perikanan sebesar Rp43,2 miliar atau 21,6 persen dari pagu 2013 sebesar Rp200,0 miliar; dan (d) DBH SDA Pertambangan Panas Bumi sebesar Rp129,0 miliar atau 31,2 persen dari pagu 2013 sebesar Rp413,3 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DBH SDA Nonmigas semester I tersebut, masing-masing dapat dirinci sebagai berikut: (a) DBH SDA pertambangan umum lebih rendah 0,1%; (b) DBH SDA kehutanan lebih rendah 4,1%; (c) DBH SDA Perikanan lebih rendah 6,9%; dan (d) DBH SDA Pertambangan Panas Bumi lebih tinggi 6,6% Dana Alokasi Umum Realisasi DAU semester I tahun 2013 mencapai Rp ,9 miliar, atau 58,3 persen dari pagu alokasi DAU yang ditetapkan dalam APBN 2013 sebesar Rp ,3 miliar. Sesuai dengan ketentuan dalam PMK No.6/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, setiap bulan DAU disalurkan ke daerah masing-masing sebesar seperduabelas dari alokasi DAU dan dilakukan satu hari kerja sebelum bulan berikutnya. Jika dibandingkan dengan realisasinya Semester I tahun 2012, kinerja realisasi DAU Semester I tahun 2013 mengalami pencapaian yang sama Dana Alokasi Khusus Alokasi DAK tahun 2013 sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 dan PMK Nomor 201/ PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2013, ditetapkan sebesar Rp31.697,1 miliar, yang dialokasikan untuk 518 daerah Propinsi/Kabupaten/Kota penerima. Untuk penyaluran DAK Tahap I, daerah wajib menyampaikan persyaratan, yaitu (1) Perda APBD yang telah ditetapkan; (2) Laporan Realisasi Penyerapan Tahap III tahun sebelumnya yang dilengkapi dengan Rekapitulasi SP2D dan softcopy; (3) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya; dan (4) Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping dalam APBD. 5-5

116 Bab 5 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Sampai dengan akhir semester I tahun 2013, realisasi DAK mencapai Rp9.405,6 miliar atau 29,7 persen dari pagu Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I 2012, kinerja realisasi DAK semester I tersebut lebih tinggi 1,3% Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Realisasi dana Otsus dan penyesuaian sampai dengan akhir semester I tahun 2013 mencapai Rp28.150,1 miliar atau 33,6 persen dari pagu alokasi dana Otsus dan penyesuaian yang ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp83.831,5 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam Semester I 2012, kinerja dana Otsus dan penyesuaian Semester I tahun 2013 tersebut lebih rendah 11,3%. Lebih rendahnya kinerja ini terkait dengan lebih rendahnya kinerja realisasi Dana Penyesuaian. 90,0 GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN REALISASI DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN SEMESTER I, ,0 80,0 70,0 44,8 50,0 Triliun Rupiah 60,0 50,0 40,0 30,0 20,5 25,8 65,0 27,7 70,4 83,8 33,6 40,0 30,0 20,0 Persen (%) 20,0 10,0 0,0 24,3 30,2 5,0 7,8 18, ,6 28,2 10,0 0,0 Sumber: Kementerian Keuangan Semester I % thd Dana Otonomi Khusus Penyaluran dana Otsus, yang terdiri dari (i) dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (ii) dana Otsus Provinsi Aceh; serta (iii) dana tambahan Otsus Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dana Otsus tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Sesuai dengan PMK Nomor 6/PMK.07/2012, penyaluran dana Otsus dilaksanakan secara bertahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 30 persen, tahap II pada bulan Juli sebesar 45 persen, dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 25 persen. Selanjutnya, untuk pencairan dana Otsus Provinsi Aceh selain memerlukan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri, juga didasarkan pada Qanun yang mengatur tentang penggunaan dana Otsus Provinsi Aceh. Realisasi Dana Otsus sampai dengan akhir semester I mencapai Rp4.033,7 miliar atau sebesar 30,0% dari pagu total. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam Semester I 2012, kinerja Dana Otonomi Khusus Semester I tahun 2013 mengalami pencapaian yang sama. 5-6

117 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab 5 TABEL 5.1 REALISASI SEMESTER I TRANSFER KE DAERAH, (miliar rupiah) URAIAN Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd I. DANA PERIMBANGAN , ,0 49, , ,9 51,3 A. DANA BAGI HASIL , ,1 34, , ,4 36,6 1. Pajak , ,3 38, , ,6 38,6 a. Pajak Penghasilan , ,9 35, , ,8 40,8 i. Pasal , ,6 40, , ,3 40,7 ii. Pasal 25/29 orang pribadi 1.123,2 449,3 40, ,7 547,5 42,5 iii. Kurang Bayar PPh 2.679, b. PBB , ,0 40, , ,2 36,9 i DBH PBB , ,0 40, , ,2 37,2 ii. Kurang bayar DBH PBB 49, ,1 - - c. BPHTB 238, d. Cukai Hasil Tembakau 1.645,9 720,4 43, ,5 762,7 36,2 i. CHT 1.597,2 720,4 45, ,9 762,7 37,9 ii. Kurang Bayar CHT 48, , Sumber Daya Alam , ,8 30, , ,7 34,7 a. Migas , ,4 30, , ,1 37,5 i. Minyak Bumi , ,5 30, , ,9 37,4 ii. Gas Bumi , ,9 37, , ,2 37,7 iii. Kurang Bayar Migas 3.838, b. Pertambangan Umum , ,1 31, , ,0 31,2 i. Iuran Tetap 562,2 44,5 7,9 583,7 81,7 14,0 ii. Royalti , ,6 34, , ,3 32,0 iii. Kurang bayar DBH pertambangan umum 700, c. Kehutanan 1.700,7 309,7 18, ,4 320,4 14,1 i. Provisi Sumber Daya Hutan 1.043,9 190,0 18, ,8 183,7 12,1 ii. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan 30,5 3,0 9,9 10,0 1,1 11,4 iii. Dana Reboisasi 601,8 116,7 19,4 739,6 135,6 18,3 iv. Kurang bayar SDA kehutanan 24, d. Perikanan 126,5 36,0 28,5 200,0 43,2 21,6 i DBH Perikanan 120,0 36,0 30,0 200,0 43,2 21,6 ii Kurang bayar perikanan 6, e. Pertambangan Panas Bumi (PPB) 303,6 74,6 24,6 413,3 129,0 31,2 i. DBH PPB 279,0 74,6 26,7 413,3 129,0 31,2 ii. Kurang bayar DBH PPB 24, B. DANA ALOKASI UMUM , ,0 58, , ,9 58,3 C. DANA ALOKASI KHUSUS , ,9 28, , ,6 29,7 II.DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN , ,3 44, , ,1 33,6 A. DANA OTONOMI KHUSUS , ,8 30, , ,7 30,0 1. Dana Otsus , ,8 30, , ,7 30,0 a. Dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat 5.476, ,9 30, , ,8 30,0 - Provinsi Papua 3.833, ,0 30, , ,8 30,0 - Provinsi Papua Barat 1.642,9 492,9 30, ,8 560,1 30,0 b. Dana Otsus Provinsi Aceh 5.476, ,9 30, , ,8 30,0 2. Dana tambahan Otsus Infrastruktur 1.000,0 300,0 30, ,0 300,0 30,0 a. Provinsi Papua 571,4 171,4 30,0 571,4 171,4 30,0 b. Provinsi Papua Barat 428,6 128,6 30,0 428,6 128,6 30,0 B. DANA PENYESUAIAN , ,5 47, , ,4 34,3 1. Tunjangan Profesi Guru PNSD , ,2 46, , ,4 25,0 2. Bantuan Operasional Sekolah , ,1 47, , ,3 47,8 3. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2.898, ,4 45, ,0 947,9 39,3 4. Dana Insentif Daerah 1.387, ,8 100, , ,8 85,9 5. Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi 30, ,4 - - J U M L A H , ,3 49, , ,0 48,5 Sumber: Kementerian Keuangan 5-7

118 Bab 5 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Dana Penyesuaian Dana penyesuaian dalam APBN tahun 2013 terdiri dari Tunjangan Profesi Guru PNSD, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, Dana Insentif Daerah, dan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2). Sampai dengan akhir semester I tahun 2013 realisasi mencapai Rp24.116,4 miliar atau 34,3 persen dari pagu Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam Semester I tahun 2012, kinerja Dana Penyesuaian semester I tahun 2013 lebih rendah 13,6%. Lebih rendahnya kinerja ini terkait dengan lebih rendahnya realisasi Dana Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Dana Insentif Daerah. Sejak tahun 2011 penyaluran BOS dilakukan melalui transfer langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah, menggantikan mekanisme sebelumnya dimana dana BOS disalurkan melalui DIPA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana konsep dekonsentrasi. Untuk tahun 2011 dana BOS disalurkan langsung kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan mekanisme penyaluran dana BOS 2012 dan 2013 disalurkan ke Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan oleh Provinsi secara langsung ke satuan pendidikan dasar dalam bentuk hibah. 5.3 Prognosis Transfer ke Daerah Semester II Tahun 2013 Realisasi Transfer ke Daerah dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar atau 51,5 persen dari pagu 2013 sebesar Rp ,9 miliar. Berdasarkan realisasi Transfer ke Daerah sampai dengan akhir semester I dan perkiraan realisasi Transfer ke Daerah dalam semester II tahun 2013 tersebut, maka secara keseluruhan realisasi Transfer ke Daerah dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar. Jumlah tersebut berarti sama dengan pagu Transfer ke Daerah yang ditetapkan dalam Dana Perimbangan Dalam semester II tahun 2013, realisasi Dana Perimbangan diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar atau 48,7 persen dari pagu Dana Perimbangan dalam 2013 sebesar Rp ,5 miliar. Berdasarkan realisasi Dana Perimbangan sampai dengan akhir semester I dan perkiraan realisasi Dana Perimbangan dalam semester II tahun 2013 tersebut, maka secara keseluruhan realisasi Dana Perimbangan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,5 miliar. Jumlah tersebut berarti sama dengan pagu Dana Perimbangan yang ditetapkan dalam Dana Bagi Hasil Realisasi DBH dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp65.136,7 miliar, atau 63,4 persen dari pagu 2013 sebesar Rp ,0 miliar. Berdasarkan realisasi DBH semester I tahun 2013 dan perkiraan realisasi DBH dalam semester II tahun 2013 tersebut, realisasi DBH secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar atau sama dengan pagu alokasi DBH yang ditetapkan dalam

119 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab 5 Realisasi DBH Pajak dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp30.562,3 miliar, atau 61,4 persen dari pagu 2013 sebesar Rp49.750,9 miliar. Berdasarkan realisasi DBH Pajak semester I tahun 2013 dan melihat perkiraan realisasi DBH Pajak dalam semester II tahun 2013 tersebut, maka realisasi DBH Pajak secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp49.750,9 miliar, yang berarti sama dengan pagu yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi DBH Pajak dalam semester II tahun 2013 tersebut terdiri dari: (1) Perkiraan realisasi DBH PPh sebesar Rp12.828,9 miliar; (2) Perkiraan realisasi DBH PBB sebesar Rp16.389,6 miliar; (3) Perkiraan realisasi DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp1.343,8 miliar. DBH SDA dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp34.574,4 miliar, atau 65,3 persen dari pagu 2013 sebesar Rp52.944,1 miliar. Berdasarkan realisasi DBH SDA semester I tahun 2013 dan perkiraan realisasi DBH SDA dalam semester II tahun 2013 tersebut, maka realisasi DBH SDA secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp52.944,1 miliar, yang berarti sama dengan pagu yang ditetapkan dalam Perkiraan realisasi DBH SDA dalam semester II tahun 2013 tersebut terdiri dari: (1) Perkiraan realisasi DBH SDA Migas, meliputi: a. Perkiraan realisasi DBH SDA Minyak Bumi sebesar Rp12.550,7 miliar; b. Perkiraan realisasi DBH SDA Gas Bumi sebesar Rp9.680,4 miliar; (2) Perkiraan realisasi DBH SDA Nonmigas, meliputi: a. Perkiraan realisasi DBH SDA Pertambangan Umum sebesar Rp9.955,2 miliar; b. Perkiraan realisasi DBH SDA Kehutanan sebesar Rp1.947,0 miliar; c. Perkiraan realisasi DBH SDA Perikanan sebesar Rp156,8 miliar; d. Perkiraan realisasi DBH SDA Pertambangan Panas Bumi sebesar Rp284,3 miliar Dana Alokasi Umum Berdasarkan realisasi DAU dalam semester I tahun 2013 sebesar Rp ,9 miliar atau 58,3 persen dari pagu alokasi DAU. Sedangkan realisasi DAU dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar. Dengan demikian, secara keseluruhan tahun 2013 realisasi DAU akan sama dengan pagu DAU yang telah ditetapkan dalam 2013 sebesar Rp ,3 miliar Dana Alokasi Khusus Realisasi DAK dalam semester II tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp22.291,5 miliar atau 70,3 persen dari pagu 2013 sebesar Rp31.697,1 miliar. Dengan demikian, berdasarkan realisasi DAK dalam semester I dan perkiraan realisasi dalam semester II tahun 2013, maka realisasi DAK secara keseluruhan dalam tahun 2013 diperkirakan sama dengan pagu DAK yang telah ditetapkan dalam

120 Bab 5 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Realisasi dana Otsus dan penyesuaian sampai dengan akhir semester I tahun 2013 sebesar Rp28.150,1 miliar atau 33,6 persen dari pagu total. Dalam semester II tahun 2013, realisasi dana Otsus dan penyesuaian diperkirakan mencapai Rp55.681,4 miliar, atau 66,4 persen dari pagu alokasi dana Otsus dan penyesuaian dalam 2013 sebesar Rp83.831,5 miliar. TABEL 5.2 PERKIRAAN REALISASI TRANSFER KE DAERAH, 2013 (miliar rupiah) URAIAN Realisasi Semester I % thd Prognosis Semester II % thd Perkiraan Realisasi I. DANA PERIMBANGAN , ,9 51, ,6 48, ,5 A. DANA BAGI HASIL , ,4 36, ,7 63, ,0 1. Pajak , ,6 38, ,3 61, ,9 a. Pajak Penghasilan , ,8 40, ,9 59, ,7 i. Pasal , ,3 40, ,7 59, ,0 ii. Pasal 25/29 orang pribadi 1.288,7 547,5 42,5 741,2 57, ,7 b. PBB , ,2 36, ,6 63, ,8 i DBH PBB , ,2 37, ,5 62, ,7 ii. Kurang bayar DBH PBB TA 2010 s.d , ,1 100,0 223,1 c. Cukai Hasil Tembakau 2.106,5 762,7 36, ,8 63, ,5 i. CHT 2.014,9 762,7 37, ,2 62, ,9 ii. Kurang Bayar CHT 91, ,6 100,0 91,6 2. Sumber Daya Alam , ,7 34, ,4 65, ,1 a. Migas , ,1 37, ,1 62, ,1 i. Minyak Bumi , ,9 37, ,7 62, ,6 ii. Gas Bumi , ,2 37, ,4 62, ,5 b. Pertambangan Umum , ,0 31, ,2 68, ,2 c. Kehutanan 2.267,4 320,4 14, ,0 85, ,4 d. Perikanan 200,0 43,2 21,6 156,8 78,4 200,0 e. Pertambangan Panas Bumi (PPB) 413,3 129,0 31,2 284,3 68,8 413,3 B. DANA ALOKASI UMUM , ,9 58, ,4 41, ,3 C. DANA ALOKASI KHUSUS , ,6 29, ,5 70, ,1 II.DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN , ,1 33, ,4 66, ,5 A. DANA OTONOMI KHUSUS , ,7 30, ,9 70, ,6 1. Dana Otsus , ,7 30, ,9 70, ,6 a. Dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat 6.222, ,8 30, ,0 70, ,8 - Provinsi Papua 4.356, ,8 30, ,2 70, ,0 - Provinsi Papua Barat 1.866,8 560,1 30, ,8 70, ,8 b. Dana Otsus Provinsi Aceh 6.222, ,8 30, ,0 70, ,8 2. Dana tambahan Otsus Infrastruktur 1.000,0 300,0 30,0 700,0 70, ,0 a. Provinsi Papua 571,4 171,4 30,0 400,0 70,0 571,4 b. Provinsi Papua Barat 428,6 128,6 30,0 300,0 70,0 428,6 B. DANA PENYESUAIAN , ,4 34, ,5 65, ,9 1. Tunjangan Profesi Guru PNSD , ,4 25, ,4 75, ,8 2. Bantuan Operasional Sekolah , ,3 47, ,6 52, ,9 3. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2.412,0 947,9 39, ,1 60, ,0 4. Dana Insentif Daerah 1.387, ,8 85,9 196,0 14, ,8 5. Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi 81, ,4 100,0 81,4 J U M L A H , ,0 48, ,9 51, ,9 Sumber: Kementerian Keuangan 5-10

121 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah Semester I Bab 5 Perkiraan realisasi semester II tahun 2013 dana Otsus dan penyesuaian tersebut terdiri dari: (i) dana Otsus Rp9.411,9 miliar, yang meliputi dana Otsus Provinsi Papua Rp3.049,2 miliar, dana Otsus Provinsi Papua Barat Rp1.306,8 miliar, dan dana Otsus Provinsi Aceh Rp4.356,0 miliar, serta dana tambahan Otsus Infrastruktur Provinsi Papua Rp400,0 miliar dan Provinsi Papua Barat Rp300,0 miliar; dan (ii) dana penyesuaian Rp46.269,5 miliar, yang meliputi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD Rp1.464,1 miliar, Tunjangan Profesi Guru PNSD Rp32.293,4 miliar, dana Bantuan Operasional Sekolah Rp12.234,6 miliar, dan P2D2 sebesar Rp81,4 miliar. Berdasarkan realisasi dana Otsus dan penyesuaian semester I tahun 2013, dan perkiraan realisasinya dalam semester II tahun 2013 tersebut, maka realisasi dana Otsus dan penyesuaian dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp83.831,5 miliar, yang berarti sama dengan pagu alokasi dana Otsus dan penyesuaian yang ditetapkan dalam

122 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab 6 BAB 6 PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Umum Berkenaan dengan perubahan kondisi perekonomian dan perubahan kebijakan penting, Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN TA 2013 pada bulan Juni Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013, defisit APBN ditetapkan sebesar Rp ,3 miliar (2,38 persen terhadap PDB) yang berarti lebih tinggi dibandingkan defisit APBN TA 2013 sebesar Rp ,0 miliar (1,65 persen terhadap PDB), belanja negara ditetapkan sebesar Rp ,3 miliar atau lebih tinggi dibandingkan pagunya dalam APBN TA 2013 sebesar Rp ,1 miliar, sedangkan pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp ,0 miliar atau lebih rendah dibandingkan targetnya dalam APBN TA 2013 sebesar Rp ,1 miliar. Sebagai konsekuensi dari kenaikan defisit dari Rp ,0 miliar menjadi Rp ,3 miliar atau meningkat sebesar Rp70.848,3 miliar, pembiayaan anggaran dalam TA 2013 juga meningkat sebesar Rp70.848,3 miliar atau 46,2 persen dibandingkan dengan pembiayaan anggaran dalam APBN TA Untuk membiayai defisit sebesar Rp ,3 miliar tersebut, Pemerintah menggunakan dua sumber pembiayaan anggaran, yaitu pembiayaan nonutang sebesar Rp8.756,1 miliar dan pembiayaan utang sebesar Rp ,2 miliar. Dalam semester I tahun 2013, realisasi defisit anggaran mencapai 0,58 persen terhadap PDB. Realisasi defisit ini lebih baik dibandingkan dengan realisasi pada semester I tahun 2012 yang mencapai 0,44 persen terhadap PDB. Hal ini terutama berkenaan dengan lebih tingginya target defisit dalam TA 2013 (2,38 persen terhadap PDB) dibandingkan dengan target defisit dalam TA 2012 (2,23 persen terhadap PDB). Sedangkan realisasi pembiayaan anggaran dalam semester I tahun 2013 mencapai 36,6 persen terhadap target dalam TA 2013 atau sebesar Rp82.126,7 miliar. Hal ini berarti lebih rendah dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 53,5 persen atau Rp ,3 miliar. Lebih rendahnya realisasi tersebut terutama disebabkan oleh adanya kebijakan Komite Asset Liability and Management (ALM) bahwa penerbitan SBN tidak lagi menggunakan front loading strategy, tetapi lebih disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan kas negara. Ringkasan realisasi pembiayaan anggaran dalam semester I tahun disajikan dalam Tabel

123 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I TABEL 6.1 REALISASI PEMBIAYAAN ANGGARAN SEMESTER I TAHUN (miliar rupiah) Uraian Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd A. Pendapatan Negara , ,4 43, , ,2 41,5 B. Belanja Negara , ,1 40, , ,2 39,3 C. Keseimbangan Primer ( ,9) ,6 (18,7 ) ( ,4) (1.667,2) 1,5 D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) ( ,3) (36.109,6) 19,0 ( ,3) ( ,0) 24,3 E. Pembiayaan Anggaran (I+II) , ,3 53, , ,7 36,6 I. Pembiayaan Nonutang , ,1 9, , ,4 141,3 II. Pembiayaan Utang , ,2 63, , ,2 32,4 Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0, ,7-0, ,7 - Sum ber: Kem enterian Keuangan 6.2 Perkembangan Realisasi Defisit Anggaran Semester I Tahun 2013 Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan belanja negara dalam semester I tahun 2013, pelaksanaan TA 2013 mengalami defisit sebesar 0,58 persen terhadap PDB atau Rp54.473,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mengalami defisit sebesar 0,44 persen terhadap PDB atau Rp36.109,6 miliar, realisasi defisit tersebut menunjukkan perbaikan. Sementara itu, dalam periode tersebut realisasi pembiayaan anggaran mencapai 36,6 persen terhadap pagunya dalam TA 2013 atau Rp82.126,7 miliar. Realisasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 53,5 persen terhadap TA Berdasarkan realisasi defisit dan pembiayaan anggaran dalam semester I tahun 2013 tersebut, maka pelaksanaan TA 2013 mengalami kelebihan pembiayaan sebesar Rp27.653,7 miliar, yang apabila dibandingkan dengan kondisinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp65.535,7 miliar, realisasi kelebihan pembiayaan tersebut menunjukkan penurunan sebesar 57,8 persen atau Rp37.882,1 miliar. Penurunan tersebut menunjukkan perbaikan karena idle cash semakin berkurang, sebagai hasil dari strategi pembiayaan anggaran yang lebih baik. 6.3 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Anggaran Semester I Tahun 2013 Dalam semester I tahun 2013, realisasi pembiayaan anggaran mencapai 36,6 persen terhadap target dalam TA 2013 atau sebesar Rp82.126,7 miliar. Hal tersebut menunjukkan penurunan apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 53,5 persen. Lebih rendahnya realisasi pembiayaan anggaran tersebut menunjukkan perbaikan karena besaran pembiayaan anggaran disesuaikan dengan kebutuhan untuk membiayai defisit anggaran dan pengeluaran pembiayaan. Realisasi pembiayaan anggaran tersebut terdiri dari pembiayaan nonutang yang mencapai Rp12.370,4 miliar atau sebesar 141,3 persen terhadap TA 2013, dan realisasi pembiayaan utang yang mencapai Rp69.756,2 miliar atau 32,4 persen terhadap TA Realisasi pembiayaan nonutang dan pembiayaan utang secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut. 6-2

124 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab Pembiayaan Nonutang Realisasi pembiayaan nonutang dalam semester I tahun 2013 mencapai Rp12.370,4 miliar, sementara pagunya dalam TA 2013 ditetapkan sebesar Rp8.756,1 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan nonutang dalam semester I tahun 2012 yang mencapai Rp3.208,1 miliar, maka realisasi tersebut menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh lebih tingginya penerimaan yang bersumber dari perbankan dalam negeri. Perkembangan realisasi pembiayaan nonutang dalam semester I tahun disajikan dalam Tabel 6.2. TABEL 6.2 REALISASI PEMBIAYAAN NONUTANG SEMESTER I TAHUN (miliar rupiah) Uraian Realisasi Semester I % thd Realisasi Semester I % thd I. Perbankan Dalam Negeri , ,0 5, , ,1 49,0 1. SAL , , ,0 50,0 2. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman 4.387, ,0 72, , ,1 42,6 II. Non Perbankan Dalam Negeri (26.618,5) 34,1 (0,1) (25.800,5) (4.568,6) 17,7 1. Hasil Pengelolaan Aset 280,0 534,1 190,8 475,0 431,4 90,8 2. Dana Investasi Pemerintah (19.265,1) (500,0) 2,6 (20.569,5) - - a. Pusat Investasi Pemerintah (3.299,6) - - (1.000,0) - - b. Penyertaan Modal Negara (8.922,1) - - (9.733,7) - - i. PMN kepada BUMN (8.000,2) - - (7.706,5) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (1.000,0) PT Askrindo dan Perum Jamkrindo (KUR) (2.000,0) - - (2.000,0) PT Dirgantara Indonesia (Persero) (1.000,0) Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV (0,1) Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia V (0,1) PT Sarana Multi Infrastruktur (2.000,0) BUMN strategis lainnya (2.000,0) PT Perusahaan Pengelola Aset (2.000,0) PT Geo Dipa Energi (500,0) PT Krakatau Steel (956,5) PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) (250,0) PT Hutama Karya (2.000,0) - - ii. PMN kepada Organisasi/ LKI (541,9) - - (594,7) ICD (9,0) - - (9,6) ADB (353,3) - - (373,8) IBRD (147,8) - - (172,2) IFC (8,2) - - (8,7) IFAD (19,0) - - (30,3) IDA (4,6) iii. PMN Lainnya (380,0) - - (1.432,5) AIF (380,0) - - (407,5) IRCo (25,0) BPJS Kesehatan (500,0) BPJS Ketenagakerjaan (500,0) - - c. Dana Bergulir (7.043,4) (500,0) 7,1 (4.835,8) - - i. LPDB KUMKM (557,7) (500,0) 89,7 (1.000,0) - - ii. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) (900,0) iii. Geothermal (876,5) - - (1.126,5) - - iv. Pusat Pembiayaan Perumahan (4.709,3) - - (2.709,3) - - d. Pembiayaan Investasi Dalam Rangka Pengambilalihan (5.000,0) - - PT Inalum 3. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (7.000,0) - - (5.000,0) (5.000,0) 100,0 4. Kewajiban Penjaminan (633,3) - - (706,0) - - a. Percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik (623,3) - - (611,2) - - yang menggunakan batubara b. Percepatan penyediaan air minum (10,0) - - (35,0) - - c. Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (59,8) - - melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur JUMLAH Sumber : Kementerian Keuangan , ,1 9, , ,4 141,3 6-3

125 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Perbankan Dalam Negeri Dalam TA 2013, penerimaan pembiayaan yang bersumber dari perbankan dalam negeri dianggarkan sebesar Rp34.556,6 miliar, yang bersumber dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp4.556,6 miliar dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp30.000,0 miliar. Dalam semester I tahun 2013, realisasi pembiayaan anggaran yang berasal dari sumber perbankan dalam negeri mencapai 49,0 persen terhadap target TA 2013, atau sebesar Rp16.939,1 miliar, lebih tinggi dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,2 persen atau sebesar Rp3.174,0 miliar. Realisasi tersebut berasal dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp1.939,1 miliar dan SAL sebesar Rp15.000,0 miliar. Realisasi penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman mencapai 42,6 persen dari pagunya dalam TA 2013 atau sebesar Rp1.939,1 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 72,3 persen dari pagunya dalam TA 2012 atau sebesar Rp3.174,0 miliar. Hal tersebut terkait dengan jadwal pembayaran pokok pinjaman yang berbeda-beda setiap tahunnya. Selain itu pada tahun 2012 terjadi percepatan pembayaran pokok penerusan pinjaman oleh debitur dan setoran jatuh tempo akhir tahun 2011 yang disetorkan pada bulan Januari Sementara itu realisasi penerimaan pembiayaan yang berasal dari SAL mencapai 50,0 persen dari pagunya dalam TA 2013 atau sebesar Rp15.000,0 miliar, lebih tinggi dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang masih nihil. Hal tersebut lebih terkait dengan kebutuhan penerimaan pembiayaan untuk membiayai defisit anggaran dan pengeluaran pembiayaan pada semester I tahun Nonperbankan Dalam Negeri Pembiayaan nonperbankan dalam negeri terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan berasal dari Hasil Pengelolaan Aset (HPA), sedangkan pengeluaran pembiayaan dialokasikan untuk Dana Investasi Pemerintah, Dana Pengembangan Pendidikan Nasional, serta Kewajiban Penjaminan. Dalam semester I tahun 2013, realisasi nonperbankan dalam negeri mencapai 17,7 persen terhadap TA 2013, atau sebesar negatif Rp4.568,6 miliar. Realisasi tersebut lebih baik dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai negatif 0,1 persen, atau sebesar Rp34,1 miliar. Terkait dengan penerimaan HPA, realisasi dalam semester I tahun 2013 telah mencapai 90,8 persen dari target dalam TA 2013 atau sebesar Rp431,4 miliar. Penerimaan HPA tersebut berasal dari penerimaan hasil pengurusan piutang (aset kredit) oleh PUPN dan penjualan/penyelesaian aset properti eks BPPN, termasuk didalamnya aset properti eks kelolaan PT PPA (Persero). Apabila dibandingkan dengan realisasi HPA pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 190,8 persen dari target dalam TA 2012 atau sebesar Rp534,1 miliar, maka realisasi HPA pada semester I tahun 2013 lebih rendah. Hal tersebut disebabkan dalam semester I tahun 2013, Kementerian Keuangan masih memprioritaskan penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terkait aset eks BPPN pada Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dan LKPP TA Selanjutnya, realisasi Dana Investasi Pemerintah dalam semester I tahun 2013 masih nihil, lebih rendah dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,6 persen, atau sebesar negatif Rp500,0 miliar. Masih belum adanya realisasi Dana Investasi Pemerintah dalam semester I tahun 2013 antara lain disebabkan: (1) Pusat Investasi Pemerintah 6-4

126 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab 6 masih menggunakan saldo dana tahun sebelumnya untuk melakukan investasi; (2) proses penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) masih memerlukan koordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait; (3) BLU pengelola dana bergulir masih dapat menggunakan saldo dana tahun sebelumnya; (4) beberapa PMN baru dialokasikan pada TA 2013; serta (5) skema pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih dalam proses pembahasan antara Pemerintah dengan DPR RI. Untuk Dana Pengembangan Pendidikan Nasional, dalam semester I tahun 2013 telah terealisasi 100 persen, yaitu sebesar Rp5.000,0 miliar, lebih tinggi dari realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang masih nihil. Hal tersebut disebabkan pada tahun 2013, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan telah siap untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, terutama untuk beasiswa, serta lebih cepatnya proses persetujuan DPR RI dan penyelesaian dokumen pendukung. Sementara itu, realisasi Kewajiban Penjaminan dalam semester I tahun 2013 masih nihil, atau sama dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, kewajiban penjaminan diperuntukkan bagi (1) percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara, (2) percepatan penyediaan air minum, serta (3) proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Masih nihilnya realisasi kewajiban penjaminan disebabkan PT PLN (Persero) dan PDAM sebagai pihak yang dijamin kewajibannya oleh Pemerintah, masih mampu membayar kewajiban yang jatuh tempo Pembiayaan Utang Pembiayaan utang dalam TA 2013 ditetapkan sebesar Rp ,2 miliar, yang bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp ,0 miliar, pinjaman luar negeri (neto) negatif Rp16.869,8 miliar, dan pinjaman dalam negeri (neto) Rp500,0 miliar. Jumlah ini meningkat Rp53.944,4 miliar atau 33,4 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBN TA Peningkatan yang cukup signifikan ini disebabkan oleh meningkatnya defisit anggaran dari 1,65 persen menjadi 2,38 persen terhadap PDB. Dalam semester I tahun 2013, realisasi pembiayaan utang mencapai 32,4 persen dari target dalam TA 2013 atau sebesar Rp69.756,2 miliar, yang terdiri atas realisasi SBN (neto) Rp90.620,0 miliar, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp20.849,0 miliar, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar negatif Rp14,8 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 63,0 persen dari target dalam TA 2012 atau sebesar Rp98.437,2 miliar, maka realisasi pembiayaan utang dalam semester I tahun 2013 mengalami penurunan sebesar Rp28.681,0 miliar atau 29,1 persen. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi penerbitan SBN (neto) dan pinjaman dalam negeri (neto). Perkembangan realisasi pembiayaan utang dalam semester I tahun disajikan pada Tabel

127 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I TABEL 6.3 REALISASI PEMBIAYAAN UTANG SEMESTER I TAHUN (miliar rupiah) Uraian Realisasi % thd Realisasi % thd Semester I Semester I I. Surat Berharga Negara (Neto) , ,6 7 3, , ,0 39,1 II. Pinjaman Luar Negeri (Neto) (4.425,7 ) (19.242,8) 434,8 (16.869,8) (20.849,0) 123,6 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) , ,2 12, , ,5 10,6 a. Pinjaman Program , ,7 14, , ,4 14,4 b. Pinjaman Proyek , ,5 11, , ,1 9,5 - Pinjaman Proyek Pemerintah Pusat , ,8 12, , ,1 8,4 - Penerimaan Penerusan Pinjaman (SLA) 8.431,8 772,7 9, ,8 969,0 14,5 2. Penerusan Pinjaman (SLA) (8.431,8) (772,7) 9,2 (6.699,8) (969,0) 14,5 3. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri ( ,9) (25.191,3) 50,7 (59.209,8) (25.069,5) 42,3 III. Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 991,2 96,4 9,7 500,0 (14,8) (3,0) 1. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) 1.132,5 167,0 14,7 7 50,0 55,8 7,4 2. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri (141,3) (7 0,6) 50,0 (250,0) (7 0,6) 28,3 Jumlah , ,2 63, , ,2 32,4 Sumber: Kementerian Keuangan Secara rinci, perkembangan realisasi pembiayaan utang dapat dijelaskan sebagai berikut Surat Berharga Negara/SBN (neto) Realisasi penerbitan SBN (neto) dalam semester I tahun 2013 mencapai 39,1 persen dari target dalam TA 2013 atau sebesar Rp90.620,0 miliar, yang terdiri atas penerbitan SBN domestik Rp ,7 miliar, SBN valas Rp29.168,4 miliar, serta pembayaran pokok jatuh tempo dan buyback negatif Rp57.724,1 miliar. Realisasi ini turun 22,9 persen atau Rp26.963,6 miliar jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp ,6 miliar. Penurunan ini karena Pemerintah tidak lagi menerapkan pola front loading dalam menerbitkan SBN. Perkembangan realisasi penerbitan SBN (neto) dalam semester I tahun disajikan dalam Tabel 6.4. T ABEL 6.4 REALISASI PEMBIAYAAN DENGAN SBN (NETO) SEMESTER I TAHUN (miliar rupiah) Uraian I. Penerbitan SBN , ,1 1. SBN Dom estik , ,7 a. SUN , ,7 b. SBSN , ,0 2. SBN Valas , ,4 II. Pembayaran pokok jatuh tempo dan Buyback (59.003,0) ( ,1) Jumlah , ,0 Sum ber: Kem enterian Keuangan 6-6

128 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab 6 Penerbitan SBN tersebut dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan waktu penerbitan, jenis instrumen, dan jumlah yang diterbitkan untuk setiap jadwal yang ditetapkan, serta kondisi kas negara dan likuiditas pasar. Pertimbangan ini diperlukan mengingat SBN merupakan instrumen pasar keuangan yang dipengaruhi oleh perkembangan kondisi ekonomi makro dan instrumen fiskal yang harus dikelola secara efisien dan hati-hati. Dalam rangka memenuhi target pembiayaan utang, Pemerintah semaksimal mungkin mengupayakan penerbitan yang berasal dari sumber dalam negeri dengan senantiasa mempertimbangkan dan memperhitungkan kapasitas daya serap pasar keuangan domestik. Sedangkan sisanya akan diterbitkan di pasar internasional. Tujuan strategi ini antara lain: 1. Mendukung pengembangan pasar SBN sekaligus memperkuat sistem keuangan di dalam negeri. Dengan menambah supply SBN, jumlah instrumen yang dapat digunakan sebagai sarana investasi institusi keuangan di pasar uang maupun di pasar modal akan semakin bervariasi; 2. Menunjang pertumbuhan industri reksadana dan membangun basis investor ritel pasar modal yang horizon investasinya lebih bersifat long term; 3. Mendukung pengelolaan moneter yang efisien. Dengan likuiditas yang tinggi, SBN dapat digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter oleh Bank Indonesia, sehingga mengurangi biaya operasi moneter; dan 4. Mengurangi risiko nilai tukar. Dengan memprioritaskan penerbitan SBN rupiah di pasar domestik dan mengurangi porsi penerbitan SBN valas akan menurunkan risiko nilai tukar portofolio utang Pemerintah. Adapun penerbitan SBN global (global bond, global sukuk, dan samurai bond) bersifat komplementer terhadap penerbitan SBN rupiah. Tujuan dari penerbitan SBN global antara lain: 1. Diversifikasi instrumen pembiayaan guna memperluas pasar; 2. Menjaga kehadiran instrumen keuangan Pemerintah di pasar internasional; dan 3. Menghindari terjadinya crowding out di pasar obligasi domestik. Secara umum, penerbitan SBN di pasar domestik dalam semester I tahun 2013 dilakukan secara proporsional untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran tahun Dalam semester I tahun 2013, kondisi likuiditas pasar cukup tinggi, antara lain dapat dilihat dari rasio penawaran SBN yang disampaikan oleh investor terhadap penawaran yang dimenangkan dalam lelang (bid to cover ratio) yang cukup tinggi, dengan rata-rata mencapai 2,5 kali. Berkenaan dengan penerbitan SBN berdasarkan tenor, seiring dengan kondisi pasar keuangan yang cukup baik, Pemerintah mengupayakan penerbitan SBN dengan tenor menengah dan panjang untuk menurunkan risiko refinancing. Namun demikian, penerbitan SBN dengan tenor pendek juga tetap dilakukan dalam jumlah terbatas untuk memberikan alternatif investasi dan menyeimbangkan biaya serta risiko utang. Selain penerbitan SBN, dalam semester I tahun 2013, Pemerintah juga telah melakukan pembayaran pokok SBN jatuh tempo dan pembelian kembali (buyback) dalam rangka pengelolaan risiko dan biaya utang. Realisasi pembayaran pokok SBN yang jatuh tempo hingga akhir Juni 2013 sebesar Rp56.190,1 miliar. Sementara itu, realisasi program pembelian kembali (buyback) yang telah dilakukan sampai dengan akhir Juni 2013 sebesar Rp1.534,0 miliar. Perkembangan realisasi dari hasil buyback SBN tersebut disajikan dalam Tabel

129 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I T ABEL 6.5 REALISASI PELAKSANAAN BUYBACK SBN SEMESTER I TAHUN 2013 Tanggal Seri Jatuh Tempo Kupon (%) Jumlah (miliar rupiah) 20 Maret FR Juli ,000 37,6 10 Juni 2013 FR September , ,9 10 Juni 2013 FR Juli ,500 25,0 13 Juni 2013 FR September , ,5 13 Juni 2013 FR Juli ,000 50,0 13 Juni 2013 FR April , ,0 13 Juni 2013 FR September , ,0 20 Juni 2013 FR September ,000 22,9 20 Juni 2013 FR Juli ,000 4,4 20 Juni 2013 FR April , ,0 20 Juni 2013 FR September , ,7 Jumlah 1.534,0 Sum ber: Kem enterian Keuangan Dalam periode yang sama, Pemerintah juga telah melaksanakan lelang pembelian kembali obligasi negara dengan cara penukaran (debt switch). Adapun obligasi yang ditukar sebanyak 10 seri dengan nominal sebesar Rp1.135,0 miliar. Perkembangan realisasi dari hasil debt switch SBN tersebut disajikan dalam Tabel 6.6. T ABEL 6.6 REALISASI PELAKSANAAN DEBT SWITCH SBN SEMESTER I TAHUN 2013 Tanggal Seri yang Ditukar Obligasi Penukar Seri Jatuh Tempo Seri Jatuh Tempo Nominal (miliar rupiah) FR Juni ,0 FR Oktober ,0 FR Juni ,0 22 Januari 2013 FR Mei FR Mei ,0 FR September ,0 FR Agustus ,0 FR September ,0 FR Nopember ,0 17 April 2013 FR Juni 2021 FR Mei ,0 FR Juli ,0 Jumlah 1.135,0 Sum ber: Kem enterian Keuangan Dengan adanya tambahan penerbitan SBN dan dampak hasil buyback SBN dalam semester I tahun 2013, maka profil jatuh tempo SBN domestik dan internasional mengalami perubahan sebagaimana disajikan dalam Grafik

130 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab GRAFIK 6.1 PROFIL JATUH TEMPO SBN DESEMBER 2012 dan JUNI 2013 (triliun rupiah) Triliun Rupiah Tahun Sumber : Kementerian Keuangan Des-12 Jun-13 Masuknya Indonesia ke dalam peringkat negara-negara layak investasi pada tanggal 15 Desember 2011 oleh Fitch dan diikuti Moody s pada tanggal 18 Januari 2012, berdampak pada naiknya total perdagangan rata-rata harian SBN di pasar sekunder. Peningkatan perdagangan tersebut diikuti dengan kecenderungan penurunan yield SBN. Namun demikian, seiring dengan menguatnya isu kenaikan harga BBM bersubsidi dalam pembahasan TA 2013 dan ekspektasi kondisi perekonomian yang kurang baik akibat adanya ketidakpastian proses pemulihan ekonomi di negara-negara Eropa telah berimbas pada naiknya yield SBN di bulan Juni Gambaran mengenai perkembangan perdagangan SBN di pasar sekunder dan yield SBN dalam semester I tahun 2013 disajikan pada Grafik 6.2 dan Grafik 6.3. GRAFIK 6.2 PERDAGANGAN SBN DI PASAR SEKUNDER JUNI Miliar Rupiah Frekuensi Perdagangan 0 Mar'09 Jan '09 Jun'09 Sep'09 Des'09 Mar'10 June'10 Dec'10 Mar'11 June'11 Volume (miliar Rupiah) Rata-rata Perdagangan Harian (miliar Rupiah) Frek (RHS) Sumber : Kementerian Keuangan Sep'11 Des'11 Mar '12 Jun'12 Sep'12 Des'12 Mar '13 24 Jun'

131 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I GRAFIK 6.3 KURVA PERKEMBANGAN YIELD JUNI ,0 8,0 7,0 Persen 6,0 5,0 4,0 3,0 Tenor (tahun) 31-Jan Mar Jun Jan Mar Jun-13 Sumber : Kementerian Keuangan Sementara itu, dari sisi kepemilikan SBN, realisasi penerbitan SBN domestik sampai dengan 25 Juni 2013 lebih banyak diserap oleh investor nonbank, terdiri dari investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu, dengan total nilai mencapai Rp545,3 triliun atau 61,5 persen dari total SBN domestik. Kemudian diikuti oleh investor perbankan dengan total nilai Rp311,8 triliun atau 35,2 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar Rp29,8 triliun atau 3,4 persen dimiliki oleh Bank Indonesia. Meskipun kepemilikan Bank Indonesia di pasar SBN domestik cukup kecil, akan tetapi kenaikannya pada 25 Juni 2013 cukup signifikan dibandingkan dengan 31 Desember Naiknya kepemilikan Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari operasi moneter untuk mendukung kebijakan stabilisasi pasar. Kenaikan kepemilikan Bank Indonesia, sektor perbankan, investor domestik atau nonasing, dan investor asing atas SBN domestik masingmasing sebesar 871,3 persen, 4,1 persen, 5,6 persen, dan 5,1 persen. Perubahan komposisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan 25 Juni 2013 secara rinci disajikan dalam Tabel 6.7 dan Tabel 6.8. T ABEL 6.7 PERUBAHAN KEPEMILIKAN SBN DOMESTIK YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN (triliun rupiah) Pemilik Perubahan Desember Juni Nom inal % 1. Bank 299,7 311,8 12,2 4,1 2. Bank Indonesia 3,1 29,8 26,8 87 1,3 3. Non Bank 517,5 545,3 27,8 5,4 - Non Asing 247,0 260,9 13,9 5,6 - Asing 27 0,5 284,4 13,8 5,1 Sum ber: Kem enterian Keuangan 6-10

132 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I Bab 6 TABEL 6.8 KEPEMILIKAN SBN DOMESTIK (triliun rupiah) Pemilik Desember Desember Desember Juni 1. Bank 217,3 265,0 299,7 311,8 2. Bank Indonesia 17,4 7,8 3,1 29,8 3. NonBank 406,5 450,7 517,6 545,2 a. Reksadana 51,2 47,2 43,2 39,6 b. Asuransi 7 9,3 93,1 83,4 125,7 c. Asing 195,8 222,9 27 0,5 284,4 d. Dana Pensiun 36,7 34,4 56,5 28,9 e. Sekuritas 0,1 0,1 0,3 0,9 f. Lain-lain 43,4 53,1 63,6 65,8 Jumlah Sum ber: Kem enterian Keuangan Pinjaman Luar Negeri 641,2 7 23,6 820,4 886,9 Realisasi pinjaman luar negeri (neto) dalam semester I tahun 2013 mencapai 123,6 persen dari target dalam TA 2013 atau negatif Rp20.849,0 miliar, yang terdiri atas realisasi penarikan pinjaman luar negeri (bruto) Rp5.189,5 miliar, penerusan pinjaman negatif Rp969,0 miliar, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri negatif Rp25.069,5 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2012 yang mencapai 434,8 persen dari target dalam TA 2012 atau negatif Rp19.242,8 miliar, maka realisasi pada tahun ini secara persentase mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan oleh lebih tingginya target net negative flow pinjaman luar negeri (bruto) pada TA 2013 dan lebih rendahnya realisasi penarikan pinjaman luar negeri (bruto) dalam semester I tahun Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek. Realisasi penarikan pinjaman program dalam semester I tahun 2013 mencapai 14,4 persen dari target penarikan pinjaman program atau sebesar Rp1.602,4 miliar (ekuivalen USD172,1 juta). Pinjaman program yang telah ditarik dalam periode ini adalah local government development program dari World Bank dan domestic connectivity development program loan dari pemerintah Jepang, yang merupakan lanjutan tahun Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi tahun ini secara persentase menunjukkan kinerja penarikan pinjaman program relatif stabil, yaitu dalam kisaran 14,4 persen. Namun secara nominal menunjukkan adanya penurunan sekitar Rp639,4 miliar (ekuivalen USD73,1 juta) atau 28,5 persen. Pada umumnya pencairan pinjaman program akan dilakukan pada triwulan III atau IV pada tahun anggaran berkenaan. Sementara itu, realisasi penarikan pinjaman proyek dalam semester I tahun 2013 mencapai 9,5 persen dari target dalam TA 2013 atau sebesar Rp3.587,1 miliar. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penarikan pinjaman proyek dalam semester I tahun 2012 yang mencapai sebesar 11,7 persen dari target dalam TA 2012 atau sebesar Rp4.479,5 miliar. Rendahnya realisasi penarikan pinjaman proyek dalam semester I tahun 2013 antara lain disebabkan oleh lambatnya proses pelelangan proyek, lamanya proses penerbitan 6-11

133 Bab 6 Perkembangan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Semester I No Objection Letter (NOL) dari lender, perubahan desain proyek, dan permasalahan penyelesaian pembebasan lahan. Berdasarkan pola penyerapan tahun-tahun sebelumnya, realisasi penarikan pinjaman proyek terkonsentrasi pada triwulan III atau triwulan IV. Untuk mendorong realisasi penarikan pinjaman proyek, Pemerintah secara konsisten melakukan koordinasi dengan pihakpihak terkait, terutama dengan kementerian negara/lembaga (pengelola proyek) dan para lender. Selanjutnya, realisasi penerusan pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA) sampai dengan semester I tahun 2013 mencapai 14,5 persen dari pagunya dalam TA 2013 atau sebesar negatif Rp969,0 miliar. Pencapaian realisasi penerusan pinjaman dalam semester I tahun 2013 tersebut meningkat jika dibandingkan dengan realisasi semester I tahun sebelumnya yang mencapai 9,2 persen dari pagu dalam TA 2012 atau sebesar negatif Rp772,7 miliar. Masih rendahnya realisasi penerusan pinjaman tersebut juga disebabkan oleh kendala yang umumnya terjadi pada pinjaman proyek, antara lain permasalahan penyelesaian pembebasan lahan untuk lokasi proyek, penyelesaian proses tender proyek, dan lamanya proses penerbitan NOL oleh pihak lender. Realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam semester I tahun 2013 mencapai 42,3 persen dari target TA 2013 atau sebesar negatif Rp25.069,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I tahun 2012 yang mencapai 50,7 persen, maka realisasi tersebut mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan terutama oleh lebih tingginya pagu pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap Yen Jepang pada tahun Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tersebut didominasi oleh mata uang Dolar Amerika Serikat (USD), Yen Jepang (JPY), dan Euro (EUR) dengan porsi masing-masing sebesar 48,1 persen, 27,2 persen, dan 11,7 persen. Realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tersebut disajikan dalam Grafik 6.4. GRAFIK 6.4 REALISASI PEMBAYARAN CICILAN POKOK PINJAMAN LUAR NEGERI SEMESTER I TAHUN 2013 Juta USD 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 - EUR JPY USD Lainnya EUR JPY USD Lainnya EUR JPY USD Lainnya EUR JPY USD Lainnya EUR JPY USD Lainnya EUR JPY USD Lainnya Jan Feb Mar Apr Mei Jun 13,0% 11,7% 27,2% 48,1% EUR JPY USD Lainnya Sum ber: Kem enterian Keuangan 6-12

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Realisasi Tahun 2017... 1.1.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2017... 1.1.2 Realisasi

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar... Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro... 1.3 Perubahan Kebijakan APBN... 1.4 Pokok-Pokok

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2017 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELAN NJA NEGAR RA TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 29 Perekonomian Indonesia di tahun 29 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 28. Mayoritas responden (48,1%) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA Direktorat Jenderal Pajak 07 September 2013 Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta PAJAK SEBAGAI KEWAJIBAN BAGI WARGA NEGARA Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Segala

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Kinerja Perekonomian 2010 dan Proyeksi 2011... 1 B. Tantangan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012... 4 C. Asumsi

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia Terkini

Kondisi Perekonomian Indonesia Terkini Kondisi Perekonomian Indonesia Terkini Disampaikan oleh: Parjiono, Ph.D Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Surabaya, 16 Agustus 2017 Kuliah Umum Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci