Deputi Bidang Ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deputi Bidang Ekonomi"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi

2 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Triwulan I Tahun 2014

3 KATA PENGANTAR Laporan Perkembangan Perekonomian Indonesia edisi triwulan I tahun 2014 merupakan lanjutan dari laporan triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Laporan triwulan I tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun Dari sisi perekonomian dunia, laporan ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Tiongkok, Jepang dan Singapura. Dari sisi perekonomian nasional, laporan ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2014 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan laporan ini dapat tercapai. I

4 Halaman ini sengaja dikosongkan II

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VI DAFTAR GAMBAR... VIII PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 6 Perkembangan Ekonomi Asia Perekonomian Tiongkok Perekonomian Jepang Perekonomian Singapura Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Perkembangan Konsumsi Semen Neraca Pembayaran Indonesia PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Undang Undang Perdangan di Syahkan Bukan Proteksionis BKPM akan Perbarui Perjanjian Investasi Bilateral dengan Semua Negara Revisi Daftar Negatif Investasi III

6 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Realisasi Per sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Global IV

7 Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Lampiran 5:Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan ITahun Perkembangan Sektor Industri Pariwisata V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 6. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012-Triwulan I Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 7. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 Maret Tabel 8. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (Miliar USD) Tabel 9. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Tabel 10. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang Sd Triwulan I 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 11. Posisi Utang Pemerintah S.D Triwulan I Tahun Tabel 12. Persentase Pinjaman Dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan I Tahun Tabel 13.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 14.Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan I Tahun 2014 (Neto)(Juta Rupiah) Tabel 15. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Per 31 Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 16. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 Sampai Triwulan I Tahun 2014 (Trilun Rupiah) Tabel 17. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun Tabel 18. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas TerpilihTriwulan I Tahun Tabel 19. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Tahun Tabel 20. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun Tabel 21. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun VI

9 Tabel 22. Negara Utama Asal Impor Triwulan I Tahun Tabel 23. Neraca Perdagangan Triwulan I Tahun Tabel 24. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 28. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun Tabel 29. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 30. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 31. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2013 (persen) Tabel 32. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw I Tahun Tabel 33. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I 2014 Berdasar Sektor (YoY) Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tabel 35. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tabel Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tabel 38. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Tahun Tabel 39. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 40.. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 41. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 42. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 43.Tingkat Inflasi Tabel 44. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 45. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 46. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 47. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Tabel 48. Indeks Saham Global Tabel 49. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 50. Harga Bahan Pokok Nasional VII

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2013 Maret Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Mobil Januari 2013-Februari Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Januari 2013 Maret Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Gambar 10. Volume dan Nilai Impor Hingga Maret Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Tahun Gambar 12. Inflasi YoY 66 Kota Juli September Gambar 13. Inflasi MtM 66 Kota Juli September Gambar 14. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Gambar 15. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 16. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) Gambar 17. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 18. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 19. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 20. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 21. Pertumbuhan PDB, Industri, dan Industri Non-Migas Tahun Triwulan I (Persen) Gambar 22. Komposisi Sektor Industri Non-Migas Dalam PDB Indonesia (Persen) Gambar 23. Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Triwulan I Tahun Gambar 24. Pertumbuhan Industri Pengolahan Triwulan I 2013 Triwulan I 2014 (QtQ) VIII

11 Gambar 25. Produksi Mobil Nasional Gambar 26. Total Ekspor Dan Impor CBU Gambar 27. Realisasi Investasi Nasional Sektor Industri Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara IX

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada bulan April tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 dan 2015 sebesar 0,1 persen, di mana pertumbuhan ekonomi dunia akan meningkat sebesar 3,6 persen pada tahun 2014 PDB Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2014 tumbuh 0,1 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU27+Bulgaria) tumbuh 1,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014 Sepanjang triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (QtQ) X

13 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Penguatan aktivitas ekonomi global diperkirakan terus berlanjut sepanjang tahun Hal ini didorong oleh pemulihan perekonomian di sebagian besar negara maju, meskipun masih belum merata. Pertumbuhan ekonomi negara maju diperkirakan melambat, dan menggambarkan kesenjangan output yang masih besar, serta penurunan harga komoditas. Di triwulan pertama tahun 2014, aktivitas perekonomian di beberapa negara berkembang sempat terpengaruh oleh dampak isu geopolitik krisis Ukraina dan kebijakan tapering off yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Selain hal itu, perekonomian di negara berkembang pada tahun ini diprediksi masih tetap memberi kontribusi lebih dari dua pertiga pertumbuhan global. Sementara itu, pertumbuhan output negara berkembang diperkirakan terus meningkat, seiring dengan penguatan ekspor ke negara maju. Pada bulan April tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 dan 2015 sebesar 0,1 persen, di mana pertumbuhan ekonomi dunia akan meningkat sebesar 3,6 persen pada tahun 2014, dan 3,7 persen pada tahun Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju di tahun 2014 tidak mengalami perubahan. Sedangkan proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang oleh IMF mengalami koreksi sebesar 0,2 persen pada tahun 2014, dan 0,1 persen pada tahun Sehingga, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang menjadi 4,9 persen pada tahun 2014, dan 5,3 persen tahun Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,0 3,6 3,7 Negara Maju 1,3 2,2 2,3 Negara Berkembang 4,7 4,9 5,3 Euro Area -0,4 1,1 1,5 Negara Berkembang Asia 6,5 6,7 6,8 ASEAN-5 5,0 4,9 5,4 Amerika Latin dan Karibia 2,6 2,6 3,0 Sub Sahara Afrika 5,1 5,4 5,5 Sumber: World Economic Outlook, April 2014 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa pada tahun 2014 diperkirakan akan tetap lemah dan rentan akibat masih tingginya tingkat utang dan fragmentasi keuangan yang menahan laju permintaan domestik. Kekhawatiran utama akan perekonomian Eropa ialah risiko negatif dari 2

14 rendahnya laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berlarut-larut. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Eropa oleh IMF dikoreksi menguat 0,1 persen pada tahun 2014 dan Sedangkan perekonomian pada negara berkembang di Asia diperkirakan mengalami pertumbuhan moderat akibat kondisi keuangan domestik maupun eksternal yang ketat, dan risiko perlambatan ekonomi global. Pada tahun 2015, pertumbuhan negara Asia akan meningkat akibat permintaan eksternal yang kuat, meskipun terdapat pelemahan nilai mata uang. Kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan relatif terjaga pada tahun Pemulihan ekonomi yang terjadi lebih cepat dikelompok negara maju turut memperkuat pemintaan eksternal bagi negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia. Namun hal ini kemungkinan akan diimbangi oleh dampak negatif dari harga komoditas yang lebih rendah, tekanan pasar yang kuat, dan ketatnya kondisi likuiditas keuangan yang diperkirakan akan membebani pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung meningkat terbatas. Kondisi ini didukung oleh kenaikan ekspor akibat depresiasi mata uang, dan pemulihan negara maju di beberapa wilayah, seiring yang kuat mendukung permintaan domestik. IMF mengkoreksi pertumbuhan Sub Sahara Afrika melemah 0,7 persen tahun 2014, dan 0,3 persen pada tahun Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Ekonomi Amerika Serikat mulai menunjukkan perlambatan pada triwulan I tahun Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, perekonomian Amerika Serikat hanya tumbuh 0,1 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, di mana terjadi penurunan signifikan dibandingkan pada periode sebelumnya tahun 2013 yang tumbuh sebesar 1,1 persen (YoY). Perlambatan perekonomian Amerika Serikat disebabkan antara lain oleh musim dingin yang buruk, menurunnya kinerja ekspor, dan penurunan investasi bisnis. Faktor lain yang turut memberi kontribusi pada penurunan perekonomian Amerika Serikat adalah menipisnya cadangan investasi. Dari sisi pengeluaran, konsumsi tumbuh 3,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, setelah tumbuh 2,3 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Konsumsi barang mengalami pertumbuhan melambat 0,4 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh 4,4 persen (YOY) pada triwulan I tahun Menurut Departemen Komersial Amerika Serikat, perlambatan pertumbuhan konsumsi masyarakat paling besar disebabkan oleh penurunan konsumsi barangbarang non durable seperti pakaian, makanan, dan minuman. 3

15 18 Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi Barang Jasa Investasi Ekspor Impor Belanja Pemerintah Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Perekonomian Amerika Serikat dari sisi investasi menurun drastis dan terkontraksi sebesar 6,1 persen pada triwulan I tahun Kondisi investasi Amerika Serikat jauh menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang justru tumbuh hingga 4,7 persen. Hal ini disebabkan oleh musim salju yang sangat dingin terjadi di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, menurunnya tingkat investasi mencerminkan penurunan pertumbuhan invetasi tetap non hunian, dan kegiatan bisnis para investor semakin terhambat. Sementara kebijakan tapering off yang dicanangkan The Fed untuk menarik likuiditas di pasar global dan menambah dana segar ke dalam negeri Amerika Serikat, ternyata tidak dapat memperbaiki kondisi investasi akibat cuaca yang memburuk. Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan April tahun 2014 masih menunjukkan posisi defisit. Berdasarkan Bureau Economic Analysis, pada April tahun 2014 defisit neraca perdagangan mencapai USD 489 Miliar (MtM), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 456,9 Miliar (MtM). Ekspor perdagangan mengalami penurunan sebesar -7,6 persen (YoY), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -1,3 persen (YoY). Barang-barang yang tercatat memiliki tingkat ekspor tertinggi adalah barang modal, perlengkapan dan material industri, serta barang lainnya. Sementara impor perdagangan mengalami penurunan cukup signifikan sebesar - 1,4 persen (YoY), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya naik sebesar 0,6 persen (YoY). Jenis barang yang tercatat memiliki tingkat impor tertinggi terdiri dari barang modal, barang konsumsi, minyak dan bentuk olahannya, serta barang lainnya. 4

16 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I Pertumbuhan Ekonomi 3,7 1,2 2,8 0,1 1,1 2,5 4,1 2,6 0,1 Konsumsi 2,9 1,9 1,7 1,7 2,3 1,8 2 3,3 3 Barang 4,6 2,2 3,7 3,7 3,7 3,1 4,5 2,9 0,4 Jasa 2,1 1,7 0,7 0,6 1,5 1,2 0,7 3,5 4,4 Investasi 10,5-1,6 6,5-2,4 4,7 9,2 17,2 2,5-6,1 Ekspor 4,2 3,8 0,4 1,1-1,3 8 3,9 9,5-7,6 Impor 0,7 2,5 0,5-3,1 0,6 6,9 2,4 1,5-1,4 Belanja Pemerintah -1,4 0,3 3,5-6,5-4,2-0,4 0,4-5,2-0,5 Belanja Pemerintah Pusat -2,5-0,2 8,9-13,9-8,4-1,6-1,5-12,8 0,7 Belanja Pertahanan -6,7-1 12,5-21,6-11,2-0,6-0,5-14,4-2,4 Belanja Non-Pertahanan 5,4 1,2 2,8 1-3,6-3,1-3,1-10 5,9 Belanja Pemerintah Daerah -0,6 0,6-0,2-1 -1,3 0,4 1,7 0-1,3 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Belanja pemerintah Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2014 sebesar -0,5 persen. Berdasarkan laporan Congressional Budget Office, defisit anggaran Amerika tahun ini menurun menjadi sebesar USD 492 miliar Amerika dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD 690 miliar Amerika. Defisit pada tahun ini berada di kisaran 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) turun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 4,1 persen. Defisit 2,8 persen dari PDB merupakan yang terendah dalam 40 tahun terakhir. Hal ini merupakan hasil kebijakan pemerintah untuk menekan biaya pertumbuhan kesehatan dan meningkatkan laporan fiskal. Sedangkan, defisit anggaran Amerika Serikat tahun 2015 diperkirakan menjadi USD 469 dolar. Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, tingkat pengangguran mengalami penurunan pada bulan April tahun 2014 menjadi 6,3 persen (MtM) dibandingkan Januari 2014 sebesar 6,7 persen (MtM). Oleh karena itu, jumlah pengangguran turun sebesar orang menjadi 9,8 juta orang. Bureau of Labor Statistics juga mengumumkan penambahan lapangan kerja baru pada bulan April tahun 2014 yakni sebesar pekerjaan. Dengan demikian, hingga April tahun 2014 perekonomian Amerika Serikat berhasil menciptakan lapangan kerja baru. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa, perdagangan ritel, jasa tempat makan dan minum, serta konstruksi. Penurunan tingkat pengangguran AS tersebut semakin mengindikasikan perekonomian dalam negeri terus memulih. Penurunan tersebut diharapkan akan berimbas pada penguatan daya beli masyarakat sehingga mendorong konsumsi domestik. 5

17 Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara Amerika Serikat pada April tahun 2014 tidak berubah yaitu sebesar 2,8 persen pada tahun 2014, dan 3,0 persen pada tahun Hal ini disebabkan oleh kecenderungan kebijakan fiskal yang moderat, dan prediksi permintaan domestik yang meningkat seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian Amerika Serikat. Selain itu, kondisi moneter yang akomodatif, sektor real estate yang mulai pulih, peningkatan kesejahteraan rumah tangga, dan ketentuan pinjaman dari perbankan semakin dipermudah yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, perekonomian Amerika Serikat diperkirakan akan melambat sebesar 3,0 persen tahun Hal ini akibat adanya perjanjian untuk melakukan pengetatan anggaran tahun Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU27+Bulgaria) tumbuh 1,4 persen pada triwulan I tahun 2014, setelah tumbuh 1 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU18, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) juga menguat sebesar 0,9 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2013 yang hanya tumbuh sebesar 0,5 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2014, Kawasan Eropa hanya tumbuh sebesar 0,2 persen (QtQ), dibandingkan triwulan IV tahun Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang tumbuh melambat sebesar 0,3 persen, dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan ekonomi Eropa salah satu penyebabnya adalah eskalasi krisis di Ukraina, meskipun isu geopolitik ini diperkirakan semakin besar pada triwulan II tahun Pertumbuhan Ekonomi Eropa triwulan I tahun 2014 dinilai masih jauh dari stabilitas yang dibutuhkan untuk meneruskan proses pemulihan dari krisis Eropa tahun Kondisi ini mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) untuk mengeluarkan langkah-langkah stimulus, dalam upaya melawan inflasi yang terus melemah bahkan cenderung menuju deflasi, dan produksi yang masih rendah. Berdasarkan publikasi Eurostat, Hungaria dan Polandia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan I tahun 2014, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 1,1 persen (QtQ), dibandingkan triwulan IV Sementara itu perekonomian Inggris dan Jerman tumbuh signifikan sebesar 0,8 persen (QtQ), dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, ekspansi ekonomi Jerman melesat dua kali lipat menjadi 0,8 persen, tetap tidak cukup untuk mengimbangi pelemahan yang terjadi di hamper seluruh wilayah Eropa. Belanda menjadi negara yang mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan I tahun 2014 sebesar 1,4 % (QtQ), dibandingkan triwulan IV tahun Perekonomian Siprus dan Portugal mengalami juga kontraksi cukup dalam sebesar 0,7 persen (QtQ). Pertumbuhan ekonomi Italia juga mengalami kontraksi 6

18 sebesar 0,1 persen (QtQ). Sedangkan, Perancis mengalami stagnasi dengan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2014, dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I tahun 2014, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa mengalami penurunan sebesar 1,6 persen. Sejalan dengan pergerakan indeks harga sektor industri, produksi industri di kawasan Eropa juga mengalami penurunan sebesar 0,1 persen (YoY), dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2013 sebesar 0,5 persen (YoY). Penurunan sebesar 0,1 persen dalam produksi industri disebabkan pengurangan produksi energi sebesar 11,9 persen, dan konsumsi barang durable sebesar 0,9 persen dibandingkan Maret tahun Sejalan dengan perlambatan ekonomi kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami pertumbuhan yang hanya sebesar 0,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, setelah pada triwulan sama pada tahun sebelumnya menguat sebesar 0,9 persen (YoY). Perlambatan pertumbuhan produksi sektor industri di kawasan Uni Eropa diakibatkan oleh penurunan harga produksi energi, dan barang durable sebesar 10,5 persen, dan 0,3 persen dibandingkan Maret tahun Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada Maret tahun Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 17,1 miliar, menurun dibandingkan Maret tahun 2013 sebesar EUR 21,9 miliar. Pada Maret tahun 2014, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 3,9 miliar, menurun cukup signifikan dibandingkan Maret 2013 sebesar EUR 14,7 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Maret tahun 2014 di kawasan Eropa meningkat sebesar 0,9 persen dan 1,6 persen di Uni Eropa dibandingkan Maret tahun Peningkatan volume perdagangan di kawasan Eropa sebesar 0,9 persen disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 1,9 persen, bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 0,8 persen serta sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,3 persen. Sedangkan, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa sebesar 1,6 persen diakibatkan oleh sektor non makanan sebesar 3,3 persen, bahan bakar kendaraan bermotor 1,8 persen, serta penurunan sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,1 persen. Sementara itu tingkat tabungan rumah tangga baik di Uni Eropa maupun di kawasan Eropa mengalami perlambatan. Tingkat tabungan rumah tangga Uni Eropa sampai dengan akhir triwulan IV 2013 tumbuh melambat 10,6 persen, jika dibandingkan triwulan III tahun 2013 tumbuh 10,7 persen. Begitu juga di kawasan Eropa, tingkat tabungan rumah tangga pada triwulan IV tahun 2013 hanya tumbuh sebesar 13,0 persen, stabil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara, tingkat investasi rumah tangga di Uni Eropa dan kawasan Eropa juga mengalami perlambatan. Pada triwulan IV tahun 2014, pertumbuhan tingkat 7

19 investasi rumah tangga Uni Eropa melambat sebesar 7,6 persen, jika dibandingkan triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 7,8 persen. Tingkat investasi rumah tangga triwulan IV tahun 2013 di kawasan Eropa hanya tumbuh sebesar 8,4 %, melemah dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 8,5 persen. Pendapatan riil per kapita di kawasan Eropa triwulan IV tahun 2013 naik sebesar 0,2 persen, sedikit menguat dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 0,1 persen. Kenaikan pendapatan riil ini disebabkan oleh menguatnya pendapatan nominal perkapita dibandingkan indeks harga yang naik sebesar 0,1 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Pada sisi defisit anggaran pemerintah terhadap PDB triwulan IV tahun 2013, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,6 persen, menurun dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 3,1 persen. Selain itu, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan III 2013 sebesar 3,5 persen menjadi 3,1 persen pada triwulan IV Seiring tren penurunan defisit anggaran pemerintah terhadap PDB, sisi pendapatan pemerintah dan pengeluaran pemerintah juga semakin membaik. Pada triwulan IV tahun 2013, total pendapatan pemerintah sebesar 46,9 persen terhadap PDB, meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 46,8 persen terhadap PDB di kawasan Eropa. Total pengeluaran pemerintah di kawasan Eropa sebesar 45,7 persen terhadap PDB, cenderung menurun dibandingkan triwulan III tahun 2013 yaitu sebesar 49,9 persen. Pada triwulan IV tahun 2013, total pendapatan pemerintah di Uni Eropa sebesar 45,7 persen terhadap PDB, cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan, total pengeluaran pemerintah di Uni Eropa sebesar 48,8 persen terhadap PDB, menurun dibandingkan triwulan III 2013 yaitu sebesar 49,2 persen. Perbaikan fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa diperkuat dengan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan IV tahun 2013, di kawasan Euro tingkat utang menurun menjadi sebesar 92,6 persen dari GDP, menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang besarnya 92,8 persen. Sejalan dengan penurunan tingkat hutang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami penurunan tingkat utang sebesar 87,1 persen terhadap PDB menurun dari triwulan III tahun 2013 sebesar 86,8 persen. Pada akhir tahun 2013, Yunani menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu sebesar 175,1 persen, disusul oleh Italia sebesar 132,6 persen, dan Portugal sebesar 129,0 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,0 persen dan Bulgaria sebesar 18,9 persen. Pemulihan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa tidak lantas menyebabkan penurunan drastis jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada Maret tahun 2014 mencapai 11,8 persen (YOY), sedikit menurun dibandingkan maret tahu 2013 sebesar 12,0 persen (YOY). Eurostat 8

20 mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki maupun perempuan di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar orang, dan di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan Maret Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada Maret tahun 2014 sebesar 10,5 persen, menurun dibandingkan Maret tahun 2013 sebesar 10,9 persen. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (26,7 persen pada Januari 2014), dan Spanyol (25,3 persen pada Desember 2013). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Austria (4,9 persen pada Desember 2013), Jerman (5,1 persen pada Desember 2013), dan Luxemburg (6,1 persen pada Desember 2013). Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa pada April tahun 2014 dikoreksi tumbuh sebesar 0,1 persen menjadi sebesar 1,2 persen pada tahun 2014, dan 1,5 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tahun 2014 berdasarkan proyeksi IMF juga dikoreksi tumbuh sebesar 0,2 persen menjadi sebesar 1,6 tahun Pada tahun 2015, Pertumbuhan Ekonomi Uni Eropa diproyeksikan tumbuh 0,1 persen menjadi sebesar 1,8 persen tahun BOX 1 Krisis Krimea dan Dampaknya bagi Perekonomian Global Krisis Krimea dipicu oleh tindakan presiden Viktor Yanukovych yang membatalkan kesepakatan dagang antara Ukraina dengan Uni Eropa. Presiden Victor Yanukovych bahkan memutuskan untuk menerima utang dari Rusia sebagai bentuk kompensasi karena pembatalan tersebut. Rusia melakukan pendekatan kepada Ukraina karena hendak membentuk pakta ekonomi pesaing Uni Eropa. Peristiwa tersebut membuat masyarakat wilayah barat yang menginginkan agar Ukraina mendekatkan diri dengan Eropa Barat dan kaum nasionalis, kemudian menggelar demonstrasi. Pada Februari 2014, Ukraina melaksanakan revolusi dan melakukan pemakzulan terhadap presiden Viktor Yanukovych. Kemudian, Ukraina membentuk pemeritahan sementara dibawah pimpinan Yatsenyuk. Namun, Rusia menuduh adanya pendanaan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mendukung revolusi, dan pemerintahan Yatsenyuk tidak sah. Konflik terus berlanjut pada semenanjung Krimea yang merupakan republik otonom negara Ukraina. Dimana di dalam wilayah ini dihuni oleh mayoritas etnis Rusia, dan minoritas Ukraina serta Tartar Krimea. Krisis semakin memanas akibat eskalasi militer dari kelompok pro rusia yang mengambil alih jalannya pemerintahan Krimea, dimana kelompok tersebut diduga merupakan militer Rusia yang berpakaian sipil. Puncak dari konfik tersebut ialah keputusan pemerintahan Krimea melaksanakan referendum, serta bergabung dengan federasi Rusia. Selanjutnya, aksi Rusia ini menimbulkan kecaman keras dari negara-negara barat seperti yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat, dan Uni Eropa. kekuatan politik dan ekonominya di tataran global. 9

21 Amerika Serikat melaksanakan pelarangan visa, dan pemblokiran aset kepada pejabat Rusia yang sedang berada di negara tersebut, dan melakukan pencegahan terhadap warganya yang hendak melakukan bisnis dengan Rusia ataupun Ukraina. Sedangkan, Dewan Uni Eropa memutuskan untuk membekukan dana dan aset dari 18 orang yang diindikasikan melakukan penyalahgunaan dana negara Ukraina atas kekerasan serta pelanggaran HAM seperti yang terjadi selama aksi unjuk rasa menentang pemerintahan. Selain itu, tindakan Rusia tersebut juga mengundang reaksi dari PBB yang telah menyiapkan langkah-langkah damai dengan memfasilitasi upaya dialog antara para pihak yang terlibat di dalam krisis Ukraina. Namun demikian, Rusia menanggapi dengan reaktif melalui berbagai tindakan untuk menunjukkan kekuatan politik dan ekonominya di tataran global. Dampak Krisis Krimea terhadap perekonomian global terkait dengan posisi Ukraina sebagai salah satu penghasil komoditas eksportir gandum dan jagung terbesar di dunia. Kenaikan harga gandum mencapai 5,9 persen menjadi USD 6,38 per bushel yang merupakan kenaikan tertinggi sejak 28 september Demikian pula dengan komoditas jagung juga mengalami peningkatan sebesar 4,2 persen menjadi USD 4,82 per bushel atau tertinggi sejak 3 September Peningkatan harga pada kedua komoditas pangan ini berdampak pada perlambatan tingkat penjualan sebagai upaya menahan harga benih yang menjadi lindung nilai (hedging) terhadap depresiasi nilai tukar. Jika kenaikan harga gandum terjadi terus menerus, maka dalam jangka pendek dapat mempengaruhi harga roti. Selain itu, Ukraina juga memiliki peran penting dalam perdagangan gas alam dengan Rusia dan Eropa. Dimana Rusia menyalurkan 25 persen kebutuhan gas Eropa dan setengah kebutuhannya didistribusikan melalui Ukraina. Dengan adanya konflik yang terus berlangsung, Rusia akan mengurangi aliran gasnya, dan berakibat pada naiknya harga energi gas untuk kebutuhan industri dan rumah tangga bagi mayoritas negara-negara di Eropa Timur dan beberapa negara di Eropa Barat, seperti Jerman dan Perancis. Dampak krisis Krimea juga dirasakan oleh negara berkembang, dimana kepercayaan para investor menjadi berkurang terhadap negara-negara tersebut. Krisis Krimea mengemuka tepat pada saat negara-negara berkembang mengalami kesulitan dalam menghadapi kebijakan penarikan dana stimulus bank sentral AS (tappering off). Implikasi dari kebijakan tersebut ialah pertumbuhan ekonomi secara global mengalami perlambatan. Meskipun ikut terkena imbas perlambatan pertumbuhan ekonomi global, krisis Krimea belum berdampak signifikan bagi perdagangan Indonesia. Namun demikian, Indonesia harus mewaspadai fluktuasi harga minyak dan gas dunia, serta embargo ekspor produk perikanan oleh Rusia akibat dari krisis Krimea. Pergerakan harga minyak dan gas dunia dapat mempengaruhi harga komoditas tersebut di dalam negeri. Sedangkan, kebijakan perdagangan Rusia yang menghentikan ekspor produk perikanan khususnya udang dan kepiting dari Indonesia maupun negara lain seperti Norwegia, merupakan salah satu upaya negara tersebut menunjukkan kekuatan ekonominya pada dunia. 10

22 Perkembangan Ekonomi Asia Beberapa kawasan dengan perekonomian terbesar mengalami perlambatan akibat dari kombinasi pengurangan stimulus Amerika Serikat, dan pertumbuhan permintaan domestik yang lemah. Perekonomian negara-negara kawasan Asia diperkirakan meningkat pada tahun 2014 dan Pada April tahun 2014, ADB mengeluarkan proyeksi, pertumbuhan negara-negara berkembang Asia pada tahun 2014 tetap sebesar 6,2 persen. Hal ini disebabkan Tiongkok tumbuh stabil meskipun pada level rendah yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi negaranegara di kawasan Asia Timur, Tenggara, dan Tengah cenderung mendatar, meskipun beberapa negara akan moderat dengan pertumbuhan konsumsi, dan investasi lebih lambat. Proyeksi ADB mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 sebesar 6,4 persen. Hal ini disebabkan pertumbuhan Tiongkok akan kembali sedikit mengalami perlambatan hingga tahun 2015, untuk membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan. Kondisi ini mungkin akan mempengaruhi perekonomian di kawasan lain melalui jalur perdagangan internasional, maupun sektor keuangan. ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur tetap sebesar 6,7 persen pada tahun 2014 dan Pertumbuhan perekonomian negara-negara di kawasan Asia Timur diperkirakan akan cenderung mendatar. Kondisi ini disebabkan oleh perbaikan ekspor netto dan permintaan domestik negara-negara industri baru di kawasan ini tertekan akibat pertumbuhan Tiongkok yang moderat. Sementara estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan mengalami penurunan menjadi sebesar 5,3 persen pada tahun 2014, dari sebelumnya sebesar 5,5 persen. Pada tahun 2015, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan tetap sebesar 5,8 persen. Perekonomian India tahun 2014 yang diperkirakan akan pulih karena faktor musim hujan membantu sektor pertanian tumbuh kuat. Akan tetapi, pelemahan dari kenaikan laju inflasi, kebijakan moneter yang ketat, dan fiscal drag turut membayangi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Sementara itu pertumbuhan ekonomi di negara Bangladesh dan Pakistan diperkirakan melambat. Kawasan ASEAN mengalami penurunan estimasi pertumbuhan, yaitu menjadi 5,0 persen pada tahun 2014, dari sebelumnya diprediksikan sebesar 5,5 persen. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara diperkirakan sebesar 5,4 persen. Perekonomian di kawasan Asia Tenggara cenderung menunjukkan pertumbuhan yang merata di hampir kawasan, walaupun beberapa negara mengalami perlambatan karena permintaan domestik yang melemah akibat guncangan di dalam negerinya. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekspor minyak, kebijakan pelarangan impor mineral dan batu bara mentah di Indonesia serta 11

23 faktor kekacauan politik di Thailand. Perlambatan perekonomian juga dialami oleh sebagian negara seperti Filipina, Malaysia, dan Singapura. Perlambatan produksi industri, pertumbuhan moderat penjualan ritel, serta ekspor menjadi faktor determinan bagi perekonomian negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Perekonomian Tiongkok Kondisi perekonomian Tiongkok pada awal tahun 2014 kembali mengalami perlambatan. Sepanjang triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (QtQ) yang merupakan laju pertumbuhan paling lambat dalam 18 bulan terakhir. Kondisi ini menurun dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,7 persen (QtQ). Kondisi perekonomian yang terus melambat berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan hanya tumbuh 7,3 persen, atau paling lambat dalam 24 tahun terakhir. Perlambatan ini merupakan dampak dari reformasi struktural yang telah dijalankan oleh pemerintah Tiongkok dan upaya mengurangi risiko keuangan untuk mengatasi ketidakseimbangan, sebagai akibat model pertumbuhan yang didorong investasi dan kredit. Presiden Xi Jinping mengatakan dalam jangka pendek, Tiongkok akan mengorbankan pertumbuhan ekonominya. Menurutnya, Tiongkok sedang memprioritaskan kestabilan ekonomi dibandingkan pertumbuhan yang cepat. Tiongkok akan mengurangi ketergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor dan investasi, serta lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri. Perubahan fundamental ekonomi Tiongkok perlu ditopang oleh transformasi birokrasi, pengurangan polusi khususnya di sektor industri, dan mendorong market driven economy. Setelah enam bulan melaksanakan reformasi, upaya transformasi birokrasi yang telah dilaksanakan diantaranya adalah pengurangan monopoli negara dalam perekonomian dan pencabutan jaminan pemerintah bagi BUMN yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing, termasuk dengan perusahaan swasta asing. Upaya pembaharuan seperti peninjauan kembali wewenang administrasi pemerintah pusat dan penyederhanaan tata cara pendaftaran badan usaha ikut mendorong peran sektor swasta. Pemerintah Tiongkok juga telah membebaskan suku bunga perbankan, dan mencabut larangan investasi asing di saham Tiongkok, hal ini memungkinkan investasi swasta dalam perbankan dan saham lintas-perbatasan antara Tiongkok dan Hong Kong, serta memudahkan persetujuan untuk akuisisi baik di luar negeri maupun dalam negeri, merger dan pengambilalihan. Selain itu, upaya perlindungan hak milik pribadi seperti sistem registrasi tempat tinggal, dan hak kepemilikan atas tanah semakin mendorong reformasi besar di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok juga memangkas pertumbuhan ekonomi demi mengatasi polusi dari sektor industri. Tiongkok masih menjadi negara penghasil emisi gas 12

24 rumah kaca terbesar di dunia. Pada tahun 2013, Tiongkok mencatat level polusi udara tertinggi selama 52 tahun. Biaya yang harus dikeluarkan Tiongkok kurang lebih sebesar 1,75 miliar Yuan antara tahun 2013 hingga tahun Tiongkok menetapkan target yang ambisius untuk menciptakan udara bersih dan memerintahkan kota-kota untuk mengurangi emisi gas beracun hingga 25 persen dalam tiga tahun ke depan. Meski demikian, tampaknya hal ini masih menjadi tantangan berat karena batubara, salah satu penyebab terbesar polusi udara, masih menjadi pilihan utama untuk pembangunan yang cepat dan murah. Selain itu, upaya pemerintah Tiongkok untuk mengatasi kelebihan kapasitas pabrik dan pengurangan pencemaran lingkungan seperti pengalihan kepemilikan perusahaan milik negara ke sektor swasta juga belum menampakkan hasil yang nyata. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulanan I tahun 2014 akibat reformasi struktural tidak menyebabkan kinerja neraca perdagangan mereka memburuk. Perdagangan Tiongkok hingga April tahun 2014 mencapai surplus sebesar USD 18,46 miliar. Ekspor dan impor Tiongkok naik tipis pada April, kembali rebound dari penurunan tajam di bulan sebelumnya. Pada bulan April tahun 2014, Administrasi Umum Bea Cukai Tiongkok melaporkan ekspor naik 0,9 persen menjadi USD 188,54 miliar (YoY). Sementara itu, impor naik 0,8 persen menjadi USD 170,09 miliar (YoY). Kondisi ini menguat dibandingkan ekspor bulan Maret tahun 2014 menurun sebesar 6,6 persen (YoY) menjadi USD 170,1 miliar. Begitu pula, kinerja impor pada Maret tahun 2014 menurun 11,3 persen (YoY) menjadi USD 162,4 miliar. Kinerja perdagangan internasional Tiongkok yang semakin membaik, diikuti apresiasi nilai mata uang Yuan. Mata uang Yuan menguat sebesar 0,32 persen menjadi 6,2265 per USD hingga akhir pekan pertama Mei tahun Aktivitas manufaktur Tiongkok pada bulan April kembali turun, setelah terjadi penguatan tiga bulan berturut-turut hingga Maret Pada bulan April tahun 2014, data HSBC menunjukkan PMI sedikit penurunan menjadi 48,1 dari sebesar 48,3 pada Maret tahun Hal ini disebabkan sektor properti masih lesu dan efek keberlanjutan dari reformasi struktural pemerintah. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan jalur rel kereta api, rumah murah, dan pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Pada kesempatan yang sama, bank sentral Tiongkok juga memangkas persyaratan rasio cadangan untuk bank di pedesaan. Sementara itu, pada April tahun 2014 IMF mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 sebesar 7,5 persen. Pada April tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 proyeksi IMF juga tidak berubah yaitu sebesar 7,3 persen. Asian Economic Integration Monitor memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 sebesar 7,5 13

25 persen. Sedangkan ADB memproyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih rendah tahun 2015 sebesar 7,3 persen. Pemerintah Tiongkok percaya bahwa dengan mempertahankan target 7,5 persen akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, menciptakan lebih banyak ruang reformasi, dan mencegah pemerintah daerah mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, pemerintah telah berjanji untuk memberikan penekanan yang lebih kuat pada kinerja pejabat lokal atas tingkat pinjaman, pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan, dan perbaikan kondisi lingkungan. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang mengalami stagnasi sejak tahun Sementara, periode waktu tahun 1993 hingga 2012, pertumbuhan riil Jepang rata-rata hanya 0,8 persen (YoY). Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar dua persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi delapan persen pada bulan April Sedangkan, kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya, merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja. Selama tahun 2013, kebijakan Abenomics memiliki dampak pada pertumbuhan ekonomi Jepang, berakhirnya deflasi dan meningkatnya ekspektasi inflasi jangka panjang. Untuk pertama kali dalam enam tahun, pemerintah Jepang secara jelas menyatakan bahwa perekonomian nasional negara tersebut mulai pulih. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2013 sebesar 1,7 persen, meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 1,4 persen. Pada triwulan I tahun 2014, Jepang mencatat pertumbuhan ekonomi terkuat sejak tahun 2011, dan mengkukuhkan momentum negara ini bangkit dari dampak bencana tsunami. Penjualan barang melonjak menjelang berlakunya kenaikan pajak penjualan pada 1 April Hal ini mendorong jutaan konsumen membeli segala hal, diantaranya mobil, elektronik seperti kulkas dan televisi, hingga minuman beralkohol. Sejalan dengan lonjakan pengeluaran konsumen, kepercayaan investor akan prospek pertumbuhan bisnis di masa depan semakin menguat dengan peningkatan capital expenditure perusahaan non manufaktur. Sentimen positif ini menyebabkan ekspansi ekonomi pada bulan Januari hingga Maret 2014, dan kenaikan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 1,5 persen (QtQ). Selain melebihi ekspektasi pasar, pertumbuhan PDB jauh lebih tinggi dibandingkan 0,1 persen pada triwulan akhir tahun Sehingga, PDB Jepang tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY), dan menjadi negara terbesar ketiga di dunia 14

26 berdasarkan pertumbuhan ekonomi secara tahunan. Seiring dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran juga mengalami penurunan. Tingkat pengangguran Jepang pada bulan Maret tahun 2014 sebesar 3,6 persen (MtM), terendah dalam enam tahun lebih terakhir. Pengangguran Jepang pada maret 2014 cenderung menurun dibandingkan bulan Februari tahun 2014 sebesar 4,3 persen (MtM). Pada Maret tahun 2014, jumlah pengangguran secara tahunan menurun sebesar 12,1 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,46 juta orang dibandingkan Maret tahun Pengeluaran konsumen yang meningkat signifikan, juga menyebabkan indeks harga konsumen (IHK) pada Maret tahun 2014 mencapai 1,6 persen (YoY). Hal ini merupakan pencapaian besar bagi pemerintah Jepang, dan menandai penguatan kinerja perekonomian Jepang telah keluar dari jerat deflasi. Tingkat inflasi Jepang kali ini juga tercatat sebagai yang tertinggi dalam lima tahun lebih. Pencapaian tingkat inflasi ini juga dinilai sebagai langkah semakin dekat menuju target ambisius pemerintah Jepang yang ingin merangsang perekonomiannya, dengan inflasi sebesar 2 persen. Namun, peningkatan pengeluaran konsumen yang signifikan akan berpotensi penurunan yang besar pula. Pada April tahun 2014, perekonomian Jepang mulai berkontraksi karena konsumen membatasi pengeluaran setelah kenaikan tarif pajak penjualan. Penjualan otomotif dan bir di Jepang menurun sebesar 12 persen (MtM), serta 20 persen (MtM). Jika kondisi ini terus berlanjut, akan ada implikasi negatif dan semakin menekan konsumsi rumah tangga. Pada Maret tahun 2014, Jepang mengalami defisit perdagangan terburuk, karena pertumbuhan ekspor melambat ke level terendah dalam setahun. Hal ini menunjukkan momentum ekonomi cepat hilang, dan kenaikan pajak penjualan mengakibatkan lebih banyak tekanan terhadap pertumbuhan. Defisit perdagangan Jepang mencapai rekor 13,75 triliun yen atau USD134,45 miliar (YoY) untuk tahun fiskal yang berakhir bulan Maret. Kondisi neraca perdagangan Jepang pada Maret 2014 merupakan defisit terburuk sejak tahun 1970an. Publikasi Departemen Keuangan Jepang menunjukkan ekspor hanya naik 1,8 persen (YoY) pada Maret tahun 2014, dibandingkan Maret tahun Sebaliknya, pada Februari tahun 2014 ekspor Jepang dapat meningkat hingga sebesar 9,8 persen (YoY). Secara umum, volume ekspor Jepang pada Maret 2014 naik sebesar 0,6 persen (YoY), namun menurun 0,2 persen (QtQ) dibandingkan triwulan IV tahun Defisit neraca perdagangan tahunan Jepang juga disebabkan oleh pelemahan nilai yen. Depresiasi mata uang dapat menarik pembeli asing dan meningkatkan keuntungan eksportir dengan pendapatan dari luar negeri. Namun, mata uang yang terdepresiasi juga mengakibatkan harga impor semakin mahal, dan mempengaruhi neraca perdagangan. Peningkatan besar dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik 15

27 tenaga nuklir pasca gempa, dan tsunami pada Maret tahun Pada Maret tahun 2014, impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan Liquefied Natural Gas (LNG) Jepang meningkat sebesar 8,0 persen, dan 4,0 persen, dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Seiring dengan penguatan ekspor, volume impor Jepang pada Maret 2014 mengalami kenaikan secara tahunan sebesar 2,4 persen (YoY). Secara triwulanan, volume impor Jepang juga mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen, dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada April tahun 2014, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 dari 1,7 persen menjadi 1,4 persen. Namun, proyeksi pertumbuhan Jepang pada tahun 2015 dari IMF tetap sebesar 1,0 persen. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 cenderung moderat, dan Jepang akan menghadapi risiko fiskal jangka menengah disebabkan kombinasi besarnya obligasi pemerintah, serta tidak ada rencana penyesuaian ekonomi jangka menengah. IMF mengingatkan upaya Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe untuk membangkitkan perekonomian lewat kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan belum selesai. Perekonomian Jepang masih akan menghadapi permasalahan kenaikan harga, inflasi tetap rendah, dan kenaikan upah yang masih lamban. Sementara itu ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2014 menjadi 1,3 persen, setelah sebelumnya diprediksikan 1,6 persen. Sedangkan, proyeksi ADB pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2015 sebesar 1,3 persen. Depresiasi Yen akan meredam prospek pertumbuhan, karena pelemahan ekspor menyebabkan Jepang kehilangan daya saing khususnya mengenai market share. ADB menyatakan skeptisisme pasar atas keberhasilan reformasi struktural, stimulus fiskal, dan moneter yang sudah dilakukan bisa menggagalkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang. Perekonomian Singapura Sebagai negara dengan Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ketiga ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut secara tahunan pada triwulan I tahun 2014 tetap sebesar 4,9 persen (YoY), tidak berubah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV tahun Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan I 2014 sebesar 2,3 persen (QtQ), menurun drastis dibandingkan pada triwulan IV tahun 2013 yaitu sebesar 6,9 persen (QtQ). Pertumbuhan ekonomi Singapura yang meningkat disebabkan oleh kenaikan pada sektor manufaktur, sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor asuransi dan keuangan, serta sektor bisnis jasa. Kenaikan dari sektor sektor ini secara keseluruhan berkontribusi hingga 80,0 persen bagi pertumbuhan PDB. Berdasarkan kontribusi industri 16

28 terhadap pertumbuhan PDB riil pada triwulan I tahun 2014, sektor manufaktur serta sektor perdagangan retail dan grosir menjadi penyumbang terbesar yaitu 1,8 persen dan 1,0 persen dari 4,9 persen pertumbuhan. Sektor manufaktur Singapura mengalami kenaikan sebesar 9,8 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 hanya naik sebesar 7,0 persen (YoY). Percepatan fase ekspansi di sektor manufaktur ini disebabkan kenaikan tajam output produksi biomedikal, pertumbuhan yang semakin kuat dari output produksi kimia dasar, dan rekayasa transportasi. Secara triwulanan, pertumbuhan sektor manufaktur Singapura naik sebesar 0,6 persen (MtM), melemah dibandingkan triwulan IV tahun 2013 naik sebesar 10,6 persen (MtM). Sebaliknya, pertumbuhan sektor konstruksi Singapura pada triwulan I tahun 2014 mengalami kecenderungan melemah. Pertumbuhan sektor konstruksi naik sebesar 6,7 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 tumbuh sebesar 7,3 persen. Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat diakibatkan oleh aktivitas konstruksi sektor swasta yang cenderung melemah. Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada triwulan I tahun 2014, tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY), cenderung melambat dibandingkan produksi triwulan sebelumnya sebesar 6,4 persen (YoY). Pelemahan di sektor ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan perdagangan grosir. Pertumbuhan sektor perdagangan ritel dan grosir 0,6 persen (QtQ), menurun tajam dibandingkan produksi triwulan IV tahun 2013 tumbuh sebesar 7,7 persen (QtQ). Seiring dengan perlambatan di sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor asuransi dan keuangan secara tahunan tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY), cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh hingga 10,5 persen (YoY). Secara triwulanan, pertumbuhan sektor asuransi dan keuangan melambat tajam sebesar 3,5 persen (QtQ) dari pertumbuhan triwulan IV tahun 2013 sebesar 26 persen (QtQ). Sedangkan, laju pertumbuhan sektor bisnis jasa moderat sebesar 3,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY). Pertumbuhan di sektor bisnis jasa yang cenderung menurun disebabkan perlambatan di segmen real estate. Berdasarkan basis triwulanan, pada triwulan I tahun 2014 sektor bisnis jasa mengalami kontraksi sebesar 1,3 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 tumbuh sebesar 5,4 persen. Salah satu hal yang menjadi faktor pendorong pertumbuhan Singapura adalah sektor pariwisata. Namun, pada triwulanan I tahun 2014 pertumbuhan sektor pariwisata cenderung menurun. Otoritas pariwisata Singapura (Singapore Tourism Board/STB) mencatat pertumbuhan jumlah wisatawan pada triwulan I tahun 2014 terkontraksi 0,6 persen atau sebanyak 3,9 juta pengunjung (YoY), cenderung menurun tajam dibandingkan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh 8,6 persen. Penurunan jumlah wisatawan mancanegara disebabkan oleh penurunan jumlah wisatawan asal Tiongkok akibat dari tragedi kecelakaan pesawat Malaysia Airlines 17

29 MH 370 pada Maret tahun Jumlah wisatawan asal Tiongkok mencapai lebih dari 20 persen dari total wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Singapura. Kemudian, pada bulan Januari hingga Maret 2014 tidak terdapat acara internasional dengan skala besar di Singapura seperti lomba balap Formula 1. Seiring dengan tren negatif sektor pariwisata Singapura, pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makanan serta sektor industri lainnya juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makanan Singapura cenderung melambat hanya sebesar 0,9 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2014 sebesar tumbuh 3,4 persen (YoY). Sektor akomodasi dan jasa makanan secara triwulanan terkontraksi sebesar 3,1 persen (QtQ), meneruskan tren negatif triwulan IV tahun 2013 terkontraksi 0,3 persen (QtQ). Sebaliknya, pertumbuhan sektor industri jasa lainnya pada triwulan I tahun 2014 meningkat sebesar 3,2 persen, dibandingkan pertumbuhan triwulan IV tahun 2013 sebesar 1,2 persen. Pertumbuhan industri jasa lainnya didukung oleh seni, rekreasi, dan hiburan, serta pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial. Pada triwulan I tahun 2014, sektor industri jasa lainnya secara triwulanan tumbuh sebesar 2,8 persen (QtQ), melambat dibandingkan triwulanan IV tahun 2014 sebesar 3,0 persen. Isu ekonomi yang sedang berkembang di Singapura saat ini adalah pemerintah Singapura terus memperketat masuknya tenaga kerja asing, di tengah ketidakpuasan di kalangan masyarakat Singapura atas besarnya kehadiran asing di negara kota kecil itu. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Singapura sebesar 5,4 juta orang. Sementara itu, hanya 3,84 juta orang yang merupakan warga negara dan penduduk tetap Singapura. Berdasarkan kajian dari pemerintah Singapura, pertumbuhan jumlah penduduk pada tahun 2030 hingga sebesar 30,0 persen atau sebesar 6,9 juta penduduk, di mana jumlah warga negara asing diperkirakan mencapai hampir 50,0 persen dari seluruh jumlah populasi negara tersebut. Kondisi ini menimbulkan protes ribuan warga dalam menanggapi hasil kajian pemerintah tersebut. Pihak berwenang secara bertahap melakukan berbagai langkah-langkah untuk memperketat arus masuk pekerja asing, termasuk kebijakan baru yang diumumkan pada bulan September tahun 2013 yang mengharuskan perusahaan untuk menunjukkan bukti mereka pertama kali mencoba untuk merekrut warga lokal sebelum mempekerjakan pekerja profesional asing. Pada awal tahun 2014, selain isu dominasi tenaga kerja asing, dan peningkatan tingkat pengangguran juga mewarnai perekonomian negara Singapura. Kementerian tenaga kerja Singapura merilis tingkat pengangguran pada triwulan I tahun 2014 yang naik menjadi sebesar 2,1 persen (QtQ), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 1,8 persen (QtQ). Realisasi tingkat pengangguran Singapura pada triwulan I tahun 2014 melebihi prediksi pengamat ekonomi yang hanya sekitar 0,3 persen. Namun, tingkat pengangguran Singapura sebesar 2,1 18

30 persen (QtQ), termasuk salah satu yang terendah di dunia. Kenaikan tingkat pengangguran didorong sentimen negatif pasar akibat angkatan kerja tidak menyediakan keterampilan yang mencukupi bagi kebutuhan dunia bisnis, sehingga terjadi ketidaksesuaian. Pengamat juga berpendapat kenaikan tingkat pengangguran Singapura juga disebabkan perubahan kebijakan pemerintah. Pemerintah Singapura mencanangkan Personal Data Protection Act. Undangundang ini bertujuan perlindungan data pribadi konsumen terhadap penyalahgunaan melalui pengaturan manajemen, dan pengolahan data pribadi yang tepat. Pelaksanaan undang-undang ini diharapkan dapat meningkatkan keunggulan dan daya saing bisnis di Singapura. Implementasi dari undang-undang ini menyebabkan perusahaan harus menyesuaikan pekerja mereka memenuhi standar tertentu. Dengan demikian, perusahaan melakukan pemangkasan jumlah pekerja dari total pekerja yang dimiliki sebelumnya. IMF pada April 2014 memproyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura pada tahun 2014 sebesar 3,6 persen. Untuk pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2015 proyeksi IMF juga tidak berubah yaitu sebesar 3,6 persen. Dalam publikasi Asian Development Outlook 2014, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura pada tahun 2014 sebesar 3,9 persen. Sedangkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura lebih tinggi tahun 2015 sebesar 4,1 persen. PDB akan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2014 dan Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, namun restrukturisasi ekonomi dalam negeri akan membebani pertumbuhan. Pengetatan pasar tenaga kerja juga akan memberi tekanan yang lebih besar terhadap inflasi. Kebijakan ekonomi dan makroprudensial harus dikalibrasi serta ditargetkan untuk mendukung transisi menuju pertumbuhan dengan produktivitas tinggi. Seperti halnya IMF dan ADB, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura memperkirakan tahun 2014 negara tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung moderat. Seiring dengan pemulihan bertahap ekonomi global, sektor yang berorientasi eksternal seperti manufaktur dan perdagangan ritel cenderung untuk memberi dukungan terhadap pertumbuhan. Sementara, sektor yang berorientasi domestik seperti bisnis jasa juga diharapkan tetap stabil. Namun, ketatnya pasar tenaga kerja diperkirakan akan membebani pertumbuhan di beberapa sektor padat karya. Dengan demikian, pemerintah Singapura akan menjaga pertumbuhan ekonomi pada level 2,0 hingga 4,0 persen. Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulanan I tahun 2014 sebesar USD 103,7 per barel cenderung menurun dibandingkan dengan rata-rata harga minyak 19

31 triwulanan IV tahun 2013 yang mencapai USD 104,5 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan I tahun 2014 mengalami penurunan menjadi USD 107,9 barel dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar USD 109,4 per barel. Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 104,4 per barel pada triwulan I tahun 2014 dibandingkan harga pada triwulanan IV tahun 2013 yang mencapai USD 106,7 per barel. Sebaliknya, harga minyak mentah WTI pada triwulan I tahun 2014 cenderung meningkat dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya. Harga minyak mentah WTI pada triwulan I tahun 2014 sebesar USD 98,7 per barel atau meningkat dibandingkan harga minyak mentah Dubai pada triwulan IV tahun 2013 sebesar USD 97,4 per barel. Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar Crude Oil (Rata-rata) 107,4 104,5 103,7 102,1 104,8 104 Crude Oil; Brent 110,1 109,4 107,9 107,4 108,8 107,4 Crude Oil; Dubai 106,2 106,7 104, ,9 104,2 Crude Oil; WTI 105,8 97,4 98,7 94,9 100,7 100,6 Indonesian Crude Price Oil 106,4 106,1 106,5 105,8 106,8 106,9 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pada triwulan I tahun 2014, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum cenderung berfluktuatif. Harga minyak mentah Brent pada Januari tahun 2014 mengalami penurunan sebesar USD 3,3 per barel menjadi sebesar USD 107,4 per barel. Pada Februari tahun 2014, harga minyak mentah Brent justru meningkat sebesar USD 1,2 per barel, namun bulan Maret tahun 2014 kembali mengalami penurunan. Sedangkan harga minyak mentah Dubai pada Januari tahun 2014 mengalami penurunan USD 3,9 per barel menjadi sebesar USD 104 per barel. Pada Februari tahun 2014, harga minyak mentah Dubai naik tipis sebesar USD 0,9 per barel, meskipun pada bulan maret tahun 2014 kembali mengalami penurunan. Demikian pula harga minyak mentah WTI pada bulan Januari tahun 2014 yang mengalami penurunan sebesar USD 3 per barel menjadi sebesar USD 94,9 per barel. Pada Februari tahun 2014, harga minyak mentah WTI mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar USD 5,8 per barel dan selanjutnya pada bulan maret tahun 2014 kembali mengalami naik tipis sebesar USD 0,1 per barel. Fluktuasi harga minyak mentah dunia pada tahun 2014 disebabkan oleh penurunan pasokan minyak dari negara-negara OPEC. Pada Maret tahun 2014, pasokan minyak mentah dunia mengalami penurunan sebesar 1,2 juta barel per hari menjadi 91,78 juta per hari. Proyeksi permintaan minyak mentah tahun

32 berdasarkan publikasi IEA dan OPEC bulan April tahun 2014, hanya meningkat sekitar 0,01 juta barel per hari dibanding dengan proyeksi pada bulan sebelumnya. Rusia adalah produsen minyak bumi terbesar ketiga di dunia (setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat) dengan rata-rata produksi sebesar 10,5 juta barel per hari hingga September Rusia juga merupakan produsen terbesar kedua gas alam pada tahun 2012 (kedua setelah Amerika Serikat). Oleh karena itu, memanasnya krisis Ukraina serta sanksi negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat terhadap Rusia dapat memicu kenaikan harga minyak. Di kawasan Asia Pasifik, kenaikan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi oleh peningkatan permintaan minyak di India yang tumbuh 2,5 persen khususnya LPG dan gasoline. Seiring dengan fluktuasi harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan I tahun 2014 cenderung volatile. Pada triwulan I tahun 2014, ICP mencapai USD 106,5 per barel atau lebih tinggi USD 0,4 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan IV tahun Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan Januari tahun 2014 sempat mengalami penurunan sebesar USD 1,4 per barel menjadi sebesar USD 105,8 per barel. Meskipun harga minyak ICP hingga maret tahun 2014 justru mengalami peningkatan sebesar USD 1,1 per barel atau menjadi sebesar USD 106,9 per barel. Fluktuasi harga minyak ICP disebabkan oleh isu geopolitik krisis Ukraina, serta penurunan permintaan minyak Tiongkok dan minyak jenis direct burning untuk pembangkit listrik Jepang. Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) 120,00 115,00 110,00 105,00 100,00 95,00 90,00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Crude Oil (Rata-rata) (USD/Brl) Crude Oil; Dubai (USD/Brl) Indonesia Crude Price Oil (USD/Brl) Crude Oil; Brent (USD/Brl) Crude Oil; WTI (USD/Brl) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 21

33 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia melambat pada triwulan I tahun 2014 dengan pertumbuhan sebesar 5,2 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2014 surplus sebesar USD 2,1 miliar 22

34 Pada triwulan pertama tahun 2014, ekonomi Indonesia kembali mengalami perlambatan. Perekonomian global yang masih mengalami perlambatan menjadi salah satu penyebab semakin melambatnya ekonomi Indonesia. Di dalam negeri, bencana alam yang terjadi pada awal tahun menekan produktivitas ekonomi Indonesia. Selain itu, penerapan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara yang melarang ekspor bahan mentah juga turut mempengaruhi ekonomi Indonesia. Diperkirakan pelarangan tersebut akan berdampak negatif terhadap perdagangan bersih sebesar USD 12,5 miliar dan menurunnya penerimaan fiskal (dari royalti, pajak ekspor, dan pajak penghasilan) sejumlah USD 6,5 miliar selama tiga tahun terhitung mulai dari tahun UU Minerba diperkirakan akan menekan ekonomi Indonesia sampai beberapa bulan ke depan karena pembangunan pabrik pengolahan (smelter) yang diperlukan membutuhkan waktu hingga 2-3 tahun. Di sisi lain, pengaruh pemilihan umum untuk mendorong perekonomian juga tidak terlalu besar. Hal ini karena pada triwulan pertama, biaya pemilu hanya ditujukan untuk kampanye, sementara pelaksanaan pemilu terjadi pada 9 April Jumlah partai peserta pemilu sebanyak 12 partai juga tidak sebanyak peserta pemilu pada tahun-tahun sebelumnya sehingga dampak pemilu terhadap perekonomian tidak terlalu besar. Pemilihan umum yang dilaksanakan tahun ini juga masih berdampak pada belum kembali normalnya minat investasi. Para investor masih melihat siapa kandidat yang akan keluar sebagai pemenang dalam pemilu presiden. PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia melambat pada triwulan I tahun 2014 dengan pertumbuhan sebesar 5,2 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2013, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh bencana alam yang mengakibatkan gagal panen, gangguan operasi produksi di beberapa sumur minyak, dan adanya kebijakan komoditas bijih besi yang dilarang dijual ke luar negeri. Sementara itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi tertekan oleh laju pertumbuhan ekspor dan impor yang menurun akibat turunnya nilai ekspor migas dan nonmigas yang merupakan dampak diberlakukannya PP No. 1 Tahun 2014, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dan ekspor nonmigas ke Jepang menurun, serta turunnya rata-rata pengeluaran dan jumlah penduduk Indonesia ke luar negeri mengakibatkan impor jasa menurun. Dari sisi lapangan usaha, seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan. Namun, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2014 masih didorong terutama oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 10,2 persen (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang besarnya 9,6 persen 23

35 (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan yang tinggi pada angkutan rel sebagai dampak penambahan rute baru pada kereta api non Jabodetabek, pertumbuhan angkutan laut sebagai akibat mulai efektifnya azas cabotage yang memberi hak untuk beroperasi secara komersial di dalam suatu negara hanya kepada perusahaan angkutan dari negara itu sendiri secara eksklusif, dan peningkatan jumlah pelanggan telepon seluler dan layanan data serta internet. Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) MENURUT LAPANGAN USAHA Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 4,6 4,2 5,6 2,1 3,7 3,3 3,3 3,8 3,3 Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,2 0,0 0,6 0,1-0,6 2,0 3,9-0,4 Industri Pengolahan 5,5 5,2 5,9 6,3 6,0 6,0 5,0 5,3 5,2 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,5 6,4 6,0 7,1 7,9 4,0 3,8 6,6 6,5 Konstruksi 7,1 6,7 7,6 8,2 6,8 6,6 6,2 6,7 6,5 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,8 8,8 7,2 7,8 6,5 6,4 6,1 4,8 4,6 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,4 9,6 9,6 10,9 9,9 10,3 10,2 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,4 7,1 7,5 7,7 8,2 7,7 7,6 6,8 6,2 Jasa-Jasa 5,5 5,8 4,5 5,3 6,5 4,5 5,6 5,3 5,8 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 Sumber: Badan Pusat Statistik Pertumbuhan yang tinggi juga dicapai oleh sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 6,5 persen (YoY) meskipun melambat dibandingkan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh 7,9 persen (YoY) yang didorong oleh konsumsi listrik pada usaha dan rumah tangga menjelang pemilihan umum serta hasil kerja PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) yang berhasil menekan tingkat kebocoran air yang disalurkan ke pelanggan hingga 40 persen. Sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, namun melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang besarnya 6,8 persen (YoY) yang didorong oleh percepatan perbaikan jalan akibat rusaknya beberapa badan jalan selama musim hujan serta dampak dari adanya peraturan menteri ESDM yang mewajibkan perusahaan pertambangan mineral membangun pabrik pengolahan bijih logam (smeltering). Sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan tumbuh 6,2 persen (YoY) atau melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh 8,2 persen (YoY). Kinerja Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan didorong oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada Subsektor Jasa Perusahaan dan Subsektor Lembaga Keuangan Bukan Bank serta peningkatan pendapatan premi asuransi dan pemanfaatan jasa konsultan, jasa periklanan pada kegiatan kampanye Pemilu tahun

36 Pertumbuhan sektor jasa yang besarnya 5,8 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa pada triwulan I tahun Pertumbuhan sektor jasa didorong oleh meningkatnya jumlah kendaraan yang diperbaiki terutama akibat musibah banjir. Sementara itu, pada triwulan I tahun 2014 pertumbuhan sektor industri pengolahan hanya mampu tumbuh 5,2 persen (YoY) atau melambat 0,8 persen dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2013, akibat penurunan subsektor pupuk, kimia, dan barang dari karet yang besarnya 0,1 persen (YoY) akibat terbatasnya pasokan pulp serat panjang pada industri nonmigas, serta subsektor gas alam cair yang besarnya 4,4 persen (YoY) sebagai dampak penurunan produksi gas dari Kilang LNG Arun dan Kilang LNG Bontang pada industri migas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY). Perlambatan juga terjadi pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 3,3 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014, sementara pada triwulan I tahun 2013 sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya mampu tumbuh 3,7 persen (YoY). Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Sumber: Badan Pusat Statistik Sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh -0,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2014 menurun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang hanya mampu tumbuh 0,1 persen (YoY) akibat diberlakukannya PP No. 1 Tahun Pertumbuhan pertambangan minyak dan gas bumi sebesar -2,1 persen (YoY) serta pertumbuhan pertambangan bukan minyak sebesar -0,7 persen (YoY) 25

37 menekan laju pertumbuhan pertambangan dan penggalian. Penurunan kinerja Subsektor Minyak dan Gas Bumi akibat gangguan operasi produksi pada Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) dan JOB Pertamina PetroTiongkok East Java (PPEJ). Sementara itu, pertambangan non migas mengalami kontraksi, sebagai dampak diberlakukannya PP No I/2014 dan Permen ESDM No 1/2014, di antaranya mengatur ekspor bahan tambang yang belum dimurnikan dan larangan bagi perusahaan tambang di Indonesia untuk mengekspor bahan tambang mentah. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2014 masih ditopang oleh pengeluaran untuk konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2013 yang tumbuh 5,2 persen (YoY). Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan tumbuh 4,5 persen (YoY), sementara untuk bukan makanan tumbuh 6,5 persen (YoY). Pertumbuhan pengeluaran konsumsi bukan makanan didorong oleh konsumsi kampanye pemilihan umum legislatif yang diikuti oleh calon anggota legislatif pada awal bulan April Sementara konsumsi pemerintah tumbuh 3,6 persen (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi pemerintah pada triwulan I tahun 2013 yang besarnya 0,4 persen (YoY). Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) MENURUT JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Konsumsi Rumah Tangga 4,9 5,2 5,6 5,4 5,2 5,1 5,5 5,3 5,6 Pengeluaran Pemerintah 6,5 8,7-2,8-3,3 0,4 2,2 8,9 6,4 3,6 Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,9 12,0 9,7 7,5 5,5 4,5 4,5 4,4 5,1 Ekspor Barang dan Jasa 8,2 2,6-2,6 0,5 3,6 4,8 5,2 7,4-0,8 Impor Barang dan Jasa 8,9 11,3-0,2 6,8 0,0 0,7 5,1-0,6-0,7 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I tahun 2014 tumbuh yang besarnya 5,1 persen (YoY) sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan I tahun 2013 yang besarnya mencapai 5,5 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi akibat perilaku investor yang masih menanti kepastian ekonomi pada tahun politik. Perlambatan PMTB dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan pada PMTB jenis alat angkutan yang berasal dari luar negeri (impor) akibat penurunan nilai impor pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan darat. Sementara itu, ekspor barang dan jasa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan hanya tumbuh sebesar -0,8 persen (YoY), tumbuh jauh 26

38 lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun 2013 yang pertumbuhannya mencapai 3,6 persen (YoY). Pelarangan ekspor bahan mentah tambang mineral dan batubara dengan diberlakukannya PP No. 1 Tahun 2014 menghambat ekspor barang Indonesia yang terlihat dari pertumbuhan komoditas utama nonmigas yang turun seperti bahan bakar mineral (-13,3 persen); serta bijih, kerak, dan abu logam (-77,3 persen). Di samping itu, ekspor jasa juga melambat karena penurunan rata-rata pengeluaran dalam US$ sebesar 11,3 persen. Sama dengan ekspor, pertumbuhan impor barang dan jasa hanya sebesar -0,7 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan I tahun 2013 sebesar 0,0 persen (YoY). Impor barang menurun 0,3 persen dan impor jasa menurun 2,0 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Impor Barang dan Jasa Pengeluaran Pemerintah Ekspor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun 2014 mencapai 110,0 basis poin yang menunjukkan optimisme masyarakat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 108,8 basis poin, peningkatan konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 110,4 basis poin dan rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks sebesar 112,5 basis poin. Tingkat optimisme konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013 yang mencapai 109,6. 27

39 Pada triwulan I tahun 2014, pertumbuhan ITK mencapai 5,1 persen (YoY). Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan triwulantriwulan sebelumnya. Pertumbuhan ITK pada triwulan I tahun 2013 bahkan menurun 1,7 persen (YoY). Tabel 6. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012-Triwulan I Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pendapatan rumah tangga 107,4 108,5 111,1 106,4 106,0 109,3 112,1 110,8 108,8 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 111,6 113,1 114,5 118,4 105,4 108,0 109,7 108,3 110,4 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 98,1 104,1 107,0 101,7 100,8 105,2 115,0 108,5 112,5 Indeks Tendensi Konsumen 106,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2014 Indeks Tendensi Konsumen 114,0 112,0 110,0 108,0 106,0 104,0 102,0 100,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2-1,7-0,7 0,8 0,9 5,1 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kenaikan ITK disebabkan oleh optimisme konsumen yang menganggap triwulan I tahun 2014 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat optimisme konsumen diperkirakan akan meningkat pada triwulan II tahun 2014 sehingga dapat mencapai 112,4. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali meningkat pada bulan Maret 2014 yang besarnya mencapai 118,2. Pada bulan Februari 2014, IKK sempat 28

40 menurun menjadi 116,2 meskipun pada bulan Januari 2014, IKK meningkat menjadi 116,7. Optimisme konsumen yang membaik terutama didorong oleh menguatnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang yang dapat dilihat dari nilai Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Kenaikan IEK terutama didorong oleh meningkatnya ekspektasi penghasilan dari 137,5 pada bulan Februari 2014 menjadi sebesar 138,4 pada bulan Maret Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja meningkat dari 110,4 pada bulan Maret 2014 menjadi 105,6 pada bulan Februari Kenaikan IKK juga turut dipengaruhi oleh ekspektasi kegiatan usaha yang besarnya 122,8 pada bulan Maret 2014 atau meningkat dibandingkan dengan ekspektasi kegiatan usaha pada bulan Februari 2014 yang besarnya 118,9. Banyaknya perbaikan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dan terkendalinya tingkat harga pada beberapa bulan terakhir meningkatkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi selama enam bulan mendatang. Di samping itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) juga mengalami peningkatan pada bulan Maret 2014, yaitu besarnya 112,5, lebih tinggi dibandingkan dengan IKE pada bulan Februari 2014 yang besarnya 111,7. Pada bulan Maret 2014, meningkatnya penghasilan saat ini menjadi 129,6 dari 128,6 pada bulan Februari 2014 serta ketersediaan lapangan kerja yang meningkat menjadi 97,6 dari 95,3 pada bulan Februari 2014 berkontribusi terhadap peningkatan IKE pada bulan Maret Namun, ketepatan waktu pembelian barang tahan lama menurun menjadi 110,2 dari 111,1 pada bulan Februari Tabel 7. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 Maret 2014 KETERANGAN Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 108,6 107,8 107,1 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 105,8 104,8 105,7 105,3 107,2 111,6 110,9 111,7 112,5 Penghasilan saat ini 121,8 125,1 127,9 126,1 125,9 127,7 128,9 128,6 129,6 Ketersediaan lapangan kerja 89,0 83,8 84,5 86,8 90,2 98,5 93,8 95,3 97,6 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 106,5 105,6 104,9 103,0 105,6 108,7 110,1 111,1 110,2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 111,4 110,8 108,6 113,7 121,4 121,3 122,4 120,7 123,9 Ekspektasi Penghasilan 133,9 133,1 133,0 137,6 139,9 137,5 138,9 137,5 138,4 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 94,2 91,6 91,0 96,0 101,2 104,7 106,8 105,6 110,4 Ekspektasi Kegiatan Usaha 106,1 107,7 101,6 107,6 123,1 121,6 121,5 118,9 122,8 Sumber: Bank Indonesia Trend kenaikan IKK terjadi pada bulan Januari-Maret Pada bulan Januari 2014, IKK meningkat sebesar 0,4 persen (YoY). IKK pada bulan Februari

41 sempat menurun dengan penurunan sebesar 0,5 persen (YoY). IKK semakin membaik pada bulan maret 2014 dengan pertumbuhan 1,2 persen (YoY). Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2013 Maret Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Sumber: Bank Indonesia, diolah IKK 116,2 116,8 116,8 113,7 111,7 117,1 108,6 107,8 107,1 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2 Kenaikan YoY (Persen) -2,5 4,6 8,9 10,9 2,5 2,4-4,3-6,8-9,0-8,4-4,8 0,1 0,4-0,5 1,2 Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Pada triwulan I tahun 2014, konsumsi mobil di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada bulan Januari 2014, konsumsi mobil di Indonesia berjumlah 103,5 ribu unit atau meningkat unit dibandingkan dengan konsumsi mobil pada bulan Desember Konsumsi mobil kembali mengalami peningkatan pada bulan Februari 2014 yang hanya berjumlah 111,8 ribu unit. Pada bulan Desember 2013, konsumsi mobil di Indonesia hanya berjumlah 97,7 ribu unit. Peningkatan konsumsi mobil pada bulan Januari-Februari 2014 mendorong pertumbuhan konsumsi mobil secara YoY masing-masing 7,0 dan 8,2 persen. Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Mobil Januari 2013-Februari ,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb ,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 96,7 103,3 96,0 102,3 99,7 104,3 112,2 78,0 116,0 112,0 111,8 97,7 103,5 111,8 Pertumbuhan YoY (Persen) 26,5 19,4 9,2 17,3 4,3 2,5 9,4 2,0 13,6 5,0 7,8 9,2 7,0 8,2 Sumber: Gaikindo, diolah Penjualan low cost green car yang meningkat mendorong kenaikan konsumsi mobil pada triwulan I tahun Meskipun demikian, konsumsi mobil di tahun 2014 diperkirakan akan melambat karena pemerintah menaikkan pajak barang 30

42 mewah untuk kendaraan bermotor di atas cc dari sebelumnya 75 persen menjadi 125 persen pada awal April Kebijakan ini dilakukan untuk memperbaiki kinerja neraca perdagangan dalam jangka panjang. Perkembangan Konsumsi Semen Konsumsi semen di Indonesia menurun pada triwulan I tahun Jumlah konsumsi semen pada triwulan I tahun 2014 besarnya ,0 ribu ton atau lebih rendah 2.350,5 ribu ton dibandingkan dengan jumlah konsumsi semen pada triwulan IV tahun Sepanjang triwulan I tahun 2014, konsumsi semen tertinggi terjadi pada bulan Maret 2014 dengan jumlah konsumsi semen sebesar 4.913,8 ribu ton atau tumbuh 8,4 persen (YoY). Konsumsi semen sempat mencapai 4.639,0 ribu ton walaupun hanya tumbuh -0,2 persen (YoY) pada bulan Januari Namun pada bulan Februari 2014, konsumsi semen lebih rendah yang besarnya 4.523,2 ribu ton atau tumbuh 2,7 persen (YoY). Perlambatan konsumsi semen lebih disebabkan oleh cuaca buruk pada awal tahun. Pada bulan Januari-Maret 2014, faktor cuaca menyebabkan banyak terjadi bencana alam di Indonesia seperti banjir serta badai di laut yang menghambat distribusi semen. Meskipun melambat, konsumsi semen di Indonesia diperkirakan akan meningkat karena penyaluran kredit perbankan ke sektor properti, terutama untuk kebutuhan kepemilikan rumah tinggal, apartemen, dan rumah toko (ruko)/rumah kantor (rukan), terus meningkat. Kencangnya laju pembangunan properti dan infrastruktur di Tanah Air turut mendorong pertumbuhan industri semen nasional. Dalam beberapa tahun ke depan, seiring dengan pembangunan properti dan infrastruktur yang masih akan terus berlanjut, konsumsi semen di Indonesia juga diprediksi terus meningkat hingga mencapai 65 juta ton pada tahun Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Januari 2013 Maret ,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar ,0 Konsumsi Semen (Ribu Ton) , Pertumbuhan YoY (%) 14,5 8,4 3,5 8,6 2,2 9,2 4,4-5,8 3,2 8,0 6,6 3,3-0,2 2,7 8,4 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah 31

43 Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2014 surplus sebesar USD 2,1 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan surplus NPI pada triwulan IV tahun 2013 yang mencapai USD 4,4 miliar. Surplus NPI didorong oleh semakin menurunnya defisit neraca transaksi berjalan sebesar USD -4,2 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan defisit neraca transaksi berjalan triwulan IV tahun 2013 sebesar USD -4,3 miliar. Selain itu, neraca transaksi modal dan finansial juga mengalami surplus yang besar meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan I tahun 2014, surplus neraca transaksi modal dan finansial tercatat sebesar USD 7,8 miliar, lebih rendah dibandingkan pada triwulan IV tahun 2013 yang mencapai USD 8,8 miliar. Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2014 mencapai USD 102,6 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor. Menurunnya defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I tahun 2014 didorong oleh penurunan impor barang menjadi USD 40,9 miliar serta berkurangnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan masing-masing besarnya USD -2,2 miliar dan USD -6,5 miliar. Sementara itu, impor nonmigas masih terkontraksi mengikuti moderasi permintaan domestik yang tercermin dari menurunnya impor bahan baku dan barang modal. Meskipun demikian, surplus neraca perdagangan nonmigas pada triwulan I tahun 2014 yang besarnya USD 6,2 miliar lebih rendah dibandingkan dengan pada triwulan IV tahun 2013 yang besarnya mencapai USD 6,9 miliar. Ekspor nonmigas menekan neraca perdagangan nonmigas pada triwulan I tahun 2014 akibat melemahnya permintaan global terutama dari Tiongkok, penurunan harga komoditas global serta pengaruh temporer kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah. Di sisi lain, pelebaran defisit neraca perdagangan migas yang besarnya USD 2,6 miliar lebih besar dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan migas yang besarnya USD 2,1 miliar meskipun impor migas terkontraksi karena mengikuti pola konsumsi BBM yang lebih rendah pada awal tahun. Di sisi lain, surplus neraca transaksi modal dan finansial yang didorong oleh meningkatnya total aliran dana asing USD 10,5 miliar pada triwulan I tahun 2013 menjadi USD 12,3 miliar pada triwulan I tahun Peningkatan tersebut terutama terjadi pada instrumen investasi portofolio yang meningkat tajam dari USD 1,8 miliar menjadi USD 9,0 miliar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh langkah kenaikan net beli asing pada instrumen portofolio berdenominasi rupiah juga oleh kebijakan pemerintah yang menerbitkan obligasi valas sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit fiskal. Selain itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial juga dipengaruhi oleh meningkatnya investasi langsung dari USD 0,5 miliar pada triwulan IV tahun 2013 menjadi USD 3,0 miliar pada triwulan I tahun Meskipun demikian, surplus neraca transaksi modal dan finansial masih lebih 32

44 rendah dibandingkan dengan surplus neraca transaksi modal dan finansial akibat penempatan simpanan swasta di luar negeri seiring derasnya aliran masuk investasi portofolio. Tabel 8. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun 2014 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 I. Transaksi Berjalan -3,2-8,2-5,3-7,8-24,4-6,0-10,1-8,6-4,3-29,1-4,2 A. Barang 3,2 0,8 3,2 0,8 8,6 1,6-0,5 0,1 4,8 6,2 3,5 - Ekspor 48,4 47,5 45,5 47,1 188,5 45,2 45,6 44,1 48,4 183,3 44,4 - Impor -44,5-46,7-42,4-46,3-179,9-43,6-46,1-44,0-43,7-177,3-40,9 1. Nonmigas 4,7 2,0 4,0 3,2 13,9 4,5 1,6 2,8 6,9 15,7 6,2 a. Ekspor 38,6 38,4 37,4 38,5 152,9 36,8 37,6 35,6 39,7 149,8 36,7 b. Impor -33,9-36,5-33,5-35,3-139,1-32,3-36,1-32,8-32,9-134,0-30,5 2. Minyak -5,3-5,3-4,2-5,6-20,4-6,4-5,1-5,7-5,4-22,5-5,9 a. Ekspor 4,6 4,3 4,2 4,7 17,9 4,3 4,2 4,8 4,5 17,9 3,6 b. Impor -9,9-9,7-8,4-10,3-38,3-10,7-9,3-10,5-9,9-40,4-9,6 3. Gas 4,4 4,2 3,4 3,2 15,2 3,5 3,0 3,0 3,2 12,8 3,3 a. Ekspor 5,2 4,8 3,9 3,8 17,7 4,2 3,7 3,7 4,1 15,7 4,1 b. Impor -0,8-0,6-0,5-0,6-2,5-0,7-0,7-0,7-0,9-2,9-0,8 B. Jasa - jasa -2,0-2,8-2,4-3,2-10,3-2,6-3,5-2,9-3,1-12,1-2,2 II. Transaksi Modal dan Finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1-0,5 8,6 5,5 8,8 22,4 7,8 A. Transaksi modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 B. Transaksi finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1-0,6 8,6 5,5 8,8 22,4 7,8 1. Investasi langsung 1,6 3,7 4,5 4,1 14,0 3,6 3,7 5,8 0,5 13,7 3,0 2. Investasi portofolio 2,6 3,9 2,5 0,2 9,2 2,8 3,4 1,9 1,8 9,8 9,0 3. Investasi lainnya -2,1-2,5-1,2 7,7 1,9-6,9 1,6-2,3 6,5-1,1-4,1 III. Total ( I + II ) -1,1-3,1 0,6 4,3 0,7-6,6-1,5-3,2 4,5-6,7 3,6 IV. Selisih Perhitungan Bersih 0,0 0,3 0,2-1,0-0,5-0,1-1,0 0,5-0,1-0,6-1,6 V. Neraca Keseluruhan (III+IV) -1,0-2,8 0,8 3,2 0,2-6,6-2,5-2,6 4,4-7,3-2,1 - Posisi Cadangan Devisa 110,5 106,5 110,2 112,8 112,8 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6 Dalam Bulan Impor 6,2 5,8 6,1 6,1 6,1 5,7 5,4 5,2 5,5 5,5 5,7 Transaksi Berjalan (%PDB) -1,5-3,7-2,4-3,6-2,8-2,7-4,4-3,9-2,1-3,3-2,1 Sumber: Bank Indonesia 33

45 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (bruto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 177,01 triliun atau mencapai 49,4 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN Total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.422,87 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.750,7 triliun pada triwulan I tahun Realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2009 sampai triwulan I tahun Sampai dengan Triwulan I tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 6,77 triliun atau 17,1 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN

46 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 9 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode 5 tahun terkahir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 23,9 persen. Pada tahun 2009 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 84,0 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 198,2 triliun di tahun Selama tahun 2013, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 224,6 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 26,8 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,4 triliun. Selanjutnya pada tahun 2014, target utang pemerintah sebesar Rp 185,1 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 205,1 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 20,9 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp1,0 triliun sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 9. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN Rata-Rata * I SBN (Neto) 99,5 91,1 119,9 159,7 224,6 205,1 22,6 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (15,5) (4,6) (17,8) (23,5) (26,8) (20,9) 14,7 a. Penarikan (Bruto) 58,7 54,8 33,7 31,4 80,6 39,1 8,3 i. Pinjaman Program 28,9 29,0 15,3 15,0 49,5 3,9 14,4 ii. Pinjaman Proyek 29,7 25,8 18,5 16,4 31,1 35,2 1,2 b. Penerusan Pinjaman (6,2) (8,7) (4,2) (3,8) (3,9) (1,2) (11,1) c. Pembayaran Cicilan Pokok (68,0) (50,6) (47,3) (51,1) (57,2) (58,8) (4,2) III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - 0,4 0,6 0,8 0,4 1,0 - Jumlah 84,0 86,9 102,7 137,0 198,2 185,1 23,9 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada tabel 10 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan Triwulan I tahun Selama tahun 2014, target pembiayaan melalui pinjaman adalah sebesar Rp 39,13 triliun yang terdiri dari pinjaman program sebesar Rp 3,9 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 35,23 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (bruto) adalah sebesar Rp357,96 triliun. Sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 83,79 triliun. Jumlah ini mencapai 46,2 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN

47 Tabel 10. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang Sd Triwulan I 2014 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2013 APBN 2014 Real sd Triwulan I 2014 % TOTAL 377,61 397,59 183,79 46,2% PINJAMAN 49,91 39,63 6,77 17,1% Pinjaman Luar Negeri 49,51 39,13 6,77 17,3% - Pinjaman Program 18,39 3,90 1,64 41,9% - Pinjaman Proyek 31,12 35,23 5,13 14,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,40 0,50 0,01 1,2% SURAT BERHARGA NEGARA 327,70 357,96 177,01 49,4% Sumber : Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (bruto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 177,01 triliun atau mencapai 49,4 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Selama triwulan I tahun 2014, realisasi pinjaman mencapai Rp 6,77 triliun atau sebesar 17,3 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN Realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar Rp 6,77 triliun atau 17,3 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN 2014 yang mencapai Rp 39,13 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 1,64 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 5,13 triliun. Sementara itu, sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pinjaman dalam negeri baru mencapai angka Rp 0,01 triliun atau sebesar 1,2 persen dari nilai APBN 2014 sebesar Rp 0,50 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2009 sampai triwulan I tahun 2014 tampak pada tabel 11 di bawah. Dalam kurun waktu 2009-Maret 2014, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 8,8 persen. Sampai dengan triwulan I tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.422,87 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan I tahun 2014, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 672,17 triliun atau naik rata-rata sebesar 1,9 persen dalam kurun 2009 sampai triwulan I tahun Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 1.750,70 triliun, meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2009 yang sebesar Rp 979,46 triliun atau 36

48 rata-rata meningkat sebesar 12,3 persen per tahun dalam kurun waktu 2009 sampai triwulan I tahun Tabel 11. Posisi Utang Pemerintah S.D Triwulan I Tahun 2014 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Mar Maret 14 Total Utang Pemerintah Pusat 1.590, , , , , ,87 8,8 a Pinjaman 611,18 617,26 621,29 616,61 710,34 672,17 1,9 1. Pinjaman Luar Negeri 611,18 616,87 620,28 614,81 708,14 669,89 1,9 Bilateral*) 387,92 380,67 381,66 359,80 380,91 362,82-1,3 Multilateral**) 202,37 208,28 212,96 230,23 287,41 267,02 5,7 Komersil***) 20,24 27,34 25,15 24,37 39,47 39,75 14,5 Suppliers***) 0,66 0,57 0,50 0,41 0,35 0,30-14,6 Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri - 0,39 1,01 1,80 2,20 2,28 - b SBN 979, , , , , ,70 12,3 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 408,92 23,4 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992, , , ,78 9,9 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Dari tabel 12 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2009 sampai triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 38,4 persen pada tahun 2009 menjadi 27,7 persen pada triwulan I tahun Tabel 12. Persentase Pinjaman Dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan I Tahun Maret Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.590, , , , , ,87 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 611,18 617,26 621,29 614,33 710,34 672,17 b SBN (dalam triliun IDR) 979, , , , , ,70 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 408,92 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992, , , ,78 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,0% 27,7% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 16,9% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 53,2% 55,4% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009 sampai triwulan I tahun Sampai triwulan I tahun 2014, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 72,3 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,0 persen pada tahun 2009 menjadi 16,9 persen pada triwulan I tahun

49 Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 13 di bawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu 2009 sampai triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.750,7 triliun pada triwulan I tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 9,9 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 836,3 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp1.341,8 triliun pada triwulan I tahun Tabel 13. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Mar-14 I. SBN Rupiah Fixed Rate ORI Variable Rate Zero Coupon SPN SBSN SUP SDHI Total SBN Rupiah II. SBN Valas INDO SBSN Valas RIJPY Total SBN Valas GRAND TOTAL SBN (I+II) Asumsi Nilai Tukar (IDR/USD) Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 14,20 16,20 18,70 22,95 27,14 30,19 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 0,65 1,65 2,65 4,15 4,15 - RIJPY (dalam miliar JPY) 35,00 95,00 95,00 155,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,85 0,84 0,81 0,76 0,77 SBN Valas (dalam %) 0,15 0,15 0,16 0,19 0,24 0,23 Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu tahun 2009 sampai triwulan I tahun 2014, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 23,4 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 150,7 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 408,9 triliun pada triwulan I tahun Dalam mata uang asing, pada triwulan I tahun 2014 outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 34,34 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 miliar. Adapun 38

50 penerbitan SBN dalam mata uang JPY dilakukan Pemerintah pada tahun 2009, 2010 dan November 2012 dengan nilai nominal masing masing sebesar JPY 35,00 miliar, JPY 60,00 miliar dan JP Y60,00 miliar. Selanjutnya Tabel 14 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2014 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk pembiayaan kembali (refinancing). Hal tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 117,7 triliun atau mencapai 57,39 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN Tabel 14. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan I Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) Target Nominal Realisasi % Realisasi Uraian sd 28 Maret 2014 SBN Netto (APBN-P 2013) ,39% SBN Jatuh Tempo ,99% Rencana Buyback ,37% Kebutuhan Penerbitan 2013 (Gross)* ,86% SUN SUN Domestik ON SPN SPNNT ORI - SUN Valas SBSN SBSN Domestik SBSN Valas - * Meneyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan I tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 682,30 triliun atau 63,60 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 359,99 triliun atau 33,56 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 2,84 persen dimiliki oleh Institusi Pemerintah. 39

51 Dari tabel 7 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu 2009 sampai triwulan I tahun 2014 meningkat ratarata sebesar 17,5 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 7,2 persen dari Rp 254,36 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 359,99 triliun pada Triwulan I tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah meningkat rata-rata sebesar 6,2 persen dari Rp 22,50 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 30,44 triliun pada triwulan I tahun Tabel 15. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Per 31 Triwulan I Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Maret 2013 Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 254,36 217,27 265,03 299,66 335,43 359,99 7,2 33,56% Bank BUMN Rekap 144,19 131,72 148,64 147,52 Bank Swasta Rekap 59,98 54,93 67,33 81,58 Bank Non Rekap 42,40 26,26 42,84 62,07 BPD Rekap 6,02 1,41 4,32 3,67 Bank Syariah 1,77 2,95 1,90 4,83 Institusi Pemerintah 22,50 17,42 7,84 3,07 44,44 30,44 6,2 2,84% Non Banks 304,89 406,52 450,75 517,53 615,38 682,30 17,5 63,60% Reksadana 45,22 51,16 47,22 43,19 42,50 44,15-0,5 4,12% Asuransi 72,58 79,30 93,09 83,42 129,55 141,28 14,2 13,17% Asing 108,00 195,76 222,86 270,52 323,83 360,91 27,3 33,64% Dana Pensiun 37,50 36,75 34,39 56,46 39,47 39,66 1,1 3,70% Sekuritas 0,46 0,13 0,14 0,30 0,88 0,83 12,5 0,08% Individu 32,48 45,75 4,26% Lain lain 41,12 43,43 53,05 64,64 46,68 49,72 3,9 4,63% Total 581,75 641,21 723,62 820,26 995, ,73 1,08 1,00 Sumber : Kementerian Keuangan Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 27,3 persen dalam kurun waktu tahun 2009 sampai triwulan I tahun Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya pembalikan mendadak (sudden reversal) dari arus modal ke luar negeri (capital outflow) yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN, mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF), serta pendalaman sektor keuangan dalam negeri (financial deepening) yang dibarengi dengan upaya peningkatan ketercakupan keuangan (financial inclusion). 40

52 Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 16 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2009 sampai triwulan I tahun Sampai dengan triwulan I tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 6,77 triliun atau 17,1 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp 5,13 triliun atau sebesar 14,6 persen dari pagu APBN 2014 dan pinjaman program sebesar Rp 1,64 trilun atau sebesar 41,9 persen dari pagu APBN Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,01 triliun atau sebesar 1,2 persen dari pagu APBN Tabel 16. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 Sampai Triwulan I Tahun 2014 (Trilun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real2013 PINJAMAN 58,66 55,19 34,37 31,95 49,91 39,63 6,77 17,1% Pinjaman Luar Negeri 58,66 54,79 33,75 31,02 49,51 39,13 6,77 17,3% - Pinjaman Program 28,94 28,97 15,27 14,98 18,39 3,90 1,64 41,9% - Pinjaman Proyek 29,72 25,82 18,48 16,05 31,12 35,23 5,13 14,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,40 0,62 0,93 0,40 0,50 0,01 1,2% Sumber: Kementerian Keuangan APBN 2014 Real Maret 2014 % 41

53 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2014 adalah sebesar USD juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,4 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2014, impor Indonesia tumbuh negatif sebesar -5,3 persen yang terutama sumber pertumbuhannya dikontribusikan oleh penurunan impor bahan baku sebesar -4,4 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 1.072,8 juta. 42

54 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Undang Undang Perdangan di Syahkan Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akhirnya mempunyai Undang-undang (UU) Perdagangan yang bersifat menyeluruh setelah rapat Paripurna DPR pada Selasa (11/2/2014) menyetujui RUU Perdagangan untuk disahkan menjadi UU. Hampir 80 tahun Indonesia tidak mempunyai Undang Undang Perdagangan. Selama ini, dasar hukum perdagangan Indonesia adalah peraturan penyelenggaraan perdagangan, Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie (BO), warisan era penjajahan Belanda. Mengingat UU Perdagangan itu bersifat menyeluruh, maka akan ada UU yang saat ini bersifat parsial yang akan dicabut, selain menyingkronkannya dengan berbagai peraturan dan regulasi atau perundang-undangan yang ada di berbagai lembaga lain dalam konteks kepentingan perdagangan. UU Perdagangan itu sendiri mengamanatkan sembilan peraturan pemerintah, 14 peraturan presiden, dan 20 peraturan menteri dengan 19 poin penting. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin berharap lahirnya UU Perdagangan ini dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa UU Perdagangan ini menyinkronkan seluruh peraturan perundangan di bidang perdagangan serta mengatur kebijakan perdagangan secara menyeluruh dalam rangka menyikapi perkembangan situasi perdagangan era globalisasi masa kini dan masa depan dan lebih mengutamakan kepentingan nasional. Bagi Kementerian Perdagangan, persetujuan DPR untuk pengesahan UU Perdagangan itu dinilai akan menjadi pintu masuk untuk menjawab tantangan perdagangan global dan mendorong perdagangan nasional yang lebih maju dan berkeadilan."uu Perdagangan yang merupakan sejarah baru bagi bagsa Indonesia ini akan mendorong perdagangan nasional yang lebih maju dan berkeadilan. UU ini akan mengatur kegiatan perdagangan Indonesia secara menyeluruh sesuai dengan tuntutan situasi perdagangan era globalisasi di masa kini dan masa depan," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi. Dengan adanya pengesahan RUU ini, pemerintah mencabut ketentuan dalam BO serta undang-undang lain yang bersifat parsial seperti Undang-Undang tentang Barang, Undang-Undang tentang Perdagangan Barang-Barang dalam Pengawasan, dan Undang- Undang tentang Pergudangan."Undang-undang ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional serta berdasarkan asas kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, kebersamaan, dan berwawasan lingkungan," katanya. 43

55 UU itu juga akan menambah daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia karena UU itu memberikan dasar hukum yang kuat bagi para investor di bidang perdagangan ataupun jasa, dan membuat Indonesia menjadi tempat yang menarik untuk berinvestasi."undang-undang ini justru bukan sesuatu yang menakutkan, akan tetapi makin menarik investasi yang tinggi. Memang harus juga disertai dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan lain-lain," ujarnya. Bukan Proteksionis Dalam UU tersebut juga terdapat upaya perlindungan pengamanan antara lain berupa pembelaan atas tuduhan "dumping" dan atau subsidi terhadap ekspor barang nasional, pembelaan terhadap ekspor barang nasional yang dirugikan akibat penerapan kebijakan dan atau regulasi negara lain, dan pengenaan tindakan pengamanan perdagangan untuk mengatasi lonjakan impor. Sebelumnya memang sudah ada ketentuan tersebut, namun saat ini diperkuat dengan adanya UU Perdagangan itu yang mengedepankan kepentingan nasional, termasuk kepentingan ekspor dan memastikan neraca perdagangan Indonesia tidak tertekan, demikian disampaikan oleh wakil menteri Perdagangan. Menurut dia, langkah tersebut bukan merupakan indikasi bahwa Indonesia makin proteksionis karena konteks perlindungan dan pengamanan tersebut juga dilaksanakan oleh negara-negara lain dan tidak akan digugat oleh Organisasai Perdagangan Dunia WTO). UU Perdagangan tersebut, jelas Bayu, sangat menggarisbawahi kepentingan nasional termasuk dalam sektor jasa, dimana sektor tersebut menjadi penentu daya saing dari ekspor Indonesia untuk kedepannya. UU itu mengatur sejumlah bidang jasa antara lain jasa bisnis, distribusi, komunikasi, pendidikan, lingkungan hidup, keuangan, konstruksi dan teknik terkait, kesehatan dan sosial, rekreasi, budaya dan olahraga, pariwisata, dan transportasi. "Yang paling diatur adalah bahwa penyedia jasa wajib dudukung dengan tenaga ahli yang kompeten dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dan pengaturan lebih lanjut akan dituangkan dalam peraturan lainnya," katanya. Berkaitan dengan penerapan UU Perdagangan yang baru itu sehubungan di tengah pembahasannya di DPR terjadi pergantian Menteri Perdagangan dari Gita Wirjawan oleh Muhammad Lutfi, berbagai kalangan mewanti-wanti agar menteri baru itu segera menerbitkan peraturan turunannya. "Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk segera mengimplementasikan UU Perdagangan yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto. 44

56 BKPM akan Perbarui Perjanjian Investasi Bilateral dengan Semua Negara JAKARTA Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya tengah mengkaji ulang perjanjian investasi bilateral alias Bilateral Investment Treatise dengan semua negara. Itu dilakukan untuk memperbarui perjanjian-perjanjian itu. Alasannya, karena sebagian besar dari perjanjian itu sudah berusia lebih dari 30 tahun. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir banyak aturan yang telah berubah di Indonesia. Jika dilanjutkan, malah akan berpotensi tumpang tindih dengan kebijakan investasi dalam negeri. Banyak Undang-Undang baru terkait investasi yang telah diperbarui dan harus disesuaikan ujar Mahendra, Selasa (22/4) di Istana Negara, Jakarta. Mahendra mengaku tidak khawatir hasil dari pemutakhiran ini akan berdampak hukum dan berbuah gugatan dari negara partner. Justru pembaruan kerjasama akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Bukan hanya itu, Mahendra optimistis nantinya malah akan memperkuat posisi Indonesia secara hukum. Dengan demikian, kerjasama yang baru nanti akan lebih cocok dengan kebijakan investasi dalam negeri. Sumber: Tribunnews.com, 22 April 2014 Revisi Daftar Negatif Investasi Dalam upaya meningkatkan penanaman modal di Indonesia dan persiapan menghadapi ASEAN Economic Community (AEC), Pemerintah Indonesia memperbaiki ketentuan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal (Daftar Negatif Investasi/DNI). Perbaikan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 April Peraturan baru menggantikan peraturan lama, Perpres No. 36 tahun Perpres baru membagi tiga kelompok bidang usaha, yaitu: 1. Bidang usaha tertutup; 2. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan, bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, dan bidang usaha yang yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal, lokasi tertentu dan perizinan khusus; 3. Bidang usaha yang terbuka. Perpres No. 39 Tahun 2014 terdiri dari 12 pasal dan 104 halaman lampiran penjelasan. Sumber: BKPM 45

57 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Volume Nilai Sumber: BPS, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2014 adalah sebesar USD juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,4 persen (YoY). Adapun sumber penurunan pertumbuhan ekspor terutama dikontribusikan oleh sektor nonmigas sebesar -1,8 persen. Untuk migas sebesar -0,6 persen. Komoditas minyak mentah dalam sektor migas menyumbang penurunan terbesar yaitu -0,4 persen. Komoditas pertambangan dalam sektor nonmigas menyumbang penurunan terbesar, yaitu-3,2 persen. Tabel 17. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2014 Komoditas Mar-14 Q Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , , ,0 Migas , , , , , ,6 Minyak Mentah , , , ,7 872, ,8 Hasil Minyak 3.967, , , ,1 340,4 914,0 Gas , , , , , ,8 Non Migas , , , , , ,4 Pertanian 5.001, , , ,3 438, ,9 Industri , , , , , ,4 Pertambangan , , , , , ,1 Pertumbuhan Ekspor* (%) 35,4% 29,00% -6,6% -3.9% 4,0% -2,4% Migas 47,4% 47,9% -10,8% -11.8% -3,2% -3,4% Minyak Mentah 33,0% 32,9% -11,1% -17.0% 7,2% -9,0% 46

58 Komoditas Mar-14 Q Hasil Minyak 75,4% 20,4% -12,8% 3.3% 13,5% -14,9% Gas 53,0% 67,3% -10,3% -11.7% -11,6% 2,1% Non Migas 33,1% 24,9% -5,5% -2.0% 5,7% -2,2% Pertanian 14,6% 3,3% 7,8% 2.9% 4,6% 3,9% Industri 33,5% 24,0% -5,0% -2.7% 4,2% 3,6% Pertambangan 35,8% 29,0% -9,6% -56.0% 14,0% -24,2% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100.0% 100,0% 100,0% Migas 17,8% 20,4% 19,5% 17.9% 17,4% 17,8% Minyak Mentah 6,6% 6,8% 6,5% 5.6% 5,7% 5,0% Hasil Minyak 2,5% 2,3% 2,2% 2.4% 2,2% 2,1% Gas 8,7% 11,2% 10,8% 9.9% 9,4% 10,7% Non Migas 82,2% 79,6% 80,5% 82.1% 82,6% 82,2% Pertanian 3,2% 2,5% 2,9% 3.1% 2,9% 2,9% Industri 62,1% 60,0% 61,1% 61.9% 66,3% 66,1% Pertambangan 16,9% 17,0% 16,5% 17.1% 13,5% 13,3% Sumber Pertumbuhan (%) Migas 8,4% 9,8% -2,1% -2.0% -0,6% -0,6% Minyak Mentah 2,2% 2,2% -0,7% -0.9% 0,4% -0,4% Hasil Minyak 1,9% 0,5% -0,3% 0.1% 0,3% -0,3% Gas 4,6% 7,6% -1,1% -1.2% -1,1% 0,2% Non Migas 27,2% 19,8% -4,5% -1.7% 4,7% -1,8% Pertanian 0,5% 0,1% 0,2% 0.1% 0,1% 0,1% Industri 20,8% 14,8% -3,0% -1.7% 2,8% 2,4% Pertambangan 6,1% 5,1% -1,6% -9.6% 1,9% -3,2% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2014adalah sebesar USD ,4juta atau tumbuh negatif sebesar -2,2 persen dibandingkan pada triwulan I tahun Komoditas biji, kerak dan abu logam (HS-26) menjadi komoditas dengan pertumbuhan negatif paling besar, yaitu sebesar -77,3 persen (YoY). Selanjutnya komoditas karet dan barang dari karet (HS-40) dengan pertumbuhan -16 persen. Komoditas bahan bakar mineral (HS-27) meskipun proporsinya paling besar untuk tahun 2013, tetapi pertumbuhannya negatif -13,3 persen. Adapun kendaraan dan bagiannya paling besar yaitu 10,8 persen. 47

59 HS Tabel 18. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas TerpilihTriwulan I Tahun 2014 Komoditas Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q (YoY) Q (YoY) 2013 Q Bahan Bakar Mineral , , ,3% 16,5% 15,4% 15 Lemak dan Minyak Hewan/Nabati , , ,8% 12,8% 14,5% 85 Mesin/Peralatan Listrik , , ,5% 7,0% 6,8% 40 Karet dan Barang dari Karet 9.394, , ,0% 6,3% 5,7% 26 Biji, Kerak dan Abu Logam 6.544,1 304, ,3% 4,4% 0,8% 84 Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik 5.968, , ,1% 4,0% 4,2% 87 Kendaraan dan Bagiannya 4.567, , ,8% 3,0% 3,5% 62 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 3.902, , ,2% 2,6% 2,8% 64 Alas Kaki 3.860,4 913, ,9% 2,6% 2,5% 39 Plastik dan Barang dari Plastik 2.527,9 656, ,2% 1,7% 1,8% Total Nilai Ekspor Non-Migas , , ,2% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan volumenya,total ekspor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar -17 persen (YoY). Sumber penurunan terbesar berasal dari komoditas biji, kerak dan abu logam (HS-26) yang pertumbuhannya sebesar -75,4 persen dan memiliki proporsi 5,8 persen dari total nilai ekspor non migas. Untuk komoditas bahan bakar mineral (HS-27), secara volume tumbuh -3,9 persen dan proporsinya merupakan proporsi terbesar, yaitu 78,8 persen. Komoditas pakaian jadi bukan rajutan (HS-62) mempunyai pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 20,2 persen. HS Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I Tahun 2014 Komoditas Vol. Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q (YoY) Q (YoY) 2013 Q Bahan Bakar Mineral , , ,9% 64,8% 78,8% 15 Lemak dan Minyak Hewan/Nabati , , ,0% 3,8% 4,8% 85 Mesin/Peralatan Listrik 572,5 130, ,5% 0,1% 0,1% 40 Karet dan Barang dari Karet 3.371,5 854, ,6% 0,5% 0,6% 26 Biji, Kerak dan Abu Logam , , ,4% 22,3% 5,8% 84 Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik 661,5 175, ,7% 0,1% 0,1% 87 Kendaraan dan Bagiannya 524,1 147, ,7% 0,1% 0,1% 62 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 198,1 60, ,2% 0,0% 0,0% 64 Alas Kaki 212,9 50, ,1% 0,0% 0,0% 39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.328,7 356, ,9% 0,2% 0,3% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,27 19,27-17,0% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah 48

60 Perkembangan ekspor non migas ke 5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan I tahun 2014 tumbuh sebesar -7,8 persen (YoY). Dari ke lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada ekspor non migas hanya ke Amerika Serikat, yaitu sebesar 2,0 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada ekspor ke Jepang (- 12,9 persen), Singapura (-13,0 persen), Tiongkok (-3,2 persen), dan India (-14,9 persen). No Tabel 19. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Tahun 2013 Negara Tujuan Ekspor Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q (YoY) Q (YoY) 2013 Q Jepang , ,0-6,6% -12,9% 10,7% 9,8% 2 Amerika Serikat , ,0 3,4% 2,0% 10,1% 10,5% 3 Singapura , ,4-1,5% -13,0% 6,9% 7,0% 4 Tiongkok , ,8 2,0% -3,2% 14,2% 13,5% 5 India , ,5 4,5% -14,9% 8,7% 7,6% Total 5 Negara Tujuan Utama , ,7 0,2% -7,8% 50,6% 48,5% Total Pasar Ekspor Lainnya , ,7-4,3% 3,7% 49,4% 51,5% Total Ekspor Non Migas , ,4-2,1% -2,2% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Impor Gambar 10. Volume dan Nilai Impor Hingga Maret 2014 Sumber: BPS, diolah Pada triwulan I tahun 2014, impor Indonesia tumbuh negatif sebesar -5,3 persen yang terutama sumber pertumbuhannya dikontribusikan oleh penurunan impor bahan baku 49

61 sebesar -4,4 persen. Berdasarkan sektornya, pertumbuhannya negatif terutama dikontribusikan oleh sektor migas dengan sumber pertumbuhan sebesar -10,7 persen sedangkan sektor non migas kontribusinya -4,2 persen. Tabel 20. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2014 Komoditas Mar-14 Q Nilai Impor (USD Juta) , , , , , ,2 Barang Konsumsi 9.991, , , , ,8 2966,5 Bahan Baku , , , , , ,5 Barang Modal , , , , ,5 7212,2 Migas , , , , , ,3 Minyak Mentah 8.531, , , , ,5 3387,6 Hasil Minyak , , , , ,5 6775,9 Gas 863, , , ,9 209,6 848,8 Non Migas , , , , , ,9 Pertumbuhan Impor* (%) 40,1% 30,8% 8.02% -2,6% 5,4% -5,3% Barang Konsumsi 47,9% 34,0% 0.2% -2,0% 20,5% 4,7% Bahan Baku 41,8% 32,6% 7.0% 1,3% 6,2% -5,8% Barang Modal 31,7% 23,0% 15.2% -17,4% -4,1% -6,5% Migas 44,4% 48,5% 4.6% 4,5% 15,8% -4,3% Minyak Mentah 15,9% 30,7% -3.2% 25,8% 33,2% 0,8% Hasil Minyak 61,8% 56,1% 1.9% -0,4% 15,0% -6,7% Gas 76,5% 63,6% 118.2% 1,0% -35,8% -4,0% Non Migas 39,0% 26,3% 9.0% -6,1% 1,9% -5,6% Proporsi Impor (%) 100,0% 100,0% 100.0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,4% 7,5% 7.0% 7,0% 7,4% 6,9% Bahan Baku 72,8% 73,8% 73.1% 76,1% 77,1% 76,5% Barang Modal 19,8% 18,7% 19.9% 16,9% 15,4% 16,7% Migas 20,2% 22,9% 22.2% 23,8% 27,5% 25,5% Minyak Mentah 6,3% 6,3% 5.6% 7,3% 9,8% 7,8% Hasil Minyak 13,3% 15,9% 14.96% 15,3% 16,3% 15,7% Gas 0,6% 0,8% 1.6% 1,7% 1,4% 2,0% Non Migas 79,8% 77,1% 77.8% 75,0% 72,5% 74,5% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 3,5% 2,6% 0.0% -0,1% 1,5% 0,3% Bahan Baku 30,4% 24,0% 5.1% 1,0% 4,8% -4,4% Barang Modal 6,3% 4,3% 3.0% -2,9% -0,6% -1,1% Migas 9,0% 11,1% 1.0% 1,1% 4,4% -10,7% Minyak Mentah 1,0% 1,9% -0.1% 1,9% 3,2% 0,1% Hasil Minyak 8,2% 8,9% 0.3% -0,1% 2,5% -1,1% Gas 0,5% 0,5% 1.9% 0,0% -0,5% -0,1% 50

62 HS Komoditas Mar-14 Q Non Migas 31,1% 20,3% 7.0% -4,6% 1,4% -4,2% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan negatif di sektor non migas pada triwulan I tahun 2014, sebesar -5,58 persen dibanding triwulan I tahun 2013, dikontribusikan terbesar oleh penurunan nilai impor komoditas sisa industri makanan (HS-23) yang turun sebesar -24,9 persen dan memiliki proporsi sebesar 1,7 persen terhadap total impor non migas Indonesia. Komoditas mesin/peralatan mekanik (HS-84) merupakan komoditas dengan proporsi 19,4 persen, terbesar diantara komoditas terpilih, tetapi pertumbuhannya negatif -3.8 persen. Untuk komoditas dengan pertumbuhan positif terjadi pada komoditas plastik dan barang dari plastik (HS-39) yang tumbuh 1,9 persen dengan proporsi 5,7 persen kemudian komoditas bahan kimia organik (HS-29) dengan pertumbuhan 3,3 persen dengan proporsinya 5,6 persen, serta komoditaskapas (HS-52) dengan pertumbuhan 2,6 persen dengan proporsinya 1,9 persen. Tabel 21. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2014 Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q (YoY) Q (YoY) 2013 Q Mesin/peralatan mekanik , , ,8% 19,3% 19,4% 85 Mesin dan Peralatan Listrik , , ,3% 12,9% 13,8% 72 Besi dan Baja 7.914, , ,2% 5,6% 6,4% 87 Kendaraan Motor dan Bagiannya 7.914, , ,5% 5,6% 5,0% 39 Plastik dan Barang dari plastik 7.642, , ,9% 5,4% 5,7% 29 Bahan Kimia Organik 7.011, , ,3% 5,0% 5,6% 73 Barang dari Besi dan baja 4.747, , ,7% 3,4% 3,2% 10 Serealia 3.621,40 685, ,8% 2,6% 2,1% 23 Sisa Industri Makanan 3.042,10 541, ,9% 2,2% 1,7% 52 Kapas 2.554,90 612, ,6% 1,8% 1,9% Total Nilai Impor Non-Migas , ,89-5,20% -5,58% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan negara utama asal impor untuk triwulan I tahun 2014, nilai impor dari 6 (enam) negara utama juga mengalami penurunan sebesar -3,6 persen (YoY) dengan sumber penurunan utama adalah nilai impor dari Korea Selatan dan Uni Eropa yang turun sebesar -19,5 persen dan -11,2 persen dengan proporsi nilai impor sebesar 5,5 persen dan 9,2 persen. Negara Tiongkok dengan proporsi 20,8 persen, tetapi pertumbuhannya positif sebesar 9,7 persen. 51

63 Tabel 22. Negara Utama Asal Impor Triwulan I Tahun 2014 No Negara Asal Impor 2013 Q Pertumbuhan 2013 (YoY) Q (YoY) Proporsi 2013 Q ASEAN , ,50-4,5% -5,1% 21,5% 21,0% 2 Uni Eropa , ,20-4,1% -11,2% 9,6% 9,2% 3 Jepang , ,20-16,2% -9,0% 13,5% 12,3% 4 Tiongkok , ,20 2,1% 9,7% 21,0% 20,8% 5 Amerika Serikat 8.879, ,90-22,6% 3,3% 6,3% 5,8% 6 Korea Selatan 8.813, ,60 6,2% -19,5% 6,2% 5,5% Total Negara Asal Utama , ,60-6,1% -3,6% 78,0% 74,5% Negara Lainnya , ,90-2,7% 16,6% 22,0% 25,5% Total Impor Non Migas , ,50-5,4% 0,8% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 1.072,8 juta. Berdasarkan neraca perdagangan pada triwulan I tahun 2014, pertumbuhan positif terjadi pada sektor nonmigas yaitu sebesar 34,8 persen (YoY). Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada sektor migas yaitu sebesar -6,6 persen (YoY). Tabel 23. Neraca Perdagangan Triwulan I Tahun Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,0-3,9% -8,8% -2,4% Ekspor Migas , , ,6-11,5% -11,2% -3,4% Ekspor Non Migas , , ,4-2,1% -8,2% -2,2% Impor Total (USD Juta) , , ,2-2,7% -6,6% -5,3% Impor Migas , , ,3 4,4% 1,4% -4,3% Impor Non Migas , , ,9-6,1% -3,3% -5,6% Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,8 138,7% -53,3% -556,7% Migas , , ,7 110,1% 57,1% -6,6% Non Migas 9.860, , ,5 151,0% -33,9% 34,8% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok selama bulan Januari-Februari 2014 mengalami defisit sebesar USD ,4 juta. Adapun pertumbuhan neraca perdagangannya dibanding bulan Januari-Februari 2013 adalah sebesar 33,7 persen dengan pertumbuhan positif dari sektor migas dan pertumbuhan negatif dari sektor nonmigas. 52

64 Tabel 24. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2013 Jan Feb 2013 Jan Feb 2014 Pertumbuhan Jan Feb 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,9 1,3% Ekspor Migas 1.319,4 222,9 161,9-27,4% Ekspor Non Migas , , ,1 3,2% Impor Total (USD Juta) , , ,3 8,6% Impor Migas 279,1 16,0 9,4-41,1% Impor Non Migas , , ,9 8,8% Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,4 33,7% Migas 1.040,1 206,9 152,5-26,3% Non Migas , , ,8 23,6% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-Jepang periode bulan Januari-Februari tahun 2014 menunjukkan performa yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai neraca perdagangan yang positif sebesar USD 1.077,1 juta. Pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia- Jepang bulan Januari-Februari tahun 2014 tumbuh sebesar -31,0 persen bila dibandingkan dengan bulan Januari-Februari tahun Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2013 Jan Feb 2013 Jan Feb 2014 Pertumbuhan Jan Feb 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,0-15,1% Ekspor Migas , , ,7-14,2% Ekspor Non Migas , , ,3-15,7% Impor Total (USD Juta) , , ,8-7,0% Impor Migas 230,9 5,6 14,1 152,4% Impor Non Migas , , ,7-7,3% Neraca Perdagangan (USD Juta) 7.801, , ,1-31,0% Migas , , ,5-14,7% Non Migas ,7-326,6-533,4 63,3% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika selama bulan Januari-Februari 2014 mengalami surplus sebesar USD 1.372,5 juta dengan pertumbuhan dibanding periode yang sama tahun 2013 adalah sebesar 5,1 persen. Pertumbuhan neraca perdagangan positif ini juga berbanding lurus dengan pertumbuhan positif dari sektor migas (46,7 persen) dan sektor nonmigas (2,4 persen). 53

65 Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2013 Jan Feb 2013 Jan Feb 2014 Pertumbuhan Jan Feb 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,3 6,6% Ekspor Migas 609,8 83,9 119,8 42,8% Ekspor Non Migas , , ,5 5,3% Impor Total (USD Juta) 9.065, , ,8 8,2% Impor Migas 188,9 4,3 3,1-28,2% Impor Non Migas 8.876, , ,7 8,3% Neraca Perdagangan (USD Juta) 6.626, , ,5 5,1% Migas 421,0 79,6 116,8 46,7% Non Migas 6.205, , ,7 2,4% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan performa yang baik, yang ditunjukkan oleh nilai surplus perdagangan selama bulan Januari-Februari 2014, yaitu sebesar USD 902,3 juta. Pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia-India bulan Januari-Februari tahun 2014 tumbuh sebesar -44,5 persen bila dibandingkan dengan bulan Januari- Februari tahun Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2013 Jan Feb 2013 Jan Feb 2014 Pertumbuhan Jan Feb 2014 Ekspor Total (Juta USD) , , ,5-32,1% Ekspor Migas 21,0 0,5 5,6 986,2% Ekspor Non Migas , , ,9-32,3% Impor Total (Juta USD) 3.964,0 709,4 683,2-3,7% Impor Migas 195,1 4,9 66,0 1257,8% Impor Non Migas 3.768,9 704,5 617,2-12,4% Neraca Perdagangan (Juta USD) 9.067, ,3 902,3-44,5% Migas -173,9-4,4-60,5 1289,6% Non Migas 9.241, ,6 962,7-40,9% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Tingkat optimisme pelaku bisnis dalam melihat potensi bisnis pada triwulan I tahun 2014 masih baik, terlihat dari Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada triwulan I tahun 2014 walaupun mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya, dengan nilai ITB sebesar 101,95. Penurunan kondisi bisnis ini terjadi hampir pada semua sektor, dengan indeks terendah pada sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai ITB 94,61. Untuk variabel pembentuk ITB triwulan I-2014 terbesar adalah penggunaan kapasitas 54

66 Indeks produksi/usaha. Adapun perkiraan ITB pada triwulan II tahun 2014 adalah sebesar 105,98. Tabel 28. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun 2014 No Sektor dalam ITB Q Q Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan ITB Variabel pembentuk ITB Q Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha Rata Rata Jam Kerja 95,54 115,79-115,79-2 Pertambangan dan Penggalian ,61 95,17 93,73 94,52 3 Insdustri Pengolahan 104,16 99,75 100,11 97,14 100,57 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 107,33 99,96 99,22 99,58 100,72 5 Konstruksi 106,31 98,32 97,64 97,06 99,41 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 106,94 99,77 98,34 99,86 100,90 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 105,68 104,09 104,56 103,55 103,93 8 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 107,2 108,43 108,55 108,96 108,11 9 Jasa-jasa 103,33 108,30 107,82 108,97 108,41 Sumber: BPS diolah Total 104,72 101,95 101,43 102,74 102,07 Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Tahun ,86 106,92 107,43 106,12 105,98 105,75 104,22 104,83 104,72 103,88 103,89 101,95 102,16 102, Triwulan Sumber: BPS diolah Catatan: * I-2014 angka perkiraan ITB berkisar antara 0 sampai 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB = 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebelumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat) dibandingkan triwulan sebelumnya 55

67 Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Januari 2014 hingga 9 Mei 2014, 1 (satu) dari 5 (lima) komoditas tertentu mengalami tren kenaikan harga, yaitu minyak goreng curah. Harga minyak goreng kemasan sempat mengalami kenaikan yang cukup signifikan (7,6 persen) pada bulan Maret tahun Hanya komoditas gula pasir yang menunjukkan tren harga yang menurun. Tabel 29. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr Mei 14 Beras Medium (Rp/Kg) Gula Pasir (Rp/Kg) HARGA Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) Tepung Terigu (Rp/Kg) Beras Medium (Rp/Kg) 2,0% 1,9% 1,0% -2,1% -0,3% INFLASI PERIODIK Gula Pasir (Rp/Kg) -1,3% -1,4% -1,2% -1,4% -0,3% Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) 0,3% 1,3% 7,6% -5,6% 0,0% Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 3,4% 2,3% 2,5% 0,1% 0,4% Tepung Terigu (Rp/Kg) 3,4% 0,8% 0,9% -0,7% -0,2% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Pada bulan Maret tahun 2014, harga nikel mengalami peningkatan yaitu sebesar USD ,1; lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencapai USD ,6. Sementara pada bulan yang sama, harga kacang kedelai mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar -15,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya. ENERGI Tabel 30. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITAS Jan-14 Feb-14 Mar-14 Coal, Australia 96,4 84,6 81,6 76,3 73,3 Crude oil, West Texas 94,2 97,9 94,9 100,7 100,6 PERTANIAN Cocoa 2,4 2,4 2,8 2,8 3,0 Coffee, robusta 2, ,9 2,1 2,3 Palm oil ,0 961,0 Soybeans ,0 500,0 Shrimp, Mexico 10,1 13,8 17,1 17,1 17,1 Woodpulp 762,8 823, ,3 875,0 Rubber*, Singapore 3,4 2,8 2,3 2,1 2,3 LOGAM & MINERAL Copper 7.962, , , , ,0 56

68 KOMODITAS Jan-14 Feb-14 Mar-14 Iron ore 128,5 135,0 128,0 121,4 111,8 Nickel , , , , ,1 Tin , , , Zinc INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia -20,3% -12,2% -3,2% -6,5% -3,9% Crude oil, West Texas Int. -0,9% 3,9% -3,1% 6,1% -0,1% PERTANIAN Cocoa -19,7% 2,1% 0,0% -0,7% 7,1% Coffee, robusta -5,9% -8,4% -0,5% 8,8% 9,5% Palm oil -11,2% -14,2% -5,2% 5,0% 5,8% Soybeans 9,2% -9,0% -0,4% 4,4% -15,4% Shrimp, Mexico -15,7% 37,6% 0,0% 0,1% 0,0% Woodpulp -15,2% 7,9% -0,6% 0,6% 0,5% Rubber*, Singapore, RSS3-30,0% -17,5% -9,0% -9,9% 9,5% LOGAM & MINERAL Copper -9,8% -7,9% 1,1% -1,9% -7,0% Iron ore -23,4% 5,1% -5,9% -5,2% -7,9% Nickel -23,4% -14,4% 1,3% 0,7% 10,4% Tin -18,9% 5,5% -3,1% 3,4% 0,9% Zinc -11,0% -2,1% 3,1% -0,1% -1,3% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah 57

69 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, triwulan I tahun 2014 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 5,1 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Triwulan I 2014 sebesar Rp ,1 Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan I tahun 2013 mengalami surplus sebesar 3.352,9 juta USD. 58

70 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2014 tumbuh sebesar 0,95 persen dibanding triwulan sebelumnya (QtQ) dengan pertumbuhan tertinggi didukung oleh sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan yang meningkat sebesar 22,70 persen. Secara YoY, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2014 tumbuh sebesar 5,21 persen. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2014 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB yaitu 58,52 persen, diikuti Pulau Sumatera. Pada sisi penggunaan, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I tahun 2014 sebesar 5,13 persen, dibanding triwulan IV tahun 2013 (QtQ). Jika dibanding triwulan yang sama tahun 2013 (YoY), maka pertumbuhan PMTB triwulan I-2014 mengalami pertumbuhan minus 5,62 persen. Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2014 (YoY) sebesar 5,13 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Alat Angkutan Dalam Negeri yang tumbuh sebesar 8,73 persen, dan Bangunan dengan pertumbuhan 6,54 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun 2014 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 26,05 persen. Tabel 31. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2013 (persen) 2013 Q Q Q Q Y-o-Y (QtQ) (Y-o-Y) (QtQ) (Y-o-Y) Pertumbuhan PDB (%, YoY) 5,78-1,42 5,72 0,95 5,21 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 4,71 2,9 4,4-5,62 5,13 a. Bangunan 6,57 4,5 6,7-5,21 6,54 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 4,71-5,2 5 1,86 4,89 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri -0,38 1,4-0,4-6,66 5,11 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 12, ,7 5,66 8,73 e. Alat Angkutan Luar Negeri -10,13-10,7-18,7-14,15-15,76 f. Lainnya Dalam Negeri 16,02 9,3 14,9-5,82 6,30 g. Lainnya Luar Negeri 4,96-7,3 9-11,58 2,46 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 31,66 32,45 30,8 a. Bangunan 26,81 27,46 26,05 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,31 0,3 0,31 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 2,82 3,01 2,89 59

71 2013 Q Q Q Q d. Alat Angkutan Dalam Negeri 0,25 0,25 0,26 e. Alat Angkutan Luar Negeri 0,79 0,72 0,62 f. Lainnya Dalam Negeri 0,46 0,49 0,45 g. Lainnya Luar Negeri 0,23 0,24 0,22 Sumber data: BPS. Keterangan : * Angka Sementara,** Angka Sangat Sementara Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2014 Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Triwulan I 2014 sebesar Rp ,1, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2013 (QtQ) atau tumbuh sebesar 1,71%. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi Triwulan I 2014 sebesar USD 6.856,2 juta, atau mengalami penurunan sebesar 7,53 persen dibanding Triwulan IV tahun 2013 (QtQ). Jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY), realisasi PMDN tumbuh sebesar 25,9 persen dan realisasi PMA mengalami penurunan sebesar 2,7 persen. TAHUN Tabel 32. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw I Tahun 2014 PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (RpMiliar) (USD juta) PMDN PMA , , , ,40 68,90% 72,60% , ,40-41,60% 43,80% , ,20 85,60% -27,30% , ,80 60,40% 49,90% , ,20 25,40% 20,10% , ,70 21,30% 26,10% , ,50 39,00% 16,50% 2014 Trw I (q-t-q) , ,2 1,71% -7,53% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan I tahun 2013 mencapai USD 7.048,2 juta atau tumbuh 23,1 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan sebesar 23,1 persen ini di dorong oleh pertumbuhan sektor sekunder yang tumbuh 96,8 persen, sektor primer 4,7 persen, sementara sektor tersier mengalami penurunan sebesar -55,4 persen. Untuk PMDN pada periode yang sama, tumbuh sebesar 39,6 persen, dan realisasi mencapai Rp27,5 miliar. Untuk PMDN, pertumbuhannya didorong oleh sektor tersier sebesar 168,7 persen, sektor sekunder tumbuh 34,6 persen, sedangkan sektor primer mengalami penurunan sebesar -10,7 persen. 60

72 Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan I tahun 2013, untuk PMA maupun PMDN, sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar, dengan share untuk PMA sebesar 64,6 persen dan PMDN sebesar 39,7 persen. Realisasi per sektor untuk PMA pada Triwulan I 2014 sebesar USD6.856,2 juta atau mengalami penurunan sebesar 7,53 persen dibandingkan Triwulan IV tahun 2013 (QtQ). Penurunan terjadi pada sektor tersier sebesar 56,73 persen, sementara sektor primer dan sekunder masing-masing mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 62,17% dan 1,83%. Realisasi per sektor untuk PMDN tumbuhan sebesar 1,71 persen dibanding periode sebelumnya (QtQ) dengan realisasi sebesar Rp ,1 miliar. Kenaikan ini didorong pertumbuhan sektor tersier sebesar 101,79 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY), PMA menagalami penurunan sebesar 2,73 persen dan untuk PMDN tumbuh sebesar 25,91 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada Triwulan I 2014 tahun 2013, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan share 50,95 persen dan sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor tersier sebesar 62,71 persen. Tabel 33. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I 2014 Berdasar Sektor (YoY) Tahun PMA Jumlah PMDN (juta US Primer Sekunder Tersier $) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , trw IV 1.378, , , , , , , , trw I 2.235, , , , , , , ,1 PertumbuhanTrw I 2014/Trw IV 2013 PertumbuhanTrw I 2014/Trw I ,17% 1,83% -56,73% -7,53% -82,73% -13,72% 101,79% 1,71% 31,89% -23,27% 40,76% -2,73% -75,23% 1,73% 132,83% 25,91% Share 2014 Trw I 32,60% 50,95% 16,45% 100,00% 5,18% 32,10% 62,71% 100,00% Sumber: BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada Triwulan I 2014 realisasi PMA pada lima (5) besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi berturut turut adalah sektor Pertambangan dengan persentase 24,0 persen, Industri Makanan 11,3 persen, Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 8,8 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan 8,4 persen, Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan 7,5 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurut turut adalah Listrik, Gas Air 32,8 persen, Industri Makanan 14,0 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 13,2 persen, Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 8,9 persen dan Konstruksi 6,6 persen. Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I

73 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha US$ Juta % Thd Total Sektor/Bidang Usaha Pertambangan 1.645,9 24,0% Listrik, Gas dan Air ,4 32,8% Industri Makanan ,3% Industri Makanan 4.836,1 14,0% Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 605,9 8,8% Tanaman Pangan dan Perkebunan 578,0 8,4% Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Percetakan Rp. MIliar % Thd Total Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 4.558,4 13,2% Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 3.068,0 8,9% 514,5 7,5% Konstruksi 2.298,4 6,6% Lainnya 2.733,9 39,9% Lainnya 8.510,8 24,6% JUMLAH/TOTAL 6.856,2 100,0% JUMLAH/TOTAL ,0 100,0% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Berdasar Lokasinya, Triwulan I 2014 pertumbuhan realisasi PMDN terbesar di Jawa, diikuti Sulawesi. Untuk Sumatera, Maluku, Kalimantan, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara mengalami penurunan realisasi sehingga tumbuh negatif. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada Triwulan I 2014 yaitu 80,5 persen, 10,1 persen dan 7,0 persen Pertumbuhan realisasi PMDN per lokasi pada Triwulan I-2014 dibanding triwulan IV-2013 (QtQ) hanya tumbuh sebesar 1,7 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pertumbuhan realisasi investasi PMDN sebesar 25,9 persen. Tabel 35. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) TAHUN LOKASI TOTAL Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, , , , , , , ,9 888, , Trw IV 6.183, , , ,8 619,1 124,2 293, , Trw-I 3.483, ,4 33, ,8 690,0 61,7 33, ,1 PertumbuhanTrw I 2014/Trw IV 2013 PertumbuhanTrw I 2014/Trw I ,7% 92,5% -96,7% -78,4% 11,5% -50,4% -88,6% 1,7% -13,7% 106,4% -32,3% -73,3% 10,9% -25,1% -41,4% 25,9% Share 2014 Trw I 10,1% 80,5% 0,1% 7,0% 2,0% 0,2% 0,1% 100,0% Sumber: BKPM, diolah 62

74 Untuk PMA pertumbuhan triwulan I tahun2014 dibanding triwulan IV-2013 (QtQ) mengalami penurunan sebesar 7,5 persen dengan pertumbuhan terbesar dikalimantan, dan Sumatera. Lokasi lainnya yaitu Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY), realisasi PMA mengalami penurunan sebesar 2,7 persen dengan pertumbuhan terbesar dialami oleh Kalimantan. Secara sumbangan, pada triwulan I 2014 pulau Jawa memberikan sumbangan terbesar yaitu 53,6 persen. TAHUN Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , Trw IV 647, ,6 388,1 756,9 241,4 47,2 423, , Trw I 1.270, ,2 266, ,1 171,5 37,2 363, ,2 Pertumbuhan Trw I 2014/Trw IV 2013 Pertumbuhan Trw I 2014/Trw I ,2% -33,8% -31,2% 97,4% -29,0% -21,2% -14,1% -7,5% 17,2% -13,9% 18,7% 341,7% -76,2% -41,7% -56,6% -2,7% Share 2014 Trw I 15,4% 53,6% 3,2% 4,8% 10,2% 0,9% 11,9% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I 2014 untuk PMDN, empat (4) lokasi yang diminati berada di pulau Jawa, dan satu lokasi di provinsi Kalimantan Barat dengan DKI Jakarta yang memiliki share realisasi PMDN terbesar yaitu 23,9%. Tabel Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I 2014 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) US$ Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total Jawa Barat 1.767,4 25,8% DKI Jakarta 8.271,7 23,9% Kalimantan Timur 798,6 11,6% Jawa Barat 8.088,3 23,4% Riau 618,7 9,0% JawaTimur 7.713,9 22,3% Banten 591,0 8,6% Jawa Tengah 3.311,7 9,6% 63

75 DKI Jakarta 416,6 6,1% Kalimantan Barat 1.570,4 4,5% Gabung Lainnya 2.663,9 38,9% Gabung Lainnya 5.665,2 16,4% Total 6.856,2 100,0% Total ,0 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA, lima (5) lokasi dengan realisasi paling besar berturu-turut adalah Jawa Barat, Kalimantan Timur, Riau, Banten, dan DKI Jakarta. masih tetap pulau Jawa yaitu Jawa Barat dan Banten, Jawa Timur serta DKI Jakarta, adapun yang diluar Jawa adalah Papua. Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan I 2014 terdapat lima besar negara asal investasi PMA adalah: 1) Singapura, dengan nilai USD 1.281,1 juta atau 18,7 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Jepang dengan nilai USD 951,9 juta (13,9 persen); 3) Mauritius dengan nilai realisasi investasi USD 396,1 juta (5,8 persen); 4) Korea Selatan dengan nilai realisasi investasi USD 350,4 juta (5,1 persen) serta 5) Australia dengan realisasi investasi USD 317,9juta (4,6 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 38. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Tahun 2013 Investasi Negara (USD Juta) % Singapura 1.281,1 18,7% Jepang 951,9 13,9% Mauritius 396,1 5,8% Korea Selatan 350,4 5,1% Australia 317,9 4,6% Gabungan Negara Lainnya 3.558,8 51,9% Jumlah 6.856,2 100,0% Sumber: BKPM diolah Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 39. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3 Comprehensive Economic Partnership for East Asia Proposed/Under consultation and (CEPEA/ASEAN+6) study 4 ASEAN-People's Republic of Tiongkok Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 64

76 No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 5 ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect Agreement 6 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8 ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement The 4th round of negotiation 13 United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 14 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference (FA) signed/fta Under Negotiation 15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed but not yet In Effect 16 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 17 Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement The 5rd Round of Negotiations (IE - CEPA) 18 Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia The 2nd round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19 Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India Comprehensive Launching of negotiation Economic Cooperation Agreement) 20 Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 6th round of negotiation 21 Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 1st round of negotiation 22 Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23 Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24 Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group 25 Regional Comprehensive Economic Partnership The 3rd round of negotiation Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan III tahun 2013 mengalami surplus sebesar USD114,5 juta. Surplus ini dikontribusikan oleh 2 (dua) negara, yaitu Malaysia dan Thailand yang mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 4.268,1 juta dan USD 895,0 juta. Sementara itu, negara lainnya (Indonesia, Singapura dan Filipina) mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok secara berurutan sebesar USD 1.573,4 juta, USD 3.375,6 juta dan USD 99,7 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada tahun 2013 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -14,1 persen (YoY). Dari yang sebelumnya pada tahun 2012 nilai ekspornya adalah sebesar 177,0 Miliar USD turun menjadi 152,0 Miliar. Proporsi ekspor terbesar diberikan oleh Malaysia yaitu sebesar 1,6 persen, disusul oleh Thailand sebesar 0,9 persen dan Singapura sebesar 0,8 persen. Tabel 40.. Ekspor ASEAN ke Tiongkok 65

77 Nilai Ekspor ASEAN ke Tiongkok (juta USD) 2012 Q Q4 2013/ Q Growth 2013/2012 Share (thd Total Impor Tiongkok) ASEAN (5) , , ,6-12,7% -14,1% 4,5% Indonesia , , ,0-30,0% -22,5% 0,7% Animal or Vegetable Fats Oils 4.014,1 758, ,8 10,5% -33,2% 0,1% Mineral Products , , ,0 27,4% 4,9% 0,5% Plastics, Rubber and Articles 2.159,1 507, ,5-49,8% -6,4% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 2.061,4 427, ,8-86,2% -17,6% 0,1% Malaysia , , ,2 27,8% -8,8% 1,6% Animal or Vegetable Fats Oils 3.828,2 841, ,5-45,1% -16,2% 0,1% Mineral Products 5.908, , ,9 56,4% 12,8% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 4.553, , ,7-66,2% -7,7% 0,1% Machiney, Electrical Equipment , , ,1 69,6% 3,3% 1,2% Singapura , , ,4-43,1% -7,4% 0,8% Mineral Products 5.648, , ,9 78,9% -8,9% 0,2% Products of Chemcial or Allied 3.387, , ,4 18,5% 23,8% 0,1% Plastics, Rubber and Articles 2.915, , ,3-76,3% 21,5% 0,1% Machiney, Electrical Equipment , , ,8 33,5% 1,2% 0,4% Thailand , , ,0-8,0% -19,7% 0,9% Animal or Vegetable Product 2.806,0 739, ,7 17,0% 25,6% 0,1% Products of Chemcial or Allied 3.135,7 784, ,0 34,8% 10,7% 0,1% Plastics, Rubber and Articles 9.254, , ,7 13,8% 6,6% 0,3% Machiney, Electrical Equipment , , ,6 3,5% -15,8% 0,4% Philipina , , ,0-0,3% -15,3% 0,5% Mineral Products 2.614,9 644, ,3 10,0% -11,0% 0,1% Plastics, Rubber and Articles 252,4 102,3 373,8-87,8% 48,1% 0,0% Base Metals and Articles 589,7 154,9 884,3-69,9% 50,0% 0,0% Machiney, Electrical Equipment , , ,6 21,6% -11,9% 0,4% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan IV tahun 2013 adalah sebesar 45,1 miliar USD atau turun sebesar -4,4 persen (QtQ) tapi meningkat 10,5 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara merata mengalami kenaikan nilai impor dari Tiongkok. Dibandingkan dengan triwulan III tahun 2012 (YoY), impor dari Tiongkok ke Indonesia meningkat sebesar 5,8 persen, ke Malaysia sebesar 20,9 persen, ke Singapura sebesar 5,5 persen, ke Thailand sebesar 5,9 persen dan ke Philipina sebesar 18,2 persen. Tabel 41. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) 2012 Q Q4-2012/ Q Growth 2013/2012 Share (thd Total Ekspor Tiongkok) ASEAN (5) , , ,8-4,4% -7,8% 8,0% Indonesia , , ,4-8,0% -7,8% 1,6% Mineral Products 9.732, , ,7-5,4% -7,2% 0,1% Textiles and Textile Articles , , ,9-13,1% -7,1% 0,2% Base Metals and Articles ,7 981, ,7-2,9% -7,1% 0,2% Machiney, Electrical Equipment , , ,0 5,9% 8,5% 0,5% 66

78 Nilai Impor ASEAN dari Tiongkok (juta USD) 2012 Q Q4-2012/ Q Growth 2013/2012 Share (thd Total Ekspor Tiongkok) Malaysia , , ,7 2,0% -7,7% 2,1% Textiles and Textile Articles , , ,8-14,6% -7,0% 0,3% Base Metals and Articles , , ,8 28,5% -6,8% 0,3% Machiney, Electrical Equipment , , ,4 11,3% -7,0% 0,6% Optical, Photographic, Muscial Instruments 8.190,1 730, ,2 35,3% -7,0% 0,1% Singapura , , ,8-6,6% -7,8% 2,0% Mineral Products , ,9 236,5 64,1% -9,8% 0,2% Base Metals and Articles , , ,9 14,4% -7,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment , , ,0 9,8% -7,0% 0,8% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport , , ,8-26,6% -7,3% 0,3% Thailand , , ,6 4,3% -7,8% 1,5% Products of Chemcial or Allied Industries 9.882,4 693, ,2 9,7% -7,1% 0,1% Textiles and Textile Articles 7.861,3 605, ,7 4,0% -7,0% 0,1% Base Metals and Articles , , ,9-5,7% -7,2% 0,2% Machiney, Electrical Equipment , , ,6-7,9% -7,2% 0,6% Philipina , , ,3 10,4% -7,8% 0,8% Products of Chemcial or Allied Industries 4.364,2 342, ,4 6,3% -7,0% 0,1% Textiles and Textile Articles 8.268,0 980, ,6 17,2% -5,9% 0,1% Base Metals and Articles 6.398,9 705, ,6 37,0% -5,9% 0,1% Machiney, Electrical Equipment , , ,6 26,5% -6,1% 0,2% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC 67

79 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Januari-Maret 2014 masing-masing sebesar 8,22 persen, 7,75 persen, dan 7,32 persen Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada triwulan pertama tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar Rata-rata IHSG pada triwulan pertama tahun 2014 sebesar 4.602,42. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 19,9 persen per Maret 2013 dan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang menurun yakni sebesar 1,99 persen. Penyaluran KUR periode 1 Januari s/d 31 Maret 2014 mencapai lebih dari Rp 8,51 triliun. 68

80 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perbaikan ekonomi global pada triwulan I tahun 2014 terindikasi masih terus berlangsung terutama ditopang oleh perekonomian negara-negara maju seperti AS dan Eropa dengan kebijakan stimulus moneter yang masih berlanjut. Perkembangan ekonomi global diwarnai oleh kondisi negara maju yang semakin baik, khususnya AS dan Eropa ditengah kondisi negara berkembang yang justru cenderung menurun. Perekonomian AS menunjukkan perkembangan yang positif didukung oleh kinerja sektor manufakturnya. Perbaikan juga terjadi di Eropa yang didukung oleh membaiknya sektor manufaktur Perancis. Sebaliknya, perlambatan ekonomi terjadi di Tiongkok didorong oleh penurunan permintaan yang tercermin pada realisasi PDB Tiongkok triwulan I tahun 2014 yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, kondisi ekonomi negara berkembang lainnya juga sedikit menurun antara lain dipengaruhi oleh faktor gejolak politik/ekonomi sebagaimana yang terjadi di Ukraina, Rusia, Argentina, dan Thailand, serta faktor harga komoditas di pasar global yang masih rendah sebagaimana yang terjadi di Argentina, Chile, Peru, dan Venezuela. Pada akhir triwulan I tahun 2014, The Fed mengalami beberapa perubahan proyeksi setelah pergantian gubernurnya yang baru, yaitu Janet Yellen pada bulan Maret Perubahan pertama adalah rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuan dari rekor level terendah yang mereka patok sejak 2008 sebesar 0,25 persen. Perubahan kedua adalah tapering off untuk pembelian obligasi negara akan berlanjut sesuai rencana awal sebesar 10 miliar dolar AS per bulan hingga berakhir sekitar September atau Oktober Ekonomi AS pada triwulan I tahun 2014 tumbuh melambat menjadi 2,3 persen (YoY) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,6 persen (YoY). Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh cuaca dingin yang menghambat aktivitas produksi dan cenderung melemahnya permintaan dari eksternal. Namun, berbagai indikator ekonomi AS lainnya menunjukkan perkembangan yang positif. Perkembangan yang positif dipicu oleh kinerja sektor manufaktur yang terus ekspansif. Indikator tenaga kerja juga membaik sejalan dengan tingkat pengangguran yang menurun ke level 6,3 persen. Positifnya indikator-indikator utama AS tersebut mendorong perkiraan ekonomi AS yang akan terus membaik pada waktu yang akan datang. Tiongkok mengalami laju pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 18 bulan terakhir dan pada triwulan I tahun 2014 pada level 7,4 persen. Data resmi dari pemerintah Tiongkok tersebut menggambarkan lemahnya tindakan pemerintah Tiongkok guna menjaga stabilitas pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu. Dalam rentang Januari hingga Maret, PDB Tiongkok tercatat sebesar 7,4 persen atau lebih rendah dari periode yang sama tahun 69

81 sebelumnya yang sebesar 7,7 persen. Angka tersebut merupakan pertumbuhan tahunan Tiongkok terendah sejak triwulan III tahun 2012 saat PDB-nya juga menyentuh 7,4 persen. Perkembangan Moneter Domestik Pada triwulan pertama tahun 2014, Bank Indonesia masih mempertahankan BI Rate pada level 7,50 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing sebesar 7,50 persen dan 5,75 persen. Kebijakan ini diharapkan masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi tetap berada dalam kisaran sasaran inflasi 4,5+1 persen pada tahun 2014 dan juga bertujuan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Defisit transaksi berjalan triwulan I tahun 2014 sebesar 2,06 persen dari PDB atau menurun dari defisit pada triwulan IV tahun 2013 yang sebesar 2,12 persen dari PDB. Perbaikan defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi oleh penurunan defisit neraca jasa. Sementara itu, aliran masuk modal asing yang meningkat dipengaruhi sentimen positif terhadap fundamental perekonomian Indonesia yang membaik. Peningkatan aliran masuk modal asing mendorong transaksi modal dan finansial sehingga mencatat surplus sebesar USD 7,83 miliar. Perkembangan positif NPI memberi kontribusi terhadap cadangan devisa yang meningkat. Pada Maret 2014, cadangan devisa Indonesia mencapai USD 102,6 miliar dan kembali meningkat pada April 2014 menjadi USD 105,6 miliar. Pada akhir triwulan I tahun 2014, nilai tukar Rupiah menguat 7,13 persen menjadi Rp ,00 dibandingkan dengan level akhir tahun 2013 yang sebesar Rp ,00. Penguatan terutama terjadi sejak bulan Februari 2014 sejalan dengan meningkatnya aliran masuk modal asing. Perkembangan tersebut dinilai tidak terlepas dari berbagai arah kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang terkoordinasi dan bersinergi dengan baik sejak pertengahan tahun 2013 dan ditopang pemulihan ekonomi global yang semakin membaik. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan I tahun 2014, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Brazil, Rusia, Malaysia, Thailand, dan Jepang cenderung meningkat selama periode Januari-Maret Sedangkan Indonesia dan kawasan Euro memiliki kecenderungan penurunan inflasi pada periode yang sama. Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2013, India mengalami penurunan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi menembus 11 70

82 persen, maka di triwulan I tahun 2014, India mampu menurunkan inflasinya ke level 6,90 persen. Selanjutnya, posisi India digantikan oleh Indonesia dengan tingkat inflasi tertinggi dibanding negara-negara lain selama periode Januari-Maret 2014, yakni sebesar 8,22 persen, 7,75 persen, dan 7,32 persen. Sedangkan Inggris merupakan satusatunya negara yang mengalami deflasi, yakni sebesar 1,47 persen, 1,15 persen, dan 1,30 persen pada bulan Januari-Maret Prestasi Inggris yang cukup baik tersebut didorong oleh perkembangan ketenagakerjaan, pendapatan, dan investasi bisnis yang menggembirakan selama triwulan I tahun Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Januari-Maret 2014 masing-masing sebesar 8,22 persen, 7,75 persen, dan 7,32 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar 1,07 persen, 0,26 persen, dan 0,08 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan I 2014 sebesar 1,07 persen, 1,33 persen, dan 1,41 persen. Pada bulan Maret 2014 terjadi inflasi sebesar 0,08 persen. Inflasi yang terjadi pada bulan Maret 2013 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks seluruh kelompok pengeluaran. Kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks beberapa kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,43 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,16 persen, kelompok sandang sebesar 0,08 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,41 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,14 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,24 persen. Sedangkan deflasi terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 0,44 persen. Pada triwulan I 2014, secara tahunan terjadi kecenderungan peningkatan angka inflasi inti, sedangkan angka inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah cenderung mengalami penurunan. Secara tahunan pada bulan Maret 2014 terjadi inflasi inti sebesar 4,61 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari dan Februari 2014 sebesar 4,53 persen dan 4,57 persen. Peningkatan angka inflasi inti dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditas internasional, dan inflasi mitra dagang), dan ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen. Secara tahunan komponen inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Januari- Maret 2014 masing-masing sebesar 11,91 persen, 9,85, dan 7,25 persen. Sementara 71

83 itu, inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah pada bulan Januari-Maret 2014 masing-masing sebesar 18,27 persen, 17,37 persen, dan 17,47 persen. Secara bulanan pada bulan Maret 2014 terjadi inflasi inti sebesar 0,21 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari dan Februari 2014 sebesar 0,56 persen dan 0,37 persen. Sementara itu, terjadi deflasi komponen pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Maret 2014 sebesar 0,55 persen dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah sebesar 0,31 persen. Berdasarkan kelompok pengeluaran, pada bulan Maret 2014 kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau merupakan kelompok yang memberikan sumbangan inflasi terbesar secara bulanan yaitu sebesar 0,43 persen. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi yaitu rokok kretek filter sebesar 0,02 persen, mie, rokok kretek, dan rokok putih masing-masing 0,01 persen. Secara umum pada bulan Januari-Maret 2014 inflasi tahunan 66 kota di Indonesia cukup bervariasi. Sementara itu inflasi bulanan 66 kota di Indonesia pada bulan Maret 2014 cenderung lebih rendah dibanding inflasi bulanan pada bulan Januari dan Februari Pada bulan Maret 2014, terjadi inflasi sebesar 0,08 persen dengan IHK sebesar 111,37, dimana 39 kota mengalami inflasi dan 27 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sebesar 0,99 persen dengan IHK 115,44. Inflasi terendah terjadi di Kediri dan Makassar sebesar 0,02 persen dengan IHK masing-masing 112,17 dan 108,94. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Pangkal Pinang dan Pontianak masing-masing sebesar 1,76 persen dan 0,78 persen dengan IHK masing-masing 110,52 dan 113,94. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan I tahun 2014 secara bulanan (MtM) nilai tukar mata uang beberapa negara terpilih terhadap US dollar bergerak fluktuatif (Lampiran 3). Indonesia, Brazil, India, Singapura, Malaysia, dan Thailand merupakan negara-negara yang mengalami apresiasi secara bulanan pada bulan Februari dan Maret Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), Jepang merupakan satu-satunya negara yang mata uangnya mengalami tren apresiasi terhadap US dollar. Rubel Rusia menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam selama triwulan I tahun Secara tahunan (YoY), nilai tukar mata uang kebanyakan mengalami tren depresiasi terhadap US dollar pada triwulan I tahun Nilai pelemahan terbesar dialami oleh mata uang Rupiah Indonesia diikuti mata uang Real Brazil dan Rubel Rusia. 72

84 Secara umum nilai tukar US dollar mengalami depresiasi secara bulanan pada akhir Maret USD melemah meskipun data perekonomian AS menunjukkan perkembangan yang positif. Pada bulan Maret 2014, secara bulanan nilai tukar Yen Jepang dan Yuan Tiongkok mengalami pelemahan terbesar terhadap US dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 1,40 persen dan 1,17 persen. Sedangkan nilai tukar Real Brazil dan Rupee India secara bulanan mengalami penguatan terbesar terhadap US dollar yakni sebesar 3,09 persen dan 3,02 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir Maret 2014 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 16,70 persen, diikuti Rubel Rusia dan Real Brazil sebesar 13,26 persen dan 12,38 persen. Sedangkan nilai tukar Poundsterling dan Euro secara tahunan mengalami penguatan terhadap US Dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lain, yakni sebesar 8,80 persen dan 6,91 persen. Penguatan Euro menunjukkan bahwa perbaikan ekonomi Kawasan Euro terus berlanjut. Adapun penguatan nilai tukar Poundsterling terkait dengan laporan dari Office for National Statistics yang menyampaikan bahwa terjadi peningkatan kinerja penjualan retail yang berkontribusi terhadap perekonomian Inggris. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan I tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar, melemah sebesar 5,87 persen dibandingkan rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan IV tahun 2013 (QtQ). Nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir bulan Maret 2014 mencapai Rp ,00 per US Dollar. Secara bulanan (MtM) dan dibandingkan dengan nilainya pada awal tahun 2014 (YtD), nilai tukar Rupiah pada akhir Maret 2014 menguat sebesar 2,14 persen dan 6,66 persen. Indeks Harga Saham Dilihat dari posisi akhir bulan, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan I tahun Adapun negara Rusia dan Jepang merupakan negara yang mengalami tren pelemahan sepanjang triwulan I tahun Sedangkan negara-negara lainnya mengalami tren fluktuatif (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan adalah negara Indonesia. Negara yang mengalami tren pelemahan antara lain Brazil, Rusia, Tiongkok, Malaysia, AS, Jepang, dan Hongkong sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama bulan Januari-Maret

85 Pada akhir Maret 2014, secara bulanan mayoritas indeks saham mengalami tren menguat dimana indeks BVSP dan BSE mengalami penguatan terbesar, yakni sebesar 6,52 persen dan 5,99 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir Maret 2014 peningkatan Indeks STOXX 50, Nikkei 225, dan S&P 500 merupakan yang terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar 20,49 persen, 19,60 persen dan 19,32 persen. Sedangkan Indeks BSE dan SET mengalami kontraksi terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar -16,02 persen dan -11,84 persen. Adapun peningkatan indeks STOXX 50 yang cukup besar didorong oleh sentimen positif terhadap bursa Eropa utmanya didorong oleh peningkatan kinerja sektor konsumsi Perancis. Jika pasar saham Eropa dan Jepang mengalami tren positif dengan peningkatan terbesar selama triwulan I tahun 2014, maka secara tahunan (YoY), Brazil menjadi negara yang bursa sahamnya mengalami tren negatif dengan pelemahan terbesar selama triwulan I tahun Pada tanggal 31 Maret 2014, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,66 dan 1.872,34. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan I tahun Penguatan bursa saham Wall Street tersebut dipicu oleh meredanya kekhawatiran situasi di Krimea dan data ekonomi AS yang membaik. Rata-rata IHSG pada triwulan I tahun 2014 sebesar 4.602,42. Nilai rata-rata IHSG tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun 2014 (YtD), indeks saham Indonesia mengalami penguatan selama bulan Januari-Maret Namun, hal berbeda terjadi ketika dibandingkan secara tahunan (YoY) dimana IHSG mengalami pelemahan selama triwulan I tahun Jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia menguat pada akhir Maret 2014 dengan level 4.768,277. Penguatan IHSG pada akhir triwulan I tahun 2014 dipengaruhi karena penguatan indeks di bursa regional serta masuknya dana asing kedalam negeri sehingga mendorong aksi beli di pasar modal. Indeks Harga Komoditas Internasional Harga komoditas jagung dan cokelat mengalami tren positif selama triwulan I tahun 2014 (Lampiran 5). Sedangkan harga komoditas tembaga mengalami tren negatif selama triwulan I tahun Selama bulan Januari-Maret 2014, secara bulanan (MtM) pergerakan seluruh komoditas bervariatif. Jika dibandingkan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), indeks harga jagung, cokelat, gas alam, dan emas merupakan komoditas yang mengalami tren peningkatan selama Januari-Maret Komoditas minyak mentah dan tembaga mengalami tren penurunan, sedangkan komoditas lainnya lainnya mengalami 74

86 berfluktuatif selama triwulan I tahun Secara tahunan (YoY), selama bulan Januari-Maret 2014, kebanyakan komoditas global mengalami tren negatif. Hal tersebut terlihat dalam indeks harga jagung, minyak mentah, emas, tembaga, dan perak yang mengalami tren negatif, sedangkan indeks harga komoditas lainnya bergerak variatif. Pada akhir Maret 2014, harga logam mulia emas dan perak mengalami penurunan harga sebesar 2,88 persen dan 6,98 persen. Penurunan harga emas secara bulanan disebabkan adanya tanda-tanda pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang dapat mendukung The Fed mengurangi stimulus. Pada akhir Maret 2014, logam mulia perak merupakan komoditas yang mengalami penurunan harga terbesar diikuti oleh komoditas tembaga dan gas alam. Penurunan harga logam mulia perak sebesar 6,98 persen. Selanjutnya penurunan harga tembaga dan gas alam sebesar 4,98 persen dan 3,93 persen. Sedangkan indeks komoditas nasional gandum dan jagung mengalami peningkatan harga terbesar, yakni sebesar 16,40 persen dan 8,40 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir Maret 2014 penurunan indeks harga perak, emas, dan tembaga merupakan yang terbesar dibanding indeks harga lainnya, yakni sebesar -30,90 persen, -20,02 persen, dan -13,66 persen. Secara tahunan harga komoditas internasional berfluktuatif pada akhir Maret Komoditas cokelat merupakan komoditas yang mengalami penguatan terbesar secara tahunan selama triwulan I tahun Harga cokelat meningkat karena meningkatnya permintaan biji cokelat dunia. Peningkatan permintaan cokelat di Tiongkok merupakan salah satu faktor yang membuat harga cokelat dunia mengalami peningkatan. Selain itu, penghapusan bea impor biji cokelat di Indonesia juga memicu peningkatan harga biji cokelat asal Afrika. Pada akhir Maret 2014, harga minyak mentah (Brent) melemah sebesar 1,20 persen secara bulanan. Pelemahan harga minyak pada akhir Maret terjadi seiring melemahnya pasar ekuitas Amerika Serikat (AS) karena pendapatan perusahaan mengecewakan dan kekhawatiran krisis di Ukraina. Selain itu, harga minyak mentah dunia mengalami pelemahan karena penurunan permintaan minyak dari Tiongkok akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode Januari-Maret 2014, minyak goreng kemasan, minyak goreng curah, tepung terigu, beras medium, susu kental manis, mie intan, ikan teri asin, dan kacang hijau mengalami tren kenaikan harga secara bulanan (MtM). Komoditas gula pasir, cabai merah biasa, bawang merah, dan kacang tanah mengalami tren penurunan harga, sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). 75

87 Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), selama bulan Januari-Maret 2014 kebanyakan harga kebutuhan pokok nasional mengalami tren positif, sedangkan harga bahan pokok lainnya cukup variatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan I tahun 2014 harga bahan pokok nasional yang memiliki tren negatif adalah gula pasir dan kacang tanah. Sedangkan harga bahan pokok nasional lainnya memiliki tren positif. Pada bulan Januari-Maret 2014, secara umum harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan secara bulanan. Pada bulan Maret 2014, jika dilihat secara bulanan, peningkatan harga minyak goreng kemasan merupakan yang terbesar dibanding komoditas lainnya. Sedangkan telur ayam ras dan cabai merah keriting merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami pelemahan terbesar secara bulanan sebesar -8,99 persen dan -8,14 persen. Secara tahunan, pada akhir Maret 2014 harga kacang hijau, minyak goreng curah, dan kedelai impor mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga komoditas lainnya, yakni sebesar 35,18 persen, 17,68 persen, dan 15,77 persen. Peningkatan harga minyak curah di pasar diakibatkan oleh berkurangnya pasokan karena telah memasuki musim penghujan. Sedangkan bawang merah merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami penurunan harga secara tahunan sebesar -42,02 persen. Respon Kebijakan Moneter Pada triwulan I tahun 2014, Bank Indonesia masih mempertahankan BI Rate pada level 7,50 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing sebesar 7,50 persen dan 5,75 persen. Diharapkan kebijakan masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi 4,5+1 persen pada 2014 dan juga bertujuan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Pencapaian moneter yang cukup baik hingga akhir triwulan I tahun 2014 mendorong Bank Indonesia bersama Pemerintah untuk tetap mencermati berbagai risiko dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendorong perekonomian bergerak ke arah yang lebih seimbang. Hal tersebut tentunya mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Oleh karena itu, Bank Indonesia bersama OJK akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar keuangan, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperbaiki struktur perekonomian. 76

88 Selain itu, Bank Indonesia akan terus melakukan pemantauan perekonomian global, khususnya bidang moneter, untuk dijadikan acuan dalam penetapan suku bunga acuan (BI Rate), selain mempertimbangkan indikator makro di dalam negeri. Bank Indonesia memandang bahwa moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berlanjut dengan komposisi yang lebih seimbang. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan semula akibat lebih terbatasnya pengaruh pelaksanaan Pemilu dibandingkan dengan dampak pada periode-periode Pemilu sebelumnya, serta berjalannya transmisi kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia bersama Pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan investasi, termasuk investasi non-bangunan, diperkirakan kembali naik terutama mulai semester II tahun

89 LAMPIRAN 1. INFLASI GLOBAL 2. INFLASI DOMESTIK 3. NILAI TUKAR MATA UANG 4. INDEKS SAHAM 5. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 6. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL 78

90 Lampiran 1: Inflasi Global Tabel 42. Tingkat Inflasi Global (YoY) Jan-14 Feb-14 Mar-14 Indonesia 8,22 7,75 7,32 BRIC Brazil 5,59 5,68 6,15 Russia 6,10 6,20 6,90 India 7,24 6,73 6,73 Tiongkok 2,50 2,00 2,40 ASEAN-4 Singapura 1,40 0,40 1,20 Malaysia 3,40 3,50 3,50 Thailand 1,93 1,96 2,11 Negara Maju Kawasan Euro 0,80 0,70 0,50 AS 1,60 1,10 1,50 Inggris -1,47-1,15-1,30 Jepang 1,40 1,50 1,60 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 79

91 Komponen Lampiran 2: Inflasi Domestik Tabel 43.Tingkat Inflasi YoY Jan-14 Feb-14 Mar-14 Year-on-Year Month-to-month Tahun kalender Sumber: BPS, diolah kembali. Tabel 44. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) YoY MtM Jan-14 Feb-14 Mar-14 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Inti Bergejolak Diatur pemerintah Sumber: BPS, diolah kembali Komponen Tabel 45. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Jan-14 Feb-14 Mar-14 UMUM (headline) Inti Bergejolak Diatur Pemerintah Sumber: BPS, diolah kembali Kelompok Pengeluaran Tabel 46. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) YoY MtM Jan-14 Feb-14 Mar-14 Jan-14 Feb-14 Mar-14 UMUM (headline) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga Kesehatan Sandang Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Bahan Makanan Sumber: BPS, diolah kembali 80

92 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 12. Inflasi YoY 66 Kota Januari-Maret 2014 Sumber: BPS, diolah kembali 81

93 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 13. Inflasi MtM 66 Kota Januari-Maret 2014 Sumber: BPS, diolah kembali 82

94 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Tabel 47. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Rata-rata Januari-14 Februari-14 Maret-14 Negara Triwulanan QtQ PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Indonesia ,42% 0,42% 25,34% ,94% -4,61% 20,07% ,14% -6,66% 16,70% ,87% BRIC Brazil 2,41 2,15% 2,15% 21,15% 2,34-2,84% -0,75% 18,49% 2,27-3,09% -3,82% 12,38% 2,34-7,74% Rusia 35,15 6,95% 7,00% 17,16% 35,86 2,02% 9,16% 17,19% 35,17-1,93% 7,06% 13,26% 35,40 12,29% India 62,66 1,39% 1,22% 17,72% 61,76-1,44% -0,24% 13,61% 59,89-3,02% -3,25% 10,34% 61,44 1,93% Cina 6,06 0,11% 0,10% -99,94% 6,14 1,38% 1,48% -1,23% 6,22 1,17% 2,67% 0,11% 6,14-5,00% ASEAN-4 Singapura 1,28 1,08% 1,08% 3,17% 1,27-0,70% 0,38% 2,37% 1,26-0,81% -0,44% 1,39% 1,27-1,91% Malaysia 3,34 2,06% 1,98% 7,64% 3,28-1,98% -0,05% 6,04% 3,26-0,38% -0,43% 5,52% 3,29 0,70% Thailand 33,02 0,96% 0,91% 10,62% 32,56-1,39% -0,50% 9,35% 32,42-0,44% -0,93% 10,77% 32,67-2,37% Negara Maju Kawasan Euro 0,74 1,90% 2,02% 0,68% 0,73-2,28% -0,30% -5,37% 0,73 0,23% -0,07% -6,91% 0,73 0,85% Inggris 0,61 0,71% 0,78% -3,54% 0,60-1,82% -1,06% -9,43% 0,60 0,49% -0,58% -8,80% 0,60 2,03% Jepang 102,04-3,11% -3,05% 11,26% 101,80-0,24% -3,28% 9,98% 103,23 1,40% -1,92% 9,56% 102,36 0,63% Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. Gambar 14. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 83

95 Lampiran 4: Indeks Saham Global Tabel 48. Indeks Saham Global Negara Januari-14 Februari-14 Maret-14 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan INDEKS SAHAM Indonesia (IHSG) 4.418,76 3,38% 3,38% -0,78% 4.620,22 4,56% 8,10% -3,66% 4.768,28 3,20% 11,56% -3,50% 4.602,42 BRIC Brazil (BVSP) ,00-8,45% -8,45% -20,27% ,00-0,41% -8,83% -18,09% ,00 6,52% -2,88% -10,69% ,00 Russia (RTS) 1.301,02-9,82% -9,82% -19,80% 12,67,27-2,59% -12,16% -17,41% 1,226,10-3,25% -15,02% -16,02% 1.264,80 India (BSE) ,85-3,10% -2,96% 3,11% 21,120,12 2,96% -0,10% 95,48% 22,386,27 5,99% 5,89% 18,85% ,08 Tiongkok (SSEA) 2.033,08-3,92% -3,92% -14,77% 2,056,30 1,14% -2,82% -13,07% 2,033,31-1,12% -3,91% -9,09% 2.040,90 ASEAN-4 Singapura (STI) 3.027,22-4,43% -4,43% -7,78% 3,110,78 2,76% -1,79% -4,87% 3.188,62 2,50% 0,67% -3,61% 3.108,87 Malaysia (KLSE) 1.804,03-3,37% -3,37% 10,84% 1,835,66 1,75% -1,68% 12,09% 1.849,21 0,74% -0,95% 10,62% 1.829,63 Thailand (SET) 1.274,28-1,88% -1,88% -13,56% 1,325,33 4,01% 2,05% -14,03% 1.376,26 3,84% 5,97% -11,84% 1.325,29 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) ,85-5,30% -5,30% 13,26% 16,321,71 3,97% -1,54% 16,13% ,66 0,83% -0,72% 12,89% ,41 Amerika Serikat (S&P 500) 1.782,59-3,56% -3,56% 18,99% 1,859,45 4,31% 0,60% 22,76% 1.872,34 0,69% 1,30% 19,32% 1.838,13 Kawasan Euro (STOXX 50) 3.013,96-3,06% -3,06% 11,51% 3,149,23 4,49% 1,29% 19,58% 3.161,60 0,39% 1,69% 20,49% 3.108,26 Jepang (Nikkei 225) ,53-8,45% -8,45% 33,90% 14,841,07-0,49% -8,90% 28,39% ,83-0,09% -8,98% 19,60% ,14 Hong Kong (Hang Seng) ,42-5,45% -5,45% -7,14% 22,836,96 3,64% -2,01% -0,80% ,06-3,00% -4,96% -0,67% ,15 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 84

96 Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Gambar 15. Perkembangan Indeks Saham Global INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA INDEKS SAHAM ASEAN-4 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 85

97 Komoditas Lampiran 5:Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 49. Indeks Harga Komoditas Internasional Januari-14 Februari-14 Maret-14 PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM Rata-rata Triwulan YTD YOY Beras 106,98-0,71% -0,71% -0,68% 106,81-0,16% -0,87% -0,81% 108,37 1,46% 0,58% 1,56% 107,39 Gula 63,44-5,24% -5,24% -41,10% 67,20 5,92% 0,37% -10,39% 72,50 7,89% 8,29% 0,62% 67,71 Gandum 84,59-8,18% -8,18% -21,47% 91,17 7,78% -1,03% -15,37% 106,13 16,40% 15,20% 1,38% 93,96 Kacang Kedelai 105,29-2,27% -2,27% -2,24% 116,09 10,25% 7,75% -4,07% 120,17 3,52% 11,54% 4,22% 113,85 Jagung 75,00 1,60% 1,60% -30,37% 78,97 5,29% 6,98% -19,22% 85,60 8,40% 15,96% -9,63% 79,86 Cokelat 130,83 7,34% 7,34% 31,95% 132,71 1,44% 8,88% 38,40% 132,80 0,07% 8,96% 35,84% 132,11 Minyak Mentah (Brent Oil) 94,89-3,97% -3,97% -7,92% 97,27 2,51% -1,56% -2,07% 96,10-1,20% -2,74% -2,05% 96,09 Gas Alam 103,74 6,94% 6,94% -3,68% 107,79 3,91% 11,11% 14,81% 103,55-3,93% 6,74% 6,92% 105,03 Emas 75,54 3,05% 3,05% -29,87% 80,51 6,58% 9,83% -16,78% 78,19-2,88% 6,66% -20,02% 78,08 Tembaga 91,03-5,29% -5,29% -15,49% 90,61-0,45% -5,72% -12,29% 86,10-4,98% -10,42% -13,66% 89,25 Perak 65,17-1,30% -1,30% -39,49% 72,26 10,88% 9,44% -25,86% 67,22-6,98% 1,81% -30,90% 68,22 3 Januari 2012=100 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan. Gambar 16. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 86

98 Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 50. Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas Januari-14 Februari-14 Maret-14 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan Minyak Goreng Kemasan ,29% 0,45% 49,93% ,33% 1,78% 2,15% ,63% 9,55% 9,96% ,27 Minyak Goreng Curah ,38% 1,53% 10,99% ,32% 3,89% 14,78% ,53% 6,51% 17,68% ,45 Daging Sapi ,17% 1,07% 13,38% ,79% 1,87% 13,26% ,50% 1,36% 12,26% ,10 Daging Ayam Broiler ,74% 1,20% 8,82% ,30% -2,14% 10,41% ,40% -5,46% 9,85% ,73 Daging Ayam Kampung ,04% -1,92% 15,07% ,66% -3,55% 14,45% ,84% -4,36% 11,55% ,10 Telur Ayam Ras ,36% 3,66% 7,28% ,56% 6,31% 7,05% ,99% -3,25% 4,37% ,43 Telur Ayam Kampung ,22% 1,51% 6,79% ,52% 5,08% 8,85% ,63% 6,79% 9,65% ,59 Tepung Terigu ,42% 1,96% 9,22% ,85% 2,82% 9,67% ,91% 3,76% 11,24% 8.635,15 Kedelai Impor ,04% 2,47% 16,96% ,50% 2,99% 17,29% ,22% 2,77% 15,77% ,88 Kedelai lokal ,48% 0,14% 13,46% ,75% -3,61% 11,33% ,14% -8,57% 3,04% ,45 Beras Medium ,96% 1,24% 4,84% ,95% 3,21% 6,35% ,02% 4,26% 8,02% 8.920,69 Gula Pasir ,29% -0,63% -4,66% ,37% -1,99% -5,06% ,19% -3,15% -5,56% ,66 Susu Kental Manis ,82% 0,38% 4,31% ,05% 1,43% 5,82% ,67% 3,13% 8,16% 9.303,74 Mie Instant ,12% 0,78% 11,12% ,98% 2,78% 13,72% ,14% 3,95% 14,74% 1.831,72 Cabe Merah Keriting ,09% -1,94% 44,66% ,89% -18,50% 7,15% ,14% -25,14% -8,71% ,97 Cabe Merah Biasa ,35% -7,76% 42,04% ,34% -20,99% 6,98% ,08% -24,21% -2,08% ,54 Bawang Merah ,90% -8,77% 44,28% ,65% -33,08% -4,86% ,34% -34,64% -42,02% ,54 Ikan Teri Asin ,14% 0,47% 14,95% ,20% 2,68% 14,82% ,65% 3,35% 14,23% ,27 Kacang Hijau ,38% 0,83% 29,36% ,54% 5,41% 33,00% ,01% 8,59% 35,18% ,28 Kacang Tanah ,21% -1,37% -1,04% ,48% -1,84% -8,15% ,96% -7,69% -12,89% ,14 Ketela Pohon ,19% 60,80% 69,83% ,89% 9,52% 15,19% ,69% 10,27% 15,30% 5.989,22 Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 87

99 SEKTOR PERBANKAN Di tengah tren permintaan domestik, ketahanan perbankan terkait unsur permodalan perbankan masih meningkat dan dibarengi risiko kredit yang terjaga. Pada Maret 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,9 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen. Angka ini juga meningkat dibandingkan dengan CAR akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 18,36 persen. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di level 1,99 persen (Gambar 18) Gambar 17. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Sumber: Bank Indonesia, Mei 2014 Selama triwulan I 2014, suku bunga perbankan cenderung meningkat. Namun demikian perkembangan suku bunga dan uang beredar masih sesuai dengan kebijakan moneter ketat yang ditempuh Bank Indonesia. Namun kenaikan suku bunga perbankan menyebabkan pertumbuhan DPK naik tipis sebesar 10,3 persen (YoY), lebih rendah daripada pertumbuhan akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 13,0 persen (YoY). Perlambatan DPK ini terjadi pada seluruh jenis simpanan sebagai berikut: Deposito tumbuh melambat menjadi 12,3 persen (YoY) dari 13,9 persen (YoY) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan dan giro masing-masing tumbuh 10,2 persen (YoY) dan 6,2 persen (YoY), melambat dibandingkan pertumbuhan Desember 2013 yang sebesar 12,4 persen (YoY) dan 12,2 persen (YoY). Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat dari 21,4 persen (YoY) pada triwulan IV 2013 menjadi 19,9 persen (YoY) pada triwulan I 2014, sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan pertumbuhan akhir triwulan IV 2013 yang sebesar 24,7 persen (YoY). Berdasarkan jenis penggunaannya, Kredit Modal Kerja (KMK) turun dari 20,6 persen menjadi 17,09 persen sedangkan Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masingmasing naik menjadi 34,3 persen dan 14,02 persen. 88

100 Gambar 18. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Sumber: Bank Indonesia, Mei 2014 Gambar 19. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Sumber: Bank Indonesia, Mei 2014 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran KUR periode 1 Januari s/d 31 Maret 2014 mencapai lebih dari Rp 8,51 triliun. Jumlah debitur KUR pada periode yang sama yaitu debitur. Rata-rata KUR per debitur yaitu sebesar Rp 15,52 juta. Tingkat non performing loan (NPL) KUR mencapai 4,0 persen. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di Sektor perdagangan, restoran, dan hotel (48,17 persen volume KUR; 89

101 63,05 persen debitur), dan sektor lain-lain (23,05 persen volume KUR, dan 5,24 persen debitur). Sementara itu wilayah dengan populasi UMKM dan koperasi penerima KUR terbesar adalah Jawa (56,95 persen volume KUR; 64,19 persen debitur) dan Sumatera (20,23 persen volume KUR; 15,68 persen debitur) Gambar 20. Target dan Realisasi Pemberian KUR Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Maret

102 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Pada triwulan pertama tahun 2014, sektor industri pengolahan tumbuh 5,16 persen dengan perincian industri minyak dan gas bumi mengalami kontraksi sebesar 0,65 persen dan industri non-migas tumbuh 5,56 persen. Pada Januari-Maret 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 2,2 juta orang atau naik 10,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun

103 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan ITahun 2014 Perkembangan Sektor Industri Pada triwulan pertama tahun 2014, sektor industri pengolahan tumbuh 5,16 persen dengan perincian industri minyak dan gas bumi mengalami kontraksi sebesar 0,65 persen dan industri non-migas tumbuh 5,56 persen. Dengan demikian, sektor industri non-migas masih melanjutkan pola pertumbuhan yang berada di atas pertumbuhan PDB sejak tahun 2011 (lihat Gambar 22). Sektor industri juga masih menjadi komponen terbesar bagi perekonomian Indonesia, dengan kontribusi nilai tambah sebesar Rp 565,8 Trilyun (harga berlaku) atau Rp 178,8 trilyun (harga konstan tahun 2000). Untuk triwulan pertama tahun 2014, sektor industri pengolahan turut menjadi sumber pertumbuhan utama, menyumbang sebesar 1,31 persen dari pertumbuhan PDB yang mencapai 5,21 persen. Gambar 21. Pertumbuhan PDB, Industri, dan Industri Non-Migas Tahun Triwulan I (Persen) 7,51 6,74 5,03 6,38 5,86 5,27 6,35 5,15 5,69 5,50 4,60 4,59 4,67 6,01 4,05 4,63 6,20 6,51 6,26 6,42 6,10 5,78 5,56 6,14 5,74 5,09 5,56 5,21 5,16 4,48 3,66 2,56 2, Q-1 PDB Nasional Industri Non-Migas Industri Pengolahan Gambar 22. Komposisi Sektor Industri Non-Migas Dalam PDB Indonesia (Persen) 24,0 22,4 22,4 22,4 23,0 22,6 21,5 20,9 20,9 20,8 20, Q1 92

104 Apabila dirinci menurut subsektor industri, pendorong utama pertumbuhan industri non-migas pada triwulan I 2014 adalah subsektor barang lainnya yang tumbuh sebesar 18,35 persen serta industri makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh sebesar 9,47 persen. Industri Alat angkut, mesin dan peralatannya; barang kayu dan hasil hutan lainnya serta semen dan barang galian bukan logam mencatatkan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,03 persen, 5,17 persen dan 3,93 persen. Sedangkan industri pupuk, kimia dan bahan dari karet menunjukkan kontraksi pertumbuhan, walaupun dengan besaran yang kecil yakni -0,07persen (lihat Gambar 24). Baiknya kinerja sektor industri pada triwulan I 2014 disebebakan oleh beberapa faktor, yakni turunnya impor barang modal yang menyebabkan industri barang modal tumbuh. Gambar 23. Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Triwulan I Tahun 2014 Industri Non-Migas Subsektor Makanan, Minuman dan Subsektor Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki Subsektor Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. Subsektor Kertas dan Barang cetakan 0,31 Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari karet -0,07 Subsektor Semen & Brg. Galian bukan logam Subsektor Logam Dasar Besi & Baja 0,30 Subsektor Alat Angk., Mesin & Peralatannya Subsektor Barang lainnya 5,56 3,72 5,17 3,93 6,03 9,47 18,35 Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,1 persen (QtQ), Industri non-migas pada triwulan I tahun 2014 mengalami perlambatan sebesar 2,31 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2013 (Lihat Tabel 1). Terbatasnya pertumbuhan industri pada triwulan I tahun 2014 ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah dampak dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), penerapan penyesuaian upah minimum provinsi (UMP), serta terbatasnya langkah investor dalam melakukan investasi seiring dengan menunggu hasil pemilihan umum. Walaupun mayoritas subsektor mengalami perlambatan pertumbuhan, subsektor kertas dan barang cetakan justru mencatatkan pertumbuhan yang tinggi sebesar 6,66 persen, kemungkinan didorong dari adanya penyelenggaraan pemilihan umum. Subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya turut tumbuh 2,62 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan membaiknya kinerja ekspor kayu Indonesia sebagai dampak diberlakukannya Surat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 93

105 Sehingga untuk triwulan-triwulan berikutnya terutama pada triwulan III dan IV tahun 2014, diharapkan sektor industri pengolahan dapat tumbuh lebih tinggi dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam perekonomian dengan target pertumbuhan 6,5 sampai dengan 7 persen. Gambar 24. Pertumbuhan Industri Pengolahan Triwulan I 2013 Triwulan I 2014 (QtQ) Gambar 25. Produksi Mobil Nasional Sumber: GAIKINDO, 2014 Produksi mobil nasional pada triwulan I tahun 2014 yaitu sebesar unit. Berdasarkan data BKPM, dari investasi perusahaan asing (PMA) di sektor manufaktur pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 40 T, investasi di sektor otomotif mencapai Rp 6 T. Sedangkan dari investasi manufaktur perusahaan lokal (PMDN) pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 11 triliun, sebanyak Rp 178 miliar masuk sektor otomotif. 94

106 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar Gambar 26. Total Ekspor Dan Impor CBU Ekspor Impor Sumber: GAIKINDO, 2014 Total ekspor CBU mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada bulan Maret yaitu sebesar unit sehingga ekspor CBU pada bulan Maret menjadi unit. Total impor CBU tertinggi pada Q1 tahun 2014 yaitu pada bulan Februari sebesar unit. Total ekspor CBU pada tahun 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan total ekspor CBU pada periode yang sama tahun Namun sebaliknya, total impor CBU mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama ,00 Gambar 27. Realisasi Investasi Nasional Sektor Industri 60000, , , , , ,00 0,00 Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2014 Iklim investasi nasional khususnya pada sektor industri pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 40 T untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 11 T. Jika 95

107 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 dibandingkan dengan realisasi investasi nasional sektor industri pada tahun 2013, terlihat bahwa terjadi penurunan pada triwulan I tahun Total penanaman modal untuk sektor industri pada triwulan I tahun 2014 mencapai Rp 51 T atau mengalami penurunan sekitar 18,95 persen dari tahun sebelumnya pada periode yang sama. Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Sumber: Kemenparekraf, 2014 Pariwisata Jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia sepanjang tahun 2013 mengalami fluktuasi di setiap periode triwulanan. Meskipun demikian dapat dilihat secara teliti bahwa terjadi peningkatan pada akhir periode triwulanan. Pada Januari- Maret 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 2,2 juta orang atau naik 10,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun Periode triwulanan I tahun 2014, jumlah wisatawan sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan Februari, namun pada bulan Maret terjadi peningkatan kembali dengan sangat signifikan. Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) per bulan selama triwulan pertama tahun ini sekitar orang. 96

108 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut 97

109 Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan IV Tahun

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juni 2015, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki pertengahan tahun 2015, dianggap sebagai periode yang cukup kelam bagi sebagian pelaku pasar yang merasakan dampaknya secara langsung terhadap lesunya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Robohnya Rupiah Kami 1

Robohnya Rupiah Kami 1 Jakarta, 9 Maret 2015 Robohnya Rupiah Kami 1 Selama pekan lalu ketika kurs rupiah melemah melewati Rp13.000 per dollar banyak yang bertanya kepada saya -- termasuk melalui sosial media -- tentang rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Melihat ke tahun 2014, Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan dan risiko-risiko ekonomi yang signifikan yang membutuhkan fokus kebijakan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Berbagai indikator mengindikasikan bahwa perekonomian AS terus membaik. Indikator-indikator tersebut, antara lain tumbuhnya konsumsi rumah tangga secara berkelanjutan, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci