IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3"

Transkripsi

1 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga juta barel per hari yang menyebabkan harga di atas US$ 5 per barel. Harga terus meningkat sepanjang tahun karena masalah YK serta pertumbuhan ekonomi dunia dan AS. Antara bulan April dan Oktober peningkatan kuota OPEC tiga kali berturut-turut yang seluruhnya berjumlah 3, juta barrel per hari tidak mampu membendung kenaikan harga. Harga akhirmya mulai turun menyusul ditingkatkannya kuota sebesar 5. yang efektif mulai 1 November. Pada tahun 1, pelemahan ekonomi AS dan peningkatan produksi non-opec memberikan tekanan ke bawah pada harga. Menanggapi hal itu, OPEC sekali lagi mengadakan serangkaian pengurangan pemotongan kuota anggota 3,5 juta barel tanggal 1 September 1. Tanpa adanya serangan teroris 11 September 1 maka hal ini sudah cukup untuk membuat moderat atau bahkan membalikkan tren. Konsumsi minyak mentah dunia dan produk-produknya yang lebih dari 8 juta barel per hari menyebabkan harga mencapai lebih dari US$ 4 - US$ 5 per barel. 1 Faktor-faktor utama lainnya yang berkontribusi ke tingkat harga saat ini antara lain melemahnya dolar AS dan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi Asia dan konsumsi minyaknya. Badai pada tahun 5 dan masalah kilang AS telah memberikan kontribusi terhadap harga yang lebih tinggi. Salah satu faktor yang paling penting yang mendukung harga minyak yang tinggi ini adalah tingkat persediaan minyak di AS dan negara-negara konsumen lainnya. Kapasitas cadangan memberikan alat yang sangat baik untuk perkiraan harga jangka pendek. Alasan utama untuk memotong kembali produksi pada bulan nopember 6 dan Februari 7 adalah kekhawatiran tentang pertumbuhan persediaan minyak mentah OECD. Tingginya faktor spekulasi membuat indeks harga minyak dunia sejak tahun 3 menjadi sangat bergejolak (volatile). 1 Oil Price History and Analysis (

2 48 Adanya perbedaan kebijakan penetapan harga (pricing policy) energi khususnya bahan bakar minyak di negara-negara ASEAN+3 memengaruhi besar kecilnya dampak dari kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian masing-masing negara. Walaupun secara umum negara-negara akan cenderung menyesuaikan harga energi domestiknya dengan tingkat harga energi dunia, namun perilaku penyesuaian antar negara dapat berbeda. Ada beberapa negara yang cenderung mempertahankan harga minyak dalam negeri meskipun harga minyak dunia meningkat dengan mekanisme subsidi, namun ada beberapa negara yang meningkatkan harga minyak domestik untuk melakukan penyesuaian. Kenaikan harga minyak mentah dunia ini mendorong pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar seperti bensin untuk mengurangi beban anggaran negara. Perkembangan harga bensin di negara-negara ASEAN+3 dapat dilihat di Tabel 5. Kenaikan harga bensin di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura selama periode tahun berkisar antara 1 sampai 5 persen. Kenaikan harga bensin di Jepang tergolong paling rendah selama periode tahun yaitu sebesar 57 persen. Hal ini berbeda dengan kenaikan harga bensin di negara-negara berkembang di ASEAN+3 yang naik lebih dari 1 persen. Bahkan kenaikan harga bensin di Indonesia tergolong paling tinggi yaitu hampir empat kali lipat. Tabel 5. Perkembangan Harga Bensin di Negara-negara ASEAN+3, Tahun (US Sen per Liter) Negara Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: WDI, 11 Catatan: Pada November 8, subsidi bahan bakar diterapkan di Indonesia dan Malaysia, pajak bahan bakar diterapkan di Thailand, Filipina, China, dan Singapura sedangkan pajak bahan bakar sangat tinggi diterapkan di Jepang dan Korea Selatan.

3 49 Pada November 4, harga minyak mentah di pasaran dunia ( Brent di Rotterdam) adalah 7 US sen per liter dan harga eceran bensin di Amerika Serikat adalah 54 US sen per liter. Pada November 8, harga minyak mentah di pasaran dunia ( Brent di Rotterdam) naik menjadi 3 US sen per liter, di Amerika Serikat naik menjadi 56 US sen per liter, dan di Spanyol naik menjadi 13 sen per liter yang merupakan harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa. Menurut GTZ dalam International Fuel Prices, harga eceran bahan bakar digolongkan dalam empat kategori yaitu: (1) subsidi bahan bakar sangat tinggi, dimana harganya di bawah harga minyak mentah di pasar dunia; () subsidi bahan bakar, dimana harganya di atas harga minyak mentah di pasar dunia tetapi masih di bawah harga di Amerika Serikat; (3) pajak bahan bakar, dimana harganya di atas harga minyak mentah di Amerika Serikat tetapi masih di bawah harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa; (4) pajak bahan bakar sangat tinggi, dimana harganya di atas harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa. Pada November 4, negara dengan subsidi bahan bakar sangat tinggi hanya Indonesia, sedangkan negara dengan subsidi bahan bakar antara lain Malaysia, Filipina, Thailand, dan China. Negara dengan pajak bahan bakar adalah Singapura sedangkan negara dengan pajak sangat tinggi terhadap bahan bakar adalah Korea Selatan dan Jepang. Kemudian pada Nopember 8, posisi ini berubah dimana sudah tidak ada lagi negara dengan subsidi sangat tinggi. Indonesia sudah menjadi negara dengan subsidi bahan bakar bersama Malaysia. Filipina, Thailand, dan China mengikuti Jepang menjadi negara dengan menerapkan pajak bahan bakar. Korea Selatan dan Jepang merupakan negara dengan pajak bahan bakar sangat tinggi. Mekanisme transmisi inflasi terjadi pada kenaikan harga minyak dunia. Pada negara-negara yang tidak menerapkan subsidi bahan bakar minyak, kenaikan harga minyak meningkatkan biaya produksi dan harga produk yang dihasilkan. Dengan menganggap harga non-energi konstan, hal ini akan mengarah ke inflasi, pada tingkat permintaan agregat tertentu dan pada akhirnya mendorong perekonomian menuju resesi. Hal ini kemudian menimbulkan masalah pada bank sentral. Bank sentral memilih antara mengimplementasikan kebijakan moneter

4 5 kontraksi untuk melawan inflasi atau kebijakan moneter ekspansi untuk melawan resesi. Dalam menghadapi guncangan penawaran, bank sentral tidak dapat menstabilkan inflasi dan ekonomi riil secara bersama-sama. Bahan bakar minyak banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain untuk sektor transportasi dan listrik. Konsumsi bahan bakar bensin untuk sektor transortasi ditunjukkan oleh Gambar 16. Konsumsi bahan bakar bensin untuk sektor transortasi di China secara total termasuk yang paling tinggi di antara negara-negara ASEAN+3 dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Namun dengan banyaknya penduduk China maka konsumsi perkapita bahan bakar bensin untuk jalan masih di bawah Indonesia seperti terlihat pada Gambar 15. Sedangkan Jepang dengan konsumsi total bensin untuk jalan yang cukup tinggi ternyata merupakan konsumsi perkapita paling tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya. kt of oil equivalent Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: WDI, 11 Gambar 16. Konsumsi Perkapita Bahan Bakar Bensin untuk Sektor Transportasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Pada tahun 8, produksi listrik yang menggunakan sumber energi minyak terbesar adalah Indonesia yaitu sebesar 33 persen disusul Singapura, filipina, dan Jepang. Sementara China menggunakan batubara untuk produksi listriknya sebesar 96 persen. Singapura merupakan negara dengan penggunaan gas alam terbesar untuk produksi listrik disusul Thailand dan Malaysia. Nuklir juga cukup banyak digunakan oleh Korea Selatan dan Jepang yaitu masing-masing sebesar 34 persen dan 8 persen (Gambar 17).

5 51 Indonesia Batu bara 47% Malaysia Thailand Minyak Bumi 33% Minyak Bumi 1% Batubara 3% Gas Alam 76% Gas Alam % Minyak Bumi % Gas Alam 1% China Nuklir % Minyak Bumi 1% Batubara 9% Gas Alam 69% Filipina Minyak Bumi 1% Jepang Minyak Bumi 11% Nuklir 8% Batubara 39% Gas Alam 49% Singapura Batubara 96% Minyak Bumi % Gas Alam 8% Gas Alam 3% Batubara 31% Korea Selatan Minyak Bumi 3% Nuklir 34% Gas Alam 19% Batubara 44% Sumber: WDI, 11 Sumber: WDI, 11 Gambar 17. Proporsi Penggunaan Sumber Energi Minyak Bumi dalam Produksi Listrik di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 Makin tingginya konsumsi minyak berdampak pada makin tingginya jumlah emisi CO yang diproduksi seperti terlihat pada Gambar 18. China merupakan negara dengan emisi CO tertinggi dari konsumsi minyak bumi, disusul Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia.

6 5 Million Metric Tons Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: WDI, 11 Gambar 18. Emisi CO dari Konsumsi Minyak Bumi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8. (Million Metric Tons) 4. Hubungan Harga Minyak Dunia, Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Selama tahun , rata-rata perubahan harga minyak di negaranegara ASEAN+3 sekitar 3,86 persen per tahun. Inflasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak tahun. Inflasi di negara-negara ASEAN+3 pada tahun tercatat sebesar 1,75 persen sedangkan pada tahun 8 sudah mencapai 6,9 persen atau mengalami inflasi rata-rata sebesar 3,31 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama tahun sampai 8 terlihat cukup baik atau mempunyai tren pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 secara rata-rata sebesar 5,37 persen per tahun (Tabel 6). Tabel 6. Perubahan Harga Minyak Dunia, Inflasi, dan Negara-negara ASEAN+3 Tahun (Persentase) Perubahan Harga Pertumbuhan Tahun Inflasi Minyak Dunia Ekonomi ,53 3,57 4,87 57, 1,75 6, ,83 3,3,7,54,6 5,4 3 15,8, 5,4 4 3,69 3, 6, ,3 3,79 6,38 6,46 4,7 6,3 7 1,67,86 6, ,4 6,9 3,67 Rata-rata 3,86 3,31 5,37 Sumber: IFS 9 dan WDI 11

7 53 Hubungan harga minyak dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi digambarkan dengan plot diagram, plot regresi, atau dengan uji kausalitas Granger. Plot diagram digunakan untuk melihat hubungan dua variabel antaraindeks harga minyak dengan inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Plot regresi dan uji kausalitas Granger digunakan untuk menggambarkan secara lebih jelas hubungan perubahan harga minyak dengan inflasi serta hubungan perubahan harga minyak dengan pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing negara ASEAN+3. Tren perubahan indeks harga minyak dunia dan inflasi di negara-negara ASEAN+3 terlihat berbanding lurus seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Setiap terjadi kenaikan indeks harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan kenaikan inflasi. Perubahan Harga Minyak (%) Inflasi (%) Perubahan Harga Minyak Dunia (%) Inflasi (%) Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 19. Hubungan antara Perubahan Harga Minyak Dunia dan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Dampak perubahan harga minyak terhadap inflasi di masing-masing negara ASEAN+3 dengan uji kausalitas Granger ditunjukkan oleh Tabel 7. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa harga minyak tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di China dan Indonesia. Sedangkan di Jepang dan Singapura, dampak harga minyak terhadap inflasi mulai terlihat pada awal kuartal sampai kuartal keempat kemudian menghilang. Di Korea Selatan, dampaknya mulai terasa pada kuartal kelima kemudian menghilang. Di Malaysia, dampaknya mulai terasa pada kuartal kedua sampai ketiga kemudian menghilang. Sementara dampak harga minyak terhadap inflasi di Filipina mulai muncul pada kuartal keempat sampai kesembilan. Hal ini

8 54 berarti dampak harga minyak mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap inflasi Filipina. Sedangkan di Thailand, dampak harga minyak terhadap inflasi mulai muncul pada kuartal ketiga. Tabel 7. Hubungan Kausalitas antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun ) Lag(s) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Sumber: IFS 9 dan WDI 11 (diolah) Keterangan: F-Statistik yang ditampilkan * Signifikan pada taraf nyata 5 persen 1) Hipotesis nol: Oil Prices Index do not Granger Cause Inflation Dalam rangka penyesuaian harga bahan bakar dengan harga minyak mentah dunia maka beberapa negara melakukan penetapan harga dengan pajak dan subsidi. Kenaikan harga minyak mentah dunia dapat memengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) suatu negara karena di beberapa negara, harga Bahan Bakar Minyak merupakan salah satu komoditas utama yang harganya diatur oleh pemerintah. Shock dari luar negeri berupa kenaikan harga minyak dunia di pasar internasional tidak langsung ditransfer secara sebagian ataupun secara penuh ke harga domestik. Bahan Bakar Minyak (BBM) banyak digunakan dalam proses produksi sehingga penyesuaian harga pada komoditas tersebut akan memberi pengaruh yang signifikan pada harga komoditas lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Peningkatan indeks harga minyak dunia pada periode yang umumnya diikuti oleh peningkatan inflasi juga digambarkan melalui plot regresi. Hubungan negatif antara dua variabel ini hanya terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penerapan subsidi yang sangat tinggi terhadap bahan bakar di Indonesia. Penerapan subsidi bertujuan untuk mengurangi dampak kenaikan

9 55 inflasi. Namun, beberapa negara menerapkan pajak terhadap bahan bakar dalam rangka menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia. Penerapan pajak bahan bakar akan berdampak pada inflasi. Oleh karena itu, kenaikan pada bahan bakar minyak akan memicu terjadinya inflasi (Gambar ). Perubahan IHK Indonesia y =.13x R² = y =.13x R² = Perubahan IHK Malaysia Perubahan IHK Malaysia y = -.7x R² = y =.41x R² = Perubahan IHK Thailand Perubahan IHK China y =.57x R² = Perubahan IHK Filipina Perubahan Indeks y =.57x Harga Minyak 6 R² = y =.17x R² 5 = Perubahan 1 Indeks Harga Minyak Perubahan IHK China Perubahan IHK Singapura y =.36x R² = Perubahan IHK Jepang y =.8x -.1 R² =.3-1 Perubahan IHK Korea Selatan 3 1 y =.17x R² = Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar. Plot Regresi antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi di Negaranegara ASEAN+3 Tahun Tren perubahan harga minyak dunia dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara ASEAN+3 terlihat berbanding lurus seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

10 56 Setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya setiap terjadi penurunan harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi. Perubahan Harga Minyak Dunia (%) Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 1. Hubungan antara Perubahan Harga Minyak Dunia dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Dampak perubahan harga minyak terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3 ditunjukkan oleh Tabel 8. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa harga minyak tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di hampir seluruh negara-negara ASEAN+3 kecuali China dan Malaysia. Dampak harga minyak terhadap pertumbuhan ekonomi di China muncul pada kuartal ketiga. Di Malaysia, dampaknya terasa pada kuartal kedua sampai ketiga. Tabel 8. Perubahan Harga Minyak Dunia (%) Tingkat (%) Hubungan Kausalitas antara Harga Minyak Mentah Dunia dan di Negara-negara ASEAN+3 1) Lag(s) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan * * * Sumber: IFS 9 dan WDI 11 (diolah) Keterangan: Data kuartalan dari tahun kecuali Filipina (1999:1-6:4) dan Singapura (1:1-8:) Keterangan: F-Statistik yang ditampilkan * Signifikan pada taraf nyata 5 persen 1) Hipotesis nol: Oil Prices Index do not Granger GDP Growth

11 57 Hubungan antara harga minyak dunia dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara-negara ASEAN+3 yang dikaji menunjukkan hubungan yang positif terutama di Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara pengekspor minyak mentah. Hubungan negatif hanya terjadi di Jepang, Filipina, dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia sekarang tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif (Gambar ). Indonesia 6 4 y =.9x R² = Thailand y = -.77x R² = Malaysia y =.8x R² =.33-1 China y = 1.583x R² =.1-3 Pertumbuhan Ekonomi Filipina Singapura y = -.9x +.68 R² = y =.1x R² = 6E Jepang Korea Selatan 1 y = -.3x R² = y =.14x R² =. -3 Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar. Plot Regresi antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Tren inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 terlihat berbanding terbalik seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Setiap terjadi

12 58 kenaikan inflasi hampir selalu diiringi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Persen Sumber: WDI, 11 Gambar 3. Hubungan antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Dampak perubahan harga minyak terhadap inflasi di masing-masing negara ASEAN+3 dengan uji kausalitas Granger ditunjukkan oleh Tabel 9. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi hanya di Indonesia dan Singapura. Sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap inflasi hanya di Thailand. Tabel 9. Inflasi Tingkat Hubungan Kausalitas antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun ) Negara Hipotesis Nol F-Statistik Indonesia inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation 3,44939 **,45185 Malaysia inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,4663 1,754 Filipina inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,371,8819 Singapura inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation 4,9759 **,38451 Thailand inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,394 7,68913 *** China inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation ,6755 Jepang inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,34986,17161 Korea Selatan inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,86875,57319 Keterangan: Data kuartalan dari tahun kecuali Filipina (1999:1-6:4) dan Singapura (1:1-8:) Signifikan pada taraf nyata 1 persen (*), 5 persen (**), dan 1 persen (***)

13 59 Peningkatan inflasi di beberapa negara diikuti oleh penurunan pertumbuhan ekonomi. Hubungan negatif antara dua variabel ini terjadi di Indonesia dan Jepang, hubungan positif antara dua variabel ini terjadi di Filipina dan Korea Selatan, sedangkan di negara-negara lainnya hubungannya terlihat tidak begitu jelas (Gambar 4). Perubahan IHK Malaysia -6 Perubahan Indeks Harga Konsumen y =.13x R² = y =.18x R² = 3E Perubahan IHK China Indonesia Malaysia Filipina 1 Perubahan 8 y Indeks =.57x Harga Konsumen 6 R² = y =.484x R² =.15 Perubahan Indeks Harga Minyak Singapura 6 4 y = -.16x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen 5 y = 3.344x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen Thailand China Jepang Korea Selatan y = -.185x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen y = 15.1x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen 1.5 1y = -.469x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen 1 - y = 1.76x R² = Perubahan Indeks Harga Konsumen Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 4. Plot Regresi antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun

14 6 4.3 Kondisi Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 Inflasi di negara-negara ASEAN+3 mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak tahun 1999 seperti ditunjukkan oleh Gambar 5. Rata-rata inflasi di delapan negara-negara ASEAN+3 pada tahun 1999 tercatat sebesar 3,57 persen, sedangkan pada tahun 8 sudah mencapai 6,9 persen. Rata-rata inflasi Cina pada tahun 8 sebesar 5,86 persen juga menembus angka tertinggi inflasi di negara tersebut selama rentang waktu -8. Inflasi tertinggi dialami Indonesia pada tahun 1999 yang mencapai dua digit yaitu,49 persen. Beberapa kali Indonesia juga mengalami inflasi dua digit melebihi inflasi negara-negara ASEAN+3 lainnya. Inflasi Indonesia cukup berfluktuasi terutama sejak krisis keuangan tahun 1998 yang mencapai 58,4 persen. Sedangkan inflasi yang paling rendah dialami oleh Jepang yang berkisar antara 1,38 persen dan -,9 persen. Secara umum, rata-rata inflasi di masing-masing negara-negara ASEAN+3 selama periode antara lain 1,4 persen (Indonesia), 5,51 persen (Filipina),,9 persen (Korea Selatan),,57 persen (Thailand),,41 persen (Malaysia), 1,77 persen (China), 1,4 persen (Singapura), dan -,15 persen (Jepang). Persen Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: IFS, 9 Gambar 5. Perkembangan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun Negara-negara yang termasuk dalam kawasan ASEAN+3 dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok negara-negara maju dan kelompok negara-negara berkembang berdasarkan tingkat pendapatan per kapita. Pada tahun 9, negara-negara yang termasuk dalam kelompok negara-negara maju antara lain Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Sedangkan negara-negara berkembang antara lain Malaysia, Thailand, China, Indonesia, dan

15 61 Filipina.Tingkat pendapatan per kapita tersebut merupakan nilai riil rata-rata yang sudah disesuaikan dengan PPP tahun dasar 5 (internasional $) sehingga dapat dibandingkan antar negara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 pada tahun sampai dengan tahun 9 terlihat hampir selalu positif seperti terlihat di Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama periode -8 berkisar antara 1,5 persen sampai 1,13 persen. Rata-rata pertumbuhan China merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN+3 lainnya disusul Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Jepang. Pertumbuhan ekonomi negatif hanya dialami Singapura pada tahun 1 dan Jepang pada tahun 8. Tabel 1. Negara-negara ASEAN+3 Tahun PPP (Constant 5 International $) Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1999,79 6,14 3,4 7, 4,45 7,6 -,14 9,49 4,9 8,86 5,97 1,6 4,75 8,4,86 8,49 1 3,64,5 1,76 -,4,17 8,3,18 3,97 4,5 5,39 4,45 4,16 5,3 9,1,6 7,15 3 4,78 5,79 4,93 3,48 7,14 1, 1,41,8 4 5,3 6,78 6,38 9,58 6,34 1,1,74 4,6 5 5,69 5,33 4,95 13,3 4,6 11,3 1,93 3,96 6 5,5 5,85 5,34 8,64 5,15 1,7,4 5,18 7 6,35 6,48 7,5 8,54 4,93 14,,36 5,11 8 6,1 4,71 3,73 1,78,46 9,6-1,,3 Rata-rata 4,7 5,58 4,8 6,43 4,73 1,13 1,5 5,31 Sumber: WDI, 11 Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 menurut sektor menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang mendominasi perekonomian hampir di seluruh negara-negara ASEAN+3 antara lain Filipina, Singapura, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Singapura mempunyai proporsi sektor jasa terhadap PDB paling besar yaitu sebesar 74 persen. Indonesia, Malaysia, dan China merupakan negara dengan struktur perekonomian yang dominan di sektor industri (Gambar 6).

16 Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Jasa Sumber: WDI, 11 Gambar 6. Struktur Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 menurut Sektor Tahun 8 (% PDB) Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga lebih dari setengah PDB antara lain Filipina, Indonesia, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Sedangkan China merupakan negara dengan proporsi pembentukan modal tetap bruto terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya. Jepang merupakan negara dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir pemerintah terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya Sementara itu, persentase ekspor dan impor terhadap PDB dengan proporsi yang cukup besar dimiliki oleh Korea Selatan dan Singapura (Tabel 11). Tabel 11. Struktur Perekonomian dari Sisi Penggunaan Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 (% PDB) Negara Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah Ekspor Bersih Indonesia 6,73 7,68 8,4 1.5 Malaysia 54,7 9,3 15, Filipina 76,68 14,7 9, Singapura 4,9 6,81 1, Thailand 56,9 7,4 1,43.61 China 34,94 4,79 13,9 7.7 Jepang 57,76 3,31 18,49.15 Korea Selatan 45,18 19,5 1, Sumber: WDI, 11

17 63 Kaitannya dengan harga minyak maka bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik. Selain struktur perekonomian negara, kondisi umum seperti PDB per kapita, jumlah penduduk total, dan jumlah penduduk perkotaan juga berperan pada ketahanan energi suatu negara. Singapura memiliki PDB per kapita tertinggi dan jumlah penduduk yang seluruhnya tergolong penduduk perkotaan dengan konsumsi minyak per hari juga relatif tinggi dibanding negara ASEAN+3 lainnya. Korea Selatan dan Jepang dengan PDB per kapita cukup tinggi dan jumlah penduduk perkotaan yang cukup besar juga mempunyai konsumsi minyak yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa makin tinggi PDB per kapita maka makin tinggi pula konsumsi minyaknya. Selain itu, penduduk perkotaan mengkonsumsi minyak lebih banyak dibanding penduduk perdesaan (Tabel 1). Tabel 1. Kondisi Umum Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 Negara PDB per Kapita PPP Konstan 5 Internasional $ Jumlah Penduduk Penduduk Perkotaan (% total) Konsumsi Minyak (Ribu Barel per Hari) Indonesia ,46 11,31,7 Malaysia ,36 39,968,46 Filipina ,9 6,68,19 Singapura , 4,868,89 Thailand ,3 8,74,11 China ,1 11,983,973 Jepang ,48 76,8,347 Korea Selatan ,46 9,59,14 Sumber: WDI dan EIA, 11 Kondisi neraca pembayaran di negara-negara ASEAN+3 selama tahun dapat dilihat di Tabel 13. Neraca pembayaran yang merupakan total net ekspor barang, jasa, pendapatan dan transfer bersih mengalami penurunan di beberapa negara. China mengalami peningkatan neraca pembayaran yang cukup

18 64 signifikan disusul Jepang, Singapura dan Malaysia. Sementara Filipina, Thailand, Indonesia mengalami penurunan neraca pembayaran di tahun 5 dan 8. Korea Selatan mengalami penurunan yang cukup drastis hingga mencapai minus pada tahun 8. Tabel 13. Kondisi Neraca Pembayaran (Balance of Payment) Negara-negara ASEAN+3 Tahun (Miliar US $) Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan ,78 1,6 -,87 14,44 1,43 1,1 114,6 4,5 7,99 8,49 -,3 1,18 9,31,5 119,66 1,5 1 6,9 7,9-1,74 11, 5,1 17,4 87,8 8,3 7,8 7,19 -,8 11,76 4,65 35,4 11,45 5,39 3 8,11 13,38,9 1,88 4,77 45,87 136, 11,95 4 1,56 15,8 1,63 19,9,76 68,66 17,6 8,17 5,8 19,98 1,98 6,67-7,65 16,8 165,78 14,98 6 1,86 6, 5,35 35,13,3 53,7 17,5 5,39 7 1,49 9,77 7,1 47,8 15,68 371,83 1,49 5,88 8,13 38,91 3,63 36,1,1 436,11 156,63-5,78 Sumber: WDI, 11 Dalam periode tahun dan 8, kondisi fiskal negara-negara ASEAN+3 pada umumnya mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa pendapatan pemerintah mengalami peningkatan dibandingkan pengeluarannya. Namun demikian, hanya negara Korea Selatan dan Singapura yang mengalami surplus fiskal yang berarti pendapatan pemerintah lebih besar dari pengeluarannya. Pendapatan pemerintah di Korea Selatan dan Singapura ini salah satunya terdiri dari pendapatan dari pajak bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Kenaikan harga minyak dunia juga akan berdampak pada kondisi makroekonomi negara pengekspor maupun pengimpor minyak. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan penerimaan pemerintah di negara pengekspor minyak karena adanya peningkatan penerimaan negara dari ekspor minyak. Namun bagi negara pengimpor minyak, kenaikan ini justru menjadi beban bagi anggaran negara yang melakukan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Meningkatnya harga minyak ini akan mengubah komposisi anggaran negara dan arah kebijakan moneter. Harga minyak dunia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan anggaran negara, sebagaimana estimasi yang dilakukan oleh Bank

19 65 Dunia untuk kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel akan meningkatkan defisit anggaran sebesar US$ 1 juta. Peningkatan beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melebihi jumlah yang telah ditetapkan anggaran negara dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal. Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri (Tabel 14). Tabel 14. Keseimbangan Fiskal Negara-negara ASEAN+3 Tahun, 5, dan 8 (% PDB) Negara 5 8 Indonesia -1,1 -,5 -,1 Malaysia -5,5-3,6-4,8 Filipina -4, -,7 -,9 Singapura 9,9 6,5 7,6 Thailand -,8,1 -,6 China -,8-1, -,4 Jepang -6,4-6, -,6 Korea Selatan 1,1,4 1, Sumber: ADB, 1

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi dunia mengalami

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut produk domestik bruto atau gross dometic product (yang sering disingkat GDP). Ada banyak definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase

Lebih terperinci

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 69 VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 6.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Eksternal Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk menganalisis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 Jumat, 18 Januari 2013

Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 Jumat, 18 Januari 2013 Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 Jumat, 18 Januari 2013 Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Desember 2014, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir. Pada periode tahun , harga minyak

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir. Pada periode tahun , harga minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan dan penurunan selama beberapa dekade terakhir. Pada periode tahun 2000-2013, harga minyak terrendah terjadi pada tahun 2001

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci