KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

2 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Triwulan I Tahun 2013

3 KATA PENGANTAR Laporan Perkembangan Perekonomian Indonesia edisi triwulan I tahun 2013 merupakan lanjutan dari laporan bulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Perubahan waktu penerbitan dari setiap bulan menjadi satu kali dalam tiga bulan (triwulanan) didasarkan pada masukkan pengguna laporan ini dan disesuaikan dengan perkembangan berbagai data/indikator yang umumnya dilaporkan sekali dalam tiga bulan. Laporan triwulan I tahun 2013 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga akhir triwulan I tahun Dari sisi perekonomian dunia, laporan ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Cina, Jepang dan India. Dari sisi perekonomian nasional, laporan ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2013 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan laporan ini dapat tercapai. I

4 Halaman ini sengaja dikosongkan II

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VI DAFTAR GAMBAR... VIII PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika... 4 Perkembangan Ekonomi Eropa... 7 Perkembangan Ekonomi Asia Perkembangan Harga Minyak Dunia PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Perkembangan Produksi dan Konsumsi Semen PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Standard and Poor s Rating Revisi Peringkat Hutang Indonesia Pelaksanaan Second Senior Officials Meeting 2 (SOM 2) APEC Trade Policy Review Indonesia ke Kerjasama Perdagangan : Perjanjian dengan Empat Negara Eropa Tertunda Pemerintah Menerbitkan revisi Peraturan Pembatasan Impor Holtikultura III

6 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Gambar 18. Volume dan Nilai Impor Hingga Maret Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Realisasi Per sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia PERJANJIAN EKONOMI STATUS Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Cina FTA Ekspor ASEAN Ke Cina Impor Asean Dari Cina Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Perdagangan Antar Negara ASEAN SISI MONETER GLOBAL Perkembangan Moneter Global PERKEMBANGAN MONETER DOMESTIK Inflasi Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia IV

7 Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Global Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA Laporan Perkembangan Sektor Industri Tahun PDB Sektor Industri Perkembangan Lahan Industri Industri Semen dan Infrastruktur Industri Otomotif Ekspor Impor Industri Otomotif Nasional V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 3 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Eropa... 7 Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2013 Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 7. Rincian Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan (dalam Triliun Rupiah) Tabel 8. Kontribusi Lapangan Usaha dan Pengeluaran (dalam persen PDB) terhadap Produk Domestik Bruto Tabel 9. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan IV Tahun 2012-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 10. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Maret Tabel 11. Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro Tahun Tabel 12. Perkembangan dan Proyeksi Neraca Pembayaran Tahun (USD Miliar) Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Dan APBN 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d Triwulan 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah s.d. Maret Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2008 Maret Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2008 Maret 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara S.D Maret 2013 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Maret 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Maret 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun Tabel 22. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I Tabel 23. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I VI

9 Tabel 24. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan I Tabel 26. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Triwulan I Tabel 28. Neraca Perdagangan Triwulan I Tahun Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Cina Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 33. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 36. PMTB Pertumbuhan dan Share Triwulan I Tahun 2013(persen) Tabel 37. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw I Tahun Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMDN Triwulan I Tahun Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun2013 Berdasar Lokasi (Rp Miliar) Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Tahun 2012 Berdasar Lokasi (USD Juta) Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 43. Sepuluh Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 45. Ekspor Asean ke Cina Tabel 46. Impor Asean dari Cina Tabel 47. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Tabel 48. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Tabel 49. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 50.Tingkat Inflasi Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 52. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 53. Indeks Harga Komoditas Internasional VII

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 3 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 3. Pengangguran Amerika Serikat... 6 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Eropa (YoY)... 7 Gambar 5. Transaksi Berjalan Eropa Persentase terhadap PDB... 9 Gambar 6. Utang Pemerintah Eropa dalam Persentase terhadap PDB Gambar 7.Tingkat Pengangguran Eropa Gambar 8. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2013 Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Gambar 11. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun Gambar 12. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2012-Maret Gambar 13. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Triwulan I Tahun 2012-Triwulan Tahun I Gambar 14. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Januari 2012-Maret Gambar 15. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Januari-Maret Gambar 16. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Triwulan-I 2012-Triwulan-I Gambar 17. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Gambar 18. Volume dan Nilai Impor Hingga Maret Gambar 19. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I Gambar 20. Inflasi YoY 66 Kota Januari Maret Gambar 21. Inflasi MtM 66 Kota Januari - Maret Gambar 22. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Gambar 23. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 24. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) Gambar 25. Perkembangan Indikator Sektor Perbankan Gambar 26. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 27. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 28. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 29. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non- Migas (persen) VIII

11 Gambar 30. persentase Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan I tahun Gambar 31. Luas Lahan Industri (ha) Gambar 32. Harga Lahan Industri (Rp/m 2 ) Gambar 33. Konsumsi Semen Domestik Gambar 34. Produksi & Penjualan Mobil Indonesia (per unit) Gambar 35. Produksi & Penjualan Sepeda Motor Indonesia (per unit) Gambar 36. Ekspor Otomotif Indonesia(per unit) Gambar 37. Impor Mobil Indonesia (per unit) IX

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA o o o IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 dari 3,5 persen menjadi 3,3 persen (YoY). PDB Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY). Ekonomi Cina pada triwulan I tahun 2013 tumbuh melambat mencapai 7,7 persen (YoY). X

13 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Ekonomi dunia pada triwulan I tahun 2013 masih dihadapkan pada krisis yang terjadi di beberapa kawasan, terutama di negara maju. Perekonomian Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2013 memang menunjukkan penguatan, namun pertumbuhannya masih di bawah ekspektasi pasar. Produksi dan konsumsi Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2013 tumbuh positif meskipun perekonomiannya masih dihadapkan pada permasalahan fiskal. Sementara itu ekonomi Cina menunjukkan perlambatan, sedangkan Eropa masih dihadapkan pada resesi yang telah berlangsung selama lima triwulan terakhir. Kebijakan austherity yang diterapkan di Eropa belum menampakkan hasil yang berarti bagi perbaikan ekonomi. Keseluruhan tahun 2012, ekonomi dunia tumbuh sebesar 3,2 persen, dimana negara-negara berkembang tumbuh sebesar 5,2 persen sementara negara maju hanya tumbuh sebesar 1,2 persen. Pada April 2013, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 menjadi 3,3 persen, turun dari proyeksi pada bulan Januari 2013 yang besarnya 3,5 persen, seiring dengan masih buruknya kondisi perekonomian dunia terutama pada kawasan Eropa. IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2014 menjadi hanya 4,0 persen dari proyeksi pada bulan Januari 2013 yang besarnya 4,1 persen. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan bahwa pada tahun 2013, secara keseluruhan perekonomian dunia akan menunjukkan pemulihan, namun penyelesaian krisis di Eropa yang berlangsung dalam waktu lama kemungkinan akan menyebabkan ekonomi Eropa tertinggal dari pemulihan ekonomi global. Pemulihan ekonomi dunia masih bergantung pada perekonomian negara-negara berkembang terutama di Asia. Namun demikian, beberapa negara berkembang juga menghadapi masalah menurunnya kinerja ekspor akibat melemahnya kondisi perekonomian global. Proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang tahun 2013 turun dari 5,5 persen pada bulan Januari 2013 menjadi 5,3 persen pada bulan April Negara-negara di kawasan Asia diharapkan mampu melakukan konsolidasi fiskal dalam menghadapi risiko keuangan global, antara lain dengan mengelola arus investasi masuk, seiring dengan kuatnya indikator fundamental makro pada beberapa negara emerging countries, serta tingginya imbal balik yang ditawarkan dari investasi di negara-negara tersebut. Selain itu, sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diperlukan untuk menghindari middle income country trap, termasuk diantaranya memperkuat investasi pada infrastruktur dan mereformasi pasar tenaga kerja. 2

14 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia * 2014* Dunia Negara Maju Euro Area Uni Eropa Negara Berkembang Negara Berkembang Asia ASEAN-5 Amerika Latin dan Amerika Sub Sahara Afrika Sumber: World Economic Outlook, April 2013 Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Proyeksi April 2013 Perbedaan dari Proyeksi Januari 2013 Kelompok Negara * 2014* Dunia 2,8-0,6 5,2 4,0 3,2 3,3 4,0-0,2 0,0 Negara Maju 0,1-3,5 3,0 1,6 1,2 1,2 2,2-0,1 0,1 Negara Berkembang 6,1 2,7 7,6 6,4 5,1 5,3 5,7-0,2-0,1 Uni Eropa 0,5-4,2 2,0 1,6-0,2 0,0 1,3 Euro Area 0,4-4,4 2,0 1,4-0,6-0,3 1,1-0,2 0,0 Negara Berkembang Asia 7,9 6,9 10,0 8,1 6,6 7,1 7,3 0,0-0,1 ASEAN-5 4,8 1,7 7,0 4,5 6,1 5,9 5,5-0,3-0,2 Amerika Latin dan Amerika 4,2-1,5 6,1 4,6 3,0 3,4 3,9-0,3 0,0 Sub Sahara Afrika 5,6 2,7 5,4 5,3 4,8 5,6 6,1-0,2 0,4 Sumber: World Economic Outlook, April 2013 IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara utama dunia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun 2013 turun dari 8,2 persen menjadi hanya 8,0 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi India juga diproyeksikan hanya mencapai 5,7 persen pada tahun 2013, turun dari proyeksi sebelumnya yang besarnya 5,9 persen. 3

15 Perkembangan Ekonomi Amerika PDB Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,4 persen. Pertumbuhan Amerika Serikat pada triwulan I tahun 2013 didominasi pertumbuhan investasi yang mencapai 12,3 persen. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang diraih pada triwulan I tahun 2013 ini masih lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang diperkirakan dapat mencapai 3,0 persen. Pemotongan belanja pemerintah yang mulai diberlakukan pada awal tahun 2013 menyebabkan turunnya tingkat belanja masyarakat. Pada triwulan I tahun 2013, belanja pemerintah turun sekitar 4,1 persen, terutama pada sektor belanja pertahanan yang turun sampai dengan 11,5 persen. Saat ini tingkat pengeluaran pada sektor pertahanan telah mencapai titik paling rendah dalam tiga tahun terakhir dan diperkirakan masih akan terus berlanjut. Pertumbuhan output pada triwulan I tahun 2013 mencapai 0,7 persen, setelah sebelumnya turun 1,7 persen pada triwulan IV tahun Sektor manufaktur tumbuh 3,8 persen pada triwulan I tahun 2013, setelah hanya tumbuh 2,2 persen pada triwulan IV tahun Produksi kendaraan bermotor meningkat 0,24 persen sementara produksi komputer terkontraksi sebesar 0,1 persen. 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bureau of Economic Analysis PDB Konsumsi Rumah Tangga Investasi Ekspor Impor Belanja Pemerintah 4

16 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I PDB Konsumsi Barang Jasa Investasi PMTB Ekspor Impor Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pertahanan Belanja Non- Pertahanan Belanja Pemerintah Daerah Sumber: Bureau of Economic Analysis Defisit perdagangan Amerika Serikat turun menjadi USD 38,8 juta pada bulan Maret 2013 dari defisit USD 43,6 juta pada bulan Februari Menyempitnya defisit perdagangan Amerika Serikat tersebut disebabkan oleh berkurangnya impor barang terutama dari Cina, melemahnya konsumsi rumah tangga akibat meningkatnya pajak pendapatan, dan turunnya permintaan barang modal dari dunia usaha. Impor turun 2,8 persen dari USD 229,6 miliar pada bulan Februari 2013 menjadi USD 223,2 miliar pada bulan Maret Sementara itu, ekspor juga mengalami penurunan meskipun tidak sebesar penurunan permintaan impor. Permintaan ekspor menurun 0,9 persen pada bulan Maret 2013 menjadi USD 184,3 miliar, yang mencerminkan melemahnya permintaan global, terutama dari kawasan Eropa dan beberapa negara Asia. Pada triwulan I tahun 2013, kesejahteraan rumah tangga Amerika Serikat relatif menurun. Indeks keyakinan konsumen Amerika Serikat pada bulan April 2013 turun menjadi 76,4 dari 78,6 pada bulan Maret Konsumsi Amerika Serikat yang menyumbang 70 persen dari PDB nasional tumbuh 3,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2013, setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 1,8 persen. 5

17 Juta Orang 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Gambar 3. Pengangguran Amerika Serikat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu st Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Σ Pengangguran 13,5 13,4 12,9 11,9 12,3 13,2 13,4 12,7 11,7 11,7 11,4 11,8 13,2 12,5 11,8 11,0 Tkt Pengangguran 8,8 8,7 8,4 7,7 7,9 8,4 8,6 8,2 7,6 7,5 7,4 7,6 8,5 8,1 7,6 7,1 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 persen Sumber : Bureau of Labour Statistics Tingkat pengangguran terus menurun sejak mencapai angka tertinggi pada bulan Oktober Selama tahun 2012, diperkirakan penciptaan lapangan pekerjaan baru di Amerika Serikat mencapai 1,3 juta lapangan kerja. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang selalu berada dibawah kisaran 3,0 persen sejak tahun 2005 belum mampu menciptakan cukup banyak lapangan pekerjaan untuk kebutuhan penduduk dan meningkatkan pendapatan pemerintah. Pada bulan April 2013, tingkat pengangguran di Amerika Serikat turun menjadi 7,5 persen. Klaim terhadap asuransi pengangguran pada bulan April 2013 turun menjadi hanya 324 ribu. Namun demikian, tingkat pengangguran riil saat ini diperkirakan masih sekitar 13,8 persen dari total angkatan kerja. Tingkat pengangguran angkatan muda yang berumur tahun masih mencapai 13,1 persen. Pada bulan April 2013, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Amerika Serikat diperkirakan hanya mencapai 1,9 persen, lebih rendah daripada proyeksi pada bulan Januari 2013 sebesar 2,0 persen, dan lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 yang mencapai 2,2 persen. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2013 diperkirakan berkisar 1,0 persen. Pulihnya kredit di sektor perumahan, meningkatnya indeks kepercayaan konsumen dan kebijakan moneter yang agresif diharapkan dapat mendorong Amerika Serikat tumbuh 3,0 persen pada tahun

18 Perkembangan Ekonomi Eropa Sampai dengan triwulan I tahun 2013, perekonomian kawasan Eropa masih dihadapkan pada krisis yang masih berlanjut terutama dari negara-negara pengguna Euro. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Eropa meliputi krisis keuangan terutama pada sektor perbankan, krisis pengangguran, krisis mata uang serta krisis defisit dan hutang pemerintah. Pemerintahan Uni Eropa berupaya menurunkan rasio hutang terhadap PDB dengan mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh positif. Pada tahun 2012, ekonomi Eropa terkontraksi 0,3 persen, dengan pertumbuhan ekonomi pada 17 negara pengguna Euro mengalami kontraksi sampai dengan 0,6 persen. Perekonomian Eropa dihadapkan dengan pertumbuhan ekspor yang lebih lambat daripada pertumbuhan impor, tingkat investasi sangat rendah, dan permintaan kredit juga rendah seiring dengan tingginya risiko ketidakpastian pada sektor keuangan, dan juga ekspektasi negatif terhadap resesi yang masih terus berlangsung. 15,0 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Eropa (YoY) 10,0 5,0 0,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Uni Eropa Euro Area Inggris Irlandia Spanyol Perancis Italia Siprus Belanda Portugal Jerman Sumber: Eurostat Uni Eropa Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Eropa Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 PDB 0,6-0,1 0,4 0,3 0,8 0,9 1,1-0,2 Konsumsi Rumah Tangga ,0 0.2 Belanja Pemerintah PMTB Ekspor Impor 3, ,

19 Euro Area Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 PDB Konsumsi Rumah Tangga Belanja Pemerintah , PMTB Ekspor Impor Sumber: Eurostat Ekspektasi negatif terhadap pemulihan ekonomi Eropa masih tinggi. IMF memperkirakan ekonomi Italia akan terkontraksi sebesar 1,5 persen pada tahun 2013, lebih buruk daripada proyeksi pada bulan Januari 2013 yang memperkirakan ekonomi negara tersebut akan terkontraksi 1,0 persen. Ekonomi Spanyol diperkirakan akan terkontraksi sebesar 1,6 persen, lebih dalam dari proyeksi sebelumnya yang besarnya menurun 1,5 persen. Pertumbuhan PDB Perancis juga diperkirakan akan terkontraksi sebesar 0,1 persen pada tahun ini, lebih rendah daripada proyeksi sebelumnya yang memperkirakan negara tersebut masih akan tumbuh sebesar 0,3 persen. Sementara itu proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman pada tahun 2013 tidak berubah yaitu sebesar 0,6 persen. Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman pada tahun 2013 ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 yang mencapai 0,9 persen. Kesejahteraan masyarakat Eropa melemah akibat krisis yang terus berlanjut. Tingkat tabungan rumah tangga di Uni Eropa turun pada triwulan IV tahun 2012 menjadi 10,7 persen dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang besarnya 11,0 persen. Namun, tingkat investasi pada triwulan IV tahun 2012 hanya naik tipis menjadi 8,1 persen dari 8,0 persen pada triwulan sebelumnya. Sementara itu pada 17 negara pengguna Euro, tingkat tabungan rumah tangga menurun dari 12,8 persen pada triwulan III 2012 menjadi 12,2 persen pada triwulan IV tahun 2012, dengan tingkat investasi stabil pada 8,9 persen. Tingkat pendapatan nominal turun sebesar 0,5 persen pada triwulan IV tahun 2012 pada 17 negara pengguna Euro, sementara tingkat pendapatan riil turun sebesar 1,1 persen akibat turunnya tingkat upah dan meningkatnya pajak di beberapa negara. Konsumsi nominal rumah tangga meningkat tipis sebesar 0,1 persen, sementara secara riil konsumsi per kapita turun sebesar 0,5 persen. Tingkat PMTB pada negara-negara pengguna Euro turun sebesar 0,2 persen (YoY). 8

20 persen Gambar 5. Transaksi Berjalan Eropa Persentase terhadap PDB 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0-25,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Jerman 7,2 5,1 5,4 7,3 7,0 6,4 6,6 8,0 Yunani -14,6-10,6-3,6-11,5-10,6-3,9 5,8-4,8 Spanyol -6,4-2,8-2,7-3,1-5,3-1,2 0,5 1,6 Prancis -1,8-2,8-1,6-1,6-1,9-3,5-1,7-2,1 Siprus -16,9-1,3-2,0 0,6-12,7-7,4-5,4-21,7 Inggris -1,3-0,2-3,0-0,9-3,2-4,2-4,6-3,0 Uni Eropa (27) 0,2 0,2 0,8 1,6 0,3 1,0 1,8 2,2 Sumber: Eurostat Pada triwulan IV tahun 2012, neraca transaksi berjalan di 27 negara Uni Eropa mengalami surplus sebesar 0,9 persen terhadap PDB, atau mencapai EUR 31,4 miliar. Surplus neraca transaksi berjalan tersebut meningkat dari surplus sebesar 0,7 persen terhadap PDB pada tahun 2011 atau meningkat sekitar EUR 21,8 miliar. Sementara itu neraca transaksi berjalan di 17 negara pengguna Euro mengalami surplus sebesar EUR 59,6 miliar atau senilai 2,5 persen dari PDB. Surplus pada neraca transaksi berjalan barang di negara pengguna Euro meningkat dari EUR 30,3 miliar pada triwulan III tahun 2012 menjadi EUR 37,9 miliar pada triwulan IV tahun Sementara itu transaksi jasa mengalami penurunan dari EUR 27,0 miliar menjadi EUR 21,0 miliar. Ekspor barang dan jasa secara keseluruhan mengalami penurunan yang lebih lambat daripada penurunan impor barang dan jasa. Pada bulan Februari 2013 ekspor barang dan jasa mengalami penurunan sebesar 1,1 persen (YoY) sementara impor barang dan jasa mengalami penurunan sebesar 7,1 persen (YoY). Defisit pemerintah di 27 negara Eropa dan juga negara-negara pengguna Euro pada tahun 2012 turun secara signifikan dibandingkan dengan tahun Rasio defisit pemerintah terhadap PDB pada 27 negara Uni Eropa turun dari 4,4 persen pada 2011 menjadi 4,0 persen pada Sementara itu tingkat defisit pada 17 negara pengguna Euro juga turun dari 4,2 persen pada 2011 menjadi 3,7 persen pada tahun Jerman merupakan satu-satunya negara yang mengalami surplus anggaran 9

21 pemerintah sebesar 0,2 persen terhadap PDB. Negara dengan tingkat defisit paling tinggi adalah Spanyol yang mencapai 10,6 persen disusul oleh Yunani yang besarnya 10,0 persen. Selama tahun 2012, penerimaan pemerintah di Euro area mencapai 46,2 persen terhadap PDB, sementara tingkat belanja pemerintah mencapai 49,9 persen terhadap PDB. Sumber : Eurostat 180,0 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Gambar 6. Utang Pemerintah Eropa dalam Persentase terhadap PDB Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Jerman 81,4 81,2 81,0 80,4 81,1 82,5 81,7 81,9 Irlandia 100,2 101,5 103,6 106,4 108,4 111,9 117,7 117,6 Yunani 156,5 159,0 163,7 170,3 136,5 149,2 151,9 156,9 Spanyol 65,1 66,7 66,7 69,3 73,0 76,0 77,3 84,1 Italia 120,3 121,9 120,1 120,8 123,8 125,9 127,2 127,0 Portugal 95,2 107,0 110,7 108,3 112,2 117,7 120,5 123,6 Euro Area 86,3 87,2 86,9 87,3 88,3 89,9 90,0 90,7 Meskipun tingkat defisit pemerintah secara umum mengalami penurunan, namun rasio hutang terhadap PDB di Eropa masih terus meningkat. Pada tahun 2012 rasio hutang terhadap PDB di 17 negara pengguna Euro naik menjadi 90,6 persen dari 87,3 persen pada tahun Negara yang memiliki rasio hutang terhadap PDB paling tinggi adalah Yunani yang mencapai 156,9 persen, diikuti oleh Italia yang mencapai 127,0 persen. Pada triwulan I tahun 2013, ekonomi Eropa menghadapi resesi yang lebih dalam akibat krisis hutang yang terjadi di Siprus. Siprus menjadi negara kelima setelah Yunani, Irlandia, Italia dan Spanyol yang membutuhkan dana talangan untuk mengatasi risiko gagal bayar atas hutang pemerintah. Apabila Siprus mengalami gagal bayar, maka kepercayaan pasar akan zona Euro akan turun lebih dalam lagi. Negara tersebut membutuhkan dana talangan hingga EUR 23 miliar pada periode triwulan II tahun 2013 sampai dengan tahun Dana tersebut akan dipenuhi dari dana yang diberikan Uni Eropa dan Bank Sentral Eropa sebesar EUR 9 miliar, dana dari IMF yang berjumlah EUR 1 miliar, serta dana dari pemerintah Siprus sebesar EUR 13 miliar. 10

22 Pemerintah Siprus mendapat dana talangan dari pihak internasional sebesar EUR 10,0 miliar. Dana talangan tersebut akan dialokasikan sejumlah EUR 2,5 miliar untuk merekapitalisasi sektor perbankan, EUR 4,1 miliar untuk pelunasan hutang jangka panjang dan menengah, serta EUR 3,4 miliar untuk memenuhi kebutuhan fiskal Siprus dalam tiga periode mendatang. Pemimpin Uni Eropa sudah menyetujui rencana untuk mengucurkan dana talangan sampai dengan EUR 10,0 miliar pada awal Mei Namun untuk mendapatkan dana talangan dari pihak internasional tersebut, Siprus disyaratkan untuk menutup bank terbesar kedua di negeri tersebut, yaitu Cyprus Popular Bank (Laiki Bank). Konsekuensi dari penutupan bank tersebut adalah terjadinya haircut atau pemotongan obligasi junior dan tabungan tak berasuransi, yaitu tabungan yang nilainya dibawah EUR Pemerintah Siprus menargetkan pendapatan sebesar EUR 10,6 miliar dari hasil pemotongan obligasi junior dan deposito tabungan tersebut. Penduduk Siprus melakukan penolakan terhadap rencana pemerintah ini sehingga menimbulkan aksi demo besar-besaran. Selain penduduk Siprus, penduduk Rusia juga menentang rencana haircut ini karena jumlah tabungan penduduk Rusia di bank-bank Siprus cukup besar, yang diperkirakan mencapai EUR 30 miliar. Bila kebijakan pajak deposito jadi diberlakukan, maka tabungan penduduk Rusia di Siprus akan hangus dalam jumlah yang cukup besar. Pemerintah Siprus berusaha mengumpulkan sisa dana pemulihan ekonomi sebesar EUR 13 miliar dari berbagai sumber. Sumber dana pemerintah antara lain berasal dari penjualan emas sekitar EUR 400 juta, peningkatan pajak korporasi dan pajak pendapatan asset yang ditargetkan mencapai EUR 600 juta, serta privatisasi yang ditargetkan dapat mencapai EUR 1,4 miliar. Selain itu, pemerintah Siprus juga terpaksa melakukan pemangkasan jumlah pekerja di sektor publik sampai dengan 4,500 orang, serta menurunkan gaji pegawai negeri sipil. Dalam jangka pendek, tekanan terhadap perekonomian Siprus diperkirakan masih akan berlanjut. Perekonomian Siprus diperkirakan akan terkontraksi sampai dengan 8,7 persen pada tahun Rasio hutang pemerintah diperkirakan akan mencapai 109 persen terhadap PDB pada tahun 2013 dan akan meningkat sampai dengan 126,3 persen terhadap PDB pada tahun Defisit pemerintah Siprus pada tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 6,0 persen pada tahun 2013 dan akan mencapai 7,9 persen pada tahun Berlarutnya krisis ekonomi yang terjadi di Eropa menyebabkan minimnya lapangan pekerjaan dan mendorong krisis pengangguran. Tingkat pengangguran di 27 negara Eropa pada bulan Maret 2013 mencapai 10,9 persen dari total jumlah penduduk atau sama dengan 26,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 19,2 juta orang penganggur hidup di 17 negara pengguna Euro, atau 12,1 persen dari total jumlah penduduk. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (27,2 persen pada Januari 2013), disusul Spanyol (26,7 persen) dan Portugal (17,5 persen). Sementara itu tingkat 11

23 persen pengangguran paling rendah ada di Austria yaitu sebesar 4,7 persen, disusul Jerman sebesar 5,4 persen dan Luxemburg 5,7 persen. Selama tahun 2012 sampai dengan awal tahun 2013, pengangguran di Eropa telah melonjak 1,8 juta, dimana peningkatan sebesar 1,7 juta pengangguran terjadi di 17 negara pengguna Euro. Tingkat pengangguran usia muda yaitu penduduk berusia dibawah 25 tahun pada 27 negara Eropa mencapai 5,7 juta jiwa atau 23,5 persen, dimana 3,6 juta dari jumlah tersebut hidup di 17 negara pengguna Euro. Penyelesaian krisis pengangguran di Eropa masih bergantung pada keberhasilan kebijakan restorasi sistem perbankan Eropa dan juga kebijakan austherity. Kebijakan pemotongan anggaran pemerintah yang diterapkan pada beberapa negara dikhawatirkan akan memperburuk kondisi krisis lapangan pekerjaan dan juga pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. 30,0 25,0 20,0 Gambar 7.Tingkat Pengangguran Eropa 15,0 10,0 5,0 0,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Jerman 6,3 6,0 5,8 5,6 5,5 5,5 5,4 5,4 5,4 Irlandia 14,4 14,5 14,9 15,1 15,0 14,8 14,7 14,3 14,1 Spanyol 20,7 21,0 22,0 23,0 23,8 24,7 25,5 26,1 26,5 Prancis 9,6 9,5 9,6 9,8 10,0 10,1 10,3 10,5 10,9 Siprus 6,8 7,4 8,0 9,4 10,3 11,5 12,4 13,3 13,9 Portugal 12,3 12,6 12,7 14,1 14,9 15,6 16,2 17,0 17,5 Euro17 9,9 9,9 10,2 10,6 10,9 11,3 11,5 11,8 12,0 Sumber: Eurostat Perkembangan Ekonomi Asia Perekonomian negara-negara pada kawasan Asia terutama pada kelompok negara berkembang masih menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun Pertumbuhan negara berkembang di Asia banyak didorong oleh pertumbuhan konsumsi domestik dan investasi. Pertumbuhan tingkat konsumsi didorong oleh kondisi demografis dengan tingginya penduduk usia produktif dan rendahnya tingkat pengangguran. 12

24 Meskipun memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, negara berkembang di kawasan Asia diharapkan dapat memberikan kebijakan responsif terhadap kondisi perekonomian global yang masih terus bergejolak. Selain menghadapi risiko keuangan global, negara-negara di Asia juga dihadapkan pada risiko perekonomian yang muncul dari dalam negeri dan juga hubungan regional. Risiko yang muncul atas hubungan regional antara lain berupa memanasnya tensi politik antar beberapa negara seperti Cina dengan Jepang yang pada akhirnya menyebabkan turunnya volume perdagangan. Risiko domestik antara lain adalah risiko perbankan yang muncul atas tingginya kemudahan pengucuran kredit, risiko meningkatnya harga aset dan risiko yang timbul atas meningkatnya arus investasi asing terjadi di beberapa negara. Tantangan kebijakan pemerintah Asia dalam jangka menengah antara lain berada pada kebijakan untuk mendorong pertumbuhan inklusif serta kebijakan untuk menghindari middle income country trap. Konsolidasi fiskal diperlukan untuk memitigasi risiko yang mungkin muncul atas masuknya arus investasi asing ke emerging economies di Asia. Pertumbuhan ekonomi Cina pada triwulan I tahun 2013 masih mengalami perlambatan sehingga hanya mencapai 7,7 persen (YoY). Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2012 yang mencapai 8,1 persen dan bahkan lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan tahun 2012 yang mencapai 7,8 persen. Perekonomian Cina telah mengalami perlambatan ekonomi selama hampir dua tahun terakhir. Pertumbuhan investasi Cina lebih rendah dari ekspektasi awal. PMTB Cina hanya juga hanya mencapai 20,9 persen, lebih rendah dibandingkan hasil perkiraan pasar yang mengharapkan tingkat pertumbuhan PMTB dapat mencapai 21,3 persen. Indeks produksi industri Cina pada bulan Maret tahun 2013 hanya meningkat 8,9 persen, jauh lebih rendah daripada proyeksi sebelumnya yang mencapai 10,1 persen. Indeks penjualan retail yang mencerminkan konsumsi masyarakat Cina meningkat stabil dari 12,3 persen pada bulan Februari tahun 2013 ke 12,4 persen di bulan Maret tahun Secara umum konsumsi domestik Cina menyumbang 4,3 persen dari 7,7 persen pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun Target pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun 2013 lebih rendah dari ekspektasi dunia. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun 2013 akan mencapai 8,3 persen. Sementara itu, IMF pada April 2013 menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina untuk tahun 2013 menjadi 8,0 persen, lebih rendah daripada proyeksi pada bulan Januari 2013 yang mencapai 8,2 persen. Sedangkan pemerintah Cina mentargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 7,5 persen. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen, pemerintah Cina yakin akan mampu mencukupi kebutuhan lapangan pekerjaan di 13

25 negara tersebut. Hal tersebut sejalan dengan realisasi triwulan I tahun 2013 Cina mampu menyediakan sampai dengan 3 juta lapangan pekerjaan baru. Pemerintah Cina meyakini bahwa stabilitas lapangan pekerjaan merupakan indikator utama kestabilan perekonomian. Selain itu, pemerintah Cina juga berusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit konsumsi dan juga peningkatan investasi pada infrastruktur. Perekonomian India diperkirakan tidak sekuat tahun Pada bulan April tahun 2013, Bank Dunia kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi India tahun 2013 menjadi 6,1 persen dari proyeksi sebelumnya yaitu 7,0 persen. IMF bahkan memproyeksikan bahwa India hanya akan tumbuh sebesar 5,7 persen pada tahun 2013, sebelum tumbuh 6,2 persen pada tahun Penurunan proyeksi tersebut terutama karena adanya penurunan pada proyeksi pertumbuhan sektor pertanian, dari 2,7 persen menjadi 2,0 persen akibat pengaruh cuaca. Pada triwulan terakhir tahun 2012 ekonomi India hanya tumbuh 4,5 persen (YoY). PDB India diperkirakan akan meningkat kembali pada triwulan I 2013 setelah pada triwulan terakhir tahun 2012 India hanya tumbuh 4,5 persen (YoY). Perkiraan perekonomian India tersebut sejalan dengan kondisi manufaktur dan output. Indeks produksi manufaktur India pada April 2013 turun sampai dengan level terendah semenjak November Pertumbuhan output turun seiring dengan melambatnya permintaan dalam negeri. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi India pada tahun 2014 akan tumbuh sebesar 6,7 persen, menyusul optimisme akan semakin membaiknya tingkat tabungan dan konsumsi rumah tangga, serta perkiraan akan membaiknya tingkat investasi di negara tersebut. Diperkirakan dengan undang-undang mengenai investasi yang baru diberlakukan, defisit fiskal di negara tersebut dapat menurun serta arus investasi dapat meningkat. Pemberlakuan undang-undang tersebut diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi India sampai dengan 8-9 persen. Perekonomian India mulai melemah semenjak tahun 2011 karena diberlakukannya kebijakan moneter yang ketat. Kebijakan moneter ketat dimaksudkan untuk menurunkan laju inflasi dan menarik investasi akibat pesimisme investor mengenai reformasi ekonomi dalam negeri India dan lemahnya kondisi ekonomi global. Sebelumnya pertumbuhan ekonomi tahunan India mencapai rata-rata 8 persen. Meningkatnya harga minyak mentah membuat membengkaknya subsidi pemerintah dan meningkatkan defisit fiskal yang pada akhirnya memperburuk neraca transaksi berjalan India. India menghadapi berbagai permasalahan termasuk kemiskinan, buruknya infrastruktur, rendahnya kesempatan kerja di bidang non-pertanian, kurangnya kualitas dasar pendidikan dan tingginya tingkat urbanisasi. 14

26 Pada triwulan I tahun 2013, Jepang masih berupaya untuk menghindari risiko resesi ekonomi. Berbagai kebijakan ekspansif diambil oleh pemerintah Jepang pada awal tahun 2013 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain kebijakan pelonggaran kuantitatif dan kualitatif moneter, peningkatan investasi publik dan juga peningkatan belanja negara, serta pelemahan nilai tukar untuk mendorong ekspor. Kebijakan stimulus fiskal yang diambil Jepang senilai USD 110 miliar pada Februari 2013 tampak mulai memberikan perubahan positif. Tingkat produksi Jepang mulai meningkat terutama produksi bahan kimia, komponen elektronik dan perlengkapan komunikasi. Ekspor Jepang pada bulan Maret 2013 meningkat 1,1 persen dari tahun sebelumnya sehingga defisit neraca perdagangan Jepang turun. Namun tingkat penjualan mobil Jepang yang berorientasi ekspor masih lemah seiring masih buruknya kondisi perekonomian Eropa sebagai salah satu negara konsumen terbesar. Pendapatan rumah tangga pada bulan Maret 2013 mengalami peningkatan nominal sebesar 0,8 persen dari tahun sebelumnya, atau meningkat 1,8 persen secara riil. Sementara itu konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 60 persen dari PDB Jepang, pada bulan Maret 2013 mengalami peningkatan secara nominal sebesar 6,5 persen atau meningkat 7,6 persen secara riil dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi rumah tangga diharapkan dapat mendorong terjadinya inflasi di Jepang, dimana pada Maret 2013 masih mengalami deflasi sebesar 0,9 persen. Ekonomi Jepang diperkirakan akan mulai meningkat sampai dengan 2,2 persen pada pertengahan tahun Pengangguran di Jepang sampai dengan bulan Maret 2013 mencapai 2,8 juta orang atau 4,1 persen dari jumlah penduduk. Tingkat pengangguran ini turun 4,3 persen dari Februari 2013 atau turun 8,8 persen dari tingkat pengangguran, pada bulan Maret tahun Perkembangan Harga Minyak Dunia Harga rata-rata minyak mentah dunia pada triwulan I tahun 2013 cenderung meningkat dari triwulan IV tahun Harga rata-rata minyak mentah tertinggi terjadi pada bulan Februari 2013 dimana minyak mentah mencapai USD 107,64 per barrel, meningkat 2,4 persen dari bulan sebelumnya. Harga minyak Brent mencapai USD 116,5 per barrel atau meningkat 3,1 persen dari harga bulan Januari Sementara itu, WTI meningkat 0,6 persen dari bulan Januari Penurunan harga minyak mulai terjadi pada bulan Maret 2013 dan April International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa melambatnya pertumbuhan permintaan komoditas minyak dunia yang terus terjadi selama tiga tahun belakangan ini akan terus berlanjut pada tahun Lemahnya perekonomian Eropa menjadi salah satu faktor melambatnya pertumbuhan 15

27 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr permintaan komoditas minyak dunia. Permintaan minyak pada kawasan Eropa diperkirakan akan turun sebesar barrel/hari. Perlambatan ekonomi yang terjadi di Cina dan Amerika Serikat juga menyebabkan permintaan akan minyak dunia turun sehingga mendorong penurunan harga minyak sepanjang triwulan I tahun Pada sisi penawaran, penurunan harga minyak dipacu oleh laporan cadangan Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa stok minyak mentah Amerika Serikat saat ini berjumlah 6,7 juta barrel. Stok cadangan minyak Amerika Serikat itu merupakan yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir, menggambarkan kelebihan produksi minyak Amerika Serikat pada periode mendatang. Gambar 8. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0, Crude Oil (Rata-rata) USD/Brl Crude Oil; Dubai USD/Brl Crude Oil; Brent USD/Brl Crude Oil; WTI USD/Brl Indonesian Crude Price Oil USD/Brl Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Rata-rata Triwulan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar Aprl Crude Oil (Ratarata) 112,5 102,8 102,8 101,9 105,1 105,10 107,64 102,52 98,9 Crude Oil; Brent 118,6 108,9 110,0 110,5 112,9 112,97 116,5 109,2 102,9 Crude Oil; Dubai 116,1 106,2 106,2 107, ,58 111,09 105,42 101,7 Crude Oil; WTI 102,9 93,4 92,2 88,1 94,3 94,74 95,30 92,91 92,0 Indonesian Crude Price Oil 122,1 112,5 108,5 107, Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 16

28 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY) atau 1,4 persen (QtQ) Pada triwulan I tahun 2013, Indeks Tendensi Konsumen (ITK) sebesar 104,7 Konsumsi mobil di Indonesia pada triwulan I tahun 2013 mencapai 295,9 ribu unit. Produksi semen Indonesia pada triwulan I tahun 2013 sebesar ,9 ribu ton. 17

29 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan pertama tahun 2013 mengalami perlambatan meskipun cenderung stabil. Pada triwulan I tahun 2013, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,0 persen atau melambat dari perekonomian pada triwulan yang sama tahun 2012 yang mampu tumbuh sebesar 6,3 persen. Tingkat pertumbuhan ini merupakan yang terendah sejak tahun Krisis perekonomian global yang masih berlangsung hingga saat ini telah mengakibatkan perlambatan ekspor dan merupakan salah satu faktor yang mendorong perlambatan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun Krisis perekonomian global juga mempengaruhi perekonomian hampir seluruh negara di dunia yang mengalami perlambatan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia ini harus dijadikan cambuk bagi Indonesia untuk memperbaiki kinerja perekonomian di tengah keadaan ekonomi global yang belum membaik. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Memasuki triwulan I tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 1,4 persen (QtQ). Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi terkait dengan adanya panen raya. Moratorium impor menjadikan petani lebih giat dalam melakukan produksi pertanian. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga terutama karena kenaikan konsumsi khususnya terjadi pada tingkat konsumsi golongan menengah ke atas. Dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,0 persen, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV tahun 2012 sebesar 6,1 persen. Lebih jauh lagi, pertumbuhan ini masih di bawah target pemerintah yaitu besarnya ada pada kisaran 6,2-6,5 persen. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2013 terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 8,4 persen (dari 6,4 persen); sektor jasajasa yang tumbuh sebesar 6,5 persen (dari 5,5 persen); sektor listrik, gas, dan air bersih yang tumbuh sebesar 6,5 persen (dari 5,7 persen); dan sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 5,8 persen (dari 5,5 persen). Pertumbuhan pada sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan terutama didorong oleh pertumbuhan pada subsektor bank yang besarnya 9,6 persen. Pertumbuhan pada sektor jasa-jasa terutama didorong oleh pertumbuhan pada subsektor jasa-jasa swasta yang besarnya 8,4 persen. Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih terutama didorong oleh pertumbuhan pada subsektor listrik kota khususnya untuk 18

30 kegiatan bisnis yang besarnya 7,9 persen. Pertumbuhan sektor industri pengolahan terutama didorong oleh pertumbuhan pada subsektor industri nonmigas yang besarnya 6,7 persen. Sementara itu, sektor konstruksi serta sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh masing-masing sebesar 7,2 persen dan 10,0 persen atau pertumbuhannya sama dengan pertumbuhan pada triwulan I Di sisi lain, sektor yang mengalami perlambatan adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan tumbuh melambat menjadi 3,7 persen (dari 4,3 persen) yang didorong oleh penurunan subsektor tanaman bahan makanan menjadi 2,1 persen, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya menjadi 4,2 persen, dan subsektor kehutanan menjadi 1,4 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh melambat menjadi 6,5 persen (dari 8,7 persen) yang disebabkan oleh perlambatan pada seluruh subsektor, yaitu perdagangan besar dan eceran menjadi 6,6 persen, hotel menjadi 7,0 persen yang banyak dipengaruhi oleh penurunan jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel berbintang di beberapa destinasi wisata, dan restoran menjadi 5,9 persen. Sektor pertambangan dan penggalian di sisi lain menurun -0,4 persen (dari 2,5 persen) akibat menurunnya pertumbuhan subsektor minyak dan gas bumi menjadi sebesar -5,7 persen. Lifting minyak bumi menurun hingga hanya menghasilkan 830 ribu barrel/hari karena produksi beberapa sumur tua yang sudah menurun daya produksinya. Pengilangan minyak bumi menurun drastis sehingga konsumsi BBM Indonesia yang terus meningkat 70 persen berasal dari impor. Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha (YoY) MENURUT LAPANGAN USAHA Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3,8 4,1 3,1 2,3 3,4 4,3 4,0 5,3 2,0 4,0 3,7 Pertambangan dan Penggalian 4,1 1,1 0,6-0,1 1,4 2,5 3,3-0,3 0,5 1,5-0,4 Industri Pengolahan 5,0 6,2 6,9 6,4 6,1 5,5 5,2 5,9 6,2 5,7 5,8 Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,3 3,9 5,2 5,8 4,8 5,7 6,5 6,1 7,3 6,4 6,5 Konstruksi 5,2 7,3 6,3 7,8 6,6 7,2 7,3 7,6 7,8 7,5 7,2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,0 9,4 9,0 10,3 9,2 8,7 8,7 7,2 7,8 8,1 6,5 Pengangkutan dan Komunikasi 13,6 10,9 9,5 9,1 10,7 10,0 9,9 10,4 9,6 10,0 10,0 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 7,0 6,7 6,9 6,7 6,8 6,4 7,1 7,5 7,7 7,1 8,4 Jasa-Jasa 7,0 5,7 7,8 6,5 6,7 5,5 5,8 4,5 5,3 5,2 6,5 Pertumbuhan PDB 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,0 Sumber: Badan Pusat Statistik 19

31 15,0 Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 6,6 10,0 5,0 6,4 6,2 6,0 0,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,8 5,6 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Konstruksi Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas, dan Air Bersih Perdagangan, Hotel, dan Restoran Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2013 didukung oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,2 persen (dari 4,9 persen). Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga disebabkan oleh kenaikan komponen pengeluaran makanan dan bukan makanan yang masing-masing tumbuh sebesar 4,3 persen dan 5,9 persen. Pengeluaran pemerintah pada triwulan I tahun 2013 mengalami perlambatan dan hanya tumbuh sebesar 0,4 persen (dari 6,4 persen) akibat menurunnya belanja pegawai dan penerimaan barang dan jasa yang masing-masing besarnya -7,1 persen dan -14,8 persen. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada triwulan kembali mengalami perlambatan sehingga hanya tumbuh sebesar 5,9 persen (dari 10,0 persen) akibat menurunnya komponen mesin dan perlengkapan luar negeri dan alat angkutan luar negeri masing-masing sebesar -0,1 persen dan -0,1 persen. Perlambatan PMTB lebih dikarenakan penurunan sektor primer dan tersier, sedangkan sektor sekunder mengalami kenaikan. Perdagangan luar negeri Indonesia juga masih mengalami perlambatan akibat krisis perekonomian global, sehingga ekspor barang dan jasa pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 3,4 persen atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2012 yang pertumbuhannya sebesar 8,2 persen. Sementara itu, pertumbuhan impor barang dan jasa menurun menjadi sebesar -0,4 persen (dari 8,9 persen) akibat melambatnya impor barang menjadi sebesar 0,2 persen dan menurunnya jasa menjadi sebesar 2,8 persen. 20

32 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) MENURUT JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Konsumsi Rumah Tangga 4,5 4,6 4,8 4,9 4,7 4,9 5,2 5,6 5,4 5,3 5,2 Pengeluaran Pemerintah 2,7 4,5 2,8 2,9 3,2 6,4 8,6-2,8-3,3 1,2 0,4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,3 9,1 7,1 11,5 8,8 10,0 12,5 9,8 7,3 9,8 5,9 Ekspor Barang dan Jasa 12,3 17,1 17,8 8,2 13,6 8,2 2,6-2,6 0,5 2,0 3,4 Impor Barang dan Jasa 13,7 15,1 13,9 11,0 13,3 8,9 11,3-0,2 6,8 6,6-0,4 Pertumbuhan PDB 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,2 6,1 6,2 6,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 20,0 6,6 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6,0 5,9 5,8 5,7 Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Impor Barang dan Jasa Pengeluaran Pemerintah Ekspor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Peranan sektor industri pengolahan sebesar 23,7 persen merupakan peranan yang terbesar terhadap PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2013 dengan peranan subsektor industri nonmigas sebesar 20,7 persen. Di sisi pengeluaran, peranan konsumsi rumah tangga sebesar 55,6 persen mendominasi PDB Indonesia pada triwulan I-2013 dengan peranan konsumsi bukan makanan sebesar 28,9 persen. Dengan demikian, PDB Indonesia pada triwulan I-2013 mencapai Rp 2.146,4 triliun atau sama dengan Rp 671,3 triliun rupiah atas dasar harga konstan tahun

33 Tabel 7. Rincian Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan (dalam Triliun Rupiah) PRODUK DOMESTIK BRUTO Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah Q1 MENURUT LAPANGAN USAHA Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 304,8 315,0 82,6 85,0 90,4 69,6 327,5 85,6 Pertambangan dan Penggalian 187,2 189,8 48,3 48,2 48,0 48,1 192,6 48,1 Industri Pengolahan 597,1 633,8 160,3 164,9 171,2 173,7 670,1 169,7 Listrik, Gas, dan Air Bersih 18,1 18,9 4,8 5,0 5,1 5,2 20,1 5,1 Konstruksi 150,0 160,0 40,5 42,2 43,8 45,5 172,0 43,4 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 400,5 437,2 112,3 117,5 119,8 123,1 472,6 119,6 Pengangkutan dan Komunikasi 218,0 241,3 63,7 64,9 67,7 69,0 265,4 70,1 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 221,0 236,1 61,6 62,6 64,0 64,8 253,0 66,7 Jasa-Jasa 217,8 232,5 59,1 60,7 61,8 63,0 244,7 63,0 PRODUK DOMESTIK BRUTO 2.314, ,7 633,2 651,1 671,8 662, ,1 671,3 MENURUT PENGELUARAN Konsumsi Rumah Tangga 1.308, ,9 351,1 356,8 366,0 368, ,2 369,3 Pengeluaran Pemerintah 196,5 202,8 38,7 49,7 49,3 67,7 205,3 38,8 Pembentukan Modal Tetap Bruto 553,3 601,9 154,4 164,1 168,6 173,9 660,9 163,5 Perubahan Stok -0,6 9,0 19,1 26,5 8,8-1,1 53,2 21,0 Diskrepansi Statistik 13,8 2,2 3,6 4,9 9,8-2,7 15,7 1,0 Ekspor Barang dan Jasa 1.074, ,2 303,3 308,0 306,6 327, ,8 313,6 Impor Barang dan jasa 831,4 942,3 236,9 258,9 237,4 271, ,0 235,9 PRODUK DOMESTIK BRUTO 2.314, ,7 633,2 651,1 671,8 662, ,1 671,3 Sumber: Badan Pusat Statistik 22

34 Tabel 8. Kontribusi Lapangan Usaha dan Pengeluaran (dalam persen PDB) terhadap Produk Domestik Bruto KONTRIBUSI TERHADAP PDB Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 MENURUT LAPANGAN USAHA PDB Non-Migas 92,2 91,6 94,5 94,7 94,9 95,0 92,3 95,1 PDB Migas 7,8 8,4 5,9 5,6 5,4 5,3 7,7 5,2 Pertanian 15,3 14,7 15,2 14,8 15,5 12,3 14,4 15,0 Pertambangan dan Penggalian 11,2 11,8 12,7 12,0 11,3 11,2 11,8 11,4 Industri Pengolahan 24,8 24,3 23,6 23,6 23,9 24,6 23,9 23,6 -Pengolahan Non Migas 5,2 5,4 20,4 20,4 20,9 21,6 5,6 20,6 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Bangunan 10,3 10,2 10,1 10,3 10,4 11,0 10,4 10,2 Perdagangan, Hotel, Restoran 13,7 13,8 13,5 13,8 13,8 14,4 13,9 14,1 Pengangkutan dan Komunikasi 6,6 6,6 6,6 6,5 6,7 6,9 6,7 6,8 Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 7,2 7,2 7,3 7,2 7,2 7,4 7,3 7,6 Jasa-jasa 10,2 10,6 10,2 11,0 10,5 11,4 10,8 10,4 MENURUT JENIS PENGELUARAN Konsumsi Rumah Tangga 56,5 54,6 54,3 53,5 54,4 56,0 54,6 55,6 Pengeluaran Pemerintah 9,1 9,0 7,0 9,1 8,3 11,1 8,9 6,8 Pembentukan Modal Tetap Bruto 32,0 32,0 31,9 32,7 33,1 34,8 33,2 32,0 Perubahan Inventori 0,3 1,0 4,4 3,4 1,2-0,2 2,2 3,4 Diskrepansi Statistik 0,4 2,1 2,4 3,5 3,7 1,7 2,8 3,2 Ekspor Barang dan Jasa 24,6 26,3 24,9 24,5 23,2 24,6 24,3 23,3 Impor Barang dan Jasa 22,9 24,9 24,7 26,6 23,9 28,0 25,8 24,4 Sumber: Badan Pusat Statistik Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun 2013 mencapai 104,7 yang berarti kondisi ekonomi konsumen meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingkat optimisme konsumen pada triwulan I-2013 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Membaiknya kondisi ekonomi konsumen terjadi karena adanya peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 106,0, rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks sebesar 105,4, dan peningkatan konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 100,8. 23

35 Tabel 9. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan IV Tahun 2012-Triwulan I Tahun 2013 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk ITK Q ITK Q Pendapatan rumah tangga 106,4 106,0 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 118,4 105,4 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buahbuahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 101,7 100,8 Indeks Tendensi Konsumen 108,6 104,7 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 11. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun ,0 110,0 108,0 106,0 104,0 102,0 100,0 Indeks Tendensi Konsumen Rata-rata Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,5 108,8 111,1 108,6 104,7 Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2-1,7 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Indeks Keyakinan Konsumen Pada periode bulan Januari-Maret 2013, indeks keyakinan konsumen (IKK) Indonesia relatif stabil. Pada bulan Januari 2013, IKK sebesar 116,2 atau melambat jika dibandingkan IKK bulan Desember 2012 yang besarnya 116,4. Perlambatan ini terjadi akibat turunnya optimisme terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama. Optimisme konsumen kembali meningkat pada bulan Februari 2013 yang diindikasikan melalui kenaikan IKK menjadi 116,8. Hal ini terutama dipengaruhi oleh menguatnya optimisme konsumen untuk melakukan pembelian barang tahan lama. IKK tidak mengalami perubahan pada bulan Maret 2013 karena adanya optimisme responden terhadap perbaikan ketersediaan lapangan pekerjaan dan penghasilan pada 6 bulan mendatang. 24

36 Tabel 10. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Maret KETERANGAN Jan Feb Mar Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 116,2 116,8 116,8 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 108,3 109,7 109,3 Penghasilan saat ini 125,2 126,5 126,3 Ketersediaan lapangan kerja 96,2 94,4 93,4 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 103,6 108,2 108,2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 124,1 123,8 124,3 Ekspektasi Penghasilan 140,7 140,7 141,6 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 104,3 103,8 105,1 Ekspektasi Kegiatan Usaha 127,3 127,1 126,3 Sumber: Bank Indonesia Perkembangan IKK dari bulan Januari-Maret 2013 mengalami trend kenaikan dibandingkan dengan bulan Januari-Maret Menurunnya optimisme masyarakat pada keadaan ekonomi tahun 2012 menjadi penyebab terus meningkatnya kenaikan IKK Indonesia pada awal tahun Meskipun kenaikan IKK sempat menurun pada bulan Januari 2013 sebesar -2,5 persen, kenaikan IKK kembali terkoreksi pada bulan Februari 2013 sebesar 4,6 persen dan tumbuh semakin tinggi sebesar 8,9 persen pada bulan Maret Gambar 12. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2012-Maret Sumber: Bank Indonesia, diolah Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus t Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar IKK 119,2 111,7 107,3 102,5 109,0 114,4 113,5 115,7 117,7 119,5 120,1 116,4 116,2 116,8 116,8 Kenaikan YoY (Persen) 12,9 5,0 0,2-4,1 3,5 5,0 1,5 4,6 2,3 2,8 5,1-0,2-2,5 4,6 8, Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Konsumsi mobil di Indonesia pada triwulan I-2013 mencapai 295,9 ribu unit. Konsumsi ini meningkat 18,0 persen dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 25

37 2012. Peningkatan konsumsi mobil ini dipacu oleh perluasan jaringan dari beberapa produsen mobil di Indonesia dengan meresmikan beberapa dealer baru. Hadirnya mobil murah yang ramah lingkungan serta masih kuatnya daya beli masyarakat Indonesia juga memacu konsumsi mobil pada triwulan I Gambar 13. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Triwulan I Tahun 2012-Triwulan Tahun I 2013 Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 310,0 300,0 290,0 280,0 270,0 260,0 250,0 240,0 230,0 220,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,8 284,4 281,1 299,9 295,9 Pertumbuhan YoY (Persen) 11,1 48,2 16,1 28,0 18,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Sumber: Gaikindo, diolah Konsumsi mobil pada Februari 2013 merupakan yang tertinggi dibandingkan bulanbulan lainnya pada triwulan I Pada Februari 2013, konsumsi mobil mencapai 103,3 ribu unit atau tumbuh sebesar 19,4 persen (YoY). Pada Januari 2013, konsumsi mobil hanya mencapai 96,7 ribu unit atau tumbuh sebesar 26,5 persen (YoY). Perlambatan konsumsi mobil kembali terjadi pada Maret 2013 yang hanya mencapai 95,9 juta ribu unit atau tumbuh sebesar 9,1 persen (YoY). Gambar 14. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Januari 2012-Maret ,0 60,0 100,0 50,0 80,0 40,0 60,0 30,0 40,0 20,0 20,0 10,0 Sumber: Gaikindo, diolah 0,0 Ja n Fe b M ar Ap r M ei Ju n Jul Ag us t Se p Ok t No p De s Ja n Fe b Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 76,4 86,5 87,9 87,1 95,5 101, 102, 76,4 102, 106, 103, 89,5 96,7 103, 95,9 Pertumbuhan YoY (Persen) 3,3 24,3 7,0 43,5 56,5 45,0 15,1 4,3 27,9 23,6 53,3 11,4 26,5 19,4 9,1 M ar 0,0 26

38 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Semen Produksi semen Indonesia pada triwulan I tahun 2013 adalah sebesar ,9 ribu ton. Produksi ini meningkat dari triwulan yang sama pada tahun 2012 yang besarnya hanya ,3 ribu ton. Pertumbuhan produksi semen Indonesia pada triwulan I tahun 2013 mencapai 6,7 persen Kenaikan jumlah produksi ini dapat terjadi karena beberapa pabrik semen baru mulai beroperasi di awal tahun Pabrik semen baru ini antara lain dimiliki oleh PT Semen Indonesia, Tbk. yang berlokasi di Tuban, Jawa Timur dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun dan PT Semen Tonasa di Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan dengan kapasitas produksi yang sama. Sepanjang periode bulan Januari-Maret 2013, produksi semen Indonesia relatif stabil, walaupun sempat terjadi perlambatan pada bulan Februari Pada bulan Januari 2013, produksi semen Indonesia mencapai 4.249,9 ribu ton atau tumbuh sebesar 18,3 persen (YoY). Pada bulan Februari 2013, produksi semen menurun 6,0 persen dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 3.995,1 ribu ton atau tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY). Penurunan ini terkoreksi oleh produksi semen pada bulan Maret 2013 yang kembali meningkat menjadi sebesar 4.450,0 ribu ton atau tumbuh sebesar 9,2 persen (YoY). Gambar 15. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Januari-Maret Produksi Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Jan Feb Mar ,3 4,1 9,2 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Di sisi lain, konsumsi semen dalam negeri pada triwulan I-2013 mencapai 13,6 juta ton atau tumbuh sebesar 8,6 persen (YoY). Konsumsi semen hingga saat ini masih dipengaruhi oleh tingginya pembangunan yang dilakukan oleh sektor swasta dan tingginya kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang sedang gencar 27

39 dilakukan oleh pemerintah juga turut mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri dalam menjalankan beberapa proyeknya. Gambar 16. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Triwulan-I 2012-Triwulan-I 2013 Konsumsi Semen (Juta Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q ,5 13,4 13,6 15,5 13,6 18,2 12,4 14,9 13,4 8,6 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah BOX 1 Rencana Kerja Pemerintah 2014 Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2014 dengan tema Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan merupakan RKP terakhir yang dikeluarkan dalam masa pemerintahan tahun Karena itulah, RKP ini disiapkan untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan yang belum terlaksana. Ada tiga isu strategis yang ditulis dalam RKP Pertama, mengejar target pembangunan yang belum tercapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kedua, menjalankan direktif Presiden yang berisi pemantapan perekonomian nasional yang berkeadilan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Ketiga, memperhatikan beberapa isu terkini seperti penanganan banjir, pemenuhan amanat UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), mengatasi permasalahan perburuhan dalam negeri, menjaga stabilitas politik menjelang Pemilu 2014 serta mencegah kesenjangan pendapatan dalam masyarakat. Beberapa indikator ekonomi menjadi kunci kesuksesan kinerja pembangunan pemerintah untuk tahun Perekonomian Indonesia diharapkan dapat tumbuh sebesar 6,4-6,9 persen pada tahun Laju inflasi pada tahun yang sama juga diharapkan hanya akan mencapai antara 3,5-5,5 persen. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2014 diupayakan menurun menjadi 5,6-5,9 28

40 persen. Sementara pemerintah juga berusaha mengentaskan kemiskinan hingga 9,0-10,0 persen dari jumlah penduduk. Perkembangan ekonomi dunia yang masih memburuk menjadikan proyeksi neraca transaksi berjalan pada tahun 2014 berada dalam kondisi defisit sebesar 24,1 USD miliar. Neraca transaksi modal dan finansial pada tahun 2014 diharapkan akan mengalami surplus transaksi modal dan finansial 26,4 USD miliar dengan memanfaatkan daya tarik Indonesia sebagai negara berkembang. Surplus neraca transaksi modal dan finansial ini dapat memacu neraca secara keseluruhan yang diproyeksikan berada pada posisi 2,3 USD miliar. Di sisi lain, cadangan devisa pada tahun 2014 diproyeksikan mencapai 116,2 USD miliar atau cukup untuk membiayai 6,0 bulan impor. Tabel 11. Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro Tahun (persen) 2010 (realisasi) 2011 (realisasi) 2012 (realisasi) 2013 Perkiraan 2014 Sasaran PERTUMBUHAN EKONOMI 6,2 6,5 6,2 6,2 6,4-6,9 Sisi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat 4,7 4,7 5,3 4,9 5,2-5,6 Konsumsi Pemerintah 0,3 3,2 1,2 3,4 4,8-5,4 PMTB 8,5 8,8 9,8 6,9 8,8-10,2 Ekspor Barang dan Jasa 15,3 2,0 2,0 6,6 6,8-7,1 Impor Barang dan Jasa 17,3 6,6 6,6 6,1 6,1-6,9 Sisi Produksi Pertanian 3,0 3,4 4,0 3,7 3,5-3,8 Pertambangan dan Penggalian 3,9 1,4 1,5 1,6 1,5-1,8 Industri Pengolahan 4,7 6,1 5,7 6,1 6,4-6,9 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,3 4,8 6,4 6,4 5,8-6,3 Konstruksi 7,0 6,6 7,5 7,3 6,8-7,4 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,7 9,2 8,1 7,7 8,1-8,5 Pengangkutan dan Komunikasi 13,4 10,7 10,0 10,5 10,0-10,8 Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 5,7 6,8 7,1 6,1 6,0-6,2 Jasa-jasa 6,0 6,7 5,2 6,0 6,6-7,3 LAJU INFLASI 7,0 3,8 4,3 5,6 4,5±1 PENGANGGURAN TERBUKA 7,1 6,6 6,1 5,8-6,1 5,6-5,9 PENDUDUK MISKIN 13,33 12,49 11,96 9,5-10,5 9,0-10,0 *) realisasi posisi Maret Sumber: Rencana Kerja Pemerintah

41 Tabel 12. Perkembangan dan Proyeksi Neraca Pembayaran Tahun (USD Miliar) (realisasi) (realisasi) (realisasi) Proyeksi Proyeksi Transaksi Berjalan 5,1 1,7-24,2-24,5-24,1 Ekspor 158,1 200,8 188,1 195,9 209,7 Migas 28,7 38,1 35,6 37,0 37,9 Non-migas 129,4 162,7 152,6 158,9 171,8 Impor -127,4-166,0-179,7-185,3-194,6 Migas -25,4-38,7-40,7-41,9-43,3 Non-migas -102,0-127,3-139,0-143,4-151,3 Jasa-jasa*) -25,5-33,1-32,6-35,1-39,2 Transaksi Modal dan Finansial 26,6 13,6 24,9 25,6 26,4 Transaksi Modal 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Transaksi Finansial 26,6 13,5 24,9 25,6 26,4 Investasi Langsung (neto) 11,1 11,5 14,4 14,7 15,1 Investasi Portfolio 13,2 3,8 9,2 9,6 9,9 Investasi Lainnya (neto) 2,3-1,8 1,2 1,3 1,4 Total 31,8 15,3 0,7 1,2 2,3 Selisih Perhitungan -1,5-3,4-0,6 0,0 0,0 Neraca Keseluruhan 30,3 11,9 0,2 1,2 2,3 Cadangan Devisa 96,2 110,1 112,8 113,9 116,2 *) Termasuk pendapatan (neto) dan transfer Sumber: Rencana Kerja Pemerintah

42 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan I tahun 2013 seluruhnya mencapai Rp 70,75 triliun atau mencapai 21,6 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN Pada triwulan I tahun 2013, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.015,37 triliun Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 906,5 triliun pada akhir tahun 2008 menjadi Rp 1.401,0 triliun pada triwulan I tahun 2013 Sampai dengan Triwulan I tahun 2013, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp1,75 triliun atau 3,8 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN

43 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 13 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode , realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 20,6 persen. Pada tahun 2008 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 67,5 triliun dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi Rp 161,5 triliun di tahun Berdasarkan APBN tahun 2013, pembiayaan tersebut bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 180,4 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 19,5 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,5 triliun. Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Dan APBN 2013 (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN Rata-Rata I SBN (Neto) 85,9 99,5 91,1 119,9 159,6 180,4 16,8 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (18,4) (15,5) (4,6) (17,8) (17,8) (19,5) -0,8 a. Penarikan (Bruto) 50,2 58,7 54,8 33,7 33,7 45,9-9,5 i. Pinjaman Program 30,1 28,9 29,0 15,3 15,3 6,5-15,6 ii. Pinjaman Proyek 20,1 29,7 25,8 18,5 18,5 39,4-2,1 b. Penerusan Pinjaman (5,2) (6,2) (8,7) (4,2) (4,2) (7,0) -5,1 c. Pembayaran Cicilan Pokok (63,4) (68,0) (50,6) (47,3) (47,3) (58,4) -7,1 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - - 0,4 0,6 0,9 0,5 Jumlah 67,5 84,0 86,9 102,7 142,7 161,5 20,6 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada tabel 14 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan I tahun Pada tahun 2013, target pembiayaan melalui pinjaman adalah sebesar Rp 46,9 triliun yang terdiri dari pinjaman program sebesar Rp 6,5 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 39,41 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (bruto) adalah sebesar Rp 280,86 triliun. Sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 70,75 triliun. Jumlah ini mencapai 21,6 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN

44 Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d Triwulan 2013 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2012 APBN 2013 Real sd Maret 2013 % TOTAL 300,51 327,28 70,75 21,6% PINJAMAN 31,96 46,42 1,77 3,8% Pinjaman Luar Negeri 31,03 45,92 1,75 3,8% - Pinjaman Program 14,98 6,51 0,04 0,6% - Pinjaman Proyek 16,05 39,41 1,71 4,3% Pinjaman Dalam Negeri 0,93 0,50 0,02 4,9% SURAT BERHARGA NEGARA 268,55 280,86 68,98 24,6% Sumber: Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (bruto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 68,98 triliun atau mencapai 24,6 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN Sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pinjaman mencapai Rp 1,77 triliun atau sebesar 3,8 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN Realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar Rp1,75 triliun atau 3,8 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN 2013 yang mencapai Rp 45,92 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 0,04 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 1,71 triliun. Sementara itu, sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pinjaman dalam negeri baru mencapai angka Rp 0,02 triliun atau sebesar 4,9 persen dari nilai APBN 2013 sebesar Rp 0,50 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun triwulan I tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini. Dalam kurun waktu Maret 2013, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 4,2 persen. Sampai dengan triwulan I tahun 2013, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.015,37 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan I tahun 2013, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 614,35 triliun atau turun rata-rata sebesar 3,4 persen dalam kurun triwulan I Kecenderungan menurunnya outstanding pinjaman sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman utamanya pinjaman luar negeri. Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan I tahun 2013 mencapai Rp 1.401,02 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 9,1 persen dalam kurun waktu triwulan I tahun

45 Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah s.d. Maret 2013 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Mar Mar 13 Total Utang Pemerintah Pusat 1.636, , , , , ,37 4,2 a Pinjaman 730,24 611,18 617,26 621,29 614,32 614,35-3,4 1. Pinjaman Luar Negeri 730,24 611,18 616,87 620,28 612,53 612,53-3,5 Bilateral*) 484,90 387,92 380,67 381,66 358,12 336,74-7,0 Multilateral**) 222,69 202,37 208,28 212,96 229,68 227,67 0,4 Komersil***) 21,69 20,24 27,34 25,15 24,32 23,62 1,7 Suppliers***) 0,97 0,66 0,57 0,50 0,41 0,35-18,4 Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri - - 0,39 1,01 1,80 1,82 b SBN 906,50 979, , , , ,02 9,1 Denominasi Valas 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91 264,81 16,6 Denominasi Rupiah 783,86 836,31 902,43 992, , ,21 7,7 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber: Kementerian Keuangan Dari tabel 16 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 44,6 persen di tahun 2008 menjadi 30,5 persen di triwulan I tahun Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2008 Maret Mar-13 Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.636, , , , , ,37 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 730,24 611,18 617,26 621,29 614,33 614,35 b SBN (dalam triliun IDR) 906,50 979, , , , ,02 Denominasi Valas 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91 264,81 Denominasi Rupiah 783,86 836,31 902,43 992, , ,21 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 44,6% 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,5% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 7,5% 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 13,1% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 47,9% 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 56,4% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu triwulan I tahun Sampai triwulan I tahun 2013, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 69,5 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50 persen. Sedangkan porsi outstanding SBN valas sampai triwulan I tahun 2013 hanya mencapai 13,1 persen dari total utang pemerintah. 34

46 Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 17 di bawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu triwulan I tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 906,5 triliun pada akhir tahun 2008 menjadi Rp 1.401,0 triliun pada triwulan I tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN meningkat rata-rata sebesar 9,1 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 783,86 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 1.136,21 triliun pada triwulan I tahun Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2008 Maret 2013 (Triliun Rupiah) Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu triwulan I tahun 2013, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 16,6 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 122,6 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 264,8 triliun pada triwulan I tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan I tahun 2013, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 25,60 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY155,00 miliar. Adapun penerbitan SBN dalam mata uang JPY dilakukan pemerintah pada tahun 2009, 2010 dan November 2012 dengan nilai nominal masing masing sebesar JPY35,00 miliar, JPY60,00 miliar dan JPY60,00 miliar. 35

47 Selanjutnya Tabel 18 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2013 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing, yang dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 40,01 triliun atau mencapai 22,17 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara S.D Maret 2013 (Neto) (Juta Rupiah) Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan I tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 563,07 triliun atau 63,71 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 315,89 triliun atau 35,7 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 0,55 persen dimiliki oleh Bank Indonesia. Dari Tabel 19 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu triwulan I tahun 2013 meningkat rata-rata sebesar 18,2 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 4,1 persen dari Rp 258,75 triliun di akhir tahun 2008 menjadi Rp 315,89 triliun 36

48 pada triwulan I tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia menurun sebesar 26,7 persen dari Rp 23,01 triliun di tahun 2008 menjadi Rp 4,86 triliun pada triwulan I tahun Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat sebesar 312,1 persen dibanding tahun Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya risiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Maret 2013 (Triliun Rupiah) Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 20 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun triwulan I tahun Sampai dengan triwulan I tahun 2013, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 1,75 triliun atau 3,8 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp 1,71 triliun atau sebesar 4,3 persen dari pagu APBN 2013 dan pinjaman program sebesar Rp 0,04 trilun atau sebesar 0,6 persen dari pagu APBN Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,02 triliun atau sebesar 4,0 persen dari pagu APBN

49 Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Maret 2013 (Triliun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2008 Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 APBN 2013 Real Maret 2013 % PINJAMAN 50,22 58,66 55,19 34,37 31,95 46,42 1,77 3,8% Pinjaman Luar Negeri 50,22 58,66 54,79 33,75 31,02 45,92 1,75 3,8% - Pinjaman Program 30,10 28,94 28,97 15,27 14,98 6,51 0,04 0,6% - Pinjaman Proyek 20,12 29,72 25,82 18,48 16,05 39,41 1,71 4,3% Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,00 0,40 0,62 0,93 0,50 0,02 4,0% *)posisi sampai dengan triwulan I tahun 2013 Sumber: Kementerian Keuangan 38

50 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Pada triwulan I tahun 2013 total nilai ekspor Indonesia sebesar ,5 juta USD atau mengalami penurunan sebesar 6,4 persen (YoY) Pada triwulan I tahun 2013, impor Indonesia menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY), yaitu sebesar -0,6 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2013 mengalami defisit sebesar 67,5 juta USD atau turun sebesar -102,4 persen dibanding triwulan yang sama tahun 2012 (YoY). 39

51 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Standard and Poor s Rating Revisi Peringkat Hutang Indonesia Standard and Poor s baru baru ini merevisi prospek peringkat hutang Indonesia dari positif menjadi stabil. Revisi peringkat ini disebabkan antar lain karena pemerintah Indonesia dinilai terus menunda rencana kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan S&P melakukan revisi prospek peringkat hutang Indonesia yaitu: a) progres yang lambat dalam pemulihan infrastruktur; b) ketidak pastian hukum dan regulasi; serta c) hambatan birokrasi. Ketiga faktor ini dianggap menghambat agenda pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi menurut S&P. Peringkat Indonesia akan di perbaiki bila reformasi, seperti rasionalisasi subsidi, berhasil mengurangi kerentanan fiskal dan eksternal secara berkelanjutan. Sumber : Harian Bisnis Indonesia Pelaksanaan Second Senior Officials Meeting 2 (SOM 2) APEC Dalam rangka Keketuaan dan Ketuanrumahan Indonesia pada APEC 2013, pada tanggal 7 hingga 21 April 2013 telah dilaksanakan serangkaian acara Second Senior Officials Meeting (SOM2) and Related Meetings Ministers Responsible for Trade (MRT) Meeting di Surabaya. Para rangkaian acara tersebut telah dilaksanakan berbagai pertemuan tingkat working group dan komite serta workshop, seminar, policy dialogue dan symposium. APEC 2013 memiliki tiga prioritas, yaitu (1) Attaining the Bogor Goals; (2) Achieving Sustainable Growth with Equity, dan (3) Promoting Connectivity. Bappenas sebagai focal point Steering Committee on ECOTECH dan sebagai penanggung jawab dari Prioritas 2 Achieving Sustainable Growth with Equity APEC 2013 akan: mengawal beberapa pencapaian deliverables Indonesia antara lain: Enhancing SME s Global Competitiveness, Improving the Role of Women in SME, Aligning Farmers into Achievement of Global Food Security, Model on Sustainable Healthcare System in APEC, Clean and Renewable Energy for Energy Security in the APEC Region, dan Mainstreaming Ocean Related Issues. Penyelenggaraan APEC di tahun 2013 ini akan berlanjut dengan rangkaian SOM3 di Medan pada bulan Juni 2013, CSOM di Bali pada Oktober 2013, hingga Pertemuan Tingkat Leaders yang juga akan dilaksanakan di Bali pada bulan Oktober. Sementara itu, pada tahun 2014 yang akan menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC adalah Cina. 40

52 Trade Policy Review Indonesia ke-6 Pada tanggal April 2013 telah dilaksanakan sidang Trade Policy Review Mechanism (TPRM) Indonesia ke-6 di Jenewa. Sebagai anggota WTO (World Trade Organization), setiap 6 tahun sekali WTO akan me-review kebijakan perdagangan Indonesia. Dalam rangka TPRM tersebut, telah disusun dokumen TPR Indonesia yang terdiri dari Secretariat Report yang disusun oleh WTO, serta Government Report yang disusun oleh pemerintah Indonesia (inter kementerian). Pada review kali ini, Indonesia menerima 792 pertanyaan dari berbagai negara anggota WTO sebelum pelaksanaan sidang, dan 68 tambahan pertanyaan (follow-up question) yang disampaikan pada saat sidang. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain terkait dengan kebijakan makro Indonesia, kebijakan subsidi energi, kebijakan bisnis dan investasi, MP3EI, kebijakan perdagangan seperti pembatasan impor holtikultura, serta kebijakan ESDM seperti pembatasan ekspor bahan mentah mineral. Adapun pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab oleh berbagai Kementerian dan Lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan. Kerjasama Perdagangan : Perjanjian dengan Empat Negara Eropa Tertunda Pemerintah Indonesia telah berencana melakukan kerjasama perdagangan dengan empat negara Eropa yang tergabung dalam European Free Trade Assosiation (EFTA), namun hingga saat ini, belum terealisasi dalam perjanjian kerjasama. Hingga kini, rencana kerja sama melalui negosiasi perjanjian Indonesia-EFTA Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IE-CEPA) masih belum putus. Padahal, perundingan CEPA RI- EFTA sudah dimulai sejak 2010, bahkan sudah melewati beberapa kali perundingan. Negosiasi tersebut sudah sampai putaran ke enam, tetapi khusus untuk trade in goods tidak ada kemajuan yang berarti karena adanya gap yang cukup besar. Tingkat pembangunan antara Indonesia dengan negara Eropa yang tergabung dalam EFTA sangat berbeda dan tidak sejajar. Pasar Indonesia besar, sementara pasar negara EFTA bagi Indonesia adalah kecil. Negara EFTA memiliki kepentingan untuk memasarkan produk manufaktur berteknologi tinggi ke Indonesia, sedangkan Indonesia masih menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produknya di pasar negara EFTA. Oleh sebab itu, Indonesia akan mendorong investasi (terutama yang berorientasi ekspor) dari negara EFTA ke Indonesia sehingga dapat memberikan niilai tambah bagi perekonomian Indonesia dan memudahkan Indonesia dalam memasuki pasar ekspor di negara EFTA dan Eropa lainnya. Lebih lanjut Pemerintah Indonesia perlu lebih hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam membuat perjanjian perdagangan bebas baru, karena Indonesia menginginkan untuk tidak dijadikan sebagai pasar dari produk negara maju, tetapi perlu didorong agar Indonesia sebagai basis produksi dapat membangun value chain dan meningkatkan value added di dalam negeri, yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 41

53 Pemerintah Menerbitkan revisi Peraturan Pembatasan Impor Holtikultura Kementerian Perdagangan menerbitkan revisi peraturan pembatasan impor holtikultura, yaitu Permendag Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura. Peraturan ini mengubah sistem impor produk holtikultura dengan tidak lagi menerapkan pembatasan alokasi kuota dan 18 jenis komoditas holtikultura 8 jenis produk holtikultura di coret dari daftar yang diatur. Revisi peraturan ini tujuannya untuk menyederhanakan proses perijinan dan pelaksanaan administrasi impor menjadi lebih tertib sehingga kepastuan dalam berusaha menjadi lebih terjamin. Peraturan ini juga mencabut peraturan terdahulu (Permendag no 30 tahun 2012 yang telah di ubah beberapa kali, terakhir dengan Permendag No. 60 Tahun 2012) Permendag baru tersebut mengatur 39 jenis produk hortikultura yang di impor, hal ini berarti terdapat mengurangan 18 jenis produk yang di atur dalam Permendag sebelumnya. Lebih lanjut disampaikan bahwa terdapat beberapa pokok pengaturan impor produk holtikultura. Pertama, setiap produk holtikultura hanya dapat dilakukan oleh Importir Produsen (IP) dan Importir Terdaftar (IT) Produk Holtikultura. Untuk setiap Persetujuan Impor Produk Holtikultura harus mendapat rekomendasi impor produk holtikultura dari Kementerian Pertanian. Kedua, permohonan penerbitan IP, IT dan Persetujuan Impor Produk Holtikultura kepada Kemendag hanya dilayani melalui siste online (INATRADE). Unit pelayanan perdagangan akan menyelesaikan penerbitan IP, IT dan Persetujuan Impor tersebut dalam kurun waktu paling lama dua hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap. Ketiga, setiap importir produk holtikultura harus di verifikasi atau dilakukan penelusuran teknis impor di pelabuhan muat negara asal oleh surveyor yang di tunjuk. Selain itu perusahaan yang melakukan importasi produk holtikultura harus memenuhi ketentuan karantina, kemasan, dan label sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat, terhadap IP, IT dan Persetujuan Impor yang telah di terbitkan berdasar Permendag Nomor 30 tahun 2012 dan Permendag Nomor 60 Tahn 2012 dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir. 42

54 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nov-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 USD Million PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 17. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Sumber: BPS, diolah Volume Value Total nilai ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2013 sebesar ,5 juta USD atau mengalami penurunan sebesar 6,4 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY). Adapun sumber penurunan pertumbuhan ekspor ini dikontribusikan oleh penurunan pada sektor migas (-3,3 persen) dan nonmigas (-2,7 persen). Komoditas minyak mentah dalam sektor migas menyumbang penurunan sebesar -1,5 persen. Untuk ekspor non migas komoditas industri jika dilihat secara sumber pertumbuhan, menyumbang penurunan sebesar -1,8 persen. Namun demikian, volume ekspor bulan Maret 2013 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya; sementara harga barang ekspor (terutama komoditas) di pasar international mengalami penurunan Pada triwulan I tahun 2013 secara nilai, komoditas bahan bakar mineral (HS-27) memiliki proporsi ekspor per komoditas tertinggi yaitu sebesar 17,4 persen, namun pertumbuhannya negatif, yaitu sebesar -5,7 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun 2012 (YoY). Sementara itu, lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -15,7 persen dengan proporsi ekspor sebesar 13,0 persen. Beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan ekspor negatif yang cukup besar antara lain tembaga (HS-74) dan kakao (HS-18), yang masing-masing turun sebesar -44,5 persen dan -24,6 persen. Komoditas timah (HS-80) dan alas kaki (HS-64) mengalami pertumbuhan tertinggi, masing-masing sebesar 20,5 persen dan 10,7 persen. Sementara itu, secara volume, total nilai ekspor non migas triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar -16,1 persen dimana komoditas bahan bakar mineral (HS-27) merupakan komoditas dengan pertumbuhan terbesar yaitu 22,0 persen dan sumbangannya juga terbesar yaitu 67,9 persen. 43

55 Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2013 Komoditas Triwulan I-2012 Triwulan I-2013 Nilai Ekspor (Juta USD) , , , , ,5 Migas , , , , ,0 Minyak Mentah , , , , ,0 Hasil Minyak 3.967, , , , ,8 Gas , , , , ,2 Non Migas , , , , ,5 Pertanian 5.001, , , , ,7 Industri , , , , ,0 Pertambangan , , , , ,8 Pertumbuhan Ekspor (%) 35,4% 29,0% -6,6% 6,9% -6,4% Migas 47,4% 47,9% -10,8% 20,4% -18,7% Minyak Mentah 33,0% 32,9% -11,1% 8,9% -28,1% Hasil Minyak 75,4% 20,4% -12,8% -14,4% -10,8% Gas 53,0% 67,3% -10,3% 42,4% -14,6% Non Migas 33,1% 24,9% -5,5% 3,9% -3,3% Pertanian 14,6% 3,3% 7,8% -3,0% -1,3% Industri 33,5% 24,7% -5,0% 2,7% -2,9% Pertambangan 35,8% 29,7% -9,6% 9,3% -4,7% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Migas 17,8% 20,4% 19,5% 20,6% 17,9% Minyak Mentah 6,6% 6,8% 6,5% 6,9% 5,3% Hasil Minyak 2,5% 2,3% 2,2% 2,5% 2,3% Gas 8,7% 11,2% 10,8% 11,2% 10,3% Non Migas 82,2% 79,6% 80,5% 79,4% 82,1% Pertanian 3,2% 2,5% 2,9% 2,6% 2,7% Industri 62,1% 60,0% 61,1% 60,0% 62,3% Pertambangan 16,9% 17,0% 16,5% 16,8% 17,1% Sumber Pertumbuhan (%) Migas 8,4% 9,8% -2,1% 4,2% -3,3% Minyak Mentah 2,2% 2,2% -0,7% 0,6% -1,5% Hasil Minyak 1,9% 0,5% -0,3% -0,4% -0,3% Gas 4,6% 7,6% -1,1% 4,8% -1,5% Non Migas 27,2% 19,8% -4,5% 3,1% -2,7% Pertanian 0,5% 0,1% 0,2% -0,1% 0,0% Industri 20,8% 14,8% -3,0% 1,6% -1,8% Pertambangan 6,1% 5,1% -1,6% 1,6% -0,8% Sumber: BPS, diolah 44

56 HS Tabel 22. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I 2013 Komoditas Nilai Ekspor (Juta USD) Growth Share Triwulan I Triwulan I-2013/ Triwulan IV-2012 Triwulan I-2013/ Triwulan I-2012 Triwulan I Bahan bakar mineral , , ,4-2,7% -5,7% 17,4% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 7.342, , ,6-7,1% 1,7% 3,6% 74 Tembaga 3.810, ,3 457,9-14,6% -44,5% 1,2% 80 Timah 2.438, ,2 646,7 11,3% 20,5% 1,7% 03 Ikan dan Udang 2.443, ,4 613,3-15,6% -9,3% 1,6% 15 Lemak & minyak hewan/nabati , , ,6-6,8% -15,7% 13,0% 18 Kakao/coklat 1.345, ,4 250,4-0,2% -24,6% 0,7% 40 Karet dan Barang dari Karet , , ,4 8,8% -6,4% 6,6% 61 Barang-barang rajutan 3.541, ,8 857,9 1,2% 0,4% 2,3% 62 Pakaian jadi bukan rajutan 4.149, , ,0 16,6% 3,5% 2,7% 64 Alas kaki 3.301, ,4 898,1-6,7% 10,7% 2,4% 85 Mesin/peralatan listrik , , ,5 4,8% -1,6% 7,1% Total Nilai Ekspor Non-Migas , , ,5-3,7% -3,3% 100,0% Sumber: BPS, diolah HS Tabel 23. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan I 2013 Volum Ekspor (Juta Kg) Growth Share Komoditas 2012 Triwulan I-2012 Triwulan IV-2012 Triwulan I-2013 Triwul an I- 2013/ Triwul an IV Triwul an I- 2013/ Triwul an I Triwulan I Bahan bakar mineral , , , ,0-3,9% 22,0% 67,9% 26 Bijih, Kerak, dan Abu , , , ,5 7,7% 5,1% 19,6% logam 74 Tembaga 238,1 62,6 68,0 59,0-13,2% -5,8% 0,0% 80 Timah 120,9 29,2 32,3 27,6-14,6% -5,5% 0,0% 03 Ikan dan Udang 882,6 213,3 253,7 197,8-22,0% -7,3% 0,1% 15 Lemak & minyak , , , ,5-0,3% 15,9% 4,1% hewan/nabati 18 Kakao/coklat 387,8 116,8 91,5 95,0 3,8% -18,7% 0,1% 40 Karet dan Barang dari 3.078,2 712,3 745,5 786,8 5,5% 10,5% 0,5% Karet 61 Barang-barang rajutan 251,7 59,8 63,8 62,8-1,6% 5,0% 0,0% 62 Pakaian jadi bukan 194,5 51,2 45,6 50,6 11,0% -1,2% 0,0% rajutan 64 Alas kaki 199,1 46,8 54,2 50,5-6,8% 7,9% 0,0% 85 Mesin/peralatan listrik 618,6 160,0 144,0 140,9-2,2% -11,9% 0,1% Total Nilai Ekspor Non-Migas , , , , 9 Sumber: BPS, diolah -1,3% 16,1% 100,0% Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke lima negara tujuan ekspor utama pada triwulan I tahun 2013 dibanding periode yang sama tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 2,3 persen Jika dilihat per negara, maka hampir semua ekspor ke negara utama terlihat 45

57 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Ags-12 Sep-12 Okt-12 Nov-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Nilai (Juta USD) No mengalami kenaikan. Ekspor yang terbesar adalah ekspor ke Singapura yang tumbuh 20,0 persen. Hanya ekspor ke negara Jepang yang mengalami penurunan sebesar -9,2 persen. Negara Tujuan Ekspor Tabel 24. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan Utama Triwulan I-2013 Nilai (USD Juta) Growth Share Triwulan I Triwulan I-2013/ Triwulan IV-2012 Triwulan I-2013/ Triwulan I-2012 Triwulan I Jepang , , ,8-3,5% -9,2% 11,0% 2 Amerika Serikat , , ,9 6,8% 2,0% 10,1% 3 Singapura , , ,4-0,2% 20,0% 7,9% 4 Cina , , ,5-13,0% 2,3% 13,7% 5 India , , ,6-1,2% 5,4% 8,7% Total 5 Negara Tujuan Utama , , ,7-3,6% 2,3% 51,4% Total Pasar Ekspor Lainnya , , ,8-3,8% -8,5% 48,6% Total Ekspor Non Migas , , ,5-3,7% -3,3% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Impor Gambar 18. Volume dan Nilai Impor Hingga Maret , , , , , , , , , , , ,0 - Volume Nilai Sumber: BPS, diolah Pada triwulan I tahun 2013, impor Indonesia menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY), yaitu sebesar -0,6 persen. Penurunan impor pada triwulan I tahun 2013 dikontribusikan oleh impor barang konsumsi dan barang modal dengan penurunan masing-masing sebesar -16,2 persen dan -15,8 persen. Berdasarkan sektornya, impor migas tumbuh sebesar 7,5 persen yang dikontribusikan oleh pertumbuhan gas sebesar 24,2 persen, sedangkan impor nonmigas mengalami pertumbuhan negatif, yaitu sebesar -3,1 persen. 46

58 Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan I 2013 Komoditas Triwulan I-2012 Triwulan I-2013 Nilai Impor , , , , ,0 Barang Konsumsi 9.991, , ,6 3381,8 2834,8 Bahan Baku , , , , ,3 Barang Modal , , ,8 9168,8 7717,9 Migas , , , , ,3 Minyak Mentah 8.531, , ,2 2767,4 3163,5 Hasil Minyak , , ,4 7041,7 7265,7 Gas 863, , ,6 711,8 884,1 Non Migas , , , , ,7 Pertumbuhan Impor 40,1% 30,8% 8,0% 17,9% -0,6% Barang Konsumsi 47,9% 34,0% 0,1% 4,8% -16,2% Bahan Baku 41,8% 32,6% 7,0% 15,8% 5,2% Barang Modal 31,7% 23,0% 15,2% 33,1% -15,8% Migas 44,4% 48,5% 4,6% 25,3% 7,5% Minyak Mentah 15,9% 30,7% -3,1% 22,4% 14,3% Hasil Minyak 61,8% 56,1% 1,9% 21,9% 3,2% Gas 76,5% 63,6% 118,2% 101,2% 24,2% Non Migas 39,0% 26,3% 9,1% 15,9% -3,1% Proporsi Impor 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,4% 7,5% 7,0% 7,4% 6,2% Bahan Baku 72,8% 73,8% 73,1% 72,6% 76,8% Barang Modal 19,8% 18,7% 19,9% 20,0% 17,0% Migas 20,2% 22,9% 22,2% 23,0% 24,9% Minyak Mentah 6,3% 6,3% 5,6% 6,0% 7,0% Hasil Minyak 13,3% 15,9% 15,0% 15,4% 16,0% Gas 0,6% 0,8% 1,6% 1,6% 1,9% Non Migas 79,8% 77,1% 77,8% 77,0% 75,1% Sumber Pertumbuhan Barang Konsumsi 3,5% 2,6% 0,0% 0,4% -1,0% Bahan Baku 30,4% 24,0% 5,1% 11,4% 4,0% Barang Modal 6,3% 4,3% 3,0% 6,6% -2,7% Migas 9,0% 11,1% 1,0% 5,8% 1,9% Minyak Mentah 1,0% 1,9% -0,2% 1,4% 1,0% Hasil Minyak 8,2% 8,9% 0,3% 3,4% 0,5% Gas 0,5% 0,5% 1,9% 1,6% 0,5% Non Migas 31,1% 20,3% 7,1% 12,2% -2,3% Sumber: BPS, diolah 47

59 Selama triwulan I tahun 2013, impor kelompok komoditas menurut golongan barang terpilih, sebagian besar mengalami pertumbuhan negatif yang cukup besar. Impor kapal terbang dan bagiannya (HS-88), binatang hidup (HS-01), pupuk (HS-31), gandum-ganduman (HS-10) serta kapas (HS-52) dengan penurunan masing-masing sebesar -57,6 persen, -56,3 persen, -49,8 persen, -20,9 persen dan -10,2 persen. Sementara itu, impor tiga komoditas yang memiliki pertumbuhan positif adalah plastik dan barang dari plastik (HS-39), mesin/peralatan listrik (HS-85) serta gula dan kembang gula (HS-17) yang tumbuh masing-masing 11,3 persen, 3,5 persen dan 2,2 persen. HS Tabel 26. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2013 Komoditas Sumber: BPS, diolah Nilai Ekspor (Juta USD) Growth Share Triwulan I-2013 Triwulan I-2013/ Triwulan IV-2012 Triwulan I-2013/ Triwulan I-2012 Triwulan I Mesin/peralatan mekanik , , ,1-10,5% -2,5% 19,0% 01 Binatang hidup 328,7 286,6 38,2-36,8% -56,3% 0,1% 10 Gandum-ganduman 4.753, ,4 795,9-31,5% -20,9% 2,3% 17 Gula dan Kembang Gula 1.900, ,9 437,1-33,0% 2,2% 1,3% 27 Bahan bakar mineral 2.587, ,3 43,9-2,2% -0,9% 0,1% 31 Pupuk 6.687, ,0 335,9-34,5% -49,8% 1,0% 39 Plastik dan Barang dari Plastik 3.169, , ,5 0,5% 11,3% 5,3% 52 Kapas , ,3 596,5-14,1% -10,2% 1,8% 85 Mesin/peralatan listrik 7.602, , ,6-1,6% 3,5% 13,7% 87 Kendaraan dan Bagiannya 3.420, , ,8-6,7% -6,0% 6,3% 88 Kapal terbang dan Bagiannya , ,0 459,4-66,1% -57,6% 1,4% Total Nilai Impor Non-Migas , , ,6-10,4% -3,1% 100,0% Impor non migas Indonesia pada triwulan I tahun 2013 dari enam negara utama tumbuh negatif sebesar -4,9 persen dibanding triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY). Dari enam negara asal impor Indonesia tersebut, hanya Korea Selatan dan Uni Eropa yang pertumbuhannya positif yaitu sebesar 16,3 persen dan 11,6 persen, sementara negara lainnya mengalami penurunan pertumbuhan. Negara Amerika Serikat merupakan negara asal impor dengan penurunan pertumbuhan terbesar, yaitu -30,6 persen. Adapun proporsi impor terbesar Indonesia pada triwulan I tahun 2013 terutama berasal dari ASEAN, Cina dan Jepang, dimana masing-masing sebesar 22,3 persen, 19,1 persen dan 13,6 persen. 48

60 No Negara Asal Impor Sumber: BPS, diolah Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Triwulan I Tahun 2013 Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2013 mengalami defisit sebesar 67,5 juta USD atau turun sebesar -102,4 persen dibanding triwulan yang sama tahun 2012 (YoY). Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pertumbuhan negatif neraca perdagangan Indonesia pada periode ini adalah sektor migas, yang tumbuh negatif sebesar -494,8 persen. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I tahun 2013 mengalami pertumbuhan yang positif, yaitu sebesar 97,3 persen. Tabel 28. Neraca Perdagangan Triwulan I Tahun Triwulan I-2012 Triwulan I-2013 Triwulan I- 2013/ Triwulan IV Growth Triwulan I- 2013/ Triwulan I Ekspor Total (Juta USD) , , , ,5-3,8% -6,4% Ekspor Migas , , , ,0-2,0% -18,7% Ekspor Non Migas , , , ,5-4,1% -3,3% Impor Total (Juta USD) , , , ,0-8,5% -0,6% Impor Migas , , , ,3-2,5% 7,5% Impor Non Migas , , , ,7-10,3% -3,1% Neraca Perdagangan (Juta USD) , , ,9-67,5 97,3% -102,4% Migas 775, ,1-536, ,3 3,7% -494,8% Non Migas , , , ,8 310,1% -5,5% Sumber: BPS, diolah Triwulan I-2013 Triwulan I-2013/ Triwulan IV-2012 Growth Triwulan I-2013/ Triwulan I-2012 Share Triwulan I ASEAN , , ,4-3,0% -1,5% 22,3% 2 Uni Eropa , , ,2-7,5% 11,6% 10,4% 3 Jepang , , ,4-14,4% -17,4% 13,6% 4 Cina , , ,0-13,4% -1,8% 19,1% 5 Amerika Serikat , , ,5-35,4% -30,6% 5,6% 6 Korea Selatan 7.440, , ,1 8,0% 16,3% 6,9% Total Negara Asal Utama , , ,6-10,7% -4,9% 78,0% Negara Lainnya , , ,1-9,3% 3,9% 22,0% Total Impor , , ,7-10,4% -3,1% 100,0% 49

61 Selama bulan Januari-Februari 2013, perdagangan antara Indonesia dan Cina mengalami defisit yang cukup besar, yaitu 1.019,4 juta USD. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2012, defisit perdagangan sudah mengalami penurunan, yang ditunjukkan dari nilai pertumbuhan neraca perdagangan sebesar 26 persen. Neraca perdagangan yang negatif ini terjadi akibat defisit perdagangan di sektor non migas yang mencapai 1.226,3 juta USD. Sementara itu, pada bulan Februari 2013, neraca perdagangan juga mengalami defisit sebesar 261,6 juta USD, dengan surplus sektor migas sebesar 64,7 juta USD dan defisit sektor non migas sebesar 326,3 juta USD. Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Cina Growth Jan-Feb 2013 Jan-13 Feb-13 Jan-Feb 2013/ Jan-Feb 2012 Jan- 13/Des- 12 Feb- 13/ Jan-13 Ekspor Total (Juta USD) , , , , ,7 16,8% -20,9% 15,8% Ekspor Migas 1.345,4 795,4 222,9 148,7 74,2 182,2% 47,3% -50,1% Ekspor Non Migas , , , , ,5 12,4% -24,4% 22,4% Impor Total (Juta USD) , , , , ,3 3,4% -6,0% -9,9% Impor Migas 755,8 423,8 16,0 6,5 9,5 51,1% 39,8% 45,8% Impor Non Migas , , , , ,8 3,3% -6,1% -10,1% Neraca Perdagangan (Juta USD) , , ,4-757,8-261,6 26,0% -58,3% 65,5% Migas 589,7 371,6 206,9 142,2 64,7 202,5% 47,7% -54,5% Non Migas , , ,3-900,0-326,3 15,2% -56,5% 63,7% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan antara Indonesia dan Jepang pada bulan Februari 2013 mengalami surplus sebesar 679,8 juta USD. Sepanjang bulan Januari-Februari 2013, neraca perdagangan juga mengalami surplus sebesar 1.561,7 juta USD namun angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun 2012, yaitu sebesar -15,8 persen. Surplus perdagangan ini terutama dikontribusikan oleh perdagangan migas yang surplus sebesar 1.888,4 juta USD, sementara itu perdagangan non migas defisit sebesar 326,7 juta USD. 50

62 Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Jan-Feb 2013 Jan-13 Feb-13 Jan-Feb 2013/ Jan-Feb 2012 Growth Jan- 13/Des-12 Feb-13 /Jan-13 Ekspor Total (Juta USD) , , , , ,6-14,1% 7,2% 2,4% Ekspor Migas , , ,0 904,2 989,8-19,1% 10,6% 9,5% Ekspor Non Migas , , , , ,8-10,4% 5,0% -2,1% Impor Total (Juta USD) , , , , ,8-13,3% -11,9% 18,1% Impor Migas 115,6 46,4 5,6 2,5 3,1-50,5% 0,1% 24,7% Impor Non Migas , , , , ,7-13,2% -12,0% 18,1% Neraca Perdagangan (Juta USD) , , ,7 881,9 679,8-15,8% 64,7% -22,9% Migas , , ,4 901,7 986,7-18,9% 10,7% 9,4% Non Migas -990, ,8-326,7-19,8-306,9 31,3% 92,9% -1450,4% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan antara Indonesia dan AS selama bulan Januari-Februari 2013 mengalami surplus sebesar 1.305,8 juta USD, atau naik sebesar 57,6 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Secara bulanan, neraca perdagangan Indonesia AS mengalami surplus, dalam beberapa bulan terakhir surplus tersebut sedikit menurun jika dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Februari 2013, neraca perdagangan Indonesia-AS surplus sebesar 620,0 juta USD, namun lebih rendah dibandingkan bulan Januari 2013 sehingga pertumbuhannya negatif, sebesar -9,6 persen. Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Jan-Feb 2013 Jan-13 Feb-13 Jan-Feb 2013/ Jan-Feb 2012 Growth Jan- 13/Des- 12 Feb- 13/ Jan-13 Ekspor Total (Juta USD) , , , , ,9 2,7% 11,1% -8,9% Ekspor Migas 774,9 283,4 83,9 45,4 38,5 48,5% 512,8% -15,2% Ekspor Non Migas , , , , ,4 1,6% 8,0% -8,7% Impor Total (Juta USD) , , ,7 631,8 579,9-25,4% -23,9% -8,2% Impor Migas 116,2 133,8 4,3 2,5 1,8-75,1% -89,7% -27,4% Impor Non Migas , , ,4 629,3 578,1-24,9% -21,9% -8,1% Neraca Perdagangan (Juta USD) 5.645, , ,8 685,8 620,0 57,6% 92,8% -9,6% Migas 658,7 149,7 79,6 42,9 36,7 102,5% 358,2% -14,5% Non Migas 4.987, , ,2 642,9 583,3 55,4% 72,7% -9,3% Sumber: BPS, diolah 51

63 Neraca perdagangan antara Indonesia dan India mengalami surplus sebesar 1.625,4 juta USD selama bulan Januari-Februari Surplus ini lebih besar jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sehingga memberikan pertumbuhan positif, yaitu sebesar 24,3 persen. Jika dilihat secara bulanan, neraca perdagangan Indonesia- India pada bulan Februari 2013 mengalami surplus sebesar 659,7 juta USD, namun lebih rendah -31,7 persen dibanding bulan Januari Surplus neraca perdagangan Indonesia-India pada Februari 2013 disumbang oleh surplus nonmigas sebesar 662,1 persen. Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India Growth Jan-Feb 2013 Jan-13 Feb-13 Jan-Feb 2013/ Jan-Feb 2012 Jan- 13/Des- 12 Feb- 13/ Jan-13 Ekspor Total (Juta USD) , , , , ,5 16,2% 10,7% -23,0% Ekspor Migas 57,1 49,6 0,5 0,2 0,3-89,6% -95,5% 51,0% Ekspor Non Migas , , , , ,2 16,4% 11,1% -23,0% Impor Total (Juta USD) 4.322, ,6 709,3 353,5 355,8 1,0% 19,8% 0,6% Impor Migas 342,8 289,1 4,8 2,1 2,7 17,7% -73,5% 27,1% Impor Non Migas 3.979, ,5 704,5 351,4 353,1 0,9% 22,4% 0,5% Neraca Perdagangan (Juta USD) 9.014, , ,4 965,7 659,7 24,3% 7,7% -31,7% Migas -285,8-239,5-4,3-1,9-2,4-718,1% 45,9% -24,6% Non Migas 9.299, , ,7 967,6 662,1 24,7% 7,4% -31,6% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Tingkat optimisme pelaku bisnis dalam melihat potensi bisnis pada triwulan I tahun 2013 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada triwulan I tahun 2013 meningkat dibanding triwulan sebelumnya, dengan nilai ITB sebesar 102,34. Peningkatan kondisi bisnis ini tertinggi pada sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan dengan nilai ITB sebesar 112,26. Sektor lain yang mengalami peningkatan bisnis adalah sektor Pertambangan dan Penggalian (ITB 103,19), sektor Pengangkutan dan Komunikasi (ITB sebesar 105,16) dan sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (ITB sebesar 108,72). Untuk sektor Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air; Konstruksi; Perdagangan serta Jasa-Jasa; nilai indeks tendensi bisnisnya menurun. Untuk variabel pembentuk ITB triwulan I tahun 2013 terbesar adalah penggunaaan kapasitas produksi/usaha. Perkiraan ITB pada triwulan II tahun 2013 sebesar 106,27 52

64 I-2009 II III IV I II III IV I II III-2011 IV I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012 I-2013 II-2013* Gambar 19. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan I ,91 112,86 110,43 108,45 104,23 103,41 106,63 106,92 105,75 107,29 102,60 107,86 105,29 104,22 107,43 103,89 106,27 102,34 Catatan: * II-2013 angka perkiraan ITB berkisar antara 0 sampai 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB = 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebelumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat) dibandingkan triwulan sebelumnya II-2013 angka perkiraan Sumber: BPS diolah No Tabel 33. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun 2013 Variabel pembentuk ITB Trw I-2013 Sektor dalam ITB ITB Trw IV ITB Trw I Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan 95,65 112,26-112,226 - Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 100,62 103,19 104,65 102,33 102,33 3 Insdustri Pengolahan 107,14 98,96 97,77 99,2 99,84 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 105,35 96,01 93,55 95,16 98,36 5 Konstruksi 108,31 98,84 100,00 100,68 97,18 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 106,4 99,54 96,59 100,58 101,55 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 108,53 105,16 107,14 114,29 100,00 8 Keuangan, real Estat,dan Jasa Perusahaan 108,92 108,72 112,24 112,89 104,21 9 Jasa Jasa 106,72 98,42 99,39 96,97 98,18 105,29 102,34 101,42 103,82 100,21 Sumber: BPS, diolah Perkembangan Harga Domestik Pada awal bulan Mei 2013, kecuali gula pasir dan minyak goreng curah, harga beras medium, minyak goreng kemasan serta tepung terigu mengalami sedikit penurunan 53

65 masing-masing sebesar -0,3 persen, -0,1 persen dan -0,1 persen. Sementara itu harga gula pasir dan minyak goreng curah meningkat sebesar 0,5 persen dan 0,1 persen. Tabel 34. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 HARGA Beras Medium (Rp/Kg) INFLASI PERIODIK Gula Pasir (Rp/Kg) Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) Tepung Terigu (Rp/Kg) Beras Medium (Rp/Kg) 14,1% 12,1% 10,3% 3,9% 0,5% -0,5% -0,8% -0,3% Gula Pasir (Rp/Kg) 23,6% -1,0% 12,9% 2,7% -0,9% -0,7% 1,1% 0,5% Minyak Goreng Kemasan -0,9% 11,3% 2,1% -2,8% 50,9% 0,1% -1,0% -0,1% (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 7,9% 9,3% 4,5% -10,1% -1,1% 0,0% -0,1% 0,1% Tepung Terigu (Rp/Kg) -1,1% 0,4% 0,8% 3,7% -0,2% 10,4% -10,0% -0,1% * data hingga 2 Mei 2013 Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Internasional Pada bulan April 2013, indeks harga energi mencapai 178,3; lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 183,7. Sementara indeks harga non energi pada bulan April 2013 mencapai 175,7; turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 181,4. Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 ENERGI Coal, Australia 99,0 120,9 96,4 92,8 94,9 91,0 87,2 Crude oil, West Texas 79,4 95,0 94,2 94,7 95,3 92,9 92,0 PERTANIAN Cocoa 313,3 298,0 239,2 227,5 219,8 215,3 229,4 Coffee, robusta 173,6 240,8 226,7 219,8 229,3 234,3 224,2 Palm oil 901, ,0 999,0 841,0 863,0 854,0 842,0 Soybeans 450,0 541,0 591,0 592,0 596,0 511,0 495,0 Shrimp, Mexico 1.004, , , , , , ,4 Woodpulp 866,8 899,6 762,8 776,9 786,9 787,9 807,0 Rubber*, Singapore, LOGAM DAN MINERAL Copper Iron ore 365,4 482, , ,0 337,7 330,4 318, ,0 145,9 167,8 128, , ,9 150,8 154,7 297,7 286, , ,3 139,9 137,4 Nickel , , , , , , ,0 Tin 2.041, , , , , , ,2 Zinc 216,0 219,0 195,0 203,2 212,9 192,6 185,6 INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia 37,9% 22,1% -20,3% -0,1% 2,3% -4,1% -4,2% Crude oil, West Texas Int. 28,7% 19,6% -0,9% 7,4% 0,6% -2,5% -1,0% PERTANIAN Cocoa 8,4% -4,9% -19,7% -5,6% -3,4% -2,0% 6,5% Coffee, robusta 5,6% 38,7% -5,9% 3,2% 4,3% 2,2% -4,3% 54

66 Palm oil 32,0% 24,9% -11,2% 8,4% 2,6% -1,0% -1,4% Soybeans 3,0% 20,2% 9,2% -2,5% 0,7% -14,3% -3,1% Shrimp, Mexico 6,2% 18,8% -15,7% 1,9% 5,6% 0,0% 0,0% Woodpulp 41,0% 3,8% -15,2% 0,6% 1,3% 0,1% 2,4% Rubber*, Singapore, RSS3 90,2% 32,0% -30,0% 6,2% -3,6% -6,6% -3,7% LOGAM DAN MINERAL Copper 46,3% 17,2% -9,8% 1,0% 0,2% -5,2% -5,4% Iron ore 44,5% 15,0% -23,4% 17,4% 2,6% -9,6% -1,8% Nickel 48,8% 5,0% -23,4% 0,1% 1,2% -5,4% -6,4% Tin 50,4% 27,6% -18,9% 7,3% -1,4% -3,8% -7,0% Zinc 30,5% 1,4% -11,0% -0,4% 4,8% -9,5% -3,6% Sumber: World Bank, diolah 55

67 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, triwulan I tahun 2013 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 5,9 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2013 sebesar Rp ,5 miliar atau tumbuh sebesar 39,6 persen (YoY). Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan I tahun 2013 mengalami surplus sebesar 2.107,3 juta USD. 56

68 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 6,0 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan pertumbuhan sebesar 9,98 persen dan terendah pada sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar -0,43 persen. Secara spasial, pada triwulan I tahun 2013 provinsi-provinsi di Jawa masih memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yaitu sebesar 57,79 persen, diikuti oleh pulau Sumatera sebesar 23,99 persen, Kalimantan sebesar 8,89 persen, Sulawesi sebesar 4,70 persen, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 2,49 persen, Maluku dan Papua sebesar 2,14 persen. Pada sisi penggunaan, triwulan I tahun 2013 komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 5,9 persen (YoY). Secara triwulanan pertumbuhan triwulan I tahun 2013 dibanding triwulan IV tahun 2012 tumbuh sebesar minus 6,0 persen. Tabel 36. PMTB Pertumbuhan dan Share Triwulan I Tahun 2013(persen) Trw I-2012 Trw IV-2012 Trw I Trw I-2013/Trw IV-2012 Pertumbuhan PDB ( YoY) 6,29 6,11 6,02 1,41 Pertumbuhan PMTB (YoY) (PDB Konstan) 9,97 7,29 5,90-5,99 a. Bangunan 9,97 7,29 5,90-4,68 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 7,21 7,79 7,19 1,94 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 3,08 4,71 0,17-12,41 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 18,33 4,29-0,06 10,44 e. Alat Angkutan Luar Negeri 9,52 36,36 21,34-15,15 f. Lainnya Dalam Negeri 32,78 5,04-0,09 4,28 g. Lainnya Luar Negeri -2,09 18,67 22,30-6,88 Share (atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 31,86 34,82 33,16 32,00 a. Bangunan 27,05 29,52 28,04 27,32 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,32 0,30 0,31 0,30 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 2,78 3,07 2,97 2,63 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 0,23 0,24 0,23 0,26 e. Alat Angkutan Luar Negeri 0,87 1,00 0,96 0,82 f. Lainnya Dalam Negeri 0,38 0,45 0,41 0,45 g. Lainnya Luar Negeri 0,22 0,22 0,24 0,20 Sumber data: BPS. Keterangan : * Angka Sementara,** Angka Sangat Sementara 57

69 Untuk komponen PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2013 sebesar 5,90 persen (YoY) didorong oleh pertumbuhan Alat Angkutan Luar Negeri yang tumbuh sebesar 21,34 persen, Lainnya Luar Negeri dengan pertumbuhan 22,3 persen serta Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri yang tumbuh 7,19 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan sebesar 27,32 persen. Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2012 Tabel 37. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw I Tahun 2013 TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (Rp. Miliar) (USD juta) PMDN , ,7 - - PMA , ,4 68,9% 72,6% , ,4-41,6% 43,8% , ,2 85,6% -27,3% , ,8 60,4% 49,9% , ,2 25,4% 20,1% , ,0 21,3% 26,1% 2012 Trw I , ,1 40,1% 30,3% 2013 Trw I , ,2 39,6% 23,1% Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2013 sebesar Rp ,5 miliar atau tumbuh sebesar 39,6 persen (YoY). Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan I tahun 2013 sebesar 7.048,2 juta USD, atau tumbuh 23,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi PMA triwulan I tahun 2013 dibanding triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 11,7 persen, sedangkan untuk PMDN, realisasi triwulan I tahun 2013 dibanding triwulan IV tahun 2012 tumbuh sebesar 3,8 persen. Realisasi Per sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan I tahun 2013 mencapai 7.048,2 juta USD atau tumbuh 23,1 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan PMA pada triwulan I tahun 2013 ini didorong oleh pertumbuhan sektor sekunder yang tumbuh 96,8 persen, sektor primer 4,7 persen, sedangkan sektor tersier mengalami penurunan sebesar -55,4 persen. Pada triwulan I tahun 2013, PMDN 58

70 tumbuh sebesar 39,6 persen, dengan realisasi mencapai Rp 27,5 miliar. Pertumbuhan PMDN triwulan I tahun 2013 didorong oleh sektor tersier sebesar 168,7 persen, sektor sekunder tumbuh 34,6 persen, sedangkan sektor primer mengalami penurunan sebesar 10,7 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan I tahun 2013, untuk PMA maupun PMDN, sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar, dengan share untuk PMA sebesar 64,6 persen dan PMDN sebesar 39,7 persen. Tabel 38. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMDN Triwulan I Tahun2013 Berdasar Sektor (YoY) Tahun PMA Jumlah PMDN Jumlah (juta (Rp. Primer Sekunder Tersier USD) Primer Sekunder Tersier Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01 Trw I , , , , , , , ,94 Trw IV , , , , , , , , Trw I 1.694, ,2 801, , , , , ,55 Pertumbuhan Y-o-Y 4,7% 96,8% -55,4% 23,1% -10,7% 34,6% 168,7% 39,6% Share 24,0% 64,6% 11,4% 100,0% 26,4% 39,7% 33,9% 100,0% Trw I-2013 thd Trw IV-2012 Sumber: BKPM, diolah 16,7% 43,3% -52,4% 11,65% 36,6% -7,2% -1,% 3,7% Pada triwulan I tahun 2013, realisasi PMA pada lima (5) besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi berturut turut adalah sektor Pertambangan sebesar 19,5 persen, Industri Kimia dan Farmasi sebesar 17,4 persen, Industri Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 14,8 persen, Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya sebesar 12,3 persen serta Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Percetakan sebesar 8,2 persen dari total realisasi PMA. Untuk PMDN realisasi investasi pada lima besar sektor /bidang yang diminati beserta persentasenya terhadap total yaitu sektor Pertambangan sebesar 21,7 persen, Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi sebesar 21,7 persen, Industri Makanan sebesar 14,5 persen, Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 6,4 persen serta Listrik Gas dan Air sebesar 6,3 persen. 59

71 Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2013 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha US$ % Thd Sektor/Bidang Usaha Rp. MIliar % Thd Juta Total Total Pertambangan 1.376,3 19,5% Pertambangan 5.971,0 21,7% Industri Kimia dan Faramasi 1.228,2 17,4% Transportasi, Gudang dan 5.970,5 21,7% Telekomunikasi Ind Logam Dasar, Barang 1.041,9 14,8% Industri Makanan 3.978,9 14,5% Logam, Mesin dan Elektronik Industri Alat Angkutan dan 866,4 12,3% Ind Logam Dasar, Barang 1.769,7 6,4% Transportasi Lainnya Logam, Mesin dan Elektronik Ind Kertas, Barang dari kertas 579,3 8,2% Listrik, Gas dan Air 1.725,3 6,3% dan Percetakan Lain lain 1.956,2 27,8% Lain lain 8.082,2 29,4% JUMLAH / T o t a l 7.048,3 100,0% JUMLAH / Total ,6 100,0% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Berdasar lokasinya, pada triwulan I tahun 2013 realisasi investasi PMDN, pulau Jawa merupakan pulau yang pertumbuhan realisasi investasinya paling besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Diikuti oleh pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Sementara pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi mengalami penurunan pertumbuhan negatif. Adapun kepulauan yang memberikan sumbangan terbesar dalam realisasi investasi triwulan I tahun 2013 adalah Jawa sebesar 49,0 persen, Kalimantan sebesar 33 persen, Sumatera dengan sumbangan 15 persen. Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun2013 Berdasar Lokasi (Rp Miliar) TAHUN LOKASI TOTAL SUMATERA JAWA BALI & KALIMANTAN SULAWESI MALUKU PAPUA NUSA TENGGARA , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, ,0 Trw I , ,5 297, , ,7 0,0 50, ,9 Trw IV , , , ,3 809,1 320,5 2, , Trw I 4.034, ,3 50, ,5 622,0 82,4 56, ,5 Pertumbuhan 15,2% 57,7% -83,2% 51,8% -50,7% 12,5% 39,6% YoY Share 15% 49% 0% 33% 2% 0% 0% 100% Trw I ,7% -15,6% -95,0% 132,2% -23,1% -74,3% 1970,1% 3,8% thd Trw IV Sumber: BKPM, diolah 60

72 Untuk PMA, dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya, total pertumbuhan triwulan I tahun 2013 sebesar 23,1 persen, dengan pertumbuhan terbesar di Papua, diikuti Maluku dan Sulawesi. Adapun Bali Nusa Tenggara dan Kalimantan mengalami pertumbuhan negatif. Untuk sumbangan realisasi PMA triwulan I tahun 2013, pulau Jawa dan Sumatera sebagai penyumbang realisasi investasi terbesar, yaitu 54 persen dan 15 persen dibanding kepulauan lainnya. Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Tahun 2012 Berdasar Lokasi (USD Juta) TAHUN LOKASI TOTAL SUMATERA JAWA BALI & KALIMANTAN SULAWESI MALUKU PAPUA NUSA TENGGARA , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , ,9 Trw I , ,5 531,8 496,5 445,0 30,0 38, ,3 Trw IV , ,0 38,9 753,8 177,9 0,0 505, , Trw I 1.084, ,4 224,9 338,3 719,9 63,8 837, ,2 Pertumbuhan 13,4% 17,0% -57,7% -31,9% 61,8% 112,5% 2084,1% 23,1% YoY Share 15,0% 54,0% 3,0% 5,0% 10,0% 1,0% 12,0% 100% Trw I-2013 thd Trw IV ,3% -0,5% 478,0% -55,1% 304,7% 65,6% 16,8% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I tahun 2013 untuk PMDN, terdapat dua lokasi yang diminati berada di pulau Kalimantan yaitu di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,, satu lokasi di Sumatera Utara dan dua lokasi di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan DKI Jakarta. Realisasi investasi di JawaTimur merupakan realisasi terbesar untuk PMDN. Tabel 42. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2013 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total Jawa Barat 1.339,2 19,0% Jawa Timur 9.011,9 32,8% Banten 1.109,3 15,7% Kalimantan Timur 4.845,9 17,6% Papua 832,9 11,8% Kalimantan Selatan 3.420,2 12,4% Jawa Timur 605,0 8,6% Sumatera Utara 1.990,9 7,2% Riau 588,7 8,4% DKI Jakarta 1.872,8 6,8% Gabung lainnya 2.573,1 36,5% Gabung Lainnya 6.355,60 23,1% Total 7.048,2 100,0% Total ,3 100,0% Sumber: BKPM, diolah 61

73 Untuk PMA, lima lokasi yang paling diminati oleh investor masih tetap memilih pulau Jawa untuk 3 lokasi terbesar realisasinya, yaitu Jawa Barat dengan persentase terhadap total sebesar 19,0 persen, diikuti Banten dan Jawa Timur. Dua dari lima besar yaitu Papua dan Riau dengan persentase masing masing 11,8 persen dan 8,4 persen. Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan I-2013 lima negara besar asal investasi PMA adalah : 1). Jepang, dengan nilai 1.151,7 juta USD atau 16,3 persen dari total realisasi investasi PMA; 2).Amerika Serikat dengan nilai 885,7 juta USD (12,6 persen); 3). Korea Selatan dengan nilai realisasi investasi 774,7 juta USD (11,0 persen); 4). Singapore dengan nilai realisasi investasi 616,0 juta USD (8,7 persen) serta 5).Inggris dengan realisasi investasi 544,0 juta USD (7,7 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 43. Sepuluh Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2013 No Negara Nilai Investasi (USD Juta) Persen 1 Jepang 1.151,7 16,3% 2 Amerika Serikat 885,7 12,6% 3 Korea Selatan 774,7 11,0% 4 Singapura 616,0 8,7% 5 Inggris 544,0 7,7% 6 Belanda 330,5 4,7% 7 Malaysia 155,4 2,2% 8 British Virgin Islands 151,1 2,1% 9 Australia 134,5 1,9% 10 Luxembourg 98,7 1,4% 11 Lainnya 1.738,1 24,7% TOTAL 7.048,2 100,0% Sumber: BKPM diolah Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukakan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah: Tabel 44. Status Perjanjian Ekonomi Internasional PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1. ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2. ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3. Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA/ASEAN+6) Proposed/Under consultation and study 4. ASEAN-People's Republic of Cina Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 5. ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 62

74 PERJANJIAN EKONOMI STATUS 6. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 7. ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8. ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9. Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10. Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11. East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12. Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement Joint Study Group 13. United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 14. Trade Preferential System of the Organization of the Islamic (FA) signed/fta Under Negotiation Conference 15. Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Signed but not yet In Effect Countries 16. ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 17. Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership The 7th Round of Negotiations Agreement (IE - CEPA) 18. Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia the 1st round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19. Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India launching of negotiation Comprehensive Economic Cooperation Agreement) 20. Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) the 6th round of negotiation 21. Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) the 1st round of negotiation 22. Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23. Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24. Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Cina FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan I tahun 2013 mengalami surplus sebesar 2.107,3 juta USD. Surplus ini dikontribusikan oleh dua negara, yaitu Malaysia dan Thailand yang mengalami surplus perdagangan dengan Cina masingmasing sebesar 3.717,4 juta USD dan 1.972,1 juta USD. Sementara itu, negara lainnya (Indonesia, Singapura dan Filipina) mengalami defisit perdagangan dengan Cina secara berurutan sebesar -356,1 juta USD, ,0 juta USD dan -98,1 juta USD. Ekspor ASEAN Ke Cina Menurut data statistik Cina, ekspor ASEAN-5 ke Cina pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 2,2 persen dibanding periode yang sama tahun 2012 (YoY). Hal ini dikontribusikan oleh tumbuhnya ekspor Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand masing-masing sebesar 3,0 persen; 2,8 persen; 8,7 persen; dan 3,8 persen. Untuk Philipina, pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar -13,7 persen. Lebih lanjut, pertumbuhan positif ekspor ASEAN-5 ke Cina pada triwulan I tahun 2013 dikontribusikan oleh komoditas antara lain produk plastik dan karet yang rata rata tumbuh positif dari ke empat negara ASEAN tersebut. 63

75 Tabel 45. Ekspor Asean ke Cina Nilai Ekspor Asean ke Cina (juta USD) Growth Share Triwulan I Triwulan IV Triwulan I Triwulan I-2013/ Triwulan IV-2012 Triwulan I-2013/ Triwulan I-2012 (thd Total Impor Cina) Triwulan I-2013 ASEAN (5) , , ,9-7,9% 2,2% 9,2% Indonesia 7.651, , ,7-13,2% 3,0% 1,7% Animal or Vegetable Fats Oils 836, ,4 752,8-43,7% -10,0% 0,2% Mineral Products 4.513, , ,6-4,8% 6,1% 1,0% Plastics, Rubber and Articles 368,8 472,1 474,1 0,4% 28,5% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 472,4 522,2 401,9-23,0% -14,9% 0,1% Malaysia , , ,3-3,5% 2,8% 3,1% Animal or Vegetable Fats Oils 899, ,0 729,6-34,0% -18,9% 0,2% Mineral Products 1.703, , ,5 5,3% -10,4% 0,3% Plastics, Rubber and Articles 1.032, ,5 989,3-12,9% -4,2% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 8.815, , ,1-0,3% 7,0% 2,0% Singapura 6.694, , ,1-6,2% 8,7% 1,6% Mineral Products 1.437, , ,0-3,4% 1,9% 0,3% Products of Chemcial or Allied 835,1 837,0 950,1 13,5% 13,8% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 670,2 759,9 735,0-3,3% 9,7% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.223, , ,1-6,8% -5,4% 0,7% Thailand 9.017, , ,0-4,4% 3,8% 2,0% Animal or Vegetable Product 695,3 731,5 861,5 17,8% 23,9% 0,2% Products of Chemcial or Allied 771,9 835,3 924,9 10,7% 19,8% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 2.265, , ,4 10,3% 16,5% 0,6% Machiney, Electrical Equipment 3.883, , ,8-12,4% -7,6% 0,8% Philipina 4.537, , ,8-20,7% -13,7% 0,8% Mineral Products 318,3 692,0 325,3-53,0% 2,2% 0,1% Plastics, Rubber and Articles 72,6 62,4 80,9 29,7% 11,5% 0,0% Base Metals and Articles 253,4 212,5 166,5-21,7% -34,3% 0,0% Machiney, Electrical Equipment 3.551, , ,8-17,4% -15,3% 0,6% Sumber: Statistik Cina, CEIC 64

76 Impor Asean Dari Cina Impor ASEAN-5 dari Cina pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 26,4 persen dibanding triwulan yang sama tahun 2012 (YoY) yang dikontribusikan oleh kenaikan impor semua negara ASEAN-5. Pertumbuhan impor dari negara ASEAN 5 dari Cina terbesar ke negara Malaysia, yang tumbuh sebesar 60,6 persen. Jika dilihat per periode triwulan I tahun 2013 dibanding triwulan sebelumnya (triwulan IV tahun 2012), impor ASEAN-5 dari Cina turun sebesar -10,5 persen. Pada periode tersebut, impor semua negara ASEAN-5 mengalami penurunan. Tabel 46. Impor Asean dari Cina Nilai Impor Asean dari Cina (juta USD) Triwulan I Triwulan IV Triwulan I Triwulan I- 2013/ Triwulan IV-2012 Growth Triwulan I- 2013/ Triwulan I Share (thd Total Ekspor Cina) Triwulan I ASEAN (5) , , ,6-10,5% 26,4% 8,0% Indonesia 7.070, , ,8-13,2% 16,5% 1,6% Mineral Products 597,0 685,9 744,8 8,6% 24,8% 0,1% Textiles and Textile Articles 703, , ,9-22,9% 44,9% 0,2% Base Metals and Articles 698, ,4 902,6-10,7% 29,3% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.583, , ,2-14,5% 2,2% 0,5% Malaysia 6.543, , ,9-4,4% 60,6% 2,1% Textiles and Textile Articles 540, , ,2-14,6% 142,1% 0,3% Base Metals and Articles 593, , ,9 43,1% 143,0% 0,3% Machiney, Electrical Equipment 2.376, , ,8-9,2% 27,8% 0,6% Optical, Photographic, Muscial Instruments 528,2 540,0 472,2-12,6% -10,6% 0,1% Singapura 8.102, , ,1-13,0% 28,4% 2,0% Mineral Products 507,3 689,7 971,2 40,8% 91,4% 0,2% Base Metals and Articles 797,6 939,2 952,6 1,4% 19,4% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.946, , ,6-6,1% 6,8% 0,8% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 1.204, , ,6-47,7% 10,6% 0,3% Thailand 6.720, , ,9-11,2% 9,9% 1,5% Products of Chemcial or Allied Industries 645,8 632,2 668,9 5,8% 3,6% 0,1% Textiles and Textile Articles 448,0 582,0 526,8-9,5% 17,6% 0,1% Base Metals and Articles 837, , ,4-6,1% 24,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.830, , ,9-13,7% 3,0% 0,6% Philipina 3.650, , ,9-11,7% 10,0% 0,8% Products of Chemcial or Allied Industries 236,0 322,3 263,7-18,2% 11,7% 0,1% Textiles and Textile Articles 554,6 836,6 605,9-27,6% 9,3% 0,1% Base Metals and Articles 486,1 515,2 601,7 16,8% 23,8% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 962, , ,7-8,7% 4,8% 0,2% Sumber: Statistik Cina, CEIC 65

77 Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Ekspor Indonesia ke ASEAN pada bulan Februari 2013 mengalami penurunan sebesar - 2,7 persen dibandingkan Januari Namun jika dilihat secara kumulatif selama periode Januari-Februari 2013, ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 9,7 persen ke ASEAN dibandingkan periode yang sama pada tahun Negara tujuan dengan pangsa ekspor terbesar Indonesia di ASEAN selama periode ini adalah Singapura, Malaysia dan Thailand, dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 43,3 persen. 25,5 persen dan 14,6 persen. Jika dilihat dari neraca perdagangan total, Indonesia defisit sebesar ,4 juta USD selama Januari-Februari 2013 dan ,7 juta USD pada Februari Selama Januari-Februari 2013, defisit perdagangan terbesar terjadi antara Indonesia dengan Singapura dan Thailand, yaitu sebesar ,3 juta USD dan -773,4 juta USD. Sementara pada Februari 2013, defisit perdagangan terbesar adalah dengan Singapura dan Thailand, yaitu sebesar -741,1 juta USD dan -472,7 juta USD. Tabel 47. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Nilai (juta USD) Growth Share Jan-Feb 2012 Jan-Feb 2013 Jan-13 Feb / Jan-Feb Feb-13 Jan-Feb 2013 Feb Total Ekspor , , , ,3 9,7% -2,7% 100,0% 100,0% Thailand 6.635, ,1 515,2 528,9-1,9% 2,7% 14,6% 15,0% Singapore , , , ,4 21,3% 3,4% 43,3% 44,6% Philippines 3.707,6 624,0 336,7 287,2 7,7% -14,7% 8,7% 8,1% Malaysia , ,3 949,9 877,4 0,1% -7,6% 25,5% 24,8% Myanmar 401,6 153,3 103,8 49,5 73,0% -52,4% 2,1% 1,4% Cambodia 292,2 55,3 30,2 25,1 33,1% -16,9% 0,8% 0,7% Brunei 81,8 28,7 4,6 24,1 169,8% 417,7% 0,4% 0,7% Laos 23,8 0,5 0,2 0,3-15,8% 105,1% 0,0% 0,0% Vietnam 2.273,7 331,8 167,5 164,4-8,4% -1,9% 4,6% 4,7% Total Impor , , , ,0 5,6% 1,2% 100,0% 100,0% Thailand , ,5 815, ,6 5,9% 22,8% 19,7% 21,5% Singapore , , , ,5 14,6% -4,9% 51,4% 49,9% Philippines 799,7 143,8 71,9 72,0-14,5% 0,2% 1,6% 1,5% Malaysia , ,0 935, ,3 3,3% 11,9% 21,5% 22,5% Myanmar 63,5 5,5 1,7 3,8-39,2% 128,1% 0,1% 0,1% Cambodia 11,6 1,0 0,3 0,7-22,6% 141,6% 0,0% 0,0% Brunei 419,8 137,7 136,4 1,3-51,5% -99,0% 1,5% 0,0% Laos 3,3 1,9 0,8 1,1 94,4% 37,7% 0,0% 0,0% Vietnam 2.595,0 397,7 195,1 202,6-20,6% 3,8% 4,3% 4,4% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Antar Negara ASEAN Perdagangan antar negara ASEAN cenderung meningkat di tahun 2011, yaitu dengan total ekspor meningkat sebesar 16,2 persen dan impor meningkat sebesar 12,8 persen. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN terbesar dialami oleh Indonesia yang tumbuh hingga 66

78 26,2 persen, diikuti oleh Thailand yang tumbuh 22,5 persen. Proporsi ekspor terbesar dialami oleh Singapura sebesar 42,0 persen, diikuti oleh Malaysia (18,5 persen), Thailand (17,9 persen), dan Indonesia (13,9 persen). Sedangkan pertumbuhan impor terbesar berturut-turut dialami oleh Kamboja (32,8 persen), Indonesia (31,3 persen), dan Thailand (21,7 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar 49,4 Miliar USD; 17,4 Miliar USD; dan 4,0 Miliar USD. Tabel 48. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Share Ekspor ke ASEAN Share IMPOR dari ASEAN NERACA (Juta USD) Indonesia 12,7% 12,8% 13,9% 16,40% 17,3% 20,1% (2.936) (5.565) (9.010) Kamboja 0,3% 0,3% 0,3% 0,9% 0,7% 0,9% (809) (981) (1.401) Malaysia 20,8% 19,3% 18,5% 18,3% 19,8% 20,5% Filipina 3,0% 4,4% 2,8% 6,90% 7,3% 5,9% (5.828) (4.889) (6.405) Singapura 41,9% 40,8% 42,0% 34,80% 33,2% 30,8% Thailand 16,7% 17,0% 17,9% 14,60% 13,5% 14,5% Vietnam* 4,6% 4,0% 8,20% 7,3% (4.954) (6.043) Sumber: UNCOMTRADE 67

79 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan Indonesia pada periode Januari-Maret 2013 masingmasing sebesar 4,57 persen, 5,31 persen, dan 5,90 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada triwulan pertama tahun 2013 sebesar Rp9.716 per Dollar AS. Rata-rata IHSG pada triwulan pertama tahun 2013 sebesar 4.730,16. Namun indeks saham Indonesia mulai menguat pada akhir Maret 2013 dan menembus level Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 19,3persen dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross sekitar 2 persen. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama kuartal I 2013 mencapai sekitar Rp 5,552 triliun. 68

80 SISI MONETER GLOBAL Perkembangan Moneter Global Presiden Obama menandatangani kesepakatan pemotongan anggaran belanja Amerika Serikat senilai 85 miliar Dollar AS dan mulai berlaku pada 1 Maret Pemotongan anggaran tersebut sempat dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS dan membawa sentimen negatif terhadap bursa saham dan pasar komoditas global. Namun Senat AS menyetujui undang-undang yang menghindari berhentinya kegiatan pemerintahan akibat pemangkasan anggaran tersebut. Hal ini mengakibatkan sentimen positif bagi bursa saham AS. Kebijakan tersebut yang dipadukan dengan keberlanjutan program quantitative easing untuk menghindari penurunan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6 persen akibat pemangkasan defisit anggaran atau yang dikenal sebagai sequestration. The Fed terus memompa likuiditas ke pasar dengan membeli obligasi senilai 85 miliar Dollar AS per bulan dan menahan tingkat suku bunga rendah karena tingkat pengangguran AS belum di bawah level tujuh persen meski jumlah klaim baru pengangguran mengalami penurunan. Namun data ekonomi AS diproyeksikan mengalami kenaikan, tingkat kepercayaan konsumen meningkat dan nilai perumahan meningkat 25 persen lebih tinggi dari nilai mortgage-nya, mencapai level tertinggi sejak tahun Peningkatan nilai perumahan ini meningkatkan tabungan masyarakat, meningkatkan daya beli pemilik properti, dan membuat perbankan menjadi lebih bersedia memberi pinjaman untuk perumahan. Hal ini sekaligus menjadi sinyal pulihnya perekonomian AS yang diperkirakan tumbuh 1,9 persen tahun 2013 dan juga sebagai katalis positif bagi perekonomian global. Di sisi lain perbaikan pertumbuhan ekonomi Amerika Latin agak terhambat oleh jatuhnya harga komoditas dan semakin melebarnya defisit fiskal. Beberapa bank sentral dunia menyatakan bahwa kebijakan pelonggaran moneter akan terus dilakukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dunia. Bank of Japan (BOJ) berkomitmen untuk meneruskan stimulus moneter agar perekonomian Jepang tidak lagi mengalami deflasi. Pada tanggal 16 Maret 2013 Cyprus menjadi negara Zona Euro ke-lima yang harus di-bail-out. Cyprus menyepakati syarat bail-out senilai 10 miliar Euro dari TROIKA (ECB, IMF, dan Uni Eropa) yang mewajibkan penerapan pajak sebesar hampir 10 persen bagi para deposan bank dengan nilai di atas EUR ,00. Namun belum ada kepastian tentang pengembalian dana deposan yang tidak diasuransikan. Bankbank di Cyprus ditutup sejak tanggal 16 Maret 2013 untuk menghindari kepanikan penarikan dana nasabah dan aksi anarkis masyarakat. Bank-bank dibuka kembali pada tanggal 28 Maret 2013 dengan berbagai pembatasan, seperti pembatasan transfer ke rekening di luar Cyprus atau pembatasan devisa dan penarikan dalam 69

81 satu hari maksimum 300 Euro. Hal ini untuk mencegah penarikan dana simpanan secara besar-besaran (rush) dan kerusuhan yang dapat menimbulkan sentimen negatif bagi pasar. Kebijakan pembatasan devisa ini pertama kalinya dilakukan di Uni Eropa untuk mengatasi krisis perbankan. Namun dikhawatirkan hal itu akan dilakukan oleh negara-negara lain yang berpotensi krisis seperti Italia dan Spanyol. Kondisi Cyprus tersebut sempat membahayakan Zona Euro secara keseluruhan. Ditambah lagi Purchasing Managers Index (PMI) Zona Euro mengindikasikan bahwa ekonomi Jerman mulai terpengaruh oleh masalah yang terjadi di seluruh Eropa dan ekonomi Perancis yang mengalami perlambatan. PERKEMBANGAN MONETER DOMESTIK Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS mengalami penurunan pada awal tahun 2013, meskipun sempat menguat pada bulan Februari 2013, namun kembali melemah pada bulan Maret Pada akhir bulan Maret 2013 nilai tukar Rupiah mencapai Rp9.735 per Dollar AS, terapresiasi sebesar 0,61 persen dibanding posisi awal tahun 2013 namun terdepresiasi sebesar 0,68 persen dan 6,44 persen secara bulanan dan tahunan. Kekhawatiran atas tingginya inflasi dan melebarnya defisit fiskal menjadi sentimen negatif bagi pergerakan nilai tukar Rupiah. Tingginya impor yang tidak diimbangi dengan perbaikan ekspor semakin memperparah defisit perdagangan. BI menegaskan bahwa untuk mengontrol nilai tukar Rupiah pemerintah harus membatasi penggunaan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Meski pergerakan nilai tukar Rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen global dan regional, impor minyak dan gas (migas) yang selalu membuat neraca pembayaran dan neraca perdagangan pemerintah defisit akan meningkatkan kebutuhan likuiditas valas domestik dan melemahkan nilai tukar Rupiah. Pada tanggal 26 Maret 2013, Komisi XI DPR RI menyetujui Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) periode Diharapkan dengan pergantian kepemimpinan tersebut BI akan semakin handal dalam menjaga stabilitas moneter Indonesia. Inflasi Inflasi Global Pergerakan inflasi global cukup variatif pada triwulan I tahun 2013 (Lampiran 1). Indonesia, Brazil, dan Malaysia memiliki kecenderungan peningkatan inflasi selama periode Januari-Maret Sedangkan inflasi di Thailand dan Kawasan Euro cenderung bergerak turun pada triwulan I tahun Pengetatan anggaran yang dilakukan oleh negara-negara yang mengalami krisis di Kawasan Euro dinilai cukup berhasil mengendalikan inflasi. India merupakan negara dengan inflasi tertinggi pada bulan Januari-Maret 2013, yakni sebesar 11,6 persen, 12,0 persen, dan 11,4 persen. Sedangkan Jepang merupakan satu-satunya negara yang mengalami deflasi, yakni sebesar -0,3 persen, - 0,7 persen, dan -0,9 persen pada bulan Januari-Maret Jepang masih terus 70

82 menggelontorkan stimulus senilai 2 triliun Yen dan membeli surat utang pemerintah AS untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Jepang dan mengakhiri deflasi Jepang yang sudah berlangsung selama 15 tahun. BOJ (Bank Of Japan) menargetkan inflasi Jepang menjadi 2 persen. Inflasi Domestik Pada triwulan I 2013, inflasi tahunan (YoY) dan tahun kalender Indonesia cenderung meningkat, sedangkan inflasi bulanan (MtM) bergerak turun. (Lampiran 2). Inflasi tahunan Indonesia pada periode Januari-Maret 2013 masing-masing sebesar 4,6 persen, 5,3 persen, dan 5,9 persen. Pada periode yang sama inflasi tahun kalender Indonesia sebesar 1,0 persen, 1,8 persen, dan 2,4 persen. Sedangkan inflasi bulanan Indonesia sebesar 1,0 persen, 0,8 persen, dan 0,6 persen. Secara tahunan pada bulan Maret 2013 terjadi inflasi inti sebesar 4,2 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari 2013 dan Februari 2013 sebesar 4,3 dan 4,3 persen. Sementara itu, komponen inflasi harga bergejolak dan diatur pemerintah pada bulan Maret 2013 mengalami inflasi 14,2 persen dan 2,9 persen secara tahunan. Inflasi harga bergejolak dipengaruhi oleh kenaikan harga kelompok bahan pangan, terutama bawang merah dan bawang putih yang masingmasing memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,4 persen dan 0,2 persen pada bulan Maret Inflasi inti pada bulan Maret 2013 mencapai 0,1 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Januari 2013 dan Februari 2013 sebesar 0,4 dan 0,3 persen. Sementara itu, komponen inflasi harga bergejolak dan diatur pemerintah pada bulan Maret 2013 mengalami inflasi 2,4 persen dan 0,2 persen secara bulanan. Inflasi harga diatur pemerintah pada bulan Maret 2013 lebih rendah daripada bulan Februari 2013 karena pada bulan Februari 2013 terjadi kenaikan pembayaran TDL. Berdasarkan kelompok pengeluaran, pada bulan Maret 2013 kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi terbesar, yang mencapai 13,0 persen dan 6,0 persen (YoY) secara tahunan atau 2,0 persen dan 0,4 persen secara bulanan. Kelompok pengeluaran bahan makanan terus mengalami kenaikan inflasi pada triwulan pertama tahun Sedangkan kelompok pengeluaran sandang justru mengalami deflasi sebesar -0,6 persen dan -0,7 persen pada bulan Februari 2013 dan bulan Maret Secara umum inflasi tahunan 66 kota di Indonesia mengalami peningkatan pada bulan Maret 2013 dibanding bulan Januari 2013 dan Februari Dari 66 kota di Indonesia, pada bulan Maret 2013, secara tahunan seluruh 66 kota mengalami inflasi, sedangkan secara bulanan 58 kota mengalami inflasi dan 8 kota mengalami deflasi. Secara tahunan inflasi bulan Maret 2013 di Pangkal Pinang merupakan yang terbesar di antara kota-kota lainnya, yakni sebesar 8,80 persen. Sedangkan Banda Aceh mengalami inflasi tahunan terkecil pada bulan Maret 2013, yakni sebesar 1,3 persen. Secara bulanan inflasi bulan Maret 2013 di Sorong merupakan yang terbesar di antara kota-kota lainnya, yakni sebesar 1,7 persen. Sedangkan kota dengan deflasi bulanan terbesar adalah Jayapura sebesar -2,6 persen. 71

83 Nilai Tukar Mata Uang Dunia Dengan melihat nilainya pada akhir bulan, selama triwulan I tahun 2013 secara bulanan (MtM) nilai tukar mata uang Singapura dan Jepang mengalami tren depresiasi terhadap Dollar AS, nilai tukar mata uang Thailand mengalami tren apresiasi terhadap Dollar AS, sedangkan pergerakan nilai tukar mata uang negaranegara lainnya terhadap Dollar AS cenderung variatif (Lampiran 3). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), negara yang mata uangnya mengalami tren depresiasi terhadap Dollar AS antara lain Singapura, Malaysia, Inggris, dan Jepang, negara yang mata uangnya mengalami tren apresiasi terhadap Dollar AS antara lain Indonesia, Brazil, India, Cina, dan Thailand, sedangkan nilai tukar mata uang negara-negara lain bergerak variatif terhadap Dollar AS pada triwulan I tahun Secara tahunan (YoY), selama bulan Januari-Maret 2013 nilai tukar mata uang Indonesia, Brazil, India, Malaysia, dan Jepang terdepresiasi terhadap Dollar AS, nilai tukar mata uang Cina, Singapura, dan Thailand terapresiasi terhadap Dollar AS, sedangkan nilai tukar mata uang negara-negara lain bergerak variatif terhadap Dollar AS. Pada akhir bulan Maret 2013, secara umum nilai tukar Dollar AS mengalami apresiasi. Secara bulanan nilai tukar Real Brazil, Euro, dan Jepang mengalami pelemahan terbesar terhadap Dollar AS dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 2,2 persen, 1,9 persen, dan 1,8 persen. Sedangkan nilai tukar Baht, Poundsterling, dan Yuan secara bulanan mengalami penguatan terbesar terhadap Dollar AS dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 1,8 persen, 0,2 persen, dan 0,2 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Yen terhadap Dollar AS pada akhir bulan Maret 2013 merupakan yang terbesar, yakni 13,7 persen, diikuti Real Brazil dan Rupee sebesar 10,7 persen dan 6,7 persen. Sedangkan nilai tukar Baht, Yuan, dan Dollar Singapura secara tahunan mengalami penguatan di tengah pelemahan mata uang lain, yakni sebesar 5,0 persen, 1,4 persen, dan 1,4 persen. Penguatan mata uang AS menunjukkan pemulihan ekonomi negara tersebut. Membaiknya ekonomi AS menimbulkan ekspektasi meningkatnya ekspor Asia dan dapat menopang nilai tukar mata uang Asia. Melemahnya Yen terhadap Dollar AS terkait dengan usaha BOJ (Bank of Japan) untuk mendevaluasi nilai Yen hingga mencapai target 100 Yen per Dollar AS. Sedangkan Euro melemah akibat buruknya kondisi Cyprus yang memerlukan bailout dan data tingkat pengangguran Eropa yang buruk. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada triwulan pertama tahun 2013 sebesar Rp9.716 per Dollar AS. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada akhir bulan Maret 2013 mencapai Rp9.735 per Dollar AS. Dibandingkan dengan nilainya pada awal tahun 2013, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 0,6 persen. Namun secara bulanan dan tahunan nilai tukar Rupiah justru melemah sebesar 0,7 persen dan 6,4 persen. Pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut dipicu oleh tingginya inflasi dan besarnya defisit neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Indeks Harga Saham Dilihat dari posisi pada akhir bulan, Indonesia, Thailand, AS, dan Jepang merupakan beberapa negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan secara bulanan 72

84 (MtM) selama triwulan I tahun 2013, sedangkan bursa saham Brazil justru mengalami tren pelemahan (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan antara lain Indonesia, Singapura, Thailand, AS, dan Jepang, sedangkan negara yang mengalami tren pelemahan antara lain Brazil, Malaysia, dan Zona Euro, sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama bulan Januari-Maret Investor dan pelaku pasar khawatir rencana restrukturisasi perbankan di Cyprus akan mempengaruhi jumlah simpanan di negara-negara lain di Eropa. Ketidakpastian Cyprus dan kondisi politik Italia tersebutlah yang menggerus pasar saham Uni Eropa. Secara tahunan (YoY), selama triwulan I tahun 2013 Brazil menjadi satu-satunya negara yang bursa sahamnya mengalami tren negatif, bursa saham Rusia dan Cina bergerak secara variatif, sedangkan bursa saham negaranegara lain mengalami tren positif. Pada akhir bulan Maret 2013, secara bulanan Indeks Nikkei 225, DJIA, dan S&P 500 mengalami peningkatan terbesar dibanding indeks saham lainnya, yakni sebesar 7,3 persen, 3,7 persen, dan 3,6 persen. Komitmen gubernur BOJ untuk melakukan stimulus moneter memberikan sentimen positif bagi Indeks Nikkei 225. Sedangkan kontraksi Indeks SSEA, RTSI, dan Hang Seng secara bulanan merupakan yang terbesar dibanding indeks saham lainnya, yakni sebesar -5,5 persen, -4,9 persen, dan -3,1 persen. Secara tahunan, pada akhir bulan Maret 2013 peningkatan Indeks SET dan Nikkei 225 merupakan yang terbesar dibanding indeks saham lainnya, yakni sebesar 30,4 persen dan 23,0 persen. Sedangkan Indeks BVSP dan RTS secara tahunan mengalami kontraksi terbesar dibanding indeks saham lainnya, yakni sebesar 12,9 persen dan 10,9 persen. Pada tanggal 28 Maret 2013, Indeks DJIA dan S&P 500 memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa, yakni ditutup pada level ,54 dan 1.569,19. Bursa saham Wall Street menguat dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi AS dan dukungan dari kebijakan moneter The Fed yang akomodatif, meski dibayangi kekhawatirkan akan kondisi Cyprus. Penguatan bursa saham Wall Street tersebut turut mendorong penguatan bursa saham global. Rata-rata IHSG pada triwulan I tahun 2013 sebesar 4.730,16. Namun indeks saham Indonesia mulai menguat pada akhir bulan Maret 2013 dan menembus level Pada tanggal 28 Maret 2013, IHSG mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah, yakni ditutup pada level 4.940,99 dan menguat sebesar 20,8 persen secara tahunan. Penguatan IHSG dipengaruhi oleh penguatan bursa saham Wall Street dan Asia. Namun aksi ambil untung dan risiko sudden reversal perlu diwaspadai. Tingginya inflasi akibat peningkatan harga-harga komoditas juga masih membayangi pergerakan IHSG. Indeks Harga Komoditas Internasional Harga komoditas internasional bergerak secara variatif selama triwulan pertama tahun 2013 (Lampiran 5). Dilihat dari posisinya pada akhir bulan, secara bulanan (MtM) pergerakan indeks harga gula menjadi satu-satunya yang memiliki tren 73

85 negatif selama bulan Januari-Maret Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), indeks harga beras mengalami tren peningkatan, indeks harga gula, cokelat, dan emas mengalami tren penurunan, sedangkan indeks harga komoditas lain mengalami pergerakan yang variatif selama triwulan I tahun Secara tahunan (YoY), selama bulan Januari-Maret 2013 indeks harga beras, gandum, kacang kedelai, dan jagung mengalami tren positif, indeks harga gula, cokelat, emas, tembaga, dan perak mengalami tren negatif, sedangkan indeks harga komoditas lain bergerak variatif. Harga pasar logam mulia tertekan akibat menurunnya minat pelaku pasar memburu logam mulia. Investor lebih memilih aset berisiko yang dianggap memberi keuntungan yang lebih menjanjikan. Penguatan ekonomi AS dan depresiasi Euro turut menekan harga logam mulia. Meredanya gejolak Cyprus juga menggerus harga pasaran emas karena berkurangnya sentimen positif emas sebagai aset safe haven. Pada akhir bulan Maret 2013, secara bulanan indeks harga gas alam, cokelat, dan emas mengalami peningkatan di tengah penurunan indeks harga komoditas lain, yakni masing-masing sebesar 14,0 persen, 2,0 persen, dan 1,0 persen. Sedangkan indeks harga kacang kedelai, tembaga, dan gula secara bulanan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -4,7 persen, -3,9 persen, dan -3,9 persen. Secara tahunan, pada akhir bulan Maret 2013 peningkatan indeks harga jagung, gas alam, dan gandum merupakan yang terbesar dibanding indeks harga lainnya, yakni sebesar 23,2 persen, 21,2 persen, dan 12,3 persen. Harga gas alam meningkat tajam akibat peningkatan permintaan di musim dingin yang ekstrem. Sedangkan indeks harga gula, perak, dan tembaga secara tahunan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -28,2 persen, -11,7 persen, dan -10,7 persen. Harga gula jatuh akibat proyeksi surplus suplai dari Brazil, negara produsen gula terbesar di dunia. Harga Bahan Pokok Nasional Selama bulan Januari-Maret 2013, minyak goreng curah, daging sapi, telur ayam kampung, cabe merah keriting, bawang merah, ikan teri asin, kacang hijau, dan ketela pohon mengalami tren kenaikan harga secara bulanan (MtM), sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), selama bulan Januari-Maret 2013 harga minyak goreng curah, daging ayam broiler, tepung terigu, gula pasir, susu kental manis, dan mie instant mengalami tren negatif, pergerakan harga daging ayam kampung, telur ayam ras, kedelai impor, dan kedelai lokal cukup variatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya mengalami tren positif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan I tahun 2013 bahan pokok yang harganya memiliki tren negatif antara lain minyak goreng curah, telur ayam kampung, dan kacang hijau, komoditas yang harganya bergerak secara variatif adalah minyak goreng kemasan dan susu kental manis, sedangkan harga bahan pokok lainnya memiliki tren positif. Pada akhir bulan Maret 2013, secara umum harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan bulanan. Peningkatan harga bawang merah, kedelai lokal, dan ikan teri asin secara bulanan merupakan yang terbesar dibanding komoditas lain, yakni masing-masing sebesar 74,5 persen, 3,67 persen, dan 2,3 persen. Sedangkan 74

86 penurunan harga telur ayam ras dan kacang tanah secara bulanan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -7,0 persen, dan -2,8 persen. Secara tahunan, pada akhir bulan Maret 2013 harga bawang merah, minyak goreng kemasan, dan cabe merah keriting mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga komoditas lainnya, yakni sebesar 227,3 persen, 46,2 persen, dan 22,5 persen. Peningkatan harga bawang merah dan cabe merah yang tinggi ini diakibatkan oleh turunnya pasokan dari petani dan terhambatnya proses distribusi di musim penghujan. Terbatasnya kuota impor dan suplai dalam negeri memicu kenaikan harga yang menyumbang pada meningkatnya inflasi. Sedangkan harga minyak goreng curah, kacang hijau, telur ayam kampung, dan susu kental manis secara tahunan mengalami penurunan di tengah peningkatan harga komoditas lainnya, yakni sebesar -14,3 persen, -4,4 persen, -2,8 persen, dan -0,0 persen. Respon Kebijakan Moneter Bank Indonesia tetap mempertahankan BI Rate pada level 5,6 persen selama triwulan I tahun Tingkat suku bunga acuan tersebut dianggap masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5 persen ± 1 persen. Inflasi yang cenderung meningkat selama triwulan I tahun 2013 membuat pemerintah bersama BI terus mencermati pergerakan inflasi, terutama yang bersumber dari harga pangan (volatile foods), serta mengamankan pasokan dan distribusi barang melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah). Penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan oleh BI disertai langkah-langkah koordinasi yang solid dengan pemerintah diyakini akan mampu mencapai sasaran inflasi dan mendorong tercapainya keseimbangan eksternal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah bersama BI bekerjasama untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Selain mengelola likuiditas Rupiah, BI juga mengelola likuiditas valuta asing dengan menggunakan instrumen Term Deposit Valas (TD Valas). BI juga memperketat pengawasan transaksi valas. Berdasarkan Surat Edaran (SE) BI Nomor 15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013 dan mulai berlaku 18 Maret 2013, BI mewajibkan semua pembelian valas lebih dari Dollar AS, atau ekuivalen dengan mata uang asing lainnya, wajib melalui sistem perbankan. Hal ini untuk mencegah aksi spekulasi valas. Penguatan mekanisme intervensi valas dan pembentukan referensi nilai tukar Rupiah domestik diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan pasar. Sedangkan untuk menjaga stabilitas suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) maka BI menerapkan strategi operasi moneter berupa intensifikasi pelaksanaan lelang Term Deposit (TD) dan Reverse Repo (RR) SBN berjangka pendek (di bawah satu bulan). 75

87 LAMPIRAN 1. INFLASI GLOBAL 2. INFLASI DOMESTIK 3. NILAI TUKAR MATA UANG 4. INDEKS SAHAM 5. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 6. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL Lampiran 1: Inflasi Global Tabel 49. Tingkat Inflasi Global (YoY) Jan-13 Feb-13 Mar-13 Indonesia 4,57 5,31 5,90 BRIC Brazil 6,15 6,31 6,59 Russia 7,10 7,30 7,00 India 11,62 12,06 11,44 Cina 2,00 3,20 2,10 ASEAN-4 Singapura 3,60 4,90 3,50 Malaysia 1,30 1,50 1,60 Thailand 3,39 3,23 2,69 Negara Maju Kawasan Euro 2,00 1,80 1,70 AS 1,60 2,00 1,50 Inggris 2,70 2,80 2,80 Jepang -0,30-0,70-0,90 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 76

88 Lampiran 2: Inflasi Domestik Tabel 50.Tingkat Inflasi YoY Jan-13 Feb-13 Mar-13 Year-on-Year 4,57 5,31 5,90 Month-to-month 1,03 0,75 0,63 Tahun kalender 1,03 1,79 2,43 Sumber: BPS, diolah kembali. Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Komponen YoY MtM Jan-13 Feb-13 Mar-13 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Inti 4,32 4,29 4,21 0,36 0,30 0,13 Bergejolak 7,48 11,02 14,20 3,76 2,32 2,44 Diatur pemerintah 2,42 2,91 2,91 0,20 0,72 0,24 Sumber: BPS, diolah kembali. Tabel 52. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Kelompok Pengeluaran YoY MtM Jan-13 Feb-13 Mar-13 Jan-13 Feb-13 Mar-13 UMUM (headline) 4,57 5,31 5,90 1,03 0,75 0,63 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 1,68 1,70 1,79-0,28 0,08 0,19 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 4,11 4,23 4,27 0,05 0,19 0,12 Kesehatan 2,69 3,11 3,19 0,29 0,56 0,24 Sandang 5,01 3,14 2,26 0,25-0,59-0,70 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 3,37 3,93 3,94 0,56 0,82 0,21 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan 5,91 6,05 5,98 0,46 0,47 0,40 Tembakau Bahan Makanan 7,28 10,32 12,95 3,39 2,08 2,04 Sumber: BPS, diolah kembali 77

89 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 20. Inflasi YoY 66 Kota Januari Maret 2013 Watampone Manado Tarakan Samarinda Balikpapan Banjarmasin Palangkaraya Sampit Singkawang Parepare Makassar Palu Pontianak Mamuju Gorontalo Kendari Palopo Kupang Maumere Bima Mataram Denpasar Cilegon Manokwari Ternate Ambon Tangerang Banda Aceh Sorong Jayapura Lhokseumawe Sibolga 9,00% Pematang Siantar Medan Padang Sidempuan 8,00% Padang Pekanbaru 7,00% Dumai 6,00% Jambi Palembang 5,00% Bengkulu 4,00% Bandar Lampg 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Jember Serang Surabaya Kediri Sumenep Madiun Malang Probolinggo Sumber: BPS, diolah kembali. Januari Februari Maret 78

90 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 21. Inflasi MtM 66 Kota Januari - Maret Banda Aceh Lhokseumawe Manokwari Sorong Jayapura Sibolga 4,00% Pematang Siantar Ternate Medan Ambon Padang Sidempuan Mamuju 3,00% Padang Gorontalo Pekanbaru Kendari Dumai Palopo 2,00% Jambi Parepare Palembang 1,00% Makassar Bengkulu Watampone Tarakan Samarinda Balikpapan Palu Manado Banjarmasin Palangkaraya Sampit Singkawang Pontianak Kupang Maumere Bima Mataram Denpasar Cilegon Tangerang 0,00% -1,00% -2,00% -3,00% Bandar Lampg Pangkal Pinang Batam Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Jember Serang Surabaya Kediri Sumenep Madiun Malang Probolinggo Sumber: BPS, diolah kembali. Januari Februari Maret 79

91 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Negara Jan-13 Feb-13 Mar-13 Rata-rata PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY Triwulan Indonesia ,50% -0,52% 8,29% ,78% -1,29% 5,93% ,68% -0,61% 6,44% BRIC Brazil 1,99-2,93% -2,93% 14,01% 1,98-0,66% -3,56% 16,67% 2,02 2,18% -1,46% 10,67% 2,00 Rusia 30,01-1,70% -1,81% -1,11% 30,60 1,95% 0,15% 5,65% 31,06 1,48% 1,63% 5,82% 30,56 India 53,23-3,22% -2,67% 7,62% 54,36 2,09% -0,59% 10,76% 54,28-0,15% -0,74% 6,69% 53,96 Cina 6,22-0,19% -0,30% -1,41% 6,22 0,04% -0,25% -1,23% 6,21-0,18% -0,44% -1,40% 6,22 ASEAN-4 Singapura 1,24 1,28% 1,34% -1,65% 1,24 0,08% 1,42% -1,02% 1,24 0,15% 1,57% -1,38% 1,24 Malaysia 3,11 1,57% 1,57% 2,15% 3,09-0,51% 1,06% 2,62% 3,09 0,11% 1,17% 0,95% 3,10 Thailand 29,85-2,42% -2,42% -3,68% 29,78-0,24% -2,65% -1,88% 29,26-1,75% -4,35% -5,09% 29,63 Negara Maju Kawasan Euro 0,74-2,84% -2,77% -3,64% 0,77 3,81% 1,08% 3,10% 0,78 1,89% 3,00% 4,10% 0,76 Inggris 0,63 2,47% 2,45% -0,61% 0,66 4,37% 7,13% 4,85% 0,66-0,21% 6,90% 5,35% 0,65 Jepang 91,71 5,72% 5,78% 20,24% 92,56 0,92% 6,76% 15,04% 94,22 1,79% 8,67% 13,70% 92,83 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. Gambar 22. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Indonesia + Negara Maju Indoneis + ASEAN 4 Indonesia +BRIC Jan-13 Feb-13 Mar USD-IDR USD-JPY USD-EUR USD-IDR USD-MYR USD-BRL USD-RUB USD-INR USD-GBP USD-CNY USD-SGD USD-THB USD-CNY USD-IDR Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 80

92 Lampiran 4: Indeks Saham Global Negara Jan-13 Feb-13 Mar-13 Rata-rata Triwulan PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY INDEKS SAHAM Indonesia (IHSG) 4.453,70 3,17% 3,17% 12,99% 4.795,79 7,68% 11,10% 22,86% 4.940,99 3,03% 14,46% 19,88% 4.730,16 BRIC Brazil (BVSP) ,00-2,50% -2,50% -5,75% ,00-3,06% -5,49% -12,81% ,57-2,30% -7,66% -12,81% ,52 Russia (RTS) 1.622,13 6,23% 6,23% 2,84% 1.534,41-5,41% 0,49% -10,17% 1.460,04-4,85% -4,38% -10,85% 1.538,86 India (BSE) ,98 2,41% 1,60% 15,71% ,54-5,19% -3,67% 6,38% ,77-0,14% -3,80% 8,23% ,43 Cina (SSEA) 2.385,42 5,13% 5,13% 4,05% 2.365,59-0,83% 4,25% -3,52% 2.236,62-5,45% -1,43% -1,16% 2.329,21 ASEAN-4 Singapura (STI) 3.282,66 3,65% 3,65% 12,93% 3.269,95-0,39% 3,25% 10,11% 3.308,10 1,17% 4,45% 9,89% 3.286,90 Malaysia (KLSE) 1.627,55-3,64% -3,64% 6,98% 1.637,63 0,62% -3,04% 5,20% 1.671,63 2,08% -1,03% 4,72% 1.645,60 Thailand (SET) 1.474,2 5,91% 5,91% 36,00% 1.541,58 4,57% 10,75% 34,49% 1.561,06 1,26% 12,15% 30,44% 1.525,61 Negara Maju Amerika Serikat ,58 5,77% 5,77% 9,72% ,49 1,40% 7,25% 8,07% ,54 3,73% 11,25% 10,34% ,54 (DJIA) Amerika Serikat 1.498,11 5,04% 5,04% 14,15% 1.514,68 1,11% 6,20% 10,38% 1.569,19 3,60% 10,03% 11,41% 1.527,33 (S&P 500) Kawasan Euro 2.702,98 2,54% -0,31% 9,40% 2.616,75-3,19% -3,49% 4,17% 2.624,02 0,28% -3,22% 5,92% 2.647,92 (STOXX 50) Jepang (Nikkei ,66 7,15% 7,15% 26,54% ,36 3,78% 11,20% 18,89% ,91 7,25% 19,27% 22,95% ,64 225) Hong Kong ,53 4,73% 4,73% 16,38% ,27-2,99% 1,60% 6,73% ,63-3,13% -1,58% 8,48% ,48 (Hang Seng) Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 81

93 Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA Gambar 23. Perkembangan Indeks Saham Global INDEKS SAHAM ASEAN-4 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 220,00 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 180,00 130,00 80,00 INDONESIA HONGKONG JEPANG KOREA BRAZIL RUSSIA INDIA INDONESIA MALAYSIA DOW JONES S&P500 CHINA INDONESIA SINGAPURA THAILAND EUROSTOXX 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 82

94 Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 53. Indeks Harga Komoditas Internasional Komoditas Jan-13 Feb-13 Mar-13 Rata-rata Triwulan PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY Beras 107,71 4,34% 4,34% 10,75% 107,68-0,03% 4,31% 9,39% 106,70-0,90% 3,36% 3,09% 107,36 Gula 76,62-3,74% -3,74% -20,56% 74,99-2,13% -5,79% -29,55% 72,05-3,92% -9,48% -28,21% 74,55 Gandum 118,65 0,19% 0,19% 17,04% 107,72-9,20% -9,03% 6,87% 104,68-2,83% -11,60% 12,29% 110,35 Kacang Kedelai 120,54 3,51% 3,51% 22,48% 121,01 0,39% 3,91% 12,95% 115,31-4,71% -0,99% 3,63% 118,95 Jagung 119,52 5,16% 5,16% 23,08% 111,61-6,61% -1,79% 17,05% 110,19-1,28% -3,05% 23,19% 113,77 Cokelat 99,15-1,69% -1,69% -9,18% 95,88-3,29% -4,92% -11,30% 97,76 1,96% -3,06% -5,49% 100,17 Minyak Mentah (Brent 103,05 4,00% 4,00% 4,12% 99,33-3,61% 0,24% -8,37% 98,12-1,22% -0,98% -10,11% 97,60 Oil) Gas Alam 90,13-0,03% -0,03% -0,35% 92,19 2,29% 2,26% 1,03% 105,07 13,96% 16,54% 21,20% 95,80 Emas 102,69-0,95% -0,95% -5,33% 97,49-5,07% -5,96% -12,58% 98,47 1,01% -5,02% -4,32% 99,55 Tembaga 105,89 2,30% 2,30% -1,89% 100,42-5,16% -2,98% -9,78% 96,46-3,94% -6,81% -10,68% 100,93 Perak 106,00 3,74% 3,74% -5,83% 95,98-9,45% -6,06% -23,83% 95,63-0,37% -6,41% -11,74% 99,21 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan Gambar 24. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) RICE SUGAR WHEAT SOYBEAN COCOA CORN Sumber: Bloomberg, diolah kembali BRENT OIL GOLD SILVER COPPER NAT GAS Sumber: Bloomberg, diolah kembali 83

95 Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas Jan-13 Feb-13 Mar-13 Rata-rata Triwulan PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY PAB MtM YtD YoY Minyak Goreng ,09% 0,87% -2,87% ,65% 47,93% 44,47% ,07% 50,99% 46,23% Kemasan Minyak Goreng ,33% -0,45% -11,59% ,66% -1,10% -12,86% ,15% -1,25% -14,29% Curah Daging Sapi ,99% 0,68% 20,20% ,04% 0,73% 20,21% ,34% 1,07% 19,10% Daging Ayam ,70% -1,03% 1,14% ,97% -7,92% 2,28% ,27% -8,17% 3,62% Broiler Daging Ayam ,52% 1,45% 5,22% ,82% -0,41% 7,72% ,24% 1,83% 9,07% Kampung Telur Ayam Ras ,38% 8,83% 10,90% ,13% 4,34% 4,72% ,95% -2,90% 0,70% Telur Ayam ,53% 4,54% -2,26% ,48% 5,04% -1,73% ,04% 6,14% -2,75% Kampung Tepung Terigu ,23% -0,80% 2,68% ,03% -0,83% 2,71% ,60% -0,23% 4,05% Kedelai Impor ,59% -0,54% 11,90% ,63% 1,08% 12,24% ,24% 1,33% 13,38% Kedelai lokal ,03% -0,03% 5,91% ,24% -1,28% 5,40% ,65% 2,33% 9,01% Beras Medium ,99% 1,16% 3,93% ,59% 0,56% 2,72% ,07% 0,49% 3,76% Gula Pasir ,73% -0,64% 13,80% ,30% -1,93% 12,17% ,15% -1,79% 7,20% Susu Kental Manis ,46% -0,46% 1,18% ,80% -1,26% 0,17% ,08% -1,18% -0,02% Mie Instant ,12% -0,12% 6,50% ,49% -0,62% 5,76% ,43% -0,18% 5,05% Cabe Merah ,30% 28,37% 4,61% ,20% 28,63% 25,65% ,49% 29,26% 22,51% Keriting Cabe Merah Biasa ,69% 34,32% 19,31% ,54% 26,88% 29,81% ,33% 26,46% 21,13% Bawang Merah ,86% 32,02% 79,03% ,36% 43,06% 96,39% ,49% 149,63% 227,33% Ikan Teri Asin ,21% 2,40% 14,89% ,92% 3,34% 15,33% ,29% 5,70% 13,39% Kacang Hijau ,00% 0,52% -10,59% ,86% 3,39% -5,65% ,42% 3,82% -4,40% Kacang Tanah ,75% 7,18% 20,51% ,88% 10,26% 24,06% ,81% 7,16% 18,04% Ketela Pohon ,60% 5,47% 20,19% ,20% 7,79% 22,83% ,55% 8,39% 21,23% Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 84

96 BOX 2 Exercise Indeks Kaminsky-Reinhart: Kasus Indonesia Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sedang mengalami tekanan. Rupiah pada beberapa waktu yang lalu sempat mendekati Rp9.900 per dollar AS, yang berarti nyaris menyentuh titik psikologis, yaitu Rp per dollar AS. Untuk mendeteksi seberapa besar tekanan terhadap rupiah sehingga berpotensi menjadi krisis, Graciela L. Kaminsky dan Carmen M. Reinhart (1999) mengembangkan sebuah indeks kerentanan (vulnerability index) yang dipakai sebagai deteksi dini (early warning system-ews) tentang adanya krisis nilai tukar atau tidak. Indeks tersebut, kemudian dinamakan Indeks Kaminsky-Reinhart (KR), dikonstruksikan untuk mengukur turbulensi antara kurs dan pasar dengan melakukan pembobotan atas ratarata perubahan kurs nilai tukar dan perubahan cadangan devisa. Formula dari indeks KR tersebut adalah: Dimana: I : Indeks KR, ditunjukkan dengan nominasi I, menunjukkan bahwa makin tinggi angka indeks menunjukkan makin besarnya potensi turbulensi (pergolakan) dan fluktuasi atas nilai tukar terhadap pasar atau ada kecenderungan akan krisis. Ukuran yang dipakai untuk keadaan krisis jika nilai indeks menunjukkan 3 kali atau lebih dari standard deviasi indeks tersebut. e : exchange rate (nilai tukar) R : Reserves (Cadangan devisa) σ : standard deviasi Dari formula tersebut, kami melakukan exercise untuk data Indonesia dari Januari 2000 Maret 2013, dan berikut beberapa hasil dari perhitungan tersebut: Titik kritis Indeks KR dimana terdeteksi akan adanya krisis yang dipicu oleh krisis nilai tukar adalah pada poin 852,9981, jika angka indeks KR melebihi angka tersebut maka deteksi dini atas krisis nilai tukar sudah terjadi. Exercise menunjukkan bahwa pernah terjadi Indeks KR menunjukkan di atas titik kritis, yaitu pada bulan Juni 2006 dan Oktober Pada dua periode waktu tersebut, cadangan devisa turun lebih dari 9 persen. (*arsir merah pada exercise). Pada Juni 2006 Indeks KR menunjukkan poin 882,4455. Rupiah mengalami tekanan dimana pada bulan April 2006 tercatat 1 USD sebesar Rp8.785 dan turun menjadi Rp9.263 pada bulan Juni Sementara cadangan devisa turun sebesar USD 4,1 miliar atau 9,2persen dari USD 44,2 milliar menjadi USD 40,1 milliar. Penyebabnya adalah shock dari sebuah kebijakan Pemerintah untuk membayar 50 persen dari stok utang Pemerintah ke IMF sebesar USD 3,8 milliar. Pada bulan Agustus 2006 cadangan devisa kembali naik menjadi USD 41,1 miliar. 85

97 Sedangkan pada Oktober 2008 Indeks KR menunjukkan angka 1124,665, sebuah angka yang jauh melewati benchmark deteksi dini akan krisis nilai tukar yang berada di poin 852,9981. Kurs rupiah jauh melampaui batas psikologis Rp per dollar, yaitu Rp Cadangan devisa turun USD 6,6 miliar atau 11,4 persen dari USD 57,1 milliar menjadi USD 50,5 miliar. Pada saat itu, kondisi sudah bisa dikatagorikan krisis, dimana parameter perekonomian lainnya juga menunjukkan kondisi krisis. Dan memang, kondisi pada Oktober 2008 Juni 2009 adalah krisis perekonomian yang dipicu oleh krisis global di Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia terpengaruh imbas memburuknya perekonomian global. Gejolak keuangan global telah menyebabkan tekanan pada perekonomian Indonesia. Melemahnya ekspor, tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia, dan gejolak di pasar uang, telah menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia Sementara kejadian lain yang dapat menjadi perhatian adalah pada bulan September Saat itu terjadi penurunan cadangan devisa yang sebesar USD 10,1 miliar atau 8,2 persen dari USD 124,6 milliar menjadi USD 114,5. Namun indeks KR hanya berada di titik 771,2864 atau masih dibawah signal krisis 852,9981. Keadaan ini dipicu oleh besarnya kebutuhan Pemerintah untuk pembayaran utang yang jatuh tempo. Namun keadaan ini tidak membuat situasi perekonomian memburuk karena cadangan devisa masih dalam batas aman untuk menghindari krisis. (*arsir kuning pada exercise) Indeks akan melewati poin kritis apabila cadangan devisa turun 9 persen atau lebih, untuk itu penurunan cadangan devisa mendekati 9 persen harus diwaspadai oleh Pemerintah dan otoritas moneter. Data terakhir per 31 Maret 2013 menunjukkan angka kurs rupiah Rp9716 per dollar AS dan cadangan devisa sebesar USD 104,8 milliar, dimana data per 31 Desember menunjukkan angka USD 112,8 miliar, terjadi penurunan USD 8,9 milliar atau sekitar 6,8 persen. Dengan cadangan devisa sebesar itu, Pemerintah dan otoritas moneter harus dapat mengendalikan fluktuasi nilai tukar agar tidak menembus titik psikologis di Rp per dollar, dengan tetap mempertahankan cadangan devisa agar tidak berkurang lebih dari 9 persen. Sementara Transaksi Berjalan selama tahun 2012 menunjukkan defisit sebesar USD 24,1 miliar, dimana penyumbang defisit terbesar adalah sektor minyak sebesar USD 20,3 miliar. Defisit pada sektor minyak di tahun 2012 adalah rendahnya realisasi lifting yang hanya mencapai barel per hari dari target sebesar per hari. Keadaan tersebut diperparah oleh tingginya harga minyak yang rata-rata mencapai 110 dollar AS per barrel, lebih tinggi dari asumsi APBN 2012 yang 90 dollar AS per barrel dan pada APBN-P 2012 yang 105 dollar AS per barrel. Kondisi ini membuat kurs rupiah terus mengalami tekanan dan cadangan devisa mengalami penurunan sepanjang semester II tahun 2012 dan triwulan I tahun 2013 ini. Potensi terjadinya penurunan devisa ada pada ancaman capital outflow. Potensi tersebut ada pada hot money, yaitu investasi portofolio yang dimiliki asing yang nilainya mencapai Rp1.551,05 triliun (Indonesia Finance Today) atau USD 160,5 miliar dengan kurs per 28 Februari Nilai investasi tersebut satu setengah kali lebih besar dari cadangan devisa. Maka jika 10 persen saja dari investasi tersebut dipindahkan ke 86

98 CAR, NPL (persen) LDR (persen) luar negeri, maka potensi krisis yang dipicu oleh krisis nilai tukar kemungkinan akan terjadi. Dengan keadaan tersebut, maka Pemerintah dan otoritas moneter perlu mewaspadainya dengan cara menyiapkan jaring pengaman agar deteksi dini dari adanya potensi krisis ini dapat dikelola dengan baik. SEKTOR PERBANKAN Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan nasional sampai dengan triwulan I tahun 2013 tetap terjaga, meskipun ketidakpastian perekonomian dunia terus meningkat. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 19,3 persen dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross sekitar 2 persen (lihat gambar 26). Sementara itu, dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan I 2013 mencapai Rp triliun dengan tingkat pertumbuhan 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, pertumbuhan kredit pada triwulan I 2013 sebesar 23,4 persen (YoY) atau mencapai nilai Rp triliun (lihat gambar 27). Gambar 25. Perkembangan Indikator Sektor Perbankan CAR 0 Q1:2011 Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1: NPL LDR Sumber: Bank Indonesia *Data Triwulan I Tahun 2013, per Februari

99 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) 3500 Gambar 26. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Q1:2011 Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1: DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Bank Indonesia Nilai kredit investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK) semakin meningkat setiap tahunnya, namun pertumbuhannya semakin melambat jika dibandingkan dengan triwulan I tahun Pertumbuhan kredit investasi dan kredit modal kerja per triwulan I tahun 2013, masing-masing sebesar 25,5 persen (YoY) dan 24,4 persen (YoY). Penyaluran kredit perbankan kepada sektor-sektor produktif harus lebih ditingkatkan untuk mencapai kestabilan pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor pertanian, industri manufaktur dan infrastruktur. Sementara itu, kredit konsumsi (KK) pada triwulan I tahun 2013 tumbuh 20,4 persen (YoY), atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2012 (lihat gambar 28) Gambar 27. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Q1:2011 Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 KI KMK KK Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK *Data Triwulan I Tahun 2013, per Februari 2013 Sumber: Bank Indonesia 88

100 Berdasarkan sektor ekonomi, kredit investasi dan kredit modal kerja sebagian besar disalurkan kepada sektor-sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional, terutama di sektor perdagangan, hotel dan restoran serta di sektor industri pengolahan. Jika dirinci, diketahui bahwa 17,7 persen kredit investasi disalurkan kepada sektor industri pengolahan serta 18,4 persen ke sektor perdagangan, hotel dan restoran. Di lain pihak, 25,6 persen kredit modal kerja disalurkan kepada sektor industri pengolahan serta 34 persen ke sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sejalan dengan peningkatan permintaan kredit perbankan, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan nomor 15/1/PBI/2013 tanggal 18 Februari 2013 mengenai rencana pembentukan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). LPIP ini dibentuk untuk memperbaiki sistem informasi debitur saat ini yang dipandang masih bersifat standar. Selain itu, LPIP berfungsi untuk menghimpun dan mengolah data kredit dan data lainnya untuk menghasilkan informasi perkreditan yang lebih lengkap dan baik. Pembentukan LPIP dapat membantu sektor perbankan dalam meningkatkan kualitas kredit sehingga dapat menjaga nilai non-performing loan, khususnya untuk kredit investasi dan kredit modal kerja. Selain mengeluarkan peraturan di atas, Bank Indonesia juga telah menetapkan Surat Edaran Nomor 15/1/DPNP tanggal 15 Januari 2013 tentang Transparansi Infromasi Suku Bunga Dasar Kredit. Dengan adanya transparansi informasi mengenai suku bunga kredit perbankan, nasabah akan lebih mudah untuk menilai manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan bank. Pada akhirnya, nasabah dapat mempertimbangkan kemampuan mereka sendiri sebelum mengajukan kredit kepada bank. Secara makro, industri perbankan sampai dengan akhir tahun 2012 masih memegang peranan terbesar dalam sistem keuangan Indonesia, dengan menguasai sebesar 75,8 persen total aset sektor keuangan. Hal ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun Peningkatan jumlah aset perbankan yang lebih besar dari lembaga keuangan non-bank menyebabkan sektor perbankan menguasai pangsa pasar dalam sistem keuangan Indonesia. Untuk meningkatkan kinerja dan pangsa pasar lembaga keuangan non-bank, perlu semakin didorong berbagai program yang mendukung peningkatan financial deepening di Indonesia. KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama triwulan I tahun 2013 mencapai sekitar Rp 5,552 triliun (lihat gambar 29) atau sekitar 15 persen dari target yang ditetapkan untuk tahun 2013, yaitu sebesar Rp 37 triliun. Khusus untuk kinerja bulan Februari 2013, realisasi penyaluran KUR mencapai 92,5 persen dari target yang ditetapkan pada bulan yang bersangkutan, yaitu sebanyak Rp 6 triliun. Total KUR keseluruhan sejak peluncurannya pada tahun 2007 mencapai hampir Rp 103,20 triliun. Jumlah debitur KUR pada periode yang sama bertambah sekitar 345 ribu debitur, dengan rata-rata nilai kredit per debitur sebesar Rp 16,08 juta. 89

101 Rp Miliar Gambar 28. Target dan Realisasi Pemberian KUR Realisasi Target Q1:2011 Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Sumber: Bank Indonesia *Data Triwulan I 2013, per Februari 2013 Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada dibawah 5 persen, yaitu sebesar 3,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan KUR sudah cukup optimal karena kondisi keuangan debitur (terdiri dari UMKM dan koperasi) yang semakin membaik. Selain itu, sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sektor perdagangan, restoran dan hotel (44,3 persen dari total volume; 58,7 persen dari total debitur), sektor pertanian (14,4 persen dari total volume; 16,7 persen dari total debitur), dan sektor lainnya (27,3 persen dari total volume; 14,2 persen dari total debitur). 90

102 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas pada triwulan I tahun 2013 mencapai 6,7 persen. 91

103 Laporan Perkembangan Sektor Industri Tahun 2012 PDB Sektor Industri Pertumbuhan PDB secara nasional pada triwulan I tahun 2013 mencapai angka 6,0 persen meningkat dari akhir tahun Hal ini didukung oleh meningkatnya pertumbuhan pada Industri Manufaktur Non-Migas secara signifikan pada sebesar 6,7 persen. Gambar 29. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non-Migas (persen) 4,86 3,64 5,69 4,50 5,97 4,78 7,51 5,03 5,86 5,69 5,50 5,27 6,35 5,15 6,01 6,20 4,63 5,09 4,05 2,56 6,83 6,46 6,32 6,69 6,29 6, Q1 Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Kontribusi yang besar dari beberapa Sektor Industri, seperti Subsektor Semen & Barang Galian bukan Logam dan Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari Karet sebesar 8,8 persen dan 8,6 persen menunjukkan perkembangan pada produksi dan konsumsi di pasar industri. Peningkatan pada Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari Karet ini didukung oleh revitalisasi dan pembangunan pabrik pupuk pada beberapa produsen, sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas pupuk yang digunakan. Pada saat yang bersamaan, Subsektor Kertas dan Barang Cetakan semakin mengalami penurunan dari tahun 2012 di titik -4,85 persen. Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas pada triwulan I tahun 2013 akan bergerak pada penggeliatan pasar domestik melihat tingginya upaya dan pergerakan pasar dalam mencapai produktivitas dan kebutuhan lokal. 92

104 Gambar 30. persentase Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan I tahun 2013 PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS 6,69 Subsektor Makanan, Minuman dan Tembakau 1,75 Subsektor Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 5,00 Subsektor Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 7,67 Subsektor Kertas dan Barang cetakan 0,64 Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11,41 Subsektor Semen & Brg. Galian bukan logam 3,34 Subsektor Logam Dasar Besi & Baja 13,14 Subsektor Alat Angk., Mesin & Peralatannya 10,51 Subsektor Barang lainnya -11,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Perkembangan Lahan Industri 8000 Gambar 31. Luas Lahan Industri (ha) Jabodebek Banten Sumber: Laporan Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia, diolah. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri berdampak terhadap peningkatan permintaan lahan baru. Hal ini diperlukan untuk mendukung kebutuhan infrastruktur industri. Peningkatan pertumbuhan luas lahan industri untuk wilayah Jabodebek 93

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 Highlight ŸPertumbuhan PDB 2016Q2 sekitar 5.0% (yoy) dan PDB 2016 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.0-5.3% (yoy) ŸPertumbuhan didominasi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 No. 07/V/18 FEBRUARI 2002 PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 PDB INDONESIA TAHUN 2001 TUMBUH 3,32 PERSEN PDB Indonesia tahun 2001 secara riil meningkat sebesar 3,32 persen dibandingkan tahun 2000. Hampir

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci