Deputi Bidang Ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deputi Bidang Ekonomi"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi

2 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN Triwulan II Tahun 2014

3 KATA PENGANTAR Laporan Perkembangan Perekonomian edisi triwulan II tahun 2014 merupakan lanjutan dari laporan triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Laporan triwulan II tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan II tahun Dari sisi perekonomian dunia, laporan ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Tiongkok, Jepang dan Singapura. Dari sisi perekonomian nasional, laporan ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II tahun 2014 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan laporan ini dapat tercapai. Jakarta, Agustus 2014 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I

4 Halaman ini sengaja dikosongkan II

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VI DAFTAR GAMBAR... IX PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 6 Perkembangan Ekonomi Asia Perekonomian Tiongkok Perekonomian Jepang Perekonomian Singapura Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Perkembangan Konsumsi dan Produksi Semen Neraca Pembayaran Indonesia BOX 1: Rencana Kerja Pemerintah 2015 di Bidang Ekonomi BOX 2: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan BOX 3: Kebijakan Pembatasan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Pemerintah Akan Mempermudah Perijinan Investasi Pemblokiran Layanan Impor III

6 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Perdagangan Antar Negara ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter IV

7 SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan II Tahun Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Industri dan Kredit Modal Kerja Tenaga Kerja Sektor Industri Jumlah Wisatawan App. Prompt Manufacturing Index (PMI) LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Global Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (CtC) Tabel 7. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 8. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Oktober 2013 Juni Tabel 9. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (Miliar USD) Tabel 10. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Tabel 11. Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 12. Posisi Utang Pemerintah s.d. Triwulan II Tahun Tabel 13. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan II Tahun Tabel 14. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 15.Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan II Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 16. Posisi Kepemilikan SBN Domestik per 31 Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 17. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 sampai Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 18. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun Tabel 19. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II Tahun VI

9 Tabel 20. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan II Tahun Tabel 21. Perkembangan Impor Triwulan II Tahun Tabel 22. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun Tabel 23. Negara Utama Asal Impor Triwulan II Tahun Tabel 24. Neraca Perdagangan Triwulan II Tahun Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 29. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun Tabel 30. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 31. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 32. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan II Tahun 2013 (persen) Tabel 33. Realisasi PMA PMDN Tahun 2006 Triwulan II Tahun Tabel 34. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan II Tahun 2014 Berdasar Sektor (YoY) Tabel 35. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan II Tahun Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Tabel 37. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 38. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun Tabel 39. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Tahun Tabel 40. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 41. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 42. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 43. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Tabel 44. Perdagangan antar Negara ASEAN Tahun Tabel 45. Tingkat Inflasi Global (YoY) VII

10 Tabel 46. Tingkat Inflasi Tabel 47. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 48. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 49. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 50. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Tabel 51. Indeks Saham Global Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional VIII

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2013 Juni Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Gambar 8. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor hingga Juni Gambar 10. Volume dan Nilai Impor hingga Juni Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan II Tahun Gambar 12. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 13. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 15. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 16. Pertumbuhan Industri, dan Industri Nonmigas (YoY, dalam Persen) Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan II Tahun 2014 (Persen) Gambar 18. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan II Tahun Gambar 19. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan II Tahun Gambar 20. Realisasi Proyek Investasi PMA Triwulan II Tahun Gambar 21. Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMDN Triwulan II Tahun Gambar 23. Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun Gambar 24. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan II Tahun IX

12 Gambar 25. Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi hingga Mei Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Februari 2012 Februari Gambar 27. Kontribusi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Februari Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan II Tahun Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan II Tahun Gambar 30. Indeks Volume Produksi Triwulan II Tahun Gambar 31. Indeks Volume Pemesanan Triwulan II Tahun Gambar 32. Indeks Persediaan Barang Jadi Triwulan II Tahun Gambar 33. Indeks Penerimaan Pesanan Barang Input Triwulan II Tahun Gambar 34. Indeks Tenaga Kerja Triwulan II Tahun Gambar 35. Inflasi YoY 66 Kota Januari-Maret Gambar 36. Inflasi MtM 66 Kota Januari-Maret X

13 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada bulan Juli tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,3 persen. Ekonomi dunia tumbuh menjadi sebesar 3,4 persen pada tahun PDB Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2014 tumbuh 4,0 persen (YoY). Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh 1,2 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II tahun 2013 yang besarnya 1,4 persen (YoY). Sepanjang triwulan II tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (YoY) XI

14 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perlambatan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut sepanjang tahun Hal ini didorong oleh pemulihan perekonomian di sebagian besar negara maju, meskipun masih belum merata. Perlambatan secara global digambarkan melalui berlanjutnya pelemahan ekonomi triwulan I tahun 2014 terutama di Amerika Serikat, serta perkiraan terjadinya kontraksi pada beberapa negara emerging market. Pada triwulan II tahun 2014, pertumbuhan ekonomi global akan kembali pulih. Pemulihan ini disebabkan oleh dampak negatif musim dingin dan koreksi persediaan Amerika Serikat yang sudah berakhir, pemulihan pasar perumahan Amerika Serikat, serta pertumbuhan moderat permintaan domestik Tiongkok yang menggambarkan keberhasilan upaya pemerintahnya mengendalikan kredit dan aktivitas pasar perumahan. Namun demikian, peningkatan risiko geopolitik krisis Ukraina dan konflik Timur Tengah perlu diwaspadai karena dapat mengakibatkan kenaikan harga minyak yang cukup tajam. Selain itu, risiko pasar keuangan seperti suku bunga jangka panjang Amerika Serikat yang melebihi perkiraan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Sementara itu, perekonomian di negara berkembang yang pada tahun ini diprediksi masih tetap memberi kontribusi lebih dari dua pertiga pertumbuhan global. Akan cukup tertekan karena beberapa negara berkembang perekonomiannya mengalami kontraksi akibat hambatan di sisi penawaran dan kebijakan pengetatan keuangan selama beberapa tahun belakangan ini. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,2 3,4 4,0 Negara Maju 1,3 1,8 2,4 Negara Berkembang 4,7 4,6 5,2 Euro Area -0,4 1,1 1,5 Negara Berkembang Asia 6,6 6,4 6,7 ASEAN-5 5,2 4,6 5,6 Amerika Latin dan Karibia 2,6 2,0 2,6 Sub Sahara Afrika 5,4 5,4 5,8 Sumber: World Economic Outlook, Juli 2014 Pada bulan Juli tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,3 persen. Perekonomian dunia tumbuh menjadi sebesar 3,4 persen pada tahun Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2015 tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 4,0 persen. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju di tahun 2014 dan 2015 mengalami 2

15 koreksi turun sebesar 0,4 persen dan 0,1 persen. Sedangkan proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang oleh IMF mengalami koreksi naik sebesar 0,2 persen pada tahun 2014, dan 0,1 persen pada tahun Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang menjadi 4,6 persen pada tahun 2014, dan 5,2 persen tahun Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa pada tahun 2014 diperkirakan masih tetap lemah dan rentan akibat masih tingginya tingkat utang dan fragmentasi keuangan yang menahan laju permintaan domestik. Kekhawatiran utama akan perekonomian Eropa adalah dampak dari rendahnya laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berlarut-larut. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa oleh IMF tahun 2014 tidak berubah yaitu sebesar 1,1 persen, dan dikoreksi naik sebesar 0,1 persen pada tahun Sedangkan perekonomian pada negara berkembang di Asia diperkirakan mengalami pertumbuhan moderat akibat kondisi keuangan domestik maupun eksternal yang ketat dan risiko perlambatan ekonomi global. Pada tahun 2015, pertumbuhan negara Asia akan meningkat akibat permintaan eksternal yang kuat, meskipun terdapat pelemahan nilai mata uang. Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia pada tahun 2014 dan 2015 mengalami koreksi turun sebesar 0,2 persen dan 0,1 persen. Kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan relatif terjaga pada tahun Pemulihan ekonomi yang terjadi lebih cepat di kelompok negara maju turut memperkuat pemintaan eksternal bagi negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia. Namun hal ini akan diimbangi oleh dampak negatif dari harga komoditas yang lebih rendah, tekanan pasar yang kuat, dan ketatnya kondisi likuiditas keuangan yang diperkirakan akan membebani pertumbuhan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2014 dan 2015 mengalami koreksi turun sebesar 0,5 persen dan 0,3 persen. Pertumbuhan ekonomi di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung sedikit meningkat. Kondisi ini didukung oleh kenaikan ekspor akibat depresiasi mata uang, dan pemulihan negara maju yang kuat di beberapa wilayah, dan seiring dengan dukungan permintaan domestik. Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan Sub Sahara Afrika diperkirakan tetap pada tahun 2014 dan dikoreksi naik 0,2 persen pada tahun Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan I tahun 2014 yang sebelumnya tumbuh sebesar 0,1 persen menjadi terkontraksi sebesar 2,1 persen (YoY). Penurunan PDB riil Amerika Serikat ini mencerminkan kondisi perekonomian terburuk dalam lima tahun terakhir atau sejak triwulan I tahun Musim dingin yang terjadi di sebagian besar wilayah Amerika Serikat menghambat kegiatan perekonomian seperti produksi, konstruksi, 3

16 pengapalan, serta penjualan rumah dan mobil. Ekonomi Amerika Serikat mulai menunjukkan rebound yang cukup tajam pada triwulan II tahun Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 4,0 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014, naik signifikan dibandingkan triwulan II tahun 2013 yang tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY). Perbaikan kondisi perekonomian Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan belanja konsumen dan investasi bisnis. Faktor lain yang turut memberi kontribusi meningkatnya belanja pemerintah dan investasi dalam pembangunan rumah. Peningkatan PDB riil pada triwulan II tahun 2014 terutama tercermin dari kontribusi positif pada pengeluaran konsumsi pribadi, investasi persediaan swasta, ekspor, investasi tetap non hunian, belanja negara dan pemerintah daerah, dan investasi tetap perumahan. Impor yang merupakan faktor pengurang dalam perhitungan PDB juga meningkat. Departemen Komersial Amerika Serikat merilis konsumsi tumbuh 2,5 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014, setelah tumbuh 1,8 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan konsumsi Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2014 merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Peningkatan konsumsi Amerika Serikat yang meningkat menjadi penanda pertumbuhan lapangan kerja yang mendorong perekonomian. Konsumsi barang mengalami pertumbuhan 6,2 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh melambat 0,7 persen (YoY) pada triwulan II tahun Barang tahan lama meningkat 14,0 persen, dibandingkan triwulan II tahun 2013 yang naik sebesar 4,5 persen. Sementara itu, barang tidak tahan lama naik sebesar 2,5 persen, peningkatannya tidak berubah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penguatan di pasar tenaga kerja mendorong kepercayaan konsumen dan rumah tangga untuk mengkonsumsi lebih banyak seiring dengan pergerakan ekonomi yang ekspansif Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan Ekonomi Ekspor Belanja Pemerintah Investasi Impor Konsumsi Sumber: Bureau of Economic Analysis,

17 Investasi Amerika Serikat meningkat drastis sebesar 17,0 persen (YoY) dibandingkan pada triwulan II tahun 2013 yang tumbuh 6,9 persen. Hal ini disebabkan karena The Fed mempertahankan proyeksi ekonomi dan suku bunganya tetap rendah hingga program quantitative easing berakhir. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap hunian, invetasi tetap non hunian, investasi struktur non hunian, investasi peralatan, dan investasi produk kekayaan intelektual. Sementara itu, kebijakan tapering off yang dicanangkan The Fed untuk menarik likuiditas di pasar global dan menambah dana segar ke dalam negeri dapat memperbaiki kondisi investasi yang triwulan sebelumnya terpuruk akibat cuaca yang memburuk. Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan Ekonomi 2,3 1,6 2,5 0, ,8 4,5 3,5-2,1 4,0 Konsumsi 2,8 1,3 1,9 1,9 3,6 1,8 2,0 3,7 1,2 2,5 Barang 4,7 1,3 3,2 2,9 5,9 1,3 3,5 3,7 1,0 6,2 Jasa 1,8 1,3 1,3 1,4 2,4 2,0 1,3 3,7 1,3 0,7 Investasi 6,9 5,8 1,6-5,3 7,6 6,9 16,8 3,8-6,9 17,0 Ekspor 1,3 4,8 2,1 1,5-0,8 6,3 5,1 10,0-9,2 9,5 Impor 1,7 4,0-0,6-3,5-0,3 8,5 0,6 1,3 2,2 11,7 Belanja Pemerintah -2,7 0,4 2,7-6,0-3,9 0,2 0,2-3,8-0,8 1,6 Belanja Pemerintah Pusat -3,0-0,9 7,5-13,0-9,9-3,5-1,2-10,4-0,1-0,8 Belanja Pertahanan -7,4-1,3 11,9-20,1-10,9-2,1 0,4-11,4-0,4 1,1 Belanja Non-Pertahanan 5,3-0, ,6-8,2-5,8-3,9-8,6 6,6-3,7 Belanja Pemerintah Daerah -2,6 0,0-0,6-0,8 0,3 2,7 1,1 0,6-1,3 3,1 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan Juni tahun 2014 masih menunjukkan posisi defisit. Berdasarkan Bureau Economic Analysis, pada Juni tahun 2014 defisit neraca perdagangan mencapai USD 44,7 Miliar (MtM), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 41,5 Miliar (MtM). Pada Juni tahun 2014, defisit perdagangan barang turun menjadi sebesar USD 60,3 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami peningkatan surplus menjadi sebesar USD 18,7 miliar. Ekspor perdagangan mengalami kenaikan sebesar 9,5 persen (YoY), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,3 persen (YoY). Pada bulan Juni tahun 2014, ekspor barang dan jasa meningkat USD 0,3 miliar dari USD 195,9 miliar pada bulan Mei tahun Kinerja ekspor barang terutama disebabkan oleh peningkatan barang-barang konsumsi dan kendaraan otomotif, suku cadang, dan mesin. Sementara itu, ekspor jasa ditopang oleh peningkatan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan), dan penurunan meliputi pengangkutan dan jasa pelabuhan serta tarif penumpang. Kinerja impor perdagangan mengalami 5

18 peningkatan cukup signifikan sebesar 11,7 persen (YoY), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8,5 persen (YoY). Pada Juni tahun 2014, impor barang dan jasa menurun menjadi USD 237,4 miliar. Kinerja impor barang terutama disebabkan oleh penurunan barang-barang konsumsi dan kendaraan otomotif, suku cadang, dan mesin. Sementara itu, impor jasa yang hampir tidak berubah berupa peningkatan biaya untuk penggunaan kekayaan intelektual, termasuk pembayaran untuk hak untuk menyiarkan bagian dari sepak bola Piala Dunia 2014, sebagian besar diimbangi dengan penurunan transportasi. Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan Juli tahun 2014 turun sebesar orang (YtD) menjadi 9,7 juta orang. Bureau of Labor Statistics mengumumkan dalam dua belas bulan terakhir tingkat pengangguran turun 1,1 persen atau sebesar 1,7 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, perdagangan ritel, manufaktur, serta konstruksi. Penurunan tingkat pengangguran AS tersebut semakin mengindikasikan perekonomian dalam negeri terus memulih. Penurunan tersebut diharapkan akan berimbas pada penguatan daya beli masyarakat sehingga mendorong konsumsi domestik. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara Amerika Serikat berdasarkan rilis laporan Juli tahun 2014 terkontraksi 1,1 persen (YoY) menjadi sebesar 1,7 persen (YoY) pada tahun Hal ini disebabkan oleh persediaan yang diserap Amerika Serikat lebih besar dari ekspektasi akan mendorong koreksi lebih kuat. Selain itu, perlambatan pertumbuhan permintaan domestik maupun eksternal juga diikuti dengan pertumbuhan investasi yang lemah. Dengan demikian, kondisi tersebut akan mendorong penurunan ekspor lebih tajam dan output semakin terkontraksi. Sementara itu, Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara Amerika Serikat tidak berubah sebesar 3,0 persen (YoY) pada tahun Hal ini akibat adanya perjanjian untuk melakukan pengetatan anggaran tahun Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Berdasarkan publikasi Eurostat, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh melambat 1,2 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY). Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU18, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) diperkirakan melemah sebesar 0,7 persen (YoY), dibandingkan triwulan II tahun 2013 yang tumbuh sebesar 0,9 persen (YoY). Pada triwulan II tahun 2014, Kawasan Eropa diperkirakan tetap tumbuh sebesar 0,2 persen (QtQ), cenderung stabil dibandingkan triwulan I tahun Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang diperkirakan tumbuh melambat sebesar 0,2 persen (QtQ), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,3 persen (QtQ). Perkiraan perlambatan ekonomi 6

19 Eropa disebabkan oleh eskalasi krisis di Ukraina yang semakin besar pada triwulan II tahun 2014 dan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. Pertumbuhan Ekonomi Eropa triwulan II tahun 2014 dinilai masih jauh dari stabilitas yang dibutuhkan untuk meneruskan proses pemulihan dari krisis Eropa tahun Kondisi ini mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) untuk memperbaharui dan mengeluarkan langkahlangkah stimulus yang lebih agresif dalam upaya melawan tingginya tingkat pengangguran dan ancaman deflasi. Berdasarkan publikasi Eurostat, Hungaria dan Inggris diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan II tahun 2014, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 0,8 persen (QtQ). Sementara itu perekonomian Jerman diperkirakan terkontraksi hingga sebesar 0,2 persen (QtQ), menyebabkan pelemahan yang terjadi di hampir seluruh wilayah Eropa. Rumania menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan II tahun 2014 sebesar 1,0 persen (QtQ). Perekonomian Siprus dan Italia diperkirakan juga mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 0,3 persen (QtQ) dan 0,2 persen (QtQ). Sedangkan Perancis dan Republik Ceko diperkirakan mengalami stagnasi dengan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2014, dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Juni 2014, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa mengalami penurunan sebesar 0,8 persen (YoY). Sejalan dengan pergerakan indeks harga sektor industri, produksi industri di kawasan Eropa relatif tidak berubah dibandingkan pertumbuhan pada Juni tahun 2013 (YoY). Produksi industri yang tidak meningkat disebabkan pengurangan produksi energi sebesar 3,4 persen, dan konsumsi barang tahan lama sebesar 1,8 persen, serta barang modal sebesar 0,1 persen dibandingkan Juni Berbeda dengan pergerakan produksi industri kawasan Eropa, Uni Eropa mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 0,7 persen (YoY) pada Juni 2014, dibandingkan pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan pertumbuhan produksi sektor industri di kawasan Uni Eropa diakibatkan oleh peningkatan barang modal sebesar 0,8 persen, barang tidak tahan lama sebesar 1,5 persen, serta barang setengah jadi sebesar 1,1 persen dibandingkan Juni tahun Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada Mei Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR 15,4 miliar, meningkat dibandingkan Mei 2013 sebesar EUR 14,6 miliar. Pada Mei 2014, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 0,6 miliar, menurun cukup signifikan dibandingkan Mei 2013 sebesar EUR 15,0 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Juni tahun 2014 di kawasan Eropa meningkat sebesar 0,4 persen (YoY) dan 0,3 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan Juni Peningkatan volume perdagangan di kawasan Eropa sebesar 0,4 persen (YoY) disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 0,2 7

20 persen, bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 0,1 persen serta sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,5 persen. Sedangkan, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa sebesar 0,3 persen (YoY) diakibatkan oleh sektor non makanan sebesar 0,2 persen, bahan bakar kendaraan bermotor 0,5 persen, serta penurunan sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,5 persen. Sementara itu tingkat tabungan rumah tangga baik di Uni Eropa maupun di kawasan Eropa mengalami stagnasi. Tingkat tabungan rumah tangga Uni Eropa sampai dengan akhir triwulan I tahun 2014 tumbuh 10,6 persen (QtQ), tidak berubah dibandingkan dengan triwulan I tahun Begitu juga di kawasan Eropa, tingkat tabungan rumah tangga pada triwulan IV tahun 2013 hanya tumbuh sebesar 13,0 persen (QtQ), relatif tetap jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara, tingkat investasi rumah tangga di Uni Eropa dan kawasan Eropa juga cenderung tertahan. Pada triwulan I tahun 2014, pertumbuhan tingkat investasi rumah tangga Uni Eropa sedikit menguat sebesar 7,9 persen (QtQ), jika dibandingkan triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar 7,6 persen (QtQ). Tingkat investasi rumah tangga triwulan I tahun 2014 di kawasan Eropa tumbuh sebesar 8,5 persen (QtQ), menguat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 8,4 persen (QtQ). Pendapatan riil per kapita di kawasan Eropa triwulan I tahun 2014 naik sebesar 0,2 persen (QtQ), relatif sama dibandingkan triwulan IV tahun Kenaikan pendapatan riil ini disebabkan oleh menguatnya pendapatan nominal perkapita sebanding dengan indeks harga yang naik sebesar 0,2 persen (QtQ). Kondisi fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Pada sisi defisit anggaran pemerintah terhadap PDB triwulan I tahun 2014, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,7 persen, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 2,6 persen. Sebaliknya, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa menurun dari triwulan IV 2013 sebesar 3,1 persen menjadi 1,9 persen pada triwulan I Sisi pendapatan dan pengeluaran pemerintah di kawasan Eropa cenderung stagnan. Pada triwulan IV tahun 2013, total pendapatan pemerintah sebesar 46,8 persen terhadap PDB, sedikit menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2013 sebesar 46,9 persen terhadap PDB di kawasan Eropa. Total pengeluaran pemerintah di kawasan Eropa sebesar 49,5 persen terhadap PDB, stabil dibandingkan triwulan IV tahun Di sisi lain, pendapatan dan pengeluaran pemerintah di Uni Eropa menunjukkan tren positif. Pada triwulan I tahun 2014, total pendapatan pemerintah di Uni Eropa sebesar 46,6 persen terhadap PDB, cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 45,7 persen terhadap PDB. Sedangkan, total pengeluaran pemerintah di Uni Eropa sebesar 48,5 persen terhadap PDB, menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2013 yaitu sebesar 48,8 persen. 8

21 Perbaikan fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa tidak diiringi oleh membaiknya kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan I tahun 2014, di kawasan Euro tingkat utang besarnya 93,9 persen dari GDP, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang besarnya 92,6 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat hutang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami kenaikan tingkat utang sebesar 88,0 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 87,1 persen. Pada awal tahun 2014, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 174,1 persen; 135,6 persen; dan 132,9 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,0 persen, Bulgaria sebesar 20,3 persen, dan Luxembourg sebesar 22,8 persen. Perlambatan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa tidak lantas menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada Juni tahun 2014 mencapai 11,5 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Juni 2013 sebesar 12,0 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada Juni 2014 merupakan yang terendah sejak September Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada Juni tahun 2014 sebesar 10,2 persen, menurun dibandingkan Juni tahun 2013 sebesar 10,9 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki maupun perempuan di Uni Eropa sebanyak juta orang, dimana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar orang, dan di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan Juni tahun Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (27,3 persen pada April 2014), dan Spanyol (24,5 persen pada Desember 2013). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Austria (5,0 persen), Jerman (5,1 persen), dan Malta (5,6 persen). Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa pada Juni 2014 tetap sebesar 1,1 persen (YoY) pada tahun 2014, dan dikoreksi naik 0,1 persen menjadi sebesar 1,5 persen (YoY) pada tahun Kecenderungan tumbuhnya perekonomian tidak merata di seluruh kawasan Eropa. Hal ini mencerminkan fragmentasi keuangan, neraca sektor publik dan swasta yang terganggu, serta tingkat pengangguran yang masih tinggi pada beberapa negara. Sementara, tingkat inflasi di kawasan Eropa pada bulan April 2014 di bawah ekspektasi, sehingga European Central Bank memutuskan untuk memangkas suku bunga dan menyebarkan langkah-langkah pelonggaran lainnya. Selain itu, arus modal masuk dari kawasan Eropa menuju negara berkembang telah pulih, meskipun penyebaran obligasi menurun dan perekonomian secara umum masih lemah. Gejolak perekonomian yang terjadi di dalam maupun luar negeri dapat menyebabkan tingkat inflasi yang relatif rendah dan penurunan tingkat harga secara terus menerus. 9

22 Perkembangan Ekonomi Asia Beberapa kawasan dengan perekonomian terbesar mengalami perlambatan akibat dari koreksi persediaan dan perlambatan ekspor Amerika Serikat, pertumbuhan moderat permintaan domestik Tiongkok, serta penguatan ekonomi Jepang akibat rencana stimulus fiskal. Namun demikian, perekonomian negara-negara kawasan Asia diperkirakan meningkat pada tahun 2014 dan Pada Juli 2014, ADB mengeluarkan proyeksi, pertumbuhan negara-negara berkembang Asia pada tahun 2014 tetap sebesar 6,2 persen (YoY). Hal ini disebabkan Tiongkok tumbuh stabil meskipun pada level moderat yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi negaranegara di kawasan Asia Tenggara dan Tengah dikoreksi menurun, meskipun Asia Timur cenderung mendatar dan sedikit penguatan di Asia Selatan. Proyeksi ADB mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 sebesar 6,4 persen (YoY). Hal ini disebabkan pertumbuhan Tiongkok akan kembali mengalami sedikit perlambatan hingga tahun 2015 untuk membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan. Kondisi ini akan mempengaruhi perekonomian di kawasan lain melalui jalur perdagangan internasional, maupun sektor keuangan. ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur tetap sebesar 6,7 persen (YoY) pada tahun 2014 dan Pertumbuhan perekonomian negaranegara di kawasan Asia Timur diperkirakan cenderung mendatar. Kondisi ini disebabkan oleh perbaikan ekspor netto dan sektor konstruksi, sedangkan permintaan domestik negara-negara industri baru di kawasan ini tertekan akibat pertumbuhan Tiongkok yang moderat. Sementara estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan mengalami kenaikan menjadi sebesar 5,4 persen (YoY) pada tahun 2014, dari sebelumnya sebesar 5,3 persen (YoY). Pada tahun 2015, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan naik menjadi sebesar 6,1 persen (YoY). Perekonomian India tahun 2014 yang diperkirakan akan membaik disebabkan oleh pemilu legislatif pada April 2014 membawa partai yang berkuasa memperoleh suara terendah sejak Hal ini akan menyebabkan inisiasi reformasi sosial di India yang salah satunya melalui sepuluh prioritas di bidang ekonomi yang dicanangkan pemerintah baru, meskipun terdapat hambatan dari koalisi pemerintah. Selain itu pertumbuhan ekonomi di negara Nepal dan Pakistan diperkirakan menguat. Kawasan ASEAN mengalami penurunan estimasi pertumbuhan, yaitu menjadi 4,7 persen (YoY) pada tahun 2014, dari sebelumnya diprediksi sebesar 5,0 persen (YoY). Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara diperkirakan tetap sebesar 5,4 persen (YoY). Perekonomian di kawasan Asia Tenggara cenderung menunjukkan pertumbuhan yang merata di hampir semua kawasan, walaupun beberapa negara mengalami perlambatan karena permintaan domestik yang melemah akibat guncangan di dalam negerinya. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga beberapa komoditas, dan kebijakan pelarangan impor mineral dan batu bara 10

23 mentah di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sedikit menguat akibat peningkatan kepercayaan konsumen dan penguatan permintaan domestik khususnya konsumsi swasta. Sementara itu, faktor kekacauan politik di Thailand berdampak pada permintaan domestik dan sektor pariwisata. Perlambatan perekonomian juga dialami oleh Vietnam yang disebabkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang moderat cenderung mempengaruhi sektor industri negara tersebut. Perekonomian Tiongkok Perekonomian Tiongkok secara bertahap melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan April hingga Juni 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,5 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Pemerintah Tiongkok memprioritaskan kestabilan ekonomi dibandingkan pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, pemerintah Tiongkok akan mengurangi ketergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor dan investasi, serta lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri. Kebijakan reformasi struktural diperkirakan akan membawa Tiongkok menuju ekspansi dalam satu tahun yang paling lambat sejak tahun Pertumbuhan ekonomi yang bergerak stabil mencerminkan efek kebijakan yang dimulai pada pertengahan tahun 2013 yaitu mendorong share terus bergeser dari sektor manufaktur ke sektor jasa dari sisi penawaran, dan sektor investasi ke sektor konsumsi di sisi permintaan, serta sebagai langkah cepat untuk mengendalikan akumulasi kredit. Namun demikian, dampak perlambatan pertumbuhan di pasar tenaga kerja relatif kecil dibandingkan perubahan struktural kegiatan ekonomi terhadap industri padat karya sektor jasa. Langkah-langkah stimulus yang diambil pemerintah Tiongkok diantaranya mendorong pengeluaran pemerintah, peningkatan produksi industri dan investasi aset tetap, serta memperluas kredit. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Keuangan Tiongkok, penyerapan anggaran pemerintah mengalami kenaikan hingga 26,0 persen (YoY) dibandingkan bulan Juni Percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah Tiongkok bertujuan mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian melalui penyaluran kredit. Selain itu, pembiayaan sosial melalui kredit yang telah disalurkan pemerintah Tiongkok pada bulan Juni 2014 juga tumbuh sebesar 40,0 persen (MtM). Jumlah kredit yang disalurkan ini hingga bulan Juni 2014 merupakan yang terbesar sejak tahun Sementara itu, produksi industri pada bulan Juni 2014 meningkat sebesar 9,2 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan Juni 2014, penjualan retail meningkat sebesar 12,4 persen (YoY) dibandingkan periode sebelumnya, yang menunjukkan kenaikan konsumsi domestik. Berdasarkan National Bureau of Statistic China, investasi aset tetap pada semester I tahun 2014 meningkat 17,3 persen. 11

24 Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan II tahun 2014 akibat reformasi struktural tidak menyebabkan kinerja neraca perdagangan mereka memburuk. Perdagangan Tiongkok hingga Juni 2014 mencapai surplus sebesar USD 31,6 miliar atau naik tajam sebesar 16,4 persen (YoY). Surplus neraca perdagangan Tiongkok meningkat dibandingkan bulan April 2014 sebesar USD 18,5 miliar. Kinerja perdagangan Tiongkok membaik pada bulan Juni namun belum melampaui perkiraan pasar. Hal ini memperkuat ekspektasi bahwa pemerintah Tiongkok harus menyiapkan langkah-langkah stimulus lebih lanjut untuk menstabilkan perekonomian dan memenuhi target pertumbuhan tahun Pada bulan Juni 2014, ekspor naik 7,2 persen menjadi USD 186,8 miliar (YoY). Sementara itu, impor juga mengalami kenaikan sebesar 5,5 persen menjadi USD 155,2 miliar (YoY), dibandingkan kinerja impor pada bulan Mei yang terkontraksi sebesar -1,6 persen (YoY). Pada semester I tahun 2014, surplus perdagangan Tiongkok turun 4,4 persen menjadi USD 102,9 miliar. Hal ini disebabkan oleh ekspor naik 0,9 persen menjadi USD 1,1 triliun dan impor naik 1,5 persen menjadi USD 960,0 miliar. Selain itu, pemerintah Tiongkok juga melaporkan defisit perdagangan tak terduga hampir USD 23,0 miliar pada bulan Februari 2014 merupakan defisit bulanan pertama dalam sebelas bulan terakhir. Liburan tahun baru imlek menjadi penyebab memburuknya kinerja perdagangan Tiongkok pada semester pertama tahun Selama liburan tahun baru para pekerja khususnya di sektor UMKM berlibur untuk beberapa minggu sebelum perayaan Imlek dan terjadi perlambatan penyaluran kredit ke sektor riil, sehingga aktivitas produksi sempat terhambat. Aktivitas manufaktur Tiongkok pada bulan Juli kembali meningkat, setelah terjadi pelemahan pada April Pada bulan Juli 2014, data HSBC menunjukkan Purchasing Manager Index (PMI) mengalami peningkatan menjadi 52,0 dari sebesar 48,1 pada April Data PMI Tiongkok pada Juli 2014 merupakan indeks dengan level tertinggi sejak bulan Januari Hal ini disebabkan pengucuran stimulus oleh pemerintah dan peningkatan permintaan ekspor. Selain itu, permintaan domestik dan luar negeri Tiongkok juga menunjukkan peningkatan signifikan pada Juni Hal ini menegaskan bahwa performa yang baik pada industri manufaktur kecil berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan bandara dan jalur rel kereta api, rumah murah, serta pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Pada kesempatan yang sama, bank sentral Tiongkok juga memangkas giro wajib minimum perbankan, sehingga mendorong penyaluran kredit bagi sektor pertanian, UMKM, dan eksportir. Pada Juli 2014 IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2014 dan 2015 sebesar 0,2 persen. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,4 persen (YoY) tahun 2014, dan 7,1 persen (YoY) tahun Asian Development Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 12

25 2014 tidak berubah sebesar 7,5 persen (YoY). Sedangkan, ADB memproyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2015 dikoreksi naik 0,1 persen menjadi sebesar 7,4 persen (YoY). Pemerintah Tiongkok percaya bahwa dengan mempertahankan target 7,5 persen akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, menciptakan lebih banyak ruang reformasi, dan mencegah pemerintah daerah mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, pemerintah telah berjanji untuk memberikan penekanan yang lebih kuat pada kinerja pejabat lokal atas tingkat pinjaman, pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan, dan perbaikan kondisi lingkungan. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang mengalami stagnasi sejak tahun Sementara, periode waktu tahun 1993 hingga 2012, pertumbuhan riil Jepang rata-rata hanya 0,8 persen (YoY). Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar dua persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi delapan persen pada bulan April Sedangkan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya adalah dengan merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja. Selama tahun 2013, kebijakan Abenomics memiliki dampak pada pertumbuhan ekonomi Jepang, berakhirnya deflasi dan meningkatnya ekspektasi inflasi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2013 sebesar 1,7 persen, meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 1,4 persen. Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan II tahun 2014 diperkirakan terkontraksi sebesar 6,8 persen (YoY). Kondisi ini merupakan yang terburuk sejak bencana tsunami pada tahun Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang lebih rendah dari ekspektasi pengamat ekonomi yaitu terkontraksi sebesar 7,0 (YoY). Pelemahan ekonomi Jepang disebabkan oleh pemberlakuan kenaikan pajak penjualan sebesar 8,0 persen mulai 1 April Hal ini mendorong penurunan tajam belanja konsumen terhadap barang-barang seperti kendaraan bermotor, elektronik, dan rumah. Sementara itu, pemberlakuan kenaikan pajak penjualan juga berdampak bagi investasi di sektor perumahan yang terus menurun. Siklus ekonomi Jepang yang mengalami boom dan burst sebagai akibat dari kebijakan kenaikan pajak penjualan, membuat perubahan drastis bagi pola konsumsi masyarakat. Secara triwulanan, sentimen negatif ini menyebabkan kontraksi ekonomi pada bulan April hingga Juni 2014, dan terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 1,7 persen (QtQ). Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran juga mengalami kenaikan. Pengangguran 13

26 Jepang pada Juni 2014 cenderung meningkat sebesar 3,7 persen (MtM) dibandingkan bulan Februari 2014 sebesar 3,5 persen (MtM). Sementara itu, jumlah pengangguran secara tahunan pada Juni 2014 menurun hingga sebesar 5,8 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,45 juta orang dibandingkan Juni Pada Juni 2014, Jepang diperkirakan kembali mengalami defisit perdagangan terburuk, pertumbuhan ekspor turun hingga 23,0 persen dari level tertingginya pada bulan Maret Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan ekspor terkontraksi sebesar 2,0 persen (YoY) pada Juni 2014, dibandingkan Juni Secara umum, volume ekspor Jepang pada Juni 2014 turun sebesar 1,7 persen (YoY), dibandingkan Juni Hal ini menunjukkan ekspor Jepang yang turun signifikan menyebabkan defisit perdagangan yang meningkat diluar perkiraan, dan memberi lebih banyak tekanan bagi pertumbuhan seiring dengan kenaikan pajak penjualan. Sementara, perdagangan Jepang diperkirakan mengalami defisit mencapai 7,6 triliun yen atau USD 74,9 miliar (YoY) untuk tahun fiskal yang berakhir bulan Juni. Kondisi neraca perdagangan Jepang pada Juni 2014 merupakan defisit terburuk sejak tahun Defisit perdagangan Jepang yang terjadi terusmenerus akibat gangguan disektor listrik menyusul krisis nuklir Fukushima tahun 2011, sehingga Jepang harus mengimpor triliunan Yen minyak ekstra dan gas setiap tahun untuk menjaga pasokan listrik. Defisit neraca perdagangan tahunan Jepang juga disebabkan oleh pelemahan nilai Yen. Depresiasi mata uang dapat menarik pembeli asing dan meningkatkan keuntungan eksportir dengan pendapatan dari luar negeri. Namun, mata uang yang terdepresiasi juga mengakibatkan harga impor semakin mahal dan mempengaruhi neraca perdagangan. Pada Juni 2014, mata uang Yen terdepresiasi terhadap Dolar hingga 16,0 persen, merupakan yang terendah sejak pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe pada Desember Seiring dengan pelemahan ekspor, impor Jepang pada Juni 2014 diperkirakan mengalami kenaikan secara tahunan sebesar 8,4 persen (YoY), dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan besar dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir pasca gempa dan tsunami pada Maret Pada Juni 2014, impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Liquefied Natural Gas (LNG) Jepang meningkat sebesar 5,0 persen, dan 12,0 persen, dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pada Juli tahun 2014, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 dari 1,3 persen menjadi 1,6 persen. Proyeksi pertumbuhan Jepang pada tahun 2015 dari IMF naik dari sebesar 1,0 persen menjadi 1,1 persen. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 cenderung moderat dan Jepang akan menghadapi risiko fiskal jangka menengah disebabkan kombinasi besarnya obligasi pemerintah, serta tidak ada rencana penyesuaian ekonomi jangka menengah. Perekonomian Jepang tahun 2015 cenderung melambat sehingga IMF 14

27 memperkirakan akan terjadi pembalikan rencana stimulus fiskal pada awal tahun. Sementara itu ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2014 menjadi 1,5 persen, setelah sebelumnya diprediksikan 1,3 persen. Sedangkan, proyeksi ADB pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2015 juga turun menjadi sebesar 1,1 persen. Peningkatan konsumsi swasta dan inflasi yang diharapkan sejak tahun lalu akan mendorong perusahaan untuk melanjutkan investasi tetap. Namun demikian, pelemahan permintaan eksternal dan perlambatan investasi pemerintah akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Jepang secara keseluruhan. Kebijakan moneter ekspansif yang merupakan salah satu dari tiga kebijakan utama Abenomics, terbukti dapat menarik Jepang dari jerat deflasi. Tingkat inflasi pada triwulan I tahun 2014 sebesar 1,5 persen (YoY), kemudian menjadi dua kali lipat atau lebih dari 3,0 persen (YoY) pada bulan April dan Mei. Meskipun inflasi meningkat, kebijakan moneter diperkirakan akan tetap akomodatif selama periode proyeksi. ADB menyatakan skeptisisme pasar atas keberhasilan reformasi struktural, stimulus fiskal, dan moneter yang sudah dilakukan bisa menggagalkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang. Perekonomian Singapura Sebagai negara dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut secara tahunan pada triwulan II tahun 2014 turun menjadi sebesar 2,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan II tahun 2013 sebesar 4,0 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 0,1 persen (QtQ), menurun drastis dibandingkan pada triwulan I tahun 2014 yaitu sebesar 1,8 persen (QtQ). Pertumbuhan ekonomi Singapura yang menurun disebabkan oleh penurunan cukup tajam sektor manufaktur, pelemahan pertumbuhan tenaga kerja, dan ketergatungan dengan tenaga kerja asing, serta kebijakan tight monetary policy yang dicanangkan Monetary Authority Singapore (MAS). Sektor manufaktur Singapura hanya mengalami kenaikan sebesar 1,5 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang naik sebesar 9,8 persen (YoY). Perlambatan fase ekspansi di sektor manufaktur ini disebabkan oleh penurunan tajam ouput elektronik dan pertumbuhan output rekayasa transportasi. Secara triwulanan, pertumbuhan sektor manufaktur Singapura terkontraksi sebesar 15,2 persen (MtM), pelemahan tajam dibandingkan triwulan I tahun 2014 naik sebesar 12,3 persen (MtM). Sebaliknya, pertumbuhan sektor konstruksi Singapura pada triwulan II tahun 2014 mengalami kecenderungan melemah. Pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 4,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2014 tumbuh sebesar 6,6 persen (YoY). Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat diakibatkan oleh penurunan output konstruksi sektor swasta, yang mencerminkan 15

28 pelemahan pembangunan perumahan swasta serta penurunan bangunan industri dan komersial swasta. Sektor kontruksi secara triwulanan tumbuh sebesar 0,3 persen (MtM), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 0,5 persen (MtM). Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada triwulan II tahun 2014, tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY), cenderung melambat dibandingkan produksi triwulan sebelumnya sebesar 3,8 persen (YoY). Pelemahan di sektor ini disebabkan oleh penurunan pertumbuhan di segmen perdagangan grosir dimana pertumbuhan produk non minyak yang diekspor kembali cenderung moderat. Pertumbuhan sektor perdagangan ritel dan grosir 3,3 persen (QtQ), meningkat tajam dibandingkan produksi triwulan I tahun 2014 terkontraksi sebesar 5,3 persen (QtQ). Seiring dengan perlambatan di sektor perdagangan ritel dan grosir, sektor asuransi dan keuangan secara tahunan tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY), cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh hingga 5,7 persen (YoY). Secara triwulanan, penguatan sektor asuransi dan keuangan sebesar 11,6 persen (QtQ) dari pertumbuhan triwulan I tahun 2014 sebesar 4,6 persen (QtQ). Sementara, laju pertumbuhan sektor bisnis jasa melambat sebesar 2,3 persen (YoY), dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY). Pertumbuhan di sektor bisnis jasa yang cenderung menurun disebabkan pelemahan di segmen sewa dan leasing. Berdasarkan basis triwulanan, pada triwulan I tahun 2014 sektor bisnis jasa mengalami kontraksi sebesar 1,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2013 terkontraksi sebesar 1,7 persen. Pertumbuhan sektor akomodasi dan jasa makanan Singapura triwulan II tahun 2014 cenderung melambat hanya sebesar 0,5 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar tumbuh 2,1 persen (YoY). Sektor akomodasi dan jasa makanan secara triwulanan terkontraksi sebesar 1,6 persen (QtQ), berbeda dengan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,6 persen (QtQ). Sebaliknya, pertumbuhan sektor industri jasa lainnya pada triwulan II tahun 2014 meningkat sebesar 2,6 persen, dibandingkan pertumbuhan triwulan I tahun 2014 sebesar 2,2 persen. Pertumbuhan industri jasa lainnya didukung oleh pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial. Pada triwulan II tahun 2014, sektor industri jasa lainnya secara triwulanan menguat sebesar 8,9 persen (QtQ), meningkat tajam dibandingkan triwulanan I tahun 2014 sebesar 1,1 persen (QtQ). Pada paruh pertama tahun 2014, isu ketenagakerjaan dan dominasi tenaga kerja asing perekonomian Singapura. Berdasarkan kajian dari pemerintah Singapura, pertumbuhan jumlah penduduk hingga tahun 2030 sebesar 30,0 persen atau sebesar 6,9 juta penduduk, di mana jumlah warga negara asing diperkirakan mencapai hampir 50,0 persen dari seluruh jumlah populasi negara tersebut. Pihak berwenang secara bertahap melakukan berbagai langkah-langkah untuk memperketat arus masuk pekerja asing, termasuk kebijakan baru yang diumumkan 16

29 pada bulan September 2013 yang mengharuskan perusahaan untuk menunjukkan bukti mereka pertama kali mencoba untuk merekrut warga lokal sebelum mempekerjakan pekerja profesional asing. Sementara itu, pemerintah Singapura juga mencanangkan Personal Data Protection Act. Undang-undang ini bertujuan perlindungan data pribadi konsumen terhadap penyalahgunaan melalui pengaturan manajemen, dan pengolahan data pribadi yang tepat. Pelaksanaan undang-undang ini diharapkan dapat meningkatkan keunggulan dan daya saing bisnis di Singapura. Implementasi dari undang-undang ini menyebabkan perusahaan harus menyesuaikan pekerja mereka memenuhi standar tertentu. Dengan demikian, perusahaan melakukan pemangkasan jumlah pekerja dari total pekerja yang dimiliki sebelumnya. IMF pada Juli 2014 tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura pada tahun 2014 sebesar 3,6 persen (YoY). Untuk pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2015 proyeksi IMF juga tidak berubah yaitu sebesar 3,6 persen (YoY). Dalam publikasi Asian Development Outlook 2014, Proyeksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura pada tahun 2014 tetap sebesar 3,9 persen (YoY). Sedangkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2015 juga tidak berubah sebesar 4,1 persen (YoY). PDB akan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2014 dan Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, namun restrukturisasi ekonomi dalam negeri akan membebani pertumbuhan. Pengetatan pasar tenaga kerja juga akan memberi tekanan yang lebih besar terhadap inflasi. Kebijakan ekonomi dan makroprudensial harus dikalibrasi serta ditargetkan untuk mendukung transisi menuju pertumbuhan dengan produktivitas tinggi. Seperti halnya IMF dan ADB, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura memperkirakan tahun 2014 negara tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung moderat. Sektor yang berorientasi eksternal seperti asuransi dan keuangan, serta perdagangan grosir mendukung pertumbuhan triwulan II tahun 2014, seiring dengan pertumbuhan moderat perekonomian global. Sementara, sektor yang berorientasi domestik seperti bisnis jasa juga diharapkan tetap tangguh. Namun, sektor padat karya seperti retail dan jasa makanan dapat terbebani oleh kendala tenaga kerja. Dengan demikian, pemerintah Singapura akan menjaga pertumbuhan ekonomi pada level 2,5 hingga 3,5 persen. Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 106,3 per barel cenderung meningkat dibandingkan dengan rata-rata harga minyak triwulan I tahun 2014 yang mencapai USD 103,7 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan I tahun 2014 mengalami kenaikan menjadi USD 109,8 barel dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar USD 107,9 per 17

30 barel. Peningkatan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 106,1 per barel pada triwulan II tahun 2014 dibandingkan harga pada triwulanan I tahun 2014 yang mencapai USD 104,4 per barel. Sementara, harga minyak mentah WTI pada triwulan II tahun 2014 cenderung meningkat dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya. Harga minyak mentah WTI pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 103,1 per barel atau meningkat dibandingkan harga minyak mentah Dubai pada triwulan I tahun 2014 sebesar USD 98,7 per barel. Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia Q4 Q1 Q2 Apr Mei Jun Crude Oil (Rata-rata) 104,5 103,7 106,3 104,9 105,7 108,4 Crude Oil; Brent 109,4 107,9 109,8 107,8 109,7 111,9 Crude Oil; Dubai 106,7 104,4 106,1 104,7 105,6 108 Crude Oil; WTI 97,4 98,7 103,1 102,1 101,9 105,2 Indonesian Crude Price Oil 106,1 106,5 107,2 106,4 106,2 108,9 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pada triwulan II tahun 2014, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum cenderung meningkat. Harga minyak mentah Brent pada April 2014 mengalami kenaikan sebesar USD 0,3 per barel menjadi sebesar USD 107,8 per barel. Pada Mei dan Juni 2014, harga minyak mentah Brent juga meningkat sebesar USD 1,9 per barel, dan USD 2,2 perbarel. Demikian pula harga minyak mentah Dubai pada April 2014 mengalami kenaikan USD 104,2 per barel menjadi sebesar USD 104,7 per barel. Pada Mei 2014, harga minyak mentah Dubai naik tipis sebesar USD 0,9 per barel dan selanjutnya pada bulan Juni kembali mengalami peningkatan sebesar USD 1,4 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI pada bulan April 2014 yang mengalami kenaikan sebesar USD 0,5 per barel menjadi sebesar USD 102,1 per barel. Pada Mei 2014 turun tipis sebesar USD 0,2 per barel, meskipun pada bulan Juni 2014 kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 3,3 per barel. Fluktuasi harga minyak mentah dunia pada triwulan II tahun 2014 disebabkan oleh kekhawatiran pasar terhadap kondisi di Ukraina dan Timur Tengah. Rusia adalah produsen minyak bumi terbesar ketiga di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 10,5 juta barel per hari hingga September Oleh karena itu, semakin memanasnya krisis Ukraina khususnya akibat Tragedi Malaysia Airlines MH 17, dan sanksi Eropa terhadap Rusia dikhawatirkan memicu kenaikan harga minyak. Sementara itu, eskalasi politik di kawasan Timur Tengah khususnya Irak dan konflik Israel-Palestina di jalur Gaza menjadi sentimen negatif bagi harga minyak mentah dunia. Sementara itu, harga minyak dunia juga mengalami kenaikan setelah 18

31 pemerintah Amerika Serikat melaporkan penurunan besar dalam persediaan minyak mentahnya. Laporan yang dirilis oleh Badan Informasi Energi AS menyatakan persediaan minyak mentah jatuh hingga sebesar 4,0 juta barel hingga 18 Juli Berbeda dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan II tahun 2014 cenderung volatile. Pada triwulan II tahun 2014, ICP mencapai USD 107,2 per barel atau lebih tinggi USD 0,7 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan I tahun Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan April tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar USD 0,3 per barel menjadi sebesar USD 106,4 per barel. Meskipun harga minyak ICP pada Mei 2014 sempat turun tipis sebesar USD 0,2 per barel, bulan Juni 2014 kembali mengalami peningkatan sebesar USD 2,7 per barel menjadi USD 108,9 per barel. Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Fluktuasi harga minyak ICP disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas gangguan pasokan minyak mentah akibat meningkatnya ketegangan geopolitik di negara-negara non OPEC seperti Rusia dan Ukraina serta di negara-negara OPEC seperti Irak. Laporan International Energy Agency pada Juni 2014, proyeksi permintaan minyak mentah dunia tahun ini meningkat sekitar 10 ribu barel per hari dibanding bulan sebelumnya. Sementara itu, laporan OPEC juga menunjukkan grafik triwulanan permintaan minyak mentah dunia menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II tahun Untuk kawasan Asia Pasifik, kenaikan harga minyak terjadi karena perekonomian yang stabil dan cenderung membaik di Tiongkok dan India serta peningkatan permintaan minyak mentah di Tiongkok dan permintaan naphta di Korea Selatan untuk kebutuhan petrochemical. Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 19

32 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia melambat pada triwulan II tahun 2014 dengan pertumbuhan sebesar 5,1 persen (YoY). Pada semester I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,2 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2014 surplus sebesar USD 4,3 miliar 20

33 Perekonomian Indonesia pada semester I tahun 2014 masih mengalami perlambatan. Kinerja perdagangan luar negeri Indonesia semakin melemah akibat kebijakan hilirisasi industri barang ekspor seperti mineral dan batu bara. Sementara itu, dorongan peningkatan kegiatan ekonomi dari pemilihan umum 2014 yang berlangsung pada bulan April dan Juli 2014 tidak terlalu besar. Sementara itu, tekanan ekonomi global juga masih berlangsung dengan terjadinya tapering off di Amerika Serikat (AS) serta perlambatan ekonomi yang terjadi di Tiongkok sehingga semakin menekan perekonomian Indonesia. Dengan perkembangan ini, pemerintah merevisi angka pertumbuhan ekonomi dalam asumsi dasar ekonomi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 menjadi sebesar 5,5 persen (YoY). Lembaga internasional seperti Bank Dunia juga merevisi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 menjadi 5,2 persen (YoY) pada publikasi bulan Juli Sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,3 persen (YoY) dalam publikasi bulan Maret Bank Dunia beralasan defisit fiskal yang terjadi di Indonesia akibat pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak dunia akan menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia melambat pada triwulan II tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY). Pada triwulan II tahun 2013, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia disebabkan oleh beberapa hal termasuk kondisi perekonomian global. Pada bulan Juli 2014 International Monetary Fund (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,4 persen pada tahun 2014 meskipun sebelumnya IMF telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,7 persen. Kondisi ini menunjukkan ekonomi global masih dalam konsolidasi. Selain itu, normalisasi kebijakan tapering off yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) masih mengakibatkan negara-negara berkembang termasuk Indonesia kehilangan suntikan dana. Di samping itu, terjadinya perlambatan ekonomi Tiongkok yang saat ini hanya tumbuh 7,5 persen telah berakibat pada melemahnya harga komoditas Indonesia seperti batu bara. Dari sisi lapangan usaha, sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 9,5 persen (YoY) masih mendorong pertumbuhan ekonomi meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 yang besarnya 10,9 persen (YoY). Perlambatan sektor ini terjadi karena perlambatan baik di subsektor pengangkutan yang tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY) maupun subsektor komunikasi yang tumbuh sebesar 10,9 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi ini juga didorong oleh pertumbuhan yang tinggi pada sektor konstruksi sebesar 6,6 persen (YoY) meskipun pertumbuhannya sama dengan pertumbuhan pada triwulan II tahun 21

34 2013. Pertumbuhan sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan pada triwulan II tahun 2014 sebesar 6,2 persen juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II tahun 2013 yang besarnya 7,7 persen (YoY). Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) MENURUT LAPANGAN USAHA Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 4,6 4,2 5,6 2,1 3,7 3,3 3,3 3,8 3,2 3,4 Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,2 0,0 0,6 0,1-0,6 2,0 3,9-0,3-0,2 Industri Pengolahan 5,5 5,2 5,9 6,3 6,0 6,0 5,0 5,3 5,1 5,0 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,5 6,4 6,0 7,1 7,9 4,0 3,8 6,6 6,3 5,8 Konstruksi 7,1 6,7 7,6 8,2 6,8 6,6 6,2 6,7 6,5 6,6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,8 8,8 7,2 7,8 6,5 6,4 6,1 4,8 4,8 4,5 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,4 9,6 9,6 10,9 9,9 10,3 10,2 9,5 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,4 7,1 7,5 7,7 8,2 7,7 7,6 6,8 6,2 6,2 Jasa-Jasa 5,5 5,8 4,5 5,3 6,5 4,5 5,6 5,3 5,7 5,7 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 5,1 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 12,0 2,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2-8, Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Konstruksi Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas, dan Air Bersih Perdagangan, Hotel, dan Restoran Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik Pertumbuhan yang tinggi juga dicapai oleh sektor listrik, gas, dan air bersih yang tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan II tahun 2013 yang hanya tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY). Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih didorong oleh peningkatan pertumbuhan subsektor gas kota sebesar 7,1 persen (YoY). Sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014 atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 yang 22

35 besarnya 4,5 persen (YoY) yang didorong oleh pertumbuhan subsektor swasta sebesar 9,3 persen (YoY) karena peningkatan sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, serta perorangan dan rumah tangga. Sektor industri pengolahan hanya tumbuh 5,0 persen (YoY) atau melambat dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 yang tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY). Perlambatan kinerja sektor industri disebabkan oleh pertumbuhan yang melambat pada subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki; logam dasar besi dan baja; serta alat angkutan mesin dan peralatannya yang masing-masing hanya tumbuh sebesar 3,2 persen (YoY); 2,5 persen (YoY); dan 3,1 persen (YoY). Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang besarnya 4,5 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2014 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan II tahun 2013 yang besarnya 6,4 persen (YoY). Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 3,4 persen pada triwulan II tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 yang hanya tumbuh sebesar 3,3 persen (YoY) karena tingginya pertumbuhan tanaman perkebunan serta peternakan dan hasil-hasilnya. Sementara itu, diberlakukannya Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) masih berdampak pada menurunnya sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan II tahun 2014 sebesar -0,2 persen (YoY) meskipun pada triwulan II tahun 2013, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian juga terkontraksi 0,6 persen (YoY). Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) MENURUT JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Konsumsi Rumah Tangga 4,9 5,2 5,6 5,4 5,2 5,1 5,5 5,3 5,6 5,6 Pengeluaran Pemerintah 6,5 8,7-2,8-3,3 0,4 2,2 8,9 6,4 3,6-0,7 Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,9 12,0 9,7 7,5 5,5 4,5 4,5 4,4 5,1 4,5 Ekspor Barang dan Jasa 8,2 2,6-2,6 0,5 3,6 4,8 5,2 7,4-0,4-1,0 Impor Barang dan Jasa 8,9 11,3-0,2 6,8 0,0 0,7 5,1-0,6-0,7-5,0 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 5,1 Sumber: Badan Pusat Statistik Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2014 masih ditopang oleh pengeluaran untuk konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan II tahun 2013 yang tumbuh 5,1 persen (YoY). Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan tumbuh 4,5 persen (YoY), sementara untuk bukan makanan tumbuh 6,4 persen (YoY). Diperkirakan, faktor pemilihan umum (Pemilu) yang terjadi pada triwulan II tahun 2014 mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah 23

36 terkontraksi 0,7 persen (YoY) meskipun pada triwulan II tahun 2013, pengeluaran pemerintah mampu tumbuh sebesar 2,2 persen (YoY). Penurunan pengeluaran pemerintah pada triwulan II tahun 2014 disebabkan oleh adanya pengurangan anggaran belanja pemerintah dalam APBN-P 2014 sebesar 43 triliun. Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Impor Barang dan Jasa Pengeluaran Pemerintah Ekspor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY) sama dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan II tahun Perlambatan PMTB dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan pada PMTB jenis alat angkutan yang berasal dari luar negeri (impor) akibat belum membaiknya kinerja ekspor tambang. Sementara itu, ekspor barang dan jasa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan terkontraksi sebesar 1,0 persen (YoY), jauh memburuk dibandingkan triwulan II tahun 2013 yang pertumbuhannya mencapai 4,8 persen (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi karena adanya kontraksi komoditas ekspor berbasis sumber daya alam akibat terhentinya ekspor barang tambang pasca penerapan Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009 sementara ekspor komoditas batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) menghadapi pelemahan permintaan. Sama halnya dengan ekspor, impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 5,0 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY). Baik impor barang maupun impor jasa menurun tajam, impor barang turun 4,8 persen dan impor jasa turun 5,8 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat moderasi permintaan domestik yang membantu mengurangi tekanan eksternal akibat penurunan ekspor. 24

37 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (CtC) PRODUK DOMESTIK BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 4,6 4,4 4,8 4,2 3,7 3,5 3,5 3,5 3,2 3,3 Pertambangan dan Penggalian 2,5 2,9 1,9 1,6 0,1-0,3 0,5 1,3-0,3-0,2 Industri Pengolahan 5,5 5,4 5,6 5,7 6,0 6,0 5,7 5,6 5,1 5,1 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,5 5,9 6,0 6,3 7,9 5,9 5,2 5,6 6,3 6,0 Konstruksi 7,1 6,9 7,1 7,4 6,8 6,7 6,5 6,6 6,5 6,6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,8 8,8 8,3 8,2 6,5 6,4 6,3 5,9 4,8 4,7 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,1 10,0 9,6 10,3 10,1 10,2 10,2 9,9 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,4 6,7 7,0 7,2 8,2 8,0 7,8 7,6 6,2 6,2 Jasa-Jasa 5,5 5,6 5,2 5,3 6,5 5,5 5,5 5,5 5,7 5,7 MENURUT JENIS PENGELUARAN Konsumsi Rumah Tangga 4,9 5,1 5,3 5,3 5,2 5,2 5,3 5,3 5,6 5,6 Pengeluaran Pemerintah 6,5 7,7 3,7 1,3 0,4 1,4 4,1 4,9 3,6 1,1 Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,9 10,9 10,5 9,7 5,5 5,0 4,8 4,7 5,1 4,8 Ekspor Barang dan Jasa 8,2 5,3 2,6 2,0 3,6 4,2 4,6 5,3-0,4-0,7 Impor Barang dan Jasa 8,9 10,2 6,6 6,7 0,0 0,3 1,9 1,2-0,7-3,0 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,3 6,3 6,0 5,9 5,8 5,8 5,2 5,2 Sumber: Badan Pusat Statistik Secara kumulatif, pada semester I tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,2 persen (CtC), melambat dibandingkan semester I tahun 2013 yang mampu tumbuh sebesar 5,9 persen (CtC). Sektor pertambangan dan penggalian yang terkontraksi 0,2 persen (CtC) memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun Selain itu, hampir seluruh sektor mengalami perlambatan pada semester I tahun 2014 yang semakin menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hanya sektor listrik, gas, dan air bersih serta sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan dengan pertumbuhan masing-masing 6,0 persen (CtC) dan 5,7 persen (CtC). Pertumbuhan ini didorong oleh semakin meningkatnya penggunaan gas kota dan jasa-jasa swasta. Dari sisi pengeluaran, peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar 5,6 persen (CtC) mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada semester I tahun 2013 yang besarnya hanya mencapai 5,2 persen (CtC). Meskipun demikian, kinerja ekspor yang memburuk akibat diberlakukannya UU Minerba memperburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun Ekspor barang dan jasa pada semester I tahun 2013 mampu tumbuh sebesar 25

38 4,2 persen (CtC) sedangkan pada semester I tahun 2014 terkontraksi 0,7 persen (CtC). Sementara itu, pengeluaran pemerintah masih melambat menjadi sebesar 1,1 persen (CtC) meskipun pada semester I tahun 2013 pengeluaran pemerintah mencapai 1,4 persen (CtC). Sama dengan pengeluaran pemerintah, PMTB juga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 4,8 persen (CtC) meskipun pada semester yang sama tahun sebelumnya mencapai 5,0 persen (CtC). Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan II tahun 2014 mencapai 110,8 basis poin yang menunjukkan optimisme masyarakat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 110,7 basis poin, peningkatan konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 112,6 basis poin dan rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks sebesar 108,5 basis poin. Tingkat optimisme konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 yang mencapai 110,0. Tabel 7. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pendapatan rumah tangga 111,1 106,4 106,0 109,3 112,1 110,8 108,8 110,7 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 114,5 118,4 105,4 108,0 109,7 108,3 110,4 112,6 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 107,0 101,7 100,8 105,2 115,0 108,5 112,5 108,5 Indeks Tendensi Konsumen 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 110,8 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun ,0 112,0 110,0 108,0 106,0 104,0 102,0 100,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Indeks Tendensi Konsumen 106,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 110,8 Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2-1,7-0,7 0,8 0,9 5,1 2,6 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 26

39 Pada triwulan II tahun 2014, pertumbuhan ITK mencapai 2,6 persen (YoY). Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ITK pada triwulan II tahun 2013 bahkan menurun 0,7 persen (YoY). Kenaikan ITK disebabkan oleh optimisme konsumen yang menganggap triwulan II tahun 2014 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan meningkat pada triwulan III tahun 2014 sehingga dapat mencapai 113,1. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali menurun pada bulan Juni 2014 yang besarnya mencapai 116,3. Pada bulan Mei 2014, IKK sempat meningkat menjadi 116,9 meskipun pada bulan April 2014, IKK menurun tajam menjadi 113,9. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dibandingkan dengan kondisi ekonomi enam bulan yang lalu. Penurunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terutama didorong oleh menurunnya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dari 108,7 pada bulan Mei 2014 menjadi sebesar 106,8 pada bulan Juni Indeks ekspektasi kegiatan usaha juga sedikit menurun dari 123,3 pada bulan Mei 2014 menjadi 123,0 pada bulan Juni Peningkatan ekspektasi penghasilan dari 132,7 pada bulan Mei 2014 menjadi 134,4 pada bulan Juni 2014 menjaga IEK tidak jatuh lebih dalam. Tabel 8. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Oktober 2013 Juni 2014 KETERANGAN Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2 113,9 116,9 116,3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 105,3 107,2 111,6 110,9 111,7 112,5 108,9 112,2 111,1 Penghasilan saat ini 126,1 125,9 127,7 128,9 128,6 129,6 127,0 128,1 127,8 Ketersediaan lapangan kerja 86,8 90,2 98,5 93,8 95,3 97,6 93,0 98,9 96,7 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 103,0 105,6 108,7 110,1 111,1 110,2 106,5 109,6 108,8 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 113,7 121,4 121,3 122,4 120,7 123,9 118,9 121,5 121,4 Ekspektasi Penghasilan 137,6 139,9 137,5 138,9 137,5 138,4 131,5 132,7 134,4 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 96,0 101,2 104,7 106,8 105,6 110,4 106,2 108,7 106,8 Ekspektasi Kegiatan Usaha 107,6 123,1 121,6 121,5 118,9 122,8 119,0 123,3 123,0 Sumber: Bank Indonesia Di samping itu, Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini (IKE) juga mengalami penurunan pada bulan Juni 2014, yaitu besarnya 111,1 atau lebih rendah dibandingkan dengan IKE pada bulan Mei 2014 yang besarnya 112,2. Pada bulan Juni 2014, menurunnya penghasilan saat ini menjadi 127,8 dari 128,1 pada bulan Mei 2014, ketersediaan lapangan kerja menjadi 96,7 dari 98,9 pada bulan Mei 2014, serta ketepatan waktu pembelian barang tahan lama menjadi 108,8 dari 109,6 pada bulan Mei

40 berkontribusi terhadap penurunan IKE pada bulan Juni Peningkatan pembelian barang tahan lama bulan Juni 2014 yang tidak setinggi bulan-bulan sebelumnya ditengarai disebabkan oleh perilaku sebagian responden yang cenderung untuk menunda pembelian barang-barang elektronik dan furniture seiring dengan kenaikan harga bahan pokok dan persiapan menjelang bulan puasa. Secara triwulanan, rata-rata IKK pada triwulan II tahun 2014 yang besarnya 115,7, lebih rendah dibandingkan IKK pada triwulan I tahun 2014 yang besarnya 117,0. Trend penurunan IKK terjadi pada bulan Januari-Maret Pada bulan April 2014, IKK meningkat sebesar 0,2 persen (YoY). IKK pada bulan Mei 2014 sempat menurun dengan penurunan sebesar 4,7 persen (YoY). IKK semakin membaik pada bulan Juni 2014 dengan pertumbuhan -0,7 persen (YoY). Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2013 Juni Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun IKK 111,7 117,1 108,6 107,8 107,1 109,5 114,3 116,5 116,7 116,2 118,2 113,9 116,9 116,3 Kenaikan YoY (Persen) 2,5 2,4-4,3-6,8-9,0-8,4-4,8 0,1 0,4-0,5 1,2 0,2 4,7-0,7 Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi dan Produksi Semen Konsumsi semen di Indonesia cenderung meningkat pada triwulan II tahun Jumlah konsumsi semen pada triwulan II tahun 2014 besarnya ,3 ribu ton atau lebih tinggi 845,2 ribu ton dibandingkan dengan jumlah konsumsi semen pada triwulan I tahun Sepanjang triwulan II tahun 2014, konsumsi semen tertinggi terjadi pada bulan Juni 2014 dengan jumlah konsumsi semen sebesar 5.195,3 ribu ton atau tumbuh 5,1 persen (YoY). Konsumsi semen juga mencapai 5.194,5 ribu ton dan tumbuh 6,5 persen (YoY) pada bulan Mei Namun, pada bulan April 2014, konsumsi semen menjadi yang terendah yang besarnya 4.531,5 ribu ton atau hanya tumbuh -0,6 persen (YoY). Meskipun memiliki kecenderungan meningkat, konsumsi semen Indonesia pada semester I tahun 2014 relatif stagnan. Kondisi ini terjadi karena kondisi ekonomi domestik yang belum membaik serta cuaca buruk yang terjadi pada awal tahun. Penyelenggaraan Pemilu juga ikut memengaruhi penjualan semen karena para 28

41 investor masih menunggu hasil Pemilu dan memilih untuk menunda investasi. Selain itu, belum pulihnya kondisi ekonomi global, terutama Tiongkok yang pertumbuhannya mulai melambat, juga menekan penjualan semen pada semester I tahun Pada semester II tahun 2014, diperkirakan konsumsi semen akan kembali meningkat dengan berlangsungnya Pemilu yang damai. Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Konsumsi Semen Pertumbuhan (YoY) 4,4-5,8 3,2 8,0 6,6 3,3 (0,3) 2,5 8,1 (0,6) 6,5 5,1 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Seiring dengan kecenderungan peningkatan konsumsi, produksi semen Indonesia pada triwulan II tahun 2014 yang besarnya ,3 ribu ton meningkat dari triwulan II tahun 2013 yang besarnya ,4 ribu ton. Pertumbuhan produksi semen Indonesia pada triwulan II tahun 2014 mencapai 9,2 persen (YoY). Pada bulan April 2014, produksi semen Indonesia mencapai 4.424,3 ribu ton atau tumbuh 4,9 persen (YoY). Pada bulan Mei 2014, produksi semen Indonesia meningkat menjadi 4.988,6 ribu ton atau tumbuh 11,3 persen (YoY). Produksi semen kembali meningkat hingga 5.029,4 ribu ton atau tumbuh 7,8 persen (YoY) pada bulan Juni Secara triwulanan, rata-rata IKK pada triwulan II tahun 2014 yang besarnya 115,7, lebih rendah dibandingkan IKK pada triwulan I tahun 2014 yang besarnya 117,0. Trend penurunan IKK terjadi pada bulan Januari Maret Pada bulan April 2014, IKK meningkat sebesar 0,2 persen (YoY). IKK pada bulan Mei 2014 sempat menurun dengan penurunan sebesar 4,7 persen (YoY). IKK semakin membaik pada bulan Juni 2014 dengan pertumbuhan -0,7 persen (YoY). 29

42 Gambar 8. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Produksi Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) -1,4-11,3 7,6 8,6 5,1 5,3 8,4 3,6 5,1 4,9 11,3 7,8 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2014 surplus sebesar USD 4,3 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan surplus NPI pada triwulan I tahun 2014 yang mencapai USD 2,1 miliar. Membaiknya kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang mencatat peningkatan surplus dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014 sehingga dapat membiayai sepenuhnya defisit transaksi berjalan yang melebar sesuai pola musimannya. Pada triwulan II tahun 2014, surplus neraca transaksi modal dan finansial tercatat sebesar USD 14,5 miliar, jauh meningkat dibandingkan pada triwulan I tahun 2014 yang mencapai USD 7,6 miliar. Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan II tahun 2014 mencapai USD 107,7 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor. Surplus neraca transaksi modal dan finansial yang didorong oleh meningkatnya total aliran masuk modal portofolio dan aliran masuk investasi langsung mencerminkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Instrumen investasi portofolio tercatat sebesar USD 7,7 miliar meskipun lebih rendah USD 1,4 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sedangkan investasi langsung tercatat sebesar USD 4,8 miliar atau meningkat USD 1,3 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial juga dipengaruhi oleh surplus investasi lainnya yang tercatat sebesar USD 1,9 miliar. Pada triwulan I tahun 2014, investasi lainnya defisit sebesar USD -4,8 miliar. Surplus investasi lainnya berasal dari penarikan simpanan milik perbankan domestik di luar negeri, selain untuk memenuhi kebutuhan nasabah juga untuk memanfaatkan fasilitas simpanan berupa instrumen term deposit valas yang disediakan oleh Bank Indonesia. 30

43 Tabel 9. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2014 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 I. Transaksi Berjalan -3,2-8,2-5,3-7,8-24,4-6,0-10,1-8,6-4,3-29,1-4,2-9,1 A. Barang 3,2 0,8 3,2 0,8 8,6 1,6-0,6 0,1 4,7 5,8 3,4-0,5 - Ekspor 48,4 47,5 45,5 47,1 188,5 44,9 45,2 43,8 48,1 182,1 43,9 44,2 - Impor -44,5-46,7-42,4-46,3-179,9-43,3-45,8-43,7-43,4-176,3-40,6-44,7 1. Nonmigas 4,7 2,0 4,0 3,2 13,9 4,1 1,3 2,1 6,3 13,8 5,6 2,4 a. Ekspor 38,6 38,4 37,4 38,5 152,9 36,1 37,6 35,6 39,7 149,8 35,8 36,4 b. Impor -33,9-36,5-33,5-35,3-139,1-32,0-36,1-32,8-32,9-132,9-30,2-34,0 2. Minyak -5,3-5,3-4,2-5,6-20,4-6,4-5,1-5,7-5,4-22,5-6,1-6,1 a. Ekspor 4,6 4,3 4,2 4,7 17,9 4,3 4,2 4,8 4,5 17,9 3,5 0,0 b. Impor -9,9-9,7-8,4-10,3-38,3-10,7-9,3-10,5-9,9-40,4-9,6 0,0 3. Gas 4,4 4,2 3,4 3,2 15,2 3,5 3,0 3,0 3,2 12,8 3,3 3,0 a. Ekspor 5,2 4,8 3,9 3,8 17,7 4,2 3,7 3,7 4,1 15,7 4,1 3,6 b. Impor -0,8-0,6-0,5-0,6-2,5-0,7-0,7-0,7-0,9-2,9-0,8-0,7 B. Jasa - jasa -2,0-2,8-2,4-3,2-10,3-2,6-3,6-2,8-3,1-12,1-2,2-2,9 II. Transaksi Modal dan Finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1-0,7 8,6 5,0 9,0 22,0 7,6 14,5 A. Transaksi modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 B. Transaksi finansial 2,1 5,1 5,9 12,1 25,1-0,7 8,6 5,0 9,0 21,9 7,6 14,5 1. Investasi langsung 1,6 3,7 4,5 4,1 14,0 3,6 3,7 5,9 0,5 13,7 3,5 4,8 2. Investasi portofolio 2,6 3,9 2,5 0,2 9,2 2,8 3,4 1,6 1,8 9,5 9,1 7,7 3. Investasi lainnya -2,1-2,5-1,2 7,7 1,9-6,9 1,6-2,2 6,7-0,9-4,8 1,9 III. Total ( I + II ) -1,1-3,1 0,6 4,3 0,7-6,6-1,5-3,2 4,5-7,2 3,5 5,4 IV. Selisih Perhitungan Bersih 0,0 0,3 0,2-1,0-0,5 0,0-1,0 1,0-0,2-0,2-1,4-1,1 V. Neraca Keseluruhan (III+IV) -1,0-2,8 0,8 3,2 0,2-6,6-2,5-2,6 4,4-7,3 2,1 4,3 - Posisi Cadangan Devisa 110,5 106,5 110,2 112,8 112,8 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6 107,7 Dalam Bulan Impor 6,2 5,8 6,1 6,1 6,1 5,7 5,4 5,2 5,5 5,5 5,7 6,1 Transaksi Berjalan (%PDB) -1,5-3,7-2,4-3,6-2,8-2,7-4,5-3,9-2,1-3,3-2,1-4,3 Sumber: Bank Indonesia Meskipun demikian, surplus NPI tertahan oleh kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang pada triwulan II tahun 2014 semakin melebar. Pada triwulan II tahun 2014 defisit neraca transaksi berjalan besarnya mencapai USD -9,1 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya hanya mencapai USD -4,1 miliar. Hal ini didorong oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas yang besarnya USD -3,2 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan migas pada triwulan sebelumnya yang besarnya USD -2,7 miliar. Defisit neraca perdagangan migas meningkat akibat meningkatnya impor migas terutama karena meningkatnya 31

44 volume impor minyak mentah, sementara ekspor migas mengalami penurunan karena ekspor LNG yang rendah akibat penurunan produksi di LNG Arun. Pada triwulan II tahun 2014, nilai impor migas sebesar USD 10,7 miliar meningkat cukup signifikan setelah pada periode sebelumnya hanya mencapai USD 10,3 miliar. Di sisi lain, surplus neraca perdagangan nonmigas menyempit seiring meningkatnya impor nonmigas karena peningkatan kebutuhan masyarakat terkait puasa dan Idul Fitri. Pada triwulan II tahun 2014, nilai pada impor nonmigas sebesar USD 34,0 miliar, meningkat cukup signifikan setelah pada periode sebelumnya hanya mencapai USD 30,2 miliar. Selain pelebaran defisit neraca perdagangan migas, defisit neraca jasa juga melebar akibat meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang seiring dengan kenaikan impor serta meningkatnya perjalanan masyarakat ke luar negeri selama liburan sekolah. Dalam periode yang sama, defisit neraca pendapatan juga meningkat terutama karena mengikuti jadwal pembayaran dividen dan bunga utang luar negeri kepada investor asing. 32

45 BOX 1 Rencana Kerja Pemerintah 2015 di Bidang Ekonomi Di tengah transisi kepemimpinan Indonesia, pemerintah menetapkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015 dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan serta untuk menghindari kekosongan rencana pembangunan nasional bagi pemerintahan berikutnya. Tema RKP 2015 adalah Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan. Di bidang ekonomi, kondisi lingkungan global yang diperkirakan dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia pada tahun 2015 antara lain integrasi perekonomian global dengan diberlakukannya ASEAN Community 2015, krisis kawasan Eropa yang masih belum pulih, harga komoditas dunia yang masih melanjutkan tren penurunan ataupun flat, dan rencana berakhirnya stimulus moneter (tapering off) di AS sampai akhir tahun Sementara itu, berbagai hambatan di dalam negeri akan dihadapi dengan berbagai langkah yang tepat, antara lain penguatan ekonomi domestik melalui investasi agar daya beli meningkat, peningkatan efektivitas belanja negara terutama yang terkait dengan prioritas belanja negara infrastruktur, serta peningkatan efektivitas penerimaan negara sekaligus pengurangan defisit anggaran. Dengan memperhatikan perkiraan kondisi ekonomi global dan domestik pada tahun 2015, tantangan dan kebijakan pokok yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Memantapkan Perekonomian Nasional. Perhatian akan di tujukan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, peningkatan efektivitas penerimaaan negara, penguatan penyerapan belanja negara, dan pemantapan ketahanan pangan dan energi; 2. Menjaga Stabilitas Ekonomi. Dorongan akan diberikan pada langkahlangkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar risiko fluktuasi harga komoditi baik migas maupun nonmigas, serta pengendalian arus modal; 3. Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Upaya akan ditujukan dalam rangka menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta dapat menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat dan terpadu. Arah kebijakan ekonomi makro di atas, sebagai dasar penerapan sasaran kebijakan ekonomi makro 2015 dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sebesar 5,8 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta stabilitas ekonomi yang terjaga, sasaran kuantitatif tingkat pengangguran terbuka tahun 2015 diperkirakan sebesar 5,5-5,7 persen pada tahun 2015 dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 9,0-10,0 persen pada tahun

46 Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro dan Proyeksi Neraca Pembayaran Tahun Uraian Perkiraan Sasaran Pertumbuhan Ekonomi (persen) 6,2 6,5 6,3 5,8 5,5 5,5-6,0 Laju Inflasi (persen) 7,0 3,8 4,3 8,4 5,3 4,4 Tingkat Pengangguran Terbuka (persen) 7,1 6,6 6,07 6,17 5,6-5,9 5,5-5,7 Penduduk Miskin (Persen) 13,3 12,49 11,66 11,47 9,0-10,5 9,0-10,0 Transaksi Berjalan (USD Miliar) 5,1 1,7-24,2-28,5-21,9-19,9 Neraca Keseluruhan (USD Miliar) 30,3 11,9 0,2-7,3 8,56 8,54 Cadangan Devisa (USD Miliar) 96,2 110,1 112,8 99,4 107,9 116,4 Sumber: Rencana Kerja Pemerintah 2015 BOX 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun anggaran Dengan disetujuinya perubahan APBN-P 2014 maka pemerintah menyepakati sejumlah perubahan asumsi makroekonomi APBN Dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN-P 2014, ekonomi diasumsikan tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2014 yang besarnya 6,0 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Indonesia diperkirakan terjadi akibat kinerja sektor eksternal yang diperkirakan masih lemah sebagai implikasi dari kebijakan hilirisasi industri. Tingkat inflasi sebesar 5,3 persen (YoY) juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dasar ekonomi makro APBN 2014 sebesar 5,5 persen (YoY). Penurunan inflasi didorong oleh membaiknya pasokan barang dan jasa. Sementara itu, dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN-P, nilai tukar diperkirakan sebesar Rp atau lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tukar pada asumsi dasar ekonomi makro APBN Pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan karena adanya defisit transaksi berjalan serta ketidakseimbangan di pasar valuta asing (valas) domestik akibat tingginya permintaan valas di tengah terbatasnya pasokan. Selain itu, pasar keuangan global juga masih tidak stabil akibat tapering off yang dilakukan oleh pemerintah AS. 34

47 Asumsi Dasar Ekonomi Makro No. Indikator Ekonomi (APBN-P) 2014 (APBN) 2014 (APBN-P) 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,5 6,2 6,3 6,0 5,5 2. Inflasi (%) 3,8 4,3 7,2 5,5 5,3 3. Nilai Tukar (Rp/USD) Suku Bunga SPN 3 Bulan (%) 4,8 3,2 5,0 5,5 6, Harga Minyak ICP (USD/barel) Lifting Minyak (ribu barel/hari) Lifting Gas (ribu barel setara minyak/hari) Sumber: Kementerian Keuangan 111,5 112,7 108,0 105,0 105,0 898,5 859,0 840,0 870,0 818, , , ,0 Dengan asumsi makroekonomi tersebut, juga disepakati dalam APBN-P tahun 2014 bahwa pendapatan negara ditetapkan Rp 1.635,4 triliun. Target pendapatan negara ini didukung dengan kebijakan untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan dari perpajakan dan bukan pajak. Sementara itu, belanja negara disepakati sebesar Rp 1.876,9 triliun dengan penghematan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 43 triliun dan diharapkan akan terjadi pengendalian subsidi energi melalui pengendalian volume BBM bersubsidi serta harmonisasi tarif tenaga listrik. Dengan demikian, defisit APBN-P 2014 ditetapkan sebesar Rp 241,5 triliun atau 2,4 persen PDB. Dengan asumsi makroekonomi tersebut, juga disepakati dalam APBN-P tahun 2014 bahwa pendapatan negara ditetapkan Rp 1.635,4 triliun. Target pendapatan negara ini didukung dengan kebijakan untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan dari perpajakan dan bukan pajak. Sementara itu, belanja negara disepakati sebesar Rp 1.876,9 triliun dengan penghematan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 43 triliun dan diharapkan akan terjadi pengendalian subsidi energi melalui pengendalian volume BBM bersubsidi serta harmonisasi tarif tenaga listrik. Dengan demikian, defisit APBN-P 2014 ditetapkan sebesar Rp 241,5 triliun atau 2,4 persen PDB. 35

48 BOX 3 Kebijakan Pembatasan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatur pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui surat edaran kepada penyalur BBM bersubsidi, yaitu PT Pertamina, PT AKR Corporindo Tbk, dan PT Surya Parna Niaga (SPN). Di dalam surat tersebut, BPH Migas meminta waktu penjualan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi hanya pukul hingga mulai Senin, 4 Agustus Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dilakukan setelah kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 (APBN-P 2014) terancam terlampaui. Hingga 31 Juli 2014, konsumsi solar bersubsidi mencapai 9,12 juta kiloliter atau menghabiskan 60 persen jatah APBN-P Sementara itu, realisasi konsumsi permium mencapai 17,08 juta kiloliter atau 58 persen dari kuota APBN-P Selain itu, kebijakan ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan BBM bersubsidi yang sering dibeli, ditimbun, dan dijual kembali ke industri perkebunan dan pertambangan. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh BPH Migas ialah menghentikan penjualan premium di sedikitnya 24 SPBU di pinggir jalan tol dan pengaturan penyaluran solar bersubsidi kepada nelayan dengan bobot kapal lebih dari 30 gross ton. Namun, kebijakan tersebut dikhawatirkan akan menciptakan black market dengan membeli solar bersubsidi pada periode yang diizinkan lalu dijual ke pihak industri di luar waktu yang diizinkan. Karena itulah, kebijakan ini memerlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Secara keseluruhan, langkah pengendalian BBM bersubsidi diperkirakan tidak akan terlalu berdampak pada tingkat inflasi. Namun, langkah ini diperkirakan akan berdampak langsung ke sektor transportasi karena kendaraan pengguna solar adalah truk dan bus. Adapun truk merupakan kendaraan yang paling banyak digunakan untuk kepentingan logistik. Kenaikan biaya logistik diperkirakan akan meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok. Pembatasan penjualan BBM bersubsidi juga dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena dapat membuat pengusaha kesulitan memenuhi kebutuhan BBM untuk industri dan pengangkut produk. 36

49 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp142,2 triliun. Jumlah ini mencapai 56,1 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P Sampai dengan triwulan II 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp2.507,52 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.811,1 triliun pada triwulan II tahun Realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 15,93 triliun atau 29,4 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

50 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 10 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode 5 tahun terakhir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 23,9 persen. Pada tahun 2009 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 84,0 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 198,2 triliun pada tahun Selama tahun 2013, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 224,6 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 26,8 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,4 triliun. Selanjutnya pada tahun 2014, awalnya pada APBN 2014 utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 185,1 triliun (neto), namun demikian melihat perkembangan yang ada, pada APBN-P 2014, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 253,7 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun sebagaimana dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini. Tabel 10. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN APBN-P Rata-Rata * I SBN (Neto) 99,5 91,1 119,9 159,7 224,6 205,1 265,0 22,6 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (12,4) (4,6) (17,8) (23,5) (5,8) (20,9) (13,4) (17,3) a. Penarikan (Bruto) 55,6 54,8 33,7 31,4 51,4 39,1 50,7 (2,0) i. Pinjaman Program 28,9 29,0 15,3 15,0 18,4 3,9 16,9 (10,7) ii. Pinjaman Proyek 26,7 17,1 14,3 12,6 33,0 35,2 33,8 5,4 b. Penerusan Pinjaman (3,0) (8,7) (4,2) (3,8) (3,9) (1,2) (3,4) 6,2 c. Pembayaran Cicilan Pokok (68,0) (50,6) (47,3) (51,1) (57,2) (58,8) (64,2) (4,2) III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - 0,4 0,6 0,8 0,5 1,0 2,2 - Jumlah 87,1 86,9 102,7 137,0 219,3 185,1 253,7 26,0 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada Tabel 11 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan II tahun Dalam APBN-P 2014, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 11,2 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) adalah sebesar Rp 265,0 triliun. Sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp 142,2 triliun. Jumlah ini mencapai 56,1 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P

51 Tabel 11. Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2013 APBN 2014 APBN-P 2014 Real sd Triwulan II 2014 Persentase TOTAL (neto) 219,3 185,1 253,7 142,2 56,1% PINJAMAN (neto) -5,3-19,9-11,2-16,2 143,8% Pinjaman Luar Negeri (neto) -5,8-20,9-13,4-16,3 121,4% - Pinjaman Program 18,4 3,9 16,9 3,8 22,6% - Pinjaman Proyek 36,9 35,2 37,2 12,1 32,6% - Penerusan Pinjaman (SLA) -3,9-1,2-3,4-1,1 32,3% - Pembayaran Cicilan Pokok ULN -57,2-58,8-64,2-31,1 48,5% Pinjaman Dalam Negeri (neto) 0,5 1,0 2,2 0,1 6,3% - Pinjaman Dalam Negeri 0,6 1,3 2,4 0,2 8,6% -Pembayaran Cicilan Pokok PDN 0,1 0,3 0,2 0,1 28,8% SURAT BERHARGA NEGARA (neto) 224,7 205,1 265,0 158,4 59,8% - SBN 327,7 358,0 430,2 249,0 57,9% - Jatuh tempo dan Buyback SBN -103,1-152,9-165,2-90,6 54,8% Sumber : Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 158,4 triliun atau mencapai 59,8 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar negatif Rp 16,3 triliun atau 121,4 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2014 yang mencapai negatif Rp 13,4 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 3,8 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 12,1 triliun. Sementara itu, sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi pinjaman dalam negeri baru mencapai angka Rp 0,1 triliun atau sebesar 6,3 persen dari nilai APBN-P 2014 yang ditargetkan sebesar Rp 2,2 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2009 sampai dengan triwulan II tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 12. Dalam kurun waktu tersebut, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 9,5 persen. Sampai dengan triwulan II tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.507,52 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan II tahun 2014, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 696,35 triliun atau naik rata-rata sebesar 2,6 persen. Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan 39

52 triwulan II 2014 mencapai Rp 1.811,17 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 13,1 persen. Tabel 12. Posisi Utang Pemerintah s.d. Triwulan II Tahun 2014 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Jun Juni 14 Total Utang Pemerintah Pusat 1.590, , , , , ,52 9,5 a Pinjaman 611,18 617,26 621,29 616,61 714,44 696,35 2,6 1. Pinjaman Luar Negeri 611,18 616,87 620,28 614,81 712,17 693,94 2,6 Bilateral*) 387,92 380,67 381,66 359,80 383,53 372,66-0,8 Multilateral**) 202,37 208,28 212,96 230,23 288,29 278,27 6,6 Komersil***) 20,24 27,34 25,15 24,37 40,00 42,70 16,1 Suppliers***) 0,66 0,57 0,50 0,41 0,35 0,31-14,0 Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri - 0,39 1,01 1,80 2,27 2,41 - b SBN 979, , , , , ,17 13,1 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 409,58 23,4 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992, , , ,59 10,9 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Selanjutnya, dari tabel 13 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama periode tahun 2009 sampai dengan triwulan II tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 38,4 persen di tahun 2009 menjadi 27,7 persen pada triwulan II tahun Tabel 13. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan II Tahun Juni Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.590, , , , , ,52 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 611,18 617,26 621,29 614,33 714,44 696,35 b SBN (dalam triliun IDR) 979, , , , , ,17 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 409,58 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992, , , ,59 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,1% 27,8% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 16,3% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 53,1% 55,9% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009 sampai dengan triwulan II tahun Sampai triwulan II tahun 2014, utang pemerintah dalam bentuk SBN (Domestik dan Valas) mencapai 72,2 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50,0 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,0 persen pada tahun 2009 menjadi 16,3 persen pada triwulan II tahun

53 Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 14 di bawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu 2009 sampai dengan triwulan II tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.811,1 triliun pada triwulan II tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 10,9 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 836,3 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 1.401,6 triliun pada triwulan II tahun Tabel 14. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Jun-14 I. SBN Rupiah Fixed Rate ORI Variable Rate Zero Coupon SPN SBSN SUP SBR SDHI Total SBN Rupiah II. SBN Valas INDO SBSN Valas RIJPY Total SBN Valas GRAND TOTAL SBN (I+II) Asumsi Nilai Tukar (IDR/USD) Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 14,20 16,20 18,70 22,95 27,14 29,19 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 0,65 1,65 2,65 4,15 3,50 - RIJPY (dalam miliar JPY) 35,00 95,00 95,00 155,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,85 0,84 0,81 0,76 0,77 SBN Valas (dalam %) 0,15 0,15 0,16 0,19 0,24 0,23 Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2009 sampai dengan triwulan II tahun 2014, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 23,4 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 150,7 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 409,6 triliun pada triwulan II tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan II tahun 2014, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 32,69 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 41

54 miliar. Adapun penerbitan SBN dalam mata uang JPY dilakukan Pemerintah pada tahun 2009, 2010 dan November 2012 dengan nilai nominal masing masing sebesar JPY 35,00 miliar, JPY 60,00 miliar dan JPY 60,00 miliar. Selanjutnya Tabel 15 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2014 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 158,5 triliun atau mencapai 59,8 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Tabel 15. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan II Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) Target Target Nominal Realisasi % Realisasi Uraian APBN-P 2014 sd 30 Juni 2014 SBN Netto ,80% SBN Jatuh Tempo ,82% Rencana Buyback ,37% Kebutuhan Penerbitan 2014 (Gross)* ,88% SUN SUN Domestik ON SPN SPNNT SUN RITEL SUN Valas SBSN SBSN Domestik SBSN Valas - * Menyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan II tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 16. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan II tahun 2014, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 724,86 triliun atau 64,05 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 355,58 triliun atau 31,42 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar Rp 51,19 triliun atau 4,52 persen dimiliki oleh Institusi Pemerintah. Dari tabel 16 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu 2009 sampai dengan triwulan II tahun 2014 meningkat 42

55 rata-rata sebesar 18,9 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 6,9 persen dari Rp 254,36 triliun di akhir tahun 2009 menjadi Rp 355,58 triliun pada triwulan II tahun Sedangkan kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah meningkat rata-rata sebesar 17,9 persen dari Rp 22,50 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 51,19 triliun pada triwulan II tahun Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 30,2 persen dalam kurun waktu 2009 sampai dengan triwulan II tahun Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya risiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Tabel 16. Posisi Kepemilikan SBN Domestik per 31 Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Juni 2014 Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 254,36 217,27 265,03 299,66 335,43 355,58 6,9 31,42% Bank BUMN Rekap 144,19 131,72 148,64 147,52 Bank Swasta Rekap 59,98 54,93 67,33 81,58 Bank Non Rekap 42,40 26,26 42,84 62,07 BPD Rekap 6,02 1,41 4,32 3,67 Bank Syariah 1,77 2,95 1,90 4,83 Institusi Pemerintah 22,50 17,42 7,84 3,07 44,44 51,19 17,9 4,52% Non Banks 304,89 406,52 450,75 517,53 615,38 724,86 18,9 64,05% Reksadana 45,22 51,16 47,22 43,19 42,50 45,80 0,3 4,05% Asuransi 72,58 79,30 93,09 83,42 129,55 151,36 15,8 13,38% Asing 108,00 195,76 222,86 270,52 323,83 403,59 30,2 35,66% Dana Pensiun 37,50 36,75 34,39 56,46 39,47 38,95 0,8 3,44% Sekuritas 0,46 0,13 0,14 0,30 0,88 0,96 15,9 0,08% Individu 32,48 31,42 2,78% Lain lain 41,12 43,43 53,05 64,64 46,68 52,78 5,1 4,66% Total 581,75 641,21 723,62 820,26 995, ,63 1,08 1,00 Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 17 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2009 sampai dengan triwulan II tahun Sampai dengan bulan triwulan II tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 43

56 15,93 triliun atau 29,4 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp 12,12 triliun atau sebesar 32,6 persen dari pagu APBN-P 2014 dan pinjaman program sebesar Rp 3,81 trilun atau sebesar 22,6 persen dari pagu APBN- P Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,21 triliun atau sebesar 8,6 persen dari pagu APBN-P Tabel 17. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 sampai Triwulan II Tahun 2014 (Triliun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real2013 PINJAMAN 58,66 55,19 34,37 31,95 49,91 39,63 6,77 17,1% Pinjaman Luar Negeri 58,66 54,79 33,75 31,02 49,51 39,13 6,77 17,3% - Pinjaman Program 28,94 28,97 15,27 14,98 18,39 3,90 1,64 41,9% - Pinjaman Proyek 29,72 25,82 18,48 16,05 31,12 35,23 5,13 14,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,40 0,62 0,93 0,40 0,50 0,01 1,2% Sumber: Kementerian Keuangan APBN 2014 Real Maret 2014 % 44

57 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2014 adalah sebesar USD ,1 juta atau mengalami kontraksi sebesar 2,5 persen (YoY). Pada triwulan II tahun 2014, impor Indonesia terkontraksi sebesar 4,1 persen dan terutama sumber pertumbuhannya disebabkan penurunan impor bahan baku sebesar 2,6 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan II tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 2.214,3 juta. 45

58 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Pemerintah Akan Mempermudah Perijinan Investasi Pemerintah memastikan akan mempermudah proses perijinan investasi di daerah dengan melakukan penyederhanaan sistem pelayanan terpadu satu pintu. Pemerintah akan membuat integrasi sistem sehingga diharapkan tidak akan ada lagi perijinan berganda. Hal ini dilakukan karena selama ini proses perijinan dirasakan terlalu lama, mulai dari pemerintah kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional dan hasilnya cenderung tumpang tindih. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi untuk mempermudah masalah perijinan di Kementerian Koordinator Perekonomian yang dihadiri antara lain oleh Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Wakil Menteri Perdagangan dan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sebagai langkah awal, pemerintah akan membentuk tim yang bertugas melakukan evaluasi terhadap hierarki perijinan dengan ketua tim Kepala BKPM. Tim ini akan melakukan penyederhanaan hierarki perijinan dan mempersiapkan dasar hukumnya yang akan dipresentasikan dalam rapat di Menko Perekonomian pada tanggal 18 Agustus 2014, serta akan dilanjutkan dengan melakukan sosialisasi. Pemerintah akan membentuk lembaga perijinan penanaman modal yang terintegrasi dan bersifat online untuk mempermudah proses dan menghilangkan upaya penyelewengan antara pemberi ijin dengan pihak yang meminta perijinan. Lembaga ini akan bersifat sentralistik dan sistemnya online sehingga pemohon ijin tidak perlu lagi mendatangi kantor perijinan. Pemerintah juga mempermudah proses perijinan pendirian perusahaan informal kecil agar mereka mendapatkan akses kepada sektor perbankan dan memperoleh kemudahan dalam proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Oleh karena itu, pemerintah sedang menyiapkan aturan hukum terkait perijinan usaha mikro kecil tersebut dan akan disosialisasikan kepada pemeritah daerah Sumber: Berita Antara, 18 Juli 2014 Pemblokiran Layanan Impor Ditjen Bea dan Cukai sedang menjajaki regulasi pemblokiran layanan bagi importir yang tidak mengeluarkan barang dari pelabuhan, maksimal tiga hari sejak importir mendapatkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). Selama ini, proses penanganan pengeluaran barang masih cukup lama, sehingga berdampak terhadap masa tunggu dan bongkar muat pelabuhan (dwelling time). Importir meskipun sudah memegang SPPB, tetapi barang-barangnya masih belum keluar, bahkan hingga dua pekan. Seharusnya, setelah importir memegang SPPB maka dapat segera mengeluarkan barang dari pelabuham. 46

59 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) Pemblokiran layanan tersebut merupakan kewenangan otoritas Bea dan Cukai dalam konteks layanan impor. Upaya tersebut lebih efektif daripada menaikkan tarif penyimpanan barang dipelabuhan hingga ratusan persen. Para importir dipastikan akan membayar berapapun tarif penyimpanan barang yang ditetapkan otoritas pelabuhan. Hal ini dikarenakan masih banyak importir yang tidak memiliki gudang atau sistem penyimpanan barang diluar pelabuhan. Importir tentu mau membayar berapapun tarif penyimpanan barang karena akan dibebankan ke komponen biaya. Oleh karena itu Bea dan Cukai akan mengatur regulasinya, sehingga dalam waktu tiga hari harus sudah keluar. Ditjen Bea dan Cukai sudah melakukan simulasi mengenai ketentuan tiga hari tersebut. Nantinya, regulasi ini akan disosialisasikan kepada dunia usaha. Aturan yang akan dibuat nanti merupakan aturan yang akan merevisi PMK No. 144/PMK.04/2007 tentang Tata laksana Kepabeanan di Bidang Impor. Meski masih dalam kajian, tetapi pemerintah optimis upaya tersebut mampu menurunkan waktu dalam tahap post clearance jauh lebih drastis, sehingga berdampak positif terhadap dwelling time di seluruh pelabuhan di Indonesia. Sumber: Harian Bisnis Indonesia, 3 Juli 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 9. Nilai dan Volume Ekspor hingga Juni Volume Value Sumber: BPS, diolah 47

60 Tabel 18. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun 2014 Komoditas Juni 2014 Q Q Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , , ,1 Migas , , , , , ,4 Minyak Mentah , , ,7 990, , ,2 Hasil Minyak 4.776, , ,1 319,3 914, ,4 Gas , , , , , ,7 Non Migas , , , , , ,7 Pertanian 5.165, , ,3 507, , ,0 Industri , , , , , ,8 Pertambangan , , , , , ,0 Pertumbuhan Ekspor* (%) 29,00% -6,6% -3,90% 4,0% -2,5% -2,5% Migas 47,9% -10,8% -11,80% 17,5% -3,4% -4,4% Minyak Mentah 32,9% -11,1% -17,00% 28,6% -9,0% -11,1% Hasil Minyak 20,4% -12,8% 3,30% 5,6% -14,9% 2,9% Gas 67,3% -10,3% -11,70% 13,6% 2,1% -2,0% Non Migas 24,9% -5,5% -2,00% 1,4% -2,3% -2,0% Pertanian 3,3% 7,8% 2,90% 10,0% 3,2% 3,5% Industri 24,0% -5,0% -2,70% 2,7% 3,5% 5,3% Pertambangan 29,0% -9,6% -56,00% -7,5% -24,2% -29,9% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,00% 100,0% 100,0% 100,0% Migas 20,4% 19,5% 17,90% 18,1% 17,8% 17,6% Minyak Mentah 6,8% 6,5% 5,60% 6,4% 5,0% 5,4% Hasil Minyak 2,3% 2,2% 2,40% 2,1% 2,1% 2,3% Gas 11,2% 10,8% 9,90% 9,6% 10,7% 9,8% Non Migas 79,6% 80,5% 82,10% 81,9% 82,2% 82,4% Pertanian 2,5% 2,9% 3,10% 3,3% 2,9% 3,2% Industri 60,0% 61,1% 61,90% 67,3% 66,1% 67,0% Pertambangan 17,0% 16,5% 17,10% 11,3% 13,3% 12,3% Sumber Pertumbuhan (%) Migas 9,8% -2,1% -2,00% 3,2% -0,6% -0,8% Minyak Mentah 2,2% -0,7% -0,90% 1,8% -0,4% -0,6% Hasil Minyak 0,5% -0,3% 0,10% 0,1% -0,3% 0,1% Gas 7,6% -1,1% -1,20% 1,3% 0,2% -0,2% Non Migas 19,8% -4,5% -1,70% 1,2% -1,9% -1,7% Pertanian 0,1% 0,2% 0,10% 0,3% 0,1% 0,1% Industri 14,8% -3,0% -1,70% 1,8% 2,3% 3,6% Pertambangan 5,1% -1,6% -9,60% -0,8% -3,2% -3,7% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) 48

61 HS Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD ,1 juta atau mengalami kontraksi sebesar -2,5 persen (YoY). Adapun penurunan pertumbuhan ekspor terutama disebabkan oleh sektor nonmigas sebesar -1,7 persen dan migas sebesar -0,8 persen. Komoditas minyak mentah dalam sektor migas menyumbang penurunan terbesar yaitu 0,6 persen. Komoditas pertambangan dalam sektor nonmigas menyumbang penurunan terbesar, yaitu 3,7 persen. Total nilai ekspor nonmigas pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD ,7 juta (tumbuh -2,0 persen, YoY). Komoditas karet dan barang dari karet (HS-40) menjadi komoditas yang tumbuh negatif terbesar pada triwulan II tahun 2014, yaitu sebesar - 23,9 persen (YoY). Bahan bakar mineral (HS-27) yang tumbuh -15,3 persen. Komoditas tembaga (HS-74) tumbuh positif pada triwulan II tahun 2014 sebesar 30,4 persen. Tabel 19. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II Tahun 2014 Komoditas Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan (YoY) Proporsi Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral 5.630, ,1-13,3% -15,3% 15,5% 15,0% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 5.288, ,5 8,9% 4,1% 14,5% 13,5% 85 Mesin/peralatan listrik 2.460, ,9-7,5% -5,1% 6,8% 6,6% 40 Karet dan Barang dari Karet 2.063, ,6-16,0% -23,9% 5,7% 5,1% 64 Alas kaki 913, ,4 1,9% 7,5% 2,5% 3,1% 62 Pakaian jadi bukan rajutan 1.013, ,8-0,6% 1,5% 2,8% 2,7% 61 Barang-barang rajutan 855,1 904,5-1,1% 2,2% 2,3% 2,5% 03 Ikan dan Udang 724,8 762,3 20,3% 2,5% 2,0% 2,1% 80 Timah 386,6 632,7-40,2% -3,6% 1,1% 1,7% 74 Tembaga 341,6 551,8-25,4% 30,4% 0,9% 1,5% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,7-2,3% -2,0% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan volumenya, total ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar -21,9 persen (YoY). Komoditas biji, kerak dan abu logam (HS-26) pada triwulan II tahun 2014 tumbuh -99,8 persen dan memiliki proporsi 0,1 persen dari total volume ekspor nonmigas. Untuk komoditas bahan bakar mineral (HS-27), secara volume tumbuh -3,0 persen dan merupakan proporsi terbesar 83,2 persen. Komoditas tembaga (HS-74) mempunyai pertumbuhan terbesar sebesar 35,0 persen. 49

62 No Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor NonMigas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II Tahun 2014 Vol. Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan (YoY) Proporsi HS Komoditas Q Q Q Q Q Q Bahan bakar mineral , ,5-3,9% -3,0% 78,8% 83,2% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 6.275, ,3-3,0% -7,7% 4,8% 4,5% 40 Karet dan Barang dari Karet 854,8 855,0 8,6% 1,2% 0,6% 0,7% 03 Ikan dan Udang 201,7 212,4 2,1% -13,8% 0,2% 0,2% 85 Mesin/peralatan listrik 128,8 128,8-8,6% -6,8% 0,1% 0,1% 18 Kakao/coklat 89,6 85,5-5,6% -9,9% 0,1% 0,1% 74 Tembaga 48,8 82,5-17,3% 35,0% 0,0% 0,1% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 7.599,7 79,8-75,4% -99,8% 5,8% 0,1% 61 Barang-barang rajutan 62,7 68,2-0,1% 1,3% 0,0% 0,1% 64 Alas kaki 50,3 58,9-0,2% 1,4% 0,0% 0,0% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,6-17,0% -21,9% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan ekspor nonmigas ke 5 negara tujuan utama pada triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar -7,8 persen (YoY). Dari lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada ekspor nonmigas ke Singapura dan Amerika Serikat, yaitu sebesar 9,3 persen dan 7,4 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada ekspor ke Tiongkok (-18,9 persen), India (-17,1 persen), dan Jepang (-12,9 persen). Negara Tujuan Ekspor Tabel 20. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan II Tahun 2014 Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan (YoY) Proporsi 2013 Q Q Q Q Q Q Jepang , , ,6-6,6% -13,0% -12,6% 10,7% 9,8% 9,6% 2 Amerika Serikat , , ,5 3,4% 2,0% 7,4% 10,1% 10,5% 11,1% 3 Singapura , , ,5-1,5% -13,0% 9,3% 6,9% 7,0% 7,3% 4 Tiongkok , , ,3 2,0% -3,2% -18,9% 14,2% 13,5% 11,0% 5 India , , ,5 4,5% -14,9% -17,1% 8,7% 7,6% 8,0% Total 5 Negara Tujuan Utama , , ,1 0,2% -7,8% -7,8% 50,6% 48,5% 48,5% Total Pasar Ekspor Lainnya , , ,3-4,3% 3,7% 3,7% 49,4% 51,5% 51,5% Total Ekspor Non Migas , , ,4-2,1% -2,2% -2,2% 100,0% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah 50

63 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) Perkembangan Impor Gambar 10. Volume dan Nilai Impor hingga Juni Volume Nilai Sumber: BPS, diolah Pada triwulan II tahun 2014, impor Indonesia terkontraksi sebesar 4,1 persen yang disebabkan oleh penurunan impor bahan baku sebesar -2,6 persen. Berdasarkan sektor, pertumbuhannya terutama disumbang oleh sektor migas dengan sumber pertumbuhan sebesar 0,4 persen sedangkan sektor non migas terkontraksi sebesar -4,5 persen. Tabel 21. Perkembangan Impor Triwulan II Tahun 2014 Komoditas Juni 2014 Q Q Nilai Impor (USD Juta) , , , , , ,4 Barang Konsumsi , , ,9 1155,9 2966,5 3331,6 Bahan Baku , , , , , ,0 Barang Modal , , ,5 2602,7 7212,2 7648,8 Migas , , , , , ,0 Minyak Mentah , , , ,0 3387,6 3525,1 Hasil Minyak , , , ,7 6775,9 6564,7 Gas 1.412, ,6 3113,0 199,9 848,8 704,2 Non Migas , , , , , ,4 Pertumbuhan Impor* (%) 30,8% 8,02% -2,6% 6,4% -5,3% -4,1% Barang Konsumsi 34,0% 0,20% -2,0% 10,5% 4,7% -7,4% Bahan Baku 32,6% 7,00% 1,3% 5,4% -5,8% -3,4% Barang Modal 23,0% 15,20% -17,4% 9,6% -6,5% -6,2% Migas 48,5% 4,60% 6,3% -8,4% -4,3% 1,9% Minyak Mentah 30,7% -3,20% 25,8% -10,4% 0,8% -0,3% 51

64 Komoditas Juni 2014 Q Q Hasil Minyak 56,1% 1,90% -0,4% -6,6% -6,7% 2,6% Gas 63,6% 118,20% 1,0% -14,1% -4,0% 6,1% Non Migas 26,3% 9,00% -5,2% 1,9% -5,6% -5,8% Proporsi Impor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,5% 7,00% 7,0% 7,4% 6,9% 7,1% Bahan Baku 73,8% 73,10% 76,1% 76,1% 76,5% 76,5% Barang Modal 18,7% 19,90% 16,9% 16,6% 16,7% 16,4% Migas 22,9% 22,20% 24,3% 21,6% 25,5% 23,1% Minyak Mentah 6,3% 5,60% 7,3% 7,4% 7,8% 7,5% Hasil Minyak 15,9% 14,96% 15,3% 12,9% 15,7% 14,0% Gas 0,8% 1,60% 1,7% 1,3% 2,0% 1,5% Non Migas 77,1% 77,80% 75,7% 67,0% 74,5% 76,9% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 2,6% 0,00% -0,1% 0,8% 0,3% -0,5% Bahan Baku 24,0% 5,10% 1,0% 4,1% -4,4% -2,6% Barang Modal 4,3% 3,00% -2,9% 1,6% -1,1% -1,0% Migas 11,1% 1,00% 1,5% -1,8% -10,7% 0,4% Minyak Mentah 1,9% -0,10% 1,9% -0,8% 0,1% 0,0% Hasil Minyak 8,9% 0,30% -0,1% -0,9% -1,1% 0,4% Gas 0,5% 1,90% 0,0% -0,2% -0,1% 0,1% Non Migas 20,3% 7,00% -3,9% 1,3% -4,2% -4,5% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan negatif di sektor non migas pada triwulan II tahun 2014, sebesar -5,8 persen (YoY), dengan kontribusi terbesar oleh penurunan nilai impor komoditas Kendaraan selain yang bergerak di atas rel (HS-87) yang turun sebesar -20,1 persen dan memiliki proporsi sebesar 4,5 persen terhadap total impor non migas Indonesia. Komoditas mesin/peralatan mekanik (HS-84) merupakan komoditas dengan proporsi 19,0 persen, terbesar diantara komoditas terpilih, tetapi pertumbuhannya negatif -0,5 persen. Untuk komoditas dengan pertumbuhan positif terjadi pada komoditas plastik dan barang dari plastik (HS-39) yang tumbuh 2,0 persen dengan proporsi 5,7 persen kemudian komoditas Serealia (HS-10) dengan pertumbuhan 1,7 persen dengan proporsinya 2,8 persen, serta komoditas Residu dan sisa dari industri makanan (HS- 23) dengan pertumbuhan 46,8 persen dengan proporsinya 2,8 persen. 52

65 HS Tabel 22. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun 2014 Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan (YoY) Proporsi Q Q Q Q Q Q Mesin dan pesawat mekanik 6.240, ,9-3,8% -0,5% 19,4% 19,0% 85 Mesin dan peralatan listrik serta bagiannya 4.434, ,8-5,3% -8,1% 13,8% 12,4% 72 Besi dan baja 2.077, ,3-19,2% -19,7% 6,4% 6,4% 39 Plastik dan barang dari plastik 1.830, ,9 1,9% 2,0% 5,7% 5,7% 29 Kimia organik 1.809, ,5 3,3% -1,3% 5,6% 5,0% 87 Kendaraan selain yang bergerak di atas rel 1.623, ,0-24,5% -20,1% 5,0% 4,5% 73 Barang dari besi atau baja 1.044, ,1-19,7% -14,2% 3,2% 3,1% 10 Serealia 685,6 994,8-13,8% 1,7% 2,1% 2,8% 23 Residu dan sisa dari industri makanan 541, ,5-24,9% 46,8% 1,7% 2,8% 52 Kapas 612,3 688,0 2,6% -2,4% 1,9% 1,9% No Total Nilai Impor Non-Migas , ,4-5,6% -5,8% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan negara utama asal impor untuk triwulan II tahun 2014, nilai impor dari 6 negara utama juga mengalami penurunan sebesar -4,5 persen (YoY) dengan sumber penurunan utama adalah nilai impor dari Amerika Serikat dan Korea Selatan yang turun sebesar -24,9 persen dan -18,8 persen dengan proporsi nilai impor sebesar 4,2 persen dan 4,0 persen. Negara ASEAN dengan proporsi terbesar 15,5 persen, tetapi terkontraksi sebesar -10,0 persen pada triwulan II tahun Negara Asal Impor Tabel 23. Negara Utama Asal Impor Triwulan II Tahun 2014 Nilai Impor (USD Juta) Pertumbuhan (YoY) Proporsi 2013 Q Q ASEAN , , ,5-4,5% -5,1% -10,0% 21,5% 21,0% 15,5% Q Q Q Uni Eropa , , ,2-4,1% -11,2% -10,9% 9,6% 9,2% 6,8% 3 Jepang , , ,2-16,2% -9,0% -17,2% 13,5% 12,3% 9,1% 4 Tiongkok , , ,2 2,1% 9,7% -9,6% 21,0% 20,8% 15,3% 5 Amerika Serikat 8.879, , ,9-22,6% 3,3% -24,9% 6,3% 5,8% 4,2% 6 Korea Selatan 8.813, , ,6 6,2% -19,5% -18,8% 6,2% 5,5% 4,0% Total Negara Asal Utama Q , , ,0-6,1% -3,6% -4,5% 78,0% 74,5% 60,4% Negara Lainnya , , ,4-2,7% 16,6% 115,7% 22,0% 25,5% 39,6% Total Impor Non Migas Sumber: BPS, diolah , , ,4-5,4% 0,8% 22,5% 100,0% 100,0% 100,0% 53

66 Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan II tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 2.214,3 juta. Berdasarkan neraca perdagangan pada triwulan II tahun 2014, pertumbuhan terjadi pada sektor migas yaitu sebesar 23,1 persen (YoY) dan -5,2 persen (QtQ). Tabel 24. Neraca Perdagangan Triwulan II Tahun 2014 Pertumbuhan 2013 Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,1-3,9% 0,5% -2,5% Ekspor Migas , , ,4-11,5% -0,7% -4,4% Ekspor Non Migas , , ,7-2,1% 0,8% -2,0% Impor Total (USD Juta) , , ,4-2,7% 8,1% -4,1% Impor Migas , , ,0 4,4% -2,0% 1,9% Impor Non Migas , , ,4-6,1% 11,5% -5,8% Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,3 138,7% -306,4% -28,7% Migas , , ,6 110,1% -5,2% 23,1% Non Migas 9.860, ,5 762,3 151,0% -81,9% -210,5% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok selama bulan April - Mei 2014 mengalami defisit sebesar USD-2.557,0 juta. Adapun pertumbuhan neraca perdagangannya dibanding bulan April sampai dengan Mei 2013 adalah sebesar 56,3 persen dengan pertumbuhan positif dari sektor nonmigas (39,5 persen) dan pertumbuhan negatif dari sektor migas (-66,0 persen). Tabel 25. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2013 Q Apr-Mei 2014 Pertumbuhan Q Apr-Mei 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,5-4,4% -25,5% Ekspor Migas 1.319,40 211,4 94,6-26,2% -69,8% Ekspor Non Migas , , ,9-3,2% -21,4% Impor Total (USD Juta) , , ,5 8,7% -0,7% Impor Migas 279,1 11,3 6,2-84,6% -88,3% Impor Non Migas , , ,2 9,7% 0,2% Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,0 67,1% 56,3% Migas 1.040,10 200,1 88,3-6,0% -66,0% Non Migas , , ,3 56,2% 39,5% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-Jepang periode bulan April-Mei 2014 menunjukkan performa yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai neraca perdagangan yang positif sebesar USD 54

67 868,3 juta. Pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia-Jepang bulan April-Mei 2014 tumbuh sebesar -32,9 persen dibandingkan dengan bulan April-Mei Tabel 26. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2013 Q Apr-Mei 2014 Pertumbuhan Q Apr-Mei 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,9-11,2% -21,7% Ekspor Migas , , ,8-8,8% -30,7% Ekspor Non Migas , , ,1-12,9% -14,8% Impor Total (USD Juta) , , ,6-8,8% -17,6% Impor Migas 230,9 16,6 8,0 86,3% -18,4% Impor Non Migas , , ,7-9,0% -17,6% Neraca Perdagangan (USD Juta) 7.801, ,2 868,3-16,2% -32,9% Migas , , ,8-9,1% -30,7% Non Migas ,7-658,2-581,6 20,2% -27,3% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika selama bulan April-Mei 2014 mengalami surplus sebesar USD 1.208,3 juta dengan pertumbuhan dibanding periode yang sama tahun 2013 adalah sebesar 89,6 persen. Pertumbuhan neraca perdagangan positif ini juga berbanding lurus dengan pertumbuhan positif dari sektor migas (103,6 persen) dan sektor nonmigas (88,8 persen). Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2013 Q Apr-Mei 2014 Pertumbuhan Q Apr-Mei 2014 Ekspor Total (USD Juta) , , ,9 2,3% 7,9% Ekspor Migas 609,8 127,2 80,8 9,7% 81,9% Ekspor Non Migas , , ,1 2,0% 6,6% Impor Total (USD Juta) 9.065, , ,6 3,8% -19,3% Impor Migas 188,9 15,1 18,5 148,7% 33,8% Impor Non Migas 8.876, , ,1 3,3% -19,7% Neraca Perdagangan (USD Juta) 6.626, , ,3 0,7% 89,6% Migas 421,0 112,1 62,3 2,0% 103,6% Non Migas 6.205, , ,0 0,7% 88,8% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan performa yang baik, yang ditunjukkan oleh nilai surplus perdagangan selama bulan April-Mei 2014, yaitu sebesar USD 1.214,9 juta. Pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia-India bulan April-Mei 2014 tumbuh sebesar -28,7 persen bila dibandingkan dengan bulan April-Mei

68 Indeks Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2013 Q Apr-Mei 2014 Pertumbuhan Q Apr-Mei 2014 Ekspor Total (USD Juta) , ,6-14,8% -20,5% Ekspor Migas 21,0 5,8 9,5 623,9% 366,9% Ekspor Non Migas , , ,1-14,9% -20,8% Impor Total (USD Juta) 3.964, ,7-1,2% -2,6% Impor Migas 195,1 133,3 64,6 1191,4% -37,7% Impor Non Migas 3.768,9 899,7 701,1-13,1% 2,7% Neraca Perdagangan (USD Juta) 9.067,3 1732, ,9-21,3% -28,7% Migas -173,9-127,6-55,2 1239,0% -45,8% Non Migas 9.241,4 1859, ,0-15,8% -29,7% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun 2014 Secara umum kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan II tahun 2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai Indeks Tendensi Bisnis (ITB) sebesar 106,00. Tingkat optimisme pelaku bisnis pada triwulan II tahun 2014 meningkat dibandingkan triwulan I tahun 2014 (101,95). Peningkatan kondisi bisnis pada triwulan II tahun 2014 terjadi hampir pada semua sektor kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan. Sektor yang mengalami peningkatan tertinggi adalah sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan dengan nilai ITB sebesar 113,05. Sektor yang memiliki nilai ITB terendah adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai ITB sebesar 96,45. Adapun perkiraan ITB triwulan III tahun 2014 adalah sebesar 108, ,91 Tabel 29. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun ,86 110,43 108,45 107,29 107,86 107,43 106,63 106,92 105,75 103,41 104,23 102,16 103,89 104,22 105,29 102,34 108,06 106,12 104,72 106,00 103,88 101,95 Triwulan Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (menigkat)dibanding triwulan Sumber: BPS diolah 56

69 Gambar 11. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan II Tahun Variabel pembentuk ITB Trw II-2014 No Sektor dalam ITB ITB Trw I ITB Trw II-2014 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 115,79 102,13-102,13-2 Pertambangan dan Penggalian 94,61 96,45 98,63 100,00 93,15 3 Insdustri Pengolahan 99,75 105,09 108,32 105,53 102,22 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 99,96 107,27 109,97 108,59 104,47 5 Konstruksi 98,32 104,91 107,98 106,13 101,84 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 99,77 107,93 111,93 109,50 104,39 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 104,09 107,14 107,76 106,04 107,10 8 Keuangan, real Estat,dan Jasa Perusahaan 108,43 113,05 117,79 111,56 109,74 9 Jasa Jasa 108,30 110,04 115,75 110,65 105,04 Sumber: BPS diolah Indeks Tendensi Bisnis 101,95 106,00 109,70 106,68 103,49 Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan April 2014 hingga 8 Agustus 2014, 2 (dua) dari 5 (lima) komoditas tertentu mengalami tren kenaikan harga, yaitu beras medium dan tepung terigu. Harga minyak goreng kemasan sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan (-5,56 persen) pada bulan April Komoditas gula pasir, minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah menunjukkan puncak harga tertinggi pada bulan Juli HARGA INFLASI PERIODIK Tabel 30. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 8 Agustus 14 Beras Medium (Rp/Kg) Gula Pasir (Rp/Kg) Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) Tepung Terigu (Rp/Kg) Beras Medium (Rp/Kg) -2,10% -0,99% 0,40% 0,63% -0,02% Gula Pasir (Rp/Kg) -1,36% -0,48% 0,20% 0,50% -0,15% Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) -5,56% 1,34% 1,64% 0,50% 0,04% Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 0,06% -0,22% -0,66% 1,70% -0,58% Tepung Terigu (Rp/Kg) -0,68% 0,08% 0,10% 1,06% -1,68% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Pada bulan Juli 2014, harga nikel mengalami peningkatan yaitu sebesar USD ,7; lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencapai USD ,8. Sementara pada bulan 57

70 yang sama, harga kacang kedelai mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 7,0 persen dibandingkan bulan sebelumnya. ENERGI Tabel 31. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITAS 2013 Jan-Jul 2014 Mar-14 Apr-14 Mei 14 Jun 14 Jul 14 Coal, Australia 84,6 518,0 73,3 72,8 73,7 71,5 68,8 Crude oil, West Texas 97,9 708,3 100,6 102,1 101,9 105,2 102,9 PERTANIAN Cocoa 243, ,6 304,0 305,0 303,0 317,0 319,6 Coffee, robusta ,3 232,3 232,7 227,0 218,1 224,4 Palm oil ,3 961,0 911,0 893,3 857,0 841,0 Soybeans ,3 500,0 516,0 521,3 516,0 480,0 Shrimp, Mexico 13, , , , , , ,8 Woodpulp 823, ,0 875,0 875,0 912,5 875,0 875,0 Rubber*, Singapore 279, ,9 228,0 220,0 207,0 209,0 201,9 LOGAM & MINERAL Copper 7.332, , , , , , ,4 Iron ore 135,0 765,3 111,8 114,6 100,6 92,7 96,1 Nickel , , , , , , ,7 Tin , , , , , , ,4 Zinc 1910, ,4 200,8 202,7 205,9 212,8 231,1 INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia -12,2% -15,7% -3,9% -0,7% 1,2% -3,0% -3,8% Crude oil, West Texas 3,9% 5,7% -0,2% 1,5% -0,2% 3,3% -2,2% PERTANIAN Cocoa 2,1% 34,3% 1,7% 0,3% -0,7% 4,6% 0,8% Coffee, robusta -8,4% 0,2% 9,9% 0,2% -2,4% -4,0% 2,9% Palm oil -14,2% 5,0% 5,8% -5,2% -1,9% -4,1% -1,9% Soybeans -9,0% -0,9% -15,4% 3,2% 1,0% -1,0% -7,0% Shrimp, Mexico 37,6% 44,4% -0,2% 0,0% 5,8% 0,0% 0,0% Woodpulp 7,9% 9,0% 0,5% 0,0% 4,3% -4,1% 0,0% Rubber*, Singapore -17,5% -27,0% 6,0% -3,5% -5,9% 1,0% -3,4% LOGAM & MINERAL Copper -7,9% -6,8% -7,0% 0,4% 3,3% -1,0% 4,3% Iron ore 5,1% -19,4% -7,9% 2,5% -12,2% -7,8% 3,6% Nickel -14,4% 7,2% 10,4% 10,8% 11,7% -4,0% 2,6% Tin 5,5% 3,5% 0,9% 1,7% -0,6% -2,2% -1,5% Zinc -2,1% 8,6% -1,3% 1,0% 1,6% 3,4% 8,6% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah 58

71 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, triwulan II tahun 2014 pertumbuhan (YoY) komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,5 persen. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan II tahun 2014 sebesar Rp ,7 miliar lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 10,3 persen. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan II tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 6.216,2 juta. 59

72 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar 2,5 persen dibanding triwulan I tahun 2014 dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 9,5 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar 5,1 persen. Secara spasial, pada triwulan II tahun 2014 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB yaitu 58,7 persen, kemudian diikuti Pulau Sumatera sebesar 23,7 persen. Pada sisi penggunaan, triwulan II tahun 2014 pertumbuhan (YoY) komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,5 persen, dibanding triwulan II tahun Sementara pertumbuhan triwulan II tahun 2014 dibanding triwulan I tahun 2014 tumbuh 4,6 persen (QtQ). Tabel 32. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan II Tahun 2013 (persen) Q1- Q1- Q Q Y-o-Y (QtQ) (Y-o-Y) (QtQ) (Y-o-Y) Pertumbuhan PDB (%, YoY) 5,78 0,97 5,22 2,47 5,12 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 4,71-5,60 5,14 4,61 4,53 a. Bangunan 6,57-5,21 6,54 4,16 6,59 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 4,71 0,02 2,99 6,01 4,50 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri -0,38-6,53 5,25 3,47 0,65 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 12,96 5,66 8,73 3,58 14,12 e. Alat Angkutan Luar Negeri -10,13-13,18-14,81 12,17-13,77 f. Lainnya Dalam Negeri 16,02-6,85 5,13 6,76 3,76 g. Lainnya Luar Negeri 4,96-10,58 3,61 13,79 1,93 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 31,66 30,77 31,50 a. Bangunan 26,81 26,02 26,57 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,31 0,30 0,32 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 2,82 2,89 2,94 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 0,25 0,26 0,27 e. Alat Angkutan Luar Negeri 0,79 0,63 0,69 f. Lainnya Dalam Negeri 0,46 0,44 0,47 g. Lainnya Luar Negeri 0,23 0,23 0,25 Sumber data: BPS. Keterangan : * Angka Sementara,** Angka Sangat Sementara Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan II tahun 2014 (YoY) sebesar 5,1 persen secara lebih detil didorong oleh 60

73 pertumbuhan Alat Angkutan Dalam Negeri yang tumbuh sebesar 14,1 persen, dan Bangunan dengan pertumbuhan 6,6 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan II tahun 2014 pada pertumbuhan Bangunan dengan sumbangan 26,6 persen. Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2014 Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan II tahun 2014 sebesar Rp ,7 miliar lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2014 atau tumbuh sebesar 10,3 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan II tahun 2014 sebesar USD 7.431,6 juta, atau mengalami peningkatan sebesar 8,4 persen dibandingkan triwulan II tahun Jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi PMDN tumbuh sebesar 15,3 persen dan realisasi PMA mengalami peningkatan sebesar 3,6 persen. Tabel 33. Realisasi PMA PMDN Tahun 2006 Triwulan II Tahun 2014 PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) TAHUN (Rp (USD PMDN PMA Miliar) juta) , ,4 68,9% 72,6% , ,4-41,6% 43,8% , ,2 85,6% -27,3% , ,8 60,4% 49,9% , ,2 25,4% 20,1% , ,7 21,3% 26,1% , ,5 39,0% 16,5% 2014 Trw I , ,2 25,9% -2,7% 2014 Trw II , ,6 15,3% 3,6% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 7.431,6 juta atau mengalami peningkatan sebesar 8,4 persen dibandingkan triwulan II tahun Penurunan terjadi di sektor primer sebesar 23,7 persen, dan di sektor sekunder sebesar 7,9 persen. Sementara sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 122,4 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Realisasi per sektor untuk PMDN, tumbuh sebesar 10,3 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya dengan realisasi sebesar Rp ,8 miliar. Kenaikan ini didorong pertumbuhan sektor primer sebesar 149,7 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY), PMA mengalami kenaikan sebesar 3,6 persen dan untuk PMDN mengalami pertumbuhan sebesar 15,3 persen. Dilihat secara sumbangannya, pada triwulan II tahun 2014, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan share 43,3 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor tersier sebesar 56,7 persen. 61

74 Tabel 34. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan II Tahun 2014 Berdasar Sektor (YoY) Tahun PMA Jumlah PMDN (juta US Primer Sekunder Tersier $) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , trw II 1.646, , , , , , , , trw I 2.235, , , , , , , , trw II 1.704, , , , , , , ,8 Pertumbuhan Trw II 2014/Trw I ,7% -7,9% 122,4% 8,4% 149,7% 8,6% -0,4% 10,3% Pertumbuhan Trw II 2014/Trw II ,6% -7,0% 21,3% 3,6% -36,7% -24,5% 115,1% 15,3% Share 2014 Trw II 22,9% 43,3% 33,7% 100,0% 11,7% 31,6% 56,7% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan II tahun 2014 realisasi PMA pada lima (5) besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi berturut-turut adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Komunikasi dengan persentase 19,3 persen, Industri Makanan 17,3 persen, Industri Pertambangan 14,7 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan 7,6 persen, Industri Kimia dan Farmasi 6,3 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berturut-turut adalah Listrik, Gas Air 44,8 persen, Industri Makanan 12,9 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan 11,1 persen, Konstruksi 6,8 persen dan Industri Kimia dan Farmasi 6,6 persen. Tabel 35. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2014 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha US$ Juta % Thd Total Sektor/Bidang Usaha Rp. MIliar % Thd Total Transportasi, Gudang & Komunikasi 1.435,8 19,3% Listrik, Gas dan Air ,6 44,8% Industri Makanan 1.287,1 17,3% Industri Makanan 4.928,9 12,9% Pertambangan Tanaman Pangan & 1.093,7 14,7% Perkebunan 4.228,1 11,1% Tanaman Pangan & Perkebunan 563,7 7,6% Konstruksi 2.588,9 6,8% Ind. Kimia dan Farmasi 468,1 6,3% Ind. Kimia dan Farmasi 2.510,9 6,6% Lainnya 2.583,2 34,8% Lainnya 6.829,4 17,9% JUMLAH/TOTAL 7.431,6 100,0% JUMLAH/TOTAL ,8 100,0% Sumber: BKPM, diolah 62

75 Realisasi Per Lokasi Berdasar Lokasinya, pada triwulan II tahun 2014 pertumbuhan realisasi PMDN (QtQ) terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan sebesar 341,6 persen. Diikuti Kalimantan sebesar 194,3 persen dan Sumatera sebesar 139,4 persen. Sementara itu Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua mengalami penurunan realisasi hingga tumbuh negatif. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan II tahun 2014 yaitu 58,5 persen, 21,8 persen dan 18,8 persen Pertumbuhan realisasi PMDN per lokasi pada triwulan II tahun 2014 dibanding triwulan I tahun 2014 tumbuh sebesar 10,3 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pertumbuhan realiasasi investasi PMDN adalah sebesar 15,3 persen. Tabel 36. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) TAHUN LOKASI TOTAL Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, , , , , , , ,9 888, , Trw II 6.882, , , , ,5 279,7 180, , Trw I 3.483, ,4 33, ,8 690,0 61,7 33, , Trw II 8.337, ,1 149, ,0 200,6 0,0 0, ,8 Pertumbuhan Trw II 2014/Trw I ,4% -19,9% 341,6% 194,3% -70,9% -100,0% -100,0% 10,3% Pertumbuhan Trw II 2014/Trw II ,1% 36,0% -93,8% 26,1% -84,4% -100,0% -100,0% 15,3% Share 2014 Trw II 21,8% 58,5% 0,4% 18,8% 0,5% 0,0% 0,0% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA pertumbuhan triwulan II tahun 2014 dibandingkan triwulan I tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 8,4 persen dengan pertumbuhan terbesar berturutturut terjadi di Jawa, Sulawesi, Bali dan NTT, serta Papua. Lokasi lainnya yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Maluku mengalami pertumbuhan negatif. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY), realisasi PMA mengalami peningkatan sebesar 3,6 persen dengan pertumbuhan terbesar dialami oleh Bali dan Nusa Tenggara. Secara sumbangan, pada triwulan II tahun 2014 pulau Jawa memberikan sumbangan terbesar yaitu 60,0 persen 63

76 TAHUN Tabel 37. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , Trw II 657, ,0 109,9 805,9 189,6 83,1 539, , Trw I 1.270, ,2 266, ,1 171,5 37,2 363, , Trw II 787, ,2 286, ,9 209,5 17,6 376, ,6 Pertumbuhan Trw II 2014/Trw I ,0% 37,0% 7,2% -13,1% 22,2% -52,7% 3,7% 8,4% Pertumbuhan Trw II 2014/Trw II ,7% -6,9% 160,3% 61,2% 10,5% -78,8% -30,1% 3,6% Share 2014 Trw II 10,6% 60,0% 3,8% 17,5% 2,8% 0,2% 5,1% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan II tahun 2014 untuk PMDN, lima (5) besar lokasi investasi yang diminati, 3 (tiga) diantaranya terletak di Pulau Jawa. Dengan penyumbang realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Timur sebesar 27,6 persen Lokasi (Propinsi) Tabel 38. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2014 PMA US$ Juta PMDN % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total DKI Jakarta 1.687,5 22,7% Jawa Timur ,2 27,6% Jawa Barat 1.463,9 19,7% Kalimantan Timur 5.741,8 15,0% Kalimantan Timur 691,9 9,3% Banten 4.901,3 12,8% Jawa Timur 635,1 8,5% Jawa Tengah 4.378,5 11,5% Banten 482,4 6,5% Riau 3.947,4 10,3% Gabung Lainnya 2.470,8 33,2% Gabung Lainnya 8.684,6 22,7% Jumlah 7.431,6 100,0% Jumlah ,8 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA, lima (5) lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Banten. Dengan penyumbang PMA terbesar adalah DKI Jakarta sebesar 22,7 persen. 64

77 Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan II tahun 2014 terdapat lima besar negara asal investasi PMA yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD 2.112,8 juta atau 28,4 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Malaysia dengan nilai USD 616,6 juta (8,3 persen); 3) Jepang dengan nilai realisasi investasi USD 589,8 juta (7,9 persen); 4) Inggris dengan nilai realisasi investasi USD 588,8 juta (7,9 persen) serta 5) Amerika Serikat dengan realisasi investasi USD 401,5 juta (5,4 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 39. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Tahun 2013 Investasi Negara (USD Juta) % Singapura 2.112,8 28,4% Malaysia 616,6 8,3% Jepang 589,8 7,9% Inggris 588,8 7,9% Amerika Serikat 401,5 5,4% Gabungan Negara Lainnya 3.558,8 47,9% Jumlah 7.431,6 100,0% Sumber: BKPM diolah Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 40. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3 Comprehensive Economic Partnership for East Asia Proposed/Under consultation and (CEPEA/ASEAN+6) study 4 ASEAN-People's Republic of Tiongkok Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 5 ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect Agreement 6 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8 ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement The 4th round of negotiation 13 United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 65

78 No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 14 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference (FA) signed/fta Under Negotiation 15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed but not yet In Effect 16 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 17 Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement The 5rd Round of Negotiations (IE - CEPA) 18 Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia The 2nd round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19 Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India Comprehensive Launching of negotiation Economic Cooperation Agreement) 20 Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 6th round of negotiation 21 Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 1st round of negotiation 22 Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23 Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24 Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group 25 Regional Comprehensive Economic Partnership The 3rd round of negotiation Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok selama triwulan II tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 6.216,2 juta. Defisit ini disumbangkan oleh 3 (tiga) negara, yaitu Indonesia, Singapura dan Phillipina yang mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 4.616,5 juta, USD 4.240,4 dan USD 591,5 juta. Sementara itu, negara lainnya (Malaysia dan Thailand) mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok secara berurutan sebesar USD 2.094,5 juta dan USD 1.137,8 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan II tahun 2014 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 3,2 persen (QtQ). Begitu juga bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2013 (YoY), nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok hanya mengalami penurunan sebesar 4,6 persen. Indonesia, Malaysia dan Thailand memberikan kontribusi penurunan nilai ekspor ASEAN-5 ini, di mana masing-masing juga mengalami pertumbuhan negatif nilai ekspor ke Tiongkok sebesar 23,6 persen, 5,0 persen dan 1,9 persen. 66

79 Tabel 41. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor Asean ke Tiongkok (juta USD) Q Q Q (QtQ) Pertumbuhan Proporsi* Q (YoY) Q ASEAN (5) , ,3-3,2% -4,6% 8,7% Indonesia 8.163, ,1-29,1% -23,6% 1,2% Animal or Vegetable Fats Oils 911,5 793,9-12,9% 35,5% 0,2% Mineral Products 4.397, ,1-50,7% -51,1% 0,5% Plastics, Rubber and Articles 486,7 344,6-29,2% -41,7% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 346,9 391,7 12,9% -7,9% 0,1% Malaysia , ,1 5,3% -5,0% 2,9% Animal or Vegetable Fats Oils 754,8 650,4-13,8% -15,6% 0,1% Mineral Products 1.724, ,6 3,4% 29,5% 0,4% Plastics, Rubber and Articles 970,3 986,1 1,6% -7,9% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 7.994, ,8 10,1% -8,3% 1,9% Singapura 7.675, ,5-1,7% 3,7% 1,6% Mineral Products 1.504, ,9-8,9% 0,9% 0,3% Products of Chemcial or Allied 1.254, ,1-7,9% 18,3% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 1.133, ,8-3,9% 41,6% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.052, ,8 0,9% -8,7% 0,6% Thailand 9.407, ,5-3,3% -1,9% 1,9% Animal or Vegetable Fats Oils 6,0 5,6-7,5% -99,4% 0,0% Products of Chemcial or Allied 783,9 763,9-2,5% -11,0% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 2.645, ,8-18,4% -9,8% 0,5% Machiney, Electrical Equipment 3.154, ,7 8,6% -1,6% 0,7% Filipina 4.253, ,1 17,9% 9,2% 1,1% Mineral Products 362,2 925,7 155,6% 42,8% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 98,3 79,0-19,6% -16,6% 0,0% Base Metals and Articles 40,2 148,0 267,7% -44,8% 0,0% Machiney, Electrical Equipment 3.418, ,0 0,3% 8,4% 0,7% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan II tahun 2014 adalah sebesar USD ,5 juta atau naik sebesar 18,3 persen (QtQ) dan 1,9 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara merata mengalami kenaikan nilai impor dari Tiongkok. Dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 (YoY), impor dari Tiongkok ke Indonesia 67

80 meningkat sebesar 2,4 persen, ke Malaysia sebesar 0,1 persen, ke Singapura sebesar 2,5 persen, ke Thailand sebesar -0,5 persen dan ke Philipina sebesar 6,9 persen. Tabel 42. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor Asean dari Tiongkok (juta USD) Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Proporsi* Q (YoY) Q ASEAN (5) , ,5 18,3% 1,9% 9,7% Indonesia 8.666, ,6 20,1% 2,4% 2,1% Mineral Products 772,4 511,0-33,8% -36,0% 0,1% Textiles and Textile Articles 995, ,2 50,4% 21,5% 0,3% Base Metals and Articles 1.008, ,2 18,4% 12,3% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.680, ,9 20,4% -3,5% 0,7% Malaysia 9.579, ,6 22,0% 0,1% 2,4% Textiles and Textile Articles 976, ,5 32,9% -10,0% 0,3% Base Metals and Articles 953, ,0 55,1% 6,0% 0,3% Machiney, Electrical Equipment 3.142, ,1 12,3% -4,7% 0,7% Optical, Photographic, Muscial Instruments 576,6 664,9 15,3% -1,6% 0,1% Singapura 9.680, ,9 21,7% 2,5% 2,4% Mineral Products 920, ,9 11,9% 22,5% 0,2% Base Metals and Articles 979, ,5 5,8% -5,2% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 4.256, ,2 15,6% 9,0% 1,0% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 941, ,7 35,7% -18,2% 0,3% Thailand 7.239, ,7 9,9% -0,5% 1,6% Products of Chemcial or Allied Industries 760,0 794,5 4,5% 10,0% 0,2% Textiles and Textile Articles 546,5 598,1 9,4% -0,7% 0,1% Base Metals and Articles 870, ,5 35,6% 19,3% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.729, ,8 8,7% -5,0% 0,6% Filipina 4.950, ,7 13,3% 6,9% 1,1% Products of Chemcial or Allied Industries 348,2 341,7-1,9% 5,4% 0,1% Textiles and Textile Articles 588,2 737,9 25,4% -19,9% 0,2% Base Metals and Articles 786,0 924,2 17,6% 31,3% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 1.290, ,2 11,8% 15,5% 0,3% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC 68

81 Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada bulan Mei 2014 adalah sebesar USD 3.425,6 juta, lebih tinggi daripada bulan April Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia- ASEAN selama Januari-Mei 2014 mencapai USD ,5 juta atau turun 4,2 persen (YoY). Sumber utama pertumbuhan negatif ekspor Indonesia tertinggi adalah ke Brunei Darussalam dengan pertumbuhan 38,3 persen dan proporsi total ekspor sebesar 0,3 persen. Sedangkan nilai impor Indonesia dari ASEAN pada bulan Mei 2014 adalah sebesar USD 4.091,6 juta dan sepanjang Januari-Mei 2014 adalah sebesar USD ,4 juta. Nilai impor Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspornya membuat neraca perdagangan Indonesia-ASEAN sepanjang Januari-Mei 2014 mengalami defisit sebesar USD 4.731,8 juta dengan defisit terbesar terjadi pada perdagangan antara Indonesia dengan Singapura, yaitu sebesar USD 3.521,9 juta. Tabel 43. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Nilai (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Jan-Mei 2014 Apr-14 Mei-14 Jan-Mei 2014/ Jan-Mei 2013 Jan-Mei 2014 Total Ekspor , , ,6-4,2% 100,0% Thailand 2.358,2 445,5 506,1-11,8% 14,3% Singapura 7.183, , ,1 1,3% 43,5% Philipina 1.545,5 326,4 294,6-1,3% 9,4% Malaysia 4.087,4 810,6 913,3-8,1% 24,8% Myanmar 215,9 31,4 56,6-24,2% 1,3% Cambodia 161,9 33,8 38,7 27,2% 1,0% Brunei 43,9 6,7 7,9-38,3% 0,3% Laos 1,9 0,7 0,5-5,4% 0,0% Vietnam 898,7 196,5 193,7-6,1% 5,4% Total Impor , , ,6-5,7% 100,0% Thailand 4.049,9 835,3 831,6-17,4% 19,1% Singapura , , ,6 0,5% 50,4% Philipina 289,4 83,4 45,0-15,3% 1,4% Malaysia 4.305,9 838,1 860,7-17,6% 20,3% Myanmar 69,4 21,2 17,8 96,3% 0,3% Cambodia 9,7 1,4 1,8 101,1% 0,0% Brunei 336,9 0,2 140,6 26,1% 1,6% Laos 27,9 5,5 2,7 807,2% 0,1% Vietnam 1.434,0 362,0 263,0 31,6% 6,8% Sumber: BPS, diolah 69

82 Perdagangan Antar Negara ASEAN Perdagangan antar negara ASEAN cenderung baik pada tahun 2013, yaitu dengan total ekspor meningkat sebesar 0,8 persen dan impor menurun sebesar 0,3 persen. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Malaysia yang tumbuh hingga 5,1 persen, diikuti oleh Thailand yang tumbuh 4,6 persen. Proporsi ekspor terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Singapura sebesar 42,7 persen, diikuti oleh Malaysia (21,2 persen), Thailand (19,7 persen) dan Indonesia (13,5 persen). Sedangkan pertumbuhan impor terbesar pada tahun 2013 berturut-turut dialami oleh Singapura (31,8 persen), Malaysia (22,5 persen), Indonesia (22,0 persen) dan Thailand (17,9 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD 50,9 miliar; USD 15,3 miliar; dan USD 8,9 miliar. Tabel 44. Perdagangan antar Negara ASEAN Tahun Proporsi Ekspor ke ASEAN Proporsi Impor dari ASEAN NERACA (USD Juta) Indonesia 13,9% 13,2% 13,5% 19,8% 20,0% 22,0% , , ,8 Kamboja* 0,3% 0,3% 0,9% 0,9% , ,7 Malaysia 18,5% 19,2% 21,2% 20,1% 20,3% 22,5% 4.002, , ,3 Filipina 2,8% 3,1% 2,9% 5,8% 5,6% 5,8% , , ,5 Singapura 42,1% 40,9% 42,7% 30,2% 29,6% 31,8% , , ,8 Thailand 17,9% 17,9% 19,7% 15,2% 15,8% 17,9% , , ,6 Vietnam* 4,5% 5,5% 8,1% 7,7% , ,8 Ket: *) Tahun 2013 belum ada datanya Sumber: UNCOMTRADE 70

83 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan April-Juni 2014 masingmasing sebesar 7,25 persen, 7,32 persen, dan 6,70 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada triwulan II tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar. Rata-rata IHSG pada triwulan II tahun 2014 sebesar 4.870,88. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 19,5 persen per Mei 2013 dan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang menurun yakni sebesar 1,99 persen. Penyaluran KUR pada triwulan II tahun 2014 (periode 1 Januari - 30 Juni 2014) mencapai lebih dari Rp 19,7 triliun atau 53,2 persen dari target penyaluran KUR untuk 2014 Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan II Tahun

84 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perekonomian global di triwulan II tahun 2014 semakin membaik, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Perbaikan ekonomi dunia terutama didorong oleh pulihnya ekonomi negara maju sejalan dengan stimulus moneter yang berkelanjutan. Hal tersebut tercermin pada indikator penjualan dan kinerja manufaktur di Eropa dan AS yang terus membaik. Perbaikan ekonomi AS dan Eropa tersebut diperkirakan akan mendorong peningkatan volume perdagangan dunia. Sejalan dengan hal tersebut, harga komoditas mulai menunjukkan perbaikan. Ke depan, terdapat sejumlah risiko perekonomian global yang perlu untuk terus diwaspadai, antara lain, perlambatan ekonomi Tiongkok dan normalisasi kebijakan The Fed. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami percepatan yang tajam pada triwulan II tahun 2014 dengan laju inflasi tahunan sebesar empat persen. Laporan Departemen Perdagangan Amerika Serikat menyatakan bahwa peningkatan ini diakibatkan oleh bisnis yang meningkat, belanja pemerintah negara bagian yang semakin besar, dan ekspor Amerika yang tengah berkembang. Inflasi pada kawasan Eropa mengalami penurunan cukup besar dibandingkan ekspektasi para analis sehingga menjadikan inflasi di akhir triwulan II tahun 2014 berada pada titik terendah selama 15 bulan terakhir. Hal tersebut memberikan bank sentral Eropa sedikit ruang untuk menurunkan suku bunga acuan di tengah kekhawatiran adanya resesi di Eropa Pemerintah Tiongkok secara aktif terus menjalankan proyek-proyek pembangunan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, belanja fiskal pemerintah Tiongkok meningkat 26,1 persen menjadi RMB 1,65 triliun atau sekitar USD 265,84 miliar di bulan Juni 2014 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dalam waktu enam bulan, total belanja fiskal Pemerintah Tiongkok mencapai RMB 6,9 triliun. Peningkatan belanja fiskal di bulan Juni tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Mei lalu secara tahunan (YoY) pertumbuhan belanja fiskal Tiongkok adalah sebedar RMB 1,27 triliun. Sebelumnya, Departemen Keuangan Tiongkok mendesak pemerintah daerah untuk mempercepat alokasi anggaran guna menjamin penyelesaian proyek. Hal tersebut dilakukan untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang tengah melambat. Sementara itu, Jepang tercatat mengalami defisit perdagangan hingga akhir triwulan II tahun Defisit perdagangan Jepang mencapai rekor USD 75 miliar untuk semester pertama tahun 2014 yang menunjukkan bahwa usaha meningkatkan ekspor tidak berhasil. Jepang mencatatkan defisit perdagangan berturut-turut karena impor terus meningkat dan ekspor turun di luar dugaan. Defisit perdagangan 72

85 tersebut memberikan indikasi bahwa usaha meningkatkan ekspor dengan memperlemah mata uang sesungguhnya tidak berhasil. Ekspor juga telah mengalami kesulitan karena banyak perusahaan Jepang telah memindahkan pabrik mereka ke luar negeri, dimana biayanya lebih rendah. Hal lain yang memperburuk defisit perdagangan adalah Jepang harus bergantung pada impor energi yang mahal setelah terjadinya bencana di pembangkit nuklir Fukushima tahun Perkembangan Moneter Domestik Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2014 masih menunjukan tren melambat. Meskipun masih tumbuh cukup kuat, konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat. Hal ini diindikasikan, antara lain, oleh melambatnya indeks penjualan eceran dan penjualan mobil. Konsumsi pemerintah juga diprakirakan tumbuh lebih rendah akibat penghematan belanja kementerian dan lembaga. Sementara itu, pertumbuhan investasi juga diperkirakan melambat, khususnya investasi bangunan sebagai dampak kebijakan stabilisasi. Namun, investasi nonbangunan diperkirakan meningkat antara lain ditopang oleh kinerja ekspor manufaktur yang masih kuat. Secara keseluruhan, kinerja sektor eksternal masih lemah, tertahan oleh kinerja ekspor batubara dan mineral. Meskipun ekspor secara keseluruhan melemah, ekspor manufaktur (nonsumber daya alam) menunjukkan tren peningkatan, khususnya alat angkut. Hal tersebut terutama didukung oleh pemulihan ekonomi di negara maju dan mulai dijadikannya Indonesia sebagai basis produksi mobil untuk pasar utama ASEAN, Jepang dan negara Asia lainnya. Neraca perdagangan Indonesia mengalami sedikit surplus didorong oleh surplus neraca nonmigas. Neraca perdagangan pada Mei 2014 mengalami surplus sebesar 0,07 miliar dolar AS. Kinerja neraca perdagangan tersebut didorong oleh neraca perdagangan nonmigas yang mencatat surplus ditengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas. Surplus neraca nonmigas terutama didorong oleh impor nonmigas yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Impor nonmigas secara umum terkendali sejalan dengan moderasi permintaan domestik sebagai dampak kebijakan stabilisasi yang telah ditempuh selama ini. Berbeda dengan impor nonmigas, impor minyak terus mengalami peningkatan sejak Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing pada Juni 2014 sedikit tertahan, seiring dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden Namun, secara akumulatif hingga Juni 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 11,54 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, pada akhir Juni 2014, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 107,7 miliar dolar AS, setara 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 73

86 Pada akhir triwulan II tahun 2014, nilai tukar Rupiah semakin terdepresiasi terhadap USD. Pelemahan nilai tukar Rupiah selain disebabkan oleh berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global dan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2014, juga dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Inflasi pada Juni 2014 relatif terkendali sesuai dengan pola musimannya. Meningkatnya inflasi bulanan pada Juni sesuai dengan pola musiman menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Secara tahunan, inflasi masih menunjukkan tren yang menurun. Inflasi menjelang Ramadhan didorong oleh inflasi volatile food. Sementara itu, inflasi inti masih terkendali dan relatif stabil. Di sisi lain, inflasi administered prices meningkat terutama disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan Rumah Tangga dengan daya listrik VA ke atas. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan II tahun 2014, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Brazil, Rusia, dan Amerika Serikat cenderung meningkat selama periode April-Juni Sedangkan India merupakan satu satunya negara yang memiliki kecenderungan penurunan inflasi pada periode yang sama. Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014, India mengalami peningkatan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi sekitar 6 persen, maka di triwulan II tahun 2014, inflasi India meningkat hingga level 7,31 persen. Pada akhir periode triwulan II tahun 2014, Rusia merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi dibanding negara-negara lain dengan nilai inflasi sebesar 7,80 persen. Sedangkan kawasan Euro merupakan negara yang mengalami dengan tingkat inflasi terendah selama triwulan II 2014 yakni sebesar 0,70 persen, 0,50 persen, dan 0,50 persen pada bulan April-Juni Prestasi Eropa yang cukup baik tersebut seiring dengan lesunya perekonomian Tiongkok dan India sehingga mengurangi tekanan terhadap komoditas terutama minyak dan bahan makanan. Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan April-Juni 2014 masing-masing sebesar 7,25 persen, 7,32 persen, dan 6,70 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar -0,02 persen, 0,16 persen, dan 0,43 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan II tahun 2014 sebesar 1,39 persen, 1,56 persen, dan 1,99 persen. Pada bulan Juni 2014 terjadi inflasi sebesar 0,43 persen. Inflasi yang terjadi pada bulan Juni 2014 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks seluruh kelompok pengeluaran. Pengeluaran tersebut untuk 74

87 kelompok bahan makanan 0,99 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,32 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,38 persen, kelompok sandang 0,30 persen, serta kelompok kesehatan 0,36 persen. Selanjutnya kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,08 persen, kemudian kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,19 persen. Pada triwulan II tahun 2014, secara tahunan terjadi kecenderungan peningkatan angka inflasi inti, sedangkan angka inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah cenderung fluktuatif. Secara tahunan pada bulan Juni 2014 terjadi inflasi inti sebesar 4,81 persen, bernilai lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Mei 2014, namun lebih tinggi dibandingkan inflasi inti di bulan April 2014 sebesar 4,66 persen. Peningkatan angka inflasi inti dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaanpenawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditas internasional, dan inflasi mitra dagang), dan ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen. Secara tahunan komponen inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan April-Juni 2014 masing-masing sebesar 6,57 persen, 7,09 persen, dan 6,74 persen. Sementara itu, inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah pada bulan April-Juni 2014 masing-masing sebesar 17,64 persen, 16,85 persen, dan 13,47 persen secara tahunan. Secara bulanan pada bulan Juni 2014 terjadi inflasi inti sebesar 0,25 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan April dan Mei 2014 sebesar -0,24 persen dan 0,23 persen. Sementara itu, terjadi deflasi komponen pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan April dan Mei 2014 sebesar 1,26 persen dan 0,22 persen. Secara umum pada bulan April-Juni 2014 inflasi tahunan 66 kota di Indonesia cukup bervariasi, sedangkan inflasi bulanan 66 kota di Indonesia pada bulan Juni 2014 cenderung lebih tinggi dibanding inflasi bulanan pada bulan April dan Mei Pada bulan Juni 2014 terjadi inflasi sebesar 0,43 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 112,01. Dari 66 kota, tercatat 61 kota mengalami inflasi dan 5 kota mengalami deflasi. Inflasi bulanan tertinggi terjadi di Ternate sebesar 1,29 persen dengan IHK sebesar 114,28. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Maumere 0,72 persen dengan IHK sebesar 110,93 dan terendah terjadi di Pematang Siantar 0,09 persen dengan IHK sebesar 115,04. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan II tahun 2014 secara bulanan (MtM) nilai tukar mata uang beberapa negara terpilih terhadap US dollar bergerak fluktuatif (Lampiran 3). Brazil dan Jepang merupakan negara-negara yang mengalami apresiasi secara bulanan. Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal 75

88 tahun 2014 (YtD), Indonesia, Brazil, Singapura, dan Jepang mengalami apresiasi terhadap US Dollar. Selanjutnya, secara umum nilai tukar US Dollar mengalami depresiasi secara bulanan pada akhir Juni US Dollar menunjukkan pelemahan ditengah kekhawatiran atas pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang melambat. Pada bulan Juni 2014, secara bulanan nilai tukar Baht Thailand dan Rupiah mengalami pelemahan terbesar terhadap US Dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 1,55 persen dan 1,18 persen. Sedangkan nilai tukar Rubel Rusia dan Poundsterling Inggris secara bulanan mengalami penguatan terbesar terhadap US Dollar yakni sebesar 2,10 persen dan 2,03 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada akhir Juni 2014 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 16,93 persen, diikuti Rubel Rusia dan Baht Thailand sebesar 6,24 persen dan 2,66 persen. Sedangkan nilai tukar Poundsterling dan Euro secara tahunan mengalami penguatan terhadap US Dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lain, yakni sebesar 11,07 persen dan 4,97 persen. Penguatan Euro terhadap USD terjadi setelah Eurostat menyampaikan bahwa terdapat sinyal positif pada kinerja di sektor konsumsi. Indeks harga konsumen terutama untuk komponen inti dilaporkan mengalami pertumbuhan. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada triwulan II tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar, menguat sebesar 1,60 persen. Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada akhir bulan Juni 2014 mencapai Rp11.698,00 per US Dollar. Secara bulanan (MtM) dan dibandingkan dengan nilainya secara tahunan (YoY), nilai tukar Rupiah pada akhir Juni 2014 melemah sebesar 1,18 persen dan 16,93 persen. Indeks Harga Saham Dilihat dari posisi akhir bulan, India, Malaysia, Thailand, dan Amerika Serikat merupakan negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan II tahun Adapun negara Jepang merupakan satusatunya negara yang mengalami tren pelemahan sepanjang triwulan II tahun Sedangkan negara-negara lainnya mengalami fluktuatif (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan adalah Indonesia, India, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, dan Kawasan Euro. Negara yang mengalami pelemahan antara lain Brazil, Rusia, Tiongkok, Jepang, dan Hongkong sedangkan bursa saham negaranegara lain bergerak variatif selama bulan April-Juni Pada akhir Juni 2014, secara bulanan mayoritas indeks saham menguat dimana indeks RTS dan SET mengalami penguatan terbesar, yakni sebesar 9,65 persen dan 76

89 4,95 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir Juni 2014 peningkatan Indeks BSE dan STOXX 50 merupakan yang terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar 31,03 persen dan 24,67 persen. Jika dibandingkan secara tahunan, pasar saham India, Malaysia, Amerika Serikat, dan Kawasan Euro mengalami tren positif dengan peningkatan terbesar selama triwulan I tahun Pada tanggal 30 Juni 2014, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,60 dan 1.960,23. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan II tahun Penguatan bursa saham Wall Street tersebut dipicu oleh sentimen positif dari kepastian kebijakan suku bunga The Fed. Rata-rata IHSG pada triwulan II tahun 2014 sebesar 4.870,88. Nilai rata-rata IHSG tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan pertama tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun 2014 (YtD), indeks saham Indonesia juga mengalami penguatan selama bulan April-Juni Namun, hal berbeda terjadi ketika dibandingkan secara tahunan (YoY) dimana IHSG mengalami pelemahan dalam triwulan II tahun 2014 dibulan April dan Mei Jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia melemah pada akhir Juni 2014 dengan level 4.878,58. Penguatan IHSG pada akhir triwulan II tahun 2014 dipengaruhi karena ekspektasi positif pelaku pasar terhadap data perekonomian domestik. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode April-Juni 2014, daging ayam kampung, telur ayam kampung, kedelai lokal, susu kental manis, mie instant, dan bawang merah mengalami kenaikan harga secara bulanan (MtM). Komoditas cabai merah keriting dan cabai merah biasa mengalami penurunan harga, sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), selama bulan April-Juni 2014 kebanyakan harga kebutuhan pokok nasional mengalami tren positif, sedangkan harga bahan pokok lainnya cukup variatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan II tahun 2014 bahan pokok nasional yang harganya memiliki tren negatif adalah cabai merah keriting, cabai merah biasa, bawang merah, dan kacang tanah. Sedangkan harga bahan pokok nasional lainnya memiliki tren positif dan beberapa variatif. Pada bulan April-Juni 2014, secara umum harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan secara bulanan. Pada bulan Juni 2014, jika dilihat secara bulanan, peningkatan harga bawang merah sebesar 14,08 persen merupakan yang terbesar dibanding komoditas lainnya. Sedangkan cabai merah keriting dan cabai merah biasa merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami pelemahan terbesar secara bulanan sebesar -8,99 persen dan -6,71 persen. Pelemahan tersebut dipicu oleh ketersediaan pasokan komoditas yang relatif banyak. 77

90 Secara tahunan, pada akhir Juni 2014 harga kacang hijau, kedelai import, dan ikan teri asin mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga komoditas lainnya, yakni sebesar 28,14 persen, 17,58 persen, dan 16,88 persen. Sedangkan cabai merah keriting merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami penurunan harga secara tahunan sebesar 47,03 persen. Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada dibulan Juni 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50 persen dan 5,75 persen. Kebijakan tersebut dinilai masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1 persen pada 2014 dan 4±1 persen pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai proses penyesuaian ekonomi berjalan cukup baik, meskipun terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, BI akan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan sasaran inflasi dapat dicapai dan kinerja transaksi berjalan terus membaik. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Sementara itu, kinerja bursa saham pada Juni 2014 mengalami koreksi 0,3 persen dari bulan sebelumnya ke level 4.878,58. Di sisi lain, kinerja pasar SBN menurun seiring dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden Inflasi pada bulan Juni 2014 relatif terkendali sesuai dengan pola musimannya. Secara tahunan, inflasi masih menunjukkan tren yang menurun. Bank Indonesia mencermati risiko inflasi yang berasal dari pola musiman perayaan hari besar keagamaan dan risiko lainnya seperti potensi tekanan penyesuaian administered prices dan peningkatan harga pangan akibat dampak El Nino. Dalam mengantisipasi risiko tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi, khususnya melalui forum TPI dan TPID, untuk menjaga inflasi tetap sejalan dengan pencapaian sasarannya. 78

91 SEKTOR PERBANKAN Di tengah tren melambatnya permintaan domestik, ketahanan perbankan yang tercermin pada unsur permodalan perbankan tetap terjaga dan dibarengi risiko kredit yang terkendali. Pada Mei 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,5 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan CAR pada akhir triwulan I tahun 2014 yang sebesar 19,8 persen. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0 persen (Gambar 14). Gambar 12. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia 25% 20% 15% 10% 5% 0% 94% 91,17% 88,91% 89,70% 90,30% 92% 18,08% 90% 19,08% 86,80% 19,77% 19,48% 88% 18,28% 17,49% 17,41% 17,43% 84,93% 18,11% 18,13% 86% 82,57% 83,33% 83,58% 84% 79,89% 82% 80% 78% 76% 2,29% 2,18% 2,07% 1,87% 1,97% 1,88% 1,86% 1,77% 2,00% 2,18% 74% I II III IV I II III IV I II LDR (RHS) CAR NPL Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan II 2014 merupakan angka bulan Mei 2014 Sejalan dengan perlambatan ekonomi, pertumbuhan kredit cenderung melambat. Pada Mei 2014, kredit perbankan tumbuh 17,4 persen (YoY) sehingga menjadi Rp triliun, melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I tahun 2014 yang sebesar 19,1 persen (YoY) (Gambar 15). Perlambatan kredit utamanya disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK), yang memiliki pangsa hingga 48 persen dari total kredit, menjadi 12,9 persen (YoY) dibandingkan akhir triwulan I tahun ,3 persen (YoY). Pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) juga mengalami sedikit penurunan menjadi 12,9 persen (YoY) dari 13,0 persen (YoY), sementara pertumbuhan Kredit Investasi (KI) sedikit meningkat menjadi 33,9 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan I tahun 2014 yang sebesar 33,6 persen (YoY) (Gambar 16). Secara sektoral, perlambatan kredit dikontribusi utamanya oleh perlambatan di sektor konstruksi, perdagangan dan jasa-jasa. Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut melambat menjadi masing-masing 79

92 54,0 persen (YoY), 30,0 persen (YoY) dan 7,7 persen (YoY) pada Mei 2014 dari 57,7 persen (YoY), 32,1 persen (YoY) dan 22,9 persen (YoY) pada akhir triwulan I tahun Gambar 13. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Triliun Rp I II III IV I II III IV I II 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% DPK Pertumbuhan tahunan DPK (RHS) Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan II 2014 merupakan angka bulan Mei 2014 Kredit Pertumbuhan tahunan Kredit (RHS) Pada triwulan II tahun 2014, pertumbuhan DPK sedikit meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan transaksi terkait persiapan Pemilu dan bulan Ramadhan. DPK tercatat tumbuh 10,76 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan akhir triwulan I tahun 2014 yang sebesar 10,26 persen (YoY). Meningkatnya pertumbuhan DPK ini utamanya dikontribusi oleh giro yang naik menjadi 10,5 persen (YoY) dari 6,23 persen. Sementara itu pertumbuhan deposito melambat menjadi 8,9 persen (YoY) dari 10,2 persen (YoY), dan pertumbuhan tabungan tetap berada pada 12,3 persen (YoY). Gambar 14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Triliun Rp I II III IV I II III IV I II 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% KI KMK KK Pertumbuhan KI (RHS) Pertumbuhan KMK (RHS) Pertumbuhan KK (RHS) Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan II 2014 merupakan angka bulan Mei

93 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran KUR pada triwulan II tahun 2014 (periode 1 Januari - 30 Juni 2014) mencapai lebih dari Rp 19,7 triliun atau 53,2 persen dari target penyaluran KUR untuk 2014 yaitu sebesar Rp 37 triliun (Gambar 17). Pada periode tersebut jumlah debitur KUR mencapai 1,25 juta debitur dengan rata-rata KUR sebesar Rp 15,8 juta per debitur. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan Koperasi di sektor perdagangan, restoran dan hotel (57,02 persen volume KUR, dan 64,04 persen debitur), dan sektor pertanian (16,43 persen volume KUR, dan 19,98 persen debitur) Berdasarkan sebaran wilayahnya penyaluran KUR untuk UMKM dan Koperasi masih terkonsentrasi di pulau Jawa ( 56,06 persen volume KUR; 63,30 persen debitur) dan pulau Sumatera ( 19,38 persen volume KUR; 15,43 persen debitur). Milyar Rp Gambar 15. Target dan Realisasi Pemberian KUR I II III IV I II III IV I II Realisasi Target Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada dibawah 5 persen, yaitu sebesar 4,3 persen. Hal ini menujukkan bahwa penyaluran KUR sudah cukup optimal. Pada tahun 2014, terdapat beberapa kebijakan untuk peningkatan kualitas dan efektifitas KUR, diantaranya: Target pernyaluran KUR untuk tahun 2014 ditetapkan menjadi 37 triliun; Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) program KUR mulai semester kedua 2014 adalah Kementerian Koperasi dan UKM; 81

94 Pemberian Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja pada periode yang sama diperkenankan dengan plafon tidak melebihi Rp 500 juta dengan syarat kredit yang diberikan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR); Bank penyalur KUR dengan NPL diatas 5 persen diusulkan utuk dihentikan sementara dari penyaluran KUR untuk debitur baru. Usulan ini akan diberikan ke Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki wewenang untuk memutuskan penghentian sementara penyaluran KUR. 82

95 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran Industri Pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun 2014 mencapai Rp 589,1 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 183,5 triliun. Pada Januari-Juni 2014, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi Indonesia mencapai 4,5 juta orang atau naik 9,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang berjumlah 4,1 juta orang. 83

96 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan II Tahun 2014 Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas 7,50 7,00 Gambar 16. Pertumbuhan Industri, dan Industri Nonmigas (YoY, dalam Persen) 6,86 6,62 6,50 6,00 5,50 5,55 5,44 5,55 5,42 5,00 4,50 4, : : : : : :02 Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas Sumber: BPS diolah, 2014 Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran Industri Pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun 2014 mencapai Rp 589,1 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 183,5 triliun. Sedangkan Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun 2014 mencapai Rp 516,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 172,5 triliun. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas pada triwulan II tahun 2014 dibanding triwulan I tahun 2014 mencapai 2,9 persen (QtQ) dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013 mengalami pertumbuhan 5,4 persen (YoY). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I tahun 2014 dibandingkan dengan semester I tahun 2013 tumbuh 5,5 persen (CtC). Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas pada triwulan II tahun 2014 banyak tertekan oleh naiknya harga listrik dan naiknya Upah Minimum Regional. Subsektor industri yang banyak tertekan oleh naiknya upah minimum regional adalah subsektor yang karakteristiknya pada modat seperti subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki, subsektor lainnya (yakni mainan anak dan furnitur). 84

97 Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan II Tahun 2014 (Persen) Pertumbuhan Sektor Industri 1. Subsektor Makanan, Minuman 2. Subsektor Tekstil, Brg. kulit & Alas 3. Subsektor Brg. kayu & Hasil hutan 4. Subsektor Kertas dan Barang 5. Subsektor Pupuk, Kimia & Barang 6. Subsektor Semen & Brg. Galian 7. Subsektor Logam Dasar Besi & Baja 8. Subsektor Alat Angk., Mesin & 9. Subsektor Barang lainnya 5,42 3,22 5,68 3,92 2,84 2,53 3,13 7,53 9,74 13,33 Sumber: BPS diolah, 2014 Pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun 2014 terhadap triwulan II tahun 2013 (QtQ) sebesar 5,4 persen didukung oleh semua subsektor industri. Seluruh subsektor mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai Subsektor Barang Lainnya; Subsektor Makanan, Minuman, dan Tembakau; dan Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya yang masing-masing tumbuh sebesar 13,3 persen, 9,7 persen, dan 7,5 persen. Sementara Subsektor Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet mencatatkan pertumbuhan positif yang pertama sejak triwulan II tahun Di triwulan II tahun 2014 Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas banyak mengalami tantangan terutama akibat melemahnya nilai rupiah. Depresiasi rupiah banyak mempengaruhi daya beli bahan baku bagi subsektor yang banyak mengimpor bahan baku, seperti: kendaraan roda empat, motor listrik dan perlengkapannya, komponen elektronik, alas kaki, serat buatan dan susu. Di lain pihak, depresiasi rupiah juga mempengaruhi industri yang banyak mengekspor output adalah industri makanan olahan, furnitur, barang dari kayu, kertas, dan barang dari karet. Selain permasalahan tersebut di atas, ketatnya likuiditas di sektor industri akibat meningkatnya suku bunga acuan juga semakin memberatkan hampir seluruh sektor industri. Kenaikan suku bunga acuan yang akan diikuti oleh suku bunga investasi dan suku bunga modal kerja jelas mempengaruhi perusahaan pendatang baru (new entrant) maupun perusahaan yang sudah eksis (incumbent). 85

98 Gambar 18. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan II Tahun % 1.Makanan, Minuman dan Tembakau 27% 37% 2.Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3.Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4.Kertas dan Barang cetakan 5.Pupuk, Kimia & Barang dari karet 2% 12% 4% 5% 9% 6.Semen & Brg. Galian bukan logam 7.Logam Dasar Besi & Baja 3% 8.Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9.Barang lainnya Sumber: BPS diolah, 2014 Dari sisi kontribusi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas, Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, Subsektor Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet, dan Subsektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki secara berurutan menduduki 4 besar kontributor terbesar yang masing-masing tumbuh 36,8 persen, 27,6 persen, 11,7 persen, dan 9,1 persen. Keempat subsektor industri ini adalah empat sektor yang menjadi tradisi penyumbang dalam Subsektor Industri Nonmigas menyumbang secara kumulatif sebesar 85,2 persen, dan secara konsisten menyumbang lebih dari 80 persen sejak Beberapa subsektor yang mengalami peningkatan peranan bagi industri pengolahan nonmigas pada triwulan II tahun 2014 dibandingkan dengan triwulan II tahun 2013 adalah Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dari 35,0 persen menjadi 36,8 persen; Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari 5,0 persen menjadi 5,1 persen; dan Subsektor Barang Lainnya dari 0,6 menjadi 0,7 persen. Khusus Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau kontribusinya semakin mendekati rekor kontribusi pada periode triwulan III tahun 2013 yakni sebesar 37,1 persen. Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Gambar 21 menunjukkan perkembangan Realisasi Investasi PMA Sektor Industri. Sejak tahun 2010 sampai dengan 2013, baik investasi PMA maupun PMDN sektor industri mengalami peningkatan yang signifikan. Pada posisi triwulan kedua tahun 2014, telah direalisasikan proyek investasi PMA sektor industri dengan nominal investasi sebesar 6,8 miliar US Dolar serta 520 proyek investasi PMDN sektor industri dengan nominal investasi sebesar 23,2 trilyun rupiah. 86

99 Gambar 19. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan II Tahun Sumber: BKPM diolah, 2014 Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi * PMA , , , , ,6 PMDN , , , , ,6 Adapun jumlah investasi PMA sektor industri yang direalisasikan selama triwulan II tahun 2014 terbanyak adalah pada subsektor Industri Logam, Mesin dan Elektronik sebanyak 275 unit proyek, disusul Industri Makanan sebanyak 271 unit serta subsektor Industri Kimia dan Farmasi sebanyak 170 proyek. Gambar 20. Realisasi Proyek Investasi PMA Triwulan II Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah,

100 Dari keseluruhan PMA sektor industri, 40 persen dari investasi tersebut atau sebesar 1,28 miliar USD diinvestasikan pada subsektor industri makanan, disusul dengan investasi pada industri kimia dan farmasi sebesar 468,1 juta USD, Industri Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 460,4 juta USD serta Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain sebesar 421,6 juta USD. Gambar 21. Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah, 2014 Dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri untuk sektor industri, selama triwulan II tahun 2014 telah direalisasikan sebanyak 120 unit proyek pada subsektor Industri Makanan serta 41 unit Industri Karet dan Plastik, menjadikan kedua subsektor tersebut sebagai dua subsektor dengan jumlah investasi proyek PMDN terbesar. 88

101 Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMDN Triwulan II Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah, 2014 Sejalan dengan jumlah investasi proyek PMDN tersebut, Industri Makanan juga turut menerima nominal investasi terbesar dibanding sektor lainnya, yakni sebesar 40 persen atau sebesar 4,9 triliun rupiah, disusul oleh investasi PMDN untuk Industri Kimia dan Farmasi sebesar 3,4 triliun rupiah. Sehingga selama periode triwulan kedua tahun 2014 ini terlihat bahwa Industri Makanan serta Industri Kimia dan Farmasi merupakan dua subsektor industri yang menerima investasi terbesar baik dari sisi PMA maupun PMDN. 89

102 Gambar 23. Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah, 2014 Data Penjualan Komoditas Industri Utama Gambar 24. Penjualan Mobil Di Indonesia Triwulan II Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Sumber: GAIKINDO, 2014 Pada bulan April total penjualan seluruh jenis mobil melambat menjadi unit, diikuti penurunan lanjutan pada Mei sebesar unit. Namun pada bulan Juni 2014, penjualan mobil di Indonesia kembali naik menjadi unit. Secara 90

103 akumulatif, penjualan mobil pada triwulan II tahun 2014 sebesar , nilai tersebut turun dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar atau turun sebesar 2,84 persen (QtQ). Namun apabila dibandingkan dengan penjualan mobil pada triwulan II tahun 2013, triwulan II tahun 2014 masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 4,25 persen dari menjadi unit (YoY). Kredit Industri dan Kredit Modal Kerja Sejak Juni 2013, terjadi pembalikan arah pada tren suku bunga pinjaman baik untuk kredit investasi maupun kredit modal kerja untuk sektor industri. Tren peningkatan suku bunga ini masih terus berlanjut sampai dengan bulan Mei 2014, dengan posisi terakhir suku bunga investasi sebesar 11,9 persen dan suku bunga kredit investasi sebesar 12,3 persen. Walaupun demikian, posisi pinjaman baik untuk kredit modal kerja ataupun investasi sektor industri masih belum menunjukkan perlambatan yang berarti. Posisi Mei 2014, pinjaman investasi rupiah dan valas perbankan untuk sektor industri berada pada Rp 168 trilyun dan posisi pinjaman kredit modal kerja sebesar Rp 414 trilyun. 12,50 12,00 11,50 11,00 10,50 10,00 Gambar 25. Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi hingga Mei Posisi Pinjaman Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Miliar Rp, Sumbu Kanan) Posisi Pinjaman Kredit Investasi Sektor Industri (Miliar Rp, Sumbu Kanan) Bunga Kredit Modal Kerja Sektor Industri (%, Sumbu Kiri) Bunga Kredit Investasi Sektor Industri (%, Sumbu Kiri) Sumber: Bank Indonesia diolah,

104 Tenaga Kerja Sektor Industri Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Februari 2012 Februari ,80 15,60 15,40 15,20 15,00 14,80 14,60 14,40 14,20 14,00 13,80 13,60 8,55 7,58 2,87 (0,27) (3,97) Februari Agustus Februari Agustus Februari 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - (2,00) (4,00) (6,00) Tenaga Kerja Sektor Industri (juta orang, sb. Kiri) Sumber: BPS diolah, 2014 Laju pertumbuhan Tenaga Kerja Industri dari periode sebelumnya (persen, sb. kanan) Data jumlah tenaga kerja sektor industri yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik dua kali dalam setahun, setiap bulan Februari dan Agustus, menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pada bulan Februari 2012 tercatat sebanyak 14,39 juta orang mengalami kenaikan sebesar 8,6 persen pada periode selanjutnya di bulan Agustus 2012 (15,62 juta orang). Penyerapan tenaga kerja sektor industri pada bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 15,00 juta orang sehingga mengalami penurunan sebesar 4,0 persen dari periode sebelumnya, dan masih mengalami penurunan sebesar 0,3 persen pada bulan Agustus 2013 dengan peyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 14,96 juta orang. Pada tahun 2014 hingga bulan Februari penyerapan tenaga kerja sektor industri mengalami kenaikan sebesar 2,9 persen dari periode sebelumnya menjadi sebesar 15,39 juta orang. Tren pertumbuhan jumlah tenaga kerja ini seiring dengan laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas triwulan II tahun 2014 sebesar 5,4 persen. 92

105 Gambar 27. Kontribusi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Februari 2014 Sumber: BPS diolah, 2014 Lapangan pekerjaan sektor industri pada Februari 2014 masih menjadi salah satu penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor Industri secara tradisional merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar ketiga dibawah Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan. Proporsi masing-masing sektor penyerap tenaga kerja sebagai berikut: Sektor Industri menyumbang 13 persen (15,39 juta orang), Sektor Pertanian menyumbang 34 persen (40,83 juta orang), Sektor Jasa Kemasyarakatan menyumbang 16 persen (18,48 juta orang), Sektor Keuangan menyumbang 3 persen (3,19 juta orang), Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi menyumbang 4 persen (5,33 juta orang), Sektor Perdagangan menyumbang 22 persen (25,81 juta orang), Sektor Konstruksi menyumbang 6 persen (7,21 juta orang), sedangkan Sektor Lainnya menyumbang sebesar 2 persen (1,93 juta orang). 93

106 Jumlah Wisatawan Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan II Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Sumber: Kemenparekraf diolah, 2014 Jumlah Wisman Tahun 2014 Jumlah Wisman Tahun 2013 Pada Januari-Juni 2014, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi Indonesia mencapai 4,5 juta orang atau naik 9,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang berjumlah 4,1 juta orang. Periode triwulan I tahun 2014, jumlah wisman sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan Februari, namun pada bulan Maret terjadi peningkatan kembali dengan sangat signifikan. Hingga akhir bulan Juni (triwulan II tahun 2014) jumlah wisman yang mengunjungi Indonesia cenderung mengalami tren peningkatan. Dibandingkan dengan tahun 2013, tahun 2014 memiliki tren yang berulang. Rata-rata kunjungan wisman per bulan hingga akhir periode triwulan II tahun 2014 sekitar orang, naik 9,6 persen dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 (YoY). 94

107 Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan II Tahun % 11% 45% 15% 17% Lainnya Singapura Malaysia Australia Tiongkok Sumber: Kemenparekraf diolah, 2014 Pada periode triwulanan II tahun 2014, wisman yang paling banyak mengunjungi Indonesia adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak orang. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat tiga kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia secara berurutan yaitu Malaysia, Australia, dan Tiongkok. Empat kebangsaan yang paling banyak mengunjungi Indonesia tersebut masing-masing berjumlah lebih dari 400 ribu orang dan kebangsaan lainnya seperti Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, India masing-masing berjumlah kurang dari 400 ribu orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 pada periode yang sama, jumlah wisatawan mancanegara yang berkebangsaan Singapura, Malaysia, Australia, Tiongkok, dan lainnya mengalami peningkatan. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia tersebut terhitung melalui 19 pintu masuk utama seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, dan Kualanamu International Airport dengan jumlah kunjungan terbanyak melalui Ngurah Rai baik di tahun 2013 maupun tahun 2014 pada periode triwulan I hingga akhir periode triwulan II. 95

108 App. Prompt Manufacturing Index (PMI) Prompt Manufacturing Index (PMI) 1 merupakan sebuah komposit indikator yang dibuat untuk memberikan potret gambaran umum tentang kondisi sektor industri di Indonesia. PMI diperoleh dari lima komponen penyusun, yakni (i) volume produksi (output), (ii) volume pemesanan, (iii) persediaan barang jadi (inventori), (iv) penerimaan pemesanan barang input, dan (v) tenaga kerja. Angka indeks diatas 50 persen mengindikasikan ekspansi usaha dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dan indeks dibawah 50 persen mengindikasikan adanya kontraksi. Volume produksi pada triwulan II tahun 2014 mengalami ekspansi, setelah pada triwulan I tahun 2014 mengalami kontraksi. Indeks volume produksi mencapai 59,8 persen, berubah dari 49,8 persen pada triwulan I tahun Sebanyak 35,8 persen dari seluruh responden mengaku mengalami peningkatan produksi;sedangkan sebanyak 16,2 persen responden mengaku mengalami penurunan output dibandingkan triwulan sebelumnya. Gambar 30. Indeks Volume Produksi Triwulan II Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia, 2014 Volume pemesanan pada triwulan II tahun 2014 relatif tidak berubah dari triwulan I tahun 2014, setelah pada triwulan I tahun 2014 mengalami kontraksi yang cukup dalam. Sebanyak 11,2 persen responden mengaku mengalami peningkatan produksi dan sejumlah responden yang sama mengaku mengalami penurunan produksidibandingkan triwulan sebelumnya. Mayoritas dari responden (77,6 persen) menyatakan bahwa volume pesanan triwulan II tahun 2014 sama dengan periode sebelumnya. 1 Prompt Manufacturing Index diperoleh dari Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia. 96

109 Gambar 31. Indeks Volume Pemesanan Triwulan II Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia, 2014 Sedangkan pada indeks persediaan barang jadisamahalnya dengan indeks volume produksi juga menunjukkan signal ekspansi yang kuat. Indeks persediaan barang mencapai 51,4 persen, lebih tinggi dari 49,7 persen pada triwulan I tahun Sebanyak 8,4 persen mengaku memiliki persediaan barang jadi yang meningkat dibandingkan periode sebelumnya; walaupun 85,9 persen responden mengaku memiliki persediaan barang jadi sama seperti triwulan I tahun Gambar 32. Indeks Persediaan Barang Jadi Triwulan II Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia, 2014 Indeks Penerimaan Pesanan Barang Input pada triwulan II tahun 2014 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari sebelumnya. Indeks penerimaan pesanan barang input sebesar 48,5 persen pada triwulan II tahun 2014 turun dari 48,6 persen pada triwulan I tahun

110 Gambar 33. Indeks Penerimaan Pesanan Barang Input Triwulan II Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia, 2014 Gambar 34. Indeks Tenaga Kerja Triwulan II Tahun 2014 Berbeda dengan kondisi triwulan I tahun 2014 yang mengalami kontraksi, Indeks Tenaga Kerja pada triwulan II tahun 2014 menunjukkan sinyal ekspansi akan kebutuhan tenaga kerja. Indeks tenaga kerja mencapai 50,4 persen, sedangkan pada periode sebelumnya hanya mencapai 49,4 persen. Sebanyak 13,6 persen dari responden menyatakan bahwa pada triwulan II tahun 2014 akan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan berturutturut 12,9 persen dan 73,5 persen menyatakan akan mempekerjakan lebih sedikit dan tetap dalam jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. 98

111 LAMPIRAN 1. INFLASI GLOBAL 2. INFLASI DOMESTIK 3. NILAI TUKAR MATA UANG 4. INDEKS SAHAM 5. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL 99

112 Lampiran 1: Inflasi Global Tabel 45. Tingkat Inflasi Global (YoY) Apr-14 Mei-14 Juni-14 Indonesia 7,25 7,32 6,70 BRIC Brazil 6,28 6,37 6,52 Russia 7,30 7,60 7,80 India 8,59 8,28 7,31 Tiongkok 1,80 2,50 2,30 ASEAN-4 Singapura 2,50 2,70 1,80 Malaysia 3,40 3,20 3,30 Thailand 2,45 2,62 2,35 Negara Maju Kawasan Euro 0,70 0,50 0,50 AS 2,00 2,10 2,10 Inggris 1,60 1,80 1,50 Jepang 3,40 3,70 3,60 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 100

113 Komponen Lampiran 2: Inflasi Domestik Tabel 46. Tingkat Inflasi YoY April-14 Mei-14 Juni-14 Year-on-Year 7,25 7,32 6,70 Month-to-month -0,02 0,16 0,43 Tahun kalender 1,39 1,56 1,99 Sumber: BPS, diolah kembali Tabel 47. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) YoY April- Mei- Juni- April MtM Mei- 14 Juni- 14 Inti 4,66 4,82 4,81 0,24 0,23 0,25 Bergejolak 6,57 7,09 6,74-1,26-0,22 1,06 Diatur 17,64 16,85 13,47 0,24 0,30 0,45 pemerintah Sumber: BPS, diolah kembali Tabel 48. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Komponen April- 14 Mei- 14 Juni- 14 UMUM (headline) -0,02 0,16 0,43 Inti 0,14 0,14 0,14 Bergejolak -0,22-0,04 0,10 Diatur Pemerintah 0,06 0,06 0,19 Sumber: BPS, diolah kembali Tabel 49. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) YoY Kelompok Pengeluaran April- Mei- Juni April- 14 MtM Mei- 14 UMUM (headline) 7,25 7,32 6,70-0,02 0,16 0,43 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 13,39 13,53 10,15 0,20 0,21 0,19 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 3,93 3,93 3,96 0,24 0,07 0,08 Kesehatan 4,43 4,65 4,77 0,61 0,41 0,36 Sandang 3,45 4,21 4,50-0,25 0,12 0,30 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Juni- 14 5,72 5,24 5,42 0,25 0,23 0,38 7,67 7,67 7,40 0,45 0,35 0,32 Bahan Makanan 6,76 7,23 6,89-1,09-0,15 0,99 Sumber: BPS, diolah kembali 101

114 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 35. Inflasi YoY 66 Kota Januari-Maret 2014 Sumber: BPS, diolah kembali 102

115 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 36. Inflasi MtM 66 Kota Januari-Maret 2014 Sumber: BPS, diolah kembali 103

116 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Tabel 50. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Rata-rata April-14 Mei-14 Juni-14 Negara Triwulanan QtQ PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Indonesia ,01% -0,07 16,70% ,78% -5,00% 17,06% % -3,89% 16,93% ,60% BRIC Brazil 2,27-0,08% -0,04 13,43% 2,23-1,76% -5,59% 4,15% 2,24 0,45% -5,17% 0,37% 2,25-4,11% Rusia 35,07-0,29% 0,07 12,90% 35,64 1,63% 8,48% 11,80% 34,89-2,10% 6,19% 6,24% 35,20-0,56% India 59,97 0,13% -0,03 11,45% 60,32 0,58% -2,56% 6,75% 59,20-1,84% 80,22% -0,30% 59,83-2,61% Cina 6,22 0,05% 0,03 0,88% 6,26 0,64% 3,38% 2,05% 6,25-0,16% 3,22% 1,83% 6,24 1,66% ASEAN-4 Singapura 1, % ,79% 1,25 0,04% -0,70% -0,80% 1,25-0,65% -1,35% -1,73% 1,25-1,27% Malaysia 3, % ,34% 3,21-1,61% -2,00% 3,81% 3,21-0,06% -2,06% 1,60% 3,23-1,98% Thailand 32, % ,74% 32,35-0,19% -1,14% 6,62% 32,85 1,55% 0,39% 5,79% 32,54-0,40% Negara Maju Kawasan Euro 0, % ,04% 0,73 1,72% 0,92% -4,67% 0,73-0,41% 0,51% -4,97% 0,73-0,33% Inggris 0, % ,06% 0,60 0,79% -1,14% -9,30% 0,58-2,03% -3.15% -11,07% 0,59-1,79% Jepang 103, % ,92% 102,26-0,93% -2,84% 1,80% 101,78-0,47% -3.30% 2,66% 102,42 0,06% Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 104

117 Lampiran 4: Indeks Saham Global Tabel 51. Indeks Saham Global Negara April-14 Mei-14 Juni-14 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan INDEKS SAHAM Indonesia (IHSG) 4.840,15 1,51% 13,24% -3,85% 4.893,91 1,11% 14,50% -3,45% 4.878,58-0,31% 14,14% 1,24% 4.870,88 BRIC Brazil (BVSP) ,00-0,91% -3,76% -10,67% ,35 3,28% -0,61% -3,67% ,34-0,31% -0,92% 8,08% ,23 Russia (RTS) 1.369,29 11,68% -5,09% -2,69% 1.306,01-4,62% -9,48% -1,91% 1.432,03 9,65% -0,74% 12,28% 1.369,11 India (BSE) ,80 0,14% 6,04% 14,94% ,34 8,03% 14,55% 22,56% ,70 4,94% 20,21% 31,03% Tiongkok (SSEA) 2.026,36-0,34% -4,24% -6,96% 2.039,21 0,63% -3,63% -11,36% 2.048,33 0,45% -3,20% 3,49% 2.037,97 ASEAN-4 Singapura (STI) 3.172,17-0,52% 0,15% -5,82% 3.267,57 3,01% 3,16% -1,32% 3.295,85 0,87% 4,05% 4,62% 3.245,19 Malaysia (KLSE) 1.850,73 0,08% -0,87% 7,75% 1.860,98 0,55% -0,32% 5,19% 1.873,38 0,67% 0,34% 5,63% 1.861,69 Thailand (SET) 1.414,94 2,81% 8,95% -11,45% 1.415,73 0,06% 9,01% -9,37% 1.485,75 4,95% 14,40% 2,33% 1.438,81 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) ,84 0,75% 0,03% 11,73% ,17 0,82% 0,85% 10,60% ,60 0,65% 1,51% 12,86% ,20 Amerika Serikat (S&P 500) 1.883,95 0,62% 1,93% 17,93% 1.923,57 2,10% 4,07% 17,96% 1.960,23 1,91% 6,05% 22,04% 1.922,58 Kawasan Euro (STOXX 50) 3.172,43 0,34% 2,04% 16,98% 3.147,40-0,79% 1,24% 13,64% 3.244,60 3,09% 4,36% 24,67% 3.188,14 Jepang (Nikkei 225) ,03-0,89% -9,79% 6,03% ,26-1,82% -11,43% 4,75% ,38 1,41% -10,18% 6,98% ,89 Hong Kong (Hang Seng) ,97-0,08% -5,03% -2,65% ,65 4,28% -0,96% 3,08% ,72 0,47% -0,50% 11,48% ,11 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 105

118 Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas April-14 Mei-14 Juni-14 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan Minyak Goreng Kemasan ,56% 3,46% 3,89% ,34% 4,85% 5,41% ,65% 6,57% 8,70% ,88 Minyak Goreng Curah ,06% 6,57% 17,51% ,22% 6,34% 17,33% ,66% 5,63% 14,58% ,85 Daging Sapi ,56% 0,79% 11,33% ,21% 0,58% 11,42% ,75% 1,34% 10,99% ,56 Daging Ayam Broiler ,67% -6,09% 7,47% ,70% -3,56% 11,58% 30,287 5,87% 2,11% 11,31% ,17 Daging Ayam Kampung ,33% -4,04% 11,45% ,43% -3,63% 12,14% ,69% -1,04% 14,17% ,86 Telur Ayam Ras ,25% -6,39% 5,76% ,27% -3,33% 8,51% ,74% 4,15% 11,01% ,63 Telur Ayam Kampung ,45% 9,40% 15,33% ,42% 9,86% 15,09% ,95% 10,90% 15,92% ,11 Tepung Terigu ,68% 3,05% 10,12% ,08% 3,14% 10,23% ,10% 3,24% 9,23% 8.659,84 Kedelai Impor ,24% 2,52% 15,80% ,41% 3,97% 17,21% ,83% 4,83% 17,58% ,04 Kedelai lokal ,15% -3,86% 6,07% ,95% -2,94% 6,37% ,21% -1,77% 5,97% ,27 Beras Medium ,10% 2,07% 6,93% ,99% 1,06% 5,91% ,40% 1,46% 6,25% 8.801,67 Gula Pasir ,36% -4,46% -8,63% ,48% -4,92% -9,06% ,20% -4,73% -9,02% ,81 Susu Kental Manis ,80% 6,02% 12,17% ,98% 8,11% 14,34% ,78% 10,04% 16,17% 9.890,47 Mie Instant ,83% 4,80% 13,92% ,15% 4,96% 14,15% ,54% 5,53% 13,19% 1.878,12 Cabe Merah Keriting ,78% -31,71% -20,77% ,27% -42,14% -33,91% 17,698-8,99% -47,35% -47,03% ,46 Cabe Merah Biasa ,37% -29,79% -14,13% ,33% -41,96% -29,50% ,71% -45,86% -44,02% ,07 Bawang Merah ,11% -33,92% -30,95% ,64% -29,53% -27,85% ,08% -19,61% -12,37% ,82 Ikan Teri Asin ,68% 8,18% 17,85% ,84% 6,20% 16,37% ,54% 8,90% 16,88% ,97 Kacang Hijau ,42% 10,13% 27,47% ,0 0,80% 11,01% 28,99% ,98% 12,09% 28,14% ,84 Kacang Tanah ,99% -5,86% -6,49% ,0 1,07% -4,85% -4,90% ,56% -3,36% -3,06% ,51 Ketela Pohon ,10% 11,48% 16,72% 5.145,00-2,23% 8,99% 13,98% ,23% 9,24% 13,62% 5.188,47 Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 106

119 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

120 Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan IV Tahun

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KETAHANAN EKONOMI INDONESIA Rabu, 19 Oktober 2011

ANALISIS KEBIJAKAN KETAHANAN EKONOMI INDONESIA Rabu, 19 Oktober 2011 ANALISIS KEBIJAKAN KETAHANAN EKONOMI INDONESIA Rabu, 19 Oktober 2011 Data perkembangan Produk Domestik Bruto ditinjau dari sisi penggunaan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci