Deputi Bidang Ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deputi Bidang Ekonomi"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi

2 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA Triwulan III Tahun 2014

3 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan III tahun 2014 merupakan lanjutan dari publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan III tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Tiongkok, Jepang dan Singapura. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2014 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, November 2014 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I

4 Halaman ini sengaja dikosongkan II

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL...VII DAFTAR GAMBAR... X PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 1 Perkembangan Ekonomi Dunia... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3 Perkembangan Ekonomi Uni Eropa... 6 Perkembangan Ekonomi Asia... 9 Perekonomian Tiongkok Perekonomian Jepang Perekonomian Singapura Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia BOX PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Perkembangan Konsumsi dan Produksi Semen Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Neraca Pembayaran Indonesia Tingkat Pengangguran Indonesia BOX BOX PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL III

6 Isu Terkini Indonesia Paling Diminati Investor AS Singapura Tempat Terbaik untuk Berbisnis, Indonesia Peringkat Sudah Ada 88 Gudang Terapkan Sistem Resi Gudang Kemendag Pangkas Target Ekspor PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Perdagangan Antar Negara ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi Inflasi Global IV

7 Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan III Tahun Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Tenaga Kerja Sektor Industri Purchasing Manufacturing Index (PMI) Jumlah Wisatawan LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Global Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 5 Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Tabel 4. Kronologi Wabah Ebola Tahun Tabel 5. Kerugian PDB Akibat Ebola dalam US Dollar dan Presentase Terhadap PDB Tahun Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari September Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (Miliar USD) Tabel 11. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Februari 2012-Agustus Tabel 12. Tingkat Pengangguran Terbuka Februari 2008-Agustus Tabel 13. Kerangka Ekonomi Makro Tabel 14. Realisasi Ekonomi Makro Tabel 15. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Tabel 16. Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 17. Posisi Utang Pemerintah s.d. Triwulan III Tahun Tabel 18. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan III Tahun Tabel 19. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 20. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan III Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 21. Posisi Kepemilikan SBN Domestik per 31 Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Tabel 22. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 sampai Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) VII

9 Tabel 23. Perkembangan Ekspor Triwulan III Tahun Tabel 24. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun Tabel 25. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun Tabel 26. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan III Tahun Tabel 27. Perkembangan Impor Triwulan III Tahun Tabel 28. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun Tabel 29. Negara Utama Asal Impor Triwulan III Tahun Tabel 30. Neraca Perdagangan Triwulan III Tahun Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 34. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 35. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tabel 36. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 37. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 38. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III (persen) Tabel 39. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007 Triwulan III Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Berdasar Sektor Tabel 41. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III-2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) Tabel 43. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 44. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tabel 45. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tabel 46. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 47. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Tabel 48. Impor ASEAN dari Tiongkok Tabel 49. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Tabel 50. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun VIII

10 Tabel 51. Impor Bahan Baku Industri Tabel 52. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Tabel 53. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 54. Tingkat Inflasi Tabel 55. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 56. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 57. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 58. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Tabel 59. Perkembangan Indeks Saham Global Tabel 60. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 61. Harga Bahan Pokok Nasional IX

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 3.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Gambar 4.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 September Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Gambar 8. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Mobil Juli 2013-September Gambar 10. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September Gambar 11. Nilai dan Volume Impor Hingga September Gambar 12. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan III Gambar 13. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 14. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 15. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 16. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 17. Pertumbuhan Industri Manufaktur Migas Dan Nonmigas (YoY, dalam Persen) Gambar 18. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun 2014 (Persen) Gambar 19. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun Gambar 20. Ekspor Produk Industri Gambar 21. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan III Tahun Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMA Triwulan III Tahun Gambar 23. Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun Gambar 24. Realisasi Proyek Investasi PMDN Triwulan III Tahun Gambar 25. Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun Gambar 26. Penjualan Mobil Di Indonesia Januari-September X

12 Gambar 27. Kredit Modal Kerja dan Investasi Hingga Agustus Gambar 28. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Februari 2012 Agustus Gambar 29. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Agustus Gambar 30. Indikator Pembentuk PMI Triwulan III Tahun Gambar 31. Jumlah Wisatawan Mancanegara Januari-September Gambar 32.Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun Gambar 33. Inflasi YoY 66 Kota Juli-September Gambar 34. Inflasi MtM 66 Kota Juli-September Gambar 35. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) Gambar 36. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 37. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) XI

13 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada bulan Oktober tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,1 persen. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 3,5 persen (YOY) pada triwulan III tahun Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh melambat 0,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun Sepanjang bulan Juli hingga September 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,3 persen (YoY). 1

14 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Krisis global sudah berlangsung selama empat tahun, namun kondisi perekonomian global tetap rapuh, ketidakmerataan pemulihan ekonomi terus berlanjut, dan pertumbuhan advanced market masih lemah. Hal ini dipengaruhi oleh dampak krisis seperti utang pemerintah dan swasta yang tinggi di negara maju. Di sisi lain, negara berkembang berada dalam tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan tahap sebelum krisis dan pasca krisis. Perlambatan secara global digambarkan melalui berlanjutnya pelemahan ekonomi triwulan III tahun 2014 terutama di Amerika Serikat dan Eropa, serta potensi pertumbuhan yang rendah di beberapa negara emerging market. Hal ini disebabkan oleh lambatnya penyelesaian krisis Eropa, permasalahan kondisi fiskal dan utang Amerika Serikat, perlambatan investasi di Tiongkok, serta gangguan pasokan minyak global. Sementara itu, perekonomian di negara berkembang pada tahun ini diprediksi masih tetap memberi kontribusi lebih dari dua pertiga pertumbuhan global. Lemahnya pertumbuhan negara-negara maju juga berdampak pada pertumbuhan negaranegara berkembang. Namun besarnya, permintaan domestik dan tumbuhnya keterkaitan ekonomi antar negara berkembang telah perkuat ketahanan perekonomian negara-negara berkembang. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia 3,3 3,3 3,8 Negara Maju 1,3 1,8 2,3 Negara Berkembang 4,7 4,4 5,0 ASEAN-5 5,2 4,7 5,4 Amerika Latin dan Karibia 2,7 1,3 2,2 Sub Sahara Afrika 5,1 5,1 5,8 Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2014 Pada bulan Oktober 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,1 persen. Dengan demikian, perekonomian dunia akan tumbuh menjadi sebesar 3,3 persen pada tahun Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2015 juga dikoreksi turun sebesar 0,2 persen, sehingga mengalami perubahan menjadi sebesar 3,8 persen. Negara dengan pertumbuhan tertinggi dan terendah pada tahun 2014 menurut proyeksi IMF adalah Turkmenistan dan Libya yang masing-masing tumbuh sebesar 10,1 persen dan terkontraksi sebesar 19,8 persen. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2014 tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 1,8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara maju tahun 2015 dikoreksi turun 2

15 sebesar 0,1 atau tumbuh sebesar 2,3 persen. Sementara, proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang oleh IMF dikoreksi turun sebesar 0,1 persen pada tahun 2014, dan 0,2 persen pada tahun 2015 sehingga menjadi 4,4 persen pada tahun 2014, dan 5,0 persen tahun Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan melambat pada tahun 2014, dan pertumbuhan yang cenderung moderat pada tahun Perlambatan ekonomi mencerminkan hambatan eksternal dimana kinerja ekspor yang lebih lemah dari yang diharapkan, memburuknya terms of trade di beberapa negara, dan berbagai kendala domestik seperti pasokan yang terhambat serta ketidakpastian kebijakan menahan kepercayaan bisnis dan investasi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2014 dan 2015 dikoreksi turun sebesar 0,7 persen dan 0,4 persen. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia hanya sebesar 1,3 persen pada tahun 2014, dan 2,2 persen tahun Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung menguat, meskipun pertumbuhannya bervariasi di setiap negara. Kondisi ini didukung oleh penguatan kondisi permintaan eksternal serta pertumbuhan investasi pemerintah dan swasta yang memberikan sentimen positif bagi negara-negara dengan perekonomian terbesar di wilayah tersebut. Meskipun demikian, risiko domestik seperti intensifikasi gangguan keamanan dan kerentanan kondisi fiskal di beberapa negara khususnya negara yang bergantung pada pembiayaan swasta eksternal dan ekspor sumber daya mineral, dapat memperlambat laju pertumbuhan. Selain itu, bencana kemanusiaan yang berkelanjutan dari virus Ebola di negara Guinea, Liberia, dan Sierra Leone juga menjadi ancaman bagi kondisi perekonomian. Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan Sub Sahara Afrika dikoreksi turun 0,4 persen pada tahun 2014 dan diperkirakan tetap pada tahun Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Sub Sahara Afrika sebesar 5,1 persen pada tahun 2014, dan 5,8 persen tahun Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan II tahun 2014 yang sebelumnya tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY) menjadi sebesar 4,6 persen (YoY). Ekonomi Amerika Serikat menunjukkan rebound pada triwulan II tahun Perbaikan kondisi perekonomian Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan belanja konsumen dan investasi bisnis. Faktor lain yang turut memberi kontribusi dengan meningkatnya belanja pemerintah dan investasi dalam pembangunan rumah. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 3,5 persen (YOY) pada triwulan III tahun 2014, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Meskipun demikian, pertumbuhan ini merupakan penanda terbesar penguatan ekonomi sejak semester 3

16 II tahun Perlambatan ekonomi disebabkan oleh fluktuasi belanja pertahanan, dan penurunan permintaan domestik. Di sisi lain, investasi bisnis, belanja perumahan, dan konsumen semakin meningkat, serta defisit perdagangan berkurang. 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 (5,00) (10,00) Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III Pertumbuhan Ekonomi Investasi Impor Konsumsi Ekspor Belanja Pemerintah Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Peningkatan PDB riil Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2014 tercermin dari kontribusi positif pada pengeluaran konsumsi pribadi, ekspor, investasi tetap non hunian, belanja negara dan pemerintah daerah, serta kontribusi negatif dari investasi persediaan swasta. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis konsumsi tumbuh 1,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, setelah tumbuh 2,0 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran Konsumsi menyumbang dua pertiga dari output Amerika Serikat. Peningkatan konsumsi Amerika Serikat sangat penting dalam meredam perlambatan permintaan eksternal. Konsumsi barang mengalami pertumbuhan 3,1 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh melambat 1,1 persen (YoY) pada triwulan III tahun Barang tahan lama meningkat cukup signifikan 7,2 persen (YoY), dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang naik sebesar 4,9 persen (YoY). Belanja Pemerintah Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 4,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, meningkat tajam dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 0,2 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat meningkat tajam hingga 10,0 persen pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,9 persen. Belanja pemerintah untuk bidang pertahanan triwulan III tahun 2014 juga meningkat tajam sebesar 16,0 persen, setelah hanya tumbuh 0,4 persen (YoY) pada triwulan III tahun Kenaikan belanja pertahanan ini merupakan yang terbesar sejak tahun Sebagian besar kenaikan untuk membiayai personil, dan dukungan instalasi seperti bahan bakar, dan amunisi, sedangkan pembiayaan untuk pesawat dan kendaraan 4

17 perang mengalami penurunan. Belanja pemerintah non pertahanan pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 0,5 persen, setelah terkontraksi 3,9 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan jenis belanja lainnya, belanja pemerintah daerah mengalami perlambatan dengan tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY), sedangkan triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 1,1 persen (YoY). Besarnya pembiayaan untuk anggaran pertahanan menjadi kendala fiskal bagi banyak daerah termasuk ibu kota negara Washington DC. Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II III Pertumbuhan Ekonomi 2.7 1,8 4,5 3,5-2,1 4,6 3,5 Konsumsi 3,6 1,8 2,0 3,7 1,2 2,5 1,8 Barang 5,9 1,3 3,5 3,7 1,0 5,9 3,1 Jasa 2,4 2,0 1,3 3,7 1,3 0,9 1,1 Investasi 7,6 6,9 16,8 3,8-6,9 19,1 1,0 Ekspor -0,8 6,3 5,1 10,0-9,2 11,1 7,8 Impor -0,3 8,5 0,6 1,3 2,2 11,3-1,7 Belanja Pemerintah -3,9 0,2 0,2-3,8-0,8 1,7 4,6 Belanja Pemerintah Pusat -9,9-3,5-1,2-10,4-0,1-0,9 10,0 Belanja Pertahanan -10,9-2,1 0,4-11,4-0,4 0,9 16,0 Belanja Non-Pertahanan -8,2-5,8-3,9-8,6 6,6-3,8 0,5 Belanja Pemerintah Daerah 0,3 2,7 1,1 0,6-1,3 3,4 1,3 Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014 Investasi Amerika Serikat mengalami perlambatan dengan kenaikan hanya sebesar 1,0 persen (YoY) dibandingkan pada triwulan III tahun 2013 yang tumbuh 16,8 persen. Hal ini disebabkan karena berakhirnya program quantitative easing setelah mendorong perbaikan dalam pasar tenaga kerja Amerika Serikat. The Fed menyalurkan USD 85 triliun per bulan ke dalam sistem keuangan untuk mempertahankan suku bunga tetap rendah dan mempertahankan proyeksi ekonomi. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap hunian, invetasi tetap non hunian, investasi struktur non hunian, investasi peralatan, dan investasi produk kekayaan intelektual. Melalui kebijakan tapering off yang dicanangkan, The Fed yakin pemulihan ekonomi Amerika Serikat tetap berjalan meskipun terjadi perlambatan dan underutilization sumber daya tenaga kerja akan semakin berkurang. Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan September tahun 2014 masih menunjukkan posisi defisit. Berdasarkan Bureau Economic Analysis, pada September tahun 2014 defisit neraca perdagangan mencapai USD 43,0 Miliar (MtM), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 40,0 Miliar (MtM). Pada September 5

18 tahun 2014, defisit perdagangan barang turun menjadi sebesar USD 62,7 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami penurunan surplus menjadi sebesar USD 19,6 miliar. Ekspor barang dan jasa turun USD 0,3 miliar pada bulan September menjadi USD 195,6 miliar. Kinerja ekspor barang terutama ditopang oleh peningkatan makanan dan minuman, sedangkan penurunan meliputi barang konsumsi, barang modal, industri penyedia bahan baku. Sementara itu, penurunan ekspor jasa disebabkan oleh penurunan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan), pengangkutan, jasa pelabuhan, dan tarif penumpang. Pada September tahun 2014, impor barang dan jasa meningkat USD 0,1 miliar menjadi USD 238,6 miliar, dengan penurunan pada impor barang yang disebabkan oleh penurunan barang modal, industri penyedia bahan baku, kendaraan otomotif, suku cadang, dan mesin, serta peningkatan nya ditopang oleh barang konsumsi. Sedangkan, impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi. Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan September tahun 2014 turun sebesar orang (YtD) menjadi 9,3 juta orang. Bureau of Labor Statistics mengumumkan dalam dua belas bulan terakhir tingkat pengangguran turun 1,3 persen atau sebesar 1,9 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, perdagangan ritel, serta kesehatan. Kondisi ini menandai momentum rendahnya tingkat pengangguran selama enam tahun berturut-turut. Sementara, penciptaan lapangan kerja hingga dalam sembilan bulan terakhir merupakan yang masa terlama sejak Penurunan tingkat pengangguran diharapkan akan berimbas pada penguatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi perlambatan permintaan global. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat berdasarkan rilis laporan Oktober tahun 2014 tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY) pada tahun Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang cenderung melambat sejalan dengan perlambatan perekonomian negara maju lainnya seperti Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Namun demikian, kebijakan moneter yang akomodatif, kondisi keuangan yang baik, hambatan fiskal berkurang, dan pasar perumahan yang sehat akan mendorong pemulihan ekonomi. Sementara itu, proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dikoreksi turun 0,1 persen menjadi sebesar 2,3 persen (YoY) pada tahun Hal ini akibat kebijakan tapering off dilaksanakan the Fed pada bulan Oktober 2014 hingga pertengahan tahun Pertumbuhan lapangan kerja diproyeksikan menguat, namun pemulihan tingkat partisipasi pasar tenaga kerja akan memperlambat penurunan tingkat pengangguran. Perkembangan Ekonomi Uni Eropa Berdasarkan publikasi Eurostat, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh melambat 0,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, 6

19 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU18, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) diperkirakan tumbuh sebesar 0,8 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2014, Kawasan Eropa diperkirakan tumbuh sebesar 0,2 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,1 persen (QtQ). Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang diperkirakan tumbuh sebesar 0,3 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,2 persen (QtQ). Perkiraan perlambatan ekonomi Eropa disebabkan oleh masih tingginya tingkat pengangguran, lambannya penciptaan lapangan kerja baru, dan ancaman deflasi yang terjadi di sebagian besar wilayah Eropa. Pertumbuhan Ekonomi Eropa triwulan III tahun 2014 diperkirakan terus melambat hingga akhir tahun dan jauh dari stabilitas yang dibutuhkan untuk meneruskan proses pemulihan dari krisis Eropa tahun Kondisi ini mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) untuk memperbaharui dan mengeluarkan langkah-langkah stimulus lanjutan termasuk program quantitative easing dengan membeli obligasi pemerintah. Berdasarkan publikasi Eurostat, Rumania dan Polandia diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan III tahun 2014, yaitu masing-masing sebesar 1,9 persen (QtQ) dan 0,9 persen (QtQ). Sementara itu perekonomian Jerman diperkirakan menguat sebesar 0,1 persen (QtQ), dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi hingga 0,2 persen. Siprus menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 0,4 persen (QtQ). Perekonomian Italia diperkirakan juga mengalami kontraksi cukup dalam yaitu sebesar 0,1 persen (QtQ). Sedangkan Austria diperkirakan mengalami stagnasi dengan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2014, dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal yang mengejutkan terjadi pada triwulan III tahun 2014, dimana perekonomian Yunani dan Spanyol tumbuh sebesar 0,7 persen (QtQ) dan 0,5 persen (QtQ), menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ekspansi perekonomian kedua negara tersebut merupakan yang pertama sejak triwulan II tahun Pada bulan September 2014, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa kembali mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY), dan 0,1 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa mengalami sedikit penguatan dengan pertumbuhan sebesar 0,6 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Produksi industri kembali menguat disebabkan oleh peningkatan produksi barang modal dan barang tidak tahan lama yang naik sebesar 2,0 persen, serta barang setengah jadi yang cenderung stabil dibandingkan bulan September Kenaikan pertumbuhan produksi sektor industri di kawasan Uni 7

20 Eropa diakibatkan oleh peningkatan barang modal sebesar 2,1 persen, barang tidak tahan lama sebesar 1,2 persen, serta barang setengah jadi sebesar 0,5 persen dibandingkan September tahun Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Agustus Kawasan Eropa mengalami surplus yang besarnya EUR 9,2 miliar, meningkat dibandingkan bulan Agustus 2013 yang besarnya EUR 7,3 miliar. Pada bulan Agustus 2014, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 8,9 miliar, meningkat signifikan dibandingkan bulan Agustus 2013 yang defisit sebesar EUR 2,3 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Agustus tahun 2014 di kawasan Eropa meningkat sebesar 1,9 persen (YoY) dan 2,5 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan bulan Agustus Hal ini disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 3,6 persen. Sementara, bahan bakar kendaraan bermotor dan sektor makanan, minum, dan tembakau turun masing-masing sebesar 0,2 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa sebesar 2,5 persen (YoY) diakibatkan oleh sektor non makanan naik sebesar 4,9 persen, sektor makanan, minuman, dan tembakau bergerak stabil, serta bahan bakar kendaraan bermotor turun sebesar 0,5 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa menunjukkan sedikit perbaikan. Pada sisi defisit anggaran pemerintah terhadap PDB triwulan II tahun 2014, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,5 persen, menurun dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 2,7 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan I tahun 2014 sebesar 3,1 persen menjadi 3,0 persen pada triwulan II tahun Perbaikan fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa tidak diiringi oleh membaiknya kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan II tahun 2014, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 92,7 persen dari GDP, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 91,9 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami kenaikan tingkat utang sebesar 87,0 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 86,0 persen. Pada pertengahan tahun 2014, Italia, Portugal, dan Irlandia menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 133,8 persen; 129,4 persen; dan 116,7 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,5 persen, dan Luxemburg sebesar 23,1 persen. Perlambatan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa tidak secara langsung menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan September tahun 2014 mencapai 11,5 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan September 2013 sebesar 12,0 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan September 2014 merupakan yang terendah sejak bulan September Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan 8

21 September 2014 sebesar 10,1 persen, menurun dibandingkan bulan September 2013 sebesar 10,8 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki maupun perempuan di Uni Eropa berjumlah juta orang, di mana juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar juta orang, dan di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan September Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (26,4 persen pada Juli 2014), dan Spanyol (24,0 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (5,0 persen), dan Austria (5,1 persen). Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada bulan Oktober 2014 dikoreksi turun 0,2 persen menjadi sebesar 1,4 persen pada tahun Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diproyeksikan turun 0,1 persen menjadi tumbuh sebesar 1,8 persen pada tahun Pertumbuhan perekonomian cenderung tidak merata di seluruh kawasan Eropa. Hal ini mencerminkan fragmentasi keuangan, neraca sektor publik dan swasta yang terganggu, serta tingkat pengangguran yang masih tinggi dibeberapa negara. Namun demikian, penurunan fiscal drag, kinerja kredit yang membaik, dan kebijakan suku bunga rendah di beberapa negara utama dapat mendorong pemulihan ekonomi. Sementara itu, tingkat inflasi di kawasan Eropa pada bulan Agustus 2014 di bawah ekspektasi, sehingga European Central Bank memutuskan untuk memangkas suku bunga, pelonggaran target kredit dan melakukan langkah-langkah pelonggaran lainnya untuk meningkatkan likuiditas. Perkembangan Ekonomi Asia Perlambatan aktivitas ekonomi di beberapa negara industri terbesar pada semester I tahun 2014, menyebabkan perekonomian Asia secara keseluruhan diperkirakan hanya tumbuh pada kecepatan tetap (steady pace). Namun demikian, kondisi ekonomi Asia diperkirakan membaik pada semester II tahun 2014 sejalan dengan kenaikan permintaan domestik, dan investasi swasta Amerika Serikat, penguatan ekonomi Jepang akibat rencana stimulus fiskal dan kenaikan permintaan domestik, serta perlambatan perekonomian Tiongkok melalui tingkat konsumsi yang stabil dan rencana pemerintah Tiongkok menstabilkan investasi dan menaikkan permintaan eksternal. Pemerintah di negara-negara Asia harus melaksanakan reformasi guna mengurangi hambatan struktural, meningkatkan produktivitas dan belanja konsumen, sehingga terhindar dari ketidakpastian permintaan eksternal, remittances, dan arus modal keluar. Pada bulan September 2014, ADB menunjukkan bahwa pertumbuhan negara-negara berkembang Asia pada tahun 2014 tetap sebesar 6,2 persen. Hal ini disebabkan Tiongkok tumbuh stabil meskipun pada level moderat yang berkelanjutan dan terjadinya perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan di perkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan kawasan lain di Asia. Sementara, pertumbuhan ekonomi di Asia Timur tetap mendatar, 9

22 sedangkan Kawasan Asia Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan pelemahan. Proyeksi ADB juga mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 adalah sebesar 6,4 persen. Hal ini disebabkan pertumbuhan Tiongkok cenderung moderat, dan perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi India di tahun ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur cenderung mendatar tetap sebesar 6,7 persen pada tahun 2014 dan Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan ekspor netto dan perlambatan sektor properti di kawasan tersebut, sedangkan stimulus ekonomi serta peningkatan permintaan internal dan eksternal Tiongkok diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan mengalami kenaikan sebesar 0,1 persen menjadi sebesar 5,4 persen pada tahun Pada tahun 2015, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan dikoreksi naik sebesar 0,3 persen atau sebesar 6,1 persen. Perekonomian kawasan Asia Selatan semakin membaik disebabkan oleh setimen positif terhadap pemerintahan baru India yang melaksanakan reformasi sosial di bidang ekonomi, sehingga dapat mengakhiri stagnasi pertumbuhan ekonomi dan invetasi di negara tersebut. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi di negara Bangladesh, Nepal dan Pakistan diperkirakan semakin menguat. Gambar 1. Proyeksi Pertumbuhan GDP untuk Negara Berkembang Asia 7,4 6,1 6,1 6,2 6,2 6,4 6, ADO 2014 update 2015 ADO 2015 update Kawasan ASEAN mengalami penurunan estimasi pertumbuhan sebesar 0,4 persen, yaitu menjadi 4,6 persen pada tahun Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dikoreksi turun sebesar 0,1 persen atau menjadi sebesar 5,3 persen. Perekonomian di kawasan Asia Tenggara cenderung menunjukkan pertumbuhan yang merata di hampir semua kawasan, walaupun beberapa negara mengalami perlambatan akibat lambatnya investasi tetap, pengeluaran pemerintah, penurunan pemintaan komoditas ekspor global seperti batu bara, karet, dan kelapa sawit, serta permintaan domestik yang melemah akibat guncangan di dalam negerinya. Indonesia dan Thailand sebagai perekonomian terbesar di kawasan ASEAN telah membawa pertumbuhan regional melemah dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan 10

23 ekonomi Indonesia sempat melemah hingga sebesar 5,2 persen pada triwulan I tahun 2014 atau terendah sejak tahun Kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan menguat sejalan dengan setimen positif terhadap reformasi yang akan dilaksanakan pemerintah baru, peningkatan ekspor, dan penurunan defisit transaksi berjalan. Sementara itu, faktor kekacauan politik di Thailand yang ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan oleh militer dari pemerintah berdampak pada kepercayaan konsumen dan pelaku bisnis, permintaan domestik, serta sektor pariwisata. Perekonomian Thailand diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2014 seiring dengan pemulihan investasi dan perbaikan kinerja ekspor. Perekonomian Tiongkok Perekonomian Tiongkok secara bertahap melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan Juli hingga bulan September 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 7,3 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5 persen (YoY). Kebijakan reformasi struktural diperkirakan akan membawa Tiongkok menuju ekspansi dalam satu tahun yang paling lambat sejak tahun National Bureau of Statistic China melaporkan bahwa telah terjadi kenaikan permintaan ekspor dan ekspansi di sektor jasa, namun tidak mampu menutupi pelemahan pasar properti, penjualan ritel menurun, dan lonjakan tingkat utang yang membebani perekonomian. Pemerintah Tiongkok memprioritaskan kestabilan ekonomi dibandingkan pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, pemerintah Tiongkok akan mengurangi ketergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor dan investasi, serta lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi yang bergerak stabil mencerminkan efek kebijakan yang dimulai pada pertengahan tahun 2013 yaitu mendorong share terus bergeser dari sektor manufaktur ke sektor jasa dari sisi penawaran, dan sektor investasi ke sektor konsumsi di sisi permintaan, serta sebagai langkah cepat untuk mengendalikan akumulasi kredit. Pencapaian dari reformasi struktural yang dicanangkan pemerintah Tiongkok diantaranya optimalisasi sektor industri, dan kenaikan permintaan domestik, serta koservasi dan pengurangan konsumsi energi. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic China, nilai tambah industri tersier pada triwulan III tahun 2014 menyumbang 46,7 persen dari PDB dan tumbuh 1,2 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam periode waktu yang sama, pengeluaran konsumsi akhir menyumbang 48,5 persen dari pertumbuhan PDB, dan tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin menyempit. Pada triwulan III tahun 2014, pertumbuhan riil dari pendapatan tunai per kapita rumah tangga pedesaan adalah 2,8 persen lebih tinggi dari disposable income per kapita rumah tangga perkotaan. Sementara, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,59 kali dari rumah tangga pedesaan 11

24 atau berkurang 0,05 persen (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan konsumsi energi per unit GDP, menurun sebesar 4,6 persen (YoY). Investasi aset tetap Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 16,1 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah dan pinjaman dalam negeri juga mengalami kenaikan tajam masing-masing sebesar 14,1 persen (YoY), dan 11,2 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, investasi asing mengalami penurunan hingga 7,0 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus pada perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 12,0 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YOY). Pertumbuhan penjualan ritel ini menunjukkan kenaikan konsumsi domestik yang terus berlanjut, seiring dengan liburan nasional Golden Week yang sedang berlangsung. Golden week adalah liburan panjang nasional dimana jutaan masyarakat melakukan perjalanan dan berbelanja lebih banyak dari biasanya, biasanya terdapat diskon besar dan berbagai promosi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan II tahun 2014 sebagai akibat dari reformasi struktural tidak menyebabkan kinerja neraca perdagangan Tiongkok memburuk. Perdagangan Tiongkok hingga triwulan III tahun 2014 mencapai surplus sebesar USD 231,6 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok meningkat tajam dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang besarnya USD 102,9 miliar. Kinerja perdagangan Tiongkok pada triwulanan III tahun 2014 telah melampaui perkiraan pasar. Pada triwulan III tahun 2014, ekspor naik 5,1 persen (YoY) menjadi USD 1.697,1 miliar. Sementara itu, impor juga mengalami kenaikan sebesar 1,3 persen (YoY) menjadi USD ,5 miliar. Hal ini disebabkan kenaikan impor bijih besi dan minyak mentah menjadi tertinggi kedua tahun ini. Hal ini menggambarkan penguatan kinerja ekspor, namun besarnya impor menunjukkan bahwa pertumbuhan permintaan dalam perekonomian dalam negeri masih lemah. Aktivitas manufaktur Tiongkok pada bulan Oktober 2014 mengalami perlambatan, setelah terjadi penguatan pada bulan Juli Pada bulan Oktober tahun 2014, data HSBC menunjukkan Purchasing Manager Index (PMI) mengalami penurunan menjadi 50,4 dari sebesar 52,0 pada Juli tahun Hal ini disebabkan sentimen bisnis yang cenderung negatif akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan perlambatan ekonomi, permintaan domestik juga mengalami perlambatan akibat pelemahan pasar properti, kelebihan kapasitas sektor industri, dan tingginya tingkat utang perusahaan. National Bureau of Statistic China juga merilis data PMI sebesar 50,3, lebih rendah dibandingkan bulan Juli tahun 2014 yang besarnya 51,7. Pemerintah Tiongkok mempertahankan pertumbuhan yang stabil pada sektor 12

25 manufaktur. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan bandara dan jalur rel kereta api, rumah murah, serta pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Pada kesempatan yang sama, bank sentral Tiongkok juga memangkas giro wajib minimum perbankan, sehingga mendorong penyaluran kredit bagi sektor pertanian, UMKM, dan eksportir. Pada Oktober 2014 IMF tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk tahun 2014 dan 2015, yaitu masing-masing tetap sebesar 7,4 persen (YoY) tahun 2014, dan 7,1 persen (YoY) tahun IMF berpendapat pemerintah Tiongkok akan melaksanakan beberapa kebijakan untuk menjaga kestabilan seperti, keringanan pajak untuk usaha kecil dan menengah, belanja fiskal dan infrastruktur dipercepat, dan pemotongan target rasio wajib minimum. Pada tahun 2015, IMF memperkirakan perekonomian bertransisi ke jalur yang lebih berkelanjutan dan investasi sektor perumahan terus melambat. Asian Development Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 dan 2015 juga tidak berubah, masing-masing sebesar 7,5 persen (YoY) dan 7,4 persen (YoY). ADB berpendapat kebijakan stimulus terus berlanjut dan terjadi kenaikan permintaan eksternal, penguatan konsumsi domestik, pemerataan pendapatan, serta belanja sosial yang lebih tinggi. Perekonomian Jepang Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar 2,0 persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi 8,0 persen pada bulan April 2014, dan 10,0 persen pada bulan Oktober Kebijakan kenaikan pajak penjualan dilaksanakan untuk membayar tingkat utang pemerintah Jepang yang besar, di mana tingkat utang pemerintah ini merupakan terburuk di antara negara-negara maju. Sedangkan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya adalah dengan merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja. Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan III tahun 2014 diperkirakan terkontraksi sebesar 1,6 persen (YoY). Kondisi ini merupakan penurunan pertumbuhan kedua berturut-turut dan penanda awal fase resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi Jepang disebabkan oleh pemberlakuan kenaikan pajak penjualan, penurunan tajam belanja konsumen, pelemahan ekspor dan besarnya inventori perusahaan. Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami kenaikan. Pengangguran Jepang pada bulan September 2014 cenderung meningkat sebesar 3,6 persen (MtM) 13

26 dibandingkan bulan Agustus 2014 sebesar 3,5 persen (MtM). Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 9,7 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,3 juta orang dibandingkan bulan September Pemerintah Jepang berada dalam posisi sulit, kenaikan pajak penjualan untuk mengurangi beban utang pemerintah semakin membuat perekonomian Jepang terpuruk. Di sisi lain, kebijakan Abenomics yang pro pengeluaran semakin menambah utang pemerintah. Oleh karena itu, perdana menteri Shinzo Abe memutuskan penundaan kenaikan pajak penjualan pada bulan November tahun 2014 hingga 18 bulan mendatang, dan mencari opsi kebijakan fiskal lain untuk memulihkan perekonomian. Sementara itu, Bank of Japan juga akan melaksanakan kebijakan untuk mendorong perbaikan ekonomi dari dampak kenaikan pajak penjualan melalui stimulus moneter. Bank of Japan akan meningkatkan pembelian obligasi tahunan pemerintah menjadi sebesar 80,0 triliun dari sebelumnya 50,0 triliun, dan invesment trust real estate Jepang menjadi sebesar 90,0 miliar, setelah sebelumnya 30,0 miliar. Stimulus moneter dilakukan agar memperluas basis moneter, dan mempertahankan pelonggaran sehingga mencapai target inflasi 2 persen. Di samping itu, Bank of Japan juga menurunkan target PDB riil untuk 0,5 persen untuk tahun keuangan yang berakhir bulan Maret tahun 2015, dari proyeksi sebesar 1,0 persen. Pada bulan September 2014, Jepang diperkirakan kembali mengalami pelemahan defisit perdagangan dan mata uang. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan mengalami defisit sebesar 1,6 persen (YoY) pada bulan September 2014, dibandingkan bulan September Sementara, perdagangan Jepang mengalami defisit sebesar USD 9,0 miliar (YoY) untuk tahun fiskal yang berakhir bulan September. Defisit perdagangan tersebut menandai penguatan pertama dalam tiga bulan terakhir. Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan September 2014 tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) dibandingkan bulan September Kenaikan ekspor komponen dari Iphone yang diproduksi Jepang, dan penjualan otomotif Jepang di pasar Amerika Utara mendorong kinerja ekspor membaik. Di lain pihak, impor juga mengalami penguatan dengan tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY), dibandingkan bulan September Kinerja impor yang menguat disebabkan oleh kenaikan impor gas alam. Peningkatan dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir pasca gempa dan tsunami pada bulan Maret Defisit neraca perdagangan tahunan Jepang juga disebabkan oleh pelemahan nilai Yen. Depresiasi mata uang dapat menarik pembeli asing dan meningkatkan keuntungan eksportir dengan pendapatan dari luar negeri. Namun, mata uang yang terdepresiasi juga mengakibatkan harga impor semakin mahal dan mempengaruhi neraca perdagangan. Pada bulan September 2014, mata uang Yen terdepresiasi terhadap 14

27 Dolar menjadi sebesar 110,0 merupakan yang terendah dalam enam tahun terakhir. Pada Oktober tahun 2014, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 dari 1,6 persen menjadi 0,9 persen. Proyeksi pertumbuhan Jepang pada tahun 2015 dari IMF turun dari sebesar 1,0 persen menjadi 0,8 persen. Pola pertumbuhan pada semester pertama dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan pajak penjualan yang berlaku pada April tahun 2014, namun hal tersebut tidak akan berlanjut pada semester berikutnya. IMF memperkirakan kontraksi yang lebih besar akan terjadi hingga akhir tahun Perekonomian Jepang pada tahun 2015, investasi swasta diperkirakan akan pulih. IMF memproyeksi pertumbuhan tetap stabil pada tahun 2015, meskipun akan terjadi penyesuaian fiskal. Sementara itu, ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2014 menjadi 1,0 persen, setelah sebelumnya diprediksikan 1,3 persen. Sebaliknya, Pada proyeksi ADB, pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2015 naik 0,1 persen menjadi sebesar 1,4 persen. ADB memperkirakan indikator perekonomian akan tumbuh positif hingga akhir tahun, namun pertumbuhan ekonomi dipengaruhi keputusan pemerintah dan bank sentral mengenai pajak penjualan dan stimulus fiskal. Pada tahun 2015, perekonomian Jepang diperkirakan menguat, walaupun akan menghadapi berbagai risiko. ADB menyatakan skeptisisme dalam negeri atas keberhasilan reformasi struktural, stimulus fiskal, dan moneter yang sudah dilakukan bisa menggagalkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang. Perekonomian Singapura Sebagai negara dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak yang cukup berarti terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut secara tahunan pada triwulan III tahun 2014 sebesar 2,4 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan II tahun 2013 sebesar 5,0 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 1,2 persen (QtQ), meningkat dibandingkan pada triwulan II tahun 2014 yaitu sebesar -0,1 persen (QtQ). Perekonomian Singapura mulai memasuki jalur pertumbuhan moderat disebabkan oleh perlambatan ekonomi negara maju, sektor manufaktur semakin melemah, sektor industri padat yang tertekan akibat biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, dan ketergatungan dengan tenaga kerja asing. Sektor manufaktur Singapura tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang naik sebesar 5,3 persen (YoY). Pertumbuhan sektor manufaktur didukung oleh peningkatan manufaktur biomedis dan elektronik. Secara triwulanan, pertumbuhan sektor manufaktur Singapura tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY), meningkat tajam dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi sebesar 15,2 persen (YoY). Sementara, pertumbuhan sektor 15

28 konstruksi Singapura pada triwulan III tahun 2014 juga mengalami pelemahan. Pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 1,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat diakibatkan oleh penurunan output konstruksi sektor swasta, yang mencerminkan pelemahan pembangunan perumahan swasta serta penurunan bangunan industri dan komersial swasta. Sektor kontruksi secara triwulanan terkontraksi sebesar 2,7 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 2,4 persen (YoY). Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada bulan September 2014, tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Penguatan di sektor ini disebabkan oleh peningkatan penjualan kendaraan bermotor hingga 30,0 persen. Pertumbuhan sektor jasa makanan dan minuman Singapura bulan September 2014 terkontraksi sebesar 0,4 persen (YoY), dibandingkan bulan September Total nilai penjualan jasa makanan dan minuman pada bulan September 2014 diperkirakan sebesar USD 620 juta, lebih rendah dari bulan September 2013 sebesar USD 622 juta. Sementara, neraca perdagangan Singapura pada bulan Oktober 2014 masih menunjukkan posisi surplus. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor menurun dengan hanya tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY), dibandingkan bulan Oktober tahun Di sisi lain, kinerja impor menurun dengan hanya tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY), dibandingkan bulan Oktober Penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh penuruan ekspor domestik non minyak, ekspor minyak domestik, dan re ekspor non minyak masing-masing sebesar 1,5 persen (YoY), 14,9 persen (YoY), dan 5,14 persen (YoY). Pada Oktober 2014, IMF mengkoreksi perekonomian Singapura pada tahun 2014 dan 2015, turun masing-masing sebesar 3,0 persen (YoY). Dalam publikasi Asian Development Outlook 2014, proyeksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2014 dan 2015 masing-masing dikoreksi turun sebesar 0,4 persen atau masing-masing tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) dan 3,9 persen (YoY). PDB akan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2014 dan Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, melalui industri berorientasi eksternal. Namun demikian, penurunan tingkat investasi, perlambatan konsumsi swasta dan sektor manufaktur akan membawa perekonomian Singapura tetap tumbuh moderat hingga akhir tahun Pengetatan pasar tenaga kerja juga masih memberi tekanan pada inflasi dan membebani industri padat karya. Monetary Authority of Singapore juga diperkirakan mengambil langkah apresiasi mata uang secara bertahap untuk meredam tekanan harga. Penurunan ekspor barang dalam negeri termasuk 16

29 minyak yang terus berlangsung, akan membawa surplus neraca perdagangan semakin mengecil hingga akhir tahun Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD 100,4 per barel menurun dibandingkan dengan rata-rata harga minyak triwulan II tahun 2014 yang mencapai USD 106,3 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan III tahun 2014 mengalami penurunan hingga USD 102,1 per barel dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar USD 109,8 per barel. Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 101,6 per barel pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan harga pada triwulanan II tahun 2014 yang mencapai USD 106,1 per barel. Sementara, harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 menurun dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya. Harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 97,5 per barel atau menurun dibandingkan harga minyak mentah Dubai pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 103,1 per barel. Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia Q1 Q2 Q3 Jul Agst Sept Crude Oil (Rata-rata) 103,7 106,3 100,4 105,2 100,1 95,9 Crude Oil; Brent 107,9 109,8 102,1 107,0 101,9 97,3 Crude Oil; Dubai 104,4 106,1 101,6 105,8 101,9 97,0 Crude Oil; WTI 98,7 103,1 97,5 102,9 96,4 93,2 Indonesian Crude Price Oil 106,5 107,2 99,7 104,6 99,5 95,0 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Pada triwulan III tahun 2014, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum cenderung menurun. Harga minyak mentah Brent pada bulan Juli 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 4,9 per barel menjadi sebesar USD 105,2 per barel. Pada bulan Agustus dan September 2014, harga minyak mentah Brent juga turun signifikan sebesar USD 5,1 per barel, dan USD 4,6 perbarel. Demikian pula harga minyak mentah Dubai pada bulan Juli 2014 turun dari USD 108,0 per barel menjadi sebesar USD 105,8 per barel. Pada bulan Agustus 2014, harga minyak mentah Dubai turun sebesar USD 3,9 per barel dan selanjutnya pada bulan September 2014 kembali mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 4,9 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI pada bulan Juli 2014 yang mengalami turun tipis sebesar USD 2,3 per barel menjadi sebesar USD 17

30 102,9 per barel. Pada bulan Agustus 2014 turun signifikan sebesar USD 6,5 per barel, meskipun pada bulan Juni 2014 kembali mengalami menurun sebesar 3,2 per barel. Pelemahan harga minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2014 disebabkan oleh Arab Saudi sebagai produsen minyak bumi terbesar di dunia, menurunkan harga minyak mentah untuk pasar Amerika Serikat, dan menaikkan harga minyak mentahnya di pasar lain, termasuk Asia. Kebijakan Arab Saudi bertujuan untuk membidik oil shale dan mempertahankan pangsa pasar di Amerika Serikat mengingat negara ini merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Kebijakan ini menyebabkan harga minyak mentah WTI bearish menurun hingga mencapai USD 78,38 di bawah titik terendahnya sejak bulan Juni Demikian pula dengan kekhawatiran investor akan tingginya pasokan, dan kondisi perekonomian yang masih melambat akan semakin menekan pasar global. Namun demikian, menurunnya aktivitas sektor manufaktur dan jasa Tiongkok akan membawa sentimen negatif dengan outlook permintaan minyak mengingat merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia. Sama halnya dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan III tahun 2014 menurun. Pada triwulan III tahun 2014, harga ICP adalah sebesar USD 99,7 per barel atau turun hingga USD 7,5 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan II tahun Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan Juli tahun 2014 mengalami penurunan sebesar USD 4,3 per barel atau menjadi sebesar USD 104,6 per barel. Harga minyak ICP pada Agustus 2014 menurun sebesar USD 5,1 per barel, dan bulan September 2014 kembali mengalami penurunan sebesar USD 4,5 per barel menjadi USD 95 per barel. Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Pelemahan harga minyak ICP disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas kondisi perekonomian akibat menurunnya pertumbuhan Amerika Serikat, Tiongkok, serta ekonomi negara-negara Eropa yang cenderung stagnan. Laporan International Energy Agency bulan Oktober 2014, proyeksi permintaan minyak mentah dunia tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 92,4 juta barel per hari atau lebih rendah 0,21 juta barel per hari dibanding proyeksi bulan sebelumnya. Sementara itu, pasokan minyak mentah dunia pada bulan September 2014 juga mengalami kenaikan sebesar barel per hari yang disebabkan oleh peningkatan pasokan baik dari negara-negara OPEC maupun negara-negara non OPEC. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah disebabkan oleh penurunan kondisi perekonomian Jepang, permintaan minyak mentah dan produk turunan nya di Tiongkok dan India 18

31 Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 19

32 BOX 1 Penyakit Virus Ebola dan Dampaknya Bagi Perekonomian Penyakit virus Ebola, yang sebelumnya dikenal sebagai demam berdarah Ebola adalah penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus Ebola. Virus Ebola disebarkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi (biasanya primata maupun kelelawar buah). Virus Ebola dapat menular melalui darah, muntah, feses, dan cairan tubuh dari manusia pengidap Ebola ke manusia lain. Virus ini juga ditemukan dalam urin dan cairan sperma. Infeksi akan terjadi ketika cairan-cairan tubuh tersebut menyentuh mulut, hidung, atau luka terbuka orang yang sehat. Penyakit virus Ebola pada manusia disebabkan oleh empat jenis virus di antaranya virus Bundibugyo (BDBV), virus Sudan (SUDV), virus Tai Forest (TAFV) dan virus Ebola (EBOV atau dikenal sebagai Zaire Ebola Virus). Virus Bundibugyo, Sudan, dan Zaire Ebola dikaitkan dengan wabah terbesar di Afrika. Gejala dari penyakit virus Ebola dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, terdapat demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Gejala ini juga diikuti mual, muntah, diare, menurunnya fungsi liver dan ginjal, serta pendarahan. Penyakit virus Ebola memiliki risiko kematian yang tinggi, tingkat risiko kematian antara 25,0 persen dan 90,0 persen dengan rata-rata 50,0 persen. Hal ini disebabkan oleh kehilangan cairan, tekanan darah rendah, dan biasanya diikuti enam hingga enam belas hari setelah gejala muncul. Penyakit virus Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976, wabahnya menyebar di kota Nzara, Sudan dan kota Yambuku, Republik Demokratik Kongo. Daerah terakhir yang terkena wabah tersebut adalah sebuah desa di dekat Sungai Ebola, dan kemudian tersebut menjadi nama dari penyakit ini. Penyakit virus Ebola biasanya terjadi di daerah tropis di Sub Sahara Afrika. Menurut World Health Organization (WHO) terhitung sebanyak 1684 telah terjadi kasus sejak tahun 1976 hingga Wabah terbesar terjadi tahun 2014 dan masih berlangsung di Afrika Barat yakni negara Guinea, Sierra Leone, Liberia dan Nigeria. Hingga 29 Oktober 2014, jumlah kasus penyakit virus Ebola dilaporkan sebanyak dengan korban meninggal dunia. Sejak tahun 1976, wabah virus Ebola telah terjadi di sepuluh negara Afrika, di antaranya Republik Demokratik Kongo, Sudan, Gabon, Pantai Gading, Afrika Selatan, Uganda, Kongo, Guyana, Sierra Leone dan Liberia, serta Amerika Serikat dan salah satu dari Eropa, Spanyol. Selain itu, penyakit virus Ebola juga melanda Indonesia, dimana lima warga asal Jakarta, Medan, Madiun dan Kediri diduga mengidap penyakit Ebola. Namun demikian, hasil penelitian sampel darah dari lima pasien yang diduga terjangkit Ebola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dinyatakan negatif. Sementara itu, penyakit virus Ebola selain menelan korban jiwa juga berdampak ekonomi yang cukup signifikan di Afrika Barat seperti penurunan tajam pada output, defisit fiskal yang tinggi, kenaikan harga, pendapatan rumah tangga riil yang lebih rendah, dan meningkatnya kemiskinan. Dampak perekonomian ini mencakup biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas bagi negara yang terkena dampak langsung. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia, terdapat tiga negara yang mengalami dampak paling buruk dari wabah virus Ebola yaitu Guyana, Liberia, dan Sierra Leone. 20

33 Tabel 4. Kronologi Wabah Ebola Tahun No. Negara Tahun Kasus Korban Jiwa Fatality Rate 1. Uganda % 2. Uganda % 3. Uganda % 4. Republik Demokratik Kongo % 5. Guyana % 6. Sierra Leone % 7. Liberia % 8. Nigeria % 9. Senegal % 10. Amerika Serikat % 11. Spanyol % 12. Mali % 13. Republik Demokratik Kongo % Sumber: Global Alert and Response, World Health Organization (WHO), 2014 Sementara berdasarkan The Economic Impact of the 2014 Ebola Epidemic: Short and Medium Term Estimates for West Africa oleh Bank dunia, mengenai dampak fiskal tahun 2014 pada ketiga negara tersebut cukup besar, Liberia sebesar US$ 113 juta (5,1 persen dari PDB), Sierra Leone sebesar US$ 95 juta (2,1 persen dari PDB), dan Guyana sebesar US$ 120 juta (1,8 persen dari PDB). Dimana estimasi terhadap dampak jangka pendek (2014) tersebut menggunakan data terkini untuk menginformasikan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor. Sementara, estimasi dampak jangka menengah (2015) menggunakan skenario Low Ebola untuk menggambarkan pencegahan yang cepat dari tiga negara terkena dampak terburuk, sedangkan skenario High Ebola menggambarkan pencegahan yang lebih lambat dari tiga negara terkena dampak terburuk. Bank Dunia menyatakan jika wabah virus Ebola menyebar ke negara lain di sekitar negara terdampak dan memiliki perekonomian yang jauh lebih besar, maka kerugian bagi perekonomian secara regional mencapai US$ 32,6 Miliar pada akhir Tabel 5. Kerugian PDB Akibat Ebola dalam US Dollar dan Presentase Terhadap PDB Tahun 2013 Dampak Jangka Pendek (2014) Dampak Jangka Menengah (2015- Low Ebola) Dampak Jangka Menengah (2015- High Ebola) Guyana 113 juta (2,1%) -43 juta (0,7 %) 142 juta (2,3%) Liberia 66 juta (3,4%) 113 juta (5,8%) 234 juta (12,0%) Sierra Leone 163 juta (3,3%) 59 juta (1,2%) 439 juta (8,9%) Total dari Ketiga Negara 359 juta 129 juta 815 juta Afrika Barat 2,2-7,4 Miliar 1,6 miliar 25,2 miliar 21

34 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2014 surplus sebesar USD 6,5 miliar 22

35 Perlambatan ekonomi dunia sepanjang tahun 2014 masih menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan risiko global akibat terjadinya tapering off di Amerika Serikat akan berdampak lebih tinggi pada negara-negara yang bergantung pada external financing dan perekonomian dengan investasi asing yang besar dalam pasar keuangan domestik seperti Indonesia. Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan menurunnya harga komoditas akan menekan kinerja ekspor Indonesia yang masih mengandalkan ekspor komoditas. Sama dengan Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) juga menyorot terjadinya pelemahan harga komoditas ekspor dan kebijakan stabilisasi di Indonesia yang dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, IMF, Bank Dunia, dan ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 5,2-5,3 persen pada tahun PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) dan merupakan yang terendah sejak lima tahun terakhir. Pada triwulan III tahun 2013, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi akibat pengaruh dari kondisi global dan domestik. Dari sisi global, perekonomian Tiongkok masih mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun Sementara itu, perekonomian Jepang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,6 persen (YoY). Memburuknya perekonomian kedua negara ini mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia karena Tiongkok dan Jepang merupakan dua pasar perdagangan utama Indonesia. Di dalam negeri, penurunan harga komoditas ekspor seperti barang-barang pertanian, kakao, dan kelapa sawit turut memperlambat perekonomian Indonesia. Dari sisi lapangan usaha, sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 9,0 persen (YoY) masih mendorong pertumbuhan ekonomi meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013 yang besarnya 9,9 persen (YoY). Perlambatan sektor ini terjadi karena perlambatan di subsektor komunikasi yang mulai jenuh dengan tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) meskipun mampu tumbuh sebesar 11,8 persen (YoY) pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi ini juga didorong oleh pertumbuhan yang tinggi pada sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 6,2 persen (YoY) yang pada triwulan III tahun sebelumnya hanya tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY). Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih terjadi karena pertumbuhan subsektor gas kota yang pada triwulan III tahun 2014 mampu tumbuh sebesar 11,3 persen (YoY), tumbuh jauh meningkat dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan sebesar 5,3 persen (YoY) yang terjadi pada triwulan III tahun Sementara itu, pertumbuhan subsektor 23

36 listrik mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 5,2 persen (YoY) akibat menurunnya volume listrik yang dikonsumsi oleh bisnis dan industri. Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) MENURUT LAPANGAN USAHA Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 4,6 4,2 5,6 2,1 3,7 3,3 3,3 3,8 3,2 3,4 3,7 Pertambangan dan Penggalian 2,5 3,2 0,0 0,6 0,1-0,6 2,0 3,9-0,4-0,3 0,3 Industri Pengolahan 5,5 5,2 5,9 6,3 6,0 6,0 5,0 5,3 5,1 5,0 4,6 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,5 6,4 6,0 7,1 7,9 4,0 3,8 6,6 4,8 8,1 6,2 Konstruksi 7,1 6,7 7,6 8,2 6,8 6,6 6,2 6,7 6,7 6,4 6,3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,8 8,8 7,2 7,8 6,5 6,4 6,1 4,8 4,8 4,5 4,2 Pengangkutan dan Komunikasi 10,0 9,9 10,4 9,6 9,6 10,9 9,9 10,3 10,2 9,8 9,0 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,4 7,1 7,5 7,7 8,2 7,7 7,6 6,8 6,1 6,2 6,0 Jasa-Jasa 5,5 5,8 4,5 5,3 6,5 4,5 5,6 5,3 5,7 5,7 6,5 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 5,1 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Secara keseluruhan, sebagian besar dari sektor ekonomi pada triwulan III tahun 2014 mengalami perlambatan. Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 7,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, akibat menurunnya ekspansi kredit sehingga subsektor perbankan hanya mampu tumbuh 4,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga melambat dengan hanya tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, meskipun mampu tumbuh sebesar 6,1 persen (YoY) pada triwulan III tahun Subsektor perdagangan besar dan eceran yang hanya tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) akibat kontraksi barang impor memicu perlambatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor lain yang melambat adalah industri pengolahan dengan pertumbuhan sebesar 4,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014 meskipun mampu tumbuh sebesar 5,0 persen pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan ini terjadi akibat terkontraksinya subsektor industri migas sebesar 1,2 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014 yang disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan gas alam cair sebesar 3,5 persen (YoY). Sementara itu, subsektor industri bukan migas juga mengalami perlambatan dan hanya tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014 akibat menurunnya pertumbuhan industri pupuk, kimia, dan barang dari karet sebesar 0,3 persen (YoY) dan industri semen dan barang galian bukan logam sebesar 2,9 persen (YoY). Selain itu, sektor pertambangan dan penggalian hanya tumbuh sebesar 0,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014 atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun

37 sebesar 2,0 persen (YoY). Perlambatan sektor ini terjadi akibat masih terkontraksinya subsektor minyak dan gas bumi sebesar 1,2 persen (YoY) dan subsektor pertambangan bukan migas sebesar 0,0 persen (YoY). Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 9,0 4,0-1,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Sumber: Badan Pusat Statistik Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2014 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2014 masih ditopang oleh pengeluaran untuk konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,4 persen (YoY), sedikit melambat dibandingkan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan III tahun 2013 yang tumbuh 5,5 persen (YoY). Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan tumbuh 4,5 persen (YoY), sementara untuk bukan makanan tumbuh 6,2 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2014, tidak ada faktor pendorong konsumsi seperti pemilu atau pemilukada seperti pada triwulan-triwulan sebelumnya sehingga konsumsi masyarakat melambat. Pengeluaran pemerintah juga mampu tumbuh 4,4 persen (YoY) meskipun pada triwulan III tahun 2013, pengeluaran pemerintah mampu tumbuh sebesar 8,9 persen (YoY). Penurunan pengeluaran pemerintah pada triwulan III tahun 2014 masih disebabkan oleh adanya pengurangan anggaran belanja pemerintah dalam APBN-P 2014 sebesar 43 triliun. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY) melambat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan III tahun 2013 yang besarnya mencapai 4,5 persen (YoY). Perlambatan PMTB dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan pada PMTB jenis alat angkutan yang berasal dari luar negeri (impor) sebesar 17,2 persen (YoY). Sementara itu, ekspor barang dan jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan terkontraksi sebesar 0,7 persen (YoY), jauh lebih buruk dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang pertumbuhannya mencapai 5,2 persen 25

38 (YoY). Pertumbuhan negatif tersebut terjadi akibat turunnya nilai dan volume ekspor komoditas utama, yaitu mesin/peralatan listrik, karet, dan barang dari karet, dan pakaian jadi bukan rajutan. Sama halnya dengan ekspor, impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 3,6 persen (YoY) atau menurun dibandingkan triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY). Baik impor barang maupun impor jasa mengalami penurunan, impor barang turun 4,2 persen dan impor jasa turun 1,5 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Depresiasi rupiah terhadap USD telah menekan impor barang. Selain itu, jumlah serta rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia yang ke luar negeri juga menurun. Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) MENURUT JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Konsumsi Rumah Tangga 4,9 5,2 5,6 5,4 5,2 5,1 5,5 5,3 5,6 5,6 5,4 Pengeluaran Pemerintah 6,5 8,7-2,8-3,3 0,4 2,2 8,9 6,4 3,6-0,7 4,4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,9 12,0 9,7 7,5 5,5 4,5 4,5 4,4 6,0 5,2 4,0 Ekspor Barang dan Jasa 8,2 2,6-2,6 0,5 3,6 4,8 5,2 7,4-0,4-1,0-0,7 Impor Barang dan Jasa 8,9 11,3-0,2 6,8 0,0 0,7 5,1-0,6-0,7-5,0-3,6 Pertumbuhan PDB 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5,8 5,6 5,7 5,2 5,1 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 13,0 11,0 9,0 7,0 5,0 3,0 1,0-1,0-3,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Impor Barang dan Jasa Pengeluaran Pemerintah Ekspor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik 26

39 Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun 2014 mencapai 112,4 basis poin yang menunjukkan optimisme masyarakat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 113,5 basis poin, peningkatan konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 113,2 basis poin dan rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks sebesar 109,9 basis poin. Tingkat optimisme konsumen ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 yang mencapai 110,8. Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Pendapatan rumah tangga 106,0 109,3 112,1 110,8 108,8 110,7 113,5 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari 105,4 108,0 109,7 108,3 110,4 112,6 109,9 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, 100,8 105,2 115,0 108,5 112,5 108,5 113,2 pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) Indeks Tendensi Konsumen 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 110,8 112,4 Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun ,0 112,0 110,0 108,0 106,0 104,0 102,0 100,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q ,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0 Indeks Tendensi Konsumen 106,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,0 112,0 109,6 110,0 110,8 112,44 Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2-1,7-0,7 0,8 0,9 5,1 2,6 0,4 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan III tahun 2014, pertumbuhan ITK mencapai 0,4 persen (YoY) atau melambat 0,4 persen dari pertumbuhan ITK pada triwulan III tahun Kenaikan ITK disebabkan oleh optimisme konsumen yang menganggap triwulan III tahun 27

40 2014 lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan meningkat pada triwulan IV tahun 2014 sehingga dapat mencapai 112,4. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia kembali meningkat pada bulan Juli 2014 yang besarnya mencapai 119,8. Pada bulan Agustus 2014, IKK kembali meningkat menjadi 120,2. Namun, IKK menurun menjadi 119,8 pada bulan September Pelemahan tersebut terutama didorong oleh menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dibandingkan dengan kondisi ekonomi enam bulan yang lalu. Penurunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terutama didorong oleh menurunnya ekspektasi kegiatan usaha dari 126,6 pada bulan Agustus 2014 menjadi sebesar 121,3 pada bulan September Pelemahan ini ditengarai terjadi karena adanya kekhawatiran terhadap tingginya inflasi jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Indeks ekspektasi penghasilan juga sedikit menurun dari 135,7 pada bulan Agustus 2014 menjadi 135,6 pada bulan September 2014 akibat menurunnya ekspektasi melemahnya kegiatan usaha. Peningkatan ekspektasi penghasilan dari 135,7 pada bulan Agustus 2014 menjadi 135,6 pada bulan September 2014 menjaga IEK tidak jatuh lebih dalam. Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari September 2014 KETERANGAN 2014 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 116,7 116,2 118,2 113,9 116,9 116,3 119,8 120,2 119,8 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 110,9 111,7 112,5 108,9 112,2 111,1 113,9 115,6 115,8 Penghasilan saat ini 128,9 128,6 129,6 127,0 128,1 127,8 131,7 132,9 130,6 Ketersediaan lapangan kerja 93,8 95,3 97,6 93,0 98,9 96,7 97,5 103,2 104,3 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 110,1 111,1 110,2 106,5 109,6 108,8 112,5 110,7 112,6 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 122,4 120,7 123,9 118,9 121,5 121,4 125,7 124,8 123,7 Ekspektasi Penghasilan 138,9 137,5 138,4 131,5 132,7 134,4 136,5 135,7 135,6 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 106,8 105,6 110,4 106,2 108,7 106,8 110,7 112,0 114,2 Ekspektasi Kegiatan Usaha 121,5 118,9 122,8 119,0 123,3 123,0 130,0 126,6 121,3 Sumber: Bank Indonesia Di sisi lain, Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini (IKE) mengalami peningkatan pada bulan September 2014 yang besarnya 115,8 atau lebih rendah dibandingkan dengan IKE pada bulan Agustus 2014 yang besarnya 115,6. Pada bulan September 2014, meningkatnya ketepatan waktu pembelian barang tahan lama menjadi 112,6 dari 110,7 pada bulan Agustus 2014 dan ketersediaan lapangan kerja menjadi 104,3 dari 103,2 pada bulan Agustus 2014 berkontribusi terhadap peningkatan IKE pada bulan 28

41 September Sementara itu, indeks penghasilan saat ini menurun dari 132,9 pada bulan Agustus 2014 menjadi 130,6 pada bulan September Trend peningkatan IKK terjadi pada bulan Juli-September Pada bulan Juli 2014, pertumbuhan IKK sempat menurun sebesar 0,7 persen (YoY). Pertumbuhan IKK pada bulan Agustus 2014 kembali meningkat sebesar 10,3 persen (YoY). Pertumbuhan IKK semakin meningkat pada bulan September 2014 dengan pertumbuhan 11,5 persen (YoY). Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 September Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep IKK 108, 107, 107, 109, 114, 116, 116, 116, 118, 113, 116, 116, 119, 120, 119, Kenaikan YoY (Persen) 2,4-4,3-6,8-9,0-8,4-4,8 0,1 0,4-0,5 1,2 0,2 4,7-0,7 10,3 11,5 Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi dan Produksi Semen Konsumsi semen di Indonesia mengalami tren peningkatan pada triwulan III tahun 2014, meskipun jumlah konsumsi semen pada triwulan III tahun 2014 besarnya ,7 ribu ton atau lebih rendah 818,0 ribu ton dibandingkan dengan jumlah konsumsi semen pada triwulan II tahun Sepanjang triwulan III tahun 2014, konsumsi semen tertinggi terjadi pada bulan September 2014 dengan jumlah konsumsi semen sebesar 5.632,1 ribu ton atau tumbuh 5,7 persen (YoY). Konsumsi semen pada bulan September 2014 meningkat dibandingkan dengan konsumsi semen pada bulan Agustus 2014 yang besarnya 4.661,8 ribu ton atau tumbuh 37,4 persen (YoY) yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak awal tahun Sementara itu, konsumsi semen pada bulan Juli 2014 yang besarnya 3.755,8 ribu ton merupakan yang terendah sejak awal tahun 2014 dengan terkontraksi 25,8 persen (YoY). Tingginya konsumsi semen pada bulan September 2014 didorong oleh telah terselenggaranya pemilihan umum legislatif dan presiden sehingga baik pemerintah maupun masyarakat dapat kembali fokus melanjutkan proyek-proyek konstruksi yang sempat tertunda karena Pemilu. Di sisi lain, rendahnya konsumsi semen pada bulan Juli 2014 terjadi karena bulan tersebut bertepatan dengan jatuhnya bulan 29

42 Ramadhan sehingga proyek-proyek pembangunan harus ditunda untuk menghormati para pekerja yang melakukan ibadah puasa. Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Juli 2013 Juni Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Konsumsi Semen Pertumbuhan (YoY) 8,0 6,6 3,3-0,2 2,7 8,4-0,4 7,6 5,3-25,2 37,4 5,7 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Seiring dengan kecenderungan peningkatan konsumsi, produksi semen Indonesia pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya ,8 ribu ton meningkat dari triwulan III tahun 2013 yang besarnya ,3 ribu ton. Pertumbuhan produksi semen Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mencapai 6,4 persen (YoY). Pada bulan Juli 2014, produksi semen Indonesia sempat berkurang hingga hanya mencapai 3.835,9 ribu ton atau tumbuh menurun 10,1 persen (YoY) karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. Pada bulan Agustus 2014, produksi semen Indonesia meningkat menjadi 4.728,6 ribu ton atau tumbuh 11,1 persen (YoY). Produksi semen kembali meningkat hingga 5.665,1 ribu ton atau tumbuh 0,4 persen (YoY) pada bulan September Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur diperkirakan akan semakin meningkat sehingga dapat semakin meningkatkan kapasitas produksi semen. Peningkatan kapasitas produksi semen juga diperkirakan akan semakin terdorong untuk menghadapi ASEAN Economic Community 2015 yang diperkirakan akan berdampak pada semakin tingginya pembangunan infrastruktur serta permintaan akan bahan dasar semen. 30

43 Gambar 8. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Juli 2013 Juni , , , , , ,0 0 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep ,0 Produksi Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) 8,6 5,1 5,3 8,4 3,6 5,1 4,9 11,3 7,8 (10,1) 11,1 0,4 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Pada triwulan III tahun 2014, konsumsi mobil di Indonesia mengalami tren peningkatan meskipun menurun dibandingkan dengan jumlah konsumsi pada bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Juli 2014, konsumsi mobil di Indonesia berjumlah 91,4 ribu unit atau menurun unit dibandingkan dengan konsumsi mobil pada bulan Juni Pertumbuhan konsumsi mobil pada bulan Juli 2014 terkontraksi sebesar 18,5 persen (YoY). Pada bulan Agustus 2014, konsumsi mobil mengalami peningkatan dengan konsumsi sebesar 96,8 ribu unit. Pertumbuhan konsumsi mobil pada bulan Agustus 2014 yang besarnya 24,1 persen (YoY) merupakan yang tertinggi sejak awal tahun Pada bulan September 2014, konsumsi mobil di Indonesia kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 102,7 ribu unit namun pertumbuhannya menurun 11,4 persen (YoY). Menurunnya pertumbuhan konsumsi mobil disebabkan oleh belum stabilnya kondisi politik Indonesia paska pemilu sehingga masyarakat menunda untuk membeli mobil. Sementara itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mentargetkan penjualan kendaraan bermotor pada tahun 2014 dapat mencapai 1,3 juta unit atau melebihi penjualan kendaraan bermotor pada tahun Hingga September 2014, penjualan mobil di Indonesia mencapai 932,9 ribu unit, melebihi penjualan mobil pada periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencapai 908,3 ribu unit. 31

44 Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Mobil Juli 2013-September ,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep ,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0-25,0 Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 112,2 78,0 116,0 112,0 111,8 97,7 103,6 111,9 113,1 106,1 96,9 110,6 91,4 96,8 102,7 Pertumbuhan YoY (Persen) 9,4 2,0 13,6 5,0 7,8 9,2 7,1 8,3 17,8 3,7-2,8 6,0-18,5 24,1-11,4 Sumber: Gaikindo, diolah Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2014 surplus sebesar USD 6,5 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan surplus NPI pada triwulan II tahun 2014 yang mencapai USD 4,3 miliar. Membaiknya kinerja NPI tersebut ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial dan menurunnya defisit neraca transaksi berjalan. Pada triwulan III tahun 2014, surplus neraca transaksi modal dan finansial tercatat sebesar USD 13,7 miliar, lebih rendah dibandingkan surplus pada triwulan II tahun 2014 yang mencapai USD 14,3 miliar. Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III tahun 2014 tercatat sebesar USD 6,8 miliar (3,1 persen PDB) lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 8,6 miliar (3,9 persen PDB). Sejalan dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mencapai USD 11,2 miliar atau setara dengan 6,3 bulan impor. Surplus NPI didorong oleh kinerja defisit neraca transaksi berjalan yang membaik pada triwulan III tahun Pada triwulan III tahun 2014 defisit neraca transaksi berjalan besarnya USD 6,8 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya mencapai USD 8,7 miliar. Hal ini didorong oleh surplus neraca perdagangan barang sebesar USD 1,6 miliar meskipun pada triwulan sebelumnya mengalami defisit sebesar USD 0,1 miliar. Surplus neraca perdagangan barang dipengaruhi oleh peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya USD 4,3 miliar atau meningkat USD 1,6 miliar dari surplus pada triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor manufaktur masih meningkat dan produk primer kembali tumbuh positif karena akselerasi ekspor minyak nabati dan tembaga sehingga mendorong surplus neraca perdagangan barang. Sementara itu, defisit impor nonmigas pada triwulan III tahun 2014 semakin menurun USD 2,2 miliar dibandingkan triwulan II 32

45 tahun 2014 dengan defisit sebesar USD 31,7 sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas tidak banyak berkurang seiring dengan berkurangnya ekspor minyak karena penurunan harga minyak dan turunnya impor minyak mentah sejalan dengan meningkatnya pasokan minyak mentah dalam negeri karena kenaikan lifting minyak. Di saat yang sama, surplus neraca perdagangan gas juga menurun. Defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar USD 3,1 miliar pada triwulan III tahun 2014 atau sedikit menurun dibandingkan dengan defisit pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 3,2 miliar. Sementara itu, defisit neraca perdagangan jasa pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 2,5 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 2,9 miliar. Penyempitan defisit neraca perdagangan jasa dipengaruhi oleh berkurangnya pembayaran jasa freight seiring dengan aktivitas impor yang menurun dan peningkatan net penerimaan jasa perjalanan mengikuti peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia dengan pola spending yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Surplus neraca transaksi modal dan finansial didorong oleh meningkatnya total aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan penarikan pinjaman luar negeri korporasi yang menunjukkan masih positifnya kepercayaan investor terhadap kondisi fundamental ekonomi dan politik Indonesia. Surplus investasi langsung mencapai sebesar USD 5,4 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 3,7 miliar yang didorong oleh transaksi akuisisi perusahaan di sektor pertambangan dalam rangka debt to equity swap dan pinjaman antar-afiliasi yang berasal dari penerbitan global bonds. Investasi portofolio juga mengalami surplus sebesar USD 7,1 miliar meskipun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD 8,3 miliar. Penurunan surplus ini dipengaruhi oleh faktor global akibat dinamika geopolitik, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan. Selain itu, adanya faktor sentimen domestik terkait dengan perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet pemerintahan baru dan program kerja pemerintah ke depan, termasuk kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi juga turut mempengaruhi penurunan surplus investasi portofolio. Sementara itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial juga dipengaruhi oleh surplus investasi lainnya yang tercatat sebesar USD 1,2 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014 sebesar USD 2,3 miliar. Hal ini terutama dipengaruhi oleh neto penempatan simpanan sektor swasta domestik di luar negeri yang menutupi sebagian dampak kenaikan arus masuk pinjaman luar negeri korporasi dan penempatan simpanan nonresiden di bank domestik. 33

46 Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan III Tahun 2014 (Miliar USD) Total Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 I. Transaksi Berjalan 1,7-24,4-6,0-10,1-8,6-4,3-29,1-4,2-9,0-6,8 A. Barang 33,8 8,7 1,6-0,6 0,1 4,7 5,8 3,4-0,1 1,6 - Ekspor 191,1 187,3 44,9 45,2 43,8 48,1 182,1 43,9 44,5 43,6 - Impor -46,3-179,9-43,3-45,8-43,7-43,4-176,3-40,6-44,6-42,1 1. Nonmigas 32,9 12,0 4,1 1,3 2,1 6,3 13,8 5,6 2,7 4,3 a. Ekspor 151,4 149,8 36,1 37,6 35,6 39,7 149,8 35,8 36,7 36,0 b. Impor -118,5-137,8-32,0-36,1-32,8-32,9-132,9-30,2-33,9-31,7 2. Migas -0,1-5,2-2,9-2,1-2,6-2,1-9,7-2,8-3,2-3,1 a. Ekspor 38,1 35,6 8,5 7,9 8,5 8,7 33,6 7,6 7,5 7,3 b. Impor -38,7-40,8-11,3-10,0-11,1-10,8-43,3-10,3-10,7-10,4 B. Jasa - jasa -9,8-10,6-2,6-3,5-2,8-3,1-12,1-2,2-2,9-2,5 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 13,6 24,9 0,0 8,7 4,5 8,7 22,0 7,0 14,3 13,7 1. Investasi langsung 11,5 13,7 3,3 3,3 5,5 0,2 12,2 2,8 3,7 5,4 2. Investasi portofolio 3,8 9,2 3,8 3,8 1,5 1,8 10,9 8,7 8,3 7,1 3. Investasi lainnya -1,8 1,9-7,0 1,6-2,2 6,8-0,8-4,4 2,3 1,2 IV. Total (I + II + III) 15,3 0,5-6,0-1,4-4,1 4,4-7,1 2,8 5,6 6,8 V. Selisih Perhitungan Bersih -3,5-0,3-0,6-1,0 1,5 0,0-0,2-0,7-1,3-0,4 VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) 11,9 0,2-6,6-2,5-2,6 4,4-7,3 2,1 4,3 6,5 - Posisi Cadangan Devisa 110,1 112,8 104,8 98,1 95,7 99,4 99,4 102,6 107,7 111,2 Dalam Bulan Impor 6,7 6,2 5,7 5,4 5,2 5,5 5,5 5,7 6,1 6,3 Transaksi Berjalan (%PDB) 0,2-2,8-2,71-4,5-3,9-2,1-3,3-2,05-4,06-3,1 Sumber: Bank Indonesia Tingkat Pengangguran Indonesia Pada bulan Agustus 2014, tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 5,9 persen atau meningkat 0,2 persen dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka pada Februari Meskipun demikian, jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2014 sebesar 7,2 juta orang masih sama dengan jumlah pengangguran pada bulan Februari Sementara itu, seiring dengan menurunnya jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014 menjadi sebesar 121,9 juta orang, jumlah orang yang bekerja menurun 3,6 juta orang dari Februari 2014 menjadi sebesar 114,6 juta orang. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah pengangguran. Terjadinya perlambatan ekonomi menyebabkan berkurangnya penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, terciptanya kesempatan kerja terkait dengan diselenggarakannya pemilu pada tahun

47 hanya bersifat temporer. Penciptaan lapangan kerja ini terutama terjadi pada industri konveksi. Selain itu, faktor cuaca seperti terjadinya kekeringan juga berdampak pada berkurangnya tenaga kerja khususnya di sektor pertanian. Tabel 11. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Februari 2012-Agustus 2014 Jenis Kegiatan Utama 9,50 9,00 8,50 8,00 7,50 Satuan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Angkatan Kerja Juta Orang 120,4 119,3 123,2 120,2 125,3 121,9 Bekerja Juta Orang 112,8 112,5 115,9 112,8 118,2 114,6 Penganggur Juta Orang 7,6 7,4 7,2 7,4 7,2 7,2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Persen 69,7 67,8 69,2 66,8 69,2 66,6 Tingkat Pengangguran Terbuka Persen 6,3 6,1 5,9 6,2 5,7 5,9 Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel 12. Tingkat Pengangguran Terbuka Februari 2008-Agustus ,00 Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Sumber: Badan Pusat Statistik Pengangguran Terbuka 35

48 BOX 2 Evaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2014 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang memiliki visi Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Untuk mencapai visi tersebut, misi RPJMN adalah melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera, memperkuat pilar-pilar demokrasi, dan memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional, ditetapkan lima agenda utama pembangunan nasional : 1. Pembangunan ekonomi dan peningkatakan kesejahteraan rakyat 2. Perbaikan tata kelola pemerintahan 3. Penegakan pilar demokrasi 4. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi 5. Pembangunan yang inklusif dan berkeadilan Dalam RPJMN , terdapat kerangka ekonomi makro yang menunjukkan beberapa target ekonomi untuk dicapai pada tahun Namun, tidak semua target ekonomi dapat dicapai pada tahun tersebut. Beberapa faktor mempengaruhi realisasi pencapaian target ekonomi makro sepanjang tahun Perlambatan ekonomi global yang terjadi akibat krisis subprime mortgage Amerika Serikat dan krisis utang Eropa turut memperlambat perekonomian Indonesia sehingga beberapa target ekonomi makro tidak dapat dicapai. Negara-negara Asia yang menjadi mitra dagang Indonesia seperti Jepang dan Tiongkok juga mengalami perlambatan sehingga menekan perekonomian Indonesia. Tabel 13. Kerangka Ekonomi Makro Indikator Satuan Pertumbuhan Ekonomi persen 5,5-5,6 6,0-6,3 6,4-6,9 6,7-7,4 7,0-7,7 Laju inflasi, IHK persen 4,0-6,0 4,0-6,0 4,0-6,0 3,5-5,5 3,5-5,5 Cadangan Devisa USD 74,5-82,4-89,6-96,1-101,4- miliar 75,6 84,1 92,0 99,2 105,5 Surplus/Defisit APBN/PDB persen -1,6-1,9-1,6-1,4-1,2 Tingkat Pengangguran persen 7,6 7,3-7,4 6,7-7,0 6,0-6,6 5,0-6,0 Tingkat Kemiskinan persen 12,0-11,5-10,5-13,5 12,5 11,5 9,5-10,5 8,0-10,0 Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi dapat tumbuh hingga 7,0-7,7 persen (YoY) pada tahun Hingga triwulan III tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 5,1 persen (YtD) padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat berada di atas target pada tahun 2010 dan 2011 dengan tumbuh sebesar 6,2 dan 6,5 persen (YoY). Sementara itu, laju inflasi 36

49 pada tahun 2010 di luar perkiraan mencapai 7,0 persen akibat kenaikan harga pangan dan harga minyak dunia hingga melebihi target RPJMN 4,0-6,0 persen (YoY). Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012, realisasi laju inflasi sesuai dengan target RPJMN yaitu sebesar 4,0-6,0 persen (YoY) dengan masing-masing mencapai 3,8 dan 4,3 persen (YoY). Di sisi eksternal, realisasi cadangan devisa Indonesia lebih baik dibandingkan dengan target RPJMN. Cadangan devisa Indonesia ditargetkan sebesar USD 74,5-75,6 miliar pada tahun Dalam realisasinya, cadangan devisa mencapai USD 96,2 miliar pada tahun 2010 dan terus meningkat hingga mencapai USD 112,8 miliar pada tahun Meskipun menurun menjadi sebesar USD 99,4 miliar pada tahun 2013, cadangan devisa tetap berada di atas target RPJMN pada tahun 2013 sebesar USD 96,1-99,2 miliar. Hal ini didorong oleh kinerja neraca transaksi modal dan finansial yang baik meskipun neraca transaksi berjalan masih mengalami defisit. Kondisi sisi fiskal sepanjang tahun tidak sebaik kondisi neraca pembayaran. Pada tahun 2010 dan 2011, defisit APBN/PDB berada di bawah target RPJMN sebesar masing-masing 0,7 dan 1,1 persen. Namun realisasi defisit APBN/PDB menjadi lebih lebar dibandingkan dengan target RPJMN pada tahun Defisit APBN/PDB yang paling menjauhi target RPJMN terjadi pada tahun 2013 dengan defisit sebesar 2,4 persen meskipun di dalam RPJMN ditargetkan defisit APBN/PDB hanya sebesar 1,4 persen. Defisit ini disebabkan oleh rendahnya realisasi penerimaan pajak akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat sepanjang tahun 2013 dan meningkatnya belanja subsidi BBM akibat depresiasi rupiah. Tabel 14. Realisasi Ekonomi Makro Indikator Satuan Pertumbuhan Ekonomi persen 6,2 6,5 6,3 5,8 5,1* Laju inflasi, IHK persen 7,0 3,8 4,3 8,4 4,2* Cadangan Devisa USD miliar 96,2 110,1 112,8 99,4 Surplus/Defisit APBN/PDB persen -0,7-1,1-1,9-2,4 1,7** Tingkat Pengangguran persen 7,1 6,6 6,1 6,3 5,9*** Tingkat Kemiskinan persen 13,3 12,5 11,7 11,5 11,3*** Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Keterangan: * YtD ** APBN 2014 *** Agustus 2014 **** Maret 2014 Di sisi lain, realisasi tingkat pengangguran di Indonesia berhasil sejalan dengan target RPJMN Hingga data bulan Agustus 2014, tingkat pengangguran Indonesia mencapai 5,9 persen atau sesuai dengan target RPJMN sebesar 5,0-6,0 persen. Ironisnya, meskipun menurun, tingkat pengangguran terdidik Indonesia semakin banyak sehingga dapat menggambarkan kondisi dan kualitas tenaga kerja di Indonesia. 37

50 Tingkat kemiskinan Indonesia mengalami tren penurunan sejak tahun Meskipun demikian, tingkat kemiskinan Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan target RPJMN sejak tahun 2012 hingga 2014 akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga tahun terakhir serta didorong oleh kenaikan harga bahan pokok dan harga bahan bakar minyak (BBM). BOX 3 Kebijakan Ekonomi Kabinet Kerja Setelah dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 yang lalu, Presiden Joko Widodo mulai mewujudkan visi misi yang telah disampaikannya selama kampanye. Bersama Kabinet Kerja, Presiden Jokowi ingin membangun pemerintahan dengan fokus Ekonomi Berdikari. Untuk mewujudkannya, Jokowi dan kabinetnya merumuskan program Aksi Trisaka atau tiga pilar pembangunan ekonomi (Trisaksi). Sasaran pokok Ekonomi Berdikari adalah pembangunan manusia, peningkatan daya saing dan produktivitas masyarakat Indonesia, serta menegakkan kemandirian di bidang ekonomi. Ketiga sasaran pokok tersebut akan direalisasikan melalui berbagai program kerja sebagai berikut: Tiga Pilar Ekonomi Berdikari (Aksi Trisaka) Peningkatan Daya Saing Pembangunan Ekonomi Pembangunan Manusia dan Produktivitas Rakyat Mandiri Program pembangunan manusia direalisasikan melalui penerapan kebijakan Indonesia Pintar, Indonesia Kerja, Indonesia Sehat, dan Indonesia Sejahtera. Sumber: Majalah Investor Program peningkatan daya saing dan produktivitas rakyat diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur, pasar tradisional dan sentra perikanan, investasi mudah dan menarik, dan menjadikan BUMN sebagai agen pembangunan. Program ekonomi dengan semangat mendorong kemandirian, dengan sasaran mencapai kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kedaulatan keuangan, yang ditopang penguatan dan penguasaan teknologi. Presiden Jokowi juga berencana mengalihkan subsidi di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersifat konsumtif ke subsidi yang lebih produktif. Subisidi ini diperuntukkan untuk para petani dalam bentuk benih berkualitas, pupuk, dan irigasi; nelayan dalam bentuk mesin yang lebih baik dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam bentuk modal kerja. Selain itu, program-program yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan juga menjadi prioritas pemerintahan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi telah meluncurkan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, 38

51 dan Kartu Keluarga Sejahtera sebagai program jaminan sosial untuk masyarakat miskin. Pembangunan infrastruktur juga menjadi kebijakan Kabinet Kerja. Salah satu yang menjadi prioritas adalah pembangunan bidang maritim. Pemerintah berencana membangun 24 pelabuhan baru dalam lima tahun. Pemerintah juga berencana membangun tol laut untuk mengefisienkan biaya transportasi yang meningkat karena bentuk geografis Indonesia yang berupa kepulauan. Tol laut merupakan sebuah sistem transportasi laut yang terintegrasi dengan pelabuhan-pelabuhan besar. Dengan semakin menurunnya biaya transportasi, harga barang yang dijual juga dapat semakin menurun. Selain membangun infrastruktur maritim, infrastruktur kereta api di empat pulau besar Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua juga direncanakan pembangunannya. Untuk menghindari kemacetan di kotakota besar, pembangunan transportasi massa juga akan dilanjutkan di enam kota besar seperti Jakarta, Medan, Makassar, Semarang, Bandung, dan Surabaya. Pemerintah akan memastikan bahwa dalam proses pembangunan infrastruktur, kebijakan moneter harus berjalan selaras karena pada konteks hilirisasi industri misalnya, dibutuhkan modal investasi yang tidak sedikit. Oleh karena itu, koordinasi dengan perbankan sangat dibutuhkan dengan dukungan kebijakan bunga yang kompetitif. Perlambatan ekonomi Indonesia yang terjadi selama hampir tiga tahun belakangan ini akan ditangani dengan memperbaiki dan mempercepat perizinan investasi dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah menginginkan adanya rumusan standar perizinan investasi sehingga ada keseragaman perizinan investasi di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah akan segera melakukan langkah strategis untuk bisa menjaga stabilitas harga, menyeimbangkan neraca perdagangan, dan membentuk koalisi promosi nasional. Dalam mewujudkan kedaulatan keuangan, pemerintah berencana untuk mengurangi beban utang negara secara bertahap dan mengajukan utang baru hanya untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif, memberikan akses keuangan bagi masyarakat untuk meningkatkan inklusi keuangan, serta memperketat kepemilikan asing pada perbankan nasional. Sebagai strategi untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pemerintah juga akan lebih agresif untuk memasarkan produk yang berdaya saing tinggi. 39

52 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp 258,0 triliun. Jumlah ini mencapai 97,3 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P Sampai dengan triwulan III tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.601,72 triliun. Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 1.917,9 triliun pada triwulan III tahun Sampai dengan bulan triwulan III tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 25,25 triliun atau 46,6 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

53 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 15 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode 5 tahun terakhir ( ), realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 23,9 persen. Pada tahun 2009 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 84,0 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 198,2 triliun di tahun Selama tahun 2013, realisasi pembiayaan bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 224,6 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 26,8 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,4 triliun. Selanjutnya pada tahun 2014, awalnya pada APBN 2014 utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 185,1 triliun (neto), namun demikian melihat perkembangan yang ada, pada APBN-P 2014, utang pemerintah ditargetkan mencapai Rp 253,7 triliun (neto) yang terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 265,0 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun sebagaimana dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN APBN-P Rata-Rata * I SBN (Neto) 99,5 91,1 119,9 159,7 224,6 205,1 265,0 22,6 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (12,4) (4,6) (17,8) (23,5) (5,8) (20,9) (13,4) (17,3) a. Penarikan (Bruto) 55,6 54,8 33,7 31,4 51,4 39,1 50,7 (2,0) i. Pinjaman Program 28,9 29,0 15,3 15,0 18,4 3,9 16,9 (10,7) ii. Pinjaman Proyek 26,7 17,1 14,3 12,6 33,0 35,2 33,8 5,4 b. Penerusan Pinjaman (3,0) (8,7) (4,2) (3,8) (3,9) (1,2) (3,4) 6,2 c. Pembayaran Cicilan Pokok (68,0) (50,6) (47,3) (51,1) (57,2) (58,8) (64,2) (4,2) III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - 0,4 0,6 0,8 0,5 1,0 2,2 - Jumlah 87,1 86,9 102,7 137,0 219,3 185,1 253,7 26,0 Sumber: Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada tabel 16 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan Triwulan III tahun Dalam APBN-P 2014, target pembiayaan melalui pinjaman (neto) adalah sebesar negatif Rp 11,2 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp 13,4 triliun dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 2,2 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (neto) adalah sebesar Rp265,0triliun. Sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi pembiayaan utang neto seluruhnya mencapai Rp 258,0 triliun. Jumlah ini mencapai 97,3 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P

54 Tabel 16. Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2013 Sumber : Kementerian Keuangan APBN 2014 APBN-P 2014 Real sd Triwulan III 2014 Persentase TOTAL (neto) % PINJAMAN (neto) % Pinjaman Luar Negeri (neto) % - Pinjaman Program % - Pinjaman Proyek % - Penerusan Pinjaman (SLA) % - Pembayaran Cicilan Pokok ULN % Pinjaman Dalam Negeri (neto) % - Pinjaman Dalam Negeri % -Pembayaran Cicilan Pokok PDN % SURAT BERHARGA NEGARA (neto) % - SBN % - Jatuh tempo dan Buyback SBN % Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (neto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 258,0 triliun atau mencapai 97,3 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi pinjaman mencapai negatif Rp 17,0 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar negatif Rp 17,3 triliun atau 128,6 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2014 yang mencapai negatif Rp 13,4 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 4,4 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 20,9 triliun. Sementara itu, sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi pinjaman dalam negeri baru mencapai angka Rp 0,3 triliun atau sebesar 12,0 persen dari nilai APBN-P 2014 yang ditargetkan sebesar Rp 2,2 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2009-triwulan III tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 17 di bawah. Dalam kurun waktu 2009-Sept 2014, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 10,3 persen. Sampai dengan triwulan III tahun 2014, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.601,72 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan III tahun 2014, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 683,80 triliun atau naik rata-rata sebesar 2,3 persen dalam kurun tahun 2009-triwulan III tahun Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan III tahun 2014 mencapai Rp 1.917,92 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 14,4 persen dalam kurun waktu tahun 2009-triwulan III tahun

55 Tabel 17. Posisi Utang Pemerintah s.d. Triwulan III Tahun 2014 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Sep Sept 14 Total Utang Pemerintah Pusat 1, , , , , , a Pinjaman Pinjaman Luar Negeri Bilateral*) Multilateral**) Komersil***) Suppliers***) Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri b SBN , , , , , Denominasi Valas Denominasi Rupiah , , , Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber : Kementerian Keuangan Dari tabel 18 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2009-triwulan III tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 38,4 persen di tahun 2009 menjadi 26,3 persen pada triwulan III tahun Tabel 18. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 Triwulan III Tahun Juni Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.590, , , , , ,52 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 611,18 617,26 621,29 614,33 714,44 696,35 b SBN (dalam triliun IDR) 979, , , , , ,17 Denominasi Valas 143,15 161,97 195,63 264,91 399,40 409,58 Denominasi Rupiah 836,31 902,43 992, , , ,59 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,1% 27,8% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 16,8% 16,3% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 53,1% 55,9% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan triwulan II tahun Sampai triwulan II tahun 2014, utang pemerintah dalam bentuk SBN (Domestik dan Valas) mencapai 72,2 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50,0 persen. Sementara itu, porsi outstanding SBN valas terhadap total utang pemerintah juga mengalami peningkatan dari 9,0 persen pada tahun 2009 menjadi 16,3 persen pada triwulan II tahun Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 19 dibawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu triwulan III Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 987,0 triliun pada akhir tahun

56 menjadi Rp 1.917,9 triliun pada triwulan III tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN domestik meningkat rata rata sebesar 11,9 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp836,3 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 1.467,6 triliun pada triwulan III tahun Tabel 19. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Sep-14 I. SBN Rupiah Fixed Rate ORI Variable Rate Zero Coupon SPN SBSN SUP SBR SDHI Total SBN Rupiah II. SBN Valas INDO SBSN Valas RIEURO RIJPY Total SBN Valas GRAND TOTAL SBN (I+II) Asumsi Nilai Tukar (IDR/USD) Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 14,20 16,20 18,70 22,95 27,14 29,19 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 0,65 1,65 2,65 4,15 5,00 - RIEURO (dalam miliar EURO) 1,00 - RIJPY (dalam miliar JPY) 35,00 95,00 95,00 155,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,85 0,85 0,84 0,81 0,76 0,77 SBN Valas (dalam %) 0,15 0,15 0,16 0,19 0,24 0,23 Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu tahun triwulan III tahun 2014, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 25,8 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 150,7 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 450,3 triliun pada triwulan III tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan III tahun 2014, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD35,19 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY155,00 miliar dan dalam mata uang euro sebesar EUR1 miliar. Peneribitan SBN dalam mata uang EUR ini dilakukan Pemerintah untuk pertama kalinya pada bulan Juli Ada beberapa hal yang melatarbelakangi penerbitan ini, yaitu (i) sebagai 44

57 diversifikasi instrumen dan diversifikasi basis investor, (ii) benchmark yield curve surat utang RI yang baru, dan (iii) pembiayaan tambahan bagi APBN-P Untuk alasan pertama, Euro bonds diharapkan dapat membuka basis investor baru bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang di masa depan. Permintaan atas Euro Bonds sangat tinggi yang menunjukkan bahwa kepercayaan asing terhadap Indonesia makin menigkat. Selain itu ini strategi yang dilakukan pemerintah ketika yield dalam dolar naik, maka pemerintah masuk ke euro dimana yield di euronya mengalami penurunan. Imbal hasil (yield) Eurobond ini juga jauh lebih rendah, sedangkan harganya juga lebih bagus. Alasan kedua dilakukan bahwa dengan penerbitan Euro Bonds ini, akan diperoleh suatu benchmark yield curve surat utang Indonesia yang baru yang akan menjadi reference bagi para pihak di Indonesia di kemudian hari dalam menerbitkan Euro Bonds. Alasan ketiga tentunya untuk menambah pembiayaan dalam APBNP Selanjutnya Tabel 20 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2014 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 257,9 triliun atau mencapai 97,35 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Tabel 20. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan III Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) Target Target APBN- Nominal Realisasi % Realisasi Uraian P 2014 sd 30 September 2014 SBN Netto 205,068, ,983, ,958, % SBN Jatuh Tempo ,821, ,199, ,289, % Rencana Buyback 3,000,000 3,000, , % Kebutuhan Penerbitan 2014 (Gross)* 369,890, ,182, ,248, % SUN 304,702,469 SUN Domestik 236,490,885 - ON 183,200,000 - SPN 38,500,000 - SPNNT ,400,000 - SUN RITEL 2,390,885 SUN Valas 68,211,584 SBSN 54,799,345 SBSN Domestik 54,799,345 SBSN Valas - * Menyesuaikan Realisasi Cash Management dan Debt Switch Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan III tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan III tahun 2014, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang 45

58 diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 778,90 triliun atau 64,94 persen dari total SBN domestik. Sisanya sebanyak 35,06 diserap oleh Investor perbankan sebesar menyerap Rp 420,50 triliun. Dari tabel 21 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu triwulan III tahun 2014 meningkat rata-rata sebesar 20,6 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 10,6 persen dari Rp 254,36 triliun di akhir tahun 2009 menjadi Rp 420,50 triliun pada triwulan III tahun Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 37,3 persen dalam kurun waktu tahun 2009-triwulan III tahun Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Tabel 21. Posisi Kepemilikan SBN Domestik per 31 Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) Sept 2014 Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank % Bank BUMN Rekap Bank Swasta Rekap Bank Non Rekap BPD Rekap Bank Syariah Institusi Pemerintah % Non Banks % Reksadana % Asuransi % Asing % Dana Pensiun % Sekuritas % Individu % Lain lain % Total , Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 22 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2009-triwulan III tahun Sampai dengan bulan triwulan 46

59 III tahun 2014, realisasi pinjaman luar negeri bruto mencapai Rp 25,25 triliun atau 46,6 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp 20,86 triliun atau sebesar 56,0 persen dari pagu APBN-P 2014 dan pinjaman program sebesar Rp 4,39 trilun atau sebesar 26,0 persen dari pagu APBN-P Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp 0,33 triliun atau sebesar 13,7 persen dari pagu APBN-P Tabel 22. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 sampai Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 Real 2013 APBN-P 2014 Real Sept 2014 % PINJAMAN % Pinjaman Luar Negeri % - Pinjaman Program % - Pinjaman Proyek % Pinjaman Dalam Negeri % Sumber: Kementerian Keuangan 47

60 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD ,6 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 2,1 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2014, total impor Indonesia adalah sebesar USD juta atau tumbuh sebesar -3,3 persen (YoY). Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 539,4 juta 2.214,3 juta. 48

61 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Indonesia Paling Diminati Investor AS Indonesia, Vietnam, dan Myanmar merupakan tiga negara di kawasan Asia Tenggara yang paling diminati oleh investor dari Amerika Serikat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kamar Dagang Amerika Serikat (AmCham), masalah korupsi dan upah buruh menjadi pertimbangan pelaku bisnis untuk berinvestasi di kawasan ASEAN. Dalam "ASEAN Survey Outlook 2015", Kamar Dagang dan Industri Amerika Serikat di Singapura (AmCham Singapore) serta Kamar Dagang dan Industri Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) dari tiga negara itu menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama ekspansi bisnis pengusaha AS meski banyak tantangan dan kendala. Kendala tersebut, menurut survei yang dimuat The Nation, adalah masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Selain itu, masih banyak peraturan yang tidak mendukung iklim investasi ikut mempengaruhi sikap perusahaan untuk berinvestasi. Untuk masalah keamanan, kalangan pengusaha yang disurvei AmCham menilai lebih kondusif. Menanggapi hasil survei AmCham, Wakil Ketua Umum Bidang Koordinasi Himpunan dan Dewan Bisnis Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Bayu Prawira Hie, mengatakan Indonesia mempunyai daya tarik bagi investor asing, termasuk dari AS. Daya tarik ini berasal dari ukuran pasar yang besar, pertumbuhan ekonomi, dan kelas menengah. "Belum lagi peraturan otonomi daerah yang menunjang daya beli," kata dia kepada Tempo, kemarin. Dia mengatakan kelas menengah tumbuh setiap tahun sebanyak 10 persen dan mempunyai jumlah terbesar dari penduduk, yakni lebih 40 persen. Selain itu, peraturan otonomi daerah menyebabkan wilayah mampu mengembangkan potensinya. Pengembangan potensi wilayah ini selanjutnya dapat memaksimalkan pertumbuhan ekonomi. Namun Indonesia juga mempunyai beberapa kelemahan bagi investor asing. Bayu menilai masalah listrik dan minimnya bangunan infrastruktur menjadi kendala para pelaku bisnis. "Apalagi sekarang zamannya bisnis berbasis teknologi dan sumber komunikasi dari listrik," katanya. Vietnam merupakan negara kedua setelah Indonesia yang menjadi tujuan investasi kalangan pebisnis AS. Tenaga kerja yang murah dan faktor keamanan serta iklim usaha yang kondusif menjadi daya tarik bagi investor. Namun mereka mempersoalkan angka korupsi yang masih tinggi. Sekitar 69 persen responden menyatakan ketidakpuasan dengan tingkat korupsi di Vietnam. Para pengusaha AS menilai Myanmar sebagai salah satu negara yang menarik untuk berinvestasi. Faktor upah buruh yang murah, keamanan, dan iklim usaha yang kondusif menjadikan Myanmar pasar yang menguntungkan dibanding negara ASEAN lainnya. 49

62 Mengutip 16 pelaku bisnis AS, masalah biaya perumahan dan sewa kantor yang tinggi serta kurangnya tenaga kerja yang terampil menjadi kendala mereka dalam berusaha di Myanmar. Investor mengalihkan investasinya dari Thailand karena dinilai tidak memberikan iklim investasi yang menarik. Dalam survei tahun lalu, Thailand masuk tiga besar sebagai negara tujuan investasi para pengusaha Negeri Abang Sam. Sekitar 80 persen responden yang disurvei menyatakan ketidakpuasan mereka dengan iklim investasi di Thailand lantaran ketidakstabilan politik. Sedangkan 71 persen responden mengkhawatirkan tingginya tingkat korupsi di Thailand. "Semakin mahalnya upah buruh menjadi pemicu ketidakpuasan investor," kata survei itu. Singapura, menurut survei AmCham, juga menjadi salah satu negara tujuan investasi pengusaha AS. Kondisi politik yang stabil, tingkat korupsi yang lebih rendah dibanding negara ASEAN lain, dan infrastruktur yang memadai menjadi kekuatan Singapura untuk menarik investor asing. Sedangkan Malaysia dinilai sebagai negara yang paling aktif berupaya melawan kemiskinan, sehingga menjadi negara dengan pertumbuhan yang cepat ketimbang negara ASEAN lainnya. Sumber: Koran Tempo, 3 September 2014 Singapura Tempat Terbaik untuk Berbisnis, Indonesia Peringkat 114 Singapura kembali menyandang predikat sebagai negara terbaik untuk berbisnis, menurut survei tahunan Bank Dunia. Survei yang dituangkan dalam laporan bertajuk Doing Business itu menempatkan negeri jiran itu pada peringkat pertama dengan nilai 88,27. Predikat 'negara dengan kemudahan untuk berbisnis' menurut survei Bank Dunia ialah yang kesembilan kalinya bagi Singapura. Berdasarkan rangkaian metrik yang digunakan Bank Dunia guna mengukur seberapa lama membuka dan menutup perusahaan, tingkat kesulitan mendapatkan izin konstruksi, dan sistem pembayaran pajak, Singapura dinilai paling ramah terhadap pebisnis. Kebalikan dengan Singapura, Eritrea dan Libia menempati peringkat paling bawah dari 189 negara yang disurvei. Susunan tabel amat mirip dengan tabel tahun lalu. Negaranegara di 20 besar terus memperbaiki aturan dalam berbisnis, sebut laporan itu sebagaimana dikutip dari BBC, Rabu (29/10/2014). Yang membedakan dengan survei tahun-tahun sebelumnya, survei yang diluncurkan saat ini mengambil sampel dua kota di 11 negara yang memiliki penduduk lebih dari 100 juta orang, seperti Tiongkok, India, Indonesia, Bangladesh, dan Pakistan. Negara-negara ASEAN Di antara negara-negara anggota ASEAN, posisi Indonesia hanya unggul dari Kamboja dan Timor Leste. Indonesia menempati peringkat 114 dengan mengumpulkan 59,15 poin. Adapun Kamboja berada pada peringkat 135, sedangkan Timor Leste

63 Di atas Indonesia terdapat Singapura (peringkat 1), Malaysia (18), Thailand (26), Filipina (95), dan Brunei Darussalam (101). Sumber berita: Harian Kompas, 29 Oktober 2014 Sudah Ada 88 Gudang Terapkan Sistem Resi Gudang Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyatakan telah memiliki 117 gudang yang dipersiapkan untuk menerapkan Sistem Resi Gudang (SRG). Dari 117 gudang tersebut, 88 gudang di antaranya sudah memiliki izin SRG. Jumlah tersebut di bangun sejak kurun waktu , dan belum semuanya memiliki izin SRG. Dari 88 gudang SRG tersebut, total nilai komoditas yang bisa disimpan mencapai Rp 353 miliar, dengan total pembiayaan yang sudah dikeluarkan sebanyak Rp 218 miliar. Pembiayaan tersebut maksimal 70 persen dari nilai total barang dengan total komoditasnya mencapai ton, terdiri atas beras, gabah, jagung, rumput laut, dan kopi." Dengan adanya sistem resi gudang akan memberikan kesempatan bagi petani menyimpan komoditas tanpa hilang maupun turun kualitasnya. Apabila petani tidak mempunyai agunan maka barang/komoditas yang disimpan dapat digunakan sebagai agunan. Pada 2014 terdapat 23 unit gudang yang akan menerapkan sistem ini resi gudang dan masih dalam proses pembangunan. Sumber berita : Harian Kompas, 30 Oktober 2014 Kemendag Pangkas Target Ekspor 2014 Menurunnya harga komoditi membuat neraca perdagangan masih mengalami defisit. Oleh karenanya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengoreksi ke bawah target ekspor 2014 sebesar 5 persen. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, target ekspor 2014 sebesar USD190 miliar akan diubah menjadi USD180,5 miliar. Menurutnya, masih ada potensi untuk menggenjot nilai ekspor sebelum 2014 berakhir. "Masih ada peluang, di sektor mineral ada tambahan USD1- USD1,5 miliar," ucap Bayu di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (7/10/2014). Bayu menambahkan, ada beberapa sektor atau industri yang tengah tumbuh, antara lain industri otomotif dan spare part-nya, beberapa industri komponen elektronik, produk alat dan mesin yang juga bisa diandalkan untuk menggenjot ekspor. Sumber berita: Okezone, 7 Oktober

64 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 10. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2014 Sumber: BPS, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD ,6 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 2,1 persen (YoY). Adapun pertumbuhan ekspor pada sektor migas sebesar 2,6 persen dan sektor non migas sebesar 2,0 persen. Komoditas gas dalam sektor migas tumbuh sebesar 14,4 persen, sedangkan ekspor produk industri dalam sektor non migas meningkat sebesar 7,4 persen. Tabel 23. Perkembangan Ekspor Triwulan III Tahun 2014 Barang Jun-14 Q Q Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , , ,6 Migas , , , , , ,1 Minyak Mentah , , , , , ,1 Hasil Minyak 4.776, , ,1 307, ,4 862,0 Gas , , , , , ,0 Non Migas , , , , , ,5 Pertanian 5.165, , ,3 570, , ,6 Industri , , , , , ,3 Pertambangan , , , , , ,6 Pertumbuhan Ekspor* (%) 29,0% -6,6% -3,9% 5,5% -2,5% 2,1% Migas 47,9% -10,8% -11,8% 0,9% -4,4% 2,6% Minyak Mentah 32,9% -11,1% -17,0% 29,6% -11,1% -6,4% Hasil Minyak 20,4% -12,8% 3,3% 24,5% 2,9% -16,3% Gas 67,3% -10,3% -11,7% -18,0% -2,0% 14,4% 52

65 Barang Jun-14 Q Q Non Migas 24,9% -5,5% -2,0% 6,5% -2,0% 2,0% Pertanian 3,3% 7,8% 2,9% 9,6% 3,5% -0,3% Industri 24,0% -5,0% -2,7% 4,7% 5,3% 7,4% Pertambangan 29,0% -9,6% -56,0% 14,3% -29,9% -17,9% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Migas 20,4% 19,5% 17,9% 17,2% 17,6% 17,6% Minyak Mentah 6,8% 6,5% 5,6% 6,9% 5,4% 5,8% Hasil Minyak 2,3% 2,2% 2,4% 2,0% 2,3% 2,0% Gas 11,2% 10,8% 9,9% 8,2% 9,8% 9,8% Non Migas 79,6% 80,5% 82,1% 82,8% 82,4% 82,4% Pertanian 2,5% 2,9% 3,1% 3,7% 3,2% 3,6% Industri 60,0% 61,1% 61,9% 64,8% 67,0% 65,5% Pertambangan 17,0% 16,5% 17,1% 14,3% 12,3% 13,3% Sumber Pertumbuhan (%) Migas 9,8% -2,1% -2,0% 0,2% -0,8% 0,5% Minyak Mentah 2,2% -0,7% -0,9% 2,0% -0,6% -0,4% Hasil Minyak 0,5% -0,3% 0,1% 0,5% 0,1% -0,3% Gas 7,6% -1,1% -1,2% -1,5% -0,2% 1,4% Non Migas 19,8% -4,5% -1,7% 5,4% -1,7% 1,6% Pertanian 0,1% 0,2% 0,1% 0,4% 0,1% 0,0% Industri 14,8% -3,0% -1,7% 3,1% 3,6% 4,9% Pertambangan 5,1% -1,6% -9,6% 2,0% -3,7% -2,4% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD ,5 juta atau tumbuh negatif sebesar -2,0 persen dibandingkan triwulan III tahun Bijih, kerak dan abu logam (HS-26) menjadi barang ekspor dengan pertumbuhan negatif paling besar pada triwulan III tahun 2014, yaitu sebesar -46,5 persen (YoY). Selanjutnya karet dan barang dari karet (HS-40) dengan pertumbuhan - 24,9 persen. Lemak dan minyak hewan/nabati (HS-15) tumbuh positif pada triwulan III tahun 2014, yaitu sebesar 25,7 persen. HS Tabel 24. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 Barang Ekspor Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q Bahan bakar mineral 5.491, ,3-15,3% -10,0% 26,8% 24,0% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 4.958, ,6 4,1% 25,7% 24,2% 24,6% 85 Mesin/peralatan listrik 2.408, ,7-5,1% -9,0% 11,8% 11,5% 40 Karet dan Barang dari Karet 1.863, ,8-23,9% -24,9% 9,1% 7,9% 84 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 1.476, ,0-3,6% 0,7% 7,2% 7,1% 87 Kendaraan dan Bagiannya 1.147, ,7 7,4% 23,3% 5,6% 6,5% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 18,1 807,0-98,7% -46,5% 0,1% 3,8% 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.060,0 992,9 11,7% 16,3% 5,2% 4,7% 53

66 38 Berbagai produk kimia 1.078, ,6 27,9% 16,8% 5,3% 5,4% 48 Kertas/Karton 967,1 943,3 0,7% 3,3% 4,7% 4,5% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,5-2,0% -2,0% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Berdasarkan volumenya, total ekspor non migas Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar -24,8 persen (YoY). Bijih, kerak dan abu logam (HS-26) merupakan barang ekspor pada triwulan III tahun 2014 yang pertumbuhannya sebesar -95,3 persen dan memiliki proporsi 1,5 persen dari total volume ekspor non migas. Untuk bahan bakar mineral (HS-27), volumenya tumbuh sebesar 0,4 persen dan proporsinya merupakan proporsi terbesar, yaitu 84,1 persen. Kayu, barang dari kayu (HS-44) mempunyai pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 35,3 persen. Tabel 25. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 HS Barang Ekspor Vol. Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q Bahan bakar mineral , ,9-3,0% 0,4% 87,5% 84,1% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 5.678, ,4-7,7% 22,1% 4,7% 5,7% 25 Garam, Belerang, Kapur 2.720, ,8 4,3% -22,5% 2,2% 3,0% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 79, ,7-99,8% -95,3% 0,1% 1,5% 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.611, ,1 20,0% 35,3% 1,3% 1,4% 38 Berbagai produk kimia 1.061, ,4-2,8% 13,7% 0,9% 1,1% 48 Kertas/Karton 1.103, ,3 3,8% 6,0% 0,9% 0,9% 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 1.167, ,6 16,9% -0,4% 1,0% 0,9% 47 Bubur kayu/pulp 826,7 931,1-11,0% -2,1% 0,7% 0,8% 40 Karet dan Barang dari Karet 855,0 815,6 1,2% -5,1% 0,7% 0,7% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,8-25,8% -24,8% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan ekspor non migas ke 5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 0,8 persen (YoY). Dari ke lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif terjadi pada ekspor non migas ke Tiongkok, Singapura, Amerika Serikat dan India, yaitu sebesar 3,1 persen, 2,9 persen, 2,3 persen dan 1,8 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada ekspor ke Jepang (-5,7 persen). 54

67 No Tabel 26. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan III Tahun 2014 Negara Tujuan Ekspor Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q Jepang , , ,6-12,6% -5,7% 9,6% 9,8% 2 Amerika Serikat , , ,1 7,4% 2,3% 11,1% 10,4% 3 Singapura , , ,0 9,3% 2,9% 7,3% 7,0% 4 Tiongkok , , ,8-18,9% 3,1% 11,0% 13,4% 5 India , , ,5-17,1% 1,8% 8,0% 7,5% Total 5 Negara Tujuan Utama , , ,0-8,2% 0,8% 47,0% 48,2% Total Pasar Ekspor Lainnya , , ,8 4,2% 6,2% 53,0% 51,8% Total Ekspor Non Migas , , ,7-2,0% 3,5% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Impor Gambar 11. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2014 Sumber: BPS, diolah Pada triwulan III tahun 2014, total impor Indonesia adalah sebesar USD juta atau tumbuh sebesar -3,3 persen (YoY). Impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal masing-masing tumbuh sebesar -5,2 persen, -2,0 persen dan -8,0 persen pada triwulan yang sama. Impor hasil minyak (USD 7.020,1 juta) pada triwulan III tahun 2014 lebih besar dibandingkan impor minyak mentah (USD 3.404,2) dan gas (USD 799,6). Impor sektor migas tumbuh sebesar -0,7 persen dan impor sektor non migas tumbuh sebesar -2,6 persen. 55

68 Tabel 27. Perkembangan Impor Triwulan III Tahun 2014 Komoditas Sep-14 Q Q Nilai Impor (USD Juta) , , , , , ,0 Barang Konsumsi , , , , , ,8 Bahan Baku , , , , , ,7 Barang Modal , , , , , ,5 Migas , , , , , ,9 Minyak Mentah , , ,8 875, , ,2 Hasil Minyak , , , , , ,1 Gas 1.412, , ,0 255,0 704,2 799,6 Non Migas , , , , , ,1 Pertumbuhan Impor* (%) 30,8% 8,0% -2,6% 5,1% -4,1% -3,3% Barang Konsumsi 34,0% 0,2% -2,0% 0,3% -7,4% -5,5% Bahan Baku 32,6% 7,0% 1,3% 5,6% -3,4% -2,0% Barang Modal 23,0% 15,2% -17,4% 4,9% -6,2% -8,0% Migas 48,5% 4,6% 6,3% 7,4% 1,9% -2,6% Minyak Mentah 30,7% -3,2% 25,8% -22,4% -0,3% 1,2% Hasil Minyak 56,1% 1,9% -0,4% 23,4% 2,6% -5,2% Gas 63,6% 118,2% 1,0% 11,9% 6,1% 6,4% Non Migas 26,3% 9,0% -5,2% 4,4% -5,8% -3,5% Proporsi Impor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,5% 7,0% 7,0% 7,5% 7,1% 7,1% Bahan Baku 73,8% 73,1% 76,1% 75,6% 76,5% 76,5% Barang Modal 18,7% 19,9% 16,9% 16,9% 16,4% 16,3% Migas 22,9% 22,2% 24,3% 23,5% 23,1% 25,3% Minyak Mentah 6,3% 5,6% 7,3% 5,6% 7,5% 7,7% Hasil Minyak 15,9% 15,0% 15,3% 16,2% 14,0% 15,8% Gas 0,8% 1,6% 1,7% 1,6% 1,5% 1,8% Non Migas 77,1% 77,8% 75,7% 76,5% 76,9% 74,7% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 2,6% 0,0% -0,1% 0,0% -0,5% -0,4% Bahan Baku 24,0% 5,1% 1,0% 4,3% -2,6% -1,6% Barang Modal 4,3% 3,0% -2,9% 0,8% -1,0% -1,3% Migas 11,1% 1,0% 1,5% 1,7% 0,4% -0,7% Minyak Mentah 1,9% -0,1% 1,9% -1,3% 0,0% 0,1% Hasil Minyak 8,9% 0,3% -0,1% 3,8% 0,4% -0,8% Gas 0,5% 1,9% 0,0% 0,2% 0,1% 0,1% Non Migas 20,3% 7,0% -3,9% 3,4% -4,5% -2,6% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) 56

69 HS Pertumbuhan negatif impor non migas pada triwulan III tahun 2014, sebesar -3,5 persen dibanding triwulan III tahun 2013 disebabkan oleh penurunan impor besi dan baja (HS-72) serta kendaraan selain yang bergerak di atas rel (HS-87) sebesar -15,7 persen dimana masing-masing memiliki proporsi sebesar 5,4 persen dan 4,8 persen terhadap total impor non migas Indonesia. Proporsi terbesar (19,6 persen) impor non migas Indonesia adalah berasal dari mesin/peralatan mekanik (HS-84) mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -3,7 persen. Pertumbuhan positif terjadi pada impor kimia organik (HS-29) yang tumbuh 3,3 persen dengan proporsi 5,3 persen dan serealia (HS-10) dengan pertumbuhan 7,3 persen dengan proporsinya 2,6 persen, serta residu dan sisa dari industri makanan (HS-23) yang mencatatkan pertumbuhan 29,6 persen dengan proporsinya 3,0 persen. Tabel 28. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi Barang Impor Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q Mesin dan pesawat mekanik 6.814, ,7-0,5% -3,7% 19,0% 19,6% 85 Mesin dan peralatan listrik serta bagiannya 4.447, ,3-8,1% -7,3% 12,4% 12,5% 72 Besi dan baja 2.284, ,2-19,7% -15,7% 6,4% 5,4% 39 Plastik dan barang dari plastik 2.046, ,4 2,0% -3,4% 5,7% 5,7% 29 Kimia organik 1.788, ,5-1,3% 3,3% 5,0% 5,3% 87 Kendaraan selain yang bergerak di atas rel 1.623, ,8-20,1% -15,7% 4,5% 4,8% 73 Barang dari besi atau baja 1.111, ,5-14,2% 0,0% 3,1% 3,2% 10 Serealia 994,8 877,7 1,7% 7,3% 2,8% 2,6% 23 Residu dan sisa dari industri makanan 1.006,5 991,3 46,8% 29,6% 2,8% 3,0% 52 Kapas 688,0 547,3-2,4% -8,3% 1,9% 1,6% Total Nilai Impor Non-Migas , ,1-5,8% -3,5% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Nilai impor dari 6 (enam) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mengalami penurunan sebesar -5,5 persen (YoY). Impor yang mengalami penurunan terbesar adalah impor dari Tiongkok dan Jepang yang masing-masing turun sebesar -7,9 persen dan -7,8 persen dengan proporsi nilai impor sebesar 15,3 persen dan 9,1 persen. Negara di kawasan ASEAN merupakan negara asal impor Indonesia yang terbesar dengan proporsi sebesar 15,5 persen. Pada triwulan III tahun 2014, negara di kawasan ASEAN mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -3,1 persen. 57

70 No Negara Asal Impor Tabel 29. Negara Utama Asal Impor Triwulan III Tahun 2014 Nilai Impor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi 2013 Q Q Q (YoY) Q (YoY) Q Q ASEAN , , ,5-10,0% -3,1% 15,5% 15,5% 2 Uni Eropa , , ,2-10,9% 1,0% 6,8% 6,8% 3 Jepang , , ,2-17,2% -7,8% 9,1% 9,1% 4 Tiongkok , , ,2-9,6% -7,9% 15,3% 15,3% 5 Amerika Serikat 8.879, , ,9-24,9% -6,3% 4,2% 4,3% 6 Korea Selatan 8.813, , ,6-18,8% -6,9% 4,0% 4,0% Total Negara Asal Utama , , ,3-4,5% -5,5% 60,4% 54,9% Negara Lainnya , , ,0 115,7% 187,0% 39,6% 45,1% Total Impor Non Migas , , ,3 22,5% 35,4% 100,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan III tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 539,4 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mencatatkan defisit sebesar USD 3.506,8 juta, lebih besar dari surplus neraca perdagangan sektor non migas pada triwulan yang sama sebesar USD 2.967,4 juta. Impor migas yang mencatatkan neraca perdagangan defisit disebabkan antara lain oleh masih tingginya impor hasil minyak. Tabel 30. Neraca Perdagangan Triwulan III Tahun 2014 Pertumbuhan 2013 Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,6-3,9% -1,5% 2,1% Ekspor Migas , , ,1-11,5% -1,3% 2,6% Ekspor Non Migas , , ,5-2,1% -1,5% 2,0% Impor Total (USD Juta) , , ,0-2,7% -5,0% -3,2% Impor Migas , , ,9 4,4% 4,0% -2,2% Impor Non Migas , , ,1-6,1% -7,7% -3,5% Neraca Perdagangan (USD Juta) , ,3-539,4 138,7% -75,6% -81,5% Migas , , ,8 110,1% 17,8% -11,4% Non Migas 9.860,3 762, ,4 151,0% 289,3% 183,8% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 3.402,1 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor non migas mencatatkan defisit sebesar USD 3.647,6 juta lebih besar dari surplus neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama sebesar USD 245,5 juta. 58

71 Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok 2013 Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,2 4,3% -6,6% -23,4% Ekspor Migas 1.319,4 141,7 306,2 65,9% 116,1% -4,3% Ekspor Non Migas , , ,0 2,0% -10,9% -24,7% Impor Total (USD Juta) , , ,3 1,6% -8,9% -6,9% Impor Migas 279,1 18,2 60,6-34,1% 233,3% -32,8% Impor Non Migas , , ,7 2,1% -9,5% -6,6% Neraca Perdagangan (USD Juta) , , ,1-6,2% -11,5% 23,9% Migas 1.040,1 123,5 245,5 179,9% 98,8% 6,8% Non Migas , , ,6 2,3% -8,1% 22,6% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-Jepang periode triwulan III tahun 2014 menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan III tahun 2014, yaitu sebesar USD 1.120,7 juta. Adapun surplus ini disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mencatatkan surplus sebesar USD 1.838,3 juta lebih besar dari defisit neraca perdagangan sektor non migas pada triwulan yang sama sebesar USD 717,6 juta. Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang 2013 Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,9-10,1% -4,5% -10,6% Ekspor Migas , , ,3-14,8% -15,0% -19,0% Ekspor Non Migas , , ,6-6,6% 2,0% -5,6% Impor Total (USD Juta) , , ,2-15,3% -2,0% -7,0% Impor Migas 230,9 10,2 29,0 398,1% 185,3% -66,8% Impor Non Migas , , ,1-16,1% -2,4% -5,9% Neraca Perdagangan (USD Juta) 7.801, , ,7 5,9% -13,1% -22,5% Migas , , ,3-16,2% -15,9% -17,1% Non Migas ,7-896,0-717,6-46,0% -19,9% -7,1% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika pada triwulan III tahun 2014 mengalami surplus sebesar USD 2.300,3 juta, hal itu disebabkan karena neraca perdagangan sektor migas mencatatkan surplus sebesar USD 191,2 juta dan neraca perdagangan sektor non migas juga mencatatkan surplus pada triwulan yang sama sebesar USD 2.109,1 juta. 59

72 Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika 2013 Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,1 5,5% -0,2% 5,7% Ekspor Migas 609,8 108,8 207,7 115,1% 91,0% 1,1% Ekspor Non Migas , , ,3 3,4% -2,6% 6,0% Impor Total (USD Juta) 9.065, , ,8-21,9% -20,9% -16,4% Impor Migas 188,9 22,6 16,6 41,2% -26,7% -87,1% Impor Non Migas 8.876, , ,2-22,6% -20,8% -12,1% Neraca Perdagangan (USD Juta) 6.626, , ,3 102,5% 27,0% 34,8% Migas 421,0 86,2 191,2 181,2% 121,9% 149,3% Non Migas 6.205, , ,1 98,7% 22,2% 29,4% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan kinerja yang baik karena menunjukkan surplus neraca perdagangan selama triwulan III tahun 2014, yaitu sebesar USD 2.408,2 juta. Adapun surplus ini disebabkan karena neraca perdagangan sektor non migas mencatatkan surplus sebesar USD 2.472,4 juta lebih besar dari defisit neraca perdagangan sektor migas pada triwulan yang sama sebesar USD 64,2 juta. Tabel 34. Neraca Perdagangan Indonesia-India 2013 Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,6 4,3% 14,5% 23,4% Ekspor Migas 21,0 10,3 3,3-57,6% -68,5% -59,4% Ekspor Non Migas , , ,4 4,5% 14,8% 23,6% Impor Total (USD Juta) 3.964, ,2 948,4-7,9% -19,0% 6,2% Impor Migas 195,1 125,8 67,4-32,5% -46,4% 420,8% Impor Non Migas 3.768, ,4 881,0-6,2% -15,6% 0,1% Neraca Perdagangan (USD Juta) 9.067, , ,2 10,7% 36,8% 31,7% Migas -173,9-115,5-64,2-27,4% -44,4% 1202,8% Non Migas 9.241, , ,4 9,6% 31,8% 34,9% Sumber: BPS, diolah 60

73 I-2009 II-2009 III-2009 IV-2009 I-2010 II-2010 III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011 I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012 I-2013 II-2013 III-2013 IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014* Indeks Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun 2014 Secara umum kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 107,24. Tingkat optimisme pelaku bisnis pada triwulan III tahun 2014 meningkat dibandingkan triwulan II tahun 2014 (106,00). Peningkatan kondisi bisnis pada triwulan III tahun 2014 terjadi hampir pada semua sektor kecuali sektor Listrik, Gas dan Air bersih; Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa yang mengalami penurunan. Sektor yang mengalami peningkatan tertinggi adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai ITB sebesar 111,61. Sektor yang memiliki nilai ITB terendah adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai ITB sebesar 99,77. Adapun perkiraan ITB triwulan IV tahun 2014 adalah sebesar 103,94. Gambar 12. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan III ,00 113,00 111,00 109,00 107,00 105,00 103,00 101,00 99,00 97,00 95,00 96,91 110,43 112,86 108,45 Indeks Tendensi Bisnis 2009-Trw III ,23 103,41 107,29 106,63 102,16 107,86 106,92 105,75 103,89 104,22 107,43 105,29 102,34 106,12 104,72 103,88 101,95 107,24 106,00 103,94 Triwulan sumber : BPS, diolah Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya 61

74 Tabel 35. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Variabel pembentuk ITB Trw III-2014 No Sektor dalam ITB ITB Trw II-2014 ITB Trw III-2014 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/Usaha Rata Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 102,13 105,85-107,45-2 Pertambangan dan Penggalian 96,45 99,77 98,75 101,25 100,00 3 Insdustri Pengolahan 105,09 106,62 110,32 107,06 103,34 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 107,27 103,92 105,66 102,35 103,14 5 Konstruksi 104,91 107,47 108,37 109,21 105,99 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 107,93 111,61 114,15 111,32 109,60 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 107,14 108,25 110,94 106,38 106,80 8 Keuangan, real Estat,dan Jasa Perusahaan 113,05 112,43 114,69 111,77 110,83 9 Jasa Jasa 110,04 107,59 109,95 110,25 104,52 Indeks Tendensi Bisnis 106,00 107,24 109,15 107,45 105,58 Sumber: BPS diolah Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Juli 2014 hingga 7 November 2014, lima komoditas tertentu mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. Harga beras medium sempat mengalami peningkatan yang cukup signifikan (10,75 persen) pada bulan Oktober Komoditas beras medium, gula pasir dan minyak goreng curah menunjukkan puncak harga terendah pada bulan September Tabel 36. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI Jul-14 Agust-14 Sep-14 Okt Nop-14 HARGA Beras Medium (Rp/Kg) INFLASI PERIODIK Gula Pasir (Rp/Kg) Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) Tepung Terigu (Rp/Kg) Beras Medium (Rp/Kg) 0,63% 2,35% -1,46% 10,75% 0,12% Gula Pasir (Rp/Kg) 0,50% -0,08% -6,34% 5,11% -0,18% Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) 0,50% -0,33% 0,34% -0,20% 0,00% Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 1,70% -1,43% -7,22% 5,21% -0,18% Tepung Terigu (Rp/Kg) 1,06% 0,82% 0,12% -0,18% 0,00% Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Pada bulan September 2014, sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami penurunan daripada bulan sebelumnya. Sebagai contoh harga minyak kelapa sawit mengalami penurunan yaitu sebesar USD 709,9; lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai USD 766,0. Sementara pada bulan yang sama, harga kopi 62

75 robusta mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 0,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. ENERGI Tabel 37. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS 2013 Jan-Sept 2014 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Coal, Australia 84,6 652,9 73,7 71,5 68,8 68,9 65,9 Crude oil, West Texas 97,9 897,9 101,9 105,2 102,9 96,4 93,2 PERTANIAN Cocoa 243, ,5 303,0 317,0 319,6 327,0 321,9 Coffee, robusta ,0 227,0 218,1 224,4 221,0 221,6 Palm oil 857, ,3 893,3 857,0 841,0 766,0 709,0 Soybeans 538, ,3 521,3 516,0 480,0 460,0 432,0 Shrimp, Mexico 13, , , , , , ,8 Woodpulp 823, ,0 912,5 875,0 875,0 875,0 875,0 Rubber*, Singapore 279, ,3 207,0 209,0 201,9 185,0 164,4 LOGAM & MINERAL Copper 7.332, , , , , , ,2 Iron ore 135,0 940,2 100,6 92,7 96,1 92,6 82,4 Nickel , , , , , , ,8 Tin , , , , , , ,1 Zinc 1.910, ,6 205,9 212,8 231,1 232,7 229,5 INFLASI PERIODIK ENERGI Coal, Australia -12,2% -15,1% 1,2% -3,0% -3,8% 0,3% -4,4% Crude oil, West Texas 3,9% 1,7% -0,2% 3,3% -2,2% -6,4% -3,3% PERTANIAN Cocoa 2,1% 32,6% -0,7% 4,6% 0,8% 2,3% -1,6% Coffee, robusta -8,4% 2,3% -2,4% -4,0% 2,9% -1,5% 0,3% Palm oil -14,2% 1,6% -1,9% -4,1% -1,9% -8,9% -7,4% Soybeans -9,0% -4,5% 1,0% -1,0% -7,0% -4,2% -6,1% Shrimp, Mexico 37,6% 36,9% 5,8% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Woodpulp 7,9% 8,2% 4,3% -4,1% 0,0% 0,0% 0,0% Rubber*, Singapore -17,5% -28,2% -5,9% 1,0% -3,4% -8,4% -11,1% LOGAM & MINERAL Copper -7,9% -6,1% 3,3% -1,0% 4,3% -1,6% -1,9% Iron ore 5,1% -22,9% -12,2% -7,8% 3,6% -3,6% -11,1% Nickel -14,4% 11,9% 11,7% -4,0% 2,6% -2,7% -3,0% Tin 5,5% 2,2% -0,6% -2,2% -1,5% -0,9% -5,1% Zinc -2,1% 11,8% 1,6% 3,4% 8,6% 0,7% -1,4% Sumber: World Bank, diolah 63

76 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, triwulan III tahun 2014 pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,02 persen Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Triwulan III 2014 sebesar Rp ,3. Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 6.645,6 juta. 64

77 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 2,96 persen dibanding triwulan II tahun 2014 dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 9,01 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 5,01 persen. Secara spasial, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2014 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,51 persen, kemudian diikuti Pulau Sumatera sebesar 23,63 persen, Pulau Kalimantan 8,21 persen, Pulau Sulawesi 4,97 persen, dan sisanya 4,68 persen di pulau-pulau lainnya. Tabel 38. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2014 (persen) Q2- Q2- Q Q Y-o-Y (QtQ) (YoY) (QtQ) (YoY) Pertumbuhan PDB (%, YoY) 5,78 5,12 2,96 5,01 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 4,71 4,45 5,21 1,66 4,02 a. Bangunan 6,57 4,16 6,59 3,05 6,28 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 4,71 6,01 4,50 2,77 3,36 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri -0,38 4,41 6,65-4,98-1,24 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 12,96 3,58 14,12 0,28 17,48 e. Alat Angkutan Luar Negeri -10,13 6,81-17,86-0,08-17,19 f. Lainnya Dalam Negeri 16,02 6,99 3,98 3,69 12,96 g. Lainnya Luar Negeri 4,96 7,88 1,00 4,31-2,5 Share (%, atas dasar Harga Berlaku) Share PMTB terhadap PDB 31,66 31,45 30,91 a. Bangunan 26,81 26,54 26,19 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,31 0,32 0,31 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 2,82 2,96 2,8 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 0,25 0,26 0,25 e. Alat Angkutan Luar Negeri 0,79 0,66 0,65 f. Lainnya Dalam Negeri 0,46 0,47 0,47 g. Lainnya Luar Negeri 0,23 0,25 0,25 Sumber data: BPS Pada sisi penggunaan, triwulan III tahun 2014 pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,02 persen, dibanding triwulan III tahun Sementara pertumbuhan triwulan III tahun 2014 dibanding triwulan II tahun 2014 tumbuh 4,61 persen. 65

78 Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2014 (YoY) sebesar 4,02 persen secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Alat Angkutan Dalam Negeri yang tumbuh sebesar 17,48 persen, dan investasi Lainnya Dalam Negeri dengan pertumbuhan 6,28 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan III tahun 2014 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 26,19 persen. Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2014 Tabel 39. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007 Triwulan III Tahun 2014 TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (Rp Miliar) (USD juta) PMDN PMA , ,4 68,9% 72,6% , ,4-41,6% 43,8% , ,2 85,6% -27,3% , ,8 60,4% 49,9% , ,2 25,4% 20,1% , ,7 21,3% 26,1% , ,5 39,0% 16,5% 2014 Trw I , ,2 25,9% -2,7% 2014 Trw II , ,6 15,3% 3,6% 2014 Trw III , ,4 24,2% 6,8% Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2014 sebesar Rp ,3, lebih besar dari realisasi triwulan II tahun 2014 atau tumbuh sebesar 8,9 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan III tahun 2014 sebesar USD 7.457,4 juta, atau mengalami peningkatan sebesar 0,3 persen dibandingkan triwulan II tahun Jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi PMDN tumbuh sebesar 24,2 persen dan realisasi PMA mengalami peningkatan sebesar 6,8 persen. Realisasi Per Sektor Realisasi per sektor untuk PMA pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 7.457,4 juta atau mengalami peningkatan sebesar 0,3 persen dibandingkan triwulan II tahun Penurunan terjadi di sektor primer sebesar 8,5 persen, dan di sektor tersier sebesar 2,0 persen. Sementara sektor sekunder mengalami peningkatan sebesar 6,8 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Realisasi per sektor untuk PMDN tumbuh sebesar 8,9 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya dengan realisasi sebesar Rp ,3 miliar. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan sektor sekunder sebesar 54,6 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan periode yang 66

79 sama tahun sebelumnya (YoY), PMA mengalami kenaikan sebesar 6,8 persen dan untuk PMDN mengalami pertumbuhan sebesar 24,2 persen. Adapun dilihat secara sumbangannya, pada triwulan III tahun 2014, untuk PMA sektor sekunder memberikan sumbangan terbesar dengan share 46,1 persen dan pemberi sumbangan terbesar untuk PMDN yaitu sektor sekunder sebesar 44,9 persen. Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2014 Berdasar Sektor PMA Jumlah (US D juta) PMDN Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier Jumlah Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , trw I 2.235, , , , , , , , trw II 1.704, , , , , , , , trw III 1.559, , , , , , , ,3 Pertumbuhan Q-o-Q 2014 trw III/2014 trw II -8,5% 6,8% -2,0% 0,3% -1,5% 54,6% -14,5% 8,9% Pertumbuhan Y-o-Y (2014 trw III/2013 trw III) -11,0% -22,2% 202,6% 6,8% 344,8% 64,1% -12,4% 24,2% Share 2014 trw III 20,9% 46,1% 33,0% 100,0% 10,6% 44,9% 44,5% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Dilihat per sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun 2014 realisasi PMA pada lima (5) besar sektor/bidang dan persentasenya terhadap total realisasi secara berurutan adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Komunikasi dengan persentase 15,5 persen, Pertambangan 14,1 persen, Industri Kimia dan Farmasi 13,4 persen, Industri logam, mesin, dan elektronik 9,2 persen, Industri Kendaraan bermotor dan alat transportasi 7,7 persen. Untuk PMDN, terbesar secara berurutan adalah Listrik, Gas Air 13,4 persen, Industri kimia dan farmasi 13,4 persen, Perumahan, kawasan industri dan perkantoran12,1 persen, Transportasi, gudang, dan komunikasi 11,7 persen dan Industri mineral non logam 11,3 persen. 67

80 Tabel 41. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2014 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha USDJuta % Thd Total Sektor/Bidang Usaha Rp. MIliar % Thd Total Transportasi, Gudang & Komunikasi 1.154,2 15,5% Listrik, Gas dan Air 5.573,4 13,4% Pertambangan ,1% Industri Kimia dan Farmasi 5.570,2 13,4% Industri Kimia dan Farmasi Perumahan, Kawasan Ind. & 998,9 13,4% Perkantoran 5.027,7 12,1% Ind.Logam, mesin, & elektronik Transportasi, gudang, & 683,6 9,2% komunikasi 4.878,2 11,7% Ind. Kendaraan Bermotor dan Alat Ind. Mineral non-logam Transportasi 574,2 7,7% 4.694,4 11,3% Lainnya 2.993,4 40,1% Lainnya ,4 38,1% JUMLAH/TOTAL 7.457,4 100,0% JUMLAH/TOTAL ,3 100,0% Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) TAHUN LOKASI TOTAL Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, , , , , , , ,9 888, , Trw I 3.483, ,4 33, ,8 690,0 61,7 33, , Trw II 8.337, ,1 149, ,0 200,6 0,0 0, , Trw III 9.321, ,1 54, , ,6 53,7 242, ,3 Pertumbuhan Q-o-Q 2014 trw III/2014 trw II 11,8% -5,4% -63,9% 7,4% 1441,2% 0,0% 0,0% 8,9% Pertumbuhan Y-o-Y 2014 trw III/2013 trw III 60,3% -4,5% -94,1% 199,1% 181,4% -91,5% -32,2% 24,2% Share 2014 Trw III 22,4% 50,8% 0,1% 18,5% 7,4% 0,1% 0,6% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasinya, pada triwulan III tahun 2014 pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Sulawesi dengan pertumbuhan sebesar 1441,2 persen. Diikuti Sumatera sebesar 11,8 persen, dan Kalimantan sebesar 7,4 persen. Sementara itu Pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT, Maluku dan Papua mengalami penurunan realisasi hingga tumbuh negatif. Dilihat dari sumbangannya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan III tahun 2014 yaitu 50,8 persen, 22,4 persen dan 18,5 persen Pertumbuhan realisasi PMDN per lokasi pada triwulan III tahun 68

81 2014 dibanding triwulan II tahun 2014 tumbuh sebesar 8,9 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pertumbuhan realiasasi investasi PMDN adalah sebesar 24,2 persen. Tabel 43. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) TAHUN Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , trw I 1.270, ,2 266, ,1 171,5 37,2 363, , trw II 787, ,2 286, ,9 209,5 17,6 376, , trw III 856, ,4 233,8 882, ,0 42,3 341, ,4 Pertumbuhan Q-o-Q 2014 trw III/2014 trw II 8,8% -12,2% -18,3% -32,1% 467,1% 140,3% -9,4% 0,3% Pertumbuhan Y-o-Y 2014 trw III/2013 trw III -14,8% 1,6% 40,8% 1,2% 242,1% -66,7% -33,6% 6,8% Share 2014 trw III 11,5% 52,5% 3,1% 11,8% 15,9% 0,6% 4,6% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA pertumbuhan triwulan III tahun 2014 dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 0,3 persen dengan pertumbuhan terbesar berturutturut terjadi di Sulawesi, Maluku, dan Sumatera. Lokasi lainnya yaitu Kalimantan. Jawa. Bali, NTB dan NTT, serta Papua mengalami pertumbuhan negatif. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY), realisasi PMA mengalami peningkatan sebesar 6,8 persen dengan pertumbuhan terbesar dialami oleh Sulawesi. Secara sumbangan, pada triwulan III tahun 2014 pulau Jawa memberikan sumbangan terbesar yaitu 52,5 persen. Lokasi (Propinsi) Tabel 44. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2014 PMA US$ Juta PMDN % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp. Miliar % Thd Total DKI Jakarta 1687,5 22,6% Jawa Timur 11428,5 27,5% Jawa Barat 1463,9 19,6% Kalimantan Timur 4480,2 10,8% Sulawesi Tengah 691,9 9,3% Sumatera Selatan 3371,8 8,1% Jawa Timur 635,1 8,5% Jawa Barat 3306,9 8,0% Banten 482,4 6,5% Lampung 3121,8 7,5% Gabung Lainnya 2496,6 33,5% Gabung Lainnya 15865,1 38,2% Jumlah 7457,4 100,0% Jumlah 41574,3 100,0% Sumber: BKPM, diolah 69

82 Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun 2014 untuk PMDN, lima (5) besar lokasi investasi yang diminati, 2 (dua) provinsi diantaranya terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Timur sebesar 27,5 persen. Untuk PMA, lima (5) lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Banten; dimana sumbangan PMA terbesar berasal dari DKI Jakarta sebesar 22,6 persen Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA, pada triwulan III tahun 2014 terdapat lima besar negara asal investasi PMA yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar USD 1.505,6 juta atau 20,2 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Belanda dengan nilai USD 905,9 juta (12,1 persen); 3) Inggris dengan nilai realisasi investasi USD 800,0 juta (10,7 persen); 4) Jepang dengan nilai realisasi investasi USD 499,7 juta (6,7 persen) serta 5) Amerika Serikat dengan realisasi investasi USD 302,7 juta (4,1 persen) dari total realisasi investasi PMA. Tabel 45. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 Negara Investasi (USD Juta) % Singapura 1.505,6 20,2% Belanda 905,9 12,1% Inggris 800,0 10,7% Jepang 499,7 6,7% Amerika Serikat 302,7 4,1% Gabungan Negara Lainnya 3.443,5 46,2% Jumlah 7.457,4 100,0% Sumber: BKPM, diolah Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukakan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 46. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3 Comprehensive Economic Partnership for East Asia Proposed/Under consultation and (CEPEA/ASEAN+6) study 4 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 5 ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect Agreement 6 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 70

83 No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8 ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement The 4th round of negotiation 13 United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 14 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference (FA) signed/fta Under Negotiation 15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed but not yet In Effect 16 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 17 Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement The 5rd Round of Negotiations (IE - CEPA) 18 Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia The 2nd round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19 Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India Comprehensive Launching of negotiation Economic Cooperation Agreement) 20 Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 6th round of negotiation 21 Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 1st round of negotiation 22 Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23 Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24 Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group 25 Regional Comprehensive Economic Partnership The 3rd round of negotiation Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD 6.645,6 juta. Indonesia, Singapura dan Phillipina yang mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 4.379,5 juta, USD 5.253,8 dan USD 24,2 juta. Sementara itu, negara lainnya (Malaysia dan Thailand) mengalami surplus perdagangan dengan Tiongkok masing-masing sebesar USD 2.146,6 juta dan USD 865,4 juta. Ekspor ASEAN Ke Tiongkok Nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 tumbuh positif sebesar 5,0 persen (QtQ). Namun, bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2013 (YoY), nilai ekspor ASEAN-5 ke Tiongkok tumbuh negatif sebesar 4,3 persen. Pertumbuhan ekspor Indonesia, Malaysia dan Singapura mengalami penurunan ke Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 masing-masing sebesar -29,3 persen, -6,6 persen dan -2,0 persen (YoY). 71

84 Tabel 47. Ekspor ASEAN ke Tiongkok Nilai Ekspor Asean ke Tiongkok (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q ASEAN (5) , ,4 5,0% -4,3% 8,5% Indonesia 5.788, ,4-8,8% -29,3% 1,0% Animal or Vegetable Fats Oils 793,9 607,1-23,5% 3,9% 0,1% Mineral Products 2.169, ,8-13,7% -55,9% 0,4% Plastics, Rubber and Articles 344,6 266,7-22,6% -40,5% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 391,7 422,1 7,8% -4,9% 0,1% Malaysia , ,4 4,9% -6,6% 2,9% Animal or Vegetable Fats Oils 650,4 609,7-6,3% -29,5% 0,1% Mineral Products 1.783, ,1-8,0% 1,5% 0,3% Plastics, Rubber and Articles 986,1 854,3-13,4% -15,4% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 8.797, ,7 10,7% -3,6% 1,9% Singapura 7.544, ,6 1,2% -2,0% 1,5% Mineral Products 1.370, ,8-26,8% -7,7% 0,2% Products of Chemcial or Allied 1.155, ,3-6,9% -6,8% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 1.088, ,3 16,3% 30,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.079, ,9 14,2% -5,2% 0,7% Thailand 9.097, ,8 7,7% 2,4% 1,9% Animal or Vegetable Fats Oils 5,6 7,5 34,7% -99,1% 0,0% Products of Chemcial or Allied 763,9 801,8 5,0% -11,2% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 2.157, ,3-7,5% -9,4% 0,4% Machiney, Electrical Equipment 3.425, ,5 18,7% 17,6% 0,8% Philipina 5.015, ,2 22,2% 24,6% 1,2% Mineral Products 925, ,7 70,6% 122,6% 0,3% Plastics, Rubber and Articles 79,0 75,8-4,1% -20,9% 0,0% Base Metals and Articles 148,0 306,2 106,9% 3,8% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 3.430, ,9 9,2% 9,4% 0,7% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Tiongkok Impor ASEAN Dari Tiongkok Impor ASEAN-5 dari Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD ,0 juta atau naik sebesar 10,7 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara merata mengalami kenaikan nilai impor dari Tiongkok. Impor dari Tiongkok ke 72

85 Indonesia pada triwulan III tahun 2014 meningkat sebesar 6,8 persen, ke Malaysia sebesar 9,7 persen, ke Singapura sebesar 15,4 persen, ke Thailand sebesar 3,0 persen dan ke Philipina sebesar 22,6 persen. Tabel 48. Impor ASEAN dari Tiongkok Nilai Impor Asean dari Tiongkok (USD juta) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q ASEAN (5) , ,0 5,3% 10,7% 7,9% Indonesia , ,9-7,2% 6,8% 1,5% Mineral Products 511,0 566,8 10,9% -19,8% 0,1% Textiles and Textile Articles 1.496, ,2-25,5% 10,1% 0,2% Base Metals and Articles 1.194, ,4-10,3% 13,4% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.225, ,5 2,9% 4,0% 0,5% Malaysia , ,8 5,3% 9,7% 1,9% Textiles and Textile Articles 1.297, ,9-10,6% -7,9% 0,2% Base Metals and Articles 1.479, ,7 27,8% 56,1% 0,3% Machiney, Electrical Equipment 3.529, ,5 9,4% 6,6% 0,6% Optical, Photographic, Muscial Instruments 664,9 641,1-3,6% 5,3% 0,1% Singapura , ,4 9,4% 15,4% 2,0% Mineral Products 1.029,9 857,1-16,8% 29,9% 0,1% Base Metals and Articles 1.036, ,0 15,8% 23,6% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 4.920, ,6 1,0% 0,9% 0,8% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 1.277, ,3 10,9% 28,8% 0,2% Thailand 7.959, ,5 12,2% 3,0% 1,4% Products of Chemcial or Allied Industries 794,5 858,3 8,0% 9,6% 0,1% Textiles and Textile Articles 598,1 656,8 9,8% 9,8% 0,1% Base Metals and Articles 1.179, ,4 0,1% 21,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.965, ,7 8,4% -1,4% 0,5% Philipina 5.606, ,4 9,7% 22,6% 1,0% Products of Chemcial or Allied Industries 341,7 407,1 19,1% 8,9% 0,1% Textiles and Textile Articles 737,9 683,8-7,3% -19,0% 0,1% Base Metals and Articles 924, ,0 11,1% 67,8% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 1.442, ,2 17,3% 31,1% 0,3% Sumber: Statistik Tiongkok, CEIC Keterangan (*): terhadap total ekspor Tiongkok 73

86 Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada bulan Agustus 2014 adalah sebesar USD 3.223,0 juta, lebih tinggi daripada bulan Juli Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN selama bulan Januari-Agustus 2014 mencapai USD ,9 juta atau turun -0,7 persen (YoY). Negara tujuan ekspor Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif tertinggi adalah negara Laos dengan pertumbuhan -32,7 persen dan proporsi total ekspor sebesar 0,0 persen. Sedangkan nilai impor Indonesia dari ASEAN pada bulan Agustus 2014 adalah sebesar USD 4.086,1 juta dan sepanjang bulan Januari-Agustus 2014 adalah sebesar USD ,6 juta. Nilai impor Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspornya membuat neraca perdagangan Indonesia-ASEAN sepanjang bulan Januari-Agustus 2014 mengalami defisit sebesar USD ,8 juta dengan defisit terbesar terjadi pada perdagangan antara Indonesia dengan Singapura, yaitu sebesar USD ,4 juta. Tabel 49. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Nilai (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Jan-Agust 2014/ Jan-Agust 2014 Jul-14 Agust-14 Jan-Agust 2014 Jan-Agust 2013 Total Ekspor , , ,0-0,7% 100,0% Thailand 3.932,1 520,1 494,2-5,7% 14,8% Singapura , , ,9 5,5% 42,9% Philipina 2.528,5 308,2 346,0-0,2% 9,5% Malaysia 6.562,1 728,2 818,7-7,3% 24,7% Myanmar 331,7 34,6 49,8-16,5% 1,2% Cambodia 279,9 38,4 38,9 38,4% 1,1% Brunei 67,4 8,3 8,0-23,7% 0,3% Laos 2,4 0,2 0,2-32,7% 0,0% Vietnam 1.472,6 178,6 194,4-0,6% 5,5% Total Impor , , ,1-6,6% 100,0% Thailand 6.612,8 708,7 907,4-12,5% 19,5% Singapura , , ,9-1,4% 49,6% Philipina 463,5 34,7 72,7-14,1% 1,4% Malaysia 7.008,8 853,7 845,0-22,1% 20,7% Myanmar 90,7 4,5 4,5 53,6% 0,3% Cambodia 13,0 1,4 0,7 24,2% 0,0% Brunei 589,4 76,9 8,9 78,6% 1,7% Laos 45,2 1,1 7,7 779,3% 0,1% Vietnam 2.242,8 216,9 308,1 29,6% 6,6% Sumber: BPS, diolah 74

87 Perdagangan Antar Negara ASEAN Perdagangan antar negara ASEAN cenderung baik di tahun 2013, yaitu dengan total ekspor meningkat sebesar 0,8 persen dan impor menurun sebesar -0,3 persen. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Malaysia yang tumbuh hingga 5,1 persen, diikuti oleh Thailand yang tumbuh 4,6 persen. Proporsi ekspor terbesar pada tahun 2013 dialami oleh Singapura sebesar 42,7 persen, diikuti oleh Malaysia (21,2 persen), Thailand (19,7 persen)dan Indonesia (13,5 persen).sedangkan pertumbuhan impor terbesar pada tahun 2013 berturut-turut dialami oleh Singapura (31,8 persen), Malaysia (22,5 persen), Indonesia (22,0 persen) dan Thailand (17,9 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD50,9 miliar; USD 15,3 miliar; dan USD8,9 miliar. Tabel 50. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Proporsi Ekspor ke ASEAN Proporsi Impor dari ASEAN NERACA (USD Juta) Indonesia 13,9% 13,2% 13,5% 19,8% 20,0% 22,0% , , ,8 Kamboja* 0,3% 0,3% 0,9% 0,9% , ,7 Malaysia 18,5% 19,2% 21,2% 20,1% 20,3% 22,5% 4.002, , ,3 Filipina 2,8% 3,1% 2,9% 5,8% 5,6% 5,8% , , ,5 Singapura 42,1% 40,9% 42,7% 30,2% 29,6% 31,8% , , ,8 Thailand 17,9% 17,9% 19,7% 15,2% 15,8% 17,9% , , ,6 Vietnam* 4,5% 5,5% 8,1% 7,7% , ,8 Ket: *) Tahun 2013 belum ada datanya Sumber: UNCOMTRADE 75

88 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2014 masing-masing sebesar 4,53 persen, 3,99 persen, dan 4,53 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar pada akhir triwulan III tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar. Rata-rata IHSG pada triwulan III tahun 2014 sebesar 5.121,08. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 19,7 persen per Agustus 2014 dan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang menurun yakni sebesar 2,3 persen. Penyaluran KUR pada triwulan III 2014 (periode 1 Januari 31 Agustus 2014) mencapai lebih dari Rp 26,23 triliun atau 70,9% dari target penyaluran KUR untuk 2014 yaitu sebesar Rp 37 triliun. 76

89 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perekonomian global di triwulan III tahun 2014 terus berlanjut meskipun masih berjalan tidak seimbang. Perekonomian AS terus tumbuh didukung oleh kegiatan produksi manufaktur dan konsumsi yang dalam tren meningkat, walaupun secara struktural masih lemah termasuk tingkat partisipasi tenaga kerja dan produktivitas yang masih menurun. Sehubungan dengan itu, normalisasi kebijakan moneter the Fed diperkirakan akan berlangsung secara gradual, meskipun terdapat kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate dapat terjadi pada triwulan II atau III tahun Perekonomian Eropa menunjukkan perlambatan dan mendekati deflasi. Hal tersebut tercermin dari permintaan domestik yang masih relatif lemah dan menurunnya ekspor akibat ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia. Penurunan suku bunga dan stimulus kebijakan moneter oleh ECB diperkirakan akan membantu perbaikan ekonomi di Uni Eropa dan menambah akses likuiditas di pasar keuangan global. Perekonomian Jepang tercatat mengalami defisit perdagangan hingga akhir triwulan III tahun Aktivitas manufaktur Jepang sedikit menurun pada akhir September tetapi hasil produksinya melaju paling cepat dalam enam bulan. Sementara itu pertumbuhan lebih lambat juga terjadi di Tiongkok, mitra dagang terbesar Jepang. Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih relatif terbatas sehingga mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas. Perekonomian India menunjukkan perbaikan. Sementara itu, sejumlah bank sentral di Asia Tenggara menaikkan suku bunga kebijakan untuk pengendalian inflasi di negaranya. Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai sejumlah risiko global dan regional ini agar tidak mengganggu stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Perkembangan Moneter Domestik Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami moderasi. Meskipun masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi swasta cenderung melambat pasca pelaksanaan Pemilu Hal tersebut tercermin dari indikator penjualan eceran yang tumbuh terbatas. Konsumsi pemerintah juga belum meningkat tinggi sesuai pola musimannya terkait dengan penghematan anggaran untuk pengendalian defisit fiskal. Sementara itu, di tengah membaiknya pertumbuhan investasi bangunan pada akhir tahun, kinerja investasi nonbangunan sedikit melemah seiring dengan masih menurunnya impor barang modal. Meski membaik, peningkatan ekspor belum setinggi perkiraan sebelumnya seiring masih menurunnya harga komoditas dunia dan melemahnya volume perdagangan negara emerging market. Sejalan dengan itu, impor masih mencatat penurunan. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan 77

90 diperkirakan akan cenderung menuju batas bawah kisaran perkiraan sebelumnya yaitu 5,1-5,5 persen. Surplus neraca perdagangan nonmigas pada bulan Agustus 2014 terus berlanjut, meski menyusut dibandingkan surplus pada bulan sebelumnya. Berkurangnya surplus nonmigas tersebut dipengaruhi oleh kenaikan impor nonmigas yang melampaui kenaikan ekspor nonmigas. Sementara itu, kinerja neraca perdagangan migas bulan Agustus 2014 mengalami perbaikan, disebabkan oleh kenaikan ekspor migas, terutama ekspor minyak mentah. Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Agustus 2014 tercatat defisit 0,31 miliar dolar AS setelah pada bulan sebelumnya mengalami surplus sebesar 0,05 miliar dolar AS. Bank Indonesia memandang perkembangan neraca perdagangan bulan Agustus 2014 ini masih sesuai dengan perkiraan kinerja transaksi berjalan triwulan III tahun Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing masih cukup besar didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Secara akumulatif hingga bulan September 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 14,6 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir bulan September 2014 menjadi 111,2 miliar dolar AS, setara 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Pada akhir triwulan III tahun 2014, nilai tukar Rupiah semakin terdepresiasi terhadap USD seiring dengan penguatan USD yang memberikan tekanan terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Rupiah secara rata-rata melemah 1,57% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp per dolar AS. Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan mata uang lain di kawasan. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Inflasi pada bulan September 2014 menurun dibandingkan bulan sebelumnya dan berada di bawah perkiraan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan September mencatat inflasi sebesar 0,27 persen (mtm), lebih rendah dari 0,47 persen (mtm) pada bulan sebelumnya. Selain berada di bawah perkiraan Bank Indonesia, inflasi bulan September tersebut lebih rendah dari rata-rata historis selama 5 tahun terakhir. Penurunan tersebut didukung oleh rendahnya tekanan inflasi volatile food dan terkendalinya inflasi inti. Inflasi inti masih terkendali, sejalan dengan menurunnya tekanan eksternal, moderatnya permintaan domestik serta masih terjaganya ekspektasi inflasi. Namun, tekanan inflasi administered price meningkat terkait penyesuaian harga beberapa komoditas energi, seperti tarif tenaga listrik (TTL) dan LPG 12 kg. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko inflasi, terutama terkait dengan kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi, dan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah, 78

91 baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini dilakukan guna meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan dan mengarahkan inflasi pada sasaran inflasi yang ditetapkan. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan III tahun 2014, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Brazil dan Rusia, cenderung meningkat selama periode Juli-September Jika Brazil dan Rusia merupakan dua negara yang mengalami peningkatan inflasi, maka beberapa negara seperti India, Tiongkok, Singapura, Thailand, AS, Inggris, dan Jepang memiliki kecenderungan penurunan inflasi pada periode yang sama. Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014, Indonesia tercatat mengalami penurunan inflasi cukup besar. Jika triwulan sebelumnya inflasi tahunan Indonesia menembus angka tujuh persen, maka di triwulan III, Indonesia berhasil meredamnya hingga angka 4,53 persen di bulan Juli Pada akhir periode triwulan III tahun 2014, Rusia merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi dibanding negara-negara lain dengan nilai inflasi sebesar 8,00 persen. Sedangkan kawasan Euro merupakan negara yang mengalami tingkat inflasi terendah selama triwulan III tahun 2014 yakni sebesar 0,40 persen, 0,40 persen, dan 0,30 persen pada periode Juli-September Laju inflasi yang cukup rendah di zona Euro tersebut menunjukkan ancaman deflasi terhadap kawasan Euro semakin dekat. Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2014 masing-masing sebesar 4,53 persen, 3,99 persen, dan 4,53 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar 0,93 persen, 0,47 persen, dan 0,27 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan III tahun 2014 sebesar 2,94 persen, 3,42 persen, dan 3,71 persen. Pada bulan Juli 2014 terjadi inflasi sebesar 0,93 persen. Inflasi bulanan Indonesia di bulan Juli 2014 merupakan inflasi tertinggi selama periode Juli-September. Inflasi yang cukup tinggi pada bulan Juli 2014 terjadi karena adanya moment Ramadhan dan Idul Fitri. Kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks seluruh kelompok pengeluaran. Pengeluaran tersebut untuk kelompok bahan makanan 1,94 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 1,00 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,45 persen, kelompok sandang 0,85 persen, serta kelompok kesehatan 0,39 persen. Selanjutnya kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,45 persen, kemudian kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,88 persen. 79

92 Pada triwulan III tahun 2014, secara tahunan terjadi kecenderungan penurunan angka inflasi inti, sedangkan angka inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak dan inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah cenderung fluktuatif. Secara tahunan pada bulan September 2014 terjadi inflasi inti sebesar 4,04 persen, bernilai lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Juli dan Agustus Secara tahunan komponen inflasi pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan Juli-September 2014 masing-masing sebesar 2,63 persen, 1,06 persen, dan 4,21 persen. Sementara itu, inflasi barang/jasa yang harganya diatur pemerintah pada bulan Juli-September 2014 masing-masing sebesar 6,18 persen, 5,49 persen, dan 6,53 persen secara tahunan. Peningkatan inflasi harga diatur pemerintah di triwulan III tahun 2014 terkait penyesuaian harga beberapa komoditas energi, seperti tarif tenaga listrik (TTL) dan LPG 12 kg. Secara bulanan pada bulan September 2014 terjadi inflasi inti sebesar 0,29 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan Juli dan Agustus 2014 sebesar 0,52 persen dan 0,46 persen. Nilai inflasi inti yang lebih rendah tersebut sejalan dengan menurunnya tekanan eksternal, moderatnya permintaan domestik serta masih terjaganya ekspektasi inflasi. Sementara itu, terjadi deflasi komponen pangan yang harganya mudah bergejolak pada bulan September 2014 sebesar 0,22 persen. Secara umum pada bulan Juli-September 2014 inflasi tahunan 66 kota di Indonesia cukup bervariasi, sedangkan inflasi bulanan 66 kota di Indonesia pada bulan Juli 2014 cenderung lebih tinggi dibanding inflasi bulanan pada bulan Agustus dan September Pada bulan September 2014 terjadi inflasi sebesar 0,27 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 113,89. Dari 66 kota, tercatat 57 kota mengalami inflasi dan 9 kota mengalami deflasi. Pada bulan September, Inflasi bulanan tertinggi terjadi di Pangkal Pinang sebesar 1,29 persen dengan IHK sebesar 114,82. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Palopo sebesar 0,60 persen dengan IHK 111,34 dan terendah terjadi di Manado sebesar 0,03 persen dengan IHK masing-masing sebesar 110,90. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Berdasarkan nilainya pada akhir bulan, selama triwulan III tahun 2014 secara bulanan (MtM) nilai tukar mata uang beberapa negara terpilih terhadap US dollar bergerak fluktuatif (Lampiran 3). Tiongkok merupakan satu-satunya negara yang mengalami apresiasi secara bulanan. Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara India dan Thailand mengalami apresiasi terhadap US dollar. Pada akhir triwulan III, Real Brazil menjadi mata uang yang terdepresiasi paling dalam secara bulanan pada bulan September tahun Secara tahunan (YoY), nilai tukar mata uang kebanyakan mengalami tren depresiasi terhadap US 80

93 dollar pada triwulan III tahun Nilai pelemahan terbesar dialami oleh mata uang Rubel Rusia diikuti mata uang Yen Jepang dan Real Brazil. Secara umum nilai tukar US Dollar mengalami apresiasi secara bulanan pada akhir September USD menunjukkan penguatan didukung oleh data ekonomi Amerika Serikat yang positif. Pada bulan September 2014, secara bulanan nilai tukar Real Brazil dan Rubel Rusia mengalami pelemahan terbesar terhadap US Dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 9,44 persen dan 6,69 persen. Sedangkan nilai tukar Yen Tiongkok merupakan satu satunya mata uang yang mengalami penguatan terhadap US Dollar yakni sebesar 0,07 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Rubel Rusia terhadap US dollar pada akhir September 2014 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 22,26 persen, diikuti mata uang Yen Jepang dan Real Brazil sebesar 11,58 persen dan 10,37 persen. Sedangkan nilai tukar Rupee India dan Poundsterling secara tahunan mengalami penguatan terhadap US Dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lain, yakni sebesar 1,37 persen dan 0,16 persen. Penguatan Poundsterling terhadap USD terjadi ditengah membaiknya harapan terhadap ekonomi Inggris. Selain itu penguatan poundsterling masih dimotori oleh hasil referendum Skotlandia yang menyatakan tetap bergabung dengan Kerajaan Inggris Raya. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir triwulan III tahun 2014 sebesar Rp ,00 per US Dollar, melemah sebesar 2,42 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir bulan 2014 mencapai Rp12.188,00 per US Dollar. Secara bulanan (MtM) dan dibandingkan dengan nilainya secara tahunan (YoY), nilai tukar Rupiah pada akhir September 2014 melemah sebesar 4,26 persen dan 6,86 persen. Pelemahan Rupiah tersebut dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait dengan normalisasi kebijakan The Fed, indikasi perlambatan ekonomi Tiongkok, dan dinamika geopolitik global. Sementara itu, faktor domestik terkait dengan perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet pemerintahan baru dan program kerja pemerintah ke depan, termasuk kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi. Indeks Harga Saham Dilihat dari posisi akhir bulan, Indonesia dan Tiongkok merupakan negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan III tahun Adapun negara Rusia dan Malaysia merupakan negara yang mengalami tren pelemahan sepanjang triwulan III tahun Sedangkan negara-negara lainnya mengalami fluktuatif (Lampiran 4). 81

94 Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami penguatan adalah Indonesia, Brazil, India, Tiongkok, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Negara yang mengalami pelemahan antara lain Rusia dan Jepang, sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama bulan Juli-September Pada akhir bulan September 2014, secara bulanan mayoritas indeks saham mengalami penguatan dimana indeks SSEA dan IHSG mengalami penguatan terbesar, yakni sebesar 6,62 persen dan 0,01 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir September 2014 peningkatan Indeks BSE, IHSG, dan SET merupakan yang terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar 37,09 persen, 19,03 persen, dan 12,83 persen. Jika dibandingkan secara tahunan, pasar saham Indonesia dan Thailand mengalami tren positif selama triwulan I tahun Pada tanggal 30 September 2014, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,10 dan 1.906,13. Jika dibandingkan secara tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif dibulan Agustus dan September selama triwulan III tahun Namun, berbeda halnya secara tahunan, bursa Wall Street mengalami pelemahan secara bulanan (MtM) di akhir September dipicu oleh kerusuhan politik di Hong Kong. Rata-rata IHSG pada triwulan III tahun 2014 sebesar 5.121,08. Nilai rata-rata IHSG tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan II tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun 2014 (YtD), indeks saham Indonesia juga mengalami penguatan selama bulan Juli-September Hal senada juga terjadi jika dibandingkan secara tahunan (YoY) dimana IHSG mengalami penguatan selama triwulan III tahun Jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia mengalami tren positif hingga akhir September 2014 dengan level 5.137,58. Penguatan IHSG selama triwulan III tahun 2014 dipengaruhi karena ekspektasi positif pelaku pasar terhadap neraca pembayaran, aksi beli asing, dan kondisi politik Indonesia. Indeks Harga Komoditas Internasional Harga seluruh komoditas berfluktuatif selama triwulan III tahun 2014 (Lampiran 5). Jika dilihat dalam tabel, tidak ada satupun komoditas yang mengalami tren positif secara bulanan selama triwulan III tahun Sedangkan harga komoditas gula, kacang kedelai, jagung, minyak mentah, dan perak mengalami tren negatif selama triwulan III tahun Jika dilihat dari posisinya pada akhir bulan, secara bulanan (MtM) pergerakan seluruh komoditas bervariatif selama bulan Juli-September Jika dibandingkan posisinya pada awal tahun 2014 (YtD), emas merupakan satusatunya komoditas yang mengalami tren positif dari bulan Juli-September Komoditas beras, gandum, kacang kedelai, jagung, minyak mentah, gas alam, dan tembaga mengalami tren negatif, sedangkan komoditas lainnya lainnya berfluktuatif selama triwulan III tahun Secara tahunan (YoY), selama bulan Juli-September 82

95 2014, kebanyakan komoditas global mengalami tren negatif. Hal tersebut terlihat dalam indeks harga beras, gula, gandum, kacang kedelai, jagung, minyak mentah, dan emas yang mengalami tren negatif, sedangkan indeks harga komoditas lainnya bergerak variatif. Pada akhir September 2014, harga logam mulia emas dan perak mengalami penurunan harga sebesar 5,89 persen dan 12,49 persen. Penurunan harga emas secara bulanan disebabkan oleh pelemahan daya beli investor seiring penguatan nilai tukar USD. Pada akhir September 2014, jagung merupakan komoditas yang mengalami penurunan harga terbesar diikuti oleh komoditas kacang kedelai dan perak. Penurunan harga komoditas jagung sebesar 16,18 persen. Selanjutnya penurunan harga kacang kedelai dan perak sebesar 13,18 persen dan 12,06 persen. Sedangkan beras merupakan satu-satunya komoditas yang mengalami peningkatan harga, yakni sebesar 1,27 persen. Secara tahunan (YoY), pada akhir September 2014 penurunan indeks harga jagung, gandum, dan kacang kedelai merupakan yang terbesar dibanding indeks harga lainnya, yakni sebesar -33,32 persen, -29,59 persen, dan -28,81 persen. Komoditas gas alam merupakan satu-satunya komoditas yang mengalami penguatan terbesar secara tahunan selama triwulan III tahun Harga gas alam meningkat dipicu oleh cuaca dingin di Amerika Serikat sehingga meningkatkan permintaan gas alam sebagai bahan bakar pemanas ruangan. Pada akhir September 2014, harga minyak mentah (Brent) melemah sebesar 8,26 persen secara bulanan. Pelemahan harga minyak pada akhir September terjadi dikarenakan USD yang menguat dan kenaikan produksi minyak mentah di Libya. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode Juli-September 2014, tepung terigu, kedelai lokal, mie instant, cabai merah keriting, dan kacang tanah mengalami kenaikan harga secara bulanan (MtM). Komoditas bawang merah mengalami penurunan harga terbesar dibulan Agustus dan September, sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), selama bulan Juli- September 2014 kebanyakan harga kebutuhan pokok nasional mengalami tren positif. Harga komoditas kedelai lokal, gula pasir, cabai merah keriting, cabai merah biasa, dan bawang merah mengalami tren negatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya cukup variatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan III tahun 2014 bahan pokok nasional yang harganya memiliki tren negatif adalah gula pasir, cabai merah keriting, cabai merah 83

96 biasa, dan bawang merah. Sedangkan harga bahan pokok nasional lainnya memiliki tren positif dan beberapa variatif. Pada bulan Juli-September 2014, secara umum harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan secara bulanan untuk bulan Juli dan Agustus, namun terjadi kecenderungan penurunan harga secara bulanan dibulan September. Pada bulan September 2014, jika dilihat secara bulanan, peningkatan harga cabai merah biasa dan cabai merah keriting sebesar 18,57 persen dan 17,55 persen merupakan yang terbesar dibanding komoditas lainnya. Sedangkan bawang merah dan minyak goreng curah merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami pelemahan terbesar secara bulanan sebesar -19,34 persen dan -1,83 persen. Pelemahan harga bawang merah dikarenakan panen raya dalam waktu bersamaan di berbagai daerah sentra bawang merah. Secara tahunan, pada akhir September 2014 harga kacang hijau, daging sapi, dan susu kental manis mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga komoditas lainnya, yakni sebesar 15,05 persen, 13,99 persen, dan 11,61 persen. Sedangkan bawang merah merupakan kebutuhan pokok nasional yang mengalami penurunan harga secara tahunan sebesar 41,14 persen. Respon Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dibulan September 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50 persen dan 5,75 persen. BI Rate hingga saat ini masih dipertahankan tetap pada level 7,50 persen. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1 persen pada 2014 dan 4±1 persen pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus berlangsung dengan ditopang stabilitas makro ekonomi yang tetap terjaga. Selanjutnya kedepan, masih terdapat sejumlah risiko dari eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik. Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan. Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan 84

97 modal yang kuat. Pada bulan Agustus 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,23 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8,00 persen, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00 persen. Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat menjadi 13,4 persen (YoY) dari bulan sebelumnya sebesar 15,0 persen (YoY), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan membaik seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang mulai ekspansif. Hal itu tercermin pada pertumbuhan M2 dan Dana Pihak Ketiga (DPK), yang masing-masing mencapai 11,0 persen (YoY) dan 11,6 persen (YoY) pada Agustus Beberapa bank mulai menurunkan suku bunga simpanan. Sementara itu, kinerja pasar modal di bulan September 2014 masih relatif baik di tengah tekanan pasar keuangan global. Selanjutnya, Bank Indonesia terus mencermati risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan, termasuk peningkatan utang luar negeri korporasi. SEKTOR PERBANKAN Gambar 13. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan III 2014 merupakan angka bulan Agustus 2014 Di tengah kondisi perlambatan perekonomian yang diikuti dengan ketidakpastian politik terkait hasil Pemilu, kondisi perbankan masih terjaga dengan ketahanan yang cukup tinggi. Ketahanan perbankan tercermin pada unsur permodalan perbankan yang stabil dan diiringi dengan risiko kredit yang terkendali. Pada bulan Agustus 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,7 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan CAR pada akhir triwulan II tahun 2014 yang sebesar 19,5 persen. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. 85

98 DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/npl) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,3 persen (Gambar 13). Sejalan dengan perlambatan ekonomi, pertumbuhan kredit juga turut melambat. Perlambatan dalam pertumbuhan kredit terjadi karena penurunan harga komoditas dan larangan ekspor mineral mentah. Di sisi lain, terjadi peningkatan dalam risiko kredit. Pada triwulan III, pertumbuhan kredit perbankan sebesar 13,5 persen (YoY) sehingga menjadi Rp 3520 trilun, melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II tahun 2014 yang sebesar persen (YoY) (Gambar 14). Perlambatan pertumbuhan kredit disumbang oleh perlambatan pertumbuhan Kredit Investasi (KI), Kredit Modal Kreja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK). Kredit Modal Kerja (KMK), yang memiliki pangsa hingga 48 persen dari total kredit, turun menjadi 13,61 persen (YoY) dibandingkan akhir triwulan II tahun 2014 yang sebesar 17,0 persen (YoY). Pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) juga mengalami sedikit penurunan menjadi 10,41 persen (YoY) dari 12,7 persen (YoY). Selain KK dan KMK, Kredit Investasi (KI) juga mengalami penurunan menjadi 17,0 persen dari 21,8 persen pada akhir triwulan II tahun 2014 (Gambar 15) Gambar 14. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0 I II III IV I II III IV I II III 0, DPK Pertumbuhan DPK (yoy) Kredit Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan II 2014 merupakan angka bulan Agustus 2014 Pertumbuhan Kredit (yoy) Pada triwulan III tahun 2014, pertumbuhan DPK mengalami sedikit penurunan. DPK sebesar 12,42 persen (YoY) tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan akhir triwulan II tahun 2014 yang sebesar 13,77 persen (YoY). Hal ini menjukkan bahwa kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terkait dengan potensi penarikan 86

99 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) Dana Pihak Ketiga (DPK) serta mendukung ekspasi kredit masih memadai. Fungsi intermediasi perbankan juga tetap mengalami peningkatan sebagaimana tercemin dari pertumbuhan kredit dan DPK pada triwulan III. Oleh karena pertumbuhan kredit lebih besar dari pertumbuhan DPK, maka menyebabkan terjadinya peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi 90,63 persen (YoY) dari 90,25 persen pada triwulan II tahun Gambar 15. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya I II III IV I II III IV I II III 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0, KI KMK KK Sumber: Bank Indonesia Catatan: Angka triwulan III 2014 merupakan angka bulan Agustus 2014 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran KUR pada triwulan III tahun 2014 (periode 1 Januari 31 Agustus 2014) mencapai lebih dari Rp 26,23 triliun atau 70,9 persen dari target penyaluran KUR untuk 2014 yaitu sebesar Rp 37 triliun (Gambar 16). Tren penyaluran KUR di tahun 2014, diperkirakan akan melampaui target yang telah ditetapkan tersebut. Pada periode triwulan III tahun 2014, jumlah debitur KUR mencapai 1,66 juta debitur dengan rata-rata KUR sebesar Rp 15,8 juta per debitur. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan Koperasi di sektor perdagangan, restoran dan hotel (57,77 persen volume KUR, dan 64,11 persen debitur), dan sektor pertanian (17,98 persen volume KUR, dan 20,15 persen debitur). Berdasarkan sebaran wilayahnya penyaluran KUR untuk UMKM dan Koperasi masih terkonsentrasi di pulau Jawa (56,10 persen volume KUR; 63,30 persen debitur) dan pulau Sumatra (20,18 persen volume KUR; 15,43 persen debitur). 87

100 Gambar 16. Target dan Realisasi Pemberian KUR Milyar Rp I II III IV I II III IV I II III Realisasi Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2014 Target Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada dibawah 5 persen, yaitu sebesar 4,3 persen. Hal ini menujukkan bahwa penyaluran KUR sudah cukup optimal. Namun disisi lain, tingkat NPL KUR di 18 bank penyalur KUR (47,2 persen) melebihi angka 5 persen, sehingga kualitas penyaluran KUR masih perlu ditingkatkan. Adanya perlambatan dalam penyaluran KUR terkait dengan keterbatasan penyediaan calon debitur baru dan masalah operasional bank lainnya. Penyalurkan KUR juga perlu diarahkan lebih banyak untuk UMKM dan koperasi di sektor-sektor produktif, terutama pertanian dan industri pengolahan. Selain itu, masih dibutuhkan pendampingan dari Kementerian Keuangan terkait dengan koordinasi dan pengelolaan KUR oleh Kementerian KUKM sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) program KUR. 88

101 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PARIWISATA Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran Industri Pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun 2014 mencapai Rp 589,1 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 183,5 triliun. Pada Januari-September 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 6,9 juta orang atau naik 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (YoY). 89

102 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan III Tahun 2014 Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas Gambar 17. Pertumbuhan Industri Manufaktur Migas Dan Nonmigas (YoY, dalam Persen) 7,50 7,00 6,50 6,00 5,50 5,00 4,50 4, : : : : : : :03 Pertumbuhan PDB Nasional Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas Sumber: BPS diolah, 2014 Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan yang diukur berdasarkan tumbuhnya besaran Industri Pengolahan dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun 2014 mencapai Rp 612,4 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 188,1 triliun. Sedangkan Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas dalam PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun 2014 mencapai Rp 539,1 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 177,2 triliun. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013 mengalami pertumbuhan 4,99 persen (YoY) dan apabila dibanding triwulan II tahun 2014 mencapai 2,75 persen (QtQ). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tiga triwulan pertama 2014 dibandingkan dengan tiga triwulan pertama 2013 tumbuh 5,30 persen. Secara umum, sektor yang dapat diperdagangkan (tradable good) tumbuh lebih rendah ketimbang sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable good). 90

103 Pada triwulan III tahun 2014, tradable good seperti pertanian, pertambangan, industri nonmigas tumbuh berturut-turut 3,74 persen, 0,31 persen, dan 4,99 persen. Sedangkan non-tradable good seperti pengangkutan komunikasi, konstruksi, dan listrik gas air bersih tumbuh berturut-turut 9,01 persen, 6,28 persen dan 6,18 persen. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Nonmigas sampai dengan triwulan III tahun 2014 banyak tertekan oleh naiknya harga listrik dan naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP). Subsektor industri yang banyak tertekan oleh naiknya upah minimum regional adalah subsektor yang karakteristiknya padat karya seperti Subsektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki. Rerata kenaikan UMP tahun 2014 sebesar 17,27 persen masih mempertahankan momentum kenaikan tahun 2013 sebesar 18,32 persen. Kenaikan UMP dalam dua tahun terakhir ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan kenaikan inflasi dan rata-rata kenaikan UMP tahun sebelumnya, misal kenaikan UMP 2012 sebesar 10,27 persen. Fenomena ini disebabkan, salah satunya, implementasi UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dimana formula penentuan UMP tergantung besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam UU, KHL didefinisikan sebagai standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Peningkatan UMP tanpa disertai dengan kenaikan produktifitas dapat menurunkan daya saing industri nasional. Gambar 18. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun 2014 (Persen) Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas 1. Subsektor Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Subsektor Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3. Subsektor Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4. Subsektor Kertas dan Barang cetakan 5. Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari karet 6. Subsektor Semen & Brg. Galian bukan logam 7. Subsektor Logam Dasar Besi & Baja 8. Subsektor Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9. Subsektor Barang lainnya Sumber: BPS diolah, ,29-2,90 1,52 3,68 4,99 6,89 6,59 5,52 8,11 9,04 Pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas triwulan III tahun 2014 sebesar 4,99 persen (YoY) didukung oleh tujuh subsektor industri. Ketujuh subsektor mencatatkan pertumbuhan positif, namun dua subsektor mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan tertinggi dicapai Subsektor Kertas dan Barang Cetakan; Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan; Subsektor Makanan, Minuman dan 91

104 Tembakau; dan Subsektor Logam Dasar Besi dan Baja yang masing-masing tumbuh sebesar 9,04 persen, 8,11 persen, 6,89 persen dan 6,59 persen (Gambar 18). Sementara Subsektor Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet dan Subsektor Semen dan Barang Galian Non-Logam adalah dua sektor yang mencatatkan pertumbuhan negatif. Di sepanjang tahun 2014 industri pengolahan nonmigas banyak mengalami tantangan terutama akibat melemahnya nilai rupiah. Depresiasi rupiah banyak mempengaruhi daya beli bahan baku bagi subsektor yang banyak mengimpor bahan baku, seperti: kendaraan roda empat, motor listrik dan perlengkapannya, komponen elektronik, bahan kimia organik, alas kaki, serat buatan dan susu. Di lain pihak, depresiasi rupiah juga mempengaruhi industri yang banyak mengekspor output seperti industri makanan olahan, furnitur, barang dari kayu, kertas, dan barang dari karet. Selain permasalahan tersebut di atas, ketatnya likuiditas di sektor industri akibat meningkatnya suku bunga acuan juga semakin memberatkan hampir seluruh sektor industri. Kenaikan suku bunga acuan yang akan diikuti oleh suku bunga investasi dan suku bunga modal kerja jelas mempengaruhi perusahaan pendatang baru (new entrant) maupun perusahaan yang sudah eksis (incumbent). Gambar 19. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun % 1.Makanan, Minuman dan Tembakau 2.Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 28% 38% 3.Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4.Kertas dan Barang cetakan 5.Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11% 4% 5% 9% 6.Semen & Brg. Galian bukan logam 7.Logam Dasar Besi & Baja 2% 3% 8.Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9.Barang lainnya Sumber: BPS diolah, 2014 Dari sisi kontribusi industri pengolahan nonmigas, Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, Subsektor Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet, dan Subsektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki secara berurutan menduduki 4 peringkat kontributor terbesar yang berturutturut menyumbang sebesar 37,9 persen, 27,7 persen, 11,0 persen, dan 9,0 persen (Gambar 19). Keempat subsektor industri ini adalah empat sektor yang menjadi 92

105 tradisi penyumbang dalam Subsektor Industri Nonmigas menyumbang secara kumulatif sebesar 85,6 persen meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya terutama didorong oleh pertumbuhan industri makanan, minuman dan tembakau. Keempat subsektor ini secara konsisten menyumbang lebih dari 80 persen sejak Beberapa subsektor yang mengalami peningkatan peranan bagi industri pengolahan nonmigas pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013 adalah Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dari 36,6 persen menjadi 37,9 persen; Subsektor Alat Angkut Mesin dan Peralatannya dari 27,1 persen menjadi 28,1 persen; Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari 4,9 persen menjadi 5,0 persen. Khusus Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau kontribusinya telah melampaui rekor kontribusi pada periode Triwulan III Tahun 2013 (37,1 persen). Beberapa subsektor yang mengalami penurunan peranan adalah Subsektor Pupuk, Kimia, dan Barang Karet yang turun dari 11,7 persen menjadi 11,0 persen. Hal ini disebabkan karena ketergantungan pada bahan baku impor yang tinggi disertai dengan melemahnya nilai tukar rupiah, khususnya pada industri kimia. Sedangkan pada industri karet, kapasitas terpasang untuk industri crumb rubber lebih tinggi dari sediaan pasokan bahan baku sehingga memaksa industri melakukan impor bahan baku. Sedangkan pada pupuk akibat permasalahan bahan bakar gas. Sedangkan subsektor lainnya tidak mengalami perubahan kontribusi terhadap sektor industri secara umum. Gambar 20. Ekspor Produk Industri Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 15,00 10,00 5,00 0,00-5,00-10, Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, q-to-q) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BPS diolah,

106 Nilai ekspor industri Indonesia pada Triwulan III Tahun 2014 mencapai 28,76 miliar USD atau mengalami peningkatan sebesar 7,41 persen dibandingkan Triwulan III Tahun 2013 (YoY), namun mengalami penurunan sebesar 3,52 persen dibandingkan Triwulan II Tahun 2014 (QtQ). Secara kumulatif nilai ekspor industri Indonesia Januari-September 2014 mencapai 87,85 miliar USD atau meningkat 5,4 persen dibandingkan periode yang sama di 2013 (YoY). Sumber: BPS diolah, 2014 Tabel 51. Impor Bahan Baku Industri Golongan Barang (HS) 2014 Q1 Q2 Q3 Mesin dan Peralatan Mekanik (HS 84) 6, , ,505.4 Mesin dan Peralatan Listrik (HS 85) 4, , ,154.5 Besi dan Baja (HS 72) 2, , ,803.2 Plastik dan Barang dari Plastik (HS 39) 1, , ,899.1 Bahan Kimia Organik (HS 29) 1, , ,769.4 Dari lima golongan barang berdasarkan HS yang paling banyak melakukan impor bahan baku, pada triwulan III tahun 2014 seluruh golongan mengalami penurunan bahan baku impor (Gambar 51). Tabel 52. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang Sumber: BPS, 2014 Impor bahan baku/penolong merupakan komponen tersebesar dari keseluruhan total impor. Impor bahan baku/penolong pada Januari-September 2014 sebesar ,2 juta USD, impor barang konsumsi sebesar 9.469,5 juta USD, dan impor barang modal sebesar ,0 juta USD. Selama Januari-September 2014 nilai impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal mengalami penurunan masing 3,31 persen, 3,76 persen, dan 3,76 persen (YoY). 94

107 Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri Gambar 21 menunjukkan perkembangan realisasi investasi PMA sektor industri. Sejak tahun 2010 sampai dengan 2014, baik investasi PMA maupun PMDN sektor industri mengalami peningkatan yang signifikan. Pada posisi triwulan ketiga tahun 2014, telah direalisasikan proyek investasi PMA sektor industri dengan nominal investasi sebesar USD 10,15 miliar serta 787 proyek investasi PMDN sektor industri dengan nominal investasi sebesar Rp 41,84 trilyun ,0 Gambar 21. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan III Tahun , , , , ,0 - Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Sumber: BKPM diolah, * PMA 1.091, , , , , , , , , ,0 PMDN 419, ,6 706, ,8 714, , , ,1 787, ,3 Adapun jumlah investasi PMA sektor industri yang direalisasikan selama Triwulan ketiga tahun 2014 terbanyak adalah pada subsektor Industri makanan sebanyak 666 unit proyek, disusul Industri logam, mesin dan elektronik sebanyak 636 unit serta subsektor Industri Kimia dan Farmasi sebanyak 391 proyek. 95

108 Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah, 2014 Dari keseluruhan PMA sektor industri, 25 persen dari investasi tersebut atau sebesar USD 2,547 miliar diinvestasikan pada subsektor industri makanan, disusul dengan investasi pada industri kimia dan farmasi sebesar USD 1,98 miliar, industri logam, mesin dan elektronik sebesar USD 1,6 miliar serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar USD 1,54 miliar. 96

109 Gambar 23. Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 Industri Lainnya 1% Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam 0% Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 16% Industri Makanan 25% Ind. Logam, Mesin & Elektronik 15% Industri Tekstil 3% Ind. Mineral Non Logam 7% Ind. Karet dan Plastik 4% Ind. Kimia dan Farmasi 19% Industri Kayu 1% Ind. Kertas dan Percetakan 7% Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 2% Sumber: BKPM diolah, 2014 Dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri untuk sektor industri, selama triwulan III tahun 2014 telah direalisasikan sebanyak 295 unit proyek pada subsektor Industri Makanan serta 107 unit Industri Karet dan Plastik, menjadikan kedua subsektor tersebut sebagai dua subsektor dengan jumlah investasi proyek PMDN terbesar. 97

110 Gambar 24. Realisasi Proyek Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2014 Sumber: BKPM diolah, 2014 Sejalan dengan jumlah investasi proyek PMDN tersebut, Industri Makanan juga turut menerima nominal investasi terbesar dibanding sektor lainnya, yakni sebesar 33 persen atau sebesar Rp 13,93 Triliun, disusul oleh investasi PMDN untuk Industri Kimia dan Farmasi sebesar Rp 9,025 Triliun. Sehingga selama periode triwulan ketiga tahun 2014 ini terlihat bahwa Industri Makanan serta Industri Kimia dan Farmasi merupakan dua subsektor industri yang menerima investasi terbesar baik dari sisi PMA maupun PMDN. 98

111 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam 0% Gambar 25. Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2014 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Investasi 1% Industri Lainnya 0% Ind. Logam, Mesin & Elektronik 9% Ind. Mineral Non Logam 19% Industri Makanan 33% Ind. Karet dan Plastik 5% Ind. Kimia dan Farmasi 22% Ind. Kertas dan Percetakan 9% Industri Tekstil 2% Industri Kayu 0% Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 0% Sumber: BKPM diolah, 2014 Data Penjualan Komoditas Industri Utama Gambar 26. Penjualan Mobil Di Indonesia Januari-September Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Sumber: GAIKINDO,

112 Pada bulan Juli 2014 penjualan seluruh jenis mobil turun drastis menjadi unit, turun jauh dibawah angka penjualan Juli-2013 bahkan Juli Merupakan anomali karena normalnya bulan Juli penjualan mobil paling tidak setinggi bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan pada Juli-2014 masyarakat dan dunia usaha menunggu hasil pemilu presiden (9 Juli 2014). Alasan kestabilan politik menjadi penyebab penurunan permintaan mobil. Fenomena yang sama juga menjelaskan bulan April 2014, penjualan mobil juga sedikit menurun akibat pemilu legislatif (9 April 2014). Namun seiring dengan berlangsungnya pemilu yang aman dan damai, pada bulan Agustus mengalami kenaikan menjadi sebesar unit dan dilanjutkan pada September menjadi sebesar unit (Gambar 26). Secara akumulatif, penjualan mobil pada triwulan III tahun 2014 sebesar , nilai tersebut turun dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar313,551 atau turun sebesar 7,23 persen (QtQ). Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Sejak Juni 2013, terjadi pembalikan arah pada tren suku bunga pinjaman baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi untuk sektor industri. Tren peningkatan suku bunga ini masih terus berlanjut sampai dengan bulan Juli 2014, dengan posisi tertinggi suku bunga modal kerja sebesar 13,29 persen dan suku bunga kredit investasi sebesar 13,02 persen. Namun pada Agustus 2014 suku bunga pinjaman baik untuk kredit modal kerja dan investasi turun secara signifikan menjadi 12,95 persen dan 12,74 persen. Walaupun demikian, posisi pinjaman baik untuk kredit modal kerja ataupun investasi sektor industri masih belum menunjukkan perlambatan yang berarti. Posisi Agustus 2014, pinjaman modal kerja rupiah dan valas perbankan untuk sektor industri terus tumbuh dan berada pada Rp 431,7 triliun dan posisi pinjaman kredit investasi sebesar Rp 4171,8 triliun. Sejak 1 Januari 2014 kredit modal kerja dan kredit investasi tumbuh 1,2 persen dan 16,2 persen (Y). 100

113 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug* Gambar 27. Kredit Modal Kerja dan Investasi Hingga Agustus ,00 13,50 13,00 12,50 12,00 11,50 11,00 10, Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Miliar Rp, sk. kiri) Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Miliar Rp, sb. kiri) Bunga Kredit Modal Kerja Sektor Industri (%, sb. kanan) Bunga Kredit Investasi Sektor Industri (%, sb. kanan) Sumber: Bank Indonesia diolah,

114 Tenaga Kerja Sektor Industri Gambar 28. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Februari 2012 Agustus ,80 15,60 15,40 15,20 15,00 14,80 14,60 14,40 14,20 14,00 13,80 13,60 8,48 2,87-1,03-0,27-0,84-3,91 Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00-6, Tenaga Kerja Sektor Industri (juta orang, sb. kiri) Laju Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri dari periode sebelumnya (persen, sb. kanan) Sumber: BPS diolah, 2014 Data jumlah tenaga kerja sektor industri yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik dua kali dalam setahun, setiap bulan Februari dan Agustus, menunjukkan tren pertumbuhan yang fluktuatif. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pada bulan Februari 2012 tercatat sebanyak 14,39 juta orang mengalami kenaikan sebesar 8,48 persen pada periode selanjutnya di bulan Agustus 2012 (15,61 juta orang). Penyerapan tenaga kerja sektor industri pada bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 15,0 juta orang sehingga mengalami penurunan sebesar 3,91 persen dari periode sebelumnya, dan masih mengalami penurunan sebesar 0,27 persen pada bulan Agustus 2013 dengan peyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 14,96 juta orang. Tahun 2014 (Februari) penyerapan tenaga kerja sektor industri mengalami kenaikan sebesar 2,87 persen dari periode sebelumnya menjadi sebesar 15,39 juta orang. Namun pada bulan Agustus 2014 penyerapan tenaga kerja sektor industri kembali mengalami penurunan sebesar 0,84 persen menjadi sebesar 15,26 juta orang. Menurunnya pertumbuhan jumlah tenaga kerja ini seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas triwulan III tahun 2014 sebesar 4,99 persen. 102

115 Gambar 29. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Agustus-2014 Jasa Kemasyarakatan 16% Lainnya* 2% Keuangan 3% Transportasi, Per gudangan, dan Komunikasi 4% Pertanian 34% Perdagangan 22% Industri 13% Konstruksi 6% Sumber: BPS diolah, 2014 Lapangan pekerjaan sektor industri pada Agustus 2014 masih menjadi salah satu penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor Industri secara tradisional merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar keempat dibawah Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, dan Sektor Jasa Kemasyarakatan. Proporsi masingmasing sektor penyerap tenaga kerja sebagai berikut: Sektor Industri menyumbang 13,0 persen (15,26 juta orang) turun sebanyak 130 ribu lapangan pekerjaan dari periode Februari 2014, Sektor Pertanian menyumbang 34,0 persen (38,97 juta orang) juga turun 1,86 juta, Sektor Jasa Kemasyarakatan menyumbang 16,0 persen (18,42 juta orang), Sektor Keuangan menyumbang 3,0 persen (3,03 juta orang), Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi menyumbang 4,0 persen (5,11 juta orang), Sektor Perdagangan menyumbang 22,0 persen (24,83 juta orang), Sektor Konstruksi menyumbang 6,0 persen (7,28 juta orang), sedangkan Sektor Lainnya menyumbang sebesar 2,0 persen (1,73 juta orang). 103

116 Purchasing Manufacturing Index (PMI) Purchasing Managers Index (PMI) 1 merupakan sebuah komposit indikator yang dibuat untuk memberikan potret/gambaran umum tentang kondisi sektor industri di Indonesia. PMI diperoleh dari lima komponen penyusun, yakni (i) volume produksi (output), (ii) volume pemesanan, (iii) persediaan barang jadi (inventori), (iv) penerimaan pemesanan barang input, dan (v) tenaga kerja. Angka indeks diatas 50 persen mengindikasikan ekspansi usaha dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dan indeks dibawah 50 persen mengindikasikan adanya kontraksi. Volume produksi pada triwulan III tahun 2014 masih mengalami ekspansi walaupun tingkat kepercayaan ekspansi tidak setinggi triwulan II tahun Sebanyak 29,28 persen dari seluruh responden mengaku mengalami peningkatan produksi. Volume pemesanan pada triwulan III tahun 2014 kembali mengalami kontraksi yang cukup dalam seperti periode triwulan I tahun Sebanyak 8,64 persen responden mengaku mengalami peningkatan produksi dan sebanyak 14,06 mengaku mengalami penurunan produksi dibandingkan triwulan sebelumnya. Mayoritas dari responden (77,3 persen) menyatakan bahwa volume pesanan triwulan III tahun 2014 sama dengan periode sebelumnya. Sedangkan pada persediaan barang jadi sama halnya dengan volume produksi juga menunjukkan signal ekspansi walaupun tidak sekuat triwulan II. Sebanyak 7,61 persen mengaku memiliki persediaan barang jadi yang meningkat dibandingkan periode sebelumnya; walaupun 85,51 persen responden mengaku memiliki persediaan barang jadi sama seperti triwulan II tahun Indeks Penerimaan Pesanan Barang Input pada triwulan III tahun 2014 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari sebelumnya melanjutkan tren penurunan dalam pemesanan barang input. 1 Purchasing Manager Index di Indonesia dilakukan oleh Markit, konsultan keuangan di bidang finansial yang memiliki klien lebih dari 30 negara di dunia. Metode pencarian data menggunakan metode stratified random sampling dengan memperhatikan ukuran perusahaan dan jenis subsektor industri. Pengambilan data dilakukan bulanan dengan responden sebesar 300 perusahaan. 104

117 Gambar 30. Indikator Pembentuk PMI Triwulan III Tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia,

118 Berbeda dengan kondisi triwulan II tahun 2014 yang mengalami ekspansi, Indeks Tenaga Kerja pada triwulan III tahun 2014 menunjukkan sinyal kontraksi kebutuhan tenaga kerja. Indeks tenaga kerja mencapai 49 persen, sedangkan pada periode sebelumnya mencapai 50,4 persen. Sebanyak 11,86 persen dari responden menyatakan bahwa pada triwulan III tahun 2014 akan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan berturut-turut 13,91 persen dan 74,23 persen menyatakan akan mempekerjakan lebih sedikit dan tetap dalam jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Sumber: Bank Indonesia,

119 Jumlah Wisatawan Gambar 31. Jumlah Wisatawan Mancanegara Januari-September 2014 Jumlah Wisman Tahun 2014 Jumlah Wisman Tahun 2013 Sumber: Kemenparekraf diolah, 2014 Pada Januari-September 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia mencapai 6,9 juta orang atau naik 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (YoY). Periode triwulan III tahun 2014, jumlah wisatawan sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan Juli, namun pada bulan Agustus terjadi peningkatan kembali.hingga akhir bulan September jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia cenderung mengalami peningkatan.rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) per bulan hingga akhir periode triwulan ketiga tahun ini sekitar orang. 107

120 Gambar 32. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2014 Singapura Lainnya Lainnya Malaysia Australia Tiongkok Sumber: Kemenparekraf diolah, 2014 Pada periode triwulan III tahun 2014, wisatawan mancanegara yang paling banyak mengunjungi Indonesia adalah wisatawan berkebangsaan Singapura sebanyak orang. Selain wisatawan berkebangsaan Singapura, terdapat tiga kebangsaan lainnya yang banyak mengunjungi Indonesia secara berurutan yaitu Malaysia, Australia, dan Tiongkok. Empat kebangsaan yang paling banyak mengunjungi Indonesia tersebut masing-masing berjumlah lebih dari 700 ribu orang dan kebangsaan lainnya seperti Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, India masing-masing berjumlah kurang dari 400 ribu orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 pada periode yang sama, jumlah wisatawan mancanegara yang berkebangsaan Singapura, Malaysia, Australia, Tiongkok, dan lainnya mengalami peningkatan. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia tersebut terhitung melalui 19 pintu masuk utama seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, dan Kualanamu International Airport dengan jumlah kunjungan terbanyak melalui Ngurah Rai baik di tahun 2013 maupun tahun 2014 pada periode triwulan I hingga akhir periode triwulan III. 108

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI SEPTEMBER 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus berlanjut pada triwulan IV-2007. PDB triwulan IV-2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Tinjauan Terkini TINJAUAN UMUM: HINGGA SEPTEMBER Daftar Isi. Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia

Tinjauan Terkini TINJAUAN UMUM: HINGGA SEPTEMBER Daftar Isi. Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia Tinjauan Terkini Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia Volume 9, Nopember 2010 Perdagangan Indonesia Volume 9, Nopember 2010 Daftar Isi Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia Pengarah

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berusaha memenuhi kebutuhannya baik barang dan jasa, atinya akan ada kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kompleknya keterkaitan dan hubungan antarnegara didalam kancah internasional menyebabkan pemerintah juga ikut serta dalam hal meregulasi dan mengatur

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II 29 Responden Survei Persepsi Pasar (SPP) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-29 (yoy) dan selama tahun 29 berada pada kisaran 4,1-4,5%. Perkiraan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - Analisa Fundamental I. Fundamental Forex I.1 Faktor penggerak pasar Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - kejadian yang secara langsung maupun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci