NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1

2 NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

3 Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan Asumsi Dasar Perubahan Kebijakan APBN Pokok-Pokok Perubahan Postur APBN... Halaman i iii iv vi I-1 I-2 I-3 I-4 BAB II PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2.1 Umum Perekonomian Global Pertumbuhan Ekonomi Volume Perdagangan Dunia Harga Minyak Dunia dan Inflasi Global Likuiditas Global Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Nilai Tukar Rupiah Suku Bunga SPN 3 Bulan Harga Minyak Mentah Indonesia Lifting Minyak Neraca Pembayaran... BAB III PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA DAN PENERIMAAN HIBAH 3.1 Pendahuluan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Penerimaan Dalam Negeri... II-1 II-2 II-2 II-6 II-7 II-7 II-9 II-11 II-12 II-18 II-20 II-21 II-23 II-24 II-24 III-1 III-1 III-2 i

4 Daftar Isi Halaman Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan Penerimaan Perpajakan Penerimaan Perpajakkan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Hibah Tahun BAB IV PERUBAHAN BELANJA NEGARA 4.1 Pendahuluan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Perubahan Anggaran Pendidikan Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Perubahan Transfer ke Daerah... BAB V PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 5.1 Pendahuluan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Pembiayaan Nonutang Perbankan Dalam Negeri Nonperbankan Dalam Negeri Dana Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pembiayaan Pinjaman Luar Negeri (Neto) Pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Pembiayaan Melalui Pinjaman Siaga Risiko Fiskal Analisis Sensitivitas Defisit APBN Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro... III-2 III-5 III-11 III-11 III-15 IV-1 IV-3 IV-4 IV-11 IV-13 IV-13 IV-41 IV-41 V-1 V-2 V-2 V-3 V-3 V-4 V-10 V-10 V-12 V-13 V-16 V-16 V-17 V-17 ii

5 Daftar Tabel Tabel I.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tabel I.2 Ringkasan APBN dan RAPBN-P Tabel II.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tabel II.2 PDB Menurut Sektoral Tahun Tabel II.3 Pertumbuhan PDB Pengeluaran dan Sektoral Tahun Tabel II.4 Perkembangan Suku Bunga SPN 3 Bulan... Tabel II.5 Neraca Pembayaran Indonesia, Tabel III.1 Pendapatan Negara dan Hibah, 2011 dan Tabel III.2 Pajak Ditanggung Pemerintah (DPT), Tabel III.3 Penerimaan Perpajakan, 2011 dan Tabel III.4 Penerimaan PPh Non Migas Sektoral, 2011 dan Tabel III.5 Penerimaan PPN Dalam Negeri Sektoral, 2011 dan Tabel III.6 Penerimaan PPN Impor Sektoral, 2011 dan Tabel III.7 Perkembangan PNBP Tahun Tabel IV.1 Belanja Negara, Tabel IV.2 Belanja Negara, Tabel IV.3 Subsidi Tabel IV.4 Perubahan Belanja Kementerian Negara/Lembaga, 2012 Tabel IV.5 Transfer Ke Daerah, Tabel V.1 Pembiayaan Nonutang APBN 2012 dan RAPBN-P Tabel V.2 Pembiayaan Utang APBN dan RAPBN-P Tabel V.3 Rincian Penerusan Pinjaman APBN dan RAPBN-P Tabel V.4 Selisih Antara Asumsi Ekonomi Makro dan Realisasinya.. Tabel V.5 DAFTAR TABEL Sensitivitas Defisit RAPBN-P 2012 Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro... Halaman I-3 I-5 II-12 II-15 II-17 II-22 II-26 III-2 III-5 III-6 III-7 III-8 III-9 III-12 IV-3 IV-4 IV-7 IV-15 IV-43 V-3 V-11 V-14 V-17 V-19 iii

6 Daftar Grafik Grafik II.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara Kawasan Asia... Grafik II.2 Pertumbuhan Ekonomi Global... Grafik II.3 Perkiraan Laju Perekonomian Grafik II.4 Perkiraan Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia 2012 Grafik II.5 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia, Grafik II.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia... Grafik II.7 Pertumbuhan PDB... Grafik II.8 Sumber Pertumbuhan PDB Grafik II.9 Laju Inflasi, Grafik II.10 Nilai Tukar Rupiah dan Cadangan Devisa... Grafik II.11 Perkembangan SPN 3 Bulan Tahun Grafik II.12 Perkembangan Permintaan, Penawaran, dan Harga Minyak Mentah Dunia, Grafik II.13 Perkembangan Lifting Minyak... Grafik III.1 Penerimaan Perpajakan Grafik III.2 Target Penerimaan PPH Migas, Grafik III.3 Target Penerimaan PPH Non Migas, Grafik III.4 Penerimaan PPN Dan PPnBM, Grafik III.5 Target Penerimaan PBB, Grafik III.6 Target Penerimaan Cukai, Grafik III.7 Target Penerimaan Pajak Lainnya, Grafik III.8 Target Penerimaan Bea Masuk, Grafik III.9 Target Penerimaan Bea Keluar, Grafik III.10 Penerimaan SDA Migas, Grafik III.11 Penerimaan SDA Non Migas, Grafik III.12 DAFTAR GRAFIK Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN, Grafik III.13 PNBP Lainnya, Grafik III.14 Pendapatan BLU, Halaman II-5 II-6 II-6 II-6 II-6 II-7 II-13 II-14 II-18 II-20 II-21 II-24 II-24 III-6 III-7 III-7 III-8 III-9 III-10 III-10 III-11 III-11 III-12 III-13 III-14 III-14 III-15 iv

7 Daftar Grafik Halaman Grafik III.15 Hibah, Grafik V.1 Grafik V.2 Grafik V.3 Grafik V.4 Pembiayaan Defisit Anggaran APBN 2012 dan RAPBN-P Dana Investasi Pemerintah, PMN dan Dana Bergulir APBN 2012 dan RAPBN-P Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN APBN 2012 dan RAPBN-P Penyertaan Modal Negara Kepada LKI APBN 2012 dan RAPBN-P Grafik V.5 Dana Bergulir APBN 2012 dan RAPBN-P Grafik V.6 Pinjaman Luar Negeri APBN dan RAPBN-P III-15 V-2 V-4 V-5 V-6 V-9 V-15 v

8 Daftar Boks DAFTAR BOKS Halaman Boks IV.1 Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM IV-12 vi

9 Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan Asumsi Dasar Perubahan Kebijakan APBN Pokok-Pokok Perubahan Postur APBN... Halaman i iii iv vi I-1 I-2 I-3 I-4 BAB II PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2.1 Umum Perekonomian Global Pertumbuhan Ekonomi Volume Perdagangan Dunia Harga Minyak Dunia dan Inflasi Global Likuiditas Global Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Nilai Tukar Rupiah Suku Bunga SPN 3 Bulan Harga Minyak Mentah Indonesia Lifting Minyak Neraca Pembayaran... BAB III PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA DAN PENERIMAAN HIBAH 3.1 Pendahuluan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Penerimaan Dalam Negeri... II-1 II-2 II-2 II-6 II-7 II-7 II-9 II-11 II-12 II-18 II-20 II-21 II-23 II-24 II-24 III-1 III-1 III-2 i

10 Daftar Isi Halaman Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan Penerimaan Perpajakan Penerimaan Perpajakkan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Hibah Tahun BAB IV PERUBAHAN BELANJA NEGARA 4.1 Pendahuluan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Perubahan Anggaran Pendidikan Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Perubahan Transfer ke Daerah... BAB V PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 5.1 Pendahuluan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Pembiayaan Nonutang Perbankan Dalam Negeri Nonperbankan Dalam Negeri Dana Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pembiayaan Pinjaman Luar Negeri (Neto) Pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Pembiayaan Melalui Pinjaman Siaga Risiko Fiskal Analisis Sensitivitas Defisit APBN Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro... III-2 III-5 III-11 III-11 III-15 IV-1 IV-3 IV-4 IV-11 IV-13 IV-13 IV-41 IV-41 V-1 V-2 V-2 V-3 V-3 V-4 V-10 V-10 V-12 V-13 V-16 V-16 V-17 V-17 ii

11 Daftar Tabel Tabel I.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tabel I.2 Ringkasan APBN dan RAPBN-P Tabel II.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tabel II.2 PDB Menurut Sektoral Tahun Tabel II.3 Pertumbuhan PDB Pengeluaran dan Sektoral Tahun Tabel II.4 Perkembangan Suku Bunga SPN 3 Bulan... Tabel II.5 Neraca Pembayaran Indonesia, Tabel III.1 Pendapatan Negara dan Hibah, 2011 dan Tabel III.2 Pajak Ditanggung Pemerintah (DPT), Tabel III.3 Penerimaan Perpajakan, 2011 dan Tabel III.4 Penerimaan PPh Non Migas Sektoral, 2011 dan Tabel III.5 Penerimaan PPN Dalam Negeri Sektoral, 2011 dan Tabel III.6 Penerimaan PPN Impor Sektoral, 2011 dan Tabel III.7 Perkembangan PNBP Tahun Tabel IV.1 Belanja Negara, Tabel IV.2 Belanja Negara, Tabel IV.3 Subsidi Tabel IV.4 Perubahan Belanja Kementerian Negara/Lembaga, 2012 Tabel IV.5 Transfer Ke Daerah, Tabel V.1 Pembiayaan Nonutang APBN 2012 dan RAPBN-P Tabel V.2 Pembiayaan Utang APBN dan RAPBN-P Tabel V.3 Rincian Penerusan Pinjaman APBN dan RAPBN-P Tabel V.4 Selisih Antara Asumsi Ekonomi Makro dan Realisasinya.. Tabel V.5 DAFTAR TABEL Sensitivitas Defisit RAPBN-P 2012 Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro... Halaman I-3 I-5 II-12 II-15 II-17 II-22 II-26 III-2 III-5 III-6 III-7 III-8 III-9 III-12 IV-3 IV-4 IV-7 IV-15 IV-43 V-3 V-11 V-14 V-17 V-19 iii

12 Daftar Grafik Grafik II.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara Kawasan Asia... Grafik II.2 Pertumbuhan Ekonomi Global... Grafik II.3 Perkiraan Laju Perekonomian Grafik II.4 Perkiraan Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia 2012 Grafik II.5 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia, Grafik II.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia... Grafik II.7 Pertumbuhan PDB... Grafik II.8 Sumber Pertumbuhan PDB Grafik II.9 Laju Inflasi, Grafik II.10 Nilai Tukar Rupiah dan Cadangan Devisa... Grafik II.11 Perkembangan SPN 3 Bulan Tahun Grafik II.12 Perkembangan Permintaan, Penawaran, dan Harga Minyak Mentah Dunia, Grafik II.13 Perkembangan Lifting Minyak... Grafik III.1 Penerimaan Perpajakan Grafik III.2 Target Penerimaan PPH Migas, Grafik III.3 Target Penerimaan PPH Non Migas, Grafik III.4 Penerimaan PPN Dan PPnBM, Grafik III.5 Target Penerimaan PBB, Grafik III.6 Target Penerimaan Cukai, Grafik III.7 Target Penerimaan Pajak Lainnya, Grafik III.8 Target Penerimaan Bea Masuk, Grafik III.9 Target Penerimaan Bea Keluar, Grafik III.10 Penerimaan SDA Migas, Grafik III.11 Penerimaan SDA Non Migas, Grafik III.12 DAFTAR GRAFIK Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN, Grafik III.13 PNBP Lainnya, Grafik III.14 Pendapatan BLU, Halaman II-5 II-6 II-6 II-6 II-6 II-7 II-13 II-14 II-18 II-20 II-21 II-24 II-24 III-6 III-7 III-7 III-8 III-9 III-10 III-10 III-11 III-11 III-12 III-13 III-14 III-14 III-15 iv

13 Daftar Grafik Halaman Grafik III.15 Hibah, Grafik V.1 Grafik V.2 Grafik V.3 Grafik V.4 Pembiayaan Defisit Anggaran APBN 2012 dan RAPBN-P Dana Investasi Pemerintah, PMN dan Dana Bergulir APBN 2012 dan RAPBN-P Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN APBN 2012 dan RAPBN-P Penyertaan Modal Negara Kepada LKI APBN 2012 dan RAPBN-P Grafik V.5 Dana Bergulir APBN 2012 dan RAPBN-P Grafik V.6 Pinjaman Luar Negeri APBN dan RAPBN-P III-15 V-2 V-4 V-5 V-6 V-9 V-15 v

14 Daftar Boks DAFTAR BOKS Halaman Boks IV.1 Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM IV-12 vi

15 Pendahuluan Bab I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam paruh kedua tahun 2011 hingga memasuki tahun 2012, perkembangan berbagai faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi global dan harga minyak mentah di pasar internasional, telah menyebabkan beberapa indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar berbeda cukup signifikan dari asumsi yang digunakan dalam APBN Berbagai perkembangan tersebut diperkirakan memberikan tekanan yang sangat berat terhadap pelaksanaan APBN Terdapat empat faktor utama yang mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap postur APBN Pertama, kondisi perekonomian global diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari krisis utang dan fiskal di Eropa. Kondisi ini di samping akan membawa dampak pada neraca pembayaran, diperkirakan juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia yang sangat tinggi (jauh di atas asumsi harga minyak yang digunakan dalam penyusunan APBN). Hal ini akan berdampak secara signifikan terhadap APBN, karena meningkatnya beban subsidi BBM dan listrik secara tajam. Ketiga, adanya kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sebagai akibat dari ketidakpastian penyelesaian krisis global, akan berpengaruh cukup signifikan terhadap berbagai besaran APBN. Keempat, lifting minyak yang diperkirakan hanya akan mencapai 930 ribu barel per hari (lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2012 sebesar 950 ribu barel per hari) akan berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor migas. Selain berkaitan dengan perubahan asumsi dasar ekonomi makro, pelaksanaan APBN 2012 juga dipengaruhi oleh perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal. Di sisi pendapatan, perubahan kebijakan terkait dengan upaya pencapaian target penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Di sisi belanja, perlu dilakukan langkah-langkah transformasi fiskal dan efisiensi belanja, antara lain melalui kebijakan pengendalian subsidi BBM dan subsidi listrik, disertai dengan program kompensasi, pemotongan belanja kementerian negara/ lembaga (K/L) non-modal, serta pemanfaatan SAL untuk stimulasi ekonomi melalui tambahan belanja infrastruktur. Berbagai perubahan tersebut diperkirakan mengakibatkan defisit anggaran meningkat dari 1,53 persen terhadap PDB menjadi 2,23 persen terhadap PDB, dan membawa konsekuensi diperlukannya tambahan pembiayaan anggaran. Perkembangan berbagai asumsi dasar ekonomi makro yang berubah dari perkiraan semula, dan dampaknya yang cukup signifikan terhadap APBN 2012, serta langkah-langkah kebijakan pengurangan subsidi energi dan pemanfaatan SAL tersebut, menjadi latar belakang utama perlunya pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012, lebih cepat dari jadwal regular, yang biasanya dilakukan setelah penyampaian laporan pelaksanaan APBN hingga Semester I. Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan dalam pendapatan, belanja, serta defisit dan pembiayaan anggaran, yang terjadi baik karena perubahan asumsi makro, maupun untuk Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-1

16 Bab I Pendahuluan menampung tambahan belanja prioritas yang belum terakomodasi dalam Undang-Undang APBN RAPBN-P 2012 merupakan paket kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk: (a) menjaga sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability); (b) memperbaiki efisiensi ekonomi; (c) meningkatkan investasi untuk menstimulasi ekonomi; (d) menjaga daya beli masyarakat; dan (e) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dasar hukum dari perubahan terhadap APBN 2012 adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 27 ayat (3), Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 156, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 pasal 42 ayat (1), yang menyatakan bahwa penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2012 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012, apabila terjadi: a. perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2012; b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan/atau d. keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan Perubahan Asumsi Dasar Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, inflasi 5,3 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp8.800 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD90 per barel, dan rata-rata lifting minyak 950 ribu barel per hari. Mengacu pada perkembangan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 diperkirakan mengalami penyesuaian sebagai berikut: a. Pertumbuhan ekonomi Meskipun fundamental ekonomi domestik cukup baik, dan didukung dengan rencana pemanfaatan SAL untuk tambahan belanja infrastruktur, namun tekanan dari perlambatan ekonomi dunia dan dampak inflationary kebijakan di bidang energi diperkirakan cukup signifikan, sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami koreksi menjadi sebesar 6,5 persen. b. Laju inflasi Laju inflasi tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dari asumsi semula sebesar 5,3 persen menjadi sekitar 7,0 persen. Hal ini terkait dengan rencana kebijakan administered price di bidang energi. I-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

17 Pendahuluan Bab I c. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Masih tingginya ketidakpastian penyelesaian krisis utang di Eropa menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan melemah dari asumsi APBN 2012, yaitu dari Rp8.800/USD menjadi Rp9.000/USD. d. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan mencapai sebesar 5,0 persen, lebih rendah dari asumsi awal APBN 2012 sebesar 6,0 persen. Hal ini didasari pertimbangan rendahnya suku bunga SPN 3 bulan hasil lelang periode sebelumnya, dan kondisi pasar uang terkini. e. Harga minyak mentah Indonesia Seiring dengan tren pergerakan harga minyak internasional yang diprediksi akan meningkat, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada tahun 2012 diperkirakan mengalami peningkatan hingga mencapai USD105,0 per barel, atau naik USD15,0 per barel (16,7 persen) bila dibandingkan dengan rata-rata harga minyak ICP yang diasumsikan dalam APBN 2012 sebesar USD90,0 per barel. f. Lifting minyak Dengan mempertimbangkan pencapaian target lifting pada tahun 2011 yang hanya mencapai 898 ribu barel per hari, lifting minyak mentah dalam APBN tahun 2012 diperkirakan turun dari asumsi semula sebesar 950 ribu barel per hari menjadi hanya sebesar 930 ribu barel per hari. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala, antara lain penurunan produksi alamiah dari sumur-sumur minyak yang sudah tua dan kegiatan investasi bidang perminyakan yang belum mampu meningkatkan produksi minyak. Rincian asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 disajikan dalam Tabel I.1. TABEL I.1 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2012 URAIAN APBN RAPBN-P - Pertumbuhan ekonomi (%) yoy 6,7 6,5 - Inflasi (%) yoy 5,3 7,0 - Suku bunga SPN 3 bulan (%) 6,0 5,0 - Nilai tukar (Rp/USD1) 8.800, ,0 - Harga minyak (USD/barel) 90,0 105,0 - Lifting minyak (ribu barel per hari) 950,0 930,0 Sumber: Kementerian Keuangan Perubahan Kebijakan APBN Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan dalam pendapatan negara dan hibah, belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran. Selain menampung perubahan indikator ekonomi makro dalam tahun 2012 agar berbagai Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-3

18 Bab I Pendahuluan besaran RAPBN-P menjadi lebih realistis dan dapat dilaksanakan secara baik, perubahan APBN 2012 juga dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan-perubahan kebijakan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah antisipatif dalam perubahan APBN 2012 meliputi antara lain: 1. Penambahan dana infrastruktur dan kebutuhan mendesak, yang dibiayai dari pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL). Pembangunan infrastruktur difokuskan pada infrastruktur konektivitas Indonesia bagian timur, serta infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi. 2. Kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM bersubsidi dan subsidi listrik melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Kebijakan ini disertai dengan program kompensasi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM dan TTL. 3. Dalam rangka sharing burden, pemotongan belanja kementerian negara/lembaga nonmodal. Pemotongan dilakukan pada komponen-komponen belanja pegawai dan belanja barang yang tidak memengaruhi output dan outcome. 4. Perluasan defisit anggaran, yang ditutup dengan penerbitan surat berharga negara dan tambahan pemanfaatan SAL. Hal ini diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional, di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang diperkirakan mengalami perlambatan. Langkah-langkah kebijakan di atas, disertai dengan optimalisasi pendapatan negara, utamanya melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak. 1.2 Pokok-pokok Perubahan Postur APBN Sebagai akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dalam RAPBN-P 2012, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen), dari yang semula direncanakan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Peningkatan pendapatan negara tersebut berasal dari peningkatan PNBP sebesar Rp53.922,4 miliar (19,4 persen), dari target semula sebesar Rp ,4 miliar dalam APBN 2012 menjadi Rp ,8 miliar. Di lain pihak, penerimaan perpajakan diperkirakan mengalami penurunan Rp20.832,3 miliar (2,0 persen) dari rencana semula Rp ,2 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,9 miliar. Selanjutnya, penerimaan hibah diperkirakan sama dengan target APBN 2012 sebesar Rp825,1 miliar (lihat Tabel I.2). Sementara itu, anggaran belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami perubahan dari pagu semula sebesar Rp ,7 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,1 miliar atau mengalami peningkatan Rp99.175,4 miliar (6,9 persen). Perubahan anggaran belanja negara tersebut berasal dari perubahan anggaran belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat direncanakan mengalami perubahan menjadi Rp ,4 miliar, meningkat sebesar Rp93.321,2 miliar (9,7 persen) dari pagu semula dalam APBN 2012 sebesar Rp ,3 miliar. Transfer ke I-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

19 Pendahuluan Bab I daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp ,5 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp5.854,2 miliar atau sekitar 1,2 persen. TABEL I.2 RINGKASAN APBN DAN RAPBN-P 2012 (miliar rupiah) URAIAN APBN RAPBN-P Selisih thd APBN A. Pendapatan Negara dan Hibah , , ,1 I. Penerimaan Dalam Negeri , , ,1 1. Penerimaan Perpajakan , ,9 (20.832,3) 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , , ,4 II. Penerimaan Hibah 825,1 825,1 0,0 B. Belanja Negara , , ,4 I. Belanja Pemerintah Pusat , , ,2 A. Belanja K/L , , ,0 B. Belanja Non K/L , , ,1 a.l a. Pembayaran Bunga Utang , ,4 (4.432,2) b. Subsidi , , ,4 1) Subsidi Energi , , ,6 - BBM, LPG, & BBN , , ,2 - Listrik , , ,5 2) Subsidi Non Energi , , ,8 a.l. Pangan , , ,2 c. Belanja Lain-Lain , , ,3 a.l. Kompensasi Pengurangan Subsidi Energi 0, , ,1 II. Transfer ke Daerah , , ,2 1. Dana Perimbangan , , ,2 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian , ,9 0,0 C. Keseimbangan Primer (1.802,4) (72.319,9) (70.517,5) D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) ( ,0) ( ,3) (66.085,3) % Defisit Terhadap PDB (1,53) (2,23) (0,70) E. Pembiayaan (I + II) , , ,3 I. Pembiayaan Dalam Negeri , , ,7 1. Perbankan dalam negeri 8.947, , ,6 a.l. SAL 5.056, , ,9 2. Non-perbankan dalam negeri , , ,1 a.l. Surat Berharga Negara , , ,0 Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1.000,0) (7.000,0) (6.000,0) II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (1.892,3) (4.425,7) (2.533,4) Sumber: Kementerian Keuangan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-5

20 Bab I Pendahuluan Dengan rencana peningkatan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen) yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp99.175,4 miliar (6,9 persen), maka sebagai konsekuensinya, defisit anggaran akan meningkat sebesar Rp66.085,3 miliar, dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp ,0 miliar (1,53 persen terhadap PDB), menjadi Rp ,3 miliar (2,23 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2012 direncanakan akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp68.618,7 miliar, dari rencana semula sebesar Rp ,3 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp ,0 miliar, sedangkan pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2.533,4 miliar, dari sebesar minus Rp1.892,3 miliar menjadi sebesar minus Rp4.425,7 miliar. Perubahan rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun 2012 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51.116,9 miliar, dari rencana semula sebesar Rp5.056,8 miliar menjadi Rp56.173,7 miliar; (b) penambahan penerbitan surat berharga negara neto sebesar Rp25.000,0 miliar, dari rencana awal sebesar Rp ,7 miliar menjadi Rp ,7 miliar; dan (c) penambahan dana pengembangan pendidikan nasional sebesar Rp6.000,0 miliar, dari Rp1.000,0 miliar menjadi Rp7.000,0 miliar. I-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

21 Pendahuluan Bab I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam paruh kedua tahun 2011 hingga memasuki tahun 2012, perkembangan berbagai faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi global dan harga minyak mentah di pasar internasional, telah menyebabkan beberapa indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar berbeda cukup signifikan dari asumsi yang digunakan dalam APBN Berbagai perkembangan tersebut diperkirakan memberikan tekanan yang sangat berat terhadap pelaksanaan APBN Terdapat empat faktor utama yang mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap postur APBN Pertama, kondisi perekonomian global diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari krisis utang dan fiskal di Eropa. Kondisi ini di samping akan membawa dampak pada neraca pembayaran, diperkirakan juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia yang sangat tinggi (jauh di atas asumsi harga minyak yang digunakan dalam penyusunan APBN). Hal ini akan berdampak secara signifikan terhadap APBN, karena meningkatnya beban subsidi BBM dan listrik secara tajam. Ketiga, adanya kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sebagai akibat dari ketidakpastian penyelesaian krisis global, akan berpengaruh cukup signifikan terhadap berbagai besaran APBN. Keempat, lifting minyak yang diperkirakan hanya akan mencapai 930 ribu barel per hari (lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2012 sebesar 950 ribu barel per hari) akan berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor migas. Selain berkaitan dengan perubahan asumsi dasar ekonomi makro, pelaksanaan APBN 2012 juga dipengaruhi oleh perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal. Di sisi pendapatan, perubahan kebijakan terkait dengan upaya pencapaian target penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Di sisi belanja, perlu dilakukan langkah-langkah transformasi fiskal dan efisiensi belanja, antara lain melalui kebijakan pengendalian subsidi BBM dan subsidi listrik, disertai dengan program kompensasi, pemotongan belanja kementerian negara/ lembaga (K/L) non-modal, serta pemanfaatan SAL untuk stimulasi ekonomi melalui tambahan belanja infrastruktur. Berbagai perubahan tersebut diperkirakan mengakibatkan defisit anggaran meningkat dari 1,53 persen terhadap PDB menjadi 2,23 persen terhadap PDB, dan membawa konsekuensi diperlukannya tambahan pembiayaan anggaran. Perkembangan berbagai asumsi dasar ekonomi makro yang berubah dari perkiraan semula, dan dampaknya yang cukup signifikan terhadap APBN 2012, serta langkah-langkah kebijakan pengurangan subsidi energi dan pemanfaatan SAL tersebut, menjadi latar belakang utama perlunya pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012, lebih cepat dari jadwal regular, yang biasanya dilakukan setelah penyampaian laporan pelaksanaan APBN hingga Semester I. Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan dalam pendapatan, belanja, serta defisit dan pembiayaan anggaran, yang terjadi baik karena perubahan asumsi makro, maupun untuk Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-1

22 Bab I Pendahuluan menampung tambahan belanja prioritas yang belum terakomodasi dalam Undang-Undang APBN RAPBN-P 2012 merupakan paket kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk: (a) menjaga sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability); (b) memperbaiki efisiensi ekonomi; (c) meningkatkan investasi untuk menstimulasi ekonomi; (d) menjaga daya beli masyarakat; dan (e) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dasar hukum dari perubahan terhadap APBN 2012 adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 27 ayat (3), Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 156, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 pasal 42 ayat (1), yang menyatakan bahwa penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2012 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012, apabila terjadi: a. perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2012; b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan/atau d. keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan Perubahan Asumsi Dasar Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, inflasi 5,3 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp8.800 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD90 per barel, dan rata-rata lifting minyak 950 ribu barel per hari. Mengacu pada perkembangan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 diperkirakan mengalami penyesuaian sebagai berikut: a. Pertumbuhan ekonomi Meskipun fundamental ekonomi domestik cukup baik, dan didukung dengan rencana pemanfaatan SAL untuk tambahan belanja infrastruktur, namun tekanan dari perlambatan ekonomi dunia dan dampak inflationary kebijakan di bidang energi diperkirakan cukup signifikan, sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami koreksi menjadi sebesar 6,5 persen. b. Laju inflasi Laju inflasi tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dari asumsi semula sebesar 5,3 persen menjadi sekitar 7,0 persen. Hal ini terkait dengan rencana kebijakan administered price di bidang energi. I-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

23 Pendahuluan Bab I c. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Masih tingginya ketidakpastian penyelesaian krisis utang di Eropa menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan melemah dari asumsi APBN 2012, yaitu dari Rp8.800/USD menjadi Rp9.000/USD. d. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan mencapai sebesar 5,0 persen, lebih rendah dari asumsi awal APBN 2012 sebesar 6,0 persen. Hal ini didasari pertimbangan rendahnya suku bunga SPN 3 bulan hasil lelang periode sebelumnya, dan kondisi pasar uang terkini. e. Harga minyak mentah Indonesia Seiring dengan tren pergerakan harga minyak internasional yang diprediksi akan meningkat, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada tahun 2012 diperkirakan mengalami peningkatan hingga mencapai USD105,0 per barel, atau naik USD15,0 per barel (16,7 persen) bila dibandingkan dengan rata-rata harga minyak ICP yang diasumsikan dalam APBN 2012 sebesar USD90,0 per barel. f. Lifting minyak Dengan mempertimbangkan pencapaian target lifting pada tahun 2011 yang hanya mencapai 898 ribu barel per hari, lifting minyak mentah dalam APBN tahun 2012 diperkirakan turun dari asumsi semula sebesar 950 ribu barel per hari menjadi hanya sebesar 930 ribu barel per hari. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala, antara lain penurunan produksi alamiah dari sumur-sumur minyak yang sudah tua dan kegiatan investasi bidang perminyakan yang belum mampu meningkatkan produksi minyak. Rincian asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 disajikan dalam Tabel I.1. TABEL I.1 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2012 URAIAN APBN RAPBN-P - Pertumbuhan ekonomi (%) yoy 6,7 6,5 - Inflasi (%) yoy 5,3 7,0 - Suku bunga SPN 3 bulan (%) 6,0 5,0 - Nilai tukar (Rp/USD1) 8.800, ,0 - Harga minyak (USD/barel) 90,0 105,0 - Lifting minyak (ribu barel per hari) 950,0 930,0 Sumber: Kementerian Keuangan Perubahan Kebijakan APBN Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan dalam pendapatan negara dan hibah, belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran. Selain menampung perubahan indikator ekonomi makro dalam tahun 2012 agar berbagai Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-3

24 Bab I Pendahuluan besaran RAPBN-P menjadi lebih realistis dan dapat dilaksanakan secara baik, perubahan APBN 2012 juga dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan-perubahan kebijakan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah antisipatif dalam perubahan APBN 2012 meliputi antara lain: 1. Penambahan dana infrastruktur dan kebutuhan mendesak, yang dibiayai dari pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL). Pembangunan infrastruktur difokuskan pada infrastruktur konektivitas Indonesia bagian timur, serta infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi. 2. Kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM bersubsidi dan subsidi listrik melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Kebijakan ini disertai dengan program kompensasi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM dan TTL. 3. Dalam rangka sharing burden, pemotongan belanja kementerian negara/lembaga nonmodal. Pemotongan dilakukan pada komponen-komponen belanja pegawai dan belanja barang yang tidak memengaruhi output dan outcome. 4. Perluasan defisit anggaran, yang ditutup dengan penerbitan surat berharga negara dan tambahan pemanfaatan SAL. Hal ini diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional, di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang diperkirakan mengalami perlambatan. Langkah-langkah kebijakan di atas, disertai dengan optimalisasi pendapatan negara, utamanya melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak. 1.2 Pokok-pokok Perubahan Postur APBN Sebagai akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dalam RAPBN-P 2012, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen), dari yang semula direncanakan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Peningkatan pendapatan negara tersebut berasal dari peningkatan PNBP sebesar Rp53.922,4 miliar (19,4 persen), dari target semula sebesar Rp ,4 miliar dalam APBN 2012 menjadi Rp ,8 miliar. Di lain pihak, penerimaan perpajakan diperkirakan mengalami penurunan Rp20.832,3 miliar (2,0 persen) dari rencana semula Rp ,2 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,9 miliar. Selanjutnya, penerimaan hibah diperkirakan sama dengan target APBN 2012 sebesar Rp825,1 miliar (lihat Tabel I.2). Sementara itu, anggaran belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami perubahan dari pagu semula sebesar Rp ,7 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,1 miliar atau mengalami peningkatan Rp99.175,4 miliar (6,9 persen). Perubahan anggaran belanja negara tersebut berasal dari perubahan anggaran belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat direncanakan mengalami perubahan menjadi Rp ,4 miliar, meningkat sebesar Rp93.321,2 miliar (9,7 persen) dari pagu semula dalam APBN 2012 sebesar Rp ,3 miliar. Transfer ke I-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

25 Pendahuluan Bab I daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp ,5 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp5.854,2 miliar atau sekitar 1,2 persen. TABEL I.2 RINGKASAN APBN DAN RAPBN-P 2012 (miliar rupiah) URAIAN APBN RAPBN-P Selisih thd APBN A. Pendapatan Negara dan Hibah , , ,1 I. Penerimaan Dalam Negeri , , ,1 1. Penerimaan Perpajakan , ,9 (20.832,3) 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , , ,4 II. Penerimaan Hibah 825,1 825,1 0,0 B. Belanja Negara , , ,4 I. Belanja Pemerintah Pusat , , ,2 A. Belanja K/L , , ,0 B. Belanja Non K/L , , ,1 a.l a. Pembayaran Bunga Utang , ,4 (4.432,2) b. Subsidi , , ,4 1) Subsidi Energi , , ,6 - BBM, LPG, & BBN , , ,2 - Listrik , , ,5 2) Subsidi Non Energi , , ,8 a.l. Pangan , , ,2 c. Belanja Lain-Lain , , ,3 a.l. Kompensasi Pengurangan Subsidi Energi 0, , ,1 II. Transfer ke Daerah , , ,2 1. Dana Perimbangan , , ,2 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian , ,9 0,0 C. Keseimbangan Primer (1.802,4) (72.319,9) (70.517,5) D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) ( ,0) ( ,3) (66.085,3) % Defisit Terhadap PDB (1,53) (2,23) (0,70) E. Pembiayaan (I + II) , , ,3 I. Pembiayaan Dalam Negeri , , ,7 1. Perbankan dalam negeri 8.947, , ,6 a.l. SAL 5.056, , ,9 2. Non-perbankan dalam negeri , , ,1 a.l. Surat Berharga Negara , , ,0 Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1.000,0) (7.000,0) (6.000,0) II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (1.892,3) (4.425,7) (2.533,4) Sumber: Kementerian Keuangan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 I-5

26 Bab I Pendahuluan Dengan rencana peningkatan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen) yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp99.175,4 miliar (6,9 persen), maka sebagai konsekuensinya, defisit anggaran akan meningkat sebesar Rp66.085,3 miliar, dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp ,0 miliar (1,53 persen terhadap PDB), menjadi Rp ,3 miliar (2,23 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2012 direncanakan akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp68.618,7 miliar, dari rencana semula sebesar Rp ,3 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp ,0 miliar, sedangkan pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2.533,4 miliar, dari sebesar minus Rp1.892,3 miliar menjadi sebesar minus Rp4.425,7 miliar. Perubahan rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun 2012 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51.116,9 miliar, dari rencana semula sebesar Rp5.056,8 miliar menjadi Rp56.173,7 miliar; (b) penambahan penerbitan surat berharga negara neto sebesar Rp25.000,0 miliar, dari rencana awal sebesar Rp ,7 miliar menjadi Rp ,7 miliar; dan (c) penambahan dana pengembangan pendidikan nasional sebesar Rp6.000,0 miliar, dari Rp1.000,0 miliar menjadi Rp7.000,0 miliar. I-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

27 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II 2.1 Umum BAB II PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO Situasi perekonomian global dalam tiga tahun terakhir diwarnai oleh berbagai faktor yang penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Setelah mengalami penguatan di tahun 2010, ekonomi dunia di 2011 sedikit terhambat, selain berkaitan dengan krisis fiskal dan utang yang terjadi di Eropa yang masih berlangsung berlarut-larut, juga dipengaruhi oleh krisis di Amerika Serikat dan Jepang. Sebagai akibatnya, kondisi ekonomi dunia tahun 2012 diperkirakan akan tetap diliputi perlambatan. Kondisi ini juga menyebabkan volume perdagangan dunia mengalami penurunan pada tingkat yang cukup signifikan. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2011 mencapai 3,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 5,2 persen (yoy). Pertumbuhan di tahun 2011 tersebut juga lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,0 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan volume perdagangan yang pada tahun 2010 mencapai 12,7 persen (yoy), mengalami pelemahan menjadi 6,9 persen (yoy) di tahun 2011, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,5 persen (yoy). Pelemahan ekonomi dan perdagangan dunia yang terjadi di tahun 2011 tersebut diperkirakan akan masih berlanjut di tahun Dalam publikasi World Economic Outlook (WEO) Januari 2012, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012, dari 4,0 persen (yoy) menjadi 3,3 persen (yoy). Demikian pula perkiraan pertumbuhan volume perdagangan dunia juga direvisi ke bawah dari 5,8 persen (yoy) menjadi 3,8 persen (yoy). Perlambatan ekonomi telah menarik harga-harga komoditas internasional bergerak turun di sepanjang tahun 2011, kecuali harga emas dan minyak yang relatif tetap tinggi di akhir tahun Aksi spekulasi dan pasokan yang kurang memadai telah menyebabkan harga kedua komoditas tersebut relatif tinggi hingga akhir tahun. Di tahun 2012, berlanjutnya pelemahan ekonomi dunia diperkirakan akan kembali menurunkan tingkat harga komoditas internasional dan berdampak pada melemahnya tekanan inflasi global. Namun, harga minyak dunia diperkirakan akan tetap tinggi. Meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah telah menjadi risiko penting yang akan memengaruhi harga minyak di pasar dunia. Sejalan dengan itu, harga minyak mentah Indonesia juga bergerak naik, dan diperkirakan akan melampaui asumsi APBN Hal ini menjadi tantangan yang cukup serius bagi Indonesia, terkait dengan meningkatnya beban subsidi energi dan pengendalian inflasi. Di lain pihak, produksi dan lifting minyak juga membawa persoalan yang tidak kalah rumit, terkait dengan pencapaiannya yang rendah dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, meskipun arus modal masuk diperkirakan masih cukup tinggi, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan mengalami pelemahan. Ketidakpastian ekonomi global menjadi salah satu faktor penyebabnya. Berdasarkan kinerja ekonomi makro 2011, dan memperhatikan perkembangan ekonomi dunia dan domestik sebagaimana diuraikan di atas, perubahan situasi perekonomian global Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-1

28 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro yang drastis dan cepat berubah, menyebabkan berbagai asumsi ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN 2012 menjadi tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, asumsi dasar ekonomi makro 2012 dipandang perlu untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dunia terkini. Penyesuaian ini diperlukan dalam rangka penyesuaian besaran APBN untuk menghadapi perubahan kondisi ekonomi, agar target dan sasaran yang ditetapkan menjadi lebih realistis. 2.2 Perekonomian Global Setelah proses pemulihan ekonomi terjadi di tahun 2010, pertumbuhan ekonomi global kembali melambat di tahun Kondisi tersebut berbeda dari perkiraan sebelumnya. Proses pemulihan ekonomi yang diharapkan akan berlanjut di tahun 2011, masih belum menunjukkan perkembangan sesuai harapan. Tekanan-tekanan yang bersumber dari sektor keuangan negara-negara Eropa kembali meningkat dan diperkirakan mencapai puncaknya di tahun Sementara itu, pemulihan permintaan di negara-negara maju lainnya belum cukup cepat untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Mengingat peran ekonomi negara maju dalam perekonomian global yang cukup besar (sekitar 65 persen), perlambatan dan tekanan ekonomi pada negara negara tersebut telah menekan laju pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan Pertumbuhan Ekonomi Di tahun 2011, permasalahan beban utang pemerintah di beberapa negara Eropa masih menjadi sumber gejolak di kawasan tersebut. Krisis global di tahun 2009 tidak saja menimbulkan gejolak pasar keuangan dan kredit macet, tetapi juga memukul sektor riil dan lapangan kerja berbagai negara Eropa. Yunani dan Italia merupakan dua negara yang menghadapi masalah beban utang pemerintah paling besar, dan di tahun 2011 tingkat utang kedua negara tersebut diperkirakan masih berada di atas 100 persen. Di samping itu, masih terdapat beberapa negara lain, seperti Portugal, Irlandia, dan Spanyol yang juga dianggap sebagai sumber permasalahan beban utang di kawasan Eropa. Beban utang yang tinggi juga dialami berbagai negara lain, termasuk Jerman, Perancis, dan Inggris yang tingkat utangnya diperkirakan berkisar antara persen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh otoritas Eropa dan IMF, termasuk di antaranya meningkatkan dana penyelamatan (bailout) Eropa menjadi EUR1,0 triliun atau USD1,4 triliun. Namun, langkah-langkah tersebut belum mampu memberikan dampak perbaikan kondisi ekonomi kawasan tersebut dalam waktu dekat. Suramnya prospek perekonomian Eropa ke depan telah mendorong lembaga-lembaga pemeringkat kredit internasional untuk menurunkan peringkat utang negara-negara Eropa, dan hal ini menyebabkan prospek dan potensi pertumbuhan investasi di tahun 2012 yang semakin kecil. Di samping beban utang yang tinggi, beberapa negara Eropa juga menghadapi permasalahan dengan sektor tenaga kerjanya. Sejak akhir 2009 tingkat pengangguran Eropa sudah berada di atas sepuluh persen, dan belum mengalami penurunan yang signifikan. Pada Desember 2011 tingkat pengangguran Eropa mencapai angka tertinggi selama beberapa tahun yaitu sebesar 10,4 persen. Tingkat pengangguran Spanyol merupakan yang tertinggi di wilayah Eropa dan mencapai 22,9 persen, disusul Yunani sebesar 18,8 persen, Irlandia 14,6 persen, dan Portugal 13,2 persen. Jika terjadi bailout Yunani putaran kedua, maka risiko peningkatan II-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

29 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II pengangguran akan bertambah, terkait persyaratan pengurangan pegawai di sektor publik untuk menghemat anggaran pemerintah. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa pada tahun 2011 kembali melambat menjadi 1,5 persen (yoy), setelah tumbuh 1,8 persen di tahun Perlambatan pertumbuhan (yoy) di tahun 2011 tersebut terjadi di sebagian besar negara Eropa, termasuk di negara-negara besar seperti Jerman yang melambat dari 3,6 persen ke 3,1 persen, Inggris dari 2,1 persen ke 0,8 persen, dan Italia dari 1,4 persen ke 0,4 persen. Perancis masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan, dari 1,4 persen di tahun 2010 ke 1,7 persen di tahun, namun tidak cukup kuat untuk menopang pertumbuhan kawasan. Di tahun 2012, tekanan yang dihadapi negara-negara Eropa diperkirakan terus meningkat dan mencapai puncaknya. Perlambatan ekonomi akan kembali terjadi, bahkan beberapa negara diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi. Pada tahun tersebut, perekonomian kawasan Eropa diperkirakan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,5 persen (yoy), berbeda jauh dibanding perkiraan sebelumnya yang mengalami ekspansi sebesar 1,1 persen (yoy) (WEO, Januari 2012). Sementara itu, negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga masih menghadapi tantangan ekonomi domestiknya masing-masing, sehingga belum mampu memberikan dorongan cukup bagi pertumbuhan global. Seperti halnya negara-negara Eropa, AS masih menghadapi masalah defisit anggaran pemerintah yang cukup berat. Laju investasi yang masih lemah disertai memburuknya kinerja ekspor menyebabkan pertumbuhan yang relatif lambat. Di Amerika Serikat, perlambatan pertumbuhan ekonomi terlihat sejak memasuki tahun Laju pertumbuhan yang telah mencapai di atas 3 persen (yoy) sejak tiga kuartal terakhir 2010, menurun ke tingkat 2,2 persen (yoy) di kuartal I tahun Di kuartal selanjutnya, pertumbuhan ekonomi negara tersebut hanya mampu mencapai kisaran 1,6 persen (yoy). Secara kumulatif, laju pertumbuhan tahun 2011 hanya mencapai 1,7 persen (yoy), melambat dibandingkan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 3,0 persen (yoy). Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didorong oleh penurunan belanja pemerintah federal AS dan investasi swasta, serta perlambatan ekspor. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga (swasta) masih meningkat dan mampu menopang ekonomi untuk tumbuh positif. Di akhir tahun 2011, indikator-indikator ekonomi AS mulai menunjukkan pergerakan yang positif. Sejak pertengahan 2011 tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan. Pada Januari 2011, tingkat pengangguran AS mencapai sebesar 9,8 persen, dan di bulan Desember 2011 tingkat pengangguran AS telah turun cukup signifikan hingga mencapai 8,5 persen. Salah satu sektor yang berhasil menyerap tenaga kerja AS adalah sektor manufaktur. Purchasing manager s index (PMI) AS di bulan Januari kembali meningkat dari 53,1 pada bulan Desember, hingga menjadi 54,1. Faktor yang mendorong peningkatan tersebut antara lain pembelian bahan baku, distribusi barang ke penyalur, peningkatan harga barang jadi, dan ekspor. Dengan kemajuan sektor tersebut, beberapa perusahaan manufaktur AS juga meningkatkan kesejahteraan pegawainya melalui kenaikan upah. Di tahun 2012, perekonomian AS diperkirakan membaik meskipun dengan ruang gerak pemulihan yang terbatas, sehingga pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan hanya sedikit meningkat menjadi 1,8 persen (yoy). Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-3

30 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pada periode yang sama, Jepang mengalami kontraksi ekonomi sebesar 0,9 persen. Bencana tsunami dan kerusakan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir yang menimpa negara tersebut di paruh pertama 2011, menyebabkan penurunan aktivitas produksi dan kegiatan perdagangan internasional. Konsumsi masyarakat mengalami kontraksi selama kuartal I dan kuartal II, sementara investasi baru dapat tumbuh di kuartal terakhir tahun tersebut. Dalam hal perdagangan internasional, ekspor neto Jepang juga mengalami pertumbuhan negatif di keempat kuartal 2011, sebagai dampak pertumbuhan impor yang tinggi, baik untuk keperluan rekonstruksi ekonomi maupun akibat apresiasi nilai tukar Yen. Pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama hingga kuartal keempat masing-masing mencapai -0,3 persen, -1,7 persen, -0,5 persen, dan -1,0 persen. Secara keseluruhan, ekonomi Jepang pada tahun 2011 tumbuh -0,9 persen. Proses pemulihan ekonomi Jepang diperkirakan akan terjadi di tahun 2012, sehingga perekonomian diproyeksikan tumbuh sebesar 1,7 persen (yoy). Namun, perkiraan tersebut relatif lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,3 persen (yoy). Dampak melemahnya ekonomi Eropa dan negara-negara maju berimbas pada negaranegara berkembang di Asia, khususnya yang memiliki hubungan dagang yang cukup besar dengan kawasan Eropa, AS, dan Jepang. Cina dan India merupakan negara berkembang terbesar di Asia yang menghadapi perlambatan ekonomi seiring menurunnya kinerja ekspor, khususnya ke mitra dagang negara maju dan kawasan Eropa. Cina, salah satu kekuatan ekonomi berkembang terbesar di Asia, tumbuh 9,3 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,4 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain disebabkan oleh pelemahan permintaan di mitra dagang utama Cina, yaitu kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Peran ekspor Cina ke Amerika Serikat dan Eropa masing-masing sebesar 18,0 persen dan 16,4 persen terhadap total ekspornya. Di tahun 2011, surplus perdagangan Cina mencapai USD160 miliar, atau turun 12,6 persen dari surplus perdagangannya di tahun Selain tantangan perdagangan, Cina juga menghadapi tantangan inflasi dan property bubble. Laju pertumbuhan yang sangat tinggi pada periodeperiode sebelumnya telah mendorong tingkat inflasi, yang pada gilirannya juga mendorong harga-harga properti di dalam negeri. Pinjaman untuk sektor properti di Cina telah mencapai RMB10 triliun atau sekitar USD1,6 triliun. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Cina telah menaikkan suku bunga hingga tiga kali pada tahun 2011, disertai kebijakan pengetatan kredit perumahan. Serupa dengan yang dialami Cina, selama tahun 2011 perekonomian India mengalami perlambatan ekonomi di keempat kuartal tahun tersebut. Secara kumulatif, India tumbuh sebesar 7,4 persen (yoy), lebih lambat dari tahun sebelumnya. Perlambatan tersebut antara lain juga disebabkan oleh menurunnya ekspor India ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, di mana mitra-mitra dagang tersebut memiliki peran cukup besar, sekitar 38 persen dari total ekspor India. Pada saat yang sama, India juga mengalami tekanan inflasi yang cukup berat. Laju inflasi bahkan sempat mencapai 10,1 persen (yoy) pada bulan September 2011, angka tertinggi semenjak Agustus Kebijakan peningkatan suku bunga juga telah dilakukan untuk mencapai sasaran inflasi tahun 2012 di bawah 7 persen. Selama periode 2010 hingga 2011, pemerintah India telah menaikkan suku bunga hingga tiga belas kali.tingginya suku bunga tersebut menyebabkan melambatnya aktivitas di berbagai sektor ekonomi dan investasi di dalam negeri. II-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

31 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Di wilayah Asia Tenggara, perlambatan pertumbuhan juga terjadi di tahun 2011 (lihat Grafik II.1). Pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,9persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 4,8 persen (yoy) di tahun Empat negara dari anggota ASEAN-5 mengalami pertumbuhan di tahun 2011 yang lebih rendah dibanding tahun Indonesia merupakan satu satunya negara ASEAN-5 yang masih mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari 6,2 persen (yoy) pada 2010 menjadi 6,5 persen (yoy) di tahun Perlambatan pertumbuhan ekonomi terbesar dialami oleh Thailand yang di tahun 2011 hanya tumbuh 0,1 persen, jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar 7,8 persen. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Thailand pada tahun tersebut lebih persen 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA KAWASAN ASIA, (yoy) Korea Selatan Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Sumber: Bloomberg 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 disebabkan oleh masalah banjir besar yang telah melumpuhkan sektor industri dan kegiatan perdagangannya. Ekonomi Filipina melambat dari 7,6 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 3,7 persen (yoy) di tahun Dalam hal ini, pertumbuhan ekspor Filipina di tahun 2011 mengalami kontraksi sebesar 3,8 persen dimana kontraksi tersebut telah terjadi sejak kuartal III tahun 2011, akibat turunnya permintaan dari negara-negara maju di Eropa dan AS. Di antara negara ASEAN lainnya, Filipina memiliki eksposur perdagangan yang cukup tinggi dengan Eropa dan AS, masing-masing sekitar 13 dan 20 persen terhadap total ekspornya. Di lain pihak, nilai tukar Filipina juga terus mengalami penguatan terhadap dolar AS, sehingga turut memberikan dampak negatif terhadap ekspor negara tersebut. Singapura yang pada tahun 2010 tumbuh 14,8 persen (yoy) melambat secara signifikan menjadi 4,9 persen (yoy) di tahun Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh defisit perdagangan yang telah terjadi sejak kuartal II tahun Sementara itu, Malaysia merupakan negara yang memiliki performa relatif lebih baik dibandingkan dengan Filipina, Thailand, dan Singapura. Di tahun 2010, Malaysia tumbuh 7,2 persen (yoy) dan melambat menjadi 5,1 persen di tahun Sebagaimana negara-negara tetangganya, pertumbuhan ekspor Malaysia tertekan di tahun Mempertimbangkan kondisi tersebut, konsensus umum dalam berbagai diskusi dan analisis mengenai prospek perekonomian memperkirakan potensi terjadinya laju pertumbuhan negatif di berbagai negara pada tahun Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan krisis ekonomi global akan mencapai puncaknya pada tahun IMF telah berkali-kali merevisi publikasi World Economic Outlook (WEO)-nya menuju titik yang paling pesimistis. Dalam WEO edisi April 2011, IMF memperkirakan laju PDB dunia tahun 2012 masih 4,5 persen. Namun, perkiraan tersebut terus dikoreksi ke bawah, dan dalam WEO edisi bulan Januari 2012, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 mengalami perlambatan hingga mencapai 3,3 persen (lihat Grafik II.2 dan Grafik II.3). Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia ke arah yang lebih suram ini disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang diperkirakan mengalami penurunan bahkan di kawasan Eropa diprediksi mengalami kontraksi di tahun Amerika Serikat Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-5

32 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Persen 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0 3,9 GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL 5,3 4,9 5,0 5,2 pada tahun 2012 diprediksi mengalami pertumbuhan yang rendah sebesar 1,8 persen. Selanjutnya perekonomian kawasan Eropa diproyeksikan mengalami kontraksi sebesar -0,5 persen. Kemudian perekonomian Jepang diprediksi mengalami penyusutan hingga mencapai 1,7 persen. Sementara itu, Cina dan India pada tahun 2012 diperkirakan tetap tumbuh sebesar 8,2 persen dan 7,0 persen Volume Perdagangan Dunia 3,0-0, ,2 Dunia Negara Maju Negara Berkembang Sumber: WEO, Update Januari ,8 3,3 GRAFIK II.3 PERKIRAAN LAJU PEREKONOMIAN Persen ,0 7,8 7,8 8,0 Apr 11 Jun 11 7,5 7,0 7,0 Sep 11 Jan 12 6,0 5,0 4,5 4,5 4,0 4,0 3,3 2,9 2,6 2,9 3,0 1,8 1,8 2,1 2,3 1,8 1,7 1,7 2,0 1,1 1,0-0,5 Eropa Jepang India Tekanan pada perekonomian kawasan Eropa dan negara-negara maju telah menyebabkan penurunan daya beli dan permintaan ekonomi dunia. Dengan peran PDB sekitar 65 persen dari total PDB dunia, pelemahan ekonomi di negara maju tersebut telah menurunkan pertumbuhan impornya dari 11,8 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 4,8 persen (yoy) pada 0,0-1,0 Dunia Amerika Serikat Sumber: WEO, Update Januari 2012 Persen 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 GRAFIK II.4 PERKIRAAN PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA ,8 6,9 6,7 5,8 3,8 Persen 15,0 10,0 5,0 0,0 GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA, ,4 10,3 7,6 9,3 7,3 3,3 12,7 6,9 3,8 3,0 2,0 1,0 0,0 Jan 11 Apr 11 Jun 11 Sep 11 Jan 12 Sumber: World Economic Outlook, IMF -5,0-10,0-10,7-15, Sumber: World Economic Outlook, IMF tahun 2011 (WEO, Januari 2012). Pertumbuhan impor negara maju tahun 2011 tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen (yoy) (WEO, September 2011). Di sisi lain, impor negara berkembang juga melambat walau tidak setajam yang terjadi di negara maju, yaitu dari 15 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 11,3 persen (yoy) di tahun Secara umum laju pertumbuhan volume perdagangan dunia melambat dari 12,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi hampir separuhnya di tahun 2011, yaitu sebesar 6,9 persen (yoy). Di tahun 2012, pelemahan ekonomi dan daya beli di berbagai kawasan berdampak pada penurunan aktivitas perdagangan internasional. Dalam hal ini, laju pertumbuhan volume perdagangan internasional diprediksi melambat ke tingkat 3,8 persen (yoy). Penyusutan tersebut merupakan penurunan yang cukup besar jika dibandingkan dengan prediksi-prediksi periode sebelumnya (lihat Grafik II.4 dan Grafik II.5). II-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

33 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Harga Minyak Dunia dan Inflasi Global Perkembangan harga-harga sebagian besar komoditas internasional sepanjang tahun 2011 menunjukkan tren meningkat di kuartal pertama dan kemudian berbalik menurun di kuartal selanjutnya hingga akhir tahun Penurunan harga-harga komoditas tersebut sejalan dengan penurunan permintaan global dan pelemahan aktivitas perdagangan dunia. Sedikit berbeda dengan tren harga komoditas yang lain, harga emas dunia tetap menunjukkan tren meningkat atau stabil di tingkat harga yang cukup tinggi. Peningkatan harga emas antara lain didorong oleh aksi spekulasi para pemilik modal yang memindahkan dana investasinya dari pasar keuangan ke pasar komoditi. Di sisi lain, harga minyak sepanjang tahun 2011 tetap berada pada tingkat harga yang cukup tinggi. Walaupun telah menunjukkan tren menurun di pertengahan 2011, harga komoditi tersebut kembali meningkat di kuartal terakhir Pada awal Januari 2011, harga minyak WTI berada pada kisaran USD89 per barel dan harga bergerak naik hingga mencapai USD110 per barel pada bulan April Melemahnya perekonomian global dan permintaan pasar dunia mendorong harga WTI kembali menurun hingga mencapai kisaran USD85 per barel. Memasuki kuartal ke IV 2011, harga minyak WTI kembali beranjak naik dan pada bulan Desember 2011 mencapai kisaran USD98 per barel. Peningkatan harga tersebut tidak saja disebabkan meningkatnya kebutuhan bahan bakar menjelang musim dingin, tetapi juga diperparah dengan terjadinya gejolak geo politik di Timur Tengah pada akhir tahun Harga minyak mentah dunia di tahun 2012 diperkirakan masih akan tetap tinggi dan harga WTI akan berada di atas USD100 per barel. 140,0 130,0 120,0 110,0 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 Sumber: Bloomberg GRAFIK II.6 PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS DUNIA (Indeks 1 Jan 2011 =100) Rubber Gold Cotton Brent WTI Likuiditas Global Walaupun harga komoditas internasional menunjukkan tren menurun, namun secara ratarata harga komoditas tahun 2011 masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan harganya di tahun Dampak krisis di tahun 2009 telah menyebabkan harga-harga komoditas yang relatif rendah ditahun 2010 (lihat Grafik II.6). Kondisi tersebut berdampak pula pada tingkat inflasi ratarata di tahun 2011 yang diperkirakan mencapai 5,0 persen (yoy), lebih tinggi dari inflasi tahun 2010 sebesar 3,7 persen (yoy). Inflasi di tahun 2012 diperkirakan kembali menurun, seiring pelemahan ekonomi global. Sejak krisis global tahun 2009, perekonomian negara maju diwarnai kebutuhan dana dan likuiditas yang besar untuk membiayai rekapitalisasi perbankan dan perusahaan di negara masing-masing. Tekanan likuiditas di sektor keuangan dan jasa berpengaruh kepada semakin sulitnya kredit dan sumber pendanaan bagi sektor riil. Dalam kondisi tersebut, pemerintah dan otoritas moneter di negara maju mengambil strategi kebijakan ekspansif untuk memberikan dorongan lebih bagi pertumbuhan ekonomi. Dari sisi kebijakan fiskal, untuk mempertahankan level konsumsi domestik, Pemerintah AS telah meluncurkan program unemployment-benefit bagi pekerja yang terkena dampak Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-7

34 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro pemutusan hubungan kerja. Program tax-break atau pemotongan pajak juga dilaksanakan bagi masyarakat menengah ke bawah dengan tujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Pemerintah AS juga meningkatkan anggaran belanja sosial dan tingkat defisit sebesar 1 persen dari GDP di tahun 2011 dan 2012 sebagai antisipasi untuk melawan krisis. Berbeda dengan di AS, negara-negara di kawasan Eropa yang terkena krisis utang, seperti Yunani, Irlandia, Spanyol, Portugal, dan Italia dihadapkan kepada situasi untuk memangkas tingkat defisitnya yang tinggi dengan melakukan program pengetatan fiskal (fiscal austherity). Dalam hal kebijakan moneter, kebijakan otoritas negara maju secara umum dilakukan melalui pelonggaran likuiditas, yang antara lain tercermin pada rendahnya suku bunga acuan di masing-masing negara. Arah kebijakan tersebut telah berlangsung sejak awal 2009 hingga saat ini. Sebagai contoh, Amerika Serikat telah mempertahankan suku bunganya di bawah 0,25 persen sejak awal Pemerintah AS melalui program Quantitative Easing Jilid I telah melakukan pembelian aset hampir sebesar USD 1.75 triliun sejak bulan Maret 2009 untuk mendorong sektor properti yang sangat terpukul karena krisis. Untuk menambah likuiditas pasar dan mendukung ekonomi domestik AS, program QE dilanjutkan ke tahap II di bulan November 2010 dengan melakukan pembelian aset sebesar USD600 miliar. Selain itu, Pemerintah AS juga meluncurkan kebijakan operation-twist di bulan September 2011 untuk terus menambah likuditas pasar, karena Pemerintah masih memandang pertumbuhan ekonomi AS belum sepenuhnya pulih pasca krisis. Di kawasan Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB) menekan tingkat suku bunga pada level yang rendah sebesar 1,5 persen sejak Mei 2009 dan Bank Sentral Inggris mempertahankan tingkat bunga sebesar 0,5 persen sejak Maret 2009 sebagai upaya menekan beban utang dan tingkat defisit serta angka pengangguran yang tinggi. Namun, perkembangan yang terjadi belum sesuai harapan. Perbedaan tingkat suku bunga antara negara maju dan negara berkembang serta fundamental ekonomi di negara berkembang yang relatif lebih baik, telah menyebabkan larinya dana-dana likuiditas ke negara berkembang. Instrumen-instrumen investasi seperti saham dan obligasi di negara berkembang, telah dibanjiri dana asing. Indeks bursa saham negara-negara berkembang telah meningkat sangat pesat sejak tahun Indeks MSCI Emerging Market telah naik sebesar 57 persen sejak tahun 2009, sementara indeks MSCI EAFE Developed Market hanya tumbuh sebesar 11 persen. Sejalan dengan peningkatan indeks bursa saham, kinerja obligasi negara-negara berkembang juga telah tumbuh cukup tinggi atau sebesar 14 persen sejak tahun Di tahun 2011, aliran modal masuk ke negara-negara berkembang relatif melambat dibandingkan dengan tahun Hal ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga saham dan obligasi yang sudah terlalu tinggi di tahun-tahun sebelumnya. Pada saat yang sama, tren penurunan harga komoditas internasional juga menunjukkan penurunan, kecuali untuk komoditi emas yang masih terus meningkat. Selama tahun 2011, emas telah meningkat sebesar 10,1 persen, sementara indeks komoditas yang diwakili oleh indeks GSCI (Goldman- Sachs Commodity Index) tumbuh negatif sebesar -4 persen. Hal itu mengindikasikan menurunnya preferensi investor untuk menaruh dananya pada sektor komoditi. Meskipun demikian, perekonomian Eropa tampaknya masih mengalami kesulitan likuiditas sehingga mendorong dilakukan injeksi likuiditas tambahan di semester kedua Dalam kaitan ini, likuiditas di perekonomian Eropa tidak saja mengalir ke negara negara berkembang saja II-8 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

35 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II dan pasar komoditas, tetapi juga mulai beralih ke instrument investasi lainnya. Beberapa indikator pasar memberi sinyal bahwa di tahun 2011 sebagian likuiditas tersebut telah masuk ke instrumen obligasi jangka panjang pemerintah AS. Hal ini ditandai dengan kenaikan yang tinggi atas indeks obligasi bertenor panjang AS sebesar 34 persen atau jauh melampaui indeks S&P500 yang hanya tumbuh sebesar 1,9 persen. Tren aliran dana keluar dari kawasan Eropa diperkirakan masih akan berlangsung di tahun Hal ini antara lain didasarkan pada perkiraan kontraksi ekonomi yang akan terjadi di kawasan tersebut sehingga mendorong investor mengalihkan dananya ke negara-negara dan kawasan lain yang mampu memberikan imbal lebih baik. 2.3 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Di tengah kondisi pelemahan ekonomi di berbagai kawasan, perekonomian Indonesia di tahun 2011 tetap mampu menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kondisi fundamental ekonomi tetap terjaga, disertai pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 yang lebih baik dari tahun Pemerintah, bersama-sama Bank Indonesia, terus memantau perkembangan global dan domestik serta terus berkoordinasi untuk menyusun strategi dan kebijakan terbaik bagi pencapaian sasaran pembangunan. Laju inflasi yang terus menurun dengan angka rata-rata sebesar 3,79 persen yang jauh lebih rendah dari target APBN-P 2011 sebesar 5,65 persen, merupakan hasil langkah-langkah untuk mengantisipasi gejolak harga komoditas penting di pasar domestik serta upaya menjamin kelancaran distribusi kebutuhan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Fluktuasi nilai tukar yang rendah merupakan hasil kerja untuk mengantisipasi gejolak lalu lintas arus modal internasional yang dapat berbalik dan memukul stabilitas mata uang dalam negeri dan likuiditas nasional. Rata-rata nilai tukar rupiah cenderung menguat sepanjang tahun dan stabil pada kisaran Rp8.779/USD atau di bawah asumsi target yang ditetapkan di dalam APBN-P 2011 sebesar Rp9.250/USD. Likuiditas pasar dalam negeri cukup terjaga sehingga mampu memberikan ruang yang cukup bagi stabilitas tingkat suku bunga yang wajar yang mampu mendukung perkembangan aktivitas ekonomi di dalam negeri. Keberhasilan kinerja ekonomi domestik tidak saja tampak dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tampak pada respon pasar internasional terhadap kondisi pasar domestik. Semakin baiknya kepercayaan dan penghargaan dunia internasional terhadap kondisi fundamental ekonomi Indonesia tercermin pada peningkatan status peringkat kredit oleh lembaga-lembaga pemeringkat kredit (credit rating agencies) internasional, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Moodys pada bulan Januari, S&P di bulan April, dan Fitch di bulan Desember di tahun 2011 menjadi investment grade. Bahkan pada bulan Januari 2012, Moodys kembali menaikkan peringkat Indonesia ke tingkat investment grade. Di samping itu, aliran modal asing yang masih cukup tinggi ke instrumen-instrumen keuangan di pasar dalam negeri mengindikasikan kepercayaan para investor asing terhadap prospek ekonomi ke depan yang cukup baik. Tingkat kepercayaan investor juga tercermin pada pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Selama tahun 2011, IHSG menunjukkan tren meningkat. IHSG di awal tahun 2011 dibuka pada level 3704 dan kemudian terus meningkat. IHSG sempat menyentuh level 4193 di pertengahan 2011, sebelum kemudian terkoreksi ke tingkat 3549 di bulan September IHSG akhirnya ditutup pada tingkat 3822 di akhir tahun Dengan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-9

36 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro demikian, selama tahun 2011 tersebut IHSG telah meningkat sekitar 3,2 persen. Peningkatan minat investor juga terjadi pada instrumen obligasi Pemerintah sebagaimana tercermin pada penurunan yield surat-surat utang pemerintah Indonesia. Dalam hal penerbitan SPN 3 bulan, besarnya minat investor antara lain tercermin pada oversubscribed penawaran di setiap pelelangan. Secara rata rata suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2011 mencapai 4,84 persen. Tingkat kepercayaan investor asing tidak saja terbatas pada investasi portofolio, tetapi juga tercermin pada peningkatan arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) yang terus meningkat di sepanjang tahun Arus modal masuk disertai surplus perdagangan mampu mendorong peningkatan cadangan devisa Indonesia dari USD96,2 miliar di akhir 2010 menjadi USD110,1 miliar. Peningkatan cadangan devisa tersebut memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi upaya mengatasi fluktuasi nilai tukar yang besar. Selama 2011, nilai tukar rupiah bergerak dengan fluktuasi yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pergerakannya di tahun Rata-rata nilai tukar mencapai Rp8.779 per USD di tahun 2011, lebih rendah dari rata-rata nilai tukar tahun sebelumnya sebesar Rp9.087 per USD, atau dengan kata lain telah terjadi apresiasi sebesar 3,69 persen. Namun bila disimak lebih jauh, pergerakan nilai tukar selama 2011 dapat diklasifikasikan ke dalam dua tren utama, yaitu: tren apresiasi selama Januari -Juli 2011, dan depresiasi selama Agustus-Desember 2011, dengan titik tertinggi nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp8.504 per USD, yang terjadi di bulan Juli Perkembangan kondisi perbankan masih menunjukkan perkembangan cukup baik. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di akhir tahun 2011 mencapai Rp2,784,1 triliun (yoy), tumbuh 19,0 persen dari tahun Sementara itu, total penyaluran kredit mencapai Rp triliun, tumbuh 24,7 persen (yoy). Peningkatan kredit tersebut tercermin pula pada tren LDR yang meningkat. Di akhir tahun 2010, rasio penyaluran kredit mencapai 76,85 persen dan di akhir tahun 2011 meningkat menjadi 78,8 persen. Perkembangan tersebut memberikan sinyal meningkatnya fungsi intermediasi perbankan. Peningkatan penyaluran kredit dilakukan tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko. Kondisi ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap terjaga pada tingkat yang rendah, dan di akhir 2011 rasio NPL mencapai 2,6 persen. Perkembangan faktor-faktor tersebut di atas pada akhirnya bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 6,2 persen di tahun 2010 menjadi 6,5 persen di tahun Hal tersebut menjadi penting, mengingat kondisi negara-negara lain yang mengalami perlambatan laju pertumbuhan. Sebagaimana yang terjadi di negara lain, Indonesia tidak luput dari tekanan eksternal, khususnya tekanan pada kinerja ekspor. Namun, perlambatan impor yang lebih cepat masih mampu mendorong peningkatan ekspor neto. Di tahun 2011, ekspor neto barang dan jasa tumbuh sebesar 14,4 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar 8,69 persen (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama kinerja investasi (PMTB) semakin membaik, dan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 8,8 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 8,5 persen (yoy). Di lain pihak, konsumsi masyarakat relatif stabil yang mencerminkan terjaganya daya beli masyarakat. Konsumsi masyarakat di tahun 2011 tumbuh 4,7 persen, sama dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. II-10 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

37 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor manufaktur mencatat peningkatan yang cukup menggembirakan, yaitu dari pertumbuhan sebesar 4,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 6,2 persen (yoy) di tahun Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2005 dan merupakan angin segar di tengah-tengah isu deindustrialisasi. Sektorsektor lainnya yang juga mencatat peningkatan pertumbuhan di tahun 2011 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yang tumbuh sebesar 9,2 persen (yoy), antara lain didorong oleh masih kuatnya konsumsi domestik; sektor keuangan, riil estat, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 6,8 persen (yoy), terutama didorong semakin bergairahnya aktivitas perbankan dan jasa riil estat; dan sektor jasa-jasa lainnya yang tumbuh sebesar 6,7 persen (yoy). Pada tahun tersebut sektor pertanian tumbuh sebesar 3,0 persen (yoy), sama dengan tahun Pertumbuhan di sektor tersebut terutama didukung oleh peningkatan kinerja subsektor perkebunan dan perikanan. Sementara itu, sektor-sektor lainnya mengalami perlambatan. Perlambatan yang paling nyata terlihat pada sektor pertambangan yang di tahun 2011 tumbuh 1,4 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di tahun 2010 sebesar 3,6 persen (yoy). Perlambatan ini antara lain dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak dan hasil tambang batubara. Memasuki tahun 2012, tekanan harga minyak mentah dunia semakin dirasakan dan harga minyak mentah diperkirakan akan tetap tinggi pada level di atas USD100 per barel hingga akhir tahun. Hal serupa juga terjadi pada ICP sehingga memberi beban yang cukup berat terhadap anggaran subsidi energi dalam struktur APBN Kondisi ini mendasari perlunya dilakukan pengendalian subsidi BBM dan listrik untuk menjaga sustainabilitas fiskal dan ekonomi ke depan. Pemerintah menyadari bahwa kebijakan tersebut akan membawa dampak pada lebih tingginya laju inflasi, dan kondisi perekonomian domestik. Oleh karena itu, Pemerintah berencana memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam bentuk kompensasi pengurangan subsidi energi, agar daya belinya terjaga. Selain tekanan akibat penyesuaian harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL), terdapat tekanan eksternal lainnya berupa dampak pelemahan ekonomi global terhadap kinerja ekspor Indonesia. Demikian pula, masih terdapat tantangan yang berasal dari dalam negeri berupa penurunan kapasitas produksi sumber-sumber minyak di dalam negeri yang memberikan tekanan pada pelaksanaan APBN. Di sisi lain, masih terdapat peluang-peluang yang dapat dioptimalkan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, di antaranya adalah momentum perbaikan iklim investasi dan tren modal masuk, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung. Daya tarik instrumen obligasi negara yang masih cukup kuat, khususnya SPN 3 bulan, dapat menjadi salah satu sumber pendanaan APBN dengan tingkat bunga yang relatif rendah. Stabilitas ekonomi, arus modal masuk, dan kinerja ekspor yang diiringi koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dapat memberikan jaminan lebih baik untuk menjaga pergerakan nilai tukar dengan fluktuasi yang rendah. 2.4 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2011 Dalam UU APBN 2012, asumsi dasar ekonomi makro diproyeksikan sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen; (2) tingkat inflasi sebesar 5,3 persen; (3) suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,0 persen; (4) nilai tukar rupiah Rp8.800 per USD; (5) harga minyak mentah Indonesia rata-rata USD90,0 per barel; dan (6) lifting minyak sebesar 950 ribu barel per hari. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-11

38 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Memperhatikan perkembangan ekonomi dunia dan domestik sepanjang tahun 2011 dan perkembangan terkini, besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan perhitungan besaran APBN 2012 diperkirakan tidak relevan lagi. Dalam rangka memutakhirkan asumsi dasar ekonomi makro agar lebih realistis, dalam RAPBN Perubahan 2012, asumsi dasar ekonomi makro diperkirakan sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 6,5 persen; (2) tingkat inflasi naik menjadi sebesar 7,0 persen; (3) rata-rata suku bunga SPN 3 bulan menurun menjadi sebesar 5,0 persen; (4) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi sebesar Rp9.000 per USD; (5) harga minyak mentah Indonesia rata-rata meningkat menjadi USD105,0 per barel; dan (6) lifting minyak menurun menjadi sebesar 930 ribu barel per hari (lihat Tabel II.1). Penyesuaian ini diperlukan dalam rangka penetapan besaran APBN guna menghadapi perubahan kondisi ekonomi agar sasaran ekonomi lebih realistis. TABEL II.1 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2012 Uraian APBN RAPBN-P Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,7 6,5 Inflasi (%) yoy 5,3 7,0 Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan (%) 6,0 5,0 Nilai Tukar (Rp/USD) 8.800, ,0 Harga Minyak (USD/barel) 90,0 105,0 Lifting Minyak (ribu barel/hari) 950,0 930,0 Sumber: Kementerian keuangan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2011 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Krisis utang yang terjadi di US dan Eropa pada kenyataannya tidak berdampak signifikan pada perekonomian nasional. Permintaan domestik masih cukup kuat untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi walaupun terjadi perlambatan pada sisi eksternal. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,2 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut didukung oleh kinerja konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor neto, serta sektor industri yang tumbuh cukup siginifikan. Di tahun 2011, konsumsi masyarakat tumbuh 4,7 persen (yoy), sama dengan pertumbuhan tahun Namun, tren komponen tersebut menunjukkan tingkat pertumbuhan (yoy) yang lebih tinggi dari kuartal pertama hingga kuartal terakhir tahun Hal tersebut menunjukkan perbaikan daya beli masyarakat di sepanjang tahun sejalan dengan rendahnya inflasi di tahun tersebut. Peningkatan konsumsi masyarakat didorong baik oleh konsumsi makanan maupun bukan makanan, yang masing-masing tumbuh 3,8 persen (yoy) dan 5,5 persen (yoy). Konsumsi masyarakat mampu memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 2,7 persen sedangkan peran atau distribusinya sebesar 54,6 persen. II-12 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

39 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Laju pertumbuhan konsumsi pemerintah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 0,3 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 3,2 persen (yoy) pada tahun Peningkatan konsumsi pemerintah didorong oleh belanja barang dan belanja pegawai dengan pertumbuhan masingmasing sebesar 3,6 persen (yoy) dan 5,4 persen (yoy). Meningkatnya belanja pegawai terkait dengan pemberian remunerasi pada beberapa K/L. Walaupun terjadi peningkatan yang tajam, kontribusi konsumsi pemerintah relatif kecil pada pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 0,3 persen. Sementara itu, peran konsumsi pemerintah hanya mencapai 9,0 persen dari total PDB (lihat Grafik II.7). Pertumbuhan komponen investasi (pembentukan modal tetap bruto/pmtb) tahun 2011 menunjukkan sedikit peningkatan pertumbuhan dibanding tahun 201o, yaitu dari 8,5 persen (yoy) menjadi 8,8 persen (yoy). Peningkatan kinerja investasi ini terutama didorong oleh pertumbuhan investasi mesin dan perlengkapan impor, serta alat angkut impor. Tren peningkatan konsumsi dalam negeri mendorong kebutuhan mesin-mesin baru untuk menjamin kecukupan kapasitas produksi ke depan. Sementara itu, pertumbuhan investasi alat angkut impor yang tinggi lebih didorong oleh pembelian sejumlah pesawat baru untuk mengimbangi aktivitas ekonomi dan hubungan antar berbagai wilayah yang meningkat pesat. Investasi bangunan sedikit mengalami perlambatan sejalan dengan pertumbuhan sektor konstruksi yang relatif tetap. Walaupun peran investasi terhadap PDB relatif jauh lebih kecil dibanding konsumsi masyarakat, tetapi komponen investasi mampu memberikan kontribusi yang cukup tinggi pada pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 2,1 persen. Sedikit berbeda dengan yang terjadi pada komponen lainnya, pertumbuhan ekspor dan impor barang dan jasa di tahun 2011 relatif melambat dari tahun Tekanan pelemahan ekonomi global telah menyebabkan melambatnya kinerja ekspor Indonesia, yaitu dari pertumbuhan 15,3 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 13,3 persen (yoy) di tahun Hal yang sama terjadi pada pertumbuhan impor yang melambat dari 17,34 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 13,33 persen (yoy) di tahun Namun, perlambatan impor yang lebih besar dibanding ekspor telah menyebabkan peningkatan ekspor neto menjadi 14,4 persen (yoy) di tahun 2011 di banding 8,7 persen (yoy) di tahun sebelumnya. Bila disimak lebih jauh, pola penurunan pertumbuhan ekspor dan impor barang baru terlihat jelas di kuartal IV Dalam hal ini, dampak langsung dari perlambatan ekonomi Eropa terhadap ekspor Indonesia relatif kecil sebagai akibat rendahnya komposisi ekspor langsung ke negara negara yang terkena krisis. Dengan memperhatikan perkembangan yang terjadi, kinerja ekspor di tahun 2012 diperkirakan akan kembali melambat, sementara pertumbuhan impor diperkirakan meningkat terutama didorong oleh impor barang modal untuk mengimbangi kebutuhan investasi di tahun tersebut. Dari sisi penawaran, semua sektor ekonomi masih tumbuh positif di tahun 2011 walaupun beberapa sektor mengalami perlambatan. Sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor keuangan, serta sektor jasa mengalami peningkatan pertumbuhan. 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 GRAFIK II.7 PERTUMBUHAN PDB (%, yoy) 6,0 4,6 6,2 6, Sumber: Badan Pusat Statistik Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-13

40 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Sementara itu, empat sektor yang lain mengalami perlambatan, yaitu sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang tumbuh tetap. 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0 Sumber: Badan Pusat Statistik GRAFIK II.8 SUMBER PERTUMBUHAN PDB (%, yoy) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor 4,7 13,6 13,3 3,2 8,8 Pertumbuhan tertinggi masih terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi, yang tumbuh sebesar 10,7 persen (yoy), meskipun melambat bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 13,4 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh subsektor komunikasi yang tumbuh 12,7 persen karena meningkatnya mobilitas sarana komunikasi baik dari sisi jenis maupun intensitas penggunaannya. Subsektor pengangkutan tumbuh sebesar 7,6 persen (yoy), didorong oleh tumbuhnya subsektor angkutan jalan raya dan subsektor angkutan laut, serta subsektor jasa penunjang angkutan, yang masing-masing tumbuh sebesar 6,6 persen (yoy), 2,8 persen (yoy), dan 6,8 persen (yoy). Meningkatnya jumlah penumpang dan beragamnya moda angkutan di jalan raya dan laut, mendukung pertumbuhan subsektor ini (lihat Grafik II.8). Sektor industri pengolahan di tahun 2011 tumbuh cukup kuat, yaitu sebesar 6,2 persen (yoy), mengalami peningkatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2010 yang sebesar 4,7 persen (yoy). Lonjakan pertumbuhan sektor ini didorong oleh pertumbuhan pada subsektor industri nonmigas yang mencapai 6,8 persen (yoy), sedangkan subsektor industri migas mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen (yoy). Pertumbuhan subsektor industri nonmigas ditopang oleh industri logam dasar, besi dan baja; industri makanan, minuman, dan tembakau; serta industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki. Ketiga subsektor ini masing-masing tumbuh sebesar 13,1 persen (yoy), 9,2 persen (yoy), dan 7,5 persen (yoy). Kontraksi pada subsektor industri nonmigas terutama didorong oleh pertumbuhan minus pada industri gas alam cair. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan pertumbuhan dari 8,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 9,2 persen (yoy) di tahun Pertumbuhan sektor ini ditopang oleh kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 10,0 persen (yoy), sedangkan subsektor hotel dan subsektor restoran masing-masing tumbuh 9,0 persen (yoy) dan 4,1 persen (yoy). Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di tahun 2011 mengalami pertumbuhan yang tetap atau sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,0 persen (yoy). Dorongan pada sektor pertanian berasal dari subsektor perikanan, subsektor perkebunan, dan subsektor peternakan sebesar 6,7 persen (yoy). Sedangkan subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi kontributor utama pertumbuhan sektor ini, mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 1,6 persen (yoy) menjadi 1,3 persen (yoy). Melambatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan karena pengaruh gangguan cuaca yang menyebabkan penurunan pada produksi pertanian terutama padi (lihat Tabel II.2). II-14 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

41 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II TABEL II.2 PDB MENURUT SEKTORAL TAHUN (%) Sektor Pertanian 4,8 4,0 3,0 3,0 - Pertambangan 0,7 4,5 3,6 1,4 - Industri Pengolahan 3,7 2,2 4,7 6,2 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 10,9 14,3 5,3 4,8 - Konstruksi 7,6 7,1 7,0 6,7 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,9 1,3 8,7 9,2 - Pengangkutan dan Komunikasi 16,6 15,8 13,4 10,7 - Keuangan 8,2 5,2 5,7 6,8 - Jasa-jasa 6,2 6,4 6,0 6,7 Sumber: Badan Pusat Statistik Memasuki tahun 2012, perekonomian nasional diperkirakan mengalami perlambatan akibat dampak krisis global yang belum pulih. Dalam APBN 2012, asumsi pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,7 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan tahun 2011 yang mencapai 6,5 persen (yoy). Dengan melihat kondisi terkini baik dari sisi internal maupun eksternal, ekonomi nasional di tahun 2012 diperkirakan tumbuh 6,5 persen (yoy). Pada tahun 2012, berbagai kebijakan pemerintah akan diarahkan untuk tetap mendorong daya beli dan konsumsi masyarakat, walau terdapat risiko tekanan inflasi yang bersumber dari penyesuaian harga BBM, tarif tenaga listrik, dan beras. Pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah untuk menjaga agar laju inflasi tetap pada tingkat yang wajar. Selain berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat kurang mampu seperti antara lain jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), program keluarga harapan (PKH), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) perkotaan, perdesaan, infrastruktur sosial, perdesaan, daerah tertinggal dan khusus, program BOS, subsidi pangan dan berbagai bentuk subsidi masih akan terus digulirkan, Pemerintah juga merencanakan program kompensasi untuk meredam turunnya daya beli masyarakat. Pertumbuhan konsumsi masyarakat juga didorong oleh diadakannya Pemilukada (Pemilihan Kepala Daerah) di berbagai daerah. Kenaikan gaji PNS/TNI-Polri/Pensiunan dan pemberian gaji ke-13 juga mendorong meningkatnya daya beli masyarakat dan konsumsi masyarakat. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya, maka konsumsi masyarakat pada tahun 2012 diperkirakan tumbuh sebesar 4,9 persen (yoy), sedikit melambat dibandingkan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 5,0 persen. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 terus diupayakan dengan perbaikan pelaksanaan dan kinerja APBN dengan tetap memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas. Dalam rangka mengawasi penyerapan anggaran agar memberikan dampak yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, Pemerintah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA). Tim TEPPA menargetkan realisasi penyerapan anggaran sekitar 25 persen setiap triwulan. Selain itu, konsumsi pemerintah juga didorong oleh Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-15

42 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro pemberian remunerasi bagi beberapa K/L dan kenaikan gaji serta pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI-Polri/Pensiunan. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 6,8 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 6,2 persen (yoy). Di tahun 2012, laju investasi diupayakan untuk tumbuh lebih tinggi melalui beberapa program kerja seperti program MP3EI, kelanjutan program pembangunan pembangkit listrik MW tahap dua, dan program-program infrastruktur lainnya. Upaya Pemerintah dengan menambah anggaran belanja modal untuk pembangunan infrastruktur diharapkan mampu mendorong pertumbuhan investasi. Selain itu, dengan adanya percepatan penyerapan anggaran, realisasi penyerapan anggaran belanja modal diharapkan akan berdampak lebih cepat pada pertumbuhan ekonomi. Perbaikan peringkat kredit Indonesia (investment grade) menjadi daya tarik bagi para investor untuk mengembangkan usahanya di Indonesia dan meningkatkan aliran FDI ke Indonesia, antara lain melalui peningkatan realisasi PMA/ PMDN. Dari sisi swasta, ada dorongan investasi dari rencana beberapa perusahaan untuk menambah kapasitas industrinya, baik dalam bentuk pengembangan bangunan/pabrik maupun menambah mesin-mesinnya. Turunnya suku bunga kredit juga diharapkan mampu mendorong meningkatnya kinerja investasi. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai angka double digit, yaitu sebesar 10,9 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 10,2 persen (yoy). Di sisi eksternal, meskipun dampak perlambatan ekonomi global mulai terasa dan adanya penurunan harga komoditas, tetapi kinerja ekspor diperkirakan masih tumbuh positif. Negaranegara mitra dagang Indonesia masih tumbuh cukup kuat sehingga permintaan akan barang-barang ekspor masih cukup tinggi. Seiring dengan pertumbuhan investasi, impor barang modal juga mengalami peningkatan. Demikian juga dengan impor barang konsumsi yang meningkat untuk memenuhi permintaan masyarakat. Ekspor pada tahun 2012 diperkirakan mampu tumbuh sebesar 9,9 persen (yoy), jauh melambat bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2012 yang sebesar 15,1 persen (yoy). Sedangkan impor diperkirakan juga tumbuh melambat sebesar 11,4 persen (yoy), bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 18,2 persen (yoy). Dari sisi sektoral, laju pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,5 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 4,1 persen (yoy). Faktor cuaca yang sulit diprediksi menjadi kendala dalam meningkatkan produksi sektor pertanian. Beberapa lahan pertanian terutama padi mengalami banjir sebelum dipanen. Sebagai salah satu sasaran prioritas bidang ketahanan pangan, kebijakan sektor pertanian akan diarahkan untuk: (a) meningkatkan ketersediaan bahan pangan terutama padi, jagung, kedelai, tebu, daging, dan ikan, termasuk dalam rangka mencapai surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun 2014; (b) meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan termasuk penyediaan cadangan stabilisasi pangan untuk antisipasi kenaikan harga pangan; (c) meningkatkan kualitas konsumsi pangan; dan (d) menyediakan cadangan beras pemerintah untuk operasi pasar dan kerawanan pangan karena bencana. Berbagai program pemerintah terkait dengan pertanian akan terus digulirkan, antara lain subsidi nonenergi berupa: (a) subsidi pupuk yaitu untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani dengan harga terjangkau, meningkatkan II-16 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

43 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II produktivitas dan revitalisasi hasil pertanian, serta mendukung program ketahanan pangan; dan (b) subsidi benih yaitu membantu menyediakan dan menyalurkan benih berkualitas dengan harga terjangkau melalui BUMN benih. Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sebesar 6,1 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya dalam APBN 2012 yang sebesar 5,0 persen (yoy). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan investasi terutama investasi mesin dan perlengkapannya, kapasitas produksi diharapkan meningkat. Selain itu, tumbuhnya sektor ini juga mendukung permintaan barang-barang dalam negeri untuk diekspor. Pembangunan sektor industri diarahkan pada: (a) revitalisasi industri (khususnya pupuk dan gula) dan berbagai rumpun industri prioritas sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (PP Nomor 28 Tahun 2008); (b) mendukung Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) khususnya pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi, yang meliputi pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit, klaster industri mesin dan perkakas umum, serta klaster industri besi baja; (c) mendukung percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur melalui fasilitas pembangunan industri semen, pabrik pupuk urea dan petrokimia, pengembangan industri garam, serta pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM), dan pengolahan rumput laut; dan (d) membantu meningkatkan daya saing industri dalam negeri untuk menghadapi produk-produk impor melalui penggalakan penggunaan produksi dalam negeri dengan menyediakan data-data tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi produk industri dalam negeri, penguatan SNI yang disertai dengan peningkatan kemampuan infrastruktur logam uji coba di berbagai balai besar dan balai riset dan standardisasi (Baristand), dan penumbuhan rumpun industri berbasis minyak sawit (oleochemical), serta rumpun industri berbasis kondensat minyak dan gas bumi. Selain itu, terdapat dukungan dari sisi fiskal berupa subsidi pajak untuk mengembangkan industri nasional yang strategis. TABEL II.3 PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN DAN SEKTORAL TAHUN 2012 (%, yoy) APBN RAPBN-P PDB Menurut Penggunaan - Konsumsi Masyarakat 5,0 4,9 - Konsumsi Pemerintah 6,2 6,8 - PMTB 10,2 10,9 - Ekspor 15,1 9,9 - Impor 18,2 11,4 PDB Menurut Lapangan Usaha - Pertanian 4,1 3,5 - Pertambangan dan Penggalian 3,8 2,0 - Industri Pengolahan 5,0 6,1 - Listrik, gas, dan air bersih 5,9 6,2 - Konstruksi 6,5 7,0 - Perdagangan, hotel, dan restoran 9,0 8,9 - Pengangkutan dan komunikasi 13,6 11,2 - Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 6,7 6,3 - Jasa-jasa 6,2 6,2 PDB 6,7 6,5 Sumber : Nota Keuangan dan APBN 201 2, Kemenkeu, dan Bappenas Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-17

44 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,0 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhannya dalam pada APBN 2012 yang sebesar 6,5 persen (yoy). Meningkatnya sektor ini didukung oleh semakin maraknya pembangunan properti berupa perumahan dan pusat perbelanjaan di berbagai wilayah. Selain itu, peningkatan sektor konstruksi juga dipengaruhi oleh meningkatnya pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan MP3EI dan bertambahnya anggaran belanja modal di tahun 2012 ( lihat Tabel II.3) Inflasi Secara umum, laju inflasi tahun 2011 relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi tahun sebelumnya, yang didorong oleh laju inflasi yang cenderung rendah pada semester II tahun Sampai akhir tahun 2011, hasil pemantauan BPS di 66 kota mencatat laju inflasi kumulatif mencapai 3,79 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan laju inflasi tahun 2010 yang mencapai 6,96 persen. Tekanan inflasi berlanjut hingga bulan Januari dan Februari tahun 2012, meskipun relatif rendah. Laju inflasi pada Januari 2012 tercatat sebesar 0,76 persen (mtm) atau 3,65 persen (yoy). Sementara itu, laju inflasi pada bulan Februari 2012 mencapai persen 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5 Jan Feb Mar 0,05 persen (mtm) atau 3,56 persen (yoy). Inflasi bulan Januari dan Februari 2012 tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan laju inflasi pada periode yang sama tahun 2011 (lihat Grafik II.9). Bila dilihat dari komponen pembentuk inflasi hingga Februari 2012, inflasi komponen volatile foods masih menunjukkan tren penurunan seiring dengan penurunan harga komoditas bahan makanan, khususnya komoditas bumbu-bumbuan di pasar domestik, yang telah dimulai sejak bulan Februari Pada Februari 2012, inflasi tahunan komponen volatile foods mencapai 2,49 persen (yoy), menurun bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2011 sebesar 3,37 persen (yoy). Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 4,31 persen (yoy), berada pada rata-rata historisnya. Relatif terkendalinya komponen inflasi tersebut antara lain dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang cenderung stabil sehingga meminimalkan dampak imported inflation. Di sisi lain, komponen inflasi harga yang diatur Pemerintah (administered prices) tercatat sebesar 2,88 persen (yoy), sedikit meningkat bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2011 sebesar 2,78 persen (yoy), yang didorong oleh kebijakan kenaikan cukai rokok. Dilihat berdasarkan kelompok pengeluarannya, laju inflasi nasional juga masih menunjukkan tren penurunan. Kelompok sandang, pendidikan dan makanan jadi merupakan tiga kelompok utama yang menyebabkan kenaikan inflasi tahunan sampai dengan Februari2012. Laju inflasi kelompok sandang sebesar 8,71 persen (yoy), sedikit menurun bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2011 sebesar 7,57 persen (yoy), yang masih disumbang oleh fluktuasi harga emas di pasar internasional. Inflasi kelompok pendidikan sebesar 4,82 persen Apr Mei Jun Sumber: Badan Pusat Statistik GRAFIK II.9 LAJU INFLASI Laju Inflasi mtm Jul Agst Sep Okt Nov Des Jan Laju Inflasi yoy (RHS) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des Jan persen 8,0 Feb 6,0 4,0 2,0 0,0 II-18 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

45 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II (yoy), disumbang oleh peningkatan pada sub-kelompok rekreasi dan biaya kursus/pelatihan. Sementara itu, kelompok makanan jadi mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen (yoy) sebagai dampak adanya kenaikan tarif cukai rokok yang diberlakukan pada awal Januari Kelompok pengeluaran lainnya dalam periode yang sama bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menurun, terutama kelompok bahan makanan yang berada pada posisi yang cukup rendah sebesar 2,87 persen (yoy). Meskipun selama Februari tahun 2012 perkembangan harga-harga secara umum cukup terkendali, akan tetapi laju inflasi yang rendah tersebut dibayang-bayangi oleh perkembangan harga beras yang mulai menunjukkan peningkatan, seiring dengan faktor musiman karena belum dimulainya masa panen di sentra produksi beras nasional, serta dampak dari tingginya curah hujan yang menyebabkan gangguan produksi. Namun, diberikannya tenggat waktu kebijakan impor beras hingga akhir Februari 2012, diharapkan dapat meningkatkan cadangan beras nasional sehingga dapat meredam potensi kenaikan harga beras di pasar dalam negeri. Dengan perkembangan tersebut, dalam triwulan I tahun 2012 inflasi diperkirakan relatif rendah. Memasuki triwulan II tahun 2012 inflasi diperkirakan akan mengalami tekanan yang cukup berat, terkait dengan rencana kebijakan pengendalian subsidi BBM, penyesuaian tarif tenaga listrik, dan harga pembelian Pemerintah beras yang rencananya dimulai pada bulan April Dengan melihat keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi di tahun 2011, yang didukung oleh beberapa faktor positif berupa stabilnya nilai tukar rupiah serta relatif terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, diharapkan ekspektasi inflasi yang berlebihan dari masyarakat dapat diredam. Kepastian besaran (magnitude), waktu pelaksanaan (timing) dan kejelasan aturan hukum yang melandasi kebijakan tersebut diharapkan akan dapat membantu meredam gejolak yang terjadi di masyarakat. Pemilihan waktu pelaksanaan kebijakan di bidang harga pada triwulan II yang secara historis memiliki laju infasi yang relatif rendah dan cenderung terjadi deflasi, diharapkan dapat meredam potensi tingginya laju inflasi tahun Untuk mengantisipasi potensi kenaikan inflasi, sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektoral, serta kerja sama dengan pemerintah daerah terus ditingkatkan. Selanjutnya, penguatan nilai tukar rupiah diharapkan juga dapat mendorong penurunan imported inflation. Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas dan realisasi laju inflasi sampai dengan Februari 2012, asumsi laju inflasi dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai 7,0 persen. Belajar dari penerapan kebijakan BBM pada tahun 2005 dan 2008, dalam rangka meminimalkan dampak kebijakan di bidang harga tersebut, Pemerintah akan melaksanakan beberapa kebijakan dalam rangka meredam peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat, antara lain: (1) menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan pokok, khususnya beras; (2) meningkatkan kesiapan infrastruktur dan kepastian ketersediaan pasokan BBM sehingga menjaga agar tidak terjadi kelangkaan pasokan; (3) meningkatkan alokasi belanja infrastruktur dalam mendukung domestic connectivity sehingga dapat memperlancar arus distribusi barang dan jasa nasional, khususnya bahan pangan pokok dan strategis; (4) meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi umum; serta (5) meningkatkan alokasi anggaran dalam mendukung program ketahanan pangan nasional, dan stabilitas harga pangan. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-19

46 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nilai Tukar Rupiah Sepanjang tahun 2011, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat, sejalan dengan derasnya arus modal asing, peningkatan rating Indonesia ke posisi investment grade, serta semakin seimbangnya permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik. Setelah mengalami sedikit tekanan pada awal tahun 2011, secara bertahap nilai tukar rupiah bergerak menguat dengan rata-rata sebesar Rp8.904 per USD pada kuartal I tahun Sepanjang kuartal II dan III tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mengalami penguatan dan bergerak pada kisaran Rp8.500 hingga Rp8.600 per USD. Nilai tukar rupiah bahkan sempat mengalami apresiasi hingga Rp8.460 per USD pada 2 Agustus 2011, seiring dengan berita diturunkannya rating utang Amerika Serikat satu notch oleh S&P, serta belum jelasnya proses pemulihan ekonomi di Uni Eropa seiring dengan krisis ekonomi Yunani yang mulai merembet ke negara-negara EU lainnya. Sentimen negatif di Amerika Serikat dan Uni Eropa tersebut mendorong terjadinya flight to quality, seiring dengan meningkatnya besaran arus modal masuk yang beralih ke negara-negara emerging market. Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan pada kuartal IV seiring dengan sentimen negatif kekhawatiran pelaku pasar terhadap penyelesaian krisis ekonomi yang terjadi di negaranegara EU, ketegangan geopolitik di semenanjung Korea pasca meninggalnya pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-II, serta di kawasan Timur Tengah, khususnya di Iran. Dari sisi Miliar USD GRAFIK II.10 NILAI TUKAR DAN CADANGAN DEVISA Cadangan Devisa Nilai Tukar J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J Sumber: Bank Indonesia domestik, peningkatan permintaan akan mata uang asing (valas) oleh korporasi guna memenuhi kewajiban pembayaran utang dan bunga pinjaman yang jatuh tempo juga mendorong pelemahan rupiah sepanjang November-Desember tahun Secara tahunan selama tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp8.779 per USD, menguat 3,39 persen bila dibandingkan dengan rata-ratanya tahun 2010 sebesar Rp9.087 per USD (lihat Grafik II.10). Untuk menjaga stabilitas eksternal dan internal, Bank Indonesia memadukan kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dan pengelolaan lalu lintas modal. Di tengah derasnya aliran modal asing yang masuk dan tekanan apresiasi, stabilitas nilai tukar dilakukan untuk mengurangi volatilitas rupiah dalam upaya pengendalian dan stabilisasi harga. Kebijakan stabilitas nilai tukar juga dilakukan sebagai langkah antisipasi terjadinya pembalikan modal (sudden reversal) dengan menjaga cadangan devisa pada level yang memadai untuk mencukupi pembayaran impor dan utang luar negeri. Bank Indonesia juga melakukan kebijakan intervensi secara terukur di pasar valuta asing untuk menahan laju penguatan rupiah. Kebijakan tersebut dilakukan secara symmetric dengan mengakomodasi nilai tukar yang lebih fleksibel dan tetap memerhatikan tren nilai tukar negara-negara kawasan agar daya saing rupiah tetap terjaga. Pergerakan rupiah diupayakan agar tidak mengalami overshooting dan tidak terlalu fluktuatif serta tidak menimbulkan dampak yang berlebihan terhadap pasokan likuiditas domestik Rp/USD II-20 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

47 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Selama Januari Februari 2012, rata-rata nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp9.067 per dolar AS atau terdepresiasi 1,0 persen bila dibandingkan dengan rata-rata pada periode yang sama tahun Kuatnya fundamental ekonomi yang didukung oleh peningkatan rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional dan kebijakan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi dengan menjaga BI rate, merupakan faktor-faktor penting apresiasi rupiah selama tahun Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2012 diperkirakan akan stabil dengan kecenderungan melemah, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Ketidakpastian pemulihan ekonomi global yang masih terhambat oleh krisis ekonomi di negara-negara EU serta ketegangan geopolitik di Iran dikhawatirkan akan mendorong peningkatan harga komoditas pangan dan energi internasional. Sementara itu, semakin mengecilnya surplus neraca transaksi berjalan Indonesia serta potensi tekanan inflasi sebagai dampak kebijakan pemerintah di bidang harga, diperkirakan akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepanjang tahun Namun, semakin meningkatnya fundamental ekonomi domestik yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat, cadangan devisa yang semakin meningkat di tengah capital inflows yang masih besar, serta sentimen positif dari posisi credit rating Indonesia, adalah faktor-faktor dalam negeri yang diharapkan dapat menahan pelemahan nilai tukar rupiah selama tahun Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas dan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia dalam upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, asumsi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai sekitar Rp9.000 per USD Suku Bunga SPN 3 Bulan Sejak bulan November 2010, lelang SBI 3 bulan dihentikan oleh Bank Indonesia. Derasnya arus modal asing masuk ke instrumen-instrumen pasar jangka pendek dikhawatirkan berpotensi menimbulkan flutuasi nilai tukar berlebih, khususnya bila terjadi pembalikan arus dana (sudden capital reversal) kembali ke negara asal masing-masing. Pemberhentian lelang SBI 3 bulan diharapkan mampu mengalihkan arus modal asing masuk ke instrumen investasi dan pasar lain dengan tenor yang lebih panjang. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dengan diberhentikannya mekanisme pelelangan SBI 3 bulan, Pemerintah memiliki kewajiban untuk menerbitkan surat utang lain yang memiliki sistem pelelangan setara dengan SBI 3 bulan. Di bulan Maret 2011, Pemerintah mulai 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 GRAFIK II.11 PERKEMBANGAN SPN 3 BULAN TAHUN 2011 (persen) menerbitkan Surat Perbendaharaan Sumber: Kementerian Keuangan Negara (SPN) dengan tenor 3 bulan sebagai dasar perhitungan tingkat bunga Surat Utang Negara dengan variable rate (lihat Grafik II.11). Selama tahun 2011, Pemerintah telah melakukan pelelangan SPN 3 bulan sebanyak tiga belas kali dengan tingkat suku bunga yang bervariasi. Secara rata-rata, selama tahun tersebut, 5,19 4,88 5,44 5,23 5,46 3,75 4,47 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-21

48 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro yield SPN 3 bulan mencapai 4,84 persen. Pada pelelangan pertama di bulan Maret 2011, yield SPN mencapai 5,18 persen dan kemudian bergerak relatif stabil hingga kemudian mencapai 5,44 persen pada pelelangan di bulan Juni Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya faktor ketidakpastian di pasar global seiring eskalasi isu krisis utang Yunani. Di bulan-bulan berikutnya suku bunga SPN 3 bulan kembali menurun hingga kemudian mencapai titik terendah sebesar 3,75 persen di bulan Agustus Pergerakan tersebut juga dipengaruhi oleh membaiknya optimisme pasar seiring munculnya titik penyelesaian krisis utang Yunani melalui paket penghematan anggaran serta bantuan paket penyelamatan Uni Eropa dari IMF. Yield kembali meningkat hingga mencapai tingkat tertinggi sebesar 5,46 persen di bulan Oktober. Peningkatan kali ini terkait dampak kebijakan Operation Twist di AS yang mendorong peralihan likuiditas dari emerging market ke instrumen US treasury yang bertenor panjang. Pada periode selanjutnya, yield menurun hingga mencapai 4,47 persen pada pelelangan bulan November Peningkatan dana European Financial Stability Facility (EFSF) dari 440 miliar Euro menjadi 1,0 trilun Euro mampu memberikan dampak sentimen positif bagi kondisi pasar global dan di Indonesia. Prospek pasar SPN 3 bulan di dalam negeri terlihat cukup baik. Besarnya kepercayaan pada instrumen ini tercermin pada oversubscribed penawaran yang terjadi pada setiap pelelangan. Tingkat kepercayaan tersebut tidak lepas dari kondisi fundamental domestik dan pengelolaan fiskal yang baik. Peningkatan peringkat utang Indonesia di tahun 2011 oleh lembaga credit rating dunia, seperti Moody s, S&P, dan Fitch merupakan satu bentuk kepercayaan masyarakat internasional terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. Di samping itu, kepercayaan akan tingkat kesehatan dan sustainabilitas fiskal turut mendorong tingginya minat investor terhadap SPN 3 bulan yang diterbitkan Pemerintah. Selama tahun 2011, total jumlah penawaran oleh masyarakat dalam lelang SPN 3 bulan mencapai Rp48,7 triliun dan jumlah penawaran yang dimenangkan jauh lebih kecil, yaitu sebesar Rp12,5 triliun. Minat investor yang cukup besar tersebut memberikan keuntungan tersendiri berupa ketersediaan satu sumber pembiayaan defisit yang relatif murah. TABEL II.4 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA SPN 3 BULAN (PERSEN) Seri Maturity Y ield/price rata-rata T ertim bang (%) Day a Serap (Rp triliun) Penawaran (Rp triliun) SPN Jun-1 1 5,186 2,00 9,7 15 SPN Jul-11 5,024 2,00 5,426 SPN Jul-11 5,193 0,60 1,87 5 SPN Agust-11 4,87 8 2,00 5,537 SPN Sep-11 5,440 0,10 0,118 SPN Okt-11 4,628 1,40 6,7 85 SPN Okt-11 4,185 0,55 4,218 SPN Nov -11 3,7 50 1,30 4,7 7 1 SPN Des-11 5,233 0,15 2,140 SPN Jan-1 1 5,464 0,7 5 1,563 SPN Jan-12 4,810 0,20 1,928 SPN Feb-12 4,7 19 1,10 2,7 40 SPN Feb-12 4,467 0,30 1,893 Rata-rata 4,844 Jum lah 12,450 48,7 09 Sumber: Kementerian Keuangan II-22 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

49 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II Memasuki tahun 2012, minat investor terhadap SPN 3 bulan tetap tinggi. Dalam dua kali pelelangan di bulan Januari 2012 dan dua kali pelelangan di bulan Februari 2012, masih terjadi oversubscribed penawaran. Dalam empat kali lelang tersebut, telah dihimpun dana sebesar Rp3,0 triliun dari total penawaran sebesar Rp24,72 triliun, dengan yield kembali menurun, yaitu sebesar 2,42 persen. Walaupun kinerja di awal tahun cukup baik, ke depan masih perlu diwaspadai potensi berkurangnya likuiditas yang masuk di dalam negeri. Tren mulai mengalirnya dana di pasar global ke instrumen obligasi pemerintah AS berjangka panjang diperkirakan masih akan berlanjut di tahun Berkurangnya aliran dana asing ke pasar dalam negeri akan berdampak pada peningkatan yield SPN 3 bulan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor dan perkembangan yang terjadi, rata-rata yield SPN 3 bulan tahun 2012 diperkirakan mencapai 5,0 persen (lihat Tabel II.4) Harga Minyak Mentah Indonesia Kinerja pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin membaik telah berdampak pada naiknya konsumsi minyak dunia, terutama di beberapa negara berbasis industri, seperti Cina dan Rusia. Badan Energi Amerika (Energy Information Administration/EIA) mencatat ratarata realisasi total konsumsi minyak dunia pada akhir Desember 2011 mencapai 87,9 juta barel per hari, merupakan rata-rata tertinggi sejak periode krisis tahun Sejalan dengan meningkatnya konsumsi minyak dunia, EIA memperkirakan harga minyak mentah dunia WTI pada tahun 2012 akan berada pada level USD100,4 per barel atau naik sekitar 5,5 persen dari rata-rata harga minyak mentah WTI pada tahun 2011 yang mencapai sebesar USD94,86 per barel. Seiring dengan tren pergerakan harga minyak global, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP) juga mengalami volatilitas yang sama. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada bulan Januari 2011 mencapai sebesar USD97,1 per barel, dan pada April 2011 mencapai USD123,4 per barel dan tetap bertahan pada harga diatas USD100 per selama tahun Secara keseluruhan, harga ICP di tahun 2011 mencapai sebesar USD111,55 per barel atau mencapai rata-rata tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Pada awal tahun 2012, harga minyak WTI dan Brent menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata harga minyak tersebut di bulan-bulan sebelumnya. Rata-rata harga minyak WTI bulan Januari 2012 mencapai sebesar USD 100,32 per barel atau lebih tinggi 11,1 persen bila dibandingkan dengan rata-rata harga WTI pada periode yang sama tahun Sementara itu, rata-rata harga minyak Brent pada periode yang sama di tahun 2011, telah mencapai USD111,45 per barel atau naik 13,0 persen bila dibandingkan dengan rata-rata harga minyak Brent periode sebelumnya. Tekanan pada harga minyak dunia tersebut juga disebabkan oleh meningkatnya tekanan geopolitik di Selat Hormuz sejak awal tahun Kawasan tersebut merupakan lalu lintas utama distribusi minyak dunia yang mencapai sekitar 17 persen dari pasokan ke pasar global. Di bulan Februari 2012, Iran telah menghentikan ekspor minyak ke Perancis dan Inggris sebagai reaksi atas penjatuhan sanksi embargo minyak Iran yang akan diberlakukan bulan Juli Pergerakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP) menunjukkan adanya perubahan tren. Harga ICP yang selama ini mengikuti pergerakan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-23

50 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro harga minyak mentah khususnya WTI, berubah menjadi mengikuti pergerakan harga minyak mentah Brent yang secara rata-rata lebih tinggi sekitar USD15 per barel dibandingkan dengan harga minyak WTI. Pada bulan Januari 2012, harga rata-rata minyak ICP mencapai level USD115,91 per barel, lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2011 sebesar USD97,1 per barel (lihat Grafik II.12). Berdasarkan perkembangan di atas, harga ICP pada tahun 2012 diperkirakan mengalami peningkatan selaras dengan tren pergerakan harga minyak internasional, terutama Brent. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun 2012 diperkirakan mencapai USD105 per barel atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan asumsi rata-rata harga minyak ICP pada APBN tahun 2012 yang ditetapkan sebesar USD90,0 per barel Lifting Minyak Dalam beberapa tahun terakhir, pencapaian lifting minyak selalu di bawah target yang telah ditetapkan. Setelah pada tahun 2010 lifting minyak mencapai 953,9 ribu barel per hari (lebih rendah dari target 965 ribu barel per hari), pada tahun 2011 realisasi lifting minyak (periode Desember November 2011) mencapai sebesar 898,5 ribu barel per hari (lebih rendah dari target sebesar 945 ribu barel per hari). Beberapa permasalahan yang menghambat tercapainya target produksi minyak tahun 2011 antara lain unplanned shutdown seperti kebocoran pipa gas, dan kebakaran anjungan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) (lihat Grafik II.13). Dalam tahun 2012, target lifting sebesar 950 ribu barel per hari, diperkirakan juga sulit untuk dicapai. Pada bulan Januari 2012, realisasi lifting hanya mencapai 884 ribu barel per hari. Berdasarkan perkembangan tersebut, target minyak mentah dalam RAPBN-P tahun 2012 dikoreksi ke bawah menjadi 930 ribu barel per hari Neraca Pembayaran Di tengah ketidakpastian ekonomi global, kinerja neraca pembayaran tahun 2011, baik dari sisi transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial sedikit tertekan bila dibandingkan dengan kinerjanya pada tahun sebelumnya. Tekanan terhadap kinerja neraca pembayaran tersebut terutama tercatat di transaksi modal dan finansial akibat aliran keluar dana asing jangka pendek, sedangkan aliran Foreign Direct Investment (FDI) masih dalam tren meningkat. Peningkatan arus modal ini sejalan dengan membaiknya perspektif pasar 91,0 90,0 89,0 88,0 87,0 86,0 85,0 84,0 83,0 82,0 81,0 GRAFIK II.12 PERKEMBANGAN PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA MINYAK DUNIA, Total World Production Total World Consumption WTI Brent ICP Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Sumber: Kementerian ESDM & Short Term Energy Outlook-EIA GRAFIK II.13 PERKEMBANGAN LIFTING MINYAK (RIBU BAREL PER HARI) * *Realisasi tahun 2011, periode Des Nov 2011 Sumber: Kementerian ESDM dan Kemenkeu APBNP Realisasi ,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 II-24 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

51 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab II tentang prospek investasi sebagaimana dicerminkan oleh peningkatan posisi Indonesia dalam A.T. Kearney FDI Confidence Index. Sementara itu, kinerja transaksi berjalan diperkirakan sedikit menurun dipengaruhi kuatnya impor sejalan dengan tingginya kegiatan ekonomi domestik. Kendati terdapat tekanan pada dua triwulan terakhir, untuk keseluruhan tahun 2011 NPI tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus ini berkontribusi pada posisi cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 yang tercatat USD110,1 miliar, atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Transaksi berjalan pada tahun 2011 mencatat surplus USD2,1 miliar, lebih rendah bila dibandingkan dengan surplus pada tahun 2010 sebesar USD5,1 miliar. Neraca perdagangan dalam tahun 2011 mengalami surplus USD35,3 miliar, meningkat USD4,7 miliar bila dibandingkan dengan surplus pada tahun sebelumnya sebesar USD30,6 miliar. Hal ini dikarenakan oleh ekspor yang tumbuh lebih tinggi daripada impor. Sementara itu, defisit neraca pendapatan mengalami peningkatan dari USD20,8 miliar pada 2010 menjadi USD25,7 miliar pada Peningkatan defisit pendapatan disebabkan oleh bertambahnya pembayaran hasil keuntungan perusahaan PMA dan imbal hasil kepada investor asing. Transaksi modal dan finansial pada tahun 2011 mencatat surplus sebesar USD14,0 miliar. Surplus tersebut terutama bersumber dari tingginya surplus pada investasi langsung, investasi portofolio dan investasi lainya, sejalan dengan membaiknya iklim investasi dan kondisi makroekonomi yang stabil. Berdasarkan perkembangan besaran-besaran neraca pembayaran tersebut, dalam tahun 2011 neraca keseluruhan mengalami surplus USD11,9 miliar, sehingga cadangan devisa mencapai USD110,1 miliar. Dalam tahun 2012, kinerja neraca pembayaran diperkirakan masih cukup baik, walaupun surplus transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial diperkirakan menurun. Kinerja neraca perdagangan mengalami peningkatan yang ditopang oleh kinerja ekspor yang masih cukup baik. Ekspor diperkirakan tumbuh 1,7 persen menjadi USD205,0 miliar. Di sisi lain, meningkatnya kegiatan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi akan mendorong peningkatan impor bahan baku dan barang modal. Dalam tahun 2012, impor diperkirakan meningkat sebesar 4,6 persen, menjadi USD173,7. Dengan kondisi tersebut, neraca perdagangan diperkirakan mengalami surplus USD31,3. Sementara itu, defisit neraca jasajasa diperkirakan mencapai USD12,0 miliar, bila dibandingkan dengan realisasinya tahun 2011, terutama akibat meningkatnya angkutan impor (freight) dan pengeluaran jasa-jasa lainnya. Defisit neraca pendapatan diperkirakan mencapai USD26,5 miliar, lebih tinggi 3,1 persen bila dibandingkan dengan realisasinya tahun 2011 terkait tingginya arus masuk modal. Sedangkan neraca transfer mengalami mencapai surplus sebesar USD4,3 miliar atau naik 2,4 persen bila dibandingkan dengan surplus pada tahun sebelumnya. Dengan kondisi tersebut, transaksi berjalan pada tahun 2012 diperkirakan mengalami defisit USD3,0 miliar. Di sisi lain, transaksi modal dan finansial tahun 2012 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD15,1 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus tahun Kenaikan surplus transaksi modal dan finansial tersebut disebabkan oleh investasi portofolio yang diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen bila dibandingkan dengan kondisinya pada tahun Iklim investasi yang semakin baik diperkirakan mendorong masuknya modal asing jangka panjang sehingga investasi langsung mengalami surplus USD14,7, naik sebesar 41,3 persen bila dibandingkan dengan posisi tahun Membaiknya kondisi neraca pembayaran yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Cadangan devisa dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai USD122,3 miliar (lihat Tabel II.5). Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 II-25

52 Bab II Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro TABEL II.5 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (miliar USD) ITEM *) 2012 **) A. Transaksi Berjalan 5,1 2,1-3,0 1. Neraca Perdagangan 30,7 35,4 31,3 a. Ekspor, fob 1 58,1 201,5 205,0 b. Impor, fob 1 27,4-1 66, ,7 2. Jasa-jasa -1,1-1 1,8-1 2,0 3. Pendapatan -20,8-25,7-26,5 4. Transfer berjalan 4,6 4,2 4,3 B. Transaksi Modal dan Finansial 26,6 14,0 15,1 - Neraca m odal 0,0 0,0 0,0 - Neraca finansial: 26,6 1 4,0 1 5,1 a. Inv estasi langsung 1 1,1 1 0,4 1 4,7 b. Inv estasi portofolio 1 3,2 4,2 5,1 b. Inv estasi lainny a 2,3-0,6-4,7 C. Total (A+B) 31,8 16,1 12,1 D. Selisih yang Belum Diperhitungkan -1,5-4,2 0,0 E. Keseimbangan Umum (C+D) 30,3 11,9 12,1 Cadangan Dev isa 96,2 110,1 122,3 *) Perkiraan Sementara **) Angka Proy eksi Sumber: Bank Indonesia II-26 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

53 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III BAB III PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA DAN PENERIMAAN HIBAH 3.1 Pendahuluan Perkembangan pendapatan negara dan hibah tahun 2012 sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik, terutama berkaitan dengan perlambatan aktivitas ekonomi dunia, kecenderungan naiknya harga minyak, melemahnya nilai tukar, dan kemungkinan tidak tercapainya asumsi lifting minyak. Selain itu, proyeksi pendapatan negara dan hibah tahun 2012 juga dipengaruhi oleh realisasi beberapa pos penerimaan APBN-P 2011 yang mengalami pergeseran dari targetnya. Dalam tahun 2011, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp ,2 miliar atau 102,6 persen dari target APBN-P 2011, dengan perincian penerimaan perpajakan mencapai Rp ,0 miliar atau 99,4 persen, sedangkan PNBP mencapai Rp ,4 miliar atau 113,3 persen. Pencapaian realisasi tersebut menyebabkan basis perhitungan proyeksi penerimaan perpajakan dan PNBP perlu disesuaikan. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai sebesar Rp ,8 miliar, naik 2,5 persen bila dibandingkan dengan target APBN 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2011 yang mencapai Rp ,2 miliar, proyeksi pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 tersebut berarti naik 12,0 persen. 3.2 Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2012, selain dipengaruhi oleh perkembangan asumsi dasar ekonomi makro, juga berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan yang diambil Pemerintah. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 sesuai dengan perkembangan indikator ekonomi makro terkini dan prospeknya ke depan, seperti pertumbuhan ekonomi yang berubah dari 6,7 persen menjadi 6,5 persen, harga minyak dari USD90 per barel menjadi USD105 per barel, nilai tukar rupiah dari Rp8.800 per USD menjadi Rp9.000 per USD, dan lifting minyak dari 950 ribu barel per hari menjadi 930 ribu barel per hari, menyebabkan sasaran pendapatan negara dalam APBN 2012 diperkirakan menjadi berubah. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, proyeksi pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp ,8 miliar, terdiri atas proyeksi penerimaan dalam negeri sebesar Rp ,7 miliar dan proyeksi penerimaan hibah sebesar Rp825,1 miliar. Apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2012 yang mencapai Rp ,7 miliar, jumlah tersebut menunjukkan kenaikan sebesar Rp33.090,1 miliar atau Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-1

54 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah 2,5 persen. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2011, target pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 tersebut mengalami kenaikan Rp ,5 miliar atau 12,0 persen. Perkembangan pendapatan negara dan penerimaan hibah dalam tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Tabel III.1. Uraian TABEL III.1 PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2011 dan 2012 (miliar rupiah) APBN-P Realisasi % thd. APBN-P APBN RAPBN-P % thd. APBN A. Penerimaan Dalam Negeri , ,4 102, , ,7 102,5 1. Penerimaan Perpajakan , ,0 99, , ,9 98,0 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , ,4 113, , ,8 119,4 B. Penerimaan Hibah 4.662, ,8 55,4 825,1 825,1 100,0 J U M L A H , ,2 102, , ,8 102,5 Sumber : Kementerian Keuangan Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan dalam negeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan dalam negeri direncanakan mencapai Rp ,7 miliar, yang berasal dari kontribusi penerimaan perpajakan sebesar Rp ,9 miliar dan PNBP sebesar Rp ,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2012, penerimaan dalam negeri diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 2,5 persen, berasal dari peningkatan PNBP sebesar 19,4 persen, meskipun di lain pihak penerimaan perpajakan jusru mengalami penurunan sebesar 2,0 persen. Sementara itu, bila dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2011, target penerimaan dalam negeri dalam RAPBN-P 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp ,3 miliar atau 12,1 persen. Kenaikan tersebut terjadi pada penerimaan perpajakan sebesar 15,8 persen dan PNBP sebesar 2,3 persen. Faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan penerimaan dalam negeri tersebut di antaranya, yaitu: (a) peningkatan penerimaan yang bersumber dari migas akibat perubahan asumsi ICP dalam RAPBN-P 2012; (b) peningkatan penerimaan perpajakan khususnya cukai, bea masuk, dan bea keluar; (c) kenaikan penerimaan royalti batubara; (d) kenaikan bagian Pemerintah atas laba BUMN, dan (e) kenaikan penerimaan PNBP K/L dan BLU Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan Penerimaan Perpajakan Sebagai sumber utama penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan mengalami peningkatan setiap tahun. Untuk itu, Pemerintah senantiasa menyusun kebijakan yang bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Pokok-pokok kebijakan perpajakan dalam RAPBN-P 2012 meliputi: (a) melanjutkan pokok-pokok kebijakan perpajakan yang telah direncanakan pada APBN 2012; (b) perbaikan kebijakan perpajakan untuk mendukung optimalisasi pendapatan negara dan kegiatan ekonomi; (c) intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan dalam upaya penggalian potensi perpajakan; (d) perbaikan III-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

55 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III pelayanan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela; (e) penegakan hukum (law enforcement) kepada wajib pajak yang tidak patuh; (f) pembenahan internal aparatur dalam rangka meningkatkan efektivitas fungsi perpajakan; dan (g) peningkatan fungsi pengawasan dan pemeriksaan. Di bidang pajak, pokok-pokok kebijakan umum tersebut diterjemahkan dalam berbagai bentuk inisiatif strategis yang dapat dikelompokkan ke dalam policy measures dan administrative measures. Inisiatif strategis yang tergolong dalam policy measures meliputi antara lain: Pertama, pembenahan sistem dan regulasi PPN. Hal ini perlu dilaksanakan mengingat masih banyak terjadi kasus faktur pajak yang tidak sah dan tingginya restitusi PPN yang mengakibatkan penerimaan PPN kurang optimal. Inisiatif strategis ini dilaksanakan dalam beberapa langkah antara lain: (a) penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN harus disampaikan secara elektronik (e-spt); (b) melaksanakan registrasi ulang pengusaha kena pajak (PKP); (c) peninjauan kembali pengajuan PKP dan wajib pajak (WP) patuh; (d) inventarisasi ulang terhadap WP badan yang melaksanakan pemungutan PPN; (e) review undang-undang (UU) dan peraturan yang terkait dengan kebijakan PPN secara komprehensif; dan (f) penyusunan peraturan pelaksanaan terkait Free Trade Zone. Kedua, penyempurnaan beberapa kebijakan terkait dengan PPh yang ke depannya akan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan usaha. Beberapa kajian yang akan dilakukan adalah kajian atas kebijakan pengenaan PPh final dan kajian kebijakan perpajakan UMKM. Ketiga, pemanfaatan data yang maksimal untuk optimalisasi penggalian potensi pajak. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini dilakukan melalui percepatan penyelesaian Rancangan Peraturan Presiden (RPP) terkait pasal 35A pada Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan dan pengoperasian Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE). Keempat, perbaikan administrasi piutang pajak dalam rangka perbaikan pengelolaan utang pajak. Inisiatif strategis ini dilakukan melalui kegiatan: (a) pemuktahiran data piutang pajak termasuk piutang PBB; (b) otomasi sistem administrasi piutang pajak; dan (c) penerapan strategi penagihan melalui publikasi dan penyanderaan. Kelima, peningkatan kepatuhan WP terutama WP bendahara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui peningkatan pengawasan bendahara APBD dan diikuti dengan pelaksanaan penegakan hukum terhadap bendahara yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Keenam, perluasan tax base melalui penyempurnaan strategi pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN) yang telah dimulai pada September Ketujuh, peningkatan efektivitas fungsi pemeriksaan dan penyidikan dalam upaya peningkatan kepatuhan WP. Dalam melaksanakan inisiatif strategis ketujuh, beberapa langkah strategis yang akan dilakukan adalah penyempurnaan manual pemeriksaan, penyempurnaan kebijakan pemeriksaan SPT lebih bayar (low risk) melalui mekanisme verifikasi dan penyidikan terhadap pihak yang melakukan penerbitan dan penggunaan faktur fiktif. Selanjutnya, inisiatif strategis yang digolongkan dalam administrative measures adalah: (a) operasionalisasi KPP pertambangan dan migas; (b) realokasi WP di KPP tertentu; dan (c) penunjukan lembaga survei independen. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-3

56 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan APBN 2012, arah kebijakan dalam RAPBN-P 2012 secara umum bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan, serta meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan. Beberapa kebijakan yang dilakukan untuk optimalisasi penerimaan adalah: (a) peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang; (b) peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui patroli darat dan patroli laut; (d) peningkatan pengawasan di daerah perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan (Pulau Sumatera, Bintan-Batam-Tanjung Balai Karimun, dan Kalimantan Barat); (e) implementasi kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau; dan (f) pengusulan obyek ekstensifikasi barang kena cukai ke DPR. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, beberapa kebijakan yang diambil adalah: (a) melanjutkan reformasi birokrasi di lingkungan internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui pembentukan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Madya, serta penyempurnaan organisasi; (b) pengembangan otomasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai; (c) konsistensi pelayanan kepabeanan 24 jam sehari 7 hari seminggu di beberapa pelabuhan; dan (d) penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Window (INSW). Sementara itu, kebijakan untuk meningkatkan pengawasan dilakukan melalui: (a) penentuan pola profiling secara sistematis dalam rangka risk management; (b) pendeteksian dini atas pelanggaran; (c) pemanfaatan sarana operasi; dan (d) penyempurnaan program analisis audit. Melanjutkan kebijakan yang telah ditetapkan dalam APBN 2012, Pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan pelaksanaan kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai tindak lanjut atas penghapusan kebijakan tersebut, Pemerintah menetapkan pemberian insentif dengan memberikan pembebasan pajak atas barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas serta panas bumi, sebagaimana diatur dalam PMK 27/KMK.03/2012 tentang Perubahan Kedua atas PMK-231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk. Sementara itu, dalam RAPBN-P 2012, fasilitas PPh DTP untuk panas bumi diberikan dalam jumlah sebesar Rp815,4 miliar, turun 68,0 persen bila dibandingkan dengan target APBN 2012, menyesuaikan dengan kebutuhan terkini. Sedangkan untuk fasilitas PPh DTP atas bunga imbal hasil atas surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga mencapai Rp2.848,0 miliar, naik Rp848,0 miliar atau sebesar 42,4 persen bila dibandingkan dengan rencana APBN Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh melemahnya asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Di bidang kepabeanan dan cukai, dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum, yang dikonsumsi oleh masyarakat luas dan/atau melindungi kepentingan konsumen, meningkatkan daya saing industri tertentu di dalam negeri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan negara, Pemerintah tetap berkomitmen untuk terus melanjutkan kebijakan pemberian insentif perpajakan, di antaranya berupa kebijakan pemberian insentif bea masuk ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2012 sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 23/PMK.011/2012. Berdasarkan pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut, fasilitas pajak dan bea masuk DTP dalam RAPBN-P 2012 adalah sebagaimana ditampilkan dalam Tabel III.2. III-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

57 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III TABEL III.2 PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH (DTP), 2012 (miliar rupiah) Uraian APBN RAPBN-P A. Pajak Penghasilan (PPh) 3.200, ,4 1. PPh atas komoditas panas bumi 1.200,0 815,4 2. PPh atas bunga imbal hasil atas Surat Berharga 2.000, ,0 Negara yang diterbitkan di pasar internasional B. Bea Masuk 1.000,0 600,0 1. Fasilitas bea masuk (di luar PMK 176/2009) 1.000,0 600,0 Total Pajak Ditanggung Pemerintah 4.200, ,4 Sumber : Kementerian Keuangan Selain pemberian fasilitas pajak DTP, untuk mendukung peningkatan kegiatan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, Pemerintah pada tahun 2012 memberikan fasilitas PPh kepada beberapa sektor termasuk pengembangan coal bed methane (CBM), sebagaimana tercantum dalam PP nomor 52 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu. Sementara itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan penyesuaian sistem klasifikasi barang nasional, Pemerintah telah menetapkan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor tahun 2012 (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012) sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 213/PMK.011/2011 yang mulai diberlakukan terhitung mulai tanggal 1 Januari Selain itu, untuk mempertegas fungsi pengendalian produksi dan konsumsi hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan potensi penerimaan di bidang cukai hasil tembakau, Pemerintah telah menetapkan kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 167/PMK.011/2011 yang mulai diberlakukan terhitung mulai tanggal 1 Januari Penerimaan Perpajakan Dalam RAPBN-P 2012, target penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar, yang berarti turun 2,0 persen dari targetnya dalam APBN Penurunan penerimaan perpajakan tersebut berkaitan dengan lebih rendahnya basis perhitungan penerimaan perpajakan karena tidak tercapainya target penerimaan di tahun 2011, dan lebih kecilnya basis penerimaan perpajakan, yang ditandai oleh menurunnya pendapatan secara nasional sebagai akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan administered prices di bidang energi (BBM dan listrik) di tahun 2012 diperkirakan juga berdampak pada proyeksi penerimaan perpajakan. Namun, apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, penerimaan perpajakan pada RAPBN-P 2012 meningkat sebesar Rp ,9 miliar atau 15,8 persen. Jumlah tersebut termasuk pajak dan BM DTP sebesar Rp4.263,4 miliar. Secara lebih rinci, target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel III.3. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-5

58 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah TABEL III.3 PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2011 dan 2012 (miliar rupiah) Uraian APBN-P Realisasi % thd APBN-P APBN RAPBN-P % thd APBN I. Pajak Dalam Negeri , ,6 98, , ,8 97,4 a. Pajak penghasilan , ,0 99, , ,7 98,1 1) Migas , ,6 112, , ,3 106,0 2) Non-Migas , ,5 97, , ,4 97,1 b. Pajak Pertambahan Nilai , ,1 93, , ,9 95,0 1) PPN Dalam Negeri , ,5 101, , ,9 95,0 2) PPN Impor , ,5 83, , ,1 95,0 c. Pajak bumi dan bangunan , ,4 102, , ,5 83,3 d. BPHTB - (0,7) e. Cukai , ,5 113, , ,6 110,4 f. Pajak lainnya 4.193, ,3 93, , ,1 93,4 II. Pajak Perdagangan Internasional , ,4 115, , ,1 111,7 a. Bea masuk , ,8 117, , ,9 104,2 b. Bea keluar , ,6 113, , ,2 120,9 J U M L A H , ,0 99, , ,9 98,0 Sumber : Kementerian Keuangan Penerimaan perpajakan tersebut terdiri atas pajak dalam negeri yang diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau turun 2,6 persen dari target APBN 2012, dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp47.944,1 miliar atau naik sebesar 11,7 persen bila dibandingkan dengan target APBN Sebagian besar penerimaan pajak dalam negeri merupakan kontribusi dari penerimaan PPh. Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar atau turun 1,9 persen dari target APBN Penurunan tersebut berkaitan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi terkait dengan krisis global. Perkiraan penerimaan perpajakan tahun disajikan dalam Grafik III.1. Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan PPh migas ditargetkan mencapai sebesar Rp64.596,3 miliar atau naik Rp3.680,7 miliar (6,0 persen) dari target APBN Kenaikan asumsi ICP dari USD90/barel pada APBN 2012 menjadi USD105/barel pada RAPBN-P 2012 menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan PPh migas ini. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, penerimaan PPh migas dalam RAPBN-P 2012 turun sebesar Rp8.499,3 miliar atau 11,6 persen. Pada tahun 2011, realisasi penerimaan PPh migas mencapai sebesar Rp73.095,6 miliar dan realisasi ICP sebesar USD111,5 per barel. Perkiraan penerimaan PPh migas tahun disajikan dalam Grafik III.2. Sementara itu, penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar atau turun 2,9 persen bila dibandingkan dengan target APBN Penurunan tersebut dipengaruhi oleh lebih rendahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dan kenaikan asumsi inflasi dalam RAPBN-P 2012 yang berimbas pada tingkat keuntungan Rp Triliun GRAFIK III.1 PENERIMAAN PERPAJAKAN ,1 819,6 Real Pajak Dalam Negeri Sumber: Kementerian Keuangan 42,9 47,9 989,6 963,8 APBN RAPBN-P 2012 Pajak Perdagangan Inte rnasional III-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

59 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III perusahaan. Di samping itu, penurunan target RAPBN-P 2012 juga disebabkan terjadinya perubahan basis perhitungan yang mendasarkan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2011 yang di bawah target APBN-P Perkiraan penerimaan PPh nonmigas tahun disajikan dalam Grafik III.3. Triliun Rp GRAFIK III.2 TARGET PENERIMAAN PPH MIGAS, ,1 Real Sumber: Kementerian Keuangan 60,9 APBN ,6 RAPBN-P Triliun Rp GRAFIK III.3 TARGET PENERIMAAN PPH NON MIGAS, ,0 0 Real Sumber: Kementerian Keuangan 459,0 445,7 APBN 2012 RAPBN-P Secara sektoral, penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau naik Rp82.347,9 miliar (26,1 persen) dari realisasi tahun Penerimaan PPh nonmigas sektoral utamanya didukung oleh industri pengolahan yang diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar atau naik Rp17.801,2 miliar (19,1 persen) terhadap realisasi tahun Penyumbang penerimaan PPh nonmigas terbesar kedua adalah sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar. Penerimaan PPh nonmigas pada sektor tersebut diperkirakan naik Rp25.165,7 miliar (30,5 persen) bila dibandingkan dengan realisasi tahun Penerimaan PPh nonmigas secara sektoral dalam tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat dalam Tabel III.4. TABEL III.4 PENERIMAAN PPh NONMIGAS SEKTORAL, 2011 dan 2012 *) (miliar rupiah) Sektor Real. APBN Perk. Real. yoy (%) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan , , ,1 33,1 2. Pertambangan Migas 9.342, , ,7 46,0 3. Pertambangan Bukan Migas , , ,2 40,0 4. Penggalian 544,0 520,0 556,6 2,3 5. Industri Pengolahan , , ,0 19,1 6. Listrik, Gas dan Air Bersih 9.523, , ,1 15,7 7. Konstruksi 8.040, , ,7 31,9 8. Perdagangan, Hotel dan Restoran , , ,1 20,3 9. Pengangkutan dan Komunikasi , , ,6 38,9 10. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan , , ,7 30,5 11. Jasa Lainnya , , ,1 23,4 12. Kegiatan yang belum jelas batasannya 5.317, , ,7 6,0 Total , , ,8 26,1 *) Belum memperhitungkan PPh valas dan restitusi Sumber : Kementerian Keuangan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-7

60 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Triliun Rp GRAFIK III.4 TARGET PENERIMAAN PPN DAN PPnBM, ,7 Real Sumber: Kementerian Keuangan 352,9 APBN ,2 RAPBN-P Dalam RAPBN-P 2012, target penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar, yang berarti mengalami penurunan 5,0 persen dari target APBN Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya penyesuaian basis perhitungan (baseline) berdasarkan realisasi tahun 2011 dengan tanpa memperhitungkan pajak ditanggung Pemerintah (DTP). Namun apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2011, target PPN dan PPnBM RAPBN-P 2012 mengalami kenaikan sebesar Rp57.515,9 miliar atau 20,7 persen. Hal tersebut terutama didukung oleh meningkatnya PPN impor yang disebabkan oleh tingginya realisasi impor. Target penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.4. Jika dilihat dari sisi sektoral, penerimaan PPN dan PnBM terutama bersumber dari PPN dan PPnBM Dalam Negeri (DN), yang memberikan kontribusi sekitar 61,8 persen, dan selebihnya sekitar 38,2 persen bersumber dari PPN dan PPnBM Impor. Penerimaan PPN dan PPnBM DN terutama didukung oleh sektor industri pengolahan yang meningkat sebesar Rp20.218,4 miliar, atau 30,7 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun Selain itu, peningkatan yang cukup tinggi juga terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 21,3 persen, dari realisasi tahun 2011 sebesar Rp32.888,9 miliar diperkirakan menjadi Rp39.883,0 miliar pada tahun Selanjutnya, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan diperkirakan tumbuh sebesar 22,6 persen, dari realisasi tahun 2011 sebesar Rp15.267,0 miliar menjadi Rp18.724,9 miliar pada tahun Perkembangan penerimaan PPN dan PPnBM DN tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat dalam Tabel III.5. TABEL III.5 PENERIMAAN PPN DALAM NEGERI SEKTORAL, 2011 dan 2012 *) (miliar rupiah) Sektor Real. APBN Perk. Real. yoy (%) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 5.167, , ,3 17,2 2. Pertambangan Migas 4.282, , ,9 19,0 3. Pertambangan Bukan Migas 2.018, , ,8 13,4 4. Penggalian 132,6 197,4 189,2 42,7 5. Industri Pengolahan , , ,4 30,7 6. Listrik, Gas dan Air Bersih 1.000, , ,8 35,5 7. Konstruksi , , ,1 22,8 8. Perdagangan, Hotel dan Restoran , , ,0 21,3 9. Pengangkutan dan Komunikasi , , ,7 23,4 10. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan , , ,9 22,6 11. Jasa Lainnya 3.884, , ,3 27,4 12. Kegiatan yang belum jelas batasannya 9.292, , ,7 16,8 Total , , ,1 25,1 *) Belum memasukkan PPN belanja kementerian negara/lembaga dan transaksi yang offline Sumber : Kementerian Keuangan III-8 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

61 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III Sementara itu, penerimaan PPN impor meningkat Rp7.537,9 miliar atau 10,6 persen terutama didukung oleh industri pengolahan. Demikian pula sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan meningkat sebesar 11,7 persen. Perkembangan penerimaan PPN impor sektoral tahun 2011 dan tahun 2012 dapat dilihat dalam Tabel III.6. TABEL III.6 PENERIMAAN PPN IMPOR SEKTORAL, 2011 dan 2012 *) (miliar rupiah) Sektor 2012 Real. APBN Perk. Real. 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 187,3 200,0 304,0 62,3 2. Pertambangan Migas 1.121, , ,5 1,4 3. Pertambangan Bukan Migas 1.903, , ,6 13,0 4. Penggalian 25,9 50,0 31,1 20,1 5. Industri Pengolahan , , ,5 10,6 6. Listrik, Gas dan Air Bersih 296,5 400,0 365,6 23,3 7. Konstruksi 1.259, , ,2 7,2 8. Perdagangan, Hotel dan Restoran , , ,6 11,7 9. Pengangkutan dan Komunikasi 1.712, , ,4 1,8 10. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 1.133, , ,7 36,7 11. Jasa Lainnya 126,8 100,0 136,5 7,6 12. Kegiatan yang belum jelas batasannya 435,5 47,9 509,5 17,0 Total , , ,2 11,1 *) Belum memasukkan PPN belanja kementerian negara/lembaga dan transaksi yang offline Sumber : Kementerian Keuangan 2012 yoy (%) Triliun Rp GRAFIK III.5 TARGET PENERIMAAN PBB, Real Sumber: Kementerian Keuangan 29,9 35,6 29,7 APBN 2012 RAPBN-P Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan PBB diperkirakan mencapai Rp29.687,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp5.959,4 miliar (16,7 persen) bila dibandingkan dengan target APBN Penurunan tersebut erat kaitannya dengan amanat dalam Pasal 3 ayat 2 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang APBN 2012 dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa terdapat koreksi perhitungan PBB dan bertambahnya jumlah kabupaten/kota yang telah siap melaksanakan pemungutan PBB perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pada tahun 2012, terdapat 17 kabupaten/kota yang siap melaksanakan administrasi PBB/P2 di daerah, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 28 Tahun Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, perkiraan penerimaan PBB dalam RAPBN-P 2012 turun sebesar Rp202,9 miliar atau 0,7 persen. Target penerimaan PBB tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.5. Penerimaan cukai pada RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp83.266,6 miliar atau naik Rp7.823,5 miliar (10,4 persen) dari APBN Kenaikan tersebut selain sebagai dampak dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau melalui PMK Nomor 167/PMK.011/2011, juga Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-9

62 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Triliun Rp Triliun Rp GRAFIK III.6 TARGET PENERIMAAN CUKAI, Real Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK III.7 TARGET PENERIMAAN PAJAK LAINNYA, ,9 Real Sumber: Kementerian Keuangan 77,0 75,4 83,3 APBN ,6 5,3 APBN 2012 RAPBN-P RAPBN-P berkaitan dengan peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal pelaksanaan program pemberantasan cukai ilegal pada tahun 2012, seperti yang telah dilaksanakan dalam tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011 sebesar Rp77.009,5 miliar, rencana penerimaan cukai pada RAPBN-P 2012 tersebut meningkat Rp6.257,2 miliar atau 8,1 persen. Target penerimaan cukai tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.6. Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai Rp5.261,1 miliar. Jumlah ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan target APBN 2012 sebesar Rp5.632,0 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2011, penerimaan pajak lainnya diperkirakan mengalami kenaikan sebesar Rp1.334,7 miliar atau 34,0 persen. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya dasar hukum dalam kegiatan ekonomi, sehingga banyak yang menggunakan dokumen bermeterai. Target penerimaan pajak lainnya tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.7. Berbeda dengan penerimaan pajak dalam negeri yang diproyeksikan menurun dalam RAPBN-P 2012, penerimaan pajak internasional, yang terdiri atas penerimaan bea masuk dan bea keluar justru diperkirakan mengalami peningkatan. Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai sebesar Rp24.737,9 miliar atau naik sebesar Rp1.003,3 miliar (4,2 persen) bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh asumsi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang diperkirakan menjadi Rp9.000 per USD dari sebelumnya Rp8.800 per USD. Selain itu, peningkatan target bea masuk juga dipengaruhi oleh volume impor yang diperkirakan tetap akan mengalami sedikit peningkatan di tahun Target bea masuk sebesar Rp24.737,9 miliar tersebut termasuk fasilitas BM DTP sebesar Rp600 miliar. Namun jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, penerimaan bea masuk dalam RAPBN-P 2012 mengalami penurunan sebesar 2,0 persen. Target penerimaan bea masuk tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.8. Sejalan dengan itu, penerimaan bea keluar pada RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp23.206,2 miliar, berarti naik sebesar Rp4.007,2 miliar atau 20,9 persen bila dibandingkan dengan APBN Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingginya penerimaan bea keluar di antaranya, yaitu: (a) kebijakan pengenaan tarif bea keluar yang bersifat progresif sesuai dengan PMK.128/PMK.011/2011 mengenai Perubahan atas PMK.67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar; III-10 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

63 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III Triliun Rp GRAFIK III.8 TARGET PENERIMAAN BEA MASUK, ,2 23,7 24,7 GRAFIK III.9 TARGET PENERIMAAN BEA KELUAR, Triliun Rp 28,9 19,2 23, Real Sumber: Kementerian Keuangan APBN 2012 RAPBN-P 0 Real Sumber: Kementerian Keuangan APBN 2012 RAPBN-P (b) perkembangan harga komoditi dunia, terutama CPO, kelapa sawit dan turunannya yang mempunyai tren terus meningkat; serta (c) meningkatnya volume ekspor CPO, kelapa sawit dan turunannya. Target penerimaan bea keluar tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan PNBP Perubahan atas beberapa asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam RAPBN-P 2012, seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari USD90/barel menjadi USD105/barel, nilai tukar rupiah dari Rp8.800/USD menjadi Rp9.000/USD, dan lifting minyak dari 950 ribu bph menjadi 930 ribu bph, memberikan dampak secara langsung terhadap besaran PNBP. Perubahan indikator-indikator tersebut terutama mengakibatkan perubahan perhitungan pendapatan minyak dan gas bumi (migas), yang merupakan komponen utama PNBP. Dalam tahun 2012, Pemerintah juga akan terus melakukan berbagai langkah kebijakan untuk meningkatkan penerimaan PNBP. Untuk penerimaan SDA, upaya dan kebijakan antara lain difokuskan pada (a) pemberian fasilitas fiskal dan non-fiskal terhadap kegiatan usaha sektor hulu migas; (b) memperkuat penagihan dan pengawasan penerimaan dari sektor migas; (c) meningkatkan produksi komoditi mineral dan batubara; dan (d) menggali potensipotensi penerimaan yang ada di sektor kehutanan dengan tanpa merusak lingkungan dan mempertahankan kelestarian hutan. Untuk PNBP yang bersumber dari BUMN, langkah kebijakan akan dilakukan melalui pembenahan internal dalam upaya meningkatkan kinerja badan usaha milik negara (BUMN), baik manajemen maupun upaya penyehatan BUMN melalui penyertaan modal negara (PMN). Sedangkan untuk penerimaan PNBP Lainnya dan Badan Layanan Umum (BLU), upaya peningkatannya akan dilakukan antara lain melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, pelayanan serta penyempurnaan peraturan di bidang PNBP dan BLU Penerimaan Negara Bukan Pajak Berdasarkan perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan kebijakan di bidang PNBP yang akan dilakukan ke depan, dalam RAPBN-P 2012 PNBP direncanakan mencapai sebesar Rp ,8 miliar. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp53.922,4 miliar atau 19,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN Apabila dibandingkan dengan realisasi PNBP tahun 2011 yang mencapai Rp ,4 miliar, proyeksi PNBP dalam RAPBN-P 2012 tersebut naik 2,3 persen. Hal ini berkaitan dengan lebih tingginya proyeksi lifting minyak di tahun 2012 dibandingkan dengan realisasinya pada tahun Tabel III.7 memperlihatkan perkembangan PNBP tahun Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-11

64 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Rp Triliun ,2 141,2 Uraian GRAFIK III.10 PENERIMAAN SDA MIGAS, Gas Bumi 45,8 113,7 39,7 149,9 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Sumber: Kementerian Keuangan Minyak Bumi APBN-P Penerimaan SDA yang semula direncanakan mencapai Rp ,4 miliar dalam APBN 2012, diperkirakan mengalami peningkatan sebesar Rp31.193,1 miliar atau 17,6 persen, menjadi Rp ,4 miliar dalam RAPBN-P Perubahan atas target penerimaan SDA tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan SDA migas yang diperkirakan mencapai Rp ,6 miliar, yang berarti naik sebesar Rp30.136,7 miliar atau 18,9 persen bila dibandingkan dengan target dalam APBN 2012 sebesar Rp ,9 miliar. Peningkatan perkiraan penerimaan SDA migas dalam tahun 2012 dipengaruhi oleh adanya perubahan asumsi ICP dari sebesar USD90 per barel menjadi USD105 per barel. Sementara itu, Pemerintah juga melakukan revisi terhadap target lifting tahun 2012 dari semula 950 ribu barel per hari (bph) menjadi 930 ribu bph. Faktor lainnya yang mempengaruhi penerimaan SDA migas adalah variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mengalami pelemahan dari semula Rp8.800 per USD menjadi Rp9.000 per USD. Penerimaan SDA migas dalam tahun dapat dilihat pada Grafik III.10. Selanjutnya, penerimaan SDA nonmigas dalam RAPBN-P tahun 2012 ditargetkan mencapai Rp18.847,8 miliar, yang berarti meningkat Rp1.056,4 miliar atau 5,9 persen bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN Peningkatan penerimaan SDA nonmigas tersebut bersumber dari peningkatan penerimaan dari pertambangan umum, kehutanan, dan pertambangan panas bumi. Penerimaan pertambangan umum dalam tahun 2012 direncanakan sebesar Rp15.274,1 miliar, atau meningkat Rp820,2 miliar (5,7 persen) bila dibandingkan dengan target dalam APBN tahun Secara lebih rinci, rencana penerimaan pertambangan umum tahun 2012 tersebut bersumber dari penerimaan iuran tetap sebesar Rp702,8 miliar dan penerimaan royalti sebesar Rp14.571,3 miliar. Real. % thd APBN-P APBN RAPBN-P % thd APBN I. PNBP SDA , ,9 111, , ,4 117,6 a. Penerimaan SDA Migas , ,2 111, , ,6 118,9 1) Penerimaan Minyak Bumi , ,1 114, , ,7 131,9 2) Penerimaan Gas Bumi , ,1 104, , ,9 86,7 b. Penerim aan SDA Non Migas , ,7 107, , ,8 105,9 1) Penerimaan Pertambangan Umum , ,3 105, , ,1 105,7 2) Penerimaan Kehutanan 2.908, ,9 110, , ,9 104,1 3) Penerimaan Perikanan 150,0 183,8 122,6 150,0 150,0 100,0 4) Penerimaan Pertambangan Panas Bumi 356,1 562,7 158,0 233,1 348,8 149,7 II. Bagian Laba BUMN , ,4 97, , ,4 109,9 III. PNBP Lainnya , ,7 136, , ,9 135,1 IV. Pendapatan BLU , ,4 91, , ,0 106,1 Sumber : Kementerian Keuangan TABEL III.7 PERKEMBANGAN PNBP TAHUN, (miliar rupiah) T O T A L , ,4 113, , ,8 119,4 III-12 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

65 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III Untuk penerimaan kehutanan direncanakan GRAFIK III.11 sebesar Rp3.074,9 miliar, atau mengalami PENERIMAAN SDA NON-MIGAS, Rp Triliun peningkatan Rp120,4 miliar (4,1 persen) bila 25,0 dibandingkan dengan target yang ditetapkan 20,0 0,56 3,22 0,2 0,3 dalam APBN tahun Penerimaan 3,0 3,1 15,0 kehutanan tersebut bersumber dari 10,0 penerimaan dana reboisasi sebesar Rp1.504,6 16,25 14,5 15,3 5,0 miliar, iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) sebesar Rp38,1 miliar, provisi sumber daya 0,0 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 hutan (PSDH) sebesar Rp1.304,9 miliar, dan Pertambangan Umum Kehutanan Perikanan Panas Bumi ijin penggunaan kawasan hutan sebesar Sumber: Kementerian Keuangan Rp227,3 miliar. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan panas bumi dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami peningkatan Rp115,8 miliar atau 49,7 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN tahun Penerimaan PNBP SDA nonmigas dalam tahun dapat dilihat pada Grafik III.11. Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN diperkirakan mencapai Rp30.775,4 miliar, atau meningkat Rp2.774,1 miliar (9,9 persen) dari tartget APBN 2012 sebesar Rp28.001,3 miliar. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari dividen PT. Pertamina (Persero) yang meningkat sebesar Rp1.229,7 miliar atau 16,9 persen dari target dalam APBN 2012, dan dari dividen non-pertamina yang meningkat Rp1.499,6 miliar atau 9,0 persen dari target dalam APBN Sedangkan dividen PT PLN (Persero) meningkat Rp500,0 miliar atau 5,0 persen dari targetnya dalam APBN Kenaikan target dividen pada RAPBN-P 2012 tersebut berkaitan dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang semakin membaik paska diperolehnya status investment grade sehingga memberikan peluang meningkatnya investasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan market size Indonesia. Di sisi lain, peningkatan harga beberapa komoditas di pasar internasional diperkirakan akan meningkatkan peredaran usaha dan laba sejumlah BUMN terutama di sektor pertambangan. Dalam tahun 2012, kebijakan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN akan mengutamakan strategi optimalisasi antara penarikan dividen untuk menunjang APBN dengan laba ditahan untuk investasi. Untuk mendukung penerimaan negara dari bagian laba BUMN, Pemerintah akan menerapkan kebijakan sebagai berikut: (a) menjaga tingkat dividen berkisar antara persen, kecuali perseroan dengan akumulasi rugi dan/atau perseroan jasa asuransi; (b) konsolidasi dan ekspansi BUMN dengan prospek pertumbuhan; (c) peningkatan pengendalian internal dan mutu penyajian laporan keuangan melalui adaptasi International Financial Reporting Standards (IFRS) di tahun 2012; (d) Pay out ratio Pertamina sebesar 45 persen, dan pay out ratio PLN sebesar 30 persen; dan (e) optimalisasi investasi (capital expenditure) yang dapat menciptakan efisiensi BUMN sehingga diharapkan adanya peningkatan kinerja BUMN untuk tahun-tahun berikutnya yang berdampak pada peningkatan setoran dividen BUMN. Dengan aset yang dimiliki dan sinergi antar BUMN yang semakin baik, diharapkan profitabilitas BUMN dan kontribusinya bagi APBN dapat mengalami peningkatan. Target penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dapat dilihat pada Grafik III.12. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-13

66 Bab III Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Selain PNBP SDA dan bagian Pemerintah atas laba BUMN, komponen lainnya dalam PNBP adalah PNBP lainnya dan pendapatan BLU. PNBP lainnya antara lain berasal dari (a) kegiatan jasa pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L kepada masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; (b) Domestic Market Obligation (DMO) minyak mentah; dan (c) penjualan hasil tambang. GRAFIK III.12 PENERIMAAN BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN Rp Triliun ,2 28,0 30,8 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Sumber: Kementerian Keuangan Rp Triliun ,6 53,5 72,3 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK III.13 PNBP LAINNYA, Dalam RAPBN-P 2012, target penerimaan PNBP lainnya direncanakan mencapai Rp72.273,9 miliar, lebih tinggi 35,1 persen jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN Peningkatan target PNBP lainnya tersebut bersumber dari (a) kenaikan target pendapatan DMO minyak mentah sebesar Rp1.018,2 miliar atau 9,5 persen dari targetnya dalam APBN 2012 yang disebabkan oleh perubahan asumsi harga minyak dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS; (b) meningkatnya penjualan hasil tambang sebesar Rp250,1 miliar atau 1,9 persen dari targetnya dalam APBN 2012 sejalan dengan meningkatkan harga beberapa komoditas pertambangan di pasar internasional; dan (c) peningkatan penerimaan yang berasal dari pelayanan K/L sebesar Rp1.062,0 miliar atau 1,9 persen dari targetnya dalam APBN 2012 yang terutama bersumber dari pendapatan premium obligasi negara dalam negeri, penempatan uang negara pada bank sentral, dan pendapatan jasa lembaga keuangan. Penerimaan PNBP lainnya dalam tahun disajikan dalam Grafik III.13. Dalam RAPBN-P 2012 terdapat beberapa K/L yang target PNBP-nya diperkirakan mengalami kenaikan dari target APBN 2012, yaitu: (a) Kementerian ESDM, dari Rp14.249,6 miliar menjadi Rp14.499,8 miliar; (b) Kepolisian Negara Republik Indonesia, dari Rp4.482,1 miliar menjadi Rp4.583,4 miliar; (c) Kementerian Kelautan dan Perikanan, dari Rp32,8 miliar menjadi Rp36,6 miliar; (d) Badan Tenaga Nuklir Nasional, dari Rp17,8 miliar menjadi Rp20,3 miliar; dan (e) Lembaga Administrasi Negara, dari Rp66,0 miliar menjadi Rp71,5 miliar. Selanjutnya, target pendapatan BLU dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan, yaitu dari Rp19.234,4 miliar menjadi Rp20.408,0 miliar, atau meningkat sebesar Rp1.173,6 miliar. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan pendapatan jasa pelayanan pendidikan seiring dengan meningkatnya jumlah satuan kerja (satker) yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU. Sampai akhir Januari 2012, jumlah satker yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU telah mencapai 114 unit, dan masih terdapat kemungkinan akan terus bertambah. Pendapatan BLU dalam tahun dapat dilihat dalam Grafik III.14. III-14 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

67 Perubahan Pendapatan Negara dan Penerimaan Hibah Bab III Rp Triliun GRAFIK III.14 PENDAPATAN BLU, ,4 19,2 20,4 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Sumber: Kementerian Keuangan Peningkatan jumlah satker yang menerapkan pola pengelolaan BLU di satu sisi akan meningkatkan pendapatan BLU, namun di sisi yang lain akan mengurangi pendapatan PNBP Lainnya. Hal ini disebabkan peningkatan BLU tersebut antara lain disebabkan oleh pengalihan pendapatan PNBP Lainnya menjadi pendapatan BLU, seperti pendapatan PNBP pendidikan (Ditjen Dikti). Namun, pengalihan penempatan pendapatan dimaksud tidak memengaruhi total PNBP karena keduanya merupakan unsur dari total PNBP Penerimaan Hibah Tahun 2012 Rp Triliun 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 4,6 GRAFIK III.15 HIBAH, ,8 0,8 Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Dalam RAPBN P 2012, penerimaan hibah diperkirakan mencapai Rp825,1 miliar, atau sama dengan rencananya dalam APBN Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan hibah tahun 2011 yang mencapai Rp2.581,8 miliar, proyeksi penerimaan hibah dalam RAPBN-P 2012 tersebut turun 68,0 persen. Penurunan ini berkaitan dengan turunnya hibah terencana yang diterima dan dilaporkan oleh K/L. Dalam rangka tertib administrasi, kebijakan Sumber: Kementerian Keuangan penerimaan hibah diarahkan pada upaya untuk menyempurnakan sistem penerimaan dan pelaporan hibah yang diterima langsung oleh K/L, yang meliputi : Penyempurnaan peraturan mengenai mekanisme koordinasi, rekonsiliasi, penerimaan, pencatatan dan pelaporan hibah. Penetapan kebijakan yang mengatur tentang penunjukan satker yang bertanggungjawab mengelola hibah K/L. Perbaikan metode dan format konfirmasi penerimaan hibah yang dikirimkan kepada lembaga donor. Target penerimaan hibah tahun disajikan dalam Grafik III.15. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 III-15

68 Perubahan Belanja Negara Bab IV 4.1 Pendahuluan BAB IV PERUBAHAN BELANJA NEGARA Pelaksanaan kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN tahun 2012 dilakukan dengan mengacu pada arah kebijakan dan prioritas pembangunan dalam RKP 2012, pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun 2012, serta kesepakatan Pemerintah dan DPR-RI dalam seluruh pembahasan APBN Namun, sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi, baik nasional maupun dunia, khususnya kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, maka diperlukan berbagai langkah, respon, dan antisipasi terhadap berbagai kondisi tersebut. Langkah-langkah antisipasi tersebut utamanya berupa rencana pemberian stimulus fiskal, kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan tarif tenaga listrik (TTL), dan pemberian kompensasi terhadap dampaknya, serta diperlukannya berbagai program prioritas baru untuk kemajuan bangsa. Berbagai hal tersebut berdampak pada diperlukannya perubahan terhadap kebutuhan anggaran belanja negara. Sehubungan dengan hal dimaksud, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN menyediakan peluang untuk mengakomodasi berbagai dampak perubahan tersebut melalui mekanisme perubahan APBN. Perubahan terhadap anggaran belanja negara tahun 2012 tersebut dilakukan dengan mengacu pada ketentuan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012, yang mengamanatkan bahwa penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2012 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran Perubahan tersebut dimungkinkan apabila terjadi: (a) perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2012; (b) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; (c) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan (d) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun anggaran berjalan. Selanjutnya, dalam rangka penyusunan RUU tentang perubahan atas UU APBN tahun 2012, pada pasal 42 ayat (3) disampaikan bahwa Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2012 berakhir. Perkembangan dan/atau perubahan keadaan yang mendorong perlunya dilakukan perubahan terhadap APBN 2012 adalah sebagai berikut. Pertama, sejak ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012, telah terjadi perkembangan dan perubahan berbagai indikator ekonomi makro secara signifikan, yang menyebabkan asumsi yang dipakai sebagai basis perhitungan APBN tidak sesuai lagi dengan kondisi riil saat ini dan perkiraan ke depan. Indikator ekonomi makro yang mengalami perubahan dan berpengaruh signifikan terhadap belanja negara antara lain adalah: (1) tingkat Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-1

69 Bab IV Perubahan Belanja Negara suku bunga SPN 3 bulan yang semula diasumsikan sebesar 6,0 persen, diperkirakan turun menjadi sebesar 5,0 persen yang berdampak pada perhitungan beban pembayaran bunga utang; (2) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan mengalami depresiasi, dari semula Rp8.800,0 per USD dalam APBN tahun 2012 menjadi sebesar Rp9.000,0 per USD yang terutama berdampak pada kebutuhan subsidi BBM dan listrik; dan (3) ICP yang semula diasumsikan sebesar USD90,0 per barel, diperkirakan akan mencapai USD105,0 per barel yang berdampak sangat signifikan pada besarnya subsidi energi dan dana bagi hasil SDA migas. Perubahan asumsi ekonomi makro tersebut diperkirakan akan berdampak pada berbagai besaran belanja negara tahun 2012, terutama kenaikan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta kenaikan belanja untuk dana bagi hasil minyak bumi bagi daerah penghasil pada pos transfer ke daerah sebagai dampak dari kenaikan ICP. Selanjutnya, kondisi tersebut juga akan berpengaruh pada besaran anggaran pendidikan. Kedua, adanya perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2012, sebagai dampak dari perkembangan kondisi ekonomi dan sosial serta upaya percepatan pencapaian target-target pembangunan. Pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut antara lain meliputi: (1) meningkatnya defisit anggaran dari 1,53 persen terhadap PDB dalam APBN tahun 2012 menjadi 2,23 persen terhadap PDB; (2) penyesuaian harga BBM dan TTL; (3) rencana pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi BBM, seperti pelaksanaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), subsidi transportasi umum, serta biaya pembatasan dan diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (4) rencana penggunaan SAL untuk mendanai program-program infrastruktur konektivitas Indonesia bagian timur, pengembangan infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi, ketahanan pangan, mitigasi bencana, klaster 4, pemenuhan kebutuhan mendesak lainnya, dan biaya konversi energi; serta (5) program kegiatan prioritas lainnya yang belum tertampung dalam APBN tahun 2012, dan rencana pemotongan belanja tanpa harus mengganggu pencapaian output dan outcome dalam rangka mengendalikan defisit APBN. Dalam kerangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun anggaran 2012, maka penyesuaian atas berbagai sasaran APBN, termasuk belanja negara menjadi penting untuk dilakukan. Melalui proses penyesuaian tersebut, anggaran belanja negara diharapkan menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2012 dan jangka menengah, khususnya dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi nasional guna memacu dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, serta menjamin terlaksananya prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Sebagai dampak dari berbagai perkembangan dan perubahan tersebut, volume anggaran belanja negara dalam RAPBN-P Tahun 2012 direncanakan sebesar Rp ,1 miliar (18,0 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, menunjukkan peningkatan Rp99.175,4 miliar atau 6,9 persen dari pagu anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Dari jumlah total alokasi anggaran belanja negara tersebut, sebagian besar (69,0 persen) dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat, sedangkan 31,0 persen lainnya dialokasikan untuk transfer ke daerah. Tingginya proporsi belanja pemerintah pusat tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan belanja subsidi yang secara keseluruhan mencapai 25,8 persen dari belanja pemerintah pusat. IV-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

70 Perubahan Belanja Negara Bab IV Selanjutnya, ringkasan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN dan RAPBN-P tahun 2012 disajikan dalam Tabel IV.1. Uraian % perubahan I. Belanja Pemerintah Pusat , ,4 9,7 1. Belanja Pegawai , ,8 (1,7) 2. Belanja Barang , ,9 (0,8) 3. Belanja Modal , ,2 11,1 4. Pembayaran Bunga Utang , ,4 (3,6) 5. Subsidi , ,6 30,8 6. Belanja Hibah 1.796, ,9 (0,3) 7. Bantuan Sosial , ,5 15,9 8. Belanja Lain-lain , ,0 49,1 II. Transfer ke Daerah , ,7 1,2 1. Dana Perimbangan , ,8 1,5 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian , ,9 (0,0) Jumlah Sumber: Kementerian Keuangan TABEL IV.1 BELANJA NEGARA, 2012 (miliar rupiah) APBN RAPBN-P , ,1 6,9 4.2 Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2012 Respon terhadap kinerja ekonomi makro bersama dengan realisasi APBN-P tahun 2011 telah menimbulkan perubahan yang cukup signifikan pada postur APBN tahun 2012, khususnya peningkatan defisit anggaran dari 1,5 persen terhadap PDB menjadi 3,4 persen terhadap PDB. Kondisi itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan defisit konsolidasi APBN dan APBD maksimal 3 persen terhadap PDB. Berkaitan dengan itu, untuk mengamankan pelaksanaan APBN, seraya tetap menjaga momentum pertumbuhan, Pemerintah merasa perlu untuk melakukan perubahan terhadap volume anggaran belanja Pemerintah Pusat. Perubahan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat tersebut pada dasarnya merupakan dampak dari kombinasi perubahan indikator ekonomi makro dan dampak kebijakan yang diambil Pemerintah. Perubahan yang cukup signifikan terjadi sebagai akibat melonjaknya beban kebutuhan subsidi energi, baik subsidi BBM maupun listrik, serta dampak turunannya terhadap anggaran pendidikan. Peningkatan beban subsidi BBM tersebut terkait dengan meningkatnya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia yang diperkirakan akan mencapai USD105/barel, yang berarti jauh melampaui asumsi dalam APBN tahun 2012 yang ditetapkan sebesar USD90/barel, serta tingginya volume konsumsi BBM bersubsidi yang berpotensi mencapai lebih dari 40 juta kiloliter seperti diasumsikan dalam APBN tahun Apabila tidak dilakukan langkah-langkah pengamanan, beban subsidi diperkirakan akan naik lebih dari 51 persen dari alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN tahun Untuk mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah melakukan langkah-langkah di bidang subsidi antara lain: (1) penghematan subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM jenis premium dan minyak solar sebesar Rp1.500 per liter; Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-3

71 Bab IV Perubahan Belanja Negara (2) penghematan subsidi listrik melalui kenaikan TTL sebesar 3 persen untuk semua golongan tarif secara bertahap setiap triwulan mulai triwulan II tahun 2012; dan (3) harga pembelian pemerintah (HPP) beras dinaikkan dari Rp5.060 menjadi Rp6.600 per kilogram. Selain itu, perubahan anggaran belanja Pemerintah Pusat juga merupakan dampak dari langkah-langkah kebijakan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dampak krisis ekonomi global, seperti: (a) penambahan alokasi untuk berbagai program di bidang infrastruktur; (b) penambahan anggaran pendidikan; dan (c) penyediaan dana ketahanan pangan dan pembangunan energi. Dengan berbagai perkembangan di atas, maka anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar, atau 12,4 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti Rp93.321,2 miliar atau 9,7 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun anggaran 2011 sebesar Rp ,2 miliar, maka perkiraan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, berarti menunjukkan peningkatan Rp ,3 miliar, atau 20,5 persen. Jumlah anggaran belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari 50,6 persen atau sebesar Rp ,6 miliar belanja K/L, dan 49,4 persen atau Rp ,8 miliar belanja non K/L. Alokasi anggaran belanja K/L tersebut berarti mengalami kenaikan 5,3 persen atau Rp26.728,0 miliar dari pagu APBN belanja K/L tahun 2012 sebesar Rp ,6 miliar, sedangkan alokasi belanja non K/L juga mengalami peningkatan 14,6 persen atau Rp66.593,1 miliar dari pagu APBN belanja non K/L tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar, seperti disajikan dalam Tabel IV.2. TABEL IV.2 BELANJA NEGARA, 2012 (miliar rupiah) Jenis Belanja APBN RAPBN-P % perubahan I. Belanja Pemerintah Pusat , ,4 9,7 1. K/L , ,6 5,3 2. Non K/L , ,8 14,6 - II. Transfer ke Daerah , ,7 1,2 1. Dana Perimbangan , ,8 1,5 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian , ,9 - Jumlah , ,1 6,9 Sumber: Kementerian Keuangan Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Perubahan anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis dalam RAPBN-P tahun 2012, terjadi pada semua jenis belanja, yaitu: (1) belanja pegawai; (2) belanja barang; (3) belanja modal; (4) pembayaran bunga utang; (5) subsidi; (6) belanja hibah; (7) bantuan sosial; serta (8) belanja lain-lain. IV-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

72 Perubahan Belanja Negara Bab IV Dalam RAPBN-P tahun 2012 alokasi anggaran untuk belanja pegawai direncanakan mencapai Rp ,8 miliar, yang berarti menurun Rp3.619,6 miliar atau 1,7 persen dari pagu anggaran belanja pegawai yang dialokasikan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,4 miliar. Lebih rendahnya rencana pagu anggaran belanja pegawai tersebut terutama berkaitan dengan adanya optimalisasi pada pos belanja pegawai non K/L sebesar Rp4.263,2 miliar. Sementara itu, anggaran belanja pegawai khususnya pada pos gaji dan tunjangan serta honorarium direncanakan meningkat sebesar Rp643,6 miliar. Peningkatan tersebut merupakan dampak dari penetapan Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai Satuan kerja (Satker) dengan BA sendiri, sehingga mengakibatkan adanya realokasi anggaran belanja dari instansi tersebut yang semula merupakan bagian dari pos belanja lain-lain ke pos belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan sosial pada BA K/L. Selanjutnya, alokasi anggaran belanja barang direncanakan mencapai Rp ,9 miliar. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar Rp1.445,8 miliar (0,8 persen) terhadap pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh kebijakan pemotongan belanja barang K/L sebesar Rp16.009,7 miliar, yang dilakukan dengan koridor-koridor sebagai berikut: (1) pemotongan dilakukan pada seluruh K/L sebagai bagian dari program penghematan belanja Pemerintah Pusat; (2) besaran pemotongan didasarkan pada kinerja penyerapan anggaran 3 tahun terakhir; dan (3) tetap menjaga terpenuhinya belanja non-operasional dalam rangka pencapaian target output dan outcome dari kegiatan/program prioritas nasional. Berdasarkan hal tersebut, pemotongan dilakukan terhadap komponen-komponen belanja barang non-operasional di luar kegiatan prioritas nasional, antara lain meliputi: belanja barang non-operasional lainnya, belanja jasa konsultan, belanja jasa profesi, belanja jasa lainnya, serta belanja perjalanan dinas lainnya. Selain itu, beberapa perubahan anggaran belanja barang dalam RAPBN-P tahun 2012 juga mencakup antara lain: (1) adanya realokasi anggaran dari pos belanja lain-lain untuk beberapa organisasi yang ditetapkan sebagai satuan kerja dengan bagian anggaran sendiri sebagaimana diuraikan di atas; (2) perubahan sumber pendanaan yang berasal dari pagu penggunaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan badan layanan umum (BLU), serta pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri; (3) anggaran belanja tambahan yang bersifat sangat mendesak yang diusulkan untuk ditampung dalam RAPBN-P 2012; (4) kompensasi angkutan umum akibat penyesuaian harga BBM untuk angkutan laut perintis, Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) perintis, dan bus perintis; serta (5) tambahan anggaran belanja barang K/L yang berasal dari tambahan anggaran pendidikan sebagai akibat dari peningkatan volume belanja negara. Sementara itu, alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp ,2 miliar. Jumlah tersebut berarti Rp16.900,2 miliar, atau 11,1 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,0 miliar. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terutama disebabkan oleh kebijakan penambahan alokasi untuk berbagai program di bidang infrastruktur yang pendanaannya berasal dari pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) sampai dengan tahun 2011 sebesar Rp20.295,4 miliar. Program-program infrastruktur dimaksud antara lain meliputi: (1) pembangunan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-5

73 Bab IV Perubahan Belanja Negara infrastruktur konektivitas Indonesia bagian Timur; (2) pengadaan infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi, ketahanan pangan, mitigasi bencana, dan klaster 4; serta (3) pembelian peralatan kepolisian dalam mengantisipasi kerusuhan. Selain itu, perubahan anggaran belanja modal dalam RAPBN-P 2012 juga disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) pemotongan belanja modal pada BA sebesar Rp3.982,2 miliar; (2) realokasi anggaran dari pos belanja lain-lain untuk beberapa organisasi yang ditetapkan sebagai satuan kerja dengan bagian anggaran sendiri; (3) anggaran belanja tambahan sangat mendesak yang diusulkan untuk ditampung dalam RAPBN-P 2012; (4) pemotongan belanja modal K/L atas kegiatan yang tidak dapat dilanjutkan atau kegiatan/ program yang bukan merupakan prioritas nasional; serta (5) tambahan anggaran pendidikan untuk rehabilitasi sekolah dasar dan menengah. Pembayaran bunga utang disusun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian pada akhir tahun 2011 sampai dengan awal tahun 2012, yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menetapkan asumsi imbal hasil (yield) SBN yang akan diterbitkan pada tahun 2012, asumsi rata-rata SPN 3 bulan, dan asumsi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Pada saat penyusunan APBN tahun 2012, yield SBN yang akan diterbitkan dalam tahun 2012 diasumsikan berada pada kisaran rata-rata 7,5 persen untuk SBN jangka panjang, dan rata-rata 6,0 persen untuk SBN jangka pendek. Asumsi tersebut mengacu pada pergerakan yield pada akhir tahun 2010 sampai dengan paruh pertama tahun 2011 yang berfluktuasi pada kisaran 16,0 persen pada bulan Oktober 2010, kemudian naik menjadi 23,9 persen pada bulan Desember 2010, dan 23,4 persen pada bulan Maret Untuk tingkat bunga SPN 3 bulan, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengacu pada asumsi yang ditetapkan dalam APBN, yaitu masing-masing sebesar 6,0 persen dan Rp8.800 per USD. Berdasarkan hal tersebut, pembayaran bunga utang dalam APBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp ,6 miliar, terdiri dari bunga utang dalam negeri sebesar Rp88.503,3 miliar, dan bunga utang luar negeri sebesar Rp33.714,3 miliar. Kondisi perekonomian nasional yang cukup kondusif sepanjang tahun 2011 diperkirakan berdampak positif terhadap pembayaran bunga utang pada tahun Sentimen positif dari kondisi perekonomian nasional tersebut semakin mendorong masuknya investor asing dalam pasar surat utang Pemerintah dan membantu menurunkan yield surat utang Pemerintah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka tingkat bunga SPN 3 bulan diproyeksikan dapat lebih rendah dibandingkan asumsi awal. Berdasarkan berbagai perkembangan tersebut, pembayaran bunga utang dalam RAPBN-P tahun 2012, diperkirakan menurun sebesar Rp4.432,2 miliar (3,4 persen dari pagu alokasi dalam APBN tahun 2012), sehingga menjadi sebesar Rp ,4 miliar. Jumlah ini terdiri dari bunga utang dalam negeri sebesar Rp84.749,3 miliar, dan bunga utang luar negeri sebesar Rp33.036,1 miliar. Penurunan perkiraan pembayaran bunga utang tersebut terutama disebabkan oleh lebih rendahnya pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp3.754,0 miliar, dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp678,2 miliar. Penurunan pembayaran bunga utang dalam negeri tersebut disebabkan oleh efisiensi dalam pengelolaan utang, pasar SBN dalam negeri yang semakin likuid, pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang tinggi, dan didukung oleh perbaikan kondisi pasar keuangan global, sehingga berdampak IV-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

74 Perubahan Belanja Negara Bab IV pada turunnya imbal hasil penerbitan SBN. Selain itu, penurunan pembayaran bunga utang dalam negeri juga disebabkan oleh penurunan asumsi tingkat bunga SPN 3 bulan dari 6,0 persen pada APBN 2012 menjadi 5,0 persen. Faktor lain yang mendukung efisiensi ini adalah pemilihan tenor penerbitan, dan pemilihan instrumen yang tepat, sehingga dapat mengurangi realisasi diskon yang harus dibayarkan pemerintah. Sementara itu, penurunan pembayaran bunga utang luar negeri dipengaruhi oleh efisiensi dalam pengelolaan utang dalam mata uang asing, baik untuk pinjaman luar negeri maupun SBN valas. Pemilihan waktu yang tepat untuk menerbitkan SBN valas, serta rencana penyesuaian target penerbitan SBN valas juga menjadi faktor yang menentukan besarnya jumlah bunga utang tersebut. Dari sisi pinjaman luar negeri, realisasi penarikan pinjaman proyek yang relatif rendah pada 2011 berdampak pada turunnya proyeksi pembayaran bunga utang di tahun Selanjutnya anggaran belanja subsidi dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan sehingga mencapai Rp ,6 miliar. Jumlah itu berarti mengalami kenaikan sebesar Rp64.305,4 miliar, atau 30,8 persen bila dibandingkan dengan alokasinya yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp ,2 miliar. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) penyesuaian subsidi BBM, dan LPG Tabung 3 kg serta subsidi listrik akibat dampak perubahan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang diproyeksikan rata-rata USD105/barel pada RAPBN-P 2012, atau USD15/barel lebih tinggi bila dibandingkan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan APBN tahun 2012 sebesar USD90/barel; (2) perubahan bauran energi (fuel mix) sebagai salah satu parameter penting dalam perhitungan subsidi listrik juga menjadi salah satu penyebab kenaikan anggaran belanja subsidi listrik; dan (3) penambahan durasi penyaluran raskin dari 12 bulan, menjadi 14 bulan. Rincian perubahan beban subsidi dalam tahun 2012 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.3. TABEL IV.3 SUBSIDI, 2012 (miliar rupiah) URAIAN APBN RAPBN-P % perubahan I. ENERGI , ,5 136,7 1. Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg *) , ,8 111,1 2. Subsidi Listrik , ,7 207,0 II. NON ENERGI , ,1 106,0 1. Subsidi Pangan , ,3 134,1 2. Subsidi Pupuk , ,6 82,4 3. Subsidi Benih 279,9 129,5 46,3 4. Subsidi/Public Service Obligation 2.025, ,4 106,2 5. Subsidi Bunga Kredit Program 1.234, ,9 104,8 6. Subsidi Pajak 4.200, ,4 101,5 JUMLAH , ,6 130,8 *) termasuk subsidi LGV Sumber: Kementerian Keuangan Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 kg dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, yang berarti Rp13.780,2 miliar atau 11,1 persen lebih tinggi dibandingkan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-7

75 Bab IV Perubahan Belanja Negara dengan pagunya dalam APBN 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya (1) kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang diperkirakan mencapai rata-rata USD105/barel dari pagu APBN sebesar USD90/barel; dan (2) tambahan jenis subsidi Liquefied Gas for Vehicle (LGV) sebesar Rp54,0 miliar yang merupakan bagian dari subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg dalam rangka mendukung program diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi umum. Pemerintah telah dan akan melakukan langkah-langkah kebijakan penghematan beban subsidi BBM, antara lain berupa: (1) penyesuaian harga BBM bersubsidi khususnya jenis premium dan minyak solar untuk 2012 dari semula Rp4.500,- per liter menjadi Rp6.000,- per liter atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.500 per liter, kebijakan ini akan diberlakukan mulai bulan April 2012 dengan volume konsumsi BBM sampai dengan akhir tahun 2012 diperkirakan sebesar 40 juta kiloliter; 2) pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap melalui (a) optimalisasi program konversi minyak tanah ke LPG Tabung 3 Kg; (b) konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (c) peningkatan pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar gas (BBG); (d) pengaturan konsumsi BBM bersubsidi; dan (e) penyempurnaan regulasi kebijakan subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg. Sementara itu, beban subsidi listrik dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp93.052,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp48.092,5 miliar atau 107,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp44.960,2 miliar. Peningkatan anggaran subsidi listrik dibanding dengan pagunya dalam APBN 2012 tersebut selain disebabkan oleh risiko perubahan berbagai parameter subsidi listrik seperti penyesuaian commercial operation date (COD) PLTU, keterlambatan pengoperasian Floating Storage Regasification Unit (FSRU), dan kenaikan harga batu bara, juga disebabkan oleh adanya carry over/kekurangan pembayaran subsidi listrik tahun 2010 sebesar Rp4.506,8 miliar. Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, Pemerintah bersama PT PLN (Persero) secara bertahap terus melakukan langkah-langkah dan upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain: (1) program penghematan pemakaian listrik (demand side) melalui penurunan susut jaringan (losses); (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit tenaga listrik (supply side), dengan optimalisasi penggunaan gas, perubahan High Speed Diesel (HSD) dan Marine Fuel Oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, pemanfaatan biofuel, dan panas bumi; dan (3) penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) bertahap sebesar 3 persen per triwulan mulai triwulan II tahun Selanjutnya, alokasi anggaran subsidi pangan dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp20.926,3 miliar, yang berarti naik Rp5.319,2 miliar, atau 34,1 persen dari pagu alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp15.607,1 miliar. Lebih tingginya perkiraan subsidi pangan bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2012 tersebut, berkaitan dengan tambahan durasi pemberian raskin dari semula 12 bulan, menjadi 14 bulan. Penambahan durasi raskin tersebut merupakan salah satu bentuk kompensasi pengurangan subsidi BBM tahun 2012 untuk masyarakat miskin, masyarakat hampir miskin, dan rentan serta sebagai bagian dari program ketahanan pangan (stabilisasi harga beras). Selain itu, tambahan subsidi pangan juga disebabkan oleh IV-8 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

76 Perubahan Belanja Negara Bab IV kenaikan harga pokok beras Perum Bulog dari semula Rp6.558,00/kg menjadi Rp7.500,00/ kg. Perubahan tersebut berkaitan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, pada tanggal 27 Februari Dalam Inpres tersebut, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras untuk petani mengalami kenaikan dari semula Rp5.060,00/kg menjadi Rp6.600,00/kg. Alokasi anggaran subsidi pupuk dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp13.958,6 miliar, yang berarti turun Rp2.985,4 miliar, atau 17,6 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp16.944,0 miliar. Lebih rendahnya perkiraan beban anggaran subsidi pupuk dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, terutama perubahan volume penyaluran pupuk bersubsidi pada tahun 2012 setelah dilakukan penyesuaian berkaitan dengan rendahnya realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun-tahun sebelumnya. Alokasi anggaran subsidi benih dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp129,5 miliar, yang berarti turun Rp150,4 miliar, atau 53,7 persen dari pagu anggaran subsidi benih yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp279,9 miliar. Lebih rendahnya perkiraan beban anggaran subsidi benih dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, terutama disebabkan oleh adanya pengurangan beberapa jenis komoditas benih yang disubsidi, berkaitan dengan rendahnya realisasi penyaluran volume subsidi benih pada tahun-tahun sebelumnya. Alokasi anggaran subsidi/pso dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp2.151,4 miliar, yang berarti meningkat Rp126,4 miliar, atau 6,2 persen dari pagu anggaran subsidi/ PSO yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.025,0 miliar. Meningkatnya perkiraan beban anggaran subsidi/pso dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, disebabkan oleh peningkatan alokasi anggaran subsidi/pso PT Pelni untuk mengantisipasi adanya kenaikan biaya dalam perhitungan PSO sebagai dampak dari perubahan kebijakan subsidi BBM dengan implikasi pada penyesuaian harga BBM. Sementara itu, alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp1.293,9 miliar, yang berarti mengalami kenaikan Rp59,5 miliar atau 4,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran subsidi bunga kredit program yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp1.234,4 miliar. Lebih tingginya alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut karena adanya tambahan jenis subsidi bunga kredit program yang baru, yaitu subsidi bunga kredit untuk sarana dan prasarana BBM non subsidi. Pemberian subsidi bunga kredit tersebut dalam rangka mendukung kebijakan diversifikasi BBM ke bahan bakar gas untuk transportasi umum. Terkait dengan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP), alokasi anggaran subsidi pajak DTP dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp4.263,4 miliar, yang berarti naik Rp63,4 miliar, atau 1,5 persen dari pagu anggaran subsidi pajak DTP yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp4.200 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi pajak DTP dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, disebabkan oleh meningkatnya PPh atas bunga imbal hasil atas SBN internasional. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-9

77 Bab IV Perubahan Belanja Negara Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja hibah diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp5,8 miliar dari pagu yang dianggarkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.796,7 miliar menjadi sebesar Rp1.790,9 miliar. Perubahan tersebut terutama disebabkan oleh adanya penundaan pelaksanaan kegiatan karena belum selesainya dokumen perjanjian yaitu Simeuleu Physical Infrastructure Project Phase 2 sebesar Rp81,2 miliar dan Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp23,2 miliar. Di sisi lain terdapat dana luncuran dari tahun 2011 karena tidak terserapnya keseluruhan anggaran yaitu Water and Sanitation Program - Subprogram D (WASAP-D) sebesar Rp11,7 miliar dan Infrastructure Enhancement Grant (IEG) sebesar Rp6,4 miliar. Adapun rincian belanja hibah dalam RAPBN-P tahun 2012 adalah sebagai berikut: (1) Mass Rapid Transit (MRT) project sebesar Rp1.570,6 miliar; (2) Program Local Basic Education Capacity (L-BEC) sebesar Rp54,5 miliar; (3) Water and sanitation Program-Subprogram D (WASAP-D) sebesar Rp11,7 miliar; (4) Infrastructure Enhancement Grant (IEG) sebesar Rp6,4 miliar; dan (5) Water Resources and Irrigation System Management Project-APL 2 (WISMP-2) sebesar Rp147,8 miliar. Sementara itu, anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp55.377,5 miliar. Jumlah ini berarti meningkat sebesar Rp7.613,7 miliar atau 15,9 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp47.763,8 miliar. Kenaikan pagu anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terutama untuk melaksanakan program-program dalam rangka mengurangi beban masyarakat terkait dengan adanya kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui penyesuaian harga BBM bersubsidi. Program tersebut antara lain program kompensasi kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum dan program subsidi siswa miskin (SSM) yang diperuntukkan bagi perluasan cakupan SSM untuk mempertahankan agar siswa tidak putus sekolah dan mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa. Di samping itu, kenaikan anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 juga terkait dengan adanya realokasi program pengawasan penyelenggaraan pemilu sebesar Rp1,6 miliar dari belanja lain-lain ke dalam belanja bantuan sosial. Alokasi anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terdiri atas: (1) alokasi anggaran melalui K/L sebesar Rp51.377,5 miliar, dan (2) alokasi dana cadangan penanggulangan bencana alam melalui BA BUN sebesar Rp4.000,0 miliar. Anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp42.535,0 miliar. Jumlah alokasi ini berarti meningkat sebesar Rp14.005,3 miliar, atau 49,1 persen jika dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp28.529,7 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan antara lain oleh: (1) realokasi anggaran beberapa lembaga dari bagian anggaran (BA) ke BA K/L, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp75,0 miliar, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) sebesar Rp845,6 miliar, dan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) sebesar Rp813,3 miliar; (2) dihapuskannya alokasi cadangan risiko fiskal lainnya (risiko kenaikan TTL) sebesar Rp9.790,8 miliar karena tidak diperlukan lagi mengingat TTL akan dinaikkan pada tahun 2012; (3) naiknya cadangan stabilisasi harga pangan menjadi sebesar Rp3.000,0 miliar untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengantisipasi shortage supply komoditas pangan; (4) turunnya cadangan risiko perubahan asumsi makro menjadi sebesar Rp1.400,0 miliar; (5) dialokasikannya anggaran untuk kompensasi akibat kebijakan penyesuaian harga IV-10 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

78 Perubahan Belanja Negara Bab IV bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tenaga listrik (TTL), yaitu Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp25.565,1 miliar; dan (6) dialokasikannya anggaran untuk penyiapan infrastruktur LGV dan Compressed Natural Gas (CNG) dalam rangka konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi umum sebesar Rp2.108,7 miliar Perubahan Anggaran Pendidikan Sejalan dengan lebih tingginya volume anggaran belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012 dibandingkan dengan pagu APBN-nya, maka terhadap alokasi anggaran pendidikan perlu dilakukan penyesuaian agar tetap memenuhi amanat UUD 1945 Amandemen ke 4 Pasal 31 ayat (4) yang mengamanatkan agar Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Di samping itu, alokasi anggaran pendidikan juga dilakukan untuk mencapai tema prioritas RKP bidang pendidikan pada tahun 2012, yaitu peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan untuk: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan (2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Berdasarkan hal-hal tersebut, seiring dengan perkiraan kenaikan alokasi belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012, maka alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp18.134,0 miliar, atau 6,3 persen dari pagu alokasi anggaran pendidikan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,8 miliar. Kenaikan/tambahan anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut meliputi tambahan anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp12.001,5 miliar, tambahan anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar Rp132,4 miliar, dan tambahan anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan sebesar Rp6.000,0 miliar. Peningkatan anggaran pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp12.001,5 miliar tersebut bersumber dari peningkatan akibat naiknya volume belanja negara, sebesar Rp15.450,2 miliar dan peningkatan penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp762,5 miliar, namun pada sisi lain dilakukan penghematan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama sebesar Rp4.211,1 miliar. Kebijakan pemanfaatan tambahan anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 diarahkan untuk: (1) mendukung program prioritas nasional RPJMN ; (2) memperkuat pencapaian sasaran prioritas pembangunan pendidikan dalam RKP tahun 2012; (3) merespon arahan Presiden untuk menjawab keluhan masyarakat terkait dengan pendidikan; (4) perluasan sasaran dan peningkatan unit cost untuk subsidi siswa miskin agar siswa tidak putus sekolah dan mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa untuk mendukung program kompensasi pengurangan subsidi BBM; (5) menuntaskan rehabilitasi gedung SD/MI dan SMP/MTs yang rusak; (6) peningkatan kualitas pendidikan; dan (7) penguatan pelaksanaan pendidikan karakter bangsa. Sementara itu, dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan, maka kriteria pemanfaatan tambahan anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 adalah: (1) untuk pembayaran kekurangan/tunggakan yang sudah committed (seperti tunggakan pembayaran tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru PNS dengan terlebih Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-11

79 Bab IV Perubahan Belanja Negara dahulu diaudit oleh BPKP); (2) program/kegiatan harus dapat diselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran; (3) program/kegiatan harus dapat menunjukkan adanya output/ outcome; dan (4) desain program/kegiatan harus sudah ada. Tambahan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dalam RAPBN-P tahun 2012 sebesar Rp132,4 miliar dialokasikan untuk DBH pendidikan. Kenaikan tersebut, sejalan dengan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan bahwa DBH dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Mengingat penerimaan pertambangan migas dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan meningkat, maka alokasi anggaran pendidikan dasar melalui DBH juga meningkat secara proporsional. Sementara itu, tambahan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp6,0 triliun. Dana tersebut dialokasikan untuk dana pengembangan pendidikan yang digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya, yang dapat digunakan untuk investasi pendidikan seperti pemberian beasiswa, dana bergulir kepada pelajar/mahasiswa, dan sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equality) serta penyediaan fasilitas, sarana, dan prasarana pendidikan dalam keadaan darurat (bencana alam). Boks 4.1 PROGRAM KOMPENSASI PENGURANGAN SUBSIDI BBM 2012 Perkembangan harga minyak mentah dunia yang sangat jauh di atas asumsinya dalam APBN 2012, akan mendorong tingginya kebutuhan subsidi BBM yang selanjutnya akan mempersempit ruang fiskal Pemerintah untuk melaksanakan program-program yang lebih bermanfaat terhadap masyarakat banyak. Dalam tahun-tahun yang lalu, dampak kenaikan beban subsidi sebagai akibat dari naiknya ICP, lebih banyak dibebankan pada penggunaan kapasitas fiskal yang masih ada. Namun, dalam tahun 2012 ini, karena kenaikan ICP dan depresiasi nilai tukar rupiah diperkirakan mendorong defisit secara sangat substansial menjadi sekitar 3,4 persen terhadap PDB, yang bila tidak disesuaikan berarti akan melanggar UU Nomor 17 Tahun Untuk menanggulanginya, Pemerintah berencana untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Secara historis, dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia, Pemerintah telah beberapa kali melakukan kebijakan penyesuaian harga BBM. Namun, tekanan yang berat terhadap APBN tahun 2012 mendorong Pemerintah untuk membagi beban, yaitu selain dengan penyesuaian harga BBM, juga dilakukan penghematan belanja K/L, dan penambahan penerbitan surat utang. Namun demikian, rencana penyesuaian harga BBM tersebut berpotensi menaikkan harga pangan dan menurunnya daya beli dan tingkat kesejahteraan khususnya bagi penduduk miskin menurun. Selanjutnya, pengurangan subsidi BBM akan mengakibatkan naiknya inflasi menjadi sekitar 7 persen, yang berpotensi menyebabkan peningkatan angka kemiskinan, dan dapat mengganggu keberlanjutan pendidikan terutama bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemerintah sadar bahwa rakyat harus dilindungi dari beban hidup yang semakin berat. Oleh karena itu, akan dilakukan program kompensasi pengurangan subsidi BBM sebagai langkah antisipasi, yang ditujukan untuk: (1) melindungi masyarakat miskin dari kemungkinan kenaikan harga, utamanya transportasi, dan (2) mengurangi beban biaya hidup rumah tangga atau mengkompensasi biaya hidup yang meningkat. IV-12 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

80 Perubahan Belanja Negara Bab IV Secara spesifik, pelaksanaan program kompensasi tersebut harus memenuhi kriteria sebagai program darurat yang bersifat sementara, dapat dilaksanakan dengan cepat, nilai bantuan memadai untuk kompensasi, program harus tepat sasaran, biaya pengelolaan efektif, dan secara kelembagaan dimungkinkan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka program kompensasi pengurangan subsidi BBM tahun 2012 yang ditempuh oleh Pemerintah melalui: (1) Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM); dan (2) Subsidi Angkutan Umum. Penjelasan yang lebih rinci dari masing-masing program disajikan sebagai berikut: 1. BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT (BLSM) Merupakan pembayaran tunai kepada rumah tangga sasaran, untuk menambah pendapatan rumah tangga miskin untuk mengkompensasi biaya hidup yang meningkat. Dengan skema pembayaran tunai, maka diharapkan agar bantuan akan dimanfaatkan sesuai kebutuhan penerima, dapat didistribusikan secara cepat serta tidak menyebabkan distorsi harga pasar. Dalam tahun anggaran 2012, program ini direncanakan berupa penyaluran bantuan tunai untuk rumah tangga yang diidentifikasi sebesar Rp /bulan, selama 9 bulan. Sasaran dari program ini mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, yaitu 30 persen kelompok rumah tangga ekonomi terbawah yang jumlahnya mencapai sekitar 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Dengan jumlah sasaran, durasi program, dan besarnya nilai bantuan tunai tersebut di atas, maka kebutuhan anggarannya diperkirakan mencapai Rp25,6 trilun. 2. SUBSIDI ANGKUTAN UMUM Sektor yang secara langsung terdampak oleh penyesuaian harga BBM adalah sektor transportasi. Untuk tetap memberikan akses kepada masyarakat terhadap transportasi umum, maka disusun skema subsidi angkutan umum, antara lain melalui penambahan PSO untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan, serta bentuk kompensasi lainnya. Perkiraan kebutuhan anggaran kompensasi kenaikan harga BBM untuk angkutan umum program 9 bulan, termasuk biaya persiapan dan pengelolaan, adalah sebesar Rp5,0 triliun Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Secara garis besar, belanja pemerintah pusat menurut organisasi dialokasikan melalui kementerian negara/lembaga (K/L) selaku pengguna anggaran, dan melalui Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (APP) pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Dalam RAPBN-P tahun 2012, anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh K/L diperkirakan sebesar Rp ,6 miliar, yang berarti meningkat Rp26.728,0 miliar atau 5,3 persen dari pagu anggaran belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,6 miliar. Peningkatan alokasi anggaran belanja K/L tersebut disebabkan oleh adanya perubahan anggaran pada K/L, karena (1) perubahan anggaran kegiatan yang bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), baik karena percepatan luncuran ataupun penurunan PHLN; (2) penyesuaian pagu penggunaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)/BLU; (3) realokasi anggaran rupiah murni dari BA BUN ke BA K/L dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran; (4) tambahan anggaran infrastruktur; (5) tambahan anggaran pendidikan sebagai akibat kenaikan volume belanja Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-13

81 Bab IV Perubahan Belanja Negara negara; (6) program diversifikasi BBM ke BBG; dan (7) pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi BBM. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka K/L yang mendapat alokasi tambahan dalam RAPBN-P tahun 2012 antara lain: Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah. Anggaran yang dialokasikan melalui belanja K/L tersebut diarahkan untuk melaksanakan program-program yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) memperkuat pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN ; (2) program/kegiatan harus memiliki output dan outcome yang jelas dan terukur; (3) program/ kegiatan dapat direalisasikan/diselesaikan dalam tahun 2012; (4) program/kegiatan didasarkan atas RKP, direktif Presiden atau hasil sidang kabinet. Kebijakan percepatan infrastruktur dirancang untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi dan investasi melalui upaya-upaya debottlenecking infrastruktur, penciptaan domestic connectivity, serta untuk mencegah perlambatan ekonomi. Kegiatan tersebut yang akan dilakukan melalui K/L adalah (1) pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur Indonesia bagian Timur; (2) pembangunan infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi, ketahanan pangan, mitigasi bencana dan klaster 4; dan (3) kebutuhan mendesak lainnya (antara lain: peralatan dan personel Polri). Kegiatan lainnya adalah konversi energi dari BBM ke BBG untuk angkutan umum yang akan dilakukan melalui K/L dan non K/L, serta penguatan ketahanan pangan melalui tambahan alokasi cadangan stabilisasi harga pangan. Sementara itu, alokasi anggaran untuk kompensasi pengurangan subsidi energi disediakan sebagai jaring pengaman untuk memberikan perlindungan pengurangan subsidi energi yang akan berimplikasi pada masyarakat khususnya masyarakat miskin, masyarakat hampir miskin dan kelompok masyarakat yang rentan dari dampak negatif kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Program kompensasi tersebut dilakukan melalui penyaluran Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan kompensasi untuk angkutan umum. Di samping itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana untuk melaksanakan program kebijakan penghematan belanja K/L. Penghematan belanja K/L tersebut diterapkan kepada seluruh K/L dengan prinsip pembagian partisipasi (sharing the participation) dengan tidak mengurangi biaya tetap berupa belanja pegawai dan belanja barang operasional penyelenggaraan kantor, serta dengan tetap memperhatikan terpenuhinya kebutuhan belanja barang non operasional dan belanja modal dalam rangka pencapaian output/outcome dari kegiatan/program prioritas nasional. Hampir seluruh K/L mengalami perubahan pagu yang disebabkan oleh perubahan PHLN, PNBP, realokasi BA BUN ke BA K/L dan penghematan belanja. Sementara itu, terdapat 3 (tiga) lembaga yang mempunyai BA baru sehingga untuk akuntabilitas anggaran harus dilakukan realokasi dari BA BUN (Belanja Lain-lain) ke BA K/L. Ketiga lembaga tersebut adalah (1) Badan Pengawas Pemilu; (2) Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia dan (3) Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Selengkapnya, perubahan anggaran belanja K/L tersebut disajikan dalam Tabel IV.4 IV-14 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

82 Perubahan Belanja Negara Bab IV TABEL IV.4 PERUBAHAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2012 (miliar Rupiah) No Kode Kementerian Negara/Lembaga APBN RAPBN-P Perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat 692,4 623,2 (69,2) Dewan Perwakilan Rakyat 2.943, ,6 (237,4) Badan Pemeriksa Keuangan 2.839, ,8 (165,1) Mahkamah Agung 5.107, ,6 405, Kejaksaan Republik Indonesia 3.770, ,7 (91,7) Kementerian Sekretariat Negara 2.606, ,2 (628,9) Kementerian Dalam Negeri , ,1 (592,3) Kementerian Luar Negeri 5.242, ,8 (265,2) Kementerian Pertahanan , ,5 (281,0) Kementerian Hukum dan HAM 6.977, ,5 (68,3) Kementerian Keuangan , ,7 (866,3) Kementerian Pertanian , ,8 (733,4) Kementerian Perindustrian 2.548, ,0 (203,9) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral , ,3 (467,4) Kementerian Perhubungan , , , Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , , , Kementerian Kesehatan , ,5 (1.209,3) Kementerian Agama , ,4 29, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4.163, ,4 (396,6) Kementerian Sosial 4.570, ,9 (275,7) Kementerian Kehutanan 6.233, ,8 (546,2) Kementerian Kelautan dan Perikanan 5.993, ,1 (79,2) Kementerian Pekerjaan Umum , , , Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan 487,2 405,1 (82,1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 250,4 212,0 (38,4) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 268,2 222,3 (45,9) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2.189, ,0 212, Kementerian Badan Usaha Milik Negara 142,7 111,3 (31,4) Kementerian Riset dan Teknologi 672,3 619,8 (52,5) Kementerian Lingkungan Hidup 885,4 688,6 (196,8) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 1.213, ,5 (36,4) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 181,8 150,9 (30,9) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 170,5 131,4 (39,0) Badan Intelijen Negara 1.141,8 995,9 (145,9) Lembaga Sandi Negara 1.193, ,4 (35,6) Dewan Ketahanan Nasional 38,7 31,1 (7,6) Badan Pusat Statistik 2.312, ,6 (124,7) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 827,3 755,5 (71,8) Badan Pertanahan Nasional 3.957, ,2 (76,7) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 372,2 348,0 (24,2) Kementerian Komunikasi dan Informatika 3.246, ,8 (155,2) Kepolisian Negara Republik Indonesia , , ,7 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-15

83 Bab IV Perubahan Belanja Negara TABEL IV.4 (lanjutan ) PERUBAHAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2012 (miliar Rupiah) No Kode Kementerian Negara/Lembaga APBN RAPBN-P Perubahan Badan Pengawas Obat dan Makanan 1.104, ,7 (24,4) Lembaga Ketahanan Nasional 193,1 174,2 (18,8) Badan Koordinasi Penanaman Modal 764,3 625,7 (138,6) Badan Narkotika Nasional 970,8 841,0 (129,8) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 1.018, ,8 85, Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional 2.593, ,1 (483,6) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 64,3 53,7 (10,7) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 1.341, ,0 (57,2) Komisi Pemilihan Umum 1.635, ,2 (10,0) Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 277,4 221,8 (55,6) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 79,1 73,1 (6,1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 727,9 761,7 33, Badan Tenaga Nuklir Nasional 659,4 637,1 (22,3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 851,6 808,6 (43,1) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 547,1 491,9 (55,3) Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 549,7 535,9 (13,8) Badan Standardisasi Nasional 98,0 74,2 (23,8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir 84,2 72,0 (12,2) Lembaga Administrasi Negara 243,3 243,6 0, Arsip Nasional Republik Indonesia 152,8 130,3 (22,5) Badan Kepegawaian Negara 527,3 486,9 (40,4) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 932, ,5 117, Kementerian Perdagangan 2.401, ,5 (180,1) Kementerian Perumahan Rakyat 4.604, , , Kementerian Pemuda dan Olahraga 1.754, ,9 (146,2) Komisi Pemberantasan Korupsi 663,0 634,5 (28,5) Dewan Perwakilan Daerah 604,1 754,8 150, Komisi Yudisial Republik Indonesia 85,4 77,4 (7,9) Badan Nasional Penanggulangan Bencana 995,1 928,2 (66,8) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI 285,7 265,9 (19,8) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo 1.606, ,3 (73,5) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 211,3 183,4 (27,9) Badan SAR Nasional 1.111,7 992,1 (119,6) Komisi Pengawas Persaingan Usaha 119,8 113,5 (6,3) Badan Pengembangan Wilayah Suramadu 299,6 268,2 (31,4) Ombudsman Republik Indonesia 67,6 58,8 (8,9) Badan Nasional Pengelola Perbatasan 248,8 197,7 (51,0) Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 140,0 735,3 595, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 126,9 92,8 (34,1) Sekretariat Kabinet 210,1 197,2 (12,9) Badan Pengawas Pemilu - 53,1 53, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia - 769,0 769, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia - 753,2 753,2 Jumlah , , ,0 Sumber: Kementerian Keuangan IV-16 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

84 Perubahan Belanja Negara Bab IV Majelis Permusyawaratan Rakyat Anggaran belanja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp623,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp69,2 miliar (10,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp692,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja MPR dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari MPR adalah sebesar Rp69,2 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Dewan Perwakilan Rakyat Anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp237,4 miliar (8,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.943,9 miliar, sehingga menjadi Rp2.706,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.705,4 miliar dan hibah luar negeri (HLN) sebesar Rp1,2 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja DPR dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari DPR adalah sebesar Rp237,4 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp5,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp232,4 miliar. Badan Pemeriksa Keuangan Anggaran belanja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp165,1 miliar (5,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.839,9 miliar, sehingga menjadi Rp2.674,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.671,0 miliar, PNBP sebesar Rp0,9 miliar, dan HLN sebesar Rp2,9 miliar. Perubahan tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BPK adalah sebesar Rp165,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp23,6 miliar dan belanja barang sebesar Rp141,6 miliar. Mahkamah Agung Anggaran belanja Mahkamah Agung (MA) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp5.512,6 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp405,1 miliar (7,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp5.107,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Perubahan alokasi anggaran belanja MA dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran yang berasal dari realokasi belanja pegawai transito BA BUN sebesar Rp500,0 miliar untuk memenuhi kekurangan belanja pegawai. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari MA adalah sebesar Rp94,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp13,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp81,3 miliar. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-17

85 Bab IV Perubahan Belanja Negara Kejaksaan Republik Indonesia Anggaran belanja Kejaksaan Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp91,7 miliar (2,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp3.770,4 miliar, sehingga menjadi Rp3.678,7 miliar, yaitu seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kejaksaan Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari anggaran belanja Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebesar Rp91,7 miliar, yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp4,7 miliar, belanja barang sebesar Rp0,2 miliar, dan belanja modal sebesar Rp86,8 miliar. Kementerian Sekretariat Negara Anggaran belanja Kementerian Sekretariat Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp1.977,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp628,9 miliar (24,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.606,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.629,7 miliar, dan BLU sebesar Rp347,5 miliar. Perubahan tersebut antara lain berasal dari penurunan pagu BLU sebesar Rp556,3 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Sekretariat Negara adalah sebesar Rp78,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp10,7 miliar dan belanja barang sebesar Rp67,8 miliar. Kementerian Dalam Negeri Alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp16.542,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp592,3 miliar (3,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp17.134,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp15.131,6 miliar, PNBP sebesar Rp27,9 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp1.260,1 miliar dan hibah luar negeri sebesar Rp122,5 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut berkaitan dengan adanya realokasi dari BA BUN untuk kegiatan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu sebesar Rp5,0 miliar, serta penurunan hibah luar negeri sebesar Rp18,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Dalam Negeri adalah sebesar Rp579,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp5,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp574,1 miliar. Kementerian Luar Negeri Anggaran belanja Kementerian Luar Negeri dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp265,2 miliar (5,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp5.242,1 miliar, sehingga menjadi Rp4.976,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4.533,1 miliar dan PNBP sebesar Rp443,7 miliar. Perubahan anggaran ini berasal dari tambahan IV-18 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

86 Perubahan Belanja Negara Bab IV anggaran yang berasal dari realokasi BA BUN sebesar Rp15,9 miliar, dan peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp219,8 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Luar Negeri adalah sebesar Rp500,9 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Pertahanan Anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp72.257,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp281,0 miliar (0,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp72.538,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp60.299,8 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp11.157,7 miliar, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp800,0 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut terutama berkaitan dengan adanya realokasi BA BUN yang digunakan untuk kegiatan Initial Deposit Up-Grade Pesawat F-16 hibah dari USA sebesar Rp48,1 miliar dan keperluan penggantian biaya pemulangan TKIB/WNIO tahun 2012 yang dilaksanakan oleh TNI sebesar Rp328,9 juta. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pertahanan adalah sebesar Rp329,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,3 miliar dan belanja barang sebesar Rp327,2 miliar. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Anggaran belanja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp6.909,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp68,3 miliar (1,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp6.977,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp5.462,1 miliar dan PNBP sebesar Rp1.447,4 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Hukum dan HAM dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut terutama berkaitan dengan peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp76,7 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Hukum dan HAM adalah sebesar Rp145,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp68,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp76,5 miliar. Kementerian Keuangan Anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp866,3 miliar (4,9 persen) dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp17.780,0 miliar, sehingga menjadi Rp16.913,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp16.318,2 miliar, BLU sebesar Rp297,5 miliar, Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp284,8 miliar, dan HLN sebesar Rp13,1 miliar. Perubahan anggaran belanja Kementerian Keuangan tersebut bersumber dari peningkatan pagu penggunaan BLU sebesar Rp251,3 miliar, drop loan di lingkungan Kementerian Keuangan sebesar Rp205,0 miliar, dan tambahan anggaran sebesar Rp12,7 miliar yang bersumber dari dana HLN. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-19

87 Bab IV Perubahan Belanja Negara Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp925,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp102,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp822,9 miliar. Kementerian Pertanian Anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp17.097,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp733,4 miliar (4,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp17.831,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp16.820,9 miliar, PNBP sebesar Rp58,2 miliar, BLU sebesar Rp27,0 miliar, Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp186,1 miliar, dan HLN sebesar Rp5,6 miliar. Perubahan tersebut dikarenakan adanya drop loan kegiatan Sustainable Management of Agricultural Research and Technology Dissemination (SMARTD) TA 2012 lingkup Balitbang Pertanian sebesar Rp130,0 miliar, tambahan pinjaman luar negeri untuk kebutuhan Project READ pada 6 satker sebesar Rp28,7 miliar, dan realokasi anggaran dari PLN ke HLN sebesar Rp0,6 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pertanian adalah sebesar Rp632,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp16,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp615,9 miliar. Kementerian Perindustrian Anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam RAPBN-P 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp203,9 miliar (8,0 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.548,9 miliar, sehingga menjadi Rp2.345,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.222,8 miliar, PNBP sebesar Rp70,9 miliar, BLU sebesar Rp49,4 miliar, dan HLN sebesar Rp1,8 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari anggaran belanja Kementerian Perindustrian adalah sebesar Rp203,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp17,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp186,8 miliar. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Anggaran belanja Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp15.337,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp467,4 miliar (3,0 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp15.804,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp13.786,8 miliar, PNBP sebesar Rp1.420,5 miliar, BLU sebesar Rp62,5 miliar, dan HLN sebesar Rp67,4 miliar. Perubahan tersebut bersumber dari penambahan HLN untuk Energy Efficiency in Industrial, Commercial and Public Sector sebesar Rp34,4 miliar, dan Global Environmental Facility for Indonesian Geothermal Power Generation Development Project sebesar Rp17,4 miliar, untuk keperluan diversifikasi BBM ke BBG untuk transportasi umum sebesar Rp360,0 miliar, dan peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp20,0 miliar yang berasal dari PNBP lainnya sebesar Rp15,3 miliar, dan PNBP SDA Nonmigas sebesar Rp4,7 miliar. IV-20 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

88 Perubahan Belanja Negara Bab IV Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian ESDM adalah sebesar Rp899,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp22,9 miliar dan belanja barang sebesar Rp876,2 miliar. Kementerian Perhubungan Anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp36.708,1 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp8.590,3 miliar (30,6 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp28.117,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp34.064,6 miliar, PNBP sebesar Rp507,6 miliar, BLU sebesar Rp195,8 miliar, PLN sebesar Rp1.894,7 miliar, dan HLN sebesar Rp45,3 miliar. Perubahan alokasi anggaran Kementerian Perhubungan tersebut berasal dari peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp71,3 miliar; program kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan sebesar Rp4.874,0 miliar; dan tambahan alokasi anggaran untuk berbagai program pembangunan infrastruktur sebesar Rp4.172,4 miliar. Alokasi anggaran untuk infrastruktur tersebut digunakan untuk pembangunan: (1) infrastruktur konektivitas Indonesia Timur, yaitu pembangunan infrastruktur perhubungan di Provinsi NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat; serta (2) infrastruktur konektivitas domestik dan koridor ekonomi, seperti pembangunan jalan kereta api jalur ganda Semarang-Bojonegoro, sebagian konstruksi Solo-Kertosono, dan pembangunan bandara. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Perhubungan adalah sebesar Rp527,4 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp160,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp367,3 miliar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami peningkatan sebesar Rp11.228,2 miliar (17,5 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp64.350,9 miliar, sehingga menjadi Rp75.579,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp61.476,4 miliar, PNBP sebesar Rp1.847,7 miliar, BLU sebesar Rp10.031,0 miliar, PLN sebesar Rp2.086,8 miliar, dan HLN sebesar Rp137,1 miliar. Perubahan alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut karena adanya peningkatan pagu penggunaan BLU sebesar Rp991,0 miliar, pengurangan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp228,5 miliar, serta tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp12.768,7 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebesar Rp2.303,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp33,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp2.269,9 miliar. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-21

89 Bab IV Perubahan Belanja Negara Kementerian Kesehatan Anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp28.706,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp1.209,3 miliar (4,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp29.915,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp23.157,0 miliar, PNBP sebesar Rp178,5 miliar, BLU sebesar Rp4.970,9 miliar, dan PLN sebesar Rp400,1 miliar. Perubahan anggaran Kementerian Kesehatan tersebut berasal dari pengurangan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp29,8 miliar; dan peningkatan pagu penggunaan BLU sebesar Rp30,4 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Kesehatan adalah sebesar Rp1.209,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp109,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp1.100,7 miliar. Kementerian Agama Anggaran belanja Kementerian Agama dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp38.377,4 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp29,9 miliar (0,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp38.347,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp37.252,3 miliar, PNBP sebesar Rp281,6 miliar, BLU sebesar Rp488,2 miliar, PLN sebesar Rp325,6 miliar, dan HLN sebesar Rp29,8 miliar. Perubahan anggaran Kementerian Agama tersebut terutama berasal dari tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp2.572,0 miliar. Namun pada sisi lain, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Agama adalah sebesar Rp2.542,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp21,6 miliar dan belanja barang sebesar Rp2.520,5 miliar. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp396,6 miliar (9,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp4.163,0 miliar, sehingga menjadi Rp3.766,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp3.324,7 miliar, PNBP sebesar Rp432,5 miliar, BLU sebesar Rp8,2 miliar, dan PLN sebesar Rp0,9 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah sebesar Rp396,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp27,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp369,6 miliar. Kementerian Sosial Anggaran belanja Kementerian Sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp4.294,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp275,7 miliar (6,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar IV-22 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

90 Perubahan Belanja Negara Bab IV Rp4.570,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4.290,9 miliar, dan PNBP sebesar Rp4,1 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh penurunan pagu PNBP sebesar Rp0,1 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Sosial adalah sebesar Rp275,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp18,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp257,1 miliar. Kementerian Kehutanan Anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp5.686,8 miliar atau mengalami penurunan sebesar Rp546,2 miliar (8,8 persen) jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Kehutanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp6.233,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4.627,3 miliar, PNBP sebesar Rp975,4 miliar, BLU sebesar Rp3,3 miliar, dan HLN sebesar Rp80,7 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh tambahan HLN sebesar Rp59,3 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Kehutanan adalah sebesar Rp605,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp43,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp562,1 miliar. Kementerian Kelautan dan Perikanan Anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp79,3 miliar (1,3 persen) jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp5.993,3 miliar, sehingga menjadi Rp5.914,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp5.493,3 miliar, PNBP sebesar Rp41,8 miliar, PLN sebesar Rp349,4 miliar, dan HLN sebesar Rp29,7 miliar. Perubahan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut sebagai akibat adanya peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1,3 miliar, tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur irigasi tersier, tambak perikanan untuk mendukung ketahanan pangan sebesar Rp59,3 miliar, dan tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp109,4 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah sebesar Rp249,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp18,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp230,5 miliar. Kementerian Pekerjaan Umum Anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp73.801,1 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp11.238,1 miliar (18,0 persen) jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp62.563,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp65.591,6 miliar, PNBP sebesar Rp18,0 miliar, BLU sebesar Rp36,0 miliar, PLN sebesar Rp7.998,7 miliar, dan HLN sebesar Rp156,9 miliar. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-23

91 Bab IV Perubahan Belanja Negara Pemanfaatan tambahan anggaran tersebut antara lain digunakan untuk pembangunan: (1) infrastruktur konektivitas Indonesia Timur, yaitu pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat; (2) infrastruktur konektivitas domestik dan koridor ekonomi, seperti jalan akses pelabuhan Maloy, jalan perbatasan Kalimantan, jalan dan jembatan ruas Salumatu-Mamasa-Batas Tator Sulawesi Selatan, jalan strategis Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pembangunan jalan mendukung kawasan industri Dumai; (3) waduk dan sarana irigasi guna mendukung ketahanan pangan; serta (4) infrastruktur penanganan banjir di Pulau Jawa. Namun pada sisi lain, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pekerjaan Umum adalah sebesar Rp1.052,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp73,6 miliar, belanja barang sebesar Rp478,7 miliar, dan belanja modal sebesar Rp500,0 miliar. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp405,1 miliar atau mengalami penurunan sebesar Rp82,1 miliar (16,9 persen) jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp487,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp395,9 miliar, dan HLN sebesar Rp9,2 miliar. Perubahan anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan adalah sebesar Rp82,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp5,1 miliar, belanja barang sebesar Rp37,0 miliar, dan belanja modal sebesar Rp40,0 miliar. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp38,4 miliar (15,3 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp250,4 miliar, sehingga menjadi sebesar Rp212,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp199,7 miliar dan HLN sebesar Rp12,3 miliar. Penurunan anggaran tersebut berkaitan dengan adanya revisi anggaran berupa penambahan hibah luar negeri sebesar Rp12,3 miliar dan drop grant untuk Project on Capacity Development for Trade-Related Administration sebesar Rp2,7 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah sebesar Rp48,0 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp222,3 miliar, atau mengalami penurunan IV-24 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

92 Perubahan Belanja Negara Bab IV sebesar Rp45,9 miliar (17,1 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp268,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Perubahan anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat adalah sebesar Rp45,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp45,7 miliar. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Anggaran belanja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp2.402,0 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp212,2 miliar (9,7 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.189,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.382,4 miliar dan PNBP sebesar Rp19,6 miliar.perubahan anggaran tersebut berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk unit organisasi baru yaitu Pengembangan Ekonomi Kreatif, yang semula merupakan bagian dari fungsi Kementerian Perdagangan sebesar Rp350,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah sebesar Rp137,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp35,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp102,8 miliar. Kementerian Badan Usaha Milik Negara Anggaran belanja Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp31,4 miliar (22,0 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp142,7 miliar, sehingga menjadi Rp111,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Perubahan anggaran belanja Kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar Rp31,4 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Riset dan Teknologi Anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp619,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp52,5 miliar (7,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp672,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp611,2 miliar, PNBP sebesar Rp2,8 miliar, dan BLU sebesar Rp5,8 miliar. Perubahan anggaran tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Riset dan Teknologi adalah sebesar Rp52,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp50,5 miliar. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-25

93 Bab IV Perubahan Belanja Negara Kementerian Lingkungan Hidup Anggaran belanja Kementerian Lingkungan Hidup dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp688,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp196,8 miliar (22,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp885,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp680,0 miliar, PNBP sebesar Rp1,5 miliar, dan PLN sebesar 7,0 miliar. Penurunan anggaran tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Lingkungan Hidup adalah sebesar Rp196,8 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Anggaran belanja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp36,4 miliar (3,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.213,9 miliar, sehingga menjadi Rp1.177,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.078,6 miliar, BLU sebesar Rp79,5 miliar, dan HLN sebesar 19,4 miliar. Perubahan anggaran tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah adalah sebesar Rp36,4 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp36,2 miliar. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak direncanakan sebesar Rp150,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp30,9 miliar (17,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp181,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp140,5 miliar dan HLN sebesar Rp10,5 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah sebesar Rp30,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp1,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp29,1 miliar. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Anggaran belanja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp131,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp39,0 miliar (22,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp170,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Perubahan anggaran belanja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah sebesar Rp39,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp38,9 miliar. IV-26 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

94 Perubahan Belanja Negara Bab IV Badan Intelijen Negara Anggaran belanja Badan Intelijen Negara (BIN) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp995,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp145,9 miliar (12,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.141,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Penurunan anggaran tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BIN adalah sebesar Rp145,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp1,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp144,7 miliar. Lembaga Sandi Negara Anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp1.158,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp35,6 miliar (3,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.193,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Penurunan anggaran Lembaga Sandi Negara tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Lembaga Sandi Negara adalah sebesar Rp35,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,5 miliar, belanja barang sebesar Rp12,8 miliar, dan belanja modal sebesar Rp22,3 miliar. Dewan Ketahanan Nasional Anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp7,6 miliar (19,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp38,7 miliar, sehingga menjadi Rp31,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Perubahan anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Dewan Ketahanan Nasional adalah sebesar Rp7.608,6 juta yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp24,3 juta dan belanja barang sebesar Rp7.584,3 juta. Badan Pusat Statistik Anggaran belanja Badan Pusat Statistik dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp2.187,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp124,7 miliar (5,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.312,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.067,7 miliar, PNBP sebesar Rp30,2 miliar, dan PLN sebesar Rp89,8 miliar. Perubahan anggaran tersebut berkaitan dengan adanya tambahan anggaran dari realokasi belanja pegawai transito (BA BUN) untuk memenuhi pembayaran gaji pegawai BPS sebesar Rp31,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pusat Statistik adalah sebesar Rp155,7 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-27

95 Bab IV Perubahan Belanja Negara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Anggaran belanja Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp755,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp71,8 miliar (8,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp827,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp479,3 miliar, PLN sebesar Rp236,4 miliar, dan HLN sebesar Rp39,9 miliar. Perubahan anggaran tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas adalah sebesar Rp71,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp1,1 miliar, belanja barang sebesar Rp59,1 miliar, dan belanja modal sebesar Rp11,5 miliar. Badan Pertanahan Nasional Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Badan Pertanahan Nasional direncanakan sebesar Rp3.881,2 miliar yang berarti lebih rendah Rp76,7 miliar (1,9 persen) dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp3.957,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.428,3 miliar dan PNBP sebesar Rp1.452,9 miliar. Perubahan anggaran belanja Badan Pertanahan Nasional tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pertanahan Nasional adalah sebesar Rp76,7 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp63,9 miliar, belanja barang sebesar Rp12,1 miliar, dan belanja modal sebesar Rp0,7 miliar. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Anggaran belanja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp348,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp24,2 miliar (6,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp372,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp347,2 miliar dan PNBP sebesar Rp0,8 miliar. Perubahan anggaran tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah sebesar Rp24,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp21,8 miliar. Kementerian Komunikasi dan Informatika Anggaran belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam RAPBN-P tahun 2012, mengalami penurunan sebesar Rp155,2 miliar (4,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp3.246,0 miliar, sehingga menjadi Rp3.090,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp727,2 miliar, PNBP sebesar Rp822,1 miliar, BLU sebesar Rp1.496,8 miliar, PLN sebesar Rp41,6 miliar, dan HLN sebesar Rp3,1 miliar. Perubahan tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah sebesar Rp155,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp5,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp149,4 miliar. IV-28 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

96 Perubahan Belanja Negara Bab IV Kepolisian Negara Republik Indonesia Alokasi anggaran belanja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp41.279,9 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.496,7 miliar (3,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp39.783,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp35.205,4 miliar, PNBP sebesar Rp4.258,0 miliar, BLU sebesar Rp259,2 miliar, PLN sebesar Rp1.224,8 miliar, dan PDN sebesar Rp332,5 miliar. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Polri dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya tambahan PDN sebesar Rp132,5 miliar, peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp95,6 miliar, realokasi belanja pegawai transito (BA BUN) dalam rangka penambahan anggota Polri sebanyak orang dengan alokasi anggaran sebesar Rp254,2 miliar, dan tambahan anggaran untuk peralatan dalam rangka peningkatan keamanan dan personel sebesar Rp2.000,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Polri adalah sebesar Rp985,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp813,6 miliar dan belanja barang sebesar Rp172,0 miliar. Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1.079,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp24,4 miliar (2,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.104,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.036,6 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp43,1 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BPOM dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BPOM adalah sebesar Rp24,4 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp5,5 miliar, belanja barang sebesar Rp16,7 miliar, dan belanja modal sebesar Rp2,2 miliar. Lembaga Ketahanan Nasional Lembaga Ketahanan Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp174,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp18,8 miliar (9,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp193,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp173,1 miliar dan pagu PLN sebesar Rp1,1 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Lembaga Ketahanan Nasional adalah sebesar Rp18,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp1,9 miliar dan belanja barang sebesar Rp17,0 miliar. Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp625,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp138,6 miliar (18,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-29

97 Bab IV Perubahan Belanja Negara tahun 2012 sebesar Rp764,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BKPM dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BKPM adalah sebesar Rp138,6 miliar yang seluruhnya berasal belanja barang. Badan Narkotika Nasional Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp841,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp129,8 miliar (13,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp970,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BNN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BNN adalah sebesar Rp129,8 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1.103,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp85,5 (8,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.018,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.057,6 miliar dan HLN sebesar Rp46,2 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh drop loan sebesar Rp17,7 miliar, pengurangan HLN sebesar Rp24,8 miliar, penggunaan SAL untuk pembangunan infrastruktur transportasi sebesar Rp200,0 miliar, dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal adalah sebesar Rp72,0 miliar yang seluruhnya berasal belanja barang. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2.110,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp483,6 miliar (18,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.593,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.104,3 miliar, pagu PLN sebesar 0,5 miliar, dan pagu HLN sebesar Rp5,3 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BKKBN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BKKBN adalah sebesar Rp483,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp26,7 miliar dan belanja barang sebesar Rp456,9 miliar. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Dalam RAPBN-P tahun 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp53,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp10,7 miliar (16,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 IV-30 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

98 Perubahan Belanja Negara Bab IV sebesar Rp64,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah sebesar Rp10,7 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) direncanakan sebesar Rp1.284,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp57,2 miliar (4,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.341,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.061,7 miliar, pagu penerimaan PNBP Rp41,6 miliar, dan pagu PLN Rp180,7 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BMKG dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BMKG adalah sebesar Rp57,2 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp45,1 miliar dan belanja modal sebesar Rp12,2 miliar. Komisi Pemilihan Umum Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Komisi Pemilihan Umum direncanakan sebesar Rp1.625,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp10,0 miliar (0,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.635,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Pemilihan Umum dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Pemilihan Umum adalah sebesar Rp10,0 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja pegawai. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia direncanakan sebesar Rp221,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp55,6 miliar (20,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp277,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah sebesar Rp55,6 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Dalam RAPBN-P tahun 2012, belanja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp73,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp6,1 miliar (7,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-31

99 Bab IV Perubahan Belanja Negara APBN tahun 2012 sebesar Rp79,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan adalah sebesar Rp6,1 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp4,9 miliar dan belanja modal sebesar Rp1,2 miliar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp761,7 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp33,8 miliar (4,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp727,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp713,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp42,8 miliar, dan pagu PLN sebesar Rp5,0 miliar. Tambahan alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk penyelesaian infrastruktur LIPI sebesar Rp100,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari LIPI adalah sebesar Rp66,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp12,3 miliar dan belanja barang sebesar Rp53,9 miliar. Badan Tenaga Nuklir Nasional Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp637,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp22,3 miliar (3,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp659,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp618,2 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp19,0 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja BATAN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh kenaikan pagu PNBP sebesar Rp2,3 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BATAN adalah sebesar Rp24,6 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp808,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp43,1 miliar (5,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp851,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp693,1 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp60,5 miliar, dan BLU sebesar Rp55,0 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi adalah sebesar Rp43,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp11,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp31,3 miliar. IV-32 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

100 Perubahan Belanja Negara Bab IV Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional direncanakan sebesar Rp491,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp55,3 miliar (10,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp547,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp486,6 miliar dan BLU sebesar Rp5,3 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional adalah sebesar Rp55,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,5 juta dan belanja barang sebesar Rp55,3 miliar. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp535,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp13,8 miliar (2,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp549,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp296,4 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp14,4 miliar, dan pagu PLN sebesar Rp225,0 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional adalah sebesar Rp13,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp11,4 miliar. Badan Standarisasi Nasional Anggaran belanja Badan Standarisasi Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp74,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp23,8 miliar (24,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp98,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp65,7 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp8,5 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Standarisasi Nasional dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Standarisasi Nasional adalah sebesar Rp23,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp23,3 miliar. Badan Pengawas Tenaga Nuklir Anggaran belanja Badan Pengawas Tenaga Nuklir direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp72,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp12,2 miliar (14,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp84,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp67,3 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp4,8 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-33

101 Bab IV Perubahan Belanja Negara pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir adalah sebesar Rp12,2 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Lembaga Administrasi Negara Anggaran belanja Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp243,6 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp0,3 miliar (0,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp243,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp174,3 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp69,4 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja LAN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,1 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari LAN adalah sebesar Rp4,8 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp130,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp22,5 miliar (14,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp152,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp124,8 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,5 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Arsip Nasional Republik Indonesia adalah sebesar Rp22,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp12,9 miliar dan belanja modal sebesar Rp9,6 miliar. Badan Kepegawaian Negara Anggaran belanja Badan Kepegawaian Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp486,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp40,4 miliar (7,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp527,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Kepegawaian Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Kepegawaian Negara adalah sebesar Rp40,4 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp34,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp6,4 miliar. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1.050,5 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp117,8 miliar (12,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp932,7 miliar. Lebih tingginya alokasi anggaran BPKP dalam RAPBN-P tahun 2012 terutama berkaitan dengan adanya realokasi dari belanja pegawai transito (BA BUN) sebesar Rp151,9 miliar, alokasi anggaran tersebut IV-34 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

102 Perubahan Belanja Negara Bab IV bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.033,3 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,7 miliar, dan PLN sebesar Rp11,4 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari BPKP adalah sebesar Rp34,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp16,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp17,7 miliar. Kementerian Perdagangan Anggaran belanja Kementerian Perdagangan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp2.221,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp180,1 miliar (7,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.401,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.185,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp31,6 miliar, dan HLN sebesar Rp4,0 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kementerian Perdagangan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Perdagangan adalah sebesar Rp180,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp16,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp163,6 miliar. Kementerian Perumahan Rakyat Anggaran belanja Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp5.928,5 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.324,4 miliar (28,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp4.604,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp5.749,3 miliar dan BLU sebesar Rp179,2 milar. Peningkatan alokasi anggaran Kemenpera tersebut terutama akan digunakan untuk pelaksanaan program-program klaster 4, yaitu program penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah di Provinsi NTT yang belum dapat direalisasikan pada tahun 2011, penanganan permukiman kumuh DAS Ciliwung, serta pembangunan rumah sangat murah/swadaya sebesar Rp1.474,3 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Kemenpera adalah sebesar Rp149,9 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Kementerian Pemuda dan Olahraga Anggaran belanja Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp1.607,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp146,2 miliar (8,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.754,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kemenpora dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Kemenpora adalah sebesar Rp146,2 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Komisi Pemberantasan Korupsi Anggaran belanja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp634,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp28,5 miliar (4,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-35

103 Bab IV Perubahan Belanja Negara sebesar Rp663,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp603,7 miliar dan HLN sebesar Rp30,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja KPK dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari KPK adalah sebesar Rp28,5 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja modal. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Anggaran belanja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam RAPBN- P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp754,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp150,7 miliar (25,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp604,1 miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut berasal dari tambahan anggaran untuk pembangunan Rumah Aspirasi Daerah Tahap I di 15 Provinsi sebesar Rp165,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari DPD RI sebesar Rp14,3 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Komisi Yudisial Republik Indonesia Anggaran belanja Komisi Yudisial RI dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp77,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp7,9 miliar (9,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp85,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Yudisial RI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Yudisial RI adalah sebesar Rp7,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp7,1 miliar. Badan Nasional Penanggulanan Bencana Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp928,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp66,8 miliar (6,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp995,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp921,3 miliar dan HLN sebesar 6,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana adalah sebesar Rp66,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp64,7 miliar. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Anggaran belanja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp265,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp19,8 miliar (6,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp285,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja IV-36 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

104 Perubahan Belanja Negara Bab IV BNP2TKI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BNP2TKI adalah sebesar Rp19,8 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp17,7 miliar. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Anggaran belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp1.533,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp73,5 miliar (4,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.606,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo adalah sebesar Rp73,5 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp6,3 miliar dan belanja modal sebesar Rp67,2 miliar. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Anggaran belanja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp183,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp27,9 miliar (13,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp211,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp177,5 miliar dan HLN sebesar Rp5,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja LKPP dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari LKPP adalah sebesar Rp27,9 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp25,6 miliar dan belanja modal sebesar Rp2,3 miliar. Badan SAR Nasional Anggaran belanja Badan SAR Nasional (Basarnas) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp992,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp119,6 miliar (10,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.111,7 miliar. Perubahan anggaran belanja Basarnas dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut berkaitan dengan adanya pengurangan PLN (drop loan) kegiatan Procurement of Search and Rescue Helicopter Medium Range-Phase I sebesar Rp50,0 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Basarnas dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Basarnas adalah sebesar Rp69,7 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp9,5 miliar, belanja barang sebesar Rp13,6 miliar, dan belanja modal sebesar Rp46,5 miliar. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Anggaran belanja Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp113,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp6,3 miliar (5,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp119,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-37

105 Bab IV Perubahan Belanja Negara Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebesar Rp6,3 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu Anggaran belanja Badan Pengembangan Wilayah Suramadu dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp268,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp31,4 miliar (10,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp299,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Pengembangan Wilayah Suramadu dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengembangan Wilayah Suramadu adalah sebesar Rp31,4 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp5,0 miliar dan belanja modal sebesar Rp26,4 miliar. Ombudsman Republik Indonesia Anggaran belanja Ombudsman Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp58,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp8,9 miliar (13,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp67,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Ombudsman Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Ombudsman Republik Indonesia adalah sebesar Rp8,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp3,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp5,4 miliar. Badan Nasional Pengelola Perbatasan Anggaran belanja Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp197,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp51,0 miliar (20,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp248,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BNPP dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari BNPP adalah sebesar Rp51,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp50,5 miliar. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BPK-P2 Batam) Anggaran belanja BPK-P2 Batam dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar Rp735,3 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp595,3 miliar bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp140,0 miliar (425,2 persen). IV-38 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

106 Perubahan Belanja Negara Bab IV Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp140,0 miliar dan BLU sebesar Rp595,3 miliar. Peningkatan anggaran belanja BPK-P2 Batam dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut berasal dari peningkatan pagu penggunan PNBP yang berkaitan dengan proses pengalihan BPK-P2 Batam menjadi BA K/L yang baru dilaksanakan pada tahun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp92,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp34,1 miliar (26,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp126,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme adalah sebesar Rp34,1 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia Anggaran belanja Sekretariat Kabinet RI dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp197,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp12,9 miliar (6,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp210,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Sekretariat Kabinet RI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun Belanja yang bisa dihemat dari Sekretariat Kabinet RI adalah sebesar Rp12,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp3,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp9,8 miliar. Badan Pengawas Pemilihan Umum Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu memiliki visi Terciptanya pengawasan Pemilu yang efektif dan efisien melalui pengawas Pemilu yang berintegritas dan profesional untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis. Dalam mencapai visi tersebut, Bawaslu menetapkan misi, antara lain: (1) melaksanakan pengawasan Pemilu secara taat azas dan taat aturan; (2) membangun dan meningkatkan integritas dan kapasitas Pengawas Pemilu; dan (3) menjalin sinergi dengan para pemangku kepentingan dan lembaga penegak hukum serta membangun dan meningkatkan pengawasan Pemilu yang partisipatif. Dalam rangka menjaga independensi pelaksanaan tugas Bawaslu dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran, Bawaslu memiliki kode Bagian Anggaran 115 mulai tahun Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran Bawaslu direncanakan sebesar Rp53,1 miliar, yang merupakan realokasi dari anggaran belanja Bawaslu APBN tahun 2012 pada pos belanja lain-lain. Alokasi anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-39

107 Bab IV Perubahan Belanja Negara K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Bawaslu adalah sebesar Rp21,9 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp20,4 miliar dan belanja modal sebesar Rp1,5 miliar. Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang independen, netral dan tidak komersial, yang berfungsi memberikan pelayanan siaran informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional. Anggaran LPP RRI diarahkan untuk pencapaian visi RRI, yaitu Menjadikan LPP RRI radio berjaringan terluas, pembangun karakter bangsa, dan berkelas dunia. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran, mulai tahun 2012, LPP RRI mempunyai kode Bagian Anggaran 116. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran LPP RRI direncanakan sebesar Rp769,0 miliar. Anggaran tersebut berasal dari realokasi anggaran belanja LPP RRI pada pos belanja lain-lain. Alokasi anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengelolaan pengawasan dan penyelenggaraan siaran radio. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari LPP RRI adalah sebesar Rp44,3 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja modal. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang siarannya ditujukan untuk kepentingan negara. LPP TVRI memiliki visi Terwujudnya TVRI sebagai media pilihan bangsa Indonesia dalam rangka turut mencerdaskan kehidupan bangsa untuk memperkuat kesatuan nasional. Dalam mencapai visi tersebut, TVRI menetapkan misi, antara lain: (1) mengembangkan TVRI menjadi media perekat sosial untuk persatuan dan kesatuan bangsa sekaligus media kontrol sosial yang dinamis; (2) mengembangkan TVRI menjadi pusat layanan informasi dan edukasi yang utama; (3) memberdayakan TVRI menjadi pusat pembelajaran bangsa serta menyajikan hiburan yang sehat dengan mengoptimalkan potensi dan kebudayaan daerah serta memperhatikan komunitas terabaikan; dan (4) memberdayakan TVRI menjadi media untuk membangun citra bangsa dan negara Indonesia di dunia Internasional. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran, mulai tahun 2012, LPP TVRI mempunyai kode Bagian Anggaran 117. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran LPP TVRI direncanakan sebesar Rp753,2 miliar. Anggaran tersebut berasal dari realokasi anggaran belanja LPP TVRI pada pos belanja lain-lain. Alokasi anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengelolaan dan penyelenggaraan siaran TV publik. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari LPP TVRI adalah sebesar Rp92,4 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja modal Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Selain dialokasikan melalui Kementerian Negara/Lembaga, belanja pemerintah pusat juga dialokasikan melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi IV-40 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

108 Perubahan Belanja Negara Bab IV anggaran untuk BA BUN diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar. Jumlah ini berarti meningkat sebesar Rp66.593,1 miliar atau 14,6 persen dari APBN tahun Peningkatan anggaran ini terutama disebabkan oleh adanya kenaikan anggaran untuk subsidi energi, subsidi pangan, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), dan pembayaran bunga utang. Peningkatan beban subsidi energi tersebut sebagai akibat adanya perubahan asumsi dasar ekonomi makro, serta perubahan parameter dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan di bidang subsidi, sedangkan alokasi BLSM sebagai kompensasi atas kebijakan pengurangan subsidi BBM. Pada sisi lain, pagu anggaran BA BUN pada RAPBN-P tahun 2012 juga mengalami penurunan anggaran, yaitu pada belanja pegawai transito, belanja modal non K/L, dan beberapa pos belanja lainnya. 4.3 Perubahan Transfer ke Daerah Kebijakan Anggaran Transfer ke Daerah pada tahun 2012 tetap diarahkan untuk mendukung program/kegiatan prioritas nasional dan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, serta dengan mengoptimalkan kualitas belanja daerah yang lebih fokus pada pelayanan publik. Dalam RAPBN-P tahun 2012, anggaran Transfer ke Daerah diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar, yang berarti meningkat sebesar Rp5.854,2 miliar atau 1,2 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,5 miliar. Peningkatan Transfer ke Daerah dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan adanya peningkatan Dana Perimbangan, sementara Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian tidak mengalami perubahan. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi Dana Perimbangan diperkirakan mencapai Rp405,8 triliun, yang berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp5,9 triliun atau 1,5 persen apabila dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp400,0 triliun. Peningkatan Dana Perimbangan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut bersumber dari adanya perubahan alokasi DBH sebagai akibat dari adanya perubahan penerimaan yang dibagihasilkan, yang mencakup perubahan target penerimaan cukai hasil tembakau, serta PNBP SDA minyak bumi, pertambangan umum, dan kehutanan. Selain itu, kenaikan anggaran tersebut juga berkaitan dengan pemenuhan kewajiban kurang bayar DBH tahuntahun sebelumnya. Sementara itu, alokasi anggaran DAU dan DAK tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN-nya. Dalam RAPBN-P 2012, alokasi DBH meningkat sebesar Rp5,9 triliun dari Rp100,1 triliun dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp105,9 triliun, dengan rincian perubahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. DBH Pajak Penghasilan mengalami kenaikan sebesar Rp2,7 triliun yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2008 sampai dengan 2010; 2.DBH Pajak Bumi dan Bangunan mengalami penurunan sebesar Rp5,8 triliun yang mencakup: a.penurunan sebesar Rp5,9 triliun yang diakibatkan oleh penurunan target penerimaannya, dan b. Peningkatan sebesar Rp49,0 miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2009 sampai dengan 2011; Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-41

109 Bab IV Perubahan Belanja Negara 3. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mengalami kenaikan sebesar Rp238,8 miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2010; 4. DBH Cukai Hasil Tembakau mengalami kenaikan sebesar Rp205,1 miliar yang mencakup: a.peningkatan sebesar Rp156,3 miliar yang diakibatkan oleh kenaikan target penerimaannya; dan b. Peningkatan sebesar Rp48,7 miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2010; 5. DBH SDA Minyak dan Gas Bumi mengalami kenaikan sebesar Rp6,9 triliun yang mencakup: a.peningkatan sebesar Rp5,2 triliun yang diakibatkan oleh kenaikan target PNBP SDA Minyak Bumi; b. Penurunan sebesar Rp2,1 triliun yang diakibatkan oleh penurunan target PNBP SDA Gas Bumi; dan c. Peningkatan sebesar Rp3,8 triliun yang merupakan kurang bayar DBH SDA Migas dalam tahun anggaran 2011; 6. DBH SDA Pertambangan Umum mengalami kenaikan sebesar Rp1,4 triliun, yang terdiri atas kenaikan iuran tetap Rp435,1 miliar, royalti Rp221,0 miliar, dan kurang bayar dalam tahun anggaran 2011 Rp700,0 miliar; 7. DBH SDA Kehutanan mengalami kenaikan sebesar Rp162,9 miliar yang mencakup: a. Peningkatan sebesar Rp138,4 miliar yang diakibatkan oleh kenaikan target PNBP SDA kehutanan dari Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp80,0 miliar; Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Rp20,4 miliar, dan Dana Reboisasi Rp38,0 miliar, serta b. Peningkatan sebesar Rp24,5 miliar yang merupakan kurang bayar DBH SDA Kehutanan dalam tahun anggaran 2010 sampai dengan 2011; 8. DBH SDA Perikanan mengalami kenaikan sebesar Rp6,5 miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2011; 9. DBH SDA Pertambangan Panas Bumi mengalami kenaikan sebesar Rp117,2 miliar, yang terdiri atas kenaikan alokasi DBH SDA Pertambangan Panas Bumi Rp92,6 miliar dan kurang bayar dalam tahun anggaran 2010 sebesar Rp24,6 miliar. IV-42 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

110 Perubahan Belanja Negara Bab IV TABEL IV.5 TRANSFER KE DAERAH, 2012 (miliar rupiah) URAIAN APBN RAPBN-P Perubahan % I. DANA PERIMBANGAN , , ,2 1,5 A. DANA BAGI HASIL , , ,2 5,9 1. Pajak , ,8 (2.695,8) (5,0) a. Pajak Penghasilan , , ,1 14,1 i. Pasal , ,0 - - ii. Pasal 25/29 orang pribadi 1.123, ,2 - - iii. Kurang Bayar DBH PPh TA , ,1 - b. PBB , ,9 (5.818,7) (17,1) i DBH PBB , ,9 (5.867,7) (17,3) ii. Kurang Bayar PBB TA ,0 49,0 - c. BPHTB - 238,8 238,8 - i. Kurang bayar DBH BPHTB TA ,8 238,8 - d. Cukai Hasil Tembakau 1.440, ,9 205,1 14,2 i. CHT 1.440, ,2 156,3 10,9 ii. Kurang Bayar DBH CHT TA ,7 48,7-2. Sumber Daya Alam , , ,0 18,7 a. Migas , , ,4 21,4 i. Minyak Bumi , , ,8 28,7 ii. Gas Bumi , ,9 (2.106,3) (14,8) iii. Kurang Bayar Migas TA , ,0 - b. Pertambangan Umum , , ,1 11,7 i. Iuran Tetap 127,1 562,2 435,1 342,3 ii. Royalti , ,1 221,0 1,9 iii. Kurang Bayar DBH Pertambangan Umum TA ,0 700,0 - c. Kehutanan 1.537, ,7 162,9 10,6 i. Provisi Sumber Daya Hutan 963, ,9 80,0 8,3 ii. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan 10,0 30,5 20,4 203,5 iii. Dana Reboisasi 563,9 601,8 38,0 6,7 iv. Kurang Bayar DBH Kehutanan TA ,5 24,5 - d. Perikanan 120,0 126,5 6,5 5,4 i DBH Perikanan 120,0 120,0 - - ii Kurang Bayar DBH Perikanan TA ,5 6,5 - e. Pertambangan Panas Bumi (PPB) 186,4 303,6 117,2 62,8 i. DBH PPB 186,4 279,0 92,6 49,7 ii. Kurang Bayar DBH PPB TA ,6 24,6 - B. DANA ALOKASI UMUM , ,4 - - C. DANA ALOKASI KHUSUS , ,9 - - II. DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN , ,9 - - A. DANA OTONOMI KHUSUS , , Dana Otsus , ,6 - - a. Dana Otsus Papua dan Papua Barat 5.476, ,3 - - b. Dana Otsus Aceh 5.476, , Dana tambahan Otsus Infrastruktur Papua & Papua Barat 1.000, ,0 - - a. Papua 571,4 571,4 - - b. Papua Barat 428,6 428,6 - - B. DANA PENYESUAIAN , , Tunjangan Profesi Guru , , Bantuan Operasional Sekolah (BOS) , , Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2.898, , Dana Insentif Daerah 1.387, , Dana Proyek pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) 30,0 30,0 - - J U M L A H , , ,2 1,2 Sumber: Kementerian Keuangan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 IV-43

111 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V BAB V PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 5.1 Pendahuluan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, pendapatan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp ,7 miliar atau 16,2 persen terhadap PDB, sementara belanja negara ditetapkan sebesar Rp ,7 miliar atau 17,7 persen terhadap PDB, sehingga terdapat defisit APBN sebesar Rp ,0 miliar atau 1,5 persen terhadap PDB. Defisit anggaran tersebut akan dipenuhi melalui sumber pembiayaan nonutang sebesar negatif Rp9.544,5 miliar dan pembiayaan utang secara neto sebesar Rp ,4 miliar. Penentuan jenis dan besaran pembiayaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan potensi masing-masing sumber dengan memperhitungkan tingkat risiko dan biaya yang akan ditanggung oleh Pemerintah. APBN 2012 disusun berdasarkan asumsi atas kondisi perekonomian yang terjadi sampai dengan triwulan ketiga tahun 2011 dan proyeksi perubahan yang akan terjadi hingga akhir tahun Namun, ketika pelaksanaan APBN 2012 baru saja dimulai, terjadi perubahan secara sangat signifikan dari beberapa indikator ekonomi makro seperti ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan lifting. Selain itu, pada tahun anggaran 2011, Pemerintah memiliki saldo anggaran lebih (SAL), yang antara lain berasal dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun 2011, yang dapat digunakan terutama untuk membiayai pembangunan infrastruktur Indonesia bagian timur serta infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi. Berdasarkan kondisi tersebut, dan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, Pemerintah mengajukan RAPBN-P 2012 yang di dalamnya mencakup perubahan besaran asumsi dasar ekonomi makro, pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Dalam RAPBN-P 2012, asumsi pertumbuhan ekonomi disesuaikan dari 6,7 persen menjadi 6,5 persen, inflasi menjadi 7,0 persen, tingkat suku bunga SPN 3 bulan menjadi 5,0 persen, nilai tukar rupiah melemah dari Rp8.800 per USD menjadi Rp9.000 per USD, harga minyak menjadi USD105,0 per barel, dan lifting minyak mentah menjadi 930,0 ribu barel per hari. Dengan perubahan asumsi makro, serta melihat arah kecenderungan penerimaan perpajakan dan PNBP ke depan, anggaran pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai sebesar Rp ,7 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp33.090,1 miliar, atau 2,5 persen apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN Sementara itu, anggaran belanja negara diperkirakan mencapai sebesar Rp ,1 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp99.175,4 miliar atau 6,9 persen apabila dibandingkan dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN Perubahan pendapatan negara dan hibah serta belanja negara tersebut pada akhirnya juga mengakibatkan perubahan pada besaran defisit anggaran, yaitu dari Rp ,0 miliar (1,5 persen terhadap PDB) menjadi sebesar Rp ,3 miliar (2,2 persen terhadap PDB). Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-1

112 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran 5.2 Defisit dan Pembiayaan Anggaran Peningkatan besaran defisit anggaran dari Rp ,0 miliar (1,5 persen terhadap PDB) menjadi sebesar Rp ,3 miliar (2,2 persen terhadap PDB) tersebut, memberikan implikasi pada peningkatan kebutuhan pembiayaan, yang harus dipenuhi dengan mengoptimalkan berbagai sumber pembiayaan yang tersedia. Peningkatan pembiayaan anggaran dalam RAPBN-P 2012 sebesar Rp66.085,3 miliar tersebut direncanakan akan dibiayai dari sumber pembiayaan nonutang sebesar Rp43.487,6 miliar, dan sumber pembiayaan utang sebesar Rp22.597,7 miliar. Dengan demikian, komposisi pembiayaan anggaran mengalami perubahan. Apabila dalam APBN 2012 pembiayaan nonutang adalah negatif Rp9.544,5 miliar dan pembiayaan utang sebesar Rp ,4 miliar maka dalam RAPBN-P 2012 pembiayaan nonutang adalah Rp33.943,1 miliar dan pembiayaan utang sebesar Rp ,2 miliar. Pembiayaan nonutang tersebut bersumber dari: (1) perbankan dalam negeri Rp60.561,6 miliar; dan (2) nonperbankan dalam negeri sebesar negatif Rp26.618,5 miliar. Sedangkan pembiayaan utang terdiri dari: (1) pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp4.425,7 miliar; (2) Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp ,7 miliar; serta (3) Pinjaman Dalam Negeri (neto) sebesar Rp991,2 miliar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik V Pembiayaan Nonutang Triliun Rupiah 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 - (50,0) (100,0) (150,0) (200,0) (250,0) GRAFIK V.1 PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012 APBN 2012 RAPBN-P 2012 Dalam RAPBN-P 2012, pembiayaan nonutang direncanakan berasal dari perbankan dalam negeri dan nonperbankan dalam negeri. Sumber pembiayaan nonutang yang bersumber dari perbankan dalam negeri berasal dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, dan Saldo Anggaran Lebih (SAL), sedangkan sumber pembiayaan nonutang yang berasal dari nonperbankan dalam negeri bersumber dari hasil pengelolaan aset. Sementara itu, di dalam komponen pembiayaan nonperbankan dalam negeri RAPBN-P 2012 di samping penerimaan pembiayaan juga terdapat beberapa komponen pengeluaran pembiayaan, yaitu investasi Pemerintah, penyertaan modal negara (PMN), dana bergulir, dana pengembangan pendidikan nasional, dan kewajiban penjaminan. Pengeluaran pembiayaan tersebut dialokasikan untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam bidang tertentu, antara lain pengembangan infrastruktur, pengembangan perumahan rakyat, pemberdayaan Koperasi, usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), penjaminan program kredit usaha rakyat, dan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Pembiayaan nonutang dalam RAPBN-P 2012 direncanakan mencapai Rp33.943,1 miliar, naik sebesar Rp43.487,6 miliar jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2012 sebesar negatif Rp9.544,5 miliar. (1,5) Defisit APBN SBN (Neto) Pinjaman Dalam Negeri Sumber : Kementerian Keuangan (2,5) % thd PDB - Nonutang (Neto) Pinjaman Luar Negeri (Neto) % Defisit Thd PDB (0,5) (1,0) (1,5) (2,0) (2,5) V-2 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

113 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V Kenaikan tersebut diperlukan untuk membiayai kenaikan defisit yang diperkirakan mencapai Rp66.085,3 miliar. Pembiayaan Rincian pembiayaan nonutang pada RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Tabel V.1. PEMBIAYAAN NONUTANG APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012 TABEL V.1 (miliar rupiah) APBN RAPBN-P Perubahan I. Perbankan Dalam Negeri 8.947, , ,6 A. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman 3.890, ,9 497,7 B. Saldo Anggaran Lebih 5.056, , ,0 II. Non Perbankan Dalam Negeri (18.491,5) (26.618,5) (8.127,0) A. Hasil Pengelolaan Aset 280,0 280,0 - B. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (17.138,1) (19.265,1) (2.127,0) a. Investasi Pemerintah (3.299,6) (3.299,6) - b. Penyertaan Modal Negara (6.852,8) (8.922,1) (2.069,3) c. Dana Bergulir (6.985,8) (7.043,4) (57,7) C. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (1.000,0) (7.000,0) (6.000,0) D. Kewajiban Penjaminan (633,3) (633,3) - Jumlah (9.544,5) , ,6 Sum ber : Kem enterian Keuangan Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan nonutang yang besumber dari perbankan dalam negeri dalam RAPBN-P 2012 direncanakan mencapai Rp60.561,6 miliar. Jumlah ini naik sebesar Rp51.614,6 miliar jika dibandingkan dengan target yang direncanakan dalam APBN 2012 sebesar Rp8.947,0 miliar. Komponen utama pembiayaan nonutang yang berasal dari perbankan dalam negeri adalah berasal dari saldo kas rekening Pemerintah atau SAL yang merupakan akumulasi dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun-tahun sebelumnya. Penggunaan dana SAL dalam RAPBN-P 2012 direncanakan mencapai sebesar Rp56.173,7 miliar, lebih tinggi Rp51.117,0 miliar jika dibandingkan dengan penggunaan SAL yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp5.056,8 miliar. Selain dari SAL, sumber pembiayaan nonutang yang berasal dari perbankan dalam negeri dalam RAPBN-P 2012 juga berasal dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman sebesar Rp4.387,9 miliar, naik Rp497,7 miliar bila dibanding dengan targetnya dalam APBN 2012 sebesar Rp3.890,2 miliar. Kenaikan tersebut terutama disebabkan adanya penyesuaian kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp8.800 menjadi Rp Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-3

114 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Nonperbankan Dalam Negeri Pembiayaan nonutang yang berasal dari sumber-sumber nonperbankan dalam negeri dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai negatif Rp26.618,5 miliar. Jumlah ini terdiri dari: (1) penerimaan pembiayaan sebesar Rp280,0 miliar yang berasal dari hasil pengelolaan aset; serta (2) pengeluaran pembiayaan sebesar Rp26.898,5 miliar yang terdiri dari dana investasi Pemerintah dan PMN Rp19.265,1 miliar, Dana Pengembangan Pendidikan Nasional Rp7.000,0 miliar, dan kewajiban penjaminan Rp633,3 miliar. Jumlah pembiayaan nonutang yang berasal dari nonperbankan dalam negeri tersebut berarti mengalami perubahan sebesar negatif Rp8.127,0 miliar apabila dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2012 sebesar negatif Rp18.491,5 miliar, yang terutama disebabkan oleh naiknya kebutuhan pengeluaran pembiayaan berupa dana investasi Pemerintah dan PMN sebesar Rp2.127,0 miliar, serta Dana Pengembangan Pendidikan Nasional sebesar Rp6.000,0 miliar. Sedangkan target penerimaan pembiayaan dari hasil pengelolaan aset sebesar Rp280,0 miliar dan alokasi pengeluaran pembiayaan untuk kewajiban penjaminan sebesar Rp633,3 miliar, tidak mengalami perubahan dari yang ditetapkan dalam APBN Adapun penjelasan tentang dana investasi Pemerintah dan PMN, dana pengembangan pendidikan nasional dapat disampaikan sebagai berikut Dana Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Di dalam pembiayaan anggaran, dana investasi Pemerintah dan PMN bukanlah merupakan sumber penerimaan pembiayaan anggaran yang bisa dipergunakan untuk menutup defisit anggaran, namun merupakan pengeluaran pembiayaan yang menjadi faktor pengurang dari pembiayaan. Dana investasi Pemerintah merupakan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memperoleh manfaat ekonomis, sosial, dan manfaat lainnya dalam jangka panjang. Sementara itu, pengeluaran pembiayaan dalam bentuk PMN dialokasikan untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam sektor tertentu sekaligus diharapkan dapat menambah kekayaan bersih Pemerintah di masa sekarang dan yang akan datang. Dalam RAPBN-P 2012, dana investasi Pemerintah dan PMN direncanakan sebesar Rp19.265,1 miliar. Jumlah tersebut meningkat Rp2.127,0 miliar (12,4 persen) jika dibandingkan dengan yang direncanakan dalam APBN 2012 sebesar Rp17.138,1 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya alokasi dana PMN serta dana bergulir. Sedangkan alokasi untuk investasi Pemerintah sebesar Rp3.299,6 miliar, dalam RAPBN-P 2012 tidak mengalami perubahan. Rincian dana investasi Pemerintah, PMN, dan dana bergulir pada APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat dalam Grafik V.2. Sedangkan penjelasan tentang PMN dan dana bergulir dapat disampaikan sebagai berikut. triliun Rupiah Sumber : Kementerian Keuangan GRAFIK V.2 DANA INVESTASI PEMERINTAH, PMN DAN DANA BERGULIR APBN 2012 DAN RAPBN-P APBN 2012 RAPBN-P 2012 Investasi Pemerintah Penyertaan Modal Negara Dana Bergulir V-4 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

115 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V A. Penyertaan Modal Negara (PMN) Dalam RAPBN-P 2012, alokasi PMN direncanakan sebesar Rp8.922,1 miliar. Jumlah ini berarti mengalami peningkatan sebesar Rp2.069,3 miliar (30,2 persen) apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp6.852,8 miliar. Peningkatan alokasi PMN tersebut berasal dari PMN kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PMN kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional, dan PMN lainnya yaitu kepada Asean Infrastructur Fund (AIF). A.1. Penyertaan Modal Negara kepada BUMN PMN kepada BUMN dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp8.000,2 miliar, yang berarti meningkat Rp2.000,0 miliar apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN Peningkatan PMN tersebut berasal dari adanya PMN kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebesar Rp2.000,0 miliar. Sedangkan alokasi PMN kepada PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Askrindo dan Perum Jamkrindo, Perusahaan Penerbit SBSN IV dan V, PT Dirgantara Indonesia, dan BUMN Strategis, tidak mengalami perubahan, atau masih sama dengan alokasinya dalam APBN Rincian alokasi PMN kepada BUMN dalam tahun 2012 tersebut dapat dilihat pada Grafik V.3. Sedangkan penjelasan tentang PT SMI dapat disampaikan sebagai berikut , , ,0 GRAFIK V.3 PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BUMN APBN 2012 DAN RAPBN-P ,0 APBN 2012 RAPBN-P , , ,0 miliar Rupiah 1.500, , , ,0 500,0 - PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia PT Askrindo dan Perum Jamkrindo 0,1 0,1 0,1 0,1 - Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia V PT Sarana Multi Infrastruktur BUMN Strategis Lainnya Sumber : Kementerian Keuangan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) Dalam RAPBN-P tahun 2012, Pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan tambahan PMN kepada PT SMI sebesar Rp2.000,0 miliar. Dalam APBN 2012 tambahan PMN untuk PT SMI belum dialokasikan. Sampai dengan tahun 2011 PT SMI telah mendapatkan PMN sebesar Rp2.000,0 miliar, dan telah digunakan untuk komitmen modal PT Indonesia Infrastructure Finance (PT IIF) Rp600,0 miliar, komitmen pembiayaan Rp1.159,0 miliar, dan ketahanan likuiditas Rp100,0 miliar. Tambahan PMN kepada PT SMI diperlukan untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur dan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-5

116 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Penambahan PMN kepada PT SMI akan dipergunakan untuk: (a) memperkuat struktur modal dengan meningkatkan gearing ratio perseroan untuk menunjang kegiatan fundraising; (b) menjaga kesinambungan kegiatan pembiayaan dan investasi perseroan; (c) melakukan pengembangan kegiatan perseroan (advisory dan penyiapan proyek) untuk percepatan pembangunan proyek infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah Swasta; (d) memungkinkan perseroan untuk dapat melakukan partisipasi dalam pembiayaan proyekproyek infrastruktur strategis; (e) memaksimalkan peran perseroan sebagai katalis pembangunan infrastruktur. A.2. Penyertaan Modal Negara kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional (LKI) Alokasi PMN kepada organisasi/lki dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp541,9 miliar, meningkat Rp41,3 miliar jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp500,6 miliar. Peningkatan PMN tersebut berasal dari alokasi PMN untuk International Development Association (IDA) dan berupa tambahan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran sebagai akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, mengingat bahwa pembayaran kepada Organisasi/LKI dilakukan dengan mata uang dolar Amerika Serikat. Rincian alokasi PMN kepada Organisasi/LKI dalam RAPBN-P 2012 adalah sebagai berikut: (1) The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) sebesar Rp9,0 miliar; (2) Asian Development Bank (ADB) sebesar Rp353,3 miliar; (3) International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) sebesar Rp147,8 miliar; (4) International Finance Corporation (IFC) sebesar Rp8,2 miliar; (5) International Fund for Agricultural Development (IFAD) sebesar Rp19,0 miliar; dan (6) International Development Association (IDA) sebesar Rp4,6 miliar. Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada organisasi/lki dalam APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Grafik V.4. miliar rupiah The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) Sumber : Kementerian Keuangan GRAFIK V.4 PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA LKI APBN 2012 DAN RAPBN-P Asian Development Bank (ADB) International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) Internasional Finance Corporation (IFC) APBN 2012 RAPBN-P 2012 International Fund for Agricultural and Development (IFAD) International Development Association (IDA) The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) Alokasi PMN untuk ICD dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp9,0 miliar, naik dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp8,4 miliar yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada ICD akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. V-6 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

117 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V Sesuai dengan article agreement ICD, Indonesia berkesempatan untuk melakukan subscribed sebanyak 475 share, atau senilai USD4,75 juta, yang dapat dicicil selama lima kali cicilan, atau masing-masing sebesar USD950,0 ribu mulai tahun Menteri Keuangan melalui Surat Nomor S-739/MK.011/2009 tanggal 2 Desember 2009 telah menyetujui untuk ikut serta dalam kenaikan modal ICD dimaksud. Pembayaran yang dilakukan Pemerintah dilakukan melalui APBN-P 2011 sebesar Rp28,5 miliar yang merupakan cicilan pertama sampai dengan ke tiga pada periode , dan cicilan keempat sebesar Rp9,0 miliar dialokasikan dalam RAPBN-P Asian Development Bank (ADB) ADB merupakan sebuah institusi finansial pembangunan multilateral yang didedikasikan untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara Asia dan Pasifik. Indonesia merupakan pemegang saham terbesar keenam setelah Jepang, AS, China, India, dan Australia. Disamping itu, Indonesia merupakan peminjam terbesar ADB, dengan tiga sektor utama yang menjadi fokus ADB, yaitu public sector management, energi, dan pendidikan. Indonesia berkewajiban untuk menambah setoran modal pada ADB sebesar USD185,97 juta, atau equivalen dengan Rp1,9 triliun, yang akan dicicil selama lima tahun mulai 1 April Sehubungan dengan hal tersebut, pada RAPBN-P 2012, Pemerintah mengalokasikan PMN sebagai kewajiban untuk melakukan pembayaran cicilan ketiga ADB yaitu sebesar Rp353,3 miliar, naik Rp26,0 miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp327,3 miliar, yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada ADB akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) IBRD atau Bank Dunia untuk pembangunan dan pemulihan, adalah badan internasional yang bergerak di bidang perbankan untuk pembangunan dan kemajuan negara-negara berkembang. Bersama dengan ADB, IBRD adalah lembaga multilateral terbesar untuk Indonesia. Mengingat kepentingan Indonesia tersebut, Indonesia perlu mendukung kenaikan modal di IBRD. Ada dua macam kenaikan modal di IBRD, yaitu: (a) dalam rangka meningkatkan partisipasi dan hak suara negara berkembang, dimana Indonesia mendapatkan alokasi selected capital increase (SCI) sebesar saham; dan (b) dalam rangka meningkatkan kecukupan modal IBRD (general capital increase/gci). Dengan berpartisipasi di kedua kenaikan tersebut, voting share Indonesia tetap nomor satu di South East Asia Voting Group (SEAVG). Dengan demikian tambahan modal kepada IBRD dalam RAPBN-P 2012 sebesar Rp147,8 miliar, naik Rp8,0 miliar bila dibandingkan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp139,8 miliar, yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada IBRD akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. International Finance Corporation (IFC) IFC adalah lembaga keuangan yang bergerak di bidang pembiayaan sektor swasta di bawah Bank Dunia Group. Investasi IFC memiliki peran penting dalam membangun infrastruktur di Indonesia termasuk energi, micro-finance, dan perubahan iklim. Sebagaimana di ICD, dalam rangka mendukung program program pembiayaan IFC pada sektor swasta di Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-7

118 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Indonesia, perlu kiranya bagi Indonesia untuk mendukung dan berpartisipasi dalam kenaikan modal pada IFC. Dari kedua lembaga keuangan tersebut (ICD dan IFC) diharapkan sektor swasta mendapatkan pembiayaan yang cukup. Untuk mendukung kenaikan modal IFC tersebut, Indonesia akan berkontribusi sebesar USD4,29 juta, yang dapat dicicil selama lima tahun. Dengan demikian, pembayaran penyertaan modal negara untuk IFC dalam RAPBN-P 2012 yang merupakan cicilan ke-2 adalah sebesar USD858,0 ribu, atau ekuivalen dengan Rp8,2 miliar, naik Rp0,6 miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp7,6 miliar yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada IFC akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. International Fund for Agricultural Development (IFAD) IFAD adalah lembaga khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang didirikan sebagai sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai badan untuk mendanai pembangunan pertanian. Mengingat Indonesia masih merupakan negara agraris dan juga kerjasama dengan IFAD cukup membantu perkembangan sektor pertanian di Indonesia, maka Indonesia perlu untuk senantiasa berpartisipasi dengan memberikan kontribusi pada IFAD. Pemerintah RI telah berkomitmen untuk berpartisipasi pada replenishment ke-8, di mana Pemerintah memberikan kontribusi sebesar USD5,0 juta, yang akan dicicil selama tiga kali, yaitu sebesar USD1,5 juta pada tahun 2010 dan 2011, dan sebesar USD2,0 juta pada tahun Dengan demikian, pada RAPBN-P 2012 Pemerintah mengalokasikan PMN kepada IFAD sebesar USD2,0 juta atau ekuivalen dengan Rp19,0 miliar, naik Rp1,4 miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp17,6 miliar yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada IFAD akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. International Development Association (IDA) IDA merupakan bagian dari World Bank dan didirikan pada tahun 1960, dengan tujuan mengurangi kemiskinan di negara-negara anggota melalui pemberian kredit murah atau tanpa bunga, dan hibah untuk program-program yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada tanggal 15 Februari 2011, Dewan Direksi IDA telah mengeluarkan ketetapan resolusi No. 227 mengenai penambahan modal yang ke-16. Pada RAPBN-P 2012, Pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan PMN sebesar Rp4,6 miliar, sehingga hak suara Indonesia akan bertambah dari sebelumnya 190,147 hak suara menjadi 216,781 hak suara, dan persentase hak suara Indonesia di IDA dapat dipertahankan sebesar 0,79 persen. A.3. Penyertaan Modal Negara Lainnya Pada RAPBN-P 2012, Pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan PMN lainnya sebesar Rp380,0 miliar, naik Rp28,0 miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp352,0 miliar, dikarenakan penyesuaian nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. PMN lainnya pada tahun 2011 dan 2012 dialokasikan kepada ASEAN Infrastructure Fund (AIF), yang merupakan bagian dari komitmen Pemerintah untuk berpartisipasi pada pembentukan modal awal pendirian AIF. AIF adalah sebuah perusahaan swasta yang didirikan oleh negara-negara ASEAN dan ADB, dengan tujuan sebagai sumber V-8 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

119 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V pembiayaan proyek infrastruktur di ASEAN dengan memanfaatkan domestic resources serta kelebihan likuiditas di kawasan Asia. Untuk mendukung pembangunan infrastruktur, Indonesia juga berpartisipasi pada AIF. Dilihat dari sisi ekonomi, Indonesia sendiri merupakan negara potensial penerima dana AIF terbesar kedua setelah Vietnam untuk membiayai: Java Bali Interconnection, Geothermal Power Development Program, dan Regional Roads Development. Dari modal awal AIF sebesar USD800,0 juta, Indonesia berencana untuk menyertakan modal sebesar USD120,0 juta, yang akan dicicil sebanyak tiga kali, mulai tahun 2011 sampai dengan tahun Namun demikian alokasi PMN untuk AIF tahun 2011 sebesar Rp352,0 miliar tidak dapat direalisasikan, dikarenakan belum siapnya rekening penampungan AIF. Dengan demikian, pada tahun 2012, Indonesia akan mengalokasikan PMN sebagai cicilan pertama sebesar USD40,0 juta atau ekuivalen dengan Rp380,0 miliar, naik dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp352,0 miliar yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada AIF akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. B. Dana Bergulir Alokasi dana bergulir dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp7.043,4 miliar, yang berarti naik Rp57,7 miliar (0,8 persen) dari alokasi dalam APBN 2012 sebesar Rp6.985,8 miliar. Kenaikan alokasi dana bergulir tersebut berasal dari alokasi dana bergulir Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB KUMKM) sebesar Rp57,7 miliar. Sedangkan alokasi dana bergulir untuk BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (PPP) sebesar Rp4.709,3 miliar, dana bergulir geothermal sebesar Rp876,5 miliar, dan dana bergulir BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebesar Rp900,0 miliar tidak mengalami perubahan atau tetap sama dengan alokasi pada APBN Alokasi dana bergulir dalam APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Grafik V.5. Sedangkan penjelasan tentang dana bergulir LPDB KUMKM dapat disampaikan sebagai berikut. triliun rupiah 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 - Sumber : Kementerian Keuangan GRAFIK V.5 DANA BERGULIR APBN 2012 DAN RAPBN-P ,7 4,7 0,9 0,9 0,9 0,9 0,5 0,6 APBN 2012 RAPBN-P 2012 LPDB KUMKM BLU PPP Geothermal BLU BPJT Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-9

120 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Dana Bergulir LPDB KUMKM Alokasi dana bergulir untuk Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB KUMKM) dalam RAPBN-P 2012, direncanakan sebesar Rp557,7 miliar, naik Rp57,7 miliar (11,5 persen) dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp500,0 miliar. Kenaikan tersebut direncanakan untuk mendukung pemberdayaan KUMKM di sektor perikanan/nelayan. Saat ini pembiayaan kredit untuk nelayan, baik yang disalurkan oleh LPDB KUMKM maupun melalui kredit usaha rakyat masih sangat rendah dibandingkan dengan sektor lain. Hal tersebut diakibatkan oleh kendala-kendala yang dihadapi dalam pembiayaan sektor perikanan/nelayan, antara lain kredibilitas nelayan yang masih rendah di mata perbankan, agunan yang sulit untuk dipenuhi oleh nelayan, informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan perbankan/lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan, dan keterbatasan jangkauan pelayanan dari Lembaga Keuangan Bank terhadap pemenuhan kebutuhan permodalan nelayan. Pengalokasian dana bergulir yang dikhususkan untuk sektor perikanan/nelayan tersebut, diharapkan dapat mempercepat upaya untuk menyediakan dan mengembangkan akses pembiayaan bagi nelayan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Dalam RAPBN-P 2012, alokasi dana pengembangan pendidikan nasional (DPPN), sebagai bagian dari anggaran pendidikan direncanakan Rp7.000,0 miliar, lebih tinggi Rp6.000,0 miliar dari alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp1.000,0 miliar. Peningkatan ini diharapkan dapat memperbesar dana abadi pendidikan (endowment fund) yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity), dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam, yang dilakukan oleh BLU pengelola dana di bidang pendidikan. Saat ini telah terbentuk Satker BLU di lingkungan Kementerian Keuangan yang mengelola DPPN, yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.01/2011. Ruang lingkup kerja LPDP meliputi pengelolaan dan penyaluran DPPN. Dana yang dapat dimanfaatkan/dipergunakan adalah pendapatan bunga dari DPPN, sementara DPPN akan menjadi dana pokok yang bersifat abadi. Pada tahun 2010 dan 2011 telah dialokasikan DPPN sejumlah Rp3.617,7 miliar Pembiayaan Utang Dalam APBN 2012, pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp ,4 miliar, yang bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp ,7 miliar, pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp1.892,3 miliar, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp860,0 miliar. Seiring dengan rencana kenaikan defisit anggaran dan mempertimbangkan perubahan asumsi makro, rencana penarikan pinjaman terkini, kondisi pasar keuangan terkini, serta kebijakan lain yang akan ditempuh, maka pembiayaan melalui utang dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan naik Rp22.597,7 miliar sehingga menjadi Rp ,2 miliar. Kenaikan jumlah pembiayaan utang ini disebabkan oleh naiknya penerbitan SBN (neto), pinjaman program, dan pinjaman dalam negeri (neto). V-10 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

121 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V Secara keseluruhan, pembiayaan utang (neto) yang direncanakan dalam RAPBN-P 2012 menjadi sebagai berikut: (1) SBN (neto) Rp ,7 miliar, (2) pembiayaan luar negeri (neto) negatif Rp4.425,7 miliar, dan (3) pinjaman dalam negeri (neto) Rp991,2 miliar. Rincian pembiayaan utang dapat dilihat pada Tabel V.2. TABEL V.2 PEMBIAYAAN UTANG 2012 (miliar rupiah) Jenis Pem biay aan Utang APBN RAPBN-P Perubahan I. SBN (Neto) , , ,0 II. Pem biay aan Luar Negeri (Neto) (1.892,3) (4.425,7 ) (2.533,4) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) , ,0 (551,4) a. Pinjaman Program , ,9 346,8 b. Pinjaman Proyek , ,1 (898,2) - Pinjaman Proy ek Pemerintah Pusat , ,3 (415,4) - Penerimaan Penerusan Pinjaman (SLA) 8.914, ,8 (482,8) 2. Penerusan Pinjaman (SLA) (8.914,6) (8.431,8) 482,8 3. Pembay aran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri (47.260,1) ( ,9) (2.464,8) III. Pinjam an Dalam Negeri (Neto) 860,0 991,2 131,2 1. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) 1.000, ,5 1 32,5 2. Pembay aran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri (140,0) (1 41,3) (1,3) Jum lah , , ,8 Sum ber : Kem ent er ia n Keu an gan Untuk memenuhi target kebutuhan pembiayaan utang tahun 2012 tersebut, kebijakan umum pengelolaan utang yang akan ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari pasar domestik melalui penerbitan SBN Rupiah; 2. Terus melakukan diversifikasi instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal; 3. Pengadaan pinjaman/kredit luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms and conditions yang menguntungkan Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditur; 4. Tetap mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri secara bertahap; 5. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama dalam rangka mendorong upaya financial deepening; dan 6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan utang Pemerintah. Selain itu, dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan portofolio utang, meningkatkan efisiensi biaya dengan memanfaatkan momentum pasar keuangan, dan meningkatkan Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-11

122 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran kepastian pembiayaan kegiatan prioritas termasuk pembiayaan untuk Alutsista/Almatsus, Pemerintah mengusulkan adanya fleksibilitas pembiayaan melalui utang. Fleksibilitas tersebut berupa perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang, termasuk diantaranya dapat melakukan percepatan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri Surat Berharga Negara (Neto) Penetapan target pembiayaan melalui penerbitan SBN (neto) dalam APBN 2012 sebesar Rp ,7 miliar, dihitung berdasarkan perkiraan daya serap pasar SBN dan kebutuhan pembiayaan secara keseluruhan. Penyusunan target tersebut mempertimbangkan outstanding SBN pada pertengahan tahun 2011, proyeksi penerbitan dan perkiraan transaksi debt switch/buyback SBN sampai dengan akhir tahun 2011, serta asumsi nilai tukar Rupiah sebesar Rp8.800,0 per dolar Amerika Serikat. Rencana penerbitan SBN (neto) pada RAPBN-P 2012 ditargetkan sebesar Rp ,7 miliar, atau naik Rp25.000,0 miliar (18,6 persen) jika dibandingkan dengan rencana penerbitannya dalam APBN Kenaikan yang cukup signifikan ini dikarenakan naiknya proyeksi defisit dalam RAPBN-P Namun demikian, Pemerintah tetap berupaya agar target penerbitan SBN (neto) tetap mengacu pada kapasitas dan daya serap pasar keuangan domestik. Pemenuhan terhadap kebutuhan pembiayaan dari penerbitan SBN (neto) masih akan tetap difokuskan pada permintaan pasar domestik. Sedangkan penerbitan SBN valas di pasar internasional dilakukan dalam jumlah yang terukur dan hanya bersifat komplementer dengan tetap memperhitungkan biaya dan risiko yang akan timbul. Pemilihan instrumen SBN valas dilakukan secara selektif untuk keperluan benchmarking portofolio, serta pengelolaan portofolio utang Pemerintah. Adapun strategi operasional yang akan ditempuh Pemerintah dalam memenuhi target penerbitan SBN (neto) hingga akhir tahun 2012 antara lain: (1) memfokuskan penerbitan di pasar domestik secara reguler dengan tetap menghindari terjadinya crowding-out effect dan memperhitungkan batas risiko yang terkendali; (2) menerbitkan SBSN (Sukuk Negara) dengan underlying project untuk memperkaya alternatif instrumen pembiayaan; (3) melakukan buyback dan debt switching untuk pengelolaan risiko dan stabilisasi pasar; dan (4) menerapkan crisis management protocol dalam rangka menjaga stabilitas pasar. Untuk memenuhi target pembiayaan utang yang cukup besar tersebut, instrumen SBN yang akan diterbitkan meliputi: (1) SUN domestik, yang terdiri dari Obligasi Negara (baik reguler maupun ritel) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN); (2) SBSN domestik, baik reguler maupun ritel, jangka pendek maupun jangka panjang; dan (3) SBN valas, yang terdiri atas SUN valas dan SBSN valas. Dari sisi kepemilikan SBN, sampai dengan 14 Februari 2012, kepemilikan SBN domestik oleh bank mencapai Rp8.148,8 miliar (41,0 persen), Bank Indonesia sebesar negatif Rp4.178,1 miliar (negatif 21,0 persen) dan investor nonbank sebesar Rp15.903,2 miliar (80,0 persen). Kepemilikan SBN nonbank terutama diserap oleh investor asing, reksadana, asuransi, dan investor lainnya, yang didalamnya termasuk investor individu, dimana yang tertinggi adalah investor asing sebesar Rp ,8 miliar (31,5 persen). Kepemilikan asing tersebut meningkat sebesar Rp11.708,7 miliar (5,3 persen) apabila dibandingkan dengan akhir Desember 2011 sebesar Rp ,1 miliar. Ketidakpastian V-12 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

123 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V kondisi pasar global terutama di kawasan Eropa dan kebijakan quantitative easing di Amerika Serikat menyebabkan mengalirnya arus modal global fund manager ke emerging market termasuk Indonesia yang memiliki fundamental ekonomi yang baik. Mengingat sebagian aliran modal asing merupakan hot money yang juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan melalui carry trade, maka peningkatan kepemilikan asing perlu diwaspadai terhadap kemungkinan terjadinya sudden reversal. Untuk mengantisipasi hal ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN menyepakati bond stabilization framework, yang meliputi penyiapan anggaran untuk pelaksanaan pembelian kembali SBN (cash buyback), melakukan koordinasi antara unit-unit terkait, dan melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai bond stabilization fund Pembiayaan Pinjaman Luar Negeri (Neto) Dalam APBN 2012, pembiayaan dari pinjaman luar negeri (neto) ditetapkan sebesar negatif Rp1.892,3 miliar. Asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang digunakan adalah sebesar Rp8.800,0 per dolar Amerika Serikat. Rencana target indikatif pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri (neto) dalam APBN 2012 tersebut terdiri atas: 1. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) Rp54.282,4 miliar, yang terdiri dari penarikan pinjaman program Rp15.257,1 miliar dan pinjaman proyek Rp39.025,3 miliar; 2. Penerusan pinjaman luar negeri Rp8.914,6 miliar; dan 3. Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri jatuh tempo Rp47.260,1 miliar. Rencana pembiayaan melalui pinjaman luar negeri (neto) tersebut dihitung berdasarkan posisi outstanding pinjaman luar negeri pada pertengahan tahun 2011 dan tambahan penarikan sampai dengan akhir tahun Rencana penarikan pinjaman program dapat dipenuhi dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Sedangkan rencana penarikan pinjaman proyek diperkirakan dapat dipenuhi dari pinjaman yang sedang berjalan (on going) dan pinjaman baru yang akan ditandatangani dan diperkirakan dapat ditarik sebagian pada tahun Dalam RAPBN-P 2012, pembiayaan dari pinjaman luar negeri (neto) diperkirakan sebesar negatif Rp4.425,7 miliar atau naik Rp2.533,4 miliar (133,9 persen) jika dibandingkan dengan target semula yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar negatif Rp1.892,3 miliar. Kenaikan target pembiayaan luar negeri (neto) ini terutama dikarenakan oleh kenaikan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. Penarikan pinjaman program dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp15.603,9 atau naik Rp346,8 miliar (2,3 persen) jika dibandingkan dengan rencana penarikan dalam APBN 2012 sebesar Rp15.257,1 miliar. Kenaikan ini karena pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sementara itu, penarikan pinjaman proyek dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp38.127,1 miliar. Hal ini berarti turun 2,3 persen atau Rp898,2 miliar jika dibandingkan dengan rancana yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp39.025,3 miliar. Penurunan ini dikarenakan adanya penurunan pagu pinjaman proyek (drop loan) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun pinjaman proyek yang diteruspinjamkan kepada Pemda dan/atau BUMN. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-13

124 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Untuk pinjaman proyek yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah pusat dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp29.695,3 miliar atau turun Rp415,4 miliar (1,4 persen) dibandingkan dengan rencana yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp30.110,7 miliar. Penurunan ini diakibatkan adanya penurunan pagu pinjaman proyek oleh beberapa kementerian negara/lembaga seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Badan SAR Nasional (Basarnas) serta penurunan pagu pinjaman proyek yang diterushibahkan untuk kegiatan Simeuleu Physical Infrastructure Project-Phase II. Sementara itu, untuk penarikan pinjaman proyek yang diteruspinjamkan (penerusan pinjaman/subsidiary loan agreement/sla) diperkirakan mengalami perubahan alokasi dari sebesar Rp8.914,6 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp8.431,8 miliar. Perubahan tersebut disebabkan di satu sisi terdapat pengurangan alokasi penerusan pinjaman dan di sisi lain terdapat penambahan pagu penerusan pinjaman akibat diterbitkannya DIPA Lanjutan Penerusan Pinjaman Tahun Anggaran 2012, sebesar Rp3.319,0 miliar, yang merupakan sisa anggaran penerusan pinjaman yang tidak terserap pada tahun Perubahan tersebut termasuk pengurangan alokasi penerusan pinjaman untuk PT Pertamina dari semula Rp898,4 miliar menjadi Rp66,0 miliar dan penambahan alokasi penerusan pinjaman untuk PT Sarana Multi Infrastruktur dari semula Rp880,0 miliar menjadi Rp1.000,0 miliar (bersumber dari APBN 2012 sebesar Rp500,0 miliar dan DIPA Lanjutan TA 2012 sebesar Rp500,0 miliar). Rincian perubahan penerusan pinjaman dalam APBN dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Tabel V.3. TABEL V.3 RINCIAN PENERUSAN PINJAMAN TAHUN ANGGARAN 2012 (miliar rupiah) Pengguna Dana APBN RAPBN-P Perubahan 1. PT Perusahaan Listrik Negara 6.771, ,7-2. PT Perusahaan Gas Negara - 56,9 56,9 3. PT Sarana Multi Infrastruktur 880, ,0 120,0 4. PT Pertamina (Persero) 898,4 66,0 (832,5) 5. PT Pelabuhan Indonesia II 160,6 160,6-6. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia 39,6 39,6-7. Pemprov DKI Jakarta 124,7 124,7-8. Pemkot Bogor 30,8 59,6 28,8 9. Pemkot Palopo - 4,8 4,8 10. Pemkot Sawah Lunto - 17,5 17,5 11. Pemkot Banda Aceh - 35,9 35,9 12. Pemkab Morowali - 19,1 19,1 13. Pemkab Muara Enim 6,8 57,3 50,5 14. Pemkab Kapuas 1,9 18,2 16,3 Total 8.914, ,8 (482,8) Sumber: Kementerian Keuangan Perubahan penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Grafik V.6. Sementara itu, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang jatuh tempo dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan Rp49.724,9 miliar atau naik Rp2.464,8 miliar (5,2 persen) jika dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp47.260,1 miliar. V-14 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

125 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V Kenaikan kewajiban pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tersebut (Rp Miliar) terutama disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp8.800 per dolar Amerika Serikat menjadi Rp9.000 per dolar Amerika Serikat. Selain itu, perkiraan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tahun 2012 tersebut juga telah memerhitungkan proyeksi terkini atas kewajiban pembayaran utang yang akan jatuh tempo sampai dengan akhir tahun Pinjaman Program Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK V.6 PINJAMAN LUAR NEGERI 2012 Pinjaman Proyek Pemerintah Pusat APBN 2012 RAPBN-P 2012 Penerusan Pinjaman (SLA) Adapun strategi operasional pengadaan dan pengelolaan pinjaman luar negeri yang dilakukan pada tahun 2012 antara lain: (1) memanfaatkan pinjaman program dan pinjaman komersial secara lebih efektif; (2) mencari pinjaman dengan terms and conditions yang favorable serta tidak diikuti dengan persyaratan politik yang mengikat; (3) mencari pinjaman dalam mata uang hard currency yang memiliki volatilitas rendah; (4) mengupayakan pencarian pinjaman dengan grace period panjang guna meminimalkan biaya pinjaman; dan (5) mendorong perencanaan pinjaman yang lebih komprehensif untuk mendukung daya serap pinjaman. Dalam rangka menunjang strategi operasional tersebut dan untuk menyesuaikan perkembangan pengelolaan pinjaman luar negeri, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah tanggal 12 Februari 2011 sebagai pengganti PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Dalam PP Nomor 10 Tahun 2011, telah diakomodasi konsep pengendalian pinjaman yang diwujudkan dengan penyusunan Batas Maksimal Pinjaman (BMP) dalam rangka pengelolaan portofolio utang secara optimal dan penyusunan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam rangka pemenuhan kebutuhan riil pembiayaan. Saat ini BMP yang akan digunakan sebagai batas maksimal rencana penarikan pinjaman luar negeri tahun telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan disampaikan kepada Bappenas. Selain itu, dengan ditetapkannya aturan operasional mengenai pengadaan pinjaman komersial dari kreditur swasta asing (KSA) dan Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE), Menteri Keuangan telah melakukan penetapan sumber pembiayaan sebagai dasar pengadaan alutsista TNI dan almatsus Polri. Untuk sumber pembiayaan melalui KSA, pengadaan barang/jasa dilakukan secara terpisah dengan pengadaan pinjaman. Pengadaan pinjaman dilakukan oleh Kementerian Keuangan, sedangkan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh K/L pelaksana kegiatan yang kedua proses tersebut dilaksanakan secara pararel. Sedangkan untuk sumber pembiayaan melalui LPKE, pengadaan barang/jasa dilakukan satu paket dengan pengadaan pinjaman. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-15

126 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Sumber penerimaan pembiayaan anggaran yang berasal dari pinjaman dalam negeri (neto) pada RAPBN-P 2012 diperkirakan Rp991,2 miliar. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan Rp131,2 miliar atau 15,3 persen jika dibandingkan dengan alokasinya pada APBN 2012 Rp860,0 miliar. Perkiraan penerimaan pinjaman dalam negeri (neto) ini terdiri dari penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) Rp1.132,5 miliar dan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri Rp141,3 miliar. Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) pada RAPBN-P 2012 diperkirakan Rp1.132,5 miliar atau naik Rp132,5 miliar (13,3 persen) jika dibandingkan dengan alokasinya pada APBN 2012 Rp1.000,0 miliar. Peningkatan ini dikarenakan menampung kegiatan lanjutan tahun Sedangkan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri pada RAPBN-P 2012 diperkirakan Rp141,3 miliar atau naik Rp1,3 miliar (0,9 persen) jika dibandingkan dengan alokasinya pada APBN 2012 Rp140,0 miliar. Kenaikan ini karena adanya akselerasi penarikan kegiatan lanjutan tahun Sesuai dengan peruntukkannya, pinjaman dalam negeri hanya diarahkan untuk pembiayaan kegiatan yang mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Saat ini pinjaman dalam negeri diprioritaskan untuk dua K/L yaitu Kementerian Pertahanan dan Polri, yang direncanakan bersumber dari perbankan dalam negeri Pembiayaan melalui Pinjaman Siaga Dalam RAPBN-P 2012, Pemerintah merencanakan pembiayaan yang bersifat kontinjensi melalui penarikan pinjaman siaga dari kreditur bilateral dan multilateral. Penarikan pinjaman siaga tersebut dapat digunakan sebagai tambahan pembiayaan utang dan/atau alternatif pembiayaan apabila terjadi krisis pasar SBN. Penarikan pinjaman siaga untuk tambahan pembiayaan utang hanya dilakukan apabila dampak krisis global berpotensi menyebabkan krisis fiskal. Dengan demikian, tambahan pembiayaan utang tersebut bersifat kontinjensi untuk menutup peningkatan defisit dalam rangka stimulus fiskal. Tambahan pembiayaan utang selain bersumber dari penarikan pinjaman siaga, juga dapat bersumber dari penerbitan SBN. Penarikan pinjaman siaga sebagai alternatif pembiayaan utang dilakukan apabila dampak krisis global menyebabkan penerbitan SBN tidak dapat dilakukan dengan biaya yang wajar. Dengan demikian, penarikan pinjaman siaga bersifat kontinjensi untuk mengganti penerbitan SBN sehingga dapat menjamin pemenuhan target pembiayaan utang tanpa menambah total pembiayaan utang. V-16 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

127 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V 5.3 Risiko Fiskal Analisis Sensitivitas Defisit APBN terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro Dalam penyusunan APBN, indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP), dan lifting minyak. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan berubah. Oleh karena itu, variasi-variasi ketidakpastian dari indikator ekonomi makro merupakan faktor risiko yang akan memengaruhi APBN. Tabel V.4 berikut ini menunjukkan selisih antara perkiraan awal besaran asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN dan realisasinya untuk tahun Selisih tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit dengan realisasinya. Apabila realisasi defisit melebihi target defisit yang ditetapkan dalam APBN maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus dicarikan sumber pembiayaannya. TABEL V.4 SELISIH ANTARA ASUMSI EKONOMI MAKRO DAN REALISASINYA* Uraian Pertumbuhan ekonomi (%) -0,3-0,3 0-0,4 0,3 0,3 0 Inflasi (%) 8,5-1,4 0,09 4,56-1,72 1,66-1,86 Suku bunga SPN 3 bulan (%)** 0,69-0,26 0 1,84 0,1 0,07-0,8 Nilai tukar (Rp/USD) ICP (USD/barel) -0,6 0,3 12,3 2 0,6-0,6 16,5 Lifting (ribu barel per hari) *Angka positif menunjukkan realisasi lebih tinggi daripada asumsi anggaran. Untuk nilai tukar, angka positif menunjukkan depresiasi. ** Sejak APBN-P 2011 menggunakan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 Bulan Sumber: Kementerian Keuangan Risiko fiskal akibat variasi asumsi ekonomi makro dapat digambarkan dalam bentuk analisis sensitivitas parsial terhadap angka baseline defisit dalam APBN. Analisis sensitivitas parsial digunakan untuk melihat dampak perubahan atas satu variabel asumsi ekonomi makro, dengan mengasumsikan variabel asumsi ekonomi makro yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Pertumbuhan ekonomi memengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-17

128 Bab V Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran mempengaruhi penerimaan pajak, terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara, pertumbuhan ekonomi antara lain memengaruhi besaran nilai dana perimbangan dalam anggaran transfer ke daerah sebagai akibat perubahan pada penerimaan pajak. Pada tahun anggaran 2012, apabila pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih rendah 1 persen dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp5,78 triliun sampai dengan Rp7,03 triliun. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki dampak pada semua sisi APBN, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Pada sisi pendapatan negara, depresiasi nilai tukar rupiah antara lain akan memengaruhi penerimaan minyak dan gas bumi (migas), PPh migas, PPN, bea masuk dan bea keluar. Pada sisi belanja negara, yang akan terpengaruh antara lain (1) belanja dalam mata uang asing; (2) pembayaran bunga utang luar negeri; (3) subsidi BBM dan listrik; dan (4) transfer ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil migas. Sedangkan pada sisi pembiayaan, yang akan terkena dampaknya adalah (1) pinjaman luar negeri baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; (2) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri; dan (3) penjualan aset program restrukturisasi perbankan yang dilakukan dalam mata uang asing. Pada tahun anggaran 2012, apabila nilai tukar rupiah rata-rata per tahun terdepresiasi sebesar Rp100,0 dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran negatif Rp2,02 triliun sampai dengan negatif Rp2,46 triliun. Tingkat suku bunga yang digunakan sebagai asumsi penyusunan APBN adalah tingkat suku bunga SPN 3 bulan. Perubahan tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan hanya akan berdampak pada sisi belanja. Dalam hal ini, peningkatan tingkat suku bunga SPN 3 bulan akan berakibat pada peningkatan pembayaran bunga utang domestik. Pada tahun anggaran 2012, apabila tingkat suku bunga SPN 3 bulan lebih tinggi 0,25 persen dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,38 triliun sampai dengan Rp0,46 triliun. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) memengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, kenaikan ICP antara lain akan mengakibatkan kenaikan pendapatan dari kontrak production sharing (KPS) minyak dan gas dalam bentuk PNBP. Peningkatan harga minyak dunia juga akan meningkatkan pendapatan dari penerimaan PPh migas dan penerimaan migas lainnya. Pada sisi belanja negara, peningkatan ICP antara lain akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke daerah. Pada tahun anggaran 2012, apabila rata-rata ICP lebih tinggi USD1 per barel dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,54 triliun sampai dengan Rp0,65 triliun. Penurunan lifting minyak domestik juga akan memengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan belanja negara. Pada sisi pendapatan, penurunan lifting minyak domestik akan menurunkan PPh migas dan PNBP migas. Sementara pada sisi belanja negara penurunan lifting minyak domestik akan menurunkan dana bagi hasil ke daerah. Pada tahun anggaran 2012, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah barel per hari dari yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp2,01 triliun sampai dengan Rp2,56 triliun. Dari analisis sensitivitas di atas maka besaran risiko fiskal berupa tambahan defisit yang berpotensi muncul dari variasi asumsi-asumsi variabel ekonomi makro yang digunakan untuk menyusun RAPBN-P 2012 dapat digambarkan dalam Tabel V.5. V-18 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

129 Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab V Potensi T am bahan Defisit (triliun Rp) 1 Pertumbuhan ekonomi (%) ,7 8 s. d. 7,03 2 Tingkat inflasi (%) Tidak langsung 3 Rata-rata nilai tukar rupiah (Rp/USD) 100 9,000 2,02 s.d. 2,46 4 Suku bunga SPN 3 bulan (%) ,38 s.d 0,46 5 ICP (USD/barel) ,54 s. d. 0,65 6 Lifting miny ak (ribu barel/hari) ,01 s. d. 2,56 * Defisit RA PBN-P Tahun 2012 adalah Rp190,1 triliun. Sumber: Kementerian Keuangan. T ABEL V.5 SENSIT IVIT AS DEFISIT RAPBN-P 2012 T ERHADAP PERUBAHAN ASUMSI EKONOMI MAKRO 2012 * No. Uraian Satuan Perubahan Asum si Asum si Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Pusat pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Risiko fiskal pada proyek pembangunan jalan tol berasal dari dukungan Pemerintah dalam menanggung sebagian dari kelebihan biaya pengadaan tanah (land capping) sebagai akibat adanya kenaikan harga pada saat pembebasan lahan. Dukungan Pemerintah dimaksud diberikan untuk 28 proyek jalan tol. Pemberian dukungan Pemerintah atas kenaikan biaya pengadaan lahan pada 28 ruas jalan tol dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan jalan tol yang tersendat. Hal tersebut disebabkan oleh permasalahan kenaikan harga dalam pembebasan tanah yang akan digunakan dalam pembangunan jalan tol. Di samping itu, dukungan juga dimaksudkan untuk menjaga tingkat kelayakan financial dari proyek jalan tol sehingga diharapkan investor segera menyelesaikan pembangunannya. Dana dukungan Pemerintah atas kenaikan biaya pengadaan lahan (land capping) tersedia sebesar Rp4,89 triliun sejak tahun Dalam RAPBN-P 2012, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp810,0 miliar guna mengantisipasi risiko fiskal atas kelebihan biaya pengadaan tanah (land capping) jika terjadi kenaikan harga pada saat pembebasan lahan. Jumlah tersebut lebih besar Rp310,0 miliar dari alokasinya dalam APBN 2012 sebesar Rp500,0 miliar. Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012 V-19

130 RUU RAPBN-P 2012

131 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, guna mencapai Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, meningkatkan kesejahteraan rakyat serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; b. bahwa sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, telah terjadi perkembangan dan perubahan asumsi dasar ekonomi makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2012 sehingga diperlukan adanya perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012; c. bahwa...

132 - 2 - c. bahwa dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2012, segera dilakukan penyesuaian atas berbagai sasaran pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2012 dan jangka menengah, baik dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional sesuai dengan program pembangunan nasional; d. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 00/DPDRI/IV/ tanggal 00 Maret 2012; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang...

133 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 16, angka 21, dan angka 33 Pasal 1 diubah, angka 17 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran...

134 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. 3. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. 4. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. 5. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar. 6. Penerimaan negara bukan pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). 7. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 8. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah. 9. Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 10. Bagian...

135 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA-BUN, adalah kelompok anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal. 11. Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 12. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. 13. Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian. 14. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 15. Dana bagi hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 16. Dana alokasi umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan...

136 - 6 - dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 17. Dihapus. 18. Dana alokasi khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 19. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 20. Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai peraturan perundangan, yang terdiri atas Dana Insentif Daerah (DID), Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2), Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dana-dana yang dialihkan dari Kementerian Pendidikan Nasional ke Transfer ke Daerah, berupa Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Bantuan Operasional Sekolah. 21. Bantuan operasional sekolah, yang selanjutnya disingkat BOS, adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dapat dimungkinkan untuk...

137 - 7 - untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 22. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan. 23. Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset, penerbitan bersih surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi dana investasi Pemerintah, penyertaan modal negara, dana bergulir, dana pengembangan pendidikan nasional, dan kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah. 24. Sisa lebih pembiayaan anggaran, yang selanjutnya disingkat SiLPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 25. Saldo anggaran lebih, yang selanjutnya disingkat SAL, adalah akumulasi dari SiLPA tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 26. Surat berharga negara, yang selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 27. Surat utang negara, yang selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. 28. Surat berharga syariah negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang...

138 - 8 - uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 29. Bantuan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya, yang selanjutnya disingkat BPYBDS, adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN. 30. Dana investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha dan BLU. 31. Penyertaan modal negara, yang selanjutnya disingkat PMN, adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi, termasuk penyertaan modal kepada organisasi/lembaga keuangan internasional dan penyertaan modal negara lainnya. 32. Dana bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. 33. Dana pengembangan pendidikan nasional adalah anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan dana abadi pendidikan (endowment fund) yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi, dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam, yang dilakukan oleh BLU pengelola dana di bidang pendidikan. 34. Pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri...

139 - 9 - negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 35. Kewajiban penjaminan adalah kewajiban yang secara potensial menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD) dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditur sesuai perjanjian pinjaman. 36. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 37. Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik kebijakan atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. 38. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu Kementerian Negara/Lembaga, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN. 39. Penerusan pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah atau BUMN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 40. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 41. Persentase...

140 Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 42. Tahun Anggaran 2012 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2012 diperoleh dari sumber-sumber: a. penerimaan perpajakan; b. penerimaan negara bukan pajak; dan c. penerimaan hibah. (2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun sebelas triliun tujuh ratus tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus tiga puluh dua juta rupiah). (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (tiga ratus tiga puluh satu triliun sembilan ratus tiga belas miliar tujuh ratus lima puluh delapan juta delapan ratus lima puluh tiga ribu rupiah). (4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp ,00 (delapan ratus dua puluh lima miliar sembilan puluh satu juta lima ratus delapan puluh enam ribu rupiah). (5) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun tiga ratus empat puluh empat triliun empat ratus tujuh puluh enam miliar...

141 miliar tujuh ratus delapan puluh dua juta empat ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah). 3. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 3 diubah, ayat (4) tetap, dan penjelasan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 (1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas: a. pajak dalam negeri; dan b. pajak perdagangan internasional. (2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (sembilan ratus enam puluh tiga triliun tujuh ratus sembilan puluh tiga miliar delapan ratus tiga puluh dua juta rupiah), yang terdiri atas: a. pajak penghasilan sebesar Rp ,00 (lima ratus sepuluh triliun tiga ratus dua puluh sembilan miliar enam ratus delapan puluh juta rupiah), termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah (PPh DTP) atas: 1. komoditas panas bumi sebesar Rp ,00 (delapan ratus lima belas miliar empat ratus juta rupiah); dan 2. bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional, namun tidak termasuk jasa konsultan hukum lokal, sebesar Rp ,00 (dua triliun delapan ratus empat puluh tujuh miliar sembilan ratus enam puluh juta rupiah); yang dalam pelaksanaannya, masing-masing PPh DTP tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. b. pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp ,00...

142 Rp ,00 (tiga ratus tiga puluh lima triliun dua ratus empat puluh delapan miliar sembilan ratus empat puluh juta rupiah); c. pajak bumi dan bangunan sebesar Rp ,00 (dua puluh sembilan triliun enam ratus delapan puluh tujuh miliar lima ratus tujuh juta rupiah); d. cukai sebesar Rp ,00 (delapan puluh tiga triliun dua ratus enam puluh enam miliar enam ratus dua puluh lima juta rupiah); dan e. pajak lainnya sebesar Rp ,00 (lima triliun dua ratus enam puluh satu miliar delapan puluh juta rupiah). (3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat puluh tujuh triliun sembilan ratus empat puluh empat miliar seratus juta rupiah), yang terdiri atas: a. bea masuk sebesar Rp ,00 (dua puluh empat triliun tujuh ratus tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus juta rupiah), termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah (BM DTP) sebesar Rp ,00 (enam ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan b. bea keluar sebesar Rp ,00 (dua puluh tiga triliun dua ratus enam miliar dua ratus juta rupiah). (4) Rincian penerimaan perpajakan tahun anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 4. Ketentuan...

143 Ketentuan ayat (2), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 4 diubah, ayat (9) tetap, dan penjelasan ayat (9) diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas: a. penerimaan sumber daya alam; b. bagian Pemerintah atas laba BUMN; c. penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan d. pendapatan BLU. (2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua ratus delapan triliun empat ratus lima puluh enam miliar empat ratus tiga puluh enam juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah), yang terdiri atas: a. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas) sebesar Rp ,00 (seratus delapan puluh sembilan triliun enam ratus delapan miliar enam ratus dua puluh juta rupiah); dan b. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas) sebesar Rp ,00 (delapan belas triliun delapan ratus empat puluh tujuh miliar delapan ratus enam belas juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah). (3) Dana yang dicadangkan untuk kegiatan pemulihan lokasi perminyakan yang ditinggalkan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada perbankan nasional. (4) Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus tujuh puluh lima miliar empat ratus tiga puluh lima juta rupiah). (5) Dalam...

144 (5) Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan: a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Perseroan Terbatas (PT), BUMN, dan Perbankan; dan b. dengan memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. (6) Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk penerimaan bagian Pemerintah atas laba PT PLN (Persero) pada tahun buku 2011 sebagai akibat dari pemberian margin usaha sebesar 8% (delapan persen) kepada PT PLN (Persero). (7) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp ,00 (tujuh puluh dua triliun dua ratus tujuh puluh tiga miliar delapan ratus enam puluh empat juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah). (8) Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua puluh triliun empat ratus delapan miliar dua puluh dua juta enam ratus delapan puluh tujuh ribu rupiah). (9) Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 5. Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 (1) Anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2012 terdiri atas: a. anggaran...

145 a. anggaran belanja Pemerintah Pusat; dan b. anggaran transfer ke daerah. (2) Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun lima puluh delapan triliun tiga ratus delapan belas miliar empat ratus empat puluh empat juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah). (3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat ratus tujuh puluh enam triliun dua ratus enam puluh tiga miliar enam ratus tujuh puluh tiga juta dua ratus tiga puluh tiga ribu rupiah). (4) Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun lima ratus tiga puluh empat triliun lima ratus delapan puluh dua miliar seratus tujuh belas juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah). 6. Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (6) Pasal 7 diubah, ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dihapus, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus tiga puluh tujuh triliun tiga ratus tujuh puluh sembilan miliar delapan ratus empat puluh lima juta tiga ratus ribu rupiah), dengan volume BBM jenis tertentu sebanyak KL (empat puluh juta kilo liter). (1a) Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 kilogram sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 kilogram Tahun Anggaran 2010 (audited) sebesar...

146 sebesar Rp ,00 (tujuh ratus enam miliar sembilan ratus juta rupiah), dan perkiraan kekurangan subsidi Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp ,00 (tiga triliun lima ratus miliar rupiah), serta subsidi liquefied gas for vehicle (LGV) sebesar Rp ,00 (lima puluh empat miliar rupiah). (2) Dihapus. (3) Dihapus. (4) Pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram dalam Tahun Anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap. (5) Dihapus. (6) Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dalam 1 (satu) tahun mengalami kenaikan lebih dari 5% (lima persen) dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. (7) Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 8 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 8...

147 Pasal 8 (1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (sembilan puluh tiga triliun lima puluh dua miliar enam ratus enam puluh juta rupiah). (1a) Subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 3% (tiga persen) per triwulan, yang dilaksanakan bertahap mulai triwulan ke II (dua) tahun (2) Subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi listrik tahun 2010 (audited) sebesar Rp ,00 (empat triliun lima ratus enam miliar delapan ratus juta rupiah) dan perkiraan kekurangan subsidi Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp ,00 (tiga triliun lima ratus miliar rupiah). (3) Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN (Persero) ditetapkan sebesar 7% (tujuh persen) tahun Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 Subsidi pangan dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua puluh triliun sembilan ratus dua puluh enam miliar tiga ratus juta rupiah). 9. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 (1) Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (tiga belas...

148 belas triliun sembilan ratus lima puluh delapan miliar lima ratus sembilan puluh juta rupiah). (2) Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan, dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan gas. (3) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pertanian terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik. (4) Pemerintah daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). 10. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 Subsidi benih dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh sembilan miliar lima ratus juta rupiah). 11. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 Subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan umum/public service obligation (PSO) dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua triliun seratus lima puluh satu miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah). 12. Ketentuan...

149 Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 Subsidi bunga kredit program dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu triliun dua ratus sembilan puluh tiga milyar sembilan ratus tiga puluh juta seratus tiga puluh tiga ribu rupiah). 13. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 Subsidi pajak ditanggung Pemerintah (DTP) dalam Tahun Anggaran 2012 diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat triliun dua ratus enam puluh tiga miliar empat ratus juta rupiah). 14. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 (1) Belanja Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan dalam hal terjadi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro, dan perubahan parameter subsidi, dengan didasarkan pada kemampuan keuangan negara. (2) Pembayaran realisasi belanja subsidi pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari perkiraan: a. tambahan pendapatan; b. pengurangan belanja; dan/atau c. tambahan pembiayaan. 15. Ketentuan...

150 Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 18 Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk: a. pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan); b. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi); c. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden. 16. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 (1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah perlu menerapkan sistem pemberian penghargaan atas hasil optimalisasi anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 dan menerapkan sistem pengenaan sanksi melalui pemotongan pagu belanja Tahun Anggaran 2012 atas anggaran belanja Tahun Anggaran 2011 yang tidak terserap. (2) Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan optimalisasi anggaran belanja pada Tahun Anggaran

151 dapat menggunakan hasil optimalisasi anggaran belanja tersebut pada Tahun Anggaran 2012 yang selanjutnya disebut dengan penghargaan. (3) Kementerian Negara/Lembaga yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja Tahun Anggaran 2011 sebagaimana telah ditetapkan dapat dikenakan pemotongan pagu belanja pada Tahun Anggaran 2012, yang selanjutnya disebut sanksi. (4) Pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lambat 31 Maret (5) Pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga diatur oleh Pemerintah. (7) Dalam rangka penggunaan hasil optimalisasi belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 pada Tahun Anggaran 2012, Pemerintah dapat menggunakan SAL dan dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (5) Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23 (1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat berupa: a. pergeseran anggaran belanja: 1. dari Bagian Anggaran (Bendahara Umum Negara Pengelola Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 2. antar...

152 antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi dan tidak mengurangi volume keluaran (output) yang telah direncanakan; dan/atau 3. antarjenis belanja dalam satu kegiatan. b. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target PNBP; c. perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan pinjaman dan hibah dalam negeri (PHDN) sebagai akibat dari lanjutan dan percepatan penarikan pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan PHDN, termasuk hibah luar negeri/hibah dalam negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN Perubahan ditetapkan; d. perubahan pagu pinjaman proyek luar negeri sebagai akibat pengurangan alokasi pinjaman luar negeri; dan e. perubahan anggaran belanja bersumber dari penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang; ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk BLU ditetapkan oleh Pemerintah. (3) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan dan Urusan Bersama (UB) atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi. (4) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah. (5) Perubahan...

153 (5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Ketentuan ayat (2) Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 (1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas: a. dana perimbangan; dan b. dana otonomi khusus dan penyesuaian. (2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat ratus lima triliun delapan ratus tiga puluh sembilan miliar tujuh ratus sembilan puluh lima juta tujuh ratus lima ribu rupiah). (3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (tujuh puluh triliun empat ratus dua puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh juta lima ratus dua puluh delapan ribu rupiah). 19. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 27 diubah, dan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 27 (1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. DBH; b. DAU; dan c. DAK. (2) DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus lima triliun sembilan ratus sembilan miliar empat...

154 empat ratus sembilan juta lima ratus dua ribu rupiah) termasuk kurang bayar DBH. (3) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh tiga triliun delapan ratus empat belas miliar empat ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tiga ribu rupiah). (4) Dihapus. (5) DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua puluh enam triliun seratus lima belas miliar sembilan ratus empat puluh delapan juta rupiah). (6) Dalam hal pagu atas perkiraan alokasi DBH yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2012 tidak mencukupi kebutuhan penyaluran atau realisasi melebihi pagu dalam Tahun Anggaran 2012, Pemerintah menyalurkan alokasi DBH berdasarkan realisasi penerimaan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (7) Dalam hal terdapat sisa realisasi penerimaan yang belum dibagihasilkan sebagai dampak belum teridentifikasinya daerah penghasil, Menteri Keuangan menempatkan sisa penerimaan dimaksud sebagai dana cadangan dalam rekening Pemerintah. (8) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) dialokasikan berdasarkan selisih pagu dalam satu tahun anggaran dengan penyaluran DBH triwulan I sampai dengan triwulan IV Tahun Anggaran (9) Tata cara pengelolaan dana cadangan dalam rekening Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (10) Perhitungan dan pembagian lebih lanjut mengenai dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (11) Rincian...

155 (11) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 20. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 (1) Anggaran pendidikan diperkirakan sebesar Rp ,00 (tiga ratus delapan triliun sembilan puluh satu miliar tujuh ratus delapan puluh satu juta enam ratus delapan puluh delapan ribu enam ratus rupiah). (2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,1% (dua puluh koma satu persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun lima ratus tiga puluh empat triliun lima ratus delapan puluh dua miliar seratus tujuh belas juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah). (3) Di dalam alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dana pengembangan pendidikan nasional sebesar Rp ,00 (tujuh triliun rupiah) yang penggunaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 21. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 30 diubah, ayat (3) tetap, dan penjelasan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 (1) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2012, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sehingga dalam Tahun Anggaran 2012 terdapat defisit anggaran yang diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh triliun...

156 triliun seratus lima miliar tiga ratus tiga puluh empat juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah) yang akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran. (2) Pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber: a. pembiayaan dalam negeri diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh empat triliun lima ratus tiga puluh satu miliar empat juta seratus delapan puluh satu ribu rupiah); dan b. pembiayaan luar negeri neto diperkirakan sebesar negatif Rp ,00 (empat triliun empat ratus dua puluh lima miliar enam ratus enam puluh sembilan juta dua ratus satu ribu rupiah). (3) Rincian pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 22. Ketentuan ayat (4) dan ayat (6) Pasal 38 diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 (1) Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN atau penyesuaian belanja negara. (2) Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan APBN, apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara di awal tahun. (3) Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan. (3a) Pemerintah...

157 (3a) Pemerintah dapat melakukan percepatan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam rangka pengelolaan portofolio utang melalui penerbitan SBN. (4) Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang. (5) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Ketentuan huruf b, angka 1 dan angka 5 ayat (1) dan ayat (4) Pasal 43 diubah, angka 6 ayat (1) dihapus, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut: Pasal 43 (1) Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: a. proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan; b. keadaan krisis yang berdampak sistemik dalam sistem keuangan dan pasar keuangan, termasuk pasar SBN domestik, yang membutuhkan tambahan dana untuk penanganannya; dan/atau c. kenaikan...

158 c. kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan. Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah: 1. pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012; 2. pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenis belanja dalam satu bagian anggaran dan/atau antarbagian anggaran; 3. pengurangan pagu belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi, dengan tetap menjaga sasaran program/kegiatan prioritas yang tetap harus tercapai; 4. penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya; dan/atau 5. penambahan utang yang berasal dari pinjaman siaga dari kreditur bilateral dan multilateral dan/atau penerbitan SBN; 6. Dihapus. (1a) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga yang berasal dari kreditur bilateral dan multilateral sebagai alternatif sumber pembiayaan dalam hal kondisi pasar tidak mendukung penerbitan SBN. (1b) Langkah-langkah untuk mengatasi keadaan krisis sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang berdampak pada APBN dilakukan setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). (2) Persetujuan...

159 (2) Persetujuan DPR sebagaimana dinyatakan pada ayat (1) adalah keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu kali dua puluh empat jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada DPR. (3) Apabila persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena suatu dan lain hal belum dapat dilakukan, maka Pemerintah dapat mengambil langkahlangkah sebagaimana tersebut pada ayat (1). (4) Pemerintah menyampaikan langkah-langkah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A, sehingga Pasal 43A berbunyi sebagai berikut: Pasal 43A Pemerintah dapat melakukan pengeluaran belanja bunga dan cicilan pokok utang yang melebihi pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan...

160 Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR

161 PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2012 I. UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 dilaksanakan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2012 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, telah terjadi perubahan dan perkembangan pada faktor internal dan eksternal, sehingga asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN 2012 sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan. Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kinerja perekonomian Indonesia tahun 2012 diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 diperkirakan mencapai sebesar 6,5% (enam koma lima persen) atau lebih rendah jika dibandingkan dengan asumsi yang diperkirakan dalam APBN Tahun Anggaran Tingkat...

162 - 2 - Tingkat inflasi dalam tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 7,0% (tujuh koma nol persen), lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju inflasi yang ditetapkan dalam APBN tahun Peningkatan laju inflasi ini selain dipengaruhi oleh meningkatnya harga beberapa komoditas internasional, juga dipengaruhi oleh rencana kebijakan administered price di bidang energi dan pangan. Sementara itu, nilai tukar rupiah dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat, melemah dari asumsinya dalam APBN Tahun Anggaran Pelemahan ini didorong antara lain oleh ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi berlanjut pada tahun Selanjutnya, harga minyak internasional pada awal tahun 2012 mengalami peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia terkait ketegangan geopolitik di Negara-negara teluk yang mempengaruhi pasokan minyak mentah dunia. Hal ini pun terjadi pada ICP, yang cenderung meningkat, jika dibandingkan dengan harga rata-ratanya selama tahun Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2012 sehingga asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2012 diperkirakan mencapai US$105,0 (seratus lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel. Di lain pihak, lifting minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930 (sembilan ratus tiga puluh) ribu barel per hari, di bawah targetnya dalam APBN Tahun Anggaran Hal ini terkait dengan antara lain, menurunnya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua, dan dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, penurunan tersebut juga dipengaruhi faktor unplanned shut down dan hambatan nonteknis seperti permasalahan di daerah dan lain-lain. Perubahan pada besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro, yang pada gilirannya berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN, akan diikuti dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya untuk menyehatkan APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang aman. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juncto Pasal 42 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 perlu diatur dengan Undang-Undang. II. PASAL...

163 - 3 - II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 2 Cukup jelas. Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Cukup jelas. Penerimaan perpajakan semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun tiga puluh dua triliun lima ratus tujuh puluh miliar dua ratus lima juta rupiah). Penerimaan negara bukan pajak semula direncanakan sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh tujuh triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar tiga ratus delapan puluh dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah). Penerimaan hibah semula direncanakan sebesar Rp ,00 (delapan ratus dua puluh lima miliar sembilan puluh satu juta lima ratus delapan puluh enam ribu rupiah). Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun tiga ratus sebelas triliun tiga ratus delapan puluh enam miliar enam ratus tujuh puluh sembilan juta empat ratus enam puluh enam ribu rupiah). Angka 3...

164 - 4 - Angka 3 Pasal 3 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas. Huruf a Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang pajak penghasilannya ditanggung Pemerintah adalah pihak ketiga yang memberikan jasa kepada Pemerintah dalam rangka penerbitan SBN di pasar internasional, yang antara lain jasa agen penjual dan jasa konsultan hukum internasional. Huruf b Huruf c Cukup jelas. Cukup jelas. Huruf d Huruf e Cukup jelas. Cukup jelas. Penerimaan pajak perdagangan internasional semula direncanakan sebesar Rp ,00 (empat puluh dua triliun sembilan ratus tiga puluh tiga miliar enam ratus tiga puluh juta rupiah). Penerimaan perpajakan semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun tiga puluh dua triliun lima ratus tujuh puluh miliar dua ratus lima juta rupiah). Rincian...

165 - 5 - Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2012 adalah sebagai berikut: Semula Menjadi 411 Pendapatan pajak dalam negeri , , Pendapatan pajak penghasilan (PPh) , , Pendapatan PPh migas , , Pendapatan PPh minyak bumi , , Pendapatan PPh gas bumi , , Pendapatan PPh nonmigas , , Pendapatan PPh Pasal , , Pendapatan PPh Pasal , , Pendapatan PPh Pasal 22 impor , ,00 Pendapatan PPh Pasal , , Pendapatan PPh Pasal 25/29 orang pribadi , , Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan , , Pendapatan PPh Pasal , , Pendapatan PPh final , ,00 dan fiskal Pendapatan PPh nonmigas lainnya , , Pendapatan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah , , Pendapatan pajak bumi dan bangunan , , Pendapatan cukai , , Pendapatan cukai , , Pendapatan cukai hasil tembakau , , Pendapatan cukai ethyl alkohol , , Pendapatan cukai minuman mengandung ethyl alkohol , , Pendapatan pajak lainnya , , Pendapatan pajak perdagangan internasional , , Pendapatan bea masuk , , Pendapatan bea keluar , ,00 Angka 4 Pasal 4 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas. Penerimaan sumber daya alam semula direncanakan sebesar Rp ,00 (seratus tujuh puluh tujuh triliun dua ratus enam puluh tiga miliar tiga...

166 - 6 - Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) tiga ratus lima puluh satu juta tujuh ratus dua puluh satu ribu rupiah). Cukup jelas. Bagian Pemerintah atas laba BUMN semula direncanakan sebesar Rp ,00 (dua puluh delapan triliun satu miliar dua ratus delapan puluh delapan juta rupiah). Sambil menunggu dilakukannya perubahan atas Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan di bidang perbankan. Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan kepada RUPS, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di bidang BUMN. Cukup jelas. Penerimaan negara bukan pajak lainnya semula direncanakan Rp ,00 (lima puluh tiga triliun empat ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus sembilan puluh enam juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah). Ayat (8)...

167 - 7 - Ayat (8) Ayat (9) Pendapatan BLU semula direncanakan sebesar Rp ,00 (sembilan belas triliun dua ratus tiga puluh empat miliar empat ratus empat puluh enam juta empat ratus delapan puluh sembilan ribu rupiah). Penerimaan negara bukan pajak semula direncanakan sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh tujuh triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar tiga ratus delapan puluh dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah). Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2012 adalah sebagai berikut : Jenis Penerimaan Semula Menjadi 421 Penerimaan sumber daya alam , , Pendapatan minyak bumi , , Pendapatan minyak bumi , , Pendapatan gas alam , , Pendapatan gas alam , , Pendapatan pertambangan umum , , Pendapatan iuran tetap , , Pendapatan royalti , , Pendapatan kehutanan , , Pendapatan dana reboisasi , , Pendapatan provisi sumber daya hutan , , Pendapatan IIUPH (IHPH) , , Pendapatan IIUPH (IHPH) tanaman industri , , Pendapatan IIUPH (IHPH) hutan alam , , Pendapatan penggunaan kawasan hutan , , Pendapatan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan , , Pendapatan perikanan , , Pendapatan perikanan , , Pendapatan pertambangan panas bumi , , Pendapatan pertambangan panas bumi , , Pendapatan bagian laba BUMN , , Pendapatan Bagian Pemerintah atas laba BUMN , , Pendapatan laba BUMN perbankan , , Pendapatan laba BUMN non perbankan , ,

168 Pendapatan PNBP lainnya , , Pendapatan dari pengelolaan BMN (Pemanfaatan dan Pemindahtanganan) serta Pendapatan dari penjualan , , Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan , , Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan, dan perkebunan , , Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan , , Pendapatan penjualan hasil tambang , , Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan harta peninggalan , , Pendapatan penjualan informasi, penerbitan, film, survey, pemetaan, dan hasil cetakan lainnya , , Pendapatan penjualan dokumen-dokumen pelelangan , , Pendapatan penjualan lainnya , , Pendapatan dari pemindahtanganan BMN , , Pendapatan penjualan tanah, gedung, dan bangunan , , Pendapatan penjualan peralatan dan mesin , , Pendapatan dari pemindahtanganan , ,00 BMN lainnya Pendapatan Penjualan dari kegiatan hulu migas , , Pendapatan minyak mentah (DMO) , , Pendapatan dari pemanfaatan BMN , , Pendapatan sewa tanah, gedung, , ,00 dan bangunan Pendapatan sewa peralatan dan mesin , , Pendapatan dari pemanfaatan BMN lainnya , , Pendapatan jasa , , Pendapatan jasa I , , Pendapatan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya , , Pendapatan tempat hiburan/taman/ museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA) , , Pendapatan surat keterangan, visa, dan paspor , , Pendapatan hak dan perijinan , , Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan , , Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan dan teknologi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, kementerian, dan pendapatan DJBC , , Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama , , Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan kenavigasian , , Pendapatan Pelayanan Pertanahan , , Pendapatan jasa II , , Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro) , , Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi , , Pendapatan biaya penagihan pajak negara dengan surat paksa , , Pendapatan bea lelang , , Pendapatan biaya pengurusan piutang , ,00 dan lelang negara Pendapatan registrasi dokter dan dokter gigi , , Pendapatan jasa luar negeri , , Pendapatan dari pemberian surat perjalanan RI , , Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler , , Pendapatan rutin lainnya dari luar negeri , , Pendapatan layanan jasa perbankan , ,

169 Pendapatan layanan jasa perbankan , , Pendapatan atas pengelolaan rekening tunggal perbendaharaan (treasury single account) dan/ atau jasa penempatan uang negara , , Pendapatan atas penerbitan SP2D dalam rangka TSA , , Pendapatan dari pelaksanaan treasury national pooling , , Pendapatan dari penempatan uang negara di Bank Indonesia , , Pendapatan Jasa Kepolisian I , , Pendapatan surat izin mengemudi (SIM) , , Pendapatan surat tanda nomor kendaraan (STNK) , , Pendapatan surat tanda coba kendaraan (STCK) , , Pendapatan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) , , Pendapatan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) , , Pendapatan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator , , Pendapatan penerbitan surat izin senjata api dan bahan peledak , , Pendapatan Jasa Kepolisian II , , Pendapatan penerbitan surat mutasi kendaraan ke luar daerah , , Pendapatan penerbitan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) , , Pendapatan penerbitan surat keterangan lapor diri , , Pendapatan penerbitan kartu sidik jari (inafis card) , , Pendapatan denda pelanggaran lalu lintas , , Pendapatan jasa lainnya , , Pendapatan jasa lainnya , , Pendapatan bunga , , Pendapatan bunga , , Pendapatan bunga dari piutang dan penerusan pinjaman , , Pendapatan premium atas obligasi Negara 0, , Pendapatan premium obligasi Negara dalam negeri/rupiah 0, , Pendapatan premium atas SBSN dalam negeri/rupiah 0, , Pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak , ,00 pidana korupsi Pendapatan kejaksaan dan peradilan , , Pendapatan legalisasi tanda tangan , , Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan , , Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada panitera badan pengadilan (peradilan) , , Pendapatan hasil denda dan sebagainya , , Pendapatan ongkos perkara , , Pendapatan Penjualan Hasil Lelang Tindak Pidana Korupsi , , Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya , , Pendapatan pendidikan , , Pendapatan pendidikan , , Pendapatan uang pendidikan , , Pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan , , Pendapatan uang ujian untuk menjalankan praktek , , Pendapatan pendidikan lainnya , , Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi , , Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil...

170 hasil korupsi , , Pendapatan uang sitaan hasil korupsi yang telah ditetapkan pengadilan , , Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi milik negara , , Pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi yang ditetapkan di pengadilan , , Pendapatan iuran dan denda , , Pendapatan iuran Badan Usaha , , Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM , , Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa , , Pendapatan dari perlindungan hutan dan konservasi alam , , Pendapatan iuran menangkap/ mengambil/mengangkut satwa liar/ mengambil/mengangkut tumbuhan , ,00 alam hidup Pungutan izin pengusahaan pariwisata alam (PIPPA) , , Pungutan masuk obyek wisata alam , , Iuran hasil usaha pengusahaan pariwisata alam (IHUPA) , , Pendapatan denda , , Pendapatan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah , , Pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha , , Pendapatan lain-lain , , Pendapatan dari penerimaan kembali Belanja TAYL , , Penerimaan kembali belanja pegawai pusat TAYL , , Penerimaan kembali belanja pensiun TAYL , , Penerimaan kembali belanja lainnya RM TAYL , , Penerimaan kembali belanja lainnya pinj. LN TAYL 0, , Penerimaan kembali belanja lainnya Hibah TAYL , , Penerimaan kembali belanja lainnya transfer ke daerah TAYL 0, , Penerimaan kembali belanja lainnya TAYL , , Pendapatan pelunasan piutang , , Pendapatan pelunasan piutang non-bendahara , , Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara (masuk TP/TGR) , , Pendapatan lain-lain , , Penerimaan kembali persekot/ uang muka gaji , , Pendapatan anggaran lain-lain , , Pendapatan badan layanan umum , , Pendapatan jasa layanan umum , , Pendapatan penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat , , Pendapatan jasa pelayanan rumah sakit , , Pendapatan jasa pelayanan pendidikan , , Pendapatan jasa pelayanan tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan...

171 pelatihan, dan teknologi , , Pendapatan jasa pencetakan , , Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi , , Pendapatan jasa layanan pemasaran , , Pendapatan jasa penyediaan barang dan jasa lainnya , , Pendapatan dan pengelolaan wilayah/kawasan tertentu , , Pendapatan pengelolaan kawasan otorita 0, , Pendapatan dan pengelolaan kawasan lainnya , , Pengelolaan dana khusus untuk masyarakat , , pendapatan program modal ventura , , Pendapatan program dana bergulir sektoral , , Pendapatan program dana bergulir syariah , , Pendapatan investasi , , Pendapatan Pengelolaan Dana Khusus 0, ,00 lainnya 4242 Pendapatan hibah badan layanan umum , , Pendapatan hibah terikat , , Pendapatan hibah terikat dalam negeri-perorangan , , Pendapatan hibah terikat dalam negeri-lembaga/badan usaha , , Pendapatan hibah terikat dalam negeri-pemda , , Pendapatan hibah tidak terikat , , Pendapatan hibah tidak terikat dalam negeri-pemda , , Pendapatan hasil kerja sama BLU , , Pendapatan hasil kerja sama BLU , , Pendapatan hasil kerja sama perorangan ,00 0, Pendapatan hasil kerja sama lembaga/badan usaha , , Pendapatan hasil kerja sama pemerintah daerah , , Pendapatan BLU Lainnya , , Pendapatan BLU Lainnya , , Pendapatan jasa layanan perbankan BLU , ,00 Angka 5 Pasal 5 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas. Anggaran belanja Pemerintah Pusat diperkirakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun lima puluh delapan triliun tiga ratus delapan belas miliar empat ratus empat puluh empat juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah), termasuk pinjaman dan/atau...

172 Ayat (3) dan/atau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah, meliputi: 1. Mass rapid transit (MRT) project sebesar Rp ,00 (satu triliun lima ratus tujuh puluh miliar lima ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus delapan puluh dua ribu rupiah); 2. Program local basic education capacity (L-BEC) sebesar Rp ,00 (lima puluh empat miliar lima ratus dua puluh enam juta tujuh ratus tujuh puluh empat ribu rupiah); 3. Infrastructure enhancement grant (sektor transportasi) sebesar Rp ,00 (enam miliar tiga ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah); 4. Water and Sanitation Program, Sub Program D- Sanitation City Pilot Projects (WASAP-D) sebesar Rp ,00 (sebelas miliar enam ratus lima puluh empat juta delapan ratus empat puluh sembilan ribu rupiah); dan 5. Water Resource and Irrigation System Management Project-APL2 (WISMP-2) sebesar Rp ,00 (seratus empat puluh tujuh miliar tujuh ratus delapan puluh juta rupiah). Anggaran belanja Pemerintah Pusat semula direncanakan sebesar Rp ,00 (sembilan ratus enam puluh empat triliun sembilan ratus sembilan puluh tujuh miliar dua ratus enam puluh satu juta empat ratus tujuh ribu rupiah). Anggaran transfer ke daerah semula direncanakan sebesar Rp ,00 (empat ratus tujuh puluh triliun empat ratus sembilan miliar empat ratus lima puluh delapan juta lima ratus sembilan puluh dua ribu rupiah). Ayat (4)...

173 Angka 6 Pasal 7 Ayat (4) Ayat (1) Ayat (1a) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Jumlah anggaran belanja negara tahun anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun empat ratus tiga puluh lima triliun empat ratus enam miliar tujuh ratus sembilan belas juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah). Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh tiga triliun lima ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh empat juta rupiah). Cukup jelas. Dihapus. Dihapus. 1. Dihapus. 2. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi antara lain melalui: a. optimalisasi program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3 (tiga) kilogram; b. melakukan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG); c. meningkatkan...

174 Angka 7 Angka 8 Pasal 8 Pasal 9 Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (1) Ayat (1a) Ayat (2) Ayat (3) c. meningkatkan pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (BBN); d. melakukan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi; dan e. menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram. Dihapus. Penyesuaian harga BBM bersubsidi dapat dilakukan dalam bentuk kenaikan harga BBM atau kenaikan harga BBM dengan subsidi harga BBM tetap. Cukup jelas. Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (empat puluh empat triliun sembilan ratus enam puluh miliar seratus sembilan puluh enam juta empat ratus enam puluh empat ribu rupiah). Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Subsidi pangan dalam Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (lima belas triliun...

175 Angka 9 Pasal 10 Angka 10 Pasal 11 Angka 11 Pasal 12 triliun enam ratus tujuh miliar enam puluh dua juta dua ratus sembilan puluh dua ribu rupiah). Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (enam belas triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh juta rupiah). Subsidi benih dalam Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh juta lima ratus empat puluh empat ribu rupiah). Subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan umum/public service obligation (PSO) diperkirakan sebesar Rp ,00 (dua triliun seratus lima puluh satu miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah), terdiri atas: 1. PSO untuk penumpang angkutan kereta api kelas ekonomi sebesar Rp ,00 (tujuh ratus tujuh puluh miliar seratus dua puluh delapan juta sembilan ratus delapan puluh lima ribu rupiah); 2. PSO untuk penumpang angkutan kapal laut kelas ekonomi sebesar Rp ,00 (satu triliun dua puluh empat miliar rupiah); 3. PSO untuk masyarakat pengguna kantor pos cabang layanan pos universal (KPCLPU) sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh dua miliar empat ratus enam puluh lima juta rupiah); dan 4. PSO untuk informasi publik sebesar Rp ,00 (delapan puluh empat miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan...

176 Angka 12 Pasal 13 Angka 13 Pasal 14 Angka 14 Pasal 15 Angka 15 Pasal 18 sembilan juta empat ratus empat puluh empat ribu rupiah). Subsidi bunga kredit program dalam Tahun Anggaran semula 2012 direncanakan sebesar Rp ,00 (satu triliun dua ratus tiga puluh empat miliar empat ratus dua juta rupiah). Subsidi pajak ditanggung Pemerintah (DTP) diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat triliun dua ratus enam puluh tiga miliar empat ratus juta rupiah), terdiri atas: 1. Subsidi pajak penghasilan ditanggung Pemerintah (PPh- DTP) sebesar Rp ,00 (tiga triliun enam ratus enam puluh tiga miliar empat ratus juta rupiah); dan 2. Fasilitas bea masuk sebesar Rp ,00 (enam ratus miliar rupiah). Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Pembayaran subsidi berdasarkan realisasinya pada tahun berjalan dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. huruf c...

177 Angka 16 Pasal 20 Angka 17 Pasal 23 Huruf c Wilayah di luar peta area terdampak lainnya adalah wilayah yang ditetapkan sesuai hasil kajian. Pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya adalah untuk pembayaran uang muka sebesar 20% (dua puluh persen). Cukup jelas. Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama. Huruf b Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku. Huruf c Yang dimaksud dengan perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri, dan pinjaman dan hibah dalam negeri adalah peningkatan pagu sebagai...

178 Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) sebagai akibat adanya lanjutan pinjaman proyek dan hibah luar negeri atau pinjaman proyek dan hibah dalam negeri yang bersifat tahun jamak dan/atau percepatan penarikan pinjaman proyek dan hibah luar negeri, serta pinjaman dan hibah dalam negeri yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman proyek dan hibah luar negeri, dan pinjaman dan hibah dalam negeri. Perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan pinjaman dan hibah dalam negeri tersebut termasuk hibah luar negeri/hibah dalam negeri yang diterushibahkan yang diterima setelah APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012 ditetapkan. Perubahan pagu pinjaman proyek dan hibah luar negeri dan pinjaman dan hibah dalam negeri tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN 2012 serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)

179 Angka 18 Pasal 26 Angka 19 Pasal 27 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (1) 2012 adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sepanjang tahun 2012 setelah APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012 kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Cukup jelas. Dana perimbangan semula direncanakan sebesar Rp ,00 (tiga ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan ratus delapan puluh lima miliar lima ratus delapan puluh satu juta enam puluh empat ribu rupiah). Dana otonomi khusus dan penyesuaian semula direncanakan sebesar Rp ,00 (tujuh puluh triliun empat ratus dua puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh juta lima ratus dua puluh delapan ribu rupiah). Cukup jelas. Ayat (2) DBH semula direncanakan sebesar direncanakan sebesar Rp ,00 (seratus triliun lima puluh lima miliar seratus sembilan puluh empat juta delapan ratus enam puluh satu ribu rupiah). Ayat (3) DAU semula direncanakan sebesar direncanakan sebesar Rp ,00 (dua ratus tujuh puluh tiga triliun delapan ratus empat belas miliar empat...

180 Ayat (4) empat ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tiga ribu rupiah). Dihapus. Ayat (5) DAK semula direncanakan sebesar Rp ,00 (dua puluh enam triliun seratus lima belas miliar sembilan ratus empat puluh delapan juta rupiah). Ayat (6) Ayat (7) Cukup jelas. Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Ayat (10) Ayat (11) Cukup jelas. Cukup jelas. Dana perimbangan diperkirakan sebesar Rp ,00 (empat ratus lima triliun delapan ratus tiga puluh sembilan miliar tujuh ratus sembilan puluh lima juta tujuh ratus lima ribu rupiah), terdiri atas: Semula Menjadi 1. Dana Bagi Hasil (DBH) , ,00 a. DBH Pajak , ,00 (1) DBH Pajak Penghasilan (PPh) , ,00 - Pajak penghasilan Pasal , ,00 - Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi , ,00 - Kurang bayar DBH PPh TA s.d , ,00 (2) DBH...

181 (2) DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) , ,00 - DBH PBB murni , ,00 - Kurang bayar DBH PBB TA s.d , ,00 (3) DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) , ,00 - DBH CHT murni , ,00 - Kurang bayar DBH CHT TA , ,00 (4) Kurang Bayar DBH BPHTB TA , ,00 b. DBH Sumber Daya Alam (SDA) , ,00 (1) DBH SDA Migas , ,00 - minyak bumi , ,00 - gas bumi , ,00 - Kurang Bayar DBH SDA minyak dan gas bumi TA , ,00 (2) DBH SDA Pertambangan Umum , ,00 - Iuran Tetap , ,00 - Royalti , ,00 - Kurang bayar DBH Pertambangan Umum TA , ,00 (3) DBH SDA Kehutanan , ,00 - Provisi Sumber Daya Hutan , ,00 - Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan , ,00 - Dana Reboisasi , ,00 - Kurang bayar DBH Kehutanan TA s.d , ,00 (4) DBH SDA Perikanan , ,00 - DBH SDA Perikanan murni , ,00 - Kurang bayar DBH SDA Perikanan TA , ,00 (5) DBH SDA Pertambangan Panas Bumi (PPB) , ,00 - DBH SDA PPB murni , ,00 - Kurang bayar DBH SDA PPB TA , ,00 2. Dana Alokasi Umum (DAU) , ,00 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) , ,00 a. Pendidikan , ,00 b. Kesehatan , ,00 c. Infrastruktur jalan , ,00 d. Infrastruktur irigasi , ,00 e. Infrastruktur air minum , ,00 f. Infrastruktur sanitasi , ,00 g. Prasarana pemerintahan daerah , ,00 h. Kelautan dan perikanan , ,00 i. Pertanian , ,00 j. Lingkungan hidup , ,00 k. Keluarga berencana , ,00 l. Kehutanan , ,00 m. Sarana prasarana daerah tertinggal , ,00 n. Perdagangan , ,00 o. Listrik perdesaan , ,00 p. Perumahan dan pemukiman , ,00 q. Transportasi perdesaan , ,00 r. Sarana dan prasarana kawasan perbatasan , ,00 s. Keselamatan transportasi darat , ,00 Angka 20 Pasal 29 Ayat (1)...

182 Ayat (1) Anggaran pendidikan diperkirakan sebesar Rp ,00 (tiga ratus delapan triliun sembilan puluh satu miliar tujuh ratus delapan puluh satu juta enam ratus delapan puluh delapan ribu enam ratus rupiah), terdiri atas: Semula Menjadi 1. Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat , ,00 Anggaran Pendidikan pada Kementerian Negara/Lembaga , ,00 (1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , ,00 (2) Kementerian Agama , ,00 (3) Kementerian Negara/Lembaga lainnya , ,00 a. Kementerian Keuangan , ,00 b. Kementerian Pertanian , ,00 c. Kementerian Perindustrian , ,00 d. Kementerian ESDM , ,00 e. Kementerian Perhubungan , ,00 f. Kementerian Kesehatan , ,00 g. Kementerian Kehutanan , ,00 h. Kementerian Kelautan dan Perikanan , ,00 i. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif , ,00 j. Badan Pertanahan Nasional , ,00 k. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika , ,00 l. Badan Tenaga Nuklir Nasional , ,00 m.kementerian Pemuda dan Olahraga , ,00 n. Kementerian Pertahanan , ,00 o. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi , ,00 p. Perpustakaan Nasional , ,00 q. Kementerian Koperasi dan UKM , ,00 r. Kementerian Komunikasi dan Informatika , ,00 2. Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah , ,00 (1) Bagian Anggaran Pendidikan yang diperkirakan dalam DBH , ,00 (2) DAK Pendidikan , ,00 (3) Bagian Anggaran Pendidikan yang diperkirakan dalam DAU , ,00 (4) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD , ,00 (5) Tunjangan Profesi Guru , ,00 (6) Bagian Anggaran Pendidikan yang diperkirakan dalam Otsus , ,00 (7) Dana Insentif Daerah , ,00 (8) Bantuan Operasional Sekolah , ,00 3. Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan , ,00 Dana Pengembangan Pendidikan Nasional , ,00 Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 21...

183 Angka 21 Pasal 30 Ayat (1) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun tiga ratus sebelas triliun tiga ratus delapan puluh enam miliar enam ratus tujuh puluh sembilan juta empat ratus enam puluh enam ribu rupiah), jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar Rp ,00 (satu kuadriliun empat ratus tiga puluh lima triliun empat ratus enam miliar tujuh ratus sembilan belas juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah), sehingga dalam Tahun Anggaran 2012 terdapat defisit anggaran sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh empat triliun dua puluh miliar empat puluh juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah). Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2012 berubah dari direncanakan semula Rp ,00 (seratus dua puluh empat triliun dua puluh miliar empat puluh juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah) menjadi diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh triliun seratus lima miliar tiga ratus tiga puluh empat juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah). Ayat (2) a. Pembiayaan dalam negeri semula direncanakan sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh lima triliun sembilan ratus dua belas miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus tiga puluh delapan ribu rupiah); b. Pembiayaan luar negeri neto semula direncanakan sebesar negatif Rp ,00 (satu triliun delapan ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus lima puluh enam juta sembilan ratus lima ribu rupiah). Ayat (3)...

184 Ayat (3) Pembiayaan defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh triliun seratus lima miliar tiga ratus tiga puluh empat juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah), terdiri atas: 1. Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh empat triliun lima ratus tiga puluh satu miliar empat juta seratus delapan puluh satu ribu rupiah), terdiri atas: Semula Menjadi a. Perbankan dalam negeri , ,00 1. Penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman , ,00 2. Saldo Anggaran Lebih (SAL) , ,00 b. Nonperbankan dalam negeri , ,00 1. Hasil pengelolaan aset , ,00 2. Surat berharga negara (neto) , ,00 3. Pinjaman dalam negeri (neto) , ,00 a) Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) , ,00 b) Pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri , ,00 4. Dana investasi Pemerintah dan penyertaan modal negara , ,00 a) Investasi Pemerintah , ,00 b) Penyertaan modal negara (PMN) , ,00 1) PMN kepada BUMN , ,00 - PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia , ,00 - PT Askrindo dan Perum Jamkrindo (kredit usaha rakyat) , ,00 - Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV , ,00 - Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia V , ,00 - PT Dirgantara Indonesia , ,00 - PT Sarana Multi Infrastruktur 0, ,00 - BUMN Strategis , ,00 2) PMN kepada organisasi/lembaga keuangan internasional , ,00 - The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) , ,00 - Asian Development Bank (ADB) , ,00 - International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) , ,00 - International Finance Corporation (IFC) , ,00 - International Fund for Agricultural Development (IFAD) , ,00 - International Development Association (IDA) 0, ,00 3) PMN Lainnya , ,00 - ASEAN Infrastructure Fund (AIF) , ,00 c) Dana bergulir , ,00 1) Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM , ,00 2) BLU Pusat Pembiayaan Perumahan , ,00 3) Geothermal , ,00 4) BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) , ,00 5. Dana pengembangan pendidikan nasional , ,00 6. Kewajiban penjaminan , ,00 a) Kewajiban penjaminan untuk PT PLN (Persero) , ,00 b) Kewajiban penjaminan untuk PDAM , ,00 Penggunaan...

185 Penggunaan SAL sebagai komponen pembiayaan dalam negeri dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan cadangan awal tahun 2012 yang dananya berasal dari dana SAL yang disimpan pada Rekening SAL dan Rekening Kas Umum Negara di Bank Indonesia. SBN neto merupakan selisih antara jumlah penerbitan dengan pembayaran pokok jatuh tempo dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN konvensional maupun SBSN (Sukuk). Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai. Pinjaman dalam negeri merupakan utang yang bersumber dari BUMN, pemerintah daerah, dan perusahaan daerah. Pinjaman dalam negeri digunakan untuk pembiayaan kegiatan. Pinjaman dalam negeri (neto) merupakan selisih antara jumlah penarikan pinjaman dengan pembayaran cicilan pokok jatuh tempo. Dalam rangka mendukung pembangunan bidang infrastruktur dan bidang lainnya, Pemerintah menyediakan alokasi dana investasi Pemerintah sebesar negatif Rp ,00 (tiga triliun dua ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus juta rupiah), yang terdiri dari pusat investasi Pemerintah sebesar negatif Rp ,00 (satu triliun dua ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus juta rupiah) dan pembelian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar negatif Rp ,00 (dua triliun rupiah). PMN untuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) sebesar negatif Rp ,00 (satu...

186 (satu triliun rupiah), akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitas penjaminan, memberikan persepsi positif bagi investor, serta mengurangi exposure langsung APBN terhadap klaim. PMN untuk PT Askrindo dan Perum Jamkrindo sebesar negatif Rp ,00 (dua triliun rupiah) akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan memperkuat struktur permodalan PT Askrindo dan Perum Jamkrindo dalam rangka pelaksanaan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) bagi kelangsungan dan perkembangan kegiatan sektor riil oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). PMN untuk Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV dan V masing-masing sebesar negatif Rp ,00 (seratus juta rupiah) dimaksudkan dalam rangka mendukung penerbitan SBSN. PMN kepada PT Dirgantara Indonesia sebesar negatif Rp ,00 (satu triliun rupiah), akan dipergunakan antara lain untuk restrukturisasi usaha dan regenerasi sumber daya manusia. PMN kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebesar negatif Rp ,00 (dua triliun rupiah) dialokasikan untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur dan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur. PMN kepada BUMN Strategis sebesar negatif Rp ,00 (dua triliun rupiah) dialokasikan untuk mendukung upaya restrukturisasi dan revitalisasi BUMN Strategis. PMN kepada organisasi/lembaga keuangan internasional sebesar negatif Rp ,00 (lima ratus empat puluh satu miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta seratus lima puluh delapan ribu rupiah) dimaksudkan dalam rangka pembayaran...

187 pembayaran PMN pada organisasi/lembaga keuangan internasional. PMN lainnya sebesar negatif Rp ,00 (tiga ratus delapan puluh miliar rupiah) digunakan untuk kontribusi modal awal dalam rangka pendirian ASEAN Infrastructure Fund (AIF) guna mendukung pengembangan infrastruktur di kawasan negara-negara ASEAN. Dana bergulir Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB KUMKM) sebesar negatif Rp ,00 (lima ratus lima puluh tujuh miliar enam ratus enam puluh juta rupiah) akan digunakan untuk memberikan stimulus bagi koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah berupa penguatan modal. Tambahan dana sebesar Rp ,00 (lima puluh tujuh miliar enam ratus enam puluh juta rupiah) dipergunakan untuk mendukung penguatan modal usaha bagi nelayan/sektor perikanan. Dana bergulir BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (PPP) sebesar negatif Rp ,00 (empat triliun tujuh ratus sembilan miliar dua ratus lima puluh tiga juta rupiah) akan digunakan untuk mendukung program bantuan likuiditas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah (MBM) termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dana bergulir geothermal sebesar negatif Rp ,00 (delapan ratus tujuh puluh enam miliar lima ratus juta rupiah) akan digunakan untuk membiayai kegiatan eksplorasi bagi pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geothermal) yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh BLU di bidang investasi Pemerintah. Dana bergulir BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebesar negatif Rp ,00 (sembilan ratus miliar rupiah), akan digunakan untuk mempercepat...

188 mempercepat proses pengadaan tanah bagi 22 ruas jalan tol. Dana pengembangan pendidikan nasional sebesar negatif Rp ,00 (tujuh triliun rupiah) merupakan bagian dari anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan dana abadi pendidikan (endowment fund) yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi, dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam, yang dilakukan oleh BLU pengelola dana di bidang pendidikan. Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batu bara oleh PT PLN (Persero), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur perbankan. Jaminan Pemerintah dimaksud sebesar negatif Rp ,00 (enam ratus dua puluh tiga miliar tiga ratus empat puluh juta rupiah) diberikan atas risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur. Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah yang diberikan kepada PT PLN (Persero) apabila terealisasi. Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam rangka percepatan penyediaan air minum yang merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi penduduk oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Pemerintah memberikan jaminan sebesar 70% (tujuh puluh persen) atas kewajiban pembayaran kembali pokok kredit investasi PDAM kepada...

189 kepada kreditur perbankan. Dana jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PDAM tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur. Realisasi pembayaran jaminan oleh Pemerintah akan diperhitungkan sebagai pinjaman kepada PDAM sebesar 40% (empat puluh persen) dan sisanya sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagai beban pemerintah daerah yang dapat dikonversi menjadi pinjaman. Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PDAM sebesar negatif Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pencairan dana tersebut dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Persetujuan tersebut diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu kali dua puluh empat jam, setelah rencana pencairan disampaikan Pemerintah kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp ,00 (empat triliun empat ratus dua puluh lima miliar enam ratus enam puluh sembilan juta dua ratus satu ribu rupiah), terdiri atas: Semula Menjadi a. Penarikan pinjaman luar negeri bruto , ,00 (1) Pinjaman program , ,00 (2) Pinjaman proyek , ,00 - Pinjaman Proyek Pemerintah Pusat , ,00 - Penerimaan Penerusan Pinjaman , ,00 b. Penerusan pinjaman , ,00 (1) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) , ,00 (2) PT Perusahaan Gas Negara 0, ,00 (3) PT Sarana Multi Infrastruktur , ,00 (4) PT Pertamina (Persero) , ,00 (5) PT Pelabuhan Indonesia II , ,00 (6) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia , ,00 (7) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta , ,00 (8) Pemerintah Kota Bogor , ,00 (9) Pemerintah Kota Palopo 0, ,00 (10) Pemerintah Kota Sawah Lunto 0, ,00 (11) Pemerintah Kota Banda Aceh 0, ,00 (12) Pemerintah Kabupaten Morowali 0, ,00 (13) Pemerintah...

190 (13) Pemerintah Kabupaten Muara Enim , ,00 (14) Pemerintah Kabupaten Kapuas , ,00 c. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri , ,00 Angka 22 Pasal 38 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri namun tidak termasuk penerbitan SBN di pasar internasional. Pinjaman proyek Pemerintah Pusat termasuk pinjaman yang diterushibahkan kepada daerah sebesar Rp ,00 (satu triliun enam ratus delapan puluh miliar sembilan ratus enam belas juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah) untuk membiayai kegiatan Mass Rapid Transit (MRT) sebesar Rp ,00 (satu triliun lima ratus tiga puluh tiga miliar seratus tiga puluh enam juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah) dan Water Resources and Irrigation System Management Project - APL 2 (WISMP-2) sebesar Rp ,00 (seratus empat puluh tujuh miliar tujuh ratus delapan puluh juta rupiah). Penerusan pinjaman sebesar negatif Rp ,00 (delapan triliun empat ratus tiga puluh satu miliar delapan ratus dua puluh tiga juta dua puluh sembilan ribu rupiah) termasuk DIPA Lanjutan Tahun Anggaran 2012 atas sisa anggaran penerusan pinjaman yang tidak terserap pada tahun anggaran 2011 sebesar negatif Rp ,00 (tiga triliun tiga ratus delapan belas miliar sembilan ratus delapan puluh tujuh juta sembilan ribu rupiah). Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup Jelas. Ayat (3a)...

191 Angka 23 Pasal 43 Ayat (3a) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (1) Cukup jelas. Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN (neto), penarikan pinjaman dalam negeri, dan/atau penarikan pinjaman luar negeri. Penarikan pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman program dan pinjaman proyek. Dalam hal pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang. Cukup jelas. Cukup jelas. Keadaan darurat tersebut terjadi apabila: 1. Proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) di bawah asumsi dan/atau proyeksi indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari asumsinya, kecuali prognosa indikator lifting dengan deviasi paling rendah 5% (lima persen). 2. Krisis adalah kondisi sistem keuangan, yang terdiri dari lembaga keuangan dan pasar keuangan, termasuk pasar SBN domestik, yang sudah gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan, yang dapat berupa kesulitan likuiditas, masalah solvabilitas dan/atau penurunan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Berdampak...

192 Ayat (1a) Berdampak sistemik adalah berakibat kondisi sulit dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah Bank dan/atau Perusahaan Asuransi yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan, yang dapat menimbulkan krisis perekonomian nasional. 3. Kenaikan biaya utang yang bersumber dari kenaikan imbal hasil (yield) SBN adalah terjadinya peningkatan imbal hasil secara signifikan yang menyebabkan krisis di pasar SBN, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan parameter dalam Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol (CMP)) pasar SBN. Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosa penurunan pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, subsidi BBM dan listrik, serta belanja lainnya. Cukup jelas. Ayat (1b) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud karena suatu dan lain hal belum dapat dilakukan adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu satu kali dua puluh empat jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada DPR. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 24...

193 Angka 24 Pasal II Pasal 43A Cukup jelas. Pengeluaran melebihi pagu anggaran antara lain dapat disebabkan oleh: 1. Kondisi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan kondisi yang diperkirakan pada saat penyusunan APBN Perubahan; 2. Dampak dari restrukturisasi utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang; dan 3. Dampak dari percepatan penarikan pinjaman. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

194 DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2017 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELAN NJA NEGAR RA TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

RINGKASAN APBN TAHUN 2017 RINGKASAN APBN TAHUN 2017 1. Pendahuluan Tahun 2017 merupakan tahun ketiga Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mewujudkan sembilan agenda priroritas (Nawacita)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar... Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro... 1.3 Perubahan Kebijakan APBN... 1.4 Pokok-Pokok

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2016 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN

DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TA 2009 Pendahuluan Pada tahun anggaran

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) No. 4848 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas 41 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif Drs. Anthony Budiawan, CMA Rektor Institut Binis dan Informatika Indonesia (IBII) Direktur Eksekutif Indonesia Institute for Financial

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Realisasi Tahun 2017... 1.1.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2017... 1.1.2 Realisasi

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) No. 63, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 Menimbang : a. DENGAN

Lebih terperinci

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENYAMPAIAN KETERANGAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3. 1. Arah Kebijakan Ekonomi 3.1.1. Kondisi Ekonomi Tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015 Peningkatan dan perbaikan kondisi ekonomi

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... viii Daftar Boks... x

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... viii Daftar Boks... x Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... viii Daftar Boks... x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam RAPBN Perubahan Tahun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara dan Hibah, 2006...

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED LKPP TAHUN 2017 AUDITED MEI 2018 KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Enam puluh tiga tahun merdeka memberikan pengajaran kepada bangsa Indonesia bahwa perjalanan sebuah bangsa adalah sebuah perjalanan yang penuh perjuangan dan kerja keras. Proses

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... viii Daftar Boks...

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006 2012... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006 2012... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RUU APBN-P 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN

Lebih terperinci