KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi. Publikasi triwulan I tahun 2017 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2017 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Juni 2017 Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

3 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 3,5 persen tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan investasi, manufaktur, perdagangan dan perbaikan harga komoditas. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 maupun triwulan IV tahun Penurunan konsumsi individu menjadi 0,3 persen (YoY), paling rendah sepanjang tahun dari tahun Permintaan barang dan jasa yang menurun dan kondisi musim dingin yang tidak terlalu ekstrim mengurangi permintaan terhadap alat penghangat. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tetap sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan triwulan I tahun 2016 namun lebih rendah dari triwulan IV tahun 2016 mencapai 1,8 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Eropa yang cukup stabil didukung oleh pertumbuhan Jerman yang menguat pada triwulan I tahun Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 meningkat dari sebelumnya 6,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016 dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh penjualan properti dan investasi. Selain itu, perubahan ekonomi yang mengubah fokus dari sektor industri ke konsumsi telah meningkatkan kontribusi konsumsi menjadi 77,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik. Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan I tahun Ekspor Barang tumbuh signifikan yaitu sebesar 8,0 persen (YoY) dan Ekspor Jasa tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Peningkatan ini didorong oleh ekspor jasa yang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa. Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi Pulau Jawa. Kontribusi Jawa meningkat sebesar 0,6 persen dari triwulan sebelumnya, namun lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 58,8 persen. ii

4 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar, namun relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Kinerja ini didukung oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan sehingga dapat menutup defisit neraca transaksi berjalan yang juga meningkat. Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2017 sebesar USD40.607,0 juta, mengalami kenaikan sebesar 20,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama triwulan I tahun Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mengalami kenaikan sebesar 21,6 persen pada triwulan I tahun Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor pada triwulan I tahun 2017 ditopang oleh sektor produk industri sebesar USD30.571,6 juta dengan proporsi 75,3 persen dari total nilai ekspor nonmigas. Realisasi penerimaan perpajakan per triwulan I 2017 mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari target APBN, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 (13,2 persen). Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh realisasi pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan yang salah satunya adalah dari uang tebusan Tax Amnesty periode terakhir (Januari-Maret 2017) yang mencapai Rp11,2 triliunrealisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2017 sebesar Rp 68,8 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2016, atau tumbuh sebesar 36,6 persen. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan I tahun 2017 sebesar USD7.293,7 juta juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2016, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,4 persen. Penjualan mobil pada triwulan I tahun 2017 mencapai unit atau tumbuh sebesar 6,0 persen dibandingkan triwulan I tahun Pertumbuhan positif ini disebabkan oleh daya beli masyarakat kelas menengah atas yang kembali stabil. Selain itu, peluncuran tipe kendaraan baru membuat masyarakat tertarik untuk melakukan pembelian mobil. Penjualan motor pada awal tahun 2017 masih mengalami pertumbuhan negatif. Secara absolut, penjualan motor pada triwulan I tahun 2017 mencapai 1,4 juta unit, menurun 6,8 persen dibandingkan dengan penjualan pada triwulan I tahun 2016 lalu yang mencapai 1,5 juta unit. Selama 11 triwulan berturut-turut penjualan sepeda motor mengalami penurunan, antara lain disebabkan oleh stagnasi dari daya beli masyarakat berpenghasilan menengah. Penurunan penjualan sepeda motor menunjukkan tren yang mengkhawatirkan apabila tren ini berlanjut secara berkelanjutan. iii

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... x POLICY BRIEF... 3 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pengangguran Perkiraan Ekonomi Dunia PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD Inflasi Suku Bunga Kebijakan Cadangan Devisa PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL Perkembangan Harga Internasional Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Harga Komoditas Utama Pangan ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Amerika Serikat dan Tiongkok Menandatangani Perjanjian Perdagangan KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK Perkembangan Harga Domestik iv

6 Indeks Harga Bahan Pokok Nasional INDEKS TENDENSI KONSUMEN INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Kondisi Bisnis Indonesia Pertumbuhan Industri Pengolahan Data Penjualan Komoditas Industri Utama Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Manufacturing Purchasing Manager Index KEUANGAN NEGARA PENDAPATAN NEGARA BELANJA PEMERINTAH PEMBIAYAAN PEMERINTAH Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman Luar Negeri PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN TRANSAKSI BERJALAN Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan NERACA MODAL DAN FINANSIAL CADANGAN DEVISA PERKEMBANGAN INVESTASI ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI PERKEMBANGAN INVESTASI REALISASI INVESTASI Realisasi Per Sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Tingkat Inflasi Nilai Tukar Rupiah Jumlah Uang Beredar v

7 Respon Kebijakan Moneter SEKTOR PERBANKAN Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Perbankan Syariah Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1) Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2) Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang per USD Lampiran 4: Harga Komoditas Internasional Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF Tabel 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) Tabel 3. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2017 (% YoY) Tabel 4. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) Tabel 6. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia Tabel 8. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Maret 2017) Tabel 9. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Tabel 10. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) Tabel 11. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) Tabel 19. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-Maret Tahun Tabel 20. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Maret Tahun Tabel 21. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2015 Triwulan I Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya vii

9 Tabel 22. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Agustus 2016 April Tabel 23. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun Tabel 24. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun (triliun rupiah) Tabel 25. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun (triliun rupiah) Tabel 26. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN Triwulan I 2016 dan 2017 (Rp triliun) Tabel 27. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat Tabel 28. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun (triliun Rupiah) Tabel 29. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) Tabel 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Tabel 31. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun Tabel 32. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun Tabel 33. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun Tabel 34. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun Tabel 35. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun Tabel 36. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun Tabel 37. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun Tabel 38. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun Tabel 39. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun Tabel 40. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun Tabel 41. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun Tabel 42. Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Triwulan I Tahun viii

10 Tabel 44. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2017 (persen) Tabel 45. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan I Tahun Tabel 46. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasar Sektor Tabel 47. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 48. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) Tabel 49. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tabel 50. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun Tabel 51. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun Tabel 52. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen Tabel 54. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan Tabel 55. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Reverse Repo ix

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pergerakan Suku Bunga Kebijakan (%) Tahun Gambar 2. Perkembangan Inflasi (%)Tahun Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) Gambar 4. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara Gambar 5. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Januari-Maret 2017 (% YtD) Gambar 6. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global Gambar 7. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Gambar 10. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Gambar 11. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun Gambar 12. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan Gambar 13. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan I Tahun Gambar 15. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) Gambar 16. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan I Tahun 2017 (YoY, persen) Gambar 17. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas pada Triwulan I Tahun Gambar 18. Ekspor Produk Industri Gambar 19. Tenaga Kerja Sektor Industri Gambar 20. Upah Tenaga Kerja Sektor Industri Gambar 21. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun x

12 Gambar 22. Penjualan Motor Triwulan Tahun I Gambar 23. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2017 (Ton) Gambar 24. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan I Gambar 25. Prompt Manufacturing Index Indonesia Gambar 26. Penerimaan Perpajakan dan Uang Tebusan, (Kumulatif) Gambar 27. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, (Kumulatif) Gambar 28. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Gambar 29. Proporsi Belanja Modal dan Subsidi, Maret 2016 dan Maret 2017 (% APBN) Gambar 30. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Maret 2016 dan Maret Gambar 31. Posisi Utang Pemerintah Pusat (Rp triliun) Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (USD Miliar) Gambar 39. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 40. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Gambar 41. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD) Gambar 42. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Gambar 43. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) Gambar 44. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun xi

13 Gambar 45. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia Gambar 46. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia Gambar 47. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 48. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi Gambar 49. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia Gambar 50. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia Gambar 51. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya xii

14 1

15 2

16 POLICY BRIEF Satu Tahun Implementasi BI 7 Day Repo Rate Oleh: Tari Lestari,S.Si.,SE.,MS Ratih Budhi Larasati, SE Aropando Sibarani, SE Keputusan Bank Indonesia untuk meluncurkan kebijakan baru terkait suku bunga acuan, dari semula BI rate menjadi BI 7 Day (Reverse) Repo Rate/BI 7-DRR telah mengundang perdebatan, terutama terkait efektivitasnya dalam mempengaruhi suku bunga pinjaman dan transmisinya terhadap sektor riil. Analisis ini menunjukkan bahwa BI 7-DRR memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap suku bunga pinjaman dibandingkan dengan BI rate. BI rate secara resmi dilaksanakan efektif pada 19 Agustus Bank Indonesia secara resmi merubah suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi BI 7-DRR pada tanggal 19 Agustus Beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan ini, antara lain: (i) kurang efektifnya transmisi BI rate dalam mempengaruhi suku bunga pasar uang, yang diindikasikan oleh besarnya spread antara BI rate dan suku bunga PUAB 1 serta fakta bahwa penurunan BI rate tidak disertai dengan penurunan lending rate (Gambar 1); (ii) mempertimbangkan kondisi makroekonomi yang dirasa cukup mendukung seperti inflasi yang relatif stabil dan terkendali (Gambar 2); dan (iii) BI rate tidak mengacu kepada instrumen operasional moneter yang lebih bersifat transaksional antara Bank Indonesia dan perbankan setiap hari, sehingga diperlukan kebijakan baru untuk mengatasi permasalahan ini. 1 Pasar Uang Antar Bank (PUAB) adalah kegiatan pinjam meminjam dana dalam Rupiah antara satu bank dengan bank lainnya dengan tenor sampai dengan satu tahun (PBI Bo. 18/11/PBI/2016) 3

17 Gambar 1. Pergerakan Suku Bunga Kebijakan (%) Tahun Spread antara BI rate dan lending rate cukup lebar (Gambar 1). Pemberlakuan efektif BI 7 Day Reverse Repo Rate pada 19 Agustus 2016 Koridor suku bunga yang simetris Sumber: Bank Indonesia Pada kerangka operasi moneter dengan menggunakan BI rate, terdapat ketidaksimetrisan koridor suku bunga kebijakan dengan deposit facility rate/df rate dan lending facility rate/lf rate. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 dimana LF rate berjarak lebih dekat dari suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan DF rate. Dengan penerapan BI 7-DRR, operasi moneter dijalankan dengan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit antara BI-7DRR dengan DF rate dan BI-7DRR dengan LF rate, masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI- 7DRR. Pilihan koridor suku bunga yang simetris memberikan sinyal bahwa bank sentral memiliki preferensi yang netral terhadap likuiditas perbankan dan mendorong perbankan melakukan manajemen likuiditas yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan. 4

18 Gambar 2. Perkembangan Inflasi (%)Tahun Tingkat inflasi yang semakin menurun dan terkendali memberi peluang untuk menerapkan BI 7-DRR. Sumber: Bank Indonesia Beberapa ekonom menyambut positif rencana kebijakan ini. Ekonom Bank Mizuho, Kalasopatan (2016) menyebutkan bahwa langkah Bank Indonesia menerapkan kebijakan ini sudah tepat mengingat selama penurunan BI rate sebesar 100 bps sampai April 2016 (menjadi 6,75 %) tidak mempengaruhi penurunan suku bunga pinjaman. Begitu juga dengan ekonom Nomura Economics, Paracuelles (2016) yang berpendapat bahwa BI rate belum mampu mempengaruhi target operasional suku bunga PUAB Overnight terutama setelah tahun Beberapa negara sebelumnya sudah menerapkan kebijakan yang sama. Beberapa negara sebelumnya sudah menerapkan kebijakan yang sama, yaitu: India (2012), Republik Ceko (2014), Thailand (2006), Selandia Baru (2006), Korea Selatan (2008), dan Filipina (2015). Dawra (2012) menunjukkan bahwa menurunnya reverse repo rate cenderung 5

19 Analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL) menunjukan bahwa BI 7 day repo rate memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap suku bunga pinjaman dibandingkan BI rate. meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana kepada masyarakat. Kondisi yang dapat dilihat di India melalui penerapan reverse repo rate yang rendah adalah peningkatan kredit perumahan dan individu. Mandel dan Tomsik (2014) menunjukkan bahwa Bank Sentral dapat menjaga tingkat likuiditas bank dengan cara merubah tingkat reverse repo rate. Jika bank sentral meningkatkan reverse repo rate maka tingkat suku bunga bank cenderung meningkat. Sebaliknya, bank sentral dapat meningkatkan aktifitas pasar riil dengan cara menurunkan tingkat reverse repo rate yang selanjutnya akan diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga pinjaman. Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk memberikan informasi awal mengenai efektivitas kebijakan moneter dalam memengaruhi kegiatan ekonomi melalui tingkat suku bunga pinjaman. Model ini melihat apakah ekspektasi tingkat suku bunga Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap ekspektasi suku bunga pinjaman. Hal ini penting untuk dilihat ketika ekspektasi pembentukan suku bunga pinjaman dipengaruhi oleh ekspektasi pembentukan suku bunga Bank Indonesia maka dapat dikatakan bahwa ekspektasi perubahan suku bunga Bank Indonesia masih menjadi acuan bagi Perbankan Indonesia dalam menentukan perubahan suku bunga pinjaman. Dummy variabel disertakan ke dalam model untuk dapat melihat perbedaan antara BI rate dan BI-7DRR. Data yang digunakan adalah suku bunga kebijakan (BI 6

20 rate dan BI-7DRR ) periode Mei Maret Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antar tingkat suku bunga Bank Indonesia dan suku bunga pinjaman. Hasil model juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara BI rate dan BI-7DRR. Satu persen perubahan ekspektasi suku bunga BI rate akan meningkatkan ekspektasi suku bunga kredit sebesar 0,41 persen. Disisi lain, besarnya pengaruh BI 7-DRR terhadap suku bunga pinjaman adalah sebesar 0,47 persen (lihat persamaan). BI 7 Day (Reverse) Repo Rate memiliki peranan penting dalam mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman bank. Perubahan kebijakan moneter dari BI rate menjadi suku bunga BI-7DRR diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter terhadap sektor riil. Implementasi BI 7-DRR masih harus memperhatikan beberapa hal. Hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi BI 7-DRR memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap suku bunga pinjaman dibandingkan BI rate. Namun demikian, terdapat beberapa hal ke depan yang harus dilakukan, yaitu: (i) memperkecil selisih antara suku bunga BI- 7DRR dengan suku bunga fasilitas Bank Indonesia; (ii) menjaga tingkat suku bunga BI 7

21 7-DRR pada level yang relatif rendah; (iii) memperkuat proyeksi target inflasi sehingga penyesuaian tingkat suku bunga dapat dilakukan dengan cepat; serta (iv) menurunkan tingkat risiko pasar, operational cost, dan meningkatkan kondisi persaingan usaha di pasar keuangan. 8

22 9

23 10

24 Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 3,5 persen tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan investasi, manufaktur, perdagangan dan perbaikan harga komoditas Harga komoditas energi mengalami peningkatan dengan perjanjian pengurangan produksi minyak mentah antara negara OPEC dan Non OPEC serta permintaan gas alam yang meningkat. Pertumbuhan perekonomian global diperkirakan akan meningkat dari 3,1 persen pada tahun 2016 menjadi 3,5 persen tahun 2017 dan 3,6 persen tahun Perekonomian global mulai mengalami perbaikan seiring dengan adanya perbaikan pada investasi, manufaktur dan perdagangan. Aktivitas yang lebih baik pada permintaan global dan persetujuan pada pembatasan produksi minyak telah mendorong perbaikan harga komoditas. Peningkatan harga komoditas mendorong peningkatan ekspor dan mengurangi tekanan deflasi global. Harga minyak mentah dunia rata-rata mengalami peningkatan pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD 52,9 per barel. Hal ini disebabkan adanya perjanjian antara negara-negara OPEC dan sebagian negara produsen non OPEC untuk mengurangi produksi pada pertengahan tahun Harga gas alam mengalami peningkatan karena peningkatan permintaan yang disebabkan oleh suhu udara yang lebih dingin di Amerika Serikat pada bulan Maret sedangkan persediaan gas alam terus menurun. Harga batu bara mengalami penurunan sebesar 13 persen setelah adanya peningkatan suplai, dimana sebelumnya ada penurunan produksi batu bara dari Tiongkok yang kini mulai melonggarkan pembatasan produksi batu bara. Harga batu bara diprediksi rata-rata sebesar USD 70 per ton pada tahun 2017 seiring dengan adanya kelanjutan pembatasan produksi oleh Tiongkok. 11

25 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 maupun triwulan sebelumnya karena pengeluaran konsumsi yang menurun. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 maupun triwulan IV tahun Penurunan konsumsi individu menjadi 0,3 persen (YoY), paling rendah sepanjang tahun dari tahun Permintaan barang dan jasa yang menurun dan kondisi musim dingin yang tidak terlalu ekstrim mengurangi permintaan terhadap alat penghangat. Selain itu, kebijakan pemerintah terkait pajak penghasilan serta inflasi yang meningkat juga menjadi pendorong perlambatan pada pengeluaran konsumsi masyarakat. Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0 7,0 7,0 6,9 Perekonomian Uni Eropa tumbuh stabil mencapai 1,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun ,8 6,7 6,7 6,7 6,8 6,9 seiring dengan 3,5 peningkatan 2,8 volume ekspor 2,9 2,6 dan 2,7 penguatan 2,4 ekonomi 2,5 2,0 2,0 2,1 2,1 Jerman. 1,6 1,8 1,8 1,7 1,8 1,7 1,9 1,6 1,9 1,8 2,0 1,9 2,1 1,3 1,6 1,4 1,8 1,7 1,7 1 1,7 1,6 1,7 1,7 0,9 1,1 0,8 0,9 1,2 1,1 0,7 0,3 0,5-0,1 I II III IV I II III IV I Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura Inggris Sumber: Bloomberg (diolah) Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tetap sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan triwulan I tahun 2016 namun lebih rendah dari triwulan IV tahun 2016 mencapai 1,8 persen (YoY). Volume ekspor memiliki tren yang meningkat, mencapai 3 12

26 persen pada bulan Januari Pertumbuhan ekonomi Eropa yang cukup stabil didukung oleh pertumbuhan Jerman yang menguat pada triwulan I tahun Laju inflasi terkendali dibawah 2 persen, namun terdapat peningkatan pada bulan April mencapai 1,2 persen dari sebelumnya 0,7 persen pada bulan Maret. Pemilihan umum di Perancis dan Belanda juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi moderat di Kawasan Eropa. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok meningkat mencapai 6,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan triwulan IV tahun 2016 maupun triwulan I tahun 2016 didukung oleh penjualan properti dan investasi. Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi diluar ekspektasi mencapai 0,5 persen pada triwulan I tahun 2017, didorong oleh perbaikan kinerja ekspor dan tingkat konsumsi. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 meningkat dari sebelumnya 6,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016 dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun Penjualan retail meningkat mencapai 10,9 persen (YoY), output industri meningkat menjadi 7,6 persen (YoY). Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh penjualan properti dan investasi. Selain itu, perubahan ekonomi yang mengubah fokus dari sektor industri ke konsumsi telah meningkatkan kontribusi konsumsi menjadi 77,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 setelah sebelumnya mencapai 64,6 persen secara keseluruhan tahun Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat pada triwulan I tahun 2017 mencapai 0,5 persen (YoY), dari triwulan I tahun sebelumnya yaitu 0,3 persen (YoY) namun lebih rendah dari triwulan IV tahun 2016 sebesar 1,7 persen (YoY). Pertumbuhan triwulan I tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan ekspor yang meningkat seiring dengan peningkatan perdagangan peralatan ponsel ke Tiongkok karena meningkatnya permintaan ponsel global. Selain itu, pengeluaran rumah tangga juga meningkat 1,4 persen (YoY) dimana rumah tangga banyak menghabiskan konsumsinya untuk pakaian dan ponsel. 13

27 Percentage (%) Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran di beberapa negara mengalami sedikit penurunan seperti di Amerika Serikat, Kawasan Eropa dan Jepang. Tingkat pengangguran di Amerika Serikat mengalami penurunan moderat menjadi 4,4 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh peningkatan lapangan kerja pada sektor perminyakan, jasa keuangan, jasa kesehatan dan pariwisata. Sedangkan tingkat pengangguran di Kawasan Eropa menurun namun tidak terlalu besar yaitu mencapai 9,5 persen pada triwulan I tahun Negara dengan tingkat pengangguran terendah di Kawasan Eropa adalah Republik Ceko sebesar 3,2 persen, Jerman sebesar 3,9 persen dan Malta sebesar 4,1 persen. Sedangkan negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Kawasan Eropa adalah Yunani mencapai 23,5 persen dan Spanyol sebesar 18,2 persen pada bulan Maret Pengangguran di Inggris mencapai 4,7 persen, sedikit menurun dari triwulan sebelumnya 4,8 persen dan 5,1 persen dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan tingkat upah di Inggris lebih rendah dari pertumbuhan tingkat inflasi pada triwulan I tahun Gambar 4. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara 14,0 12,0 13,2 Brazil 10,0 9,5 United Kingdom 8,0 Euro Area 6,0 4,0 2,0 5,9 4,7 4,4 3,0 2,8 Japan Australia Singapore 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I United States Sumber: Bloomberg (diolah) 14

28 Tingkat pengangguran di Brazil meningkat pada triwulan I tahun Tingkat pengangguran di Brazil pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan mencapai 13,2 persen dari triwulan IV tahun 2016 sebelumnya sebesar 12 persen sebagai dampak dari resesi di Brazil sejak Jumlah orang yang menganggur di Brazil pada triwulan I tahun 2017 mencapai 14 juta orang. Sedangkan Tingkat pengangguran di Singapura meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 2,2 persen, pada triwulan I tahun 2017 mencapai 3,0 persen, sebagai dampak dari perubahan yang lebih struktural pada pasar tenaga kerja sehingga beberapa sektor mengalami tekanan, dan adanya ketidakcocokan antara kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri dengan apa yang dimiliki oleh pencari kerja. Perkiraan Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang diperkirakan meningkat pada tahun 2017 dan 2018 seiring dengan perbaikan perekonomian global IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan meningkat pada tahun 2017 menjadi 3,5 persen dan terus meningkat menjadi 3,6 persen pada tahun Perubahan peningkatan ekonomi moderat diperkirakan akan terjadi pada semua kelompok negara. Perekonomian negara maju diperkirakan akan menguat kembali dengan pertumbuhan diperkirakan sebesar 2,0 persen pada tahun 2017 dan 2018 seiring dengan adanya perbaikan aktivitas manufaktur global. Namun perkiraan ini masih berpotensial untuk berubah terkait dengan kebijakan politik di Amerika Serikat dan pengaruhnya terhadap global. Sedangkan pertumbuhan di negara-negara berkembang diperkirakan akan meningkat menjadi 4,5 persen tahun 2017 dan 4,8 persen tahun Perbaikan stabilitas ekspor komoditas, peningkatan harga komoditas dan penguatan ekonomi India menjadi faktor penentu proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. 15

29 Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan Kelompok Negara Dunia Negara Maju Amerika Serikat Kawasan Eropa Jerman Inggris Jepang Negara Berkembang Tiongkok India ASEAN Amerika Latin dan Karibia Brazil Sub Sahara Afrika Afrika Selatan Sumber: World Economic Outlook, April 2017 Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan meningkat pada tahun 2017 mencapai 2,3 persen. Pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa diperkirakan akan tetap sama seperti tahun 2016 mencapai 1,7 persen pada tahun 2017 karena adanya beberapa ketidakpastian yang menahan pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa. Ekonomi Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh lebih cepat tahun 2017 dan 2018, sebesar 2,3 persen pada tahun 2017 dan 2,5 persen pada tahun Perkiraan ini didasarkan atas perbaikan pada akumulasi inventori, pertumbuhan konsumsi yang menguat, dan asumsi pelonggaran kebijakan fiskal. Perubahan yang diantisipasi pada gabungan kebijakan mendukung pasar keuangan dan memperkuat keyakinan bisnis. Namun dalam jangka panjang pertumbuhan potensial Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1,8 persen, akibat jumlah populasi tua meningkat dan pelemahan pertumbuhan total factor productivity. Kawasan Eropa diperkirakan akan tumbuh tetap sama seperti tahun 2016 yaitu sebesar 1,7 persen pada tahun 2017 dan 1,6 persen tahun 2018, yang akan didorong oleh kebijakan fiskal yang sedikit ekspansif dan kondisi keuangan yang akomodatif, pelemahan Euro, dan dampak kebijakan fiskal Amerika Serikat. Sedangkan ketidakpastian hasil pemilihan umum di negara-negara Kawasan Eropa, ditambah ketidakpastian dampak Brexit diperkirakan dapat menahan pertumbuhan. 16

30 Perekonomian Jepang diperkirakan akan tumbuh 1,2 persen tahun 2017 karena berlanjutnya dampak eskpor netto tahun 2016 yang mendorong pertumbuhan. Tiongkok diperkirakan akan tumbuh secara moderat tahun 2017 seiring dengan adanya penyeimbangan orientasi perekonomian Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan mencapai 1,2 persen pada tahun 2017 setelah adanya revisi yang komprehensif pada tahun 2016 menjadi 1,0 persen, dimana proyeksi ini lebih tinggi dari prediksi pada bulan Oktober 2016, yang disebabkan oleh adanya penguatan ekspor netto. Hal tersebut diperkirakan akan berlanjut pada tahun Namun demikian, perkiraan tahun 2017 sangat bergantung kepada ekspor netto Jepang, sehingga ADB memprediksi perekonomian Jepang tumbuh moderat tahun 2017 mencapai 1,0 persen, sama dengan pertumbuhan tahun 2016 dan dibawah prediksi IMF. Dalam jangka menengah, perekonomian Jepang diperkirakan tertahan karena penurunan angka partisipasi kerja seiring dengan penurunan jumlah angkatan kerja di Jepang akibat populasi orang tua meningkat. Perekonomian Tiongkok diperkirakan akan tumbuh 6,6 persen tahun 2017 dan 6,2 persen tahun Perkiraan ini direvisi dari bulan Oktober 0,4 persen lebih tinggi dari prediksi bulan Oktober untuk tahun 2017 dan 0,2 persen lebih tinggi dari prediksi bulan Oktober untuk tahun Hal ini karena pertumbuhan tahun 2016 yang diluar ekspektasi, antisipasi kebijakan pada pertumbuhan kredit yang menguat dan pendekatan investasi publik untuk mendukung pertumbuhan. ADB juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tumbuh secara moderat mencapai 6,5 persen pada tahun 2017 seiring keberlanjutan reformasi struktural pengurangan impor, fokus sektor industri menjadi jasa dan konsumsi, dan adanya penekanan pada stabilitas keuangan. 17

31 Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan membaik karena perbaikan perekonomian Brazil dan Argentina. Perekonomian Negaranegara Sub Sahara Afrika diperkirakan akan meningkat didukung dengan peningkatan pertumbuhan Nigeria dan Afrika Selatan. Pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan meningkat mencapai 1,1 persen tahun 2017 dan menjadi 2,0 persen tahun Aktivitas ekspor komoditas diperkirakan akan meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas dan akan mendukung perekonomian negara-negara Kawasan Amerika Latin dan Karibia. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Meksiko sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ini diprediksi akan tumbuh secara moderat. Perekonomian Brazil, sebagai negara pengekspor komoditas, diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang membaik seiring dengan menurunnya ketidakpastian politik dan kebijakan moneter longgar. Perekonomian Argentina diperkirakan juga akan membaik dengan menguatnya konsumsi dan investasi publik. Negara-negara Sub Sahara Afrika diperkirakan akan mengalami perbaikan yang moderat, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 mencapai 2,6 persen dan 3,5 persen tahun Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Nigeria yang meningkat sebagai akibat dari produksi minyak yang membaik, sektor pertanian yang terus tumbuh, dan peningkatan investasi publik. Perbaikan di Afrika Selatan juga diperkirakan terjadi seiring dengan perbaikan harga komoditas, kondisi kekeringan yang berkurang, dan kapasitas listrik yang meningkat. Tabel 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) Pertumbuhan PDB (%) 2016 Perkiraan Asia Asia Timur Tiongkok Jepang Asia Selatan India ASEAN

32 Pertumbuhan PDB (%) 2016 Perkiraan Indonesia Filipina Thailand Malaysia Sumber: Asia Development Outlook Suplement Januari 2017 Pertumbuhan ekonomi di Asia diperkirakan mencapai 5,7 persen tahun 2017 dan 2018, lebih rendah dari tahun 2016 karena pertumbuhan Tiongkok yang masih moderat karena penyeimbangan perekonomiannya. Kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh 4,8 persen tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan negaranegara ekonomi besar di kawasan tersebut seiring dengan perbaikan cuaca dan peningkatan ekspor. Kawasan Asia diprediksi tumbuh moderat 5,7 persen pada tahun 2017 dan 2018, lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2016 karena pertumbuhan yang moderat di Tiongkok yang menyeimbangkan pertumbuhannya dari industri ke konsumsi dan jasa. Pertumbuhan di Asia didukung oleh peningkatan permintaan domestik yang signifikan di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam serta pengeluaran publik yang lebih tinggi di Filipina. Selain itu, prospek pertumbuhan India yang meningkat karena deregulasi pajak untuk barang dan jasa dapat memperbaiki prospek bisnis dan investasi juga mendorong pertumbuhan. Perbaikan ekspor di hampir semua negara berkembang di Asia terutama untuk barang manufaktur memberikan peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di Asia. Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara diperkirakan meningkat mencapai 4,8 persen tahun 2017 dan 5,0 persen tahun 2018 (Tabel 4). Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan negara-negara ekonomi besar di Asia Tenggara yang diperkirakan terus meningkat. Musim yang mulai kembali normal mendukung sektor pertanian dan perbaikan di sektor industri mendorong peningkatan ekspor. Peningkatan investasi untuk infrastruktur di Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Filipina, dan Thailand juga mendukung pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. Harga komoditas yang mulai meningkat juga mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. 19

33 PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD Selama triwulan I tahun 2017, pergerakan mata uang berbagai negara menguat terhadap USD. Mata uang Lira Turki dan Peso Filipina melemah terhadap USD. Pada triwulan I tahun 2017, posisi nilai tukar mata uang beberapa negara terhadap USD mengalami penguatan (Gambar 5 dan Lampiran 3), seiring dengan adanya sentimen negatif terhadap risiko kebijakan ekonomi dan politik dari kepemimpinan baru di Amerika Serikat. Demikian halnya dengan nilai tukar Rupiah yang juga menunjukkan penguatannya selama triwulan I tahun Dari sisi internal, penguatan nilai tukar Rupiah ditopang oleh membaiknya stabilitas makroekonomi domestik dan persepsi positif pasar terhadap perekonomian Indonesia, terutama setelah dikeluarkannya rating investasi Indonesia yang cukup menggembirakan. Dari sisi eksternal, penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh perbaikan indikator ekonomi global, menurunnya defisit transaksi berjalan serta peningkatan surplus transaksi modal dan finansial. Sebaliknya, mata uang Lira Turki dan Peso Filipina melemah terhadap USD. Peningkatan Fed Fund Rate merupakan salah satu penyebab melemahnya kedua mata uang negara berkembang tersebut, seiring dengan kurang kondusifnya ekonomi domestik di Turki dan Filipina. Pada akhir Maret 2017, pelemahan mata uang yang cukup tinggi terjadi pada Lira Turki mencapai 6,6 persen (YtD) (Gambar 5). Kondisi perekonomian dan politik dalam negeri yang kurang kondusif yang disebabkan oleh penyerangan teroris di Istanbul berdampak pada turunnya penjualan surat berharga (ekuitas dan obligasi) negara tersebut. Begitu juga dengan Peso Filipina yang menunjukkan performa terendah diantara negara ASEAN lainnya pada akhir triwulan I tahun 2017, yang disebabkan oleh tingginya permintaan USD seiring impor yang semakin meningkat. Performa terendah selanjutnya dialami oleh mata uang Kyat Myanmar (Gambar 5). 20

34 Gambar 5. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Januari-Maret 2017 (% YtD) (6,6) (3,4) (3,1) (0,4) (1,3) (1,2) (0,5) (0,1) 0,1 0,1 1,9 4,7 0,8 1,0 1,1 0,9 1,1 0,8 1,3 1,0 1,4 1,9 0,3 1,7 2,0 4,7 2,4 2,1 2,6 4,3 2,2 5,4 2,6 3,1 3,6 2,6 0,5 1,3 3,4 4,7 4,3 3,7 3,7 5,0 3,8 6,7 7,8 9,4 Lira Turki Peso Filipina Kyat Myanmar Rupee India Rupiah Indonesia Yuan Cina Ringgit Malaysia Poundsterling Inggris Rand Afrika Selatan Baht Thailand Rubel Rusia Dolar Singapura Euro Real Brazil Yen Jepang Won Korea Selatan Inflasi Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan Jan-17 Feb-17 Mar-17 Pada akhir triwulan I tahun 2017 (YoY), inflasi negara-negara maju meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan akhir triwulan IV tahun 2016, inflasi di negara kawasan Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris pada akhir triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan (Tabel 3), disebabkan oleh peningkatan harga komoditas terutama minyak dunia. Di negara kawasan Eropa peningkatan inflasi tertinggi berasal dari komponen sektor energi, diikuti oleh komponen inflasi 21

35 makanan, alkohol, tembakau, serta jasa. Inflasi tahunan di Amerika Serikat meningkat terutama pada komponen inflasi energi bahan bakar minyak. Di Inggris, peningkatan inflasi terutama didorong oleh meningkatnya harga pada sektor perumahan dan jasa rumah tangga serta sektor transportasi. Kondisi sebaliknya terjadi Jepang, dimana inflasi triwulan I tahun 2017 menurun tipis dibandingkan triwulan IV tahun Hal tersebut terutama disebabkan oleh turunnya harga pada sektor perumahan, bahan bakar minyak, penerangan, dan air, serta furnitur dan perabot rumah tangga. Tabel 3. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2017 (% YoY) Desember (1) Januari (2) Februari (3) Maret (4) Perbandingan akhir Tw IV tahun 2016 dengan Tw I tahun 2017 (%) (4)-(1) Indonesia 3,02 3,49 3,83 3,61 0,59 BRIC Brazil 6,29 5,35 4,76 4,57 1,72 Russia 5,4 5 4,6 4,3 1,1 India 2,23 1,86 2,62 2,61 0,38 China (Tiongkok) 2,1 2,5 0,8 0,9 1,2 ASEAN Singapura 0,2 0,6 0,7 0,7 0,5 Malaysia 1,8 3,2 4,5 5,1 3,3 Thailand 1,13 1,55 1,44 0,76 0,37 Filipina 2,6 2,7 3,3 3,4 0,8 Vietnam 4,74 5,22 5,02 4,65 0,09 Negara Maju Kawasan Euro 1,1 1,8 2 1,5 0,4 Amerika Serikat 2,1 2,5 2,7 2,4 0,3 Inggris 1,6 1,8 2,3 2,3 0,7 Jepang 0,3 0,4 0,3 0,2 0,1 Keterangan: tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun Sumber: Bloomberg, data 22

36 Mayoritas negara ASEAN mengalami peningkatan inflasi, termasuk Indonesia. Brazil, Rusia, dan Tiongkok mengalami penurunan tingkat inflasi. Suku Bunga Kebijakan Pada akhir triwulan I tahun 2017, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya setelah November Pada akhir triwulan I tahun 2017, inflasi negara-negara kawasan ASEAN (Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia) mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan IV tahun Hal tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan harga energi di masingmasing negara. Di Singapura dan Malaysia, inflasi tertinggi berasal dari komponen transportasi. Begitu juga yang terjadi di Filipina di mana komponen inflasi perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memberikan tekanan inflasi yang tinggi setelah komponen inflasi alkohol dan tembakau. Peningkatan inflasi di Indonesia selama triwulan I tahun 2017 terutama berasal dari komponen inflasi harga diatur pemerintah, yaitu tarif STNK dan listrik. Di sisi lain, ada beberapa negara berkembang yang tingkat inflasinya menurun (Tabel 3), yaitu: Brazil, Rusia, dan Tiongkok. Penurunan inflasi di Brazil dan Tiongkok disebabkan oleh lemahnya konsumsi domestik. Bahkan negara Brazil belum pulih dari kondisi resesinya. Sementara itu, tingkat inflasi Rusia terus menunjukkan penurunan dan mendekati target inflasi bank sentral seiring dengan pemulihan perekonomian di negara ini. Peningkatan suku bunga The Fed pada 15 Maret tahun 2017 merupakan yang ketiga sejak krisis finansial. The Fed memutuskan untuk meningkatkan suku bunganya dalam rentang 0,75-1 persen. Keputusan The Fed tersebut didasarkan pada tingkat pengangguran yang semakin menurun selama triwulan I tahun Tingkat pengangguran pada bulan Maret 2017 yang besarnya 4,5 persen merupakan yang terendah di AS sejak Agustus tahun Peningkatan suku bunga The Fed juga didasarkan pada peningkatan inflasi AS yang mencapai 2,4 persen pada Maret tahun 2017 (Tabel 3). 23

37 Sementara itu, bank sentral di Kawasan Eropa, Jepang, dan Inggris memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan I tahun PBoC juga memilih untuk menahan suku bunga acuannya selama triwulan I tahun Selama triwulan I tahun 2017, European Central Bank (ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada tingkat 0 (nol) persen. European Central Bank (ECB) juga tidak mengubah skema stimulus pembelian obligasi hingga akhir tahun Meskipun tingkat inflasi membaik dan The Fed meningkatkan suku bunganya, hal ini tidak serta merta menjadikan keputusan ECB untuk menerapkan kebijakan moneter ketat. Stabilitas keuangan negara-negara kawasan Eropa yang masih belum pasti serta tingkat inflasi yang dianggap masih jauh dari target sebesar 2 persen menjadi pertimbangan utama. Sama halnya dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan stimulus dengan tidak merubah suku bunganya pada tingkat -0,1 persen. Kebijakan untuk mempertahankan suku bunga juga dilakukan oleh Bank of England yang didasari pada kondisi ekonomi yang belum stabil di tengah peningkatan suku bunga The Fed. Sementara, People Bank of China (PBoC) juga memilih untuk mempertahankan suku bunga acuannya sejak Oktober tahun Akan tetapi PBoC meningkatkan suku bunga operasi pasar terbuka seiring dengan ekspektasi pasar yang didasarkan pada kondisi ekonomi Tiongkok yang telah rebound. Kebijakan moneter Tiongkok diarahkan untuk lebih berhati-hati dalam penyediaan likuiditas dengan mengandalkan kebijakan operasi pasar terbuka dan instrumen pinjaman jangka menengah dalam mengatur likuiditasnya. Tabel 4. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) Desember Januari Februari Maret BRIC Brazil 13, ,25 12,25 Russia 8,25 8,25 8,25 8,25 India 6,25 6,25 6,25 6,25 China (Tiongkok) 4,35 4,35 4,35 4,35 ASEAN Indonesia 4,75 4,75 4,75 4,75 24

38 Sejumlah bank sentral negara emerging market juga memilih untuk tidak mengubah suku bunganya dalam merespon peningkatan The Fed Fund rate. Desember Januari Februari Maret Thailand Filipina Malaysia Vietnam 6,5 6,5 6,5 6,5 Negara Maju Kawasan Euro Amerika Serikat 0,50-0,75 0,50-0,75 0,50-0,75 0,75-1,00 Inggris 0,25 0,25 0,25 0,25 Jepang -0,1-0,1-0,1-0,1 Sumber: Bank Indonesia Sebagian besar bank sentral emerging market memutuskan untuk tidak mengubah suku bunganya setelah The Fed meningkatkan suku bunga pada Maret tahun Hal ini didasarkan pada prinsip kehatihatian bank sentral dalam merespon kebijakan suku bunga global karena dianggap masih beresiko pada pasar keuangan global. Sementara itu, salah satu bank sentral yang merespon peningkatan suku bunga The Fed dengan menurunkan suku bunganya adalah bank sentral Brazil (Banco Central do Brasil). Bank sentral Brazil yang menurunkan suku bunganya pada bulan Januari dan Februari, masing-masing menjadi 13,00 persen dan 12,25 persen. Penurunan suku bunga tersebut didasarkan pada kondisi resesi yang dialami oleh Brazil di tengah recovery moderat ekonomi global. Cadangan Devisa Pada triwulan I tahun 2017, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV tahun Selama triwulan I Tahun 2017 terjadi tren peningkatan cadangan devisa di berbagai negara, baik negara maju maupun emerging market (Tabel 5). Pada negara maju, peningkatan tertinggi secara QtQ dialami oleh negara kawasan Eropa dan Rusia. Adapun di kawasan ASEAN peningkatan cadangan devisa tertinggi dialami oleh Singapura. Pada negara emerging market, peningkatan yang tinggi secara QtQ dialami oleh Thailand dan Indonesia, masing-masing sebesar 5,2 persen dan 4,7 persen. Peningkatan cadangan devisa Indonesia pada 25

39 akhir Maret 2017 berasal dari penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia valas, terutama pada penerbitan surat berharga syariah. Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) BRIC Des 16 Jan 17 Feb 17 Mar 17 % QtQ Brazil 365,0 367,7 369,0 370,1 1,4 Rusia 377,7 390,6 397,3 397,9 5.3 India 358,9 363,0 364,3 370,0 3,1 China (Tiongkok) 3097,8 3089,6 3099,5 3102,8 0,2 ASEAN-5 Indonesia 116,4 116,9 119,9 121,8 4,7 Malaysia 94,5 94,9 95, ,1 Singapura 246,6 252,7 253,3 259,1 5,1 Thailand 171,9 179,2 183,0 180,9 5,2 Filipina 80,7 81,4 81,4 80,9 0,2 Negara Maju Jepang 1216,9 1231,6 1232,3 1230,3 1,1 Kawasan Euro 745,9 760,4 779,6 776,8 4,1 Inggris 158,5 163,7 162,95 163,4 3,1 Amerika Serikat 114,7 115,6 115,8 116,3 1,3 Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets. PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL Perkembangan Harga Internasional Pada akhir triwulan I tahun 2017, sebagian besar komoditas internasional terpilih mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data harga komoditas internasional Bank Dunia, pada akhir triwulan I tahun 2017, sebagian besar harga komoditas internasional yang mengalami kenaikan harga tertinggi secara berturut-turut yaitu Rubber Singapore sebesar 92,4 persen yang diikuti oleh Iron Ore dan Zinc sebesar 77,4 persen dan 65,7 persen. Sementara itu, penurunan harga komoditas pada akhir triwulan I tahun 2017 adalah komoditas Cocoa yang harganya turun sebesar 29,9 persen. Sedangkan Woodpulp masih bertahan pada harga yang sama (YoY). 26

40 ENERGI Tabel 6. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS Unit Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q Coal, Australia ($/mt) 83,7 80,4 80,6 81,6 Crude Oil, West Texas ($/bbl) 52,5 53,4 49,6 51,8 PERTANIAN Cocoa ($/kg) 2,19 2,03 2,06 2,09 Coffe, robusta ($/kg) 2,39 2,35 2,35 2,36 Palm Oil ($/mt) 809,0 774,0 736,0 809,0 Soybeans ($/mt) 425,0 427,0 405,0 419,0 Shrimp, Mexican ($/kg) 12,13 12,13 12,13 12,13 Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 875,0 Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 2,56 2,71 2,35 2,54 LOGAM & MINERAL Copper ($/mt) 5.755, , , ,0 Iron ore ($/dmtu) 80,0 89,0 88,0 85,7 Nickel ($/mt) 9.971, , , ,0 Tin ($/mt) , , , ,0 Zinc ($/mt) 2.715, , , ,0 INFLASI Unit Oct-16 Nov-16 Dec-16 Jan-Des ENERGI 2017 Coal, Australia (%) -3,0-3,9 0,2 60,3 Crude Oil, West Texas (%) 1,0 1,7-7,1 56,0 PERTANIAN Cocoa (%) -4,8-7,3 1,5-29,9 Coffe, robusta (%) 6,2-1,7 0,0 43,0 Palm Oil (%) 2,7-4,3-4,9 28,2 Soybeans (%) 1,2 0,5-5,2 13,2 Shrimp, Mexican (%) -1,8 0,0 0,0 12,0 Woodpulp (%) 0,0 0,0 0,0 0,0 Rubber*, Singapore/MYS (%) 14,8 5,9-13,3 92,4 LOGAM & MINERAL Copper (%) 1,7 3,2-2,0 24,9 Iron ore (%) 0,0 11,3-1,1 77,4 Nickel (%) -9,1 6,7-4,1 20,7 Tin (%) -2,4-6,0 2,2 29,6 Zinc (%) 1,9 4,8-2,4 65,7 Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank 27

41 Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Harga minyak mentah dunia rata-rata mengalami peningkatan pada triwulan I tahun 2017 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi USD 55 per barel pada tahun 2017 seiring dengan keberlanjutan pengurangan produksi minyak oleh negara Harga minyak mentah Indonesia rata-rata meningkat pada triwulan I tahun 2017 seiring dengan pergerakan harga minyak mentah dunia. Kondisi harga minyak mentah dunia pada triwulan I tahun 2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata harga minyak mentah dunia mendekati USD53 per barel. Hal ini karena perjanjian antara negara-negara OPEC dan sebagian negara produsen non OPEC untuk mengurangi produksi pada awal pertengahan 2017, serta persediaan minyak mentah Amerika Serikat yang persisten meningkat. Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada bulan Maret 2017 khususnya pada pertengahan bulan yang disebabkan oleh ketidakpastian pada pasar berjangka, respon dari Saudi Arabia dan Rusia yang kurang responsif tentang komitmen memotong produksi minyak, produksi minyak Amerika Serikat yang persisten meningkat dan perbaikan aktivitas pertambangan minyak di Amerika Serikat. Harga minyak dunia berada di antara USD50 sampai USD54 per barel pada bulan April 2017, menunggu ekspektasi penurunan produksi dan stok dunia. Harga minyak mentah dunia rata-rata diprediksi sebesar USD 55 per barel pada Stok minyak dunia diperkirakan menurun pada pertengahan tahun 2017 seiring dengan keberlanjutan penurunan produksi minyak oleh negara-negara OPEC dan non-opec. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata meningkat pada triwulan I tahun Pada bulan Januari, harga minyak mentah Indonesia meningkat mencapai USD51,9 per barel yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (i) penurunan produksi minyak mentah dunia berdasarkan laporan OPEC sebesar 0,3 juta barel per hari menjadi 96,92 juta barel per hari pada Januari 2017, (ii) USD mengalami pelemahan terhadap beberapa mata uang lainnya di dunia, dan (iii) stok komersial negara-negara OECD bulan November 2016 mengalami penurunan sebesar 34,3 juta barel. Begitu 28

42 juga pada bulan Februari 2017, harga minyak mentah Indonesia juga mengalami peningkatan. Namun pada bulan Maret 2017, harga minyak mentah Indonesia mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa factor, yaitu: (i) terdapat peningkatan produksi minyak dunia pada bulan Februari 2017 dibandingkan Januari 2017 sebesar 0,26 juta barel, (ii) jumlah oil rig count dunia meningkat sejumlah 114 rig, dan (iii) stok minyak mentah Amerika Serikat meningkat naik 13,8 juta barel dan rata-rata produksi Amerika Serikat meningkat 0,12 juta barel per hari. Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia Rata-rata Bulanan 2017 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar Minyak Mentah (USD/barel) Crude Oil (Rata-rata) 32,7 44,8 44,7 49, Crude Oil; Brent 34,4 46,0 45,8 50, Crude Oil; Dubai 30,6 42,9 43,4 47, Crude Oil; WTI 33,2 45,5 44,9 49, Indonesian Crude Price Oil 30,2 42,1 41,3 46, Gas (USD/mmbtu) Gas Alam (US) 2,0 2,1 2,9 3,0 3, Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA Pergerakan harga gas alam terus mengalami peningkatan seiring dengan permintaan yang terus meningkat namun persediaan gas alam yang menurun. Harga gas alam meningkat mencapai USD3,0 per mmbtu. Peningkatan terjadi terutama di Asia dan Eropa dengan adanya peningkatan permintaan dan menurunnya produksi gas alam. Harga gas alam di Amerika Serikat menurun pada bulan Januari dan Februari 2017 seiring dengan cuaca yang lebih baik dari bulan Desember Namun dengan cuaca yang lebih dingin pada bulan Maret memicu permintaan gas alam meningkat sedangkan persediaan gas alam yang menurun, mendorong peningkatan harga gas alam pada bulan Maret Harga gas alam diprediksi akan meningkat sebesar 15 persen pada tahun

43 Harga Komoditas Utama Pangan Indeks Harga komoditas utama pangan internasional berfluktuatif selama periode triwulan I tahun Sementara indeks harga gula internasional cenderung mengalami penurunan. Pergerakan indeks harga komoditas utama pangan global pada triwulan I tahun 2017 cenderung berfluktuatif yaitu pada komoditas beras, gandum, kacang kedelai, dan jagung (Gambar 6). Pada periode ini perkembangan indeks harga komoditas beras dan gandum cukup stabil. Di sisi lain, meskipun terjadi kenaikan harga komoditas gula internasional pada awal tahun 2017 dibandingkan periode sebelumnya, penurunan harga gula kembali terjadi pada periode Januari-Maret Penurunan harga gula terjadi baik secara MTM, YtD maupun YoY (Lampiran 4). Penurunan harga gula internasional ini disebabkan oleh peningkatan produksi di negara Brazil. Gambar 6. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI Sumber: Bloomberg, data diolah (1 Januari 2016=100) 30

44 ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Amerika Serikat dan Tiongkok Menandatangani Perjanjian Perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok mencapai sebuah kesepakatan termasuk pencabutan larangan impor daging sapi Amerika Serikat Defisit perdagangan Amerika Serikat dengan Tiongkok merupakan yang terbesar. Amerika Serikat dan Tiongkok telah mencapai 10 poin kesepakatan baru pada bulan April lalu. Salah satu poin kesepakatan tersebut adalah Tiongkok akhirnya akan mecabut larangannya pada impor daging dan gas alam cair dari Amerika Serikat pada Juli Tiongkok menetapkan larangan impor daging sapi dari Amerika Serikat sejak tahun 2003 setelah adanya kasus penyakit sapi gila. Amerika Serikat kemudian berusaha membuka kembali pasar Tiongkok untuk daging sapi sejak masa pemerintahan Bush dan Obama namun tidak membuahkan hasil. Kemudian di dalam kesepakatan tersebut, Amerika Serikat akan mengijinkan daging ayam Tiongkok yang sudah dimasak untuk masuk ke pasar Amerika Serikat, begitu juga dengan bank bank Tiongkok. Amerika serikat telah sepakat memperlakukan institusi finansial Tiongkok dengan cara yang sama Amerika Serikat memperlakukan bank asing lain yang ingin melakukan aktivitas di Amerika. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menilai kesepakatan ini sebagai sebuah langkah signifikan untuk meningkatkan ekspor Amerika Serikat dan juga gap perdagangan Amerika Serikat dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Besaran defisit barang dan jasa Amerika Serikat dengan Tiongkok mencapai 60 persen dari total defisit Amerika Serikat dan merupakan yang terbesar dibandingkan dengan negara lain. Presiden Trump menjadikan defisit perdagangan Amerika dengan Tiongkok menjadi salah satu isu penting pada masa kampanye dan awal pemerintahannya. Presiden Trump beranggapan defisit perdagangan Amerika telah merugikan para pekerja pabrik dan berjanji untuk mengambil sikap lebih tegas dalam negosiasi perdagangan untuk menurunkan 31

45 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ketidakseimbangan. Namun dengan adanya kesepakatan ini terlihat bahwa Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengadopsi pendekatan yang tidak terlalu konfrontatif dengan Tiongkok daripada yang dijanjikannya dalam kampanye. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat tersebut telah mengancam untuk memberikan label pada Tiongkok sebagai manipulator mata uang dan akan memberlakukan tarif perdagangan untuk barang dari Tiongkok. Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. Tabel 8. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Maret 2017) NO PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations suspended 2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched (the 8rd round of negotiations) 3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement Negotiations launched 4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched (the 6th round of negotiations) 5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement Negotiations launched (the 12 th round of negotiations) 6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched (the 2 nd round of negotiations) 7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched (the 17th round of negotiations) 8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched (the 7th round of negotiations) 9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched (the 2 nd round of negotiations) 10 Indonesia-Turki FTA Proposed (under consultation and study) 11 Indonesia-Peru FTA Proposed (under consultation and study) 12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference Signed but not yet In Effect 13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 32

46 NO PERJANJIAN EKONOMI STATUS 18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect (under the review process) 20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect 21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 9. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Periode SKA Preferensi (%) SKA Nonpreferensi (%) SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%) ,4 11,8 57, ,7 12,4 63, ,6 11,9 62, ,3 13,5 85, Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun Sepanjang tahun 2016, penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi 57,2 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas Generalized System of Preferences Certificate of Origin paling banyak dimanfaatkan sepanjang Tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,8 persen. Pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi 11,6 persen (Gambar 8). Gambar 7. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) Form A Form E Form D Form AI Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah) 33

47 Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) 14,0% 12,0% 10,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0% Form B 11,0% 12,3% 11,6% Form ICO 0,8% 1,2% 1,0% Form TP 0,0% 0,0% 0,0% Form ANEXO III 0,0% 0,0% 0,0% Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah) Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan 10 negara mitra FTA (sebesar USD6,0 miliar) dan defisit neraca perdagangan dengan 11 negara mitra FTA (sebesar USD 6,1 miliar) pada periode Januari Maret Pada periode Januari - Maret 2017, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Bangladesh, India, Pakistan, Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Myanmar, Jepang, Mesir, dan Turki. Sementara itu pada periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia, Selandia Baru, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Iran, Korea Selatan, Tiongkok, dan Nigeria. Tabel 10. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) AUSTRALIA Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar /2016 Ekspor 3702,3 3199,0-4,6 795,7 590,2-25,8 Migas 707,7 538,3-12,1 146,0 126,9-13,0 non migas 2994,6 2660,7-3,3 649,7 463,3-28,7 Impor 4815,8 5260,9-9,7 1051,3 1377,2 31,0 Migas 143,4 731,7-24,4 54,2 217,9 301,9 non migas 4672,4 4529,1-4,5 997,1 1159,3 16,3 34

48 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar /2016 neraca perdagangan -1113,5-2061,9-0,6-255,6-787,0 207,9 Migas 564,3-193,5 22,6 91,7-91,0-199,2 non migas -1677,8-1868,4-2,6-347,3-696,0 100,4 SELANDIA BARU Ekspor 436,3 366,5-3,69 78,7 113,8 44,6 Migas 39,2 9,0-32,17 0,1 15, ,2 non migas 397,0 357,6-2,72 78,6 98,3 25,1 Impor 637,0 660,9-4,34 146,3 159,7 9,2 Migas 8,6 0,0-31,13 0,0 0,0-100,0 non migas 628,4 660,9-1,62 146,3 159,7 9,2 neraca perdagangan -200,8-294,4-3,34-67,6-45,9-32,1 Migas 30,6 9,0 29,61 0,1 15, ,3 non migas -231,3-303,3-3,35-67,7-61,4-9,4 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 11. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) BANGLADESH Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016 ekspor 1340,8 1266,7 4,84 351,8 356,9 1,4 migas 0,2 0,7-16,6 0,4 0,1-83,2 non migas 1340,6 1266,0 4,87 351,4 356,8 1,5 impor 59,5 68,4 2,67 17,2 17,4 1,2 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 59,5 68,4 4,81 17,2 17,4 1,2 neraca perdagangan 1281,3 1198,3 5,06 334,6 339,5 1,4 migas 0,2 0,7 0 0,4 0,1-83,2 non migas 1281,1 1197,6 4,91 334,2 339,4 1,6 INDIA ekspor 11731, ,8-5, ,6 3454,3 60,5 migas 129,0 169, ,4 48,0 32,0 non migas 11602,0 9924,2-5, ,2 3406,3 61,0 impor 2741,4 2872,8-11,11 695,9 1009,5 45,1 35

49 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016 migas 75,7 29,4-42,39 3,6 105,1 2784,7 non migas 2665,7 2843,3-9,85 692,2 904,3 30,6 neraca perdagangan 8989,6 7221,0-2, ,7 2444,8 67,8 migas 53,3 140,1 0 32,7-57,1-274,6 non migas 8936,2 7080,9-3, ,0 2502,0 75,7 PAKISTAN ekspor 1989,6 2018,2 11,61 492,5 613,7 24,6 migas 0 0,0-71,06 0,0 0,0 0,0 non migas 1989,5 2018,2 11,64 492,5 613,7 24,6 impor 174,5 157,3-10,16 35,3 70,0 98,5 migas 0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 174,5 157,3-10,16 35,3 70,0 98,5 neraca perdagangan 1815,1 1861,0 15,16 457,2 543,6 18,9 migas 0 0,0-71,06 0,0 0,0 0,0 non migas ,0 15,21 457,2 543,6 18,9 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) Uraian BRUNEI DARUSSALAM Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ ekspor 91,2 88,7-1,33 35,1 16,1-54,2 migas 0,0 0,1 106,76 0,0 0,0 0,0 non migas 91,2 88,6-1,34 35,1 16,1-54,2 impor 131,4 87,7-37,64 2,6 4,1 57,4 migas 104,7 79,7-39,71 0,0 0,0 0,0 non migas 26,7 8,0 2,08 2,6 4,1 57,4 neraca perdagangan -40,2 0,9 0 32,5 12,0-63,0 migas -104,7-79,7-39,72 0,0 0,0 0,0 non migas 64,5 80,6-2,18 32,5 12,0-63,0 FILIPINA ekspor 3921,7 5270,9 7,58 977,3 1429,5 46,3 36

50 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ migas 4,7 14,0-18,55 0,2 0,3 50,1 non migas 3917,0 5256,9 7,68 977,1 1429,2 46,3 impor 683,1 821,8-0,75 209,2 214,7 2,6 migas 3,1 1,6-26,83 0,5 0,0-100,0 non migas 680,0 820,2-0,61 208,7 214,7 2,9 neraca perdagangan 3238,6 4449,1 9,57 768,1 1214,8 58,2 migas 1,6 12,4 0-0,3 0,3-202,7 non migas 3237,0 4436,7 9,65 768,4 1214,5 58,1 KAMBOJA ekspor 429,7 425,4 11,29 109,8 117,0 6,5 migas 0,0 0,0-94,5 0,0 0,0 0,0 non migas 429,7 425,4 11,35 109,8 117,0 6,5 impor 21,1 25,3 18,94 6,6 7,0 5,7 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 21,1 25,3 18,94 6,6 7,0 5,7 neraca perdagangan 408,6 400,1 10,92 103,2 110,0 6,6 migas 0,0 0,0-94,5 0,0 0,0 0,0 non migas 408,6 400,1 10,98 103,2 110,0 6,6 LAOS ekspor 7,7 5,9-22,24 1,7 1,1-33,6 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 7,7 5,9-22,24 1,7 1,1-33,6 impor 0,8 4,2-16,07 0,3 2,7 780,4 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 0,8 4,2-16,07 0,3 2,7 780,4 neraca perdagangan 6,9 1,7 0 1,3-1,6-217,8 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 6,9 1,7 0 1,3-1,6-217,8 MALAYSIA ekspor 7.630, ,0-11, ,4 2144,1 30,4 migas 1.403, ,7-24,13 263,6 435,3 65,1 non migas 6.227, ,3-8, ,8 1708,8 23,8 37

51 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ impor 8.530, ,9-13, ,2 2282,3 35,8 migas 3.551, ,4-21,99 580,1 1054,3 81,8 non migas 4.979, ,6-7, ,2 1228,0 11,5 neraca perdagangan -899,8-88,9-44,3-36,8-138,2 275,4 migas , ,7-20,24-316,4-619,0 95,6 non migas 1.248, ,7-10,44 279,6 480,8 71,9 MYANMAR ekspor 615,7 615,7 10,03 120,4 184,5 53,3 migas 2,2 12,3 96,51 0,1 0,2 222,2 non migas 613,4 603,3 9,6 120,3 184,3 53,2 impor 160,4 113,3 21,45 15,0 42,0 180,8 migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 160,4 113,3 21,45 15,0 42,0 180,8 neraca perdagangan 455,3 502,3 7,6 105,4 142,5 35,2 migas 2,2 12,3 96,51 0,1 0,2 222,2 non migas 453,0 490,0 7,08 105,3 142,3 35,1 SINGAPURA ekspor , ,4-10,6 2781,0 2895,2 4,1 migas 3.971, ,9-21,19 568,1 791,1 39,3 non migas 8.661, ,5-5, ,9 2104,1-4,9 impor , ,3-14, ,0 4387,5 35,9 migas 9.047, ,2-19, ,4 2570,2 79,4 non migas 8.975, ,0-7, ,6 1817,3 1,2 neraca perdagangan , ,9-22,09-448,0-1492,4 233,1 migas , ,3-18,15-864,3-1779,1 105,8 non migas -314, , ,3 286,8-31,1 THAILAND ekspor 5.507, ,4-4, ,4 1571,5 32,5 migas 906,8 783,7-6,68 115,2 304,6 164,4 non migas 4.600, ,7-4, ,2 1266,9 18,3 impor 8.083, ,9-8, ,7 2162,0-9,8 migas 64,7 65,7-16,73 11,6 9,9-14,2 38

52 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ non migas 8.018, ,2-7, ,2 2152,0-9,7 neraca perdagangan , ,5-12, ,4-590,5-51,2 migas 842,1 718,0-5,53 103,6 294,6 184,4 non migas , ,5-11, ,0-885,1-32,6 VIETNAM ekspor 2.740, ,5 6,7 605,3 789,3 30,4 migas 3,3 14,1 0,18 0,6 0,7 23,5 non migas 2.736, ,4 6,67 604,7 788,6 30,4 impor 3.161, ,4 7,43 868,7 818,9-5,7 migas 0,1 53,2-1,26 0,0 0,0-99,1 non migas 3.161, ,2 7,49 868,6 818,9-5,7 neraca perdagangan -421,4-182,9 6,04-263,4-29,7-88,7 migas 3,2-39,2-22,21 0,5 0,7 34,1 non migas -424,5-143,7 5,91-263,9-30,4-88,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar /2016 IRAN ekspor 216,5 235,2-19,84 24,2 82,3 240,4 migas 0 0,4 0 0,0 0,0 0,0 non migas 216,5 234,8-19,86 24,2 82,3 240,4 Impor 56,6 103,3-36,77 12,7 123,2 870,0 migas 18 75,0-34,61 6,5 109,8 1596,4 non migas 38,6 28,4-37,08 6,2 13,4 114,9 neraca perdagangan 159,9 131,9 0 11,5-41,0-457,3 migas ,6-34,66-6,5-109,8 1596,4 non migas ,5-12,98 17,9 68,9 284,0 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 39

53 JEPANG Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016 Ekspor 18020, ,5-15,3 4068,8 4153,8 2,1 Migas 4924,8 2889,1-31,59 841,8 785,4-6,7 non migas 13096, ,5-7,1 3227,0 3368,4 4,4 impor 13263, ,8-13, ,6 3422,2 13,5 migas 30,8 58,0-14,48 7,6 6,9-9,3 non migas 13232, ,8-13, ,1 3415,4 13,5 neraca perdagangan 4757,4 3116,8-19, ,2 731,6-30,5 migas 4894,0 2831,1-31,72 834,2 778,5-6,7 non migas -136,6 285, ,0-47,0-121,4 KOREA SELATAN ekspor 7664,4 7007,6-17, ,5 2017,5 12,9 migas 2224,8 1744,3-33,08 569,3 456,1-19,9 non migas 5439,7 5263,3-5, ,1 1561,4 28,2 impor 8427,2 6674,6-13, ,4 2112,8 30,9 migas 2148,6 765,4-28,76 172,1 186,1 8,1 non migas 6278,6 5909,2-9, ,3 1926,7 33,6 neraca perdagangan -762,8 333, ,0-95,3-155,1 migas 76,2 978,9-48,64 397,2 270,0-32,0 non migas -838,9-645,8-26,12-224,2-365,3 62,9 TIONGKOK ekspor , ,6-8, ,4 5164,5 54,3 migas 1.785, ,8 19,59 507,3 475,0-6,4 non migas , ,8-10, ,1 4689,5 65,1 impor , ,5 0,8 7157,8 7840,3 9,5 migas 186,1 111,0-26,55 28,2 85,7 204,3 non migas , ,5 1, ,6 7754,6 8,8 neraca perdagangan , ,9 20, ,4-2675,8-29,8 migas 1.599, ,8 39,12 479,2 389,3-18,7 non migas , ,7 21,7-4289,6-3065,1-28,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 40

54 Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016 MESIR ekspor 1197,9 1110,4 2,69 273,5 370,6 35,5 migas 26,2 0,0 0 0,0 0,0 0,0 non migas 1171,7 1110,4 2,47 273,5 370,6 35,5 Impor 243,1 352,1 16,94 133,6 117,8-11,9 Migas 132,9 257, ,4 86,3-21,1 non migas 110,2 94,6-16,92 24,3 31,5 29,9 neraca perdagangan 954,8 758,3-1,04 139,9 252,8 80,7 Migas -106,7-257, ,4-86,3-21,1 non migas 1061,5 1015,8 6,03 249,3 339,1 36,0 NIGERIA Ekspor 445,7 310,8-7,63 76,0 86,2 13,4 Migas 0,3 0,2 13,45 0,0 0,0-100,0 non migas 445,4 310,6-7,64 76,0 86,2 13,5 Impor 1288,2 1288,0-21,47 275,4 262,9-4,5 Migas 1284,5 1280,1-21,31 273,2 258,7-5,3 non migas 3,7 7,9-40,17 2,1 4,2 97,0 neraca perdagangan -842,4-977,1-24,98-199,3-176,7-11,4 migas -1284,2-1279,9-21,32-273,2-258,7-5,3 non migas 441,8 302,7-5,99 73,8 82,0 11,0 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) TURKI Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ ekspor 1158,8 1024,1-8,27 289,5 275,8-4,7 migas 0,0 0,1 0 0,1 0,0-100,0 non migas 1158,8 1024,0-8,19 289,5 275,8-4,7 impor 249,8 311,2-14,96 86,9 100,5 15,7 41

55 Uraian Trend (%) Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/ migas 0,1 32,9 144,21 0,0 29, ,0 non migas 249,7 278,2-2,35 86,9 71,0-18,3 neraca perdagangan 909,0 712,9 6,3 202,7 175,3-13,5 migas -0,1-32,8 0 0,1-29, ,7 non migas 909,1 745,7-9,85 202,6 204,8 1,1 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) 42

56 44

57 45

58 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik. Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (Persen) 5,5 5,0 4,5 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 4,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Sumber: Badan Pusat Statistik 46

59 Dari sisi lapangan usaha, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan meningkat signifikan pada triwulan I tahun Industri Pengolahan tumbuh lebih rendah pada triwulan I tahun 2017 dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan Industri Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas. Konstruksi tumbuh sebesar 6,3 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh proyek infrastruktur pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh pada triwulan I tahun 2017 mencapai 7,1 persen (YoY), dan menjadi sumber pertumbuhan utama PDB. Pertumbuhan tersebut meningkat signifikan dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY) dan 5,3 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh produktivitas tanaman pangan yang tumbuh signifikan akibat pengaruh La Nina yang terjadi pada triwulan II tahun 2016, serta dukungan program pemerintah dalam upaya peningkatan produksi. Selain itu, juga didukung oleh pertumbuhan positif subsektor Kehutanan dan Penebangan Kayu akibat meningkatnya distribusi kayu bulat seiring tingginya curah hujan, serta subsektor dan Perikanan seiring dengan diberlakukannya moratorium penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Sementara itu, industri Pengolahan yang merupakan sektor dengan proporsi terbesar terhadap PDB, tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) dan 4,3 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi menurunnya pertumbuhan Industri Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas. Industri Pengolahan Non Migas tumbuh tinggi pada triwulan I tahun 2017 yang didorong oleh Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik yang tumbuh signifikan. Selain itu, juga Industri Makanan dan Minuman dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman yang tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV tahun Konstruksi tumbuh lebih rendah pada triwulan I tahun 2017 yaitu sebesar 6,3 persen (YoY), dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY), namun lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). Kinerja tersebut didukung oleh meningkatnya penyerapan belanja modal pada triwulan I tahun 2017, seiring 47

60 pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah seperti pembangunan bandara dan bendungan. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan I tahun 2017, didorong oleh meningkatnya Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor. Informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 9,1 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2017, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY), sedangkan Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY). Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) pada triwulan I tahun Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I maupun triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) dan 3,9 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang tumbuh lebih tinggi seiring meningkatnya produksi dalam negeri dan impor. Sementara itu, Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), sama dengan triwulan sebelumnya dan lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 3,0 persen (YoY). Sektor Informasi dan Komunikasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,1 persen (YoY), meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY), namun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang sebesar 9,6 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh meningkatnya penggunaan data dan internet di Indonesia. Pada triwulan I tahun 2017, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I maupun triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY). Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, menurun signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 9,3 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). 48

61 Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY) Uraian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,2 4,9 3,6 3,3 3,8 6,5 2,9 1,6 1,5 3,4 3,0 5,3 7,1 Pertambangan dan Penggalian -1,2 0,7 0,7 1,5 0,6-3,6-4,4-6,0 1,2 1,2 0,3 1,6-0,5 Industri Pengolahan 4,5 4,9 5,0 4,2 4,1 4,2 4,6 4,4 4,7 4,6 4,5 3,4 4,2 Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,4 5,9 7,8 1,7 0,8 0,6 0,6 7,5 6,2 4,9 3,1 1,6 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur 4,5 5,2 5,3 6,0 5,1 7,3 8,4 7,4 5,4 4,1 2,4 2,7 4,4 Ulang Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 7,1 6,8 5,1 5,0 4,2 6,3 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda 6,1 5,1 5,2 4,4 3,8 1,6 1,4 3,7 4,1 4,1 3,6 3,9 4,8 Motor Transportasi dan Pergudangan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,3 7,9 7,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,4 6,4 5,8 4,6 3,3 3,7 4,4 5,7 5,7 5,0 4,7 4,5 4,7 Informasi dan Komunikasi 9,9 10,7 9,8 10,1 9,7 9,3 10,6 9,2 7,6 9,3 9,0 9,6 9,1 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,8 9,3 13,6 9,0 4,2 5,7 Real Estat 4,7 4,9 5,1 5,3 4,5 4,3 4,1 3,5 4,9 4,8 4,0 3,6 3,7 Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0 6,8 6,8 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 2,7-2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,3 4,6 4,4 3,8 0,3 0,6 Wajib Jasa Pendidikan 4,5 4,4 6,2 6,5 4,9 11,6 7,9 5,2 5,3 5,1 1,9 3,1 4,1 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,6 8,7 9,6 6,0 8,5 8,3 4,5 5,6 6,5 5,1 4,5 4,1 7,1 Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7 7,7 8,0 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada triwulan I tahun 2017, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Real estate tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) dan 3,7 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2017, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Real estate tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY), namun sedikit lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY). 49

62 Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh lebih rendah, sementara itu Pertambangan dan Penggalian tumbuh terkontraksi pada triwulan I tahun Jasa Pendidikan; Jasa Perusahaan; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial masing-masing tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan I tahun Dari sisi pengeluaran, Konsumsi Lembaga Non- Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi. Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 7,5 persen (YoY) dan 3,1 persen (YoY). Pertambangan dan Penggalian terkontraksi pada triwulan I tahun 2017, yaitu sebesar - 0,04 persen (YoY). Kinerja tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY) dan 1,1 persen (YoY) yang disebabkan oleh penurunan produksi gas alam, minyak mentah serta konsentrat, termasuk tembaga dan emas dari Freeport Indonesia maupun Amman Mineral Nusa Tenggara. Jasa Pendidikan tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,3 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY). Sementara itu, Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY), tidak berubah dari triwulan sebelumnya, namun lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 8,1 persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY), menurun signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), namun meningkat dari triwulan IV tahun 2016 yang sebesar 0,3 persen (YoY). Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY). Meskipun demikian, kontribusinya tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kinerja ini didorong oleh pelaksanaan pemilihan kepala daerah (PILKADA) serentak di 101 daerah pada bulan Februari 2017 dan meningkatnya kegiatan lembaga bantuan sosial. 50

63 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi sumber utama pertumbuhan PDB tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), dipengaruhi oleh Makanan dan Minuman, Selain Restoran serta Transportasi dan Komunikasi yang tumbuh lebih rendah. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi, tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Kinerja tersebut sedikit lebih rendah dari triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Makanan dan Minuman selain Restoran serta Transportasi dan Komunikasi yang merupakan komponen terbesar pertama dan kedua dari Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh lebih rendah pada triwulan I tahun Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) JENIS PENGELUARAN Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 5,0 5,1 5,0 5,0 4,9 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 5,8-0,5-8,1-8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,6 6,7 8,0 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,1 3,4 6,2-2,9-4,0 2,7 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 4,4 4,1 4,6 4,0 4,9 6,4 4,7 4,2 4,2 4,8 4,8 Ekspor Barang dan Jasa 4,9-4,4-0,7-0,3-0,9-6,4-3,3-2,2-5,6 4,2 8,0 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 0,2 3,0-2,6-7,4-6,6-8,7-5,1-3,2-3,7 2,8 5,0 PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 Sumber : Badan Pusat Statistik Pada triwulan I tahun 2017, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 4,7 persen (YoY). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), namun tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh konstruksi yang tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 6,8 persen, namun meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY). Selain itu, kendaran tumbuh positif sebesar 25,4 persen (YoY), meningkat signifikan dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar -0,2 persen (YoY) meskipun lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,4 persen (YoY). Sementara itu, komponen Cultivated Biological Resources (CBR) mengalami kontraksi secara signifikan, yaitu sebesar -11,1 persen (YoY), dari yang sebelumnya tumbuh sebesar 2,3 persen (YoY) dan 4,3 persen (YoY) pada triwulan I dan IV tahun

64 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, setelah triwulan sebelumnya tumbuh negatif. Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY), paling tinggi untuk pertama kali sejak triwulan I tahun Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan I tahun 2017 sebesar 2,7 persen (YoY), lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY), namun meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -4,0 persen (YoY). Kinerja ini didorong oleh penyerapan anggaran pada triwulan I tahun 2017 yang lebih baik dari triwulan sebelumnya,yang didukung oleh peningkatan belanja barang secara signifikan dan kenaikan bantuan sosial. Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan I tahun Ekspor Barang tumbuh signifikan yaitu sebesar 8,0 persen (YoY) dan Ekspor Jasa tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Peningkatan ini didorong oleh ekspor jasa yang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa. PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa. Impor Barang meningkat signifikan menjadi sebesar 5,7 persen (YoY). Impor Jasa tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY), meningkat signifikan dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 7,7 persen, namun relative lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,3 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Rata-rata pertumbuhan kedua pulau tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ke-34 provinsi. Sementara itu, keempat wilayah yang lain rata-rata pertumbuhannya lebih rendah. 52

65 Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi dan Jawa pada triwulan I tahun 2017, masing-masing adalah sebesar 6,9 persen (YoY) dan 5,7 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kalimatan serta Maluku dan Papua pada triwulan I tahun 2017, masing-masing adalah 4,9 persen (YoY) dan 4,2 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2017, Sulawesi rata-rata tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang besarnya 7,8 persen (YoY), namun sedikit lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar 5,7 persen (YoY), meningkat dari triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 masing-masing sebesar 5,4 persen (YoY) dan 5,5 persen (YoY). Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kalimatan sebesar 4,9 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan III tahun Maluku dan Papua rata-rata tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2015 yang besarnya 2,0 persen (YoY), namun menurun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang besarnya 14,7 persen (YoY). Gambar 10. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun 2017 (Persen) ,0 14,7 13,6 9,9 10,2 10,4 9,9 8,6 8,3 7,7 8,4 7,4 7,8 8,5 6,6 6,9 6,7 6,8 6,9 5,3 5,2 5,5 5,8 5,4 5,8 5,7 5,5 5,7 4,5 3,5 4,2 4,5 5,1 4,0 4,54,9 4,9 4,0 3,0 3,1 3,7 4,2 2,1 2,4 1,5 1,5 1,9 2,3 1,5 2,0 1,4 1,3 0,4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2-1,0 Q3 Q4 Q Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua 34 Provinsi Sumber : Badan Pusat Statistik 53

66 Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera serta Bali dan Nusa Tenggara relatif lebih rendah pada triwulan I tahun Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada triwulan I tahun 2017 sebesar 4,0 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan I maupun triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing besarnya 4,2 persen (YoY) dan 4,5 persen (YoY). Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar 2,4 persen (YoY), menurun cukup signifikan dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh masing-masing sebesar 6,6 persen (YoY) dan 4,9 persen (YoY). Gambar 11. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Bali Nusra 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,9 3,0 3,0 3,0 3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1 3,0 Maluku dan Papua 2,4 2,1 2,3 2,6 2,3 2,2 2,4 2,3 2,3 2,4 2,3 2,4 2,3 2,3 2,5 2,6 2,3 Kalimantan 9,5 9,3 9,1 9,2 9,0 8,8 8,6 8,7 8,3 8,2 8,0 8,0 7,7 7,6 7,7 8,2 8,3 Sulawesi 5,3 5,5 5,6 5,5 5,4 5,5 5,7 5,8 5,7 5,9 6,0 6,0 5,9 6,1 6,1 6,1 5,9 Sumatera (RHS) 22,9 23,0 23,0 23,3 23,2 23,1 23,1 22,6 22,3 22,1 22,1 22,2 22,1 22,0 22,0 22,0 21,9 Jawa (RHS) 57,2 57,3 57,1 56,6 57,2 57,5 57,3 57,6 58,4 58,4 58,4 58,3 58,9 58,8 58,5 58,0 58, Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi oleh Pulau Jawa. Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi Pulau Jawa. Kontribusi Pulau Jawa meningkat sebesar 0,6 persen dari triwulan sebelumnya, namun lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang besarnya 58,8 persen. Kontribusi Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua menurun dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi sebesar 21,9 persen, 5,9 persen, 3,0 persen dan 2,3 persen terhadap PDB pada triwulan I tahun Sementara itu, kontribusi Kalimantan lebih tinggi pada triwulan I tahun 2017, yaitu sebesar 8,3 persen. 54

67 Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat merupakan kontributor perekonomian terbesar di Jawa. Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan merupakan kontributor perekonomian terbesar di Jawa. Kalimantan Timur tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) setelah triwulan sebelumnya tumbuh terkontraksi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kontribusi Kalimantan secara keseluruhan. Tiga provinsi penyumbang perekonomian terbesar di Jawa adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan proporsi terhadap PDB masing-masing sebesar 17,4 persen, 14,6 persen dan 12,9 persen. Pada triwulan I tahun 2017, ekonomi DKI Jakarta tumbuh sebesar 6,5 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 yang besarnya 5,7 persen (YoY) dan triwulan IV tahun 2016 yang besarnya 5,5 persen (YoY). Kontribusi DKI Jakarta terhadap perekonomian meningkat dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing besarnya 17,3 persen dan 17,2 persen. Penyumbang perekonomian terbesar di Sumatera berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional masing-masing sebesar 5,2 persen, 5,0 persen dan 2,8 persen. Pada triwulan I tahun 2017, Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 6,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing besarnya 3,4 persen (YoY) dan 4,9 persen (YoY). Adapun kontribusi Kepulauan Bangka Belitung terhadap PDB sebesar 0,5 persen, relatif tidak berubah sejak tahun Kalimantan Timur merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian di Kalimantan dengan kontribusi sebesar 4,4 persen terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan I tahun 2017, Kalimantan Timur tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) setelah sejak triwulan I tahun 2014 tumbuh negatif. Hal ini mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan kontribusi Kalimantan secara keseluruhan terhadap perekonomian nasional. Sementara itu, Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,5 persen (YoY), lebih tinggi dari triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) dan 8,6 persen (YoY). 55

68 Adapun kontribusi Kalimantan Tengah terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,9 persen, relatif tidak berubah sejak triwulan IV tahun Provinsi Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,4 persen (YoY). Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,4 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing besarnya 5,5 persen (YoY) dan 7,7 persen (YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tenggara relatif kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain di Sulawesi, yaitu sebesar 0,8 persen pada triwulan I tahun 2017, sedikit meningkat dari triwulan I tahun 2016 yang besarnya 0,7 persen, namun relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Kontributor terbesar dalam perekonomian Sulawesi adalah Sulawesi Selatan, yaitu sebesar 3,0 persen terhadap perekonomian. Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,8 persen (YoY). Maluku Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan I tahun PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK Perkembangan Harga Domestik Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,8 persen pada triwulan I tahun 2017, terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya. Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku Utara merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 7,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing besarnya 5,2 persen (YoY) dan 6,5 persen (YoY). Kontribusi provinsi Maluku terhadap perekonomian nasional sebesar 0,2 persen, relatif kecil dan tidak berubah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Sepanjang bulan Januari hingga Maret tahun 2016, koefisien variasi harga antar waktu dari sepuluh komoditas tertentu mencatatkan koefisien rata-rata 56

69 Sepanjang bulan Januari- Maret tahun 2017 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar waktu sebesar 1,6 persen. sebesar 1,6 persen atau masih dibawah target maksimal 9,0 persen pada tahun 2017 seperti yang tertuang dalam RPJMN Komoditas Daging Ayam Ras merupakan komoditas penyumbang koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan koefisien sebesar 3,8 persen. Sementara itu, susu kental manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi antar waktu paling rendah dengan mencatatkan koefisien sebesar 0,1 persen. Tabel 19. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-Maret Tahun 2017 Komoditas Unit Jan-17 Feb-17 Mar-17 Standar Deviasi Rata-rata Jan-Mar 17 Koef. Variasi Beras Medium Rp/kg , , ,0 97, ,7 0,9 Gula Pasir Rp/kg , , ,0 48, ,7 0,4 Jagung Pipilan Rp/kg 7.071, , ,0 48, ,0 0,7 Kedelai Impor Rp/kg , , ,0 155, ,0 1,4 Tepung Terigu Rp/kg , , ,0 355, ,0 3,5 Minyak Goreng Curah Rp/ltr , , ,0 265, ,7 2,3 Susu kental Manis Rp/385gr , , ,0 11, ,3 0,1 Daging Ayam Ras Rp/kg , , , , ,3 3,8 Daging Sapi Rp/kg , , ,0 393, ,3 0,3 Telur Ayam Ras Rp/kg , , ,0 574, ,7 2,6 Rata-Rata 1,6 Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah Sepanjang bulan Januari- Maret tahun 2017 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 15,8 persen. Sepanjang bulan Januari hingga Maret tahun 2017, koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh komoditas tertentu mencatatkan koefisien rata-rata sebesar 15,8 persen atau melebihi batas target maksimal 13,8 persen pada tahun 2017 seperti yang tertuang dalam RPJMN Pada bulan Februari mencatatkan koefisien variasi harga antar wilayah tertinggi yaitu sebesar 16,7 persen dibandingkan bulan lainnya. Sementara itu, koefisien variasi harga antar wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu dicatatkan pada bulan Januari yaitu sebesar 14,8 persen. 57

70 Tabel 20. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Maret Tahun 2017 Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Beras Medium 12,9 12,6 14,1 Gula Pasir 8,3 8,1 8,8 Jagung Pipilan 24,0 24,5 25,9 Kedelai Impor 17,9 19,6 20,0 Tepung Terigu 16,8 27,7 20,0 Minyak Goreng Curah 9,1 9,3 9,4 Susu kental Manis 13,2 13,2 13,0 Daging Ayam Ras 15,2 14,5 17,6 Daging Sapi 12,7 19,6 11,3 Telur Ayam Ras 18,2 18,1 17,5 Rata-Rata Per Bulan 14,8 16,7 15,7 Rata-Rata Jan-Mar ,8 Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Terjadi penurunan harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa pada triwulan I tahun Sebagian besar harga bahan pokok nasional berfluktuatif selama periode Januari-Maret tahun 2017 (Lampiran 5). Penurunan harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa terjadi secara signifikan pada triwulan I tahun Hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi cuaca yang mendorong peningkatan pasokan cabai di berbagai daerah sehingga mampu menurunkan harga cabai baik cabai merah keriting maupun cabai merah biasa (Gambar 12 dan Lampiran 5). Gambar 12. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan (Beras, Gula Pasir, Bawang Merah, dan Cabai) 180,0 Beras Medium Gula Pasir Cabe Merah Keriting 130,0 80,0 Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100) 58

71 INDEKS TENDENSI KONSUMEN Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun 2017 adalah sebesar 102,3 basis poin. Hal ini menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi masyarakat, terutama didorong oleh meningkatnya volume konsumsi rumah tangga dengan indeks sebesar 107,8. Daya beli konsumen yang dilihat dari indeks pengaruh inflasi terhadap pengeluaran rumah tangga yang besarnya 101,6 menunjukkan bahwa inflasi selama triwulan I tahun 2017 tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga. Sementara itu, pendapatan rumah tangga tidak mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dengan nilai sebesar 100,3. Tabel 21. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2015 Triwulan I Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Pendapatan rumah tangga 96,6 104,4 108,4 103,1 102,4 105,0 110,0 103,9 100,3 Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buahbuahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) 109,0 105,6 108,1 101,9 103,8 110,4 102,7 98,7 101,6 100,7 105,6 111,6 103,0 102,8 111,9 111,0 103,8 107,8 Indeks Tendensi Konsumen 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 102,3 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada triwulan II tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 4,5 persen (YoY) menjadi sebesar 112,7 basis poin. Pada triwulan II tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 4,5 persen (YoY) menjadi sebesar 112,7 basis poin, lebih tinggi dari triwulan I tahun 2017 yang besarnya 102,3 basis poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat diperkirakan akan membaik, dengan tingkat optimisme masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan II tahun 2017 didorong oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga yaitu dengan indeks sebesar 119,4, serta meningkatnya 59

72 rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan dengan indeks sebesar 101,0. Gambar 13. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi 116,0 112,0 108,0 104,0 100,0 96,0 92,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 102,3 112,7 Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1 2,6 0,4-1,8-8,3-5,1-3,0-4,5 2,0 2,6-0,7-0,3-0,6 4,5 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0-10,0 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN Keyakinan konsumen pada bulan April 2017 meningkat, menjadi yang paling tinggi sejak bulan Januari Keyakinan konsumen pada bulan April 2017 meningkat, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Januari 2017 yang besarnya 123,7, paling tinggi sejak bulan Maret Peningkatan ini didorong oleh persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan mendatang yang meningkat, lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya. Tabel 22. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Agustus 2016 April 2017 KETERANGAN Aug Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar April Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 113,3 110,0 116,8 115,9 115,4 115,3 117,1 121,5 123,7 Kenaikan (YoY) (persen) (RHS) 0,6 12,8 17,6 11,8 7,3 2,4 6,5 10,7 13,5 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 97,2 96,0 103,2 102,8 102,9 104,2 105,2 108,7 112,1 Penghasilan saat ini 117,4 116,5 119,1 117,0 117,9 118,5 118,2 120,6 124,0 Ketersediaan lapangan kerja 79,0 79,5 89,0 87,8 88,6 88,8 90,5 95,1 98,8 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 95,3 92,1 101,6 103,5 102,1 105,4 106,9 110,3 113,4 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) ,0 130,4 129,0 128,0 126,4 129,1 134,4 135,4 Ekspektasi Penghasilan 142,0 138,9 140,5 141,4 141,2 142,9 140,8 144,1 145,4 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 111,1 104,7 114,5 110,5 110,4 111,3 117,0 123,1 122,2 Ekspektasi Kegiatan Usaha ,3 136,2 135,0 132,3 125,1 129,4 136,0 138,5 Sumber: Bank Indonesia 60

73 Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 112,1 yang tertinggi sejak bulan Maret 2015 Pada bulan Januari 2017, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 112,1 yang tertinggi sejak bulan Maret Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya seluruh komponen. Indeks penghasilan saat ini dan ketersediaan lapangan kerja bulan April 2017 adalah sebesar 124,0 dan 98,8 paling tinggi sejak bulan April dan Maret Indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat ini dibandingkan dengan enam bulan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak bulan Maret 2015, yaitu sebesar 113,4. Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) mengalami peningkatan sehingga menjadi yang paling tinggi sejak bulan Maret PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Kondisi Bisnis Indonesia Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) mengalami peningkatan sehingga menjadi yang paling tinggi sejak bulan Maret 2015, yaitu sebesar 135,4. Peningkatan tersebut didukung oleh terus meningkatnya indeks ekspektasi penghasilan dan kegiatan usaha menjadi sebesar 145,4 dan 138,5, atau paling tinggi sejak Maret Sementara itu, indeks ekpektasi ketersediaan lapangan kerja menjadi sebesar 122,2 sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang besarnya 123,1 namun relatif lebih tinggi dari bulan yang lain sejak bulan Maret Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan I tahun 2017 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 103,42. Peningkatan terjadi di beberapa lapangan usaha, kecuali penurunan yang terjadi di lima lapangan usaha yakni Konstruksi, Transportasi dan Pergudangan, Administrasi Pemrintahan, Pertanahan dan Jaminan Sosial Wajib, Jasa Pendidikan dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi terjadi di lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dengan nilai ITB sebesar 118,55, sedangkan peningkatan kondisi bisnis terendah terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan nilai ITB sebesar 101,06. 61

74 I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012 I-2013 II-2013 III-2013 IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 II-2016 III-2016 IV-2016 I-2017 II-2017* Indeks Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Triwulan I Tahun Triwulan Sumber: BPS, diolah Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan No Tabel 23. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016 Variabel pembentuk ITB Trw I-2017 Sektor dalam ITB ITB Trw IV ITB Trw I-2017 Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha Rata- Rata Jam Kerja 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 97,57 101,06 101,06 101,06 - dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 101,17 101,78 102,96 101,78 100,59 3 Industri Pengolahan 102,53 101,61 101,20 101,71 101,91 4 Pengadaan Listrik dan Gas 111,69 118,55 123,58 125,47 106,60 5 Pengadaaan Air, Pengelolaan 109,25 112,63 128,79 110,61 98,48 Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi 106,99 95,38 99,08 96,62 90,46 7 Perdagangan Besar dan Eceran, 107,15 101,85 103,97 101,72 99,87 Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan 110,26 99,63 90,11 101,10 107,69 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan 111,57 103,58 104,60 103,07 103,07 Minum 10 Informasi dan Komunikasi 108,82 104,58 101,25 110,63 101,88 11 Jasa Keuangan 109,82 127,31 142,17 132,53 107,23 12 Real Estate 109,53 103,86 108,70 101,45 101,45

75 Penggunaan Rata- No Sektor dalam ITB ITB Trw ITB Trw Pendapatan Kapasitas Rata IV-2016 I-2017 Usaha Produksi/ Jam Usaha Kerja 13 Jasa Perusahaan 108,27 105,44 103,86 109,87 102,58 14 Administrasi Pemerintahan, 111,93 96,21 81,82 102,27 104,55 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 112,17 96,97 95,45 96,10 99,35 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110,68 92,00 91,00 98,00 87,00 17 Jasa Lainnya 110,78 103,54 102,27 103,79 104,55 Indeks Tendensi Bisnis 106,70 103,42 104,54 104,60 101,13 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 15. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) 4,70 1,69 7,46 6,98 6,38 3,82 6,17 6,03 5,58 5,45 5,61 5,05 4,98 4,88 5,02 5,01 4,71 4, Pertumbuhan PDB Nasional Industri Manufaktur Non-migas Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Pada tahun 2017, PDB industri pengolahan nonmigas atas dasar harga berlaku mencapai Rp583 triliun dan tumbuh sebesar 4,71 persen (YoY). Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB nasional dan industri manufaktur non migas tahun hingga triwulan I tahun Pada triwulan I tahun 2017, nilai tambah sektor industri manufaktur non migas mencapai Rp583 triliun (Harga Berlaku) dengan pertumbuhan mencapai angka 4,7 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I tahun 2016 (4,5 persen), namun masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,0 persen, sehingga mengakibatkan turunnya kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terhadap perekonomian nasional, dari 18,5 persen pada triwulan I tahun 2016 menjadi sebesar 18,1 persen pada triwulan I tahun

76 Gambar 16. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan I Tahun 2017 (YoY, persen) SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS 4,71 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Makanan dan Minuman Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 8,34 8,15 7,52 7,41 Industri Kertas dll 4,65 Industri Furnitur Industri Barang Galian bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan Industri Pengolahan Tembakau Industri Alat Angkutan Industri Barang Logam dll 3,86 3,74 3,46 2,89 2,72 2,55 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Pengolahan Lainnya 0,03-0,39 Industri Kayu dll -2,19 Industri Logam Dasar -2,96 Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri kimia dan farmasi, makanan minuman, dan karet masingmasing sebesar 8,3; 8,2; 7,5 persen Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan setiap subsektor industri manufaktur non migas pada triwulan I tahun Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor kimia farmasi; makanan dan minuman; dan karet dan barang dari karet yang tumbuh sebesar 8,3 persen, 8,2 persen, dan 7,5 persen. Subsektor karet kembali mengalami pertumbuhan yang positif setelah selama empat triwulan pada tahun 2016 mengalami pertumbuhan yang negatif. Membaiknya harga karet pada awal tahun 2017, bahkan sempat mencapai USD 2,2/kg yang merupakan harga terbaik dalam tiga tahun terakhir, mampu meningkatkan ekspor dan membuat pertumbuhan yang positif. 64

77 Sama halnya dengan subsektor karet, pertumbuhan subsektor kimia dan farmasi pada triwulan ini juga didorong oleh pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi untuk produk kimia organik dan berbagai produk kimia yang masing-masing mencapai 67,5 persen dan 46,3 persen. Terdapat tiga subsektor yang mengalami kontraksi yaitu industri pengolahan lainnya (-0,4 persen), industri kayu (- 2,2 persen) dan industri logam dasar (-3,0 persen). Menurut Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), dominasi produk baja impor dari Tiongkok yang memiliki harga yang lebih murah dan kebijakan penurunan harga gas yang baru mencapai 15 perusahaan dari 115 perusahaan membuat industri logam dasar kehilangan daya saingnya di dalam negeri. Menurut Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), ketersediaan bahan baku yang tidak pasti membuat industri kayu dalam negeri tidak mampu memenuhi pesanan yang ada. Pembuatan terminal kayu untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang sesuai untuk industri dalam negeri dapat menjadi solusi bagi subsektor kayu. Gambar 17. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas pada Triwulan I Tahun ,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 2,56 Makanan & Minum 0,80 Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah 0,30 0,29 0,29 0,47 4,71 Kimia Farmasi Karet Alat Angkut Barang Logam Lainnya MANUFAKTUR Non-MIGAS 65

78 Subsektor industri makanan dan minuman masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur. Grafik di atas menunjukkan dekomposisi pertumbuhan industri manufaktur non migas pada triwulan I tahun Subsektor industri makanan dan minuman masih menjadi subsektor dengan kontribusi terbesar bagi sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi sebesar 54 persen. Besarnya pengeluaran masyarakat untuk makanan yaitu sebesar 44,6 persen untuk masyarakat perkotaan dan 55,8 persen untuk masyarakat perdesaan (Susenas, 2016), menjadi pendorong besarnya pertumbuhan industri makanan minuman di Indonesia. Besarnya kontribusi dari subsektor makanan dan minuman menjadi salah indikator jika industri manufaktur di Indonesia sangat mengandalkan konsumsi domestik. Komposisi pertumbuhan industri pengolahan non migas mengalami perubahan pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan dengan triwulan I tahun Jika sebelumnya, penyumbang terbesar kedua adalah subsektor barang logam dan alat angkut, pada triwulan ini subsektor kimia dan farmasi serta karet menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar kedua dan ketiga. Hal tersebut sejalan dengan tiga subsektor yang mengalami pertumbuhan terbesar pada triwulan ini. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kenaikan ekspor menjadi penyebab pertumbuhan subsektor karet dan kimia dan farmasi. Secara khusus, kenaikan ekspor karet lebih disebabkan oleh pengaturan output karet di pasar internasional oleh tiga negara produsen karet terbesar, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Meskipun demikian, solusi pengaturan output tersebut lebih bersifat sebagai solusi jangka pendek yang ditunjukkan dengan penurunan kembali harga karet internasional di bulan April

79 Gambar 18. Ekspor Produk Industri Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 19, ,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0 Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri) Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan I 2017 mencapai USD30,6 miliar. Nilai ekspor produk industri pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD30,6 miliar. Jumlah tersebut meningkat sebesar 19,9 persen dibandingkan triwulan I tahun 2016 (YoY). Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Besi dan Baja pada triwulan I tahun 2017 merupakan komoditas yang mengalami pertumbuhan ekspor tertinggi (97,1 persen), diikuti oleh karet (73,2 persen), kimia organik (67,5 persen), minyak sawit (61,6 persen), dan berbagai produk kimia (46,3 persen). 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 Gambar 19. Tenaga Kerja Sektor Industri 16,57 3,8 Feb-10 Feb-11 Feb-12 Feb-13 Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0 Jumlah tenaga kerja sektor industri (Juta orang, sb. kiri) Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor industri (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BPS, diolah 67

80 Tenaga kerja sektor industri mencapai 16,6 juta Jumlah tenaga kerja di sektor industri pada bulan Februari 2017 sebesar 16,6 juta atau meningkat 3,8 persen dibandingkan bulan Februari tahun sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja industri sebesar 3,8 persen pada Februari 2017 lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja industri selama 8 tahun terakhir yang hanya mencapai 3 persen per tahun. Gambar 20. Upah Tenaga Kerja Sektor Industri Rerata Upah Sektor Manufaktur (Rp. per bulan) Sumber: BPS, diolah Dec-08 Dec-09 Dec-10 Dec-11 Dec-12 Dec-13 Dec-14 Dec-15 Dec-16 Pertumbuhan upah sektor manufaktur tahun 2016 mencapai 27,4 persen. Pada tahun 2016, rata-rata upah di sektor manufaktur sebesar 2,3 juta per bulan, dengan kenaikan sebesar 27,4 persen dari tahun Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan upah di sektor manufaktur selama sembilan tahun terakhir yang hanya sebesar 11,3 persen. Kenaikan harga upah tenaga kerja ini patut mendapatkan perhatian lebih lanjut, dikarenakan akan mengurangi daya saing industri apabila tidak diikuti dengan kenaikan produktifitas. Data Penjualan Komoditas Industri Utama Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan semen merupakan indikator dapat menggambarkan kondisi tersebut. Data penjualan mobil dan motor merupakan indikator untuk mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah. Sedangkan data penjualan semen merupakan 68

81 indikator yang digunakan untuk menunjukkan kondisi pembangunan konstruksi di Indonesia. Gambar 21. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 6, Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: GAIKINDO 2016, diolah Penjualan mobil di Triwulan I tahun 2017 ini mencapai unit atau naik sebesar 6,0 persen dibandingkan triwulan I tahun Penjualan mobil pada triwulan I tahun 2017 mencapai unit atau tumbuh sebesar 6,0 persen dibandingkan triwulan I tahun Pertumbuhan positif ini disebabkan oleh daya beli masyarakat kelas menengah atas yang kembali stabil. Selain itu, peluncuran tipe kendaraan baru membuat masyarakat tertarik untuk melakukan pembelian mobil. Gambar 22. Penjualan Motor Triwulan Tahun I Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: GAIKINDO dan ASTRA 2016, diolah 69

82 Penjualan motor pada triwulan I mencapai angka 1,4 juta unit atau mengalami penurunan sebesar 6,8 persen (YoY). Penjualan motor pada awal tahun 2017 masih mengalami pertumbuhan negatif. Secara absolut, penjualan motor pada triwulan I tahun 2017 mencapai 1,4 juta unit, menurun 6,8 persen dibandingkan dengan penjualan pada triwulan I tahun 2016 lalu yang mencapai 1,5 juta unit. Selama 11 triwulan berturut-turut penjualan sepeda motor mengalami penuruna, antara lain disebabkan oleh stagnasi dari daya beli masyarakat berpenghasilan menengah. Penurunan penjualan sepeda motor menunjukkan tren yang mengkhawatirkan apabila tren ini berlanjut secara berkelanjutan. Gambar 23. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2017 (Ton) 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0,0 14,75 0,5 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah Penjualan semen di triwulan I tahun 2017 mencapai angka 14,7 juta ton. Penjualan semen pada triwulan I tahun 2017 sebesar 14,7 juta ton, tumbuh sebesar 0,5 persen (YoY) yang dipengaruhi oleh masih belum terealisasinya pembangunan proyek infrastruktur pemerintah, seperti pembangunan pembangkit listrik, serta masih lesunya sektor properti. 70

83 Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Gambar 24. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan I ,0 12,5 12,0 11,5 11,19 11,0 11,05 10,5 150 Jan Mar Mei Jul Sept Nov Jan Mar Mei Juli Sept Nov Jan Mar Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri) Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri) Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan) Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan) 10,0 Sumber: Bank Indonesia 2017, diolah Outstanding Kredit untuk sektor industri masih mengalami pertumbuhan positif dan suku bunga kredit. Nilai outstanding loan untuk modal kerja per akhir Maret 2017 adalah sebesar Rp505 triliun dan nilai outstanding loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp234 triliun. Pertumbuhan nilai outstanding loan kredit modal kerja dan investasi antara Maret 2016 dan Maret 2017 meningkat sebesar 1,7 dan 7,2 persen. Sementara itu, nilai suku bunga untuk kredit modal kerja dan investasi adalah 11,19 dan 11,05 persen. Meskipun terus mengalami penurunan, masih banya pelaku industri yang mengeluhkan jika suku bunga kredit di Indonesia masih terlalu tinggi dan memberatkan pelaku usaha. Para pelaku industri masih berharap jika suku bunga kredit bisa turun menjadi satu digit. Namun, menurut beberapa pakar hal tersebut masih akan sulit dicapai pada tahun ini. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah BI 7 Days Repo Rate diperkirakan akan stagnan pada tahun ini dan pada likuditias perbankan di Triwulan II nanti akan mengetat dikarenakan ada perebutan dana pihak ketiga akibat Ramadhan dan Idul Fitri. 71

84 Manufacturing Purchasing Manager Index Gambar 25. Prompt Manufacturing Index Indonesia Prompt Manufacturing Index (PMI) 52,0 50,0 48,0 46,0 Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Sumber: Bloomberg, diolah Angka PMI yang berada di atas 50 menunjukkan jika perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi. Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia selama triwulan I tahun 2017 sebesar 50,1 tetapi pada bulan Maret tahun 2017 nilai PMI melebihi 51 basis poin yang menunjukkan tren ekspansi yang berlanjut mengikuti siklus tren menyambut bulan Ramadhan yang akan terjadi bulan Mei ini. 72

85 43

86 73

87 74

88 Rp141,4 T Rp237,7 T KEUANGAN NEGARA PENDAPATAN NEGARA Realisasi penerimaan perpajakan triwulan I 2017 menunjukan kinerja positif, salah satunya didorong oleh penerimaan uang tebusan dari program Tax Amnesty. Seperti halnya penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukan kinerja yang positif. Realisasi penerimaan perpajakan per triwulan I 2017 mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari target APBN, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 (13,2 persen). Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh realisasi pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan yang salah satunya adalah dari uang tebusan Tax Amnesty periode terakhir (Januari-Maret 2017) yang mencapai Rp11,2 triliun (Gambar 26). Tingginya realisasi penerimaan perpajakan juga diikuti realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang meningkat. Realisasi PNBP triwulan I 2017 mencapai Rp57,4 triliun atau 22,9 persen dari target APBN. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 (15,7 persen APBN) (Tabel 26). Tabel 24. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun (triliun rupiah) Q Q Keterangan * % Nominal % APBN Nominal APBN Perpajakan 873,9 980, , , , ,6 204,5 13,2 237,7 15,9 PNBP 331,5 351,8 354,8 398,6 255,6 262,4 42,9 15,7 57,4 22,9 Hibah 5,3 5,8 6,8 5,0 12,0 5,8 0,1 4,7-1,0 TOTAL 1.210, , , , , ,8 247,5 13,6 295,1 16,9 *Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan Gambar 26. Penerimaan Perpajakan dan Uang Tebusan, (Kumulatif) Rp11,2 T Rp204,5 T Rp1,3 T Rp132,5 T Feb-16 Mar-16 Feb-17 Mar-17 Penerimaan Perpajakan Tebusan Sumber: Kementerian Keuangan 75

89 BELANJA PEMERINTAH Realisasi belanja negara triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I Realisasi belanja negara selama triwulan I 2017 mencapai Rp400,0 triliun atau 19,2 persen APBN. Angka ini meningkat 2,3 persen dari realisasi triwulan I Perubahan mekanisme pembayaran oleh BUN secara online menjadi salah satu faktor peningkatan tersebut. Berdasarkan realisasi triwulan I 2017, proporsi belanja pemerintah pusat sedikit lebih tinggi dengan proporsi 51,2 persen terhadap total realisasi. Kondisi ini berbeda dibandingkan triwulan I 2016, dimana proporsi transfer ke daerah dan dana desa yang lebih besar (Gambar 27). Gambar 27. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, (Kumulatif) Rp197,4 T Rp195,2 T Rp133,0 T Rp110,0 T Rp193,5 T Rp122,7 T Rp102,8 T Rp204,8 T Feb-16 Mar-16 Feb-17 Mar-17 Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah dan Dana Desa Sumber: Kementerian Keuangan Realisasi belanja subsidi selama triwulan I 2017 lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan I Di sisi lain, realisasi belanja modal mengalami peningkatan. Upaya pemerintah dalam mengurangi belanja kurang produktif, tercermin dari realisasi belanja subsidi selama triwulan I 2017 yang mencapai sebesar Rp12,3 triliun. Secara nominal, realisasi tersebut tergolong rendah dibandingkan realisasi belanja pemerintah pusat lainnya (Gambar 28). Sedangkan secara proporsinya terhadap APBN, realisasi subsidi triwulan I tahun 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan I Sementara itu, proporsi belanja modal terhadap APBN mengalami peningkatan pada triwulan I tahun 2017 (Gambar 29). 76

90 Gambar 28. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat 2017 Sumber: Kementerian Keuangan Gambar 29. Proporsi Belanja Modal dan Subsidi, Maret 2016 dan Maret 2017 (% APBN) Mar-17 Mar-16 6,1% 5,1% 7,7% 11,6% Sumber: Kementerian Keuangan Belanja Modal Belanja Subsidi DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan selama triwulan I Sementara itu, realisasi DAK mengalami penurunan. Selama triwulan I 2017, realisasi Dana Perimbangan mencapai Rp190,8 triliun. Dari realisasi tersebut, Dana Alokasi Umum (DAU) masih menjadi komponen terbesar dengan realisasi sebesar Rp133 triliun atau 32,4 persen dari target APBN. Sementara itu, realisasi DAK mengalami penurunan dibandingkan dua komponen Dana Perimbangan lainnya (Tabel 25). 77

91 Tabel 25. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun (triliun rupiah) Q Q Keterangan * % % Nominal Nominal APBN APBN Dana Perimbangan 347,2 411,1 430,4 477,1 485,8 640,4 190,2 27,2 190,8 28,2 Dana Bagi Hasil 96,9 111,3 88,5 103,9 78,1 90,5 25,6 24,1 30,0 32,3 Dana Alokasi Umum 225,5 273,8 311,1 341,2 352,9 385,4 127,5 33,1 133,0 32,4 Dana Alokasi Khusus 24,8 25,9 30,8 31,9 54,9 164,5 37,2 17,8 27,8 16,0 Dana Otonomi Khusus 10,4 12,0 13,6 16,6 17,7 18,8 0,1 0,5 0,1 0,6 dan Penyeimbang Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,4 1,4 1,7 5, ,3 56,9 Dana Desa ,8 46,7 7,1 15,0 - - TOTAL 359,1 424,4 445,3 495,0 525,9 710,9 197,4 25,6 195,2 25,5 *Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan PEMBIAYAAN PEMERINTAH Realisasi defisit anggaran triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Realisasi defisit anggaran triwulan I tahun 2017 yang mencapai Rp104,9 triliun atau 0,77 persen PDB lebih rendah dari realisasi defisit anggaran pada triwulan I tahun 2016 mencapai Rp143,4 triliun atau 1,15 persen PDB (Gambar 30). Gambar 30. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Maret 2016 dan Maret 2017 Mar-16 Mar-17 Rp(143,4) T Rp(104,9) T (1,15) Rp triliun % PDB (0,77) Sumber: Kementerian Keuangan Realisasi pembiayaan mengalami penurunan, dengan didominasi pembiayaan dari utang. Dengan penurunan defisit anggaran, maka realisasi pembiayaan selama triwulan I tahun 2017 juga mengalami penurunan. Hingga triwulan I tahun 2017, realisasi pembiayaan mencapai Rp187,9 triliun, turun 6,2 persen dari realisasi triwulan I tahun Dari realisasi tersebut, pembiayaan utang mendominasi dengan proporsi hampir 100 persen (Tabel 26). 78

92 Tabel 26. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN Triwulan I 2016 dan 2017 (Rp triliun) Jenis Pembiayan Posisi Utang Pemerintah Triwulan I-16 Triwulan I -17 Nominal % APBN Nominal % APBN Utang 198,4 1,1 186,6 2,0 Investasi Pinjaman 1,7 0,0 1,2 0,0 Penjaminan Lainnya 0,1 0,0 0,1 0,0 TOTAL 200,2 1,1 187,9 2,1 Sumber: Kementerian Keuangan Realisasi rasio utang Pemerintah Pusat hingga akhir Maret 2017 menurun jika dibandingkan akhir tahun. Hingga Maret 2017, total utang Pemerintah Pusat mencapai Rp3.649,8 triliun, atau sekitar 26,6 persen PDB, lebih rendah dibandingkan realisasi akhir tahun 2016 (28,0 persen PDB). Dari realisasi tersebut, sekitar 80 persen total utang Pemerintah Pusat didominasi oleh SBN (Gambar 31). Gambar 31. Posisi Utang Pemerintah Pusat (Rp triliun) 27,4 28,0 26,6 24,9 24,7 23,0 Rp1.978 T Rp2.375 T Rp2.609 T Rp3.165 T Rp3.469 T Rp3.650 T Mar-17* Utang Pemerintah Pusat Rasio Utang ( % PDB) * menggunakan angka PDB pada APBN 2017 Sumber: Kementerian Keuangan Utang dalam negeri masih mendominasi pembayaran pokok dan bunga selama triwulan I Realisasi pembayaran pokok dan bunga selama triwulan I 2017 mencapai Rp152,7 triliun atau 29,7 persen dari pagu APBN Utang dalam negeri masih mendominasi pembayaran pokok dan bunga dengan proporsi sekitar 75 persen dari total (Tabel 27). 79

93 Tabel 27. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat (Rp triliun) APBN 2017 Luar Negeri 62,4 81,4 89,4 135,6 123,9 130,9 152,4 38,2 Pokok 38,4 51,1 57,2 96,4 78,9 81,2 96,2 22,8 Bunga 24,0 30,4 32,2 39,2 45,0 49,6 56,2 15,4 Dalam Negeri 145,5 192,9 183,7 234,9 258,4 374,5 362,1 114,4 Pokok 86,3 122,4 103,2 140,6 147,4 241,4 197,1 64,7 Bunga 59,2 70,5 80,5 94,2 111,0 133,1 165,0 49,7 TOTAL 207,9 274,4 273,1 370,5 382,3 505,4 514,5 152,7 Sumber: Kementerian Keuangan Surat Berharga Negara (SBN) Q1 Minat investor asing terhadap SBN cukup tinggi. Hingga Maret 2017, kepemilikan asing pada SBN mencapai Rp723,2 triliun atau 38,2 persen dari total SBN rupiah yang diperdagangkan. Selain didorong proyeksi ekonomi Indonesia yang cukup kondusif, peningkatan kepemilikan SBN oleh investor asing juga dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi AS di bawah Presiden Donald Trump, serta stance kebijakan the Fed yang cenderung berhati-hati (Tabel 28). Tabel 28. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun (triliun Rupiah) Mar-17 Nominal % Kepemilikan Bank 265,0 299,7 335,4 375,6 350,1 399,5 495,9 26,2 Institusi Pemerintah 7,8 3,1 44,4 41,6 148,9 134,3 70,6 3,7 Nonbank 450,8 517,5 615,4 792,8 962, , ,6 70,0 Reksadana 47,2 43,2 42,5 45,8 61,6 85,7 89,3 4,7 Asuransi 93,1 83,4 129,6 150,6 171,6 238,2 249,5 13,2 Asing 222,9 270,5 323,8 461,4 558,5 665,8 723,2 38,2 Dana Pensiun 34,4 56,5 39,5 43,3 49,8 87,3 86,5 4,6 Individu 32,5 30,4 42,5 57,8 66,2 3,5 Lain lain 53,2 64,9 47,6 61,3 78,8 104,8 109,8 5,8 Total 723,6 820,3 995, , , , ,0 100,0 Sumber : Kementerian Keuangan 80

94 Kepemilikan asing masih didominasi oleh SBN bertenor di atas 5 tahun. Peningkatan kepemilikan SBN oleh asing terutama terjadi pada SBN bertenor jangka pendek. Hingga Maret 2017, proporsi SBN bertenor lebih dari 5 (lima) tahun yang dimiliki asing mencapai 76,1 persen, meningkat dibandingkan posisi pada akhir 2016 (73,4 persen) (Gambar 32). Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) 38,2 45,0 44,5 42,8 44,7 36,0 39,2 24,9 37,4 27,8 32,0 33,6 36,9 39,0 16,8 16,5 17,8 8,2 12,9 15,2 11,8 16,7 2,8 11,9 5,4 7,8 3,7 5,2 4,7 1,3 5,4 1,9 5,3 3,2 3, Mar-17 < > 10 Sumber : Kementerian Keuangan Pinjaman Luar Negeri Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia. Hingga Maret 2017, Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia, dengan nilai pinjaman masing-masing Rp200,1 triliun dan Rp235,1 triliun. Kedua angka tersebut meningkat dibanding posisi akhir tahun 2016 (Tabel 29). Tabel 29. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) NEGARA/KELOMPOK Mar-17 Negara a Jepang b Perancis c Jerman d Korsel e AS

95 NEGARA/KELOMPOK Mar-17 f Tiongkok g Rusia h Australia i Spanyol j Inggris k Lainnya Multilateral a Bank Dunia b ADB c IDB d IFAD e EIB f NIB g AIIB 0.2 Suppliers TOTAL Sumber : Kementerian Keuangan 82

96 83

97 84

98 PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar. Defisit neraca transaksi berjalan melebar menjadi sebesar USD2,4 miliar, sementara itu neraca transaksi modal dan finansial mengalami peningkatan surplus menjadi sebesar USD7,6 miliar. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar, namun relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Kinerja ini didukung oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan sehingga dapat menutup defisit neraca transaksi berjalan yang juga meningkat. Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I tahun 2017 meningkat menjadi sebesar USD2,4 miliar dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD2,1 miliar. Defisit tersebut jauh lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD4,7 miliar. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD7,9 miliar. Surplus tersebut meningkat dibandingkan surplus pada triwulan I dan IV tahun 2016 yang masing-masing sebesar USD4,2 miliar dan USD7,6 miliar. Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Transaksi Berjalan -4,9-9,6-7,0-6,0-4,3-4,3-4,2-4,7-4,7-5,1-5,0-2,1-2,4 Transaksi Modal dan Finansial 6,5 14,3 14,6 9,5 5,6 2,0 0,1 9,2 4,2 6,8 9,8 7,6 7,9 Neraca Keseluruhan 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3-2,9-4,6 5,1-0,3 2,2 5,7 4,5 4,5 Posisi Cadangan Devisa 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8 125,0 120,0 115,0 110,0 105,0 100,0 95,0 90,0 Sumber: Bank Indonesia 85

99 Tabel 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 I. Transaksi Berjalan -4,3-4,3-4,2-4,7-4,7-5,1-5,0-2,1-2,4 A. Barang 3,2 4,4 4,2 2,2 2,6 3,8 3,9 5,1 5,6 Ekspor 38,0 39,9 36,2 35,0 33,0 36,3 34,9 40,2 40,8 Impor -34,8-35,6-31,9-32,8-30,4-32,5-31,0-35,1-35,1 1. Barang Dagangan Umum 2,8 4,1 4,2 2,3 2,3 3,5 3,7 5,3 5,5 - Ekspor, fob. 37,6 39,6 35,8 34,7 32,7 36,0 34,6 39,8 40,4 - Impor, fob. -34,8-35,6-31,7-32,4-30,3-32,5-30,8-34,6-34,9 a. Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0 6,4 7,7 - Ekspor, fob 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3 36,3 36,5 - Impor, fob -29,1-28,8-25,9-27,7-26,6-27,8-26,3-29,9-28,8 b. Migas -1,1-1,9-2,0-0,7-0,9-1,4-1,3-1,1-2,2 - Ekspor, fob 4,5 4,9 3,8 4,0 2,9 3,2 3,3 3,5 3,9 - Impor, fob -5,6-6,8-5,8-4,7-3,8-4,7-4,6-4,7-6,1 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,1-0,1 0,3 0,2 0,2-0,2 0,2 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 - Impor, fob. 0,0 0,0-0,3-0,4 0,0-0,1-0,1-0,6-0,2 B. Jasa - jasa -1,8-2,8-2,3-1,8-1,1-2,4-1,5-2,0-1,3 C. Pendapatan Primer -7,1-7,2-7,5-6,6-7,4-7,7-8,4-6,1-7,5 D. Pendapatan Sekunder 1,4 1,4 1,3 1,4 1,3 1,2 1,0 0,9 0,8 II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 III. Transaksi Finansial 5,6 2,0 0,1 9,2 4,2 6,8 9,8 7,6 7,9 1. Investasi Langsung 2,3 4,0 1,6 2,8 2,9 3,3 6,5 3,3 2,5 2. Investasi Portofolio 8,5 5,5-2,2 4,3 4,4 8,3 6,5-0,3 6,5 3. Derivatif Finansial 0,1 0,0 0,2-0,3 0,0 0,0 0,0 0,1-0,1 4. Investasi Lainnya -5,3-7,5 0,4 2,3-3,1-4,7-3,3 4,5-1,0 IV. Total (I + II + III ) 1,3-2,3-4,2 4,5-0,4 1,6 4,8 5,5 5,5 V. Selisih Perhitungan Bersih 0,0-0,6-0,4 0,6 0,2 0,5 0,9-1,0-0,9 VI. Neraca Keseluruhan (IV + V) 1,3-2,9-4,6 5,1-0,3 2,2 5,7 4,5 4,5 Posisi Cadangan Devisa 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8 Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah 6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5 8,4 8,6

100 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Transaksi Berjalan (% PDB) -2,0-2,0-2,0-2,2-2,1-2,2-2,0-0,9-1,0 Sumber: Bank Indonesia TRANSAKSI BERJALAN Perkembangan Ekspor Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret Volume Nilai Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2017 sebesar USD40.607,0 juta dengan pertumbuhan positif sebesar 20,8 persen. Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2017 sebesar USD40.607,0 juta, mengalami kenaikan sebesar 20,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama triwulan I tahun Nilai ekspor pada Februari tahun 2017 terendah sepanjang triwulan I yakni sebesar USD12.613,5 juta. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mengalami kenaikan sebesar 21,6 persen pada triwulan I tahun Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor pada triwulan I tahun 2017 ditopang oleh sektor produk industri sebesar USD30.571,6 juta dengan proporsi 75,3 persen dari total nilai ekspor nonmigas. 87

101 Tabel 31. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2017 Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q Q1 2017* Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , ,0 Migas 1.271, , , , ,2 Minyak Mentah 380,3 407,6 613, , ,0 Hasil Minyak 163,8 93,9 150,3 203,5 408,1 Gas 727,5 696,6 717, , ,1 Non Migas , , , , ,8 Pertanian 280,5 282,5 292,1 696,1 855,1 Industri 9.882, , , , ,6 Pertambangan dan Lainnya 1.966, , , , ,1 Pertumbuhan Ekspor** (%) 27,9 11,5 23,6-6,2 20,8 Migas 14,8 7,6 19,5-39,3 14,1 Minyak Mentah 6,4-14,5 7,8-24,6-0,1 Hasil Minyak 91,6 69,6 139,7-66,5 100,5 Gas 9,4 19,8 18,0-42,7 15,5 Non Migas 29,4 11,9 24,0-9,6 21,6 Pertanian 11,8 30,5 27,7-47,2 22,8 Industri 26,5 12,4 21,5-5,0 19,9 Pertambangan 50,6 5,5 39,8-23,8 32,3 Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Migas 9,5 9,5 10,1 9,4 9,7 Minyak Mentah 2,8 3,2 4,2 3,8 3,5 Hasil Minyak 1,2 0,7 1,0 0,6 1,0 Gas 5,4 5,5 4,9 5,1 5,3 Non Migas 90,5 90,5 89,9 82,3 90,3 Pertanian 2,1 2,2 2,0 1,9 2,1 Industri 73,7 77,6 74,7 69,6 75,3 Pertambangan 14,7 10,7 13,1 10,8 12,9 Sumber Pertumbuhan (%) 27,9 11,5 23,6-6,2 20,8 Migas 1,4 0,7 2,0-3,7 1,4 Minyak Mentah 0,2-0,5 0,3-0,9 0,0 Hasil Minyak 1,1 0,5 1,4-0,4 1,0 Gas 0,5 1,1 0,9-2,2 0,8 Non Migas 26,6 10,8 21,6-7,9 19,5 Pertanian 0,2 0,7 0,6-0,9 0,5 Industri 19,5 9,6 16,1-3,5 15,0 Pertambangan 7,4 0,6 5,2-2,6 4,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY) 88

102 Komoditas Bahan bakar Mineral (HS-27) dan Karet dan barang dari karet (HS- 40) merupakan komoditas dengan pertumbuhan positif terbesar yaitu sebesar 49,6 persen dan 73,2 persen. Pada triwulan I tahun 2017 nilai ekspor nonmigas Indonesia untuk komoditas Bahan bakar mineral (HS-27) merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar yang mencapai USD4.935,8 juta dan juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan proporsi terbesar yaitu 13,5 persen terhadap total ekspor. Komoditas ekspor nonmigas yang memiliki kinerja positif pada triwulan I tahun 2017 adalah Karet dan barang dari karet (HS-40), Bahan bakar mineral (HS-27), dan Berbagai produk kimia (HS-38) yang secara berturut-turut mencatatkan pertumbuhan sebesar 73,2 persen; 49,6 persen dan 46,3 persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Bijih, kerak dan abu logam (HS-26) yaitu 29,9 persen (YoY), yang diikuti oleh Produk industri farmasi (HS-30) yaitu sebesar 3,8 persen. HS Tabel 32. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2017 Komoditas Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi YoY (%) Q Q Q1 2017* Q Q1 2017* Q Q1 2017* 27 Bahan bakar mineral 3.514, , ,8-6,1 49,6 10,9 13,5 40 Karet dan Barang dari Karet 1.330, , ,1-7,1 73,2 4,1 5,8 85 Mesin/peralatan listrik 2.106, , ,9-5,7 2,7 6,6 5,6 38 Berbagai produk kimia 650,6 689, ,2 6,0 46,3 2,3 2,8 47 Bubur kayu/pulp 412,8 414,7 469,6 0,5 13,2 1,4 1,3 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 642,1 660,9 463,3 2,9-29,9 2,2 1,3 16 Daging dan Ikan Olahan 248,9 234,0 223,9-6,0-4,3 0,8 0,6 33 Minyak atsiri, Kosmetik wangiwangian 157,7 156,9 183,6-0,5 17,0 0,5 0,5 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 151,9 134,3 159,9-11,6 19,1 0,4 0,4 30 Produk industri farmasi 166,1 136,8 131,6-17,6-3,8 0,5 0,4 Total 10 Golongan Barang 9.381, , ,0-4,6 31,4 29,7 32,1 Total Lainnya , , ,8-1,6 17,5 70,3 67,9 Total Ekspor Nonmigas , , ,8-2,5 21,6 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan I tahun 2017 adalah sebesar ,8 juta kg. Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan I tahun 2017 adalah sebesar ,8 juta kg dan mengalami kenaikan sebesar 7,8 persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar pada pada triwulan I tahun 2017 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume ,6 juta kg dan menyumbang proporsi 79,1 persen 89

103 terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume 7.864,8 juta kg dan menyumbang proporsi 6,7 persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan kimia organik (HS-29) pada triwulan I tahun 2017 mencatatkan peningkatan pertumbuhan sebesar 30,8 persen (YoY). Sementara itu, Kayu, Barang dari Kayu (HS-44) merupakan barang ekspor nonmigas dengan pertumbuhan volume ekspor paling kecil jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan pertumbuhan sebesar 1,0 persen (YoY). Tabel 33. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2017 HS Komoditas Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY Proporsi (%) Q Q Q1 2017* Q1 (%) Q1 Q1 Q1 27 Bahan bakar mineral , , ,6-10,9 6,4 80,1 79,1 15 Lemak & minyak 6.627, , ,8 0,0 18,6 6,1 6,7 25 hewan/nabati Garam, Belerang, Kapur 2.970, , ,8-33,3 15,3 1,8 1,9 44 Kayu, Barang dari Kayu 1.561, , ,1-11,6 1,0 1,3 1,2 23 Ampas/Sisa Industri 1.260, , ,1-9,6 16,8 1,0 1,1 48 Makanan Kertas/Karton 1.043, , ,7-3,4 12,3 0,9 1,0 47 Bubur kayu/pulp 872,6 861, ,6-1,3 17,0 0,8 0,9 40 Karet dan Barang dari 754,6 771,7 988,8 2,3 28,1 0,7 0,8 38 Karet Berbagai produk kimia 724,7 889,4 924,7 22,7 4,0 0,8 0,8 29 Bahan kimia organik 610,1 571,0 747,0-6,4 30,8 0,5 0,6 Total 10 Golongan Barang , , ,0-10,4 7,9 94,1 94,1 Total Lainnya 6.025, , ,8 7,8 7,6 5,9 5,9 Total Ekspor Nonmigas , , ,8-9,5 7,8 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan I tahun 2017 naik sebesar 27,3 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2017 Tiongkok merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai sebesar USD4.689,4 juta. Sementara itu pada posisi kedua negara tujuan ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat dengan nilai sebesar USD4.287,5 juta. Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 21,6 persen (YoY). Tiongkok juga merupakan negara 90

104 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) tujuan ekspor nonmigas yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 65,1 persen. Tabel 34. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun 2017 Negara Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q1 15 Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Tiongkok 3.132, , ,4-9,3 65,1 9,4 12,8 Amerika Serikat 3.779, , ,5-4,0 18,2 12,0 11,7 India 2.955, , ,3-28,4 61,0 7,0 9,3 Jepang 3.443, , ,4-6,3 4,4 10,7 9,2 Singapura 2.300, , ,1-3,8-4,9 7,3 5,7 Total 5 Negara , , ,7-10,2 27,3 46,5 48,7 Total Lainnya , , ,1-9,1 16,7 53,5 51,3 Total Ekspor Nonmigas , , ,8-9,6 21,6 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Perkembangan Impor Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2017 Volume Nilai Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pada akhir triwulan I tahun 2017 total impor Indonesia adalah sebesar USD36.680,2 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 14,8 persen. Pada triwulan I tahun 2017 nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD36.680,2 juta atau meningkat sebesar 14,8 persen (YoY). Peningkatan nilai impor tersebut disumbang oleh peningkatan impor migas sebesar 68,4 persen dan impor nonmigas sebesar 7,4 persen. Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang baku merupakan komoditas dengan nilai impor terbesar pada triwulan I tahun 2017, yaitu sebesar USD27.735,2 juta, 91

105 diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar USD5.631,5 dan USD3.313,5 juta. Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku memberikan sumbangan terbesar terhadap impor nonmigas Indonesia sebesar 75,6 persen diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi sebesar 15,4 persen dan 9,0 persen. Impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen, begitu juga impor barang modal dan bahan baku mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 6,5 persen dan 18,1 persen (YoY). Tabel 35. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2017 Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q Q1 Nilai Impor (USD Juta) 11968, , , ,3 2017* ,2 Barang Konsumsi 1006,4 889, , , ,5 Bahan Baku 9045, , , , ,2 Barang Modal 1916, , , , ,5 Migas 1828, , , , ,1 Minyak Mentah 293,1 708,0 649, , ,7 Hasil Minyak 1318, , , , ,3 Gas 216,5 247,9 280,7 396,0 745,1 Non Migas , , , , ,1 Pertumbuhan Impor** (%) 14,3 11,6 18,2-13,0 14,8 Barang Konsumsi -13,3-11,3 42,6 24,5 4,8 Bahan Baku 20,7 19,1 15,2-15,2 18,1 Barang Modal 5,9-5,4 19,0-18,4 6,5 Migas 49,7 120,2-51,6-36,1 68,4 Minyak Mentah -25,6 117,8-70,4-31,3 23,1 Hasil Minyak 92,4 120,2-35,1-41,1 93,0 Gas 51,9 127,4-34,2-18,5 88,2 Non Migas 9,7-1,9 15,5-8,4 7,4 Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Barang Konsumsi 8,4 7,8 10,5 9,9 9,0 Bahan Baku 75,6 77,2 74,3 73,5 75,6 Barang Modal 16,0 15,0 15,1 16,6 15,4 Migas 15,3 21,8 16,9 12,2 17,9 Minyak Mentah 2,4 6,2 4,9 4,2 4,5 Hasil Minyak 11,0 13,4 10,0 6,8 11,4 Gas 1,8 2,2 2,1 1,2 2,0 Non Migas 84,7 78,2 83,1 87,8 82,1 92

106 Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q Q1 Sumber Pertumbuhan (%) 14,3 11,6 18,2-13,0 2017* 14,8 Barang Konsumsi -1,1-0,9 4,5 2,4 0,4 Bahan Baku 15,6 14,7 11,3-11,2 13,6 Barang Modal 0,9-0,8 2,9-3,0 1,0 Migas 7,6 26,2-8,7-4,4 12,2 Minyak Mentah -0,6 7,3-3,4-1,3 1,0 Hasil Minyak 10,2 16,1-3,5-2,8 10,6 Gas 0,9 2,8-0,7-0,2 1,8 Non Migas 8,2-1,5 12,8-7,4 6,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan I tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 7,4 persen (YoY). Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan I tahun 2017 (YoY) mengalami peningkatan sebesar 7,4 persen disebabkan oleh adanya peningkatan impor diberbagai komoditas diantaranya peningkatan impor Kapal laut dan bangunan terapung (HS-89) sebesar 122,7 persen dengan proporsi 1,4 persen dari nilai total impor nonmigas; peningkatan impor Mesin dan Peralatan Listrik (HS-85) sebesar 10,7 persen dengan proporsi 13,0 persen; serta peningkatan Plastik dan Barang dari Plastik (HS-39) sebesar 13,9 persen dengan proporsi 6,1 persen. Tabel 36. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2017 Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) HS Komoditas Q Q1 2017* Q Q1 2017* Q Q1 2017* 84 Mesin dan Peralatan Mekanik 5.086, ,2-13,0 0,5 18,1 17,0 85 Mesin dan Peralatan Listik 3.544, ,6-9,1 10,7 12,6 13,0 39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.618, ,6-6,1 13,9 5,8 6,1 72 Besi dan Baja 1.420, ,5-29,4 14,6 5,1 5,4 10 Serealia 1.219,1 585,9 51,2-51,9 4,3 1,9 73 Benda-benda dari Besi dan Baja 723,2 583,7-26,4-19,3 2,6 1,9 12 Biji-bijian berminyak 300,4 427,9-18,2 42,4 1,1 1,4 89 Kapal Laut dan Bangunan 185,2 412,3-19,7 122,7 0,7 1,4 88 Terapung Kapal Terbang dan Bagiannya 193,4 215,3 58,1 11,3 0,7 0,7 49 Buku dan Barang Cetakan 37,8 41,1 52,0 8,7 0,1 0,1 Total 10 Golongan Barang , ,1-10,5 3,1 51,1 49,1 Barang Lainnya , ,0-6,0 11,8 48,9 50,9 Total Impor Nonmigas , ,1-8,4 7,4 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara 93

107 Nilai impor nonmigas dari 5 (lima) negara utama asal impor Indonesia pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 9,6 persen (YoY). Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara utama asal impor pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 9,6 persen (YoY). Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok dimana pada triwulan I tahun 2017 nilai impor nonmigas dari Tiongkok sebesar USD7.754,6 juta, mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 8,8 persen. Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negaranegara di kawasan ASEAN pada triwulan I tahun 2017 sebesar USD6.286,7 juta dan menyumbangkan proporsi sebesar 20,9 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia. Negara Tabel 37. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%) Q1 15 Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Tiongkok 7.453, , ,6-4,3 8,8 25,4 25,7 Jepang 3.709, , ,4-18,9 13,5 10,7 11,3 Thailand 2.131, , ,0 11,8-9,7 8,5 7,1 Korea Selatan 1.774, , ,7-18,7 33,6 5,1 6,4 Amerika Serikat 1.819, , ,4-11,0 13,1 5,8 6,1 Total 5 Negara , , ,1-7,7 9,6 55,6 56,7 Total ASEAN 6.470, , ,7-1,3-1,5 22,8 20,9 Total Uni Eropa 2.802, , ,3-3,0 4,7 9,7 9,4 Total Lainnya 4.467, , ,0-24,7 16,2 12,0 13,0 Total Ekspor Nonmigas , , ,1-8,4 7,4 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca Perdagangan Barang Neraca perdagangan total Indonesia pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus sebesar USD3.926,8 juta. Pada triwulan I tahun 2017 Neraca Perdagangan total Indonesia surplus sebesar USD3.926,8 juta yang disumbangkan dari surplus pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD6.539,7 juta, sementara neraca perdagangan migas tercatat defisit sebesar USD2.612,9 juta. Sehingga pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 136,8 persen (YoY). 94

108 Tabel 38. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Q1 Feb- Mar Q1 Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q * 17-17* 2017 Ekspor Total (Juta USD) , , , , , -5,9 15,7 20,8 * Ekspor Migas 1.271, , , , ,2-5,8 23,6 14,1 Ekspor Non Migas , , , , , -5,9 14,9 21,6 Impor Total (Juta USD) , , , , , 8-5,1 17,6 14,8 Impor Migas 1.828, , , , ,1 2 35,3-8,5 68,4 Impor Non Migas , 8.880, , , , -12,4 24,9 7,4 Neraca Perdagangan (Juta 1.433, , , , ,8 1-12,1-2,0 136,8 Migas -556, ,0-781,5-436, ,9 129,1-498,9 Non Migas 1.989, , , , ,7 27,4 38,7-212,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 20,5 Keterangan (*): angka sementara Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan I tahun 2017 mengalami defisit. Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan I tahun 2017 mengalami defisit USD2.675,8 juta, hal itu disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD3.065,1 juta, yang lebih besar dari surplus sektor migas sebesar USD389,3 juta. Tabel 39. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q Q1 2017* Feb-17 Mar- Q1 2017* Ekspor Total (Juta USD) 1.701, , , , ,5-14,4 17* 37,7 54,3 Ekspor Migas 151,8 99,4 223, ,8 475,0-34,5 125,1-70,0 Ekspor Non Migas 1.549, , , , ,5-12,4 31,3 65,1 Impor Total (Juta USD) 2.943, , , , ,3-31,6 43,4 9,5 Impor Migas 31,1 47,4 7,2 28,2 85,7 52,6-84,7 204,2 Impor Non Migas 2.912, , , , ,6-32,5 46,4 8,8 Neraca Perdagangan (Juta USD) ,9-555,2-878, , ,8-55,3 58,3-29,8 Migas 120,8 52,0 216, ,7 389,3-56,9 316,2-74,9 Non Migas ,7-607, , , ,1-55,4 80,4-28,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus. Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus sebesar USD2.547,5 juta. Hal ini disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD90,4 juta dan USD2.457,1 juta. 95

109 Tabel 40. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017* Ekspor Total (Juta USD) 1.478, , , , ,7-5,5 10,7 10,5 Ekspor Migas 52,6 40,7 40,9 373,7 134,2-22,7 0,6-64,1 Ekspor Non Migas 1.426, , , , ,5-4,9 11,0 18,2 Impor Total (Juta USD) 620,5 605,8 647, , ,2-2,4 6,9 15,6 Impor Migas 1,6 15,7 26,5 2,9 43,8 893,1 68, ,9 Impor Non Migas 618,9 590,1 621, , ,4-4,7 5,3 13,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 858,1 790,8 898, , ,5-7,8 13,6 7,0 Migas 51,0 24,9 14,5 370,8 90,4-51,1-42,0-75,6 Non Migas 807,0 765,8 884, , ,1-5,1 15,5 22,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Neraca perdagangan Indonesia-AS pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus. Neraca perdagangan Indonesia-Amerika Serikat selama triwulan I tahun 2017 mengalami surplus sebesar USD731,6 juta. Hal itu disebabkan oleh surplus pada sektor migas sebesar USD778,5 juta yang lebih besar dari defisit pada sektor nonmigas sebesar USD47,0 juta. Tabel 41. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun 2017 Jan-17 Feb-17 Mar-17* Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) 96 Q Q1 2017* Feb- 17 Mar- 17* Q1 2017* Ekspor Total (Juta USD) 1.413, , , , ,8-16,1 31,2-24,3 Ekspor Migas 253,4 241,1 290, ,9 785,4-4,9 20,7-65,3 Ekspor Non Migas 1.159,5 944, , , ,4-18,6 33,9 4,4 Impor Total (Juta USD) 1.028, , , , ,2 10,2 11,2 13,5 Impor Migas 2,0 3,3 1,5 7,6 6,9 62,1-54,1-9,7 Impor Non Migas 1.026, , , , ,4 10,1 11,4 13,5 Neraca Perdagangan (Juta USD) 384,8 51,9 294, ,3 731,6-86,5 468,1-70,4 Migas 251,4 237,8 289, ,3 778,5-5,4 21,7-65,5 Non Migas 133,4-185,9 5, 5 218,9-47,0-239,3-103,0-121,4 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Neraca perdagangan Indonesia-India pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus. Perdagangan Indonesia-India selama triwulan I tahun 2017 mengalami surplus yaitu sebesar USD2.444,8 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD2.502,0 juta yang lebih besar dari defisit sektor migas USD57,1 juta.

110 Tabel 42. Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017* Ekspor Total (Juta USD) 1.360, , , , ,3-24,6 4,2 50,4 Ekspor Migas 41,1 6,4 0,6 180,3 48,0-84,4-91,1-73,4 Ekspor Non Migas 1.319, , , , ,3-22,7 4,8 61,0 Impor Total (Juta USD) 353,2 292,5 363,8 695, ,5-17,2 24,4 45,1 Impor Migas 22,7 48,0 34,5 3,6 105,1 111,6-28, ,5 Impor Non Migas 330,5 244,5 329,3 692,2 904,3-26,0 34,7 30,6 Neraca Perdagangan (Juta) 1.007,1 733,2 704, , ,8-27,2-3,9 52,7 USD) Migas 18,4-41,6-33,9 176,7-57,1-326,3-18,4-132,3 Non Migas 988,7 774,8 738, , ,0-21,6-4,7 75,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Neraca perdagangan Indonesia-Singapura pada triwulan I tahun 2017 mengalami defisit. Neraca perdagangan Indonesia-Singapura pada triwulan I tahun 2017 mengalami defisit sebesar USD1.492,4 juta. Hal tersebut akibat defisit pada neraca perdagangan migas sebesar USD1.779,1 juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar USD286,8 juta. Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Triwulan I Tahun 2017 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017* Ekspor Total (Juta USD) 844, , , , ,2 19,8 2,6-35,1 Ekspor Migas 268,2 270,0 252, ,0 791,1 0,7-6,4-64,9 Ekspor Non Migas 576,5 741,8 785, , ,1 28,7 5,9-4,9 Impor Total (Juta USD) 1.377, , , , ,5 1,3 15,7 35,9 Impor Migas 818,1 823,8 928, , ,2 0,7 12,7 79,4 Impor Non Migas 559,1 571,8 686, , ,3 2,3 20,0 1,2 Neraca Perdagangan (Juta) -532,6-383,8-576, , ,4-27,9 50,1-220,9 USD) Migas -549,9-553,8-675,4 818, ,1 0,7 22,0-317,4 Non Migas 17,3 170,0 99,5 416,3 286,8 880,2-41,5-31,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara 97

111 Neraca Perdagangan Jasa Neraca perdagangan jasa defisit sebesar USD1,3 miliar seiring meningkatnya surplus jasa perjalanan dan menurunnya defisit jasa transportasi. Pada triwulan I tahun 2017, defisit neraca perdagangan jasa sebesar USD1,3 miliar, lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD2,0 miliar, namun sedikit meningkat dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD1,1 miliar. Penurunan tersebut didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan dan menurunnya defisit jasa transportasi. Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Transportasi Jasa asuransi dan dana pensiun Jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi Perjalanan Biaya penggunaan kekayaan intelektual Jasa bisnis lainnya 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0-1,5-2,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Sumber: Bank Indonesia Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, sedangkan jasa transportasi mengalami penurunan defisit. Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, yaitu sebesar USD1,4 miliar pada triwulan I tahun Surplus tersebut lebih besar dari triwulan I dan IV tahun 2016 yang masing-masing sebesar USD1,1 milar dan USD0,9 miliar, didorong oleh penurunan pembayaran jasa perjalanan yang lebih tinggi dari penurunan penerimaan jasa perjalanan. Hal ini seiring dengan pengeluaran wisatawan nusantara (wisnus) di luar negeri yang lebih rendah meskipun terjadi peningkatan jumlah wisnus. Sementara itu, defisit jasa transportasi sebesar USD1,4 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD1,7 miliar seiring dengan menurunnya impor jasa freight dan transportasi penumpang. Akan tetapi, defisit tersebut sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD1,2 miliar. 98

112 Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun ,0-2,0-1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan Impor Transportasi Ekspor Transportasi Sumber: Bank Indonesia Neraca Pendapatan Neraca Pendapatan Primer Q1 Q4 Q3 Q2 Q1 Q4 Q3 Q2 Q1 Pada triwulan I tahun 2017 terjadi peningkatan defisit neraca pendapatan primer. Pada triwulan I tahun 2017, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD7,5 miliar. Defisit tersebut lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD6,1 miliar dan USD7,4 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya pembayaran pendapatan investasi portofolio yang sedikit tertahan oleh menurunnya pembayaran pendapatan investasi lainnya. Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-Triwulan I Tahun 2017 (USD Miliar) 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0-10,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Pendapatan investasi Pendapatan investasi langsung Pendapatan investasi portofolio Pendapatan investasi lainnya Sumber: Bank Indonesia 99

113 Neraca Pendapatan Sekunder Neraca pendapatan sekunder pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus yang lebih rendah, yaitu sebesar USD0,8 miliar. Neraca pendapatan sekunder pada triwulan I tahun 2017 surplus sebesar USD0,8 miliar, menurun baik dari triwulan sebelumnya maupun triwulan I tahun 2016 yang masingmasing surplus sebesar USD0,9 miliar dan USD1,3 miliar. Penurunan surplus tersebut dipengaruhi oleh menurunnya penerimaan hibah pemerintah dan menurunnya penerimaan remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diikuti oleh menurunnya pembayaran remitansi Tenaga Kerja Asing (TKA). Gambar 39. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Penerimaan 2,08 2,50 2,31 2,48 2,52 2,65 2,54 2,66 2,50 2,55 2,38 2,33 2,11 Pembayaran -1,00-0,97-1,10-1,08-1,09-1,22-1,27-1,27-1,24-1,34-1,39-1,40-1,33 Pendapatan Sekunder 1,09 1,53 1,20 1,40 1,43 1,43 1,27 1,38 1,26 1,21 0,99 0,93 0,78 Sumber: Bank Indonesia NERACA MODAL DAN FINANSIAL Neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD7,9 miliar seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian. Pada triwulan I tahun 2017 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD7,9 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD7,6 miliar maupun triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD4,2 miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian yang mendorong meningkatnya aliran masuk dana asing. Surplus investasi portofolio mengalami kenaikan yang sangat signifikan, sehingga dapat menahan surplus investasi langsung yang menurun dan defisit investasi lainnya. 100

114 Gambar 40. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) Sumber : Bank Indonesia Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Investasi Langsung 2,0 4,2 5,8 2,7 2,3 4,0 1,6 2,8 2,9 3,3 6,5 3,3 2,5 Investasi Portofolio 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,5-2,2 4,3 4,4 8,3 6,5-0,3 6,5 Investasi Lainnya -4,1 2,0 1,4 5,0-5,3-7,5 0,4 2,3-3,1-4,7-3,3 4,5-1,0 Surplus investasi langsung pada triwulan I tahun 2017 lebih rendah, yaitu sebesar USD2,5 miliar. Pada triwulan I tahun 2017, investasi langsung surplus sebesar USD2,5 miliar, menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar USD3,3 miliar maupun triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD2,9 miliar. Penurunan surplus tersebut disebabkan oleh adanya aliran keluar investasi langsung di sektor minyak dan gas. Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2017 surplus sebesar USD6,5 miliar, meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya. Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD1,0 miliar, menurun sangat signifikan dari triwulan sebelumnya. Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2017 surplus sebesar USD6,5 miliar, meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya yang defisit sebesar USD0,3 miliar dan triwulan I tahun 2016 yang surplus sebesar USD4,4 miliar. Kinerja tersebut didorong oleh meningkatnya aliran masuk modal asing karena investor asing menambah kepemilikannya terhadap instrumen portofolio dalam denominasi Rupiah. Selain itu juga didukung oleh penerbitan sukuk global pemerintah dalam jumlah besar yaitu sebesar USD3,0 miliar. Pada triwulan I tahun 2017 investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD1,0 miliar, menurun sangat signifikan dari triwulan sebelumnya yang surplus sebesar USD4,5 miliar, namun membaik dari triwulan I tahun 2016 yang defisit sebesar USD3,1 miliar. Defisit tersebut terutama dipengaruhi oleh penempatan aset swasta di luar negeri. 101

115 CADANGAN DEVISA Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD121,8 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor. Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD121,8 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan cadangan devisa triwulan sebelumnya yang sebesar USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan impor dan triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD107,5 miliar atau setara dengan 7,7 bulan impor. 102

116 103

117 104

118 PERKEMBANGAN INVESTASI ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI Sistem Perizinan Angkutan Laut Segera Terintegrasi Penerbitan SIUPAL dan SIOPSUS dapat segera diajukan secara online. Permohonan SIUPAL dan SIOPSUS dapat mengakses website SIMLALA. Pengurusan perizinan angkutan laut menjadi 7 hari kerja berdasarkan Permenhub No.74 tahun Penerbitan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) dan Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS) segera dapat diajukan secara online setelah Kementerian Perhubungan dan BKPM berhasil melakukan integrasi pertukaran data. Integrasi ini merupakan hasil koordinasi intensif yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, BKPM, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Perusahaan yang akan mengajukan permohonan SIUPAL dan SIOPSUS dapat mengakses website SIMLALA milik Kementerian Perhubungan yakni untuk mengisi formulir dan mengunggah persyaratan. Selanjutnya, SIMLALA akan menerbitkan rekomendasi yang secara otomatis akan terkirim ke SPIPISE BKPM. Selain itu, berdasarkan Permenhub No.74 tahun 2016, Kementerian Perhubungan juga telah memangkas waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan perizinan angkutan laut tersebut dari sebelumnya 14 hari kerja menjadi 7 hari kerja. Sumber: 105

119 PERKEMBANGAN INVESTASI Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 4,81 persen (YoY). Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar 5,4 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 44. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2017 (persen) Q (QtQ) Q (YoY) Q (QtQ) Q (YoY) Pertumbuhan PDB -0,40 4,92-0,34 5,01 Pertumbuhan PMTB (PDB Konstan) -5,43 4,67-5,42 4,81 a. Bangunan -6,22 6,78-4,57 5,90 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri -13,30-8,22-10,42 1,39 c. Kendaraan -6,37-0,20-7,90 25,36 d. Peralatan Lainnya 6,89 26,38-8,88-0,46 e. Sumber Daya Hayati 9,95 2,27-5,95-10,81 f. Produk Kekayaan Intelektual 12,67 1,18-2,23-11,09 Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 32,82 31,56 a. Bangunan 24,73 23,96 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 2,96 2,77 c. Kendaraan 1,47 1,73 d. Peralatan Lainnya 0,59 0,55 e. Sumber Daya Hayati 2,16 1,79 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,90 0,76 Sumber: BPS, diolah Sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun 2017 yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 23,96 persen. REALISASI INVESTASI TAHUN Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2017 (YoY) secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Kendaraan sebesar 25,4 persen, Bangunan sebesar 5,9 persen, dan Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri sebesar 1,4 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun 2017 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 24,0 persen. Tabel 45. Realisasi PMA dan PMDN Tahun Triwulan I Tahun 2017 PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %) (Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA , ,2 25,4 20, , ,7 21,3 26, , ,5 39,0 16, , ,7 21,8 (0,3) 106

120 TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %) (Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA , ,9 14,9 2, , ,1 20,5 (1,1) 2016-TW I 50, ,8 18,4 5, TW I 68, ,7 36,6 5,4 Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk PMDN dan PMA pada triwulan I tahun 2017 mengalami pertumbuhan positif. Realisasi Per Sektor Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2017 sebesar Rp 68,8 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2016, atau tumbuh sebesar 36,6 persen. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan I tahun 2017 sebesar USD7.293,7 juta juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2016, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,4 persen Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA terjadi pada sektor primer, sedangkan pada PMDN terjadi di sektor tersier. Realisasi PMA pada triwulan I tahun 2017 mengalami kenaikan atau tumbuh sebesar 5,4 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor primer dan tersier dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 322,8 persen dan 126,4 persen, sedangkan sektor sekunder mengalami kontraksi dengan pertumbuhan sebesar -40,8 persen. Untuk PMDN, kenaikan realisasi didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di semua sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor tersier dengan pertumbuhan sebesar 88,9 persen, diikuti sektor primer dan sekunder yang mengalami pertumbuhan sebesar 29,9 persen dan 6,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan I tahun 2017, sektor sekunder adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA yaitu sebesar 44,3 persen. Sedangkan untuk PMDN, sektor tersier adalah pemberi sumbangan terbesar yaitu sebesar 42,9 persen. 107

121 Tabel 46. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasar Sektor Tahun PMA Jumlah PMDN Primer Sekunder Tersier (USD juta) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp Triliun) , , , ,8 16,3 39,0 20,6 76, , , , ,3 20,4 49,9 21,9 92, , , , ,7 25,7 51,2 51,3 128, , , , ,7 16,5 59,0 80,6 156, , , , ,2 17,1 89,0 73,4 179, , , , ,1 27,7 106,8 81,7 216, TW I 390, , , ,8 9,3 25,5 15,6 50, TW I 1.648, , , ,7 12,0 27,2 29,5 68,8 Pertumbuhan (YoY, %) 322,8-40,8 126,4 5,4 29,9 6,9 88,9 36,6 Share (%) 22,6% 44,3% 33,0% 100,0% 17,5 39,6 42,9 100,0 Sumber: BKPM, diolah Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Pertambangan, sedangkan untuk PMDN adalah sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi. Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan I tahun 2017, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah sektor pertambangan sebesar 16,0 persen, Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elekstronik sebesar 11,5 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran sebesar 10,7 persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 9,7 persen dan Industri Alat Angkutan dan Tranportasi Lainnya sebesar 6,9 persen. Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi sebesar 23,2 persen, Industri Makanan sebesar 17,6 persen, Pertambangan sebesar 11,8 persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 10,6 persen dan Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 5,9 persen. Sektor/Bidang Usaha Tabel 47. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017 PMA USD juta % Thd Total 1 Pertambangan 1.165,4 16,0 1 2 Ind. Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik 108 PMDN Sektor/Bidang Usaha Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi Rp Triliun % Thd Total 16,0 23,2 838,3 11,5 2 Ind. Makanan 12,1 17,6

122 Sektor/Bidang Usaha PMA USD juta % Thd Total PMDN Sektor/Bidang Usaha Rp Triliun % Thd Total Perumahan, Kawasan Ind & 3 779,9 10,7 3 Pertambangan 8,1 11,8 Perkantoran 4 Listrik, Gas dan Air 706,8 9,7 4 Listrik, Gas dan Air 7,3 10,6 5 Ind. Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 503,5 6,9 5 Ind. Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik 4,1 5,9 Gabungan lainnya 3.299,8 45,2 Gabungan lainnya 21,2 30,8 Jumlah 7.293,7 100,0 Jumlah 68,8 100,0 Sumber: BKPM, diolah Realisasi Per Lokasi Pada triwulan I tahun 2017, pertumbuhan YoY realisasi PMDN terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar 36,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Papua dengan pertumbuhan sebesar ,5 persen diikuti Bali dan Nusa Tenggara sebesar 4.131,3 persen. Sementara itu, Kalimantan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada triwulan I tahun 2017 yaitu 59,4 persen, 20,9 persen dan 11,4 persen. Tabel 48. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) Lokasi Tahun Bali & Total Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua NTT ,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76, ,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92, ,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128, ,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156, ,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179, ,8 126,4 2,6 33,6 13,6 0,0 0,2 216, TW I 5,1 31,6 0,1 11,7 1,9 0,0 0,0 50, TW I 14,4 40,8 2,6 7,9 2,4 0,4 0,4 68,8 Pertumbuhan (YoY, %) 179,4 29,3 4131,3-32,9 27,1 n.a ,5 36,6 Share (%) 20,9 59,4 3,8 11,4 3,4 0,5 0,5 100,0 Sumber: BKPM, diolah 109

123 Pada triwulan I tahun 2017, pertumbuhan YoY realisasi PMA terbesar terjadi di Kalimantan. Realisasi PMA triwulan I tahun 2017 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen. Pertumbuhan negatif terjadi di Sumatera dan Bali dan Nusa Tenggara, sementara wilayah lainnya mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi di Kalimantan sebesar 157,3 persen. Secara sumbangan, pada triwulan I tahun 2017 pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi memberikan sumbangan terbesar yaitu 51,2 persen, 12,6 persen dan 12,4 persen. Tabel 49. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) Tahun Sumatera Jawa Bali & NTT Lokasi Kalimantan Sulawesi Maluku Papua , ,5 952, ,8 715,3 141, , , , , , , ,0 98, , , , ,4 888, , ,2 321, , , , ,7 993, , ,7 111, , , , , , , ,4 286, , , , ,4 947, , ,2 541, , , TW I 2.003, ,4 276,7 310,7 485,6 51,1 252, , TW I 920, ,4 194,8 799,4 905,7 124,2 614, ,7 Pertumbuhan (YoY, %) (54,1) 5,6 (29,6) 157,3 86,5 142,8 143,0 5,4 Share 2017 TW I (%) 12,6 51,2 2,7 11,0 12,4 1,7 8,4 100,0 Sumber: BKPM, diolah Total Pulau Jawa merupakan lokasi PMDN dan PMA yang paling diminati. Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I tahun 2017 untuk PMA, empat dari lima besar lokasi investasi yang diminati terletak di Pulau Jawa. Keempat lokasi tersebut adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu Jawa Barat sebesar 20,8 persen. 110

124 Tabel 50. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total Jawa Barat 1.520,3 20,8 DKI Jakarta 11,8 17,2 DKI Jakarta 934,7 12,8 Jawa Timur 9,4 13,7 Papua 589,8 8,1 Jawa Barat 9,1 13,2 Jawa Tengah 518,9 7,1 Banten 5,5 8,0 Banten 515,2 7,1 Jawa Tengah 5,0 7,2 Gabung lainnya 3.214,8 44,1 Gabung lainnya 28,0 40,7 Jumlah 7.293,7 100,0 Jumlah 68,8 100,0 Sumber: BKPM, diolah Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, dengan sumbangan terbesar berasal dari DKI Jakarta sebesar 17,2 persen dari total realisasi PMDN. Selanjutnya, Jawa Tengah terbesar kelima yaitu sebesar 7,2 persen dari total realisasi PMDN. Realisasi per Negara Tabel 51. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2017 Negara Juta USD % Thd Total Singapura 2.054,4 28,2 Jepang 1.402,6 19,2 R.R. Tiongkok 599,6 8,2 Amerika Serikat 587,4 8,1 Korea Selatan 423,1 5,8 Gabung Lainnya 2.226,7 30,5 Jumlah 7.293,7 100,0 Sumber: BKPM, diolah Singapura merupakan Negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan I tahun 2017 Pada triwulan I tahun 2017, tiga negara asal investasi PMA paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai investasi sebesar USD2.054,4 juta atau 28,2 persen dari total realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar USD1.402,6 juta (19,2 persen), Tiongkok dengan nilai investasi sebesar USD599,6 juta (8,2 persen). Selanjutnya, negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima adalah Amerika Serikat dengan nilai investasi sebesar USD587,4 juta (8,1 persen) dan Korea Selatan dengan nilai investasi sebesar USD423,07 juta atau 5,8 persen dari total PMA. 111

125 112

126 113

127 114

128 PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Tingkat Inflasi Tingkat inflasi secara YoY cukup tinggi pada triwulan I 2017, namun masih terkendali pada kisaran 3-5 persen. Tingkat inflasi tahunan (YoY) selama periode Januari-Maret tahun 2017 yaitu masing-masing sebesar 3,49 persen, 3,83 persen dan 3,61 persen (Tabel 4). Inflasi yang terjadi pada periode ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 3,02 persen. Peningkatan inflasi yang terjadi pada triwulan I tahun 2017 didorong oleh meningkatnya beban masyarakat akibat kebijakan pengurangan subsidi listrik bagi pengguna 900 VA secara bertahap. Sementara itu, jika dilihat secara bulanan (MtM) selama triwulan I tahun 2017, pergerakan inflasi berfluktuasi pada periode Januari-Maret tahun 2017, yaitu masing-masing sebesar 0,97 persen, 0,23 persen, dan- 0,02 persen (Tabel 52). Komponen inflasi bulanan pada volatile food menyumbang deflasi pada akhir triwulan I tahun 2017, disebabkan oleh melimpahnya beberapa pasokan bahan pangan pokok. Tabel 52. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun 2017 Persentase (%) Januari Februari Maret Year-on-Year 3,49 3,83 3,61 Month-to-month 0,97 0,23-0,02 Tahun kalender 0,97 1,21 1,19 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Peningkatan inflasi triwulan I tahun 2017 cukup signifikan didorong oleh komponen inflasi diatur pemerintah. Berdasarkan komponennya, inflasi tertinggi terjadi pada komponen inflasi diatur pemerintah. Secara tahunan (YoY) pada periode Januari-Maret tahun 2017, inflasi tersebut meningkat cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar 3,35 persen, 4,74 persen, dan 5,5 persen. Peningkatan ini didorong oleh kebijakan pemerintah untuk subsidi tepat sasaran dengan meningkatkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA secara bertahap (Tabel 53). 115

129 Komponen Berbeda dengan komponen inflasi administered prices yang meningkat, komponen inflasi volatile food pada bulan Maret tahun 2017 mengalami penurunan. Penurunan harga terutama berasal dari komoditas cabai merah, beras, cabai rawit, ikan segar, telur ayam ras, dan bawang putih. Sementara itu, pergerakan inflasi inti secara tahunan (YoY) cukup stabil dan berada pada kisaran 3 persen. Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen YoY MtM Januari Februari Maret Januari Februari Maret Inti 3,35 3,41 3,3 0,56 0,67 2,57 Bergejolak 4,13 4,46 2,89 0,37-0,36 0,58 Diatur pemerintah 3,35 4,74 5,5 0,1-0,77 0,37 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM) pada triwulan I tahun Selama periode Januari-Maret tahun 2017, terdapat dua kelompok pengeluaran yang cukup besar dalam menyumbangkan inflasi, yaitu: kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Tabel 54). Sumbangan inflasi terbesar pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan tarif listrik 900 VA, sehingga komponen ini memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM). Tabel 54. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan Kelompok Pengeluaran persentase (%) Januari Februari Maret UMUM (headline) 0,97 0,23-0,02 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,43 0,03-0,03 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,01 0,01 0,01 Kesehatan 0,02 0,01 0,01 Sandang 0,02 0,03 0,01 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,26 0,17 0,07 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,09 0,07 0,05 Bahan Makanan 0,14-0,09-0,14 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 116

130 Selama triwulan I tahun 2017, secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa lebih merata jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi pulau lainnya. Berdasarkan pulau, sebagian besar kabupaten/kota IHK yang berada di Pulau Jawa mengalami inflasi tahunan (YoY) yang cukup rendah. Sementara itu, inflasi di mayoritas kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa pada triwulan I merata dan cukup rendah. Hal tersebut terutama disebabkan oleh dukungan infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan infrastruktur yang mendukung kelancaran alur distribusi barang sangat penting dalam mengendalikan tingkat inflasi di suatu daerah. Inflasi terendah selama Januari-Maret 2017 terjadi di Merauke (0,72 persen), Bau-Bau (1,79 persen), dan Bima (1,63 persen). Sebaliknya, mayoritas kabupaten/kota Pulau Sumatera mengalami inflasi yang tinggi. Inflasi tertinggi selama Januari-Maret 2017 terjadi di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, masing-masing sebesar 8,62 persen, 7,00 persen, dan 7,13 persen (Lampiran 1 Bagian 1). Tingginya inflasi di Pangkal Pinang terutama berasal dari kelompok bahan makanan, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Sama halnya dengan kota-kota lain, Pangkal Pinang juga terkena dampak peningkatan pencabutan subsidi listrik 900 VA yang memang menyumbang inflasi pada triwulan I tahun Nilai Tukar Rupiah REER dan NEER ASEAN Selama triwulan I tahun 2017, secara nominal, ratarata harian nilai tukar Rupiah terhadap USD melemah sebesar 0,7 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir Maret 2017, posisi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp per USD. Dilihat dari rata-rata harian nilai tukar selama triwulan I tahun 2017, nilai tukar Rupiah sedikit melemah 0,7 persen bila dibandingkan dengan posisi pada triwulan IV tahun 2016 (Lampiran 3). Meskipun melemah dibandingkan triwulan sebelumnya, pergerakan nilai tukar Rupiah menunjukkan sedikit perbaikan selama triwulan I tahun Hal ini ditunjukkan dengan penguatan Rupiah secara MtM dan YtD pada bulan Januari, Februari, dan Maret (Lampiran 3 dan Gambar 41). Dari sisi internal, penguatan nilai tukar Rupiah ditopang oleh membaiknya stabilitas makroekonomi domestik dan persepsi positif pasar 117

131 terhadap perekonomian Indonesia, terutama setelah dikeluarkannya rating investasi Indonesia yang cukup menggembirakan. Dari sisi eksternal, penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh perbaikan indikator ekonomi global, menurunnya defisit transaksi berjalan serta peningkatan surplus transaksi modal dan finansial. Dengan mempertimbangan risiko yang berasal dari lanjutan rencana kenaikan Fed Fund Rate dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat, maka pergerakan nilai tukar Rupiah pada tahun 2017 diperkirakan akan mengalami depresiasi namun dengan tingkat volatilitas yang rendah. Gambar 41. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD) USD-IDR (Rp/USD) Sumber: Bloomberg, data diolah Gambar 42. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA Sumber: Bank for International Settlements, data diolah. 118

132 Nilai tukar riil Rupiah (REER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan, yang berdampak positif terhadap daya saing Indonesia. Nominal Effective Exchange Rate Indonesia merupakan yang terendah jika dibandingkan negara ASEAN lainnya (Gambar 43). Begitu juga secara riil (tanpa ada unsur inflasi), indeks nilai tukar Rupiah riil (REER) di kawasan ASEAN relatif lebih rendah dibandingkan Filipina, Singapura, dan Thailand. Akan tetapi. REER Indonesia menduduki posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan Malaysia sejak akhir tahun 2015 (lihat Gambar 42). Rendahnya REER yang dimiliki Indonesia memiliki dampak positif terhadap daya saing perdagangan dibandingkan Filipina, Singapura, dan Thailand, akan tetapi daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia. Pada akhir triwulan I tahun 2017, nilai REER Indonesia menurun, menjadi 95,5. Nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 110,21, disusul Singapura sebesar 108,9, dan Thailand sebesar 102,27. Gambar 43. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA Sumber: Bank for International Settlements, data diolah. Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I 2017 sebesar 10,0 (YoY). Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I tahun 2017 sebesar Rp5.017 triliun. Pertumbuhan M2 secara YoY, pada periode Januari-Maret cenderung meningkat yaitu masing-masing sebesar 9,75 persen, 9,31 persen dan 10,0 persen(gambar 44). Pertumbuhan M2 ini dipengaruhi oleh perkembangan komponen M2, yaitu uang kuasi, dan surat 119

133 berharga selain saham. Peningkatan M2 yang terjadi pada akhir triwulan I tahun 2017 didorong peningkatan uang kuasi yaitu sebesar 8,62 persen. Namun, peningkatan M2 seiring dengan peningkatan uang kuasi ini, sedikit tertahan dengan penurunan pertumbuhan M1. Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh akselerasi pertumbuhan kredit perbankan, terutama yang terjadi pada Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi. Kenaikan pertumbuhan kredit searah dengan masih berlanjutnya proses transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial seiring dengan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) masyarakat. Gambar 44. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun ,28% 13,88% 15,50% 10,08% 9,75% 9,31% 14,19% 10,00% 7,93% 8,57% 8,62% 7,48% Des Jan Feb Mar 18,00% 13,00% 8,00% 3,00% -2,00% M2 (triliun Rp) Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M1, %YoY M1 (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY Sumber: Bank Indonesia, data diolah. Respon Kebijakan Moneter Pada triwulan I tahun 2017, BI tetap mempertahankan suku bunganya pada level 4,75 persen di tengah peningkatan suku bunga The Fed. Pada bulan Januari hingga Maret tahun 2017, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya pada level 4,75 persen, sejalan dengan kehatihatian Bank Indonesia dalam merespon ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan suku bunga The Fed. Peningkatan suku bunga Fed Fund rate pada Maret tahun 2017 dan risiko tekanan inflasi di Indonesia dianggap tidak akan mempengaruhi aliran modal keluar dari Indonesia karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik. 120

134 Tabel 55. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Reverse Repo Januari Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,95% 5,2 Februari Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,97% 5,25 Maret Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,97% 5,25 Sumber: Bank Indonesia Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi. Penguatan koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia mutlak dilakukan. Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif; (iii) Manajemen ekspektasi dengan meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat. Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas harga. Pada triwulan I tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPI) akan diperkuat peran dan kedudukannya melalui terbitnya Keputusan Presiden yang akan disahkan pada tahun Sebelumnya, pembentukan TPI didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan No.88/KMK.02/2005 dan Gubernur Bank Indonesia No.7/9/KEP.GBI/2005 yang berlaku untuk masa tugas 1 tahun (tahun 2005). Diharapkan, Rancangan Keputusan presiden TPI akan memperkuat komitmen para pemangku kebijakan untuk mendukung terciptanya stabilitas harga. Secara umum, kebijakan moneter ke depan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan 121

135 Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 Q1:2016 Q2:2016 Q3:2016 Q4:2016 Q1:2017 CAR, NPL (persen) LDR (persen) SEKTOR PERBANKAN untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan stabilitas nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia. Gambar 45. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia LDR CAR NPL Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Data triwulan I merupakan data bulan Februari Kondisi perbankan pada triwulan I tahun 2017 tercatat cukup baik di tengah membaiknya kondisi perekonomian Indonesia. Kondisi sistem keuangan Indonesia pada awal tahun 2017 cukup terkendali dengan didukung oleh meningkatnya ketahanan dan kinerja industri perbankan di tengah membaiknya kondisi perekonomian. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR) pada triwulan I tahun 2017 masih jauh di atas ketentuan CAR minimum yaitu 8,0 persen. Rasio CAR bahkan mengalami peningkatan sebesar 1,3 persen (YoY), yaitu dari 21,9 persen pada triwulan I tahun 2016 menjadi 23,2 persen pada triwulan I tahun Rasio kredit bermasalah yang tercermin dari rasio Non- Performing Loan (NPL) mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen, yaitu dari 2,9 persen pada triwulan IV tahun 2016 menjadi 3,2 persen pada triwulan I tahun Akan tetapi meskipun mengalami peningkatan, rasio NPL masih berada dalam batas aman, yaitu berada di bawah ketentuan yang ditetapkan sebesar 5 persen. Indikator kinerja perbankan lainnya adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit mendorong penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 89,6 122

136 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2:2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 Q1:2016 Q2:2016 Q3:2016 Q4:2016 Q1:2017 DPK, Kredit (Triliun Rp) Pertumbuhan YoY (persen) persen pada tahun 2016 menjadi 89,1 persen pada tahun Dengan demikian, ruang perbankan dalam menyalurkan kredit pun meningkat. Gambar 46. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Data triwulan I merupakan data bulan Februari Kegiatan intermediasi perbankan pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan di tengah membaiknya kondisi perekonomian. Pada triwulan I tahun 2017, kegiatan intermediasi perbankan mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari adanya peningkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan jumlah kredit yang disalurkan. Peningkatan DPK dan jumlah kredit tersebut didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian. DPK pada triwulan I tahun 2017 sebesar triliun rupiah atau tumbuh sebesar 9,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (YoY). Sementara itu, jumlah kredit perbankan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 8,6 persen (YoY). 123

137 Q1:2013 Q2: 2013 Q3:2013 Q4:2013 Q1:2014 Q2:2014 Q3:2014 Q4:2014 Q1:2015 Q2:2015 Q3:2015 Q4:2015 Q1:2016 Q2:2016 Q3:2016 Q4:2016 Q1:2017 KK, KI, KMK (Triliun Rp) Pertumbuhan YoY (persen) Gambar 47. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya KI KMK KK Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Angka triwulan I merupakan angka bulan Februari Penyaluran kredit perbankan menunjukkan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2017 meskipun mengalami perlambatan, khususnya kredit investasi dan modal kerja. Sedangkan kredit investasi, pertumbuhan kredit investasi justru mengalami peningkatan pada triwulan I tahun Terdapat peningkatan penyaluran KUR untuk sektor produksi meningkat dengan porsi total penyaluran sebesar 29 persen. Penyaluran kredit perbankan menunjukkan pertumbuhan yang melambat setiap tahunnya. Pada triwulan I tahun 2017, sebagian besar kredit digunakan untuk modal kerja (KMK) sebesar 45,6 persen, dan selebihnya untuk keperluan konsumsi (KK) sebesar 28,1 persen dan kredit investasi (KI) sebesar 26,0 persen. Kredit investasi mengalami penurunan sebesar 0,1 persen, yaitu dari Rp1.135 triliun pada triwulan IV tahun 2016 menjadi Rp1.134 triliun pada triwulan I tahun Kredit modal kerja juga mengalami penurunan sebesar 0,3 persen, yaitu dari Rp1.969 triliun pada triwulan IV tahun 2016 menjadi Rp1.963 triliun pada triwulan I tahun Sedangkan kredit investasi justru mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen, yaitu dari Rp1.208 triliun pada triwulan IV tahun 2016 menjadi Rp1.211 triliun pada triwulan I tahun Namun apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, ketiga jenis kredit tersebut mengalami pertumbuhan yang positif. Kredit investasi tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 jika dibandingkan dengan triwulan I tahun Selanjutnya, kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,6 persen 124

138 dari triwulan I tahun 2016 ke triwulan I tahun 2017 dan kredit konsumsi mengalami pertumbuhan sebesar 8,9 persen pada triwulan I tahun 2017 jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun Peningkatan ketiga kredit tersebut salah satunya didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Gambar 48. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi Jasa-jasa Pertanian 22% Perdagangan 59% Perikanan Industri Pengolahan 5 % Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Setelah pencapaian KUR pada tahun 2016 yaitu sebesar 94,3 triliun atau telah melebihi target yang ditentukan yaitu 94 triliun, target penyaluran KUR untuk tahun 2017 adalah sebesar 110 triliun. Sampai dengan 31 Maret 2017, total penyaluran KUR telah mencapai 19,5 trilun, mencapai 17,8 persen dari target. Penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, yaitu sebesar 59,0 persen, dan diikuti dengan peningkatan penyaluran pada sektor produksi (pertanian, perikanan, dan industri) dengan porsi sebesar 29,0 persen. Pada akhir tahun 2016, penyaluran KUR untuk sektor produksi hanya sebesar 18,0 persen. Adapun target porsi penyaluran KUR sektor produksi tahun 2017 adalah sebesar 40,0 persen. 125

139 CAR, NPF, FDR (%) Pertumbuhan (%) Berdasarkan sebaran wilayah, terdapat tiga pulau dengan penyerapan KUR tertinggi yaitu pulau Jawa (10,9 triliun), pulau Sumatera (3,9 triliun) dan pulau Sulawesi (1,9 triliun). Sektor Perbankan Syariah Gambar 49. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia CAR NPF FDR Pertumbuhan CAR Pertumbuhan NPF Pertumbuhan FDR Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017 Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko pembiayaan yang terkendali. Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang meningkat diiringi dengan risiko pembiayaan yang terkendali. Pada triwulan I tahun 2017, rasio kecukupan modal/car meningkat menjadi 17,0 persen, berada jauh di atas ketentuan penyediaan modal minimum perbankan, yaitu 8,0 persen. Rasio pembiayaan bermasalah pada triwulan I tahun 2017 (Non-Performing Financing/NPF) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 8 bps (YoY) menjadi 4,78 persen, yang masih berada di dalam batas wajar pembiayaan bermasalah, yaitu di bawah 5 persen. Sedangkan, rasio pembiayaan terhadap deposit pada triwulan I tahun 2017 (Financing to Deposit Ratio/FDR) mengalami penurunan (YoY) menjadi 83,8 persen dari 87,3 persen di tahun sebelumnya, namun masih dalam batas yang wajar, yaitu pada kisaran 80 persen hingga 90 persen. 126

140 DPK, Pembiayaan (Miliar Rp) Gambar 50. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia DPK Pembiayaan Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Pembiayaan Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017 Kegiatan intermediasi perbankan syariah relatif stabil meskipun tingkat penyaluran pembiayaan mengalami penurunan terutama pada pembiayaan jenis modal kerja. Kegiatan intermediasi perbankan mengalami pertumbuhan yang relatif stabil pada triwulan I tahun 2017 meskipun pertumbuhan jumlah penyaluran pembiayaan mengalami perlambatan. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 21,3 persen menjadi Rp miliar pada triwulan I tahun Sementara, pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 16,2 persen (YoY) atau melambat 0,3 persen dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat mengalami kenaikan menjadi Rp miliar pada triwulan I tahun 2017 dari Rp miliar pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya (YoY). Tren ini dipicu oleh menurunnya pembiayaan jenis modal kerja terutama pada sektor non- UMK 127

141 PK, PI, PMK (Miliar Rp) Gambar 51. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Pembiayaan Investasi Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan Konsumsi Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK Pertumbuhan PK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017 Walaupun secara umum tingkat pembiayaan mengalami perlambatan pertumbuhan, pembiayaan konsumsi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Meskipun pertumbuhan tingkat penyaluran pembiayaan secara umum mengalami perlambatan, pertumbuhan pembiayaan konsumsi mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Namun di saat yang sama, tingkat pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan I tahun 2017, pembiayaan konsumsi meningkat sebesar 25,0 persen (YoY) menjadi Rp102,344 miliar. Sementara, pertumbuhan pembiayaan investasi yang disalurkan pada triwulan I tahun 2017 meningkat sebesar 15,33 persen menjadi Rp miliar (YoY). Adapun, pertumbuhan pembiayaan modal kerja mengalami kenaikan sebesar 7,5 persen dari tahun sebelumnya (YoY) menjadi Rp miliar. 128

142 Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1) Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2017 Papua Sumatera Maluku Sulawesi Kalimantan Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 129

143 Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2) Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2017 Maluku Sulawesi Kalimantan Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali 130

144 Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang per USD Negara PAB Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) 131 Rata-rata Triwulanan Rupiah Indonesia ,0 0,8 0,8 3, ,0 0,2 1,0 0, ,0 0,1 1,1 (0,6) ,9 (0,7) Lira Turki 3,8 (6,6) (6,6) (21,7) 3,6 3,5 (3,4) (18,7) 3,6 0,3 (3,1) (22,5) 3,7 (10,9) Rand Afrika Selatan 13,5 2,0 2,0 17,9 13,1 2,6 4,7 20,9 13,4 (2,1) 2,4 10,1 13,2 5,3 BRIC Real Brazil 3,1 3,4 3,4 27,0 3,1 1,2 4,7 29,1 3,1 (0,4) 4,3 15,1 3,1 4,9 Rubel Rusia 60,2 2,2 2,2 25,5 58,4 3,1 5,4 28,8 56,2 3,8 9,4 18,9 58,7 7,4 Rupee India 67,9 0,1 0,1 (0,1) 66,7 1,8 1,9 2,6 64,9 2,8 4,7 2,2 67,0 0,6 Yuan Cina 6,9 0,9 0,9 (4,5) 6,9 0,2 1,1 (4,6) 6,9 (0,3) 0,8 (6,3) 6,9 (0,8) ASEAN-6 Dolar Singapura 1,4 2,6 2,6 1,0 1,4 0,5 3,1 0,2 1,4 0,4 3,6 (3,5) 1,4 (0,4) Ringgit Malaysia 4,4 1,3 1,3 (6,3) 4,4 (0,3) 1,0 (5,3) 4,4 0,3 1,4 (11,9) 4,4 (2,7) Baht Thailand 35,1 2,1 2,1 1,7 34,9 0,5 2,6 2,0 34,4 1,7 4,3 2,3 35,1 0,8 Peso Filipina 49,8 (0,4) (0,4) (4,2) 50,3 (0,9) (1,3) (5,5) 50,2 0,1 (1,2) (8,4) 50,0 (1,8) Kyat Myanmar 1.355,5 0,1 0,1 (4,3) 1.365,0 (0,7) (0,5) (9,3) 1.359,0 0,4 (0,1) (10,5) 1.358,8 (3,8) Negara Maju Euro 0,9 2,6 2,6 (0,3) 0,9 (2,1) 0,5 (2,7) 0,9 0,7 1,3 (6,4) 0,9 (1,2) Poundsterling Inggris YTD (%) YOY (%) 0,8 1,9 1,9 (11,7) 0,8 (1,6) 0,3 (11,1) 0,8 1,4 1,7 (12,6) 0,8 (0,3) Yen Jepang 112,8 3,7 3,7 7,4 112,8 0,0 3,7 (0,1) 111,4 1,2 5,0 1,1 113,7 (3,7) Won Korea Selatan 1.161,3 3,8 3,8 3, ,3 2,7 6,7 9, ,5 1,1 7,8 2, ,0 0,4 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan (PAB) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) QtQ (%)

145 Lampiran 4: Harga Komoditas Internasional Komoditas Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) Rata-rata Triwulan Beras (USD/cwt) 9,5 1,9 1,9-16,0 9,3-2,6-0,7-11,5 9,9 6,6 5,8 2,1 9,6-1,7 Gula (USd/lb) 20,5 4,8 4,8 55,6 19,3-5,6-1,0 32,6 16,8-13,2-14,1 9,2 19,6-5,1 Gandum (USd/bu) 420,8 3,1 3,1-12,2 424,8 1,0 4,1-4,6 426,5 0,4 4,5-9,9 429,1 6,7 Kacang Kedelai (USd/bu) 1.024,5 2,8 2,8 16, ,0 0,0 2,9 20,2 946,0-7,7-5,1 3, ,0 1,6 Jagung (USd/bu) 359,8 2,2 2,2-8,5 373,8 3,9 6,2-0,5 371,8-0,5 5,6 0,8 367,6 4,1 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) YTD (%) YOY (%) QtQ (%) 132

146 Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas PAB Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 MTM (%) YTD (%) YOY (%) PAB MTM (%) Rata-rata Triwulan Minyak Goreng ,0 0,8 1,1 14, ,0 1,8 2,9 13, ,0 (3,2) (0,3) 7, ,3 1,1 Daging Sapi ,0 0,2 0,3 2, ,0 0,5 0,8 2, ,0 (0,7) 0,1 1, ,4 (0,5) Daging Ayam Broiler ,0 (4,3) (4,6) (4,9) ,0 (6,5) (10,9) (0,8) ,0 (0,7) (11,5) (0,9) ,8 (5,0) Telur Ayam Ras ,0 (6,3) (5,8) (9,7) ,0 (3,4) (8,9) (7,5) ,0 (1,6) (10,4) (0,6) ,1 (4,0) Tepung Terigu 8.820,0 (0,7) (0,7) (3,0) 8.890,0 0,8 0,1 (2,2) 8.840,0 (0,6) (0,5) (2,6) 8.921,1 (0,8) Kedelai Impor ,0 (0,4) (0,2) (4,0) ,0 0,8 0,7 (2,0) ,0 (1,6) (0,9) (3,9) ,9 (0,2) Kedelai lokal ,0 (0,2) 0,2 (1,8) ,0 (2,9) (2,7) (4,8) ,0 4,3 1,5 (0,5) ,3 (1,1) Beras Medium ,0 0,2 0,4 (1,5) ,0 (0,2) 0,2 (1,7) ,0 (1,5) (1,3) (2,8) ,1 1,0 Gula Pasir ,0 (1,5) (1,5) 5, ,0 (0,6) (2,1) 5, ,0 0,1 (2,0) 5, ,1 (8,2) Cabe Merah Keriting ,0 14,2 10,8 53, ,0 (11,4) (1,8) 11, ,0 (17,0) (18,5) (11,8) ,0 37,2 Cabe Merah Biasa ,0 9,1 8,8 25, ,0 (11,1) (3,3) (8,1) ,0 (20,3) (22,9) (24,4) ,0 35,6 Bawang Merah ,0 (8,5) (8,5) 2, ,0 10,3 1,0 10, ,0 (5,3) (4,4) (16,6) ,3 (5,8) YTD (%) YOY (%) PAB Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bula MTM (%) YTD (%) YOY (%) QtQ (%) 133

147 SUSUNAN TIM REDAKSI Penanggungjawab Dr. Ir. Leonard VH Tampubolon, MA Pemimpin Redaksi Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, M.Eng, Ph.D Dewan Redaksi Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D Dr. Haryanto, SE, MA Ir. Imarita Trihanda, MS Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM Redaktur Pelaksana Cut Sawalina, SE, Msi Drs. Muhammad Arif, Msi Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc Dra. Dwi Martini, ME Yunus Gastanto, SE, PG.Dip Mochammad Firman Hidayat, SE, MA Tari Lestari, S.Si, SE, MS Octal Pramudito, SE, MA Yogi Harsudiono, SE, MPA Istasius Angger Anindito, SE, MA Sukhad, S.IP Fajar Hadi Pratama, ST Rufita Sri Hasanah, SE

148 Penulis Arianto Christian Hartono, SE, MA Yeni Oktavia Mulyono, SE Ratih Budhi Larasati, SE M. Indra Maulana, SE, MA Budiono Rahmat, SE Sri Mulyani, SE Asterina Zarnia, SE Catra Evan Ramadhani, SE Muhibbudin Ahmad A, SE Widyastuti Hardaningtyas, SE Aditya Dwi Febri Christian Wibowo, ST Ani Utami, SE Distributor/Sirkulasi Imam Musadad Tulus Sujadi Administrasi Diah Prihartini Editor Sri Mulyani, SE Budiono Rahmat, SE Grafis dan Layout Hamdan Hasan, S.Kom Dimas Adhytia W, SE

149 Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

150 137

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari diskusi terbatas

KATA PENGANTAR. Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari diskusi terbatas 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% yoy pada kuartal ketiga 2016, lebih tinggi dari 2015 sebesar 4,74% yoyatau lebih rendah dari 2016 sebesar 5,18% yoy. PDB kuartal

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 Highlight ŸPertumbuhan PDB 2016Q2 sekitar 5.0% (yoy) dan PDB 2016 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.0-5.3% (yoy) ŸPertumbuhan didominasi oleh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN 2016 Vol. 2 INDONESIA PASCA BREXIT Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pendahuluan T ahun 2016 disambut dengan penuh optimisme dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II 29 Responden Survei Persepsi Pasar (SPP) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-29 (yoy) dan selama tahun 29 berada pada kisaran 4,1-4,5%. Perkiraan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Surabaya 21 Desember 2016 OUTLINE 2 Perekonomian Global Perekonomian Nasional Kebijakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

ASEAN ADB memperkirakan Jepang akan tumbuh 2,2% pada 2012 dan 1,5% pada 2013 atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

ASEAN ADB memperkirakan Jepang akan tumbuh 2,2% pada 2012 dan 1,5% pada 2013 atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Ekonomi Global Perkiraan Pertumbuhan Berbagai Kawasan (%, yoy) Negara/Kawasan 2011 2012 2013 April '12 July '12 April '12 July '12 AS 1.7 1.1 1.0 1.7 1.6 Eropa 1.4-0.5-0.7 1.0 0.8 Jepang -0.7 1.9 2.2 1.5

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan 1 2 Siklus Ekonomi 3 Sumber: BI Ekonomi Domestik Beberapa Risiko Ekonomi Global Meningkatnya ketidakpastian yang dipicu oleh ekspektasi kenaikan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Robohnya Rupiah Kami 1

Robohnya Rupiah Kami 1 Jakarta, 9 Maret 2015 Robohnya Rupiah Kami 1 Selama pekan lalu ketika kurs rupiah melemah melewati Rp13.000 per dollar banyak yang bertanya kepada saya -- termasuk melalui sosial media -- tentang rupiah

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi dunia perbankan di Indonesia mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selalu disebabkan dari perkembangan di luar industri

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017 Table Daftar of Isi: Contents Ekonomi Global Perkembangan Ekonomi Global Global Competitiveness Report 2017-2018; World Bank: Indonesia Economic Quarterly;

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian 1. Bursa Efek Indonesia (BEI) Bursa efek merupakan lembaga yang menyelengarakan kegiatan sekuritas di Indonesia. Dahulu terdapat dua bursa

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci