BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN"

Transkripsi

1 BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga dari tekanan eksternal, yaitu berupa tingginya harga minyak mentah dan harga bahan pangan dunia, dampak subprime mortgage di AS, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, serta bencana alam tsunami di NAD dan Sumatera Utara. Nilai tukar rupiah terjaga dalam besaran Rp9.000, ,00 per dolar AS; laju inflasi menurun menjadi 6,6 persen pada tahun 2006 dan 2007, terjaga pada tingkat 11,9 persen pada bulan Juli 2008 (year on year) dalam tekanan harga komoditas dunia yang sangat tinggi, serta cadangan devisa meningkat menjadi USD 60,6 miliar pada akhir Juli Kedua, sektor riil membaik tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat dengan peranan investasi yang makin besar, daya beli masyarakat yang terjaga, serta ekspor yang meningkat. Secara bertahap, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,0 persen pada tahun 2004 menjadi 6,3 persen pada tahun 2007 didukung oleh pembentukan modal tetap bruto yang tumbuh dua

2 digit sejak semester II/2007 serta ekspor nonmigas yang meningkat rata-rata 18,0 persen per tahun dalam empat tahun terakhir. Dalam semester I/2008, ekonomi tumbuh 6,4 persen (year on year) didorong oleh investasi dan ekspor serta didukung oleh daya beli masyarakat yang terjaga. Ketiga, stabilitas ekonomi yang terjaga dan kegiatan ekonomi yang meningkat mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari menurunnya angka pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin. Pada bulan Februari dan Maret 2008, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin menurun berturut-turut menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen) dan 35,0 juta orang (15,4 persen). Secara keseluruhan, kebijakan ekonomi makro tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mempertahankan kesinambungan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kualitas pembangunan agar semakin besar kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin. I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Dalam tahun 2005 perekonomian dunia tumbuh sebesar 4,4 persen dan tetap tinggi hingga tahun Dalam tahun 2007 ekonomi dunia tumbuh 5,0 persen dengan Asia sebagai penggerak ekonomi dunia, didorong oleh China, India dan negara-negara emerging market lainnya (World Economic Outlook, update Juli 2008). Ekonomi dunia yang tumbuh tinggi didukung pula oleh kegiatan perdagangan dunia dan harga komoditas yang meningkat. Dalam tahun 2005, volume perdagangan dunia tumbuh 7,6 persen dan terus meningkat hingga mencapai 9,2 persen pada tahun Perekonomian dunia yang tumbuh tinggi berpengaruh terhadap bursa saham global. Pada akhir tahun Indeks Nikkei di Jepang dan Indeks Straits Times di Singapura meningkat masingmasing 40,2 persen dan 18,0 persen dibandingkan dengaan tahun Indeks Dow Jones di New York menurun sebesar 0,6 persen dalam periode yang sama. Pada pertengahan tahun 2006 terjadi 35-2

3 gejolak pada bursa saham global dan nilai tukar mata uang di beberapa negara termasuk Indonesia akibat gejolak modal jangka pendek yang terjadi di Turki dan Brasil. Menjelang akhir tahun 2006 pasar bursa dunia kembali menguat. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia turut meningkatkan permintaan, terutama dari negara nonoecd, minyak mentah dunia. Sementara itu, sisi pasokan dihadapkan pada keterbatasan produksi terutama negara non OPEC serta kuatnya komitmen negara-negara anggota OPEC untuk menjaga tingkat produksinya. Tingginya peningkatan permintaan dan terbatasnya kenaikan produksi minyak mentah dunia mendorong kenaikan harga minyak. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat dari USD 56,4 per barel pada tahun 2005 menjadi USD 66,1 per barel pada tahun 2006 dan USD 72,3 per barel pada tahun Meningkatnya harga minyak mentah dunia tersebut berdampak pada kenaikan harga komoditas pertanian termasuk pangan dan bahan pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada bulan Juli 2007, stabilitas keuangan dunia mengalami gejolak akibat krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Indeks saham di AS dan berbagai bursa dunia mengalami penurunan dan pengaruhnya masih dirasakan hingga pertengahan tahun Krisis keuangan di AS selanjutnya berpengaruh terhadap investasi residensial dan menurunnya harga perumahan di AS. Dalam tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mencapai 2,0 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang mencapai 3,2 persen per tahun (Bureau of Economic Analysis, US, Agustus 2008). Dalam mencegah ekonomi AS dari kemungkinan terjadinya resesi, kebijakan ekonomi Amerika Serikat diarahkan untuk mengamankan sektor keuangan dan memberikan stimulus fiskal dalam rangka mendorong ekonomi. Suku bunga Fed Funds diturunkan secara bertahap hingga mencapai 2,0 persen pada akhir bulan April Stimulus fiskal berupa tax rebates sebesar USD 168 miliar diberikan guna menopang penurunan daya beli masyarakat. 35-3

4 Krisis subprime mortgage yang berpengaruh pada bursa saham dunia dan nilai tukar dolar AS tersebut mengakibatkan likuiditas global yang lebih beralih ke pasar komoditas terutama minyak mentah serta memberi tekanan spekulasi besar terhadap harga komoditi dunia hingga pertengahan tahun Harga minyak mentah WTI terus meningkat hingga mencapai USD 133,5 per barel pada bulan Juli 2008 [EIA, US Dept. of Energy, Agustus 2008]. Harga komoditi non-energi dalam bulan Juni 2008 meningkat sebesar 17,7 persen (year on year) dengan dorongan terbesar dari kelompok komoditi pangan yang harganya meningkat 44,4 persen (y-o-y) [IMF, Primary Commodity Price, Juli 2008]. Tingginya harga minyak mentah dunia dan harga komoditi dunia telah memberi tekanan inflasi secara global dan mendorong bank sentral di berbagai negara untuk meningkatkan suku bunganya secara bertahap. Menjelang akhir Juli 2008 harga harian minyak mentah dunia turun menjadi di bawah USD 130 per barel dengan berkurangnya kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah serta pengaruh badai di Teluk Meksiko dan meningkatnya cadangan minyak mentah di AS dan OECD. Dalam keseluruhan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat dengan tingkat harga komoditas dunia yang masih tinggi. II. Moneter, Perbankan, dan Pasar Modal Menjelang akhir tahun 2004 dan sepanjang tahun 2005, stabilitas ekonomi Indonesia menghadapi tekanan yang cukup berat dengan bencana alam dan gelombang tsunami di NAD dan Sumatera Utara, meningkatnya harga minyak dunia, serta berlanjutnya siklus pengetatan moneter di AS. Menurunnya kepercayaan terhadap rupiah dan kekkhawatiran terhadap ketahanan fiskal berpengaruh stabilitas ekonomi. Nilai tukar rupiah melemah hingga mencapai Rp per dolar AS pada perdagangan harian bulan Agustus Untuk meredam gejolak ekonomi, Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter dan fiskal, antara lain kenaikan suku bunga dan penyesuaian harga BBM di dalam negeri. Secara bertahap nilai tukar rupiah dan laju inflasi yang pada bulan Oktober

5 mencapai Rp per dolar AS dan 17,9 persen (year on year) dapat diturunkan menjadi Rp9.840 per dolar AS dan 17,1 persen (year on year) pada bulan Desember Stabilitas ekonomi dan moneter terus terjaga pada tahun 2006 dan 2007 tercermin dari stabilnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju inflasi. Rata-rata harian nilai tukar rupiah pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai Rp9.168,00 per USD dan Rp9.140,00 per USD. Sedangkan laju inflasi pada periode yang sama masingmasing mencapai 6,6 persen. Laju inflasi yang menurun dan nilai tukar rupiah yang stabil memberi ruang bagi penurunan suku bunga dalam negeri. Secara bertahap suku bunga acuan (BI Rate) diturunkan dari 12,75 persen pada bulan April 2006 hingga mencapai 8,00 persen pada akhir tahun Suku bunga deposito dan pinjaman mengikuti pergerakan suku bunga acuan. Pada bulan April 2006, suku bunga deposito 1 bulan mencapai 11,7 persen dan terus menurun hingga mencapai 7,2 persen pada bulan Desember Demikian pula suku bunga kredit modal kerja, investasi dan konsumsi yang masing-masing menurun dari 16,3 persen, 15,9 persen, dan 17,7 menjadi 13,0 persen, 13,0 persen dan 16,1 persen pada periode yang sama. Langkah-langkah untuk meningkatkan iklim investasi dan mendorong ekspor selanjutnya mendorong kembali penyaluran kredit perbankan. Dalam tahun 2007, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp995,1 triliun atau meningkat 26,4 persen dibandingkan tahun Meningkatnya penyaluran kredit tersebut diikuti pula oleh membaiknya tingkat kesehatan perbankan. non-performing loan menurun dari Rp47,5 triliun pada akhir tahun 2006 menjadi Rp40,0 triliun pada akhir tahun Stabilitas ekonomi yang terjaga hingga akhir tahun 2007 mendorong kinerja bursa saham di dalam negeri. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 2745,8 pada akhir bulan Desember 2007 atau naik 52,1 persen dibandingkan akhir tahun

6 Memasuki tahun 2008, tekanan eksternal berupa tingginya harga komoditas dunia termasuk harga minyak mentah serta meluasnya dampak krisis subprime mortgage di Amerika Serikat berpengaruh pada stabilitas ekonomi di dalam negeri. Rata-rata nilai tukar rupiah pada bulan Januari 2008 mencapai Rp9.406 per USD atau melemah 0,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia turun 4,3 persen pada periode yang sama. Sentimen negatif bursa saham global dan regional terus berlangsung hingga semester I/2008 dan berdampak pada bursa saham Indonesia. Pada akhir Juli 2008 indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia menurun menjadi 2304,5 atau 16,1 persen lebih rendah dibandingkan akhir tahun Tingginya harga minyak mentah dunia menuntut dilakukannya penyesuaian harga BBM di dalam negeri. Upaya ini ditempuh untuk meningkatkan efektivitas pemberian subsidi agar lebih tepat sasaran dan mengurangi beban anggaran. Selanjutnya untuk menjaga daya beli masyarakat kurang mampu, khususnya masyarakat miskin, bantuan langsung tunai (BLT) diberikan kepada 19,1 juta rumah tangga miskin. Dalam tekanan eksternal yang terus meningkat serta langkahlangkah penyesuaian, termasuk penyesuaian harga BBM, yang harus ditempuh, laju inflasi hingga semester I/2008 dapat dijaga pada tingkat 11,0 persen (year on year) dan hingga akhir Juli mencapai 11,9 persen (year on year); sedangkan nilai tukar rupiah hingga Juli 2008 dapat dijaga dalam kisaran Rp9.000 Rp9.200 per dolar AS. Tingginya ekspektasi terhadap inflasi menuntut langkahlangkah untuk mengendalikan likuiditas ekonomi. Suku bunga acuan yang dipertahankan pada tingkat 8,00 persen hingga bulan April 2008, secara bertahap mulai ditingkatkan sebesar 25 bps menjadi 8,25 persen pada bulan Mei 2008, 8,75 persen pada bulan Juli 2008, dan 9,00 persen pada bulan Agustus Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok masyarakat didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi dalam keseluruhan tahun 2008 tetap terkendali. Langkah-langkah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi mampu menjaga kepercayaan dunia usaha dan pembiayaan 35-6

7 perbankan. Sampai dengan bulan Juni 2008, posisi kredit perbankan mencapai Rp 1.142,1 triliun atau meningkat 33,6 persen (y-o-y) dengan kenaikan yang berimbang antara pembiayaan untuk investasi, modal kerja, dan konsumsi. III. Neraca Pembayaran Kondisi neraca pembayaran pada tahun 2005 dan 2006 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan ekonomi dunia dan volume perdagangan dunia yang tinggi. Dengan kondisi neraca pembayaran tersebut, pembayaran sisa utang kepada IMF dipercepat. Keseluruhan utang yang seharusnya jatuh tempo pada tahun 2010 dilunasi pada bulan Juni dan Oktober Pada akhir bulan Desember 2006, cadangan devisa mencapai USD 42,6 miliar, meningkat USD 7,9 miliar dibandingkan dengan akhir tahun Tingginya pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas dunia pada tahun 2007, ikut berperan dalam mendorong kinerja neraca pembayaran Indonesia. Total penerimaan ekspor pada tahun 2007 mencapai USD 118,0 miliar atau meningkat 14,0 persen dibandingkan tahun Kenaikan tersebut didorong oleh kenaikan ekspor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 8,4 persen dan 15,6 persen. Impor meningkat sejalan dengan membaiknya kegiatan ekonomi. Pada tahun 2007, total impor mencapai USD 85,3 miliar atau naik 15,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan itu didorong oleh meningkatnya impor migas dan nonmigas masingmasing mencapai 18,8 persen dan 14,5 persen. Dengan defisit jasa (termasuk pendapatan dan transfer) yang mencapai USD 22,4 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2007 mencapai USD 10,4 miliar atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (USD 10,8 miliar). Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang terjadi pada semester II/2007 memperlambat arus masuk investasi portfolio yang meningkat hingga akhir semester I/2007. Dampak krisis itu berimbas pula pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan surat berharga Bank Indonesia (SBI) pada triwulan IV/2007. Secara 35-7

8 keseluruhan neraca modal dan finansial pada tahun 2007 mencapai surplus USD 3,3 miliar, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai USD 2,9 miliar, dan cadangan devisa mencapai USD 56,9 miliar atau cukup untuk membiayai 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pada saat memasuki tahun 2008, stabilitas eksternal tetap terjaga dengan meningkatnya ketidakpastian global terutama tingginya harga minyak mentah dan harga komoditas dunia lainnya, serta perlambatan ekonomi dunia termasuk Amerika Serikat. Dalam triwulan I/2008, total penerimaan ekspor mencapai USD 34,4 miliar atau meningkat 29,2 persen dibandingkan dengan triwulan I/2007. Kenaikan penerimaan ekspor itu didorong oleh meningkatnya penerimaan ekspor migas dan nonmigas masingmasing sebesar 63,2 persen dan 21,8 persen. Total nilai impor pada triwulan I/2008 mencapai USD 26,8 miliar atau meningkat 41,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun Kenaikan nilai impor ini didorong oleh meningkatnya impor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 45,3 persen dan 41,1 persen. Dengan defisit neraca jasa dan pendapatan sebesar USD 6,1 miliar, necara transaksi berjalan mengalami surplus sebesar USD 2,8 miliar. Kondisi neraca arus modal dan finansial sepanjang triwulan I/2008 masih dipengaruhi oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Arus investasi portofolio swasta hanya mencapai USD 0,2 miliar pada akhir triwulan I/2008 menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD 0,4 miliar. Investasi lainnya mengalami defisit yang meningkat dari USD 0,5 miliar pada triwulan I/2007 menjadi USD 3,7 miliar pada triwulan I/2008. Secara keseluruhan, neraca modal dan finansial pada triwulan I/2008 mengalami defisit sebesar USD 1,4 miliar atau menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai surplus USD 1,8 miliar. Dalam triwulan II/2008 perekonomian tetap meningkat memanfaatkan momentum perekonomian dunia yang tinggi. Penerimaan ekspor hingga semester I/2008 dari data yang dikumpulkan oleh BPS mencapai USD 70,4 miliar atau meningkat sekitar 30,8 persen (year on year) didorong oleh penerimaan ekspor 35-8

9 migas dan nonmigas yang berturut-turut naik sekitar 65,3 persen dan 23,2 persen. Kegiatan ekonomi meningkatkan pula kebutuhan impor. Dalam semester I/2008 pengeluaran impor mencapai USD 52,2 miliar atau naik 54,9 persen (year on year) didorong oleh impor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing sekitar 77,4 persen dan 46,2 persen. Cadangan devisa hingga akhir triwulan I/2008 mencapai USD 59,0 miliar atau setara dengan 5,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada akhir bulan Juli 2008, cadangan devisa meningkat menjadi USD 60,6 miliar atau setara dengan 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. IV. Keuangan Negara Dalam tahun , kebijakan keuangan negara diarahkan untuk memberikan stimulus fiskal pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bagi penciptaan lapangan kerja dan penurunan kemiskinan dengan tetap melanjutkan dan memantapkan upaya konsolidasi fiskal dalam rangka mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Upaya konsolidasi fiskal ditempuh melalui peningkatan penerimaan negara terutama penerimaan perpajakan yang lebih berkelanjutan, peningkatan efektivitas pengeluaran negara melalui penajaman alokasi belanja negara, serta optimalisasi pemanfaatan sumber pembiayaan anggaran. Dalam periode tersebut, perekonomian Indonesia dihadapkan pada lingkungan domestik yang kurang kondusif. Pertama, memasuki awal tahun 2005 terjadi gempa bumi dan gelombang tsunami yang melanda wilayah Sumatera Bagian Utara (Nanggroe Aceh Darussalam NAD dan Nias), pada tahun berikutnya, gempa bumi melanda Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Barat. Kedua, terjadinya perkembangan lingkungan eksternal yang menuntut dilakukannya penyesuaian terhadap asumsi makro yang digunakan dalam memperkirakan pendapatan negara dan belanja negara pada APBN. Perubahan lingkungan eksternal tersebut antara lain tingginya harga minyak mentah dunia mendorong disesuaikannya harga BBM di dalam negeri. 35-9

10 Dengan berbagai kondisi tersebut, pendapatan negara dan hibah dalam kurun waktu meningkat rata-rata 19,6 persen. Peningkatan pendapatan negara tersebut didorong oleh peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp144,0 triliun (meningkat dari Rp347,0 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp491,0 triliun pada tahun 2007). Sejalan dengan tingginya harga minyak mentah dunia, penerimaan bukan pajak juga mengalami peningkatan sebesar Rp.68,2 triliun (meningkat dari Rp146,9 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp215,1 triliun pada tahun 2007). Peningkatan penerimaan negara bukan pajak, terutama didorong oleh peningkatan pendapatan sumber daya alam minyak bumi dan gas alam yang meningkat dari Rp103,8 triliun menjadi Rp124,8 triliun. Dalam sektor belanja negara, sepanjang tahun realisasi belanja negara meningkat sebesar Rp248,0 triliun atau meningkat dari Rp509,6 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp757,7 triliun pada tahun Peningkatan belanja negara tersebut, utamanya didorong oleh peningkatan belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp143,4 triliun atau meningkat dari Rp361,2 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp504,6 triliun pada tahun Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, alokasi anggaran yang didaerahkan juga mengalami peningkatan sebesar Rp102,8 triliun atau meningkat dari Rp150,5 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp253,3 triliun pada tahun Peningkatan alokasi belanja ke daerah tersebut terutama didorong oleh peningkatan alokasi untuk dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang meningkat masing-masing sebesar Rp76,0 triliun dan Rp.11,5 triliun sepanjang tahun Dengan perkembangan tersebut, defisit anggaran tahun masing-masing sebesar 0,5 persen PDB, 0,9 persen PDB dan 1,3 persen PDB. Defisit anggaran tersebut diatasi dengan pembiayaan dalam negeri terutama melalui surat berharga negara dan pembiayaan luar negeri dalam batas yang aman. Stok utang pemerintah menurun dari 47,2 persen PDB pada tahun 2005 menjadi 35,1 persen PDB pada tahun Sejak ditetapkannya UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008, kondisi APBN sampai dengan minggu ke

11 Februari 2008 mendapat tekanan yang sangat berat, terutama oleh tingginya harga minyak mentah dunia dan tingginya harga komoditas dunia, serta melambatnya perekonomian dunia. Sebagai dampak perubahan lingkungan global tersebut, dilakukan perubahan terhadap asumsi makro yang mendasari perhitungan APBN, yaitu pertumbuhan ekonomi diturunkan dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen, laju inflasi dinaikkan dari 6,0 persen menjadi 6,5 persen; harga ekspor minyak mentah Indonesia dinaikkan dari USD 60 per barel menjadi USD 95 per barel; lifting minyak mentah diturunkan dari juta barel per hari menjadi 927 ribu barel per hari sedangkan nilai tukar rupiah tetap Rp 9.100,00 per dolar AS. Dengan perubahan tersebut, penerimaan negara dan hibah pada tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesar 14,5 persen (meningkat dari Rp.781,4 triliun pada APBN menjadi menjadi Rp895,0 triliun pada APBN perubahan tahun 2008). Peningkatan penerimaan negara dan hibah tersebut, terutama didorong oleh peningkatan penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam minyak bumi dan gas alam yang meningkat sebesar 55,1 persen dibandingkan target APBN. Belanja negara dalam APBN Perubahan Tahun 2008 juga mengalami peningkatan sebesar Rp.134,8 triliun (meningkat dari 854,7 triliun pada APBN menjadi Rp989,5 triliun pada APBN Perubahan). Peningkatan belanja negara tersebut, terutama didorong oleh peningkatan subsidi bahan bakar minyak yang meningkat hampir empat kali lipat dari pagu APBN, yakni dari Rp45,8 triliun dalam APBN dan diperkirakan menjadi Rp180,3 triliun dan subsidi listrik yang meningkat hampir tiga kali lipat dari pagu APBN. Dengan tingginya harga minyak mentah dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari pada asumsi APBN Perubahan tahun 2008 sebesar USD 95 per barel dan dalam rangka pengamanan APBN serta menekan pemberian subsidi yang kurang tepat sasaran, harga BBM bersubsidi disesuaikan pada bulan Mei 2008 Penyesuaian harga BBM di dalam negeri didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran

12 Pasal 14 ayat (2) apabila terjadi perubahan harga minyak yang sangat signifikan dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan di bidang subsidi BBM dan/atau langkah-langkah lainnya untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2008, yang selanjutnya diusulkan dalam APBN Perubahan dan/atau disampaikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Tekanan yang berat terhadap APBN Tahun 2008 juga berimbas kepada kebijakan transfer ke daerah. Lonjakan harga minyak mentah dunia membawa tambahan pendapatan bagi daerah penghasil migas karena kenaikan dana bagi hasil migas. Sebagai bagian dari langkah-langkah pengamanan APBN dan menjaga kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), Pemerintah tidak membagihasilkan kenaikan PBB migas sebesar Rp1,95 triliun. Secara keseluruhan, defisit anggaran pada tahun 2008 diperkirakan meningkat menjadi 2,1 persen PDB atau meningkat sebesar 0,8 persen PDB dibandingkan realisasi APBN tahun Stok utang pemerintah pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 33,0 persen PDB atau menurun sebesar 1,8 persen PDB dibandingkan dengan tahun V. Pertumbuhan Ekonomi Dengan langkah-langkah untuk menjaga stabiilitas ekonomi, perekonomian tahun 2005 mampu tumbuh 5,7 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2004 (5,0 persen). Pertumbuhan ekonomi tahun 2005 tersebut, terutama didukung oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto yang meningkat sebesar 10,9 persen dan konsumsi pemerintah yang tumbuh 6,6 persen, sedangkan konsumsi masyarakat tumbuh 4,0 persen. Pada sisi produksi, sektor pertanian, industri pengolahan dan pertambangan masing-masing tumbuh 2,7 persen, 4,6 persen, dan 3,2 persen. Adapun sektor tersier, antara lain sektor perdagangan serta pengangkutan dan komunikasi masing-masing tumbuh 8,3 persen serta 12,8 persen. Upaya untuk meredam gejolak ekonomi pada semester II/2005 mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian tumbuh 5,5 persen, didorong 35-12

13 oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh 9,6 persen dan ekspor barang dan jasa yang tumbuh 9,4 persen. Pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi melambat masing-masing menjadi 3,2 persen dan 2,5 persen. Pada sisi produksi, sektor pertanian, industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian masing-masing tumbuh sebesar 3,4 persen, 4,6 persen dan 1,7 persen. Adapun sektor tersier, antara lain sektor perdagangan serta pengangkutan dan komunikasi masing-masing tumbuh 6,4 persen dan 14,4 persen. Langkah-langkah penguatan ekonomi dalam negeri didukung oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi pada tahun 2007 mampu mengembalikan momentum pertumbuhan ekonomi. Dalam tahun 2007, ekonomi tumbuh 6,3 persen terutama didorong oleh investasi, ekspor barang dan jasa, serta konsumsi masyarakat yang berturut-turut meningkat 9,2 persen, 8,0 persen, dan 5,0 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor tersier yang tumbuh 8,9 persen dan sektor primer terutama pertanian yang meningkat 3,5 persen, sedangkan industri pengolahan tumbuh 4,7 persen. Dalam semester I/2008, momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Pada triwulan I dan II/2008, produk domestik bruto meningkat berturut-turut 6,3 persen dan 6,4 persen (y-o-y) sehingga dalam semester I/2008, ekonomi tumbuh 6,4 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi semester I/2008 didorong oleh pembentukan modal tetap bruto, ekspor barang dan jasa, dan konsumsi rumah tangga yang meningkat berturut-turut 14,1 persen, 15,8 persen, dan 5,5 persen (y-o-y). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi semester I/2008 terutama didorong oleh sektor pertanian dan sektor tersier yang tumbuh masing-masing 5,3 persen dan 9,3 persen. Adapun sektor industri pengolahan terutama nonmigas tumbuh 4,5 persen serta sektor pertambangan dan penggalian tumbuh negatif 1,4 persen

14 VI. Pengangguran dan Kemiskinan Ketidakstabilan ekonomi yang terjadi pada tahun 2005 serta belum kondusifnya iklim ketenagakerjaan di Indonesia berdampak pada pengurangan terbuka. Pada bulan November 2005, jumlah pengangguran terbuka meningkat menjadi 11,9 juta orang (11,2 persen) dari 10,3 juta orang (9,9 persen) pada bulan Agustus Stabilitas ekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi yang terjaga sejak tahun 2006 menurunkan kembali tingkat pengangguran. Pada bulan Agustus 2006, jumlah pengangguran terbuka mencapai 10,9 juta orang (10,3 persen) dan terus menurun hingga mencapai 10,0 juta orang (9,1 persen) pada bulan Agustus Dalam bulan Februari 2008, jumlah pengangguran terbuka menurun lebih lanjut menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen). Dengan upaya serius dalam menanggulangi kemiskinan, jumlah penduduk miskin menurun. Pada bulan Februari 2007 jumlah penduduk miskin menurun dari 39,3 juta orang (17,7 persen) pada bulan Maret 2006 menjadi 37,2 juta orang (16,6 persen). Pada bulan Maret 2008 jumlah penduduk miskin menurun lagi menjadi 35,0 juta orang (15,4 persen). Menurunnya jumlah penduduk miskin didukung oleh stabilitas ekonomi yang terjaga, lapangan kerja yang meningkat, serta bantuan program yang diarahkan untuk membantu golongan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2006,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

INBOX 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH

INBOX 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH Krisis Keuangan Global Krisis keuangan yang diawali oleh krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat, dimana penyaluran kredit perumahan (mortgage)

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik dan stabil. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang memberikan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci