Deputi Bidang Ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deputi Bidang Ekonomi"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi

2 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Triwulan II Tahun 2013

3 KATA PENGANTAR Laporan Perkembangan Perekonomian Indonesia edisi triwulan II tahun 2013 merupakan lanjutan dari laporan triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Laporan triwulan II tahun 2013 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga akhir triwulan II tahun Dari sisi perekonomian dunia, laporan ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Cina, Jepang dan India. Dari sisi perekonomian nasional, laporan ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II tahun 2013 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan laporan ini dapat tercapai. I

4 Halaman ini sengaja dikosongkan II

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... VI DAFTAR GAMBAR... VIII PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA... 2 Perkembangan Ekonomi Amerika... 3 Perkembangan Ekonomi Eropa... 5 Perkembangan Ekonomi Asia... 8 Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Pertumbuhan Ekonomi Indonesia BOX Indeks Tendensi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Perkembangan Produksi dan Konsumsi Semen Neraca Pembayaran Indonesia BOX BOX PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Posisi Utang Pemerintah Surat Berharga Negara (SBN) Pinjaman ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Investasi Manufaktur: Akan Diarahkan Ke Luar Jawa Peluang Investasi Di Lima Pulau PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor III

6 Perkembangan Impor Perkembangan Neraca Perdagangan Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun Perkembangan Harga Domestik Perkembangan Harga Komoditi Internasional PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun Realisasi Per sektor Realisasi Per Lokasi Realisasi per Negara Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Cina FTA Ekspor ASEAN Ke Cina Impor ASEAN Dari Cina Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Perdagangan Antar Negara ASEAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perkembangan Moneter Domestik Inflasi Inflasi Global Inflasi Domestik Nilai Tukar Mata Uang Dunia Indeks Harga Saham Indeks Harga Komoditas Internasional Harga Bahan Pokok Nasional Respon Kebijakan Moneter LAMPIRAN IV

7 Lampiran 1: Inflasi Global Lampiran 2: Inflasi Domestik Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Lampiran 4: Indeks Saham Global Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional SEKTOR PERBANKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan II Tahun Pertumbuhan Sektor Industri Indeks Produksi Manufaktur Realisasi Investasi Industri Pertumbuhan Sektor Pupuk Produksi Motor V

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 2 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Eropa (YoY)... 5 Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun 2013 (persen) Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (persen) Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012-Triwulan II Tahun 2013 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Juni Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2013 (Miliar USD) Tabel 11. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Dan APBN-P 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 12. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d Triwulan II 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 13. Posisi Utang Pemerintah s.d. Juni Tabel 14. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2008 Juni Tabel 15. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2008 Juni 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 16. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (Neto) (Juta Rupiah) Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Per Triwulan II Tahun 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 18. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Juni 2013 (Triliun Rupiah) Tabel 19. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun Tabel 20. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II Tabel 22. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan Utama Triwulan II Tabel 23. Perkembangan Impor Triwulan II Tabel 24. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun Tabel 25. Negara Utama Asal Impor Triwulan II Tahun Tabel 26. Neraca Perdagangan Triwulan II Tahun VI

9 Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Cina Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-India Tabel 31. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun Tabel 32. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu Tabel 33. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih Tabel 34. PMTB Pertumbuhan dan Kontribusi Triwulan II Tahun 2013(persen) Tabel 35. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw II Tahun Tabel 36. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMDN dan PMDN Triwulan II Tahun Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan II Tahun Tabel 38. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun2013 Berdasar Lokasi (Rp Miliar) Tabel 39. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun Tabel 40. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun Tabel 41. Sepuluh Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun Tabel 42. Status Perjanjian Ekonomi Internasional Tabel 43. Ekspor ASEAN ke Cina Tabel 44. Impor Asean dari Cina Tabel 45. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Tabel 46. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Tabel 47. Tingkat Inflasi Global (YoY) Tabel 48.Tingkat Inflasi Tabel 49. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Tabel 50. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Tabel 52. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Tabel 53. Indeks Saham Global Tabel 54. Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 55. Harga Bahan Pokok Nasional VII

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 2 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)... 4 Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 (persen) Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun 2013 (persen) Gambar 6. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun Gambar 7. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Juni Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Triwulan I Tahun 2012-Triwulan II Tahun Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Juni 2012-Juni Gambar 10. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Januari-Juni Gambar 11. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Triwulan-I Triwulan-II Gambar 12. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Juni Gambar 13. Volume dan Nilai Impor Hingga Juni Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan II Gambar 15. Inflasi YoY 66 Kota Januari Maret Gambar 16. Inflasi MtM 66 Kota Januari Maret Gambar 17. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Gambar 18. Perkembangan Indeks Saham Global Gambar 19. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) Gambar 20. Perkembangan Kinerja Bank Umum Di Indonesia Gambar 21. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Di Indonesia Gambar 22. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Gambar 23. Target dan Realisasi Pemberian KUR Gambar 24. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan II Tahun 2013 (dalam Persen) Gambar 25. Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan II Tahun Gambar 26. Indeks Produksi Manufaktur (2005=100) Gambar 27. Realisasi Investasi Industri Dalam Negeri (Miliar RP) Gambar 28. Realisasi Investasi Industri Luar Negeri (Juta USD) Gambar 29. Total Kredit Gambar 30. Produksi Pupuk (Ton) Gambar 31. Produksi Motor (Unit) VIII

11 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA o Pada bulan Juli 2013, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen (YoY). o PDB Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY). o Ekonomi Cina pada triwulan II tahun 2013 tumbuh melambat sebesar 7,5 persen (YoY). IX

12 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pada triwulan II tahun 2013 perkembangan ekonomi dunia diwarnai dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan beberapa negara di kawasan Eropa. Namun demikian, negara kawasan Eropa secara menyeluruh masih menghadapi resesi dan Cina masih menghadapi perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang pada triwulan II tahun 2013 juga mulai menunjukkan perlambatan, sebagai akibat dari belum pulihnya permintaan global dan meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Sementara itu, rencana kebijakan bank sentral Amerika Serikat untuk menghentikan stimulus fiskal apabila ekonomi Amerika Serikat mengalami perbaikan pada tahun , membawa spekulasi yang berpengaruh negatif terhadap ekonomi global terutama ekonomi di negaranegara berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF, World Bank, dan OECD memperkirakan perekonomian global masih belum pulih dan relatif melambat pada tahun Pada bulan Juli 2013, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 menjadi 3,1 persen. Proyeksi ini lebih kecil dari proyeksi pada bulan April 2013 sebesar 3,3 persen. Penurunan proyeksi ini berkenaan dengan masih buruknya kondisi perekonomian dunia terutama pada kawasan Eropa. Dalam revisi perkiraan pertumbuhan ekonomi negara maju tahun 2013 turun menjadi 1,2 persen dari 1,3 persen pada perkiraan sebelumnya. Sementara itu perkiraan pertumbuhan negara berkembang juga turun menjadi 5,0 persen dari 5,3 persen pada perkiraan sebelumnya, terkait perlambatan ekonomi Cina 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia * 2014* Dunia Negara Maju Euro Area Uni Eropa Negara Berkembang Negara Berkembang Asia ASEAN-5 Amerika Latin dan Amerika Sub Sahara Afrika Sumber: World Economic Outlook, April 2013 Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2

13 Realisasi Proyeksi Juli 2013 Perbedaan dari Proyeksi April 2013 Kelompok Negara * 2014* Dunia 3,1 3,1 3,8-0,2-0,2 Negara Maju 1,2 1,2 2,1-0,1-0,2 Negara Berkembang 4,9 5,0 5,4-0,3-0,3 Euro Area -0,6-0,6 0,9-0,2-0,1 Negara Berkembang Asia 6,5 6,9 7,0-0,3-0,3 ASEAN-5 6,1 5,6 5,7-0,3 0,2 Amerika Latin dan Karibia 3,0 3,0 3,4-0,4-0,5 Sub Sahara Afrika 4,9 5,1 5,9-0,4-0,5 Sumber: World Economic Outlook, April 2013 Ket : *proyeksi IMF Bank Dunia memperkirakan negara-negara maju belum dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan. Dalam hal ini, situasi ekonomi dunia diperkirakan tidak akan sama seperti sebelum terjadinya krisis finansial dan diharapkan setiap negara dapat fokus mereformasi struktur perekonomiannya. Perekonomian dunia diperkirakan hanya akan tumbuh 2,2 persen pada tahun 2013, turun dari estimasi pada bulan Januari 2013 sebesar 2,4 persen dan lebih rendah dari realisasi pertumbuhan tahun 2012 yang mencapai 2,3 persen. Bank Dunia memperkirakan kondisi ekonomi dunia akan tumbuh sebesar 3,0 persen dan 3,3 persen pada tahun 2014 dan Sementara itu Organization for Economic Cooperation and Development (OECD/Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) memperkirakan indikator ekonomi utama negara-negara maju terutama Amerika, Jepang dan Inggris akan menunjukkan pemulihan pada beberapa periode mendatang. Selain itu, perlambatan ekonomi akan terjadi di negara-negara berkembang seperti Cina dan India, dan negara-negara berkembang perlu mewaspadai menurunnya aliran investasi akibat dampak pemulihan ekonomi di negara-negara maju. Perkembangan Ekonomi Amerika Ekonomi Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada triwulan II tahun Beberapa indikator seperti pendapatan rumah tangga, dan permintaan perumahan di Amerika Serikat mengalami peningkatan sepanjang bulan April-Juli

14 40,0 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bureau of Economic Analysis PDB Konsumsi Rumah Tangga Investasi Ekspor Impor Belanja Pemerintah Berdasarkan estimasi awal Bureau Economic Analyst, perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan II tahun Sementara itu pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2013 direvisi hanya tumbuh sebesar 1,1 persen dari laporan sebelumnya yang menyatakan tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY) Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) I II III IV I II Pertumbuhan Ekonomi 3,7 1,2 2,8 0,1 1,1 1,7 Konsumsi 2,9 1,9 1,7 1,7 2,3 1,8 Barang 4,6 2,2 3,7 3,7 3,7 3,4 Jasa 2,1 1,7 0,7 0,6 1,5 0,9 Investasi 10,5-1,6 6,5-2,4 4,7 9,0 Ekspor 4,2 3,8 0,4 1,1-1,3 5,4 Impor 0,7 2,5 0,5-3,1 0,6 9,5 Belanja Pemerintah -1,4 0,3 3,5-6,5-4,2-0,4 Belanja Pemerintah Pusat -2,5-0,2 8,9-13,9-8,4-1,5 Belanja Pertahanan -6,7-1,0 12,5-21,6-11,2-0,5 Belanja Non-Pertahanan 5,4 1,2 2,8 1,0-3,6-3,2 Belanja Pemerintah Daerah -0,6 0,6-0,2-1,0-1,3 0,3 Sumber: Bureau of Economic Analysis Meningkatnya belanja swasta pada sektor bisnis, disertai dengan peningkatan ekspor menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi AS pada periode bulan 4

15 April-Juni Investasi meningkat 9,0 persen, dan ekspor meningkat 5,4 persen, sementara tingkat impor tumbuh sampai dengan 9,5 persen. Namun demikian, belanja rumah tangga AS melambat dan hanya tumbuh 1,8 persen pada triwulan II tahun Belanja pemerintah pada triwulan II tahun 2013 turun 3,8 persen dari triwulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan dengan konsensus kongres AS pada awal tahun 2013 untuk memotong anggaran belanja pemerintah dalam rangka mengurangi defisit anggaran. Pemulihan ekonomi AS berdampak pada peningkatan pendapatan individu (personal income). Pada triwulan II tahun 2013 pendapatan masyarakat meningkat 4,1 persen atau mencapai USD 140,1 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar 4,4 persen. Pendapatan yang bisa dibelanjakan (disposable income) mengalami peningkatan 3,4 persen atau USD 104,1 miliar. Sementara itu tingkat tabungan masyarakat meningkat sebesar 4,5 persen pada periode bulan April-Juni 2013, setelah pada periode sebelumnya hanya tumbuh 4,0 persen. Pemulihan ekonomi AS mendorong tersedianya lapangan kerja dan menurunnya jumlah pengangguran. Sampai dengan bulan Juni 2013, jumlah lapangan kerja yang tersedia mencapai 3,9 juta. Sementara itu, tingkat pengangguran sampai dengan bulan Juli 2013 sebesar 7,4 persen dengan jumlah pengangguran sebesar 11,5 juta orang, terendah sejak Desember Namun demikian, klaim jumlah pengangguran sampai dengan bulan Juli 2013 kembali mengalami peningkatan yang mencapai orang. Perkembangan Ekonomi Eropa Pada triwulan II tahun 2013, perekonomian pada 27 negara Uni Eropa terkontraksi 0,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun Sementara itu, perekonomian negara-negara di kawasan Euro turun 0,7 persen (YoY). 20,0 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Eropa (YoY) 10,0 0,0-10,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Uni Eropa Euro Area Inggris Irlandia Spanyol Perancis Italia Siprus Sumber: Eurostat 5

16 Latvia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan tertinggi pada triwulan II tahun 2013, yaitu tumbuh sebesar 4,3 persen (YoY) diikuti oleh Lithuania yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY). Inggris dapat tumbuh 1,4 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2013, setelah hanya tumbuh 0,3 persen pada triwulan I tahun Sementara itu, Jerman berhasil tumbuh 0,5 persen setelah sebelumnya terkontraksi 0,3 persen pada triwulan I tahun 2013, dan Perancis tumbuh 0,3 persen setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 0,5 persen. Siprus menjadi negara yang mengalami kontraksi paling dalam pada triwulan II tahun 2013, yaitu mencapai 5,2 persen, diikuti oleh Yunani (-4,6 persen). Dari sisi produksi, pada triwulan II tahun 2013, Indeks produksi industri (Industrial Production Index) di kawasan Euro tumbuh sebesar 0,3 persen dan di kawasan Uni Eropa tumbuh sebesar 0,4 persen di (YoY). Sementara itu, volume perdagangan ritel meningkat 0,1 persen di Uni Eropa, namun turun sebesar 0,9 persen di kawasan Euro. Eropa secara umum mengalami surplus neraca pembayaran pada triwulan I tahun Negara-negara Uni Eropa (EU27), mengalami surplus transaksi berjalan sebesar EUR 29,1 miliar atau setara 0,9 persen PDB. Sementara itu kawasan Euro (EA17) mengalami surplus transaksi berjalan sebesar EUR 32,5 miliar atau setara 1,4 persen PDB pada triwulan I tahun 2013, dibandingkan defisit EUR -2,8 miliar atau -0,1 persen PDB pada triwulan I tahun Perdagangan jasa menjadi kontributor utama surplus neraca berjalan yang dialami EU27 pada triwulan I tahun 2013 dengan surplus sebesar EUR 32,4 miliar. Pada triwulan I tahun 2013, Jerman merupakan negara dengan surplus transaksi berjalan terbesar di Eropa, dengan nilai sebesar EUR 45,1 miliar. Krisis defisit transaksi berjalan Inggris masih terus berlanjut sehingga mencapai mencapai EUR -18,5 miliar sampai dengan akhir triwulan II tahun Sementara itu tingkat tabungan rumah tangga di Uni Eropa sampai dengan akhir triwulan I tahun 2013, mencapai 11,0 persen. Pada kawasan Euro, tingkat tabungan rumah tangga pada triwulan I tahun 2013 mencapai 13,1 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2012 yang besarnya 12,4 persen. Di sisi lain, tingkat investasi rumah tangga pada triwulan I tahun 2013 di Uni Eropa mencapai 7,9 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan tingkat investasi rumah tangga pada triwulan IV tahun 2012 yang besarnya 8,1 persen. Di kawasan Euro, tingkat investasi rumah tangga pada triwulan I tahun 2013 mencapai 8,4 persen atau lebih rendah dengan tingkat investasi rumah tangga pada triwulan IV tahun 2012 yang besarnya 8,7 persen. Secara nominal, pendapatan rumah tangga di kawasan Euro pada triwulan I tahun 2013 meningkat 0,7 persen atau meningkat 0,5 persen secara riil per kapita atau lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga riil per kapita pada triwulan IV tahun 2012 yang menurun sebesar 1,1 persen. 6

17 Kondisi fiskal beberapa negara di kawasan Eropa mulai membaik yang ditandai dengan menurunnya tingkat hutang meskipun masih tetap tinggi pada beberapa negara utama yang terkena krisis. Tingkat hutang negara-negara Uni Eropa sampai dengan akhir triwulan I tahun 2013, mencapai rata-rata 85,9 persen terhadap PDB, meningkat dari 85,2 persen pada triwulan sebelumnya. Sementara itu pada kawasan Euro, tingkat hutang mencapai 92,2 persen, meningkat dari triwulan sebelumnya yang besarnya 90,6 persen. Yunani menjadi negara dengan tingkat hutang terhadap PDB tertinggi (160,5 persen), disusul oleh Italia (130,3 persen) dan Portugal (127,2 persen). Sementara itu negara dengan tingkat hutang terhadap PDB terendah adalah Estonia (10,0 persen) dan Bulgaria (18,0 persen). Yunani telah terus berusaha mengurangi tingkat hutang terutama dengan memotong anggaran belanja pemerintah. Dampak dari kebijakan pemotongan anggaran belanja pemerintah adalah pemutusan hubungan kerja pegawai sipil, pengurangan dana pensiun dan peningkatan pajak yang memicu protes dan kerusuhan sosial dari rakyat Yunani. Oleh kalangan internasional Yunani tidak hanya dituntut untuk menurunkan tingkat hutang, namun juga diharapkan mulai dapat memacu pertumbuhan ekonominya untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Berlarutnya resesi yang terjadi di Eropa menyebabkan minimnya lapangan pekerjaan dan mendorong peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di 27 negara Eropa pada bulan Juni 2013 mencapai 12,2 persen dari total jumlah penduduk atau sama dengan 26,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 19,2 juta orang penganggur hidup di 17 negara pengguna Euro, atau 12,2 persen dari total jumlah penduduk. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (26,9 persen pada April 2013), dan Spanyol (26,3 persen pada Juni 2013), disusul Portugal (17,4 persen pada Juni 2013). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah ada di Austria (4,7 persen), disusul Luxemburg (5,7 persen). Selama tahun 2012 sampai dengan awal tahun 2013, pengangguran di Eropa telah melonjak 1,8 juta, dimana peningkatan sebesar 1,7 juta pengangguran terjadi di 17 negara pengguna Euro. Tingkat pengangguran usia muda yaitu penduduk berusia dibawah 25 tahun pada 27 negara Eropa mencapai 5,7 juta jiwa atau 23,5 persen, dimana 3,6 juta dari jumlah tersebut hidup di kawasan Euro. Penyelesaian krisis pengangguran di Eropa masih bergantung pada keberhasilan kebijakan restorasi sistem perbankan Eropa dan juga kebijakan austherity. Kebijakan pemotongan anggaran pemerintah yang diterapkan pada beberapa negara dikhawatirkan akan memperburuk kondisi krisis lapangan pekerjaan dan juga pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Krisis pengangguran telah terjadi di Eropa Selatan sebelum terjadi krisis ekonomi di seluruh kawasan Eropa. Namun tingkat pengangguran melonjak tajam akibat kebijakan penghematan yang diterapkan oleh negara-negara yang memiliki tingkat hutang tinggi. Tingginya angka pengangguran mengakibatkan tingkat konsumsi 7

18 melemah, yang pada akhirnya mendorong perekonomian memasuki resesi lebih dalam. Eropa telah mengalokasikan dana EUR 6 miliar untuk mengatasi krisis pengangguran usia muda yang program-programnya akan mulai dijalankan mulai tahun 2014 sampai Perkembangan Ekonomi Asia Perekonomian negara-negara kawasan Asia diperkirakan melambat pada tahun Pada bulan Juli 2013, Asian Development Bank (ADB) merevisi proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang Asia pada tahun 2013 menjadi hanya 6,3 persen, turun 0,3 persen dari proyeksi bulan April 2013 yang besarnya 6,6 persen. Proyeksi pertumbuhan pada tahun 2014 juga turun dari 6,7 persen menjadi hanya 6,4 persen. Ekonomi Cina yang tumbuh melambat akan menjadi faktor yang membebani pertumbuhan ekonomi negara-negara di regional Asia. Perlambatan ekonomi Cina terutama mempengaruhi turunnya tingkat perdagangan negara berkembang di Asia. ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur masingmasing sebesar 7,1 persen dan 6,7 persen untuk tahun 2013 dan Asia Selatan diperkirakan akan tumbuh lambat 5,6 persen pada tahun 2013 dan 6,2 persen pada tahun ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik, Asia Tengah dan Asia Barat, sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk kawasan Asia Tenggara tidak mengalami perubahan. ASEAN-5 diperkirakan akan tumbuh lambat, yaitu sebesar 5,2 persen pada tahun 2013 dan sebesar 5,6 persen pada tahun 2014 karena perdagangan dengan Cina diduga akan turun pada beberapa periode kedepan. Perekonomian Cina Pertumbuhan ekonomi Cina pada triwulan II tahun 2013 masih mengalami perlambatan dan hanya mencapai 7,5 persen (YoY). Angka ini merupakan pertumbuhan terendah dalam 23 tahun terakhir setelah mengalami perlambatan ekonomi dalam sembilan triwulan terakhir. Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2013 yang mencapai 7,7 persen. Pertumbuhan ekonomi Cina pada semester I tahun 2013 secara keseluruhan hanya mencapai 7,6 persen (YoY). Perlambatan ekonomi Cina terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor Cina. Rendahnya permintaan global, terutama dari negara-negara partner dagang utama Cina yaitu Amerika Serikat dan kawasan Eropa telah mengakibatkan tingkat ekspor Cina dalam beberapa periode ini terus menurun. Kenaikan upah buruh yang terjadi di Cina juga menyebabkan peningkatan biaya produksi, sehingga 8

19 menyebabkan harga barang ekspor Cina naik dan menyulitkan penjualan. Selain itu, sengketa dagang yang terjadi dengan beberapa negara seperti Jepang menyebabkan ekspor Cina juga mengalami penurunan. Dengan memburuknya ekspor, perlambatan ekonomi Cina diperkirakan akan terus terjadi dalam beberapa periode mendatang. Perlambatan ekonomi Cina yang terus berlangsung dikhawatirkan akan mulai menunjukkan pengaruh negatif bagi perekonomian dunia. Negara-negara pemasok bahan baku seperti Indonesia, Brazil dan Australia turut mengalami dampak dari perlambatan ekonomi Cina. Padahal, Cina diharapkan menjadi salah satu emerging countries yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Indeks Produksi Manufaktur (IPM) yang dikeluarkan oleh HSBC merupakan ukuran tingkat produksi Cina juga tercatat mengalami penurunan akibat rendahnya permintaan pasar. Pada bulan Juni 2013 indeks ini tercatat sebesar 48,2, yang merupakan nilai terendah dalam sembilan bulan terakhir. Rendahnya likuiditas di pasar uang antarbank selama lebih dari dua pekan menyebabkan pelaku industri yang berskala kecil kesulitan memperoleh pendanaan. Kegiatan ekspor pada triwulan II tahun 2013 masih suram akibat permintaan global yang masih rendah. Departemen perdagangan mencatat para pengekspor kehilangan kepercayaan terhadap pasar di luar negeri akibat melonjaknya upah buruh, dan menguatnya mata uang yuan. Perlambatan ekspor juga terjadi karena Cina sedang memulai masa reformasi ekonomi yaitu mengurangi kebergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor dan investasi dan lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri. Investasi pada triwulan II tahun 2013 menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi utama dengan tumbuh 4,1 persen. Konsumsi domestik tumbuh 3,4 persen, sedangkan ekspor hanya tumbuh 0,1 persen. Ketersediaan lapangan kerja di Cina bertambah menjadi 7,25 juta lapangan kerja selama semester I tahun 2013, sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun Dengan pasar tenaga kerja yang tetap stabil. tingkat pengangguran perkotaan pada semester I tahun 2013 tercatat sebesar 4,1 persen. Pertumbuhan tenaga kerja terutama terjadi pada sektor jasa. Di Cina, satu poin persentase pertumbuhan dalam industri dapat menciptakan 700 ribu lapangan kerja. Bank Dunia pada bulan Juni 2013 menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun 2013 dari 8,4 persen menjadi hanya 7,7 persen. Sementara itu, IMF pada Juli 2013 juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina untuk tahun 2013 dari 8,1 persen menjadi hanya 7,8 persen. Proyeksi pertumbuhan Cina pada tahun 2014 dari IMF bahkan turun 0,6 persen dari 8,3 persen menjadi hanya 7,7 persen. Sementara itu ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Cina menjadi 7,7 persen pada 2013 dan 7,5 persen pada Estimasi tersebut turun dari 9

20 estimasi sebelumnya yang dikeluarkan pada bulan April 2013 yaitu 8,2 persen pada 2013 dan 8,0 persen pada Pemerintah Cina mentargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 7,5 persen. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen, pemerintah Cina yakin akan mampu mencukupi kebutuhan lapangan pekerjaan di negara tersebut. Hal tersebut sejalan dengan realisasi triwulan II tahun 2013, Cina mampu menyediakan sampai dengan 3 juta lapangan pekerjaan baru. Pemerintah Cina meyakini bahwa stabilitas lapangan pekerjaan merupakan indikator utama kestabilan perekonomian. Selain itu, pemerintah Cina juga berusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit konsumsi dan juga peningkatan investasi pada infrastruktur. Perekonomian India Ekonomi India pada tahun 2013 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan terendah dalam sepuluh tahun terakhir, akibat dari tingginya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan. India berusaha untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,0 persen pada tahun 2013 setelah hanya mampu tumbuh sebesar 5,0 persen pada tahun IMF memprediksi India hanya mampu tumbuh 5,6 persen pada tahun Sementara itu pada bulan Juli 2013, Bank Dunia kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi India tahun 2013 menjadi 5,6 persen dari proyeksi pada bulan April 2013 yaitu 5,8 persen. ADB memproyeksi pertumbuhan ekonomi India tumbuh 5,8 persen pada tahun 2013 dan 6,5 persen pada tahun Pertumbuhan investasi yang lambat, dan rendahnya aktivitas industri serta reformasi ekonomi yang berjalan lambat telah membebani perekonomian India. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, pemerintah India pada bulan Juli 2013 mengumumkan bahwa jumlah orang miskin turun tajam dari sekitar 400 juta pada tahun 2005 menjadi 270 juta pada tahun Dengan demikian, tingkat kemiskinan di India turun dari 37 persen menjadi 22 persen terhadap jumlah penduduk, atau mengalami penurunan kurang lebih 2 persen setiap tahun. Perlu dicatat bahwa, pengukuran standar kemiskinan yang digunakan di India berbeda dengan standar pengukuran kemiskinan internasional. Standar kemiskinan yang digunakan oleh pemerintah India adalah warga yang memiliki pengeluaran 55 sen per hari di daerah perkotaan dan sekitar 45 sen di daerah pedesaan. Standar kemiskinan yang diakui internasional adalah kurang dari USD 1,25 per hari. Dengan standar internasional, Bank Dunia pada tahun 2010 memperkirakan sekitar 33 persen warga India masih hidup dalam kemiskinan. Pemerintah India melakukan beberapa upaya reformasi ekonomi antara lain dengan menarik investasi asing dan menekan defisit transaksi berjalan. Pemerintah India 10

21 berusaha menarik investasi asing (FDI) ke dalam negeri terutama untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang mendesak untuk diselesaikan. Selain itu, pemerintah India juga sedang berusaha menekan angka defisit transaksi berjalan (current account) menjadi hanya sebesar 2,5 persen dari PDB. Pada kalender ekonomi India tahun yang berakhir pada bulan Maret 2013 ini, defisit transaksi berjalan mencapai USD 87,8 miliar atau 4,8 persen terhadap PDB, jauh lebih tinggi dibandingkan angka defisit pada tahun sebelumnya yaitu USD 78,2 miliar. Defisit transaksi berjalan India terutama disebabkan oleh meningkatnya impor minyak dan emas. Pemerintah India mentargetkan pada tahun fiskal 2013 defisit dapat ditekan menjadi USD 70,0 miliar, atau 3,8 persen dari PDB. Pada triwulan I tahun 2013 defisit telah turun menjadi 3,6 persen terhadap PDB. Besarnya angka defisit turut menekan Rupee dan menurunkan daya saing ekspor. Pemerintah India berusaha untuk mengurangi defisit transaksi berjalan terutama dengan membatasi impor logam emas dan perak, mengurangi permintaan minyak dan beberapa barang komoditas lain. Cadangan devisa India pada akhir tahun fiskal hanya mencapai USD 280 miliar, jumlah tersebut hanya mampu menutupi tujuh bulan impor. Perekonomian Jepang Ekonomi Jepang mulai menunjukkan pemulihan pada semester I tahun Namun demikian pertumbuhan pada triwulan II tahun 2013 hanya mencapai 2,6 persen (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 3,8 persen. Perlambatan pada triwulan II tahun 2013 ini disebabkan oleh penurunan penjualan perumahan dan rendahnya tingkat investasi bisnis. Sementara itu konsumsi swasta dan ekspor menjadi pendorong pertumbuhan pada triwulan tersebut. Sejak Jepang memiliki pemerintahan baru yang dipimpin oleh Shinzo Abe, ekonomi Jepang tumbuh 4 persen dan pasar saham telah meningkat lebih dari 50 persen. Pemerintah Jepang berusaha mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga dengan melipat gandakan jumlah uang yang beredar dan menjaga suku bunga jangka panjang tetap rendah. Dengan lebih banyak uang dan biaya pinjaman yang rendah, konsumen dan pelaku bisnis diharapkan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, sehingga mendorong permintaan domestik dan memicu lonjakan harga konsumen. Kenaikan harga konsumen berhasil dicapai pada bulan Juli 2013 setelah mengalami deflasi yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Komponen kenaikan harga terutama disebabkan kenaikan harga energi. ADB memperkirakan ekonomi Jepang akan terus membaik dalam beberapa periode kedepan, menyusul meningkatnya profit korporasi yang juga mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga. ADB 11

22 memproyeksi Jepang akan tumbuh 1,8 persen pada tahun 2013 dan 1,4 persen pada tahun Ekspor Jepang (dalam yen) tumbuh 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ekspor terutama didukung oleh meningkatnya ekspor produk kimia ke pasar Cina dan produk otomotif ke Amerika Serikat. Namun demikian, pada periode yang sama, nilai impor juga meningkat 9,2%, sehingga defisit perdagangan mengalami peningkatan tajam karena impor minyak mentah dan gas alam cair serta impor telefon pintar (smartphone) dari Cina menjadi lebih mahal akibat melemahnya yen. Defisit perdagangan Jepang selama periode Januari-Juni 2013 mencatat rekor sampai dengan sekitar YEN 4,8 triliun. Pada bulan Juni 2013, defisit perdagangan mencapai USD 1,8 miliar. Kebijakan yang diambil pemerintah Jepang juga telah berhasil menekan nilai tukar yen hingga melemah sampai dengan 20,0 persen sejak bulan November Kondisi tersebut memberi stimulus bagi eksportir karena produk mereka menjadi lebih kompetitif dipasar ekspor. Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia Harga rata-rata minyak mentah dunia pada triwulan II tahun 2013 cenderung mengalami penurunan dibandingkan triwulan I tahun Harga rata-rata minyak mentah tertinggi pada triwulan II tahun 2013 terjadi pada bulan Juni 2013 yang mencapai USD 99,7 per barrel, jauh lebih rendah dari rata-rata harga minyak triwulan I tahun 2013 yang besarnya USD 105,1. Harga minyak mentah Brent mencapai USD 103,0 per barrel atau turun dari rata-rata harga triwulan I tahun 2013 yang mencapai USD 112,9 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI turun sedikit dari triwulan I tahun 2013 sebesar USD 94,3 per barrel menjadi USD 94,2 per barrel pada triwulan II tahun Terkait dengan supply minyak, Energy Information Administration (EIA) melaporkan adanya peningkatan cadangan minyak pada bulan Mei 2013 yaitu gasoline dan middle distillate. Gasoline meningkat sebesar 3,2 juta barel menjadi sebesar 219,1 juta barel dan middle distillate bertambah sebesar 4,9 juta barel menjadi sebesar 120,6 juta barel, dibandingkan dengan stok bulan April Peningkatan cadangan minyak tersebut diperkirakan menjadi salah satu faktor turunnya harga minyak dunia. Selain itu, penurunan harga minyak mentah dipengaruhi juga oleh kenaikan stok minyak mentah di Jepang karena turunnya kebutuhan kilang untuk direct burning. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada bulan Juni 2013 memperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan minyak mentah dunia pada tahun 2013 sebesar 0,8 juta barel per hari atau mencapai 90,2 juta barel per hari pada triwulan III tahun

23 Dari dalam negeri, penerimaan Indonesia dari pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi pada semester I tahun 2013 mencapai USD 18,7 miliar dari target yang ditetapkan USD 18.4 miliar. Dengan perkembangan ini, produksi minyak pada semester I tahun 2013 berhasil mencapai rata-rata barel per hari atau 99 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2013 yaitu sebesar ratarata barel per hari. Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM Tabel 4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) Rata-rata Triwulan Rata-rata Bulanan Harga Minyak Mentah Dunia Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Aprl May Jun Crude Oil (Rata-rata) Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai Crude Oil; WTI Indonesian Crude Price Oil Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM 13

24 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 2,6 persen (QtQ); 5,8 persen (YoY), atau tumbuh sebesar 5,9 persen (YtD) dalam semester I tahun Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2013 berkurang menjadi USD 2,5 miliar. 14

25 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA Ketahanan ekonomi Indonesia masih cukup terjaga hingga pertengahan tahun Pada triwulan II tahun 2013, perekonomian Indonesia meningkat sebesar 5,8 persen (YoY), sehingga pada semester I tahun 2013 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh perkuatan perekonomian domestik yang tercermin melalui penguatan konsumsi domestik dan peningkatan investasi domestik. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perekonomian global yang masih belum pulih dan cenderung melambat mendorong melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada triwulan II tahun 2013, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 2,6 persen (QtQ) dan 5,8 persen (YoY). Dari sisi lapangan usaha, sejalan dengan meningkatnya pengguna komunikasi di Indonesia, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2013 terutama didorong oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 11,5 persen. Sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 8,1 persen. Sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY). Sementara itu, sektor pertanian dan industri pengolahan tumbuh relatif stabil, masing-masing sebesar 3,2 persen dan 5,8 persen (YoY). Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun 2013 MENURUT LAPANGAN USAHA Menurut Lapangan Usaha (YoY) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik 15

26 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II Tahun 2011-Triwulan I Tahun 2013 (persen) Menurut Lapangan Usaha (YoY) 15,0 6,6 10,0 6,4 6,2 5,0 6,0 0,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 5,8 5,6-5, ,4 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Konstruksi Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas, dan Air Bersih Perdagangan, Hotel, dan Restoran Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2013 masih ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY), melambat dibandingkan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY). Sedangkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II tahun 2013 kembali mengalami perlambatan sehingga hanya tumbuh sebesar 4,7 persen akibat menurunnya sub kelompok pengeluaran mesin dan perlengkapan luar negeri, alat angkutan luar negeri, dan lainnya yang masing-masing sebesar -3,5 persen, -4,1 persen, dan -3,5 persen (YoY). Ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh sebesar 3,6 persen. Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013 yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY), sejalan dengan pola penyerapan anggaran pemerintah yang lebih tinggi pada triwulan II. Sementara itu, impor barang dan jasa melambat dengan tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY) akibat melambatnya impor barang sebesar 0,3 persen dan menurunnya impor jasa sebesar 2,0 persen. 16

27 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun 2013 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) MENURUT JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011-Triwulan II Tahun 2013 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q ,6 6,4 6,2 6,0 5,8 5,6 5,4 Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Impor Barang dan Jasa Pengeluaran Pemerintah Ekspor Barang dan Jasa Pertumbuhan PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada semester I tahun 2013, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,9 persen, melambat dibandingkan semester I tahun 2012 yang mampu tumbuh sebesar 6,3 persen. Perlambatan investasi yang hanya tumbuh sebesar 5,2 persen akibat berkurangnya impor barang modal mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara itu, penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun 2013 adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,1 persen dan ekspor yang tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun 2013 didorong oleh pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,7 persen; sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 8,2 persen; sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,9 persen; sektor industri 17

28 pengolahan tumbuh sebesar 5,9 persen; dan sektor pertanian tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY). Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (persen) Semester I Tahun 2011-Semester I Tahun 2013 (YoY) PRODUK DOMESTIK BRUTO S1 S2 Total S1 S2 Total S1 PRODUK DOMESTIK BRUTO MENURUT LAPANGAN USAHA Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha Jasa-Jasa MENURUT PENGELUARAN Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan jasa Sumber: Badan Pusat Statistik BOX 1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam APBN-P 2013 Perkembangan ekonomi global dan domestik dalam triwulan I tahun 2013 telah mempengaruhi asumsi dasar ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2013 seperti asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia, harga minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar Rupiah per USD. Perkembangan ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap postur APBN. Pelemahan ekonomi global berdampak pada penurunan ekspor yang berakibat kepada penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga menurunkan penerimaan perpajakan. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia dan Indonesia Crude Price (ICP), serta pelemahan nilai tukar meningkatkan belanja subsidi energi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 18

29 2013 (RUU APBN-P 2013) pada 21 Mei Tabel di bawah menunjukkan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN-P Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam APBN-P 2013 URAIAN APBN APBN-P Pertumbuhan Ekonomi (%) (YoY) 6,8 6,3 Inflasi (%) (YoY) 4,9 7,2 Tingkat Suku Bulan SPN 3 bulan (%) 5,0 5,0 Nilai Tukar (Rp/US$) 9.300, ,0 Harga Minyak (US$/barel) 100,0 108,0 Lifting Minyak (ribu barel/hari) 900,0 840,0 Lifting Gas (ribu barel setara minyak/hari) 1.360, ,0 Sumber: Kementerian Keuangan Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan II tahun 2013 mencapai 108,0 basis poin yang menunjukkan daya beli masyarakat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingkat optimisme konsumen pada triwulan II tahun 2013 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, karena adanya peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks sebesar 109,3 basis poin, rendahnya pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks sebesar 108,0 basis poin, dan peningkatan konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan dengan nilai indeks sebesar 105,2 basis poin. Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012-Triwulan II Tahun 2013 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Pendapatan rumah tangga Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) Sumber: Badan Pusat Statistik Indeks Tendensi Konsumen

30 Gambar 6. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun Triwulan II Tahun ,0 110,0 108,0 106,0 104,0 102,0 100,0 Indeks Tendensi Konsumen Rata-rata Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q ,5 108,8 111,1 108,6 104,7 108,2 Kenaikan YoY (Persen) 4,0 2,3 0,8 0,2-1,7-0,5 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0 Indeks Keyakinan Konsumen Pada periode bulan April-Juni 2013, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia relatif stabil. Pada bulan April 2013, IKK sebesar 113,7 atau menurun jika dibandingkan IKK bulan Maret 2013 yang besarnya 116,8. Perlambatan ini terjadi akibat turunnya optimisme terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama yang mempengaruhi keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini. Di samping itu, melemahnya ekspektasi terhadap kegiatan usaha juga mempengaruhi penurunan keyakinan konsumen. Optimisme konsumen semakin menurun pada bulan Mei 2013 yang diindikasikan oleh penurunan IKK menjadi 111,7. Hal ini terutama dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. IKK meningkat pada bulan Juni 2013 karena optimisme responden terhadap perbaikan ketersediaan lapangan pekerjaan pada 6 bulan mendatang. 20

31 Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Juni KETERANGAN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 116,2 116,8 116,8 113,7 111,7 117,1 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 108,3 109,7 109,3 105,8 106,5 112,1 Penghasilan saat ini 125,2 126,5 126,3 126,0 128,4 129,4 Ketersediaan lapangan kerja 96,2 94,4 93,4 90,6 87,5 97,4 Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama 103,6 108,2 108,2 100,7 103,5 109,4 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 124,1 123,8 124,3 121,6 117,0 122,0 Ekspektasi Penghasilan 140,7 140,7 141,6 140,8 138,3 141,3 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 104,3 103,8 105,1 103,0 97,0 106,5 Ekspektasi Kegiatan Usaha 127,3 127,1 126,3 120,9 115,6 118,3 Sumber: Bank Indonesia Setelah sempat mengalami trend kenaikan pada bulan Januari-Maret 2013, perkembangan IKK dari bulan April-Juni 2013 menunjukkan trend yang menurun. Menurunnya optimisme masyarakat terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama serta bulan Ramadhan menjadi penyebab semakin melambatnya kenaikan IKK Indonesia pada pertengahan tahun Kenaikan IKK terjadi pada bulan April 2013 sebesar 10,9 persen (YoY), namun terjadi penurunan pada bulan Mei 2013 sebesar 2,5 persen (YoY) dan bulan Juni sebesar 2,4 persen (YoY). Gambar 7. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari-Juni Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2013 IKK 116,2 116,8 116,8 113,7 111,7 117,1 Kenaikan YoY (Persen) -2,5 4,6 8,9 10,9 2,5 2,4 Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Konsumsi mobil di Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mencapai 306,0 ribu unit. Pertumbuhan konsumsi mobil pada triwulan II tahun 2013 sebesar 7,6 persen 21

32 (YoY), melambat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2012 yang pertumbuhannya mencapai 48,2 persen (YoY). Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Triwulan I Tahun 2012-Triwulan II Tahun 2013 Sumber: Gaikindo, diolah 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 250,8 284,4 281,1 299,9 295,9 306,0 Pertumbuhan YoY (Persen) 11,1 48,2 16,1 28,0 18,0 7,6 Konsumsi mobil pada bulan Juni 2013 mencapai 104,3 ribu unit atau tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY), merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bulan April dan Mei Pada bulan April 2013, konsumsi mobil mencapai 102,2 ribu unit atau tumbuh cukup tinggi sebesar 17,7 persen (YoY). Perlambatan konsumsi mobil terjadi pada bulan Mei 2013 yang hanya sebesar 99,6 ribu unit meskipun pertumbuhan sebesar 4,2 persen (YoY) pada bulan Mei 2013 lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan Juni Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor Juni 2012-Juni ,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun ,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Konsumsi Mobil (Ribu Unit) 101,7 102,5 76,4 102,1 106,8 103,7 89,5 96,7 103,3 95,9 102,2 99,6 104,3 Pertumbuhan YoY (Persen) 45,0 15,1 4,3 27,9 23,6 53,3 11,4 26,5 19,4 9,1 17,3 4,2 2,5 Sumber: Gaikindo, diolah Konsumsi mobil di Indonesia pada semester I tahun 2013 mencapai 602,0 ribu unit. Sepanjang semester I tahun 2013, industri mobil di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya investasi pada industri otomotif di 22

33 Indonesia. Sebagian besar dari modal untuk industri otomotif berada di Pulau Jawa. Nilai investasi industri otomotif pada semester I tahun 2013 mencapai USD 1.872,3 juta. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Semen Produksi semen Indonesia pada triwulan II tahun 2013 sebesar ,9 ribu ton, meningkat dari triwulan yang sama pada tahun 2012 yang besarnya hanya ,8 ribu ton. Pertumbuhan produksi semen Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mencapai 2,0 persen. Kenaikan produksi ini dipicu oleh semakin berkembangnya kemampuan produksi PT Semen Indonesia yang telah menjadi pabrik semen terbesar di ASEAN pada tahun Meningkatnya kemampuan produksi PT Semen Indonesia didorong oleh akuisisi perusahaan semen di Vietnam dan peningkatan produksi di dalam negeri dengan didirikannya pabrik-pabrik semen baru. Dalam periode bulan April-Juni 2013, produksi semen Indonesia meningkat, walaupun sempat terjadi perlambatan pada bulan April 2013 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada bulan April 2013, produksi semen Indonesia mencapai 4.107,9 ribu ton atau menurun sebesar 3,7 persen (YoY). Pada bulan Mei 2013, produksi semen tumbuh 0,5 persen dari bulan yang sama tahun sebelumnya menjadi sebesar 4.479,6 ribu ton. Pertumbuhan semen terus meningkat hingga bulan Juni 2013 menjadi sebesar 4.533,4 ribu ton atau tumbuh sebesar 9,4 persen (YoY). Gambar 10. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Januari-Juni Produksi Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) Jan Feb Mar Apr Mei Jun 4.249, , , , , ,4 22,3 7,3 12,6 (3,7) 0,5 9,4 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 (5,0) (10,0) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Di sisi lain, konsumsi semen dalam negeri pada triwulan II tahun 2013 mencapai 14,3 juta ton atau tumbuh sebesar 14,1 persen (YoY). Konsumsi semen di Indonesia sekitar persen digunakan untuk mendukung proyek infrastruktur dan sisanya digunakan untuk pembangunan rumah dan properti lainnya. 23

34 Gambar 11. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Triwulan-I 2012-Triwulan-II 2013 Konsumsi Semen (Juta Ton) Pertumbuhan YoY (Persen) 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q ,5 13,4 13,6 15,5 13,6 14,3 18,2 12,4 14,9 13,4 8,6 14,1 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Industri semen di Indonesia pada semester I tahun 2013 meningkat dibandingkan dengan semester I tahun Produksi dan konsumsi semen pada semester I tahun 2013 meningkat dibandingkan dengan semester yang sama tahun sebelumnya. Produksi semen pada semester I tahun 2013 mencapai ,2 ribu ton atau tumbuh 5,1 persen (YoY). Sementara konsumsi semen pada semester I tahun 2013 mencapai ,8 ribu ton atau tumbuh 7,6 persen. Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II tahun 2013 mengalami perbaikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari defisit neraca secara keseluruhan yang semakin berkurang dari USD 6,6 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi USD 2,5 miliar. Membaiknya neraca pembayaran ditopang oleh neraca transaksi modal dan finansial yang kembali surplus USD 8,2 miliar pada triwulan II tahun 2013 setelah pada triwulan sebelumnya mengalami defisit USD 0,3 miliar. Surplus neraca transaksi modal dan finansial berasal dari peningkatan arus masuk investasi langsung asing (PMA), penerbitan obligasi valas oleh pemerintah dan korporasi, serta pencairan simpanan perbankan di luar negeri. Di sisi lain, defisit neraca transaksi berjalan meningkat dari USD 5,8 miliar (2,6 persen dari PDB) pada triwulan I tahun 2013 menjadi USD 9,8 miliar (4,4 persen dari PDB). Peningkatan defisit neraca perdagangan dipengaruhi oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang konsumsi seiring naiknya keburuhan domestik menjelang puasa dan lebaran. Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor nonmigas tertahan oleh harga komoditas internasional yang cenderung menurun akibat perlambatan ekonomi Cina dan India. 24

35 Sejalan dengan defisit NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan II tahun 2013 turun menjadi USD 98,1 miliar atau setara dengan 5,4 bulan impor, yang berarti tetap berada di atas standar kecukupan internasional. Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 Triwulan II Tahun 2013 (Miliar USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1-Q4 Q1 Q2 I. Transaksi Berjalan A. Barang Ekspor Impor Nonmigas a. Ekspor b. Impor Minyak a. Ekspor b. Impor Gas a. Ekspor b. Impor B. Jasa - jasa II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi modal B. Transaksi finansial Investasi langsung Investasi portofolio Investasi lainnya III. Total ( I + II ) IV. Selisih Perhitungan Bersih V. Neraca Keseluruhan (III+IV) Posisi Cadangan Devisa Dalam Bulan Impor Transaksi Berjalan (%PDB) Sumber: Bank Indonesia 25

36 BOX 2 Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Pemerintah mengumumkan secara resmi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 22 Juni 2013 pukul WIB. Dengan kenaikan harga BBM ini, harga bensin/premium bersubsidi yang semula Rp 4.500/liter naik 44 persen menjadi Rp 6.500/liter. Sementara itu, harga solar/gasolin yang semula Rp 4.500/liter naik 22 persen menjadi Rp 5.500/liter. Penyesuaian harga BBM ini merupakan tindak lanjut dari pengesahan RUU APBN-P 2013 yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal serta ekonomi secara keseluruhan. Kenaikan harga BBM ini dipicu oleh lonjakan konsumsi BBM di Indonesia yang tidak hanya memberikan tekanan pada sisi fiskal, tapi juga berdampak pada pelebaran defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran (twin deficit), pelemahan nilai tukar rupiah, dan menurunnya cadangan devisa. Dengan mengurangi anggaran untuk subsidi BBM, pemerintah dapat merealokasikannya pada program-program yang lebih tepat sasaran seperti Program Perlindungan Sosial (PPS) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yang dilaksanakan guna mempertahankan daya beli dan pemihakan bagi kelompok masyarakat yang rentan terhadap perubahan harga BBM. Selain itu pemerintah juga merancang program pengentasan kemiskinan dalam jangka panjang seperti Bantuan untuk Siswa Miskin (BSM) dan meneruskan Program Keluarga Harapan (PKH). Dampak dari kenaikan harga BBM terhadap ekonomi makro dapat ditangani dan sebagian besar bersifat jangka pendek. Dampak pertama, kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap inflasi. Bank Dunia memperkirakan kenaikan harga BBM akan meningkatkan rata-rata inflasi tahunan pada tahun 2013 sebesar 1,8 persen menjadi 7,2-9,0 persen. Bank Dunia juga memperkirakan bahwa peningkatan harga BBM bersubisidi akan menurunkan defisit neraca berjalan sebesar 0,2 persen dari PDB pada Kenaikan harga BBM mempengaruhi masyarakat terutama rumah tangga miskin yang pengeluaran terbesarnya digunakan untuk biaya transportasi dan bahan pangan. Bank Dunia memproyeksikan bahwa dengan meningkatnya harga BBM tanpa adanya kompensasi untuk rumah tangga miskin, tingkat kemiskinan tetap akan menurun dari 12,0 persen pada bulan Maret 2012 menjadi 10,5 persen pada bulan Maret Namun, laju pengentasan kemiskinan ini lebih lambat dibandingkan pencapaian pada beberapa tahun terakhir. Dengan adanya kebijakan kompensasi jangka pendek berupa bantuan langsung tunai kepada rumah tangga miskin selama empat bulan, Bank Dunia memperkirakan penurunan tingkat kemiskinan akan lebih signifikan hingga menjadi 9,4 persen pada bulan Maret

37 BOX 3 Paket Kebijakan Ekonomi Pada 23 Agustus 2013, pemerintah mengumumkan empat paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah ini dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan dampak guncangan ekonomi ke dunia usaha sehingga penyediaan lapangan pekerjaan terjaga. dengan langkah-langkah ini, maka diharapkan defisit transaksi berjalan pada triwulan II dan IV tahun 2013 akan menurun dan pertumbuhan ekonomi dapat terjaga. Paket kebijakan ini dikombinasikan juga dengan paket dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang utamanya menstabilkan sektor keuangan dan nilai tukar. Paket kebijakan tersebut, yaitu: Paket pertama dibuat untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dalam paket ini yang akan dilakukan adalah mendorong ekspor dan memberikan keringanan pajak kepada industri yang padat karya, padat modal, dan 30 persen hasil produksinya berorientasi ekspor. Lalu pemerintah juga akan menurunkan impor migas dengan memperbesar biodiesel dalam solar untuk mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kemudian pemerintah juga akan menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dan barang-barang impor bermerek dari rata-rata 75 persen menjadi persen. lalu pemerintah juga akan memperbaiki ekspor mineral. Paket kedua dibuat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan memastikan defisit APBN 2013 tetap sebesar 2,38 persen dan pembiayaan aman. Pemerintah memberikan insentif keapda industri padat karya termasuk keringanan pajak. Paket ketiga dibuat untuk menjaga daya beli. Dalam hal ini, pemerintah berkoordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi. Pemerintah berencana mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari impor berdasarkan kuota menjadi mekanisme impor dengan mengandalkan harga. Paket keempat dibuat untuk mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi. Sebagai contoh saat ini sudah dirumuskan pemangkasan perizinan hulu migas dari 69 izin menjadi 8 izin saja. Pemerintah juga akan mempercepat revisi peraturan daftar negatif investasi (DNI), mempercepat investasi di sektor berorientasi ekspor dengan memberikan insentif, serta percepatan renegosiasi kontrak karya pertambangan. Proyek-proyek infrastruktur strategis akan dipercepat. Ini semua dilakukan agar neraca transaksi berjalan turun dan pertumbuhan ekonomi bisa dijaga tahun ini. 27

38 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pada triwulan II tahun 2013, realisasi pembiayaan utang mencapai Rp 152,40 triliun atau 40,1 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P Pada triwulan I tahun 2013, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.036,14 triliun penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 906,5 triliun pada akhir tahun 2008 menjadi Rp 1.457,1 triliun pada triwulan II Sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 6,75 triliun atau 13,8 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P

39 PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Pembiayaan Utang Pemerintah Pembiayaan utang pemerintah dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau melalui pinjaman, baik pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Tabel 11 di bawah menunjukkan perkembangan pembiayaan utang pemerintah selama lima tahun terakhir. Dalam periode , realisasi pembiayaan utang pemerintah meningkat rata-rata sebesar 19,3 persen. Pada tahun 2008 pembiayaan utang pemerintah mencapai sebesar Rp 67,5 triliun dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi Rp 215,4 triliun di tahun Berdasarkan APBN-P tahun 2013, pembiayaan tersebut bersumber dari SBN (neto) sebesar Rp 231,8 triliun, pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp16,9 triliun, dan pinjaman dalam negeri (neto) sebesar Rp 0,5 triliun. Tabel 11. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah Dan APBN-P 2013 (Triliun Rupiah) Jenis Pembiayaan Utang Real Real Real Real Real APBN-P Rata-Rata I SBN (Neto) 85,9 99,5 91,1 119,9 159,6 231,8 16,8 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (18,4) (15,5) (4,6) (17,8) (23,5) (16,9) 6,3 a. Penarikan (Bruto) 50,2 58,7 54,8 33,7 31,4 86,9-11,1 i. Pinjaman Program 30,1 28,9 29,0 15,3 15,0 49,0-16,0 ii. Pinjaman Proyek 20,1 29,7 25,8 18,5 16,4 37,9-5,0 b. Penerusan Pinjaman (5,2) (6,2) (8,7) (4,2) (3,8) (6,7) -7,8 c. Pembayaran Cicilan Pokok (63,4) (68,0) (50,6) (47,3) (51,1) (59,2) -5,2 III Pinjaman Dalam Negeri (Neto) - - 0,4 0,6 0,8 0,5 Jumlah 67,5 84,0 86,9 102,7 136,9 215,4 19,3 Sumber : Kementerian Keuangan Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang Pada tabel 12 dapat dilihat pagu dan realisasi pembiayaan utang sampai dengan triwulan II tahun Di tahun 2013, target pembiayaan melalui pinjaman adalah sebesar Rp 49,54 triliun yang terdiri dari pinjaman program sebesar Rp 11,13 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 37,91 triliun. Sementara itu, target pembiayaan melalui SBN (bruto) adalah sebesar Rp 330,79 triliun. Sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp 152,40 triliun. Jumlah ini mencapai 40,1 persen dari nilai yang ditetapkan pada APBN-P

40 Tabel 12. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d Triwulan II 2013 (Triliun Rupiah) INSTRUMEN Real 2012 APBN-P 2013 Real sd Juni 2013 % TOTAL 300,51 380,33 152,40 40,1% PINJAMAN 31,96 49,54 6,83 13,8% Pinjaman Luar Negeri 31,03 49,04 6,75 13,8% - Pinjaman Program 14,98 11,13 1,60 14,4% - Pinjaman Proyek 16,05 37,91 5,15 13,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,93 0,50 0,08 16,1% SURAT BERHARGA NEGARA 268,55 330,79 145,56 44,0% Sumber: Kementerian Keuangan Berdasarkan komposisinya, sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi pembiayaan utang melalui SBN (bruto) memiliki porsi terbesar, yakni sebesar Rp 145,56 triliun atau mencapai 44,0 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sampai dengan Triwulan II tahun 2013, realisasi pinjaman mencapai Rp 6,83 triliun atau sebesar 13,8 persen dari nilai yang ditetapkan dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri mencapai sebesar Rp 6,75 triliun atau 13,8 persen dari nilai yang ditetapkan di dalam APBN-P 2013 yang mencapai Rp 49,04 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman program sebesar Rp 1,60 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 5,15 triliun. Sementara itu, sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi pinjaman dalam negeri baru mencapai angka Rp 0,08 triliun atau sebesar 16,1 persen dari nilai APBN-P 2103 sebesar Rp 0,50 triliun. Posisi Utang Pemerintah Posisi utang pemerintah dalam periode tahun 2008-triwulan II tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 13 di bawah. Dalam kurun waktu 2008-Juni 2013, total utang pemerintah pusat meningkat rata-rata sebesar 4,5 persen. Sampai dengan triwulan II tahun 2013, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.036,14 triliun. Total utang pemerintah tersebut terdiri atas dua bagian, yakni utang dalam bentuk pinjaman dan dalam bentuk SBN. Sampai dengan triwulan II tahun 2013, outstanding pinjaman pemerintah mencapai sebesar Rp 579,00 triliun atau turun rata-rata sebesar 4,5 persen dalam kurun 2008-triwulan II tahun Kecenderungan menurunnya outstanding pinjaman sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman utamanya pinjaman luar negeri. Sementara itu, outstanding SBN sampai dengan triwulan II 30

41 tahun 2013 mencapai Rp 1.457,14 triliun, atau meningkat rata-rata sebesar 10,0 persen dalam kurun waktu 2008-triwulan II tahun Tabel 13. Posisi Utang Pemerintah s.d. Juni 2013 Outstanding (dalam IDR triliun) Rata-Rata Jun Jun 13 Total Utang Pemerintah Pusat 1.636, , , , , ,14 4,5 a Pinjaman 730,24 611,18 617,26 621,29 614,32 579,00-4,5 1. Pinjaman Luar Negeri 730,24 611,18 616,87 620,28 612,53 577,12-4,6 Bilateral*) 484,90 387,92 380,67 381,66 358,12 325,89-7,6 Multilateral**) 222,69 202,37 208,28 212,96 229,68 226,69 0,4 Komersil***) 21,69 20,24 27,34 25,15 24,32 24,21 2,2 Suppliers***) 0,97 0,66 0,57 0,50 0,41 0,33-19,4 Lain-Lain***) Pinjaman Dalam Negeri - - 0,39 1,01 1,80 1,88 b SBN 906,50 979, , , , ,14 10,0 Denominasi Valas 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91 299,52 19,6 Denominasi Rupiah 783,86 836,31 902,43 992, , ,62 8,1 Catatan: *Termasuk semi commercial **Beberapa termasuk semi concessional ***Seluruhnya termasuk commercial Sumber: Kementerian Keuangan Dari tabel 14 dapat dilihat persentase pinjaman dan SBN terhadap total utang pemerintah selama 2008-triwulan II tahun Dalam kurun waktu tersebut, porsi pinjaman dalam struktur utang pemerintah terus mengalami penurunan dari 44,6 persen di tahun 2008 menjadi 28,4 persen di triwulan II tahun Tabel 14. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2008 Juni Jun-13 Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.636, , , , , ,14 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 730,24 611,18 617,26 621,29 614,33 579,00 b SBN (dalam triliun IDR) 906,50 979, , , , ,14 Denominasi Valas 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91 379,27 Denominasi Rupiah 783,86 836,31 902,43 992, , ,87 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 44,6% 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 28,4% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 7,5% 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 18,6% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 47,9% 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 52,9% Mar-13 Total Utang Pemerintah Pusat (dalam triliun IDR) 1.636, , , , , ,37 a Pinjaman (dalam triliun IDR) 730,24 611,18 617,26 621,29 614,33 614,35 b SBN (dalam triliun IDR) 906,50 979, , , , ,02 Denominasi Valas 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91 264,81 Denominasi Rupiah 783,86 836,31 902,43 992, , ,21 Prosentase Pinjaman Terhadap Total Utang 44,6% 38,4% 36,7% 34,3% 31,1% 30,5% Prosentase SBN Valas Terhadap Total Utang 7,5% 9,0% 9,6% 10,8% 13,4% 13,1% Prosentase SBN Domestik Terhadap Total Utang 47,9% 52,6% 53,7% 54,8% 55,5% 56,4% Sumber: Kementerian Keuangan Sebaliknya, porsi SBN dalam struktur utang pemerintah terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2008-triwulan II tahun Sampai triwulan II tahun 2013, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai 71,6 persen dari total utang pemerintah. Porsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang 31

42 secara rata-rata berada di atas 50persen. Sedangkan porsi outstanding SBN valas sampai triwulan II tahun 2013 mencapai 18,6 persen dari total utang pemerintah. Surat Berharga Negara (SBN) Tabel 15 dibawah menunjukkan posisi outstanding SBN dalam kurun waktu triwulan II tahun Dalam kurun waktu tersebut, penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp 906,5 triliun pada akhir tahun 2008 menjadi Rp 1.457,1 triliun pada triwulan II tahun Dalam kurun lima tahun terakhir, pasar keuangan domestik menjadi prioritas penerbitan SBN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, penerbitan SBN meningkat rata rata sebesar 10,0 persen. Meningkatnya penerbitan SBN tersebut berdampak pada meningkatnya outstanding SBN domestik. Outstanding SBN domestik meningkat dari Rp 783,86 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 1.157,62 triliun pada triwulan II tahun Tabel 15. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2008 Juni 2013 (Triliun Rupiah) JENIS SBN 31 Des Des Des Des Des Jun I. SBN Rupiah Fixed Rate ORI Variable Rate Zero Coupon SPN SBSN SUP SDHI Total SBN Rupiah II. SBN Valas INDO SBSN Valas RIJPY Total SBN Valas GRAND TOTAL SBN (I+II) Asumsi Nilai Tukar (IDR/USD) Nilai SBN Valas - INDO (dalam miliar USD) 14,20 16,20 18,70 22,95 22,95 - SBSN (dalam miliar USD) 0,65 0,65 1,65 2,65 2,65 - RIJPY (dalam miliar JPY) 35,00 95,00 95,00 155,00 155,00 Komposisi SBN Rupiah (dalam %) 0,86 0,85 0,85 0,84 0,81 0,79 SBN Valas (dalam %) 0,14 0,15 0,15 0,16 0,19 0,21 Sumber: Kementerian Keuangan Sama halnya dengan SBN domestik, penerbitan SBN valas di pasar internasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2008-triwulan II tahun 2013, penerbitan SBN valas meningkat rata-rata sebesar 19,6 persen. Outstanding SBN valas meningkat dari Rp 122,6 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 299,52 triliun pada triwulan II tahun Dalam mata uang asing, sampai dengan triwulan II tahun 2013, outstanding SBN valas dalam mata uang USD adalah sebesar USD 25,60 miliar dan mata uang Yen Jepang sebesar JPY 155,00 miliar. Adapun 32

43 penerbitan SBN dalam mata uang JPY dilakukan Pemerintah pada tahun 2009, 2010 dan November 2012 dengan nilai nominal masing masing sebesar JPY 35,00 miliar, JPY 60,00 miliar dan JPY 60,00 miliar. Selanjutnya Tabel 16 menunjukkan target dan realisasi penerbitan SBN 2013 (neto) terkait perannya sebagai instrumen utama pembiayaan APBN. Dalam upaya pemenuhan target pembiayaan SBN neto, penerbitan SBN dilakukan secara periodik. Kenaikan penerbitan SBN dalam kurun lima tahun terakhir antara lain ditujukan untuk refinancing. Refinancing tersebut dilakukan melalui penerbitan utang baru yang mempunyai syarat dan kondisi yang lebih baik. Sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi penerbitan SBN neto mencapai Rp 90,59 triliun atau mencapai 39,08 persen persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P Tabel 16. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara (Neto) (Juta Rupiah) Uraian Target Nominal Realisasi % Realisasi sd 28 Juni 2013 SBN Netto (APBN-P 2013) ,08% SBN Jatuh Tempo ,13% Rencana Buyback ,71% Kebutuhan Penerbitan 2013 (Gross)* ,00% SUN SUN Domestik ON SPN ORI - SUN Valas SBSN SBSN Domestik IFR - - SPN-S - - SBSN Ritel - - SDHI - SBSN Valas - Sumber : Kementerian Keuangan Posisi kepemilikan SBN domestik sampai dengan triwulan II tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini. Dari sisi kepemilikan SBN domestik, sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi penerbitan SBN domestik lebih banyak diserap oleh investor nonbank; terutama oleh investor asing, asuransi, reksadana, dan investor lainnya termasuk investor individu. Nilai total SBN domestik yang diserap oleh investor nonbank mencapai Rp 545,05 triliun atau 63,09 persen dari total SBN domestik. Investor perbankan menyerap Rp 314,34 triliun atau 35,38 33

44 persen dari total SBN domestik. Sedangkan sisanya sebesar 3,28 persen dimiliki oleh Bank Indonesia. Dari tabel 17 dapat dilihat juga bahwa kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank dalam kurun waktu triwulan II tahun 2013 meningkat rata-rata sebesar 17,4 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dibanding peningkatan kepemilikan SBN domestik oleh investor perbankan yang hanya meningkat rata-rata 4,0 persen dari Rp 258,75 triliun di akhir tahun 2008 menjadi Rp 314,34 triliun pada triwulan II tahun Selanjutnya kepemilikan SBN domestik oleh Institusi Pemerintah juga meningkat sebesar rata-rata 4,8 persen dari Rp 23,01 triliun di tahun 2008 menjadi Rp 29,13 triliun pada triwulan II tahun Kenaikan kepemilikan SBN domestik oleh investor nonbank tersebut paling banyak disumbang oleh kepemilikan investor asing yang meningkat rata-rata sebesar 26,4 persen selama kurun 2008-triwulan II tahun Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Namun demikian, besarnya kepemilikan asing terhadap SBN tersebut perlu diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko terjadinya sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya resiko tersebut, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis (crisis management protocol/cmp) di pasar SBN dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilisation Framework (BSF). Tabel 17. Posisi Kepemilikan SBN Domestik Per Triwulan II Tahun 2013 (Triliun Rupiah) Juni 2013 Rata-Rata Persentase Kepemilikan Bank 258,75 254,36 217,27 265,03 299,66 314,34 4,0 35,38% Bank BUMN Rekap 144,72 144,19 131,72 148,64 147,52 Bank Swasta Rekap 61,67 59,98 54,93 67,33 81,58 Bank Non Rekap 45,17 42,40 26,26 42,84 62,07 BPD Rekap 6,50 6,02 1,41 4,32 3,67 Bank Syariah 0,69 1,77 2,95 1,90 4,83 Institusi Pemerintah 23,01 22,50 17,42 7,84 3,07 29,13 4,8 3,28% Non Banks 243,93 304,89 406,52 450,75 517,53 545,04 17,4 61,34% Reksadana 33,11 45,22 51,16 47,22 43,19 39,61 3,6 4,46% Asuransi 55,83 72,58 79,30 93,09 83,42 126,38 17,8 14,22% Asing 87,61 108,00 195,76 222,86 270,52 282,96 26,4 31,85% Dana Pensiun 32,98 37,50 36,75 34,39 56,46 29,11-2,5 3,28% Sekuritas 0,53 0,46 0,13 0,14 0,30 0,99 13,3 0,11% Individu 25,02 2,82% Lain lain 33,87 41,12 43,43 53,05 64,64 40,97 3,9 4,61% Total 525,69 581,75 641,21 723,62 820,26 888,51 0,86 1,00 Sumber : Kementerian Keuangan 34

45 Pinjaman Pembiayaan utang melalui pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Sedangkan pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program dan pinjaman proyek. Tabel 18 menunjukkan realisasi pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2008-triwulan II tahun Sampai dengan triwulan II tahun 2013, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp 6,75 triliun atau 13,8 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P Realisasi pinjaman luar negeri tersebut meliputi penarikan pinjaman proyek yang mencapai Rp1,60 triliun atau sebesar 14,4 persen dari pagu APBN-P 2013 dan pinjaman program sebesar Rp 5,15 triliun atau sebesar 13,6 persen dari pagu APBN-P Sedangkan realisasi pinjaman dalam negeri mencapai Rp0,08 triliun atau sebesar 16,1 persen dari pagu APBN-P Tabel 18. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman Juni 2013 (Triliun Rupiah) JENIS PEMBIAYAAN UTANG Real 2008 Real 2009 Real 2010 Real 2011 Real 2012 APBN-P 2013 Real Juni 2013 % PINJAMAN 50,22 58,66 55,19 34,37 31,95 49,54 6,83 13,8% Pinjaman Luar Negeri 50,22 58,66 54,79 33,75 31,02 49,04 6,75 13,8% - Pinjaman Program 30,10 28,94 28,97 15,27 14,98 11,13 1,60 14,4% - Pinjaman Proyek 20,12 29,72 25,82 18,48 16,05 37,91 5,15 13,6% Pinjaman Dalam Negeri 0,00 0,00 0,40 0,62 0,93 0,50 0,08 16,1% *)posisi sampai dengan triwulan II tahun 2013 Sumber: Kementerian Keuangan 35

46 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN DOMESTIK DAN INTERNASIONAL Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2013 adalah sebesar USD ,0 juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -5,8 persen (YoY). Pada triwulan II tahun 2013, impor Indonesia tumbuh negatif (YoY), yaitu sebesar -3,9 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mengalami defisit sebesar USD ,3 juta. 36

47 ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Isu Terkini Investasi Manufaktur: Akan Diarahkan Ke Luar Jawa Pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menargetkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor manufaktur pada 2014 bisa meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan realisasi investasi PMDN manufaktur Peningkatan PMDN akan di fokuskan untuk industri di luar Pulau Jawa. Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Kadin Natsir Mansyur mengatakan pemerintah harus berkomitmen meningkatkan investasi PMDN, khususnya di luar Jawa. Pasalnya, selama 3 tahun terakhir, investasi selalu terpusat di Jawa, khususnya Jabodetabek. "Saat ini Kadin dan pemerintah berusaha menaikkan angka PMDN dua kali lipat pada tahun depan. Ini akan didorong untuk investasi di luar Jawa," kata Natsir dalam dialog tentang Peningkatan Investasi Sektor Industri dalam rangka Penyebaran dan Pengembangan Kawasan Industri di Luar Pulau Jawa, Rabu (31/7). Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Budi Setiyanto mengatakan sepanjang tahun lalu, realisasi PMDN dalam negeri mencapai Rp 49,89 triliun. Pada tahun ini, Kemenperin menargetkan PMDN manufaktur sebesar Rp 42 triliun. Biasanya, lanjut Budi, angka target memang lebih rendah dibandingkan dengan realisasi. Adapun sepanjang semester I tahun ini, investasi sektor industri baik PMDN maupun penanaman modal asing (PMA) sangat menjanjikan. Investasi PMDN sektor manufaktur semester I tahun 2013 sebesar Rp 26,92 triliun, naik 30,61 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp 20,80 triliun. "Mungkin bisa naik dua kali lipat pada 2014 bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun lalu," katanya. Namun, secara penyebaran, investasi PMDN sektor industri belum merata secara nasional. Sebagai gambaran, pada kuartal I tahun 2013, peranan Pulau Jawa dalam pembentukan PDB nasional masih sangat dominan yaitu 57,79 persen. Sementara itu, sisanya 42,21 persen disumbangkan oleh wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa. Kondisi yang lebih kontras terjadi di sektor industri karena peranan Pulau Jawa dalam pembentukan PDB sektor industri masih sangat dominan. Data pada 2011 menunjukkan peranan Pulau Jawa dalam PDB sektor industri mencapai 73,42 persen. Dalam periode , peranan Pulau Jawa dalam pembentukan PDB sektor industri hanya turun sekitar 4,05 persen. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mendorong agar sektor industri dapat lebih menyebar khususnya ke luar Jawa. Budi mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terus berupaya melakukan pemerataan dan penyebaran industri keluar Pulau Jawa dengan pengembangan pusat- 37

48 pusat pertumbuhan industri baik melalui pembangunan kawasan industri maupun pengembangan kompetensi inti industri daerah. Diharapkan ke depan, peran wilayah di luar Pulau Jawa dalam sumbangannya terhadap nilai tambah sektor industri akan terus meningkat dari 27 persen pada tahun 2011 menjadi sekitar 40 persen pada tahun Pengembangan sektor industri yang tidak merata juga terlihat dari sebaran kawasan industri. Dari 74 kawasan industri yang beroperasi sebanyak 55 kawasan industri berlokasi di Pulau Jawa dengan luas sekitar 75,89 persen dari total luas kawasan industri di Indonesia. Dari jumlah tersebut, konsentrasi terbesar di Jawa Barat sebesar 44,07 persen dari total luas kawasan hektar. Penyebaran industri melalui pembangunan kawasan industri padahal sangat penting mengingat peran kawasan industri yang sangat strategis. Hal ini dapat dilihat dari estimasi nilai ekspor yang berasal dari kawasan industri yaitu USD 52 miliar per tahun (41 persen dari nilai total ekspor non migas tahun 2012). Adapun, estimasi investasi untuk PMDN mencapai Rp29,9 triliun dan USD 7,06 miliar untuk PMA (60 persen dari total investasi tahun 2012) dan estimasi penerimaan negara USD 938 juta (PBB, PPN, PPh). "Untuk membangun kawasan industri itu investasinya mahal sekali, harus ada infrastruktur segala macam. Untuk di luar Pulau Jawa harus realistis dan pelan-pelan," tambah Budi. Adapun langkah yang akan diambil adalah dengan mendorong swasta untuk mengembangkan industri berbasis sumber daya alam serta memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota agar menarik investasi industri masuk ke kabupaten. "Peran swasta harus banyak, tetapi tidak akan berhasil tanpa peran pemerintah. Pemerintah juga harus berani turun mengeluarkan investasi. Kalau infrastruktur tidak ada, swasta tidak akan mau masuk." Sumber : Harian Kompas, 1 Agustus 2013 Peluang Investasi Di Lima Pulau Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka peluang investasi pada lima pulau kecil di Indonesia tahun ini. Penanaman modal terbuka bagi investor lokal maupun luar negeri untuk memanfaatkan pulau kecil sebagai sumber kegiatan ekonomi. Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rido Batubara mengemukakan hal itu di Jakarta, akhir pekan lalu. Kelima pulau kecil itu adalah Pulau Bangka di Kabupaten Minahasa Utara (Provinsi Sulawesi Utara), Pulau Nipa di Kota Batam (Kepulauan Riau), gugusan Gili Balu di Kabupaten Sumbawa barat (NTB), Pulau Bawah di Kabupaten Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau) dan Pulau Nusakambangan di Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah). Rido mengemukakan, beberapa investor saat ini mulai menjajaki pemanfaatan pulaupulau kecil tersebut. Beberapa di antaranya investor asal Cina untuk penambangan bijih besi di Pulau Bangka. KKP sejauh ini belum memberikan sikap, melainkan 38

49 meminta Pemda menyiapkan rencana zonasi dan investor mengurus analisis masalah dampak lingkungan (amdal). Pulau Nipa seluas 24 hektar (ha) sedang dijajaki pengembangan industri galangan kapal dan penimbunan minyak (oil storage). Adapun gugusan Gili Balu dengan total lima pulau akan dibuka untuk wisata bahari. Saat ini, satu pulau sudah mulai dimasuki investor lokal untuk pembangunan Hotel Bamboo yang siap untuk dioperasikan pada tahun depan. Sementara itu, Pulau Bawah didorong untuk kegiatan minawisata yang memadukan perikanan dengan pariwisata. Saat ini sudah ada investor lokal yang masuk untuk membangun resor di kawasan itu. Akan halnya Pulau Nusakambangan seluas sekitar ha dengan vegetasi hutan hujan tropis disiapkan untuk wisata minat khusus, seperti berburu dan ekowisata. Saat ini sudah ada investor lokal masuk untuk pengembangan budidaya ikan bandeng, pemancingan dan resor wisata pada total areal 8 ha. Pada Agustus 2013, KKP menggelar Festival dan Pekan Investasi Pulau Nusakambangan dan Segara Anakan untuk menarik investor ke kawasan tersebut. KKP telah menyiapkan anggaran sebesar Rp1 miliar untuk penyelenggaraan Festival dan Pekan Investasi Pulau Nusakambangan dan Segara Anakan di Kabupaten Cilacap. Kendala Infrastruktur Menurut Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad, pengembangan investasi di pulau kecil dan terluar sangat potensial karena alamnya cenderung masih terjaga baik. Meski demikian, kendala infrastruktur menyebabkan belum banyak investasi yang masuk ke kawasan itu. Pengembangan investasi di pulau-pulau kecil harus didahului dengan pengaturan zonasi tata ruang kawasan. Saat ini masih sangat minim daerah yang memiliki Perda zonasi laut. Hingga saat ini, beberapa pulau kecil dan terluar yang telah dibuka untuk investasi antara lain Pulau Anak Sambu di Kota Batam, Pulau Miang Besar di Kabupaten Kutai Timur, Pulau Nipa di Kota Batam, Pulau Tabuhan di Kabupaten Banyuwangi, Pulau Bawal di Kabupaten Ketapang, Pulau Bangka di Kabupaten Minahasa Utara, Pulau Ketawai di Kabupaten Bangka Tengah, Pulau Gili Sunut dan Pulau Gili Lawang di Kabupaten Lombok Timur. Pemerintah melalui program Coremap sedang menyusun zonasi laut untuk 15 kawasan konservasi. Di antaranya Raja Ampat di Papua Barat, Padaido di Kabupaten Biak, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Takabonerate di Sulawesi Selatan, Laut Sawu, Gili di Nusa Tenggara Barat, Nusa Penida di Bali, Anambas, Bintan, Nias, dan Pulau Pieh di Sumatera Barat. Tahun , anggaran untuk pengelolaan kawasan konservasi tersebut sebesar USD 120 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun. Pengembangan kawasan konservasi itu akan difasilitasi pemerintah melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan daur ulang limbah. "Pemberian insentif di kawasan konservasi diharapkan menarik minat investor swasta untuk masuk, membangun resor, mengelola dan memasarkan kawasan," kata Sudirman. Catatan Kompas, KKP menargetkan 39

50 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) investasi perikanan tahun 2013 mencapai Rp2,5 triliun. Hingga triwulan I tahun 2013, realisasi investasi Rp 752 miliar. Target investasi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar Rp 21,8 triliun, terutama ditopang oleh industri udang. Hingga triwulan I tahun 2013, pencapaian investasi perikanan budidaya mencapai Rp 4 triliun. Sumber : Harian Kompas, 6 Agustus 2013 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN Perkembangan Ekspor Gambar 12. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Juni Volume Value Sumber: BPS, diolah Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2013 adalah sebesar USD ,0 juta atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar -5,8 persen (YoY). Adapun sumber penurunan pertumbuhan ekspor dikontribusikan oleh sektor migas sebesar -3,6 persen dan non migas sebesar -1,6 persen. Komoditas gas dalam sektor migas menyumbang penurunan terbesar, yaitu -2,5 persen, sedangkan komoditas pertambangan dalam sektor non migas menyumbang penurunan terbesar yaitu sebesar -1,1 persen. Namun jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2013, nilai ekspor Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mengalami sedikit peningkatan. Salah satu pendorong peningkatan ini adalah nilai ekspor Indonesia yang sempat mengalami kenaikan cukup signifikan pada bulan Mei tahun Tabel 19. Perkembangan Ekspor Triwulan II Tahun 2013 Komoditas Q Q

51 Komoditas Q Q Nilai Ekspor (USD Juta) , , , , ,0 Migas , , , , ,6 Minyak Mentah , , , , ,2 Hasil Minyak 3.967, , , ,8 987,0 Gas , , , , ,4 Non Migas , , , , ,4 Pertanian 5.001, , , , ,3 Industri , , , , ,2 Pertambangan , , , , ,7 Pertumbuhan Ekspor* (%) 35,4% 29,0% -6,6% -6,4% -5,8% Migas 47,4% 47,9% -10,8% -18,4% -20,1% Minyak Mentah 33,0% 32,9% -11,1% -27,3% -13,6% Hasil Minyak 75,4% 20,4% -12,8% -10,1% -10,8% Gas 53,0% 67,3% -10,3% -14,7% -25,3% Non Migas 33,1% 24,9% -5,5% -3,3% -2,0% Pertanian 14,6% 3,3% 7,8% -1,3% 6,0% Industri 33,5% 24,7% -5,0% -2,9% -1,0% Pertambangan 35,8% 29,7% -9,6% -4,7% -6,5% Proporsi Ekspor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Migas 17,8% 20,4% 19,5% 17,9% 17,8% Minyak Mentah 6,6% 6,8% 6,5% 5,3% 5,9% Hasil Minyak 2,5% 2,3% 2,2% 2,4% 2,2% Gas 8,7% 11,2% 10,8% 10,2% 9,8% Non Migas 82,2% 79,6% 80,5% 82,1% 82,2% Pertanian 3,2% 2,5% 2,9% 2,7% 3,0% Industri 62,1% 60,0% 61,1% 62,2% 62,0% Pertambangan 16,9% 17,0% 16,5% 17,1% 17,1% Sumber Pertumbuhan (%) Migas 8,4% 9,8% -2,1% -3,3% -3,6% Minyak Mentah 2,2% 2,2% -0,7% -1,5% -0,8% Hasil Minyak 1,9% 0,5% -0,3% -0,2% -0,2% Gas 4,6% 7,6% -1,1% -1,5% -2,5% Non Migas 27,2% 19,8% -4,5% -2,7% -1,6% Pertanian 0,5% 0,1% 0,2% 0,0% 0,2% Industri 20,8% 14,8% -3,0% -1,8% -0,6% Pertambangan 6,1% 5,1% -1,6% -0,8% -1,1% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY) Total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2013, yaitu dari USD ,2 juta menjadi USD ,4 juta atau tumbuh sebesar 0,6 persen (QtQ). Komoditas ikan dan udang (HS-03) menjadi komoditas dengan pertumbuhan positif paling tinggi, yaitu sebesar 23,9 persen (QtQ). Namun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012, total nilai ekspor non migas Indonesia pada triwulan II tahun 2013 masih lebih 41

52 rendah -2,0 persen (YoY). Dari tabel ekspor non migas komoditas terpilih, komoditas bahan bakar mineral yang merupakan komoditas dengan nilai ekspor tertinggi dan proporsi terbesar dalam kelompok terpilih ini menunjukkan pertumbuhan negatif, yaitu sebesar -8,5 persen (YoY), serta -0,2 persen (QtQ) HS Tabel 20. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II 2013 Komoditas Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q Bahan bakar mineral 6.493, ,7-0,2% -8,5% 17,3% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 1.338, ,3 3,7% 4,4% 3,7% 74 Tembaga 457,8 423,1-7,6% 11,8% 1,1% 80 Timah 646,7 657,0 1,6% 22,4% 1,8% 03 Ikan dan Udang 602,4 746,3 23,9% 7,8% 2,0% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 4.857, ,1-2,0% 6,3% 12,7% 18 Kakao/coklat 250,4 250,8 0,2% 11,0% 0,7% 40 Karet dan Barang dari Karet 2.457, ,6-0,4% -22,0% 6,5% 61 Barang-barang rajutan 864,9 868,4 0,4% -1,0% 2,3% 62 Pakaian jadi bukan rajutan 1.019,1 996,0-2,3% 5,0% 2,7% 64 Alas kaki 897, ,2 17,9% 9,2% 2,8% 85 Mesin/peralatan listrik 2.659, ,0-4,5% -6,7% 6,8% Total Nilai Ekspor Non-Migas , ,4 0,6% -2,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah Dilihat dari volumenya, total ekspor non migas Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mengalami peningkatan, baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ) maupun dengan triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY). Volume ekspor non migas Indonesia tumbuh positif sebesar 3,0 persen (QtQ) dengan pertumbuhan paling tinggi terjadi pada komoditas ikan dan udang (HS-03), yaitu sebesar 25,0 persen. Sedangkan secara YoY, volume ekspor non migas meningkat sebesar 19,7 persen dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS- 15), yaitu sebesar 44,9 persen Tabel 21. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Komoditas Terpilih Triwulan II 2013 Volume Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi HS Komoditas Q Q Q Q Q (QtQ) (YoY) 27 Bahan bakar mineral , ,5 1,3% 13,3% 66,9% 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam , ,8 7,7% 49,8% 20,4% 74 Tembaga 59,0 61,0 3,4% 35,5% 0,0% 80 Timah 27,6 31,6 14,5% 4,4% 0,0% 03 Ikan dan Udang 197,6 247,0 25,0% 16,9% 0,2% 15 Lemak & minyak hewan/nabati 6.468, ,2-5,2% 44,9% 3,8% 18 Kakao/coklat 95,0 94,9-0,1% 10,9% 0,1% 40 Karet dan Barang dari Karet 786,8 845,1 7,4% 0,7% 0,5% 61 Barang-barang rajutan 62,8 66,2 5,4% 8,2% 0,0% 42

53 HS Komoditas Volume Ekspor (Juta Kg) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q Pakaian jadi bukan rajutan 50,5 50,5 0,0% 4,1% 0,0% 64 Alas kaki 50,4 58,1 15,3% 6,6% 0,0% 85 Mesin/peralatan listrik 140,9 138,2-1,9% -10,1% 0,1% Total Volume Ekspor Non-Migas , ,3 3,0% 19,7% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan ekspor non migas ke 5 (lima) Negara tujuan utama pada triwulan II tahun 2013 mengalami penurunan sebesar -0,8 persen (YoY) dan -1,7 persen (QtQ). Dari ke lima negara tujuan utama, pertumbuhan positif hanya terjadi pada ekspor non migas ke Amerika Serikat, yaitu sebesar 0,9 persen (QtQ) dan 0,4 persen (YoY); serta ke India, yaitu sebesar 8,7 persen (QtQ) dan 19,2 persen (YoY). No Tabel 22. Perkembangan Ekspor ke Negara Tujuan Utama Triwulan II-2013 Negara Tujuan Ekspor Nilai Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q Jepang 4.103, ,4-1,4% -3,4% 10,8% 2 Amerika Serikat 3.753, ,9 0,9% 0,4% 10,1% 3 Singapura 2.954, ,7-16,2% -4,6% 6,6% 4 Cina 5.097, ,8-2,0% -8,5% 13,3% 5 India 3.244, ,7 8,7% 19,2% 9,4% Total 5 Negara Tujuan Utama , ,5-1,7% -0,8% 50,2% Total Pasar Ekspor Lainnya , ,9 3,1% -3,2% 49,8% Total Ekspor Non Migas , ,4 0,6% -2,0% 100,0% Sumber: BPS, diolah 43

54 Nilai (USD Juta) Volume (Juta Kg) Perkembangan Impor Gambar 13. Volume dan Nilai Impor Hingga Juni Volume Nilai Sumber: BPS, diolah Pada triwulan II tahun 2013, impor Indonesia tumbuh negatif (YoY), yaitu sebesar -3,9 persen yang terutama penurunannya dikontribusikan oleh penurunan impor barang modal hingga -21,3 persen. Dilihat dari sektornya, pertumbuhan negatif impor non migas lebih besar daripada impor migas, yaitu berturut-turut -4,2 persen dan -3,0 persen. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, total nilai impor Indonesia meningkat dari USD ,6 juta menjadi USD ,3 juta karena terjadi peningkatan total nilai impor yang cukup tinggi pada bulan April dan Mei tahun Tabel 23. Perkembangan Impor Triwulan II 2013 Komoditas Q Q Nilai Impor (USD Juta) , , , , ,3 Barang Konsumsi 9.991, , ,6 2833,7 3578,4 Bahan Baku , , , , ,5 Barang Modal , , ,8 7710,5 8066,4 Migas , , , , ,8 Minyak Mentah 8.531, , ,2 3361,4 3535,8 Hasil Minyak , , ,4 7265,7 6394,7 Gas 863, , ,6 884,1 663,3 Non Migas , , , , ,5 Pertumbuhan Impor* (%) 40,1% 30,8% 8,0% -0,2% -3,9% Barang Konsumsi 47,9% 34,0% 0,1% -16,2% 6,2% Bahan Baku 41,8% 32,6% 7,0% 5,8% 0,0% Barang Modal 31,7% 23,0% 15,2% -15,9% -21,3% Migas 44,4% 48,5% 4,6% 9,4% -3,0% Minyak Mentah 15,9% 30,7% -3,1% 21,5% 28,0% Hasil Minyak 61,8% 56,1% 1,9% 3,2% -10,0% Gas 76,5% 63,6% 118,2% 24,2% -36,8% Non Migas 39,0% 26,3% 9,1% -3,1% -4,2% 44

55 Komoditas Q Q Proporsi Impor (%) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Barang Konsumsi 7,4% 7,5% 7,0% 6,2% 7,3% Bahan Baku 72,8% 73,8% 73,1% 76,9% 76,1% Barang Modal 19,8% 18,7% 19,9% 16,9% 16,6% Migas 20,2% 22,9% 22,2% 25,2% 21,7% Minyak Mentah 6,3% 6,3% 5,6% 7,4% 7,3% Hasil Minyak 13,3% 15,9% 15,0% 15,9% 13,1% Gas 0,6% 0,8% 1,6% 1,9% 1,4% Non Migas 79,8% 77,1% 77,8% 74,8% 78,3% Sumber Pertumbuhan (%) Barang Konsumsi 3,5% 2,6% 0,0% -1,0% 0,5% Bahan Baku 30,4% 24,0% 5,1% 4,4% 0,0% Barang Modal 6,3% 4,3% 3,0% -2,7% -3,5% Migas 9,0% 11,1% 1,0% 2,4% -0,6% Minyak Mentah 1,0% 1,9% -0,2% 1,6% 2,0% Hasil Minyak 8,2% 8,9% 0,3% 0,5% -1,3% Gas 0,5% 0,5% 1,9% 0,5% -0,5% Non Migas 31,1% 20,3% 7,1% -2,3% -3,3% Sumber: BPS, diolah Keterangan (*):pertumbuhan year-on-year (YoY) Pertumbuhan negatif yang relatif cukup tinggi di sektor non migas pada triwulan II tahun 2013 (YoY) disebabkan oleh penurunan nilai impor yang cukup tinggi di beberapa komoditas, seperti komoditas kapal terbang dan bagiannya (HS-88) sebesar -65,5 persen, pupuk (HS-31) sebesar -36,5 persen dan kendaraan dan bagiannya (HS- 87) sebesar -23,5 persen. Meskipun demikian, secara QtQ nilai impor non migas Indonesia meningkat sebesar 11,7 persen dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komoditas binatang hidup (HS-01), yaitu sebesar 125,1 persen. HS Tabel 24. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan II Tahun 2013 Komoditas Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan Proporsi Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q Mesin/peralatan mekanik 6.485, ,2 5,6% -6,2% 18,0% 01 Binatang hidup 38,2 86,0 125,1% 8,9% 0,2% 10 Gandum-ganduman 795,9 954,6 19,9% 32,1% 2,5% 17 Gula dan Kembang Gula 437,1 692,9 58,5% 62,5% 1,8% 27 Bahan bakar mineral 43,3 65,2 50,6% 7,0% 0,2% 31 Pupuk 335,9 558,0 66,1% -36,5% 1,5% 39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.796, ,2 11,7% 5,2% 5,3% 52 Kapas 596,5 704,8 18,2% 8,3% 1,8% 85 Mesin/peralatan listrik 4.681, ,2 3,3% -3,4% 12,7% 87 Kendaraan dan Bagiannya 2.151, ,5-5,9% -23,5% 5,3% 88 Kapal terbang dan Bagiannya 456,9 435,9-4,6% -65,6% 1,1% Total Nilai Impor Non-Migas , ,5 11,7% -4,2% 100,0% Sumber: BPS, diolah 45

56 Dilihat berdasarkan Negara asal impornya, nilai impor dari 6 (enam) negara utama juga mengalami penurunan sebesar -5,5 persen (YoY) dengan penurunan paling besar terjadi pada impor dari Jepang (-17,8 persen) dan Amerika Serikat (-16,9 persen). Sedangkan secara QtQ, impor non migas dari 6 (enam) negara utama mengalami pertumbuhan positif sebesar 11,1 persen dengan pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada impor dari Amerika Serikat (36,2 persen) dan Cina (21,3 persen). No Negara Asal Impor Q Q Tabel 25. Negara Utama Asal Impor Triwulan II Tahun 2013 Q (QtQ) Pertumbuhan Q (YoY) Proporsi Q ASEAN 7.625, ,4 5,1% 2,1% 21,0% 2 Uni Eropa 3.567, ,2 1,8% 4,1% 9,5% 3 Jepang 4.651, ,8 9,7% -17,8% 13,4% 4 Cina 6.516, ,9 21,3% 0,6% 20,7% 5 Amerika Serikat 1.920, ,0 36,2% -16,9% 6,9% 6 Korea Selatan 2.342, ,1-1,0% 4,9% 6,1% Total Negara Asal Utama , ,4 11,1% -5,5% 77,6% Negara Lainnya 7.517, ,1 13,5% 0,8% 22,4% Total Impor Non Migas , ,5 11,7% -4,2% 100,0% Sumber: BPS, diolah Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada triwulan II tahun 2013 mengalami defisit sebesar USD ,3 juta, jauh lebih besar daripada triwulan sebelumnya yang hanya USD -234,9 juta. Defisit perdagangan pada triwulan ini jauh lebih tinggi ,6 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ) dan -36,2 persen jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY). Tabel 26. Neraca Perdagangan Triwulan II Tahun Q Q Q (QtQ) Pertumbuhan Q (YoY) Ekspor Total (USD Juta) , , ,0 0,5% -5,8% Ekspor Migas , , ,6-0,2% -20,1% Ekspor Non Migas , , ,4 0,6% -2,0% Impor Total (USD Juta) , , ,3 6,7% -3,9% Impor Migas , , ,8-8,0% -3,0% Impor Non Migas , , ,5 11,7% -4,2% Neraca Perdagangan (USD Juta) ,2-234, ,3-1209,6% -36,2% Migas , , ,2 26,8% -236,3% Non Migas 3.927, ,8-617,1-119,7% 59,6% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Cina sejak bulan Maret hingga bulan Mei tahun 2013 terus mengalami defisit yang semakin besar, dimana pada bulan Mei tahun 2013 defisit perdagangan Indonesia-Cina telah mencapai USD -880,8 juta. Sepanjang Januari-Mei tahun 2013 pun neraca perdagangan Indonesia-Cina mengalami defisit sebesar USD 46

57 2.842,5 juta. Namun jika dibandingkan dengan Januari-Mei tahun 2012, defisit perdagangan Indonesia-Cina sedikit mengalami penurunan, yaitu sebesar 1,3 persen. Tabel 27. Neraca Perdagangan Indonesia-Cina Jan-Mei 2013 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Pertumbuhan Jan-Mei 2013/ Jan-Mei 2012 Ekspor Total (USD Juta) 9.152, , , ,8 0,2% Ekspor Migas 600,0 63,6 87,7 225,7 137,1% Ekspor Non Migas 8.552, , , ,1-3,7% Impor Total (USD Juta) , , , ,6-0,2% Impor Migas 127,1 57,7 29,5 23,9 8,5% Impor Non Migas , , , ,7-0,2% Neraca Perdagangan (USD Juta) ,5-187,0-755,3-880,8 1,3% Migas 472,8 5,9 58,2 201,8 247,9% Non Migas ,5-193,0-813, ,6-10,0% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-Jepang sejak bulan Maret hingga bulan Mei tahun 2013 menunjukkan performa yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang selalu positif. Sepanjang Januari-Mei tahun 2013 pun neraca perdagangan juga menunjukkan surplus sebesar USD 3.545,5 juta. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2012, surplus perdagangan ini masih lebih rendah - 8,0 persen. Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Jan-Mei 2013 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Pertumbuhan Jan-Mei 2013/ Jan-Mei 2012 Ekspor Total (USD Juta) , , , ,5-13,2% Ekspor Migas 4.911,2 914, , ,7-21,6% Ekspor Non Migas 6.838, , , ,8-5,9% Impor Total (USD Juta) 8.203, , , ,9-15,2% Impor Migas 18,6 3,3 6,2 3,5-0,5% Impor Non Migas 8.185, , , ,4-15,3% Neraca Perdagangan (USD Juta) 3.545,5 690,2 358,0 935,6-8,0% Migas 4.892,6 911, , ,2-21,7% Non Migas ,1-220,9-683,9-115,6 43,7% Sumber: BPS, diolah Neraca perdagangan Indonesia-Amerika sejak bulan Maret hingga bulan Mei tahun 2013 selalu mengalami surplus, walaupun nilai surplus perdagangan ini sempat turun relatif besar pada bulan April tahun Meskipun begitu secara akumulasi, neraca perdagangan Indonesia-Amerika sepanjang Januari-Mei tahun 2013 mendapatkan surplus yang lebih besar dibandingkan periode yang sama di tahun 2012, yaitu mencapai 76,6 persen. 47

58 Tabel 29. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Jan-Mei 2013 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Pertumbuhan Jan-Mei 2013/ Jan-Mei 2012 Ekspor Total (USD Juta) 6.420, , , ,1 3,4% Ekspor Migas 160,4 32,1 27,3 17,1 146,3% Ekspor Non Migas 6.259, , , ,1 1,9% Impor Total (USD Juta) 3.839,9 714,5 954,0 959,6-19,1% Impor Migas 19,9 1,8 11,7 2,1-68,8% Impor Non Migas 3.819,9 712,7 942,3 957,5-18,4% Neraca Perdagangan (USD Juta) 2.580,2 637,1 276,9 360,5 76,6% Migas 140,5 30,3 15,6 15, ,3% Non Migas 2.439,9 606,8 261,3 345,6 67,2% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Indonesia-India juga menunjukkan performa yang baik, yang ditunjukkan oleh nilai surplus perdagangan yang selalu meningkat sejak bulan Maret hingga bulan Mei tahun Neraca perdagangan Indonesia-India sepanjang Januari-Mei tahun 2013 juga mengalami surplus hingga USD 3.903,6 juta atau lebih tinggi 20,7 persen dibandingkan surplus perdagangan pada periode yang sama di tahun Tabel 30. Neraca Perdagangan Indonesia-India Jan-Mei 2013 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Pertumbuhan Jan-Mei 2013/ Jan-Mei 2012 Ekspor Total (Juta USD) 5.735,6 910, , ,7 10,0% Ekspor Migas 2,8 0,3 1,9 0,1-88,0% Ekspor Non Migas 5.732,9 910, , ,7 10,4% Impor Total (Juta USD) 1.832,0 336,1 447,6 338,9-7,5% Impor Migas 114,1 5,5 101,6 2,2 5,5% Impor Non Migas 1.717,9 330,6 346,0 336,8-8,2% Neraca Perdagangan (Juta USD) 3.903,6 574,4 720,1 983,8 20,7% Migas -111,3-5,2-99,6-2,1-31,6% Non Migas 4.015,0 579,6 819,7 985,9 21,0% Sumber: BPS, diolah Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2013 Tingkat optimisme pelaku bisnis dalam melihat potensi bisnis pada triwulan II tahun 2013 masih terjaga dengan Indeks Tendensi Bisnis (ITB) sebesar 103,8. Peningkatan kondisi bisnis terjadi hampir pada semua sektor, dengan nilai ITB tertinggi pada sektor Listrik, Gas dan Air bersih sebesar 105,8, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran (105,5), sektor konstruksi (104,8), sektor pengangkutan dan komunikasi (104,2) serta sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan (104,0). Variabel terbesar pembentuk ITB pada triwulan II tahun 2013 adalah pendapatan usaha. Untuk perkiraan ITB pada triwulan III tahun 2013 adalah sebesar 105,9. 48

59 115 Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan II , ,4 108,5 103,4 104,2 107,3 106,6 102,6 107,9 105,8 106,9 103,9 107,4 105,3 104,2 102,3 105,9 103, , Sumber: BPS diolah Catatan: * III-2013 angka perkiraan ITB berkisar antara 0 sampai 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB = 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebelumnya Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat) dibandingkan triwulan sebelumnya Tabel 31. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan II Tahun 2013 ITB Variabel pembentuk ITB Q No 1 Sektor dalam ITB Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Q Q Pendapatan Usaha Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha Rata- Rata Jam Kerja 112,3 102,8-102,8-2 Pertambangan dan Penggalian 103,2 100,1 100,0 96,1 101,9 3 Insdustri Pengolahan 99,0 103,8 100,7 106,5 105,3 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 96,0 105,8 106,8 101,7 106,8 5 Konstruksi 98,8 104,8 105,9 103,7 104,4 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 99,5 105,5 105,5 105,3 105,6 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 105,2 104,2 104,9 103,3 103,9 8 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 108,7 104,0 107,5 101,1 102,2 9 Jasa-jasa 98,4 103,9 103,8 104,4 103,8 Sumber: BPS, diolah Total 102,3 103,9 104,4 102,8 104,2 Perkembangan Harga Domestik Sejak bulan Mei hingga bulan Agustus tahun 2013 (per 1 Agustus 2013), 3 (tiga) dari 5 (lima) komoditas tertentu mengalami tren kenaikan harga, yaitu beras medium, minyak goreng curah dan tepung terigu. Bahkan harga minyak goreng curah sempat mengalami 49

60 kenaikan yang cukup signifikan (3 persen) pada bulan Juni tahun Sedangkan komoditas gula pasir dan minyak goreng kemasan menunjukkan tren harga yang menurun. HARGA INFLASI PERIODIK Tabel 32. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu KOMODITI 2012 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Ags-13 Beras Medium (Rp/Kg) Gula Pasir (Rp/Kg) Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) Tepung Terigu (Rp/Kg) Beras Medium (Rp/Kg) 10,3% -0,3% 1,2% 0,7% 0,0% Gula Pasir (Rp/Kg) 12,9% 0,8% 0,3% -0,2% -0,6% Minyak Goreng Kemasan (Rp/620 ml) 2,1% -0,7% -0,3% 0,1% -0,4% Minyak Goreng Curah (Rp/Kg) 4,5% 0,3% 3,0% -0,5% -1,0% Tepung Terigu (Rp/Kg) 0,8% 0,0% 1,9% 1,1% 1,8% * data hingga 1 Agustus 2013 Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Perkembangan Harga Komoditi Internasional Pada bulan Juni tahun 2013, indeks harga energi di negara-negara berkembang mencapai 178,7; lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 178,9. Sementara indeks harga non energi pada bulan Juni tahun 2013 mencapai 174,2; turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 176,8. ENERGI Tabel 33. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih KOMODITAS 2012 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Coal, Australia 96,4 94,9 91,0 87,8 87,7 82,8 Crude oil, West Texas 94,2 95,3 92,9 92,0 94,8 95,8 PERTANIAN Cocoa 239,2 219,8 215,3 229,4 234,3 228,4 Coffee, robusta 226,7 229,3 234,3 224,2 218,6 200,1 Palm oil 999,0 863,0 854,0 842,0 849,0 861,0 Soybeans 591,0 596,0 511,0 495,0 497,0 524,0 Shrimp, Mexico 1.006, , , , , ,4 Woodpulp 762,8 786,9 787,9 807,0 817,0 832,0 Rubber*, Singapore 337,7 318,6 297,7 286,7 303,8 281,0 LOGAM DAN MINERAL Copper 7.962, , , , , ,2 Iron ore 128,5 154,7 139,9 137,4 124,4 114,8 Nickel , , , , , ,3 Tin 2.113, , , , , ,7 Zinc 195,0 212,9 192,6 185,6 183,2 183,9 INFLASI PERIODIK 50

61 ENERGI KOMODITAS 2012 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Coal, Australia -20,3% 2,3% -4,1% -3,5% -0,1% -5,6% Crude oil, West Texas Int. -0,9% 0,6% -2,5% -1,0% 3,0% 1,1% PERTANIAN Cocoa -19,7% -3,4% -2,0% 6,5% 2,1% -2,5% Coffee, robusta -5,9% 4,3% 2,2% -4,3% -2,5% -8,5% Palm oil -11,2% 2,6% -1,0% -1,4% 0,8% 1,4% Soybeans 9,2% 0,7% -14,3% -3,1% 0,4% 5,4% Shrimp, Mexico -15,7% 5,6% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Woodpulp -15,2% 1,3% 0,1% 2,4% 1,2% 1,8% Rubber*, Singapore, RSS3-30,0% -3,6% -6,6% -3,7% 6,0% -7,5% LOGAM DAN MINERAL Copper -9,8% 0,2% -5,2% -5,4% 0,2% -3,4% Iron ore -23,4% 2,6% -9,6% -1,8% -9,5% -7,7% Nickel -23,4% 1,2% -5,4% -6,4% -4,6% -4,5% Tin -18,9% -1,4% -3,8% -7,0% -4,1% -2,4% Zinc -11,0% 4,8% -9,5% -3,6% -1,3% 0,4% Sumber: World Bank, diolah 51

62 PERKEMBANGAN INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Pada sisi penggunaan, triwulan II tahun 2013 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 5,8 persen (YoY). Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan II tahun 2013 sebesar Rp ,0 miliar atau tumbuh sebesar 59,5 persen (YoY). Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan I tahun 2013 mengalami surplus sebesar 3.352,9 juta USD. 52

63 PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 5,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2012 (YoY) dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,7 persen dan terendah pada sektor pertambangan dan penggalian. Pada triwulan II tahun 2013 secara spasial, provinsi di Jawa masih merupakan provinsi yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar, yaitu 58,1 persen, diikuti oleh pulau Sumatera (23,9 persen), Kalimantan (8,7 persen), Sulawesi (4,8 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,5 persen) serta Maluku dan Papua (1,9 persen). Pada sisi penggunaan, pada triwulan II tahun 2013 komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,7 persen, dibandingkan triwulan II tahun 2012 (YoY). Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan II tahun 2013 dibanding triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 5,2 persen (QtQ). Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB), pertumbuhannya pada triwulan II tahun 2013 (YoY) sebesar 4,7 persen secara lebih detail didorong oleh pertumbuhan Alat Angkutan Dalam Negeri yang tumbuh sebesar 9,4 persen, Lainnya Dalam Negeri dengan pertumbuhan 24,9 persen serta Bangunan dengan pertumbuhan 6,9 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB secara detail adalah komponen bangunan, dengan sumbangan sebesar 27,7 persen. Tabel 34. PMTB Pertumbuhan dan Kontribusi Triwulan II Tahun 2013(persen) Q (QtQ) Q2 S2 Q2 S1 Pertumbuhan PDB (%, YoY) 6,4 6,3 5,8 5,9 2,6 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 12,5 11,2 4,7 5,2 5,2 a. Bangunan 7,3 7,3 6,9 6,9 4,1 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,8 3,4 4,0 2,1 4,5 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 23,8 21,1-3,5-1,8 6,9 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 25,5 17,3 9,4 15,1-1,4 e. Alat Angkutan Luar Negeri 61,5 47,0-4,1-2,2 14,7 f. Lainnya Dalam Negeri -2,0-2,0 24,9 23,6 7,3 g. Lainnya Luar Negeri 39,6 33,7-3,5-1,7 12,0 Kontribusi ( %, atas dasar Harga Berlaku) Kontribusi PMTB terhadap PDB 32,7 32,3 32,7 32,3 a. Bangunan 27,5 27,3 27,7 27,5 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 0,3 0,3 0,3 0,3 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 3,0 2,9 2,8 2,7 53

64 Q2 S2 Q2 S1 d. Alat Angkutan Dalam Negeri 0,2 0,2 0,2 0,3 e. Alat Angkutan Luar Negeri 1,0 0,9 0,9 0,9 f. Lainnya Dalam Negeri 0,4 0,4 0,5 0,5 g. Lainnya Luar Negeri 0,2 0,2 0,2 0,2 Q (QtQ) Sumber data: BPS. Keterangan : * Angka Sementara,** Angka Sangat Sementara Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2012 TAHUN Tabel 35. Realisasi PMA PMDN Tahun Trw II Tahun 2013 PMDN PMA Pertumbuhan (YoY) (Rp Miliar) (USD juta) PMDN PMA , , , ,4 68,9% 72,6% , ,4-41,6% 43,8% , ,2 85,6% -27,3% , ,8 60,4% 49,9% , ,2 25,4% 20,1% , ,7 21,3% 26,1% Q , ,5 59,5% 15,0% S , ,8 49,8% 18,8% Sumber: BKPM, diolah Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan II tahun 2013 adalah sebesar Rp33.128,0 miliar, lebih besar dari realisasi triwulan yang sama tahun 2012 atau tumbuh sebesar 59,5 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan II tahun 2013 sebesar USD 7.172,5 juta, atau tumbuh 15,0 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi PMA triwulan II tahun 2013 dibanding triwulan I tahun 2013 sebesar 20,5 persen untuk PMDN, sedangkan untuk PMA sebesar 1,8 persen pada periode yang sama. Realisasi Per sektor Untuk PMA, pada triwulan II tahun 2013 tumbuh total sebesar 15,0 persen (YoY). Jika dilihat per sektor, sumbangan realisasi investasi terbesar pada sektor sekunder yaitu 48,2 persen, meskipun pertumbuhan sektor sekunder triwulan II tahun 2013 hanya 9,9 persen dibanding triwulan yang sama tahun Adapun sektor tersier tumbuh 30,9 persen (YoY) dengan sumbangannya sebesar 28,8 persen dari total realisasi PMA per sektor. Sektor primer realisasi pertumbuhannya sebesar 8,8 persen (YoY). Pada saat yang sama, pertumbuhan per sektor PMDN total sebesar 59,5 persen, dengan pertumbuhan tertinggi disektor tersier dan primer masing-masing tumbuh 116,1 persen dan 95,0 persen. Sumbangan terbesar dalam realisasi PMDN per sektor yaitu 54

65 sektor sekunder dengan sumbangan sebesar 48,3 persen meskipun pertumbuhannya hanya 28,1 persen. Tabel 36. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMDN dan PMDN Triwulan II Tahun2013 Berdasar Sektor (YoY) Tahun PMA Jumlah PMDN Primer Sekunder Tersier (USD juta) Primer Sekunder Tersier Jumlah (Rp. Miliar) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 Q , , , , , , , ,5 S , , , , , , , ,4 Q , ,2 801, , , , , ,5 Q , , , , , , , ,0 S , , , , , , , ,5 Pertumbuhan S (YoY) Pertumbuhan Q (YoY) Pertumbuhan Q (QtQ) 6,7% 46,7% -15,0% 18,8% 22,0% 30,6% 138,6% 49,8% 8,8% 9,9% 30,9% 15,0% 95,0% 28,1% 116,1% 59,5% -2,9% -24,0% 158,0% 1,8% -2,3% 46,3% 7,9% 20,5% Share 22,9% 48,2% 28,8% 100,0% 21,4% 48,3% 30,4% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Dilihat per sektor, terdapat lima besar sektor dengan realisasi PMA terbesar dan persentasenya terhadap total realisasi berturut-turut adalah sektor Pertambangan (17,3 persen), Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain (14,0 persen), Trasportasi, Gudang dan Komunikasi (10,6 persen), Industri Logam, Mesin dan Elektronik (9,5 persen) dan Industri Kimia dan Farmasi (7,6 persen). Untuk PMDN, terbesar secara berurut-turut adalah Pertambangan (15,8 persen), Industri Makanan (15,0 persen), Industri Kertas dan Percetakan (11,8 persen), Transportasi, Gudang dan Komunikasi (10,7 persen) serta listrik, air dan gas (9,1 persen). Tabel Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2013 PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha USD Juta % Thd % Thd Sektor/Bidang Usaha Rp Miliar Total Total Pertambangan 1.242,0 17,3% Pertambangan 5.233,8 15,8% Industri Kendaraan Bermotor & Alat 1.005,9 14,0% Industri Makanan 4.957,5 15,0% Transportasi Lain Transportasi, Gudang & Industri Kertas dan 760,2 10,6% Komunikasi Percetakan 3.917,7 11,8% Industri Logam, Mesin & Transportasi, Gudang & 684,1 9,5% Elektronik Komunikasi 3.550,8 10,7% Industri Kimia dan Farmasi 545,0 7,6% Listrik, Gas dan Air 3.021,1 9,1% Lain lain 4.237,2 59,1% Lain lain ,1 37,6% T o t a l 7.172,5 100,0% Total ,0 100,0% Sumber: BKPM, diolah 55

66 Realisasi Per Lokasi Berdasarkan lokasinya pada triwulan II tahun 2013, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara serta Papua merupakan tiga lokasi dengan pertumbuhan realisasi PMDN yang besar. Hanya Sulawesi yang mengalami pertumbuhan negatif. Secara sumbangannya, lokasi Jawa, Sumatera dan Kalimantan merupakan tiga lokasi dengan sumbangan terbesar. Maluku, Bali dan Nusa Tenggara meski pertumbuhannya tertinggi, tetapi secara sumbangan terhadap total realisasi kurang dari 1 persen. Tabel 38. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun2013 Berdasar Lokasi (Rp Miliar) TAHUN Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,9 15, , ,6 0,0 0, , , ,6 29, , ,5 0,0 294, , , ,5 50, , ,4 0,0 41, , , , , , ,6 0,0 229, , , ,3 356, , ,6 13, , , , , , , ,0 323,9 100, ,0 Q , ,7 16, , ,3 3,4 30, ,5 S , ,2 313, , ,0 3,4 81, ,4 Q , , , , ,5 279,7 180, ,0 S , , , , ,5 362,1 236, ,5 Pertumbuhan S (YoY) Pertumbuhan Q (YoY) Pertumbuhan Q (QtQ) 35,0% 50,2% 680,9% 66,0% -39,3% 10600,3% 191,8% 49,8% 50,2% 44,6% 14594,0% 95,5% -31,6% 8166,4% 488,0% 59,5% 70,6% 21,5% 4697,8% -37,8% 106,5% 239,6% 216,2% 20,5% Kontribusi 20,8% 49,5% 7,2% 17,2% 3,9% 0,8% 0,5% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA, dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya, total pertumbuhan triwulan II tahun 2013 sebesar 15,0 persen dengan pertumbuhan terbesar di Maluku dan Jawa sedangkan lokasi lainnya yaitu Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua mengalami pertumbuhan negatif atau realisasi investasi triwulan II tahun 2013 jauh lebih rendah dari triwulan II tahun Namun demikian, jika dilihat dari sisi sumbangannya, Jawa serta Kalimantan adalah yang terbesar. Sumatera dan Papua meski realisasi lebih rendah dari periode yang sama tahun 2012, tetapi secara sumbangan memberi kontribusi sebesar 9,2 dan 7,5 persen. 56

67 TAHUN Tabel 39. Pertumbuhan dan Kontribusi Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2013 Berdasar Lokasi (USD Juta) Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara LOKASI Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL , ,5 56,7 300,6 79,6 0,0 2, , , ,8 95,5 115,2 65,4 0,0 18, , , ,6 233,8 284,4 141,6 5,9 2, , , ,8 502, ,4 859,1 248,9 346, , , ,8 952, ,7 715,3 141, , , , , , , ,1 98, , ,9 Q , ,6 171,6 891,2 208,4 18,7 681, ,0 S , ,1 703, ,7 653,4 48,7 719, ,3 Q , ,0 109,9 805,9 189,6 83,1 539, ,5 S , ,4 334, ,2 909,5 146, , ,8 Pertumbuhan S (YoY) Pertumbuhan Q (YoY) Pertumbuhan Q (QtQ) -2,9% 28,6% -52,4% -17,5% 39,2% 201,8% 91,4% 18,8% -21,5% 39,5% -36,0% -9,6% -9,0% 345,2% -20,8% 15,0% -39,9% 26,7% -51,1% 138,3% -73,7% 30,4% -35,6% 1,8% Share 9,2% 66,7% 1,5% 11,2% 2,6% 1,2% 7,5% 100,0% Sumber: BKPM, diolah Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan II tahun 2013 untuk PMDN, terdapat dua lokasi yang diminati berada di pulau Kalimantan yaitu di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, satu lokasi di Sumatera, yaitu Riau dan dua lokasi di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan Banten. Realisasi investasi di Jawa Timur merupakan realisasi terbesar untuk PMDN. Tabel 40. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2013 PMA PMDN Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Miliar % Thd Total Jawa Barat 1.653,9 23,1% Jawa Timur ,2 31,7% Banten 1.264,0 17,6% Kalimantan Timur 3.280,7 9,9% DKI Jakarta 960,7 13,4% Banten 2.301,8 6,9% Jawa Timur 812,6 11,3% Riau 1.985,8 6,0% Papua 514,4 7,2% Kalimantan Selatan 1.686,8 5,1% Gabung Lainnya 1.966,9 27,4% Gabung Lainnya ,8 40,4% Total 7.172,5 100,0% Total ,0 100,0% Sumber: BKPM, diolah Untuk PMA, dari lima lokasi dengan realisasi investasi paling besar, empat diantaranya masih tetap berada di pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Satu dari lima besar tersebut lokasinya adalah Papua dengan persentase 7,2 persen. Realisasi per Negara Realisasi investasi PMA dilihat dari negara asal PMA untuk triwulan II tahun 2013, lima negara besar asal investasi PMA adalah: 1) Singapura, dengan nilai USD 1.364,2 juta 57

68 atau 19 persen dari total realisasi investasi PMA; 2) Jepang dengan nilai USD 1.154,6 juta (16,1 persen); 3) Amerika Serikat, Korea Selatan dan Mauritius. Negara Jepang, Singapura, Amerika Serikat dan Korea Selatan selama 1 semester tahun 2013 merupakan negara-negara yang masuk dalam lima besar negara asal realisasi PMA. Tabel 41. Sepuluh Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2013 Negara Q S Investasi (USD Juta) % Negara Investasi (USD Juta) Singapura 1.364,2 19% Jepang 2.306,3 16% Jepang 1.154,6 16% Singapura 1.980,1 14% Amerika Serika 467,2 7% Amerika Serikat 1.352,9 10% Korea Selatan 454,2 6% Korea Selatan 1.228,9 9% Mauritius 440,9 6% Inggris 656,7 5% Gabungan Negara lain 3.291,5 46% Gabungan Negara Lain 6.695,8 47% Total % Total ,7 100% Sumber: BKPM diolah % Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukakan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah: Tabel 42. Status Perjanjian Ekonomi Internasional No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 3 Comprehensive Economic Partnership for East Asia Proposed/Under consultation and (CEPEA/ASEAN+6) study 4 ASEAN-People's Republic of Cina Comprehensive Economic Signed and In Effect Cooperation Agreement 5 ASEAN- Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Signed and In Effect Agreement 6 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect 8 ASEAN-EU Free Trade Agreement Under Negotiation 9 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 10 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Joint Study Group 11 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study 12 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement Joint Study Group 13 United States-Indonesia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study 14 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference (FA) signed/fta Under Negotiation 15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed but not yet In Effect 16 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement 17 Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE - CEPA) Proposed/Under consultation and study The 3rd Round of Negotiations 58

69 No. PERJANJIAN EKONOMI STATUS 18 Indonesia - Australia CEPA (IA-CEPA = Indonesia-Australia The 1st round of negotiation Comprehensive Economic Partnership Agreement) 19 Indonesia - India CECA (II-CECA = Indonesia-India Comprehensive Launching of negotiation Economic Cooperation Agreement) 20 Indonesia - Pakistan PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 6th round of negotiation 21 Indonesia - Iran PTA (PTA = Preferential Trade Agreement) The 1st round of negotiation 22 Indonesia-Turki Free Trade Agreement Joint Study Group 23 Indonesia - Tunisia JSG Ongoing Joint Study Group 24 Indonesia - Mesir Establishment of JSG Joint Study Group Sumber: aric database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Cina FTA Neraca perdagangan ASEAN-5 dengan Cina selama triwulan II tahun 2013 mengalami defisit sebesar USD ,9 juta. Defisit ini dikontribusikan oleh 3 (tiga) negara, yaitu Indonesia, Singapura dan Philipina yang mengalami defisit perdagangan dengan Cina masing-masing sebesar USD ,1 juta, USD ,0 juta dan USD -652,6 juta. Sementara itu, negara lainnya (Malaysia dan Thailand) mengalami surplus perdagangan dengan Cina secara berurutan sebesar USD 2.828,6 juta dan USD 1.272,2 juta. Ekspor ASEAN Ke Cina Nilai ekspor ASEAN-5 ke Cina pada triwulan II tahun 2013 mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,3 persen (QtQ). Namun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun 2012 (YoY), nilai ekspor ASEAN-5 ke Cina mengalami penurunan sebesar -1,4 persen. Indonesia, Thailand dan Philipina memberikan kontirbusi terhadap penurunan nilai ekspor ASEAN-5 ini, dimana masing-masing juga mengalami penurunan nilai ekspor ke Cina sebesar -11,5 persen, -3,9 persen dan -4,8 persen. Hanya Malaysia dan Singapura yang mengalami pertumbuhan positif (YoY), yaitu sebesar 4,7 persen dan 4,9 persen. Tabel 43. Ekspor ASEAN ke Cina Nilai Ekspor ASEAN ke Cina (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q ASEAN (5) , ,3 1,3% -1,4% 9,0% Indonesia 7.883, ,6-3,8% -11,5% 1,6% Animal or Vegetable Fats Oils 752,8 585,9-22,2% -30,4% 0,1% Mineral Products 4.787, ,3-7,3% -11,9% 0,9% Plastics, Rubber and Articles 474,1 591,0 24,7% -9,4% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 401,9 425,2 5,8% -14,7% 0,1% Malaysia , ,9 2,0% 4,7% 3,0% Animal or Vegetable Fats Oils 729,6 770,5 5,6% -16,3% 0,2% Mineral Products 1.526, ,9-9,8% 4,8% 0,3% 59

70 Nilai Ekspor ASEAN ke Cina (juta USD) Pertumbuhan Proporsi* Q Q Q (QtQ) Q (YoY) Q Plastics, Rubber and Articles 989, ,6 8,2% -11,5% 0,2% Machinery, Electrical Equipment 9.430, ,7 1,7% 7,7% 2,0% Singapura 7.278, ,0 0,0% 4,9% 1,5% Mineral Products 1.465, ,3-7,3% -11,8% 0,3% Products of Chemcial or Allied 950,1 976,4 2,8% 14,0% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 735,0 769,1 4,6% 14,0% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 3.049, ,6 10,7% 3,1% 0,7% Thailand 9.357, ,6-0,9% -3,9% 1,9% Animal or Vegetable Product 861,5 943,2 9,5% 45,0% 0,2% Products of Chemcial or Allied 924,9 858,3-7,2% 17,0% 0,2% Plastics, Rubber and Articles 2.639, ,4-9,4% 9,7% 0,5% Machiney, Electrical Equipment 3.588, ,8-3,0% -19,1% 0,7% Philipina 3.917, ,2 17,2% -4,8% 1,0% Mineral Products 325,3 648,4 99,3% -9,0% 0,1% Plastics, Rubber and Articles 80,9 94,8 17,1% 50,4% 0,0% Base Metals and Articles 166,5 268,0 61,0% 437,8% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 3.009, ,3 5,1% -13,4% 0,7% Sumber: Statistik Cina, CEIC Keterangan (*): terhadap total impor Cina Impor ASEAN Dari Cina Impor ASEAN-5 dari Cina pada triwulan II tahun 2013 adalah sebesar USD ,2 juta atau meningkat sebesar 14,9 persen (QtQ) dan 12,4 persen (YoY). Seluruh negara dalam ASEAN-5 secara merata mengalami kenaikan nilai impor dari Cina. Dibandingkan dengan triwulan II tahun 2012 (YoY), impor dari Cina ke Indonesia meningkat sebesar 10,7 persen, ke Malaysia sebesar 20,1 persen, ke Singapura sebesar 12,5 persen, ke Thailand sebesar 0,1 persen dan ke Philipina sebesar 21,1 persen. Tabel 44. Impor Asean dari Cina Nilai Impor ASEAN dari Cina (juta USD) Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Proporsi* Q ASEAN (5) , ,2 14,9% 12,4% 8,6% Indonesia 8.239, ,7 23,3% 10,7% 1,9% Mineral Products 744,8 799,1 7,3% 53,6% 0,1% Textiles and Textile Articles 1.018, ,1 20,8% -2,3% 0,2% Base Metals and Articles 902, ,6 17,8% 11,9% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.640, ,5 26,7% 10,1% 0,6% 60

71 Nilai Impor ASEAN dari Cina (juta USD) Q Q Pertumbuhan Q (QtQ) Q (YoY) Proporsi* Q Malaysia , ,3 11,1% 20,1% 2,1% Textiles and Textile Articles 1.307, ,3 10,3% 27,7% 0,3% Base Metals and Articles 1.441, ,4-3,2% 23,8% 0,3% Machiney, Electrical Equipment 3.037, ,0 21,9% 21,1% 0,7% Optical, Photographic, Muscial Instruments 472,2 675,5 43,1% 3,7% 0,1% Singapura , ,0 10,5% 12,5% 2,1% Mineral Products 971,2 840,4-13,5% 173,8% 0,2% Base Metals and Articles 952, ,3 14,8% -4,6% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 4.213, ,7 7,1% 2,4% 0,8% Vehicles, Aircraft, Vessels & Transport 1.331, ,4 17,3% 3,3% 0,3% Thailand 7.384, ,4 8,4% 0,1% 1,5% Products of Chemcial or Allied Industries 668,9 722,5 8,0% 0,6% 0,1% Textiles and Textile Articles 526,8 602,3 14,3% 15,9% 0,1% Base Metals and Articles 1.038,4 988,4-4,8% -5,4% 0,2% Machiney, Electrical Equipment 2.914, ,1 7,1% -6,9% 0,6% Philipina 4.015, ,8 30,6% 21,1% 1,0% Products of Chemcial or Allied Industries 263,7 324,3 23,0% 27,6% 0,1% Textiles and Textile Articles 605,9 920,9 52,0% 38,1% 0,2% Base Metals and Articles 601,7 704,0 17,0% 28,1% 0,1% Machiney, Electrical Equipment 1.008, ,2 23,8% 10,2% 0,2% Sumber: Statistik Cina, CEIC Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA Ekspor Impor Indonesia- ASEAN Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada bulan Mei tahun 2013 adalah sebesar USD 3.494,8 juta, lebih tinggi daripada bulan April tahun Secara akumulasi, total nilai ekspor Indonesia-ASEAN mencapai USD ,8 juta atau 1,3 persen lebih besar daripada periode yang sama di tahun Pertumbuhan ekspor Indonesia tertinggi adalah ke negara Brunei dan Myanmar dengan pertumbuhan sebesar 87,4 persen dan 82,6 persen. Sedangkan nilai impor Indonesia dari ASEAN pada bulan Mei 2013 adalah sebesar USD 4.692,7 juta dan sepanjang Januari-Mei tahun 2013 adalah sebesar USD ,5 juta. Nilai impor Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspornya membuat neraca perdagangan Indonesia-ASEAN sepanjang Januari-Mei 2013 mengalami defisit sebesar USD ,7 juta dengan defisit terbesar terjadi pada perdagangan antara Indonesia dengan Singapura, yaitu sebesar USD ,2 juta. 61

72 Tabel 45. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN Nilai (juta USD) Pertumbuhan Proporsi Jan-Mei Jan-Mei 2013/ Jan- Apr-13 Mei-13 Jan-Mei Mei 2012 Total Ekspor , , ,8 1,3% 100,0% Thailand 2.674,0 561,0 536,1-2,1% 15,5% Singapore 7.089, , ,0 2,8% 41,2% Philippines 1.566,4 282,7 312,5 6,9% 9,1% Malaysia 4.445,7 813,0 957,6-4,9% 25,8% Myanmar 284,6 34,4 63,6 82,6% 1,7% Cambodia 127,2 24,0 26,8 6,2% 0,7% Brunei 71,1 6,8 8,5 87,4% 0,4% Laos 2,0 0,4 0,5-88,8% 0,0% Vietnam 957,1 236,1 195,2 7,4% 5,6% Total Impor , , ,7-0,5% 100,0% Thailand 4.900, , ,0 2,6% 21,8% Singapore , , ,5-5,2% 47,3% Philippines 341,7 62,0 64,4-3,3% 1,5% Malaysia 5.227, , ,5 9,0% 23,2% Myanmar 35,3 12,6 11,9-6,4% 0,2% Cambodia 4,8 2,1 0,7 59,9% 0,0% Brunei 267,1 129,2 0,1-6,3% 1,2% Laos 3,1 1,2 0,0 14,5% 0,0% Vietnam 1.089,8 214,4 217,6-4,7% 4,8% Sumber: BPS, diolah Perdagangan Antar Negara ASEAN Perdagangan antar negara ASEAN cenderung meningkat di tahun 2011, yaitu dengan total ekspor meningkat sebesar 16,2 persen dan impor meningkat sebesar 12,8 persen. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN terbesar dialami oleh Indonesia yang tumbuh hingga 26,2 persen, diikuti oleh Thailand yang tumbuh 22,5 persen. Proporsi ekspor terbesar dialami oleh Singapura sebesar 42,0 persen, diikuti oleh Malaysia (18,5 persen), Thailand (17,9 persen) dan Indonesia (13,9 persen). Sedangkan pertumbuhan impor terbesar berturut-turut dialami oleh Kamboja (32,8 persen), Indonesia (31,3 persen) dan Thailand (21,7 persen). Sementara itu Singapura, Thailand dan Malaysia mendapatkan surplus perdagangan paling positif dengan ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD 49,4 miliar; USD 17,4 miliar; dan USD 4,0 miliar. Tabel 46. Perdagangan Antar Negara ASEAN Tahun Share Ekspor ke ASEAN Share IMPOR dari ASEAN NERACA (Juta USD) Indonesia 12,7% 12,8% 13,9% 16,40% 17,3% 20,1% (2.936) (5.565) (9.010) Kamboja 0,3% 0,3% 0,3% 0,9% 0,7% 0,9% (809) (981) (1.401) Malaysia 20,8% 19,3% 18,5% 18,3% 19,8% 20,5% Filipina 3,0% 4,4% 2,8% 6,90% 7,3% 5,9% (5.828) (4.889) (6.405) Singapura 41,9% 40,8% 42,0% 34,80% 33,2% 30,8% Thailand 16,7% 17,0% 17,9% 14,60% 13,5% 14,5% Vietnam* 4,6% 4,0% 8,20% 7,3% (4.954) (6.043) Sumber: UNCOMTRADE 62

73 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN Inflasi tahunan Indonesia pada periode April-Juni 2013 masing-masing sebesar 5,57 persen, 5,47 persen, dan 5,90 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada triwulan II tahun 2013 sebesar Rp per Dollar AS. Rata-rata IHSG pada triwulan II tahun 2013 sebesar 4.973,86. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 18,68 persen dan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang semakin menurun yakni sebesar 1,95 persen. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama triwulan II tahun 2013 mencapai sekitar Rp 18,103 triliun. 63

74 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Perkembangan Moneter Global Perekonomian Amerika Serikat tercatat mengalami perbaikan hingga akhir Juni Harga perumahan meningkat sebesar 2,5 persen dalam satu bulan. Indeks kepercayaan konsumen dari lembaga riset swasta Conference Board naik dari 74,3 pada bulan Mei menjadi 81,4. Sementara itu, Gubernur The Federal Reserve (The Fed), Ben Bernanke, menyatakan akan segera meneruskan program pembelian surat utang pemerintah AS (Quantitative Easing-QE). Hal ini cukup meredakan kepanikan yang terjadi di pasar. Pada bulan Mei 2013 penjualan ritel AS naik 0,6 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini merupakan sinyal positif bagi belanja konsumen dan bagi perekonomian yang juga didorong oleh lonjakan penjualan otomotif. Standard & Poor's juga meningkatkan prospek surat utang AS dari negatif ke stabil sehingga memberikan sentimen positif ke pasar. Pada bulan Juni 2013 ekonomi Amerika Serikat menyerap pekerja, jauh lebih tinggi daripada perkiraan awal sebesar pekerja. Toko eceran, bisnis profesional, tenaga kesehatan, dan sektor pariwisata adalah lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sedangkan sektor manufaktur menjadi sektor yang paling banyak mengurangi tenaga kerja. Bertambahnya lapangan pekerjaan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Hal tersebut mengindikasikan pemulihan ekonomi AS dan dapat menjadi petunjuk bagi The Fed untuk mengevaluasi kembali pemberian stimulus moneter ke depan. Namun The Fed menyatakan bahwa kebijakan quantitative easing akan terus berlanjut sampai perekonomian AS benar-benar pulih yang diindikasikan oleh penurunan tingkat pengangguran dan peningkatan inflasi. Bank sentral Eropa (The European Central Bank/ECB) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada bulan Juni ECB menyatakan suku bunga untuk pembayaran utang (refinancing) negara tetap pada level 0,5 persen. ECB juga mempertahankan suku bunga acuan untuk simpanan dan pinjaman komersial masing-masing sebesar nol persen dan satu persen. Kebijakan suku bunga yang rendah tersebut diambil untuk mendukung perbaikan perekonomian Kawasan Euro. Data pemerintah Jepang menunjukkan bahwa produksi industri Jepang meningkat lebih dari perkiraan analis. Kementerian Perdagangan Jepang menyatakan bahwa output industri meningkat sebesar dua persen. Cina yang merupakan perekonomian terbesar kedua dunia mengalami penyusutan perdagangan. Pada bulan Mei 2013 jumlah ekspor hanya naik 1 persen dan impor turun 0,3 persen, jauh di bawah ratarata pertumbuhan bulanan. Data Purchasing Managers Index (PMI) Cina yang dirilis HSBC pada bulan Juni 2013 berada pada level 48,2, turun dari bulan Mei 49,2 dan sekaligus berada pada posisi terendah sejak September Sementara itu data resmi yang dirilis oleh pemerintah Cina menunjukkan bahwa PMI bulan Juni 2013 adalah 50,1, turun dari bulan sebelumnya yang berada di level 50,8. Indeks tersebut menjadi indikator atas aktifitas manufaktur Cina, serta bisa menjadi tolok ukur kesehatan ekonomi negara tersebut. Anjloknya pesanan serta naiknya stok dan 64

75 cadangan telah memberikan tekanan bagi pelaku industri Cina. Di sisi lain, ketatnya likuiditas di pasar uang antar bank selama lebih dari dua pekan menyebabkan pelaku industri berskala kecil kesulitan memperoleh pendanaan. Perkembangan Moneter Domestik Bank Indonesia (BI) mencatat nilai cadangan devisa Indonesia hingga akhir bulan Juni 2013 sebesar 98,1 miliar Dollar AS dan nilai cadangan devisa Indonesia hingga akhir Maret 2013 adalah sebesar 104,8 miliar dollar AS. Jika dibandingkan nilainya dengan akhir Maret 2013, maka cadangan devisa RI hingga akhir bulan Juni 2013 berkurang sebesar 6,7 miliar Dollar AS. Nilai tersebut dinilai cukup untuk membiayai 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Penurunan ini terjadi karena Bank Indonesia (BI) harus mengeluarkan biaya moneter untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah. Gejolak nilai tukar Rupiah telah memaksa BI untuk melakukan intervensi. BI mencatat dana asing yang keluar (capital outflow) dari Indonesia sebesar 4,1 miliar Dollar AS atau sekitar Rp 40,1 triliun pada bulan Juni Pada tanggal 21 Juni 2013 pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi sebesar Rp untuk premium dan Rp untuk solar per liter. Kenaikan harga BBM tesebut dilakukan untuk mengurangi beban subsidi BBM terhadap APBN. Untuk mengantisipasi dampak negatif kenaikan harga BBM, Panitia Kerja Belanja Pusat Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah menyepakati dana program percepatan dan perlindungan sosial sebesar Rp12,6 triliun. Bantuan langsung masyarakat disetujui sebesar Rp 9,3 triliun, dan infrastruktur dasar sebesar Rp 6 triliun. Total dana kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 27,9 triliun. Program perlindungan sosial terdiri dari program bantuan siswa miskin Rp7,5 triliun, program keluarga harapan Rp 700 miliar, subsidi pangan atau beras untuk rakyat miskin Rp4,3 triliun. Bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) akan diberikan selama 4 bulan untuk 15,5 juta orang miskin sebesar Rp /bulan. Data yang dirilis HSBC menunjukkan bahwa PMI Indonesia turun menjadi 51,0 pada bulan Juni dari 51,6 pada bulan Mei Penurunan tersebut dikarenakan industri manufaktur Indonesia ikut terhambat oleh pelemahan permintaan global. Indikasi The Fed untuk tapering off atau mempercepat penghentian quantitative easing merupakan salah satu indikasi membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS). Di satu sisi, perekonomian negara-negara yang memiliki hubungan langsung dengan AS akan ikut membaik, utamanya dari sisi ekspor, seperti Cina dan India. Perekonomian AS yang membaik tersebut tentunya mendorong kinerja ekspor Indonesia mengingat Cina dan India merupakan mitra dagang Indonesia. Dengan membaiknya kinerja ekspor Indonesia, maka akan berpengaruh positif dengan mengurangi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan semakin membaik setelah melalui triwulan II tahun Disisi lain penghentian QE melalui penjualan surat utang Pemrintah AS akan menurunkan liquiditas global serta mendorong investment global mengalihkan dana investasinya terutama 65

76 investasi portofolio yang berjangka pendek (hot money) dan negara-negara emerging market (termasuk Indonesia) kepada aset-aset yang beredominasi USD sebagai safe haven. Hal ini tentu saja akan memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah sehingga perlu diantisipasi sejak dini. Inflasi Inflasi Global Pada triwulan kedua tahun 2013, pergerakan inflasi global cukup variatif (Lampiran 1). Inflasi di Brazil, Kawasan Euro, Amerika Serikat, dan Inggris cenderung meningkat selama periode April-Juni Sedangkan Thailand memiliki kecenderungan penurunan inflasi pada triwulan kedua tahun Meski telah menurun dibandingkan dengan triwulan pertama 2013, pada bulan April-Juni 2013 India kembali memiliki tingkat inflasi tertinggi dibanding negaranegara lain, yakni sebesar 10,24 persen, 10,68 persen, dan 10,68 persen. Sedangkan Jepang merupakan satu-satunya negara yang mengalami deflasi, yakni sebesar 0,70 persen, 0,30 persen, dan 0,30 persen pada bulan April-Juni Untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Jepang, mengakhiri deflasi Jepang yang sudah berlangsung selama 15 tahun, dan mencapai target inflasi sebesar 2 persen, Bank of Japan (BoJ) terus menggelontorkan stimulus moneter dan membeli surat utang pemerintah AS. Usaha tersebut cukup berhasil memperkecil angka deflasi Jepang. Inflasi Domestik Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan April-Juni 2013 masing-masing sebesar 5,57 persen, 5,47 persen, dan 5,90 persen (Lampiran 2). Pada periode yang sama inflasi bulanan (MtM) Indonesia masing-masing sebesar -0,10 persen, -0,03 persen, dan 1,03 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender Indonesia pada triwulan kedua 2013 sebesar 2,32 persen; 2,30 persen, dan 3,35 persen. Inflasi pada bulan Juni 2013 meningkat terutama karena adanya kenaikan harga BBM bersubsidi yang berdampak terhadap peningkatan indeks pada kelompok pengeluaran transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, kelompok bahan makanan, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Pada triwulan kedua 2013, secara tahunan terjadi kecenderungan penurunan angka inflasi inti dan inflasi harga bergejolak, sedangkan angka inflasi diatur pemerintah cenderung meningkat seiring dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Secara tahunan pada bulan Juni 2013 terjadi inflasi inti sebesar 3,98 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan April dan Mei 2013 sebesar 4,12 persen dan 3,99 persen. Penurunan angka inflasi inti dipengaruhi oleh terjaganya faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditas internasional, dan inflasi mitra dagang), dan ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen. Secara tahunan komponen inflasi harga bergejolak pada bulan April-Juni 2013 masing-masing sebesar 13,03 persen, 12,06 66

77 persen, dan 11,46 persen. Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah pada bulan April-Juni 2013 masing-masing sebesar 2,72 persen, 3,62 persen, dan 6,70 persen secara tahunan. Lonjakan inflasi pada bulan Juni 2013 diakibatkan oleh kenaikan harga BBM paska diberlakukannya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi harga BBM pada tanggal 21 Juni Secara bulanan pada bulan Juni 2013 terjadi inflasi inti sebesar 0,32 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi inti pada bulan April dan Mei 2013 sebesar 0,14 persen dan 0,06 persen. Sementara itu, komponen harga bergejolak dan diatur pemerintah pada bulan Juni 2013 mengalami inflasi sebesar 1,18 persen dan 3,24 persen secara bulanan. Berdasarkan kelompok pengeluaran, pada bulan Juni 2013 kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi terbesar, yakni sebesar 10,70 persen, 5,79 persen, dan 5,48 persen secara tahunan serta 1,17 persen, 0,67 persen, dan 3,80 persen secara bulanan. Lonjakan inflasi pada kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Secara umum inflasi tahunan 66 kota di Indonesia cukup bervariasi pada bulan April-Juni2013, sedangkan inflasi bulanan 66 kota di Indonesia pada bulan Juni 2013 cenderung lebih tinggi dibanding inflasi bulanan pada bulan April dan Mei Dari 66 kota di Indonesia, pada bulan Juni 2013,secara tahunan seluruh 66 kota mengalami inflasi, sedangkan secara bulanan 65 kota mengalami inflasi dan 1 kota mengalami deflasi. Secara tahunan inflasi bulan Juni 2013 di Tarakan merupakan yang terbesar di antara kota-kota lainnya, yakni sebesar 9,80 persen. Sedangkan Ambon mengalami inflasi tahunan terkecil pada bulan Juni 2013, yakni sebesar 1,70 persen. Secara bulanan inflasi bulan Juni 2013 di Sibolga merupakan yang terbesar di antara kota-kota lainnya, yakni sebesar 1,96 persen. Sedangkan satu-satunya kota yang mengalami deflasi bulanan adalah Ambon, yakni sebesar 0,15 persen. Nilai Tukar Mata Uang Dunia Dengan melihat nilainya pada akhir bulan, selama triwulan kedua tahun 2013 secara bulanan (MtM) nilai tukar mata uang Rusia dan Thailand mengalami tren depresiasi terhadap US dollar, sedangkan pergerakan nilai tukar mata uang negara-negara lainnya terhadap US dollar cenderung variatif (Lampiran 3). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), Cina menjadi satu-satunya negara yang mata uangnya mengalami tren apresiasi terhadap US dollar. Negara yang mata uangnya mengalami tren depresiasi terhadap US dollar antara lain Rusia, Singapura, Kawasan Eropa, Inggris, dan Jepang. Sedangkan nilai tukar mata uang negara-negara lain bergerak variatif terhadap US dollar selama bulan April-Juni Secara tahunan (YoY), pada triwulan kedua tahun 2013 nilai tukar mata uang Indonesia, Brazil, India, Kawasan Euro, dan Jepang terdepresiasi terhadap US dollar. Nilai tukar mata uang Cina dan Thailand terapresiasi terhadap US dollar. Sedangkan nilai tukar mata uang negara-negara lain bergerak variatif terhadap US dollar. Secara umum nilai tukar US dollar mengalami apresiasi secara bulanan pada akhir Juni Seiring dengan adanya indikasi kemungkinan The Fed melakukan 67

78 pengurangan (tapering down) program QE sehingga para investor global mengalihkan investasinya kepada aset-aset yang berdenominasi USD sebagai save haven yang pada gilirannya menekan nilai tukar mata uang berbagai negara lainnya. Secara bulanan nilai tukar Rupee India, Real Brazil,dan Rubel Rusia mengalami pelemahan terbesar terhadap US dollar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 5,11 persen, 4,23 persen, dan 3,02 persen. Sedangkan nilai tukar Yen, Euro, dan Poundsterling secara bulanan mengalami penguatan terhadap US dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lainnya, yakni sebesar 1,30 persen, 0,09 persen, dan 0,08 persen. Secara tahunan, pelemahan nilai tukar Yen terhadap US dollar pada akhir Juni 2013 merupakan yang terbesar dibanding mata uang lainnya, yakni sebesar 24,25 persen, diikuti Real Brazil dan Rupee sebesar 11,06 persen dan 6,74 persen. Sedangkan nilai tukar Yuan, Euro, Baht, dan Ringgit secara tahunan mengalami penguatan terhadap US dollar di tengah pelemahan nilai tukar mata uang lain, yakni sebesar 3,41 persen, 2,68 persen, 1,62 persen, dan 0,53 persen. Penguatan US dollar yang dipicu oleh perbaikan data ketenagakerjaan AS mengindikasikan pemulihan ekonomi AS sehingga menimbulkan ekspektasi meningkatnya ekspor Asia. Di sisi lain ekspektasi tersebut dapat menopang nilai tukar mata uang Asia. Pelemahan Yen terhadap US dollar merupakan hasil dari stimulus moneter BoJ untuk mendevaluasi nilai tukar Yen. Nilai tukar Yen bahkan telah melampaui target BoJ sebesar 100 Yen per Dollar AS. Sedangkan penguatan Euro menunjukkan bahwa perbaikan ekonomi Kawasan Euro terus berlanjut. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan kedua tahun 2013 sebesar Rp per Dollar US dollar, melemah sebesar 1,60 persen dibandingkan rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada triwulan pertama tahun 2013 (QtQ). Nilai tukar Rupiah terhadap US dollar pada akhir bulan Juni 2013 mencapai Rp per US dollar. Secara bulanan, dibandingkan dengan nilainya pada awal tahun 2013, dan secara tahunan nilai tukar Rupiah melemah sebesar 1,29 persen, 2,13 persen, dan 6,05 persen. Pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut dipicu oleh tingginya inflasi dan besarnya defisit neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Penurunan harga komoditas dunia membuat ekspor menurun sementara impor semakin meningkat sehingga permintaan akan US dollar meningkat. Selain itu, aliran modal keluar dari investasi portofolio di pasar modal juga turut menekan nilai tukar Rupiah terhadap USD. Indeks Harga Saham Dilihat dari posisi akhir bulan, Malaysia merupakan satu satunya negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan secara bulanan (MtM) selama triwulan kedua tahun 2013 karena didukung penguatan saham berbasis CPO. Adapun negara Brazil dan Rusia merupakan negara-negara yang mengalami tren pelemahan. Sedangkan negara-negara lainnya mengalami tren fluktuatif (Lampiran 4). Dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), negara yang bursa sahamnya mengalami tren penguatan adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, AS, dan Jepang karena penguatan saham-saham produsen bahan baku yang terdapat di 68

79 negara-negara tersebut. Negara yang mengalami tren pelemahan antara lain Brazil dan Rusia, sedangkan bursa saham negara-negara lain bergerak variatif selama bulan April-Juni Pada akhir Juni 2013, secara bulanan hanya indeks KLCI yang mengalami peningkatan. Sedangkan kontraksi Indeks SSEA, BVSP, dan Hang Seng secara bulanan merupakan yang terbesar dibanding indeks saham lainnya, yakni sebesar - 13,97 persen, -11,15 persen, dan -7,10 persen seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina. Secara tahunan (YoY), pada akhir Juni 2013 peningkatan Indeks Nikkei 225, SETI, dan IHSG merupakan yang terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar 51,86 persen, 23,87 persen dan 21,83 persen. Sedangkan Indeks BVSP dan SSEA secara tahunan mengalami kontraksi terbesar dibandingkan indeks saham lainnya, yakni sebesar -12,42 persen dan -11,06 persen. Adapun peningkatan indeks Nikkei 225 yang cukup besar didorong oleh pelemahan yen terhadap US dolar, data ekonomi Jepang yang lebih baik dari ekspektasi, dan kemenangan partai yang berkuasa dalam pemilihan di Tokyo. Jika pasar saham Jepang mengalami peningkatan selama triwulan kedua tahun 2013, maka secara tahunan (YoY), Brazil menjadi satu-satunya negara yang bursa sahamnya mengalami tren negatif selama triwulan kedua tahun Pada tanggal 30 Juni 2013, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level ,60 dan 1.606,28. Jika dibandingkan terhadap awal tahun (YtD) dan tahunan (YoY), terlihat bahwa bursa saham Wall Street memiliki tren positif selama triwulan kedua tahun Hal tersebut dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi AS. Data tenaga kerja AS yang membaik memberikan sentimen positif bagi bursa saham Wall Street. Rata-rata IHSG pada triwulan kedua tahun 2013 sebesar 4.973,86. Nilai rata-rata IHSG tersebut bernilai lebih tinggi dibandingkan triwulan pertama tahun Jika dibandingkan dengan awal tahun (YtD) dan dilihat secara tahunan (YoY), indeks saham Indonesia mengalami penguatan, namun jika dilihat secara bulanan (MtM), indeks saham Indonesia melemah pada akhir Juni 2013 dengan level 4.818,90 dimana pada bulan sebelumnya tercatat menembus level 5.068,62. Pelemahan IHSG pada akhir bulan Juni tersebut dikarenakan adanya pelemahan mayoritas bursa saham global dan pergerakan bursa Asia yang juga melemah. Nilai IHSG juga terkontraksi akibat terkena sentimen negatif rendahnya nilai tukar Rupiah, tingginya inflasi, turunnya nilai cadangan devisa dalam lima bulan terakhir, dan aksi jual investor asing. Indeks Harga Komoditas Internasional Harga komoditas internasional bergerak secara variatif selama triwulan kedua tahun 2013 (Lampiran 5). Jika dilihat dari posisinya pada akhir bulan, secara 69

80 bulanan (MtM) pergerakan indeks emas dan perak merupakan komoditas yang memiliki tren negatif selama bulan April-Juni Hal tersebut karena harga emas mengalami penurunan di tengah spekulasi bahwa The Fed akan mengurangi stimulus ekonominya. Perbaikan ekonomi global juga menurunkan minat investor terhadap logam mulia sebagai safe haven asset. Jika kita membandingkan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), indeks harga beras dan kacang kedelai mengalami tren peningkatan dari bulan April-Juni Adapun indeks harga gula, gandum, emas, dan perak mengalami tren penurunan, sedangkan indeks harga komoditas lain mengalami pergerakan yang variatif selama triwulan kedua tahun Secara tahunan (YoY), selama bulan April-Juni 2013 hanya indeks gas alam yang mengalami tren positif. Indeks harga gula, emas, tembaga, dan perak mengalami tren negatif, sedangkan indeks harga komoditas lainnya bergerak variatif. Penguatan US dollar terhadap euro juga menjadi pemicu anjloknya harga emas. Penguatan dolar terjadi setelah Gubernur Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengumumkan adanya resiko penurunan pertumbuhan ekonomi di zona Uni Eropa. Selain itu, tertekannya harga emas dan perak terjadi karena meningkatnya imbal hasil obligasi AS menjadikan kondisi pasar emas dan perak menjadi kurang menguntungkan sehingga menurunkan minat pelaku pasar untuk melakukan pembelian logam mulia seperti emas dan perak. Pada akhir Juni 2013, secara bulanan indeks harga beras, kacang kedelai, dan minyak mentah mengalami peningkatan di tengah penurunan indeks harga komoditas lain, yaitu masing-masing sebesar 2,91 persen, 3,61 persen, dan 1,76 persen. Sedangkan indeks harga gas alam, emas, dan perak secara bulanan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -10,94 persen, -12,15 persen, dan - 12,64 persen. Secara tahunan, pada akhir Juni 2013 peningkatan indeks harga kacang kedelai, beras, dan minyak mentah merupakan yang terbesar dibanding indeks harga lainnya, yakni sebesar 6,72 persen, 8,07 persen, dan 11,82 persen. Secara tahunan harga minyak mentah (Brent) mengalami peningkatan harga terbesar dibandingkan komoditas internasional lainnya karena menguatnya perekonomian dunia yang diindikasikan dengan membaiknya perekonomian AS yang ditandai dengan peningkatan pasar perumahan dan penurunan angka pengangguran. Selain itu, CGES (Centre for Global Energy Studies) melaporkan pada bulan Juni 2013 bahwa harga minyak mentah meningkat karena terjadi penurunan pasokan minyak mentah dari negara-negara OPEC pada Mei 2013 akibat turunnya produksi minyak mentah dari Irak, Iran, Kuwait dan Libya. Adapun penyebab lainnya atas kenaikan harga minyak mentah (Brent) tersebut adalah karena jaringan pipa minyak dari Alberta, Kanada, ke Amerika Serikat sebagian ditutup akibat banjir. Sedangkan indeks harga perak, 70

81 gula, dan emas secara tahunan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -26,35 persen, -22,77 persen, dan -21,79 persen. Harga Bahan Pokok Nasional Selama periode April-Juni 2013, daging sapi, daging ayam kampung, mie instan, dan kacang hijau mengalami tren kenaikan harga secara bulanan (MtM). Kacang tanah mengalami tren negatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya bergerak secara variatif (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan posisinya pada awal tahun 2013 (YtD), selama bulan April-Juni 2013 harga minyak goreng dalam kemasan, daging sapi, daging ayam kampung, telur ayam kampung, kedelai impor, kedelai lokal, cabe merah keriting, cabe merah biasa, bawang merah, ikan teri asin, kacang hijau, kacang tanah, dan ketela pohon mengalami tren positif, harga susu kental manis mengalami tren negatif, sedangkan harga bahan pokok lainnya cukup variatif. Secara tahunan (YoY), selama triwulan kedua tahun 2013 bahan pokok nasional yang harganya memiliki tren negatif antara lain minyak goreng curah, telur ayam kampung, dan susu kental manis. Komoditas yang harganya bergerak secara variatif adalah gula pasir, sedangkan harga bahan pokok lainnya memiliki tren positif. Pada akhir Juni 2013, secara umum harga bahan pokok nasional mengalami peningkatan bulanan karena adanya anomali cuaca yang mengganggu pasokan atau produksi dan distribusi serta terkendalanya impor. Peningkatan harga telur ayam ras, daging ayam broiler, dan bawang merah secara bulanan merupakan yang terbesar dibanding komoditas lain, yakni masing-masing sebesar 12,3 6 persen, 10,55 persen, dan 6,89 persen. Sedangkan penurunan harga telur ayam ras dan kacang tanah secara bulanan mengalami penurunan terbesar, yakni sebesar -6,95 persen, dan -2,81 persen. Secara tahunan, pada akhir Juni 2013 harga bawang merah, minyak goreng kemasan, dan cabai merah biasa mengalami peningkatan yang terbesar dibanding harga komoditas lainnya, yakni sebesar 90,36 persen, 41,69 persen, dan 26,19 persen. Peningkatan harga bawang merah dan cabai merah biasa yang tinggi di pasar ini diakibatkan oleh berkurangnya pasokan karena musim penghujan. Terbatasnya kuota impor dan suplai dalam negeri memicu kenaikan harga yang menyumbang pada meningkatnya inflasi. Sedangkan harga minyak goreng curah, gula pasir, dan susu kental manis secara tahunan mengalami penurunan di tengah peningkatan harga komoditas lainnya, yakni sebesar -9,33 persen, -3,83 persen, -5,68 persen, dan -0,63 persen. Respon Kebijakan Moneter Sampai dengan akhir Juni 2013, suku bunga BI Rate telah ditingkatkan menjadi 6 persen. Suku bunga Deposit Facility atau Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) dan suku bunga Lending Facility masing-masing juga ditingkatkan menjadi 4,25 persen dan 6,75 persen. Namun selanjutnya, melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG), Bank Indonesia pada tanggal 11 Juli 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility naik 50 bps 71

82 menjadi 4,75 persen dan suku bunga Lending Facility tetap pada level 6,75 persen. Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat. BI juga memperkuat koordinasi bersama pemerintah untuk meminimalkan potensi tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) serta kebijakan impor hortikultura. BI bersama pemerintah berusaha menekan potensi inflasi jangka pendek harga pangan (volatile food) dan mengamankan pasokan dan distribusi barang. Dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya, BI terus menjaga kecukupan likuiditas di pasar valuta asing (valas) domestik. Penguatan operasi moneter juga dilakukan oleh BI melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang Rupiah dan valas. Langkah-langkah lanjutan pendalaman pasar keuangan antara lain dengan memperkuat mekanisme intervensi valas, mempublikasikan kurs referensi spot Rupiah/Dollar AS di pasar domestik, dan menerapkan Term Deposit (TD) valas. 72

83 LAMPIRAN 1. INFLASI GLOBAL 2. INFLASI DOMESTIK 3. NILAI TUKAR MATA UANG 4. INDEKS SAHAM 5. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 6. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL Lampiran 1: Inflasi Global Tabel 47. Tingkat Inflasi Global (YoY) Apr-13 Mei-13 Jun-13 Indonesia 5,57 5,47 5,90 BRIC Brazil 6,49 6,50 6,70 Russia 7,20 7,40 6,90 India 10,24 10,68 10,68 Cina 2,40 2,10 2,70 ASEAN-4 Singapura 1,50 1,60 1,60 Malaysia 1,70 1,80 1,80 Thailand 2,42 2,27 2,25 Negara Maju Kawasan Euro 1,20 1,40 1,60 AS 1,10 1,40 1,80 Inggris 2,40 2,70 2,90 Jepang -0,70-0,30-0,30 Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. 73

84 Lampiran 2: Inflasi Domestik Tabel 48.Tingkat Inflasi YoY Apr-13 Mei-13 Jun-13 Year-on-Year 5,57 5,47 5,90 Month-to-month -0,10-0,03 1,03 Tahun kalender 2,32 2,30 3,35 Sumber: BPS, diolah kembali. Tabel 49. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) Komponen YoY MtM Apr-13 Mei-13 Jun-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Inti 4,12 3,99 3,98 0,14 0,06 0,32 Bergejolak 13,03 12,06 11,46-0,96-1,10 1,18 Diatur pemerintah 2,72 3,62 6,70 0,14 0,96 3,24 Sumber: BPS, diolah kembali Tabel 50. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) Komponen UMUM (headline) Inti Bergejolak Diatur Pemerintah Sumber: BPS, diolah kembali Apr-13 Mei-13 Jun-13-0,10-0,03 1,03 0,07 0,02 0,19-0,20-0,22 0,27 0,03 0,17 0,57 Tabel 51. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) Kelompok Pengeluaran YoY MtM Apr-13 Mei-13 Jun-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 UMUM (headline) 5,57 5,47 5,90-0,10-0,03 1,03 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 1,67 1,64 5,48 0,10 0,05 3,80 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 4,37 4,41 4,34 0,15 0,06 0,04 Kesehatan 3,19 3,24 3,26 0,22 0,23 0,23 Sandang 1,56 0,54-0,14-1,13-1,22-0,29 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 4,12 4,71 4,55 0,41 0,75 0,21 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 5,65 5,60 5,79 0,30 0,35 0,67 Bahan Makanan 11,91 11,14 10,70-0,80-0,83 1,17 Sumber: BPS, diolah kembali 74

85 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 15. Inflasi YoY 66 Kota Januari Maret 2013 Sumber: BPS, diolah kembali. 75

86 Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) Gambar 16. Inflasi MtM 66 Kota Januari Maret Sumber: BPS, diolah kembali. 76

87 Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang Tabel 52. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Negara Apr-13 Mei-13 Jun-13 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan QtQ Indonesia ,01% -0,62% 6,07% 9.877,00 1,47% 0,84% 4,19% ,00 1,29% 2,13% 6,05% ,60% BRIC Brazil 2,00-1,01% -2,45% 4,87% 2,14 6,99% 4,36% 5,85% 2,23 4,23% 8,78% 11,06% 2,12 6,38% Rusia 31,06 0,02% 1,65% 5,72% 31,88 2,63% 4,32% -4,59% 32,84 3,02% 7,47% 1,28% 31,93 4,49% India 53,81-0,87% -1,60% 2,03% 56,51 5,01% 3,33% 0,70% 59,39 5,11% 8,60% 6,74% 56,57 4,84% Cina 6,17-0,71% -1,15% -1,81% 6,13-0,51% -1,65% -3,67% 6,14 0,05% -1,60% -3,41% 6,15-1,14% ASEAN-4 Singapura 1,23-0,70% 0,86% -0,45% 1,26 2,66% 3,54% -1,89% 1,27 0,28% 3,83% 0,22% 1,25 1,28% Malaysia 3,04-1,66% -0,51% 0,49% 3,10 1,74% 1,22% -2,51% 3,16 2,10% 3,35% -0,53% 3,10 0,08% Thailand 29,27 0,03% -4,32% -4,75% 30,34 3,66% -0,82% -4,68% 31,05 2,34% 1,50% -1,62% 30,22 1,99% Negara Maju Kawasan Euro 0,76-2,67% 0,25% 0,53% 0,77 1,32% 1,57% -4,86% 0,77-0,09% 1,48% -2,68% 0,77 0,66% Inggris 0,64-2,14% 4,61% 4,53% 0,66 2,17% 6,89% 1,36% 0,66-0,08% 6,81% 3,25% 0,65 0,57% Jepang 97,45 3,43% 12,40% 22,09% 100,45 3,08% 15,86% 28,26% 99,14-1,30% 14,35% 24,25% 99,01 6,66% Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan. Gambar 17. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 JANUARI 2004 = 100) Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 77

88 Lampiran 4: Indeks Saham Global Tabel 53. Indeks Saham Global Negara Apr-13 Mei-13 Jun-13 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan INDEKS SAHAM Indonesia (IHSG) 5.034,07 1,88% 16,62% 20,41% 5.068,628 0,69% 17,42% 31,34% 4.818,895-4,93% 11,63% 21,83% 4.973,86 BRIC Brazil (BVSP) , % -8,53% -9,44% ,22% -12,39% 2,99% ,00-11,15% -22,16% -12,42% ,67 Russia (RTS) 1.407, % -7,84% -11,73% 1.331,43-5,39% -12,81% 13,26% 1.275,44-4,21% -16,47% -5,56% 1.338,03 India (BSE) , % -0,39% 12,62% ,3 1,31% 0,92% 20,26% ,81-1,84% -0,94% 11,28% ,43 Cina (SSEA) 2.177, % -4,02% -9,11% 2.300,59 5,63% 1,39% -8,19% 1.979,206-13,97% -12,78% -11,06% 2.152,57 ASEAN-4 Singapura (STI) 3.368, % 6,35% 13,08% 3.311,37-1,69% 4,56% 21,48% 3.150,44-4,86% -0,53% 9,45% 3.276,66 Malaysia (KLSE) 1.717, % 1,70% 9,36% 1.769,22 3,00% 4,75% 8,67% 1.773,54 0,24% 5,01% 10,91% 1.753,47 Thailand (SET) 1.597, % 14,79% 30,07% 1.562,07-2,24% 12,22% 39,98% 1.451,9-7,05% 4,31% 23,87% 1.537,28 Negara Maju Amerika Serikat (DJIA) , % 13,25% 12,31% ,57 1,86% 15,35% 19,74% ,6-1,36% 13,78% 15,76% ,99 Amerika Serikat (S&P 500) 1.597, % 12,02% 14,28% 1.630,74 2,08% 14,34% 21,92% 1.606,28-1,50% 12,63% 17,92% 1.611,53 Kawasan Euro (STOXX 50) 2.711, % 2,88% 17,57% 2.769,64 2,14% 5,07% 27,98% 2.622,62-5,31% -0,50% 15,80% 2.701,33 Jepang (Nikkei 225) , % 33,34% 45,58% ,54-0,62% 32,51% 62,25% ,32-0,71% 31,57% 51,86% ,91 Hong Kong (Hang Seng) , % 0,35% 7,79% ,16-1,52% -1,17% 22,05% ,29-7,10% -8,18% 7,00% ,49 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan 78

89 INDEKS SAHAM BRIC & INDONESIA Lampiran 4: Indeks Saham Global (lanjutan) Gambar 18. Perkembangan Indeks Saham Global INDEKS SAHAM ASEAN-4 INDEKS SAHAM NEGARA MAJU 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 1 Januari 2010=100 Sumber: Bloomberg, diolah kembali 79

90 Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional Tabel 54. Indeks Harga Komoditas Internasional Komoditas Apr-13 Mei-13 Jun-13 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan Beras 103,20-3,29% -0,03% -0,07% 106,25 2,96% 2,93% 7,52% 109,34 2,91% 5,92% 8,07% 106,26 Gula 72,09 0,06% -9,43% -16,53% 67,52-6,34% -15,17% -14,78% 66,83-1,03% -16,04% -22,77% 68,82 Gandum 109,86 4,94% -7,23% 11,42% 107,38-2,25% -9,32% 9,59% 98,71-8,08% -16,65% -10,67% 105,31 Kacang Kedelai 120,48 4,48% 3,45% -2,35% 123,95 2,88% 6,43% 12,69% 128,42 3,61% 10,27% 6,72% 124,28 Jagung 97,33 3,39% -7,17% 2,44% 99,17 1,89% -5,42% 7,64% 89,34-9,92% -14,80% -9,60% 95,28 Cokelat 105,55 8,20% 4,90% 4,16% 97,73-7,41% -2,87% 1,57% 96,14-1,64% -4,46% -5,46% 90,64 Minyak Mentah (Brent Oil) 91,30-6,95% -7,87% -14,31% 89,53-1,93% -9,65% -1,45% 91,11 1,76% -8,06% 11,82% 99,81 Gas Alam 112,67 7,02% 23,12% 27,41% 102,04-9,43% 11,50% 16,43% 90,87-10,94% -0,70% 1,13% 101,86 Emas 90,51-7,77% -12,46% -12,39% 85,57-5,46% -17,24% -11,79% 75,17-12,15% -27,29% -21,79% 83,75 Tembaga 90,33-6,92% -13,02% -16,29% 93,34 3,33% -10,12% -2,63% 86,28-7,56% -16,92% -8,99% 89,99 Perak 81,77-14,79% -20,19% -22,31% 75,20-8,03% -26,60% -20,20% 65,69-12,64% -35,88% -26,35% 74,22 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan. Gambar 19. Indeks Harga Komoditas Internasional (3 Januari 2012=100) Sumber: Bloomberg, diolah kembali Sumber: Bloomberg, diolah kembali 80

91 Lampiran 6: Harga Bahan Pokok Nasional Tabel 55. Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas Apr-13 Mei-13 Jun-13 Rata-rata PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY PAB MTM YTD YOY Triwulan Minyak Goreng Kemasan % 49.19% 42.51% % 46.14% 40.39% ,10% 47,74% 41,69% Minyak Goreng Curah % -1.37% % % -0.91% % ,75% 1,81% -9,33% Daging Sapi % 1.12% 19.50% % 1.48% 18.60% ,32% 3,84% 20,59% Daging Ayam Broiler % -8.81% 3.75% % -4.07% 7.50% ,55% 6,05% 13,23% Daging Ayam Kampung % 2.02% 7.72% % 2.03% 7.67% ,52% 6,64% 10,95% Telur Ayam Ras % -2.90% 5.68% % -4.30% 3.55% ,36% 7,53% 13,70% Telur Ayam Kampung % 4.74% -5.08% % 2.17% -7.19% ,04% 6,30% -3,83% Tepung Terigu % -0.24% 3.85% % 0.05% 4.06% ,68% 1,73% 5,80% Kedelai Impor % 0.71% 11.33% % 1.79% 11.72% ,26% 2,06% 12,00% Kedelai lokal % 2.94% 9.61% % 5.66% 11.69% ,70% 4,92% 10,37% Beras Medium % -0.64% 4.07% % -0.83% 4.77% ,38% 0,54% 5,28% Gula Pasir % -0.48% 7.01% % 0.22% 5.31% ,04% 0,26% -5,68% Susu Kental Manis % -1.96% -0.93% % -2.12% -0.76% ,86% -1,28% -0,63% Mie Instant % 0.37% 5.16% % 2.34% 7.43% ,78% 3,14% 7,85% Cabe Merah Keriting % 31.67% 16.08% % 67.22% 46.68% ,80% 52,50% 16,68% Cabe Merah Biasa % 29.93% 21.80% % 68.51% 41.55% ,34% 64,57% 26,19% Bawang Merah % % % % 80.27% 76.17% ,89% 92,69% 90,36% Ikan Teri Asin % 4.08% 8.95% % 5.85% 12.90% ,09% 8,06% 15,55% Kacang Hijau % 10.34% 7.65% % 11.74% 7.98% ,01% 13,99% 10,89% Kacang Tanah % 3.74% 13.19% % 2.53% 11.63% ,50% 2,02% 12,62% Ketela Pohon % 7.53% 21.31% % 8.56% 17.13% ,43% 10,11% 18,44% Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan 81

92 CAR, NPL (persen) LDR (persen) SEKTOR PERBANKAN Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kelambatan akibat pertumbuhan ekonomi global yang masih lemah. Namun, sampai dengan triwulan II tahun 2013, sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan nasional masih terjaga baik. Hal ini tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 18,68 persen dan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang semakin menurun yakni sebesar 1,95 persen (lihat gambar 20). Sementara itu, dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan II tahun 2013 mencapai Rp triliun dengan tingkat pertumbuhan 15 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, pertumbuhan kredit pada triwulan II tahun 2013 sebesar 21,12 persen (YoY) atau mencapai nilai Rp triliun (lihat gambar 21). Gambar 20. Perkembangan Kinerja Bank Umum Di Indonesia CAR NPL LDR Sumber: Bank Indonesia *Data Triwulan II Tahun 2013, per Mei

93 DPK, Kredit (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) 3500 Gambar 21. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Di Indonesia Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2: DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy) Sumber: Bank Indonesia *Data Triwulan II Tahun 2013, per Mei 2013 Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2013, pertumbuhan kredit juga mengalami penurunan, baik dalam kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Pertumbuhan di masing-masing sektor mencapai 23,10 persen (YoY) untuk kredit investasi, 21,90 persen (YoY) untuk kredit modal kerja dan 18,47 persen (YoY) untuk kredit konsumsi. Penyaluran kredit investasi dan kredit modal kerja masih didominasi oleh sektor-sektor penting dalam pembangunan nasional. Jika dirinci, diketahui bahwa 17,87 persen kredit investasi disalurkan kepada sector industri pengolahan serta 18,62 persen ke sector perdagangan, hotel dan restoran. Sama halnya dengan kredit investasi, sector industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran masih mendominasi penyaluran kredit modal kerja, masing-masing sebesar 24,84 persen dan 34,52 persen. 83

94 KK, KI, KMK (triliun Rp) Pertumbuhan (persen) 1600 Gambar 22. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya Q2:2011 Q3:2011 Q4:2011 Q1:2012 Q2:2012 Q3:2012 Q4:2012 Q1:2013 Q2: KI KMK KK Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK Sumber: Bank Indonesia *Data Kuartal II 2013, per Mei 2013 Selama triwulan II tahun 2013, Bank Indonesia menerbitkan beberapa peraturan untuk memperbaiki kinerja perbankan di Indonesia. Salah satunya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2013 perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan efektivitas bank dalam mengelola risiko kredit, meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana melalui restrukturisasi kredit terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar, serta mensyaratkan peringkat yang lebih tinggi terhadap prime bank penerbit standby letter of credit (SLBC) yang diperlakukan sebagai agunan tunai. Selain itu, Bank Indonesia juga mengeluarkan perpanjangan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi bank umum, yakni Surat Edaran No. 15/21/DPNP tanggal 14 Juni Surat edaran ini mengatur mengenai pelaksanaan kewajiban bank dalam mencegah penggunaan bank sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sebagai perpanjangan dari kebijakan pengaturan besaran rasio LTV (loan to value), Bank Indonesia saat ini berencana untuk menyempurnakan ketentuan rasio LTV 84

95 Miliar Rp sector properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/ Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan Bank Indonesia, pertumbuhan KPR/KPA terlalu tinggi dan dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan akibat terjadinya gelembung properti (bubble property). KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama triwulan II tahun 2013 mencapai sekitar Rp 18,103 triliun (lihat gambar 23) atau sekitar 49 persen dari target yang ditetapkan untuk tahun 2013, yaitu sebesar Rp 37 triliun. Khusus untuk kinerja bulan Mei 2013, realisasi penyaluran KUR melebihi dari target yang ditetapkan pada bulan yang bersangkutan, yaitu sebanyak Rp 15 triliun. Total KUR keseluruhan sejak peluncurannya pada tahun 2007 mencapai hampir Rp 115,75 triliun. Jumlah debitur KUR pada periode yang sama yaitu 8,68 juta debitur, dengan rata-rata nilai kredit per debitur sebesar Rp 13,33 juta. Gambar 23. Target dan Realisasi Pemberian KUR Realisasi Target Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian *Data Triwulan II 2013, per Mei 2013 Secara keseluruhan, tingkat kredit macet (non-performing loan) KUR masih berada di bawah 5 persen, yaitu sebesar 4,48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan KUR sudah cukup optimal karena kondisi keuangan debitur (terdiri dari UMKM dan koperasi) yang semakin membaik. 85

96 Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sector perdagangan, restoran dan hotel (54,5 persen dari total volume; 62,1 persen dari total debitur), dan sector pertanian (16,9 persen dari total volume; 17,8 persen dari total debitur). Bank pelaksana diharapkan dapat mencapai target yang telah ditetapkan di 7 bulan yang tersisa. Selain itu, penambahan Bank Pelaksana juga dimaksudkan agar dapat mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK. 86

97 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA Pertumbuhan sektor industri manufaktur nonmigas pada triwulan II tahun 2013 mencapai 6,58 persen. 87

98 Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan II Tahun 2013 Pertumbuhan Sektor Industri 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Gambar 24. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan II Tahun 2013 (dalam Persen) PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS PRODUK DOMESTIK BRUTO Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Pertumbuhan sektor industri manufaktur nonmigas pada triwulan II tahun 2013 mencapai angka 6,58 persen, meningkat dengan pesat dibandingkan pada periode yang sama Tahun 2012 yang hanya mencapai 5,85 persen. Pertumbuhan industri manufaktur yang tinggi ini disumbang diantaranya oleh pertumbuhan Subsektor Logam Dasar Besi dan Baja yang mencapai 12,98 persen. Subsektor Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya juga memberikan sumbangsih sebesar 9,40 persen. Disusul oleh subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya yang tumbuh sebesar 8,45 persen. Pertumbuhan subsektor logam dasar besi dan baja diakibatkan meningkatnya pemakaian besi dan baja sebagai bahan baku industri manufaktur.mekanisme impor tentang verifikasi bahan baku besi bekas tidak mempengaruhi pemakaian dan impor besi dan logam baja. Berdasarkan data Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, dari total kebutuhan scrap nasional, hanya 30 persen yang dapat bisa dipenuhi dari dalam negeri. Sebagian besar sisanya masih mengandalkan pasokan impor dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Singapura dan Australia. Peningkatan produksi baja dalam negeri diharapkan mampu menutupi kebutuhan baja nasional yang selama ini diimpor. 88

99 Gambar 25. Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas Triwulan II Tahun 2013 (dalam Persen) PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI 6,58 Subsektor Makanan, Minuman dan 3,43 Subsektor Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 5,93 Subsektor Brg. kayu & Hasil hutan 8,45 Subsektor Kertas dan Barang cetakan 3,07 Subsektor Pupuk, Kimia & Barang dari 8,03 Subsektor Semen & Brg. Galian bukan 2,96 Subsektor Logam Dasar Besi & Baja 12,98 Subsektor Alat Angk., Mesin & 9,40 Subsektor Barang lainnya -6,57 Sumber: Badan Pusat Statistik Indeks Produksi Manufaktur 140,000 Gambar 26. Indeks Produksi Manufaktur (2005=100) 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 Sumber: International Monetary Fund, 2013 Industri manufaktur di Indonesia terus menunjukan perkembangan. Pada tahun 2012 yang mencapai indeks produksi sebesar unit. Sebagian produk dalam 89

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TRIWULAN II TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan I tahun 2015 merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN IV TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA TRIWULAN III TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas. Publikasi triwulan II tahun 2015

Lebih terperinci

Deputi Bidang Ekonomi

Deputi Bidang Ekonomi KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2014 Deputi Bidang Ekonomi PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS ` I KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS 1 KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Tinjauan Terkini TINJAUAN UMUM: HINGGA SEPTEMBER Daftar Isi. Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia

Tinjauan Terkini TINJAUAN UMUM: HINGGA SEPTEMBER Daftar Isi. Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia Tinjauan Terkini Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia Volume 9, Nopember 2010 Perdagangan Indonesia Volume 9, Nopember 2010 Daftar Isi Tinjauan Umum Hingga September 2010 Pemulihan Ekspor Indonesia Pengarah

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 2-6 April 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Berbagai indikator mengindikasikan bahwa perekonomian AS terus membaik. Indikator-indikator tersebut, antara lain tumbuhnya konsumsi rumah tangga secara berkelanjutan, meningkatnya

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut pada triwulan II-2007. Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan I-2007, PDB diprakirakan tumbuh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017 Table Daftar of Isi: Contents Perkembangan Ekonomi Ekonomi Global Global World Economic Outlook (WEO) April 2017; World Economic Outlook (WEO) April 2017;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Para pimpinan di negara-negara maju tampaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menangani krisis global, terutama untuk mengantisipasi hasil pemilu Yunani pada 17 Juni mendatang.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas

Pertumbuhan PDB Stabil dengan Basis yang Lebih Luas Highlight PDB Q2 2017 akan tumbuh sekitar 5.1% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Pertumbuhan produksi didorong oleh basis industri yang lebih luas; Konsumsi domestic

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci