BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun Saat ini pemerintah daerah memiliki kesempatan yang sangat besar di dalam melakukan pengelolaan kekayaan daerah yang dimilikinya. Namun dengan adanya kewenangan yang besar ini, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Dengan demikian, pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi aset yang ada secara ekonomis, efektif serta efisien sehingga pemanfaatan aset ini dapat meng-optimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melihat hal tersebut, pemerintah daerah perlu melakukan perubahan yang sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan pemberian otonomi yang sudah sangat luas ini. Osborne dan Gaebler (1999: ) mencoba menggambarkan trans-formasi sektor publik dengan memberikan nuansa baru bahwa pemerintah harus mempunyai semangat wirausaha (reinventing government) di dalam menyelenggarakan pemerintahan. Bahkan menurut Siregar (2004: ) kepala daerah harus bisa berperan menjadi CEO (Chief Executive Manager) agar daerah yang saat ini dipimpin dapat semakin mandiri, terutama dalam hal ekonomi. Semangat reinventing government secara konseptual telah mengilhami program reformasi sektor publik, namun perlu dipahami juga bahwa aparatur pemerintah di masing-masing negara memiliki nuansa yang secara kontekstual 1

2 berbeda. Siregar (2004: 372) mengatakan terdapat dua cara dalam upaya meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi dengan menggali segala sumber daya pada suatu daerah secara optimal. Namun, nyatanya hingga saat ini banyak aset pemerintah daerah yang berupa sebuah tapak/tanah kosong belum dimanfaatkan secara optimal atau bahkan tidak dimanfaatkan sama sekali, meskipun tapak tersebut terletak di lokasi-lokasi yang strategis di dalam kota. Tanah sendiri merupakan properti yang unik karena karakter yang khusus, terutama pada sifat kelangkaan dan kegunaannya yang menyebabkan tanah/tapak memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Dalam melakukan sebuah penilaian menurut Hidayati dan Harjanto (2003: ) seorang penilai dalam mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh karakteristik fisik tapak terhadap properti harus memperhatikan karakteristik properti tersebut. Karakteristik fisik yang penting meliputi ukuran dan bentuk, pengaruh tanah sudut, plottage, ekses tanah, topografi, utillitas, pengembangan tanah, lokasi, dan lingkungan. Lokasi suatu tanah juga sangat berpengaruh terhadap nilai, karena setiap bagian tanah memiliki keunikan tersendiri. Untuk itu diperlukan peraturan sebagai pengendali, dalam lingkup kota peraturan ini dilaksanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW ini digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan tata ruang fisik dan pengembangan sektoral dalam ruang, dengan demikian RTRW memuat tentang arahan dalam pemanfaatan tanah di suatu wilayah. Pemerintah Daerah Kota Bogor memiliki tapak seluas meter persegi yang saat ini diperuntukan untuk terminal kelas A, yakni Terminal Baranangsiang yang 2

3 terletak di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Namun dalam perkembangannya, saat ini rencana struktur ruang Kota Bogor menyatakan bahwa lokasi tersebut sudah masuk pada zona A atau pusat pelayanan kota, sedangkan pada peta rencana pola ruang kawasan tersebut masuk pada kawasan perdagangan dan jasa dan pada peta penetapan kawasan strategis Kota Bogor tapak tersebut masuk pada kawasan strategis ekonomi. Dengan demikian pemanfaatan Terminal Baranangsiang yang saat ini tidak optimal karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang baik sebagai sumber pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun aset operasional daerah. Hal tersebut dapat dilihat bahwa di sekitar lokasi tapak sudah terdapat pusat perbelanjaan Pusat perbelanjaan Botani Square, kawasan pertokoan, Hotel Amarossa, Hotel Santika, Hotel Fave, Rumah Sakit PMI Bogor, Kebun Raya Bogor serta lokasi yang tepat berhadapan dengan Tol Jagorawi dan juga Jalan Pajajaran yang merupakan jalan utama Kota Bogor menjadikan lokasi ini memiliki potensi yang besar bagi pemasukan pendapatan asli daerah. Rencana adanya pengembangan dan optimalisasi Terminal Baranangsiang Kota Bogor saat ini masih menjadi suatu rencana yang masih belum dapat terealisasikan. Walau rencana ini sudah berkembang sejak tahun 2012 (sesuai dengan Keputusan Walikota Bogor Nomor tanggal 5 Maret 2012), rencana optimalisasi ini masih terhambat karena banyaknya pro dan kontra yang terjadi baik di dalam pemerintahan maupun masyarakat. Bahkan sejak pergantian Walikota Bogor, Bima Arya masih belum memberikan lampu hijau adanya optimalisasi atau pengembangan tapak Terminal Baranangsiang Bogor. Namun saat ini Pemerintah Daerah Kota Bogor 3

4 sudah menyatakan bahwa aspek-aspek legalitas sudah terpenuhi antara lain aspek kewenangan pelaksanaan pemanfaatan barang milik daerah, aspek penilaian dan aspek penyusunan desain atau konsep pembangunan optimalisasi Terminal Baranangsiang serta kesesuaian dengan rencana umum tata ruang wilayah Kota Bogor (Siskum Kota Bogor, 2014). Hal ini dikarenakan Walikota Bogor yang meminta adanya kajian lebih lanjut terhadap tapak tersebut, sesuai dengan yang diutarakan pada media (Tubasmedia, 2014) Saya tidak setuju dengan konsep yang ditawarkan PT PGI, karena bangunan itu dikhawatirkan akan menghilangkan atau memperkecil fungsi utama terminalnya. Untuk itu saya meminta agar dilakukan kajian supaya pembangunan optimalisasi nanti sesuai harapan bersama. Pengembangan yang dimaksud adalah me-maksimalkan tapak serta potensi yang ada pada Terminal Baranangsiang sehingga menghasilkan pemasukan (PAD) yang maksimum bagi Kota Bogor. Dengan demikian dilakukan analisis highest and best use pada tapak tersebut sehingga diketahui jenis properti yang cocok dikembangkan serta proyeksi finansial yang akan diperoleh oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor pada aset tersebut. Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik Terminal Baranangsiang akan dijadikan sebagai rujukan bagi penentuan properti yang cocok bagi pengembangan aset tersebut. Dengan demikian Pemerintah Daerah Kota Bogor dapat menentukan properti yang cocok dibangun pada tapak tersebut. 1.2 Keaslian Penelitian Analisis tapak dan pasar terminal menggunakan analisis Highest and Best Use 4

5 (HBU) sampai saat ini belum pernah dilakukan, namun terdapat penelitian penelitian yang terkait dengan penilaian tapak yang pernah dilakukan, yaitu sebagai berikut. 1. Putra (2006), Melakukan analisis nilai pasar tanah dengan metoda pengembangan tapak (land development method) pada kasus perumahan Puri Karang Asem Malang. Penelitian ini diawali dengan melakukan kemungkinan penggunaan tapak yang terbaik dan tertinggi, kemudian dilanjutkan dengan manganalisis nilai pasar mentah pada saat tapak akan dikembangkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kemungkinan penggunaan terbaik dan tertinggi dari lahan tersebut adalah sebagai perumahan mewah. Dari analisis nilai pasar tanah mentah diperoleh hasil nilai pasar tanah sekitar Rpl33.600,00/m 2 pada kondisi tanah sebelum dikembangkan. Pada analisis sensitifitas dengan ditingkatkannya harga pokok penjualan tanah sebesar 200 persen dan dengan diskon faktor 20 persen maka diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,00 dan IRR sebesar 31 persen. Dengan harga pokok penjualan tanah tersebut nilai tanah mentah pada kawasan perumahan mengalami peningkatan tajam, yaitu berkisar antara Rp ,00/m 2 hingga Rp ,00/m 2, atau sekitar Rp ,00/m Gigih (2006) melakukan analisis HBU (Highest and Best Use) pada tapak kosong di Kota Mataram, NTB. Penelitian tersebut mencoba menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) pada tapak tersebut yang kemudian dianalisis kembali ketika akan dikerjasamakan dengan pihak investor dengan analisis Build Operate and Transfer (BOT). Dalam penelitian tersebut HBU dan BOT digunakan untuk mengetahui seberapa maksimal pemanfaatan tapak kosong 5

6 milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di Jalan Ismail Marzuki. Hasil penelitian merujuk pada penggunaan HBU dari tapak tersebut menghasilkan mixed development (hotel bintang 3, pusat perbelanjaan 3 lantai dan convention center dengan daya tampung ± 7000 Orang). 3. Kusumayadi (2011) meneliti mengenai analisis penggunaan yang paling memungkinkan dalam konsep mixed use development di dalam mendapatkan pendapatan yang paling optimal. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis lokasi, pasar properti, analisis keuangan dan dampak sosial ekonomi. Variabel yang digunakan adalah analisis atribut objek (lokasi, karakteristik fisik, infrastruktur, aksesibilitas lingkungan, regulasi) analisis makroekonomi, analisis permintaan, dan penawaran, analisis penilaian tanah, dan keuangan serta analisis pengaruh sosial ekonomi. 4. Peebles (2005) menulis mengenai apa yang harus diketahui oleh seorang professional real estate mengenai Highest and Best Use (HBU). Penelitian ini mencoba melihat tren pembangunan serta hambatan potensial pada tapak di Jl. Homer, Vancouver. Variabel yang digunakan adalah analisis lingkungan yang cepat berubah, analisis legal, dan hukum, dan kelayakan finansial. Hasil penelitian menunjukan bahwa tapak di lokasi tersebut cocok untuk dijadikan bangunan mixed use (ritel dan perumahan 5 lantai). 5. Dappah dan Toh (2011) meneliti mengenai model nonliniear HBU dalam valuasi pengembangan mixed use properti. Alat analisis yang digunakan adalah hubungan 6

7 liniear. Model nonliniear digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi yang ada sebelum menilai tapak dengan metoda residual. Variabel yang digunakan adalah perhitungan matematika dan kondisi Kuhn Tucker. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hasil model nonlinear dalam nilai pengembangan kotor dan nilai tapak persen dan 39,81 persen lebih tinggi dibanding model liniear. jika masing-masing dari empat kegunaan (retail termasuk restoran, perumahan, kantor, hotel) menempati jumlah lantai dan luas yang sama, setiap kali digunakan akan dialokasikan m 2 (yaitu m2 4). Dengan demikian S$ berasal dari 16,752 5,000 64, ,002 C 4. Penelitian mengenai analisis Penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) terhadap rencana pengembangan kawasan Terminal Baranangsiang belum pernah dilakukan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metoda yang digunakan untuk menilai tapak untuk melihat proyek yang memiliki menghasilkan nilai tertinggi dan terbaik. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan pada penelitian sebelumnya. 1. Lokasi dan waktu penelitian adalah tapak Terminal Baranangsiang yang berada di Kota Bogor yang akan dikembangkan, dengan penelitan pada tahun Teknik yang digunakan dalam menilai tapak adalah penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use). 1.3 Rumusan Masalah Terminal Baranangsiang yang sudah berdiri sejak tahun 1985 saat ini sudah tidak lagi cocok berada pada tapak tesebut. Hal ini dikarenakan zoning pada lokasi 7

8 tersebut yang sudah berubah menjadi zona komersial, sehingga tapak seluas 2,1 Ha yang menjadi lokasi terminal menjadi tidak optimal. Karena peruntukan tapak yang tidak optimal tersebut, maka tapak tersebut harus dikembangkan sesuai dengan jenis properti yang dapat menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik. Selain hal tersebut perencanaan pengembangan properti tersebut masih terhambat karena masih belum terdapat kepastian properti apakah yang akan dikembangkan pada tapak tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah penelitian yang melihat peruntukan yang dapat menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik pada tapak tersebut. 1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Jenis Properti apa saja yang dapat dikembangkan pada tapak Terminal Baranangsiang Kota Bogor? 2. Properti apakah yang menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) pada tapak Terminal Baranangsiang Kota Bogor. 1.5 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis properti yang dapat dikembangkan pada tapak Terminal Baranang-siang Kota Bogor. 2. Menentukan properti yang menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dari tapak Terminal Baranangsiang Kota Bogor. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui properti yang dapat dikembangkan pada tapak Terminal Baranang-siang 8

9 Kota Bogor. 2. Hasil estimasi penggunaan tertinggi dan terbaik dapat dijadikan rujukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam mengembangkan tapak Terminal Baranangsiang Kota Bogor. 3. Bahan referensi dan salah satu rujukan bagi penelitian yang lebih lanjut mengenai pengembangan aset daerah menggunakan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use). 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. Bab I pengantar yang mencakup latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian manfaat penelitian, dan sistematika pe-nulisan. Bab II landasan teori dan kajian pustaka yang mencakup tinjauan pustaka, landasan teori dan model penelitian. Bab III adalah metoda penelitian yang memuat desain penelitian, metoda pengumpulan data, metoda penentuan sampel, definisi operasional, instrumen penelitian dan metoda analisis data. Bab IV merupakan bab analisis yang berisikan deskripsi data, dan pembahasan yang berisi analisis produktifitas, analisis pasar, dan analisis keuangan dan Bab V merupakan bab simpulan dan saran yang berisi simpulan, implikasi, keterbatasan serta saran. 9