BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terkait otonomi daerah, banyak wilayah-wilayah di Indonesia mengusulkan diri untuk menjadi daerah otonom. Upaya pemekaran wilayah ini bertujuan untuk memberikan wewenang lebih besar kepada wilayahwilayah pemekaran untuk meningkatkan kualitas wilayah atau provinsi agar lebih berkembang. Perencanaan pembangunan daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah. Perencanaan pembangunan daerah dapat dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan sumber daya swasta yang mampu menciptakan sumber daya swasta yang bertanggung jawab (Kuncoro, 2012: 3). Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, tujuan pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bentuk-bentuk tujuan tersebut antara lain; peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 1

2 Jakarta adalah ibukota Indonesia yang memiliki luas wilayah kurang lebih 661,52 km² yang terbagi menjadi 5 wilayah kota administratif dan 1 kabupaten administratif. Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 47,90 km², Jakarta Barat memiliki luas 126,15 km², Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km² dan Jakarta Timur memiliki luas 187,73 km², serta Kabupaten administratif Kepulauan Seribu memiliki luas sebesar 11,81 km². Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2014, jumlah penduduk DKI Jakarta adalah jiwa orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan (Bappeda, 2014). Sebelah selatan dan timur Jakarta berbatasan langsung dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Adapun sebelah utara berbatasan dengan laut jawa. Berdasarkan dari data Bappeda Kota Jakarta, jumlah penduduk Jakarta tahun 2014 adalah 10,075 juta orang dan di tahun 2011 sebanyak 9,752 juta orang. Tercatat sejak tahun 2011 jumlah penduduk di Jakarta meningkat 1,1 persen setiap tahun. Peningkatan penduduk tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan fasilitas umum yang diperlukan di Jakarta. Perpindahan penduduk dari desa ke kota merupakan salah satu faktor yang mendorong tumbuhnya kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Kecenderungan migrasi penduduk ke Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) mengakibatkan meningkatnya tingkat kepadatan di pusat kota. Secara keseluruhan tingkat kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta sebesar orang/km². Di sisi lain pemerintah daerah harus peningkatan lapangan pekerjaan 2

3 bagi masyarakat DKI. Pemerintah terus melakukan upaya pengelolaan aset daerah untuk menyerap banyak tenaga kerja. Tingginya tingkat aktivitas perekonomian di kota menyebabkan peningkatan pada tingkat urbanisasi. Hal tersebut berdampak langsung pada kebutuhan lahan yang semakin meningkat di kota dan sekitarnya. Kebijakan pemerintah seperti pajak properti, zoning, kualitas pelayanan, serta ketentuan dan peraturan yang menyangkut lingkungan akan mendorong tinggi rendahnya suatu lahan dan tingkat permintaan akan lahan atau properti tersebut. Lahan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam suatu usaha di bidang real estate. Perkembangan pembangunan properti di kota-kota besar seperti di Jakarta memberikan iklim positif bagi potensi peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun bentuk aktivitas ekonomi didaerah tersebut. Masalah utama yang ada pada konsep ekonomi perkotaan adalah lahan, transportasi, tata kota, kriminalitas dalam kota dan pemerintahan di kota (O Sullivan, 2010: 2). Kepadatan penduduk yang terus meningkat berdampak pada potensi lahan-lahan kosong yang berada di kota meningkat. Kondisi perekonomian yang meningkat juga mendorong peluang pemanfaatan lahan yang tersedia. Semakin sedikit lahan yang tersedia, maka akan berdampak pada harga yang terus meningkat. Lahan kosong adalah lahan yang telah memiliki dasar kepemilikan dan dapat berupa lahan terbangun maupun tidak terbangun yang tidak dimanfaatkan secara optimal oleh penguasa lahan tersebut. Lahan kosong diidentifikasikan sebagai bagian dari proses perkembangan kota yang mempunyai sifat dinamis, akan tetapi keberadaannya tidak memberikan sumbangan positif bagi 3

4 pembentukan lingkungan sekeliling (Trancik, 1986: 19). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat hak penguasaan atas lahan yang belum dimanfaatkan oleh pemiliknya, artinya tanah yang ada dibiarkan begitu saja. Di Jakarta, terdapat beberapa BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang menangani kebutuhan properti khusus di DKI Jakarta. Tugas BUMD di bidang properti adalah mengembangkan aset lahan dan bangunan yang memiliki potensi pasar, mengembangkan areal lahan-lahan baru sesuai potensi pengembangan tata ruang kota, serta mengembangkan lahan dan bangunan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Proyek pengembangan yang dilaksanakan oleh BUMD tersebut adalah perumahan, apartemen, pusat perbelajaan, sentra bisnis, ruko, warehousing atau pergudangan, jalan tol JOOR serta jalan tol akses Tanjung Priok. Berdasarkan konsep ricardian rent, tinggi rendahnya nilai sewa suatu lahan akan dipengaruhi oleh biaya transportasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Ketika kepadatan penduduk semakin tinggi maka nilai lahan dan nilai sewa lahan di kota juga akan semakin tinggi. Lahan kota yang semakin produktif akan meningkatkan nilai sewa lahan tersebut. Kebutuhan akan lahan yang produktif dari sisi pemanfaatan dan lokasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah kota. Penentuan nilai sewa maupun nilai lahan merupakan bagian dari output kerja yang dilakukan oleh seorang penilai independen. Penilaian atau appraisal merupakan proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan suatu estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu properti baik berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan hasil analisis terhadap fakta-fakta 4

5 yang objektif dan relevan dengan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. (Supriyanto, 2011: 1). Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tanah kosong adalah metode HBU (Highest and Best Use). Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai tanah di pasar adalah metode pendekatan data pasar. Penelitian ini menganalisis nilai tanah kosong dengan penggunaan tertinggi dan terbaik (HBU) serta 3 pendekatan penilaian yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan data pasar dan pendekatan biaya. Dalam SPI dan KEPI tahun 2013, HBU dari aset akan menentukan premis penilaian yang digunakan utnuk mengukur nilai wajar dari aset. Sumber: Google Map Gambar 1.1 Peta Lokasi Objek Penelitian Penelitian ini akan membahas lahan kosong seluas kurang lebih m² milik RA Soerachti, RA Soenarni, dan RA Ishadi di Kecamatan Gambir Kota DKI Jakarta. Berdasarkan pengamatan dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah 5

6 daerah, lahan tersebut berada pada kawasan pusat pemerintahan yang pemanfaatannya belum optimal. Diperlukan analisis yang menunjukkan peruntukan dan pemanfaatan paling optimal dari lahan tersebut. Salah satu analisis lahan kosong yang menggunakan prinsip dasar penilaian adalah metode HBU guna memperoleh pemanfaatan lahan secara optimal. Highest and Best Use (HBU) adalah penggunaan dari suatu tanah kosong atau peningkatan suatu properti yang secara fisik memungkinkan, secara legal diizinkan, layak secara finansial, dan memiliki produktivitas maksimum (The Appraisal Institute, 2008: 278). HBU dari aset adalah dalam penggunaan apabila aset akan menghasilkan nilai maksimum secara prinsip kepada pelaku pasar melalui penggunaanya yang dikombinasikan dengan aset dan liabilitas lainnya sebagai suatu grup. HBU dari aset adalah dalam pertukaran apabila aset akan menghasilkan nilai maksimum secara prinsip kepada pelaku pasar melalui penggunaannya secara terpisah. Apabila HBU saat ini adalah dalam pertukaran (in exchange), nilai wajar aset adalah harga yang akan diterima dalam transaksi penjualan aset kepada pelaku pasar yang akan mengggunakannya secara terpisah (SPI dan KEPI, 2013). Dalam melakukan penilaian tanah, penilai perlu memfokuskan penilaiannya pada hak-hak yang melekat pada properti, termasuk hak atau izin membangun, menyewakan kepada orang lain, menanami, menambang, mengubah topografi, membagi tanah, dan untuk penggunaan tertentu. Jumlah penawaran atau penyediaan tanah tidak dapat mengimbangi laju permintaan tanah, sehingga pemerintah mengatur bagaimana tanah dapat digunakan dan dikembangkan. 6

7 Kebanyakan tiap wilayah kota atau kabupaten mempunyai beberapa bentuk peraturan zoning yang menentukan pengembangan baru mengenai apa yang dapat diletakkan di atas sebidang tanah, bahkan sekarang ini peraturan tersebut tertuang dalam master plan (Rencana Umum Tata Ruang Kota) yang menetukan tujuan pengembangan dalam jangka panjang. Melalui kuasa eminent domain atau hak menguasai negara, pemerintah dapat mengubah atau menggeser penggunaan tanah untuk kepentingan pribadi kepada penggunaan tanah untuk kepentingan umum atau memodifikasi penggunaan tanah melalui urban renewal program (program pembaharuan kota) (Hidayati dan Harjanto, 2001: 104). Berdasarkan Peraturan Daerah khusus Ibukota Jakarta No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2013, lokasi perencanaan penilaian terletak pada zona pusat kegiatan primer dan menurut Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, lokasi perencanaan penilaian berada pada subzona pusat pemerintahan nasional. Kawasan pusat kegiatan primer adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala nasional atau beberapa provinsi dan internasional. Kawasan pemerintahan nasional adalah zona yang diperuntukan untuk kegiatan pemerintahan dan/atau adminitrasi pemerintahan beserta fasilitasnya dengan luas lahan sesuai fungsinya. Kondisi objek penelitian yang terletak di subzona pemerintahan mengindikasikan alternatif pemanfaatan aset berupa bangunan yang diperuntukkan untuk kepentingan pemerintahan. 7

8 Sumber: Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Gambar 1.2 Peta Zona Peruntukan Wilayah Lokasi perencanaan penilaian terletak pada daerah pusat pemerintahan kota Jakarta. Kondisi objek penelitian yang terletak di zona pemerintahan mengindikasikan alternatif pemanfaatan aset berupa bangunan komersial yang diperuntukan untuk kegiatan pemerintahan. Beberapa indikasi alternatif pemanfaatan lahan kosong tersebut adalah kantor sewa yang diperuntukkan untuk aktivitas pemerintahan. Selain itu, salah satu alternatif lainnya adalah hotel bagi tamu-tamu kepemerintahan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang investasi di sektor properti, penulis mencoba menyajikan dalam bentuk tesis. Tesis ini berjudul Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Lahan Kosong di Jalan Kebon Sirih Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat Provinsi DKI Jakarta. 8

9 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebelumnya telah dipublikasikan di berbagai jurnal ekonomi dan kajian ilmiah dari berbagai sumber. Luce (2012) melakukan penelitian di Arlington, bertujuan menganalisis bangunan yang berlokasi di 3701 N Fairfax. Metode yang digunakan adalah Highest and Best Use yang terdiri dari site analysis, zoning analysis, market analysis, dan market feasibility analysis, financial analysis. Hasil penelitian tersebut adalah merenovasi bangunan perkantoran yang sudah ada dan menyewakan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih optimal. Adebayo (2014) melakukan penelitian di Lagos. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat penggunaan terbaik dan tertinggi dari lahan residensial yang berada pada kawasan perumahan dengan tingkat kepadatan yang rendah dan menengah. Penelitian menggunakan metode multiple linear regressions. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa akomodasi dan tipe bangunan berpengaruh signifikan untuk mencapai penggunaan tertinggi dan terbaik di perumahan dengan tingkat kepadatan yang rendah. Adapun faktor yang mempengaruhi penggunaan tertinggi dan terbaik dikawasan perumahan dengan tingkat kepadatan menengah adalah unit akomodasi, harga tanah, ukuran plot dan harga bangunan. McCloskey (2011), menganalisis di 7550 Winsconsin Avenue. Alat analisis yan digunakan adalah analisis fisik, peruntukan atau zoning, keuangan, serta analisis pasar. Hasil penelitian menunjukkan 3 usulan properti adalah hotel, residensial, dan perkantoran. Hotel merupakan usulan penggunaan tertinggi dan terbaik. 9

10 O Kane (2008) melakukan penelitian di NSW. Dengan metode Analisis penggunaan Tertinggi dan Terbaik, karakteristik zoning dan NSW Planning system. Hasil dari penelitian tersebut adalah rezoning dibutuhkan untuk memperoleh penggunaan tertinggi dan terbaik dalam suatu negara. Kendala yang dihadapi adalah pertentangan dengan para pemilik kekuasaan. Asmara (2010) melakukan penelitian di Jalan Raya Kuta Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Alat analisis yang digunakan adalah penggunaan tertinggi dan terbaik lahan kosong di Jl Raya Kuta Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Bandung, Bali. Hasil dari penelitian adalah penggunaan tertinggi dan terbaik untuk hotel,apartemen jual dan ruko jual. Alternatif penggunaan untuk ruko jual, apartemen jual dan hotel memiliki prospek positif dan dapat dilanjutkan. Pratama (2011) melakukan penelitian di lahan kosong milik pemerintah Provinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta dengan metode Highest and Best Use. Metode yang digunakan adalah penggunaan tertinggi dan terbaik serta analisis pasar. Peruntukan lahan untuk rumah susun adalah penggunaan lahan yang layak dan optimal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian berada pada kawasan pemerintahan pusat yang cukup tertata dengan baik dan bangunan-banguan yang ada di kawasan tersebut sesuai dengan peraturan yang telah berlaku. Penelitian dilakukan di lahan kosong di pinggir Jalan Kebon Sirih No 8 Jakarta Pusat. Perbedaan lainnya adalah waktu penelitian yang digunakan. Metode pengumpulan sampel responden yang 10

11 digunakan adalah snowball sampling yaitu pengambilan sampel yang memiliki keterkaitan antara responden pertama dengan responden berikutnya. Alat analisis yang digunakan adalah analisis penggunaan tertinggi dan terbaik yang terdiri dari analisis regulasi, analisis produktivitas serta analisis finansial. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan peraturan daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, kawasan Jalan Medan Merdeka merupakan kawasan pusat pemerintahan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala nasional. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah belum ada optimalisasi peruntukan terhadap lahan kosong tersebut, sehingga perlu diupayakan suatu metode yang tepat agar upaya optimalisasi lahan tersebut menghasilkan opsi-opsi yang terbaik serta ekonomis. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Alternatif peruntukan apa saja yang memungkinkan dikembangkan di kawasan Jalan Kebon Sirih No 8 Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat? 2. Dari beberapa alternatif peruntukan tersebut, alternatif apa yang akan menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik di lahan kosong Jalan Kebon Sirih No 8 Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat? 11

12 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan alternatif peruntukan yang memungkinkan dikembangkan di kawasan Jalan Kebon Sirih No 8 Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. 2. Memperoleh hasil penggunaan tertinggi dan terbaik dari lahan kosong tersebut berdasarkan aspek lingkungan, fisik, keuangan dan produktivitas yang diperoleh sehingga mampu memberikan manfaat optimal bagi pemilik lahan. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi pemilik tanah, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penghitungan keuntungan yang diperoleh dari hasil jual beli lahan kosong di Jalan Kebon Sirih No 8 Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. 2. Bagi pemilik modal, dapat digunakan sebagai gambaran dan informasi yang dibutuhkan untuk menanamkan modal pada lahan kosong di Jalan Kebon Sirih No 8 Kelurahan Gambir Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi atau literatur untuk memperkaya khasanah penilaian usaha bagi penelitian selanjutnya. 12

13 1.7 Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan ini dibagi menjadi lima bagian dengan urutan penulisan sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan, membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Landasan Teori, membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penilaian lahan kosong dan analisis penggunaan terbaik dan tertinggi. Teori tersebut berkaitan dengan proses penilaian yang dilakukan seorang penilai untuk memperoleh pemanfaatan properti yang paling tinggi dan terbaik. 3. Bab III Metode Penelitian, membahas mengenai data dan sumber data, alat analisis, serta batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini. 4. Bab IV Analisis, membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu mengenai permasalahan yang ada dalam kondisi objek penilaian dan strategi yang diambil dalam mengembangkan lahan tersebut. 5. Bab V Simpulan dan Saran, membahas kesimpulan, implikasi penelitian, keterbatasan, dan saran yang dinyatakan secara terpisah. 13

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset permanen yang tidak memiliki umur ekonomis, keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran

BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah kabupaten dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi namun dengan sebaran penduduk yang kurang merata. Dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas

BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kupang merupakan bagian dari wilayah Negara Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang teletak di pulau Timor, tepatnya 10 36 14-10

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 termasuk amandemennya, UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti seperti hotel, mall, apartemen, perumahan menjadi pengembangan properti yang paling cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, setelah lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah atau kota. Tanah perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keberadaan aset tidak bisa diabaikan dalam sebuah organisasi komersial maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi.

Lebih terperinci

Analisis Highest and Best Use (HBU) Pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya

Analisis Highest and Best Use (HBU) Pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisis Highest and Best Use (HBU) Pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya Akmaluddin dan Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan

Lebih terperinci

Analisis Highest and Best Use pada Lahan di Jalan Tenggilis Timur 7 Surabaya

Analisis Highest and Best Use pada Lahan di Jalan Tenggilis Timur 7 Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Analisis Highest and Best Use pada Lahan di Jalan Tenggilis Timur 7 Surabaya Kevin dan Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu kawasan tertentu, akan berdampak pada semakin tingginya kebutuhan lahan berupa tanah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di Indonesia. Opini yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali selama tahun 2013 adalah sebanyak 3.278.598 orang, tahun 2012 adalah sebanyak 2.892.019 orang (lampiran 46). Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat unik, khususnya sifat kelangkaan dan kegunaannya. Hal itu berkaitan dengan semakin berkurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN PT. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai bisnis inti berupa usaha gadai yang dinamakan kredit cepat aman (KCA). Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Gambaran Umum Kota Tangerang III.1.1.1. Proses Terbentuknya Kota Tangerang Pembangunan kota administratif Tangerang secara makro

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta, yang berperan dalam mewujudkan keberlangsungan entitas tersebut. Ketersediaan aset merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi

Lebih terperinci

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) PADA LAHAN BEKAS SPBU BILITON, SURABAYA

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) PADA LAHAN BEKAS SPBU BILITON, SURABAYA 1 ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) PADA LAHAN BEKAS SPBU BILITON, SURABAYA T.Defi Anysa Rasyid dan Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-181 Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya T. Defi Anysa Rasyid, Christiono Utomo Jurusan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL Miftahul Mubayyinah, Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya yiena_hereiam@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia untuk mencari nafkah, membangun rumah tinggal serta membangun bangunan lain seperti gedung perkantoran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 hingga

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 hingga Persentase Jumlah Penduduk BAB I PENDAHULUAN..Latar Belakang Berdasarkan gambar., jumlah penduduk Kabupaten Sleman mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Namun jika dilihat dalam persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah memiliki aset yang dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan, baik Pemerintah Pusat maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN berupa tanah dan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN berupa tanah dan bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA BANGUNAN DI KORIDOR JL. BASUKI RACHMAT KAYUTANGAN MALANG

PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA BANGUNAN DI KORIDOR JL. BASUKI RACHMAT KAYUTANGAN MALANG PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA BANGUNAN DI KORIDOR JL. BASUKI RACHMAT KAYUTANGAN MALANG Afief Fithrotun Nisa 1, *), Purwanita Setijanti 2) dan Christiono Utomo 3) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA

ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA ADE FARIANTO PUTRA 1, I PUTU ARTAMA WIGUNA 2, FARIDA RACHMAWATI 3 1 Mahasiswa S2 Manajemen Proyek, FTSP, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Real Estate dan Properti Real Estate didefinisikan sebagai tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010 dan untuk mendukung fungsi Kota Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap aset tetap non operasional milik Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu diperoleh informasi bahwa pada saat ini Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

Analisis Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya

Analisis Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-353 (2301-271 Print) C-6 Analisis Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya Akmaluddin, dan Christiono Utomo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah berkembang dengan pesat. Perkembangannya yang pesat tidak dapat terlepas dari bertambahnya penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah merupakan pondasi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

PADA LAHAN EKS TERMINAL GADANG. Oleh : KARTIKA PUSPA NEGARA RETNO INDRYANI, Ir., M.S. RIANTO B.ADIHARDJO, Ir.,M.Sc.,Ph.D

PADA LAHAN EKS TERMINAL GADANG. Oleh : KARTIKA PUSPA NEGARA RETNO INDRYANI, Ir., M.S. RIANTO B.ADIHARDJO, Ir.,M.Sc.,Ph.D ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN EKS TERMINAL GADANG DI KOTA MALANG Oleh : KARTIKA PUSPA NEGARA RETNO INDRYANI, Ir., M.S. RIANTO B.ADIHARDJO, Ir.,M.Sc.,Ph.D LATAR BELAKANG Pemkot Malang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini menunjukan adanya pertalian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah selalu berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan lahan. Kebutuhan akan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Derah adalah termasuk kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 410 desa dan 16 kelurahan dengan jumlah penduduk menurut Badan Pusat

Lebih terperinci

Penentuan Kegiatan Untuk Lahan Bekas Lapangan Tenis Jalan Embong Sawo

Penentuan Kegiatan Untuk Lahan Bekas Lapangan Tenis Jalan Embong Sawo Penentuan Kegiatan Untuk Lahan Bekas Lapangan Tenis Jalan Embong Sawo Dimas Ario Arumbinang 3607100002 2011 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri properti merupakan industri yang sedang mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia pada saat ini. Perkembangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. Dari menyediakan berbagai macam fasilitasnya demi kenyamanan pengunjung,

BAB I LATAR BELAKANG. Dari menyediakan berbagai macam fasilitasnya demi kenyamanan pengunjung, BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Car Wash atau pencucian mobil adalah tempat mencuci kendaraan bermotor. Dari menyediakan berbagai macam fasilitasnya demi kenyamanan pengunjung,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-73 Analisis Produktivitas Maksimum Penggunaan Lahan dengan Metode Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Kosong di Kawasan Perumahan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Memiliki luas total sekitar 350,54 km².

BAB 1 PENDAHULUAN. metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Memiliki luas total sekitar 350,54 km². BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Memiliki luas total sekitar 350,54 km². Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam lima wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan populasi menyebabkan kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang tetap dan terbatas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan UUD 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan UUD 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu, jumlah penduduk terus

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri 1 Fadillah Hisyam 2 Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini memasuki paradigma baru di mana salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah terciptanya good governance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Pemerataan pembangunan yang belum terlaksana di Indonesia menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Pemerataan pembangunan yang belum terlaksana di Indonesia menyebabkan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pemerataan pembangunan yang belum terlaksana di Indonesia menyebabkan sentralisasi pembangunan seakan terpusat pada pulau Jawa khususnya kota Jakarta yang menjadi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013 ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA ASET MILIK PEMERINTAH TERHADAP PENINGKATAN NILAI LAHAN KAWASAN (Studi Kasus Lahan Sekolah di Koridor Jalan A. Yani Surabaya ) Dedy Kurniawan 1) dan Christiono

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan cakupan pajak daerah, retribusi daerah, serta pemberian fleksibilitas bagi

PENDAHULUAN. dan cakupan pajak daerah, retribusi daerah, serta pemberian fleksibilitas bagi PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan besar kepada daerah untuk memperluas jenis dan cakupan pajak daerah, retribusi

Lebih terperinci