BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional
|
|
- Siska Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, ditandai dengan semakin bertambahnya pelaku usaha baik dari dalam maupun dari luar negeri. Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang memiliki sumber daya dan pangsa pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional yang menanamkan modal dan menawarkan produk perusahaan ke pasar Indonesia.Peningkatan investasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan nasional sehingga diharapkan dapat tercipta lapangan pekerjaan. Pelaku bisnis terlebih dulu melakukan perhitungan apa saja yang dibutuhkan untuk mendirikan suatu usaha baik dari segi modal, tenaga kerja, teknologi yang digunakan, regulasi, pangsa pasar, lokasi usaha dan proses pemasarannya. Penentuan lokasi pemasaran sangat penting sebagai tolok ukur keberhasilan suatu usaha. Selain itu, lokasi pemasaran yang strategis dapat meningkatkan permintaan tanah dan ruang bisnis. Selanjutnya, saat ini terjadi peningkatan kebutuhan gedung perkantoran di Indonesia. Akan tetapi, permintaan tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan gedung kantor yang ada. Hal tersebut dapat membuat harga properti khususnya ruang perkantoran semakin meningkat.adanya peningkatan harga properti perkantoran terutama yang berada di lokasi strategis membuat beberapa perusahaan menyewa sebagian atau seluruh gedung dikarenakan ketidakmampuan untuk memiliki gedung perkantoran tersebut.oleh karena itu, saat ini banyak 1
2 ruang kantor berlokasi strategisyang disewakan seperti di Jalan Sudirman dan Kuningan, Jakarta. Ragam fasilitas, keunggulan lokasi, dan harga penawaran yang bersaing sebagai bentuk pelayanan yang ditawarkan pengelola gedung dalam menarik minat calon penyewa.seperti halnya pengelolaan gedung pada Mall Cempaka Putih pada kawasan bisnis tersebut pengelola menawarkan beberapa bentuk penyewaan dalam suatu gedung seperti sewa ruang pertokoan, sewa ruang apartemen dan sewa ruang dalam bentuk ruko. Hal ini sesuai dengan tiga transaksi besar dalam kuartal keempat tahun 2012 yaitu adanya penyewaan seluas m 2 di The City Center di Jalan K.H. Mas Mansyur oleh perusahaan perminyakan dan gas, kemudian m 2 di Ciputra World Tower 1 di Jalan Prof. Dr. Satrio oleh sebuah perbankan nasional, dan m 2 di 88 Casablanka di JalanCasablanka oleh perusahaan teknologi komunikasi. Aktivitas permintaan dan transaksi sewa dalam pasar perkantoran yang berlokasi di pusat kota masih menunjukkan pertumbuhan yang positif untuk tahun selanjutnya. Pada Kota Yogyakarta juga terjadi peningkatan pertumbuhan properti. Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka MenengahDaerah Kota Yogyakarta Tahun , bahwa penggunaan lahan di Kota Yogyakarta pada tahun didominasi oleh lahan perumahan. Adapun sektor guna lahan yang mengalami peningkatan signifikan terdapat pada sektor jasa seperti kegiatan perdagangan dan pariwisata, sebaliknya untuk lahan pertanian luas lahan semakin menurun hingga 2
3 di tahun 2010 menjadi Ha.Berikut disajikan data penggunaan lahan di Kota Yogyakarta tahun pada Tabel 1.1 berikut. Tahun Tabel 1.1 Penggunaan Lahan Berdasarkan Status Peruntukan dikota Yogyakarta, 2013 Jenis Penggunaan Lahan (ha) Perumahan Jasa Perusahaan Industri Pertanian Nonpro duktif Lain-lain Sumber: Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta Dalam Angka Berdasarkan sektor yang memiliki kontribusi besar dalam PDRB yang didasarkan pada harga konstan, sektor jasa-jasa adalah sektor yang memberikan Jml sumbangan terbesar yaitu 24,63persen pada tahun 2007 dengan nilai Rp ,-. Kemudian terjadi peningkatan menjadi 24,77persen pada tahun 2010 dengan nilai Rp ,-. Pada tahun 2010 sektor-sektor lain yang juga memberikan sumbangan yang besar terhadap PDRB Kota Yogyakarta yang didasarkan pada harga berlaku adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran 23,65persen, serta sektor pengangkutan dan komunikasi 16,04persen. Tabel 1.2 Nilai dan Kontribusi dalam PDRB Kota Yogyakarta, 2013 Sektor Rp (juta) % Rp (juta) % Rp (juta) % Rp (juta) % Pertanian , , ,28 Pertambangan dan 497 0, , , ,01 penggalian Industripengolahan , , , ,01 Listrik,gasdan air bersih , , , ,83 Konstruksi , , ,47 948,797 8,08 Perdagangan, hotel dan , , , ,65 restoran Pengangkutandankomunikasi , , , ,04 Keuangan, sewa, dan , , , ,33 jasa Perusahaan Jasa-jasa , , , ,77 PDRB Sumber: BPS Kota Yogyakarta,
4 Sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor penyumbang PDRB terbesar di Kota Yogyakarta.Keberadaan sektor ini tersebar hampir diseluruh kecamatan di Kota Yogyakarta. Jika melihat sumbangan PDRB pada setiap kecamatan Yogyakarta, maka masing-masing kecamatan memiliki nilai dan kontribusi yang berbeda beda terhadap PDRB Kota Yogyakarta. Berdasarkan pada harga konstan dan harga berlaku, Kecamatan Umbulharjo adalah kecamatan yang memberikan sumbangan yang besar bagi PDRB Kota Yogyakarta. Sektor yang berkembang pesat di Kecamatan Umbulharjo antara lain sektor jasa, sektor pengangkutan dan telekomunikasi, sektor bangunan, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Kecamatan Umbulharjo berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007 menyumbang 23,089persen dan pada tahun 2010 sebesar 23,086persen. Kemudian kecamatan lain yang memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Gondokusuman (17,151persen pada tahun 2010) dan Kecamatan Danurejan (9,109 persen pada tahun 2010). Namun, hal ini tidak diikutidalam pertumbuhan PDRB Kota Yogyakarta dari tahun 2007 hingga tahun Pertumbuhan ini cenderung meningkat yaitu 4,37persen pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 4,98persen pada tahun Gambaran distribusi PDRB per kecamatan terhadap total PDRB Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Distribusi PDRB per Kecamatan terhadap Total PDRB Kota Yogyakarta, 2013 PDRB (%) No Kecamatan HB HK HB HK HB HK HB HK 1 Mantrijeron 5,006 4,968 4,987 4,916 5,007 4,883 4, Kraton 2,597 2,606 2,572 2,595 2,563 2,574 2,584 2,585 3 Mergangsan 4,753 4,805 4,759 4,804 4,796 4, Umbulharjo 23,139 22,550 23,093 22,316 23,086 22,13 23,020 22,512 4
5 5 Kotagede 4,559 4,508 4,485 4,417 4,516 4, ,390 6 Gondokusuman 17,110 17,144 16,959 17,177 16,929 17,192 16,584 17,151 7 Danurejan 8,385 8,694 8,63 8,916 8,638 9,078 8,790 9,109 8 Pakualaman 1,219 1,251 1,207 1,25 1,219 1,258 1,222 1,251 9 Gondomanan 7,754 8,310 7,627 8,482 7,418 8,576 7,352 8, Ngampilan 2,240 2,273 2,221 2,225 2,243 2,206 2,259 2, Wirobrajan 5,983 5,911 5,931 5,839 5,911 5,785 5,812 5, Gedongtengen 4,118 3,991 4,25 4,076 4,318 4,135 4,343 4, Jetis 7,754 7,636 7,867 7,706 7,902 7,744 7,920 7, Tegalrejo 5,382 5,354 5,412 5,281 5,454 5,269 5,743 5,306 Kota Yogyakarta Sumber: Data PDRB per Kecamatan Berdasarkan PDRB harga berlaku dan harga konstan dari tahun 2007 sampai tahun 2010 kecamatan Umbulharjo lebih pesat dari pada kecamatan lainnya dengan sektor yang berkembang pesat yaitu sektor jasa, sektor pengangkutan dan telekomunikasi, sektor bangunan, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Oleh karena itu, kecamatan tersebut cukup produktif dalam sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan termasuk tentang penyewaanlahan ataupun bangunan. Terkaitpeningkatan kebutuhan atas ruang kantor, tidak sedikit ruang pada gedung pemerintahan disewakan untuk keperluan bisnis. Perbedaan antara pengelolaan ruang pada gedung pemerintahan dengan gedung swasta adalah penggunaan ruang pada gedung pemerintahan dioptimalkan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan terhadap masyarakat. Seperti penyewaan ruang kantor untuk perbankan pada kantor pajak yang diharapkan dapat membantu pelayanan pajak kepada masyarakat. Sebagai contoh, wajib pajak yang akanmelakukan pembayaran pajak tidak perlu keluatr gedung mencari bank dan membayarkan pajaknya. Dengan adanya mekanisme penyewaan ruang kantor dalam satu gedung dapat tercipta pelayanan satu atap. 5
6 Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah direvisi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, bentuk pemanfaatan barang milik negara dalam oleh pihak lain yang diatur adalah berupa sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna dan kerjasama penyediaan infrastruktur. Pengertian tentang bentuk-bentuk kerjasama yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai. 2. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antar pemerintah Pusat dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir akan dikembalikan kepada pihak pengelola. 3. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajakdana sumber pendapatan lainnya. 4. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. 5. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana 6
7 beriku fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 6. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Penentuan bentuk kerjasama pemanfaatan dan pengelolaan aset yang tepat dari aset pemerintah dalam bentuk ruang kantorini akan banyak membantu pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan memperhatikan kawasan dan lokasi di mana aset tersebut berada akan dapat mengoptimalkan pendapatan dalam pengelolaan aset tersebut. Menurut Siregar (2004: 523) bahwa studi optimalisasi aset dapat dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya: 1. identifikasi aset-aset pemerintah; 2. pengembangan database aset pemerintah; 3. studi highest and best use atas aset pemerintah daerah; dan 4. pengembangan strategi optimalisasi aset pemerintah. Demi menunjang pelayanan perbankan terhadap karyawan dan masyarakat di lingkungan Gedung Keuangan Negara (GKN) Yogyakarta, pihak pengelola aset GKN mengakomodasi kebutuhan tersebut dalam bentuk penyediaan ruang baik kantor maupun ATM. Saat ini ruang yang disediakanberjumlah 2(dua) buah ruang berukuran 6m x5m atau sekitar 30m 2 disewakan kepada Bank BPD DIY dan Bank 7
8 BRI, dengan kisaran tarif sewa sebesar Rp ,- per ruang setiap tahunnya atau Rp50.000,- per m 2 per bulan. Sementara itu, bila dibandingkan dengan tarif sewa ruang pada gedung perkantoran lainnya yang berada di Yogyakarta seperti tarif sewa ruang Gedung Pacific Building yang berlokasi di Jalan Laksda Adisucipto No. 157 sebesar Rp ,- per m 2 per bulan dan gedung Wisma Hartono atau Wisma Ex. BDNI di Jalan Sudirman No. 59 sebesarrp ,- per m 2 per bulan. Tarif sewa pada GKN masih berada di bawah sewa pasar properti perkantoran dimaksud. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kerjasama pemanfatan lahan dan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik telah banyak dilakukan diantaranya sebagai berikut. 1. Darodjati (2000) meneliti penentuan nilai tanah kosong dengan menggunakan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik dengan lebih memfokuskan pada nilai tanah yang optimal sebagai dasar pengenaan pajak. 2. Ikhsan (2001) melakukan penelitian terhadap tanah kosong dengan tujuan untuk mengetahui penggunaan yang tertinggi dan terbaik. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis produktifitas dan analisis keuangan. 3. Parli (2001) meneliti tentang kelayakan keuangan dalam proses penentuan penggunaan tertinggi dan terbaik. Variabel yang digunakan adalah sewa kelayakan dan sewa pasar dengan model analisis yang digunakan adalah analisis keuangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penentuan penggunaan tertinggi dan terbaik, penggunaan harus layak juga secara keuangan. 8
9 4. Tanczos dan Kong (2001) menyatakan bahwa sebuah studi kelayakan yangmenyeluruh dibagi menjadi tiga hal sepertikelayakan alternatif terhadap desain, ide, danproses kegiatan, indentifikasi dampak lingkungan dalam bentuk analisis keuangan, dan perhitungan biaya dan manfaat yang dikeluarkan demi kerberlangsungan hidup. 5. Mackay dan Park(2005) menggunakan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebagai salah satu langkah analisisnya tentang aset disposal korporat. Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik digunakan untuk memahami potensi lahan dan batasannya, mengidentifikasi penggunaan optimal lahan (misalnya yang mencapai harga penjualan maksimum dengan risiko paling sedikit), dan sebagai petunjuk langkah apa yang harus diambil (misal pengembangan tapak) untuk mencapai hal itu. 6. Suyudi (2005) melakukan penelitian terhadap tanah kosong dengan menggunakan alat analisis produktifitas dan keuangan, juga melakukan analisis pasar untuk setiap alternatif penggunaan yang memungkinkan. 7. Harto (2006) melakukan penelitian aplikasi pendekatan penil aian properti sebagai estimasi nilai sewa aset daerah (tanah dan bangunan) di Kabupaten Ketapang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya aset daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, mengestimasi nilai sewa aset daerah sesuai nilai pasar dan potensi aset daerah dalam memberikan kontribusi bagi penerimaan pendapatan asli daerah. Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa, dan statistik deskriptif. Variabel bebas yang 9
10 digunakan adalah jarak dari lokasi ke pusat kota (CBD), luas tanah, luas bangunan, kegunaan atas properti, aksesibilitas dan fasilitas yang tersedia di kota. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa estimasi nilai aset milik Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang yang dikelola UPTD Pasar dan BP Pasar tertanggal 6 Nopember 2006 adalah sebesar Rp ,- yang akan dipergunakan sebagai dasar penentuan nilai sewa atas pemanfaatan lahan. 8. Supriadi (2007) melakukan penelitian terhadap tanah kosong milik pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang dengan menggunakan alat analisis berupa analisis produktivitas, pasar dan keuangan. Hasil penelitiannya bahwa penggunaan hotel dan restoran diindikasikan terbaik dibandingkan gedung pertemuan. 9. Zulkarnain (2007) melakukan penelitian tentang studi kelayakan keuangan pemanfaatan terbaik Mess Pemda Kabupaten Tanggamus Tahun 2007 dengan menggunakan cara penelitian berupa analisis produktivitas, pasar dan keuangan. Hasil penelitiannya bahwa alternatif pemanfaatan terbaik bagi Mess Pemda adalah hotel yang merupakan penggunaan optimal. 10. Baksh (2008) melakukan pene litian terhadap Tanah Eks Panggung Pertunjukan di Jalan Diponegoro, Palu Provinsi Sulawesi Tengah dengan menggunakan alat analisis berupa analisis produktivitas, pasar dan keuangan. Dari usulan dalam analisis produktivitas berupa gedung serba guna dan tempat wisata bahari disimpulkan hasil penelitian bahwa alternatif penggunaan gedung serba guna merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik. 10
11 Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada analisis yang digunakan dalam mengestimasi nilai sewa lahan.metoda yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan dan pendekatan data pasar.pendekatan data pasar merupakan pendekatan dengan membandingkan objek penelitian dengan properti pembanding yang berada di sekitar objek penelitian.kemudian untuk pendekatan pendapatan merupakan pendekatan yang memproyeksi pendapatan yang diperoleh pemerintah dari pihak ketiga.selain metoda penelitian yang digunakan, objek penelitian berbeda dengan penelitian lainnya dikarenakan properti yang diteliti berupa ruang yang disewakan pada GKN Yogyakarta. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah pokok yang mendorong untuk dilakukan penelitian adalah bahwa sewa ruang pada gedung milik pemerintah yaitu Gedung Keuangan Negara Yogyakarta berada di bawah sewa ruang pada Gedung Pacific Building dan Wisma Hartono di Kota Yogyakarta. Masalah pokok ini berkaitan dengan peruntukan lahan yang ada saat ini sehingga diperlukan penentuan nilai sewa yang wajar untuk alternatif penggunaan yang optimal. 1.4 Pertanyaan Penelitian Dengan melihat rumusan masalah tersebut di atas, pertanyaan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 11
12 1. Apakah pengunaan yang dapat dioptimalkan terhadap ruang yang disewakan pada GKN Yogyakarta;? 2. Berapakah besaran nilai sewa ruang yang wajar pada GKN Yogyakarta? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. menentukan pengunaan yang dapat dioptimalkan terhadap ruang yang disewakan pada GKN Yogyakarta; 2. menentukan besaran nilai sewa ruang yang wajar pada GKN Yogyakarta. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal: 1. sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah dalam penentuan besaran tarif sewa ruang maupun sebagai bahan masukan dalam penentuan besaran tarif sewa pada masa mendatang; 2. sebagai sumber penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang gedung pemerintahan. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I merupakan pendahuluan, mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan landasan teori, mencakup tentang teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III merupakan metoda penelitian, yang menjelaskan tentang desain penelitian, 12
13 metoda pengumpulan data, definisi operasional, instrumen penelitian, metoda analisis data. Bab IV merupakan analisis data, yang menjabarkan deskripsi data dan pembahasan. Bab V berisikan simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 13
BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan rumusan masalah yang menjadi pokok
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjanjikan, menjadikan investasi di bidang properti komersial merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan properti komersil di daerah Jakarta yang cukup menjanjikan, menjadikan investasi di bidang properti komersial merupakan salah satu alternatif jenis investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali selama tahun 2013 adalah sebanyak 3.278.598 orang, tahun 2012 adalah sebanyak 2.892.019 orang (lampiran 46). Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah merupakan pondasi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang
Lebih terperinciPemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul
Sumber: BPS Kabupaten Bantul. 5,93% 6,67% 18,53% 13,28% PDRB Tahun 2003 Kabupaten Bantul 8,16% 0,77% 25,15% 20,33% 1,18% 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciBAB 3 TINJAUAN WILAYAH
P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah atau kota. Tanah perkotaan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. KONDISI UMUM KOTA YOGYAKARTA 1. Visi dan Misi Kota Yogyakarta a. Visi Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan berkualitas, Berkarakter dan Inklusif, Pariwisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan secara umum tentang pengelolaan Barang Milik
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara umum tentang pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang berkaitan dengan pelayanan publik pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat, khususnya dalam bentuk pemanfaatan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI
BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Namun sebagian wilayah yang ada di Indonesia rakyatnya tergolong miskin.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti seperti hotel, mall, apartemen, perumahan menjadi pengembangan properti yang paling cepat
Lebih terperinciRINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI SKPD TAHUN ANGGARAN 2013
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah kabupaten dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi namun dengan sebaran penduduk yang kurang merata. Dari sejumlah
Lebih terperinciSHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT
Landasan Program Perencanaan Dan Perancangan Arsitektur SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT (Penekanan pada Optimalisasi Lahan) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai dengan pemerataan pada tiap-tiap
Lebih terperinciIndonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015
Indonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015 Coldwell Banker Commercial Kawasan Bisnis Granadha, 12 th B Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 50 Jakarta 12930 Indonesia Phone : +62 21 255 39 388 Fax
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA
BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terkait otonomi daerah, banyak wilayah-wilayah di Indonesia mengusulkan diri untuk
Lebih terperinciPENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA Wahyu Endy Pratista 1, Putu GdeAriastita 2 Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan
Lebih terperinciREKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN Fungsi, Urusan, Program dan Kegiatan Indikatif. Pagu Indikatif (Rp) 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM
REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN 2010 No 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM 63.811.994.753 01 1 06 URUSAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1.749.914.583 SKPD : BAPPEDA 1.749.914.583 408.323.750 57.865.500 3
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN. lainya berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak antara 110 o 24 I 19 II sampai
1 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi DIY adalah satu-satunya daerah tingkat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini yaitu UKM yang berada di Kota Yogyakarta dan peneliti mengambil sampel dari beberapa Kecamatan yang berada di Kota Yogyakarta diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif, berbagai macam bentuk potensi wisata seperti wisata alam, sejarah, budaya dan religi dimiliki
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciKESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7
URUSAN PEM. ORGANISASI KODE REKENING : : 1.02 - KESEHATAN 1.02.01 - DINAS KESEHATAN Halaman 7 URAIAN ANGGARAN REALISASI Bertambah/ 1.02 1.02.01 00 00 4 PENDAPATAN 11.614.196.593,00 19.717.892.852,00 8.103.696.259,00
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012
BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten
Lebih terperinciTabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)
3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (http://www.rumahdanproperti.com/kantor.aspx)
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Umum Perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement, FTA) melanda dunia, demikian juga mempengaruhi tingkat perekonomian di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen
No. 26/05/75/Th. VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen PDRB Gorontalo pada triwulan I tahun 2012 naik sebesar 3,84 persen dibandingkan triwulan
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejumlah anggaran dalam APBD Yogyakarta Tahun 2013 seperti potensi pendapatan pajak dan retribusi daerah belum dapat dimaksimalkan. Hal ini disebabkan karena tarif yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang meliputi pelayanan, pengaturan, pembangunan, dan pemberdayaan. Pengertian
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciSURVEI PROPERTI KOMERSIAL
SURVEI PROPERTI KOMERSIAL Triwulan I - 2008 Perkembangan Properti Komersial di wilayah Jabodebek (q-t-q) : Penambahan pasokan baru properti komersial pada triwulan I-2008 terjadi pada subsektor perkantoran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah pendapatan di Lampung Tengah mengakibatkan. peningkatan permintaan terhadap jasa keuangan. Pertumbuhan lembaga
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah pendapatan di Lampung Tengah mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap jasa keuangan. Pertumbuhan lembaga keuangan suatu daerah dapat dilihat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang ini sudah menjadi salah satu kota tujuan wisata, Yogyakarta masih merupakan kota yang paling
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta
BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011
BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL
PERKEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL Triwulan I - 2010 Perkembangan Properti Komersial di wilayah Jabodebek (qtq) : Jumlah pasokan properti komersial di Jabodebek pada triwulan I-2010 meningkat pada beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 32 serta 33 Tahun 2004, mengenai pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan barang milik negara/daerah yang semakin berkembang dan kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah
Lebih terperinciPROSEDUR SEWA BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
PROSEDUR SEWA BARANG MILIK NEGARA/DAERAH I. Pendahuluan www.kemendagri.go.id Peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) adalah Undang-Undang No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas dari peran dan upaya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan itu sendiri. Menjaga
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di Indonesia. Opini yang diberikan
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi
Lebih terperinciJumlah Penduduk Kabupaten/Kota di DIY (Jiwa)
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi saat ini sedang dibangun oleh pemerintah, karena pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi merupakan upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kupang merupakan bagian dari wilayah Negara Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang teletak di pulau Timor, tepatnya 10 36 14-10
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara atau selanjutnya disingkat dengan BUMN, memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang optimal pemanfaatannya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH
BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.
BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN Deskripsi Kota Yogyakarta a. Geografi Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih hanya 1,02 % dari seluruh luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 32, km2. Terbagi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam pengembangan suatu kota, lahan memiliki peranan yang sangat penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas perkotaan yang kompleks. Karakter
Lebih terperinciPOTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR
POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil menurut data yang diperoleh dari International Monetary Fund (IMF). Berikut adalah grafik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan
Lebih terperinci