BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kupang merupakan bagian dari wilayah Negara Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang teletak di pulau Timor, tepatnya LS dan BT; Luas wilayah 180,27 Km², dengan peruntukan Kawasan Industri 735,57 Ha, pemukiman ,40 Ha, Jalur Hijau 5.090,05 Ha, perdagangan 219,70 Ha, pergudangan 112,50 Ha, pertambangan 480 Ha, pelabuhan laut/udara 670,1 Ha, pendidikan 275,67 Ha, pemerintahan/perkantoran 209,47 Ha, lain-lain 106,54 Ha. Luas wilayah Kota Kupang adalah 180,27 km², daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 50 kelurahan dengan jumlah penduduknya menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kupang memprediksi jumlah penduduk Kota Kupang mengalami peningkatan pada tahun ini. Jumlah penduduk di Kota Kupang berdasarkan hasil proyeksi penduduk pada tahun 2014 mencapai jiwa. Selama periode , laju pertumbuhan penduduk per tahun mengalami peningkatan, dari 3,58 persen pada tahun 2013 menjadi 4,58 persen pada tahun Dengan luas wilayah sebesar 180,27 km 2, setiap km 2 ditempati penduduk sebanyak orang pada tahun Dengan adanya pertambahan penduduk yang begitu cepat pada tahun ke tahun maka akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang. Karena itu, Kota Kupang sangat memerlukan pengembangan dari beberapa sektor seperti, pemerintahan, perdagangan, maupun industri, di mana akan sangat memengaruhi 1

2 pertumbuhan ekonomi atau PAD pada Kota Kupang. Di mana salah satu yang dapat dimanfaatkan adalah sumber daya (aset) seperti, lahan-lahan kosong milik Pemerintah daerah Kota Kupang. Menurut Siregar (2004: 372) ada dua cara dalam peningkatan PAD, yaitu dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dengan menggali sumber daya pada suatu daerah secara optimal. Kota Kupang merupakan wilayah yang cukup luas dengan kepadatan penduduk yang relatif sedang, masih banyak ditemui sumber daya (aset) milik pemerintah berupa lahan-lahan kosong baik yang dapat dioperasionalkan atau tidak. Beberapa dari lahan kosong di Kota Kupang biasanya digunakan untuk kegiatan perkebunan, pertanian atau di komersialisasikan. Lahan-lahan kosong tersebut harus dioptimalkan oleh pemerintah Kota Kupang dengan cara melakukan penilaian agar mengetahui nilai-nilai aset berupa lahan kosong tersebut sehingga dapat di jadikan sebagai dasar proyeksi yang berguna untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PAD pada Kota Kupang. Melihat banyak dari sumber daya aset milik pemerintah daerah berupa lahan-lahan kosong yang masih banyak di Kota Kupang dan belum dimanfaatkan maka dilakukan usulan penilaian lahan kosong dengan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) sebagai langkah untuk memperloeh nilai tambah ekonomi dan meningkatkan pendapatan asli daerah di Kota Kupang. Hargreaves (1990: 27 29) membedakan definisi penggunaan tertinggi dan terbaik menurut konsep klasik dan konsep modern. Konsep klasik didasarkan pada pendekatan pasar bebas yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Adam Smith bahwa penggunaan tertinggi dan terbaik adalah suatu penggunaan yang digunakan 2

3 dan direncanakan untuk penggunaan yang akan datang dari suatu tanah yang menghasilkan nilai paling tinggi, sedangkan menurut konsep modern yang didasarkan dari definisi The Appraisal of Real Estate, penggunaan tertinggi dan terbaik adalah penggunaan yang rasional dan mungkin, yang mendukung nilai sekarang paling tinggi pada saat tanggal penilaian, atau penggunaan dari beberapa alternatif penggunaan yang rasional dan legal, dimungkinkan secara fisik, didukung oleh kelayakan keuangan dan menghasilkan nilai tanah paling tinggi. Berikut ini peta titik lokasi objek penelitian. Gambar 1.1: Peta Global Kota Kupang Sumber: Google Earth, 2014 Pemerintah Kota Kupang memiliki aset berupa lahan kosong yang terletak di kawasan Kelapa Lima, kondisi lahan ini belum di manfaatkan sebagai sarana oleh pemerintah guna meningkatkan pendapatan daerah, meskipun lahan tersebut terletak pada lokasi strategis. Posisi strategis tanah kosong tersebut sangat 3

4 potensial untuk dikembangkan dalam berbagai alternatif penggunaan properti melalui analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use). Penggunaan konsep tertinggi dan terbaik terhadap tanah kosong didasarkan atas kontribusi yang diberikan oleh tanah itu sendiri, yaitu tanah akan mempunyai nilai tinggi jika sesuai dengan properti yang berdiri di atasnya. Dengan demikian, konsep penggunaan tertinggi dan terbaik terhadap tanah kosong tidak ditentukan berdasarkan analisis subyektif oleh pemilik, developer atau penilai, tetapi lebih ditentukan dan dibentuk oleh kekuatan kompetitif pasar di mana properti tersebut berada, karena itu analisis dan interpretasi dari penggunaan tertinggi dan terbaik adalah dengan melakukan studi ekonomi dan analisis finansial yang berdasar pada subyek properti (AIREA 1987: ). Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana pemanfaatan lahan kosong yang berada di kawasan Kelapa Lima Kota Kupang sebagai salah satu usulan properti yang mempunyai manfaat tertinggi dan terbaik bagi pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur agar dapat memperoleh nilai tambah ekonomi dan meningkatkan pendapatan daerah. 1.2 Keaslian Penelitian Penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) sudah banyak dilakukan di bidang bisnis/investasi pada lahan kosong. Namun pada kawasan Kelapa Lima kota Kupang hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian lahan kosong menggunakan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) maka sangat penting dilakukan karena lahan tersebut cukup strategis dan dapat menghasilkan pemasukan dan mengangkat ekonomi pada sekitar kawasan tersebut. 4

5 Beberapa penelitian yang bisa dijadikan referensi dengan penilaian lahan kosong yaitu: Reed dan Kleynhans (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan pertanian di Provinsi Western Cape, South Africa. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian dengan metoda campuran karena memiliki dua tujuan yaitu untuk mengungkapkan dominasi nilai atribut yang berlaku dalam lahan pertanian sebagai penggunaan tertinggi dan terbaik ketika menilai dan untuk mengidentifikasi karakteristik pembeli tanah Dappah dan Toh (2011) meneliti tentang bagaimana cara menentukan utilitas maksimal terhadap nilai aset dan besaran nilai terkini dari suatu proyek penggunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best Use). Alat analisis yang digunakan dalam penilitian ini adalah metoda penilitian lahan kosong dan metoda penyisaan tanah, metoda linear. Variabel yang digunakan adalah arus kas, penerimaan marjinal dan biaya kesempatan yang timbul dari penggunaan ekonomi. Lepikhina dan Sannikova (2014) meneliti tentang penilaian paling efektif dari penggunaan sebidang tanah yang mengambil contoh pada objek tanah kosong yang terletak di bagian tengah Kota Yanau di Republik Bashkortostan. Di mana dalam penelitiannya, metoda yang digunakan adalah Analisa Permintaan Pasar (APP) dan metoda Analytic Hiararchy Proses (AHP), untuk menentukan tingkat prefrensi empat faktor kunci yaitu keuntungan lokasi, kualitas sumber daya, permintaan pasar dan kelayakan teknologi, agar menjadi prioritas pada factorfaktor ini. 5

6 Luce (2012) melakukan penelitan terhadap lahan 3701 N di Rosslyn- Ballston Corridor of Arlington, Virginia dengan menggunakan metoda penggunaan tertinggi dan terbaik. Di mana berdasarkan hasil analisis finansial yang meliputi Capital Markets, Highest and Best Use, Sale of asset dan Risk, maka penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan 3701 N adalah dengan dijual, karena pilihan pembangunan hotel dan pengembangan rumah meskipun menarik dan memiliki prospek jangka panjang, tetapi tidak menawarkan pengembalian yang di harapkan dari proyek yang sebanding. Maka dari itu penggunaan yang terbaik adalah dengan dijual. Black dan Donaldson (2011) menilai potensi dalam pengembangan plaza ritel yang terletak di 561 Wedgewood Drive, Burlington, Ontario. Di mana penulis dalam penelitian ini mengevaluasi pasar dan kelayakan finansial dari penggunaan perumahan baru di lokasi ini, untuk menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik. Maka didapat 6 skenario pembangunan townhouse di mana dalam setiap skenarionya menunjukkan potensi besar. Beberapa penelitian di atas merupakan penilitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu tentang penilaian lahan kosong dengan berbagai metoda yang akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, ada kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian ini yaitu sama-sama menilai lahan kosong. Selain persamaan adapula perbedaan penelitian ini dengan penilitian terdahulu yaitu objek penelitian, di mana objek yang diteliti merupakan aset milik pemerintah Provinsi NTT. 6

7 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di mana Kota Kupang adalah kota yang sedang berkembang dan harus dapat menyediakan sarana dan prasarana agar dapat memenuhi kebutuhan permintaan. Rumusan masalah bagi penelitian ini adalah aset-aset non-operasional berupa lahan kosong milik pemerintah kota yang terletak pada kawasan Kelapa Lima seharusnya dapat di manfaatkan sehingga dapat memberikan manfaat di masa akan datang serta mengahasilkan nilai yang optimum. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka timbul pertanyaan dalam penelitian sebagai berikut. 1. Properti apa yang dapat menghasilkan penggunaan tertinggi dan terbaik terhadap lahan kosong di kawasan Kelapa Lima Kota Kupang? 2. Berapakah nilai dan keuntungan optimal pada lahan kosong di kawasan Kelapa Lima Kota Kupang? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas maka penilitian yang dilakukan pada lahan kosong di kawasan Kelapa Lima ini bertujuan untuk: 1. menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan kosong di kawasan Kelapa Lima Kota Kupang berdasarkan item-item fisik, peraturan, keuangan dan penggunaan yang mampu memberikan nilai dan keuntungan yang optimal; 7

8 2. mengestimasi penggunaan tertinggi dan terbaik terhadap lahan kosong di kawasan Kelapa Lima Kota Kupang. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis Penilitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Provinsi NTT dalam mengoptimalkan aset-aset non operasionalnya terutama pada lahan kosong yang terletak pada Kecamatan Kelapa Lima dan memberikan alternatif pemanfaatan aset yang sesuai sehingga dapat memberikan manfaat terhadap pendapatan asli daerah pemerintah Provinsi NTT. 2. Manfaat akademis Hasil penelitian ini bisa dijadikan manfaat informasi dan bisa sebagai pembanding studi yang berkaitan dengan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) terhadap lahan kosong. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini mengacu sistematika sebagai berikut. Bab I merupakan Pendahuluan, mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Lebih lanjut di bahas di dalam Bab II diuraikan mengenai Landasan Teori dan Alat Analisis. Bab III merupakan Metoda Penelitian yang digunakan, Bab IV merupakan Analisis Data dan Pembahasan, yang menjelaskan tentang cara penelitian, analisis produktivitas, analisis keuangan, analisis pasar. BAB V membahas tentang Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran. 8

9

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran

BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah kabupaten dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi namun dengan sebaran penduduk yang kurang merata. Dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan

BAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, setelah lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah atau kota. Tanah perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam pengembangan suatu kota, lahan memiliki peranan yang sangat penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas perkotaan yang kompleks. Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di Indonesia. Opini yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terkait otonomi daerah, banyak wilayah-wilayah di Indonesia mengusulkan diri untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 termasuk amandemennya, UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keberadaan aset tidak bisa diabaikan dalam sebuah organisasi komersial maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset permanen yang tidak memiliki umur ekonomis, keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perkotaan yang terjadi dari akibat adanya perubahan pada suatu kawasan tertentu, akan berdampak pada semakin tingginya kebutuhan lahan berupa tanah dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN berupa tanah dan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN berupa tanah dan bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat unik, khususnya sifat kelangkaan dan kegunaannya. Hal itu berkaitan dengan semakin berkurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali selama tahun 2013 adalah sebanyak 3.278.598 orang, tahun 2012 adalah sebanyak 2.892.019 orang (lampiran 46). Sebagian

Lebih terperinci

Analisis high and best value use (HBU)

Analisis high and best value use (HBU) Analisis high and best value use (HBU) Analisis high and best value use (HBU) adalah analisis terhadap daya guna tertinggi dan terbaik atas suatu properti. Dalam penilaian, analisis HBU diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara administratif Kupang adalah sebuah kotamadya yang merupakan ibukota dari propinsi Nusa Tenggara Timur, dan secara geografis terletak antara 10º39 58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi

Lebih terperinci

URAIAN SINGKAT PEMBANGUNAN PENGAMANAN PANTAI LASIANA DI KOTA KUPANG

URAIAN SINGKAT PEMBANGUNAN PENGAMANAN PANTAI LASIANA DI KOTA KUPANG URAIAN SINGKAT PEMBANGUNAN PENGAMANAN PANTAI LASIANA DI KOTA KUPANG I. GAMBARAN UMUM. 1. Latar Belakang. Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan terdiri dari 566 pulau dimana 42 pulau berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah merupakan pondasi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi alasan peneliti dalam melakukan penelitian. Latar belakang dalam penelitian ini bertujuan sebagai alasan diperlukannya penelitan. Dalam bab ini juga berisi manfaat penelitian

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang ini sudah menjadi salah satu kota tujuan wisata, Yogyakarta masih merupakan kota yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang sejak tahun 2008 telah memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pertumbuhan pengembangan properti dapat dibuktikan dengan semakin banyak alih

BAB I PENGANTAR. Pertumbuhan pengembangan properti dapat dibuktikan dengan semakin banyak alih BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti tersebut tidak hanya hotel, mall, apartemen tetapi juga perumahan. Bahkan perumahan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang STUDI KELAYAKAN POTENSI WISATA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KABUPATEN BELITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang STUDI KELAYAKAN POTENSI WISATA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KABUPATEN BELITUNG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Belitung terletak antara 107 08 BT sampai 107 58 BT dan 02 30 LS sampai 03 15 LS dengan luas seluruhnya 229.369 Ha atau ±2.293,69 Km2. Pada peta dunia Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas merupakan alasan seseorang dalam melakukan suatu perjalanan. Ada tiga kategori aktivitas, yaitu aktivitas wajib, fleksibel, dan bebas (Stopher et al., 1996).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL

ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL Miftahul Mubayyinah, Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya yiena_hereiam@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 - 56 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Administrasi Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20-50º30 LS dan 105º28-105º37 BT dengan luas wilayah 197,22 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN  1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan lahan dan bangunan gedung untuk berbagai aktifitas meningkat dari waktu ke waktu. Lahan/tanah adalah sebuah sumber daya alam yang merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan surut terendah.garis pantai adalah batas pertemuan

Lebih terperinci

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR Disusun oleh: Kelompok 8 Akuntansi Pemerintahan 1. Annisa Fitri (03) 2. Lily Radhiya Ulfa (18) 3. Wisnu Noor Fahmi (37)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri properti merupakan industri yang sedang mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia pada saat ini. Perkembangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, ditandai dengan semakin bertambahnya pelaku usaha baik dari dalam maupun dari luar negeri. Indonesia menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai peraturan perundangan. Dengan adanya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan populasi menyebabkan kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang tetap dan terbatas.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan berbagai daerah dan kepulauan yang tersebar dalam 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. Sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta Selatan merupakan bagian dari wilayah Ibu Kota Indonesia yang terus berkembang dan semakin maju. Wilayah Jakarta Selatan diperuntukkan sebagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik sebesar 1,49% pada tahun 2015 dengan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 61 V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 5.1. Keadaaan Geografis dan Administrasi Daerah Provinsi NTT terletak antara 8 0-12 0 Lintang Selatan dan 118 0-125 0 Bujur Timur. Luas wilayah daratan 48 718.10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan rumusan masalah yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, letaknya antara 5 40 dan 8 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup penggunaan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA MAGELANG 3.1.1 Tinjauan Administratif Wilayah Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak di tengah Jawa Tengah dengan memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 32 serta 33 Tahun 2004, mengenai pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN PT. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai bisnis inti berupa usaha gadai yang dinamakan kredit cepat aman (KCA). Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Umum. Sebagai Negara yang baru di bangun dengan sarana dan prasarana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Umum. Sebagai Negara yang baru di bangun dengan sarana dan prasarana yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Umum Sebagai Negara yang baru di bangun dengan sarana dan prasarana yang minim atau belum memadai terutama dikota Dili yang akan direncanakan sebagai kota Metropolis atau pusat perkantoran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian selatan. Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perputaran roda perekonomian, sumber-sumber pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perputaran roda perekonomian, sumber-sumber pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perputaran roda perekonomian, sumber-sumber pembiayaan merupakan hal yang pokok dalam pengembangan usaha, untuk itu perlu adanya solusi akan pendanaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan di era modern ini semakin banyak dilakukan guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan di era modern ini semakin banyak dilakukan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di era modern ini semakin banyak dilakukan guna memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan aktifitasnya. Pembangunan yang dilakukan diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Desa Sentolo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Bab ini terbagi

BAB I PENDAHULUAN. di Desa Sentolo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Bab ini terbagi BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara umum tentang nilai penggantian wajar yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Desa Sentolo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk medapatkan data dengan

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk medapatkan data dengan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk medapatkan data dengan tujuan dan kegunan tertentu. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka digunakan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN KOSONG DI JALAN MAYJEN SUNGKONO, KOTA SURABAYA

ANALISIS PEMANFAATAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN KOSONG DI JALAN MAYJEN SUNGKONO, KOTA SURABAYA ANALISIS PEMANFAATAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN KOSONG DI JALAN MAYJEN SUNGKONO, KOTA SURABAYA Soesandi Ismawan 1) dan Christiono Utomo 2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA

ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA ANALISA PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK PADA LAHAN PASAR TUNJUNGAN DI SURABAYA ADE FARIANTO PUTRA 1, I PUTU ARTAMA WIGUNA 2, FARIDA RACHMAWATI 3 1 Mahasiswa S2 Manajemen Proyek, FTSP, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti seperti hotel, mall, apartemen, perumahan menjadi pengembangan properti yang paling cepat

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini memasuki paradigma baru di mana salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah terciptanya good governance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Metropolitan Mebidang-Ro sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-73 Analisis Produktivitas Maksimum Penggunaan Lahan dengan Metode Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Kosong di Kawasan Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Setiap orang perlu melakukan investasi, karena nilai uang yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Setiap orang perlu melakukan investasi, karena nilai uang yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berinvestasi adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan keuangan. Setiap orang perlu melakukan investasi, karena nilai uang yang dimiliki akan selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010 dan untuk mendukung fungsi Kota Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap aset tetap non operasional milik Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu diperoleh informasi bahwa pada saat ini Pemerintah

Lebih terperinci