BAB III EKPLORASI GEOFISIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III EKPLORASI GEOFISIKA"

Transkripsi

1 BAB III EKPLORASI GEOFISIKA Dala suatu kegiatan eksplorasi dengan enggunakan etoda gaya berat dan agnetik, inforasi event target sub-surface yang didapat akan digabarkan dala paraeter-paraeter fisiknya seperti rapat assa, kerentanan (susceptibility) k dan geoetri relatif terhadap lingkungannya. Sehingga anoali yang teraati diperukaan akan berhubungan dengan adanya variasi rapat assa dan kerentanan k pada arah horizontal serta bentuk atau geoetri subernya. Secara singkat hubungan anoali gaya berat dan agnetik dengan paraeter fisiknya diberikan sebagai berikut : ANOMALI Gaya Berat dan Magnetik VARIASI RAPAT MASSA () DAN KERENTANAN MAGNETIK (k) PADA ARAH HORIZONTAL FUNGSI TRANSFER (GREEN FUNCTION) Gabar III.1. Hubungan anoali gaya berat dan agnetik dengan paraeter fisikanya Metoda gaya berat dan agnetik walaupun eiliki banyak kesaaan tetapi secara garis besar etoda Magnetik lebih kopleks daripada etoda gaya berat diana variasi pada edan agnetik lebih tak teratur (erratic) dan bersifat lokal. Berhubungan dengan hal tersebut bahwa sebagiannya berkaitan dengan perbedaan antara edan agnetik dipolar dan edan gravity onopolar, keudian sebagian berkaitan dengan arah yang bervariasi dari edan agnetik diana edan gravity selalu berarah vertikal, dan sebagian lagi berkaitan dengan edan agnetik yang sangat bergantung terhadap waktu, sedangkan edan

2 gravity adalah tie-invariant (engabaikan variasi tidal yang kecil). Dengan engingat bahwa pada peta anoali gravity biasanya didoinasi oleh efek-efek regional, aka pada sebuah peta anoali agnetik biasanya enapilkan kupulan dari anoali-anoali lokal. Melakukan pengukuran agnetik secara uu lebih udah dan lebih urah daripada kebanyakan pengukuran Geofisika yang lain. Variasi edan agnetik yang didapat seringkali dipakai untuk engenali struktur ineral aupun struktur regional pada suatu daerah. Metoda agnetik adalah teknik geofisika yang paling versatile (serbaguna) dala elakukan prospeksi suberdaya. Meskipun begitu, saa seperti etoda potensial lainnya diana etoda agnetik pun asih eiliki abiguitas yang cukup besar (lack of uniqueness of interpretation). III.1 Prinsip dan Teori Dasar III.1.1. Prinsip Dasar Metoda Magnetik Pengukuran dengan enggunakan etoda agnetik didasarkan pada pengetahuan adanya edan agnet yang terjadi di bui. Besarnya edan agnet ini dapat berasal dari edan agnet bui ditabah dengan edan-edan lain yang tibul pada saat-saat dan tepat tertentu. Medan lain selain edan agnet bui adalah edan gangguan yang berasal dari angkasa dan perubahan edan agnetik pada lapisan ionosfer atau dapat berasal dari benda-benda yang terpenda dibawah perukaan bui yang epunyai sifat agnetik yang berbeda dengan lapisan yang enutupinya. Melalui pengetahuan sifat-sifat agnetik edan agnetik utaa bui dan edan pengganggunya, aka edan-edan tersebut dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bagian yang enjadi objek dala eksplorasi ini adalah edan gangguan yang berasal dari dala bui. Pengukuran diperukaan diana pada bagian bawah perukaannya terdapat benda anoali, akan diperoleh harga intensitas agnetik yang berbeda dengan keadaan di sekelilingnya.

3 III.1.. Gaya Magnetik Charles Augustin de Coulob (1785) enyatakan bahwa gaya agnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua uatan agnetik, yang persaaannya irip seperti huku gaya gravitasi Newton. Dengan deikian, apabila dua buah kutub p1 dan p dari onopol agnetik yang berlainan terpisah pada jarak r, aka persaaan gaya agnetik dinyatakan sebagai berikut : 1 p1p F r... (III.1) r diana : = pereabilitas ediu agnetik (untuk ruang hapa = 1) = gaya agnetik onopol pada p1,p r = vektor satuan ber-arah dari p1 ke p p = uatan kutub 1, onopol III.1.3. Kuat Medan Magnetik Gaya agnetik per satuan uatan p1 didefenisikan sebagai kuat edan agnetik H. Dengan deikian dihasilkan kuat edan agnet pada uatan p1, dapat dinyatakan sebagai :... (III.) diana : H = Kuat edan agnetik

4 III.1.4. Intensitas Magnetik Jika suatu benda terinduksi oleh kuat edan agnet H, aka besar intensitas agnetik yang dalai oleh benda tersebut adalah: M = k.h... (III.3) diana : k = suseptibilitas agnetik, Suseptibilitas dinyatakan sebagai tingkat teragnetisasinya suatu benda karena pengaruh edan agnet utaa, diana hubungan k dala satuan SI dan eu dinyatakan sebagai : k = 4 k... (III.4) diana : k' = susceptibilitas agnetik (eu) k = susceptibilitas agnetik (SI) III.. Sifat Magnetik Bui Medan agnet bui secara sederhana dapat digabarkan sebagai edan egnet yang ditibulkan oleh batang agnet raksasa yang terletak di dala inti bui, naun tidak beripit dengan pusat bui. Medan agnet ini dinyatakan sebagai besar dan arah. Arahnya dinyatakan sebagai deklinasi (penyipangan terhadap arah utara - selatan geografis) dan inklinasi (penyipangan terhadap arah horisontal). Sedangkan kuat edan agnet sebagian besar berasal dari dala bui sendiri (94%) atau internal field, sedangkan sisanya (6%) ditibulkan oleh arus listrik di perukaan dan pada atosfir (external field). Keagnetan bui bisa berasal dari internal (dala) bui, kerak bui ataupun dari angkasa luar.

5 III..1. Sifat Alaiah Medan Geoagnetik Medan geoagnetik bui terdiri dari 3 (tiga) koponen : 1. Medan Utaa (The Main Field), yang bervariasi relatif labat dan berasal dari dala bui. Medan yang lebih kecil (A Sall Field, dibandingkan dengan edan utaa), yang bervariasi lebih cepat dan berasal dari luar bui 3. Variasi spasial dari edan utaa, yang biasanya lebih kecil daripada edan utaa, hapir konstan dala waktu dan tepat, dan disebabkan oleh anoali agnetik lokal di kerak dekat perukaan bui. Inilah yang enjadi target dari prospeksi agnetik. III... Medan Utaa (The Main Field) Medan agnet utaa bersuber dari dala bui dan edan agnet ini berubah terhadap waktu. Dala teori agnetohidrodinaik yang dikeukakan oleh W.M. Elasasser dan E.C. Bullard, dinyatakan bahwa di dala inti bui terdapat aliran fluida yang terionisasi sehingga enibulkan aksi dinao oleh dirinya sendiri (Self-exiting dynao action) yang dapat enibulkan edan agnet utaa bui (Untung, 001). Medan utaa terdiri atas agnitude (besar) F, sudut inklinasi I dan sudut deklinasi D. Medan agnet utaa sering juga dinyatakan dengan koponen edan vertikal Z dan koponen horizontal h. Hubungan asing-asing koponen dapat dilihat pada persaaan III.5.

6 h T cos I Z T sin I Y h sin D X h cos D F Z h F Z X Y... (III.5) D I h X Utara Geografi Utara Magnetik Y Tiur Geografi F Z Gabar III.. Medan Utaa dan koponen-koponennya (Telford, 1996) (a) Medan Magnetik Bui, Secara praktis, jika suatu jaru baja (belu teragnetisasi) diletakkan secara horizontal diperukaan akan terorientasi pada arah edan agnet total di tepat tersebut. Arah edan agnet ini adalah arah edan utaa pada daerah tersebut. (b) Asal Usul Medan Utaa, Analisis Spheris haronik dari edan agnetik enunjukkan bahwa 99% berhubungan dengan suber-suber dari dala bui. Toeri yang ada saat ini enyebutkan bahwa edan utaa disebabkan oleh arus konveksi dari kelakukan sirkulasi aterial dala inti luar cair (yang eanjang dari kedalaan 800 k sapai 5000 k). Inti bui diasusikan sebagai capuran antara besi dan nikel,

7 diana keduanya erupakan konduktor listrik yang baik. Suber agnetik diduga sebagai sebuah dinao self-excited diana cairan sangat konduktif bergerak dengan cara yang kopleks yang disebabkan oleh konveksi. Data Paleoagnetik enunjukkan bahwa edan agnetik akan selalu ada kira-kira disepanjang subu putar bui, yang enunjukkan bahwa gerakan konvektif terhubung dengan putaran bui. (c) Variasi Sekular Medan Utaa, 400 tahun penelitian bekelanjutan edan bui enunjukkan bahwa edan bui berubah secara perlahan. Inklinasinya berubah sekitar 10 o (75 o enjadi 65 o ) dan deklinasi sekitar 35 o (10 o E enjadi 5 o W dan kebali ke 10 o W) selaa periode ini. Suber dari penyipangan ini diduga sebagai perubahan pada arus konveksi di inti bui. III..3. Medan Magnetik Eksternal Kebanyakan dari sedikit bagian yang tersisa dari edan geoagnetik kelihatannya berasosiasi dengan arus listrik dala lapisan yang terionisasi pada bagian atas atosfer. Variasi waktu pada bagian ini lebih cepat daripada edan utaa peranen. Beberapa efeknya adalah : 1. Suatu Siklus 11 tahunan yang berhubungan dengan aktifitas sunspot dan terdistribusi enurut garis lintang.. Variasi diurnal siste tata surya, dengan jangka waktu 4 ja dan rentang 30 nt yang bervariasi dengan latitude dan usi, dan keungkinan dikontrol oleh gerak angin tata surya pada arus ionosfer. 3. Variasi bulan (lunar) dengan periode 5 ja dan aplitudo yang relatif kecil (± nt) yang bervariasi tersiklus disepanjang bulan dan dihubungkan dengan interaksi antara ionosfer dengan bulan.

8 4. Badai agnetik terjadi tidak dala periode yang beraturan seperti pada 3 (tiga) variasi sebelunya, sehingga edan agnet ini sering disebut sebagai gangguan yang bersifat transient. Besar edan agnet ini encapai sekitar 1000 nt, sehingga untuk kegiatan eksplorasi badai agnetik enjadi penghalang yang harus dihindari. Variasi waktu dan spasial dari edan utaa bui ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prospeksi agnetik kecuali untuk badai agnetik tertentu. Variasi diurnal dapat dikoreksi dengan enggunakan base-station agnetoeter. Variasi latitude (4 nt/k) ebutuhkan koreksi hanya untuk resolusi tinggi, high-latitude, atau survey skala besar. III..4. Anoali Magnetik Lokal Perubahan lokal pada edan utaa dihasilkan oleh variasi kandungan ineral agnetik dala batuan di dekat perukaan. Beberapa Anoali-anoali ini berharga sangat besar sehingga bisa saja enggandakan edan utaanya. Biasanya anoali ini tidak bertahan pada jarak yang jauh; jadi peta anoali agnetik uunya tidak enunjukkan feature / struktur regional dala skala besar. Banyak variasi-variasi yang besar dan tidak teratur (eratik) seringkali ebuat peta agnetik enjadi lebih kopleks. Suber dari anoali agnetik lokal ini berada tidak terlalu dala dari perukaan, karena teperatur pada kedalaan lebih dari 40 k akan berada diatas Curie Point (550 o C) diana batuan akan kehilangan sifat keagnetannya pada suhu tersebut. Jadi, anoali agnetik lokal pastilah berasosiasi dengan feature pada kerak atas (upper crust). III..5. Magnetisasi Batuan dan Mineral Anoali agnetik disebabkan oleh ineral-ineral agnetik (utaanya agnetite dan pyrrhotite) yang terkandung pada batuan. Suatu substansi dikatakan diaagnetic apabila edannya didoinasi oleh ato-ato dengan orientasi orbit elektron yang berlawanan dengan edan eksternal, atau enunjukkan kerentanan

9 negatif. Material bui diaagnetik yang uu diteui adalah grafit, arer, kuarsa, dan gara. Ketika oen agnetik tidak nol dan kuat edan agnetik (H) saa dengan nol, harga kerentanan akan positif dan subtansinya adalah paraagnetik. Efek dari diaagnetise dan kebanyakan paraagnetise uunya leah. Eleen-eleen paraagnetik tertentu, seperti besi, kobalt dan nikel eiliki interaksi agnetik yang kuat diana oennya bersatu kedala region yang cukup besar yang disebut doains. Efek ini dinaakan ferroagnetise dan efeknya ~10 6 kali lipat dari efek diaagnetise dan paraagnetise. Ferroagnetise akan berkurang seiring dengan peningkatan teperatur dan hilang seluruhnya pada teperatur Curie. III..6. Reanent Magnetis Dala banyak kasus, agnetisasi batuan tergantung pada edan geoagnetik saat ini dan kandungan agnetik dala ineral. Magnetise Residual (atau disebut sebagai NRM, Natural Reanent Magnetization) seringkali berkontribusi pada agnetisasi total, baik dala aplitudo dan arah. Efeknya akan kopleks karena NRM bergantung pada sejarak agnetisasi batuan tersebut.nrm dapat diakibatkan oleh beberapa akibat, tetapi prinsipnya adalah : 1. Theroreanent Magnetization (TRM), yang dihasilkan saat aterial agnetik terdinginkan dibawah Curie point dibawah pengaruh edan luar (biasanya edan bui). Arahnya akan bergantung pada arah edan pada saat dan tepat diana batuan tersebut endingin. Hal ini erupakan ekanise utaa untuk agnetisasi residual batuan beku.. Detrital Magnetization (DRM), yang akan uncul selaa pengendapan labat dari partikel-partikel berbutir halus dibawah pengaruh edan luar. Beraca-aca clay (lepung) enunjukkan tipe reanen ini. 3. Cheical Reanent Magnetization (CRM), yang terjadi saat butiran agnetik ebesar ukurannya atau berubah enjadi bentuk lain akibat

10 pengaruh kiia pada teperatur enengah, yaitu dibawah Curie point. Proses ini terjadi secara signifikan pada batuan sedien dan batuan etaorf. 4. Isotheral Reanent Magnetization (IRM), yang erupakan residual yang tertinggal saat hilangnya edan luar. Petir eproduksi IRM pada daerah yang sangat kecil. 5. Viscous Reanent Magnetization (VRM), yang terbentuk akibat ekspose yang laa pada sebuah edan luar; pebentukan reanen-nya sendiri erupakan fungsi logaritik dari waktu. Kajian terhadap sejarah agnetic bui (paleoagnetis) engindikasikan bahwa edan internal bervariasi agnitudonya dan berbalik polaritasnya beberapa kali (Strangway, 1970). III..7. Susceptibilitas Magnetik Batuan dan Mineral Kerentanan agnetik erupakan variabel yang signifikan pada etoda agnetik. Meskipun instruen dapat digunakan untuk engukur kerentanan di lapangan, alat-alat tersebut hanya bisa digunakan untuk engukur outcrops (singkapan) atau pada sapel batuan, dan pengukuran yang dilakukan tidak diperlukan untuk enentukan nilai kerentanan bulk (kotor) forasi. Tabel III.1 erupakan daftar harga kerentanan beberapa batuan dan ineral. Meskipun terlihat variasi yang besar, bahkan untuk beberapa batuan tertentu terjadi overlap yang lebar pada tipe yang berbeda, batuan sedien eiliki harga kerentanan rata-rata terendah dan batuan beku dasar eiliki harga yang terbesar. Pada hapir seua kasus, kerentanan agnetik tergantung hanya pada julah ineral-ineral ferriagnetik yang terkandung pada batuan, utaanya adalah agnetit, ataupun pada beberapa kasus adalah titano-agnetit atau pirit. Harga dari kalkopirit dan pirit erupakan harga yang uu untuk kebanyakan

11 ineral-ineral sulfida dan pada dasarnya erupakan ineral non-agnetik. Harus diperhatikan bahwa banyak ineral-ineral yang engandung besi (Fe) hanya eiliki harga yang rendah. Tabel III.1 Susceptibilitas Batuan dan Mineral Type Susceptibility x 10 - ³ (SI) Type Susceptibility x 10 - ³ (SI) Range Average Range Average Sedien Mineral Doloite 0-0,9 0,1 Grafit 0,1 Batugaping 0-3 0,3 Kuarsa -0,01 Batupasir 0-0 0,4 Rock Salt -0,01 Serpih 0, ,6 Gypsu -0,01 Kalsit -0, ,01 Metaorf Batubara 0,00 Aphibiolite 0,7 Lepung 0, Sekis 0,3-3 1,4 Kalkopirit 0,4 Filit 1,5 Spalerit 0,7 Gneiss 0,1-5 Kasiterit 0,9 Kuarsit 4 Siderit 1-4 Serpentin Pirit 0,05-5 1,5 Sabak Lionit,5 Arsenopirit 3 Beku Heatit 0,5-35 6,5 Granit 0-50,5 Kroit Riolit 0, - 35 Franklinit 430 Dolorit Pirotit 1500 Augite-Syenite Ilenit Olivin-diabas 5 Magnetit Diabas Porphyry 0, Gabro 70 Basalt 0, Diorit 0, Piroksenit 15 Peridotit Andesit 160 Suber : Applied Geophysisc nd Edition, Telford et al,1990, Cabridge University Press

12 III.3. Pengolahan Data Data yang didapatkan dari lapangan agar dapat diinterpretasi dengan baik tentunya harus diolah dengan teknik-teknik pengolahan data yang dapat eudahkan user untuk elakukan interpretasi. Selain koreksi-koreksi yang harus dilakukan pada data hasil pengukuran di lapangan (dibahas pada bab selanjutnya), proses filtering juga dapat ebantu dala pengolahan data ini. Proses filtering yang dicoba pada penelitian ini adalah sinyal analitik untuk erubah anoali agnetik yang bersifat dipolar enjadi onopolar, sehingga interpretasi dapat dilakukan dengan lebih udah. Tahapan selanjutnya yang dilakukan erupakan interpretasi dengan cara ebuat odel. Metoda yang digunakan adalah peodelan ke depan dan etoda inversi 3D. Hasil dari peodelan inilah yang akan dicocokan dengan kondisi geologi daerah penelitian. III.3.1.Sinyal Analitik Penggunaan sinyal analitik akan ebentuk fungsi berbentuk lonceng diatas body anoali, dikalkulasi enggunakan transforasi Hilbert (Nabighian, 197). Nabighian (197) enunjukkan bahwa bentuk dari sinyal analitik kontak tidak tergantung oleh arah agnetisasi dan edan geoagnetik lokal. Ada (dua) keuntungan utaa dala enggunakan sinyal analitik, yaitu ; tidak tergantung pada reanen agnetik dan dapat dijalankan dengan baik pada daerah dengan inklinasi rendah. Transforasi Hilbert dari f(x), dapat dinyatakan sebagai : 1 f ( x') F I ( x) dx',... (III.8) x x' Dan inversinya dinyatakan oleh ; 1 FI ( x) f ( x') dx.,... (III.9) x' x

13 Diana sinyal analitiknya dapat dihitung sebagai berikut ; a ( x) ( f ( x)) ( ifi ( x )),... (III.10) Untuk ebuktikan penggunaan sinyal analitik ini pada data anoali agnetik, aka dicoba terlebih dahulu pada odel 1 (satu) diensi sederhana dengan enggunakan software signproc Windows ver Dari gabar III.3 bisa dilihat pada kasus satu body sederhana(warna hijau) dan gabar III.4 pada kasus dua body sederhana, diana hasil filter sinyal analitiknya akan berada diatas source. Kedua gabar ini (gabar III.3 dan gabar III.4) juga eperlihatkan penggunaan transforasi sinyal analitik pada daerah dengan inklinasi yang berbeda-beda. Hasilnya enunjukkan bahwa pada inklinasi rendah pun transforasi ini dapat dilakukan dengan cukup baik sesuai dengan sifatnya yang tidak tergantung pada arah agnetisasi dan edan geoagnetik lokal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk transforasinya yang serupa pada seua inklinasi. Oleh karena itu filter sinyal analitik ini dapat digunakan dengan baik pada data penelitian yang berada pada daerah dengan inklinasi rendah.

14 Inklinasi : -30 Inklinasi : 0 Inklinasi : 15 Inklinasi : 30 Gabar III.3. Hasil filter sinyal analitik pada berbagai inklinasi (satu body suber)

15 Inklinasi : -30 Inklinasi : 0 Inklinasi : 15 Inklinasi : 30 Gabar III.4. Hasil filter sinyal analitik pada berbagai inklinasi (dua body suber)

16 III.3..Peodelan ke Depan Peodelan ke depan akan enghasilkan sebuah odel awal dari body suber yang direkonstruksi berdasarkan inforasi geologi yang diiliki. Anoali odelnya dihitung dan dibandingkan dengan anoali yang didapat dari data lapangan, dan paraeter odelnya di atur dengan tujuan untuk eningkatkan kecocokan antara kedua anoali. Ketiga langkah utaa dala elakukan peodelan ini ; pengaturan body, perhitungan anoali dan perbandingan anoali terus dilakukan sapai odel yang dihitung saa anoalinya dengan anoali yang didapat dari pengukuran (Gabar III.5). Guess at initial odel paraeters Calculate odel anoaly P 1, P, P 3,... A A 0 Copared odel anoaly with observed anoaly New P 1, P, P 3,... Do they atch? No Adjust odel paraeters Yes Stop Gabar III.5 Diagra alir Peodelan ke depan diana A adalah anoali terukur, A 0 adalah anoali hasil perhitungan, dan P 1, P, P 3,... adalah paraeter suber anoali, seperti kedalaan, agnetisasi atau ketebalan

17 Untuk eperoleh kesesuaian antara data teoritis (respons odel) dengan data lapangan dapat dilakukan proses coba-coba (trial and error) dengan engubah-ubah harga paraeter odel. Seringkali istilah peodelan ke depan atau forward odelling digunakan untuk enyatakan peodelan data geofisika dengan cara coba-coba tersebut. Dengan kata lain, istilah peodelan ke depan tidak hanya encakup perhitungan respons odel tetapi juga proses coba-coba untuk eperoleh odel yang eberikan respons yang cocok dengan data. Gabar III.6. Model D benda poligon (Grant & West, 1965) Anoali benda diensi poligon ditentukan dengan enggunakan etoda Talwani. Besarnya anoali agnetik dua diensi dari benda poligon gabar III.6 adalah : T (0) M(cos s i sin sin i) x x ) ( z ) 1 d d ln ( sin i cosi sin zx M(1 cos cos s i) cos x x ) ( z ) 1 d d ln ( sin zx... (III.11)

18 Diana: M = k.h 0 i = Inklinasi = Deklinasi tan i = tan -1 sin Persaaan enujukkan bahwa anoali agnet bergantung pada; geoetri benda, suseptibilitas, inklinasi, deklinasi serta edan agnet bui. Bentuk persaaan nuerik untuk anoali agnet total dua diensi adalah : T (0) M(1 cos 1 n ( A)( B) ( C)( D) cos i) k 1 ak 1... (III.1) Diana: A a k cos sin B (1 a (1 ) z k k 1 ak ) zk a b z k k k a b z k k 1 k b b k k C a k sin cos D 1 (1 k ) zk 1 ak 1 (1 ak ) z tan tan bk bk a k1 a k Kecepatan dan keberhasilan teknik peodelan ke depan dengan cara cobacoba sangat bergantung pada pengalaan subyektif seorang interpreter. Dala hal ini seorang interpreter harus dapat elakukan perkiraan harga paraeter odel pada saat awal dan perkiraan perubahan harga paraater tersebut agar diperoleh respons yang akin dekat dengan data. Seakin kopleks hubungan antara data dengan paraeter odel aka seakin sulit proses coba-coba tersebut. Adanya inforasi tabahan dari data geologi atau data geofisika lainnya dapat ebantu penentuan odel awal.

19 III.3.3. Peodelan Inversi Metoda inversi erupakan cara yang digunakan untuk eperkirakan odel respon agnetik yang paling cocok dengan data observasi. Untuk encocokan data tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi objektif yang erupakan fungsi dari selisih antara teoritis dengan data observasi. Jika respon tersebut belu cocok aka harga paraeter tersebut diubah sapai eghasilkan respon odel yang cocok dengan respon data lapangan hingga diperoleh paraeter yang diharapkan. Setiap anoali agnetik yang diaati di atas perukan dapat dievaluasi dengan enghitung proyeksi anoali edan agnet dari arah yang ditentukan. Suber pada lokasi yang diteliti, di set kedalaan sebuah cell orthogonal berupa esh 3D (Li dan Oldengburg, 1996). Mesh 3D diasusikan epunyai suseptibilitas di dala asing-asing cell dan agnetik reanen diabaikan. Anoali agnetik (T) pada suatu lokasi dengan berhubungan dengan susceptibility (k) di bawah perukaan. Secara linear dapat dituliskan dala persaaan berikut: T = Gk... (III.13) Diana G erupakan atriks dengan ukuran i x j : G G G Gi G G G 1 i G G G 1 j j ij i adalah julah data dan j adalah julah paraeter odel. Matriks G digunakan untuk eetakan suatu odel dari data keseluruhan data pada proses inversi. Masalah inversi diruuskan sebagai suatu asalah optiisasi, diana suatu fungsi objektif dari odel utaa diperkecil pada persaaan (III.13). Secara uu, inversi yang dilakukan pada edan anoali berbanding lurus terhadap variasi suseptibilitas pada skala linear. Untuk engakoodasi hal ini, digunakan labang yang uu untuk odel. Setelah enggabarkan suatu odel,

20 selanjutnya ebuat suatu fungsi objektif yang ketika diperkecil enghasilkan suatu odel yang dapat diinterpretasi. Fungsi objektif diabil dari suatu siste koordinat kartesian dengan x utara positif dan z bawah positif. Sehingga odel fungsi objektifnya adalah (Li & Oldenburg, 1996): ( ) v s v w s w( z wy w( z) ( r) ( r) 0 ) w( z( r) 0 dv wz y 0 dv v x v w( z ( r) 0 ) wx x z ) dv dv (III.14) Diana fungsi ws, wx, wy, dan wz bergantung pada spasial fungsi weighting dan epunyai pengaruh penting terhadap koponen yang berbeda pada fungsi objektif. Fungsi w(z) adalah fungsi depth weighting yang ada pada persaaan (III.14) dan dapat ditulis juga sebagai: ( ) yang bersifat fleksibel s v sehingga dapat ebuat banyak odel yang berbeda. Model acuan adalah odel yang diperkirakan dari penyelidikan sebeluya. Dari sudut pandang inversi agnetik, pendekatan ini dapat ebuat suatu odel bui yang enggunakan inforasi yang ada. Dala inversi diperlukan suatu inialisasi - o = ( o ) dv untuk encocokkan data yang akan enghasilkan suseptibilitas. Selanjutnya enentukan inversi dengan endefinisikan pengukuran isfit yang enggunakan noralisasi : obs W ( T T )... (III.15) d d Diana W d sebagai acuan atrik diagonal pada eleen i adalah 1/ i, yang ana i adalah standar deviasi pada datu i dengan ebuat variabel chi-squared yang terdistribusi dengan derajat kebebasan N, berdasarkan forula E [ = N] sebagai syarat target isfit untuk inversi.

21 Masalah inversi dapat diselesaikan dengan enentukan odel yang diinialisasi dan data isfit oleh julah yang belu ditentukan. Hal ini dipenuhi oleh inialisasi ) ( ) ( 1 T T diana T adalah target isfit dan adalah perkalian Lagrangian untuk ebuat solusi nuerik. Langkah awal dengan ediskritisasi fungsi objektif pada persaaan (III.14) enggunakan pendekatan beda hingga pada esh untuk enentukan odel suseptibilitas. Dengan hasil odel (Li & Oldenburg, 1996): ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) )( ( ) ( ) ( W W W W W W W W W W W T T z T z y T y x T x s T s T v s (III.16) Diana dan 0 adalah panjang vektor M, atriks W s, W x, W y, W z adalah dihitung secara langsung oleh esh dan ditentukan fungsi weighting w s, w x, w y, w z, keudian atrik koulatif W T W terbentuk, atrik W tidak dihitung tetapi atrik ini tetap digunakan untuk enghasilkan persaaan akhir. Masalah inversi dipecahkan dengan inialisasi

22 Dengan fungsi kernel adalah : az g ( z) e cos( iz)... (III.18) i Pebuatan odel yang telah diinialisasi dan dikobinasikan dengan persaaan (III.17), sehingga enghasilkan persaaan: N az c ( z) ie cos( i0 iz)... (III.19) Persaaan (III.17) dapat ditulis enjadi: 1 1 g i ( z) w w Ti w( z) ( z) dv g i ( z) ( z) dv... (III.0) w( z) 0 0 Diana g w i (z) adalah weigted kernel dan w (z) adalah weighted odel. Lalu dipisahkan dengan einialisasi w (z) dan solusinya yaitu : w c N w ( z) g ( z)... (III.1) i0 i i Pebagian w c (z) oleh fungsi weighting dan subtitusi dengan g w (z) enghasilkan : w c ( z) N i0 w N az g i ( z) e cos( iz) i i... (III.) w ( z) w ( z) i0 i Metodologi ini diaplikasikan untuk inversi pada perukaan data agnetik dengan eneukan fungsi weighting hal yang dipengaruhi oleh julah sel (z) pada esh 3D. fungsi tersebut dapat dituliskan: 1 w( z)... (III.3) ( z z 3 / 0 )

23 Fungsi diatas bertujuan untuk enetralkan kehilangan geoetri yang sensitif terhadap jarak dari lokasi pengaatan sehingga enghasilkan suseptibilitas yang tidak terpusat dekat lokasi pengaatan. Gabar 3.7. Penerapan fungsi depth weigthing, diana Z = odel yang diperoleh dari titik pengukuran, dan Z 0 = odel yang diperoleh dari depth weigthing (Shehktan, R., 00)

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Keseluruhan negeri Terengganu terletak dalam Jalur Timur. Batuan yang paling dominan ialah batuan sedimen (termasuk metasedimen) berusia Karbon

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2 GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas

Lebih terperinci

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude 9/0/0 Perhitungan Tahanan Kapal dengan etode Froude Froude enganggap bahwa tahanan suatu kapal atau odel dapat dipisahkan ke dala dua bagian: () tahanan gesek dan () tahanan sisa. Tahanan sisa ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. Uu Transforator erupakan suatu alat listrik yang engubah tegangan arus bolak balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain elalui suatu gandengan agnet dan berdasarkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa µ = 1). per satuan muatan P1 didefenisikan sebagai kuat

BAB III DASAR TEORI. permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa µ = 1). per satuan muatan P1 didefenisikan sebagai kuat BAB III DASAR TEORI 3.1. Prinsip Dasar Magnetik 3.1.1. Gaya magnetik Charles Augustin de Coulomb (1785) menyatakan bahwa gaya magnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan magnetik,

Lebih terperinci

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/16/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/16/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus Fisika-TEP FTP UB /6/3 Dinaika 3 TIM FISIKA FTP UB PUSAT MASSA Titik pusat assa / centroid suatu benda ditentukan dengan ruus ~ x x ~ y y ~ z z Diana: x, y, z adalah koordinat titik pusat assa benda koposit.

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI TAMBU, SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI TAMBU, SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI TAMBU, SULAWESI TENGAH Ario Mustang 1 dan Alanda Idral 1 1 Kelopok Progra Penelitian Bawah Perukaan Pusat Suber Daya Geologi ABSTRAK Daerah penelitian geoagnet

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 013 TINGKAT PROPINSI FISIKA Waktu : 3,5 ja KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI DAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP KARAKTERISTIK MAGNET BARRIUM FERRITE (Dyah Sawitri, ST, MT; Ratih Resti Astari)

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI DAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP KARAKTERISTIK MAGNET BARRIUM FERRITE (Dyah Sawitri, ST, MT; Ratih Resti Astari) PENGARUH VARIASI KOMPOSISI DAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP KARAKTERISTIK MAGNET BARRIUM FERRITE (Dyah Sawitri, ST, MT; Ratih Resti Astari) Progra Studi S-1 Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri - Institut

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN 35 BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN Skripsi ini bertujuan untuk elihat perbedaan hasil pengukuran yang didapat dengan enjulahkan hasil pengukuran enggunakan kwh-eter satu fasa pada jalur fasa-fasa dengan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY 3.1 Analisis Dinaika Model Hodgkin Huxley Persaaan Hodgkin-Huxley berisi epat persaaan ODE terkopel dengan derajat nonlinear yang tinggi dan sangat sulit

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

METODA PSEUDO-GRAVITY DALAM ANALISIS KELURUSAN DAN PATAHAN DI SEKITAR TINGGIAN ASAHAN, PERAIRAN SELAT MALAKA.

METODA PSEUDO-GRAVITY DALAM ANALISIS KELURUSAN DAN PATAHAN DI SEKITAR TINGGIAN ASAHAN, PERAIRAN SELAT MALAKA. METODA PSEUDO-GRAVITY DALAM ANALISIS KELURUSAN DAN PATAHAN DI SEKITAR TINGGIAN ASAHAN, PERAIRAN SELAT MALAKA. Oleh: Subarsyah, Yusuf Ada Priohandono Pusat Penelitian dan Pengebangan Geologi Kelautan, Jl.

Lebih terperinci

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan Gerak Haronik Sederhana Pada Ayunan Setiap gerak yang terjadi secara berulang dala selang waktu yang saa disebut gerak periodik. Karena gerak ini terjadi secara teratur aka disebut juga sebagai gerak haronik/haronis.

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TEORETIK

BAB III ANALISA TEORETIK BAB III ANALISA TEORETIK Pada bab ini, akan dibahas apakah ide awal layak untuk direalisasikan dengan enggunakan perhitungan dan analisa teoretik. Analisa ini diperlukan agar percobaan yang dilakukan keudian

Lebih terperinci

Pengolahan awal metode magnetik

Pengolahan awal metode magnetik Modul 10 Pengolahan awal metode magnetik 1. Dasar Teori Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengolahan data magnetik, dengan menggunakan data lapangan sampai mendapatkan anomali medan magnet

Lebih terperinci

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP)

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Huku II Newton Untuk SMA kelas X (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Lisensi Dokuen: Copyright 008 009 GuruMuda.Co Seluruh dokuen di GuruMuda.Co dapat digunakan dan disebarkan secara bebas untuk

Lebih terperinci

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo Kecepatan ato gas dengan distribusi Mawell-Boltzann () Oleh: Purwadi Raharjo Dala proses odifikasi perukaan bahan, kita ungkin sering endengar teknologi pelapisan tipis (thin fil). Selain pelapisan tipis,

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GLOMBANG LKTROMAGNTIK Contoh. Hubungan dan B dari gelobang bidang elektroagnetik Suatu gelobang bidang elektroagnetik sinusoidal dengan frekuensi 5 MHz berjalan di angkasa dala arah X, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 4 KAJI PARAMETRIK Bab 4 Kaji Paraetrik BAB 4 Kaji paraetrik ini dilakukan untuk endapatkan suatu grafik yang dapat digunakan dala enentukan ukuran geoetri tabung bujursangkar yang dibutuhkan, sehingga didapatkan harga P

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis JURNAL TEKNIK ITS Vol., (Sept, ) ISSN: 3-97 G-59 Prediksi Uur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunai dengan Metode Spectral Fatigue Analysis Angga Yustiawan dan Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU Salah satu langkah yang paling penting dala ebangun suatu odel runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan elakukan peeriksaan apakah

Lebih terperinci

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI KONSTAN: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika (ISSN.460-919) Volue 1, No., Maret 016 MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI 1 Suraidin, Islahudin, 3 M. Firan Raadhan 1 Mahasiswa Sarjana

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Charles Augustin de Coulomb pada tahun 1785 menyatakan bahwa gaya magnetik

III. TEORI DASAR. Charles Augustin de Coulomb pada tahun 1785 menyatakan bahwa gaya magnetik III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Magnetik 3.1.1. Gayamagnetik Charles Augustin de Coulomb pada tahun 1785 menyatakan bahwa gaya magnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR MODEL MATEMATIKA SISTEM PEMUKAAN ZAT AI PENGANTA Pada bagian ini kita akan enurunkan odel ateatika siste perukaan zat cair. Dengan eperkenalkan prinsip resistansi dan kapasitansi untuk siste perukaan zat

Lebih terperinci

PENENTUAN e/m Kusnanto Mukti W/ M Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENENTUAN e/m Kusnanto Mukti W/ M Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta PENENTUAN e/ Kusnanto Mukti W/ M009031 Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Eksperien dala enentukan besar uatan elektron pertaa kali dilakukan oleh J.J.Thoson. Dala percobaanya,

Lebih terperinci

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL 1 GETARAN PEGAS SERI-PARALEL I. Tujuan Percobaan 1. Menentukan konstanta pegas seri, paralel dan seri-paralel (gabungan). 2. Mebuktikan Huku Hooke. 3. Mengetahui hubungan antara periode pegas dan assa

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor Jurnal Kopetensi Teknik Vol. 1, No. 1, Noveber 009 1 Studi Eksperien Pengaruh Alur Perukaan Sirip pada Siste Pendingin Mesin Kendaraan Berotor Sasudin Anis 1 dan Aris Budiyono 1, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Harga komoditi untuk mineral-mineral saat ini telah mendekati rekor harga tertingginya, seperti Logam-logam industri (bijih besi, tembaga, alumunium, timbal, nikel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Energi atahari sebagai suber energi pengganti tidak bersifat polutif, tak dapat habis, serta gratis dan epunyai prospek yang cukup baik untuk dikebangkan. Apalagi letak geografis

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET STASIUN PENGAMAT GEOMAGNET BIAK

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET STASIUN PENGAMAT GEOMAGNET BIAK Prosiding Seinar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 211 KARAKERISIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNE SASIUN PENGAMA GEOMAGNE BIAK

Lebih terperinci

Lampiran 1 - Prosedur pemodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol simpangan antar tingkat menggunakan program ETABS V9.04

Lampiran 1 - Prosedur pemodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol simpangan antar tingkat menggunakan program ETABS V9.04 50 Lapiran 1 - Prosedur peodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol sipangan antar tingkat enggunakan progra ETABS V9.04 Pada sub bab ini, analisis struktur akan dihitung serta ditunjukan dengan prosedur

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAB V PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Dala perencanaan suatu bangunan pantai harus ditetapkan terlebih dahulu paraeter-paraeter yang berperan dalan perhitungan struktur. Paraeterparaeter tersebut

Lebih terperinci

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis GERAK SATU DIMENSI Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis Bahan Ajar Mata Kuliah Koputasi Fisika A. Gerak Jatuh Bebas Tanpa Habatan Sebuah benda dijatuhkan dari ketinggian tertentu dengan besar kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gepa dapat terjadi sewaktu waktu akibat gelobang yang terjadi pada sekitar kita dan erabat ke segala arah.gepa bui dala hubungannya dengan suatu wilayah berkaitan

Lebih terperinci

= mv Momentum akhir setelah tumbukan pertama:

= mv Momentum akhir setelah tumbukan pertama: 1.79. Sebuah bola baja berassa = 50 g jatuh dari ketinggian h = 1,0 pada perukaan horisontal sebuah papan tebal. Tentukan oentu total yang diberikan bola pada papan setelah terpental beberapa kali, bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Kristal no.12/april/1995 1 MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Di dala ateatika anda pasti sudah pernah berhadapan dengan sebuah siste persaaan linier. Cacah persaaan yang berada di dala siste

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG 1 La Ode Marzujriban, 2 Sabriabto Aswad 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II PENYEARAH DAYA

BAB II PENYEARAH DAYA BAB II PENYEARAH DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah engikuti ateri ini diharapkan ahasiswa eiliki kopetensi: Menguasai karakteristik penyearah setengah-gelobang dan gelobang-penuh satu fasa dan tiga fasa Menguasai

Lebih terperinci

CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES. Pertemuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA

CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES. Pertemuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES Perteuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA Miniu distance classifiers elakukan klasifikasi berdasarkan jarak terpendek. Ada dua jenis yang dibahas:. The Euclidean Distance

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

Bidang Fisika yg mempelajari tentang gerak tanpa mengindahkan penyebab munculnya gerak dinamakan Kinematika.

Bidang Fisika yg mempelajari tentang gerak tanpa mengindahkan penyebab munculnya gerak dinamakan Kinematika. idan isika y epelajari tentan erak tanpa enindahkan penyebab unculnya erak dinaakan Kineatika. idan isika y epelajari tentan erak beserta penyebab unculnya erak dinaakan Dinaika. Huku Newton tentan Gerak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan 2.1.2. Pengertian Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik dala suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak tersebut. Seua benda

Lebih terperinci

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA S. M. ROBIAL 1, S. NURDIATI 2, A. SOPAHELUWAKAN 3 Abstrak Data global Suhu Perukaan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012 Perteuan ke-3 Persaaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 7 Septeber 01 Analisa Terapan Terapan:: Metode Nuerik Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Bisection Dasar Teorea: Suatu persaaan ()0, diana

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 74 81 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST RELIGEA

Lebih terperinci

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER 6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER Dala intererensi, diraksi, terjadi superposisi dua buah gelobang bahkan lebih. Seringkali superposisi terjadi antara gelobang yang eiliki aplitudo, panjang gelobang

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN ARUS BOLAK BALIK SK 2

TEGANGAN DAN ARUS BOLAK BALIK SK 2 TEGANGAN DAN ARUS BOLAK BALIK SK 2 TEGANGAN DAN ARUS BOLAK BALIK Bentuk tegangan dan arus bolak balik Bentuk tegangan dan arus bolak balik Ruus dan Keterangannya ; v v : tegangan sesaat (volt) : tegangan

Lebih terperinci

BAB V FONDASI RAKIT. Fondasi rakit merupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit melebar keseluruh bagian dasar bangunan.

BAB V FONDASI RAKIT. Fondasi rakit merupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit melebar keseluruh bagian dasar bangunan. BAB V FONASI RAKIT I. PENAHULUAN Fondasi rakit erupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit elebar keseluruh bagian dasar bangunan. Fondasi rakit digunakan jika lapis tanah eiliki kapasitas dukung

Lebih terperinci

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL)

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL) Media Elektrika, ol. 8, No. 1, Juni 015 ISSN 1979-7451 PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL) Adhi Kusantoro, ST, MT [1] Ir.Agus Nuwolo,

Lebih terperinci

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI Muhaad Aldo Aditiya Nugroho (13213108) Asisten: Dede Irawan (23214031) Tanggal Percobaan: 29/03/16 EL3215 Praktiku Siste Kendali Laboratoriu Siste Kendali dan Koputer - Sekolah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Pendahuluan

Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Pendahuluan Surya Dara, M.Sc Departeen Fisika Universitas Indonesia Pendahuluan Potensial listrik yang uncul sebagai dapak dari perubahan edan agnet dala area tertentu disebut ggl induksi. Arus yang terjadi pada kawat

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3 Zat dan Wujudnya Massa Jenis Jika kau elihat kapas yang berassa 1 kg dan batu berassa 1 kg, apa ada di benaku? Massa Jenis adalah perbandingan antara assa benda dengan volue benda Massa jenis zat tidak

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA ASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU ASA Maulana Ardiansyah, Teguh Yuwono, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro TI - ITS Abstrak Generator induksi

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan enggunakan teori garis leleh ebutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis aitu perhitungan

Lebih terperinci

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC1-12706 Denny M. E Soedjono (1), Joko Sarsetiyanto (2), Dedy Zulhidayat Noor (3), Davit Priabodo 4) 1),2),3),4) Progra Studi D3 Teknik Mesin

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam Dapatkan soal-soal lainnya di http://foru.pelatihan-osn.co SOAL OLIPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SA Waktu : 4 ja 1. (nilai 0) A. Sebuah obil bergerak enuruni suatu jalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/23/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/23/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus Fisika-TEP FTP UB /3/3 Dinaika 3 TIM FISIKA FTP UB PUSAT MASSA Titik usat assa / centroid suatu benda ditentukan dengan ruus ~ x x ~ y y ~ z z Diana: x, y, z adalah koordinat titik usat assa benda koosit.

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

12 A 13 D 14 D. Dit. h maks =? h maks = h + y maks = 9,2 + 1,8 = 11 m 15 B. A = B P.C Q dimensinya L.T -2 = (L 2.T 1 ) P.(L.

12 A 13 D 14 D. Dit. h maks =? h maks = h + y maks = 9,2 + 1,8 = 11 m 15 B. A = B P.C Q dimensinya L.T -2 = (L 2.T 1 ) P.(L. PEMBAHASAN PROBEM SET FISIKA SUPERINTENSIF 07 D 4 E keepatan perpindaha n s AB = 5 k v salan = 54 k/ja v uar = 36 k/ja Jika keepatan - sebuah benda saa dengan nol, aka perpindahan benda saa dengan nol.

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 ja 1. (nilai 0) A. Sebuah obil bergerak enuruni suatu jalan yang iring (dengan sudut θ terhadap bidang horizontal)

Lebih terperinci