BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan enggunakan teori garis leleh ebutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis aitu perhitungan oen noinal pelat, penentuan kondisi perletakan, penentuan pola garis leleh, analisis teori garis leleh dengan etode kerja virtual, kontrol keaanan pelat terhadap kondisi batas pelat dan oen batas pelat 4. Perhitungan Moen Noinal Pelat Analisis teori garis leleh dengan etode kerja virtual ebutuhkan nilai oen dala penelesaian persaaanna. Dala penelitian ini, oen ang dipakai adalah oen noinal (Mn). Hal ini disebabkan oen noinal (Mn) eiliki nilai lebih besar daripada oen ultiit (Mu). Hal ini juga diaksudkan untuk eberikan faktor keaanan. 4.. Moen Noinal Pelat di Lapangan Berikut adalah contoh perhitungan oen untuk pelat dengan tpe A: Tpe : A Tebal : c Seliut beton : c (sesuai dengan SNI untuk beton ang tidak berhubungan langsung dengan cuaca atau tanah) Tulangan Lapangan : arah x 0-50: 3,4 c arah 0-300:,6 c a. Menghitung oen tahanan penapang arah x Menghitung tinggi efektif dari persaaan.: d = h 0,5 Φ tulangan tarik seliut beton 8

2 9 d 0,5 d = 9,5 c (4.) Menghitung a dari persaaan.: a c a 0, 85c (4.) Menghitung tegangan tekan dari persaaan.3 C 0,85 f c a b C 0,85(5) a 00 C 95a kg (4.3) Menghitung tegangan tarik dari persaaan.4 T As f T ( 3,4) 400 T 7536 kg (4.4) Dengan keseibangan H = 0 aka C T (4.5) Persaaan 4.3 dan 4.4 disubtitusikan ke persaaan 4.5. Persaaan 4.5 enjadi: C T

3 30 95 a 7536 a a 0, 394 c (4.6) Menghitung lengan oen Z dari persaaan.5. Persaaan 4. dan 4.6 disubtitusikan ke Persaaan.5. Z d a Z 9,5 (0,394) Z 9, 303 c (4.7) Menghitung oen noinal (Mn) per eter dari Persaaan.6. Persaaan 4.4 dan 4.7 disubtitusikan ke Persaaan.30 M n M n T Z 75369,303 M n 7007,308 kgc/ M n 70,073 kg/ (4.8) b. Menghitung oen noinal arah Menghitung tinggi efektif dari persaaan.: d = h 0,5 Φ tulangan tarik Φ tulangan tarik arah x - seliut beton d 0,5

4 3 d = 8,5 c (4.9) Menghitung a dari persaaan.. a c a 0, 85c (4.0) Menghitung tegangan tekan dari persaaan.3 C 0,85 f c a b C 0,85(5) a 00 C 95a kg (4.) Menghitung tegangan tarik dari persaaan.4 T As f T (,6) 400 T 688 kg (4.) Dengan keseibangan H = 0 aka C T Persaaan 4. dan 4. disubtitusikan ke Persaaan 4.5. Persaaan 4.5 enjadi: C T

5 3 95 a 688 a a 0, 39 c (4.3) Menghitung lengan oen Z dari persaaan.5. Persaaan 4.9 dan 4.3 disubtitusikan ke Persaaan.5. Z d a Z 8,5 (0,39) Z 8, 336 c (4.4) Menghitung oen noinal (Mn) per eter dari persaaan.6. Persaaan 4. dan 4.4 disubtitusikan ke Persaaan.6 M n M n T Z 6888,336 M n 544, 37 kgc M n 54, 43 kg (4.5) Hasil perhitungan oen noinal lapangan dari julah tulangan ajng terpasang untuk asing-asing tipe pelat ditabelkan dala Tabel 4. (lihat Lapiran Tabel ). Moen noinal pelat hana dipengaruhi oleh luas tulangan, utu tulangan, utu beton dan tebal pelat. Sehingga besarna oen noinal tidak berpengaruh pada bentuk tipe-tipe pelat ang ada. Tebal pelat rencana ang diiliki besar ang saa asing-asing tipe pelat aitu c dan tulangan arah x dan ang terpasang

6 33 berjulah saa pada setiap tipe pelat. Ini disebabkan tulangan pelat hana eneruskan dari pelat sebeluna sehingga hasil perhitungan untuk oen noinal di lapangan adalah nilai oen noinal lapangan untuk seua tipe pelat dala penelitian ini. 4.. Moen Noinal Pelat di Tupuan Dari data sekunder aitu data shop drawing (lihat Lapiran Gabar), kondisi tupuan terpasang tulangan susut pada arah. Tulangan susut ang terpasang pada tupuan tidak berpengaruh terhadap penabahan oen noinal pelat pada tupuan. Sehingga oen noinal pelat di tupuan hana ditibulkan akibat tulangan pokok saja. Berikut adalah contoh perhitungan oen untuk pelat dengan tpe A: Tpe : A Tebal : c Seliut beton : c (sesuai dengan SNI untuk beton ang tidak berhubungan langsung dengan cuaca atau tanah) Tulangan tupuan : arah x 0-5: 6,8 c arah 0-50: 5,4 c a. Perhitungan oen noinal arah x Menghitung tinggi efektif dari persaaan.: d = h 0,5 Φ tulangan tarik seliut beton d 0,5 d = 9,5 c (4.6)

7 34 Menghitung a dari persaaan.: a c a 0, 85c (4.7) Menghitung tegangan tekan dari persaaan.3: C 0,85 f c a b C 0,85(5) a 00 C 95a kg (4.8) Menghitung tegangan tarik dari persaaan.4: T As f T ( 6,8) 400 T 507 kg (4.9) Dengan keseibangan H = 0 aka, C T Persaaan 4.8 dan 4.9 disubtitusikan ke persaaan 4.5. Persaaan 4.5 enjadi: C T 95 a 507

8 35 a a 0, 788 c (4.0) Menghitung lengan oen Z dari persaaan.5. Persaaan 4.6 dan 4.0 disubtitusikan ke persaaan.5: Z d a Z 9,5 (0,788) Z 9, 06 c (4.) Menghitung oen noinal (Mn) per eter dari persaaan.6. Persaaan 4.9 dan 4. disubtitusikan ke persaaan.6: M n M n T Z 5079,06 M n 3745,03 kgc/ M n 37,450 kg/ b. Menghitung oen noinal arah Menghitung tinggi efektif dari persaaan.: (4.) d = h 0,5 Φ tulangan tarik Φ tulangan tarik arah x - seliut beton d 0,5 d = 8,5 c (4.3) Menghitung a dari persaaan.:

9 36 a c a 0, 85c (4.4) Menghitung tegangan tekan dari persaaan.3 C 0,85 f c a b C 0,85(5) a00 C 95a kg (4.5) Menghitung tegangan tarik dari persaaan.4 T As f T ( 5,4) 400 T 576 kg (4.6) Dengan keseibangan H = 0 aka, C T Persaaan 4.5 dan 4.6 disubtitusikan ke persaaan 4.5. Persaaan 4.5 enjadi: C T 95 a 576

10 37 a a 0, 658 c (4.7) Menghitung lengan oen Z dari persaaan.5. Persaaan 4.3 dan 4.7 disubtitusikan ke persaaan.5: Z d a Z 8,5 (0,658) Z 8, 7 c (4.8) Menghitung oen noinal (Mn) per eter dari persaaan.6. Persaaan 4.6 dan 4.8 disubtitusikan ke persaaan.6 M n M n T Z 5768,7 M n 076,06 kgc/ M n 07,6 kg/ (4.9) Hasil perhitungan oen noinal di tupuan dari julah tulangan ang terpasang untuk asing-asing tipe pelat ditabelkan pada Tabel 4. (lihat Lapiran Tabel). Hal ang saa dengan oen noinal di lapangan, besarna oen noinal di tupuan tidak dipengaruhi bentuk pelat ang bervarian dan sapel pelat eiliki tebal pelat ang saa. Sehingga hasil perhitungan oen noinal di tupuan pelat dapat dipakai untuk seua tipe pelat ang ada dala penelitian ini.

11 38 4. Penentuan Kondisi Perletakan Pelat Penentuan kondisi perletakan pelat penting dala teori garis leleh. Perletakan ang berbeda di sisi pelat dapat enebabkan perlakuan ang berbeda pada pelat dan enghasilkan oen noinal ang berbeda. Perletakan pelat akan dinotasikan sesuai dengan Tabel.. Pada seua sapel pelat ang ada, perletakan akan diasusikan. Sesuai dengan subbab 3..5, perletakan pelat diasusikan jepit. Berikut ini adalah hasil penentuan kondisi perletakan pelat asing-asing tpe: (a) (b) (c) (d) Suber: Hasil Analisis Sendiri Gabar 4.a Asusi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe

12 39 (e) (f) (g) (h) (i) (j) Suber: Hasil Analisis Sendiri Gabar 4.b Asusi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe

13 40 (k) Suber: Hasil Analisis Sendiri Gabar 4.c Asusi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe 4.. Perhitungan nilai fixit ratio (i) pelat Perletakan pelat ang berjenis jepit eiliki fixit ratio akibat oen tupuan. Nilai oen noinal di lapangan dan tupuan didapat dari Tabel 4. dan Tabel 4. (lihat Lapiran Tabel) sebagai berikut: a. Mu lapangan: arah x sebesar 70,073 kg/ dan arah sebesar 54,43 kg/ b. Mu tupuan: arah x sebesar 37,450 kg/ dan arah sebesar 07,6 kg/ sehingga nilai fixit ratio (i) dapat dihitung dengan enggunakan persaaan.. Perhitungan nilai fixit ratio (i) sebagai berikut: arah x: i x i x n 37,450 kg 70,073 kg i,958 x (4.30) arah

14 4 i i i n 07,6 kg 54,43 kg,96 (4.3) Nilai fixit ratio (i) dari perhitungan arah x sebesar,958 dan arah sebesar,96. Menurut Gunawan dan Margaret (99), nilai fixit ratio ang dihasilkan perletakan digolongkan dala perletakan jepit sepurna aitu nilai fixit ratio (i) antara,5. Nilai fixit ratio (i) ang akan dipakai seua tipe pelat dala penelitian ini untuk analisis kerja virtual adalah nilai fixit ratio (i) dari perhitungan arah x aitu sebesar,958. Ini disebabkan dala perhitungan seua oen noinal arah baik di lapangan dan tupuan diubah ke dala oen arah x lapangan pada tahap akhir perhitungan. 4.. Perhitungan nilai μ transforasi affine Seua sapel tipe pelat ang dipakai dala penelitian ini bersifat ortotropis. Ini dibuktikan dari perbedaan julah tulangan terpasang antara arah x dan. Untuk eperudah perhitungan, pelat ortotropis diubah ke pelat isotropis dengan transforasi affine. Nilai rasio μ untuk sapel asing-asing tipe pelat didapat dari persaaan 4.7. Nilai oen ang dipakai adalah nilai oen noinal pelat baik arah x dan. Perhitungan rasio μ adalah sebagai berikut: Nilai rasio μ dari oen lapangan enggunakan persaaan.5: x 54,43 70,073 (.9)

15 4 0,748 (4.3) Nilai rasio μ dari oen tupuan enggunakan persaaan.5: x 07,6 37,450 0,749 (4.33) Nilai rasio μ didapat dari oen lapangan sebesar 0,748 dan dari oen tupuan sebesar 0,749. Perhitungan selanjutna dipakai nilai rasio μ dengan nilai ang terbesar aitu 0, Penentuan Pola Garis Leleh Tahap penentuan pola garis leleh enggunakan anggapan-anggapan pada subbab..3 dan aturan dasar pada subbab.3 dala enentukan pola garis leleh. Setiap bentuk pelat diabil tiga sapel pola garis leleh ang diungkinkan terbentuk terkecuali pada sapel bentuk pelat tipe J dan K. Pada sapel pelat tipe J dan K hana pola ang sudah ditentukan ang hana dapat dianalisis dengan etode ang sudah ditetapkan aitu etode analisis kerja virtual. Pola garis leleh dari asingasing tipe pelat telah ditentukan sebagai berikut:

16 43 Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4. Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe A Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.3 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe B Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.4 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe C

17 44 Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.5 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe D Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.6 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe E Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.7 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe F

18 45 Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.8 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe G Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.9 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe H Suber: Hasil Analisis Sendiri () () (3) Gabar 4.0 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe I

19 46 Suber: Hasil Analisis Sendiri () () Gabar 4. Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe J Suber: Hasil Analisis Sendiri Gabar 4. Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe K 4.4 Analisis Teori Garis Leleh Dengan Metode Kerja Virtual Pada tahap ini, sapel pelat dengan pola garis leleh ang ditentukan pada tahap sebeluna akan dianalisis dengan etode kerja virtual untuk engetahui beban aksiu. Karena pelat bersifat ortotropis, pelat harus diubah enjadi isotropis ekuivalen dengan transforasi affine. Transforasi affine sesuai dengan subbab.3.. Moen arah juga berubah karena perubahan pelat ortotropis ke isotropis ekuivalen. Moen arah Mu berubah enjadi μ.m baik di lapangan dan

20 47 tupuan. Moen negatif pelat aitu oen tupuan Mu berubah enjadi i.mu lapangan baik arah dan arah x karena fixit ratio. Pada titik perpotongan garis-garis leleh diberikan lendutan sebesar δ ang bernilai satuan (Gunawan dan Margaret, 99). Hasil analisis kerja virtual pada pelat adalah beban batas erata dengan satuan kg/ Perhitungan Beban Batas Masing-Masing Tipe Pelat Berikut adalah contoh perhitungan analsis teori garis leleh enggunakan etode kerja virtual untuk pelat tipe A pola kesatu: Suber: Hasil Analisis Sendiri Gabar 4.3 Diensi Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu Diketahui dari gabar 4.3: L x : 5,00 δ : satuan Mu : Moen lapangan L :,50 μ : 0,749 Mu : Moen Tupuan α : 45 o Mu : i.mu L :,5 M : i x.m L :,5 Mu : μ.m i x :,958 Mu : μ.m a. Rotasi (θn)

21 48 Rotasi terjadi pada setiap bidang segen ang dibentuk oleh garis-garis leleh. Subu rotasi setiap segen berada di perletakan. Berikut adalah rotasi ang dibentuk setiap segen: Tabel 4.3. Rotasi segen ang dibentuk θ Segen x AEB /L DFC /L BEFC /L AEFD /L b. Kerja dala Gabar 4.4. Kerja Dala Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu Persaaan.8 ang dipakai untuk enghitung kerja dala pelat. l un n 0 x 0 u x 0

22 49 Segen AEB DFC BEFC AEFD Tabel 4.4. Kerja Dala Masing-Masing Segen Kerja dala x 0 u x0 (M +M ). x. L (M +M ). x. L (Mu +Mu ).. Lx (Mu +Mu ).. Lx Jadi total kerja dala : l un n 0 L L Lx x x u u Lx (4.34) L Lx l un n 0 x u (4.35) Rotasi ang terjadi di setiap segen disubtitusikan ke persaaan l un n 0 L Lx L u L (4.36) Persaaan 4.36 enandakan pelat asih bersifat ortotropis. Sehingga harus diubah ke pelat isotropis ekuivalen dengan trasforasi affine. Mu berubah enjadi.m, dan Mu berubah enjadi.m l un n 0 L Lx L Persaaan 4.37 dipengaruhi fixit ratio (i) berubah enjadi l un n 0 l un n 0 l un n 0 L i L i Lx x L x i L i Lx x L i L Lx x L L x L L (4.37) (4.38)

23 50 Keudian data ang diketahui disubtitusikan ke persaaan 4.38 l 5 un n 0,958,5 0,749,5,5 l (,958),00,996 un n 0 l 4,778 un n 0 l un 9, n (4.39) Jadi total kerja dala ang terjadi pada pelat tipe A pola garis leleh ke- adalah 9,556 M. c. Kerja luar Gabar 4.5. Kerja Luar Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu Persaaan.9 ang dipakai untuk enghitung kerja luar pelat akibat beban ang diteria pelat. Kerja Luar W u ) Kerja luar segen ABE Lendutan pada titik berat segen ABE = L L Luas segen ABE = 3

24 5 Kerja luar segen = L L qu. 3 (4.40) ) Kerja luar segen AEFD Segen AEFD = Segen AEI + Segen IEFJ + Segen JFD Segen AEI Lendutan pada titik berat segen AEI = L L Luas segen AEI = Kerja Luar segen = Segen IEFJ L L qu. 3 Lendutan pada titik berat segen IEFJ = Lx L L Luas segen IEFJ = 3 Lx. Kerja Luar segen = L L qu Segen JFD Besar kerja luar JFD saa dengan kerja luar segen AEI aitu Kerja Luar segen = L L qu. 3 Jadi total kerja luar segen AEFD adalah Segen AEFD = Segen AEI + Segen IEFJ + Segen JFD Segen AEFD = L L qu. 3 L L qu. 3 Segen AEFD = L L qu. 3 Lx. + L L qu + Lx. + L L qu (4.4) (4.4) (4.43) (4.44)

25 5 3) Kerja luar segen DFC Kerja luar segen DFC saa dengan segen ABE Kerja Luar segen = 4) Kerja luar segen BEFC L L qu. 3 Kerja luar segen BEFC saa dengan segen AEFD Kerja luar segen = 5) Total kerja luar L L qu. 3 Kerja luar = ABE +DFC+BEFC+AEFD Kerja luar = L L qu. 3 + Lx. + L L qu L L qu. 3 + L L qu. 3 + Lx L L qu. Lx L L qu. L L qu (4.45) Kerja luar = L L qu. 3 + Lx L L. L L qu. qu 3 (4.46) Data ang diketahui disubtitusikan ke persaaan 4.46 Kerja luar = (,5) (,5) qu. () 3 + (,5) (,5) qu. () 5 (,5) (,5) qu. () 3 Kerja luar =,04 qu + (0,5 qu +,563 qu) Kerja luar =,04 qu + (,084 qu) Kerja luar =,04 qu + 4,68 qu

26 53 Kerja luar = 5, qu (4.47) d. Menghitung beban aksiu Beban aksiu pelat didapatkan dari persaaan.7 W l u un n 0 Persaaan 4.39 dan 4.47 disubtitusikan ke persaaan.7 5, qu 9, 556 9,556 qu 5, (4.48) Nilai M adalah nilai oen tahanan penapang lapangan arah x sebesar 70,073 kg/ didapat dari Tabel 4. sehingga persaaan 4.48 enjadi 9,556 70,073 qu 5, qu 3977,4 kg / Jadi qu sebesar 3977,4 kg/ atau 3,977 t/ (4.49) Proses perhitungan beban batas asing-asing tipe pelat dapat dilihat di Lapiran Perhitungan. Hasil perhitungan beban batas pelat dengan etode kerja virtual pelat tipe A pada pola garis leleh kesatu sebesar 3977,4 kg/ atau 3,977 t/. Pelat tipe A pola kedua enghasilkan beban batas sebesar 4746,66 kg/ atau 4,747 t/. Pelat tipe A pola ketiga enghasilkan beban batas sebesar 3977,89 kg/ atau 3,977 t/. Hasil perhitungan beban batas pelat tipe lain ditabelkan pada Tabel 4.3.

27 54 No Tabel 4.5 Beban Batas Pelat Masing-Masing Tipe Tipe Beban batas (qu) pola garis leleh Luasan ke- ke- ke-3 ( ) A 3, , , B 6, , , C, , , D 8, , , E 5, , , F,3.0, , G 5, , , H 6, , , I 3, ,38.7 5, J 6, , K 5, Satuan beban batas adalah kg/ Suber: Hasil analisa sendiri Pada ekanise kehancuran garis leleh dipilih beban batas ang terkecil (Gunawan dan Margaret,99). Hal ini disebabkan oleh ekanise kehancuran garis leleh ang dipakai adalah upper bound theor. Upper bound theor eberikan harga beban batas qu ang lebih besar daripada beban batas qu ang sebenarna enibulkan keruntuhan. Beban batas ang terkecil pelat tipe A adalah dari pola kesatu aitu sebesar 3977,4 kg/ atau 3,977 t/. Total beban batas setiap tipe pelat dari beban batas ang terkecil ditabelkan pada Tabel 4.6

28 55 Tabel 4.6 Total Beban Batas Masing-Masing Tipe Pelat Pola garis leleh Beban batas (qu) Luasan Total beban batas No Tipe (kg/ ) ( ) (kg) A ke- 3, ,74.75 B ke- 6, , C ke- 9, , D ke- 8, , E ke-3 3, , F ke-3 0, , G ke- 5, , H ke- 5, , I ke- 3, , J ke- 6, , K ke- 5, ,5.743 Suber: Hasil analisa sendiri Dari perhitungan beban batas pelat, hubungan antara beban batas dengan luasan pelat didapatkan dari Tabel 4.7. Tabel.4.7 Ratio Lx/L Masing-asing Tipe Pelat No Tipe Lx/L Beban batas (qu) (kg/ ) Luasan ( ) A, ,4,5 B 0, ,0 6,59 3 C 0, ,547 7,84 4 D 0, ,079 4,9 5 E 0, ,03 0,76 6 F 0,39 0.4,480 8,07 7 G 0, ,558 8, 8 H, ,405 7,84 9 I, ,90,7 0 J 0, ,498 7,66 K, 5.05,648,89 Suber: Hasil analisa sendiri pelat Hubungan antara beban batas pelat dan luasan pelat untuk bentuk segitiga dan bentuk segiepat ditapilkan dala Gabar 4.6 dan 4.7 (lihat Lapiran Gabar)

29 56 untuk kondisi fc,5 MPa; f 40 MPa; dan luas tulangan ang terpasang. Dari Gabar 4.6 dan 4.7, dapat diketahui bahwa nilai beban batas seakin kecil jika luasan pelat seakin luas. Pernataan ini tidak berlaku untuk pelat tipe J dan K karena pelat tipe J dan K eiliki terdapat bukaan. Ini terlihat dari garis eksponensial ang enunjukkan penurunan ketika pelat eiliki nilai luasan ang seakin besar dengan nilai R untuk bentuk segitiga sebesar 0,98 dan bentuk segiepat sebesar 0,90 Beban Batas (kg/) Hubungan Antara Beban Batas (qu)dengan Luasan Pelat Bentuk Segitiga 0, , , , , , , , , , , = -336ln(x) R² = , , Luasan ( ) Untuk nilai Lx/L 0,30-,00; fc,5 MPa; f 40 MPa; dan As x lapangan = 3,4 c ; As x tupuan=6,8 c ; As lapangan =,6 c ; As tupuan = 5,4 c Suber : hasil analisis Sendiri Gabar 4.6 Hubungan Antara Beban Batas (qu) dengan luasan Pelat Bentuk Segitiga

30 Kontrol Keaanan Beban Ultiit dengan Beban Batas Pelat Kontrol keaanan beban ultiit noinal dengan beban batas pelat bertujuan untuk eeriksa kondisi pelat saat kondisi beban ultiit noinal pelat tercapai Perhitungan Beban Ultiit Pelat Beban ultiit noinal pelat didapat dari persaaan analisis elastic untuk enghitung oen pelat dua arah. Contoh perhitungan beban ultiit noinal diabil pelat tipe A pola kesatu. Data pelat tipe A pola kesatu diketahui sebagai berikut: L x /L :,00 Mn x Lapangan : 70,073 kg/ L :,50 Mn x Tupuan : 37,45 kg/ L x : 5,00 Ruus ang digunakan dari Tabel koefisien oen distribusi pelat dua arah (lihat Lapiran Tabel). Moen noinal pelat di tupuan digunakan untuk encari W n. MnxTupuan 0,00W 37,45 kg/ 0,00W 37,45 W n 0,00 (,5) (8) 677,95kg / W n n L n x (,5) (8) (4.50) (4.5) (4.5) Beban ang dihasilkan adalah beban ultiit noinal pelat (W n ) sehingga perlu direduksi dengan factor reduksi Ø sebesar 0,8 untuk lentur tanpa beban aksial sesuai dengan SNI sehingga W n enjadi, 677,95kg / 677,95kg / (0,8) W u W u (4.53) 4,36kg / W u (4.54)

31 58 Hasil perhitungan beban ultiit pelat digunakan control untuk seua tipe pelat dala penelitian ini karena beban ultiit pelat tidak berpengaruh terhadap bentuk asing-asing tipe pelat Kontrol Keaanan Dala tahap ini, seua beban batas ang dihasilkan dari teori garis leleh dengan penelesaian etode kerja virtual digunakan sebagai acuan terhadap kontrol keaanan beban ultiit. Hasil kontrol keaanan beban ultiit terhadap beban batas pelat ditabelkan dala Tabel 4.8. Hasil penelitian enunjukkan nilai sebesar,666 3,48 untuk pelat ang berbentuk segiepat kecuali untuk pelat tipe J dan K karena terdapat bukaan pada pelat. Sedangkan nilai untuk pelat berbentuk segitiga sebesar 4,35 8,434. Dengan hasil nilai ratio > untuk seua pelat, hal ini enunjukkan bahwa pelat tidak akan engalai keruntuhan ketika pelat encapai beban ultiit,. Tabel 4.8 Kontrol Keaanan Beban Ultiit Terhadap Beban Batas Beban ulitiit Beban batas No Tipe (q) (qu) (kg/) (kg/) A , B , C , D , E , F , G , H , I , J , K , Suber: Hasil analisa sendiri

32 Kontrol Keaanan Moen Pelat Moen ang terjadi akibat beban ultiit ang dianalisis dengan teori garis leleh dengan oen noinal dari tulangan ang terpasang ini bertujuan untuk engetahui tingkat keaanan pelat jika beban ultiit dianggap sebagai beban batas pelat Perhitungan Moen Batas Perhitungan oen batas akibat beban ultiit ang dianggap sebagai beban batas pelat diabil dari persaaan pada perhitungan beban batas kerja virtual. berikut adalah contoh perhitungan oen batas akibat beban ultiit ang dianggap sebagai beban batas pelat: a. Pelat tipe A pola garis leleh kesatu Perhitungan oen batas akibat beban ultiit enggunakan persaaan dari persaaan 4.48 aitu: 9,556 qu 5, keudian nilai qu dari nilai hasil perhitungan beban ultiit pada bab 4.5. sebesar 4,36 kg/. Nilai qu disubtitusikan ke persaaan 4.48 enjadi: 9,556 4,36 5, 4,36 5,673 4,36 5, ,65 kg / (4.55) sehingga nilai saa dengan 377,65 kg/. Nilai ditabah 0% untuk encegah corner lever (Kenned dan Goodchild, 004).

33 60 377,36, 0 45,45 kg / b. Pelat tipe A pola garis leleh kedua Untuk pola garis leleh kedua, enghitung oen batas enggunakan persaaan 0 Lapiran Perhitugan A. aitu: 38,7 qu 5,647 (0) Keudian nilai qu sebesar 4,36 kg/ disubtitusikan ke persaaan 0 Lapiran Perhitungan A. sehingga enjadi: 38,7 4,36 5,647 4,36 6,768 4,36 6,768 36,54 kg / Nilai ditabah 0% untuk encegah corner lever (Kenned dan Goodchild, 004). Nilai enjadi: 36,54, 0 348,96 kg / c. Pelat tipe A pola garis leleh ketiga Untuk pola garis leleh kedua, enghitung oen batas enggunakan persaaan 0 Lapiran Perhitungan A. aitu: 3,64 qu 4,67 (0)

34 6 Keudian nilai qu sebesar 4,36 kg/ disubtitusikan ke persaaan 0 Lapiran Perhitungan A. sehingga enjadi: 3,64 4,36 4,67 4,36 5,6 4,36 5, ,64 kg / Nilai ditabah 0% untuk encegah corner lever (Kenned dan Goodchild, 004). 377,64, 0 45,40 kg / Hasil perhitungan oen batas untuk asing-asing tipe pelat ditabelkan dala Tabel 4.9. Hasil perhitungan oen batas ini adalah oen batas pada daerah lapangan arah x. Ini disebabkan seua persaaan oen tupuan arah, oe lapangan arah, dan oen tupuan arah x saat perhitungan diubah ke oen lapangan arah x dengan transforasi affine untuk oen di arah dan fixit ratio untuk oen tupuan. Berikut adalah contoh untuk enentukan oen lapangan arah, oen tupuan arah x dan arah : a. Pelat tipe A pola garis leleh kesatu Tabel 4.9 eiliki nilai oen arah x untuk pelat tipe A pola kesatu sebesar 45,45 kg/. Moen tupuan arah x Menggunakan persaaan.

35 6 i x n Nilai i x didapat dari persaaan 4.30 aitu sebesar,958.,958 45,45,958 45,45 83,38 kg/ Moen lapangan arah Persaaan.5 digunakan untuk encari oen lapangan arah x Nilai didapatkan dari persaaan 4.33 aitu sebesar 0,749. 0,749 45,45 0,749 45, 45 3,46 kg/ Moen tupuan arah Moen tupuan arah didapatkan dari dikalikan dengan i x 3,45,958 u 609, kg/ u b. Pelat tipe A pola garis leleh kedua

36 63 Tabel 4.9 eiliki nilai oen arah x untuk pelat tipe A pola kedua sebesar 348,96 kg/. Moen tupuan arah x Menggunakan persaaan. i x n Nilai i x didapat dari persaaan 4.30 aitu sebesar,958., ,96, ,96 68,767 kg / Moen lapangan arah Persaaan.5 digunakan untuk encari oen lapangan arah x Nilai didapatkan dari persaaan 4.33 aitu sebesar 0,749. 0, ,96 0, , 96 60,798 kg/ Moen tupuan arah Moen tupuan arah didapatkan dari dikalikan dengan i x

37 64 60,798,958 u 50,644 kg/ u c. Pelat tipe A pola garis leleh ketiga Tabel 4.9 eiliki nilai oen arah x untuk pelat tipe A pola ketiga sebesar 45,40 kg/. Moen tupuan arah x Menggunakan persaaan. i x n Nilai i x didapat dari persaaan 4.30 aitu sebesar,958.,958 45,40,958 45,40 83,353 kg / Moen lapangan arah Persaaan.5 digunakan untuk encari oen lapangan arah x Nilai didapatkan dari persaaan 4.33 aitu sebesar 0,749. 0,749 45,40 0,749 45, 40

38 65 3,35 kg/ Moen tupuan arah Moen tupuan arah didapatkan dari dikalikan dengan i x 3,34,958 u 609,0 kg/ u Hasil perhitungan untuk pelat asing-asing tipe ditabelkan dala Tabel 4.9 untuk oen batas di lapangan arah x. Tabel 4.0 untuk oen batas di tupuan arah x, Tabel 4. oen batas di lapangan arah (lihat Lapiran Tabel), dan Tabel 4. Moen batas tupuan arah (lihat Lapiran Tabel). Tabel 4.9 Moen Batas Lapangan Arah X Masing-Masing Tipe Pelat No Tipe Moen batas (qu) pola garis leleh ke- ke- ke-3 A B C D E F G H I J K Moen batas ditabah 0% untuk encegah corner lever. Moen batas eiliki satuan kg/. Suber: Hasil analisa sendiri Untuk kontrol oen, diabil nilai ang terbesar dari oen lapangan dan tupuan baik arah x dan.

39 Kontrol Moen Batas Terhadap Moen Noinal Pelat Kontrol oen batas terhadap oen noinal bertujuan untuk eeriksa keaanan pelat jika beban ultiit dianggap beban batas ang enghasilkan beban batas. Jika oen batas dari beban ultiit ang dianggap beban batas lebih besar dari oen noinal akibat tulangan terpasang aka pelat tersebut dinatakan tidak aan. Jika sebalikna aka kondisi pelat dinatakan aan. Kontrol oen ditabelkan dala Tabel 4.3 untuk oen lapangan arah x, Tabel 4.4 untuk oen tupuan arah x (lihat Lapiran Tabel), Tabel 4.5 untuk oen lapangan arah (lihat Lapiran Tabel). Tabel 4.6 untuk oen tupuan arah (lihat Lapiran Tabel). Tabel 4.3 Kontrol Moen Batas di Lapangan Arah X Terhadap Moen Noinal No Tipe Pola garis leleh Moen batas (Mu) (kg/) Moen noinal (Mn) (kg/) A ke B ke C ke D ke E ke F ke G ke H ke I ke J ke K ke Suber: Hasil analisa sendiri

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur

Lebih terperinci

Lampiran 1 - Prosedur pemodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol simpangan antar tingkat menggunakan program ETABS V9.04

Lampiran 1 - Prosedur pemodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol simpangan antar tingkat menggunakan program ETABS V9.04 50 Lapiran 1 - Prosedur peodelan struktur gedung (SRPMK) untuk kontrol sipangan antar tingkat enggunakan progra ETABS V9.04 Pada sub bab ini, analisis struktur akan dihitung serta ditunjukan dengan prosedur

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di daerah asalnya yaitu daerah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rancangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass

Lampiran 1. Rancangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass LAMPIRAN 60 Lapiran 1. Ranangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass 61 Lapiran 1. (lanjutan) 62 Lapiran 2. Ranangan Pintu Air dari Bahan Beton Serat 63 Lapiran 2. (lanjutan) 64 Lapiran 3. Perhitungan Modulus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

BAB V FONDASI RAKIT. Fondasi rakit merupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit melebar keseluruh bagian dasar bangunan.

BAB V FONDASI RAKIT. Fondasi rakit merupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit melebar keseluruh bagian dasar bangunan. BAB V FONASI RAKIT I. PENAHULUAN Fondasi rakit erupakan bagian bawah struktur yang berbentuk rakit elebar keseluruh bagian dasar bangunan. Fondasi rakit digunakan jika lapis tanah eiliki kapasitas dukung

Lebih terperinci

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984 JURNAL LOGIKA, Volue XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : 1978-2560 www.jurnallogika.co KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984 Fathur Rohan (Universitas Swadaya Gunung Jati) Abstrak Kolo adalah batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TEORETIK

BAB III ANALISA TEORETIK BAB III ANALISA TEORETIK Pada bab ini, akan dibahas apakah ide awal layak untuk direalisasikan dengan enggunakan perhitungan dan analisa teoretik. Analisa ini diperlukan agar percobaan yang dilakukan keudian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. Uu Transforator erupakan suatu alat listrik yang engubah tegangan arus bolak balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain elalui suatu gandengan agnet dan berdasarkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gepa dapat terjadi sewaktu waktu akibat gelobang yang terjadi pada sekitar kita dan erabat ke segala arah.gepa bui dala hubungannya dengan suatu wilayah berkaitan

Lebih terperinci

Perencanaan Konstruksi Dinding Penahan Tanah pada Underpass PTC, Surabaya ABSTRAK PENDAHULUAN

Perencanaan Konstruksi Dinding Penahan Tanah pada Underpass PTC, Surabaya ABSTRAK PENDAHULUAN 1 Perencanaan Konstruksi Dinding Penahan Tanah pada Underpass PTC, Surabaya Ronald Adi Saputro, Suwarno, Musta in Arief Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUASAN AREAL PERTANAMAN DAERAH IRIGASI UPT-1 SUNGAI PAKU BERDASARKAN DEBIT AIR PADA SALURAN PRIMER BENDUNGAN SUNGAI PAKU

ANALISIS PERUBAHAN LUASAN AREAL PERTANAMAN DAERAH IRIGASI UPT-1 SUNGAI PAKU BERDASARKAN DEBIT AIR PADA SALURAN PRIMER BENDUNGAN SUNGAI PAKU NLISIS PERUBHN LUSN REL PERTNMN DERH IRIGSI UPT- SUNGI PKU BERDSRKN DEBIT IR PD SLURN PRIMER BENDUNGN SUNGI PKU Virgo Trisep Haris, Lusi Dwi Putri, Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru E-ail:lusidwiputri@unilak.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis JURNAL TEKNIK ITS Vol., (Sept, ) ISSN: 3-97 G-59 Prediksi Uur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunai dengan Metode Spectral Fatigue Analysis Angga Yustiawan dan Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL Diajukan untuk eenuhi persyaratan eperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAB V PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Dala perencanaan suatu bangunan pantai harus ditetapkan terlebih dahulu paraeter-paraeter yang berperan dalan perhitungan struktur. Paraeterparaeter tersebut

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012 Perteuan ke-3 Persaaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 7 Septeber 01 Analisa Terapan Terapan:: Metode Nuerik Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Bisection Dasar Teorea: Suatu persaaan ()0, diana

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

METHOD OF CALCULATIONS FOR THE DEFLECTIONS, MOMENTS AND SHEARS ON CAKAR AYAM SYSTEM TO DESIGN CONCRETE ROAD PAVEMENTS

METHOD OF CALCULATIONS FOR THE DEFLECTIONS, MOMENTS AND SHEARS ON CAKAR AYAM SYSTEM TO DESIGN CONCRETE ROAD PAVEMENTS METHOD OF CALCULATIONS FOR THE DEFLECTIONS, MOMENTS AND SHEARS ON CAKAR AYAM SYSTEM TO DESIGN CONCRETE ROAD PAVEMENTS METODE HITUNGAN LENDUTAN, MOMEN DAN GAYA LINTANG SISTEM CAKAR AYAM UNTUK PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data dan asumsi ang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Dimensi pelat lantai Dimensi pelat lantai ang dianalisa disajikan pada Tabel 4.1 berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON 3. Metode Beda Hingga Crank-Nicolson (C-N) Metode Crank-Nicolson dikebangkan oleh Crank John dan Phyllips Nicholson pada pertengahan abad ke-, etode ini erupakan

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

Alternatif jawaban soal uraian

Alternatif jawaban soal uraian Lapiran Alternatif jawaan soal uraian. Lukislah garis ang elalui pangkal koordinat O(0,0) dan epunai gradien erikut ini! a. -. ) Noor poin a a) Alternatif pertaa langkah pengerjaan pertaa Persaaan garis

Lebih terperinci

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011)

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011) Soal Latihan (3-11 Noveber 2011) Kerjakan soal-soal berikut selaa 1 inggu untuk elatih keapuan Anda. Kerjakan 2-3 soal per hari. Sebelu engerjakan soal-soal tersebut, sebaiknya Anda engerjakan soalsoal

Lebih terperinci

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude 9/0/0 Perhitungan Tahanan Kapal dengan etode Froude Froude enganggap bahwa tahanan suatu kapal atau odel dapat dipisahkan ke dala dua bagian: () tahanan gesek dan () tahanan sisa. Tahanan sisa ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN 35 BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN Skripsi ini bertujuan untuk elihat perbedaan hasil pengukuran yang didapat dengan enjulahkan hasil pengukuran enggunakan kwh-eter satu fasa pada jalur fasa-fasa dengan

Lebih terperinci

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 4 KAJI PARAMETRIK Bab 4 Kaji Paraetrik BAB 4 Kaji paraetrik ini dilakukan untuk endapatkan suatu grafik yang dapat digunakan dala enentukan ukuran geoetri tabung bujursangkar yang dibutuhkan, sehingga didapatkan harga P

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI KONSTAN: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika (ISSN.460-919) Volue 1, No., Maret 016 MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI 1 Suraidin, Islahudin, 3 M. Firan Raadhan 1 Mahasiswa Sarjana

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971 ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-97 Modul-3 Sistem lantai yang memiliki perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek berkisar antara,0 s.d. 2,0 sering ditemui. Ada

Lebih terperinci

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dala bidang konstruksi sifat aterial yang dapat terdefleksi erupakan suatu hal yantg sangat enakutkan karena bila saja hal tersebut terjadi aka struktur yang dibangun

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA ASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU ASA Maulana Ardiansyah, Teguh Yuwono, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro TI - ITS Abstrak Generator induksi

Lebih terperinci

E /2 bata D C /2 bata 1 B Y X A. 6.5m 6.5m 6.5m 6.5m I II III IV V RANGKA TIPIKAL ARAH-X

E /2 bata D C /2 bata 1 B Y X A. 6.5m 6.5m 6.5m 6.5m I II III IV V RANGKA TIPIKAL ARAH-X fc' : fy : Fungsi antai (pertokoan) : a : b : 4 Pa 300 Pa 50 kg/ 6.5 6 6 6 6 6 E 3 4 5 6 / bata D 9 0 C 5 6 7 8 / bata B Y 3 4 X A 6.5 6.5 6.5 6.5 I II III IV V RANGKA TIPIKAL ARAHX 45 3.5 45 45 3.5 45

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION

IMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION IMPLEMENTSI PNORMIC IMGE MOSIC DENGN METODE 8 PRMETER PERSPECTIVE TRNSFORMTION Rud dipranata, Hendra Litoo, Cherr G. Ballangan Teknik Inforatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 1 KESEIMNGN END EGR (Soal abahan Persiapan Ujian Perbaikan) 1. n enyusun 5 buah batang ebentuk huruf R seperti pada gabar. entukanlah Koordinat titik berat tersebut! 2. Ru enyusun 4 buah batang ebentuk

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI

BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI 5. PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN 5.. Perhitungan Diensi Saluran Tersier Saluran tersier tidak direncanakan sebagai jalur navigasi sehingga perhitungan diensi untuk salutan

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 013 TINGKAT PROPINSI FISIKA Waktu : 3,5 ja KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1 DAFTA ISI. Penyearah Fasa Gelobang Penuh Terkontrol Beban..... Cara Kerja angkaian..... Siulasi Matlab...7.3. Hasil Siulasi.... Penyearah Gelobang Penuh Terkontrol Beban -L..... Cara Kerja angkaian.....

Lebih terperinci

Persamaan Garis Singgung. Disusun Oleh: Anang Wibowo, S.Pd

Persamaan Garis Singgung. Disusun Oleh: Anang Wibowo, S.Pd ersaaan Garis Singgung Disusun Oleh: Anang Wibowo, S.d www.atikzone.wordpress.co April Download juga Galeri Soal Lingkaran, 7 soal beserta penelesaianna dan soal latihan. Gratis tanpa baar Hana di www.atikzone.co.cc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA Zuhnia Lega 1, Agusni, Supriadi Putra 1 Mahasiswa Progra Studi S1 Mateatika Laboratoriu Mateatika

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUMPUAN BENTANG 120 METER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto 2 ) M.

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUMPUAN BENTANG 120 METER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto 2 ) M. Perhitungan Struktur Jembatan Lengkung Rangka Baja Dua Tumpuan Bentang 10 eter PERHITUNGAN STRUKTUR JEBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUPUAN BENTANG 10 ETER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto ). Yusuf ) Abstrak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS SINGGUNG LINGKARAN

PERSAMAAN GARIS SINGGUNG LINGKARAN PERSAMAAN GARIS SINGGUNG LINGKARAN Dari gabar orang bersepeda di atas jelas terlihat bahwa jalan yang dilalui sepeda selalu enyinggung roda sepeda, baik depan aupun belakang asing-asing di titik A dan

Lebih terperinci

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo Kecepatan ato gas dengan distribusi Mawell-Boltzann () Oleh: Purwadi Raharjo Dala proses odifikasi perukaan bahan, kita ungkin sering endengar teknologi pelapisan tipis (thin fil). Selain pelapisan tipis,

Lebih terperinci

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON 03-2847-2002 DAN SNI GEMPA 03-1726-2002 Rinto D.S Nrp : 0021052 Pembimbing : Djoni Simanta,Ir.,MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK Lucky T Sianjuntak, Maksu Pine Departeen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Suatera Utara, Medan e-ail : LuckyTrasya@gail.co

Lebih terperinci

ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG

ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG Jurnal Iliah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 2, Juli 2013 ISSN 2087-9334 (94-98) ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG Octaviani Litwina Ada Aluni

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam Dapatkan soal-soal lainnya di http://foru.pelatihan-osn.co SOAL OLIPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SA Waktu : 4 ja 1. (nilai 0) A. Sebuah obil bergerak enuruni suatu jalan

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 3.. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis merancang suatu struktur bangunan dengan denah seperti berikut : Gambar 3.. Denah bangunan 33 34 Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci

Trihanyndio Rendy Satrya (Mhs S2 Geoteknik FTSP ITS) DR. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro, M Eng (Dosen Pembimbing)

Trihanyndio Rendy Satrya (Mhs S2 Geoteknik FTSP ITS) DR. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro, M Eng (Dosen Pembimbing) STUDI PENGARUH BEBERAPA VARIASI BATAS CAIR TANAH LEMPUNG PADA PONDASI DANGKAL DENGAN PEMBEBANAN DINAMIS ZONA GEMPA INDONESIA 4, 5, 6 (DENGAN MENGGUNAKAN UJI MODEL DI LABORATORIUM) Trihanyndio Rendy Satrya

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM Benny Yohannes 1,Daniel Rubi Teruna 2 1 Departeen Teknik Sipil, Universitas Suatera

Lebih terperinci

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC1-12706 Denny M. E Soedjono (1), Joko Sarsetiyanto (2), Dedy Zulhidayat Noor (3), Davit Priabodo 4) 1),2),3),4) Progra Studi D3 Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

BAB 2 PEMODELAN PUTARAN TURBIN GENERATOR PLTN

BAB 2 PEMODELAN PUTARAN TURBIN GENERATOR PLTN 5 BAB PEMODELAN PUTARAN TURBIN GENERATOR PLTN Kebutuhan akan penabahan pebangkit listrik saat ini sangat diperlukan engingat Indonesia diprediksi dala keadaan krisis energi listrik diasa endatang. Saat

Lebih terperinci

Model Produksi dan Distribusi Energi

Model Produksi dan Distribusi Energi Model Produksi dan Distribusi Energi Yayat Priyatna Jurusan Mateatika FMIPA UNPAD Jl. Raya Jatinangor Bdg Sd K 11 E ail : yatpriyatna@yahoo.co Abstrak Salah satu tujuan utaa proses produksi dan distribusi

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GLOMBANG LKTROMAGNTIK Contoh. Hubungan dan B dari gelobang bidang elektroagnetik Suatu gelobang bidang elektroagnetik sinusoidal dengan frekuensi 5 MHz berjalan di angkasa dala arah X, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R.

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R. 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningru*, Ia Santoso**, R.Rizal Isnanto** Abstrak - Tekstur adalah karakteristik yang penting

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan, fabrikasi dan pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan, fabrikasi dan pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tepat dan Waktu Penelitian Percobaan, fabrikasi dan pengabilan data pada penelitian ini dilakukan di Laboratoriu Terodinaika serta Bengkel Mekanik untuk elakukan beberapa

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JENIS KAYU BERDASARKAN SIFAT ELEKTRIK QUANTIFICATION THE TYPES OF WOOD BASED ELECTRICAL PROPERTIES

KUANTIFIKASI JENIS KAYU BERDASARKAN SIFAT ELEKTRIK QUANTIFICATION THE TYPES OF WOOD BASED ELECTRICAL PROPERTIES ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Deseber 2017 Page 3906 KUANTIFIKASI JENIS KAYU BERDASARKAN SIFAT ELEKTRIK QUANTIFICATION THE TYPES OF WOOD BASED ELECTRICAL PROPERTIES Zeny Firdha

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA J. J. Siang BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA Intisari Dala tulisan ini dipaparkan engenai sejarah peneuan bilangan pria, pengujian bilangan pria besar, serta salah satu aplikasinya dala kriptografi

Lebih terperinci

Uji Rank Mann-Whitney Dua Tahap

Uji Rank Mann-Whitney Dua Tahap Statistika, Vol. 7 No., 55 60 Mei 007 ji Rank Mann-Whitney Dua Tahap Teti Sofia Yanti Dosen Jurusan Statistika FMIPA NISBA. Abstrak ji rank Mann-Whitney adalah salah satu bentuk pengujian dala analisis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Berdasarkan SNI 03 1974 1990 kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci

MOMENTUM SUDUT DAN ROTASI BENDA TEGAR

MOMENTUM SUDUT DAN ROTASI BENDA TEGAR BAB 7 Drs. Pristiadi Utoo, M.Pd. MOMENTUM SUDUT DAN ROTASI BENDA TEGAR STANDAR KOMPETENSI : Menerapkan konsep dan prinsip ekanika klasik siste kontinu dala enyelesaikan asalah. KOMPETENSI DASAR Setelah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

User-Based Collaborative Filtering Dengan Memanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dalam Sistem Rekomendasi

User-Based Collaborative Filtering Dengan Memanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dalam Sistem Rekomendasi User-Based Collaborative Filtering Dengan Meanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dala Siste Rekoendasi Arvid Theodorus 1, Djoko Budiyanto Setyohadi 2, Ernawati 3 Magister Teknologi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

PERENCANAAN DIMENSI SALURAN DRAINASE KAWASAN PABRIK PT. SINAR ALAM PERMAI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

PERENCANAAN DIMENSI SALURAN DRAINASE KAWASAN PABRIK PT. SINAR ALAM PERMAI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN PERENCANAAN DIMENSI SALURAN DRAINASE KAWASAN PABRIK PT. SINAR ALAM PERMAI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN Mega Gusti Heka Student, Civil Engineering Departent, University of Sriwijaya, Palebang 30227,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG SANTIKA HOTEL BEKASI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG SANTIKA HOTEL BEKASI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG SANTIKA HOTEL BEKASI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) DANANG KURNIAWAN 3111.030.039 WIDITA ARAWINDA 3111.030.129 Dosen Pembimbing: Dr. M. Muntaha,

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB 21. INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

BAB 21. INDUKSI ELEKTROMAGNETIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB. INDUKSI EEKTROMAGNETIK.... Huku Faraday dan enz.... Generator istrik...6.3 Transforator...7.4 Indukstansi...9.5 Energi dala Medan Magnet....6 Rangkaian istrik AC...4.7 Osilator....8

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci