STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK"

Transkripsi

1 STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK Frandy Ferdian, Amelia Makmur, S.T., M.T. Binus Universiy, Jl. K.H. Syahdan no.9 ABSTRAK Perkerasan beon berpori merupakan salah sau benuk perkembangan infrasrukur dalam mendukung pembangunan pengembangan lahan dan penanganan aliran permukaan. Benuk beon berpori yang beronggarongga menyebabkan kua ekan beon berpori relaif rendah, sehingga dibuuhkan peneliian unuk mencari peningkaan kua ekan beon berpori. Peneliian dilakukan unuk mengeahui jenis dan komposisi bahan ambahan (admixure) pada campuran beon berpori sesuai nilai kua ekan beon berpori dan juga meliha nilai porosias yang dihasilkannya pada aplikasi sidewalk. Pembuaan sampel benda uji beon berpori berbenuk kubus 15x15x15 cm, dengan proporsi campuran semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air yang dibuuhkan 130 lier/m 3 ; Agrega kasar kg/m 3 dengan persenase: 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm. Variasi jenis sera persenase bahan ambahan yang dipakai, yaiu menggunakan Abu sekam padi dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori; Fly ash dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori; dan Produk Sika Air Enraining (Sika AE) dengan kadar 1, 2, 3% dari bera air dalam seiap campuran beon berpori. Hasil kua ekan beon berpori yang ingin dicapai pada umur 28 hari adalah anara 150 sampai 180 kg/cm 2. Campuran beon berpori yang mencapai kua ekan ersebu, yaiu kua ekan raa-raa dengan campuran fly ash 20% adalah 152,28 kg/cm 2 ; campuran Sika AE 1% adalah 175,53 kg/cm 2 dan campuran Sika AE 3% adalah 182,47 kg/cm 2. Hasil kua ekan beon berpori dengan campuran Sika Air Enraining 3% mencapai dan melebihi baas kua ekan rencana yang diharapkan unuk perkerasan sidewalk. Kaa Kunci: Beon berpori, Pervious concree, Bahan ambahan, Kua Tekan Beon, Sidewalk PENDAHULUAN Beon merupakan salah sau bahan yang banyak digunakan sebagai perkerasan jalan, karena bukan saja memiliki keandalan dalam hal kekuaan, keawean sera kemudahan pelaksanaannya, eapi juga mempunyai nilai ekonomis yang relaif baik. Oleh karena iu, dengan perkembangan eknologi beon sekarang ini, dilakukan usaha unuk meningkakan kinerja beon menjadi lebih efekif dan efisien sebagai bahan perkerasan jalan yaiu dengan cara membua srukur perkerasan beon berpori (pervious concree pavemen) yang memungkinkan aliran permukaan unuk infilrasi ke dalam anah. Koa-koa besar di Indonesia seperi Jakara, sudah banyak dibangun perumahan sehingga banyak lahan yang adinya berfungsi menyerap air kini eruup oleh gedunggedung dan pengerasan jalan dengan aspal. Selain iu banjir juga disebabkan oleh gangguan fungsi drainase

2 yang ada akiba umpukan sampah. Jalan dari beon maupun aspal bersifa kedap air, sehingga air hujan akan langsung ergenang di jalan-jalan ersebu. Salah sau upaya unuk mereduksi jumlah air limpasan adalah dengan mengaplikasikan perkerasan berpori yang memiliki efisiensi cukup inggi dalam meresapkan air limpasan ke dalam anah. Dengan digunakannya beon berpori sebagai perkerasan diharapkan dapa menjadi salah sau alernaif perkerasan unuk mengurangi permasalahan lingkungan yang ada. Dengan penggunaan perkerasan beon berpori maka air permukaan, eruama air hujan akan dapa disalurkan ke dalam anah kembali agar idak erbuang begiu saja. Sehingga dapa menambah cadangan air anah sera mencegah erjadinya banjir. Benuk beon berpori yang memiliki rongga-rongga menyebabkan kua ekan beon berpori relaif rendah (kua ekannya berkurang). Semakin inggi porosias beon maka kemampuannya unuk menahan beban akan semakin kecil, jadi apabila semakin besar kua ekan beon maka porosias beon erhadap air akan semakin kecil. Dimana biasanya beon berpori memiliki kua ekan sebesar 2,8 28 MPa (menuru ACI 522R Repor on Pervious Concree), menjadikan beon berpori lebih cocok bila diaplikasikan sebagai area empa parkir, jalan aman, sidewalk, rooar, aau jalanan di perumahan dengan inensias kendaraan yang kecil. Oleh karena iu dibuuhkan peneliian unuk mencari peningkaan kua ekan beon berpori karena beon berpori yang memiliki rongga-rongga. Tujuan dari peneliian ini adalah unuk mengeahui jenis dan komposisi bahan ambahan (admixure) pada campuran beon berpori sesuai nilai kua ekan beon berpori dan juga meliha nilai porosias yang dihasilkannya pada aplikasi sidewalk. Hasil peneliian ini diharapkan dapa bermanfaa sebagai referensi unuk pengembangan perkerasan beon berpori sebagai maerial yang ramah lingkungan dan dapa diaplikasikan pada sidewalk sesuai nilai kua ekan yang dibuuhkan. Peneliian yang dilakukan adalah mengukur nilai kua ekan dan kecepaan penyerapan air pada benda uji beon berpori. Beon Berpori Beon merupakan bahan bangunan uama yang banyak digunakan dalam suau srukur bangunan. Beon dalam aplikasinya digunakan unuk membua perkerasan jalan, srukur bangunan, pondasi, jalan, jembaan penyeberangan, srukur parkiran, dasar unuk pagar aau gerbang dan lain sebagainya. Beon berpori (pervious concree) merupakan ipe perkerasan pembangunan dampak rendah yang permeabel, yaiu campuran beon berpori yang idak menggunakan pasir aau hanya dalam jumlah kecil, sehingga menghasilkan beon dengan pori kira-kira 20%. Ruang pori ersebu membua air dapa mengalir di dalam perkerasan ke lapisan bauan berukuran seragam di bawahnya, lalu ke dalam anah - sehingga mengurangi aau menghilangkan aliran air di aas permukaan perkerasan. Gambar 1 Beon Berpori yang digunakan unuk beon berpori idak jauh berbeda seperi beon normal, perbedaan yang ada adalah dalam pembuaan beon berpori idak aau sediki sekali digunakan agrega halus pada campuran beonnya, dikarenakan beon berpori yang erbenuk memiliki rongga-rongga unuk porosias air, sera fakor air semen (FAS) memiliki peranan yang sanga pening, dengan ujuan agar rongga-rongga yang ada pada beon naninya idak eruup oleh pasa semen pada saa mengeras. Selain iu juga berujuan unuk mengika agrega agar idak mudah erlepas. Bahan Tambahan (admixure) Bahan ambahan (admixure) adalah suau bahan berupa bubuk aau cairan, yang diambahkan ke dalam campuran adukan beon selama pengadukan, dengan ujuan unuk mengubah sifa adukan aau beonnya [Spesifikasi Bahan Tambahan unuk Beon, SK SNI S ]. Berdasarkan ACI (American Concree Insiue), bahan ambah adalah maerial selain air, agrega dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beon

3 aau morar yang diambahkan sebelum aau selama pengadukan berlangsung. Penambahan bahan ambah dalam sebuah campuran beon aau morar idak mengubah komposisi yang besar dari bahan lainnya, karena penggunaan bahan ambah ini cenderung merupakan penggani aau susbiusi dari dalam campuran beon iu sendiri. Karena ujuannya memperbaiki aau mengubah sifa dan karakerisik erenu dari beon aau morar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi dalam bera-volume idak erasa secara langsung dibandingkan dengan komposisi awal beon anpa bahan ambah. Penggunaan bahan ambah dalam sebuah campuran beon harus memperhaikan sandar yang berlaku seperi SNI (Sandar Nasional Indonesia), ASTM (American Sociey for Tesing and Maerials) aau ACI (American Concree Insiue) dan yang paling uama memperhaikan peunjuk dalam manual produk dagang. Pada peneliian ini, bahan ambahan yang digunakan adalah abu sekam padi dan fly ash dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori; dan produk dari Sika, dengan ipe air enraining dengan kadar 1, 2, 3% dari jumlah bera air dalam seiap campuran beon berpori. METODOLOGI PENELITIAN Pendekaan Peneliian Bagan alir peneliian aau penjelasan secara umum enang uruan kegiaan yang dilaksanakan unuk menyelesaikan masalah dalam peneliian ini adalah sebagai beriku : Mulai Tinjauan Pusaka Pengujian Bahan Pemilihan Za Tambahan Pembuaan Benda Abu Fly Ash Sika AE 10% 20% 1% 3% 15% 10% 20% 2% 15% Pengujian Kua Tekan dan Permeabilias Analisa Hasil Pengujian Kesimpulan dan Saran Gambar 2 Bagan Alir Peneliian Peneliian dimulai dengan mengidenifikasi masalah yang ada dan dijadikan sebagai opik peneliian ini. Permasalahan yang diinjau mengenai sudi peneliian komposisi beon berpori menggunakan campuran semen porland komposi dengan variasi jenis sera persenase za ambahan unuk meningkakan nilai kua ekan pada aplikasi perkerasan sidewalk. Tinjauan kepusakaan dilakukan unuk menjelaskan gambaran umum obyek peneliian dan landasan eori yang menjadi acuan pusaka pada saa peneliian dan dalam penyusunan laporan peneliian. Tinjauan pusaka dilakukan dengan sudi lieraur mengenai beon berpori dan hal-hal yang erkai. Dikarenakan kurangnya referensi mengenai beon berpori di Indonesia maka referensi yang lebih banyak digunakan diperoleh dari hasil peneliian di negara lain. Dimana berdasarkan referensi-referensi ersebu didapakan kisaran komposisi pembuaan beon berpori sera pedoman aa cara pembuaan beon berpori yang akan digunakan sebagai perkerasan. Pendekaan peneliian yang dilakukan dibaasi dengan ruang lingkup/ baasan-baasan unuk menyederhanakan permasalahan selama peneliian berlangsung, adalah sebagai beriku : a. beon merupakan kisaran komposisi berdasarkan peneliian sebelumnya (peneliian Bagus Harano Pura, 2011) dan ACI 522R-10. b. Pengujian bahan-bahan yang akan digunakan sebagai campuran beon berpori.

4 c. Semen yang digunakan adalah semen Porland komposi (PCC). d. Agrega yang digunakan yaiu agrega kasar berupa kerikil aau bau pecah yang diperoleh dari indusri pemecah bau, dengan ukuran : - Agrega 2-3 cm (lolos saringan 38 mm dan erahan pada saringan 19 mm) - Agrega 1-2 cm (lolos saringan 19 mm dan erahan pada saringan 9,6 mm) - Agrega 0,5-1 cm (lolos saringan 9,6 mm dan erahan pada saringan 4,8 mm) e. Bahan ambahan (admixure) yang digunakan sebanyak 3 jenis, yaiu : - Abu sekam padi dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori. - Fly ash dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori. - Produk Sika air enraining dengan kadar 1, 2, 3% dari bera air dalam seiap campuran beon berpori. f. Benda uji dibua pada ceakan kubus berukuran 15x15x15 cm. Tiap komposisi dibua sebanyak 18 buah unuk masing-masing kadar jenis admixure (Abu sekam, Fly ash dan Sika AE). Toal benda uji sebanyak 162 buah. g. Parameer yang diukur adalah kua ekan dan kecepaan penyerapan air pada beon berpori. h. Nilai slump pada campuran beon berpori diabaikan, karena nilai slump yang erbenuk dari campuran beon berpori sanga besar. Hal ini disebabkan karena idak adanya pemakaian agrega halus dalam campuran beon berpori. i. Kua ekan beon berpori yang ingin dicapai pada umur 28 hari adalah anara 150 sampai 180 kg/cm 2 (Muu beon berpori yang diambil disesuaikan dengan muu baa beon dari SNI unuk aplikasi area sidewalk pejalan kaki). j. Pengujian benda uji dilakukan melalui pengujian kua ekan beon berpori pada hari ke 7, 14, dan 28 unuk mengeahui perkembangan kua ekan beon. k. Perawaan benda uji dilakukan unuk menjamin agar idak erjadi penguapan air dari benda uji, sehingga proses hidrasi yang erjadi pada benda uji dapa berlangsung dengan baik. l. Prosedur pengujian enang analisa saringan agrega kasar yang digunakan sesuai dengan sandar SNI m. Prosedur pengujian bera jenis dan penyerapan air agrega kasar yang digunakan sesuai dengan sandar SNI 1969:2008. n. Pengujian ingka peresapan air pada beon berpori dilakukan dengan menggunakan ala falling-head permeameer sederhana. Pada peneliian ini, parameer dan perbandingan yang digunakan berasal dari pengujian benda uji. Daa-daa yang dihasilkan kemudian dianalisa unuk mencapai kesimpulan yang diharapkan dapa memberi solusi dalam pembuaan beon berpori. Pembuaan dan pengujian benda uji dilakukan di laboraorium eknologi beon PT. Subur Brohers, Cakung. Pengujian kua ekan dilakukan dengan menggunakan ala uji kua ekan beon. Pengujian kemampuan penyerapan air pada beon berpori dilakukan seelah didapakan hasil kua ekan yang erbaik dari seiap komposisi beon berpori. Peneliian beon berpori ini dimulai dengan melakukan pemeriksaan aau perhiungan kadar air dan penyerapan agrega kasar. Pemeriksaan kadar air berujuan unuk menenukan kadar air agrega dengan cara pengeringan. Pemeriksaan penyerapan agrega kasar berujuan unuk unuk menenukan bera jenis dan persenase bera air yang dapa diserap agrega yang kemudian dihiung erhadap bera kering agrega. Hasil nilai kadar air dan penyerapan dari agrega kasar yang didapakan berujuan unuk mencari koreksi persenase jumlah air dalam campuran, agar didapakan campuran pasa semen yang dapa mengika agrega secara kua. Percobaan pendahuluan dilakukan unuk meliha komposisi campuran beon berpori yang direncanakan dapa dibua dengan komposisi yang epa. Pengujian/percobaan pendahuluan dilakukan dengan membua benda uji beon berpori menggunakan proporsi campuran perama dengan semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air yang dibuuhkan 130 lier/m 3 ; Agrega kasar kg/m 3 dengan persenase 50% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 10% agrega 0,5-1 cm. Persenase agrega kasar yang digunakan mengacu dari gambar grafik baas gradasi kerikil ukuran maksimum 40 mm dalam SNI Proporsi campuran kedua dengan mengubah persenase agrega kasar menjadi 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm. Perbedaan pemakaian proporsi agrega kasar dalam percobaan pendahuluan campuran sampel beon berpori adalah unuk menganalisa komposisi yang memiliki benuk permukaan beon berpori yang baik aau layak unuk sidewalk dan ikaan agreganya, yang selanjunya digunakan sebagai acuan proporsi campuran dalam membua benda uji beon berpori dalam peneliian ini. Pembuaan benda uji menggunakan ceakan (mold) benuk kubus berukuran 15x15x15 cm. Pembuaan benda uji beon berpori dibua dengan variasi jenis sera persenase bahan ambahan erdiri dari iga macam, yaiu dengan menggunakan admixure adalah abu sekam padi dan fly ash dengan kadar 10, 15, 20% dari bera

5 semen dalam seiap campuran beon berpori; dan produk dari Sika, dengan ipe air enraining dengan kadar 1, 2, 3% dari jumlah bera air dalam seiap campuran beon berpori. Hal ini unuk meliha perbedaan dari penggunaan bahan ambahan dalam campuran beon erhadap hasil nilai kua ekan. Pembuaan benda uji dimulai dengan perencanaan kua ekan yang diharapkan, lalu melakukan penimbangan semen, admixure, agrega kasar dan air sesuai dengan komposisi campuran yang direncanakan. Bahan ambahan abu sekam sebelumnya disaring aau diayak erlebih dahulu dengan saringan No.50 ukuran lubang 0,297 mm dan No.100 ukuran lubang 0,149 mm unuk mendapakan kehalusan abu sekam yang lebih halus. Seelah semua maerial campuran elah siap, lalu dilakukan pengadukan dengan menggunakan sekop. Pengadukan dimulai dengan mencampur semen dan admixure kemudian mencampur agrega kasar, semen, dan admixure dalam kondisi kering, sampai agrega kasar, semen, admixure dirasa elah bercampur secara meraa, kurang lebih selama dua meni. Lalu kemudian diberi air. Pengadukan dilakukan sampai erbenuk campuran beon yang dirasa elah ercampur secara meraa. Seelah iu, campuran diuang ke dalam ceakan yang elah dibersihkan dan diberi pelumas. Pemadaan campuran beon berpori dilakukan dengan memberi umbukan sebanyak 25 x 3 umbukan unuk seiap 1/3 bagian ceakan yang erisi oleh campuran basah beon berpori. Kemudian campuran basah beon berpori dibiarkan mengering selama 1-2 hari sebelum beon dikeluarkan dari ceakan. Seelah kering, sampel beon berpori dikeluarkan dari ceakan, lalu diimbang unuk mengukur bera dan bera jenisnya. Dalam hal ini, beon berpori ermasuk dalam beon ringan karena beranya berkisar anara 5 kg 7 kg. Lalu beon berpori direndam dalam bak air sampai hari sebelum pengeesan kua ekan dilakukan. Pengujian es kua ekan benda uji dilakukan dengan menggunakan ala uji kua ekan beon di PT. Subur Brohers. Pengeesan kua ekan yang perama dilakukan seelah beon berpori berumur 7 hari. Hasil uji kua ekan beon berpori menunjukkan bahwa beon berpori memiliki kua ekan yang idak erlalu besar. Selanjunya es kua ekan beon berpori dilakukan pada umur 14 dan 28 hari. Langkah selanjunya adalah pengujian kecepaan rembesan air dari beon berpori. Pengujian ingka peresapan air pada beon berpori dilakukan dengan menggunakan ala pengujian permeabilias beon berpori sederhana. Perama benda uji haruslah dibungkus dengan lapisan kedap air pada bagian sisi-sisi samping nya, hal ini membua air idak akan bocor kesisi samping eapi akan mengalir dari aas permukaan sampai ke bagian bawah beon. Beon dipasang pada ala uji dimana sisi bawah beon dikunci dengan rapa agar posisi beon idak bergeser dan air idak bocor. Tabung pengukur dipasang pada bagian aas beon unuk mengukur seberapa banyak air yang naninya akan mengalir pada beon. Seelah benda uji sudah erpasang dengan baik maka abung yang erhubung dengan beon dan ala penguji diisi dengan air dan diliha apakah air akan keluar pada ujung pipa aau uji unuk memasikan bahwa ala uji berfungsi dengan baik. Air diisi sampai dengan keinggian yang sama anara beon dengan ujung pipa, membua beon erendam air akan eapi bagian aas beon kosong. Unuk memulai pengujian maka kaup yang ada pada pipa diuup sehingga air akan berheni mengalir. Perama-ama yang harus dilakukan adalah mencaa seberapa banyak jumlah air yang digunakan unuk pengujian ini. Kemudian berepaan dengan dibukanya kaup pipa maka sopwach mulai bekerja unuk menghiung seberapa lama waku yang digunakan unuk air pada abung habis mengalir. HASIL DAN BAHASAN Hasil Pemeriksaan Agrega Kasar Pemeriksaan agrega kasar dilakukan pada ahap awal peneliian beon berpori, dimulai dengan melakukan pemeriksaan aau perhiungan kadar air, bera jenis dan penyerapan agrega kasar. Hasil kadar air, bera jenis dan penyerapan agrega kasar berdasarkan hasil pengujian di laboraorium eknologi beon PT. Subur Brohers adalah sebagai beriku : Dari pengujian dikeahui bahwa kadar air agrega kasar dalam percobaan ini yaiu sebesar 2,8 %. Nilai kadar air ini menunjukkan banyaknya air yang erkandung dalam agrega kasar ersebu. Nilai kadar air ini akan digunakan unuk koreksi jumlah air di dalam perhiungan perancangan campuran beon. Dari pengujian dikeahui bahwa bera jenis dan penyerapan agrega kasar dalam percobaan ini, yaiu : - Bera jenis kering agrega kasar = 2,65 - Bera jenis jenuh kering permukaan agrega kasar = 2,67 - Penyerapan agrega kasar = 0,8 % Hasil bera jenis dan penyerapan agrega kasar ini memenuhi persyaraan, dimana menuru SNI 1969:2008 syara unuk bera jenis agrega 3,00 dan unuk penyerapan agrega 5,00, sehingga agrega kasar ini dapa digunakan dalam campuran beon.

6 Percobaan Pendahuluan Hasil sampel benda uji proporsi campuran perama (dengan semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air 130 lier/m 3 ; Agrega kasar kg/m 3 dengan persenase 50% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 10% agrega 0,5-1 cm) yang erbenuk kurang baik karena memiliki permukaan beon berpori yang kasar dan ikaan anara semen dan agrega idak kua, agrega ada yang erlepas. Hasil sampel benda uji proporsi campuran perama kurang layak digunakan. Gambar 3 Hasil Proporsi Campuran Perama (kiri) dan Kedua (kanan) Hasil sampel benda uji proporsi campuran kedua (dengan mengubah persenase agrega kasar menjadi 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm) yang erbenuk lebih baik dengan memiliki permukaan beon berpori yang lebih raa, idak kasar dan ikaan semen dan agrega lebih kua, agrega idak erlepas. Maka dalam pembuaan benda uji beon berpori digunakan persenase agrega kasar : 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm. Pembuaan Benda Uji Benda uji yang dibua pada peneliian ini menggunakan ceakan (mold) berbenuk kubus dengan ukuran 15x15x15 cm. Toal benda uji yang dibua sebanyak 162 buah, unuk 9 komposisi campuran beon dengan admixure, yang kemudian akan digunakan unuk pengujian kua ekan pada umur 7, 14, dan 28 hari. Variasi jenis sera persenase bahan ambahan erdiri dari iga macam, yaiu dengan menggunakan Abu sekam padi dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori; Fly ash dengan kadar 10, 15, 20% dari bera semen dalam seiap campuran beon berpori; dan Produk Sika Air Enraining (Sika AE) dengan kadar 1, 2, 3% dari bera air dalam seiap campuran beon berpori. Hal ini unuk meliha perbedaan dari penggunaan bahan ambahan dalam campuran beon erhadap hasil nilai kua ekan. Proporsi campuran benda uji beon berpori yang dibua erdiri dari semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air yang dibuuhkan 130 lier/m 3 ; Agrega kasar kg/m 3 dengan kombinasi agrega kasar yang digunakan adalah 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm. Koreksi jumlah air dan agrega kasar sesuai kadar air dan penyerapan agrega kasar adalah : 2,8 0,8 Air = = 104 l/m ,8 0,8 Agrega kasar = = kg/m Pembuaan benda uji dilakukan secara berahap dengan dibua 3 buah benda uji kubus unuk sekali pengadukan. maerial yang dibuuhkan unuk 3 buah benda uji pada seiap campuran beon berpori dapa dihiung sebagai beriku : o Volume benda uji kubus = (0,15 0,15 0,15) m = 3, m 3 o Agrega kasar = ( , ) 3 = 13,5 kg - 30% agrega ukuran 2-3 cm = 0,3 13,5 kg = 4,05 kg - 40% agrega ukuran 1-2 cm = 0,4 13,5 kg = 5,4 kg - 30% agrega ukuran 0,5-1 cm = 0,3 13,5 kg = 4,05 kg 3 o Semen = ( 325 3, ) 3 = 3,3 kg 3 o Air = ( 104 3, ) 3 = 1,1 l

7 Hasil Tes Kua Tekan Beon Berpori Tanpa Admixure Benda uji beon berpori dibua anpa menggunakan campuran bahan ambahan (admixure). Hal ini dilakukan unuk meliha perbedaan, membandingkan sera mengeahui seberapa peningnya penggunaan admixure dalam campuran beon berpori erkai dengan nilai kua ekan yang dihasilkan. Proporsi campuran benda uji beon berpori yang dibua erdiri dari semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air yang dibuuhkan 130 lier/m 3 ; Agrega kasar kg/m 3 dengan kombinasi agrega kasar yang digunakan adalah 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm. Benda uji yang dibua berbenuk kubus 15x15x15 cm, dibua sebanyak 9 buah unuk pengujian kua ekan pada umur 7, 14 dan 28 hari. Hasil es kua ekan beon berpori anpa admixure dapa diliha pada abel beriku : Tabel 1 Hasil Tes Kua Tekan Beon Berpori Tanpa Admixures Bera Isi Benda Uji Hasil Tes Kua Tekan Kua Tekan 28 hari No. Campuran Umur Tes Bera Benda Beban Max Koreksi Beon (Hari) Uji (gr) (Kg/m 3 ) (Kg) Umur , ,78 0,65 76, , ,78 0,65 64, , ,44 0,65 80, , ,78 0,88 92,93 Tanpa , ,44 0,88 86,87 Admixure , ,22 0,88 88, , ,33 1,00 85, , ,33 1,00 69, , ,11 1,00 63,11 Hasil kua ekan beon berpori anpa admixure yang didapa ergolong kecil, jauh di bawah baas kua ekan unuk perkerasan sidewalk kg/cm 2. Pembahasan Hasil Kua Tekan Beon Berpori Pembahasan hasil dari daa-daa pengujian kua ekan beon berpori melipui perbandingan kua ekan dari masing-masing komposisi beon berpori dan admixure pada kua ekan 7, 14 dan 28 hari. Pembahasan hasil kua ekan sebagai beriku : - Hasil kua ekan pada campuran dengan kandungan abu sekam secara keseluruhan meningka pada kua ekan umur 14 hari, eapi menurun kua ekan nya pada umur 28 hari. Hal ini disebabkan dengan adanya penambahan jumlah air dalam adukan campuran yang berpengaruh erhadap fakor air semen berambah, menjadikan hasil nilai kua ekan berkurang. - Hasil kua ekan pada campuran dengan kandungan fly ash secara keseluruhan meningka erus sampai kua ekan umur 28 hari. - Hasil kua ekan pada campuran dengan kandungan Sika Air Enraining secara keseluruhan meningka sampai kua ekan umur 28 hari. Tabel 2 Hasil Tes Kua Tekan Raa-Raa Semua Campuran Beon Berpori No. Campuran Beon Kadar Kua Tekan Raa-Raa (f cr ) 1 Tanpa Admixure - 78, % 95,96 3 Abu Sekam 15% 101, % 107, % 124,21 6 Fly Ash 15% 137, % 152,28 8 1% 175,53 9 Sika Air Enraining 2% 148, % 182,47

8 Pembahasan Nilai Deviasi Sandar (s) Dalam perencanaan campuran beon dengan meode SNI , deviasi sandar dieapkan berdasarkan ingka muu pelaksanaan pencampuran beon di lapangan. Makin baik muu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi sandarnya. Peneapan nilai deviasi sandar (s) ini berdasarkan aas hasil perancangan pada pembuaan beon muu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Nilai deviasi sandar (s) dihiung dengan rumus : s = n Dengan : f c = Kua ekan masing-masing hasil uji (MPa) f cr = Kua ekan beon raa-raa (MPa) n = Jumlah daa hasil uji kua ekan 1 (f c f n 1 Jika jumlah daa hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi erhadap nilai deviasi sandar dengan suau fakor pengali, seperi pada abel beriku : Tabel 3 Fakor Pengali Deviasi Sandar Jumlah daa <15 Fakor pengali 1,00 1,03 1,08 1,16 Tidak bisa cr ) 2 Jika idak mempunyai daa percobaan sebelumnya aau mempunyai percobaan kurang dari 15 buah benda uji, maka nilai deviasi sandar diambil dari ingka pengendalian muu pekerjaan di lapangan. Unuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai ingka muu pekerjaan beon, di sini diberikan pedoman sebagai beriku : Tabel 4 Nilai Deviasi Sandar Unuk Berbagai Tingka Pengendalian Muu Pekerjaan di Lapangan Tingka Pengendalian Muu Pekerjaan s (MPa) Sanga Memuaskan 2,8 Memuaskan 3,5 Baik 4,2 Cukup 5,0 Jelek 7,0 Tanpa Kendali 8,4 Dari hasil pengujian pada benda uji yang dilakukan, didapakan nilai deviasi sandar (s) sebagai beriku : Tabel 5 Nilai Deviasi Sandar (s) Semua Campuran Beon Berpori

9 No. Campuran Beon Kadar Kua Tekan Raa-Raa (f cr ) Deviasi Sandar (s) 1 Tanpa Admixure - 78,67 10, % 95,96 25,54 3 Abu Sekam 15% 101,45 39, % 107,39 42, % 124,21 29,11 6 Fly Ash 15% 137,06 31, % 152,28 18,05 8 1% 175,53 19,67 9 Sika Air Enraining 2% 148,36 36, % 182,47 36,00 Berdasarkan Tabel 4 Nilai Deviasi Sandar Unuk Berbagai Tingka Pengendalian Muu Pekerjaan di Lapangan Tingka Pengendalian Muu Pekerjaan s (MPa) s Sanga Memuaskan 2,8 28 Memuaskan 3,5 35 Baik 4,2 42 Cukup 5,0 50 Jelek 7,0 70 Tanpa Kendali 8,4 84 Hasil nilai deviasi sandar (s) unuk semua campuran beon berpori dalam peneliian ini memiliki ingka pengendalian muu pekerjaan : No. Campuran Beon Kadar Deviasi Sandar (s) Tingka Pengendalian Muu Pekerjaan 1 Tanpa Admixure - 10,98 Sanga memuaskan 2 10% 25,54 Sanga memuaskan 3 Abu Sekam 15% 39,06 Baik 4 20% 42,40 Baik 5 10% 29,11 Memuaskan 6 Fly Ash 15% 31,64 Memuaskan 7 20% 18,05 Sanga memuaskan 8 1% 19,67 Sanga memuaskan 9 Sika Air Enraining 2% 36,91 Baik 10 3% 36,00 Baik Hasil Pengujian Kecepaan Air Pengujian kecepaan penyerapan air ini dilakukan dengan membua 6 buah benda uji yang berbenuk silinder dengan diameer 4 inci (10,16 cm) dan inggi 15 cm, dengan komposisi sebagai beriku : - 2 buah benda uji dengan campuran admixure abu sekam 10% - 2 buah benda uji dengan campuran admixure fly ash 10% - 2 buah benda uji dengan campuran admixure Sika 3%

10 Semen 325 kg/m 3 ; Fakor air semen 0,4 dan jumlah air yang dibuuhkan 130 lier/m 3. Ukuran agrega yang digunakan digunakan dengan persenase agrega kasar : 30% agrega 2-3 cm, 40% agrega 1-2 cm, dan 30% agrega 0,5-1 cm pada seiap campuran beon berpori. Hasil pengujian kecepaan penyerapan air pada benda uji yang dilakukan dengan ala pengujian permeabilias sederhana adalah sebagai beriku : Tabel 5 Hasil Pengujian Kecepaan Penyerapan Air Benda Uji Beon Berpori Benda Uji Abu Sekam Waku (deik) Kecepaan Penyerapan Air (k) (m/deik) Raa-Raa Kecepaan Penyerapan Air (m/deik) 13,13 7,052x10-3 7,044x ,16 7,036x10-3 Fly Ash 12,67 7,308x10-3 7,166x ,18 7,025x10-3 Sika AE 14,05 6,590x10-3 6,576x ,11 6,562x10-3 Conoh perhiungan pada abel 4.29 : A k = ; Dimana nilai A adalah konsan = 0,0926 m. 0, k = = 7, m/deik 13,13 Unuk mencari nilai A adalah sebagai beriku : A1 l h 2 k = log A 2 h1 Dimana : k = Kecepaan penyerapan air A 1 = Luas alas benda uji A 2 = Luas alas empa masuk air l = Tinggi benda uji = Waku yang dibuuhkan h 1 = Tinggi air awal h 2 = Tinggi air akhir Conoh perhiungan : A1 l h 2 k = log A 2 h1 1 2 π ( 101,6 mm) 150 mm mm k = log mm π ( 101,6 mm) mm 92,595 0,0926 k = 0,6173 = mm/s = m/s 0,0926 A k = m/s k = A = 0,0926 m

11 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil peneliian dan pembahasan yang diperoleh pada pengujian beon berpori ini, yaiu : Benda uji beon berpori yang menggunakan campuran admixure memiliki kua ekan lebih inggi dibandingkan anpa menggunakan admixure. Hasil nilai kua ekan raa-raa beon berpori anpa admixure adalah 78,67 kg/cm 2 ; dengan campuran abu sekam 10% adalah 95,96 kg/cm 2 ; abu sekam 15% adalah 101,45 kg/cm 2 ; abu sekam 20% adalah 107,39 kg/cm 2 ; dengan campuran fly ash 10% adalah 124,21 kg/cm 2 ; fly ash 15% adalah 137,06 kg/cm 2 ; fly ash 20% adalah 152,28 kg/cm 2 ; dengan campuran Sika Air Enraining 1% adalah 175,53 kg/cm 2 ; Sika Air Enraining 2% adalah 148,36 kg/cm 2 ; Sika Air Enraining 3% adalah 182,47 kg/cm 2. Berdasarkan hasil pengujian didapakan bahwa jenis dan komposisi admixure dengan nilai kua ekan raa-raa beon berpori eringgi adalah jenis admixure Sika Air Enraining dengan kadar 3%. Hasil pengujian kecepaan penyerapan air pada benda uji beon berpori dengan campuran abu sekam sebesar 7,044x10-3 m/deik; dengan campuran fly ash sebesar 7,166x10-3 m/deik; dengan campuran Sika Air Enraining sebesar 6,576x10-3 m/deik. Berdasarkan hasil pengujian didapakan bahwa nilai porosias aau kecepaan penyerapan air paling besar adalah benda uji beon berpori dengan campuran fly ash. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan erliha bahwa beon berpori yang memiliki kua ekan yang besar belum enu memiliki nilai porosias yang baik (semakin besar nilai kua ekan dari beon berpori maka porosias air dari beon berpori cenderung akan semakin rendah). SARAN Saran yang dapa digunakan unuk membanu dalam peneliian dan perkembangan eknologi beon berpori selanjunya adalah sebagai beriku : Peneliian lebih lanju mengenai beon berpori dapa menggunakan bahan-bahan adiif alami lainnya. Dalam peneliian selanjunya dapa digunakan abu sekam dengan memperhaikan secara khusus dari segi kualiasnya. DAFTAR PUSTAKA ACI 522R-10. (2010). Repor On Pervious Concree. USA: American Concree Insiue Commiee 522. Colorado Ready Mixed Concree Assosiaion. Specifier s Guide for Pervious Concree Pavemen Design Version 1.2. Colorado. Concree Promoional Group. (2010). Handbook for Pervious Concree Cerificaion in Kansas Ciy. Kansas. Ferguson, B.K. (2005). Porous Pavemens. New York: Taylor & Francis Group. Florida Concree and Produc Associaion. Pervious Concree. Presenaion : A Sormwaer Treamen Opion. Florida. Huysseen, A.V., Tilaka Diyagama, Maunsell Limied. (2004). Permeable Pavemen Design Guideline. Kevern, J.K. (2008). Advancemens In Pervious Concree Technology. Iowa: Iowa Sae Universiy. Leming, M.L., H. Rooney Malcom, and Paul D. Tennis. (2007). Hydrologic Design of Pervious Concree. Porland Cemen Assosiaion. Maryland. Naional Concree Pavemen Technology Cener. (2006). Mix Design Developmen for Pervious Concree in Cold Weaher Climaes. Iowa: Iowa Sae Universiy. Pura, B.H. (2011). Sudi Analisa Campuran Beon Berpori Sebagai Maerial Ramah Lingkungan Berdasarkan Nilai Kua Tekan dan Tingka Peresapan Air. Skripsi Sarjana S1 Teknik Sipil. Jakara: Binus Universiy. SNI (2002). Baa Beon (Paving Block). Jakara: Badan Sandarisasi Nasional. SNI (1990). Meode Pengujian Analisis Saringan Agrega Halus dan Kasar. Jakara: Badan Sandarisasi Nasional. SNI (2000). Taa Cara Pembuaan Rencana Campuran Beon Normal. Jakara: Badan Sandarisasi Nasional. SNI (2002). Meode Pengujian Muu Air Unuk Digunakan Dalam Beon. Jakara: Badan Sandarisasi Nasional. SNI (2004). Semen Porland. Jakara: Badan Sandarisasi Nasional. SNI 1969:2008. (2008). Cara Uji Bera Jenis Penyerapan Air Agrega Kasar. Jakara: Badan Sandarisasi Nasional.

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Dikarenakan belum adanya buku peraturan dan penetapan standard untuk beton berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN RESAPAN PADA PEMBUATAN PAVING BLOK

PENGARUH KOMPOSISI FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN RESAPAN PADA PEMBUATAN PAVING BLOK PENGARUH KOMPOSISI FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN RESAPAN PADA PEMBUATAN PAVING BLOK Randi Nugraha Pura 1306 030 048 Dosen Pembimbing : Prof.Dra. Susani Linuwih.,M.Sa,PhD PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat berkurangnya lahan-lahan hijau. Ditambah dengan kurangnya kesadaran

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat berkurangnya lahan-lahan hijau. Ditambah dengan kurangnya kesadaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya pembangunan-pembangunan di Indonesia membuat berkurangnya lahan-lahan hijau. Ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Kepuusan Model rumusan masalah dan pengambilan kepuusan yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini dimulai dari observasi lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan

BAB IV METODE PENELITIAN. dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendekaan Peneliiaan Peneliian sudi kasus ini menggunakan peneliian pendekaan kualiaif. menuru (Sugiono, 2009:15), meode peneliian kualiaif adalah meode peneliian ang berlandaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 engerian Bejana Tekan Bejana ekan adalah abung aau angki yang digunakan unuk menyimpan media yang berekanan. Media yang disimpan dapa berupa za cair, uap, gas aau udara. Jika

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 13 ISSN: 338-4417 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 1/13

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Achmadi, Analisis Anrian Angkuan Umum Bus Anar Koa Reguler di Terminal ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Seno Achmadi Absrak : Seiring dengan berkembangnya aku,

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ISSN 5-73X PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ISIKA SISWA Henok Siagian dan Iran Susano Jurusan isika, MIPA Universias Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Psr V -Medan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiaan uamanya menerima simpanan giro, abungan dan deposio. Kemudian bank juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL. Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari

2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL. Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari 2014 LAORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Luvia, Imroaul Maghfiroh, Rana Dewi Kumalasari Laboraorium Fisika Maerial Jurusan Fisika, Deparemen Fisika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II TEORI DASAR ANTENA BAB II TEORI DASAR ANTENA.1. endahuluan Anena didefinisikan oleh kamus Webser sebagai ala yang biasanya erbua dari meal (sebagai iang aau kabel) unuk meradiasikan aau menerima gelombang radio. Definisi

Lebih terperinci

Hitung penurunan pada akhir konsolidasi

Hitung penurunan pada akhir konsolidasi Konsolidasi Tangkiair diameer 30 m Bera, Q 60.000 kn 30 m Hiung penurunan pada akhir konsolidasi Δσ 7 m r 15 m x0 /r 7/15 0,467 x/r0 I90% Δσ q n I 48.74 x 0,9 43,86 KPa Perlu diperhiungkan ekanan fondasi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo) PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Sudi pada karyawan eap PT PG Tulangan Sidoarjo) Niken Dwi Okavia Heru Susilo Moehammad Soe`oed Hakam Fakulas Ilmu Adminisrasi

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT Delni Sriwia, Asui Jurusan Fisika FMIPA Universias Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini METODE PENELITIAN Kerangka Pendekaan Sudi Penaagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaen Kulon Progo didasarkan pada karakerisik fisik, finansial usaha ani dan pemanfaaan saa ini. Karakerisik fisik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang METODOLOGI Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian dilakukan di wilayah adminisrasi Koa Tangerang, Propinsi Banen. Proses peneliian dimulai dengan pengumpulan daa, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan,

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Deskripsi Teori 3.1.1. Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien unuk penjualan produknya, perusahaan memerlukan suau cara yang epa, sisemais dan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

(Indeks Rata-rata Harga Relatif, Variasi Indeks Harga, Angka Indeks Berantai, Pergeseran waktu dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014

(Indeks Rata-rata Harga Relatif, Variasi Indeks Harga, Angka Indeks Berantai, Pergeseran waktu dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014 ANGKA NDEKS (ndeks Raa-raa Harga Relaif, Variasi ndeks Harga, Angka ndeks Beranai, Pergeseran waku dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014 NDEKS RATA-RATA HARGA RELATF Rumus, 1 P 100% n P,0 = indeks raa-raa

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian dilaksanakan di iga empa berbeda. Unuk mengeahui ingka parisipasi masyaraka penelii mengambil sampel di RT 03/RW 04 Kelurahan Susukan dan RT 05/RW

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK Oleh: Yoyo Zakaria Ansori Peneliian ini dilaarbelakangi rendahnya kemampuan memecahkan

Lebih terperinci

Jagung merupakan salah satu komponen penting dalam

Jagung merupakan salah satu komponen penting dalam Bulein 28 Teknik Peranian Vol. 15, No. 1, 2010: 28-32 Heny Yusrini: Teknik pengujian kadar aflaoksin B1 pada jagung menggunakan ki ELISA TEKNIK PENGUJIAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA JAGUNG MENGGUNAKAN KIT

Lebih terperinci

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK Reno Indriariningias, Nachnul Anshori, dan R.Andi Surya Kusuma Teknik Indusri Universias Trunojoyo Madura Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Supply Chain Managemen Supply chain managemen merupakan pendekaan aau meode dalam memanajemen hubungan perusahaan dengan supplier dan konsumen yang erjadi pada pengendalian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK TELUK LEMBU DENGAN BENTUK KONSTRUKSI GRID (KISI-KISI)

ANALISIS SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK TELUK LEMBU DENGAN BENTUK KONSTRUKSI GRID (KISI-KISI) ANALISIS SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK TELUK LEMBU DENGAN BENTUK KONSTRUKSI GRID (KISI-KISI) Abrar Tanjung Jurusan Teknik Elekro Fakulas Teknik Universias Lancang Kuning E-mail : abraranjung_1970@yahoo.co.id

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waku dan Tempa Peneliian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboraorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakulur, Deparemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB.

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara koefesien konsolidasi arah horizontal dan vertikal

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara koefesien konsolidasi arah horizontal dan vertikal Hubungan Koefesien Konsolidasi arah Verikal (C v ) dan Horizonal (C h ) Pada Tanah Marine Clay ( sudi kasus : Kawasan Indusri Terboyo - Semarang Uara) Penulis : Daniel Harano 1. Pendahuluan Laar Belakang

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci