BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Pada prisipnya Kolom yang terbuat dari beton murni dapat mendukung beban kombinasi yang bekerja, akan tetapi karena kapasitas kolomnya kecil maka daya dukungnya juga kecil. Kapasitas kolom tersebut dapat ditingkatkan secara signifikan dengan cara menambahkan tulangan longitudinal pada kolom. Adanya tulangan longitudinal ini untuk membuat kolom menjadi lebih daktail dengan persyaratan penulangan sebanyak 1% sampai dengan 6% (SNI Pasal ). Kolom juga dapat dibuat secara komposit yaitu kolom baja yang terbuat dari profil baja diletakan dalam beton bertulang atau terbuat dari pipa besi dan diisi dengan beton. Perbandingan luas baja dengan luas penampang kolom (A s /A g ) paling sedikit,1 agar memenuhi syarat sebagai kolom komposit. Pada kolom komposit tidak terdapat batas atas untuk besarnya ratio luas profil terhadap luas penampang kolom, batasan hanya untuk batas bawah yaitu sebesar 4%. (Leon. R dan Griffis 25). Kolom komposit mempunyai beberapa keuntungan Untuk kolom komposit keuntungan utamanya adalah kapsitas menahan beban yang besar meskipun dengan penampang yang kecil. Khusus untuk kolom komposit dengan penyelimutan beton didapat keuntungan lain, yaitu : 1. Ketahan terhadap api dan korosi yang lebih baik dibandingkan kolom baja biasa 2. Efek penguatan dalam melawan tekuk 3. Kemampuan kolom komposit memikul beban aksial dan lentur lebih besar dibandingkan kolom beton bertulang. Keuntungan diatas didapat karena terlindungnya profil baja oleh beton bertulang yang menyelimutinya. Suatu Perencanaan yang Optimum memerlukan proses trial error. Proses trial error dalam perencanaan tidak menjadi suatu masalah yang berat jika disediakan program bantu untuk perhitungannya. Pembuatan program bantu mengenai kolom komposit dirasakan sangat penting bagi perencana struktur, Program ini bertujuan untuk memudahkan para perencana struktur dalam mendesain kolom komposit khususnya mengenai kebutuhan profil baja WF, sehingga nantinya diharapkan kebutuhan tulangan longitudinal dan profil baja tersebut dapat diketahui secara langsung dan akurat. Salah satu program komputer untuk merencanakan rasio baja profil untuk kolom komposit adalah PCA Column yang berasal dari Amerika Serikat dan dibuat berdasarkan code ACI Di Indonesia perkembangan aplikasi program bantu yang sesuai dengan kebutuhan ahli ahli konstruksi di Indonesia saat ini masih minim jumlahnya. Sehingga sebagai perbandingan maka dalam Tugas Akhir ini akan dikembangkan program bantu teknik sipil serupa, yang sesuai dengan code yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu SNI Selain itu, aplikasi program bantu yang akan dibuat juga memuat code terbaru yaitu Unified Design Provisions yang ada di dalam ACI Kedua kode tersebut mempunya perbedaan pada faktor reduksi kolom dimana SNI masih berdasarkan besarnya beban aksial sedangkan ACI menggunakan regangan tarik untuk menentukan besarnya faktor reduksi. Aplikasi program bantu yang akan dibuat menggunakan bahasa pemrograman microsoft visual basic. Net 28. Hal ini dikarenakan visual basic net 28 tidak memerlukan pemrograman khusus untuk menampilkan jendela (window) dan cara penggunaannya juga berbasis visual. Selain itu, visual basic net 28 adalah bahasa pemrograman yang bersifat even driven dan evolusioner yaitu mengacu pada event dan berorientasi objek. Visual basic Net 28 juga dapat menciptakan aplikasi dengan mudah karena hanya memerlukan sedikit penulisan kode kode program sehingga kegiatan pemrograman dapat difokuskan pada penyelesaian problem utama dan bukan pada pembuatan antar-mukanya (user interface). 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini antara lain : 1. Bagaimana menentukan rasio tulangan longitudinal dan rasio baja pada kolom komposit secara langsung dari momen lentur dan gaya aksial? 2. Bagaimana mendapatkan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P-M kolom komposit sehingga nantinya kebutuhan tulangan longitudinal dan profil baja pada kolom komposit dapat dipenuhi secara akurat? 3. Bagaimana membuat diagram interaksi P-M dari penampang kolom komposit akibat kombinasi momen lentur dan gaya aksial sehingga dapat diketahui kapasitas kolomnya 4. Apakah nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan aplikasi program teknik sipil yang lain seperti XTRACT? I

2 1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Membuat suatu program bantu teknik sipil sederhana yang mudah diterapkan untuk mengetahui kebutuhan tulangan (rasio tulangan) longitudinal dan rasio luas profil baja pada kolom. 2. Mendapatkan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P-M kolom komposit sehingga nantinya kebutuhan beton, tulangan longitudinal dan baja profil pada kolom dapat dipenuhi secara akurat. 3. Membuat diagram interaksi P-M dari penampang kolom komposit akibat kombinasi momen lentur dan gaya aksial sehingga dapat diketahui kapasitas kolomnya. 4. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan dengan memverifikasinya dengan aplikasi program teknik sipil yang lain seperti XTRACT. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen struktur komposit baja-beton yang mengalami kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu kolom komposit tipe Concrete encased column, yaitu kolom yang terbuat dari baja profil dan diletakkan dalam beton bertulang. Profil yang dipakai adalah profil WF (Wide Flange) 2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom komposit berpenampang bulat dengan baja profil WF di dalamnya. 3. Studi tugas akhir ini hanya menghitung dan analisa kapasitas kolom komposit 4. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic Net Tidak meninjau kolom langsing I.5. Manfaat Adapun manfaat dari diselesaikannya tugas akhir ini adalah : 1. Untuk mendapatkan program bantu sederhana untuk membuat diagram interaksi (P-M) serta didapatkan koordinat kombinasi gaya aksial dan moment pada diagram interaksi P-M Kolom komposit yang hasilnya sama atau mendekati hasil dari program bantu serupa yang telah ada, misalnya program EXTRACT. 2. Program yang dihasilkan dalam Tugas Akhir ini dharapkan menambah kemudahan bagi para engineer, terutama dalam mendesain kolom komposit bulat 3. Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi untuk mengembangkan program program lain yang lebih kompleks di masa yang akan dating, sehingga menambah wacana baru di bidang structural engineering. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Karena bahaya dari suhu yang tinggi akibat api dan korosi pada lingkungan yang agresif sehingga pada awal perkembangannya penyelimutan baja oleh beton digunakan untuk melindungi profil baja dari kedua bahaya di atas. Sehingga beton dianggap sebagai elemen non struktural dan kekuatan kolom hanya didasarkan kekuatan baja saja. Tetapi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, akhirnya diketahui bahwa penyelimutan profil baja dengan beton tidak hanya berguna unuk melindungi profil baja saja. Ternyata beton penyelimut dan profil baja bekerja sama untuk menahan beban yang bekerja. Dengan demikian penyelimutan beton seperti menambah kekuatan dan kekakuan kolom dalam melawan bahaya tekuk. Kolom komposit banyak digunakan di Jepang, karena di Jepang merupakan daerah rawan gempa sehingga membutuhkan tingkat duktilitas yang cukup, sedangkan di Amerika banyak digunakan pada bangunan bertingkat tinggi. Hal ini dikarenakan keuntungan ekonomis yang dimiliki oleh konstruksi dengan kolom komposit. II.2 Dasar Teori Material Beton Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi aggregat dan pengikat semen, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Apabila beton ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja, maka disebut dengan beton bertulang. Saat ini masih terdapat banyak sekali struktur yang menggunakan beton, misalnya jembatan, gedung, jalan, dan masih banyak lagi struktur yang lain. Hal ini dikarenakan beberapa keuntungan yang dimiliki beton, antara lain : 1. Beton mudah dicetak 2. Kuat tekan yang tinggi 3. Dapat dicor ditempat 4. Awet/tahan lama 5. Dapat dicetak sesuai keinginan. Disamping keuntungan, beton mempunyai beberapa kekurangan yang harus diperhatikan, diantaranya kuat tarik yang lemah dan adanya rangkak dan susut. Kuat tekan beton tergantung pada perbandingan dan kualitas semen, agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambahan yang mungkin digunakan, misalnya 2

3 bahan admixture. Perbandingan antara semen dan air merupakan faktor utama yang menentukan kuat tekan beton. Semakin kecil perbandingan antara air dan semen, semakin tinggi kuat tekan beton yang akan diperoleh dan sebaliknya semakin besar perbandingan antara semen dan air maka semakin rendah kuat tekan beton yang akan diperoleh. Kuat tekan beton dinyatakan dalam f c, yaitu kuat tekan beton karakteristik yang didapat dari pengujian benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15mm dan tinggi 3mm pada saat beton berumur 28 hari. Nilai kuat tekan ( f c ) dinyatakan dalam satuan Mega Pascal ( Mpa ) Baja Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Selain beton, baja merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan sampai saat ini. Hal ini dikarenakan baja mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya antara lain : 1. Baja merupakan bahan dengan specific strength ( kekuatan persatuan berat ) yang tinggi 2. Baja merupakan material elastis dan mempunyai tingkat daktilitas yang baik. Selain keuntungan-keuntungan diatas, baja juga mempunyai beberapa kekurangan, yaitu baja mudah berkarat pada lingkungan yang agresif, kebakaran akan menurunkan kekuatan baja dan bahaya tekuk untuk konstruksi langsing ( pada elemen struktur tekan atau kolom ) f f PLASTI ELAS STRAIN HARDENING Gambar 2.1 Diagram tegangan regangan baja Kebanyakan properti mekanika yang penting dari baja untuk desain didapat dari test tarik. Properti penting yang didapat dari test tarik adalah tegangan leleh baja ( f y ), tegangan ultimate ( f u ) dan modulus elastisitas ( E ). Beberapa sifat penting dari baja yang dapat dipergunakan dalam perhitungan struktur baja adalah : 1. Tegangan tarik leleh ( f y ) Tegangan tarik leleh ( f y ) didapat dari diagram tegangan-regangan seperti pada gambar 2.2, yang merupakan tegangan yang menjadi batas keadaan elastis dan plastis 2. Modulus Elastisitas ( E ) Modulus Elastisitas ( E ) merupakan kemiringan ( tangen ) dari grafik teganganregangan pada bagian garis lurus yang melalui titik nol ( ) gambar 2.1 II.3 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom Kolom merupakan elemen utama pada struktur bangunan yang berfungsi untuk menerima beban balok dan meneruskan beban beban dari atas ke bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Perencanaan kolom perlu mendapat perhatian yang seksama karena jika kolom tidak mampu memikul beban yang ada maka struktur secara keseluruhan akan mengalami keruntuhan (collapse). Kecuali gaya aksial, pada dasarnya analisis kolom sama dengan balok. Dengan ada adanya gaya aksial tekan yang dominan pada kolom sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari. Perilaku keruntuhan kolom akibat gaya aksial dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Kolom Pendek Jika keruntuhan pada material penampang yaitu tulangan mengalami leleh pada daerah tarik atau beton mengalami pecah (crushing) pada daerah tekan. 2. Kolom Langsing Mengakibatkan tekuk (bukling) akibat gaya tekan yang bekerja, padahal tegangan pada penampang masih elastic. Maka keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas. Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi lokasi tulangan sengkang. Dalam keadaan batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton di luar sengkang (pada kolom bersengkang) atau di luar spiral (pada kolom berspiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya akan mulai kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah, maka terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu sebelum lekatan baja-beton hilang. Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip prinsip dasar sebagai berikut : 1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom. 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya). 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah,3. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. 3

4 II.4 Kriteria dan syarat-syarat kolom komposit Kolom komposit adalah kolom baja yang terbuat dari profil baja struktur dan diletakkan dalam beton bertulang atau terbuat dari pipa besi atau tube dan diisi dengan beton. Dari definisi diatas maka terdapat dua macam kolom komposit, yaitu : 1. Concrete filled column, yaitu kolom yang terbuat dari pipa besi atau tube dan diisi dengan beton, gambar d, e dan f 2. Concrete encased column, yaitu kolom yang terbuat dari baja profil dan diletakkan dalam beton bertulang. Profil yang biasa dipakai adalah profil WF (Wide Flange), gambar a, b dan c. a d Gambar 2.2 Macam Penampang Kolom Komposit Struktur komposit dengan kolom komposit mulai banyak digunakan diluar negeri. Hal ini dikarenakan terdapat utamanya keuntungan yang dimiliki oleh struktur komposit. Untuk kolom komposit keuntungan utamanya adalah kapsitas menahan beban yang besar meskipun dengan penampang yang kecil Terdapat dua peraturan yang mengatur tentang kolom komposit di Amerika, yaitu peraturan beton ACI 318 dan peraturan baja AISC LRFD. Kedua peraturan ini mempunyai cara yang berbeda dalam menghitung kekuatan kolom komposit. Perbedaan tersebut dikarenakan dasar yang digunakan adalah berbeda, ACI 318 mengenalkan dasar beton, sedangkan AISC LRFD melihatnya dengan dasar baja. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan perhitungan kapasitas kolom dengan menggunakan peraturan ACI 318 lebih akurat dibandingkan dengan AISC LRFD dan juga dalam ACI 318 tidak ada batasan perbandingan luas penampang kolom dengan luas baja ( Weng and Yen, 22). Menurut SNI pasal bahwa suatu komponen struktur komposit dengan suatu inti baja struktural yang dibungkus oleh beton(concrete encased column) yang diikat secara lateral harus memenuhi ketentuan berikut: ' 1. Kuat tekan beton yang disyaratkan f c tidak boleh kurang dari 17,5 Mpa. b e c f 2. Kuat leleh rencana inti baja struktural harus diambil sama dengan kuat leleh minimum yang disyaratkan untuk mutu baja struktural yang dipakai tetapi tidak boleh lebih dari 35 Mpa. ( untuk peraturan ACI 318 dibatasi tidak boleh lebih dari 38 Mpa). 3. Sengkang pengikat lateral harus dipasang sepenuhnya menerus di sekeliling inti baja struktural. 4. Sengkang pengikat harus mempunyai diameter tidak kurang dari 1/5 kali dimensi sisi terbesar komponen struktur komposit. Namun, diameter sengkang pengikat tersebut tidak boleh lebih kecil dari D-1 dan tidak perlu lebih besar dari D-16. Jaring kawat las yang mempunyai luas ekuivalen boleh juga digunakan sebagai sengkang pengikat. 5. Spasi vertikal antara sengkang pengikat lateral tidak boleh melebihi 16 diameter batang tulangan longitudinal, 48 diameter batang sengkang pengikat, atau ½ kali dimensi sisi terkecil dari komponen struktur komposit. 6. Batang tulangan longitudinal yang dipasang di dalam daerah yang dilingkupi sengkang pengikat tidak boleh kurang dari,1 ataupun lebih dari,8 kali luas netto penampang beton. II.5 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom Pada kenyataannya kolom tidak hanya mengalami beban aksial saja, kondisi beban yang tidak simetris dengan luasan penampang kolom maka akan terjadi eksentrisitas yang dapat menimbulkan timbulnya momen. Kolom akan melentur akibat momen, dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relatif momen dan beban aksial, banyak cara yang dapat menyebabkan runtuhnya kolom. Gambar 2.3 memperlihatkan kolom yang memikul beban P n. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban ditempatkan pada eksentrisitas yang semakin besar (sehingga menghasilkan momen yang semakin besar) sampai akhirnya seperti pada gambar 6.f diperlihatkan kolom menerima momen lentur yang besar sehingga pengaruh beban aksial diabaikan. Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas singkat sebagai berikut : (a) Beban aksial besar dan momen diabaikan. Untuk kondisi ini, keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan. (b) Beban aksial besar dan momen kecil sehingga seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil (yaitu jika eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar,85ƒ c dan keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan. (c) Eksentrisitas lebih besar dari kasus (b) sehingga tarik mulai terjadi pada satu sisi kolom. Jika eksentrisitas ditingkatkan dari kasus sebelumnya, gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima 4

5 gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan. (d) Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah, akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat yang bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum,85ƒ c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang. (e) Momen besar, beban aksial relatif kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah, keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton. (f) Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok. P (a) e P (b) e P e P (c) P e M fy f 'c Regangan leleh baja Regangan beton pada f 'c Baja leleh (Regangan batas pada beton) Beton hancur Daerah 'strain hardening' Gambar 2.4 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris) Dengan demikian kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu (A g A st ),85ƒ c dan kontribusi baja, A st ƒ y. A g adalah luas bruto total penampang beton dan A st adalah luas total tulangan baja. Yang digunakan dalam perhitungan di sini adalah,85ƒ c, bukan ƒ c. Hal ini disebabkan oleh kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan pada struktur aktual mendekati harga,85ƒ c. Detcvhgvcngan demikian, kapasitas beban sentris maksimum adalah P yang dapat dinyatakan sebagai : P =,85ƒ c (A g A st )+ A st ƒ y + A s ƒ y (2.1) (d) Gambar 2.3 Kolom menerima beban dengan eksentrisitas yang terus diperbesar (e) II.6 Kekuatan Kolom Komposit dengan beban sentris Bila kolom yang simetris diberi beban aksial P, regangan memanjang ε terjadi secara bersamaan di sepanjang potongan ditunjukan pada gambar 2.4. Tulangan dan beton terikat satu sama lain, regangan pada beton dan tulangan sama. Untuk berbagai regangan yang ada adalah mungkin untuk menghitung gaya yang bekerja pada beton dan tulangan dengan menggunakan kurva gaya dan regangan dari kedua bahan tersebut. Ps dan Pc pada beton dan baja sama dengan gaya yang bekerja dikalikan dengan luas penamang. Total gaya yang bekerja pada kolom Po, merupakan penjumlahan dari kedua gaya tersebut. Tinjaulah suatu kolom yang luas penampang brutonya A g dengan diameter d, bertulangan baja dengan luas total A st (terbagi pada semua sisi kolom). Luas bersih penampang beton adalah A g A st. Gambar 2.4 menyajikan riwayat pembebanan pada beton dan baja pada saat beban kolom meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis. Pada saat regangannya mencapai sekitar,2 sampai,3, beton mencapai kekuatan maksimum ƒ c. Secara teoritis, beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan ƒ c pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi apabila strain hardening pada baja terjadi di sekitar regangan,3. (f) Menurut Nawy (1985), beban yang sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang. Ini berarti bahwa pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya akan merata di seluruh bagian penampang seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Geometri, regangan, dan tegangan kolom (beban sentris); (a) penampang melintang; (b) regangan beton; (c) tegangan beton; (d) segmen tekan. Pada Kenyataannya eksentrisitas sebesar nol merupakan hal yang amat mustahil di dalam struktur aktual. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan eksentrisitas sangat mudah terjadi adalah misalnya ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, beban yang tidak simetris akibat perbedaan tebal pelat di sekitar kolom atau adanya ketidaksempurnaan lainnya. Dengan demikian perlu adanya suatu eksentrisitas minimum (yang dapat diterima) dalam arah tegak lurus sumbu lentur yaitu 1% dari tebal kolom untuk kolom bersengkang dan 5% untuk kolom berspiral. Untuk mengurangi perhitungan eksentrisitas minimum yang diperlukan dalam analisis dan desain, peraturan ACI mensyaratkan suatu reduksi beban aksial sebesar 2 % untuk kolom bersengkang dan 15% untuk kolom berspiral. Dengan menggunakan faktor faktor 5

6 ini, kapasitas beban aksial nominal pada kolom tidak boleh diambil lebih besr daripada : P n(max) =,8 Po...(2.2) untuk kolom bersengkang, dan P n(max) =,85 Po...(2.3) untuk kolom berspiral. Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Ø seperti yang akan dibahas berikut ini. Biasanya untuk desain, besarnya (A g A st ) dapat dianggap sama dengan A g tanpa kehilangan ketelitian. II.7 Kekuatan Kolom yang Dibebani Eksentris Perilaku Kolom Pendek yang Dibebani Eksentris Pada kenyataannya dalam kondisi riil kolom tidak hanya menerima beban aksial, tetapi juga menerima beban momen. Semakin besar eksentrisitas yang terjadi maka akan menimbulkan momen yang besar dan beban aksial yang kecil sehingga jika terjadi kondisi tersebut maka pada dasarnya analisis kolom sama dengan balok. Gambar 2.6 memperlihatkan penampang melintang suatu kolom bulat tipikal dengan diagram distribusi regangan, tegangan, dan gaya padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang menjelaskan tentang adanya gaya nominal memanjang P n yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai eksentrisitas e dari pusat plastis (atau bisa saja pusat geometri) penampang. Tinggi sumbu netral ini sangat menentukan kekuatan kolom Regangan Maksimum Serat Desak Beton Menurut Dewobroto (23), keistimewaan material beton adalah kemampuan menerima tekan yang besar tetapi perilakunya bersifat non linier untuk setiap tingkat tegangan yang diberikan. Maka untuk dapat memanfaatkan kekuatannya criteria kekuatan maksimum yang dapat dipikul ditentukan dari regangan maksimum yang dapat dicapai sebelum kondisi runtuh. Untuk setiap mutu beton yang berbeda besarnya regangan maksimum bervariasi dari.3.8, tetapi dalam praktek antara.3.4. ACI mengambil nilai.3 sebagai regangan maksimum yang menyatakan bahwa material sudah dalam kondisi batas aman. Cs = Gaya tekan profil baja D = Diameter penampang kolom d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik C = Jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral Ts = Gaya tarik profil baja WF Tr = Gaya tarik tulangan longitudinal ε cu = Regangan batas beton pada serat tekan terluar ε y = Regangan tulangan tarik a = Tinggi blok tegangan persegi ekuivalen Gambar 2.6 Regangan dan tegangan pada kolom komposit yang mengalami gaya tekan dan lentur Perhitungan kekuatan suatu penampang dengan metode kuat batas harus memenuhi persamaan dasar sebagai berikut : 1. Keseimbangan Statis, kuat batas penampang harus memenuhi semua persyaratan keseimbangan gaya, yaitu ΣFx =, ΣFy =, dan ΣMz = pada setiap titik yang ditinjau. 2. Kompatibilitas regangan atau kesesuaian antara regangan beton dan regangan pada tulangan baja pada kondisi batas, dianggap tulangan baja dapat menyatu dengan beton pada serat yang sama. 1. Persamaan keseimbangan gaya dan momen dari gambar 2.6 untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal P n dalam keadaan runtuh. P n = C c + C r + C s T s T r...(2.4) Dimana: C c =,85 x ƒ c x Ac C r = A r x ƒ r C s = A s1 x ƒ ys T r = A r xƒ r T s = A s2 x ƒ ys Ac = (1/4) x D 2 x (θ sin θ. Cos θ)...(2.5) Dan d? ε cu? ε y Keterangan : Cc = Gaya tekan beton Cr = Gaya tekan tulangan longitudinal Gambar 2.7 Gambar daerah tekan ketika a>d/2 dan a<d/2 saat a < D/2, θ < 9 l D [-~ a 2 θ=cos -1 D.....(2.6) 2 saat a > D/2, θ > 9 6

7 φ = Cos -1 D a 2 D (2.7) θ = π φ (π dalam radian, π = 18 ) n = Tulangan Sumber : Dewobroto (23 : ) 2 1 es1...(2.16) Cs Pusat titik berat luasan di atas terhadap titik pusat lingkaran adalah : es2 Ts y = h 3 sin 3...(2.8) Ac 12 Sumber : Dewobroto (23 : 247) Gambar 2.8 Konfigurasi Penempatan Tulangan Berjumlah Genap Parameter Geometri tulangan dapat ditentukan sebagai berikut : φ = o 36 Tulangan...(2.9) α = 2...(2.1) θ i = α + φ (i 1)...(2.11) Radius Lingkaran berkas tulangan adalah : r =.5D d1...(2.12) Jumlah layer tulangan yang ditinjau Tulangan n =...(2.13) 2 Jarak layer terhadap sisi desak atas yi =.5h r.cos θ i.....(2.14) θ i θ i Gambar 2.9 Konfigurasi Penempatan Tulangan Berjumlah Ganjil Nilai parameter untuk φ, r dan jarak layer terhadap sisi desak atas sama dengan parameter tulangan berjumlah genap, yaitu persamaan (2.9), (2.12) dan (2.14), sedangkan variabel lain yang terpengaruh adalah : θ i = φ (i 1)...(2.15) Gambar 2.1 Gambar diagram tegangan regangan profil baja Menurut Dewobroto (23) pemakaian profil baja mutu tinggi dimungkinkan tetapi dibatasi pada 35 MPa (maksimum). Pembatasan tersebut di perlukan untuk menghindari adanya spalling (pemisahan beton dari baja) pada beton (ACI ). Untuk mencari titik berat dari baja profil digunakan persamaan : y = Y1A1 Y 2A2 A1 A2 Y3A3 A3 demikian juga untuk mencari y1 dan y2 yang merupakan jarak dari baja profil yang tertekan dan baja profil yang tertarik juga digunakan persamaan diatas : ya = Y 1A1 Y21A21 dan yb = Y 2A22 A1 A21 A22 dimana : Y3A3 A3 A21 = Luas penampang profil baja yang menerima tekan A22 = Luas penampang profil baja yang menerima tarik y1 = Jarak titik berat profil baja yang menerima tekan y2 = Jarak titik berat profil baja yang mengalami tarik Luas penampang profil baja terhadap luas penampang komposit total (As/Ag) harus lebih besar atau sama dengan 4% (AISC LRFD pasal ) Menurut Nawy (1985), Momen tahanan nominal M n yaitu sebesar P n e dapat diperoleh dengan menuliskan keseimbangan momen terhadap pusat plastis penampang. Untuk kolom yang penulangannya simetris, pusat plastisnya sama dengan pusat geometrisnya. M n = P n e = C c ( y ) + C r. (y1) + C s (ys1) + Ts. (ys2) + T r (y2)...(2.17) Persamaan 2.4 dan 2.17 dapat pula ditulis sebagai : P n =,85ƒ c Ac + A r ƒ r + A s1. ƒ ys A r ƒ r - A s2 x ƒ ys..(2.18) Mn = P n e =,85ƒ c Ac ( y ) + A r ƒ r (y1) + A s1 x ƒ ys (ys1) + A s2 x ƒ ys (ys2)+ A r ƒ r (y2).....(2.19) Jumlah tulangan layer yang di tinjau 7

8 Dalam persamaan 2.18 dan 2.19, tinggi sumbu netral c dianggap kurang daripada tinggi efektif d penampang, juga baja pada sisi yang tertarik memang mengalami tarik. Kondisi ini dapat berubah apabila eksentrisitas e beban P n sangat kecil. Untuk eksentrisitas yang kecil ini yang seluruh bagian penampangnya mengalami tekan kontribusi tulangan yang tertarik harus ditambahkan kepada kontribusi baja dan beton yang tertekan. Suku A r ƒ r dalam persamaan 2.18 dan 2.19, dalam hal ini mempunyai tanda positif karena semua tulangan baja mengalami tekan. Dalam persamaan ini juga diasumsikan bahwa (Ag A r ) ba yaitu volume beton yang hilang akibat adanya tulangan diabaikan. Jika dalam analisis atau desain digunakan komputer, solusi yang lebih halus dapat diperoleh. Dengan demikian luas beton yang tergantikan oleh baja dapat ditinjau dalam solusi dengan bantuan komputer. Perlu ditekankan di sini bahwa gaya aksial P n tidak dapat melebihi kekuatan dengan aksial maksimum P n(max) yang dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2. Tulangan tekan A r atau tulangan tarik A r akan mencapai kekuatan lelehnya ƒ y, bergantung pada besarnya eksentrisitas e. Tegangan ƒ r pada baja dapat mencapai ƒ y apabila keruntuhan yang terjadi berupa hancurnya beton. Apabila keruntuhannya berupa lelehnya tulangan baja, besaran ƒ r harus disubstitusikan dengan ƒ y. Apabila ƒ r atau ƒ r lebih kecil daripada ƒ y, maka yang disubstitusikan adalah tegangan aktualnya, yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan distribusi regangan di seluruh tinggi penampang (gambar 2.6) yaitu persamaan : ƒ r = E r ε r = E r,3( c d' ) c ƒ y (Nawy 1985 : 321)...(2.2) ƒ r = E r ε r = E r,3(d c) c ƒ y ( Nawy 1985 : 321)...(2.21) 2.21 atau juga dalam a. Dua koefisien yang lain adalah a dan P n dapat dipecahkan dengan menggabungkan persamaan 2.18 dan 2.21 akan dihasilkan persamaan pangkat tiga dengan peubah tinggi sumbu netral c. Selain itu, perlu juga dicek apakah tegangan pada baja memang benar lebih kecil daripada kekuatan lelehnya, f y. Dengan demikian di sini dibahas suatu prosedur coba coba dan penyesuaian untuk kasus umum analisis (maupun desain) pada kolom. Untuk suatu geometri penampang dan eksentrisitas e yang diberikan, asumsikan besarnya jarak sumbu netral c. Dengan harga c ini dapat dihitung tinggi blok tegangan ekuivalen a dengan menggunakan a = ß 1 c. Dengan menggunakan c yang diasumsikan tadi, hitung besarnya beban aksial nominal P n dengan menggunakan persamaan 2.18 dan Hitung juga eksentrisitas untuk beban P n ini dengan menggunakan persamaan Eksentrisitas ini harus sama atau cukup dekat dengan eksentrisitas yang diberikan semula. Apabila tidak memeuhi, maka ulangi semua langkah di atas sampai tercapai konvergensi. Apabila eksentrisitas yang dihitung lebih besar daripada eksentrisitas yang diberikan, ini berarti bahwa besarnya c (dan juga a) lebih kecil daripada harga sesungguhnya. Dalam hal demikian, untuk langkah berikutnya gunakan harga c yang lebih besar. Proses coba coba dan penyesuaian ini dapat konvergen dengan cepat dan menjadi sangat mudah apabila digunakan suatu program komputer. II. 8 Diagram Interaksi Kolom Komposit Hampir semua elemen struktur tekan pada struktur beton diperlakukan untuk menerima momen sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pada tengah kolom seperti pada gambar 2.1 atau juga sebagai hasil penahan daripada keadaan tidak seimbang momen pada ujung balok yang didukung oleh kolom Persamaan Persamaan Dasar pada Kolom dan Prosedur Coba Coba dan Penyesuaian untuk Analisis dan Desain Kolom Persamaan 2.18 dan 2.19 dapat dipakai untuk menentukan beban aksial nominal P n yang dapat bekerja dengan aman pada eksentrisitas e untuk suatu kolom yang mengalami beban eksentris. Apabila dipelajari lebih lanjut, pada kedua persamaan tersebut ada beberapa koefisien yang dapat diklasifikasikan sebagai : 1. Tinggi blok tegangan ekuivalen, a 2. Tegangan pada baja yang tertekan, f r 3. Tegangan pada baja yang tertarik, f r 4. P n untuk suatu e yang diberikan, atau sebaliknya e untuk P n yang diberikan. Tegangan f r dan f r dapat dinyatakan dalam tinggi sumbu netral c seperti pada persamaan 2.2 dan Gambar 2.11 Beban aksial dan momen pada kolom Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama yaitu beban P eksentris pada gambar 2.1 bisa diganti dengan beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah dengan momen, M = Pe, terhadap sumbu centroid. 8

9 II.9 Konsep dan Asumsi Diagram Interaksi Kolom Kapasitas penampang kolom dapat dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi P-M yang menunjukan hubungan beban aksial momen lentur pada kondisi batas. Setiap titik kurva menunjukan kombinasi P dan M sebagai kapasitas penampang terhadap suatu garis netral tertentu. Suatu kombinasi beban yang diberikan pada kolom tersebut, bila di plot-kan ternyata berada dalam diagram interaksi dari kolom yang dibuat menyatakan bahwa kombinasi beban tersebut dapat dipikul oleh kolom dengan baik. Demikian pula sebaliknya, jika kombinasi P dan M berada di luar diagram interaksi maka kapasitas kolom tidak mampu memikul kombinasi beban yang ada dan dapat menyebabkan keruntuhan. Gambar 2.12 Gambar Distribusi Regangan Berkaitan Dengan Titik Pada Diagram Interaksi Kolom Gambar 2.11 di atas menggambarkan beberapa seri dari distribusi regangan dan menghasilkan titik titik pada diagram interaksi. Untuk menentukan P dan M maka perlu mempelajari terlebih dahulu mengenai diagram interaksi yang ada, karena titik titik pada diagram tersebut tidak semuanya harus dihitung dengan cara trial - error (iterasi) adapun titik titik tersebut adalah : 1. Titik A Menunjukkan keadaan murni aksial tekan. 2. Titik B Menunjukkan kondisi dimana hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses perhitungan ε s < ε y, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang. 3. Titik C Kondisi dimana regangan beton =,3 dan baja ε y = fy/es. Hal ini menunjukkan keruntuhan balanced dengan terciptanya kehancuran pada beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi secara bersamaan. Titik C merupakan titik terjauh pada diagram interaksi yang menunjukkan perubahan dari kegagalan tekan untuk beban yang lebih tinggi dan kegagalan tarik untuk beban yang lebih kecil. 4. Titik D Menunjukan daerah keruntuhan tarik ε s > ε y 5. Titik E Menunjukan beban aksial nol, sehingga kondisinya sama seperti balok II.1 Ragam Kegagalan pada Kolom Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (Gambar 2.11), penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan yaitu : 1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik. 2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila P n adalah beban aksial dan P nb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka: P n < P nb keruntuhan tarik P n = P nb keruntuhan balanced P n > P nb keruntuhan tekan Dalam segala hal, keserasian regangan (strain compatibility) harus tetap terpenuhi Keruntuhan Balanced pada Penampang Kolom Menurut Nawy (1985), Kondisi keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya ε y dan pada saat itu pula beton mengalami regangan batasnya (,3) dan mulai hancur. Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, c b yaitu (gambar 2.6) :...(2.22) Cb.3 d f y.3 Es Atau dengan menggunakan E s = 2 x 1 5 MPa : 6 Cb d...(2.23) 6 f a b 1. C b y 6 1. d 6 f y...(2.24) Keruntuhan Tarik pada Penampang Kolom Eksentrisitas yang besar dapat terjadi dan menjadi awal keadaan runtuh dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = e b. Jika e > e b atau P n < P nb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Persamaan 2.18 dan 2.19 dapat digunakan untuk analisis (dan desain) dengan mensubstitusikan tegangan leleh ƒ y sebagai tegangan pada tulangan tarik. Tegangan ƒ r pada tulangan tekan dapat lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh baja, dan tegangan tekan aktual ƒ r ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2. Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris, yaitu A r = A r, dengan maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang simetris juga 9

10 diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik Keruntuhan Tekan pada Penampang Kolom Keruntuhan tekan pada penampang kolom terjadi jika e gaya < e b dan tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒ r < ƒ y. Kegagalan tekan biasanya diawali dengan hancurnya beton. Dalam proses analisis (maupun desain) diperlukan persamaan dasar keseimbangan yaitu persamaan 2.18 dan persamaan Selain itu, diperlukan pula prosedur coba coba dan penyesuaian, dan adanya keserasian regangan di seluruh bagian penampang. mengatakan bahwa sifat tegangan - regangan umum untuk beton memperlihatkan hubungan yang nonlinear untuk tegangan diatas,5f c. Perhitungan kekuatan lentur M n yang didasarkan pada distribusi tegangan yang mendekati parabola dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan - persamaan yang ditetapkan (Wang dan Salmon, 1985). Whitney dan Cohen (1956) menyarankan penggunaan suatu distribusi tegangan tekan pengganti yang berbentuk persegi seperti gambar 2.12, dipakai suatu tegangan persegi dengan besar rata - rata,85f c dan tinggi a = β 1 c. Dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen, kekuatan momen nominal dapat diperoleh sebagai berikut : T r = A r f r = A r (E r ε r ) saat ε rs < ε ry 2.11 Perkembangan Metode Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang atau T r = A r f y saat ε s ε ry C r = A r f r = A r (E r ε r ) saat ε s < ε y Strength Design Method (Utimate Strength Design) Strength design method (metode perencanaan kekuatan) ini dahulu dinamakan ultimate strength method (metode kekuatan batas). Dimana dalam metode ini beban kerja dinaikkan secukupnya dengan beberapa faktor untuk mendapatkan beban pada waktu keruntuhan dinyatakan sebagai "telah di ambang pintu (imminent)". Beban ini dinamakan sebagai beban berfaktor (factored service load). Struktur atau unsurnya lalu diproporsikan sedemikian hingga mencapai kekuatannya pada saat bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metode rencana kekuatan dapat dinyatakan sebagai berikut: Kekuatan yang tersedia kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor Dimana kekuatan yang tersedia (seperti kekuatan momen) dihitung sesuai dengan peraturan dan permisalan dari sifat yang ditetapkan oleh suatu peraturan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah kekuatan yang dihitung dengan menggunakan suatu analisa struktur dengan menggunakan beban berfaktor. Dalam metode ini, beban berfaktor (momen, geser, gaya aksial, dan lain - lain) didapat dengan jalan mengalikan beban kerja dengan faktor U sedangkan kekuatan rencana diperoleh dengan jalan mengalikan kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan ( ). Daktilitas dicapai pada saat regangan tulangan tarik mencapai titik leleh sebelum beton mencapai regangan ultimate yaitu,3. Kondisi tersebut didefinisikan sebagai kondisi regangan seimbang. b adalah rasio penulangan yang menghasilkan kondisi regangan seimbang. Dasar dari kekuatan lentur nominal dari metode ini didahului oleh pernyataan F. Stussi (1932) yang atau C r = A r f y saat ε s ε y C c C s T s =.85 f c Ac = A s1 x ƒ ys = A s2 x ƒ ys Gambar 2.13 Gambar Regangan dan Distribusi Tegangan Ekivalen Untuk Penampang yang menerima Lentur ε y dan Tekan Dari keseimbangan gaya didapatkan : Pn = C c + C r + Cs Ts Tr Dari keseimbangan momen di tengah penampang : Mn =C c ( y ) + C r (y1) + C s (ys 1 ) + T s (ys2) +T r (y2) Kekuatan nominal dicapai pada saat regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan regangan runtuh beton (ε cu ). Pada waktu itu regangan pada tulangan tarik As kemungkinan lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan y = f y /E s, tergantung pada perbandingan relatif dari tulangan terhadap beton. Jika jumlah tulangan cukup sedikit (underreinforced), maka tulangan akan meleleh sebelum beton hancur, ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan yang daktail (ductile) dengan deformasi yang besar. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup banyak (overreinforced) sehingga tulangan tetap dalam keadaan elastis pada saat kehancuran beton maka ini akan menghasilkas suatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau getas (brittle).?? ε cu 1

11 Metode Perencanaan Batas (Limit State Method) Perkenalan daripada teori beban ultimate untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori elastis, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke persepektifnya masing masing dan telah menunjukkan aplikasi teori teori tersebut kepada konsep yang lebih luas yang kemudian disatukan dalam teori limit state. Dimana Service Ability Limit State menggunakan teori elastis dan Ultimate Limits State of Colapse menggunakan teori beban ultimate. SNI saat ini menggunakan metode perencanaan batas ini (Limit State Method). Limit state adalah sebuah kondisi batas dimana sebuah stuktur menjadi tidak layak digunakan sebagaimana mestinya. Tujuan daripada desain ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keadaan limit state selama umur desain sampai pada tingkat yang bisa diterima. Kondisi - kondisi batas ini dibagi menjadi dua kategori: 1. Batas limit state ini berkaitan dengan kapasitas untuk menerima beban maksimum (kekuatan dari struktur). 2. Batas limit kelayanan (serviceability limit state); ini berkaitan dengan kriteria (ketahanan) pada kondisi dibawah beban normal/kerja. Desain penampang dengan metode keadaan batas memiliki asumsi bahwa panampang beton bertulang didesain dalam kondisi regangan plastisnya. Dalam hal ini beton mencapai kekuatan tekan maksimumnya dan baja mencapai leleh. Kekuatan nominal penampang tersebut setelah dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan harus mampu menerima beban berfaktor. Untuk menjamin keamanan struktur, metode ini menggunakan filosofi keamanan LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu : kuat rencana > kuat perlu ( dimana : R Q ) = faktor reduksi, R = resistance atau kekuatan nominal, = faktor beban, dan Q = beban kerja Pada metode batas ultimate, faktor keamanan didasarkan pada suatu metode desain probabilistik dimana parameter - parameter dasarnya (beban, kekuatan dari material, dimensi, dsb) diperlakukan sebagai suatu nilai yang acak (random). Dimana ada beberapa faktor yang dapat digolongkan didalam dua kategori umum : faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan. Beban berlebih dapat terjadi akibat kemungkinan perubahan dari penggunaan dari tujuan semula struktur tersebut direncanakan, dapat juga akibat penaksiran yang kurang dari pengaruh beban akibat terlalu disederhanakannya prosedur perhitungan, dan akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda pelaksanaan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian, dan pengawasan, sekalipun masih didalam toleransi yang disyaratkan. Sedangkan metode batas kelayanan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan elemen struktur sebagai akibat daripada adanya defleksi, ketahanan atau durabilitas, kerusakan lokal akibat retak, belah maupun spalling yang semuanya dikontrol terhadap beban kerja yang ada atau sesuai dengan teori elastis. Ketentuan mengenai faktor reduksi pada elemen struktur akibat tekan dan lentur yang ada pada SNI atau pada Limit State ini mengacu pada pasal dimana : Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : Komponen struktur tulangan spiral yang sesuai dengan Komponenstruktur lainnya...65 Namun bila beban aksial yang bekerja lebih kecil dari.1ƒ c Ag maka faktor reduksi tersebut boleh ditingkatkan hingga.8 (SNI ) atau.9 (ACI ), hal ini untuk menunjukkan bahwa struktur mengalami beban aksial yang kecil dan mengalami beban lentur yang besar, atau pada saat itu kolom hampir berperilaku sama dengan balok Aksial Tarik Aksial Tekan Kecil Kolom Bertulangan Spiral.1Pu f ' cag Kolom Bersengkang.15Pu f ' cag.1f'cag Gambar 2.14 Faktor Reduksi SNI Beban Aksial dan Lentur ( Limit State ) Unified Design Provisions Konsep perhitungan menggunakan ketetapan unified design (Unified Design Provisions) ini pertama kali diperkenalkan oleh Mast (1992). Konsep utama yang berubah dalam unified design ini adalah tentang bagian lentur diganti dengan konsep tension controlled sections. Selain itu, juga dibuat satu konsep tentang compression controlled sections. Tension dan compression controlled sections didefinisikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρ b ) tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi kapasitas ( ) juga diganti. Tujuan pemakaiaan faktor reduksi adalah: P 11

12 Adanya kemungkinan variasi dari kekuatan material dan dimensi. Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam perencanaan. Mencerminkan arti pentingnya suatu bagian dalam struktur. Diharapkan struktur mampu menerima beban yang direncanakan. sections", yaitu dengan satu perubahan dalam menentukan jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (d) yang nantinya digunakan untuk membuat batas - batas tersebut untuk menentukan besarnya faktor reduksi ( ) dalam menghitung kapasitas penampang. Dengan konsep dan definisi yang baru tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan - untuk menghitung kapasitas penampang untuk semua elemen beton. Baik itu kolom, balok, beton bertulang biasa, maupun beton pratekan. Dan hal tersebut berlaku sama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalisa penampangnya metode unified design provisions ini menggunakan metode kekuatan batas sama seperti halnya di SNI BAB III METODOLOGI Gambar 2.14 Variasi φ yang terjado berdasarkan ε t yang terjadi Nilai εt menurut unified design provisions : Tension Controlled Members :.9 Compression Controlled Members :.65 atau.7 (untuk tulangan Spiral), dengan transisi diinterpolasikan secara lurus berdasarkan regangan yang ada. Faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktar reduksi yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilitas yang lebih tinggi (ACI ). Regangan tarik bersih di atas diukur pada d ekstrem (jarak dari tulangan pratekan atau non pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada d ekstrem ini sebagai tanda yang baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen struktur beton. 3.1 Penjelasan Penyelesaian Tugas Akhir Langkah-langkah penyusunan tugas akhir ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Studi Literatur a. Mengumpulan materi yang berhubungan dengan topic tugas akhir b. Mempelajari konsep tentang kolom komposit c. Mempelajari diagram interaksi P-M kolom d. Mempelajari bahasa pemrograman visual 2. Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka a. Membahas latar belakang, perumusan masalah dan batasan masalah b. Membahas tentang teori yang berkaitan dengan kolom termasuk tipe tipe, perilaku dan kapasitas ketika menerima beban aksial dan momen 3. Konsep Diagram Interaksi P-M Kolom a. Membahas tentang konsep diagram interaksi P-M kolom b. Mendapatkan titik titik yang diperlukan untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom c. Merancang diagram interaksi P-M kolom Gambar 2.14 Berbagai Macam Kriteria Regangan pada Penampang Beton menurut Unified Design Provisions Jadi dengan adanya konsep unified design provisions ini perhitungan - perhitungan untuk mendesain penampang elemen beton dapat disederhanakan dengan menggunakan kondisi regangan untuk menjelaskan batas - batas antara kelakuan "tension controlled sections" dan "compression controlled Algoritma dan Diagram Interaksi a. Menganalisa pengaruh penampang kolom, mutu beton dan tulangan terhadap bentuk diagram interaksi P-M kolom b. Menetapkan metode iterasi untuk mendapatkan rasio tulangan yang paling mendekati/sesuai dengan titik kombinasi Pu dan Mu yang bekerja c. Membuat flowchart untuk listing program

13 5. Membuat Program a. Membuat tampilan (interface) program b. Membuat listing program untuk kurva tegangan-regangan beton terkekang 6. Running Program Mengoperasikan program dan mengecek apakah terdapat kesalahan atau tidak dalam membuat listing program, sekaligus memperbaiki error jika memang terjadi kesalahan 7. Mengecek Validasi Ouput Uraian tahap-tahap tersebut diatas, dapat dilihat bagan alir dari metodologi pada gambar 3.1 Start Studi Literatur Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka Konsep Diagram Interaksi P-M Kolom Algoritma dan Metode Iterasi Error A Membuat Program Running Program Ok Ya Output Benar Penyusunan Laporan Tugas Akhir Tidak 3.1 Merancang Diagram Interaksi P-M Kolom Untuk mendapatkan kombinasi P dan M pada diagram interaksi maka solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengadopsi algoritma numerik, meskipun algoritma manual juga dapat dibuat tetapi akan cukup kompleks. Untuk menentukan P dan M tersebut perlu mempelajari sifat diagram interaksi yang ada dengan mendapatkan minimal lima titik yaitu : 1. Beban aksial tekan maksimum (teori) sesuai dengan perumusan 2.1. pada bab II. P =,85ƒ c (A g A st )+ A st ƒ y + A s ƒ y 2. Beban aksial tekan maksimum yang diijinkan, P n maks =.8 P M n = P n maks. e min 3. Beban lentur dan aksial pada kondisi balanced, nilainya ditentukan dengan mengetahui kondisi regangan beton ε cu =,3 dan baja ε s = ε y = 4. Beban lentur pada kondisi beban aksial nol, kondisi seperti balok. 5. Beban aksial tarik maksimum, P n-t = n 2:- i 1 f E y s A st f y Kelima titik di atas adalah titik titik minimum yang harus ada pada diagram interaksi. Jika perlu, ketelitian yang lebih baik dapat ditambahkan titik lain : Di daerah keruntuhan tekan yaitu titik titik di antara A dan C seperti pada gambar 2.8 Di daerah keruntuhan tarik yaitu titik titik di antara C dan E seperti pada gambar 2.8 Jadi, agar seimbang maka setiap penambahan titik pada kurva diperlukan dua buah titik yaitu untuk mengantisipasi dua kondisi keruntuhan yang terjadi. A Finish 3.3 Algoritma Susunan program secara umum dibuat menurut diagram alir gambar 3.2 seperti di bawah ini. Start User Input Baca Data Analisa Tampilkan Output Finish Gambar 3.2 Flowchart program 13

14 Secara lebih rinci lagi, alur untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom komposit terlihat seperti pada gambar 3.3 di bawah ini. START INPUT: General Information: f c, fyr, fys, Section and Properties: Dpen, Hs, Bs, Tw, Tf, Hss, Dc, Ds, Ntul. I = 1 dmax = h - dc - ds -.5 * dtul Z =.3 / UsS Cb = (.3/(.3 Z*Usr))Dmax HITUNG CC a=beta1*c BAB IV PENGOPERASIAN PROGRAM 4.1 Penjelasan Program Program bantu untuk menghitung kapasitas P-M kolom komposit ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic net. 28. Program ini dibuat dengan membagi menjadi beberapa modul dengan harapan untuk mempermudah proses debugging jika terjadi kesalahan pada saat penyusunan program. 4.2 Prosedur Pengoperasian Program Berikut ini merupakan langkah langkah untuk mengoperasikan program : 1. Langkah pertama untuk memulai program, klik ITS Composite Column dua kali sehingga muncul tampilan pertama jendela utama program ITS Composite Column V1.2 seperti pada Gambar 4.1. tidak ya N=1 N=1?=cos-1*((.5Dpen-a)/.5Dpen) A>.5Dpen? F =cos-1*((a -.5Dpen )/.5Dpen)?= p- F F =36/Ntul a=f /2?i=a+F (i-1) N=Ntul/2 ya Ntul genap? tidak F =36/Ntul?i=F (i-1) N=(Ntul+1)/2 R=.5Dpen-Dc Yi=.5Dpen-R cos?i D C B A E F Gambar 4.1 Jendela utama ITS Composite Column V1.2 D A HITUNG Fsi If Yi > C Usi = (((C Yi)/C)*.3) fsi = Usi * Es Fsi = fsi *As Sfsi 1 = Fs1 +Fsi MnFs1 = Fs1 * (ya yi) J = N E C HITUNG Fsi If Yi > C Usi = (((C jarak )/C)*.3) fsi = Usi * Es Fsi = fsi *As Sfssi 1 = Fs1 +Fsi Mnss = Fs1 * (ya jarak) K = np Pn = CC + Sfsi 1 + Sfsi 2 Mn = MnC + MnFs1 + MnFS2 Method F B Ac =.25 Dpen 2 (? sin? cos?)? = (Dpen 3 /Ac ) * (sin 3?/12) CC =.85*f c*ac MnC = CC*(ya?) 2. Langkah ke dua adalah menginputkan data informasi yang berupa project dan engineer dan data-data material/bahan yaitu kuat tekan beton,, ƒ c dan kuat leleh tulangan baja, ƒ y dan kuat leleh baja profil, f ys dengan cara klik menu Input > General information and Material. Ketika data ƒ c diinputkan, parameter parameter yang lain akan berubah dengan sendirinya seperti modulus elastisitas beton (E c ), tegangan maksimal beton (ƒ c ), dan beta dengan menganggap bahwa regangan batas beton sebesar,3. Selanjutnya, ketika data ƒ y dan f ys diinputkan, parameter yang berubah adalah regangan baja dengan menganggap nilai modulus elastisitas sebesar 2 MPa dan regangan batas baja sebesar,2. F = Et.65<=F <=.9 F = 1 F =.8 (.15Pu/.1*f c*ag) >=.65 Plot (F Mn,F Pn) I = 1 Finish Gambar 4.2 Input General information and Material 3. Langkah ke tiga adalah input property penampang. Klik menu Input > Sections and reinforcements untuk membuka jendela input penampang. Di dalam 14

15 menu ini, user diminta untuk memasukkan data luas penampang yang terdiri dari diameter kolom, penampang profil baja, diameter tulangan, dan banyaknya tulangan. ITS Composite Column juga sudah menyediakan beberapa contoh profil baja yang sudah jadi. Sehingga user tinggal memilih penampang profil baja mana yang mau digunakan. Dalam menu ini user juga dapat memilih sumbu profil baja, penampang king cross juga disediakan pada menu ini. Tulangan longitudinal selain diinput user juga dapat menetukan sendiri letak tulangan dan jumlah tulangan melalui mouse. Klik Input > Sections and reinforcements > template. Peringatan akan muncul jika user menginput data tulangan tidak berada di antara 1% - 6% sesuai dengan SNI Pasal Langkah yang terakhir adalah memeriksa apakah kapasitas kolom apakah mampu menahan beban kombinasi aksial dan momen lentur yang bekerja. Gambar 4.5 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column BAB V STUDI KASUS Gambar 4.3 Input Section and Reinforcement 4. Kemudian memasukkan input beban aksial dan momen akibat beban luar dengan cara klik menu Input > Load > Factored. Di dalam menu ini user menginputkan beban aksial pada kolom Load dan momen pada kolom X-Moment. Setelah menginputkan beban beban di atas, klik insert agar tersimpan di dalam Listbox lalu klik OK. 5.1 Pendahuluan Untuk mengetahui kebenaran program ITS Composite Column, maka akan dilakukan verivikasi program ITS Composite Column dengan program Xtract Verifikasi Program Verivikasi program akan dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan program ITS Composite Column dengan hasil perhitungan program Xtract dalam menghitung kapasitas kolom dalam menerima beban kombinasi aksial-momen. Kedua program tersebut akan dicoba untuk menghitung dua kolom komposit dilihat dari mutu beton, mutu baja tulangan maupun bentuk penampang dan dicoba juga untuk menganalisa kolom komposit yang diberi beban aksial dan momen dengan metode desain yang berbeda Studi Kasus 1 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Mutu Beton yang Berbeda) Akan dihitung tiga kolom dengan mutu betonnya berbeda beda yaitu: a. Kolom A dengan mutu beton, f c = 3 Mpa (Kolom 1A). b. Kolom B dengan mutu beton, f c = 4 Mpa (Kolom 1B). Gambar 4.4 Input Factored Load 5. Selanjutnya merunning program dengan cara klik menu Run. Proses running ini membutuhkan waktu agak lama karena proses iterasinya terjadi ribuan kali. 15 Gambar 5.1 : Detail gambar penampang kolom 1A

16 a. Proses verifikasi 1 Kolom A (Kolom 1A) Proses verifikasi ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Composite Column dan program Xtract untuk menghitung kapasitas suatu kolom komposit dalam menerima beban kombinasi aksial-momen. Adapun data kolomnya adalah sebagai berikut : Data Kolom 1A : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.2 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.3 (Xtract 2.6.2). Gambar 5.3 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 1A Xtract ITS Column V1.2 Gambar 5.4 : Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 1A Tabel 5.1 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 1 kolom 1A Gambar 5.2 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada Kolom 1A Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada gambar 5.4, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. 16

17 b. Proses verifikasi 1 Kolom B (Kolom 1B) Adapun data kolom 1B adalah sebagai berikut : Data Kolom 1B : Mutu Beton (f c) : 4 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.6 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 1 B "' " - Xtract 1 ITS Column V ~..) Gambar 5.7 : Grafik Perbandingan diagram interaksi hasil program Xtract dan program ITS Composite Column pada Kolom 1B Tabel 5.2 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 1 kolom 1B Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.5 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.6 (Xtract 2.6.2). Cf-& :@ I ~~~~~ - - ; -- -E""t:: ! - t.;,"'t\:,z ' t ::.::... f.-' t.:.!=-. <".._ - :;-~- ~~= Gambar 5.5 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Columnpada Kolom 1B Dari hasil perbandingan gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.7 dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column tidak jauh beda hasil perhitungan program Xtract ""'"" 1 )...) ~ :""-. f'c = 3 MPa f'c = 4 MPa Gambar 5.8 Grafik Perbandingan diagram interaksi P-M kolom komposit studi kasus 1 hasil analisis ITS Composite Column (Nominal strength) Dari Gambar 5.8 dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan mutu beton (f c), dapat meningkatkan kemampuan aksial tekan dan momennya. Tetapi nilai dari kemampuan aksial tarik tidak mengalami perubahan, sebab aksial tarik hanya dipengaruhi oleh kuat leleh tulangan longitudinal dan kuat leleh profil baja. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 1 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, - 17

18 sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. 5.4 Studi Kasus 2 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Mutu Tulangan (fr) dan Mutu Profil Baja (fs) yang berbeda) Akan dihitung dua kolom dengan diameter penampang yang berbeda beda yaitu: a. Kolom A dengan fy= 24 mm dan fs = 24 mm 2. (Kolom 2A). b. Kolom B dengan fy = 35 mm dan fs = 35 mm 3. (Kolom 2B). 4. a. Proses verifikasi 2 Kolom A (Kolom 2A) Pada proses verifikasi kedua ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Composite Column dan hasil perhitungan Xtract dalam menghitung kapasitas kolom komposit dalam menerima beban kombinasi aksial-momen, dengan mutu tulangan dan mutu profil baja yang berbeda. Adapun data data kolom 2A adalah sebagai berikut : Data Kolom 2A : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 24 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.9 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 2A Gambar 5.1 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 2A XTRACT ITS COLUMN V1.2 Gambar 5.11 : Grafik Perbandingan diagram interaksi hasil program Xtract dan program ITS Composite Column pada Kolom 2A Tabel 5.3 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 2 kolom 2A Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.9 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.1 (Xtract 2.6.2). Dari hasil perbandingan gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.11, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan dari program ITS Composite Column tidak jauh beda hasil perhitungan program Xtract

19 b. Proses verifikasi 2 Kolom B (Kolom 2B) Adapun data data kolom 2B adalah sebagai berikut : Data Kolom 2B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 35 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 35 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Gambar 5.13 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 2B Xtract ITS COLUMN V1.2 Gambar 5.14 : Grafik Perbandingan diagram interaksi hasil program Xtract dan program ITS Composite Column pada Kolom 2B Tabel 5.4 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 2 kolom 2B Decking (Dc) : 5 mm Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.12 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.13 (Xtract 2.6.2). Dari hasil perbandingan gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.14, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan dari program ITS Composite Column tidak jauh beda hasil perhitungan program Xtract Gambar 5.12 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 2B fy = 24 MPa fy = 35 MPa -2 Gambar 5.15 Grafik Perbandingan diagram interaksi P-M kolom komposit studi kasus 2 hasil analisis ITS Composite Column (Nominal strength) pada Studi kasus 2 Dari Gambar 5.15 di atas, dapat dilihat bahwa kolom komposit dengan peningkatan kuat leleh baja (f s ) dan kuat leleh tulangan longitudinal (f r ) dapat meningkatkan kemampuan aksial dan momennya di semua titik kordinat 19

20 Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 2 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. 5.5 Studi Kasus 3 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Diameter Penampang (Dpen) yang berbeda ) Akan dihitung dua kolom dengan diameter penampang yang berbeda beda yaitu: a. Kolom A dengan diameter penampang (Dpen) = 3 mm Kolom 3A). b. Kolom B dengan diameter penampang (Dpen) = 4 mm (Kolom 3B). Gambar 5.16 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 3A a. Proses verifikasi 3 Kolom A (Kolom 3A) Pada proses verifikasi ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Composite Column dan hasil perhitungan Xtract dalam menghitung kapasitas kolom komposit dalam menerima beban kombinasi aksial-momen, dengan diameter penampang yang berbeda. Adapun data data kolom 3A adalah sebagai berikut : Data Kolom 3A : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.17 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 3A Xtract ITS Column V1.2 Gambar 5.18 : Grafik Perbandingan diagram interaksi hasil program Xtract dan program ITS Composite Column pada Kolom 3A Tabel 5.5 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 3 kolom 3A Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.17 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.18 (Xtract 2.6.2). 2 Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.18, dapat

21 dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract b. Proses verifikasi 3 Kolom B (Kolom 3B) Adapun data data kolom 3B adalah sebagai berikut : Data Kolom 3B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 4 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Gambar 5.2 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 3B Xtract ITS Composite Column Gambar 5.21 : Grafik Perbandingan diagram interaksi hasil program Xtract dan program ITS Composite Column pada Kolom 3B Tabel 5.6 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 3 kolom 3B Decking (Dc) : 5 mm Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.19 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.2 (Xtract 2.6.2). Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen gambar 5.21, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 3 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. Gambar 5.19 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 21

22 5.6 Studi Kasus 4 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Rasio Tulangan yang berbeda ) Akan dihitung Dua kolom dengan rasio tulangan yang berbeda beda yaitu: a. Kolom A dengan Rasio Tulangan = 2.4% 5. (Kolom 4A). b. Kolom C dengan Rasio Tulangan = 4.81% 6. (Kolom 4B). a. Proses verifikasi 4 Kolom A (Kolom 4A) Pada proses verifikasi ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Composite Column dan hasil perhitungan Xtract dalam menghitung kapasitas kolom komposit dalam menerima beban kombinasi aksial-momen, dengan rasio tulangan yang berbeda. Adapun data data kolom 3A adalah sebagai berikut : Data Kolom 4A: Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 6 buah Decking (Dc) : 5 mm Hasil perbandingan : Untuk gambar diagram interaksi aksialmomen dapat dilihat pada Gambar 5.22 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.23 (Xtract 2.6.2). Gambar 5.23 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 4A XTRACT ITS Composite Column Gambar 5.24: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 4A Tabel 5.7 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 4 kolom 4A Gambar 5.22 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 4A Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.24, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column tidak jauh beda dengan hasil perhitungan program Xtract. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 4 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITScomposite menggunakan blok tegangan ekivalen. 22

23 b. Proses verifikasi 4 Kolom B (Kolom 4B) Adapun data data kolom 3B adalah sebagai berikut : Data Kolom 4B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa " " - ~ -./"' ~ Xtract ITS Composite Column Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 12 buah Decking (Dc) : 5 mm Hasil perbandingan : Gambar diagram interaksi aksial-momen dapat dilihat pada Gambar 5.25 (ITS Composite Column) dan Gambar 5.26 (Xtract 2.6.2). ; ft.l ~'''"'..-.a.qoo,(jll,wf#-~~ ) I :::::-r..._. - ~ t'-..~t.w::".: r.;~- -,. ra ::--:.~,. - ::.!"":'.:. I.....,.... -,~... Gambar 5.25 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 4B -3 Gambar 5.27 : Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 4B Tabel 5.8 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composit Column dengan program XTRACT pada studi kasus 4 kolom 4B. f\tr>rt Sf,!;{'.,:7S G.' ;-.-:::;: SKI SKJ C...1:."~: ~ ~!~ X::x: ~;\."X, '~ -~.. ~);a: } } QOO ~!JI! :m!!i 1.42 QJ!i. D u; m Dl 1131 :1.<6 1Z D QOO 2311 QOO Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen gambar 5.27, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column tidak jauh beda dengan hasil perhitungan program Xtract "'" 1 ) ) _/"' "' "' "' '".. '" Ql!i " ~ Rasio 2.41% Rasio 4.8% Gambar 5.28 Grafik Perbandingan diagram interaksi P-M kolom komposit studi kasus 2 hasil analisis ITS Composite Column (Nominal strength) pada - Dari Gambar 5.28, dapat dilihat bahwa kolom komposit dengan rasio tulangan diperbesar dapat meningkatkan kemampuan aksial dan momennya di semua titik kordinat P-M. Gambar 5.26 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 4B Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 4 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. 23

24 5.7 Studi Kasus 5 (Perbandingan Perbedaan Konsep Limit State Method SNI dengan Konsep Unified Design Provisions pada ACI ). Pada studi kasus yang ke lima ini akan dihitung kapasitas aksial dan momen antara dua kolom yang sama dengan menggunakan Limit State Method dan Unified Method. Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom Studi Kasus 5 : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 24 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Gambar 5.3 Diagram Interaksi P-M kolom Komposit (Unified Design Provisions) Dapat dilihat bahwa dengan beban yang sama dari tabel, SNI yang mengacu pada limit state method tidak dapat menampung beban yang diberikan di tabel 5.9, sedangkan ACI yang mengacu pada Unified Design Provision mampu menerima beban beban yang diberikan di table 5.9. Jadi, dari perbandingan dua konsep yaitu Limit State Method dan Unified Design Provisions, dapat disimpulkan bahwa konsep Unified Design Provisions memberikan kekuatan lebih khususnya untuk daerah tarik (tension). Decking (Dc) : 5 mm Tabel 5.9 Kombinasi beban luar pada studi kasus 5 No. Pu Mu Adapun output dari program ITS Composite Column pada studi kasus 5 ini adalah seperti pada Gambar 5.29 dan Gambar 5.3. Gambar 5.29 Diagram Interaksi P-M kolom Komposit (Limit State Method) 24

25 5.8 Studi Kasus 6 (Perbandingan Dua Kolom dengan Mutu Beton berbeda ) (Sumbu Lemah) Pada studi kasus yang ke enam ini profil baja akan didesain mengikuti sumbu lemah dan akan dihitung kapasitas aksial dan momen antara dua kolom dengan ukuran yang sama tapi dengan mutu Beton yang berbeda yaitu 3 MPa dan 4 Mpa a. Proses verifikasi 6 Kolom A (Kolom 6A) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom Pertama : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fr) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Xtract ITS Composite Column Gambar 5.34 : Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 6A Tabel 5.1 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 6 kolom 6A Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.31 : Detail gambar penampang kolom 6A Gambar 5.32 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 6A Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.34, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column tidak jauh beda dengan hasil perhitungan program Xtract. b. Proses verifikasi 6 Kolom B (Kolom 6B) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 4B : Mutu Beton (f c) : 4 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.33 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 4A 25

26 . Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 6 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen Gambar 5.35 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 6B 5.9 Studi Kasus 7 (Perbandingan Dua Kolom dengan Mutu Profil Baja dan Mutu Tulangan yang berbeda ) (Sumbu Lemah) Pada studi kasus yang ketujuh ini akan dihitung kapasitas aksial dan momen antara dua kolom dengan ukuran yang sama tapi dengan mutu profil baja dan tulangan yang berbeda yaitu 24 MPa dan 35 Mpa. a. Proses verifikasi 7 Kolom A (Kolom 7A) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 7A: Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 24 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Gambar 5.36 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 6B Xtract ITS Composite Column Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 12 buah Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.37: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 6B Tabel 5.11 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 6 Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada Gambar 5.37, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column tidak jauh beda dengan hasil perhitungan program Xtract. Gambar Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 7A 26

27 b. Proses verifikasi 7 Kolom B (Kolom 7B) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 7B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 35 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 35 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Gambar 5.38 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 7A Jumlah Tulangan (Jtul) : 12 buah XTRACT ITS COLUMN V1.2 Decking (Dc) : 5 mm Gambar 5.39: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 7A Gambar 5.4 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 7B Tabel 5.12 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 7 kolom 7A ITSC:~~~: : :h Cchn EXTRAC1' ~.:: :5 :,g... ~"'Cl ::!c.~-..:-: -SlC SK! c ::., ~Xt-t.c.. h YI h l (t 1t Ut ~ 2 ' ~ <..X ~ ~ <, <, I 1U I nl ld IP.-...._ :Dill SJ ld ru nl Ul ~... ll'l 'D..IJ IIIII!IllS 156 l.ls l&t I 1't I 'Bll.. ~ I I 1ll.. Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen gambar 5.39, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. Gambar 5.41 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 7B Tabel 5.12 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 7 kolom 7B Xtract ITS COLUMN V

28 Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen gambar 5.41, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 7 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. 5.1 Studi Kasus 8 (Perbandingan Dua Kolom dengan Diameter Penampang yang berbeda ) (Sumbu Lemah) Pada studi kasus yang kedelapan ini akan dihitung kapasitas aksial dan momen antara dua kolom dengan ukuran yang berbeda tapi dengan mutu profil baja, mutu beton dan mutu tulangan yang sama. a. Proses verifikasi 8 Kolom A (Kolom 8A) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 8A : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa...._~ -,..- 4~ - <8) Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm _...,."-----.,,_ "--I I r-- I - ---,,_ -... =--=-- ' y ~=.: - --=~-. ~ :..:""- j ;:::-..:;:;.. --f-' ~ "I I --"""- Gambar 5.42 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 8A I Gambar 5.43 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 8A '- ' ~ '\. -- ) f.-"" Xtract ITS Composite Column Gambar 5.44: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 8A Tabel 5.13 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 8 kolom 8A Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada gambar 5.44, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. 28

29 b. Proses verifikasi 8 Kolom B (Kolom 8 B) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 8B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 4 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Xtract ITS Composite Column Gambar 5.47: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 8B Tabel 5.14 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 8 kolom 8B Decking (Dc) : 5 mm Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada gambar 547, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 8 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite menggunakan blok tegangan ekivalen. Gambar 5.45 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 8B a. Proses verifikasi 9 Kolom A (Kolom 9A) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 9A : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 6 buah Gambar 5.46 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 8B Decking (Dc) : 5 mm 29

30 ~~ OIWI..:_:'~'-r.,--,1 Gambar 5.48 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 9A b. Proses verifikasi 9 Kolom B (Kolom 9B) Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom 9B : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 4 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Jumlah Tulangan (Jtul) : 12 buah Gambar 5.49 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 9A... ' '\. \. - \ - /././ Xtract ITS Composite Column Gambar 5.5: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 9A Tabel 5.15 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 9 kolom 9A ITS C'.a:r.oc.iieC:lml 2\lR-lCT S:" -.'7S:.:..; :;;x -..,.. Sl:h c~;;.~~... ~.:x:- :..:: "' '\"... "',_ " _..., ' I '!ris I 3.SI -.. 2m n.. ll 3.SI m S1l "u lis ~ 1H 151 I llj I llsi 135 -IIIZ I Ill! I L!l Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada gambar 5.5, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. - Decking (Dc) : 5 mm ' " : 1/ Gambar 5.51 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program ITS Composit Column pada kolom 9B Gambar 5.52 Gambar Diagram Interaksi Kolom Komposit Hasil Analisis Program Xtract pada kolom 9B 3

31 Xtract ITS Composite Column 5.11 Studi Kasus 1 (Perbandingan Perbedaan Konsep Limit State Method SNI dengan Konsep Unified Design Provisions pada ACI untuk Sumbu Lemah). Pada studi kasus yang ke lima ini akan dihitung kapasitas aksial dan momen antara dua kolom yang sama dengan menggunakan Limit State Method dan Unified Method. -3 Gambar 5.53: Grafik perbandingan diagram interaksi hasil analisa program ITS Composite Column dan program Xtract pada Kolom 9B Tabel 5.16 Perbandingan diagram interaksi hasil program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 9 kolom 9B Adapun data datanya adalah sebagai berikut : Data Kolom Studi Kasus 5 : Mutu Beton (f c) : 3 MPa Mutu Tulangan (fy) : 24 MPa Mutu Profil Baja (fs) : 24 MPa Modulus Elastisitas (εs) : 2 MPa Diameter Penampang (Dpen) : 3 mm Tinggi Profil baja (Hs) : 1 mm Lebar Profil Baja (Bs) : 1 mm Dari hasil perbandingan pada gambar diagram interaksi aksial-momen pada gambar 5.53, dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan program ITS Composite Column mendekati dengan hasil perhitungan program Xtract. 4 Jumlah Tulangan (Jtul) : 8 buah Decking (Dc) : 5 mm Rasio = 2.4% Rasio = 4.81% Gambar 5.54 Grafik Perbandingan diagram interaksi P-M kolom komposit analisis ITS Composite Column (Nominal strength) pada Studi kasus 9 Tabel 5.17 Kombinasi beban luar pada studi kasus 1 No. Pu Mu Adapun output dari program ITS Composite Column pada studi kasus 1 ini adalah seperti pada Gambar 5.55 dan Gambar Dari Gambar 5.54, dapat dilihat bahwa kolom komposit dengan rasio tulangan diperbesar dapat meningkatkan kemampuan aksial dan momennya di semua titik kordinat P-M. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Composite Column dengan program XTRACT pada studi kasus 9 disebabkan karena pada analisis XTRACT menggunakan tegangan beton aktual, sedangkan pada program ITS-composite Column menggunakan blok tegangan ekivalen. 31 Gambar 5.55 Diagram Interaksi P-M Kolom Komposit ( Limit State Method)

32 Gambar 5.56 Diagram Interaksi P-M Kolom Komposit ( Unified Design Provision) Dapat dilihat bahwa dengan beban yang sama dari table, SNI yang mengacu pada limit state method tidak dapat menampung beban yang diberikan di table 5.17, sedangkan ACI yang mengacu pada Unified Design Provision mampu menerima beban beban yang diberikan di table 5,17. Jadi, dari perbandingan dua konsep yaitu Limit State Method dan Unified Design Provisions, dapat disimpulkan bahwa konsep Unified Design Provisions memberikan kekuatan lebih khususnya untuk daerah tarik (tension) baik itu profil baja dalam posisi sumbu kuat maupun sumbu lemah. 32

STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.

STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6. STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0 RADITYA ADI PRAKOSA 3106 100 096 Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON 6.0

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON 6.0 ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Oleh : Indra Degree Karimah 3106 100 125 Dosen Pembimbing : Tavio, ST, MT, PhD. Ir. Iman Wimbadi, MS BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada saat ini kolom bangunan tinggi banyak menggunakan material beton bertulang. Seiring dengan berkembangnya teknologi bahan konstruksi di beberapa negara, kini sudah

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Oleh : Ronald Paschalis Foudubun 3106 100 075 Dosen Pembimbing : Tavio, ST.,MT.,PhD Ir. Iman Wimbadi, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 TUGAS AKHIR STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 SWANDITO PURNAIUDA 3106 100 088 Dosen Pembimbing : Ir. Iman Wimbadi, MS Tavio, ST. MT. Ph.D PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

Jenis-jenis Kolom : Kolom Ikat ( tied column Kolom Spiral ( spiral column Kolom Komposit

Jenis-jenis Kolom : Kolom Ikat ( tied column Kolom Spiral ( spiral column Kolom Komposit Pendahuluan Jenis-jenis Kolom : Wang (1986) 1. Kolom Ikat (tied column) biasanya berbentuk bujursangkar/lingkaran dimana tulangan utama memanjang kedudukannya dipegang oleh pengikat lateral terpisah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beban maka struktur secara keseluruhan akan runtuh. yang menahan beban aksial vertikal dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. beban maka struktur secara keseluruhan akan runtuh. yang menahan beban aksial vertikal dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolom merupakan elemen utama pada struktur bangunan karena umumnya meneruskan beban dari balok atau lantai ke sistem pondasi di bawahnya. Betapapun kuat dan kakunya

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT Febrianti Kumaseh S. Wallah, R. Pandaleke Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Berdasarkan Pasal 3.25 SNI 03 2847 2002 elemen struktural kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi tiga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Beton pada dasarnya adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus yang dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut SNI 1726-2002, sistem struktur utama bangunan di Indonesia dibagi dalam empat sistem, yaitu Sistem Dinding Penumpu, Sistem Rangka Gedung, Sistem Rangka Pemikul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. silinde beton dapat digunakan rumus berikut: f c = (3.1)

BAB III LANDASAN TEORI. silinde beton dapat digunakan rumus berikut: f c = (3.1) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Untuk memperoleh kuat tekan beton digunakan benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Untuk perhitungan kuat desak benda uji silinde beton

Lebih terperinci

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS Ketentuan Perencanaan Pembebanan Besar beban yang bekerja pada struktur ditentukan oleh jenis dan fungsi dari struktur tersebut. Untuk itu, dalam menentukan jenis beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fiber Glass Fiber glass adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau bahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral

Lebih terperinci

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN 24 2 KONSEP DAN METODE PERENCANAAN A. Perkembangan Metode Perencanaan Beton Bertulang Beberapa kajian awal yang dilakukan pada perilaku elemen struktur beton bertulang telah mengacu pada teori kekuatan

Lebih terperinci

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI DesainElemenLentur Sesuai SNI 03 2847 2002 2002 Balok Beton Bertulang Blkdik Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaituelemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir. PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI Oleh : Ratna Eviantika NRP : 0221028 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir. UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS

Lebih terperinci

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1 Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial Struktur Beton 1 Perilaku Kolom terhadap Kombinasi Lentur dan Aksial Tekan Momen selalu digambarkan sebagai perkalian beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merancang perlu diperhatikan beban-bean yang bekerja pada struktur agar

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS

DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS TUGAS AKHIR PS 1380 DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS ARDIANSYAH KUSUMA NEGARA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan. VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 EVALUASI KELAYAKAN BANGUNAN BERTINGKAT PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009 SUMATERA BARAT ( Studi Kasus : Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

STRUKTUR BETON BERTULANG II

STRUKTUR BETON BERTULANG II MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG II Bahan Kuliah E-Learning Kelas Karyawan Minggu ke : 2 KOLOM PENDEK Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI 03-2847-2002 2002 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Sebelum retak (uncracked concrete

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah dengan tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara

Lebih terperinci

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok.

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok. . LENTUR Bila suatu gelagar terletak diatas dua tumpuan sederhana, menerima beban yang menimbulkan momen lentur, maka terjadi deformasi (regangan) lentur. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan

Lebih terperinci

Gambar 5.15 Perbandingan diagram interaksi P-M kolom SK2a dengan SK2b. SK2a SK2b. Aksial (kn) 6000 Momen (kn m)

Gambar 5.15 Perbandingan diagram interaksi P-M kolom SK2a dengan SK2b. SK2a SK2b. Aksial (kn) 6000 Momen (kn m) φ l 12000 10000 8000 6000 Aksial (kn) 4000 2000 0 SK2a SK2b Gambar 5.15 Perbandingan diagram interaksi P-M kolom SK2a dengan SK2b 2000 0 200 400 600 800 4000 6000 Momen (kn m) Dari Gambar 5.15 di atas,

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II Bahan Kuliah Ke-I Pengenalan Kolom Struktur Beton II Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh September 2008 Materi Kuliah Definisi Pembuatan Kolom Apa yang dimaksud dengan Kolom?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada suatu struktur gedung terdapat banyak komponen struktur yang penting, dimana masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda-beda namun saling berhubungan

Lebih terperinci

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja! Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja! Lokasi Tulangan Jarak Tulangan desain balok persegi Tinggi Minimum Balok Selimut Beton Terdapat tiga jenis balok

Lebih terperinci

STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG BUJUR SANGKAR TANPA PENGEKANGAN DENGAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0

STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG BUJUR SANGKAR TANPA PENGEKANGAN DENGAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG BUJUR SANGKAR TANPA PENGEKANGAN DENGAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 Oleh 1.Ir. Iman Wimbadi, M.S, 2.Tavio, S.T., M.T., Ph.D, 3. Riaditya Dwi Aryadi 1Dosen /Staf pengajar

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG GRAFIK UNTUK ANALISIS DAN DESAIN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP BEBAN AKSIAL DAN LENTUR BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BETON UNTUK BANGUNAN GEDUNG (RSNI 03-XXXX-2002) Oleh : David Simon NRP

Lebih terperinci

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT Kolom Pendek : kolom dimana beban ultimate tidak direduksi oleh deformasi lentur karena eksentrisitas tambahan Δ diabaikan atau terjadi jauh dari penampang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I Minggu ke : 2 LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON BAB IV BALOK BETON 4.1. TEORI DASAR Balok beton adalah bagian dari struktur rumah yang berfungsi untuk menompang lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok dikenal

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton didefinisikan sebagai campuran antara sement portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG Capaian Pembelajaran: Setelah mempelajari sub bab 1 Pengenalan Beton bertulang diharapkan mahasiswa dapat memahami definisi beton bertulang, sifat bahan, keuntungan dan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.1 Gambar 5.

Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.1 Gambar 5. Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Input Data: 1. Mutu beton, ƒ c = 30 Mpa dan 40 Mpa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 Mpa 3. Dimensi kolom, b =

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON 1. PENDAHULUAN Beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, telah digunakan sebagai bahan bangunan sejak zaman dahulu Penggunaan beton bertulangan dengan lebih intensif baru dimulai pada awal abad

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR Million Tandiono H. Manalip, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : tan.million8@gmail.com

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS KURVATUR PADA KOLOM BULAT BETON BERTULANG TERKEKANG DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0

ANALISIS DAKTILITAS KURVATUR PADA KOLOM BULAT BETON BERTULANG TERKEKANG DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 ANALISIS DAKTILITAS KURVATUR PADA KOLOM BULAT BETON BERTULANG TERKEKANG DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 OLEH : YANUAR SISCARIA R. 3106 100 040 DOSEN PEMBIMBING : TAVIO, ST.,MT.,PhD Ir. KURDIAN SUPRAPTO,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Berdasarkan SNI 03 1974 1990 kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

Struktur Beton Bertulang

Struktur Beton Bertulang Struktur Beton Bertulang Beton dan Beton Bertulang Beton adalah campuran pasir, kerikil atau batu pecah, semen, dan air. Bahan lain (admixtures) dapat ditambahkan pada campuran beton untuk meningkatkan

Lebih terperinci

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² Ag = Luas bruto penampang (mm²) An = Luas bersih penampang (mm²) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm²) Al = Luas total

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak kita temukan fenomena konstruksi bangunan yang dinyatakan layak huni namun pada kenyataannya bangunan tersebut mengalami kegagalan dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

Bambang Piscesa *, Ir. Iman Wimbadi, Ms.**,Ir. Mudji Irmawan, Ms.** ABSTRAK

Bambang Piscesa *, Ir. Iman Wimbadi, Ms.**,Ir. Mudji Irmawan, Ms.** ABSTRAK STUDI KOMPARATIF DESAIN PENAMPANG ELEMEN BETON AKIBAT KOMBINASI AKSIAL DAN LENTUR BERDASARKAN UNIFIED DESIGN PROVISION (ACI 1-) DAN LIMIT STATE METHOD (SNI 7-) Bambang Piscesa *, Ir. Iman Wimbadi, Ms.**,Ir.

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR

ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR 1. Analisa Kolom Pendek dgn Aksial Lentur. Keruntuhan Kolom 1. Kondisi Balanced. Kondisi Tekan Menentukan 3. Kondisi Tarik Menentukan Kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul beban aksial, momen lentur, dan gaya geser sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi

Lebih terperinci

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG 9 Vol. Thn. XV April 8 ISSN: 854-847 STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG Ruddy Kurniawan, Pebrianti Laboratorium Material dan Struktur Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR OLEH : BAMBANG PISCESA DOSEN PEMBIMBING : Ir. IMAN WIMBADI, MS. Ir. MUDJI IRMAWAN, MS.

TUGAS AKHIR OLEH : BAMBANG PISCESA DOSEN PEMBIMBING : Ir. IMAN WIMBADI, MS. Ir. MUDJI IRMAWAN, MS. TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF DESAIN PENAMPANG ELEMEN BETON AKIBAT KOMBINASI AKSIAL DAN LENTUR BERDASARKAN UNIFIED DESIGN PROVISION (ACI 318-00) DAN LIMIT STATE METHOD (SNI 00) OLEH : BAMBANG PISCESA 310

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bangunan merupakan suatu komponen yang sangat penting bagi kehidupan manusia misalnya sebagai tempat tinggal, sebagai tempat suatu usaha, dan berbagai fungsi bangunan

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2) 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat yang diperlukan untuk beban-beban terfaktor sesuai pasal 4.2.2. dan pasal 7.4.2 SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2.

Lebih terperinci

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi TULANGAN GESER I. PENDAHULUAN Semua elemen struktur balok, baik struktur beton maupun baja, tidak terlepas dari masalah gaya geser. Gaya geser umumnya tidak bekerja sendirian, tetapi berkombinasi dengan

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 TUGAS AKHIR RC09 1380 STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN

Lebih terperinci

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perancangan struktur suatu bangunan gedung didasarkan pada besarnya kemampuan gedung menahan beban-beban yang bekerja padanya. Disamping itu juga harus memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci