BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan menenai teori teori yan berhubunan denan penelitian sehina dapat dijadikan sebaai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah dalam hal pembahasan hasil utama pada bab berikutnya. Adapun teori teori tersebut mencakup penertian dari rin, field, polynomial, eneratin matrix, dan check matrix. 2.1 Rin dan Field Pada baian ini akan diberikan beberapa definisi dan teorema dasar tentan field dan rin. Definisi 2.1 : Suatu rin adalah suatu himpunan tak koson R denan dua operasi biner yan dinotasikan denan operasi penjumlahan dan perkalian sehina memenuhi aksioma aksioma 1. untuk semua, berlaku 2. untuk semua, berlaku 3. R mempunyai unsur identitas relatif terhadap operasi penjumlahan, yakni terdapat suatu unsur sehina untuk semua 4. untuk setiap, terdapat sehina 5. untuk semua, berlaku 6. untuk semua, dipenuhi, a) b) Dari definisi 2.1 jua dapat dikatakan bahwa suatu himpunan tak koson R denan operasi biner + dan dikatakan suatu rin bila 1. adalah suatu rup komutatif 2. adalah suatu semirup 3. operasi perkalian adalah distributif terhadap penjumlahan, yakni untuk semua dan

2 Jika operasi perkalian dari R adalah komutatif, maka R disebut sebaai rin komutatif. Jika terdapat suatu unsur yan dinotasikan denan 1 sedemikian hina untuk semua, maka R disebut sebaai rin denan unsur kesatuan, dan unsur 1 disebut sebaai unsur kesatuan. Selanjutnya apabila memunkinkan penulisan notasi cukup dituliskan saja. Definisi 2.2 : Suatu rin komutatif F denan unsur kesatuan disebut sebaai field bilamana setiap unsur tak nol adalah unsur satuan. Definisi di atas jua dapat dinyatakan sebaai berikut. Suatu field F adalah suatu struktur aljabar denan dua operasi biner + dan sehina 1. adalah suatu rup komutatif 2. adalah suatu semirup 3. operasi perkalian adalah distributif terhadap penjumlahan, yakni untuk semua dan 2.2 Rin Polinomial Andaikan R adalah suatu rin komutatif. Himpunan R[x] = {a + a 1 x + a 2 x a n x n ; a i R dan n Z + } disebut sebaai rin polynomial atas R dalam indeterminate x. Pada definisi di atas, symbol x, x 2,, x n tidak menyatakan suatu variabel yan berasal dari rin R, tetapi symbol symbol tersebut semata mata hanyalah sebaai suatu tempat penyimpanan yan pada suatu saat munkin saja diantikan denan unsur R. Dua unsur di R[x] a + a 1 x + a 2 x a n x n dan b + b 1 x + b 2 x b m x m dikatakan sama jika dan hanya jika a i = b i untuk semua bilanan bulat tak neatif i. Tentu saja pada definisi ini harus menambil a i = jika i > n dan b i = jika i > m.

3 Selanjutnya perhatikan suatu polynomial a(x) = a + a 1 x + a 2 x a n x n di R[x]. Pada polynomial ini, bentuk a k x k disebut sebaai suku dari polynomial a(x) dan untuk setiap suku a k x k, k =,1,,n, a k disebut sebaai koefisien dari x k. Derajat dari suatu polynomial a(x) adalah bilanan bulat positif terbesar n sehina a n. Denan kata lain suatu polynomial a(x) = a + a 1 x + a 2 x a n x n dikatakan berderajat s, jika a s dan a n untuk semua k > s. Derajat dari a(x) ditunjukkan denan de(a), atau de[a(x)]. De(a) = jika dan hanya jika a(x) adalah polynomial konstan (constant polynomial) yan tak nol, yaitu, jika dan hanya jika a(x) adalah polynomial a o, untuk tak nol a R. Bila a(x) adalah polynomial berderajat s, maka koefisien a s disebut sebaai koefisien utama (leadin coefisien) dari a(x). Polinomial a(x) dikatakan sebaai polynomial monic jika koefisien utamanya adalah 1. Himpunan semua polynomial atas R ditunjukkan denan R[x]. Selanjutnya akan dilakukan abstraksi dari konsep pembaian polynomial, yakni konsep pembaian pada polynomial atas suatu field F. Teorema berikut ini memperlihatkan secara umum bahwa dapat dilakukan pembaian polynomial atas sebaran field F. Teorema 2.1 : Andaikan F adalah suatu field. Bila f(x), (x) F[x] denan (x), maka terdapat polynomial q(x) dan r(x) di F[x] yan tunal sehina f(x) = (x)q(x) + r(x) denan r(x) = atau derajat r(x) lebih kecil dari derajat (x). Bukti : Denan menunakan induksi pada derajat polynomial f(x) akan diperlihatkan keberadaan polynomial q(x) dan r(x). Jika f(x) = atau derajat f(x) lebih kecil dari derajat (x), maka q(x) dan r(x) diperoleh r(x) = f(x) dan q(x) =. Selanjutnya, andaikan f(x) berderajat n dan (x) berderajat m denan n > m. Misalkan f(x) = a + a 1 x + a 2 x a n x n (x) = b + b 1 x + b 2 x b m x m

4 Denan menunakan teknik pembaian seperti di atas, misalkan h(x) = f(x) a n b -1 mx n-m (x) Sehina h(x) = atau derajat h(x) lebih kecil dari derajat f(x). Denan menunakan asumsi pada induksi, untuk polynomial h(x) terdapat polynomial q 1 (x) dan r 1 (x) sehina h(x) = (x)q 1 (x) + r 1 (x) denan r 1 (x) = atau derajat r 1 (x) lebih kecil dari derajat (x). Hal ini berakibat f(x) = a n b m -1 x n-m (x) + h(x) = a n b -1 m x n-m (x) + (x)q 1 (x) + r 1 (x) = (x) [a n b -1 m x n-m + q 1 (x)] + r 1 (x) Denan menambil q(x) = a n b -1 m x n-m + q 1 (x) dan r(x) = r 1 (x), diperoleh f(x) = (x) q(x) + r(x) Denan r(x) = atau derajat r(x) lebih kecil dari derajat (x). Selanjutnya akan diperlihatkan ekspresi f(x) = (x) q(x) + r(x) adalah tunal. Misalkan f(x) jua dapat ditulis sebaai f(x) = (x) s(x) + t(x) denan t(x) = atau derajat t(x) lebih kecil dari derajat (x). Perlihatkan bahwa (x) q(x) + r(x) = (x) s(x) + t(x) Sehina (x) [q(x) s(x)] = t(x) r(x) Karena derajat t(x) r(x) lebih kecil dari derajat (x), maka haruslah q(x) s(x) =. Yakni, q(x) = s(x) dan tentunya r(x) = t(x). Polinomial q(x) disebut quotient dan r(x) disebut remainder (sisa) dalam pembaian f(x) denan (x). Jika f(x), (x) F[x] denan (x), maka f(x) dapat dibai denan (x) atas F jika f(x) = (x) q(x) untuk q(x) F[x]. Jika f(x) dapat dibai denan (x) (atas F), maka dapat dikatakan (x) adalah faktor dari f(x) (atas F). Suatu elemen c F disebut akar (atau pembuat nol) dari polynomial f(x) F[x] jika f(c) =.

5 Akibat lansun dari teorema di atas diperoleh hasil sebaai berikut. Akibat 2.1 : Andaikan F adalah suatu field. Bila a F dan f(x) F[x], maka f(a) adalah sisa hasil bai dari f(x) oleh (x a). Bukti : Menurut teorema 2.1 untuk polynomial f(x) dan (x a) terdapat polynomial q(x), r(x) F[x] sehina f(x) = (x a) q(x) + r(x) denan derajat r(x) lebih kecil dari derajat (x a). Akibatnya r(x) adalah suatu konstanta yan berada di F, sehina f(x) = (x a) q(x) + r. Karena f(x) F[x], untuk x F kita dapat memandan f sebaai suatu pemetaan f : F F. Sehina f(x) = (a a) q(a) + r, yakni sisa hasil bai r = f(a). Akibat 2.2 : Andaikan F adalah suatu field, dan misalkan a F dan f(x) F[x]. Unsur a adalah pembuat nol dari f(x) jika dan hanya jika (x a) adalah faktor dari f(x). Bukti : Denan menunakan aloritma pembaian, maka polynomial f(x) dapat ditulis sebaai f(x) = (x a) q(x) + r(x) denan r(x) = atau derajat dari r(x) adalah. Bila a pembuat nol dari f(x) maka f(a) = = (a a) q(x) + r, yan berakibat r =. Jadi (x a) adalah faktor dari f(x). Sebaliknya jika (x a) adalah faktor dari f(x), maka terdapat polynomial q(x) F[x] sehina f(x) = (x a) q(x). Hal ini berakibat f(a) = (a a) q(a) = q(a) =. Jadi a adalah pembuat nol dari f(x). Akibat 2.3 : Bila F adalah suatu field, maka suatu polynomial di F[x] yan berderajat n 1 mempunyai palin banyak n akar.

6 Bukti : Andaikan f(x) adalah suatu polynomial berderajat n di F[x]. Akan diperlihatkan pernyataan di atas denan menunakan induksi pada derajat dari f(x). Andaikan f(x) adalah polynomial berderajat n = 1. Misalkan f(x) = ax + b, denan a, b F dan a. Akibatnya ab -1 adalah akar dari f(x). Sekaran andaikan f(x) berderajat n > 1. Andaikan adalah pembuat nol dari f(x). Menurut akibat 2.1, f(x) dapat ditulis sebaai f(x) = (x a) (x) denan (x) adalah polynomial berderajat n 1. Jika adalah akar dari f(x), maka = f( ) = ( ) ( ). Karena, maka ( ) =. Yakni adalah pembuat nol dari ( ). Tetapi menurut hipotesis induksi ( ) mempunyai banyak n 1 akar. Sehina f mempunyai palin banyak n akar. Definisi 2.3 : Andaikan f(x) = a + a 1 x + a 2 x a n x n adalah suatu polynomial di Z[x]. Isi dari f(x) didefinisikan sebaai pembai persekutuan terbesar dari a(x) = a, a 1,, a n. Suatu polynomial f(x) Z[x] dikatakan primitip jika isi dari f(x) adalah 1. Contoh : Isi dari polynomial f(x) = 6 + 4x + 1x x 6 adalah 2, karena pembai persekutuan terbesar dari 6, 4, 1 dan 18 adalah 2. Sementara isi dari polynomial (x) = 3x + 9x 3 + 4x 5 adalah 1. Sehina (x) adalah primitip. Definisi 2.4 : Untuk suatu polynomial monik f(x) denan derajat tak nol atas field F, rin polynomial modulo f(x) adalah himpunan semua polynomial denan derajat lebih kecil dari f(x), bersama denan penjumlahan dan perkalian polynomial modulo f(x). Rin ini biasanya ditunjukkan denan F(x) /

7 Selanjutnya, a(x) konruens ke b(x) modulo f(x), ditunjukkan denan a(x) b(x) (modulo ), jika dan hanya jika terdapat c(x) denan a(x) = c(x) f(x) + b(x). Untuk setiap polynomial monik f(x) denan derajat tak nol, misalkan F(x) / yan menunjukkan himpunan kelas kelas konruens dari polynomial di F[x] modulo f(x). Ini disebut rin polynomial modulo f(x). Ini adalah suatu rin yan terdiri dari semua polynomial denan derajat yan lebih kecil dari derajat f(x). Teorema 2.2 : F(x) / adalah field jika dan hanya jika f(x) irreducible. Bukti : Misalkan I merupakan principal ideal f(x). Andaikan f(x) reducible atas F, katakan f(x) = a(x)b(x) denan a(x) dan b(x) keduanya berderajat lebih rendah dari p(x). F[x]/I bukan suatu field. Derajat polynomial tak nol di I harus palin sedikit sebesar def(x), jadi a(x) I dan b(x) I. Oleh karena itu I + a(x) dan I + b(x) keduanya elemen tak nol F[x]/I. Tetapi (I + a(x))(i + b(x)) = I + a(x)b(x) = I + f(x) = I, elemen nol dari F[x]/I. Disimpulkan, F[x]/I memiliki pembai nol sehina F[x]/I bukan field (bukan jua daerah interal). Ini membuktikan bahwa F[x]/I suatu field, maka f(x) irreducible. Andaikan f(x) irreducible. F[x]/I komutatif dan I + e adalah unsur kesatuan untuk F[x]/I (denan e unsure kesatuan dari F). Jadi ini mencukupi untuk membuktikan setiap elemen tak nol dari F[x]/I memiliki perkalian inverse di F[x]/I. Ambil I + F[x] tak nol. Maka f(x) I, berarti r(x) bukan perkalian f(x) di F[x]. Karena f(x) irreducible, ini menyatakan secara tidak lansun bahwa f(x) dan r(x) memiliki pembai bersama terbesar e. Oleh karena itu e = f(x)u(x) + r(x)v(x) untuk u(x),v(x) F[x]. Berarti e r(x)v(x) = f(x)u(x) I, dan oleh karena I + e = I + r(x)v(x) = (I + r(x))(i + v(x)). Ini menunjukkan bahwa I + v(x) adalah perkalian invers dari I + r(x).

8 Definisi 2.5 : Suatu elemen primitip dari field GF(q) adalah elemen sehina setiap elemen field kecuali nol dapat ditulis sebaai pankat dari. Contoh : Field GF(5) 2 1 = 2, 2 2 = 4, 2 3 = 3, 2 4 = 1 Dan denan demikian 2 adalah elemen primitip dari GF(5). Jadi, adalah elemen primitip dari F jika setiap elemen tak nol di F adalah pankat dari. Suatu elemen primitip di field denan q elemen memiliki order q 1. Tidak selalu akar dari polynomial irreducible adalah elemen primitip. Suatu polynomial irreducible yan memiliki elemen primitip sebaai akar disebut polynomial primitip. Denan menemukan irreducible polynomial berderajat n atas GF(p), pembentukan field berhina denan p n elemen dapat dilakukan. Contoh, pembentukan field denan 16 elemen, atau GF(24), menunakan polynomial f(x) = x 4 + x Misalkan adalah akar dari f(x), f( ) = =, sehina 4 =

9 Tabel 2.1 Representasi GF (2 4 ) Bentuk Pankat Bentuk n - Tuple Bentuk Polinomial Denan menentukan setiap pankat dari, mempermudah menentukan invers dari suatu elemen dan menalikan dua elemen. Contoh, invers dari Karena = 4 dan 4 11 = 15 = 1 sehina ( 3 + 1) 1 = 11 = Teorema 2.3 : Misalkan m(x) adalah minimal polynomial denan elemen di finite field GF(pr). Maka yan fakta fakta berikut diperoleh : 1. m(x) irreducible. 2. Jika adalah akar dari polynomial f(x) denan koefisien koefisien di GF(p), maka m(x) membai f(x). 3. m(x) membai r p x = x. 4. Jika m(x) adalah primitip, maka derajatnya adalah r. Dalam suatu kasus derajat m(x) r.

10 Bukti : 1. Jika m(x) irreducible, maka m(x) = a(x)b(x) dan m( ) =, salah satunya a(x) atau b(x) adalah menyankal fakta bahwa m(x) adalah polynomial denan derajat terkecil denan sebaai akar. 2. Denan aloritma pembaian, f(x) = a(x)m(x) + r(x) denan derajat r(x) lebih kecil dari derajat m(x). Karena f( ) = m( ) =, r( ) = dan karena derajat r(x) lebih kecil dari derajat m(x), r(x) sama denan. 3. Ini menikuti dari (2) karena suatu elemen di GF(p r ) adalah akar dari persamaan = x. 4. Karena di GF(p r ) dan GF(p r ) adalah r dimensional vector space atas GF(p), himpunan 1,,, r adalah linierly independent dan jua memenuhi persamaan derajat lebih kecil r p x dari atau sama denan r. Jika m(x) adalah primitip membankitkan semua GF(p r ) dan jua m(x) memiliki derajat r. Jika f(x) adalah polynomial berderajat m, reciprocal polynomial dari f(x) didefinisikan menjadi x m f(x -1 ). Jika f(x) = a n x n + a n-1 x n a, reciprocal polynomialnya sama denan a x n + a 1 x n a n. 2.3 Menubah Codeword dalam Bentuk Polinomial Information diit yan berupa barisan diit dan 1 merupakan elemen dari kode yan disebut codeword. Misalkan, suatu kode yan terdiri dari semua codeword denan panjan dua adalah C = {, 1, 1, 11} Suatu codeword v = a a 1 a 2 a n-1 denan panjan n dapat diubah dalam bentuk polynomial f(x) = a + a 1 x + a 2 x a n-1 x n-1 berderajat n.contoh, codeword denan panjan 7; v = 1111 diubah dalam polynomial f(x) = 1 + x 4 + x 5 + x 6. Jadi suatu kode denan panjan n dapat ditunjukkan sebaai himpunan polynomial atas GF(2) berderajat n 1.

11 2.4 Cyclic Codes Cyclic codes adalah kelas yan pentin dari kode. Salah satu alasannya adalah dapat diencode secara efisien denan memakai shift reister. Beitu jua denan pola decodin yan memakai shift reister. Polinomial v(x) = a + a 1 x + a 2 x a n-1 x n-1 dapat dianap sebaai codeword v = a a 1 a 2 a n-1. Suatu (n,k) code C disebut cyclic jika x = (a, a 1, a 2,,a n-1 ) di C, beitu jua cyclic shift pertamanya y = (a n-1, a, a 1,, a n-2 ). Ini berarti (a n-2, a n-1, a,, a n-3 ), cyclic shift dari y yan pertama, dan semua cyclic shift yan lain dari x jua di C. Misalkan suatu vector (a, a 1, a 2,,a n-1 ) dapat disamakan denan polynomial a + a 1 x + a 2 x a n-1 x n-1. Maka (a n-1, a, a 1,, a n-2 ) dapat disamakan denan a n-1 + a x + a 1 x a n-2 x n-1. Jadi polynomial ini sama denan polynomial (a + a 1 x + a 2 x a n-1 x n-1 )x(modulo ). Misalkan v adalah codeword denan panjan n. Cyclic shift dari v adalah codeword denan panjan n yan diperoleh dari v denan menambil diit terakhir dari v dan memindahkan nya menjadi diit palin awal, semua diit yan lain berpindah satu posisi ke kanan. Suatu kode dikatakan cyclic code jika cyclic shift dari setiap codeword jua merupakan codeword. Untuk cyclic code, elemen dari kode bisa dikatakan sebaai codeword dan polynomial. Diberikan suatu codeword v denan panjan n, misalkan codeword dapat disamakan denan polynomial v(x), maka cyclic shift dari v dapat disamakan denan polynomial x i v(x) (mod ) untuk i =, 1,, n 1. Cyclic codes didasarkan pada R n = F[x]/, yan terdiri dari kelas kelas konruens dari polynomial polynomial berderajat lebih kecil dari n di F[x] tetapi perkaliannya adalah modulo (x n 1). Secara eksplisit, jika terdapat dua polynomial a(x) dan b(x), hasil kalinya di F[x] adalah a(x)b(x) = c(x(x n 1) + r(x) denan derajat r(x) lebih kecil dari derajat x n 1 denan aloritma pembaian. Jadi r(x) dianap sebaai hasil kali dari a(x) dan b(x) denan R n adalah himpunan semua polynomial di F[x] berderajat yan lebih kecil dari n denan perkalian modulo (x n 1). Misalkan,, r adalah elemen di field F = GF(q m ) dan misalkan f 1 (x),, f r (x) adalah minimal polynomial dari setiap. Selanjutnya, misalkan n adalah bilanan bulat sehina setiap f i (x) membai x n 1. Misalkan C adalah kode denan panjan n yan terdiri

12 dari semua polynomial h(x) di F[x]/ sehina h( i ) =, i = 1,, r. Maka C adalah cyclic codes denan enerator polynomial (x) = lcm(f 1 (x),, f r (x)). Jelas bahwa cyclic codes C dapat ditentukan denan cara ini karena f 1 (x) dapat diambil sebaai factor yan irreducible dari enerator polynomial dari C dan i adalah akar dari f 1 (x). 2.5 Generatin Matrix dan Check Matrix Suatu ideal I di R n = F[x]/ disebut principal ideal jika setiap elemen di I adalah perkalian dari polynomial (x) tertentu. Jika I adalah principal, maka I = {c(x)(x); c(x) di R n }. Ditunjukkan denan I =. Suatu rin disebut principal ideal rin (PIR) jika setiap ideal adalah principal. Teorema 2.4 : Jika C adalah ideal (yaitu suatu cyclic code denan panjan n) di R n, misalkan (x) adalah polynomial monik denan derajat terkecil di C. Maka (x) tunal dan C =. Bukti : Akan ditunjukkan bahwa R n adalah suatu P.I.R dan monic enerator denan derajat terkecil dari ideal adalah tunal sekalipun ideal dapat memiliki enerator lain. Pertama ditunjukkan R n adalah PIR. Misalkan (x) adalah polynomial monik denan derajat terkecil di C dan misalkan a(x) polynomial lain di C. Denan aloritma pembaian di F[x], a(x). Denan definisi ideal r(x) di C. Tetapi ini menyankal pilihan (x) kecuali kalau r(x) sama denan nol sehina a(x) = (x)b(x). Oleh karena itu R n adalah PIR. Jika (x) dan h(x) adalah polynomial monik denan derajat yan sama dan keduanya di C, maka (x) h(x) adalah polynomial di C denan derajat yan lebih rendah dari (x) atau h(x). Ini tidak dapat terjadi jika (x) memiliki derajat terkecil. Jadi (x) adalah polynomial monik tunal denan derajat terkecil di C dan C =.

13 Teorema berikut memberitahukan baaimana menemukan enerator dari cyclic code. Teorema 2.5 : Jika C adalah suatu ideal, monic enerator tunal, (x), dari C denan derajat terkecil yan membai x n 1 dan sebaliknya jika polynomial (x) di C membai x n 1, maka (x) memiliki derajat terrendah di. Bukti : Pertama andaikan bahwa (x) adalah polynomial monik denan derajat terkecil di C. Denan aloritma pembaian di F[x], x n 1 = a(x)(x) + r(x) denan derajat r(x) lebih kecil dari derajat (x). r(x) = a(x)(x) modulo (x n 1) dan jadi r(x) di. Ini kontradiksi kecuali kalau r(x) sama denan nol. Jadi (x) membai x n 1. Sebaliknya, andaikan (x) membai x n 1 dan b(x) di tetapi memiliki derajat yan lebih rendah dari (x). Maka b(x) = c(x)(x) + (x n 1)d(x) di F[x] karena b(x) di C. Baaimanapun, karena (x) membai x n 1, (x) membai b(x), ini kontradiksi. Polinomial monik (x) denan derajat terkecil di C disebut enerator polynomial dari C. Denan teorema sebelumnya diketahui C = dan (x) membai x n 1. Teorema 2.6 : Jika derajat (x) adalah n k, maka dimensi dari C = adalah k. Jika (x) = + 1 x + 2 x n-k x n-k, maka enerator matrix dari C sebaai berikut. 1 n-k n-k-1 n-k M M 1 n-k Bukti : Vektor vektor (x), (x)x,(x)x 2,, (x)x k-1 adalah linierly independent jika tidak maka terdapat elemen elemen field a i, i k 1, sehina a x + a 1 x x + a 2 x x a k-1 x x k-1 = (a + a 1 x + a 2 x a k-1 x k-1 )(x) =.

14 Tetapi hasil kali ini memiliki derajat lebih kecil dari n jadi ini tidak dapat menjadi modulo (x n 1) kecuali kalau setiap a i adalah. Untuk melihat bahwa vektor vektor ini span C, catatan bahwa s(x) di C dapat diekspresikan sebaai c(x)(x) denan derajat c(x) lebih kecil dari atau sama denan k 1. Karena itu c(x)(x) = (c + c 1 x + c 2 x c k-1 x k-1 )(x) = c x + c 1 x x + + c k-1 x x k-1 Dari sini bahwa enerator matrix dari C adalah matrix yan baris pertamanya adalah (x), baris keduanya (x)x, baris ketia (x)x 2,, hina (x)x k-1. Andaikan (x) adalah enerator polynomial dari cyclic code C. Diketahui bahwa (x) membai (x) membai x n 1 sehina x n 1 = (x)h(x). Jika (x) memiliki derajat h(x) membai x n 1, ini adalah enerator polynomial dari cyclic code C denan dimensi n k. memiliki dimensi n k dan ini tentu sesuai jika h(x) enerator polynomial dari. (x)h(x) = di R n tetapi ini tidak menikuti dari ini bahwa inner product dari dua vector (x) dan h(x) adalah. Pada kenyataannya tidak benar pada umumnya bahwa h(x) enerator dari. Jika x n 1 = (x)h(x), dan (x) adalah enerator polynomial dari cyclic code C, maka h(x) disebut check polynomial dari C. 2.6 Istilah Matrix Misalkan diberikan matriks a c A = maka berlaku aturan berikut. b d Transpose A= A' = A T a b = c d a c Determinan matriks A= A = ad bc b d = Jika A =, maka A matriks sinular. JIka A, maka A nonsinular.

15 Invers matriks = = = a b c d A adj A A A A Matriks identitas = 1 1 I Determinan matriks berukuran 3 3. = i h f e d c b a A, maka ) ( ) ( ce afh bdi cdh bf aei f i h e d f e d b a c b a A = =

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

SUKU BANYAK. A. Teorema Sisa 1) F(x) = (x b) H(x) + S, maka S = F(b) 2) F(x) = (ax b) H(x) + S, maka S = F( a

SUKU BANYAK. A. Teorema Sisa 1) F(x) = (x b) H(x) + S, maka S = F(b) 2) F(x) = (ax b) H(x) + S, maka S = F( a SUKU BANYAK A. Teorema Sisa 1) F(x) = (x b) H(x) + S, maka S = F(b) 2) F(x) = (ax b) H(x) + S, maka S = F( a b ) 3) F(x) : [(x a)(x b)], maka S(x) = (x a)s 2 + S 1, dengan S 2 adalah sisa pembagian pada

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

BAB I Ring dan Ring Bagian

BAB I Ring dan Ring Bagian BAB I Ring dan Ring Bagian Sistem bilangan yang telah dikenal seperti bilangan bulat, bilangan rasional dan bilangan kompleks mempunyai dua operasi yang didefinisikan padanya yaitu penjumlahan dan pergandaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah.

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. POLINOM (SUKU BANYAK) Standar Kompetensi: Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar: 1. Menggunakan algoritma pembagian suku banyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa

Lebih terperinci

Teorema Faktor. Misalkan P (x) suatu polynomial, (x k) merupakan faktor dari P (x) jika dan hanya jika P (k) = 0

Teorema Faktor. Misalkan P (x) suatu polynomial, (x k) merupakan faktor dari P (x) jika dan hanya jika P (k) = 0 Teorema faktor adalah salah satu teorema pada submateri polynomial. Teorema ini cukup terkenal dan sangat berguna untuk menyelesaikan soal - soal baik level sekolah maupun soal level olimpiade. Berikut

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir.

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. Abstrak Diberikan suatu polinom primitif f(x) F q [x] berderajat m, lapangan F q [x]/(f(x)) isomorf dengan ruang vektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK Oleh : Dra. Eleonora Dwi W., M.Pd Ahmadi, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

TEOREMA VIETA DAN JUMLAH NEWTON. 1. Pengenalan

TEOREMA VIETA DAN JUMLAH NEWTON. 1. Pengenalan TEOREMA VIETA DAN JUMLAH NEWTON TUTUR WIDODO. Pengenalan Sebelum berbicara banyak tentang Teorema Vieta dan Identitas Newton, terlebih dahulu saya beri penjelasan singkat mengenai polinomial. Di sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis sebagai landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori bilangan, bilangan bulat modulo?, struktur aljabar dan masalah logaritma

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b =

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b = BAB II TEORI DASAR 2.1. Group Misalkan operasi biner didefinisikan untuk elemen-elemen dari himpunan G. Maka G adalah grup dengan operasi * jika kondisi di bawah ini terpenuhi : 1. G tertutup terhadap.

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field.

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field. STRUKTUR ALJABAR II Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field RING (GELANGGANG) Ring adalah himpunan G yang tidak kosong dan berlaku dua oprasi biner (penjumlahan dan

Lebih terperinci

Antonius C. Prihandoko

Antonius C. Prihandoko Antonius C. Prihandoko Didanai oleh Proyek DIA-BERMUTU 2009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Prakata Puji syukur ke hadirat

Lebih terperinci

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Qharnida Khariani, Amir Kamal Amir dan Nur Erawati Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Lebih terperinci

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty Abstrak Kode linear biner [n, k, d] adalah sebuah subruang vektor C GF(2

Lebih terperinci

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit BAB I RUANG EKTOR UMUM Dalam bab ini akan dipelajari tentang konsep ruang vektor umum, sub ruang vektor dan sifat-sifatnya. Pada pembicaraan ini, para mahasiswa dianggap sudah mengenal konsep dan sifat

Lebih terperinci

MATRIKS. 2. Matriks Kolom Matriks kolom adalah matriks yang hanya mempunyai satu kolom. 2 3 Contoh: A 4 x 1 =

MATRIKS. 2. Matriks Kolom Matriks kolom adalah matriks yang hanya mempunyai satu kolom. 2 3 Contoh: A 4 x 1 = NAMA : KELAS : 1 2 MATRIKS Matriks adalah susunan berbeda dalam bentuk persegi panjang yang diatur pada baris dan kolom. NOTASI MATRIKS DAN ORDO MATRIKS Notasi matriks biasanya dituliskan dalam huruf kapital

Lebih terperinci

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Standar Kompetensi BAB 5 TEOREMA SISA Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR. Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR. Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah STANDAR KOMPETENSI Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah KOMPETENSI DASAR Menggunakan teorema sisa dan teorema faktor dalam pemecahan masalah INDIKATOR Menentukan faktor, akar-akar

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3

Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3 Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

Ruang Vektor Real. Modul 1 PENDAHULUAN

Ruang Vektor Real. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Ruang Vektor Real Drs. R.J. Pamuntjak, M.Sc. P PENDAHULUAN ada bagian pertama Modul 5 Aljabar Linear Elementer I sudah kita bahas sepuluh sifat untuk R dan R 3 mengenai penjumlahan dan perkalian

Lebih terperinci

MATRIKS. 3. Matriks Persegi Matriks persegi adalah matriks yang mempunyai baris dan kolom yang sama.

MATRIKS. 3. Matriks Persegi Matriks persegi adalah matriks yang mempunyai baris dan kolom yang sama. MATRIKS Matriks adalah susunan berbeda dalam bentuk persegi panjang yang diatur pada baris dan kolom. NOTASI MATRIKS DAN ORDO MATRIKS Notasi matriks biasanya dituliskan dalam huruf kapital (huruf besar)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO Saropah Mahasiswa Jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang e-mail: haforas@rocketmail.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

Bab II. Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code

Bab II. Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code Bab II Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code Reed-Solomon Code adalah salah satu teknik error and erasure correction yang paling baik dan dijadikan standar dalam banyak bidang diantaranya komunikasi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

Oleh: Tjandra Satria Gunawan

Oleh: Tjandra Satria Gunawan Soal dan Solusi (S 2 ) untuk: Olimpiade Sains Nasional Bidan Matematika SMA/MA Seleksi Tinkat Kota/Kabupaten Tahun 2010 Tanal: 14-29 April 2010 Oleh: Tjandra Satria Gunawan 1. Diketahui bahwa ada yepat

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 1 10 KARAKTERISASI DAERAH DEDEKIND Elvinus R. Persulessy 1, Novita Dahoklory 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL KALI TRANSFORMASI

HASIL KALI TRANSFORMASI Definisi : Andaikan F dan G dua transformasi, denan F : V V G : V V HASIL KALI TRANSFORMASI Maka komposisi dari F dan G yan ditulis sebaai Go F didefinisikan sebaai: (Go F) (P) = G[F(P)], P V Teorema :

Lebih terperinci

untuk setiap x sehingga f g

untuk setiap x sehingga f g Jadi ( f ( f ) bernilai nol untuk setiap x, sehingga ( f ( f ) fungsi nol atau ( f ( f ) Aksioma 5 Ambil f, g F, R, ( f g )( f g ( g( g( ( f g)( Karena ( f g )( ( f g)( untuk setiap x sehingga f g Aksioma

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Matematika Kelas/ Semester: XI Program IPA/2 Alokasi Waktu: 8 jam Pelajaran (4 Pertemuan) A. Standar Kompetensi Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1 TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Apa yang dimaksud sukubanyak (polinom)? Ingat kembali bentuk linear seperti 2x + 1 atau bentuk kuadrat 2x 2-3x + 5 dan juga bentuk pangkat tiga 2x 3 x 2 + x 7. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk melakukan penelitian ini terlebih dahulu harus memahami konsep yang terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar yang menunjang dan disajikan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom BAB 9 RING POLINOM Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Notasi dan Ordo Matriks Lengkapilah isian berikut! Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya: A. PENGERTIAN MATRIKS 1) Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. Hal ini dimulai dengan memberikan pengertian dari group

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

Kalkulus I. Fungsi Dan Grafik Fungsi. Dr. Eko Pujiyanto, S.Si., M.T eko.staff.uns.ac.id/kalkulus1

Kalkulus I. Fungsi Dan Grafik Fungsi. Dr. Eko Pujiyanto, S.Si., M.T eko.staff.uns.ac.id/kalkulus1 Kalkulus I Funsi Dan Graik Funsi Dr. Eko Pujiyanto, S.Si., M.T. eko@uns.ac.id 081 2278 3991 eko.sta.uns.ac.id/kalkulus1 Materi Funsi ( Daerah deinisi, daerah asal dan daerah hasil ) Funsi Surjekti, Injekti,

Lebih terperinci

Jikax (2 x) = 57, maka jumlah semua bilangan bulat x yang memenuhi adalah A. -5 B. -1 C. 0 D. 1 E. 5

Jikax (2 x) = 57, maka jumlah semua bilangan bulat x yang memenuhi adalah A. -5 B. -1 C. 0 D. 1 E. 5 Soal Babak Penyisihan OMITS 011 BAGIAN I. PILIHAN GANDA 1. Hasil kali sebarang bilangan rasional dengan sebarang bilangan irasional selalu merupakan anggota dari himpunan bilangan A. Bulat B. Asli C. Rasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakan Masalah Modul merupakan struktur aljabar yan diperoleh dari perumuman struktur ruan vektor denan memperumum ruan skalarnya menjadi rin denan elemen satuan. Modul atas

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

Similaritas Uniter Matriks Repesentasi Grup Berhingga

Similaritas Uniter Matriks Repesentasi Grup Berhingga Similaritas Uniter Matriks Repesentasi Grup Berhina Oleh: Musthofa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Abstrak Misalkan G sembaran rup berhina dan GLm(C himpunan semua matriks nonsinular berukuran

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

Operasi Pada Matriks a. Penjumlahan pada Matriks ( berlaku untuk matriks matriks yang berukuran sama ). Jika A = a ij. maka matriks A = ( a ij)

Operasi Pada Matriks a. Penjumlahan pada Matriks ( berlaku untuk matriks matriks yang berukuran sama ). Jika A = a ij. maka matriks A = ( a ij) MATRIKS a a a... a n a a a... an A a a a... a n............... am am am... a mn Matriks A dengan m baris dan n kolom (A m n). Notasi Matriks : a, dimana a adalah elemen pada baris ke i kolom ke j Kesamaan

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Notasi dan Ordo Matriks Lengkapilah isian berikut! Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya: A. PENGERTIAN MATRIKS 1) Tabel

Lebih terperinci

03-Pemecahan Persamaan Linier (2)

03-Pemecahan Persamaan Linier (2) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Matriks Invers Bagian : Eliminasi = Faktorisasi: A = LU Bagian : Transpos dan Permutasi Anny Bagian MATRIKS INVERS

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN SEMSTER GENAP

MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN SEMSTER GENAP MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN 05 06 SEMSTER GENAP STANDAR KOMPETENSI 4. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. KOMPETENSI DASAR 4. Menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi penjumlahan dua bilangan kuadrat sempurna. Seperti, teori keterbagian bilangan bulat, bilangan prima, kongruensi

Lebih terperinci

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS A. OPERASI ELEMENTER TERHADAP BARIS DAN KOLOM SUATU MATRIKS Matriks A = berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan menggandakan perubahan bentuk baris dan/atau

Lebih terperinci

Membangun Kode Golay (24, 12, 8) dengan Matriks Generator dan Menggunakan Aturan Kontruksi. Ikhsan Rizki K 1 dan Bambang Irawanto 2

Membangun Kode Golay (24, 12, 8) dengan Matriks Generator dan Menggunakan Aturan Kontruksi. Ikhsan Rizki K 1 dan Bambang Irawanto 2 Membanun Kode olay (2, 2, 8) denan Matriks enerator Menunakan Aturan Kontruksi Iksan Rizki K Bamban Irawanto 2, 2 Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jln Prof H Soedarto, SH, Tembalan, Semaran Abstract : Te

Lebih terperinci

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya Kode Makalah M-1 Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya K a r y a t i Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: yatiuny@yahoo.com

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

MENENTUKAN RUANG BAGIAN SIKLIS DARI SKRIPSI. Oleh: NURHIDAYATI NIM

MENENTUKAN RUANG BAGIAN SIKLIS DARI SKRIPSI. Oleh: NURHIDAYATI NIM MENENTUKAN RUANG BAGIAN SIKLIS DARI SKRIPSI Oleh: NURHIDAYATI NIM. 08610041 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2012 MENENTUKAN RUANG BAGIAN

Lebih terperinci

Review Sistem Digital : Aljabar Boole

Review Sistem Digital : Aljabar Boole JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNY Sem 5 9/ Review Sistem Digital : Aljabar Boole S dan D3 Mata Kuliah : Elektronika Industri 2 x 5 Lembar Kerja Dalam Aljabar Boole, Misalkan terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bilangan Bulat Bilangan Bulat merupakan bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga negatif dari bilangan

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT

KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT Paridjo Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pancasakti Tegal muhparidjo@gmail.com Abstrak Himpunan bilangan bulat dilambangkan dengan sistem bilangan Real

Lebih terperinci

DIKTAT MATEMATIKA II

DIKTAT MATEMATIKA II DIKTAT MATEMATIKA II (MATRIK) Drs. A. NABABAN PURNAWAN, S.Pd.,M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2004 MATRIKS I. PENGERTIAN

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan masalah dan bagaimana mengeksplorasinya dengan logaritma diskret pada menggunakan algoritme Exhaustive Search Baby-Step

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dikaji beberapa karakteristik ring dan ring faktor serta suatu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dikaji beberapa karakteristik ring dan ring faktor serta suatu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dikaji beberapa karakteristik ring dan ring faktor serta suatu struktur ring yang mempunyai sifat Armendariz. Teorema 4.1 Jika R adalah daerah ideal utama yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 Indah Emilia Wijayanti Departemen Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 11 20 IDENTIFIKASI BASIS GRÖBNER DALAM IDEAL RING POLINOMIAL Melky M. Romsery 1, Henry W. M. Patty 2, Mozart

Lebih terperinci

Penyelesaian Secara Numerik? Penyelesaian Secara Numerik Selesaikanlah persamaan nonlinier f(x) = x x -8 Solve : Misal f(x) = 0 x x 8 = 0 (x 4)(x + )

Penyelesaian Secara Numerik? Penyelesaian Secara Numerik Selesaikanlah persamaan nonlinier f(x) = x x -8 Solve : Misal f(x) = 0 x x 8 = 0 (x 4)(x + ) Fungsi Polinomial METODE BISEKSI Solusi Persamaan Non Linier Universitas Budi Luhur Bentuk Umum : f (x) = a + = a + 0 1 3 n 0x + a1x + a x + a 3x +... a nx 3 n 0 + a1x + ax + a3x +... anx Dengan n = derajat

Lebih terperinci

BIDANG MATEMATIKA SMA

BIDANG MATEMATIKA SMA MATERI PENGANTAR OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG MATEMATIKA SMA DISUSUN OLEH: TIM PEMBINA OLIMPIADE MATEMATIKA TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA Juli 009 KATA PENGANTAR Olimpiade Sains Nasional (OSN)

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep dasar masalah. penjadwalan kuliah, algoritma memetika serta komponen algoritma

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep dasar masalah. penjadwalan kuliah, algoritma memetika serta komponen algoritma BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas menenai konsep dasar masalah penjadwalan kuliah, aloritma memetika serta komponen aloritma memetika. Aoritma memetika diilhami dari proses evolusi makhluk

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Notasi dan Ordo Matriks Lengkapilah isian berikut! Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya: A. PENGERTIAN MATRIKS 1) Tabel

Lebih terperinci

BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI. Funsi. Graik Funsi. Barisan dan Deret.4 Irisan Kerucut. Funsi Dalam berbaai aplikasi, korespondensi/hubunan antara dua himpunan serin terjadi. Sebaai contoh, volume bola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang grup, ring, dan modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. 2.1 Ring Sebelum didefinisikan pengertian

Lebih terperinci

MATRIKS. Definisi: Matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang berbentuk segiempat siku-siku yang terdiri dari baris dan kolom.

MATRIKS. Definisi: Matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang berbentuk segiempat siku-siku yang terdiri dari baris dan kolom. Page- MATRIKS Definisi: Matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang berbentuk segiempat siku-siku yang terdiri dari baris dan kolom. Notasi: Matriks dinyatakan dengan huruf besar, dan elemen elemennya

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan bulat, bilangan prima,modular, dan kekongruenan. 2.1 Bilangan Bulat Sifat Pembagian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 KATA PENGANTAR ب

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci