4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran"

Transkripsi

1 4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Agroindustri merupakan bagian dari dunia bisnis yang dalam pelaksanaannya sangat erat dengan risiko ketidakpastian (uncertainty risk) dan kompleksitas, baik risiko yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan yang berimplikasi pada meningkatnya biaya produksi dan pada akhirnya menurunkan dayasaing produk kopi itu sendiri. Manajamen rantai pasok sebagai metode baru yang mengintegrasikan proses-proses pada setiap level dalam sistem rantai pasokan yang berguna untuk menjamin kelancaran dari suatu proses produksi sampai ke pengguna akhir. Basis kerangka pemikiran penelitian dimulai dari kondisi terkini ( current status) keberlanjutan RPGBKG, jika tidak atau kurang berlanjut dimensi dan elemen apa yang belum mencerminkan keberlanjutan serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja keberlanjutan RPGBKG. Berkaitan dengan objek penelitian ini yaitu komoditi kopi arabika yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh, sampai saat ini masih terlihat jelas bahwa nilai transaksi bisnis belum optimal bagi petani, sebaliknya nilai terbesar justru berada di pihak eksportir. Jika dilihat dari besarnya risiko, maka risiko terbesar berada pada petani akibat dari faktor budidaya dan lingkungan tanaman kopi tersebut seperti serangan hama dan penyakit, kesuburan lahan, ketersediaan pupuk dan perubahan iklim global. Selain itu masalah mutu kopi biji dari petani patut menjadi perhatian karena menyebabkan rantai pengolahan menjadi panjang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu konsep yang aplikatif, atau setidaknya pada dimensi ekonomi. Sistem yang dibangun dapat menggeser nilai keuntungan ( fairness distribution) transaksi bisnis, dari pihak eksportir ke arah hulu (upstream) yaitu petani, selain itu pada dimensi ini juga mengkaji manajemen pengendalian risiko pada masing-masing pelaku, melalui mekanisme harga kesepakatan. Pada dimensi sosial mencatat aspek pola hubungan keterkaitan antar pelaku yang diwujudkan dalam penciptaan pola hubungan keterkaitan, sedangkan pada indikator lingkungan difokuskan pada pemanfaatan pulp (kulit kopi) dan efisiensi air saat proses produksi. Kerangka pemikiran penelitian dirumuskan atas dasar pencarian keunggulan nilai dan produktivitas dalam RPGBKG. Kedua keunggulan ini dapat dicapai melalui penerapan aspek berkelanjutan rantai pasok yang bercirikan efektif, efisien dan ramah lingkungan dalam dimensi ekonomi, sosial, lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pada masing-masing dimensi dikaji beberapa aspek yaitu distribusi keuntungan berkeadilan, analisis dan mitigasi risiko pada dimensi ekonomi. Analisis pola hubungan keterkaitan antar pelaku untuk dimensi sosial. Pemanfaatan limbah kulit kopi, budidaya organik dan efisiensi penggunaan air untuk dimensi lingkungan. Pada bagian akhir dilakukan simulasi untuk mengetahui sejauh mana sistem yang dibangun dapat meningkatkan indeks berkelanjutan RPGBKG. Secara lengkap ilustrasi kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 19.

2 40 Kompleksitas RPGBKG Penentuan indeks RPGBKG berkelanjutan Petani Pengepul Agroindustri Eksportir Dimensi Ekonomi (1): Profit pelaku, Analisis dan mitigasi risiko, distribusi keuntungan berkeadilan Dimensi Sosial (3): Pola keterkaitan antar pelaku. Keterampilan pelaku Dimensi Lingkungan (2): Pendekatan eco-eficiensi: Organic farming, efisiensi penggunaan air dan pemanfaatan limbah kulit kopi (pulp) Simulasi nilai indeks keberlanjutan Tidak Indeks Keberlanjutan Terpenuhi Ya RPGBKG Berkelanjutan Tahapan penelitian Gambar 19 Kerangka pemikiran penelitian Tata laksana penelitian Langkah-langkah kajian rancang bangun RPGBKG berkelanjutan adalah: identifikasi indeks berkelanjutan untuk mengetahui kondisi berkelanjutan terkini (existing condition) pada RPGBKG dengan menggunakan teknik multidemensional scaling (MDS). Dimensi ekonomi terdiri dari analisis dan mitigasi risiko mutu menggunakan teknik F-AHP, distribusi keuntungan berkeadilan dengan teknik heuristik dan interpolasi liner. Dimensi lingkungan membahas pemanfaatan limbah pengolahan kulit kopi menjadi pupuk organik yang dianalisis dengan B/C rasio dan nilai tambah, efisiensi penggunaan air dianalisis rasio efisiensi antara sebelum dan sesudah aplikasi teknologi serta dihitung B/C rasio masing-masing teknologi. Dimensi sosial mengkaji masalah pola hubungan keterkaitan antar pelaku dan dianalisis dengan ANP. Secara lengkap tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 20.

3 41 Studi literatur Latar belakang, perumusan masalah dan kondisi awal lingkup kajian Perumusan tujuan penelitian Analisis kebutuhan stakeholder RPGBKG berkelanjutan Identifikasi RPGBKG berkelanjutan terkini Multi-demensional scaling (MDS) Dimensi ekonomi Dimensi sosial Dimensi lingkungan Analisis dan mitigasi risiko: F-AHP,FIS Pola keterkaitan antar pelaku: ANP Efisiensi penggunaan air: B/C ratio Distribusi keuntungan: Heuristik, interpolasi non linear Pemanfaatan limbah padat: B/C ratio, spesifikasi teknis Prediksi berkelanjutan Verifikasi dan validasi model: pengujian logika komputasi, face-validity Rancangan RPGBKG berkelanjutan Pengumpulan data Gambar 20 Tahapan penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan dan wawancara langsung dengan para pakar yang sesuai dengan topik penelitian, alat bantu yang digunakan adalah kuesioner dan alat bantu rekam. Jumlah narasumber yang terlibat 5 orang, dengan kualifikasi akademisi, peneliti dan praktisi. Lembaga asal narasumber antara lain: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh, Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah. Data sekunder diperoleh dari kajian pustaka, laporan teknis dari dinas terkait, lembaga penelitian dan penyuluhan. Pemilihan lokasi dan pelaku rantai pasok dilakukan secara Purposive. Lokasi pengumpulan data dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah Provinsi Aceh. Jumlah petani yang terlibat 33 orang yang berasal dari Kecamatan Kebayakan, Jagong Jeget, Ketol, Atu Lintang, Timang Gajah, Permata, Bandar, Bukit dan Wih Pesam. Agroindustri adalah Koperasi Baitul Qirad (KBQ) Baburayaan. Secara lengkap data yang dikumpulkan dalam penelitian ini serta metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8.

4 42 Tabel 8 Tujuan, Jenis dan metode penggalian data Tujuan Data yang diperlukan Metode penggalian dan pengolahan Mengetahui kondisi terkini substansi penelitian saat ini (aspek berkelanjutan pada RPGBKG Mengetahui indeks berkelanjutan pada RPGBKG Mengetahui bobot risiko dan skenario mitigasi risiko RPGBKG Menentukan nilai distribusi keuntungan yang berkeadilan antar pelaku RPGBKG Menentukan pola hubungan keterkaitan antar pelaku RPGBKG Meningkatkan efisiensi penggunaan air dalam proses produksi Melakukan pengendalian limbah kulit kopi (pulp) Mengetahui indeks berkelanjutan pada RPGBKG Mengetahui validitas dari sistem yang dikembangkan Pola aliran RPGBKG termasuk pelaku dan aktivitas Skor berkelanjutan pada dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan Menilai bobot risiko RPGBKG. Pola distribusi nilai tambah antar pelaku RPGBKG. Hubungan keterkaitan antar pelaku RPGBKG. Efisiensi penggunaan air dalam proses produksi Pengendalian limbah kulit kopi (pulp) melalui proses pengolahan menjadi kompos Skor dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan Keluaran sistem berkelanjutan pada RPGBKG Analisis data dan teknik-teknik yang digunakan Survei lapang, Analisis deskriptif Wawancara pakar, Multi dimensional scaling (MDS) Wawancara pakar, Fuzzy- AHP, FIS Model distribusi keuntungan (revenuesharing) berkeadilan. Wawancara pakar, ANP Aplikasi teknologi pengolahan semi basah, B/C rasio Aplikasi teknologi pengolahan kompos dan B/C rasio Survei lapang, sistem dinamis, if-then rule, what if analysis MDS. Pengujian kesesuaian antara input dan output (opersional),wawancara pakar (face validity) Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan teknik yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penentuan indeks keberlanjutan secara aggregate dengan menggunakan teknik Multi-demensional scaling (MDS), analisis leverage dan montecarlo. Pada analisis ini dimensi yang teliti mencakup dimensi ekonomi yang terdiri dari elemen: Distribusi keuntungan berkeadilan, net provit, analisis dan mitigasi risiko, Dimensi sosial mencakup skills pelaku, pemenuhan hak-hak dasar, dan pola hubungan keterkaitan antar pelaku,

5 sedangkan dimensi lingkungan terdiri dari pengendalian limbah kulit kopi (pulp) dan efisiensi penggunaan air dengan pendekatan yang digunakan adalah ekoefisiensi. Pada analisis dan mitigasi risiko menggunakan teknik F-AHP dan FIS, data yang dikumpulkan melalui survey pakar, untuk menentukan bobot faktorfaktor risiko dan mitigasi yang dapat dilakukan. Pola hubungan keterkaitan antar pelaku dilakukan dengan teknik ANP, untuk menentukan wujud pola hubungan keterkaitan pelaku dalam menjalankan bisnisnya. Pada sisi pengendalian limbah kulit kopi (pulp) dan efisiensi penggunaan air, analisis yang digunakan adalah B/C rasio, sedangkan pada bagian akhir dilakukan simulasi keberlanjutan pada RPGBKG dengan menggunakan sistem dinamis dan logika aturan ( if-then rule) untuk mentransformasi output nilai numerik pada sistem dinamis ke ordinal pada teknik MDS. Verifikasi model dilakukan dengan pengujian logika konseptual dan komputasi, Validitas model dengan teknik face-validity (Sargent 1997), yaitu evaluasi berdasarkan pendapat para pakar yang memiliki pengetahuan mumpuni bidang rantai pasok dan manajemen agroindustri kopi Gayo. Pemodelan sistem Pemodelan sistem adalah kegiatan merancang bangun model RPGBKG berkelanjutan secara virtual. Secara umum, tahapan yang harus dilakukan dalam membangun sistem pada RPGBKG berkelanjutan adalah: menganalisis kebutuhan pengguna ( user) atau pelaku (aktor) yang ditinjau dari kebutuhan setiap pelaku dan formulasi masalah yang dihadapi. Dalam kajian ini Pemodelan sistem yang dibangun mencakup konseptualisasi model, model basis data, dan model matematis (formulasi model) sebagai solusi permasalahan yang dihadapi, verifikasi, validasi model dan implementasi,. Konseptualisasi model adalah tahapan melakukan identifikasi peubahpeubah yang relevan dengan kajian dan selanjutnya dilakukan pembatasan masalah dalam sistem (system boundary). Tahap ini diwujudkan dalam diagram input-output, kausal ( causal loop diagram) dan diagram alir. Tahap ini merupakan aktivitas kritis karena mempengaruhi kehandalan ( reliability) sistem yang dibangun dan mencakup aktor (pelaku) dan aktivitas. Tahap selanjutnya adalah formulasi model yaitu proses pewujudan model konseptual ke dalam model matematik (kuantitatif). Pada tahap ini proses penyelesaian masalah dilakukan. Secara rinci penelitian mencakup formulasi model yang terdapat dalam dimensi ekonomi berupa analisis dan mitigasi risiko, model distribusi keuntungan berkeadilan (revenue-sharing) dalam skala bisnis pada masing-masing tier pada rantai kopi Gayo. Dimensi sosial mencakup analisis pola hubungan keterkaitan antar pelaku. Dimensi lingkungan dengan menggunakan pendekatan eco-efisiensi yaitu pengurangan (efisiensi) penggunaan air dalam proses produksi, pengendalian limbah kulit kopi (pulp). Kemudian untuk melihat indeks berkelanjutan dilakukan agregasi dengan menggunakan alat bantu (software) Rap-coffee yang dimodifikasi dari Rap-fish. Verifikasi dan validasi model Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksesibilitas model dihadapan para pengguna. Model yang telah dibangun dapat diterima oleh para pengguna, jika model tersebut memiliki kehandalan (reliability) yang telah teruji. Salah satu 43

6 44 tahapan yang harus dilakukan dalam proses pemodelan sistem adalah proses verifikasi dan validasi. Proses ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran model dan penerimaan pengguna terhadap kemampuan dari model. Proses ini mencakup seluruh rangkaian dalam menghasilkan model yaitu mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan penulisan program komputer dengan bahasa pemrograman tertentu diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan (Sargent 2010). Verifikasi model menurut Carson (2002) dimaksu dkan untuk menjamin bahwa program komputer dan implementasinya telah dilakukan dengan benar. Proses verifikasi model dilakukan melalui pengujian logika, kesesuaian konseptual dan kerja komputasi. Model diverifikasi melalui pengujian apakah program untuk model tersebut telah dapat berjalan dengan benar. Jika model telah bekerja dengan benar, baru kemudian dilakukan validasi. Validasi model ditujukan untuk memperbaiki tingkat keyakinan bahwa berdasarkan kondisi yang diasumsikan, model yang dikembangkan dapat mewakili sistem yang sebenarnya. Pada kajian ini validasi model dilakukan dengan dua tahapan yaitu validasi construct dan validasi hasil. Teknik yang digunakan pada tahapan validasi adalah face-validity (Sargent 1997). Wujud dari teknik ini berupa merumuskan pertanyaan dan rekapitulasi jawaban narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan kecocokan bahwa model telah mengandung semua elemen, kejadian, dan relasi dari sebuah sistem keberlanjutan RPGBKG. Pada teknik ini diperlukan bantuan pakar yang memahami tentang aspek keberlanjutan sistem RPGBKG, untuk mengkaji apakah logika model dan hasil yang dicapai telah dianggap mewakili sistem nyata yang ada. Pakar yang terlibat dalam proses validasi berjumlah 2 orang yang berasal dari Kebun Percobaan (KP) Gayo, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Aceh dan Balai Besar Penelitian Pasca Panen Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Pada tahap ini dimungkinkan terjadinya perbaikan-perbaikan secara simultan yang bertujuan untuk mendapatkan model RPGBKG yang efektif.

7 5 ANALISIS SISTEM Sistem merupakan suatu kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan, sedangkan pendekatan sistem adalah metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang dapat beroperasi secara efektif dan efisien (Eriyatno 1999; Jackson 2003; Wasson 2006; Parnell et al. 2011). Pendekatan sistem merupakan suatu metode penyelesaian masalah yang pada tataran aplikasinya menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2004). Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi-disiplin dan terorganisir, penggunaan model matematika, mampu berfikir kuantitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan komputer (Jackson 2003). Gambaran umum lokasi penelitian Analisis situasional Dataran Tinggi Gayo merupakan suatu lokasi yang terdapat di Pegunungan Bukit Barisan. Secara administratif dataran ini termasuk ke dalam Provinsi Aceh, secara detail dataran Tinggi Gayo terdiri dari tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Jarak ibu kota Kabupaten Aceh Tengah (Takengon) dengan ibu kota Provinsi Aceh (Banda Aceh) adalah 325 km, jarak Redelong (ibu kota Kabupaten Bener Meriah) dengan Banda Aceh adalah 315 km, sedangkan antara Banda Aceh dengan Blangkejren (ibu kota Kabupaten Gayo Lues) adalah 450 km (Profil Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian hanya pada Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah, dengan justifikasi kedua kabupaten ini yang merupakan penghasil utama kopi arabika Gayo. Berdasarkan ketinggian, Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah berada di atas meter di atas permukaan laut (m dpl), dengan suhu rata-rata antara C sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan kopi arabika yang mensyaratkan pertumbuhan di atas m dpl dengan suhu sekitar 20 0 C. Berdasarkan kepemilikan lahan, semua perkebunan merupakan milik rakyat dengan jumlah petani mencapai kepala keluarga (KK), sedangkan luas rata-rata kepemilikan adalah 1-2 ha per KK, dan mampu menyumbang penghasilan antara %, sedangkan penghasilan lain umumnya berasal dari pertanian seperti sayur-mayur, buah-buahan dan tanaman pangan. Kebanyakan petani menanam kopi arabika Gayo secara monokultur dengan tanaman penaung lamtoro, sebagian kecil petani menanam dengan pola tumpang sari, biasanya dengan Jeruk (sebagai penaung), Alpukat (batas kebun) dan Kayu manis untuk pematah angin (Puslit Kopi dan Kakao 2008). Pola aliran bahan baku Aliran bahan komoditas kopi Gayo di mulai dari para petani hingga pembeli ( buyer) di negara tujuan ekspor seperti Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan Uni Eropa. Dalam struktur rantai pasok,

8 46 aktor yang terlibat mencakup petani, pedagang pengumpul, agroindustri, eksportir, pengusaha transportasi dan buyer. Secara lengkap aktor yang terlibat dan jenis kopi dalam RPKG dapat dilihat pada Gambar 21. Petani Kopi cherry Audit sertifikasi oleh NCBA, NTz, SCAL Pedagang pengumpul Kopi HS Uji mutu Agroindustri Kopi Biji Eksportir Kopi Biji Buyer Kopi Biji Pengusaha transportasi Gambar 21 Aktor dalam pola RPGBKG sistem sertifikasi Berdasarkan gambar 21, terlihat bahwa pemasok kopi Gayo adalah para petani yang tersebar di dua Kabupaten yaitu Bener Meriah dan Aceh Tengah. Secara sistem budidaya terdapat dua kelompok petani yaitu yang mengusahakan secara organik dan organik. Pada usaha sistem organik, setiap tahun berjalan dilakukan audit sistem organik yang dilakukan oleh auditor yang telah ditentukan oleh masing-masing pembeli ( buyer) sesuai dengan tempat pembeli berasal. Untuk tujuan ekspor ke Amerika Serikat, audit dilakukan oleh NCBA, sedangankan Uni-Eropa umumnya dilakukan oleh NTz, SCAL (Belanda). Insentif yang didapat petani yang mengikuti sistem ini adalah adanya jaminan harga dan insentif lain berupa pemberian pupuk dan kebutuhan hidup utama (sembako) yang diberikan setahun sekali. Untuk petani yang tidak mengikuti sistem budidaya organik, pedagang pengumpul langsung membeli dan melakukan pengolahan primer berupa sortasi, fermentasi dan pengeringan sampai kepada kopi HS, dan selanjutnya di jual ke pedagang pengumpul besar untuk dijual ke kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal transaksi harga, pada sistem organik sertifikasi umumnya sudah dilaksanakan kontrak pembelian yang dilakukan satu tahun sebelum kontrak berjalan, akan tetapi kontrak ini hanya terjadi antara agroindustri yang umumnya juga sebagai eksportir seperti KBQ Baburayaan. Isi kontrak mencakup kualifikasi mutu, jumlah, time-delivery dan harga ($). Sebelum dilakukan pengiriman sesuai kontrak, pihak buyer terlebih dahulu melakukan uji kualifikasi mutu (kadar air sekitar 12%, cacat fisik kurang dari 10%, jika dibandingkan dengan SNI , 2008 maka masuk dalam kualifikasi mutu I/premium) dan kemasan dengan karung goni, jika sesuai maka dilakukan pengiriman melalui pelabuhan Belawan kota Medan, dengan menggunakan truk kapasitas 20 ton, pada tahun 2011, kontrak KBQ Baburayaan dengan buyer mencapai 1000 ton dengan harga mencapai $ 6-8/kg. Pada sistem non sertifikasi, petani umumnya menjual ke pedagang pengumpul kecil (kecamatan) yang kemudian melakukan pengolahan primer (sortasi, pulping, fermentasi dan pengeringan). Setelah kadar air mencapai sekitar

9 20%, biji kopi HS dikemas dalam karung plastik dijual ke pedagang pengumpul besar yang jumlahnya mencapai 20 perusahaan di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kemudian pedagang pengumpul besar melakukan pengolahan lanjutan (sekunder) berupa sortasi, hulling, dan pengeringan sampai dengan kadar air mencapai 12%, kemudian dikemas dengan karung goni dan siap di kirim ke kota Medan untuk selanjutnya diperdagangkan baik lokal maupun ekspor. Pada sistem ini tidak ada kontrak baik antara buyer di luar negeri ataupun pembeli lokal. Harga jual sistem ini umumnya lebih rendah $ 1-2 dari sistem sertifikasi. Secara lengkap ilustrasi umum alur sistem RPKG tanpa sertifikasi dapat dilihat pada Gambar 22. Petani Kopi gelondongan 47 Pedagang pengumpul kecil Kopi HS Uji mutu dan transaksi harga Pedagang pengumpul besar Kopi Biji Eksportir Medan Pembeli lokal dan ekspor Pengusaha transportasi Gambar 22 Aktor dalam pola RPGBKG sistem tanpa sertifikasi Analisis kebutuhan sistem Pada proses pemodelan RPKG berkelanjutan, hal yang harus diketahui atau dikenali adalah hubungan antara kebutuhan pelaku dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, untuk itu diperlukan satu tahapan yang dapat mengakomodir hal tersebut yaitu analisis kebutuhan sistem. Analisis ini merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan kebutuhan pelaku dalam sistem dengan permasalahan yang telah di identifikasi dan diformulasi. Wujud dari analisis kebutuhan sistem adalah dalam bentuk tabel yang menghubungkan antara pelaku dan kebutuhan masing-masing pelaku dalam sistem RPGBKG. Diagram lingkar sebab akibat pada prinsipnya menggambarkan hubungan antara komponen di dalam sistem manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri. Hubungan antar komponen tersebut dapat bernilai positif atau negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Diagram sebab akibat ini digunakan sebagai dasar pengembangan model (Marimin 2007). Pada tataran manajerial, rancangan RPGBKG berkelanjutan harus bersifat operasional dalam artian dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan masingmasing aktor. Model ini hanya melibatkan pelaku utama dalam sistem RPGBKG yaitu petani, pedagang pengumpul, agroindustri dan eksportir, sedangkan pelaku pendukung seperti pemasok karung, saprodi, lembaga keuangan dan pemerintah tidak dilibatkan. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan sistem adalah metode bottom-up, di mana keberlanjutan RPGBKG dimulai dengan menganalisis kebutuhan pihak-pihak utama yang terlibat

10 48 secara langsung dalam sistem keberlanjutan RPGBKG melalui wawancara mendalam ( in depth interview) dan observasi langsung di lapangan. Kebutuhan pelaku utama dalam sistem RPGBKG berkelanjutan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kebutuhan pelaku dalam sistem RPGBKG No. Pelaku (aktor) Kebutuhan 1. Petani a. Meningkatnya produktivitas b. Harga jual kopi gelondongan yang baik c. Harga saprodi yang terjangkau d. Ketersediaan bibit unggul (klon) e. Pola hubungan dagang yang saling menguntungkan dengan pedagang pengumpul. 2. Pedagang pengumpul kecil a. Kualifikasi mutu bahan baku yang sesuai standar SNI b. Pola hubungan dagang yang saling menguntungkan dengan pedagang pengumpul besar. c. Kontinutitas bahan baku. d. Peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung kinerja tata niaga, seperti jalan, telekomunikasi dan tempat penjemuran. e. Bantuan keuangan dari lembaga keuangan 3. Pedagang pengumpul besar mikro. a. Kualifikasi mutu yang sesuai standar SNI b. Pola hubungan dagang yang saling menguntungkan dengan agroindustri dan eksportir. c. Kontinutitas bahan baku. d. Bantuan keuangan dari lembaga keuangan mikro. 4. Agroindustri a. Kontinuitas bahan baku. b. Mutu bahan baku yang sesuai standar, minimal SNI c. Kontrak yang kontinyu dengan buyer. d. Pemberlakuan insentif sertifikasi (organik, indikasi geografis dan fair-trade) yang sesuai dengan persyaratan global trading. e. Peningkatan Skills pekerja. f. Pinjaman lunak dari lembaga keuangan. 5. Eksportir a. Kontinuitas bahan baku. b. Mutu bahan baku yang sesuai standar, minimal SNI c. Kontrak yang kontinyu dengan buyer. d. Pemberlakuan insentif sertifikasi (organik, indikasi geografis dan fair-trade) yang

11 Identifikasi permasalahan sesuai dengan persyaratan global trading. e. Adanya pinjaman lunak dari lembaga keuangan. Identifikasi permasalahan adalah suatu pernyataan yang dibangun berdasarkan adanya gap antara kebutuhan pelaku dengan tujuan yang ingin dicapai saat membangun sistem. Pada RPGBKG berkelanjutan, permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku adalah sebagai berikut: a. Terdapat perbedaan terhadap mutu, jumlah dan kontinuitas ( time-delivery) pasokan bahan baku ( kopi Arabika Gayo) akibat ketergantungan sektor pertanian terhadap musim. Adanya variasi ini menyebabkan harga bahan baku berfluktuasi, mutu bahan baku di bawah standar (SNI ) dan ketersediaannya tidak kontinyu. Sehingga terjadi penurunan harga disaat panen raya yang akan merugikan petani disatu sisi, di lain pihak terjadi penurunan mutu yang akan merugikan perusahaan agroindustri dan eksportir. b. Terdapat variasi mutu bahan baku, salah satunya sebagai akibat dari petani tidak memberlakukan petik merah saat panen yang menimbulkan variasi mutu produk pada tier pedagang pengumpul, sehingga produk akhir agroindustri (kopi biji) mempunyai nilai jual yang rendah dan tidak dapat bersaing di pasar global. c. Banyak terdapat tanaman tua yang persentasenya telah mencapai 20-30%, dimana produktivitasnya sangat rendah dan mutu biji gelondongan yang juga rendah (tidak bernas). d. Ketersediaan bibit unggul (klon) yang sangat terbatas sehingga petani kesulitan untuk peremajaan tanaman tua. e. Terjadinya distorsi informasi dalam RPGBKG sehingga menimbulkan tidak stabilnya harga bahan baku dan produk agroindustri karena tingginya tingkat penggudangan dan biaya penyimpanan. f. Berlakunya kontrak dagang antara eksportir dengan buyer di negara tujuan yang hanya pertahun, sehingga diperlukan negosiasi ulang untuk kontrak pengiriman tahuan selanjutnya (tidak ada kepastian dalam jangka panjang). g. Kontrak dagang yang terjadi hanya pada tier buyer di negara tujuan ekspor dan eksportir, akan tetapi tidak mencakup petani dan pedagang pengumpul sehingga kedua tier ini tidak memiliki akses dalam penentuan harga komoditas. h. Posisi tawar petani dalam menentukan harga kopi Gayo cherry yang rendah sehingga petani tidak mempunyai daya tawar dalam menentukan harga karena akses informasi dan teknologi yang kurang. i. Tidak proporsionalnya distribusi risiko dan keuntungan antar pelaku dalam jaringan RPGBKG, misalnya para petani yang menghadapi risiko dan ketidakpastian usaha yang lebih tinggi yang disebabkan oleh gangguan alam, cuaca, hama dan penyakit, sedangkan marjin keuntungan petani jauh lebih rendah dibandingkan dengan agroindustri atau eksportir. j. Terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani dalam mendapatkan kridit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang. Berhubungan dengan konteks penelitian ini, petani mengalami kesulitan untuk meremajakan tanaman tua karena diperlukan dana yang besar untuk pengolahan lahan, bibit unggul (klon) dan pemeliharaan sampai menghasilkan. 49

12 50 Identifikasi sistem Identifikasi sistem adalah tahapan yang bertujuan mengenali sistem, menetapkan batasannya ( boundary), menganalisis perilaku sistem dan pola hubungan antar pelaku sistem serta komponen lainnya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Eriyatno 1999; Jackson 2003; Marimin 2007). Selai n itu, identifikasi sistem juga bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem keberlanjutan RPGBKG dalam bentuk diagram. Diagram yang digunakan adalah diagram kausal ( causal loop diagram) yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk diagram input-output. Diagram kausal merupakan penggambaran sistem keberlanjutan RPGBKG serta berbagai komponennya yang saling terkait, selanjutnya adalah interaksi yang menjelaskan perilaku hubungan sebab akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Secara lengkap diagram kausal sistem keberlanjutan RPGBKG secara makro disajikan pada Gambar 23. Pola hubungan yang terjadi antara dimensi dengan pencapaian keberlanjutan pada RPKG adalah hubungan positif. Artinya, apabila status keberlanjutan pada dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan meningkat, maka peningkatan tersebut akan mempengaruhi kepada peningkatan keberlanjutan RPGBKG. Gambar 23 Diagram makro causal-loop RPGBKG berkelanjutan Berdasarkan Gambar 16, dapat dijelaskan bahwa keberlanjutan sistem RPGBKG dapat dicapai apabila keberlanjutan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dapat dicapai yang direpresentasikan pada elemen daya dukung lahan, kesejahteraan pelaku dan produktivitas lahan. Pada causal loop, dimensi ekonomi

13 direpresentasikan oleh elemen net profit dari pelaku (petani, pedagang pengepul dan agroindustri atau eksportir), dimensi sosial digambarkan oleh elemen kesejahteraan pelaku, sedangkan dimensi lingkungan oleh daya dukung lahan (carrying capacity). Masing-masing dimensi memiliki pola hubungan dengan sub sistem masing-masing. Pada dimensi ekonomi, keuntungan pelaku sangat dipengaruhi oleh tingkat volume produksi dan harga jual produk. Untuk meningkatkan volume produksi, diperlukan peningkatan produktivitas tanaman kopi Gayo yang dipengaruhi oleh daya dukung lahan, dalam penelitian ini, faktor daya dukung lahan dipengaruhi oleh tingkat efisiensi penggunaan air saat proses produksi, dan hasil pengolahan limbah padat ( pulp) yaitu kompos serta aktivitas budidaya organik, selain itu dimensi ini juga dipengaruhi oleh mutu produk yang dipengaruhi oleh keterampilan pelaku (loop). Keberlanjutan pada dimensi sosial, ditentukan oleh tingkat kesejahteraan pelaku, yang dipengaruhi oleh tingkat keuntungan proses bisnis kopi Gayo, yang looping dengan dimensi ekonomi. Pada penelitian ini tingkat kesejahteraan pelaku dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bisnis dan keterampilan pelaku, keterampilan pelaku berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan, serta adanya jumlah penggunaan air yang digunakan selama proses produksi. Keterampilan pelaku sangat dipengaruhi oleh investasi SDM oleh pelaku, yang dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bisnis pihak agroindustri, dalam bentuk pembayaran pajak kepada pemerintah daerah (pemda), dan selanjutnya pemda menginvetasikannya dalam bentuk pelatihan-pelatihan teknis untuk meningkatkan keterampilan pelaku. Di lain pihak, keberlanjutan dimensi lingkungan sangat dipengaruhi daya dukung lahan, pengolahan limbah padat ( pulp) dan efisiensi penggunaan air. Daya dukung lahan pada konteks penelitian ini dipengaruhi oleh sistem budidaya yang digunakan oleh petani, dalam hal ini sistem budidaya organik yang akan meningkatkan daya dukung lahan, sistem ini juga didukung dengan pengolahan limbah padat ( pulp) menjadi pupuk organik (kompos), sementara itu, dengan peningkatan efisiensi penggunaan air dalam proses produksi, pada masing-masing pelaku rantai pasok diharapkan akan meningkatkan keberlanjutan dimensi lingkungan pada sisi daya dukung lahan. Selanjutnya, rancang bangun RPGBKG berkelanjutan dirancang berdasarkan input (masukan) dan output (keluaran), dari sistem yang dibangun. Wujud dari pernyataan ini adalah, dalam bentuk diagram input-output, yang mereflekasikan adanya transformasi input menjadi output melalui suatu kotak hitam (black-box), yang sebenarnya adalah sekumpulan metode yang disesuaikan dengan input dan tujuan yang ingin dicapai (Eriyatno 1999). Input sistem terbagi menjadi dua, yaitu input yang berasal dari luar sistem atau input lingkungan, dan input yang berasal dari dalam sistem. Input dari dalam sistem merupakan peubah yang diperlukan oleh sistem, dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan keluaran yang dikehendaki. Pada dasarnya, input dari dalam suatu sistem terdiri dari input terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali dapat meliputi aspek manusia, bahan atau material, energi, modal dan informasi. Input terkendali ini dapat bervariasi selama pengoperasian sistem tersebut, untuk mencapai kinerja sistem atau output yang dikehendaki. Input tidak terkendali tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem, tetapi berada dalam sistem tersebut. Input terkendali dari model yang dikembangkan meliputi nilai investasi, sistem sosial, sistem 51

14 52 budidaya, jenis produk dan bahan baku, daya dukung lahan serta risiko rantai pasok. Pengendalian input terkendali menjadi titik kritis keberhasilan sistem dalam mencapai output yang diinginkan, sekaligus untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki. Input ini menjadi perhatian utama, karena input terkendali merupakan input yang dapat dikelola agar keluaran sistem sesuai dengan yang diharapkan. Input tidak terkendali dalam sistem meliputi persaingan usaha, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah, permintaan dan selera konsumen ( buyer) serta perubahan kebijakan terhadap penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Input tidak terkendali ini juga mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Keluaran dari sistem terdiri dari dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Keluaran yang dikehendaki umumnya dihasilkan dari hasil pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada saat dilakukan analisis kebutuhan sistem. Keluaran yang dikehendaki dari sistem yang dimodelkan meliputi keberlanjutan pada dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Keluaran yang tidak dikehendaki merupakan dampak yang ditimbulkan secara bersama-sama dengan keluaran yang dikehendaki. Keluaran yang tidak dikehendaki pada penelitian ini meliputi adanya kemungkinan kredit bermasalah (macet), biaya produksi meningkat, mutu tidak terpenuhi dan meningkatnya tingat kerawanan sosial dan menurunya daya dukung lahan. Keluaran tidak dikehendaki ini perlu dikendalikan melalui manajemen pengendalian terhadap input yang terkendali, sehingga kinerja sistem dapat berjalan seperti yang diharapkan. Diagram masukan-keluaran dari rancangan berkelanjutan pada RPGBKG secara lengkap dapat diperlihatkan pada Gambar 24. Penentuan indikator berkelanjutan pada RPGBKG Secara operasional, sistem keberlanjutan rantai pasok pada RPGBKG memiliki kompleksitas karena melibatkan beberapa pelaku dan aktivitas yang secara normal memiliki kepentingan masing-masing. Berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan, kompleksitas tersebut dapat dilihat dalam penentuan indikator yang mencerminkan aspek keberlanjutan pada RPGBKG. Dalam penelitian ini proses penentuan indikator keberlanjutan ditentukan berdasarkan penelusuran literatur yang relevan dengan substansi penelitian. Hasil dari penelusuran literatur tersebut didiskusikan dengan beberapa pakar yang memiliki kapabilitas terhadap proses bisnis kopi Gayo. Dalam penelitian ini, dimensi keberlanjutan terdiri dari ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada dimensi ekonomi terdiri dari elemen net profit, analisis dan mitigasi risiko rantai pasok, akses pasar serta distribusi keuntungan yang berkeadilan. Dimensi sosial berupa pola hubungan keterkaitan antar pelaku, keterampilan pekerja, kelembagaan dan pemenuhan hak-hak dasar, dimensi lingkungan terdiri dari efisiensi penggunaan air saat proses produksi, pemanfaatan limbah kulit kopi (pulp) dan aktivitas budidaya organik serta daya dukung lahan. Dimensi sumberdaya terdiri dari ketersediaan dan kecukupan bahan baku serta mutu bahan baku Secara lengkap proses penentuan indikator keberlanjutan pada RPGBKG dapat dilihat pada Gambar 25, sedangkan indikator keberlanjutan pada Tabel 10.

15 Input tak terkendali: a. Tingkat inflasi b. Nilai tukar rupiah c. Harga ekspor d. Keinginan konsumen Input lingkungan: a. Kebijakan pemerintah b. Perubahan iklim c. Kondisi keamanan 53 Keluaran yang dikehendaki: a. Keberlanjutan dimensi ekonomi b. Keberlanjutan dimensi sosial c. Keberlanjutan dimensi lingkungan Rancang Bangun RPGBKG Berkelanjutan Input terkendali: a. Analisis dan mitigasi risiko b. Pemanfaatan limbah kulit kopi (pulp) menjadi kompos c. Efisiensi penggunaan air d. Pola hubungan keterkaitan antar pelaku e. Distribusi keuntungan berkeadilan Output tidak dikehendaki: a. Kredit usaha macet b. Mutu produk tidak terpenuhi c. Potensi konflik antar pelaku masing-masing tier. d. Biaya produksi meningkat e. Daya dukung lahan menurun Manajemen pengendalian Gambar 24 Diagram input-output berkelanjutan pada RPGBKG Studi literatur Wawancara mendalam dengan pakar Indikator keberlanjutan pada RPGBKG Kategori berkelanjutan pada RPGBKG Gambar 25 Proses penentuan indikator dan kategori berkelanjutan

16 54 Tabel 10 Indikator berkelanjutan pada RPGBKG No Dimensi Indikator I. Ekonomi Net profit Risiko rantai pasok Distribusi keuntungan berkeadilan Akses pasar II Sosial Pola hubungan keterkaitan antar pelaku Keterampilan pelaku Kelembagaan Hak-hak dasar III IV Lingkungan Sumberdaya Budidaya organic Efisiensi penggunaan air Pemanfaatan limbah padat (pulp) Ketersediaan bahan baku Kecukupan bahan baku Mutu bahan baku Daya dukung lahan Dimensi ekonomi Dalam perspektif keberlanjutan, pencapaian keberlanjutan pada dimensi ekonomi bermakna bahwa, dalam melaksanakan proses bisnis, masing-masing pelaku berpatokan pada pencapaian keuntungan sehingga turut berperan dalam pembangunan kawasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pakar, pada dimensi ekonomi, indikator utama (main driver) pada sistem RPGBKG adalah net profit pada masing-masing pelaku, kemampuan pelaku dalam menganalisis dan memitigasi risiko rantai pasok, distribusi keuntungan yang berkeadilan serta akses pasar. Berdasarkan hasil observasi lapang menunjukkan bahwa elemen net profit pada masing-masing pelaku adalah indikator yang mencerminkan tingkat pencapaian keuntungan pelaku, dan dapat juga menggambarkan sebagian kinerja pelaku dalam rantai pasok saat menjalankan proses bisnisnya. Pada pelaku petani, net profit usaha tani rata-rata adalah Rp /ha/tahun, atau Rp /ha/bulan. Nilai ini didapat dari produktivitas rata-rata usaha tani kopi Gayo yang hanya 0.79 ton/ha. Demikian juga pelaku pedagang pengepul yang mendapatkan keuntungan usaha sebesar Rp /bulan, di lain pihak keuntungan usaha agroindustri mencapai Rp /bulan. Dari sisi aspek pasar, elemen ini mengacu kepada agroindustri. Selama ini agroindustri dalam proses pemasaran sangat tergantung kepada pihak importir yang menentukan secara pihak proses pembelian dalam hal waktu, jumlah dan harga. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan petani Gayo dan pedagang pengepul masih sangat rendah, peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas, harga jual dan keterampilan serta distribusi keuntungan yang berkeadilan melalui mekanisme penyeimbangan risiko. Zsidisin dan Ritchie (2009) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan sistem rantai pasok, faktor risiko harus dikelola secara bersama oleh seluruh aktor yang terlibat, yaitu dalam strategi rantai pasok. Selain fokus kepada profit, para juga mencermati masalah keadilan dalam proses bisnis kopi Gayo, yang dinyatakan ke

17 dalam indikator distribusi keuntungan yang berkeadilan, sesuai dengan skala bisnis masing-masing pelaku. Chopra dan Meindl (2007), berpendapat jika salah satu partner dalam suatu sistem rantai pasok tidak mendapatkan keuntungan yang sesuai, maka mengakibatkan kegagalan sistem secara keseluruhan, sehingga sangat diperlukan suatu alat (model) yang dapat mengakomodir masalah ini. Dimensi lingkungan Indikator-indikator pada dimensi lingkungan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak proses produksi kopi Gayo terhadap lingkungannya dalam perspektif rantai pasok. Secara umum, proses produksi kopi Gayo, dimulai dari aspek budidaya sampai pada pengiriman ke negara tujuan ekspor. Hasil observasi lapang menunjukkan bahwa pemanfaatan pulp masih sangat rendah, umumnya pulp hanya dibiarkan disekitar lokasi proses pulper dilakukan. Dengan produksi cherry pertahun yang mencapai ton/tahun, produksi pulp mencapai ton/tahun, jumlah yang sangat besar dan jika tidak dikelola tentunya akan memberikan dampak serius pada lingkungan, terutama adalah cemaran bau bagi masyarakat sekitar. Dari sisi penggunaan air, hasil observasi menggambarkan bahwa penggunaan air saat proses produksi masih sangat tinggi, yaitu mencapai 20 M 3 /ton. Nilai ini masih sangat tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Novita (2012) yang menggunakan air sebesar 5-6 M 3 /ton dengan aplikasi teknologi semi basah. Di lain pihak elemen penting lainnya pada dimensi ini adalah budidaya organik, karena elemen ini merupakan wujud nyata dari perspektif pembagunan keberlanjutan. Hasil observasi lapang menggambarkan bahwa pelaksanaan budidaya kopi Gayo secara organik telah dilaksanakan,walapun tidak semua petani ikut serta. Pelaksanaan kegiatan budidaya organik terkendala beberapa hal, seperti harga jual kopi organik dan non organik yang hampir sama, insentif dari eksportir yang kurang memadai, pelaksanaan yang agak rumit dibandingkan dengan budidaya non organik, karena harus mengikuti kaidah sistem budidaya organik yang ditetapkan oleh assessor, serta hasil yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan budidaya non organik. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa dari sisi dimensi lingkungan, pelaksanaan pembangungan berkelanjutan pada persfektif rantai pasok belum berjalan dengan baik. Sehingga sangat penting untuk dilaksanakan penelitian secara mendalam terhadap ketiga aspek tersebut. Pada penelitian ini, indikator efisiensi penggunaan air dan pengendalian limbah kulit kopi yang diolah menjadi kompos dilakukan pada pelaku pedagang pengepul, walaupun ada sebagian petani yang melakukannya. Dimensi sosial Indikator dimensi sosial pada sistem RPGBKG bertujuan untuk mengukur manfaat sosial yang ditimbulkan, karena keberadaan bisnis kopi Gayo yang dilakukan oleh pelaku dalam sistem rantai pasok yaitu petani, pedagang pengepul dan agroindustri atau eksportir di kawasan dataran tinggi Gayo. Berdasarkan hasil obseravasi lapang dan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber dinyatakan bahwa pada dimensi sosial dalam sistem RPGBKG terdapat beberapa indikator yang harus dikaji, yaitu pola hubungan keterkaitan antar pelaku, 55

18 56 keterampilan pelaku, kelembagaan dan pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Pola hubungan keterkaitan antar pelaku mengacu kepada hubungan personal yang terjadi antar pelaku (petani dengan pedagang pengepul, pedagang pengepul dengan agroindustri atau eksportir). Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, pola hubungan ini sangat kental terjadi dan hal ini mencerminkan level hubungan sosial yang sangat kuat, akan tetapi belum secara organisasi atau kelembagaan sehingga sangat diperlukan kajian mendalam tentang hal ini. Marimin dan Maghfiroh (2010) menyatakan bahwa salah satu tujuan dari pengelolaan rantai pasok adalah bagaimana membangun saling percaya antar pelaku ( trust bulding) sehingga fungsi koordinasi dalam sistem rantai pasok berjalan dengan efektif. Indikator lain pada dimensi sosial adalah aspek keterampilan pelaku rantai pasok (SDM). Purnomo (2012) menyatakan bahwa, indikator keterampilan pelaku sangat penting pada dimensi sosial disebabkan indikator ini mempunyai pengaruh nyata, terhadap kinerja RPGBKG secara keseluruhan. Karakteristik keterampilan bertumpu pada keterampilan para pelaku dalam menjalankan proses bisnis kopi Gayo, keterampilan pelaku mengacu kepada aktivitas masing-masing. Pelaku petani berhubungan erat dengan keterampilan aspek budidaya dan proses panen, pedagang pengepul mengacu kepada proses transformasi dari cherry ke kopi HS, sedangkan agroindustri lebih menitikberatkan pada aspek manajerial. Dengan meningkatnya keterampilan pelaku dalam pengelolaan sistem rantai pasok, diharapkan akan meningkatkan indeks berkelanjutan sistem RPGBKG. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, aspek keterampilan pelaku dapat dikatakan belum sesuai dengan aspek keberlanjutan. Pada pelaku petani, pengelolaan hama dan penyakit belum mengaplikasikan pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu, sehingga tingkat serangan hama dan penyakit masih tinggi, terutama pada ketinggian m dpl. Teknik panen yang masih secara stripping dan belum sepenuhnya memenuhi aspek petik merah. Pada pelaku pedagang pengepul, hal yang paling penting adalah teknik penjemuran yang belum menggunakan para-para sehingga mutu kopi HS kurang baik, sedangkan pada pelaku agroindustri lebih kepada aspek manajerial. Dimensi sumberdaya Indikator dimensi sosial pada sistem RPGBKG bertujuan untuk mengukur keberlanjutan dari sumberdaya yang mencakup aspek ketersediaan, kecukupan dan mutu bahan baku serta daya dukung lahan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pakar, didapatkan bahwa pada aspek ketersediaan dan kecukupan bahan baku dari sisi jumlah (kuantitas) mencukupi, akan tetapi dari sisi kesesuain mutu belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga banyak produk yang dikategorikan sebagai kopi asalan Sehingga menurunkan nilai jual sampai 50% dari kopi kualitas ekspor. Dari sisi daya dukung lahan, berdasarkan pengamatan di lapang dapat dikatakan bahwa kondisi lahan relatif cukup baik dari sisi tingkat kesuburam, walaupun telah terjadi peningkatan suhu yang sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir sebesar 3-5 o C (Anhar 2013).

19 57 6 PEMODELAN SISTEM Pemodelan sistem adalah tahapan untuk merancang bangun sistem RPGBKG keberlanjutan, setelah tahapan analisis sistem (Eriyatno 1999; Wasson 2006; Parnell et al. 2011). Berdasarkan pokok bahasan pada bab sebelumnya, yaitu analisis sistem akan digunakan sebagai input dalam pemodelan sistem. Pemodelan sistem pada kajian ini terdiri dari empat aktivitas utama, yaitu konseptualisasi sistem, formulasi model dan pengujian model. Sistem yang dibangun terdiri dari sub model RPGBKP berkelanjutan terkini, sub model ekonomi, sub model sosial, sub model lingkungan dan sub model simulasi berkelanjutan pada RPGBKP. Tahap awal pemodelan sistem pada kajian ini, di isi dengan penentuan asumsi dari model dan ruang lingkup model yang dibangun, asumsi digunakan dalam pemodelan RPGBKP berkelanjutan dikarenakan keterbatasan dari model yang dibangun dalam hal mengabstraksi dunia nyata (sesuai dengan konteks penelitian) ke dalam model. Selanjutnya dilakukan formulasi model dengan menggunakan beberapa teknik yang disesuaikan dengan input data dan tujuan yang ingin dicapai, pada bagian akhir dilakukan verifikasi dan validasi model (Sargent 2010). Asumsi model Asumsi yang digunakan pada pemodelan sistem RPGBKP berkelanjutan adalah sebagai berikut: 1) Buah kopi (coffee cheery) yang dihasilkan petani seluruhnya dimanfaatkan oleh pelaku dalam RPGBKP. 2) Kopi HS yang diproduksi pedagang pengumpul seluruhnya dapat ditampung oleh agroindustri/eksportir. 3) Kopi biji (green bean) yang diproduksi oleh agroindustri/eksportir seluruhnya dibeli oleh buyer di negara tujuan. 4) Model dinamis yang dibangun hanya berdasarkan proses bisnis kopi Gayo. Ruang lingkup model Pada kajian ini, model-model yang dirancang bangun pada sistem RPGBKP berkelanjutan memiliki ruang lingkup (boundary research) yaitu: 1) Pada dimensi ekonomi, model analisis dan mitigasi risiko dibangun berdasarkan risiko budidaya, pasokan, permintaan, mutu dan harga. Model distribusi keuntungan berkeadilan dibangun berdasarkan nilai tambah pada masing-masing pelaku. 2) Pada dimensi sosial, model hanya membahas pola hubungan keterkaitan antar pelaku dalam melaksanakan proses bisnis kopi Gayo, yang diwujudkan pada alternatif wadah berbisnis yaitu mitra strategis, kontrak tani berbasis revenue sharing dan mitra bisnis. 3) Pada dimensi lingkungan (ekologi), model yang dirancang berbasis penelitian lapangan, yaitu efisiensi penggunaan air saat proses produksi dan pemanfaatan limbah padat (pulp) menjadi kompos. 4) Model simulasi berbasis sistem dinamis yang bersifat spesifik sehingga jika di aplikasikan pada komoditi kopi Arabika lain di Indonesia diperlukan penyesuaian yaitu pada produktivitas tanaman, rendemen dan harga jual produk.

20 58 Sebelum masuk kepada sub-sub model, diperlukan analisis dan perancangan berbasis objek yang bertujuan untuk memahami dekomposisi objek. Dengan metode ini perancang model dapat membuat model dengan menggunakan notasi. Dalam analisis dan perancangan berbasis objek istilah yang umum dikenal adalah Unified Modeling Language (UML). Visualisasi UML dapat dilihat pada Gambar 26. Struktur diagram Diagram paket Diagram kelas Diagram komponen Diagram penyebaran Diagram objek Diagram struktur komposisi Diagram use case Diagram aktivitas Diagram status mesin Diagram status mesin Diagram status mesin Diagram perilaku Diagram interaksi Diagram komunikasi Diagram waktu Gambar 26 Diagram analisis dan perancangan berbasis objek (Booch et al. 2007) Sub model identifikasi keberlanjutan RPGBKP Sub model kondisi terkini RPGBKP digunakan untuk mengetahui keadaan RPGBKP yang dihubungkan dengan indikator-indikator berkelanjutan. Dengan diketahuinya kondisi berkelanjutan RPGBKP, maka dapat dilakukan rekayasa yang bertujuan untuk meningkatkan indeks berkelanjutan RPGBKP dimasa yang akan datang. Sub model ini dianalisis dengan teknik multi-dimensional scaling (MDS), perangkat lunak yang digunakan adalah Raf-coffee yang dimodifikasi dari Rap-fish (Purnomo 2012). Pakar yang terlibat berjumlah 5 orang yang terdiri dari akademisi, praktisi, peneliti dan penyuluh pertanian. Tahapan penyusunan sub model ini berupa: 1) Penentuan indikator keberlanjutan berdasarkan analisis kualitatif interpretatif dengan pemangku kepentingan ( stakeholder), 2) Melakukan penilaian keberlanjutan sesuai indikator berdasarkan diskusi, dengan responden, survei lapangan dan studi literatur, 3) Analisis keberlanjutan menggunakan teknik MDS dan simulasi Monte Carlo serta analisis titik ungkit (l average) yang terintegrasi dalam software Rap-Coffee yang merupakan modifikasi dari Rap-fish. Secara

21 lengkap tahapan penyusunan sub model kondisi RPGBKP terkini dapat dilihat pada Gambar 27. Mulai 59 Penentuan atribut keberlanjutan dimensi Penentuan skor keberlanjutan atribut Penentuan ordinasi dalam analisis MDS atribut Simulasi montecarlo Analisis laverage Indeks berkelanjutan pada RPGBKP Selesai Gambar 27 Indeks berkelanjutan RPGBKP Tahap selanjutanya adalah melakukan rekapitulasi kategori indeks masingmasing atribut. Secara lengkap rekapitulasi kategori indeks masing-masing atribut dapat dilihat pada Tabel 11. Penentuan dimensi dan atribut dimensi pada model identifikasi kinerja keberlanjutan terkini ( current status) RPGBKP didasarkan pada hasil obervasi langsung di lapangan yang telah disampaikan secara mendalam pada bab sebelumnya, selain itu juga di analisis secara tinjauan akademik. Novita (2012) menentapkan dimensi dan atribut dimensi ekonomi mencakup net profit usaha, peluang pasar, mutu dan manajemen usaha tani. Dimensi lingkungan terdiri dari manajemen sumberdaya air dan lingkungan, pengurangan emisi dan daur ulang limbah, sedangkan dimensi lingkungan membahas kesehatan dan keamanan pelaku, upah tenaga kerja, hak-hak dasar dan hubungan sosial. Sub Model Dimensi Ekonomi Sub model ekonomi digunakan untuk menentukan nilai indikator berkelanjutan dimensi ekonomi pada RPGBKP. Nilai ini dibentuk dari beberapa sub model ekonomi yang selanjutnya diagregasi. Indeks keberlanjutan ekonomi (IKE) merupakan fungsi dari indikator dari sub model yang ada didalamnya yang dinyatakan dalam persamaan: IKE = f (DKB, AR)...(4) Ket: DKB = Distribusi keuntungan berkeadilan, AR = Analisis dan mitigasi risiko.

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan

Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan Rachman Jaya F361090181 Komisi pembimbing Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Sapta Raharja, DEA Prof Dr Ir Marimin, MSc Life time of Ph.D Program Agustus 2009

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran Manajemen rantai pasokan berkembang menjadi langkah strategis yang menyinergikan pemasaran, pabrikasi, dan pengadaan dalam suatu hubungan yang kompleks dalam rangkaian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah

Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah Gayo merupakan daerah dataran tinggi di wilayah tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO. Oleh : Rini Andriani

KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO. Oleh : Rini Andriani KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO Oleh : Rini Andriani ABSTRAK Kegiatan Bioindustri merupakan kegiatan yang mengelola dan atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT

ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT Ulfah Fauziah 1, Andri Ihwana 2 Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditi perdagangan yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan industri rumput laut secara berkelanjutan melalui pendekatan klaster. Penelitian ini bermaksud merancang suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Produksi lada putih di Indonesia terus menurun, sementara pencapaian standar mutu masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari dominasi kelemahan pada sistem komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Penentuan dan Pengembangan Komoditas Unggulan Argoindustri sub Sektor Perkebunan Berbasis Sistem Inovasi Daerah di Provinsi Aceh

Penentuan dan Pengembangan Komoditas Unggulan Argoindustri sub Sektor Perkebunan Berbasis Sistem Inovasi Daerah di Provinsi Aceh Penentuan dan Pengembangan Komoditas Unggulan Argoindustri sub Sektor Perkebunan Berbasis Sistem Inovasi Daerah di Provinsi Aceh Khairul Anshar 2510100706 Dosen Pembimbing: Putu Dana Karningsih, ST, M.Sc,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

4.3. PENGEMBANGAN MODEL

4.3. PENGEMBANGAN MODEL terhadap berbagai aspek kehidupan (Amang dan Sapuan, 2000). Oleh karena itu, pengembangan sistem produksi kedelai nasional menuju swasembada dengan sistem modeling merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestri adalah sistem dan teknologi lahan dimana tanaman berkayu ditanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan pertanian dan/atau ternak. Penanaman

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

Memperkuat Industri Kopi Indonesia melalui Pertanian Kopi Berkelanjutan dan (Pengolahan) Pascapanen

Memperkuat Industri Kopi Indonesia melalui Pertanian Kopi Berkelanjutan dan (Pengolahan) Pascapanen RI N G K ASA N KEG IATA N 6 8 MARET, 2017, BENER MERIAH (KABUPATEN GAYO, ACEH 13 16 MARET, 2017, TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Memperkuat

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA & UNIVERSITAS RIAU BLUE PRINT PERENCANAAN STRATEGI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK SISTEM INFORMASI KOPERASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGUBAH SISTEM INFORMASI MANUAL MENUJU SISTEM INFORMASI TERKOMPUTERISASI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci