IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK
|
|
- Susanto Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor, kolektor, koperasi dan eksportir. Sebagian koperasi langsung bertindak sebagai eksportir kopi organik. Keberadaan prosesor tergantung dari konsentrasi petani di dalam suatu wilayah serta produktifitas dan jumlah pasokan kopi organik yang sanggup di hasilkan petani. Artinya, tidak semua wilayah sentra produksi kopi organik mempunyai jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor dalam pendistribusian kopi. Dalam melakukan pengawasan mutu terhadap standarisasi kualitas kopi organik maka dibentuk suatu lembaga independen yaitu ICS (Internal Control System) yang bertugas mengevaluasi proses sertifikasi yang telah diperoleh. Koperasi Baburrayyan di Aceh Tengah bekerjasama dengan NCBA (National Corporative Business Association) dalam melakukan proses sertifikasi organik terhadap komunitas petani yang berada di bawah naungan koperasi ini. Tetapi secara keseluruhan Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas empat pelaku yaitu : petani, prosesor, kolektor dan koperasi (Gambar 17). Sistem koordinasi melalui mekanisme kontrak hanya terdapat antara pelaku koperasi (eksportir) dengan importir di luar negri. Hal ini membuat jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah rentan terhadap berbagai gangguan dan risiko. Kerentanan ini dipicu oleh tidak adanya koordinasi dari koperasi sebagai distributor kopi organik dengan pelaku bagian hulu (upstream) rantai pasok sehingga proteksi terhadap jalur pasokan dan berbagai risiko yang terdapat di sepanjang jalur rantai pasokan tidak bisa diantisipasi dan ditanggulangi dengan baik. Ketidakseimbangan antara risiko yang ditanggung pelaku terutama petani dengan profit yang diperolehnya mengakibatkan gangguan terhadap jalur pasokan semakin tinggi. Koperasi Baburrayyan sebagai distributor kopi organik di Aceh Tengah tidak melakukan transparansi informasi dengan baik dari hilir sampai ke hulu jalur rantai pasokan kopi organik sehingga mekanisme pengaturan harga jual tidak transparan.
2 44 Kontrol kualitas produk organik ICS Internal Control System Esternal control Sertifikasi sesuai negara tujuan Petani Pengumpul Pengumpul kopi besar kopi Koperasi Eksportir Importir Masa tanam dan perawatan kopi Packaging (goni) Up down loading Proses pengeringan kopi Proses pengeringan kopi Asosiasi kopi AEKI APKI LSM Proses panen kopi Packaging (goni) Transportasi penggudangan Transportasi penggudangan Transportasi penggudangan Mendukung pemasaran kopi Memberi informasi, perkembangan harga Dan keadaan pasar Proses kopi Asosiasi kopi AEKI APKI LSM Proses pengeringan kopi Mendukung usaha tani Penyuluhan, pengembangan verietas, pemberian bibit, dll Pemerintah dinas perkebunan Pemerintah dinas perkebunan Sertifikasi Organik Fair Trade Kerjasama perusahaan pemasaran Dokumen, transportasi, packaging, kontainer Sertifikasi Organik Fair Trade Kerjasama perusahaan pemasaran Dokumen, transportasi, packaging, kontainer Bea dan cukai Gambar 17 Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah 4.2. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Berdasarkan hasil studi literatur (Halikas et al., 2004) serta interview mendalam dengan beberapa pakar yang mengetahui dengan baik permasalahan pelaku rantai pasok, maka diperoleh struktur hirarki dari proses identifikasi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Pengelolaan risiko jaringan rantai pasok pada penelitan ini difokuskan pada prinsip membangun rantai pasok yang bersifat leanness sehingga parameter perbaikan pada sisi mutu dan biaya menjadi fokus proses mitigasi risiko. Struktur hirarki yang diperoleh terdiri atas empat level yaitu : 1. Tujuan (goal) : identifikasi faktor risiko pada setiap tingkatan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. 2. Tujuan manajemen risiko rantai pasok : penetapan tujuan manajemen risiko ranai pasok dilakukan berdasarkan prinsip leanness dengan fokus perhatian pada peningkatan kualitas pasokan, peningkatan kuantitas pasokan,
3 45 peningkatan total profit rantai pasok dan menjamin kontinuitas pasokan yang stabil. 3. Aktor : merupakan pelaku rantai pasok terdiri dari tingkat petani, tingkat prosesor, tingkat kolektor dan tingkat koperasi yang sekaligus bertindak sebagai eksportir. 4. Alternatif faktor risiko : faktor risiko difokuskan pada faktor risiko pasokan, faktor risiko proses, faktor risiko permintaan dan faktor risiko harga. Faktor risiko terdiri atas beberapa variabel risiko untuk memperjelas deskripsi risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko standarisasi proses dan budidaya organik difokuskan pada faktor risiko proses dan pasokan. Jenis variabel risiko sebagai bagian faktor risiko dapat dilihat pada Gambar 18. Petani Pengumpul Pedagang pengumpul Kopeasi RISIKO Dari sisi suply : - Penggunaan bibit organik - Sejarah lahan - Sumber air - Degradasi kesuburan lahan Dari sisi proses (Budi daya) : - Ganguan dan penanganan Hama - Peralatan yang digunakan - penanganan lahan - Proses pemanenan - tempat penyimpanan sementara Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil panen - Kepastian pasar Dari sisi harga (pricing) : - Harga jual yang sesui - Penurunan harga jual produk - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - kecukupan modal Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil penjualan Dari sisi harga (pricing) : - Peningkatan harga beli kopi - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - penurunan harga jual Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi labu - Gudang penyimpanan - Penanganan transportasi Dari sisi permintaan (demand) : - Pengemasan - Tidak terpenuhi permintaan Dari sisi permintaan (demand) : - kelebihan pasokan - Tidak terpenuhi permintaan - Pengembalian hasil penjualan - kelebihan pasokan Dari sisi harga (pricing) : - Pengembalian hasil penjualan - Peningkatan harga beli kopi Dari sisi harga (pricing) : - peningkatan harga bahan baku - Peningkatan harga beli kopi - Kenaikan biaya tenaga kerja - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan harga input penunjang - Kenaikan biaya tenaga kerja - penurunan harga jual - Kenaikan harga input penunjang - penurunan harga jual - Biaya transportasi Gambar 18 Parameter variabel risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari struktur hirarki kemudian dilakukan perbandingan tingkat kepentingan dengan melibatkan beberapa pengukuran secara kuantitatif terhadap variabel risiko pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Berdasarkan tujuan dari
4 46 manajemen risiko rantai pasok maka dilakukan pendistribusian terhadap variabel risiko yang mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas pasokan, peningkatan profit (harga) serta peningkatan kuantitas pasokan (Tabel 6) Tabel 6 Distribusi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok Aktor Risiko kualitas pasokan (%) Risiko kuantitas pasokan (%) Risiko Harga (%) Petani 68,90 7,75 23,34 Prosesor 0,00 32,50 67,50 Kolektor 37,90 0,00 62,03 Koperasi 28,20 55,90 158,00 Sumber: Data primer 2012 Dari Tabel 4 terlihat bahwa risiko kualitas pasokan mempunyai persentase tertinggi yaitu 68.9 % yang disusul dengan risiko kuantitas pasokan 55.9 %. Faktor risiko ini mendominasi hampir pada semua tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko harga harga sebagai faktor dalam peningkatan total profit pelaku rantai pasok turut mendominasi dan mempunyai bobot yang cukup tinggi pada beberapa tingkatan pelaku rantai pasok. Ketika dikaji secara lebih mendalam terlihat bahwa persentase risiko yang tinggi pada setiap tingkatan rantai pasok berada pada level strategis berdasarkan peranan pelaku di dalam rantai pasok. Di tingkat petani terlihat nyata dari persentase keseluruhan risiko, nilai risiko tertinggi terdapat pada kualitas pasokan. Faktor ini disebabkan tidak terjadinya pendistribusian total profit rantai pasok yang baik ke petani sehingga kemampuan untuk melakukan budidaya pertanian organik tidak sanggup dipenuhi oleh petani. Penyebab utamanya terdapat pada faktor biaya operasional budidaya kopi organik yang lebih tinggi dari budidaya kopi konvensional. Penurunan kualitas sebenarnya diikuti dengan penurunan terhadap produktifitas petani dalam menghasilkan kopi organik atau bahan baku bagi koperasi sebagai distributor dan pelaku kunci dalam menentukan besar profit yang akan diperoleh pelaku dibawahnya. Sehingga dampak penurunan kuantitas pasokan baru terlihat di tingkat koperasi sebagai eksportir produk kopi organik yaitu 55.9 %. Dari total keseluruhan nilai persentase risiko koperasi ternyata konsentrasi dari variabel risiko terletak di risiko kuantitas pasokan dari petani sebagai pemasok utama bahan baku.
5 47 Sementara dari sisi harga yang mempengaruhi perolehan profit koperasi, terlihat bobot risiko sangat rendah. Hal ini membuktikan bahwa koperasi sebagai pelaku yang mempunyai peranan penting dalam menentukan total profit pelaku rantai pasok tidak mendistribusikan profit dengan baik ke pelaku di bawahnya (downstream). Sebaliknya, efek ini langsung terasa ketika produktifitas petani menurun sehingga jumlah pasokan merosot secara tajam. Sementara dua pelaku rantai pasok lainnya hanya yaitu prosesor dan kolektor faktor risiko terbesar ada pada risiko harga sebagai akibat pendistribusian marjin profit yang tidak baik dari koperasi. Ditingkat prosesor risiko kualitas sama sekali tidak ada karena memang terjadi proses pemberian nilai tambah (pengolahan) di tingkat pelaku ini. Sementara pelaku berikutnya yaitu kolektor selain risiko yang paling tinggi berada di harga, serta risiko pada kualitas pasokan karena adanya proses pemberian nilai tambah (pengolahan). Faktor lainnya yang akan diuraikan secara lebih mendalam pada pembahasan identifikasi risiko dibawah ini. Distribusi risiko pelaku untuk setiap sphere bisa ditabulasikan dalam bentuk risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok secara umum. Hasil ini bisa memberikan pemahaman yang jelas berkaitan dengan risiko pelaku ketika dikaji dalam konsep rantai pasok secara lebih umum (Tabel 7). Tabel 7 Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok Aktor Risiko kualitas Risiko kuantitas Risiko harga pasokan (%) pasokan (%) (%) Petani 17,23 1,94 5,84 Prosesor 0,00 8,13 16,88 Kolektor 9,48 0,00 15,52 Koperasi 7,06 13,99 3,95 Total risiko dalam jaringan rantai pasok 33,77 24,05 42,18 Sumber : Data primer 2012 Pada Tabel 7 terlihat bahwa variabel risiko harga mempunyai bobot yang paling besar di dalam jaringan rantai pasok. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi pada tabel 6 bahwa semua pelaku rantai pasok menanggung beban risiko terhadap mekanisme pengaturan harga di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari proses identifikasi risiko jaringan rantai pasok ini terlihat bahwa beban risiko yang ditanggung oleh pelaku lebih dominan disebabkan tidak
6 48 terjadinya pendistribusian profit yang baik sehingga mekanisme pengaturan harga tidak sebanding dengan risiko yang harus ditangung pelaku untuk setiap sphere rantai pasok Identifikasi Risiko Tingkat Petani Petani sebagai sumber pasokan produk kopi organik di Aceh Tengah tersebar di 13 kecamatan berbeda. Konsentrasi pasokan berada di delapan kecamatan yang berbeda yaitu : kecamatan Pegasing, Bintang, Silih Nara, Rusip Antara, Bebesan, Atu Lintang, Kebayakan dan Jagong. Ketidakseimbangan risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diperoleh mengakibatkan jumlah dan kualitas pasokan semakin menurun. Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan budidaya organik tidak sebanding dengan nilai harga jual yang diperoleh. Penentuan mekanisme besaran profit yang diperoleh pelaku rantai pasok sepenuhnya berada di tingkat koperasi sebagai distributor kopi yang secara berantai turun ke pelaku di bawahnya. Ketidak seimbangan antara risiko yang ditanggung dengan profit yang diperoleh membuat produktifitas dan kulitas pasokan petani menurun. Faktor lain penurunan kuantitas pasokan juga diakibatkan karena penurunan jumlah petani kopi organik yang berpindah ke sistem pengolahan budidaya kopi konvensional. Budidaya kopi konvensional dianggap menguntungkan bagi petani karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya kopi organik. Secara lebih detail variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan dari petani dapat dilaihat dari Tabel 8. Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani Fakor risiko Variabel risiko * Peluang risiko (%) Pasokan Standarisasi bibit organik 81,63 Sejarah lahan 96,94 Sumber air 66,33 Degradasi kesuburan lahan 79,59 Proses Standarisasi penanganan hama organik 86,73 Penanganan hama secara umum 19,39 Standarisasi organik perlakuan peralatan 71,43 Standarisasi organik penanganan lahan 83,67 Standarisasi organik pemanenan 100,00 Standarisasi proses 42,86
7 49 Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani (lanjutan) Fakor risiko Variabel risiko * Peluang risiko (%) Standarisasi organik inventori 48,98 Ketinggian tempat 38,78 Permintaan Pemenuhan pesanan 91,84 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Kepastian pasar 97,96 Harga Kesesuian harga jual 86,73 Penurunan harga jual produk 50,00 Harga bahan baku 98,70 Kenaikan biaya tenaga kerja 93,40 Kenaikan harga peralatan penunjang 97,90 Kecukupan modal 91,84 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Ketika dilihat dari variabel risiko penyebab rendahnya kualitas produk kopi organik ternyata penyebab utamanya disebabkan budidaya standarisasi organik yang tidak diikuti dengan baik oleh petani. Bahkan dari variabel risiko pemanenan standarisasi organik sebagai salah satu faktor penentu kualitas organik produk nilai peluang risikonya hampir 100 %. Artinya, belum ada sama sekali petani kopi organik di Aceh Tengah yang mengikuti prosedur ini. Dominasi risiko dari sisi kualitas organik produk telihat melalui nilai variabel risiko yang tinggi pada penanganan hama secara organik, perlakuan peralatan, inventori, penanganan lahan serta variabel risiko yang berhubungan dengan kualitas organik produk lainnya. Penurunan kuantitas pasokan juga terjadi yang baru dirasakan dampaknya ketika berada di tingkat koperasi selaku distributor kopi organik karena petani merupakan opsi tunggal untuk pasokan bahan baku kopi organik. Pertanian kopi organik yang mewajibkan petani untuk tidak melakukan penanganan lahan dan budidaya yang melibatkan penggunaan bahan kimia menyebabkan produktifitas lahan menurun drastis. Pengolahan lahan pertanian organik dilakukan seadanya tanpa ada pemupukan dan penanganan hama karena faktor biaya yang tidak mencukupi dari hasil penjualan kopi organik. Penanganan lahan yang buruk berakibat terhadap produktifitas lahan semakin lama semakin menurun. Dari observasi di lapangan, rata-rata produktifitas lahan kopi organik hanya 50 % dari total produktifitas kopi konvensional. Idealnya untuk satu ha lahan kopi organik menghasilkan minimal 2 ton gabah basah kopi organik setiap
8 50 tahunnya. Belum lagi kalau ditelaah lebih jauh, dari keseluruhan jumlah petani kopi organik yang ada di Aceh Tengah hanya sebagian yang mampu mencapai 50 % total produktifitas ideal sementara sebagian lagi berada jauh dibawah standar tersebut. Permasalahan inilah yang menyebabkan petani kopi organik banyak yang berpindah ke budidaya kopi secara konvensional dengan rata-rata produktifitas lahannya masih berada di batas ideal. Nilai variabel risiko yang tinggi pada risiko pesanan (jumlah pasokan kopi dari petani) merupakan nilai implisit yang baru terlihat ketika berada di tingkat koperasi. Oleh karena itu diperlukan diperlukan mekanisme yang bisa menyeimbangkan antara risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diterimanya. Mekanisme yang mengatur tranparansi informasi harga jual di tingkatan koperasi sebagai faktor penentu jumlah profit yang diterima petani juga sangat diperlukan Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor Pelaku tingkat prosesor tidak semuanya terlibat di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Hanya untuk wilayah dengan jumlah petani kopi organik yang besar keberadaan prosesor dibutuhkan oleh kolektor untuk membantu proses pengumpulan kopi organik dari petani. Dari prosesor yang ada hanya sedikit sekali yang mempunyai tenaga kerja untuk membantu usaha yang dilakukannya. Sehingga penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumya hanya mengambil sampel untuk wilayah dengan jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor sebagai salah satu pelaku rantai pasok. Peranan prosesor di dalam rantai pasok hanya terbatas sebagai perantara sehingga konsentrasi risiko lebih terfokus kepada risiko harga dan risiko pasokan (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa pada tingkatan pelaku prosesor nilai bobot risiko yang paling tinggi berada pada risiko harga karena pendistribusian profit yang tidak adil pada jaringan rantai pasok. Indikasi ini terlihat dari dominasi dan tingginya variabel risiko harga pada tingkat prosesor. Dominasi terlihat dari variabel risiko harga bahan baku dengan persentase 90,82 % sampai kepada variabel risiko kenaikan biaya tenaga kerja hampir 100 % untuk prosesor yang membutuhkan tenaga kerja dalam membantu pelaksanaan usahanya.
9 51 Tabel 9 Variabel risiko tingkat prosesor. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Variabel pasokan Kuantitas pasokan 72,45 Sumber air 0,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 75,51 Standarisasi proses 0,00 Standarisasi organik inventori 42,86 Permintaan Pemenuhan pesanan 89,80 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Produk reject 2,04 Harga Harga bahan baku 90,82 Harga jual produk 12,24 Kenaikan biaya tenaga kerja 100,00 Kenaikan biaya peralatan penunjang 98,98 Sumber : Data primer 2012 Perbandingan antara marjin keuntungan yang diperoleh dengan biaya operasional yang diperlukan untuk mobilisasi pengumpulan kopi dari petani menjadi faktor penyebab risiko harga di tingkat prosesor menjadi sangat tinggi. Kondisi ini diperparah dengan jumlah pasokan yang tidak memadai dari petani yang ditandai dengan persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 72,45 %. Perolehan profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional menyebabkan kinerja prosesor menjadi sangat rendah. Kompleksitas permasalahan ini bermuara kepada penurunan profit koperasi yang juga ikut dirasakan oleh pelaku di bawahnya (Upstream). Untuk risiko kualitas poduk organik tidak begitu tinggi karena dalam prakteknya semua pasokan dari prosesor kepada kolektor belum ada pemeriksaan standar kualitas organik produk. Sehingga hampir semua pasokan dari prosesor lolos dan diterima oleh kolektor. Indikasi ini dapat dilihat dari variabel risiko produk reject yang sangat rendah yaitu 2,04 % yang berarti peluang terjadinya risiko pengembalian produk dari kolektor sangat rendah. Mekanisme pendistribusian harga yang adil berdasarkan risiko usaha yang ditanggung prosesor perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan ini melalui mekanisme penetapan harga jual yang berimbang.
10 Identifikasi Risiko Tingkat Kolektor Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat kolektor ternyata risiko harga mempunyai bobot yang paling tinggi. Penggelembungan risiko kualitas produk kopi organik dari petani ikut dirasakan oleh pelaku tingkat kolektor. Secara lebih rinci variabel risiko yang menjadi penyebab tingginya bobot risiko di tingkat kolektor dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Variabel risiko tingkat kolektor. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Pasokan Kuantitas pasokan 73,09 Sumber air 50,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 80,77 Standarisasi proses 76,92 Standarisasi organik inventori 69,23 Permintaan Pemenuhan pesanan 88,46 Kelebihan pasokan 0,00 Harga Harga bahan baku 86,15 Kenaikan biaya tenaga kerja 100,00 Kenaikan harga input penunjang 100,00 Penurunan harga jual kopi 54,23 Biaya transportasi 46,15 Sumber : Data primer 2012 Persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 73,.08 % tidak berdampak nyata terhadap kolektor disebabkan dominasi variabel risiko yang rendah terhadap faktor risiko yang ada. Penurunan kualitas organik produk di tingkat kolektor sebagian disebabkan karena risiko pada proses penjemuran yang merupakan bagian dari variabel risiko standarisasi proses yaitu 76,92 % diikuti variabel risiko penanganan peralatan serta inventori sesuai prosedur masing-masing 80,77 % dan 69,23 % sehingga kualitas organik produk ikut menurun. Sementara sebagian besar risiko lainnya disebabkan faktor penggelembungan risiko kualitas organik produk dari petani. Risiko harga di tingkat kolektor disebabkan karena nilai harga jual produk yang belum sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Kenaikan biaya tenaga kerja, biaya input penunjang, biaya transportasi serta mahalnya harga bahan baku menjadi penyebab risiko harga di tingkat kolektor menjadi tinggi. Fluktuasi harga jual dengan indikasi variabel risiko penurunan harga jual yang
11 53 cukup tinggi yaitu 54,23 % ikut menjadi penyebab tingginya risiko harga. Penetrasi dari eksportir di luar struktur jaringan rantai pasok juga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi harga di tingkat kolektor. Oleh karena itu mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan profit yang diperoleh melalui penetapan harga jual yang berimbang diperlukan utuk mengatasi persoalan ini. Koordinasi rantai pasok yang baik sangat diperlukan untuk mengontrol mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dan distribusi profit. Koordinasi juga bermanfaat untuk memproteksi jaringan rantai pasok terhadap gangguan eksportir dari luar struktur yang ada sehingga mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) yang dilakukan bekerja dengan baik Identifikasi Risiko Tingkat Koperasi Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat koperasi diperoleh faktor risiko dominan terdapat pada kuantitas, kualitas serta harga. Rendahnya kuantitas pasokan merupakan penyebab risiko pasokan di tingkat koperasi menjadi tinggi. Risiko pasokan juga berdampak kepada variabel risiko kontrak yang menyebabkan bobot risiko harga di tingkat koperasi ikut meningkat. Tingkat frekuensi penalti kontrak yang tinggi dari pihak importir kepada koperasi selaku eksportir disebabkan karena koperasi tidak mampu memenuhi kuantitas pasokan yang disepakati selama periode yang telah ditetapkan. Akibatnya koperasi harus menanggung risiko pemotongan sejumlah harga dari harga jual normal yang belaku di kontrak. Koperasi telah berusaha melakukan perbaikan dengan meninjau ulang periode kontrak serta kuantitas pasokan yang telah disepakati tetapi hasilnya tidak signifikan dalam mengurangi bobot risiko pasokan dan harga yang ditanggung koperasi. Jumlah pasokan yang semakin menurun mengakibatkan nilai kuantitas pasokan yang disepakati didalam kontrak dalam peride bersangkutan tetap tidak terpenuhi. Kualitas pasokan yang rendah dari kolektor sebagai akibat faktor penggelembungan risiko dari kualitas pasokan petani yang rendah mengakibatkan terjadinya penurunan harga jual produk ditingkat koperasi. Indikasi ini yang menyebabkan risiko harga di tingkat koperasi tinggi yaitu %. Koordinasi yang buruk menyebabkan ketidakstabilan jumlah pasokan sehingga kinerja
12 54 koperasi dalam memenuhi permintaan exportir juga menjadi rendah. Rincian dari variabel risiko yang menyebabkan bobot risiko pasokan dan harga di tingkat koperasi menjadi tinggi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Variabel risiko tingkat koperasi. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Pasokan Kuantitas pasokan 40,85 Sumber air 0,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 8,00 Proses standarisasi organik 15,00 Pengolahan kopi 12,50 Permintaan Pengemasan 0,00 Pengananan transportasi sesuai standar organik 0,00 Permintaan 40,85 Harga Kenaikan biaya transportasi 29,30 Kontrak 46,67 Kelebihan pasokan 0,00 Harga bahan baku 30,56 Kenaikan biaya tenaga kerja 5,63 Kenaikan harga input penunjang 4,23 Penurunan harga jual 29,01 Sumber : Data primer 2012 Mekanisme koordinasi rantai pasok untuk mengatur jalur pasokan agar tetap stabil sangat diperlukan koperasi dalam mengurangi variabel-variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan. Peningkatan kemampuan petani dalam melaksanakan budidaya pertanian secara organik dapat dilakukan melalui mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan penetapan harga jual yang berimbang Evaluasi risiko rantai pasok Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bobot risiko yang ditanggung oleh setiap tingkatan pelaku rantai pasok dengan melakukan agregasi terhadap variabel risiko pada masing masing tingkatan pelaku rantai pasok. Untuk menghindari efek bias dalam penilaian bobot risiko tingkatan pelaku rantai pasok maka beberapa variabel risiko yang merupakan faktor penggelembungan risiko tidak diperhitungkan kecuali berdampak langsung terhadap pelaku rantai
13 55 pasok. Proses agregasi juga dilakukan terhadap beberapa variabel risiko berdasarkan dampak dari risiko terhadap pelaku rantai pasok (Tabel 12) Tabel 12 Evaluasi bobot risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok Variabel risiko * Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) Koperasi (%) Standarisasi bibit organik 81, Sejarah lahan 96, Sumber air 66, Degradasi kesuburan lahan 79, Standarisasi penanganan hama organik 86, Penanganan hama secara umum 19, Standarisasi organik perlakuan peralatan 71, ,00 Standarisasi organik penanganan lahan 83, Standarisasi organik pemanenan 100, Standarisasi proses 42,86-11,20 15,00 Standarisasi organik inventori 48, Ketinggian tempat 38, Pemesanan 91, ,60 Kuantitas pasokan ,41 Kepastian pasar 97, Kesesuian harga jual 86,73 4,24 9,10 12,90 Penurunan harga jual produk Kecukupan modal 91, Product reject - 2, Harga bahan baku Biaya Transportasi - - 9,20 - Kontrak ,60 Bobot risiko pelaku -0,74 0,03 0,1 0,14 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Dari Tabel 11 diketahui ternyata bobot risiko yang ditanggung oleh petani didalam struktur rantai pasok sangat tinggi yaitu 0,74 sementara profit yang dperoleh dari harga jual produk kopi organik tidak sebanding dengan besarnya risiko yang ditanggung. Nilai bobot risiko petani berbanding terbalik dengan koperasi sebagai distributor kopi yang hanya menanggung bobot risiko sebesar 0,32. Kondisi ini tidak seimbang dengan konsentrasi profit rantai pasok yang lebih banyak berada di tingkat koperasi. Dari uraian risiko dan dampak yang terjadi terhadap setiap pelaku rantai pasok diatas terlihat bahwa model mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi
14 56 risiko sangat diperlukan dalam membangun rancangan rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah. Rancangan model distribusi risiko tidak lagi harus terfokus untuk menjaga kesinambungan pasokan tetapi sekaligus bisa meningkatkan profit pelaku rantai pasok. Mekanisme seperti ini akan mempermudah proses transparansi harga di tingkat koperasi kepada pelaku dibawahnya (Upstream). Pendekatan model distribusi risiko juga memberikan keuntungan kepada koperasi dalam hal posisi tawar (bargaining position) terhadap importir. Posisi tawar bisa diartikan sebagai peningkatan nilai harga jual produk di tingkat koperasi maupun pengurangan risko penalti kontrak. Kerangka kerja model distribusi risiko dalam menanggulangi kompleksitas risiko pelaku rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 19. Peningkatan kualitas pasokan Peningkatan kuantitas pasokan petani prosesor kolektor Koperasi pendistribusi profit Transparansi harga jual Model risk sharing? Gambar 19 Kerangka kerja model distribusi risiko rantai pasok kopi organik
V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA
57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan
Lebih terperinciVI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING)
74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan
Lebih terperinciLAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN
105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk
Lebih terperinci4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung
47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman berkualitas. Salah satu contoh produk yang sangat diperhatian kualitasmya
Lebih terperinciVIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK
VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.
Lebih terperinciACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan
ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan
Lebih terperinciVII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK
VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis Herfindahl-Hirschman Index (HHI), analisis faktor ekternal
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis Herfindahl-Hirschman Index (HHI), analisis faktor ekternal dan internal, dan analisis VRIO maka dapat disimpulkan bahwa ada 2 strategi Kirana
Lebih terperinciVII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat
VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,
Lebih terperinciVI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK
VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
Lebih terperinciX. KESIMPULAN DAN SARAN
X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka
Lebih terperinciVI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA
VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042
Lebih terperinciPROPOSAL KERJASAMA INVESTASI AGROBISNIS JAHE GAJAH
PROPOSAL KERJASAMA INVESTASI AGROBISNIS JAHE GAJAH (Januari 2016) CV. AGRO BINTANG SEJAHTERA Jl. Terusan Noch Kartanegara No. 1A Kel. Kota Wetan Kec. Garut Kota Kab. Garut Jawa Barat Hp. 081321801417 (Khaerul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciBAB V RENCANA AKSI. Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat
BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan dan Waktu Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat waktu, rencana aksi disusun sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus untuk memudahkan
Lebih terperinci7. KESIMPULAN DAN SARAN
7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Produksi lada putih di Indonesia terus menurun, sementara pencapaian standar mutu masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari dominasi kelemahan pada sistem komoditas
Lebih terperinciLampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011
LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT
VI PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT 6.1. Gambaran Umum Kemitraan Kemitraan antara petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dengan PT. Medco Intidinamika berawal pada
Lebih terperinciVI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.
VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini
33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian
Lebih terperinciVI. REKOMENDASI KEBIJAKAN
158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi
Lebih terperinci5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR
5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem
76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Model Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Model Pengukuran - Penelitian Pada bagian ini akan dibahas mengenai reliabilitas, validitas dan kesesuaian model dari masing-masing variabel pada penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,
Lebih terperinciGambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.
52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,
Lebih terperinciProduksi Kopi (kg / ha)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Aceh Tengah memiliki sumber daya alam yang cukup beragam dan potensial untuk tujuan investasi baik di bidang pertanian maupun perdagangan. Dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP Kesimpulan
BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Industri rumput laut memiliki peran penting dalam penciptaan lapangan kerja yang terkait dengan pendapatan masyarakat, diantaranya melalui keterlibatan nelayan dalam budi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian
Lebih terperinciDESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA
DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk
Lebih terperinciVI HASIL DAN PEMBAHASAN
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi
Lebih terperinci8.2. PENDEKATAN MASALAH
jeruk impor di Indonesia saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Jeruk impor sudah sampai ke lokasi konsumen di sentra produksi jeruk nusantara dengan harga yang lebih murah daripada jeruk
Lebih terperinciPembangunan Bambu di Kabupaten Bangli
BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan
Lebih terperinciMenanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai
Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai
Lebih terperinciBoks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya
Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang
Lebih terperinciVII. IMPLEMENTASI MODEL
VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model
PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciVII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN
76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,
Lebih terperinciCopyright Rani Rumita
Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi
Lebih terperinciPENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH
PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI PADI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH Ronnie S. Natawidjaja, Haris F. Harahap, dan Henri W. Perkasa Center for Agrifood Policy
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciVII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak
Lebih terperinciHubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.
36 MEMULAI DARI 0 36.1 Untuk bisa memulai BUMM, harus dimulai oleh kita sendiri dengan mencoba memasuki dan merebut pasar di sekitar sebuah masjid. Pilihlah barang yang berdasarkan analisa pasar, pasokan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang menghubungkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen dalam dunia usaha, tujuan utamanya adalah mengembangkan usaha, mendapatkan
Lebih terperinciMANFAAT KEMITRAAN USAHA
MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai
Lebih terperinciMemperkuat Industri Kopi Indonesia melalui Pertanian Kopi Berkelanjutan dan (Pengolahan) Pascapanen
RI N G K ASA N KEG IATA N 6 8 MARET, 2017, BENER MERIAH (KABUPATEN GAYO, ACEH 13 16 MARET, 2017, TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Memperkuat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan
A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena
Lebih terperinciTEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i
TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan
Lebih terperinciVI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI
VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan
Lebih terperinciLampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor
76 Lampiran. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing I. FAKTOR INTERNAL No Indikator Parameter Skor. Kondisi fisik dan mutu Kopi Mandailing Grade Grade Grade Grade. Produksi kopi Mandailing
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)
1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,
Lebih terperinciVolume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:
TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10
Lebih terperinci