5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra & Meindl 2007). Menurut Van der Vorst (2000), kinerja rantai pasok merupakan tingkat kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci yang sesuai pada waktu dan biaya tertentu Indikator Kinerja Kunci Indikator kinerja merupakan kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja produk, jasa, dan proses produksi. Indikator kinerja juga merupakan karakteristik proses operasional yang membandingkan efisiensi dan/atau efektivitas sebuah sistem dengan norma atau target nilai (Van der Vorst 2000). Walaupun indikator kinerja banyak yang dapat digunakan dalam sebuah organisasi, hanya beberapa dimensi kritis yang memberikan kontribusi lebih dari proporsional untuk keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut di pasar yang merupakan indikator kinerja kunci (Christopher 1998). Pada saat mengembangkan kinerja rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor, maka perlu dipertimbangkan bahwa kemitraan antar anggota rantai pasok tersebut belum lama terbentuk. Pengenalan sistem baru kepada anggota rantai biasanya memerlukan usaha khusus, terutama pengenalan sistem tesebut kepada petani sebagai salah satu anggota rantai pasok. Kerumitan yang sering dihadapi oleh anggota rantai pasok adalah tujuan setiap anggota rantai pasok yang saling bertentangan. Masing-masing anggota rantai pasok memiliki tujuan, indikator kinerja, dan kriteria optimasi yang berbeda. Hal ini tidak selalu memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rantai pasok secara keseluruhan karena perbaikan kinerja pada setiap anggota rantai pasok kemungkinan dapat merugikan anggota lainnya (Wijnands & Ondersteijn 2006). Oleh karena itu, indikator kinerja utama rantai pasok harus diidentifikasi untuk menentukan dimensi kritis yang memberikan kontribusi bagi keberhasilan

2 74 rantai secara keseluruhan dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan bersama rantai pasok tersebut. Evaluasi kinerja rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan pengambilan keputusan kriteria majemuk. Metode fuzzy Analytical Hierarchy Process (fuzzy AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1981) dan Zadeh (1994) digunakan untuk melakukan identifikasi indikator kinerja kunci rantai pasok tersebut. Fuzzy AHP digunakan untuk mengurangi keraguan dan ketidakpastian dalam memutuskan tingkat kepentingan indikator kinerja oleh pengambil keputusan. Hirarki identifikasi indikator kinerja kunci ditetapkan sebelum dilakukan perbandingan berpasangan pada fuzzy AHP. Perbandingan elemen pada tiap tingkat kemudian dilakukan oleh para pakar menggunakan perbandingan berpasangan untuk memperkirakan tingkat kepentingan relatifnya terhadap elemen pada tingkat lain yang terkait secara langung dengan tingkat tersebut. Pakar yang melakukan pembandingan ini adalah 12 orang yang mewakili anggota rantai pasok atau orang yang mempunyai keahlian di bidang bisnis manggis (kuesioner untuk mendapatkan nilai dari para pakar ini ditunjukkan pada Lampiran 1). Perbandingan berpasangan dibuat menggunakan skala rasio. Skala yang digunakan adalah 9 (Saaty 1989) yang menunjukkan penilaian pakar, yaitu sama pentingnya, sedikit lebih penting, lebih penting, sangat lebih penting, dan sangat lebih penting sekali Hirarki indikator kinerja kunci diidentifikasi berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan pakar, serta tinjauan pustaka ditunjukkan pada Gambar 10. Indikator kinerja kunci diidentifikasi melalui 3 sudut pandang, yaitu tujuan rantai pasok (merupakan gabungan dari tujuan setiap anggota rantai pasok), atribut kinerja, dan indikator kinerja. Tujuan rantai pasok secara keseluruhan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi partisipatif dengan para anggota rantai pasok, yaitu: 1. Meningkatkan nilai tambah produk 2. Meningkatkan akses pasar 3. Meningkatkan efisiensi operasional

3 75 4. Membangun kekuatan finansial 5. Meningkatkan akses informasi 6. Menurunkan risiko 7. Kemitraan yang berkelanjutan Tujuan rantai pasok tersebut dapat dicapai jika rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan Supply-Chain Council s SCOR, indikator kinerja kunci rantai pasok mempunyai atribut sebagai berikut: 1. Reliabilitas, yaitu kinerja rantai pasok dalam mengirimkan produk yang tepat ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat dalam kondisi yang tepat, dan kemasan dalam jumlah yang tepat dengan dokumentasi yang tepat pada pelanggan yang tepat. 2. Responsiveness, yaitu kecepatan rantai pasok dalam memberikan produk kepada pelanggan. 3. Agility, yaitu kecepatan rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk memperoleh atau mempertahankan keunggulan bersaing. 4. Biaya, yaitu biaya yang terkait dengan pengoperasian rantai pasok. 5. Pengelolaan aset, yaitu keefektifan organisasi dalam penegelolaan asset untuk mendukung pemenuhan permintaan. Tingkat paling akhir hirarki ini adalah indikator kinerja, yaitu: 1. Indikator kinerja untuk reliabilitas: a. Pemenuhan pesanan secara sempurna, yaitu persentase pesanan yang dapat memenuhi kinerja pengiriman dengan dokumentasi yang lengkap dan akurat, serta tidak terdapat kerusakan pada pengiriman. b. Kualitas produk, yaitu sekumpulan karakteristik produk yang dapat memberikan sumbangan terhadap kemampuan produk tersebut untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan.

4 76 Kinerja Kunci Rantai Pasok Tujuan Analisis Meningkatkan Nilai Tambah Produk (0,125)* Meningkatkan Akses Pasar (0,110)* Meningkatkan Efisiensi Operasional (0,147)* Membangun Kekuatan Finansial (0,200)* Meningkatkan Akses Informasi (0,176)* Menurunkan Resiko (0,154) * Kemitraan yang Berkelanjutan (0,088)* Tujuan Rantai Pasok Reliabilitas (0,182)* Responsiveness (0,161)* Agility (0,157)* Biaya (0,237)* Pengelolaan Aset (0,264)* Atribut Indikator Kinerja Pemenuhan Pesanan Secara Sempurna (0,333)* Kualitas Produk (0,333)* Kualitas Proses (0,333)* Siklus Waktu Pemenuhan Pesanan (0,739)* Keterlambatan Produk (0,261) Fleksibilitas Rantai Pasok Hulu (0,553)* Kemampuan Adaptasi Rantai Pasok Hulu (0,224)* Kemampuan Adaptasi Rantai Pasok Hilir (0,224)* Biaya Produksi (0,333)* Biaya Distribusi (0,333)* Biaya Produk Terjual (0,333)* Siklus cash to cash (0,333)* Pengembalian Aset Tetap (0,333)* Pengembalian Modal Kerja (0,333)* Indikator Kinerja Kunci *Bobot kepentingan hasil analisis dengan menggunakan metode Fuzzy AHP Gambar 10. Hirarki indikator kinerja kunci.

5 c. Kualitas proses, yaitu cara suatu produk diproses untuk memenuhi persyaratan yang terkait dengan standar kualitas dan system sertifikasi. 2. Indikator kinerja untuk responsiveness: a. Siklus waktu pemenuhan pesanan, yaitu rata rata waktu siklus aktual yang secara konsisten dicapai untuk memenuhi pesanan b. Keterlambatan produk, yaitu rata-rata waktu pesanan diterima setelah due date yang ditentukan 3. Indikator kinerja untuk agility: a. Fleksibilitas rantai pasok hulu, yaitu jumlah hari yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kuantitas produk yang dikirim sebesar 20% tanpa direncanakan. b. Kemampuan adaptasi rantai pasok hulu, yaitu maksimum persentase peningkatan kuantitas produk yang dikirim yang dapat dicapai selama lead time. c. Kemampuan adaptasi rantai pasok hilir, yaitu pengurangan kuantitas pasokan selama lead time tanpa persediaan atau biaya penalti. 4. Indikator kinerja untuk biaya: a. Biaya produksi, yaitu seluruh biaya atas penggunaan bahan baku, tenaga kerja, dan input lain dalam proses produksi. b. Biaya distribusi, yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen untuk memenuhi pesanan konsumen. c. Biaya produk terjual, seluruh biaya langsung untuk memproduksi produk yang terjual. 5. Indikator kinerja untuk pengelolaan aset rantai pasok a. Siklus waktu cash to cash, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak penanaman modal hingga modal kembali kepada seluruh anggota rantai pasok setelah dibelanjakan untuk bahan baku. b. Pengembalian aset tetap, yaitu indikator kinerja yang mengukur pengembalian yang diterima oleh satu anggota rantai pasok pada modal yang ditanamkan untuk aset tetap.

6 78 c. Pengembalian modal kerja, yaitu sebuah ukuran yang menilai besarnya penanaman modal relatif terhadap posisi modal kerja satu anggota rantai pasok dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan dari rantai pasok. Hasil perbandingan berpasangan tingkat kepentingan indikator kinerja yang dibuat oleh para pakar dengan menggunakan skala rasio 9 ditunjukkan pada Gambar 10 (hasil dari pengolahan data yang ditunjukkan pada Lampiran 2). Tujuan yang ditetapkan oleh rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor dibuat berdasarkan kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan eksportir dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci pada waktu dan biaya tertentu. Indikator kinerja kunci rantai pasok merupakan beberapa dimensi kritis yang memberikan sumbangan lebih besar kepada kesuskesan atau kegagalan rantai pasok tersebut di pasar (Christopher 1998). Indikator kinerja kunci membandingkan efisiensi dan/atau efektivitas sebuah sistem dengan norma atau target nilai. Berdasarkan pendapat para pakar, tujuan utama rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah membangun kekuatan finansial dengan bobot kepentingan sebesar 0,200. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, dukungan finansial masih perlu diperkuat agar proses bisnis manggis dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Kinerja kunci untuk mencapai tujuan utama tersebut adalah pengelolaan aset (bobot kepentingan = 0,264) dengan indikator kinerja kunci berupa waktu siklus cash to cash (bobot kepentingan = 0,333), pengembalian aset tetap rantai pasok (bobot kepentingan = 0,333), dan pengembalian modal kerja (bobot kepentingan = 0,333). Pada saat ini, beberapa petani sebagai pemasok buah manggis masih sering menjual hasil panen buah manggisnya kepada pemasok buah manggis pasar lokal dan pengumpul yang membeli buah manggis dari petani dengan sistem pembelian yang sudah dibayar sebelum buah manggis tersebut dipanen. Petani melakukan hal ini karena mereka ingin mendapatkan uang hasil penjualan buah manggis lebih cepat walaupun dengan nilai yang lebih kecil. Pelanggaran yang masih sering

7 79 dilakukan oleh para petani ini menyebabkan ketersediaan buah manggis untuk memenuhi permintaan konsumen semakin berkurang. Agar petani lebih tertarik untuk tetap menjual hasil panen buah manggisnya kepada KBU Al-Ihsan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat, maka KBU Al-Ihsan harus dapat mengelola asetnya dengan lebih mempersingkat waktu siklus cash to cash, mempercepat pengembalian aset tetap rantai pasok, dan mempercepat pengembalian modal kerja. Hal ini dapat dilakukan jika KBU Al-Ihsan memperoleh tambahan dukungan finansial yang dapat diperoleh dari pinjaman lunak pemerintah atau investor. Dukungan finansial tersebut juga dibutuhkan untuk menambah jumlah kebun terdaftar untuk memenuhi syarat sebagai kebun manggis untuk ekspor. Selama ini, pemenuhan kuantitas buah manggis untuk ekspor ke negara Cina dilakukan dengan membeli buah manggis dari pengumpul atau pedagang besar di Kabupaten Bogor. Pengumpul atau pedagang besar tersebut membeli buah manggis dari petani yang kebunnya tidak terdaftar sebagai kebun yang hasil panennya memenuhi persyaratan untuk ekspor. Hal ini dapat berdampak kerugian bagi eksportir dan berdampak buruk terhadap nama negara Indonesia sebagai pengekspor buah tropis jika pengimpor mengetahuinya. Dengan menambah jumlah kebun manggis yang terdaftar, maka diharapkan ketersediaan buah manggis untuk ekspor akan lebih terjamin sehingga pemenuhan permintaan konsumen juga dapat lebih terjamin sesuai dengan persyaratannya Pengukuran Kinerja Pada pengukuran kinerja ini dilakukan pembandingan antara kinerja rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Menurut Wong dan Wong (2006), kinerja rantai pasok tidak diukur berdasarkan kinerja setiap anggotanya, tetapi diukur berdasarkan kinerja rantai pasok secara utuh. Dalam melakukan pembandingan kinerja antar rantai pasok dengan struktur yang berbeda, maka rantai pasok tersebut harus dipertimbangkan sebagai entitas yang utuh.

8 80 Pengukuran kinerja rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor terdiri dari 5 fase, yaitu: 1. Penentuan tahap bisnis buah manggis segar Tahap bisnis utama pada rantai pasok diidentifikasi pada langkah ini. Tahap bisnis pada rantai pasok buah manggis segar ini adalah budidaya manggis hingga panen, pengendalian kualitas, dan ekspor. Untuk analisis ini, kegiatan dan operasi yang dilakukan pada tahap produksi dan pengiriman buah manggis segar tidak perlu dijelaskan secara rinci. Kegiatan setiap tahap pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut telah dijelaskan pada Bab IV. 2. Penguraian tahap bisnis ke dalam proses Pada langkah ini, tahap bisnis diuraikan ke dalam proses SCOR tingkat 2. Gambar 11 menunjukkan tahap bisnis rantai pasok buah manggis segar yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang telah diuraikan ke dalam kategori proses, sedangkan Gambar 12 menunjukkan tahap bisnis saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang telah diuraikan ke dalam kategori proses. Karena rantai pasok buah manggis ini menyediakan produknya berdasarkan pesanan, maka konfigurasi kategori proses untuk seluruh rantai pasok adalah S2 (source make to order), M2 (make to order), dan D2 (deliver make to order), sedangkan proses pengembalian yang terjadi adalah SR1 (source return defective) dan DR1 (deliver return defective). 3. Penghitungan skor efisiensi proses dengan menggunakan DEA. Pada langkah ini dipilih ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses kemudian ukuran tersebut dikategorikan sesuai jenisnya (input atau output). Ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses untuk rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor ini ditunjukkan pada Tabel 12, sedangkan Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 menunjukkan ukuran yang berpengaruh pada setiap

9 81 tahap, jenis ukuran tersebut, dan nilainya pada kedua rantai pasok yang dibandingkan.(rumus perhitungan setiap nilai diunjukkan pada Lampiran 3). P2 P2 P2 S2 M2 D2 S2 M2 D2 S2 M2 D2 DR1 SR1 Budidaya Manggis Pengendalian Kualitas Ekspor Petani Kelompok Tani KBU Al-Ihsan Eksportir Gambar 11 Uraian tahap bisnis rantai pasok buah manggis segar yang dikelola oleh KBU Al.-Ihsan ke dalam kategori proses P2 P2 P2 S2 M2 D2 S2 M2 D2 S2 M2 D2 DR1 SR1 Budidaya Manggis Pengendalian Kualitas Ekspor Petani Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Gambar 12 Uraian tahap bisnis saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ke dalam kategori proses.

10 82 Tabel 12 Ukuran berdasarkan model SCOR yang sesuai dan berpengaruh pada evaluasi proses untuk rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor Atribut Kinerja Jenis proses PLAN (P1, P2, P3, P4) SOURCE (S1, S2, S3) MAKE (M1, M2, M3) DELIVER (D1, D2, D3) RETURN (source) (SR1, SR2, SR3) RETURN (deliver) (DR1, DR2, DR3) Reliabilitas Rantai Pasok Responsiveness Rantai Pasok Agility Rantai Pasok Pengelolaan Biaya Rantai Pasok Tidak teridentifikasi Siklus waktu pemenuhan pesanan Tidak teridentifikasi Biaya untuk perencanaan sumber bahan baku Pemenuhan pesanan secara sempurna Hasil Pemenuhan pesanan secara sempurna Pemenuhan pesanan secara sempurna Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Siklus waktu pemenuhan pesanan Tidak teridentifikasi Biaya penyiapan sumber bahan baku Siklus waktu produksi Siklus waktu pemenuhan pesanan Siklus waktu pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu Siklus waktu pengembalian bahan baku yang rusak karena pengiriman Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hilir Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu Fleksibilitas produksi rantai pasok hulu Kemampuan adaptasi pengiriman rantai pasok hilir Kemampuan adaptasi pengiriman rantai pasok hulu Fleksibilitas pengiriman rantai pasok hulu Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi Biaya produksi Biaya pengiriman Biaya pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu Biaya pengembalian bahan baku yang rusak karena pengiriman Pengelolaan Aset Rantai Pasok Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Lama waktu pasokan tersedia Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Lama waktu pasokan tersedia Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Pengembalian aset tetap Pengembalian modal kerja Nilai produk yang rusak

11 83 Tabel 13 Ukuran yang berpengaruh pada tahap budidaya manggis, jenis dan nilainya Ukuran yang Berpengaruh pada Tahap Budidaya Manggis PLAN Pengembalian aset tetap Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian modal kerja MAKE Siklus waktu produksi Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna Siklus waktu pemenuhan pesanan Satuan Pengukuran Jenis Ukuran Input Output Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Rp/tahun , ,35-0,134 0 tahun 4 5 % 7,30 0,41 % 96 5 hari 6 85

12 84 Tabel 14 Ukuran yang berpengaruh pada tahap pengendalian kualitas, jenis dan nilainya Ukuran yang Berpengaruh pada Pengendalian Kualitas PLAN Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian aset tetap MAKE Siklus waktu produksi Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna Siklus waktu pemenuhan pesanan Satuan Pengukuran Jenis Ukuran Input Output Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Rp/tahun , , ,02 hari % 5,55 0,42 % 91,2 4,28 hari 5 163

13 85 Tabel 15 Ukuran yang berpengaruh pada tahap ekspor, jenis dan nilainya Ukuran yang Berpengaruh pada Tahap Ekspor PLAN Pengembalian modal kerja Siklus waktu cash to cash SOURCE Biaya penyiapan sumber bahan baku Pengembalian aset Satuan Pengukuran Jenis Ukuran Input Output Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Saluran Pemasaran Buah Manggis di Luar Rantai Pasok yang Dikelola oleh KBU Al-Ihsan Rp/tahun , ,34-0,13 0,14 tetap MAKE Siklus waktu produksi hari 1 1 Kemampuan adaptasi produksi rantai pasok hulu DELIVER Pemenuhan pesanan secara sempurna % 0 0 % 0,87 0,04 Siklus waktu pemenuhan pesanan hari 5 5 Biaya pengiriman Rp/tahun INTEGRATED RETURN (source dan deliver) Siklus waktu pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman Biaya pengembalian bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman Bahan baku yang tidak sesuai standar mutu dan bahan baku yang rusak karena pengiriman yang harus dikembalikan hari 1 1 Rp/tahun ,815 % 5 3

14 86 Pada penelitian ini, data yang terkait dengan pengukuran kinerja untuk proses PLAN tidak dapat diperoleh karena data tersebut tidak tercatat pada setiap anggota rantai pasok. Oleh karena itu, pengukuran kinerja dilakukan hanya pada proses SOURCE, MAKE, DELIVER, pada setiap kegiatan dalam rantai pasok. Data yang diperoleh juga sulit dipisahkan antara RETURN source dan RETURN deliver sehingga dalam proses RETURN ini, source dan deliver juga digabungkan menjadi proses INTEGRATED RETURN. Nilai efisiensi proses dihitung menggunakan perangkat lunak DEA (Frontier 3) dengan perhitungan berdasarkan pada budidaya manggis untuk luas kebun 1 hektar dengan jumlah pohon manggis sebanyak 100 pohon/hektar untuk rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan 150 pohon/hektar untuk petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan serta pesanan eksportir sebesar 3000 kg/tahun. Hasil dari perhitungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai efisiensi proses pada tiap tahap Proses * INTEGRATED SOURCE MAKE DELIVER RETURN ** Tahap A B A B A B A B Budidaya Manggis , , Pengendalian Kualitas 1 0, , , Ekspor 0, , Keterangan: A: Rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan B: Saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan * Proses PLAN ditiadakan karena keterbatasan data ** INTEGRATED RETURN merupakan gabungan dari RETURN source dan RETURN deliver Hasil perhitungan nilai efisiensi pada setiap proses menunjukkan bahwa rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada saluran pemasaran buah mnaggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Nilai efisiensi rantai pasok buah manggis yang

15 87 dikelola oleh KBU Al-Ihsan yang rendah hanya terdapat pada proses SOURCE di tahap ekspor. Plot Input Output pada proses SOURCE di tahap ekspor ditunjukkan pada Gambar 13. Pengembalian Aset Tetap Y = 5 x 10-9 X Biaya Penyiapan Sumber Bahan Baku Gambar 13 Plot Input Output pada proses SOURCE di tahap ekspor. Nilai efisiensi yang rendah pada proses SOURCE di tahap ekspor untuk rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan disebabkan oleh biaya penyiapan sumber bahan baku yang tinggi. Eksportir sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ini mengeluarkan biaya tambahan untuk penyiapan sumber bahan bakunya. Biaya tambahan tersebut berupa pemberian bantuan sarana pertanian bagi petani manggis melalui KBU Al-Ihsan. Pemberian bantuan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dan memberi motivasi kepada petani dalam memelihara kebun manggisnya sehingga petani bersedia memelihara kebun manggisnya serta kualitas dan kuantitas hasil panennya meningkat. Berdasarkan Gambar 13, rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dapat meningkatkan kinerja proses SOURCE pada tahap ekspor dengan cara menurunkan biaya penyiapan sumber bahan bakunya sebesar 12,924% dari biaya penyiapan sumber bahan baku yang saat ini dikeluarkan. Rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan juga dapat meningkatkan kinerjanya dengan cara meningkatkan pengembalian aset tetap sebesar 14,842% dari pengembalian aset tetap saat ini.

16 88 Pada saat ini, eksportir tidak dapat mengurangi biaya penyiapan sumber bahan bakunya karena bantuan prasarana dan sarana pertanian dari eksportir masih dibutuhkan sebagai motivasi agar petani bersedia untuk memelihara kebunnya. Oleh karena itu, tahap ekspor dapat ditingkatkan kinerjanya dengan meningkatkan pengembalian pada aset tetap. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan nilai penerimaan dan keuntungan pada tahap ekspor tanpa merugikan anggota rantai pasok lainnya. 5.2 Sumber Risiko Pengenalan sistem baru dalam pengembangan rantai pasok yang lebih terintegrasi akan menimbulkan ketidakpastian yang secara potensial dapat berubah menjadi gangguan yang tidak diharapkan. Identifikasi beberapa risiko yang potensial yang akan mempengaruhi rantai pasok akan mendukung pengambil keputusan untuk dapat melihat permasalahan yang terjadi secara lebih terpadu sehingga strategi pengurangan risiko rantai pasok dapat ditetapkan dengan baik untuk meminimumkan biaya peningkatan risiko. Risiko dalam rantai pasok dapat dikurangi jika anggota rantai pasok mengetahui risiko dan pengurangannya yang berdampak pada pengelolaan risiko dalam rantai pasok. Anggota rantai pasok hendaknya juga mengetahui bahwa pengurangan risiko terkait satu dengan yang lain. Pemahaman mengenai risiko merupakan titik awal untuk membantu pelaku dalam rantai pasok sehingga identifikasi sumber risiko merupakan langkah kritis dalam mengelola situasi yang memungkinkan timbulnya permasalahan dan kerugian bagi setiap anggota rantai pasok (Hardwood, et al. 1999). Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor serta memahami keterkaitan antara strategi pengurangan risiko dalam pengelolaan risiko tersebut. Hirarki risiko yang potensial diidentifikasi berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan pakar, serta tinjauan pustaka ditunjukkan pada Gambar 14 (kuesioner ditunjukkan pada Lampiran 4). Risiko diidentifikasi melalui 3 sudut pandang, yaitu tujuan rantai pasok

17 89 (merupakan gabungan dari tujuan setiap anggota rantai pasok), sumber risiko, dan risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Tujuan rantai pasok secara keseluruhan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi partisipatif dengan para anggota rantai pasok, yaitu: 1. Meningkatkan nilai tambah produk 2. Meningkatkan akses pasar 3. Meningkatkan efisiensi operasional 4. Membangun kekuatan finansial 5. Meningkatkan akses informasi 6. Menurunkan resiko 7. Kemitraan yang berkelanjutan Tujuan rantai pasok tersebut dapat tercapai jika risiko pada rantai pasok dapat dikurangi berdasarkan sumbernya. Oleh karena itu, sumber risiko dan risiko yang portensial berdasarkan sumbernya dipertimbangkan dalam struktur hirarki pada penentuan risiko ini. Secara lebih terperinci, sumber risiko dan risiko yang potensial berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut: 1. Produksi dengan cuaca serta ketidakpastian kualitas dan kuantitas buah manggis sebagai risiko potensialnya. 2. Pasar dengan ketidkapastian harga dan ketidakpastian permintaan sebagai risiko potensialnya. 3. Kelembagaan dengan kebijakan pemerintah dan hubungan bisnis antar mitra sebagai risiko potensialnya. 4. Manusia atau pelaku dengan variasi keterampilan dan pengetahuan serta kesejahteraan pelaku (terkait dengan kesehatan dan kehidupan sosial) sebagai risiko potensialnya. 5. Finansial dengan nilai tukar uang dan ketidakpastian pengembalian modal sebagai risiko potensialnya.

18 90 Identifikasi Risiko Potensial pada Rantai Pasok Buah Manggis Tujuan Analisis Meningkatkan Nilai Tambah Produk (0,125)* Meningkatkan Akses Pasar (0,110)* Meningkatkan Efisiensi Operasional (0,147) Membangun Kekuatan Finansial (0,200)* Meningkatkan Akses Informasi (0,176)* Mengurangi Resiko (0,154)* Kemitraan yang Berkelanjutan (0,088)* Tujuan Rantai Pasok Produksi (0.212)* Pasar (0.187)* Kelembagaan (0.261)* Sumber Daya Manusia (0.078)* Finansial (0.261)* Sumber Risiko Ketidakpastian Cuaca (0539)* Ketidakpastian Kualitas dan Kuantitas Produksi (0.461)* Ketidakpastian Harga (0.600)* Ketidakpastian Permintaan (0.400)* Kebijakan Pemerintah (0.361)* Kemitraan Bisnis (0.639)* Pengetahuan dan Keterampilan Pelaku yang Bervariasi (0,500)* Kesejahteraan Pelaku (0.500)* Fluktiasi Nilai Tukar Uang (0.359)* Ketidakpastian Pengembalian Modal (0.641)* Risiko yang Potensial *Bobot kepentingan hasil analisis dengan menggunakan metode Fuzzy AHP Gambar 14 Hirarki risiko yang potensial pada rantai pasok buah manggis.

19 Berdasarkan hasil perbandingan berpasangan pada bobot kepentingan yang dilakukan oleh para pakar (hasil dari pengolahan data yang ditunjukkan pada Lampiran 5), maka tujuan utama rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah membangun kekuatan finansial dengan bobot kepentingan sebesar 0,200. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, dukungan finansial masih perlu diperkuat agar proses bisnis manggis dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Keberlanjutan kemitraan sebagai tujuan rantai pasok diberi bobot kepentingan yang paling rendah (bobot kepentingan = 0,088) karena para anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut belum mengetahui kinerja antar anggota rantai pasok sebagai mitra bisnis sehingga para anggota rantai pasok tersebut belum yakin bahwa mereka akan melanjutkan kemitraannya dalam rantai pasok tersebut atau tidak. Para anggota rantai pasok mungkin akan melanjutkan kemitraannya jika mereka memperoleh keuntungan dan manfaat dalam kemitraan tersebut. Oleh karena itu, para anggota rantai pasok hanya memberi bobot kepentingan yang rendah pada keberlanjutan kemitraan sebagai tujuan rantai pasok. Para pakar memberikan penilaian bahwa kelembagaan merupakan sumber risiko dengan bobot kepentingan tertinggi (bobot kepentingan = 0,261) yang mungkin muncul pada rantai pasok buah manggis ini. Hubungan bisnis antar mitra merupakan risiko yang potensial dari sumber risiko kelembagaan dengan bobot kepentingan sebesar 0,639. Sebagai rantai pasok yang kemitraan antar anggotanya baru terbentuk, pengenalan sistem baru kepada para anggota rantai pasok akan membutuhkan usaha khusus. Para anggota rantai pasok akan menghadapi beberapa pertentangan yang disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap mitra, ketidakcocokan karakter dan etika dalam bekerja sama, ketidakcocokan dalam mengembangkan bisnis, ketidaksamaan minat dan tujuan, serta sumber daya mitra yang tidak saling mendukung. Finansial juga merupakan sumber risiko pada rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor dengan bobot kepentingan yang sama dengan kelembagaan sebagai sumber risiko, yaitu sebesar 0,639.

20 92 Beberapa petani pemasok buah manggis masih sering melakukan pelanggaran kontrak sebagai anggota rantai pasok dengan menjual buah manggis hasil pannennya kepada pembeli yang membayar pembeliannya sebelum buah manggis dipanen walaupun dengan harga yang murah. Risiko yang potensial dari sumber resiko finansial ini adalah ketidakpastian pengembalian modal dengan bobot kepentingan sebesar 0,641. Petani melakukan pelanggaran dalam menjual buah manggis hasil panennya karena mereka menginginkan modal yang mereka keluarkan untuk bisnis manggis dapat mereka peroleh kembali dengan lebih cepat,sedangkan KBU Al-Ihsan membeli buah manggis hasil panen petani dengan pembayaran tertunda setelah mendapatkan pembayawan dari eksportir. KBU Al-Ihsan sebagai penggerak rantai pasok ini harus dapat bersaing dengan pembeli lain agar ketersediaan buah manggis dapat memenuhi permintaan konsumen. Jika petani menjual buah hasil panennya kepada pembeli lain, maka ketersediaan buah manggis untuk memenuhi permintaan konsumen akan berkurang. 5.3 Nilai Tambah Nilai tambah yang terjadi pada suatu produk dapat dihasilkan melalui peningkatan nilai proses atau melalui peningkatan nilai harga (Sudiyono 2002). Suatu kegiatan dalam suatu rantai pasok dapat dikategorikan sebagai pemberian nilai tambah jika terdapat pemberian penghargaan terhadap kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Petani mungkin dapat melakukan peningkatan harga pada produknya dengan cara melakukan budidaya yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panennya (Evans 2009). Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Pembahasan pada aspek nilai tambah pemasaran bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. (Hayami 1987)

21 Analisis Nilai Tambah Petani Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al- Ihsan di Kabupaten Bogor dengan nilai tambah yang diperoleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Kebun milik petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan kebun yang terdaftar, sedangkan kebun milik petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan kebun yang tidak terdaftar. Hasil analisis nilai tambah pada budidaya manggis yang dilakukan oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al- Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 17, sedangkan hasil analisis nilai tambah pada budidaya manggis yang dilakukan oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 17 Perhitungan nilai tambah pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Super 3 Lokal Output (kg/tahun) 974, , , ,000 Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 34,500 46,000 11, Faktor konversi 0,812 0,812 0,812 0,900 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,029 0,029 0,029 0,029 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) 996, , , ,187 Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (Rp/kg) 7.310, , , Nilai tambah (Rp/kg) 5.867, , , ,813 Rasio nilai tambah (%) 80,258 56,440 53,004 20,112 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) 9,800 27,873 44, ,482 Keuntungan (Rp/kg) 5292, , , ,187 Tingkat keuntungan (%) 72,392 40,708 29,407-15,382 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp20.000/hari

22 94 Buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor rata rata sebanyak 4000 kg/hektar/tahun. Kualitas buah manggis hasil panen rata-rata sebesar 30% merupakan grade Super 1, 40% merupakan grade Super 2, 10% merupakan grade Super 3, dan sisanya merupakan buah manggis yang tidak memenuhi standar kualitas ekspor. Tabel 18 Perhitungan nilai tambah pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Nilai Output (kg/tahun) 3000 Input Bahan Baku (kg/tahun) 3000 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 26,250 Faktor konversi 1 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 Harga produk (Rp/kg) Upah tenaga kerja langsung (Rp/hari) Harga bahan baku (Rp/kg) 1.992,374 Harga input lain (Rp/kg) 745 Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) -237,374 Rasio nilai tambah (%) -9,495 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 175 Pangsa tenaga kerja langsung(%) -73,723 Keuntungan (Rp/kg) -412,374 Tingkat keuntungan (%) -16,495 Kuantitas buah manggis sebagai output pada analisis ini merupakan kuantitas buah manggis yang sudah mengalami penyusutan di KBU Al-Ihsan dan eksportir karena nilai output yang diterima petani tergantung pada hasil sortasi dan grading dari KBU Al-Ihsan dan eksportir. Penyusutan kuantitas buah manggis sebesar rata rata 10% terjadi setelah dilakukan sortasi dan grading di KBU Al-Ihsan dan sebesar rata rata 5% setelah dilakukan sortasi dan grading di eksportir. Pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, buah manggis yang dihasilkan rata rata hanya sebanyak kg/hektar/tahun. Hal ini disebabkan petani tidak melakukan

23 95 pemeliharaan kebunnya dengan baik dan tidak ada pengawasan dari kelompok taninya dalam melakukan budidaya manggis. Buah manggis biasanya dibeli oleh pengumpul dengan sistem ijon, yaitu pengumpul membeli semua hasil panen tanpa melakukan grading dan sortasi dengan pembayaran dilakukan pada saat pohon masih berbunga (belum berbuah). Nilai output yang diterima petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tergantung pada kuantitas buah manggis yang dibeli pengumpul. Harga buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dibedakan menurut kualitasnya. Karena eksportir membeli buah manggis berdasarkan kualitasnya, maka nilai tambah masing masing kualitas buah manggis berbeda beda. Nilai tambah tertinggi diperoleh petani dari buah manggis kualitas Super 1, yaitu sebesar Rp 5.867,063/kg hasil panen buah manggis, sedangkan nilai tambah terendah diperoleh petani dari buah manggis yang tidak termasuk dalam kualitas ekspor, yaitu sebesar Rp 325,813/kg hasil panen buah manggis. Pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan, buah manggis hasil panennya dibeli oleh pengumpul dengan harga rata rata Rp 2.500/kg tanpa membedakan kualitasnya. Dengan harga tersebut, nilai tambah yang diperoleh petani sebesar Rp -237,374/kg hasil panen buah manggis. Nilai tambah ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah kualitas lokal pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan perbedaan nilai tambah sebesar Rp 563,187/kg hasil panen buah manggis. Nilai tambah yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan nilai tambah yang diperoleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Tingkat keuntungan yang diperoleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan juga lebih tinggi dibandingkan tingkat keuntungan petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan nilai output yang diterima oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih besar dibandingkan nilai output yang

24 96 diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan alokasi nilai output tersebut untuk bahan baku dan input lainnya pada petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih kecil dibandingkan pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Walaupun nilai output buah manggis yang diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih besar daripada nilai output buah manggis kualitas lokal yang diterima oleh petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al- Ihsan, nilai output pada petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan tersebut lebih kecil dibandingkan total harga bahan baku dan harga input lainnya. Oleh karena itu, nilai tambah yang diterima oleh petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan bernilai negatif. Menurut Silver dan Golder (2007), harga bahan baku dan harga input lainnya yang tinggi serta skala ekonomi suatu usaha dapat membangkitkan nilai tambah yang negatif. Petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan bersedia melakukan budidaya manggisnya dengan mengadopsi GAP sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada kebun tersebut sebagai kebun terdaftar. Hal ini disebabkan petani mendapat dukungan dana pemeliharaan kebun manggis dari eksportir. Dukungan dana pemeliharaan kebun manggis tersebut merupakan harga input lain pada Tabel 17. Hasil analisis nilai tambah (Tabel 17) menunjukkan bahwa petani tetap mendapatkan nilai tambah yang tinggi walaupun harga input lain ditanggung oleh petani tersebut. Jika harga input lain tersebut tidak ditanggung oleh petani, maka petani akan mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Petani sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al- Ihsan memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok tersebut karena buah manggis hasil panen petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dibeli dengan harga yang tinggi dan dibedakan menurut kualitasnya, sedangkan buah manggis hasil panen petani yang bukan anggota rantai pasok tersebut dibeli dengan harga yang murah tanpa membedakan kualitasnya.

25 Analisis nilai tambah KBU Al-Ihsan, pengumpul, dan pedagang besar Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh Koperasi sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul dan pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hasil analisis nilai tambah pada usaha manggis yang dilakukan oleh KBU Al-Ihsan sebagai anggota rantai rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 19, sedangkan hasil analisis nilai tambah pada usaha manggis yang dilakukan oleh pengumpul dan pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan ditunjukkan pada Tabel 20 dan Tabel 21. Tabel 19 Perhitungan nilai tambah pada KBU Al-Ihsan sebagai anggota rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Super 3 Lokal Output (kg/tahun) 974, , , ,000 Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 9,600 12,800 3,200 6,400 Faktor konversi 0,903 0,903 0,903 1,000 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 0,009 0,009 0,009 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) Rasio nilai tambah (%) 13,158 6,925 13,158 17,200 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 222, , , ,222 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 15,595 59,259 46,784 51,680 Keuntungan (Rp/kg) 1.202, , , ,778 Tingkat keuntungan (%) 11,106 2,821 7,002 8,311 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Untuk buah manggis kualitas Super 1 dan Super 2, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul. Hal ini disebabkan KBU Al-Ihsan membeli buah manggis hasil panen petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga buah manggis hasil panen petani yang dibeli oleh pengumpul.

26 98 Untuk buah manggis kualitas Super 3, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pengumpul. Hal ini disebabkan perbandingan antara selisih harga buah manggis yang dijual oleh KBU Al-Ihsan dan harga buah manggis yang dijual oleh pengumpul lebih besar dibandingkan dengan perbandingan antara selisih harga beli buah manggis yang dibeli oleh KBU Al-Ihsan dari petani dan harga beli buah manggis yang dibeli oleh pengumpul dari petani. Untuk buah manggis kualitas lokal, nilai tambah yang diterima pengumpul bernilai negatif dan jauh lebih rendah daripada nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan harga jual buah manggis pada pengumpul lebih rendah daripada harga belinya dari petani. Tabel 20 Perhitungan nilai tambah yang diperoleh pengumpul pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan Super 1 Super 2 Super 3 Lokal Output (kg/tahun) 50,625 67,500 16, Input Bahan Baku (kg/tahun) 56, , Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 0,450 0,600 0,150 22,800 Faktor konversi 0,900 0,900 0,900 0,900 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,008 0,008 0,008 0,008 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) 7,031 9,375 2, ,250 Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) 5.592, , , ,250 Rasio nilai tambah (%) 69,049 38,040 7,321-76,312 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) Pangsa tenaga kerja langsung(%) 3,576 12, ,186-16,178 Keuntungan (Rp/kg) 5.392, ,625-2, ,250 Tingkat keuntungan (%) 66,580 33,102-0,087-88,657 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Untuk buah manggis kualitas Super 1, Super 2, dan Super 3, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas Super 1, Super 2, dan Super 3 pada KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas

27 99 Super 1, Super 2, dan Super 3 pada pedagang besar. Untuk buah manggis kualitas lokal, nilai tambah yang diterima oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas lokal pada pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk buah manggis kualitas lokal pada KBU Al-Ihsan. Tabel 21 Perhitungan nilai tambah yang diperoleh pedagang besar pada saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan Super 1 Super 2 Super 3 Lokal Output (kg/tahun) 48,094 64,125 16, ,750 Input Bahan Baku (kg/tahun) 50,625 67,500 16, ,000 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 0,428 0,570 0,143 21,660 Faktor konversi 0,950 0,950 0,950 0,950 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,008 0,008 0,008 0,008 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) 25,313 33,750 8, ,500 Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) 2.374, , , ,500 Rasio nilai tambah (%) 20,831 20,461 20,831-29,789 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 211, , , ,111 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 8,890 18,102 26,670-29,839 Keuntungan (Rp/kg) 2.163, , , ,611 Tingkat keuntungan (%) 18,979 16,757 15,275-38,678 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Analisis Nilai Tambah Eksportir Pada analisis nilai tambah ini dilakukan pembandingan antara nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dengan nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Eksportir kadang - kadang masih melanggar peraturan dari importir di negara Cina yang mewajibkan eksportir untuk melakukan pendaftaran kebun buah manggis yang hasil panennya akan diekspor ke negara Cina tersebut. Untuk

28 100 memenuhi kuantitas pesanan dari importir, kadang kadang eksportir masih mencampurkan buah manggis hasil panen dari kebun yang tidak terdaftar. Hasil analisis nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 22, sedangkan hasil analisis nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 22 Perhitungan nilai tambah pada eksportir yang membeli buah manggis dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Super 3 Output (kg/tahun) 974, , ,900 Input Bahan Baku (kg/tahun) Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 9,600 12,800 3,200 Faktor konversi 0,950 0,950 0,950 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 0,009 0,009 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) 506, , ,750 Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) , ,250 Rasio nilai tambah (%) 62,387 72,976 75,621 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 233, , ,918 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 1,128 1,298 1,809 Keuntungan (Rp/kg) , , ,332 Tingkat keuntungan (%) 61,684 72,029 74,253 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Nilai tambah yang diterima oleh eksportir yang membeli buah manggis hasil panen dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh eksportir yang membeli buah manggis hasil panen dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan alokasi harga input lain untuk buah manggis yang dibeli dari hasil panen kebun petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi harga input lain untuk

29 101 buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Tabel 23 Perhitungan nilai tambah pada eksportir yang membeli buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor Super 1 Super 2 Super 3 Output (kg/tahun) 46,651 62,201 15,550 Input Bahan Baku (kg/tahun) 48,094 64,125 16,031 Input tenaga kerja langsung (hari/tahun) 0,415 0,553 0,138 Faktor konversi 0,970 0,970 0,970 Koefisien tenaga kerja langsung (hari/kg) 0,009 0,009 0,009 Harga produk (Rp/kg) Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) 506, , ,750 Nilai output (Rp/kg) Nilai tambah (Rp/kg) , , ,250 Rasio nilai tambah (%) 63,163 73,533 76,124 Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 215, , ,556 Pangsa tenaga kerja langsung(%) 1,005 1,162 1,622 Keuntungan (Rp/kg) , , ,694 Tingkat keuntungan (%) 62,528 72,678 74,889 Keterangan: Upah tenaga kerja langsung: Rp25.000/hari Penyusutan pada buah manggis yang dibeli dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih tinggi dibandingkan dengan penyusutan buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan. Hal ini disebabkan buah manggis dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan telah mengalami proses sortasi dan grading sebanyak 2 kali, yaitu di tempat pengumpul dan di tempat pedagang besar. Penyusutan buah manggis yang lebih tinggi menyebabkan nilai tambah yang diterima eksportir dari buah manggis yang dibeli dari petani sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diterima eksportir dari buah manggis yang dibeli dari petani yang bukan sebagai anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan.

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan rantai pasok produk pertanian, termasuk rantai pasok buah manggis, merupakan permasalahan yang mempunyai karakteristik kompleks karena terdiri dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik produksi merupakan suatu terobosan rangkaian proses dan aliran produk yang saling terintegrasi

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference)

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang analisis yang dilakukan pada pengolahan data yang telah diolah. Pada bab ini berisi mengenai analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan analisis desain traceability.

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA 8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head Pengukuran manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) (Studi Kasus: UKM Batik Sekar Arum, Pajang, Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) Mila Faila Sufa 1*,Latifa Dinar Wigaringtyas 2, Hafidh Munawir 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS. Petani PKBT IPB

4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS. Petani PKBT IPB 4 KARAKTERISTIK RANTAI PASOK BUAH MANGGIS 4.1 Struktur Rantai Pasok Buah Manggis Rantai pasok buah manggis untuk pasar ekspor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dibentuk pada tahun 2007. Koperasi Bina Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP

BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP Metode pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kornpetitif

Lebih terperinci

MODEL SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) DAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK SISTEM PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

MODEL SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) DAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK SISTEM PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT F.6 MODEL SUPPLY HAIN OPERATION REFERENE (SOR) DAN ANALYTI HIERARHY PROESS (AHP) UNTUK SISTEM PENGUKURAN KINERJA SUPPLY HAIN MANAGEMENT Herlinda Padillah *, Yulison Herry hrisnanto, Agung Wahana Jurusan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR Mariyatul Qibtiyah 1), Nunung Nurhasanah 2), Widya Nurcahayanty Tanjung 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam merupakan komoditas pangan yang paling diminati saat ini. Ayam dianggap lebih murah dari daging sapi serta memiliki kandungan lemak lebih rendah sehingga cocok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan pemasok merupakan aktivitas yang kompleks, oleh karena itu diperlukan suatu metode yang tepat untuk penyelesaiannya (Wirdianto et al., 2008). Proses pemilihan pemasok bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk)

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) 27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) PENENTUAN DAN PEMBOBOTAN KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PRODUKSI KEJU MOZARELLA DI CV. BRAWIJAYA DAIRY INDUSTRY

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) PENDAHULUAN

KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 319 KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) Abdul Wahib Muhaimin, Djoko Koestiono, Destyana Ellingga Pratiwi, Silvana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, bisnis kian berfluktuasi dan persaingan bisnis semakin ketat. Fluktuasi bisnis ini disebabkan oleh ketidakpastian lingkungan bisnis dan stabilitas perekonomian.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Berikut

Lebih terperinci

Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran

Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran 148 Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran Alim Setiawan S Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Marimin

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT.

APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT. APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT. YZ Yudi Rahmad Pertama, Nofialdi, Kardiman Abstract: Oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement) Pengukuran Kinerja (Performance Measurement) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Tujuan sistem pengukuran Iktisar Pengukuran Kinerja Asesmen operasional

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden 27 4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :...

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :... Lampiran 1. Untuk Petani Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Buah Naga di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur oleh Rini Yuli Susanti (20140430295),Mahasiswa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Penjelasan rinci dari masing-masing subbab dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK BUAH- BUAHAN DI JAWA TIMUR

STUDI PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK BUAH- BUAHAN DI JAWA TIMUR STUDI PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK BUAH- BUAHAN DI JAWA TIMUR Yeni Agustina 1, Alfi Nur Shoba Stifronis 1 1 Jurusan Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL DAN MEKANISME RANTAI PASOKAN SUTERA ALAM Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Supply chain mempunyai peranan penting dalam aktivitas perusahaan mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan pengiriman hasil produksi kepada konsumen.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii. BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii. BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN...Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi MOTTO... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiga tahapan utama dalam manajemen operasi adalah pengaturan input, proses dan output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE

RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE Oleh MURSALIENA NOOR LAELA H24070050 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di dalam dunia logistik, pendistribusian barang sudah menjadi bagian penting dan sangat diperhatikan. Distribusi merupakan langkah untuk memindahkan dan memasarkan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL Pada bab ini dijelaskan mengenai analisis penerapan sistem pengukuran kinerja menggunakan Metode Prism dan pengembangan model pengukuran kinerja tersebut pada unit

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI Hendra Saputra 1, Novizar Nazir 2, dan Rina Yenrina 2 1 Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Way Hui,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan semakin berkembangnya persaingan dalam dunia industri membuat perusahaan dituntut agar mampu bersaing untuk berada di posisi terbaik diantara perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) Darojat 1), Elly Wuryaningtyas Yunitasari 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP Universitas Dharma Andalas Email: dewi.a@unidha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL.

Lebih terperinci

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir. 2. TELAAH TEORITIS 2.1. Definisi Rantai Nilai Menurut Campbell (2008), rantai nilai mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK KOMODITAS IKAN BANDENG BEKU DENGAN PENDEKATAN SCOR

PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK KOMODITAS IKAN BANDENG BEKU DENGAN PENDEKATAN SCOR Jurnal Pertanian ISSN 2087-4936 e-issn 2550-0244 Volume 8 Nomor 2, Oktober 2017 91 PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK KOMODITAS IKAN BANDENG BEKU DENGAN PENDEKATAN SCOR PERFORMANCE MEASUREMENT OF SUPPLY CHAIN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Supply Chain Management (SCM) merupakan bagian penting dalam industri manufaktur. Dalam industri manufaktur, SCM memiliki kegiatan-kegiatan utama yaitu, merancang

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang menjadi tempat studi kasus penelitian ini yaitu Tani Sejahtera Farm serta anggota rantai pasoknya di Kabupeten Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat menjadi suatu tantangan bagi perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani konsumen. Untuk memberikan

Lebih terperinci