I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia (Aceh Coffee Forum). Faktor ini yang menjadi salah satu alasan pentingnya menjaga keberlangsungan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah berada dalam posisi kritis karena terjadi ketidakseimbangan antara distribusi profit dan risiko yang ditanggung oleh setiap pelaku rantai pasok (balancing risk). Akibatnya produktifitas dan kinerja petani sebagai pemasok utama produk menurun secara drastis. Penurunan produktifitas berimplikasi nyata terhadap kekuatan pemasok dalam menjaga stabilitas dan kualitas pasokan. Peningkatan produktifitas dan kinerja pemasok menjadi sangat sulit dilakukan karena pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional budidaya kopi organik. Nilai harga jual produk tidak sebanding dengan besarnya risiko yang harus ditanggung pelaku rantai pasok bagian hulu terutama sekali petani. Produktifitas lahan yang sudah berada pada taraf kritis mengakibatkan usaha budidaya kopi organik tidak lagi layak secara ekonomi. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik semakin terancam ketika fungsionalitas produk kopi organik Gayo tidak dapat tergantikan oleh produk kopi Arabika sejenis. Proses penyeimbangan risiko untuk setiap pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pendistribusian profit secara proporsional dan berimbang. Mekanisme penyeimbangan risiko dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dari keselurahan pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok (Moses dan Seshadri 2000). Suharjito (2011) melakukan proses distribusi risiko (Risk Sharing) melalui proses negosiasi harga antara petani dengan pelaku lainnya di dalam rantai pasok melalui model Stakeholder Dialog. Chen dan Seshadri (2001) melakukan penyeimbangan risiko di dalam industi manufaktur dengan menciptakan pelaku yang berperan sebagai penyeimbang (intermediasi) antara pemasok dan pengecer. Pada kondisi ideal seharusnya semakin besar risiko yang diambil petani dalam mengusahakan

2 2 budidaya pertaniannya, maka semakin besar profit yang bisa didapatkannya (Harrington dan Niehauss 1999). Risiko kekurangan pasokan di level koperasi di Aceh Tengah diakibatkan oleh upaya dari petani untuk memperkecil risiko budidaya melalui perpindahan dari budidaya organik ke budidaya konvensional. Menurut Meuwissen et al. (2001) petani biasanya melakukan proses pengendalian risiko melalui tiga cara yaitu : diversifikasi tanaman, perubahan metoda budidaya pertanian dan berbagi risiko dengan pelaku lain didalam jaringan rantai pasok. Ketidakseimbangan antara distribusi profit yang diterima pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan risiko yang harus ditanggung dalam melaksanakan kegiatan usahanya berakibat terhadap keberlanjutan produk kopi organik. Menurut Li et al. (2005) pada beberapa kasus tertentu penggelembumbungan risiko dapat terjadi dari bagian Upstream jaringan rantai pasok ke bagian downstream. Faktor ketidakseimbangan risiko (Balancing risk) memicu terjadinya risiko pada standar mutu dan kualitas, kuantitas pasokan serta harga. Faktor penggelembungan risiko dari bagian upstream ke bagian downstream rantai pasok merupakan salah satu indikator yang signifikan dalam mempengaruhi timbulnya risiko dalam sebuah jaringan rantai pasok (Hui min et al, 2009). Kompleksitas permasalahan Pengembangan kopi organik di Aceh Tengah dapat dilihat diantaranya : 1) Penumpukan risiko di salah satu sphere jaringan rantai pasok, 2) Kekurangan kuantitas pasokan bahan baku dari bagian hulu (Upstream) jaringan rantai pasok, 3) Keuntungan menumpuk di pelaku bagian hilir (Downstream) jaringan rantai pasok, 4) Kualitas bahan baku rendah karena belum sesuai standar budidaya organik, 5) Belum terciptanya koordinasi yang baik pada setiap pelaku rantai pasok untuk mengatasi permasalahan (risiko) yang terjadi di sepanjang jalur pasokan, dan 6) Belum adanya rancangan rantai pasok yang baik untuk komoditi kopi organik di Aceh Tengah. Pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional pelaku bagian hulu rantai pasok menjadi faktor penyebab utama yang memicu timbulnya penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir jalur rantai pasok yaitu koperasi. Penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir rantai pasok kopi organik yang paling memberikan dampak nyata adalah kuantitas pasokan yang tidak mencukupi permintaan konsumen (importir), penurunan standar kualitas

3 3 organik produk serta jumlah komunitas petani kopi organik yang semakin menurun. Risiko ini berdampak terhadap kesinambungan pasokan kopi organik. Tingkat dampak dari risiko bukan saja mengganggu keberlanjutan rantai pasok kopi organik tetapi juga mengancam kelangsungan keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Oleh karena itu diperlukan rancangan rantai pasok yang dapat mengkoordinasikan risiko-risiko rantai pasok untuk dapat menciptakan keseimbangan risiko. Koordinasi yang selama ini sudah berjalan hanya antara koperasi selaku eksportir dengan importir dalam bentuk kontrak. Ketika dikaji lebih dalam, kontrak kerjasama antara koperasi dengan importir masih banyak kelemahan. Kelemahan tersebut terutama sekali terdapat pada penelti kontrak yang masih bersifat satu arah. Konsekuensi kontrak hanya berlaku bagi koperasi. Penanganan produk akhir yang buruk sebagai akibat belum adanya model rantai pasok yang baik mengakibatkan tingkat keuntungan petani relatif rendah. Pada saat ini ada sekitar 15 eksportir yang aktif terlibat dalam perdagangan kopi organik diantaranya CV. Ujang Jaya, Koperasi KBQ Baburrayan, CV. Sari Makmur, CV. Sam Karya, CV. Arvis dan beberapa perusahaan PMA seperti CV. Gajah Mountain dan CV. Indo Cafco. Lima diantaranya termasuk kedalam pengusaha lokal dan hanya satu eksportir yang mempunyai manajemen serta strukturisasi rantai pasok kopi organik cukup baik. Permasalahan periode masa panen yang tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya di Aceh Tengah memberikan keuntungan sekaligus risiko terhadap rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keuntungannya terdapat pada ketersediaan pasokan kopi organik di Kabupaten Aceh Tengah selalu tetap terjaga karena periode masa panen yang tidak sama. Sebaliknya perbedaan periode masa panen membuka celah kepada eksportir yang berasal dari luar daerah untuk merusak mekanisme harga kopi organik di sepanjang jalur distribusi rantai pasok. Faktor budidaya yang tidak memenuhi standar organik di tingkat pelaku petani ikut memperburuk kualitas produk kopi sehingga tidak sesuai dengan standar kualitas organik yang telah ditetapkan. Distribusi total profit yang berada di tingkat pelaku hilir atau koperasi yang tidak berpihak kepada petani menjadi kendala utama dalam peningkatan standarisasi budidaya organik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk dapat membuat mekanisme

4 4 penyeimbangan risiko rantai pasok, diperlukan penelitian tentang manajemen risiko rantai pasok dan disribusi kopi organik di Aceh Tengah dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam bisnis tersebut. Model mitigasi risiko melalui pendekatan Risk Sharing (RS) merupakan metode yang sangat tepat untuk kondisi rantai pasok kopi organik khususnya serta konsep rantai pasok komoditi pertanian lain pada umumnya. Model RS yang dapat mengkoordinasikan permasalahan atau risiko pada setiap pelaku rantai pasok juga sangat dibutuhkan dalam meminimalisir penggelembungan risiko terhadap pelaku upstream rantai pasok. Menurut Cachon (2003) koordinasi pelaku rantai pasok dapat dilakukan melalui mekanisme kontrak. Menurut Chen dan Seshadri (2000) penyeimbangan risiko yang adil untuk setiap pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah ditetapkan melalui mekanisme penentuan harga jual optimal. Studi terakhir berkaitan dengan perancangan model RS yang dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) merupakan penyempurnaan model dari mekanisme distribusi risiko melalui penetapan harga jual optimal yang dipadukan dengan koordinasi kontrak. Kendala yang dihadapi model RS yang telah ada selama ini adalah pada posisi tawar (Bargaining Position) model yang lemah terhadap pelaku yang akan menerima beban risiko atau berbagi profit ketika model diterapkan. Sementara, tidak semua perusahaan yang menjadi stakeholder atau pelaku rantai pasok yang akan berbagi profit bisa menerima konsep model yang ditawarkan. Model disribusi risiko selama ini terkendala oleh proses penerapan model ketika diselaraskan dengan kontradiksi antara tujuan distributor dan pemasok dalam hal ini petani. Kelemahan model sebelumnya terlihat dari perspektif risiko pada era sekarang yang menyatakan bahwa risiko dianggap sebagai peluang dalam meningkatkan nilai profit dan kompetitif perusahaan di masa depan (Luhman, 1996). Kelemahan dari model yang di buat Wu dan Blackhurst (2009) adalah model masih beorientasi kepada keberlangsungan rantai pasok walaupun telah disempurnakan dengan proses minimalisir risiko loss profit dalam penetapan harga jual di tingkat pelaku rantai pasok. Oleh karena itu penelitian ini akan bertujuan merancang model rantai pasok yang berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok sekaligus peningkatan profit pelaku hilir (koperasi) pada saat yang

5 5 bersamaan sehingga model lebih mudah diaplikasi dan diterima oleh semua pelaku rantai pasok. Kerangka manajemen risiko rantai pasok dimulai dari pemahaman Chopra (2007) mengenai dualisme strategi penetapan keputusan rantai pasok yaitu keputusan rantai pasok dengan titik berat kepada efisiensi dan responsif. Untuk mensinergikan dengan kompleksitas masalah pada rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah, diperlukan acuan kerangka penetapan keputusan rantai pasok yang terfokus kepada efisiensi rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah (Gambar 1). Strategi Kompetitif Strategi rantai pasok Efisiensi Struktur Rantai Pasok Responsif Driver Logistik Fasilitas Inventori Transportasi Informasi Sumber Daya Harga Driver lintas fungsional Gambar 1 Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007) Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manjemen risiko rantai pasok adalah Halikas et al. (2002), Jutner et al. (2003), Harland et al. (2003), Li et al. (2007) tetapi belum terfokus kepada mitigasi risiko melalui mekanisme distribusi risiko (Risk Sharing) serta objek studi yang bukan komoditi pertanian. Suharjito (2011) telah melakukan studi penyeimbangan risiko pada rantai pasok komoditi pertanian dengan model mekanisme penetapan harga jual yang masih bersifat umum. Chen dan Seshadri (2000), Tsay (2001), serta Cachon (2003) telah mulai membuat model RS melalui penetapan harga dengan mengkombinasikan pemberian insentif berdasarkan parameter acuan jumlah pasokan. Wu dan Blackhurst (2009) menyadari kelemahan model sebelumnya yaitu dalam hal penetapan insentif belum spesifik terhadap risiko pelanggan sehingga kemungkinan terjadinya loss profit pada pemberian insentif yang tidak

6 6 tepat bisa terjadi. Dari semua model distibusi risiko yang diusulkan pada penelitian terdahulu, tujuan yang dihasilkan hanya bertumpu pada keberlangsungan rantai pasok sebagai kekuatan model melalui modifikasi mekanisme penetapan insentif pada harga jual. Perubahan dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) dengan merujuk pada penelitian Chen dan Seshadri (2000) dengan usulan penentuan spesifik risiko pelaku untuk meminimalisir loss profit. Studi ini bertujuan memberikan perspektif yang berbeda dari model RS yang sebelumnya hanya terfokus kepada keberlanjutan rantai pasok. Pendekatan yang berbeda pada studi ini memberikan output yang tidak saja berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok tetapi sekaligus meningkatkan total profit pelaku yang menerima beban risiko akibat penerapan model. Pemahaman yang mendalam terhadap berbagai tingkat kesulitan pada proses aplikasi model RS yang telah ada memberikan kejelasan pada studi ini dalam memahami konsep distribusi risiko secara menyeluruh Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan merancang rantai pasok yang berorientasi kepada peningkatan profit dan kesinambungan pasokan melalui mekanisme mitigasi risiko dengan pendekatan model RS bagi setiap pelaku komoditi dan produk kopi organik Gayo, Aceh. Adapun secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah : a. Melakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko terhadap model rantai pasok kopi organik yang sudah ada di Aceh Tengah. b. Memformulasikan bentuk mitigasi risiko rantai pasok kopi organik melalui pendekatan model RS dengan orientasi output keberlanjutan dan peningkatan profit rantai pasok secara simultan dan bersamaan. c. Merancang rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah yang berkelanjutan dengan mengutamakan peningkatan profit pada semua anggota rantai pasok.

7 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan rancangan rantai pasok melalui pendekatan model RS kopi organik di Aceh Tengah yang dihasilkan dari penelitian ini adalah : a. Model dapat digunakan untuk mengkoordinasikan seluruh pelaku rantai pasok sehingga efek penggelembungan risiko (Bullwhip Effect) dari pelaku hulu rantai pasok (Upstream) terhadap pelaku bagian hilir jalur pasokan (Downstream). b. Model distribusi dirancang dengan tujuan lebih memudahkan stakeholder rantai pasok ketika akan diaplikasikan melalui perubahan terhadap mekanisme pendistribusian risiko dan profit antar pelaku. c. Dapat membantu pemangku kepentingan dalam mmbuat perencanaan manajemen risiko rantai pasok sehingga setiap perubahan skenario risiko disepanjang jalur pasokan dapat diamati, diukur, dikoordinasikan serta diminimalisir Perumusan Masalah Penelitian Perancangan model penilaian risiko jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah membutuhkan analisis yang komprehenif dan sistematis melalui pengelompokan setiap pelaku rantai pasok, rumusan masalah risiko yang diselaraskan dengan tujuan formulasi model RS sehingga dihasilkan model yang dapat mengakomodir kompleksitas permasalahan palaku rantai pasok secara menyeluruh. Kerangka pemikiran ini akan menjawab beberapa pertanyaan penelitian ini : a. Bagaimana bentuk model RS yang mudah diterima dan digunakan oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok dengan meminimalisir perbedaan pandangan antar pelaku rantai pasok terhadap mekanisme distribusi risiko yang telah ada? b. Bagaimana memformulasikan bentuk model yang bisa menjaga kesinambungan pasokan sekaligus meningkatkan profit pelaku rantai pasok pada saat yang bersamaan?

8 8 c. Bentuk parameter seperti apa yang perlu didefinisikan kedalam formulasi model sehingga dapat mengakomodir tujuan model RS yang telah ditetapkan sebelumnya. d. Bagaimana pemilihan parameter yang dapat bekerja secara simultan dan tanpa batas dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok terutama pelaku yang akan menerima beban risiko? e. Mekanisme kontrak seperti apa yang akan dipilih untuk mengkoordinasikan formulasi model kepada pelaku sehingga tercipta desain rantai pasok yang diinginkan Ruang Lingkup Untuk memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan kendalanya, maka studi desain rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah untuk optimalisasi balancing risk akan dibatasi kondisi sebagai berikut a. Penelitian akan dibatasi terhadap pelaku rantai pasok yang berlokasi di wilayah dengan kuantitas pasokan cukup besar. b. Identifikasi risiko akan difokuskan terhadap variabel-variabel risiko yang berhubungan dengan standarisasi kualitas organik sehingga tujuan meningkatkan kualitas produk sebagai salah satu permasalahan utama rantai pasok dapat dicapai. c. Sampel pelaku hilir rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah selaku eksportir akan dibatasi pada pelaku yang mempunyai strukturisasi dan traceability yang baik terhadap semua pelaku rantai pasok kopi organik sehingga sistematika permasalahan bisa diurai dengan baik. d. Eksportir sebagai pelaku bagian hilir rantai pasok ditetapkan pada satu pelaku dengan pertimbangan agar model RS bisa diformulasikan dengan baik.

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING)

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Medan merupakan salah satu anak. perusahaan dari The Coca-Cola Company yang bergerak dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Medan merupakan salah satu anak. perusahaan dari The Coca-Cola Company yang bergerak dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Medan merupakan salah satu anak perusahaan dari The Coca-Cola Company yang bergerak dalam bidang pembotolan dan pendstribusian minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dalam penelitian dan sistematika penulisan pada penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logistik bukanlah hal yang baru di dunia industri. Sepanjang sejarah logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan mengirimkannya ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan inovatif perilaku konsumen menuntut perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan inovatif perilaku konsumen menuntut perhatian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan inovatif perilaku konsumen menuntut perhatian yang lebih dari perusahaan. Mulai dari produk yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir. 2. TELAAH TEORITIS 2.1. Definisi Rantai Nilai Menurut Campbell (2008), rantai nilai mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan tidak akan pernah berhenti menghadapi permasalan internal maupun eksternal. Permasalahan internal menyangkut manajemen finansial, produksi, pemasaran, administrasi

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan suatu perusahaan adalah untuk menghasilkan keuntungan, menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk meningkatkan profitabilitas

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA & UNIVERSITAS RIAU BLUE PRINT PERENCANAAN STRATEGI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK SISTEM INFORMASI KOPERASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGUBAH SISTEM INFORMASI MANUAL MENUJU SISTEM INFORMASI TERKOMPUTERISASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu rantai yang disebut Supply Chain. Saat ini bukan merupakan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. suatu rantai yang disebut Supply Chain. Saat ini bukan merupakan persaingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan di bidang industri (barang dan jasa) semakin ketat, sebagai akibat dari globalisasi dan ekonomi pasar bebas yang diberlakukan oleh beberapa organisasi perdagangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah berkembang sangat pesat. Persaingan dalam dunia industri menjadi sangat ketat. Untuk menyikapi fenomena tersebut perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin,

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian Sebuah manajemen rantai pasok yang baik memerlukan berbagai keputusan yang berhubungan dengan aliran informasi, produk dan dana. Rancang bangun rantai pasokan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia Analisis understanding..., Ratu Kania Puspakusumah, FE UI, 2009.

1 Universitas Indonesia Analisis understanding..., Ratu Kania Puspakusumah, FE UI, 2009. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian di Indonesia dan sudah berkembang pesat. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara yang kaya akan

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG Secara umum, Kabupaten Pandeglang memiliki ke empat faktor eksternal dan internal yang dimaksud diatas, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari hampir semua aktivitas industri adalah menekan biaya produksi dan biaya operasional seminimal mungkin guna mendapatkan keuntungan semaksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan bisnis yang kompetitif dan turbulen mengakibatkan persaingan bisnis yang begitu ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditengah bentuk koordinasi yang kompleks dan juga berbagai aktivitas dan kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat esensial dalam sebuah negara, Kehidupan pertanian yang kuat di negara-negara maju bukan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau perilaku konsumen akan semakin diperhatikan. Untuk sekarang ini, selain menginginkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. UKM Saat ini, di Indonesia terdapat 41.301.263 (99,13%) usaha kecil (UK) dan 361.052 (0,86%) usaha menengah (UM). Kedua usaha tersebut atau dikenal sebagai Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat

Lebih terperinci

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :...

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :... Lampiran 1. Untuk Petani Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Buah Naga di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur oleh Rini Yuli Susanti (20140430295),Mahasiswa

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan daerah Propinsi Lampung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran Manajemen rantai pasokan berkembang menjadi langkah strategis yang menyinergikan pemasaran, pabrikasi, dan pengadaan dalam suatu hubungan yang kompleks dalam rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian, karena ia memproduksi dan mendistribusikan produk (barang atau jasa). Produksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memasuki perkembangan dunia ekonomi yang semakin luas saat ini, setiap perusahaan perlu untuk melakukan pengendalian persediaan yang baik untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. KESIMPULAN Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling terkait mendukung perlunya integrasi ke hulu agar perusahaan mendapatkan pasokan

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

Dinamika Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor

Dinamika Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor Dinamika Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor Oleh: Dr. H. Ery Supriyadi R., Ir., MT. Kapus PUSAT PENELITIAN IKOPIN Institut Manajemen Koperasi Indonesia Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor Pengeluaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA. Indonesia mulai dikenal penggunaan bantalan karet sebagai perletakan jembatan.

BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA. Indonesia mulai dikenal penggunaan bantalan karet sebagai perletakan jembatan. 29 BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Profil Perusahaan Dengan masuknya teknologi baru ke Indonesia, pada sekitar tahun 1976 di Indonesia mulai dikenal penggunaan bantalan karet sebagai perletakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura (buah dan sayuran) yang beraneka ragam. Iklim tropis menjadi kemudahan dalam menanam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai sistem pengelolaan hutan yang

I. PENDAHULUAN. Hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai sistem pengelolaan hutan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu, komunitas atau negara yang diusahakan secara komersial untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang semakin pesat di Indonesia membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini menunjukan perubahan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN

EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN TUGAS AKHIR EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN UNTUK MEMINIMASI BIAYA DISTRIBUSI (Studi Kasus pada Distributor Semen Holcim CV. Putra Abadi ) Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

Rumusan FGD Cabai dan Bawang

Rumusan FGD Cabai dan Bawang RUMUSAN PLENO 1. Menghadapi pasar global, hortikultura memang masih menghadapi banyak kendala dan tantangan, namun penuh juga dengan berbagai peluang. Berbagai permasalahan dan strategi bahkan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, bisnis kian berfluktuasi dan persaingan bisnis semakin ketat. Fluktuasi bisnis ini disebabkan oleh ketidakpastian lingkungan bisnis dan stabilitas perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik produksi merupakan suatu terobosan rangkaian proses dan aliran produk yang saling terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci