4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional
|
|
- Deddy Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik gula (melibatkan generasi 1, 2, dan 3 ). Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 1 adalah kelemahan dalam budidaya bibit tebu. Bibit tebu yang akan ditanam dapat berupa 1) bibit pucuk, yang diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling (umur 12 bulan); 2) bibit batang muda, yang diambil dari tanaman tebu umur 5 7 bulan; 3) bibit rayungan, yang diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar; dan 4) bibit siwilan, yang diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Kualitas bibit antara lain ditentukan oleh varietas tebu yang akan digunakan sebagai bibit tanaman. Varietas tebu yang unggul ditanam antara lain PS 58, PS 56, PS 41, BZ 63, BZ 81, BZ 107 dan klon-klon POY Varietas tebu ini akan berpengaruh terhadap besarnya rendemen (prosentase kandungan gula) dalam tebu. Selama 20 tahun terakhir (Soetedjo 2002) sudah puluhan varietas baru berhasil ditemukan namun potensi rendemen hanya 12 (dua belas) persen, bahkan rendemen nyata tinggal tujuh persen akibat banyaknya faktorfaktor lain di lapangan. Menurut Soetedjo (2002) PT Perkebunan Nusantara XI di Jawa Timur berupaya mencari terobosan dengan mengembangkan varietas baru tanaman tebu, yaitu varietas R-579. Varietas baru ini mampu menghasilkan rata-rata 10,07 ton gula/hektare atau dua kali lipat dibandingkan produktivitas nasional yang rata-rata 4 ton gula/hektare. Angka itu juga melampaui program akselerasi produksi gula nasional tahun 2007 sebanyak 8,5 ton gula/hektare. Oleh karena itulah, Menteri Pertanian Bungaran Saragih memberikan penghargaan khusus kepada PT Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas baru R-579 melalui SK Mentan No 372/TU.210/A/XI/2002. Varietas
2 84 ini pada musim giling yang sedang berjalan (tahun 2002) dikembangkan di Pabrik Gula Djatiroto, Lumajang dengan produktivitas bervariasi antara 8-15 ton gula/hektare. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 2 adalah kelemahan dalam budidaya tanaman tebu yang menggunakan sistem budidaya ratoon dengan keprasan (membesarkan tunas setelah tebu di panen) yang lebih dari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, dengan pemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagaian besar tanaman banyak terserang hama penyakit. Selain itu, pengelolaan proses tebang, angkut dan giling kurang optimal. Selain kelemahan dalam hal budidaya tanaman tebu, permasalahan pada generasi 2 juga di sebabkan oleh menurunnya luas areal tebu. Menurunnya luas lahan yang ditanami tebu disebabkan oleh adanya kebebasan petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, yang semula segala sesuatunya diatur oleh pemerintah, sejak adanya Inpres Nomor 5 tahun 1998 dan Undang-undang nomor 12 tahun (Sastrotaruno 2001). Keengganan petani untuk memanfaatkan lahan (yang relatif sempit) yang dimilikinya untuk menanam tebu merupakan akibat dari rendahnya provenue yang ditetapkan oleh pemerintah dibandingkan dengan biaya budidaya tebu yang harus dikeluarkan oleh petani. Selain itu, sistem pengukuran rendemen yang dilakukan oleh pabrik gula lebih banyak merugikan petani, padahal berdasarkan pengukuran tersebut petani akan memperoleh kompensasi terhadap tebu yang diserahkan ke pabrik gula. Menurunnya luas lahan yang ditanami tebu pada akhirnya akan menyebabkan kurangnya produksi tebu yang dihasilkan dan menyebabkan kontinuitas pasokan tebu ke pabrik gula menjadi terhambat. Pabrik gula di Indonesia menurut Ismail (2005) sebagian besar dikelola dalam manajemen BUMN, ada tujuh BUMN sebagai holding company yang mengelola 52 pabrik gula dan tiga perusahaan swasta mengelola enam Pabrik gula. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 3 adalah rendahnya tingkat efisiensi pabrik gula yang antara lain disebabkan oleh teknologi yang dimiliki telah usang, mesin pabrik yang sudah tua, dan hari giling per tahun yang rendah. Hari giling per tahun rendah disebabkan oleh kontinuitas pasokan
3 85 bahan baku (tebu) yang rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi meliputi masalah pabrik dan manajemen serta hancurnya hubungan fungsional antar komponen sistem agribisnis gula. Permasalahan-permasalahan tersebut di atas menyebabkan produksi gula menurun dan tidak dapat mencukupi permintaan gula yang terus bertambah akibat meningkatnya jumlah populasi dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Gap yang terjadi dan ketidaktepatan kebijakan pemerintah menyebabkan permasalahan yang dihadapi industri gula nasional semakin besar. Oleh karena itu, in-efisiensi pada industri gula Indonesia tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan kebijakan ekonomi mikro dan kebijakan ekonomi makro yang mempengaruhinya. Ketidakmampuan industri gula nasional mencukupi kebutuhan gula untuk konsumsi dan input bagi industri makanan dan minuman di dalam negeri disebabkan oleh rendahnya produktivitas dan efisiensi industri gula nasional. P3GI (2008) menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas industri gula nasional dapat dilakukan dengan 1) peningkatan areal (lahan) untuk bahan baku (tebu), 2) peningkatan kapasitas giling pabrik gula, dan 3) peningkatan produktivitas pabrik gula. Selain itu, P3GI (2008) juga menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas pabrik gula dapat dilakukan dengan 1) peningkatan tebu/ha, dan 2) peningkatan rendemen. Upaya untuk mengatasi permasalahan industri gula nasional melalui peningkatan produktivitas seluruh pabrik gula yang dilakukan melalui peningkatan rendemen, pada prinsipnya adalah peningkatan efisiensi proses pada pabrik gula (PG). Hal ini disebabkan karena peningkatan rendemen dapat dilakukan melalui peningkatan gula yang dapat diperoleh dari tebu dan menurunkan kehilangan gula selama proses. produktivitas melalui peningkatan rendemen mempunyai keunggulan tertentu (P3GI 2008) yaitu 1) tidak diperlukannya peningkatan kapasitas giling, 2) tidak diperlukannya peningkatan biaya tebang angkut, dan 3) mengurangi biaya proses produksi gula. Selain itu, permasalahan efisiensi industri gula nasional juga terselesaikan.
4 86 Secara ringkas, keterkaitan upaya untuk mengatasi permasalahan produktivitas industri gula ditunjukkan pada Gambar 34. Pilihan upaya untuk mengatasi permasalahan produktivitas industri gula berupa peningkatan produktivitas PG, adapun pilihan peningkatan produktivitas PG dilakukan melalui peningkatan rendemen. rendemen berarti peningkatan efisiensi PG. Oleh karena itu, produktivitas PG dan efisiensi PG perlu memperoleh perhatian. lahan tebu tebu / ha rendemen kapasitas giling PG produktivitas PG Produktivitas Industri Gula efisiensi PG Gambar 34 Keterkaitan Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Produktivitas Industri Gula Rendahnya rerata produktivitas maupun rerata rendemen dalam kurun waktu lima tahun terakhir jika dibandingkan dengan tahun 1935 menunjukkan perlunya upaya perbaikan kinerja (produktivitas dan efisiensi) industri gula. Upaya perbaikan kinerja dapat melibatkan konflik kebutuhan antar pelaku sistem, keterbatasan sumberdaya, dan kendala eksternal. Selain itu, perlu diperhatikan tujuan dari tahap analisis perbaikan kinerja yang merupakan output dari sistem analisis perbaikan kinerja. Hal tersebut menunjukkan kompleksitas sistem analisis perbaikan kinerja industri gula. Kompleksitas yang dihadapi dalam upaya perbaikan kinerja pabrik gula dan merujuk pada definisi mengenai perbaikan kinerja yang dikemukakan oleh LaBonte (2001) maka untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan analisis perbaikan kinerja industri gula perlu digunakan pendekatan sistem.
5 87 Dengan pendekatan sistem maka analisis perbaikan kinerja industri gula harus dilihat sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Oleh karena itu, semua faktor (bagian) yang penting dalam mendapatkan solusi permasalahan dan pembuatan suatu model untuk membantu keputusan yang rasional perlu diidentifikasi. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dari berbagai pemangku kepentingan yang terkait dengan analisis perbaikan kinerja pabrik gula. Hasil akhir dari analisis sistem berupa masukan dan keluaran serta pengendalian dari sistem yang dirancangbangun dalam bentuk diagram 4.2 Analisa Kebutuhan Merujuk pada Eriyatno (2003), langkah awal yang dilakukan dalam pengkajian suatu sistem adalah analisis kebutuhan. Oleh karena itu, analisis sistem dimulai dengan analisis kebutuhan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan analisis perbaikan kinerja industri gula. Pendekatan yang dipilih dalam mengidentifikasi stakeholders terkait dengan sistem analisis perbaikan kinerja yaitu kombinasi dari pendekatan stakeholders value dan ethically critical stakeholder value. Berdasarkan pendekatan tersebut maka stakeholders yang akan dianalisis lebih lanjut terdiri atas 1) petani tebu (dan asosiasi petani tebu rakyat), 2) pabrik gula (milik BUMN dan swasta murni), 3) konsumen (rumah tangga dan industri pangan), 4) pedagang gula, dan 5) pemerintah (sebagai regulator). Selanjutnya, dilakukan identifikasi terhadap kebutuhan ke lima stakeholders tersebut di atas. Adapun hasil identifikasi kebutuhan stakeholders ditunjukkan pada Tabel Formulasi Masalah Untuk memenuhi kebutuhannya setiap stakeholder dihadapkan pada berbagai permasalahan. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi permasalahan yang dihadapi setiap stakeholder agar sistem yang dirancangbangun dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhan setiap stakeholder dapat terpenuhi.
6 88 Tabel 4 Daftar Stakeholders dan Kebutuhannya No. Stakeholder Kebutuhan 1 Petani Tebu - Penentuan Rendemen yang tepat - Memperoleh harga di atas harga pokok produksi - Perluasan kesempatan kerja - Kemudahan memperoleh sarana produksi - produksi dan produktivitas lahan 2 Pabrik Gula - Memperoleh pasokan bahan baku sesuai jumlah yang diperlukan - Memperoleh pasokan bahan baku dengan kualitas yang baik - Memperoleh pasokan bahan baku sesuai jadwal (tepat waktu) - Meningkatnya produktivitas - Tercapainya skala ekonomi 3 Konsumen - Memperoleh gula dengan harga murah - Memperoleh gula yang berkualitas - Kontinuitas ketersediaan gula terjamin 4 Pedagang gula - Kemudahan memperoleh gula - Memperoleh harga yang murah - Memperoleh keuntungan dari proses distribusi gula 5 Pemerintah - Tercapainya swasembada gula - Meningkatnya lapangan kerja dan kesempatan berusaha Adapun hasil identifikasi permasalahan yang dihadapi setiap stakeholder adalah sebagai berikut : Petani Tebu Permasalahan yang dihadapi petani tebu sebagai pemasok pabrik gula yaitu dalam hal penentuan rendemen tebu, yang sampai saat ini masih menjadi faktor utama belum bersinerginya hubungan antara petani tebu dan pabrik gula. Menurut Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2010) penentu besarnya rendemen adalah prestasi petani dan prestasi pabrik gula. Namun, saat ini penentuan rendemen tidak memisahkan prestasi petani dengan pabrik gula. Selain itu, prestasi petani sulit dibedakan antar petani. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya pendapatan petani. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi pabrik gula dan sistem penetapan rendemen menjadi hal penting bagi petani tebu.
7 89 Pabrik Gula Permasalahan yang dihadapi pabrik gula milik BUMN sampai saat ini yaitu rendahnya tingkat efisiensi produksi (yang tercermin dari kehilangan gula (pol) selama proses pengolahan). Akibatnya, rendemen gula yang diterima petani menjadi rendah dan harga pokok gula hablur yang dihasilkan tidak memiliki daya saing. Rendahnya tingkat efisiensi terkait dengan rerata umur mesin yang sudah tua, rendahnya kapasitas giling yang dimiliki pabrik gula, dan rendahnya kecukupan (jumlah), kontinuitas, serta kualitas bahan baku tebu. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi produksi pabrik gula dan terjaminnya pasokan tebu menjadi hal penting bagi pabrik gula. Konsumen Permasalahan yang dihadapi konsumen rumah tangga dan industri pangan yaitu tingginya harga gula di pasar dalam negeri. Hal ini telah merugikan perekonomian secara keseluruhan, dan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya daya saing industri makanan dan minuman berbahan baku gula. Tingginya harga gula terkait dengan rendahnya efisiensi dan produktivitas pabrik gula serta terdistorsinya harga gula di pasar internasional. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam hal efisiensi dan produktivitas pabrik gula menjadi hal penting bagi konsumen (rumah tangga dan industri pangan). Pedagang Gula Permasalahan yang dihadapi pedagang gula yaitu tingkat kompetisi yang tidak mencerminkan kondisi permintaan dan penawaran gula yang sesungguhnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh struktur pasar yang bersifat oligopolistik, dalam setiap lelang gula yang dilakukan oleh APTRI atau PTPN hanya beberapa pedagang yang terlibat. Di samping itu, lemahnya penegakan hukum untuk memberantas penyelundupan dan manipulasi dokumen gula impor, telah mempengaruhi penawaran dan harga gula di pasar dalam negeri.
8 90 Ditinjau dari sisi situasi pasar gula dunia, harga gula dunia di pasar internasional telah terdistorsi. Selain itu, adanya kebijakan domestic support dan export subsidy yang dilakukan oleh negara-negara produsen gula dunia. Kondisi tersebut di atas menyebabkan harga gula dalam negeri jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gula impor sehingga sebagian besar pedagang gula dirugikan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengupayakan perbaikan efisiensi dan produktivitas pabrik gula. Pemerintah Pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, dan pertumbuhan industri makanan dan minuman menyebabkan terjadinya akselerasi peningkatan permintaan gula nasional. Di sisi lain, penurunan produksi gula nasional menyebabkan defisit yang harus dipenuhi dan mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan impor gula. Ketergantungan terhadap impor gula merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional sekaligus kehilangan kesempatan pasar dan kesempatan kerja. Hilangnya kesempatan kerja dapat menimbulkan masalah-masalah sosial yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik. Resiko politik menjadi lebih besar lagi apabila dilihat gula sebagai salah satu komoditas strategis ditinjau dari sistem pertanian dan perekonomian nasional. Berdasarkan hal tersebut di atas, ketergantungan terhadap impor tidak dapat diterima baik secara politik maupun secara ekonomi. Oleh karena itu harus diupayakan peningkatan produksi gula nasional. Pemerintah mengupayakan untuk mewujudkan swasembada gula yang sampai saat ini belum tercapai. Swasembada gula dapat dicapai antara lain melalui upaya perbaikan efisiensi dan produktivitas pabrik gula. Hal ini tertuang dalam visi dan misi ke dua yang dicanangkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009). Untuk mendukung tercapainya visi dan misi tersebut, diperlukan kebijakan yang komprehensif dan integratif dari pemerintah. Integrasi kebijakan melibatkan peran departemen terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, dan Kementrian Badan Usaha Milik
9 91 Negara. Selain itu, berbagai kebijakan penunjang seperti kebijakan perdagangan, kebijakan fiskal, dan kebijakan moneter harus dirancang secara dan dilaksanakan secara konsisten dan kohoren sehingga efektif dan efisien dalam menunjang tercapainya swasembada gula nasional. Tabel 5 menunjukkan ringkasan hasil identifikasi penyebab permasalahan yang dihadapi setiap stakeholders terkait dengan sistem analisis kinerja pabrik gula. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh stakeholders menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Tabel 5 Hasil identifikasi Penyebab Permasalahan yang Dihadapi Stakeholders Permasalahan Petani Tebu Pabrik Gula Konsumen Pedagang Gula Pemerintah Produktivitas PG Efisiensi PG Pasokan Tebu Penetapan rendemen Struktur Pasar 4.4 Identifikasi Sistem Untuk merancangbangun model sistem penunjang keputusan intelijen untuk analisis perbaikan kinerja pabrik gula, perlu identifikasi keterkaitan atau pengaruh antar komponen sistem. Hasil identifikasi sistem menunjukkan bahwa : a. Keluaran yang dikehendaki yaitu kinerja pabrik gula, target kinerja pabrik gula, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula. b. Keluaran yang tidak dikehendaki yaitu hasil pengukuran tidak sesuai dengan kinerja sesungguhnya, target kinerja di bawah kinerja sesungguhnya, dan prioritas perbaikan tidak signifikan meningkatkan kinerja. c. Masukan yang tidak terkendali yaitu jumlah bahan baku (tebu), dan kualitas bahan baku (tebu). d. Masukan yang terkendali yaitu kemampuan sumberdaya (mesin dan peralatan), fungsi operasional pabrik gula, dan prioritas kompetisi.
10 92 e. Pengaruh lingkungan yaitu kebijakan pemerintah, iklim (terkait dengan kuantitas dan kualitas tebu sebagai bahan baku gula), dan kondisi sosialekonomi masyarakat. Adapun diagram input-output sistem analisis perbaikan kinerja pabrik gula secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 35. Lingkungan 1. Kebijakan Pemerintah 2. Iklim 3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Masukan tak terkendali 1. Jumlah bahan baku (tebu) 2. Kualitas bahan baku (tebu) Keluaran dikehendaki 1. Kinerja pabrik gula 2. Target kinerja pabrik gula 3. Prioritas perbaikan kinerja pabrik gula MODEL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA PABRIK GULA Masukan terkendali 1. Kemampuan sumberdaya (mesin & peralatan) 2. Fungsi operasional pabrik gula 3. Prioritas kompetisi Keluaran tak dikehendaki 1. Hasil pengukuran tidak sesuai dengan kinerja sesungguhnya 2. Target kinerja di bawah kinerja sesungguhnya 3. Prioritas perbaikan tidak signifikan meningkatkan kinerja MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 35 Diagram Input-Output Sistem Analisis Perbaikan Kinerja Pabrik Gula
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.
ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015
Lebih terperinciMIMPI MANIS SWASEMBADA GULA
Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu
Lebih terperinciSISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN
SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan
Lebih terperinciV. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA
83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi
Lebih terperinci4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung
47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran
65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demi memenuhi Hasil Evaluasi Program Peningkatan Produktivitas Gula Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala Madu yang turut
Lebih terperincistabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu
PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa
Lebih terperinciI Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati
BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional
Lebih terperinciAnalisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati
Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang
Lebih terperinciUpaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara
Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciPERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA
PERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA Triwulandari S. Dewayana Jurusan Teknik Industri - Universitas Trisakti e-mail : triwulandari_sd@yahoo.com ABSTRAK Kajian
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia
Lebih terperinciV. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.
V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan
Lebih terperinciDWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)
EFISIENSI PENGUSA N GUEA TEBU DI DENGAN ANALISIS BIAYA SUIWBEmAYA DOMESTIK (Studi Kasus di Witayah Ke rja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan
Lebih terperinciYOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017
IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula
PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani
Lebih terperinciTESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.
EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciyang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan sumber pangan utama yang digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Di Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya
Lebih terperincimemberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup
Lebih terperinciDINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA
DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA
LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh: Supriyati Sri Hery Susilowati Ashari Mohamad Maulana Yonas Hangga Saputra Sri Hastuti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA
59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang kondisi industri gula di Indonesia, kinerja dan dayasaing industri gula sebagai komoditas yang pokok di Indonesia.
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran penting di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai
Lebih terperinciPERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang)
PERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang) SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciKETERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA SEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PRODUKSI GULA DI PG WONOLANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO PENDAHULUAN
P R O S I D I N G 231 KETERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA SEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PRODUKSI GULA DI PG WONOLANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO 1) Putri Rizky Amelia 1) Program Pascasarjana, Program
Lebih terperinciMenuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini
Tema: Menjamin Masa Depan Swasembada Pangan dan Energi Melalui Revitalisasi Industri Gula Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini Indonesia pernah mengalami era kejayaan
Lebih terperinciTanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan
Lebih terperinciVARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA
VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI iii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TUGAS POKOK DAN FUNGSI... 2
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinci72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN
72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30
Lebih terperinciGambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.
52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini perkembangannya sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh tingkat perekonomian yang terjadi tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan
Lebih terperinciKAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM
KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM Disusun oleh : Lilik Khumairoh 2506 100 096 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. Eng. Latar
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN
III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinci7 SIMULASI MODEL DINAMIS
62 7 SIMULASI MODEL DINAMIS Setelah model berhasil dibangun, maka dilanjutkan langkah berikut berupa simulasi model sistem dinamis menggunakan software Stella yang dibantu oleh model pendukung berbasis
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciSTRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP
STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP PG PT KEBUN TEBU MAS NGIMBANG LAMONGAN JAWA TIMUR IR. WAYAN SUKASEDANA, M.M. 2016 PT KEBUN TEBU MAS SITUASI PERGULAAN
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA
LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada tingginya kebutuhan gula nasional. Kebutuhan gula nasional yang cukup tinggi seharusnya diikuti
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU I. UMUM Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 1 i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1.2. Maksud dan Tujuan... 1.3. Sasaran... 1.4 Dasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan
BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan meningkatkan produksi gula nasional dan meningkatkan pendapatan petani tebu. Program tersebut merupakan
Lebih terperinciPENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIS BAKU BUDIDAYA BIBIT TEBU VARIETAS PS 851 DAN PS 951 PADA TINGKAT KEBUN BIBIT DATAR
ISSN 1410-1939 PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIS BAKU BUDIDAYA BIBIT TEBU VARIETAS PS 851 DAN PS 951 PADA TINGKAT KEBUN BIBIT DATAR [THE ASSESMENT OF THE APPLICATION OF STANDARD CULTIVATION TECHNIQUE OF SUGARCANE
Lebih terperinciKEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179
Lebih terperinciKEBIJAKAN PERDAGANGAN GULA INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN PETANI TEBU
KEBIJAKAN PERDAGANGAN GULA INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN PETANI TEBU Djoko Susilo 10, Sri Yuniati 11 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember Abstrak Kebijakan perdagangan gula yang berlaku
Lebih terperinciTabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel
54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 1984 Indonesia telah dapat berswaswembada beras. Namun, akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Sejak tahun 1984 Indonesia telah dapat berswaswembada beras. Namun, akhir-akhir ini muncul berbagai
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1
Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Bahan baku proses pabrik gula adalah tanaman yang banyak mengandung gula. Kandungan gula dalam tanaman ini berasal dari hasil proses asimilasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan pertanian pada era globalisasi seperti saat ini harus dibangun secara terintegrasi mulai dari pembangunan industri hulu, hilir dan kebijakan pemerintah yang
Lebih terperinci