VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG"

Transkripsi

1 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan dari sayur-mayur sampai aliran air bersih dari Waduk Bili-Bili bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten dengan luas wilayah sekitar 1.883,3 km 2 ini memiliki enam gunung dan yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng (BPS Kabupaten Gowa, 2008). Daerah ini juga dilalui Sungai Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-Bili. Keuntungan alam ini menjadikan Kabupaten Gowa kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur. Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor pertanian. Pekerjaan utama penduduk Kabupaten Gowa adalah bercocok tanam atau bertani. Kecamatan-kecamatan yang berada di dataran tinggi di hulu DAS Jeneberang seperti Kecamatan Parangloe, Kecamatan Bungaya, dan terutama Kecamatan Tinggimoncong merupakan sentra penghasil buah-buahan dan sayur-mayur. Buah-buahan yang banyak dibudidayakan adalah rambutan, mangga dan pisang. Sedangkan sayuran yang paling banyak dibudidayakan adalah kentang, kubis, sawi, bawang daun, dan buncis. Hasil panen sayur-sayuran pertahun melebihi ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa mampu memenuhi pasar Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan dan Maluku melalui Pelabuhan Pare-Pare dan Pelabuhan Mamuju (BPS Kabupaten Gowa, 2010). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka usahatani hortikultura makin berkembang dan tidak terkendali serta tidak mempertimbangkan kondisi lahan (curah hujan, elevasi, dan tingkat kemiringan lereng). Bahkan pertanaman hortikultura berkembang sampai ke perbukitan dan daerah resapan air, sehingga tingkat erosi semakin meningkat. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Sehubungan dengan hal tersebut, timbul pertanyaan apakah usahatani hortikultura di hulu DAS Jeneberang dapat berkelanjutan. Usahatani berkelanjutan

2 134 merupakan implementasi dari pembangunan berkelanjutan. Keraf (2002) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama terhadap tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Debermann (2005) berpendapat bahwa keberlanjutan usahatani diukur dari stabilitas produksi. Dalam mempertahankan keberlanjutan usahatani diperlukan introduksi teknologi. Hasil penelitian Backes (2001) menunjukkan bahwa teknologi introduksi akan diadopsi oleh 53% petani jika teknologi tersebut sudah dikenal di daerahnya, sedangkan 47% petani akan mengadopsi jika nilai tambah teknologi tersebut minimal relatif sama dengan teknologi yang ada di petani. OECD (1993), Kay dan Alder (1999) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat menjadi acuan pembangunan berkelanjutan, yaitu menyangkut aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya serta hukum dan kelembagaan. Menurut Susilo (2003) kriteria atau atribut setiap aspek tersebut merupakan hal penting dalam menilai status keberlanjutan secara cepat (rapid appraisal), dengan menggunakan metode multivariabel non-parametrik yang disebut multi dimentional scaling (MDS) Metode Penelitian Sumber dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang diperlukan dalam analisis keberlanjutan pertanian hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang adalah data primer berupa atribut-atribut yang terkait dengan lima dimensi keberlanjutan pembangunan pertanian yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi. Data primer dapat bersumber dari responden dan pakar yang dipilih, serta hasil pengamatan di lokasi penelitian. Metode pengumpulan data dalam analisis analisis keberlanjutan pertanian hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang dilakukan melalui wawancara, diskusi, kuisioner, dan survey lapangan. Respondennya berasal dari wilayah penelitian, dan terdiri dari beberapa pakar dan stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan tanaman hortikultura.

3 Metode Analisis Data Untuk menilai keberlanjutan pertanian hortikultura buah-buahan dan sayuran berbasis agroekologi secara cepat (rapid appraisal) digunakan metode multi atribut non-parametrik (multi dimentional scaling = MDS), yang merupakan modifikasi dari RAPFARM (The Rapid Appraisal of the Status of Farming). Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) tahap penentuan atribut atau kriteria pengelolaan pertanian hortikultura berkelanjutan, mencakup lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi), (2) tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, (3) tahap analisis ordinasi nilai indeks keberlanjutan dengan menggunakan metode MDS. Nilai indeks keberlanjutan dalam analisis ini dikelompokkan ke dalam 4 kategori status keberlanjutan, yaitu : 0 25 (buruk), (kurang), (cukup) dan (baik). Atribut dan skor yang digunakan dalam menilai keberlanjutan usahatani tanaman hortikultura buahbuahan dan hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi Hasil dan Pembahasan Analisis Keberlanjutan Budidaya Tanaman Hortikultura Buah- Buahan Hasil analisis RAP-Farm multidimensi dengan menggunakan teknik ordinasi melalui metode MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan usahatani tanaman hortikultura buah-buahan sebesar 48,42. Nilai indeks keberlanjutan termasuk kategori kurang berkelanjutan karena nilainya berada antara Nilai indeks keberlanjutan ini diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 46 atribut yang tercakup pada lima dimensi yaitu dimensi ekologi (11 atribut), dimensi ekonomi (9 atribut), dimensi sosial (9 atribut), dimensi kelembagaan (8 atribut), dan dimensi teknologi (9 atribut). Hasil analisis RAP-Farm selain nilai indeks keberlanjutan juga diperoleh nilai stress dan nilai R 2. Nilai stress dan nilai R 2 menunjukkan goodness of fit dalam MDS, dimana angka yang rendah menunjukkan ketepatan (good fit), dan angka yang tinggi menunjukkan hal sebaliknya. Nilai stress digunakan untuk

4 136 mengukur seberapa tepat konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Kavanagh dan Pitcher (2004) dalam Budiharsono (2007) menyatakan bahwa nilai stress yang diperbolehkan adalah apabila di bawah nilai 0,25. Hasil analisis menunjukkan nilai stress sebesar 0,15, artinya berada di bawah 0,25 sehingga hasil analisis ini cukup baik. Nilai R 2 (koefisien determinasi) menunjukkan keterkaitan antara sistem dengan atribut-atribut yang digunakan. Nilai R 2 yang didapatkan yaitu sebesar 0,95 menunjukkan bahwa sistem dengan menggunakan atribut-atribut saat ini sudah menjelaskan 95,00% dari sistem yang ada. Nilai ini menunjukkan bahwa atribut yang digunakan sebagai indikator yang diberi skor (diboboti), mampu menerangkan perilaku sistem usahatani tanaman hortikultura buah-buahan pada lahan di hulu DAS Jeneberang sebesar 95,00%. Dengan demikian seluruh atribut dari lima dimensi yang digunakan sudah cukup baik dalam menerangkan kondisi sistem usahatani hortikultura buah-buahan yang ada saat ini. Untuk mengetahui indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi serta atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan usahatani hortikultura buahbuahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, telah dilakukan analisis RAP-Farm dan analisis laverage pada setiap dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi). Dimensi Ekologi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dimensi ekologi menunjukkan nilai indeks sebesar 54,91. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi ekologi pada usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi ekologi seperti terlihat pada Gambar 20 menunjukkan bahwa dari sebelas atribut yang dianalisis, ada satu atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura buahbuahan, yaitu kondisi penutupan lahan. Atribut kondisi penutupan lahan sangat erat kaitannya dengan atribut lainnya, karena atribut ini akan menentukan tingkat erosi. Hal ini akan mempengaruhi produktivitas tanaman buah-buahan dan

5 137 kualitas hasil tanaman hortikultura. Apabila penutupan lahan kurang dan kemiringan lereng tinggi maka akan mempengaruhi tingkat erosi. Tingkat erosi yang tinggi menyebabkan produktivitas tanaman hortikultura buah-buahan menurun, hal ini disebabkan karena hilangnya lapisan permukaan tanah. Lapisan ini merupakan lapisan tanah yang subur, mengandung bahan organik dan unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman sebagai nutrisinya. Apabila nutrisi tanaman tidak terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya maka produktivitas tanaman akan menurun. Oleh karena itu yang paling penting untuk dikelola pada dimensi ekologi adalah kondisi penutupan lahan, karena akan mempengaruhi atributatribut lainnya dalam sistem usahatani hortikultura buah-buahan. Leverage of Attributes Kemampuan Lahan 0,62 Kesesuaian Lahan 0,72 Prediksi Erosi 0,80 Pengelolaan Lahan 0,86 Attribute Tingkat Kemiringan Lereng Kondisi Penutupan Lahan Tingkat erosi yang terjadi 0,73 0,66 2,93 Penggunaan Pupuk dan Pestisida 0,63 Ketersediaan Bahan Organik 0,26 Kualitas Hasil Tanaman Hortikultura 1,48 Produktivitas Tanaman Hortikultura 0,20 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 20. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani buahbuahan untuk dimensi ekologi.

6 138 Dimensi Ekonomi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dimensi ekonomi menunjukkan indeks sebesar 51,40. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi ekonomi pada usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Leverage of Attributes Kontribusi terhadap PAD 0,64 Kestabilan harga 0,52 Kontribusi terhadap pendapatan petani 0,61 Komoditas unggulan tanaman hortikultura 3,75 Attribute Harga produk komoditas hortikultura Pengelolaan hasil pertanian hortikultura 0,37 0,70 Luas lahan garapan 0,86 Ketersediaan pemasaran Pemanfaatan kredit pinjaman 0,27 0,63 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 21. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani buahbuahan untuk dimensi ekonomi. Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi ekonomi seperti terlihat pada Gambar 21 menunjukkan bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada satu atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura buah-buahan, yaitu komoditas unggulan tanaman hortikultura. Atribut komoditas unggulan tanaman hortikultura sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura buah-buahan khususnya pada dimensi ekonomi, karena atribut ini mencakup luas areal penanaman dan produksi tanaman hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang banyak diusahakan petani adalah jenis tanaman yang produksinya tinggi dan nilai jual di pasar juga tinggi. Sehingga atribut komoditas unggulan hortikultura sangat terkait dengan pendapatan petani. Apabila

7 139 komoditas unggulan dengan produktivitas tinggi dan harga yang tinggi maka akan meningkatkan pendapatan petani, hal ini disebabkan karena hasil yang diperoleh dalam jumlah yang tinggi. Produksi yang tinggi dan harga jual yang tinggi maka pendapatan petani akan meningkat. Sebaliknya apabila menanam tanaman non unggulan dengan produktivitas yang rendah maka kontribusi dari penjualannya ke pendapatan petani menjadi kecil. Dimensi Sosial Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dimensi sosial menunjukkan indeks sebesar 43,77. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi sosial pada usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori kurang berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Leverage of Attributes Eksistensi rumah tangga petani hortikultura 1,42 Tingkat pendidikan formal masyarakat 0,40 Status kepemilikan lahan 0,39 Eksistensi layanan Pemerintah 0,66 Attribute Intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan 3,68 Adopsi teknologi konservasi tanah 0,92 Persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah 1,03 Persepsi masyarakat tentang partisipatori 1,54 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan 2,30 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 22. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani buahbuahan untuk dimensi sosial.

8 140 Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi sosial seperti terlihat pada Gambar 22 diketahui bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada satu atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura, yaitu intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan. Atribut intensitas penyuluhan dan pelatihan teknologi ramah lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura buah-buahan khususnya pada dimensi sosial, karena atribut ini dapat merubah perilaku petani dalam berusahatani hortikultura. Apabila atribut intensitas penyuluhan dan pelatihan teknologi ramah lingkungan dilakukan dengan baik maka akan merubah sistem usahatani hortikultura, karena subjek atau pelaku dari sistem mengalami perubahan. Dimensi Kelembagaan Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura dimensi kelembagaan menunjukkan indeks sebesar 50,64. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi kelembagaan pada usahatani hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 23 diketahui bahwa dari delapan atribut yang dianalisis, ada satu atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura, yaitu intensitas pertemuan kelompok tani. Atribut intensitas pertemuan kelompok tani sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura buah-buahan khususnya pada dimensi kelembagaan, karena atribut ini merupakan wadah bagi petani hortikultura buah-buahan untuk menyampaikan aspirasinya dan melalui wadah ini pula dapat berfungsi sebagai fasilitasi untuk menjalin kerjasama dengan pihak atau lembaga lainnya. Apabila atribut intensitas pertemuan kelompok tani sebagai dasar diperkuat dan dilakukan dengan baik dan teratur maka akan merubah sistem usahatani hortikultura buah-buahan, karena inti untuk berkembang ada pada kelompok tani. Atribut kelompok tani mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan atribut lainnya yang ada dalam dimensi kelembagaan.

9 141 Leverage of Attributes Ketersediaan lembaga keuangan mikro 1,00 Ketersediaan lembaga pemasaran 0,70 Ketersediaan lembaga penyalur saprodi 0,60 Attribute Keberadaan kelompok tani Intensitas pertemuan kelompok tani 0,47 4,31 Jumlah penyuluh pertanian 0,58 Konflik antar kelompok tani 0,67 Kelompok usaha di bidang pertanian 0,28 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 23. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani buahbuahan untuk dimensi kelembagaan. Dimensi Teknologi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dimensi teknologi menunjukkan indeks keberlanjutan sebesar 41,90. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi teknologi pada usahatani hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori kurang berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi teknologi seperti terlihat pada Gambar 24 diketahui bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada dua atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura, yaitu teknik penggunaan mulsa dan teknologi konservasi tanah dan air. Kedua atribut tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura buahbuahan khususnya pada dimensi teknologi, karena atribut ini menentukan kuantitas dan kualitas produksi hortikultura. Apabila kedua atribut ini dilaksanakan dengan baik maka akan merubah sistem usahatani hortikultura buahbuahan. Kedua atribut ini mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan atribut

10 142 lainnya yang ada dalam dimensi teknologi khususnya dan atribut lain pada dimensi lainnya. Leverage of Attributes Tingkat penerapan teknologi budidaya hortikultura 0,04 Tingkat penguasaan teknologi pasca panen 1,78 Teknologi pembuatan pupuk organik 1,57 Penggunaan pupuk organik dan biofertilizer 1,34 Attribute Teknik penggunaan mulsa 5,08 Intensitas penggunaan pestisida 1,43 Teknologi konservasi tanah dan air 3,02 Teknik pengolahan tanah 1,08 Teknologi pembuatan biopestisida 1, Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 24. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani buahbuahan untuk dimensi teknologi. Komoditas hortikultura buah-buahan yang termasuk komoditas unggulan yaitu rambutan, mangga, durian, dan pisang. Diagram layang-layang dari nilai indeks keberlanjutan dari lima dimensi untuk komoditas unggulan hortikultura buah-buahan di hulu DAS Jeneberang tersaji pada Gambar 25. Dari diagram layang-layang ini diketahui bahwa masing-masing dimensi mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang berbeda-beda pada setiap komoditas unggulan, sehingga memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. Dimensi yang harus diutamakan untuk menjadi prioritas dalam pengelolaannya adalah dimensi dengan status kurang berkelanjutan, sehingga dapat menjadi status baik atau cukup berkelanjutan.

11 143 Teknologi Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan Durian Mangga Pisang Rambutan Gambar 25. Diagram layang-layang analisis indeks dan status keberlanjutan sistem usahatani komoditas unggulan buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang. Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa dimensi sosial untuk semua komoditas mempunyai nilai indeks antara 38,54 44,25 berada pada status kurang berkelanjutan, demikian pula dengan dimensi teknologi untuk semua komoditas buah-buahan mempunyai indeks antara 27,16 41,90 berada pada status kurang berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi pada komoditas rambutan dengan nilai indeks 57,59 (cukup berkelanjutan), pada komoditas mangga (46,48), durian (46,62), dan pisang (43,12) statusnya kurang berkelanjutan. Dimensi ekonomi untuk komoditas rambutan (51,40) dan mangga (56,82) berada pada status cukup berkelanjutan, sedangkan komoditas durian (46,62) dan pisang (42,39) berada pada status kurang berkelanjutan. Dimensi kelembagaan pada komoditas rambutan (50,64), mangga (50,64), dan durian (50,64) berada pada status cukup berkelanjutan, sedangkan komoditas pisang (49,91) berada pada status kurang berkelanjutan. Dimensi sosial dan dimensi teknologi perlu diprioritaskan pengelolaannya sehingga statusnya bisa ditingkatkan menjadi cukup berkelanjutan. Untuk meningkatkan nilai indeks dimensi sosial maka pengelolaannya pada atribut-

12 144 atribut sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial, terutama mengelola atribut intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan dan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan. Kondisi eksisting usahatani hortikultura buah-buahan di hulu DAS Jeneberang, penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan belum intensif dilakukan oleh pihak penyuluh pertanian Kecamatan Parangloe, sehingga hal ini perlu ditingkatkan karena atribut ini yang sangat berperan (atribut sensitif) dalam mempengaruhi sistem usahatani hortikultura buah-buahan di hulu DAS Jeneberang. Penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada masyarakat tani kurang, sehingga pengetahuan masyarakat tentang lingkungan juga rendah. Akibatnya masyarakat dalam berusahatani tidak menerapkan kaidah-kaidah usahatani konservasi. Empat komoditas unggulan buah-buahan, komoditas pisang yang memiliki indeks keberlanjutan dari lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi) statusnya kurang berkelanjutan. Komoditas durian memiliki indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan empat dimensi lainnya statusnya kurang berkelanjutan. Komoditas mangga memiliki indeks keberlanjutan dimensi ekonomi dan kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan tiga dimensi lainnya masuk kategori kurang berkelanjutan. Komoditas rambutan memiliki indeks keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, dan kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial dan teknologi masuk kategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis MDS pada Tabel 25, menunjukkan nilai stress untuk semua dimensi dan multidimensi pada setiap komoditas unggulan memiliki nilai lebih kecil dari 0,25 yaitu berkisar antara 0,14 0,17. Semakin kecil nilai stress semakin baik data yang digunakan. Artinya pengaruh galat terhadap penilaian suatu atribut adalah sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) di setiap dimensi dan multidimensi pada setiap komoditas unggulan berkisar antara 0,94 0,95, nilai-nilai ini cukup tinggi dan mendekati angka 1. Ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang erat antara atributatribut dalam suatu dimensi yang diuji coba. Kedua parameter statistik ini (nilai stress dan R 2 ) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan di setiap

13 145 dimensi pada usahatani hortikultura buah-buahan sudah cukup baik untuk menerangkan keberlanjutan sistem usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang. Tabel 25. Parameter statistik (Goodness of fit) dari analisis indeks dan status keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang Dimensi Buah-Buahan Rambutan Mangga Durian Pisang Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Ekologi 0,14 0,95 0,15 0,95 0,16 0,94 0,15 0,95 Ekonomi 0,16 0,94 0,15 0,94 0,16 0,94 0,15 0,94 Sosial 0,16 0,94 0,16 0,94 0,16 0,94 0,15 0,94 Kelembagaan 0,16 0,94 0,16 0,94 0,16 0,94 0,15 0,95 Teknologi 0,14 0,95 0,14 0,95 0,14 0,94 0,14 0,95 Hasil analisis Monte Carlo dan Multidimesi (Tabel 26) menunjukkan bahwa nilai status indeks keberlanjutan usahatani hortikultura pada masingmasing dimensi dengan selang kepercayaan 95%, untuk analisis Multidimensi berkisar antara 32,19 57,59 dan analisis Monte Carlo berkisar antara 27,25 59,08. Perbedaan antara- keduanya relatif kecil berkisar antara 0,04 1,50. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan diantara kedua analisis ini mengindikasikan bahwa kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, ragam pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, dankesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Perbedaan ini juga menunjukkan bahwa sistem usahatani hortikultura buah-buahan yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Beberapa parameter hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa metode Rap-farm cukup baik untuk dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi keberlanjutan sistem usahatani hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng secara kuantitatif dan cepat (rapid appraisal).

14 Tabel 26. Hasil analisis Monte Carlo (MC) dan Multidimensi (MDS) untuk nilai RAP-Farm komoditas unggulan hortikultura buahbuahan dengan selang kepercayaan 95% Buah-Buahan Dimensi Rambutan Mangga Durian Pisang MDS MC Status MDS MC Status MDS MC Status MDS MC Status Ekologi og 55,55 54,54 Cukup 50,21 51,57 Cukup 50,07 50,64 Cukup 49,37 47,79 Kurang Ekonomi 51,40 51,90 Cukup 56,82 57,20 Cukup 46,62 46,58 Kurang 42,39 43,65 Kurang Sosial 43,77 44,25 Kurang 43,77 44,25 Kurang 43,77 44,25 Kurang 38,54 38,66 Kurang Kelembagaan 50,64 51,24 Cukup 50,64 51,24 Cukup 50,64 51,24 Cukup 49,91 50,60 Cukup Teknologi 41,90 42,55 Kurang 41,90 42,55 Kurang 34,59 35,31 Kurang 27,16 27,25 Kurang 146

15 Analisis Keberlanjutan Budidaya Tanaman Hortikultura Sayuran Hasil analisis RAP-Farm multidimensi dengan menggunakan teknik ordinasi melalui metode MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan usahatani tanaman hortikultura sayuran sebesar 53,16. Nilai indeks keberlanjutan termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilainya berada antara Nilai indeks keberlanjutan ini diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 46 atribut yang tercakup pada lima dimensi yaitu dimensi ekologi (11 atribut), dimensi ekonomi (9 atribut), dimensi sosial (9 atribut), dimensi kelembagaan (8 atribut), dan dimensi teknologi (9 atribut). Hasil analisis RAP-Farm selain nilai indeks keberlanjutan juga diperoleh nilai stress dan nilai R 2. Hasil analisis menunjukkan nilai stress sebesar 0,14, artinya berada di bawah 0,25 jadi hasil analisis ini cukup baik. Nilai R 2 (koefisien determinasi) menunjukkan keterkaitan antara sistem dengan atribut-atribut yang digunakan. Nilai R 2 yang didapatkan yaitu sebesar 0,946 menunjukkan bahwa sistem dengan menggunakan atribut-atribut saat ini sudah menjelaskan 94,60% dari sistem yang ada. Nilai ini menunjukkan bahwa atribut yang digunakan sebagai indikator yang diberi skor (diboboti), mampu menerangkan perilaku sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran pada lahan di hulu DAS Jeneberang sebesar 94,60%. Dengan demikian seluruh atribut dari lima dimensi yang digunakan sudah cukup baik dalam menerangkan kondisi sistem usahatani hortikultura sayuran yang ada saat ini. Untuk mengetahui indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi serta atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, telah dilakukan analisis RAP-Farm dan analisis laverage pada setiap dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi). Dimensi Ekologi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran dimensi ekologi menunjukkan indeks sebesar 48,17. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi ekologi pada usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu

16 148 DAS Jeneberang termasuk kategori kurang berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Leverage of Attributes Kemampuan Lahan 2,97 Kesesuaian Lahan 1,14 Prediksi Erosi 4,06 Pengelolaan Lahan 2,33 Tingkat Kemiringan Lereng 4,57 Attribute Kondisi Penutupan Lahan Tingkat erosi yang terjadi 5,24 5,07 Penggunaan Pupuk dan Pestisida 2,95 Ketersediaan Bahan Organik 5,15 Kualitas Hasil Tanaman Hortikultura 3,86 Produktivitas Tanaman Hortikultura 3, Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 26. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani sayuran untuk dimensi ekologi. Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi ekologi seperti terlihat pada Gambar 26 menunjukkan bahwa dari sebelas atribut yang dianalisis, ada tujuh atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran, yaitu kondisi penutupan lahan, tingkat erosi yang terjadi, tingkat kemiringan lereng, prediksi erosi, ketersediaan bahan organik, kualitas hasil tanaman hortikultura, dan produktivitas tanaman hortikultura. Ketujuh atribut ini sangat erat kaitannya, karena atribut tingkat penutupan lahan dan kemiringan lereng sangat menentukan tingkat bahaya erosi yang terjadi dan akan seiring dengan nilai prediksi erosi hasil perhitungan, dan sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil tanaman hortikultura. Apabila penutupan lahan rendah dan kemiringan lereng besar menyebabkan tingkat erosi yang terjadi tinggi

17 149 sehingga produktivitas dan kualitas hasil tanaman hortikultura menurun, hal ini disebabkan karena hilangnya lapisan permukaan tanah. Lapisan ini merupakan lapisan tanah yang subur, mengandung bahan organik dan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman sebagai nutrisinya. Apabila nutrisi tanaman tidak terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya maka kuantitas dan kualitas hasil tanaman akan menurun. Oleh karena itu yang paling penting untuk dikelola pada dimensi ekologi adalah tingkat penutupan lahan dan kemiringan lereng, karena akan mempengaruhi atribut-atribut lainnya dalam sistem usahatani hortikultura sayuran. Demikian pula dengan pengelolaan lahan dan ketersediaan bahan organik, kedua atribut ini akan mempengaruhi tingkat erosi dan prediksi erosi. Apabila pengelolaan lahan mengikuti kaidah konservasi tanah dan ketersediaan bahan organik cukup, maka prediksi erosi dan tingkat erosi dapat diminimalkan. Dimensi Ekonomi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran dimensi ekonomi menunjukkan indeks sebesar 64,85. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi ekonomi pada usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Hasil analisis laverage keberlanjutan ekonomi seperti terlihat pada Gambar 27 menunjukkan bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada enam atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran, yaitu komoditas unggulan tanaman hortikultura, harga produk komoditas hortikultura, kontribusi terhadap pendapatan petani, pengelolaan hasil pertanian hortikultura, luas lahan garapan, dan ketersediaan pemasaran. Atribut komoditas unggulan tanaman hortikultura sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura khususnya pada dimensi ekonomi, karena atribut ini mencakup luas areal penanaman dan produksi tanaman hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang banyak diusahakan petani adalah jenis tanaman yang produksinya tinggi dan nilai jual di pasar juga tinggi. Atribut komoditas unggulan hortikultura sangat terkait dengan pendapatan petani. Apabila komoditas unggulan dengan produktivitas tinggi dan harga yang tinggi serta ketersediaan pemasaran

18 150 baik maka akan meningkatkan pendapatan petani. Produksi yang tinggi dan harga jual yang tinggi maka pendapatan petani akan meningkat. Sebaliknya apabila menanam tanaman non unggulan dengan produktivitas yang rendah maka kontribusi dari penjualannya ke pendapatan petani menjadi kecil. Demikian pula dengan pengelolaan hasil pertanian hortikultura akan berpengaruh pada kualitas hasil. Apabila pengelolaanya baik maka kualitas hasil dari hortikultura sayuran akan baik pula sehingga nilai jualnya akan meningkat. Leverage of Attributes Kontribusi terhadap PAD 2,15 Kestabilan harga 1,54 Kontribusi terhadap pendapatan petani 4,38 Attribute Komoditas unggulan tanaman hortikultura Harga produk komoditas hortikultura Pengelolaan hasil pertanian hortikultura 4,47 4,38 4,75 Luas lahan garapan 4,11 Ketersediaan pemasaran 3,57 Pemanfaatan kredit pinjaman 2,55 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 27. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani sayuran untuk dimensi ekonomi. Dimensi Sosial Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran dimensi sosial menunjukkan indeks sebesar 39,58. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi sosial pada usahatani hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori kurang berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang

19 151 Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi sosial seperti terlihat pada Gambar 28 menunjukkan bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada lima atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran, yaitu intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan, adopsi teknologi konservasi tanah, eksistensi layanan Pemerintah, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, persepsi masyarakat tentang partisipatori, dan persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah. Atribut intensitas penyuluhan dan pelatihan teknologi ramah lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura sayuran khususnya pada dimensi sosial, karena atribut ini dapat merubah perilaku petani dalam berusahatani hortikultura sayuran. Apabila atribut intensitas penyuluhan dan pelatihan teknologi ramah lingkungan dilakukan dengan baik maka akan merubah sistem usahatani hortikultura, karena subjek atau pelaku dari sistem mengalami perubahan. Leverage of Attributes Eksistensi rumah tangga petani hortikultura 2,79 Tingkat pendidikan formal masyarakat 0,41 Status kepemilikan lahan 1,31 Eksistensi layanan Pemerintah 5,25 Attribute Intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan 5,25 Adopsi teknologi konservasi tanah 2,47 Persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah 3,09 Persepsi masyarakat tentang partisipatori 3,54 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan 4, Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 28. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial pada usahatani hortikultura sayuran.

20 152 Dimensi Kelembagaan Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran dimensi kelembagaan menunjukkan indeks sebesar 56,45. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi kelembagaan pada usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Leverage of Attributes Ketersediaan lembaga keuangan mikro 1,38 Ketersediaan lembaga pemasaran 1,70 Ketersediaan lembaga penyalur saprodi 2,00 Attribute Keberadaan kelompok tani Intensitas pertemuan kelompok tani 5,17 5,36 Jumlah penyuluh pertanian 2,13 Konflik antar kelompok tani 1,83 Kelompok usaha di bidang pertanian 0, Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 29. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran untuk dimensi kelembagaan. Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 29 menunjukkan bahwa dari delapan atribut yang dianalisis, ada dua atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran, yaitu keberadaan kelompok tani dan intensitas pertemuan kelompok tani. Atribut keberadaan kelompok tani sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura khususnya pada dimensi kelembagaan, karena atribut ini wadah bagi petani hortikultura sayuran untuk menyampaikan aspirasinya dan melalui wadah ini pula dapat berfungsi sebagai fasilitasi untuk menjalin kerjasama dengan pihak atau lembaga lainnya. Apabila atribut keberadaan lembaga

21 153 kelompok tani sebagai dasar diperkuat dan dilakukan dengan baik maka akan merubah sistem usahatani hortikultura sayuran, karena inti untuk berkembang ada pada kelompok tani. Atribut kelompok tani mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan atribut lainnya yang ada dalam dimensi kelembagaan. Demikian halnya dengan intensitas pertemuan kelompok tani, apabila intensitasnya meningkat dan dilaksanakan secara rutin, maka kelompok tani akan semakin maju dan berkembang. Hal ini disebabkan dalam pertemuan kelompok tani akan terjadi tukar pengalaman dan ide-ide cemerlang yang dapat diterapkan dalam melakukan usahatani hortikultura sayuran. Dimensi Teknologi Hasil analisis indeks keberlanjutan usahatani hortikultura dimensi teknologi menunjukkan indeks keberlanjutan sebesar 56,71. Angka ini menggambarkan bahwa dimensi teknologi pada usahatani hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilai indeksnya berada pada selang Leverage of Attributes Tingkat penerapan teknologi budidaya hortikultura 2,91 Tingkat penguasaan teknologi pasca panen 2,80 Teknologi pembuatan pupuk organik 8,58 Penggunaan pupuk organik dan biofertilizer 8,97 Attribute Teknik penggunaan mulsa 10,63 Intensitas penggunaan pestisida 7,14 Teknologi konservasi tanah dan air 0,94 Teknik pengolahan tanah 0,82 Teknologi pembuatan biopestisida 5, Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 30. Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran untuk dimensi teknologi.

22 154 Hasil analisis laverage keberlanjutan dimensi teknologi seperti terlihat pada Gambar 30 menunjukkan bahwa dari sembilan atribut yang dianalisis, ada lima atribut yang sensitif mempengaruhi sistem usahatani tanaman hortikultura sayuran, yaitu teknik penggunaan mulsa, penggunaan pupuk organik dan biofertilizer, teknologi pembuatan pupuk organik, intensitas penggunaan pestisida, dan teknologi pembuatan biopestisida. Kelima atribut ini sangat besar pengaruhnya terhadap sistem usahatani hortikultura sayuran khususnya pada dimensi teknologi, karena atribut ini menentukan kuantitas dan kualitas produksi hortikultura sayuran. Apabila keempat atribut ini dilaksanakan dengan baik maka akan merubah sistem usahatani hortikultura. Keempat atribut ini mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan atribut lainnya yang ada dalam dimensi teknologi khususnya dan atribut lain pada dimensi yang lainnya. Diagram layang-layang nilai indeks keberlanjutan dari lima dimensi untuk lima komoditas unggulan hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang tersaji pada Gambar 31. Dari diagram layang-layang ini diketahui bahwa masing-masing dimensi dari setiap komoditas mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang berbeda-beda sehingga memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. Dimensi yang harus diutamakan untuk menjadi prioritas dalam pengelolaannya adalah dimensi dengan status kurang berkelanjutan, sehingga dapat menjadi status baik atau cukup berkelanjutan. Diagram layang-layang pada Gambar 31 terlihat bahwa dimensi sosial untuk semua komoditas mempunyai nilai indeks antara 39,58 39,64 berada pada status kurang berkelanjutan, demikian pula dengan dimensi teknologi untuk semua komoditas sayuran mempunyai indeks antara 49,33 49,34 berada pada status kurang berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi pada komoditas kentang dengan nilai indeks 56,29, pada komoditas kubis (51,39), sawi (55,42) statusnya cukup berkelanjutan, dan komoditas bawang daun (42,90) dan komoditas wortel (38,17) statusnya kurang berkelanjutan. Dimensi ekonomi untuk komoditas kentang (57,96), kubis (57,96), wortel (50,70), dan sawi (51,40) berada pada status cukup berkelanjutan, sedangkan komoditas bawang daun (47,71) berada pada status kurang berkelanjutan. Dimensi kelembagaan pada semua komoditas sayuran berada pada status cukup berkelanjutan.

23 155 Teknologi Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan B. Daun Kentang Kubis Wortel Sawi Gambar 31. Diagram layang-layang analisis indeks dan status keberlanjutan sistem usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang. Dimensi sosial dan dimensi teknologi perlu diprioritaskan pengelolaannya sehingga statusnya bisa ditingkatkan menjadi cukup berkelanjutan. Untuk meningkatkan nilai indeks dimensi sosial maka pengelolaannya pada atributatribut sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial, terutama mengelola atribut eksistensi layanan Pemerintah, intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, persepsi masyarakat tentang partisipatori, dan persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah. Kondisi eksisting usahatani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang, layanan Pemerintah terhadap masyarakat tani khususnya petani sayuran belum memenuhi harapan petani, penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan belum intensif dilakukan oleh pihak penyuluh pertanian Kecamatan Tinggimoncong, sehingga hal ini perlu ditingkatkan karena atribut ini yang sangat berperan (atribut sensitif) dalam mempengaruhi sistem usahatani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang. Penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada masyarakat kurang, sehingga pengetahuan masyarakat tentang lingkungan juga rendah. Akibatnya masyarakat dalam berusahatani tidak menerapkan kaidah-kaidah usahatani konservasi. Demikian pula dengan persepsi masyarakat tentang partisipatori dan upaya konservasi tanah. Masyarakat belum memahami tentang partisipatori, sehingga

24 156 petani selalu menunggu bantuan dari Pemerintah, keterlibatan masyarakat tani baru pada tahap pelaksanaan. Lima komoditas unggulan sayuran yang dianalisis indeks keberlanjutannya menunjukkan bahwa komoditas bawang daun yang memiliki indeks keberlanjutan empat dari lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, dan teknologi) statusnya kurang berkelanjutan, dimensi kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan. Komoditas wortel memiliki indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi dan kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan tiga dimensi lainnya statusnya kurang berkelanjutan. Komoditas kentang, kubis, dan sawi memiliki indeks keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, dan kelembagaan statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan dua dimensi lainnya masuk kategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis MDS pada Tabel 27, menunjukkan nilai stress untuk semua dimensi dan multidimensi memiliki nilai lebih kecil dari 0,25 yaitu berkisar antara 0,13 0,16. Semakin kecil nilai stress semakin baik data yang digunakan. Artinya pengaruh galat terhadap penilaian suatu atribut adalah sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) di setiap dimensi dan multidimensi berkisar antara 0,93 0,95, nilai-nilai ini cukup tinggi dan mendekati angka 1. Ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang erat antara atributatribut dalam suatu dimensi yang diuji coba. Kedua parameter statistik ini (nilai stress dan R 2 ) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan di setiap dimensi pada usahatani hortikultura sayuran sudah cukup baik untuk menerangkan keberlanjutan sistem usahatani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang. Hasil analisis Monte Carlo dan Multidimesi (Tabel 28) menunjukkan bahwa nilai status indeks keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran pada masing-masing dimensi dengan selang kepercayaan 95%, untuk analisis Multidimensi berkisar antara 32,19 62,52 dan analisis Monte Carlo berkisar antara 38,42 72,85. Dan perbedaan antara keduanya relatif kecil berkisar antara 0,02 2,09. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan diantara kedua analisis ini mengindikasikan bahwa kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, ragam pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, proses analisis yang dilakukan

25 157 Tabel 27. Parameter statistik (Goodness of fit) dari analisis indeks dan status keberlanjutan usahatani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang Sayuran Dimensi Kentang Kubis Bawang Daun Wortel Sawi Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Nilai Stress R 2 Ekologi 0,14 0,95 0,14 0,95 0,14 0,95 0,14 0,95 0,13 0,95 Ekonomi 0,15 0,95 0,15 0,94 0,17 0,93 0,16 0,94 0,16 0,94 Sosial 0,15 0,95 0,15 0,95 0,15 0,95 0,15 0,95 0,15 0,94 Kelembagaan 0,15 0,94 0,15 0,94 0,15 0,94 0,15 0,94 0,15 0,94 Teknologi 0,13 0,94 0,13 0,94 0,13 0,94 0,13 0,94 0,13 0,94

26 158 Tabel 28. Hasil analisis Monte Carlo dan Multidimensi (MDS) untuk nilai RAP-Farm dengan selang kepercayaan 95% Sayuran Dimensi Kentang Kubis Bawang Daun Wortel Sawi MDS MC Status MDS MC Status MDS MC Status MDS MC Status MDS MC Status Ekologi 56,29 56,94 cukup 51,39 51,40 cukup 42,90 43,40 kurang 38,17 39,66 kurang 55,42 56,19 cukup Ekonomi 57,96 57,92 cukup 57,96 57,31 cukup 47,71 47,41 kurang 50,70 51,61 cukup 51,40 52,71 cukup Sosial 39,58 40,29 kurang 39,58 40,20 kurang 39,58 39,64 kurang 39,58 39,64 kurang 39,58 39,84 kurang Kelembagaan 56,47 55,52 cukup 56,47 56,50 cukup 56,47 55,91 cukup 56,47 56,45 cukup 56,47 56,87 cukup Teknologi 49,33 49,64 kurang 49,34 49,64 kurang 49,34 49,90 kurang 49,34 49,50 kurang 49,34 49,50 kurang

27 159 secara berulang-ulang stabil, dan kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Perbedaan ini juga menunjukkan bahwa sistem usahatani hortikultura yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Beberapa parameter hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa metode Rap-farm cukup baik untuk dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi keberlanjutan sistem usahatani hortikultura sayuran di hulu DAS Jeneberang secara kuantitatif dan cepat (rapid appraisal) Perbandingan Status Keberlanjutan Usahatani Tanaman Hortikultura Buah-Buahan dan Sayuran di Hulu DAS Jeneberang Hasil analisis status keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dan sayuran disajikan pada Tabel 29. Status keberlanjutan buah-buahan untuk dimensi ekologi, ekonomi, dan kelembagaan yaitu cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial dan teknologi statusnya kurang berkelanjutan. Demikian pula pada tanaman sayuran, dimensi ekologi, ekonomi, kelembagaan dan teknologi statusnya cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial statusnya kurang berkelanjutan. Artinya yang perlu mendapat prioritas penanganan adalah dimensi sosial dan teknologi sehingga statusnya dapat dinaikkan, sehingga pemanfaatan lahan di hulu DAS Jeneberang untuk tanaman hortikultura tetap lestari. Tabel 29. Status keberlanjutan usahatani hortikultura buah-buahan dan sayuran di hulu DAS Jeneberang Dimensi Buah-Buahan Sayuran MDS Status MDS Status Ekologi 54,41 cukup 48,17 kurang Ekonomi 51,40 cukup 64,85 cukup Sosial 43,77 kurang 39,58 kurang Kelembagaan 50,64 cukup 56,47 cukup Teknologi 41,90 kurang 56,71 cukup Perbandingan antara status keberlanjutan tanaman hortikultura buahbuahan dan sayuran menunjukkan nilai pada dimensi ekologi dan sosial, buahbuahan lebih besar nilai indeks keberlanjutannya dibandingkan sayuran. Pada

28 160 dimensi ekonomi, kelembagaan, dan teknologi, nilai indeks keberlanjutan hortikultura sayuran lebih besar dari hortikultura buah-buahan. Hal ini tergambarkan pada diagram layang-layang, dimana kurva tanaman sayuran lebih besar pada tiga dimensi (ekonomi, kelembagaan, dan teknologi), sedangkan tanaman Buah-buahan kurvanya lebih besar pada dimensi ekologi dan dimensi sosial (Gambar 32). Teknologi Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan Sayur Buah Gambar 32. Diagram layang-layang analisis indeks dan status keberlanjutan sistem usahatani hortikultura buah-buahan dan sayuran di hulu DAS Jeneberang Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan : Indeks keberlanjutan untuk sistem usahatani hortikultura buahbuahan berkisar antara 41,90 sampai 54,41. Dimensi ekologi (54,41), dimensi ekonomi (51,40), dan dimensi kelembagaan (43,77), termasuk status cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial (43,77) dan dimensi teknologi (41,90) masuk status kurang berkelanjutan. Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem usahatani hortikultura buah-buahan sebanyak 9 atribut.

29 161 Atribut sensitif meliputi tingkat erosi yang terjadi, kondisi penutupan lahan, tingkat kemiringan lereng, produktivitas tanaman hortikultura, pengelolaan lahan, komoditas unggulan, intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan, intensitas pertemuan kelompok tani, teknik penggunaa mulsa dan teknologi konservasi tanah dan air. Komoditas pisang yang tingkat keberlanjutannya paling rendah dan komoditas rambutan yang tingkat keberlanjutannya cukup. Indeks keberlanjutan untuk sistem usahatani hortikultura sayuran berkisar antara 39,58 sampai 64,85. Dimensi ekologi (48,17), dimensi ekonomi (64,85), dimensi kelembagaan (56,47), dan dimensi teknologi (56,71) termasuk status cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial (39,58) masuk status kurang berkelanjutan. Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem usahatani hortikultura sayuran sebanyak 23 atribut. Atribut sensitif meliputi tingkat erosi yang terjadi, ketersediaan bahan organik, kualitas hasil tanaman hortikultura, produktivitas tanaman hortikultura, pengelolaan lahan, komoditas unggulan tanaman hortikultura, harga produk komoditas hortikultura, kontribusi terhadap pendapatan petani, pengelolaan hasil pertanian hortikultura, luas lahan garapan, ketersediaan pemasaran, intensitas penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi ramah lingkungan, adopsi teknologi konservasi tanah, eksistensi layanan Pemerintah, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, persepsi masyarakat tentang partisipatori, persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah, keberadaan kelompok tani, intensitas pertemuan kelompok tani, teknik penggunaan mulsa, penggunaan pupuk organik dan biofertilizer, teknologi pembuatan pupuk organik, intensitas penggunaan pestisida, dan teknologi pembuatan biopestisida. Komoditas wortel yang tingkat keberlanjutannya paling rendah dan komoditas sawi dan kentang yang tingkat keberlanjutannya cukup.

30 162 Komoditas hortikultura sayuran status keberlanjutan lebih tinggi dibandingkan komoditas buah-buahan, kecuali pada dimensi ekologi.

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI HORTIKULTURA SAYURAN PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG, SULAWESI SELATAN

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI HORTIKULTURA SAYURAN PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG, SULAWESI SELATAN ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI HORTIKULTURA SAYURAN PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG, SULAWESI SELATAN Saida Mahasiswa S3 Program Studi PSL-Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor 16680 S. Sabiham

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability Attribute VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI 6. Keberlanjutan Rawa Lebak Masing-masing Dimensi Analisis status keberlanjutan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan Judul : Analisis Keberlanjutan Usahatani Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Kabupaten Jember Peneliti : Titin Agustina 1 Mahasiswa Terlibat : Dewina Widyaningtyas 2 Sumberdana :

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH Jurnal Littri 12(4), Desember 26. Hlm. 146 153 ISSN 853-8212 JURNAL LITTRI VOL. 12 NO. 4, DESEMBER 26 : 146-153 ANALISIS MUTU, PRODUKTIVITAS, KEBERLANJUTAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEMBAKAU DI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 163 IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 9.1. Pendahuluan Komoditas hortikultura merupakan salah satu sumber akselerasi pertumbuhan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN ABSTRACT R. WIDIRIANI 1, S. SABIHAM 2, S. HADI SUTJAHJO 3, DAN I. LAS 4 ISSN

ABSTRAK PENDAHULUAN ABSTRACT R. WIDIRIANI 1, S. SABIHAM 2, S. HADI SUTJAHJO 3, DAN I. LAS 4 ISSN Analisis Keberlanjutan Usahatani di Kawasan Rawan Erosi (Studi Kasus di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek) Sustainability Analysis of Existing Agriculture

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Status Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang Keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang dianalisis dengan model MDS. Nilai indeks

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP

STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP Abdul Rauf Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

EVALUASI STATUS KEBERLANJUTAN AGROPOLITAN PONCOKUSUMO, MALANG, JAWA TIMUR A. Faruq Hamdani 1, Benny Joy 2, dan E.

EVALUASI STATUS KEBERLANJUTAN AGROPOLITAN PONCOKUSUMO, MALANG, JAWA TIMUR A. Faruq Hamdani 1, Benny Joy 2, dan E. EVALUASI STATUS KEBERLANJUTAN AGROPOLITAN PONCOKUSUMO, MALANG, JAWA TIMUR A. Faruq Hamdani 1, Benny Joy 2, dan E. Kusnadi Wikarta 2 1 ABSTRAK Kawasan Agropolitan Poncokusumo merupakan salah satu kawasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Mutu dan Produktivitas Tembakau Temanggung Hasil analisis ragam dan uji berpasangan nilai tengah mutu dan produktivitas tembakau (Tabel 10), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kawasan Minapolitan Bontonompo terletak di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Gowa terletak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA Iis Arsyad¹, Syaiful Darman dan Achmad Rizal² iis_arsyad@yahoo.co.id ¹Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program pemerintah daerah yang diterapkan telah cukup mengandung aspek pembinaan dan penerapan kelestarian lingkungan. Wilayah yang

Lebih terperinci

VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG

VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG 79 VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG 6.1. Pendahuluan Tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran merupakan tanaman komoditas unggulan di Kabupaten

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 3 No. 3, Desember 2016: 175-187 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 http://dx.doi.org/10.20957/jkebijakan.v3i3.16250 KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB V STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU

BAB V STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU 131 BAB V STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU 5.1 Pendahuluan Pengelolaan DAS Ciliwung dilakukan oleh berbagai stakeholders dengan berbagai kepentingan dan pengaruh yang dimiliki terhadap interaksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 55 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tingkat Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo 5.1.1. Persepsi Masyarakat Kabupaten Gowa merupakan salah satu Kabupaten penghasil budidaya perikanan darat dan payau

Lebih terperinci

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehingga dalam pengelolaan harus sesuai dengan kemampuan agar tidak menurunkan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK BULETIN PSP ISSN: 251-286X Volume No. 1 Edisi Maret 12 Hal. 45-59 ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN Oleh: Asep Suryana

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi penopang kehidupan sebagian besar masyarakat di Indonesia. Menurut BPS 2014, terdapat 64.771.600 rumah tangga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PULAU TARAKAN

6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PULAU TARAKAN 6 STATUS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PULAU TARAKAN 6.1 Status Keberlanjutan Penyediaan Air Bersih Dalam penelitian penyediaan air bersih di Pulau Tarakan, penentuan indeks keberlanjutan kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN PERBATASAN PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS KEBERLANJUTAN PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN PERBATASAN PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS KEBERLANJUTAN PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN PERBATASAN PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Sustainability Analysis of Cocoa Smallholders in the Border Area of Sebatik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mayoritas penduduk di negara berkembang adalah petani. Oleh karena itu, pembangunan pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang terpenting di negara kita, karena sebagian besar warga Indonesia bermatapencaharian sebagai petani, namun juga sebagian besar warga miskin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis existing condition pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat yang menggunakan aplikasi Rapfish

Lebih terperinci

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia Aquatic Science & Management, Vol. 1, No. 2, 188-192 (Oktober 2013) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00042

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan dan pembangunan nasional. Selain sebagai penyumbang devisa negara, sektor ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sayur dan buah merupakan komoditas pertanian yang sangat berpotensi dalam memajukan dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, komoditas sayur dan buah Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 185 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 6.1. Umum Perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede dapat dievaluasi status keberlanjutannya dan diperbaiki agar

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berwawasan lingkungan merupakan implementasi dari konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat yang cocok untuk semua tanaman hortikultura, hal ini merupakan salah satu keutungan komparatif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai Serayu merupakan salah satu DAS terbesar di Indonesia yang masuk dalam jajaran DAS kritis dengan luas wilayah sebesar 358.514,57 ha (BPDAS Serayu

Lebih terperinci

VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak

VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Pemerintah Kabupaten Situbondo masih belum menetapkan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Untuk itu sebelum program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. i i

Ringkasan Eksekutif. i i Ringkasan Eksekutif Dalam rangka meningkatkan peranan dalam usaha konservasi DAS yang rusak, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan program Pilot Project Optimasi Lahan responsif

Lebih terperinci

Diterima: 4 Februari 2009; Disetujui: 20 Agustus 2009 ABSTRACT

Diterima: 4 Februari 2009; Disetujui: 20 Agustus 2009 ABSTRACT Buletin PSP, Vol.XVIII, No.3, Desember 9 STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERIKANAN ERA DESENTRALISASI DI INDONESIA Sustainability Status of Development System of Fisheries Extension

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci