1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Dengan demikian, makna dari kinerja yaitu hasil kerja dan bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja merupakan kunci bagi organisasi untuk keluar dari krisis yang dihadapi. Perubahan lingkungan organisasi yang cepat dan pesat menyebabkan seluruh organisasi yang bergerak disektor bisnis maupun sektor publik harus meninjau ulang cara pandang dan perilaku dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Kinerja organisasi atau perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh organisasi atau perusahaan pada periode tertentu dengan merujuk pada standar yang ditetapkan dan bagaimana proses kerja berlangsung. Pada umumnya, untuk mencapai kinerja sesuai standar yang ditetapkan, setiap organisasi atau perusahaan mempunyai permasalahan dan tantangan serta peluang yang menyebabkan perbaikan kinerja menjadi penting untuk dilakukan. Demikian juga dengan industri gula Indonesia. Industri gula Indonesia merupakan industri manufaktur yang berkembang pertama kali di Indonesia. Indonesia memiliki iklim yang sangat sesuai untuk tumbuhnya tebu dan sebagai negara terkaya sumber daya genetik tebu. Berdasarkan hal tersebut, para ahli gula dunia berpendapat bahwa Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan industri gula (Khudori 2004). Pada masa kejayaannya (tahun 1930-an) Indonesia pernah menjadi negara eksportir gula kedua di dunia setelah Kuba. Namun, sejak tahun 1967 Indonesia menjadi negara pengimpor gula (Effendi 2009) untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan gula masih berlanjut sampai saat ini. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan adanya trend peningkatan jumlah produksi, namun peningkatan yang terjadi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi yang juga memiliki trend meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu,

2 2 juga memperlihatkan bahwa kondisi lima tahun terakhir ketergantungan Indonesia terhadap impor gula mendekati 50% per tahun. Produksi vs Konsumsi (Juta Ton) Juta Ton 9 4,85 8 4,6 4,65 7 4,22 4,29 6 Konsumsi ,24 2,31 2,43 2,57 2,85 2 Produksi 1 0 Tahun Gambar 1 Trend Produksi dan Konsumsi Gula Nasional (ditjenbun 2010, di olah) Mengingat gula merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia sehari-hari, pemerintah mengemban tanggungjawab untuk senantiasa menjamin ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pada tingkat harga yang layak sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat. Selain itu, ketergantungan ketersediaan pangan terhadap impor merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan pangan. Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi gula dalam negeri, termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum tercapai. Lembaga Penelitian IPB (2002) menggambarkan keseluruhan aspek yang saling terkait dalam studi pergulaan nasional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan aspek yang saling terkait, faktor yang menentukan berhasil tidaknya program swasembada gula, yaitu : 1) sisi harga komoditi gula di

3 Permodalan/ Perkreditan 3 pasar, 2) kebun, khususnya dengan bahan baku atau usaha tani, 3) pabrik, khususnya yang berkaitan dengan pengolahan. Keadaan pergulaan dunia Kebijakan makro Moneter Tata niaga/ agroinput Perdagangan Fiskal Usaha tani Pengolahan Pemasaran Tata niaga Inflasi Penelitian & Pengembangan Harga Gambar 2 Aspek yang Saling Terkait dalam Studi Pergulaan Nasional (LPPM IPB 2002) Mardianto et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan agribisnis pergulaan yaitu : 1) produktivitas gula yang cenderung turun karena penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah; 2) impor gula yang semakin meningkat karena harga gula di pasar intenasional berada dibawah biaya produksinya, kebijakan border measure yang sifatnya ad hoc, dan banyaknya impor gula ilegal; 3) harga gula di pasar domestik tidak stabil karena sistem distribusi yang kurang efisien. Stakeholder s Pergulaan Nasional (2006), P3GI (2008), dan Effendi (2009) menegaskan bahwa permasalahan yang dihadapi pada sisi pengolahan (pabrik) yaitu rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Produktivitas pabrik gula direpresentasikan dalam ton per hektar. Representasi tersebut menunjukkan banyaknya hablur gula hasil pengolahan dibandingkan dengan luas lahan tebu yang menghasilkan tebu sebagai bahan baku utama pabrik gula.

4 4 Rerata produktivitas hablur gula nasional dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar 3. Rerata produktivitas tertinggi dicapai pada tahun yaitu sebesar 16,5 ton/ha dan terendah pada tahun yaitu sebesar 4,79 ton/ha. Kondisi lima tahun terakhir (dengan rerata sebesar 6,07 ton/ha) menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan tahun , namun masih jauh lebih rendah dibandingkan rerata yang dicapai tahun Ton/Ha ,5 9,38 8,67 Produktivitas (Ton/Ha) 6,5 6,35 5,85 4,79 4,9 6,07 Tahun Gambar 3 Produktivitas Gula (Prihandana 2004 dan BPS 2010) Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik gula (melibatkan generasi 1, 2, dan 3 ). Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 1 adalah kelemahan dalam budidaya bibit tebu. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 2 adalah kelemahan dalam budidaya tanaman tebu yang menggunakan sistem budidaya ratoon dengan keprasan (membesarkan tunas setelah tebu di panen) yang lebih dari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, dengan pemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagaian besar tanaman banyak terserang hama penyakit. Selain itu, pengelolaan proses tebang, angkut dan giling kurang optimal. Selain

5 5 kelemahan dalam hal budidaya tanaman tebu, permasalahan pada generasi 2 juga di sebabkan oleh menurunnya luas areal tebu. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 3 adalah rendahnya tingkat efisiensi pabrik gula yang antara lain disebabkan oleh teknologi yang dimiliki telah usang, mesin pabrik yang sudah tua, dan hari giling per tahun yang rendah. Hari giling per tahun rendah disebabkan oleh kontinuitas pasokan bahan baku (tebu) yang rendah. Efisiensi pabrik gula ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengekstraksi kandungan gula di dalam batang tebu. Kadar kandungan gula di dalam batang tebu disebut sebagai rendemen. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) rerata tingkat efisiensi pabrik gula yang diukur dengan overall recovery (OR) kurang dari 80 persen. Artinya, gula kristal yang diperoleh pabrik gula hanya mencapai 80 persen dari potensi. Rerata rendemen efektif dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar % 12,46 Rendemen (%) ,12 7,8 6,6 6, Tahun Gambar 4 Rendemen (P3GI 2008 dan Bisnis Indonesia 2010) Rendemen tertinggi dicapai pada tahun 1935 yaitu sebesar 12,46%, sedangkan pada tahun dengan rerata rendemen sebesar 6,6%

6 6 merupakan rerata rendemen terendah sampai saat ini. Kondisi enam tahun terakhir dengan rerata rendemen sebesar 6,99% menunjukkan adanya sedikit peningkatan, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan rerata yang dicapai pada tahun Inefisiensi terjadi antara lain karena 1) kondisi saat ini pabrik gula di Jawa memperoleh pasokan bahan baku dari tebu rakyat yang baik jumlahnya maupun mutunya cenderung menurun secara tajam; 2) mayoritas pabrik gula (PG BUMN) saat ini memiliki mesin-mesin tua; 3) pabrik bekerja hanya 60-70% dari kapasitas; dan 4) banyak pabrik gula yang kapasitasnya rendah sehingga tidak bisa mencapai skala ekonomi yang efisien. Rendahnya produktivitas dan efisiensi yang dicapai saat ini dibandingkan dengan potensi (pencapaian tertinggi) yang pernah dicapai menunjukkan bahwa produktivitas dan efisiensi pabrik gula perlu diperbaiki. Sink dan Thomas (1989) menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu fungsi hubungan timbal balik yang kompleks antara tujuh kriteria yaitu 1) Efektivitas, 2) Efisiensi, 3) Kualitas, 4) Produktivitas, 5) Kualitas dari kehidupan kerja, 6) Inovasi, dan 7) Profitabilitas. Merujuk pada Sink dan Thomas (1989) tersebut, efisiensi dan produktivitas merupakan dua dari tujuh aspek dari kinerja. Selain itu, Radnor dan Barnes (2007) menyatakan bahwa efisiensi dan produktivitas merupakan aspek penting dari kinerja. Berdasarkan hal tersebut, perbaikan kinerja di sisi pengolahan (pabrik) menjadi kebutuhan yang mendesak dan harus dilakukan secara terus menerus. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan peningkatan produktivitas atau efisiensi pabrik gula yaitu 1) Analisis nilai tambah dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas dan profitabilitas di Pabrik Gula PTP XXI XXII (Yusnitati 1994); 2) analisis efisiensi biaya produksi gula di Indonesia dengan pendekatan fungsi biaya multi-input multi-output (Siagian 1999); 3) efisiensi unit-unit kegiatan ekonomi industri gula yang menggunakan proses karbonatasi di Indonesia (Siagian 2002); 4)studi pengembangan sistem industri pergulaan nacional (LPPM IPB 2002); 5) analisis kinerja pabrik gula dengan metoda Data Envelopment Analysis (Manalu 2009); dan 6) Kajian Sistem Pengukuran Kinerja Pabrik Gula (Rahmatulloh et al.2009).

7 7 Pada dasarnya, penelitian yang terkait dengan perbaikan kinerja pabrik gula khususnya produktivitas dan efisiensi terbatas pada pengukuran untuk mengetahui kinerja. Selain itu, model pengukuran kinerja yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, menggunakan ukuran kinerja dengan range yang sempit yaitu (produktivitas atau efisiensi) dan tidak ada keterkaitan antar ukuran kinerja. Hal ini dapat menyebabkan upaya perbaikan yang dilakukan tidak menghasilkan perbaikan kinerja yang signifikan dan berkurangnya efektivitas sistem pengukuran kinerja. Kedua, ketidakjelasan dan rumit dalam mengagregasikan ukuran kinerja dengan berbagai satuan pada proses pengukuran. Ketiga, masih terdapat infrastruktur yang digunakan dalam pengukuran kinerja dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan proses pengukuran menjadi kurang efisien. Perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pada umumnya terdapat lima tahap (Swanson 1996) yang harus dilakukan yaitu : 1) tahap analisis, 2) tahap desain, 3) tahap pengembangan, 4) tahap implementasi, dan 5) tahap evaluasi. Selanjutnya, Swanson (1996) menyebutkan bahwa tahap analisis merupakan tahap paling penting. Adapun tujuan dari tahap analisis adalah untuk menentukan : 1) kinerja, 2) target kinerja, dan 3) prioritas perbaikan kinerja. Merujuk pada inti dari definisi perbaikan kinerja (LaBonte 2001) yaitu sebagai suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan menunjukkan bahwa analisis perbaikan kinerja perlu dilakukan secara terus menerus. Berdasarkan tujuan dari tahap analisis, masalah dalam analisis perbaikan kinerja merupakan masalah pengambilan keputusan. Selain itu, analisis perbaikan kinerja pada umumnya merupakan masalah yang bersifat kompleks, sehingga untuk menelaah atau menyelesaikan permasalahan perlu dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan dikenal dengan istilah sistem penunjang keputusan (Marimin 2005; Turban et al. 2005). Sistem penunjang keputusan (SPK) dapat ditingkatkan menjadi lebih baik atau lebih intelijen dengan memanfaatkan satu atau lebih komponen-komponen artificial inteligence technology (seperti logika fuzzy dan sistem pakar berbasis aturan) yang disebut sebagai sistem penunjang keputusan intelijen (Turban 2005).

8 8 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, tahap penting yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja pabrik gula adalah tahap analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula. Untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula diperlukan model sistem penunjang keputusan. Model sistem penunjang keputusan yang diperlukan merupakan integrasi dari berbagai model yang digunakan untuk mencapai tujuan pada tahap analisis yaitu dalam hal menentukan kinerja, target kinerja, dan penentuan prioritas perbaikan. Pemanfaatan komponen artificial inteligence technology dimungkinkan untuk digunakan sehingga sistem penunjang keputusan menjadi lebih intelijen. Beberapa pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana model untuk menentukan kinerja pabrik gula? b. Bagaimana model untuk menentukan target kinerja pabrik gula? c. Bagaimana model untuk menentukan prioritas perbaikan pabrik gula? d. Bagaimana model sistem penunjang keputusan intelijen yang dapat digunakan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula agar tujuan analisis berupa penentuan kinerja, penentuan target kinerja, dan penentuan prioritas perbaikan kinerja dapat tercapai? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model sistem penunjang keputusan intelijen yang dapat membantu pengambil keputusan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula. Model yang akan dihasilkan berupa model yang terintegrasi untuk mencapai tujuan analisis perbaikan kinerja yaitu dalam hal menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja. 1.4 Ruang Lingkup Pada umumnya, perangkat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam meningkatkan kinerja yaitu Balanced Scorecard (Lawson R., Toby Hatch dan Denis D. 2008). Terdapat empat perspektif dalam Balanced Scorecard (Niven 2006) yaitu 1) Perspektif

9 9 keuangan, 2) Perspektif pelanggan, 3) Perspektif proses internal, dan 4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Masing-masing perspektif menunjukkan fokus pandangan yang dititikberatkan dan merupakan peta wilayah di mana harus diletakkan strategi-strategi yang relevan. Luis S dan Prima AB (2008) menjelaskan bahwa fokus masing-masing perspektif adalah sebagai berikut 1) keberhasilan keuangan dengan pendekatan jangka pendek maupun jangka panjang untuk perspektif keuangan, 2) pelanggan untuk perspektif pelanggan, 3) serangkaian aktivitas yang ada dalam organisasi secara internal untuk perspektif proses internal, dan 4) sumberdaya khususnya sumberdaya manusia dalam organisasi untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ruang lingkup penelitian yang merupakan batasan (boundary) dalam merancangbangun model sistem penunjang keputusan intelijen untuk analisis perbaikan kinerja pabrik gula meliputi : a. Kinerja yang dikaji merupakan kinerja pada pabrik gula khususnya dalam perspektif proses internal. Proses internal yang dimaksud adalah proses produksi pada pabrik gula. b. Kinerja direpresentasikan dalam kinerja strategis, kinerja operasional, dan kinerja taktis. Kinerja strategis adalah kinerja yang terkait dengan sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi pada pabrik gula. Kinerja operasional adalah kinerja yang terkait dengan proses produksi pada pabrik gula. Kinerja taktis adalah kinerja yang terkait dengan hasil proses produksi pada pabrik gula dan merupakan prioritas kompetisi pabrik gula. c. Aspek kinerja yang dikaji adalah produktivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah gula sebagai output dari proses produksi pada pabrik gula dengan luas lahan yang digunakan untuk menanam tebu, dimana tebu merupakan bahan baku (input) untuk proses produksi pada pabrik gula.ukuran kinerja yang digunakan untuk produktivitas pabrik gula yaitu hablur gula yang dinyatakan dalam ton/ha. Sedangkan efisiensi terkait dengan jumlah sukrosa dalam tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula (rendemen). Ukuran kinerja yang digunakan untuk efisiensi pabrik gula yaitu

10 10 rendemen yang dinyatakan dalam persen (%). d. Pabrik gula yang dimaksud adalah pabrik gula yang menghasilkan gula kristal putih yang dihasilkan dari tebu. e. Model yang dirancangbangun akan diaplikasikan dalam bentuk sistem yang berbasis komputer (prototipe) yang dirancang agar pengguna dapat berinteraksi dengan sistem. f. Obyek kajian adalah pabrik gula berskala kecil, menengah dan besar. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Pengembangan konsep perbaikan kinerja khususnya pada tahap analisis dan penerapannya di Indonesia, b. Rujukan bagi penelitian dan pengembangan analisis perbaikan kinerja dalam cakupan yang berbeda, c. Model dalam menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula bagi pabrik gula, PTPN dan pemerintah, d. Model dalam pengambilan keputusan perbaikan kinerja pabrik gula bagi pabrik gula, PTPN dan pemerintah

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

RANCANGBANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INTELIJEN UNTUK ANALISIS PERBAIKAN KINERJA PABRIK GULA. Triwulandari Satitidjati Dewayana

RANCANGBANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INTELIJEN UNTUK ANALISIS PERBAIKAN KINERJA PABRIK GULA. Triwulandari Satitidjati Dewayana RANCANGBANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INTELIJEN UNTUK ANALISIS PERBAIKAN KINERJA PABRIK GULA Triwulandari Satitidjati Dewayana SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA) EFISIENSI PENGUSA N GUEA TEBU DI DENGAN ANALISIS BIAYA SUIWBEmAYA DOMESTIK (Studi Kasus di Witayah Ke rja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

PERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA

PERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA PERAN MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM KEBERHASILAN REVITALISASI PABRIK GULA DI INDONESIA Triwulandari S. Dewayana Jurusan Teknik Industri - Universitas Trisakti e-mail : triwulandari_sd@yahoo.com ABSTRAK Kajian

Lebih terperinci

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005). 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan sumber pangan utama yang digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU I. UMUM Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demi memenuhi Hasil Evaluasi Program Peningkatan Produktivitas Gula Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala Madu yang turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran penting di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai

Lebih terperinci

5. PEMODELAN SISTEM. Basis Pengetahuan. karakteristik pembeda. ukuran-ukuran kinerja & keterkaitannya. kualifikasi kinerja per jenis kinerja

5. PEMODELAN SISTEM. Basis Pengetahuan. karakteristik pembeda. ukuran-ukuran kinerja & keterkaitannya. kualifikasi kinerja per jenis kinerja 93 5. PEMODELAN SISTEM 5.1 Konfigurasi Sistem Model sistem penunjang keputusan intelijen untuk analisis perbaikan kinerja pabrik gula dirancangbangun dalam bentuk sistem berbasis komputer. Prototype model

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Perkebunan pada Acara Semiloka Gula Nasional 2013 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Mewujudkan Ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1 2003 Purwono Posted 7 October, 2003 Science Philosophy (PPs 702) Graduate Program / S3 Institut Pertanian Bogor October 2003 Instructors: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Principal) Prof Dr Ir Zahrial Coto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh: Supriyati Sri Hery Susilowati Ashari Mohamad Maulana Yonas Hangga Saputra Sri Hastuti

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini perkembangannya sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh tingkat perekonomian yang terjadi tergantung

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan nasibnya bekerja disektor pertanian (Husodo, dkk, 2004:23- meningkatnya peranan sektor-sektor industri.

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan nasibnya bekerja disektor pertanian (Husodo, dkk, 2004:23- meningkatnya peranan sektor-sektor industri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PG. DJOMBANG BARU DI KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI

KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PG. DJOMBANG BARU DI KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PG. DJOMBANG BARU DI KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis OLEH :

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di tanah air Indonesia tercinta ini. Contohnya tanaman tebu yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di tanah air Indonesia tercinta ini. Contohnya tanaman tebu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), baik flora, fauna dan tanah yang begitu amat subur. Tanaman apapun mudah tumbuh subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan pertanian pada era globalisasi seperti saat ini harus dibangun secara terintegrasi mulai dari pembangunan industri hulu, hilir dan kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci