V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA"

Transkripsi

1 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara tujuan manajemen risiko rantai pasok dan metode atau model mitigasi risiko yang ingin dilakukan. Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan dengan membandingkan antara satu pelaku dengan pelaku yang lainnya di dalam satu wilayah (sphere) rantai pasok. Setiap atribut kinerja mempunyai indikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja dari sebuah organisasi. Di dalam pengukuran kinerja melalui pendekatan DEA, atribut kinerja terdiri dari variabel input dan output. Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada pembahasan sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja para pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan mengunakan pendekatan DEA adalah : 1. Faktor input yang terdiri atas metrik: a. Risiko indeks b. Biaya total c. Siklus pemenuhan pesanan d. Harga produk 2. Faktor output yang terdiri atas metrik : a. Kualitas b. Fulfill order c. Jumlah pasokan Penentuan variabel input dan output yang menjadi parameter pengukuran kinerja DEA diselaraskan dengan tujuan manajemen risiko rantai pasok yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap parameter dalam pengukuran merupakan indikator bagi tujuan manajemen risiko rantai pasok (Gambar 20). Pada penelitian ini pengukuran kinerja tidak dilakukan terhadap koperasi dengan alasan : 1) model distribusi risiko (Risk Sharing) mempunyai tolak ukur satu stakeholder untuk mengkoordinasikan mekanisme model distribusi risiko terhadap pelaku di

2 58 bawahnya (upstream); 2) karena hanya terdapat satu pelaku maka tidak bisa diperoleh efisiensi pelaku karena tidak ada unit (DMU) pembanding di dalam proses Benchmarking. manjemen risiko rantai pasok Tujuan manajemen risiko Peningkatan kuantitas pasokan Peningkatan kualitas pasokan Peningkatan total profit rantai pasok Menjamin kontinuitas pasokan Parameter pengukuran Kinerja DEA Risiko indeks Siklus pemenuhan pesanan Biaya total Harga produk kualitas Jumlah pasokan Fulfill order Gambar 20 Relasi atribut kinerja pengukuran terhadap tujuan manajemen risiko rantai pasok Pengukuran kinerja terhadap kolektor seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya hanya melibatkan lima pelaku (DMU). Kelima DMU kolektor ini mewakili wilayah sampel 20 pelaku rantai pasok yang berada di diatasnya (upstream). Sehingga, keterunutan sampel sesuai dengan kondisi objek penelitian yang ada di Aceh Tengah. Dari gambar 17 terlihat bahwa parameter risiko indeks mempunyai relasi atau kaitan terhadap semua tujuan manajemen rantai pasok. Sistematika konsep mitigasi risiko dengan pendekatan distribusi risiko seperti ini memberikan sistematika yang jelas terhadap penelusuran parameter dan indikator model. Pengukuran kinerja yang digunakan di dalam studi adalah Multiple Input Multiple Output Charness Cooper Rhodess Data Envelopment analysis (MIMO CCR DEA) dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU) Risiko Indeks Risiko indeks merupakan nilai risiko (Value at Risk) tingkatan pelaku rantai pasok dengan variabel pengukuran meliputi : 1) konsekuensi dari rantai pasok

3 59 yang harus masing-masing pelaku dalam satu sphere rantai pasok (α x ); 2) persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok tingkat ke-x (β x ) serta probabilitas kegagalan komponen ke-i yang merupakan persentase variabel risiko setiap pelaku rantai pasok yang telah dihitung pada pembahasan sebelumnya. 1. Konsekuensi risiko, dalam studi ini risiko kopi organik pada semua tingkatan (α) adalah (1.0) karena pada pengunaannya tidak terdapat produk pengganti kopi organik Arabika Gayo. Keberadaan kopi jenis Arabika dari daerah lain tidak dapat menggantikan posisi kopi organik Gayo dalam fungsionalitas produk di negara tujuan ekspor. 2. Persentase nilai tambah, dari pengukuran nilai tambah menggunakan metode Hayami maka didapatkan persentase nilai tambah (β) pada setiap tingkatan rantai pasok yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Persentase nilai tambah pelaku rantai pasok Aktor Nilai tambah (%) Petani 100,00 Prosesor 1,51 Kolektor 43,19 Koperasi 33,11 Sumber : Data primer 2012 Dari persentase nilai tambah terlihat jelas bahwa kontribusi petani terhadap persentase nilai tambah produk sangat tinggi dengan persentase hampir 100 %. Faktor ini menyebabkan kompleksitas risiko di tingkat petani sangat tinggi dengan banyaknya tahapan proses yang harus dilalui sebelum produk siap dijual. Sebaliknya Koperasi sebagai pelaku dengan nila total profit yang paling tinggi hanya memberikan persentase nilai tambah 33,11 %. Artinya koperasi menanggung risiko yang jauh lebih kecil dibanding petani karena tahapan proses untuk pemberian nilai tambah terhadap produk lebih sedikit. Sehingga, probabilitas kegagalan atau risiko disepanjang tahapan proses jauh lebih sedikit. Fungsi prosesor yang hanya sebagai perantara antara petani dengan kolektor tergambar dari persentase nilai tambah yang sangat kecil yaitu 1,51 %. 3. Probabilitas variabel risiko, merupakan nilai variabel risiko setiap pelaku rantai pasok yang telah didefinisikan pada pembahasan sebelumnya

4 60 Berdasarkan hasil pengukuran pada variabel risiko indeks maka didapatkan nilai nilai risiko indeks untuk setiap tingkatan pelaku rantai pasok sebagai berikut (Tabel 14) Tabel 14 Rekapitulasi risiko indeks pelaku rantai pasok Aktor Risiko indeks (%) Petani 0,99 Prosesor 0,02 Kolektor 0,43 Sumber : Data primer Biaya Total Biaya total pelaku rantai pasok adalah total biaya yang dibutuhkan pelaku dalam melakukan material handling dari pemasok hingga ke konsumen mulai dari pengolahan sampai dengan biaya pengiriman ke pelaku berikutnya di dalam struktur rantai pasok. Khusus untuk petani, tidak terdapat komponen biaya pengiriman atau transportasi karena produk kopi organik diambil langsung ke lokasi petani. Tabel 14 menerangkan biaya total pelaku rantai pasok untuk setiap DMU pengukuran. Sampel kolektor terdiri atas lima unit (DMU) pengukuran karena keterbatasan kepada wilayah yang memiliki prosesor sebagai bagian pelaku rantai pasok. Untuk setiap DMU kolektor memiliki empat sampel prosesor dan petani. Tabel 15 Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok DMU Petani (Rp/ha/thn) Prosesor (Rp/ha/thn) Kolektor (Rp/ha/thn) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 -

5 61 Tabel 15 Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok (lanjutan) DMU Petani (Rp/ha/thn) Prosesor (Rp/ha/thn) Kolektor (Rp/ha/thn) , , , , , , , , , , , , , , , ,00 - Sumber : Data primer Siklus Pemenuhan Pesanan Siklus pemenuhan pesanan adalah periode kemampuan pelaku untuk bisa memenuhi pasokan kepada pelaku berikutnya minimal dengan kuantitas tertentu.kemampuanpemenuhan pesanan untuk setiap pelaku rantai pasok berbeda-beda tergantung dari jumlah pekerja yang digunakan, kondisi cuaca, tingkat kadar air jumlah pasokan dan jarak lokasi bahan baku. Untuk memudahkan penentuan siklus periode pemesanan maka kuantitas pasokan setiap pelaku digeneralisir ke dalam satuan jumlah yang sama sehingga bisa diketahui kecepatan setiap pelaku dalam memenuhi pesanan. Detail siklus pemenuhan pesanan setiap pelaku rantai pasok dapat dilihat dari Tabel 16. Tabel 16 Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku rantai pasok DMU Petani (jam/ha)* Prosesor (hari) Kolektor (hari) 1 69, , , , , , , , , , , , ,00 2 -

6 62 Tabel 16 Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku rantai pasok (lanjutan) DMU Petani (jam/ha)* Prosesor (hari) Kolektor (hari) 14 46, , , , , , , Sumber : Data primer 2012 *) periode waktu ketika buah kopi selesai dipetik Kuantitas dari siklus pemenuhan pesanan petani dihitung berdasarkan kuantitas pemetikan satu hari yang sanggup dipenuhi berdasarkan jumlah pekerja yang dibayar. Sementara untuk prosesor dan kolektor kuantitas dari siklus pemenuhan pesanan dihitung berdasarkan standar minimal pengiriman yaitu 500 kg biji kopi Harga Produk Harga jual produk kopi berbeda beda untuk setiap pelaku dalam sphere rantai pasok tergantung dari kualitas, ketinggian tempat, jarak lokasi (Tabel 17). Petani yang mempunyai lahan pada ketinggian diatas 1400 diatas permukaan laut (Dpl) secara umum memiliki rata-rata kualitas produk yang cukup baik. Semakin tinggi lokasi areal pertanian maka biji kopi yang dihasilkan semakin besar dan tingkat terase juga semakin rendah. Terase adalah cacat pada biji kopi yang diakibatkan hama penggerek buah, proses pulper yang tidak baik, cacat pada biji kopi dan proses fermentasi yang tidak sempurna. Pada umumnya lahan dengan ketinggian diatas 1400 Dpl berada jauh dari areal koperasi sehingga distributor harus mengeluarkan biaya transportasi yang dibebankan kepada harga jual produk terhadap koperasi. Sebagian biaya transportasi bisa dinegosiasikan agar ditanggung koperasi jika kualitas produk secara umum dapat diterima oleh koperasi. Tabel 17 Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok. DMU Petani (Rp/kg) Prosesor (Rp/kg) Kolektor (Rp/kg)

7 63 Tabel 17 Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok (lanjutan). DMU Petani (Rp/kg) Prosesor (Rp/kg) Kolektor (Rp/kg) Sumber : Data primer Kualitas Kualitas pasokan dari kopi organik sangat ditentukan oleh pelaku tingkat petani dan sebagian kecil lagi oleh kolektor dan koperasi yang melakukan pengolahan lebih lanjut. Penentuan kualitas produk yang di hasilkan oleh setiap tingkatan pelaku rantai pasok dilakukan melalui proses agregasi terhadap beberapa variabel risiko yang telah dijustifikasi pada tahapan sebelumnya. Pemilihan variabel risiko ditentukan berdasarkan dampak yang terjadi terhadap kualitas produk. Konsentrasi variabel risiko yang mempunyai dampak terhadap kualitas produk kopi organik terdapat pada faktor risiko pasokan, faktor risiko proses dan sebagian kecil pada faktor risiko permintaan. Tabel 18 menjelaskan secara rinci dari persentase kualitas produk pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Tabel 18 Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok. DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 1 21,00 30,00 40, ,00 14,48 43, ,00 20,22 41,24

8 64 Tabel 18 Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok (lanjutan). DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 4 14,00 15,14 42, ,00 16,54 60, ,00 17, ,00 29, ,00 18, ,00 19, ,80 14, ,00 13, ,00 14, ,90 14, ,60 13, ,50 13, ,20 13, ,00 17, ,00 13, ,00 13, ,00 35,12 - Sumber : Data primer 2012 Berdasarkan rincian kualitas produk pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai kualitas produk dari petani sangat rendah. Rendahnya kualitas produk ini disebabkan oleh petani tidak mampu melaksanakan budidaya pertanian organik sesuai dengan standar dan panduan yang telah ditetapkan Fulfill Order Persentase pemenuhan pesanan (fulfill order) dilihat dari kemampuan pelaku dalam memenuhi pesanan produk dari koperasi. Nilai patok dalam menentukan besarnya kuantitas pasokan yang harus dipenuhi oleh pelaku mulai dari petani sampai kolektor ditentukan berdasarkan rasio antara produktifitas lahan petani yang sebenarnya dengan data prediksi koperasi. Karena petani merupakan pelaku kunci dalam memenuhi jumlah pasokan yang diinginkan, maka persentase pemenuhan pesanan dari petani akan berimbas terhadap prosesor dan kolektor dalam memenuhi pesanan terhadap koperasi. Data pada Tabel 19 memberikan rincian persentase pemenuhan pesanan pada setiap pelaku rantai pasok.

9 65 Tabel 19 Rekapitulasi fulfill order pelaku rantai pasok DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 1 55,56 73,02 86, ,79 77,32 88, ,38 82,47 73, ,04 85,91 73, ,41 52,45 78, ,48 93, ,00 88, ,50 86, ,48 71, ,43 42, ,74 80, ,50 98, ,00 71, ,67 52, ,88 67, ,96 79, ,13 84, ,00 92, ,46 79, ,00 97,14 - Sumber : Data primer 2012 Berdasarkan gambaran data pada Tabel 19, kinerja pelaku rantai pasok dalam memenuhi pesanan sangat rendah. Indikasi ini memperkuat hipotesa sebelumnya kalau produktifitas petani juga sangat rendah. Persentase fulfill order pada tingkatan pelaku prosesor dan kolektor terlihat lebih baik karena dalam prakteknya pelaku tersebut menerima dan mengumpulkan pasokan tidak hanya dari wilayah domain mereka tetapi juga dari wilayah lain. Akibatnya, berdampak terhadap keseragaman kualitas produk dari suatu wilayah, sehingga tingkat kepercayaan koperasi ikut menurun terhadap kualitas produk suatu wilayah yang sebenarnya bagus tetapi teridentifikasi buruk ketika dilakukan pemeriksaan kualitas di tingkat koperasi. Indikasinya berujung terhadap semakin menurunnya perolehan profit pelaku dari tingkat petani sampai kolektor karena degradasi kualitas akibat ketidakseragaman mutu produk.

10 Jumlah Pasokan Jumlah pasokan pelaku rantai pasok diukur secara kuantitatif selama satu tahun periode pengiriman dari pelaku rantai pasok (Tabel 20) Tabel 20 Rekapitulasi jumlah pasokan pelaku rantai pasok. DMU Petani (kg/thn) * Prosesor (kg/thn)* Kolektor (kg/thn)* , , , , , Sumber : Data primer 2012 *) dikonversi kedalam kopi green bean 5.2. Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan terhadap tiga mitra tani yang menjadi pelaku di dalam struktur rantai pasok yaitu : petani, prosesor, dan kolektor. Pemilihan pelaku rantai pasok berdasarkan data petani, prosesor dan kolektor yang bernaung di bawah lembaga koperasi Baburrayyan. Pengukuran kinerja dilakukan pada satu tahun terakhir atribut pengukuran DEA pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Pengukuran efisiensi pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA dilakukan dengan bantuan solver excel 2007 (Ragsdale 2008). Data yang dimasukkan ke dalam solver merupakan variabel atribut input dan

11 67 output DEA yang telah dilakukan perhitungan nilai kuantitatifnya selama setahun terakhir Kinerja Pelaku Tingkat Petani Perhitungan kinerja petani melibatkan 20 sampel yang terdapat di tujuh kecamatan berbeda. Dari hasil pengukuran efisiensi pelaku ternyata terdapat lima sampel petani yang mempunyai kinerja yang paling baik diantara 15 pelaku (DMU) lainnya (Tabel 21). Dari hasil perhitungan terlihat jelas kalau fluktuasi nilai efisiensi petani sangat tinggi. Artinya, kinerja antara satu pelaku dengan pelaku lainnya sangat jauh berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu sampel petani ke 16 dengan nilai efisiensi 49,74 % sampai dengan lima petani lainnya dengan nilai efisiensi 100 %. Dari hasil perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa kualitas produk organik tingkat petani sangat bervariasi dengan mutu jauh di bawah standar yang ditetapkan. Produktifitas petani juga sangat rendah akibat penetapan harga jual yang tidak berimbang. Distribusi profit yang tidak seimbang dengan risiko yang ditanggung mengakibatkan kinerja petani sangat rendah dalam memenuhi tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan. Fluktuasi kinerja petani yang tinggi juga berakibat kepada penggelembungan risiko di tingkat pelaku akhir yaitu koperasi.

12 62 68 Tabel 21 Hasil perhitungan efisiensi petani menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas (%) Output Input Jumlah Biaya Total Pasokan RI Proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus Pemenuhan Pesanan (jam) Harga produk (Rp ) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi petani 1 21,00 55, , ,00 69, ,45 0,56-0,11 0,81 petani 2 10,00 61, , ,00 30, ,76 0,77 0,00 1,00 petani 3 21,00 54, , ,00 54, ,49 0,68-0,19 0,80 petani 4 14,00 37, , ,00 148, ,23 0,72-0,50 0,52 petani 5 11,00 53, , ,00 106, ,37 0,72-0,35 0,58 petani 6 12,00 49, , ,00 49, ,49 0,57-0,08 0,55 petani 7 13,00 50, , ,00 100, ,37 0,37 0,00 0,58 petani 8 15,00 42, , ,00 21, ,67 0,91-0,24 1,00 petani 9 8,10 34, , ,33,00 22, ,49 0,80-0,31 0,75 petani 10 8,80 31, , ,67 20, ,45 0,97-0,52 0,75 petani 11 8,00 55, , ,00 27, ,72 0,78-0,07 1,00 petani 12 9,00 62, , ,00 62, ,51 1,07-0,57 0,64 petani 13 8,90 45, , ,00 45, ,43 1,07-0,64 0,50 petani 14 8,60 46, , ,00 46, ,45 1,07-0,63 0,50 petani 15 8,50 46, , ,00 93, ,34 0,72-0,38 0,51 petani 16 7,20 47, , ,00 95, ,35 0,87-0,52 0,50 petani 17 14,00 78, , ,00 156, ,57 0,87-0,30 0,78 petani 18 16,00 72, , ,00 144, ,53 0,92-0,40 0,72 petani 19 19,00 38, , ,00 38, ,51 1,04-0,53 1,00 petani 20 29,00 100, , ,00 50, ,00 1,00 0,00 1,00 Sumber : Data primer 2012

13 Kinerja Pelaku Tingkat Prosesor Pengukuran kinerja pelaku tingkat prosesor melibatkan 20 sampel pelaku yang yang berhubungan langsung dengan kolektor. Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEA, dari 20 sampel pelaku ternyata tujuh diantara pelaku tingkat prosesor dinyatakan efisien. Sementara 13 pelaku lainnya belum mampu menyamakan kinerja dengan pelaku yang sudah mencapai nilai efisiensi 100 %. Akan tetapi selisih kinerja pelaku yang tidak efisien tidak terlalu besar sehingga fluktuasi nilai efisiensi pelaku yang tidak efisien tidak begitu besar. Dari data nilai efisiensi prosesor pada Tabel 22 bisa disimpulkan bahwa kemampuan prosesor dalam memenuhi kuantitas pasokan hampir sama. Begitu juga dengan keseragaman mutu pasokan prosesor tidak terlalu bervariasi. Indikasi ini disebabkan karena fungsi prosesor yang hanya bersifat sebagai perantara distribusi pasokan petani ke kolektor, sehingga tidak ada indikator yang menyebabkan ketidakseragaman atribut yang menyebabkan perbedaan efisiensi. Perbedaan nilai efisiensi disebabkan karena kinerja yang berbeda dari setiap pelaku sehingga nilai efisiensi pelaku sedikit berbeda antara satu pelaku dengan yang lainnya. Perbedaan nilai efisiensi yang cukup tinggi pada sampel pelaku ke 14 yaitu 0,63 karena penggunaan variabel input total biaya proses sebesar tidak diiringi dengan peningkatan nilai variabel output jumlah pasokan yaitu sebesar kg. Sehingga, jika dibandingkan dengan pelaku prosesor lain dengan penggunaan input yang relatif sama nilai output pelaku ke 14 jauh lebih kecil. Persentase pemenuhan pesanan sampel prosesor ke 14 dengan nilai % juga tidak seimbang dengan penggunaan input total biaya proses yang tinggi. Sebagai perbandingan sampel prosesor ke 16 dengan penggunaan variabel input total biaya proses yang relatif hampir sama yaitu ,- mampu memenuhi total pesanan sebesar 79,40 %. Mekanisme proses benchmarking seperti inilah yang menentukan tingkat efisiensi suatu DMU. Kesimpulan yang didapat dari hasil pengukuran efisiensi ini tingkat kinerja prosesor satu dengan yang lain relatif hampir sama terkecuali untk sampel prosesor ke 5 dan 14. Nilai bobot risiko tingkatan pelaku rantai pasok tingkat

14 70 prosesor yang sangat kecil yaitu 0,03 terbukti selaras dengan capaian nilai efiiensi yang relatif sama Kinerja Pelaku Tingkat Kolektor Pemilihan sampel kolektor diselaraskan dengan jalur distribusi pasokan di dalam satu wilayah sehingga penetapan jumlah sampel kolektor yang akan menjadi unit pengukuran dibatasi dalam lingkup sampel petani dan prosesor sebelumnya. Dari lima unit sampel tingkat kolektor, tiga diantaranya teridentifikasi efisien sedangkan dua lainnya tidak efisien. Fluktuasi nilai efisiensi di tingkat kolektor yang tidak terlalu tinggi sebanding dengan bobot risiko pelaku di dalam struktur rantai pasok sebesar 0,098. Indikasi ini menyebabkan tingkat keseragaman mutu dan kuantitas pasokan antara satu kolektor dengan kolektor yang lainnya relatif sama. Hipotesa faktor penggelembungan dari petani terbukti pada pengukuran efisiensi tingkat kolektor. Rendahnya kualitas dan jumlah pasokan dari petani berdampak terhadap hampir pada semua kolektor sehingga nilai fluktuasi efisiensi relatif kecil. Tingkat penggelembungan risiko kualitas dan kuantitas pasokan semakin besar pada tingkatan prosesor sehingga kinerja kolektor relatif hampir sama. Kesimpulannya semakin besar tingkat penggelembungan risiko dari pelaku bagian hulu (upstream) maka peningkatan kinerja pelaku berikutnya dalam sphere rantai pasok semakin sulit dilakukan. Kualitas dan kuantitas pasokan yang rendah dari petani tidak dapat diperbaiki secara signifikan oleh pelaku tingkatan kolektor di dalam struktur rantai pasok kopi organik. Tabel 23 memberikan rincian lengkap nilai efisiensi pelaku rantai pasok tingkatan kolektor.

15 65 71 Tabel 22 Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas (%) Output Input Jumlah Biaya Total pasokan RI proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus pemenuhan pesanan (hari) Harga produk (Rp) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi Prosesor 1 30,00 73, , ,68 0,84-0,16 0,97 Prosesor 2 14,48 77, , ,72 0,89-0,16 0,83 Prosesor 3 20,22 82, , ,77 0,85-0,08 0,94 Prosesor 4 15,14 85, , ,80 0,87-0,07 0,94 Prosesor 5 16,54 52, , ,45 0,79-0,34 0,69 Prosesor 6 17,00 93, , ,80 0,80 0,00 1,00 Prosesor 7 29,47 88, , ,76 0,77-0,01 1,00 Prosesor 8 18,07 86, , ,74 0,86-0,12 0,93 Prosesor 9 19,88 71, , ,86 0,99-0,14 0,95 Prosesor 10 14,05 42, , ,51 0,89-0,38 0,84 Prosesor 11 13,79 80, , ,96 1,04-0,08 0,98 Prosesor 12 14,24 98, , ,18 1,18 0,00 1,00 Prosesor 13 14,03 71, , ,81 1,00-0,20 0,91 Prosesor 14 13,74 52, , ,60 1,03-0,43 0,63 Prosesor 15 13,55 67, , ,76 0,94-0,18 0,91 Prosesor 16 13,47 79, , ,90 1,014-0,12 0,94 Prosesor 17 17,55 84, , ,87 0,98-0,11 1,00 Prosesor 18 13,27 91, , ,95 1,01-0,06 1,00 Prosesor 19 13,27 79, , ,82 0,96-0,15 1,00 Prosesor 20 35, , ,82 0,96-0,15 1,00 Sumber : Data primer 2012

16 6572 Tabel 23 Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas Output Input Jumlah Biaya Total pasokan RI proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus pemenuhan pesanan (hari) Harga produk (Rp) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi Processor 1 40,38 86, ,28 0, , ,73 0,75-0,02 1,00 Processor 2 43,21 88, ,11 0, , ,77 0,77 0,00 1,00 Processor 3 41,24 73, ,85 0, ,72 0,78-0,06 0,92 Processor 4 42,11 73, ,47 0, , ,73 0,79-0,06 0,97 Processor 5 60,32 78, ,40 0, , ,00 1,00 0,00 1,00 Sumber : Data primer 2012

17 73 Dari proses pengukuran kinerja psetiap pelaku rantai pasok menghasilkan kesimpulan yang sama dengan sub model analisis risiko bahwa mekanisme mitiasi melalui pendekatan model distribusi risiko (risk sharing) diperlukan dalam merancang rantai pasok yang memiliki kontinuitas pasokan serta profitabilitas. Sub model pengukuran kineja menggunakan pendekatan DEA selain berfungsi sebagai parameter penentu dalam sub model berikutnya yaitu distribusi risiko juga memberikan pembuktian yang kuat mengenai hubungan kinerja dengan bobot risiko. Faktor penggelembungan risiko menjadi indikasi nyata bahwa semakin besar risiko yang diterima dari pelaku bagian hulu rantai pasok maka, semakin sulit untuk melakukan peningkatan kinerja pelaku tingkatan rantai pasok dalam satu sphere rantai pasok.

18 (Halaman ini sengaja dibiarkan kosong)

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING)

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA 8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head Pengukuran manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura (buah dan sayuran) yang beraneka ragam. Iklim tropis menjadi kemudahan dalam menanam

Lebih terperinci

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logistik bukanlah hal yang baru di dunia industri. Sepanjang sejarah logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan mengirimkannya ke

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksa kinerja rantai pasok harus ditingkatkan. Terutama untuk

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksa kinerja rantai pasok harus ditingkatkan. Terutama untuk BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Persaingan perdagangan yang sangat ketat di era globalisasi mengharuskan siklus perdagangan berlangsung cepat dengan kualitas yang tetap terjaga sehingga memaksa kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan

Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan Rancang Bangun Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan Rachman Jaya F361090181 Komisi pembimbing Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Sapta Raharja, DEA Prof Dr Ir Marimin, MSc Life time of Ph.D Program Agustus 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gudang adalah Bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan barang. Dalam pengertian adalah temapat penyimpanan dan bagian dari logistic dalam suatu aktifitas perusahaan

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, akan dibahas mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, akan dibahas mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian. 3.1.Studi Lapangan Studi lapangan merupakan tahapan awal dari penelitian yang akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di era globalisasi saat ini, persaingan antar perusahaan semakin ketat. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga menuntut

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :...

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :... Lampiran 1. Untuk Petani Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Buah Naga di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur oleh Rini Yuli Susanti (20140430295),Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT

ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT Ulfah Fauziah 1, Andri Ihwana 2 Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Manajemen rantai pasok merupakan salah satu alat bersaing di industri, mulai dari pasokan bahan baku, bahan tambahan, kemasan, pasokan produk akhir ke tangan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh Danareksa

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang menjadi tempat studi kasus penelitian ini yaitu Tani Sejahtera Farm serta anggota rantai pasoknya di Kabupeten Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan tangkap dan budidaya berperan penting dalam pencapaian tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi tingkat kelaparan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Setiap perusahaan memiliki tujuan akhir untuk mencapai keuntungan maksimum. Beberapa faktor yang mempengaruhi perolehan keuntungan diantaranya penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pertumbuhan angka penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan masyarakat terhadap rumah sebagai salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir. 2. TELAAH TEORITIS 2.1. Definisi Rantai Nilai Menurut Campbell (2008), rantai nilai mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di

Lebih terperinci

Pemilihan Pemasok Bahan Baku Produksi Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis

Pemilihan Pemasok Bahan Baku Produksi Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.2, Juni 2013, pp.157-161 ISSN 2302-495X Pemilihan Pemasok Bahan Baku Produksi Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis Harry Darmawan 1, Hadi Setiawan 2, Sirajuddin

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, bisnis kian berfluktuasi dan persaingan bisnis semakin ketat. Fluktuasi bisnis ini disebabkan oleh ketidakpastian lingkungan bisnis dan stabilitas perekonomian.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun jasa, sehingga persaingan antar industri-industri sejenis semakin

BAB I PENDAHULUAN. maupun jasa, sehingga persaingan antar industri-industri sejenis semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini kemajuan sektor ekonomi meningkat dengan pesat, industri berkembang di segala bidang, baik industri barang maupun jasa, sehingga

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dari penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan dalam pembuatan tugas akhir. 1.1 Latar Belakang Pada

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 4 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Agroindustri merupakan bagian dari dunia bisnis yang dalam pelaksanaannya sangat erat dengan risiko ketidakpastian (uncertainty risk) dan kompleksitas, baik risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut. Hal itu menjadi prioritas perusahaan dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut. Hal itu menjadi prioritas perusahaan dalam mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seiring berkembangnya era globalisasi, keberhasilan suatu perusahaan atau industri tercermin dari tingginya pencapaian produktivitas perusahaan tersebut. Hal itu menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Bank-bank yang dinilai mempunyai kinerja yang baik dari hasil pengukuran dengan menggunakan pemodelan DEA 1 dan 2 adalah bank-bank yang dimiliki oleh investor

Lebih terperinci

Gambar 1. 1 Bagian Pucuk Daun Teh (Ghani, 2002)

Gambar 1. 1 Bagian Pucuk Daun Teh (Ghani, 2002) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teh merupakan jenis minuman yang sudah dikenal di seluruh dunia, konsumsi teh menjadi suatu hal yang umum bagi seluruh masyarakat karena mengkonsumsi teh dapat berdampak

Lebih terperinci

Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok. Metode

Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok. Metode LAMPIRAN Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok Pendekatan Metode Jenis Objectives Jenis Produk Dan Penelitan Sistem Manajemen Model Model Lingkup 1 2 1 2 3 4 5 1 2 1 2 1 2 3 4 5 6

Lebih terperinci

atau keluaran yang dihasilkan dari proses.

atau keluaran yang dihasilkan dari proses. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas merupakan hal yang mendasar yang harus ada pada setiap perusahaan. Setiap industri tentunya akan selalu meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini antara lain adalah sistem pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelakupelaku dalam pengadaan paprika,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang permasalahan yang terjadi jaringan distirbusi, tujuan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah dan asumsi penelitian serta sistematika

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan rantai pasok produk pertanian, termasuk rantai pasok buah manggis, merupakan permasalahan yang mempunyai karakteristik kompleks karena terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2000). Secara tradisional rimpang jahe dimanfaatkan untuk beberapa keperluan

BAB I PENDAHULUAN. 2000). Secara tradisional rimpang jahe dimanfaatkan untuk beberapa keperluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale ) merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang terkenal mempunyai kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH ROB TERHADAP DISTRIBUSI LOGISTIK KOMODITAS BUAH DAN SAYUR DI KAWASAN PASAR JOHAR SEMARANG

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH ROB TERHADAP DISTRIBUSI LOGISTIK KOMODITAS BUAH DAN SAYUR DI KAWASAN PASAR JOHAR SEMARANG 0 UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH ROB TERHADAP DISTRIBUSI LOGISTIK KOMODITAS BUAH DAN SAYUR DI KAWASAN PASAR JOHAR SEMARANG TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha pada era globalisasi ini diwarnai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha pada era globalisasi ini diwarnai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha pada era globalisasi ini diwarnai dengan persaingan yang semakin ketat. Persaingan bukan hanya datang dari dalam tetapi datang juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Usulan kerangka..., Charly Buchari, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Usulan kerangka..., Charly Buchari, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri asuransi umum di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, dimana industri ini mampu mencatatkan pertumbuhan premi bruto 2008 sebesar 24,7% terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH PELAKU RANTAI PASOK GAMBIR DENGAN METODE HAYAMI TERMODIFIKASI Hendra Saputra 1, Novizar Nazir 2, dan Rina Yenrina 2 1 Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Way Hui,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci