BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK. acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK. acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan"

Transkripsi

1 BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK 2.1 Proses Stokastik Proses stokastik {X(A), A R d, d 1} didefinisikan sebagai koleksi peubahpeubah acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 1, maka umumnya indeks parameter A adalah waktu yang dinotasikan dengan t. Selanjutnya, jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 2 atau 3, maka indeks parameter A masing-masing dapat berupa himpunan bagian di R 2 dan R 3. Proses yang didefinisikan di R d dengan d 4 tidak dibahas pada tulisan ini, dikarenakan sulit untuk mengambil contoh nyatanya. Selanjutnya, ada beberapa sifat yang didefinisikan pada proses stokastik, yaitu kenaikan bebas (independent increments) dan kenaikan stasioner (stationary increments). Proses stokastik memiliki sifat kenaikan bebas jika peubah acak X saling bebas untuk sembarang himpunan A yang saling lepas. Selanjutnya, proses stokastik memiliki sifat kenaikan stasioner jika distribusi dari peubah acak X untuk sembarang himpunan A hanya bergantung pada ukuran dari himpunan A. Salah satu proses stokastik yang memiliki sifat kenaikan bebas adalah proses menghitung, yang akan dibahas di bawah ini. 6

2 2.2 Proses Menghitung Proses stokastik {N(A), A R d, d 1} disebut proses menghitung jika N(A) menyatakan banyaknya (number) kejadian yang terjadi pada sembarang himpunan A, dimana bisa berupa: 1. Interval waktu, mengingat ukurannya berupa panjang interval waktu. Misalkan himpunan A = [0,t] yang diilustrasikan pada Gambar 2, maka himpunan A bisa dinyatakan dengan A = {x 0 x t}. 2. Himpunan di R 2. Misal segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, seperti diilustrasikan pada Gambar 3. Himpunan A dari Gambar 3(a) dan 3(e) masing-masing bisa dinyatakan dengan A = { (x,y) a x b, c y d } dan A = { (x,y) (x-a) 2 + (y-b) 2 r }. 3. Himpunan di R 3. Misal bola atau kubus, seperti diilustrasikan pada Gambar 5. Himpunan A dari Gambar 5(a) bisa dinyatakan dengan A = {(x, y, z) (x-a) 2 + (y-b) 2 + (z-c) 2 r }. Dalam literatur, proses menghitung yang sering dibahas adalah proses dengan indeks parameter A seperti contoh 1 di atas. Jadi, proses menghitung N[0,t] didefinisikan tidak lain sebagai banyaknya kejadian yang terjadi selama waktu t (Ross, 1996, h.59). Untuk penyederhanaan, N[0,t] cukup ditulis dengan N(t). Proses menghitung N(t) ini akan memenuhi 4 sifat, yaitu: 1. N(t) 0 2. N(t) bernilai bulat 3. Jika s < t, maka N(s) N(t) 4. Untuk s < t, maka N(t) - N(s) akan menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi dalam interval (s,t] 7

3 Proses menghitung N(t) ini, akan dibahas lebih dalam pada Bab 3, beriringan dengan pembahasan fungsi likelihood dari suatu proses Poisson nonhomogen, dimana persamaannya akan memuat bentuk integral Riemann-Stieltjes, T 0 yaitu ln λ ( t ) dn( ) i t i. Selanjutnya, bentuk dn(t i ) di sini menyatakan selisih N(t i ) N(t i-1 ). Dalam proses stokastik, jika peubah N(t i ) N(t i-1 ) adalah saling bebas untuk i dan selisih N(t i ) N(t i-1 ) disebut kenaikan, dari sinilah dikenal istilah kenaikan bebas. Sifat ini merupakan salah satu yang menarik untuk diamati, dimana menghitung banyaknya kejadian di himpunan-himpunan yang saling lepas adalah saling bebas. Secara matematis, himpunan-himpunan yang saling lepas direpresentasikan sebagai partisi. Oleh karena itu, penjelasan di bawah ini menguraikan tentang definisi dan cara partisi himpunan. Pada tulisan ini, cara partisi yang akan dipakai ada 2, yaitu partisi dengan bentuk yang sebangun dan partisi menggunakan konsep pengemasan bola (sphere packing). 2.3 Partisi Himpunan dengan Bentuk Sebangun Sebelumnya, akan dijelaskan definisi partisi sebagai berikut: Misal himpunan A R d dengan d = 1,2,3. Perdefinisi, partisi hingga dari himpunan A, dinotasikan dengan, adalah koleksi hingga dari subhimpunan A i untuk i = 1, 2,, n yang saling lepas, atau A,... = { i} i 1,2 n, dimana A = i A dan A i A j =φ untuk i, j = 1,..., n, i j (2.1) (Capinski dan Kopp, 2004, h.190). Gabungan dari subhimpunan A i tersebut menghasilkan himpunan A itu sendiri, yang dapat dituliskan sebagai berikut 8

4 U n A i i=1 A = dengan A A = φ untuk i, j = 1,..., n, i j (2.2) i j Proses menghitung kejadian pada himpunan A dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil proses menghitung kejadian di masing-masing subhimpunan n n A i. Artinya, N( A) = N U Ai = N( Ai ) (2.3) i= 1 i= 1 mengingat N(A) dan N(A i ) untuk i = 1, 2,, n bernilai bulat nonnegatif. Proses perhitungan seperti ini, akan dipakai pada Subbab 4.3 untuk menghitung banyaknya pohon pinus yang tersebar di hutan Wade Tract, dimana himpunan A didefinisikan sebagai area hutan seluas 4 hektar dan subhimpunan A i didefinisikan sebagai area hutan seluas 1 hektar. A. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter waktu) Didefinisikan himpunan A = [0,t], dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi interval A bisa dilihat melalui Gambar 2 di bawah ini Gambar 2 Partisi Himpunan A = [0,t] A 0 t A 1 A 2 A 3 A 4 Berdasarkan gambar di atas, partisi interval A berupa subinterval A i yang saling lepas untuk i = 1,2,3,4. Selanjutnya, dapat dihitung N(A 1 ) = 2 kejadian, N(A 2 ) = 1 kejadian, N(A 3 ) = tidak ada kejadian, dan N(A 4 ) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 4 kejadian. Konsep partisi interval ini, akan dipakai di Subbab 3.1, dimana subhimpunan A i = (t i-1, t i ]. 9

5 Dalam beberapa kasus dilapangan, khususnya bidang Asuransi dan masalah antrian, ingin dipelajari lebih dalam jika interval A i diperbanyak dan memiliki panjang interval yang sama, untuk mengetahui berapa rata-rata banyaknya kejadian di setiap subinterval A i. Istilah ini dalam proses stokastik dikenal sebagai intensitas, umumnya dinotasikan dengan λ. Jika dalam kenyataan dipenuhi sifat-sifat: 1) N(0) = 0, 2) proses memiliki kenaikan bebas dan kenaikan stasioner, 3) P(N(A i ) =1) = λ.l(a i ) 2 + o(a i ), dan 4) P(N(A i ) 2) = o(a i ), maka proses menghitung di atas disebut proses Poisson. B. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter bidang) Didefinisikan himpunan A sebagai segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan banyaknya n hingga. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat melalui Gambar 3 di bawah ini Gambar 3 Partisi Himpunan A di R 2 (a) (b) (c) A 1 A 2 A 3 A 1 A 1 A 2 A 4 A 5 A 6 A 2 A 3 A 3 A 4 A 7 A 8 A 9 A 4 (d) (e) (f) A 1 A 1 A 1 A 2 A 2 A 2 A 3 A 3 A 3 A 4 2 l(a i ) adalah ukuran lebesque. Karena A i adalah sebuah interval di R, maka ukuran lebesque-nya berupa panjang interval A i. 10

6 Berdasarkan gambar di atas, partisi himpunan A pada Gambar 3(a) 3(d) berupa himpunan yang sebangun dengan panjang sisi yang lebih pendek. Sedangkan partisi himpunan A pada Gambar 3(e) dan 3(f) berbentuk cincin. Berikut ini, akan dijelaskan cara partisi salah satu himpunan A pada Gambar 3. Ambil Gambar 3(e) sebagai contoh. Bentuk lingkaran baru di dalam lingkaran A, misal A, dimana jari-jari A lebih pendek daripada jari-jari A. Lalu, dibentuk lingkaran baru A dalam A, dimana jari-jari A lebih pendek dari jari-jari A. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4, dimana tanda panah ( ) menyatakan jari-jari lingkaran. Gambar 4 Lingkaran A, A Dan A A A A Hasil partisi lingkaran A adalah daerah A 1, A 2 yang berbentuk cincin dan daerah A 3 yang berbentuk lingkaran kecil, dimana ketiganya saling lepas dengan A 1 = A ( A = {x x A x A } A 2 = A ( A = {y y A y A } A 3 = A Dari Gambar 3(e), dapat dihitung N(A 1 ) = 4 kejadian, N(A 2 ) = 2 kejadian, dan N(A 3 ) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 7 kejadian. Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada luas daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x dan sumbu y dimisalkan memiliki satuan meter 11

7 sehingga satuan luasnya meter persegi. Jika dikaitkan dengan contoh konkrit pada Tabel 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai mika dan subhimpunan A i untuk i = 1,...,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika yang memiliki satuan luas meter persegi, dengan kejadian berupa serangan lumut di kuadrat mika. C. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter ruang) Didefinisikan himpunan A sebagai bola atau kubus, dimana A mengikuti persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat pada Gambar 5 di bawah ini Gambar 5 Partisi Himpunan A di R 3 A 4 A 2 A 3 A 1 (a) (b) Jika himpunan A adalah sebuah bola, maka dibentuk sebuah bola kecil di dalamnya, sebut A 4, lalu dibentuk selimut-selimut bola yang semakin besar, sebut A 3, A 2 dan A 1. Dari sini, diperoleh daerah partisi dari bola A yang saling lepas. Jika himpunan A adalah sebuah kubus, maka partisi kubus A adalah kubus-kubus baru dengan panjang sisinya lebih pendek daripada panjang sisi kubus A, lihat Gambar 5(b). Untuk kasus di atas, dapat dihitung N(A 1 ) = 2 kejadian, N(A 2 ) = 2 kejadian, N(A 3 ) = 1 kejadian, dan N(A 4 ) = 2 kejadian. Berdasarkan (2.2), maka N(A) = 7 kejadian. 12

8 Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada volume daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x, sumbu y dan sumbu z dimisalkan memiliki satuan meter sehingga satuan volumenya meter kubik. Jika dikaitkan dengan Gambar 12 yang mengilustrasikan titik waktu dan lokasi gempa bumi, dimana himpunan A dimisalkan sebagai sebuah kubus, maka N(A) menyatakan banyaknya titik waktu dan lokasi gempa bumi yang berada di dalam kubus. 2.4 Partisi Menggunakan Konsep Pengemasan Bola (Sphere Packing) Secara matematis, permasalahan pengemasan bola adalah permasalahan mengisi sebuah ruang dengan cara menyusun bola-bola identik yang saling lepas (wikipedia.com). Jika yang diisi adalah sebuah bidang, maka bola tersebut berupa lingkaran dan dikenal dengan pengemasan lingkaran (circle packing). Masalah utama dari pengemasan bola adalah mendapatkan susunan yang maksimal (wikipedia.com). Salah satu tujuan mengisi suatu ruang secara maksimal bisa digambarkan dengan ilustrasi berikut ini. Misal seorang tukang kebun jeruk ingin menyimpan hasil panennya ke kotak kayu secara maksimal tanpa merusak jeruknya, agar jeruknya bisa dikirim ke tempat lain dan dijual dalam kondisi baik. Sebagai ilustrasi lihat Gambar 6 Gambar 6 Susunan Jeruk Pada Sebuah Kotak 13

9 Permasalahan yang muncul, jeruk tidak mempunyai ukuran yang sama, tidak seperti produksi pabrik (misal bola sepak) yang bentuknya bisa sama. Maka susunan pada jeruk menjadi susunan yang tidak teratur (irregular arrangement). Sedangkan jika bola sepak yang disimpan maka susunannya teratur (regular arrangement). Tentu saja dalam susunan teratur dan tidak teratur, akan muncul istilah homogen dan nonhomogen. Selanjutnya, proporsi dari ruang yang terisi oleh bola-bola disebut dengan kepadatan (density) susunan (wikipedia.com). Mengacu pada Gambar 6, terlihat bahwa dalam kotak tersebut masih ada daerah-daerah yang kosong, yaitu daerah tengah diantara empat bola yang disusun saling berdekatan. Untuk memaksimalkan isi kotak tersebut, daerah yang kosong diisi dengan bola yang ukurannya lebih kecil, artinya bola-bola yang ada dalam kotak tersebut bentuknya tidak identik lagi. Dengan cara yang sama, bisa pula diterapkan pada pengemasan lingkaran, yaitu daerah yang kosong diisi lingkaran dengan ukuran yang berbeda. Salah satu contohnya seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 1, yaitu susunan tidak teratur dari irisan jeruk pada pengemasan lingkaran. Melalui Gambar 1, bisa dihitung berapa banyak jumlah jeruk nipis maupun jeruk sunkist yang ada dalam pengemasan lingkaran. Sehingga, diketahui proporsi masing-masing jeruk dalam kemasan. Dalam proses Poisson, proporsi ini dikenal dengan istilah intensitas. Bentuk susunan dalam pengemasan lingkaran yang memiliki kepadatan maksimal untuk mengisi bidang adalah bentuk susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement) (wikipedia.com). 14

10 Gambar 7 susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement) Seorang matematikawan asal Jerman bernama Carl Friedrich Gauss (1940) membuktikan bahwa susunan teratur segi enam memiliki kepadatan maksimal. Ia juga menunjukkan bahwa proporsi bidang yang terisi oleh lingkaran sebesar 90,6%. Jadi sekitar 9,4% berupa daerah yang kosong (wikipedia.com). Dalam pengemasan bola, susunan yang memberikan kepadatan maksimal adalah bentuk susunan cubic close packing 3 (atau face centred cubic) dan hexagonal closes packing (wikipedia.com ; mathworld.com), lihat Gambar 8 dan 9. Johannes Kepler (1611) menduga bahwa pada kedua susunan tersebut akan memberikan kepadatan maksimal dengan proporsi ruang yang terisi bola sebesar 74,04 % (wikipedia.com). Gambar 8 cubic close packing Gambar 9 hexagonal closes packing 3 Salah satu contoh dari cubic close packing adalah susunan bola dalam bentuk piramida (wikipedia.com) 15

11 2.5 Proses Titik (Point Processes) Perdefinisi, proses titik adalah koleksi acak dari titik-titik yang terletak pada suatu daerah tertentu (Schoenberg, 2000). Berdasarkan daerah definisinya, maka proses titik dibagi menjadi dua, yaitu: I. Proses titik pada ruang dimensi satu Pada umumnya, indeks parameter proses adalah waktu, dimana titiknya menyatakan waktu dari suatu kejadian. Proses ini dikenal dengan istilah proses titik bergantung waktu (temporal point processes). Proses titik ini, biasanya dipakai pada permasalahan antrian Gambar 10 Titik-Titik Kedatangan dalam Antrian [ ] 0 t Gambar 10 mengilustrasikan proses titik bergantung waktu, dimana titiknya merepresentasikan waktu kedatangan dalam suatu antrian. II. Proses titik pada ruang dimensi lebih dari satu A. Proses titik bergantung lokasi (spatial point processes) Proses ini umumnya diamati berdasarkan lokasi, dimana titiknya menyatakan lokasi dari suatu kejadian. Proses ini, dipakai pada permasalahan kehutanan, misal lokasi pohon yang terbakar, pada masalah gempa bumi, misal pusat (epicenter) dari gempa dan lain sebagainya. Ambil contoh dalam masalah gempa bumi, maka titik dari proses dinyatakan dengan pasangan (x,y) dimana x menyatakan garis bujur (longitude) dan y menyatakan garis lintang (latitude). 16

12 Gambar 11 Titik Lokasi Gempa Bumi Garis Lintang (x,y) Garis Bujur B. Proses titik bergantung waktu dan lokasi (spatial-temporal point processes) Proses titik dengan indeks parameter berupa pasangan waktu dan lokasi. Proses titik ini, dipakai pada permasalahan seperti proses titik bergantung lokasi. Tetapi bedanya, titik dari proses ini menyatakan waktu dan lokasi dari kejadian. Ambil contoh masalah gempa bumi, maka titik dari proses menyatakan pasangan (t,z) dimana t menyatakan waktu dari kejadian dan z menyatakan lokasi dari kejadian, yaitu pasangan (x,y) dengan x, y menyatakan garis bujur dan garis lintang. Gambar 12 Titik Waktu dan Lokasi Gempa Bumi Garis Lintang Garis Bujur ( t, (x,y) ) waktu 17

13 2.6 Membentuk Proses Titik Melalui Ukuran Menghitung Berikut ini, dibahas tentang prosedur bagaimana membentuk proses titik, mengingat pada beberapa referensi belum banyak dijelaskan secara lebih dalam. Gambar 13 Skema Prosedur Membentuk Proses Titik Proses Titik Fungsi Tangga Ukuran Menghitung Barisan Interval Barisan Titik Proses Poisson Distribusi Eksponensial Berdasarkan Gambar 13, proses titik dibentuk melalui 4 pendekatan, yaitu: 1. ukuran menghitung 2. fungsi tangga 3. barisan titik 4. barisan interval. Contoh trivial dari proses titik adalah proses Poisson. Umumnya dalam proses Poisson, waktu antar kejadian akan berdistribusi eksponensial. Waktu antar kejadian ini dapat direpresentasikan sebagai interval, yang dapat diperoleh jika titik waktu dari kejadian dapat diamati. Karena itu, pada Gambar 13 terlihat adanya hubungan dua arah, antara proses Poisson dengan distribusi eksponensial. Membangun proses titik melalui 4 pendekatan di atas lebih mudah jika prosesnya didefinisikan pada ruang berdimensi 1 dan indeks parameternya berupa waktu. Akan tetapi, jika dimensinya diperluas, hanya ukuran menghitung yang menjadi pendekatan paling mudah untuk dicari contoh nyatanya. Pernyataan ini berkaitan 18

14 dengan proses menghitung di himpunan A R d dengan d =1,2,3, seperti yang telah dibahas di Subbab 2.2. Berikut ini, penjelasan mengenai pembentukan proses titik melalui ukuran menghitung: Misal himpunan A R d dengan d =1,2,3 dan N(A) menyatakan banyaknya kejadian di himpunan A. Jika himpunan A memenuhi persamaan (2.2), maka N(A) dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.3). Pandang himpunan A R d dengan d =1,2,3 dan N(A) nilainya hingga, maka ilustrasi perhitungan N(A) dapat diperlihatkan seperti Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 5. Sebagai penyederhanaan, misal himpunan A = [0,T] dan dinyatakan sebagai gabungan dari n buah subinterval yang saling lepas T i untuk i = 1,2,...,n. Mengacu pada persamaan (2.2), maka bisa dituliskan dengan T U n T i i=1 = dengan T T = φ untuk i j i, j = 1,..., n (2.4) i j Jika persamaan (2.4) disubstitusikan ke persamaan (2.3), diperoleh n n N U Ti = N( Ti ) (2.5) i= 1 i= 1 mengingat N(T) bernilai bulat nonnegatif dan disumsikan hingga untuk interval [0,T] (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.42). Dalam praktek, bisa saja interval [0,T] adalah interval yang pendek, sehingga T i untuk i = 1,2,...,n adalah subinterval yang sangat pendek dan biasanya sama panjang. Pemilihan subinterval yang sama panjang, bertujuan untuk memudahkan mengetahui rata-rata banyaknya kejadian di interval [0,T], berdasarkan hasil perhitungan banyaknya kejadian di masingmasing subinterval T i untuk i = 1,2,...,n. 19

15 Berikut ini, contoh aplikasi dari pendekatan ukuran menghitung di beberapa bidang ilmu, diantaranya: 1. Bidang Asuransi, khususnya pada pembuatan tabel kehidupan. Tabel kehidupan memuat daftar dari banyaknya individu yang bertahan hidup pada usia tertentu, dimana individu awal dari suatu populasi diberikan. Misalkan individu awal dari suatu populasi diasumsikan sebanyak orang. Dalam interval waktu satu tahun, individu yang bertahan hidup sebanyak orang, maka banyaknya yang meninggal adalah 279 orang. Jadi, himpunan A adalah interval waktu satu tahun dan kejadiannya adalah individu yang meninggal. 2. Bidang Fisika Misalkan dua buah partikel fisik berbenturan, menghasilkan jejak dan partikelpartikel lainnya, sebut partikel w dan partikel z, yang direkam dalam bentuk foto. Gambar 14 Foto Jejak dan Partikel-Partikel Hasil Benturan Titik-titik pada Gambar 14 menyatakan partikel, dimana identifikasi jenis partikel berdasarkan kekuatan energi yang dimilikinya. Sedangkan, bentuk lingkaran yang semakin lama semakin mengecil menyatakan jejak partikelnya. Berdasarkan hasil foto, banyak jenis partikel tertentu bisa dihitung. Jadi, di sini himpunan A adalah sebuah foto dan kejadiannya adalah sebagai jenis partikel hasil benturan. 20

16 3. Bidang Demografi. Demografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan populasi terhadap beberapa faktor, diantaranya kelahiran, kematian, migrasi dan emigrasi. Jadi, di sini himpunan A adalah interval waktu pengamatan dan kejadiannya adalah faktor yang mempengaruhi populasi. 2.7 Membentuk Proses Titik Melalui Fungsi Tangga Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses titik yang dibentuk melalui pendekatan ini adalah proses yang memiliki indeks parameter waktu. Jika N(t) didefinisikan sebagai, N(t) = N[0,t] = N([0,t]), 0 < t < (2.6) maka N(t) adalah fungsi riil bernilai bulat, kontinu kanan, tidak turun, dan yang utama N(t) adalah fungsi tangga. Jika daerah definisi dari t diperluas menjadi - < t <, maka persamaan (2.6) dapat dinyatakan sebagai berikut: ([ 0, t] ) N ; t > 0 N ( t) = 0 ; t = 0 (2.7) N( [ 0, t] ) ; t < 0 Persamaan ini menyatakan bahwa fungsi N(t) bernilai bulat positif untuk t > 0, bernilai bulat negatif untuk t < 0 dan bernilai 0 (nol) untuk t = 0 (Daley dan Vere-Jones, 2003, h. 43). 2.8 Membentuk Proses Titik Melalui Barisan Titik Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses yang akan dibahas di sini memiliki indeks parameter waktu. Misalkan bentuk t i = inf { t > 0 : N(t) i }, i = 1,2, (2.8) 21

17 Maka diperoleh hubungan penting t i t jika dan hanya jika N(t) i (2.9) Hubungan ini memperjelas bahwa di dalam menentukan barisan titik {t i } sama halnya dengan menentukan fungsi N(t) pada persamaan (2.7) untuk kasus N(-,0] = 0. Jika daerah definisi dari indeks i diperluas, maka persamaan (2.8) dapat dinyatakan dalam bentuk: { t > 0 : N[ 0, t] i} { t > 0 : N[ t,0] i + 1} inf i = 1,2,... t i = inf{ t : N( t) i} = (2.10) inf i = 0, 1,... Bentuk ini merupakan akibat dari barisan titik {t i } yang terurut naik, yaitu t i t i+1 untuk semua i dan t 0 0 < t 1. Dalam praktek, bisa saja definisi dari t i dinyatakan dengan bentuk yang lain, seperti yang diilustrasikan melalui Gambar 15 dan Gambar 16. Penjelasan lebih lanjut dari pendekatan ini dapat dilihat dan dipelajari pada (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.43). Selanjutnya, akan diberikan sebuah ilustrasi mengenai pembentukan t i pada persamaan (2.10), dimana t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i. Pandang garis bilangan riil positif (R + ). Ambil i = 3, dan posisi t i diberikan sebagai berikut: Gambar 15 Posisi t i di R + kejadian kejadian kejadian terjadi terjadi terjadi 0 t 1 t 2 t 3 t 4 t 5 Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N[0,t] 3, maka pada Gambar 15 nilai t yang memenuhi syarat adalah t 3, t 4, t 5, Sesuai dengan definisi infimum, yaitu batas bawah terbesar (Bartle, 2000, h.35), sehingga t 3 = inf{t > 0 : N[0,t] 3} 22

18 dimana {t > 0 : N[0,t] 3} = {t 3, t 4, t 5, }. Pada ilustrasi ini, pendefinisian yang lebih tepat untuk t 3 adalah t 3 = min{t > 0 : N[0,t] 3}. Hal ini dikarenakan oleh keanggotaan t 3 pada barisan {t > 0 : N[0,t] 3}. Selanjutnya, pandang garis bilangan riil negatif (R - ).Ambil i = -2 dan posisi t i diberikan sebagai berikut: Gambar 16 Posisi t i di R - kejadian kejadian kejadian terjadi terjadi terjadi -t 4 -t 3 -t 2 -t 1 -t 0 0 Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N [ t, 0] i + 1 atau [ t, 0] 3 N, maka pada Gambar 16 nilai t yang memenuhi syarat adalah -t 2, -t 3,, karena tanda negatif di sini hanya menyatakan bahwa proses didefinisikan pada garis bilangan riil negatif. Berdasarkan definisi infimum maka t 2 = inf{ t > 0 : N[ t,0] 3}, dimana { t > 0 : N[ t,0] 3 } = {-t 2, -t 3, }. Menggunakan cara yang sama seperti pendefinisian t 3 di atas, maka untuk kasus ini pendefinisian t 2 yang lebih tepat adalah t 2 = min{ > 0 : N[ t,0] 3} t. Pendekatan barisan titik dapat diaplikasikan di beberapa bidang ilmu, antara lain: 1. Bidang Asuransi Sama seperti ukuran menghitung, pendekatan ini berguna pada pembuatan tabel kehidupan, dimana titik dari proses didefinisikan sebagai waktu individu meninggal. Tetapi, pengamatan ini jarang sekali dilakukan karena sulit untuk mencatat waktu individu meninggal secara tepat. 23

19 2. Teknik Komunikasi Salah satu permasalahan dalam bidang komunikasi yang sering ditemukan adalah permasalahan merepresentasikan sinyal dalam bentuk sandi (signal encoding). Misalkan suatu pemancar radio akan mengirimkan sinyal (signal). Dalam perjalanan, sinyal tersebut diganggu oleh gelombang elektromagnetik, maka sinyal yang diterima akan berbeda dengan sinyal yang dikirimkan ( ; amath.corolado.edu). Gambar di bawah ini, ilustrasi dari masalah penulisan sinyal, Gambar 17 Masalah Pengiriman Sinyal Pada Signal Encoding sinyal yang dikirim (gangguan) sinyal yang diterima Akibat adanya gangguan, pada Gambar 17 terlihat sinyal yang dikirimkan berbeda dengan sinyal yang diterima. Misal sinyal yang dikirim diasumsikan sebagai fungsi terhadap waktu, maka untuk kasus ini titik dari proses didefinisikan sebagai waktu terjadinya perubahan sinyal. 2.9 Membentuk Proses Titik Melalui Barisan interval Seperti dua pendekatan sebelumnya, proses yang akan dibahas pada pendekatan ini memiliki indeks parameter berupa waktu. Misal didefinisikan: i = ti ti 1 τ...(2.11) 24

20 dimana t 0 = 0 dan t i didefinisikan melalui persamaan (2.8) untuk i = 1, 2,..., atau lebih tepatnya t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.44). Aplikasi pendekatan barisan interval bisa ditemukan pada teori pembaharuan yang mempelajari barisan interval antar kejadian, dimana kejadiannya berupa penggantian suatu komponen yang rusak dengan komponen yang baru (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.2) dan contoh komponennya bisa berupa alat produksi di suatu pabrik Hubungan antar 4 Pendekatan Melalui skema dan contoh kasus, tulisan ini mencoba menghubungkan pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya. Sebelumnya, akan diambil beberapa asumsi, antara lain: 1) Proses didefinisikan di R + dengan indeks parameternya berupa waktu 2) t i didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i 3) τ i didefinisikan sebagai interval antar kejadian ke i-1 dan kejadian ke-i A. Ukuran menghitung N[0,T] diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data banyaknya kecelakaan yang dialami pekerja wanita di sebuah pabrik amunisi 25

21 Tabel 1 Daftar kecelakaan 647 wanita yang bekerja di sebuah pabrik amunisi selama 5 minggu Banyaknya kecelakaan ( per orang) Frekuensi Frekuensi Relatif / / / / / /647 Total: 647 Rata-rata: Std.Deviasi: Sumber: Greenwood dan Yule (1920) Berdasarkan Tabel 1, jika dikaitkan dengan himpunan A yang telah disinggung pada Subbab 2.2, maka himpunan A di sini berupa interval waktu selama 5 minggu dan bisa diilustrasikan melalui Gambar 2, dimana interval waktu A = [0, 5 minggu] dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya kecelakaan yang terjadi pada setiap wanita selama interval waktu 5 minggu. Baris kedua dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang tidak pernah mengalami kecelakaan sebanyak 447 wanita. Baris ketiga dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang pernah mengalami 1 kali kecelakaan sebanyak 132 wanita dan demikian seterusnya. Misal kecelakaan sebanyak 4 kali diambil sebagai contoh. Berdasarkan Tabel 1, diketahui N[0, 5 minggu] = 4 kecelakaan, dialami oleh 3 orang. Misal orang pertama tercatat di minggu ke 1, orang kedua tercatat di minggu ke 3 dan orang ketiga tercatat di minggu ke 4. Jika titik t i didefinisikan sebagai waktu menemukan (tercatatnya) orang yang mengalami kecelakaan sebanyak 4 kali 26

22 selama 5 minggu. Maka, jika ukuran menghitung N(0, 5 minggu] diketahui, bisa diperoleh barisan titik, yaitu {t 1, t 2, t 3 } = {minggu ke 1, minggu ke 2, minggu ke 3}. Hasil yang berbeda bisa diperoleh jika kasusnya berbeda pula. Namun, dalam tulisan ini tidak akan dibahas lebih dalam. Gambar 18 Pendekatan yang diperoleh jika ukuran menghitung N[0,T] diketahui Ukuran menghitung N[0,T] diketahui diperoleh Barisan titik {t i } Selanjutnya, ukuran menghitung juga bisa terjadi untuk kasus di bawah ini Tabel 2 Banyaknya lumut yang menyerang 126 daerah kuadrat pada mika Banyaknya lumut ( per kuadrat) Frekuensi Frekuensi Relatif / / / / / /126 Total: 126 Rata-rata: Std.Deviasi: Sumber: Barnes dan Stanbury (1951) Berdasarkan Tabel 2, jika dikaitkan dengan pembahasan di Subbab 2.2, maka himpunan A di sini didefinisikan sebagai mika yang dapat diilustrasikan melalui Gambar 5(b) dan subhimpunan A i untuk i = 1,,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika dengan satuan luas meter persegi. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya lumut yang menyerang di daerah kuadrat mika. 27

23 B. Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah tempat usaha fotokopi. Tabel 3 Data waktu sebuah tempat usaha fotokopi Darker Image Waktu Kejadian 9:00 Tempat fotokopian buka 9:12 Pelanggan ke-1 datang 9:14 Pelanggan ke-2 datang 9:17 Pelanggan ke-3 datang 9:19 Pelanggan ke-1 pergi 9:21 Pelanggan ke-2 pergi 9:22 Pelanggan ke-3 pergi 9:38 Pelanggan ke-4 datang 9:39 Pelanggan ke-5 datang 9:41 Pelanggan ke-4 pergi Sumber: Nelson (1995) Gambar 19 Grafik data waktu sebuah tempat usaha fotokopi Darker Image Untuk kasus ini, misal sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pelanggan ke tempat fotokopi dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pelanggan ke-i. Jika pengamatan dilakukan selama 20 menit, berdasarkan Tabel 3, diketahui t 1 = pukul 09:12, t 2 = pukul 09:14 dan t 3 = pukul 09:17 dan banyaknya kejadian selama pengamatan adalah 3 pelanggan. Mengacu pada Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama 20 menit, atau A = [9:00, 9:20], dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Sehingga untuk kasus ini, jika fungsi tangga diketahui maka bisa diperoleh: 28

24 1. Barisan titik { t 1, t 2, t 3 } = { 09:12, 09:14, 09:17 } 2. Barisan interval { τ 1, τ 2, τ 3 } = { 12 menit, 2 menit, 3 menit } 3. Ukuran menghitung N[0, 20 menit] = 3 pelanggan Gambar 20 Pendekatan yang diperoleh jika fungsi tangga N(t) diketahui Barisan titik {t i } Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui diperoleh Barisan interval {τ i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t [0,T] C. Barisan titik {t i } diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah warnet di kota Bandung. Tabel 4 Data Waktu Pengunjung Warnet Cozy Jam Masuk Jam Keluar Keterangan 08:00:00 warnet buka 08:47:38 09:17:58 pengunjung ke-1 09:00:10 10:41:07 pengunjung ke-2 09:02:29 10:41:07 pengunjung ke-3 10:45:37 11:55:23 pengunjung ke-4 10:45:46 11:40:34 pengunjung ke-5 10:51:30 12:21:49 pengunjung ke-6 10:51:47 11:12:08 pengunjung ke-7 10:52:16 11:41:12 pengunjung ke-8 10:52:30 11:41:40 pengunjung ke-9 Sumber: Warnet Cozy (2007) Misal pengamatan dilakukan selama 90 menit, yaitu pukul , dimana sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pengunjung ke warnet dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Jika dikaitkan dengan Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama 29

25 90 menit, atau A = [08:00:00, 09:30:00] dengan panjang subinterval A i untuk i = 1,,n bisa berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 4, diketahui {t 1, t 2, t 3 } = { 08:47:38, 09:00:10, 09:02:29 }, maka bisa diperoleh: 1. Barisan Interval τ 1 = 08:47:38 08:00:00 = 00:47:38 τ 2 = 09:00:10 08:47:38 = 00:12:32 τ 3 = 09:02:29 09:00:10 = 00:02:19 2. Ukuran menghitung N[0, 90 menit] = 3 pengunjung 3. Fungsi Tangga Gambar 21 Grafik fungsi banyaknya pengunjung warnet Cozy terhadap waktu kedatangan N[0,t i ] :00:00 08:47:38 09:00:10 09:02:29 t i Gambar 22 Pendekatan yang diperoleh jika barisan titik (t i } diketahui Barisan titik {t i } diketahui diperoleh Barisan interval {τ i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t i T fungsi tangga N(t i ) = N[0,t i ] 30

26 D. Barisan interval {τ i } diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data waktu antar kedatangan pengunjung. Misal pengamatan dimulai pada pukul 09:00, artinya diketahui t 0 = 09:00, dan t i didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Tabel 5 Data waktu antar kedatangan pengunjung i τ i = t i t i-1 I τ i = t i t i menit 6 4 menit 2 2 menit 7 2 menit 3 3 menit 8 7 menit 4 21 menit 9 6 menit 5 1 menit menit Sumber: Nelson (1995) Untuk kasus ini, jika barisan interval diketahui, maka bisa diperoleh: 1. Barisan titik { t 1, t 2,, t 10 } = { 09:12, 09:14,, 10:13} 2. Ukuran menghitung N[0, 73 menit] = N[9:00, 10:13] = 10 pengunjung 3. Fungsi tangga Gambar 23 Grafik fungsi banyaknya pengunjung terhadap waktu kedatangan :00 9:12 9:14 9:17. 10:13 31

27 Gambar 24 Pendekatan yang diperoleh jika barisan interval {τ i } diketahui Barisan interval {τ i } dan nilai t 0 diketahui diperoleh Barisan titik {t i } Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t i T Fungsi tangga N(t i ) = N[0,t i ] 32

Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI PEMBENTUKAN PROSES TITIK MELALUI PENDEKATAN UKURAN MENGHITUNG

Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI PEMBENTUKAN PROSES TITIK MELALUI PENDEKATAN UKURAN MENGHITUNG STUDI PEMBENTUKAN PROSES TITIK MELALUI PENDEKATAN UKURAN MENGHITUNG Rini Cahyandari Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN SGD Bandung email: rcahyandari@yahoo.com ABSTRAK Proses titik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi perhatian seringkali bukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi perhatian seringkali bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi perhatian seringkali bukan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi, tetapi seberapa sering (banyaknya) peristiwa tersebut terjadi

Lebih terperinci

STUDI MEMBANGUN PROSES TITIK (POINT PROCESSES) DAN PENDEKATANNYA MELALUI PROSES POISSON

STUDI MEMBANGUN PROSES TITIK (POINT PROCESSES) DAN PENDEKATANNYA MELALUI PROSES POISSON STUDI MEMBANGUN PROSES TITIK (POINT PROCESSES) DAN PENDEKATANNYA MELALUI PROSES POISSON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh:

Lebih terperinci

BAB III PROSES POISSON MAJEMUK

BAB III PROSES POISSON MAJEMUK BAB III PROSES POISSON MAJEMUK Pada bab ini membahas tentang proses stokastik, proses Poisson dan proses Poisson majemuk yang akan diaplikasikan pada bab selanjutnya. 3.1 Proses Stokastik Koleksi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T} adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh ke suatu

Lebih terperinci

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik Catatan Kuliah MA5181 Proses Stokastik Precise. Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2016 1 Tentang MA5181 Proses Stokastik

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TINGKAT PROPINSI JAWA TENGAH 2010 BIDANG MATEMATIKA TEKNOLOGI

OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TINGKAT PROPINSI JAWA TENGAH 2010 BIDANG MATEMATIKA TEKNOLOGI OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TINGKAT PROPINSI JAWA TENGAH 2010 BIDANG MATEMATIKA TEKNOLOGI SESI III (ISIAN SINGKAT DAN ESSAY) WAKTU : 180 MENIT ============================================================

Lebih terperinci

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik Catatan Kuliah MA5181 Proses Stokastik Precise. Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2016 1 Tentang MA5181 Proses Stokastik

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang II. LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 1: Dasar-Dasar Probabilitas Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Peluang Percobaan adalah kegiatan yang menghasilkan keluaran/hasil yang mungkin secara acak. Contoh: pelemparan sebuah dadu.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Masalah Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas diasumsikan terintegralkan lokal

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 6: Rantai Markov Waktu Kontinu Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Pendahuluan Rantai Markov Waktu Kontinu Pendahuluan Pada bab ini, kita akan belajar mengenai

Lebih terperinci

MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 5 Proses Poisson

MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 5 Proses Poisson MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 5 Proses Poisson SMART AND STOCHASTIC MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 5 Proses Poisson SMART AND STOCHASTIC Pengantar Seperti sudah disampaikan sebelumnya, analog

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, banyak permasalahan yang dapat dimodelkan dengan proses stokastik. Proses stokastik dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 1: Dasar-Dasar Probabilitas Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Peluang Percobaan adalah kegiatan yang menghasilkan keluaran/hasil yang mungkin secara acak. Contoh: pelemparan sebuah dadu.

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran

II LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan diketahui

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T } adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

Penggabungan dan Pemecahan. Proses Poisson Independen

Penggabungan dan Pemecahan. Proses Poisson Independen Penggabungan dan Pemecahan Proses Poisson Independen Hanna Cahyaningtyas 1, Respatiwulan 2, Pangadi 3 1 Mahasiswa Program Studi Matematika/FMIPA, Universitas Sebelas Maret 2 Dosen Program Studi Statistika/FMIPA,

Lebih terperinci

(a) 32 (b) 36 (c) 40 (d) 44

(a) 32 (b) 36 (c) 40 (d) 44 Halaman:. Jika n = 8, maka n0 n bernilai... (a) kurang dari 00 (b) (d) lebih dari 00. Penumpang suatu pesawat terdiri dari anak-anak dari berbagai negara, 6 orang dari Indonesia yang termasuk dari anak-anak

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 1: Dasar-Dasar Probabilitas Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Percobaan adalah kegiatan yang menghasilkan keluaran/hasil yang mungkin secara acak. Contoh: pelemparan sebuah dadu. Ruang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik, adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu ruang states. Jadi,

Lebih terperinci

MA4081 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 4 Proses Po

MA4081 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 4 Proses Po MA4081 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Bab 4 Proses Poisson: Suatu Pengantar Orang Pintar Belajar Stokastik Tentang Kuliah Proses Stokastik Bab 1 : Tentang Peluang Bab 2 : Peluang dan Ekspektasi Bersyarat*

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Stokastik Menurut Gross (2008), proses stokastik adalah himpunan variabel acak Semua kemungkinan nilai yang dapat terjadi pada variabel acak X(t) disebut ruang keadaan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2014 1 Tentang AK5161 Matematika

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 1: Dasar-Dasar Probabilitas Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Ruang Sampel dan Kejadian Ruang Sampel dan Kejadian Ruang Sampel dan Kejadian Percobaan adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

DISTRIBUSI WAKTU BERHENTI PADA PROSES PEMBAHARUAN. Sudarno Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstrak

DISTRIBUSI WAKTU BERHENTI PADA PROSES PEMBAHARUAN. Sudarno Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstrak DISTRIBUSI WAKTU BERHENTI PADA PROSES PEMBAHARUAN Sudarno Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstrak Dalam proses stokhastik yang mana kejadian dapat muncul kembali membentuk proses pembahauruan. Proses pembaharuan

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI Bidang Matematika Bagian Pertama Waktu : 90 Menit DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh ke suatu ruang state. Jika

Lebih terperinci

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan 61 Pada Matematika Dasar I telah dipelajari integral tertentu b f ( x) dx yang dapat didefinisikan, apabila f

Lebih terperinci

REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS.

REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS. REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS ekofajarcahyadi@st3telkom.ac.id OVERVIEW Point Process Fungsi Distribusi Point Process Karakteristik Point Process Teorema Little Distribusi Point Process PREVIEW Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. himpunan bagian bilangan cacah yang disebut label. Pertama kali diperkenalkan

BAB I PENDAHULUAN. himpunan bagian bilangan cacah yang disebut label. Pertama kali diperkenalkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabelan graf merupakan suatu topik dalam teori graf. Objek kajiannya berupa graf yang secara umum direpresentasikan oleh titik dan sisi serta himpunan bagian bilangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peluang Peluang mempunyai banyak persamaan arti, seperti kemungkinan, kesempatan dan kecenderungan. Peluang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang bersifat acak.

Lebih terperinci

BAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 9 BAB 3 REVIEW PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS LOKAL DAN GLOBAL DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

(T.8) SEBARAN ATIMTOTIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

(T.8) SEBARAN ATIMTOTIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT (T.8) SEBARAN ATIMTOTIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT Ro fah Nur Rachmawati Universitas Bina Nusantara Jl. K.H. Syahdan No. 9 Palmerah Jakarta Barat 11480 rrachmawati@binus.edu

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Mesin dan SDM perusahaan

Gambar 1.1 Mesin dan SDM perusahaan BAB I PROGRAM LINEAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel, 2. merancang model matematika dari masalah

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs DAN PEMBAHASAN

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs DAN PEMBAHASAN PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs DAN PEMBAHASAN. * Indikator SKL : Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi tambah, kurang, kali, atau bagi pada bilangan. * Indikator Soal : Menentukan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA4181 Pengantar Proses Stokastik Precise and Stochastic. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Catatan Kuliah MA4181 Pengantar Proses Stokastik Precise and Stochastic. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Catatan Kuliah MA4181 Pengantar Proses Stokastik Precise and Stochastic Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2015 Tentang MA4181 (Pengantar)

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS DISTRIBUSI PROBABILITAS Berbeda dengan variabel random diskrit, sebuah variabel random kontinyu adalah variabel yang dapat mencakup nilai pecahan maupun mencakup range/ rentang nilai tertentu. Karena terdapat

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2002 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA TAHUN 2003

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2002 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA TAHUN 2003 Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 00 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA TAHUN 003 Bidang Matematika Waktu : 90 Menit DEPARTEMEN

Lebih terperinci

POISSON PROSES NON-HOMOGEN. Abdurrahman Valid Fuady, Hasih Pratiwi, dan Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS

POISSON PROSES NON-HOMOGEN. Abdurrahman Valid Fuady, Hasih Pratiwi, dan Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS POISSON PROSES NON-HOMOGEN Abdurrahman Valid Fuady, Hasih Pratiwi, dan Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS ABSTRAK. Proses Poisson merupakan proses stokastik sederhana dan dapat digunakan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik Catatan Kuliah MA5181 Proses Stokastik Precise. Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2016 1 Tentang MA5181 Proses Stokastik

Lebih terperinci

Bab 8 Fungsi Peluang Bersama: Bersama Kita Berpisah

Bab 8 Fungsi Peluang Bersama: Bersama Kita Berpisah MA3181 Teori Peluang - Khreshna Syuhada Bab 8 1 Bab 8 Fungsi Peluang Bersama: Bersama Kita Berpisah Ilustrasi 8.1 Sebuah perusahaan asuransi menduga bahwa setiap orang akan mengalami dan memiliki parameter

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 5: Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Waktu Antar Kedatangan Waktu Antar Kedatangan Misalkan T 1 menyatakan waktu dari kejadian/kedatangan pertama. Misalkan

Lebih terperinci

UAN MATEMATIKA SMP 2007/2008 C3 P13

UAN MATEMATIKA SMP 2007/2008 C3 P13 1. Hasil dari adalah a. 47 b. 52 c. 57 d. 63 2. Suhu di dalam kulkas sebelum dihidupkan 29 C. Setelah dihidupkan, suhunya turun 3 C setiap 5 menit. Setelah 10 menit suhu di dalam kulkas adalah a. 23 C

Lebih terperinci

PROSES POISSON MAJEMUK. 1. Pendahuluan

PROSES POISSON MAJEMUK. 1. Pendahuluan PROSES POISSON MAJEMUK Chris Risen, Respatiwulan, Pangadi Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak. Proses Poisson merupakan proses menghitung {; t 0} yang digunakan untuk menentukan jumlah kejadian

Lebih terperinci

1. Jika nilai a = 27 dan b =64, maka nilai paling sederhana dari

1. Jika nilai a = 27 dan b =64, maka nilai paling sederhana dari MATEMATIKA IPA PAKET C. Jika nilai a = dan b =6, maka nilai paling sederhana dari A. B. C. 5 D. E. -. Diketahui m = 6 + dan n = 6. Nilai A. 8 a b m n =... mn a a ab b b =... B. 8 C. 8 D. 8 E. 8 6. Seorang

Lebih terperinci

BAB III DARI MODEL ANTRIAN M/M/1 DENGAN POLA KEDATANGAN BERKELOMPOK KONSTAN. 3.1 Model Antrian M/M/1 Dengan Pola Kedatangan Berkelompok Acak

BAB III DARI MODEL ANTRIAN M/M/1 DENGAN POLA KEDATANGAN BERKELOMPOK KONSTAN. 3.1 Model Antrian M/M/1 Dengan Pola Kedatangan Berkelompok Acak BAB III PERUMUSAN PROBABILITAS DAN EKSPEKTASI DARI MODEL ANTRIAN M/M/1 DENGAN POLA KEDATANGAN BERKELOMPOK KONSTAN 3.1 Model Antrian M/M/1 Dengan Pola Kedatangan Berkelompok Acak Model antrian ini para

Lebih terperinci

1. Sebuah bangun pejal terbuat dari dua kubus bersisi 1 dan 3 meter. Berapa luas bangun tersebut dalam m 2? A) 56 B) 58 C) 59 D) 60

1. Sebuah bangun pejal terbuat dari dua kubus bersisi 1 dan 3 meter. Berapa luas bangun tersebut dalam m 2? A) 56 B) 58 C) 59 D) 60 1. Sebuah bangun pejal terbuat dari dua kubus bersisi 1 dan 3 meter. Berapa luas bangun tersebut dalam m 2? A) 56 B) 58 C) 59 D) 60 2. Sebuah botol dengan volume liter, diisi air hingga volumenya. Berapa

Lebih terperinci

Pembahasan Matematika SMP IX

Pembahasan Matematika SMP IX Pembahasan Matematika SMP IX Matematika SMP Kelas IX Bab Pembahasan dan Kunci Jawaban Ulangan Harian Pokok Bahasan : Kesebangunan Kelas/Semester : IX/ A. Pembahasan soal pilihan ganda. Bangun yang tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Peluang Pada dasarnya statistika berkaitan dengan penyajian dan penafsiran hasil yang berkemungkinan (hasil yang belum dapat ditentukan sebelumnya) yang muncul dalam

Lebih terperinci

2. Di antara bilangan-bilangan berikut, hanya ada satu yang habis membagi , yaitu. c. 1 d.

2. Di antara bilangan-bilangan berikut, hanya ada satu yang habis membagi , yaitu. c. 1 d. Halaman: 1 1. Akar pangkat empat dari 4 adalah a. 4 b. 4 c. 4 d. 4 2. Di antara bilangan-bilangan berikut, hanya ada satu yang habis membagi 100 000 064, yaitu a. 10404 b. 10408 c. 10804 d. 10808 3. Banyaknya

Lebih terperinci

Bab II Kajian Teori Copula

Bab II Kajian Teori Copula Bab Kajian Teori Copula.1 Pendahuluan Copula Tesis ini mengacu pada terminologi copula sebagai fungsi yang menghubungkan fungsi distribusi multivariat terhadap fungsi distribusi marginal uniform. Misalkan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS KODE / SKS : KK-01333 / 3 SKS 1 Pengertian dan tujuan 1. Klasifikasi Model 1 Simulasi. Perbedaan penyelesaian problem Dapat menjelaskan klasifikasi model dari matematis secara analitis dan numeris suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

Blog kumpulan soal uan, snmptn, cpns, stan, dan ujian lainnya di sertai dengan kumpulan rumus dan latihan soal lengkap

Blog kumpulan soal uan, snmptn, cpns, stan, dan ujian lainnya di sertai dengan kumpulan rumus dan latihan soal lengkap Prediksi Soal UN SMP 2009 Soal: 1 A Soal: 2 Garis k tegak lurus terhadap garis l yang memiliki persamaan 3x + 6y + 5 = 0 Gradien garis k adalah A -2 -à ½ à ½ 2 Soal: 3 Titik A (8, -1) diputar dengan

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan beberapa definisi dan teorema yang digunakan dalam pembahasan berikutnya. 2.1 Teori Peluang Definisi 2.1.1 (Percobaan Acak) (Ross 2000) Suatu percobaan

Lebih terperinci

Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Sistem Persamaan Linier dan Matriks Sistem Persamaan Linier dan Matriks 1.1 Pendahuluan linier: Sebuah garis pada bidang- dapat dinyatakan secara aljabar dengan sebuah persamaan Sebuah persamaan jenis ini disebut persamaan linier dalam dua

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI TIPE A Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2012 Petunjuk : 1. Tuliskan secara lengkap Nama, Nomor Ujian dan data lainnya pada Lembar Jawab Komputer

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016 Nama Sekolah : SMA NEGERI 56 JAKARTA Mata Pelajaran : MATEMATIKA PEMINATAN Kurikulum : KUR 2013 MATERI KELAS X P1 P2 P3 mor 1. Menganalisis

Lebih terperinci

1. Kompetisi ISPO diselenggarakan rutin setiap tahun sejak Maka pada 2006, adalah penyelenggaraan yang ke- A) 15 B) 16 C) 17 D) 13

1. Kompetisi ISPO diselenggarakan rutin setiap tahun sejak Maka pada 2006, adalah penyelenggaraan yang ke- A) 15 B) 16 C) 17 D) 13 1. Kompetisi ISPO diselenggarakan rutin setiap tahun sejak 1991. Maka pada 2006, adalah penyelenggaraan yang ke- A) 15 B) 16 C) 17 D) 13 2. A) 0 B) 106 C) 114 D) 126 3. Titik O terletak di tengah bidang

Lebih terperinci

Definisi: Nilai harapan/ekspektasi (expected value/expectation) atau ekspektasi dari peubah acak diskrit/kontinu X adalah

Definisi: Nilai harapan/ekspektasi (expected value/expectation) atau ekspektasi dari peubah acak diskrit/kontinu X adalah BAB 1 Peluang dan Ekspektasi Bersyarat 1.1 EKSPEKTASI Definisi: Nilai harapan/ekspektasi (expected value/expectation) atau ekspektasi dari peubah acak diskrit/kontinu X adalah E(X) x x p X (x) dan E(X)

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS UJIAN NASIONAL TAHUN 2010 PENGEMBANGAN SOAL-SOAL TERSTANDAR. Oleh: R. Rosnawati

BIMBINGAN TEKNIS UJIAN NASIONAL TAHUN 2010 PENGEMBANGAN SOAL-SOAL TERSTANDAR. Oleh: R. Rosnawati BIMBINGAN TEKNIS UJIAN NASIONAL TAHUN 010 PENGEMBANGAN SOAL-SOAL TERSTANDAR A. Pendahuluan Oleh: R. Rosnawati Yang menjadi landasan atau dasar pelaksanaan Ujian Nasional (UN) adalah sebagai berikut: a)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan BAB II LANDASAN TEORI Metode kompresi citra fraktal merupakan metode kompresi citra yang berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan Iterated Function System (IFS). Segitiga

Lebih terperinci

MA5181 PROSES STOKASTIK

MA5181 PROSES STOKASTIK Catatan Kuliah MA5181 PROSES STOKASTIK disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2013 Tentang MA5181 Proses Stokastik A. Jadwal kuliah:

Lebih terperinci

Minggu 1 Review Peubah Acak dan Fungsi Distribusi. Minggu 4-5 Analisis Model MA, AR, ARMA. Minggu 6-7 Model Diagnostik dan Forecasting

Minggu 1 Review Peubah Acak dan Fungsi Distribusi. Minggu 4-5 Analisis Model MA, AR, ARMA. Minggu 6-7 Model Diagnostik dan Forecasting IKG4Q3 Ekonometrik Dosen: Aniq A Rohmawati, M.Si [Kelas Ekonometrik] CS-36-02 [Jadwal] Senin 10.30-12.30 R.A208A; Selasa 10.30-12.30 R.E302 [Materi Ekonometrik] Kuliah Pemodelan dan Simulasi berisi tentang

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016 MATA PELAJARAN : MATEMATIKA WAJIB Penyusun : Team MGMP Matematika JENJANG : SMA SMA DKI Jakarta KURIKULUM : Kurikulum 2013 No Urut Kompetensi Dasar Bahan Kls/Smt Materi

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI BIDANG MATEMATIKA Waktu : 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

D46 MATEMATIKA. Rabu, 18 April 2012 ( ) Pembahasan soal oleh Perpustakaan.

D46 MATEMATIKA. Rabu, 18 April 2012 ( ) Pembahasan soal oleh  Perpustakaan. DOKUMEN NEGARA Pembahasan soal oleh http://pak-anang.blogspot.com D6 MATEMATIKA SMA/MA IPA MATEMATIKA SMA/MA IPA Perpustakaan SMAN Wonogiri MATEMATIKA Rabu, 8 April 0 (08.00 0.00) A-MAT-ZD-M0-0/0 Hak Cipta

Lebih terperinci

Distribusi Peluang Kontinu. Bahan Kuliah II2092 Probabilitas dan Statistik Oleh: Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

Distribusi Peluang Kontinu. Bahan Kuliah II2092 Probabilitas dan Statistik Oleh: Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Distribusi Peluang Kontinu Bahan Kuliah II9 Probabilitas dan Statistik Oleh: Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB 1 Fungsi Padat Peluang Untuk peubah acak kontinu, fungsi peluangnya

Lebih terperinci

1.1 Fungsi Dua Peubah Atau Lebih 1.2 Turunan Parsial Fungsi Dua Peubah atau Lebih

1.1 Fungsi Dua Peubah Atau Lebih 1.2 Turunan Parsial Fungsi Dua Peubah atau Lebih ] 1 Pada Bab 1 ini akan dibahas antara lain sebagai berikut. 1.1 Fungsi Dua Peubah Atau Lebih 1.2 Turunan Parsial Fungsi Dua Peubah atau Lebih Tema sentral dari bab ini adalah kalkulus dari fungsi peubah

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

PAKET 1 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs

PAKET 1 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs PAKET 1 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs 1. * Kemampuan yang Diuji Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali dan bagi pada bilangan bulat Menentukan hasil operasi campuran bilangan bulat

Lebih terperinci

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari. 6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin

Lebih terperinci

SOAL MATEMATIKA - SMP

SOAL MATEMATIKA - SMP SOAL MATEMATIKA - SMP OLIMPIADE SAINS NASIONAL TINGKAT KABUPATEN/KOTA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN 007

Lebih terperinci

14 Menghitung Volume Bangun Ruang

14 Menghitung Volume Bangun Ruang 14 Menghitung Volume Bangun Ruang Pengetahuan kita tentang lingkaran berguna bagi kita dalam memahami bola dan bangun ruang lainnya yang mempunyai penampang lingkaran, seperti elipsoida, silinder, dan

Lebih terperinci

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai

Lebih terperinci

Kontes Terbuka Olimpiade Matematika

Kontes Terbuka Olimpiade Matematika Kontes Terbuka Olimpiade Matematika Kontes Bulanan Januari 2017 20 23 Januari 2017 Berkas Soal Definisi dan Notasi Berikut ini adalah daftar definisi yang digunakan di dokumen soal ini. 1. Notasi N menyatakan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah. MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Smart and Stochastic. disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Catatan Kuliah. MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Smart and Stochastic. disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Catatan Kuliah MA4181 PENGANTAR PROSES STOKASTIK Smart and Stochastic disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2014 Tentang MA4181 (Pengantar)

Lebih terperinci

Dari gambar jaring-jaring kubus di atas bujur sangkar nomor 6 sebagai alas, yang menjadi tutup kubus adalah bujur sangkar... A. 1

Dari gambar jaring-jaring kubus di atas bujur sangkar nomor 6 sebagai alas, yang menjadi tutup kubus adalah bujur sangkar... A. 1 1. Diketahui : A = { m, a, d, i, u, n } dan B = { m, e, n, a, d, o } Diagram Venn dari kedua himpunan di atas adalah... D. A B = {m, n, a, d} 2. Jika P = bilangan prima yang kurang dari Q = bilangan ganjil

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PROBABILITAS DAN DISTRIBUSI PROBABILITAS LELY RIAWATI, ST, MT.

KONSEP DASAR PROBABILITAS DAN DISTRIBUSI PROBABILITAS LELY RIAWATI, ST, MT. KONSEP DASAR PROBABILITAS DAN DISTRIBUSI PROBABILITAS LELY RIAWATI, ST, MT. EKSPERIMEN suatu percobaan yang dapat diulang-ulang dengan kondisi yang sama CONTOH : Eksperimen : melempar dadu 1 kali Hasilnya

Lebih terperinci

Catatan Kuliah. MA4181 Pengantar Proses Stokastik Stochastics: Precise and Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Catatan Kuliah. MA4181 Pengantar Proses Stokastik Stochastics: Precise and Prospective. Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Catatan Kuliah MA4181 Pengantar Proses Stokastik Stochastics: Precise and Prospective Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2017 1 Tentang

Lebih terperinci

Barisan dan Deret. Bab. Pola Bilangan Beda Rasio Suku Jumlah n suku pertama A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR

Barisan dan Deret. Bab. Pola Bilangan Beda Rasio Suku Jumlah n suku pertama A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR Bab Barisan dan Deret A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pembelajaran barisan dan deret, siswa mampu:. menghayati pola hidup disiplin, kritis, bertanggungjawab,

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor Bab 5 Sumber: www.in.gr Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi komposisi dalam pemecahan masalah; menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi invers

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Firdi Mulia - 13507045 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

Soal-soal dan Pembahasan UN Matematika SMP/MTs Tahun Pelajaran 2011/2012

Soal-soal dan Pembahasan UN Matematika SMP/MTs Tahun Pelajaran 2011/2012 Soal-soal dan Pembahasan UN Matematika SMP/MTs Tahun Pelajaran 2011/2012 1. Hasil dari 17 - ( 3 x (-8) ) adalah... A. 49 B. 41 C. 7 D. -41 BAB II Bentuk Aljabar - perkalian/pembagian mempunyai tingkat

Lebih terperinci