EFEK SOFT STOREY PADA RESPON DINAMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG TINGKAT TINGGI (199S)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK SOFT STOREY PADA RESPON DINAMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG TINGKAT TINGGI (199S)"

Transkripsi

1 EFEK SOFT STOREY PADA RESPON DINAMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG TINGKAT TINGGI (199S) Antonus 1 dan Aref Wdhanto 2 1 Jurusan Teknk Spl Unverstas Islam Sultan Agung - Jl. Raya Kalgawe Km.4, Semarang Emal : anton67a@yahoo.com 2 Mahasswa Magster Teknk Spl, Unverstas Dponegoro dan Assten Jurusan Teknk Spl Unverstas Islam Sultan Agung - Jl. Raya Kalgawe Km.4, Semarang Emal: aref_wdh@yahoo.co.d ABSTRAK D dalam desan struktur gedung tahan gempa, kolom soft storey danjurkan agar dhndar karena pada dasarnya akan menmbulkan tekukan yang besar dan perubahan kekakuan yang cukup drasts. Paper n membahas pengaruh soft storey pada bangunan tngkat tngg, dengan membandngkan struktur gedung yang ddesan dengan soft storey dan struktur gedung tanpa soft storey. Kedua struktur gedung yang dtnjau mempunya ketnggan total 6 meter, dmana dalam arah memanjang adalah 45 meter dan lebar 12,5 meter dan jumlah lanta gedung adalah 2. Materal yang dgunakan untuk struktur atas adalah beton bertulang dengan menggunakan standar utama dalam perencanaan yatu SNI dan standar perencanaan terhadap gempa adalah kombnas antara SNI dan SNI Struktur gedung terletak d zona gempa 3 dan prnsp desan adalah menggunakan Sstem Rangka Pemkul Momen Khusus (SRPMK) yang juga dpasang dndng geser d beberapa bagan, sehngga dalam desan struktur adalah tngkat daktltas penuh dengan beberapa pendetalan pada elemen struktur. Analss dnamk dlakukan berdasarkan ragam respon spektrum, dmana dgunakan metoda Modal Analss untuk menentukan respon struktur antar tngkat. Hasl analss menunjukkan bahwa efek soft storey sangat berpengaruh pada perlaku deformas struktur dan kekakuan. Hasl analss push-over yang dlakukan juga menunjukkan bahwa send plasts pada struktur gedung dengan soft storey terjad pada beban yang lebh rendah dbandngkan dengan gedung tanpa soft storey. Kata-kata kunc: soft storey, gaya gempa, mode shape (modus getar), send plasts 1. PENDAHULUAN Kejadan gempa yang terjad dalam beberapa tahun terakhr yang melanda beberapa daerah d Indonesa, telah menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana dan korban jwa yang tdak sedkt pada daerah yang dlanda gempa tersebut. Beberapa kerusakan pada bangunan sederhana maupun kompleks d daerah yang terkena gempa tersebut pada umumnya dsebabkan oleh belum dterapkannya kadah-kadah perencanaan maupun pelaksanaan struktur bangunan tahan gempa (Imran dkk. 26). Demkan pula kejadan gempa d luar neger, sepert msal gempa d Nepal pada tahun 211, kerusakan maupun keruntuhan bangunan akbat gempa lebh banyak dsebabkan oleh pemlhan sstem struktur yang sedemkan rupa sehngga tdak mampu mendspas energ getaran akbat gempa dengan bak (Shakya dkk. 213). Imran dan Hendrk (21) secara umum menjelaskan prosedur perencanaan berdasarkan SNI Gempa, bahwa struktur bangunan tahan gempa pada prnspnya boleh drencanakan terhadap beban gempa yang dreduks dengan suatu faktor modfkas respon struktur (faktor R), yang merupakan representas tngkat daktltas yang dmlk struktur. Dengan penerapan konsep n, pada saat gempa kuat terjad, elemen-elemen struktur bangunan tertentu yang dplh dperbolehkan mengalam plastfkas (kerusakan) sebaga sarana untuk pendspasan energ gempa yang dterma struktur. D dalam desan, elemen-elemen struktur bangunan yang dharapkan mengalam plastfkas harus dber detalng penulangan yang memada agar perlakunya tetap stabl walaupun telah mengalam deformas nelasts yang besar. Ketentuan detalng tersebut telah datur dalam SNI Beton (SNI ). D dalam standar perencanaan struktur gedung tahan gempa Indonesa, SNI maupun SNI , salah satu defns struktur gedung tak beraturan adalah terdapat sstem strukur tngkatan lunak (soft storey) dalam arah vertkal. Dalam arah tersebut, sstem struktur menurut kedua standar tersebut d atas, soft storey ddefnskan sebaga suatu tngkat dmana kekakuan lateralnya kurang dar 7 persen kekakuan lateral tngkat d atasnya atau kurang dar 8 persen kekakuan rata-rata tga tngkat d atasnya. Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213 S - 237

2 Pemlhan sstem struktur dengan soft storey pada dasarnya adalah konsekuens dar sstem tata ruang ataupun dar perancangan arstektur. Ilustras dar struktur gedung yang mempunya sstm soft storey dtunjukkan pada Gambar 1. Pada dasarnya kolom yang mengalam soft storey dapat dkategorkan sebaga kolom yang menerma beban relatf kuat dar struktur d atasnya (Gambar 1a). Kategor lannya adalah kolom yang tdak menerus (dscontnue) dar lanta yang berurutan d atasnya (Gambar 1b). Struktur dengan soft storey akan memperbesar deformas lateral dan gaya geser pada kolom (Amn & Islam 211, Seta & Sharma 212). Keruntuhan bangunan akbat gempa salah satunya juga dapat dakbatkan oleh pemlhan struktur soft storey (Arlekar et al. 1997, Dogan et al. 22). Salah satu cara untuk memnmalsaskan efek penggunaan sstem struktur soft storey terhadap beban gempa adalah dengan memperkaku bagan soft storey tersebut yatu dengan menambah pasangan dndng agar struktur tetap stabl (Guney & Aydn 212). Paper n bertujuan untuk mengetahu efek dar sstem struktur dengan soft storey d dalam desan bangunan tngkat tngg. Stud perbandngan dlakukan dengan melakukan 2 desan struktur gedung dengan tngg, berat dan dmens yang relatf sama, yatu sstem struktur dengan soft storey dan sstem non-soft storey. (a) (b) Gambar 1. Struktur gedung dengan soft storey 2. PEMODELAN STRUKTUR DAN DESAIN Struktur yang dtnjau adalah 2 buah gedung yang mempunya ketnggan total 6 meter, dmana panjang gedung dalam arah z (arah kuat) adalah 45 meter dan lebarnya dalam arah y (arah lemah) adalah 12,5 meter. Ilustras gedung yang dtnjau terlhat pada Gambar 2. Jumlah lanta gedung adalah 2. Gedung yang pertama adalah gedung yang mempunya soft storey pada lanta ke 6 dan 7, dmana pada lanta tersebut dfungskan sebaga kolam renang. Sebaga pembandng, drancang gedung kedua, dmana kolam renang dpndah pada lanta palng atas sehngga tdak terjad loncatan lanta yang berurutan dan berat total struktur relatf tdak berubah, yang selanjutnya dsebut sebaga struktur gedung non-soft storey. Soft storey Arah z Arah y Isometrs (a) Struktur gedung dengan soft storey Arah z Arah y Isometrs (b) Struktur gedung non-soft storey Gambar 2. Tnjauan struktur gedung dengan soft storey dan non-soft storey S Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213

3 2.1. Materal dan pembebanan Materal yang dgunakan untuk struktur atas adalah beton bertulang, dengan mutu beton K-35 (f c ~3 MPa) dan baja tulangan utama adalah deform mutu BJTD4. Standar utama dalam perencanaan untuk beton bertulang adalah SNI dan standar perencanaan terhadap gempa adalah SNI , namun menggunakan Peta Gempa SNI Kombnas pembebanan mengacu kedua standar d atas. Beban layan yang bekerja terdr dar beban mat yatu berat sendr balok, kolom, plat dan dndng geser (shear wall), dan beban mat tambahan (supermposed) yang terdr dar plesteran dengan berat jens mortar adukan sebesar 2 kg/m 2, plafon (w=1 kg/m 2 ) dan mekankal & elektrkal adalah 2 kg/m 2. Beban hdup total pada plat lanta dtetapkan sebesar 2,5 kn/m 2. Dmens yang dgunakan untuk kolom semakn ke atas semakn kecl, dmana kolom lanta 1 sampa 7 adalah 4/1, lanta 8 sampa 15 adalah 4/8, dan kolom lanta d atasnya adalah 4/6. Hampr pada semua tngkat, balok nduk yang dgunakan adalah 35/75 dan balok anak 2/6. Kecual pada basement, semua plat lanta tpkal dengan tebal 12 mm yang danggap sebaga dafragma kaku pada sstm struktur rangka. Dndng geser pada basement dan sem-basement menggunakan tebal 4 mm, dan d atasnya menggunakan tebal 3 mm yang menerus sampa lanta palng atas Parameter untuk desan terhadap gempa C. I V R W t Dmana C adalah nla Faktor Respons Gempa yang ddapat dar Spektrum Respon Gempa Rencana. W t adalah berat total struktur. Selanjutnya gaya geser dasar persamaan (1) ddstrbuskan d sepanjang tngg struktur yang bekerja pada pusat massa lanta ke-, yatu: F W z V n W z 1 (2) Struktur gedung terletak d kota Semarang yang termasuk zona gempa 3 berdasarkan peta gempa SNI dan ddesan sebaga Sstem Rangka Pemkul Momen Khusus (SRPMK) yang juga drangka dengan dndng geser maupun spandrel d beberapa bagan. Faktor reduks gempa (R) adalah 8,5 (Tabel 3. Pasal SNI ), sehngga struktur ddesan dengan tngkat daktltas penuh. Analss dnamk dlakukan berdasarkan ragam respon spektrum, dmana dgunakan metoda Modal Analss untuk menentukan respon struktur antar tngkat. Respon struktur dhtung dengan metode SRSS (Square Roots of the Sum of the Square of the Mode Contrbutons) yatu: Y n 2 φj j g j, maks j 1 (3) Dmana: φ = modal matrks = partspas tap mode Konds tanah d lokas gedung termasuk ke dalam kategor tanah lunak. Menurut SNI , untuk tanah lunak, percepatan puncak d batuan dasar adalah sebesar,2 g, percepatan puncak d permukaan tanah atau A o =,34g, T c = 1 detk (untuk tanah lunak), A m = 2,5 A o =,9, A r = A m x T c =,9 (Tabel 6. Pasal 4.7.6). Fungs gedung termasuk gedung umum, maka faktor keutamaan struktur I = 1,. Perbandngan panjang terhadap lebar denah bangunan dalam arah pembebanan gempa adalah 45/12,5=3,6 > 3. Karena nla perbandngan tersebut lebh besar dar 3, maka dtambahkan beban horzontal terpusat sebesar,1v d lanta tngkat palng atas. D dalam paper n analss maupun pembahasan yang durakan adalah hasl analss pada arah y (arah lemah), karena respon struktur akbat beban gempa domnan dalam arah tersebut. Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213 S - 239

4 3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1. Gaya geser dasar Hasl analss gaya geser dasar (base shear) yang ddstrbuskan ke antar tngkat yang dterapkan pada struktur gedung arah y memperlhatkan bahwa terjad loncatan gaya geser yang sgnfkan pada lanta 6 dan 7 yatu d daerah lanta soft storey, dmana gaya geser lebh rendah dbandngkan gaya geser d daerah yang sama untuk struktur nonsoft storey (Gambar 2). Pembesaran gaya gempa pada lanta 2 (top floor) yang terjad pada kedua struktur gedung yang dtnjau dsebabkan oleh perbandngan panjang terhadap lebar struktur gedung yang lebh dar 3, dmana konsekuens yang terjad adalah terjad penambahan gaya geser dasar sebesar 1% yang dtambahkan pada lanta palng atas. Lanta Modus getar Respon dnamk struktur pada kedua gedung yang dtnjau dperlhatkan melalu perlaku modus getar sepert dtunjukkan pada Gambar 4. Modus getar yang terjad pada struktur gedung dengan soft storey pada Gambar 4a mengndkaskan perlaku struktur menjad tdak beraturan dmana respon bolak balk terjad secara ekstrm pada setap perpndahan modus getar. Hampr semua modus getar yang terjad pada lanta 18 menunjukkan loncatan perubahan perlaku yang sgnfkan dar lanta tepat d bawahnya, namun gaya gempa tersebut kembal membesar pada lanta 19. Konds tersebut salah satunya dsebabkan oleh tdak dapat bekerjanya dndng geser yang dpasang untuk meredam deformas lateral struktur secara berlebhan akbat beban gempa. Perlaku tersebut juga berpotens untuk memcu terjadnya tors bangunan secara ekstrm. D lan phak, modus getar pada struktur gedung non-soft storey pada Gambar 4b memperlhatkan perlaku yang lebh stabl dbandngkan dengan struktur gedung dengan soft storey. Meskpun struktur non-soft storey yang dtnjau adalah termasuk jens struktur gedung yang tdak beraturan, namun perpndahan atau transs antar modus getar relatf tdak terlalu ekstrm. Perlaku n menunjukkan adanya dstrbus gaya gempa yang dterma pada setap struktur kolom juga lebh seragam. Demkan pula perlaku modus getar pada lanta 18 ke atas juga terlhat relatf smooth dbandngkan perlaku gedung dengan soft storey pada lanta yang sama. Non softstorey Gaya gempa antar lanta (kg) Gambar 3. Dstrbus gaya gempa antar tngkat Lanta Lanta (a) Struktur gedung dengan soft storey (b) Struktur gedung non-soft storey Gambar 4. Modus getar struktur gedung S - 24 Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213

5 3.3. Analss Push Over Selanjutnya dlakukan analss push over pada kedua gedung yang dtnjau, dmana dalam analss pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung danggap sebaga beban-beban statk yang menangkap pada pusat massa masngmasng lanta, yang nlanya dtngkatkan secara berangsur-angsur sampa melampau pembebanan yang menyebabkan terjadnya send plasts pertama d dalam struktur gedung. Kemudan dengan penngkatan beban lebh lanjut struktur mengalam perubahan bentuk menjad elasto-plasts yang besar sampa mencapa konds d ambang keruntuhan. Hasl analss push over terlhat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel tersebut, sstem struktur gedung dengan soft storey hanya memerlukan 6 step penngkatan beban hngga mencapa ambang keruntuhan. Berbeda dengan gedung dengan soft storey tersebut, pada struktur gedung non-soft storey, sfat elasto-plastk maksmum baru dcapa setelah dcapa 8 step pembebanan. Hampr d setap step pembebanan pada kedua gedung yang dtnjau, gaya geser dasar (base force) pada gedung non-soft storey mempunya nla yang lebh besar, sehngga dapat dartkan bahwa struktur gedung non-soft storey mempunya kapastas terhadap beban gempa yang lebh tngg. Selan hal tersebut, perbandngan perlaku kedua gedung berdasarkan analss push over menunjukkan bahwa sstem struktur dengan soft storey lebh cepat mengalam keruntuhan dbandngkan dengan struktur non-soft storey apabla dber nkrementas beban gempa yang sama. Step Tabel 1. Hasl analss push-over a. Struktur gedung dengan soft storey b. Struktur gedung non-soft storey Dsplacement m Base Force Kgf A to B Step Dsplacement m Base Force Kgf A to B Lebh lanjut analss push over juga menghaslkan terjadnya send plasts d beberapa lokas sepert dperlhatkan pada Gambar 5, dmana akan djelaskan hasl analss untuk pembebanan pada step 1, 3 dan 6. Hasl analss push over step 1 menunjukkan bahwa send plasts lebh cepat dan lebh banyak terjad pada struktur dengan soft storey (Gambar 5a). Pada step 3 dan step 6, send plasts yang terjad pada struktur dengan soft storey tdak mengalam penambahan atau telah mencapa konds maksmum, dmana hal n dtanda dengan jumlah send plasts yang jauh lebh banyak dbandngkan dengan struktur non-soft storey (lhat Tabel 1). Gambar 5b dan 5c memperlhatkan penambahan jumlah send plasts pada step 3 dan step 6 yang terjad pada struktur gedung non-soft storey, namun dengan gaya geser dasar yang lebh besar. Hal n menunjukkan bahwa pada struktur gedung non-soft storey memerlukan beban yang lebh tngg untuk mencapa pelelehan pada elemen struktur secara sgnfkan. Soft storey Non-Soft storey Soft storey Non-Soft storey Soft storey Non-Soft storey (a) Push over Step 1 (b) Push over Step 3 (c) Push over Step 6 Gambar 5. Lokas send plasts Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213 S - 241

6 Hasl analss push over lannya adalah hubungan antara gaya geser dasar terhadap perpndahan pada lanta atas (top floor) yang dtunjukkan pada Gambar 6. Perlaku struktur gedung dengan soft storey menunjukkan bahwa terjad penurunan gaya geser dasar secara tba-tba pada gaya sebesar 7 ton, dan hal tersebut mengndkaskan degradas kekakuan meskpun struktur belum mengalam keruntuhan. Namun demkan, kemampuan deformas struktur maksmum dhtung pada beban 7 ton tersebut. Sebalknya perlaku gedung non-soft storey memperlhatkan kestablan kurva hngga struktur mencapa keruntuhan d sektar 9 ton, dan deformas maksmum dapat dtentukan berdasarkan gaya geser dasar pada beban tersebut. Gaya geser dasar x1^3 (kg) Selanjutnya berdasarkan Gambar 6 dan Tabel 1, dlakukan kalkulas besarnya daktltas yang terjad pada kedua strukur gedung yang dtnjau. D dalam paper n, daktltas ddefnskan sebaga raso antara smpangan maksmum struktur gedung pada saat mencapa konds d ambang keruntuhan gedung pada saat terjadnya pelelehan pertama pada struktur gedung. Nla daktltas maksmum untuk SRPMK beton bertulang dengan dndng geser berdasarkan SNI adalah 5.3, dan berdasarkan SNI adalah 5.5. Tabel 2 berkut adalah hasl kalkulas nla daktltas pada kedua struktur gedung yang dtnjau. Nla daktltas pada struktur gedung dengan soft storey (µ=2.9) adalah jauh d bawah ketentuan nla daktltas maksmum berdasarkan kedua SNI Gempa tersebut. Nla daktltas struktur gedung non-soft storey adalah 4.9, dmana nla tersebut mendekat nla maksmum yang dtentukan d dalam SNI Gempa. Untuk mencapa nla daktltas maksmum sepert ketentuan SNI Gempa tersebut, pada struktur gedung non-soft storey, salah satunya adalah memperkecl dmens kolom d beberapa lokas elemen struktur. Struktur gedung Non softstorey Dsplacement top floor (m) Gambar 6. Hubungan gaya geser dasar vs dsplacement gedung dengan soft storey dan non-soft storey Tabel 2. Kalkulas daktltas struktur gedung Smpangan pada leleh Smpangan pertama maksmum (m) (m) Daktltas (µ) Soft storey Non-soft storey KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesmpulan Berdasarkan uraan hasl analss yang telah dlakukan d atas, maka dsmpulkan beberapa hal sebaga berkut: 1. Sstm struktur dengan soft storey cenderung menmbulkan perubahan gaya geser secara tba-tba pada kolom soft storey, dan hal tersebut memcu lebh cepatnya deformas struktur secara keseluruhan. 2. Modus getar sstm struktur dengan soft storey mempunya tngkat ketdakteraturan yang cukup tngg dan perubahan modus getar antar lanta yang ekstrm dbandngkan dengan struktur non-soft storey. Perlaku n dapat menmbulkan tors yang berlebhan dan mempercepat penurunan kekakuan pada struktur dengan soft storey. 3. Send plasts yang yang tmbul pada sstm struktur dengan soft storey lebh cepat terjad dbandngkan dengan struktur gedung non-soft storey pada step pertama. Namun demkan relatf tdak terjad penambahan send plasts pada step selanjutnya, dan kapastas gaya geser dasar juga lebh rendah dbandngkan struktur non-soft storey. S Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213

7 4. Daktltas sstm struktur dengan soft storey jauh d bawah struktur non-soft storey dan nla daktltas maksmum berdasarkan SNI Gempa. Nla tersebut menunjukkan bahwa sstem struktur dan dmens yang dgunakan kurang efektf untuk menghaslkan perlaku struktur yang optmal berdasarkan SNI Gempa. Saran 1. Perlu evaluas dan desan secara lebh telt dan cermat dalam desan struktur gedung dengan soft storey yang berada d zona gempa sedang atau bahkan yang berada d zona gempa kuat, mengngat respon dnamk struktur tersebut yang cenderung menurunkan kekakuan dan daktltas dbandngkan dengan struktur non-soft storey. Selan tu juga harus dperhatkan smpangan antar tngkat dan modus getar agar tdak menmbulkan tors bangunan yang berlebhan. 2. peneltan n dapat dlanjutkan dengan melakukan analss struktur gedung dengan soft storey yang dperkuat, msalnya dengan menambah peredam sehngga dapat menambah daktltas secara sgnfkan. DAFTAR PUSTAKA Arlekar, JN; Jan, SK and Murty, CVR (1997). Sesmc response of rc frame buldngs wth soft frst storeys, Proceedngs of the CBRI Golden Jublee Conf. On Natural Hazards n Urban Habtat, New Delh. Badan Stardardsas Nasonal (212). Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non-gedung, SNI Badan Stardardsas Nasonal (22). Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, SNI Badan Stardardsas Nasonal (22). Tata cara perhtungan struktur beton untuk gedung, SNI Dogan, M; Krac, N and Gonen, H. (22). Soft storey behavour n an earthquake and samples of Izmt-Duzce, ECAS 22, Ankara, Turkey, Guney, D and Aydn, E (212). The nonlnear effect of nfll walls stffness to prevent soft storey collapse of rc structures, The Open Constructon and Buldng Technology Journal, 6 (Suppl 1-M5), Imran I, Suarjana M, Hoedajanto D, Soemard B, and Abduh M. (26). Beberapa pelajaran dar gempa Yogyakarta: stud knerja gedung, Jurnal HAKI, Vol. 7, Imran, I. dan Hendrk, F. (21). Perencanaan struktur gedung beton bertulang tahan gempa. Penerbt ITB. Seta, S and Sharma, V (212). Sesmc response of rc buldngs wth soft storey, Internatonal Journal of Appled Eng. Research, Vo.7(11). Shakya, K., Pant, D.R., Maharjan, M., Bhagat, S., Wjeyewckrema, A.C. and Maskey, P.N. (213), Lessons learned from performance of buldngs durng the September 18, 211 earthquake n Nepal, Asan Journal of Cvl Engneerng, Vol. 14(5), Unverstas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 213 S - 243

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STRUKTUR BRESING KONSENTRIK TIPE X UNTUK PERBAIKAN KINERJA STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT TERHADAP BEBAN LATERAL AKIBAT GEMPA

PENGGUNAAN STRUKTUR BRESING KONSENTRIK TIPE X UNTUK PERBAIKAN KINERJA STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT TERHADAP BEBAN LATERAL AKIBAT GEMPA PENGGUNAAN STRUKTUR BRESING KONSENTRIK TIPE X UNTUK PERBAIKAN KINERJA STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT TERHADAP BEBAN LATERAL AKIBAT GEMPA Sr Haryono Dan Arumnngsh Dah Purnamawant Abstrak Peneltan n dlakukan

Lebih terperinci

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4) Faktor ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. 5) Faktor kemampuan struktur mengakomodasi sistem layan gedung

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4) Faktor ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. 5) Faktor kemampuan struktur mengakomodasi sistem layan gedung 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Perencanaan Pada perencanaan struktur, perlu dlakukan stud lteratur untuk mengetahu hubungan antara fungsonal gedung dengan sstem struktural yang akan dgunakan,

Lebih terperinci

Pertemuan 14 ANALISIS STATIK EKIVALEN (SNI )

Pertemuan 14 ANALISIS STATIK EKIVALEN (SNI ) Halaman 1 dar Pertemuan 14 Pertemuan 14 ANALISIS STATIK EKIVALEN (SNI 1726 2002) Analss statk ekvalen merupakan salah satu metode menganalss struktur gedung terhadap pembebanan gempa dengan menggunakan

Lebih terperinci

241 ANALISIS PERKUATAN BALOK BAJA DENGAN MEMPERHITUNGKAN EFEK REDISTRIBUSI MOMEN Wiryanto Dewobroto dan Petrus Ricky

241 ANALISIS PERKUATAN BALOK BAJA DENGAN MEMPERHITUNGKAN EFEK REDISTRIBUSI MOMEN Wiryanto Dewobroto dan Petrus Ricky x 40 ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM MODIFIKASI YANG DIPERKUAT LAPIS CFRP... 93 Ida Bagus Ra Wdarsa dan Ida Bagus Dharma Gr 41 ANALISIS PERKUATAN BALOK BAJA DENGAN MEMPERHITUNGKAN

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN BERBASIS PERPINDAHAN: Metode Direct-Displacement Based Design Studi Kasus pada Rangka Beton Bertulang Bertingkat Rendah

STUDI PERENCANAAN BERBASIS PERPINDAHAN: Metode Direct-Displacement Based Design Studi Kasus pada Rangka Beton Bertulang Bertingkat Rendah STUDI PERENCANAAN BERBASIS PERPINDAHAN: Metode Drect-Dsplacement Based Desgn Stud Kasus pada Rangka Beton Bertulang Bertngkat Rendah Yosafat Aj Pranata Jurusan Teknk Spl, Unverstas Krsten Maranatha Jl.

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI KEBUTUHAN MATERIAL PADA PERENCANAAN STRUKTUR BALOK DAN KOLOM PORTAL 3 LANTAI SISTEM ELASTIS PENUH DAN DAKTAIL PENUH DI WILAYAH GEMPA 3

STUDI KOMPARASI KEBUTUHAN MATERIAL PADA PERENCANAAN STRUKTUR BALOK DAN KOLOM PORTAL 3 LANTAI SISTEM ELASTIS PENUH DAN DAKTAIL PENUH DI WILAYAH GEMPA 3 Smposum Nasonal RAPI XII - 2013 F UMS ISSN 1412-9612 SUDI KOMPARASI KEBUUHAN MAERIAL PADA PERENANAAN SRUKUR BALOK DAN KOLOM PORAL 3 LANAI SISEM ELASIS PENUH DAN DAKAIL PENUH DI WILAYAH GEMPA 3 Bud Setawan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN Peneltan yang dsajkan dalam proposal n bertujuan untuk melakukan kajan komprehensf tentang karakterstk dndng bata tanah Hat dengan atau tanpa perkuatan tulangan dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BEBAN DAN TAHANAN (LOAD AND RESISTANCE FACTOR)

BAB V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BEBAN DAN TAHANAN (LOAD AND RESISTANCE FACTOR) BAB V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BEBAN DAN TAHANAN (LOAD AND RESISTANCE FACTOR) 5.1 Umum Pada bab V n dbahas mengena hasl perhtungan faktor-faktor beban (load) atau serng dsebut dengan faktor pengal beban,

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel 4 BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Peneltan Obyek dalam peneltan n adalah kebjakan dvden sebaga varabel ndependen (X) dan harga saham sebaga varabel dependen (Y). Peneltan n dlakukan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN BIDANG (PLANE STRESS) DINDING GESER (SHEAR WALL) GEDUNG BERTINGKAT

ANALISIS TEGANGAN BIDANG (PLANE STRESS) DINDING GESER (SHEAR WALL) GEDUNG BERTINGKAT Raharja, S., Suryanta, R., Djauhar, Z./ Analss Tegangan Bdang/ pp. 58 76 ANALISIS TEGANGAN BIDANG (PLANE STRESS) DINDING GESER (SHEAR WALL) GEDUNG BERTINGKAT Sondra Raharja Mahasswa Magster Teknk Spl Unverstas

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

Analisis Kecepatan Dan Percepatan Mekanisme Empat Batang (Four Bar Lingkage) Fungsi Sudut Crank

Analisis Kecepatan Dan Percepatan Mekanisme Empat Batang (Four Bar Lingkage) Fungsi Sudut Crank ISSN 907-0500 Analss Kecepatan Dan Percepatan Mekansme Empat Batang (Four Bar ngkage Fungs Sudut Crank Nazaruddn Fak. Teknk Unverstas Rau nazaruddn.unr@yahoo.com Abstrak Pada umumnya analss knematka dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Pola Kecenderungan Penempatan Kunci Jawaban Pada Soal Tipe-D Melengkapi Berganda. Oleh: Drs. Pramono Sidi

LAPORAN PENELITIAN. Pola Kecenderungan Penempatan Kunci Jawaban Pada Soal Tipe-D Melengkapi Berganda. Oleh: Drs. Pramono Sidi LAPORAN PENELITIAN Pola Kecenderungan Penempatan Kunc Jawaban Pada Soal Tpe-D Melengkap Berganda Oleh: Drs. Pramono Sd Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam Me 1990 RINGKASAN Populas yang dambl

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Analisis Respon Spektra dan Time History untuk Desain Gedung

Studi Perbandingan Analisis Respon Spektra dan Time History untuk Desain Gedung JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prnt) C-33 Stud Perbandngan Analss Respon Spektra dan Tme Hstory untuk Desan Gedung Dlla Ayu Lala Nurul Bayynah dan Famun Jurusan Teknk

Lebih terperinci

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data terdr dar dua data utama, yatu data denyut jantung pada saat kalbras dan denyut jantung pada saat bekerja. Semuanya akan dbahas pada sub bab-sub bab berkut. A. Denyut Jantung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Survey Parameter Survey parameter n dlakukan dengan mengubah satu jens parameter dengan membuat parameter lannya tetap. Pengamatan terhadap berbaga nla untuk satu parameter

Lebih terperinci

PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR

PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR Resa Septan Pontoh 1), Neneng Sunengsh 2) 1),2) Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran 1) resa.septan@unpad.ac.d,

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bntaro Sektor 7, Bntaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MODEL KERUNTUHAN ROTASI ANALISIS CARA KESEIMBANGAN BATAS Cara n

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. berasal dari peraturan SNI yang terdapat pada persamaan berikut.

BAB III LANDASAN TEORI. berasal dari peraturan SNI yang terdapat pada persamaan berikut. BAB III LANDASAN TEORI 3. Kuat Tekan Beton Kuat tekan beban beton adalah besarna beban per satuan luas, ang menebabkan benda uj beton hanur bla dbeban dengan gaa tekan tertentu, ang dhaslkan oleh mesn

Lebih terperinci

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas 9 BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3. Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan n d laksanakan d Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. Gorontalo pada kelas VIII. Waktu peneltan dlaksanakan pada semester ganjl, tahun ajaran

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR

STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR Supraytno ABSTRAK Sehubungan dengan rencana perbakan dndng penahan tanah turap/sheetple

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB IV PEMBAHASAN MODEL BAB IV PEMBAHASAN MODEL Pada bab IV n akan dlakukan pembuatan model dengan melakukan analss perhtungan untuk permasalahan proses pengadaan model persedaan mult tem dengan baya produks cekung dan jont setup

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep strategi yang cocok untuk menghadapi persaingan baik itu mengikuti marketing

BAB I PENDAHULUAN. konsep strategi yang cocok untuk menghadapi persaingan baik itu mengikuti marketing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konds persangan dalam berbaga bdang ndustr saat n dapat dkatakan sudah sedemkan ketatnya. Persangan dalam merebut pasar, adanya novas produk, mencptakan kepuasan pelanggan

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAK STEVANY HANALYNA DETHAN Fakultas Ekonom Unv. Mahasaraswat Mataram e-mal : stevany.hanalyna.dethan@gmal.com

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Penelitian

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Penelitian A VIII PENUTUP 8.. Kesmpulan Peneltan Dalam peneltan yang tela dlakukan, dperole nformas knerja transms dan spektrum gelombang serta stabltas terumbu ottle Reef TM sebaga peredam gelombang ambang terbenam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penermaan terpentng d Indonesa. Oleh karena tu Pemerntah selalu mengupayakan bagamana cara menngkatkan penermaan Pajak. Semakn tngg penermaan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Metode peneltan mengungkapkan dengan jelas bagamana cara memperoleh data yang dperlukan, oleh karena tu metode peneltan lebh menekankan pada strateg, proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa MAN Model Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa MAN Model Gorontalo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Adapun yang menjad objek peneltan adalah sswa MAN Model Gorontalo. Penetapan lokas n ddasarkan pada beberapa pertmbangan yakn,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian Pengaruh Captal Structure terhadap Proftabltas pada Industr Perbankan d Indonesa Mutara Artkel n d-dgtalsas oleh Perpustakaan Fakultas Ekonom-Unverstas Trsakt, 2016. 021-5663232 ext.8335 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI NEGERI DI PADANG DENGAN SISTEM GANDA

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI NEGERI DI PADANG DENGAN SISTEM GANDA MAKALAH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI NEGERI DI PADANG DENGAN SISTEM GANDA REZA FAKHRUROZI NRP 3106 100 604 Dosen Pembmbng Tavo, ST. MT. PhD JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang Modul 1 Teor Hmpunan PENDAHULUAN Prof SM Nababan, PhD Drs Warsto, MPd mpunan sebaga koleks (pengelompokan) dar objek-objek yang H dnyatakan dengan jelas, banyak dgunakan dan djumpa dberbaga bdang bukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS)

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) Wrayant ), Ad Setawan ), Bambang Susanto ) ) Mahasswa Program Stud Matematka FSM UKSW Jl. Dponegoro 5-6 Salatga,

Lebih terperinci

Configural Frequency Analysis untuk Melihat Penyimpangan pada Model Log Linear

Configural Frequency Analysis untuk Melihat Penyimpangan pada Model Log Linear SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Confgural Frequency Analyss untuk Melhat Penympangan pada Model Log Lnear Resa Septan Pontoh 1, Def Y. Fadah 2 1,2 Departemen Statstka FMIPA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak d Jl. Gn. Tanggamus Raya Way Halm, kota Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PRESTASI MAHASISWA FSM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMASTER PERTAMA DENGAN MOTODE REGRESI LOGISTIK BINER

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PRESTASI MAHASISWA FSM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMASTER PERTAMA DENGAN MOTODE REGRESI LOGISTIK BINER UNIVERSITAS DIPONEGORO 013 ISBN: 978-60-14387-0-1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PRESTASI MAHASISWA FSM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMASTER PERTAMA DENGAN MOTODE REGRESI LOGISTIK BINER Saftr Daruyan

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS Resa Septan Pontoh Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran resa.septan@unpad.ac.d ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode statistika yang umum digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode statistika yang umum digunakan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Analss Regres Analss regres adalah suatu metode statstka yang umum dgunakan untuk melhat pengaruh antara varabel ndependen dengan varabel dependen. Hal n dapat dlakukan melalu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODE

BAB II DASAR TEORI DAN METODE BAB II DASAR TEORI DAN METODE 2.1 Teknk Pengukuran Teknolog yang dapat dgunakan untuk mengukur konsentras sedmen tersuspens yatu mekank (trap sampler, bottle sampler), optk (optcal beam transmssometer,

Lebih terperinci

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA MARULAM MT SIMARMATA, MS STATISTIK TERAPAN FAK HUKUM USI @4 ARTI UKURAN LOKASI DAN VARIASI Suatu Kelompok DATA berupa kumpulan nla VARIABEL [ vaabel ] Ms banyaknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan tugas akhr n, penulsan mendapat referens dar pustaka serta lteratur lan yang berhubungan dengan pokok masalah yang penuls ajukan. Langkah-langkah yang akan

Lebih terperinci

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Neger 3 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n yatu seluruh sswa kelas VIII SMP Neger 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 0/03 yang

Lebih terperinci

4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM

4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM 4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM Pendahuluan Parameter cuaca suhu maksmum dan mnmum merupakan parameter utama yang dprakrakan oleh lembaga pelayanan cuaca dantaranya BMKG. Suhu maksmum adalah suhu

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab n akan durakan kerangka pemkran hpotess, teknk pengumpulan data, dan teknk analss data. Kerangka pemkran hpotess membahas hpotess pengujan pada peneltan, teknk pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan mengena Analss Pengaruh Kupedes Terhadap Performance Busness Debtur dalam Sektor Perdagangan, Industr dan Pertanan dlaksanakan d Bank Rakyat

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat BABl PENDAHULUAN 1.1. LAT AR BELAKANG PERMASALAHAN ndonesa merupakan negara yang sedang berkembang dengan tngkat populas yang cukup besar. Dengan jumlah penduduk dewasa n mencapa lebh dar 180 juta jwa

Lebih terperinci

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi Statstka, Vol. 9 No., 4 47 Me 009 Kecocokan Dstrbus Normal Menggunakan Plot Persentl-Persentl yang Dstandarsas Lsnur Wachdah Program Stud Statstka Fakultas MIPA Unsba e-mal : Lsnur_w@yahoo.co.d ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan analss statstk yang dgunakan untuk memodelkan hubungan antara varabel ndependen (x) dengan varabel ( x, y ) n dependen (y) untuk n pengamatan

Lebih terperinci

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM Tut Susant, Mashad, Sukamto Mahasswa Program S Matematka Dosen Jurusan Matematka Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012 Pertemuan ke-4 Analsa Terapan: Metode Numerk 4 Oktober Persamaan Non Non--Lner: Metode NewtonNewton-Raphson Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Newton Newton--Raphson f( f( f( + [, f(] + = α + + f( f ( Gambar

Lebih terperinci

Alokasi kursi parlemen

Alokasi kursi parlemen Alokas kurs parlemen Dd Achdjat Untuk Sndkas Pemlu dan Demokras 1. Pendahuluan 1 Pelaksanaan pemlhan umum sebaga sarana mplementas demokras memerlukan suatu konsep yang kokoh dan taat azas. Konsep pelaksanaan

Lebih terperinci

Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah

Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah Performa (2004) Vol. 3, No.1: 28-32 Model Potensal Gravtas Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populas Daerah Bambang Suhard Jurusan Teknk Industr, Unverstas Sebelas Maret, Surakarta Abstract Gravtaton

Lebih terperinci

Peramalan Produksi Sayuran Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcasting

Peramalan Produksi Sayuran Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcasting Peramalan Produks Sayuran D Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcastng Esrska 1 dan M. M. Nzam 2 1,2 Jurusan Matematka, Fakultas Sans dan Teknolog, UIN Sultan Syarf Kasm Rau Jl. HR. Soebrantas No. 155

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n telah dlaksanakan d SMA Neger 1 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 011/ 01. Populas peneltan n adalah seluruh sswa kelas X yang terdr dar

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengujian pada

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengujian pada BAB 5 ASIL DAN PEMBAASAN 5. asl Peneltan asl peneltan akan membahas secara lebh lengkap mengena penyajan data peneltan dan analss data. 5.. Penyajan Data Peneltan Sampel yang dgunakan dalam peneltan n

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian, hal ini dilakukan untuk kepentingan perolehan dan analisis data.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian, hal ini dilakukan untuk kepentingan perolehan dan analisis data. BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode peneltan harus dsesuakan dengan masalah dan tujuan peneltan, hal n dlakukan untuk kepentngan perolehan dan analss data. Mengena pengertan metode peneltan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan n adalah peneltan quas expermental dengan one group pretest posttest desgn. Peneltan n tdak menggunakan kelas pembandng namun sudah menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. karyawan. Masalah stress kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. karyawan. Masalah stress kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pekerjaan merupakan suatu aspek kehdupan yang sagat pentng. Bag masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, bak dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I 4. LATAR BELAKANG Kesultan ekonom yang tengah terjad akhr-akhr n, memaksa masyarakat memutar otak untuk mencar uang guna memenuh kebutuhan hdup

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan adalah ketersedaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dkatakan memlk ketahanan pangan jka penghunnya tdak berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I ENDHULUN. Latar elakang Mengambl keputusan secara aktf memberkan suatu tngkat pengendalan atas kehdupan spengambl keputusan. lhan-plhan yang dambl sebenarnya membantu dalam penentuan masa depan. Namun

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB Putr Har Ikhtarn ), Bety Nurltasar 2), Hafdz Alda

Lebih terperinci