BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata"

Transkripsi

1 BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata Pencarian Titik Masuk Awal dan Titik Akhir Pada tahap awal program, proses yang dilakukan adalah memasukkan input panjang sisi bujursangkar model untuk model 2 dimensi atau panjang rusuk kubus untuk model 3 dimensi. Input yang kedua adalah nilai porositas seperti yang kita inginkan. Untuk memudahkan pemahaman cara kerja dan pengujian keberhasilan program maka rangkaian pori ditentukan terlebih dahulu tanpa melalui proses acak yang dihasilkan oleh random generator dengan panjang sisi model (d) adalah 10. Pada gambar 3.1 terlihat sel yang berwarna hitam sebagai pori dan putih sebagai butir model batuan. Warna hitam dan putih didapat dengan memasukkan nilai 0 dan 1 pada matrik 2 dimensi untuk model 2 dimensi, dan pada matrik 3 dimensi untuk model 3 dimensi.

2 20 Gambar 3.1 Data awal Sebelum proses selular automata dimulai, matrik sebelumnya dibingkai terlebih dulu dengan matrik yang bernilai 1. Proses ini dilakukan agar tidak ada perlakuan atau syarat-syarat khusus pada sel-sel yang berada pada tepi matrik, hal ini sangat memudahkan proses penyusunan program. Gambar 3.2 Data pembingkai.

3 21 Jika sudah diberi bingkai, maka gambar yang dihasilkan seperti gambar 3.2. Hal ini menyebabkan berubahnya nilai tepi matrik. Jika d adalah bersarnya sisi atau rusuk model, maka untuk sisi-sisi matrik nilainya berubah dari 1 dan d menjadi 2 dan d+1. Gambar 3.3 Data hasil pembingkaian. Perubahan ukuran model tidak akan mempengaruhi hasil akhir dari besaran-besaran yang diukur karena sebelum proses perhitungan besaran, ukuran model akan dikembalikan lagi seperti semula. Hal yang sama dilakukan juga pada model 3 dimensi. Pengujian model dengan selular automata dilakukan dari sisi yang satu ke sisi yang berseberangan. Pada model contoh ini, pencarian dilakukan dari sisi kiri dan berarah ke sisi kanan model. Proses pengujian model dengan selular automata bertujuan untuk mencari keberadaan titik masuk awal dan titik akhir, jika titik masuk awal dan titik akhir ada maka penelusuran yang

4 22 akan dilakukan oleh proses selanjutnya akan dilakukan. Hal ini berguna untuk menghindari konsumsi waktu yang berlebih ketika program menelusuri jalur yang tidak memiliki titik akhir dan atau bahkan tidak memiliki titik masuk awal. Proses pengujian model dengan selular atuomata ini juga disertai dengan penomoran pori berserta koordinatnya. Informasi inilah yang akan digunakan dalam penelusuran jalur pada model. Pemilihan titik masuk awal dilakukan pada sisi kiri model contoh, dengan batasan nilai x bukanlah 2 atau d+1. Dengan kata lain, titik masuk awal tidak terletak pada sudut model. Untuk pori yang memenuhi syarat tersebut maka nilai sel akan diubah dari 0 menjadi 0,5. Hal ini akan menyebabkan warna sel berubah menjadi warna abu-abu. Setelah selesai dengan titik masuk awal, maka penunjuk akan melakukan pemerikasaaan pada sel-sel yang mengitarinya dengan urutan seperti pada gambar 3.4. Gambar 3.4 Urutan pengujian tetangga pada selular automata pada model 2 dimensi. Jika ada sel yang benilai 0 maka sel tersebut akan diubah nilainya menjadi 0,5 dan warnanya akan berubah dari hitam menjadi abu-abu. Tidak ada

5 23 prioritas arah pergerakan pointer yang ditentukan oleh program pada proses pengujian selular atuomata ini. Hanya saja semuanya dimulai dari salah satu sisi model dan penunjuk akan bergerak paralel dari titik masuk awal menyebar ke seluruh pori. Dengan analogi yang sama dengan model 2 dimensi, hal tersebut juga dilakukan pada model 3 dimensi. Urutan pemeriksaan sel-sel yang mengitari penunjuk dapat dilihat pada gambar 3.5. Blok pengecekan bagian depan P Blok pengecekan bagian tengah Gambar 3.5 Urutan pengujian tetangga pada selular automata pada model 3 dimensi.

6 24 Proses pengubahan nilai pori dari 0 menjadi 0,5 akan memudahkan dalam mengamati kesuksesan pergerakan penunjuk selular automata dalam menguji model. Seperti pada gambar 3.6, salah satu pori (pada sisi kanan) berwarna hitam karena pori tersebut terletak pada sudut model sehingga tidak memenuhi syarat untuk dijadikan titik masuk awal, dan pori yang berwarna abu-abu berhasil mencapai x=d+1 yang artinya model ini memiliki titik akhir. Gambar 3.6 Data hasil pembingkaian dan pengujian oleh selular automata. Ketika dilakukan penelusuran oleh selular automata, pada saat yang bersamaan pula dilakukan beberapa penyimpanan data yang berkaitan dengan informasi seluruh pori yang telah diubah nilainya. Informasi tersebut diantaranya adalah penomoran pada pori yang berubah nilai dari 0

7 25 menjadi 0.5 yang dimulai dari angka satu, dan data tambahan mengenai seluruh nomor pori yang mengitari setiap pori yang telah dinomori, juga jarak antar pori yang berguna pada saat perhitungan tortuositas. Data-data terebut disimpan dalam bentuk matrik. Gambar 3.7 Data hasil penomoran pori. Dapat dilihat pada gambar 3.7 bahwa seluruh titik masuk awal memiliki penomoran terkecil dan titik akhir tidak sebaliknya. Hal ini disebabkan karena panjang jalur tempuh setiap jalur berbeda. Informasi mengenai nomor pori dan koordinatnya disusun seperti gambar 3.8. Informasi ini akan digunakan dalam penyusunan kombinasi jalur pada proses selanjutnya. Untuk model 2 dimensi jumlah kolom untuk koordinat ada 2 buah dan 3 buah kolom untuk model 3 dimensi.

8 26 Gambar 3.8 Data penyimpan informasi pori dan koordinatnya. Angka-angka yang berwarna biru adalah nomor pori dan yang berwarna merah adalah koordinat pori. Data mengenai pori yang mengitari setiap pori yang sudah diberi nomor disimpan dalam bentuk matrik 2 dimensi juga.

9 27 Gambar 3.9 Data penyimpan informasi pori dan percabangannya Dapat dilihat bahwa jumlah kolom pada model 2 dimensi adalah 9 kolom dan 27 kolom untuk model 3 dimensi Penelusuran Jalur dengan Penyusunan Kombinasi Pori Setelah proses penelusuran dengan menggunakan metode selular automata, proses selanjutnya adalah penyusunan kombinasi-kombinasi dari seluruh pori yang sudah diberi nomor dan direkam koordinatnya. Pada proses ini diberlakukan prioritas pada pemilihan cabang berserta batasan-batasan yang lebih ketat daripada proses pengujian dengan selular automata.

10 28 Gambar 3.10 Syarat titik masuk awal, titik akhir dan batasan-batasan yang didapat dari informasi koordinat pori. Proses penyusunan kombinasi dimulai dengan pori yang merupakan titik masuk awal. Pada gambar 3.10, pori yang merupakan titik masuk awal adalah pori yang memiliki nilai x=2 (berwarna latar belakang kuning). Dengan menggunakan data yang berisi pori-pori yang mengitari seluruh pori maka disusunalah kombinasi jalur dengan prioritas pergerakan tertentu seperti gambar Nomor pori berkaitan dengan alamat baris pada matrik 2 dimensi tersebut. Misalnya, informasi pori nomor 1 berada pada baris ke 1.

11 29 Gambar 3.11 Urutan pengujian prioritas arah pergerakan jalur pada model 2 dimensi. Nomor 1 sampai 8 pada gambar 3.11 berkaitan dengan alamat kolom pada pori yang berkaitan. Misalnya, pori yang berada pada posisi 1 adalah pori yang berada pada kolom 2, dan seterusnya hingga pori yang berada pada posisi 8 adalah pori yang berada pada kolom nomor 9. Dengan analogi yang serupa dengan model 2 dimensi, pori-pori pada model 3 dimensi disusun menjadi kombinasi dengan prioritas seperti pada gambar 3.12.

12 30 Blok pengecekan bagian depan P Blok pengecekan bagian tengah Gambar 3.12 Urutan pengujian prioritas arah pergerakan jalur pada model 3 dimensi. Penunjuk akan memprioritaskan untuk melakukan pergeseran atau pergerakan lurus. Seolah-olah penunjuk adalah partikel yang ditarik oleh gaya gravitasi dari arah sisi yang berseberangan dengan sisi titik masuk awal. Jika tidak dapat bergerak lurus (ke posisi 1) maka penunjuk akan mencari kemungkinan untuk bergerak serong (ke posisi 2 dan atau 3). Jika tidak dapat bergerak serong maka penunjuk akan mencari kemungkinan bergerak ke samping (ke posisi 4 dan atau 5). Dengan skala prioritas pergerakan penunjuk seperti di atas, maka jalur yang dihasilkan akan seperti gambar 3.13.

13 31 Gambar 3.13 Contoh pemilihan jalur pada sebuah pori. Jika penunjuk tidak dapat bergerak ke posisi 1 sampai 5 maka jalur kombinasi dianggap buntu dan dibatalkan. Pada saat perpindahan penunjuk, dilakukan pengujian-pengujian yang membatasi pergerakan penunjuk. Jika nilai y pada koordinat penunjuk bernilai 2 atau d+1 maka penunjuk dianggap keluar jalur sehingga dibatalkan. Penunjuk pun dilarang bergerak ke pori dengan nilai x=2 artinya dilarang ada pergerakan dari titik masuk awal ke titik masuk awal. Sedangkan larangan yang paling utama adalah pada satu kombinasi jalur dilarang ada dua pori atau lebih dengan nomor yang sama. Ketika kombinasi telah mencapai pori dengan nilai x=d+1 maka kombinasi dinyatakan berhasil atau dapat menembus model dan penyusunan kombinasi dilanjutkan ke kombinasi berikutnya sampai titik masuk awal yang terakhir.

14 32 Dengan penyusunan kombinasi dengan aturan dan larangan seperti tersebut di atas maka kombinasi-kombinasi yang dihasilkan akan berbentuk matrik 2 dimensi yang dapat digambarkan pada gambar Gambar 3.14 Contoh kombinasi pori yang membentuk jalur tembus. Dari data kombinasi inilah bisa didapatkan seluruh jalur yang dapat menembus model tanpa terlewatkan satu jalur pun. Inilah konsep utama program pengembangan ini dari program sebelumnya. 3.2 Perhitungan Besaran-besaran Model Tortuositas Pada proses perhitungan tortuositas, satuan panjang yang digunakan adalah satuan sel yang merupakan panjang sisi satu buat pori. Untuk perpindahan penunjuk (sel yang berwarna kuning pada gambar 3.15 dan 3.16) pada model 2 dimensi dengan arah lurus panjang perpindahannya bernilai 1 sel dan untuk yang diagonal bernilai 2 sel.

15 33 pjg = 1 Gambar 3.15 Perpindahan penunjuk pada arah lurus. pjg = 2 Gambar 3.16 Perpindahan penunjuk pada arah diagonal. Sedangkan untuk perpindahan penunjuk pada model 3 dimensi dengan arah lurus panjang perpindahannya bernilai 1 sel, perpindahan pada arah diagonal bidang bernilai 2 sel, dan perpindahan pada arah diagonal ruang bernilai 3sel.

16 34 Untuk perpindahan penunjuk pada jalur lurus ( Dari kubus biru ke salah satu kubus merah ) P pjg = 1 Gambar 3.17 Perpindahan penunjuk pada arah lurus. Untuk perpindahan penunjuk pada jalur diagonal bidang ( Dari kubus kuning ke salah satu kubus merah ) P pjg = 2 Gambar 3.18 Perpindahan penunjuk pada arah diagonal bidang.

17 35 Untuk perpindahan penunjuk pada jalur diagonal ruang ( Dari kubus kuning ke salah satu kubus merah ) P pjg = 3 Gambar 3.19 Perpindahan penunjuk pada arah diagonal ruang. Nilai-nilai ini direkam ketika proses penelusuran oleh selular automata dilakukan. Gambar 3.20 menggambarkan susunan data pori dengan jarak antar pori di sekitarnya. Gambar 3.20 Data penyimpan informasi pori dan jarak dengan tetangganya Pada gambar 3.20 dapat terlihat bahwa setiap nomor baris matrik berkaitan dengan nomor pori pemilik informasi baris tersebut. Angkaangka yang berwarna merah adalah nomor pori yang mengitari nomor pori

18 36 yang berwarna biru. Sedangkan angka-angka yang berwarna hitam adalah jarak antara pori yang bernomor seperti di sebelah kirinya (warna merah) dengan pori pemilik baris (warna biru) Pada model 3 dimensi hal yang sama diberlakukan, hanya saja terdapat nilai 3 pada salah satu nilai panjang jaraknya. Seperti terlihat pada gambar 3.20 bawah nomor-nomor pori berada pada kolom-kolom ganjil, dan nilai panjangnya berada disamping kanan kolom yang berkaitan. Hal ini dilakukan untuk kemudahan penyusunan program juga efisiensi waktu dan memori Bilangan Koordinasi Salah satu pengembangan dari program sebelumnya dilakukan pada perhitungan bilangan koordinasi. Pada gambar 3.21 kesembilan sel adalah pori dan penunjuk berwarna abu-abu adalah sel yang akan dihitung nilai bilangan koordinasinya. Jika pada program sebelumnya, untuk hal seperti ini maka nilai bilangan koordinasinya adalah 7 sesuai dengan jumlah pori yang mengelilingi penunjuk. Sedangkan pada program pengembangan dilakukan perbaikan dengan menghitung pori yang terhubung oleh jalur tembus saja. Maka untuk nilai bilangan koordinasi pada sel penunjuk seperti gambar 3.21 adalah 3.

19 37 Gambar 3.21 Perbaikan perhitungan bilangan koordinasi suatu pori. Bila pada program sebelumnya nilai bilangan koordinasi pada model 2 dimensi mulai dari 1 hingga 8, maka untuk program terbaru ini nilai bilangan koordinasi berkisar dari 1 hingga 4. Hal ini berkaitan dengan batasan dan prioritas penelusuran jalur pada model. Nilai 1 dapat berada pada titik masuk awal dan titik akhir, sedangkan nilai 4 dapat terjadi ketika pori berada di tengah ruang sel dan keempat sudutnya. Gambar 3.22 adalah gambaran beberapa jenis percabangan antar pori yang menyebabkan nilai koordinasi berkisar dari 1 hingga 4. Gambar 3.22 Contoh bentuk-bentuk percabangan pori dalam berbagai nilai bilangan koordinasi.

20 38 Dengan analogi pada model 2 dimensi, maka nilai bilangan koordinasi berkisar dari 1 hingga 16. Nilai 1 dapat berada pada titik masuk awal dan titik akhir, sedangkan nilai 16 dapat terjadi ketika pori berada di sel tengah ruang dan keenambelas sudutnya. 3.3 Penelusuran Jalur Pada Arah Seluruh Sumbu Untuk pengujian sifat isotropik atau anisotropik model, maka pencarian jalur tidak dilakukan hanya pada satu sumbu. Pada model 2 dimensi penelusuran jalur dilakukan pada sumbu X dan sumbu Y. Gambar arah pencarian jalur pada model 2 dimensi. Sedangkan pada model 3 dimensi penelusuran jalur dilakukan pada sumbu X, Y, dan Z.

21 39 Gambar arah pencarian jalur pada model 3 dimensi. Pengubahan arah penelusuran jalur ini dilakukan dengan menukarkan variabe sumbu pada program, sehingga arah pergerakan pun mengikuti perubahan variabel. Untuk model 2 dimensi, jika pada penelusuran sumbu X a=x dan b=y, maka pada penelusuran sumbu Y a=y dan b=x. Demikian juga halnya pada model 3 dimensi, pada penelusuran sumbu X a=x, b=y, dan c=z maka pada penelusuran sumbu Y a=z, b=x, c=y dan pada penelusuran sumbu Z a=y, b=z dan c=x. 3.4 Pengujian Program Sebelum pengambilan data dimulai, program simulasi yang dibentuk oleh random number generator dengan beberapa perbaikan terlebih dulu diuji coba. Untuk model 2 dimensi hasilnya seperti pada 2 gambar Nilai real porositas, tortuositas rata-rata, bilangan koordinasinya sudah benar.

22 40 Arah penelusuran jalur pun sudah sesuai dengan fungsinya. serta aturanaturan dan batasan-batasan pun sudah berfungsi dengan baik, misalnya tidak ada titik masuk awal yang berada di pojok model dan tidak adanya jalur yang melewati bagian tepi atau sisi model. (a) (b) Gambar 3.25 Contoh pengujian pencarian jalur pada model 2 dimensi (a) arah sumbu X,(b) arah sumbu Y.

23 41 Pengujian pada model 3 dimensi lebih sederhana agar dapat diamati secara visual. (a) (b)

24 42 (c) Gambar 3.26 Contoh pengujian pencarian jalur pada model 3 dimensi (a) arah sumbu X, (b) arah sumbu Y, (c) arah sumbu Z. Besaran-besaran yang ditampilkan pada judul gambar 3.26 telah sesuai dengan besaran-besaran yang dilakukan dari hasil perhitungan secara manual. Penelusuran jalur pun sudah berhasil dilakukan dari setiap sumbu, sumbu X, Y untuk model 2 dimensi dan sumbu X, Y, Z untuk model 3 dimensi. Maka dengan demikian program simulasi untuk model 2 dimensi dan 3 dimensi telah berfungsi dengan baik dan dapat digunakan. 3.5 Metode Pengambilan Data Besaran-besaran fisis yang akan diukur dari model batuan adalah tortuositas (τ), bilangan koordinasi (z), ambang perkolasi (p c ), dan koefisien anisotropik ( A XZ, A YZ ). Jauh lebih banyaknya jalur yang ditelusuri pada model baru ini menyebabkan waktu yang diperlukan

25 43 hingga akhir proses sangat lama dan alokasi memori komputer sangatlah besar. Dikarenakan sering terjadinya kesalahan akibat alokasi memori yang tidak memadai maka dimensi pada model dikurangi hingga program dapat berjalan dengan baik. Pada proses pengambilan data ini dimensi pada model 2 dimensi adalah 30 sel x 30 sel. Sedangkan pada model 3 dimensi, dimensi yang digunakan adalah 10 sel x 10 sel x 10 sel. Pengukuran besaran-besaran fisis tersebut dilakukan berulang-ulang untuk meminimumkan nilai kesalahan yang diakibatkan oleh pergeseran nilai dalam model batuan yang dibentuk oleh random number generator, contohnya adalah porositas. Pada proses pengambilan data ini pengukuran dilakukan sebanyak 100 kali untuk setiap nilai porositasnya baik pada model 2 dimensi maupun model 3 dimensi. Pada model 2 dimensi pengukuran besaran-besaran dilakukan mulai porositas 0,1 sampai 0,9 dengan pertambahan porositas sebesar 0,05. Sedangkan pada model 3 dimensi dilakukan pada porositas 0,02 sampai 0,7 dengan pertambahan porositas sebesar 0,02. Pada model 3 dimensi nilai pertambahan porositas lebih kecil dari model 2 dimensi karena perubahan kecil nilai porositas pada model 3 dimensi sangat mempengaruhi jumlah model yang sukses atau memiliki jalur tembus. Pada penghitungan nilai perkolasi dan kajian mengenai isotropik anisotropik model dilakukan dengan mengoleh data yang terdapat pada file excel yang dihasilkan ketika program perhitungan tortuositas dan bilangan koordinasi dilakukan. Dalam setingan standar, file excel ini

26 44 berada di C:\MATLAB7\work. File ini berisi nilai real porositas, tortuositas, bilangan koordinasi, waktu penelusuran jalur untuk setiap pengulangan dan setiap sumbu yang berbeda pada setiap porositas yang sudah ditentukan. Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk perhitungan perkolasi dan menganalisis karakteristik isotropik dan anisotropik model batuan.

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz,

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz, BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Batuan Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz, - memori (RAM) : 960

Lebih terperinci

KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan S-1 di Program

Lebih terperinci

BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Eksperimen Data penelitian didapatkan dari dua batuan sampel yaitu batu apung dan batu karbonat. Ukuran dimensi data pada batu karbonat untuk rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori. 16 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Serial Sectioning Pengetahuan tentang struktur pori tiga dimensi secara komputasi menjadi bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

Lebih terperinci

PanGKas HaBis FISIKA. Vektor

PanGKas HaBis FISIKA. Vektor Vektor PanGKas HaBis FISIKA Mari kita pandang sebuah perahu yang mengarungi sebuah sungai. Perahu itu, misalnya, berangkat dari dermaga menuju pangkalan bahan bakar. Jika dermaga dipakai sebagai titik

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN 4.1 Kriteria Perancangan

BAB IV PERANCANGAN 4.1 Kriteria Perancangan BAB IV PERANCANGAN 4.1 Kriteria Perancangan Perancangan sistem crane pada gudang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan metode FIFO sebagaimana mestinya. Berdasarkan kriteria perancangan maka dasar perancangan

Lebih terperinci

-eq/(ha.tahun). Keluaran matriks emisi untuk tab unit perencanaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

-eq/(ha.tahun). Keluaran matriks emisi untuk tab unit perencanaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Keluaran Matriks Emisi Keluaran dari matriks emisi adalah total hasil perhitungan matriks yang terbagi atas tab unit perencanaan, emisi bersih, emisi total, dan sekuestrasi total dengan satuan unit ton

Lebih terperinci

INVARIAN DAN MONOVARIAN

INVARIAN DAN MONOVARIAN 1 olimpiadematematika.wordpress.com INVARIAN DAN MONOVARIAN Invarian adalah sebuah prinsip yang sangat berguna dalam pemecahan berbagai masalah. Secara harafiah, arti dari invarian adalah tidak berubah

Lebih terperinci

C. { 0, 1, 2, 3, 4 } D. { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 }

C. { 0, 1, 2, 3, 4 } D. { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 } 1. Himpunan penyelesaian dari 2x - 3 7, x { bilangan cacah }, adalah... A. { 0, 1, 2 } B. { 0, 1, 2, 3, 4, 5 } 2x - 3 7, x {bilangan cacah} 2x 7 + 3 2x 10 x 5 Hp : { 0, 1, 2, 3, 4, 5 } C. { 0, 1, 2, 3,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Karena hanya mempelajari gerak saja dan pergerakannya hanya dalam satu koordinat (sumbu x saja atau sumbu y saja), maka disebut sebagai gerak

Karena hanya mempelajari gerak saja dan pergerakannya hanya dalam satu koordinat (sumbu x saja atau sumbu y saja), maka disebut sebagai gerak BAB I. GERAK Benda dikatakan melakukan gerak lurus jika lintasan yang ditempuhnya membentuk garis lurus. Ilmu Fisika yang mempelajari tentang gerak tanpa mempelajari penyebab gerak tersebut adalah KINEMATIKA.

Lebih terperinci

WORKSHOP PEMBIMBINGAN OLIMPIADE MATEMATIKA & SAINS BIDANG MATEMATIKA SMP

WORKSHOP PEMBIMBINGAN OLIMPIADE MATEMATIKA & SAINS BIDANG MATEMATIKA SMP WORKSHOP PEMBIMBINGAN OLIMPIADE MATEMATIKA & SAINS BIDANG MATEMATIKA SMP Ilham Rizkianto FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Ilham_rizkianto@uny.ac.id Wonosari, 9 Mei 2014 MASALAH KOMBINATORIK Mengecoh,

Lebih terperinci

Implementasi Permainan Reversi menggunakan Penelusuran BFS dengan Konsep Algoritma MinMax

Implementasi Permainan Reversi menggunakan Penelusuran BFS dengan Konsep Algoritma MinMax Implementasi Permainan Reversi menggunakan Penelusuran BFS dengan Konsep Algoritma MinMax Romi Fadillah Rahmat, Muhammad Anggia Muchtar, Dedy Arisandi Fakultas MIPA Program Studi Teknologi Informasi Universitas

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL 2008

OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL 2008 OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL 2008 JENIS SOAL : PEMROGRAMAN WAKTU : 120 MENIT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN 3.1 Analisis Berdasarkan cara menghitung besaran-besaran yang telah disebutkan pada Bab II, diperoleh perumusan untuk besaran-besaran tersebut sebagai

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : Matematika : SMP / MTs. WAKTU PELAKSANAAN : Rabu, 25 April 2012 :

MATA PELAJARAN : Matematika : SMP / MTs. WAKTU PELAKSANAAN : Rabu, 25 April 2012 : DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA sulisr_xxx@yahoo.co.id Mata Pelajaran Jenjang MATA PELAJARAN : Matematika : SMP / MTs Hari/Tanggal Jam WAKTU PELAKSANAAN : Rabu, 25 April 202 : 08.00 0.00 PETUNJUK UMUM. Isilah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya BAB II TEORI DASAR 2.1 Batuan Mineral terbentuk secara alamiah oleh alam dari gabungan senyawa kimia di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya berkisar antara sub atomik hingga

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

LOGO MAM 4121 KALKULUS 1. Dr. Wuryansari Muharini K.

LOGO MAM 4121 KALKULUS 1. Dr. Wuryansari Muharini K. LOGO MAM 4121 KALKULUS 1 Dr. Wuryansari Muharini K. BAB I. PENDAHULUAN SISTEM BILANGAN REAL, NOTASI SELANG, dan NILAI MUTLAK PERTAKSAMAAN SISTEM KOORDINAT GRAFIK PERSAMAAN SEDERHANA www.themegallery.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

Soal Semifinal Perorangan OMV2011 SMP/MTs

Soal Semifinal Perorangan OMV2011 SMP/MTs BAGIAN 1 BERIKAN JAWABAN AKHIR! 1. Jika dibagi 9, maka sisanya sama dengan. 2. Perhatikan gambar berikut. Pada segiempat ABCD dibuat setengah lingkaran pada sisi AD dengan pusat E dan segitiga BEC sama

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA KMNR 12 KELAS 7-8 SMP. VERSI Mr. OES

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA KMNR 12 KELAS 7-8 SMP. VERSI Mr. OES PEMBAHASAN SOAL UJI COBA KMNR 1 KELAS 7-8 SMP VERSI Mr. OES 1. Nilai dari 016+6 adalah... 016 6 8118 + Jawaban E. Nilai terbesar dari pilihan berikut adalah... a.,06 b.,1 c.,18 d.,9 e.,115 Nilai yang terbesar,18.

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2004 TINGKAT PROVINSI

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2004 TINGKAT PROVINSI SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2004 TINGKAT PROVINSI Bidang Matematika Bagian Pertama Waktu : 90 Menit DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) LOGO

Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) LOGO Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) LOGO Tujuan Pembelajaran Mengetahui Penerapan SPLTV dalam kehidupan Mengetahui Pengertian & Bentuk Umum SPLTV Mengetahui SPLTV Homogen Menemukan Bentuk Geometri

Lebih terperinci

Trik-Trik Menarik dalam Menyusun Data Seri

Trik-Trik Menarik dalam Menyusun Data Seri Trik-Trik Menarik dalam Menyusun Data Seri 1. Membuat Urutan Seri ke Samping dan ke Bawah Jika Anda harus membuat bilangan berseri dengan urutan menyamping dan menurun seperti yang diperlihatkan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK)

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Pembahasan Soal SBMPTN 2016 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Menyelesaikan Maze pada Line Follower Robot [1]

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Menyelesaikan Maze pada Line Follower Robot [1] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dan pendukung dalam merealisasikan perancangan sistem pada skripsi ini. 2.1. Kajian Pustaka a. Penerapan

Lebih terperinci

GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL

GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL Berikut ini akan dibicarakan tentang Gambar Proyeksi Ortogonal secara terinci. Gambar proyeksi ortogonal yang lazim digunakan ada dua cara yaitu cara Eropa dan cara Amerika. Pada

Lebih terperinci

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi) Tulisan ini membahas simulasi/latihan analisis Input-Output (I-O) dengan

Lebih terperinci

Aplikasi Persediaan dengan Excel

Aplikasi Persediaan dengan Excel 1 Aplikasi Aplikasi Persediaan Persediaan dengan dengan Excel Excel APLIKASI PERSEDIAAN DENGAN EXCEL PENDAHULUAN Laporan persediaan merupakan informasi penting dalam pengelolaan persediaan, Informasi penting

Lebih terperinci

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah Matematika II : Vektor Dadang Amir Hamzah sumber : http://www.whsd.org/uploaded/faculty/tmm/calc front image.jpg 2016 Dadang Amir Hamzah Matematika II Semester II 2016 1 / 24 Outline 1 Pendahuluan Dadang

Lebih terperinci

SOAL TO UN SMA MATEMATIKA

SOAL TO UN SMA MATEMATIKA 1 1) Perhatikan premis-premis berikut. 1. Jika saya giat belajar maka saya bisa meraih juara. 2. Jika saya bisa meraih juara maka saya boleh ikut bertanding. Ingkaran dari kesimpulan kedua premis di atas

Lebih terperinci

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika Berkas Kompetisi Soal Hari 1 Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika 2-7 September 2012, Jakarta www.tokilearning.org www.siswapsma.org Bundel Soal Hari 1 OSN XI Bidang Informatika SEGITIGA

Lebih terperinci

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Sebelum membahas pemodelan produk berbasis yang disusun berdasarkan algoritma pengurang terlebih dahulu akan dijelaskan hal-hal yang mendasari pembuatan algoritma tersebut,

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini berisi pembahasan mengenai perancangan terhadap sistem yang akan dibuat. Dalam merancang sebuah sistem, dilakukan beberapa pendekatan dan analisis mengenai sistem yang

Lebih terperinci

TEKNIK RISET OPERASI UNDA

TEKNIK RISET OPERASI UNDA BAB V METODE TRANSPORTASI Metode Transportasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama ke tempattempat yang membutuhkan secara

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Pada bab ini akan dilakukan implementasi dan pengujian terhadap aplikasi yang dibangun. Tahapan ini dilakukan setelah analisis dan perancangan selesai dilakukan dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II BESARAN VEKTOR

BAB II BESARAN VEKTOR BAB II BESARAN VEKTOR.1. Besaran Skalar Dan Vektor Dalam fisika, besaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu besaran skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah besaran yang dinyatakan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA GREEDY DAN BRUTE FORCE DALAM SIMULASI PENCARIAN KOIN

PERBANDINGAN ALGORITMA GREEDY DAN BRUTE FORCE DALAM SIMULASI PENCARIAN KOIN PERBANDINGAN ALGORITMA GREEDY DAN BRUTE FORCE DALAM SIMULASI PENCARIAN KOIN Indra Mukmin 13506082 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Jalan Ganeca no.10 Email :

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Template Formulir Sample Karakter Pengenalan Template Formulir Pendefinisian Database Karakter Formulir yang telah diisi Pengenalan Isi Formulir Hasil

Lebih terperinci

C. y = 2x - 10 D. y = 2x + 10

C. y = 2x - 10 D. y = 2x + 10 1. Diantara himpunan berikut yang merupakan himpunan kosong adalah... A. { bilangan cacah antara 19 dan 20 } B. { bilangan genap yang habis dibagi bilangan ganjil } C. { bilangan kelipatan 3 yang bukan

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

GERAK LURUS Kedudukan

GERAK LURUS Kedudukan GERAK LURUS Gerak merupakan perubahan posisi (kedudukan) suatu benda terhadap sebuah acuan tertentu. Perubahan letak benda dilihat dengan membandingkan letak benda tersebut terhadap suatu titik yang diangggap

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

BAB XI PERSAMAAN GARIS LURUS

BAB XI PERSAMAAN GARIS LURUS BAB XI PERSAMAAN GARIS LURUS A. Pengertian Pesamaan Garis Lurus Persamaan garis lurus adalah suatu fungsi yang apabila digambarkan ke dalam bidang Cartesius akan berbentuk garis lurus. Garis lurus ini

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS. Dua garis sejajar mempunyai gradien sama, sehingga persamaan garis yang sejajar l dan melalui titik (3,4) adalah

PERSAMAAN GARIS. Dua garis sejajar mempunyai gradien sama, sehingga persamaan garis yang sejajar l dan melalui titik (3,4) adalah PERSAMAAN GARIS. SIMAK UI Matematika Dasar 9, 9 Diketahui adalah garis l yang dinyatakan oleh det( A) dimana A x y, persamaan garis yang sejajar l dan melalui titik (,4) adalah... A. x y 7 C. x y E. x

Lebih terperinci

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI Gambar Teknik i halaman ini sengaja dibiarkan kosong Gambar Teknik ii Daftar Isi Daftar Isi... iii... 1 1 Pendahuluan... 1 2 Sumbu, Garis, dan Bidang Isometri... 2 3 Skala

Lebih terperinci

SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013

SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013 SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 03 PERHATIAN:. UTN adalah Ujian Tulis Nasional yang dilaksanakan secara online. Soal ini diketik berdasarkan ingatan sehingga dimungkinkan terjadi kesalahan namun tingkat

Lebih terperinci

Soal-soal dan Pembahasan Matematika Dasar SBMPTN-SNMPTN 2009

Soal-soal dan Pembahasan Matematika Dasar SBMPTN-SNMPTN 2009 Soal-soal dan Pembahasan Matematika Dasar SBMPTN-SNMPTN 9. Bentuk x < setara (ekivalen) dengan A. - < x C. x < E. < x < B. x < D. x > - x < - + x < dibagi - + x < x - < Jawabannya adalah B x bx m. Jika

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: MATEMATIKA (KODE: P15) 1. Hasil dari 2 :1 1 adalah 5 (A) 1. (B) 1 (C) 7. adalah (A) 28. (B) 24. (C) 12. (D) 9.

PR ONLINE MATA UJIAN: MATEMATIKA (KODE: P15) 1. Hasil dari 2 :1 1 adalah 5 (A) 1. (B) 1 (C) 7. adalah (A) 28. (B) 24. (C) 12. (D) 9. Kode: P15 MTEMTIK IX SMP PR ONLINE MT UJIN: MTEMTIK (KOE: P15) 1 1 1 1. Hasil dari :1 1 5 5 5 () 1. () 1 1. 7 0 () 7. 1 () 5. 1 1. Hasil dari 7 () 8. (). () 1. () 9.. Sebuah mobil menghabiskan 8 liter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) Menurut Sri Mulyono (1999), Program Linier (LP) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2008 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2009

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2008 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2009 SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2008 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2009 Bidang Matematika Bagian Pertama Waktu : 90 Menit DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Pembahasan Matematika SMP IX

Pembahasan Matematika SMP IX Pembahasan Matematika SMP IX Matematika SMP Kelas IX Bab Pembahasan dan Kunci Jawaban Ulangan Harian Pokok Bahasan : Kesebangunan Kelas/Semester : IX/ A. Pembahasan soal pilihan ganda. Bangun yang tidak

Lebih terperinci

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK Pengantar Definisi Arsitektur MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT Operasional Sinkronisasi Kesimpulan & Saran Muhamad Ali, MT Http://www.elektro-uny.net/ali Pengantar

Lebih terperinci

A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A

A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A. Hasil dari 5 ( 6) + 24 : 2 ( 3) =... A. -5 B. -6. 0 D. 6 2. Hasil dari 2 : 75% + 8,75 =... A. 4 B. 5. 6 D. 7 3. Uang Irna sama dengan 2 3 uang Tuti. Jika jumlah uang mereka

Lebih terperinci

Seri Tutorial Belajar Komputer. Yani Pieter Pitoy

Seri Tutorial Belajar Komputer. Yani Pieter Pitoy Membuat Grafik Fungsi di Excel Yani Pieter Pitoy Fungsi linier : y = ax + b Fungsi kuadrat : y = ax 2 + bx + c Fungsi pangkat tiga : ax 3 + bx 2 + cx + d Fungsi trigonometri : y = sin x, y = cos x, y =

Lebih terperinci

SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013

SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013 SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013 SOAL UTN MATEMATIKA PPG SM-3T 2013 PERHATIAN: 1. 2. 3. 4. 5. UTN adalah Ujian Tulis Nasional yang dilaksanakan secara online Soal ini diketik berdasarkan ingatan sehingga

Lebih terperinci

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo Bab II Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo Metoda monte carlo adalah suatu metoda pemecahan masalah fisis dengan menirukan proses-proses nyata di alam memanfaatkan bilangan acak/ random. Jadi metoda

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. diperhitungkan dalam menentukan metode deteksi tabrakan objek.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. diperhitungkan dalam menentukan metode deteksi tabrakan objek. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Metode Deteksi Tabrakan Untuk menentukan metode deteksi tabrakan yang lebih baik dibandingkan dengan AABB, penelitian ini melakukannya berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

Identitas, bilangan identitas : adalah bilangan 0 pada penjumlahan dan 1 pada perkalian.

Identitas, bilangan identitas : adalah bilangan 0 pada penjumlahan dan 1 pada perkalian. Glosarium A Akar pangkat dua : akar pangkat dua suatu bilangan adalah mencari bilangan dari bilangan itu, dan jika bilangan pokok itu dipangkatkan dua akan sama dengan bilangan semula; akar kuadrat. Asosiatif

Lebih terperinci

SOAL ISIAN SINGKAT. Jawaban: 50 cm 2.

SOAL ISIAN SINGKAT. Jawaban: 50 cm 2. SOAL ISIAN SINGKAT 1. Dari 12 anak akan dibentuk beberapa tim yang masing-masing terdiri dari lima anak. Apabila seorang anak hanya boleh berada paling banyak pada dua tim, maka banyaknya tim yang dapat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : E57 NO SOAL PEMBAHASAN. Ingat! a = a a a A = 643 = 64 = 4 2 = 16. Ingat!

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : E57 NO SOAL PEMBAHASAN. Ingat! a = a a a A = 643 = 64 = 4 2 = 16. Ingat! PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 0 KODE : E57 NO SOAL PEMBAHASAN Hasil dari 64 adalah.... a = a a a A. 8 B. 6. = C.. = D. 56 Hasil dari 6 8 adalah... A. 6 B. 4 C. 4 D. 4 6 4 Hasil dari 5 + ( : ) adalah...

Lebih terperinci

Nama Peserta : No Peserta : Asal Sekolah : Asal Daerah :

Nama Peserta : No Peserta : Asal Sekolah : Asal Daerah : 1. Terdapat sebuah fungsi H yang memetakan dari himpunan bilangan asli ke bilangan asli lainnya dengan ketentuan sebagai berikut. Misalkan akan dicari nilai fungsi H jika x=38. 38 terdiri dari 3 puluhan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian algoritma dan pengukuran pada output dari robot yang telah dibuat dan analisis tentang kinerja algoritma. 4.1. Contoh Perhitungan

Lebih terperinci

4. Jika kubus di samping dibuka dan dibentangkan sisi-sisinya, maka gambar jaring-jaring bangun ruang yang akan terbentuk adalah

4. Jika kubus di samping dibuka dan dibentangkan sisi-sisinya, maka gambar jaring-jaring bangun ruang yang akan terbentuk adalah 1. 007 : ( + 0 + 0 + 7) - x 0 x 0 x 7 =? A) 1 C) 14 B) 9 D). Ada berapa bilangan angka yang jika dikalikan maka penjumlahan angka-angka pada bilangan pertama sama dengan jumlah angka-angka pada bilangan

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model 2.1.1 Pengertian sistem Pengertian sistem dapat diketahui dari definisi yang diambil dari beberapa pendapat pengarang antara lain : Menurut Romney (2003, p2) sistem

Lebih terperinci

Modul 5 Mengoperasikan Perangkat Lunak Lembar Sebar (Open Source) 1 KEGIATAN BELAJAR 2

Modul 5 Mengoperasikan Perangkat Lunak Lembar Sebar (Open Source) 1 KEGIATAN BELAJAR 2 Modul 5 Mengoperasikan Perangkat Lunak Lembar Sebar (Open Source) 1 KEGIATAN BELAJAR 2 3.1. Modul 3.1.1. Mengenali Bagian-Bagian, Menu dan Istilah dalam Open Office Calc. Open Office Calc adalah salah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : E57. NO SOAL PEMBAHASAN 1 Hasil dari adalah = Ingat!

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : E57. NO SOAL PEMBAHASAN 1 Hasil dari adalah = Ingat! PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 0 KODE : E57 NO SOAL PEMBAHASAN Hasil dari 64 adalah... A. 8. a = a a a B. 6. a n n = a C.. a m n n = a m D. 56 Hasil dari 6 8 adalah... A. 6 B. 4 C. 4 D. 4 6 4 Hasil dari

Lebih terperinci

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika Berkas Kompetisi Soal Hari 1 Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika 2-7 September 2012, Jakarta www.tokilearning.org www.siswapsma.org SEGITIGA Batas Waktu Batas Memori 1 detik 64 MB Anda

Lebih terperinci

10/10/2017. Teknologi Display SISTEM KOORDINAT DAN BENTUK DASAR GEOMETRI (OUTPUT PRIMITIF) CRT CRT. Raster Scan Display

10/10/2017. Teknologi Display SISTEM KOORDINAT DAN BENTUK DASAR GEOMETRI (OUTPUT PRIMITIF) CRT CRT. Raster Scan Display 1 2 SISTEM KOORDINAT DAN BENTUK DASAR GEOMETRI (OUTPUT PRIMITIF) Teknologi Display Cathode Ray Tubes (CRT) Liquid Crystal Display (LCD) 3 4 CRT Elektron ditembakkan dari satu atau lebih electron gun Kemudian

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS VEKTOR

BAB 2 ANALISIS VEKTOR BAB ANALISIS VEKTOR A. Tujuan Umum Mahasiswa memahami pengertian vektor, operasi vektor, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan kaedah aljabar vektor. B. Tujuan Khusus Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO

IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO Nur Fajriah Rachmah NIM 13506091 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha nomor

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III AALISIS MASALAH DA RACAGA PROGRAM III.1. Analisis Masalah Permainan Halma merupakan permainan yang mengasah logika pemainnya. Permainan halma mengharuskan pemainnya untuk memindahkan pion-pion

Lebih terperinci

BAB IX LEMBAR KERJA DAN RANGKAIAN DATA

BAB IX LEMBAR KERJA DAN RANGKAIAN DATA Memasukkan Data Ke Lembar Kerja Berbagai jenis data dapat dimasukkan ke dalam lembar kerja seperti teks, nilai, tanggal, jam, dan lain sebagainya. Untuk memasukkan data ke dalam suatu sel dapat mengikuti

Lebih terperinci

Hak Cipta pada Pusat Berbagi Ilmu Pendidikan PUSBILDIK

Hak Cipta pada Pusat Berbagi Ilmu Pendidikan PUSBILDIK 1 2 Nama : Mathematics Sport No. Peserta : http://m2suidhat.blogspot.com/ A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1. Himpunan penyelesaian persamaan x + 4y = 12 dengan x, y bilangan asli adalah...

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2013 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2014

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2013 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2014 SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2013 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2014 Waktu : 210 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 5.86GT/s, Cache 12MB, Quad-Core, Socket LGA1366 (No HSF)

BAB IV METODE PENELITIAN. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 5.86GT/s, Cache 12MB, Quad-Core, Socket LGA1366 (No HSF) BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Peralatan yang Digunakan Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Satu unit komputer dengan spesifikasi utama processor Xeon 2.4GHz, QPI 5.86GT/s,

Lebih terperinci

LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-25

LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-25 LOMBA MATEMATIKA NASIONAL KE-25 Babak Penyisihan Tingkat SMA Minggu, 9 November 20 HIMPUNAN MAHASISWA MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA SEKIP UTARA UNIT III

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Uji model hidraulik fisik dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang dihasilkan yaitu berupa rekaman

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

SOAL MATEMATIKA - SMP

SOAL MATEMATIKA - SMP SOAL MATEMATIKA - SMP OLIMPIADE SAINS NASIONAL TINGKAT KABUPATEN/KOTA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN 2011

Lebih terperinci

Bagian 1 Sistem Bilangan

Bagian 1 Sistem Bilangan Bagian 1 Sistem Bilangan Dalam bagian 1 Sistem Bilangan kita akan mempelajari berbagai jenis bilangan, pemakaian tanda persamaan dan pertidaksamaan, menggambarkan himpunan penyelesaian pada selang bilangan,

Lebih terperinci

NO SOAL PEMBAHASAN 1

NO SOAL PEMBAHASAN 1 PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 0 KODE : C7 NO SOAL PEMBAHASAN Hasil dari 5 + ( : ) adalah... Urutan pengerjaan operasi hitung A. 9 Operasi hitung Urutan pengerjaan B. Dalam kurung C. 9 Pangkat ; Akar D.

Lebih terperinci

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA/MA MATEMATIKA IPS 02 MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) MATEMATIKA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PEMERINTAH KOTA BATAM

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA/MA MATEMATIKA IPS 02 MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) MATEMATIKA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PEMERINTAH KOTA BATAM TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA/MA 01 MATEMATIKA IPS 0 MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) MATEMATIKA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PEMERINTAH KOTA BATAM 01 hakcipta MGMP Matematika Kota Batam paket 0 MATA

Lebih terperinci

1. Besaran-besaran di bawah ini yang bukan termasuk besaran vektor adalah...

1. Besaran-besaran di bawah ini yang bukan termasuk besaran vektor adalah... Jawaban 1 A 11 C 21 D 31 D 2 D 12 D 22 B 32 C 3 E 13 E 23 C 33 D 4 E 14 B 24 E 34 B 5 C 15 E 25 C 35 B 6 D 16 A 26 D 36 C 7 D 17 B 27 A 37 E 8 B 18 B 28 D 38 B 9 D 19 E 29 E 39 C 10 A 20 B 30 D 40 E 1.

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 MATEMATIKA SMA/MA PETUNJUK UNTUK PESERTA: 1. Tes terdiri dari dua bagian. Tes bagian pertama terdiri dari 20 soal isian singkat dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : C37 NO SOAL PEMBAHASAN 1

PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 2012 KODE : C37 NO SOAL PEMBAHASAN 1 PEMBAHASAN SOAL-SOAL UN TAHUN 0 KODE : C7 SMP N Kalibagor NO SOAL PEMBAHASAN Hasil dari 5 + ( : ) adalah... Urutan pengerjaan operasi hitung A. 9 Operasi hitung Urutan pengerjaan B. Dalam kurung C. 9 Pangkat

Lebih terperinci

Buku Manual. Download, Aplikasi Aspak, dan Tanya Jawab.

Buku Manual. Download, Aplikasi Aspak, dan Tanya Jawab. Buku Manual Gambar diatas adalah halaman awal yang akan muncul pada saat pertama kali membuka situs aspak.buk.depkes.go.id. Lalu dibawah judul terdapat beberapa link yaitu : Beranda, Halaman Download,

Lebih terperinci