BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 32 BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Eksperimen Data penelitian didapatkan dari dua batuan sampel yaitu batu apung dan batu karbonat. Ukuran dimensi data pada batu karbonat untuk rekonstruksi tiga dimensi adalah (75 x 75 x 75) pixels dengan jarak setiap irisannya bernilai 0.1 mm. Sedangkan dimensi data pada batu apung adalah (50 x 50 x 50) pixels dengan jarak setiap irisan adalah 0.1 mm. Alasan pemilihan jarak 0.1 mm untuk setiap irisan adalah agar tidak ada bagian yang hilang ketika proses perekontruksian dilakukan. Jarak 0.1 mm ini, didapatkan setelah melakukan kalibrasi data. Sebelumnya dilakukan pengukuran terlebih dahulu terhadap dimensi batuan dan besarnya ukuran digital. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya pada subbab 3.3 mengenai kalibrasi data dua dimensi. Berikut ini dipaparkan data gambar hasil eksperimen sampel batuan Data gambar sampel batuan Gambar berikut [Gambar 4.1] merupakan beberapa gambar irisan melintang batuan sampel pertama yaitu batu karbonat dua dimensi dengan ukuran (432 x 340) pixels.

2 33 gambar1.jpg gambar2.jpg gambar3.jpg gambar4.jpg gambar5.jpg gambar6.jpg gambar7.jpg gambar8.jpg Gambar 4.1. Data gambar batuan sampel karbonat dua dimensi. Gambar berikutnya [Gambar 4.2] merupakan beberapa data gambar dua dimensi batuan sampel yang kedua yaitu batu apung dengan ukuran (188 x 166) pixels. gambar1.jpg gambar2.jpg gambar3.jpg gambar4.jpg gambar5.jpg gambar6.jpg gambar7.jpg gambar8.jpg Gambar 4.2. Data gambar batuan sampel apung dua dimensi.

3 34 Data lainnya akan terlampir di lampiran A untuk batuan sampel batu karbonat dan di lampiran B untuk batuan sampel batu apung Data gambar sampel batuan setelah dilakukan pengolahan Data gambar batuan sampel pada gambar 4.1 dan 4.2 di atas kemudian diolah ke tahapan berikutnya. Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan pemotongan (croping). Croping ini dilakukan dengan menggunakan bantuan menu crop software ACDsee 6.0. Setelah dilakukan croping dengan ukuran yang sama yaitu (75 x 75) pixels untuk batu karbonat dan (50 x 50) pixels untuk batu apung, kemudian dilakukan pengkontrasan warna pada bagian yang telah dipotong. Pengkontrasan warna ini dilakukan dengan bantuan menu yang ada di Photoshop 7.0. Tujuan dilakukan pengkontrasan warna ini adalah agar kontras warna antara pori dan matriks terlihat dengan jelas, dengan pori untuk warna putih dan matriks dengan warna hitam. Berikut ini beberapa gambar sampel batuan setelah dilakukan pengolahan. Data gambar pertama [Gambar 4.3] adalah data gambar batu karbonat setelah dilakukan pengolahan. gambar1.jpg gambar1.jpg gambar2.jpg gambar2.jpg

4 35 gambar3.jpg gambar3.jpg gambar4.jpg gambar4.jpg Gambar 4.3. Data gambar batu karbonat setealh dilakukan pengolahan. Data gambar berikutnya [Gambar 4.4] adalah data gambar batu apung setelah dilakukan pengolahan. Data gambar yang ditampilkan ini hanya beberapa gambar saja. gambar1.jpg gambar1.jpg gambar2.jpg gambar2.jpg gambar3.jpg gambar3.jpg gambar4.jpg gambar4.jpg Gambar 4.4. Data gambar batu apung setelah dilakukan pengolahan. Gambar data batuan sampel di atas lebih lengkap akan dipaparkan pada lampiran A untuk batu karbonat dan lampiran B untuk batu apung.

5 Visualisasi Tiga Dimensi Batuan Sampel Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan pada subbab 4.1 di atas, maka pengolahan selanjutnya adalah melakukan visualisasi batuan sampel. Visualisasi batuan sampel dilakukan dengan menggunakan program Matlab. Untuk rekonstruksi tiga dimensi dari sampel irisan dua dimensi, algoritma kerja programnya dapat dilihat pada gambar 3.5. Berikut ini adalah hasil visualisasi tiga dimensi batuan sampel. Gambar berikut ini [Gambar 4.5] adalah visualisasi batu apung dengan nilai alpha (transparansi) yang berebeda-beda. Visualisasi 3D batu karbonat bagian depan dengan nilai alpha 1 Visualisasi 3D batu karbonat bagian belakang dengan nilai alpha 1 Visualisasi 3D batu karbonat bagian depan Visualisasi 3D batu karbonat bagian belakang

6 37 dengan nilai alpha 0.5 dengan nilai alpha 0.5 Gambar 4.5. Visualisasi tiga dimensi batu karbonat dengan nilai alpha berbeda-beda. Gambar di bawah ini [Gambar 4.6] adalah visualisasi batu apung dengan nilai alpha (transparansi) yang berebeda-beda. pori matriks Visualisasi 3D batu apung bagian depan dengan nilai alpha 1 Visualisasi 3D batu apung bagian belakang dengan nilai alpha 1 Visualisasi 3D batu apung bagian depan dengan nilai alpha 0.5 Visualisasi 3D batu apung bagian belakang dengan nilai alpha 0.5 Gambar 4.6. Visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha berbeda-beda. Pada gambar 4.5 dan 4.6 di atas terdapat dua bagian warna yang kontras yaitu warna abu dan biru. Warna abu merupakan representasi dari gambaran matriks (ruang

7 38 padat) batuan sampel dan warna biru merupakan representasi dinding pori (ruang kosong) dari batuan sampel. Visualisasi batuan sampel dengan nilai alpha yang berbeda-beda di atas berguna untuk memberikan nilai transparansi gambar. Nilai transparansi ini akan terlihat perbedaannya ketika melihat jalur aliran fluida yang terjadi di dalam pori batuan sampel. Terlihat dari gambar di atas, nilai alpha 0.5 dapat menampilkan isi (bagian dalam) batuan sampel apabila dibandingkan dengan visualisasi yang memiliki nilai apha 1. Terlihat juga dari kedua gambar di atas bahwa visualisasi dengan menggunakan Matlab memiliki keuntungan yaitu ketika dilakukan rotasi terhadap gambar dengan sudut berapapun, gambar yang divisualisasikan dapat memperlihatkan bagian samping atau belakang sesuai dengan nilai alpha yang diberikan. Namun ketika melakukan rotasi, prosesnya akan berjalan sedikit lambat. Hal ini dikarenakan dimensi yang digunakan pada batuan sampel cukup besar yaitu (75 x 75 x 75) pixels untuk batu karbonat dan untuk batu apung sebesar (50 x 50 x 50) pixels, sehingga untuk dapat melakukan rotasi dalam waktu yang relatif cepat maka beban dimensi yang diberikan harus lebih sedikit lagi. 4.3 Visualisasi Porositas dan Jalur Tortuositas Batuan Sampel Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada penelitian ini ada dua besaran fisis batuan yang akan dicari dan dianalisa, kedua besaran fisis tersebut adalah porositas dan tortuositas. Besaran ini memiliki peranan yang sangat penting

8 39 dalam menentukan banyaknya hidrokarbon yang terkandung dalam suatu batuan dan jalur terpendek yang dapat dilalui oleh hidrokarbon tersebut Visualisasi batu karbonat Besarnya nilai porositas dan tortuositas pada setiap batuan akan berbeda. Hal ini bergantung dari karakteristik pori yang dimiliki oleh batuan tersebut. Untuk mengetahui bentuk jalur tortuositas yang terdapat pada pori batuan maka perlu dilakukan visualisasi gambar tiga dimensi. Visualisasi ini akan memberikan gambaran mengenai jalur yang dapat ditempuh oleh fluida pada batuan sampel. Berikut ini [Gambar 4.7] adalah visualisasi jalur tortuositas batu karbonat dengan nilai alpha 0.1. Gambar 4.7. visualisasi 3D batu karbonat dengan nilai alpha 0.1 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.

9 40 Gambar berikutnya [Gambar 4.8] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya dengan nilai alpha 0.8. tampak bagian depan tampak bagian belakang Gambar 4.8. visualisasi 3D batu karbonat dengan nilai alpha 0.8 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya. Dari kedua gambar di atas (4.7 dan 4.8) terlihat jalur tortuositas yang lebih jelas pada alpha 0.1. Dengan jumlah 4 entry point yang dapat tembus. Pada kasus ini, keempat entry point tersebut berujung pada satu titik tembus. Bentuk jalur tortuositasnya hampir berbentuk garis lurus. Gambar berikut ini [Gambar 4.8] adalah skema jalur tortuositas batu karbonat dalam bentuk dua dimensi yaitu pada sumbu x dan y.

10 41 Gambar 4.9. Skema jalur tortuositas batu karbonat dalam bentuk dua dimensi Perjalanan tortuositas batuan sampel karbonat dimulai dari koordinat y =1. Terlihat dari gambar 4.9 di atas, arah jalur tortuositas yang dipilih sesuai dengan prioritas yang telah diterangkan sebelumnya pada subbab Prioritas pada gambar di atas terlihat jalur yang dipilih adalah prioritas pertama yaitu blok bagian depan dan kemudian melakukan pengecekan ke blok bagian tengah, dan terus dilakukan pengecekan hingga menemukan jalur terpendek yang dapat di tembus. Nilai tortuositas yang dimaksud pada program ini adalah nilai tortuositas ratarata dari seluruh entry point yang tembus. Nilai tortuositas batuan sampel batu karbonat ini pun hampir mendekati nilai 1 yaitu Nilai ini merepresentasikan bahwa batu karbonat jenis ini memiliki jalur yang pendek untuk dapat melewati suatu fluida karena nilai tortuositasnya mendekati nilai 1.

11 42 Sedangkan nilai porositas batuannya adalah 17.6%. Nilai ini menggambarkan bahwa jumlah kandungan fluida yang dapat ditampung oleh batu karbonat jenis ini relatif sedikit. Seperti yang kita ketahui bahwa semakin besar nilai porositas suatu batuan maka semakin banyak fluida yang dapat ditampung oleh batuan tersebut. Namun, nilai porositas yang besar saja tidak cukup untuk menggambarkan batuan tersebut memiliki kemampuan mengalirkan fluida keluar karena hal ini terkait dengan terhubungnya pori yang ada pada batuan tersebut. Keterhubungan pori tersebut dapat kita lihat dari nilai tortuositas yang dimiliki oleh batuan. Dalam hal ini, batuan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu karbonat memiliki jalur pendek mengalirkan fluida meskipun nilai porositas batuannya relatif kecil Visualisasi batu apung Visualisasi batu apung dilakukan untuk dapat menggambarkan jalur tortuositas. Warna merah dari visualisasi gambar tiga dimensi menunjukkan jalur tortuositas pada batuan. Jalur ini menandakan panjang pendeknya aliran fluida yang dapat dilalui. Berikut ini [Gambar 4.10] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha 0.1.

12 43 Gambar visualisasi 3D batu apung dengan nilai alpha 0.1 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya. Gambar berikutnya [Gambar 4.11] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha 0.8. tampak bagian depan tampak bagian belakang Gambar visualisasi 3D batu apung dengan nilai alpha 0.8 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.

13 44 Dari kedua gambar di atas (4.7 dan 4.8) terdapat 9 entry point yang dapat di tembus pada jenis batu ini dengan bentuk jalur yang sedikit berbelok. Jumlah titik tembus yang dimiliki jalur ini adalah 2. Gambar berikut ini [Gambar 4.12] adalah skema jalur tortuositas batu apung dalam bentuk dua dimensi yaitu pada sumbu x dan y. Gambar Skema jalur tortuositas batu apung dalam bentuk dua dimensi Terlihat dari gambar di atas [Gambar 4.12] bahwa jalur tortuositas yang terdapat pada batu apung sedikit lebih berbelok dan panjang dibandingkan dengan jalur tortuositas yang ada pada batu karbonat. Hal ini terlihat dari nilai tortuositasnya yang juga lebih besar yaitu Berbeda halnya dengan batu karbonat, nilai porositas batu apung ini lebih besar dibandingkan dengan batu karbonat. Porositas pada batu jenis ini adalah 29.7%. Hal ini menandakan bahwa volume untuk menampung fluida pada batu jenis ini lebih

14 45 besar dibandingkan dengan batu karbonat. Namun jalur yang ditempuh fluida tersebut untuk dapat keluar dari pori batuan sedikit lebih panjang dan rumit dibandingkan dengan batu karbonat. 4.4 Hubungan Porositas dan Tortuositas Berdasarkan hasil yang telah didapat dari penelitian, diketahui bahwa nilai porositas dan tortusoitas terihat pada tabel [Tabel 4.1] berikut ini : Sampel Porositas efektif (%) Tortuositas Batu karbonat Batu Apung Tabel 4.1. Porositas dan tortuositas batuan sampel. Porositas yang diestimasi pada penelitian ini adalah porositas efektif. Porositas efektif merupakan jumlah pori yang terhubung dalam batuan sampel. Nilai porositas ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai porositas total karena porositas total merupakan jumlah seluruh pori yang ada pada batuan sampel yang terhubung atau buntu. Pada beberapa kasus, didapatkan bahwa nilai porositas yang besar memiliki jalur melewatkan fluida lebih pendek dibandingkan dengan porositas yang lebih kecil. Namun, hal ini tidak berlaku untuk seluruh sampel batuan. Banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah keterhubungan pori yang satu dengan yang lainnya. Seperti yang terlihat pada tabel di atas, porositas pada batu apung yaitu 29.7% lebih besar dibandingkan dengan porositas batu karbonat yaitu 17.6%. Namun,

15 46 jalur untuk mengalirkan fluida keluar lebih pendek pada batu karbonat (1.12) dibandingkan batu apung (1.35). Hal ini dapat disebabkan karena sebaran pori yang dimiliki oleh batu apung tidak berada pada satu kawasan (area) sehingga fluida harus berbelok untuk mencapai pori berikutnya [lihat lampiran B]. Dari program yang digunakan terdapat 9 entry point yang ada pada batu apung dengan dua titik yang dapat ditembus fluida. Dua titik tembus dari 9 entry point menandakan bahwa dari 9 peluang yang ada untuk mengalirkan fluida keluar hanya dua titik yang dapat tembus keluar sehingga untuk mencapai kedua titik tembus ini ke sembilan entry point tersebut harus melewati jalur berbelok. Hal ini menyebabkan nilai tortuositas batu ini menjadi besar. Berbeda halnya dengan batu karbonat, sebaran pori lebih merata pada satu kawasan yang menyebabkan fluida tidak perlu berbelok terlalu jauh untuk mencapai pori berikutnya [lihat lampiran A]. Terlihat pada gambar 4.9, jalur yang dilewati fluida hampir berbentuk lurus karena sebaran pori yang lebih cendrung merata meskipun dari 4 entry point yang ada hanya terdapat satu titik tembus. Faktor ini menyebabkan nilai tortuositas batu apung lebih besar dibandingkan batu karbonat meskipun porositas yang dimiliki oleh batu apung lebih besar daripada batu karbonat. 4.5 Kesalahan Visualisasi Tiga Dimensi Pada penelitian ini, visualisasi merupakan bagian yang cukup penting untuk mendeskripsikan jalur pori yang dapat dilewati pada batuan. Namun, pada tampilannya terdapat sedikit penyimpangan visualisasi yang terjadi dengan

16 47 menggunakan program matlab. Berikut ini adalah beberapa gambar kesalahan visualisasi pada matlab. Gambar di bawah ini merupakan gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat bagian belakang. Gambar Visualisasi 3D bagian belakang batu karbonat. Pada bagian ini ketika dilakukan visualisasi terlihat bahwa entry point batuan keluar dari matriks Dari gambar 4.13 di atas terlihat secara kasat mata bahwa jalur tortuositas batuan sampel batu karbonat keluar melalui matriks (ruang padat). Padahal seharusnya hal ini tidak terjadi. Untuk itu, perlu diamati lebih lanjut koordinat entry point pada gambar tersebut. Berikut ini adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat beserta koordinat entry pointnya.

17 48 Gambar Koordinat entry point batu karbonat. Dari gambar 4.14 di atas terlihat bahwa koordinat entry point adalah (23,75,58). Angka 58 menunjukkan posisi z pada gambar, angka 75 menunjukkan posisi kolom pada gambar dan angka 23 menunjukkan posisi baris pada gambar. Setelah dilihat kembali ke bagian workspace yang ada di matlab, ternyata nilai yang kelihatannya berbentuk matriks seperti gambar di atas merupakan pori dengan nilai 0. Hal ini juga terjadi pada batu apung ketika dilakukan visualisasi. Berikut adalah gambar yang memperlihatkan visualisasi batu apung yang entry pointnya keluar dari matriks [Gambar 4.15].

18 49 Bagian pada visualisasi dimana entry point terlihat keluar dari matriks. Gambar Visualisasi 3D batu apung. Untuk memastikan bahwa kedua entry point di atas tidak keluar dari matriks maka perlu diketahui koordinat masing-masing entry point. Berikut adalah gambar koordinat masing-masing entry point [gambar 4.16]. Gambar Koordinat entry point batu apung.

19 50 Dari gambar 4.16 di atas terdapat dua koordinat entry point yaitu (12,1,30) dan (31,50,31). Kedua koordinat ini diperiksa pada bagian workspace di matlab dan ternyata nilainya adalah 0 (pori). Kesalahan visualisasi ini terjadi karena posisi pori pada entry point pada gambar 4.13 dan 4.15 berada disekeliling matriks. Jadi kemungkinan visualisasi yang keluar adalah visualisasi yang dominan yaitu matriks. Sehingga visualisasi pori tidak kelihatan pada gambar.

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori. 16 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Serial Sectioning Pengetahuan tentang struktur pori tiga dimensi secara komputasi menjadi bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

Lebih terperinci

Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra

Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra BAB III METODOLOGI Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra yang telah dilakukan pengolahan citra digital. Dimulai dari teknik pengambilan citra, teknik pengolahan

Lebih terperinci

Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala

Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala BAB IV DATA, HASIL DAN ANALISIS 4.1 Data Eksperimen Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala milimeter. Citra untuk skala centimeter diperoleh dengan menggunakan kamera

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata

BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata 3.1.1 Pencarian Titik Masuk Awal dan Titik Akhir Pada tahap awal program,

Lebih terperinci

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan BAB II TEORI DASAR.1 Batuan Berpori Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan padat (matriks) dan rongga-rongga kosong (pori). Pada batuan, bagian pori inilah yang terisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz,

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz, BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Batuan Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz, - memori (RAM) : 960

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Potensi Daerah Penelitian 3.1.1 Lokasi Daerah Penelitian Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o 44 30-107 o 47 30 BT dan 7 o 10 30-7 o 8 30 LS. Tepatnya

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

ESTIMASI TORTUOSITAS 3D UNTUK BATUAN SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERIAL SECTIONING

ESTIMASI TORTUOSITAS 3D UNTUK BATUAN SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERIAL SECTIONING ESTIMASI TORTUOSITAS 3D UNTUK BATUAN SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERIAL SECTIONING TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan tahap sarjana di Program Studi Fisika ITB Oleh: Hamami Nomeira

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR BATUAN KARBONAT PADA BERBAGAI UKURAN: MILI SAMPAI CENTIMETER

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR BATUAN KARBONAT PADA BERBAGAI UKURAN: MILI SAMPAI CENTIMETER KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR BATUAN KARBONAT PADA BERBAGAI UKURAN: MILI SAMPAI CENTIMETER TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tahap sarjana di Program Studi Fisika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN 3.1 Analisis Berdasarkan cara menghitung besaran-besaran yang telah disebutkan pada Bab II, diperoleh perumusan untuk besaran-besaran tersebut sebagai

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks BAB 4 HASIL DA A ALISA Banyak komponen mesin yang memiliki bentuk yang cukup kompleks. Setiap komponen tersebut bisa jadi memiliki CBV, permukaan yang berkontur dan fitur-fitur lainnya. Untuk bagian implementasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya BAB II TEORI DASAR 2.1 Batuan Mineral terbentuk secara alamiah oleh alam dari gabungan senyawa kimia di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya berkisar antara sub atomik hingga

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea

Analisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea Analisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea Chris Evan Sebastian 1,a), Chandra Winardhi 1,b), Fourier Dzar Eljabbar Latief 1,c) 1 Laboratorium Fisika Batuan, Kelompok

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. 3.1 Perangkat lunak PhotoModeler Photomodeler adalah salah satu perangkat lunak yang mempunyai kemampuan yang cukup unggul dan umum dipakai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang di tanah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang di tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Alam Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Berbagai mineral seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang

Lebih terperinci

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) ISSN : 1693 1173 Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) Abstrak Mean, standard deviasi dan skewness dari citra domain spasial

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Pada bab empat laporan Tugas Akhir ini akan diuraikan mengenai analisis dan perancangan perangkat lunak untuk watermarking pada citra digital yang berformat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia robot dewasa ini menunjukkan betapa besar peran bidang robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR

BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR BAB III PERANCANGAN KECERDASAN-BUATAN ROBOT PENCARI JALUR Kecerdasan-buatan yang dirancang untuk robot pencari jalur ini ditujukan pada lingkungan labirin (maze) dua dimensi seperti ditunjukkan oleh Gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan matlab. Kemudian metode trial dan error, selalu mencoba dan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan matlab. Kemudian metode trial dan error, selalu mencoba dan III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan studi literatur, yaitu mencari sumber-sumber literatur yang menjadi dasar keilmuan dari penelitian yang dilakukan.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. dan memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisa

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. dan memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisa BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN.1. Analisis Sistem Dalam perancangan sebuah sistem diperlukan analisis untuk keperluan sistem. Dengan adanya analisis sistem, sistem yang dirancang diharapkan akan lebih

Lebih terperinci

BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS

BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS Bab ini tersusun atas penjelasan hasil uji coba terhadap Sistem Pencocokan Dental yang dikembangkan beserta analisis hasil uji coba. Pengujian dan analisis dilakukan untuk

Lebih terperinci

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur IV.1 Seismisitas Gunung Guntur Seismisitas atau kegempaan Gunung Guntur diamati secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Guntur

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS. berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut :

BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS. berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut : BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS 3.1 Metode Falling Head 3.1.1 Alat dan Bahan Permeameter Falling Head yang dipakai dalam penelitian tugas akhir ini berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BATAS-BATAS WILAYAH YANG BERJARAK MINIMUM DENGAN MENGGUNAKAN GEOMETRI TAXICAB

KONSTRUKSI BATAS-BATAS WILAYAH YANG BERJARAK MINIMUM DENGAN MENGGUNAKAN GEOMETRI TAXICAB KONSTRUKSI BATAS-BATAS WILAYAH YANG BERJARAK MINIMUM DENGAN MENGGUNAKAN GEOMETRI TAXICAB Magdalena Rosario Mega Sanusi 1), Regina Hesty Kurnianingtyas ) 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN IRIS, PENENTUAN LOKASI IRIS, DAN PEMBUATAN VEKTOR MASUKAN

BAB 2 PENGENALAN IRIS, PENENTUAN LOKASI IRIS, DAN PEMBUATAN VEKTOR MASUKAN BAB 2 PENGENALAN IRIS, PENENTUAN LOKASI IRIS, DAN PEMBUATAN VEKTOR MASUKAN Pengenalan suatu objek tentu saja tidak bisa dilakukan tanpa persiapan sama sekali. Ada beberapa proses yang perlu dilakukan sebelum

Lebih terperinci

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Sebelum membahas pemodelan produk berbasis yang disusun berdasarkan algoritma pengurang terlebih dahulu akan dijelaskan hal-hal yang mendasari pembuatan algoritma tersebut,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Sistem alih aksara pada skripsi ini bertujuan untuk mengalih aksarakan aksara jawa menjadi aksara latin ng telah dikenal saat ini. Sistem alih aksara menerapkan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen, dengan tahapan penelitian sebagai berikut: 3.1 Pengumpulan Data Tahap ini merupakan langkah awal dari penelitian. Dataset

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plat nomor kendaraan bermotor merupakan ciri atau tanda pengenal suatu kendaraan yang diberikan oleh kepolisian. Setiap plat nomor kendaraan memiliki kombinasi

Lebih terperinci

MODEL PUSARAN BADAI SKRIPSI

MODEL PUSARAN BADAI SKRIPSI MODEL PUSARAN BADAI SKRIPSI Oleh: SELVI APRILIA NIM.011810101123 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2007 RINGKASAN Model Pusaran Badai, Selvi Aprilia, 011810101123,

Lebih terperinci

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS PADA MATA MANUSIA BERBASIS IMAGE PROCESSING DENGAN EUCLIDEAN DISTANCE PADA SISTEM MEKANIKAL AUTOMATED OPTICAL INSPECTION (AOI) AHMAD RIFA I RIF AN NRP. 2106 100

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uang Kertas Rupiah Uang Rupiah Kertas adalah Uang Rupiah dalam bentuk lembaran yang terbuat dari Kertas Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana penggunaannya dilindungi

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan S-1 di Program

Lebih terperinci

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk IV. RANCANG BANGUN SISTEM 4.1 Analisis dan Spesifikasi Sistem Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk menyisipkan label digital, mengekstraksi label digital, dan dapat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN APLIKASI DESAIN JARINGAN

BAB III PERENCANAAN APLIKASI DESAIN JARINGAN BAB III PERENCANAAN APLIKASI DESAIN JARINGAN 3.1 PEMETAAN TITIK DP, DAN TITIK JALAN DP (Distribution Point) adalah kotak pembagi yang tergantung di atas tiang telepon untuk membagi kabel sekunder menjadi

Lebih terperinci

Bab 4 Studi Kasus. 4.1 Tampilan Awal Aplikasi Perangkat Lunak

Bab 4 Studi Kasus. 4.1 Tampilan Awal Aplikasi Perangkat Lunak Bab 4 Studi Kasus Pada bab ini akan dibahas mengenai aplikasi perangkat lunak untuk mengimplementasikan logika-logika dan algoritma pemodelan produk berbasis feature yang telah dibuat pada bab 3 penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Digital Image 2.1.1 Definisi Digital Image Menurut Gonzalez dan Woods (1992, p6), digital image adalah image f(x,y) yang telah dibedakan berdasarkan koordinat tata letak dan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

APLIKASI GRAF UNTUK MENENTUKAN JALUR ANGKOT TERCEPAT. Data dari rute-rute angkot di sekeliling ITB (Institut Teknologi Bandung).

APLIKASI GRAF UNTUK MENENTUKAN JALUR ANGKOT TERCEPAT. Data dari rute-rute angkot di sekeliling ITB (Institut Teknologi Bandung). Nama : Muhammad Kadri NIM :15111019 Prodi : Teknik Informatika APLIKASI GRAF UNTUK MENENTUKAN JALUR ANGKOT TERCEPAT Data dari rute-rute angkot di sekeliling ITB (Institut Teknologi Bandung). Keterangan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN VISUAL METHOD DAN LIQUID PENETRANT METHOD DALAM PERBAIKAN CITRA FILM RADIOGRAFI

ANALISA PERBANDINGAN VISUAL METHOD DAN LIQUID PENETRANT METHOD DALAM PERBAIKAN CITRA FILM RADIOGRAFI ANALISA PERBANDINGAN VISUAL METHOD DAN LIQUID PENETRANT METHOD DALAM PERBAIKAN CITRA FILM RADIOGRAFI Hanafi (12110244) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Stmik Budidarma Medan Jl. Sisimangaraja

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Material dan Peralatan Penelitian Penelitian ini menggunakan material besi silinder pejal carbonsteel setara ST 41 dengan diameter 20 mm sejumlah 10 buah sampel.

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Menyelesaikan Maze pada Line Follower Robot [1]

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Menyelesaikan Maze pada Line Follower Robot [1] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dan pendukung dalam merealisasikan perancangan sistem pada skripsi ini. 2.1. Kajian Pustaka a. Penerapan

Lebih terperinci

GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL

GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL GAMBAR PROYEKSI ORTOGONAL Berikut ini akan dibicarakan tentang Gambar Proyeksi Ortogonal secara terinci. Gambar proyeksi ortogonal yang lazim digunakan ada dua cara yaitu cara Eropa dan cara Amerika. Pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Hasil Penelitian V.1.1. Interpretasi Horizon Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan lanjutan setelah dilakukannya pengolahan data awal, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS. Pengukuran dilakukan pada empat sampel batuan berbeda. Data yang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS. Pengukuran dilakukan pada empat sampel batuan berbeda. Data yang BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Metode Falling Head Pengukuran dilakukan pada empat sampel batuan berbeda. Data yang didapatkan dengan menggunakan metode Falling Head akan dibandingkan dengan perhitungan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA SISTEM

BAB 4 ANALISA SISTEM 52 BAB 4 ANALISA SISTEM 4.1 Analisa Input Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, variabel - variabel input yang digunakan dalam program disesuaikan dengan rumus yang sudah didapat. Hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra

Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra M Agus Taksiono, Dr. Ronny Mardiyanto, ST., MT.dan Ir. Joko Purwanto M.Eng, Ph.d Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

BAB III ALGORITMA PENAMBAHAN FEATURE DAN METODA PENCAHAYAAN

BAB III ALGORITMA PENAMBAHAN FEATURE DAN METODA PENCAHAYAAN BAB III ALGORITMA PENAMBAHAN FEATURE DAN METODA PENCAHAYAAN Pada pemodelan produk berbasis feature, produk didefinisikan sebagai benda kerja yang memiliki satu atau lebih feature yang terasosiasi pada

Lebih terperinci

Operasi Piksel dan Histogram

Operasi Piksel dan Histogram BAB 3 Operasi Piksel dan Histogram Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai bahasan berikut. Operasi piksel Menggunakan histogram citra Meningkatkan kecerahan Meregangkan kontras

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingginya angka pertumbuhan penduduk mengakibatkan semakin tingginya tingkat mobilitas di jalan raya. Jumlah kendaraan yang dibutuhkan manusia pun semakin banyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Penelitian ini dimodelkan dengan manggunakan software iric : Nays2DH 1.0 yang dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University dan Yasutuki Shimizu

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Channels

Dasar-Dasar Channels Bab 1 Dasar-Dasar Channels Sebelum kita masuk dalam latihan menggunakan Channels, mungkin satu hal yang perlu Anda ketahui terlebih dulu. Apa itu Channels? Ini merupakan pertanyaan mendasar karena tanpa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pintu Masuk-Keluar Gudang Semenjak awal dibangunnya Gudang FG Ciracas, gudang ini memiliki dua pintu. Pintu tersebut terletak di bagian depan dan belakang gudang. Awalnya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) BAB II TEORI DASAR.1 Permeabilitas Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) merupakan kemampuan suatu material (khususnya batuan) untuk melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh

Lebih terperinci

Elemen Elemen Desain Grafis

Elemen Elemen Desain Grafis Elemen Elemen Desain Grafis Desain grafis sebagai seni dekat dengan apa yang kita sebut sebagai keindahan (estetika). Keindahan sebagai kebutuhan setiap orang, mengandung nilai nilai subyektivisme. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER 2.1 Gambaran Umum Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang suatu penentu axis Z Zero Setter menggunakan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Notasi Operasi Matematis

DAFTAR NOTASI. Notasi Operasi Matematis DAFTAR NOTASI Notasi Operasi Matematis Komponen Notasi 1 Ekspansi Matriks χ chi 2 Indikasi Koordinat Matriks ι iota 3 Enumerasi Komponen Matriks ε epsilon 4 Pencacahan Komponen Matriks ξ xi 5 Penggantian

Lebih terperinci

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING PRESENTASI TESIS (P3) PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING HEROE POERNOMO 4108204006 LATAR BELAKANG Pengaruh getaran terhadap

Lebih terperinci

BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS

BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS BAB 3 PE GEMBA GA METODE DA ALGORITMA PEMESI A MULTI AXIS File STL hanya memuat informasi mengenai arah vektor normal dan koordinat vertex pada setiap segitiga / faset. Untuk mengolah data ini menjadi

Lebih terperinci

Energi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan. bumi dan memiliki fluida di dalamnya. Aktivitas panas bumi ditandai dengan

Energi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan. bumi dan memiliki fluida di dalamnya. Aktivitas panas bumi ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas bumi adalah sumber energi panas yang berasal dari dalam bumi. Energi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan bumi dan memiliki fluida

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Uji model hidraulik fisik dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang dihasilkan yaitu berupa rekaman

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem yaitu dengan melakukan pengambilan data berupa foto fisik dari permukaan buah manggis kemudian melakukan sampling data

Lebih terperinci

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK)

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Pembahasan Soal SBMPTN 2016 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Ari Sutrisna Permana 1, Koredianto Usman 2, M. Ary Murti 3 Jurusan Teknik Elektro - Institut Teknologi Telkom - Bandung

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma A-star (A*) Untuk Menyelesaikan Masalah Maze

Penerapan Algoritma A-star (A*) Untuk Menyelesaikan Masalah Maze Penerapan Algoritma A-star (A*) Untuk Menyelesaikan Masalah Maze Hapsari Tilawah - 13509027 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa efek secondary..., Paian Oppu Torryselly, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Analisa efek secondary..., Paian Oppu Torryselly, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penggunaan pompa sentrifugal untuk memindahkan fluida air dari satu wadah ke wadah yang lain, lazim kita temui dalam dunia industri maupun kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang melakukan proses data mulai dari pengolahan citra otak hingga menghasilkan output analisa

Lebih terperinci

Proses no 1. Penjelasan: Pembuatan layer baru, klik tombol layers seperti terlihat pada gambar. di atas.

Proses no 1. Penjelasan: Pembuatan layer baru, klik tombol layers seperti terlihat pada gambar. di atas. 110 Proses no 1 Penjelasan: Pembuatan layer baru, klik tombol layers seperti terlihat pada gambar di atas. 111 Proses no 1 Penjelasan: Pada Layer Properties Manager tulis layer baru yang akan dibuat, sebelumnya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN 4.1 Implementasi Aplikasi Pada bab ini akan dibahas mengenai implementasi aplikasi yang telah dibuat setelah melakukan analisa dan perancangan aplikasi filter sobel

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan mekanik robot, perangkat lunak dari algoritma robot, serta metode pengujian robot. 3.1. Perancangan Mekanik Robot Bagian ini

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Batasan Masalah... 2 1.4 Tujuan... 3 1.5 Manfaat...

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 3.1 Perencanaan Dalam sebuah robot terdapat dua sistem yaitu sistem elektronis dan sistem mekanis, dimana sistem mekanis dikendalikan oleh sistem elektronis bisa berupa

Lebih terperinci

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal Pengertian Perspektif Menurut Leonardo da Vinci, perspektif adalah sesuatu yang alami yang menampilkan yang datar menjadi relative dan yang relative menjadi datar. Perspektif adalah suatu system matematikal

Lebih terperinci

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, teknologi komputer menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat terutama untuk melakukan pekerjaan dalam hal kalkulasi, pendataan, penyimpanan berkas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REKONSTRUKSI CITRA 3 DIMENSI DARI LEMBARAN CITRA HASIL REKONSTRUKSI 2 DIMENSI

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REKONSTRUKSI CITRA 3 DIMENSI DARI LEMBARAN CITRA HASIL REKONSTRUKSI 2 DIMENSI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK REKONSTRUKSI CITRA 3 DIMENSI DARI LEMBARAN CITRA HASIL REKONSTRUKSI 2 DIMENSI Mohamad Amin, Fitri S, Wahyuni ZI, dan Demon H. Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir - BATAN Gedung

Lebih terperinci