BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang
|
|
- Devi Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang didefinisikan sebagai fraksi pori dari keseluruhan batuan dan permeabilitas yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Akan tetapi biasanya nilai permeabilitas tidak dapat langsung diketahui dari pengukuran sederhana seperti porositas. Permeabilitas biasanya bergantung pada besaran-besaran fisis batuan lainnya, antara lain adalah tortuositas. Selain dari tortuositas, ada juga faktor besaran fisis lain yang dapat digunakan untuk estimasi permeabilitas, yaitu bilangan koordinasi atau percabangan pori pada suatu batuan [Fauzi et al., 1999]. Ketiga besaran tersebut dapat dilihat pada persamaan di bawah ini yang merupakan pendekatan untuk permeabilitas.(2.1) (2.2)
2 6 Dimana : k = permeabilitas ; Φ = porositas ; τ = tortuositas ; p c = ambang perkolasi ; z = bilangan koordinasi ; λ = kemungkinan perkolasi Porositas Pada bidang petrofisika, porositas adalah besaran pertama yang dievaluasi, karena besaran ini dapat memberikan gambaran mengenai banyaknya kandungan hidrokarbon yang ada dalam reservoir tersebut dimana porositas total (Φ) didefinisikan sebagai fraksi atau persentase dari volume batuan yang dapat diisi oleh fluida (baik itu berupa cairan, gas ataupun hampa/void) terhadap volume batuan keseluruhan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Φ = V V total ( ) pori Vtotal Vmatriks ρ matriks total = V total V V m total.(2.3) Dimana : V pori = Volume pori pada batu ; V total = Volume total batu m = massa batu ; ρ matriks = densitas matriks Tortuositas Tortuositas (τ) didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang suatu pori yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jalur yang dapat dialiri oleh fluida dari satu sisi ke sisi yang berseberangan (L ) dengan panjang dari sampel batuan tersebut (L).
3 7 Ilustrasi tentang pengertian tortuositas dapat dilihat pada Gambar 2.1 Lintasan yang berwarna hijau adalah lintasan fluida yang sesungguhnya (lintasan kompleks), sedangkan bagian yang berwarna abu-abu adalah bagian matriks batuan. Secara matematis, tortuositas dapat didefinisikan sebagai berikut [Palciauskas et al., 1994] : τ = L'.(2.4) L Gambar 2. 1 Tortuositas merupakan perbandingan antara lintasan kompleks pada batuan (L ) berbanding dengan panjang sampel (L). [Ariwibowo, 2006] Dari gambar 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai tortuositas minimum adalah 1, yaitu ketika bentuk L merupakan garis lurus dimana L =L.
4 Bilangan Koordinasi Bilangan koordinasi (z) dari suatu batuan didefinisikan sebagai banyak percabangan pori yang terdapat pada suatu titik pori (node) dalam suatu batuan. Bilangan koordinasi rata-rata ( z ) dari suatu batuan dapat didefinisikan sebagai penjumlahan banyak percabangan dibagi dengan jumlah titik pori representatif (node) yang dihitung. Secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut : n zr r= z = 1 (2.5) n dimana : z r = Nilai bilangan koordinasi pada titik pori ke-r, n = Banyaknya jumlah titik pori representatif yang dihitung, z = Nilai bilangan koordinasi rata-rata dari sebuah model batuan. 2.2 Random Number Generator Permodelan yang dilakukan pada tugas akhir ini memanfaatkan fasilitas random number generator dengan karakteristik homogen yang tersedia pada program MATLAB. Oleh sebab itu, dengan cara menetapkan syarat batas tertentu pada random number generator, dapat diperoleh suatu model batuan baik 2 Dimensi maupun 3 Dimensi. Syarat batas yang digunakan untuk membuat suatu batuan adalah sebagai berikut :`
5 9 Untuk batuan 2 Dimensi : 0, pori M ( i, j) =...(2.6) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j Untuk batuan 3 Dimensi : 0, pori M ( i, j, k) =...(2.7) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j k = elemen sampel pada sumbu k Dengan menetapkan syarat diatas dan dengan memanfaatkan fasilitas random number generator yang ada, dapat diperoleh suatu model batuan dengan porositas tertentu. Informasi-informasi masukan (input) yang diperlukan adalah dimensi batuan (d) dan nilai porositas yang diinginkan dari model. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa karakteristik random number generator pada MATLAB bersifat homogen, berarti random number generator ini memiliki probabilitas yang sama untuk mengeluarkan nilai antara 0-1, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
6 Karakteristik Random Number Generator Pada MATLAB 0.4 Probabilitas Angka yang keluar Gambar 2.2 Karakteristik random number generator pada MATLAB. [Ariwibowo, 2006] Sebagai contoh, jika ingin dibuat batuan dengan porositas 0.2 atau 20%, dari Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa peluang keluarnya angka yang memiliki nilai dibawah atau sama dengan 0.2 adalah 2 x 0.1 = 0.2. Maka cara yang dapat digunakan untuk membuat batuan dengan porositas yang diinginkan adalah dengan memberikan batas pada random number generator seperti berikut : input : pore = 0.2 A(i,j) = rand (generate random number) if A(i,j) pore A(i,j) = 0 else A(i,j) = 1 end if
7 11 Gambar 2.3 Pembatasan random number generator dengan nilai porositas tertentu. [Ariwibowo, 2006] Pembatasan random number generator antara (bagian yang berwarna hitam pada Gambar 2.3) dimaksudkan agar apabila nilai yang dihasilkan berada dalam rentang tersebut, nilai tersebut langsung diubah menjadi 0 sedangkan apabila nilai yang dihasilkan dari random number generator berada di atas 0.2, maka nilainya akan dibuat menjadi 1. Sehingga diperoleh suatu kumpulan data yang memiliki 20% nilai 0 dan 80% nilai 1, atau batuan dengan porositas 20%. 2.3 Cellular Automata Cellular automata pertama kali diperkenalkan oleh John von Neumann dan Stainslaw Marcin Ulam (1948) yang muncul dengan nama cellular space sebagai idealisasi sistem biologi, yang bertujuan untuk memodelkan mekanisme self-reproduction biologi. Kemudian cellular automata
8 12 diaplikasikan dan diperkenalkan kembali dengan tujuan-tujuan yang lebih luas, dan dengan berbagai macam anma, seperti tesselation automata, homogenous structure, cellular structures, tesselation structures, dan iterative arrays Definisi Cellular Automata Cellular automata merupakan pemodelan matematika dari suatu sistem fisis dimana ruang dan waktu dari sistem tersebut dijadikan diskrit dan kuantitas fisisnya terdiri dari himpunan berhingga nilai-nilai diskrit. Sebuah cellular automata mengandung kisi reguler, dengan variabel diskrit untuk tiap sel. Gambar 2.4 Bentuk-bentuk dari model cellular automata. Ractangular, Triangular, dan Hexagonal [S Maerivoel, 2006] Keadaan suatu cellular automata sepenuhnya ditentukan oleh nilai dari variabel yang dimiliki oleh tiap sel. Cellular automata bekerja dengan tahapan waktu yang diskrit, dimana nilai variabel sel dipengaruhi juga oleh nilai variabel sel tetangganya di tahapan waktu sebelumnya. Tetangga dari sebuah sel adalah sel-sel yang berdekatan dengan sel itu sendiri.
9 13 Variabel tiap sel diperbaharui secara simultan, berdasarkan kepada nilai variabel yang dimiliki oleh sel tersebut dan tetangganya di tahapan waktu sebelumnya, menurut sekumpulan aturan lokal tertentu [Wolfram, 1983] Elemen Cellular Automata Seperti telah disebutkan di atas, cellular automata secara formal dipresentasikan oleh empat elemen utama yaitu : Kisi Fisik terluar suatu sistem cellular automata berlaku sebagai tempat dimana evolusi diterapkan dan proses komputasi dilakukan. Dalam lingkup bahasan cellular automata, tempat tersebut dinamakan kisi atau latis. Pada ruang kisi akan terdapat sel-sel diskrit. Sel merupakan elemen yang menyimpan informasi-informasi keadaan atau dengan kata lain, sel analog dengan memori. Bentuk dan ukuran seluruh sel dalam kisi yang normal harus seragam. Sel dalam kisi pada umumnya berbentuk persegi, tetapi sering direpresentasikan dengan titik (dot). Notasi d merupakan informasi tingkat dimensi kisi cellular automata. Berdasarkan dimensinya, kisi pada cellular automata dapat berbentuk: Satu dimensi (1D). Kisi satu dimensi merupakan kisi yang paling sederhana, dimana sel-sel akan tersusun dalam sebuah garis, layaknya untaian manik-manik. Cellular automata dengan kisi satu dimensi sering disebut elementary cellular automata (ECA).
10 14 Dua dimensi (2D). Pada cellular auomata dua dimensi, sel-selnya akan tersusun seperti grid. Simulasi yang terkenal yaitu, Game of Life, pertama kali menggunakan kisi dua dimensi. Tiga dimensi (3D). Penggunaan kisi tiga dimensi biasanya merupakan perluasan dari kisi dua dimensi, dengan maksud untuk lebih mendekati kondisi riil dari sebuah fenomena sebagai contoh adalah gerak partikel dalam sebuah kotak Keadaan Sel Meskipun bentuk dan ukuran sel dalam suatu kisi harus seragam, namun masing-masing sel dapat mempunyai keadaan yang berbeda-beda. Dalam cellular automata banyaknya keadaan-keadaan ini haruslah terbatas. Pada bentuk yang paling sederhana, keadaan sel akan terdiri atas dua buah keadaan (biner), yaitu 1 dan 0 atau ON dan OFF. Sedangkan untuk sistem yang lebih kompleks maka akan terdapat sejumlah keadaan sel. Pada gambar, ditunjukkan sebuah cellular automata dengan dua buah keadaan, yang direpresentasikan dengan warna hitam dan putih. Istilah keadaan berkaitan dengan sifat lokal dan mengacu kepada sel, sedangkan konfigurasi berkaitan dengan sifat global dan mengacu pada keseluruhan kisi.
11 Tetangga Untuk setiap sel didefinisikan sel-sel tetangganya. Tetangga merupakan sekumpulan sel-sel yang berada di sekitar suatu sel. Keadaan suatu sel tersebut akan bergantung dari keadaan sel tersebut dan sel-sel tetangganya. Parameter yang sering digunakan berkaitan dengan tetangga adalah radius r. Parameter ini menunjukkan jarak terjauh sel tetangga yang mempunyai pengaruh terhadap sebuah sel Aturan Transisi Pada tiap proses atau perpindahan, masing-masing sel akan dikenakan sebuah aturan yang akan menentukan keadaan sel di waktu berikutnya. Cellular automata akan berkembang dalam ruang dan waktu berdasarkan aturan seluruh sel dalam kisi ditentukan secara paralel. 2.4 Perkolasi (percolation) Proses perkolasi pertama kali dikembangkan untuk menggambarkan bagaimana percabangan kecil dari molekul-molekul bereaksi dan membentuk makromolekul yang sangat besar. Akan tetapi teori agaragarnya dibangun hanya untuk rangkaian jenis tertentu yang dinamakan kisi Bethe yang merupakan sebuah struktur percabangan tanpa ujung yang tidak memiliki loop-loop tetutup. Pada perkembangan selanjutnya, kajian mengenai perkolasi bermula dari konsep hipotesis perambatan partikel fluida yang melalui sebuah media
12 16 acak (random). Fluida dan mediumnya dipandang secara umum, dimana fluida bisa saja berupa liquid, asap, uap panas, arus listrik, penularan penyakit, tata surya, dan sebagainya. Mediumnya, tempat yang memuat fluida, dapat berupa rongga dari batuan, susunan pepohonan, atau alam semesta. Secara umum, perambatan fluida yang melalui medium yang tidak teratur melibatkan beberapa elemen acak, akan tetapi mekanisme mendasar dari proses ini adalah satu dari dua jenis tipe yang sangat berbeda. Untuk tipe pertama, keacakan berasal dari fluida: partikel fluida yang menentukan arah pergerakan fluida dalam medium. Sedangkan untuk tipe yang lain, keacakan berasal dari medium: medium menentukan jalan dari partikel fluidanya. Konsep inilah yang melatarbelakangi teminologi kata perkolasi (percolation). Proses perkolasi diputuskan sebagai namanya karena proses perambatan fluida melalui media acak (random medium) yang mirip dengan aliran kopi dalam percolator (penyaring kopi). Teori perkolasi dapat ditinjau dari 2 hal, yaitu ikatan dari jaringan (terbuka untuk dialiri atau untuk bereaksi, merupakan penghantar) yang tersusun secara acak dan terpisah satu sama lainnya dengan probabilitas p dan jaringan kekosongan (tertutup untuk dialiri atau tersumbat, merupakan penyekat) dengan probabilitas 1-p. jika p sangat kecil ukuran dari kelompok-kelompok rongga akan sangat kecil dan jarang sekali yang saling berhubungan. Akan tetapi jika p mendekat 1 maka kelompokkelompok pori seluruhannya akan berhubungan.
13 17 Pada nilai p, ada sebuah transisi dalam struktur jaringan acak dari jaringan yang tidak ditembus menjadi jaringan yang dapat ditembus, nilai ini disebut ambang perkolasi (p c ). Dengan kata lain ambang perkolasi adalah nilai porositas terkecil dari model batuan yang dapat ditemui jalur tembusnya. Gambar 2.5 Grafik probabilitas perkolasi P(p) terhadap perkolasi p. [Harry Kesten, 2006] 2.5 Koefisien Anisotropik Salah satu karakter batuan yang akan dikaji dalam tugas akhir ini adalah sifat keanisotropikannya. Media anisotropik adalah sebuah nilai perbandingan kemiripan atau kesamaan antara pola yang teramati pada 2 arah sumbu yang berbeda. Nilai perbandingan ini disebut koefisien anisotropik. Nilai ini didapat dengan membandingkan nilai yang khas dan representatif terhadap arah model batuan contohnya adalah tortuositas dari model batuan dengan arah tertentu. τ τ X A XZ = (2.8) Z
14 18 A YZ τ τ Y = (2.9) Z dimana : A XZ = Koefisien anisotropic arah X terhadap arah Z A YZ = Koefisien anisotropic arah Y terhadap arah Z τ X = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu X τ Y = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Y τ Z = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Z
BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata
BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata 3.1.1 Pencarian Titik Masuk Awal dan Titik Akhir Pada tahap awal program,
Lebih terperinciKAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR
KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan S-1 di Program
Lebih terperinciBAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz,
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Batuan Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz, - memori (RAM) : 960
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya
BAB II TEORI DASAR 2.1 Batuan Mineral terbentuk secara alamiah oleh alam dari gabungan senyawa kimia di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya berkisar antara sub atomik hingga
Lebih terperinciBatuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan
BAB II TEORI DASAR.1 Batuan Berpori Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan padat (matriks) dan rongga-rongga kosong (pori). Pada batuan, bagian pori inilah yang terisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang di tanah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Alam Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Berbagai mineral seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang
Lebih terperinciBAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN
32 BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Eksperimen Data penelitian didapatkan dari dua batuan sampel yaitu batu apung dan batu karbonat. Ukuran dimensi data pada batu karbonat untuk rekonstruksi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan
Lebih terperinciAnalisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi
Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi Simon Sadok Siregar 1), Suryajaya 1), dan Muliawati 2) Abstract: This research is conducted by using physical model
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)
BAB II TEORI DASAR.1 Permeabilitas Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) merupakan kemampuan suatu material (khususnya batuan) untuk melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan
BAB II DASAR TEORI Prediksi perubahan lahan merupakan salah satu informasi penting untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan. Untuk itu perlu dibuat suatu model yang mampu mewakili prediksi perubahan
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN :
Pemodelan Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Mempawah Menggunakan Metode Cellular Automata Maria Sofiani a, Joko Sampurno a *, Apriansyah b a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.
16 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Serial Sectioning Pengetahuan tentang struktur pori tiga dimensi secara komputasi menjadi bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI MONTE CARLO
BAB IV SIMULASI MONTE CARLO Monte Carlo adalah algoritma komputasi untuk mensimulasikan berbagai perilaku sistem fisika dan matematika. Penggunaan klasik metode ini adalah untuk mengevaluasi integral definit,
Lebih terperinciSimulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan
Lebih terperinciBAB 3 PEMBANGUNAN MODEL SIMULASI MONTE CARLO. Simulasi Monte Carlo merupakan salah satu metode simulasi sederhana yang
BAB 3 PEMBANGUNAN MODEL SIMULASI MONTE CARLO 3. Simulasi Monte Carlo Simulasi Monte Carlo merupakan salah satu metode simulasi sederhana yang dapat dibangun secara cepat menggunakan spreadsheet. Penggunaan
Lebih terperinciMinggu 13. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika
Minggu 13 MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika 10.2 Difusi Difusi Panas Energi panas ditransfer oleh konduksi panas di dalam atau antar objek di mana terdapat perbedaan suhu. Partikel atau kelompok
Lebih terperinciBab 10. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika
Bab 10 MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika 10.2 Difusi Difusi Panas Energi panas ditransfer oleh konduksi panas di dalam atau antar objek di mana terdapat perbedaan suhu. Partikel atau kelompok partikel
Lebih terperinciSolusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)
Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Tanjungpura 2)Program Studi Ilmu Kelautan
Lebih terperinciCadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. Batuan reservoir merupakan batuan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan
BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan reservoir fluida. Ruang magma merupakan sumber massa dan energi untuk reservoir
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model 2.1.1 Pengertian sistem Pengertian sistem dapat diketahui dari definisi yang diambil dari beberapa pendapat pengarang antara lain : Menurut Romney (2003, p2) sistem
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.
BAB II DASAR TEORI A. Kemagnetan Bahan Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2: Diagram pengelompokan bahan magnet (Stancil &
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa
Lebih terperinciBab IV Analisis dan Diskusi
Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR
BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential
Lebih terperinciMETODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL
METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada
Lebih terperinciRasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta
Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta Perjalanan satu mil dimulai dari satu langkah 1 Dahulu namanya.. Matematika Diskrit 2 Mengapa
Lebih terperinciBAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang
BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari
Lebih terperinciPENGENALAN POLA BERBASIS CELLULAR AUTOMATA UNTUK SIMULASI BENTUK DAUN SISTEM SUBTITUSI MENGGUNAKAN WOLFRAM MATHEMATICA 7.0.
PENGENALAN POLA BERBASIS CELLULAR AUTOMATA UNTUK SIMULASI BENTUK DAUN SISTEM SUBTITUSI MENGGUNAKAN WOLFRAM MATHEMATICA 7.0 Jarwo *) ABSTRAK Pada tahun 2002 Stephen Wolfram dalam bukunya A New Kind of Science
Lebih terperinciPemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga
Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT
37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Potensi Daerah Penelitian 3.1.1 Lokasi Daerah Penelitian Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o 44 30-107 o 47 30 BT dan 7 o 10 30-7 o 8 30 LS. Tepatnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi
BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika
Lebih terperinciGambar Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus (a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi 3)
4.2. Injeksi Air (Waterflooding) Waterflooding merupakan metode perolehan tahap kedua dengan menginjeksikan air ke dalam reservoir untuk mendapatkan tambahan perolehan minyak yang bergerak dari reservoir
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah
Lebih terperinciPengantar Matematika. Diskrit. Bahan Kuliah IF2091 Struktur Diksrit RINALDI MUNIR INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA Sekolah Teknik Elrektro dan Informatika INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Pengantar Matematika Bahan Kuliah IF2091 Struktur Diksrit Diskrit RINALDI MUNIR Lab Ilmu dan Rekayasa
Lebih terperinciPerpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02
MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :
Simulasi Profil Aliran Fluida Pada Media Berpori Menggunakan Metode Lattice Boltzman Model BGK D2Q9 Latifah Maesaroh 1*), Yudha Arman 1), Yoga Satria Putra 1) 1) Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci
Lebih terperinciPengantar Matematika Diskrit
Materi Kuliah Matematika Diskrit Pengantar Matematika Diskrit Didin Astriani Prasetyowati, M.Stat Program Studi Informatika UIGM 1 Apakah Matematika Diskrit itu? Matematika Diskrit: cabang matematika yang
Lebih terperinciHUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN
DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.13 HUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN Siti Sarah Munifah a), Siska Nuraidah, Siti Marya Darmawati, Selly Feranie b) Departemen Pendidikan Fisika
Lebih terperinciSIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA
SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA SKRIPSI Oleh Abduh Riski NIM 071810101005 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2011 SIMULASI ARUS LALU
Lebih terperinciGetaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan
Lebih terperinciSidang Tugas Akhir - Juli 2013
Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD
Lebih terperinciAnalisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea
Analisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea Chris Evan Sebastian 1,a), Chandra Winardhi 1,b), Fourier Dzar Eljabbar Latief 1,c) 1 Laboratorium Fisika Batuan, Kelompok
Lebih terperinciMatematika Diskrit. Rudi Susanto
Matematika Diskrit Rudi Susanto Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta Perjalanan satu mil dimulai dari satu langkah Kuliah kita.. Matematika
Lebih terperinciPENGARUH DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN TERHADAP KOMPLEKSITAS ALIRAN FLUIDA PADA MODEL BATUAN BERPORI 3D
DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.14 PENGARUH DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN TERHADAP KOMPLEKSITAS ALIRAN FLUIDA PADA MODEL BATUAN BERPORI 3D Nur Rahmi 1, a), M Najib Alyasyfi 1, Peny Saptiani 1, E Riska
Lebih terperinciAPLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK
APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APPLICATION OF CELLULAR AUTOMATA METHOD TO DETERMINATION OF STEADY STATE TEMPERATURE DISTRIBUTION Apriansyah 1* 1*
Lebih terperinciData eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala
BAB IV DATA, HASIL DAN ANALISIS 4.1 Data Eksperimen Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala milimeter. Citra untuk skala centimeter diperoleh dengan menggunakan kamera
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan
BAB II LANDASAN TEORI Metode kompresi citra fraktal merupakan metode kompresi citra yang berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan Iterated Function System (IFS). Segitiga
Lebih terperinciBAB 1. RANGKAIAN LISTRIK
BAB 1. RANGKAIAN LISTRIK Rangkaian listrik adalah suatu kumpulan elemen atau komponen listrik yang saling dihubungkan dengan cara-cara tertentu dan paling sedikit mempunyai satu lintasan tertutup. Elemen
Lebih terperincimatematis dari tegangan ( σ σ = F A
TEORI PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIk Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dapat ditimbulkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan
Lebih terperinciPembangkitan Bilangan Acak dengan Memanfaatkan Fenomena Fisis
Pembangkitan Bilangan Acak dengan Memanfaatkan Fenomena Fisis Otniel 3588 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha Bandung 432, Indonesia
Lebih terperinciBab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo
Bab II Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo Metoda monte carlo adalah suatu metoda pemecahan masalah fisis dengan menirukan proses-proses nyata di alam memanfaatkan bilangan acak/ random. Jadi metoda
Lebih terperinciPenerapan Algoritma Runut-Balik (Backtracking) pada Permainan Nurikabe
Penerapan Runut-Balik (Backtracking) pada Permainan Nurikabe Putri Amanda Bahraini Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandung e-mail: if14041@students.if.itb.ac.id
Lebih terperinciBAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS. berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut :
BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS 3.1 Metode Falling Head 3.1.1 Alat dan Bahan Permeameter Falling Head yang dipakai dalam penelitian tugas akhir ini berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun 1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI SM STT MIGAS
Lebih terperinciBab 11 Agent-Based Model. MA 2151 Simulasi dan Komputasi Matematika
Bab 11 Agent-Based Model MA 2151 Simulasi dan Komputasi Matematika Agen dalam Interaksi Pinkeye (infectious bovine keratoconjunctivitis) adalah penyakit menular pada ternak dan sangat berbahaya bagi sapi
Lebih terperinciPenggunaan Peluang dan Graf dalam Merancang Digital Game
Penggunaan Peluang dan Graf dalam Merancang Digital Game Muhammad Fathur Rahman 13515068 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha
Lebih terperinciEnergi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan. bumi dan memiliki fluida di dalamnya. Aktivitas panas bumi ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas bumi adalah sumber energi panas yang berasal dari dalam bumi. Energi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan bumi dan memiliki fluida
Lebih terperinciFI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA
FI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA MODUL RBL Peraturan RBL 1. RBL dilakukan dalam kelompok. Setiap kelompok boleh memiliki anggota max. 2 orang yang berada pada shift praktikum yang sama. 2. Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir setiap hari manusia menggunakan transportasi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana penunjang kemajuan
Lebih terperinciSIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA
SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA SKRIPSI Oleh Abduh Riski NIM 071810101005 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2011 SIMULASI ARUS LALU
Lebih terperinciTENTANG UTS. Penentuan Cadangan, hal. 1
TENTANG UTS Soal 1: Jawaban umumnya tidak fokus atau straight ke pertanyaan/ masalah yang diajukan. Key words dalam pertanyaan di atas tekanan saturasi, sedangkan dalam banyak jawaban di bawah tekanan
Lebih terperinciSIMULASI TUMBUKAN PARTIKEL GAS IDEAL DENGAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DUA DIMENSI
Jurnal Neutrino Vol., No. April 00 SIMULASI TUMBUKAN PARTIKEL GAS IDEAL DENGAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DUA DIMENSI Annisa Mujriati (), Abdul Basid () Abstrak : Telah dilakukan simulasi tumbukan partikel
Lebih terperinciKONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA
KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA Nama Mahasiswa : Asri Budi Hastuti NRP : 1205 100 006 Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si. Abstrak Kontrol optimal temperatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian dan sistematika
Lebih terperinciPada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra
BAB III METODOLOGI Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra yang telah dilakukan pengolahan citra digital. Dimulai dari teknik pengambilan citra, teknik pengolahan
Lebih terperinciTeori Bahasa dan Otomata
Teori Bahasa dan Otomata Disajikan oleh: Bernardus Budi Hartono Web : http://pakhartono.wordpress.com/ E-mail : pakhartono at gmail dot com budihartono at acm dot org Teknik Informatika [Gasal 2009 2010]
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf
Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital
LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap
Lebih terperinciPengantar Automata Seluler
B 2 Pengantar Automata Seluler 2.1 Automata Seluler Dua Dimensi Pada umumnya, model penyebaran kebakaran hutan dibagi dalam dua tipe, yaitu model stokastik dan model deterministik. Model stokastik untuk
Lebih terperinciBAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding
14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Contoh-contoh graf
Quad Tree dan Contoh-Contoh Penerapannya Muhammad Reza Mandala Putra - 13509003 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung
Lebih terperinciBab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D
Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa
2 Metode yang sering digunakan untuk menentukan koefisien serap bunyi pada bahan akustik adalah metode ruang gaung dan metode tabung impedansi. Metode tabung impedansi ini masih dibedakan menjadi beberapa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik
Lebih terperinciAnalisis Komponen Utama (Principal component analysis)
Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan
Lebih terperinciBAB III ALGORITMA ANT DISPERSION ROUTING (ADR)
BAB III ALGORITMA ANT DISPERSION ROUTING (ADR) Pada permasalahan pencarian rute optimal dalam rangka penyebaran rute lalu lintas untuk mencapai keseimbangan jaringan lalu lintas sebagai upaya untuk mengurangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori graph merupakan cabang ilmu yang memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu matematika dan aplikasi. Teori graph saat ini mendapat banyak perhatian karena
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial adalah distribusi yang paling penting dan paling sederhana kegagalan mesin penghitung otomatis dan kegagalan komponen
Lebih terperinciFENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir
FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program
Lebih terperinciIdentifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)
Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI.. Definisi Graf Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) ditulis dengan notasi G = (V, E), yang dalam hal ini: V = himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul
Lebih terperinciPENGENDALIAN OPTIMAL PADA SISTEM STEAM DRUM BOILER MENGGUNAKAN METODE LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) Oleh : Ika Evi Anggraeni
PENGENDALIAN OPTIMAL PADA SISTEM STEAM DRUM BOILER MENGGUNAKAN METODE LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) Oleh : Ika Evi Anggraeni 206 00 03 Dosen Pembimbing : Dr. Erna Apriliani, M.Si Hendra Cordova, ST,
Lebih terperinciBerikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).
Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar
Lebih terperinciBAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN
BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN 3.1 Analisis Berdasarkan cara menghitung besaran-besaran yang telah disebutkan pada Bab II, diperoleh perumusan untuk besaran-besaran tersebut sebagai
Lebih terperinciBAB II MASALAH DAN RUANG MASALAH. Gambar 2.1 sistem yang menggunakan kecerdasan buatan
BAB II MASALAH DAN RUANG MASALAH 2.1 MASALAH DAN METODE PEMECAHAN MASALAH Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan akan memberikan output berupa solusi dari suatu masalah berdasarkan kumpulan pengetahuan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
8 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar dan beberapa definisi yang akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Injeksi Air Injeksi air merupakan salah satu metode Enhanced Oil Recovery (aterflood) untuk meningkatkan perolehan minyak yang tergolong injeksi tak tercampur. Air injeksi
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. menjadi pusat perhatian untuk dikaji baik untuk menghindari bahayanya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Sistem panasbumi (sistem geotermal) terbentuk atas sumber panas dan formasi geologi permukaan. Sistem ini melibatkan energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan rumusan masalah Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, diantaranya mantel bumi dimana terdapat magma yang terbentuk akibat
Lebih terperinci1. "Ia mempunyai hobi bermain dengan pesawat model " (Benda kecil dengan sifat seperti sesungguhnya)
Bab 1 Pendahuluan 1-1 Definisi Model adalah representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana agar mudah dikerjakan dan diaplikasikan 1-2 Pengertian-pengertian 1. "Ia mempunyai hobi bermain
Lebih terperinciBab IV Simulasi dan Pembahasan
Bab IV Simulasi dan Pembahasan IV.1 Gambaran Umum Simulasi Untuk menganalisis program pemodelan network flow analysis yang telah dirancang maka perlu dilakukan simulasi program tersebut. Dalam penelitian
Lebih terperinci