IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan format BMP untuk diolah lebih lanjut. Dalam satu frame foto terdapat 16 biji kopi dengan kelas mutu yang sama sehingga dalam satu foto terdapat 16 sampel biji kopi yang dianalisis. Parameter visual citra biji kopi diperoleh dengan menggunakan program pengolahan citra yang dibangun dengan menggunakan SharpDevelop 3.2. Program tersebut dibuat untuk mendapatkan nilai parameter mutu dalam menentukan kelas mutu biji kopi. Parameter mutu yang dihitung dengan menggunakan pengolahan citra yaitu area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G). Tampilan program pengolahan citra terdiri atas beberapa tombol perintah yaitu tombol buka file, tombol olah, tombol biner, tombol perimeter, tombol area cacat dan tombol hasil. Fungsi dari keenam tombol perintah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Buka File : Digunakan untuk membuka file citra biji kopi dan menampilkannya di layar komputer 2. Olah : Digunakan untuk mengeksekusi proses ekstraksi citra yang telah dibuka 3. Biner : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil binerisasi 4. Perimeter : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil perhitungan perimeter 5. Area Cacat : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil ekstraksi area cacat 6. Hasil : Digunakan untuk menampilkan hasil pemutuan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra 32

2 Tampilan program pada layar monitor terdiri dari dua picturebox yaitu picturebox 1 dan picturebox 2. Picturebox 1 berfungsi untuk menampilkan citra asli biji kopi. Ukuran picturebox 1 disesuaikan dengan ukuran kamera saat pengambilan citra yaitu 640 x 480 piksel. Sedangkan picturebox 2 berfungsi untuk menampilkan citra biji kopi hasil thresholding yang telah di stretch menjadi ukuran 320 x 240 piksel. Selain tombol perintah dan picturebox, pada tampilan program terdapat texbox yang berfungsi untuk menampilkan nilai-nilai parameter mutu citra sesuai dengan label masing-masing pada saat tombol olah dijalankan. Texbox paling atas di bawah tombol-tombol perintah menampilkan keterangan operasi untuk menginformasikan lokasi file citra yang dibuka dan operasi yang baru selesai dilakukan. Tampilan program pengolahan biji kopi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Tampilan program pengolahan citra biji kopi Keluaran dari program adalah file teks yang berisi data hasil analisis yaitu waktu, area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G) dengan extensi.txt. File berextensi.txt ini terbuka secara otomatis pada saat program pertama kali dijalankan. Informasi data citra dituliskan 33

3 pada saat tombol Olah ditekan. Apabila dilakukan proses pengambilan data citra kembali, informasi berikutnya ditambahkan pada baris baru file tersebut. File teks ditutup jika tanda X (close) pada kanan-atas jendela program diklik. B. PROSES EKTRAKSI CITRA Langkah-langkah yang dilakukan pada proses ekstraksi citra yaitu: 1. Langkah awal pada proses ekstraksi citra adalah melakukan proses segmentasi yaitu pemisahan background dengan obyek untuk mendapatkan citra biner. Proses ini biasa disebut juga dengan proses thresholding. Nilai threshold yang digunakan untuk memisahkan background dengan obyek adalah nilai (0.2990R G B) > 60 and R > 70 and G > 70 and B > 70. Hasil dari proses thresholding ini background dirubah menjadi warna hitam dan obyek dirubah menjadi warna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Gambar 6. Tampilan citra hasil thresholding 2. Langkah berikutnya adalah melakukan pembagian segmen, sehingga setiap frame dibagi menjadi 16 segmen. Pembagian segmen dilakukan agar setiap biji kopi dapat dihitung area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna r dan g. Pembagian segmen dilakukan berdasarkan posisi koordinat (x,y) biji kopi. Sehingga dengan pembagian segmen dapat dihitung parameter mutu citranya secara teratur berdasarkan nomor sampelnya. 34

4 3. Selanjutnya menghitung parameter-parameter citra. Perhitungan parameter yang pertama dilakukan adalah perhitungan area. Area obyek didapatkan dengan menjumlahkan piksel obyek yang berwarna putih. 4. Perhitungan parameter selanjutnya yaitu perhitungan tinggi. Tinggi obyek dihitung dengan cara mencari ordinat (y) awal piksel warna putih dan ordinat (y) akhir piksel berwarna putih. 5. Perhitungan lebar biji kopi dilakukan dengan mencari absis (x) awal piksel berwarna putih dan absis (x) akhir piksel berwarna putih. 6. Perhitungan perimeter biji kopi dilakukan dengan menghitung piksel perbatasan antara obyek dengan background pada citra biner. Gambar 7. Tampilan citra perimeter 7. Perhitungan area cacat biji kopi ditentukan dengan proses binerisasi dengan fungsi threshold pada sinyal RGB. Fungsi threshold yang digunakan untuk memisahkan area cacat adalah jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80). Proses thresholding menjadikan area cacat berwarna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 8, jika tombol area cacat di klik. Piksel penyusun cacat pada biji kopi yang berwarna putih kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai area cacatnya. 8. Perhitungan parameter citra terakhir adalah menentukan nilai r dan g. Nilai r dan g ditentukan dari nilai rata-rata indeks warna merah dan indeks warna 35

5 hijau pada areal biji kopi yang tidak cacat (berwarna hitam) sedangkan nilai r dan g area biji kopi yang cacat tidak dihitung. Gambar 8. Tampilan citra biji kopi dengan area cacat Parameter-parameter mutu citra tersebut kemudian disimpan dalam file yang berextensi.txt dengan nama dan alamat yang telah ditentukan oleh user. Penyimpanan data-data parameter citra kedalam bentuk.txt bertujuan memudahkan dalam pemindahan data ke exel untuk diolah lebih lanjut. Penyimpanan data secara otomatis dilakukan saat program dijalankan dan berhenti ketika program ditutup. Tampilan dari file text yang berisi data-data parameter citra disajikan dalam Gambar 9. Gambar 9. Tampilan file text pengolahan citra Dari Gambar 9 tentang tampilan file text pengolahan citra dapat dijelaskan sebagai berikut : kolom pertama adalah waktu saat pengolahan citra dilakukan, kolom kedua adalah data area biji kopi, kolom ketiga adalah data tinggi biji kopi, kolom keempat adalah data lebar biji kopi, kolom kelima adalah data perimeter 36

6 biji kopi, kolom keenam adalah data area cacat biji kopi, kolom ketujuh adalah data indeks warna merah (R) biji kopi, dan kolom kedelapan adalah data indeks warna hijau (G) biji kopi. Data-data tersebut digunakan sebagai masukan data exel untuk menentukan tingkat kesesuaian pengolahan citra. Setiap biji kopi mempunyai nilai intensitas warna RGB yang berbeda-beda, oleh sebab itu nilai intensitas ini dapat digunakan untuk menentukan area cacat melalui proses thresholding. Intensitas warna RGB setiap kelas mutu biji kopi ditentukan sehingga diperoleh nilai batasan untuk membedakan biji cacat dan tidak cacat. Nilai intensitas warna RGB biji kopi dapat dicari dengan menggunakan software Paint Shop Pro6. Nilai-nilai intensitas warna RGB pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan tidak cacat sehingga diperoleh fungsi threshold area cacat. Proses thresholding kemudian menjadikan area cacat berwarna putih dan yang tidak cacat berwarna hitam. Nilai sebaran intensitas warna RGB yang digunakan untuk menentukan fungsi threshold area cacat dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini R Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong 5 6A 7B 8C 9 Jenis Biji Gambar 10. Sebaran intensitas warna merah (R) 37

7 Tabel 13. Nilai sebaran intensitas warna merah (R) Jenis Bij Kopi R minimum R maksimum R rata-rata Standar Deviasi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Banyaknya sampel yang digunakan untuk analisis warna R, G, dan B adalah sebanyak 30 butir yang diambil secara acak. Pembentuk area cacat dapat dikategorikan menjadi hitam, coklat, kulit, pecah, dan kosong. Sehingga berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa untuk biji hitam nilai threshold Rnya < 43, biji coklat nilai threshold Rnya berkisar antara 38-99, kulit berkisar antara 25-93, biji pecah berkisar antara 31-95, biji kosong berkisar antara Sedangkan untuk biji kopi yang bermutu bagus mempunyai kisaran nilai thresholdnya yaitu antara Nilai R rata-rata paling tinggi terdapat pada biji kosong dan biji coklat, disusul oleh biji pecah, kelas mutu B dan kelas mutu C, kelas mutu A, kulit, dan terakhir biji hitam. Nilai R pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan nilai R kopi kelas mutu untuk mendapatkan nilai threshold yang dapat memisahkan area cacat dengan tidak cacat. Nilai R rata-rata terendah dimiliki oleh biji hitam sehingga dapat menjadi ciri khusus yang dapat membedakan biji kopi hitam dengan biji kopi kelas mutu. Sedangkan biji kopi yang pecah, kosong, berwarna coklat, dan kulit sulit dibedakan karena memiliki nilai R yang saling tumpah tindih dengan nilai R kopi kelas mutu. 38

8 90 75 G Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong 5 6A 7B 8C 9 Jenis Biji Gambar 11. Sebaran intensitas warna hijau (G) Tabel 14. Nilai sebaran intensitas warna hijau (G) Jenis Biji Kopi G Minimum G Maksimum G Rata-Rata Standar Deviasi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Dari Gambar 11 dan Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai threshold G biji hitam berkisar antara 18-35, biji coklat berkisar antara 30-83, kulit berkisar antara 18-75, biji pecah berkisar antara 24-72, biji kosong berkisar antara 31-78, dan kopi kelas mutu memiliki kisaran nilai G antara Nilai G rata-rata terbesar dimiliki oleh biji kosong dan terendah dimiliki oleh biji hitam, sedangkan pada kelas mutu nilai G rata-ratanya hampir sama. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold G warna hitam. Warna cacat lainnya seperti biji coklat, kulit, biji pecah, dan biji kosong 39

9 sulit dipisahkan karena nilai threshold G nya saling tumpang tindih dengan kelas mutu. Namun jika pasangan kombinasi nilai R dan G diaplikasikan dengan logika and ternyata dapat membedakan cacat lainnya dengan nilai R dan G kelas mutu, karena pada kelas mutu tidak terjadi kombinasi seperti itu B Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong A B C Jenis Biji Gambar 12. Sebaran intensitas warna biru (B) Tabel 15. Nilai sebaran intensitas warna biru (B) Jenis Biji Kopi B Minimum B Maksimum B Rata-Rata Standar Deviasi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Dari Gambar 12 dan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai threshold B biji hitam berkisar antara 19-34, biji coklat berkisar antara 22-53, kulit berkisar antara 21-51, biji pecah berkisar antara 24-55, biji kosong berkisar antara 26-58, dan kopi 40

10 kelas mutu memiliki kisaran nilai B antara Nilai B rata-rata tertinggi terdapat pada kelas mutu B, disusul oleh kelas mutu C, biji kosong dan kelas mutu A, biji pecah dan biji coklat, kulit, dan terakhir adalah biji hitam. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold B biji hitam. Logika yang digunakan untuk pembentuk warna biji hitam adalah logika and. Selain warna biji hitam, warna cacat lainnya tidak dapat dibedakan dari kelas mutu karena range nilainya hampir sama dengan range nilai kelas mutu. Namun nilai B dapat digunakan untuk memisahkan biji kopi dengan background menggunakan logika B > 80. Dari uraian diatas maka dapat diformalisasikan fungsi threshold untuk area cacat yaitu : jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80) maka tampilkan: cacat = putih, lainnya = hitam. C. SIFAT KELAS MUTU BERDASARKAN HASIL EKSTRAKSI CITRA a. Area Area (Piksel) A B C RJ Nomor Sampel Gambar 13. Sebaran nilai parameter area biji kopi pada empat kelas mutu 41

11 Tabel 16. Nilai sebaran area pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu area biji kopi A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 16 dapat dilihat bahwa kelas mutu A mempunyai kisaran nilai area antara 1295 piksel sampai 1993 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai area antara 1176 piksel sampai 1734 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai area antara 995 piksel sampai 1390 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai area antara 619 piksel sampai 2874 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai area antara kelas mutu saling tumpang tindih. Area kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan area kelas B bagian atas. Begitupun juga dengan area kelas C bagian atas saling tumpang tindih dengan kelas mutu B bagian bawah. Sedangkan area kelas RJ tersebar dari ukuran terbesar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai rata-rata area kelas mutu biji kopi tertinggi terdapat pada kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa ukuran rata-rata kelas mutu A > kelas mutu B > kelas mutu C. Kelas mutu RJ mempunyai nilai area rata-rata antara kelas mutu B dan kelas mutu C. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena kelas RJ memiliki kisaran nilai area yang ekstrim, dari ukuran lebih besar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai ragam terbesar berikutnya disusul kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. 42

12 b. Tinggi 70 Tinggi (piksel) A B C RJ Nomor Sampel Gambar 14. Sebaran nilai parameter tinggi biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 17. Nilai sebaran tinggi pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu tinggi biji kopi A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Kisaran nilai tinggi kelas mutu A antara 35 piksel sampai 46 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai tinggi antara 32 piksel sampai 39 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai tinggi antara 29 sampai 39 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai tinggi antara 25 piksel sampai 70 piksel. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata tinggi terbesar adalah pada kelas mutu RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. Namun untuk nilai keragaman terdapat perbedaan pada urutan ke-3 terbesar. Urutan nilai keragaman dari terbesar hingga terkecil yaitu kelas RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu C, dan terakhir kelas mutu B. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena ukuran 43

13 tinggi biji kopi pada kelas RJ bervariasi. Begitupula pada kelas mutu C yang mempunyai nilai keragaman yang tinggi dibandingkan kelas mutu B karena ukuran tinggi biji kopi pada kelas mutu C lebih bervariasi jika dibandingkan dengan kelas mutu B. Nilai tinggi rata-rata pada kelas mutu terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa nilai tinggi rata-rata terbesar adalah kelas mutu A. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terdapat nilai yang saling tumpang tindih pada semua kelas mutu. Nilai tinggi biji kopi pada kelas RJ melingkupi semua kelas mutu A, B, C. Nilai tinggi biji kopi kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B. Nilai tinggi pada kelas mutu B saling tumpang tindih dengan kelas mutu C sehingga antara kelas mutu B dengan kelas mutu C tidak dapat dibedakan jika didasarkan pada parameter tinggi. c. Lebar 65 Lebar (piksel) A B C RJ Nomor Sampel Gambar 15. Sebaran nilai parameter lebar biji kopi pada empat kelas mutu 44

14 Tabel 18. Nilai sebaran lebar pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu lebar biji kopi A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Kisaran lebar biji kopi diperoleh untuk kelas mutu A adalah antara 42 piksel sampai 60 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu B antara 42 piksel sampai 54 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu C antara 36 piksel sampai 52 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh kelas RJ antara 29 piksel sampai 63 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai lebar untuk semua kelas mutu saling tumpang tindih. Nilai lebar kelas RJ tersebar pada semua nilai kelas mutu. Nilai lebar untuk kelas mutu A saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B dan C. Sehingga parameter lebar untuk membedakan antar kelas mutu tidak dapat digunakan. Namun untuk membedakan kelas mutu dengan RJ dapat digunakan dengan mengacu pada nilai maksimum kelas mutu A dan nilai minimum kelas mutu C. Jadi jika nilai lebarnya lebih besar dari 60 piksel dan lebih kecil dari 36 piksel maka tergolong RJ. Nilai lebar rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B, dan terakhir RJ. Nilai lebar rata-rata pada kelas mutu B lebih kecil dari kelas mutu C, hal ini disebabkan karena biji kopi ada yang bentuknya panjang dan lebar, ada yang bentuknya lonjong dan ada yang bentuknya pendek namun lebar, sehingga saat proses pemutuan secara manual dilakukan kadang ada biji kopi yang digolongkan kedalam kelas mutu C namun memiliki lebar yang sama dengan kelas mutu B dan A. Kelas RJ memiliki nilai keragaman terbesar jika dibandingkan dengan kelas mutu yaitu sekitar 8. Nilai keragaman yang besar ini mencirikan bahwa RJ memiliki ukuran yang beragam. Nilai ragam terbesar berikutnya adalah kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B. 45

15 d. Perimeter Perimeter (piksel) A B C RJ Nomor Sampel Gambar 16. Sebaran nilai parameter perimeter biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 19. Nilai sebaran perimeter pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu perimeter biji kopi A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu A antara 118 piksel sampai 176 piksel. Kisaran perimeter yang diperoleh kelas mutu B antara 111 piksel sampai 154 piksel. Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu C antara 102 piksel sampai 129 piksel. Kisaran nilai perimeter yang dimiliki oleh kelas RJ antara 83 piksel sampai 197 piksel. Jika dilihat nilai perimeter pada semua kelas juga saling tumpang tindih. Pada kelas RJ mempunyai nilai perimeter yang tersebar di semua kelas mutu. Kelas mutu A bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu B bagian atas. Kelas mutu B bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu C bagian atas. 46

16 Dari Gambar 16 terlihat bahwa sebaran nilai RJ memiliki selang nilai sebaran yang paling besar dan ini ditunjukkan dengan nilai keragamannya yang besar pula. Dan kelas mutu C memiliki selang sebaran yang paling kecil sehingga nilai keragamannya juga kecil. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata perimeter terbesar pada kelas mutu diperoleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan citra relevan dengan pemutuan yang dilakukan secara manual. Nilai rata-rata perimeter RJ berada diantara kelas mutu B dan C, karena sebaran nilai RJ beragam yang memiliki nilai perimeter terbesar jauh diatas kelas mutu A dan nilai terkecil juga yang jauh dibawah kelas mutu C. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa parameter perimeter dapat digunakan untuk membedakan kelas mutu biji kopi dan kelas RJ dan dapat digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C. e. Area Cacat Area Cacat A B C RJ Nomor Sampel Gambar 17. Sebaran nilai parameter area cacat biji kopi pada empat kelas mutu 47

17 Tabel 20. Nilai sebaran area cacat pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu area cacat biji kopi A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Area cacat rata-rata tertinggi diperoleh kelas RJ. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa kelas RJ memiliki area cacat lebih besar dari pada kelas mutu. Pada kelas mutu area cacat rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Seharusnya kisaran nilai area cacat pada kelas mutu haruslah sama dan walaupun berbeda, perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini dapat disebabkan oleh pemilihan biji kopi untuk dijadikan sampel kurang begitu baik karena kurangnya kecakapan mata manusia sehingga biji kopi yang seharusnya masuk sebagai kelas RJ tetapi dijadikan sebagai sampel untuk kelas mutu A. f. Indeks Warna Merah (R) 0,46 r 0,42 0,38 A B C RJ 0, Nomor Sampel Gambar 18. Sebaran nilai parameter indeks r biji kopi pada empat kelas mutu 48

18 Tabel 21. Nilai sebaran indeks r terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu r A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum Kisaran indeks warna merah (r) yang diperoleh kelas mutu A adalah sampai Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu B adalah sampai Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu C adalah sampai Kisaran nilai yang diperoleh kelas mutu RJ adalah sampai Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata r pada kelas mutu hampir sama yaitu sekitar 0.38, sedangkan pada kelas RJ nilai r rataratanya adalah Ini membuktikan bahwa pada kelas mutu sudah seharusnya mempunyai nilai indeks yang hampir sama karena jika dilihat secara visual biji kopinya memiliki warna yang sama. Lain halnya dengan kelas RJ memiliki nilai yang lebih kecil atau lebih besar dari kelas mutu karena kelas RJ sebagian besar terdiri dari biji kopi yang berwarna hitam, dan coklat. Nilai keragaman paling tinggi diperoleh kelas RJ karena warnanya yang beragam dan bevariasi dengan selang nilai indeks r yang lebar. Nilai keragaman pada kelas mutu tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0.005, karena sebaran warnanya yang seragam sehingga selang nilai indeks r nya kecil. g. Indeks Warna Hijau (G) Dari Gambar 19 dan Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai indeks warna hijau (g) rata-rata terendah dimiliki oleh kelas RJ sedangkan nilai indeks warna hijau (g) rata-rata pada kelas mutu adalah hampir sama. Hal ini disebabkan karena pada semua kelas mutu warna biji kopinya sama, berbeda halnya dengan warna biji kopi pada kelas RJ yang terdiri dari warna hitam dan coklat sehingga nilai indeks warna hijau (g) rata-ratanya lebih kecil. 49

19 0,35 0,34 g 0,33 0,32 0,31 A B C RJ 0, Nomor Sampel Gambar 19. Sebaran nilai parameter indeks g biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 22. Nilai sebaran indeks g terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu g A B C RJ Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Minimum h. Parameter Mutu Citra yang Digunakan Parameter mutu citra yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi berdasarkan pengolahan citra dapat ditentukan dengan berdasarkan pada parameter mutu biji kopi secara manual. Hubungan parameter mutu biji kopi secara manual dengan pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel

20 Tabel 23. Hubungan parameter mutu manual dengan pengolahan citra No Parameter mutu manual Parameter mutu citra Untuk memisahkan Untuk grading A, B, C kelas RJ 1 Seragam ukuran dan Area, tinggi, lebar, Area, tinggi bentuk perimeter 2 Bebas dari pecahan kulit Area, perimeter, - area cacat, indeks R & G 3 Bebas dari cacat pada biji Area cacat - 4 Bebas dari biji pecah Area, perimeter - 5 Warna seragam Indeks R & G - D. PERBANDINGAN PEMUTUAN BIJI KOPI SECARA MANUAL DENGAN PENGOLAHAN CITRA Perbandingan pemutuan biji kopi secara manual dengan pengolahan citra bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian penggolongan biji kopi menggunakan pengolahan citra. Jumlah data yang digunakan adalah 640 butir (40 frame foto) dengan masing-masing kelas mutu sebanyak 160 butir. a. Penentuan Batasan Nilai Parameter Pengolahan Citra dalam Pemutuan Biji Kopi Untuk proses perbandingan, parameter mutu yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi adalah parameter area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R) dan indeks wana hijau (G). Untuk membedakan kelas RJ dengan kelas mutu, parameter yang digunakan adalah semua parameter pengolahan citra karena nilai parameter pengolahan citra pada kelas RJ dapat dibedakan dari kelas mutu. Namun parameter yang digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C hanya parameter area dan tinggi. Hal ini disebabkan karena parameter pengolahan citra lainnya pada kelas mutu mempunyai nilai yang sama. Batas-batas nilai yang digunakan untuk pemutuan biji kopi menggunakan pengolahan citra disajikan pada Tabel 24 dan Tabel

21 Tabel 24. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan RJ dan kelas mutu Parameter Mutu RJ Kelas Mutu (KM) Area (Piksel) A > 1993 atau A < A 1993 Tinggi (Piksel) T > 46 atau T < T 46 Lebar (Piksel) L > 58 atau L < L 58 Perimeter (Piksel) P > 176 atau P < P 176 Area Cacat (Piksel) AC > 560 AC 560 Indeks warna merah R > atau R < R (r) Indeks warna hijau (g) G > atau G < G Tabel 25. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan kelas mutu Parameter Mutu Kelas Mutu A B C Area (Piksel) 1515 < A < A A 1283 Tinggi (Piksel) 37 < T 46 T 37 T 37 Batasan nilai untuk memisahkan RJ dengan kelas mutu didasarkan pada nilai maksimum dan minimum semua parameter pengolahan citra pada kelas mutu. Batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu A dan B adalah nilai minimum A ditambah nilai maksimum B dibagi dua. Dan batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu B dan C adalah nilai area minimum kelas mutu B ditambah nilai area maksimum kelas mutu C dibagi dua sedangkan batasan tinggi mempunyai nilai yang sama karena nilai tinggi pada kelas mutu B dan C bertumpang tindih. Kombinasi parameter mutu pengolahan citra sebenarnya dapat mencapai 128 kombinasi namun hanya 13 kombinasi saja yang sering terjadi karena kombinasi lainnya jarang terjadi. Ketigabelas kombinasi tersebut diperoleh berdasarkan pemutuan yang dilakukan pada biji kopi yang digunakan sebagai sampel. Ketentuan yang digunakan pada pemutuan berdasarkan kombinasi seluruh parameter pengolahan citra adalah sebagai berikut : 1. Jika Area = RJ, Tinggi = RJ, Lebar = RJ, Perimeter = RJ, Area cacat = RJ, Indeks R = RJ, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ 52

22 2. Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = RJ, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 3. Jika Area = A, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 4. Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A 5. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B 6. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 7. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ 8. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C 9. Area = A, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B 10. Area = B, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A 11. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C 12. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 13. Area = C, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ b. Pemutuan Biji Kopi Berdasarkan Kombinasi Parameter Pengolahan Citra Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat hasil klasifikasi biji kopi menggunakan pengolahan citra menunjukkan bahwa kelas mutu A sebesar persen dikenali program sebagai kelas mutu A, kelas mutu B sebesar persen, kelas mutu C sebesar persen, dan kelas RJ sebesar persen dengan rata-rata sebesar persen. 53

23 Hasil pendugaan biji kopi pada proses pengklasifikasian menunjukkan banyak terjadi perbedaan klasifikasi yang menyebabkan tingkat kesesuaian pada beberapa kelas mutu menjadi kecil, terutama tingkat kesesuaian pada kelas mutu B. Tabel 26. Hasil klasifikasi biji kopi dengan menggunakan pengolahan citra Kelas Hasil klasifikasi mutu Jumlah klasifikasi manual A B C RJ Perbandingan klasifikasi pengolahan citra dengan manual Tingkat kesesuaian (%) A / B / C / RJ / Total / Kelas mutu A memiliki nilai perbedaan klasifikasi sebesar persen yaitu sebesar 15 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu B dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kelas mutu B memiliki nilai perbedaan klasifikasi yang sangat besar yaitu persen dimana sebesar 27.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Pada kelas mutu A dan B sering mengalami perbedaan pengklasifikasian, hal ini disebabkan karena nilai parameter mutu citra pada kelas mutu tersebut saling tumpang tindih terutama pada parameter area, tinggi, lebar dan perimeter sehingga untuk menentukan batasan nilainya sangat sulit. Kelas mutu C memiliki perbedaan klasifikasi sebesar 25 persen yaitu 0.63 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A, 17.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas B, dan 6.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kesalahan pengklsifikasian tersebut disebabkan karena terdapat nilai yang berhimpitan sehingga sulit untuk dibedakan. Kelas RJ memiliki perbedaan klasifikasi yang paling rendah yaitu sebesar 4.37 persen, karena terdapat 2 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 5 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Namun nilai perbedaan 54

24 klasifikasinya sangat kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa program pengolahan citra dapat mendeteksi kelas RJ dengan baik. Hasil penggolongan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Hasil pemutuan biji kopi menggunakan program pengolahan citra 55

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGOLAHAN CITRA TANAMAN TOMAT Pengolahan data tanaman tomat dilakukan dengan menggunakan program pengolahan citra yang berbasiskan pemograman C. Tampilan halaman utama pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada bab ini dibahas mengenai implementasi serta evaluasi terhadap metode transformasi wavelet dalam sistem pengenalan sidik jari yang dirancang. Untuk mempermudah evaluasi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap program mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan citra dari webcam, pengolahan citra

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Tulisan Tangan angka Jawa Digitalisasi Pre-Processing ROI Scalling / Resize Shadow Feature Extraction Output Multi Layer Perceptron (MLP) Normalisasi

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan komputer sudah hampir menjadi sebuah bagian dari kehidupan harian kita. Semakin banyak muncul peralatan-peralatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap Robotino dan aplikasi pada PC yang telah selesai dibuat. Dimulai dari menghubungkan koneksi ke Robotino, menggerakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem yaitu dengan melakukan pengambilan data berupa foto fisik dari permukaan buah manggis kemudian melakukan sampling data

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra. BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Pesan terkadang mengandung sebuah informasi yang sangat penting yang harus dijaga kerahasiaannya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda, misal: foto seseorang mewakili entitas dirinya sendiri di depan kamera. Sedangkan

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

3 BAB III METODE PENELITIAN

3 BAB III METODE PENELITIAN 20 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Penenelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Tahapan ini merupakan langkah

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan multimedia dalam era sekarang ini meningkat dengan pesatnya, beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR Teady Matius Surya Mulyana tmulyana@bundamulia.ac.id, teadymatius@yahoo.com Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia Abstrak Kebutuhan binarisasi

Lebih terperinci

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Metha Riandini 1) DR. Ing. Farid Thalib 2) 1) Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen, dengan tahapan penelitian sebagai berikut: 3.1 Pengumpulan Data Tahap ini merupakan langkah awal dari penelitian. Dataset

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Program Aplikasi Pada bagian ini, Penulis akan menjelaskan kebutuhan spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak, serta menjelaskan bagaimana cara program

Lebih terperinci

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. 0434010389 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Desain frame grabber Desain frame grabberdiawali dengan pemilihan perangkat kamera yang akan digunakan. Video akan muncul komponen VideoWindow1 yang secara realtime terhubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Template Formulir Sample Karakter Pengenalan Template Formulir Pendefinisian Database Karakter Formulir yang telah diisi Pengenalan Isi Formulir Hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

JURNAL IT STMIK HANDAYANI Syamsu Alam 1), Mirfan ) Sistem Komputer STMIK Handayani 1), Teknik Informatika STMIK Handayani ) syams.hs@gmail.com 1), mirfan@gmail.com ) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pendeteksi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 48 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 2012. Pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) ISSN : 1693 1173 Abstrak Pengenalan obyek pada citra merupakan penelitian yang banyak dikembangkan. Salah satunya pengenalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB IV PREPROCESSING

BAB IV PREPROCESSING BAB IV PREPROCESSING 4.1 Langkah yang Dilakukan Interpretasi visual citra Pap smear merupakan hal yang sangat rumit. Hal ini disebabkan karena citra Pap smear memberikan hasil sel yang beragam mulai dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Konsumsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Konsumsi pemeriksaan terhadap ribuan telur. Dengan menggunakan alat yang secara otomatis dapat menentukan ukuran fisik sebuah telur, klasifikasi terhadap telur ayam dapat dilakukan dengan lebih cepat. Beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer dan Laboratorium Teknobiomedik Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut : 2. Memory : 4,00 GB (3,85 GB usable)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut : 2. Memory : 4,00 GB (3,85 GB usable) BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Hardware Dalam perancangan program aplikasi ini, penulis menggunakan komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. Processor

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem parkir khususnya untuk parkir mobil di tempat-tempat pusat perbelanjaan di Indonesia pada umumnya sudah menerapkan sistem otomatis. Setiap mobil yang

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang 23 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Deskripsi Sistem Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang sesuai kemudian dihubungkan dengan komputer yang akan mengolah gambar seperti

Lebih terperinci

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP. 1202 109 022 Teknologi fotografi pada era sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan adanya kamera digital. Bentuk dari kamera digital pada umumnya kecil,

Lebih terperinci

Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational Education (ELINVO), Volume 1, Nomor 3, November 2016

Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational Education (ELINVO), Volume 1, Nomor 3, November 2016 PENGOLAHAN CITRA UNTUK IDENTIFIKASI TELUR BERDASARKAN UKURAN Syahrul Awalludin Sidiq, Dessy Irmawati Prodi Teknik Elektronika, Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNY Email: syahrul.awalludin@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAGAN KENDALI MUTU UNTUK KOMPOSISI. simplex-lattice adalah (q+ m-1)!/(m!(q-1)!) (Cornell 1990).

PENGEMBANGAN BAGAN KENDALI MUTU UNTUK KOMPOSISI. simplex-lattice adalah (q+ m-1)!/(m!(q-1)!) (Cornell 1990). Lalu bagan Shewhart dapat dibentuk dengan rumus sebagai berikut: simplex-lattice adalah (q+ m-1)!/(m!(q-1)!) (Cornell 1990). p = Rata-rata proporsi produk cacat n = Ukuran contoh yang diambil UCL = Batas

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

Sistem Informasi Intensitas Hujan Berdasarkan Radar Cuaca di Jawa Timur (SimonRain Jatim)

Sistem Informasi Intensitas Hujan Berdasarkan Radar Cuaca di Jawa Timur (SimonRain Jatim) Sistem Informasi Intensitas Hujan Berdasarkan Radar Cuaca di Jawa Timur (SimonRain Jatim) 1. Deskripsi SimonRain Jatim merupakan aplikasi pengolah data citra radar cuaca. Software ini mengolah nilai pixel

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD Murinto, Resa Fitria Rahmawati Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL Andri STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Kata steganografi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari steganos (tersembunyi) graphen (menulis), sehingga bisa diartikan sebagai tulisan yang tersembunyi.

Lebih terperinci

PEMUTUAN BUAH CABAI MERAH BESAR (Capsicum Annuum L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

PEMUTUAN BUAH CABAI MERAH BESAR (Capsicum Annuum L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN 1 Sugianto et al., Pemutuan Buah Cabai Merah Besar (Capsicum Annuum L.) Menggunakan Pengolahan Citra Digital Dan Jaringan Syaraf Tiruan TEKNOLOGI PERTANIAN PEMUTUAN BUAH CABAI MERAH BESAR (Capsicum Annuum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak.

Lebih terperinci

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT Rizki Salma*, Achmad Hidayatno**, R. Rizal Isnanto** 1 Sistem deteksi wajah, termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Adobe Photoshop CS3 Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Mengapa Photoshop? Adobe Photoshop adalah perangkat lunak yang menjadi standar dalam industri digital imaging. Sekarang, memiliki keahlian dalam menggunakan

Lebih terperinci

PANDUAN. SisPenA S/M. Untuk Asesor. Sistem Informasi Penilaian Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah

PANDUAN. SisPenA S/M. Untuk Asesor. Sistem Informasi Penilaian Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah PANDUAN SisPenA S/M Untuk Asesor Sistem Informasi Penilaian Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah 1 H a l a m a n Akreditasi Tutorial ini akan memberikan pemahman kepada Asesor bagaimana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci