3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?"

Transkripsi

1 Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila ibagi oleh suatu bilangan bulat tertentu n. Ini berampak paa penggantian himpunan bilangan bulat Z engan suatu sistem bilangan Z n yang hanya memuat n elemen. Banyak sifat yang berlaku paa Z iwarisi oleh Z n seperti operasi penjumlahan an perkalian. Karena hanya berhingga elemen yang terapat i alam Z n maka lebih muah itangani. Sebelum masuk ke aritmatika moular iperhatikan ulu masalah seerhana berikut. Contoh 3.1. Misalkan hari ini aalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari ari sekarang? Penyelesaian. Cara 'konyol' menjawab pertanyaan ini aalah menghitung langsung satu per satu hari-hari paa kalener sampai engan hari ke 100. Tetapi engan mengingat terjai pengulangan secara perioik setiap 7 hari maka permasalahan ini muah iselesaikan engan menghitung sisanya jika 100 ibagi 7, yaitu 100 = Jai 100 hari menatang aalah hari ke 2 ari sekarang, yaitu Senin. Contoh 3.2. Apakah bilangan kuarat sempurna? Penyelesaian. Cara umum untuk menjawab pertanyaan ini aalah engan menghitung , jika hasilnya bulat maka ia kuarat sempurna. Cara lain aalah engan cara mengkuaratkan bilangan-bilangan bulat, apakah hasilnya aa yang sama engan bilangan yang imaksu. Cara yang paling seerhana aalah engan menggunakan sifat bilangan kuarat sempurna, yaitu jika bilangan kuarat sempurna ibagi 4 maka sisanya 0 atau 1. Artinya, jika sisanya selain ari 0 an 1 maka ipastikan ia bukan kuarat sempurna. Diperoleh = = (25 4) + (11 4) + 2 = ( ) 4 + 2, ternyata memberikan sisa 2 sehingga isimpulkan bukan kuarat sempurna. 39

2 Keua contoh ini merupakan masalah seerhana paa aritmatika moular, masih banyak masalah rumit paa teori bilangan yang hanya apat iselesaikan engan muah melalui artimatika moular. 3.1 Aritmatika Moular Denisi 3.1. Misalkan n sebuah bilangan bulat positif tertentu. Dua bilangan bulat a an b ikatakan kongruen moulo n, itulis a b mo(n) jika n membagi selisih a b, atau jika a b = kn untuk suatu bilangan bulat k. Dibaca juga, a kongruen engan b moulo n, atau a kongruen moulo n engan b. Untuk lebih memahami enisi ini kita amati contoh berikut. Contoh 3.3. Ambil n = 7 maka iperoleh beberapa fakta berikut 3 24 mo(7) sebab 3 24 = 21 terbagi oleh 7, mo(7)sebab = 42 terbagi oleh 7, mo(7)sebab = 49 habis ibagi 7. Tetapi mo(7)sebab = 13 tiak habis ibagi 7, yaitu 25 tiak kongruen engan 12 moulo 7. Paa bagian lainnya relasi kongruensi ini juga terkaang menggunakan notasi a b(mo n), atau a n b. Bila bilangan moulo n suah ipahami engan baik maka cukup itulis seerhana engan a b. Bila paa algoritma pembagian, iambil n sebagai pembagi maka sebarang bilangan bulat a selalu terapat hasil bagi q an sisa r sehingga a = qn + r, 0 r < n. Berasarkan enisi kongruensi, relasi ini apat itulis sebagai a r mo(n).karena aa n pilihan untuk r maka isimpulkan bahwa setiap bilangan bulat pasti kongruen moulo n engan salah satu bilangan 0, 1,, n 1. Khusunya n a bila hanya bila a 0 mo(n). Himpunan bilangan {0, 1,, n 1} isebut resiu taknegatif terkecil moulo n. Secara umum, kumpulan bilangan bulat a 1, a 2,, a n ikatakan membangun himpunan lengkap resiu moulo n jika setiap bilangan bulat kongruen engan salah satu bilangan a k. Dengan kata lain jika a 1, a 2,, a n kongruen moulo n engan 0, 1,, n 1 engan urutan yang tiak beraturan. 40

3 Contoh 3.4. Bilangan 12, 4, 11, 13, 22, 82, 91 membentuk himpunan lengkap resiu moulo 7 sebab 12 2, 4 3, 11 4, 13 5, 22 1, 82 5, Jai prinsipnya alam suatu himpunan resiu lengkap tiak aa ua bilangan yang saling moulo, misalnya a 2 a 5. Berikut sifat ua bilangan bulat sebarang jika mereka saling moulo. Teorema 3.1. Untuk sebarang bilangan bulat a an b, a n b bila hanya bila mereka memberikan sisa yang sama bila ibagi oleh n. Bukti. Karena a n b maka berasarkan enisi a = b + kn untuk suatu k bulat. Misalkan b memberikan sisa r jika ibagi n, yaitu b = qn + r, engan 0 r < n. Selanjutnya sisa a jika ibagi n apat itemukan sebagai berikut a = (qn + r) + kn = (q + k)n + r, ternyata juga memberikan sisa r. Sebaliknya, misalkan keuanya memberikan sisa yang sama jika ibagi oleh n, katakan a = q 1 n + r, b = q 2 n + r maka a b = (q 1 q 2 )n, yakni a n b. Kongruensi apat ipanang sebagai generalisasi ari relasi sama engan. Bila ua bilangan sama maka mereka kongruen terhaap sebarang moulo. Namun ua bilangan yang tiak sama boleh jai mereka kongruen terhaap moulo tertentu. Sebaliknya ua bilangan yang kongruen moulo tertentu belum tentu sama. Teorema berikut memberikan sifat-sifat asar kongruensi. Teorema 3.2. Misalkan n > 1 sebagai bilangan moulo an a, b, c, aalah bilangan bulat sebarang. Maka pernyataan berikut berlaku : 1. a a (sifat reeksif) 2. a b bila hanya bila b a (simetris) 3. bila a b an b c maka a c (transitif) 4. bila a b an c maka a + c b + (aitif) an ac b (multiplikatif) 41

4 5. bila a b an k bulat positif sebarang maka a k b k. Bukti. Karena a a = 0 n maka isimpulkan a a. Untuk pernyataan 2, gunakan enisi yaitu a b a b = q n b a = ( q) n b a. Paa pernyataan 3, iketahui a b an b c yaitu a b = q 1 n an b c = q 2 n. Diperoleh a b + b c = (q 1 + q }{{} 2 ) n a c = q n, q yakni a c. Untuk pernyataan 4, iketahui a b = q 1 n an c = q 2 n. Bila keua ruas ijumlahkan iperoleh (a+c) (b+) = (q 1 +q 2 ) n, yaitu a+c b+. Untuk sifat multiplikatif icoba seniri. Pernyataan terakhir ibuktikan engan menggunakan prinsip inuksi matematika. Untuk k = 1 maka jelas ipenuhi sebab iketahui a b. Misalkan berlaku untuk k: a k b k maka a k+1 = a k a b k b = b k+1, yaitu berlaku untuk k + 1. Contoh 3.5. Buktikan 41 membagi habis Bukti. Disini kita berhaapan engan bilangan yang cukup besar sehingga sangat sulit itangani langsung. Dengan menggunakan kongruensi, permasalahan ini apat iselesaikan engan muah. Ambil bilangan moulo 41, arahkan salah satu bilangan kongruensinya aalah Berangkat ari fakta seerhana tentunya alam moulo 41. Dengan Torema (3.2)(5) maka engan mempangkatkan engan 4 iperoleh ( 2 5 ) 4 ( 9) 4 = (81)(81) ( 1)( 1) = 1 sehingga iperoleh , yakni merupakan kelipatan 41. Contoh 3.6. Tentukan sisanya jika 1! + 2! + 3! ! ibagi oleh 12. Penyelesaian. Tanpa teori kongruensi masalah ini mungkin tiak apat iselesaikan. Mulailah ari suku paa eret tersebut yang habis ibagi 12. Dalam hal ini kita mempunyai 4! = 24 0 moulo 12. Karena suku selanjutnya pasti memuat faktor 4! maka suku-suku tersebut juga habis ibagi oleh 12. Jai, sisanya hanyalah 1! + 2! + 3! = 9. Karena bilangan ini tiak apat ibagi 12 maka inilah sisa yang imaksu, yaitu 9. Paa Teorema (3.2) telah nyatakan bahwa jika a b maka ac bc terhaap moulo yang sama. Sebaliknya, belum aa sifat kanselasi atau pembagian yang membawa ac bc menjai a b. Ternyata sifat ini tiak berlaku otomatis, seperti iberikan paa teorema berikut. 42

5 Teorema 3.3. Jika ac bc(mo n)maka a b(mo n )imana = gc(c, n). Bukti. Berasarkan hipotesis apat itulis (a b)c = ac bc = k n untuk suatu k bulat. Karena = gc(c, n) maka keua bilangan bulat r := c an s := n aalah prima relatif. Substitusi c = r an n = s ke alam persamaan sebelumnya iperoleh (a b)r = k(s) (a b)r = k s Jai, s (a b)r. Karena gc(r, s) = 1 maka s (a b) yang berarti a b(mo s)atau a c(mo n). Akibat 3.1. Jika ac bc(mo n)an gc(c, n) = 1 maka a b(mo n). Akibat ini menyatakan bahwa kita apat melakukan kanselasi c paa ac bc asalkan c an n prima relatif. Amati bahwa jika p prima an p c maka gc(p, c) = 1. Fakta ini menghasilkan akibat berikut. Akibat 3.2. Jika p prima, p c an ac bc(mo p)maka a b(mo p). Contoh 3.7. Seerhanakan kongruensi berikut: 33 15(mo 9)an 35 45(mo 8). Penyelesaian. Kongruensi pertama iselesaikan sebagai berikut: 33 15(mo 9) (mo 9) 11 5(mo 9) sebab gc(3, 9) = 3. Untuk kongruensi keua iselesaikan sejalan, 35 45(mo 8) 5 ( 7) 5 9(mo 8) 7 9(mo 8) sebab 5 an 8 prima relatif. 3.2 Kelas-kelas Ekuivalensi Paa Teorema (3.2), sifat reeksif, simetris an transitif menunjukkan bahwa untuk sebarang n bulat positif, relasi kongruensi n merupakan relasi ekuivalensi paa Z. Akibatnya, himpunan Z terpartisi atas kelompok-kelompok yang saling asing yang isebut 43

6 kelas-kelas ekuivalensi. ienisikan sebagai Kelas-kelas ekuivalensi ini inyatakan engan notasi [a] n an [a] n : = {b R : a b(mo n)} = {, a 2n, a n, a, a + n, a + 2n, }. Jai [a] n merupakan himpunan semua bilangan bulat yang kongruen moulo n engan a. Kita memanang para bilangan i alam [a] n ini sebagai satu kesatuan. Bila bilangan moulo n suah ipastikan maka cukup menggunakan notasi [a] untuk maksu [a] n. Karena pembagian engan n akan memberikan n kemungkinan sisa r = 0, 1,, n 1 sehingga setiap bilangan paa Z pasti kongruen engan salah satu sisa tersebut. Jai sesungguhnya bilangan bulat Z terpartisi atas n kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {, 2n, n, 0, n, 2n, } [1] = {, 1 2n, 1 n, 1, 1 + n, 1 + 2n, } [2] = {, 2 2n, 2 n, 2, 2 + n, 2 + 2n, }. [n 1] = {, n 1, 1, n 1, 2n 1, 3n 1, } Tiak aa kelas ekuivalensi lainnya. Bila ilanjutkan maka kelas ekuivalensi berikutnya kembali ke semula. Misalnya, [n] = { n, 0, n, 2n, 3n, } = [0]. Secara umum berlaku [a] = [b] a b(mo n). (3.1) Contoh 3.8. Untuk n = 1 hanya terapat 1 kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 1 : k Z} = {k : k Z} = Z. Untuk n = 2 terapat ua kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 2 : k Z} = {2k : k Z} = 2Z [1] = {1 + k 2 : k Z} = {2k + 1 : k Z} = 2Z

7 Denisi 3.2. Untuk suatu n 1 yang iberikan, Z n ienisikan sebagai himpunan kelas-kelas ekuvalensi terhaap moulo n, yaitu Z n := {[0], [1],, [n 1]} (3.2) Selanjutnya, paa Z n ienisikan operasi penjumlahan, pengurangan an perkalian berikut: [a] + [b] := [a + b], [a] [b] = [a b], [ab] = [a][b] (3.3) untuk setiap [a], [b] Z n. Perbeaan Z an Z n apat ijelaskan sebagai berikut: Z merupakan himpunan semua bilangan bulat sehingga banyak anggotanya takberhingga, seangkan Z n merupakan himpunan yang memuat kelas-kelas ekuivalensi. Jai banyak anggota Z n berhingga yaitu hanya n anggota, seangkan masing-masing kelas mempunyai takberhingga anggota. Setiap a Z, pasti termuat ke alam salah satu kelas ekuivalensi i alam Z n. Ilustrasi kelas-kelas ekuivalensi itunjukkan paa Gambar berikut. [0] [1] [2] [3]... [n-1] Figure 3.1: Kelas-kelas ekuivalensi paa Z Contoh 3.9. Tentukan resiu taknegatif terkecil moulo 35 ari Penyelesaian. Pertanyaan ini sama saja engan menentukan sisa jika ibagi 35. Gunakan kongruensi, 28 7, ( 7)( 2) = 14 45

8 karena 0 14 < 35 maka isimpulkan resiu teknegatif terkecil yang imaksu aalah 14. Coba cek pakai kalkulator! Contoh Tentukan igit terakhir angka esimal ari 1! + 2! + 3! !. Penyelesaian. Digit terakhir hanya itentukan oleh suku-suku yang angka esimalnya tiak 0. Perhatikan pertama bilangan 5! = = 120. Bilangan selanjutnya pasti kelipatan 10. Jai apat itulis 1! + 2! + 3! + 4! ! = k = k = 3 + (3 + k)10. Karena suku keua bilangan terakhir ini berakhir engan 0 maka isimpulkan igit terakhir yang imaksu aalah Kongruensi Linier Denisi 3.3. Sebuah persamaan yang berbentuk ax b(mo n)isebut kongruensi linier. Penyelesaiannya aalah setiap bilangan x 0 yang memenuhi ax 0 b(mo n). Dengan enisi ini untuk setiap penyelesaian x 0 berlaku n (ax 0 b), ekuivalen engan ax 0 ny = b untuk suatu bilangan bulat y 0. Jai menyelesaikan kongruensi linier ax b(mo n) sama saja engan menyelesaikan persamaan Diophantine ax 0 ny 0 = b Paa kongruensi linier ax b(mo n), jika x penyelesaian an x x maka ax ax = b, jai x juga merupakan penyelesaian. Walaupun x an x berbea alam arti biasa namun mereka ianggap 'sama' karena membentuk kelas ekuivalensi. Sebagai contoh, x = 3 an x = 9 keuanya memenuhi 3x 9(mo 12) sebab 3 9(mo 12). Keua penyelesaian ini ianggap sama. Banyaknya penyelesaian ihitung berasarkan banyaknya penyelesaian yang tiak kongruen. Teorema 3.4. Jika = gc(a, n) maka kongruensi linier ax b(mo n) mempunyai penyelesaian jika hanya jika b. Jika b an x 0 penyelesaian penyelesaian 46

9 tertentu (khusus) maka penyelesaian umumnya iberikan oleh x = x 0 + n t, t Z. Khususnya, para penyelesaian ini membentuk tepat kelas-kelas ekuivalensi engan representasi x = x 0, x 0 + n, x 0 + n (2),, x 0 + n ( 1). Bukti. Karena kongruensi linier ax b(mo n) ekuivalen engan persamaan Diophantine ax ny = b maka ia mempunyai penyelesaian jika = gc(a, n) membagi b, yaitu b. Bila x 0 an y 0 penyelesaian khusus persamaan ini maka penyelesaian umumnya apat isajikan sebagai x = x 0 + n t, y = y 0 + a t. Selanjutnya itunjukkan hanya terapat tepat penyelesaian berasarkan kelaskelas ekuivalensi x = x 0, x 0 + t, x 0 + 2t,, x 0 + ( 1)t. Untuk ini pertama ibuktikan tiak aa para panyelesaian ini yang kongruen satu sama lainnya. Anaikan aa ua yang kongruen, katakan x 0 + n t 1 an x 0 + n t 2 maka iperoleh x 0 + n t 2 x 0 + n t 1(mo n), 0 t 1 t 2 < n t 2 n t 1(mo n) ( n ) t 2 t 1 (mo ), sebab gc, n = n. Akhirnya iperoleh (t 2 t 1 ). Hal in tiaklah mungkin karena t 2 t 1 <. Kontraiksi. Jai isimpulkan semua penyelesaian ini tiak aa yang kongruen, atau mereka ianggap penyelesaian yang berbea. Dibuktikan juga bahwa selain ari penyelesaian tersebut yaitu x = x 0 + n t, t =, + 1, kongruen engan salah satu penyelesaian tersebut. Berasarkan algoritma pembagian, apat itulis t = q + r, 0 r < sehingga x 0 + n t = x 0 + n (q + r) = x 0 + nq + n r x 0 + n r(mo n). Paahal, x 0 + n r(mo n) merupakan salah satu penyelesaian yang suah aa. 47

10 Akibat 3.3. Bila gc(a, n) = 1 maka kongruensi linier ax b(mo n) mempunyai tepat satu penyelesaian. Contoh Diperhatikan kongruensi linier 18x 30(mo 42). Apakah kongruensi ini mempunyai penyelesaian? Bila iya, aa berapa penyelesaian berbea? Temukan penyelesaian tersebut! Penyelesaian. Karena = gc(18, 42) = 6 an ia membagi 30 maka isimpulkan kongruensi ini mempunyai penyelesaian, engan banyak penyelesaian berbea 6 buah. Untuk menyelesaikan kongruensi ini, ubah ulu ke alam bentuk persamaan Diophantine berikut 18x 42y = 30. Tapi cara ini cukup panjang. Cara lain apat pula engan melakukan inspeksi langsung, yaitu apat iperiksa bahwa x 0 = 4 aalah salah satu penyelesaian. Penyelesaian umumnya apat itulis sebagai x = 4 + 7t(mo 42), t = 0, 1,, 5 atau x = 4, 11, 18, 25, 32, 39(mo 42). Contoh Selesaikan kongruesi linier berikut (i) 9x 21(mo 30) (ii) 7x 3(mo 12) (iii) 10x 6(mo 12) 3.4 Sistem kongruensi linier satu variabel Diperhatikan terlebih ulu puzzle berikut Aku aalah sebuah bilangan. Jika ibagi 3 bersisa 2, ibagi engan 5 bersisa 3 an ibagi engan 7 bersisa 2. Bilangan apakah aku? Puzzle seperti ini muncul awal aba 1 Masehi paa literatur Cina oleh Sun-Tsu an kemuian muncul juga i kalangan matematikawan Yunani sekitar tahun 100 M. Bentuk umum sistem kongruensi linier satu variabel aalah a 1 x b 1 (mo m 1 ), a 2 b 2 (mo m 2 ),, a r b r (mo m r ) (3.4) 48

11 Diasumsikan bilangan moulo m k prima relatif secara berpasangan. Sebagai ilustrasi, bila gc(m 1, m 2 ) = 1 maka kita apat menyeerhanakan keua kongruensi a 1 x b 1 (mo m 1 ) an a 2 x b 2 (mo m 2 ). Agar sistem ini mempunyai penyelesaian maka haruslah tiap-tiap kongruensi mempunyai penyelesaian. Agar tiap-tiap kongruensi mempunyai penyelesaian maka haruslah k b k untuk setiap k = 1,, r imana k = gc(a k, m k ). Paa kongruensi ke k apat itulis a k x b k (mo m k ) a kx b k(mo n k ) imana n k = m k k, a k = a k k an b k = b k k. Sekarang sistem kongruensi linier (3.4) menjai a 1x b 1(mo n 1 ), a 2x b 2(mo n 2 ),, a rx b r(mo n r ) (3.5) imana gc(n i, n j ) = 1 untuk i j an gc(a i, n i ) = 1. Dengan emikian sistem kongruensi (3.5) terjamin mempunyai penyelesaian. Misalkan penyelesaian untuk masingmasing kongruensi aalah sebagai berikut x c 1 (mo n), x c 2 (mo n 2 ),, x c r (mo n r ). (3.6) Bentuk terakhir lebih seerhana inilah yang akan iselesaikan. Kembali ke puzzle sebelumnya, sesungguhnya kita apat menterjemahkan masalah tersebut ke alam sistem kongruensi linier satu variabel berikut, x 2(mo 3), x 3(mo 5), x 2(mo 7). Untuk menyelesaikan masalah seperti ini kita pahami ulu Teorema Sisa Cina (TSC) berikut. Teorema 3.5. Misalkan n 1, n 2,, n r bilangan bulat positif sehingga gc(n i, n j ) = 1 untuk i j. Maka sistem kongruensi linier satu variabel berikut x a 1 (mo n 1 ) x a 2 (mo n 2 ). x a r (mo n r ) mempunyai penyelesaian, imana penyelesaian tersebut tunggal terhaap moulo n := 49

12 n 1 n 2 n r. Bukti. Diketahui n = n 1 n 2 n r. Untuk setiap k = 1, 2,, r misalkan N k = n n k = n 1 n k 1 n k+1 n r. Dengan kata lain N k aalah perkalian suku-suku n 1, n 2, imana suku n k ihilangkan. Satu fakta yang langsung iketahui aalah n k N i bila i k. Karena para n k prima relatif secara berpasangan maka berlaku gc(n k, n k ) = 1. Sekarang untuk setiap k, ibangun kongruensi linier N k x 1(mo n k ). Karena gc(n k, n k ) = 1 maka kongruensi linier ini terjamin mempunyai peyelesaian tunggal x k. Sekarang enisikan kombinasi linier x = a 1 N 1 x 1 + a 2 N 2 x a r N r x r. Karena n k N i untuk i k maka berlaku N i 0(mo n k ). Karena itu maka iperoleh x = a 1 N 1 x a k N k x k + + a r N r x r a k N k x k (mo n k ). Karena x k penyelesaian N k x 1(mo n k ), yaitu N k x k 1(mo n k ) maka haruslah x a k 1(mo n k ) a k (mo n k ). Ternyata x aalah penyelesaian bersama sistem kongruensi yang imaks. Untuk membuktikan ketunggalannya, misalkan x penyelesaian lainnya. Maka berlaku x a k x (mo n k ), k = 1, 2,, r engan memenuhi konisi n k x x untuk setiap k. Karena gc(n i, n j ) = 1 maka n := n 1 n 2 n r x x. Jai, berlaku x x (mo n). 50

13 Contoh Kembali ke puzzle i atas yang berupa sistem kongruensi linier berikut x 2(mo 3) x 3(mo 5) x 2(mo 7). Selesaikan sistem kongruensi linier ini. Penyelesaian. Gunakan TSC, yaitu n = = 105 an N 1 = n 3 = 35, N 2 = n 5 = 21, N 3 = n 7 = 15. Sekarang iperhatikan 3 kongruensi linier 35x 1(mo 3), 21x 1(mo 5), 15x 1(mo 7) berturut-turut ipenuhi oleh x 1 = 2, x 2 = 1, x 3 = 1. Jai penyelesaian sistem kongruensi semula aalah x = = 233. Secara umum penyelesaian tersebut aalah x 233(mo 105) 23(mo 105). Coba cek x = 23, 128, aalah bilangan yang imaksu. Bila iminta penyelesaian bulat positif terkecil maka jawabnya aalah x = 23. Diperhatikan kongruensi linier tunggal ipecah ke alam bentuk sistem kongruensi seperti paa contoh berikut. Contoh Diberikan kongruensi linier berikut 17x 9(mo 276). Selesaikan kongruensi ini engan terlebih ahulu membentuk sistem kongruensi linier. Penyelasaian. Karena 276 = maka kongruensi ini sama saja engan menentukan penyelesaian sistem kongruensi 17x 9(mo 3), 17x 9(mo 4), 17x 51

14 9(mo 23), atau iseerhanakan menjai x 0(mo 3), x 1(mo 4), 17x 9(mo 23). Untuk kongruensi x 0(mo 3) memberikan hasil x = 3k, k Z. Substitusi hasil ini kealam kongruensi keua iperoleh 3k 1(mo 4). Keua ruas ikalikan 3 an engan mengingat k 9k moulo 4 maka iperoleh k 9k 3(mo 4). Jai k = 4j +3, j Z. Bentuk baru x menjai x = 3(3+4j) = 9+12j. Substitusi hasil ini kealam kongruensi terakhir iperoleh 17(9 + 4j) 9(mo 23), atau 204j 144(mo 23). Hasilnya aalah 3j 6(mo 23), yakni j 2(mo 23). Bentuk ini ipenuhi oleh j = t, t Z. Substitusi ke bentuk x = j = t, atau x 33(mo 276) aalah penyelesaian 17x 9(mo 276). 3.5 Sistem kongruensi linier 2 variabel Di sini kita mempunyai ua kongruensi engan variabel x an y tetapi bilangan moulonya sama. Bentuk umumnya apat isajikan sebagai berikut ax + by r(mo n) (3.7) cx + y s(mo n). (3.8) Eksistensi penyelesaian sistem (3.7)-(3.8) isajikan paa teorema berikut. Teorema 3.6. Jika gc(a bc, n) = 1 maka sistem (3.7)-(3.8) mempunyai penyelesaian tunggal. Bukti. Eliminasi variabely engan cara berikut. Kalikan (3.7) engan an (3.8) engan b, kemuian ikurangkan. Diperoleh hasil (a bc)x r bs(mo n) (3.9) 52

15 Dengan asumsi gc(a bc, n) = 1 maka menjamin kongruensi (a bc)z 1(mo n) mempunyai penyelesaian tunggal, katakan penyelesaian tersebut aalah t. Kalikan kongruensi (3.9) engan t iperoleh x t(r bs)(mo n). Variabel x apat ieliminasi engan cara serupa, hasilnya aalah (a bc)y as cr(mo n) (3.10) Akhir engan mengalikan kongruensi ini engan t iperoleh penyelesaian untuk y sebagai berikut y t(as cr)(mo n). Diperhatikan bukti eksistensi paa teorema ini aalah konstruktif sehingga apat igunakan langsunguntuk menentukan penyelesaiannya. Contoh Diperhatikan sistem kongruensi linier berikut 7x + 3y 10(mo 16) 2x + 5y 9(mo 16). Penyelesaian. Coba lakukan langkah-langkah seperti pembuktian teorema i atas, beres... Sekarang semua soal (aa 20 soal) paa Problems 4.4 apat ibabat habis... bis... 53

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Pada bab ini dipelajari aritmatika modular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, dimana permasalahan dalam teori bilangan disederhanakan dengan cara mengganti setiap bilangan bulat dengan sisanya

Lebih terperinci

1.1. Sub Ruang Vektor

1.1. Sub Ruang Vektor 1.1. Sub Ruang Vektor Dalam membiarakan ruang vektor, tiak hanya vektoer-vektornya saja yang menarik, tetapi juga himpunan bagian ari ruang vektor tersebut yang membentuk ruang vektor lagi terhaap operasi

Lebih terperinci

Suatu persamaan diferensial biasa orde n adalah persamaan bentuk :

Suatu persamaan diferensial biasa orde n adalah persamaan bentuk : PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL Suatu persamaan iferensial biasa ore n aalah persamaan bentuk : F n, ', '', ''',......, 0 Yang menatakan hubungan antara, fungsi () an turunanna ', '',

Lebih terperinci

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND HUBUNGAN ANTARA AERAH IEAL UTAMA, AERAH FATORISASI TUNGGAL, AN AERAH EEIN Eka Susilowati Fakultas eguruan an Ilmu Peniikan, Universitas PGRI Aibuana Surabaya eka50@gmailcom Abstrak Setiap aerah ieal utama

Lebih terperinci

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n Oleh : JOHANES ARIF PURWONO 105 100 00 Pembimbing : Drs. Suhu Wahyui, MSi 131 651 47 ABSTRAK Graph aalah suatu sistem

Lebih terperinci

METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER

METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER Asrul Syam Program Stui Teknik Informatika, STMIK Dipanegara, Makassar e-mail: assyams03@gmail.com Abstrak Masalah optimasi

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Salah satu metoe yang cukup penting alam matematika aalah turunan (iferensial). Sejalan engan perkembangannya aplikasi turunan telah banyak igunakan untuk biang-biang rekayasa

Lebih terperinci

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A Solusi Tutorial 6 Matematika A Arif Nurwahi ) Pernyataan benar atau salah. a) Salah, sebab ln tiak terefinisi untuk 0. b) Betul. Seerhananya, titik belok apat ikatakan sebagai lokasi perubahan kecekungan.

Lebih terperinci

, serta notasi turunan total ρ

, serta notasi turunan total ρ LANDASAN TEORI Lanasan teori ini berasarkan rujukan Jaharuin (4 an Groesen et al (99, berisi penurunan persamaan asar fluia ieal, sarat batas fluia ua lapisan an sistem Hamiltonian Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat

Lebih terperinci

matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Persija Persib baris

matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Persija Persib baris Kolom 1. Pengertian Matriks matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Dalam kehiupan sehari-hari an alam matematika, berbagai keterangan seringkali isajikan alam bentuk matriks. Contoh 1: Hasil pertaningan grup I

Lebih terperinci

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINIER PADA ALJABAR MAX-PLUS Bui Cahyono Peniikan Matematika, FSAINSTEK, Universitas Walisongo Semarang bui_oplang@yahoo.com Abstrak Dalam kehiupan sehari-hari seringkali kita menapatkan

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Jurusan Matematika FMIPA IPB UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Sabtu, 4 Maret 003 Waktu : jam SETIAP NOMOR MEMPUNYAI BOBOT 10 1. Tentukan: (a) (b) x sin x x + 1 ; x (cos (x 1)) :. Diberikan fungsi

Lebih terperinci

BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN

BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN Fungsi Logaritma Natural Fungsi Balikan (Invers) Fungsi Eksponen Natural Fungsi Eksponen Umum an Fungsi Logaritma Umum Masalah Laju Perubahan Seerhana Fungsi Trigonometri Balikan

Lebih terperinci

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP 8.. Penahuluan Lubang aalah bukaan paa ining atau asar tangki imana zat cair mengalir melaluinya. Lubang tersebut bisa berbentuk segi empat, segi tiga, ataupun lingkaran.

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU Perbeaan pokok antara mekanika newton an mekanika kuantum aalah cara menggambarkannya. Dalam mekanika newton, masa epan partikel telah itentukan oleh keuukan

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan bulat, bilangan prima,modular, dan kekongruenan. 2.1 Bilangan Bulat Sifat Pembagian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 KATA PENGANTAR ب

Lebih terperinci

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr.

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr. Hukum Newton II : F = M a Oleh karena iameter pipa aalah konstan, maka kecepatan aliran i sepanjang pipa aalah konstan, sehingga percepatan aalah nol, rr rr( s) rs rs( r r) rrs sin o Bentuk tersebut apat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC BAB ANAL DAN MNMA RAK EGANGAN DAN ARU DC. Penahuluan ampai saat ini, penelitian mengenai riak sisi DC paa inverter PWM lima-fasa paa ggl beban sinusoial belum pernah ilakukan. Analisis yang ilakukan terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori dalam aljabar dan teori bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan carmichael akan dibutuhkan definisi

Lebih terperinci

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI ANALISAPERITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammaiyah Palembang Email: nurnilamoemiatie@yahoo.com Abstrak paa

Lebih terperinci

=== BENTUK KANONIK DAN BENTUK BAKU ===

=== BENTUK KANONIK DAN BENTUK BAKU === TEKNIK DIGITL === ENTUK KNONIK DN ENTUK KU === entuk Kanonik yaitu Fungsi oolean yang iekspresikan alam bentuk SOP atau POS engan minterm atau maxterm mempunyai literal yang lengkap. entuk aku yaitu Fungsi

Lebih terperinci

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur Mata Kuliah Koe SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Kombinasi Gaya Tekan an Lentur Pertemuan 9,10,11 Sub Pokok Bahasan : Analisis an Desain Kolom Penek Kolom aalah salah satu komponen struktur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham BAB II DASAR TEORI Paa bab ini akan ijelaskan asar teori yang igunakan selama pelaksanaan Tugas Akhir ini: saham, analisis funamental, analisis teknis, moving average, oscillator, an metoe Relative Strength

Lebih terperinci

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai 1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Diferensiasi

Sudaryatno Sudirham. Diferensiasi Suaratno Suirham Diferensiasi Bahan Kuliah Terbuka alam format pf terseia i.buku-e.lipi.go.i alam format pps beranimasi terseia i.ee-cafe.org Pengertian-Pengertian 0-0 Kita telah melihat baha kemiringan

Lebih terperinci

TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL)

TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL) TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL) A. Pengertian Derivatif (turunan) suatu fungsi. Perhatikan grafik fungsi f( (pengertian secara geometri) ang melalui garis singgung. f( f( f(+ Q [( +, f ( + ] f( P (, f ( )

Lebih terperinci

Tentukan semua bilangan bulat x sedemikian sehingga x 1 (mod 10). Jawab. x 1 (mod 10) jika dan hanya jika x 1 = 10 k untuk setiap k bilangan bulat.

Tentukan semua bilangan bulat x sedemikian sehingga x 1 (mod 10). Jawab. x 1 (mod 10) jika dan hanya jika x 1 = 10 k untuk setiap k bilangan bulat. Aritmatika Modular Banyak konsep aritmatika jam dapat digunakan untuk mengerjakan masalah-masalah yang berkenaan dengan kalender. Misalkan, hari minggu pada bulan Juli 2006 jatuh pada tanggal 2, 9, 16,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

FUNGSI TRANSENDEN J.M. TUWANKOTTA

FUNGSI TRANSENDEN J.M. TUWANKOTTA FUNGSI TRANSENDEN J.M. TUWANKOTTA. Penekatan Kalkulus: menefinisikan fungsi logaritma natural sebagai integral Panang sebuah fungsi yang iefinisikan engan menggunakan integral: (.) L(x) = t t. Dari Teorema

Lebih terperinci

GROUP YANG DIBANGUN OPERATOR LINEAR TERBATAS SEBAGAI SUATU PENYELESAIAN MCA HOMOGEN

GROUP YANG DIBANGUN OPERATOR LINEAR TERBATAS SEBAGAI SUATU PENYELESAIAN MCA HOMOGEN M-10 GROUP YANG DIBANGUN OPERATOR LINEAR TERBATAS SEBAGAI SUATU PENYELESAIAN MCA HOMOGEN Susilo Hariyanto Departemen Matematika Fakultas Sains an Matematika Universitas Diponegoro Semarang sus2_hariyanto@yahoo.co.i

Lebih terperinci

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc BAB KAPASITOR ontoh 5. Definisi kapasitas Sebuah kapasitor 0,4 imuati oleh baterai volt. Berapa muatan yang tersimpan alam kapasitor itu? Jawab : Kapasitas 0,4 4 0-7 ; bea potensial volt. Muatan alam kapasitor,,

Lebih terperinci

SIFAT POLINOMIAL PERMUTASI PADA MODULO PRIMA BERPANGKAT p SKRIPSI. Oleh: QOSIMIL JUNAIDI NIM

SIFAT POLINOMIAL PERMUTASI PADA MODULO PRIMA BERPANGKAT p SKRIPSI. Oleh: QOSIMIL JUNAIDI NIM SIFAT POLINOMIAL PERMUTASI PADA MODULO PRIMA n BERPANGKAT p SKRIPSI Oleh: QOSIMIL JUNAIDI NIM. 09600 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Lebih terperinci

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 10

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 10 Pengantar Teori Bilangan Kuliah 10 Materi Kuliah Chinese Remainder Theorem (Teorema Sisa Cina) 2/5/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Pengantar Chinese Remainder Theorem (Teorema sisa Cina) adalah hasil

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan prima, bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas (square free), keterbagian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi penjumlahan dua bilangan kuadrat sempurna. Seperti, teori keterbagian bilangan bulat, bilangan prima, kongruensi

Lebih terperinci

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT 1 Safa at Yulianto, Kishera Hilya Hiayatullah 1, Ak. Statistika Muhammaiyah Semarang

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 11 : METODE PENGUKURAN LUAS

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 11 : METODE PENGUKURAN LUAS SURVEYING (CIV-04) PERTEMUAN : METODE PENGUKURAN LUAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevar Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaa Tangerang Selatan 54 MANFAAT PERHITUNGAN LUAS Pengukuran luas ini ipergunakan

Lebih terperinci

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB I INDUKSI MATEMATIKA BAB I INDUKSI MATEMATIKA 1.1 Induksi Matematika Induksi matematika adalah suatu metode yang digunakan untuk memeriksa validasi suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Dalam pembahasan

Lebih terperinci

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan Jurnal Graien Vol 8 No 1 Januari 2012:775-779 Penerapan Aljabar Max-Plus Paa Sistem Prouksi Meubel Rotan Ulfasari Rafflesia Jurusan Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40 DAFTAR ISI 1 TEORI KETERBAGIAN 1 1.1 Algoritma Pembagian............................. 2 1.2 Pembagi persekutuan terbesar........................ 5 1.3 Algoritma Euclides.............................. 12

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENULANGAN LENTUR DAN GESER BALOK PERSEGI MENURUT SNI 03-847-00 Slamet Wioo Staf Pengajar Peniikan Teknik Sipil an Perenanaan FT UNY Balok merupakan elemen struktur yang menanggung beban layan

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN Ruy Setiawan, ST., MT. Sukanto Tejokusuma, Ir., M.Sc. Jenny Purwonegoro, ST. Staf Pengajar Fakultas Staf Pengajar Fakultas Alumni Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton an baja. Kombinasi keuanya membentuk suatu elemen struktur imana ua macam komponen saling bekerjasama alam menahan beban

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI SEL

BAB III INTERFERENSI SEL BAB NTEFEENS SEL Kinerja sistem raio seluler sangat ipengaruhi oleh faktor interferensi. Sumber-sumber interferensi apat berasal ari ponsel lainya ialam sel yang sama an percakapan yang seang berlangsung

Lebih terperinci

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan N a m a : NIM/Kelas : Waktu Kuliah : Kompetensi Dasar dan Indikator: 1. Memahami pengertian faktor dan kelipatan bilangan bulat. a) Menuliskan denisi faktor suatu

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2009 Matematika

UN SMA IPA 2009 Matematika UN SMA IPA 009 Matematika Koe Soal P88 Doc. Name: UNSMAIPA009MATP88 Doc. Version : 0-0 halaman 0. Perhatikan premis-premis berikut ini : :Jika Ai muri rajin maka Ai muri panai :Jika Ai muri panai maka

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN KDV DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANH

PENENTUAN SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN KDV DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANH Jurnal Matematika UNND Vol. 5 No. 4 Hal. 54 61 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIP UNND PENENTUN SOLUSI SOLITON PD PERSMN KDV DENGN MENGGUNKN METODE TNH SILVI ROSIT, MHDHIVN SYFWN, DMI NZR Program

Lebih terperinci

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK METOE MATRIK APIKASI METOE MATRIK UNTUK ANAISA STRUKTUR BAOK PENGERTIAN UMUM Metoe matrik aalah suatu pemikiran baru paa analisa struktur, yang berkembang bersamaan engan populernya penggunaan computer

Lebih terperinci

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM:

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & KESEIMBANGAN PASAR NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: 115030207113012 FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & EKUILIBRIUM PASAR Fungsi Permintaan Pasar Fungsi permintaan pasar untuk

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika PERSAMAAN DIFFERENSIAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Disusun oleh: Aurey Devina B 1211041005 Irul Mauliia 1211041007 Anhy Ramahan 1211041021 Azhar Fuai P 1211041025 Murni Mariatus

Lebih terperinci

KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang

KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL Dita Anies Munawwaroh Sutrisno Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl Prof H Soearto SH Tembalang Semarang itaaniesm@gmailcom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok II, Teknik Elektro, Unhas

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok II, Teknik Elektro, Unhas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika asar II merupakan matakuliah lanjutan ari matematika asar I yang telah ipelajari paa semester sebelumnya. Matematika asar II juga merupakan matakuliah pengantar

Lebih terperinci

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL ===

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL === TKNIK IITL === PRNNN RNKIN KOMINSIONL === Rangkaian logika atau igital apat ibagi menjai 2 bagian yaitu:. Rangkaian Kombinasional, aalah suatu rangkaian logika yang keaaan keluarannya hanya ipengaruhi

Lebih terperinci

MAKALAH TURUNAN. Disusun oleh: Agusman Bahri A1C Dosen Pengampu: Dra. Irma Suryani, M.Pd

MAKALAH TURUNAN. Disusun oleh: Agusman Bahri A1C Dosen Pengampu: Dra. Irma Suryani, M.Pd MAKALAH TURUNAN Disusun ole: Agusman Bari A1C214027 Dosen Pengampu: Dra. Irma Suryani, M.P PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2015 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat.

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat. E 3 E 1 -σ 3 σ 3 σ 1 1 a Namakan keping paling atas aalah keping A, keping keua ari atas aalah keping B, keping ketiga ari atas aalah keping C an keping paling bawah aalah keping D E 2 muatan bawah keping

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

3. Kegiatan Belajar Medan listrik

3. Kegiatan Belajar Medan listrik 3. Kegiatan Belajar Mean listrik a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar 3, iharapkan Ana apat: Menjelaskan hubungan antara kuat mean listrik i suatu titik, gaya interaksi,

Lebih terperinci

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN Oleh. Nikenasih B 1.1 SIFAT HABIS DIBAGI PADA BILANGAN BULAT Untuk dapat memahami sifat habis dibagi pada bilangan bulat, sebelumnya perhatikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sejak tiga abad yang lalu, pakar-pakar matematika telah menghabiskan banyak waktu untuk mengeksplorasi dunia bilangan prima. Banyak sifat unik dari bilangan prima yang menakjubkan.

Lebih terperinci

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi Hukum oulomb a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar, iharapkan ana apat: - menjelaskan hubungan antara gaya interaksi ua muatan listrik, besar muatan-muatan, an jarak pisah

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

Praktikum Total Quality Management

Praktikum Total Quality Management Moul ke: 09 Dr. Fakultas Praktikum Total Quality Management Aries Susanty, ST. MT Program Stui Acceptance Sampling Abstract Memberikan pemahaman tentang rencana penerimaan sampel, baik satu tingkat atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sebelum kita membahas mengenai uji primalitas, terlebih dahulu kita bicarakan beberapa definisi yang diperlukan serta beberapa teorema dan sifat-sifat yang penting dalam teori bilangan

Lebih terperinci

KULIAH- 3 ELASTISITAS (Quantitative Demand Analysis)

KULIAH- 3 ELASTISITAS (Quantitative Demand Analysis) 1 KULIAH- 3 ELASTISITAS (Quantitative Deman Analysis) Telah kita pelajari bahwa permintaan suatu barang (eman) (Q ) : ipengaruhi oleh : Harga P, Harga barang substitusi/komplementer = P y, Income ari konsumen

Lebih terperinci

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN 1 EKSPLORASI BILANGAN Fokus eksplorasi bilangan ini adalah mencari pola dari masalah yang disajikan. Mencari pola merupakan bagian penting dari pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON 1 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo June 11, 2012 Metoda Faktorisasi Fermat (1643) Biasanya pemfaktoran n melalui tester, yaitu faktor

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH

SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH JAHARUDDIN Departemen Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Raya

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ Chintari Nurul Hananti 1 Khozin Mu tamar 2 12 Program Stui S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika an

Lebih terperinci

BAB V BILANGAN BULAT

BAB V BILANGAN BULAT BAB V BILANGAN BULAT PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibicarakan sistem bilangan bulat, yang akan dimulai dengan memperluas sistem bilangan cacah dengan menggunakan sifat-sifat baru tanpa menghilangkan

Lebih terperinci

SYARAT CUKUP UNTUK OPTIMALITAS MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER

SYARAT CUKUP UNTUK OPTIMALITAS MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 63 7 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SYARAT CUKUP UNTUK OPTIMALITAS MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER SUCI FRATAMA SARI Program Stui Matematika,

Lebih terperinci

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB ISSN: 1693-6930 17 DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB Kartika Firausy, Yusron Saui, Tole Sutikno Program Stui Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Inustri, Universitas Ahma Dahlan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BB III PROSES PERNCNGN DN PERHITUNGN 3.1 Diagram alir penelitian MULI material ie an material aluminium yang iekstrusi Perancangan ie Proses pembuatan ie : 1. Pemotongan bahan 2. Pembuatan lubang port

Lebih terperinci

Bagian 3 Differensiasi

Bagian 3 Differensiasi Bagian Differensiasi Bagian Differensiasi berisi materi tentang penerapan konsep limit untuk mengitung turunan an berbagai teknik ifferensial. Paa penerapan konsep limit, Ana akan iperkenalkan engan konsep

Lebih terperinci

PANJANG PENYALURAN TULANGAN

PANJANG PENYALURAN TULANGAN 131 6 PANJANG PENYALURAN TULANGAN Penyauran gaya seara sempurna ari baja tuangan ke beton yang aa i sekeiingnya merupakan syarat yang muthak harus ipenuhi agar beton bertuang apat berfungsi engan baik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima BAB II KETERBAGIAN 2.1 Pendahuluan Pada pertemuan minggu ke-3, dan 4 ini dibahas konsep keterbagian, algoritma pembagian dan bilangan prima pada bilangan bulat. Relasi keterbagian pada himpunan semua bilangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Musik dan matematika berkaitan satu sama lain secara kompleks. Matematika

BAB 2 LANDASAN TEORI. Musik dan matematika berkaitan satu sama lain secara kompleks. Matematika BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kaitan Matematika Dengan Musik Musik dan matematika berkaitan satu sama lain secara kompleks. Matematika memiliki beberapa persamaan dengan musik, Sedikit orang yang berbakat untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MEDAN LISTRIK TERHADAP TINGKAT PENGUAPAN AIR

ANALISIS PENGARUH MEDAN LISTRIK TERHADAP TINGKAT PENGUAPAN AIR J. Sains MIPA, Agustus 8, Vol. 14, No., Hal.: 17-113 ISSN 1978-1873 ANALISIS PENGARUH MEDAN LISTRIK TERHADAP TINGKAT PENGUAPAN AIR Roniyus Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Banar Lampung 35145 Inonesia

Lebih terperinci

IV. ANALISA RANCANGAN

IV. ANALISA RANCANGAN IV. ANALISA RANCANGAN A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah irancang suatu perontok pai yang mempunyai bentuk an konstruksi seerhana an igerakkan engan menggunakan tenaga manusia. Secara

Lebih terperinci

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Raio an Suut..(Jiyo) PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA J i y o Peneliti iang Ionosfer an Telekomunikasi, LAPAN ASTRACT In this

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis Stabilitas Lereng Analisis Stabilitas Lereng Lereng Slope Stability Dr.Eng.. Agus Setyo Muntohar, S.T.,M.Eng.Sc. Faktor Keamanan (Factor of Safety) Faktor aman (FS): nilai baning antara gaya yang menahan an gaya yang menggerakkan.

Lebih terperinci

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

Keterbagian Pada Bilangan Bulat Latest Update: March 8, 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 1): Keterbagian Pada Bilangan Bulat Muhamad Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Lebih terperinci

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201 akultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 20 PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahma Jalaluin )

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 DAN 3,3 Zul Hariansyah Hutasuhut, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

PEMODELAN Deskripsi Masalah

PEMODELAN Deskripsi Masalah PEMODELAN Deskripsi Masalah Sebelum membuat penjawalan perkuliahan perlu iketahui semua mata kuliah yang itawarkan, osen yang mengajar, peserta perkuliahan, bobot sks an spesifikasi ruang yang iperlukan.

Lebih terperinci

Metode Nonparametrik untuk Menaksir Koefisien Korelasi Parsial

Metode Nonparametrik untuk Menaksir Koefisien Korelasi Parsial Prosiing Statistika ISSN 46-6456 Metoe Nonparametrik untuk Menaksir Koeisien Korelasi Parsial 1 Silmi Kaah, Anneke Iswani Ahma, 3 Lisnur Wachiah 1,,3 Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Banung,

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Tujuan instruktusional khusus : Diharapkan mahasiswa apat memahami konsep iferensial an memanfaatkannya alam melakukan analisis bisnis an ekonomi yang berkaitan engan masalah

Lebih terperinci

BAB VI BILANGAN REAL

BAB VI BILANGAN REAL BAB VI BILANGAN REAL PENDAHULUAN Perluasan dari bilangan cacah ke bilangan bulat telah dibicarakan. Dalam himpunan bilangan bulat, pembagian tidak selalu mempunyai penyelesaian, misalkan 3 : 11. Timbul

Lebih terperinci

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat *

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat * Jurnal Matematika Murni an Terapan εpsilon ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY TERHADAP EFEK PERPINDAHAN PREDASI PADA SPESIES PREY YANG BERJUMLAH BESAR DENGAN ADANYA PERTAHANAN KELOMPOK Mursyiah Pratiwi, Yuni

Lebih terperinci