METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat kontrol fertilitas karena CPA menggunakan ata sensus. Peneliti mengambil ata ari Survei Demografi an Kesehatan Inonesia tahun Paa tesis ini, kohor perkawinan yang igunakan ialah sekelompok wanita yang berusia tahun paa saat menikah an telah menikah selama tahun. Kohor kelahiran yang igunakan ialah sekelompok wanita yang telah melahirkan anak 1, 2, 3,,9. Langkah-Langkah Penelitian 1. Mengkaji Moel CPA secara matematis an non matematis. 2. Membuat tabel sebaran pariti penuuk Inonesia. 3. Membuat iagram alur sebaran pariti penuuk Inonesia. 4. Mengaplikasikan Moel CPA ke ata SDKI Menganalisa Moel CPA paa penuuk Inonesia.

2 MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) Definisi Moel CPA (Cohort Parity Analysis ) Moel CPA telah ikembangkan oleh Davi et al. (1988) sebagai suatu metoe tiak langsung untuk mengukur kontrol fertilitas yang iasari sebaran pariti. Kontrol fertilitas menurut CPA ialah sejumlah tingkah laku paa populasi target yang menyebabkan angka kelahiran menurut paritas tersebut berbea ari populasi moel. Proporsi wanita yang telah mempunyai anak ke-i melakukan kontrol fertilitas paa pariti ke-i ilambangkan engan. Notasi b(i) aalah proporsi wanita yang memulai kontrol paa pariti ke-i terhaap wanita yang mempunyai i anak engan syarat keua kelompok wanita tersebut tiak pernah melakukan kontrol sebelumnya. Hubungan an b(i) apat itunjukkan sebagai berikut 0 = b(0) 0 (4) Karena b(0) aalah proporsi yang memulai kontrol fertilitas paa pariti 0 an 0 (=1) aalah proporsi wanita yang tiak mempunyai anak atau lebih ari populasi moel, maka proporsi wanita yang tiak memulai kontrol fertilitas paa pariti ke-i ialah (1-b(0)) 0. Rasio pariti progres aalah 1 / 0. Oleh karena itu proporsi wanita yang mencapai pariti ke-1 ialah (1-b(0)) 1. Proporsi wanita yang memulai kontrol paa pariti ke-1 hanyalah perkalian proporsi yang mencapai pariti ke-1 tanpa kontrol sebelumnya, an proporsi yang mulai kontrol paa pariti ke-1, sehingga (5) Ulangi proses ini, maka akan iapati 1 (6) Sebaran pariti yang igunakan paa CPA ialah sebaran pariti ari populasi target an sebaran pariti paa populasi moel. CPA iasari penggunaan ua rasio pariti progres, yaitu:

3 1. Rasio pariti progres paa populasi target: 2. Rasio pariti progres paa populasi moel: Rasio pariti progres paa populasi moel ekuivalen engan rasio m(j) terhaap M( j). Hal ini apat itunjukkan engan (7) (8) atau 1 (9) Moel CPA Moel CPA apat igambarkan alam bentuk tabel pariti progres multi state, terbagi alam 3 state, yaitu: 1. Bukan pengontrol. 2. Pengontrol yang potensial. 3. Pengontrol sebenarnya. Bukan Pengontrol Bukan Pengontrol yaitu proporsi wanita yang tiak pernah melakukan kontrol fertilitas sejak pertama kali menikah. State bukan pengontrol ipisahkan, maksunya tiak apat itukarkan engan ua state lainnya. Populasi yang memulai kontrol paa pariti ke-i ilambangkan engan b(i), an populasi yang tiak memulai kontrol paa pariti i ilambangkan engan 1- b(i). Notasi X(i) aalah proporsi populasi yang tiak melakukan kontrol fertilitas i bawah pariti i. Proporsi populasi yang tiak pernah kontrol paa pariti i apat icari engan X(0)=b(0). X(1)=1-b(0). X(2)=(1-b(0))(1-b(1)). Ulangi terus, maka proporsi wanita yang tiak pernah kontrol paa pariti i ialah X(i)= 1 (10)

4 State bukan pengontrol sampai ke pariti apat itentukan engan memasukkan ke persamaan (7), sebuah persamaan untuk proporsi populasi target yang iteliti paa pariti an i atasnya. Menurut asumsi 1 proporsi populasi target paa pariti tersebut aalah atau = 1 (11) = 1 (12) Proporsi yang tiak melakukan kontrol fertilitas apapun i bawah pariti aalah Pengontrol Potensial. (13) Pengontrol potensial yaitu proporsi seseorang menggunakan kontrol fertilitas setelah punya anak ke-i. Pengontrol potensial merupakan peluang kejaian bersyarat, maksunya setelah mempunyai anak ke-i, orang tersebut baru mulai melakukan kontrol fertilitas. Suatu transisi antar state (a) (b) isebut permulaan kontrol. Proporsi pengontrol yang potensial paa pariti i ilambangkan engan p(i). Selanjutnya koefisien engan menggunakan persamaan (4), (6), an (11) itunjukkan sebagai p(i). p(0) = b(0). p(1) = b(1)(1 b(0)). p(2) = b(2)(1-b(0))(1-b(1)). Ulangi proses ini, maka akan iapati p(i)=b(i) 1. (14) Masukkan nilai ke persamaan (7), iperoleh (15) Jumlah ari koefisien paa persamaan (5), (7), an (12) sama engan satu, maka akan iapatkan persamaan berikut ini: b(0) (16)

5 Hal ini merupakan situasi imana seluruh pasangan yang tiak pernah mengontrol fertilitas mempunyai anak atau lebih. Karena koefisien ituliskan sebagai p(i), maka persamaan (16) menjai: p(0) + + = 1 = 1 1 (17) igunakan i sini untuk menunjukkan proporsi pengontrol yang potensial, atau 1 (18) Pengontrol sebenarnya Pengontrol sebenarnya ialah peluang wanita mempunyai anak ke-i an menggunakan kontrol fertilitas. State pengontrol sebenarnya aalah state penyerap. Proporsi wanita yang pernah mengontrol fertilitas secara efektif paa urasi perkawinan ilambangkan engan, itulis Berasarkan persamaan (3) an (7) akan iperoleh (19) Batas Bawah an batas Atas Menurut Davi an Sanerson (1988) metoologi CPA apat menentukan keefisienan batas bawah an batas atas paa proposi wanita kawin yang pernah mengontrol fertilitas mereka secara kontinu. Batas bawah an batas atas merupakan selang kepercayaan ari pengontrol sebenarnya.

6 Batas Bawah Batas bawah ialah taksiran tertinggi yang tiak pernah melebihi proporsi kontrol yang sebenarnya, seangkan batas atas ialah taksiran terenah yang tiak pernah melebihi proporsi kontrol yang sebenarnya (Davi an Sanerson 1988). CPA bukan saja menyeiakan batas atas an bawah proporsi wanita yang pernah mengontrol kesuburan mereka paa sebuah usia saat kawin yang iberikan an urasi perkawinan, tetapi juga membangkitkan batas atas an bawah paa tingkat pariti progres pengontrol. Keua strategi ini merupakan suatu contoh yang tepat untuk merujuk ua bentuk kontrol fertilitas yang berlawanan yang apat iteliti paa kelompok pasangan. Paa perfect stopping, pengontrol tiak pernah punya anak setelah mereka memulai kontrol fertilitas. Seangkan paa pure spacing, mereka akan bertambah anak setelah memulai kontrol fertilitas kecuali yang tetap paa pariti 0. Batas bawah ibangkitkan oleh strategi kontrol fertilitas perfect stopping. perfect stopping maksunya populasi yang memulai kontrol paa pariti tertentu maka populasi tersebut akan tetap paa pariti tersebut, tiak berpinah ke pariti selanjutnya. Contoh : Jika suatu pasangan memulai kontrol fertilitas paa pariti ke-2 maka mereka akan tetap paa pariti tersebut. Berasarkan perfect stopping tiak aa pengontrol yang maju ari pariti satu ke lainnya. Hal ini berakibat tingkat pariti progres pengontrol aalah 0. Paa perfect stopping b(i) itunjukkan sebagai: 1 (20) Lambang L paa b(i) menunjukkan bahwa b(i) ihubungkan engan batas bawah taksiran proporsi pengontrol. Seangkan p(i) paa perfect stopping inyatakan sebagai:, 0 1 (21) Selain menggunakan rumus i atas batas bawah apat juga itentukan engan menurunkan persamaan (1) an (10). 0 1 (22)

7 Sebagai ilustrasi, iagram alir batas bawah iapat ari penurunan iagram alir paa Gambar 1. Diagram alir batas bawah apat ibuat engan cara: 1. Paa puncak iagram iisi engan 100, yang berarti aa 100% populasi target. 2. Paa Gambar 1, M(3) = T(3) karena menurut asumsi 1 tiak aa pasangan yang mulai kontrol paa pariti 3 atau i atasnya. Selanjutnya T(2) = M(2)+lingkaran a+lingkaran f, an T(1) = M(1)+ lingkaran b. Karena T(1) an T(2) iteliti maka nilai maksimum yang mungkin ari M(1) an M(2) aalah T(1) an T(2). Hal ini apat terjai ketika presentase i lingkaran a, b, an f aalah 0. Isilah oval engan M(1)=89%, oval h engan M(2) = 70%, an oval k engan M(3) = 20%. Kemuian isi lingkaran a, b, an f engan Populasi moel igunakan untuk menentukan populasi yang tiak mengontrol paa kotak anak? engan rumus x M(i) Kotak anak? yang pertama isi engan angka 97, kotak anak? keua engan 83, an kotak anak? ketiga engan Populasi yang tiak mengontrol an tiak mempunyai anak i, m(i), paa lingkaran e: 97-89=8, lingkaran i: = 13, lingkaran l: = Populasi yang pernah mengontrol paa kotak anak? yang pertama: = 3, kotak anak? keua: = 6, an kotak anak? ketiga: = Yang terakhir engan mengisi lingkaran c, lingkaran g, an lingkaran j engan menggunakan persamaan (22) = 11 8 = = = = = 2

8 Gambar 3 Diagram alir batas bawah Paa Gambar 3 i atas, apat ilihat tingkah laku perfect stopping yaitu semua pasangan yang memulai kontrol fertilitas paa pariti tertentu akan tetap paa pariti tersebut an tiak pinah ke pariti lainnya. Proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa pariti ke-0 an tetap paa pariti tersebut sebanyak 3%. Proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa paa pariti ke-1 an tetap paa pariti ke-1 sebanyak 6%. Proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa pariti ke-2 an tetap paa pariti ke-2 sebanyak 20%. Taksiran batas bawah ihasilkan engan menjumlahkan proporsi wanita yang bertingkah laku perfect stopping paa setiap pariti. Taksiran batas bawah ari iagram alir paa gambar i atas ialah 29%. Taksiran batas bawah juga apat ihitung engan menggunakan persamaan (19) an (21). Hal ini apat ilihat paa Tabel 1 i bawah ini.

9 Tabel 1 Nilai batas bawah ari contoh simulasi Pariti (i) (i) ) = Jai engan menggunakan persamaan (19 ) an (21 ) iapatkan batas bawah ari proporsi wanita yang pernah mengontrol ialah Batas Atas Batas atas ibangkitkan oleh strategi kontrol fertilitas pure spacing. Paa pure spacing semua kontrol fertilitas imulai paa pariti 0. Dalam kasus ini semua pengontrol, kecuali yang tetap paa pariti 0, memulai kontrol paa sebuah pariti yang lebih renah aripaa lainnya. Lambang U paa b(i) an p(i) menunjukkan bahwa nilai b(i) an p(i) ihubungkan engan batas atas paa proporsi pengontrol. 0 1, an 0, 1 (23) menghasilkan batas bawah proporsi pengontrol paa urasi perkawinanan. Aapun rumus untuk mencari proporsi wanita yang mempunyai anak i yang memulai kontrol ari pariti ke-0 sampai pariti ke-i apat iturunkan ari persamaan (22), yaitu 0 1 (24) Sebagai ilustrasi apat ilihat paa Gambar 4 i bawah ini yang iturunkan ari Gambar 1. Langkah-langkah untuk membuat iagram alir batas bawah yaitu: 1. Populasi yang tiak mengontrol apat itentukan engan menggunakan angka pariti progres ari populasi moel. Terlebih ahulu tentukan populasi yang mencapai pariti ke-3 tanpa kontrol sebelumnya. Menurut asumsi 1 tiak aa

10 yang memulai kontrol paa pariti ke-3, maka M(3)=T(3)=20. Kemuian tentukan populasi yang tiak mengontrol paa kotak anak? keua engan menggunakan rumus: M(3) x = 20 x =50. Untuk mengisi kotak anak? selanjutnya, terlebih ahulu tentukan populasi yang mengontrol. Berasarkan pengertian pure spacing, semua pengontrol memulai kontrol paa pariti ke-0, maka kotak anak? yang mengontrol yang ketiga an keua aalah 0, an lingkaran f, g, j aalah 0. Oleh karena itu M(2)=50, maka populasi yang tiak mengontrol paa kotak anak? keua apat itentukan engan cara: M(2) x = 50 x =58,97=59. Karena lingkaran f an g aalah 0, maka M(1)=59. Kotak anak? pertama: M(1) x =59 x = Tentukan populasi yang tiak mengontrol an memiliki anak i, lingkaran e = = 5, lingkaran i = = 9, an lingkaran l = = Tentukan proporsi populasi yang pernah mengontrol paa pariti 0 engan cara: = Tentukan proporsi populasi yang memulai kontrol sebelum punya anak paa pure spacing engan rumus : Isilah lingkaran a, lingkaran b an lingkaran c - Lingkaran a = 20 - Lingkaran b = 10 - Lingkaran c = 6

11 Gambar 4 Diagram alir batas atas Paa Gambar 4 apat ilihat bahwa tingkah laku pure spacing ihasilkan jika semua kontrol fertilitas yang efektif imulai paa saat belum punya anak. Batas atas yang ihasilkan oleh setiap pariti ialah 6% paa pariti ke-0, 10% paa pariti ke-1 an 20% paa pariti ke-2. Batas atas paa populasi yang iteliti ialah 36%. Dengan menggunakan persamaan (19) an (23) apat itentukan batas atas, yaitu: T( k) pu (0) = 1 N ( k ) 20 p u (0) = 1 31 an maka p () 0 u i = i i k

12 0.36 x Hal ini menunjukkan batas atas ialah 36%. Batas atas an batas bawah paa setiap pariti bukan hanya taksiran yang ihasilkan alam CPA, tapi juga apat apat igunakan untuk menginformasikan aspek-aspek lainnya secara kuantitatif ari bentuk kontrol fertilitas, an apat menggambarkan kesimpulan tentang tingkah laku yang ibangun. Rumus Pengontrol Sebenarnya engan Memperhatikan Perfect Stopping an Pure Spacing Untuk selanjutnya akan icari proporsi pengontrol sebenarnya engan memperhatikan tingkah laku perfect stopping an pure spacing. Asumsi bahwa sebuah sebaran target pariti untuk urasi perkawinan yang telah ibangkitkan oleh tingkah laku pure spacing. Berasarkan persamaan (9) = + 1 (25) engan = Proporsi populasi selama urasi perkawinan wanita yang telah memiliki i anak atau lebih yang telah ilahirkan paa urasi tersebut, asumsi pure spacing. (26) Batas atas pengontrol tingkat pariti progres ari parit i ke pariti i+1 oleh itunjukkan sebagai r () i = T( i+ 1) T( k ) N ( 1) ( 1) ( ) i+ N i+ N k N () i T() i T( k) N() i N( k) (27)

13 Notasi aalah nilai maksimum yang mungkin icapai paa rasio pariti progres pengontrol. Asumsi bahwa nilai sebenarnya ari tingkat pariti progres pengontrol. (28) Diasumsikan bahwa tingkat pariti progres sebenarnya aalah proporsional untuk nilai maksimumnya, engan g konstan ari proposionalnya. Ketika g sama engan nol seluruh tingkat pariti progres pengontrol aalah nol an menghasilkan perfect stopping yang menghasilkan sebuah batas bawah paa proporsi yang pernah kontrol. Ketika g sama engan 1 seluruh tingkat pariti progres aalah nilai maksimumnya an menghasilkan pure spacing yang menghasilkan batas atas proporsi yang pernah mengontrol. Dalam menentukan p(i), pertama kali tulis sebuah persamaan umum untuk 1 : (29) 1 = proporsi populasi target yang tiak akan memulai kontrol paa pariti i atau i bawahnya. Karena populasi ini berkelakuan seperti populasi moel paa pariti (i+1) maka populasi tersebut ikalikan engan N(i+1) untuk menentukan wanita yang memiliki i+1 anak atau lebih. Bentuk keua paa sisi kanan paa persamaan i atas merujuk sebagai pengontrol, p(i) apat iturunkan secara rekursif ari persamaan P(0)= an (30) P(i) =, 1 1 (31) Persamaan (27), (28), (29), (30), an (30) apat igunakan untuk menentukan proporsi wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas. Sebagai contoh apat kita gunakan ata sebaran pariti populasi an sebaran pariti populasi moel. Tabel 2 Penghitungan pengontrol sebenarnya Pariti (i) p(i) (i)

14 ) = Proporsi wanita yang pernah mengontrol ialah

15 APLIKASI MODEL CPA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA Sumber Data Data penuuk Inonesia iperoleh ari BKKBN hasil SDKI (Survei Demografi an Kesehatan Inonesia) tahun Data penuuk Inonesia yang igunakan ialah ata kelompok wanita yang menikah paa usia an lamanya pernikahan tahun. Kelompok wanita tersebut menikah sekitar tahun Mereka berumur sekitar tahun ketika survei ilakukan. Peneliti mengambil kelompok wanita yang telah menikah selama tahun karena mereka telah sampai paa akhir masa reprouksi sehingga tingkat keefektifan kontrol fertilitas mereka telah stabil. Dari yang ijaikan sampel paa ata SDKI, yang telah menikah paa usia tahun an lamanya pernikahan tahun hanya aa 340 responen. Untuk lebih jelasnya, sebaran pariti ari populasi target ijabarkan paa Tabel 3 tentang populasi target wanita yang telah menikah paa usia tahun an lama pernikahan tahun. Tabel 3 Sebaran pariti populasi target penuuk Inonesia pariti c(i) m(i) t(i) Kelompok wanita yang terbanyak ialah kelompok wanita yang mempunyai anak 3, yaitu sekitar % ari seluruh responen. Variasi ari nilai g menunjukkan beberapa tingkah laku ari pengontrol fertilitas. Jika g = 0 maka akan menggambarkan tingkah laku perfect stopping.

16 Jika g = 1 maka akan menggambarkan tingkah laku pure spacing. Jika nilai g paa interval terbuka (0,1) maka menggambarkan perkembangan tingkah laku pengontrol fertilitas paa suatu tahap ke tahap berikutnya. Paa penelitian ini, peneliti mengambil nilai g = 0.5 karena rasio pariti progres pengontrol aalah setengah ari nilai maksimum yang mungkin (Davi an Sanerson 1990). Dengan keterbatasan ata an waktu, peneliti menggunakan nilai g = 0.5 hanya untuk menunjukkan tingkah laku pengontrol fertilitas paa kelompok wanita yang telah sempurna masa reprouksinya, yaitu kelompok wanita yang telah menikah selama tahun. Nilai Pariti Tertinggi ( ) Nilai pariti tertinggi iperlukan untuk membatasi pariti alam melakukan kontrol fertilitas yang efektif. Paa penelitian ini, peneliti mengambil beberapa nilai untuk mengetahui tingkat keefektifan kontrol fertilitas. Nilai penghenti pariti, = 10 Urutan anak lahir hiup tertinggi yang imiliki oleh responen yang tiak melakukan kontrol fertilitas aalah urutan anak ke-10. Peneliti mencoba untuk menentukan tingkat kontrol fertilitas yang efektif jika = 10 Sebaran pariti berikutnya yang iperlukan ialah sebaran pariti ari populasi moel. Sebaran pariti populasi moel iturunkan ari Tabel 3 engan menggunakan persamaan (10)

17 Proporsi KB m(i) 1,18 5,29 2,94 4,12 2,06 1,47 1,76 1,18 0,59 0,59 M(i) ,2 55,5 34,7 20,8 12,9 7,94 4,71 2,35 1,47 1,18 N(i) ,8 90,2 83,1 69,4 59,9 50,5 36,7 24,5 17,5 11,6 Gambar 5 Sebaran pariti populasi moel engan = 10 Paa Gambar 5 apat ilihat proporsi wanita yang mencapai pariti 1 tanpa kontrol fertilitas sebelumnya sebanyak 98.2% (M(i)) an mempunyai satu anak sebanyak 5.29% (m(i)) seangkan proporsi wanita yang memiliki 1 anak atau lebih ari populasi moel sebanyak 98.8% ( N () i ). Proporsi wanita yang tiak pernah mengontrol fertilitas sampai pariti apat iperoleh engan menggunakan persamaan (13), = 0.1 Selanjutnya menentukan nilai yang merupakan perbaningan pengontrol pariti progres ari pariti i ke pariti berikutnya engan menggunakan persamaan (25). Nilai sebenarnya ari angka pariti progres pengontrol ( iperoleh engan mengalikan (i) engan g, alam hal ini nilai g yang iambil ialah 0.5. Persamaan (28) an (29) igunakan untuk menentukan pengontrol potensial, seangkan persamaan (19) untuk menentukan proporsi pengontrol sebenarnya. Berasarkan penghitungan proporsi kelompok wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas aalah 72.4% seperti yang isajikan paa Lampiran 4.

18 Nilai penghenti pariti, = 7 Nilai pariti tiak boleh lebih ari 80% populasi moel (Davi an Sanerson 1988). Berasarkan penapat tersebut, peneliti mencoba mengambil nilai penghenti pariti, k = 7. Tabel 4 Sebaran pariti populasi target engan = 7 Pariti c(i) m(i) t(i) Paa Tabel 4 i atas apat ilihat bahwa kelompok wanita yang terbanyak aalah kelompok wanita yang memiliki 3 anak sebanyak 26.76% ari responen. Aapun sebaran pariti populasi moel engan = 7 yang iturunkan ari sebaran pariti populasi target i atas sebagai berikut: 120,00 100,00 Proporsi KB 80,00 60,00 40,00 20,00 0, m(i) 1,18 5,29 2,94 4,12 2,06 1,47 1,76 M(i) 100,0 98,24 56,18 36,18 22,65 15,88 12,35 10,00 N(i) 100,0 98,82 90,31 83,52 70,67 62,56 55,90 47,52 Gambar 6 Sebaran pariti populasi moel engan = 7 Paa Gambar 6 apat ilihat bahwa proporsi wanita yang mencapai pariti 3 tanpa kontrol fertilitas sebelumnya sebanyak 36.18% (M (3)) an memiliki anak

19 tiga sebanyak 4.12% (m(3)), seangkan proporsi wanita yang mempunyai tiga anak atau lebih ari moel populasi sebanyak 83.52% ( N (3)). Proporsi kelompok wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas engan penghenti pariti, = 7 aalah 61,7%. Nilai penghenti pariti, = 4 Paa umumnya wanita Inonesia saat ini ingin memiliki sekitar 2-3anak. Berasarkan ini, kami mengambil penghenti pariti, = 4 engan asumsi tiak aa yang melakukan kontrol fertilitas paa anak ke-4 atau i atasnya. Sebaran pariti ari populasi target jika = 4 apat ilihat paa tabel i bawah ini: Tabel 5 Sebaran pariti populasi target = 4 Pariti c(i) m(i) t(i) Kelompok wanita yang paling banyak yaitu kelompok wanita yang memiliki anak 4 atau lebih, yaitu 44.71%. Sebaran pariti populasi target apat juga itunjukkan engan menggunakan iagram alir.

20 Gambar 7 Diagram alir sebaran pariti populasi target k = 4 Sebaran pariti ari populasi moel yang iturunkan ari Tabel 5 apat ijelaskan engan menggunakan iagram batang. Gambar 8 Sebaran pariti populasi moel engan k = 4

21 Paa Gambar 8 apat ilihat bahwa proporsi wanita yang mencapai pariti ke-2 tanpa kontrol fertilitas sebelumnya sebanyak 67.94% (M(2)) an memiliki ua anak sebanyak 2.94% (m(2)), seangkan proporsi wanita yang memiliki ua anak atau lebih ari populasi moel sebanyak 91.67% ( N (2)). Proporsi kelompok wanita yang melakukan kontrol fertilitas apat ilihat paa Lampiran 7. Proporsi kelompok wanita yang melakukan kontrol fertilitas engan penghenti pariti, k = 4 aalah 39.4%. Nilai penghenti pariti, k = 3 Diasumsikan tiak aa pengontrol yang melakukan kontrol fertilitas paa pariti ke-3 an i atasnya. Aapun sebaran pariti ari populasi target aalah: Tabel 6 Sebaran pariti populasi target k = 3 Pariti c(i) m(i) t(i) T () i Untuk lebih jelasnya, sebaran pariti populasi target apat itunjukkan engan menggunakan iagram alir sebagai berikut:

22 Gambar 9 Diagram alir sebaran pariti populasi target k = 3 Untuk memperjelas sebaran pariti populasi moel apat itunjukkan engan iagram alir yang iturunkan ari Gambar 9, yaitu: Gambar 10 Diagram alir Sebaran pariti populasi moel k = 3

23 Paa Gambar 10 apat ilihat proporsi wanita yang tiak pernah kontrol fertilitas sejak kawin sampai pariti ke-3 an mempunyai tiga anak atau lebih sebanyak 71.5%. Berasarkan hasil penghitungan paa Tabel 9, semua pengontrol potensial bernilai positif. Hal ini menunjukkan kelompok wanita engan =3 melakukan kontrol fertilitas secara efektif. Proporsi wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas secara efektif ialah 18.52%. Batas atas an batas bawah Untuk menentukan batas atas an batas bawah, kami menggunakan = 4 an = 3 sebagai contoh. Batas atas Batas atas untuk = 4 Batas atas apat itentukan engan menggunakan persamaan (19) an (22), serta ata sebaran pariti populasi target an sebaran pariti populasi moel = 0.44 an 0, maka x =44 Batas atas untuk = 4 aalah 44%, artinya proporsi wanita yang melakukan kontrol fertilitas secara efektif untuk batas atas sebanyak 44%. Tingkah laku pure spacing apat ilihat paa iagram alir i bawah ini.

24 Gambar 11 Diagram alir batas atas k = 4 Berasarkan Gambar 11 proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa pariti ke-0 an tiak mempunyai anak sebanyak 0.8%. Proporsi wanita yang memulai pariti ke-0 sampai mempunyai anak satu sebanyak 3.4%, sampai mempunyai anak ua sebanyak 17.1% an sampai mempunyai anak tiga sebanyak 22.6%. Proporsi wanita yang masih tergolong efektif berasarkan tingkah laku pure spacing ialah 43.9%. Batas atas untuk k = 3 Jumlah anak yang ieal bagi sebuah keluarga aalah ua, menurut BKKBN. Oleh karena itu peneliti mengambil penghenti pariti, k = 3 engan asumsi tiak aa wanita yang melakukan kontrol fertilitas paa pariti ke-3 atau i atasnya. Batas atas apat ihitung engan menggunakan persamaan (22).

25 T( k) pu (0) = 1 N ( k ) p (0) 1 u = p u (0) = an p () 0 u i = maka k 1 i= 0 su = p() i N () i su= 0.198x su= 19.8 Proporsi wanita berusia ketika menikah an lama perkawinan tahun yang masih tergolong efektif melakukan kontrol fertilitas paa batas atas aalah 19.8%. Diagram alir batas atas apat menggambarkan tingkah laku pure spacing. Diagram alir batas atas apat iturunkan ari iagram alir Gambar 8, yaitu:

26 Gambar 12 Diagram alir batas atas k = 3 Dari Gambar 12, apat ilihat bahwa batas atas iapat ari jumlah batas atas paa setiap pariti, maka c (1) + c (2) + c (3) = = Hal ini u u u tiak berbea engan menggunakan rumus. Berasarkan iagram alir i atas apat ilihat tingkah laku pure spacing paa setiap pariti. Proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa pariti 0 an tiak mempunyai anak sebanyak 0.5%. Proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas paa pariti 0 sampai mempunyai anak satu sebanyak 2.5%, seangkan yang sampai mempunyai anak ua sebanyak 16.8%. Batas bawah Batas bawah untuk k =4 Batas bawah apat ihasilkan ari jumlah proporsi wanita yang bertingkah laku perfect stopping.tingkah laku perfect stopping apat ilihat paa iagram alir i bawah ini yang iturunkan ari Gambar 7.

27 Gambar 13 Diagram alir batas bawah k = 4 Proporsi wanita yang bertingkah laku perfect stopping paa pariti ke-0 sebanyak 0.3%, paa pariti ke-1 sebanyak 0.3%, paa pariti ke-2 sebanyak 15.8% an paa pariti ke-3 sebanyak 22.6%. Batas bawah paa k = 4ialah 39%, artinya proporsi wanita yang masih tergolong efektif melakukan kontrol fertilitas ialah 39%. Batas bawah apat ihitung engan menggunakan persamaan(19), (21) an ata paa Tabel 5. Untuk lebih jelasnya apat kita lihat paa Tabel 7 i bawah ini. Tabel 7 Batas bawah engan 4 Pariti

28 Batas bawah ari kelompok wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas engan =4 ialah 39.4%, artinya proporsi kelompok wanita yang masih tergolong efektif alam melakukan kontrol fertilitas ialah 39,4%. Batas bawah untuk =3 Batas bawah ari kelompok wanita yang pernah melakukan kontrol fertilitas engan pariti tertinggi =3 apat icari engan menggunakan persamaan (19) an (21) serta menggunakan ata sebaran pariti populasi target an sebaran pariti populasi moel. Perhitungan batas bawah apat ilihat paa tabel i bawah ini. Tabel 8 Batas bawah engan 3 Pariti Dari tabel iatas kita apat melihat bahwa banyak wanita yang masih tergolong efektif melakukan kontrol selama tahun masa perkawinan, imana usia mereka ketika menikah sekitar tahun sebanyak 18,4%. Untuk lebih memperjelas batas bawah, apat igunakan iagram alir yang iturunkan ari iagram alir sebaran pariti populasi target paa Gambar 9.

29 Gambar 14 Diagram alir batas bawah untuk k = 3 Batas bawah paa Gambar 14 apat itentukan engan menjumlahkan proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas sebelum punya anak an tetap tiak punya anak, engan proporsi wanita yang memulai kontrol fertilitas sebelum mempunyai anak sampai mempunyai 1anak an 2 anak. c(0) + c(1) + c(2) = = 18.4 l l l Hal ini tiak berbea engan menggunakan persamaan (21) yaitu 18.44%. Dari iagram alur i atas, kita apat melihat tingkah laku perfect stopping paa pariti ke-0 sebanyak 0.3%, paa pariti ke-1 sebanyak 1.3%, an paa pariti ke-2 sebanyak 16.8%. Interpretasi

30 Paa k = 10, apat ilihat bahwa banyaknya wanita yang melakukan kontrol fertilitas sangat tinggi yaitu 72.4%. Ketika pariti penghenti, k =7, banyaknya wanita yang pernah mengontrol fertilitas masih tinggi yaitu 61.7%. Banyaknya wanita berusia an telah menikah selama tahun yang telah melakukan kontrol fertilitas secara efektif ialah 39.47% paa = 4. Kelompok wanita yang masih tergolong efektif alam melakukan kontrol fertilitas sekitar 39.22% sampai 44%. Berasarkan norma BKKBN, yaitu keluarga ieal mempunyai 2 anak maka iasumsikan tiak aa yang melakukan kontrol fertilitas paa = 3 atau i atasnya yang pernah melakukan kontrol fertilitas. Banyaknya kelompok wanita yang melakukan kontrol fertilitas secara efektif sebanyak 18.52%, atau kelompok wanita yang ianggap masih tergolong efektif melakukan kontrol fertilitas sekitar 18.44% sampai 19.77%.

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP 8.. Penahuluan Lubang aalah bukaan paa ining atau asar tangki imana zat cair mengalir melaluinya. Lubang tersebut bisa berbentuk segi empat, segi tiga, ataupun lingkaran.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham BAB II DASAR TEORI Paa bab ini akan ijelaskan asar teori yang igunakan selama pelaksanaan Tugas Akhir ini: saham, analisis funamental, analisis teknis, moving average, oscillator, an metoe Relative Strength

Lebih terperinci

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI ANALISAPERITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammaiyah Palembang Email: nurnilamoemiatie@yahoo.com Abstrak paa

Lebih terperinci

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n Oleh : JOHANES ARIF PURWONO 105 100 00 Pembimbing : Drs. Suhu Wahyui, MSi 131 651 47 ABSTRAK Graph aalah suatu sistem

Lebih terperinci

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINIER PADA ALJABAR MAX-PLUS Bui Cahyono Peniikan Matematika, FSAINSTEK, Universitas Walisongo Semarang bui_oplang@yahoo.com Abstrak Dalam kehiupan sehari-hari seringkali kita menapatkan

Lebih terperinci

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB ISSN: 1693-6930 17 DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB Kartika Firausy, Yusron Saui, Tole Sutikno Program Stui Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Inustri, Universitas Ahma Dahlan

Lebih terperinci

, serta notasi turunan total ρ

, serta notasi turunan total ρ LANDASAN TEORI Lanasan teori ini berasarkan rujukan Jaharuin (4 an Groesen et al (99, berisi penurunan persamaan asar fluia ieal, sarat batas fluia ua lapisan an sistem Hamiltonian Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur Mata Kuliah Koe SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Kombinasi Gaya Tekan an Lentur Pertemuan 9,10,11 Sub Pokok Bahasan : Analisis an Desain Kolom Penek Kolom aalah salah satu komponen struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksu 1.1.1 Memisahkan fraksi butiran seimen paa ukuran (iameter) butir tertentu. 1.1.2 Menentukan nilai koefisien sortasi, skewness an kurtosi baik secara grafis maupun matematis.

Lebih terperinci

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor Perekonomian suatu negara igerakkan oleh pelaku-pelaku kegiatan ekonomi. Pelaku kegiatan ekonomi secara umum ikelompokkan kepaa empat pelaku, yaitu rumah tangga, perusahaan (swasta), pemerintah an ekspor-impor.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI IMPLEMENTSI TEKNIK FETURE MORPHING PD CITR DU DIMENSI Luciana benego an Nico Saputro Jurusan Intisari Pemanfaatan teknologi animasi semakin meluas seiring engan semakin muah an murahnya penggunaan teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI VAKSINASI KONTINU PADA MODEL EPIDEMIK SVIRS

PENGARUH STRATEGI VAKSINASI KONTINU PADA MODEL EPIDEMIK SVIRS SEMIRATA MIPAnet 27 24-26 Agustus 27 UNSRAT, Manao PENGARUH STRATEGI VAKSINASI KONTINU PADA MODEL EPIDEMIK SVIRS TONAAS KABUL WANGKOK YOHANIS MARENTEK Universitas Universal Batam, tonaasmarentek@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Salah satu metoe yang cukup penting alam matematika aalah turunan (iferensial). Sejalan engan perkembangannya aplikasi turunan telah banyak igunakan untuk biang-biang rekayasa

Lebih terperinci

matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Persija Persib baris

matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Persija Persib baris Kolom 1. Pengertian Matriks matriks A. PENGERTIAN MATRIKS Dalam kehiupan sehari-hari an alam matematika, berbagai keterangan seringkali isajikan alam bentuk matriks. Contoh 1: Hasil pertaningan grup I

Lebih terperinci

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc BAB KAPASITOR ontoh 5. Definisi kapasitas Sebuah kapasitor 0,4 imuati oleh baterai volt. Berapa muatan yang tersimpan alam kapasitor itu? Jawab : Kapasitas 0,4 4 0-7 ; bea potensial volt. Muatan alam kapasitor,,

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI SEL

BAB III INTERFERENSI SEL BAB NTEFEENS SEL Kinerja sistem raio seluler sangat ipengaruhi oleh faktor interferensi. Sumber-sumber interferensi apat berasal ari ponsel lainya ialam sel yang sama an percakapan yang seang berlangsung

Lebih terperinci

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A Solusi Tutorial 6 Matematika A Arif Nurwahi ) Pernyataan benar atau salah. a) Salah, sebab ln tiak terefinisi untuk 0. b) Betul. Seerhananya, titik belok apat ikatakan sebagai lokasi perubahan kecekungan.

Lebih terperinci

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201 akultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 20 PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahma Jalaluin )

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN Ruy Setiawan, ST., MT. Sukanto Tejokusuma, Ir., M.Sc. Jenny Purwonegoro, ST. Staf Pengajar Fakultas Staf Pengajar Fakultas Alumni Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton an baja. Kombinasi keuanya membentuk suatu elemen struktur imana ua macam komponen saling bekerjasama alam menahan beban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fertilitas

TINJAUAN PUSTAKA. Fertilitas TINJAUAN PUSTAKA Fertilitas Fertilitas dalam pengertian demografi adalah kemampuan riil seorang atau sekelompok wanita untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam banyaknya bayi yang dilahirkan hidup (Burhan

Lebih terperinci

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi Hukum oulomb a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar, iharapkan ana apat: - menjelaskan hubungan antara gaya interaksi ua muatan listrik, besar muatan-muatan, an jarak pisah

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Multi-criteria Decision Aid dalam Proses Pemilihan Supplier

Penggunaan Metode Multi-criteria Decision Aid dalam Proses Pemilihan Supplier Performa (24) Vol. 3, No.2: 62-7 Penggunaan Metoe Multi-criteria Decision Ai alam Proses Pemilihan Supplier Inra Cahyai Jurusan Teknik an Manajemen Inustri, Universitas Trunojoyo Maura Abstract Noways,

Lebih terperinci

Praktikum Total Quality Management

Praktikum Total Quality Management Moul ke: 09 Dr. Fakultas Praktikum Total Quality Management Aries Susanty, ST. MT Program Stui Acceptance Sampling Abstract Memberikan pemahaman tentang rencana penerimaan sampel, baik satu tingkat atau

Lebih terperinci

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU Davi S. V. L Bangguna 1) 1) Staff Pengajar Program Stui Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sintuwu

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC BAB ANAL DAN MNMA RAK EGANGAN DAN ARU DC. Penahuluan ampai saat ini, penelitian mengenai riak sisi DC paa inverter PWM lima-fasa paa ggl beban sinusoial belum pernah ilakukan. Analisis yang ilakukan terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah Tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah Tempat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Loasi an Watu Penelitian 3.1.1 Loasi penelitian Loasi yang ijaian tempat alam penelitian ini aalah Tempat Pelelangan Ian (TPI) Kota Gorontalo. 3.1. Watu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat.

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat. E 3 E 1 -σ 3 σ 3 σ 1 1 a Namakan keping paling atas aalah keping A, keping keua ari atas aalah keping B, keping ketiga ari atas aalah keping C an keping paling bawah aalah keping D E 2 muatan bawah keping

Lebih terperinci

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM:

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & KESEIMBANGAN PASAR NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: 115030207113012 FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & EKUILIBRIUM PASAR Fungsi Permintaan Pasar Fungsi permintaan pasar untuk

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Tujuan instruktusional khusus : Diharapkan mahasiswa apat memahami konsep iferensial an memanfaatkannya alam melakukan analisis bisnis an ekonomi yang berkaitan engan masalah

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC)

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 Perbaikan Kualitas Arus Output paa Buck-Boost Inverter yang Terhubung Gri engan Menggunakan Metoe Fee-Forwar Compensation (FFC) Faraisyah Nugrahani, Deet

Lebih terperinci

Metode Nonparametrik untuk Menaksir Koefisien Korelasi Parsial

Metode Nonparametrik untuk Menaksir Koefisien Korelasi Parsial Prosiing Statistika ISSN 46-6456 Metoe Nonparametrik untuk Menaksir Koeisien Korelasi Parsial 1 Silmi Kaah, Anneke Iswani Ahma, 3 Lisnur Wachiah 1,,3 Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Banung,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENULANGAN LENTUR DAN GESER BALOK PERSEGI MENURUT SNI 03-847-00 Slamet Wioo Staf Pengajar Peniikan Teknik Sipil an Perenanaan FT UNY Balok merupakan elemen struktur yang menanggung beban layan

Lebih terperinci

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (13 ISSN: 337-3539 (31-971 Print B-11 Respon Getaran Lateral an Torsional Paa Poros Vertical-Axis Turbine (VAT engan Pemoelan Massa Tergumpal Ahma Aminuin, Yerri Susatio,

Lebih terperinci

PEMODELAN PENJADWALAN LINIER DENGAN ALOKASI SUMBER DAYA MANUSIA PADA PROYEK PERUMAHAN. Hedwig A Tan 1, Ratna S Alifen 2

PEMODELAN PENJADWALAN LINIER DENGAN ALOKASI SUMBER DAYA MANUSIA PADA PROYEK PERUMAHAN. Hedwig A Tan 1, Ratna S Alifen 2 PEMODELAN PENJADWALAN LINIER DENGAN ALOKASI SUMBER DAYA MANUSIA PADA PROYEK PERUMAHAN Hewig A Tan, Ratna S Alifen ABSTRAK: Metoe penjawalan linier cocok untuk proyek engan aktivitas seerhana, an repetitif

Lebih terperinci

PEMODELAN EMPIRIS COST 231-WALFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI LINTASAN ANTENA RADAR DI PERUM LPPNPI INDONESIA

PEMODELAN EMPIRIS COST 231-WALFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI LINTASAN ANTENA RADAR DI PERUM LPPNPI INDONESIA PROSIDING SEMINAR NASIONA MUTI DISIPIN IMU &CA FOR PAPERS UNISBANK KE-3(SENDI_U 3) 217 PEMODEAN EMPIRIS COST 231-WAFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI INTASAN ANTENA RADAR DI PERUM PPNPI INDONESIA Ria

Lebih terperinci

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT 1 Safa at Yulianto, Kishera Hilya Hiayatullah 1, Ak. Statistika Muhammaiyah Semarang

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Paa bab ini ipelajari aritmatika moular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, imana permasalahan alam teori bilangan iseerhanakan engan cara mengganti setiap bilangan bulat engan sisanya bila

Lebih terperinci

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES Raita.Arinya Universitas Satyagama Jakarta Email: raitatech@yahoo.com Abstrak Penalaan parameter kontroller PID selalu iasari atas tinjauan terhaap karakteristik

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR. Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Pada Serat Optik Ragam Tunggal. Oleh : Nama : Agus Setiyawan Nim : L2F

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR. Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Pada Serat Optik Ragam Tunggal. Oleh : Nama : Agus Setiyawan Nim : L2F MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR Analisis Teknik Penyambungan Secara Fusi Paa Serat Optik Ragam Tunggal Oleh : Nama : Agus Setiyaan Nim : LF 31 419 Kebutuhan akan serat optik yang tinggi serta kompleksitas

Lebih terperinci

1.1. Sub Ruang Vektor

1.1. Sub Ruang Vektor 1.1. Sub Ruang Vektor Dalam membiarakan ruang vektor, tiak hanya vektoer-vektornya saja yang menarik, tetapi juga himpunan bagian ari ruang vektor tersebut yang membentuk ruang vektor lagi terhaap operasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. identitas responden seperti jenis kelamin. Tabel 4.1 Identitas Jenis Kelamin Responden. Frequ Percent

BAB 4 HASIL PENELITIAN. identitas responden seperti jenis kelamin. Tabel 4.1 Identitas Jenis Kelamin Responden. Frequ Percent BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Ientitas Responen Dari analisis ata ang iperoleh peneliti ari lapangan akan iuraikan alam bab ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh taangan

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Jurusan Matematika FMIPA IPB UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Sabtu, 4 Maret 003 Waktu : jam SETIAP NOMOR MEMPUNYAI BOBOT 10 1. Tentukan: (a) (b) x sin x x + 1 ; x (cos (x 1)) :. Diberikan fungsi

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU Perbeaan pokok antara mekanika newton an mekanika kuantum aalah cara menggambarkannya. Dalam mekanika newton, masa epan partikel telah itentukan oleh keuukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan i Kecamatan Leuwiliang Analisis hirarki pusat-pusat pelayanan i Kecamatan Leuwiliang ilakukan engan menggunakan metoe skalogram berbobot berasarkan

Lebih terperinci

SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH

SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH JAHARUDDIN Departemen Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Raya

Lebih terperinci

ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA

ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA Vol. 9 No. 1 Juni 1 : 53 6 ISSN 1978-365 ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA Slamet Pusat Penelitian an Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan an

Lebih terperinci

PEMODELAN Deskripsi Masalah

PEMODELAN Deskripsi Masalah PEMODELAN Deskripsi Masalah Sebelum membuat penjawalan perkuliahan perlu iketahui semua mata kuliah yang itawarkan, osen yang mengajar, peserta perkuliahan, bobot sks an spesifikasi ruang yang iperlukan.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BB III PROSES PERNCNGN DN PERHITUNGN 3.1 Diagram alir penelitian MULI material ie an material aluminium yang iekstrusi Perancangan ie Proses pembuatan ie : 1. Pemotongan bahan 2. Pembuatan lubang port

Lebih terperinci

IV. ANALISA RANCANGAN

IV. ANALISA RANCANGAN IV. ANALISA RANCANGAN A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah irancang suatu perontok pai yang mempunyai bentuk an konstruksi seerhana an igerakkan engan menggunakan tenaga manusia. Secara

Lebih terperinci

METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER

METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER METODE PERSAMAAN DIOPHANTINE LINEAR DALAM PENENTUAN SOLUSI PROGRAM LINEAR INTEGER Asrul Syam Program Stui Teknik Informatika, STMIK Dipanegara, Makassar e-mail: assyams03@gmail.com Abstrak Masalah optimasi

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

Suatu persamaan diferensial biasa orde n adalah persamaan bentuk :

Suatu persamaan diferensial biasa orde n adalah persamaan bentuk : PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL Suatu persamaan iferensial biasa ore n aalah persamaan bentuk : F n, ', '', ''',......, 0 Yang menatakan hubungan antara, fungsi () an turunanna ', '',

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERTER PWM MULTIFASA

BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERTER PWM MULTIFASA BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERER WM MULIFASA 3. enahuluan enelitian mengenai bentuk sinyal moulasi yang cocok untuk menghasilkan keluaan inete yang bekualitas baik telah lama ilakukan. Salah satu

Lebih terperinci

TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL)

TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL) TURUNAN FUNGSI (DIFERENSIAL) A. Pengertian Derivatif (turunan) suatu fungsi. Perhatikan grafik fungsi f( (pengertian secara geometri) ang melalui garis singgung. f( f( f(+ Q [( +, f ( + ] f( P (, f ( )

Lebih terperinci

3. Kegiatan Belajar Medan listrik

3. Kegiatan Belajar Medan listrik 3. Kegiatan Belajar Mean listrik a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar 3, iharapkan Ana apat: Menjelaskan hubungan antara kuat mean listrik i suatu titik, gaya interaksi,

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : sistem pendukung keputusan, jamkesmas, system development life cycle, seleksi, penerima

Abstrak. Kata kunci : sistem pendukung keputusan, jamkesmas, system development life cycle, seleksi, penerima SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI CALON PENERIMA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT(JAMKESMAS) DENGAN METODE PROMETHEE DI DESA MAKAM, KECAMATAN REMBANG, PURBALINGGA Kartika Nur Utami Jurusan Sistem Informasi,

Lebih terperinci

BAB III KONTROL PADA STRUKTUR

BAB III KONTROL PADA STRUKTUR BAB III KONROL PADA SRUKUR III. Klasifikasi Kontrol paa Struktur Sistem kontrol aktif aalah suatu sistem yang menggunakan tambahan energi luar. Sistem kontrol aktif ioperasikan engan sistem kalang-terbuka

Lebih terperinci

Gangguan Frekuensi fof2 Ionofser dari Matahari dan Geomagnetik

Gangguan Frekuensi fof2 Ionofser dari Matahari dan Geomagnetik 166 Slamet Syamsuin /Gangguan Frekuensi fof2 Ionofser ari Matahari an Geomagnetik Gangguan Frekuensi fof2 Ionofser ari Matahari an Geomagnetik Slamet Syamsuin Pusat Sains Antarksa LAPAN Jl. Dr. Junjunan

Lebih terperinci

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan Jurnal Graien Vol 8 No 1 Januari 2012:775-779 Penerapan Aljabar Max-Plus Paa Sistem Prouksi Meubel Rotan Ulfasari Rafflesia Jurusan Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KONTROL SIMULATOR PORTAL OTOMATIS JALUR BUSWAY MENGGUNAKAN METODE FUZZY-PID

PERANCANGAN SISTEM KONTROL SIMULATOR PORTAL OTOMATIS JALUR BUSWAY MENGGUNAKAN METODE FUZZY-PID PERANCANGAN SISTEM KONTROL SIMULATOR PORTAL OTOMATIS JALUR BUSWAY MENGGUNAKAN METODE FUZZY-PID Aris Triwiyatno *), Arian Bela Wioo, an Darjat Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang Jl.

Lebih terperinci

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK

METODE MATRIK APLIKASI METODE MATRIK UNTUK ANALISA STRUKTUR BALOK METOE MATRIK APIKASI METOE MATRIK UNTUK ANAISA STRUKTUR BAOK PENGERTIAN UMUM Metoe matrik aalah suatu pemikiran baru paa analisa struktur, yang berkembang bersamaan engan populernya penggunaan computer

Lebih terperinci

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Raio an Suut..(Jiyo) PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA J i y o Peneliti iang Ionosfer an Telekomunikasi, LAPAN ASTRACT In this

Lebih terperinci

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr.

F = M a Oleh karena diameter pipa adalah konstan, maka kecepatan aliran di sepanjang pipa adalah konstan, sehingga percepatan adalah nol, d dr. Hukum Newton II : F = M a Oleh karena iameter pipa aalah konstan, maka kecepatan aliran i sepanjang pipa aalah konstan, sehingga percepatan aalah nol, rr rr( s) rs rs( r r) rrs sin o Bentuk tersebut apat

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENYEDIAAN FASILITAS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (KAI) PALEMBANG

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENYEDIAAN FASILITAS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (KAI) PALEMBANG PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENYEDIAAN FASILITAS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (KAI) PALEMBANG Inah Permata Sari 1, Heriyanto 2, Irwan Septayua 2 Dosen Universitas Bina

Lebih terperinci

BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN

BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN BAB VI. FUNGSI TRANSENDEN Fungsi Logaritma Natural Fungsi Balikan (Invers) Fungsi Eksponen Natural Fungsi Eksponen Umum an Fungsi Logaritma Umum Masalah Laju Perubahan Seerhana Fungsi Trigonometri Balikan

Lebih terperinci

JUDUL PENUH MENGGUNAKAN HURUF KAPITAL

JUDUL PENUH MENGGUNAKAN HURUF KAPITAL Saintia Matematika Vol. XX, No. XX (XXXX), pp. 17 24. JUDUL PENUH MENGGUNAKAN HURUF KAPITAL Penulis Abstrak. Ketikkan Abstrak Ana i sini. Sebaiknya tiak lebih ari 250 kata. Abstrak sebaiknya menjelaskan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan antara Gaya Menggantung dengan Gaya Jalan Di Udara terhadap Perestasi Lompat Jauh Pada Siswa putra Kelas VIII Putra SMPN 1 Sape

Studi Perbandingan antara Gaya Menggantung dengan Gaya Jalan Di Udara terhadap Perestasi Lompat Jauh Pada Siswa putra Kelas VIII Putra SMPN 1 Sape Stui Perbaningan antara Gaya Menggantung engan Gaya Jalan Di Uara terhaap Perestasi Lompat Jauh Paa Siswa putra Kelas VIII Putra SMPN 1 Sape Irfan., M.Or. Program Stui Penjaskesrek STKIP Taman Siswa Bima

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN

PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 015, pp. 17~ PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN 17 Julia Retnowulan 1, Isnurrini Hiayat Susilowati,

Lebih terperinci

ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE)

ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE) ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE) Amin Tohari Universitas Nusantara PGRI Keiri, amin.tohari@unpkeiri.ac.i Abstrak Perkembangan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Training, Evaluation, Kirkpatrick Model, Employees. 376 Hania Aminah. Hania Aminah Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

ABSTRACT. Keywords: Training, Evaluation, Kirkpatrick Model, Employees. 376 Hania Aminah. Hania Aminah Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta MODEL EVALUASI KIRIKPATRICK DAN APLIKASINYA DALAM PELAKSANAAN PELATIHAN (LEVEL REAKSI DAN PEMBELAJARAN) DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERUM JAKARTA Hania Aminah Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Lebih terperinci

Bagian 3 Differensiasi

Bagian 3 Differensiasi Bagian Differensiasi Bagian Differensiasi berisi materi tentang penerapan konsep limit untuk mengitung turunan an berbagai teknik ifferensial. Paa penerapan konsep limit, Ana akan iperkenalkan engan konsep

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika PERSAMAAN DIFFERENSIAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Disusun oleh: Aurey Devina B 1211041005 Irul Mauliia 1211041007 Anhy Ramahan 1211041021 Azhar Fuai P 1211041025 Murni Mariatus

Lebih terperinci

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat *

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat * Jurnal Matematika Murni an Terapan εpsilon ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY TERHADAP EFEK PERPINDAHAN PREDASI PADA SPESIES PREY YANG BERJUMLAH BESAR DENGAN ADANYA PERTAHANAN KELOMPOK Mursyiah Pratiwi, Yuni

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 GHz DAN 3,3 GHz PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT SLOTS DUAL-BAND PADA FREKUENSI 2,4 DAN 3,3 Zul Hariansyah Hutasuhut, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB 7 P A S A K. Gambar 1. Jenis-Jenis Pasak

BAB 7 P A S A K. Gambar 1. Jenis-Jenis Pasak BAB 7 P A S A K Pasak atau keys merupakan elemen mesin yang igunakan untuk menetapkan atau mengunci bagian-bagian mesin seperti : roa gigi, puli, kopling an sprocket paa poros, sehingga bagian-bagian tersebut

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN KDV DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANH

PENENTUAN SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN KDV DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANH Jurnal Matematika UNND Vol. 5 No. 4 Hal. 54 61 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIP UNND PENENTUN SOLUSI SOLITON PD PERSMN KDV DENGN MENGGUNKN METODE TNH SILVI ROSIT, MHDHIVN SYFWN, DMI NZR Program

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS KNM XVI 3-6 Juli 01 UNPAD, Jatinangor ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS NANIK LISTIANA 1, WIDOWATI, KARTONO 3 1,,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Penggunaan Persamaan Pendekatan Untuk panjang gelombang pantai

Penggunaan Persamaan Pendekatan Untuk panjang gelombang pantai Penggunaan Persamaan Penekatan Untuk panjang gelombang pantai Nizar Acma Program Stui Teknik Sipil, Universitas Janabara Yogyakarta, Jl.Tentara Rakyat Mataram 35-37 Yogyakarta Email: nizarachma@yahoo.com

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK MODEL REAKSI-DIFUSI (TURING) DENGAN METODE BEDA HINGGA IMPLISIT

SOLUSI NUMERIK MODEL REAKSI-DIFUSI (TURING) DENGAN METODE BEDA HINGGA IMPLISIT SOLUSI NUMERIK MODEL REAKSI-DIFUSI (TURING) DENGAN METODE BEDA HINGGA IMPLISIT Junik Rahayu, Usman Pagalay, an 3 Ari Kusumastuti,,3 Jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang e-mail: rahayujunik@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton )

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton ) BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG 3.1 Perencanaan Beban Total Paa Elevator Barang Q total = Q + WM + WO ( Persamaan 2.1.10 ) Q = Beban kapasitas muatan alam perencanaan ( 1 Ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Belimbing manis (Averrhoa carambola L) termasuk salah satu komoitas tanaman hortikultura yang banyak igemari masyarakat Bentuknya khas terlihat seperti bintang apabila iiris

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ Chintari Nurul Hananti 1 Khozin Mu tamar 2 12 Program Stui S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika an

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA Nurhayati Fakultas Sains an Teknologi, UIN Ar-Raniry Bana Aceh nurhayati.fst@ar-raniry.ac.i Jamru

Lebih terperinci

Desain Dan Simulasi Pengontrolan Daya Aktif Dan Reaktif Inverter 3 Fasa Menggunakan PQ Controller Pada Sistem Pembangkit Tersebar Multiple

Desain Dan Simulasi Pengontrolan Daya Aktif Dan Reaktif Inverter 3 Fasa Menggunakan PQ Controller Pada Sistem Pembangkit Tersebar Multiple JURNAL TEKNIK OMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Desain Dan Simulasi engontrolan Daya Aktif Dan Reaktif Inverter 3 Fasa Menggunakan Q Controller aa Sistem embangkit Tersebar Multiple roton Exchange Membrane

Lebih terperinci

DETEKSI JENIS WARNA KULIT WAJAH UNTUK KLASIFIKASI RAS MANUSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WARNA

DETEKSI JENIS WARNA KULIT WAJAH UNTUK KLASIFIKASI RAS MANUSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WARNA DETEKSI JENIS WARNA KULIT WAJAH UNTUK KLASIFIKASI RAS MANUSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WARNA Murinto, Eko Aribowo, Wahyu Nurhiayati Program Stui Teknik Informatika Universitas Ahma Dahlan Jogjakarta rintokusno@yahoo.com

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR Sesuai engan persetujuan ari Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha, melalui surat 812/TA/FTS/UKM/III/2004 tanggal 9 Februari 2004, engan

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 13 DAMPAK KEBIJAKAN TARIF IMPOR GULA TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN (The Effects of Sugar Import Tariff Policy on the

Lebih terperinci

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND HUBUNGAN ANTARA AERAH IEAL UTAMA, AERAH FATORISASI TUNGGAL, AN AERAH EEIN Eka Susilowati Fakultas eguruan an Ilmu Peniikan, Universitas PGRI Aibuana Surabaya eka50@gmailcom Abstrak Setiap aerah ieal utama

Lebih terperinci

Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Multiple Intelligences dengan Kooperatif Tipe STAD

Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Multiple Intelligences dengan Kooperatif Tipe STAD Perbaningan Moel Pembelajaran Kooperatif Berbasis Multiple Intelligences engan Kooperatif Tipe STAD Perbaningan Moel Pembelajaran Kooperatif Berbasis Multiple Intelligences engan Kooperatif Tipe STAD terhaap

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NON REVENUE WATER ( NRW ) DAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN PADA PDAM LEMATANG ENIM UNIT PELAYANAN PENDOPO KABUPATEN PALI (1)

PERHITUNGAN NON REVENUE WATER ( NRW ) DAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN PADA PDAM LEMATANG ENIM UNIT PELAYANAN PENDOPO KABUPATEN PALI (1) Jurnal Desiminasi Teknologi, Vol.4 Nomor 1, Januari 216 ISSN 233-212X PERHITUNGAN NON REVENUE WATER ( NRW ) DAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN PADA PDAM LEMATANG ENIM UNIT PELAYANAN PENDOPO KABUPATEN PALI

Lebih terperinci

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL ===

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL === TKNIK IITL === PRNNN RNKIN KOMINSIONL === Rangkaian logika atau igital apat ibagi menjai 2 bagian yaitu:. Rangkaian Kombinasional, aalah suatu rangkaian logika yang keaaan keluarannya hanya ipengaruhi

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN SISWA BARU DENGAN METODE PROMETHEE (STUDI KASUS SD PLUS NURUL HIKMAH PAMEKASAN)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN SISWA BARU DENGAN METODE PROMETHEE (STUDI KASUS SD PLUS NURUL HIKMAH PAMEKASAN) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN SISWA BARU DENGAN METODE PROMETHEE (STUDI KASUS SD PLUS NURUL HIKMAH PAMEKASAN) Ubaii Teknik Informatika Universitas Maura ube_gvc@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISA RESPON PENGENDALI FEEDFORWARD DAN PID PADA PENGENDALIAN TEMPERATUR HEAT EXCHANGER

ANALISA RESPON PENGENDALI FEEDFORWARD DAN PID PADA PENGENDALIAN TEMPERATUR HEAT EXCHANGER Mikrotiga, Vol, No. Januari 04 ISSN : 355 0457 6 ANALISA RESPON PENENDALI FEEDFORWARD DAN PID PADA PENENDALIAN EMPERAUR HEA EXCHANER Djulil Amri *, Bhakti Yuho Suprapto Jurusan eknik Elektro Universitas

Lebih terperinci