BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA"

Transkripsi

1 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Current Condition (Sebelum Improvement) Sebelum melakukan pengumpulan data, penulis melakukan identifikasi permasalahan yang terjadi pada Mesin Chipping sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas Mesin Chipping tersebut dengan menggunakan Seven Tools. Dalam penelitian ini penulis menggunakan salah satu tool yang terdapat pada Seven Tools, yaitu Diagram Sebab-Akibat atau lebih dikenal dengan sebutan Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan). Tools ini dipilih karena penulis ingin mengetahui akar masalah yang terjadi pada Mesin Chipping sehingga improvement yang akan dilakukan tepat sasaran dan efisien. Berikut adalah hasil dari brainstorming yang dilakukan penulis untuk membuat Fishbone Diagram. Pada diagram Tulang Ikan dibawah terlihat bahwa akar masalah yang ada terdapat pada design atau konstruksi mesin yang tidak sesuai yang menyebabkan kondisi lingkungan yang bising serta sering terjadinya trouble (downtime tinggi). Pada kesempatan kali ini penulis mencoba memecahkan masalah tersebut dengan solusi improvement design head chipping unit pada Mesin Chipping.

2 39 Gambar 4.1 Diagram Tulang Ikan (Fish-Bone Diagram) Data Waktu Siklus Sebelum Improvement Di bawah ini disajikan pengumpulan data waktu siklus saat kondisi sebelum improvement yang diperlukan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat efisiensi dan produktivitas pada Mesin Chipping. Data waktu siklus Mesin Chipping ini diambil sebanyak 30 kali (lihat Tabel 4.1).

3 40 Tabel 4.1 Data pengukuran waktu siklus Mesin Chipping sebelum improvement NO Xi (detik) NO Xi (detik) Data Downtime Mesin Sebelum Improvement Downtime adalah waktu hilang atau terbuang yang menyebabkan berhentinya produksi. Downtime mesin adalah waktu hilang atau terbuang yang disebabkan trouble pada mesin sehingga menyebabkan berhentinya produksi. Downtime yang tinggi menyebabkan produktivitas rendah. Standard downtime mesin pada tabel 4.2 di bawah ini ditentukan oleh Department of Engineering dengan memperhitungkan kondisi produksi. Nilai standard downtime mesin tiap bulan diperoleh dari nilai standard downtime mesin per hari dikalikan jumlah rata-rata hari kerja (26 hari tiap bulan) dan untuk nilai standard downtime mesin tiap tahun diperoleh dari nilai yang didapat dari standard downtime per bulan dikalikan jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Total hari

4 41 kerja dalam satu bulan diperoleh dari total hari kerja dalam satu tahun dibagi jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Tabel 4.2 Data standard downtime mesin dan hari kerja Total hari kerja dalam satu bulan 26 hari Downtime Me sin Standard 7 menit/mesin/hari 182 menit/mesin/bulan 2184 menit/mesin/tahun Pada PT. X terdapat dua buah Mesin Chipping, yaitu Mesin Chipping 1 dan Mesin Chipping 2. Namun improvement hanya dilakukan pada Mesin Chipping 1. Data downtime Mesin Chipping pada periode Januari November 2009 yang diambil dari laporan produksi disajikan pada Lampiran 1. Pada Lampiran 1, terdapat kolom Mesin yang berisikan jenis mesin yang mengalami trouble, kolom Problem Identification / Penyebab Utama berisikan masalah yang terjadi pada mesin yang bersangkutan, kolom Corrective Action berisikan solusi jangka pendek yang dilakukan untuk mengatasi trouble yang terjadi, kolom Tanggal berisikan tanggal pada saat trouble terjadi, dan kolom Waktu berisikan jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pada kolom Corrective Action. Department of Engineering telah menetapkan batas waktu maksimal untuk lamanya pengerjaan setiap trouble pada setiap mesin termasuk pada Mesin Chipping (nilai pada kolom Waktu) yaitu sebesar 100 menit. Jika nilai tersebut lebih dari 100 menit maka akan menghambat kinerja pada work station berikutnya dan akan mengakibatkan bottle neck. Jadi pada Lampiran 1 dapat terlihat bahwa Mesin Chipping tersebut bermasalah yang ditunjukkan pada jumlah trouble pada tiap bulannya.

5 42 Di bawah ini disajikan Tabel 4.3 yang merupakan hasil rekap dari Lampiran 1. Tabel 4.3 Data kolektif downtime tahun 2009 TAHUN 2009 BULAN Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Spt Okt Nov DOWNTIME (MENIT) Data Pengujian Tingkat Kebisingan Sebelum Improvement Secara umum kebisingan memiliki efek negatif terhadap performance fisiologi. Oleh karena itu kebisingan juga sangat penting untuk diperhatikan. Pengukuran intensitas bunyi dilakukan dengan alat bernama sound level meter. Hasil pengukuran kebisingan yang diperoleh sebelum improvement sebesar 107,2 dba. Sedangkan batas standar maksimal kebisingan untuk ukuran waktu kerja 8 jam setiap hari sebesar 85 dba. Batas standar maksimal kebisingan tersebut ditentukan oleh EHS Department (Environment Health and Safety Department) sesuai baku mutu KEPMENAKER (Keputusan Menteri Tenaga Kerja) nomor 51 tahun Nilai kebisingan yang melebihi standar tersebut dapat mempengaruhi performance fisiologi bagi operator, maka solusi yang dilakukan adalah dengan penggunaan ear plug yang dapat mengurangi nilai kebisingan sebanyak 30 dba. Sehingga suara bising yang diterima operator dapat berkurang menjadi 77,2 dba. Dengan demikian hasil akhir nilai kebisingan yang didapat berada dibawah nilai batas standar maksimal kebisingan (77,2 dba < 85 dba).

6 Data yang dibutuhkan untuk Menghitung Tingkat Produktivitas Parsial Data yang dibutuhkan untuk menghitung tingkat produktivitas parsial adalah in-efisiensi produksi, data downtime mesin, jam kerja per hari, jumlah reject, waktu siklus Mesin Chipping, biaya improvement, total biaya untuk memproduksi part Cylinder headinder Head, pemakaian listrik mesin, dan pemakaian angin Mesin Chipping. Pada in-efisiensi produksi terdiri dari 4 faktor, yaitu : Waktu preliminary shift. Waktu 5K2S (Ketertiban, Kerapihan, Kebersihan, Kedisiplinan, Kelestarian, Safety, dan Semangat kerja). Waktu reamer chipping replacement. Waktu operator. Maka untuk mendapatkan total waktu in-efisiensi produksi dilakukan akumulasi dari keempat faktor tersebut. Waktu preliminary shift adalah waktu yang diperlukan untuk pergantian shift. Pada proses produksi LPDC di PT. X, waktu kerja yang digunakan adalah 3 shift, maka pemakaian Mesin Chipping pun dibagi menjadi 3 shift. Waktu 5K2S adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan kebersihan saat akhir kerja. Waktu reamer chipping replacement adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengganti reamer chipping dengan life time satu bulan. Waktu operator adalah waktu yang

7 44 dibutuhkan operator untuk melakukan kegiatan lain diluar produksi misalnya pergi ke toilet, persiapan alat, dll. Pada Tabel 4.4 di bawah disajikan data in-efisiensi produksi, jam kerja, dan reject. Tabel 4.4 Data in-efisiensi produksi, jam kerja, dan reject 1. In-Efisiensi Produksi Waktu Jumlah Shift Total - Preliminary Shift 5 menit 3 15 menit - 5 K2S 20 menit 3 60 menit - Reamer chipping replacement 9.23 menit menit - Operator 20 menit 3 60 menit 2. Jam Kerja per Hari 21 jam 3. Reject 0.00% Total menit Pada Tabel 4.4 waktu reamer chipping replacement sebesar 9,23 menit diperoleh dari lamanya pengerjaan untuk mengganti reamer chipping (240 menit) dibagi dengan life time reamer chipping (26 hari). Work hours sebesar 21 jam diperoleh dari total waktu 1 hari (24 jam) dikurangi dengan waktu istirahat 3 jam (1 jam tiap shift). Pada reject diperoleh nilai sebesar 0% karena output pada Mesin Chipping tidak membuat part menjadi reject (tidak merubah part), artinya jika part yang dikerjakan pada Mesin Chipping (input) adalah part OK maka outputnya pun part OK, begitu juga sebaliknya jika inputnya part reject maka outputnya pun part reject. Di bawah ini ditampilkan Tabel 4.5 tentang pemakaian listrik dan angin yang dibutuhkan dalam menjalankan Mesin Chipping pada PT X.

8 45 Tabel 4.5 Data pemakaian listrik dan angin pada Mesin Chipping Item Jumlah Satuan Konsumsi Listrik 0,1 kw Biaya Listrik 1000 Rp/kWh Konsumsi Angin 500 liter/menit Biaya Angin 1100 Rp/m3 Untuk data downtime mesin dan waktu siklus telah ditampilkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.3 di atas. Untuk data biaya improvement yang diperoleh adalah sebesar 0 rupiah karena pada kondisi sebelum improvement ini tidak dibutuhkan pengeluaran biaya improvement. Data total biaya untuk memproduksi part Cylinder headinder Head (total cost Cylinder head) adalah sebesar Rp per unit, data ini didapat dari Department of Engineering. 4.2 Pengumpulan Data Setelah Improvement Data Waktu Siklus Setelah Improvement Di bawah ini disajikan pengumpulan data waktu siklus saat kondisi setelah improvement yang diperlukan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat efisiensi dan produktivitas pada Mesin Chipping setelah improvement. Data waktu siklus Mesin Chipping ini diambil sebanyak 30 kali (lihat Tabel 4.6).

9 46 Tabel 4.6 Data pengukuran waktu siklus Mesin Chipping setelah improvement NO Xi (detik) NO Xi (detik) Data Downtime Mesin Setelah Improvement Improvement telah selesai dilakukan pada awal Desember Hingga saat ini (Januari 2010), Mesin Chipping yang telah mengalami improvement belum mengalami downtime. Untuk keterangan dan penjelasan standar downtime sama seperti yang telah dibahas pada Bab Berikut Gambar 4.2 di bawah adalah hasil foto Mesin Chipping (Head chipping unit) yang telah mengalami improvement.

10 47 Gambar 4.2 Head chipping unit setelah improvement Data Pengujian Tingkat Kebisingan Setelah Improvement Secara umum kebisingan memiliki efek negatif terhadap performance fisiologi. Olehkarena itu kebisingan juga sangat penting untuk diperhatikan. Pengukuran intensitas bunyi dilakukan dengan alat bernama sound level meter. Hasil pengukuran kebisingan yang diperoleh setelah improvement sebesar 96,9 dba. Sedangkan batas standar maksimal kebisingan untuk ukuran waktu kerja 8 jam setiap hari sebesar 85 dba. Batas standar maksimal kebisingan tersebut ditentukan oleh EHS Department (Environment Health and Safety Department) sesuai baku mutu KEPMENAKER (Keputusan Menteri Tenaga Kerja) nomor 51 tahun Nilai kebisingan yang melebihi standar tersebut dapat mempengaruhi performance fisiologi bagi operator, maka solusi yang dilakukan adalah dengan penggunaan ear plug yang dapat mengurangi nilai kebisingan sebanyak 30 dba. Sehingga suara bising yang

11 48 diterima operator dapat berkurang menjadi 66,9 dba. Dengan demikian hasil akhir nilai kebisingan yang didapat berada dibawah nilai batas standar maksimal kebisingan (66,9 dba < 85 dba). Pada Gambar 4.3 di bawah adalah foto saat pengambilan data untuk mengukur tingkat kebisingan pada Mesin Chipping setelah improvement menggunakan alat sound level meter digital. Untuk laporan hasil pengukuran kebisingan Mesin Chipping dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4.3 Pengukuran kebisingan Data yang dibutuhkan untuk Menghitung Tingkat Produktivitas Parsial Untuk keterangan dan penjelasan data yang dibutuhkan untuk menghitung tingkat produktivitas parsial sama seperti yang telah dibahas pada Bab

12 49 Tabel 4.7 Data in-efisiensi produksi, jam kerja, dan reject 1. In-Efficiency Produksi Waktu Jumlah Shift Total - Preliminary Shift 5 menit 3 15 menit - 5 K2S 20 menit 3 60 menit - Reamer chipping replacement 4,62 menit menit - Operator 20 menit 3 60 menit 2. Jam Kerja per Hari 21 jam 3. Reject 0.00% Total menit Pada Tabel 4.7 di atas lamanya waktu untuk reamer chipping replacement sebesar 4,62 menit diperoleh dari lamanya pengerjaan untuk mengganti reamer chipping (240 menit) dibagi dengan life time reamer chipping (52 hari atau 2 bulan). Asumsi lamanya life time reamer chipping adalah 52 hari, karena dengan adanya improvement ini diperkirakan life time reamer chipping menjadi lebih lama 2 kali lipat daripada sebelumnya. Work hours sebesar 21 jam diperoleh dari total waktu 1 hari (24 jam) dikurangi dengan waktu istirahat 3 jam (1 jam tiap shift). Pada reject diperoleh nilai sebesar 0% karena output pada Mesin Chipping tidak membuat part menjadi reject (tidak merubah part), artinya jika part yang dikerjakan pada Mesin Chipping (input) adalah part OK maka outputnya pun part OK, begitu juga sebaliknya jika inputnya part reject maka outputnya pun part reject. Untuk data waktu siklus yang diperoleh setelah improvement telah ditampilkan pada Tabel 4.6 di atas. Sedangkan data downtime mesin setelah improvement telah dibahas pada Bab Untuk data pemakaian listrik dan angin sama seperti data yang telah dibahas pada Tabel 4.5. Untuk data biaya improvement

13 50 yang diperoleh adalah sebesar Rp ,00 (50 juta rupiah). Data total biaya untuk memproduksi part Cylinder headinder Head (total cost Cylinder head) adalah sebesar Rp per unit, data ini didapat dari Department of Engineering. 4.3 Pengolahan Data Current Condition (Sebelum Improvement) Perhitungan Waktu Siklus Sebelum Improvement Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Untuk menghitung waktu siklus yang akurat diperlukan banyak data yang akan mendukung tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian pada suatu hasil pengukuran. Oleh karena itu dalam setiap kelompok data harus diadakan uji keseragaman data maupun uji kecukupan data untuk menentukan seberapa jumlah data yang digunakan pada perhitungan selanjutnya dalam rangka menghitung waktu baku. Pengambilan data diambil dari waktu siklus aktual dengan kondisi sebelum improvement, kemudian dibandingkan dengan waktu siklus pada kondisi setelah improvement. Apabila data tidak seragam, maka dilakukan pengurangan data yang ekstrim. Sedangkan apabila data yang ada tidak mencukupi, maka dilakukan penambahan data hingga nilai N < N. Setiap kelompok data harus memenuhi uji keseragaman data dan uji kecukupan data. Berikut adalah perhitungan uji keseragaman data waktu siklus Mesin Chipping sebelum improvement. Data perhitungan waktu tersebut adalah sebagai berikut:

14 51 Tabel 4.8 Data perhitungan waktu siklus Mesin Chipping sebelum improvement NO Xi (detik) Xi - X (Xi - X ) Xi = X = = detik Standar deviasi n 1 σ = ( x ( n 1) i= 1 _ i x ) 2 = 1.49

15 52 n adalah banyaknya data 3 = 3 x 1.49 = 4.48 UCL = _ x + 3 = = LCL = _ x 3 = = Karena tidak terdapat data yang ada di luar batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa data yang ada telah seragam. Adapun UCL, CL dan LCL ini dapat diilustrasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut : Gambar 4.4 Grafik keseragaman data waktu siklus Mesin Chipping sebelum improvement

16 53 Sedangkan berikut ini adalah perhitungan uji kecukupan data waktu siklus Mesin Chipping sebelum improvement. Data pengukuran waktu tersebut sebagai berikut : Tabel 4.9 Perhitungan kuadrat data sebelum im provem ent NO Xi (detik) Xi 2 NO Xi (detik) Xi Xi = Xi 2 = Uji kecukupan data untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%.adalah sebagai berikut : 40 N ' = N Xi 2 ( Xi Xi) 2 2

17 54 N = 40 30( ) ( ) N = 1.00 Karena N < N atau (1 < 30) maka data yang ada dikatakan telah mencukupi. Jadi waktu siklus yang di dapat sebelum improvement adalah 58,81 detik Perhitungan Data Downtime Mesin Sebelum Improvement Tabel 4.10 Data kolektif downtime, frekuensi, MTTR, dan MTBF Mesin Chipping tahun BULAN Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Spt Okt Nov Total Rata-rata DT FREK MTTR MTBF Pada Tabel 4.10 di atas, DT merupakan rekap jumlah downtime (dalam menit) yang terjadi setiap bulannya. Sedangkan FREK merupakan jumlah frekuensi kejadian downtime yang terjadi setiap bulannya (frekuensi downtime). Nilai yang tertera pada kolom DT dan FREK diperoleh dari Lampiran 1. Nilai yang tertera pada kolom MTTR diperoleh dengan cara membagi nilai DT dengan nilai FREK. Sedangkan nilai MTBF diperoleh dengan cara membagi jumlah rata-rata hari dalam satu bulan (26 hari) dibagi dengan nilai FREK. MTTR (Mean Time To Repair) adalah lamanya rata-rata pengerjaan setiap kasus atau trouble. MTTR dapat juga disebut service rate. MTBF (Mean Time Between Failure) adalah rata-rata jarak dari satu trouble ke trouble berikutnya.

18 55 Data yang digunakan pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 di bawah diambil dari data pada Tabel Batas standard 182 menit (tiap bulan) Gambar 4.5 Grafik downtime Mesin Chipping tahun 2009 Data pada Gambar 4.5 di atas menunjukan bahwa hampir semua data melebihi batas standard downtime yang ditentukan. Data standard downtime dapat dilihat pada Tabel 4.2. Angka tertinggi ditunjukan pada bulan Oktober 2009 sebesar 585 menit dan rata-rata downtime perbulan yang sangat tinggi sebesar 428,64 menit. Hal ini sangat mengganggu jalannya produksi serta menghasilkan efisiensi yang rendah. Gambar 4.6 Grafik frekuensi downtime Mesin Chipping tahun 2009

19 56 Target batas maksimal 100 menit Gambar 4.7 Grafik MTTR Mesin Chipping tahun 2009 Gambar 4.8 Grafik MT BF Mesin Chipping tahun 2009 Target atau batas maksimal lamanya MTTR ditentukan oleh Department of Engineering dengan memperhitungkan kondisi produksi. Department of Engineering telah menetapkan batas waktu maksimal untuk lamanya MTTR sebesar 100 menit. Pada grafik MTTR di atas (lihat Tabel 4.7) menunjukan bahwa pada bulan April, Juli dan Oktober 2009 telah melewati batas standard atau target yang ditentukan. Tentunya hal ini juga dapat menyebabkan terganggunya proses produksi.

20 Tingkat Produktivitas Parsial running cost Sebelum Improvement Perhitungan kapasitas Mesin Chipping sebelum improvement Kapasitas mesin adalah jumlah output yang dihasilkan mesin tersebut per hari. Untuk menghitung kapasitas diperlukan perhitungan efisiensi mesin. Berikut di bawah ini dibahas mengenai perhitungan efisiensi dan kapasitas Mesin Chipping. Tabel 4.11 Data Perhitungan kapasitas Mesin Chipping sebelum improvement 1. In-Efisiensi Produksi Time Jumlah Shift Total - Preliminary Shift 5 menit 3 15 menit - 5 K2S 20 menit 3 60 menit - Reamer chipping replacement 9.23 menit menit - Operator 20 menit 3 60 menit 2 Total Loss Time Waktu - In-Efisiensi Mesin (downtime mesin) menit - In-Efisiensi Produksi menit Total Total menit menit 3 Perhitungan efisiensi Nilai Jam Kerja 21 jam Reject 0.00% Cycle Time Mesin Chipping detik Efisiensi (%) Total Loss Time Jam Kerja % Efisiensi = 160, % = 87,2% 21 60

21 58 Kapasitas (pcs/hari) Jam Kerja 3600 Efisiensi CycleTime ,2 Kapasitas = ,81 [ 1 reject] [ ] = 1122 Pada Tabel 4.11 di atas terdapat beberapa faktor yang digunakan untuk menghitung kapasitas Mesin Chipping, yaitu: efisiensi mesin, jam kerja, reject, dan cycle time Mesin Chipping. Pada total loss time terdapat 2 buah faktor, yaitu: inefisiensi mesin (downtime mesin), dan in-efisiensi produksi. Nilai sebesar 16,49 pada in-efisiensi mesin diperoleh dari rata-rata downtime perbulan (lihat pada Tabel 4.10) dibagi jumlah hari kerja dalam satu bulan (26 hari). Nilai sebesar 144,23 menit pada in-efisiensi produksi diperoleh dari akumulasi total waktu preliminary shift ditambah total waktu 5K2S ditambah total waktu reamer chipping replacement dan ditambah dengan total waktu operator. Work hours sebesar 21 jam diperoleh dari total waktu 1 hari (24 jam) dikurangi dengan waktu istirahat 3 jam (1 jam tiap shift). Pada reject diperoleh nilai sebesar 0% karena output pada Mesin Chipping tidak membuat part menjadi reject (tidak merubah part), artinya jika part yang dikerjakan pada Mesin Chipping (input) adalah part OK maka outputnya pun part OK, begitu juga sebaliknya jika inputnya part reject maka outputnya pun part reject. Pada cycle time Mesin Chipping sebesar 58,81 detik diperoleh dari perhitungan waktu siklus sebelum improvement pada Bab Jadi

22 59 kapasitas yang didapat dari perhitungan pada Tabel 4.11 diatas adalah sebesar 1122 pcs per hari Perhitungan Running Cost per Unit Sebelum Improvement Running cost per unit adalah biaya pengoperasian Mesin Chipping dalam menyelesaikan satu unit part cylinder headinder head. Berikut ini disajikan Tabel 4.12 yang merupakan rangkuman dari Tabel 4.5 dan Tabel 4.11 di atas. Tabel 4.12 di bawah berisikan data-data yang dibutuhkan untuk menghitung running cost per unit. Tabel 4.12 Daftar data kondisi Mesin Chipping sebelum improvement Item Satuan Sebelum Improvement Cycle time part det/pcs 58,81 Work hour tersedia det/hari Efisiensi % 87,20 Kapasitas Mesin Chipping pcs/hari 1121 Konsumsi Listrik kw 0,1 Biaya Listrik Rp/kWh 1000 Konsumsi Angin liter/menit 500 Biaya Angin Rp/m Di bawah ini ditampilkan Tabel 4.13 yang digunakan untuk mengetahui biaya proses pengerjaan untuk menyelesaikan 1 part dalam menjalankan Mesin Chipping pada PT X. Tabel 4.13 Daftar data perhitungan running cost per unit sebelum improvement Item Satuan Sebelum Improvement Depr. Cost Repair / cost improvement Rp/hari 0 Running Cost Listrik Rp/hari 1800 Running Cost Angin Rp/hari Total Running Cost Rp/hari Running Cost per unit Rp/pcs 531,51

23 60 Nilai cost improvement yang tertera pada tabel 4.13 sebesar 0 rupiah per hari diperoleh karena tidak ada biaya improvement yang dikeluarkan. Nilai running cost listrik sebesar 1800 rupiah per hari pada Tabel 4.13 di atas diperoleh dari : Running cost listrik = Biaya listrik x Konsumsi listrik x 24 jam x 0,75 Running cost listrik = 1000 x 0,1 x 24 x 0,75 = 1800 Rupiah per hari Asumsi lamanya pemakaian listrik pada Mesin Chipping per harinya adalah ¾ hari (0,75 x 24 jam). Nilai running cost angin sebesar rupiah per hari pada Tabel 4.13 di atas diperoleh dari : Running cost angin = Biaya angin per satuan liter x Konsumsi angin per satuan liter x 1440 menit x 0,75 Running cost angin = 1,1 x 500 x 1440 x 0,75 = rupiah per hari Asumsi lamanya pemakaian angin pada Mesin Chipping per harinya adalah ¾ hari (0,75 x 1440 menit). Nilai total running cost pada tabel 4.13 di atas diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai depr. cost repair atau cost improvement, running cost listrik dan running cost angin, sehingga diperoleh nilai total running cost sebesar Rp rupiah per hari. Lalu nilai total running cost ini akan digunakan untuk menghitung besarnya nilai running cost per unit yaitu merupakan nilai running cost yang dibutuhkan untuk setiap pengerjaan 1 unit part (cylinder headinder head) pada Mesin Chipping. Nilai running cost per unit diperoleh dengan membagi nilai total running

24 61 cost yang telah didapat dengan besarnya kapasitas Mesin Chipping tiap harinya (lihat tabel 4.12), sehingga diperoleh nilai sebesar Rp 531,51 tiap unit Perhitungan Tingkat Produktivitas Parsial Running Cost Sebelum Improvement Setelah mendapatkan nilai kapasitas dan running Cost unit dari Mesin Chipping ini, kita akan menghitung besarnya nilai produktivitas parsial. Nilai-nilai produktivitas parsial yang akan dicari adalah produktivitas running cost. Nilai dari produktivitas parsial running cost dari Mesin Chipping tersebut dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini. Tabel 4.14 Perhitungan produktivitas parsial running cost sebelum improvement ITEM SEBELUM IMPROVEMENT Running Cost per unit Mesin Cipping 531,51 Rp/pcs Total cost Cylinder head Rp/pcs Produktivitas 179,55 (Catatan: Nilai total cost Cylinder head sebesar Rp per unit didapat dari Department of Engineering) Pada Tabel 4.14 di atas, nilai produktivitas parsial running cost diperoleh dengan cara membagi nilai total cost Cylinder head dengan besarnya nilai running cost unit Mesin Chipping, sehingga diperoleh nilai sebesar 179,55. Nilai tersebut berarti bahwa setiap perusahaan mengeluarkan biaya untuk running cost per unit sebanyak 1 Rp setiap unitnya, maka perusahaan akan menghasilkan output (penjualan Cylinder head) sebanyak Rp 179,55 setiap unitnya.

25 Improvement (Merancang Mesin) Dalam penelitian ini, solusi yang diajukan berupa improvement terhadap design head chipping unit dengan harapan dapat memperbaiki masalah downtime Mesin Chipping, mengurangi kebisingan yang timbul akibat Mesin Chipping, serta dapat memperbaiki cycle time Mesin Chipping sehingga tujuan penelitian pun dapat tercapai. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam merancang mesin Requestment (Permintaan Kebutuhan) Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai permintaan kebutuhan mesin yang seperti apa sehingga dapat memberikan solusi atau mengatasi masalah tersebut. Permintaan terhadap kebutuhan mesin yang dibuat harus efektif dan efisien artinya tidak berlebihan dan sesuai dengan fungsinya. Permintaan kebutuhan Mesin Chipping tersebut yaitu : Membuat mesin dengan design yang kokoh yang tahan terhadap beban getar dan beban impact. Membuat mesin dengan design body yang tertutup atau tidak terbuka, sehingga dapat meredam suara bising. Membuat mesin dengan konstruksi yang tepat tetapi tidak mempersulit saat melakukan maintenance maupun perbaikan.

26 63 Membuat mesin yang efektif dan efisien sehingga dapat meminimalkan biaya invest atau biaya improvement dengan harapan life time mesin yang optimal Spesifikasi Teknis Spesifikasi teknis untuk Mesin Chipping yang akan dibuat atau dirancang adalah sebagai berikut : Merubah konstruksi sambungan pengelasan menjadi konstruksi sambungan menggunakan ulir dan baut. Konstruksi sambungan pada dinding head chipping unit dibuat design sambungan sopak agar dindingnya kokoh dan tidak mudah patah. Lihat gambar 4.9 dibawah. Gambar 4.9 Dinding head chipping unit Seluruh sistem pengikat yang menggunakan mur dan baut harus disertai ring per (spring lock washer) agar mur dan baut tidak mudah kendor akibat getaran. Dibuat guide shaft agar naik turunnya silinder selalu tegak lurus. Hal ini dapat mengurangi resiko terhadap patahnya shaft silinder.

27 64 Penambahan spring pada pertemuan coupling plate dan holder plate yang berfungsi sebagai allowance bagi reamer chipping. Lihat gambar 4.10 yang dilingkari garis berwarna merah. Gambar 4.10 Spring pada pertemuan coupling plate dan holder plate Pembuatan flange housing untuk memperkokoh shaft silinder dan mengurangi resiko patahnya shaft cylinder headinder. Berikut penulis sajikan part list head chipping unit pada tabel 4.15 dibawah. Untuk detail drawing dapat dilihat pada lampiran 4 drawing.

28 65 Tabel 4.15 Part list head chipping unit PART LIST CHIPPING HEAD Nr. P ART MAKER CODE AMOUNT REMARKS 1 CHIPPING TOKU TCA-7 1 UNIT 2 CYLINDER FESTO DNC PPV-A 1 UNIT 3 QUICK FITTING FESTO QS-G½-12 2 PCS 4 TOP PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (310x230x30) 1 PCS DWG. ENCL. 5 FRONT PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (380x310x30) 1 PCS DWG. ENCL. 6 REAR PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (380x310x30) 1 PCS DWG. ENCL. 7 SIDE PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (380x230x30) 2 PCS DWG. ENCL. 8 HOLDER PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (250x170x30) 1 PCS DWG. ENCL. 9 COUPLING PLATE WORKSHOP MATERIAL S45C (150x150x30) 1 PCS DWG. ENCL. 10 FLANGE HOUSING WORKSHOP MATERIAL S45C (Ø90x75) 1 PCS DWG. ENCL. 11 FLANGE WORKSHOP MATERIAL S45C (Ø50x45) 1 PCS DWG. ENCL. 12 FRONT CLAMPING WORKSHOP MATERIAL S45C (260x65x55) 1 PCS DWG. ENCL. 13 REAR CLAMPING WORKSHOP MATERIAL S45C (110x65x55) 2 PCS DWG. ENCL. 14 SPRING FLANGE WORKSHOP MATERIAL S45C (Ø32x12) 4 PCS DWG. ENCL. 15 EYEBOLT ACME BLE-16 2 PCS 16 BUSHING PUNCH 87JBNFC 35-P25-L50 4 PCS 17 SHAFT PUNCH 87PSSFAN F70-B65-P20-SC2 4 PCS 18 SPRING SHAFT PUNCH 87PSSFAM F50- B45-P12-T40- S35- Q12-SC5-PC 4 PCS 19 SPRING PUNCH 87SWB PCS 20 HEAD CAP SCREW M6x10 8 PCS BAUT L 21 HEAD CAP SCREW M8x25 41 PCS BAUT L 22 HEAD CAP SCREW M8x50 8 PCS BAUT L 23 HEAD CAP SCREW M8x80 6 PCS BAUT L 24 HEAD CAP SCREW M12x25 4 PCS BAUT L 25 HEAD CAP SCREW M12x60 5 PCS BAUT L 26 HEAD CAP SCREW M14x140 2 PCS BAUT L 27 HEXAGON SOCKET SET SCREW M8x25 2 PCS L TANAM 28 SPRING LOCK WASHER 8 55 PCS RING PER 29 SPRING LOCK WASHER PCS RING PER 30 SPRING LOCK WASHER 14 2 PCS RING PER 31 SPRING LOCK WASHER 20 4 PCS RING PER 32 SPRING LOCK WASHER 27 PCS RING PER 33 NUT M12 16 PCS MUR 34 NUT M14 4 PCS MUR 35 NUT M20 8 PCS MUR 36 THIN NUT M27x2 1 PCS MUR TIPIS 37 TWIST DRILL Ø5 2 PCS MATA BOR 38 TWIST DRILL Ø6.8 2 PCS MATA BOR 39 TWIST DRILL Ø8.5 2 PCS MATA BOR 40 TWIST DRILL Ø PCS MATA BOR 41 TWIST DRILL Ø PCS MATA BOR 42 TWIST DRILL Ø PCS MATA BOR 43 TWIST DRILL Ø20 2 PCS MATA BOR 44 TWIST DRILL Ø25 2 PCS MATA BOR 45 TAP M6 2 PCS 46 TAP M8 2 PCS 47 TAP M12 2 PCS 48 TAP M27x2 1 PCS 49 END MILL FINISHING Ø16 2 PCS U/ COUNTER BORE 50 END MILL FINISHING Ø22 2 PCS U/ COUNTER BORE Tabel 4.15 di atas adalah kumpulan part yang dibutuhkan untuk membuat head chipping unit pada design baru. Salah satu contoh cara mendeskripsikan part list

29 66 pada Tabel 4.15 adalah misalnya pada part list nomor 2, nama part yang dibutuhkan adalah cylinder, maker dari part tersebut adalah festo, nomor code part tersebut adalah DNG PPV-A (nomor code ini adalah standar dari maker), amount atau jumlah yang dibutuhkan sebanyak 1 unit, remarks adalah keterangan atau catatan jika ada. Pada kolom maker jika tidak diisi artinya part tersebut bersifat umum contohnya nut M12 atau biasa disebut mur ukuran M Target Pengembangan Kondisi Mesin Chipping yang sudah tidak efektif dan tidak optimal ini menyebabkan banyaknya downtime. Oleh karena itu dibutuhkan adanya improvement pada Mesin Chipping sebagai target pengembangan guna mengatasi masalah tersebut. Dengan adanya improvement ini diharapkan kinerja Mesin Chipping menjadi efektif, efisien dan optimal kembali. Gambar 4.11 Head chipping unit sebelum improvement

30 67 Pada gambar 4.11 terlihat kondisi head chipping unit sebelum improvement telah banyak mengalami corrective action atau repair pengelasan akibat sering patahnya shaft cylinder headinder (lihat gambar 4.11 yang dilingkari garis berwarna hijau). Konstruksi sambungan body head chipping unit masih menggunakan pengelasan (lihat gambar 4.11 yang dilingkari garis berwarna merah), hal ini membuat konstruksi yang rapuh atau mudah patah karena pengelasan sangat rentan terhadap beban getar dan impact. Konstruksi body head chipping unit yang terbuka juga mempengaruhi kondisi lingkungan dengan mengeluarkan suara yang bising. Dengan demikian penulis berusaha mencoba membuat design head chipping unit yang tepat, efektif dan efisien agar dapat mengatasi masalah-masalah yang ada. Gambar 4.12 Target improvement Pada Gambar 4.12 merupakan ilustrasi terhadap target pengembangan atau improvement yang akan dicapai. Pada Gambar 4.12 tersebut terlihat adanya inovasi

31 68 design yang dibuat untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan pada kondisi head chipping unit sebelumnya. Untuk spesifikasi teknisnya telah dibahas pada sub bab diatas. Berikut disajikan jadwal aktivitas improvement pada tabel 4.16 yang telah disusun penulis. Tabel 4.16 Jadwal aktivitas improvement AKTIVITAS Pembuatan Design dan Drawing PR/PP Sp are p art PO Spare part dan JO Workshop Delivery Install Evaluasi masspro Schedule ( ) Agt Sep Okt Nov Des Jan Pada Jadwal aktivitas improvement diatas yang dimaksud dengan PR/PP adalah Purchase Requestition atau Permintaan Pembelian yang dibuat oleh department of engineering dan diberikan kepada Bagian Purchase. PR/PP tersebut berisikan data mengenai spesifikasi part yang akan dipesan oleh department of engineering. PO spare part yang dimaksud pada Jadwal aktivitas improvement diatas adalah Purchase Order yaitu surat yang dikeluarkan Bagian Purchase kepada subcount setelah subcount tersebut resmi menerima pesanan sesuai PR/PP yang telah dibuat oleh department of engineering. Sedangkan JO Workshop yang dimaksud pada Jadwal aktivitas improvement diatas adalah Job Order yang dibuat oleh department of engineering kepada Bagian

32 69 Workshop untuk melakukan pesanan sesuai drawing yang dipesan oleh department of engineering. Jadi dalam proses pemesanan part pada improvement ini dibagi menjadi 2 jalur, yang pertama melalui Bagian Purchase (secara eksternal melibatkan subcount) dan yang kedua melalui Bagian Workshop (secara internal dalam perusahaan). Kemudian yang dimaksud dengan delivery pada Jadwal aktivitas improvement di atas adalah batas waktu pengiriman barang atau spare parts yang dipesan baik melalui Bagian Purchase maupun Bagian Workshop. Tahap install pada jadwal aktivitas improvement di atas adalah aktivitas untuk merakit, memasang atau merangkai seluruh spare part yang telah terkumpul hingga menjadi satu kesatuan head chipping unit. Pada tahap evaluasi masspro, dilakukan evaluasi setelah Mesin Chipping mengalami improvement. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan terhadap improvement yang telah dilakukan. Apabila masih terdapat kelemahan, maka hal ini akan menjadi koreksi dan bahan pertimbangan untuk membuat improvement berikutnya.

33 Konsep Mesin Gambar 4.13 Proses install head chipping unit Gambar 4.13 di atas memperlihatkan konsep design dan proses perakitan bagian-bagian part yang dibutuhkan untuk merangkai menjadi head chipping unit. Sedangkan Gambar 4.14 di bawah memperlihatkan konsep head chipping unit yang sudah dirakit. Gambar 4.14 Design head chipping unit

34 Pengolahan Data Setelah Improvement Perhitungan Waktu Siklus Setelah Improvement Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Untuk menghitung waktu siklus yang akurat diperlukan banyak data yang akan mendukung tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian pada suatu hasil pengukuran. Oleh karena itu dalam setiap kelompok data harus diadakan uji keseragaman data maupun uji kecukupan data untuk menentukan seberapa jumlah data yang digunakan pada perhitungan selanjutnya dalam rangka menghitung waktu baku. Apabila data tidak seragam, maka dilakukan pengurangan data yang ekstrim. Sedangkan apabila data yang ada tidak mencukupi, maka dilakukan penambahan data hingga nilai N < N. Setiap kelompok data harus memenuhi uji keseragaman data dan uji kecukupan data. Berikut adalah perhitungan uji keseragaman data waktu siklus Mesin Chipping setelah improvement. Data pengukuran waktu tersebut adalah sebagai berikut:

35 72 Tabel 4.17 Data perhitungan waktu siklus Mesin Chipping setelah improvement Xi = X = = detik 30 NO Xi (detik) Xi - X (Xi - X )

36 73 Standar deviasi n 1 σ = ( x ( n 1) i= 1 _ i x ) 2 = = 3 x 1.59 = 4.76 UCL = _ x + 3 = = LCL = _ x 3 = = Karena tidak terdapat data yang ada di luar batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa data yang ada telah seragam. Adapun UCL, CL dan LCL ini dapat diilustrasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

37 74 Gambar 4.15 Grafik keseragaman data waktu siklus Mesin Chipping setelah improvement Sedangkan berikut ini adalah perhitungan uji kecukupan data waktu siklus Mesin Chipping. Data pengukuran waktu tersebut sebagai berikut : Tabel 4.18 Perhitungan kuadrat data setelah improvement NO Xi (detik) Xi 2 NO Xi Xi

38 75 Xi = Xi 2 = Uji kecukupan data untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%.adalah sebagai berikut : 40 N ' = N Xi 2 ( Xi Xi) 2 2 N = 40 30( ) ( ) N = 1.67 Karena N < N atau (1.67 < 30) maka data yang ada dikatakan telah mencukupi. Jadi waktu siklus yang di dapat setelah improvement adalah detik Perhitungan Data Downtime Mesin Setelah Improvement Improvement telah selesai dilakukan pada awal Desember Hingga saat ini (Januari 2010), Mesin Chipping yang telah mengalami improvement belum mengalami downtime. Maka rata-rata downtime mesin per bulan diperoleh sebesar 0 menit, sehingga rata-rata downtime mesin per harinya diperoleh sebesar 0 menit.

39 Tingkat Produktivitas Parsial Running Cost Setelah Improvement Perhitungan kapasitas Mesin Chipping setelah improvement Kapasitas mesin adalah jumlah output yang dihasilkan mesin tersebut per hari. Untuk menghitung kapasitas diperlukan perhitungan efisiensi mesin. Berikut di bawah ini dibahas mengenai perhitungan efisiensi dan kapasitas Mesin Chipping. Tabel 4.19 Data perhitungan kapasitas Mesin Chipping setelah improvement 1. In-Efisiensi Produksi Waktu Jumlah Shift Total - Preliminary Shift 5 menit 3 15 menit - 5 K2S 20 menit 3 60 menit - Reamer chipping replacement 4.62 menit menit - Operator 20 menit 3 60 menit 2 Total Loss Time Waktu - In-Efisiensi Mesin (downtime mesin) 0.00 menit - In-Efisiensi Produksi menit Total menit 3 Perhitungan efisiensi Nilai Jam Kerja 21 jam Reject 0.00% Cycle Time Mesin Chipping detik Total menit Efisiensi (%) Total Loss Time Jam Kerja % = 139, % = 88,9% Kapasitas (pcs/hari) Jam Kerja 3600 Efisiensi CycleTime [ 1 reject] = ,9 48,22 [ 1 0] = 1394

40 77 Untuk lamanya in-efisiensi mesin diperoleh nilai 0 menit karena sampai akhir Januari 2010 Mesin Chipping yang telah dilakukan improvement belum mengalami downtime. Untuk keterangan dan cara perolehan nilai lainnya pada Tabel 4.19 sama dengan keterangan dan cara perolehan nilai yang telah dibahas pada Tabel 4.11 Data perhitungan kapasitas Mesin Chipping sebelum improvement. Pada cycle time Mesin Chipping sebesar 48,22 detik diperoleh dari perhitungan waktu siklus setelah improvement pada Bab Dari Tabel 4.19 di atas, dapat dilihat bahwa nilai efisiensi dari Mesin Chipping yang telah mengalami improvement adalah sebesar 88,9%. Dan nilai kapasitas Mesin Chipping tersebut adalah sebesar unit tiap hari Perhitungan Running Cost per Unit Setelah Improvement Running cost per unit adalah biaya pengoperasian Mesin Chipping dalam menyelesaikan satu unit part cylinder headinder head. Berikut ini disajikan Tabel 4.20 yang merupakan rangkuman dari Tabel 4.5 dan Tabel 4.19 di atas. Tabel 4.20 di bawah berisikan data-data yang dibutuhkan untuk menghitung running cost per unit. Tabel 4.20 Daftar data kondisi Mesin Chipping setelah improvement Item Satuan Setelah Improvement Cycle time part det/pcs Work hour tersedia det/hari 75,600 Efisiensi % Kapasitas Mesin Chipping pcs/hari 1,394 Biaya Improvement Rp/repair 50,000,000 Life time mesin (to next repair) tahun 5 Konsumsi listrik kw 0.1 Biaya listrik Rp/kWh 1,000 Konsumsi angin liter/menit 500 Biaya angin Rp/m3 1,100

41 78 Di bawah ini ditampilkan Tabel 4.21 yang digunakan untuk mengetahui biaya proses pengerjaan untuk menyelesaikan 1 part dalam menjalankan Mesin Chipping pada PT X. Tabel 4.21 Daftar data perhitungan running cost per unit setelah improvement Item Unit Setelah Improvement Depr. Cost Repair / cost improvement Rp/hari 27,397 Running Cost Listrik Rp/hari 1,800 Running Cost Angin Rp/hari 594,000 Total Running Cost Rp/hari 623,197 Running Cost per unit Rp/pcs Nilai cost improvement yang tertera pada Tabel 4.21 sebesar rupiah per hari diperoleh dari biaya improvement ( ) dibagi dengan life time mesin dalam satuan hari (5 x 365 hari). Untuk keterangan dan cara perolehan nilai lainnya pada Tabel 4.21 sama dengan keterangan dan cara perolehan nilai yang telah dibahas pada Tabel 4.13 Daftar data perhitungan running cost per unit sebelum improvement. Dari Tabel 4.21 di atas, dapat dilihat bahwa nilai total running cost dari Mesin Chipping setelah mengalami improvement adalah sebesar Rp tiap harinya. Dan running cost per unit Mesin Chipping ini adalah sebesar Rp 447,13 tiap unit Perhitungan Tingkat Produktivitas Parsial Running Cost Setelah Improvement Setelah mendapatkan nilai kapasitas dan running Cost unit dari Mesin Chipping ini, berikutnya menghitung besarnya nilai produktivitas parsial. Nilai-nilai produktivitas parsial yang akan dicari adalah produktivitas running cost. Nilai dari

42 79 produktivitas parsial running cost setelah improvement dari Mesin Chipping tersebut dapat dilihat pada tabel 4.22 di bawah ini. Tabel 4.22 Perhitungan produktivitas parsial running cost setelah improvement ITEM SETELAH IMPROVEMENT Running cost unit Mesin Cipping Rp/pcs Total cost Cylinder head Rp/pcs Produktivitas Pada Tabel 4.22 di atas, nilai Produktivitas parsial running cost diperoleh dengan cara membagi nilai running cost unit Mesin Chipping dengan besarnya nilai total cost Cylinder head, sehingga diperoleh nilai sebesar 213,44. Nilai tersebut berarti bahwa setiap perusahaan mengeluarkan biaya untuk running cost sebanyak 1 Rp setiap unitnya, maka perusahaan akan menghasilkan output (penjualan Cylinder head) sebanyak Rp 213,44 setiap unitnya. 4.6 Analisa Perbandingan Hasil Sebelum dan Setelah Improvement Pada bagian ini dibahas mengenai perbandingan data sebelum dan setelah improvement sebagai evaluasi dari improvement yang telah dilakukan. Untuk mempermudah melihat seberapa besar pengaruh terhadap improvement yang telah di lakukan pada Mesin Chipping dan mengetahui apakah masalah-masalah yang ada dapat diselesaikan atau dapat diatasi, maka disajikan perbandigan data sebelum dan setelah improvement pada Tabel 4.23 di bawah.

43 80 Tabel 4.23 Perbandingan data sebelum dan setelah im provem ent NO DATA SEBELUM IMPROVEMENT SETELAH IMPROVEMENT DELTA PERUBAHAN SATUAN 1 Rata-rat a downtime mesin per bulan menit 2 Waktu siklus detik 3 Tingkat kebisingan dba 4 Efisiensi mesin % 5 Kapasitas mesin pcs 6 Produktivitas parsial running cost Rp/pcs Pada Tabel 4.23 di atas, nilai delta perubahan diperoleh dari selisih antara nilai sebelum improvement dan nilai setelah improvement. Pada perbandingan poin pertama Tabel 4.23 di atas, rata-rata downtime mesin per bulan mengalami penurunan dari 428,64 menit menjadi 0 menit, walaupun data downtime mesin setelah improvement hanya diambil 2 bulan. Dengan penurunan downtime ini tentunya kinerja Mesin Chipping menjadi lebih optimal dan efisien. Pada perbandingan poin kedua Tabel 4.23 di atas, waktu siklus mesin menjadi lebih cepat 10,59 detik (dari 58,81 detik menjadi 48,22 detik). Sehingga output yang dihasilkan Mesin Chipping meningkat. Pada perbandingan poin ketiga Tabel 4.23 di atas, terjadi penurunan tingkat kebisingan sebesar 10,3 dba (dari 107,2 dba menjadi 96,9 dba). Hal ini dapat meningkatkan kenyamanan operator dalam bekerja, serta mengurangi pengaruh negatif terhadap performance fisiologi operator.

44 81 Pada perbandingan poin keempat Tabel 4.23 di atas, terjadi kenaikan efisiensi mesin sebesar 1,7% (dari 87,2% menjadi 88,9%). Dengan meningkatnya efisiensi mesin maka kinerja Mesin Chipping menjadi lebih optimal dan efisien. Pada perbandingan poin kelima Tabel 4.23 di atas, terjadi peningkatan kapasitas mesin sebesar 272 pcs per hari (dari 1122 pcs per hari menjadi 1394 pcs per hari). Sehingga output yang dihasilkan Mesin Chipping pun meningkat. Pada perbandingan poin keenam Tabel 4.23 di atas, terlihat produktivitas parsial running cost meningkat dari 179,55 Rp per pcs menjadi 213,44 Rp per pcs. Sehingga produktivitas parsial running cost meningkat sebesar 33,89 Rp per pcs, artinya perusahaan mendapatkan kenaikan output atau untung (penjualan Cylinder head) sebanyak Rp 33,89 rupiah setiap unitnya. Untuk persentase perubahan yang terjadi setelah dilakukan improvement dapat dilihat pada Tabel 4.24 di bawah. Tabel 4.24 Persentase perubahan kondisi Mesin Chipping setelah improvement NO DATA PERUBAHAN KETERANGAN 1 Rata-rat a downtime mesin per bulan % Menurun 2 Waktu siklus 18.01% Lebih cepat 3 Tingkat kebisingan 9.61% Menurun 4 Efisiensi mesin 1.95% Meningkat 5 Kapasitas mesin 24.24% Meningkat 6 Produktivitas parsial running cost 18.87% Meningkat Nilai perubahan pada Tabel 4.24 di atas diperoleh dari nilai delta perubahan (pada Tabel 4.23) dibagi dengan nilai sebelum improvement (pada Tabel 4.23)

45 82 dikalikan 100 persen. Contohnya nilai perubahan waktu siklus 18,1% diperoleh dari 10,59 dibagi 58,81 kemudian dikalikan 100%. Rata-rata downtime mesin per bulan pada Tabel 4.24 mengalami perubahan yang sangat signifikan sebesar 100% (tidak mengalami downtime), walaupun evaluasi yang dilakukan hanya 2 bulan. Waktu siklus yang diperoleh setelah dilakukan improvement mengalami perubahan yang signifikan sebesar 18,01% (lebih cepat dibandingkan sebelumnya). Tingkat kebisingan atau suara bising yang ditimbulkan Mesin Chipping menjadi berkurang atau mengalami penurunan sebesar 9,61% (10,3 dba). Efisiensi Mesin Chipping menjadi lebih baik dengan peningkatan efisiensi sebesar 1,95%. Kapasitas Mesin Chipping mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu sebesar 24,24% (kapasitas bertambah sebanyak 272 pcs per hari). Produktivitas parsial running cost mengalami peningkatan sebesar 18,87%, artinya perusahaan memperoleh keuntungan atau saving cost sebesar 18,87% tiap unit cylinder head yang diproduksi (33,89 Rupiah per unit cylinder head).

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem dimana faktor-faktor semacam tenaga kerja dan modal/kapital (mesin,

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem dimana faktor-faktor semacam tenaga kerja dan modal/kapital (mesin, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas pada dasarnya berkaitan erat dengan sistem produksi, yaitu sistem dimana faktor-faktor semacam tenaga kerja dan modal/kapital (mesin, peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. harus mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk meningkatkan persaingan dalam dunia industri, setiap perusahaan harus mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lean dan Six sigma merupakan dua metodologi perbaikan yang berbeda satu sama lain dalam hal target, fokus maupun metode yang digunakan. Dalam perkembangan dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit) BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Availability Rate Availability Rate mencerminkan seberapa besar waktu loading time yang tersedia yang digunakan disamping yang terserap oleh down time losses. Berikut adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGENDALIAN PERSEDIAAN PART FRONT FORK 45P DI PT. KAYABA INDONESIA FRANSISKUS XAVERIUS FREDDY TEKNIK INDUSTRI

MEMPELAJARI PENGENDALIAN PERSEDIAAN PART FRONT FORK 45P DI PT. KAYABA INDONESIA FRANSISKUS XAVERIUS FREDDY TEKNIK INDUSTRI MEMPELAJARI PENGENDALIAN PERSEDIAAN PART FRONT FORK 45P DI PT. KAYABA INDONESIA FRANSISKUS XAVERIUS FREDDY 36409166 TEKNIK INDUSTRI PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Bagaimanakah perencanaan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan data 4.1.1 Produk Gutter Complete R/L Perusahaan PT. Inti Pantja Press Industri dipercayakan untuk memproduksi sebagian produk kendaraan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian. BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Definisi Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan persoalan yang dihadapi, maka perlu diuraikan terlebih dahulu langkah-langkah yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA. Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk

BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA. Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk ketorolac 30 mg disini akan menganalisa kondisi yang ada di lapangan dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Menentukan Tema PT. Akebono Brake Astra Indonesia (PT. AAIJ) adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri otomotif, produk yang diproduksi disini adalah brake

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Hasil Data Defect Fusstrebe Dari hasil pembahasan pada bab pengumpulan dan pengolahan data, dapat diketahui beberapa point penting dalam mengetahui jenis-jenis defect yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 3. Spare part MTC tidak mencukupi. 5. Belum ada standarisasi lebal kabel. 1. Belum ada backup network PC user

BAB V PEMBAHASAN. 3. Spare part MTC tidak mencukupi. 5. Belum ada standarisasi lebal kabel. 1. Belum ada backup network PC user BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil temuan data di lapangan berupa sejumlah akar masalah yang menimbulkan lamanya waktu perbaikan jaringan komputer pada IT Hardware, perbandingan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa produktivitas yang berlangsung di PT. Schott Igar Glass (SIG), mulai dari menganalisa perbedaan-perbedaan yang ada antara mesin

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Model dan Teknik Penyelesaian Masalah Model pengatasan masalah reject dapat digambarkan sebagai berikut: STUDI PUSTAKA TUJUAN PENELITIAN OBSERVASI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai macam barangbarang untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat ini, manusia menggunakan mobil sebagai alat transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

Waktu kerja dalam satu bulan = (( 60 x 7 x 5 ) + ( 60 x 5 x1 )) x 2 x 4 = menit. = detik.

Waktu kerja dalam satu bulan = (( 60 x 7 x 5 ) + ( 60 x 5 x1 )) x 2 x 4 = menit. = detik. BAB V HASIL DAN ANALISA Berdasarkan pengumpulan data dan pengukuran waktu yang sudah dilakukan pada tiap tiap proses, maka dapat dilakukan perhitungan kebutuhan mesin dan orang yang diperlukan untuk mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini penerapan teknologi informasi dan komunikasi diperlukan dalam dunia bisnis sebagai alat bantu dalam upaya memenangkan persaingan. Dengan semakin berkembangnya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Dari data produktifitas seksi PCF berdasarkan project yang diperoleh pada project pembuatan die Pakistan, Yaris, dan D38A dapat dituangkan dalam bentuk

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ketiga dari laporan skripsi ini menggambarkan langkah-langkah yang akan dijalankan dalam penelitian ini. Metodologi penelitian dibuat agar proses pengerjaan penelitian

Lebih terperinci

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Jessica Juventia, Lusia P.S Hartanti Program Studi Teknik Industri Universitas Pelita Harapan Surabaya, Indonesia Jessicajuventia28@gmail.com,

Lebih terperinci

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN Menekan Input 1.03-Planning & Budgeting-R0 1/18 MAINTENANCE PLANNING Maintenance Plan diperlukan untuk melakukan penyesuaian dengan Production

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun 2015 Berdasarkan data produk cacat tahun 2015 yang tersaji pada bab sebelumnya, maka dibuat analisa data untuk lanjutan untuk mengetahui faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. selama proses analisa perbaikan, antara lain adalah : penyelesaian masalah terhadap semua kasus klaim yang masuk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. selama proses analisa perbaikan, antara lain adalah : penyelesaian masalah terhadap semua kasus klaim yang masuk. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data Untuk mempermudah identifikasi masalah, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dan digunakan sebagai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan kapasitas produksi dan ketersediaan bahan.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan kapasitas produksi dan ketersediaan bahan. V-21 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur di Indonesia semakin pesat, masing-masing perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing

Lebih terperinci

Mind Map Bantalan Dies

Mind Map Bantalan Dies BAB IV HASIL DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Brainstorming Dari aktivitas penghimpunan ide ide yang telah dilakukan sebelumnya, penulis kemudian membuat mind maping dengan data yang ada. Berikut adalah mind map

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Kerusakan Mesin dan Keputusan Modifikasi Filter Oli Dari data data yang ada di BAB sebelumnya, sudah bisa diketahui bahwa kerusakan mesin khususnya komponen

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 44 BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat PT. TMMIN Casting Plant dalam Memproduksi Camshaft Casting plant merupakan pabrik pengecoran logam untuk memproduksi komponen-komponen mobil Toyota.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%)

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%) BAB V ANALISA HASIL 5.1 Pembahasan Analisa perhitungan Overal Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil perhitungan availability

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Hasil Pengumpulan Data.1.1 Data History Demand Tabel dibawah ini adalah data History Demand dari pemakaian casted screw : WAKTU JUMLAH (pcs) M2 M30 M36 Januari 0 6 Februari

Lebih terperinci

Pendahuluan. I.1 Latar belakang

Pendahuluan. I.1 Latar belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Sejarah Perusahaan IGP Group dimulai dengan berdirinya PT.GKD pada tahun 1980 dengan Frame Chassis dan Press Part sebagai bisnis utamanya. Menjawab

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 44 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Umum Perusahaan PT. XYZ adalah salah satu perusahaan yang begerak di bidang manufaktur pembuatan sepeda motor di Indonesia dengan kepemilikan saham

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Di bawah ini merupakan urutan dari pada tahapan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis : Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 95 96 Uji Kesesuaian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia 46 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia PT Indomo mulia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi peralatan rumah tangga salah satu produk

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE ( TOR ) REPAIR JOURNAL SHAFT

TERM OF REFERENCE ( TOR ) REPAIR JOURNAL SHAFT JASA ASSEMBLY PENDAHULUAN/ LATAR BELAKANG Dalam pengoperasian PLTU Paiton unit 1 dan 2, terjadi beberapa kerusakan pada journal shaft assembly. Kerusakan tersebut antara lain terjadinya keausan pada journal

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses menjadi informasi yang berguna. Sebelum dilakukan pengumpulan data langkah pertama yang

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN PERAWATAN PADA MESIN STAMP AND CUTTING OUTER CASING DI PT. HARAPAN CITRA JAYA BATAM

PENERAPAN MANAJEMEN PERAWATAN PADA MESIN STAMP AND CUTTING OUTER CASING DI PT. HARAPAN CITRA JAYA BATAM PENERAPAN MANAJEMEN PERAWATAN PADA MESIN STAMP AND CUTTING OUTER CASING DI PT. HARAPAN CITRA JAYA BATAM Daniel 1, Vera Methalina 2, Annisa Purbasari 3 1 Program Studi Teknik Industri, Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair.

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair. BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Diagram Proses Pembuatan Frame Body Comp Marking Front Frame Rear Frame General Assy Stay Body Cover Permanent 1 Permanent 2 Permanent 3 Permanent

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu : BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang sangat berperan dalam memberikan input yang signifikan terhadap perusahaan adalah bagian produksi.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. beralamat di Jalan Pandega Marta, Ring Road utara, Kentungan, Sleman, Kafe Zarazara didirikan pada tanggal 7 Juni tahun 2014, oleh

BAB IV PEMBAHASAN. beralamat di Jalan Pandega Marta, Ring Road utara, Kentungan, Sleman, Kafe Zarazara didirikan pada tanggal 7 Juni tahun 2014, oleh BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Usaha 1. Sejarah Singkat Perusahaan Kafe Zarazara adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kuliner dengan fokus produk es krim dan merupakan pelopor dari produk

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data di dalam tulisan ini yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan di pengolahan dan analisis data terdiri dari : 1. Data Total

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Langkah pengumpulan dan pengolahan data telah selesai dilakukan dan telah disajikan dalam bab sebelumnya yaitu bab 4 (empat), maka proses selanjutnya adalah proses analisa

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Fishbone & FMEA Hub Front Brake Tipe KCJS G a m b a r 4 Gambar 4-1 Fishbone hub front brake tipe KCJS Dari fishbone diatas dapat diketahui bahwa harus ada perbaikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN SIMULASI MESIN PRES SIL OLI

BAB IV PEMBUATAN SIMULASI MESIN PRES SIL OLI BAB IV PEMBUATAN SIMULASI MESIN PRES SIL OLI 4.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Telah dirumuskan di Bab 1.2 yaitu : Dengan melihat keadan line produksi sekarang dan data waktu (kosu) produksi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perusahaan dalam hal untuk meningkatkan produktivitasnya harus mempunyai sistem produksi yang baik dengan proses yang terkendali agar dapat memberikan output yang sesuai

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik, dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam) BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN 5.1 Analisa Nilai Availability Table 5.1 Nilai Availability Mesin Steam Ejector Planned Equipment Loss Time Availability Januari 42 6 36 85.71 Februari 44 7 37 84.09 Maret

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan zaman merubah cara pandang konsumen dalam memilih sebuah produk yang diinginkan. Kualitas menjadi sangat penting dalam memilih produk di samping

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya untuk

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya untuk BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya untuk menentukan bentuk persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka hasilnya dapat dilhat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menghadapi pasar bebas masyarakat ekonomi Asean pada 2015, pabrikan komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi lebih kompetitif,

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Maintenance

Sistem Manajemen Maintenance Sistem Manajemen Maintenance Pembukaan Yang dimaksud dengan manajemen maintenance modern bukan memperbaiki mesin rusak secara cepat. Manajemen maintenance modern bertujuan untuk menjaga mesin berjalan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1, Objek Penelitian Objek penelitian untuk tugas akhir ini adalah Process Cycle Efficiency pada proses produksi Blank Cilynder Head Type KPH di PT. X melalui pemetaan produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dari Pengumpulan Data Untuk mempermudahkan identifikasi masalah langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data ini penulis

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Penggantian Komponen Dies dan Mesin Dengan adanya beberapa perubahan desain menjadi dies monoblok, maka besarnya biaya biaya komponen dibagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi sistem informasi akuntansi mempermudah proses bisnis suatu perusahaan. Contoh sistem keuangan yang dibuat khusus untuk para Usaha Mikro

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Sejarah perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat Berdiri PT. Inti Pantja Press Industri merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam group Astra Motor

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Flow Process PT. ADM divisi Stamping Plant Start Press Line IRM 2A Line Single Part 3B Line Logistik PPC 4A Line Press Inspection Door Assy Inspection Dies Maintenance

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. penulis melakukan analisa lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menjadi akar

BAB V ANALISA HASIL. penulis melakukan analisa lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menjadi akar BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Data Dari data-data produktivitas yang didapat dari hasil pengolahan data, penulis melakukan analisa lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menjadi akar penyebab terjadinya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil BAB V ANALISA HASIL Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan di bab sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil pencapain OEE setiap bulannya adalah tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ *Ni Made Sudri, Amalia Mareti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Indonesia *msud_iti@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Permasalahan yang Terjadi Sebelum improvement, di bagian produksi coklat compound terdapat permasalahan yang belum dapat diketahui. Proses grinding coklat compound

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Sejarah Perusahaan (Sumber: Company Profil PT.IGP) Gambar 4.1 Layout IGP Group IGP Group dimulai dengan berdirinya PT.GKD pada tahun 1980 dengan frame

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Metodologi pemecahan masalah yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan. Diagram alir dibawah ini menunjukkan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Jenis Cacat PT. Duta Abadi Primantara adalah perusahan yang memproduksi jenis kasur spring bed dengan type King Koil. Pada tipe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi. berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi. berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri manufaktur. Hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA Data data yang ditampilkan dalam Bab sebelumnya akan dijadikan bahan analisa dalam mendukung dan mendukung usaha perbaikan mutu yang mengarah kepada peningkatan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk, kehandalan dan kelancaran suatu proses serta biaya. Hal ini memicu para

BAB I PENDAHULUAN. produk, kehandalan dan kelancaran suatu proses serta biaya. Hal ini memicu para BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sistem manajemen perawatan merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan di sektor industri manufaktur karena proses perawatan sendiri merupakan aspek

Lebih terperinci

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September PRESENTASI SIDANG SKRIPSI 1 ANALISIS KINERJA DAN KAPABILITAS MESIN DENGAN PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT. X Disusun oleh Nama : Teguh Windarto NPM : 30408826 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: USULAN PENENTUAN KEBUTUHAN SPARE PARTS MESIN COMPRESSOR BERDASARKAN RELIABILITY PT.

Seminar Nasional IENACO ISSN: USULAN PENENTUAN KEBUTUHAN SPARE PARTS MESIN COMPRESSOR BERDASARKAN RELIABILITY PT. USULAN PENENTUAN KEBUTUHAN SPARE PARTS MESIN COMPRESSOR BERDASARKAN RELIABILITY PT.KDL Ratna Ekawati, ST., MT. 1, Evi Febianti, ST., M.Eng 2, Nuhman 3 Jurusan Teknik Industri,Fakultas Teknik Untirta Jl.Jend.Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri percetakan di Indonesia sudah ada sejak awal abad 20. Industri ini memiliki skala yang variatif dilihat dari sisi ukuran usaha, produk, dan prosesnya. Skala

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat dijelaskan sebagai berikut: Garis berwarna hijau adalah Mean (rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Ada dua jenis tipe persediaan atau inventory, yang pertama adalah manufacturing inventory, yaitu penyediaan dari bahan baku atau komponen yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. kuantitas terhadap jumlah barang yang diproduksi khususnya dimesin extruder

BAB V ANALISA. kuantitas terhadap jumlah barang yang diproduksi khususnya dimesin extruder BAB V ANALISA 5.1. Analisa Kapasitas Dari kondisi forecast di tahun 2012 menunjukan adanya peningkatan kuantitas terhadap jumlah barang yang diproduksi khususnya dimesin extruder double layer. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan yang dihadapi dunia industri saat ini menuntut peningkatan dan perbaikan kinerja yang dilakukan secara kontinu agar dapat terus bertahan dan memenangkan persaingan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISIS DATA 4.1 Sejarah Perusahaan PT. SRI adalah perusahaan joint venture dengan PMA (Pemilik Modal Asing) didirikan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Perancangan Perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya diperlukan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN HASIL

BAB V ANALISA DAN HASIL BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa Permasalahan Yang Terjadi Sebelum perbaikan, permasalahan di bagian produksi khususnya dibagian enrobing coklat belum dapat diketahui. Jumlah reject yang banyak pasti

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Lini Produksi Kritis Pada pengolahan data tahap ini dilakukan perbandingan total kerusakan yang terjadi pada ketiga lini produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: (Dokumentasi CV. ASJ)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: (Dokumentasi CV. ASJ) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang CV. ASJ merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri sandal, berlokasi di kota Bandung, Jawa Barat. CV. ASJ memproduksi sandal pria dari

Lebih terperinci

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/10/62/Th. XI, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1 Perkembangan dan Prakiraan Rasio Elektrifikasi Wilayah Indonesia

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1 Perkembangan dan Prakiraan Rasio Elektrifikasi Wilayah Indonesia Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang PT PLN (Persero) merupakan perusahaan satu-satunya yang menyediakan listrik bagi kebutuhan negara Indonesia. Pada tahun 1972, melalui Peraturan Pemerintah No.17, status

Lebih terperinci

Upaya Penurunan Downtime pada Mesin Moulding di PT. X

Upaya Penurunan Downtime pada Mesin Moulding di PT. X Ardyanto, et al. / Upaya Penurunan Downtime pada Mesin Moulding di PT. X/ Jurnal Titra, Vol. 3, No. 2, Juli 2015, pp. 383-390 Upaya Penurunan Downtime pada Mesin Moulding di PT. X Marvin 1, Felecia 2 Abstract:

Lebih terperinci

Analisis Line Efficiency Produk Wall Fan pada Proses Final Assembly (Studi Kasus di PT Panasonic Manufacturing Indonesia)

Analisis Line Efficiency Produk Wall Fan pada Proses Final Assembly (Studi Kasus di PT Panasonic Manufacturing Indonesia) Analisis Line Efficiency Produk Wall Fan pada Proses Final Assembly (Studi Kasus di PT Panasonic Manufacturing Indonesia) Carinda Adistiara *1), Susy Susmartini *2) 1,2) Program Studi Teknik Industri,

Lebih terperinci

PENGURANGAN JUMLAH CACAT PRODUK DENGAN METODE FMEA PADA SECTION FORMING PT. XYZ

PENGURANGAN JUMLAH CACAT PRODUK DENGAN METODE FMEA PADA SECTION FORMING PT. XYZ PENGURANGAN JUMLAH CACAT PRODUK DENGAN METODE FMEA PADA SECTION FORMING PT. XYZ M. Derajat A Teknik Industri Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta derajat.amperajaya@esaunggul.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan komparatif yang didukung oleh sumber daya alam dalam pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Hasil Data Dari hasil pembahasan pada bab pengumpulan dan pengolahan data, dapat diketahui beberapa point penting dalam mengetahui jenis-jenis cacat yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Performansi Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metodologi penelitian ini berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Penulis melakukan

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma merupakan suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk.

TUGAS AKHIR. ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk. TUGAS AKHIR ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk. Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana ( Strata 1 ) Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. CV. JOGI CITRA MANDIRI adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. CV. JOGI CITRA MANDIRI adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi 3.1.1 Analisa Kondisi Perusahaan saat ini CV. JOGI CITRA MANDIRI adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri parfum. Merek parfum

Lebih terperinci