BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN"

Transkripsi

1 44 BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat PT. TMMIN Casting Plant dalam Memproduksi Camshaft Casting plant merupakan pabrik pengecoran logam untuk memproduksi komponen-komponen mobil Toyota. Di dalam casting plant sendiri, hanya terdapat satu lini produksi yang digunakan untuk memproduksi komponen tersebut. komponen yang diproduksi dapat disebut juga produk dari casting plant. Produk yang dihasilkan di casting plant ini berjumlah 3 produk, yaitu block cylinder 1TR, block cylinder 2TR, dan camshaft. Produk camshaft yang menjadi permasalah dan merupakan komponen inti mesin mobil Toyota. Gambar 4.1 Lokasi produk camshaft pada mesin Toyota Secara proses produksi masal / mass production produk camshaft, terdapat beberapa proses yang dilakukan, yaitu seperti pada peta proses operasi berikut ini :

2 Gambar 4.2 Peta proses operasi produk camshaft 45

3 46 Jika dilihat dari peta proses operasi diatas, tampak waktu yang melebihi dari tack time / waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 buah produk camshaft, dimana tack time tersebut sebesar 50 detik. Proses yang tidak standard tersebut adalah proses baritori camshaft yang berada pada finishing line. Baritori camshaft adalah suatu proses untuk membersihkan bari (bahasa Jepang) atau sirip yang ada di area parting line dari produk camshaft. Bari ini terbentuk jika pertemuan antara cetakkan atas dengan cetakkan bawah terdapat celah atau tidak rapat, sehingga saat cairan molten metal akan mengisi celah yang tidak rapat tersebut di dalam cetakkan. Secara standar yang diberlakukan di casting plant, untuk ketebalan bari maksimal yang boleh terbentuk pada produk camshaft adalah sebesar < 1 mm. Sehingga jika terdapat bari yang melebihi ketebalan standar, maka dilakukan proses pembersihan dengan menggunakan gerinda tangan, jika ketebalan masih standar maka tidak dilakukan pembersihan. Gerinda tangan yang digunakan saat ini di proses baritori camshaft adalah sebagai berikut : Gambar 4.3 Gerinda tangan untuk proses baritori camshaft Proses baritori camshaft dikerjakan oleh 1 orang operator. Input produk camshaft berasal dari proses sebelumnya, yaitu dari proses handling hingga proses shot blast machine 005 & 006. Jumlah produksi produk camshaft di finishing line

4 47 terbagi kedalam lot-lot produksi. Yang mana jumlah untuk tiap lot-nya sebanyak 120 buah camshaft yang diletakkan kedalam sebuah pallet. Pallet-pallet tersebut kemudian diletakkan di pos proses handling. Pada proses handling, camshaft akan didistribusikan ke proses shot blast 005 & 006 dengan menempatkan camshaft pada box berisikan 8 buah camshaft. Sehingga untuk 1 lot produksi camshaft akan terdapat 20 kali proses handling ke dalam box. Untuk selanjutnya setiap proses camshaft berisikan 8 buah. Sehingga input produk camshaft di proses baritori ini berupa box yang berisikan 8 buah camshaft. Gambar 4.4 Box produksi camshaft pada proses baritori 4.2 Elemen-elemen Kerja Proses Baritori Camshaft Dalam prosesnya, produksi camshaft untuk tiap box-nya tidak dapat dikerjakan secara sekaligus 8 buah camshaft. Namun dikerjakan satu per satu untuk tiap camshaft. Sehingga terjadi pengulangan elemen yang sama pada proses baritori camshaft sebanyak 7 kali. Untuk itu perlu ditentukan elemen-elemen kerja untuk 1 buah camshaft yang tergambarkan kedalam TSK (Tabel Standard Kerja) sebagai berikut :

5 48 Gambar 4.5 Tabel Standar Kerja (TSK) proses baritori camshaft Dari Tabel Standar Kerja (TSK) diatas, maka dapat ditentukan elemen-elemen kerja untuk produksi dari camshaft ke-1 hingga ke-8, sebagai berikut : Tabel 4.1 Elemen-elemen kerja baritori camshaft

6 49 Sehingga untuk proses baritori camshaft ke-1 memerlukan 4 elemen atau langkah kerja (pada tabel elemen tertulis elemen nomor 1 sampai 4). Kemudian untuk camshaft ke-2 hingga ke-8, menggunakan elemen yang sama dengan ke-1 secara berurutan (pada tabel elemen tertulis nomor 5 sampai 32). Dikarenakan input proses ini dengan menggunakan box, maka terdapat elemen untuk mengembalikan box ke proses sebelumnya (proses shot blast 006). Sehingga pada tabel elemen tertulis nomor 33 sampai 35. Elemen-elemen pada proses baritori camshaft ini tetap mengacu pada standar kualitas dari produk camshaft. Dimana proses baritori akan dilakukan jika ketebalan dari bari melebihi standar yaitu > 1 mm. Jika ketebalan bari masuk kedalam standar

7 50 yaitu < 1 mm, maka tidak dilakukan baritori. Maka jika melihat pada tabel diatas, elemen penggerindaan camshaft tidak ada atau tidak dilakukan pengukuran waktu proses atau dalam kata lain waktu proses penggerindaan camshaft bernilai nol. 4.3 Pengumpulan Data Waktu Proses Setelah mendapatkan elemen-elemen kerja tersebut, maka dilakukan pengambilan data waktu proses untuk tiap-tiap elemen kerja. Pengambilan waktu ini dilakukan dengan metode pengukuran langsung dengan menggunakan jam ukur atau stopwatch. Jika mengacu pada tabel elemen diatas, maka tiap-tiap elemen dilakukan pengukuran waktunya sebanyak 10 kali. Pengumpulan waktu proses berdasarkan elemen-elemennya adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Hasil pengukuran waktu proses tiap elemen

8 51 Dari data pengambilan waktu proses pada tabel diatas, jumlah total N pengambilan data untuk 35 elemen kerja adalah 314 data. Dimana masing-masing elemen mengambil 10 kali pengukuran. Namun terdapat 36 data yang tidak bisa diambil pengukurannya. Data yang tidak bisa diambil pengukurannya itu semua berada pada elemen penggerindaan camshaft. Hal ini dikarenakan ketebalan bari yang sudah masuk kedalam standar, sehingga tidak ada proses menggerinda. Secara keseluruhan didapatkan bahwa waktu minimal yang dibutuhkan untuk memproses 1 box yang berisikan 8 buah produk camshaft ini adalah detik. Bila

9 52 dibandingkan dengan data waktu kerja (Cycle Time) yang sebelumnya sudah ada di finishing line sebesar 78 detik, maka pengumpulan data waktu proses yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan data sebelumnya. Namun diperlukan uji keseragaman dan kecukupan data untuk membuktikannya. Waktu minimum adalah waktu yang digunakan sebagai waktu proses atau cycle time, dikarenakan waktu minimum ini merupakan pencapaian terbaik yang dapat dilakukan oleh operator dan dengan waktu minimum, output yang dihasilkan akan maksimal. 4.4 Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data Melalui metode pengukuran secara langsung akan mendapatkan data yang harus diuji keseragamannya. Data yang tidak seragam biasanya didapatkan karena kesalahan pada saat pengamatan atau kekeliruan pada saat pembacaan jam ukur atau stopwatch. Kekeliruan juga dapat terjadi karena faktor kelelahan dari seorang pengambil data dikarenakan jumlah data yang harus di ambil banyak dan ternyata berdiri lama pada saat proses pengambilan data. Sehingga dengan melihat keadaan yang tidak sesuai maka seharusnya data yang ekstrim (terlalu besar atau kecil dengan data lain) seharusnya dikeluarkan dan tidak dimasukan kedalam perhitungan selanjutnya. Dalam data yang sudah terkumpul pada proses baritori camshaft ini, mengingat jumlah dalam satu cycle time proses terdapat 8 buah produk camshaft, penulis untuk menguji keseragaman data akan mengelompokkan data-data tersebut

10 53 berdasarkan elemen yang sama. Dan akan menguji keseragaman dan kecukupan data tiap masing-masing data elemen kerja tersebut. Pengelompokkan elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ambil camshaft. 2. Check bari. 3. Penggerindaan camshaft. 4. Meletakkan camshaft di shutter TIR. 5. Mengembalikan box. Dalam pengujian keseragaman ini akan menggunakan control chart sebagai alat visual untuk men-test keseragaman data untuk mendapatkan batas-batas atas dan bawah sehingga data yang kita kontrol keseragamannya dapat dijamin. Selain itu dengan control chart ini juga dapat menjadi alat pengambil keputusan berikutnya jika terdapat data yang tidak seragam atau diluar batas kontrol. 1. Pengujian keseragaman data dari elemen Ambil camshaft. Elemen Ambil camshaft ini merupakan langkah pertama dalam proses baritori camshaft. Tabel 4.3 Pengelompokan data Ambil camshaft

11 54 Jumlah data (N) pada elemen ini adalah 80 kali data pengamatan. Dengan jumlah sample pengamatan untuk tiap elemen nya adalah 10 kali. Maka didapatkan perhitungan keseragaman data sebagai berikut : Tabel 4.4 Pengolahan keseragaman data Ambil camshaft Jika data tersebut diolah dengan perhitungan statistik, maka didapat batas kontrol atas dan bawah sebagai berikut : a. Batas Kontrol Atas (BKA) : b. Batas Kontrol Bawah (BKB) :

12 55 Sehingga setelah mendapatkan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), maka control chart dari elemen Ambil camshaft adalah sebagai berikut : Grafik 4.1 Control chart elemen Ambil camshaft Dari grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa data-data dianggap seragam, karena data yang ada di dalam control chart tersebut tidak melewati dari batas kontrol atas maupun batas kontrol bawah. Kemudian untuk pengujian kecukupan data dari pengambilan data waktu proses dari elemen Ambil camshaft dengan jumlah N pengambilan sebanyak 80 kali, berikut hasil pengujian kecukupan data tersebut dengan menggunakan tabel The Maytag Company (1) sebagai berikut :

13 56 Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 17 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada elemen Ambil camshaft dikatakan cukup. 2. Pengujian keseragaman data dari elemen Check bari. Elemen Check bari ini merupakan langkah kedua dalam proses baritori camshaft. Dan jika dikelompokkan ke-8 produk camshaft tersebut maka didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.5 Pengelompokan data Check bari Jumlah data (N) pada elemen ini adalah 80 kali data pengamatan. Dengan jumlah sample pengamatan untuk tiap elemen nya adalah 10 kali. Maka didapatkan perhitungan keseragaman data sebagai berikut :

14 57 Tabel 4.6 Pengolahan keseragaman data Check bari Jika data tersebut diolah dengan perhitungan statistik, maka didapat batas kontrol atas dan bawah sebagai berikut : a. Batas Kontrol Atas (BKA) : b. Batas Kontrol Bawah (BKB) :

15 58 Sehingga setelah mendapatkan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), maka control chart dari elemen Check bari adalah sebagai berikut : Grafik 4.2 Control chart elemen Check bari Dari grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa data-data dianggap seragam, karena data yang ada di dalam control chart tersebut tidak melewati dari batas kontrol atas maupun batas kontrol bawah. Kemudian untuk pengujian kecukupan data dari pengambilan data waktu proses dari elemen Check bari dengan jumlah N pengambilan sebanyak 80 kali, berikut hasil pengujian kecukupan data tersebut dengan menggunakan tabel The Maytag Company sebagai berikut :

16 59 Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 78 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada elemen Check bari dikatakan cukup. 3. Pengujian keseragaman data dari elemen Penggerindaan camshaft. Elemen penggerindaan camshaft ini merupakan langkah ketiga dalam proses baritori camshaft. Dan jika dikelompokkan ke-8 produk camshaft tersebut maka didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.7 Pengelompokan data penggerindaan camshaft Jumlah data (N) pada elemen ini adalah 44 kali data pengamatan, dikarenakan terdapat beberapa produk camshaft yang ketebalan bari-nya sudah masuk standar kualitas. Sehingga pada produk tersebut tidak diambil waktu prosesnya. Dan dengan jumlah sample pengamatan untuk tiap elemen nya adalah 10 kali. Maka didapatkan perhitungan keseragaman data sebagai berikut :

17 60 Tabel 4.8 Pengolahan keseragaman data penggerindaan camshaft Dari data pada tabel tersebut terdapat data yang secara visual merupakan data ekstrim (data terlalu besar atau terlalu kecil), dibandingkan dengan data lainnya. Walaupun secara visual sudah dapat dikatakan data ekstrim, namun perlu dibuktikan lebih lanjut dengan menggunakan control chart. Jika data tersebut diolah dengan perhitungan statistik, maka didapat batas kontrol atas dan bawah sebagai berikut : a. Batas Kontrol Atas (BKA) : b. Batas Kontrol Bawah (BKB) :

18 61 Sehingga setelah mendapatkan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), maka control chart dari elemen penggerindaan camshaft adalah sebagai berikut : Grafik 4.3 Control chart elemen Penggerindaan camshaft Dari grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa data-data dianggap belum seragam, karena data yang ada di dalam control chart tersebut yang melewati dari batas kontrol bawah yaitu pada rata-rata untuk camshaft #4. Dan kemudian untuk pengujian kecukupan data dari pengambilan data waktu proses dari elemen penggerindaan camshaft dengan jumlah N pengambilan sebanyak 44 kali, berikut hasil pengujian kecukupan data tersebut dengan menggunakan tabel The Maytag Company sebagai berikut :

19 62 Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 125 kali pengambilan minimal. Sedangkan jumlah N yang diambil hanya 44 buah saja. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada elemen penggerindaan camshaft dikatakan belum cukup. Pada elemen ini perlu dilakukan pembuangan data yang tidak seragam, dikarenakan : 1. Besaran bari pada sampel yang ekstrim tersebut lebih besar dan lebih banyak jika dibandingkan dengan bari dari sampel yang lain. 2. Proses penggerindaan dilakukan berulang pada sampel yang sama karena penggerindaan pertama kurang bersih atau rapih. Sehingga jika dibuang data ekstrim tersebut, maka data tersebut perlu diolah kembali keseragamannya. Berikut hasil pengolahannya: Tabel 4.9 Pengolahan keseragaman data setelah membuang data ekstrim

20 63 Jika data tersebut diolah dengan perhitungan statistik, maka didapat batas kontrol atas dan bawah sebagai berikut : a. Batas Kontrol Atas (BKA) : b. Batas Kontrol Bawah (BKB) : Sehingga setelah mendapatkan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), maka control chart dari elemen penggerindaan camshaft setelah membuang data ekstrim adalah sebagai berikut :

21 64 Grafik 4.4 Control chart Penggerindaan camshaft setelah buang data ekstrim Setelah membuang data ekstrim, maka dapat disimpulkan bahwa data-data dianggap seragam, karena data yang ada di dalam control chart tersebut tidak melewati dari batas kontrol atas maupun batas kontrol bawah, walaupun terdapat simpangan antar sampel elemen yang cukup besar. Hal ini dikarenakan proses penggerindaan ketebalan bari yang cukup bervariasi antara produk yang satu dengan yang lainnya. Kemudian untuk pengujian kecukupan data dari pengambilan data waktu proses dari elemen penggerindaan camshaft setelah membuang data ekstrim, dengan jumlah N pengambilan sebanyak 37 kali, berikut hasil pengujian kecukupan data tersebut dengan menggunakan tabel The Maytag Company sebagai berikut : Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 30 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada elemen penggerindaan camshaft dikatakan cukup.

22 65 4. Pengujian keseragaman data elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR. Elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR ini merupakan langkah keempat dalam proses baritori camshaft. Dan jika dikelompokkan ke-8 produk camshaft tersebut maka didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.10 Pengelompokan data meletakkan camshaft di shutter TIR Jumlah data (N) pada elemen ini adalah 80 kali data pengamatan. Dengan jumlah sample pengamatan untuk tiap elemen nya adalah 10 kali. Maka didapatkan perhitungan keseragaman data sebagai berikut : Tabel 4.11 Pengolahan keseragaman data meletakkan camshaft di shutter TIR

23 66 Jika data tersebut diolah dengan perhitungan statistik, maka didapat batas kontrol atas dan bawah sebagai berikut : a. Batas Kontrol Atas (BKA) : b. Batas Kontrol Bawah (BKB) : Sehingga setelah mendapatkan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), maka control chart dari elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR adalah sebagai berikut :

24 67 Grafik 4.5 Control chart Meletakkan camshaft di shutter TIR Dari grafik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa data-data dianggap seragam, karena data yang ada di dalam control chart tersebut tidak melewati dari batas kontrol atas maupun batas kontrol bawah. Kemudian untuk pengujian kecukupan data dari pengambilan data waktu proses dari elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR dengan jumlah N pengambilan sebanyak 80 kali, berikut hasil pengujian kecukupan data tersebut dengan menggunakan tabel The Maytag Company sebagai berikut : Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 46 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR dikatakan cukup. 5. Pengujian keseragaman data elemen Mengembalikan box. Elemen Meletakkan camshaft di shutter TIR ini merupakan langkah kelima dalam proses baritori camshaft. Dan jika dikelompokkan ke-8 produk camshaft tersebut maka didapatkan data sebagai berikut :

25 68 Tabel 4.12 Pengelompokan data mengembalikan box Dari tabel pengukuran waktu proses diatas, untuk elemen mengembalikan box terdapat 3 langkah yang berbeda, yaitu : 1. Ambil box dari seluncuran atau shutter masuk. 2. Angkat dan taruh box ke seluncuran atau shutter keluar. 3. Dorong box. Terdapat data ekstrim yang ada pada langkah ke-2 (angkat dan taruh box ke seluncuran atau shutter keluar) dikarenakan terdapat halangan saat angkat box. Dan untuk langkah ke-1 dan ke-3, dapat dikatakan data sudah seragam, karena selisih antar data (R) adalah 0. Untuk langkah ke-2 tersebut, jika dimasukan ke perhitungan statistik untuk mendapatkan kecukupan data adalah sebagai berikut :

26 69 Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 22 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada langkah kerja ke-2 pada elemen mengembalikan box dikatakan belum cukup. Jika dihilangkan data ekstrim dari langkah kerja ke-2 ini, kemudian dihitung kembali dengan data statistik adalah sebagai berikut : Tabel 4.13 Pengolahan data angkat dan taruh box ke seluncuran keluar Jika dimasukan ke perhitungan statistik untuk mendapatkan kecukupan data adalah sebagai berikut : Dengan demikian jumlah pegambilan yang seharusnya dilakukan, dalam estimasi 95% convidence level dan 5% degree of accuracy dan data sampel pengamatan = 10, adalah sebanyak 2 kali pengambilan minimal. Sehingga dapat disimpulkan untuk pengambilan data pada langkah kerja ke-2 pada elemen mengembalikan box dikatakan cukup. 4.5 Penurunan Waktu Proses dengan 6 Step Standardized Work Step 1 Establishment of 3 Slips

27 70 Dalam step 1 ini, perlu disajikan 3 dokumen / slips yang menjadi dasar atau patokan dalam penurunan waktu proses dengan menggunakan metode standardized work. Tiga dokumen itu adalah : 1. Yamazumi Chart. 2. Tabel Standar Kerja (TSK). 3. Tabel Standar Kerja Kombinasi (TSKK). Sebelumnya pada BAB Pendahuluan, sudah tersaji yamazumi chart dari proses baritori camshaft ini, namun setelah dilakukan pengujian kecukupan dan keseragaman data, yamazumi chart tersebut harus dirubah agar sesuai dengan keadaan aktual yang ada. Berikut yamazumi chart setelah dilakukan perubahan atau aktualisasi : Grafik 4.6 Yamazumi Chart Camshaft setelah diaktualisasikan

28 71 Kemudian Tabel Standar Kerja (TSK) yang digunakan untuk menjabarkan langkah-langkah dari proses kerja baritori camshaft tidak memiliki perubahan. Berikut ilustrasi TSK tersebut : Gambar 4.6 Tabel Standar Kerja (TSK) proses baritori camshaft setelah diaktualisasikan Kemudian Tabel Standard Kerja Kombinasi (TSKK) yang diilustrasikan dalam bentuk diagram waktu berbaris atau time line, adalah sebagai berikut :

29 Step 2 Klarifikasi Elemen-elemen Kerja Setelah dilakukan pengujian keseragaman data terhadap data waktu proses baritori camshaft, maka terdapat data yang harus dihilangkan. Sehingga diperoleh elemen-elemen dengan waktu proses yang sudah seragam, sebagai berikut : Tabel 4.14 Elemen-elemen baritori camshaft setelah menghilangkan data ekstrim

30 73 Dengan demikian terdapat data terbaru dari waktu minimal yang dibutuhkan untuk memproses 1 box yang berisikan 8 buah produk camshaft yaitu detik. Sehingga bila dibandingkan dengan data waktu kerja (Cycle Time) yang sebelumnya sudah ada di finishing line yaitu sebesar 78 detik, maka data waktu tersebut dapat dikatakan sudah tidak sesuai dengan keadaan aktual dari proses baritori camshaft. Ketidak sesuaian tersebut dimungkinkan terjadi karena skill operator sudah mulai baik ataupun pada pengukuran data sebelumnya terjadi kesalahan baik data tidak seragam atau data yang harus diambil tidak cukup. Kemudian waktu proses yang terbaru ini selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan waktu proses standard (Tack Time) maksimal 50 detik. Sehingga diperlukan perbaikan atau improvement sebanyak detik Step 3 Breakdown to Valuable Work, Non Valuable Work and Walking, Kemudian Tentukan Target

31 74 Pada step ketiga ini, dari elemen-elemen kerja yang sudah terjabarkan dari yamazumi chart, akan di breakdown kembali berdasarkan kategori-kategori kerja sebagai berikut berdasarkan teori seven value stream : a. Valuable Work (VW), yaitu elemen kerja yang mempunyai nilai tambah terhadap produk yang dikerjakan manual oleh operator. b. Non-Valuable Work (NVW), yaitu elemen kerja yang tidak mempunyai nilai tambah terhadap produk dan lebih banyak pergerakan pemindahan produk. c. Walking (W), yaitu gerakan berjalan yang dilakukan operator saat akan memindahkan (Handling) produk dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan. Tabel 4.15 Tabel kategori elemen kerja baritori camshaft

32 75 Sehingga untuk elemen-elemen kerja pada proses baritori camshaft, terdapat 2 elemen yang masuk kedalam kategori valuable work, yaitu elemen check bari, dimana dengan kegiatan check ini dapat melihat bagian mana yang harus digerinda dan bagian mana yang tidak. Dan elemen penggerindaan camshaft, dimana dengan menggerinda ini dapat menghilangkan bari yang tidak diperlukan sehingga masuk kedalam standar. Walaupun elemen penggerindaan ini termasuk valuable work, namun didalamnya terdapat pergerakan yang termasuk non-valuable work, seperti ambil gerinda, hidupkan gerinda, matikan gerinda, dan taruh kembali gerinda ke tempatnya (detail dapat dilihat pada lampiran-element Instruction Sheet). Kemudian terdapat 5 elemen yang masuk kedalam non-valuable work, yaitu elemen ambil camshaft, dimana camshaft tidak diperlakukan apa-apa hanya diambil saja dari box. Kemudian meletakkan camshaft ke shutter TIR, dimana camshaft hanya dipindahkan dari tempat penggerindaan ke shutter TIR, namun tidak dikatakan Walking atau berjalan karena operator tidak melakukan kegiatan berjalan saat meletakkannya ke shutter tersebut. Kemudian ambil box dari seluncuran masuk, angkat dan taruh box ke seuncuran keluar, serta dorong box, sama-sama tidak memberikan nilai tambah sama sekali kepada produk. Tujuan dari pengelompokan berdasarkan kategori ini merupakan suatu prioritas dari elemen-elemen mana yang harus dilakukan perbaikan lebih dahulu atau improvement (Non-valuable work dan Walking) dan elemen-elemen mana yang perlu diperbaiki di dalam valuable work.

33 76 Kemudian diperlukan pula target penurunan dari elemen-elemen tersebut, sehingga menjadi dasar untuk melakukan penurunan waktu proses atau improvement menuju waktu standar yang sudah ditetapkan. Tabel 4.16 Tabel Target elemen kerja baritori camshaft Berikut grafik ilustrasi dari breakdown valuable work, non-valuable work, dan walking serta targetnya dari proses baritori camshaft : Grafik 4.8 Breakdown valuable work, non-valuable work dan walking proses baritori camshaft

34 Step 4-1 Perbaikan atau Improvement pada kategori NVW (Non- Valuable Work) Perbaikan atau improvement yang dilakukan dimulai dari penurunan pada elemen-elemen yang masuk kategori non-valuable work. Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya pada step ketiga, elemen-elemen yang akan dilakukan perbaikan adalah : 1. Ambil camshaft. 2. meletakkan camshaft di shutter TIR. 3. Ambil box dari seluncuran masuk. 4. Angkat dan taruh box ke seluncuran keluar. 5. Dorong box. Keseluruhan waktu proses dari elemen-elemen tersebut adalah detik. Kemudian target penurunannya adalah sebesar 8 detik, sehingga harus dilakukan penelusuran untuk mencari akar masalah yang dapat menyebabkan waktu proses pada kategori non-valuable work tersebut dapat mencapai detik. Dengan menggunakan analisa dengan menggunakan diagram fish bone (pada gambar 4.6 Diagram fish bone untuk analisa akar masalah pada nonvaluable work), maka akan mendapatkan akar dari masalah tersebut. Faktor-faktor yang akan dilakukan analisis tersebut adalah dari faktor metode dan manusia atau man.

35 78 Berikut hasil dari analisa akar masalah dengan menggunakan diagram fish bone : Gambar 4.7 Diagram fish bone untuk analisa akar masalah pada non-valuable work Untuk lebih memperjelas area kerja dari elemen-elemen yang akan di perbaiki pada proses bariori camshaft, berikut ilustrasi layout-nya :

36 79 Gambar 4.8 Ilustrasi Layout area yang termasuk non-valuable work Dari diagram fish bone diatas, dapat diketahui akar-akar dari masalah yang menyebabkan elemen yang termasuk kategori non-valuable work memiliki waktu proses yang panjang. Perbaikan atau improvement yang akan dilakukan hanya ditujukan untuk memperbaiki akar-akar masalahnya saja. Berikut ilustrasi dari akar-akar masalah tersebut : 1. Elemen Ambil camshaft. - Problem yang terlihat : Proses ambil camshaft yang tidak teratur. - Akar-akar masalah : a) Delivery camshaft dengan box. b) Cara ambil oleh operator tidak standar. Jika ditelusuri gejala-gejala hingga mendapatkan akar masalah adalah sebagai berikut : Gambar 4.9 Diagram alir akar masalah delivery camshaft dengan box

37 80 Dari akar masalah tersebut jika delivery camshaft dengan box, maka posisi camshaft akan bertumpuk-tumpuk. Hal ini yang menyebabkan posisi pengambilan camshaft yang dilakukan operator menjadi berbeda-beda. Sehingga proses ambil camshaft menjadi tidak teratur dan waktu proses ambil camshaft menjadi panjang. Berikut ilustrasi posisi camshaft pada box yang bertumpuk-tumpuk tersebut : Gambar 4.10 Ilustrasi posisi camshaft pada box Jika dilihat dari ilustrasi diatas, penggunaan box masih dilakukan karena belum ada design khusus untuk delivery camshaft dari proses HSB 006 ke proses baritori camshaft. Seperti terlihat diatas, box tersebut sebenarnya tidak cukup menampung 8 buah produk camshaft, sehingga posisinya menjadi bertumpuk-tumpuk. Kemudian jika cara ambil oleh operator yang tidak standard (baik posisi pegangan tangan dan lokasi ambil camshaft), maka jarak pengambilan antara camshaft yang satu dengan lainnya berbeda. Sehingga posisi pengambilan camshaft juga berbeda-beda.

38 81 Gambar 4.11 Ilustrasi lokasi ambil camshaft Standar lokasi ambil camshaft adalah pada bagian journal No.3 seperti yang tertera pada Element Instruction Sheet (EIS). Namun operator juga mengambil pada bagian Flange. Gambar 4.12 Ilustrasi jarak yang berbeda-beda saat ambil camshaft Untuk memperbaiki masalah ini, maka diperlukan design ulang yang memungkinkan saat delivery camshaft, posisinya tidaklah bertumpuk-tumpuk. Ide untuk perbaikan ini adalah dengan tidak lagi menggunakan box dan proses delivery-nya dengan menggelindingkan camshaft dengan menggunakan rel dari proses HSB 006 ke proses baritori camshaft. Berikut ilustrasi ide perbaikan tersebut :

39 82 Gambar 4.13 Ilustrasi ide perbaikan ambil camshaft Dari ide perbaikan ini, delivery camshaft tidak lagi menggunakan box, dan camshaft tampak tidak bertumpuk-tumpuk. Camshaft di digelindingkan dengan rail / rel sebagai jalurnya. Kemudian jarak pengambilan operator terhadap camshaft menjadi tetap (tidak ada lagi jarak terjauh dan terdekat). Dan cara pengambilannya juga tetap yaitu menggunakan tangan kanan dan mengambil pada bagian journal No.3 dengan cara digengam penuh. Namun masih terdapat problem, dimana posisi camshaft terhadap operator menjadi tegak lurus, sehingga keadaan tangan operator menekuk dan tidak ergonomis. Selain itu operator juga harus menggeser camshaft yang ada disebelahnya seupaya mudah mengambilnya. Maka diperlukan reposisi atau re-layout dari posisi operator terhadap posisi camshaft pada rel tersebut. Namun dalam melakukan relayout posisi tersebut harus mempertimbangkan elemen-elemen lain yang ada.

40 83 2. Elemen Meletakkan camshaft ke shutter TIR - Problem yang terlihat : Meletakkan camshaft ke shutter TIR tidak ergonomis - Akar-akar masalah : a) Tangan operator harus mengangkat camshaft. b) Badan operator harus memutar. Jika ditelusuri gejala-gejala hingga mendapatkan akar masalah adalah sebagai berikut : Gambar 4.14 Diagram alir akar masalah meletakkan camshaft ke shutter TIR Proses meletakkan camshaft ke shutter TIR ini dilakukan setelah camshaft selesai dilakukan penggerindaan. Keadaan yang diinginkan adalah camshaft tidak lagi diletakkan dengan cara diangkat terlebih dahulu kemudian diletakkan. Karena dengan merubah metode tersebut sangat dimungkinkan untuk mengurangi waktu proses.

41 84 Ide perbaikan yang ingin dilakukan adalah dengan membuat sama tinggi antara jig camshaft dengan shutter TIR, dan lokasinya dibuat berhadapan. Jika dikombinasikan dengan perbaikkan pada elemen ambil camshaft maka memungkinkan untuk dilakukan re-layout yang sudah direncanakan sebelumnya. Berikut ilustrasi sebelum dan sesudah perbaikan yang mengkombinasikan antara elemen ambil camshaft dengan elemen meletakkan camshaft ke shutter TIR : Gambar 4.15 Ilustrasi sebelum dan sesudah perbaikan

42 Step 4-2 Perbaikan atau Improvement pada kategori VW (Valuable Work) Pada kategori valuable work terdapat elemen-elemen kerja sebagai berikut : 1. Check bari. 2. Penggerindaan camshaft. Untuk elemen kerja ini merupakan proses kerja yang memberikan nilai tambah terhadap produk yang sedang dikerjakannya. Namun terkadang terdapat beberapa urutan kerja yang ada di dalam elemen kerja tersebut yang tidak memberikan nilai tambah. Inilah yang disebut non-valuable work didalam valuable work. Hal ini terlihat didalam Element Isntruction Sheet (EIS) pada elemen penggerindaan camshaft sebagai berikut : Tabel 4.17 Element Instruction Sheet dari penggerindaan camshaft

43 86 Terlihat dari tanda kotak yang berwarna merah, bahwa urutan kerja tersebut masuk kedalam kategori non-valuable work, yaitu mengambil gerinda, meng-on-kan gerinda, meng-off-kan gerinda, serta meletakkan gerinda. Urutan kerja tersebut tidak memberikan nilai tambah kepada produk, namun perlu dilakukan untuk menunjang urutan kerja yang memberikan nilai tambah, yaitu gerinda camshaft. Pada keadaan ini, gerinda harus di-on dan di-off-kan, karena type dari gerinda tersebut dengan memutar handle. Perlu dua tangan untuk mengoperasikan gerinda tersebut. Untuk mengurangi waktu proses pada penggerindaan camshaft ini, perlu dilakukan perbaikan dengan mengubah type gerinda dari segi meng-onkan dan meng-off-kan nya. Gambar 4.16 Ilustrasi sebelum dan sesudah mengubah type gerinda Step 5 Resume dari Perbaikan dan Jika Diperlukan Lakukan Perbaikan Kembali Pada step keempat, sudah dijabarkan perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan untuk menurunkan waktu proses baritori camshaft. Sehingga pada step

44 87 kelima ini akan dilakukan resume setelah perbaikan tersebut. Jika perbaikan yang sudah dilakukan namun masih terdapat hal yang perlu diperbaiki kembali, maka pada step ini perlu dijabarkan item perbaikannya. Setelah perbaikan tersebut, waktu proses dapat diturunkan. Berikut data pengukuran waktu sebelum dan sesudah perbaikan : Tabel 4.18 Data waktu proses baritori camshaft sebelum dan sesudah perbaikan

45 88 Dari hasil perbaikan terjadi penurunan waktu proses baritori camshaft dari detik menjadi detik (persentase penurunan sebesar 39.18%). Sehingga membuktikan bahwa perbaikan yang dilakukan dapat memenuhi / dapat mencapai dibawah waktu standar yang sebesar 50 detik. Namun belum mencapai target yang ditetapkan sebesar 48 detik. Berikut detil dari penurunan yang didapatkan : Tabel 4.19 Penurunan waktu sebelum dan sesudah elemen kerja baritori camshaft

46 89 Grafik 4.9 Grafik valuable work, non-valuable work dan walking sebelum dan sesudah perbaikan Penurunan waktu ini didapat dari beberapa perbaikan dari elemen-elemen kerja yang masuk kedalam kategori valuable work dan non-valuable work. Resume dari perbaikan-perbaikan yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Merubah metode delivery camshaft dari proses sebelumnya (HSB 006), yang sebelumnya menggunakan box sehingga camshaft didalamnya bertumpuk-tumpuk, menjadi menggelindingkan camshaft melalui rail atau rel sehingga tidak terjadi tumpukan produk. 2. Menghilangkan penggunaan box, sehingga tidak terdapat lagi elemen ambil box dari seluncuran masuk, angkat dan taruh box ke seluncuran keluar, dan dorong camshaft. 3. Merubah metode pada elemen meletakkan camshaft ke shutter TIR yang sebelumnya terdapat pergerakan angkat camshaft sehingga

47 90 tangan operator menjadi menekuk, dan badan operator memutar, menjadi menggelindingkan camshaft dengan dorongan tangan kiri oleh operator, sehingga tidak terdapat lagi gerakan angkat produk. 4. Merubah posisi atau re-layout area proses baritori camshaft sehingga menjadi lebih ergonomis. 5. Mengganti type meng-on-kan dan meng-off-kan gerinda tangan yang digunakan pada elemen penggerindaan camshaft dari type memutar menjadi menekan handle gerinda Step 6 Standarisasi Setelah terjadi perubahan dari kegiatan perbaikan yang sudah dilakukan, maka standar-standar yang sebelumnya ada harus dilakukan perubahan dan penyesuaian. Standar-standar yang dimaksud adalah 3 slips, dan Element Instruction Sheet (EIS). Berikut hasil perubahannya :

48 91 Grafik 4.10 Yamazumi chart setelah perbaikan pada proses baritori camshaft Tabel Standard Kerja (TSK) proses baritori camshaft menjadi : Gambar 4.17 Tabel Standar Kerja (TSK) setelah perbaikan pada proses baritori camshaft Tabel Standard Kerja Kombinasi (TSKK) proses baritori camshaft menjadi :

ANALISA PENURUNAN WAKTU PROSES BARITORI CAMSHAFT DENGAN METODE 6 STEP STANDARDIZED WORK DI PT.TMMIN

ANALISA PENURUNAN WAKTU PROSES BARITORI CAMSHAFT DENGAN METODE 6 STEP STANDARDIZED WORK DI PT.TMMIN ANALISA PENURUNAN WAKTU PROSES BARITORI CAMSHAFT DENGAN METODE 6 STEP STANDARDIZED WORK DI PT.TMMIN Anak Agung Gede Ngurah Arika Dwiyana Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia Abstrak PT. Toyota

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam Analisa untuk pengurangan waktu proses mesin peleburan material logam ini, dilakukan pengukuran waktu secara langsung dengan menggunakan stopwatch. Secara lengkap,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang sangat berperan dalam memberikan input yang signifikan terhadap perusahaan adalah bagian produksi.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI BEBAN KERJA DAN STANDARISASI ELEMEN KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES FINISHING PART OUTER DOOR DI PT TMMIN

OPTIMALISASI BEBAN KERJA DAN STANDARISASI ELEMEN KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES FINISHING PART OUTER DOOR DI PT TMMIN OPTIMALISASI BEBAN KERJA DAN STANDARISASI ELEMEN KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES FINISHING PART OUTER DOOR DI PT TMMIN Iswahyudi Dwi Nurcahyo; Gunawarman Hartono Industrial Engineering Department,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Multikarya Sinardinamika berdiri pada Desember 1990 dan mulai beroperasi pada Januari 1991. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengaturan Jam Kerja Berikut adalah kebijakan jam kerja di PT. XX Tabel 4.1 Jam Kerja Reguler Reguler Hari Jam Kerja Istirahat Total Waktu Kerja Senin - Kamis

Lebih terperinci

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS)

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS) VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM A. Pengertian Toyota Production System (TPS) Perusahaan berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan keryawan melalui usaha yang berkelanjutan untuk menghasilkan laba, sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan industri yang semakin ketat seperti saat ini, selain ditentukan oleh kemampuan menghasilkan produk berkualitas tinggi dan harga jual yang bersaing, juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian. BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Definisi Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan persoalan yang dihadapi, maka perlu diuraikan terlebih dahulu langkah-langkah yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Model dan Teknik Penyelesaian Masalah Model pengatasan masalah reject dapat digambarkan sebagai berikut: STUDI PUSTAKA TUJUAN PENELITIAN OBSERVASI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pembahasan selanjutnya yang berhubungan dengan kepentingan pemecahan masalah itu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pembahasan selanjutnya yang berhubungan dengan kepentingan pemecahan masalah itu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemecahan Masalah Untuk melakukan pemecahan masalah dan analisa pengolahan data, maka pada bab ini dikumpulkan data-data sebagai sumber ataupun input yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair.

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair. BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Diagram Proses Pembuatan Frame Body Comp Marking Front Frame Rear Frame General Assy Stay Body Cover Permanent 1 Permanent 2 Permanent 3 Permanent

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Menentukan Waktu Siklus Tiap Proses. 4.1.1 Proses Pemasangan Komponen (Setting Part) 4.1.1.1 Elemen operasi pada proses ini adalah : 1. Setting holder magnet ke rotor dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Produktivitas Berbicara mengenai produktivitas kerja, maka hal ini akan selalu dikaitkan dengan pengertian efektif dan efisien kerja. Produktivitas kerja sering kali

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Interaksi Manusia dan Mesin Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2003: 58) menjelaskan bahwa kata Mesin dapat diartikan lebih luas yaitu menyangkut semua obyek fisik berupa peralatan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1, Objek Penelitian Objek penelitian untuk tugas akhir ini adalah Process Cycle Efficiency pada proses produksi Blank Cilynder Head Type KPH di PT. X melalui pemetaan produk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools BAB V ANALISA HASIL 5.1 Tahap Analisa Setelah mengetahui dan menemukan banyaknya kerusakan yang ditemukan pada proses produksi, maka anggota team perbaikan yang terdiri dari Industrial Enggineering, Quality

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas,

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas, BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan tahap-tahap yang harus dilalui terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas, sehingga pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Statistic Quality Control (SQC) Statistik merupakan teknik pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisa informasi yang terkandung di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Dari penelitian menerangkan bahwa, Perancangan kerja merupakan suatu disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prosedur dan prinsip

Lebih terperinci

V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI

V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI A. General Induksi General Induksi merupakan suatu kegiatan pengenalan prinsip-prinsip yang dianut oleh toyota kepada karyawan baru, agar karyawan baru

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk menjawab hasrat keingintahuan manusia yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Menurut sumbernya, data-data yang berhasil dirangkum selama penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi data yang diperoleh dari hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Selain teori-teori yang telah dijabarkan sebelumnya, maka pada bab ini akan pula dijabarkan tentang metodologi dari penelitian yang dilakukan. Untuk mencapai penelitian yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia diawali dengan mengetahui semua pekerjaan yang dilakukan di pabrik. Setelan itu, dilakukan pengenalan istilah-istilah

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii

DAFTAR ISI. Halaman. viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Sejarah Perusahaan (Sumber: Company Profil PT.IGP) Gambar 4.1 Layout IGP Group IGP Group dimulai dengan berdirinya PT.GKD pada tahun 1980 dengan frame

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri Otomotif merupakan salah satu jenis bisnis yang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri Otomotif merupakan salah satu jenis bisnis yang berkembang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Balakang Industri Otomotif merupakan salah satu jenis bisnis yang berkembang pesat di Indonesia. Laju perkembangan industri Otomotif masyarakat Indonesia saat ini relatif

Lebih terperinci

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M.

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M. ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ Benny Winandri, M.Sc, MM ABSTRAK: PT. XYZ adalah industri yang memproduksi pakaian jadi. Seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metodologi penelitian ini berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Penulis melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Persaingan global di bidang manufacturing otomotif yang sarat dengan tuntutan kualitas, lead time singkat dan on time delivery maka diperlukan perbaikan terus menerus dan rencana produksi

Lebih terperinci

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08 Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur 1 Why Statistik Kecepatan Produksi sangat cepat, pengecekan 100% sulit dilakukan karena tidak efisien Cycle time produksi motor di AHM : 1,7 menit Cycle time

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA Retno Indriartiningtias Laboratorium Ergonomi dan APK Jurusan Teknik Industri Universitas Trunojoyo, Madura Email : artiningtias@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Mutu Karakteristik lingkungan dunia usaha saat ini ditandai oleh perkembangan yang cepat disegala bidang yang menuntut kepiawaian manajemen dalam mengantisipasi setiap

Lebih terperinci

BAB 1 LANDASAN TEORI

BAB 1 LANDASAN TEORI 5 BAB 1 LANDASAN TEORI 1.1 Produktivitas Menurut Sinungan (2003, P.12), secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1. Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran kerja

Lebih terperinci

PERTEMUAN #13 UJI PETIK PEKERJAAN (WORK SAMPLING) TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

PERTEMUAN #13 UJI PETIK PEKERJAAN (WORK SAMPLING) TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA UJI PETIK PEKERJAAN (WORK SAMPLING) PERTEMUAN #13 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Bab 2 ini merupakan dasar pengembangan peneliti dalam melakukan penelitian agar menjadi suatu yang terarah. Tinjauan pustaka berisi mengenai studi penelitian terdahulu

Lebih terperinci

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module.

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module. Sumber : PQM Consultant. 2011. 7QC Tools Workshop module. 1. Diagram Pareto 2. Fish Bone Diagram 3. Stratifikasi 4. Check Sheet / Lembar Pengecekan 5. Scatter Diagram / Diagram sebar 6. Histogram 7. Control

Lebih terperinci

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING Yayan Indrawan, Ni Luh Putu Hariastuti Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Putu_hrs@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang dilalui penulis dalam menyusun penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah tahap awal penelitian, tahap pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

Perbaikan Penanganan Pemindahan Proses Packaging Paku

Perbaikan Penanganan Pemindahan Proses Packaging Paku Perbaikan Penanganan Pemindahan Proses Packaging Paku Louis Chandra 1 Abstract: The research was done at a manufacturing company that processes wire nails. The problem always happens on the operator of

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ketiga dari laporan skripsi ini menggambarkan langkah-langkah yang akan dijalankan dalam penelitian ini. Metodologi penelitian dibuat agar proses pengerjaan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penelitian ini terpusat di departemen produksi 2 tempat berlangsungnya proses polishing. Dalam departemen produksi 2 terdapat empat line yaitu

Lebih terperinci

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT By: Rini Halila Nasution, ST, MT Alat, bahan dan pekerja harus diatur posisinya sedemikian rupa dalam suatu pabrik, sehingga hasilnya paling efektif dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang ada pada bab sebelumnya, maka akan dilakukan analisis guna mengetahui hasil yang lebih optimal. Pembahasan ini dilakukan untuk memberikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Alpine Cool merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Produk yang dihasilkan perusahaan adalah Refigerator System atau yang lebih dikenal dengan sebutan panel pendingin. Dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Langkah awal yang perlu dilakukan untuk menjawab tantangan dan persaingan global di bidang industri manufaktur otomotif khususnya di seksi Die Design, adalah suatu analisa manajemen

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Di dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi perusahaan, maka sebelumnya harus dilakukan pengamatan dan penelitian

Lebih terperinci

Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA

Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA Pengertian Sampling pekerjaan adalah suatu prosedur pengukuran cara langsung yang dilakukan pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Standar pekerja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk yang tepat, berkualitas tinggi dengan harga

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk yang tepat, berkualitas tinggi dengan harga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan industri otomotif didunia khususnya di Indonesia, menyebabkan para pelaku industri melakukan inovasi baru untuk menghasilkan produk-produk

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini berisi hasil pengujian terhadap alat yang sudah dikerjakan serta analisis sistem yang telah direalisasikan. Pengujian terdiri dari pengujian sistem pengisian data,

Lebih terperinci

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja (Studi Waktu / Time Study) Perbaikan postur Perbaikan proses Perbaikan tata letak Perbaikan metode /cara kerja Data harus baik, representasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir DELAPAN LANGKAH 8. Menetapkan target 1. Menentukan tema & analisa situasi 9. Standarisasi & rencana 2. Menetapkan target 6. Evaluasi hasil 3. Analisa faktor penyebab

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juni di Sunter Plant 1 yang bertempat di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil BAB V ANALISA HASIL Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan di bab sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil pencapain OEE setiap bulannya adalah tidak

Lebih terperinci

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3 RANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WAITING TIME PADA PROSES PRODUKSI RUBBER STEP ASPIRA BELAKANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS: PT AGRONESIA DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET) 1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SMED (Single Minute Exchange Die) Salah satu masalah yang dihadapi oleh industri manufaktur adalah seringnya keterlambatan dalam menyelesaian pekerjaan sehingga tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

FEEDER ATTACHMENT UNTUK PERBAIKAN PRODUKTIFITAS PADA SALAH SATU PROSES STAMPING DI INDUSTRI KOMPONEN PRESS

FEEDER ATTACHMENT UNTUK PERBAIKAN PRODUKTIFITAS PADA SALAH SATU PROSES STAMPING DI INDUSTRI KOMPONEN PRESS FEEDER ATTACHMENT UNTUK PERBAIKAN PRODUKTIFITAS PADA SALAH SATU PROSES STAMPING DI INDUSTRI KOMPONEN PRESS Gamawan Ananto 1*, Muhammad Luthfi 2 1, 2 Politeknik Manufaktur Bandung, Jurusan Teknik Manufaktur

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS 78 Purnomo: PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN... PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS Helmi Indra Purnomo ),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian terdapat rangkaian tahapan tahapan yang perlu dilakukan oleh penulis yang bersifat sistematis. Tahapan yang satu dengan tahapan yang lain harus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Produk Meja Komputer LEX - 941 Sistem yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sistem perakitan komponen-komponen yang menyusun sebuah meja komputer (LEX 941).

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan data 4.1.1 Produk Gutter Complete R/L Perusahaan PT. Inti Pantja Press Industri dipercayakan untuk memproduksi sebagian produk kendaraan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Sejarah Perusahaan IGP Group dimulai dengan berdirinya PT.GKD pada tahun 1980 dengan Frame Chassis dan Press Part sebagai bisnis utamanya. Menjawab

Lebih terperinci

USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA

USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA Fajar Riyadi PT AT-Indonesia Email: fajarriyadisuyadinata@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang 27 2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METDLGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN. A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role)

VII. PEMBAHASAN. A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role) VII. PEMBAHASAN A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role) Visi PT. TMMIN adalah untuk mencapai Jiritsuka 2012, yaitu kemandirian dalam produksinya

Lebih terperinci

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA Faisal Waisul Kurni Rusmana 1), Syarif Hidayat. 2), 1),2) Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

Abstrak. Sakijo 1, Abdullah Merjani 2

Abstrak. Sakijo 1, Abdullah Merjani 2 Peningkatan Produktivitas dengan Peubahan Lay Out Line di Departemen Step Motor PT.Japan Servo Batam Sakijo 1, Abdullah Merjani 2 1 Program Studi Teknik Industri, Universitas Riau Kepulauan Batam 2, Staf

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 229-238 ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Dwi Yuli Handayani, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Suplai Tanpa Penambahan Tempat di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN)

Perancangan Sistem Suplai Tanpa Penambahan Tempat di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN) Suganda, et al. / Perancangan Sistem Suplai Tanpa Penambahan Tempat di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN) / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 29 36 Perancangan Sistem Suplai Tanpa

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Berdasarkan dari hasil pengamatan dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada proses produksi wafer stick selama 3 bulan. Maka diketahui data sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Umi marfuah 1), Cholis Nur Alfiat 2) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Pabrik roti seperti PT Nippon Indosari Corpindo merupakan salah satu contoh industri pangan yang memproduksi produk berdasarkan nilai permintaan, dengan ciri produk

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 51 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini berisi mengenai hasil pengujian mesin Auto Loading menggunakan Robo Cylinder pada mesin Power Press PP 60. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH PT. Maruni DayaSakti merupakan Perusahaan Glass Processing yang bergerak dibidang Architectural Glass dengan varian product yang meliputi: Tempered Glass,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Flowchart Metode Penelitian Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai Studi Pendahuluan: Pengamatan flow process produksi Assembly

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALYSIS OF PRODUCTIVITY AND WORK EFFICIENCY IMPROVEMENT WITH KAIZEN

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Fishbone & FMEA Hub Front Brake Tipe KCJS G a m b a r 4 Gambar 4-1 Fishbone hub front brake tipe KCJS Dari fishbone diatas dapat diketahui bahwa harus ada perbaikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 USULAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN UNTUK OPERATIONAL EXCELLENCE

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA DAN PENENTUAN WAKTU STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN PETA KERJA PADA BAGIAN SERVICE LADLE DEPARTEMEN TANUR PT.

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA DAN PENENTUAN WAKTU STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN PETA KERJA PADA BAGIAN SERVICE LADLE DEPARTEMEN TANUR PT. USULAN PERBAIKAN METODA KERJA DAN PENENTUAN WAKTU STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN PETA KERJA PADA BAGIAN SERVICE LADLE DEPARTEMEN TANUR PT. GROWTH ASIA TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab IV - Pengumpulan dan Pengolahan Data BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Umum PT STI PT STI adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pembuatan spare part, machinery, engineering,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Time and Motion Study Time and motion study adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) baik

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Sesudah melakukan tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka pada bab ini akan menganalisa dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Analisa akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Studi Pendahuluan Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, dilakukan studi pendahuluaan terlebih dahulu. Studi pendahuluan dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk

Lebih terperinci