BAB VI DINAMIKA PENGUPAHAN PEMETIK DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI DINAMIKA PENGUPAHAN PEMETIK DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS"

Transkripsi

1 83 BAB VI DINAMIKA PENGUPAHAN PEMETIK DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS Upah pada dasarnya merupakan alasan utama seorang bekerja di perkebunan, dan dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan nilai upah di perkebunan. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa PGM merupakan bagian dari sistem agribisnis yang bergantung kepada sistem kapitalis dan sistem tersebut berpengaruh pada sistem kerja dan pengupahan di perkebunan. Dalam penelitian ini ditunjukkan bagimana perubahan upah dari waktu ke waktu tidak memberikan perubahan kehidupan bagi buruh petik di perkebunan, walaupun terjadi dinamika pengupahan pemetik teh di perkebunan sebab meningkatnya nilai upah yang diterima tidak berdampak pada meningkatnya daya beli pemetik dari waktu ke waktu. Secara umum bab ini hendak menunjukkan kondisi buruh petik di perkebunan dalam sistem pengupahan yang telah berlangsung dari waktu ke waktu di perkebunan. 6.1 Pengupahan di Perkebunan Gunung Mas Alasan Menjadi Pemetik Di Perkebunan Gunung Mas Buruh di perkebunan bukanlah pekerjaan yang diharapkan setiap orang bahkan calon pekerja di perkebunan, namun menjadi buruh di perkebunan telah berlangsung secara turun temurun sampai saat ini. Alasan seorang calon pekerja menjadi buruh di perkebunan merupakan hal menarik untuk diketahui. Dalam sistem kerja di perkebunan telah terjadi ketidakadilan pada pekerjaan sebagai pemetik dan hal tersebut pun disadari oleh calon pekerja. Buruh hanyalah dipandang sebagai faktor produksi dalam sistem kerja di Perkebunan Gunung Mas, namun regenerasi buruh di PGM tidak berhenti akibat posisi buruh yang paling rendah dan diskriminasi upah yang juga diterimanya. Keberadaan buruh di PGM terbentuk secara turun temurun antar generasi yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain buruh di perkebunan secara tidak langung

2 84 diisolasi dari sumber informasi sehingga masyarakat perkebunan tidak memiliki pilihan, dan besarnya ketergantungan mereka terhadap perkebunan sehingga mereka memilih untuk tetap bekerja sebagai buruh. Informan Pemetik Ibu Mn berusia 27 tahun bercerita, Saya berasal dari sini (Rawadulang). Saya merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Keluarga saya merupakan keluarga turun-temurun bekerja di perkebunan. Nenek saya merupakan seorang pemetik di perkebunan. Ibu merupakan seorang pemetik perkebunan yang sudah pensiun saat ini. Kedua kakak perempuan saya bekerja sebagai pemetik di PGM, sedangkan kakak laki-laki saya bekerja babad di PGM, dan yang lain memutuskan untuk mencari pekerjaan lain di luar PGM. Saya memutuskan untuk menjadi pemetik dan tetap tinggal di Perkebunan.Saya pertama kali bekerja sebagai pemetik sekitar 15 tahun lalu jauh sebelum saya menikah. Sebenarnya menjadi seorang pemetik bukanlah cita-cita saya sejak dulu. Saya ingin sekali bisa bekerja selain menjadi pemetik, namun berbeda halnya dengan sekarang, dulu sekolah susah, saya pengen sekolah tapi tidak memiliki biaya, sehingga saya hanyalah tamatan kelas lima SD karena tidak ada biaya lagi untuk melanjutkan. Setelah tidak lagi melajutkan sekolah, saya sering diajak bekerja oleh Ibu dan Kakak saya. Saya bekerja metik pertama kali saat berumur 12 tahun, waktu itu saya memutuskan untuk bekerja karena Ibu saya diberhentikan oleh perkebunan sehingga hanya kakak saya saja yang bekerja, jadi saya membantu untuk meringankan beban keluarga, dan saya bekerja hingga saat ini di perkebunan. Saya awalnya mendaftar sebagai pemetik kepada mandor kebun, dan kemudian diizinkan untuk menjadi pemetik dengan status harian lepas. Saya menempati posisi ini sudah hampir 15 tahun, namun sampai hari ini saya belum diangkat sebagai pekerja tetap, dan bahkan sekarang saya diberhentikan sementara oleh perkebunan karena tidak ada biaya, untungnya kakak saya berstatus pemetik tetap sehingga saya bisa nempel dengan kakak saya.saya sebenarnya cape kerja begini (sebagai pemetik), karena kerjanya cape tapi digajinya kecil soalnya harga pucuknya rendah cuma Rp. 530 per kilonya, tapi suami saya juga masih lepas jadi kondisi di rumahnya belum stabil. Saya bekerja selain buat nambahin penghasilan keluarga, minimal bisa buat ngasih jajan anak setiap hari karena disini mah anak jajannya banyak, selain itu juga kerja dirumah mah lebih cape karena ga ada selesainya kerjaan, abis nyuci terus masak, terus nyuci piring. Sebenarnya mah capean kerja di rumah dari pada metik, kalo metik mah bisa sambil ngobrol juga sama pemetik lain.saya sebenernya pengen nyari kerjaan lain gitu biar lebih enak hidupnya, tapi saya ga tega ninggalin anak-anaknya masih pada kecil. Lagian kerja sekarang mah enak kalo udah tetep bisa dapet bonus, tunjangan, sama pensiun. Kerja disini juga ga ada syarat pendidikan tertentu, kalo mau kerja, mau cape ya bisa kerja di perkebunan. Selain itu tidak perlu untuk memikirkan rumah karena udah dapet fasilitas dari perkebunan. Sekarang mah kerja gini aja yang giat biar kenilainya bagus, kalo ada pengangkatan bisa dibawa, dan yang penting mah masih bisa makan tiap harinya.

3 85 Cerita tersebut merupakan gambaran umum pemetik teh dengan segala alasannya untuk tetap bekerja di perkebunan. Sebagian besar dari pemetik umumnya tidak memiliki alternatif pekerjaan lain dengan tingkat pendidikan dan kemampuan yang mereka miliki sehingga bekerja sebagai pemetik merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mencukupi kebutuhan mereka. Selain itu, fasilitas yang diberikan oleh perkebunan membuat mereka bergantung pada perkebunan karena fasilitas yang diberikan perkebunan merupakan alternatif untuk mengatasi persoalan hidup saat ini. Alasan utama perempuan bekerja sebagai pemetik adalah tidak mencukupinya kebutuhan rumahtangga. Namun, rendahnya tingkat pendidikan para pencari kerja khususnya pemetik di perkebunan dan sumber informasi yang terbatas maka bekerja sebagai pemetiklah harapan yang dimilikinya. Besarnya jumlah pemetik di perkebunan mencakup seluruh pemetik (tetap, lepas, dan musiman) mengakibatkan perkebunan memiliki kelebihan tenaga kerja. Berlebihnya tenaga kerja perkebunan tersebut merupakan suatu aset tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan oleh pihak perkebunan. Pemetik sebagai aset perkebunan disebabkan pemetik tidak memiliki nilai jual yang tinggi terhadap pihak perkebunan. Pemetik menggantungkan hidupnya melalui pekerjaan diperkebunan. Masyarakat perkebunan cenderung terisolasi dari informasi yang ada di luar sehingga anggapan bahwa hanya dari perkebunanlah sumber kehidupan mereka menjadi dasar ketergantungan mereka pada perkebunan. Hal tersebut diperkuat dengan adanya rumah dinas yang diberikan kepada pekerja dan membuat mereka akan terus menjadi pekerja perkebunan walaupun upah yang diterima rendah. Akibatnya pemetik tidak dapat keluar dan mencari alternatif pekerjan lain selain bekerja di perkebunan, karena kultur dan kondisi masyarakat serta lingkungan perkebunan membuat mereka tidak memiliki pilihan untuk keluar dari kondisi tersebut.

4 Pengupahan di Perkebunan Gunung Mas Disini mah gajinya kecil paling cuma cukup buat makan sehari hari (Pemetik Ibu Yn, 55 tahun) Istri saya sudah kerja metik dari harga pucuk masih Rp.4, tapi sampe sekarang ya gini-gini ajah ga ada yang berubah (Pemetik Bapak Ad, 60 tahun) Begitulah kutipan pernyataan yang diungkapkan oleh pemetik dari dua jenis kelamin yang berbeda, yang menyatakan pernyataan yang sama bahwa upah yang diberikan oleh PGM terhadap buruhnya adalah rendah. Namun, upah merupakan unsur utama yang menjadi alasan bekerjanya seseorang di perkebunan, sehingga pengupahan dalam penelitian ini menjadi penting untuk dianalisis lebih lanjut untuk melihat perbedaan upah yang diterima oleh pekerja laki-laki dan pekerja perempuan dengan status yang sama yaitu sebagai buruh. Berdasarkan kutipan di atas pun terlihat bahwa terdapat beberapa rumahtangga yang menggantungkan sebagian besar pendapatannya dari upah istrinya sebagai pemetik. Kontribusi upah pemetik dalam pendapatan rumahtangga akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. Pengupahan merupakan unsur utama dalam berbagai pekerjaan begitupun di perkebunan. Perkebunan membedakan pengupahan pekerja berdasarkan jenis dan status pekerjaan. Pekerjaan dengan status tertentu seperti mandor, mandor besar, sinder, dan sinder kepala, memiliki upah yang cukup stabil dan lebih tinggi dibandingkan upah pekerjaan dengan status sebagai buruh. Pekerjaan dengan status tertentu seperti mandor mengharuskan tingkat pendidikan tertentu sehingga upah yang diberikan lebih tinggi. Sedangkan pekerjaan dengan upah rendah dan pekerjaan yang berat diberikan kepada perempuan. Hal tersebut dikarenakan sifat perempuan yang cenderung nurut dan manut kepada perintah dan kebijakan yang diberikan oleh pihak perkebunan. Pada dasarnya, perkebunan telah menetapkan job description kepada setiap pekerja di perkebunan saat diangkat menjadi karyawan tetap perkebunan yang juga

5 87 diatur mengenai waktu bekerja serta upah yang akan diterima. Namun dalam realisasinya di pekerjaan, aturan pekerjaan umumnya hanya diberikan secara tegas kepada buruh, sedangkan kepada mandor misalnya diberikan secara berbeda. Narasumber pemetik Ibu Mn berusia 27 tahun menyatakan bahwa, kalo pemetik mah setiap harinya kerja dari jam tujuh pagi sampai jam tiga atau empat sore, dari senin sampai sabtu, harusnya sih ada mandor yang mengawasi cuma ya gitu disini mah mandornya suka seenaknya. Kalo pagi biasanya baru dateng jam Sembilan pagi, pulangnya suka duluan, kalo hari jumat biasanya jam 11 udah pulang karena solat jumat dan tidak kembali lagi. Kalo sekarang (sabtu) saya tidak tahu kenapa tidak ada mandornya, padahal kemaren udah marah-marah anak buahnya gara-gara ga ada yang ngawasin Pekerjaan merupakan alasan utama pemberian upah bagi pemetik begitupun dengan pekerja lain di perkebunan. Pemberian pekerjaan yang berbeda berdampak pada perbedaan pemberian upah di perkebunan antara laki-laki dan perempuan, namun hal tersebut tidak berlaku di bagian pemetikan sebab upah dibayar berdasarkan jumlah pucuk yang didapatkan oleh pemetik setiap harinya. Di bagian pemetikan waktu kerja berpengaruh penting untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi, semakin lama bekerja (melakukan pemetikan) maka semakin banyak jumlah pucuk yang dapat dipetik. Waktu kerja bukanlah faktor utama bagi pekerja lain dibagian perkebunan untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi. Seperti administratur, staf kantor induk, maupun mandor, yang upahnya dipengaruhi oleh faktor lain yaitu tingkat pendidikan. Dalam hal ini, pekerjaan selain buruh dibayar berdasarkan jenjang pendidikan dimana pemikirannya (kemampuan dan keterampilan) yang dibayar oleh perkebunan, sedangkan buruh dibayar berdasarkan tenaga yang dikeluarkan untuk bekerja. Namun untuk membedakan upah berdasarkan jenis pekerjaan yang didalamnya terdapat waktu kerja akan disajikan secara ringkas pada Tabel 4.

6 88 Tabel 4 Perbedaan Pengupahan Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Perkebunan Gunung Mas Tahun 2010 Jenis pekerjaan Administratur (Senin-Sabtu) Karyawan kantor induk (Senin-Sabtu) Pabrik : Pengepakan (Senin-Sabtu) Koperasi (Senin-Sabtu) Mandor Pemetikan (Senin-Sabtu) Pekerja pangkas(ngore d, rawat, dll) (Senin-Sabtu) Pemetik (Senin-Sabtu) Berangkat kerja (masuk) (namun sering datang tidak tentu) Istirahat Pulang Tingkat pendidikan (namun sering pulang sebelum selesai) Upah Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan S1 (sarjana) Rp Mengamati produksi dan menetapkan kebijakan SMA Rp Melakukan pekerjaan kantor SMP, SMA Tetap = Rp Lepas = sesuai dengan jumlah hari masuk, satu hari Rp pengepakan SMA Rp koperasi Sesukanya bebas Sesukanya, SMA, namun Rp Mengawasi 20 kadang jam kadang ada yang SMP 08.00, mengikuti kadang jam pemetik, kadang pulang lebih awal namun hari jumat pulang Setelah selesai Tidak sekolah, SD/ SMP 06.15/ / nimbang I Kadang jam (pucuk sedikit), pucuk banyak bisa sampai jam SD/ tidak sekolah Sumber : Data primer penulis berdasarkan wawancara dan observasi di lapangan (2010) Tetap : harian Rp Lepas : berdasarkan jumlah patok yang telah dibersihkan, 1 patok Rp luas 1 patok sekitar 3x4 meter Tetap : borongan 21 + minggu/cuti/libur dibayar Rp ribu, tergantung golongan dan strip pekerja lepas : hanya berdasarkan borongan pucuk/kg Rp.530 Pekerjaan di kebun Memetik teh Dalam Tabel 4 menunjukkan upah yang diterima oleh buruh hanyalah 10 persen dari upah yang diterima oleh administratur, namun buruh melakukan pekerjaan yang lebih berat (menggunakan tenaga lebih banyak) dibandingkan dengan administratur. 18 Upah pekerja pabrik, kebun diluar pemetikan adalah harian adalah Rp. 25 ribu per hari 19 Jam kerja mandor seringkali tidak jelas, kadang datang jam 9.00 sesuai waktu kerja kantor atau lebih siang bahkan mungkin tidak ada rencana datang hanya saja takut ada pemeriksaan dari pusat makanya dia bekerja 20 Hanya sebatas mengawasi tanpa membantu apabila melakukan perpindahan kebun walaupun menurut mandor alasan tidak ada mandor perempuan diperkebunan adalah agar dapat membantu pemetik mengangkat angkat namun dalam observasi dilapang mandor hanya seperti tuan tanah yang mengawasi apakah budaknya bekerja dengan benar, tanpa sama sekali membantu 21 Sistem kerja buruh pemetik teh adalah sistem borongan. Dalam Permenaker no. Per-03/Men/1994, yang disebut sebagai tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja (Bab I, Pasal I)

7 89 Namun, upah yang diterima oleh sesama buruh di perkebunan pun berbeda di bidang yang berbeda, dan pemetik tetap mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan buruh lain misal buruh pabrik. Karyawan di bagian pabrik terdiri dari mandor besar pabrik, mandor, dan buruh pabrik perkebunan yang terdiri dari buruh tetap dan buruh lepas. Sistem penggajian pabrik untuk mandor besar dan mandor adalah berdasarkan surat ketetapan direksi, sedangkan untuk buruh pabrik diatur oleh manajemen, seperti halnya buruh petik teh. Aturan upah bagi buruh pabrik berdasarkan jumlah hari kerja buruh tersebut. Buruh pabrik tetap dibayar berdasarkan hari kerja ditambah dengan hari libur maupun cuti, sedangkan buruh pabrik lepas hanyalah berdasarkan banyaknya hari buruh tersebut dipekerjakan. Upah pekerja tetap dalam satu hari adalah sebesar Rp sehingga dalam satu bulan bisa mencapai Rp , sedangkan untuk pekerja lepas upah dalam satu hari mereka bekerja adalah sebesar Rp Rp sehingga jika dalam satu bulan mereka dipekerjakan selama satu bulan penuh maka upah yang didapatkan adalah Rp Rp , namun umumnya buruh pabrik lepas hanya dipekerjakan paling lama 20 hari dalam satu bulan. Sistem pengupahan di pabrik membedakan upah untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, besarnya perbedaan upah per hari adalah Rp sehingga dalam satu bulan perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan mencapai Rp Pembedaan upah tersebut disebabkan keberadaan perempuan di pabrik hanyalah pekerja tambahan dan dianggap diberikan pekerjaan lebih ringan dibandingkan dengan laki-laki misal dalam pengepakan yang di dominasi buruh perempuan di pabrik. Laki-laki di pabrik umumnya bertugas untuk menjalankan mesin, mengangkat kardus ke truk, mengangkat pucuk ke pabrik dan melakukan pekerjaan berat lainnya sedangkan

8 90 perempuan hanya bekerja di depan mesin untuk memasukan teh kedalam kardus. Dalam hal ini, laki-laki dianggap melakukan pekerjaan yang lebih berat sehingga diupah lebih tinggi, namun secara tidak sadar buruh perempuan pun memiliki resiko pekerjaan yang tinggi sehingga pembedaan upah tersebut merupakan ketidakadilan bagi buruh perempuan. Buruh petik perkebunan tidak dibedakan upah untuk buruh petik laki-laki dan upah untuk buruh petik perempua, berbeda halnya dengan buruh pabrik. Pada dasarnya, pemetik di PGM terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun secara jumlah didominasi oleh pemetik perempuan. Dalam pemetikan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa upah diberikan berdasarkan jumlah petikan, namun pemetik harus memiliki barang-barang yang dibutuhkan untuk menjadi pemetik. Pemetik harus memiliki alat-alat yang akan membantu pemetikan seperti Catok (topi), Waring (tempat pucuk), Keranjang, Sepatu (boots), plastik untuk melindungi dari basah mapun hujan dan baju pemetik terdiri dari dua macam CV dan Kaos. Perusahaan hanya memberikan baju pemetik yaitu CV dan kaos bertuliskan PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, sedangkan peralatan lain harus dimiliki sebelum bekerja antara lain keranjang pemetik, tudung, waring dan sepatu (boots) yang masing-masing harus dibeli sendiri dengan kisaran harga Rp Rp per jenisnya. Jumlah total buruh petik dengan status tetap saat ini adalah 103 orang pekerja. Dalam pemetikan, mandor memegang orang, yang terdiri dari tiga orang mandor panen. Dalam pemetikan produksi dilakukan setiap hari, tidak ada libur kecuali hari minggu ataupun libur nasional. Target pemetikan setiap harinya adalah 44 kilogram 22 per orang per hari menurut ketetapan perkebunan, namun menurut ketetapan mandor 22 Berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh perkebunan berdasarkan surat ketetapan Direksi

9 91 adalah 32 kilogram per orang per hari jika pucuknya sedang banyak. Harga pucuk yang diberikan perusahaan kepada pemetik tidak menentu tergantung dari pendapatan pucuk pemetik itu sendiri, dan tergantung pada harga teh di pasaran dunia. Pada saat harga teh di pasaran internasional stabil, jika jumlah petikan mencapai target yaitu 44 kilogram per orang per hari maka harga pucuk per kilogramnya adalah Rp. 570 per kilogram, dalam hal ini 44 kilogram tersebut dihitung berdasarkan pucuk setelah dikeringkan (pucuk kering). Jika jumlah petikan kurang dari 44 kilogram maka manajemen dalam hal ini mandor, dan petugas tata usaha kantor (TUK) akan menurunkan target petikan menjadi kilogram per orang per hari dengan harga pucuk per kilogramnya adalah Rp. 530 per kilogram. Rendahnya harga pucuk yang diterima oleh pemetik teh ditinjau dari alokasi dana yang diberikan perusahaan untuk membayar pekerja perkebunan berdasarkan harga teh di pasaran internasional terdapat ketimpangan yang cukup signifikan. Harga teh Indonesia dipasaran Internasional adalah US$ 1,4 per kilogram dimisalkan dengan perbandingan nilai tukar dollar terhadap rupiah adalah Rp dan harga pucuk untuk pemetik adalah Rp. 530, jika diasumsikan biaya distribusi, transportasi, dan biaya lain diluar penggajian pegawai adalah 50 persen dari harga teh maka alokasi dana yang dikeluarkan pihak perkebunan untuk pemetik hanyalah 0,07 persen dari pendapatan per kilogram teh yang dijual di pasaran internasional. Upah pemetik sendiri dihitung berdasarkan borongan, sehingga untuk mengambil jalan tengah dari fluktuasi harga pucuk maka perkebunan menetapkan harga pucuk per kilogramnya adalah Rp Ketetapan target petikan tersebut tidak mutlak dan berbeda antar mandor sebab setiap mandor memiliki target masing-masing agar

10 92 dapat naik strip dan mendapatkan bonus serta premi 23 dari perusahaan. Pemetik sendiri akan mendapatkan bonus berupa kenaikan strip, dalam hal ini kenaikan strip akan berpengaruh pada besarnya upah minggu ataupun hari libur yang diterima pemetik. Harga pembelian pucuk yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu HP = R(HJ-B) 24 dimana HP adalah harga pucuk teh yang diterima oleh petani di tingkat pabrik (Rp per kilogram) pucuk teh basah, R adalah persen rendeman rata-rata pucuk teh basah menjadi kering, HJ adalah harga rill rata-rata tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal selama dua minggu sebelumnya sesuai komposisi dan jenis mutu teh yang dihasilkan (Rp per kilogram), dan B adalah biaya olah yang meliputi biaya pengolahan, pemasaran dan penyusutan yang dikeluarkan perusahaan (Rp per kilogram) teh kering. Berdasarkan pengamatan peneliti, pemetik tetap memiliki gaji pokok adalah sebesar Rp Namun, upah yang dibayarkan kepada pemetik hanya berdasarkan borongan ditambah dengan upah hari minggu/libur/cuti, sedangkan gaji pokok pemetik tidak termasuk kedalam upah yang diterima pemetik setiap bulannya. Perhitungan upah pemetik tetap dimisalkan borongan pemetik selama satu bulan adalah satu ton yaitu 1000 kilogram, maka upah pemetik adalah Total jumlah borongan selama 1 bulan ditambah Upah Minggu/libur/cuti maka (1000 kilogram x Rp. 530) + ( Rp x 4) sehingga upah pemetik adalah Rp dengan catatan bahwa borongan tersebut adalah pucuk kering 25. Upah Minggu/libur/cuti tersebut berkisar antara Rp Rp Upah minggu/libur/cuti yang diterima pemetik dengan strip tujuh adalah Rp Upah minggu/libur/cuti yang diterima pemetik dengan strips sembilan adalah Rp Premi (bayaran kerja lembur) disebut juga tips yang diberikan perusahaan kepada karyawan, khususnya pengawas dan pelaksana I untuk keperluan lembur atau keperluan perkebunan lain, untuk staf manajerial besarnya premi adalah Rp per orang. 24 Dikutip dari 25 Pucuk kering dari pemetik adalah jumlah petikan dipotong 3-5 kilogram saat penimbangan. Jika pucuk sedang banyak maka jumlah potongan penimbangan dapat lebih dari lima kilogram.

11 93 Pemetik sendiri diangkat tetap dengan golongan 1A strip tiga dengan upah minggu/libur/cuti adalah Rp Pemetik boleh tidak masuk atau izin saat bekerja, namun perhitungan upahnya hanya dibayar satu hari saja, jika tidak masuk diwaktu kerja dan bukan cuti maka upah minggu akan hilang. Pemetik lepas diberikan upah berdasarkan jumlah borongan setiap bulannya. Pemetik lepas juga diberikan penilaian setiap bulannya, penilaian tersebut sebagai salah satu indikator dapat diangkat atau tidaknya pemetik lepas menjadi tetap. Dimisalkan jumlah borongan satu ton yaitu 1000 kilogram, maka upah yang didapat adalah 1000 kilogram dikali dengan Rp. 530 (1000 x Rp. 530) maka upah pemetik satu bulannya adalah Rp Pemetik nempel diberikan sama seperti upah pekerja harian lepas, yang membedakannya adalah waktu kerja pekerja nempel berbeda dengan pekerja lepas. Pekerja nempel adalah dianggap sebagai pekerja tambahan yang bersifat hanya membantu keluarganya, sehingga pada waktu tertentu seperti menjelang lebaran pekerja nempel dilarang untuk bekerja. Tidak semua pekerja harian lepas dapat melakukan nempel, sehingga pekerja yang lain hanya menunggu panggilan bekerja dari perkebunan ataupun menganggur. Perbedaan upah pemetik adalah berdasarkan lama bekerja di perkebunan sehingga golongan dan strip yang dimiliki lebih tinggi yang berpengaruh pada upah yang diterima, status kerja, jumlah borongan, dan potongan-potongan yang dikenakan perusahaan setiap gajian. Potongan untuk pemetik tetap mendapat potongan koperasi selama sebulan, pensiun, dan astek 26. Potongan untuk pemetik harian lepas hanyalah potongan koperasi jika berhutang dalam satu bulan, sedangkan untuk pemetik nempel tidak mendapat potongan sebab upah yang diterima menggunakan nama orang lain (bersama). 26 Astek adalah Jamsostek (jaminan sosial dan asuransi kesehatan) dari perkebunan yang diberikan kepada karyawan dan buruh dengan status tetap. Potongan astek diberikan kepada buruh dengan status tetap setiap bulannya sebagai jaminan saat berobat atau sakit parah.

12 94 Posisi pemetik dalam pengupahan hanyalah sebagai objek. Dimana semua kegiatan produktif yang menghasilkan upah diatur oleh pihak perkebunan. Pemetik khususnya, mengetahui posisi mereka dalam stratifikasi sosial di perkebunan. Pemetik menyadari apa yang terjadi pada kehidupan mereka selama menjadi pekerja. Pemetik mengetahui bahwa mereka dirugikan dengan harga pucuk yang rendah, dan ada orangorang tertentu yang diuntungkan dari kerugian mereka. Mereka mengetahui penyebab mengapa mereka hanya diberikan harga pucuk Rp. 530 per kilogram. Namun, pemetik tidak memiliki kemampuan untuk keluar dari keadaan tersebut karena pemetik bergantung pada keberadaan perkebunan Dinamika Pengupahan Bicara tentang pengupahan di perkebunan, tidak hanya berhenti pada bagaimana pengupahan tersebut berlangsung saat ini tetapi bagaimana pengupahan tersebut berubah dan berlangsung dari waktu ke waktu. Kehidupan pemetik di perkebunan pun sudah menjadi sorotan sejak dahulu, karena banyaknya ketidakadilan pengupahan dan eksploitasi tenaga kerja. Perubahan pengupahan merupakan salah satu perubahan yang terjadi di perkebunan dari waktu ke waktu. Namun, penelitian ini hanya berdasarkan observasi dan wawancara dengan informan dan data mengenai perubahan upah maupun upah itu sendiri tidak diberikan oleh perkebunan. Perubahan kebijakan dalam kurun waktu 30 tahun antara lain tidak terbukanya manajemen perkebunan saat ini khususnya persoalan upah dan buruh, pergantian administratur yang cukup sering di PGM, kebijakan penebangan pohon pelindung yang seharusnya tidak ditebang, tidak dipekerjakannya lagi pekerja harian lepas (BHL) dan pekerja musiman, pembelian pucuk dari perkebunan swasta maupun rakyat dan

13 95 ditiadakannya pengangkatan karyawan tetap oleh pihak perkebunan 27. Secara umum perubahan pengupahan di perkebunan terjadi dari waktu ke waktu meliputi perubahan nominal upah, insentif, penambahan fasilitas, dan pemberian tunjangan. Namun perkebunan masih menganut sistem borong dalam pemetikan yang upah dibayar berdasarkan jumlah borong, sehingga perubahan nominal jumlah upah tidak berarti merubah nasib buruh tersebut menjadi lebih sejahtera saat ini. Narasumber pemetik Ibu Mn berusia 27 tahun menyatakan bahwa Kerja di Perkebunan sekarang mah enak harga pucuknya lebih tinggi jadi pendapatannya lebih banyak, selain itu diberikan tunjangan pensiun, bonus kerja, dan pendapatan tambahan lain dari perkebunan seperti tunjangan pendidikan. Namun, walaupun harga pucuk saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan saat ibu saya bekerja, kondisi kehidupan saya tidak berubah bahkan saya merasa kehidupan saya saat ini lebih sulit Tren perubahan upah yang diterima oleh buruh petik perkebunan dari waktu ke waktu yang dikorelasikan terhadap kemampuan membeli beras. Jika dalam satu bulan dimisalkan jumlah petikan sebanyak satu ton maka dalam kurun waktu dari 1980 sampai 2010 banyaknya beras yang dapat dibeli pemetik ditampilan pada Tabel 5. Tabel 5 Daya Beli Pemetik Berdasarkan Perubahan Upah Pemetik di Perkebunan Gunung Mas Tahun Ket Tahun 1980an an Nilai Upah/kg 28 Rp. 100 Rp. 150 Rp. 200 Rp. 250 Rp. 490 Rp.530 Harga Rp. 400 Rp. 660 Rp Rp Rp.5500 Rp Beras/kg 29 Upah dalam bulan (Rp) Jumlah Beras yang Dibeli 250 kg 227 kg 95 kg 89 kg 89 kg 88 kg Sumber : Dikumpulkan penulis berdasarkan olahan catatan harian dari data primer hasil wawancara dan observasi di lapangan (2010) 27 Ditiadakannya pengangkatan karyawan lepas belum ditetapkan oleh pihak perkebunan, namun rumor tersebut sudah beredar dikalangan pekerja. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya pengangkatan setelah tahun 2001 oleh pihak perkebunan dalam beberapa tahun terakhir. 28 Penentuan nilai upah yang diterima pemetik dari waktu ke waktu berdasarkan hasil wawancara yang dikumpulkan oleh peneliti di lapangan 29 Achmad Suryana dan Sudi Mardianto 2001, Bunga Rampai Ekonomi Beras, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI), Jakarta, halaman 248

14 96 Kenaikan upah yang diberikan pihak perkebunan tidak berdampak pada meningkatnya kesejahteraan buruh petik sebab pada dasarnya daya beli buruh petik tidak berubah bahkan cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan oleh naiknya harga kebutuhan pokok terutama beras. Akibatnya buruh tetap berada dalam kondisi miskin sampai hari ini, walaupun upah dan tunjangan yang diberikan perkebunan meningkat. Perubahan upah dari waktu ke waktu yang diberikan perkebunan secara ringkas pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan Upah Pemetik Di Perkebunan Gunung Mas Tahun Waktu 1950an (orde lama) Harga Pucuk (per kg) Rp.4, an (orde baru) Rp an (orde baru ke reformasi) 2000an (reformasi) 2009 (sekarang) Rp. 150 Rp 200 Rp.400 Rp. 490 Lepas 31 Hanya borongan (dipekerjakan setiap hari) Hanya borongan (dipekerjakan setiap hari) Hanya borongan (dipekerjakan setiap hari) Hanya borongan (dipekerjakan setiap hari) Lepas ditiadakan, pekerja lepas nempel 32 pekerja tetap. Upah yang diterima berdasarkan borongan. Upah Fasilitas 30 Keterangan Tetap Borong + upah minggu/libur Borong + upah minggu/libur Borong + upah minggu/libur + THR Borong + upah minggu/libur + bonus + THR Borong + upah minggu/libur + bonus + THR Rumah dinas, kesehatan, cuti haid, pesangon saat pensiun Rumah dinas, kesehatan, cuti haid, pesangon saat pensiun Rumah dinas, kesehatan, cuti haid, pesangon saat pensiun Rumah dinas, kesehatan, biaya pendidikan, sosial, kesehatan tunjangan pensiun, dan gaji pensiun Rumah dinas, kesehatan, biaya pendidikan, sosial, kesehatan tunjangan pensiun, dan gaji pensiun Lepas hanya sebentar, hanya satu bulan lepas langsung bisa tetap. Lepas selama 3 bulan bisa diangkat tetap Lepas dalam jangka waktu cukup lama tapi masih banyak yang diangkat tetap Lepas dalam jangka waktu cukup lama hanya beberapa yang diangkat tetap Lepas lebih dari 10 tahun belum diangkat tetap sampai hari ini dengan alasan belum butuh pemetik tambahan Sumber : Dikumpulkan penulis berdasarkan olahan catatan harian dari data primer hasil wawancara dan observasi di lapangan (2010) 30 Diluar jaminan kesehatan, jaminan rumah, dan jaminan sosial yang diberikan oleh perkebunan 31 Pekerja lepas di PGM adalah pekerja lepas yang waktu dan jam kerjanya sama dengan pemetik tetap, sebab pekerja lepas merupakan calon pekerja tetap yang akan dinilai oleh mandor, yang membedakan dengan pekerja tetap antara lain upah hari minggu/libur, dan fasilitas yang diberikan perkebunan. 32 Karyawan lepas yang nempel di pekerja tetap memiliki suka dukanya, dukanya adalah selain hanya berdasarkan jumlah petikan karyawan tersebut ketika lebaran tidak mendpaat pesangon, bonus, dan lainlain selain itu juga tidak diperbolehkan untuk bekerja sewaktu akan lebaran sehingga sebagian besar dari pekerja nempel kebingungan ketika akan lebaran.

15 97 Kehidupan pemetik tidak berubah secara sosial ekonomi, karena pemetik masih berada dalam situasi yang sama selama kurun waktu lebih dari 30 tahun bekerja di perkebunan. Secara sosial ekonomi, kondisi pemetik tidak berubah antara lain disebabkan 1) rumah yang mereka tinggali sampai hari ini merupakan rumah turun temurun dari keluarga sebelumnya, 2) sebagian besar benda dalam rumah adalah peninggalan sebelumnya. Walaupun terjadi perubahan secara signifikan jika dilihat dari nilai nominal upah yang diterima, namun daya beli pemetik tidak berubah secara signifikan. Penambahan barang seperti televisi misalnya, dapat dibeli dengan mengharapkan bonus ataupun tunjangan dari perkebunan. Pemetik Ibu Yn berusia 55 tahun bercerita bahwa, Saya sudah bekerja sebagai pemetik tahun ini tepat 30 tahun, dan memang saya bekerja tinggal satu tahun ini, sebab tahun depan saya sudah pensiun. Sebenernya mah bingung nantinya mau tinggal dimana, pengennya sih masih disini biar enak apa-apanya. Dari dulu lahir sampai sekarang sudah tua saya tinggal disini, dari dulu hidup saya ya begini-begini saja tidak ada yang banyak berubah, dulu ibu saya pemetik sekarang dilanjutin saya dan adik saya jadi pemetik. Kalo upah dari metik mah sebenarnya tidak cukup, biasanya habis buat makan sehari-hari juga soalnya sekarang apa-apa mahal beda kalo dulu mah. Sekarang mah saya lagi nunggu bonus 30 tahunan, rencananya sih buat bikin rumah kecil nanti kalo di udah pensiun Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengupahan di PGM tidak terjadi dinamika pengupahan pemetik di perkebunan. Kenaikan harga pucuk yang diberikan oleh perkebunan tidak sebanding dengan naiknya harga barang dan kebutuhan pokok sehingga pemetik dari tahun ke tahun tetap dalam kondisi kehidupan yang sama yaitu miskin. Dibawah ini akan didapat dilihat perbandingan daya beli pemetik saat ini dengan 20 tahun yang lalu pada Tabel 7.

16 98 Tabel 7 Perbandingan Daya Beli Pemetik Di Perkebunan Gunung Mas Tahun 2010 No. Upah yang Diterima Barang yang dapat dibeli Sisa Penghasilan dan Penggunaannya tahun yang lalu, maka upanya Rp Saat ini (2010), upah yang diterima Rp Untuk membeli kebutuhan pokok (beras, lauk pauk, jajan anak, rokok), menghabiskan penghasilan lebih dari 50 persen sebab harga kebutuhan pokok rendah Saat ini, barang yang dapat dibeli selama satu bulan antara lain kebutuhan pokok, transportasi, biaya pulsa, biaya listrik, biaya arisan dan kondangan yang menghabiskan seluruh penghasilan bahkan seringkali tidak cukup Sisa penghasilan umumnya disimpan atau digunakan untuk membayar hutang dan membeli barang-barang keperluan rumahtangga seperti kursi, lemari,dll Saat ini pemetik seringkali tidak memiliki sisa penghasilan sebab telah habis untuk mencukupi kebutuhan pokok. Barang yang dimiliki umumnya didapat dengan berhutang atau saat mendapatkan uang lebih seperti bonus/tunjangan Sumber : Dikumpulkan penulis berdasarkan olahan catatan harian dari data primer hasil wawancara dan observasi di lapangan (2010) Dinamika pengupahan pada pemetik tidak terjadi di PGM. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 1) Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pemetik sehingga mereka tidak dapat memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan upah yang lebih baik, 2) Tekanan yang diberikan perkebunan dalam bentuk doktrinasi kepada pemetik menyebabkan mereka cenderung pasrah menerima keadaannya, 3) Kultur masyarakat yang menganggap upah perempuan hanya penghasilan tambahan dalam keluarga, 4) Walaupun terdapat pemetik laki-laki, pekerjaannya sebagai pemetik merupakan pekerjaan tambahan untuk membantu penghasilan, 5) Tingginya ketergantungan mereka terhadap perkebunan sehingga mereka tidak berani mengambil resiko mempertanyakan upah mereka. Narasumber pemetik Ibu Mn usia 27 tahun bercerita bahwa, Sebenarnya bekerja di perkebunan dari dulu sampai sekarang ya begini saja, dibayarnya kecil, cuma ya mau bagaimana lagi soalnya memang begitu. Sebenarnya mah mungkin harga pucuk dari direksi itu beda sama harga pucuk yang dikasih ke kita. Katanya mah harga pucuk dari direksi mah Rp.1000 per kilo, kalo kata orang sini mah kalo harga pucuk Rp.1000 per kilo pada makmur di sini, bisa pada kaya-kaya. Kita (pemetik) mikir gitu teh soalnya setiap ada pemeriksaan kayak kalo ada direksi waktu gajian, gajian teh diundur, kalo ada pemeriksaan pas lagi kerja, disuruh yang rapih kerjanya, dan itumah udah dari dulu sejak ibu saya masih kerja memang sudah gitu kalo ada direksi pasti diundur gajiannya, kayak ada yang ditutupin gitu. Sebenarnya kita mah tahu yang terjadi d isini (perkebunan) cuma mau gimana lagi kita juga ga tahu harus gimana, pengennya sekarang mah cuma tetep bisa kerja ajah

17 99 Kondisi tersebut membuat buruh semakin tergantung kepada perkebunan sebab dengan tinggal di perkebunan maka biaya hidup mereka lebih rendah, perkebunan juga memberikan bonus serta tunjangan yang akan meringankan beban hidup mereka. Buruh petik dalam hal ini mengalami ketergantungan terus menerus bahkan setelah mereka pensiun pun masih tetap bergantung. Namun kondisi pensiunan saat ini lebih baik dengan adanya gaji pensiun yang diberikan oleh perkebunan, sedangkan kondisi pensiunan sebelum diberikan gaji pensiun tidak lebih baik dibandingkan dengan saat mereka menjadi buruh di perkebunan. Pensiunan pemetik (Ibu Ch, 68 tahun) bercerita bahwa, Saya berasal dari sini (Rawadulang) sejak lahir. Keluarga saya turun temurun bekerja di perkebunan, ibu dan nenek saya dulu juga bekerja sebagai pemetik di perkebunan. Saya bekerja sebagai pemetik sejak kecil sebab saya tidak bersekolah dan hanya bisa bekerja jadi buruh petik di perkebunan. Saya mulai benar-benar bekerja di perkebunan sejak berumur Sembilan atau sepuluh tahun, waktu itu bekerja sebagai pemetik tetap tidak susah seperti sekarang, dulu saya hanya meminta izin untuk bekerja sebagai pemetik, kemudian diajukan dan langsung diangkat sebagai pemetik tetap. Kerja di perkebunan dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Bekerja dari pagi sampai sore metik pucuk, cuma bedanya dulu pucuknya lebih banyak dibandingkan sekarang. Dulu mah kerja beda sama sekarang dulu mah upahnya kecil dan tidak mendapat tunjangan lain, kalo sekarang kerja menjadi buruh petik lebih enak karena upahnya besar dan banyak tunjangannya kalo tetap mah, hanya saja diangkat jadi tetapnya lebih sulit dibandingkan dulu. Upah yang dulu saya terima walaupun kecil dibandingkan sekarang tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebab zaman dulu harga kebutuhan pokok murah, apa-apa juga murah. Dulu saya bisa beli kursi ini dari dulu, lemari dari pendapatan, kalo buat makan saja sih udah cukup banget waktu dulu mah, kalo sekarang mah biar pendapatannya gede tapi buat makan aja susah Saya sudah pensiun hampir 30 tahun dari perkebunan, pertama kali kerja saya sempat pensiun waktu anak-anak masih kecil karena tidak ada yang menjaga kemudian saya masuk bekerja kembali hanya saja saat bekerja kembali saya tidak mengajukan tetap sehingga kemudian saya dipensiunkan dini sebagai pemetik dan hanya diberi pesangon sebesar Rp Upah yang diberikan saat saya bekerja berubah-ubah mulai dari sen sampai rupiah seperti sekarang. Saya tidak diberikan tunjangan pensiun maupun gaji pensiun oleh perkebunan oleh sebab itu sampai hari ini saya masih tinggal dengan anak saya, sebab anak saya masih berstatus lepas begitu juga dengan suaminya sehingga saya berbagi tempat awalnya, tapi sekarang ya saya tinggal

18 100 disini, cuma dikasih tempat dibelakang rumah. Sehari-hari saya menjaga cucu saat anak saya bekerja, di hari jumat saya biasanya pergi pengajian di daerah Sampay dengan berjalan kaki. Saat pengajian biasanya saya diberi uang ataupun beras. Selama ini saya tidak pernah meminta uang kepada anak saya, sehari-hari tapi ada saja orang yang bantu walaupun saya tidak punya penghasilan. Pensiunan pemetik tersebut merupakan gambaran kehidupan pensiunan pemetik yang cukup banyak jumlahnya di Desa Rawadulang. Umumnya pensiunan pemetik menggantungkan hidupnya pada anaknya. Dalam hal ini, pensiunan pemetik ini hanya diberikan satu ruang kecil dibelakang rumah berukuran 3 x 2,5 meter yang didalamnya terdapat dapur, kamar mandi, dan kamar tidur (lampiran Gambar 8). Kehidupan para pemetik memang penuh dengan ketidakadilan bukan hanya saat mereka masih bekerja, tapi bahkan setelah mereka tidak lagi bekerja (pensiun). Ketidakadilan setelah pensiun tidak hanya terjadi akibat sistem perkebunan namun juga terjadi dalam lingkungan rumahtangga (keluarga). Hal tersebut terlihat dari tidak dianggapnya para pensiunan pemetik di dalam keluarga mereka sendiri. Pensiunan hanya dijadikan pembantu untuk beberapa rumahtangga dimana tugas domestik dialihkan kepada pensiunan pemetik (ibu), dan untuk beberapa rumahtangga lain pensiunan dianggap sebagai beban keluarga. Pensiunan tersebut umumnya mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan mengharapkan pemberian dari orang lain. 6.2 Ikhtisar Alasan utama perempuan bekerja sebagai pemetik adalah tidak mencukupinya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Namun, rendahnya tingkat pendidikan para pencari kerja khususnya pemetik di perkebunan dan sumber informasi yang terbatas maka hanya bekerja sebagai pemetiklah harapan satu-satunya alternatif pekerjaan. Besarnya jumlah pemetik di perkebunan mencakup seluruh pemetik (tetap, lepas, dan musiman) mengakibatkan perkebunan memiliki kelebihan tenaga kerja pada pekerjaan sebagai pemetik. Berlebihnya tenaga kerja perkebunan tersebut merupakan

19 101 suatu aset tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan oleh pihak perkebunan. Pemetik merupakan salah satu aset tenaga kerja yang dimilik oleh perkebunan. Pemetik dijadikan sebagai aset perkebunan sebab pemetik tidak memiliki nilai jual yang tinggi bagi pihak perkebunan. Pemetik menggantungkan hidupnya melalui pekerjaan diperkebunan. Masyarakat perkebunan cenderung terisolasi dari informasi yang ada di luar sehingga anggapan bahwa hanya dari perkebunanlah sumber kehidupan mereka. Hal tersebut diperkuat dengan adanya rumah dinas yang diberikan kepada pekerja dan membuat mereka akan terus menjadi pekerja perkebunan walaupun upah yang diterima rendah. Fasilitas yang diberikan perkebunan merupakan alternatif untuk mengatasi persoalan hidup mereka saat ini. Akibatnya perkebunan dapat dengan mudah melakukan eksploitasi tenaga kerja melalui pemberian upah yang tidak memenuhi standar upah minimun regional (UMR), pembagian kerja yang tidak adil bagi perempuan, pembedaan fasilitas berdasarkan jenis kelamin, eksploitasi, dan kekerasan yang dialami pemetik dalam hubungan kerja. Sistem pengupahan di PGM menunjukkan terjadi dinamika pengupahan pemetik di perkebunan. Hal tersebut terlihat dari fluktuasi naiknya harga pucuk teh yang diterima pemetik dari tahun ke tahun. Dinamika tersebut tidak berpengaruh pada perubahan kondisi sosial ekonomi pemetik teh. Kenaikan harga pucuk yang diberikan oleh perkebunan tidak sebanding dengan naiknya harga barang dan kebutuhan pokok. Akibatnya, pemetik sampai hari ini tetap berada pada kondisi kehidupan yang sama yaitu miskin. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat pendidikan yang rendah sehingga upah dibayar rendah. Kondisi tersebut berdampak pada kehidupan pemetik perempuan setelah pensiun. Ketidakadilan setelah pensiun tidak hanya terjadi akibat sistem perkebunan

20 102 namun juga terjadi dalam lingkungan rumahtangga (keluarga). Hal tersebut terlihat dari tidak dianggapnya para pensiunan pemetik di dalam keluarga mereka sendiri. Pensiunan hanya dijadikan pembantu untuk beberapa rumahtangga yaitu menggantikan tugas domestik anaknya sebab pensiunan pemetik umumnya masih tinggal dalam satu rumah yang dibedakan. Pensiunan tersebut umumnya mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan mengharapkan pemberian dari orang lain. Proses marginalisasi terhadap pemetik terjadi dalam hal upah. Sewaktu masih bekerja mereka dieksploitasi dengan beban pekerjaan yang berat baik di kebun maupun dirumah, sedangkan saat ini mereka dianggap sebagai beban dalam rumahtangga dan kehidupan anaknya. Dinamika pengupahan pemetik di Perkebunan Gunung Mas menunjukkan bahwa pemetik dibedakan pengupahannya dengan pekerja lain di perkebunan, selain itu dinamika pengupahan pemetik yaitu perubahan nilai upah yang diterima pemetik, tidak berdampak pada berubahnya kondisi pemetik sejak masih bekerja bahkan setelah pensiun sampai hari ini. Marginalisasi dalam pengupahan menekankan bahwa perempuan disingkirkan dari upah yang lebih baik sejak masih bekerja dan setelah pensiun perempuan disingkirkan dari kondisi hidup yang lebih baik di perkebunan.

LAMPIRAN. Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan. Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan

LAMPIRAN. Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan. Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan 122 LAMPIRAN Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan Gambar 3. Kantor Afdeling GM I Gambar 4. Prasaran Perkebunan (Kantor Upaya Kesehatan Kerja) Gambar

Lebih terperinci

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG Rumahtangga di Indonesia terbagi ke dalam dua tipe, yaitu rumahtangga yang dikepalai pria (RTKP) dan rumahtangga yang dikepalai

Lebih terperinci

BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT

BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT 94 BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT 7.1 Kelembagaan Antar Pemulung Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung pada satu lapak ini dapat terlihat

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 39 Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah

Lebih terperinci

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan :

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan : PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM STUDI KUALITATIF PERILAKU BUANG AIR BESAR PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI JAMBAN KELUARGA DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT 2009 Informan : Ibu rumah tangga No.

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home Informan 1 Nama : AD Jenis kelamin : Perempuan Usia : 14 Tahun Pendidikan : SMP Hari/tanggal wawancara : Jum at, 4 April 2014 Tempat wawancara : Rumah

Lebih terperinci

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Informan 1 Nama : Bapak MH Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 39 tahun Pendidikan : SMA Hari/tanggal wawancara : Selasa, 8 April 2014 Tempat wawancara : Rumah

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA Tingkat kesejahteraan dalam CV TKB dianalisis dengan analisis gender. Alat analisis gender

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA : Hj. Cucu Zainabun Yusuf, S.Pd.,M.Pd : Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Mancak 1. Menurut ibu BK itu apa? Jawab: BK itu tempat untuk mengatasi permasalahan dari siswa-siswi,

Lebih terperinci

BAB IV REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN (UMSP) DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB IV REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN (UMSP) DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB IV REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN (UMSP) DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Pengupahan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Identitas Subjek Penelitian Nama Subjek S (p) S.R E.N N S (l) J Usia 72 Tahun 76 Tahun 84 Tahun 63 Tahun 68 Tahun 60 Tahun Jenis Perempuan Perempuan

Lebih terperinci

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 31 Ideologi Gender Ideologi gender adalah suatu pemikiran yang dianut oleh masyarakat yang mempengaruhi WKRT (Wanita Kepala Rumah Tangga)

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB Tingkat perlindungan tenaga kerja dalam CV TKB dianalisis dengan

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 3.1. Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja sebagai buruh pabrik memiliki tantangan tersendiri terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja sebagai buruh pabrik memiliki tantangan tersendiri terutama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja sebagai buruh pabrik memiliki tantangan tersendiri terutama bagi perempuan yang sudah menikah. Mereka memiliki tugas ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga saat

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Nama Umur Pendidikan Alamat Agama : Tn.G : 30 th : tamat SMA : Blora : Islam Tanggal masuk : 06/12/2009 Tgl pengkajian : 06/12/2009 No.cm : 06 80

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor non migas yang sangat potensial di Indonesia terutama untuk meningkatkan pendapatan negara. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program Pendampingan Keluarga (PPK) merupakan program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan PT. Perkebunan Tambi merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri teh. Tahun 85 kebun-kebun teh di Bagelen, Wonosobo disewakan kepada Tuan D. Vander Sluij

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 13 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Kantor induk Unit Perkebunan Tambi terletak di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Unit Perkebunan Tambi ini terletak pada ketinggian 1 200-2

Lebih terperinci

TRANSKRIP WAWANCARA YANG TELAH DIREDUKSI. A. Untuk Kepala Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang

TRANSKRIP WAWANCARA YANG TELAH DIREDUKSI. A. Untuk Kepala Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang TRANSKRIP WAWANCARA YANG TELAH DIREDUKSI A. Untuk Kepala Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang INFORMAN 1 Tanggal Wawancara : 03 Februari 2014 Waktu Wawancara : 14.00

Lebih terperinci

koperasi yang berada di lingkup SMKN 8 Surabaya Agenda : Waktu yang dibutuhkan :

koperasi yang berada di lingkup SMKN 8 Surabaya Agenda : Waktu yang dibutuhkan : Lampiran 1 Outline Wawancara 1 Yang diinterview : Kukus Mimbarwati, S.Pd Yang melakukan interview : Nuril Qomaryah Lokasi dan Tanggal interview : Lobby SMKN 8 Surabaya pada 27 Februari 2015 Waktu interview

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA 5.1 Pendahuluan Fenomena konflik pekerjaan keluarga atau work-family conflict ini juga semakin menarik untuk diteliti mengingat banyaknya dampak negatif yang

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL 25 BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL Umur dan Tingkat Pendidikan Responden Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur rata-rata

Lebih terperinci

BAB III STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGELOLAAN

BAB III STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGELOLAAN BAB III STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGELOLAAN 3.1. Struktur Organisasi Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kerja yang merupakan rangkaian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 31 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan plastik khususnya kantong plastik Reclosable

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau)

BAB II. 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau) BAB II A. PROFIL INFORMAN 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau) WE adalah mahasiswa perempuan asal Riau. WE menempuh pendidikannya di kota Yogyakarta sejak tahun 2013. WE memilih berkuliah

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Calon Peserta

PEDOMAN WAWANCARA. Calon Peserta 90 PEDOMAN WAWANCARA Calon Peserta Demand Masyarakat Menjadi Peserta Mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Di Kota Medan Tahun 2016 I. Identitas Nama : Umur : Pendidikan Terakhir : Pekerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan dan paling

Lebih terperinci

1. Bagaimana kondisi lampu taman menurut pendapat anda? (Menunjuk satu bagian lampu taman yang tidak berfungsi).

1. Bagaimana kondisi lampu taman menurut pendapat anda? (Menunjuk satu bagian lampu taman yang tidak berfungsi). LEMBAR WAWANCARA STUDI EVALUASI KUALITAS ELEMEN PENDUKUNG TAMAN PADA TAMAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA Hari/Tanggal/Bulan : Resi Hari Murti Adjie

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Apa saja produk atau pelayanan yang baru, selama Ibu memimpin usaha soto ini? Tolong jelaskan.

LAMPIRAN. Apa saja produk atau pelayanan yang baru, selama Ibu memimpin usaha soto ini? Tolong jelaskan. LAMPIRAN No Kategori Pertanyaan Jawaban Responden 1 (Ibu Rumini) 1. Produk dan jasa Apa saja produk atau pelayanan yang baru, selama Ibu memimpin usaha soto ini? Tolong jelaskan. Tidak ada, semuanya sama

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN JASA PEGADAIAN

MEMANFAATKAN JASA PEGADAIAN MEMANFAATKAN JASA PEGADAIAN Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 722/XIV Suatu hari, Bu Broto datang menemui Bu Sri, tetangganya yang kebetulan memiliki sebuah toko. Ia bercerita tentang anaknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat menciptakan peluang usaha yang besar. Soto Pak Sipit mulai ramai pengunjung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat menciptakan peluang usaha yang besar. Soto Pak Sipit mulai ramai pengunjung. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Usaha Soto Pak Sipit pertama kali didirikan tahun 2001 oleh Pak Sipit sendiri. Tempat usahanya terletak di jalan Kartini Raya. Hingga saat ini usahanya masih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT. Rumpun Sari Medini. PT. Rumpun Sari Medini terletak di kaki gunung Ungaran tepatnya di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT. Rumpun Sari Medini. PT. Rumpun Sari Medini terletak di kaki gunung Ungaran tepatnya di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum PT. Rumpun Sari Medini PT. Rumpun Sari Medini terletak di kaki gunung Ungaran tepatnya di Desa Ngesrep Balong, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Provinsi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 54 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 5.1 Faktor Individu Sesuai dengan pemaparan pada metodologi, yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar

Lebih terperinci

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN)

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) Inisial Nama : MA Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur Pendidikan Pekerjaan : 45 Tahun : SMA : Tidak Ada No. Variabel / Pertanyaan Informan Kemudahan Memperoleh Narkoba 1 Apakah

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Skala Dukungan sosial Orang tua

Kisi-Kisi Skala Dukungan sosial Orang tua 27 Kisi-Kisi Skala Dukungan sosial rang tua No Aspek Indikator Nomor Item 1 Dukungan 11,21, 24, 30, Emosional 30, 32, 35, 40 2 Dukungan Informatif 1. Sikap orang tua terhadap anak (afektif) 2. Kepercayaan

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI. Nama : Donna Ayu Anggraeny. Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 24 Juli 1993

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI. Nama : Donna Ayu Anggraeny. Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 24 Juli 1993 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Donna Ayu Anggraeny, dilahirkan di kota Surabaya pada tanggal 24 Juli 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Djumadi Faisal, IR dan Menik Ati,

Lebih terperinci

BAB V PERJALANAN KARIR MENUJU DUNIA RETAIL

BAB V PERJALANAN KARIR MENUJU DUNIA RETAIL 82 BAB V PERJALANAN KARIR MENUJU DUNIA RETAIL 5.1 Pendahuluan Memulai suatu pekerjaan tentunya membutuhkan keinginanan dan juga mental yang kuat. Mental dimana seseorang mau berusaha untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL 31 BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee (1984) dalam teorinya Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong

Lebih terperinci

BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN

BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN 1 MOGOK Oleh: Susi 2 Pagi itu langit cerah. Di kawasan industri Pasar Kemis, Tangerang, sebuah perusahaan memasang pengumuman tentang adanya lowongan kerja. Syarat bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk perusahaan adalah karena disana ada kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (seks) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia ditentukan secara biologis yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam hal ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada tujuh partisipan selama kurang lebih dua bulan. Penyajian data hasil

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8 SP MDF FSPMI Klari Karawang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH UMUM Pengaturan pengupahan

Lebih terperinci

AKUNTANSI KEWAJIBAN LANCAR DAN PENGGAJIAN

AKUNTANSI KEWAJIBAN LANCAR DAN PENGGAJIAN AKUNTANSI KEWAJIBAN LANCAR DAN PENGGAJIAN Kewajiban adalah salah satu elemen dalam persamaan akuntansi Beberapa jenis kewajiban telah kita kenal pada industri jasa maupun industri dagang yang telah kita

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Panen Raya Padi, Merauke, Papua Barat, tgl 10 Mei 2015 Rabu, 10 Juni 2015

Sambutan Presiden RI pd Panen Raya Padi, Merauke, Papua Barat, tgl 10 Mei 2015 Rabu, 10 Juni 2015 Sambutan RI pd Panen Raya Padi, Merauke, Papua Barat, tgl 10 Mei 2015 Rabu, 10 Juni 2015 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI KAMPUNG WAPEKO, KECAMATAN HURIK, KABUPATEN MERAUKE,

Lebih terperinci

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang

Lebih terperinci

Menjadi Manajer Keuangan Keluarga

Menjadi Manajer Keuangan Keluarga Ringkasan: Wanita biasa menjadi manajer keuangan dalam keluarga. Suami menyerahkan seluruh gajinya pada kita, dan kitalah yang jungkir balik mengurusnya. Sebagai manajer yang baik, kita harus tahu berapa

Lebih terperinci

Sambutan dan Dialog Presiden RI - Peresmian Pasar Rakyat Doyo Baru, Jayapura, 30 April 2016 Sabtu, 30 April 2016

Sambutan dan Dialog Presiden RI - Peresmian Pasar Rakyat Doyo Baru, Jayapura, 30 April 2016 Sabtu, 30 April 2016 Sambutan dan Dialog Presiden RI - Peresmian Pasar Rakyat Doyo Baru, Jayapura, 30 April 2016 Sabtu, 30 April 2016 SAMBUTAN DAN DIALOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERESMIAN PASAR RAKYAT DOYO BARU JAYAPURA,

Lebih terperinci

ANALISIS MARKET RESEARCH UNEJ

ANALISIS MARKET RESEARCH UNEJ 1. Kegiatan selama liburan Bantu orang tua:3 Ya, kalo aku sih ya diem aja dirumah soalnya dirumah juga kan ada ibu punya took jadi bisa bantu-bantu (D,P,Aktif, Jalan-jalan:5 Kalo traveling, mungkin naik

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

SURVEY KETENAGAKERJAAN

SURVEY KETENAGAKERJAAN SURVEY KETENAGAKERJAAN Description INDONESIA SURVEY KETENAGAKERJAAN Survey code 360-140 - 1003.01 IDNR. INFORMASI WAWANCARA Pewawancara (inisial/singkatan dari nama) Tanggal wawancara Lokasi wawancara

Lebih terperinci

Selesai mandi, istri keluar kamar mandi. Tubuhnya ditutupi handuk. Sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk, istri berjalan menuju meja rias.

Selesai mandi, istri keluar kamar mandi. Tubuhnya ditutupi handuk. Sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk, istri berjalan menuju meja rias. Selesai mandi, istri keluar kamar mandi. Tubuhnya ditutupi handuk. Sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk, istri berjalan menuju meja rias. Saat berjalan, dia sempat melirik suami yang masih tertidur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing : I. PT. SURVINDO DWI PUTRA diwakili oleh : Nama : Ricky Wibowo Tjahjadi Jabatan : Direktur Utama Alamat : Wima

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 86 Lampiran 1. Pedoman wawancara Pedoman wawancara saat penelitian Di Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan Daftar pertanyaan wawancara kepada keluarga pasien Data singkat informan Nama : Jenis Kelamin : Tanggal

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Informan Dari hasil wawancara mendalam, pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi rumah informan. Informan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang

Lebih terperinci

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL DAN KENDALA PENDAMPINGAN KELUARGA

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL DAN KENDALA PENDAMPINGAN KELUARGA BAB IV PELAKSANAAN, HASIL DAN KENDALA PENDAMPINGAN KELUARGA 4.1 Pelaksanaan Pendampingan Keluarga 4.1.1 Kunjungan 1 Hari/Tanggal : Jumat, 29 Juli 2016 Jenis Kegiatan : Perkenalan dan sosialisasi dengan

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG WAKTU KERJA, HAK CUTI DAN KERJA LEMBUR BAB I WAKTU KERJA Pasal 1 1. Hari dan/atau jam kerja karyawan berbeda satu dengan lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar Wilayah Blitar merupakan wilayah yang strategis dikarenakan wilayah Blitar berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS)

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS) 131 Lampiran 3 Verbatim Subjek 1 Subjek 1 : Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 ENELITI () SUBJEK1 () Kode Verbatim Koding Hallo.. gimana kerjaannya? 1 Udah. Uda beres. Oke. Anakmu gimana kabarnya?

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW) Adapun pertanyaan yang disusun dalam melakukan Indepth Interview untuk

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW) Adapun pertanyaan yang disusun dalam melakukan Indepth Interview untuk PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INDEPTH INTERVIEW) Adapun pertanyaan yang disusun dalam melakukan Indepth Interview untuk menggali informasi dari informan adalah : 1. Bisakah ibu menceritakan bagaimana ibu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan pengolahan data dan penganalisisan hasil pengolahan data, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Berikut merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menjelaskan beberapa hal mengenai perusahaan yang menjadi tempat penelitian, yaitu PT. XYZ. Beberapa hal tersebut adalah sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB V PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB V PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA BAB V PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA Menurut Deacon dan Firebaugh (dalam Timisela: 2015), rumah tangga sebagai satuan sosial memiliki fungsi untuk bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB VI PERMASALAHAN YANG DI HADAPI

BAB VI PERMASALAHAN YANG DI HADAPI BAB VI PERMASALAHAN YANG DI HADAPI 6.1 Usaha di Bidang Garment Dalam memutuskan untuk membuat suatu usaha, seseorang harus mampu menentukan atau memilih usaha apa yang akan dia jalani. Seseorang itu harus

Lebih terperinci

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu. Tarsin (70) kelelahan. Matanya menatap lesu. Memegang ember berisi lhem, atau sisa tetes getah karet alam, ia duduk di bawah pohon karet di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara XIX di Sedandang, Pageruyung,

Lebih terperinci

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI 55 BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI Representasi sosial pemuda tani dilihat melalui dua dimensi yakni (1) dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan (2) dimensi lahan. Dimensi pola pekerjaan

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program pendampingan keluarga (PPK) merupakan program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN-PPM

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Tulislah 2 keberhasilan atau prestasi yang anda banggakan dalam hidup.

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Tulislah 2 keberhasilan atau prestasi yang anda banggakan dalam hidup. LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengalaman-pengalaman dalam hidup Anda yang Anda anggap sebagai keberhasilan atau kegagalan dan juga citacita masa depan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 70 Lampiran 1. Kuesioner Nomor Responden Tanggal Wawancara MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Peneliti bernama Febli Tanzenia, adalah seorang mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi LAMPIRAN 97 Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi 95 96 Lampiran 2 Indepth Interview KASUS 1 Suami di-phk, Istri pun Menjadi TKW Dulu hidup kami serba berkecukupan Neng, kenang Bapak A (43 tahun) di

Lebih terperinci

DAFTAR HASIL WAWANCARA. Informan yang dipakai dalam penelitian ini adalah informan kunci dan

DAFTAR HASIL WAWANCARA. Informan yang dipakai dalam penelitian ini adalah informan kunci dan DAFTAR HASIL WAWANCARA Informan yang dipakai dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan utama. Informan kunci merupakan orang yang menjadi narasumber yang mengetahui seluruhnya mengenai objek

Lebih terperinci

Di Rusun Mereka "Dimanja", di Perahu Mereka Menderita...

Di Rusun Mereka Dimanja, di Perahu Mereka Menderita... Di Rusun Mereka "Dimanja", di Perahu Mereka Menderita... http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/21/10481831/di.rusun.mereka.dimanja.di.perahu.mereka.menderita KOMPAS/RADITYA HELABUMIRumah Susun Rawa

Lebih terperinci

TRANSKRIP WAWANCARA FIRDAUS COLLECTION

TRANSKRIP WAWANCARA FIRDAUS COLLECTION TRANSKRIP WAWANCARA FIRDAUS COLLECTION 1. Kapan usaha sablon ini mulai didirikan? Usaha sablon dan tas plastic ini sudah ada kira-kira sejak tanggal 07 Mei 1991. Alamdulillah saya bisa membuat usaha sendiri

Lebih terperinci

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun LIFE HISTORY Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun Tetni seorang anak perempuan berusia 16 tahun, yang tinggal dalam keluarga yang serba kekurangan. Ia, orang tuannya dan empat

Lebih terperinci

SKENARIO KERACUNAN PESTISIDA

SKENARIO KERACUNAN PESTISIDA SKENARIO KERACUNAN PESTISIDA TUGAS PRAKTIKUM disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Wilayah Pertanian dan Perkebunan dengan dosen pengampu Ns. Latifa Aini S., M.Kep.,

Lebih terperinci

LAMPIRAN I HASIL WAWANCARA. Waktu : 11 Mei 2016 ( WIB )

LAMPIRAN I HASIL WAWANCARA. Waktu : 11 Mei 2016 ( WIB ) LAMPIRAN I HASIL WAWANCARA A. Hasil Wawancara dengan Pemilik Kolam Pancing Anom Asri (Informan Kunci) Nama Pemilik : Ibu Marlina Siahaan Waktu : 11 Mei 2016 ( 20.56 WIB ) No Pertanyaan Wawancara Jawab

Lebih terperinci