REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI"

Transkripsi

1 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan meningkat setelah dibagikannya lahan. Perlu ada peningkatan kapasitas dari petaninya agar dapat memanfaatkan aset dan akses terhadap reforma agraria tersebut. Alfurqon (2009) menyatakan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan (memasarkan) hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya. Indikator kesejahteraan petani dalam penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya, yaitu terdiri dari peningkatan kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. 1. Tingkat Kepemilikan Aset Tingkat kepemilikan aset yaitu jumlah barang berharga yang dimiliki responden sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Terdiri dari luas kepemilikan lahan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan barang elektronik, kepemilikan hewan ternak, kepemilikan tabungan, dan investasi berupa emas. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas kepemilikan lahan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Luas kepemilikan lahan Sedang Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki luas lahan 0 m 2 (tunakisma) hingga memiliki lahan 500 m 2. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari 500 m 2 hingga m 2. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari m 2. Tabel 14 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 62.5% kemudian berkurang setelah diadakannya program menjadi 15.6%. Petani yang berada pada kategori sedang

2 47 sebelum diadakannya program sebanyak 12.5% dan meningkat setelah diadakannya program menjadi 25%, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 25% dan meningkat menjadi 59.4% setelah diadakannya program. Petani yang telah memilki lahan dari sebelum dilaksanakan program mengaku mendapatkan lahan dari pemberian orang tua dan telah menggarapnya sebagai hak milik, sedangkan petani yang belum memiliki lahan sama sekali hanya bergantung pada lahan orang dengan menjadi buruh tani. Melihat tabel di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program reforma agraria telah cukup berhasil mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan dan mengurangi tunakisma. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak SW (50 tahun): Perasaan Bapak gembira diberi tanah sama pemerintah, soalnya dulu Bapak sama sekali ngga punya tanah. Ngga pernah mimpi bakalan dikasih tanah walaupun cuma 125 meter (persegi) aja. Yah Alhamdulillah atuh lah neng, buat nyambung hidup (SW, 50 tahun). Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh ibu ER (45 tahun) dan beberapa responden lainnya yang mengaku senang menerima tanah redistribusi meskipun sebelumnya telah memiliki tanah dari orang tuanya. Beliau mengatakan penghasilan dari tanahnya itu sangat membantu perekonomian keluarganya. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi tempat tinggal sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Kondisi tempat tinggal Sedang Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki tempat tinggal gubuk. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki tempat tinggal semi permanen (atap seng, dinding triplek, lantai semen atau tanah). Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki tempat tinggal permanen (atap genteng, dinding tembok, lantai berkeramik). Tabel 15 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 31.2% kemudian menurun setelah diadakannya program menjadi 15.6%. Petani yang berada pada kategori sedang sebelum diadakannya program sebanyak 43.8% dan menurun setelah diadakannya program menjadi 25%, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 21.9% dan meningkat menjadi 40.6% setelah diadakannya program. Sebagian besar responden mengaku merasa terbantu dengan adanya program ini. Mereka dapat mengumpulkan uang sedikit

3 48 demi sedikit untuk memperbaiki rumah mereka. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak NN (46 tahun): Adanya tanah ini bisa dibilang cukup membantu perekonomian rumah tangga Bapak. Kan Bapak udah pernah nebang dua kali, uangnya dikumpulin sedikitsedikit buat benerin rumah, makanya sekarang rumahnya mah bisa dibilang udah enak gitu, nggak kayak dulu (NN, 46 tahun). Bapak NN ini memiliki kondisi rumah yang sudah permanen dua lantai dengan atap genteng, dinding tembok, dan lantai keramik. Beliau mengaku dulunya rumah beliau belum seperti sekarang ini. Adanya tanah yang dibagikan membuat Bapak NN bisa mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumah secara bertahap. Awalnya dari dinding, kemudian lantai, hingga akhirnya memiliki dua lantai. Hal serupa juga dituturkan oleh Ibu AS (70 tahun). Meskipun tempat tinggal beliau masih dalam kondisi semi-permanen, beliau mengaku uang hasil menjual kayu dari kebunnya dapat membantu untuk memperbaiki rumah beliau sedikit demi sedikit, dari yang tadinya gubuk menjadi seperti sekarang ini. Tidak selamanya program reforma agraria ini memberikan pengaruh pada kondisi tempat tinggal penerimanya. Kenyataannya tetap ada saja yang kondisi rumahnya masih memprihatinkan, hanya bilik bambu seadanya. Kondisi seperti ini yang dialami oleh Bapak SW (50 tahun) salah satunya. Bapak SW menyatakan bahwa dirinya hingga kini masih menggarap tanah tersebut tapi belum menikmati hasil apa-apa dari tanah tersebut. Menurutnya, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan saja masih susah. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan kendaraan bermotor sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria kendaraan bermotor Sedang Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria tidak memiliki kendaraan bermotor sama sekali. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki satu buah kendaraan bermotor. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki lebih dari satu buah kendaraan bermotor. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 75% petani berada pada kategori rendah sebelum reforma agraria dan menurun menjadi 59.4% setelah reforma agraria. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kategori sedang dan tinggi dari sebelum diadakannya program dan setelah diadakannya program. Seorang responden bernama Ibu ER (45 tahun) mengaku bahwa keluarganya sebelum mendapat

4 49 tanah redistribusi hanya memiliki satu buah kendaraan bermotor dan kini telah memiliki sembilan kendaraan bermotor, terdiri dari enam buah sepeda motor dan tiga buah mobil. Beliau mengaku kendaraan tersebut digunakan untuk usaha rental sepeda motor maupun mobil. Tabel 19 secara langsung juga menyiratkan jumlah pemilik kendaraan bermotor terbilang lebih sedikit daripada yang tidak memiliki kendaraan. Ini karena mereka menganggap benda tersebut bukanlah sesuatu yang penting. Mereka beranggapan kalau kaki mereka masih mampu untuk berjalan ke lahan garapan mereka jadi tidak perlu motor. Alasan lainnya mengapa mereka tidak memiliki kendaraan adalah karena tidak mampu membeli. Boro-boro untuk beli kendaraan, untuk makan aja pas-pasan, kata salah seorang responden. Kepemilikan aset selanjutnya dilihat dari kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Kategori rendah untuk kepemilikan barang elektronik yaitu untuk petani yang hanya memiliki 0-3 jenis barang elektronik di rumahnya, sedang untuk petani yang memiliki 4-6 jenis barang elektronik, dan tinggi untuk petani yang memiliki lebih dari enam jenis barang elektronik. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Kepemilikan barang elektronik Sedang Total Tabel 20 menunjukkan terjadi peningkatan pada kepemilikan barang elektronik. Sebesar 90.6% petani yang berada pada kategori rendah sebelum program menurun menjadi hanya 34.4% setelah program, dan paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 43.7%. Ukuran kepemilikan aset lainnya dilihat dari kepemilikan terhadap hewan ternak, ada atau tidaknya uang tabungan, dan ada atau tidaknya investasi berupa emas. Dalam hal kepemilikan ketiga aset ini tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah program. Informasi mengenai ketiga aset tersebut disajikan dalam Tabel 21.

5 50 Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan hewan ternak, tabungan, dan emas sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan aset 1. Hewan ternak a. b. 2. Tabungan a. b. 3. Emas a. b. Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Tabel 21 menunjukkan bahwa sebelum adanya program reforma agraria jumlah petani yang memiliki tidak memiliki investasi berupa hewan ternak sebanyak 65.6% dan hanya 34.4% yang memiliki. Sesudah dilaksanakan reforma agraria, angka tersebut tetap tidak berubah. Jumlah petani yang memiliki tabungan hanya sebesar 9.4%, sisanya sebanyak 90.6% tidak memiliki tabungan sebelum diadakan reforma agraria. Angka ini sedikit berubah setelah diadakan reforma agraria, menjadi 18.8% memiliki tabungan dan 81.2% tidak memiliki tabungan. Jumlah petani yang berinvestasi emas sebelum reforma agraria sebanyak 21.9% dan meningkat setelah reforma agraria menjadi 31.2%. rendahnya tingkat kepemilikan aset para petani penerima program reforma agraria dilihat dari hasil perhitungan skor dari kepemilikan luas lahan yang dimiliki, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, barang elektronik, hewan ternak, tabungan, dan investasi berupa emas. Hasil perhitungan skor tersebut digolongkan menjadi rendah dan tinggi. apabila selang skor antara 7-12 dan tinggi apabila selang skor antara Hasil perhitungan skor tersebut disajikan dalam tabel 22. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kepemilikan aset Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Total Tabel 22 menunjukkan terdapat perbedaan antara sebelum pelaksanaan program reforma agraria dengan sesudah pelaksanaan program reforma agraria. Terlihat dalam Tabel 22 bahwa tingkat kepemilikan aset para petani meningkat

6 51 sesudah dilaksanakannya program. Meskipun demikian, tidak sedikit responden yang mengaku bahwa kepemilikan aset mereka bertambah bukan dari hasil mengolah tanah redistribusi mereka, tetapi dari hasil pekerjaan lainnya, seperti berdagang, supir, buruh bangunan dan proyek, dan lainnya. Mereka yang mengaku demikian mengatakan bahwa kebun mereka yang berasal dari pemerintah belum menghasilkan apa-apa. Ini karena jenis tanaman yang ditanam merupakan tanaman kayu yang hanya bisa dipanen jika sudah berumur 5 tahun atau lebih. Program reforma agraria ini berlangsung tahun 2007 dan pada saat penelitian berlangsung tahun 2012 banyak tanaman yang belum dipanen atau baru satu kali memanen. Jenis tanaman lain seperti pisang dan singkong hanya sebagai sampingan saja, jika dijual pun tidak memberikan pengaruh yang berarti. 2. Kemampuan Menyekolahkan Anak Kemampuan menyekolahkan anak yaitu yaitu lama jenjang pendidikan yang mampu ditempuh oleh anak-anak petani dengan biaya dari sebelum program reforma agraria dan sesudah program reforma agraria. Kemampuan menyekolahkan anak dikategorikan menjadi rendah apabila SD/sederajat sampai SMP dan tinggi apabila SMA/sederajat sampai perguruan tinggi. Tabel 23 menunjukkan jumlah dan perentase responden berdasarkan tingkat kemampuan menyekolahkan anak. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan menyekolahkan anak di Desa Sipak tahun 2012 Kemampuan menyekolahkan anak Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Total Sama halnya dengan tingkat kepemilikan aset, tingkat kemampuan menyekolahkan anak juga mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah pelaksanaan reforma agraria. Tabel 23 memperlihatkan sebanyak 75% responden yang memiliki kemampuan menyekolahkan anak kategori rendah sebelum reforma agraria berkurang menjadi 40.6% sesudah reforma agraria. Beberapa responden mengaku kehidupan mereka dulu bisa dikatakan sangat sulit. Pendidikan menjadi salah satu yang terpaksa harus dikorbankan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sekitar 50% responden mengatakan bahwa mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke sekolah menengah. Sudah lulus SD saja itu sudah Alhamdulillah, begitu kata salah satu responden. Lebih miris lagi mereka lebih rela mengorbankan anak perempuan mereka untuk berhenti sekolah daripada anak laki-lakinya. Oleh sebab itu, banyak perempuan di Desa Sipak yang sudah menikah meskipun usianya masih tergolong sangat muda. Peningkatan kemampuan menyekolahkan anak bukan karena seluruh biaya untuk menyekolahkan anak yang berhasil ditutupi dari hasil mengolah tanah redistribusi, tetapi dari hasil pekerjaan lain yang dilakukan responden. Selain itu

7 52 juga karena kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan sudah mulai meningkat dibandingkan sebelumnya. Seorang responden bernama UJ (42 tahun) bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi, bagaimanapun kondisi keuangannya nanti Bapak UJ akan selalu berusaha demi menyekolahkan anak-anaknya. 3. Peningkatan Kesejahteraan Peningkatan kesejahteraan dalam penelitian ini diukur dari jumlah skor tingkat kepemilikan aset dan tingkat kemampuan menyekolahkan anak sebelum dan sesudah reforma agraria. Hasil perhitungan tersebut dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria ditunjukkan pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Peningkatan kesejahteraan Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Total Tabel 24 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan responden sebelum dan sesudah reforma agraria meskipun tidak terlalu signifikan. Jumlah responden yang meningkat kesejahteraannya hanya sebesar 37.5%, meningkat dari sebelumnya yang hanya 12.5%. Data tersebut didukung oleh pernyataan kepala Desa Sipak yang mengatakan hal sebagai berikut. Alhamdulillah, terjadi peningkatan kesejahteraan warga di sini karena sekarang untuk bertanam di situ (tanah redistribusi) jadi ngga setengah-setengah karena udah mutlak punya dia. Peningkatan kesejahteraan yang terjadi bisa dikatakan tidak terlalu signifikan. Hal ini karena kebun mereka belum menghasilkan apa-apa, paling hanya singkong, pisang, petani, dan jengkol, yang tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian mereka. Peningkatan aset dan kemampuan menyekolahkan anak diperoleh dari hasil lain, seperti berdagang dan menjadi buruh proyek dan bangunan. Mereka mengatakan uang yang diperoleh dari hasil menjadi buruh lebih besar daripada bertanam, tetapi pekerjaannya juga lebih berat dan mereka harus tinggal jauh dari keluarga dan baru pulang satu minggu sekali setiap hari jumat setelah bekerja setengah hari.

8 53 Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani Reforma agraria pada hakikatnya bertujuan untuk menyejahterakan petani kecil. Bachriadi (2007) mengungkapkan bahwa penataan ulang struktur penguasaan tanah (land reform) bukan saja akan memberikan kesempatan kepada sebagian besar penduduk yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, land reform bukan hanya akan menjadi suatu dasar yang kokoh dan stabil bagi pembangunan ekonomi dan sosial, melainkan juga menjadi dasar bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka kesempatan untuk terjadinya proses pembentukan modal (capital formation) di perdesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh. Selain itu, ia juga akan memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok petani miskin di pedesaan di dalam ikatan-ikatan sosial pada masyarakatnya. Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari tahu hubungan atara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. Dengan menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. 1. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kepemilikan Aset Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan reforma agraria Tingkat kepemilikan aset Persen Persen Total Tabel 25 memperlihatkan jumlah petani yang mendapatkan reforma agraria tinggi sebesar 47.1% mengalami peningkatan aset, sedangkan jumlah petani yang mendapatkan reforma agraria tinggi tetapi tidak mengalami peningkatan aset sebesar 52.9%. Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0.3494) dan nilai signifikansi sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Angka-angka mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset.

9 54 Tidak adanya hubungan yang signifikan tersebut karena aset yang dimiliki oleh warga tidak sepenuhnya berasal dari hasil pengolahan tanahnya. Ini karena waktu tanam yang baru 5 tahun sehingga belum ada pencapaian yang signifikan, sedangkan tanaman hortikultura semacam singkong tidak memberikan arti pada peningkatan kesejahteraan warga. 2. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Kemampuan Menyekolahkan Anak Kemampuan menyekolahkan anak merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan petani yang digunakan peneliti dalam penelitian ini. Pada Tabel 23, terlihat kemampuan petani dalam menyekolahkan anaknya meningkat pada saat sesudah dilaksanakan reforma agraria. Menurut warga, secara tidak langsung tanah redistribusi yang dimiliki membuatnya lebih mampu menyekolahkan anakanaknya. Oleh karena tanaman yang ditanam di kebun mereka merupakan tanaman tahunan, maka ketika panen hasilnya penjualannya bisa digunakan untuk menyekolahkan anak-anak mereka, berbeda dengan sebelum memiliki lahan redistribusi. Akan tetapi, tidak semua warga yang kemampuan menyekolahkan anaknya meningkat disebabkan oleh hasil mengolah tanah redistribusi. Alasannya adalah karena sudah adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang membebaskan biaya pendidikan. Selain itu, warga yang tidak bergantung pada hasil panen membiayai sekolah anak-anaknya dengan melakukan pekerjaan lainnya. Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak Pelaksanaan reforma agraria Tingkat kemampuan menyekolahkan anak Persen Jumlah Persen (n) Total Tabel 26 memperlihatkan 52.9% yang termasuk mendapat reforma agraria tinggi memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya, sedangkan yang mendapat reforma agraria rendah tetapi memiliki kemampuan menyekolahkan anak tinggi justru lebih banyak, yakni sekitar 66.7%. Angkaangka ini mengindikasikan bahwa antara pelaksanaan reforma agraria dengan kemampuan menyekolahkan anak tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar (-0.139) dan nilai signifikansi sebesar Hasil ini jelas menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak ditolak.

10 55 3. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani Tabel 25 dan 26 masing-masing memperlihatkan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. Dari kedua tabel tersebut memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan reforma agraria. Apabila secara keseluruhan kedua variabel tersebut dianalisis, maka didapat hasil seperti pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan Pelaksanaan reforma agraria Tingkat kesejahteraan Persen Jumlah Persen (n) Total Tabel 27 menunjukkan bahwa 41.2% petani yang termasuk dalam kategori pelaksanaan reforma agraria tinggi mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan 58.8% sisanya tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Uji korelasi Rank Spearman dengan nilai kepercayaan 0.05 (α = 5%) juga dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0,3494) dan nilai signifikasni sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Jadi, ini berarti hipotesis yang berbunyi diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kesejahteraan petani dinyatakan ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hipotesis penelitian ini ditolak karena peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh warga di Desa Sipak, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak sepenuhnya berasal dari hasil implementasi reforma agraria. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden, warga Desa Sipak banyak yang melakukan pekerjaan lain selain bertanam saja. Pekerjaan tersebut di antaranya berdagang dan buruh proyek. Faktor lain yang menyebabkan reforma agraria ini tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan secara signifikan karena tidak terdapat pola pembentukkan dan ekstraksi surplus desa seperti di Desa Dangiang dan Sukatani, Garut (Yusuf et al. 2010). Menurut Yusuf et al. (2010), proses pembentukkan modal dapat dipandang sebagai seperangkat proses penciptaan, penguasaan, dan penempatan atau penanaman surplus yang secara bersama-sama menghasilkan pola-pola khusus pemilikan, penguasaan, penumpukan (akumulasi), dan penggunaan modal dalam masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi melalui sebuah

11 mekanisme sistem perbankan dan perkreditan. Melalui mekanisme inilah surplus yang diciptakan oleh seseorang atau suatu kelompok, atau badan usaha, dapat beralih menjadi modal bagi orang lain, kelompok lain, atau badan lain, baik dalam sektor dan lokasi yang sama maupun berbeda. Mekanisme ini dapat dikatakan sebagai mekanisme mobilitas modal. Mekanisme semacam ini belum tercipta di Desa Sipak karena tidak adanya sumber perkreditan sebagai dukungan permodalan warga Sipak. 56

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 69 BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP Motivasi responden dalam penelitian ini diartikan sebagai dorongan atau kehendak yang menyebabkan

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB Tingkat perlindungan tenaga kerja dalam CV TKB dianalisis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Kertamaya adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Provinsi Jawa Barat. Luas Kelurahan Kertamaya ialah 360 ha/m 2. Secara

Lebih terperinci

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM Metodologi penelitian ini menguraikan tahapan penelitian yang dilakukan dalam studi ini. Penggunaan metode yang tepat, terutama dalam tahapan pengumpulan dan pengolahan data,

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI (Studi Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Melati di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA Tingkat kesejahteraan dalam CV TKB dianalisis dengan analisis gender. Alat analisis gender

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak manusia yang tertuang

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 39 Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN 7 IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : ANALISIS POTENSI EKONOMI DESA Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit). Tujuan : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL 31 BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee (1984) dalam teorinya Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut: 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Desa Argomulyo merupakan salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH 23 USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH Gambaran Usaha Kaki Lima di Sekitar Kebun Raya Bogor (KRB) Menjadi wirausahawan merupakan salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan dan

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria Menurut penjelasan beberapa tokoh Desa Pamagersari, dahulu lahan eks-hgu merupakan perkebunan

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yaitu:

III. METODE PENELITIAN. berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yaitu: 37 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT

BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 48 BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 6.1 Identifikasi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Peserta Program Misykat Pada hakikatnya masalah kemiskinan

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

Distribusi Variabel Berdasarkan Tingkat Analisis, Jenis data, Variabel, dan Skala Pengukuran

Distribusi Variabel Berdasarkan Tingkat Analisis, Jenis data, Variabel, dan Skala Pengukuran Distribusi Variabel Berdasarkan, Jenis data, Variabel, dan Skala Pengukuran No 1. Individu Umur Umur dihitung berdasarkan ulang tahun Demografi yang terakhir (berdasarkan konsep demografi). Pencatatan

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tabungan merupakan salah satu sarana penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga (Yasid, 2009:90). Tabungan berguna untuk menyiapkan kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung PADUAN WAWANCARA PENELITIAN Judul Skripsi Lokasi Penelitian : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung I. Identitas Informan 1. Nama : 2. Tempat Tanggal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003: 3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani

III. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani karet dengan perilaku menabung

Lebih terperinci

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : KUISIONER KULIAH LAPANGAN SOSIOLOGI PEDESAAN TAHUN 2011/2012 Kata Pengantar NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : Kami adalah mahasiswa jurusan sosiologi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (FISIP) Universitas

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 50 BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT A. Dampak Bidang Sosial Adanya pabrik teh hitam Kaligua telah membawa dampak pada mata pencaharian masyarakat Pandansari dan sekitarnya, baik dampak langsung

Lebih terperinci

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 54 BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 6.1 Karakteristik Responden Penelitian ini memiliki responden sebanyak 30 orang, jumlah ini didapatkan dari banyaknya aparatur Desa Bantarjati, dari mulai anggota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA BEASISWA : 1. Nama Lengkap : 2. NIM (Nomor Induk Mahasiswa) : 3. Fakultas : 4. Departemen : 5. Semester : 6. IPK : 7. Beasiswa yang pernah diterima : 8. Beasiswa yang saat ini diterima : 9. Email

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR 39 SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR Sikap masyarakat terhadap implementasi otonomi daerah merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden KUESIONER PENELITIAN. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden KUESIONER PENELITIAN. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih. 73 LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden KUESIONER PENELITIAN Responden Yth, Saya MULIA SLAMAT SINAGA, mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data utama.

Lebih terperinci

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Karakteristik setiap anggota koperasi berbeda satu sama lain. Karakteristik ini dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION 69 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION Aksesibilitas terhadap media komunikasi cyber extension adalah peluang memanfaatkan media komunikasi cyber

Lebih terperinci

BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR

BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR 62 BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR 6.1 Agenda Pendengar Agenda pendengar adalah tingkat perbedaan penonjolan suatu berita menurut opini pendengar dan pengetahuan mereka.

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Citapen 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Ciawi.Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN 6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Purbolinggo Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Purbolinggo sebelum pemekaran kabupaten,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha. 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Buminagara merupakan sebuah desa di Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 45 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 6.1. Faktor Individu Responden Penelitian Faktor individu dalam penelitian

Lebih terperinci

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 31 Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dilatar belakangi oleh alih fungsi lahan. Lalu, perpindahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Kesempatan Kerja Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ANGGOTA KOMUNITAS DAN DINAMIKA KELOMPOK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ANGGOTA KOMUNITAS DAN DINAMIKA KELOMPOK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI 50 BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ANGGOTA KOMUNITAS DAN DINAMIKA KELOMPOK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI 6.1 Hubungan antara Karakteristik Anggota Komunitas dengan Efektivitas Komunikasi Pemasaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada wilayah kerja Puskesmas Nuangan Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011 F4 PEWAWANCARA FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011 Fasilitator mengisi satu set form ini untuk setiap pendaftar. A. INFORMASI UMUM A.01. Provinsi 16. Sumatera Selatan 18. Lampung 33. Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG KELUARGA DAMPINGAN

BAB I LATAR BELAKANG KELUARGA DAMPINGAN BAB I LATAR BELAKANG KELUARGA DAMPINGAN Keluarga yang dijadikan keluarga dampingan selama pelaksanaan KKN PPM XIII Universitas Udayana Tahun 2016 ini bertempat tinggal di Desa Abuan, Kintamani, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM 7.1 Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM yang Didapatkan oleh Responden di Desa Gunung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian LAMPIRAN 83 84 85 Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian V. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 1 X2-1.406 ** X3 -.133 -.171

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta:

Lebih terperinci

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)

Lebih terperinci

BAB VI KONFLIK PERAN WANITA BEKERJA

BAB VI KONFLIK PERAN WANITA BEKERJA BAB VI KONFLIK PERAN WANITA BEKERJA 6.1 Konflik Peran Konflik peran ganda merupakan kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan peran yang berbeda secara bersamaan. Konflik

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 67 BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Proses pendidikan melalui pembelajaran menurut Sudjana (2006) adalah interaksi edukatif antara masukan (input) sarana dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian 61 62 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Pantai Patra Sambolo 63 64 Lampiran 3. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN I. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, lebih rinci ditunjukkan pada bagian-bagian berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, lebih rinci ditunjukkan pada bagian-bagian berikut ini. 1 BAB I PENDAHULUAN Bagian pertama ini akan membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Adapun hal lain yang perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah pelita dan harapan bagi suatu masyarakat, bangsa, dan negara yang kelak akan menjadi motor penggerak kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci