ESTIMASI KAPASITAS ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP CEKAMAN LINGKUNGAN USAHATANI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI KAPASITAS ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP CEKAMAN LINGKUNGAN USAHATANI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM"

Transkripsi

1 ESTIMASI KAPASITAS ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP CEKAMAN LINGKUNGAN USAHATANI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM Estmatng Rce Farmers Adaptve Capacty to Unfavorable Farmng Envronment Due to Clmate Change Sumaryanto Pusat Sosal Ekonom dan Kebjakan Pertanan Jalan A. Yan No. 70 Bogor Emal: Naskah dterma : 10 Jun 2013 Naskah dsetuju terbt : 26 Agustus 2013 ABSTRACT Clmate change causes rce farmng envronmental stress escalaton such as flood, drought and pest are ncreasng. Ths study ams to estmate rce farmers adaptve capacty to the unfavorable envronment. Study stes are the wetland agro-ecosystem of several vllages n Lampung, Central Java, and West Nusa Tenggara Provnces on Usng a Structural Equaton Modelng (SEM), the model appled to estmate the capacty of adaptaton s the Multple Indcators Multple Causes (MIMIC). The results show that the farmers adaptve capacty vary from low to medum levels. The proporton of farmers categorzed as low, moderate, and hgh adaptve capacty are 16, 70, and 14 percent, respectvely. Adaptve capacty s affected by the role of rce famng n households economy, qualty and vulnerablty of rce feld to flood and drought, and household ncome, farmers educaton, and role of farmer s group n buldng collectve acton to control flood, drought, and pest n rce farmng. Keywords: clmate change, rce farmng, adaptve capacty, MIMIC model ABSTRAK Terkat perubahan klm, cekaman lngkungan usahatan pad akbat banjr, kekerngan, dan serangan organsme pengganggu tanaman menngkat. Peneltan n dtujukan untuk mengestmas kapastas adaptas petan pad terhadap cekaman lngkungan tersebut. Peneltan dlakukan pada agroekosstem pesawahan d beberapa desa d Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat pada Tahun Dengan pendekatan Structural Equaton Modelng (SEM), model estmas yang dgunakan adalah Multple Indcators Multple Causes (MIMIC). Hasl peneltan menunjukkan bahwa kapastas adaptas petan beragam dan secara umum termasuk kategor rendah sedang. Propors petan dengan kapastas adaptas kategor rendah, sedang, dan tngg masng-masng adalah 16, 70, dan 14 persen. Kapastas adaptas dpengaruh oleh peranan usahatan lahan sawah dalam ekonom rumah tangga, kualtas dan tngkat kerentanan lahan sawah terhadap banjr dan kekerngan, tngkat pendapatan rumah tangga, tngkat penddkan petan, dan peranan kelompok tan dalam mengembangkan aks kolektf pada pengendalan banjr, kekerngan, dan serangan organsme pengganggu tanaman pada usahatan pad. Kata kunc: perubahan klm, usahatan pad, kapastas adaptas, model MIMIC 115

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa perubahan klm telah terjad. Terkat dengan tu, varabltas curah hujan menjad lebh tajam bahkan kadang-kadang ekstrm sehngga cekaman lngkungan usahatan menngkat karena banjr dan atau kekerngan yang melanda areal pertanan makn serng terjad meluas (IPCC, 2001; IPCC, 2007). D Indonesa, gejalanya adalah bahwa d beberapa wlayah duras musm kemarau menjad lebh panjang, sementara tu d ss lan pada musm penghujan ntenstas curah hujan menngkat tetap durasnya lebh pendek dan bergeser dar basanya (Naylor dkk, 2007). Akbat yang tmbul antara lan adalah (a) menngkatnya kegagalan pertumbuhan dan panen sehngga produktvtas dan produks turun; (b) menngkatnya kerusakan sumber daya lahan pertanan; (c) menngkatnya frekuens, luas, dan ntenstas kekerngan d sebagan wlayah, sedangkan d wlayah lannya atau pada waktu yang lan terjad penngkatan kelembaban; dan (d) penngkatan ntenstas gangguan organsme pengganggu tanaman (OPT) (Las dkk., 2008). Mengacu pada potens dampaknya, dyakn bahwa perubahan klm merupakan ancaman palng serus terhadap keberlanjutan pangan global (FAO, 2007; Lobell, 2008). Predks Fscher et al. (2002) menyebutkan bahwa perubahan klm mengakbatkan pertumbuhan produks pangan d sebagan besar negara-negara berkembang turun dengan ksaran 0,5 6 persen. Untuk kasus Indonesa, hasl peneltan Syaukat (2011) menyebutkan jka tdak ada aks adaptas yang nyata maka pada tahun 2050 dalam neraca bahan makanan neger n akan terjad defst beras sektar 90 juta ton. Mungkn saja angka n over estmate tetap pesan terpentng dar peneltan n adalah bahwa pengarusutamaan adaptas terhadap perubahan klm dalam pembangunan pertanan sangat relevan, urgen, dan harus dlakukan secara konssten. Secara hstors, petan telah mengembangkan cara-cara adaptas secara mandr Secara umum, sumber rsko pada usahatan pad adalah terjadnya kekerngan atau sebalknya kebanjran serta serangan OPT. Oleh karena tu, bentuk adaptas yang palng banyak dpratekkan adalah mengelola pasokan ar agar sesua kebutuhan tanaman dan pengendalan OPT. Ketka sumber daya lahan dan ar mash melmpah dan motf berusahatan mash bersfat subssten, kapastas adaptas petan cukup untuk menjawab tantangan yang dhadapnya. Namun kapastas adaptas tersebut tdak memada untuk memecahkan masalah dan menjawab tantangan, terutama ketka konteksnya adalah untuk mendukung keberlanjutan ketahanan pangan. Sebaga salah satu acuan, rekomendas Asan Development Bank-ADB (2008) berdasarkan kajannya d kawasan Asa Tenggara dnyatakan bahwa untuk menghndar ketergantungan pasokan pangan dar mpor maka peran pemerntah dalam menngkatkan adaptas petan pangan terhadap perubahan klm harus dlakukan secara sstemats dan konssten karena cukup banyak aspek-aspek adaptas yang tdak mungkn dapat dtangan sendr oleh petan. Adaptas adalah suatu proses dnams karena stuas dan konds lngkungan yang dhadap juga dnams. Secara umum, cekaman lngkungan yang lebh berat membutuhkan kapastas adaptas yang lebh tngg. Oleh karena tu, aks adaptas akan efektf jka dsnergkan dengan aks mtgas. Dalam hal n Kementeran Pertanan telah meluncurkan road map strateg dan pedoman umum adaptas perubahan klm sektor pertanan (Badan Peneltan dan Pengembangan Pertanan, 2012 a dan 2012 b ). Agar efsen dan efektf, mplementas kebjakan dan program penngkatan kapastas adaptas tu harus dmontor dan untuk kepentngan tu dperlukan adanya Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

3 ukuran yang mencermnkan tngkat kemajuan yang dcapa dar waktu ke waktu (Prabhakar et al., 2010). Pendekatannya harus mempertmbangkan konds obyektf d lapangan. D Indonesa, yang sesua adalah pendekatan kelompok karena populas petannya lebh dar 17 juta rumah tangga dan lebh dar 85 persennya adalah petan kecl dengan luas penguasaan garapan kurang dar 1 hektar per rumah tangga (Sumaryanto, 2010). Secara teorts kelompok sasaran yang perlu dprortaskan adalah yang kapastas adaptasnya berada d bawah rata-rata. D Indonesa, sebaran petan menurut kapastas adaptasnya belum terseda. Sebaga contoh, sampa saat n persentase petan pad yang kapastas adaptasnya termasuk kategor rendah, sedang, ataupun tngg tdak dketahu karena kajan untuk mengetahu determnan dan ndkator kapastas adaptas mash langka. Dalam rangka memenuh kebutuhan tulah peneltan n dlakukan. Tujuan Peneltan Peneltan n dtujukan untuk (1) mengdentfkas faktor-faktor yang memengaruh kapastas adaptas petan pad menghadap cekaman lngkungan akbat perubahan klm, (2) mengdentfkas ndkator yang mencermnkan kapastas adaptas tersebut, (3) mengetahu sebaran petan pad menurut kapastas adaptasnya terhadap cekaman lngkungan akbat perubahan klm. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemkran Pada usahatan pad rsko terbesar yang bersumber dar cekaman lngkungan akbat perubahan klm adalah terjadnya kekerngan, kebanjran, dan eksplos serangan organsme pengganggu tanaman (OPT). Terkat dengan tu, cara adaptas yang palng populer adalah melalu perbakan pengelolaan pasokan ar dan pengendalan OPT. Dalam praktek dtempuh melalu pengembangan dan pengelolaan sstem rgas dan sstem proteks tanaman secara terpadu. Dampak perubahan klm pada sektor pertanan tergantung tngkat kerentanan petan terhadap varabltas klm (Internatonal Food Polcy Research Instute-IFPRI, 2009). Tngkat kerentanan dtentukan potens dampak dan kemampuan beradaptas. Potens dampak tergantung pada tngkat keterdadahan (exposure) dan senstvtas sstem yang terdampak (Lasco et al., 2011). Tngkat keterdadahan bersfat eksternal karena perlaku klm tdak dapat dkendalkan, sedangkan senstvtas sstem yang terdampak tergantung pada berbaga faktor yang sebagan dantaranya juga bersfat eksternal. Untuk jangka pendek, strateg yang dapat dtempuh adalah melalu penngkatan kapastas adaptas, sedangkan untuk jangka menengah dan panjang harus dsnergkan dengan mtgas (Tubelllo and Fscher, 2007; IPCC, 2007, FAO, 2011). Kapastas ndvdu ataupun komuntas petan untuk beradaptas terhadap cekaman lngkungan akbat perubahan klm beragam bentuknya, caranya, maupun kualfkasnya. Keragaman tersebut merupakan resultante dar dua ss. D satu ss, karakterstk adaptas pada dasarnya kontekstual dan spesfk lokas (Adger et al, 2007); dalam art konteks atau lokas yang berbeda membutuhkan cara adaptas yang berbeda. D ss lan, penguasaan teknolog dan sumber daya yang dperlukan untuk beradaptas juga heterogen, dalam art antarpetan maupun antarkomuntas tdak sama. Meskpun demkan ada sejumlah smpul strategs yang serupa yang cara adaptasnya berlaku 117

4 umum (Goklany, 2007). Sebaga contoh, adaptas dtentukan oleh penguasaan lmu dan teknolog, ketersedaan nfrastruktur, baya adaptas, dan sebaganya. Defns kapastas adaptas atau adaptve capacty adalah adaptve capacty s the ablty of a system to adjust to clmate change (ncludng clmate varablty and extremes) to moderate potental damages, to take advantage of opportuntes, or to cope wth the consequences (IPCC, 2007). Kapastas adaptas dtentukan oleh banyak faktor dan mult dmens (Hnkel, 2011). Menurut Brooks et al (2005) faktor-faktor yang memengaruh kapastas adaptas (A) mencakup faktor sosal ekonom (Sosek), teknolog (Tek), nfrastruktur (Infr), dan kebjakan pemerntah (KPem). Jad: A = fsostekinfrkpem (,,, ) (1) Determnan kapastas adaptas mencakup 6 aspek (Smt et al., 2001; Brooks et al., 2005) yatu sumber daya ekonom, teknolog, nformas, keteramplan, kelembagaan, dan pemerataan penguasaan sumber daya. Penguasaan sumber daya ekonom, teknolog, keteramplan, serta kemampuan mengakses nformas berkorelas postf dengan kapastas adaptas. Dalam tataran prakts, kapastas adaptas akan lebh mudah dtngkatkan jka ddukung oleh kelembagaan yang kondusf untuk membentuk aks kolektf dan penguasaan sumber daya tdak terlalu tmpang. Metode Analss Kapastas adaptas adalah suatu konsep yang dmensnya mencakup hmpunan varabel yang dapat dkuantfkaskan dan yang tdak dapat dkuantfkaskan. Dengan demkan jka dperlakukan sebaga suatu varabel maka kapastas adaptas merupakan varabel laten dan karena tu tdak dapat damat secara langsung (unobserved latent varable). Untuk varabel sepert tu yang dapat damat adalah hmpunan varabel yang dduga cocok untuk merepersentaskannya (ndkator) dan atau yang memengaruhnya (Loehln, 2004; Raykov and Marcouldes, 2006; Klne, 2011). Terdapat beberapa pendekatan yang dapat dlakukan untuk mengkuantfkaskan varabel laten. Pendekatan palng sederhana adalah dengan cara ndeks atau skor kompost dar sejumlah varabel yang dapat damat. Mengacu pada konsep adaptas maka skor yang mereflekskannya merupakan suatu kompost dar beberapa varabel kuanttatf dan beberapa varabel kualtatf yang dapat dkuantfkaskan dengan metode scorng. Kelemahan utama pendekatan tersebut terletak pada kemungknan munculnya subyektvtas yang tngg dalam penentuan skor maupun pembobotan; dan bermplkas pada hasl kategorsas. Kelemahan tersebut dapat dmnmalkan melalu kategorsas berbass ukuran pemusatan dan ukuran persebaran dar suatu besaran numerc yang dhaslkan dar predks berdasarkan pendekatan structural equaton modelng. Salah satu contoh adalah dengan menerapkan model Multple Indcators Multple Causes (MIMIC). Model n pertama kal dpublkaskan oleh Joreskog and Goldberger (1975). Bentuk dasar model n adalah bahwa vektor varabel-varabel ndkator y( p 1) terhubungkan oleh suatu varabel laten ( ) dengan vektor varabel-varabel penyebab xq ( 1). Menru presentas model MIMIC pada peneltan Gles and Tedds (2002) mengena sektor nformal d Canada hubungan antara y,, dan x adalah sebaga berkut: y (2) x (3) Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

5 dalam hal n ( q 1) dan 1 1adalah vektor-vektor parameter yang tdak dketahu, sedangkan galatnya yatu ( p 1) dan (skalar) dasumskan mempunya nla tengah nol, dan varan dag ( 1,, ) p dan yang satu sama lan tdak berkorelas. Model yang terdr atas persamaan (2) dan (3) tersebut d atas tdak menentukan skala semua parameternya, sehngga dperlukan adanya suatu persyaratan normalsas. In dapat dpecahkan dengan mengadops pendekatan konvensonal yatu dengan cara menetapkan unsur pertama dar vektor tersebut bernla satu, jad 1 1. Dalam model MIMIC, x adalah weakly exogenous dmana dstrbusnya kondsonal terhadap x. In bermplkas pada struktur sebarannya, nla tengah, maupun varan varabel-varabel yang dobservas. Jad: E( y x) E ( x ) x x, (4) var( y x) var ( x ) x var x Persamaan (4) dan (5) dapat dnyatakan dalam bentuk reduksnya (reduced form) sebaga berkut: dmana y x v (6) dan v 0,, dan. Secara umum, struktur model MIMIC bermplkas restrktf pada parameter reduced form dan. Terdapat sejumlah alternatf model MIMIC yang secara teorts dapat dgunakan dalam peneltan n. Berpjak pada konds obyektf d lapangan, mengacu pada kerangka teor, dan ketersedaan datanya telah dlakukan uj coba atas sejumlah alternatf model. Dar hasl uj coba tersebut dsmpulkan bahwa model MIMIC yang dpandang cocok untuk peneltan n adalah MIMIC Artnya, ada 11 varabel yang dduga memengaruh (causes) kapastas adaptas dan ada 3 varabel yang dduga sesua djadkan ndkator (ndcators). Dalam bentuk dagram, model tersebut dapat dpresentaskan pada Gambar 1. (5) x1,...,x11: varabel eksogen yang dapat dobservas atau observed exogenous varables yang dduga memengaruh kapastas adaptas (causes) y1, y2, y3: varabel endogen yang dapat dobservas atau endogenous observed varables yang dduga mereflekskan kapastas adaptas k_adpt: suatu varabel laten yang sfatnya endogen dan tak dapat damat secara langsung atau unobserved latent varable yang dduga merepresentaskan kapastas adaptas tanda panah lengkung adalah covarance antar varabel yang bersangkutan Gambar 1. Model Multple Indcators Multple Causes (MIMIC) Kapastas Adaptas Petan Pad terhadap Cekaman Lngkungan Akbat Perubahan Iklm 119

6 Faktor-faktor yang dduga memengaruh kapastas adaptas (causes) adalah: (1) x 1 : nteraks umur kepala rumah tangga petan dengan tngkat penddkan formal yang dtamatkan. (2) x 2 : tngkat penddkan formal yang dtamatkan kepala rumah tangga. (3) x 3 : kombnas pengalaman petan dalam usahatan dan tngkat penddkan formal yang dtamatkan (tahun) (4) x 4 : raso jumlah tenaga kerja rumah tangga yang bekerja dan atau membantu bekerja pada usahatan rumah tangga petan yang bersangkutan terhadap jumlah anggota rumah tangga usa kerja. (5) x 5 : luas pemlkan lahan pertanan, mencakup lahan sawah maupun bukan sawah (hektar). (6) x 6 : raso luas garapan usahatan pad terhadap total luas garapan usahatan (pad maupun bukan pad, termasuk pula usahatan tanaman perkebunan). (7) x 7 : skor kompost yang merepresentaskan senstvtas lahan sawah terhadap cekaman klm yang dukur dar frekuens lahan sawah tersebut mengalam kebanjran, kekerngan, dan gangguan OPT (skor 1 5). (8) x 8 : rata-rata produktvtas usahatan pad yang dcapa oleh petan pada musm tanam I pada lma tahun terakhr (ton gabah kerng panen per hektar). (9) x 9 : total pendapatan rumah tangga setahun (juta rupah). (10) x 10 : kontrbus pendapatan dar usahatan d lahan sawah, dproks dar raso pendapatan dar usahatan d lahan sawah terhadap total pendapatan rumah tangga (termasuk pendapatan dar luar pertanan) (11) x 11 : skor kompost yang merepresentaskan tngkat aktvtas kelompok tan, dukur dar perseps petan mengena kelompok tan dmana petan yang bersangkutan menjad anggota (skor 1 5). (a) Indkator yang dduga sesua untuk merepresentaskan kapastas adaptas: (1) y 1 : proftabltas usahatan d lahan sawah, dukur dar total nla produks dbag total baya usahatan d lahan sawah dalam satu tahun, mencakup usahatan pad maupun usahatan komodtas lannya. (2) y 2 : perbandngan antara produtvtas aktual dengan potens maksmumnya. (3) y 3 : tngkat efsens tekns yang dcapa petan dalam usahatan pad. Potens maksmum produks per hektar maupun tngkat efsens tekns merupakan proxy dar kemampuan tekns pengelolaan dan n dapat destmas melalu fungs stochastc producton fronter (SPF) (Agner et al., 1977) dengan metode Maxmum Lkelhood (Greene, 1982; Jondrow et al., 1982). Model SPF yang dgunakan dalam peneltan n adalah: 7 3 lnq ln X Dl 0 k k l k 1 l 1 dmana u v, sebaran u N, u alah v 2, v N, dan sebaran u (7) N, u. Keterangan mengena varabel dalam fungs SPF tersebut adalah sebaga berkut. Q = Kuanttas produks yang dhaslkan oleh petan ke- dalam usahatan padnya, dukur dalam kuntal gabah kerng panen (kuntal GKP). Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

7 X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 D 1 D 2 D 3 = Luas lahan garapan usahatan pad (hektar) = Kuanttas benh pad yang dgunakan dalam usahatan (Kg) = Total kuanttas pupuk N yang terkandung dalam urea, ZA, dan NPK yang dgunakan dalam usahatan pad petan yang bersangkutan. = Total kuanttas pupuk P (P2O5) yang terkandung dalam SP18. SP36, dan NPK yang dgunakan dalam usahatan pad petan yang bersangkutan. = Total kuanttas pupuk K (K2O) yang terkandung dalam KCl dan NPK yang dgunakan dalam usahatan pad petan yang bersangkutan. = Faktor produks lan, dproks dar nlanya (rbu rupah) = Pestsda dan herbsda, dproks dar total nla pengeluaran untuk faktor produks tersebut = Tenaga kerja yang dgunakan dalam usahatan pad, termasuk tenaga kerja mesn dan atau tenaga kerja ternak, dukur dalam setara Har Orang Kerja. = Peubah boneka yang merepresentaskan kejadan kebanjran yang melanda usahatan pad yang ddasarkan atas nformas yang dsampakan oleh petan yang bersangkutan, dmana 0 = tdak kebanjran, 1 = mengalam kebanjran. = Peubah boneka yang merepresentaskan kejadan kekerngan yang melanda usahatan pad yang ddasarkan atas nformas yang dsampakan oleh petan yang bersangkutan, dmana 0 = tdak kekerngan, 1 = mengalam kekerngan. = Peubah boneka yang merepresentaskan adanya gangguan OPT pada usahatan pad menurut nformas yang dsampakan oleh petan yang bersangkutan, dmana 0 = tdak kebanjran, 1 = kebanjran. Metode estmas yang tdak bas untuk model MIMIC adalah Maksmum Lkelhood. Dalam peneltan n program komputasnya menggunakan STATA Verson 12. Dar hasl estmas model MIMIC tersebut kemudan dapat dperoleh nla-nla predks yang mencermnkan kapastas adaptas (mengacu pada Gambar 1, dlambangkan k_adapt). Nla n tdak ada makna spesfknya, tetap dar hmpunan nla tersebut dapat dketahu sebarannya sehngga dapat dgunakan untuk melakukan kategorsas berdasarkan ukuran pemusatan dan ukuran dspersnya. Dalam peneltan n, kapastas adaptas (k_adapt) dkelompokkan menjad 3 kategor yatu rendah, sedang, dan tngg dengan batasan berkut: (1) Rendah : k _ adapt ( mean St. Dev.) (2) Sedang : ( mean St. Dev.) k _ adapt ( mean St. Dev.) (3) Tngg : k _ adapt ( mean St. Dev.) Lokas, Waktu Peneltan, dan Data Peneltan n dlakukan d wlayah pedesaan dengan agroekosstem pesawahan d tga provns yatu Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Sesua fokus peneltan, lokas peneltan adalah d desa-desa yang secara umum konds pesawahannya rentan kebanjran dan atau kekerngan. Populas peneltan adalah rumah tangga petan pad, yatu rumah tangga yang mengelola usahatan pad setdaknya satu musm dalam satu tahun kalender pertanan. 121

8 Defns pengelola adalah pengambl keputusan dalam sebagan besar atau seluruh aktvtas usahatan yang dkuasanya, mencakup perencanaan, pelaksanaan kegatan buddaya usahatan pad dan penyaluran hasl produksnya. Mempertmbangkan konds obyektf d lapangan maupun dar peneltan-peneltan sebelumnya, anggota populas mencakup petan yang mengelola usahatan pad dengan menggarap lahan mlk sendr, menyewa, maupun menggarap lahan sawah mlk orang lan dengan sstem bag hasl (menyakap) dan tdak memandang apakah usahatan pad yang dkelolanya tu merupakan sumber nafkah utama atau hanya berkontrbus kecl dalam pendapatan rumah tangga. Pengumpulan data dlakukan dengan metode surve. Pelaksanaan surve adalah Tahun 2012 dan data yang dambl adalah setahun terakhr kalender pertanan d lokas peneltan yang bersangkutan. Data usahatan drnc per persl garapan. Selan data yang dkumpulkan dar rumah tangga contoh dengan teknk wawancara dengan menggunakan nstrumen peneltan berupa kuesoner, dlakukan pula pengumpulan data d tngkat kelompok tan yang dfokuskan pada aspek-aspek kelembagaan dan proses pengamblan keputusan oleh kelompok tan dalam pengaturan jadwal tanam, pengelolaan ar rgas, dan penanggulangan OPT. Pengamblan contoh rumah tangga petan menggunakan metode acak berlaps (stratfed random samplng). Dasar stratfkas adalah luas lahan sawah garapan. Jumlah contoh masng-masng lokas peneltan dsajkan pada Tabel Lampran 1. HASIL PENELITIAN Karakterstk Rumah Tangga Petan Kepala Rumah Tangga Hasl analss menunjukkan bahwa sebagan besar kepala rumah tangga petan berusa 50 tahun ke atas. In terjad d semua provns lokas peneltan. D Lampung, kepala rumah pada kelompok umur 30 tahun ke bawah, 31 40, 41 50, 51 60, dan d atas 60 tahun masng-masng adalah 5, 30, 20, 33, dan 12 persen. Dengan urutan yang sama, d Jawa Tengah adalah 2, 20, 23, 32, dan 23 persen; sedangkan d Nusa Tenggara Barat adalah 3, 21, 26, 34, dan 16 persen (Tabel Lampran 2). Fenomena tersebut merupakan mplkas dar merosotnya mnat kepala rumah tangga pedesaan usa muda untuk menjadkan usahatan pad sebaga profes utama yang dandalkan untuk memenuh kebutuhan rumah tangganya (Sumaryanto et al., 2012). Meskpun mayortas kepala rumah tangga petan pad berpenddkan formal tamat SD (44 persen), tetap yang tamat SLP dan SLA proporsnya juga tdak terlalu kecl, yakn masng-masng sektar 17 dan 18 persen. Fenomena yang menark, berbeda dengan perseps umum ternyata rata-rata tngkat penddkan formal kepala rumah tangga petan d Jawa Tengah justru lebh rendah darpada d dua provns contoh lannya. Dduga hal n terkat dengan turunnya mnat kepala rumah tangga usa muda dengan tngkat penddkan yang relatf lebh tngg untuk menjad petan karena alasan berkut. D satu ss, d Jawa Tengah rata-rata luas lahan garapan lebh sempt sehngga total pendapatan dar usahatan pad tdak dapat dandalkan untuk mencukup kebutuhan rumah tangga. D ss lan, kesempatan kerja luar pertanan lebh terbuka dan banyak kasus yang menunjukkan bahwa pendapatannya relatf lebh besar. Dengan kata lan, pekerjaan dan usaha d luar pertanan lebh menark mnatnya. Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

9 Komposs Anggota Rumah Tangga D Lampung dan Jawa Tengah, lebh dar 90 persen rumah tangga petan mempunya anggota rumah tangga antara 2 5. Sektar 40 persen memlk jumlah anggota rumah tangga 4 orang dan sektar 28 persen mempunya anggota rumah tangga 3 orang. Berbeda dengan konds d kedua provns tersebut, jumlah anggota rumah tangga d Provns NTB cenderung lebh banyak. D Provns n, rumah tangga petan yang memlk jumlah anggota rumah tangga 3 5 orang sektar 66 persen, sedangkan yang memlk anggota rumah tangga antara 6 8 orang sektar 29 persen. Jumlah anggota rumah tangga usa kerja d Lampung pada umumnya berksar antara 2 4 orang dmana yang terbanyak adalah 2 orang (42 persen). D Jawa Tengah berksar antara 2 5 dmana yang terbesar adalah 3 orang (28 persen). Sejajar dengan total jumlah anggota rumah tangga total yang memang lebh banyak darpada d dua provns tersebut d atas, d Nusa Tenggara Barat berksar 2 6 orang, dmana yang terbesar adalah 3 orang (29 persen). Sebagan besar petan pad mempunya pekerjaan sampngan. D Lampung dan Jawa Tengah propors petan yang mempunya pekerjaan sampngan hampr sama yatu sektar persen, sedangkan d Nusa Tenggara Barat sektar 45 persen. D Lampung, yang terbanyak adalah menjad buruh tan (33 persen). D Jawa Tengah adalah beternak (19 persen), berburuh tan (18 persen) dan tukang kayu/tukang bangunan (14 persen); sedangkan d Nusa Tenggara Barat adalah berburuh tan, beternak, dan pekerja d sektor transportas yang umumnya adalah sebaga tukang ojek. Partspas anggota rumah tangga usa kerja pada kegatan usahatan tanaman pangan yang dkelola rumah tangga ternyata kurang dar 50 persen, kecual d Nusa Tenggara Barat (Tabel 1). Tampak bahwa tngkat partspas anggota rumah tangga usa kerja pada kegatan usahatan d Jawa Tengah, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat masng-masng adalah sektar 37, 49, dan 59 persen. Tabel 1. Rata-rata Propors Anggota Rumah Tangga yang Bekerja pada Usahatan Keluarga dengan Komodtas Utama Tanaman Pangan (%) Lampung Jateng NTB Rata-rata Terhadap jumlah ART usa kerja 49,11 36,56 58,70 47,06 Terhadap total jumlah ART*) 37,99 31,06 46,11 37,73 *) ART = anggota rumah tangga Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata pendapatan pada komuntas petan d pedesaan lokas peneltan d Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat masng-masng adalah Rp 5,1 juta, Rp 6,1 juta, dan Rp 6,5 juta per kapta/tahun (Tabel 2). Dengan urutan yang sama, koefsen Gn pendapatannya adalah 0,446, 0,351, dan 0,312. Jad, dantara ketga wlayah tersebut yang palng merata adalah d Nusa Tenggara Barat, sedangkan yang kemerataannya palng tmpang adalah pada komuntas petan d Lampung. Terkat dengan jens pekerjaannya, rata-rata kotrbus pendapatan dar pertanan adalah sektar 78 persen, sedangkan dar d luar pertanan 22 persen. Antarwlayah, peran pertanan sebaga sumber pendapatan rumah tangga bervaras. Kontrbus terbesar terdapat pada komuntas petan d Lampung. 123

10 Tabel 2. Komposs dan Rata-rata Pendapatan per Kapta (Rp.000/kapta/tahun) Provns Ukuran Sumber pendapatan *) Ust. sawah Pert. Non pert. Total Lampung Rata-rata 2 263, ,2 1041, ,9 ( % ) 44,2 81,6 18,4 100,0 Jawa Tengah Rata-rata 2 127, ,3 1852, ,2 ( % ) 36,8 73,0 27,0 100,0 Nusa Tenggara Barat Rata-rata 3 834, ,4 1372, ,0 ( % ) 61,7 81,3 18,7 100,0 Total 3 provns Rata-rata 2 581, , , ,7 ( % ) 45,5 78,3 21,7 100,0 Std. Dev 2 356, , , ,3 *) Ust. sawah = usahatan d lahan sawah, bak usahatan pad maupun selan pad Pert. = usaha/pekerjaan d pertanan, mencakup usahatan maupun berburuh tan Non pert. = usaha/pekerjaan d luar pertanan. Komposs pendapatan sektor pertanan terdr dar usahatan d lahan sawah, usahatan d ladang, kebun, pekarangan, dan dar kegatan berburuh tan. Usahatan d lahan sawah mencakup usahatan pad dan palawja/sayuran. Kontrbusnya sektar 46 persen dar total pendapatan rumah tangga. Terkat dengan luas garapannya, kontrbus pendapatan dar usahatan d lahan sawah yang terkecl adalah d Jawa Tengah (37 persen), sedangkan yang terbesar adalah d Nusa Tenggara Barat (68 persen). Penguasaan Lahan Pertanan Pemlkan Lahan Bag petan aset terpentng adalah lahan, karena sebagan besar konds obyektf d lapangan menunjukkan bahwa luas pemlkan lahan berkorelas postf dengan pendapatan usahatan yang dapat dperoleh. Rata-rata luas lahan mlk d Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat adalah sektar 0,91, 0,65, dan 2,62 hektar per rumah tangga petan (Tabel 3). Koefsen Gn pemlkan lahan mlk d Lampung, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat masng-masng adalah 0,520, 0,417, dan 0,323. Artnya dstrbusnya yang palng tmpang adalah d Lampung, sedangkan yang palng merata adalah d Nusa Tenggara Barat. Khusus untuk lahan sawah, rata-rata luas pemlkan d Provns Lampung dan Jawa Tengah masng-masng adalah 0.48 dan 0.37 hektar, sedangkan d Nusa Tenggara Barat adalah 1.06 hektar. Faktor utama yang memengaruh luas pemlkan lahan sawah adalah kepadatan penduduk. Makn padat populasnya makn kecl rata-rata kepemlkan lahan sawah oleh rumah tangga petan pada wlayah yang bersangkutan. Tabel 3. Rata-rata Luas Lahan Mlk Rumah Tangga Petan d Lokas Peneltan Sawah Ladang/Tegalan Total lahan lahan (termasuk kebun/pekarangan) Lampung Jateng NTB rata-rata 0,477 0,366 1,062 galat baku 0,780 0,252 0,751 rata-rata 0,190 0,062 1,434 galat baku 0,426 0,156 1,479 rata-rata 0,908 0,650 2,617 galat baku 1,104 0,548 1,735 mnmum 0,000 0,028 0,530 maksmum 6,050 3,100 8,630 Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

11 Serupa dengan konds umum penguasaan lahan usahatan d Indonesa yang umumnya terfragmentas (Sumaryanto dan Purba, 2011), lahan garapan d lokas peneltan n juga tdak terkonsoldas. Untuk lahan sawah, yang palng terfragmentas pemlkannya adalah d Jawa Tengah, sedangkan yang palng terkonsoldas adalah d Nusa Tenggara Barat. Luasan dan Konds Lahan Sawah Garapan Rata-rata luas garapan setahun adalah sektar 1,5 hektar dengan varas yang cukup besar, bak varas antar provns maupun d dalam provns yang bersangkutan. Rata-rata luas sawah garapan d Provns Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat masng-masng adalah sektar 1,18, 1,20, dan 2,34 hektar/tahun (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata Luas Sawah Garapan Per Musm dan Setahun d Lokas Peneltan Lampung Provns Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Total 3 provns Musm Jumlah observas Rata-rata St. Dev. Mn. Maks. Tanam n persen MT I ,0 0,55 0,37 0,13 1,50 MT II 57 95,0 0,54 0,35 0,13 1,50 MT III 10 16,7 0,66 0,35 0,13 1,25 Setahun ,0 1,18 0,85 0,13 3,75 MT I ,0 0,46 0,25 0,07 1,25 MT II 59 98,3 0,46 0,25 0,09 1,25 MT III 36 60,0 0,48 0,32 0,08 1,58 Setahun ,0 1,20 0,76 0,21 3,75 MT I ,0 1,63 0,91 0,17 4,00 MT II 21 55,3 1,28 0,78 0,17 3,12 MT III 0 0, Setahun ,0 2,34 1,46 0,34 6,24 MT I ,0 0,78 0,71 0,07 4,00 MT II ,7 0,62 0,50 0,09 3,12 MT III 46 29,1 0,52 0,33 0,08 1,58 Setahun ,0 1,47 1,11 0,13 6,24 *) MH (MT I), MK I (MT II), dan MK II (MT III) masng-masng adalah sngkatan dar Musm Hujan, Musm Kemarau I, dan Musm Kemarau II. Sebagan besar persl-persl sawah garapan d lokas peneltan terndkas rentan kebanjran dan kekerngan. Penlaan tngkat kerentanan ddasarkan atas pengakuan petan mengena frekuens kebanjran dan kekerngan yang pada persl-persl sawah garapan dalam sepuluh tahun terakhr. Persl-persl lahan sawah yang penggarapannya kurang dar sepuluh tahun tdak dkut sertakan dalam analss n. Dengan tetap menyadar keterbatasan tngkat relabltasnya karena hanya ddasarkan atas ngatan petan responden (bukan pengamatan langsung), Tabel 5 menyajkan gambaran mengena tngkat kerentanan persl-persl sawah tersebut. 125

12 Tabel 5. Propors Persl-persl Sawah Garapan Usahatan Pad Menurut Tngkat Kerentanannya terhadap Banjr dan Kekerngan Provns Desa contoh Propors lahan sawah yang rentan kebanjran (A) dan / kekerngan (B) A B A dan B Jumlah persl Rata-rata luas persl (Hektar) Lampung Sumberrejo 42,9 85,7 28,6 14 0,491 Srtejo Kencono 21,1 94,7 21,1 19 0,303 Purwodad 15,8 63,2 15,8 19 0,622 Sdodad 23,1 92,3 15,4 13 0,320 Sub total 24,6 83,1 20,0 65 0,440 Jateng Mujur 86,4 63,6 54,5 22 0,200 Dondong 35,7 75,0 35,7 28 0,195 Jat 20,0 80,0 20,0 20 0,283 Pengkol Jagong 16,7 83,3 13,3 30 0,215 Sub total 38,0 76,0 30, ,220 Nusa Plampang 8,7 82,6 8,7 23 1,061 Tenggara Selante 11,8 88,2 11,8 17 0,939 Barat Sub total 10,0 85,0 10,0 40 1,009 *) A = Persl-persl sawah yang pada musm hujan serng kebanjran B = Persl-persl sawah yang pada musm kemarau serng kekerngan A & B = Persl-persl sawah garapan serng terkena banjr maupun kekerngan Secara umum persl-persl sawah garapan usahatan pad lebh rentan terhadap kekerngan darpada kebanjran. Sebaga contoh dapat dlhat bahwa d Lampung sektar 83 persen persl-persl sawah tersebut rentan terhadap kekerngan, sedangkan yang rentan terhadap kebanjran adalah sektar 24 persen. Dengan urutan yang sama, d Jawa Tengah angkanya adalah 76 dan 38 persen, sedangkan d Nusa Tenggara Barat adalah 85 dan 10 persen. Propors lahan sawah yang pada musm hujan rentan kebanjran dan pada musm kemarau juga serng kekerngan adalah 20, 30, dan 10 persen masngmasng untuk lokas peneltan d Lampung, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Tngkat kerentanan lahan sawah garapan terhadap banjr dan kekerngan yang cukup tngg tersebut merupakan akbat dar kombnas tga faktor: () curah hujan, konds saluran rgas yang pada umumnya memang kurang bak (Tabel Lampran 3), dan sebagan petan kurang tepat dalam menerapkan jadwal tanam pad. Aplkas Teknolog dan Produktvtas Usahatan Pad Pola tanam domnan adalah pad pad dan pad palawja serta pad bera. Pola pad palawja palawja hanya dlakukan oleh sebagan kecl petan. D Lampung Tengah karena pasokan ar rgas yang cukup untuk menanam pad gadu (MK I) hanya terjad setap dua tahun sekal maka ketka memperoleh jatah gadu pola domnannya adalah pad pad, sedangkan ketka tdak memperoleh jatah gadu pola domnannya adalah pad palawja yang umumnya adalah jagung. D Jawa Tengah, pola tanam domnan d Clacap adalah pad pad bera, sedangkan d Blora adalah pad palawja palawja. D Sumbawa yang domnan adalah atau pad palawja dengan komodtas utama kacang hjau atau pad bera. D beberapa desa d Lampung maupun d Jawa Tengah sebagan kecl petan melakukan pola tanam 3 kal setahun sehngga ndeks pertanamannya bsa mencapa 3. (Tabel Lampran 4). Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

13 Teknolog buddaya usahatan pad yang dterapkan oleh petan d tga provns lokas peneltan pad hampr sama dperbandngkan dengan teknolog anjuran ada ndkas bahwa penggunaan pupuk buatan sumber ntrogen agak berlebh (Tabel Lampran 5). Khusus untuk petan d lokas peneltan d Nusa Tenggara Barat karena sebagan besar petan melakukan tanam sebar langsung maka rata-rata volume penggunaan benh lebh banyak darpada petan d dua provns lannya. Terkat dengan adanya gangguan banjr dan atau kekerngan pada persl-persl sawah garapan (lhat Tabel 5), rata-rata hasl panen per hektar yang dperoleh pada musm hujan lebh banyak darpada musm kemarau. Produktvtas yang dcapa petan pad d Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat masng-masng adalah sektar 55, 44, dan 57 kwntal gabah kerng panen per hektar. Dengan urutan yang sama, pada musm kemarau adalah 39, 36, dan 23 kwntal per hektar. Dar hasl estmas fungs SPF (Tabel Lampran 6), dapat dhtung bahwa rata-rata tngkat efsens tekns usahatan pad yang dcapa petan d lokas peneltan adalah 0,65 dengan smpangan baku 0,16, mnmum 0,28 dan maksmum 0,93. Tngkat efsens tekns tertngg adalah d Kabupaten Blora, Provns Jawa Tengah, sedangkan yang terendah adalah d Kabupaten Sumbawa, Provns Nusa Tenggara Barat (Tabel 6). Tabel 6. Efsens Tekns yang Dcapa Petan pada Usahatan Pad *) Provns Kabupaten Rata-rata St. Dev Mn. Maks Lampung Lampung Tengah 0,664 0,132 0,291 0,893 Jawa Tengah Clacap 0,623 0,130 0,279 0,846 Blora 0,701 0,188 0,389 0,931 Total 2 kabupaten 0,663 0,165 0,279 0,931 Nusa Tenggara Barat Sumbawa 0,580 0,166 0,332 0,857 Total 3 provns 0,648 0,155 0,279 0,931 *) Menurut konsep efsens tekns, efsens tekns maksmum adalah = 1. Mengacu pada hasl estmas fungs SPF, penngkatan efsens tekns dapat dlakukan dengan salah satu atau dua cara berkut. Pertama, menngkatkan ketersedaan Posphat (P) dengan menambah doss pemupukan SP36 yang dkombnaskan dengan perbakan ph tanah melalu aplkas pupuk kandang dan pengaturan jadwal tanam. Kedua, mengupayakan agar tanaman pad tdak mengalam kekerngan. In dapat dlakukan dengan perbakan penyedaan ar dan atau penerapan jadwal tanam yang dsesuakan dengan ketersedaan ar. Keragaman Kapastas Adaptas Dmens Kuanttatf Hasl estmas model MIMIC dsajkan pada lampran 7. Mengacu pada hasl uj stabltas maupun goodness of ft, dapat dsmpulkan bahwa model yang daplkaskan dapat merepresentaskan konds emprs dengan bak. Selanjutnya, dar hasl estmas tersebut dapat dpredks ukuran kuanttatf yang mencermnkan kapastas adaptas petan yang sebarannya dapat dvsualsaskan sebaga berkut (Gambar 2). Gambar sebelah kr menunjukkan kapastas adaptas untuk lngkup agregat 3 provns, sedangkan sebelah kanan adalah vsualsas untuk masng-masng provns lokas peneltan dengan urutan dar kr atas ke kanan bawah Provns Lampung, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. 127

14 Lampung Jawa Tengah Densty Nusa Tenggara Barat Lnear predcton (k_adpt) Densty normal k_adapt Gambar 2. Hstogram Sebaran Kapastas Adaptas Petan Pad d Lokas Peneltan Tampak bahwa secara umum sebarannya tdak normal. Denstas populas d ss sebelah kr puncak sebaran normal lebh besar darpada yang berada d sebelah kanan. In merupakan ndkas bahwa propors populas yang kapastas adaptasnya rendah sedang adalah lebh banyak darpada yang kapastas adaptasnya sedang tngg. Sebaran untuk masng-masng provns berbeda. Pola sebaran d Jawa Tengah dan d Lampung mendekat normal, tetap d Jawa Tengah lebh menyebar. D Nusa Tenggara Barat terjad polarsas karena ada dua puncak, d ss kr dan ss kanan. Dengan memanfaatkan ukuran pemusatan dan ukuran dspers sebaga bass kategorsas, dapat dketahu bahwa persentase petan yang kapastas adaptasnya termasuk kategor rendah, sedang, dan tngg masng-masng adalah 16, 70, dan 14 persen (Tabel 7). Kapastas adaptas tertngg adalah pada komuntas petan pad d Jawa Tengah, sedangkan yang terendah d Nusa Tenggara Barat. Khususnya untuk petan d Jawa Tengah n, kapastas adaptas petan pad d Blora sangat berbeda dengan petan d Clacap. D kabupaten Blora, yang termasuk kategor tngg mencapa 47 persen, sedangkan d Kabupaten Clacap hanya sektar 7 persen. Tabel 7. Sebaran Petan Menurut Kategor Kapastas Adaptas Kategor Lampung Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Total n ( % ) n ( % ) n ( % ) n ( % ) Rendah 8 13,3 8 13, , ,5 Sedang 46 76, , , ,6 Tngg 6 10, ,7 0 0, ,9 Dengan memperbandngkan masng-masng kategor berdasarkan ndkatornya dapat dbuktkan bahwa ndkator yang dgunakan dalam model n konssten. Sebaga contoh, rata-rata nla perbandngan total penermaan/total baya tuna untuk kapastas adaptas kategor rendah, sedang dan tngg masng-masng adalah sektar 1,98, 2,22, dan 2,40. Dengan urutan yang sama, rata-rata nla perbandngan produktvtas per hektar aktual terhadap potens maksmalnya (fronter) adalah sektar 0,41, 0,69, dan 0,88. Konssten dengan tu, rata-rata tngkat efsens tekns yang dcapanya adalah 0,42, 0,66, dan 0,86 (Tabel 8). Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

15 Tabel 8. Statstk Deskrptf Indkator Kapastas Adaptas Masng-masng Kategor Kapastas adaptas Indkator *) Rata-rata Std. Dev. Mn Maks Kategor rendah y1 1,977 1,117 1,164 5,704 Kategor sedang Kategor tngg y2 0,407 0,080 0,251 0,592 y3 0,419 0,065 0,279 0,555 y1 2,215 0,997 0,811 6,856 y2 0,685 0,138 0,424 1,081 y3 0,664 0,103 0,453 0,893 y1 2,399 0,879 1,268 4,593 y2 0,882 0,063 0,792 0,985 y3 0,855 0,058 0,733 0,931 *) y1 = Raso total penermaan/total pengeluaran tuna pada usahatan d lahan sawah y2 = Raso produktvtas aktual/potens maksmumnya pada usahatan pad y3 = Tngkat efsens tekns yang dcapa pada usahatan pad yang dkelolanya Delneas kemampuan adaptas dapat juga dlakukan melalu faktor-faktor yang pengaruhnya terhadap kapastas adaptas nyata (sgnfcant). Dar hasl estmas model, varabel yang pengaruhnya sangat nyata adalah x6 x10 (Tabel Lampran 7). Selan tu, meskpun hanya pada α = 0,5 tdak nyata pentng pula untuk mempertmbangkan pengaruh x2 dan x10. Deskrps statstk varabel-varabel tersebut untuk masng-masng kategor dsajkan pada Tabel 9. Tabel 9. Statstk Deskrptf Varabel Penjelas yang Memengaruh Kapastas Adaptas Varabel penjelas Rendah Sedang Tngg Mean cv *) Mean cv *) Mean cv *) Tngkat penddkan formal (x2) 6,69 1,18 6,85 1,16 7,00 0,72 Pangsa luas sawah garapan (x6) 0,33 0,47 0,38 0,43 0,41 0,54 Tngkat kerentanan lahan sawah (x7) 3,07 0,25 2,71 0,26 2,62 0,26 Produktvtas lahan sawah (x8) 30,20 0,19 50,69 0,19 68,57 0,19 Pendapatan rumah tangga total (x9) 17,85 0,65 23,06 0,78 25,65 0,66 Kontrbus pendapatan dar sawah (x10) 0,32 0,73 0,48 0,55 0,53 0,31 Kualfkas kelompok tan (x11) 1,81 0,50 2,62 0,39 3,77 0,24 *) cv = koefsen varas yatu galat baku dbag rata-rata. Dar Tabel 9 tampak bahwa kapastas adaptas petan pada umumnya lebh tngg jka lahan garapan utamanya adalah lahan sawah (x6), lahan sawah garapan tdak terlalu rentan terhadap ancaman banjr dan kekerngan (x7), lahan sawahnya subur (x8), pendapatan rumah tangga lebh tngg (x9), dan peranan usahatan d lahan sawah sebaga sumber pendapatan rumah tangga makn tngg (x10). Dengan kata lan, motf petan dalam mengembangkan kapastas adaptas dpengaruh oleh peranan usahatan d lahan sawah dalam ekonom rumah tangga. Makn besar peranannya, maka makn besar pula motfnya untuk mengembangkan kapastas adaptasnya. Selan tu terdapat ndkas bahwa makn tngg tngkat penddkan petan dan makn aktf kelompok tan dalam menjalankan fungsnya maka makn tngg pula kapastas adaptasnya. 129

16 Kerugan yang dakbatkan lahan sawah garapan usahatan padnya terkena banjr, kekerngan, maupun serangan OPT bervaras dan mencakup aspek kuanttas maupun kualtas hasl panen. Tabel 10 menyajkan kerugan pada aspek kuanttas. Secara umum kerugan terbesar dalam oleh petan pad d Nusa Tenggara Barat. Untuk kasus kebanjran, penurunan produktvtas yang terkecl terjad d Lampung, sedangkan untuk kasus kekerngan penurunan produktvtas terkecl adalah d Jawa Tengah. Untuk kerugan yang dakbatkan oleh serangan OPT, turunnya produktvtas yang terkecl adalah d Jawa Tengah. Tabel 10. Penurunan Produktvtas Akbat Kebanjran, Kekerngan, dan Gangguan OPT Jens bencana/ gangguan Provns lokas peneltan n*) Penurunan produktvtas ( % ) Rata-rata Galat baku Maks. Kebanjran Lampung 16 9,9 6,7 30,0 Jawa Tengah 69 17,3 18,7 90,0 Nusa Tenggara Barat 8 20,0 11,0 40,0 Kekerngan Lampung 71 19,6 16,9 90,0 Jawa Tengah 69 15,2 11,8 50,0 Nusa Tenggara Barat 36 25,3 19,5 90,0 Serangan OPT Lampung ,1 18,0 90,0 Jawa Tengah ,4 15,2 80,0 Nusa Tenggara Barat 49 24,9 22,5 80,0 *) Jumlah persl sawah yang terkena bencana/gangguan. Kerugan yang tmbul akbat cekaman lngkungan usahatan sepert banjr maupun kekerngan tergantung pada frekuens kejadannya, waktu kejadannya dan fase pertumbuhan tanaman saat tu, durasnya, luasan yang terkena, dan tngkatan/levelnya. Pada kasus serangan OPT, selan faktor-faktor tersebut tergantung pula pada jens OPTnya. D Lampung, jens OPT yang palng banyak menyerang persl-persl sawah garapan usahatan pad adalah tkus, keong, dan sundep. D Jawa Tengah adalah tkus dan wereng, sedangkan d Nusa Tenggara Barat adalah wereng dan OPT yang menyebabkan leher mala membusuk. Dmens Kualtatf Strateg adaptas yang dterapkan petan untuk mengatas cekaman lngkungan terkat dengan persepsnya mengena sumber rsko yang dhadap dalam usahatannya. Hasl surve menunjukkan bahwa perseps petan mengena sumber utama rsko usahatan akbat cekaman lngkungan bervaras. Sumber varasnya terkat dengan klm dan konds nfrastruktur rgas. Sebagan besar petan d Lampung menyebutkan serangan OPT dan kekerngan, d Jawa Tengah menyebutkan kekerngan dan serangan OPT, sedangkan d Nusa Tenggara Barat menyebutkan kekerngan dan serangan OPT. Secara agregat, propors terbesar adalah kekerngan, sedangkan serangan OPT berada pada perngkat berkutnya (Tabel 11). Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

17 Tabel 11. Sebaran Petan Menurut Persepsnya Tentang Sumber Utama Rsko Usahatan Sumber rsko Lampung Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Total Kebanjran 12,5 25,0 14,0 17,6 Kekerngan 40,0 41,7 53,2 43,8 Serangan OPT 42,4 30,0 23,7 33,2 Faktor lannya 5,1 3,3 9,1 5,4 Respon dan cara petan mengatas banjr dan kekerngan juga bervaras, tetap lebh dar 50 persen petan ketka terjad banjr hanya menunggu ar surut dan ketka terjad kekerngan juga hanya sebagan kecl yang berusaha menambah ar dengan memanfaatkan rgas pompa (Tabel 12). Skap sebagan besar petan yang terkesan cenderung pasrah tu tdak dapat dsmpulkan bahwa petan pasf. Respon dan cara yang dtempuh ddasarkan atas pertmbangan yang masuk akal karena konds obyektf d lapangan menunjukkan bahwa kendala tekns dan fnansal yang dhadap petan untuk mengatas banjr dan atau kekerngan sult datas. Sebaga contoh, penanganan banjr dengan membuat saluran pembuangan ataupun membershkan saluran rgas hanya efektf untuk sebagan kecl persl-persl sawah yang letaknya relatf lebh tngg. Pada kasus kekerngan, upaya menambah pasokan ar dengan memanfaatkan pompa rgas juga hanya dapat dlakukan oleh sebagan kecl petan karena terkendala oleh ketersedaan ar yang dapat dpompa atau secara fnansal kurang menguntungkan. Tabel 12. Respon dan atau Cara Petan Mengatas Kebanjran dan Kekerngan Respon dan atau cara mengatas kebanjran Respon dan atau cara mengatas kekerngan Lampung Jateng NTB Total Cara Lampung Jateng NTB Total 1 31,3 63, ,5 1 49,3 58,9 87,8 61,6 2-4,4-3,2 2-5,5 4,9 3, ,1 3-1,4 4,9 1,6 4-1,5 20 3,2 4 1, ,5 5 43,8 27,9-27,7 5 16,9 15,1 2, ,5 2,9-4,3 6 31,0 19,2-19,5 Lannya 12,6 2,2 Lannya 1, ,5 Keterangan: Respon/cara mengatas kebanjran Respon/cara mengatas kekerngan 1 = Dbarkan saja sampa panen 1 = Dbarkan saja sampa panen 2 = Menggant komodtas 2 = Menggant tanaman dengan komodtas lan 3 = Menunda transplantng 3 = Menunda pemndahan tanaman dar semaan 4 = Menanam ulang, komodtas 4 = Menanam ulang, komodtas sama sama 5 = Membuat saluran pembuangan 5 = Memanfaatkan rgas pompa mlk sendr 6 = Membershkan saluran 6 = Memanfaatkan rgas pompa dar jasa penyewaan 131

18 Dalam stuas dan konds yang sesua sebenarnya juga dmungknkan untuk melakukan tndakan yang lebh progresf. Sebaga contoh adalah cara adaptas yang dtempuh oleh komuntas petan d Desa Jat, Kecamatan Jat, Kabupaten Blora. Secara tekns, sebagan besar lahan sawah garapan d desa n berupa sawah tadah hujan dan hanya sebagan kecl yang berrgas; tupun rags sederhana. Untuk memnmalkan rsko gagal panen dan sekalgus menngkatkan ndeks pertanaman, petan d desa n menerapkan kombnas 3 pendekatan berkut: () mengatur jadwal tanam, () melakukan water savng dengan membangun sumur-sumur d areal pesawahan untuk memenuh kebutuhan ar pada musm kemarau, dan () mempertahankan kelembaban tanah selama mungkn dengan memanfaatkan pupuk kandang, mulsa, dan mnmum tllage pada usahatan palawja. Dengan pendekatan tu mereka mampu mengusahakan tanaman 3 kal per tahun dengan sekuen pad jagung kedela; dan produktvtas yang dcapanya termasuk kategor tngg. Sebenarnya cara adaptas sepert yang dtempuh komuntas petan d Desa Jat tu juga dtemukan d daerah lan (Mranda et al., 2012), bahkan petan d d Nganjuk, Kedr, ataupun Tulungagung yang telah mempraktekkannya sejak lama (Sumaryanto, 2006). Akan tetap berbeda dengan cara adaptas yang dlakukan komuntas petan d Desa Jat, cara adaptas yang lazm dlakukan sebagan besar petan d lokas lannya cenderung terfokus pada pendekatan () dan () tersebut d atas. Fenomena d atas menunjukkan bahwa strateg adaptas yang palng populer d kalangan petan adalah melalu penyesuaan jadwal tanam dan pemlhan jens komodtas. Strategn n berlaku pula d beberapa komuntas petan d Luar Pulau Jawa, msalnya d sejumlah lokas d Sulawes Selatan (Kamaludn et al., 2012), dan bukan hanya dterapkan oleh petan d wlayah pesawahan yang usahatannya berbass pad tetap dlakukan pula oleh petan sayuran d dataran tngg. Sebaga contoh, dapat dsebutkan msalnya pada komuntas petan d Desa Cbodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (Kurnawat. 2012). Dalam konteks yang lebh luas, strateg adaptas petan terhadap perubahan klm tdak hanya mencakup penyesuaan jadwal tanam, dan pemlhan jens komodtas saja tetap mencakup pula plhan atas varetas unggul yang tahan kekerngan, rendaman, ataupun salntas (Surman et al., 2010). Terkat dengan sasaran adaptas yang pada hakekatnya adalah untuk dapat bertahan ataupun mengembangkan dr (jka peluangnya terbuka), serngkal strateg adaptas yang dtempuh rumah tangga petan juga melbatkan aspek pengeluaran rumah tangga. Pada umumnya, tndakan yang dambl oleh petan kecl yang pendapatan utamanya dar pertanan atas guncangan negatf pada arus pendapatan usahatan akbat banjr atau kekerngan adalah dengan mengurang pengeluran untuk barang sekunder. Tujuannya adalah agar kebutuhan rumah tangga untuk pangan dan kebutuhan dasar lannya tdak mengalam penurunan kuanttas dan atau kualtas secara drasts (Kel et al., 2008; Sumaryanto et al., 2012). Pembelajaran yang dapat dpetk dar hasl peneltan n maupun dar berbaga hasl stud terkat adalah bahwa upaya penngkatan kapastas adaptas akan efektf jka sebagan besar petan dan masyarakat pada umumnya memaham dan menyadar bahwa perubahan klm dan berbaga dampak negatfnya nyata terjad (FAO, 2011). In tdak hanya berlaku pada komuntas d negara-negara berkembang atau pada masyarakat yang dpersepskan tertnggal, tetap ternyata berlaku pula pada komuntas yang danggap maju. Sebaga contoh, dapat dsmak msalnya pada hasl peneltan Arbuckle et al. (2013) pada komuntas petan d Iowa, Amerka Serkat. Terutama pada usahatan, efektvtas penerapan teknolog adaptf membutuhkan adanya dukungan sstem kelembagaan yang efektf untuk menggerakkan aks kolektf petan. Persoalan yang dhadap adalah fakta bahwa pada saat n sebagan besar Kelompok Tan kurang aktf (Sejat et al., 2012). Tdak banyak berbeda dengan hasl Jurnal Agro Ekonom. Volume 31 No. 2, Oktober 2013:

19 peneltan tersebut, dalam peneltan n dar seluruh Kelompok Tan sampel yang jumlahnya 20, hanya ada tga kelompok tan yang knerjanya dalam pemelharaan saluran rgas dan atau perencanaan pola tanam memuaskan yatu d desa Sr Tejo Kencono, Purwodad, dan Jat. Faktor pendukung lan yang sangat vtal peranannya adalah peramalan klm yang akurat beserta sosalsasnya (Boer et al., 2009), dan sebagamana umumnya yang terjad d negara-negara berkembang adalah nfrastruktur fsk terutama sstem rgas (FAO, 2011). Dalam pengembangan nfrastruktur, peran pemerntah sangat dbutuhkan karena secara emprs kemampuan petan sangat terbatas (Sumaryanto, 2012). Selebhnya, mengngat adaptas adalah proses jangka panjang dan upaya penngkatan kapastas adaptas membutuhkan dana yang besar maka strateg yang tepat adalah melalu pengarus utamaan perubahan klm dalam strateg pembangunan pertanan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesmpulan Dar peneltan n telah terdentfkas faktor-faktor yang memengaruh dan ndkator yang dapat dgunakan untuk mengkuantskas kapastas adaptas petan terhadap cekaman lngkungan yang dakbatkan oleh perubahan klm. Telah dbuktkan bahwa motf petan pad untuk menngkatkan kapastas adaptas terkat dengan peranan usahatan pad dalam ekonom rumah tangga dan tngkat pendapatan rumah tangga. Secara umum kedua aspek tersebut kondusf untuk penngkatan kapastas adaptas. Terdapat ndkas bahwa petan yang lebh terddk cenderung lebh adaptf. Peranan kelompok tan dalam penngkatan kapastas adalah postf meskpun belum dapat dbuktkan bahwa pengaruhnya sangat kuat. Perbandngan relatf nla penermaan terhadap total baya tuna pada usahatan d lahan sawah, efsens tekns yang dcapa petan dalam usahatan d lahan sawah, serta perbandngan rata-rata produktvtas per hektar aktual yang dcapa terhadap potens maksmumnya dapat dgunakan sebaga ndkator kapastas adaptas. Dengan memanfaatkan ukuran pemusatan dan ukuran dspers dar sebaran petan menurut nla predks kapastas adaptasnya, dketahu bahwa sebagan besar petan mash termasuk kategor rendah sedang. Propors petan yang kapastas adaptasnya termasuk kategor tgg kurang dar 15 persen. Kemampuan sebagan besar petan dalam mengantspas dan memnmalkan rsko kehlangan hasl panen akbat banjr dan kekerngan yang melanda hamparan sawah garapannya terkendala kesultan tekns yang terkat dengan degradas knerja nfrastruktur fsk rgas dan terbatasnya kemampuan fnansal. Implkas Kebjakan Dperlukan adanya kebjakan dan program yang secara sstemats, konssten, dan berkesnambungan efektf untuk menngkatkan kapastas adaptas petan pad dalam menghadap cekaman lngkungan akbat perubahan klm. Smpul-smpul strategs agenda kebjakan dan program tersebut mencakup rehabltas dan perbakan nfrastruktur fsk rgas, penngkatan knerja petan dalam operas dan pemelharaan rgas, perbakan penyedaan nformas klm yang lebh akurat dan dapat dakses oleh petan, dan perbakan jadwal dan pemlhan jens tanaman agar sesua dengan ketersedaan ar serta lebh tahan terhadap serangan organsme pengganggu tanaman. 133

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan adalah ketersedaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dkatakan memlk ketahanan pangan jka penghunnya tdak berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAK STEVANY HANALYNA DETHAN Fakultas Ekonom Unv. Mahasaraswat Mataram e-mal : stevany.hanalyna.dethan@gmal.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Pada peneltan n, penuls memlh lokas d SMA Neger 1 Bolyohuto khususnya pada sswa kelas X, karena penuls menganggap bahwa lokas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Peneltan yang dlakukan oleh penelt berlokas d Kelas Ak 6, SMK Neger I Gorontalo. Penetapan lokas tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum dlakukan peneltan, langkah pertama yang harus dlakukan oleh penelt adalah menentukan terlebh dahulu metode apa yang akan dgunakan dalam peneltan. Desan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) karena sungai ini termasuk

METODE PENELITIAN. Penentuan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) karena sungai ini termasuk IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Peneltan Peneltan n dlakukan d Sunga Sak, Kota Pekanbaru, Provns Rau. Penentuan lokas dlakukan secara tertuju (purposve) karena sunga n termasuk dalam 13 sunga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jens Peneltan Jens peneltan yang dpaka adalah peneltan kuanttatf, dengan menggunakan metode analss deskrptf dengan analss statstka nferensal artnya penuls dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (celebrity

METODE PENELITIAN. digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (celebrity 37 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens peneltan yang dgunakan adalah peneltan deskrptf, yang mana dgunakan untuk mengetahu bagamana pengaruh varabel X (celebrty endorser) terhadap varabel

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Metode peneltan mengungkapkan dengan jelas bagamana cara memperoleh data yang dperlukan, oleh karena tu metode peneltan lebh menekankan pada strateg, proses

Lebih terperinci

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel 4 BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Peneltan Obyek dalam peneltan n adalah kebjakan dvden sebaga varabel ndependen (X) dan harga saham sebaga varabel dependen (Y). Peneltan n dlakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemodelan persamaan struktural atau Structural Equation Modeling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemodelan persamaan struktural atau Structural Equation Modeling BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemodelan Persamaan Struktural Pemodelan persamaan struktural atau Structural Equaton Modelng (SEM) merupakan analss multvarat yang dapat menganalss hubungan varabel secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan yang akan dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan pengembangan (Research and Development). Peneltan Research and Development (R&D) n merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum melakukan peneltan, langkah yang dlakukan oleh penuls adalah mengetahu dan menentukan metode yang akan dgunakan dalam peneltan. Sugyono (2006: 1) menyatakan:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. penerapan Customer Relationship Management pada tanggal 30 Juni 2011.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. penerapan Customer Relationship Management pada tanggal 30 Juni 2011. 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Penyajan Data Peneltan Untuk memperoleh data dar responden yang ada, maka dgunakan kuesoner yang telah dsebar pada para pelanggan (orang tua sswa) d Kumon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and III. METODE PENELITIAN A. Desan Peneltan Peneltan n merupakan peneltan pengembangan (Research and Development). Peneltan pengembangan yang dlakukan adalah untuk mengembangkan penuntun praktkum menjad LKS

Lebih terperinci

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a UKURAN SAMPEL Prof. Dr. H. Almasd Syahza, SE., MP Emal: asyahza@yahoo.co.d Webste: http://almasd. almasd.staff. staff.unr.ac.d Penelt Senor Unverstas Rau Penentuan Sampel Peneltan lmah hampr selalu hanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam 1 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMPN 8 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas VII SMPN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 01/013 yang terdr

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan mengena Analss Pengaruh Kupedes Terhadap Performance Busness Debtur dalam Sektor Perdagangan, Industr dan Pertanan dlaksanakan d Bank Rakyat

Lebih terperinci

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara BAB V KESMPULAN, MPLKAS DAN REKOMENDAS A. Kesmpulan Berdasarkan hasl peneltan yang telah durakan sebelumnya kesmpulan yang dsajkan d bawah n dtark dar pembahasan hasl peneltan yang memjuk pada tujuan peneltan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Energ sangat berperan pentng bag masyarakat dalam menjalan kehdupan seharhar dan sangat berperan dalam proses pembangunan. Oleh sebab tu penngkatan serta pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Karangkajen, Madrasah Tsanawiyah Mu'allimaat Muhammadiyah Yogyakarta,

BAB III METODE PENELITIAN. Karangkajen, Madrasah Tsanawiyah Mu'allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Peneltan Peneltan n dlakukan pada 6 (enam) MTs d Kota Yogyakarta, yang melput: Madrasah Tsanawyah Neger Yogyakarta II, Madrasah Tsanawyah Muhammadyah Gedongtengen,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n telah dlaksanakan d SMA Neger 1 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 011/ 01. Populas peneltan n adalah seluruh sswa kelas X yang terdr dar

Lebih terperinci

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA MARULAM MT SIMARMATA, MS STATISTIK TERAPAN FAK HUKUM USI @4 ARTI UKURAN LOKASI DAN VARIASI Suatu Kelompok DATA berupa kumpulan nla VARIABEL [ vaabel ] Ms banyaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan matematika tidak hanya dalam tataran teoritis tetapi juga pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan matematika tidak hanya dalam tataran teoritis tetapi juga pada BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Masalah Perkembangan matematka tdak hanya dalam tataran teorts tetap juga pada bdang aplkatf. Salah satu bdang lmu yang dkembangkan untuk tataran aplkatf dalam statstka

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tnjauan Pustaka 2.1 Peneltan Terdahulu Pemlhan stud pustaka tentang sstem nformas penlaan knerja karyawan n juga ddasar pada peneltan sebelumnya yang berjudul Penerapan Metode TOPSIS untuk Pemberan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab n akan menjelaskan latar belakang pemlhan metode yang dgunakan untuk mengestmas partspas sekolah. Propns Sumatera Barat dplh sebaga daerah stud peneltan. Setap varabel yang

Lebih terperinci

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan suatu metode yang dgunakan untuk menganalss hubungan antara dua atau lebh varabel. Pada analss regres terdapat dua jens varabel yatu

Lebih terperinci

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani /

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani    / KORELASI DAN REGRESI LINIER 9 Debrna Puspta Andran www. E-mal : debrna.ub@gmal.com / debrna@ub.ac.d 2 Outlne 3 Perbedaan mendasar antara korelas dan regres? KORELASI Korelas hanya menunjukkan sekedar hubungan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak d Jl. Gn. Tanggamus Raya Way Halm, kota Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah ini

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah ini BAB III METODE PENELITIAN A. Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan berbass masalah n adalah metode pengembangan atau

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadap era globalsas yang penuh tantangan, aparatur negara dtuntut untuk dapat memberkan pelayanan yang berorentas pada kebutuhan masyarakat dalam pemberan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 Tahun Pelajaran

METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 Tahun Pelajaran III. METODE PENELITIAN A. Settng Peneltan Peneltan n menggunakan data kuanttatf dengan jens Peneltan Tndakan Kelas (PTK). Peneltan n dlaksanakan d SMAN 1 Bandar Lampung yang beralamat d jalan Jend. Sudrman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PEDAHULUA. Latar Belakang Rsko ddentfkaskan dengan ketdakpastan. Dalam mengambl keputusan nvestas para nvestor mengharapkan hasl yang maksmal dengan rsko tertentu atau hasl tertentu dengan rsko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I ENDHULUN. Latar elakang Mengambl keputusan secara aktf memberkan suatu tngkat pengendalan atas kehdupan spengambl keputusan. lhan-plhan yang dambl sebenarnya membantu dalam penentuan masa depan. Namun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan yang dgunakan adalah peneltan pengembangan yang bertujuan membuat suatu produk dan duj kelayakannya. B. Metode Pengembangan Peneltan n menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penggunaan metode eksperimen ini

III. METODE PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penggunaan metode eksperimen ini III. METODE PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode dalam peneltan n adalah metode ekspermen. Penggunaan metode ekspermen n bertujuan untuk mengetahu apakah suatu metode, prosedur, sstem, proses, alat, bahan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau langkah-langkah yang harus

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau langkah-langkah yang harus BAB III METODE PENELITIAN Metode peneltan merupakan cara atau langkah-langkah yang harus dtempuh dalam kegatan peneltan, sehngga peneltan yang dlakukan dapat mencapa sasaran yang dngnkan. Metodolog peneltan

Lebih terperinci

REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA. Regresi Linear

REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA. Regresi Linear REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA Regres Lnear Tujuan Pembelajaran Menjelaskan regres dan korelas Menghtung dar persamaan regres dan standard error dar estmas-estmas untuk analss regres lner sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penermaan terpentng d Indonesa. Oleh karena tu Pemerntah selalu mengupayakan bagamana cara menngkatkan penermaan Pajak. Semakn tngg penermaan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bntaro Sektor 7, Bntaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Bangktan perjalanan (Trp generaton model ) adalah suatu tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan 7 BAB III METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel 1. Populas Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas XI SMA Yadka Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 014/ 015 yang berjumlah empat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR

PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR Resa Septan Pontoh 1), Neneng Sunengsh 2) 1),2) Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran 1) resa.septan@unpad.ac.d,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia) PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Stud Kasus pada Data Inflas Indonesa) Putr Noorwan Effendy, Amar Sumarsa, Embay Rohaet Program Stud Matematka Fakultas

Lebih terperinci

Alokasi kursi parlemen

Alokasi kursi parlemen Alokas kurs parlemen Dd Achdjat Untuk Sndkas Pemlu dan Demokras 1. Pendahuluan 1 Pelaksanaan pemlhan umum sebaga sarana mplementas demokras memerlukan suatu konsep yang kokoh dan taat azas. Konsep pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat BAB LANDASAN TEORI. 1 Analsa Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstk pada tahun 1877 oleh Sr Francs Galton. Galton melakukan stud tentang kecenderungan tngg badan anak. Teor Galton

Lebih terperinci

Preferensi untuk alternatif A i diberikan

Preferensi untuk alternatif A i diberikan Bahan Kulah : Topk Khusus Metode Weghted Product (WP) menggunakan perkalan untuk menghubungkan ratng atrbut, dmana ratng setap atrbut harus dpangkatkan dulu dengan bobot atrbut yang bersangkutan. Proses

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat BABl PENDAHULUAN 1.1. LAT AR BELAKANG PERMASALAHAN ndonesa merupakan negara yang sedang berkembang dengan tngkat populas yang cukup besar. Dengan jumlah penduduk dewasa n mencapa lebh dar 180 juta jwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Dalam kehdupan sehar-har, serngkal dumpa hubungan antara suatu varabel dengan satu atau lebh varabel lan. D dalam bdang pertanan sebaga contoh, doss dan ens pupuk yang dberkan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negosas Negosas dapat dkategorkan dengan banyak cara, yatu berdasarkan sesuatu yang dnegosaskan, karakter dar orang yang melakukan negosas, protokol negosas, karakterstk dar nformas,

Lebih terperinci

BAB IV TRIP GENERATION

BAB IV TRIP GENERATION BAB IV TRIP GENERATION 4.1 PENDAHULUAN Trp Generaton td : 1. Trp Producton 2. Trp Attracton j Generator Attractor - Setap tempat mempunya fktor untuk membangktkan dan menark pergerakan - Bangktan, Tarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Neger 3 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n yatu seluruh sswa kelas VIII SMP Neger 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 0/03 yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan n adalah peneltan quas expermental dengan one group pretest posttest desgn. Peneltan n tdak menggunakan kelas pembandng namun sudah menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.. KERANGKA ANALISIS Kerangka analss merupakan urutan dar tahapan pekerjaan sebaga acuan untuk mendapatkan hasl yang dharapkan sesua tujuan akhr dar kajan n, berkut kerangka

Lebih terperinci

I. PENGANTAR STATISTIKA

I. PENGANTAR STATISTIKA 1 I. PENGANTAR STATISTIKA 1.1 Jens-jens Statstk Secara umum, lmu statstka dapat terbag menjad dua jens, yatu: 1. Statstka Deskrptf. Statstka Inferensal Dalam sub bab n akan djelaskan mengena pengertan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS Resa Septan Pontoh Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran resa.septan@unpad.ac.d ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa MAN Model Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa MAN Model Gorontalo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Adapun yang menjad objek peneltan adalah sswa MAN Model Gorontalo. Penetapan lokas n ddasarkan pada beberapa pertmbangan yakn,

Lebih terperinci

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas 9 BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3. Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan n d laksanakan d Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. Gorontalo pada kelas VIII. Waktu peneltan dlaksanakan pada semester ganjl, tahun ajaran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tnjauan Pustaka Dar peneltan yang dlakukan Her Sulstyo (2010) telah dbuat suatu sstem perangkat lunak untuk mendukung dalam pengamblan keputusan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

Post test (Treatment) Y 1 X Y 2

Post test (Treatment) Y 1 X Y 2 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode Peneltan adalah cara lmah untuk memaham suatu objek dalam suatu kegatan peneltan. Peneltan yang dlakukan n bertujuan untuk mengetahu penngkatan hasl

Lebih terperinci

Jurnal Bakti Saraswati Vol.04 No.01. Maret 2015 ISSN :

Jurnal Bakti Saraswati Vol.04 No.01. Maret 2015 ISSN : Jurnal Bakt Saraswat Vol.04 No.01. Maret 2015 ISSN : 2088-2149 PEMANFAATAN PROGRAM APLIKASI MAPLE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KALKULUS I MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu 4 III. METODE PENELITIAN A. Populas Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen dengan populas peneltan yatu seluruh sswa kelas VIII C SMP Neger Bukt Kemunng pada semester genap tahun pelajaran 01/013

Lebih terperinci