Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw"

Transkripsi

1 JUAL FISIKA DA APLIKASIYA VOLUME 4, OMO JUI 008 Matriks Massa Segitiga Massa eutrino Masif dalam Model Seesaw Intan Fatimah Hizbullah Agus Purwanto Laboratorium Fisika Teori Filsafat Alam (LaFTiFA), Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh opember, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya Intisari Kami analisa bauran neutrino dalam model seesaw melalui segitigaisasi matriks massa umum. Asumsi bahwa matriks massa Dira quark-u serupa memberikan hubungan sederhana antara parameter neutrino massa Majorana. Dilakukan perhitungan eksplisit bagi parameter terkait masalah defisit neutrino surya sebagai implikasi dari hirarki massa Majorana. KATA KUCI: osilasi neutrino, matrik bauran model seesaw I. PEDAHULUA Salah satu perburuan paling menantang di dalam fisika partikel adalah penentuan sifat intrinsik neutrino yaitu massa sudut baur (mixing angle) neutrino. Eksperimen-eksperimen SuperKamiokande, KK, SO KamLAD [1] memberi bukti kuat bahwa neutrino bermassa, tidak seperti sektor quark, sudut baurannya besar. Model paling menarik untuk membangkitkan massa keil neutrino adalah mekanisme seesaw [] yakni dengan memperkenalkan suku tambahan berupa matriks massa Dira Majorana. Matriks massa Dira dapat diatasi dengan mengikuti gagasan GUT yang menyatakan bahwa matriks ini serupa dengan sektor quark. Tetapi kita tidak mempunyai pengetahuan tentang matriks massa Majorana baik orde maupun strukturnya. Di dalam artikel ini, struktur umum matriks massa seesaw akan dianalisa, tanpa harus kehilangan sifat umumnya kita akan bekerja dengan basis yang mana matriks massa diagonal bagi lepton bermuatan Majorana. Di dalam artikel ini diasumsikan bahwa matriks massa Dira menggunakan analogi dengan matriks massa quark mempunyai nilai eigen hirarkis sudut baur kiri keil. Meskipun demikian, di dalam kasus ini bauran besar dapat terjadi melalui keterkaitan antara matriks Dira Majorana. Di dalam model seesaw matriks massa neutrino efektif m ν diberikan oleh hubungan m ν = m D M 1 mt D (1) Seara umum matriks sembarang dapat didekomposisi menjadi perkalian matriks diagonal matriks bi-uniter, U o V o intan@physis.its.a.id m D = U o m diag D V o () Untuk penyederhanaan, kita juga mengabaikan efek simpangan CP sehingga semua matriks bauran rotasi adalah riel. Selanjutnya, sesuai asumsi di depan, di dalam basis matriks Majorana diagonal, M 1 = W W W 3 (3) dengan M i = 1/Wi ; i=1,, 3. Dari hubungan (1) () tampak bahwa V o juga mengandung kontribusi dari diagonalisasi matriks massa Majorana M sehingga dapat saja mempunyai sudut baur besar. Meskipun demikian, kita akan membatasi diskusi pada sudut keil di dalam V o. Pers.(1), () (3) dapat ditulis ulang sebagai U 1 o m ν U o = m diag D V om 1/ }{{} M 1/ V T o m D } {{ } T = T (4) yang mana matriks akan kita gunakan dalam evaluasi lebih lanjut. Matriks Dira diagonal pers.() m diag D = m m m 3 (5) dengan hirarki kuat m 1 << m << m 3. Massa Dira neutrino ini pada skala GUT (m 1 = m u, m = m, m 3 = m t ) mempunyai nilai m diag D (0, 001; 0, 3; 100)GeV [3]. Hirarki ini mereduksi hasil perkaliannya dengan V o menjadi matriks segitiga m diag D V o = m 1V 11 m V 1 m 1 V 1 m V m 1 V 13 m V 3 m 3 V 31 m 3 V 3 m 3 V 33 m 1V m V 1 m V 0 m 3 V 31 m 3 V 3 m 3 V 33 (6) Jurusan Fisika FMIPA ITS

2 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. sehingga m 1V 11 W m V 1 W 1 m V W 0 m 3 V 31 W 1 m 3 V 3 W m 3 V 33 W 3 (7) Matriks massa segitiga ini memungkinkan penyelesaian masalah menjadi lebih sederhana [4]. Matriks ini dapat didiagonalisasi dengan matriks bi-uniter atau matriks rotasi kiri (LH) kanan (H) dituliskan sebagai Uraian ini memberikan m diag ν = = U diag P (8) m ν m ν m ν3 = ( U 1 Uo 1 = ( diag) ) mν (U o U) Persamaan ini menyatakan bahwa sudut baur untuk massa keil neutrino berasal dari UU o, segkan nilai eigen dari merupakan akar kuadrat massa keil neutrino m νi. Kita mempunyai data-data rentang sudut baur massa maka kita akan mengestimasi massa Majorana, yang terakhir ini diperlukan di antaranya dalam kalkulasi besarnya lepton asimetri bagi leptogenesis. Di dalam evaluasi ini akan digunakan bentuk matriks segitiga bagi massa neutrino. Hasil eksperimen osilasi neutrino surya memberi tiga solusi bagi masalah neutrino surya yakni sudut bauran keil (small mixing angle, SMA) MSW (Mikheyev-Smirnov-Wolfstein), sudut bauran besar (large mixing angle, LMA) MSW osilasi vakum (VO). Orde besaran bagi neutrino surya m [5] m 10 6 ev, sin (SMA) (9) m 10 5 ev, sin 0, 6 (LMA) (10) m ev, π/4 (V O) Segkan osilasi atmosferik memberikan m atm 10 3 ev (11) Di bagian II diperlihatkan bahwa matriks 3 3 sembarang selalu dapat dirotasi menjadi matriks segitiga baik segitiga atas maupun segitiga bawah selanjutnya diari nilai eigen dari matriks segitiga tersebut. Bagian III penerapan matriks segitiga untuk matriks massa neutrino efektif dengan input dari data neutrino surya neutrino atmosferik. Akhirnya diberikan diskusi kesimpulan pada bagian IV. II. MATIKS MASSA SEGITIGA A. Segitigaisasi Matriks Sembarang Matriks segitiga telah diterapkan untuk penyelesaian masalah eigen matriks massa quark matriks massa lepton [4]. Di sini diperlihatkan terlebih dahulu bahwa setiap matriks 3 3 sembarang selalu dapat dirotasi sedemikian rupa sehingga menjadi matriks segitiga. Kita berangkat dari matriks 3 3 riel paling umum = a 1 a a 3 a b 1 b b 3 b (1) 1 3 Untuk mengantisipasi pemakaian dalam sektor neutrino kita asumsikan a << b (13) Matriks (1) elemen-elemennya dapat dipang sebagai kumpulan tiga vektor sembarang di dalam ruang Cartesian tiga dimensi. Matriks umum 3 3 dapat ditransformasi menjadi matriks segitiga atas atau matriks segitiga bawah. Matriks segitiga atas (14) tidak lain merupakan peralihan vektor basis yaitu salah satu vektor,, diambil sebagai sumbu-z, satu vektor lainnya b berada pada big y-z vektor sisanya bebas. Seara kuantitatif proses segitigaisasi matriks massa 3 3 dilakukan dengan memperkenalkan tiga matriks rotasi seara berurutan. Pertama, matriks rotasi (1-3) (13) = os α 0 sin α (15) sin α 0 os α kalikan dari kanan dengan matriks massa (1). Perkalian dengan elemen-elemen baris ketiga memberikan (13) = ( ) 0 3 (16) dengan 3 = jika tan α = 1 3. (17) Hasil perkalian antara matriks massa matriks rotasi (1-3) selanjutnya kalikan dari kanan dengan matriks rotasi (-3) (3) = os β sin β 0 sin β os β Elemen-elemen baris ketiga menjadi dengan (13) (3) = ( ) (18) (19) 3 = = (0)

3 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. jika tan β = (1) Evaluasi terhadap komponen akhir matriks massa memberikan a 3 = a 1 sin α os β + a sin β + a 3 os α os β Matriks massa (1) seara umum menjadi = (13)(3) = dengan a 1 a a 3 a 1 a a 3 a b 1 b b 3 b () 0 0 = a 1 os α a 3 sin α = a 1 sin α sin β + a os β a 3 os α sin β = a 1 sin α os β + a sin β + a 3 os α os β b 1 = b 1 os α b 3 sin α (3) b = b 1 sin α sin β + b os β b 3 os α sin β = b 1 sin α os β + b sin β + b 3 os α os β b 3 Vektor dirotasi sampai berimpit dengan sumbu-z. Selanjutnya, perkenalkan matriks rotasi (1-) (1) = os γ sin γ 0 sin γ os γ Kalikan dari kanan terhadap pers.() baris kedua menjadi dengan jika b (1) = ( ) 0 b b 3 (4) b = b 1 + b (5) tan γ = b 1 b (6) Dengan demikian matriks massa segitiga atas dari matriks massa (1) berbentuk Serupa untuk b 3, 1 = a a a = a a + a 3 3 = a ĉ (9) b 3 = b ĉ (30) Segkan tiga komponen lainnya dihitung seara langsung dengan langkah ukup panjang yang akhirnya didapatkan ( ) 1 = a b ĉ /b ( ( )) = a ĉ b ĉ /b (31) b = b ĉ Langkah serupa untuk merubah matriks umum 3 3 menjadi matriks segitiga bawah a 0 0 (13) (1) (3) = b â b â 0 â (â ( b â)) b â ( b â) b â (3) dengan matriks rotasi (13) = os α 0 sin α sin α 0 os α (1) = os γ sin γ 0 sin γ os γ 0 (33) (3) = os β sin β 0 sin β os β dengan = (13)(3)(1) = a 1 a 3 0 b b (7) 1 = a 1 os γ a sin γ = a 1 sin γ + a os γ (8) b = b 1 sin γ + b os γ sudut-sudut tan α = a 3 a 1 tan γ = tan β = a a 1 + a 3 (a 1 b 3 a 3 b 1 ) a (a 1 + a 3 ) b a (a 1 b 1 + a 3 b 3 ) (34) Hasil di depan memperlihatkan bahwa setiap matriks sembarang dapat ditransformasi menjadi matriks segitiga

4 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. B. Solusi Eigen Matriks Segitiga Diagonalisasi memberikan Karena matriks massa Majorana adalah matriks simetri maka diagonalisasi dilakukan dengan matriks bi-ortogonal. Untuk mendiagonalisasi matriks pertama diagonalisasi terlebih dahulu submatriks (-3) dengan matriks ortogonal U L (3) U (3) U L (3) = os 3 L sin 3 L (35) 0 sin 3 L os 3 L U T L (3) U (3) u = 1 os 3 a 3 sin 3 sin 3 + a 3 os 3 0 os 3 b 3 sin 3) + sin 3 0 b 0 0 os 3 b 3 sin 3) + sin 3 (36) telah diambil tan 3 = tan 3 L sin 3 = b os 3 b 3 sin 3 b b 3 b 3 + b (37) b ĉ b ĉ = ( ) b ĉ + b ĉ (38) Hubungan (37) (38) memberikan hubungan lebih lanjut yakni tan L 3 tan L 3 = b 3 b = b b 3 b (39) ilai eigen massa didapatkan dengan mensubtitusi sudut 3 pers.(38) ke dalam suku diagonal µ = os 3 b 3 sin 3) + sin 3 = b ) 4 b (40) b µ 3 = os 3 b 3 sin 3) + sin 3 = b ) 4 b (41) Selanjutnya, diagonalisasi submatriks (1-3) dengan U L (13) = os L 13 0 sin 13 L (4) sin 13 L 0 os 13 L sehingga U L (13) u a 1 α 0 0 µ 0 (43) 0 0 µ 3 Jika sudut baur (1-3) keil sekali tan L 13 sin L 13 L 13 L 13 = α 3 µ 3 << 1 (44) Terakhir diagonalisasi submatriks (1-) dengan matriks baur os L 1 sin 1 L 0 U L (1) = sin 1 L os 1 L 0 (45) yaitu U T L (1) U T L (13) u U (1) = dengan sudut baur (1-) atau µ µ µ 3 tan 1 L µ sin 1 = 1 os 1 α sin 1 tan L 1 = tan 1 = α µ µ a 1 α 1α µ + α a 1 (46) (47) (48) (49) massa eigen (a µ 1 = 1 os 1 µ sin 1) + µ sin 1 (50)

5 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. µ = 1µ (a 1 os 1 µ sin 1) + µ sin 1 (51) Segkan perbandingan b b ( ) φ + s φ n n 3 s φ φ n 3 n s φ φ n 3 << 1 (57) III. DISKUSI DA HASIL UMEIK Di dalam analisa berikut ini kita akan menggunakan asumsi aya hirarki yang kuat bagi massa Majorana. Matriks bauran sektor lepton dikenal sebagai matriks bauran Ponteorvo- Maki-akagawa-Sakata (PMS)[6]. Hasil-hasil analisis data eksperimen juga memperlihatkan bahwa massa neutrino surya atmosfer memperlihatkan hirarki yang kuat, matriks bauran neutrino PMS U li [7]mempunyai bentuk U = U 3 (φ) U 13 (ɛ) U 1 () s ɛ = (s φ + ɛ s φ ) φ ɛs s φ s φ (5) s s φ ɛ φ ( s φ + ɛs φ ) φ yang mana tan φ 1 terkait dengan bauran maksimal ɛ << 1 terkait dengan bauran keil [8]. Sudut baur dapat bernilai keil sehingga seara keseluruhan memberi bauran maksimal tunggal atau bernilai besar maksimal sehingga memberi bauran bi-maksimal. Kita akan mendiskusikan kedua kasus tersebut, pertama kasus ɛ << s kedua ɛ >> s. A. Kasus pertama ɛ << s Untuk kasus ɛ << s matriks bauran U terseduksi U s ɛ s φ φ s φ (53) s s φ s φ φ matriks = U n n n 3 s φ n 1 φ n s φ n 3 n 1 s n ɛn 3 s s φ n 1 s φ n φ n 3 (54) Membandingkan matriks diagonal bagi (54) (8) serta pers.(9) didapatkan bahwa massa efektif neutrino keil m νi = n i (55) Asumsi n 1 << n << n 3 memberikan b s φ n 3 φ n 3 sehingga m ν3 = n 3 = b s = φ φ (56) berimplikasi bahwa b mendekati paralel sampai orde n /n 3. Matriks (54) juga menyatakan bahwa a << b sehingga analisis terdahulu juga dapat diterapkan pada kasus. Matriks (54) dapat dirotasi menjadi matriks segitiga bawah (3) dengan elemen-elemen n 1 + s n + ɛ n φ s n +s φɛn 3 a s φ s n + φɛn 3 a s φ s n n 3 a 0 s φ n n 3 n 1 a s s φ (58) Orde ɛ akan menentukan suku dominan. Kesejajaran vektor akan tetap bertahan setelah ketiga vektor dirotasi elemen-elemennya membentuk matriks segitiga bawah. Kesejajaran ini memberi pilihan natural bagi parameter ɛ yaitu ɛ << m ν /m ν3 = n /m 3 suku dominan adalah elemen (,) (,3). Dalam limit ini tan >> n 1 /n memberikan a = n 1 + s n + ɛ n 3 = n 3 n 1 n 3 + s n n + ɛ 3 n 1 n n 3 n n + tan n 3 n 3 n 1 = n n + tan n s (59) Sehingga matriks tereduksi menjadi n s 0 0 φ n s φ n 3 0 s φ n φ n 3 n 1 s s φ Untuk sudut bauran maksimal φ = 45 o, [9] (60) n s n n 3 0 (61) 1 1 n n 3 n 1 s Untuk rotasi kanan V o mendekati satuan V ii 1 V ij << 1, i j maka m V 1 W 1 m W 0 m 1W m 3 V 31 W 1 m 3 V 3 W m 3 W 3 (6)

6 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. Kedua matriks terakhir hubungan massa (55) memberikan m ν1 = n 1 = s W 3 m 3 = s m t M 3 Segkan massa Majorana terkeil M 1 = s m u m (71) m ν = n = W 1 m 1 s = m u s M 1 m ν3 = n 3 = W m = m M (63) Hasil di atas tidak memperlihatkan keteraturan hubungan antara massa neutrino keil m νi M i baik dalam bentuk m νi M i atau m νi 1/M i. Selain itu, m ν3 berskala m bukan m t. Hasil lainnya massa skala menengah M tidak bergantung pada sudut baur hanya bergantung pada massa neutrino keil m ν3 massa quark m sehingga dapat diestimasi terlebih dahulu yakni M = m m ν3 (64) Data-data massa neutrino dari eksperiman neutrino surya atmosfer memberikan m << m atm. Seara teoritis hasil pengamatan massa kuadrat ini terkait dengan selisih massa eigen kuadrat m = m ν m ν 1 m atm = m ν 3 m ν, m ν 3 m ν 1 (65) Asumsi hirarki kuat n i memberikan m atm (66) m ν3 sehingga, dari data massa ham-quark, diperoleh M m m atm = GeV (67) suatu skala yang jauh lebih keil dari yang diharapkan. Dua massa Majorana masif lainnya bergantung pada solusi atau data neutrino surya. Analisis osilasi neutrino asumsi hirarki juga memberikan m (68) m ν segkan m ν1 tidak diketahui. Akibatnya, M 3 tidak dapat diketahui keuali batas bawahnya melalui parameter r = m ν /m ν1 >> 1 yaitu dari pers.(63) pertama atau Dengan kata lain, M 3 = s m t m ν1 M 3 /r = = s m t m ν m ν m ν1 s m t M 3 > s m t m m (69) (70) Selanjutnya kita estimasi kedua massa Majorana masif dengan input dari tiga solusi defisit neutrino surya yaitu osilasi vakum (VO), sudut besar MSW (LMA) sudut keil MSW (SMA). VO Sudut baur = 45 o sehingga LMA M 1 = ( 10 3) GeV ev = 10 8 GeV (7) M 3 > 100 GeV ev =, GeV (73) Dalam kasus ini sin 0, 6 maka sin 0, 18 seperti perhitungan kasus VO diperoleh SMA M 1 = 1, GeV, M = GeV, (74) > 8, GeV M 3 Dalam kasus ini sin maka sin 10 3 seperti perhitungan kasus VO diperoleh M 1 = GeV, M = GeV, (75) > 1, GeV M 3 Hasil-hasil di depan diperoleh dengan asumsi ɛ 0 tetapi jika ɛ >> n /n 3 pers.(54) tidak berlaku. Juga jika ɛ >> s matriks pers.(60) tidak berlaku matriks yang relevan akan dibahas lengkap berikut. B. Kasus kedua ɛ >> s Untuk kasus ɛ >> s matriks bauran U menjadi U s ɛ ɛ s φ φ s φ (76) ɛ φ s φ φ matriks ɛ s φ n 1 φ n s φ n 3 n 1 s n ɛn 3 ɛ φ n 1 s φ n φ n 3 (77)

7 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. Dalam limit ini matriks segitiga bawah bagi diberikan oleh ɛn 3 ) 0 0 n 3 (1 + sn n ( ɛn s ) 3 ɛ 0 ) n 3 (1 sn n ( + s ) (78) n 1 ɛ ɛ ɛn 3 Membandingkan matriks segitiga ini dengan pers.(6) diperoleh n1 = m 3 W 3 ɛ n ( s ) = m W (79) ɛ ɛn 3 = m 1 W 1 Setelah mensubtitusi massa quark, massa neutrino surya neutrino atmosfer berturut-turut untuk m ν1, m ν m ν3 serta parameter r = m ν /m ν1 diperoleh massa eutrino masif M 1 = M M 3 = m u ɛ m atm m ( s ɛ ) m ɛ m t m (80) Data solusi neutrino surya yang memenuhi batasan masalah ɛ >> s adalah kasus sudut baur keil SMA sin atau sin Untuk memberi angka tertentu kita ambil ɛ = 10 1, subtitusi nilai-nilai yang relevan pada M i diperoleh M 1 = 3, GeV M = GeV (81) = GeV M 3 Hasil-hasil di depan menyatakan bahwa kita dapat memperoleh massa Majorana seara langsung jika parameterparameter fisis neutrino diketahui massa Dira diidentifikasi sebagai massa quark. IV. SIMPULA Massa keil neutrino yang diperlihatkan oleh hasil-hasil eksperimen dapat dijelaskan seara alamiah menggunakan model seesaw. Model ini memberi struktur matriks massa yang ukup rumit sehingga tidak mudah memperoleh sudut baur neutrino dari komponen-komponen model seesaw seperti massa Dira m D massa Majorana M 1. Di dalam risalah ini pertama diperlihatkan bahwa setiap matriks sembarang 3 3 dapat dirotasi menjadi matriks segitiga baik segitiga atas atau segitiga bawah. Matriks segitiga ini diterapkan dalam proses diagonalisasi matriks neutrino dengan langkah-langkah berikut. Pertama, massa Dira dituliskan sebagai m D = U o m diag D V o neutrino Majorana dipilih dalam basis diagonal sehingga M = M diag. Selanjutnya massa efektif dituliskan sebagai m ν = T sehingga hanya bergantung pada komponen-komponen m diag D, V o M 1. Matriks direduksi menjadi matriks segitiga bentuk matriks segitiga bawah munul seara alamiah jika m diag D mempunyai hirarki kuat. Matriks segitiga memberikan hubungan sederhana antara massa keil neutrino, massa neutrino Majorana, sudut baur matriks Dira. Hubungan ini memungkinkan penentuan bolak-balik antar keempat kuantitas tersebut.di dalam evaluasi digunakan input berupa hasil eksperimen neutrino surya atmosferik. Kolaborasi SuperKamiokande memberi bauran maksimal bagi neutrino atmosferik, 3 π/4, evaluasi dibedakan menjadi dua kasus 13 (= ɛ) << sin 1 ɛ >> sin 1. Di dalam kasus ɛ << sin 1, massa neutrino massif M tidak bergantung pada sudut baur 1 berorde 10 9 GeV segkan M 3 hanya dapat ditentukan nilai terkeilnya. Orde M 1 M 3 masing-masing untuk data VO, LMA SMA adalah 10 8, 10 6, 10 8 GeV 10 17, 10 16,10 13 GeV. Orde M 3 yang sangat besar untuk solusi VO (>> GeV) membuatnya tidak diunggulkan sebagai kandidat solusi. Di dalam kajian ini tidak ditinjau renormalisasi mengingat efek persamaan grup renormalisasi (GE) sangat keil [10]. Untuk kasus ɛ >> sin 1 hanya data SMA neutrino surya yang relevan semua massa neutrino baik neutrino keil maupun masif bergantung pada sudut baur. Massa neutrino M 3 tetap hanya dapat ditentukan batas nilai terkeilnya. Orde M 1, M M 3 masing-masing adalah 10 6, GeV. Uapan Terima Kasih Penulis (IFH) berterimakasih pada konsorsium fisika teori Indonesia yang memberi kesempatan mendiskusikan sebagian penelitian ini pada Workshop on Theoretial Physis 008. Penulis (AP) menyampaikan terimakasih kepada Indonesia Center for Theoretial and Mathematial Physis (ICTMP) yang mendukung penelitian ini

8 J. FIS. DA APL., VOL. 4, O., JUI 008 ITA FH, dkk. [1] Y. Fukuda dkk., Phys.ev.Lett. 81, 1158(1998); M.H. Ahn dkk.,phys.ev.lett. 90, (003); Q.. Ahmad dkk., Phys.ev.Lett. 89, ; 01130(00); K.Eguhi dkk., Phys.ev.Lett. 90, 0180(003). [] M. Gell-Mann, P.amond and. Slansky, in Supergravity, eds. P. van ieuwenhuizen and D. Freedman (orth Hollad, Amsterdam, 1979); T.Yanagida, in Proeedings of the Workshop on Unified Theories and Baryon umber in the Universe, eds. O.Sawada and A. Sugamoto (KEK, Tsukuba, 1979). [3] H. Fusaoka and Y. Koide, Phys. ev. D57, 3986 (1998). [4] J. Hashida, T. Morozumi, and A. Purwanto, Prog. Theor. Phys. 103, 379 (000); T.K. Kuo, G.H. Wu and S.W. Mansour, Phys. ev. D61, (000; T. Morozumi, T. Satou, M.. ebelo, M. Tanimoto, Phys. Lett. B (1997). [5] J.. Bahal, P.I. Krastev and A. Yu. Smirnov, Phys. ev. D58, (1998); D60, (1999). [6] B. Ponteorvo, Zh. Eksp. Teor. Fiz (1957); Z. Maki, M. akagawa, and S. Sakata, Prog. Theor. Phys. 8, 870 (196). [7] E. Kh. Akhmedov, Phys. Lett B467, 95 (1999). [8] M.Appolonio dkk. [CHOOZ Collab.], Phys.Lett. B40,397(1998). [9] Y. Fukuda dkk., Phys.ev.Lett. 81, 156(1998). [10] K.S. Babu, C.. Leung and J. Pantaleone, Phy. Lett. B (1993)

Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw

Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 4, NOMOR 2 JUNI2008 Matriks Massa Segitiga Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw Intan Fatimah Hizbullah" Agus Purwanto Laboratorium Fisika Teori Filsa/at Alam (LaFTIFA),

Lebih terperinci

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) Muhammad Taufiqi Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc JURUSAN FISIKA Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi

Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 6, NOMOR 1 JANUARI,010 Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi Yohanes Dwi Saputra dan Agus Purwanto Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

PREDIKSI UJIAN NASIONAL 2009

PREDIKSI UJIAN NASIONAL 2009 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) PROVINSI DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA Alamat : Jl. Nangka No. 60, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Telp. (0) 79, 7099, 7067, Fax. (0) 7067 PREDIKSI

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA Hari, tanggal: Rabu, 2 April 2014 Waktu: 60 menit Nama: NIM: 1. (50 poin) Sebuah

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) 1 MATERI ALJABAR LINIER VEKTOR DALAM R1, R2 DAN R3 ALJABAR VEKTOR SISTEM PERSAMAAN LINIER MATRIKS, DETERMINAN DAN ALJABAR MATRIKS, INVERS MATRIKS

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Diagonalisasi Matrik Sistem Anxn

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Diagonalisasi Matrik Sistem Anxn Institut Teknologi Seuluh Noember Surabaya Diagonalisasi Matrik Sistem Ann Materi Contoh Soal Latihan Materi Contoh Soal Eigenvalue Matrik Ann Eigenvektor Diagonalisasi Matrik Ann Latihan Materi Contoh

Lebih terperinci

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Diagonalisasi Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nn ke dalam hasil kali berbentuk PDP, di mana D adalah matriks diagonal. Jika diperoleh

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam Operasi Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana (ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss). Caranya adalah

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alam semesta pada awal kelahirannya sesaat setelah big bang didominasi oleh radiasi. Pada era radiasi, suhu alam semesta sangat tinggi dan partikel-partikel

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan tentang teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu sistem persamaan linear sistem persamaan linear kompleks dekomposisi Doolittle

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

a b c d e nol di belakang pada representasi desimalnya adalah... a b c d e. 40.

a b c d e nol di belakang pada representasi desimalnya adalah... a b c d e. 40. Soal Babak Penyisihan OMITS 0 Soal Pilihan Ganda. Banyaknya pasangan bilangan bulat non negatif O, M, I, T, S yang memenuhi : O + M + I + T + S = Dimana O, M 4, I 5, T 6, dan S 7, adalah... a. 80 b. 80

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembahasan mendasar mengenai matriks terutama yang berkaitan dengan matriks yang dapat didiagonalisasi telah jelas disajikan dalam referensi yang biasanya digunakan

Lebih terperinci

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a Soal - Soal UM UGM. Soal Matematika Dasar UM UGM 00. Jika x = 3 maka + 3 log 4 x =... a. b. c. d. e.. Jika x+y log = a dan x y log 8 = b dengan 0 < y < x maka 4 log (x y ) =... a. a + 3b ab b. a + b ab

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2006 Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE Agus Rubiyanto, Agus Waluyo, Gontjang Prajitno, dan Ali Yunus Rohedi Jurusan

Lebih terperinci

REDUKSI RANK PADA MATRIKS-MATRIKS TERTENTU

REDUKSI RANK PADA MATRIKS-MATRIKS TERTENTU J. Math. and Its Appl. ISSN: 89-65X Vol. 4, No., November 7, 8 REDUKSI RANK PADA MATRIKS-MATRIKS TERTENTU Erna Apriliani, Bandung Arry Sanjoyo Jurusan Matematika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis Analisis Matriks Ahmad Muchlis January 22, 2014 2 Notasi Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n dinyatakan

Lebih terperinci

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK)

Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Pembahasan Soal SBMPTN 2016 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM PETUNJUK KHUSUS

PETUNJUK UMUM PETUNJUK KHUSUS LEMBAR SOAL PERSIAPAN UJIAN NASIONAL SMA/MA Tahun Ajaran 00/009 MATEMATIKA Program Studi IPA (Berdasarkan Lampiran Permendiknas No.77 Tahun 00) Try Out UN Matematika IPA SMA/MA - Esis PETUNJUK UMUM. Tuliskan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

BAB 3 LIMIT DAN KEKONTINUAN FUNGSI

BAB 3 LIMIT DAN KEKONTINUAN FUNGSI Diktat Kuliah TK Matematika BAB LIMIT DAN KEKONTINUAN FUNGSI Limit Fungsi Pengantar Limit Tinjau fungsi yang didefinisikan oleh f ( ) Perhatikan bahwa fungsi ini tidak terdefinisi pada = karena memiliki

Lebih terperinci

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI HARMONIK PENDAHULUAN Gerak dapat dikelompokan menjadi: Gerak di sekitar suatu tempat contoh: ayunan bandul, getaran senar dll. Gerak yang berpindah tempat contoh:

Lebih terperinci

Swakalibrasi Kamera Menggunakan Matriks Fundamental

Swakalibrasi Kamera Menggunakan Matriks Fundamental Swakalibrasi Kamera Menggunakan Matriks Fundamental Eza Rahmanita, Eko Mulyanto 2, Moch. Hariadi 3 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po Bo 2 Kamal, Bangkalan

Lebih terperinci

APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI

APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI Buletin Ilmiah Math Stat Dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No 3 (2013), hal 163-172 APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI Yudha Pratama, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks Matriks & Ruang Vektor Pertemuan Sistem Persamaan Linier dan Matriks Start Matriks & Ruang Vektor Outline Materi Pengenalan Sistem Persamaan Linier (SPL) SPL & Matriks Matriks & Ruang Vektor Persamaan

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Golub Kahan dan QR Simetri untuk Dekomposisi Nilai Singular

Perbandingan Algoritma Golub Kahan dan QR Simetri untuk Dekomposisi Nilai Singular J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 3, No. 1, May 2006, 19 25 Perbandingan Algoritma Golub Kahan dan QR Simetri untuk Dekomposisi Nilai Singular Dieky Adzkiya, E. Apriliani, Bandung A.S. Jurusan

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Trihastuti Agustinah

Trihastuti Agustinah TE 9467 Teknik Numerik Sistem Linear Trihastuti Agustinah Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember O U T L I N E OBJEKTIF TEORI CONTOH 4 SIMPULAN

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Kode 483

Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Kode 483 Tutur Widodo Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 0 Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 0 Kode 8 Oleh Tutur Widodo. Di dalam kotak terdapat bola biru, 6 bola merah dan bola putih. Jika diambil 8 bola tanpa pengembalian,

Lebih terperinci

PAKET TRY OUT UN MATEMATIKA IPA

PAKET TRY OUT UN MATEMATIKA IPA PAKET TRY OUT UN MATEMATIKA IPA Berilah tanda silang (x) pada huruf A, B, C, D atau E di depan jawaban yang benar!. Kesimpulan dari pernyataan: "Jika bencana alam tsunami terjadi, maka setiap orang ketakutan"

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal. 183-190 DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN Fidiah Kinanti, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani

Lebih terperinci

PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 2009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA

PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 2009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA Kumpulan Soal - Soal Latihan UN Matematika IPA SMA dan MA 009. (Suprayitno) 49 PAKET 4 LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN 009 MATA PELAJARAN MATEMATIKA PETUNJUK UMUM. Kerjakan semua soal - soal ini menurut

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UN SMA IPA TAHUN AJARAN 2011/2012

PEMBAHASAN UN SMA IPA TAHUN AJARAN 2011/2012 Page of PEMBAHASAN UN SMA IPA TAHUN AJARAN 0/0 OLEH: SIGIT TRI GUNTORO, M.Si MARFUAH, S.Si, M.T REVIEWER: UNTUNG TRISNA S., M.Si JAKIM WIYOTO, S.Si Page of Misalkan, p : hari ini hujan q: saya tidak pergi

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1991

Matematika EBTANAS Tahun 1991 Matematika EBTANAS Tahun 99 EBT-SMA-9-0 Persamaan sumbu simetri dari parabola y = 8 x x x = 4 x = x = x = x = EBT-SMA-9-0 Salah satu akar persamaan kuadrat mx 3x + = 0 dua kali akar yang lain, maka nilai

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

VEKTOR II. Tujuan Pembelajaran

VEKTOR II. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 03 Kelas X matematika PEMINATAN VEKTOR II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami tentang pembagian vektor.. Memahami tentang

Lebih terperinci

PREDIKSI UAN MATEMATIKA SESUAI KISI-KISI PEMERINTAH

PREDIKSI UAN MATEMATIKA SESUAI KISI-KISI PEMERINTAH PREDIKSI UAN MATEMATIKA SESUAI KISI-KISI PEMERINTAH. Apabila P dan q kalimat pernyataan, di mana ~p q kalimat bernilai salah, maka kalimat yang benar berikut ini, kecuali (d) p q (~p ~q) (~p ~q) ~ (~p

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi linear, metode kuadrat terkecil, restriksi linear, multikolinearitas, regresi ridge, uang primer, dan koefisien

Lebih terperinci

SOLUSI PREDIKSI SOAL MATEMATIKA UN 2015 TUGAS KELOMPOK 1 SATUAN PENDIDIKAN

SOLUSI PREDIKSI SOAL MATEMATIKA UN 2015 TUGAS KELOMPOK 1 SATUAN PENDIDIKAN SOLUSI PREDIKSI SOAL MATEMATIKA UN 0 TUGAS KELOMPOK SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN PROGRAM BANYAK SOAL WAKTU : SMA : MATEMATIKA : IPA : 0 BUTIR : 0 MENIT. Diketahui premis-prmis berikut: Premis : Jika

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Ujian Nasional Matematika Tahun Pelajaran 2010/2011 Program Studi IPA

Soal-Soal dan Pembahasan Ujian Nasional Matematika Tahun Pelajaran 2010/2011 Program Studi IPA Soal-Soal dan Pembahasan Ujian Nasional Matematika Tahun Pelajaran 010/011 Program Studi IPA 1. Akar-akar persamaan 3x -1x + = 0 adalah α dan β. Persamaan Kuadrat baru yang akar-akarnya (α +) dan (β +)

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real

Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real J. Math. and Its Appl. ISSN: 189-605X Vol. 4, No. 1, May 007, 17 5 Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real Bambang Sugandi 1 dan Erna Apriliani 1 Jurusan Matematika, FMIPA Unibraw,

Lebih terperinci

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008 Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008. Diketahui premis premis : () Jika hari hujan, maka udara dingin. (2) Jika udara dingin, maka ibu memakai baju hangat. (3) Ibu tidak memakai baju hangat

Lebih terperinci

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Octavianus P. Hulu, Agus Purwanto dan Sumarna Laboratorium Getaran dan Gelombang, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk sensor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

Wardaya College. Soal Terpisah. Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA. Spring Camp Persiapan OSN Part I. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Soal Terpisah. Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA. Spring Camp Persiapan OSN Part I. Departemen Fisika - Wardaya College Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA Spring Camp Persiapan OSN 2018 - Part I Soal Terpisah 1. Sebuah kepingan kecil dengan massa m ditempatkan dengan hati-hati ke permukaan dalam dari silinder tipis berongga

Lebih terperinci

UAN MATEMATIKA SMA IPA 2009 P45

UAN MATEMATIKA SMA IPA 2009 P45 1. Perhatikan premis premis berikut! - Jika saya giat belajar maka saya bisa meraih juara - Jika saya bisa meraih juara maka saya boleh ikut bertanding Ingkaran dari kesimpulan kedua premis di atas adalah.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan invers matriks. 4) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan determinan matriks

BAB I PENDAHULUAN. 3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan invers matriks. 4) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan determinan matriks 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Teori matriks merupakan salah satu cabang ilmu aljabar linier yang menjadi pembahasan penting dalam ilmu matematika. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, aplikasi

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN VEKTOR Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas Disusun Oleh : 1. Chrisnaldo noel (12110024) 2. Maria Luciana (12110014) 3. Rahmat Fatoni (121100) PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA

PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA NAMA : KELAS : 1. Kisi-Kisi: Logika Matematika Diketahui 3 Premis, Premis Menggunakan kesetaraan, dan penarikan MP atau MT PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA 3. Kisi-Kisi: Materi Ekponen Éksponen pecahan,3

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1986

Matematika EBTANAS Tahun 1986 Matematika EBTANAS Tahun 986 EBT-SMA-86- Bila diketahui A = { x x bilangan prima < }, B = { x x bilangan ganjil < }, maka eleman A B =.. 3 7 9 EBT-SMA-86- Bila matriks A berordo 3 dan matriks B berordo

Lebih terperinci

Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc.

Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc. Oleh : YOHANES DWI SAPUTRA 1105 100 051 Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc. JURUSAN FISIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 010 PENDAHULUAN Latar

Lebih terperinci

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat, VEKTOR Dalam mempelajari fisika kita selalu berhubungan dengan besaran, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. da besaran yang cukup dinyatakan dengan nilai (harga magnitude) dan satuannya saja,

Lebih terperinci

TE Teknik Numerik Sistem Linear

TE Teknik Numerik Sistem Linear TE 9467 Teknik Numerik Sistem Linear Operator Linear Trihastuti Agustinah Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember O U T L I N E. Objektif.

Lebih terperinci

Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana

Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana Walid Dulhak 1, Abdusy Syarif 2 dan, Tri Daryanto 3 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Fisika Matematika II 2011/2012

Fisika Matematika II 2011/2012 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV 101. Limit Fungsi. Pertemuan - 2

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV 101. Limit Fungsi. Pertemuan - 2 Respet, Proessionalism, & Entrepreneurship Mata Kuliah : Kalkulus Kode : CIV 101 SKS : 3 SKS Limit Fungsi Pertemuan - Respet, Proessionalism, & Entrepreneurship Kemampuan Akhir yang Diharapkan Mahasiswa

Lebih terperinci

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Pendahuluan Notasi dan Pengertian Dasar Skalar, suatu konstanta yang dituliskan dalam huruf kecil Vektor,

Lebih terperinci

Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu

Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu E. Apriliani, B. Ari Sanjaya September 6, 7 Abstract. Dekomposisi nilai singular (Singular Value Decomposition - SVD) adalah suatu metode untuk menuliskan suatu

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Sumber Data

METODE PENELITIAN Sumber Data 13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci